ANALISIS PENGARUH PENDAYAGUNAAN ZAKAT, INFAQ DAN SHADAQAH (ZIS), PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) DAN UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA (UMK) TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN DI KABUPATEN/KOTA PROVINSI BANTEN TAHUN 2011 – 2015
Oleh HANI KURNIAWATI EFENDY NIM: 1113086000029
JURUSAN EKONOMI SYARIAH FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1438 H/2017
ANALISIS PENGARUH PENDAYAGUNAAN ZAKAT, INFAQ DAN SHADAQAH (ZIS), PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) DAN UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA (UMK) TERHADAP TINGKAT KEMISKINAN DI KABUPATEN/KOTA PROVINSI BANTEN TAHUN 2011 – 2015
Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Untuk Memenuhi Syarat-syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh Hani Kurniawati Efendy NIM: 1113086000029
Di Bawah Bimbingan
Dr. Roikhan Mochamad Aziz, MM NUPN. 9903017434
JURUSAN EKONOMI SYARIAH FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1438 H/2017 M i
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF Hari ini, Selasa 7 Maret 2017 telah dilakukan Ujian Komprehensif atas mahasiswa: Nama
: Hani Kurniawati Efendy
No. Induk Mahasiswa
: 1113086000029
Jurusan
: Ekonomi Syariah
Judul Skripsi
: Analisis Pengaruh Pendayagunaan Zakat, Infaq dan Shadaqah (ZIS), Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK)
Terhadap
Tingkat
Kemiskinan
di
Kabupaten/Kota Provinsi Banten Tahun 2011 – 2015 Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yang bersangkutan selama proses ujian komprehensif, maka diputuskan bahwa mahasiswa tersebut dinyataka LULUS dan diberi kesempatan untuk melanjutkan ke tahap ujian skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 7 Maret 2017 1. Endra Kasni Laila Yuda, S.Ag., M.Si NIP. 19720818 199803 2 003
(......................................) Penguji I
2. Ali Rama, SE., M.Ec
(......................................)
NIP. 19840628 201503 1 002
Penguji II ii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI
Hari ini Selasa, 13 Juli 2017 telah dilakukan Ujian Skripsi atas mahasiswa: Nama
: Hani Kurniawati Efendy
NIM
: 1113-086-0000-29
Jurusan
: Ekonomi Syariah
Judul Skripsi
: Analisis Pengaruh Pendayagunaan Zakat, Infaq dan Shadaqah (ZIS), Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) Terhadap Tingkat Kemiskinan di Kabupaten/Kota Provinsi Banten Tahun 2011 – 2015
Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan serta kemampuan yang bersangkutan selama proses Ujian Skripsi, maka diputuskan bahwa mahasiswa tersebut di atas dinyatakan LULUS dan Skripsi ini diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, Selasa 13 Juli 2017 1. Endra Kasni Laila Yuda, S.Ag., M.Si NIP. 19730615 200501 1 009
( _____________________ ) Ketua
2. Dr. Roikhan Mochamad Aziz, MM NUPN. 9903017434
( _____________________ ) Sekretaris
3. Dr. Roikhan Mochamad Aziz, MM NUPN. 9903017434
( _____________________ ) Pembimbing I
4. Nurul Ichsan, MA NIP. 19731128 200501 1 004
( _____________________ ) Penguji Ahli iii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Hani Kurniawati Efendy NIM : 1113086000029 Fakultas : Ekonomi dan Bisnis Jurusan : Ekonomi Syariah Dengan ini menyatakan bahwa dalam penulisan skripsi ini, saya: 1. Tidak menggunakan ide orang lain tanpa mampu mengembangkan dan mempertanggungjawabkan. 2. Tidak melakukan plagiat terhadap naskah karya orang lain. 3. Tidak menggunakan karya orang lain tanpa menyebutkan sumber asli atau tanpa izin pemilik karya. 4. Tidak melakukan manipulasi dan pemalsuan data. 5. Mengerjakan sendiri karya ini dan mampu bertanggungjawab atas karya ini. Jika di kemudian hari ada tuntutan dari pihak lain atas karya saya, dan telah melalui pembuktian yang dapat dipertanggungjawabkan, ternyata memang ditemukan bukti bahwa saya telah melanggar pernyataan di atas, maka saya siap untuk dikenai sanksi berdasarkan aturan yang berlaku di Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya.
Jakarta, 15 Mei 2017 Yang Menyatakan
Hani Kurniawati Efendy NIM. 1113086000029
iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP IDENTITAS DIRI Nama
: Hani Kurniawati Efendy
Jenis Kelamin
: Perempuan
Tempat, Tanggal Lahir
: Madiun, 29 Desember 1995
Kewarganegaraan
: Indonesia
Status
: Belum Menikah
Tinggi/Berat
: 149 cm / 40 kg
Agama
: Islam
Pendidikan Terakhir
: SLTA / MAN
Alamat
: Jln. K.H Muhasyim VIII RT 16/06 Cilandak Barat, Jakarta Selatan 12430
No. HP
: 082114398599
E-mail
:
[email protected]
PENDIDIKAN FORMAL 2001 – 2007
: MI Raudlatul Ilmiyah Jakarta
2007 – 2010
: MTsN 3 Jakarta
2010 – 2013
: MAN 4 Jakarta
2013 – 2017
: Program Sarjana (S1) Jurusan Ekonomi Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
v
PENGALAMAN ORGANISASI 1. Staf Keuangan Simpanan Koperasi Mahasiswa (KOPMA) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta periode 2014. 2. Ketua LSO Kajian Koperasi Mahasiswa (KOPMA) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta periode 2014 - 2015. 3. Anggota Departemen Kewirausahaan Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Ekonomi Syariah periode 2014 – 2015. 4. Bendahara Kuliah Kerja Nyata (KKN) ALTUR 044 di Desa Jampang, Gunung Sindur-Bogor 25 Juli-25 Agustus 2016.
SEMINAR DAN WORKSHOP 1. Seminar
Nasional
KOPMA
“Optimalisasi
Nilai
Koperasi
dalam
Wirausaha” pada Oktober 2016. 2. Seminar Nasional MPR RI “Peranan Hukum Islam dalam Pembangunan Hukum Nasional Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945” pada Desember 2015. 3. Seminar Kewirausahaan KOPMA “Menciptakan Enterpreneur yang Sip dan Berprinsip” pada Oktober 2013.
KEGIATAN 1. Pendidikan dan Pelatihan Dasar Perkoperasian ke XXIV “Menjadi Generasi Kopma Luar Biasa” pada November – Desember 2013.
vi
2. Pendidikan Menengah Koperasi Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah ke-24 “Growing The Spirit and Skill of Management” pada Mei – Juni 2014. 3. Diskusi Interaktif Kompas Kampus “APEC Di Mata Anak Muda” pada Oktober 2013. 4. Company Visit “Peran Bank Indonesia di Bidang Moneter” di Bank Indonesia pada April 2014. 5. Company Visit di Dana Reksa Sekuritas pada Desember 2015
vii
ABSTRACT This study aims to analyze the Effect of Zakat, Infaq and Shadaqah (ZIS) Utilization, Gross Regional Domestic Product (GDP) and Minimum Wage of Regency / City to Poverty Level in Banten Regency / City in 2011-2015. The data used in this study is secondary data and the method used is panel data regression analysis using Random Effect Model with the help of Eviews 9 program to obtain a comprehensive picture of the relationship between variables one with other variables.The results of this study indicate that poverty in the Banten province can be explained by ZIS, GDP, and Minimum Wage of Regency / City rate to 31.51% (R2). Furthermore, the partial regression coefficient shows (1) ZIS has significant effect on 5% real level with probability value of 0,0071 and negatively related with coefficient value obtained at -0.001492, (2) GDP variable has significant effect on 5% real level Probability value 0.0008 and negatively related with coefficient value obtained at -0.000343, and (3) Minimum Wage of Regency / City have significant effect on 5% real level with probability value 0.0007 and positive correlation with coefficient value obtained equal to 0,010820. Then poverty in Banten Province significantly influenced by ZIS, GDP and Minimum Wage of Regency / City simultaneously equal to 5,52% (F-statistic).
Keywords : Poverty in Banten Province, Zakat, Infaq and Shadaqah (ZIS), Gross Regional Domestic Product (DGP), Minimum Wage of Regency / City, Panel Data
viii
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis Pengaruh Pendayagunaan Zakat, Infaq dan Shadaqah (ZIS), Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) Terhadap Tingkat Kemiskinan di Kabupaten/Kota Provinsi Banten Tahun 2011-2015. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dan metode yang digunakan yaitu analisis regresi data panel menggunakan Random Effect Model dengan bantuan program Eviews 9 untuk memperoleh gambaran yang menyeluruh mengenai hubungan antara variabel satu dengan variabel yang lain. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa kemiskinan di Provinsi Banten mampu dijelaskan oleh ZIS, PDRB, dan UMK sebesar 31,51% (R2). Selanjutnya secara parsial koefisien regresi menunjukan (1) ZIS berpengaruh signifikan pada taraf nyata 5% dengan nilai probabilitas 0,0071 dan berhubungan negatif dengan nilai koefisien yang diperoleh sebesar -0,001492, (2) Variabel PDRB berpengaruh signifikan pada taraf nyata 5% dengan nilai probabilitas 0,0008 dan berhubungan negatif dengan nilai koefisien yang diperoleh sebesar -0,000343, dan (3) UMK berpengaruh signifikan pada taraf nyata 5% dengan nilai probabilitas 0,0007 dan berhubungan positif dengan nilai koefisien yang diperoleh sebesar 0,010820. Lalu kemiskinan di Provinsi Banten dipengaruhi signifikan oleh ZIS, PDRB dan UMK secara simultan sebesar 5,52% (F-statistik).
Kata kunci : Kemiskinan di Provinsi Banten, Zakat, Infaq dan Shadaqah (ZIS), Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK), Data Panel
ix
KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakaatuh Puji dan syukur kehadirat Allah Subhanahu wa Ta‟ala yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Analisis Pengaruh Pendayagunaan Zakat, Infaq dan Shadaqah (ZIS), Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) Terhadap Tingkat Kemiskinan (Studi Kasus di Kabupaten/Kota Provinsi Banten 2011 – 2015)” sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Sarjana (S1) Jurusan Ekonomi Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Tak lupa pula shalawat serta salam tercurahkan kepada junjungan Nabi besar Muhammad Shallallah „Alayhi wa Sallam, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya. Dalam penelitian ini penulis menyadari bahwa penulisan ini tidak dapat terselesaikan tanpa dukungan, bantuan, bimbingan serta doa dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini terutama pada: 1. Terimakasih kepada kedua orang tua, pembimbing sepanjang masa. Ibuku tersayang Siti Barokah dan Ayahku tercinta Tahum Effendi. Terima kasih telah mencintai, mendidik, dan memberikan do’a tanpa henti kepadaku. Terimakasih banyak atas jasa-jasa mu selama ini baik dukungan materi maupun non-materi untuk dapat melancarkan studi ini yang tidak bisa terbalaskan atas apa yang Ibu dan Ayah lakukan. x
2. Bapak Dr. Arief Mufraini, Lc,M.Si selaku Dekan FEB, Bapak Dr.Amilin, SE., Ak.,M.Si., QIA., BKP selaku Wakil Dekan I Bid. Akademik, Bapak Dr. Ade Sofyan Mulazid, S.Ag, M.H selaku Wakil Dekan II Bid Administrasi Umum dan Bapak Dr. Desmadi Saharuddin M.A selaku Wakil Dekan III Bid. Kemahasiswaan yang telah memberikan jalan bagi saya dalam mengerjakan skripsi ini. 3. Bapak Yoghi Citra Pratama, M.Si Selaku Ketua Jurusan Ekonomi Syariah dan Pembimbing Akademik serta Ibu Endra Kasni Laila Yuda, M.Si selaku sekretaris Jurusan Ekonomi Syariah. Semoga dapat menjadi
panutan
untuk
Jurusan
Ekonomi
Syariah
dalam
memajukannya. 4. Bapak Dr. Ir. H Roikhan Mochamad Aziz, MM. Hah. Slm selaku Dosen Pembimbing Skripsi I dan sebagai penemu Teori Hahslm Theory, Universe Guidance Theory, Teori Penciptaan dari al-Qur’an, serta
rumus
total
al-Qur’an
1587x4=112+6236
yang dengan
kerendahan hatinya bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan pengarahan, ilmu yang bermanfaat, serta masukan yang sangat berarti selama penyelesain skripsi ini. Semoga Allah SWT membalas segala kebaikan Bapak. 5. Seluruh Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis, terima kasih atas curahan ilmu yang Bapak dan Ibu berikan kepada saya. Semoga amalmu mendapat keberkahan dari Allah Subhanahu wa Ta‟ala.
xi
6. Seluruh jajaran karyawan Fakultas Ekonomi dan Bisnis, atas kerja kerasnya melayani mahasiswa dengan baik dan meningkatkan citra Fakultas Ekonomi dan Bisnis. 7. Terimakasih kepada Ahmad Salman Alfarisi, Tara, Sarah, Nisa, Nia, Arrum, Ihsan, Bayu, Ilham dan Apit yang telah memberikan motivasi dan saran kepada penulis. 8. Terimakasih kepada teman-teman Ekonomi Syariah, Nisa, Muzda, Mega, Dita, Andep, Vika, Hilyatun, dan sebagainya, serta senior terbaik Ulfa Rianti yang telah memberikan dukungan dan berbagi ilmu satu sama lain semasa kuliah. Penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini masih memiliki banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki penulis. Dengan segenap kerendahan hati penulis mengharapkan saran, arahan, maupun kritikan yang konstruktif dengan penyempurnaan hasil penelitian ini. Wassalamualaikum wa rahmatullahi wa barakaatuh
Jakarta, 15 Mei 2017
Hani Kurniawati Efendy NIM. 1113086000029
xii
DAFTAR ISI
COVER LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ................................................. i LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF ............................. ii LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI ............................................. iii LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH ..................... iv DAFTAR RIWAYAT HIDUP ....................................................................... v ABSTRACT .................................................................................................. viii ABSTRAK ...................................................................................................... ix KATA PENGANTAR .................................................................................... x DAFTAR ISI ................................................................................................ xiii DAFTAR TABEL ....................................................................................... xvii DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xix DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xx BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang .................................................................................... 1 B. Rumusan Masalah ............................................................................. 18 C. Tujuan Penelitian ............................................................................... 18 D. Manfaat Penelitian ............................................................................. 18 E. Sistematika Penulisan ........................................................................ 19 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan teori .................................................................................... 21 xiii
1. Kemiskinan .................................................................................. 21 2. Zakat, Infaq dan Shadaqah (ZIS) ................................................ 35 3. Upah ........................................................................................... 54 4. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) ................................. 58 B. Keterkaitan Antar Variabel Bebas dengan Variabel Terikat............... 62 C. Penelitian Terdahulu ........................................................................... 67 D. Kerangka Berfikir ............................................................................... 71 E. Hipotesis.............................................................................................. 73 BAB III METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian ......... ......................................................... 74 B. Metode Penentuan Sampel ................................................................ 75 C. Metode Pengumpulan Data ........ ........................................................ 75 D. Metode Analisis Data ......................................................................... 76 1. Pengujian Asumsi Klasik ............................................................. 78 a. Uji Normalitas ........................................................................... 79 b. Uji Multikolinearitas ................................................................. 80 c. Uji Heterokedastisitas ............................................................... 80 d. Uji Autokorelasi ........................................................................ 81 2. Penentuan Model Estimasi ............................................................ 82 a. Pooled Last Square ................................................................... 82 b. Fixed Effect
............................................................................ 82
c. Random Effect ........................................................................... 85 3. Tahapan Analisis Data ................................................................... 86 xiv
a. Uji Chow
............................................................................ 86
b. Uji Hausman ............................................................................ 86 4. Pengujian Hipotesis ....................................................................... 87 a. Uji Parsial (Uji t) ....................................................................... 87 b. Uji Simultan (Uji F) .................................................................. 88 c. Uji Koefisien Determinasi (R2) ................................................. 88 E. Operasional Variabel Penelitian ......................................................... 89 BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Objek Penelitian ................................................... 94 1. Kondisi Geografis .......................................................................... 94 2. Kondisi Kemiskinan di Provinsi Banten ....................................... 95 3. ZIS di Provinsi Banten .................................................................. 96 4. Kondisi PDRB di Provinsi Banten ................................................ 97 5. Kondisi UMK di Provinsi Banten ................................................. 98 B. Analisis dan Pembahasan ................................................................... 99 1. Pengujian Asumsi Klasik .............................................................. 99 a. Uji Normalitas ........................................................................... 99 b. Uji Multikolinieritas ............................................................... 100 c. Uji Autokorelasi ...................................................................... 101 d. Uji Heterokedastisitas ............................................................. 103 2. Pemilihan Model Regresi Data Panel .......................................... 104 3. Pengujian Hipotesis ..................................................................... 109 a. Model Penelitian ..................................................................... 109 xv
b. Uji Signifikansi Parsial (Uji t) ................................................ 114 c. Uji Signifikansi Simultan (Uji F) ............................................ 116 d. Uji Adjusted R2 ....................................................................... 117 e. Interpretasi Hasil Penelitian .................................................... 118 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ...................................................................................... 123 B. Saran ................................................................................................. 124 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 127 LAMPIRAN ................................................................................................ 135
xvi
DAFTAR TABEL No.
Keterangan
Halaman
1.1
Bangunan Teori TIM Ekonomi Islam
2
1.2
Persentase Kemiskinan Prov. Banten Tahun 2011-2015
6
1.3
Realisasi Pendayagunaan Dana ZIS Prov. Banten Tahun 11 2011-2015
1.4
Perkembangan UMP di Banten Tahun 2011-2015
1.5
PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Prov. Banten 2011-
14
15 2015 4.1
Jumlah Penduduk Miskin di Prov. Banten Tahun 201195 2015
4.2
Jumlah Penerimaan ZIS di Prov. Banten Tahun 201196 2015
4.3
PDRB Atas Dasar Harga Berlaku di Prov. Banten Tahun 97 2011-2015
4.4
UMK di Prov. Banten Tahun 2011-2015
98
4.5
Uji Multikolinearitas
101
4.6
Uji Autokorelasi
102
4.7
Hasil Uji Breusch-Godfrey Setelah di Diferensiasi
103
4.8
Uji Heterokedastisitas
104
4.9
Hasil Regresi Data Panel Common Effect Model
105
4.10 Hasil Regresi Data Panel Fixed Effect Model
xvii
105
4.11 Hasil Uji Chow
107
4.12 Hasil Regresi Data Panel Random Effect Model
108
4.13 Hasil Uji Hausman
109
4.14 Hasil Uji Signifikansi dengan Random Effect Model
110
4.15 Hasil Uji Persamaan Setiap Objek Penelitian
111
4.16 Uji t
114
xviii
DAFTAR GAMBAR No.
Keterangan
Halaman
2.1
Lingkaran Setan Kemiskinan
30
2.2
Kerangka Berfikir
72
4.1
Uji Normalitas
100
xix
DAFTAR LAMPIRAN No.
Keterangan
Halaman
1
Data Observasi
135
2
Output Pooled Least Square (PLS)
136
3
Output Fixed Effect Model (FEM)
136
4
Output Random Effect Model (REM)
137
5
Uji Chow
138
6
Uji Hausman
139
7
Uji Normalitas
140
8
Uji Heterokedastisitas
140
9
Uji Autokorelasi
141
10
Uji Breusch-Godfrey Setelah di Diferensiasi
141
xx
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Islam
rahmatan
lil
alamin
merupakan
bagian
integral
dari
pengejawantahan sistem kehidupan yang ada pada diri manusia, di lingkungan sekitar, dan alam semesta yang bermakna bahwa semua kehidupan berawal dari konsep besar Islam. Dengan kata lain konsep penciptaan awal adalah Islam. Pemahaman sistem ekonomi yang Islami senantiasa mengacu pada konsep Islam yang menyeluruh atau kaffah. Pendekatan Islam yang kaffah ini mengandung makna adanya ekspos mengenai Iman, Islam, dan Ihsan. Tiga hal diskursus ini diperkuat oleh rukun Islam, yaitu: syahadat, shalat, zakat, puasa, dan haji. Resultan dari 3 pilar dalam Islam ini terjawantahkan pada teori dasar ekonomi Islam yang terdiri dari: 1) Teori Tauhid, 2) Teori Ibadah, 3) Teori Maslahah. Implementasi dari pilar utama ekonomi ini sejalan dengan perkembangan pembangunan ekonomi yang ada di Indonesia (Aziz, 2017). Grand Building Theory berupa bangunan teori dari Islam dan ekonomi adalah Teori TIM atau Tauhid – Ibadah – Maslahah yang berasal dari AlQur’an (QS. Al-Hajj [22]: 78) sehingga memunculkan konsep utama dari pembagian struktur ekonomi maupun keuangan.
1
َ َِفأَقٌِمُوا الص َََل َةِ َو آ ُتوا ال َز َكا َةِ َو اعْ َتصِ مُوا ب ِِاّلل “Maka dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu pada tali Allah.” (QS. Al-Hajj [22]: 78) Tabel 1.1 Bangunan Teori TIM Ekonomi Islam No 1 2 3
Teori Rukun Fiqih Metodologi
4 Penemu 5 Ekonomi Sumber: Aziz, 2017
Tauhid Ihsan Aqidah TSR
Ibadah Islam Syariah Hahslm
Masudul Kapitalis
Roikhan Islam
Maslahah Iman Akhlak Maqashid Syariah Ibnu Khaldun Sosialis
Pengembangan ekonomi Islam selama ini berbasiskan pola berpikir linier dengan pendekatan sekuler, memisahkan keilmuan dengan keagamaan, sehingga otomatis makna ibadah tercabut dengan sendirinya. Makna ibadah merupakan proses yang alami dalam setiap aktivitas kehidupan manusia, termasuk ekonomi. Petunjuk mengenai ibadah yang diberikan Allah SWT berasal dari ayat kauliyah yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah serta ayat kauniyah yaitu alam semesta. Hal tersebut sesuai dengan firman Allah dalam Q.S AzZariyat [51]: 56 yang berbunyi:
ُ َو َما َخ لَ ْق ِون َ جنَِ َو ْاْل ِ ْن ِ تِ ْال ِ سِ إ ِ َّلِ لِ ٌَعْ ُب ُد “Dan tidak aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah.” (Q.S Az-Zariyat [51]: 56)
2
Fenomena alam dan ekonomi sudah ada sejak sebelum wahyu kauliyah diturunkan. Makna beribadah pasti sudah bisa dijewantahkan oleh pendahulu umat sebelum Nabi Muhammad SAW, dengan mempelajari ayat kauniyah yang terjadi dari fenomena alam dan ekonomi tersebut. Kemudian pada era risalah Nabi Muhammad SAW oleh Allah SWT fenomena alam dan ekonomi tersebut dimodifikasi serta diintegrasikan dalam ayat kauliyah. Ayat kauliyah memberikan inti modifikasi dan keberekonomian yang ada, sedangkan detil penjabaran para peneliti muslim wajib merujuk pada sumber utamanya. Allah menegaskan bahwa penciptaan pasti mengandung makna ibadah, maka ini bisa menjadi dasar bahwa kewajiban peneliti muslim untuk menjadikan alat analisis juga terdapat nilai ibadah. Selama ini keilmuan ekonomi mengopipastekan alat analisis dari barat seperti program linier, regresi berganda dan lain sebagainya. Probabilitas besar terhadap alat analisis tersebut kurang memiliki nilai ibadah karena kalangan barat membangun alat analisis tersebut selalu meniadakan faktor agama dalam sains. Untuk itu, peneliti muslim perlu didorong secara berjamaah, merubah konsep alat analisis sesuai dengan model berpikir islami, sehingga mampu memberikan tolak ukur yang sesuai dengan nilai Islam. Namun dewasa ini kemaksiatan alias kedurhakaan kepada Allah dapat kita temukan dalam aspek ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, media massa, pendidikan, hukum, militer dan pertahanan-keamanan. Segenap aspek kehidupan tersebut telah dikembangkan dengan semangat mengabaikan bagaimana sebenarnya Allah menuntut kita mengelolanya. Untuk itu 3
pemahaman Islam sebagai way of life harus lebih di perdalam lagi karena sungguh suatu anugerah yang tak terhingga, ketika Allah SWT rnemberikan nikmat terbesar dalam kehidupan manusia, yaitu nikmat iman dan Islam (Ichsan, 2014). Persoalan kemiskinan merupakan salah satu persoalan krusial yang tengah dihadapi seluruh bangsa di dunia, terutama oleh negara berkembang seperti Indonesia. Kemiskinan sendiri merupakan masalah yang menyangkut banyak aspek karena berkaitan dengan pendapatan yang rendah, buta huruf, derajat kesehatan yang rendah dan ketidaksamaan derajat antar jenis kelamin serta buruknya lingkungan hidup (World Bank, 2004). Menurut Bank Dunia, salah satu penyebab kemiskinan adalah karena kurangnya pendapatan dan asset (lack of income and assets) untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, perumahan dan tingkat kesehatan dan pendidikan yang dapat diterima (acceptable). Kemiskinan merupakan salah satu penyakit dalam ekonomi, sehingga harus disembuhkan atau paling tidak dikurangi. Permasalahan kemiskinan memang
merupakan
permasalahan
yang
kompleks
dan
bersifat
multidimensional. Oleh karena itu, upaya pengentasan kemiskinan harus dilakukan secara komprehensif, mencakup berbagai aspek kehidupan masyarakat, dan dilaksanakan secara terpadu (M. Nasir dkk, 2008). Data Badan Pusat Statistik (BPS) per Maret 2015 menunjukan bahwa jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai angka 28,59 juta jiwa atau 4
sebesar 11,22 persen dari total penduduk Indonesia yang berjumlah 249,60 juta jiwa. Sedangkan pada periode Maret 2016, jumlah penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan hanya mengalami penurunan sebesar 0,59 juta jiwa. Meskipun telah mengalami penurunan, jumlah penduduk miskin di Indonesia masih tergolong tinggi, yaitu 28,00 juta jiwa atau sebesar 10,86 persen. Telah banyak program yang dilakukan pemerintah baik pusat maupun daerah untuk menanggulangi kemiskinan, tetapi hasilnya belum efektif seperti yang diharapkan. Kebijakan dan program yang dilaksanakan belum menampakkan hasil yang optimal. Masih terjadi kesenjangan antara rencana dengan pencapaian tujuan. Terdapat beberapa faktor penyebab belum efektifnya program kemiskinan yang selama ini dilakukan pemerintah, yakni program yang dijalankan pemerintah bersifat top down, kurang jelasnya kriteria sasaran program, konsep dan perencanaan yang tidak fokus, sasaran yang ditentukan secara tergesa-gesa, serta kurangnya koordinasi dan manajemen antar lembaga terkait. Berpijak dari kegagalan tersebut, program penanggulangan kemiskinan seharusnya disusun melalui proses partisipatif yang melibatkan seluruh komponen bangsa yang bersifat bottom up, dan ini menjadi faktor kunci (Sumodinigrat, 2002). Selain itu, diperlukan suatu strategi penanggulangan kemiskinan
yang terpadu, terintegrasi
menyelesaikan masalah secara tuntas.
5
dan
sinergis
sehingga dapat
Salah satu indikator utama keberhasilan pembangunan nasional adalah laju penurunan jumlah penduduk miskin. Efektivitas dalam menurunkan jumlah penduduk miskin merupakan pertumbuhan utama dalam memilih strategi atau instrumen pembangunan. Hal ini menunjukkan salah satu kriteria utama pemilihan sektor titik berat atau sektor andalan pembangunan nasional adalah efektivitas dalam penurunan jumlah penduduk miskin (Saeful Hidayat, 2007). Adapun persentase kemiskinan di Provinsi Banten dari tahun 2011 sampai tahun 2015 ditunjukkan oleh tabel 1.2: Tabel 1.2 Persentase Kemiskinan Provinsi Banten Tahun 2011-2015 Kabupaten/Kota 2011 Kab. Pandeglang 9.8 Kab. Lebak 9.2 Kab. Tangerang 6.42 Kab. Serang 5.63 Kota Tangerang 6.14 Kota Cilegon 3.98 Kota Serang 6.25 Kota Tangerang Selatan 1.5 Prov. Banten 6.26 Sumber: BPS Provinsi Banten, 2016
2012 9.28 8.63 5.71 5.28 5.56 3.82 5.7 1.33 5.71
2013 10.25 9.5 5.78 5.02 5.26 3.99 5.92 1.75 5.89
2014 9.5 9.17 5.26 4.87 4.91 3.81 5.7 1.68 5.51
2015 10.43 9.97 5.71 5.09 5.04 4.1 6.28 1.68 5.9
Pada tabel 1.2 menunjukan persentase kemiskinan di masing-masing Kabupaten/Kota di Provinsi Banten tidak merata dan sebagian besar tingkat kemiskinannya masih tinggi.
Setiap tahunnya, persentase kemiskinan di
masing-masing Kabupaten/Kota mengalami trend yang fluktuatif. Di tahun 2015 kemiskinan tertinggi berada di Kabupaten Pandeglang sebesar 10,43% dan kemiskinan terendah berada di Kota Tangerang Selatan sebesar 1,68%. Pada tahun 2011 persentase kemiskinan di Banten sebesar 6,26% dan 6
menurun pada tahun 2012 menjadi 5,71%.
Pada tahun 2013 persentase
kemiskinan di Banten mengalami peningkatan sebesar 5,89%. Kemudian pada tahun 2014 persentase kemiskinan di Banten mengalami penurunan sebesar 5,51% dan mengalami peningkatan kembali sebesar 5,9% di tahun 2015. Upaya pemberdayaan ekonomi bagi masyarakat miskin merupakan hal penting yang dapat menjadi solusi permasalahan kemiskinan di Indonesia, khususnya bagi Provinsi Banten. Sebagai makhluk sosial manusia tidak bisa lepas untuk berhubungan dengan orang lain dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan manusia sangat beragam, sehingga terkadang secara pribadi ia tidak mampu untuk memenuhinya, dan harus berhubungan dengan orang lain (Ichsan, 2016). Islam sebagai agama yang syaamil (menyeluruh), memiliki instrumen khusus yang bertujuan untuk menciptakan keadilan dalam bidang ekonomi sehingga dapat berfungsi untuk mengurangi tingkat kemiskinan di masyarakat. Instrumen tersebut adalah Zakat, Infaq, dan Shadaqah (ZIS). Ajaran ZIS dalam Islam sangat memberi peluang bagi umatnya dalam mengantisipasi persoalan bidang sosial ekonomi dan moral. Dalam bidang sosial ekonomi, zakat memungkinkan orang kaya melaksanakan tanggung jawab untuk mengurangi kemiskinan. Sedangkan dalam bidang moral, zakat mensucikan harta kekayaan yang dimiliki setiap muzakki agar harta kekayaan itu di ridhoi Allah. Menurut Mubyarto (1982), zakat membersihkan jiwa dari sifat kikir dan sekaligus mensucikan masyarakat dari sifat mendendam dan mendengki. 7
Sumbangsih dari kelompok orang mampu dalam mendistribusikan sebagian hartanya kepada kelompok kurang mampu dapat dijadikan satu dari sekian upaya penanggulangan kemiskinan. Tingkatan sosial yang tercipta di masyarakat tidaklah sama, ada yang berkelimpahan harta dan ada yang kekurangan. Filosofi inilah yang terdapat pada zakat yakni terdapat sebagian harta orang lain pada harta yang kita miliki, sehingga sudah sepantasnya harta tersebut dikeluarkan zakatnya untuk menolong orang-orang yang kurang mampu. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Imam al-Asbahani dari Imam atThabrani, dalam kitab Al-Ausathdan Al-Shaghir, Rasulullah SAW bersabda yang artinya: “Sesungguhnya Allah SWT telah mewajibkan atas hartawan muslim suatu kewajiban zakat yang dapat menanggulangi kemiskinan. Tidaklah mungkin terjadi seorang fakir menderita kelaparan atau kekurangan pakaian, kecuali oleh sebab kebakhilan yang ada pada hartawan muslim. Ingatlah Allah SWT akan melakukan perhitungan yang teliti dan meminta pertanggungjawaban mereka dan selanjutnya akan menyiksa mereka dengan siksaan yang pedih.” Hadits tersebut secara eksplisit menegaskan posisi zakat sebagai instrumen pengaman sosial, yang bertugas untuk menjembatani transfer kekayaan dari kelompok kaya kepada kelompok miskin. Hadits tersebut juga mengingatkan akan besarnya kontribusi perilaku bakhil dan kikir terhadap kemiskinan. Zakat sebagai salah satu Rukun Islam, diperintahkan dalam Al-Qur’an, yang sama kerasnya dengan perintah menjalankan shalat (Tjokrohandoko, 8
1983). Kata zakat dalam Al-Qur’an disebut sebanyak 30 kali yang 27 kali di antaranya disebut dalam satu ayat bersama-sama dengan kata shalat (Muhammad, 2005). Metwally (1995) dan Hafidhuddin (2002) menyatakan bahwa, infaq dan shadaqah bukan hanya untuk orang miskin muslim tetapi juga orang miskin non muslim, dan selain untuk konsumtif, juga untuk kegiatan produktif. Jika zakat hukumnya wajib, maka infaq dan shadaqah hukumnya sunnah atau sukarela. Zakat memiliki peranan yang sangat strategis dalam upaya pengentasan kemiskinan atau pembangunan ekonomi. Dalam mekanisme zakat terdapat sistem kontrol dalam pengelolaannya. Nilai strategis zakat dapat dilihat melalui: Pertama, zakat merupakan panggilan agama. Ia merupakan cerminan dari keimanan seseorang. Kedua, sumber keuangan zakat tidak akan pernah berhenti. Artinya orang yang membayar zakat, tidak akan pernah habis dan bagi yang telah membayar zakat, akan berzakat kembali pada periode waktu yang akan datang. Ketiga, zakat secara empirik dapat menghapus kesenjangan sosial dan sebaliknya dapat menciptakan redistribusi aset dan pemerataan pembangunan (Ridwan, 2005). Dalam penggunaannya, dana ZIS tidak berbeda dengan dana-dana lain yang telah dihimpun, namun dana ZIS merupakan produk agama langsung dari Sang Pencipta, yang berbeda dengan program buatan manusia sebagaimana program yang lain. Oleh karena itu apabila ZIS dijalankan dengan baik dan sesuai dengan ajaran agama pasti akan berhasil dengan baik, dan memberkahkan harta yang dimiliki.
9
Dalam konteks yang lebih makro, konsep zakat, infaq, dan shadaqah ini diyakini akan memiliki dampak yang sangat luar biasa. Bahkan di Negara Barat sendiri, telah muncul dalam beberapa tahun belakangan ini, sebuah konsep yang mendorong berkembangnya sharing economy atau gift economy, di mana perekonomian harus dilandasi oleh semangat berbagi dan memberi. Yochai Benkler, seorang profesor pada sekolah hukum Universitas Yale AS, menyatakan bahwa konsep sharing atau berbagi, merupakan sebuah model yang sangat penting untuk memacu dan meningkatkan produksi dalam perekonomian. Swiercz dan Patricia Smith dari Universitas Georgia AS juga menegaskan bahwa solusi terbaik untuk menghadapi berbagai tradisional resesi ekonomi adalah melalui semangat dan mekanisme “berbagi” antar komponen dalam sebuah perekonomian. Semangat berbagi inilah yang akan dapat mempertahankan level kemakmuran sebuah perekonomian atau dengan kata lain terdapat korelasi yang sangat kuat antara memberi dan berbagi, dengan tingkat kemakmuran dan kesejahteraan. Belajar dari studi tersebut, maka sudah sewajarnya jika bangsa Indonesia mengoptimalkan potensi ZIS sebagai bentuk sharing economy yang diyakini akan memberikan dampak positif yang membangun (Beik, 2008). Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia yang tentunya memiliki potensi ZIS yang besar pula. Ketua Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Bambang Sudibyo (2016) menyebutkan bahwa potensi zakat di Indonesia ialah sebesar 286 triliun rupiah. Namun, penghimpunan zakat masih rendah, pada tahun 2015 lalu baru terkumpul 10
sebesar 3,7 triliun rupiah atau 1,3% dari PDB. Angka tersebut tentunya akan bertambah besar apabila disertai dengan estimasi dana shadaqah dan infaq yang dapat dikumpulkan. Melihat besarnya potensi ZIS yang dimiliki, maka peluang
untuk
melakukan
upaya
pengentasan
kemiskinan
dengan
menggunakan ZIS terbuka lebar. Besarnya potensi ZIS yang dimiliki Indonesia, menuntut adanya upaya pengelolaan ZIS yang lebih profesional. Pemerintah Indonesia merespon tuntutan tersebut dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat. Berdasarkan UU tersebut, pengelolaan zakat yang terdiri dari Badan Amil Zakat (BAZ) yang dibentuk pemerintah dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang dibentuk atas prakarsa masyarakat/swasta. Terbentuknya BAZ dan LAZ menandai era baru pengelolaan ZIS di Indonesia agar mampu berjalan secara profesional, transparan dan akuntabel. Hal ini didasari oleh semangat untuk mengelola ZIS secara optimal sehingga dapat berjalan efektif dalam menyelesaikan berbagai permasalahan ekonomi, terutama kemiskinan. Berkaitan dengan usaha pengentasan kemiskinan, pemerintah Provinsi Banten juga memperhatikan peranan pendayagunaan dana zakat yang dikelola Badan Amil Zakat Daerah (BAZDA) Provinsi Banten. Pendayagunaan dana ZIS mempunyai dua sifat, yaitu bersifat santunan dan bersifat bantunan. Bersifat santunan artinya pendistribusian dana yang diberikan untuk kepentingan dan kegiatan konsumtif. Sedangkan bersifat bantuan berarti pendistribusian dana tersebut diarahkan untuk peningkatan kualitas sumber 11
daya umat dengan kegiatan produktif, harapannya dana yang deberikan kepada mustahik (penerima zakat) dapat memerangi masalah kemiskinan yang diakibatkan ketidakpemilikan sumber daya modal yang memadai. Tabel 1.3 merupakan realisasi pendayagunaan dana ZIS BAZDA (Badan Amil Zakat Daerah) Provinsi Banten dari tahun 2011 sampai tahun 2015: Tabel 1.3 Realisasi Pendayagunaan Dana ZIS Provinsi Banten 2011 - 2015 Tahun
Total Pendayagunaan (Rp) 2011 1.417.958.856 2012 1.596.529.282 2013 1.683.519.828 2014 2.293.478.782 2015 2.513.666.232 Sumber: Baznas Banten (2011-2015), diolah
Persentase (%) 0,16% 0,05% 0,36% 0,09%
Pada tabel 1.3 realisasi pendayagunaan dana ZIS dari tahun 2011 sampai tahun 2015, mengalami trend yang meningkat setiap tahunnya, tetapi persentase kenaikan anggaran pendayagunaan dana ZIS mengalami fluktuatif. Pada tahun 2012 persentase pendayagunaan ZIS sebesar 0,16% dan menurun pada tahun 2013 sebesar 0,05%. Sedangkan pada tahun 2014 persente meningkat menjadi 0,36% dan mengalami penurunan pada tahun 2015 menjadi 0,09%. Sistem distribusi zakat merupakan solusi terhadap persoalanpersoalan seperti kemiskinan dengan memberikan bantuan kepada orang miskin tanpa memandang ras, warna kulit, dan etnis. Dengan demikian, zakat merupakan penopang dan tambahan bagi pemerintah dalam menciptakan pemerataan dan pengurangan kemiskinan (Al-Qardhawi, 2002). Hal ini 12
diperkuat dengan penelitian Beik (2009) yang menunjukan bahwa zakat mampu mengurangi jumlah dan persentase keluarga miskin. Kebijakan upah minimum menjadi faktor lain yang mempengaruhi kemiskinan. Di Indonesia, masalah upah yang rendah dan secara langsung dan tidak langsung berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan. Gagasan upah minimum yang sudah dimulai dan dikembangkan sejak awal tahun 1970-an bertujuan untuk mengusahakan agar dalam jangka panjang besarnya upah minimum paling sedikit dapat memenuhi kebutuhan hidup minimum (KHM), sehingga diharapkan dapat menjamin tenaga kerja untuk memenuhi kebutuhan hidup beserta keluarga dan sekaligus dapat mendorong peningkatan produktivitas kerja dan kesejahteraan buruh (Sumarsono, 2003). Hal tersebut disebabkan karena pertambahan tenaga kerja baru jauh lebih besar dibandingkan dengan pertumbuhan lapangan kerja yang dapat disediakan setiap tahunnya. Menurut Mankiw (2003), upah merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat pengangguran. Selain itu, upah juga merupakan kompensasi yang diterima oleh satu unit tenaga kerja yang berupa jumlah uang yang dibayarkan kepadanya. Penetapan tingkat upah yang dilakukan pemerintah pada suatu negara akan memberikan pengaruh terhadap besarnya tingkat pengangguran yang ada. Semakin tinggi besaran upah yang ditetapkan oleh pemerintah maka hal tersebut akan berakibat pada penurunan jumlah orang yang bekerja pada negara tersebut (Kaufman dan Hotchkiss, 1999).
13
Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor : Per-01/Men/1999, Upah minimum adalah upah bulanan terendah yang terdiri dari upah pokok termasuk tunjangan tetap. Upah minimum diarahkan pada pencapaian kebutuhan hidup layak dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi. Kebijakan penetapan upah minimum oleh pemerintah adalah kebijakan yang diterapkan dengan tujuan sebagai jaring pengaman terhadap pekerja atau buruh agar tidak diekspolitasi dalam bekerja dan mendapat upah yang dapat memenuhi kebutuhan hidup minimum (KHM). Jika kebutuhan hidup minimum dapat terpenuhi, maka kesejahteraan pekerja meningkat dan terbebas dari masalah kemiskinan. Tabel 1.4 merupakan perkembangan Upah Minimum Provinsi (UMP) di Banten dari tahun 2011 sampai tahun 2015: Tabel 1.4 Perkembangan Upah Minimum Provinsi (UMP) di Banten Tahun 2011 – 2015 Tahun 2011 2012 2013 2014 2015 Sumber: BPS Provinsi Banten, 2016
UMP (Rp) 1.000.000 1.040.000 1.170.000 1.325.000 1.600.000
Pada tabel 1.4 menunjukan bahwa perkembangan UMP di Banten mengalami trend yang meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2011 UMP di Banten sebesar Rp 1.000.000. Pada tahun 2012
sebesar Rp 1.040.000,
kemudian naik menjadi Rp 1.170.000 di tahun 2013. Di tahun 2014 UMP 14
sebesar Rp 1.325.000 dan meningkat kembali pada tahun 2015 menjadi Rp. 1.600.000. Semakin meningkat tingkat upah minimum akan meningkatkan pendapatan masyarakat sehingga kesejahteraan juga meningkat sehingga terbebas dari kemiskinan (Kaufman, 2000). Hal ini diperkuat dengan penelitian Maipita (2012) bahwa kenaikan upah minimum berdampak pada menurunnya angka kemiskinan. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan salah satu indikator penting untuk mengetahui peranan dan potensi ekonomi di suatu wilayah dalam periode tertentu. PDRB per kapita sering digunakan sebagai indikator pembangunan. PDRB provinsi Banten digunakan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun, sehingga arah perekonomian daerah akan lebih jelas. PDRB merupakan indikator untuk mengatur sampai sejauh mana keberhasilan pemerintah dalam memanfaatkan sumber daya yang ada dan dapat digunakan sebagai perencanaan dan pengambilan keputusan yang salah satunya untuk mengurangi jumlah kemiskinan. Berdasarkan publikasi data Biro Pusat Statistik (BPS) tahun 2015, ekonomi Banten telah menunjukkan kinerja yang lebih baik dibandingkan beberapa provinsi lain di Pulau Jawa. Pada Triwulan II-2015, secara riil ekonomi Banten tumbuh mencapai 5,26 persen. Pendapatan per kapita Banten yang di proxy dengan PDRB per Kapita, pada tahun 2015 unggul di urutan ke3 dibandingkan Provinsi lain di Pulau Jawa, yakni mencapai 40 juta rupiah per tahun, setelah Provinsi DKI Jakarta dan Jawa Timur , yang masing-masing mencapai 194,9 juta rupiah dan 43,5 juta rupiah. Tingkat pertumbuhan Produk 15
Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku yang terjadi di Banten dapat dilihat dalam tabel 1.5: Tabel 1.5 PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Provinsi Banten 2011-2015 Tahun PDRB (Milyar Rupiah) 2011 190.250,65 2012 338.224,93 2013 377.836,08 2014 430.635,05 2015 481.358,56 Sumber: BPS Provinsi Banten, 2016 Berdasarkan tabel 1.5, PDRB atas dasar harga berlaku di Provinsi Banten dari tahun 2011 sampai tahun 2015 menunjukkan adanya trend naik dan mengalami peningkatan berturut-turut. Pada tahun 2011 PDRB sebesar Rp. 190.250,65 dan mengalami peningkatan di setiap tahunnya sampai tahun 2015 menjadi Rp. 481.358,56. Semakin tinggi PDRB suatu daerah, maka semakin besar pula potensi sumber penerimaan daerah tersebut, dikarenakan semakin besar pendapatan masyarakat daerah tersebut. Hal ini berarti juga semakin tinggi PDRB semakin sejahtera penduduk suatu wilayah, dengan kata lain jumlah penduduk miskin akan berkurang (Thamrin, 2001). Hal ini diperkuat dengan penelitian Himawan (2016) dari hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa PDRB berpengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan. Mengingat PDRB merupakan salah satu indikator penting yang digunakan untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu daerah/provinsi dalam suatu periode tertentu seharusnya tingkat kemiskinan di suatu wilayah tersebut
16
berbanding terbalik dengan PDRB, namun tidak demikian yang terjadi di Banten, karena tingkat kemiskinan di Banten meningkat pada tahun 2015. Kenaikan yang terus meningkat pada pendayaagunaan dana ZIS, PDRB dan UMK khususnya pada tahun 2015, seharusnya dengan kenaikan tersebut dapat membawa dampak pada penurunan jumlah penduduk miskin. Namun kenyataan yang terjadi angka kemiskinan di Banten pada tahun 2015 meningkat. Peningkatan angka kemiskinan di Banten merupakan masalah pokok yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini. Selain itu, dari data yang sudah dipaparkan sebelumnya masalah perbedaan angka kemiskinan yang cukup besar diantara Kabupaten/Kota di Provinsi Banten akan membuat variasi kemiskinan antar kabupaten dengan kota kembali mengalami perubahan, hal itu bisa ke arah penurunan jumlah kemiskinan ataupun peningkatan jumlah kemiskinan. Untuk itu diperlukan analisa kembali mengenai kemiskinan yang terjadi di Kabupaten/Kota, agar dapat diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi resiko kemiskinan di tingkat Kabupaten/Kota tersebut, untuk nantinya bisa diambil kebijakankebijakan
yang
tepat
agar
perbedaan
angka
kemiskinan
antara
Kabupaten/Kota di Provinsi Banten bisa dikurangi. Sebab, jika tidak disikapi dengan kebijakan yang tepat, perbedaan angka kemiskinan yang cukup tajam ini dapat memicu kecemburuan sosial dan konflik di daerah sehingga nantinya dapat membuat peningkatan jumlah kemiskinan yang semakin besar di setiap daerahnya. Oleh karena itu diharapkan faktor-faktor yang
17
mempengaruhi kemiskinan seperti ZIS, PDRB dan UMK dapat terus meminimalisir kemiskinan yang terjadi di Provinsi Banten. Berdasarkan latar belakang, maka penulis tertarik untuk membahas masalah di atas dalam skripsi ini dengan judul “Analisis Pengaruh Pendayagunaan Zakat, Infaq dan Shadaqah (ZIS), Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) Terhadap Tingkat Kemiskinan di Kabupaten/Kota Provinsi Banten Tahun 2011 – 2015”. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka permasalahan yang akan diteliti dan dibahas dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana pengaruh pendayagunaan dana ZIS, PDRB dan UMK terhadap jumlah penduduk miskin di Kabupaten/Kota Provinsi Banten secara parsial dan simultan? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang telah disebutkan, maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk menganalisis pengaruh pendayagunaan dana ZIS, PDRB dan UMK terhadap jumlah penduduk miskin di Kabupaten/Kota Provinsi Banten secara parsial dan simultan. D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
18
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran bagaimana kontribusi pendayagunaan dana ZIS, PDRB dan UMK terhadap kemiskinan di Kabupaten/Kota Provinsi Banten.. 2. Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan pemikiran bagi lembaga-lembaga terkait dalam menentukan kebijakan yang berkaitan dengan jumlah penduduk miskin. 3. Hasil penelitian ini diharapkan menambah khasanah ilmu ekonomi khususnya ekonomi pembangunan syariah. Manfaat khusus bagi ilmu pengetahuan yakni dapat menjadi referensi bagi studi-studi selanjutnya dan melengkapi kajian mengenai tingkat kemiskinan dengan mengungkap secara empiris faktor-faktor yang mempengaruhinya. E. Sistematika Penulisan Penelitian ini ditulis dengan sistematika bab sebagai berikut: BAB I :
PENDAHULUAN Dalam bab ini penulis akan menguraikan terkait alasan pemilihan judul atau latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II :
TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini penulis akan menguraikan dan menjelaskan landasan teori yang relevan bagi penelitian ini. Selain landasan teori, bab ini juga menguraikan tentang penelitian terdahulu yang menjadi acuan dalam penulisan penelitian, keterkaitan antar
19
variabel independen dengan variabel dependen, kemudian ditutup dengan kerangka pemikiran dan hipotesis penelitian. BAB III : METODOLOGI PENELITIAN Dalam bab ini penulis akan menguraikan dan menjelaskan ruang lingkup
penelitian,
metode
penentuan
sampel,
metode
pengumpulan data, metode analisis dan operasional variabel penelitian. BAB IV : ANALISIS DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini penulis akan membahas mengenai hasil penelitian: sekilas gambaran umum objek penelitian, analisis data dan pembahasan, yang menjelaskan bagaimana pengaruh Zakat, Infaq dan Shadaqah (ZIS), Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), dan
Upah
Minimum
Kabupaten/Kota
(UMK)
terhadap
Kemiskinan di Kabupaten/Kota Provinsi Banten periode 20112015, kemudian dilanjutkan dengan pembahasan hasil penelitian. BAB V :
PENUTUP Dalam bab ini akan menjelaskan kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan. Dalam bab ini juga akan menguraikan implikasi yang dapat penulis sampaikan dalam penulisan skripsi ini.
20
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori yang Berkenaan dengan Variabel yang Diambil 1. Kemiskinan a. Kemiskinan Kemiskinan adalah kondisi di mana seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan, tidak mampu memenuhi hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Sedangkan menurut Bank Dunia kemiskinan adalah kondisi di mana seseorang tidak dapat menikmati segala macam pilihan dan kesempatan dalam pemenuhan kebutuhan dasarnya seperti tidak dapat memenuhi kesehatan, standar hidup layak, kebebasan, harga diri dan rasa dihormati seperti orang lain. Bank Dunia mengelompokkan kemiskinan dalam dua kategori, yaitu kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif. Kemiskinan absolut mengacu pada satu set standard yang konsisten, tidak terpengaruh oleh waktu dan tempat/negara. Sebuah contoh dari pengukuran absolut adalah persentase dari populasi yang makan dibawah jumlah yang cukup menopang kebutuhan tubuh manusia (kira-kira 2000 - 2500 kalori per hari untuk laki-laki dewasa). Bank Dunia mengukur kemiskinan absolut sebagai orang yang hidup dengan pendapatan dibawah USD $1 per hari dan kemiskinan menengah untuk pendapatan dibawah $2 per hari. (The World Bank, 2007).
21
Menurut Friedman (1992), kemiskinan sebagai minimnya kebutuhan dasar sebagaimana yang dirumuskan dalam konferensi ILO tahun 1976. Kebutuhan dasar menurut konferensi tersebur dirumuskan sebagai berikut: a) Kebutuhan minimum dari suatu keluarga akan konsumsi privat (pangan, sandang, papan dan sebagainya) b) Pelayanan esensial atas konsumsi kolektif yang disediakan oleh dan untuk komunitas pada umunya (air minum sehat, sanitasi, tenaga listrik, angkutan umum, dan fasilitas kesehatan dan pendidikan). c) Partisipasi
masyarakat
dalam
pembuatan
keputusan
yang
mempengaruhi mereka. d) Terpenuhinya tingkat absolut kebutuhan dasar dalam kerangka kerja yang lebih luas dari hak-hak dasar manusia. e) Penciptaan lapangan kerja baik sebagai alat maupun tujuan dari strategi kebutuhan dasar. Menurut Suharto (2005) kemiskinan merupakan masalah global yang sering dikaitkan dengan masalah kebutuhan, kesulitan dan kekurangankekurangan dalam hidup. Kemiskinan memiliki beberapa ciri, yaitu: 1. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar (pangan, sandang dan papan). 2. Ketiadaan
akses terhadap kebutuhan hidup
dasar
(kesehatan, pendidikan, sanitasi, air bersih dan transportasi).
22
lainnya
3. Ketiadaan jaminan masa depan (karena tiada investasi untuk pendidikan dan keluarga). 4. Kerentanan terhadap goncangan yang bersifat individual maupun massal. 5. Rendahnya kualitas sumber daya manusia (SDM) dan keterbatasan sumber daya alam (SDA). 6. Ketidakterlibatan dalam kegiatan sosial masyarakat. 7. Ketiadaan akses terhadap lapangan kerja dan mata pencaharian yang berkesinambungan. 8. Ketidakmampuan untuk berusaha karena cacat fisik maupun mental. 9. Ketidakmampuan dan ketidakberuntungan sosial (anak terlantar, wanita korban tindak kekerasan rumah tangga, janda miskin, kelompok marjinal dan terpencil). Kemiskinan merupakan masalah kompleks dan multidimensional yang mencakup dimensi ekonomi, sosial dan politik (Nasoetion, 1996). Dimensi kemiskinan ditinjau dari sisi ekonomi adalah kondisi yang menggambarkan rendahnya permintaan agregat yang menyebabkan berkurangnya intensif untuk mengembangkan sistem produksi, rasio kapital
per
tenaga
kerja
yang
rendah
sehingga
menyebabkan
produktivitas tenaga kerja rendah, serta penyebab misalokasi sumber daya, terutama tenaga kerja. Dilihat dari sisi sosial, kemiskinan mengindikasikan lemahnya potensi masyarakat untuk berkembang. 23
Selain itu, kemiskinan juga terlihat dari minimnya aspirasi dan pendeknya horizon waktu wawasan ke depan suatu masyarakat. Sedangkan
apabila
dilihat
dari
sisi
politik,
kemiskinan
dapat
digambarkan melalui ketergantungan dan eksploitasi suatu kelompok masyarakat oleh kelompok masyarakat lainnya. Kemiskinan sekelompok masyarakat akan menimbulkan kesenjangan yang dampaknya lebih buruk daripada kemiskinan itu sendiri. Dalam literatur hukum Islam, istilah kemiskinan atau “miskin” dibedakan dengan “fakir”. Mengenai perbedaan kedua istilah tersebut, definisi miskin adalah yang memiliki harta benda/pencaharian atau kedua-duanya hanya bisa menutupi seperdua atau lebih dari kebutuhan pokok. Sedangkan yang disebut fakir ialah mereka yang tidak memiliki sesuatu harta benda atau tidak memiliki mata pencaharian tetap atau mempunyai harta benda tetapi hanya mampu menutupi kurang seperdua kebutuhan pokoknya (Yafie: 1986). Dalam mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Pendekatan ini dapat dihitung dengan Headcount Index, yaitu persentase penduduk miskin terhadap total penduduk. Sedangkan Bappenas menggunakan beberapa pendekatan utama untuk mewujudkan hak dasar masyarakat miskin (terpenuhinya 24
kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertahanan, sumber daya alam dan lingkungan hidup, rasa aman dari perlakuan atau ancaman tindak kekerasan dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial politik), yaitu pendekatan kebutuhan dasar, pendekatan pendapatan, pendekatan kemampuan dasar, dan pendekatan objektif dan subjektif (BAPPENAS: 2004). Kemiskinan dibagi dalam empat bentuk, yaitu: a) Kemiskinan
absolut,
kondisi
dimana
seseorang
memiliki
pendapatan di bawah garis kemiskinan atau tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan
pangan,
sandang,
papan,
kesehatan,
perumahan dan pendidikan yang dibutuhkan untuk bisa hidup dan bekerja. b) Kemiskinan relatif, kondisi miskin karena pengaruh kebijakan pembangunan yang belum menjangkau seluruh masyarakat, sehingga menyebabkan ketimpangan pada pendapatan. c) Kemiskinan kultural, mengacu pada persoalan sikap seseorang atau masyarakat yang disebabkan oleh faktor budaya, seperti tidak mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupan, malas, pemboros, tidak kreatif meskipun ada bantuan dari pihak luar. d) Kemiskinan struktural, situasi miskin yang disebabkan oleh rendahnya akses terhadap sumber daya yang terjadi dalam suatu sistem sosial budaya dan sosial politik yang tidak mendukung
25
pembebasan kemiskinan, tetapi seringkali menyebabkan suburnya kemiskinan. Kemiskinan juga dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu: 1. Kemiskinan alamiah, berkaitan dengan kelangkaan sumber daya alam dan prasarana umum, serta keadaan tanah yang tandus. 2. Kemiskinan buatan, lebih banyak diakibatkan oleh sistem modernisasi atau pembangunan yang membuat masyarakat tidak dapat menguasai sumber daya, sarana dan fasilitas ekonomi yang ada secara merata. Pemerintah saat ini memiliki berbagai program penanggulangan kemiskinan yang terintegrasi mulai dari program penanggulangan kemiskinan
berbasis
bantuan
sosial,
program
penanggulangan
kemiskinan yang berbasis pemberdayaan masyarakat serta program penanggulangan kemiskinan yang berbasis pemberdayaan usaha kecil, yang dijalankan oleh berbagai elemen pemerintah baik pusat maupun daerah.
Untuk
meningkatkan
efektifitas
upaya
penanggulangan
kemiskinan, Presiden telah mengeluarkan Perpres No. 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan, yang bertujuan untuk mempercepat penurunan angka kemiskinan hingga 8 % sampai 10 % pada akhir tahun 2014 (TNP2K: 2016). Terdapat empat strategi dasar yang telah ditetapkan dalam melakukan percepatan penanggulangan kemiskinan, yaitu: 1) Menyempurnakan program perlindungan sosial. 26
2) Peningkatan akses masyarakat miskin terhadap pelayanan dasar 3) Pemberdayaan masyarakat. 4) Pembangunan yang inklusif Terkait dengan strategi tersebut diatas, Pemerintah telah menetapkan instrumen penanggulangan kemiskinan yang dibagi berdasarkan empat klaster, masing-masing: Klaster I - Program bantuan sosial terpadu berbasis keluarga, Klaster II – Program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat dan Klaster III – Penanggulangan Kemiskinan Berbasis Pemberdayaan Usaha Ekonomi Mikro dan Kecil. Adapun program-program penanggulangan kemiskinan yang dilakukan oleh Pemerintah Republik Indonesia, yaitu: 1. Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), adalah program Pemerintah yang bertujuan memberikan kepastian jaminan kesehatan yang menyeluruh bagi seluruh rakyat Indonesia untuk dapat hidup sehat, produktif dan sejahtera. Sama halnya dengan program Jamkesmas, pemerintah bertanggungjawab untuk membayarkan iuran JKN bagi fakir miskin dan orang yang tidak mampu yang terdaftar sebagai peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI). 2. Kartu Keluarga Sejahtera (KKS), adalah kartu yang diterbitkan oleh Pemerintah sebagai penanda keluarga kurang mampu, sebagai pengganti Kartu Perlindungan Sosial (KPS). Melalui pelaksanaan program
ini,
diperkenalkan
penggunaan
teknologi
untuk
menjangkau masyarakat kurang mampu agar penyaluran program 27
dapat lebih baik dan efisien. Dengan pelaksanaan program ini, pemerintah dapat meningkatan martabat keluarga kurang mampu dengan perlindungan dan pemberdayaan serta tidak sekedar diberikan charity. 3. Program Indonesia Pintar (PIP) melalui KIP adalah pemberian bantuan tunai pendidikan kepada seluruh anak usia sekolah (6-21 tahun) yang menerima KIP, atau yang berasal dari keluarga miskin dan rentan (misalnya dari keluarga/rumah tangga pemegang Kartu Keluarga Sejahtera/KKS) atau anak yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Program Indonesia Pintar melalui KIP merupakan bagian penyempurnaan dari Program Bantuan Siswa Miskin (BSM) sejak akhir 2014. 4. Program Keluarga Harapan (PKH) adalah program perlindungan sosial yang memberikan bantuan tunai kepada Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM) dan bagi anggota keluarga RTS diwajibkan melaksanakan persyaratan dan ketentuan yang telah ditetapkan. Program ini dalam jangka pendek bertujuan mengurangi beban RTSM dan dalam jangka panjang diharapkan dapat memutus mata rantai kemiskinan antar generasi, sehingga generasi berikutnya dapat keluar dari perangkap kemiskinan. 5. Beras Untuk Keluarga Miskin (Raskin) merupakan subsidi pangan yang diperuntukkan bagi keluarga miskin sebagai upaya dari pemerintah
untuk
meningkatkan 28
ketahanan
pangan
dan
memberikan perlindungan pada keluarga miskin. Program ini bertujuan untuk mengurangi beban pengeluaran Rumah Tangga Sasaran (RTS) melalui pemenuhan sebagian kebutuhan pangan pokok dalam bentuk beras dan mencegah penurunan konsumsi energi dan protein. Selain itu raskin bertujuan untuk meningkatkan / membuka akses pangan keluarga melalui penjualan beras kepada keluarga penerima manfaat dengan jumlah yang telah ditentukan. 6. Kredit Usaha Rakyat (KUR) adalah dana pinjaman dalam bentuk Kredit Modal Kerja (KMK) dan atau Kredit Investasi (KI) dengan plafon kredit dari Rp. 5 Juta sampai dengan Rp. 500 Juta. Program ini bertujuan untuk meningkatkan akses pembiayaan perbankan yang sebelumnya hanya terbatas pada usaha berskala besar dan kurang menjangkau pelaku usaha mikro kecil dan menengah seperti usaha rumah tangga dan jenis usaha mikro lain yang bersifat informal,
mempercepat
pengembangan
sektor
riil
dan
pemberdayaan UMKM. b. Teori Kemiskinan Angka kemiskinan di Indonesia yang cenderung stabil bahkan meningkat setiap tahun, mengindikasikan bahwa masyarakat miskin sulit untuk keluar dari lingkaran setan kemiskinan (Vicius Sircle of Poverty). Teori tersebut pertama kali dikemukakan oleh seorang ahli ekonomi asal Swedia dan penerima hadiah nobel untuk ekonomi, Ragnar Nurkse. Teori itu menjelaskan sebab-sebab kemiskinan di negara-negara sedang 29
berkembang yang umunya baru merdeka dari penjajahan asing. Teori tersebut menyatakan bahwa tingkat pendapatan yang rendah akan menyebabkan permintaan rendah (pada sisi permintaan) dan tabungan yang rendah (pada sisi penawaran), sehingga tingkat investasi pun rendah. Tingkat investasi yang rendah menyebabkan kurangnya modal dan kembali menyebabkan produktivitas yang rendah (Jhingan, 2004). Salah satu upaya memutus lingkaran setan kemiskinan adalah dengan memberikan modal berupa modal kerja kepada masyarakat miskin agar mereka dapat melakukan usaha produktif sehingga mampu meningkatkan pendapatannya. Namun, akses masyarakat miskin terhadap sumber modal sangat terbatas. Kemiskinannya menyebabkan mereka dinilai tidak bankable sehingga tidak dapat mengakses dana untuk modal dari lembaga keuangan formal seperti bank. Pendapa tan rendah Permintaan rendah (sisi permintaan) Tabungan rendah (sisi penawaran)
Produktiv itas rendah
Investasi rendah
Kekurang an modal
Sumber: Jhingan, 2004. Gambar 2.1 Lingkaran Setan Kemiskinan 30
c. Penyebab Kemiskinan Sharp, et. Al dalam Amirullah (2001) mencoba mengidentifikasi penyebab kemiskinan yang dipandang dari sisi ekonomi. Pertama, secara mikro, kemiskinan muncul karena ketidaksamaan pola kepemilikan sumber daya yang menimbulkan distribusi pendapatan yang timpal. Penduduk miskin hanya memiliki sumber daya dalam jumlah terbatas dan kualitasnya rendah. Kedua, kemiskinan muncul akibat perbedaan dalam kualitas sumber daya manusia. Kualitas sumber daya manusia yang rendah berarti produktivitas rendah, yang pada gilirannya upahnya rendah. Rendahnya kualitas sumber daya manusia ini karena rendahnya tingkat pendidikan, nasib yang kurang beruntung, adanya diskriminasi, atau keturunan. Ketiga, kemiskinan muncul akibat perbedaan akses dalam modal. Ginanjar Karasmita (1996) mengemukakan bahwa kondisi kemiskinan dapat disebabkan empat penyebab utama, yaitu: 1. Rendahnya taraf pendidikan. Taraf pendidikan yang rendah mengakibatkan kemampuan pengembangan diri terbatas dan menyebabkan sempitnya lapangan pekerjaan untuk dimasuki. Dalam bersaing mendapatkan lapangan pekerjaan yang ada, taraf pendidikan juga menentukan. Taraf pendidikan yang rendah juga membatasi kemampuan untuk mencari dan memanfaatkan peluang.
31
2. Rendahnya tingkat kesehatan. Taraf kesehatan dan gizi rendah menyebabkan rendahnya daya tahan fisik, daya pikiran dan prakarsa. 3. Terbatasnya lapangan kerja. Keadaan kemiskinan karena kondisi pendidikan dan kesehatan diperberat oleh terbatasnya lapangan pekerjaan. Selama ada lapangan kerja atau kegiatan usaha, selama itu pula ada harapan untuk memustuskan lingkaran kemiskinan itu. 4. Kondisi keterisolasian. Banyak penduduk miskin, secara ekonomi tidak berdaya karena terpencil dan terisolasi. Mereka hidup terpencil sehingga sulit atau tidak dapat terjangkau oleh pelayanan pendidikan, kesehatan dan gerak kemajuan yang dinikmati masyarakat lainnya. Menurut Robert Chamber (2004) dalam Departemen Komunikasi dan Informatika (2008) inti dari masalah kemiskinan sebenarnya terletak pada apa yang disebut deprivation trap atau perangkap kemiskinan. Secara rinci, deprivation trap terdiri dari lima unsur, yaitu: kemiskinan itu sendiri, kelemahan fisik, keterasingan atau kadar isolasi, kerentanan dan ketidakberdayaan. Kelima unsur ini seringkali saling berkaitan satu sama lain, sehingga menjadi penyebab perangkap kemiskinan yang mematikan
peluang
hidup
seseorang
sehingga
kerentanan
dan
ketidakberdayaan perlu mendapat perhatian yang utama. Todaro
(2006)
menyatakan
bahwa
tinggi
rendahnya
tingkat
kemiskinan di suatu negara tergantung dari dua faktor utama, yakni: 32
tingkat pendapatan nasional rata-rata, dan lebar sempitnya kesenjangan dalam distribusi pendapatan. Selain itu Todaro juga menjelaskan bahwa adanya variasi kemiskinan di setiap wilayah karena disebabkan: 1. Perbedaan geografis, penduduk dan pendapatan. 2. Perbedaan sejarah. 3. Perbedaan kekayaan Sumber Daya Alam (SDA) dan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). 4. Perbedaan sektor swasta dan Negara. 5. Perbedaan struktur perindustrian. 6. Perbedaan pada ketergantungan kekuatan ekonomi dan politik dari negara lain. 7. Perbedaan pembagian kekuasaan, struktur politik dan kelembagaan dalam negeri. Penyebab lain dari kemiskinan dalam situasi sekarang adalah tiadanya kemampuan SDM dalam mengelola teknologi yang sudah berkembang. Dalam kaitan ini kemiskinan bersumber dari ketidakmampuan menguasai asset, baik asset fisik berupa alat-alat produksi, modal, mesin, peralatan, tanah dan tenaga kerja serta asset non-fisik yakni kesehatan, pendidikan, keterampilan, manajemen, informasi dan teknologi. Salah satu penyebab seseorang menjadi miskin, karena mereka tidak memiliki asset-asset tersebut,
yang
sebenarnya
merupakan
penghidupan.
33
sumber
pendapatan
dan
d. Ukuran Kemiskinan Badan
Koordinasi
Keluarga
Berencana
Nasional
(BKKBN),
mengukur kemiskinan berdasarkan dua kriteria yaitu (Suryawati, 2005): 1. Kriteria Keluarga Pra Sejahtera (Pra KS) yaitu keluarga yang tidak mempunyai kemampuan untuk menjalankan perintah agama dengan baik, minimum makan dua kali sehari, membeli lebih dari satu stel pakaian per orang per tahun, lantai rumah bersemen lebih dari 80% dan berobat ke Puskesmas bila sakit. 2. Kriteria Keluarga Sejahtera 1 (KS 1) yaitu keluarga yang tidak berkemampuan untuk melaksanakan perintah agama dengan baik, minimal satu kali per minggu makan daging/telor/ikan, membeli pakaian satu stel per tahun, rata-rata luas lantai rumah 8 meter per segi per anggota keluarga, tidak ada anggota keluarga umur 10 sampai 60 tahun yang buta huruf, semua anak berumur antara 5 sampai 15 tahun bersekolah, satu dari anggota keluarga mempunyai penghasilan rutin atau tetap, dan tidak ada yang sakit selama tiga bulan. Secara umum, ada dua macam ukuran kemiskinan yang biasa digunakan, yaitu kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif (Arsyad dan Widodo, 2006). 1) Kemiskinan absolut dikaitkan dengan tingkat pendapatan dan kebutuhan. Kebutuhan tersebut dibatasi pada kebutuhan pokok atau kebutuhan dasar (basic need) yang memungkinkan seseorang untuk 34
hidup secara layak. Apabila pendapatan tersebut tidak mencapai kebutuhan minimum, maka dapat dikatakan miskin. Sehingga dengan kata lain bahwa kemiskinan dapat diukur dengan membandingkan tingkat pendapatan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan hidup. 2) Kemiskinan relatif yaitu apabila seseorang yang sudah mempunyai tingkat pendapatan yang dapat memenuhi kebutuhan dasar minimum tidak selalu berarti tidak miskin. Hal ini terjadi karena kemiskinan lebih banyak ditentukan oleh keadaan sekitarnya walaupun pendapatannya sudah mencapai tingkat dasar minimum tetapi masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan masyarakat sekitarnya, maka orang tersebut masih berada dalam keadaan miskin. Berdasarkan konsep ini, garis kemiskinan akan mengalami perubahan apabila tingkat hidup masyarakat berubah sehingga konsep kemiskinan ini bersifat dinamis atau akan selalu ada. 2. ZIS (Zakat, Infaq, Shadaqah) a. Zakat 1) Definisi Zakat Zakat merupakan ibadah yang dapat diartikan banyak hal, baik secara etimologi maupun secara terminologi. Secara etimologi (bahasa) kata “zakat” merupakan kata dasar (masdar) dari zaka yang berarti tumbuh, berkah, bersih dan bertambahnya kebaikan (Qardawi, 2004). 35
Zakat ditinjau dari segi bahasa memiliki beberapa arti, yaitu albarakatu
yang
berarti
keberkahan,
al-namma
yang
berarti
pertumbuhan dan perkembangan, ath-thaharathu yang berarti kesucian, dan ash-shalahu yang berarti keberesan. Sedangkan menurut istilah, pengertian zakat adalah bagian dari harta yang telah memenuhi syarat tertentu, yang diwajibkan oleh Allah untuk diserahkan kepada yang berhak menerimanya dengan persyaratan tertentu pula (Hafidhuddin, 2002). Seseorang yang mengeluarkan zakat, berarti dia telah membersihkan diri, jiwa dan hartanya. Dia telah membersihkan jiwanya dari penyakit kikir (bakhil) dan membersihkan hartanya dari hak orang lain yang ada dalam harta itu. Orang yang berhak menerimanya pun akan bersih jiwanya dari penyakit dengki, iri hati terhadap orang yang mempunyai harta. Sedangkan menurut Departemen Agama RI (2009) zakat adalah harta wajib yang disisihkan oleh seorang muslim atau badan yang dimiliki oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan agama untuk diberikan
kepada
yang
sesuai
atau
berhak
menerima
nya.
(http://www.kemenag.go.id) 2) Jenis Zakat Menurut Mohammad Daud Ali (1988) zakat terdiri dari dua jenis, yaitu: a) Zakat maal atau zakat harta, yaitu bagian dari harta kekayaan seseorang (juga badan hukum) yang wajib 36
dikeluarkan untuk golongan orang-orang tertentu setelah dimiliki selama jangka waktu tertentu dalam jumlah minimal tertentu. b) Zakat fitrah, yaitu pengeluaran yang wajib dilakukan oleh setiap muslim yang mempunyai kelebihan dari keperluan keluarga yang wajar pada bulan puasa sebelum hari raya idul fitri. 3) Jenis Harta yang Dikeluarkan Untuk Zakat Jenis harta yang wajib dikeluarkan zakatnya adalah binatang ternak (almawasyi), hasil tanaman (az-zuru‟), emas dan perak (an-naqdain), perniagaan (attijarah), harta hasil temuan/harta karun (rikaz), dan hasil tambang (ma‟din). 4) Syarat Zakat Harta yang akan dikenakan zakatnya harus telah memenuhi persyaratan-persyaratan yang sesuai dengan syara’. Fakhruddin (2008) membagi syarat ini menjadi dua, yaitu syarat wajib dan syarat sah berdasarkan kitab al-fiqh al-islamiy wa adillatuhu. Adapun syarat wajib zakat adalah: a) Merdeka.
Seorang
budak
tidak
dikenai
kewajiban
membayar zakat, karena dia tidak memiliki sesuatu apapun. Semua miliknya adalah milik tuan nya. b) Islam. Seorang non muslim tidak wajib membayar zakat. Adapun untuk mereka yang murtad (keluar dari agama 37
Islam), terdapat perbedaan pendapat. Menurut Imam Syafi’i orang murtad diwajibkan membayar zakat terhadap hartaharta nya sebelum dia murtad. Sedangkan menurut Imam Hanafi, seorang murtad tidak dikenai zakat terhadap harta nya karena peruatan riddah nya telah menggugurkan kewajiban tersebut. Menurut Malikiyah, Islam adalah syarat sah, bukan syarat wajib. Oleh karena itu orang kafir wajib berzakat meskipun tidak sah menurut Islam. c) Baliq dan berakal. Anak kecil dan orang gila tidak dikenai zakat pada hartanya, karena keduanya tidak dikenai khitab perintah. d) Harta yang dikeluarkan adalah harta yang wajib dizakati. e) Harta yang dizakati telah mencapai nisab atau senilai dengannya. f)
Harta yang dizakati adalah milik penuh (al-milk al-tam). Harta tersebut berada dibawah kontrol dan di dalam kekuasaan pemiliknya, atau seperti menurut sebagian ulama bahwa harta itu berada di tangan pemiliknya, di dalamnya tidak tersangkut dengan hak orang lain dan ia dapat menikmatinya.
Atau
bisa
juga
dikatakan
sebagai
kemampuan pemilik harta mentransaksikan miliknya tanpa campur tangan orang lain.
38
g) Kepemilikan harta telah mencapai setahun atau cukup haul (ukuran waktu, masa). Haul adalah perputaran harta satu nisha dalam 12 bulan Qamariyah. h) Harta tersebut bukan merupakan hasil hutang. Imam Maliki mengatakan bahwa jika seseorang mempunyai hutang yang mengurangi nisab dan dia tidak mempunyai harta yang bisa menyempurnakan nisab nya, maka dia tidak wajib membayar zakat. Ini adalah syarat khusus untuk zakat emas dan perak jika keduanya bukan barang tambang dan barang temuan. i)
Harta yang akan dizakati melebihi kebutuhan pokok.
j)
Harta tersebut harus di dapatkan dengan cara yang baik dan halal. Maksudnya bahwa harta yang haram, baik substansi bendanya maupun cara mendapatkannya jelas tidak dikenakan kewajiban zakat, karena Allah tidak menerima kecuali yang baik dan halal.
k) Berkembang. Qardhawi dalam Fakhruddin (2008) membagi pengertian tersebut menjadi dua. Pertama, bertambah secara konkrit (haqiqi). Kedua, bertambah secara tidak konkrit (taqdiri). Berkembang secara konkrit adalah bertambah akibat pembiakan dan perdagangan atau sejenisnya. Sedangkan berkembang tidak secara konkrit adalah
39
kekayaan itu berpotensi berkembang baik berada di tangannya maupun di tangan orang lain atas namanya. Sedangkan syarat-syarat sah pelaksanaan zakat yaitu: a.
Niat.
b.
Tamlik
(memindahkan
kepemilikan
harta
kepada
penerimaan). 5) Hukum Zakat Zakat merupakan bagian dari Rukun Islam yang ke tiga, dan merupakan kewajiban bagi seluruh umat muslim. Kewajiban zakat merupakan sesuatu yang ma'lum minad-din bid-darurah (diketahui keberadaannya secara otomatis) dan merupakan bagian mutlak dari keislaman seseorang. Dasar hukum zakat dapat dijumpai baik dalam Qur'an, maupun sunnah. a) QS. Al-Baqarah [2] ayat 110:
َ َ ُْواِِلَنفُسِ ُكمِمِّن ِِخٌ ٍْر َوأَقٌِمُواِالص َََل َة َِوآ ُت ِ واِالز َكا َةِ َِۚو َماِ ُت َق ِّدم ٌِونِبَصِ ٌر ِ َ َت ِج ُدوهُِعِ ن َد َ ُِب َماِ َتعْ َمل َ َ ََِّللاِِۗإِن ِ َِّللا Artinya: “Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahalanya pada sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Melihat apa-apa yang kamu kerjakan.”
40
b) QS. At-Taubah [9] ayat 60:
ُ ص َد َق ِاِو ْالم َُؤلَ َف ِة َ إِ َن َماِال َ ٌِنِ َعلَ ٌْ َه َ ٌِِن َِو ْال َعا ِمل ِ اتِل ِْلفُ َق َرا ِء َِو ْال َم َساك ٌِِۖل ِ َ ٌل َ ٌِن َِوف َ ارم َ قُلُو ُب ُِه ْم َِوفًِِالرِّ َقاب ِ ْنِالس َِب ِ ًِِس ِب ِ َِّللا َِواب ِ ِِو ْال َغ َ َِّللاِ َِۗو ِِحكٌِ ٌم ِ َ ض ًةِم َِّن َ َّللاُِ َعلٌِ ٌم َ ٌَف ِر Artinya: “Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat,
para
muallaf
yang
dibujuk
hatinya
untuk
(memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang untuk jalan Allah orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” c) QS. At-Taubah [9] ayat 103:
ِ َصلِِّ َعلٌَ ِْه ْمِِۖإِن َ اِو َ مِب َه َ ُِخ ْذِمِنْ ِأَم َْوال ِِه ْم ِ ص َد َق ًةِ ُت َط ِّه ُر ُه ْم َِو ُت َز ِّك ِ ٌه َ ِۗو َِّللاُِ َسمٌِعٌِ َعلٌِ ٌم َ ِكِ َس َكنٌ ِلَ ُه ْم َ ص ََل َت َ Artinya: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu menjadi ketentraman jiwa buat mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
41
Adapun dasar hukum berdasarkan Sunnah, yaitu: a) Hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Umar Rosulullah, yang artinya: “Islam itu ditegakkan atas lima pilar: syahadat yang menegaskan bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad utusan Allah, mendirikan sholat, membayar zakat, menunaikan haji dan berpuasa pada bulan Ramadhan” (HR Bukhari Muslim) b) Hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Muslim dari Abu Hurairah, yang artinya: “Seseorang yang menyimpan hartanya tidak dikeluarkan zakatnya akan dibakar dalam neraka jahanam baginya dibuatkan setrika dari api, kemudian disetrikakan ke lambung dan dahinya. (HR Ahmad dan Muslim). Selain dasar hukum yang bersumber dari Al-Qur’an dan Sunnah, peraturan mengenai zakat juga terdapat dalam hukum positif, diantaranya yaitu: a.
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat yang secara garis besar berisi pedoman zakat mulai dari ketentuan umum, tujuan zakat, organisasi pengelolaan zakat,
pengumpulan,
pendistribusian
dan
pelaporan,
pembinaan dan pengawasan, peran serta masyarakat, hingga sanksi dan larangan terkait dengan zakat. 42
b.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat.
c.
Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 114 Tahun 2014 tentang Pembentukan Badan Amil Zakat Nasional Provinsi.
d.
Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji Nomor D/291 Tahun 2000 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Zakat.
6) Prinsip Zakat Menurut M.A. Manan dalam bukunya Islamic Econonomics: Theory and Practice (1993), zakat mempunyai enam prinsip, yaitu: a) Prinsip keyakinan keagamaan (faith), yaitu menyatakan bahwa
orang
yang
membayar
zakat
yakin
bahwa
pembayaran tersebut merupakan salah satu manifestasi keyakninan
agamanya,
sehingga
kalau
orang
yang
bersangkutan belum menunaikan zakatnya, belum merasa sempurna ibadahnya. b) Prinsip pemerataan (equity) dan keadilan, yaitu membagi lebih adil kekayaan yang telah diberikan Tuhan kepada manusia. c) Prinsip produktivitas (productivity) dan kematangan, yaitu menenkankan bahwa zakat memang wajar harus dibayar 43
karena milik tertentu telah menghasilkan produk tertentu. Dan hasil (produksi) tersebut hanya dapat dipungut setelah lewat jangka waktu satu tahun yang merupakan ukuran normal memperoleh hasil tertentu. d) Prinsip nalar (reason) dan prinsip kebebasan (freedom), yaitu menjelaskan bahwa zakat hanya dibayar oleh orang yang bebas dan sehat jasmani serta rohaninya, yang merasa mempunyai tanggung jawab untuk membayar zakat untuk kepentingan bersama. Zakat tidak dipungut dari orang yang sedang dihukum atau orang yang menderita sakit jiwa. e) Prinsip etik (ethic) dan kewajaran, yaitu bahwa zakat tidak akan diminta secara semena-mena tanpa memperlihatkan akibat yang ditimbulkannya. 7) Hikmah dan Manfaat Zakat Zakat merupakan suatu ibadah maliyah yang memiliki hikmah dan manfaat yang sangat besar bagi muzakki maupun mustahiq yang menerimanya, menurut Hafihuddin (2002) diantara hikmah dan manfaat tersebut adalah sebagai berikut: a.
Sebagai bentuk perwujudan keimanan kepada Allah SWT, selain itu juga merupakan perwujudan dari rasa syukur kita kepada Allah SWT, memupuk akhlaq mulia dengan menumbuhkan menghilangkan
rasa sifat 44
kemanusiaan rakus,
kikir
yang dan
tinggi,
materialistis,
membersihkan dan mengembangkan harta yang dimiliki, serta memupuk ketenangan hidup. b.
Sebagai bentuk ta‟awuniyah terhadap mustahiq terutama fakir miskin, untuk membantu dan membina mereka ke arah kehidupan yang lebih sejahtera sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dengan layak, dapat beribadah dengan tenang serta dapat terhindar dari kekufuran dan perasaaan iri dan dengki terhadap orangorang yang memiliki kelebihan harta.
c.
Sebagai pilar amal bersama dan juga sebagai bentuk jaminan sosial bagi para mustahiq, melalui pengelolaan dan pendayagunaan zakat yang optimal, maka kehidupan para mustahiq dapat diperhatikan dengan baik.
d.
Sebagai salah satu sumber dana bagi pembangunan sarana dan prasarana yang dibutuhkan umat Islam seperti sumber dana untuk pembangunan masjid, madrasah, dll.
e.
Sebagai bentuk sosialisasi etika bisnis yang benar, bahwa di dalam harta yang kita peroleh dari kegiatan usaha maupun bisnis di dalamnya terkandung hak milik orang lain pula.
f.
Sebagai
instrumen
pemerataan
membangun kesejahteraan.
45
pendapatan
dalam
8) Golongan Penerima Zakat Al-Qur'an telah memberikan perhatian secara khusus dengan menerangkan
kepada
siapa
zakat
harus
diberikan.
Tidak
diperkenankan membagikan zakat menurut kehendak sendiri atau karena kedekatan sosial tertentu. Allah SWT berfirman dalam QS. AtTaubah [9]: 60
ُ َص َدق َّ إِنَّ َما ال ات لِ ْلفُقَ َرا ِء َو ْال َم َسا ِكي ِن َو ْال َعا ِملِينَ َعلَ ْيهَا َو ْال ُم َؤلَّفَ ِة قُلُىبُهُ ْم َوفِي َّ َّللا ۗ َو َُّللا َ َّللا َوا ْب ِن ال َّسبِي ِل ۖ فَ ِري ِ َّ َضةً ِّمن ِ َّ يل ِ ال ِّرقَا ِ ِار ِمينَ َوفِي َسب ِ ب َو ْال َغ َعلِي ٌم َح ِكي ٌم "Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang faqir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana." (QS. At-Taubah [9]: 60). Adapun golongan yang berhak menerima zakat berdasarkan QS. At-Taubah [9]: 60 yaitu terdiri dari delapan asnaf (golongan) (AlMaraghi, 1992) yaitu: 1.
Orang faqir: orang yang amat sengsara hidupnya, tidak mempunyai
harta
penghidupannya.
46
dan
tenaga
untuk
memenuhi
2.
Orang miskin: orang yang tidak cukup penghidupannya dan dalam keadaan kekurangan.
3.
Pengurus
zakat:
orang
yang
diberi
tugas
untuk
mengumpulkan dan membagikan zakat. 4.
Muallaf: orang kafir yang ada harapan masuk Islam dan orang yang baru masuk Islam yang imannya masih lemah.
5.
Memerdekakan budak: mencakup juga untuk melepaskan Muslim yang ditawan oleh orang-orang kafir.
6.
Orang berhutang: orang yang berhutang karena untuk kepentingan yang bukan maksiat dan tidak sanggup membayarnya.
7.
Pada jalan Allah (sabilillah): Yaitu untuk keperluan pertahanan Islam dan kaum muslimin.
8.
Orang yang sedang dalam perjalanan yang bukan maksiat mengalami kesengsaraan dalam perjalanannya.
Abu Hanifah dan Ahmad mensunahkan pembagian secara merata kepada semua asnaf jika hartanya mencukupi. Akan tetapi jika hartanya tidak mencukupi maka zakat boleh diberikan kepada sebagian dari delapan golongan tersebut, bahkan boleh diberikan kepada satu orang saja. Imam Malik mengatakan tidak wajib memberikan harta zakat kepada semua asnaf, namun zakat harus diberikan kepada golongan yang lebih membutuhkan santunan.
47
b. Infaq 1) Definisi Infaq Menurut Ayubi (2008) kata Infaq adalah kata serapan dari Bahasa Arab yaitu al-infaq. Kata al-infaq adalah mashdar dari kata anfaqayunfiqu-infaq[an]. Kata anfaqa sendiri merupakan kata bentukan yang asalnya nafaqa-yanfuqu-nafaq[an] yang artinya, nafada (habis), faniya (hilang/lenyap), naqasha (berkurang), qalla (sedikit), dzahaba (pergi), kharaja (keluar). Karena itu, kata al-infaq secara bahasa bisa berarti infad (menghabiskan), ifna‟ (pelenyapan/pemunahan), taqlil (pengurangan), idzhab (menyingkirkan) atau ikhraj (pengeluaran). Infaq berasal dari kata anfaqa yang berarti mengeluarkan sesuatu (harta) untuk suatu kepentingan (Hafihuddin, 2002). Sedangkan definisi infaq menurut Hidayat (2010) adalah pengeluaran sukarela yang dilakukan seseorang setiap kali memperoleh rezeki sebanyak yang dikehendakinya. Jika zakat ada nishabnya kalau infaq tidak ada nishabnya. Infaq dikeluarkan oleh setiap orang yang beriman baik berpenghasilan tinggi maupun rendah, baik disaat sempit ataupun lapang. 2) Dasar Hukum Infaq a) QS. Al-Baqarah [2] ayat 215
48
َ ْونِِۖقُلِْ َماِأَن َف ْق ُتمِمِّن ٌِن َ ْن َِو ْاِلَ ْق َر ِب َ ُكِ َما َذاٌُِن ِفق َ ٌَسْ أَلُو َن ِ ٌِخٌ ٍْرِ َفل ِْل َوالِ َد َ ٌْلِ َِۗو َماِ َت ْف َعلُواِمِن ِِِبه ِ ْنِالس َِب َ َ َِخٌ ٍْرِ َفإِن ِ َِّللا ِ ٌِن َِواب ِ َو ْال ٌَ َتِا َم ٰى َِو ْال َم َساك َِعلٌِ ٌم Artinya: “Mereka bertanya tentang apa yang mereka nafkahkan. Jawablah: "Apa saja harta yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan". Dan apa saja kebaikan yang kamu buat, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya.” b) QS.Al-Imran [3] ayat 134
ْ ٌِن ٌِِنِ َع ِن َ ِال َغ ٌْ َظ َِو ْال َعاف َ ونِفًِِالسَرَ ا ِء َِوالضَرَ ا ِء َِو ْال َكِاظِ م َ ٌُِنٌُِن ِفق َ الَذ َ اسِ َِۗو ْ َُّّللاُِ ٌُحِب ٌِِن َ ِالمُحْ سِ ن ِ ال َن Artinya: “(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” c. Shadaqah 1) Pengertian Shadaqah Inoed dkk (dalam Sholihin, 2010) menyatakan bahwa shadaqah berasal dari kata shadaqa yang berarti benar, dan dapat dipahami dengan memberikan atau mendermakan sesuatu kepada orang lain. 49
Dalam konsep ini, shadaqah merupakan wujud dari keimanan dan ketaqwaan seseorang, artinya orang yang suka bershadaqah adalah orang yang benar pengakuan imannya. Dalam istilah syariat Islam, shadaqah sama dengan pengertian infaq, termasuk juga hukum dan ketentuan-ketentuannya. Sisi perbedaannya hanya terletak pada bendanya. Infaq berkaitan dengan materi, sedangkan shadaqah berkaitan dengan materi dan non materi, baik dalam bentuk pemberian uang atau benda, tenaga atau jasa, menahan diri untuk tidak berbuat kejahatan, mengucapkan takbir, tahmid, tahlil bahkan yang paling sederhana adalah tersenyum kepada orang lain dengan ikhlas. Shadaqah adalah pemberian harta kepada orang-orang fakir, orang yang membutuhkan ataupun pihak-pihak lain yang berhak menerima shadaqah tanpa disertai imbalan (Yunus, 1936). Shadaqah mempunyai cakupan yang sangat luas dan digunakan Al-Qur’an untuk mencakup segala jenis sumbangan. Shadaqah berarti memberi derma, termasuk memberi derma untuk memenuhi hukum dimana kata zakat digunakan dalam Al-Qur’an dan sunnah. Zakat juga dapat disebut shadaqah karena zakat juga merupakan derma yang diwajibkan sedangkan shadaqah adalah sukarela. Zakat dikumpulkan oleh pemerintah sebagai suatu pungutan wajib, sedangkan shadaqah diberikan secara sukarela.
50
2) Dasar Hukum Shadaqah Shadaqah adalah sesuatu yang ma’ruf (benar dalam pandangan syura). Firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah [2] ayat 245:
َ ٌِر ًةِ َِۚو ً َِّْللاِ َقر َُِّللا َ ضاعِ َفهُِلَهُِأَضْ َعا ًفاِ َكث َ ٌُ اِح َس ًناِ َف َ ض َ َ ُمَنِ َذاِالَذِيِ ٌُ ْق ِرض ُ ِبضُ َِو ٌَ ْبس ُِون َِ ُط َِوإِلَ ٌْهِِ ُترْ َجع ِ ٌَ ْق Artinya: “Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan meperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.” Hadis yang menganjurkan sedekah juga tidak sedikit jumlahnya. Para fuqaha sepakat hukum sedekah pada dasarnya adalah sunah. Di samping sunah, adakalanya hukum sedekah menjadi haram yaitu dalam kasus seseorang yang bersedekah mengetahui pasti bahwa orang yang bakal menerima sedekah tersebut akan menggunakan harta sedekah untuk kemaksiatan. Terakhir ada kalanya juga hukum sedekah berubah menjadi wajib, yaitu ketika seseorang bertemu dengan orang lain yang sedang kelaparan hingga dapat mengancam keselamatan jiwanya, sementara dia mempunyai makanan yang lebih dari apa yang diperlukan saat itu. Hukum sedekah juga menjadi wajib jika seseorang bernazar hendak bersedekah kepada seseorang atau lembaga (Ichsan, 2016). 51
d. Pendayagunaan ZIS Pendayagunaan Zakat, Infaq dan Shadaqah (ZIS) adalah pengupayaan agar harta ZIS mampu mendatangkan hasil bagi penerimanya. Dana ZIS merupakan sumber dana yang potensial, yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan hidup umat manusia, terutama golongan orang fakir miskin, sehingga mereka bisa hidup layak secara mandiri tanpa meminta belas kasihan orang lain. Secara garis besar, dana ZIS dapat didistribusikan pada dua jenis kegiatan, yaitu kegiatan-kegiatan yang bersifat konsumtif dan produktif (Nasution et al., 2008). Kegiatan konsumtif adalah kegiatan yang berupa bantuan sesaat untuk menyelesaikan masalah yang sifatnya mendesak dan langsung habis setelah bantuan tersebut digunakan (jangka pendek). Sedangkan kegiatan produktif adalah pemberian bantuan yang diperuntukkan bagi kegiatan usaha produktif sehingga dapat memberikan dampak jangka menengah-panjang bagi para mustahiq. Pendayagunaan ZIS yang bersifat konsumtif dapat disalurkan dalam bentuk bantuan biaya kesehatan, pendidikan, serta kegiatan sosial lain yang bersifat insidental seperti bantuan penanganan bencana alam. Sedangkan pendayagunaan ZIS produktif dapat dilakukan melalui kegiatan pengembangan dan pemberdayaan UMKM serta pemberdayaan berbasis komunitas. Pendayagunaan ZIS secara produktif dapat dilakukan dengan memberikan pembiayaan 52
produktif
kepada
para
mustahiq.
Menurut
Antonio
(2001),
pembiayaan produktif adalah pembiayaan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan produksi dalam arti luas, yaitu untuk peningkatan usaha, baik usaha produksi, perdagangan maupun investasi.
Berdasarkan jenis keperluannya, pembiayaan produktif
dibagi menjadi dua, yaitu: 1) Pembiayaan modal kerja, yang merupakan pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan peningkatan produksi secara kuantitatif (jumlah hasil produksi) dan kualitatif (peningkatan kualitas atau mutu hasil produksi) serta untuk keperluan perdagangan atau peningkatan utility of place dari suatu barang. 2) Pembiayaan investasi, yang merupakan pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan barang-barang modal (capital goods), serta fasilitas-fasilitas yang erat kaitannya dengan investasi. Selain itu, Yusuf Al-Qardhawi dalam bukunya fiqh Zakat juga menyatakan bahwa pemerintah Islam diperbolehkan membangun pabrik-pabrik atau perusahaan-perusahaan dari uang zakat untuk kemudian
kepemilikan
dan
keuntungannya
digunakan
bagi
kepentingan fakir miskin, sehingga kebutuhan mereka dapat terpenuhi sepanjang masa (Ismail Nawawi, 2010). Pada masa kekhalifahan (kepemimpinan) Umar bin Khatab dana zakat yang diperoleh sebagian dimasukkan ke sisi pengeluaran untuk
53
membiayai dana pensiun bagi penduduk yang bergabung dalam kemiliteran dan kepegawaian seperti pegawai sipil. Dalam rangka optimalisasi pendayagunaan dana ZIS, untuk meningkatkan kepercayaan dan motivasi para muzakki untuk berzakat melalui lembaga amil zakat serta mempercepat proses pengentasan kemiskinan dan perbaikan taraf ekonomi, pengembangan sistem dan proses profesionalisme pengelolaan dana ZIS merupakan sebuah keniscayaan. Dengan meningkatnya kemauan para muzakki untuk berzakat melalui lembaga amil, pengelolaan dan pendayagunaan dana ZIS yang terkumpul
dapat dimaksimalkan, sehingga diharapkan
kemiskinan dapat berkurang. Pemberdayaan zakat harus berdampak positif bagi mustahiq, baik secara ekonomi mahupun sosial. Dari sisi ekonomi, mustahiq dituntut benar-benar dapat mandiri dan hidup secara layak sedangkan dari sisi sosial, mustahiq dituntut dapat hidup sejajar dengan masyarakat yang lain. Hal ini berarti, zakat tidak hanya didistribusikan untuk hal-hal yang konsumtif saja dan hanya bersifat charity tetapi lebih untuk kepentingan yang produktif dan bersifat edukatif. 3. Upah a. Definisi Upah Minimum Kebijakan upah minimum telah menjadi isu yang penting dalam masalah ketenagakerjaan di beberapa negara baik maju maupun berkembang. Upah pada dasarnya merupakan sumber utama 54
penghasilan seseorang, oleh karenanya upah harus cukup untuk memenuhi kebutuhan pekerja dan keluarganya dengan wajar. Sebagai imbalan terhadap tenaga dan pikiran yang diberikan pekerja kepada pengusaha, maka pengusaha akan memberikan kepada pekerja dalam bentuk upah. Upah adalah pembayaran atas jasa-jasa fisik maupun mental yang disediakan oleh tenaga kerja kepada para pengusaha (Sukirno, 2009). Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor: Per-01/Men/1999 tentang Upah Minimum adalah upah bulanan rendah yang terdiri dari upah pokok termasuk tunjangan tetap. Yang dimaksud dengan tunjangan tetap adalah suatu jumlah imbalan yang diterima pekerja secara tetap dan teratur pembayarannya, yang tidak dikaitkan dengan kehadiran ataupun pencapaian prestasi tertentu. Menurut Kaufman (2000), tujuan utama ditetapkannya upah minimum adalah memenuhi standar hidup minimum seperti untuk kesehatan, efisiensi, dan kesejahteraan pekerja. Upah minimum adalah usaha untuk mengangkat derajat penduduk berpendapatan rendah, terutama pekerja miskin. Menurut Ranupandojo dan Husnan (2000), faktor-faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya tingkat upah adalah sebagai berikut: 1.
Penawaran dan Permintaan Tenaga Kerja Faktor ini berkaitan dengan hukum permintaan dan penawaran, dimana untuk pekerjaan yang membutuhkan keterampilan (skill) 55
tinggi, dan jumlah tenaga kerjanya langka, maka upah cenderung tinggi. Sedangkan untuk jabatan yang mempunyai “Penawaran” yang melimpah, maka upah akan cenderung menurun. 2.
Organisasi Buruh Ada tidaknya organisasi buruh, serta kuat lemahnya organisasi buruh yang ada dalam suatu perusahaan akan ikut mempengaruhi terbentuknya tingkat upah. Adanya serikat buruh yang kuat akan meningkatkan tingkat upah demikian pula sebaliknya.
3.
Kemampuan untuk Membayar Bagi perusahaan, upah merupakan salah satu komponen biaya produksi, dan akhirnya akan mengurangi keuntungan. Jika kenaikan biaya produksi sampai mengakibatkan kerugian perusahaan, maka perusahaan tidak akan mampu memenuhi fasilitas karyawan.
4.
Produktivitas Kerja Upah insentif sebenarnya merupakan imbalan atas atas prestasi karyawan. Semakin tinggi prestasi karyawan seharusnya semakin besar pula upah yang ia terima. Prestasi ini biasanya dinyatakan sebagai produktivitas kerja.
5.
Biaya Hidup Faktor lain yang perlu diperhatikan juga adalah biaya hidup. Dikota besar dimana biaya hidup tinggi, upah kerja cenderung
56
tinggi. Biaya hidup juga merupakan batas penerimaan upah dari karyawan. 6.
Pemerintah Pemerintah dengan peraturan-peraturannya juga mempengaruhi tinggi rendahnya upah. Peraturan tentang upah minimum merupakan batas bawah dari tingkat upah yang akan dibayarkan. Dalam pasar tenaga kerja sangat penting untuk menetapkan
besarnya upah yang harus dibayarkan perusahaan pada pekerjanya. Undang-undang upah minimum menetapkan harga terendah tenaga kerja yang harus dibayarkan (Mankiw, 2006). b. Teori Upah Minimum Kebijakan upah minimum di Indonesia tertuang dalam Peraturan Menteri
Tenaga
Kerja
Nomor:
Per-01/Men/1999
dan
UU
Ketenagakerjaan No. 13 tahun 2003. Menurut Rachman (2005), Tujuan penetapan upah minimum dapat dibedakan secara mikro dan makro. Secara mikro tujuan penetapan upah minimum, yaitu: 1.
Sebagai jaring pengaman agar upah tidak merosot
2.
Mengurangi kesenjangan antara upah terendah dan tertinggi di perusahaan
3.
Meningkatkan penghasilan pekerja pada tingkat paling bawah. Sedangkan secara makro, tujuan penetapan upah minimum, yaitu:
(a) Pemerataan pendapatan (b) Peningkatan daya beli pekerja dan perluasan kesempatan kerja 57
(c) Perubahan struktur biaya industri sektoral (d) Peningkatan produktivitas kerja nasional (e) Peningkatan etos dan disiplin kerja (f) Memperlancar komunikasi pekerja dan pengusaha dalam rangka hubungan bipartite. Pada awalnya upah minimum ditentukan secara terpusat oleh Departemen Tenaga Kerja untuk region atau wilayah-wilayah di seluruh Indonesia. Dalam perkembangan otonomi daerah, kemudian mulai tahun 2001 upah minimum ditetapkan oleh masing-masing provinsi. Upah Minimum ini dapat dibedakan menjadi upah minimum regional dan upah minimum sektoral. 1.
Upah Minimum Regional Upah Minimum Regional adalah upah bulanan terendah yang terdiri dari upah pokok dan tunjangan tetap bagi seorang pekerja tingkat paling bawah dan bermasa kerja kurang dari satu tahun yang berlaku di suatu daerah tertentu.
2.
Upah Minimum Sektoral Upah minimum sektoral adalah upah yang berlaku dalam suatu provinsi berdasarkan kemampuan sektor.
4. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) a. Definisi PDRB (Produk Domestik Regional Bruto)
58
Salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi disuatu daerah/provinsi dalam suatu periode tertentu ditunjukkan oleh data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Badan Pusat Statistik mendefinisikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sebagai jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu wilayah, atau merupakan jumlah seluruh nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi di suatu wilayah. PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada setiap tahun, sedang PDRB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada tahun tertentu sebagai dasar. PDRB atas dasar harga konstan digunakan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun (Sadono Sukirno, 2000), sedangkan menurut BPS, PDRB atas dasar harga berlaku digunakan untuk menunjukkan besarnya struktur perekonomian dan peranan sektor ekonomi. Total PDRB menunjukkan jumlah seluruh nilai tambah yang dihasilkan oleh penduduk dalam periode tertentu. PDRB dapat menggambarkan kemampuan suatu daerah dalam mengelola sumber daya yang dimilikinya. Oleh karena itu, besaran PDRB yang dihasilkan oleh masing-masing daerah sangat bergantung kepada potensi faktor-faktor produksi di daerah tersebut (Permana, 2012). Adanya keterbatasan dalam penyediaan faktor-faktor tersebut menyebabkan besaran PDRB bervariasi antar daerah. Dalam bukunya, 59
Hadi Sasana menulis bahwa PDRB adalah nilai bersih barang dan jasajasa akhir yang dihasilkan oleh berbagai kegiatan ekonomi di suatu daerah dalam satu periode (Hadi Sasana, 2006). Cara Perhitungan PDRB dapat diperoleh melalui tiga pendekatan, yaitu pendekatan produksi, pendekatan pendapatan, dan pendekatan pengeluaran. 1.
Menurut pendekatan produksi, PDRB adalah jumlah nilai barang dan jasa akhir yang diproduksi oleh suatu unit kegiatan ekonomi di daerah tersebut dikurangi biaya antara masing-masing total produksi bruto tiap kegiatan subsektor atau sektor dalam jangka waktu tertentu (satu tahun). Unit-unit produksi tersebut dalam penyajiannya dikelompokan menjadi 9 sektor atau lapangan usaha, yaitu ; (1) Pertanian; (2) pertambangan dan penggalian; (3) industri pengolahan; (4) listrik, gas dan air bersih; (5) bangunan; (6) perdagangan, hotel, dan restoran; (7) pengangkutan dan komunikasi; (8) keuangan, persewaan dan jasa perusahaan; dan (9) jasa-jasa.
2.
Menurut pendekatan pengeluaran, PDRB adalah penjumlahan semua komponen permintaan akhir. Komponen-komponen tersebut meliputi : a) Pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta yang tidak mencari untung, b) Konsumsi pemerintah, c) Pembentukan modal tetap domestik bruto, d) perubahan stok, e) Ekspor netto. 60
3.
Menurut pendekatan pendapatan, PDRB merupakan jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi dalam suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu. Balas jasa faktor produksi yang dimaksud adalah upah dan gaji, sewa rumah, bunga modal dan keuntungan. Semua hitungan tersebut sebelum dipotong pajak penghasilan dan pajak lainnya.
Cara penyajian Produk Domestik Regional Bruto disusun dalam dua bentuk, yaitu: a.
Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga konstan. Menurut BPS Pengertian Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga konstan yaitu jumlah nilai produksi, pengeluaran atau pendapatan yang dihitung menurut harga tetap. Dengan cara menilai kembali atau mendefinisikan berdasarkan harga-harga pada tingkat dasar dengan menggunakan indeks harga konsumen. Dari perhitungan ini tercermin tingkat kegiatan ekonomi yang sebenarnya melalui Produk Domestik Regional Bruto riil nya.
b.
Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga berlaku. Pengertian Produk Domestik Regional Bruto atas harga berlaku menurut BPS adalah jumlah nilai tambah bruto yang timbul dari seluruh sektor perekonomian di suatu wilayah. Yang dimaksud nilai tambah yaitu merupakan nilai yang ditambahkan kepada barang dan jasa yang dipakai oleh unit produksi dalam proses 61
produksi. Nilai yang ditambahkan ini sama dengan balas jasa atas ikut sertanya faktor produksi dalam proses produksi. B. Keterkaitan Antar Variabel Bebas dengan Variabel Terikat 1. Pengaruh Zakat, Infaq dan Shadaqah (ZIS) Terhadap Kemiskinan Dalam sejarah perkembangan dunia Islam, ZIS merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang sangat penting, selain itu ZIS juga merupakan alat bantu sosial mandiri yang menjadi kewajiban moral bagi orang kaya untuk membantu yang miskin, sehingga kemiskinan dan kemelaratan dapat terhapuskan dari masyarakat. Dalam Islam penghidupan orang-orang fakir mendapat jaminan dari berbagai segi, yaitu jaminan atas individu dengan dirinya sendiri, dengan keluarga dekat, dengan masyarakat dan antara umat dengan umat yang lainnya. Al-Qardhawi (2002) mengatakan bahwa tujuan mendasar ibadah zakat itu adalah untuk menyelesaikan berbagai macam persoalan sosial seperti pengangguran, kemiskinan, dan lain-lain. Sistem distribusi zakat merupakan solusi terhadap persoalan-persoalan tersebut dengan memberikan bantuan kepada orang miskin tanpa memandang ras, warna kulit, etnis, dan atributatribut keduniawian lainnya. Dengan adanya zakat, bukan berarti kewajiban pemerintah untuk menciptakan kesejahteraan dapat hilang begitu saja, karena zakat hanya membantu menggeser sebagian tanggung jawab pemerintah kepada masyarakat. Dengan demikian, zakat merupakan penopang dan tambahan
62
bagi
pemerintah
dalam
menciptakan
pemerataan
dan
pengurangan
kemiskinan. Pendapat M Nazori Majid (2003) menyatakan bahwa terdapat tiga hal yang terkait dalam zakat dalam pembangunan ekonomi yaitu: zakat akan memakan harta yang didiamkan atau ditimbun, zakat merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi orang yang kurang beruntung serta dapat mendorong tercapainya standar hidup masyarakat miskin dengan memperbaiki tingkat produktivitasnya, institusi zakat dapat menambah agregat permintaan dalam skala makro ekonomi yang lebih tinggi. Menurut Manan (1997) zakat sebagai salah satu kebijakan fiskal yang menjadi sendi utama dari sistem ekonomi Islam, diharapkan mampu mengembangkan suatu masyarakat yang didasarkan atas kekayaan yang berimbang dengan menempatkan nilai-nilai spiritual pada tingkat yang sama, karena zakat merupakan komponen utama dalam sistem keuangan publik yang memiliki ikatan ketakwaan seseorang. Pramanik (1993) berpendapat bahwa zakat dapat memainkan peran yang sangat signifikan dalam meredistribusikan pendapatan dan kekayaan dalam masyarakat muslim. Dalam studinya, Pramanik menyatakan bahwa dalam konteks makro ekonomi zakat dapat dijadikan sebagai instrumen yang dapat memberikan insentif untuk meningkatkan produksi, investasi, dan untuk bekerja. Zakat adalah mekanisme transfer terbaik dalam masyarakat. Zakat sebagai kebijakan fiskal dalam Islam memiliki tujuan untuk menjamin
pemenuhan
kebutuhan-kebutuhan 63
primer
(al-hajat
al-
asasiyah/basic needs) per individu secara menyeluruh, dan membantu tiaptiap individu dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan sekunder dan tersiernya (al-hajat al-kamaliyah) sesuai kadar kemampuannya. Zakat merupakan sebuah keharusan dan indikator ketaqwaan seorang muslim yang bertautan dengan kondisi perekonomian sebuah masyarakat. Sedangkan Infaq dan Shadaqah adalah pemberian yang bersifat sukarela, dimana jika dana zakat ditambah dengan dana infaq dan shadaqah, dana yang terditribusikan menjadi lebih maksimal. Dalam lingkup ekonomi makro, ZIS menjadi alat untuk menghilangkan kesenjangan antara masyarakat ekonomi kelas atas dan masyarakat ekonomi kelas bawah karena zakat adalah transfer payment yang paling jitu dibanding penarikan pajak, karena dalam konsep zakat, objek dan besarannya telah dispesifikkan dalam ajaran Islam. 2. Pengaruh Upah Minimum Kabupaten (UMK) Terhadap Kemiskinan Tujuan utama ditetapkannya upah minimum adalah memenuhi standar hidup minimum seperti untuk kesehatan, efisiensi, dan kesejahteraan pekerja. Upah minimum adalah usaha untuk mengangkat derajat penduduk berpendapatan rendah, terutama pekerja miskin. Semakin meningkat tingkat upah minimum akan meningkatkan pendapatan masyarakat sehingga kesejahteraan juga meningkat sehingga terbebas dari kemiskinan (Kaufman, 2000). Penetapan tingkat upah yang dilakukan pemerintah pada suatu negara akan memberikan pengaruh terhadap besarnya tingkat pengangguran yang 64
ada. Semakin tinggi besaran upah yang ditetapkan oleh pemerintah, maka hal tersebut akan berakibat pada penurunan jumlah orang yang bekerja pada negara tersebut (Kaufman dan Hotckiss, 1999). Menurut Mankiw (2003), upah merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat pengangguran dan pengangguran berpengaruh kepada kemiskinan. Selain itu, upah juga merupakan kompensasi yang diterima oleh satu unit tenaga kerja yang berupa jumlah uang yang dibayarkan kepadanya. Peran pekerja/buruh, pengusaha dan pemerintah sangat diperlukan dalam menyikapi dampak penetapan upah minimum. Tidak bisa hanya pengusaha saja yang harus menanggung dampak penetapan upah minimum ini. Dengan pengertian dan pemahaman serta kerjasama dari semua pihak yang terkait dengan hubungan industrial ini maka dapat dicapai tujuan bersama yaitu pekerja/buruh menjadi sejahtera, perusahaan berkembang dan lestari serta pemerintah dapat menjaga perkembangan dan peningkatan perekonomian dengan baik. 3. Pengaruh Produk Domestik Bruto (PDRB) Terhadap Kemiskinan Pembangunan ekonomi mensyaratkan pendapatan nasional yang lebih tinggi. Hal itu akan tercapai apabila tingkat pertumbuhan perekonomian suatu negara juga tinggi (Todaro, 2006). Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator untuk melihat keberhasilan pembangunan dan merupakan syarat bagi pengurangan tingkat kemiskinan. Syaratnya adalah hasil dari pertumbuhan ekonomi tersebut menyebar disetiap golongan masyarakat, termasuk di golongan penduduk miskin. Karena permasalahan kemiskinan 65
tidak terpecahkan jika hanya mengharapkan terjadinya trickle down effect (efek menetes ke bawah) (Siregar dan Wahyuniarti, 2008). Menurut Sukirno (2000), laju pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan PDRB tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil. Selanjutnya pertumbuhan ekonomi tidak hanya diukur melalui berdasarkan produk domestik regional bruto (PDRB) secara keseluruhan, tetapi harus memperhatikan sejauh mana distribusi pendapatan telah menyebar ke lapisan masyarakat serta siapa yang telah menikmati hasilnya. Karena hal tersebut, maka penurunan PDRB suatu daerah akan berdampak pada kualitas dan pada konsumsi rumah tangga. Apabila tingkat pendapatan penduduk sangat terbatas, banyak rumah tangga miskin terpaksa merubah pola konsumsi makanan pokoknya ke barang yang lebih murah dengan jumlah barang yang berkurang. Menurut Arsyad (1999), pendapatan per kapita seringkali digunakan sebagai indikator pembangunan. Semakin tinggi pendapatan seseorang maka akan semakin tinggi pula kemampuan seseorang untuk membayar (ability to pay) berbagai pungutan yang ditetapkan pemerintah. Semakin tinggi PDRB suatu daerah, maka semakin besar pula potensi sumber penerimaan daerah tersebut. Tingginya penerimaan daerah, diharapkan nantinya pemerintah daerah tersebut dapat mengatasi masalah kemiskinan dengan baik. Tingginya tingkat pendapatan daerah bisa disebabkan karena berbagai perubahan mendasar, seperti struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusiinstitusi nasional. 66
C. Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian tentang kemiskinan telah dilakukan oleh sejumlah peneliti dengan daerah dan periode waktu yang berbeda pula, antara lain: 1. Dio Syahrullah (2014), dalam skripsinya melakukan penelitian: “Analisis Pengaruh Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), Pendidikan dan Pengangguran Terhadap Kemiskinan di Provinsi Banten Tahun 2009-2012”, menggunakan teknik analisis Panel Data dengan Random Effect Model. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa kemiskinan di Provinsi Banten mampu dijelaskan oleh PDRB, Pendidikan, dan Pengangguran sebesar 53,61% (R2). Selanjutnya secara parsial koefisien regresi menunjukan (1) PDRB berpengaruh signifikan pada taraf nyata 5% dengan nilai probabilitas 0,0102 dan berhubungan negatif dengan nilai koefisien yang diperoleh sebesar 0,552266,
(2)
Variabel
pendidikan
tidak
signifikan
terhadap
kemiskinan di Provinsi Banten ditandai dengan nilai probabilitas 0,9924, dan (3) pengangguran berpengaruh signifikan pada taraf nyata 5% dengan nilai probabilitas 0,0006 dan berhubungan positif dengan nilai koefisien yang diperoleh sebesar 2,947913. Lalu kemiskinan di Provinsi Banten dipengaruhi signifikan oleh PDRB, Pendidikan, dan Pengangguran secara simultan sebesar 10,78% (F-statistik). 2. Ria Marginingsih (2011), dalam skripsinya melakukan penelitian: “Pengaruh Pendayagunaan Dana ZIS, dan PDRB per Kapita Terhadap Jumlah Penduduk Miskin (Studi Kasus di Kabupaten/Kota Jawa 67
Tengah Tahun 2006-2009)” , dengan menggunakan alat analisis Fixed Effect Model (FEM) atau Least Square Dummy Variable (LSDV). Hasil penelitian ini menunjukan bahwa realisasi pendayagunaan dana ZIS, realisasi pengeluaran pemerintah bidang kesra dan PDRB per kapita berpengaruh negatif dan signifikan terhadap jumlah penduduk miskin. Arah koefisien regresi negatif menunjukan bahwa peningkatan pendayagunaan dana ZIS dan PDRB per kapita akan menurunkan jumlah angka kemiskinan. 3. Irfan Syauqi Beik (2009), dalam jurnalnya melakukan penelitian: “Analisis Peran Zakat dalam Mengurangi Kemiskinan: Studi Kasus Dompet Dhuafa Republika”, menggunakan sejumlah alat analisa, yaitu : headcount ratio, untuk mengetahui berapa jumlah dan persentase keluarga miskin; rasio kesenjangan kemiskinan dan rasio kesenjangan pendapatan, yang digunakan untuk mengetahui tingkat kedalaman kemiskinan; dan indeks Sen serta indeks Foster, Greer dan Thorbecke (FGT),
yang
digunakan
untuk
mengukur
tingkat
keparahan
kemiskinan. Hasil analisa menunjukkan bahwa zakat mampu mengurangi jumlah dan persentase keluarga miskin, serta mengurangi kedalaman dan keparahan kemiskinan. 4. Lupi Riyani (2014), dalam skripsinya melakukan penelitian: “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kemiskinan di Jawa Tengah Tahun 1991-2011”, dengan menggunakan metode analisis Ordinary Least Square (OLS). Hasil penelitian ini menunjukan bahwa variabel 68
Pengangguran berpengaruh negatif dengan nilai koefisien sebesar 0.224331 hal yang sama terjadi pada variabel PDRB dengan nilai koefisiensi sebesar -0.770757 sedangkan variabel Inflasi berpengaruh positif dengan nilai koefisien sebesar 0.011207 serta variabel Upah Minimum berpengaruh positif dengan nilai koefisien 0.902497. 5. Indra Maipita (2012), dalam jurnalnya melakukan penelitian: “Simulasi Dampak Kenaikan Upah Minimum Terhadap Tingkat Pendapatan
dan
Kemiskinan”,
menggunakan
analisis
model
Computable General Equilibrium dan Foster-Greer-Thorbecke index. Hasil
analisa
menunjukkan
bahwa
kenaikan
upah
minimum
berdampak terhadap meningkatnya pendapatan kelompok buruh dan pekerja serta menurunkan angka kemiskinan pada kelompok tersebut. Namun, secara umum dalam jangka pendek menurunkan kinerja ekonomi makro, menaikkan tingkat harga, menurunkan tingkat konsumsi, ekspor, output sektoral serta menambah jumlah rumah tangga miskin secara total meskipun relatif kecil. Dengan kata lain, dampak kenaikan pendapatan para pekerja akibat kebijakan menaikkan upah minimum, secara total tidak dapat mengimbangi dampak negatif dari kebijakan tersebut, berupa penurunan tingkat pendapatan dari kelompok rumah tangga lainnya. 6. Himawan Yudistira Dama (2016), dalam jurnalnya melakukan penelitian: “Pengaruh Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Terhadap Tingkat Kemiskinan di Kota Manado (Tahun 2005-2014)”, 69
menggunakan metode analisis regresi sederhana yang diolah melalui program SPSS Versi 21.0. Hasil analisa menunjukkan bahwa PDRB berpengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat kemiskinan di Kota Manado. 7. Ahmad Fahme Mohd Ali (2014), dalam jurnalnya melakukan penelitian: “The Effectiveness of Zakat in Reducing Poverty Incident: An Analysis in Kelantan, Malaysia”, dianalisis dalam konteks beban kemiskinan, khususnya dalam hal kejadian, intensitas dan tingkat keparahan kemiskinan dengan menggunakan empat indeks kemiskinan utama, yaitu Head-count Index, Average Poverty Gap, Income Gap and Sen Index. Hasil penelitian menunjukan bahwa distribusi zakat mengurangi kemiskinan, tingkat kemiskinan dan tingkat keparahan kemiskinan. Selanjutnya, distribusi zakat di Kelantan hanya memberi sedikit efek pada peningkatan pendapatan masyarakat miskin. 8. Safdar Hussain Tahir (2014), dalam jurnalnya melakukan penelitian: “Impact of GDP Growth Rate on Poverty of Pakistan: A quantitative Approach”. Menggunakan metode analisis Growth Elasticity of Poverty
untuk
memperkirakan dampaknya,
dan
Head Count
Index/Ratio untuk mengukur kemiskinan. Hasil penelitian menunjukan bahwa PDB berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kemiskinan di Pakistan.
70
D. Kerangka Berfikir Kerangka pemikiran merupakan sintesa dari serangkaian teori yang tertuang dalam tinjauan pustaka, yang pada dasarnya merupakan gambaran sistematis dari kinerja teori dalam memberikan solusi atau alternatif solusi dari serangkaian masalah yang ditetapkan. Kerangka pemikiran dapat disajikan dalam bentuk bagan, deskriptif kualitatif, dan atau gabungan keduanya (Hamid, 2010). Untuk memudahkan kegiatan penelitian yang akan dilakukan serta untuk memperjelas akar pemikiran dalam penelitian ini, berikut ini gambar kerangka pemikiran yang skematis:
71
Gambar 2.2 Kerangka Berfikir Provinsi Banten
Pengaruh Pendayagunaan ZIS, PDRB dan UMK Terhadap Tingkat Kemiskinan (Studi Kasus di Kabupaten/Kota Provinsi Banten 2011 – 2015)
Variabel Independen
Variabel Dependen
Pendayagunaan ZIS (X1)
Kemiskinan (Y)
PDRB (X2)
UMK (X3)
Uji Asumsi Klasik Metode Estimasi Data Panel Commont Effect Model
Fixed Effect Model
Uji Chow
Random Effect Model
Uji Hausman Uji Hipotesis
Uji Parsial (Uji T)
Uji Simultan Interpretasi
Kesimpulan 72
Adjusted R2
E. Hipotesis Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah diuraikan, maka diperoleh hipotesis penelitian sebagai berikut: 1) H0 : b1…b3 = 0, tidak terdapat pengaruh antara pendayagunaan ZIS, PDRB dan UMK terhadap tingkat kemiskinan di Kabupaten/Kota Provinsi Banten. H1 : b1…b3 ≠ 0, terdapat pengaruh antara pendayagunaan ZIS, PDRB dan UMK terhadap tingkat kemiskinan di Kabupaten/Kota Provinsi Banten. 2) H0 : b1 ≥ 0, tidak terdapat pengaruh negatif antara pendayagunaan ZIS terhadap tingkat kemiskinan di Kabupaten/Kota Provinsi Banten. H1 : b1 < 0, terdapat pengaruh negatif antara pendayagunaan ZIS terhadap tingkat kemiskinan di Kabupaten/Kota Provinsi Banten. 3) H0 : b2 ≥ 0, tidak terdapat pengaruh negatif antara PDRB terhadap tingkat kemiskinan di Kabupaten/Kota Provinsi Banten. H1 : b2 < 0, terdapat pengaruh negatif antara PDRB terhadap tingkat kemiskinan di Kabupaten/Kota Provinsi Banten. 4) H0 : b3 ≥ 0, tidak terdapat pengaruh negatif antara UMK terhadap tingkat kemiskinan di Kabupaten/Kota Provinsi Banten. H1 : b3 < 0, terdapat pengaruh negatif antara UMK terhadap tingkat kemiskinan di Kabupaten/Kota Provinsi Banten.
73
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini didasarkan pada masalah kemiskinan di Kabupaten/Kota Provinsi Banten. Penelitian ini menggunakan dua variabel yaitu variabel independen dan variabel dependen. 1. Variabel Dependen Variabel dependen dalam penelitian ini adalah jumlah penduduk miskin yang terjadi di Kabupaten/Kota Provinsi Banten pada tahun 2011-2015. 2. Variabel Independen Variabel independen dalam penelitian ini adalah Dana Zakat, Infaq dan Shadaqah (ZIS), Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), dan Upah Minimum Kabupaten (UMK) di Kabupaten/Kota Provinsi Banten pada tahun 2011-2015. Data yang diambil merupakan data tahunan. Sedangkan jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data panel (pooled data), yaitu kombinasi antara data time series dan data cross section sebanyak 8 data Kabupaten/Kota di Provinsi Banten tahun 2011, 2012, 2013, 2014 dan 2015. Penulis ingin mengetahui sejauh mana variabel independen mempengaruhi variabel dependen.
74
B. Metode Penentuan Sampel Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Sugiyono, 2010). Metode penentuan sampel akan sangat membantu dalam penelitian yang dihadapkan pada sampel yang beragam dari suatu populasi. Data yang digunakan berupa data sekunder periode 2011-2015. Studi kasus Provinsi Banten. Adapun sampel yang digunakan merupakan Judgement Sampling. Pada metode judgement sampling atau purposive sample pengumpulan data atas dasar strategi kecakapan atau pertimbangan pribadi semata. Pada dasarnya sampel dipilih berdasarkan pendapat analis dan hasil penelitian digunakan untuk menarik kesimpulan tentang item-item di dalam sampel. C. Metode Pengumpulan Data Jenis data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan Library Research yang dilakukan dengan mengumpulkan data-data yang berkaitan dengan variabel penelitian, baik yang berasal dari buku, website atau artikel. Dalam metode pengumpulan data, juga disertai dengan wawancara dengan pihak yang terkait, untuk menambah informasi mengenai pembahasan dalam penelitian ini. Data yang digunakan diperoleh dari berbagai sumber antara lain: 1. Jumlah Penduduk Miskin
75
Diperoleh dari data Banten Dalam Angka tahun 2011, 2012, 2013, 2014, 2015 yang diterbitkan oleh Biro Pusat Statistik (BPS). 2. Realisasi Pendayagunaan Dana ZIS Diperoleh dari Badan Amil Zakat Daerah (BAZDA) Provinsi Banten tahun 2011, 2012, 2013, 2014, 2015. 3. Produk Domestik Bruto (PDRB) Diperoleh dari data PDRB Banten tahun 2011, 2012, 2013, 2014, 2015 yang diterbitkan oleh Biro Pusat Statistik (BPS). 4. Upah Minimum Kabupaten (UMK) Diperoleh dari data Banten Dalam Angka tahun 2011, 2012, 2013, 2014, 2015 yang diterbitkan oleh Biro Pusat Statistik (BPS). Dalam studi kepustakaan penulis membaca, meneliti dan mempelajari bahan-bahan tertulis seperti jurnal, buku, artikel dan informasi tertulis lainnya yang berhubungan dengan skripsi ini. D. Metode Analisis Data Metode analisis yang penulis gunakan secara umum untuk menganalisis tentang pengaruh ZIS, PDRB, dan UMK terhadap tingkat kemiskinan di Kabupaten/Kota di Provinsi Banten adalah metode kuantitatif. Data-data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan gabungan dari data cross section dan data time series. Kombinasi dari gabungan kedua data tersebut adalah data panel. Data time series merupakan data yang dikumpulkan dari waktu ke waktu terhadap suatu individu sedangkan cross section adalah data yang dikumpulkan dalam satu waktu terhadap banyak individu. Metode data panel 76
adalah suatu metode yang digunakan untuk melakukan analisis empirik dengan perilaku data yang lebih dinamis. Data cross section dalam penelitian ini adalah 8 data Kabupaten/Kota di Banten. Sedangkan data time series dalam penelitian ini memiliki 5 waktu pengamatan, yaitu selama 5 tahun (2011-2015) dengan menggunakan laporan tahunan.
Sehingga
jumlah
pengamatan
(observation)
sebanyak
40
pengamatan (8 x 5 = 40). Teknik analisis yang dipakai adalah dengan analisis regresi data panel dengan menggunakan Eviews 9.0 sebagai program pengolah datanya. Selain itu juga digunakan software Microsoft Excel 2007 sebagai software pembantu dalam mengkonversi data dalam bentuk baku yang disediakan oleh sumber ke dalam bentuk yang lebih representative untuk digunakan pada software utama di atas. Data panel (pool) yakni data yang merupakan gabungan antara runtun waktu (time series) dengan seksi silang (cross section). Oleh karenanya, data panel memiliki gabungan karakteristik keduanya yaitu data yang terdiri dari beberapa objek dan meliputi beberapa waktu (Winarno, 2011). Menurut Gujarati (2003) keuntungan menggunakan data panel yaitu: 1) Mengingat penggunaan data panel juga meliputi data cross section dalam rentan waktu tertentu, maka data panel akan memperhitungkan secara eksplisit heterogenitas tersebut.
77
2) Dengan pengkombinasian, data akan memberikan informasi yang lebih baik, tingkat kolinearitas yang lebih kecil antar variabel dan lebih efisien. 3) Penggunaan data panel mampu meminimalisasi bias yang dihasilkan jika kita meregresikan data individu ke dalam agregasi yang luas. Dalam data panel, hilangnya suatu variabel akan tetap menggambarkan perubahan lainnya akibat penggunaan data time series. Selain itu, penggunaan data yang tidak lengkap (unbalanced data) tidak akan mengurangi ketajaman estimasi. Model Regresi Panel menurut Agus Widarjono (2009): Yit = α + b1X1it + b2X2it + b3X3it + e Dimana: Y = Variabel dependen α = Konstanta X = Variabel independen b = Koefisien regresi masing-masing variabel independen t = Waktu i = Perusahaan e = Error term 1. Pengujian Asumsi Klasik Pengujian terhadap asumsi klasik bertujuan untuk mengetahui apakah model regresi tersebut baik atau tidak jika digunakan untuk melakukan penaksiran. Suatu model dikatakan baik apabila bersifat BLUE (Best Liniar Unbiased Estimator), yaitu memenuhi asumsi klasik atau terhindar 78
dari masalah-masalah normalitas, multikolinearitas, heterokedastisitas, dan autokorelasi. Untuk mendapatkan hasil memenuhi sifat tersebut perlu dilakukan pengujian
asumsi
klasik
yang
meliputi:
uji
normalitas,
uji
multikolinearitas, uji autokorelasi, dan uji heterokedastisitas. a. Uji Normalitas Uji normalitas dimaksudkan untuk menguji apakah nilai residual yang telah terstandarisasi pada model regresi berdistribusi normal atau tidak. Nilai residual dikatakan berdistribusi normal jika nilai residual terstandarisasi tersebut sebagian besar mendekati nilai rata-ratanya. Tidak terpenuhinya normalitas pada umumnya disebabkan karena distribusi data tidak normal, karena terdapat nilai ekstrem pada data yang diambil (Suliyanto, 2011). Ada beberapa metode untuk mengetahui normal atau tidaknya distribusi residual antara lain Jarque-Bera Test (J-B Test) dan metode grafik. Apabila nilai J-B hitung > nilai X2 tabel maka H0 yang menyatakan bahwa residual berdistribusi normal ditolak. Sebaliknya, bila nilai J-B hitung < nilai X2 tabel maka H0 yang menyatakan bahwa residual berdistribusi normal diterima atau probabilitas < 0,05 maka hipotesis yang menyatakan bahwa data yang digunakan berdistribusi normal ditolak dan sebaliknya, bila prob > 0,05 maka hipotesis yang menyatakan bahwa data yang digunakan berdistribusi normal diterima (Wing Wahyu Winarno, 2009). 79
b. Uji Multikolinearitas Multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi yang terbentuk ada korelasi yang tinggi atau sempurna di antara variabel bebas (Suliyanto, 2011). Multikolinearitas adalah kondisi adanya hubungan linier variabel independen. Karena melibatkan beberapa variabel independen, maka multikolinearitas tidak akan terjadi pada persamaan regresi sederhana (yang terdiri atas satu variabel dependen dan satu variabel independen). Masalah multikolinearitas biasanya muncul karena jumlah observasi yang sedikit. Selain itu dapat dengan menghilangkan salah satu variabel independen terutama yang memiliki hubungan linier yang kuat dengan variabel lain. Namun jika tidak mungkin dihilangkan maka tetap harus dipakai (Winarno, 2011). Dalam penelitian ini uji multikolinearitas akan dilakukan dengan melihat pada nilai koefisien korelasinya pada hasil uji correlation dengan menggunakan matriks korelasi. Jika hasil koefisien korelasi pada output menunjukan hasil di atas 0,8 maka diduga terjadi multikolinearitas. Sebaliknya, jika koefisien rendah di bawah 0,8 maka diduga model terbebas dari masalah multikolinearitas. c. Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi yang terbentuk terjadi ketidaksamaan varian dari residual 80
model regresi. Data yang baik adalah data yang homokedastisitas. Heteroskedastisitas adalah keadaan dimana varians dari setiap gangguan tidak konstan. Dampak adanya hal tersebut adalah tidak efisiennya proses estimasi, sementara hasil estimasinya sendiri tetap konsisten dan tidak “reliable” atau tidak dapat dipertanggungjawabkan. Jika varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka
disebut
homoskedastisitas
dan
jika
berbeda
disebut
heretokedastisitas (Supranto, 2004). Uji heterokedastisitas pada penelitian ini menggunakan uji glejser, uji geljser dapat menjelaskan apabila nilai Probabilitas F-statistik lebih kecil dari α=5% maka data bersifat heterokedastisitas begitu pula sebaliknya. d. Uji Autokorelasi Uji autokorelasi bertujuan untuk mengetahui apakah ada korelasi antar anggota serangkaian data observasi yang diurutkan menurut waktu atau ruang (Suliyanto, 2011). Autokorelasi merupakan korelasi antar variabel gangguan satu observasi dengan variabel gangguan observasi lain. Autokorelasi sering muncul pada data time series. Autokorelasi muncul karena observasi yang beruntun sepanjang waktu berkaitan satu sama lain. Dalam mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi dapat dilakukan dengan menggunakan Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test. Jika nilai probabilitas pada Obs*R-Squared lebih besar dari taraf nyata 81
(α) model artinya tidak ditemukan gejala autokorelasi pada model, begitupun sebaliknya. 2. Penentuan Model Estimasi Dalam analisa data panel dikenal tiga macam pendekatan, yang terdiri dari pendekatan kuadrat terkecil (pooled least square), pendekatan efek tetap (fixed effect), dan pendekatan efek acak (random effect). Ketiga pendekatan yang dapat dilakukan dalam analisis panel data adalah sebagai berikut: 1)
Pendekatan Kuadrat Terkecil (Pooled Least Square) Pengolahan yang paling sederhana dalam data panel adalah dengan
menggunakan metode kuadrat terkecil biasa yang diterapakan dalam data berbentuk pool. Dalam metode ini, semua diperlakukan sama tanpa
mebedakan
unit
cross
section-nya
dengan
kata
lain
pendekatannya adalah dengan mengabaikan dimensi waktu dan ruang yang dimiliki data panel. Kemudian metode regresi OLS (ordinary least squares) biasa yang digunakan sebagai metode estimasinya, sehingga hanya akan menghasilkan persamaan intersep dan koefisienkoefisien variabel bebas yang sama untuk setiap unit. Bentuk umum untuk model Odinary Least Square adalah: Yit = b0 + b1Xit + b2Xit + εit untuk i=1,2,……,n dan t=1,2,…..t 2)
Pendekatan Efek Tetap (Fixed Effect) Metode efek tetap ini dapat menunjukkan perbedaan antar objek
meskipun dengan koefisien regresi yang sama. Model ini dikenal 82
dengan model Fixed Effect (efek tetap). Efek tetap ini dimaksudkan adalah bahwa satu objek, memiliki konstan yang tetap besarnya untuk berbagai periode waktu. Demikian juga dengan koefisien regresinya, tetap besarnya dari waktu ke waktu (time invariant). Teknik model Fixed Effect adalah teknik mengestimasi data panel dengan menggunakan variabel dummy untuk menangkap adanya perbedaan intersep. Model ini sangat tergantung dari asumsi yang kita buat tentang intersep, koefisien slope dan residualnya. Ada beberapa kemungkinan yang akan muncul yaitu: a. Diasumsikan intersep dan slope adalah tetap sepanjang waktu dan individu dan perbedaan intersep dan slope dijelaskan oleh residual. b. Diasumsikan slope adalah tetap tetapi intersep berbeda antar individu. c. Diasumsikan slope tetap tetapi intersep berbeda baik antar waktu maupun antar individu. d. Diasumsikan intersep dan slope berbeda antar individu e. Diasumsikan intersep dan slope berbeda antar waktu dan antar individu. Salah satu kesulitan prosedur panel data adalah bahwa asumsi intersep dan slope yang konsisten sulit terpenuhi. Untuk mengatasi hal tersebut,
yang
dilakukan
dalam
panel
data
adalah
dengan
memasukkan variabel boneka (dummy variable) untuk mengizinkan terjadinya perbedaan nilai parameter yang berbeda-beda baik lintas 83
unit (cross section) maupun antar waktu (time-series). Pendekatan dengan memasukkan variabel boneka ini dikenal dengan efek tetap (fixed effect) atau Least Squarae Dummy Variable atau disebut juga Covariance Model. Persamaan pada estimasi dengan menggunakan Fixed Effect Model dapat dituliskan dalam bentuk sebagai berikut: Yit = b0 + b1Xit + b2Xit + b3D1i + i = 1,2,……,n
b4D2i
t = 1,2,…..t
+ …… + εit D = dummy
Dalam pendekatan Fixed Effect Model (FEM) atau Least Squarae Dummy Variable (LSDV), ada beberapa permasalahan yang muncul, yaitu (Firmansyah, 2009): a) Jika memasukkan banyak dummy (contoh model dengan variasi intersep antar waktu antar individu), akan mengurangi degree of freedem (df). b) Jika terlalu banyak variabel di dalam model, akan mengarah kepada terjadinya multikolinieritas. c) Jika menggunakan dummy lain selain untuk menyatakan perbedaan intersep individu dan waktu, misalnya suku, musim, jenis kelamin, dan lain-lain, akan menyulitkan mengidentifikasi besaran koefisien dummy perbedaan intersep. d) Untuk error term, karena merupakan error cross section dan time series,
asumsi
klasik
yang
diasumsikan
dapat
mengalami
modifikasi. Beberapa kemungkinan modifikasi terhadap asumsi error term adalah sebagai berikut: a) dapat diasumsikan bahwa 84
varians error adalah konstan untuk semua unit cross section atau dapat diasumsikan varians error adalah heteroskedastik, b) Untuk setiap individu dapat diasumsikan tidak terjadi autokorelasi antar waktu, c) berbagai kemungkinan lain asumsi error term. 3) Pendekatan Efek Acak (Random Effect) Random Effect Model adalah model estimasi regresi panel dengan asumsi koefisien slope kontan dan intersep berbeda antara individu dan antar waktu (Random Effect). Dimasukannya variabel dummy di dalam Fixed Effect Model bertujuan untuk mewakili ketidaktahuan tentang model yang sebenarnya. Namun, ini juga membawa konsekuensi berkurangnya derajat kebebasan (degree of freedom) yang pada akhirnya mengurangi efisiensi parameter. Masalah ini bisa diatasi dengan menggunakan variabel gangguan (error terms) yang dikenal dengan Random Effect. Model ini akan mengestimasi data panel dimana variabel gangguan mungkin saling berhubungan antar waktu dan antar individu. Model yang tepat digunakan untuk mengestimasi Random Effect adalah Generalized Least Square (GLS) sebagai estimatornya, karena dapat meningkatkan efisiensi dari least square. Bentuk umum untuk Random Effect Model adalah: Yit = α1 + bjXjit + εit dengan εit = ui + vt + wit Dimana: ui ~ N ( 0, δu2) = komponen cross section error 85
vt ~ N ( 0, δv2) = komponen time series error wit ~ N ( 0, δw2) = komponen eror kombinasi 3. Tahapan Analisis Data Pemilihan jenis model dalam data panel adalah sebagai berikut: a. Uji Chow Uji Chow digunakan untuk membandingkan apakah model Fixed Effect atau Commont Effect yang lebih sesuai untuk digunakan dalam penelitian ini (Winarno, 2011). Hipotesis yang digunakan adalah: Ho : Commont Effect Model H1 : Fixed Effect Model Pengujian Uji Chow menggunakan software Eviews adalah dengan menggunakan uji likelihood ratio, lalu yang menjadi dasar penolakan dalam hipotesis di atas adalah dengan membandingkan nilai probabilitasnya dengan α=5%. Perbandingan yang dimaksud adalah apabila nilai probabilitas lebih kecil dari 0,05 maka Ho ditolak sehingga dalam penelitian ini menggunakan Fixed Effect dan perlu melakukan Hausman test. Namun sebaliknya jika nilai probabilitasnya lebih besar dari 0,05 maka model yang tepat digunakan adalah common effect dan tidak perlu dilakukan uji Hausman. b. Uji Hausman Uji Hausman ini digunakan untuk menguji apakah dalam penelitian ini lebih baik menggunakan model Fixed Effect atau Random Effect. Berikut ini hipotesis yang digunakan: 86
Ho : Random Effect Model H1 : Fixed Effect Model Statistik uji hausman ini dengan melihat nilai probabilitas. Jika nilai probabilitas < 0,05 (untuk tingkat signifikansi = 0,05) maka Ho ditolak dan model yang lebih tepat adalah model fixed effect, begitupun sebaliknya. Bila nilai probabilitas > 0,05, maka model yang lebih tepat adalah model random effect. 4. Pengujian Hipotesis Uji hipotesis merupakan prosedur yang digunakan untuk menguji diterima atau ditolaknya (secara statistik) hasil hipotesa (H0) dari sampel. Keputusan untuk mengolah H0 dibuat berdasarkan nilai uji statistik yang diperoleh dari data yang ada (Gujarati, 2003). a. Uji Parsial (Uji t) Uji t dilakukan untuk melihat signifikansi dari pengaruh variabel bebas secara individu terhadap variabel terikat dengan menganggap variabel bebas lainnya adalah konstan (Gujarati, 2003). Pada tingkat signifikansi 0,05 (5%) dengan kriteria pengujian yang digunakan sebagai berikut: 1) Jika t hitung < t tabel, maka H0 diterima dan H1 ditolak, yang artinya variabel penjelas secara parsial tidak mempengaruhi variabel yang dijelaskan secara signifikan.
87
2) Jika t hitung > t tabel, maka H0 ditolak dan H1 diterima, yang artinnya variabel penjelas secara parsial mempengaruhi variabel yang dijelaskan secara signifikan.
b. Uji Simultan (Uji F) Uji F dilakukan untuk mengetahui apakah variabel-variabel independen secara kesuluruhan signifikan secara statistik dalam mempengaruhi variabel dependen. Pengujian ini dilakukan dengan membandingkan F hitung dengan F tabel. Apabila nilai F hitung lebih besar dari nilai F tabel maka variabel-variabel independen secara keseluruhan berpengaruh terhadap variabel dependen. Pada tingkat signifikansi 0,05 (5%) dengan kriteria pengujian yang digunakan sebagai berikut: 1) Jika F hitung < F tabel, maka H0 diterima dan H1 ditolak, yang artinya variabel penjelas secara serentak atau bersama-sama tidak mempengaruhi variabel yang dijelaskan secara signifikan. 2) Jika F hitung > F tabel, maka H0 ditolak dan H1 diterima, yang artinya variabel penjelas secara serentak dan bersama-sama mempengaruhi variabel yang dijelaskan secara signifikan. c. Uji Koefisien Determinasi (R2) Koefisien determinasi (Goodness of Fit), yang dinotasikan dengan R2 merupakan suatu ukuran yang penting dalam regresi, karena dapat menginformasikan baik atau tidaknya model regresi yang terestimasi. 88
Dengan kata lain angka tersebut dapat mengukur seberapa dekatkah garis regresi yang terestimasi dengan data sesungguhnya (Nachrowi dan Hardius Usman, 2006). Nilai R2 digunakan antara 0 sampai 1 (0 < R2 < 1) apabila R2 = 1 menunjukan bahwa 100% total variasi diterangkan oleh varian persamaan regresi atau variabel bebas baik X1 X2 X3 maupun X4 mampu menerangkan variabel Y sebesar 100%. Sebaliknya apabila nilai R2 = 0 menunjukan bahwa tidak ada total varians yang diterangkan oleh varian bebas dari persamaan regresi (Suharyadi dan Purwanto, 2004). E. Operasional Variabel Penelitian 1. Variabel Dependen Menurut Bank Dunia, kemiskinan adalah kondisi di mana seseorang tidak dapat menikmati segala macam pilihan dan kesempatan dalam pemenuhan kebutuhan dasarnya seperti tidak dapat memenuhi kesehatan, standar hidup layak, kebebasan, harga diri dan rasa dihormati seperti orang lain. Menurut BPS (2007), Jumlah penduduk miskin adalah jumlah keseluruhan populasi dengan pengeluaran per kapita tertentu yang berada dibawah garis kemiskinan. Satuan dari variabel jumlah penduduk miskin adalah dalam jiwa. Dalam penelitian ini, data yang digunakan adalah penduduk miskin di Kabupaten/Kota Provinsi Banten tahun 2011-2015. Data tersebut diperoleh dari laporan Banten Dalam Angka tahun 2011,
89
2012, 2013, 2014, 2015 yang diterbitkan oleh Biro Pusat Statistik (BPS) Provinsi Banten pada situs https://banten.bps.go.id/ 2. Variabel Independen Variabel independen merupakan variabel yang mempengaruhi atau menjadi penyebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel independen adalah sebagai berikut: a. Zakat, Infaq dan Shadaqah (ZIS) Zakat adalah bagian dari harta yang telah memenuhi syarat tertentu, yang diwajibkan oleh Allah untuk diserahkan kepada yang berhak
menerimanya
(Hafidhuddin, 2002).
dengan
persyaratan
tertentu
pula
Sedangkan pendayagunaan dana ZIS
merupakan pemberian dana Zakat, Infak dan Sedekah (ZIS) yang telah terkumpul di Badan Amil Zakat Daerah (BAZDA) Provinsi Banten dan dikeluarkan dalam bentuk pendayagunaan dana. Satuan dari variabel pendayagunaan dana ZIS adalah dalam miliar rupiah . Data ZIS yang digunakan dalam penelitian ini adalah data periode tahun 2011-2015. Data tersebut diperoleh dari BAZDA Provinsi Banten. b. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) PDRB adalah jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu wilayah, atau merupakan jumlah seluruh nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit 90
ekonomi di suatu wilayah. Satuan variabel PDRB per kapita dalam penelitian ini adalah dalam miliar rupiah. Data PDRB yang digunakan dalam penelitian ini adalah data periode tahun 20102015. Data tersebut diperoleh dari laporan Banten Dalam Angka Tahun 2010, 2011, 2012, 2013, 2014, 2015 yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Banten
pada situs
https://banten.bps.go.id/ c. Upah Minimum Kabupaten (UMK) UMK adalah upah bulanan terendah yang meliputi gaji pokok dan tunjangan tetap yang ditetapkan oleh gubernur. Satuan dari variabel UMK adalah dalam juta rupiah. Data UMK yang digunakan dalam penelitian ini adalah data periode tahun 20112015. Data tersebut diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Banten pada situs https://banten.bps.go.id/ d. Pendekatan H Metodologi memiliki fleksibilitas dalam penentuan variabel yang akan diuji. Hal ini untuk memberikan ruang yang lebih luas bagi interpretasi dari hasil olah data yang dilakukan.. Secara prosedural proses rekayasa metodologi H ini dilakukan dari pengumpulan data dari objek yang dijadikan sampel dalam implementasi teori ini.
91
a) Pertama, melakukan pendataan untuk memperoleh besaran objek yang akan ditinjau dalam nilai, harga, indeks, persentase, atau nominal yaitu dalam bentuk harga asli. b) Kedua, meninjau laju besaran dari objek yang akan dihitung dalam skala persentase, berupa selisih dari harga awal dengan harga berikutnya atau perbedaan dari besaran pertama dengan besaran kedua dan selanjutnya. c) Ketiga, membuat pola rata-rata dari objek yang akan ditinjau dengan perspektif teori ini dibandingkan dengan objek-objek lain yang sejenis atau meninjau posisi objek dikomparasi dengan rata-rata objek yang sejenis. d) Setelah memperoleh nominal, laju, dan rata-rata laju, selanjutnya dibutuhkan data lain dari objek yang sama berupa data yang bersifat intangible atau berkaitan dengan nilai religiusitas untuk didapatkan besaran bobotnya dibandingkan dengan objek lain. Cara melakukan nilai bobot, yaitu: 1. Membuat rasio bobot berdasarkan data lain dari objek yangs sama kemudian dibandingkan dengan bobot dari objek lain dengan data yang untuk diperoleh ranking atau urutan bobot antara objek utama dengan objek pembanding yang lain. 2. Selain menggunakan sumber data dari objek yang diteliti, dikombinasikan dengan expert adjustment / wawancara
92
terstruktur dengan pakar sains yang memiliki otoritas untuk menilai bobot suatu objek. 3. Kemudian melakukan perangkingan objek berdasarkan bobot yang diperoleh dari berbagai sumber data tersebut, sehingga urutan tersebut juga merepresentasikan besaran bobot dari objek yang diteliti tersebut. e) Selanjutnya, setelah diperoleh data nominal, laju dan bobot maka dilakukan penghitungan berupa perkalian dari data objek tersebut berupa: nominal x laju x bobot. f) Setelah mendapat hasil dari perhitungan dari objek yang diteliti maka dilakukan perlakuan matriks untuk memperoleh kategori hasil sesuai format, dalam hal ini objek akan dikategorikan dalam formasi straight, loads, dan impact: 1. Jika hasil positif adalah straight (jika minus adalah turun). 2. Jika hasil lebih besar dari 0,1 adalah load pilihan. 3. Jika hasil lebih besar dari rata-rata nilai berarti impact.
93
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Objek Penelitian 1. Kondisi Geografis Provinsi Banten adalah sebuah Provinsi di Pulau Jawa, Indonesia. Provinsi ini dulunya merupakan bagian dari Provinsi Jawa Barat, namun dipisahkan sejak tahun 2000, dengan keputusan UndangUndang Nomor 23 Tahun 2000. Pada awalnya, Povinsi Banten terdiri dari empat kabupaten yaitu Kabupaten Pandeglang, Lebak, Tangerang, Serang dan dua kota yaitu Kota Tangerang dan Kota Cilegon. Dalam perkembangannya terjadi pemekaran wilayah, Kabupaten Serang menjadi Kabupaten Serang dan Kota Serang. Selanjutnya, Kabupaten Tangerang dimekarkan menjadi Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan. Sehingga, Provinsi Banten saat ini terdiri dari empat kabupaten dan empat kota. Provinsi Banten secara astronomis terletak antara 507’50” - 701’1” LS dan 10501’11” - 10607’12” BT. Adapun secara geografis, berada di ujung barat Pulau Jawa dan berjarak sekitar 90 km dari DKI Jakarta. Provinsi Banten berbatasan langsung dengan Provinsi Jawa Barat dan DKI Jakarta, serta Laut Jawa, Samudra Hindia dan Selat Sunda. Luas wilayah Banten mencapai 9.663 km2 atau sekitar 0,51 persen dari luas seluruh daratan Indonesia. Berarti, Banten adalah provinsi dengan luas wilayah terkecil kelima di Indonesia setelah Kepulauan 94
Riau (0,43 persen), Bali (0,30 persen), DI Yogyakarta (0,16 persen) dan DKI Jakarta (0,03 persen). 2. Kondisi Kemiskinan di Provinsi Banten Kemiskinan adalah kondisi di mana seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan, tidak mampu memenuhi hak dasarnya untuk
mempertahankan
dan mengembangkan kehidupan
yang
bermartabat. Berikut data jumlah penduduk miskin di Provinsi Banten: Tabel 4.1 Jumlah Penduduk Miskin di Provinsi Banten Tahun 2011-2015 (Ribu Jiwa) Kabupaten/Kota 2011 Kab. Pandeglang 117.6 Kab. Lebak 115.2 Kab. Tangerang 188.6 Kab. Serang 82 Kota Tangerang 114.3 Kota Cilegon 15.4 Kota Serang 37.4 Kota Tangerang Selatan 20.1 Sumber: BPS Banten, 2016
2012 109.1 106.9 176 76.1 106.5 15 34.7
2013 121.1 118.6 183.9 72.8 103.1 15.9 36.7
2014 113.14 115.87 173.1 71.38 98.76 15.53 36.18
2015 124.42 126.42 191.12 74.85 102.56 16.96 40.19
18.7
25.4
25.29
25.89
Pada tabel 4.1 menunjukan jumlah penduduk miskin di beberapa Kabupaten/Kota di Provinsi Banten mengalami trend yang fluktuatif. Pada tahun 2014 jumlah penduduk miskin mengalami penurunan, namun pada tahun 2015 jumlah penduduk miskin mengalami peningkatan. Pada tahun 2015 jumlah penduduk miskin terbanyak terdapat di Kabupaten Tangerang
sedangkan penduduk miskin
terendah terdapat di Kota Cilegon. Walaupun begitu, perbedaan jumlah 95
penduduk miskin di setiap daerah dapat memicu kecemburuan sosial dan konflik antar daerah yang berdampak pada kembalinya peningkatan jumlah penduduk miskin di Provinsi Banten. 3. Zakaf, Infaq dam Shadaqah (ZIS) di Provinsi Banten Zakat, Infaq dan Shadaqah (ZIS) memiliki pengertian sebagai jumlah penerimaan zakat, infaq dan shadaqah yang dibayarkan kepada orang miskin. Dana ZIS merupakan sumber dana yang potensial, yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan hidup umat manusia, terutama golongan orang fakir miskin. Berikut data jumlah penerimaan ZIS di Provinsi Banten: Tabel 4.2 Jumlah Penerimaan ZIS di Provinsi Banten Tahun 2011-2015 (Miliar Rupiah) Kabupaten/Kota 2011 Kab. Pandeglang 255.30 Kab. Lebak 4,339.21 Kab. Tangerang 2,393.72 Kab. Serang 3,693.21 Kota Tangerang 123.74 Kota Cilegon 1,358.28 Kota Serang 1,325.52 Kota Tangerang Selatan 1,683.00 Sumber: Bazda Banten, 2016
2012
2013
12.11 7,447.82 2,544.48 504.99 777.50 231.34 1,653.19
284.84 2,281.88 2,524.11 6,399.28 73.93 3,208.67 1,713.55
2014
2015
378.85 8.62 6,592.74 5,425.50 2,821.93 287.84 7,354.62 8,815.42 120.79 955.73 3,246.16 6,153.16 1,729.26 192.68
2,043.02 2,540.51 2,716.75 3,040.14
Pada tabel 4.2 menunjukan jumlah penerimaan ZIS di beberapa Kabupaten/Kota di Provinsi Banten mengalami trend yang fluktuatif. Pada tahun 2015 penerimaan ZIS tertinggi berada di daerah Kabupaten
96
Serang dan penerimaan ZIS terendah berada di daerah Kabupaten Pandeglang. 4. Kondisi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di Provinsi Banten PDRB didefinisikan sebagai jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi seluruh wilayah dalam satu periode. Berikut data PDRB atas harga berlaku di Provinsi Banten: Tabel 4.3 PDRB Atas Dasar Harga Berlaku di Provinsi Banten Tahun 2011-2015 (Miliar Rupiah) Kabupaten/Kota 2011 Kab. Pandeglang 9586.09 Kab. Lebak 9312.03 Kab. Tangerang 39414.37 Kab. Serang 14207.17 Kota Tangerang 63675.06 Kota Cilegon 34490.32 Kota Serang 6341.71 Kota TangSel 13223.88 Sumber: BPS Banten, 2016
2012 15115.44 15125.9 72303.65 42039.51 83648.13 55414.14 15506.67 39071.49
2013
2014
2015
16443.91 18195.67 20277.96 16742.05 18606.94 20729.2 80570.55 91692.76 102044.71 45972.29 51430.75 56313.72 94561.02 110772.32 126119.12 61746.9 70030.67 77962.9 17452.62 19691.3 21866.58 44346.74 50214.64 56044.37
Tabel 4.3 diatas menunjukan PDRB di beberapa Kabupaten/Kota di Provinsi Banten tahun 2011-2015 mengalami angka yang meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2015 PDRB terbesar terdapat di Kota Tangerang dan PDRB terkecil terdapat di Kabupaten Lebak.
97
5. Kondisi Upah Minimum Kabupaten (UMK) di Provinsi Banten Upah minimum adalah upah bulanan terendah yang terdiri dari upah pokok termasuk tunjangan tetap. Kebijakan penetapan upah minimum oleh pemerintah adalah kebijakan yang diterapkan dengan tujuan sebagai jaring pengaman terhadap pekerja atau buruh agar tidak diekspolitasi dalam bekerja dan mendapat upah yang dapat memenuhi kebutuhan hidup minimum (KHM). Berikut data UMK di Provinsi Banten: Tabel 4.4 UMK di Provinsi Banten Tahun 2011-2015 (Juta Rupiah) Kabupaten/Kota 2011 2012 Kab. Pandeglang 1015.000 1050.000 Kab. Lebak 1007.500 1047.800 Kab. Tangerang 1285.000 1527.000 Kab. Serang 1189.600 1320.500 Kota Tangerang 1290.000 1527.000 Kota Cilegon 1224.000 1347.000 Kota Serang 1156.000 1231.000 Kota Tangerang Selatan 1290.000 1527.000 Sumber: BPS Banten, 2016
2013 1182.000 1187.500 2200.000 2080.000 2203.000 2200.000 1798.446
2014 1418.000 1490.000 2442.000 2340.000 2444.301 2443.000 2166.000
2015 1737.000 1728.000 2710.000 2700.000 2730.000 2760.590 2375.000
2200.000 2442.000 2710.000
Tabel 4.4 diatas menunjukan UMK per bulan di beberapa Kabupaten/Kota di Provinsi Banten tahun 2011-2015 mengalami angka yang meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2015 UMK terbesar terdapat di Kota Cilegon dan UMK terkecil terdapat di Kabupaten Lebak.
98
B. Analisis dan Pembahasan 1. Pengujian Asumsi Klasik a. Uji Normalitas Uji normalitas dimaksudkan untuk menguji apakah nilai residual yang telah terstandarisasi pada model regresi berdistribusi normal atau tidak. Nilai residual dikatakan berdistribusi normal jika nilai residual terstandarisasi tersebut sebagian besar mendekati nilai rata-ratanya. Tidak terpenuhinya normalitas pada umumnya disebabkan karena distribusi data tidak normal, karena terdapat nilai ekstrem pada data yang diambil (Suliyanto, 2011). Menurut Winarno (2011) untuk mendeteksi normalitas data dapat dilakukan dengan melihat koefisien Jarque-Bera dan probabilitasnya. Kedua angka ini saling mendukung. Ketentuannya adalah sebagai berikut: 1) Bila nilai J-B tidak signifikan (lebih kecil dari 2), maka data berdistribusi normal. 2) Bila probabilitas lebih besar dari tingkat signifikansi atau α (5%), maka data berditribusi normal. Menurut Suliyanto (2011) dalam perangkat Eviews yang digunakan dalam penelitian ini normalitas dapat diketahui dengan melihat kepada histogram dan uji Jarque-Bera (J-B) dengan nilai X2 tabel. Jika J-B ≤ X2 tabel maka nilai residual terstandarisasi dinyatakan berdistribusi normal. 99
Berikut adalah hasil dari uji normalitas data yang digunakan dalam penelitian ini: Gambar 4.1 Uji Normalitas 12
Series: Residuals Sample 2011 2050 Observations 40
10
8
6
4
2
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
7.46e-15 -4.241309 101.4338 -96.93373 49.05130 0.125825 2.361566
Jarque-Bera Probability
0.784876 0.675408
0 -100
-75
-50
-25
0
25
50
75
100
125
Sumber: Data diolah Dari grafik histogram diatas dapat dilihat bahwa nilai probabilitasnya sebesar 0,675408, nilai tersebut lebih besar dari derajat kesalahan yaitu 5% atau 0,05 dan nilai J-B sebesar 0,784876 lebih kecil dari 2, maka dapat disimpulkan bahwa data dalam penelitian ini berdistribusi normal. b. Uji Multikolinieritas Uji Multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi yang terbentuk terdapat korelasi tinggi atau sempurna diantara variabel bebas (Suliyanto, 2011). Untuk
mengetahui
ada
atau
tidaknya
multikolinieritas
digunakan uji correlation dengan menggunakan matriks korelasi. 100
Jika koefisien korelasi cukup tinggi diatas 0,8 maka diduga adanya multikolinieritas. Sebaliknya, jika koefisien korelasi rendah atau dibawah
0,8
maka
diduga
model
tidak
mengandung
multikolinieritas. Berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan dengan Eviews, berikut adalah hasil uji multikolinieritas: Tabel 4.5 Uji Multikolinearitas Kemiskinan Kemiskinan 1.000000 ZIS -0.069052 PDRB 0.210140 UMK -0.123794 Sumber: Data diolah
ZIS -0.069052 1.000000 -0.085862 0.214376
PDRB 0.210140 -0.085862 1.000000 0.685857
UMK -0.123794 0.214376 0.685857 1.000000
Berdasarkan hasil pengujian multikolinieritas pada tabel di atas, dapat dilihat bahwa nilai koefisien korelasi antar variabel independen dalam penelitian ini berada pada kisaran angka dibawah 0,8 sehingga dapat disimpulkan bahwa data yang digunakan
dalam
penelitian
ini
terbebas
dari
masalah
multikolinieritas. c. Uji Autokorelasi Autokorelasi adalah korelasi antara residual satu observasi dengan residual observasi lainnya. Autokorelasi lebih mudah timbul pada data runtut waktu (time series) karena berdasarkan sifatnya, data masa sekarang dipengaruhi oleh data pada masa sebelumnya.
101
Salah satu metode yang digunakan untuk mendeteksi masalah autokorelasi adalah metode Bruesch_Godfey atau yang lebih dikenal dengan uji Langrange Multiplier (LM-Test) dengan melihat nilai probability Chi-Square < α=0,05 maka data mengalami
autokorelasi.
Deteksi
autokorelasi
dengan
menggunakan metode LM Test dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.6 Uji Autokorelasi Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic Obs*R-squared
40.58834 28.19205
Prob. F(2,34) Prob. Chi-Square(2)
0.0000 0.0000
Sumber: Data diolah
Tabel menunjukan nilai probability Chi-Square(2) adalah sebesar 0,0000 yang menunjukan bahwa nilai tersebut lebih kecil dari α=5%, karena nilai probability Chi-Square = 0,0000 < 0,05 berarti model tersebut mengandung masalah autokorelasi. Untuk mengatasi masalah autokorelasi tersebut, maka perlu dilakukan peningkatan standard diferensiasi dari tingkat dasar menjadi tingkat 1. Persamaan juga harus diestimasi dengan diferensiasi tingkat 1. Setelah persamaan diestimasi dari standar diferensiasi tingkat dasar menjadi tingkat 1, maka diperoleh hasil pada tabel berikut:
102
Tabel 4.7 Hasil Uji Breusch-Godfrey setelah di diferensiasi Dependent Variable: KEMISKINAN Method: Least Squares Date: 04/19/17 Time: 11:43 Sample (adjusted): 2012 2050 Included observations: 39 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C KEMISKINAN(-1) ZIS PDRB UMK
1.127531 0.879803 -0.000836 0.000124 0.001752
19.19912 0.091457 0.002016 0.000219 0.012155
0.058728 9.619815 -0.414635 0.565072 0.144167
0.9535 0.0000 0.6810 0.5757 0.8862
Sumber: Data diolah Berdasarkan tabel 4.7 diatas diperoleh nilai probabilitas sebesar 0.9535 setelah diestimasi, dan karena nilai probabilitas lebih besar dari 0,05 maka dapat disimpulkan H0 ditolak dan tidak terdapat masalah autokorelasi pada model tersebut. d. Uji Heterokedastisitas Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi yang terbentuk terjadi penyimpangan asumsi klasik heterokedastisitas yaitu adanya ketidaksamaan varian dari residual untuk semua pengamatan model regresi. Data yang baik adalah data yang homokedastisitas. Uji heterokedastisitas pada penelitian ini menggunakan uji glejser, uji geljser dapat menjelaskan apabila nilai Probabilitas Fstatistik lebih kecil dari α=5% maka data bersifat heterokedastisitas begitu pula sebaliknya.
103
Tabel 4.8 Uji Heterokedastisitas Heteroskedasticity Test: White F-statistic Obs*R-squared Scaled explained SS
0.943494 2.915733 1.607835
Prob. F(3,36) Prob. Chi-Square(3) Prob. Chi-Square(3)
0.4298 0.4048 0.6576
Sumber: Data diolah Hasil output pada tabel menunjukan nilai Prob. F-statistic adalah sebesar 0,4298 > α=0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa data tidak mengandung heterokedastisitas. 2. Pemilihan Model Regresi Data Panel Regresi yang menggunakan data panel disebut dengan regresi data panel. Data panel memiliki gabungan karakteristik yaitu data yang terdiri atas beberapa objek dan runtutan waktu (Winarno, 2011). Data semacam ini memiliki keunggulan terutama karena bersifat robust (kuat) terhadap beberapa tipe pelanggaran yakni heterokedastisitas dan normalitas. Di samping itu, dengan perlakuan tertentu struktur data seperti ini dapat diharapkan untuk memberikan informasi yang lebih banyak (high informational content) (Ariefianto, 2012). Regresi data panel dapat dilakukan dengan tiga model yaitu pooled effect, fixed effect, dan random effect. Masing-masing model memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Pemilihan model tergantung pada asumsi yang dipakai peneliti dan pemenuhan syaratsyarat pengolahan data statistik yang benar, sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara statistik. Oleh karena itu lengkah 104
pertama yang harus dilakukan adalah memiliki model yang tepat dari ketiga model yang tersedia. Tabel 4.9 Hasil Regresi Data Panel Common Effect Model Dependent Variable: KEMISKINAN? Method: Pooled Least Squares Date: 04/19/17 Time: 11:16 Sample: 2011 2015 Included observations: 5 Cross-sections included: 8 Total pool (balanced) observations: 40 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
ZIS? PDRB? UMK?
0.002887 0.000603 0.021477
0.004599 0.000446 0.015985
0.627726 1.352096 1.343576
0.5340 0.1846 0.1873
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
-0.282798 -0.352139 63.32166 148356.4 -221.1274 0.089058
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter.
84.06900 54.45550 11.20637 11.33304 11.25217
Sumber: Output Eviews
Tabel 4.10 Hasil Regresi Data Panel Fixed Effect Model Dependent Variable: KEMISKINAN? Method: Pooled Least Squares Date: 04/19/17 Time: 11:16 Sample: 2011 2015 Included observations: 5 Cross-sections included: 8 Total pool (balanced) observations: 40 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C ZIS? PDRB? UMK? Fixed Effects (Cross) _KABPANDEGLANG--C
83.94356 -0.001510 -0.000358 0.011248
2.515654 0.000523 9.46E-05 0.002926
33.36848 -2.889835 -3.786894 3.844112
0.0000 0.0072 0.0007 0.0006
24.71819
105
_KABLEBAK--C _KABTANGERANG--C _KABSERANG--C _KOTATANGERANG--C _KOTACILEGON--C _KOTASERANG--C _KOTATANGSEL--C
31.77702 106.6017 -7.041194 33.10896 -64.85379 -58.74466 -65.56622 Effects Specification
Cross-section fixed (dummy variables) R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.995473 0.993912 4.248765 523.5080 -108.1910 637.7527 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
84.06900 54.45550 5.959550 6.423992 6.127477 2.280604
Sumber: Output Eviews Setelah hasil regresi dengan menggunakan model common effect dan fixed effect didapat, maka langkah selanjutnya adalah melakukan uji untuk menentukan model estimasi mana yang lebih tepat antara model common effect dan fixed effect. Dalam menentukan diantara kedua model tersebut maka digunakan uji Chow sebagai uji pemilihan model regresi data panel. Uji chow merupakan salah satu tahap yang perlu dilakukan untuk menentukan model regresi data yang paling tepat digunakan dalam penelitian. Langkah pertama yang dilakukan sebelum melakukan uji Chow adalah melakukan regresi dengan menggunakan model common effect dan fixed effect. Setelah hasil dari common effect dan fixed effect diperoleh maka selanjutnya dilakukan uji Chow dengan melakukan uji likelihood ratio menggunakan Eviews. Hasil dari uji likelihood ratio atau uji Chow dapat dilihat pada tabel di bawah ini: 106
Tabel 4.11 Hasil Uji Chow Redundant Fixed Effects Tests Pool: Untitled Test cross-section fixed effects Effects Test
Statistic
Cross-section F Cross-section Chi-square
738.435429 207.549705
d.f.
Prob.
(7,29) 7
0.0000 0.0000
Sumber: Output Eviews Uji Chow dilakukan dengan membandingkan antara common effect model dan fixed effect model. Hipotesis dalam uji Chow adalah: H0 : Common Effect Model H1 : Fixed Effect Model Apabila nilai probabilitas F ≥ 0,05 artinya H0 diterima, yang berarti model yang paling tepat digunakan adalah common effect model. Namun jika nilai probabilitasnya < 0,05 artinya H0 ditolak, yang berarti model yang paling tepat digunakan adalah fixed effect model. Hasil output di atas menunjukkan nilai probabilitas sebesar 0,0000 untuk cross section F, yang berarti nilainya < 0,05. Karena hasil tersebut menunjukan bahwa H0 ditolak, maka dapat dikatakan bahwa fixed effect model lebih tepat digunakan daripada common effect model. Karena hasil Uji Chow menunjukkan hasil model yang lebih tepat untuk digunakan adalah fixed effect model, maka diperlukan Uji Hausman untuk menguji model yang lebih tepat untuk digunakan antara fixed effect model dan random effect model. Sebelum 107
melakukan Uji Hausman, dilakukan terlebih dahulu regresi random effect model. Tabel 4.12 Hasil Regresi Data Panel Random Effect Model Dependent Variable: KEMISKINAN? Method: Pooled EGLS (Cross-section random effects) Date: 04/19/17 Time: 11:18 Sample: 2011 2015 Included observations: 5 Cross-sections included: 8 Total pool (balanced) observations: 40 Swamy and Arora estimator of component variances Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C ZIS? PDRB? UMK? Random Effects (Cross) _KABPANDEGLANG--C _KABLEBAK--C _KABTANGERANG--C _KABSERANG--C _KOTATANGERANG--C _KOTACILEGON--C _KOTASERANG--C _KOTATANGSEL--C
83.94984 -0.001492 -0.000343 0.010820
18.99009 0.000522 9.41E-05 0.002915
4.420718 -2.857144 -3.643571 3.712006
0.0001 0.0071 0.0008 0.0007
24.97390 31.93094 106.0781 -6.975433 32.42298 -64.91857 -58.20972 -65.30217 Effects Specification S.D.
Cross-section random Idiosyncratic random
53.23900 4.248765
Rho 0.9937 0.0063
Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.315149 0.258079 4.374594 5.522072 0.003177
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
2.998522 5.078773 688.9345 1.733853
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
-0.125530 130168.2
Sumber: Output Eviews
108
Mean dependent var Durbin-Watson stat
84.06900 0.009177
Dalam melakukan Uji Hausman, hipotesis yang digunakan yaitu: H0 : Random Effect Model H1 : Fixed Effect Model Apabila nilai probabilitas Chi-Square ≥ 0,05 artinya H0 diterima, yang berarti model regresi yang paling tepat digunakan adalah random effect model. Namun jika probabilitas Chi-Square < 0,05 artinya H0 ditolak, yang berarti model regresi yang paling tepat digunakan adalah fixed effect model. Tabel 4.13 Hasil Uji Hausman Correlated Random Effects - Hausman Test Pool: Untitled Test cross-section random effects
Test Summary Cross-section random
Chi-Sq. Statistic
Chi-Sq. d.f.
Prob.
5.163886
3
0.1602
Sumber: Output Eviews Hasil output di atas menunjukkan nilai probabilitas sebesar 0,1602 untuk cross section random, yang berarti nilainya > 0,05. Karena hasil tersebut menunjukkan bahwa H1 ditolak, maka dapat dikatakan bahwa random effect model lebih tepat digunakan daripada fixed effect model. 3. Pengujian Hipotesis a. Model Penelitian Berdasarkan estimasi model regresi data panel yang telah dilakukan sebelumnya, maka penelitian in akan menggunakan random effect model yang ditampilkan pada tabel berikut: 109
Tabel 4.14 Hasil Uji Signifikansi dengan Random Effect Model Dependent Variable: KEMISKINAN? Method: Pooled EGLS (Cross-section random effects) Date: 04/19/17 Time: 11:18 Sample: 2011 2015 Included observations: 5 Cross-sections included: 8 Total pool (balanced) observations: 40 Swamy and Arora estimator of component variances Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C ZIS? PDRB? UMK? Random Effects (Cross) _KABPANDEGLANG--C _KABLEBAK--C _KABTANGERANG--C _KABSERANG--C _KOTATANGERANG--C _KOTACILEGON--C _KOTASERANG--C _KOTATANGSEL--C
83.94984 -0.001492 -0.000343 0.010820
18.99009 0.000522 9.41E-05 0.002915
4.420718 -2.857144 -3.643571 3.712006
0.0001 0.0071 0.0008 0.0007
24.97390 31.93094 106.0781 -6.975433 32.42298 -64.91857 -58.20972 -65.30217 Effects Specification S.D.
Cross-section random Idiosyncratic random
53.23900 4.248765
Rho 0.9937 0.0063
Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.315149 0.258079 4.374594 5.522072 0.003177
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
2.998522 5.078773 688.9345 1.733853
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
-0.125530 130168.2
Mean dependent var Durbin-Watson stat
84.06900 0.009177
Sumber: Output Eviews Berdasarkan tabel, maka ditemukan hasil dari perhitungan ZIS, PDRB dan UMK terhadap kemiskinan di Kabupaten/Kota Provinsi Banten sebagai berikut: 110
Kemiskinan = 83.9498 - 0.001492 ZIS - 0.000343 PDRB + 0.010820 UMK Dari model di atas dapat dibuat interpretasi sebagai berikut: 1) Konstanta sebesar 83.9498 menunjukkan bahwa jika variabel independen (ZIS, PDRB, UMK) adalah nol, maka jumlah kemiskinan di Kabupaten/Kota Provinsi Banten adalah sebesar 83.9498. 2) Nilai koefisien regresi jumlah dana ZIS sebesar -0.001492 yang berarti setiap kenaikan jumlah dana ZIS naik 1% maka jumlah kemiskinan mengalami penurunan sebesar 0.001492. 3) Nilai koefisien regresi jumlah dana PDRB sebesar -0.000343 yang berarti setiap kenaikan tingkat PDRB naik 1% maka jumlah kemiskinan mengalami penurunan sebesar 0.000343. 4) Nilai koefisien regresi jumlah dana UMK sebesar 0.010820 yang berarti setiap kenaikan jumlah dana UMK naik 1% maka jumlah kemiskinan mengalami kenaikan sebesar 0.010820 .
Tabel 4.15 Hasil Uji Persamaan Setiap Objek Penelitian Random Effect (Cross) _KABPANDEGLANG--C _KABLEBAK--C _KABTANGERANG--C _KABSERANG--C _KOTATANGERANG--C _KOTACILEGON--C _KOTASERANG--C _KOTATANGSEL--C 111
Coefficient 24.97390 31.93094 106.0781 -6.975433 32.42298 -64.91857 -58.20972 -65.30217
Sumber: Output Eviews Berdasarkan tabel, maka didapat persamaan model regresi kemiskinan tiap Kabupaten dan Kota sebagai berikut: 1) Persamaan model regresi Kabupaten Pandeglang Kemiskinan Kab. Pandeglang = 24.97390 - 0.001492 ZIS 0.000343 PDRB + 0.010820 UMK Konstanta sebesar 24.97390 menunjukkan bahwa jika variabel independen (ZIS, PDRB dan UMK) adalah nol, maka jumlah kemiskinan di Kabupaten Pandeglang adalah sebesar 24.97390. 2) Persamaan model regresi Kabupaten Lebak Kemiskinan Kab. Lebak = 31.93094 - 0.001492 ZIS - 0.000343 PDRB + 0.010820 UMK Konstanta sebesar 31.93094 menunjukkan bahwa jika variabel independen (ZIS, PDRB dan UMK) adalah nol, maka jumlah kemiskinan di Kabupaten Lebak adalah sebesar 31.93094. 3) Persamaan model regresi Kabupaten Tangerang Kemiskinan Kab. Tangerang = 106.0781 - 0.001492 ZIS
-
0.000343 PDRB + 0.010820 UMK Konstanta sebesar 106.0781 menunjukkan bahwa jika variabel independen (ZIS, PDRB dan UMK) adalah nol, maka
112
jumlah kemiskinan di Kabupaten Tangerang adalah sebesar 106.0781. 4) Persamaan model regresi Kabupaten Serang Kemiskinan Kab. Serang = -6.975433 - 0.001492 ZIS
-
0.000343 PDRB + 0.010820 UMK Konstanta sebesar -6.975433 menunjukkan bahwa jika variabel independen (ZIS, PDRB dan UMK) adalah nol, maka jumlah kemiskinan di Kabupaten Serang adalah sebesar 6.975433. 5) Persamaan model regresi Kota Tangerang Kemiskinan Kota Tangerang = 32.42298 - 0.001492 ZIS
-
0.000343 PDRB + 0.010820 UMK Konstanta sebesar 32.42298 menunjukkan bahwa jika variabel independen (ZIS, PDRB dan UMK) adalah nol, maka jumlah kemiskinan di Kota Tangerang adalah sebesar 32.42298. 6) Persamaan model regresi Kota Cilegon Kemiskinan Kota Cilegon = -64.91857 - 0.001492 ZIS
-
0.000343 PDRB + 0.010820 UMK Konstanta sebesar -64.91857 menunjukkan bahwa jika variabel independen (ZIS, PDRB dan UMK) adalah nol, maka jumlah kemiskinan di Kota Cilegon adalah sebesar -64.91857. 7) Persamaan model regresi Kota Serang
113
Kemiskinan Kota Serang = -58.20972 - 0.001492 ZIS
-
0.000343 PDRB + 0.010820 UMK Konstanta sebesar -58.20972 menunjukkan bahwa jika variabel independen (ZIS, PDRB dan UMK) adalah nol, maka jumlah kemiskinan di Kota Serang adalah sebesar -58.20972. 8) Persamaan model regresi Kota Tangerang Selatan Kemiskinan Kota TangSel = -65.30217 - 0.001492 ZIS
-
0.000343 PDRB + 0.010820 UMK Konstanta sebesar -65.30217 menunjukkan bahwa jika variabel independen (ZIS, PDRB dan UMK) adalah nol, maka jumlah kemiskinan di Kota TangSel adalah sebesar -65.30217. b. Uji Signifikansi Parsial (Uji t) Uji
t
bertujuan
untuk
mengetahui
pengaruh
variabel
independen yaitu ZIS, PDRB dan UMK terhadap variabel dependen yaitu kemiskinan. Tabel 4.16 Uji t Variable Coefficient C 83.94984 ZIS -0.001492 PDRB -0.000343 UMK 0.010820 Sumber: Output Eviews Tabel
4.16
Std. Error 18.99009 0.000522 9.41E-05 0.002915
merupakan
hasil
t-Statistic 4.420718 -2.857144 -3.643571 3.712006
dari
pengujian
Prob. 0.0001 0.0071 0.0008 0.0007
variabel
independen yaitu ZIS, PDRB dan UMK terhadap kemiskinan di Kabupaten/Kota Provinsi Banten secara parsial. Dalam persamaan, 114
digunakan tingkat kepercayaan α = 5%, dengan df (n-k) = 36 maka diperoleh t-tabel 2,0280. Dari hasil uji pada persamaan dapat dilihat sebagai berikut: 1) Uji terhadap variabel Zakat, Infaq dan Shadaqah (ZIS) Hasil
yang didapat
pada tabel 4.16 variabel ZIS
berpengaruh negatif terhadap kemiskinan di Provinsi Banten. Hal ini dapat diketahui dari nilai t-statistik ZIS (2.857144) > ttabel (2,0280) dengan tingkat keyakinan sebesar 95 persen (α = 5%). Hal ini berarti bahwa semakin meningkat pendayagunaan ZIS maka kemiskinan di Provinsi Banten semakin menurun. Koefisien regresi variabel ZIS sebesar -0.001492 berarti bahwa setiap peningkatan ZIS sebesar 1 persen, maka dapat menyebabkan penurunan tingkat kemiskinan sebesar 0.001492 persen dengan asumsi variabel lain tetap. 2) Uji terhadap variabel Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Hasil yang didapat pada tabel 4.16 variabel PDRB berpengaruh negatif terhadap kemiskinan di Provinsi Banten. Hal ini dapat diketahui dari nilai t-statistik PDRB (3.643571) > t-tabel (2,0280) dengan tingkat keyakinan sebesar 95 persen (α = 5%). Hal ini berarti bahwa semakin tinggi PDRB maka tingkat kemiskinan di Provinsi Banten semakin menurun. Koefisien regresi variabel PDRB sebesar -0.000343 berarti 115
bahwa setiap peningkatan PDRB sebesar 1 persen, maka dapat menyebabkan penurunan tingkat kemiskinan sebesar 0.000343 persen dengan asumsi variabel lain tetap. 3) Uji terhadap variabel Upah Minimum Kabupaten/Kota(UMK) Hasil yang didapat pada tabel variabel UMK berpengaruh positif terhadap kemiskinan di Provinsi Banten. Hal ini dapat diketahui dari nilai t-statistik UMK (3.712006) > t-tabel (2,0280) dengan tingkat keyakinan sebesar 95 persen (α = 5%). Hal ini berarti bahwa semakin tinggi UMK maka tingkat kemiskinan di Provinsi Banten semakin meningkat. Koefisien regresi variabel UMK sebesar 0.010820 berarti bahwa setiap peningkatan UMK sebesar 1 persen, maka dapat menyebabkan peningkatan tingkat kemiskinan sebesar 0.010820 persen dengan asumsi variabel lain tetap. c. Uji Signifikansi Simultan (Uji F) Untuk menguji apakah variabel independen berpengaruh secara simultan terhadap variabel dependen, pedoman yang digunakan dalam pengambilan kesimpulan uji F adalah sebagai berikut: Jika F-hitung < F-tabel, maka H0 diterima dan H1 ditolak Jika F-hitung > F-tabel, maka H0 ditolak dan H1 diterima Selain itu, dapat pula dilihat dari probabilitas F statistik. Apabila probabilitas (signifikansi) lebih kecil dari nilai α = 5%, 116
maka dapat disimpulkan bahwa seluruh variabel independen secara simultan berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Adapun hipotesisnya adalah sebagai berikut: H0: Zakat, Infaq dan Shadaqah (ZIS), Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), dan Upah Minimum Kabupaten (UMK) tidak berpengaruh terhadap kemiskinan di Kabupaten/Kota Provinsi Banten secara simultan. H1: Zakat, Infaq dan Shadaqah (ZIS), Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), dan Upah Minimum Kabupaten (UMK) berpengaruh terhadap kemiskinan di Kabupaten/Kota Provinsi Banten secara simultan. Berdasarkan tabel 4.14 diperoleh hasil F-statistik atau F-hitung sebesar 5.522072 dengan nilai probabilitas sebesar 0.003177. Nilai probabilitas tersebut lebih kecil dari α = 5%. Selain itu dengan n = 40 dan k = 4, nilai pada F tabel diperoleh nilai 2,87 dengan df1 (k1) dan df2 (n-k) sebesar 3 dan 36 dengan nilai probabilitas 5%. Karena F hitung > F tabel (5.522072 > 2,87) maka H0 ditolak, artinya dapat disimpulkan bahwa variabel ZIS, PDRB dan UMK berpengaruh signifkan secara simultan terhadap kemiskinan di Kabupaten/Kota Provinsi Banten. d. Uji Adjusted R2 Uji Adjusted R2 ditujukan untuk menilai seberapa besar kemampuan variabel independen menjelaskan variabel dependen. 117
Pada penelitian ini, koefisien yang digunakan adalah koefisien determinasi yang telah disesuaikan atau Adjusted R2. Hal ini dikarenakan Adjusted R2 merupakan koefisien yang telah dikoreksi sehingga dapat naik atau turun seiring penambahan variabel baru dalam model. Berdasarkan hasil regresi dengan random effect model sebagaimana yang tertera pada tabel, diketahui bahwa nilai koefisien determinasi sebesar 0.315149. Hal ini menunjukkan bahwa variasi variabel dependen (kemiskinan) secara simultan dapat dijelaskan oleh variabel independen (ZIS, PDRB dan UMK) sebesar 31,51% sedangkan sisanya 68,49% dijelaskan oleh faktor lain diluar variabel yang diteliti. e. Interpretasi Hasil Penelitian 1) Hubungan Zakat, Infaq dan Shadaqah (ZIS) terhadap kemiskinan Jumlah ZIS adalah jumlah penerimaan zakat, infaq dan shadaqah
yang
dibayarkan
kepada
orang
miskin.
Pendayagunaan Zakat, Infaq dan Shadaqah (ZIS) adalah pengupayaan agar harta ZIS mampu mendatangkan hasil bagi penerimanya. Dana ZIS merupakan sumber dana yang potensial, yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan hidup umat manusia, terutama golongan orang fakir miskin. Pada hasil penelitian ini diperoleh bahwa ZIS 118
berpengaruh signifikan pada taraf nyata 5% dengan nilai probabilitas 0,0071 dan berhubungan negatif dengan nilai koefisien yang diperoleh sebesar (-0,001492), yang berarti bahwa apabila ZIS naik sebesar 1 persen, maka kemiskinan akan menurun sebesar 0,001492 persen. Hasil tersebut sesuai dengan teori dan penelitian terdahulu yang menjadi landasan teori dalam penelitian ini. Menurut Al-Qardhawi (2002) tujuan mendasar ibadah zakat itu adalah untuk menyelesaikan berbagai macam persoalan sosial seperti pengangguran, kemiskinan, dan lain-lain. Sistem distribusi zakat merupakan solusi
terhadap
persoalan-persoalan
tersebut
dengan
memberikan bantuan kepada orang miskin tanpa memandang ras, warna kulit, etnis, dan atribut-atribut keduniawian lainnya. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Irfan Syauqi Beik (2009) yang berjudul “Analisis Peran Zakat dalam Mengurangi Kemiskinan: Studi Kasus Dompet Dhuafa Republika”. Penelitian ini menyatakan bahwa zakat mampu mengurangi jumlah dan persentase keluarga miskin, serta mengurangi kedalaman dan keparahan kemiskinan. 2) Hubungan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) terhadap kemiskinan PDRB menunjukkan tingkat kemakmuran suatu daerah. PDRB adalah jumlah nilai tambah bruto yang dihasilkan 119
seluruh unit usaha dalam wilayah tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi. Pada hasil penelitian ini diperoleh bahwa PDRB berpengaruh signifikan pada taraf nyata 5% dengan nilai probabilitas 0,0008 dan berhubungan negatif dengan nilai koefisien yang diperoleh sebesar (-0,000343), yang berarti bahwa apabila PDRB naik sebesar 1 persen, maka kemiskinan akan menurun sebesar 0,000343 persen. Hasil tersebut sesuai dengan teori dan penelitian terdahulu yang menjadi landasan teori dalam penelitian ini. Menurut Arsyad (1999), semakin tinggi PDRB suatu daerah, maka semakin besar pula potensi sumber penerimaan daerah tersebut. Tingginya penerimaan daerah, diharapkan nantinya pemerintah daerah tersebut dapat mengatasi masalah kemiskinan dengan baik. Selanjutnya menurut Hermanto S. dan Dwi W. (2008) mengungkapkan pentingnya
mempercepat
menurunkan
jumlah
pertumbuhan
penduduk
miskin.
ekonomi Karena
untuk dengan
pertumbuhan ekonomi yang cepat akan menurunkan jumlah kemiskinan yang merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Himawan Yudistira Dama (2016) yang berjudul “Pengaruh Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Terhadap Tingkat Kemiskinan di Kota 120
Manado (Tahun 2005-2014)”. Penelitian ini menyatakan bahwa PDRB memiliki hubungan negatif dan signifikan dengan kemiskinan di Kota Manado. 3) Hubungan Upah Minimum Kabupaten (UMK) terhadap kemiskinan Dari hasil regresi yang dihasilkan dalam penelitian ini, menunjukan bahwa variabel UMK menunjukkan tanda positif dan berpengaruh secara signifikan terhadap kemiskinan di Provinsi Banten, pada taraf nyata 5% dengan nilai probabilitas 0,0007 dan nilai koefisien yang diperoleh sebesar (0,010820), yang berarti bahwa apabila UMK naik sebesar 1 persen, maka kemiskinan akan meningkat sebesar 0,010820 persen. Hasil tersebut tidak sesuai dengan teori dan penelitian terdahulu yang menjadi landasan teori dalam penelitian ini, yang menyatakan bahwa semakin meningkat upah minimum akan
meningkatkan
pendapatan
masyarakat
sehingga
kesejahteraan juga meningkat dan sehingga terbebas dari kemiskinan (Kaufman 2000). Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan bahwa upah
berhubungan positif dan signifikan
terhadap kemiskinan. Menurut penulis, hal ini bisa terjadi jika dilihat dari sisi penawaran terhadap tenaga kerja dimana upah memiliki hubungan yang kuat dengan kenaikan pada jumlah pengangguran, dimana hubungan searah ini disebabkan ketika 121
pemerintah menaikkan upah minimum, maka kenaikan penawaran tenaga kerja pun meningkat, akan tetapi perusahaan lebih memilih mengurangi biaya produksi dengan mengurangi jumlah pekerja agar tidak terjadi kebangkrutan dan defisit anggaran, sehingga jumlah pengangguran pun meningkat seiring kenaikan upah yang ditetapkan oleh pemerintah. Hal ini terbukti dengan meningkatnya Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) periode 2014-2015 di Provinsi Banten. Sehingga dapat diketahui bahwa secara tidak langsung upah berpengaruh positif dan signifikan terhadap kemiskinan melalui variabel pengangguran. Selain itu, berdasarkan laporan Statistik Daerah Provinsi Banten 2015, Kota Cilegon merupakan penerima upah tertinggi karena wilayahnya menjadi sentra industri petrokimia yang padat modal, sedangkan Kota Cilegon merupakan daerah yang paling sedikit penduduknya. Sehingga kontribusi peningkatan UMK di Provinsi Banten hanya dapat dinikmati sebagian kecil penduduk dan tidak memberikan dampak yang nyata bagi kemiskinan di Banten.
122
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terjadi pengaruh antara jumlah penerimaan ZIS, UMK dan PDRB terhadap kemiskinan di Kabupaten/Kota Provinsi Banten periode tahun 2011 sampai dengan 2015. Berdasarkan penemuan dan pembahasan maka kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. ZIS berpengaruh signifikan dan negatif terhadap kemiskinan di Provinsi Banten, yang berarti bahwa ketika dana ZIS meningkat maka akan menurunkan tingkat kemiskinan. Hal ini disebabkan manfaat dari penghimpunan dana ZIS mampu meningkatkan kesejahteraan mustahiq sehingga tingkat kemiskinan dapat berkurang. 2. PDRB berpengaruh signifikan dan negatif terhadap kemiskinan di Provinsi Banten, yang berarti bahwa aktivitas ekonomi di Provinsi Banten yang dicerminkan oleh PDRB meningkat sehingga meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin yang sekaligus mengurangi tingkat kemiskinan di Banten. 3. UMK berpengaruh signifikan dan positif terhadap kemiskinan di Provinsi Banten, yang berarti seiring peningkatan UMK maka kenaikan penawaran tenaga kerja pun meningkat, akan tetapi perusahaan lebih memilih mengurangi biaya produksi dengan 123
mengurangi jumlah pekerja agar tidak terjadi kebangkrutan dan defisit anggaran, sehingga jumlah pengangguran pun meningkat. Peningkatan
pengangguran
secara
tidak
langsung
akan
meningkatkan tingkat kemiskinan di Provinsi Banten. 4. Secara bersama-sama (simultan) variabel ZIS, PDRB dan UMK berpengaruh terhadap kemiskinan di Provinsi Banten pada periode 2011-2015. Hal ini disebabkan karena ZIS, PDRB dan UMK memiliki faktor dan memberikan kontribusi terhadap penuntasan kemiskinan. B. Saran Dari hasil kesimpulan di atas, maka saran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Jika melihat hasil penelitian, variabel Zakat,Infaq dan Shadaqah (ZIS) berpengaruh negatif terhadap tingkat kemiskinan. Hal ini tentunya
tidak
terlepas
dari
proses
penghimpunan
dan
pendistribusian zakat itu sendiri. Semakin banyak dana ZIS yang dihimpun maka pendistribusian ZIS ke masyarakat miskin semakin besar pula, sehingga diharapkan kemiskinan dapat berkurang. Dan diperlukan adanya komitmen dan kerjasama yang kuat antar seluruh pemangku kepentingan zakat, baik pemerintah, lembaga amil zakat maupun masyarakat secara keseluruhan dalam mewujudkan pembangunan zakat yang berkelanjutan untuk
124
mensejahterakan
masyarakat
miskin
khususnya
dan
bisa
menurunkan kemiskinan dimasa mendatang. 2. Dari hasil penelitian, didapat bahwa PDRB berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan, sehingga untuk menekan tingkat kemiskinan, pemerintah daerah hendaknya meningkatkan PDRB yang nantinya akan menurunkan angka kemiskinan di daerahnya, selain itu dapat dilaksanakan
pembangunan
ekonomi
yang
tidak
hanya
meningkatkan pertumbuhan ekonomi saja, tetapi juga dilaksanakan pemerataan pembangunan yang berorientasi ke seluruh golongan masyarakat termasuk masyarakat miskin, serta dilakukan adanya upaya peningkatan dalam pertumbuhan ekonomi di masing-masing daerah/wilayah
dengan
mengandalkan
potensi-potensi
yang
dimiliki suatu daerah/wilayah tersebut. Meningkatkan PDRB berarti ekonomi
meningkatkan merupakan
pertumbuhan salah
satu
ekonomi.
kunci
untuk
Pertumbuhan mengurangi
kemiskinan. 3. Berdasarkan kesimpulan diatas, bahwa variabel upah minimum memberikan hasil yang positif terhadap tingkat kemiskinan. Hal ini mencerminkan upah minimum yang tidak merata sehingga tidak berkontribusi terhadap tingkat kemiskinan, hal ini bagi pemerintah Kabupaten/Kota
di
Provinsi
Banten
dalam
menyikapinya
seharusnya berhati-hati terutama dalam mengambil kebijakan penetapan upah minimum karena akan berdampak pada tingkat 125
kemiskinan.
Dan juga dalam penentuan upah, diharapkan
pemerintah daerah dapat menentukan kebijakan dalam menetapkan upah minimum yang disesuaikan dengan kebutuhan hidup layak (KHL) untuk melindungi pekerja dari kemiskinan dengan catatan jangan terlalu memberatkan perusahaan dan menetapkan kenaikan upah minimum sesuai dengan perkembangan ekonomi yang sedang terjadi. 4. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan menambah variabelvariabel yang sekiranya berpengaruh terhadap kemiskinan agar diketahui
faktor-faktor
apa
saja
yang
mempengaruhinya.,
diharapkan penelitian selanjutnya dapat lebih terfokus pada wilayah yang cakupannya lebih kecil agar lebih dapat terfokus secara khusus di suatu wilayah yang ada di Indonesia terutama daerah-daerah tertinggal.
126
DAFTAR PUSTAKA Ali, Mohammad Daud. “Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf, Cet. 1”, Jakarta: Universitas Indonesia, 1988. Al-Maraghi, Ahmad Mustafa (ed.). “Terjemah Tafsir Al-Maraghi”, Semarang: Toha Putra, 1992. Antonio, Moh. Syafi’i. “Bank Syariah dari Teori ke Praktek”, Jakarta: Gema Insani Press, 2001. Arsyad, Lincoln. “Ekonomi Pembangunan, Edisi keempat”, Yogyakarta: BP STIE YKPN, 1999. Aziz, Roikhan Mochammad (2005). Sinlammim: Kode Tuhan, Esa Alam, Jakarta Http://www.tokogunungagung.co.id Aziz, Roikhan Mochammad (2006). Jejak Islam Yang Hilang, Sinlammim, Jakarta. Http://www.tokogunungagung.co.id Aziz, Roikhan Mochammad (Oktober, 2008). The Application of Mathematics In Information System Based On Al-Quran. Working Paper, Studium General, State Islamic University. Jakarta, Indonesia. Aziz, Roikhan Mochammad (Oktober, 2008). The Assimilation of Sinlammim Into System Thinking In The Quantitative Method With Modeling On
127
Sukuk As Islamic Economic Instrument. Procedding. University Of Malahayati, Lampung, Indonesia. Aziz, Roikhan Mochammad (Oktober 2008). The Future Of Sukuk Between Malaysia and Indonesia Based on System Thinking. Procedding. Monash University, Sunway Campus, Malaysia. Azis, Roikhan Mochammad (Januari – April, 2008). Comparative Study Of Islamic Bonds in Indonesia and Malaysia on System Dynamics Approach, Jurnal Ekonomi Kemasyarakatan Equilibrium, Vol, 5, No.2. Jakarta,. http://www.stied.ac.id Aziz, Roikhan Mochammad (2010). New Paradigm in On Sinlammim Kaffah In Islamic Economics. Jurnal Signifikan, Vol. 9, No.2, Mei-Agustus, Jakarta. http://www.uinjkt.ac.id Aziz, Roikhan Mochammad (2011). New Paradigm on System Thinking. Jurnal Ekonotika. Fakultas Ekonomi Bisnis, Jurusan Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan (IESP), Jakarta. Aziz, Roikhan Mochammad (November, 2012). Information System On Islam, Book Of MIS Project Vol 1, Vol 2, Vol 3, Vol 4, Computer Communication Information Technology, Faculty Of Techniquem University Of Indonesia, Depok. Azis, Roikhan Mochammad (Oktober, 2012). Five Pillars of Economy, Economy Press. Jakarta. 128
Azis, Roikhan Mochammad (Januari – April, 2013). Pemodelan Lembaga Keuangan Syariah Non Bank Dengan Metode Islam. Jurnal Ekonomi Umat. Vol 7 No.2, Jakarta http://www.uhamka.ac.id. Aziz, Roikhan Mochammad (2014). Integrasi Ilmu Ekonomi Islam: Pendekatan Filosofis dan Simbolik. Integrasi Keilmuan. UIN Press, Jakarta. Aziz, Roikhan Mochammad (Januari 2013). Islamic Monetary Based On Method. Book Of Islam. Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah. UIN Press, Jakarta. Aziz, Roikhan Mochammad ( Agustus. H. 1125-1138. 2015). Rumus Tuhan Hahslm Dalam Berpikir Menyeluruh Sebagai Metedologi Ekonomi Islam. Procedding ICIEF15: Strengthning Islamic Economics and Financial Institution for Financial Institution for the Welfare of Ummah. Universitas Mataram, Lombok. Aziz, Roikhan Mochammad (September. H. 1125-1138. 2015). Hahslm Islamic Economics Methodology. Procedding ICOSEC: Developing Countries Readiness Toward Global Universitas Negeri Solo, Surakarta. Beik, Irfan Syauqi. “Analisis Peran Zakat dalam Mengurangi Kemiskinan: Studi Kasus Dompet Dhuafa Republika”, Jurnal, 2009. Dama, Himawan Yudistira. “Pengaruh Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Terhadap Tingkat Kemiskinan di Kota Manado (Tahun 2005-2014)”, Jurnal, 2016. 129
Friedman, J. “Empowerment: The Politics of Alternative Development”, Cambridge: Blackwell, 1992. Ginanjar, Kartasasmita. “Pembangunan Untuk Rakyat: Memadukan Pertumbuhan dan Pemerataa”, Jakarta: Cides, 1996. Gujarati, Damodar. “Ekonometrika Dasar”, Jakarta: Erlangga, 2003. Sasana, Hadi. “Produk Domestik Bruto dan Strukturnya”, Semarang: Diklat Teknis Perencanaan Pembangunan Ekonomi Daerah Provinsi Jawa Tengah, Oktober-November, 2001. Hafihuddin, Didin. “Zakat Dalam Perekonomian Modern”, Jakarta: Gema Insani Press, 2002. Hamid, Abdul. “Buku Pedoman Penulisan Skripsi”, Jakarta: FEB UIN Jakarta, 2010. Hidayat, Saeful & Arianto A. “Pertumbuhan Ekonomi, Ketidakmerataan Pendapatan, dan Kemiskinan : Estimasi Parameter Elastisitas Kemiskinan Tingkat Provinsi di Indonesia Tahun 1996-2005”, Jurnal, 2007. Ichsan, Nurul. “Akad Bank Syariah”, Jurnal Ekonomi Islam, Vol. 50 No. 2, 2016. Ichsan, Nurul. “Perbankan Syariah: Sebuah Pengantar”, Jakarta: GD Press Group, 2014. Jhingan, M.L. “Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan”, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004.
130
Kaufman, Bruce E dan Julie L. Hotchkiss. “The Economics of Labor Markets”, Yogyakarta: BPFE UGM, 1999. Maipita, Indra. “Simulasi Dampak Kenaikan Upah Minimum Terhadap Tingkat Pendapatan dan Kemiskinan”, Jurnal, 2012. Majid, M. Nazori. “Pemikiran Ekonomi Islam Abu Yusuf: Relevansinya dengan Ekonomi Kekinian”, Yogyakarta: Pusat Studi Ekonomi Islam, 2003. Mannan, M. Abdul. “Teori dan Praktek Ekonomi Islam”, Yogyakarta: Dana Bakti Wakaf, 1993. Mankiw. N. Gregory. “Teori Makro Ekonomi”, Jakarta: Erlangga, 2003. Mankiw. N. Gregory. “Principles of Economics. Pengantar Ekonomi Makro, Edisi Ketiga”, terjemahan, Chriswan Sungkono, Jakarta: Salemba Empat, 2006. Metwally, M.M, “Teori dan Model Ekonomi Islam”, terjemahan, M. Husein Sawit, Jakarta: PT Bangkit Daya Insana, 1995. M. Muh. Nasir, Saichudin dan Maulizar. “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Kemiskinan
Rumah
Tangga
Di
Kabupaten
Purworejo”, Jurnal, 2008. Mohd Ali, Ahmad Fahme. “The Effectiveness of Zakat in Reducing Poverty Incident: An Analysis in Kelantan, Malaysia”, Jurnal, 2014.
131
Nachrowi, Djalal dan Hardius Usman. “Pendekatan Populer dan Praktis Ekonometrika
untuk
Analisis
Ekonomi
dan
Keuangan”,
Jakarta:
Universitas Indonesia, 2006. Pramanik, A. H. “Development and Distribution in Islam”, Pelanduk Publications, Petaling Jaya, 1993. Qardawi, Yusuf. “Hukum Zakat, terj Salman Harun dkk, cet 7”, Bogor: Pustaka Lentera Antar Nusa, 2004. Ranupandojo, H. dan S. Husnan. “Manajemen Personalia”, Yogyakarta: BPFE, 2000. Ria, Marginingsih. “Pengaruh Pendayagunaan Dana ZIS, dan PDRB per Kapita Terhadap Jumlah Penduduk Miskin (Studi Kasus di Kabupaten/Kota Jawa Tengah Tahun 2006-2009)”, Skripsi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Diponegoro, 2011. Ridwan, Muhammad. “Manajemen Baitul Maal Wa Tamwil (BMT), cet 2”, Yogyakarta: UII Press, 2005. Riyani, Lupi. “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kemiskinan di Jawa Tengah Tahun 1991-2011”, Skripsi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2014. Suharto, Edi. “Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat”, Bandung: PT Refika Aditama, 2005.
132
Suharyadi dan Purwanto. “Statistik Untuk Ekonomi dan Keuangan Modern”, Jakarta: Salemba 4, 2008. Sukirno, Sadono. “Makro Ekonomi Modern: Perkembangan Pemikiran dari Klasik hingga Keynesian Baru”, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2000. Suliyanto. “Ekonometrika Terapan, Teori dan Aplikasi dengan SPSS”, Yogyakarta: Penerbit Andi, 2011. Sumarsono, Sonny. “Ekonomi
Manajemen
Sumber
Daya
Manusia
dan
Ketenagakerjaan”, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2003. Sumodiningrat,
Gunawan.
“Strategi
Pemberdayaan
Masyarakat
Dalam
Penanggulangan Kamiskinan”, Malang: Materi Kuliah Umum PPSUB, 2002. Supranto, J. “Ekonometrika”, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2004. Syahrullah, Dio. “Analisis Pengaruh Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), Pendidikan dan Pengangguran Terhadap Kemiskinan di Provinsi Banten Tahun 2009-2012”, Skripsi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Jakarta, 2014. Tahir, Safdar Hussain. “Impact of GDP Growth Rate on Poverty of Pakistan: A quantitative Approach”, Jurnal, 2014. Thamrin Simanjutak. “Analisis Potensi Pendapatan Asli Daerah, Bunga Rampai Manajemen Keuangan Daerah”, Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2001.
133
Todaro, Michael P, Stephen C. Smith. “Pembangunan Ekonomi (Edisi kesembilan, jilid I)”, Jakarta: Erlangga, 2006. Tjokrohandoko, Burhani. “Pedoman Zakat, Himpunan Materi Penyuluhan. Proyek Pembinaan Zakat dan Waqaf”, Jakarta, 1983 Widarjono, Agus. “Ekonometrika Pengantar dan Aplikasinya”, Yogyakarta: Ekonisia FE UII, 2009. Winarno, Wing Wahyu. “Analisis Ekonometrika dan Statsitika dengan EVIEWS”, Yogyakarta: UPP STIM YKPN, 2011. Yafie, Ali. “Islam dan Problematika Kemiskinan Pesantren”, Jakarta: Buku P3LM, 1986. Website: http://www.bps.go.id http://www.kemenag.go.id http://www.tnp2k.go.id
134
LAMPIRAN LAMPIRAN 1 Data Observasi Kabupaten/Kota Kab. Pandeglang
Kab. Lebak
Kab. Tangerang
Kab. Serang
Kota Tangerang
Kota Cilegon
Kota Serang
Kota Tangerang Selatan
Tahun Kemiskinan 2011 117.6 2012 109.1 2013 121.1 2014 113.14 2015 124.42 2011 115.2 2012 106.9 2013 118.6 2014 115.87 2015 126.42 2011 188.6 2012 176 2013 183.9 2014 173.1 2015 191.12 2011 82 2012 76.1 2013 72.8 2014 71.38 2015 74.85 2011 114.3 2012 106.5 2013 103.1 2014 98.76 2015 102.56 2011 15.4 2012 15 2013 15.9 2014 15.53 2015 16.96 2011 37.4 2012 34.7 2013 36.7 2014 36.18 2015 40.19 2011 20.1 2012 18.7 2013 25.4 2014 25.29 2015 25.89 135
ZIS 255.30 12.11 284.84 378.85 8.62 4,339.21 7,447.82 2,281.88 6,592.74 5,425.50 2,393.72 2,544.48 2,524.11 2,821.93 287.84 3,693.21 504.99 6,399.28 7,354.62 8,815.42 123.74 777.50 73.93 120.79 955.73 1,358.28 231.34 3,208.67 3,246.16 6,153.16 1,325.52 1,653.19 1,713.55 1,729.26 192.68 1,683.00 2,043.02 2,540.51 2,716.75 3,040.14
PDRB 9586.09 15115.44 16443.91 18195.67 20277.96 9312.03 15125.9 16742.05 18606.94 20729.2 39414.37 72303.65 80570.55 91692.76 102044.71 14207.17 42039.51 45972.29 51430.75 56313.72 63675.06 83648.13 94561.02 110772.32 126119.12 34490.32 55414.14 61746.9 70030.67 77962.9 6341.71 15506.67 17452.62 19691.3 21866.58 13223.88 39071.49 44346.74 50214.64 56044.37
UMK 1015.000 1050.000 1182.000 1418.000 1737.000 1007.500 1047.800 1187.500 1490.000 1728.000 1285.000 1527.000 2200.000 2442.000 2710.000 1189.600 1320.500 2080.000 2340.000 2700.000 1290.000 1527.000 2203.000 2444.301 2730.000 1224.000 1347.000 2200.000 2443.000 2760.590 1156.000 1231.000 1798.446 2166.000 2375.000 1290.000 1527.000 2200.000 2442.000 2710.000
LAMPIRAN 2 Output Pooled Least Square (PLS)
Dependent Variable: KEMISKINAN? Method: Pooled Least Squares Date: 04/19/17 Time: 11:16 Sample: 2011 2015 Included observations: 5 Cross-sections included: 8 Total pool (balanced) observations: 40 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
ZIS? PDRB? UMK?
0.002887 0.000603 0.021477
0.004599 0.000446 0.015985
0.627726 1.352096 1.343576
0.5340 0.1846 0.1873
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
-0.282798 -0.352139 63.32166 148356.4 -221.1274 0.089058
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter.
84.06900 54.45550 11.20637 11.33304 11.25217
LAMPIRAN 3 Output Fixed Effect Model (FEM) Dependent Variable: KEMISKINAN? Method: Pooled Least Squares Date: 04/19/17 Time: 11:16 Sample: 2011 2015 Included observations: 5 Cross-sections included: 8 Total pool (balanced) observations: 40 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C ZIS? PDRB? UMK? Fixed Effects (Cross) _KABPANDEGLANG--C _KABLEBAK--C _KABTANGERANG--C _KABSERANG--C _KOTATANGERANG--C _KOTACILEGON--C
83.94356 -0.001510 -0.000358 0.011248
2.515654 0.000523 9.46E-05 0.002926
33.36848 -2.889835 -3.786894 3.844112
0.0000 0.0072 0.0007 0.0006
24.71819 31.77702 106.6017 -7.041194 33.10896 -64.85379
136
_KOTASERANG--C _KOTATANGSEL--C
-58.74466 -65.56622 Effects Specification
Cross-section fixed (dummy variables) R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.995473 0.993912 4.248765 523.5080 -108.1910 637.7527 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
84.06900 54.45550 5.959550 6.423992 6.127477 2.280604
LAMPIRAN 4 Output Random Effect Model (REM) Dependent Variable: KEMISKINAN? Method: Pooled EGLS (Cross-section random effects) Date: 04/19/17 Time: 11:18 Sample: 2011 2015 Included observations: 5 Cross-sections included: 8 Total pool (balanced) observations: 40 Swamy and Arora estimator of component variances Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C ZIS? PDRB? UMK? Random Effects (Cross) _KABPANDEGLANG--C _KABLEBAK--C _KABTANGERANG--C _KABSERANG--C _KOTATANGERANG--C _KOTACILEGON--C _KOTASERANG--C _KOTATANGSEL--C
83.94984 -0.001492 -0.000343 0.010820
18.99009 0.000522 9.41E-05 0.002915
4.420718 -2.857144 -3.643571 3.712006
0.0001 0.0071 0.0008 0.0007
24.97390 31.93094 106.0781 -6.975433 32.42298 -64.91857 -58.20972 -65.30217 Effects Specification S.D.
Cross-section random Idiosyncratic random
53.23900 4.248765
Rho 0.9937 0.0063
Weighted Statistics R-squared
0.315149
137
Mean dependent var
2.998522
Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.258079 4.374594 5.522072 0.003177
S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
5.078773 688.9345 1.733853
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
-0.125530 130168.2
Mean dependent var Durbin-Watson stat
84.06900 0.009177
LAMPIRAN 5 Uji Chow Redundant Fixed Effects Tests Pool: Untitled Test cross-section fixed effects Effects Test
Statistic
Cross-section F Cross-section Chi-square
d.f.
Prob.
738.435429 207.549705
(7,29) 7
0.0000 0.0000
Cross-section fixed effects test equation: Dependent Variable: KEMISKINAN? Method: Panel Least Squares Date: 04/19/17 Time: 11:19 Sample: 2011 2015 Included observations: 5 Cross-sections included: 8 Total pool (balanced) observations: 40 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C ZIS? PDRB? UMK?
123.9621 0.002336 0.001023 -0.051427
27.10427 0.003710 0.000371 0.020499
4.573528 0.629651 2.757811 -2.508770
0.0001 0.5329 0.0091 0.0168
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.188633 0.121019 51.05421 93835.17 -211.9659 2.789846 0.054390
138
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
84.06900 54.45550 10.79829 10.96718 10.85936 0.155771
LAMPIRAN 6 Uji Hausman Correlated Random Effects - Hausman Test Pool: Untitled Test cross-section random effects
Test Summary Cross-section random
Chi-Sq. Statistic
Chi-Sq. d.f.
Prob.
5.163886
3
0.1602
Random
Var(Diff.)
Prob.
-0.001492 -0.000343 0.010820
0.000000 0.000000 0.000000
0.4615 0.1343 0.0915
Cross-section random effects test comparisons: Variable ZIS? PDRB? UMK?
Fixed -0.001510 -0.000358 0.011248
Cross-section random effects test equation: Dependent Variable: KEMISKINAN? Method: Panel Least Squares Date: 04/19/17 Time: 11:20 Sample: 2011 2015 Included observations: 5 Cross-sections included: 8 Total pool (balanced) observations: 40 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C ZIS? PDRB? UMK?
83.94356 -0.001510 -0.000358 0.011248
2.515654 0.000523 9.46E-05 0.002926
33.36848 -2.889835 -3.786894 3.844112
0.0000 0.0072 0.0007 0.0006
Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.995473 0.993912 4.248765 523.5080 -108.1910 637.7527 0.000000
139
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
84.06900 54.45550 5.959550 6.423992 6.127477 2.280604
LAMPIRAN 7 Uji Normalitas 12
Series: Residuals Sample 2011 2050 Observations 40
10
8
6
4
2
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
7.46e-15 -4.241309 101.4338 -96.93373 49.05130 0.125825 2.361566
Jarque-Bera Probability
0.784876 0.675408
0 -100
-75
-50
-25
0
25
50
75
100
125
LAMPIRAN 8 Uji Heterokedastisitas Heteroskedasticity Test: White F-statistic Obs*R-squared Scaled explained SS
0.943494 2.915733 1.607835
Prob. F(3,36) Prob. Chi-Square(3) Prob. Chi-Square(3)
0.4298 0.4048 0.6576
Test Equation: Dependent Variable: RESID^2 Method: Least Squares Date: 04/19/17 Time: 11:34 Sample: 2011 2050 Included observations: 40 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C ZIS^2 PDRB^2 UMK^2
2415.898 -3.37E-05 8.61E-08 1.69E-05
848.8954 2.62E-05 1.64E-07 0.000284
2.845931 -1.283039 0.526016 0.059611
0.0073 0.2077 0.6021 0.9528
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood
0.072893 -0.004366 2778.233 2.78E+08 -371.8331
140
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter.
2345.879 2772.188 18.79166 18.96055 18.85272
F-statistic Prob(F-statistic)
0.943494 0.429812
Durbin-Watson stat
1.178053
LAMPIRAN 9 Uji Autokorelasi Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic Obs*R-squared
40.58834 28.19205
Prob. F(2,34) Prob. Chi-Square(2)
0.0000 0.0000
Test Equation: Dependent Variable: RESID Method: Least Squares Date: 04/19/17 Time: 11:39 Sample: 2011 2050 Included observations: 40 Presample missing value lagged residuals set to zero. Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C ZIS PDRB UMK RESID(-1) RESID(-2)
-42.17044 -0.002451 -0.000386 0.036326 0.745693 0.180022
16.56973 0.002094 0.000222 0.012917 0.156171 0.167859
-2.545028 -1.170399 -1.741060 2.812338 4.774843 1.072458
0.0156 0.2500 0.0907 0.0081 0.0000 0.2911
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.704801 0.661390 28.54306 27700.01 -187.5637 16.23534 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
7.46E-15 49.05130 9.678186 9.931518 9.769783 1.419141
LAMPIRAN 10 Uji Breusch-Godfrey Setelah di Diferensiasi Dependent Variable: KEMISKINAN Method: Least Squares Date: 04/19/17 Time: 11:43 Sample (adjusted): 2012 2050 Included observations: 39 after adjustments Variable
Coefficient
141
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C KEMISKINAN(-1) ZIS PDRB UMK R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
1.127531 0.879803 -0.000836 0.000124 0.001752 0.783031 0.757505 27.03069 24842.38 -181.2451 30.67613 0.000000
142
19.19912 0.091457 0.002016 0.000219 0.012155
0.058728 9.619815 -0.414635 0.565072 0.144167
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
0.9535 0.0000 0.6810 0.5757 0.8862 83.20923 54.89164 9.551032 9.764309 9.627554 1.817618