KREDIT PERBANKAN SYARIAH DALAM PUSARAN STABILITAS DAN PERTUMBUHAN EKONOMI Ihda Faiz
Abstract. After world economic become fragile, with frequently crisis hited almost country around the world, many researcher had tried to formulate several banking rules models to preventing crisis, especially in managing it’s stability and credit aspect. There exists a general agreement among economists that strong credit growth has been ”one of the most pervasive developments”. The purpose of this paper are to investigate islamic credit resistant of islamic banks during global financial crisis in Indonesia and some aspects that influenced it. The results of this study show that islamic banking stability were influenced significantly by amount of islamic financing, assets, banking share and exchange rate. In the other side, conventional banks were just influenced by Loan to asset and income diversity. These finding show to us the empirical evidence how islamic banking and islamic economics systems can reducing the effect of global financial crisis significantly to domestic society. We next confirm the results of VAR test in explorating islamic credit to GDP and find that islamic credit significant affecting economic growth positively. After all, this research show to us how islamic economic have a set formulation to constructing economic stability dan growth.
Keywords: syariah credit, stability, economic growth
1
PENDAHULUAN Keterkaitan antara pertumbuhan ekonomi dan perkembangan pasar kredit telah cukup lama menjadi konsen berbagai pihak dalam banyak penelitian. Dalam menjalankan salah satu fungsinya sebagai lembaga intermediasi, perbankan memiliki peranan vital dalam mengatur dan mempengaruhi lancar atau tidaknya penyaluran kredit dari pihak deposan yang kelebihan dana ke sektor riil yang membutuhkan dana. Banyak hal yang dapat dicermati dalam rangkaian prosesi ini, mulai dari model paket pemberian kredit yang diberikan, sasaran utama pihak yang dituju, besaran alokasi dana yang dikucurkan, penanganan dan pengeolalaan resiko kredit yang dhadapi, keterkaitan dengan strategi bisnis korporat dalam komposisi portofolio capital management, hingga aspek makro seperti kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi, pengurangan terhadap pengangguran, kemiskinan dan seterusnya. Kesemuanya itu merupakan aspek yang saling terkait (linkages) dalam upaya pencapaian perekonomian yang stabil dan progresif. Pelakuan terhadap kredit juga perlu penanganan yang cukup spesial dan hati-hati (prudent). Ibarat pisau, kredit dapat menjadi pemicu (trigger) pertumbuhan ekonomi atau bahkan menjadi penyebab keterpurukan yang lebih dalam. Dalam kondisi normal kredit dapat mendorong pertumbuhan, bahkan ”overshooting” kredit perbankan mampu menjadi penyesuai keseimbangan perekonomian. Tetapi dalam kondisi krisi, kredit justru akan menciptakan kerapuhan dan memperparah ekonomi suatu negara (Zdzienicka, 2009). Kasus krisis keuangan global akibat subprime mortgage tahun lalu serta krisis Yunani belum lama ini bisa menjadi contoh. Dalam level institusi, tingkat kesehatan dan rating perbankan juga akan sangat ditentukan oleh seberapa baik pengelolaan resiko kredit yang ditangani. Kondisi tersebut tentu saja perlu penanganan ekstra ketat utamanya oleh pihak regulator dan Bank Sentral dalam monitoring kredit perbankan. Lebih luas lagi, kualitas kredit yang diberikan juga turut pula menentukan perbaikan kesejahteraan masyarakat dan jalannya berbagai program sosial welfare oleh pemerintah. Mengingat pentingnya hal ini, tahun ini Bank Indonesia telah mengeluarkan kebijakan untuk mendorong penyaluran kredit yang cukup besar bagi perbankan. Bagi bank yang tidak mematuhi aturan dalam rasio penyaluran kredit (loan to deposit ratio) akan dikenakan penalti oleh pemerintah. Belajar dari pengalaman tahun lalu saat terjadi
2
krisis keuangan global, salah satu negara yang mencatatkan pertumbuhan positif di dunia adalah Indonesia. Sebab ketahanan Indonesia terhadap hantaman krisis global tersebut diantaranya karena aspek kemandirian negara sehingga negeri ini aman dari efek tertular (contagion effect) krisis keuangan yang dialami bangsa lain. Di tengah laju globalisasi perekonomian, kemandirian merupakan benteng pertahanan diri dari guncangan (shock) kelesuan ekonomi global. Salah satu sektor yang cukup deras arus liberalisasinya adalah sektor keuangan. Dalam perkembangannya, negara berkembang (emerging markets) seperti Indonesia seringkali hanya dijadikan tempat mengambil peruntungan (capital flight) oleh investor dunia melalui instrumen financial market. Meski di satu sisi liberalisasi sektor keuangan membawa beberapa kemudahan dalam penghimpunan modal untuk investasi, efek sampingnya adalah ketergantungan dan kerapuhan ekonomi. Untuk itu perlu kiranya dibuat seperangkat sistem pertahanan diri dan kemandirian ekonomi dengan mengembangkan (memperluas) kemampuan domestik. Hal ini dapat dilakukan dengan merancang regulasi yang mengharuskan perbankan menyalurkan kreditnya dengan porsi yang ditentukan. Kebijakan ini juga dapat mengurangi perbankan yang terlalu pelit menyalurkan kredit dan kecenderungan ketergantungan bank yang lebih suka menaruh dananya pada instrumen yang lebih aman dan pasti, seperti SBI atau penempatan pada pasar keuangan. Dana idle tersebut tentu saja tidak berdampak pada sektor riil dan membebani keuangan negara. Sudah saatnya perbankan mulai ’membumi’ dengan turut pula mendorong pertumbuhan sektor riil melalui penyaluran kredit yang berkualitas dan tepat sasaran. Kebijakan BI pada tahun ini ternyata cukup mampu mendorong keseriusan perbankan dalam menyalurkan kredit. Hanya saja perlu dibuat ketentuan teknis untuk mengawal jalannya kredit tersebut sehingga bank tidak sekedar menghindari penalti dan asal menyalurkan kredit. Besaran, mekanisme, jenis, alokasi/prioritas, monitoring dan evaluasi penyaluran kredit menjadi hal penting yang perlu diperhatikan. Pada perkembangannya kredit yang diberikan cukup berkualitas. Terbukti BI mencatat pada Januari hingga Agustus 2010 kredit modal kerja yang diberikan mencapai Rp. 813,4 T atau tumbuh 15,7 persen. Sementara kredit konsumsi tercatat sebesar Rp. 501,2 T atau tumbuh 14,7 persen. Porsi kredit modal mencapai 49,6 persen, kredit konsumsi menyumbang 30,6 persen dan kredit investasi 19,9 persen dari total kredit sebesar Rp 1.640,4 T (Koran Tempo, 12/10/2010). Harapannya besaran kredit modal kerja tersebut
3
dapat dikelola perbankan dengan baik sehingga mampu mendorong laju pertumbuhan ekonomi secara simultan.
TINJAUAN PUSTAKA Pengertian definitif tentang stabilitas ekonomi belum penulis temukan secara eksplisit. Hanya saja beberapa pakar ekonomi menyebutkan rangkaian indikator yang mempengaruhi
kondisi
stabilitas.
Boumediene
dan
Caby
(2010)
mencoba
mendefinisikan instabilitas sebagai periode dimana pelaku ekonomi menjadi subyek krisis yang terkena dampak dari ketidakpastian perekonomian. Stabilitas keuangan juga dapat didefinisikan sebagai situasi dimana sistem keuangan mampu (1) mengalokasikan sumber daya ekonomi kepada tiap pelaku usaha dalam jangka waktu tertentu, (2) mengelola dan menghimpun resiko keuangan serta (3) dapat meredam gejolak (shock). Pengertian stabilitas juga berhubungan dengan volatilitas sebagaimana Aghion et al (2005). Dengan ini Aghion et al (2005) meneliti tentang dampak volatilitas kredit dan investasi terhadap pertumbuhan di berbagai belahan dunia. Hasil penelitian tersebut menunjukkan
bahwa
volatilitas
kredit
sangat
berpengaruh
terhadap
tingkat
pertumbuhan, utamanya akibat akumulasi tingkat volatilitas terhadap resiko tingkat likuiditas yang sangat ekstrem (idiocyncratic liquidity risk). Dampak lain dari volatilitas ini kemudian akan mengurangi tingkat investasi jangka panjang dan pengetatan pemberian kredit sehingga berakibat penurunan pertumbuhan. Hasil serupa juga ditemukan pada dengan negara yang pasar finansialnya kurang begitu berkembang. Terdapat hubungan negatif antara volatilitas dan pertumbuhan, bahkan hubungan yang tercipta sangat ekstrem sehingga terjadi kondisi sensitif. Lebih khusus terkait dengan perbankan, Čihák dan Hesse (2008) meneliti tentang perbedaan stabilitas perbankan syariah dan konvensional dari 20 sistem perbankan (negara) selama tahun 1993-2004. Penelitian ini menyimpulkan tiga temuan yaitu pertama, bank islam kecil (aset kurang dari US$ 1 milyar) cenderung lebih kuat secara financial dibanding bank komersial kecil. Kedua, bank komersial besar cenderung lebih kuat finansialnya dibanding bank islam besar. Ketiga, bank islam kecil cenderung lebih kuat financialnya dibanding bank komersial besar. Kekuatan financial disini mencerminkan stabilitas keuangan yang dimiliki bank tersebut. Selain itu penelitian ini
4
juga menunjukkan bahwa market share dari bank islam tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap kekuatan financial bank yang lain. Setelah itu, muncul Boumediene dan Caby (2010) yang melakukan penelitian tentang perbankan syariah dengan isu yang sama (stabilitas). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa return bank konvensional lebih tinggi volatilitasnya saat terjadi krisis dibanding bank syariah. Perbankan syariah pada awalnya menunjukkan volatilitas yang rendah (stabil) tetapi cenderung naik saat terjadi krisis melalui mekanisme moderate extent. Melalui pendekatan metode Generailzed Autoregressive Conditional Heteroskedasticity (GARCH) penelitian ini memperkuat hipotesis bahwa bank islam cenderung lebih tahan (immune) terhadap gejolak krisis subprime mortgage serta menunjukkan bahwa bank islam bukanlah subyek spekulasi yang mengakibatkan krisis sebagaimana bank konvensional. Aspek lebih luas dari bukti bahwa sistem perekonomian islam (termasuk perbankan syariah) ditunjukkan oleh Ascarya (2009). Dalam penelitian tersebut menunjukkan hasil bahwa sebab utama krisis keuangan global tahun lalu di Indonesia adalah karena faktor suku bunga (45,2%), nilai tukar mata uang (18,6%) dan excess money supply karena penggunaan uang kertas (2,8%). Sedangkan jika ditilik dari penggunaan sistem perekonomian perspektif islam kemungkinan terjadi krisis akan sangat kecil. Hal ini ditunjukkan oleh kecilnya porsi pola sistem ekonomi islam dalam krisis keuangan global kemarin (PLS 2,5%, persediaan just money 0,7% dan mata uang global tunggal 0,2%). Temuan ini tentu saja semakin memperkuat pembuktian keunggulan sistem perekonomian di bawah tatanan islam. Isu upaya pencapaian stabilitas perbankan kemudian berlanjut pada aspek lebih detail tentang sebab dan kondisi yang melatarbelakangi pencapaian stabilitas tersebut. Misalkan Klapper dan Ariss (2008) menemukan terdapat keterkaitan antara kompetisi antarbank dengan stabilitas keuangan. Dua pendekatan yang digunakan untuk melacak keterkaitan ini yaitu ‘competition-fragility’ dan ‘competition-stability’. Penelitian ini menghasilkan temuan yang mendukung konsep tradisional ‘competition-fragility’ bahwa bank dengan penguasaan pasar kuat kurang mengungkapkan resiko yang dimiliki. Penelitian serupa dilakukan oleh Deltuvaitè (2010) menunjukkan bahwa krisis perbankan lebih mudah menyerang negara dengan sistem perbankan yang kurang terkonsentrasi dan terjadi inflasi tinggi. Kondisi ini berkebalikan dengan negara dengan
5
GNI perkapita tinggi, perkembangan perbankan yang baik serta efisiensi dan profitabilitas sektor perbankan. Kesimpulan ini mendukung hipotesis bahwa tingkat konsentrasi bank yang tinggi akan menjadikan bank stabil. Temuan lain juga menunjukkan ongkos fiskal dalam restrukturisasi perbankan akibat krisis akan lebih mahal dan berdampak pada penurunan kesejahteraan secara luas pada negara dengan konsentrasi perbankan yang rendah. Sedangkan konsentrasi perbankan akan sangat menentukan stabilitas sektor ini. Berbagai variabilitas hasil penelitian ini menunjukkan betapa gairah para pakar ekonomi untuk mencari sebab dan upaya pencapaian stabilitas perbankan untuk mendukung kondisi perekonomian yang sehat (economic soundness) utamanya pertumbuhan ekonomi. Sedang penelitian yang mengupas masalah kredit dan pertumbuhan telah dilakukan misalnya oleh Vazakidis dan Adamopoulos (2009) serta Haiss dan Kichler (2009). Kedua penelitian tersebut menunjukkan keterkaitan antara kredit dan pertumbuhan ekonomi. Hanya saja dengan model penelitian dan obyek yang berbeda keduanya menunjukkan hasil yang tidak seragam (inkonsisten).
METODE PENELITIAN Penelitian ini dibagi menjadi dua bagian dengan topik pengamatan yang sama. Bagian pertama meneliti komparasi aspek stabilitas perbankan syariah dan perbankan konvensional yang ada di Indonesia. Sesuai dengan uraian sebelumnya identifikasi komparasi ini perlu untuk menentukan preferensi jenis perbankan yang stabil menghadapi terpaan krisis beserta faktor yang mempengaruhinya. Sedang bagian kedua menganalisa bagaimana kredit perbankan syariah mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Dua bagian tersebut merupakan rangkaian yang saling terkait untuk mencari pola dan konsistensi antara stabilitas perbankan yang tercipta dengan model pembiayaan dalam upaya mendorong perekonomian. Bank yang stabil seharusnya memiliki produk (salah satunya kredit) yang berkualitas, utamanya mampu menggerakkan perekonomian sebagai capital business iron stock. A. Deskripsi Data dan Variabel Data yang digunakan diperoleh dari publikasi Statistik Perbankan Indonesia dan Statistik Perbankan Syariah dari Bank Indonesia serta beberapa data makroekonomi yang berasal dari Badan Pusat Statistik (BPS). Laporan dari BI dianggap telah
6
mengakomodir seluruh perbankan (baik syariah ataupun konvensional). Hanya saja dalam perjalanannya terdapat data yang tidak lengkap terkait dua obyek penelitian ini (utamanya perbankan syariah). Karena keterbatasan data tersebut penulis mengambil periodesasi yang berbeda dalam mendesain penelitian ini. Pengamatan terkait aspek komparasi stabilitas dua jenis perbankan mengambil setting rentang November 2006 hingga April 2010 (bulanan). Sedang pengamatan terkait pengaruh kredit syariah terhadap pertumbuhan periode dari tahun 2003.I hingga 2010.I dengan data yang berperiode kuartalan. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini mencakup beberapa komponen yang dianggap mewakili indikator makroekonomi dan representasi internal dalam penyaluran kredit. Untuk pengujian stabilitas perbankan akan digunakan beberapa variabel diantaranya (mikro) : Loan/Aset Ratio (LTR), Cost to Income Ratio (CIR), besarnya aset (Aset), Income Diversity (ID) dan Bank Sharing (BS). Income diversity (ID) dapat dihitung dengan rumus
, sedang untuk
perbankan syariah net interest income dihitung dari arus masuk pendapatan yang terkait langsung dengan sistem bagi hasil (PLS). Bank Sharing (BS) merupakan porsi jenis bank terhadap struktur perbankan secara keseluruhan. Dari sisi variabel makro digunakan variabel nilai tukar, inflasi dan pertumbuhan GDP. Untuk pengujian kedua digunakan variabel besaran kredit yang diberikan yaitu LOAN untuk bank konvensional dan FIN untuk pendanaan yang diberikan bank syariah serta GDP untuk mengukur laju pertumbuhan ekonomi. B. Model Penelitian Pengujian dan pembahasan dalam penelitian ini dibagi menjadi dua bagian metode yaitu regresi berganda (Ordinary Least Square/OLS) dan Vector Auto Regression (VAR). Bagian pertama akan menguraikan aspek stabilitas menggunakan regresi berganda. Alat analisis yang digunakan untuk mengukur stabilitas perbankan dalam penelitian ini adalah Z Score. Alat uji ini pertama kali diperkenalkan oleh Professor Edward I. Altman di tahun 1968 untuk menguji prediksi kebangkrutan perusahaan. ZScore dibangun atas 7 pilar berdasar pada 6 basis nilai akuntansi dan satu nilai pasar (Miller, 2009b). Model prediksi kebangkrutan Z-Score tersebut kemudian mengalami beberapa variasi penambahan variabel sesuai tujuan dan desain penelitian yang banyak digunakan 7
oleh berbagai kalangan. Jika pada awalnya digunakan terhadap obyek perusahaan manufaktur, Z score juga telah digunakan di kalangan industri perbankan. Alasannya adalah obyektivitas pengukurannya terhadap kinerja lintas sektoral perusahan terutama variabilitas ragam aspek pengukuran, dalam industri keuangan lebih berfokus pada aspek insolvabilitas. Z score juga mampu mengkover keberagaman strategi pengambilan resiko. Dengan alasan inilah Čihák dan Hesse (2008) menggunakan model Z Score untuk melihat faktor pemengaruh stabilitas bank dan keuangan islam (lampiran). Z Score dapat dihitung dengan rumusan Z = (k + µ)/σ dimana k merupakan persentase kapital dan pencadangannya terhadap aset, sedangkan µ adalah persentase rata-rata return terhadap aset dan σ merupakan standar deviasi dari Return on Assets sebagai proksi volatilitas return. Z Score juga digunakan oleh Deltuvaitè (2010) dalam penelitiannya mengenai hubungan antara konsentrasi dan stabilitas sistem perbankan dari 160 negara di dunia dari tahun 1987 sampai 2007. Hanya saja dalam penelitian tersebut Deltuvaitè (2010) melakukan treatment dalam pemodelannya sehingga mampu meng-capture respon stabilitas terhadap variabel makroekonomi dan variabel level institusi (efisiensi dan profitabilitas). Berangkat dari sini dapat diperoleh extendabilitas penggunaan model Z score sebagai alat ukur stabilitas perbankan baik terhadap isu mikro maupun makro. Karenanya penelitian ini merujuk pada pemodelan yang digunakan di atas dengan beberapa adaptasi variabel penjelas yang disesuaikan dengan ketersediaan data yang ada dan obyek penelitian. Dua pendekatan pemodelan akan digunakan dalam penelitian ini yaitu uji terpisah bank syariah dan konvensional serta uji serentak kedua jenis perbankan terhadap beberapa variabel penjelas. Hal ini dilakukan untuk melihat perbedaan respon pemodelan atas karakteristik masing-masing jenis bank. Model pertama akan menggunakan persamaan : Dimana, : variabel makroekonomi negara (Inflasi, nilai tukar dan pertumbuhan PDB) : variabel struktur dan perkembangan perbankan (rasio efisiensi, rasio kredit bank, besaran aset, income diversity, banking share) : standard error
8
Sedangkan untuk persamaan atas uji serentak menggunakan model sebagai berikut:
Dimana, : variabel dummy, 1 untuk bank syariah dan 0 untuk yang lain : interaksi antara variabel struktur perbankan dan variabel dummy. Bagian kedua akan menguraikan peranan kredit syariah dalam pertumbuhan ekonomi menggunakan VAR. Vector Auto Regression (VAR) adalah persamaan n -dengan variabel endogen n-, dimana setiap variabel dijelaskan oleh lag-nya sendiri, serta nilai sekarang dan nilai dulu dari variabel endogen lainnya dalam model. Model VAR banyak digunakan karena mampu meng-capture hubungan dinamis antar variabelvariabel pengamatan yang tidak terbatas pada suatu waktu sama tetapi terus berlanjut sepanjang waktu. Model ini juga bersifat dinamis dan simultan sehingga kita dapat menganalisa efek yang terjadi pada variabel endogen karena adanya shock variabel endogen lain dari waktu ke waktu. Mekanisme secamam ini dapat ditelusuri melalui analisa impulse response function (IRF) yang memungkinkan peneliti untuk menganalisa hubungan berantai yang terjadi antarvariabel. VAR dianggap sebagai deret waktu multivariat yang memperlakukan semua variabel secara endogen karena tidak ada keyakinana bahwa variabel memang benar eksogen sehingga memungkinkan bagi kita untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi (Ascarya, 2008). Metode ini dapat menghindarkan dari bias parameter karena mengesampingkan variabel yang relevan serta bebas dari batasan berbagai teori ekonomi yang sering muncul (Gujarati, 2003). Jika memang terjadi simultanitas murni antar himpunan variabel, semuanya harus diperlakukan dengan setara dan tidak boleh ada perbedaan apriori apapun antara variabel endogen dan eksogen (Sims, 1980). Model matematis VAR dapat digambarkan sebagai berikut :
Dimana
adalah vektor variabel endogen dengan dimensi (n x 1),
variabel eksogen termasuk konstanta (intercept) dan trend, dengan dimensi (n x n) dan
adalah vektor
adalah matriks koefisien
adalah vektor residual. Sedangkan untuk model VAR
9
dengan sistem primitif bivariat orde pertama sederhana sebagaimana dirumuskan oleh Enders (2004) dalam Ascarya (2008) adalah sebagai berikut:
Model di atas diasumsikan baik
maupun
noise disturbance dengan deviasi standar
adalah statis,
dan
dan
dan
dan
adalah white
adalah white noise
disturbance yang tidak berkorelasi. Dalam model bivariat sederhana dipengaruhi oleh
sekarang dan dulu, sementara
dipengaruhi oleh
dan
sekarang dan
dulu. VAR memberikan empat alat analisis yaitu peramalan (forecasting), impulse response function (IRF), forecast error variance decomposition (FEVD) dan uji kausalitas Granger. Layaknya pemodelan ekonometri lainnya, VAR juga harus melalui serangkaian proses spesifikasi dan identifikasi model. Spesifikasi model meliputi pemilihan variabel dan panjang lag yang akan digunakan dalam model. Sedangkan identifikasi model digunakan untuk mengidentifikasi persamaan sebelum dapat digunakan sebagai perkiraan. Beberapa pengujian yang dilakukan antara lain. a) Uji Stasioneritas Asumsi utama yang melandasi pemodelan VAR adalah data stasioner. Suatu pengujian deret waktu (time series) dikatakan stasioner apabila data tersebut memiliki rerata (mean), variance (varians) dan autocovariance yang sama pada setiap titik dimanapun dilakukan analisa data pada periode tersebut (time invariant). Dengan demikian data akan berfluktuasi di sekitar rata-ratanya dan cenderung kembali ke arah rata-ratanya (mean reversion). Jika data tidak memenuhi kriteria ini maka pengujian akan menghasilkan spurrious regression (regresi lancung) yang menyesatkan. Deret waktu yang tidak stasioner berarti data tersebut memiliki time varying mean atau time varying variance atau kedua-duanya. Meskipun demikian uji ini sebenarnya merupakan analisis pelengkap VAR karena tujuan dari analisis ini adalah untuk melihat adanya hubungan timbal balik antar variabel-variabel yang diamati dan bukan tes data. Hanya saja bila data yang diamati stasioner maka hal itu akan meningkatkan akurasi dan analisis VAR (Hadi, 2003). Terlebih dalam kaitannya dengan proses peramalan, data yang digunakan disyaratkan telah stasioner.
10
Ada beberapa metode pengujian VAR diantaranya adalah uji akar unit (unit root tests). Metode yang digunakan dalam pengujian unit akar ini adalah uji Augmented Dickey-Fuller (ADF) dan uji Phillips-Perron (PP). Sedangkan nilai kritisnya digunakan kriteria nilai kritis yang diungkapkan oleh MacKinnon. Jika nilai t-ADF atau t-PP lebih dari nilai kritis yang dipersyaratkan maka data itu statis atau tidak memiliki akar unit. Jika data terkointegrasi maka digunakan metode Vector Error Correction Model (VECM) untuk mengatasi kelemahan VAR pada perbedaan awal sehingga dapat diperoleh gambaran hasil hubungan jangka panjang antar variabel. b) Pemilihan Lag Optimal Permasalahan utama dalam data time series adalah adanya autokorelasi. Untuk mengatasi permasalahan ini maka harus digunakan panjang lag optimal yang diperoleh dari pengujian panjang lag optimal. Dalam penelitian ini penentuan panjang lag optimal didasarkan pada lag terpendek menurut Schwarz Information Criterion (SC). Menurut Gujarati (2003) SC memberikan timbangan yang lebih baik daripada AIC karena SC memberi timbangan lebih besar dan penalti lebih terhadap penambahan variabel. c) Uji Kointegrasi Jika variabel dalam tahap dasar (level) tidak stasioner maka data tersebut harus memenuhi kriteria proses integrasi untuk mendapatkan hubungan jangka panjang. Beberapa kalangan menolak proses stasionerisasi (misal dengan metode differencing dan detrending) karena akan mengurangi bahkan menghilangkan informasi tentang pergerakan data dari variabel model. Namun ditinjau dari segi peramalan model VAR pada first differences akan lebih akurat dibanding VAR dalam levels. Bila terdapat kointegrasi pada variabel maka penggunaan VAR dalam 1st difference akan mengakibatkan misspesifikasi (Prima, 2004). HASIL DAN PEMBAHASAN A. REGRESI
Hasil penelitian secara regresi tertuang dalam tabel 2 dan 3. Dari gambaran tabel 2 didapatkan bahwa variabel kredit berpengaruh signifikan terhadap terbentuknya stabilitas, tetapi dengan arah pengaruh yang berbeda, pada bank islam berpengaruh secara positif sedang di bank konvensional berpengaruh negatif. Keberhasilan penyaluran kredit (dengan menjaga keseimbangan rasio kredit dan besaran NPL) merupakan faktor pendorong bergeraknya perekonomian yang bertumpu pada sektor 11
riil. Telah banyak penelitian yang membuktikan daya tahan (resistensi) sektor riil terhadap guncangan krisis dan penciptaan stabilitas perekonomian. Misalkan Glaeser, Kerr dan Ponzetto (2009) yang menemukan bahwa para wira usahawanlah sejatinya yang tahan terhadap guncangan krisis dan menyerap banyak tenaga kerja dibanding korporasi besar. Pembuktian atas hipotesis temuan tersebut juga telah dilakukan dalam negeri (Christmas, 2009). Hanya saja ternyata banyak sekali ketidakberpihakan industri perbankan pada sektor UMKM ini utamanya dalam hal akses dan kemudahan pendanaan. Aspek efisiensi ternyata tidak berpengaruh terhadap stabilitas kedua perbankan, seperti ditunjukkan dalam Cost-Income Ratio. Hasil ini berlawanan dengan temuan Čihák dan Hesse (2008) atas pengamatan pada perbankan berukuran kecil. Kondisi ini mungkin disebabkan karena desain penelitian yang tidak membedakan ukuran perbankan. Dari segi efisiensi telah banyak penelitian yang menunjukkan bahwa kinerja bank syariah telah banyak mengalami peningkatan menuju perbaikan (seperti : Ascrya, Yumanita dan Rokhimah, 2008 dan Novarini, 2008 dll). Berbagai rumusan pun telah diteliti untuk menghasilkan sistem ideal bagi efisiensi bank syariah, termasuk hasil penelitian Ismal (2008) tentang komposisi alokasi pembiayaan syariah mulai dari murabahah, mudharabah, musharakah dan istishna. Ditinjau dari segi ukuran aset, penelitian ini memperlihatkan peran yang signifikan dan positif pada bank syariah tetapi kondisi ini berkebalikan dengan bank konvensional. Hal ini mengindikasikan bank syariah lebih bisa mengendalikan stabilitas seiring meningkatnya aset yang dimiliki dibandingkan bank konvensional yang justru berpengaruh negatif. Temuan ini berbeda dengan hasil penelitian Čihák dan Hesse (2008) yang justru menemukan terjadinya instabilitas pada perbankan syariah dengan aset besar. Tetapi jika dikaitkan dengan aset yang masih kecil, temuan ini justru mendukung temuan Čihák dan Hesse (2008) lain yang menunjukkan stabilitas bank syariah berukuran kecil. Hal ini dapat dijelaskan bahwa perbankan syariah yang merupakan infant industry masih mencari bentuk ideal dalam segi efisiensi dan stabilitas, utamanya ketika telah mulai mengelola aset besar karena kepercayaan pasar. Satu sisi bank syariah mempunyai keunggullan konsep dan kontribusi positif bagi perekonomian nasional tetapi di sisi lain bank syariah masih terkendala pada rumusan
12
teknis pengelolaan dan utamanya keterbatasan pemenuhan SDM yang merupakan aspek penting dari industri jasa. Aspek income diversity pada bank konvensional membawa pengaruh positif yang cukup kuat dalam pembentukan stabilitas tetapi tidak signifikan pada bank syariah . Dari statistik deskriptif (tabel 1) terlihat bank konvensional memiliki rata-rata income diversity dan varian yang tinggi dibanding bank syariah. Hal ini menunjukkan dari segi inovasi produk dan diversifikasi pendapatan bank konvensional lebih beraneka ragam dibanding bank syariah. Dengan melejitnya sektor financial bank konvensional dapat men-share resikonya dengan melakukan diversifikasi pendapatan pada berbagai instrumen yang memungkinkan. Dengan ini diharapkan volatilitas pendapatan (return) dan resiko dapat dikendalikan sehingga terwujud stabilitas. Kendala minimnya income diversity pada bank syariah dapat dijelaskan pada pola pembuatan kebijakan dan produk yang harus tunduk pada rule of shara’ law. Inovasi produk dan strategi pengelolaan pendanaan pada bank syariah harus melalui keran filter label ‘halal’ sebelum dapat dieksekusi oleh manajemen. Bank syariah memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang bertugas menjaga berjalannya institusi on the track sesuai ketentuan syariat, disamping pula memiliki kelengkapan organisasi sebagaimana bank konvensional. Dalam kasus perbankan syariah di Indonesia, Dewan Syariah Nasional negeri ini dikenal cukup rigid dan prudent dalam menscreening produk bank syariah sehingga terasa kurang inovatif dan ekspansif dibandingkan negara tetangga Malaysia. Aspek banking share berpengaruh negatif terhadap kestabilan bank syariah dan tidak signifikan terhadap bank konvensional. Artinya apabila share bank syariah dalam konstruksi perbankan nasional meningkat, terjadi kecenderungan ketidakstabilan (instabilitas). Jika kita kaitkan dengan variabel aset sebelumnya tampaknya kedua aspek tersebut terasa saling berkebalikan. Namun jika kita konfirmasikan dengan penelitian Čihák dan Hesse (2008) fenomena tersebut justru semakin memperkuat dugaan bahwa bank syariah belum cukup resources untuk mengelola pendanaan yang besar. Nilai tukar berpengaruh negatif pada bank syariah tetapi tidak signifikan pada bank konvensional. Sebagaimana temuan Ascarya (2009) yang menunjukkan besarnya peran nilai tukar pada kontribusi penciptaan krisis, temuan dalam penelitian ini semakin mendukung nature bank syariah yang menolak segala bentuk maysir (gambling) dalam
13
pertukaran mata uang. Selain itu, banyak ‘ulama yang menjelaskan kebatilan penggunaan standar mata uang kertas (fiat money) saat ini yang didalamnya terkandung riba dan tidak sesuai ketentuan syara’ (An-Nabhani, 1990). Dalam islam mata uang yang digunakan berbasiskan standar emas yaitu dinar dan dirham yang telah terbukti kestabilannya selama berabad-abad (Yusanto dan Yusuf, 2009 dan Ascarya, 2009). Sedang tabel 3 menunjukkan respon bersama-sama bank syariah dan konvensional terhadap stabilitas serentak. Beberapa variabel yang berpengaruh signifikan terhadap stabilitas perbankan diantaranya besaran kredit, efisiensi, aset, income diversity dan pertumbuhan PDB. Dengan market share bank syariah yang kurang dari 3% dalam pengujian ini hasilnya tampak mengikuti trend perbankan konvensional. B. VAR
Semua variabel penting yang terlibat dalam pembahasan teori sebelumnya akan diuji stasioneritasnya. Berdasakan tabel 4 dapat kita lihat hanya variabel kredit oleh perbankan syariah stasioner dalam tahap level, sedang yang lain stasioner dalam tahap perbedaan awal (first difference). Dalam hubungan antara pendanaan (kredit) dengan pertumbuhan ekonomi masih terdapat beberapa pendapat yang berbeda. Apakah kredit mempengaruhi pertumbuhan atau sebaliknya. Berdasarkan hasil penelitian Vazakidis dan Adamopoulos (2009) menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi mempengaruhi besaran kredit yang diberikan. Tetapi Haiss dan Kichler (2009) menunjukkan bahwa kredit dan leasing berpengaruh secara positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Untuk memastikan hubungan kedua variabel dalam penelitian ini maka dilakukan uji kausalitas Granger. Hasil pengujian menunjukkan (tabel 5a dan 5b) bahwa kredit syariah berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi, sedang kredit bank konvensional justru sebaliknya. Temuan ini didukung oleh serial regresi sebelumnya (tabel 3) yang menunjukkan arah pengaruh pertumbuhan PDB yang negatif terhadap stabilitas perbankan secara umum. Targetan pertumbuhan PDB justru membawa Untuk menghindari permasalahan autokorelasi dalam time series maka digunakan panjang lag optimal yang diperoleh dari pengujian panjang lag optimal. Berdasarkan pengujian panjang lag optimal menurut kriteria Schwarz Information Criterion (SC) dalam tabel 6 didapatkan panjang lag optimal perbankan syariah berada pada lag 2. Dalam pengujian Stasioneritas Johansen terhadap kredit syariah (tabel 7) menunjukkan terdapat dua persamaan kointegrasi pada nilai kritis yang ditentukan. Uji kointegrasi
14
dapat juga dilakukan dengan melakukan regresi berganda variabel dependen dengan residual variabel yang belum stasioner tingkat level. Dengan metode inipun menunjukkan hasil yang serupa. Sesuai dengan penelitian sebelumnya menggunakan regresi, besaran variabel kredit syariah ternyata berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Melihat hasil pengujian IRF menunjukkan bahwa perilaku kredit syariah sesuai rumusan teori atau formulasi ekonom islam. Model skim pembiayaan syariah dirancang untuk mengakomodir rasa keadilan serta medorong pertumbuhan. Kredit syariah memberikan shock tertinggi pada periode ke dua dengan nilai puncak 22848,71. Guncangan tersebut berpengaruh dalam jangka panjang dan mulai stabil pada periode 22. Dengan ini secara prediktif pola pembiayaan syariah terlihat cukup prospektif menggerakkan laju perekonomian. Pengaruh positif dalam temuan ini semakin membuktikan peran penting bank syariah dalam penyaluran kredit merupakan solusi jangka panjang penciptaan stabilitas ekonomi melalui akses dunia usaha. Berbeda kodisinya dengan perbankan konvensional yang lebih banyak terlenakan dengan derasnya liberalisasi sektor financial sehingga mengakibatkan manajemen bank lebih bersifat pragmatis yaitu profit minded (sebagaimana temuan Wagner, 2010) meskipun likuiditas cenderung naik. Kalau hanya sekedar mengejar rentabilitas, likuiditas dan mengontrol resiko bank konvensional dapat menyalurkan aset yang dimiliki ke berbagai instrumen investasi yang semakin beragam. Hanya saja banyak instrumen financial market tersebut yang hanya bersifat jangka pendek dan cenderung rapuh dan labil. Efek samping dari kondisi tersebut justru akan meningkatkan resiko lain yaitu kemungkinan default (Wagner, 2010). Berangkat dari temuan ini tampaknya semakin terbukti bagimana pengelolaan kredit yang benar sangat menentukan keberhasilan pembangunan dan penciptaan lingkungan ekonomi yang progressif. Penelitian empiris ini hanya menyajikan serangkaian fakta dalam tinjauan ekonometris. Maka perlu telaah lebih lanjut apa dan bagaimana sebab perbedaan kedua jenis bank dan kredit yang diberikan mempengaruhi perekonomian dengan tinjauan eksploratif dan deskriptif sehingga terbangun konstruksi teori yang tepat.
15
SIMPULAN DAN KETERBATASAN
Stabilitas merupakan syarat penting bagi pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Karena itu penelitian ini mencoba mengeksplorasi bagaimana perbedaan tingkat stabilitas perbankan syariah dan konvensional dalam kaitan isu stabilitas dan pertumbuhan makro. Banyak bukti yang menunjukkan model pengelolaan perbankan syariah di Indonesia telah cukup perkasa dalam upaya turut menciptakan stabilitas perekonomian. Dalam pengujian pertama terlihat beberapa variabel yang berpengaruh terhadap stabilitas bank syariah diantaranya besaran pembiayaan (loan/aset), aset, banking share (negatif) dan nilai tukar. Sedangkan pada bank konvensional variabel yang berpengaruh pada stabilitas hanya kredit dan income diversity. Karena berpengaruh positif dan sangat signifikan terhadap stabilitas bank syariah maka pengamatan perilaku kredit syariah kemudian diuji dalam kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi secara makro. Hasil pengujian menunjukkan konsistensi bahwa kredit syariah telah pula berperan positif dalam pertumbuhan ekonomi melalui pembentukan stabilitas pada level perbankan Secara praktis penelitian ini tidak ‘setajam’ penelitian lain yang membedakan aspek ukuran aset bank (seluruh perbankan, bank besar dan bank kecil) dan kemungkinan variasi temuan antar negara dengan perbedaan kondisi makroekonomi. Ataupun juga melihat pengaruh terjadinya krisis keuangan global terhadap stabilitas bank syariah di Indonesia. Perlu penelitian lebih lanjut terkait jenis kredit apakah yang paling menentukan dalam menggerakkan perekonomian. DAFTAR PUSTAKA
Aghion, Angeletos, Banerjee dan Manova. 2005. Volatility and Growth : Credit Constraints and Productivity-Enhancing Investment. Massachusetts Institute of Tecchnology Department of Economics Working Paper Series. Available at http://ssrn.com/abstract=719772 An-Nabhani, Taqiyuddin. 1990. Nizhâm al-Iqtishâdi. Beirut : Darul Ummah, cetakan ke 4. Anto, MB Hendrie dan Setyowati, Desti. 2008. The Indicatioan of Moral Hazard in Islamic Financing : A Comparative Study Between Islamic Bank and Conventional Bank in Indonesia 2003:1 – 2007:9. Paper Symposium “On Implementation of Islamic to Positive Economics in the World as Aslternative of Conventional 16
Economic System : Toward development in the new Era of The Holistic Economics”. Universitas Airlangga Surabaya 1-3 Agustus 2008. Ascarya. 2009. Pelajaran Yang Dapat Dipetik Dari Krisis Berulang : Perpektif Ekonomi Islam. BI : Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan Volume 12 Nomor 1 Juli 2009 hal 33. Ascarya; Yumanita, Diana dan Rokhimah, Guruh S. 2008. Analisis Efisiensi Perbankan Konvensional dan Perbankan Syariah di Indonesia dengan Data Envelopmentt Analysis. Paper Symposium “On Implementation of Islamic to Positive Economics in the World as Aslternative of Conventional Economic System : Toward development in the new Era of The Holistic Economics”. Universitas Airlangga Surabaya 1-3 Agustus 2008. Boumediene, aniss dan Caby, Jerome. 2010. The Stablity of Islamic Banks During Subprime Crisis. Available at SSRN: http://ssrn.com/abstract=1524775. Diakses 11 Agustus 2010. Choong, Beng Soon dan Liu, Ming-Hua. 2008. “Islamic Banking: Interest-Free or Interest-Based?” Available at SSRN: http://ssrn.com/abstract=868567. Diakses 1 Juni 2010. Čihák, Martin dan Hesse, Heiko. 2008. Islamic Bank and Financial Stability: An Empirical Analysis. IMF Working Paper. Deltuvaitè, Vilma. 2010. The Concentration-Stability Relationship in The Banking System : An Empirical Research. Ekonomika Ir Vadyba, page 900-909. Ding Lu, Shandre dan Qing Hu. 2001. The Link Between Behaviour And Non Performing Loan In China. Internet Glaeser, Edward L.; Kerr, William R dan Ponzetto, Giacomo A.M. Cluster of Entrepreneruship. Harvard Business Scholl Working Paper 10-019. November 2009. Godlewski, Christophe J. 2004. Excess Credit Risk and Bank’s Default Risk An Application of Default Prediction’s Models to Banks from Emerging Market Economics. Financial Economics and Financial Econometrics. Germany Gujarati, Damodar N. 2003. Basic Econometrics. Fourth Edition-International Edition. Printed in Singapore : McGraw Hill.
17
Hadi, Yonathan S. 2003. Analisis Vector Auto Regression (VAR) Terhadap Korelasi Antara Pendapatan Nasional dan Investasi Pemerintah Indonesia, 1983/1984 – 1999/2000. Jurnal Keuangan dan Moneter. Volume 6 Nomor 2. Jakarta Haiss, Peter dan Kichler, Elisabeth. 2009. Leasing, Credits and Economic Growth : Evidence for Central and South Eastern Europe. EI (Eropa Institute) Working Paper No
80.
Dapat
diakses
pada
http://www.wu-
wien.ac.at/wuw/institute/europainstitut/pub/workingpaper/index Honohan, JF dan James C. 1997. Banking System Failures In Developing And Transition Countries : Diagnosis And Predictions. BIS Working Paper 39. Ismal, Rifki. 2008. Efficient Portfolio Frontier dari Instrumen Pembiayaan Syariah di Indonesia. Paper Symposium “On Implementation of Islamic to Positive Economics in the World as Aslternative of Conventional Economic System : Toward development in the new Era of The Holistic Economics”. Universitas Airlangga Surabaya 1-3 Agustus 2008. Kittikulsingh, Suthep. 1999. Non Performing Loans (NPLs) : The Borrower’s Viewpoint. TDRI Quarterly Review Vol 14 NO. 4 December 1999. Miller, warren. 2009a. Comparing Models of Corporate Bankruptcy Prediction : Distance to Devault vs. Z-Score. Available at:http://ssrn.com/abstract=1461704. Miller, warren. 2009b. Introduction the Morningstar Solvency Score, A Bankruptcy Prediction Metric. available at: http://ssrn.com/abstract=1516762. Diakses 31 Agustus 2010. Novarini. 2008. Efisiensi Unit Usaha Syariah dengan Metode Stochastic Frontier Analysis (SFA) Derivasi Fungsi Profit dan BOPO. Paper Symposium “On Implementation of Islamic to Positive Economics in the World as Aslternative of Conventional Economic System : Toward development in the new Era of The Holistic Economics”. Universitas Airlangga Surabaya 1-3 Agustus 2008. O.O.C. 1988. Bank Failure an Evaluation of the Factors Contributing to the Failure of National Banks. Office of the Comptroller of the Currency. Prima, Rizal Adi. 2004. Disparitas Efek Regional dan Faktor Penentu Transmisi Kebijakan Moneter Daerah : Kasus Sumatra-Jawa. Skripsi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
18
Rahmawulan, Yunis. 2008. Perbandingan Faktor Penyebab Timbulnya NPL dan NPF pada perbankan Konvensional dan Syariah di Indonesia. Thesis Program Kajian Timur Tengah dan Islam Universitas Indonesia. Vazakidis, Athanasios dan Adamopoulos, Antonios. 2009. Credit Market Development and
Economic
Growth.
American
Journal
of
Economics
and
Business
Administration 1 (1) 34-40. Wagner, Wolf. 2010. The Liquidity of Bank Assets and Banking Stability. Cambridge Endowment for Research in Finance (CERF). Wu, Chang dan Selvili. 2003. Banking System, Real Estate Markets and Non Performing Loans. International Real Estate Review. Vol 6 No 1, pp. 43-62 Zdzienicka, Aleksandra. 2009. Vulnerabilities in Central and Eastern Europe : Credit Growth. Working Paper Centre national de fa Recherche Sientifique. Electronic copy available at: http://ssrn.com/abstract=1405326. Diakses pada 19 Oktober 2010.
19
LAMPIRAN
Model yang digunakan Čihák dan Hesse (2008) adalah: Dimana: : dependent variabel yang mengukur bank i di negara j pada waktu t : vektor variabel bank spesifik : variabel time-varying industry-spesific : tipe bank dan interaksi antara bank dan variabel I , dan merupakan vektor dari makroekonomi, negara dan variabel dummy adalah residual Tabel 1. Statistik Deskriptif Aspek
Bank Syariah
Bank Konvensional
Nilai tukar
Inflasi
Pertumbuhan
LTR
CIR
Aset
ID
BS
LTR
CIR
Aset
ID
BS
Mean
0.768807
0.632036
44698.57
0.246219
0.020802
0.536249
0.876971
2101708
0.507986
0.979198
9678.80952
0.54881
0.0567619
Median
0.765253
0.538138
43939.5
0.213156
0.020944
0.556641
0.86735
2032808
0.449028
0.979056
9326.5
0.45
0.0605
Maximum
0.823694
0.916993
70146
0.568478
0.027228
0.59554
1.0253
2576235
0.997182
0.984411
12151
2.46
0.0652
Minimum
0.699033
0.366242
25488
0.150027
0.015589
0.458346
0.831
1634992
0.357988
0.972772
8828
-0.31
0.041
Skewness
-0.03175
0.45047
0.285624
1.320903
0.193334
-0.54435
1.770817
0.01053
2.065142
-0.19333
1.6491688
1.173292
-0.9116911
Kurtosis
-0.38604
-1.49329
-1.08216
1.574429
-1.07207
-1.29502
3.174729
-1.42145
3.132729
-1.07207
1.72379932
1.984945
-0.647641
Stdr Dev
0.031292
0.179566
13582.41
0.095753
0.003561
0.042574
0.045716
294606.1
0.176994
0.003561
859.114071
0.564335
0.00827945
PDB
Sumber : Data BI diolah
20
Tabel 2. Hasil Regresi Terpisah (Dependent Variable : Z Score) Aspek Islamic Banks Conventional Banks Loan/Aset 24.26556 -230.4191 (0.000)*** (0.000)*** Cost-Income Rasio -1.060705 -19.59254 (0.6704) (0.4065) Aset 0.000303 -1.75E-05 (0.0064)*** (0.1579) Income Diversity 4.196174 20.27455 (0.146) (0.002)*** Banking Share -1165.08 -1217.261 (0.0015)*** (0.3248) Nilai tukar -0.000569 -0.000115 (0.0128)*** (0.9503) Inflasi -0.170072 -0.693471 (0.5111) (0.5034) Pertumbuhan PDB -48.407 -35.10157 (0.1307) (0.7479) Konstanta 2.785133 1473.72 (0.6934) (0.2388) R Squared 0.549563 0.935603 Sumber: data diolah dengan Eviews *** signifikan pada 1%, ** signifikan pada 5%
Tabel 3. Hasil Regresi Serentak (Dependent Variable : Z Score) Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Dummy (D1) 970.0625 677.1325 1.432604 Loan/Aset -49.20020 18.56645 -2.649952 Cost-Income Rasio -17.99510 7.375716 -2.439777 Aset -1.98E-05 7.60E-06 -2.602525 Income Diversity (ID) 34.77239 4.257612 8.167111 ID*D1 -41.99193 11.91939 -3.522992 Banking Share (BS) 1126.087 678.2709 1.660232 BS*D1 -636.3159 750.1590 -0.848241 Nilai tukar -0.001207 0.000651 -1.853268 Inflasi -1.175187 0.764209 -1.537782 Pertmbuhan PDB -252.5016 79.34782 -3.182212 Konstanta -898.9682 678.9175 -1.324120 R-squared 0.996884 Prob(F-statistic) 0.000000
Prob. 0.1563 0.0099 0.0172 0.0112 0.0000 0.0007 0.1012 0.3991 0.0679 0.1285 0.0022 0.1897
Sumber : Data diolah dengan Eviews
21
Tabel 4. Uji Stasioneritas data Variabel LOAN FIN GDP
PP Test -8.843382 3.481797 -4.772722
1% -3.6959 -3.6852 -3.6959
5% -2.9750 -2.9705 -2.9750
10% -2.6265 -2.6242 -2.6265
Tingkat Stasioner 1st difference Level 1st difference
Tabel 5a. Granger Causality Tests Kredit Konfensional Null Hypothesis:
Obs
F-Statistic
Probability
GDP does not Granger Cause LOAN LOAN does not Granger Cause GDP
27
6.36787 0.23325
0.00658 0.79389
Tabel 5b. Granger Causality Tests Kredit Syariah Null Hypothesis:
Obs
F-Statistic
Probability
GDP does not Granger Cause FIN FIN does not Granger Cause GDP
25
1.55937 4.46526
0.23300 0.01297
Tabel 6. Penentuan order lag model perbankan syariah Lag
LogL
LR
FPE
AIC
SC
HQ
0 1 2 3 4
-569.1223 -494.8825 -494.3093 -484.6193 -477.4088
NA 130.6620 0.917143 13.95360* 9.229526
2.39E+17 8.68E+14 1.15E+15 7.45E+14 5.98E+14*
45.68979 40.07060 40.34475 39.88955 39.63270*
45.78730 40.36313* 40.83230 40.57212 40.51029
45.71683 40.15174 40.47997 40.07886 39.87611*
* indicates lag order selected by the criterion
Tabel 7. Uji Kointegrasi Hypothesized Trace 5 Percent 1 Percent No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Critical Value None * 0.375646 16.03729 15.41 20.04 At most 1 * 0.135654 3.790331 3.76 6.65 *(**) denotes rejection of the hypothesis at the 5%(1%) level
Gambar 1. Impulse Respon Function (IRF) Response to Cholesky One S.D. Innovations Response of GDP to FIN 70000 60000 50000 40000 30000 20000 10000 0 5
10
15
20
25
30
35
22