KINERJA BELANJA PEMERINTAH DAERAH DAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI INDONESIA: ANALISIS DATA KABUPATEN/KOTA 2010-2012
HERNITA NUR FADJRINA
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kinerja Belanja Pemerintah Daerah dan Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia: Analisis Data Kabupaten/Kota 2010-2012 adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juli 2014 Hernita Nur Fadjrina NIM H14100127
ABSTRAK HERNITA NUR FADJRINA. Kinerja Belanja Pemerintah Daerah dan Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia: Analisis Data Kabupaten/Kota 2010-2012. Dibimbing oleh D.S. PRIYARSONO Pembangunan tidak hanya dinilai berdasarkan tingginya pertumbuhan ekonomi saja namun tingkat kesejahteraan masyarakat perlu diperhatikan. Kesejateraan masyarakat dapat dinilai berdasarkan nilai IPM. Adanya desentralisasi fiskal melalui belanja fungsi daerah diharapkan dapat meningkatkan pembangunan daerah. Tujuan dari penelitian ini untuk menganalisis keterkaitan belanja fungsi pemerintah daerah terhadap komponen IPM kabupaten/kota di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode data panel, dengan data cross section sebanyak 192 kabupaten/kota di Indonesia dan data time series periode 2010-2012. Hasil dari analisis metode data panel menunjukkan belanja fungsi ekonomi, belanja fungsi pendidikan dan belanja fungsi kesehatan berpengaruh positif terhadap angka harapan hidup, angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah. Kata Kunci : belanja fungsi daerah, desentralisasi fiskal, data panel, IPM.
ABSTRACT HERNITA NUR FADJRINA. The Performance of Local Government Expenditure and Human Development Index in Indonesia: Analysis Of Districts / Municipalities Data 2010-2012. Supervised by D.S. PRIYARSONO Development is not only judged by the high rate of economic growth but also by the public welfare level. Public welfare can be evaluated based on human development index. The existence of fiscal decentralization through local expenditure function is expected to improve regional development.The purpose of this research is to analyze the relationship between the functions of local government expenditure and the components of HDI districts / municipalities in Indonesia. Panel data method is applied with cross section data of 192 districts / municipalities and time series data set in 2010-2012 period is used in this research. The result shows that economic function expenditure, education function expenditure, and health function expenditure give a positive effect on life expectancy, literacy rates and average length of study.
Keywords: fiscal decentralization, HDI, local expenditure function, panel data
KINERJA BELANJA PEMERINTAH DAERAH DAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI INDONESIA: ANALISIS DATA KABUPATEN/KOTA 2010-2012
HERNITA NUR FADJRINA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Skripsi
Nama NIM
: Kinerja Belanja Pemerintah Daerah dan Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia: Analisis Data Kabupaten/Kota 20102012 : Hernita Nur Fadjrina : H14100127
Disetujui oleh
Prof. D.S. Priyarsono, Ph.D. Pembimbing
Diketahui oleh
Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec. Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul Kinerja Belanja Pemerintah Daerah dan Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia: Analisis Data 2010-2012. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada kedua orang tua tercinta, adik dan keluarga besar atas doa yang tulus, kasih sayang, kesabaran, kepercayaan, dan dukungan bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Selain itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada : 1. Prof. D.S. Priyarsono, Ph.D. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan arahan dan bimbingan baik secara teknis, teoritis, maupun moril dalam proses penyusunan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik. 2. Dr. Ir. Wiwiek Rindayati, M.Si. selaku dosen penguji utama atas saran, kritik dan masukan yang sangat membantu dan berarti dalam proses perbaikan skripsi ini. 3. Dr. Muhammad Findi A, M.E. selaku penguji komisi pendidikan atas saran, kritik dan masukan yang sangat membantu dan berarti dalam proses perbaikan skipsi ini. 4. Para dosen dan staf Departemen Ilmu Ekonomi FEM IPB yang telah memberikan ilmu dan bantuan kepada penulis selama menjalani studi di Departemen Ilmu Ekonomi. 5. Teman-teman satu bimbingan Ni Putu Manacika, Putri Rahayuningtyas, Tisa Amelia, dan Nia Verba S yang telah menjadi teman diskusi dan berbagi suka duka dalam penyusunan skripsi ini. 6. Sahabat penulis Septian Hadianto, Sergi Roseli, Uke Tri Evasari , dan Novi Budianti yang telah membantu dan memberi dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini. 7. Teman-teman satu kosan Esatri, Puti, Tuty, Rahma Syafira, Dyah Ayu, Syafira Salzabella, Nadya Mazaya, dan Retno atas doa dan dukungan yng telah diberikan. 8. Teman-teman Ilmu ekonomi 47 atas doa dan dukungannya selama ini. 9. Seluruh pihak yang telah membantu menyelesaian skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juli 2014 Hernita Nur Fadjrina
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR LAMPIRAN
viii
PENDAHULUAN
13
Latar Belakang
13
Perumusan Masalah
4
Tujuan Penelitian
5
Manfaat Penelitian
5
Ruang Lingkup Penelitian
5
TINJAUAN PUSTAKA
5
Belanja Pemerintah Daerah
5
Indeks Pembangunan Manusia
6
Penelitian Terdahulu
8
Kerangka Pemikiran
9
METODE PENELITIAN
9
Jenis dan Sumber Data
9
Metode dan Pengolahan Data
10
HASIL DAN PEMBAHASAN
14
Kondisi Umum Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia
14
Kondisi Umum Belanja Fungsi di Indonesia
19
Keterkaitan Belanja Pemerintah Daerah dengan Komponen Indeks Pembangunan Manusia
23
Keterkaitan Belanja Pemerintah Daerah dengan Angka Harapan Hidup
25
Keterkaitan Belanja Pemerintah Daerah dengan Angka Melek Huruf
26
Keterkaitan Belanja Pemerintah Daerah dengan Rata-rata Lama Sekolah
27
SIMPULAN DAN SARAN
28
Simpulan
30
Saran
30
DAFTAR PUSTAKA
31
LAMPIRAN
33
RIWAYAT HIDUP
46
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7
Indeks Pembangunan Manusia per Provinsi tahun 2008-2012 Jenis, Sumber Data, dan Variabel Uji model terbaik (Pooled Least Square, Random Effect Model dan Fixed Effect Model) Tabel Nilai Sum Squared Resid Weighted, Sum Squared Resid Unweighted, Durbin-Watson Hasil Estimasi Model Keterkaitan Belanja Pemerintah Daerah dan Angka Harapan Hidup Kabupaten/Kota di Indonesia Hasil Estimasi Model Keterkaitan Belanja Pemerintah Daerah dan Angka Melek Huruf Kabupaten/Kota di Indonesia Hasil Estimasi Model Keterkaitan Belanja Pemerintah Daerah dan Rata-rata Lama Sekolah Kabupaten/Kota di Indonesia
3 10 24 25 26 27 28
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Komposisi Realisasi Belanja Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Tahun Anggaran 2012 Kerangka Pemikiran Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia Tahun 2008-2012 Angka Harapan Hidup di Indonesia Tahun 2008-2012 Angka Harapan Hidup Provinsi di Indonesia Tahun 2008-2012 Angka Melek Huruf di Indonesia Tahun 2008-2012 Angka Melek Huruf Provinsi di Indonesia Tahun 2008-2012 Rata-rata Lama Sekolah Provinsi Tahun 2008-2012 Kemampuan Dayabeli Masyarakat Provinsi Tahun 2008-2012 Alokasi Belanja Fungsi Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Indonesia Alokasi Belanja Fungsi Pelayanan Umum Pemerintah Daerah Provinsi Tahun 2010-2012 Alokasi Belanja Fungsi Ekonomi Pemerintah Daerah Provinsi Tahun 2010-2012 Alokasi Belanja Fungsi Kesehatan Pemerintah Daerah Provinsi Tahun 2010-2012 Alokasi Belanja Fungsi Pendidikan Pemerintah Daerah Provinsi Tahun 2010-2012 Persentase Penyerapan Belanja Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Indonesia 2010-2012
13 9 14 15 16 16 17 18 18 20 20 21 21 22 23
DAFTAR LAMPIRAN 1 2
Hasil Uji Korelasi untuk Pengujian Asumsi Klasik Multikolinearitas Hasil Pengujian Pooled Least Square untuk Mengestimasi Keterkaitan antara Belanja Fungsi Pemerintah Daerah dan Angka Harapan Hidup Kabupaten/Kota di Indonesia
33
33
3 Hasil Pengujian Fixed Effect Model untuk Mengestimasi Keterkaitan antara Belanja Fungsi Pemerintah Daerah dan Angka Harapan Hidup Kabupaten/Kota di Indonesia 4 Hasil Pengujian Random Effect Model untuk Mengestimasi Keterkaitan antara Belanja Fungsi Pemerintah Daerah dan Angka Harapan Hidup Kabupaten/Kota di Indonesia 5 Hasil Pengujian Chow Test untuk Mengestimasi Keterkaitan antara Belanja Fungsi Pemerintah Daerah dan Angka Harapan Hidup Kabupaten/Kota di Indonesia 6 Hasil Pengujian Hausman Test untuk Mengestimasi Keterkaitan antara Belanja Fungsi Pemerintah Daerah dan Angka Harapan Hidup Kabupaten/Kota di Indonesia 7 Hasil Pengujian Pooled Least Square untuk Mengestimasi Keterkaitan antara Belanja Fungsi Pemerintah Daerah dan Angka Melek Huruf Kabupaten/Kota di Indonesia 8 Hasil Pengujian Fixed Effect Model untuk Mengestimasi Keterkaitan antara Belanja Fungsi Pemerintah Daerah dan Angka Melek Huruf Kabupaten/Kota di Indonesia 9 Hasil Pengujian Random Effect Model untuk Mengestimasi Keterkaitan antara Belanja Fungsi Pemerintah Daerah dan Angka Melek Huruf Kabupaten/Kota di Indonesia 10 Hasil Pengujian Chow Test untuk Mengestimasi Keterkaitan antara Belanja Fungsi Pemerintah Daerah dan Angka Melek Huruf Kabupaten/Kota di Indonesia 11 Hasil Pengujian Hausman Test untuk Mengestimasi Keterkaitan antara Belanja Fungsi Pemerintah Daerah dan Angka Melek Huruf Kabupaten/Kota di Indonesia 12 Hasil Pengujian Pooled Least Square untuk Mengestimasi Keterkaitan antara Belanja Fungsi Pemerintah Daerah dan Rata-rata Lama Sekolah Kabupaten/Kota di Indonesia 13 Hasil Pengujian Fixed Effect Model untuk Mengestimasi Keterkaitan antara Belanja Fungsi Pemerintah Daerah dan Rata-rata Lama Sekolah Kabupaten/Kota di Indonesia 14 Hasil Pengujian Random Effect Model untuk Mengestimasi Keterkaitan antara Belanja Fungsi Pemerintah Daerah dan Rata-rata Lama Sekolah Kabupaten/Kota di Indonesia 15 Hasil Pengujian Chow Test untuk Mengestimasi Keterkaitan antara Belanja Fungsi Pemerintah Daerah dan Rata-rata Lama Sekolah Kabupaten/Kota di Indonesia 16 Hasil Pengujian Hausman Test untuk Mengestimasi Keterkaitan antara Belanja Fungsi Pemerintah Daerah dan Rata-rata Lama Sekolah Kabupaten/Kota di Indonesia 17 Hasil Pengujian Pooled Least Square untuk Mengestimasi Keterkaitan antara Belanja Fungsi Pemerintah Daerah dan Kemampuan Dayabeli Kabupaten/Kota di Indonesia 18 Hasil Pengujian Fixed Effect Model untuk Mengestimasi Keterkaitan antara Belanja Fungsi Pemerintah Daerah dan Kemampuan Dayabeli Kabupaten/Kota di Indonesia
34
35
35
36
36
37
38
38
39
39
40
41
41
42
42
43
19 Hasil Pengujian Random Effect Model untuk Mengestimasi Keterkaitan antara Belanja Fungsi Pemerintah Daerah dan Kemampuan Dayabeli Kabupaten/Kota di Indonesia 20 Hasil Pengujian Chow Test untuk Mengestimasi Keterkaitan antara Belanja Fungsi Pemerintah Daerah dan Kemampuan Dayabeli Kabupaten/Kota di Indonesia 21 Hasil Pengujian Hausman Test untuk Mengestimasi Keterkaitan antara Belanja Fungsi Pemerintah Daerah dan Kemampuan Dayabeli Kabupaten/Kota di Indonesia
44
44
45
PENDAHULUAN Latar Belakang Desentralisasi fiskal merupakan implementasi kebijakan otonomi daerah di Indonesia. Diberlakukannya UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah telah mengubah pola pelaksanaan desentralisasi fiskal dan otonomi daerah di Indonesia. Salah satu tujuan dari desentralisasi fiskal adalah pemerintah daerah memiliki kewenangan untuk meningkatkan pendapatan dan melakukan peran alokasi secara mandiri dalam menetapkan pembangunan dengan mengembangkan potensi daerah masing-masing. Pemerintah daerah meningkatkan pembangunan daerah melalui anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD). Setiap tahunnya pemerintah daerah merencanakan anggaran belanja daerah untuk masing-masing daerah sesuai kebutuhan pembangunan tiap daerah. Berdasarkan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004, belanja pemerintah daerah adalah kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurangan kekayaan bersih pada periode tahun anggaran bersangkutan. Pemerintah daerah harus mengalokasikan belanja daerah secara adil dan merata agar dapat dinikmati oleh seluruh kelompok masyarakat tanpa diskriminasi khususnya dalam memberikan pelayanan dan kesejahteraan yang maksimal guna kepentingan masyarakat. Belanja pemerintah terbagi atas dua kelompok utama yaitu belanja rutin dan belanja pembangunan. Belanja terbesar adalah belanja rutin yaitu sekitar 60 persen terhadap total pengeluaran dan 40 persennya digunakan untuk belanja pembangunan (Indrawati 2011). Belanja rutin meliputi belanja pegawai, barang, pemeliharaan, perjalanan dinas, pinjaman berserta bunga, dan subsidi yang mempunyai sifat pengeluaran konsumsi. Pengeluaran pembangunan terbagi menurut sektor-sektor pembangunan yang lebih bersifat sebagai investasi atau modal pemerintah. 7.25%
Belanja pegawai 23.03%
Belanja barang dan jasa 51.72%
17.99%
Belanja modal Belanja lainnya
Sumber: BPS, 2012 (diolah)
Gambar 1 Komposisi Realisasi Belanja Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Tahun Anggaran 2012
2 Seperti yang dapat dilihat dalam Gambar 1 realisasi belanja daerah kabupaten/kota seluruh Indonesia didominasi oleh belanja pegawai yaitu sebesar 51.72 persen sedangkan belanja modal sebesar 23.03 persen (Kemenkeu 2012). Lebih dominannya belanja pegawai menunjukkan bahwa tingkat pembangunan masih rendah dan belum optimal. Belanja modal seharusnya digunakan oleh pemerintah daerah untuk membangun dan memperbaiki sektor pendidikan, kesehatan dan transportasi sehingga masyarakat juga dapat menikmati manfaat dari pembangunan daerah (Abimanyu 2005). Keberhasilan suatu daerah dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakatnya tergantung pada kinerja pemerintah daerah dalam mengalokasikan belanjanya pada program dan kegiatan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat (Nugraheni 2012). Pada hakikatnya pembangunan adalah proses perubahan yang berjalan secara terus menerus untuk mencapai suatu kondisi kehidupan yang lebih baik pada aspek sosial, politik, ekonomi, dan budaya. Tujuan pokok yang harus dicapai oleh seluruh masyarakat dinilai dari kecukupan (substance), jati diri (self-esteem) dan keberhasilan (freedom) (Todaro dan Smith 2006). Pertumbuhan PDRB yang tinggi dianggap sebagai suatu keberhasilan pembangunan ekonomi namun tidak menjamin peningkatan kesejahteraan masyarakat. Keberhasilan pembangunan dapat dilihat juga dari pengurangan kemiskinan, pengangguran, ketimpangan dan peningkatan kualitas sumberdaya manusia (Damanhuri 2010). Pembangunan manusia sebagai suatu proses perluasan pilihan manusia dalam meningkatkan kesempatan untuk memperoleh pendidikan, pelayanan kesehatan, penghasilan dan pekerjaan. Peningkatan kualitas modal manusia akan memberikan manfaat dalam mengurangi ketimpangan karena jika modal manusia semakin baik akan dapat meningkatkan produktivitas yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan individu tersebut sehingga akan meningkatkan kesejahteraannya. Sumberdaya yang handal merupakan solusi dan salah satu modal utama dalam proses pembangunan yang meliputi kesehatan, pengetahuan, keterampilan dan dayabeli. Kualitas sumberdaya suatu wilayah rendah maka penduduk tersebut akan membebani proses pembangunan secara keseluruhan . Pada tahun 2000, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bersama 189 negara menyepakati program Millenium Development Goals (MDGs) dengan fokus utama pembangunan manusia. Program tersebut memiliki batas waktu dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2015. Indonesia termasuk negara yang menjalankan program MDGs dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Target MDGs yang harus dicapai hingga tahun 2015 yaitu: (1) mengurangi kemiskinan dan kelaparan, (2) mencapai pendidikan dasar untuk semua masyarakat, (3) mempromosikan kesetaraan dan keadilan gender, khususnya pendidikan serta pemberdayaan perempuan, (4) menurunkan angka kematian balita, (5) meningkatkan kesehatan ibu, (6) mencegah HIV/AIDS, malaria dan penyakit lainnya, (7) menjamin lingkungan berkelanjutan, (8) memperkuat kemitraan global antara negara kaya dan negara miskin. Konsep kesejahteraan diukur melalui Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Ada tiga unsur dalam IPM yaitu tingkat kesehatan, pendidikan yang dicapai dan standar hidup atau ekonomi (UNDP 2001). Indeks ini memberikan sudut pandang yang lebih luas untuk menilai kemajuan manusia serta meninjau hubungan antara penghasilan dan kesejahteraan.
3 Tabel 1 Indeks Pembangunan Manusia per Provinsi tahun 2008-2012 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
Provinsi Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Bangka Belitung Kepulauan Riau DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah Yogyakarta Jawa Timur Banten Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo Sulawesi Barat Maluku Maluku Utara Papua Barat Papua Indonesia
2008 70.76 73.29 72.96 75.09 71.99 72.05 72.14 70.3 72.19 74.18 77.03 71.12 71.6 74.88 70.38 69.7 70.98
2009 71.31 73.8 73.44 75.6 72.45 72.61 72.55 70.93 72.55 74.54 77.36 71.64 72.1 75.23 71.06 70.06 71.52
2010 71.7 74.19 73.78 76.07 72.74 72.95 72.92 71.42 72.86 75.07 77.6 72.29 72.49 75.77 71.62 70.48 72.28
2011 72.16 74.65 74.28 76.53 73.3 73.42 73.4 71.94 73.37 75.78 77.97 72.73 72.94 76.32 72.18 70.95 72.84
2012 72.51 75.13 74.7 76.9 73.78 73.99 73.93 72.45 73.78 76.2 78.33 73.11 73.36 76.75 72.83 71.49 73.49
64.12
64.66
65.2
66.23
66.89
66.15 68.17 73.88 68.72 74.52 75.16 70.09 70.22 69 69.29 68.55 70.38 68.18 67.95 64 70.88
66.6 68.79 74.36 69.3 75.11 75.68 70.7 70.94 69.52 69.79 69.18 70.96 68.63 68.58 64.53 71.4
67.26 69.15 74.64 69.92 75.56 76.09 71.14 71.62 70 70.28 69.64 71.42 69.03 69.15 64.94 71.86
67.75 69.66 75.06 70.44 76.22 76.54 71.62 72.14 70.55 70.82 70.11 71.87 69.47 69.65 65.36 72.37
68.28 70.31 75.46 71.08 76.71 76.95 72.14 72.7 71.05 71.31 70.73 72.42 69.98 70.22 65.86 72.82
Sumber : BPS RI, 2013 (diolah)
Berdasarkan laporan United Nations Development Programme (UNDP), dalam 40 tahun terakhir Indonesia telah menunjukkan kemajuan dalam setiap
4 indikator IPM. Indonesia menempati peringkat ke 121 dari 187 negara, dengan IPM Indonesia tahun 2012 sebesar 72.82. Nilai IPM Indonesia dikategorikan pada kelompok menengah sesuai dengan kriteria UNDP. Tabel 1 merupakan nilai keseluruhan IPM dari berbagai daerah di Indonesia yang mengalami peningkatan. Nilai IPM tertinggi terdapat di provinsi DKI Jakarta sebesar 78.33, sedangkan untuk nilai IPM terendah terdapat di provinsi Papua sebesar 65.86. Adanya selisih yang cukup besar antarprovinsi dengan IPM tertinggi dan provinsi IPM terendah merupakan indikator yang menunjukkan bahwa pembangunan di Indonesia belum dilakukan secara merata. Tingkat pendidikan dan kesehatan penduduk merupakan faktor yang perlu mendapat prioritas utama dalam peningkatan pembangunan manusia. Tingkat pendidikan dan kesehatan penduduk yang tinggi mampu menyerap dan mengelola sumber-sumber pembangunan sehingga tercipta kesejahteraan penduduk. Pembangunan manusia terhadap akses pendidikan dan kesehatan saat ini mengalami ketimpangan kesempatan bagi masyarakat. Akses terhadap pendidikaan dapat terlihat dari data rata-rata lama sekolah sebagai indikator melihat kualitas penduduk dalam menempuh pendidikan formal. Data Badan Pusat Statistik tahun 2012 menunjukkan adanya kertimpangan akses terhadap pendidikan. Rata-rata lama sekolah untuk penduduk desa sekitar 6.8 tahun. Penduduk desa umumnya bersekolah hingga kelas 1 SMP. Penduduk perkotaan memiliki rata-rata lama sekolah sekitar 9.4 tahun, artinya penduduk kota umumnya mengenyam pendidikan hingga kelas 1 SMA. Ketimpangan antara pedesaan dan perkotaan pun terjadi pada akses kesehatan berupa pertolongan persalinan. Di perkotaan persalinan dengan bantuan dokter cukup tinggi yaitu sekitar 24.27 persen sedangkan di pedesaan hanya 9.97 persen. Kelahiran bayi dengan pertolongan bidan di perkotaan sebesar 66.98 persen dan di pedesaan sekitar 64.54 persen. Sebaliknya, pertolongan dukun tradisional dalam persalinan di pedesaan 22.48 persen yaitu tiga kali di perkotaan. Pemerintah sebagai pelaksana pembangunan tentunya membutuhkan modal manusia yang berkualitas sebagai modal dasar pembangunan. Oleh karena itu diperlukan upaya-upaya untuk meningkatkan kualitas pembangunan manusianya. Pemerintah mendukung pembangunan melalui penyediaan anggaran belanja bagi tiap daerah. Anggaran belanja fungsi pemerintah yang telah disediakan digunakan untuk pembangunan sesuai dengan kebutuhan dari daerah masing-masing. Belanja fungsi pemerintah merupakan cerminan kebijakan yang diambil pemerintah untuk membiayai sektor publik yang lebih penting dan menjadi prioritas dalam peningkatan pembangunan. Oleh karena itu, dibutuhkan penelitian mengenai dampak belanja pemerintah daerah terhadap pembangunan manusia berdasarkan pendidikan dan kesehatan di Indonesia. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini yaitu : 1. Bagaimana gambaran umum pembangunan manusia dan belanja fungsi pemerintah daerah di Indonesia ? 2. Bagaimana keterkaitan antara belanja fungsi pemerintah daerah dengan pembangunan manusia kabupaten/kota di Indonesia ?
5
Tujuan Penelitian 1. 2.
Tujuan penelitian ini adalah : Menjelaskan gambaran umum mengenai pembangunan manusia dan belanja fungsi pemerintah daerah di Indonesia. Menganalisis keterkaitan belanja fungsi pemerintah daerah terhadap indikator pembangunan manusia kabupaten/kota di Indonesia. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini sebagai bahan informasi bagi pemerintah kabupaten/kota mengenai pentingnya pengalokasian belanja urusan pemerintah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan manusia. Selain itu, penelitian ini juga dijadikan sebagai bahan pustaka, informasi dan referensi bagi pihak yang membutuhkan serta sebagai rujukan untuk penelitian selanjutnya. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan terhadap pembangunan manusia pada 192 kabupaten/kota di Indonesia tahun 2010-2012.
TINJAUAN PUSTAKA Belanja Pemerintah Daerah Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 dan amademen Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007, belanja pemerintah daerah adalah kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurangan kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran bersangkutan. Pemerintah daerah harus mengalokasikan belanja secara adil dan merata agar dinikmati oleh seluruh kelompok masyarakat tanpa diskriminasi, khususnya dalam memberikan pelayanan umum. Dana yang diperoleh harus digunakan sebaik mungkin agar dapat menghasilkan peningkatan pelayanan dan kesejahteraan yang maksimal bagi masyarakat. Belanja daerah digunakan untuk pelaksanaan urusan pemerintah daerah yang menjadi kewenangan provinsi atau kabupaten/kota yang terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan yang ditetapkan dengan ketentuan undangundang. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Pasal 16 Ayat 4 belanja daerah terdiri dari belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, belanja subsidi, belanja hibah, dan belanja bantuan sosial. Belanja daerah berdasarkan Peraturan Pemerintah No 58 Tahun 2004 terdiri dari belanja pegawai, belanja barang dan jasa, belanja modal, belanja bunga, belanja subsidi, belanja hibah, belanja bantuan sosial, belanja keuangan, dan belanja tak terduga. Belanja daerah berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 adalah belanja menurut urusan pemerintah, belanja fungsi pemerintah, belanja menurut organisasi, belanja menurut program dan kegiatan, dan belanja
6 menurut kelompok. Belanja pemerintah daerah menurut fungsi yang digunakan oleh pemerintah untuk tujuan keselarasan dan keterpaduan pengelolaan keuangan negara. Belanja pemerintah daerah menurut fungsi terdiri dari : 1. Belanja pelayanan umum adalah pengeluaran yang ditujukan dalam rangka peningkatan pelayanan umum pemerintah terhadap masyarakat maupun pihak swasta untuk pembayaran gaji, akses layanan atau perizinan, kemudahan informasi dan belanja operasional kebutuhan perkantoran sehari-hari. 2. Belanja fungsi ekonomi adalah pengeluaran yang digunakan untuk menciptakan lapangan pekerjaan, pembangunan sarana dan prasarana umum, serta memicu peningkatan kegiatan perekonomian masyarakat. Pengeluaran ini ditujukan agar mempunyai pengaruh langsung terhadap kesejahteraan masyarakat sekaligus mempunyai multiplier effect yang besar. 3. Belanja fungsi kesehatan adalah pengeluaran yang ditujukan untuk meningkatan kualitas kesehatan dan pelayanan seperti pembelian obat, fasilitas kesehatan dan gedung kesehatan. 4. Belanja fungsi pendidikan adalah pengeluaran yang ditujukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan seperti pembelian buku, fasilitas jaringan internet sekolah maupun gedung sekolah. 5. Belanja fungsi ketertiban dan keamanan adalah pengeluaran yang ditujukan untuk menambah kekuatan dan ketahanan dalam mendukung ketahanan dan keamanan kondisi daerah. 6. Belanja fungsi pariwisata dan lingkungan hidup adalah pengeluaran untuk peningkatan kegembiraan atau hiburan bagi masyarakat seperti promosi dan pemeliharaan tempat wisata sekaligus dalam mempertahankan kelestarian dan kualitas lingkungan hidup adar tercipta kenyamanan 7. Belanja fungsi perlindungan atau jaminan sosial adalah pengeluaran untuk jaminan perlindungan masyarakat seperti penanganan bencana, permasalahan sosial dan lingkungan. Indeks Pembangunan Manusia Pembangunan manusia adalah suatu proses untuk memperbesar pilihanpilihan bagi manusia (a process of enlarging people’s choices)(UNDP, 2007). Pada dasarnya pembangunan manusia mencakup dimensi pembangunan yang sangat komprehensif. Pembangunan manusia mencakup aspek yang lebih luas daripada pembangunan yang hanya menekankan pada pertumbuhan ekonomi. Pembangunan manusia ditujukan untuk meningkatkan partisipasi rakyat dalam semua proses dan kegiatan pembangunan. Paradigma pembangunan manusia yang meliputi empat komponen utama yaitu: 1. Produktivitas, masyarakat harus meningkatkan produktivitas mereka dan berpartisipasi secara penuh dalam proses memperoleh penghasilan dan pekerjaan yang menguntungkan 2. Keadilan, masyarakat harus punya akses untuk memperoleh kesempatan yang adil. Semua hambatan terhadap peluang ekonomi dan politik harus dihapus agar masyarakat dapat berpartisipasi di dalam memperoleh manfaat dari kesempatan ini.
7 3.
Keberlanjutan, akses untuk memperoleh kesempatan harus dipastikan tidak hanya untuk generasi sekarang tapi juga generasi yang akan datang. Segala bentuk modal fisik, manusia, dan lingkungan harus ditingkatkan. 4. Pemberdayaan, pembangunan harus dilakukan oleh masyarakat bukan hanya untuk mereka. Masyarakat harus berpartisipasi penuh dalam mengambil keputusan dan proses yang memengaruhi hidup mereka. Indeks Pembangunan Manusia merupakan ukuran capaian pembangunan manusia berbasis sejumlah komponen dasar kualitas hidup. IPM dibangun melalui tiga dimensi dasar mencakup umur panjang dan sehat, pengetahuan dan kehidupan yang layak. Ketiga dimensi tersebut memiliki pengertian sangat luas karena terkait banyak faktor. Untuk mengukur dimensi kesehatan digunakan angka harapan hidup. Ukuran dimensi pengetahuan digunakan indikator angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah. Adapun untuk mengukur dimensi hidup layak digunakan indikator kemampuan dayabeli masyarakat terhadap sejumlah kebutuhan pokok yang dilihat dari rata-rata besarnya pengeluaran per kapita sebagai pendekatan pendapatan yang mewakili capaian pembangunan untuk hidup layak. Konsep pembangunan manusia yang dikembangkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menetapkan peringkat kinerja pembangunan manusia pada skala 0-100. IPM dibagi menjadi 3 kategori, (1) kelompok IPM rendah memiliki nilai lebih kecil dari 50, (2) kelompok IPM menengah bawah memiliki nilai antara 50 sampai dengan 65.9 (3) kelompok IPM menengah atas memiliki nilai antara 66 sampai dengan 79.9, (4) kelompok IPM tinggi memiliki nilai lebih besar dari 80. Adanya perbedaan dalam perhitungan indeks pembangunan manusia antara UNDP dan BPS Indonesia yaitu perbedaan metodologi. Perbedaan ini terletak pada komponen rata-rata lama sekolah. Perhitungan untuk rata-rata lama sekolah menurut UNDP yaitu diukur dari penduduk 25 tahun ke atas. Menurut BPS sendiri rata-rata lama sekolah diukur dari penduduk 15 tahun ke atas. Angka harapan hidup merupakan suatu perkiraan rata-rata lamanya hidup sejak lahir yang akan dicapai oleh sekelompok penduduk yang dilahirkan pada tahun tersebut (BPS 2012). Angka harapan hidup dapat dijadikan sebagai tolok ukur indikator kesehatan. Semakin tinggi angka harapan hidup suatu masyarakat akan mengindikasikan tingginya derajat kesehatan masyarakat tersebut. Angka melek huruf adalah presentase penduduk usia 15 tahun ke atas yang bisa membaca dan menulis serta mengerti sebuah kalimat sederhana dalam kehidupan sehari-hari (BPS 2012) dan rata-rata lama sekolah adalah lama sekolah (tahun) penduduk usia 15 tahun ke atas. Angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah menggambarkan status pendidikan suatu masyarakan. Rendahnya angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah dapat disebabkan oleh kurangnya fasilitas pendidikan dan biaya pendidikan yang mahal dan terkait dengan kemiskinan. Dayabeli penduduk merupakan suatu indikator yang digunakan untuk melihat kondisi ekonomi masyarakat dalam menghitung IPM. Dayabeli mencerminkan kemampuan masyarakat secara ekonomi dalam memenuhi kebutuhan konsumsinya dan sangat jauh berbeda dengan PDRB per kapita atau yang dikenal dengan income per capita. Perhitungan dayabeli penduduk menggunakan konsumsi per kapita yang kemudian disesuaikan.
8 Penelitian Terdahulu Yulianti (2012) meneliti faktor-faktor yang memepengaruhi IPM di wilayah perbatasan darat Indonesia. Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa data panel 16 kabupaten dari 4 Provinsi yaitu Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Papua dengan periode tahun 2007-2010. Metode analisis yang digunakan adalah analisis desktiptif dan analisi kuantitatif dengan menggunakan estimasi data panel. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel yang signifikan dan berpengaruh positif adalah PDRB per kapita, pengeluaran pemerintah bidang pendidikan dan infrastruktur jalan. Variabel yang signifikan dan berpengaruh negatif adalah presentase penduduk miskin, pengeluaran pemerintah bidang kesehatan, rasio tenaga pendidikan tingkat SD dan rasio tenaga kesehatan. Variabel yang berpengaruh besar terhadap IPM di wilayah perbatasan darat Indonesia adalah infrastruktur jalan. Averiana (2013) meneliti pengaruh ketersediaan infrastruktur terhadap kesejahteraan masyarakat analisis kabupaten/kota di Indonesia. Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa data panel 155 kabupaten/kota di Indonesia dengan periode tahun 2009-2011. Hasil analisis metode data panel menunjukkan ketersediaan infrastruktur air, listrik, sekolah, dan tempat tidur rumah sakit berpengaruh positif terhadap kesejahteraan masyarakat, sedangkan ketersediaan infrastruktur panjang jalan per wilayah tidak berpengaruh signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat. Dewi Kacaribu (2013) meneliti faktor-faktor yang memengaruhi Indeks Pembangunan Manusia di Papua. Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa data panel 29 kabupaten/kota dengan periode tahun 2009-2011. Analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif dan analisis data panel dengan pendekatan Fixed Effect Model. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel yang memengaruhi IPM adalah PDRB, pengeluaran pemerintah menurut fungsi pendidikan, rasio kemiskinan terhadap jumlah penduduk, rasio jumlah penduduk terhadap jumlah dokter, rasio jumlah penduduk terhadap jumlah bidan, rasio jumlah penduduk terhadap jumlah perawat dan rasio jumlah murid SMA terhadap guru. Puspitaningrum (2013) meneliti peran pendidikan terhadap ketimpangan distribusi pendapatan Indonesia. Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa data panel 33 provinsi di Indonesia dengan periode waktu 2006-2011. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa angka partisipasi sekolah, rata-rata lama sekolah, angka putus sekolah tingkat SMP dan SMA dan PDRB per kapita berpengaruh positif terhadap distribusi pendapatan sedangkan angka putus sekolah tingkat SD, rasio anggaran belanja pemerintah sektor pendidikan, serta produktivitas tenaga kerja berpengaruh negatif terhadap ketimpangan.
9 Kerangka Pemikiran
Pelaksanaan Otonomi Daerah dan Desentralisasi Fiskal
Keuangan Daerah
Belanja Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Indonesia
Belanja Kesehatan
Belanja Pendidikan
Belanja Ekonomi
Belanja PU
IPM (Angka Melek Huruf, Angka Harapan Hidup, Rata-rata Lama Sekolah, PPP)
Gambar 2 Kerangka Pemikiran
METODE PENELITIAN Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder 192 kabupaten/kota di Indonesia tahun 2010-2012. Pemilihan kabupaten/kota dilakukan berdasarkan kelengkapan dan ketersediaan data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Data yang diperoleh ditransformasikan dalam bentuk data panel, yaitu kombinasi data time series dan data cross section. Studi pustaka dilakukan terhadap jurnal, artikel internet serta literatur-literatur yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Data sekunder yang digunakan diuraikan dalam bentuk Tabel 2 sebagai berikut:
10
Tabel 2 Jenis, Sumber Data, dan Variabel No 1 2 3 4 5
6
7
8
Data yang Digunakan Angka Harapan Hidup (Tahun) Angka Melek Huruf (Persen) Rata-rata Lama Sekolah (Tahun) Purchasing Power Parity Realisasi Belanja Pendidikan 192 Kabupaten/Kota di Indonesia (Milyar Rupiah) Realisasi Belanja Kesehatan 192 Kabupaten/Kota di Indonesia (Milyar Rupiah) Realisasi Belanja Ekonomi 192 Kabupaten/Kota di Indonesia (Milyar Rupiah) Realisasi Belanja Pelayanan Umum 192 Kabupaten/Kota di Indonesia (Milyar Rupiah)
Sumber BPS BPS BPS BPS
Vaiabel LNAHHit AMHit LNRLSit LNPPPit
Kementerian Keuangan
LNEDUit
Kementerian Keuangan
LNHEALTHit
Kementerian Keuangan
LNECOit
Kementerian Keuangan
LNPUit
Metode dan Pengolahan Data Metode analisis yang digunakan adalah analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif digunakan untuk mendeskripsikan gambaran secara umum mengenai perkembangan angka harapan hidup, angka melek huruf, rata-rata lama sekolah, PPP, IPM dan belanja pemerintah daerah di Indonesia. Analisis kuantitatif yang digunakan adalah metode data panel, untuk mengkaji kaitan antara belanja pemerintah daerah dengan komponen kesejahteraan masyarakat atau IPM kabupaten/kota di Indonesia. Metode data panel merupakan suatu metode yang digunakan untuk melakukan analisis empirik yang tidak mungkin dilakukan jika hanya menggunakan data time series saja atau data cross section saja (Gujarati 2006). Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program Eviews 6.0 dan Microsoft Excel 2007. Metode Data Panel Data panel (pooled data) merupakan gabungan antara data cross section dan data time series. Data cross section adalah data yang dikumpulkan dalam satu waktu terhadap banyak individu, sedangkan data time series adalah data yang dikumpulkan dari waktu ke waktu terhadap suatu individu. Data umumnya diperoleh melalui survey yang berulang atau dengan mengikuti perkembangan sampel selama beberapa kurun waktu. Data panel juga biasa disebut dengan time series cross section data, longitudinal data, microdata panel, ataupun cohort analysis (Baltagi 2005). Beberapa keunggulan penggunaan data panel secara statistik maupun menurut teori ekonomi antara lain adalah
11 1. 2. 3. 4.
Memberikan informasi yang lebih luas, mengurangi kolinearitas diantara variabel, memperbesar derajat bebas dan lebih efisien. Mampu mengontrol heterogenitas individu. Dapat lebih baik untuk mengidentifikasikan dan mengukur efek yang tidak dapat dideteksi dalam model data cross section maupun time series. Lebih sesuai untuk mempelajari dan menguji model pelaku (behavioral models) yang kompleks dibandingkan dengan model data cross section atau time series. Model Statistik untuk Pengujian Hipotesis
Analisis model data panel dilakukan dengan tiga macam metode yaitu metode kuadrat terkecil (Pooled Least Square Model), metode tetap (Fixed Effect Model), dan metode acak (Random Effect Model). Pemilihan model yang paling tepat dalam pengolahan data panel harus dilakukan beberapa pengujian antara lain : 1. Chow Test merupakan pengujian untuk memilih apakah model yang digunakan Pooled Least Square Model (PLS) atau Fixed Effect Model. Hipotesis dalam pengujian ini adalah 𝐻0 = Pooled Least Square Model ( Restricted) 𝐻1 = Fixed Effect Model (Unrestricted)
2.
Jika nilai Chow Statistics (F Statistik) hasil pengujian lebih besar dari F Tabel, maka cukup bukti menolak 𝐻0 sehingga model yang digunakan adalah Fixed Effect Model. Hausman Test merupakan pengujian statistik sebagai dasar peertimbangan dalam memilih apakah menggunakan Fixed Effect Model atau Random Effect Model. Pengujian ini dilakukan dengan hipotesis sebagai berikut: 𝐻0 = Random Effect Model 𝐻1 = Fixed Effect Model Jika nilai statistik Hausman lebih besar dari Chi Square Tabel atau dapat juga dengan menggunakan nilai probabilitas (p-value). Jika p-value lebih besar dari tingkat kritis α, maka cukup bukti menolak 𝐻0 sehingga model yang digunakan adalah Fixed Effect Model. Metode Evaluasi Model
Model regresi yang ideal dan optimal harus menghasilkan estimator yang memenuhi kriteria Best Linear Unbiased Estimator (BLUE). Pada data panel berdasarkan uji kriteria ekonometrika harus terbebas dari tiga pelanggaran asumsi untuk mendapatkan model regeri bersifat BLUE yaitu:
12 Uji Multikolinearitas Multikolinearitas adalah hubungan linear yang kuat antara variabel-variabel bebas dalam persamaan regresi berganda. Gujarati (2006) multikolinearitas ini dapat dilihat melalui : a. Nilai R-square yang tinggi tetapi sedikit rasio yang signifikan. b. Korelasi berpasangan yang tinggi antar variabel bebasnya c. Melakukan regresi tambahan dengan memberlakukan variabel independen sebagai salah satu variabel dependen dan variabel independen lainnya tetap diberlakukan sebagai variabel independen. Salah satu cara untuk mendeteksi adanya multikolinearitas dengan melihat nilai koefisien korelasi antara variabel peubah bebas dalam model. Jika nilai masing-masing koefisen korelasi lebih besar dari rule of thumb (0.8) maka dapat dikatakan model tersebut terdapat multikolinearitas. Uji Heteroskedastisitas Salah satu asumsi dasar dari metode regresi linear adalah varians tiap unsur error adalah suatu angka konstan yang sama dengan δ. Heteroskedastisitas terjadi ketika varians tiap unsur error tidak konstan. Pada umumnya heteroskedastisitas ditemukan pada data cross section. Jika suatu model terdapat heteroskedastisitas, maka model menjadi tidak efisien meskipun tidak bias dan konsisten. Cara menngatasi masalah heteroskedastisitas dengan menggunakan metode Generalized Least Square (GLS). Metode ini merupakan metode kuadrat terkecil yang terboboti, dimana model ditransformasi dengan memberikan bobot pada data asli (Juanda 2009). Uji Autokorelasi Autokorelasi adalah korelasi antara serangkaian observasi yang diurtkan menurut waktu seperti dalam data time series atau diurutkan menurut ruang seperti dalam data cross section. Model yang terdapat autokorelasi jika error dari periode waktu (time series) yang berbeda saling berkorelasi. Masalah autokorelasi menyebabkan model menjadi tidak efisien meskipun masih tidak bias dan konsisten. Autokorelasi menyebabkan estimasi standar error dan varians koefisien regresi yangdiperoleh akan underestimate, sehingga 𝑅 2 akan besar tetapi di uji tstatistik dan uji F-statistik menjadi tidak valid. Autokorelasi dapat dideteksi dengan melihat Durbin-Watson statistik dengan nilai DW-Tabel. Model yang terbebas dari atokorelasi jika nilai DurbinWatson statistik terletak di area non-autokorelasi. Kerangka identifikasi autokorelasi terangkum sebagai berikut: 0 < DW < 𝐷𝐿 : tolak 𝐻0 , ada autokorelasi positif DL < DW < DU : daerah ragu-ragu, tidak ada keputusan DU < DW < 4-DU : terima 𝐻0 , tidak ada autokorelasi 4-DU < DW < 4-DL : daerah ragu-ragu, tidak ada keputusan 4-DL < DW < 4 : tolak 𝐻0 , ada autokorelasi negatif Perumusan Model Analisis keterkaitan antara belanja pemerintah daerah dan Indeks Pembangunan Manusia, maka digunakan 4 variabel bebas belanja pemerintah daerah berdasarkan fungsi meliputi belanja pendidikan, belanja kesehatan, belanja
13 ekonomi dan belanja pelayanan umum. Variabel dependen adalah Indeks Pembangunan Manusia yang yang dipisah menjadi angka harapan hidup, angka melek huruf, rata-rata lama sekolah dan PPP. Transformasi logaritma natural (ln) pada model untuk variabel bebas maupun variabel dependen digunakan untuk mempermudah dalam interpretasi model. Penggunaaan logaritma natural juga untuk mengurangi perbedaan signifikan antara observasi yang bernilai besar dengan observasi yang bernilai kecil dan membuat data tersebut tetap terdistribusi normal. Model Angka Harapan Hidup 𝐿𝑁𝐴𝐻𝐻𝑖𝑡 = 𝛼 + 𝛽1 𝐿𝑁𝐸𝐶𝑂𝑖𝑡 + 𝛽2 𝐿𝑁𝐸𝐷𝑈𝑖𝑡 + 𝛽3 𝐿𝑁𝐻𝐸𝐴𝐿𝑇𝐻𝑖𝑡 + 𝛽4 𝐿𝑁𝑃𝑈𝑖𝑡 + 𝜀𝑖𝑡 Model Angka Melek Huruf 𝐴𝑀𝐻𝑖𝑡 = 𝛾 + 𝛿1 𝐿𝑁𝐸𝐶𝑂𝑖𝑡 + 𝛿2 𝐿𝑁𝐸𝐷𝑈𝑖𝑡 + 𝛿3 𝐿𝑁𝐻𝐸𝐴𝐿𝑇𝐻𝑖𝑡 + 𝛿4 𝐿𝑁𝑃𝑈𝑖𝑡 + 𝜀𝑖𝑡 Model Rata-rata Lama Sekolah 𝐿𝑁𝑅𝐿𝑆𝑖𝑡 = 𝜃 + 𝜗1 𝐿𝑁𝐸𝐶𝑂𝑖𝑡 + 𝜗2 𝐿𝑁𝐸𝐷𝑈𝑖𝑡 + 𝜗3 𝐿𝑁𝐻𝐸𝐴𝐿𝑇𝐻𝑖𝑡 + 𝜗4 𝐿𝑁𝑃𝑈𝑖𝑡 + 𝜀𝑖𝑡 Model Kemampuan Dayabeli 𝐿𝑁𝑃𝑃𝑃𝑖𝑡 = 𝜑 + 𝜔1 𝐿𝑁𝐸𝐶𝑂𝑖𝑡 + 𝜔2 𝐿𝑁𝐸𝐷𝑈𝑖𝑡 + 𝜔3 𝐿𝑁𝐻𝐸𝐴𝐿𝑇𝐻𝑖𝑡 + 𝜔4 𝐿𝑁𝑃𝑈𝑖𝑡 + 𝜀𝑖𝑡 dimana: 𝐿𝑁𝐴𝐻𝐻𝑖𝑡 𝐴𝑀𝐻𝑖𝑡 𝐿𝑁𝑅𝐿𝑆𝑖𝑡 𝐿𝑁𝑃𝑃𝑃𝑖𝑡 𝐿𝑁𝐸𝐷𝑈𝑖𝑡 𝐿𝑁𝐸𝐶𝑂𝑖𝑡 𝐿𝑁𝐻𝐸𝐴𝐿𝑇𝐻𝑖𝑡 𝐿𝑁𝑃𝑈𝑖𝑡 𝛼, 𝛾, 𝜃, 𝜑 𝛽1 , 𝛿1 , 𝜗1 , 𝜔1 𝛽2 , 𝛿2 , 𝜗2 , 𝜔2 𝛽3 , 𝛿3 , 𝜗3 , 𝜔3 𝛽4 , 𝛿4 , 𝜗4 , 𝜔4 𝜀𝑖𝑡 𝑖 𝑡
: Logaritma natural Angka Harapan Hidup (Tahun) : Angka Melek Huruf (Persen) : Logaritma natural Rata-rata Lama Sekolah (Tahun) : Logaritma natural Kemampuan Dayabeli (Tahun) : Logaritma natural Realisasi Belanja Fungsi Pendidikan (Milyar Rupiah) : Logaritma natural Realisasi Belanja Fungsi Ekonomi (Milyar Rupiah) : Logaritma natural Realisasi Belanja Fungsi Kesehatan (Milyar Rupiah) : Logaritma natural Realisasi Belanja Fungsi Pelayanan Umum (Milyar Rupiah) : Intersep pada masing-masing model : Koefisien variabel LNECO pada masing-masing model : Koefisien variabel LNEDU pada masing-masing model : Koefisien variabel LNHEALTH pada masing-masing model : Koefisien variabel LNPU pada masing-masing model : Error term pada masing-masing model : Kabupaten/ Kota; i=1, 2, 3,...,192 : Indeks Tahun; t=1, 2, 3 (2010-2012)
14
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia IPM merupakan indikator untuk mengukur kesejahteraan secara lebih luas daripada pendapatan domestik bruto (PDB). IPM terdiri dari tiga indikator yaitu ekonomi, pendidikan, dan kesehatan. Pembangunan manusia merupakan proses yang tidak bisa diukur dalam waktu singkat karena hasil dari pembangunan pendidikan dan kesehatan dirasakan pada jangka panjang. Berdasarkan Gambar 3 Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia mengalami peningkatan nilai setiap tahunnya. Nilai IPM meningkatan dari tahun 2008 sebesar 70.88 dan tahun 2012 nilai 72.82. Kinerja pembangunan manusia di Indonesia termasuk dalam kategori menengah atas. Hal ini menunjukkan bahwa proses pembangunan manusia di Indonesia mengalami kemajuan seiring dengan membaiknya perekonomian dan meningkatnya kinerja pemerintah. 73 72.5 72 71.5 71 70.5 70 69.5 IPM
2008
2009
2010
2011
2012
70.88
71.4
71.86
72.37
72.82
Sumber: BPS, 2012 (diolah)
Gambar 3 Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia Tahun 2008-2012 Besaran angka IPM menurut kabupaten/kota menunjukkan nilai yang semakin beragam. Hal ini tercermin dalam selisih nilai antara IPM tinggi dan IPM rendah. Nilai IPM tertinggi tersebar pada Provinsi diantaranya Provinsi DKI Jakarta, Sulawesi Utara, Riau, Yogyakarta, dan Kalimantan Timur. Untuk nilai IPM terendah diantaranya berada di Provinsi NTT, NTB dan Papua. Perbedaan capaian pembangunan setiap daerah tergantung dari kinerja pemerintah daerah dalam peningkatan pembangunan serta kualitas dasar manusia di wilayah tersebut. Angka Harapan Hidup Kesehatan merupakan indikator penting dalam pembentukan pembangunan manusia. Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia, meningkatkan kualitas kehidupan dan meningkatkan angka harapan hidup. Sesuai dengan target MDGs yang telah di sepakati oleh Indonesia yaitu menurunkan angka kematian balita, meningkatkan kesehatan ibu, dan mencegah HIV/AIDS, malaria serta penyakit lainnya. Indikator kesehatan sebagai ukuran pembentuk pembangunan manusia yaitu angka harapan hidup (AHH).
15 Keberhasilan pencapaian target MDGs tersebut dibutuhkan peran dari pemerintah dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas kesehatan. Peran pemerintah dalam meningkatkan kualitas kesehatan melalui peningkatan programprogram pelayanan dan penyediaan sarana prasarana agar mudah diakses oleh seluruh masyarakat. Berdasarkan Gambar 4 angka harapan hidup di Indonesia menujukan bahwa setiap tahunnya mengalami peningkatan. Nilai angka harapan hidup tahun 2008 sebesar 69 tahun dan tahun 2012 sebesar 69.87 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah dan masyarakat sadar akan pentingnya kesehatan. Peningkatan angka harapan hidup di Indonesia belum mampu mencapai target MDGs sebesar 85 tahun. Nilai angka harapan hidup Indonesia hanya berkisar pada angka 70an. 70 69.8 69.6 Tahun
69.4 69.2 69 68.8 68.6 68.4 AHH (Tahun)
2008
2009
2010
2011
2012
69
69.21
69.43
69.65
69.87
Sumber: BPS, 2012 (diolah)
Gambar 4 Angka Harapan Hidup di Indonesia Tahun 2008-2012 Nilai angka harapan hidup di tingkat provinsi setiap tahunnya mengalami peningkatan. Pada Gambar 5 angka harapan hidup tertinggi tahun 2012 yaitu Provinsi DI Yogyakarta sebesar 73.73 tahun, DKI Jakarta sebesar 73.49 tahun, dan Sulawesi Utara sebesar 72.44 tahun. Provinsi dengan angka harapan hidup tertinggi memiliki nilai diatas nilai angka harapan hidup Indonesia tahun 2012. Nilai yang diperoleh provinsi tinggi hampir mendekati target MDGs. Provinsi dengan nilai angka harapan hidup terendah tahun 2012 yaitu Banten sebesar 65.23 tahun, Kalimantan Selatan sebesar 64.52 tahun dan NTB sebesar 62.73 tahun. Provinsi dengan angka harapan hidup terendah memiliki nilai dibawah nilai angka harapan hidup di Indonesia pada tahun 2012.
AHH (Tahun)
16 76 74 72 70 68 66 64 62 60 58 56 54
Prov. DI Jogjakarta Prov. DKI Jakarta Prov. Sulawesi Utara Prov. Riau Prov. Jawa Tengah Prov. Sulawesi Tengah Prov. Banten Prov. Maluku Utara Prov. Kalimantan Selatan 2008
2009
2010
2011
2012
Prov. Nusa Tenggara Barat
Tahun Sumber: BPS diolah
Gambar 5 Angka Harapan Hidup Provinsi di Indonesia Tahun 2008-2012
Persen
Angka Melek Huruf dan Rata-rata Lama Sekolah Pendidikan merupakan salah satu faktor yang mencerminkan kualitas sumberdaya manusia. Ketersediaan sumberdaya yang berkualitas akan meningkatkan produktivitas, pendapatan, kemampuan dayabeli yang akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan. Angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah merupakan komponen IPM untuk menilai bidang pendidikan. Menurut UNESCO melek huruf adalah kemampuan untuk mengidentifikasi, mengerti, menerjemahkan, membuat, mengkomunikasikan dan mengolah isi dari rangkaian teks yang terdapat pada bahan-bahan cetak. 93.4 93.2 93 92.8 92.6 92.4 92.2 92 91.8 91.6
AMH(%)
2008
2009
2010
2011
2012
92.19
92.58
92.91
92.99
93.25
Sumber: BPS, 2012 (diolah)
Gambar 6 Angka Melek Huruf di Indonesia Tahun 2008-2012 Perkembangan angka melek huruf pada Gambar 6 menunjukkan bahwa Indonesia dari tahun 2008-2012 mengalami peningkatan. Angka melek huruf di Indonesia tahun 2008 sebesar 92.19 persen dan tahun 2012 sebesar 93.25 persen. Peningkatan nilai yang telah dicapai Indonesia relatif stabil. Peningkatan nilai
17 angka melek huruf menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia telah mampu membaca dan menulis dengan baik. Nilai angka yang dicapai Indonesia saat ini hampir mendekati target 100 persen yang telah ditentukan oleh MDGs. Berdasarkan Gambar 7 nilai angka melek huruf pada setiap Provinsi mengalami peningkatan setiap tahunnya. Provinsi yang memiliki nilai angka melek huruf tertinggi adalah Provinsi Sulawesi Utara sebesar 99.53 persen, DKI Jakarta sebesar 99.21 persen, dan Maluku sebesar 98.45 persen. Provinsi dengan nilai angka melek huruf terendah adalah Sulawesi Selatan sebesar 88.73 persen, NTB sebesar 83.68 persen, dan Papua sbesar 75.83 persen.
Angka Melek Huruf (%)
120
Prov. Sulawesi Utara Prov. DKI Jakarta Prov. Maluku Prov. Riau Prov. Kalimantan Tengah Prov. Sulawesi Barat Prov. Bali Prov. Sulawesi Selatan Prov. Nusa Tenggara Barat Prov. Papua
100 80 60 40 20 0 2008
2009
2010
2011
2012
Tahun Sumber: BPS, 2012 (diolah)
Gambar 7 Angka Melek Huruf Provinsi di Indonesia Tahun 2008-2012 Rata-rata lama merupakan indikator yang menunjukkan rata-rata jumlah tahun efektif untuk bersekolah yang di capai penduduk usia 15 tahun ke atas. Jumlah tahun efektif adalah jumlah tahun standar yang harus dijalani oleh seseorang untuk menamatkan suatu jenjang pendidikan, misalnya tamat SD adalah 6 tahun. Selama periode 2008-2012 nilai rata-rata lama sekolah Indonesia mengalami peningkatan setiap tahunnya. Rata-rata lama sekolah di Indonesia tahun 2008 sebesar 7.52 tahun dan tahun 2012 sebesar 8.08 tahun. Hal ini menunjukkan rata-rata penduduk Indonesia telah menyelesaikan pendidikan dasar. Berdasarkan Gambar 8 rata-rata lama sekolah tertinggi berada di Provinsi DKI Jakarta sebesar 10.98 tahun, Kepulauan Riau sebesar 9.81 tahun, dan Kalimantan Timur sebesar 9.22 tahun. Provinsi dengan nila rata-rata lama sekolah terendah yaitu NTB sebesar 7.41 tahun, NTT sebesar 7.09 tahun, dan Papua sebesar 6.78 tahun. Target yang diusulkan oleh UNDP yaitu 15 tahun minimal pendidikan atau setara dengan sekolah menengah dan target nasional wajib belajar 9 tahun belum mampu di capai oleh Indonesia secara kelesluruhan. Beberapa Provinsi di Indonesia belum mampu mencapai target tersebut. Peran pemerintah dan masyarakat untuk sadar akan pentingnya bersekolah harus terus ditingkatkan dan disosialisasikan agar dalam jangka panjang tercipta sumberdaya yang berkualitas.
Rata-rata Lama Sekolah (Tahun)
18
12
Prov. DKI Jakarta
10
Prov. Kepulauan Riau Prov. Kalimantan Timur
8
Prov. Sulawesi Utara 6
Prov. DI Jogjakarta
4
Prov. Sulawesi Barat
2
Prov. Kalimantan Barat Prov. Nusa Tenggara Barat
0 2008
2009
2010
2011
2012
Prov. Nusa Tenggara Timur Prov. Papua
Tahun Sumber: BPS, 2012 (diolah)
Gambar 8 Rata-rata Lama Sekolah Provinsi Tahun 2008-2012
Kemampuan Daya Beli (Ribu Rupiah)
Kemampuan Dayabeli Kemampuan dayabeli merupakan kemampuan masyarakat untuk membelanjakan uangnya untuk barang dan jasa. Kemampuan dayabeli dipengaruhi oleh harga-harga riil antarwilayah karena nilai tukar yang digunakan dapat menurunkan atau menaikkan nilai dayabeli. Peningkatan kemampuan dayabeli bukan hal yang mudah karena terkait dengan berbagai indikator makro ekonomi lain seperti laju inflasi. Peningkatan laju inflasi akan melemahkan dayabeli masyarakat. Prov. Riau
660 650 640 630 620 610 600 590 580 570 560
Prov. DI Yogjakarta Prov. Jawa Timur Prov. Kepulauan Riau Prov. Kalimantan Timur Prov. Bangka Belitung Prov. Maluku Prov. Aceh Prov. Papua 2008
2009
2010 Tahun
2011
2012
Prov. Nusa Tenggara Timur Prov. Maluku Utara Prov. Papua Barat
Sumber: BPS, 2012 (diolah)
Gambar 9 Kemampuan Dayabeli Masyarakat Provinsi Tahun 2008-2012
19 Kemampuan dayabeli masyarakat Indonesia secara umum mengalami peningkatan setiap tahunnya. Berdasarkan Gambar 9 nilai kemampuan dayabeli Indonesia tahun 2008 sebesar Rp 628.330 dan tahun 2012 sebesar Rp 641.040. Kemampuan dayabeli tertinggi berada di Provinsi DI Yogyakarta, Riau, Jawa Timur, Kalimantan Timur dan Kepulauan Riau. Provinsi dengan nilai kemampuan dayabeli terendah yaitu Papua Barat, NTT, Maluku Utara dan Papua. Secara umum nilai IPM dan komponen IPM di Indonesia terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Hal ini tidak terlepas dari peran pemerintah dan masyarakat untuk meningkatkan pembangunan manusia di Indonesia ke arah yang lebih baik. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah, terus berupaya untuk memberikan kemudahan bagi masyarakat dalam mengakses sarana pendidikan dan kesehatan dasar. Upaya yang ditempuh antara lain melalui peningkatan kualitas serta penambahan jumlah sarana maupun pembebasan pungutan biaya untuk mendapatkan pelayanan bagi masyarakat. Pada komponen dayabeli meskipun dimungkinkan bagi pemerintah untuk melakukan intervensi, dampaknya masih belum begitu terlihat mengingat masih cukup besar pengaruh yang dirasakan masyarakat akibat kondisi pasar serta stabilitas ekonomi. Kondisi Umum Belanja Fungsi di Indonesia Rata-rata alokasi belanja fungsi pemerintah daerah Provinsi di Indonesia berdasarkan Gambar 10 mengalami fluktuasi. Sejak tahun 2010 hingga tahun 2012 alokasi belanja fungsi pelayanan umum merupakan alokasi belanja tertinggi ditiap daerah. Pada tahun 2010 hingga 2012 belanja fungsi pelayanan umum mengalami peningkatan. Tahun 2010 rata-rata alokasi belanja fungsi pelayanan umum sebesar 48.09 persen meningkat menjadi 51.21 persen pada tahun 2011 dan tahun 2012 meningkat menjadi 66.34 persen. Alokasi belanja fungsi tertinggi kedua yaitu belanja fungsi ekonomi. Ratarata alokasi belanja fungsi ekonomi setiap tahunnya mengalami peningkatan. Gambar 10 menunjukkan pada tahun 2010 belanja fungsi ekonomi dialokasikan sebesar 13.34 persen meningkat menjadi 13.46 persen tahun 2011. Tahun 2012 alokasi belanja fungsi ekonomi meningkat menjadi 14.536 persen. Belanja fungsi pendidikan mengalami fluktuasi setiap tahunnya. Tahun 2010 rata-rata alokasi belanja fungsi pendidikan sebesar 9.54 persen menurun pada tahun 2011 menjadi 8.84 persen dan meningkat kembali menjadi 10.03 persen pada tahun 2012. Belanja fungsi pendidikan belum mampu memenuhi alokasi anggaran yang seharusnya untuk pendidikan seperti yang ditetapkan oleh Undang-Undang Sisdiknas yaitu sebesar 20 persen dari APBD. Alokasi belanja fungsi kesehatan meningkat setiap tahunnya Belanja kesehatan tahun 2010 dialokasikan sebesar 7.99 persen meningkat menjadi 8.34 persen pada tahun 2011. Pada tahun 2012 belanja fungsi kesehatan sebesar 9.09 persen. Alokasi belanja fungsi kesehatan merupakan alokasi belanja pemerintah daerah terendah.
20 70 60
Persen
50 40 2010 30
2011
20
2012
10 0 Pelayanan Umum
Ekonomi
Kesehatan
Pendidikan
Sumber: DJPK Kementerian Keuangan RI, 2012 (diolah)
Gambar 10 Alokasi Belanja Fungsi Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Indonesia
Persen
Alokasi belanja fungsi pelayanan umum mengalami peningkatan setiap tahunnya untuk setiap provinsi di Indonesia. Tahun 2012 alokasi anggaran pelayanan umum terbesar terdapat pada provinsi Jawa Barat sebesar 84.277 persen, Papua 78.165 persen dan Papua Barat sebesar 81.379. Alokasi anggaran terendah terdapat pada provinsi DKI Jakarta sebesar 31.069 persen dan Aceh sebesar 55.421 persen. Anggaran belanja fungsi pelayanan umum biasanya digunakan untuk meningkatkan pelayanan umum pemerintah terhadap masyarakat maupun pihak swasta. 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
2010 2011 2012
Sumber: DJPK Kementerian Keuangan RI, 2012 (diolah)
Gambar 11 Alokasi Belanja Fungsi Pelayanan Umum Pemerintah Daerah Provinsi Tahun 2010-2012 Alokasi belanja fungsi ekonomi mengalami peningkatan setiap tahunnya untuk setiap provinsi di Indonesia. Tahun 2012 alokasi anggaran pelayanan umum terbesar terdapat pada provinsi Sulawesi Barat 22.620 persen dan Gorontalo sebesar 23.639 persen. Alokasi anggaran terendah terdapat pada provinsi Jawa
21 Barat sebesar 6.938 persen, Banten sebesar 7.967 persen dan Papua sebesar 8.129 persen. Anggaran belanja fungsi ekonomi digunakan untuk peningkatan kegiatan perekonomian masyarakat. 25
Persen
20 15 10 5
2010
0
2011 2012
Sumber: DJPK Kementerian Keuangan RI, 2012 (diolah)
Gambar 12 Alokasi Belanja Fungsi Ekonomi Pemerintah Daerah Provinsi Tahun 2010-2012
Persen
Alokasi belanja fungsi kesehatan mengalami peningkatan setiap tahunnya untuk setiap provinsi di Indonesia. Tahun 2012 alokasi anggaran kesehatan terbesar terdapat pada provinsi Jawa Timur sebesar 17.004 persen dan Kalimantan Selatan sebesar 18.086 persen. Alokasi anggaran terendah terdapat pada provinsi Jawa Barat sebesar 3.689 persen dan Papua Barat sebesar 2.617 persen. Anggaran belanja fungsi kesehatan digunakan untuk peningkatan kualitas kesehatan dan produktivitas masyarakat. 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0
2010 2011 2012
Sumber: DJPK Kementerian Keuangan RI, 2012 (diolah)
Gambar 13 Alokasi Belanja Fungsi Kesehatan Pemerintah Daerah Provinsi Tahun 2010-2012
22
Persen
Berdasarkan Undang-Undang 1945 Amandemen ke 4 pasal 31 ayat 4 yang mengamanatkan agar “ Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurangkurangnya 20 persen dari APBN serta dari APBD untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional”. Alokasi belanja fungsi pendidikan mengalami peningkatan setiap tahunnya untuk setiap provinsi di Indonesia. Tahun 2012 alokasi anggaran pendidikan terbesar terdapat pada provinsi Yogjakarta sebesar 15.355 persen, Riau sebesar 16.087 persen dan DKI Jakarta sebesar 41.118 persen. Alokasi anggaran terendah terdapat pada provinsi NTB sebesar 2.543 persen dan Papua Barat sebesar 4.120 persen. Belanja fungsi pendidikan digunakan untuk meningkatkan kualitas pendidikan masyarakat. Belanja fungsi pendidikan belum mampu mencapai alokasi anggaran yang ditetapkan UndangUndang yaitu sebesar 20 persen mengindikasikan bahwa kesadaran pemerintah daerah masih rendah tentang pentingnya pendidikan bagi masyarakat. 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
2010 2011 2012
Sumber: DJPK Kementerian Keuangan RI, 2012 (diolah)
Gambar 14 Alokasi Belanja Fungsi Pendidikan Pemerintah Daerah Provinsi Tahun 2010-2012 Indikator kinerja keuangan pemerintah daerah selanjutnya adalah penyerapan anggaran masing-masing belanja fungsi pemerintah daerah. Penyerapan anggaran yang dapat memenuhi target mencerminkan terjadinya efisiensi dan efektivitas dalam pengalokasian anggaran. Penyerapan belanja dihitung dengan membandingkan jumlah belanja yang direalisasikan terhadap anggaran belanja masing-masing kabupaten/kota. Oleh karena itu dapat diketahui seberapa besar daerah mampu menyerap anggaran belanja yang tersedia untuk melaksanakan program-program pembangunan di daerahnya. Berdasarkan Gambar 15, penyerapan belanja fungsi daerah ralatif tinggi. Hal ini dikarenakan rata-rata belanja fungsi yang mampu diserap memiliki tren yang semakin meningkat dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2012. Pada tahun 2010 rata-rata penyerapan belanja pendidikan kabupaten/kota sebesar 88.76 persen yang kemudian mengalami peningkatan menjadi 89.81 persen pada tahun 2011. Di tahun 2012 rata-rata penyerapan belanja pendidikan mengalami peningkatan menjadi 93.63 persen.
23 Rata-rata penyerapan belanja pelayanan umum tahun 2010 sebesar 66.40 persen kemudian mengalami peningkatan menjadi 76.98 persen pada tahun 2011. Rata-rata penyerapan belanja pelayanan umum kembali meningkat pada tahun 2012 menjadi 86.03 persen. Pada tahun 2010 belanja kesehatan memiliki rata-rata penyerapan sebesar 82.50 persen yang kemudian meningkat menjadi 95.41 persen pada tahun 2012. Rata-rata penyerapan belanja ekonomi dan penyerapan belanja lainnya juga mengalami peningkatan setiap tahunnya. Pada tahun 2010 penyerapan belanja ekonomi sebesar 72.04 persen dan mengalami peningkatan pada tahun 2012 menjadi 92.72 persen. Rata-rata penyerapan belanja lainnya pada tahun 2010 sebesar 74.81 dan meningkat pada tahun 2012 menjadi 94.20persen. 120.00 100.00 80.00 60.00 40.00 20.00 0.00 Ekonomi
Kesehatan
Pendidikan
Pelayanan Umum
Lainnya
2010
72.04
82.50
88.76
66.40
74.81
2011
83.73
89.24
89.81
76.98
85.82
2012
92.72
95.41
93.63
86.03
94.20
Sumber: DPJK Kementerian Keuangan RI, 2012 (diolah)
Gambar 15 Persentase Penyerapan Belanja Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Indonesia 2010-2012 Keterkaitan Belanja Pemerintah Daerah dengan Komponen Indeks Pembangunan Manusia Pemilihan model terbaik untuk menganalisis keterkaitan antara belanja pemerintah daerah dengan komponen indeks pembangunan manusia kabupaten/kota di Indonesia dapat dilakukan pengujian statistik melalui Hausman Test dan Chow Test. Berdasarkan Tabel 3 uji Chow Test pada keempat model yaitu model angka harapan hidup, model angka melek huruf, model rata-rata lama sekolah dan model PPP memiliki probabilitas Chi-Sq yang kurang dari taraf nyata 5 persen. Uji Hausman Test pada model angka harapan hidup memiliki probabilitas Chi-Sq yang kurang dari taraf nyata 10 persen, sedangkan pada model angka melek huruf dan model rata-rata lama sekolah memiliki probabilitas Chi-Sq kurang dari taraf nyarta 5 persen. Uji Hausman Test pada model PPP menunjukkan cross-section test variance yang tidak valid. Hal ini menunjukkan pula bahwa terdapat korelasi antara komponen error dengan peubah bebas (Lampiran 21). Model lebih tepat menggunakan Fixed Effect Model. Pada keempat model ini pendugaan parameternya dilakukan dengan pembobotan dengan metode GLS (Generalised Least Square) yaitu dengan mentrasformasikan
24 model sedemikian rupa sehingga memenuhi asumsi Gauss-Markov untuk mendapatkan komponen-komponen sisaan yang homogen (homoskedastisitas) dan tidak menunjukkan autokorelasi (Juanda 2009) dan untuk mengkoreksi masalah heteroskedastisitas, multikolinearitas, autokorelasi. Tabel 3 Uji model terbaik (pooled least square, Random Effect Model dan Fixed Effect Model) Uji Model Terbaik Hausman Test Probability
Model AHH 0.0788**
Probabilitas Chi-Sq Model Model AMH RLS 0.0155*
0.0000*
Model PPP 1.0000
Chow Test Probability
0.0000* 0.0000* 0.0000* 0.0000* Keterangan: * signifikan pada taraf nyata 5 persen; ** signifikan pada taraf nyata 10 persen. Untuk memperoleh penduga yang bersifat BLUE (Best, Linier, Unbiased Estimator) maka penduga tersebut harus terbebas dari pelanggaran asumsi klasik yaitu multikolieritas, autokorelasi, dan heteroskedastisitas. Uji multikolinearitas dapat dilihat dari nilai matriks korelasi antar variabel. Pada Lampiran 1 terlihat bahwa masing-masing variabel independen pada ketiga model tidak lebih besar dari 0.8 yang merupakan rule of thumb dari ada atau tidaknya multikoliearitas. Hal ini menunjukkan keempat model yang digunakan terbebas dari masalah multikolinearitas. Uji pelanggaran asumsi yang kedua adalah heteroskedastisitas dengan membandingkan nilai sum square resid weighted statistic dan nilai sum square resid unweighted statistics. Pada keempat model nilai sum square resid weighted statistic lebih kecil daripada nilai sum square resid unweighted statistic yang ditunjukkan pada Tabel 4. Hal ini menunjukkan bahwa keempat model yang digunakan terbebas dari masalah heteroskedastisitas. Uji pelanggaran asumsi ketiga adalah autokorelasi dengan membandingkan nilai Durbin-Watson yang berada pada selang. Berdasarkan tabel Durbin-Watson dengan taraf nyata 5 persen, n = 576, dan k = 4 maka didapatkan nilai batas bawah (DL) sebesar 1.728 dan batas atas (DU) sebesar 1.810. Agar model terbebas dari masalah autokorelasi maka nilai statistik Durbin-Watson harus berada diantara DU< DW< 4-DU atau berada diantara nilai 1.810 dan 2.190. Model pada penelitian ini untuk model AHH sudah terbebas dari autokorelasi, sedangkan untuk model AMH, RLS dan PPP berada pada daerah 4-DL< DW< 4 yang berarti terdapat autokorelasi negatif. Pada permasalahan autokorelasi ini tidak dilakukan perlakuan apapun. Hal ini didasari penggunaan metode Fixed Effect Model yang menggunakan metode Generalized Least Square (GLS) yang merupakan salah satu cara untuk mengatasi masalah autokorelasi. Berdasarkan asumsi bahwa dengan menggunakan metode Fixed Effect Model diasumsikan bahwa error variance setiap variabel cross section sama antar waktu dan diasumsikan variabel tidak terdapat autokorelasi. Pada buku Basic Econometric, disebutkan bahwa untuk metode data panel berbeda dengan metode OLS. Oleh karena itu, untuk masalah error term uit pada metode OLS diasumsikan 𝑢𝑖𝑡 ~N (0, δ2 ) tidak dapat diterapkan pada data panel. Hal ini disebabkan karena pada data panel, i merupakan variabel cross section dan
25 t merupakan time series, sehingga asumsi tersebut harus dimodifikasi dengan menggunakan beberapa asumsi-asumsi mengenai error term. Tabel 4 Tabel Nilai Sum Squared Resid Weighted, Sum Squared Resid Unweighted, Durbin-Watson
Sum squared resid weighted Sum squared resid unweighted Durbin-Watson stat
AHH 0.00347 0.00349 2.1711
AMH 146.779 187.674 2.2828
RLS 3.4044 3.7844 2.6011
PPP 2.7769 5.5175 2.2545
Keterkaitan Belanja Pemerintah Daerah dengan Angka Harapan Hidup Berdasarkan hasil estimasi pada Tabel 5, didapatkan probabilitas F-statistik sebesar 0.0000 signifikan pada taraf nyata 5 persen. Hal ini menunjukkan bahwa secara bersamaan belanja pendidikan, belanja kesehatan, dan belanja ekonomi berpengaruh terhadap angka harapan hidup. Untuk nilai R-square (R²) atau koefisien determinasi dari model sebesar 0.999830. Hal ini menunjukkan bahwa sebesar 99.98 persen keragaman variabel dependen dapat dijelaskan oleh variabel independen yang terdapat dalam model, sisanya dijelaskan oleh variabel diluar model. Uji selanjutnya adalah uji-t yang dilakukan dengan melihat probabilitas dari masing-masing variabel bebasnya. Nilai probabilitas yang kurang dari taraf nyata 5 persen menandakan bahwa variabel tersebut signifikan pada taraf nyatanya masing-masing dan memengaruhi variabel dependen. Berdasarkan Tabel 5 Uji-t semua variabel signifikan di taraf nyata 5 persen. Belanja kesehatan pemerintah daerah (LNHEALTH) memberikan dampak positif yang artinya kenaikan belanja kesehatan pemerintah daerah sebesar 1 persen akan meningkatkan angka harapan hidup sebesar 0.002816 persen dengan asumsi variabel lainnya cateris paribus. Belanja pendidikan pemerintah daerah (LNEDU) berpengaruh positif yang artinya kenaikan belanja pendidikan pemerintah daerah sebesar 1 persen akan meningkatkan angka harapan hidup sebesar 0.006048 persen dengan asumsi variabel lainnya cateris paribus. Belanja ekonomi pemerintah daerah (LNECO) berpengaruh positif yang artinya kenaikan belanja ekonomi pemerintah daerah sebesar 1 persen akan meningkatkan angka harapan hidup sebesar 0.002693 persen dengan asumsi variabel lainnya cateris paribus. Belanja pelayanan umum tidak berpengaruh signifikan artinya setiap peningkatan belanja pelayanan umum tidak efektif dalam peningkatan angka harapan hidup.
26 Tabel 5 Hasil Estimasi Model Keterkaitan Belanja Pemerintah Daerah dan Angka Harapan Hidup Kabupaten/Kota di Indonesia Variabel C LNECO LNEDU LNHEALTH LNPU R-Kuadrat Statistik-F
Koefisien 4.091095 0.002693* 0.006048* 0.002816* 0.000154
Probabilitas 0.00000 0.00000 0.00000 0.00000 0.62650 0.99983 0.00000
Keterangan: * signifikan pada taraf nyata 5 persen.
Hasil estimasi model data panel diketahui bahwa belanja pendidikan memberikan pengaruh yang besar terhadap peningkatan angka harapan hidup. Pendidikan memberikan pengembalian terhadap kesehatan. Pendidikan yang meningkat akan meningkatkan pengetahuan, produktivitas dan pendapatan bagi masyarakat. Oleh karena itu, meningkatnya pengetahuan akan meningkatkan pendapatan masyarakat sehingga mampu meningkatkan kesehatannya (Todaro 2006). Belanja kesehatan berpengaruh terhadap angka harapan hidup. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Syam (2009) bahwa sektor kesehatan dalam anggaran pemerintah berpotensi besar untuk mengurangi angka kemiskinan. Penyediaan pelayanan kesehatan mencakup puskesmas dan posyandu memberikan kemudahan bagi seluruh masyarakat. Keterkaitan Belanja Pemerintah Daerah dengan Angka Melek Huruf Berdasarkan hasil estimasi pada Tabel 6, didapatkan probabilitas F-statistik sebesar 0.0000 signifikan pada taraf nyata 5 persen. Hal ini menunjukkan bahwa secara bersamaan belanja pendidikan, belanja kesehatan, dan belanja ekonomi berpengaruh terhadap angka melek huruf. Untuk nilai R-square (R²) atau koefisien determinasi dari model sebesar 0.999585. Hal ini menunjukkan bahwa sebesar 99.95 persen keragaman variabel dependen dapat dijelaskan oleh variabel independen yang terdapat dalam model, sisanya dijelaskan oleh variabel diluar model. Uji selanjutnya adalah uji-t yang dilakukan dengan melihat probabilitas dari masing-masing variabel bebasnya. Nilai probabilitas yang kurang dari taraf nyata 5 persen menandakan bahwa variabel tersebut signifikan pada taraf nyatanya masing-masing dan memengaruhi variabel dependen. Berdasarkan Tabel 6 Uji-t semua variabel signifikan di taraf nyata 5 persen. Belanja pendidikan pemerintah daerah (LNEDU) berpengaruh positif yang artinya kenaikan belanja pendidikan sebesar 1 persen akan meningkatkan angka melek huruf sebesar 0.554875 persen dengan asumsi variabel lainnya cateris paribus. Belanja kesehatan pemerintah daerah (LNHEALTH) memberikan dampak positif yang artinya kenaikan belanja kesehatan sebesar 1 persen akan meningkatkan angka melek huruf sebesar 0.325836 persen dengan asumsi variabel lainnya cateris paribus. Belanja ekonomi pemerintah daerah (LNECO) berpengaruh positif yang artinya kenaikan belanja ekonomi sebesar 1 persen akan
27 meningkatkan angka melek huruf sebesar 0.247848 persen dengan asumsi variabel lainnya cateris paribus. Belanja pelayanan umum tidak berpengaruh terhadap angka melek huruf artinya belanja pelayanan umum tidak efektif dalam meningkatkan angka melek huruf. Hasil estimasi pada model, variabel belanja pendidikan memiliki pengaruh yang lebih besar dibandingkan dengan belanja ekonomi dan belanja kesehatan. Hal ini menujukan belanja fungsi pendidikan yang digunakan pemerintah dalam meningkatan kualitas pendidikan melalui program pendidikan dasar, beasiswa dan program subsidi akan berdampak pada angka melek huruf. Sejalan dengan penelitian Averiana (2013) semakin meningkatnya jumlah sekolah yang tersedia akan meningkatkan presentase penduduk melek huruf. Tabel 6 Hasil Estimasi Model Keterkaitan Belanja Pemerintah Daerah dan Angka Melek Huruf Kabupaten/Kota di Indonesia Variable Koefisien Probabilitas C LNECO LNEDU LNHEALTH LNPU R-Kuadrat Statistik-F
81.0538 0.24785* 0.55488* 0.32584* -0.02450
0.00000 0.00000 0.00000 0.00000 0.62700 0.99959 0.00000
Keterangan: * signifikan pada taraf nyata 5 persen.
Keterkaitan Belanja Pemerintah Daerah dengan Rata-rata Lama Sekolah Berdasarkan hasil estimasi pada Tabel 7, didapatkan probabilitas F-statistik sebesar 0.0000 signifikan pada taraf nyata 5 persen. Hal ini menunjukkan bahwa secara bersamaan belanja pendidikan, belanja kesehatan, dan belanja ekonomi berpengaruh terhadap rata-rata lama sekolah. Untuk nilai R-square (R²) atau koefisien determinasi dari model sebesar 0.998954. Hal ini menunjukkan bahwa sebesar 99.89 persen keragaman variabel dependen dapat dijelaskan oleh variabel independen yang terdapat dalam model, sisanya dijelaskan oleh variabel diluar model. Uji selanjutnya adalah uji-t yang dilakukan dengan melihat probabilitas dari masing-masing variabel bebasnya. Nilai probabilitas yang kurang dari taraf nyata 5 persen menandakan bahwa variabel tersebut signifikan pada taraf nyatanya masing-masing dan memengaruhi variabel dependen. Berdasarkan Tabel 7 Uji-t semua variabel signifikan di taraf nyata 5 persen. Belanja pendidikan pemerintah daerah (LNEDU) berpengaruh positif yang artinya kenaikan belanja pendidikan sebesar 1 persen akan meningkatkan rata-rata lama sekolah sebesar 0.017301 persen dengan asumsi variabel lainnya cateris paribus. Belanja kesehatan (LNHEALTH) memberikan dampak positif yang artinya kenaikan belanja kesehatan sebesar 1 persen akan meningkatkan rata-rata lama sekolah sebesar 0.032507 persen dengan asumsi variabel lainnya cateris paribus. Belanja ekonomi (LNECO) berpengaruh positif yang artinya kenaikan belanja ekonomi sebesar 1 persen akan meningkatkan rata-rata lama sekolah sebesar 0.011571 persen dengan asumsi variabel lainnya cateris paribus. Belanja
28 pelayanan umum (LNPU) berpengaruh positif yang artinya setiap kenaikan belanja pelayanan umum sebesar 1 persen akan meningkatkan rata-rata lama sekolah sebesar 0.006976 persen dengan asumsi variabel lainnya cateris paribus. Berdasarkan hasil estimasi pada model, variabel belanja kesehatan memiliki pengaruh yang lebih besar dibandingkan dengan belanja ekonomi dan belanja pendidikan. Hal ini menunjukkan belanja kesehatan yang digunakan untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat akan meningkatkan rata-rata lama sekolah. Tingkat kesehatan yang lebih baik dapat meningkatkan pengembalian investasi untuk pendidikan. Kesehatan merupakan faktor penting agar seseorang dapat hadir di sekolah dan dalam proses pembelajaran formal seorang anak (Todaro 2006). Tabel 7 Hasil Estimasi Model Keterkaitan Belanja Pemerintah Daerah dan Rata-rata Lama Sekolah Kabupaten/Kota di Indonesia Variable Koefisien Probabilitas C 1.285342 0.000000 LNECO 0.011571* 0.000000 LNEDU 0.017301* 0.000000 LNHEALTH 0.032507* 0.000000 LNPU 0.006976* 0.000093 R-Kuadrat 0.998954 Statistik-F 0.000000 Keterangan: * signifikan pada taraf nyata 5 persen. Keterkaitan Belanja Pemerintah Daerah dengan Kemampuan Dayabeli Berdasarkan hasil estimasi pada Tabel 8, didapatkan probabilitas F-statistik sebesar 0.0000 signifikan pada taraf nyata 5 persen. Hal ini menunjukkan bahwa secara bersamaan belanja pendidikan, belanja kesehatan, belanja ekonomi dan belanja pelayanan umum berpengaruh terhadap kemampuan dayabeli. Untuk nilai R-square (R²) atau koefisien determinasi dari model sebesar 0.990143. Hal ini menunjukkan bahwa sebesar 99.01 persen keragaman variabel dependen dapat dijelaskan oleh variabel independen yang terdapat dalam model, sisanya dijelaskan oleh variabel diluar model. Uji selanjutnya adalah uji-t yang dilakukan dengan melihat probabilitas dari masing-masing variabel bebasnya. Nilai probabilitas yang kurang dari taraf nyata 5 persen menandakan bahwa variabel tersebut signifikan pada taraf nyatanya masing-masing dan mempengaruhi variabel dependen. Berdasarkan Uji-t pada Tabel 8 semua variabel signifikan di taraf nyata 5 persen.
29 Tabel 8 Hasil Estimasi Model Keterkaitan Belanja Pemerintah Daerah dan Kemampuan Dayabeli Kabupaten/Kota di Indonesia Variable Koefisien Probabilitas C 6.26404 0.00000 LNECO -0.01220 0.00000* LNEDU 0.01189 0.00000* LNHEALTH 0.02845 0.00000* LNPU -0.0127 0.00000* R-Kuadrat 0.99014 Statistik-F 0.00000 Keterangan: * signifikan pada taraf nyata 5 persen. Belanja kesehatan pemerintah daerah (LNHEALTH) memberikan dampak positif yang artinya kenaikan belanja kesehatan pemerintah daerah sebesar 1 persen akan meningkatkan kemampuan dayabeli sebesar 0.02844 persen dengan asumsi variabel lainnya cateris paribus. Belanja pendidikan pemerintah daerah (LNEDU) berpengaruh positif yang artinya kenaikan belanja pendidikan pemerintah daerah sebesar 1 persen akan meningkatkan kemampuan dayabeli sebesar 0.01188 persen dengan asumsi variabel lainnya cateris paribus. Belanja ekonomi pemerintah daerah (LNECO) berpengaruh negatif yang artinya kenaikan belanja ekonomi pemerintah daerah sebesar 1 persen akan menurunkan kemampuan dayabeli sebesar 0.01220 persen dengan asumsi variabel lainnya cateris paribus. Belanja pelayanan umum berpengaruh negatif yang artinya setiap kenaikan belanja pelayanan umum sebesar 1 persen akan menurunkan kemampuan dayabeli sebesar 0.01270 persen. Berdasarkan hasil estimasi pada model, variabel belanja kesehatan memiliki pengaruh yang lebih besar dibandingkan dengan belanja ekonomi dan belanja pendidikan. Hal ini menunjukkan belanja fungsi kesehatan yang dialokasikan untuk peningkatan kualitas kesehatan masyarakat akan meningkatkan kemampuan dayabeli masyarakat. Dengan tingkat kesehatan yang lebih baik akan meningkatkan produktivitas pekerja dan mampu bekerja lebih lama dan efisien sehingga memiliki pendapatan yang cukup. Ketika pendapatan yang diperoleh tinggi maka akan meningkatkan kemampuan dayabeli. Belanja ekonomi yang berpengaruh negatif menunjukkan bahwa ketika pemerintah meningkatkan belanja fungsi ekonomi yang digunakan untuk sarana prasarana dan peningkatan kinerja sektoral akan berdampak pada penurunan kemampuan dayabeli. Belanja pelayanan umum berpengaruh negatif terhadap kemampuan dayabeli, hal ini sejalan dengan penelitian (Saidah 2011) yang menyatakan bahwa belanja pelayanan umum tidak produktif dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
30
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Kondisi umum pembangunan manusia mengalami peningkatan setiap tahunnya. Indeks pembangunan manusia seperti angka harapan hidup, angka melek huruf, rata-rata lama sekolah, dan kemampuan dayabeli mengalami peningkatan. Indeks pembangunan manusia tertinggi didominasi oleh wilayah di kawasan barat seperti DKI Jakarta, DI Yogjakarta dan Riau, sedangkan indeks pembangunan manusia teredah didominasi oleh wilayah di kawasan timur sepeti Papua, NTT dan NTB 2. Alokasi anggaran belanja fungsi pemerintah daerah setiap tahunnya mengalami fluktuasi. Alokasi anggaran belanja fungsi pemerintah daerah didominasi oleh belanja fungsi pelayanan umum yang mencapai 60 persen, sedangkan alokasi anggaran belanja fungsi pendidikan dan kesehatan masih tergolong rendah. Pemerintah daerah provinsi belum mampu mengalokasikan anggaran belanja fungsi pendidikan sesuai dengan minimum anggaran yang ditetapkan yaitu 20 persen. Penyerapan belanja fungsi pemerintah daerah kabupaten/kota di Indonesia relatif tinggi karena rata-rata belanja fungsi yang mampu diserap setiap tahunnya melebihi angka 90 persen. 3. Belanja fungsi berpengaruh terhadap pembangunan manusia di daerahdaerah Indonesia. Angka harapan hidup dan angka melek huruf dipengaruhi oleh belanja pendidikan, belanja kesehatan, dan belanja ekonomi. Sedangkan belanja fungsi pelayanan umum tidak berpengaruh terhadap angka melek huruf dan angka harapan hidup. 4. Seluruh belanja fungsi memengaruhi rata-rata lama sekolah dan kemampuan daya beli. Dampak dari realisasi belanja fungsi pemerintah daerah dalam meningkatkan pembangunan manusia terjadi pada jangka panjang. Saran 1.
2.
Pemerintah perlu memperhatikan perbedaan kemampuan antara Kawasan Barat Indonesia dan Kawasan Timur Indonesia dalam meningkatkan pembangunan manusia di Indonesia melalui anggaran belanja pemerintah daerah agar terjadi pemerataan dan kualitas SDM yang lebih baik lagi. Pemerintah perlu mengoptimalkan belanja pelayanan umum dalam meningkatkan angka melek huruf.
31
DAFTAR PUSTAKA [BPS] Badan Pusat Statistik. 2009. Indeks Pembangunan Manusia Tahun 20072008. Jakarta (ID): BPS. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2011. Indeks Pembangunan Manusia Tahun 20092010. Jakarta (ID): BPS. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Indeks Pembangunan Manusia Tahun 20102011. Jakarta (ID): BPS. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Indeks Pembangunan Manusia Tahun 2012. Jakarta (ID): BPS. [Kementerian Keuangan RI] Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan Daerah Kementerian Keuangan RI. Realisasi APBD 2012. Jakarta (ID): Kementerian Keuangan RI. [Kementerian Keuangan RI] Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan Daerah Kementerian Keuangan RI. Deskripsi Analisis APBD 2013. Jakarta (ID): Kementerian Keuangan RI. Abimanyu A. 2005. Format Anggaran Terpadu Menghilangkan Tumpang Tindih. Bapekki Depkeu : Jakarta. Averiana M. 2013. Pengaruh Ketersediaan Infrastruktur terhadap Kesejahteraan Masyarakat: Analisis Kabupaten/Kota di Indonesia 2009-2011 [Skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor. Baeti N.2013. Pengaruh Pengangguran, Pertumbuhan Ekonomi, dan Pengeluaran Pemerintah terhadap Pembangunan Manusia Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007-2011. Economics Development Analysis Journal.2(3) (2013). Baltagi B H. 2005. Econometrics Analysis of Panel Data Third Edition. England (GB): John Wiley and Sons, Ltd. BAPPENAS.UNDP. 2010. Peningkatan Kinerja Pembangunan Daerah: Alat-alat Praktis dari Indonesia. Jakarta (ID). Damanhuri D S. 2010. Ekonomi Politik dan Pembangunan. Bogor (ID): IPB Press. Doriza S, Purwanto D A, Maulida E. 2012. Dampak Desentralisasi Fiskal terhadap Disparritas Akses Pendidikan Dasar di Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Pembangunan di Indonesia. 13(1): 31-46. Firdaus M. 2011. Aplikasi Ekonometrika untuk Data Paneldan dan Time Series.Bogor(ID). IPB Pr. Gujarati D N. 2006. Dasar-dasar Ekonometrika Jilid 2 Ed Ke-3. Julius A Mulyadi [penerjemah]. Jakarta (ID): Erlangga. Juanda B. 2009. Ekonometrika Permodelan dan Pendugaan. Bogor (ID): IPB Press. Kacaribu R D. 2013. Analisis Indeks Pembangunan Manusia dan Faktor-Faktor yang Memengaruhi di Provinsi Papua [Skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor. Nugraheni D, Priyarsono D S. 2012. Kinerja Keuangan Daerah, Infrastruktur dan Kemiskinan: Analisis Kabupaten/Kota di Indonesia 2006-2009. Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia. 12 (2): 148-167.
32 Puspitaningrum N A. 2013. Analisis Peran Pendidikan Dalam Mengatasi Ketimpangan Distribusi Pendapatan [Skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor. Saidah N. 2011. Analisis Pengaruh Belanja Pemerintah Daearah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Tertinggal [Skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor. Sumas S. 2012. Dampak Kebijakan Fiskal Sektor Pendidikan dan Sektor Kesehatan Terhada Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia [Tesis]. Bogor (ID). Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Todaro M P. S C Smith. 2006. Pembangunan Ekonomi Jilid 1 Ed Ke-9. Haris Munandar [penerjemah]. Jakarta (ID): Erlangga. Yulianti A. 2012. Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Indeks Pembangunan Manusia di Wilayah Perbatasan Darat Indonesia [Tesis]. Bogor (ID). Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. [Kementerian Keuangan RI] Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan Daerah Kementerian Keuangan RI. 2014. Dana Perimbangan Keuangan Daerah. [diunduh 2014 Februari 11]. Tersedia dari: http://www.djpk.depkeu.go.id/dataseries/data-keuangan-daerah/setelah-ta-2006
33 Lampiran 1 Hasil Uji Korelasi untuk Pengujian Asumsi Klasik Multikolinearitas LNAHH
AMH
LNRLS
LNPPP
LNECO
LNEDU
LNHEALTH
LNPU
LNAHH
1.0000
0.1070
0.3107
0.0007
-0.0136
0.1928
0.1928
0.0910
AMH
0.1070
1.0000
0.6326
0.0332
-0.1189
-0.0579
-0.0939
-0.0573
LNRLS
0.3107
0.6326
1.0000
0.0479
-0.2302
-0.1120
-0.1310
-0.0779
LNPPP
0.0007
0.0332
0.0479
1.0000
0.0058
0.0863
0.0703
0.0317
LNECO
-0.0136
-0.1189
-0.2302
0.0058
1.0000
0.4832
0.5528
0.5943
LNEDU
0.1928
-0.0579
-0.1120
0.0863
0.4832
1.0000
0.7986
0.5454
LNHEALTH
0.1928
-0.0939
-0.1310
0.0703
0.5528
0.7986
1.0000
0.6248
LNPU
0.0910
-0.0573
-0.0779
0.0317
0.5943
0.5454
0.6248
1.0000
Lampiran 2 Hasil Pengujian Pooled Least Square untuk Mengestimasi Keterkaitan antara Belanja Fungsi Pemerintah Daerah dan Angka Harapan Hidup Kabupaten/Kota di Indonesia Dependent Variable: LNAHH Method: Panel Least Squares Date: 04/18/14 Time: 20:21 Sample: 2010 2012 Periods included: 3 Cross-sections included: 192 Total panel (balanced) observations: 576 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
LNECO LNEDU LNHEALTH LNPU C
-0.014631 0.007309 0.013456 0.001618 4.108337
0.004112 0.003913 0.005397 0.004925 0.098315
-3.558460 1.867704 2.493070 0.328456 41.78762
0.0004 0.0623 0.0129 0.7427 0.0000
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.064070 0.057514 0.037216 0.790870 1080.821 9.772143 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
4.231085 0.038335 -3.735491 -3.697678 -3.720744 0.021781
34
Lampiran 3 Hasil Pengujian Fixed Effect Model untuk Mengestimasi Keterkaitan antara Belanja Fungsi Pemerintah Daerah dan Angka Harapan Hidup Kabupaten/Kota di Indonesia Dependent Variable: LNAHH Method: Panel EGLS (Cross-section weights) Date: 04/18/14 Time: 20:23 Sample: 2010 2012 Periods included: 3 Cross-sections included: 192 Total panel (balanced) observations: 576 Linear estimation after one-step weighting matrix Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
LNECO LNEDU LNHEALTH LNPU C
0.002693 0.006048 0.002816 0.000154 4.091095
0.000228 0.000309 0.000261 0.000317 0.006486
11.83189 19.54484 10.79814 0.487047 630.7878
0.0000 0.0000 0.0000 0.6265 0.0000
Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.999830 0.999742 0.003022 11447.02 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
11.90420 14.57071 0.003470 2.171045
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
0.995875 0.003486
Mean dependent var Durbin-Watson stat
4.231085 1.989646
35 Lampiran 4 Hasil Pengujian Random Effect Model untuk Mengestimasi Keterkaitan antara Belanja Fungsi Pemerintah Daerah dan Angka Harapan Hidup Kabupaten/Kota di Indonesia Dependent Variable: LNAHH Method: Panel EGLS (Cross-section random effects) Date: 04/18/14 Time: 20:21 Sample: 2010 2012 Periods included: 3 Cross-sections included: 192 Total panel (balanced) observations: 576 Swamy and Arora estimator of component variances Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
LNECO LNEDU LNHEALTH LNPU C
0.002439 0.006192 0.002776 0.000141 4.092865
0.000798 0.001030 0.001168 0.000877 0.019225
3.055709 6.012650 2.376246 0.160688 212.8928
0.0024 0.0000 0.0178 0.8724 0.0000
Effects Specification S.D. Cross-section random Idiosyncratic random
0.037286 0.003028
Rho 0.9934 0.0066
Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.291965 0.287005 0.003040 58.86439 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
0.198186 0.003600 0.005277 1.310211
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
0.030135 0.819546
Mean dependent var Durbin-Watson stat
4.231085 0.008436
Lampiran 5 Hasil Pengujian Chow Test untuk Mengestimasi Keterkaitan antara Belanja Fungsi Pemerintah Daerah dan Angka Harapan Hidup Kabupaten/Kota di Indonesia Redundant Fixed Effects Tests Equation: Untitled Test cross-section fixed effects Effects Test Cross-section F
Statistic 7219.638559
d.f.
Prob.
(191,380)
0.0000
36
Lampiran 6 Hasil Pengujian Hausman Test untuk Mengestimasi Keterkaitan antara Belanja Fungsi Pemerintah Daerah dan Angka Harapan Hidup Kabupaten/Kota di Indonesia Correlated Random Effects - Hausman Test Equation: Untitled Test cross-section random effects
Test Summary Cross-section random
Chi-Sq. Statistic
Chi-Sq. d.f.
Prob.
8.374500
4
0.0788
Lampiran 7 Hasil Pengujian Pooled Least Square untuk Mengestimasi Keterkaitan antara Belanja Fungsi Pemerintah Daerah dan Angka Melek Huruf Kabupaten/Kota di Indonesia Dependent Variable: AMH Method: Panel Least Squares Date: 04/18/14 Time: 20:26 Sample: 2010 2012 Periods included: 3 Cross-sections included: 192 Total panel (balanced) observations: 576 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
LNECO LNEDU LNHEALTH LNPU C
-1.626224 0.568698 -1.339646 0.714403 100.8048
0.756046 0.719563 0.992442 0.905562 18.07802
-2.150961 0.790338 -1.349848 0.788906 5.576094
0.0319 0.4297 0.1776 0.4305 0.0000
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.017596 0.010714 6.843324 26740.55 -1922.603 2.556879 0.037901
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
93.65778 6.880282 6.693067 6.730880 6.707814 0.030226
37 Lampiran 8 Hasil Pengujian Fixed Effect Model untuk Mengestimasi Keterkaitan antara Belanja Fungsi Pemerintah Daerah dan Angka Melek Huruf Kabupaten/Kota di Indonesia Dependent Variable: AMH Method: Panel EGLS (Cross-section weights) Date: 04/18/14 Time: 20:24 Sample: 2010 2012 Periods included: 3 Cross-sections included: 192 Total panel (balanced) observations: 576 Linear estimation after one-step weighting matrix Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
LNECO LNEDU LNHEALTH LNPU C
0.247848 0.554875 0.325836 -0.024522 81.05381
0.049055 0.050864 0.060339 0.050419 1.301969
5.052469 10.90898 5.400042 -0.486365 62.25477
0.0000 0.0000 0.0000 0.6270 0.0000
Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.999585 0.999372 0.621500 4694.213 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
315.7622 290.4278 146.7798 2.282854
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
0.993105 187.6744
Mean dependent var Durbin-Watson stat
93.65778 1.987591
38
Lampiran 9 Hasil Pengujian Random Effect Model untuk Mengestimasi Keterkaitan antara Belanja Fungsi Pemerintah Daerah dan Angka Melek Huruf Kabupaten/Kota di Indonesia Dependent Variable: AMH Method: Panel EGLS (Cross-section random effects) Date: 04/18/14 Time: 20:24 Sample: 2010 2012 Periods included: 3 Cross-sections included: 192 Total panel (balanced) observations: 576 Swamy and Arora estimator of component variances Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
LNECO LNEDU LNHEALTH LNPU C
0.240750 0.634057 0.457989 0.267680 71.11141
0.182171 0.234504 0.266849 0.200546 4.379559
1.321562 2.703826 1.716285 1.334753 16.23712
0.1868 0.0071 0.0867 0.1825 0.0000
Effects Specification S.D. Cross-section random Idiosyncratic random
6.827312 0.694553
Rho 0.9898 0.0102
Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.116263 0.110072 0.699564 18.77992 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
5.491500 0.741566 279.4412 1.327693
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
-0.032509 28104.40
Mean dependent var Durbin-Watson stat
93.65778 0.013201
Lampiran 10 Hasil Pengujian Chow Test untuk Mengestimasi Keterkaitan antara Belanja Fungsi Pemerintah Daerah dan Angka Melek Huruf Kabupaten/Kota di Indonesia Redundant Fixed Effects Tests Equation: Untitled Test cross-section fixed effects Effects Test Cross-section F
Statistic 3509.193391
d.f.
Prob.
(191,380)
0.0000
39
Lampiran 11 Hasil Pengujian Hausman Test untuk Mengestimasi Keterkaitan antara Belanja Fungsi Pemerintah Daerah dan Angka Melek Huruf Kabupaten/Kota di Indonesia Correlated Random Effects - Hausman Test Equation: Untitled Test cross-section random effects
Test Summary Cross-section random
Chi-Sq. Statistic
Chi-Sq. d.f.
Prob.
12.268326
4
0.0155
Lampiran 12 Hasil Pengujian Pooled Least Square untuk Mengestimasi Keterkaitan antara Belanja Fungsi Pemerintah Daerah dan Ratarata Lama Sekolah Kabupaten/Kota di Indonesia Dependent Variable: LNRLS Method: Panel Least Squares Date: 04/18/14 Time: 20:19 Sample: 2010 2012 Periods included: 3 Cross-sections included: 192 Total panel (balanced) observations: 576 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
LNECO LNEDU LNHEALTH LNPU C
-0.109126 -0.001309 -0.019693 0.052999 2.130307
0.021433 0.020399 0.028134 0.025671 0.512485
-5.091547 -0.064177 -0.699981 2.064506 4.156816
0.0000 0.9489 0.4842 0.0394 0.0000
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.060019 0.053434 0.193998 21.48974 129.7887 9.114817 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
2.073368 0.199399 -0.433294 -0.395481 -0.418547 0.454552
40
Lampiran 13 Hasil Pengujian Fixed Effect Model untuk Mengestimasi Keterkaitan antara Belanja Fungsi Pemerintah Daerah dan Rata-rata Lama Sekolah Kabupaten/Kota di Indonesia Dependent Variable: LNRLS Method: Panel EGLS (Cross-section weights) Date: 04/18/14 Time: 20:12 Sample: 2010 2012 Periods included: 3 Cross-sections included: 192 Total panel (balanced) observations: 576 Linear estimation after one-step weighting matrix Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
LNECO LNEDU LNHEALTH LNPU C
0.011571 0.017301 0.032507 0.006976 1.188964
0.002052 0.002386 0.002979 0.002669 0.061305
5.638993 7.252163 10.91227 2.613528 19.39438
0.0000 0.0000 0.0000 0.0093 0.0000
Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.998954 0.998417 0.094653 1860.926 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
24.87721 21.29927 3.404484 2.601115
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
0.834466 3.784426
Mean dependent var Durbin-Watson stat
2.073368 2.255922
41 Lampiran 14 Hasil Pengujian Random Effect Model untuk Mengestimasi Keterkaitan antara Belanja Fungsi Pemerintah Daerah dan Ratarata Lama Sekolah Kabupaten/Kota di Indonesia Dependent Variable: LNRLS Method: Panel EGLS (Cross-section random effects) Date: 04/18/14 Time: 20:19 Sample: 2010 2012 Periods included: 3 Cross-sections included: 192 Total panel (balanced) observations: 576 Swamy and Arora estimator of component variances Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
LNECO LNEDU LNHEALTH LNPU C
-0.016781 -0.007864 0.018070 0.014870 1.768313
0.020494 0.023250 0.029591 0.024026 0.506152
-0.818799 -0.338223 0.610657 0.618902 3.493639
0.4132 0.7353 0.5417 0.5362 0.0005
Effects Specification S.D. Cross-section random Idiosyncratic random
0.163119 0.099752
Rho 0.7278 0.2722
Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.001907 -0.005085 0.102272 0.272772 0.895547
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
0.690275 0.102013 5.972384 1.447585
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
0.005339 22.73984
Mean dependent var Durbin-Watson stat
2.073368 0.380193
Lampiran 15 Hasil Pengujian Chow Test untuk Mengestimasi Keterkaitan antara Belanja Fungsi Pemerintah Daerah dan Rata-rata Lama Sekolah Kabupaten/Kota di Indonesia Redundant Fixed Effects Tests Equation: Untitled Test cross-section fixed effects Effects Test Cross-section F
Statistic 1241.017191
d.f.
Prob.
(191,380)
0.0000
42 Lampiran 16 Hasil Pengujian Hausman Test untuk Mengestimasi Keterkaitan antara Belanja Fungsi Pemerintah Daerah dan Rata-rata Lama Sekolah Kabupaten/Kota di Indonesia Correlated Random Effects - Hausman Test Equation: Untitled Test cross-section random effects
Test Summary Cross-section random
Chi-Sq. Statistic
Chi-Sq. d.f.
Prob.
33.216812
4
0.0000
Lampiran 17 Hasil Pengujian Pooled Least Square untuk Mengestimasi Keterkaitan antara Belanja Fungsi Pemerintah Daerah dan Kemampuan Dayabeli Kabupaten/Kota di Indonesia Dependent Variable: LNPPP Method: Panel Least Squares Date: 04/18/14 Time: 20:26 Sample: 2010 2012 Periods included: 3 Cross-sections included: 192 Total panel (balanced) observations: 576 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
LNECO LNEDU LNHEALTH LNPU C
-0.012667 0.016606 0.007038 -0.001683 6.339414
0.013481 0.012831 0.017697 0.016147 0.322354
-0.939634 1.294233 0.397689 -0.104246 19.66598
0.3478 0.1961 0.6910 0.9170 0.0000
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.009417 0.002478 0.122025 8.502281 396.8341 1.357099 0.247555
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
6.442245 0.122177 -1.360535 -1.322722 -1.345788 1.457521
43
Lampiran 18 Hasil Pengujian Fixed Effect Model untuk Mengestimasi Keterkaitan antara Belanja Fungsi Pemerintah Daerah dan Kemampuan Dayabeli Kabupaten/Kota di Indonesia Dependent Variable: LNPPP Method: Panel EGLS (Cross-section weights) Date: 04/18/14 Time: 20:28 Sample: 2010 2012 Periods included: 3 Cross-sections included: 192 Total panel (balanced) observations: 576 Linear estimation after one-step weighting matrix Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
LNECO LNEDU LNHEALTH LNPU C
-0.012199 0.011886 0.028448 -0.012701 6.439517
0.001376 0.001313 0.001810 0.001073 0.020379
-8.863482 9.049331 15.71805 -11.83327 315.9851
0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000
Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.990143 0.985084 0.085486 195.7448 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
152.9875 166.2952 2.776964 2.254522
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
0.357163 5.517544
Mean dependent var Durbin-Watson stat
6.442245 2.243971
44 Lampiran 19 Hasil Pengujian Random Effect Model untuk Mengestimasi Keterkaitan antara Belanja Fungsi Pemerintah Daerah dan Kemampuan Dayabeli Kabupaten/Kota di Indonesia Dependent Variable: LNPPP Method: Panel EGLS (Cross-section random effects) Date: 04/18/14 Time: 20:27 Sample: 2010 2012 Periods included: 3 Cross-sections included: 192 Total panel (balanced) observations: 576 Swamy and Arora estimator of component variances Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
LNECO LNEDU LNHEALTH LNPU C
-0.012867 0.016455 0.007624 -0.001992 6.344917
0.013781 0.013185 0.018153 0.016505 0.330082
-0.933648 1.247932 0.419987 -0.120663 19.22224
0.3509 0.2126 0.6747 0.9040 0.0000
Effects Specification S.D. Cross-section random Idiosyncratic random
0.021635 0.120383
Rho 0.0313 0.9687
Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.009039 0.002097 0.120124 1.302130 0.267967
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
6.151133 0.120250 8.239434 1.503933
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
0.009415 8.502303
Mean dependent var Durbin-Watson stat
6.442245 1.457435
Lampiran 20 Hasil Pengujian Chow Test untuk Mengestimasi Keterkaitan antara Belanja Fungsi Pemerintah Daerah dan Kemampuan Dayabeli Kabupaten/Kota di Indonesia Redundant Fixed Effects Tests Equation: Untitled Test cross-section fixed effects Effects Test Cross-section F
Statistic 107.352950
d.f.
Prob.
(191,380)
0.0000
45 Lampiran 21 Hasil Pengujian Hausman Test untuk Mengestimasi Keterkaitan antara Belanja Fungsi Pemerintah Daerah dan Kemampuan Dayabeli Kabupaten/Kota di Indonesia Correlated Random Effects - Hausman Test Equation: Untitled Test cross-section random effects
Test Summary Cross-section random
Chi-Sq. Statistic
Chi-Sq. d.f.
Prob.
0.000000
4
1.0000
* Cross-section test variance is invalid. Hausman statistic set to zero. ** WARNING: robust standard errors may not be consistent with assumptions of Hausman test variance calculation.
46
RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Hernita Nur Fadjrina, lahir di Cirebon pada tanggal 8 April 1992. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dan merupakan putri dari pasangan Bapak Dedi Herdy Kosyanto dan Ibu Tati Kuraesin. Penulis menamatkan pendidikan dasarnya di SD Negeri Sadagori 1 pada tahun 2004, kemudian melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 1 Cirebon. Pada tahun 2010 penulis menamatkan pendidikan di SMA Negeri 1 Cirebon. Setelah lulus SMA penulis mendapat kesempatan melanjukan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dan terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama masa perkuliahan, penulis aktif mengikuti kegiatan kepanitiaan baik yang diadakan oleh Organisasi Daerah, Departemen maupun Fakultas. Penulis dipercaya menjadi staf divisi Pendamping Masyarakat Bina Desa BEM FEM periode 2011-2012.