PERANAN PERBANKAN SYARIAH DALAM MENCIPTAKAN STABILITAS MONETER DI SUDAN Skripsi Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Islam (SEI)
Oleh:
Meisya Dwi Putri NIM: 104046101590
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH PROGRAM STUDI EKONOMI ISLAM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1429 H / 2008 M
PERANAN PERBANKAN SYARIAH DALAM MENCIPTAKAN STABILITAS MONETER DI SUDAN Skripsi Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Islam (SEI)
Oleh:
Meisya Dwi Putri NIM: 104046101590
Di Bawah Bimbingan
Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM.
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH PROGRAM STUDI EKONOMI ISLAM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1429 H / 2008 M
PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul PERANAN PERBANKAN SYARIAH DALAM MENCIPTAKAN STABILITAS MONETER DI SUDAN telah di ujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Univesitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada 02 Desember 2008. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Islam (S.Ei) pada program Studi Muamalat (Ekonomi Islam). Jakarta, 02 Desember 2008 Mengesahkan Dekan Fakultas Syariah dan hukum
Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM NIP : 150 210 422 PANITIA UJIAN 1. Ketua
: Dr. Euis Amalia, M.Ag. NIP: 150289264
2. Sekretaris
)
(
)
(
)
(
)
: Prof. Dr. H. Fathurrhman Djamil, MA. NIP: 150222824
5. Penguji II
(
: Prof. DR. H.M. Amin Suma, SH, MA, MM. NIP: 150210422
4. Penguji I
)
: Dr. Muhammad Taufiki, M.Ag NIP : 150290159
3. Pembimbing I
(
: A.M Hasan Ali, M.Ag. NIP: 150370226
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar sarjana strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya atau merupakan hasil jiplakan dari orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 04 November 2008
Meisya Dwi Putri
ABSTRAK
Tujuan penulis mengangkat karya ini, yaitu penulis berharap dengan adanya pembahasan mengenai perbankan syariah dan peranannya terhadap stabilitas moneter di Sudan, dapat menjadi contoh untuk negara Indonesia yang masih menggunakan sistem konvensional pada setiap kegiatan ekonomi dalam pemerintahan, dan dalam kegiatan perbankan. Meskipun bank syariah sudah mulai berkembang, namun bank syariah belum cukup berperan dalam menjaga kestabilan ekonomi di Indonesia. Dalam karya ilmiah ini akan dijawab dari permasalahan yang telah dirumuskan yaitu bagaimana peranan perbankan syariah dalam menciptakan stabilitas moneter di Sudan dan bagaimana keadaaan ekonomi Sudan setelah dan sebelum menggunakan sistem ekonomi syariah. Dari perumusan masalah dapat diketahui bahwa, setelah Sudan melakukan Islamisasi terhadap sistem perekonomianya, peran bank syariah cukup membantu mencapai stabilitas ekonomi dan pertumbuhan ekonomi Sudan. Untuk itu sebelumnya, perlu juga mengetahui bagaimana sejarah kebijakan moneter Islam, perbankan Islam, pengertian stabilitas moneter dan pencapaian stabilitas moneter, serta kebijakan moneter pada zaman Rasulullah. Jenis data yang digunakan adalah data kualitatif, dan jenis penelitianya menggunakan Library Research yaitu penelitian kepustakaan, dan teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu melalui data primer dan data sekunder, Subjek yang akan diteliti ialah negara Sudan, sedangkan objek penelitiannya ialah perbankan syariah di Sudan. Metode analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis deskriptif. Melalui instrumen-instrumen yang digunakan yaitu instrumen yang sesuai dengan syariah Islam, dengan bertahap Sudan mampu memperbaiki ekonominya. Dilihat dari pertumbuhan ekonomi yang semakin meningkat, namun hal itupun dipengaruhi oleh kondisi di dalam negara Sudan, jika terjadi konflik maka kestabilan ekonomi mudah terguncang.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberi rahmat dan rahman Nya, dan salawat serta salam kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah membawa Al-Qur’an sebagai petunjuk dari Allah SWT untuk seluruh umat manusia di dunia sebagai penuntun kehidupan ini. Alhamdulillah penulis dapat menyelesaikan karya tulis ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam menyusun karya tulis ini, di antaranya: 1. Kepada Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Syarif Hidayatullah Jakarta, sekaligus dosen pembimbing dalam pembuatan skripsi ini Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM. Terima kasih banyak penulis haturkan kepada Beliau yang
bersedia menjadi pembimbing dan
meluangkan waktu untuk penulis serta membantu penulis dalam menyelesaikan karya tulis ini. 2. Ibu Euis Amalia, M.Ag Ketua Program studi Muamalat (Ekonomi Islam). 3. Bapak Ah. Azharudin Lathif, M.Ag Sekertaris Program Studi Muamalat (Ekonomi Islam). 4. Seluruh dosen Fakultas Syariah dan Hukum yang selalu mendukung gerak dan laju penulis dalam dunia perkuliahan dan seluruh staff akademik dan administrasi yang telah memberikan pelayanan kepada penulis selama melaksanakan studi. 5. Pengurus dan Staff perpustakaan Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah yang telah meluangkan waktu memberikan fasilitas dan beberapa referensi untuk penyelesaian skripsi ini. 6. Kepada seorang wanita yang membesarkan walau tak melahirkan, yang mengantarkan ku pada mimpi-mimpi masa depan oleh hangat belaian
tangannya, dialah nenek
Hj. Siti Sutimah. Kepada seorang lelaki yang
sangat penulis cintai dialah kakek H. Karim Suryadi, terima kasih karena telah membesarkan penulis, kasih sayang kalian tak akan pernah dapat terbalas dengan apapun jua. Kepada ayahanda Andi Yusuf Fakihuddin dan Ibunda Marwati, terima kasih atas semuanya, dan kepada teteh ( Ayu) dan adik-adik ( Tia dan Diaf) terima kasih atas semangatnya walau kita jauh, walau kita tak hidup bersama dalam satu atap. Dan untuk keluarga penulis yang tak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih banyak untuk dukungannya. 7. Teman-teman seperjuangan didalam perahu Ekonomi Islam, dalam mengarungi bahtera waktu demi cita-cita dan harapan, suka dan duka kita bersama. Kalian adalah kenangan yang tak akan terlupakan ketika muda jauhi kita. Romai dan teman-teman lainya Terima kasih untuk saran-saran, nasihat-nasihat untuk penulis yang sangat bermanfaat, semoga kita menjadi generasi berikutnya dalam memperjuangkan ekonomi Islam di negara ini. 8. Untuk sahabat-sahabat penulis dari (MAN 4 Model Jakarta). Ulfa, Mahbub, Zaenal, Adji terima kasih semangat yang telah kalian berikan, semoga persahabatan di antara kita tak akan lekang dimakan waktu, dan semoga kita semua menjadi manusia-manusia yang bermanfaat, Amin. 9. Untuk Donie Kadewandana Malik, terima kasih atas semangat dan motivasi untuk mewujudkan cita-cita bersama, sekaligus editor dalam pembuatan skripsi ini, banyak hal yang penulis dapat dalam pembuatan skripsi darinya yang menyangkut tata cara pembuatan skripsi. Akhirnya penulis hanya dapat berdoa semoga Allah SWT memberikan balasan dan pahala yang setimpal kepada mereka atas jasa-jasa yang diberikan. Harapan penulis semoga skripsi ini dapat menambah wawasan pengetahuan bagi para pembaca pada khususnya dan masyarakat pada umumnya.
DAFTAR ISI ABSTRAK KATA PENGANTAR ...........................................................................................i DAFTAR ISI ........................................................................................................iii BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ............................................................... 1 B. Perumusan Masalah........................................................................ 11 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian....................................................... 11 D. Tinjauan Pustaka............................................................................. 12 E. Metode Penelitian .......................................................................... 12 F. Sistematika Penulisan......................................................................15
BAB II
KERANGKA TEORETIS A. Sejarah Kebijakan Moneter Islam...................................................18 B. Perbankan Islam..............................................................................20 C. Pengertian Stabilitas Moneter dan Pencapaian Stabilitas Moneter............................................................................................31 D. Kebijakan Moneter pada Zaman Rasulullah.....…..........................42
BAB III
GAMBARAN UMUM PERBANKAN SYARIAH DI SUDAN A. Sejarah Perbankan Syariah Sudan.................................................. 51 B. Manajeman Moneter yang digunakan Sudan.................................54 C. Instrumen Moneter yang digunakan Sudan.....................................56 D. Strategi Pengembangan Perbankan Syariah di Sudan.....................63 E. Akad Bank Syariah di Sudan...........................................................68 F. Produk Perbankan Syariah di Sudan................................................71
BAB IV
PERANAN PERBANKAN SYARIAH TERHADAP STABILITAS MONETER DI SUDAN A. Peranan Perbankan Syariah Terhadap Stabilitas Moneter di Sudan...............................................................................................76 B. Ekonomi Sudan Sebelum dan Sesudah Islamisasi........ .............. 84
BAB V
PENUTUP A. Kesimpulan.....................................................................................90 B. Saran...............................................................................................92
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................93 LAMPIRAN-LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Istilah bank syariah dewasa ini bukan merupakan hal asing bagi masyarakat Indonesia. Diawali pada tahun 1992 dengan didirikannya Bank Muamalat Indonesia sebagai bank syariah pertama, di saat bank-bank konvensional terkena krisis moneter, bank syariah tetap digdaya dan kini bank syariah semakin banyak diminati oleh berbagai lapisan masyarakat, termasuk masyarakat yang beragama non muslim. Sehingga, banyak bank konvensional membuka unit khusus bank syariah.1 Sebagai negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, Indonesia sudah seyogyanya jika kehadiran bank syariah menjadi suatu hal yang diharapkan. Tidak hanya untuk memperkuat perekonomian masyarakat, tetapi lebih dari itu juga sebagai sarana mengoptimalkan wujud ketaatan sebagai seorang muslim. Syariah merupakan suatu aturan yang menyangkut hukum yang berlaku yang dibebankan kepada mukallaf (orang-orang yang berakal), mengenai apa yang harus dijauhi dan yang harus dikerjakan sesuai dengan perintah-perintah dan laranganlarangan dalam Al-Qur’an dan Hadis.
1
Karnaen Perwataatmaja dan Henry Tanjung, dalam Pengantar Penerbit, Bank Syariah: Teori, Praktik, dan Peranannya (Jakarta: PT. Senayan Abadi, 2007), hal. v
Islam sebagai Ad-din mengandung ajaran yang komprehensif dan sempurna (Syumul). Yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, tidak saja aspek ibadah, tetapi juga aspek muamalah, khususnya ekonomi Islam. Kesempurnaan Islam itu tidak saja diakui oleh intelektual muslim, tetapi juga para ilmuan dari barat. Salah satu ajaran Islam yang mengatur kehidupan manusia adalah aspek ekonomi (Mu’amalah/Iqtishodiyah). Ajaran Islam tentang ekonomi cukup banyak, baik dalam Al-Qur’an, Sunnah, maupun Ijtihad para ulama. Hal ini menunjukan bahwa perhatian Islam dalam masalah ekonomi sangat besar. Ayat yang terpanjang dalam Al-Qur’an yaitu ayat 282 dalam surat Al-Baqarah yang berisi tentang masalah perekonomian, bukan masalah ibadah (Mahdhah) atau Aqidah. Kemudian Allah meminta kepada hambaNya untuk masuk Islam secara kaffah atau menyeluruh, perintah ini pun tercantum dalam Firman Allah SWT dalam surat AlBaqarah ayat 208 dan ayat 85. Ayat tersebut mewajibkan kaum muslimin supaya masuk ke dalam Islam secara utuh dan menyeluruh. Namun sangat disesalkan, dalam bidang dan aktivitas ekonomi, banyak sekali umat Islam mengabaikan ajaran ekonomi syariah dan bergumul dengan sistem ekonomi ribawi.2 Pemikiran ekonomi Islam lahir dari kenyataan bahwa Islam adalah sistem yang diturunkan Allah kepada umat manusia untuk menata berbagai aspek kehidupanya di seluruh ruang dan waktu. Islam dengan begitu merupakan konsep
2
Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah, edisi 2, (Yogyakarta: Ekonisia Kampus Fakultas Ekonomi UII)
tentang sebuah proyek peradaban. Dan peradaban selalu berdiri di atas tempat kerangka ini yaitu bumi, tanah, waktu, manusia dan sistem. Jadi tanah merupakan Land Scape peradaban umat manusia sepanjang masa. Jika manusia berasal dari tanah dan seluruh kehidupan biologisnya untuk survive (bertahan hidup) secara keseluruhan disuplai dari tanah, maka hubungan manusia dengan tanah merupakan sesuatu yang azali dan primer. Dalam pengertiannya yang sangat natural, ekonomi sesungguhnya membahas
hubungan
antara
manusia
dengan
tanahnya
sebagai
proses
mempertahankan dan melanjutkan serta menikmati kehidupannya.3 Ekonomi Islam bertujuan mewujudkan tingkat pertumbuhan ekonomi jangka panjang dan memaksimalkan kesejahteraan manusia (Falah). Chapra menyatakan berarti
Falah
terpenuhinya
kebutuhan
individu
masyarakat
dengan
tidak
mengabaikan keseimbangan makro ekonomi (kepentingan sosial), keseimbangan ekologi dan tetap memperhatikan nilai-nilai keluarga dan norma-norma. Baru tiga dasawarsa menjelang abad 21, muncul kesadaran baru umat Islam untuk mengembangkan kembali kajian ekonomi syariah. Ajaran Islam tentang ekonomi, kembali mendapat perhatian serius dan berkembang menjadi disiplin ilmu yang berdiri sendiri. Pada era tersebut, lahir dan muncul para ahli ekonomi syariah yang handal dan memiliki kapasitas keilmuan yang memadai dalam bidang Muamalah. Sebagai realisasi dari ekonomi syariah, maka sejak tahun 1975 didirikanlah Internasional Development Bank (IDB) di Jeddah. Setelah itu, di
3
Wawasan Islam dan Ekonomi: Sebuah Bunga Rampai, (Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1997)
berbagai negara baik negeri-negeri muslim maupun bukan, berkembang pula lembaga-lembaga keuangan syariah. Sekarang di dunia telah berkembang lebih dari 400-an lembaga keuangan dan perbankan yang tersebar di 75 negara, baik di Eropa, Amerika, Timur Tengah maupun kawasan Asia lainnya. Perkembangan aset–aset bank mencatat jumlah fantastis yaitu 15 % setahun. Kinerja bank – bank Islam cukup tangguh dengan hasil keuntungannya di atas perbankan konvensional.4 Sehubungan dengan penggunaan otoritas moneter yang dilakukan bank sentral, sebagai pemegang kendali money supply untuk mencapai tujuan kebijakan moneter yang salah satunya yaitu pertumbuhan ekonomi. Dilakukan dengan menetapkan target yang menggunakan beberapa instrumen pokok dari kebijakan moneter dalam teori konvensional yang selama ini diterapkan yaitu kebijakan pasar terbuka, penentuan cadangan wajib minimum, penentuan discount rate, moral suasion yang bersifat himbauan atau bujukan kepada bank untuk meningkatkan permintaan kredit sebagai tanggung jawab mereka, ketika ekonomi berada dalam keadaan depresi. Instrumen moneter pada bank syariah yaitu dengan menggunakan prinsip syariah. Dalam ekonomi Islam, bank sentral tidak dapat menetapkan kebijakan discount rate seperti pada instrumen moneter konvensional. Bank sentral memerlukan instrumen yang bebas bunga untuk mengontrol kebijakan moneter dalam ekonomi 4
Agung Coriandri, Kehebatan Ekonomi Syari’ah, artikel diakses pada 15 Maret 2008 dari http://
[email protected]
Islam. Penghapusan sistem bunga tidak menghambat bank untuk mengontrol jumlah uang beredar dalam ekonomi. Secara mendasar terdapat instrumen kebijakan moneter dalam ekonomi Islam, antara lain yaitu: 1. Reserve ratio 2. Moral suassion 3. Lending ratio 4. Refinance ratio 5. Profit sharing ratio 6. Islamic sukuk 7. GIC (goverment investment certivicate)5 Dari ke tujuh instrumen kebijakan moneter di atas akan dipaparkan pengertiannya satu persatu pada bab selanjutnya. Seiring kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan oleh bank sentral, tentunya bank sentral tidak hanya melakukan tugasnya sendiri, melainkan bank sentral membutuhkan dukungan dari bank-bank komersil lainnya yang berada dibawah naungan bank sentral. Untuk pencapaian sistem moneter yang baik, otoritas moneter harus melakukan pengawasan pada keseluruhan sistem. Sektor moneter adalah jaringan penting yang mempengaruhi sektor ekonomi rill. Sehingga kebijakan moneter merupakan instrumen penting atas kebijakan publik dari sistem ekonomi
5
Karnaen Perwataatmaja dan Henry Tanjung, Bank Syariah, hal. 160
modern. Pada ekonomi Islam hal itu juga benar, namun terdapat perbedaan pada tujuan dasar yaitu pelarangan bunga dalam Islam6. Bank syariah diartikan sebagai lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasianya didasarkan pada prinsip ekonomi Islam. Perbankan syariah sebagai lembaga yang menjalankan tugas fungsional sebagai perantara keuangan antara pihak yang uangnya berlebih (surplus unit) kepada pihak yang kekurangan uang (defisit unit), secara konseptual bank syariah memiliki fungsi sebagai perantara, sekaligus katalisator bagi terciptanya berbagai transaksi perekonomian. Interaksi antara bank dengan pelaku ekonomi atas dasar prinsip keadilan, yang memungkinkan terjadinya realokasi sumber-sumber dana secara lebih merata ke segenap unit ekonomi yang membutuhkan, dan tersalurnya kembali seluruh dana masyarakat kedalam roda perekonomian secara riil. Dengan demikian, bank syariah mungkin akan menciptakan keseimbangan antara sektor keuangan dan sektor riil yang secara positif dapat mendorong peningkatan kapasitas produksi secara optimal dan semua potensi ekonomi bagi kesejahteraan umat. Pada gilirannya, akan tercipta berbagai lapangan kerja dan kesempatan berusaha yang lebih luas dan merata. Dengan demikian, persoalan kemiskinan dan pengangguran akan dapat teratasi.7
6
Muhammad, Empat, 2002)
Kebijakan Moneter dan Fiskal dalam Ekonomi Islam, (Jakarta: Salemba
Terdapat fenomena yang menarik sebagai penyebab krisis moneter yang melanda Indonesia, seperti pendekatan jumlah uang beredar telah dipilih oleh otoritas moneter semenjak kebijakan moneter Indonesia beralih dari sistem pengendalian moneter langsung ke sistem pengendalian moneter tidak langsung pada tahun 1983, sistem pengendalian tidak langsung mengandalkan peran pasar keuangan dalam mekanisme transmisi kebijakan moneter ke sektor riil. Sangat disadari bahwa pasar keuangan belum berjalan efisien mengingat pasar keuangan belum berkembang pada saat itu, pada waktu itu pemerintah berkeyakinan bahwa secara bertahap mekanisme pasar akan semakin efisien sejalan dengan berkembangnya pasar keuangan. 8 Pada tahun 1983 merupakan suatu langkah awal memodernisasikan bidang moneter di Indonesia. Dengan dilepasnya sistem pengendalian moneter secara langsung seperti penetapan suku bunga simpanan dan kredit bank. Pelaksanaan kebijakan moneter mengandalkan pada uang primer sebagai target operasional, dengan target nilai tukar nominal sebagai jangkar (anchor) kebijakan. Dengan sasaran akhir yang beragam, kebijakan moneter sulit dilakukan secara terfokus karena adanya benturan kebijakan moneter dalam rangka menekan laju inflasi dengan upaya menekan pertumbuhan ekonomi, perkembangan yang sangat cepat di pasar keuangan akibat serangkaian deregulasi dan semakin terintegrasinya
7
Muhammad Alim, Peran Perbankan Syariah dalam Menggerakan Sektor Ekonomi Rill, Sharing, Majalah Ekonomi dan Bisnis Syariah, edisi 14 thn II-Februari, 2008 8 Aulia Pohan, Kerangka Kebijakan Moneter dan Implementasinya di Indonesia, (Jakarta: PT. Radja Grafindo Persada, 2008), hal. 95-96
perekonomian domestik dengan luar negeri menyebabkan hubungan antara agregat moneter dengan output dan inflasi menjadi tidak stabil. Akibatnya, kebijakan moneter berdasarkan pendekatan kuantitas menjadi berkurang efektifitasnya. Pada tahun 1998 kebijakan moneter memasuki suatu periode pengetatan, terutama untuk mencegah terjadinya hiperinflasi, yaitu dengan upaya menghentikan semua bentuk ekspansi moneter agar tidak terjadi kelebihan likuiditas dalam perekonomian. Bank sentral menerapkan kembali kebijakan moneter ketat yang sempat kehilangan kendalinya ketika terpaksa harus menyalurkan pinjaman likuiditas besar-basaran kepada perbankan untuk menghentikan rush. 9 Pada saat ini Indonesia sedang mengembangkan tingkat pertumbuhan perbankan syariah, bank syariah telah membuktikan kemampuannya dalam menahan goncangan terutama pada saat krisis global yang melanda negara- negara di dunia termasuk Indonesia. Hal ini telah mematahkan ketangguhan sistem kapitalis yang selama ini diterapkan, meskipun demikian bank-bank di Indonesia belum sepenuhnya menggunakan prinsip syariah, sehingga perbankan syariah belum banyak ikut serta dalam menciptakan kestabilan moneter di Indonesia. Oleh karena itu penulis mencoba memasukan negara Sudan sebagai contoh kasus, dimana Bank Sentral Sudan telah menerapkan sistem moneternya dengan prinsip syariah. Sebelum melakukan Islamisasi, selama beberapa tahun bank-bank syariah di Sudan beroperasi berdampingan dengan bank-bank konvensional (dual banking system), bank-bank tersebut sebelumnya telah dinasionalisasi pada tahun 9
Ibid, hal. 97
1970. Faisal Islamic Bank of Sudan mulai beroperasi sejak 1978 dengan dekrit khusus, disusul pada 1983 oleh El Tadamon Islamic Bank, Sudanese Islamic Bank, dan Islamic Coperative Development Bank (dimiliki oleh lembaga-lembaga koperasi), dan pada 1984 Al Baraka Bank dan Islamic Bank of Western Sudan. Namun kondisi ini berubah pada September 1984 ketika seluruh sistem perbankan “diislamisasi” Sebelum sistem perbankan diislamisasi Bank Sentral Sudan (Central Bank Of Sudan-BOS) sangat tergantung pada instrumen langsung, yaitu: Interest Rate Controls, Credit Ceiling, Statutory Liquidity Ratio, Bank Rate (rediscount rate). Instrumen ini tampak sangat efektif pada awalnya, sebab pada waktu itu ekonomi Sudan ditandai dengan sistem keuangan tidak ada persaingan (non- competitive financial), pasar modal primer dan sekunder kurang dikembangkan serta adanya kelangkaan modal. Sekalipun begitu, instrumen yang demikian mengarahkan pada distorsi sumber daya bank, campur tangan pemerintah dengan mekanisme harga, pendistribusian kredit, kesalahan alokasi dan distrorsi kompetisi dengan pembebanan hambatan manajemen aset bank. Sebagai hasilnya BOS mengambil jalan instrumen tidak langsung (indirect instrument) seperti persyaratan cadangan (reserve requitment) dan operasi pasar terbuka (open market operation), (pembelian dan penjualan sekuritas pemerintah).10 Dengan begitu sangat diharapkan Indonesia bisa mengikuti langkah Sudan, yaitu mengislamisasikan sistem perekonomian terutama di sektor perbankan. Setelah 10
Muhammad,
Empat, 2002)
Kebijakan Moneter dan Fiskal dalam Ekonomi Islam, (Jakarta: Salemba
diketahui bahwa sistem konvensional atau kapitalis yang selama ini digunakan tidak berhasil membawa rakyat Indonesia kepada kesejahteraan. Karena sistem ini berasaskan pada sekulerisme yaitu memisahkan ilmu pengetahuan dengan agama, dan tidak memasukan unsur norma ataupun aturan tertentu, sedangkan Allah SWT menyuruh hambanya untuk berpegang pada Al-Qur’an dan Hadis sebagai syariat. Dimana ada sebuah kalimat bijak yang mengatakan bahwa ”akal tanpa panduan Al-Qur’an akan menjadi musibah, dan Al-Qur’an tanpa bimbingan akal akan tersesat”, dalam hal ini ekonomi Islam adalah sebuah ajaran yang bertujuan memberikan solusi hidup yang lebih baik tanpa mengabaikan ajaran-ajaran agama. Sedangkan ilmu ekonomi hanya mengantarkan kita kepada pemahaman bagaimana kegiatan ekonomi berjalan. Sedangkan proses integrasi antara filosofi ekonomi ke dalam ilmu ekonomi murni disebabkan adanya pandangan bahwa kehidupan di dunia tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan akhirat, semuanya harus seimbang karena dunia adalah ladang sawah akhirat. Apa return yang kita peroleh di akhirat nanti akan bergantung pada apa yang kita investasikan selama di dunia.11
11
h.6-7
Adiwarman A. Karim, Ekonomi Mikro Islam, IIIT Indonesia, (Jakarta, November, 2003)
B. Perumusan Masalah Dari uraian latar belakang masalah di atas, penulis mencoba merumuskan masalah yang akan diteliti sebagai berikut: 1. Bagaimana peranan perbankan syariah dalam menciptakan stabilitas moneter di Sudan? 2. Bagaimana keadaaan ekonomi Sudan setelah dan sebelum menggunakan sistem ekonomi syariah?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian a. Untuk mengetahui bagaimana peranan perbankan syariah dalam menciptakan stabilitas moneter di Sudan? b. Untuk mengetahui bagaimana keadaaan ekonomi Sudan setelah dan sebelum menggunakan sistem ekonomi syariah? 2. Kegunaan Penelitian a. Secara teoritis. Skripsi ini diharapkan dapat menambah khazanah ilmu tentang ekonomi Islam, serta memberikan kontribusi khususnya dalam pengembangan perbankan syariah di negara muslim yang market share perbankan syariahnya sudah besar seperti negara Sudan. b. Secara praktis. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi awal bagi penelitian serupa di masa mendatang. Selain juga memberi masukan
akademis, tentang peranan perbankan syariah dalam menciptakan stabilitas moneter kasus Sudan.
D. Tinjauan Pustaka Penelitian ini bukanlah jenis penelitian terdahulu yang dilanjutkan. Namun penelitian ini adalah awal dari judul yang di angkat oleh penulis, karena belum ada yang mengangkat jenis penelitian ini dengan judul yang sama sebelumnya. Sehingga penulis tidak mencantumkan studi terdahulu pada karya ilmiah ini. Dalam penelitian ini penulis mengambil bahan referensi dari berbagai sumber yang berkaitan dengan judul skripsi. Seperti buku-buku yang berkaitan dengan Teori Perbankan, Ekonomi Islam, Moneter Islam dan Perbankan Syariah, dan buku-buku yang menyangkut tentang perbankan Islam di Sudan diantaranya: Ascarya “ Akad Dan Produk Perbankan Syariah”, Muhammad “ Kebijakan Moneter Dan Fiskan Dalam Ekonomi Islam”, Adiwarman A. Karim “ Ekonomi Mikro Islam”, serta buku yang berkaitan dengan bank-bank Islam di negara muslim seperti dalam buku Muhammad Amin Suma “Menggali Akar Mengurai Serat Ekonomi dan Keuangan Islam.
E. Metode Penelitian 1. Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Dimana pendekatan kualitatif memusatkan perhatian pada prinsip-prinsip umum yang mendasari
perwujudan sebuah makna dari gejala-gejala sosial di dalam masyarakat. Objek analisis dalam pendekatan kualitatif adalah makna dari gejala-gejala sosial dan budaya dengan menggunakan kebudayaan dari masyarakat bersangkutan untuk memperoleh gambaran mengenai kategorisasi tertentu. Pendekatan
kualitatif
tidak
menggunakan
prosedur
statistik
dalam
pendekatannya, melainkan dengan berbagai macam sarana. Sarana tersebut antara lain dengan wawancara, pengamatan, atau dapat juga melalui dokumen, naskah, buku, dan lain-lain.12 Menurut Crasswell, beberapa asumsi dalam pendekatan kualitatif yaitu pertama, peneliti kualitatif lebih memerhatikan proses daripada hasil. Kedua, peneliti kualitatif lebih memerhatikan interpretasi. Ketiga, peneliti kualitatif merupakan alat utama dalam mengumpulkan data dan analisis data serta peneliti kualitatif harus terjun langsung ke lapangan, melakukan observasi partisipasi di lapangan. Keempat, peneliti kualitatif menggambarkan bahwa peneliti terlibat dalam proses penelitian, interpretasi data, dan pencapaian pemahaman melalui kata atau gambar.13 Dalam penulisan karya ilmiah ini penulis melakukan proses penelitian melalui interprestasi data, guna untuk pencapaian pemahaman melalui kata yang dianalisis sebelumnya yang didapat dari berbagai macam media seperti buku-buku, artikel, dan dokumen yang berhubungan dengan judul skripsi ini.
12
Anselm Strauss dan Juliet Corbin, Dasar-dasar Penelitian Kualitatif, Penerjemah Muhammad Shodia dan Imam Muttaqin (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), h. 4. 13 Ibid., h. 303.
2. Jenis penelitian Jenis penelitian yang digunakan penulis adalah library research (penelitian kepustakaan), yaitu data-data yang diperoleh dari buku-buku yang berhubungan dengan judul skripsi ini.
3. Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti yaitu data sekunder. Dimana data sekunder (Secondary-Sources), yaitu berupa tulisan lain yang mendukung tema skripsi, yang diperoleh dari sumber-sumber lain, seperti media cetak dan elektronik. 4. Subjek dan Objek Penelitian Subjek yang akan diteliti ialah negara Sudan, sedangkan objek penelitiannya ialah perbankan syariah di Sudan. 5. Metode Analisis Data Metode analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis deskriptif. Yaitu analisis yang cara kerjanya diawali dengan menggambarkan masalah, mengumpulkan, menyusun, dan menyeleksi data, lalu data-data yang terkumpul dianalisa dan diinterpretasikan. Teknik Penulisan dalam penulisan skripsi ini disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Buku pedoman yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah buku Pedoman
Penulisan Skripsi yang disusun oleh Tim Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2005.
F. Sistematika Penulisan BAB I
Membahas Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan dan Kegunaan Penelitian, Tinjauan Pustaka, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan
BAB II
Membahas Pengertian Perbankan Islam, Pengertian Stabilitas Moneter dan Pencapaian Stabilitas Moneter serta Kebijakan Moneter pada zaman Rasulullah.
BAB III
Membahas Sejarah Perbankan Syariah di Sudan, Manajeman Moneter Sudan, Instrumen Moneter yang digunakan Sudan
BAB IV
Membahas Peranan Perbankan Syariah terhadap Stabilitas Moneter di Sudan dan perekonomiannya sebelum dan sesudah melakukan Islamisasi
BAB V
Membahas Kesimpulan dan Saran
BAB II KERANGKA TEORETIS
Implementasi kebijakan moneter tidak dapat dilakukan secara terpisah dari kebijakan ekonomi makro lainya, seperti kebijakan fiskal, sektoral, dan kebijakan lainya. Semuanya mengarah pada satu tujuan akhir, yakni kesejahteraan sosial masyarakat atau sosial welfare. Secara keseluruhan, kebijakan fiskal merupakan kebijakan yang terkait dengan anggaran pemerintah, bersama-sama dengan kebijakan moneter mempengaruhi sisi permintaan (demand side) dalam perekonomian, kebijakan sektoral seperti kebijakan di bidang perdagangan, perindustrian, pertambangan, pertanian, tenaga kerja, dan lain-lain, yang mempengaruhi sisi penawaran (supply side).14 Dalam perekonomian, pemerintah sebagai regulator bertugas untuk mengatur, dan mengendalikan kontrol atas jalannya roda perekonomian agar negara mampu memajukan ekonominya sehingga banyak rakyat yang dapat hidup dengan layak, damai dan sejahtera. Dewasa ini tidak ada satu negara pun yang tidak menjadikan pemerintah sebagi salah satu pihak yang ikut campur tangan dalam kegiatan perekonomian meskipun wewenang atau otoritas yang dimilikinya berbeda-beda antara pemerintah di satu negara dengan pemerintah negara lain. Pemerintah memiliki kemampuan untuk memenuhi tugas-tugasnya (mengatur, mengendalikan, dan
14
Aulia Pohan, Kerangka Kebijakan Moneter dan Implementasinya di Indonesia, edisi 1 (Jakarta: PT. Radja Grafindo Persada, 2008), hal. 910.
mengontrol jalannya roda perekonomian) mengingat pemerintah memiliki alat-alat negara yang berkemampuan untuk melaksanakannya. Oleh karena itu tidaklah berlebihan jika dikemukakan bahwa pada dasarnya pemerintahlah yang menjadi penguasa tunggal di dalam perekonomian. Adapun bentuk-bentuk kekuasaan pemerintah di lapangan perekonomian seperti yang dikemukakan J.E Meade adalah:
Banking system (sistem perbankan), yang biasa juga disebut monetary authority (penguasa moneter). Terutama yang berhubungan dengan lembagalembaga yang bertugas menetapkan banyaknya uang dan mengendalikan peredaraannya di dalam masyarakat.
Fiscal authority (penguasa fiskal) yaitu semua lembaga pusat maupun daerah yang bertugas mengatur penerimaan dan pengeluaran dana-dana pemerintah (pusat maupun daerah) terutama yang berhubungan dengan perpajakan.
Coomercial authority (penguasa perdagangan) yaitu suatu bentuk kekuasaan pemerintah untuk mengatur lalu lintas perdagangan, misalnya tentang pengaturan ekspor impor, jenis-jenis barang dagangan, pengaturan para pedagang, pengacara dan lain sebagainya.
Exchange control (pengendalian devisa), yang dimaksudkan adalah kekuasaan pemerintah yang bertanggung jawab atau yang mengatur kelembagaan berikut kontrol dan pengendaliannya atas pembiayaan yang dilakukan oleh suatu daerah.15
15
M. Amin Suma, Menggali Akar Mengurai Serat Ekonomi dan Keuangan Islam (Ciputat: Kholam Publishing, 2008) hal. 168-169.
Kebijakan ekonomi makro dikatakan optimal apabila terdapat suatu koordinasi antar kebijakan yang mengarah pada pencapaian sasaran secara keseluruhan sehingga dampak yang kurang menguntungkan dapat dihindari. 16 Ekonomi mikro menyuguhkan kajian teori ekonomi yang membahas perilaku pelaku ekonomi yang lebih kecil yaitu konsumen individu atau perusahaan atau setidaknya satu industri. Kajian lama dan tradisional selalu menyebutkan bahwa teori ekonomi mikro sebagai teori harga, sedangkan ekonomi makro membahas sekelompok masyarakat, masyarakat dunia dan negara, dalam kajian tradisional ekonomi makro disebut sebagai teori pendapatan.17 Kedua kajian itu menyuguhkan prinsip-prinsip yang sering dijadikan sebagai suatu hukum ekonomi yang digunakan sebagai pedoman untuk mengambil keputusan.
A. Sejarah Kebijakan Moneter Islam Sistem keuangan pada zaman Rasulullah digunakan Bimetalic Standard yaitu emas dan perak (dirham dan dinar) karena keduanya merupakan alat pembayaran yang sah dan beredar di masyarakat. Nilai tukar emas dan perak pada masa Rasulullah ini relatif stabil dengan nilai kurs dinar-dirham 1:10. Namun demikian
16
Suherman Rosyidi, Pengantar Teori Ekonomi Pendekatan Kepada Teori Ekonomi Mikro dan Makro (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000) 17 Iskandar Putong, Teori Ekonomi Mikro, Kajian Konvensional dan Wacana Syariah (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2005), hal. 4-5.
stabilitas nilai uang pernah mengalami gangguan karena adanya disequilibrium antara supply dan demand.18 Pada masa yang lain, pernah nilai tukar dinar dan dirham mengalami berbagai fluktuasi dengan nilai yang paling rendah pada level 1:35 sampai dengan 1:50. Instabilitasi dalam nilai tukar uang ini akan menimbulkan uang kualitas buruk menggantikan uang kualitas baik ( bad coins to drive good coins out of circulations). Ketika itu perkembangan emas sebagai standar dari uang beredar mengalami tiga kali evolusi yaitu:
The gold coin standard: dimana logam emas mulia sebagai mata uang yang aktif dalam peredaran.
The gold billion standard: dimana logam emas bukanlah alat tukar yang beredar namun otoritas moneter menjadikan logam emas sebagai parameter dalam menentukan nilai tukar uang yang beredar
gold exchange standard (bretton woods system): dimana otoritas moneter menentukan nilai tukar Domestic Currency dengan Foreign Currency yang mampu di Back-Up secara penuh oleh cadangan emas yang dimiliki. Dengan sistem keuangan yang demikian pesat telah memunculkan uang fiducier (Credit Money) yaitu uang yang keberadaannya tidak di Back-Up oleh emas dan perak.19
18
Adiwarman A. Karim, Ekonomi Makro Islam (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007)
19
Ibid hal. 178.
hal. 177.
B. Perbankan Islam Kata bank dari kata banque dalam bahasa Prancis, dan dari banco dalam bahasa Italia, yang berarti peti atau lemari atau bangku. Kata peti atau lemari menyiratkan fungsi sebagai tempat menyimpan benda-benda berharga, seperti peti emas, peti berlian, peti uang dan sebagainya. Rupanya berasal dari kebiasaan yang berlaku di zaman dulu, ada orang yang ingin menukar uang, dan dilayani di pinggir jalan dengan satu meja, orang yang duduk menghadapi meja disebut ”bancherii”, kemudian menjelma menjadi bankir. Bank telah ada sejak zaman kerajaan Babilonia, zaman Yunani, Romawi, dimana bankirnya adalah para pendeta-pendeta, dan uangnya tersimpan di candi-candi yang telah terjamin keamanannya. Dalam Al-Qur’an istilah bank tidak disebutkan secara explisit. Tetapi jika yang dimaksud adalah sesuatu yang memiliki unsur-unsur seperti struktur, manajeman, fungsi, hak dan kewajiban maka semua itu disebutkan dengan jelas, seperti zakat, shadaqah, ghanimah (rampasan perang), ba’i (jual beli), dayn (utang dagang), maal (harta), dan sebagainya yang memiliki kegiatan tertentu dalam kegiatan ekonomi.20 Umumnya yang dimaksud dengan perbankan Islam adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa lain dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang oprasinya disesuaikan dengan prinsip-prinsip syariah. Kegiatan perbankan akan selalu berkaitan dengan pemindahan uang dari
20
Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah (Yogyakarta: Ekonisia Kampus Fakultas Ekonomi UII, 2003) hal. 27.
yang surplus sampai kepada yang defisit, atau orang yang meminta pembiayaan seperti kredit. Dimana si peminjam diharuskan memberikan asetnya sebagai jaminan, selain itu juga terdapat juga jual beli surat-surat berharga seperti cek wesel, surat wesel dan kertas dagang. Dalam undang-undang Republik Indonesia No. 21 tahun 2008 mengenai perbankan syariah , dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan: 1. Perbankan Syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. 2. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk Simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat. Dapat disimpulkan bahwa bank merupakan lembaga yang melaksanakan tiga fungsi utama, yaitu menerima simpanan uang, meminjamkan uang dan memberikan jasa pengiriman uang. Dalam menjalankan kegiatannya bank-bank Islam harus mematuhi syariatsyariat Islam, diantaranya kegiatan transaksi yang dilakukan harus bebas dari unsur riba dan gharar, dan bank syariah tidak boleh menyetujui nasabah yang mengajukan pembiayaan untuk modal usaha, dimana usaha yang akan dirintis adalah usaha yang tidak halal dan bertentangan dengan hukum-hukum Islam, seperti membuka usaha diskotik, menjual minum-minuman berakohol dan lain sebagainya.
Pelarangan riba yang menjadi dasar adanya perbankan syariah merupakan landasan atau acuan dalam menerapkan sistem bagi hasil atau profit and loss sharing. Allah SWT menerangkan melalui Al-Quran dan Hadis tentang pelarangan riba, seperti pada firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat 275-279 sebagai berikut:
!"
(
' #☺⌧& 92 234,5678
*+,-.#/0 >?@ABC" #;<4= : #☺5
E56;5
#☺AB" D + 4 JF#*CKLC I FH '#*LC #E56;5
M
NOL+#2 2#☺4
S*"OT 2R PQ4> # O#U NK4 4 T#@0B 4 ZLC Y WOX" VNO5CKLC ,3#4_`CK #;]A34C^4 #[ Qcd >?b T Ja
M j#4_☺ fgh"i eC " 3#9 T">LC
op4 M LC I k34#lmn
J " fghi sEtCK qT 7V⌧& JF+&
☺LC
a L+
4CKLC k3#4"3mn
v 4 L+LC Ou Omn
>?b_yCK t@4 Ou Jw
E > #9 LC >?"@"OLT #la e Bw4 >?b LC >?"@5[Oz
#@{CA3 fghhi
|
a L+ 92 LWp} CvT4=LC t0a+& "
>? "4 fghi ~a4{ >#4"
B4=4
#5V4 " LC SK" ULTLC Y 92R
vJCv+vT >?.O4 t0>. LC e ☺"_4 >?.
Karenanya akan banyak dampak yang terjadi diakibatkan olehnya, sudah kita ketahui bahwa sistem bunga (riba) digunakan oleh bank-bank konvensional dimana akibatnya dapat kita rasakan sekarang ini. Bukan hanya Islam yang melarang transaksi riba atau membungakan uang, melainkan agama dari non Islam pun melarang kegiatan transaksi yang mengandung riba, seperti dalam kitab Yahudi yaitu exodus (keluaran) pasal 22 ayat 25 yang mengatakan ”jika engkau meminjamkan uang kepada salah seorang ummatku, orang yang miskin diantara mu, maka janganlah engkau berlaku sebagai penagih hutang terhadap dia, janganlah engkau
bebankan bunga terhadapnya”. Kemudian dalam kitab Deuteronomy (ulangan)pasal 23 ayat 19 ” janganlah engkau membungakan kepada sudaramu baik uang maupun bahan makanan, atau apapun yang dapat dibungakan”. Dan dalam kitab Levicitus (Imamat) pasal 35 ayat 7 ” janganlah engkau mengambil bunga uang atau riba darinya melainkan engkau harus takut akan Allah mu , supaya saudaramu bisa hidup diantara mu. Janganlah engkau memberi uang kepadanya dengan meminta bunga, juga makanan mu, janganlah kau memberikan dengan meminta riba”.21 Krisis ekonomi yang berkepanjangan merupakan salah satu akibat dari penerapan bunga pada perbankan Indonesia. Yang diawali terjadinya Negative Spread pada bank-bank yang berbasis bunga. Mengapa terjadi Negative Spread, ini terjadi karena bank mengalami aset yang sangat rendah sedangkan bank memiliki kewajiban membayar bunga kepada para nasabah. Kemudian
perbankan
konvensional mengalami ketidakstabilan yang diawali terjadinya ketidak simetrisan pada sisi aset dan sisi liabilities (kewajiban) pada neraca keuangan (balance sheet). Dimana liabilities bersifat tetap (fixed) sedangkan aset bersifat fleksibel. Jika liabilitas ( kewajiban) lebih banyak dari pada aset, berarti bank harus membayar kewajiban bunga kepada nasabahnya. Tetapi bank hanya mempunyai sedikit uang untuk membayar kewajiban bunga kepada nasabahnya, akibatnya bank bangkrut dan bank akan mengalami insolvant, yaitu bank tidak mampu membayar
21
Sunarto Zulkifli, Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah (Jakarta: Zikrul Hakim, 2003) hal. 7
kewajiban bunga kepada beberapa nasabah karena tidak memiliki uang. Lalu dalam keadaan insolvant, bank akan menaikan suku bunga untuk menarik minat para penabung agar menyimpan uangnya dibank. Strategi ini ditujukan untuk menambah aset bank yang semakin menipis melalui uang yang ditabungkan oleh para nasabah, mungkin dalam jangka pendek aset memang semakin bertambah. Tetapi dalam jangka panjangnya kewajiban bank akan semakin besar, bahkan akan semakin besar melebihi aset. Dalam permasalahan ini bank bukannya menyelesaikan pada sisi aset melainkan menambah masalah melalui sisi kewajiban. Akibatnya bank akan menjual seluruh asetnya dengan harga murah untuk membayar kewajiban bank pada nasabahnya, hal ini menyebabkan nilai aset bank yang bersangkutan akan semakin kecil dan pada akhirnya bangkrut. Dibawah ini adalah skim dari proses pembungaan uang.
> i LN
PENGALIHAN HARTA KEPADA YANG KAYA >
BERS AIN G
INFLASI
BUN GA SIMPAN AN
6,98 PENYIMPAN
+
=
SPRE AD
7,95 BAN K KONVENSI ON AL
BUN GA PINJAM AN
PEMINJAM
O.K
BANK RUGI
PEDAGAN G
14,93
EVERYBODY
PENYIMPAN TDK TAHU
NON KUK 80%
R PASARA BLM K JENUHY A HARG T A
INFLATOIR BIAY A PROD.
J E SOMEBODY PRODUSEN UPAH BURUH L K WALITA AS KUK CU KUP 20% PASART SDH A SITA JAMIN AN KREDIT MACET
TIDAK CU KUP
JENUH
1.1 ProsesPembungaan Uang22
Yang sangat ironis Spread merupakan sumber utama penghasilan bank konvensional, hal ini akan semakin melemahkan kondisi bank-bank konvensional pada keadaan krisis yang akan menjerumuskan ekonomi pada jurang depresi (titik terendah dalam siklus aktivitas ekonomi). Yang kemudian akan melaju menuju pada resesi (penurunan siklus bisnis dimana terdapat tingkat pengangguran yang tinggi). Dengan semakin berkembangnya perbankan-perbankan syariah, yang akan semakin merebut perhatian masyarakat baik di luar negeri maupun di dalam negeri, diharapkan perbankan syariah mampu menjadi solusi bagi krisis ekonomi yang berkepanjangan. Diingat bahwa awal krisis yang terjadi dimulai dengan sistem kapitalis yang sudah dapat dibuktikan bahwa sistem banyak menimbulkan mudharat untuk masyarakat. Sehingga sistem kapitalis tidak dapat mencapai Maqhashid Syariah atau tujuan mencapai Mashlahah untuk rakyat banyak. Dimana salah satu tujuan dari Maqhashid Syariah adalah dalam rangka menjaga harta manusia yang merupakan amanat dari Allah SWT.23 Karena sistem itu memisahkan antara ilmu pengetahuan dengan agama (sekuler), yang mengabaikan dimensi normatif atau moral yang menghilangkan kesakralan agama.
22
Karnaen A. Perwataatmadja dan Hendri Tanjung, Bank Syariah: Teori, Praktik dan Peranannya, hal.27. 23 Sofiniyah Gufron, Sistem Kerja Pasar Modal Syariah, Jakarta, Renaisan, 2005, H. 12.
Istilah kapitalis ini berarti kekuasaan ada di tangan pemegang kapital ”capital” atau pemodal, sistem ekonomi bebas tanpa batas yang didasari keuntungan, dimana masyarakat bersaing dalam batasan-batasan ini. Ada tiga unsur penting dalam kapitalisme yaitu, pengutamaan kepentingan pribadi, persaingan, dan pengerukan keuntungan. Dalam hal ini persaingan terjadi secara sengit dan kasar, sebagaimana konteksnya Charles Darwin ”yang kuat akan hidup dan yang lemah akan hancur”. 24 sehingga jelaslah sistem ini tidak mencapai Maqashid Syariah
karena tidak
ditemukan didalamnya tujuan untuk mewujudkan mashlahah bersama. Bank Islam memiliki berberapa fungsi diantaranya sebagai manajemen investasi, investasi, jasa-jasa keuangan berikut penjelasannya:
Manajemen Investasi Bank
Islam
dalam
melaksanakan
fungsi
berdasarkan
kontrak
mudharabah atau kontrak perwakilan. Yaitu bank dalam kapasitasnya sebagai mudharib pihak yang dapat melaksanakan investasi dana dari pihak lain menerima persentase keuntungan hanya dalam kasus untung, dalam hal kerugian, sepenuhnya menjadi resiko penyedia dana (Shahibul Maal), sedangkan bank tidak ikut menanggungnya
Bank Islam menginvestasikan dana yang ditempatkan pada dunia usaha (baik dana modal maupun dana rekening investasi yang konsisten dengan syariah. Contohnya: kontrak Al-Murabahah, Al-Musyarakah dan lain-lain.
24
Nando Baskara, ”Mafia” Bisnis Yahudi, Narasi, yogyakarta, 2008. h. 38-39
Rekening investasi dapat dibagi menjadi tidak terbatas (unrectricted mudharabah) dan terbatas (restricted mudharabah). Rekening investasi tidak terbatas yaitu pemegang rekening jenis ini memberi wewenang kepada bank Islam untuk menginvestasikan dana dengan cara yang dianggap paling baik dan fleksible, tanpa menerapkan pembatasan jenis, waktu dan bidang usaha investasi. Sedangkan rekening investasi terbatas, yaitu pemegang rekening ini menerapkan pembatasan tertentu dalam hal sejenis, bidang dan waktu pada saat bank menginvestasikan dananya. Lebih jauh lagi bank Islam dapat dibatasi dari mencampurkan dananya sendiri dengan dana rekening investasi terbatas untuk tujuan investasi, bahkan bisa juga ada pembatasan lain yang diterapkan pemegang rekening investasi.
Jasa-jasa Keuangan Bank Islam juga dapat menawarkan berbagai jasa keuangan lainya berdasarkan upah (Fee Based) dalam sebuah kontrak perwakilan atau penyewaan. Misalnya: garansi, transfer dan lain sebagainya.
Jasa Sosial Bank Islam melaksanakan jasa sosial melalui dana Qard (pinjaman kebajikan), zakat, dana sosial yang sesuai dengan ajaran Islam. 25
25
66
Syihabudin Said, Ma’zumi, Falsafah dan Perilaku Ekonomi Islam, Diadit Media, 2008, h.
Dalam Undang-undang Republik Indonesia No. 21 Tahun 2008 Pasal 4 mengenai
fungsi perbankan syariah , dalam undang-undang ini yang dimaksud
dengan: (1) Bank Syariah dan UUS wajib menjalankan fungsi menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat. (2) Bank Syariah dan UUS dapat menjalankan fungsi sosial dalam bentuk lembaga baitul mal, yaitu menerima dana yang berasal dari zakat, infak, sedekah, hibah, atau dana sosial lainnya dan menyalurkannya kepada organisasi pengelolazakat. (3) Bank Syariah dan UUS dapat menghimpun dana sosial yang berasal dari wakaf uang dan menyalurkannya kepada pengelola wakaf (nazhir) sesuai dengan kehendak pemberi wakaf (wakif). (4) Pelaksanaan fungsi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.26 Perkembangan ekonomi suatu negara secara keseluruhan tidak dapat dipisahkan dari perkembangan perbankan di negara yang bersangkutan. Sebab industri perbankan yang maju merupakan sumber pendanaan pembangunan jangka panjang yang stabil. Perbankan mendukung kegiatan perekonomian melalui pembiayaan kegiatan usaha yang dilakukan melalui pemberian kesempatan kepada masyarakat guna memperoleh modal untuk berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi nasional. Karena itu, perbankan merupakan unsur yang memegang peran sangat penting dalam sistem keuangan dan perekonomian suatu negara. 26
www.google.co.id, UU RI Perbankan Syariah.
Bank sebagai lokomotif pembangunan ekonomi mempunyai beberapa tujuan. Metwally (1995) mengemukakan bahwa tujuan bank Islam adalah mendorong dan mempercepat kemajuan ekonomi suatu masyarakat dengan melaksanakan semua kegiatan perbankan, finansial, komersial, dan investasi dengan prinsip-prinsip Islam, dimana bank Islam bertujuan untuk:
Meningkatkan kualitas kehidupan sosial ekonomi masyarakat miskin, meminimalisir kesenjangan sosial ekonomi, meningkatkan kualitas dan kegiatan usaha, peningkatan kesempatan kerja dan peningkatan pendapatan masyarakat.
Meningkatkan partisipasi masyarakat banyak dalam proses pembangunan terutama dalam bidang ekonomi keuangan. Tujuan ini dimaksudkan untuk mengatasi permasalahan ekonomi umat yang
sebagian besar enggan berhubungan dengan bank konvensional karena adanya anggapan bahwa bunga bank adalah riba. Terdapat beberapa tujuan lain menurut Abdurrahman:
Mengarahkan kegiatan ekonomi umat untuk bermuamalat secara Islami, khususnya muamalah yang berhubungan dengan bank agar terhindar dari praktek-praktek riba atau jenis-jenis perdagangan lain yang mengandung unsur gharar (tipuan), dimana jenis-jenis usaha tersebut selain dilarang dalam Islam selain itu juga dapat menimbulkan dampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi umat.
Meningkatkan kualitas hidup umat dengan jalan membuka peluang berusaha yang lebih besar terutama terhadap kelompok-kelompok miskin yang diarahkan pada kegiatan usaha produktif, menuju terciptanya kemandirian berusaha (berwiraswasta).
Menciptakan keadilan dibidang ekonomi, dan dengan jalan meratakan pendapatan melalui kegiatan investasi, agar tidak terjadi kesenjangan yang amat besar antara pemilik modal (pihak yang surplus) dengan pihak yang membutuhkan dana( pihak yang defisit)
Menanggulangi kemiskinan yang pada umumnya merupakan program utama dari negara-negara berkembang.
Menjaga stabilitas ekonomi moneter pemerintah
Menyelamatkan ketergantungan umat Islam terhadap bank-bank non Islam
C. Pengertian Stabilitas Moneter dan Pencapaian Stabilitas Moneter Adapun moneter (monetary) diartikan dengan sesuatu yang berhubungan dengan uang, sedangkan dalam ilmu ekonomi dan perekonomian kata moneter digunakan dan diartikan sebagai pengaruh uang dalam fungsi perekonomian. Artinya moneter adalah peredaran uang, ekonomi moneter berarti kegiatan individu atau kelompok orang, organisasi yang
mengatur peredaraan uang dalam lalu lintas
masyarakat dari mulai cakupan mikro hingga makro. Ekonomi moneter merupakan bagian dari ilmu ekonomi yang khusus mempelajari tentang fungsi uang terhadap aktifitas perekonomian. Oleh sebab itu, dapat disimpulkan ekonomi moneter mempelajari beberapa hal yaitu:
Fungsi dan peranan uang dalam sistem perekonomian:
Pengaruh sistem moneter terhadap jumlah uang beredar.
Pengaruh jumlah uang beredar dan kredit terhadap aktifitas perekonomian.
Pengaruh suku bunga terhadap permintaan uang moneter internasional.
Lembaga-lembaga keuangan bank dan bukan bank.
Lembaga keuangan internasional. Teori moneter menekankan pentingnya kebutuhan akan suatu hubungan yang
seimbang antara jumlah uang yang tersedia untuk membiayai pembelian barang dan jasa, dan kemampuan dari perekonomian itu untuk memproduksi barang dan jasa tersebut. Disisi lain teori ini memberikan suatu penjelasan tentang inflasi yang dipusatkan pada peningkatan dalam jumlah besar dalam penawaran uang. Stabilitas moneter adalah keseimbangan jumlah peredaran uang, dimana stabilitas moneter sangat diharapkan terjadi dalam perekonomian suatu negara. Untuk itu perlu dilakukan beberapa hal, melalui kebijakan moneter yang mempengaruhi secara langsung sisi penawaran dari uang beredar. Sementara perubahan sisi permintaan uang, merupakan respon masyarakat terhadap berbagai kebijakan dibidang ekonomi. Interaksi antara kekuatan penawaran dan permintaan terhadap uang beredar, akan menentukan pasar uang yang tercermin pada perkembangan suku bunga dan jumlah uang beredar. Selanjutnya keadaan pasar uang tersebut setelah berinteraksi dengan pasar barang pada gilirannya akan
menentukan keadaan sektor riil, yaitu ; pendapatan nasional, pertumbuhan ekonomi, kesempatan kerja, tingkat harga, tingkat bunga, dan neraca pembayaran.27 Kebijakan moneter yang dibuat, yang mempunyai tujuan salah satunya menciptakan stabilitas moneter sebagai ilustrasi dapat dikemukakan bahwa bila kebijakan moneter terlalu ekspansif dalam arti jumlah uang beredar bertambah dan melebihi dari yang diminta oleh masyarakat pada tingkat bunga, pendapatan dan harga tertentu, hal itu menyebabkan masyarakat terdorong untuk membelanjakan uangnya dengan meningkatkan permintaan atas barang dan jasa. pada gilirannya permintaan aggregat dapat mendorong kenaikan harga-harga barang dan jasa di dalam negeri (demand-full inflation). Sebaliknya jika kebijakan moneter terlalu kontraktif, hal tersebut akan mengurangi hasrat masyarakat untuk membelanjakan uangnya sehingga permintaan barang dan jasa baik untuk konsumsi, produksi maupun investasi akan berkurang. Dan mengekibatkan melambatnya pertumbuhan ekonomi serta tidak tercapainya sasaran akhir pembangunan ekonomi. Oleh karna itu, kebijakan moneter berfungsi bukan hanya sebagai stabilisator, tetapi juga sebagai katalisator pembangunan ekonomi melalui perannya dalam mempengaruhi jumlah uang beredar yang dibutuhkan dalam perekonomian.28 Kebijakan moneter adalah proses mengatur persediaan uang sebuah negara. Biasanya otoritas moneter dipegang oleh bank sentral suatu negara. Dengan kata lain,
27 28
Aulia Pohan, Kerangka Kebijakan Moneter dan Implementasinya di Indonesia,), hal. 67 Ibid h. 68
kebijakan moneter merupakan instrumen bank sentral yang sengaja dirancang sedemikian rupa untuk mempengaruhi variabel-variabel finansial seperti suku bunga dan tingkat penawaran uang. Kebijakan moneter juga merupakan upaya untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi secara berkelanjutan dengan tetap menjaga kestabilan harga. Untuk mencapai tujuan tersebut bank sentral sebagai otoritas moneter berusaha mengatur keseimbangan antara persediaan uang dengan persedian barang agar inflasi dapat terkendali, sehingga tercapainya kesempatan kerja penuh dan kelancaran dalam pasokan atau distribusi barang. Kestabilan moneter mempunyai misi yaitu mencapai dan memelihara stabilitas nilai rupiah melalui pemeliharaan stabilitas moneter serta dengan mendorong stabilitas sistem keuangan untuk kepentingan pembangunan nasional yang berkesinambungan. 29 Target akhir (ultimate target) kebijakan moneter adalah variabel-variabel yang ingin dicapai oleh otoritas moneter. Untuk memudahkan karena di kebanyakan negara otoritas moneter adalah bank sentral, indikator kebijakan-kebijakan moneter adalah variabel-variabel yang ingin dikontrol oleh bank sentral agar sasaran akhir dapat tercapai.30 Sasaran akhir kebijakan moneter merupakan target kebijakan ekonomi yang pada umumnya juga merupakan target kebijakan moneter yaitu, stabilitas harga, pertumbuhan ekonomi jangka panjang, kesempatan kerja dan keseimbangan neraca pembayaran. Stabilitas harga dan keseimbangan neraca pembayaran merupakan 29
Moalboros, Kebijakan Moneter dalam Al-Qur’an dan Hadis, diakses pada 10 April 2007 dari http://www.indoforum.org 30 Aulia Pohan,Kerangka Kebijakan Moneter dan Implementasinya di Indonesia, hal.37
sarana pendukung untuk tercapainya sasaran akhir dari kebijakan ekonomi yaitu kesejahteraan masyarakat. Apabila bank sentral melakukan ekspansi moneter untuk mendorong tingkat pertumbuhan ekonomi dan memperluas kesempatan kerja, tindakan tersebut mempunyai dampak yang tidak menguntungkan terhadap kestabilan harga dan keseimbangan neraca pembayaran. Ekspansi moneter yang berlebihan cenderung mendorong laju inflasi, yang pada akhirnya mempengaruhi kegiatan ekspor, impor barang dan jasa. Sebaliknya, kebijakan moneter yang ketat dapat menunjang tercapainya kestabilan harga dan keseimbangan neraca pembayaran. Namun kebijakan moneter ketat juga akan mendorong kenaikan suku bunga yang pada giliranya akan menghambat investasi dan produksi, yang akan mengakibatkan rendahnya pertumbuhan ekonomi dan meluasnya tingkat pengangguran. Dalam teori ekonomi dikenal ”trade-off” antara inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, dalam menetapkan kebijakan moneter, bank sentral dihadapkan kepada dua pilihan. Pilihan pertama, bank sentral dapat memilih salah satu sasaran untuk dicapai secara optimal dan mengabaikan sasaran lainya. Misalnya, memilih tingkat petumbuhan ekonomi yang tinggi dengan mengabaikan tingkat inflasi. Pilihan kedua, bank sentral memilih pencapaian semua sasaran secara serempak, tetapi tidak optimal. Misalnya menginginkan pertumbuhan ekonomi yang
tidak begitu tinggi demi tetap terpeliharanya tingkat inflasi yang masih dapat di toleransi.31 Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia pada tahun 1997 diawali dari krisis di bidang moneter yang dipicu oleh empat faktor utama, yaitu:
Persoalan mata uang, dimana nilai mata uang suatu negara saat ini pasti terikat dengan mata uang negara lain. Tidak pada dirinya sendiri sehingga nilainya tidak pernah stabil, dan bila nilai tertentu berfluktuasi pasti akan mempengaruhi kestabilan mata uang lain.
Kenyataan bahwa uang tidak lagi difungsikan sebagai mestinya tapi juga dipergunakan sebagai komoditi yang diperdagangkan dan ditarik keuntungan atau bunga dari setiap pinjaman atau penyimpanan uang.
Faktor hutang, pada tahun 1997 banyak hutang-hutang baik hutang pemerintah maupun hutang swasta yang mengalami jatuh tempo. Hutang tersebut harus dibayar dalam bentuk mata uang dollar Amerika, sehingga mata uang Indonesia (rupiah) terdepresiasi sebanyak 300%, terhadap mata uang negara Amerika.
Faktor non ekonomi, seperti spekulan dipasar valuta asing, seperti yang dilakukan oleh George Soros, demi meraup keuntungan yang besar memborong dollar secara besar-besaran dan melempar rupiah kepasaran, sehingga terjadi kelangkaan dollar dan membanjirnya rupiah. Sesuai dengan hukum pasar maka nilai rupiah terus menurun dan nilai dollar semakin naik, 31
Ibid, hal. 40.
kenaikan ini terjadi secara tidak wajar.32 Di bawah ini adalah bagan mengenai awal mula terjadinya krisis ekonomi: PROSES TERJADINYA KRISIS EKONOMI DAN UPAYA MENGATASINYA DEVALUASI BATH TERHADAP US$
DIIKUTI NEGARA ASEAN LAINNYA TERJADI CAPITAL FLIGHT
IMPOR BAHAN BAKU MANUFAKTUR TERTAHAN
NILAI TUKAR RUPIAH TURUN DRASTIS HUTANG VALUTA ASING DALAM RUPIAH MEMBENGKAK
TERJADI KELANGKAAN BARANG & JASA
KAPASITAS PRODUKSI TURUN = PENGANGGURAN MENINGKAT
KEBUTUHAN AKAN VALUTA ASING NAIK
DAYA BELI MASYARAKAT TURUN
NILAI TUKAR RUPIAH SEMAKIN TERPURUK
PERTUMBUHAN EKONOMI TERHENTI / STAGNAN
TERJADI DEMAND PULL INFLATION
TERJADI STAGFLASI
UPAYA MENGATASI STAGFLASI YANG TELAH DILAKUKAN MENAMBAH PASOKAN DEVISA DAN BARANG CEGAH CAPIT AL FLIGHT KONTR L DEVIS A/ INDRA
EXPOR T DRIVE PENJA DWAL AN HUTAN G
JUAL SAH A M BUMN/
HUTAN G BARU C G I
PARIS CLUB
MECARI KESEIMBANGAN BARU YANG KONDUSIF
I M F
MENGURANGI PASOKAN RUPIAH DALAM SISTEM BUNGA
KEBIJAK AN UAN G KETAT I D B
BUNGA SBI NAIK BUNGA BANK NAIK
NEGATI F SPREAD
CAD AN GAN WAJIB N AIK NON PERFORMI NG
PENUTUPAN / TAKEOVER BANK
INDEQUA CY CAPITAL
1.2 proses terjadinya krisis ekonomi33 Indikator kebijakan moneter adalah sasaran menengah untuk mencapai sasaran akhir. Indikator penting sekali peranannya, karena berfungsi sebagai indikasi apakah arah suatu kebijakan moneter tetap tertuju kepada sasaran yang ingin dicapai atau tidak, sekaligus sebagai pengukur sejauh mana pencapaian hasil dari kebijakan moneter. Indikator juga sebagai pembimbing kebijakan moneter menuju pencapaian sasaran yang diinginkan. 32
Moalboros, Kebijakan Moneter dalam Al-Qur’an dan Hadis, diakses pada 10 April 2007 dari http://www.indoforum.org 33 Karnaen A. Perwataatmadja dan Hendri Tanjung, Bank Syariah: Teori, Praktik dan Peranannya, hal.33.
Keberadaan uang dalam sebuah perekonomian memberikan arti yang terpenting, ketidakadilan dari alat ukur yang diakibatkan adanya instabilitasi nilai tukar
uang
akan
mengakibatkan
perekonomian tidak
berjalan
pada titik
keseimbangan. Hal ini akan semakin mempersulit untuk merealisasikan keadilan dalam sosial ekonomi dan kesejahteraan sosial. Ibnu khaldun mengatakan bahwa suatu negeri tidak akan mungkin mampu melakukan pembangunan secara berkesinambungan tanpa adanya keadilan dalam sistem yang dianutnya. Stabilitas harga berarti stabilnya keadilan uang dalam fungsinya sehingga perekonomian akan relatif berada dalam kondisi yang memungkinkan teralokasinya sumber daya secara merata, terdistribusinya pendapatan, full employment dan stabilitas perekonomian. 34 Dengan kata lain dapat juga dikemukakan bahwa upaya regulasi untuk mengendalikan permintaan uang dengan suku bunga sebagai instrumen moneter malah akan mengakibatkan penyalahgunaan sumber dana untuk tujuan yang tidak lagi produktif. Regulasi yang dicirikan dengan memainkan peranan suku bunga dalam sektor makro telah membawa permintaan uang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan yang kurang perlu, investasi yang kurang produktif dan tingginya spekulan. Oleh karena itulah para ekonomi Islam lebih mengandalkan pada tiga variabel-variabel penting didalam permintaan uang. Variabel-variabel tersebut adalah:
Nilai-nilai moral.
Lembaga-lembaga sosial ekonomi dan politik, termasuk mekanisme harga.
34
Adiwarman A. Karim, Ekonomi Makro Islam, hal.179
Tingkat keuntungan riil sebagai pengganti keberadaan suku bunga.35
Ketiga variabel ini akan saling mendukung dalam mengendalikan permintaan uang. Meskipun secara langsung nilai moral kurang mampu menentukan seberapa besar jumlah uang yang diminta, namun variabel ini akan mengurangi sikap konsumsi yang boros dan akan terhindari dalam penggunaan uang yang bersifat spekulatif. Mekanisme harga juga akan membatu mengalokasikan sumber daya pada tujuan yang lebih efisien. Keberadaan suku bunga sebagai instrumen mediatery dalam sistem keuangan dapat menjadikan pola konsumsi masyarakat diluar batas kemampuannya dan mengarahkan investasi pada bidang produktif atau spekulatif, disebabkan sistem bunga telah gagal sebagai mekanisme kontrol terhadap penggunaan dana pinjaman. Dengan adanya tingkat keuntungan sebagai pengganti dari keberadaan suku bunga diharapkan akan lebih mampu untuk mengarahkan pada pola permintaan uang yang ditujukan untuk konsumsi yang tidak berlebihan dan investasi yang berorientasi keuntungan disektor riil. Berkorespondensinya ketiga veriabel dalam satu sistem ini akan dapat menciptakan pola permintaan uang yang relatif stabil. 36 Dalam ekonomi Islam tidak terdapat sistem bunga, sehingga bank sentral tidak dapat menerapkan discount rate. Bank sentral Islam menggunakan instrumen yang bebas bunga untuk mengontrol kebijakan moneter dalam ekonomi Islam. Secara mendasar, terdapat beberapa instrumen dalam ekonomi Islam yaitu:
Reserve Ratio
35 36
Ibid, hal.180. Ibid, hal.180.
Suatu persentase dari simpanan bank komersil yang harus dipegang oleh bank sentral. Maksudnya yaitu untuk memperkecil jumlah uang yang ada pada bank komersil, karena dengan begitu semakin sedikit pula bank komersil memberikan kredit, sehingga jumlah uang beredarpun menurun. Namun jika bank sentral ingin menambah jumlah uang beredar maka bank sentral akan menurunkan Reserve Ratio, dampak yang akan terjadi adalah sebaliknya.
Moral Suassion Maksudnya
bank
sentral
bisa
membujuk
bank
komersil
untuk
meningkatkan permintaan kredit sebagai tanggung jawab mereka, ketika ekonomi dalam keadaan depresi. Karena dengan demikian uang dapat di pompa ke dalam ekonomi. Yaitu uang akan mengalir ke masyarakat dengan begitu daya beli meningkat, total permintaan akan meningkat sehingga keuntungan pun akan meningkat.
Lending Ratio Maksudnya Lending Ratio disini yaitu pinjaman kebajikan atau Qardhul Hassan, karena dalam ekonomi Islam tidak mengenal pinjaman dengan bunga.
Refinance Ratio Adalah sejumlah proporsi dari pinjaman bebas bunga yang diberikan bank komersil kepada nasabah yang kemudian dibayarkan kembali oleh bank sentral.
Proft Sharing Ratio Adalah rasio yang harus ditentukan dalam memulai suatu bisnis. Ketika bank sentral ingin meningkatkan jumlah uang beredar, rasio keuntungan untuk nasabah penabung harus ditingkatkan, sehingga akan lebih banyak uang mengalir ke bank, hal ini akan menjadi daya tarik bagi penabung untuk menyimpan uangnya dalam bentuk tabungan mudharabah.
Islamic Sukuk Adalah obligasi pemerintah dimana property yang mengikuti sukuk tersebut. Pendapatan akan di distribusikan kepada pemegang sukuk di waktu akhir tahun, dalam jangka waktu bulanan atau tiga bulanan. Sukuk dapat dijadikan instrumen kebijakan moneter, karena ketika inflasi pemerintah mengeluarkan sukuk lebih banyak lagi. Sehingga uang akan mengalir ke bank sentral dan jumlah uag beredar akan tereduksi. Sukuk memiliki kapasitas untuk menaikan dan menurunkan jumlah uang beredar.
GIC ( Goverment Invesment Certificate) Adalah suatu sertifikat yang tidak ada komitmen untuk memberikan tambahan apapun ketika nanti akan dikembalikan (Qardhul Hassan). Tetapi pada akhir tahun pemerintah akan memberikan hadiah atau hibah yang jumlahnya terserah pemerintah. Kapanpun bank sentral ingin menurunkan jumlah uang sertifikat itu akan di jual kepada bank komersial, dan uang akan mengalir ke bank sentral dan menurunkan kemampuan penciptaan kredit pada bank komersial. Dan ketika bank sentral ingin
meningkatkan jumlah uang beredar maka bank sentral akan membeli kembali dari bank komersial, dan dampaknya akan sebaliknya. Dua dari instrument ini yaitu Moral Suassion dan Reserve Ratio juga digunakan pada bank sentral dengan sistem sekuler. 37
D. Kebijakan Moneter Rasulullah Mata uang yang dipergunakan bangsa Arab, baik sebelum Islam maupun sesudahnya adalah dinar dan dirham. Kedua mata uang tersebut memiliki nilai yang tetap dan karenanya tidak ada masalah dalam perputaran uang. Jika dirham diasumsikan sebagai satuan uang, nilai dinar adalah perkalian dari dirham, sedangkan jika diasumsikan dinar sebagai unit moneter, nilainya adalah sepuluh kali dirham. Walaupun demikian, dalam perkembangan berikutnya dirham lebih umum digunakan dari pada dinar. Hal ini sangat berkaitan erat dengan penaklukan tentara Islam terhadap hampir seluruh wilayah kekaisaran Persia. Sementara itu, tidak semua wilayah kekaisaran Romawi berhasil dikuasai tentara Islam. 38 Pada masa pemerintahan Nabi Muhammad Saw, kedua mata uang ini di impor, dinar dari Romawi dan dirham dari Persia. Besarnya volume impor dinar dan dirham juga barang-barang komoditas, bergantung kapada volume komoditas yang diekspor oleh kedua negara tersebut dan wilayah-wilayah lain yang berada dibawah pengaruhnya. Lazimnya, uang akan diimpor jika permintaan uang (money demand) 37 38
22
Karnaen A. Perwataatmadja dan Tanjung Hendri, Bank Syari’ah Euis Amalia, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Pustaka Asatruss Jakarta, Jakarta, 2005. h.
pada pasar internal mengalami kenaikan. Dan sebaliknya, komoditas akan diimpor jika permintaan uang akan mengalami penurunan. Hal yang menarik disini adalah tidak adanya pembatasan terhadap impor uang karena permintaan internal dari Hijaz terhadap dinar dan dirham secara proposional sangat kecil, sehingga tidak berpengaruh terhadap penawaran dan permintaan dalam perekonomian Romawi dan Persia. Namun demikian, selama pemerintahan Nabi Muhammad Saw, uang tidak dipenuhi dari keuangan negara semata, tetapi juga dari hasil perdagangan luar negeri.39 Pada masa ini, motif permintaan uang yaitu untuk transaksi. Sementara itu pada saat terjadi peperangan antara kaum Quraisy dengan kaum Muslimin telah menimbulkan permintaan uang untuk berjaga-jaga terhadap kebutuhan yang tidak terduga. Ketika penduduk Arab banyak yang memeluk Islam, jumlah populasi kaum muslimin berkembang dengan pesat. Disamping itu, harta rampasan perang dibagikan kepada kaum muslimin, sehingga standar hidup dan pendapatan mereka meningkat. Berdasarkan peristiwa ini melalui kebijakannya Nabi Muhammad Saw meningkatkan kemampuan produksi dan ketenagakerjaan kaum muslimin secara terus menerus. Keseluruhan dari faktor ini meningkatkan permintaan transaksi terhadap uang dalam perekonomian pada periode awal Islam. Selain itu faktor lain yang mempengaruhi stabilitas nilai uang adalah uang beredar atau percepatan perputaran uang, larangan terhadap praktek bunga dan kanz mencegah tertahannya uang ditangan pemilik modal dan mencegah dinar dan dirham 39
Ibid h. 23
keluar dari perputaran uang. Keduanya mendorong percepatan peredaran uang yang signifikan. Kemudian Rasul juga mendorong masyarakat untuk melakukan kerjasama dan mendesak memberikan Qard Al-Hasan yang akan semakin memperkuat percepatan peredaran uang. Pasar memiliki pengaruh yang kuat terhadap peredaran uang monopoli kaum Quraisy yang telah ada kini semakin berkurang, hal ini meningkatkan efisiensi pertukaran dan membawa perekonomian kepada distribusi pendapatan yang lebih baik. Setelah hijrah, secara bertahap uang beredar begitu cepat dan semakin meningkat. Berikut dibawah ini adalah beberapa kebijakan dan instrumen yang dipakai pada awal periode Islam dan Khulafau Rasyidin diantaranya yaitu:
Valuta asing dari Persia dan Romawi yang dikenal oleh seluruh lapisan masyarakat Arab, bahkan menjadi alat bayar resminya adalah dinar dan dirham.
Sistem devisa bebas ditetapakan, tidak ada halangan sedikitpun untuk mengimpor dinar dan dirham.
Transaksi tidak tunai diterima luas di kalangan pedagang.
Cek dan promissory note lazim digunakan,misalnya Umar Bin Khatab r.a menggunakan instrument ini ketika melakukan impor barang- barang yang baru dari Mesir ke Madinah.
Instrument faktory (anjak piutang) yang baru popular ditahun 1980-an, telah dikenal dengan nama hiwalah, tetapi tentunya bebas dari unsur bunga. 40 Dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi sekaligus stabilitas, Islam
tidak menggunakan instrument bunga atau penawaran uang baru melalui percetakan defisit anggaran. Namun dalam Islam yang dilakukan adalah mempercepat perputaran uang dan membangun infrastruktur sektor riil. Faktor pendorong percepatan perputaran uang adalah disebabkan kelebihan likuiditas. Uang tidak boleh ditimbun dan tidak boleh dipinjamkan dengan bunga. Sedangkan faktor penarikan uang adalah berbentuk syirkah atau mudharabah. Keuntungan utama dari kerjasama bisnis adalah pelaku dan penyandang dana bersama-sama, mendapat pengalaman, informasi, metode supervise, manajeman dan pengetahuan akan resiko suatu bisnis. Akumulasi dari informasi ini akan menurunkan tingkat resiko investasi.41 Jelaslah kebijakan moneter Rasulullah SAW selalu terkait dengan sektor riil perekonomian. Hasilnya adalah pertumbuhan sekaligus stabilitas. Menurut Kadim As-sadr, penulisan artikel berjudul money and monetary policies in early Islamic period, ditujukan untuk mempelajari secara mendalam mengenai:
Media tukar yang digunakan pada awal periode Islam
Faktor-faktor yang mempengaruhi stabilitas dan fluktuasi nilai uang
40
Muhammad, Kebijakan Moneter dan Fiskal dalam Ekonomi Islam, edisi pertama (Jakarta: Penerbit Salemba Empat, 2002) 41
Ibid
Metode untuk menarik tabungan dan pengarahan proses investasi yang digunakan oleh para pemimpin Islam pada periode awal. Alasan Sadr mengupas tiga bahasan tersebut adalah, bahwa pokok
pembahasan ini sangat membantu dalam mencapai pengetahuan tentang kebijakan moneter di awal periode Islam dan perannya dalam pengembangan ekonomi pada masa awal terciptanya masyarakat Islam. Untuk maksud dan alasan tersebut, maka Sadr mengupas bahasanya dengan berbagai topik :
Pentingnya perdagangan dan media pertukaran pada periode awal Islam
Penawaran dan permintaan uang pada periode awal Islam
Percepatan sirkulasi uang
Pengaruh kebijakan fiskal terhadap nilai uang pada periode awal Islam
Mobilisasi dan penggunaan tabungan
Praktik bisnis yang dilarang
Instrument kebijakan moneter
Metode pengalokasian kredit Keseimbangan supply dan demand di pasar uang adalah derived market dari
keseimbangan aggregate supply dan aggregate demand di pasar barang dan jasa. Nilai emas dan perak yang terkandung dalam dinar dan dirham sama dengan nilai nominalnya, sehingga dapat dikatakan penawaran uang elastis sempurna terhadap tingkat pendapatan. Tidak adanya larangan impor dinar atau dirham berarti penawaran uang elastis, kelebihan penawaran uang dapat di ubah menjadi perhiasan
emas atau perak. Tidak terjadi kelebihan penawaran atau permintaan sehingga nilai uang stabil. Untuk menjaga kestabilan ini, beberapa hal berikut dilarang:
Permintaan yang tidak riil. Permintaan uang adalah hanya untuk keperluan transaksi dan berjaga-jaga.
Penimbunan mata uang (At-Taubah: 34-35) sebagaimana dilarangnya penimbunan barang. Berikut di bawah ini ayat yang bersangkutan dengan penimbunan mata uang:
~
QclCA3 ZR adH J " D a L+ i ;b( LC T ._*0
:J J q
iF6".#U #b
eC(I W"~ Qc Va LC 4Q!V5 LC ?bdp;4 Y
iF6".#U fi t[CK q ⌧6#" T B W"~ #@5[Oz T#☺5+ '> Qc (L I4 9tJa#@#y >?cz ayLC >?@b .py
⌧63#b >?bvT @LC
C+64 >+IpVBs
>?( f"i eCvwI4 s+a+& ”Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, Maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih, (35). Pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka Jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, Lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: "Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, Maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu."
Transaksi talaqi rukban, yaitu mencegat penjual dari kampung di luar kota untuk mendapat keuntungan dari ketidaktahuan harga. Distorsi harga ini merupakan cikal bakal spekulasi.
Transaksi kali bi kali, yaitu bukan transaksi tidak tunai. Inilah indahnya Islam, transaksi tunai diperbolehkan, namun transaksi future tanpa ada barangnya dilarang, transaksi maya ini merupakan salah satu pintu riba. Segala bentuk riba (Al-Baqarah: 278)42
a L+ #@{CA3 CvT4=LC
|
"
92 LWp} Terjemahan :”Hai orang- fghi ~a4{ t0a+& orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman”.
42
Adiwarman A. Karim, Ekonomi Islam Suatu Kajian Kontemporer (Jakarta: Gema Insani Press, 2001) hal. 28.
BAB III GAMBARAN UMUM BANK ISLAM DI SUDAN
Republik Sudan adalah sebuah negara di Afrika Timur laut yang merupakan negara terbesar di Afrika dengan luas daratan 2.5 juta kilo meter kuadrat dan seringkali masih dianggap bagian Timur Tengah. 12% terdiri dari pertanian, 18% hutan dan sisanya adalah gurun yang luas. Ibukotanya adalah Khartoum dan nama negara ini yaitu Republik Sudan, jenis pemerintahannya memakai sistem rezim otoriter atau tradisioanal. Sudan berbatasan dengan Mesir di utara, Eritrea dan Ethiopia timur, Kenya dan Uganda di Tenggara, Kongo dan Republik Afrika Tengah di Barat Daya, Chad di Barat, Libya di Barat Laut.43 Moyoritas agama dari rakyat Sudan yaitu muslim sunni sebanyak 70%, kepercayaan yang turun temurun sebanyak 25%, nasrani 5% (tersebar di utara Sudan dan di ibu kota), bahasa yang digunakan adalah bahasa Arab, Nubian, bahasa Sudan dan Inggris. Namun bahasa resminya adalah bahasa Arab, mata uang Sudan adalah dinar. Sistem resmi negara yang dipakai yaitu didasari oleh hukum yang dibawa oleh Inggris dan hukum Islam. Hukum Islam diterapkan untuk semua penduduk di negara bagian utara sesuai dengan agama mereka. Pemerintah Sudan merupakan pemerintah dengan orientasi Islam yang menerapkan hukum Islam secara menyeluruh sejak tahun 1991. Dengan demikian,
43
Geografi Sudan, diakses pada 10 agustus 2008 dari http:// www.id.wikipedia.org
pemerintah Sudan memiliki kecenderungan untuk menerapkan sistem ekonomi dan keuangan Islam, termasuk sistem perbankannya. 44 Islamisasi sistem ekonomi dan keuangan dilakukan oleh Jendral Numeiry yang pertama kali dicetuskan pada tahun 1983, ketika hukum Islam pertama kali diterapkan, sebagai tindak lanjut dari undang-undang tersebut, bank komersial yang belum beroperasi secara syariah harus dikonversi menjadi bank syariah pada September 1984. Dengan berakhirnya masa pemerintahan Jendral Numeiry proses Islamisasi sistem ekonomi menjadi tersendat. Kemudian mulai digalakan lagi pada tahun 1990. Strategi yang digunakan adalah pengembangan secara komprehensif dengan langkah pertama mewajibkan semua bank melakukan konversi menjadi bank Islam. Persiapan infrastruktur hukum dan kelembagaan dilakukan menyusul kemudian. Bank Of Sudan mendirikan dewan pengawas syariah (Sharia High Supervisor Board). Dewan tinggi syariah ini didirikan untuk memastikan bahwa operasi perbankan benar-benar sesuai dengan prinsip syariah. Setelah selesainya Islamisasi sistem perbankan, surat berharga seperti obligasi dan treasure bills yang masih berbasis bunga diganti dengan Instrumen keuangan yang sesuai dengan sistem Islam.45
44
Ascarya, Akad dan Pengembangan Produk Bank Syariah (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007), hal. 134. 45 Ibid.
A. Sejarah Perbankan Syariah di Sudan Melihat gagasannya yang ingin membebaskan diri dari mekanisme bunga, pembentukan bank Islam mula-mula banyak menimbulkan keraguan. Hal tersebut muncul mengingat anggapan bahwa sistem perbankan bebas bunga adalah sesuatu yang mustahil dan tidak lazim, sehingga timbul pula pertanyaan tentang bagaimana nantinya bank Islam tersebut akan membiayai operasinya 46. Sejak satu sampai dua dasawarsa belakangan ini, ekonomi dan keuangan Islam telah menunjukan eksistensinya dihampir semua negara Islam satu-satunya lembaga ekonomi Islam yang dapat dikatakan tidak pernah mati apalagi dimatikan dalam sejarah yaitu zakat, infak, sedekah, dan wakaf.47 Secara kelembagaan yang merupakan bank Islam pertama adalah Myt-Ghamr Bank. Didirikan di Mesir pada tahun 1963, dengan bantuan permodalan dari Raja Faisal Arab Saudi dan merupakan binaan dari Prof. Dr. Abdul Aziz Ahmad El Nagar. Myt-Ghamr Bank dianggap berhasil memadukan manajemen perbankan Jerman dengan prinsip muamalah Islam dengan menerjemahkannya dalam produk-produk bank yang sesuai untuk daerah pedesaan yang sebagian besar orientasinya adalah industri pertanian. Namun karena persoalan politik, pada tahun 1967 Bank Islam MytGhamr ditutup. Kemudian pada tahun 1971 di Mesir berhasil didirikan kembali bank Islam dengan nama Nasser Social Bank, hanya tujuannya lebih bersifat sosial daripada komersil. 46
Wayan R. Susila dan Rohayati Suprihatini, Perkembangan Bank Islam, diakses pada 10 Februari 2008 dari http://www.ipard.com. 47 Muhammad Amin Suma, Menggali Akar Mengurai Serat Ekonomi dan Keuangan Islam.
Pemikiran yang sudah muncul pada tahun 50-an tidak langsung memberikan jalan yang lapang bagi perbankan Islam. Tahun 1960-an, bank syariah hanya menjadi diskursus teoritis. Belum ada langkah konkrit yang memungkinkan implementasi praktis gagasan tersebut. Padahal, telah muncul kesadaran bahwa bank syariah merupakan solusi masalah ekonomi untuk menghasilkan kesejahteraan sosial di negara-negara Islam. Dual Economi System dinegara muslim menjadi element penguat sektor riil, yang mengimbangi sektor moneter bahkan sektor sosial ekonomi Islam semakin menambah kuat struktur perekonomian riil. Namun kekuatan pengimbangnya sangat tergantung dengan porsi atau kontribusi keuangan Islam berkat sektor sosialnya terhadap perekonomian nasional.48 Secara internasional, perkembangan perbankan Islam pertama kali diprakarsai oleh Mesir. Karena Mesir telah mengilhami diadakannya konferensi ekonomi Islam pertama di Makkah pada tahun 1975. Sebagai tindak lanjut rekomendasi dari konferensi tersebut, dua tahun kemudian, lahirlah Islamic Development Bank (IDB) yang kemudian diikuti oleh pendirian lembaga-lembaga keuangan Islam diberbagai negara, termasuk negara-negara bukan anggota OKI, seperti Philipina, Inggris, Australia, Amerika Serikat dan Rusia. Sejak saat itu mendekati awal dekade 1980-an, bank-bank Islam bermunculan di Mesir, Sudan, negara-negara Teluk, Pakistan, Iran, Malaysia, Bangladesh dan Turki. Secara garis besar lembaga-lembaga perbankan Islam yang bermunculan itu
48
Ali Sakti, Analisis Teoritis Ekonomi Islam atas Jawaban Kekacauan Ekonomi Modern, (Jakarta, 2007) hal. 268
dapat dikategorikan ke dalam dua jenis, yakni sebagai Bank Islam Komersial (Islamic Commercial Bank), seperti Faysal Islamic Bank (Mesir dan Sudan), Kuwait Finance House, Dubai Islamic Bank, Jordan Islamic Bank for Finance and Investment, Bahrain Islamic Bank dan Islamic International Bank for Finance and Development; atau lembaga investasi dengan bentuk international holding companies, seperti Daar Al-Maal Al-Islami (Geneva), Islamic Investment Company of the Gulf, Islamic Investment Company (Bahama), Islamic Investment Company (Sudan), Bahrain Islamic Investment Bank (Manama) dan Islamic Investment House (Amman).49 Bank Islam pertama yang bersifat swasta adalah Dubai Islamic Bank, yang didirikan tahun 1975 oleh sekelompok usahawan muslim dari berbagai negara. Pada tahun 1977 berdiri dua bank Islam dengan nama Faysal Islamic Bank di Mesir dan Sudan. Dan pada tahun itu pula pemerintah Kuwait mendirikan Kuwait Finance House. Proposal tersebut diterima, dan Sidang menyetujui rencana pendirian Bank Islam Internasional dan Federasi Bank Islam. Bahkan sebagai tambahan diusulkan pula pembentukan badan-badan khusus yang disebut Badan Investasi dan Pembangunan Negara-Negara Islam (Investment and Development Body of Islamic Countries), serta pembentukan perwakilan-perwakilan khusus yaitu Asosiasi bank-
49
Islamic Development Bank, , Cost Efficiency In Islamic Banking, (Islamis Research and Training Institute The Case Of Sudan) hal. 9
bank Islam (Association of Islamic Banks) sebagai badan konsultatif masalah-masalah ekonomi dan perbankan Islam. Pada Sidang Menteri Luar Negeri OKI di Benghazi, Libya bulan Maret 1973, usulan sebagaimana disebutkan di atas kembali diagendakan. Bulan Juli 1973, komite ahli yang mewakili negara-negara Islam penghasil minyak bertemu di Jeddah untuk membicarakan pendirian Bank Islam. Rancangan pendirian bank tersebut, berupa anggaran dasar dan anggaran rumah tangga dibahas pada pertemuan kedua, bulan Mei 1972. Pada Sidang Menteri Keuangan OKI di Jeddah tahun 1975 berhasil disetujui rancangan pendirian Islamic Development Bank (IDB) dengan modal awal 2 milyar dinar dan beranggotakan semua negara anggota OKI termasuk Sudan.
B. Manajeman Moneter Sudan Instrumen perbankan tradisional adalah sistem bunga, yang merupakan instrumen yang dilarang oleh bank Islam. Walaupun Instrumen langsung tradisional yang tidak menggunakan bunga adalah sesuai dengan prinsip-prinsip Islam, instrumen tradisional itu adalah fleksibel, secara tegas dilarang dalam perbankan Islam. Sistem perbankan Islam instrumen tradisional (banks rate, discount rete, open market operation dengan sekuritas bunga yang di tetapkan di depan) tidak digunakan, tetapi sejumlah instrumen kebijakan moneter tersebut dapat digunakan untuk mengontrol uang dan kredit, yang disebut dengan: reserve requitment, overall and selecting credit ceiling, moral suasion and change in monetary base. Operasi pasar
terbuka dapat juga dikendalikan melalui bentuk sekuritas berdasarkan ekuitas (equitybased type of securities).50 Di Sudan sebelum Islamisasi sistem perbankan sentral Sudan (Central Bank Of Sudan- BOS) sangat tergantung pada instrumen langsung, yaitu Interest Rate Controls, dan instrumen yang masih menggunakan sistem tradisional (sistem bunga). Pada tahun 1984, dan setelah pengenalan hukum syariah di Sudan, bank sentral mengeluarkan aturan bagi semua bank yang beroprasi di Sudan mengikuti prinsip Islam dalam aktivitasnya dan dianjurkan supaya tidak menerima deposito yang berbasis bunga atau mengeluarkan kredit dengan unsur riba. Sebagai hasilnya bank sentral Sudan berhadapan dengan masalah-masalah penggantian instrumen keuangan tradisional dengan instrumen keuangan Islami yang diterapkan dalam praktik. Perannya untuk mengawasi dan mengarahkan bank, yaitu: untuk memperluas atau memperkecil uang (dana) atau kredit, mengimplementasikan kebijakan moneter dan melindungi kepentingan masyarakat pada saat yang bersamaan. 51 Kebijakan moneter Sudan merupakan masalah yang berkaitan dengan tujuan kebijakan makroekonomi, yang mencakup upaya peningkatan tingkat pertumbuhan GDP dan stabilitas moneter melalui penurunan tingkat inflasi. Tujuan kebijakan moneter dapat di simpulkan sebagai berikut:
Membantu mencapai tujuan strategis komprehensif negara.
Mencapai keseluruhan tujuan ekonomi, yaitu:
50 51
Muhammad, Kebijakan Moneter dan Fiskal Dalam Ekonomi Islam. Ibid.
Mengembangkan sektor ekonomi yang diprioritaskan
Mengurangi inflasi
Berusaha mencapai distribusi pendapatan dan kesejahteraan yang wajar
Melanjutkan Islamisasi sistem perbankan dan meningkatkan image bank Islam sebagai bank komprehensif dan memberikan layanan penuh
Menjamin bahwa kredit yang tidak sehat akan di selesaikan oleh bank sesuai dengan aturan perbankan yang berlaku.
Mendorong tegaknya dan pengembangan portofolio kredit.
C. Instrumen Moneter yang di Pakai Sudan Di Sudan, Bank Of Sudan telah sukses meluncurkan sertifikat Central Bank Musharaka Certificate (CMC), yang dikeluarkan untuk menyeimbangkan saham pemerintah di bank-bank konvensional dan dalam rangka pengendalian likuiditas perekonomian yang dikeluarkan pada juni 1998. Selain itu, Sudan juga telah menyiapkan surat hutang pemerintah dengan prinsip mudharabah sebagai instrumen untuk mendapatkan dana guna membiayai proyek pembangunan milik pemerintah, dengan nama Goverment Musyaraka Certificate (GMC) instrumen ini setera dengan treasure bills atau surat hutang negara. Di Pakistan, institusi perbankan dan keuangan telah menerbitkan sebuah surat
berharga dengan berbasis musyarakah untuk menggantikan surat hutang yang berbasis bunga dengan nama Participation Term Certificate (PTC).52 Dalam buku Ascarya ”Akad Dan Produk Bank Syariah” Instrumen yang dikeluarkan pemerintah Sudan adalah Goverment Invesment Certificate (GICs) yang diperkenalkan pada tahun 2003, instrumen ini setara dengan obligasi atau Goverment Bonds yang menggunakan akad berpola bagi hasil. 53 Namun dalam buku Muhammad ”Kebijakan Moneter Dan Fiskal Dalam Ekonomi Islam” instrumen ketiga ini adalah sukuk atau ijarah. Data komparasi dari kelompok negara-negara yang telah menerapkan prinsip perbankan Islam secara holistik dalam sistem perekonomiannya (Iran, Pakistan dan Sudan) dengan kelompok beberapa negara terpilih yang menerapkan prinsip perbankan konvensional (Bangladesh, Mesir dan Yordania), menunjukan bahwa likuiditas sistem perbankan nasional mereka amat jauh berbeda. Pada tahun 1997, persentase demand deposit yang terdiri dari investment account berbasis kontrak mudharabah terhadap total deposit sistem perbankan nasional. Pada negara-negara kelompok pertama di atas berturut-turut, 40%, 34% dan 87 %. Persentase ini sangat jauh melampaui persentase demand deposit pada kelompok negara lainya dengan sistem perbankan konvensional yang berturut-turut Cuma 16%, 10% dan 17 % (IMF, 1998)54
52
Muhammad, Kebijakan Moneter dan Fiskal Dalam Ekonomi Islam. Ascarya, Akad dan Pengembangan Produk Bank Syariah, hal. 136 54 Davy Hendri, Manajemen Utang Pemerintah dalam Persfektif Moneter, diakses pada 20 Juli 2008 dari http://www geocities.com 53
Untuk mencapai target dari kebijakan moneter yang telah diterapkan, bank sentral Sudan menggunakan seperangkat instrumen moneter baik langsung maupun tidak langsung, keduanya dipertimbangkan dalam hal hakikat dan besaran instrumen tersebut yang telah digunakan sejak permulaan dekade saat ini. Walaupun kebijakan moneter dalam ekonomi Islam maupun non- Islam bertujuan untuk mencapai tujuan mokroekonomi yang sama, instrumen ini digunakan untuk tujuan yang secara sungguh-sungguh berbeda diantara kedua sistem tersebut.55 Sementara itu banyak instrumen kebijakan moneter langsung tradisional, sehingga tidak mengandalkan pada bunga, dan tetap konsisten dengan prinsip Islam. Dan oleh karena itu dapat digunakan oleh bank sentral, sedangkan instrumen tidak langsung tradisional meskipun lebih fleksibel namun masih berhubungan dengan bunga
sehingga tetap harus dapat dihindari oleh Bank sentral Islami dalam
menerapkan kebijakan moneternya, sehingga hanya dapat menerima instrumen yang sesuai dengan syariah, dengan melarang pembayaran dan penerimaan bunga dalam transaksi keuangan. Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan kebijakan moneter tersebut, bank sentral Sudan mengadopsi instrumen moneter langsung dan tidak langsung, yang mempengaruhi baik supply maupun permintaan kredit bank, yaitu: a. Ukuran atau aturan sisi penawaran (Supply) Instrumen ini bertujuan untuk mengontrol kredit dari sistem perbankan melalui batas kemampuan pembiayaan bank, yang meliputi: 55
Ibid, Muhammad, Kebijakan Moneter Dan Fiskal Dalam Ekonomi Islam.
Reserve Ratio Setiap bank harus menyandangkan pada simpanan di BOS (Bank Of Sudan) sedikitnya 20% (10% untuk simpanan dalam mata uang asing) dari total dana simpanan masyarakat (dengan pengecualian simpanan investasi) yang direfleksikan pada neraca akhir bulan bank tersebut.
Internal Liquidity Ratio Bank-bank komersial harus mencapai dan menjaga rasio likuiditas sebesar 10% dari dana giro dan tabungan dalam bentuk mata uang lokal.
Credit Ceiling Plafon kredit diprioritaskan pada pembiayaan yang ditujukan pada sektor-
sektor yang penting, seperti:
Pertanian
Ekspor
Industri
Pertambangan dan energi
Transportasi dan pergudangan
Profesional, pengrajin, dan bisnis keluarga ukuran kecil
Sektor perumahan rakyat
Investasi pada pasar saham resmi khartoum
Dimana minimun 90% dari dana kredit bank harus dialokasikan pada sektor prioritas tersebut dan sisanya dialokasikan pada sektor non-prioritas termasuk perdagangan domestik dan jasa yang tidak berhubungan dengan sektor prioritas.56 b. Ukuran atau aturan sisi permintaan (Demand) Bank of Sudan telah berhasil menerapkan mekanisme margin keuntungan, persentase partisipasi dengan musyarakah, dan ukuran permintaan lainya sebagai instrumen moneter, khususnya pada beberapa tahun terakhir untuk mengatur biaya pinjaman. BOS menerapkan sistem ”floor rate”, yang digunakan sebagai alat moral suassion. Regulasi sisi permintaan ini diharapkan berpengaruh pada kemauan peminjam atas kredit bank, yang meliputi: marjin keuntungan minimum untuk perjanjian Murabahah, berkisar antara 10%-50%, tergantung pada sektor dan mata uang yang digunakan. Penyertaan minimum nasabah untuk perjanjian musyarakah sebagai alat untuk mengatur jumlah ketersediaan sumber daya untuk kredit, sampai dengan tahun 1998 jendela pembiayaan di BOS sebagai fasilitas siaga yang dapat digunakan bank-bank, jika mereka memintanya baik untuk keperluan karena kekurangan likuiditas maupun pembiayaan investasi. Aturan-aturan administratif dan kuantitatif, diantaranya adalah: 1. Ketentuan minimum 50% dari total kredit yang diberikan harus untuk daerah rural: 56
Adiwarman A karim, Ekonomi Makro Islam (Jakarta: PT Radja Grafindo, 2007), hal. 230.
2. Kelompok bank-bank dapat membentuk portofolio kredit untuk sektor prioritas hanya jika mereka memberitahukan BOS sebelumnya. 3. Kredit tidak akan diberikan kepada orang atau institusi yang gagal memenuhi kewajibannya pada sistem perbankan kecuali jika disetujui sebelumnya oleh BOS. 4. Persentase tertentu akan diambil dari pendapatan bank yang gagal dalam menyelesaikan keterlambatan pembayaran kredit nasabahnya dimana jumlah nominalnya akan ditambahkan pada bad deb provision. 5. Seluruh kredit harus dipastikan melalui bagian legal yang mematuhi ketentuan syariah. 6. Operasi foreign exchange sebagai alat BOS untuk menjaga stabilitas nilai tukar uang, bukan untuk fungsi kontrol likuiditas.57 Dalam kaitan ini BOS memperkenalkan tiga instrumen yang sesuai dengan syariah, yang termasuk ke dalam instrumen operasi pasar terbuka atau OMO (Open Market Operations), yaitu CMC (The Central Bank Musharaka Certificate) dan GMC (Goverment Musharaka Certificate ) dan Ijara’. 1) The Central Bank Musharaka Certificate (CMC), dimana fungsi sekuritas bank sentral konvensional sebagai pengendali likuiditas uang terpenuhi dengan keberadaan sekuritas yang berdasarkan sistem bagi hasil. CMC memiliki karakteristik sebagai berikut: 57
Muhammad, Kebijakan Moneter dan Fiskal dalam Ekonomi Islam, hal.172
Tidak mempunyai tanggal jatuh tempo. Berbasis ekuitas dalam jumlah tertentu dari investasi BOS dan pemerintah di bank-bank komersial. Mempunyai nilai nominal uniform yang sebanding dengan nilai akuntansi dari total jumlah investasi di bagi jumlah CMC yang diterbitkan. Dapat diperdagangkan oleh pemilik dipasar sekunder melalui prosedur administrasi standar, sedangkan pada pasar primer penjual adalah melalui pelelangan. 2. Goverment Musharaka Certificate (GMC) Yaitu
instrumen
yang
memungkinkan pemerintah untuk
melakukan
pengumpulan dana melalui penerbitan sekuritas yang menjanjikan kepada investor suatu pengembalian yang di negosiasikan sebelumnya atas dasar investasi mereka pada kumpulan asset pemerintah yang berbentuk kepada kepemilikan pada perusahaan-perusahaan publik atau patungan yang menguntungkan dalam oprasinya. Secara garis besar, kegunaan GMC ini adalah, untuk: pembiayaan anggaran: instrumen OMO bagi BOS; mobilisasi tabungan nasional; mendorong investasi; sebagai alat pengembangan pasar uang yang sesuai dengan syariat Islam. 3.
Ijara’ certificate (Sukuk) Yaitu suatu sekuritas yang dimaksudkan untuk memobilisasi simpanan jangka panjang yang digunakan untuk pembangunan proyek infrastruktur jangka
panjang yang dilakukan melalui sekuritas asset pemerintah berwujud, seperti lapangan terbang, jalan raya, bangunan, pabrik, sekolah, rumah sakit, pembangkit listrik, penyulingan minyak dan lainya. Dikarenakan pendapatan yang dihasilkan oleh sekuritas ini (pendapatan sewa), serta basis assetnya yang berwujud serta tersekuritas, maka sukuk ini dapat diperdagangkan di pasar sekunder. Sukuk ini adalah instrumen finansial yang merepresentasikan tiga perjanjian dasar, yaitu (1) perjanjian pembelian asset; (2) perjanjian sewamenyewa; dan (3) perjanjian penjualan asset.58
D. Strategi Pengembangan Perbankan Syariah di Sudan Strategi yang dipilih oleh pemerintah Sudan pada saat itu ialah strategi secara komprehensif dengan langkah pertama mewajibkan semua bank melakukan konversi menjadi bank Islam, setelah semua bank dikonversi menjadi bank Islam BOS mendirikan dewan tinggi pengawas syariah di dalam struktur yang setingkat dengan dewan gubernur. Kemudian, surat-surat berharga pemerintah yang masih berbasis bunga seperti treasury bills dan obligasi pemerintah diganti dengan instrumen yang sesuai dengan sistem Islam. Selain itu terdapat Strategi lainnya yang di lakukan yaitu: a. Restrukturisasi Sistem Perbankan Bank of Sudan (BOS) mengeluarkan kebijakan perbankan komprehensif untuk tahun 1999-2002, yang menargetkan perkembangan sistem perbankan di berbagai aspek, yaitu: 58
Ibid, hal. 56
Pengembangan manajemen likuiditas. Pengorganisasian pasar valuta asing. Pengenalan teknologi perbankan. Pengawalan proses Islamisasi sistem perbankan. Implementasi program restrukturisasi sistem perbankan dimulai tahun 2000 dengan tujuan untuk mendirikan institusi keuangan besar dan sehat dan dapat menghadapi kompetisi perbankan ditingkat internasional, program ini meliputi beberapa fase yaitu: Merger Tingkat modal minimum. Sektor bank pemerintah. Bank komersial. Bank dengan spesialisasi Cabang bank asing Pembiayaan macet di sistem perbankan dan Faktor-faktor yang membantu implementasi program. Program-program di atas masih terus berlanjut setelah tahun 2002.59 b. Instrumen Manajemen Likuiditas Dalam pengembangan instrumen keuangan perbankan syariah, pemerintah Sudan mengeluarkan beberapa instrumen nonfiskal syariah dalam rangka pengendalian likuiditas perekonomian. Instrumen pertama ialah 59
Ascarya, Akad dan Pengembangan Produk Bank Syariah, hal. 135
Central Bank Musharaka Sertificates (CMCs) yang dikeluarkan pada Juni 1998, instrumen ini setara dengan sertifikat bank sentral seperti Sertifikat Bank Indonesia (SBI) yang menggunakan akad berpola bagi hasil Musyarakah. Instrumen kedua adalah Goverment Musharaka certificates (GMCs) yang dikeluarkan pada kuartal akhir 1998. instruman ini setara dengan Surat Utang Negara (SUN) yang juga menggunakan akad berpola bagi hasil Musyarakah. Dan yang ketiga adalah Goverment Invesment Certificates (GICs) yang diperkenalkan pada tahun 2003. Invesment ini setara dengan Goverment Bonds atau obligasi pemerintah yang menggunakan pola bagi hasil. c. Pengembangan Teknologi Perbankan Dalam pengembangan teknologi perbankan, kebijakan perbankan diarahkan untuk mendirikan jaringan dan pusat tekonologi dan informasi di BOS. Pengembangan sistem perbankan meliputi sistem cabang, pengawasan dan keuntungan manajerial. Ada beberapa hal yang mencerminkan karakteristik perbankan syariah di Sudan. Beberapa di antaranya adalah: 1. Sistem Keuangan dan Perbankan. Sudan menerapkan sistem Islam secara menyeluruh terutama ekonomi secara bertahap sejak tahun 1984 setelah konversi total lembaga keuangan
sangat diuntungkan karena infrastruktur dan perangkat lain juga dikonversi sehingga hambatan oprasional bisa diminimalkan. 2. Aliran Pemikiran. Mayoritas penduduk muslim menganut mazhab syarifi’i atau maliki. Pendapat ulama di Sudan pada umumnya sama dengan pendapat ulama timur tengah mengenai aplikasi tentang penerapan prinsip syariah dalam dunia perbankan. 3. Kedudukan Bank Syariah dalam Undang-undang. Sejak diberlakukannya syariah Islam di Sudan, undang-undang yang mengatur lembaga keuangan diperbaharui sesuai dengan prinsip syariah. Undang-undang perbankan yang baru dikeluarkan pada tahun 1991 yang kemudian disempurnakan pada tahun 2003 untuk dapat disesuaikan dengan perubahan-perubahan perbankan di dalam negeri dan luar negeri, dan undangundang yang baru memiliki landasan hukum yang kuat untuk menjalankan operasinya secara syariah penuh. Bank sudan diperkenankan untuk membeli dan menjual aset untuk mendapatkan untung sehingga pola jual beli dan sewa diterapkan secara menyeluruh. Bahkan, bank memiliki gudang dan inventori barang yang akan dijualnya secara Murabahah. 4. Kedudukan Dewan Syariah. Tugas utama dewan pengawas syariah (Sharia High Supervisory Board) pada umumnya, antara lain: 1) bertindak sebagai satu-satunya badan
otoritas yang memberikan saran kepada BOS berkaitan dengan operasi perbankan dan lembaga keuangan lainnya; 2) mengoordinasi isu-isu syariah tentang keuangan dan perbankan syariah; dan 3) menganalisis dan mengevaluasi aspek-aspek syariah dari skim atau produk baru yang diajukan oleh institusi perbankan dan lembaga keuangan lain. Selain itu keberadaan dewan pengawas syariah di dalam struktur bank sentral dimaksudkan untuk meningkatkan respon dan efektivitas pengambilan keputusan dan fatwa-fatwa yang berhubungan dengan permasalahan syariah yang dihadapi oleh perbankan dan lembaga keuangan lainnya. Dewan pengawas syariah juga melakukan berbagai macam penelitian, menyelenggarakan konprensi, seminar dan rangkaian pengajaran yang bekerja sama dengan satuan-satuan kerja terkait di BOS, dan menyediakan layanan konsultasi kepada perbankan dan lembaga-lembaga lainya terkait dengan hukum Islam. 5. Strategi Pengembangan Perbankan Syariah dan Produknya. Seperti yang telah dipaparkan, bahwa strategi yang digunakan yaitu memilih pendakatan komprehensif yang bertahap dan tidak melanggar dan serta hati-hati dengan prinsip syariah. Seperti menerapkan bentuk Murabahah sederhana, dimana bank menyimpan stok barang yang akan dijual, membatasi marjin keuntungan pembiayaan Murabahah, membatasi pangsa Murabahah dalam portofolio bank dan melakukan penilaian kualitas pembiayaan bagi hasil ( mudharabah dan musyarakah ) pada akhir periode. Dengan cara ini
pangsa pembiayaan bagi hasil (mudharabah dan musyarakah) diperbankan Sudan mencapai 28.9 persen pada tahun 2003, sementara pembiayaan Murabahah mencapai 44.7 persen. Prestasi yang dicapai perbankan Sudan ini merupakan pencapaian terbaik dibandingkan perbankan syariah di negara lain.60
E. Akad Bank Syariah di Sudan Bank syariah di Sudan menerapkan akad-akad yang disepakati oleh sebagian (jumhur ulama) sesuai dengan prinsip syariah untuk produk dan instrumen keuangan syariah yang ditawarkan kepada nasabah. Akad-akad tersebut meliputi akad-akad untuk pendanaan, pembiayaan, dan jasa perbankan, sebagai berikut: Pendanaan : Wadiah, Mudharabah pembiayaan: Murabahah Sederhana, Salam, Mudharabah, Musyarakah, Ijarah, dan Mugawla Jasa Perbankan : Wakalah, Kafalah, Hawalah, Rahn, Sharf, dan Ujr Instrumen Keuangan Syariah: Musyarakah, Mudharabah, Ujr Akad-akad yang digunakan bank syariah di Sudan dapat diklasifikasikan pada tabel berikut:
60
Ascarya, Akad dan Produk Perbankan Syariah, hal.139
Akad
Pendanaan
Pembiayaan
Jasa perbankan
Standar
Wadiah,
Salam,Mudharabah, Musyarakah,
Wakalah,Kafalah,Hawalah,
Mudharabah
Ijara
Rahn, Sharf, Ujr
Khas
Murabahah sederhana, Tawarruq, Mugawla
Kurang
Istisna
digunakan Banyak
Murabahah Sederhana,
digunakan
Mudharabah, Musyarakah, Salam, Qardh al Hasanah
Pada tabel di atas terlihat bahwa selain menggunakan akad-akad standar, perbankan syariah Sudan juga menggunakan akad-akad khas yang jarang diterapkan di negara lain, yaitu Murabahah sederhana dan Mugawla. Akad salam banyak digunakan untuk pembiayaan disektor pertanian. Sementara itu akad Istisna tidak populer di Sudan.61 Beberapa akad khas yang digunakan perbankan syariah di Sudan, seperti Murabahah sederhana yaitu bentuk akad Murabahah ketika penjual memasarkan barangnya kepada pembeli dengan harga sesuai harga perolehan ditambahin marjin keuntungan yang diinginkan. Murabahah yang dipraktikan oleh bank syariah di Sudan mempunyai karakteristik atau ketentuan yang berbeda dengan Murabahah di bank negara lain. Perbedaan karakteristik atau ketentuan tersebut, antara lain: a) Bank syariah memiliki stok barang yang akan dijual. b) Marjin keuntungan bank syariah dibatasi 61
Ibid h. 140
c) Portofolio Murabahah dibatasi Karakteristik Murabahah yang berbeda ini dilandasi pada pemahaman Murabahah bukanlah akad utama dan ideal untuk digunakan dalam transaksi bank syariah, melainkan akad-akad bagi hasil, seperti mudharabah dan musyarakah. Pandangan ini merupakan pandangan yang berhati-hati dalam penerapan prinsipprinsip syariah, seperti yang dikemukakan oleh Usmani (1999), yang mengatakan bahwa bentuk pembiayaan Murabahah bukan merupakan bentuk pembiayaan utama yang sesuai dengan syariah. Tawarruq juga merupakan akad khas perbankan syariah di Sudan yang merupakan akad jual beli yang melibatkan tiga pihak, ketika pemilik barang menjual barangnya kepada pembeli pertama dengan harga dan pembayaran tunda, dan kemudian pembeli pertama menjual kembali barang tersebut kepada pembeli akhir dengan harga dan pembayaran tunai. Harga tunda lebih tinggi dari pada harga tunai, sehingga pembeli pertama seperti mendapatkan pinjaman uang dengan pembayaran tunda. Dibawah ini adalah tabel mengenai pendapat ulama tentang tawarruq sebagai berikut: Ulama
Pendapat
Alasan
Jumhur ulama
Boleh
Diartikan sebagai jual beli
Bin Baaz
Boleh
Berbeda dengan bai’ al-Inah dan memudahkan serta memungkinkan masyarakat memenuhi kebutuhannya
Ibn Uthaimeen
Boleh
Merupakan
salah
satu
jenis
pinjaman
yang
diperbolehkan dengan membeli suatu butir untuk suatu pembayaran angsuran, kemudian menjualnya kepada orang lain. Ibn Taimiyah
Dilarang
Sama Dengan Bai’ Al- Inah. Namun Dibolehkan
Dengan Syariat: •
Bahwa Seseorang Sedang Kekurangan Uang. Jika Tidak Kekurangan Uang Maka Tidak Diizinkan.
•
Bahwa Ia Tidak Memperoleh Uang Dengan Cara Yang Diizinkan, Seperti Dengan Cara Pinjaman.
•
Bahwa Kontrak Tidak Meliputi Format Riba
•
Peminjam Tidak Menjualnya Sampai Ia Telah Menempati
Tentangnya
Dan
Memindahkan
Kepemilikannya Sebab Nabi melarang penjualan suatu butir sebelum pedagang pindah gerak Abu Hanifah
Dilarang
Boleh, jika melibatkan pihak ketiga (bukan sale and buy back)
Akad tawarruq banyak digunakan di negara Timur Tengah sebagai manajemen likuiditas. Tawarruq disebut juga sebagai credit murabaha. 62 F. Produk Perbankan Syariah di Sudan Produk dan jasa di Sudan sangat bervariasi mencapai lebih dari 40 jenis produk dan jasa keuangan syariah dengan menggunakan akad yang bervariasi juga. Produk dan jasa yang ditawarkan sangat mirip dengan yang ditawarkan perbankan konvensional. Di Sudan, penamaan produk dan jasa keuangan syariah mengikuti nama produk dan jasa keuangan konvensional dengan menambah inisial i
di
belakangnya yang menunjukan bahwa produk dan jasa tersebut adalah produk dan jasa yang menggunakan prinsip syariah (Islamic). Misalnya, tabungan atau saving account- i, pembiayaan proyek atau project financing diberi nama project financingi, dan seterusnya. Dibawah ini adalah produk dan jasa keuangan di Sudan:
62
Ibid h. 145
Pendanaan Produk/jasa
akad
Giro
Wadiah yadhamanah
Tabungan
Wadiah yadhamanah/ Mudharabah
Deposito/investasi umum
Mudharabah
Deposito/ /investasi khusus
Mudharabah
Pembiayaan Produk/jasa
Akad
Modal kerja
Mudharabah, Musyarakah
Investasi
Mudharabah,Musyarakah,Murabahah
Pembiayaan proyek
Mudharabah,Musyarakah,Murabahah
Pengadaan barang investasi
Mudharabah,Musyarakah,Murabahah
Pembiayaan perdagangan DN
Musyarakah
Pembiayaan barang impor
Musyarakah
Pembiayaan pertanian
Musyarakah, Salam
Pembiayaan peralatan
Murabahah
Pembiayaan aset tetap
Murabahah
Pembiayaan stok barang
Murabahah
Pengadaan barang konsumsi
Murabahah
Pembiayaan properti
Murabahah
•
Pembiayaan rumah/toko/kantor
Murabahah
Pembiayaan kendaraan bermotor
Murabahah
Pembiayaan komputer
Murabahah
Pembiayaan pabrik dan mesin
Murabahah, Istisna
Pemesanan barang investasi
Istisna
Renovasi
Istisna
Pembiayaan talangan
Qard
Pinjaman kebajikan
Qardul hasan
Gadai
Rahn/ Qard
Takeover
Hawalah
Aplikasi Musyarakah dalam Perdagangan Dalam Negeri Bank syariah di Sudan (Al-Baraka Islamic Bank) menggunakan musyarakah untuk membiayai jual beli barang pasar lokal. Dalam hal ini bank melakukan perjanjian kemitraan (patnership) dengan nasabah untuk jual beli barang-barang lokal yang spesifikasinya telah ditentukan oleh nasabah. Total biaya barang dan kontribusi dalam biaya barang sesuai dengan kesepakatan, rekening khusus musyarakah dibuka pada bank tersebut segera setelah selesai akad ditandatangani dan menjadi tanggung jawab para mitra. Keuntungan dibagi sesuai dengan porsi bersama dari keuntungan bersih kepada nasabah. Sisanya dibagikan kepada para mitra sesuai proporsi
modalnya. Jika terjadi kerugian, para mitra menanggung kerugian sesuai porsi modalnya. •
Aplikasi Musyarakah pada Impor Barang Bank syariah di Sudan juga menggunakan musyarakah untuk membiayai
impor
barang,
akad
ini
pada
dasarnya
sama
dengan
perdagangan luar negeri hanya berbeda pada detailnya. Dalam hal ini importir meminta bank untuk berpartisipasi dalam impor dan penjualan barang tertentu. Biaya total impor dan kontribusi modal masing-masing ditetapkan, dan biayanya dari keseluruhan transaksi dalam valuta asingnya. Pihak importir akan membayar sebagian kontribusinya setelah akad ditanda tangani dan sisanya setelah menerima invoice. Rekening khusus musyarakah dibuka lalu bank membuka L/C (letter of credit) untuk kepentingan importir dan membayar penuh kepada eksportir setelah menerima dokumen pengapalan barang. Kemudian biaya asuransi dibebankan kepada rekening transaksi. Importir bertanggung jawab atas urusan pabean, dan penjualan barang. Keuntungan bersih dibagi sesuai dengan porsi yang disepakati dan jika terjadi kerugian ditanggung bersama sesuai porsi modalnya.
Jasa Perbankan •
Jasa Produk Akad yang digunakan oleh jasa produk ini sebagian besar menggunkan
akad Ujr, diikuti wakalah dan kafalah. •
Jasa Operasional Akad
yang
ditawarkan pada
jasa operasional
sebagian
besar
menggunakan akad wakalah. •
Jasa Investasi Akad yang ditawarkan pada jasa investasi semuanya menggunkan
mudharabah muqayadah.63
63
Ascarya, Akad Dan Pengembangan Produk Bank Syariah, hal. 145-150
BAB IV PERANAN PERBANKAN SYARIAH TERHADAP STABILITAS MONETER DI SUDAN
A. Peranan Perbankan Syariah dalam Menciptakan Stabilitas Moneter di Sudan Negara Sudan yang termasuk ke dalam anggota negara Arab, pada data tahun 2004 menyebutkan nilai impor Arab dari komoditi pertanian mencapai angka 21,7 milyar dolar per tahun dan komoditi bahan makanan senilai 18,3 milyar dolar setahun. Angka tersebut sudah pasti membengkak dengan kenaikan harga pangan dunia dalam dua tahun belakangan ini yang kenaikannya mencapai 80 % pada tahun 2007 dan 35 % pada awal tahun 2008 ini. Mengapa bisa demikian, apakah karena Arab tidak memiliki lahan pertanian yang cukup untuk berswasembada pangan, jawabannya adalah lahan pertanian di Arab sangat luas (meskipun sebagian besar luas daratan terdiri dari padang pasir) yang apabila dimanfaatkan separuhnya atau sepertiga saja dari lahan tersebut sudah lebih dari mencukupi kebutuhan Yang jelas tidak adanya perhatian terhadap sektor pertanian, hal ini lebih dimaksudkan sebagai dampak “bom” minyak sejak tahun 70-an lalu. Sehingga semboyan negara-negara Arab kaya minyak adalah “money can buy” lalu mengenyampingkan investasi disektor pertanian yang sangat vital tersebut. Namun pada saat ini, Minyak bumi menjadi tulang punggung ekonomi. Ekspor minyak bumi dimulai pada paruh 1999 dan sejak saat itu baik produksi
maupun perannya bagi perekonomian meningkat pesat. Minyak Sudan mulai dieksplorasi pada pertengahan 70-an dan bisa mengkover kebutuhan ekonomi dan energi Sudan. Menurut CIA Fact Book, Sudan secara total memiliki cadangan minyak yang sudah terbukti (Oil-proved reserve) sebesar 6,49 miliar barel (estimasi 2007). Carola Hoyos pada 2 Maret 2006 menulis di Sudan Tribun bahwa produksi minyak Sudan sebesar 500.000 barel/hari. Sedangkan untuk produksi tahun 2008 menurut catatan Wikipedia sebesar 520.000 barel/hari. 64 Pada tahun 70-an ketika minyak tidak menjadi solusi, maka alternatif yang paling mendekati kenyataan untuk mengatasi bahaya keamanan pangan Arab adalah pemanfaatan lahan pertanian di Sudan. Yang merupakan negara Arab terluas dengan areal 2,5 juta km2 atau sekitar 250 juta hektar. Areal pertaniannya mencapai 84 juta hektar dan sekitar 65 juta hektar atau menyamai luas seluruh areal pertanian semua negara Arab lainnya, belum tergarap. Dalam sebuah wacana Abdullah Al-Qafari dalam artikelnya di harian AlRiyadh (Senin, 7/4/08) beliau mengibaratkan Sudan sebagai lumbung gandum dan
depot roti bagi seluruh negara Arab bila negara-negara Arab kaya mau berinvestasi di negara tersebut. Sudan adalah depot roti arab yang membutuhkan kemitraan strategis dengan negara-negara Arab kaya sebab negara ini kesulitan sumber investor. Kita
64
www.traveldocs.com, Sudan Africa, Maklumat Politik Sudan, diakses pada tanggal 03 november 2008.
tidak mungkin memaksakan peningkatan produk pertanian di negara-negara Arab yang lahan pertaniannya terbatas.65 Apa yang dinyatakan Al-Qafari itu sebenarnya pernah dicoba Arab Saudi pada tahun 80-an. Saat itu negeri produsen minyak terbesar didunia itu mengumumkan keberhasilannya swasembada gandum (makanan pokok). Tapi harganya terlalu mahal yakni terkurasnya air dalam tanah yang diperkirakan akan kering dalam tempo dua dekade. Akhirnya belum lama ini, negara petrodollar tersebut mengumumkan penghentian kebijakan swasembada yang menyebabkan air dalam perut bumi kering tersebut. Jalan keluarnya adalah menanam modal di Sudan. Sebuah keputusan yang tepat seperti dilaporkan TV MBC, Saudi yang berpusat di Dubai (Senin, 7/4/08). Yang mengatakan bahwa Bersama dengan Mesir, negeri tempat dua tanah suci umat Islam sedunia itu mulai melakukan investasi besar-besaran dibidang pertanian di Sudan. Selama ini memang bukan karena masalah modal, tapi “Political Will” negara-negara kaya Arab yang belum ada disamping masih termakan rayuan negara-negara industri Barat agar terus mengimpor bahan pangan dari luar.66 Pertanian dan minyak merupakan tulang punggung dari ekonomi Sudan, kontribusinya kepada GDP sebesar 48% dan memberikan pekerjaan kepada penduduk sebanyak 65% dari populasi. Dan negara menyediakan sebanyak 80% dari laba ekspor. Sektor pertanian merupakan sumber dari bahan mentah yang kemudian 65
EIU, Global Peace Index, diakses pada 24 Juli 2008 dari http://hdrstats.undp.org/countries/datasheets 66 Ibid
diproses di pabrik yang letaknya di Sudan, dan ikut menyumbangkan sekitar 17% pada GDP. Pada masa itu, kondisi pertumbuhan ekonomi tidak menentu menyebabkan terjadi ketergantungan yang sangat pada sektor pertanian, dan perubahan badan pada pasar komoditas dasar. Pemerintah Sudan mengembangkan kebijakan moneter untuk mendorong sektor pertanian. Untuk mempertingginya persaingan pada ekspor pertanian Sudan, Semua pajak langsung pada produksi pertanian dibatasi. Bank di instruksikan langsung 50% pendanaan mereka pada sektor pertanian. Pada tahun 1993 pembiayaan atau pendanaan bank pada sektor pertanian ditambahkan dari 7% dari total pembiayaan sebanyak 35% dan mengalami kemunduran sebanyak 22% pada tahun 2000. Penambahan pembiayaan pada sektor pertanian, yaitu pada biaya industri dan sektor ekspor. Ekonomi Sudan menurut laporan New York Times termasuk diantara 10 negara di dunia dengan pertumbuhan ekonomi paling tinggi pada dua tahun terakhir. Sudan pada dasarnya adalah negara agraris. Sektor pertanian merupakan sektor yang menyerap sebagian besar angkatan kerja (80 %) tetapi hanya memberikan kontribusi GDP sebesar 31,9 %. Sebaliknya sektor industri yang menyerap 7 % angkatan kerja dan menyumbang 34,2 % GDP, sementara sektor jasa menyerap 13 % angkatan kerja dan menyumbang 33,9 % GDP.67 Bank Sudan telah didirikan pada tahun 1960 untuk mengawasi sektor bank yang memiliki cabang bank asing. Di tahun 1960 bank komersil juga telah didirikan 67
www.traveldocs.com, Sudan Africa, diakses pada tanggal 03 november 2008.
dari 100% modal Sudan. Yang pertama didirikan pada tahun 1977 yaitu Faisal Islamic Bank, perubahan pertama untuk sektor perbankan pada tahun 1983 ketika keputusan dibuat disesuaikan dengan semua transaksi pembiayaan berprinsip Islam. Sejak tahun 1983 beberapa bank Islam dimasukan pada pasar Sudan, seperti Tadamoun Islamic bank, Sudanese Islamic bank, Albaraka Bank. Sejak 1992 Sudan membangun seluruh sektor pembiayaan dengan menggunakan prinsip Islam dan semua transaksi pembiayaan yang tidak sesuai dengan syariah tidak diperbolehkan.68 Struktur lembaga pada sektor bank telah ditetapkan pada tahun 1990. Aktivitas bank Islam berkembang pesat setelah tahun 1975 sebagai hasil dari booming harga minyak yang membawa modal masuk dalam jumlah yang sangat banyak, oleh karena itu ditambah permintaan dari para investor muslim yang ingin menginvestasi dengan jalan yang tidak bertentangan dengan syariah. Di tahun 1970an institusi pendanaan Islam di fokuskan pada pendanaan perdagangan dan kegiatan sewa. Di tahun 1990an jumlah dana investasi Islam yang baru diluncurkan untuk mengatur banyaknya jumlah fortofolio yang terbagi di perusahaan-perusahaan yang aktivitasnya cocok dengan prinsip Islam dan banyak bank-bank komersil dimulai dengan kegiatan bank Islam. Para banker melaporkan bahwa ada lebih dari 113 bank Islam dan institusi investasi Islam memegang lebih $ 147 miliar dari aset seluruh dunia.69
68 69
Islamic Development Bank, hal.18 Islamic Development Bank, hal. 11
Bank Islam memiliki prospek yang bagus dan diharapkan berkembang lebih lanjut dengan populasi muslim yang diperkirakan sebanyak 1.2 bn dari seluruh dunia dan institusi pendanaan Islam belum cukup diuntungkan dari potensi mereka pada aset yang dihasilkan. Pasar pendanaan Islam masih dibawah pembangunan dan mereka menghadapi tantangan yang serius. Sudan salah satu negara yang membangun sistem pendanaan dengan prinsip Islam, pertama ukuran efisiensi bank Islam di Sudan menggunakan analisis batas cadangan biaya, kedua menyediakan gagasan rekomendasi pembuat kebijakan untuk Sudan dan strategi manajemen bank sebagai kelangsungan hidup menggabungkan bank dan menampilkan bank asing vis-à-vis dengan bank domestik.70 Pada tahun 1990-2000, bank Islam di Sudan belum menciptakan keadaan yang stabil. Meskipun rata-rata efisiensi hampir stabil pada tahun 1990-2000, namun terdapat perbedaan efisiensi yang luas antara bank-bank di Sudan. Bank asing walau kecil jumlahnya, mereka lebih efisien dibandingkan bank negeri dan bank-bank yang bekerja sama dengan asing. Pada saat itu bank Sudan belum siap untuk menghadapi tantangan globalisasi.71 Bank Islam di Sudan memulai fungsinya pada februari 1960, dengan formasi yang bersifat alami. Di ibaratkan bank sebagai seseorang yang juridikal yang telah memilki status mandiri. Sasaran hasil dari BOS adalah:
70 71
Ibid, hal.12 Ibid, hal.10
1. Untuk mengatur pengeluaran mata uang dan koin. 2. Mengatur dan memonitor aktivitas dari sistem perbankan di dalam negeri. 3. Untuk memastikan stabilitas keuangan dalam negeri. 4. Untuk memastikan pengembangan yang seimbang dan sistematis dari ekonomi Sudan. 5. Untuk memperkuat stabilitas mata uang eksternal. 6. Sebagai tindakan bankir kepada pemerintah dan sebagai penasihat dalam masalah keuangan. Oleh karena itu hukum diperlukan untuk menyelesaikan beberapa fungsi berikut: 1. Mengeluarkan uang kertas dan koin dan mengendalikan peredaranya. 2.
Mengatur utang negara internal dan eksternal.
3. Merumuskan dan menerapkan strategi keuangan. 4. Menyelesaikan perencanaan dan riset dalam rangka memudahkan pengembangan yang menyangkut ekonomi. 5. Mengatur volume kredit dalam peredaraanya dalam negeri. Pada saat itu terdapat beberapa hal yang menarik ditemukan muncul di sektor perbankan diantaranya, untuk memperbaiki efisiensi bank Sudan menambahkan pembayaran Capital Ratio mereka yang rendah tetapi tidak selesai dengan menggabungkan dan aktivitas pendapatan saja, bank Sudan memiliki keuntungan dari sistem murabahah dan musyarakah dimana pembiayaan belum sepenuhnya digunakan, bank Sudan sungguh-sungguh mengimplementasikan program untuk
mengembangkan modal untuk mengurangi arus pada level ketidak efesiensian harga.72 Sejak pertengahan 1990 telah ada kemajuan nyata didalam peraturan dan pengawasan bank. BOS telah mulai untuk mengurangi pembatasan keuangan dan sistem bank yang liberal dan bank-bank yang berhubungan pada aktivitas pasar dalam inter- bank. Prinsip-prinsip akunting yang seragam untuk semua lembaga keuangan di Sudan telah diperkenalkan pada 1998. Kunci item pada neraca bank telah dimonitor oleh BOS. Bank menyampaikan informasi yang spesifik kepada BOS setiap hari, mingguan, bulanan, kuartal dan basis tahunan. Finance Ceiling untuk pertanian turun ke 30 persen pada 1998. Sejak 1999 tidak ada keuangan minimum yang diperlukan untuk sektor pertanian, lembaga keuangan bebas untuk mengalokasikan keuangan ke sektor ekonomi yang berbeda tanpa interversi dari BOS. Margin keuntungan atas murabahah yang dikeluarkan oleh BOS merupakan tanda dan bank bebas untuk menetapkan batas keuntungan mereka sendiri. Negara Sudan telah banyak mengalami berubahan yang pesat dalam jangka waktu yang tidak lama, namun pada tahun 2003 dalam sebuah wacana telah menceritakan bahwa tata kota negara tersebut sangat kacau, diantaranya banyak jalanjalan yang hancur, jalan-jalan nya sempit, bangunan-bangunanya tampak tidak terurus dan disisi-sisi jalan banyak tersimpan barang-barang impor yang belum di urus dan
72
Ibid.
lain sebagainya yang dapat merusak pemandangan kota dari negara tersebut. Hal ini terjadi karena adanya konflik Darfur. Namun sejak tahun 2006, suasana negara Sudan berubah drastis. Jalan-jalan luas, pusat pertokoan bertambah, bangunan-bangunan megah menjulang tinggi bagaikan jamur tumbuh dimusim hujan, beberapa mall dan pusat perbelanjaan besar yang dibangun oleh pengusaha Saudi menambah semarak kota Khartoum.
B. Keadaaan Ekonomi Sudan Sebelum dan Setelah Menggunakan Sistem Ekonomi Syariah Sebelum sistem perbankan di Islamisasi, Bank Sentral Sudan (Central Bank Of Sudan-BOS) sangat tergantung pada instrument langsung, yaitu: Interest Rate Controls, Credit Ceiling, Statutory Liquidity Ratio, Bank Rate (rediscount rate). Instrument ini tampaknya sangat efektif pada awalnya, sebab pada waktu itu ekonomi Sudan ditandai dengan sistem keuangan tidak ada persaingan (non- competitive financial) dan pasar modal primer dan sekunder kurang dikembangkan serta adanya kelangkaan modal. Sekalipun begitu, instrument yang demikian itu mengarahkan pada distorsi sumber daya bank, campur tangan pemerintah dengan mekanisme harga, pendistribusian kredit dan kesalahan alokasi dan distrorsi kompetisi dengan pembebanan hambatan manajemen aset bank. Sebagai hasilnya BOS mengambil jalan instrument tidak langsung (indirect instrument) seperti persyaratan cadangan (reserve
requitment) dan (open market operation) oprasi pasar terbuka, (pembelian dan penjualan sekuritas pemerintah). Pada tahun 1984, dan setelah pengenalan hukum syariah di Sudan, bank sentral mengeluarkan aturan bagi semua bank yang beroprasi di Sudan mengikuti prinsip Islam dalam aktivitasnya dan di anjurkan supaya tidak menerima deposito yang berbasis bunga atau mengeluarkan kredit dengan unsur riba. Penting untuk disebutkan disini, bahwa setelah Islamisasi dari sistem perbankan di Sudan, BOS tidak memakai instrumen Treasure Bills dan obligasi yang pada aplikasinya mengacu pada bunga. Sebagai pengganti bunga instrumen ini tegas bahwa BOS
telah mengeluarkan sertifikat keuangan yang sesuai dengan sistem
keuangan Islam. Kebijakan moneter Sudan merupakan masalah yang berkaitan dengan tujuan kebijakan makroekonomi, yang mencakup upaya peningkatan tingkat pertumbuhan GDP dan stabilitas moneter melalui penurunan tingkat inflasi. Pertumbuhan GDP (Gross Domestic Product) dan jasa yang diukur dalam mata uang suatu merupakan nilai dari semua produk akhir, baik barang negara. GDP negara Sudan setelah melakukan Islamisasi yaitu pada tahun 1994 rata-ratanya hampir 7%, didapat dari produk nasionalnya yang mencapai $23.7 miliar, dan produk nasional perkapita sebanyak $870. Rata-rata tingkat inflasi Sudan mencapai 112% dan pengangguran sebayak 30%.Sedangkan pada tahun 2008 GDP Sudan mengalami pertumbuhan sebanyak US$ 36.7, GDP perkapitanya sebanyak US$ 937. Dan jumlah
pengangguran pun berkurang menjadi hanya sebesar 19%, ILO (International Labour Organitation) memasukan masyarakat Sudan yang kehilangan pekerjaanya.73 Agar lebih jelas lagi, dapat dilihat tabel berikut dibawah ini yang merupakan tabel GDP (Gross Domestic Product) Sudan, dari tabel tersebut dapat kita lihat perubahan dari peningkatan dan penurunan pertumbuhan yang terjadi di antara tahun 2007-2008 : Keterangan
2007
2008
Jumlah GDP (US$PPP bn)
83.5
71.9
Jumlah GDP (US$ bn)
29.7
36.7
GDP per kapita
648
973
Gini coefficient
51
51
Harapan hidup
58.6
56.7
Pengangguran
19%
19%
Sumber : www.visionofhumanity.org/gpi/result/Sudan/2007-2008. Angka pertumbuhan ekonomi Sudan pada tahun 2008 yaitu rata-rata 5,1%, sedangkan inflasi rata-rata 9,2%. Mata uang Sudan adalah ‘Sudanese Dinar (SDD)’. US $ 1,- sama dengan 263.306 SDD.74 Untuk lebih lengkapnya data-data tentang pertumbuhan GDP Sudan dari tahun 1980 sampai 2008, terdapat pada lampiran. Dan dari data tersebut semakin lama dari tahun ketahun GDP Sudan semakin meningkat, namun pertumbuhan ekonomi merupakan suatu peristiwa yang tak dapat dipastikan, 73 74
2008.
Ibid, EIU, Global Peace Index. www.chamzawi.wordpress.com, Islam di Sudan, 26 july 2008, di akses pada tanggal 20 okt
semuanya bergantung pada peristiwa dan kondisi didalam negara tersebut, yang pada dasarnya pertumbuhan ekonomi selalu berfluktuasi. Dari data yang terlampir, sebelum Sudan menerapkan hukum Islam pada sistem perekonomiannya GDP Sudan pada tahun 1980 hanya 2.5, dan semakin meningkat sampai tahun 1982, namun pada tahun 1983 terjadi perang karena adanya pemberontak kristen yang dibantu oleh AS dan menyebabkan krisis dinegara ini. Akibatnya GDP Sudan menurun menjadi (-1.51). Namun, pada saat ini pertumbuhan ekonomi Sudan sudah semakin membaik walau terkadang masih mengalami penurunan, tetapi penurunan pertumbuhan ekonomi dari tahun-tahun sebelumnya tidak signifikan dibandingkan sebelum diberlakukanya hukum Islam, pada tahun 1984. Prinsip transaksi syariah yang digunakan oleh Sudan yang dikenal sebagai Government musharakah Certificate (GMCs) dan Central Bank Musharakah Certificate (CMC) sebagai salah satu instrument pengendalian moneter. Berbentuk seperti surat hutang pemerintah dengan prinsip mudharabah, sebagai instrumen untuk mendapatkan dana guna membiayai proyek pembangunan milik pemerintah, instrumen ini setara dengan treasure bills atau surat hutang negara. Berikut adalah tabel posisi (GMCs) pada tahun 2005 yaitu:
Particulars
No. sertifikat
Value(SDD juta)
Posisi sertifikat pada 15/02/2005
2.579.817
128.990.85
Sertifikat yang dikeluarkan
0
0
Sertifikat yang dicairkan
756.670
378.335
Posisi pada 15/02/2005
1.823.147
91.157.35
Sumber : Sudan Financial Services Company Pada pertengahan februari 2005 tingkat inflasi sebesar 5.2%, pada saat itu tingkat inflasi menurun dibandingkan pada pertengahan januari 2004 yaitu sebesar 8.4%. dan pada tahun 2006-2007 tingkat pertumbuhan PDB (Product Domestic Bruto) yaitu lebih dari 10% pertahun dan laju inflasinya pada tahun 2007 yaitu sebesar 5.3%.75 Pada beberapa tahun terakhir, keuntungan dari eksport minyak telah menjadi mesin pendorong pertumbuhan ekonomi Sudan. GDP Sudan pada tahun 2003 mengalami pertumbuhan 6,1 % (wikipedia). Menurut CIA Fact Book pertumbuhan ekonomi Sudan pada tahun 2006 dan 2007 diatas 10 %. GDP per kapita sebesar US $ 2200 (est. 2007). Sedangkan angka inflasinya mencapai 8 % (est. 2007 – CIA Fact Book). Meski angka pertumbuhannya pada beberapa tahun terakhir terhitung fastastis namun angka penganggurannya masih besar (18,7 %) dan sebanyak 40 % penduduknya berada dibawah garis kemiskinan. 76 Artinya pertumbuhan ekonomi itu lebih banyak karena windfall profit dari kenaikan harga minyak. Tinggal selanjutnya keuntungan yang besar itu harus 75 76
www.bankof sudan.org..com, The Economic Brief , di akses pada tanggal 05 Agustus 2008. www.traveldocs.com, Sudan Africa
disalurkan ke sektor riil yang banyak menyerap tenaga kerja. Sudan menikmati pertumbuhan tinggi baru tahun-tahun terakhir ini.77 Dari penjelasan di atas dapat diketahui Sudan mulai banyak mengalami perkembangan dan kemajuan diberbagai bidang, terutama disektor riil yang merupakan salah satu jalan peredaran uang dalam kegiatan ekonominya. Dibawah ini terdapat beberapa nama-nama bank yang berdiri di Sudan dimana sistem yang digunakan sesuai dengan prinsip Islam atau syariah, diantaranya yaitu:
1. Al Baraka Al Sudani, Khartoum. (Dallah Al Baraka Group) 2. Al Shamal Islamic Bank 3. Al Tadamon Islamic Bank, Khartoum 4. Animal Resources Bank 5. El Gharb Islamic Bank (Islamic Bank for Western Sudan) 6. Faisal Islamic Bank of Sudan, Khartoum 7. Islamic Bank of Western Sudan, Khartoum 8. Islamic Co-operative Development Bank, Khartoum
77
Ibid
BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan analisis yang telah penulis kemukakan pada bab sebelumnya maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: 1. Peran perbankan syariah terhadap stabilitas moneter Sudan yaitu melalui beberapa instrument yang diambil BOS (Bank of Sudan) seperti instrument tidak langsung (Indirect Instruments) yaitu persyaratan cadangan (reserve requitment) dan (Open Market Operation) oprasi pasar terbuka, (pembelian dan penjualan sekuritas pemerintah) dan melarang segala bentuk transaksi yang berhubungan dengan riba, karena sebelumnya BOS menggunakan instrument langsung (Interest Rate Controls, Credit Ceiling, Statutory Liquidity Ratio, Bank Rate /rediscount rate), yang mempengaruhi Supply dan Demand, dimana instrumen ini masih tidak sesuai dengan syariah Islam. Dengan diterapkannya hukum Islam, berangsur-angsur kondisi ekonomi Sudan semakin pulih meski diwarnai oleh keadaan negara yang tidak aman akibat terjadinya konflik, hal ini berdampak pada krisis yang melanda negeri itu. Setiap pertumbuhan ekonomi dalam satu negara selalu berfluktuasi, sesuai dengan keadaan negara yang bersangkutan. Dengan dilarangnya sistem riba pada perbankan di Sudan, dan menggantinya dengan sistem syariah, maka sistem ini membatu Sudan meningkatkan pertumbuhan dan menstabilkan ekonominya melalui instrumen-instrumen
yang sesuai dengan syariah. Dengan begitu terciptanya keadilan, melalui pembiayaan dan penyimpanan dana masyarakat dengan sistem Profit And Loss Sharing, semakin banyak masyarakat yang meminjam modal untuk membuka usaha, darinya akan terbukalah kesempatan kerja dan seiring dengan itu, maka pengangguran berkurang, pendapatan nasional dan daya beli masyarakat pun meningkat. 2. keadaan ekonomi Sudan pada saat sebelum dan sesudah diterapkannya sistem ekonomi syariah yaitu memiliki perbandingan yang cukup berbeda, dapat dilihat dari lampiran data yang didapat, bahwa Sudan setelah melakukan Islamisasi yaitu pada tahun 1994 rata-rata nya hampir 7%, didapat dari produk nasionalnya
yang mencapai $23.7 miliar, dan produk nasional perkapita
sebanyak $870. Rata-rata tingkat inflasi Sudan mencapai 112% dan pengangguran sebayak 30%. Pada pertengahan februari 2005 tingkat inflasi sebesar 5.2%, pada saat itu tingkat inflasi menurun dibandingkan pada pertengahan januari 2004 yaitu sebesar 8.4%. Sedangkan pada tahun 2008 GDP Sudan mengalami pertumbuhan sebanyak US$ 36.7, GDP perkapitanya sebanyak US$ 937. Dan jumlah pengangguran pun berkurang menjadi hanya sebesar 19%. Hal ini menunjukan bahwa dari semua indikator pertumbuhan ekonomi suatu negara, pertumbuhan dan stabilitas perekonomian Sudan mengalami kemajuan pesat. Ditandai oleh GDP yang mengalami peningkatan walau jumlah pengangguran masih besar. Artinya pertumbuhan ekonomi itu lebih banyak karena windfall profit dari kenaikan harga minyak. Tinggal
selanjutnya keuntungan yang besar itu harus disalurkan ke sektor riil yang banyak menyerap tenaga kerja. Hal ini pun diharapkan bisa dilakukan oleh Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama muslim, dan merubah sistem konvensional yang condong kepada kapitalis menjadi sebuah sistem yang berlandaskan pada hukum syariah, karna telah terbukti bahwa sistem kapitalis, kini rapuh dan meluluh lantahkan perekonomian negara-negara di dunia saat ini. Dan diharapkan juga menjadi solusi atas krisis yang melanda negara-negara didunia dewasa ini. Karena bank-bank yang menggunakan prinsip syariah telah membuktikan ketangguhannya dalam menahan goncangan krisis global. B. SARAN 1. Perlunya mengembangkan wawasan terhadap pemahaman terhadap dunia syariah di negara- negara Islam seperti Sudan salah satunya yang telah mengkonversi sistem ekonomi nya dari tradisional menjadi syariah. 2. Penambahan literature kepustakaan mengenai perbankan syariah dan moneter kasus Sudan, sebagai bahan perbandingan moneter di Indonesia dan negaranegara Islam lainnya. 3. Perlu diadakan kajian tentang moneter Islam dan ekonomi Islam serta perananya
dan prospek kedepan mengenai stabilitas moneter pada masa
mendatang. Serta keuntungan yang akan diperoleh untuk masyarakat agar terciptanya mashlahah bersama, dan kajian-kajian lainya yang menyangkut tentang keuntungan menerapkan sistem ekonomi Islam.
DAFTAR PUSTAKA Al-Qur’anul Karim Alim, Muhammad. Peran Perbankan Syariah dalam Menggerakan Sektor Ekonomi Rill, Sharing Majalah Ekonomi dan Bisnis Syariah edisi 14 tn II-februari 2008. Anselm Strauss dan Juliet Corbin, Dasar-dasar Penelitian Kualitatif, Penerjemah Muhammad Shodia dan Imam Muttaqin (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), h. 4. Ascarya, Akad dan Produk Perbankan Syariah, PT Raja Grafindo, Jakarta 2007 Coriandri, Agung. Kehebatan Ekonomi syariah. www.google.com,
[email protected] tanggal akses 12 Maret 2008. Euis Amalia, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Pustaka Asatruss Jakarta, Jakarta, 2005. h. 22 Hendri, Davy. Manajemen Utang Pemerintah dalam Persfektif Moneter, www.google.com , www geocities.com. HR, Ridwan, Fiqih Politik Gagasan, Harapan dan Kenyataan, Yogyakarta. FH UII PRESS. Cetakan pertama desember 2007. Hosen, Nibrasul Huda Ibrahim. Maqoshid syariah dalam transaksi ekonomi, selasa 19 februari 2008, tanggal akses 21 september 2008. www.google.com. www.pkesinteraktif.com. http://hdrstats.undp.org/countries/data_sheets/cty_ds_SDN.html,24 2008, “global peace index 2008” EIU “2006”.
agust-us
Islamic Development Bank, Islamis Research And Training Institute, Cost Efficiency In Islamic Banking, the case of sudan. Karim, Adiwarman A. Ekonomi Islam Suatu Kajian Kontemporer, Gema Insani Press , Jakarta 2001 hal: 28
Karim, Adiwarman A. Ekonomi Makro Islam. PT RajaGrafindo, Jakarta edisi kedua, 2007 Muhammad. Kebijakan Moneter dan Fiskal dalam Ekonomi Islam, edisi pertama, Penerbit Salemba Empat, Jakarta 2002. Moalboros, Kebijakan moneter dalam Al-Qur’an dan Hadis,10 Appril 2007,www.google.com, indoforum.org Nando Baskara, ”Mafia” Bisnis Yahudi, Narasi, yogyakarta, 2008. h. 38-39 Putong, Iskandar. Teori Ekonomi Mikro, Kajian Konvensional dan Wacana Syariah. mitra wacana media, edisi pertama 2005 jakarta,www.google.com , www. wikipedia.com Perwataatmadja, Karnaen Anwar dan Tanjung Hendri. Bank Syari’ah Teori, Praktik dan perananya. Jakarta. PT. Senayan Abadi, 2007. Pohan, Aulia. Kerangka Kebijakan Moneter dan Implementasinya di Indonesia. PT. Raja Grafindo Persada, 2008, edisi 1 Jakarta hal-910 Sudarsono, Heri. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, edisi 2 , ekonisia kampus fakultas ekonomi UII yogyakarta. Sakti, Ali. Analisis Teoritis Ekonomi Islam Atas Jawaban Kekacauan Ekonomi Modern, 2007 Suma, Muhammad Amin. Menggali Akar Mengurai Serat Ekonomi Dan Keuangan Islam, kholam publishing, Ciputat, feb 2008, hal: 168-169 Susila, Wayan R dan Suprihatini, Rohayati. Perkembangan Bank Islam. Sabtu, Februari 10, 2007, www.google.com, (http://.ipard.com). Said, Syihabudin, Ma’zumi, Falsafah dan Perilaku Ekonomi Islam, Diadit Media, 2008. www.google.com , Kestabilan Moneter www.google.com , id.wikipedia.org, Sudan, tanggal akses 10 Agustus 2008. www.pesantrenvirtual.com, Agustianto. Maret 2008. www.traveldocs.com, Sudan Africa, diakses pada tanggal 03 November 2008.
www.chamzawi.wordpress.com, Islam di Sudan, 26 July 2008, di akses pada tanggal 20 Oktober 2008. www.bankof sudan.org..com, The Economic Brief , di akses pada tanggal 05 Agustus 2008. www.google.co.id, UU RI Perbankan Syariah. Yusuf, Muhammad dan Wiroso. Bisnis Syariah. Jakarta.Mitra Wacana Media, 2007.