PENGELOMPOKKAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TIMUR BERDASARKAN INDIKATOR KEMISKINAN DENGAN METODE CLUSTER ANALYSIS 1
Nurul Komariyah (1309 105 013) 2 Muhammad Sjahid Akbar 1,2 Jurusan Statistika FMIPA ITS 1
[email protected],
[email protected] ABSTRAK
Provinsi Jawa Timur memiliki penduduk yang sangat miskin mencapai 16 persen dari penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan. Daerah kantong kemiskinan masih saja seputar Kabupaten Sampang, Pamekasan, dan Bondowoso serta daerah tapal kuda lain. Untuk menunjang keberhasilan pelaksanaan program pembangunan terutama yang berkaitan dengan penanggulangan kemiskinan di Provinsi Jawa Timur diperlukan suatu penelitian yang dapat mengelompokkan kabupaten/kota yang mempunyai ciri-ciri atau karakteristik kemiskinan yang hampir sama atau homogen. Metode statistik yang biasanya digunakan untuk kepentingan pengelompokkan wilayah adalah analisis kelompok (cluster analysis Secara umum terdapat dua metode dalam analisis kelompok yaitu hierarki dan non hierarki. Penelitian ini mengelompokkan wilayah Jawa Timur berdasarkan indikator kemiskinan dengan menggunakan metode single linkage, average linkage, complete linkage, centroid, ward dan 3 jarak kedekatan. Variabel yang digunakan untuk mengelompokkan kabupaten/kota di Jawa Timur ini adalah 8 variabel indikator kemiskinan yang diambil dari data SUSENAS. Metode single linkage merupakan metode pengelompokkan terbaik untuk mengelompokkan kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur berdasarkan indikator kemiskinan. Hasil pengelompokkan kemiskinan yang dilakukan BPS berbeda dengan hasil pengelompokkan yang dilakukan menggunakan metode terbaik yaitu single linkage. Menurut BPS ada 22 kabupaten/kota yang termasuk dalam kategori rumah tangga miskin, 11 kabupaten/kota kategori rumah tangga mendekati miskin serta 5 kabupaten/kota termasuk dalam kategori sangat miskin. Namun hasil pengelompokkan dengan metode single linkage menghasilkan 2 kabupaten yang termasuk dalam kategori rumah tangga miskin, 30 kabupaten/kota kategori rumah tangga mendekati miskin serta 6 kabupaten/kota termasuk dalam kategori sangat miskin. Sehingga dapat dikatakan bahwa ada 20 kabupaten/kota yang memiliki pengelompokkan berbeda menurut BPS dengan metode single linkage. Kata Kunci: Jawa Timur, Indikator Kemiskinan, Kelompok
1. PENDAHULUAN Jawa Timur merupakan sebuah Provinsi di Indonesia yang terletak di bagian timur Pulau Jawa memiliki luas wilayah 47.922 km², dan jumlah penduduknya 37.070.731 jiwa (2005). Jawa Timur memiliki wilayah terluas di antara 6 provinsi di Pulau Jawa, dan memiliki jumlah penduduk terbanyak kedua di Indonesia setelah Jawa Barat (Anonim, 2011). Provinsi Jawa Timur memiliki penduduk yang sangat miskin mencapai 16 persen dari penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Jatim, jumlah penduduk miskin di Jawa Timur saat ini sekitar 24,6 persen. Daerah kantong kemiskinan masih saja seputar Kabupaten Sampang, Pamekasan, dan Bondowoso serta daerah tapal kuda lain. Untuk menunjang keberhasilan pelaksanaan program pembangunan terutama yang berkaitan dengan penanggulangan kemiskinan di Provinsi Jawa Timur diperlukan suatu penelitian yang dapat mengelompokkan kabupaten/kota yang mempunyai ciri-ciri atau karakteristik kemiskinan yang hampir sama atau homogen. Dengan mengetahui informasi mengenai ciri-ciri atau profil kemiskinan dari masing-masing kelompok kabupaten/kota di Jawa Timur tersebut diharapkan
1
program kebijakan pemerintah dapat disusun secara lebih terarah sesuai target atau sasaran yang ingin dicapai. Metode statistik yang biasanya digunakan untuk kepentingan pengelompokkan wilayah adalah analisis kelompok (cluster analysis Secara umum terdapat dua metode dalam analisis kelompok yaitu hierarki dan non hierarki. Metode penggabungan yang sering digunakan adalah pautan tunggal (single linkage), pautan lengkap (complete linkage), dan pautan rata-rata (average linkage) . Selain itu ada juga metode centroid dan ward’s. Banyaknya metode dan prosedur dalam analisis kelompok seringkali menyulitkan dalam pemilihan matriks jarak, hierarki dan non hierarki, serta metode penggabungan. Penelitian tentang kemiskinan sudah banyak dilakukan sebelumnya, salah satunya adalah Aini (2003) meneliti tentang pengelompokan wilayah di Jawa Timur berdasarkan komponen penyusun indeks kemiskinan manusia sebelum dan sesudah krisis ekonomi serta menyimpulkan sebelum terjadinya krisis ekonomi wilayah di Jawa Timur terbentuk menjadi 3 kelompok. Dimana kelompok I terdiri dari 17 kabupaten, kelompok II terdiri dari 8kabupaten dan kelompok III terdiri dari 8 kotamadya dan 4 kabupaten. Kelompok yang mempunyai nilai ratarata variabel pembentuk IKM terendah tercatat dalam kelompok wilayah yang terletak di daerah tapal kuda. Sedangkan setelah teIjadinya krisis ekonomi, wilayah di Jawa Timur dibedakan menajdi 3 kelompok, dimana kelompok I terdiri dari 17 kabupaten dan 1 kotamadya, kelompok II terdiri dari 4 kabupaten dan 7 kotamadya dan kelompok III terdiri dari 8 kabupaten. Untuk wilayah yang mempunyai rata-rata variabel pembentuk indeks kemiskinan manusia terendah tetap tercatat di wilayah tapal kuda. Oleh karena itu, penelitian ini mengelompokkan wilayah Jawa Timur berdasarkan indikator kemiskinan menggunakan metode single linkage, average linkage, complete linkage, centroid, dan ward serta 3 jarak kedekatan yaitu jarak euclidean, manhattan, dan squared euclidean. 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Analisis Kelompok Analisis kelompok (Cluster analiysis) merupakan sebuah metode analisis untuk mengelompokkan objek-objek pengamatan menjadi beberapa kelompok sehingga akan diperoleh kelompok dimana objek-objek dalam satu kelompok mempunyai banyak persamaan sedangkan dengan anggota kelompok yang lain mempunyai banyak perbedaan. Prosedur cluster hierarki terdiri atas dua yaitu metode agglomerative dan divisive. Pada metode agglomerative, langkah pertama masing-masing obyek pengamatan dijadikan sebagai kelompok yang memiliki satu anggota setiap kelompok. Langkah selanjutnya dua kelompok (atau obyek) yang memiliki jarak terdekat dikombinasikan ke dalam satu kelompok. Sedangkan pada metode divisive dilakukan hal yang sebaliknya, jadi semua obyek pengamatan dianggap sebagai satu kelompok kemudian dipisah sampai terbentuk kelompok-kelompok dengan anggota satu. Lima algoritma metode agglomerative yang digunakan untuk membentuk cluster adalah (1) single linkage, (2) complete linkage, (3) average linkage, (4) metode ward’s, dan (5) metode centroid. Algoritmanya dihitung berdasarkan jarak antar kelompok. 2.2 Ukuran Kehomogenan Dalam dan Antar Kelompok Kinerja kelima metode penggabungan digunakan kriteria dua nilai simpangan baku, yaitu rata-rata simpangan baku dalam kelompok (Sw) dan simpangan baku antar kelompok (SB) (Bunkers et al. 1996). Rumus rata-rata simpangan baku dalam kelompok (Sw): K
S w K 1 S k
(2.1)
k 1
Dimana: K = banyaknya kelompok yang terbentuk Sk = simpangan baku kelompok ke-k.
2
Rumus simpangan baku antar kelompok (SB) K 2 1 S B K 1 X k X k 1
1/ 2
(2.2)
Dimana:
X k = rataan kelompok ke-k
X = rataan keseluruhan kelompok Semakin kecil nilai Sw dan semakin besar nilai SB, maka metode tersebut memiliki kinerja yang baik, artinya mempunyai homogenitas yang tinggi. Dengan kata lain metode yang dipilih adalah metode yang mempunyai nilai Sw yang minimum dan nilai SB yang maksimum. 2.3 Analisis Diskriminan Analisis Diskriminan merupakan salah satu metode analisis multivariat yang digunakan untuk mengetahui variabel-variabel ciri yang membedakan tiap-tiap kelompok yang terbentuk dan bertujuan untuk mengklasifikasikan beberapa kelompok data yang sudah terkelompokkan dengan cara membentuk kombinasi linear fungsi diskriminan, sedemikian hingga setiap objek menjadi anggota dari salah satu kelompok, selain itu juga menjelaskan hubungan dependensi antara variabel respon dan variabel penjelas. Menurut Dillon (1984), dalam analisis diskriminan dengan p variabel yang diukur terdapat asumsi-asumsi yang harus dipenuhi untuk mendapatkan kombinasi linear fungsi diskriminan yang optimal dengan kesalahan klasifikasi (misclassification error rate) terkecil adalah sebagai berikut. a. Data berdistribusi normal multivariat. b. Matriks varian kovarians antar kelompok homogen. Dalam analisis diskriminan terdapat dua macam pengelompokkan, yaitu untuk dua kelompok dan lebih dari dua kelompok. Namun dalam penelitian ini yang digunakan hanya pengelompokkan untuk lebi dari dua kelompok. Fungsi diskriminan untuk lebih dari dua kelompok (g kelompok) memiliki bentuk umum yi = ei,xi, dimana i = 1, 2, 3, …, s. Dimana ei merupakan eigen vektor dari W-1B. Sedangkan matriks B dan W adalah sebagai berikut: g
B=
n (x I 1
W=
I
g
n I 1
i
i
x)( xi x)'
1 Si
Dimana: xi = vektor rata-rata kelompok ke-i
x = vektor rata-rata keseluruhan Si = Matriks varian-kovarian kelompok ke-i 2.4 Kemiskinan BPS (2002) mendefinisikan kemiskinan merupakan ketidakmampuan individu dalam memenuhi kebutuhan dasar minimal untuk hidup layak. Yaitu kondisi yang berada dibawah garis nilai standar kebutuhan minimum yang disebut garis kemiskinan (poverty line) atau batas kemiskinan (poverty threshold). Menurut SMERU dalam Suharto (2004), secara luas kemiskinan meliputi kekurangan atau tidak memiliki pendidikan, keadaan kesehatan yang buruk, kekurangan transportasi yang dibutuhkan oleh masyarakat. 2.5 Indikator Kemiskinan Indikator kemiskinan pada satu Rumah Tangga Miskin ( PSE BPS) memiliki ciri-ciri, sebagai berikut. 1. Luas lantai bangunan tempat tinggal < 20 m2 per orang 2. Jenis lantai bangunan tempat tinggal terbuat dari tanah/ bambu/ kayu murahan
3
3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
Jenis dinding tempat tinggal terbuat dari bambu/ rumbia/ kayu berkualitas rendah/ tembok tanpa plester Tidak memiliki fasilitas buang air besar/ bersama-sama dengan rumah tangga lain Sumber Penerangan Rumah Tangga tidak menggunakan listrik Sumber air minum berasal dari sumur/ mata air tidak terlindungi/ sungai /air hujan. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/ arang/ minyak tanah Hanya mengkomsumsi daging/ susu/ ayam satu kali dalam seminggu Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun Hanya sanggup makan sebanyak satu/ dua kali dalam sehari Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di Puskesmas/ poliklinik Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani dengan luas lahan 0.5 ha, buruh tani, nelayan, buruh perkebunan atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan dibawah Rp.600.000 (enam ratus ribu rupiah) per bulan Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga: tidak sekolah/ tidak tamat SD/ hanya SD Tidak memiliki tabungan/ barang yang mudah dijual dengan nilai Rp.500.000.-(lima ratus ribu rupiah), seperti: Sepeda motor (kredit/ non kredit), emas, ternak, kapal motor atau barang modal lainnya.
3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data tersebut diperoleh dari Survey Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 2009 yang dipublikasikan oleh BPS Provinsi Jawa Timur. 3.2 Identifikasi Variabel Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: X1 = persentase rumah tangga yang dinding bangunan tempat tinggal terluasnya terbuat dari bambu/kayu berkualitas rendah per Kabupaten/Kota X2 = persentase rumah tangga yang jenis lantai bangunan tempat tinggalnya yang terbuat dari tanah/bambu/kayu berkualitas rendah per Kabupaten/Kota X3 = persentase rumah tangga yang luas lantai bangunan tempat tinggalnya < 20 m2 per Kabupaten/Kota X4 = persentase rumah tangga yang sumber air minumnya dari sumur/mata air tidak terlindung/sungai per Kabupaten/Kota X5 = persentase rumah tangga yang tidak mempunyai fasilitas tempat buang air besar/bersifat umum per Kabupaten/Kota X6 = persentase rumah tangga yang sumber penerangan utamanya bukan listrik per Kabupaten/Kota X7 = persentase rumah tangga yang tidak sanggup membayar biaya pengobatan di Puskesmas/poliklinik per Kabupaten/Kota X8 = persentase rumah tangga yang yang pendidikan tertinggi kepala rumah tangganya SD/tidak tamat per Kabupaten/Kota 3.3 Analisis Data Analisis data dibutuhkan untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini. Langkahlangkah yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Untuk menjawab permasalahan yang pertama, dilakukan analisis statistik deskriptif dari data 8 variabel indikator kemiskinan melalui diagram batang (Lampiran 2). 2. Untuk menjawab permasalahan kedua dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:. a. Memgelompokkan kabupaten/kota di Jawa Timur berdasarkan indikator kemiskinan dengan 5 metode penggabungan serta 3 metode jarak kedekatan kedalam 3 kelompok kabupaten/kota. b. Memaparkan dari setiap anggota kelompok yang terbentuk pada masing-masing kombinasi metode penggabungan dan jarak kedekatan.
4
c. d.
Menghitung ketepatan klasifikasi dari hasil analisis kelompok yang terbentuk dengan analisis diskriminan. Melakukan evaluasi jumlah kelompok pada kelima metode penggabungan dengan kriteria dua nilai simpangan baku, yaitu dalam kelompok (Sw) dan antar kelompok (SB) sehingga didapatkan metode terbaik dengan rumus: (Bunkers et al. 1996) K
S w K 1 S k k 1
Dimana K adalah banyaknya kelompok yang terbentuk dan Sk merupakan simapngan baku kelompok ke-k. K S B ( K 1) 1 ( x k x ) 2 k 1
3.
1
2
Dimana, xk adalah rataan kelompok ke-k dan x adalah rataan keseluruhan kelompok. Semakin kecil nilai Sw dan semakin besar nilai SB, maka metode tersebut memiliki kinerja yang baik, artinya mempunyai homogenitas tinggi. Untuk menjawab permasalahan ketiga dilakukan dengan membandingkan hasil pengelompokkan yang diperoleh dari pengelompokkan angka kemiskinan menurut BPS dengan hasil pengelompokkan kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur berdasarkan 8 indikator kemiskinan menggunakan metode yang paling sesuai.
4. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN Provinsi Jawa Timur memiliki 29 kabupaten dan 9 kota yang mempunyai karakteristik beragam di masing-masing kabupaten/kota. Penelitian ini bertujuan untuk mengelompokkan kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur berdasarkan indikator kemiskinan di wilayah tersebut dengan menggunakan analisis kelompok. Pengelompokkan kabupaten/kota dilakukan berdasarkan hasil 8 variabel indikator kemiskinan dengan menggunakan 5 metode pengelompokkan yaitu single linkage, average linkage, complete linkage, centroid dan ward. Sedangkan metode jarak yang digunakan adalah euclidean, manhattan, dan squared euclidean. 4.1 Analisis Deskriptif 8 Variabel Indikator Kemiskinan Indikator kemiskinan merupakan tolok ukur yang digunakan oleh BPS untuk menghitung angka kemiskinan sehingga dapat ditentukan bahwa suatu rumah tangga tersebut dalam kategori mendekati miskin, miskin, atau sangat miskin. Ada 14 indikator kemiskinan yang digunakan oleh BPS, seperti yang tertera pada sub bab 2.3.2. Penelitian ini menggunakan 8 indikator kemiskinan untuk mengelompokkan kabupaten/kota di Jawa Timur. Dapat dijelaskan bahwa pada tahun 2009 persentase rumah tangga yang dinding bangunan tempat tinggal terluasnya terbuat dari bambu/kayu berkualitas rendah paling banyak terdapat pada kab. Bojonegoro yaitu sebesar 64,83% dan yang paling rendah adalah di kab. Sidoarjo yaitu sebesar 1,28%. Persentase rumah tangga yang jenis lantai bangunan tempat tinggalnya yang terbuat dari tanah/bambu/kayu berkualitas rendah paling banyak terdapat pada kab. Bojonegoro yaitu sebesar 56,54% dan yang paling rendah adalah di kota Malang yaitu sebesar 0,48%. Persentase rumah tangga yang yang luas lantai bangunan tempat tinggalnya < 20 m2 paling banyak terdapat pada kota Surabaya yaitu sebesar 24,46% dan yang paling rendah adalah di kab. Blitar yaitu sebesar 0,17%. Persentase rumah tangga yang sumber air minumnya dari sumur/mata air tidak terlindung/sungai yang paling banyak terdapat pada kab. Sampang yaitu sebesar 14,04% sedangkan yang sumber air minumnya selain dari dari sumur/mata air tidak terlindung/sungai adalah kota Kediri, kota Probolinggo dan kota Batu. Persentase rumah tangga yang tidak mempunyai fasilitas tempat buang air besar/bersifat umum paling banyak terdapat pada kab. Bondowoso yaitu sebesar 79,44% sedangkan yang paling rendah terdapat di kota Batu yaitu sebesar 10,42%. Persentase rumah tangga yang sumber penerangan utamanya bukan listrik paling banyak terdapat pada kab. Sumenep yaitu sebesar 6,86% sedangkan yang sepenuhnya menggunakan sumber penerangan dari listrik adalah kab. Sidoarjo. Persentase
5
rumah tangga yang tidak sanggup membayar biaya pengobatan di Puskesmas/poliklinik paling banyak terdapat pada kota Mojokerto yaitu sebesar 23,94% sedangkan yang paling rendah terdapat di kab. Sidoarjo yaitu sebesar 4,87%. Persentase rumah tangga yang yang pendidikan tertinggi kepala rumah tangganya SD/tidak tamat paling banyak terdapat pada kab. Sampang yaitu sebesar 20,2% sedangkan yang paling rendah terdapat di kota Kediri yaitu sebesar 0,45%. 4.2 Pengelompokkan Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur Pengelompokkan kabupaten/kota di Jawa Timur berdasarkan indikator kemiskinan menggunakan 5 metode penggabungan dan 3 macam jarak kedekatan. Metode pautan pengelompokkan yang digunakan adalah metode single linkage, average linkage, complete linkage, centroid dan ward. Sedangkan metode jarak yang digunakan adalah jarak euclidean, manhattan dan squared euclidean. Pengelom-pokkan dengan banyak metode ini bertujuan untuk melihat konsistensi antara kelima metode tersebut. Melalui variasi metode penggabungan dan jarak kedekatan yang digunakan, maka akan menghasilkan anggota kelompok yang berbeda-beda. 4.2.1 Metode Single Linkage Pengelompokkan kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur berdasarkan indikator kemiskinan menggunakan metode pautan tunggal (single linkage) dengan jarak ecuclidean dibagi menjadi 3 kelompok yaitu: Kelompok 1 : Bondowoso dan Situbondo. Kelompok 2 : Probolinggo, Ngawi, Bojonegoro, Tuban, Sampang dan Pamekasan. Kelompok 3 : Pacitan, Ponorogo, Trenggalek, Tulungagung, Blitar, Kediri, Malang, Lumajang, Jember, Banyuwangi, Pasuruan, Sidoarjo, Mojokerto, Jomabang, Nganjuk, Madiun, Magetan, Lamongan, Gresik, Bangkalan, Sumenep, kota Kediri, kota Blitar, kota Malang, kota Probolinggo, kota Pasuruan, kota Mojokerto, kota Madiun, kota Surabaya dan kota Batu. Pengelompokkan kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur berdasarkan indikator kemiskinan menggunakan metode pautan tunggal (single linkage) dengan jarak manhattan dibagi menjadi 3 kelompok yaitu: Kelompok 1 : Bondowoso, Situbondo, Probolinggo dan Pamekasan. Kelompok 2 : Ngawi, Bojonegoro, Tuban, dan Sampang. Kelompok 3 : Pacitan, Ponorogo, Trenggalek, Tulungagung, Blitar, Kediri, Malang, Lumajang, Jember, Banyuwangi, Pasuruan, Sidoarjo, Mojokerto, Jomabang, Nganjuk, Madiun, Magetan, Lamongan, Gresik, Bangkalan, Sumenep, kota Kediri, kota Blitar, kota Malang, kota Probolinggo, kota Pasuruan, kota Mojokerto, kota Madiun, kota Surabaya dan kota Batu. Pengelompokkan kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur berdasarkan indikator kemiskinan menggunakan metode pautan tunggal (single linkage) dengan jarak squared euclidean dibagi menjadi 3 kelompok yaitu: Kelompok 1 : Bondowoso dan Situbondo. Kelompok 2 : Probolinggo, Pamekasan, Ngawi, Bojonegoro, Tuban, dan Sampang. Kelompok 3 : Pacitan, Ponorogo, Trenggalek, Tulungagung, Blitar, Kediri, Malang, Lumajang, Jember, Banyuwangi, Pasuruan, Sidoarjo, Mojokerto, Jombang, Nganjuk,Madiun, Magetan, Lamongan, Gresik, Bangkalan, Sumenep, kota Kediri, kota Blitar, kota Malang, kota Probolinggo, kota Pasuruan, kota Mojokerto, kota Madiun, kota Surabaya dan kota Batu. 4.2.2 Metode Average Linkage Pengelompokkan kab/kota di Provinsi Jawa Timur berdasarkan indikator kemiskinan menggunakan metode pautan rata-rata (average linkage) dengan jarak ecuclidean dibagi menjadi 3 kelompok yaitu: Kelompok 1 : Ngawi, Bojonegoro, Tuban, dan Sampang. Kelompok 2 : Jember, Bondowoso, Situbondo, Probolinggo, Pamekasan dan Sumenep. Kelompok 3 : Pacitan, Ponorogo, Trenggalek, Tulungagung, Blitar, Kediri, Malang, Lumajang, Banyuwangi, Pasuruan, Sidoarjo, Mojokerto, Jombang, Nganjuk, Madiun, Magetan, Lamongan, Gresik, Bangkalan, kota Kediri, kota Blitar, kota 6
Malang, kota Probolinggo, kota Pasuruan, kota Mojokerto, kota Madiun, kota Surabaya dan kota Batu. Pengelompokkan kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur berdasarkan indikator kemiskinan menggunakan metode pautan rata-rata (average linkage) dengan jarak manhattan dibagi menjadi 3 kelompok yaitu: Kelompok 1 : Bondowoso, Situbondo, Probolinggo dan Pamekasan. Kelompok 2 : Ngawi, Bojonegoro, Tuban, dan Sampang. Kelompok 3 : Pacitan, Ponorogo, Trenggalek, Tulungagung, Blitar, Kediri, Malang, Lumajang, Jember, Banyuwangi, Pasuruan, Sidoarjo, Mojokerto, Jombang, Nganjuk, Madiun, Magetan, Lamongan, Gresik, Bangkalan, Sumenep, kota Kediri, kota Blitar, kota Malang, kota Probolinggo, kota Pasuruan, kota Mojokerto, kota Madiun, kota Surabaya dan kota Batu. Pengelompokkan kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur berdasarkan indikator kemiskinan menggunakan metode pautan rata-rata (average linkage) dengan jarak squared euclidean dibagi menjadi 3 kelompok yaitu Kelompok 1 : Ngawi, Bojonegoro, Tuban dan Sampang. Kelompok 2 : Jember, Sumenep, Bondowoso, Situbondo, Probolinggo dan Pamekasan. Kelompok 3 : Pacitan, Ponorogo, Trenggalek, Tulungagung, Blitar, Kediri, Malang, Lumajang, Banyuwangi, Pasuruan, Sidoarjo, Mojokerto, Jombang, Nganjuk, Madiun, Magetan, , Lamongan, Gresik, Bangkalan, kota Kediri, kota Blitar, kota Malang, kota Probolinggo, kota Pasuruan, kota Mojokerto, kota Madiun, kota Surabaya dan kota Batu. 4.2.3 Metode Complete Linkage Pengelompokkan kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur berdasarkan indikator kemiskinan menggunakan metode pautan lengkap (complete linkage) dengan jarak ecuclidean dibagi menjadi 3 kelompok yaitu: Kelompok 1 : Ngawi, Bojonegoro, Tuban, dan Sampang. Kelompok 2 : Jember, Bondowoso, Situbondo, Probolinggo, Pamekasan dan Sumenep. Kelompok 3 : Pacitan, Ponorogo, Trenggalek, Tulungagung, Blitar, Kediri, Malang, Lumajang, Banyuwangi, Pasuruan, Sidoarjo, Mojokerto, Jombang, Nganjuk, Madiun, Magetan, Lamongan, Gresik, Bangkalan, kota Kediri, kota Blitar, kota Malang, kota Probolinggo, kota Pasuruan, kota Mojokerto, kota Madiun, kota Surabaya dan kota Batu. Pengelompokkan kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur berdasarkan indikator kemiskinan menggunakan metode pautan lengkap (complete linkage) jarak manhattan dibagi menjadi 3 kelompok yaitu: Kelompok 1 : Ngawi, Bojonegoro, Tuban, Bondowoso, Situbondo,dan Sampang. Kelompok 2 : Jember, Probolinggo, Pamekasan dan Sumenep. Kelompok 3 : Pacitan, Ponorogo, Trenggalek, Tulungagung, Blitar, Kediri, Malang, Lumajang, Banyuwangi, Pasuruan, Sidoarjo, Mojokerto, Jombang, Nganjuk, Madiun, Magetan, Lamongan, Gresik, Bangkalan, kota Kediri, kota Blitar, kota Malang, kota Probolinggo, kota Pasuruan, kota Mojokerto, kota Madiun, kota Surabaya dan kota Batu. Pengelompokkan kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur berdasarkan indikator kemiskinan menggunakan metode pautan lengkap (complete linkage) dengan jarak squared euclidean dibagi menjadi 3 kelompok yaitu: Kelompok 1 : Bojonegoro, Tuban dan Sampang. Kelompok 2 : Jember, Probolinggo, Bondowoso, Situbondo, Pamekasan dan Sumenep. Kelompok 3 : Pacitan, Ponorogo, Trenggalek, Tulungagung, Blitar, Kediri, Malang, Lumajang, Banyuwangi, Pasuruan, Sidoarjo, Mojokerto, Jombang, Nganjuk, Madiun, Magetan, Ngawi, Lamongan, Gresik, Bangkalan, kota Kediri, kota Blitar, kota Malang, kota Probolinggo, kota Pasuruan, kota Mojokerto, kota Madiun, kota Surabaya dan kota Batu. 7
4.2.4
Metode Centroid Pengelompokkan kab/kota di Provinsi Jawa Timur berdasarkan indikator kemiskinan menggunakan metode terpusat (centroid) dengan jarak euclidean dibagi menjadi 3 kelompok yaitu: Kelompok 1 : Ngawi, Bojonegoro, Tuban, dan Sampang. Kelompok 2 : Bondowoso, Situbondo, Probolinggo, dan Pamekasan. Kelompok 3 : Pacitan, Ponorogo, Trenggalek, Tulungagung, Blitar, Kediri, Malang, Lumajang, Jember, Banyuwangi, Pasuruan, Sidoarjo, Mojokerto, Jombang, Nganjuk, Madiun, Magetan, Lamongan, Gresik, Bangkalan, Sumenep, kota Kediri, kota Blitar, kota Malang, kota Probolinggo, kota Pasuruan, kota Mojokerto, kota Madiun, kota Surabaya dan kota Batu. Pengelompokkan kab/kota di Provinsi Jawa Timur berdasarkan indikator kemiskinan menggunakan metode terpusat (centroid) dengan jarak manhattan dibagi menjadi 3 kelompok yaitu: Kelompok 1 : Bangkalan. Kelompok 2 : Pacitan, Bondowoso, Lamongan, Situbondo, Probolinggo, Ngawi, Bojonegoro, Tuban, Sampang dan Pamekasan. Kelompok 3 : Ponorogo, Trenggalek, Tulungagung, Blitar, Kediri, Malang, Lumajang, Jember, Banyuwangi, Pasuruan, Sidoarjo, Mojokerto, Jombang, Nganjuk, Madiun, Magetan, Gresik, Sumenep, kota Kediri, kota Blitar, kota Malang, kota Probolinggo, kota Pasuruan, kota Mojokerto, kota Madiun, dan kota Batu. Pengelompokkan kab/kota di Provinsi Jawa Timur berdasarkan indikator kemiskinan menggunakan metode terpusat (centroid) dengan jarak squared euclidean dibagi menjadi 3 kelompok yaitu: Kelompok 1 : Ngawi, Bojonegoro, Tuban dan Sampang. Kelompok 2 : Jember, Probolinggo, Bondowoso, Situbondo, Pamekasan dan Sumenep. Kelompok 3 : Pacitan, Ponorogo, Trenggalek, Tulungagung, Blitar, Kediri, Malang, Lumajang, Banyuwangi, Pasuruan, Sidoarjo, Mojokerto, Jombang, Nganjuk, Madiun, Magetan, Lamongan, Gresik, Bangkalan, kota Kediri, kota Blitar, kota Malang, kota Probolinggo, kota Pasuruan, kota Mojokerto, kota Madiun, kota Surabaya dan kota Batu. 4.2.5 Metode Ward Pengelompokkan kab/kota di Provinsi Jawa Timur berdasarkan indikator kemiskinan menggunakan metode ward dengan jarak euclidean dibagi menjadi 3 kelompok yaitu: Kelompok 1 : Pacitan, Bondowoso, Situbondo, Probolinggo, Ngawi, Bojonegoro, Tuban, Lamongan, Bangkalan, Sampang dan Pamekasan . Kelompok 2 : Ponorogo, Trenggalek, Lumajang, Jember, Banyuwangi, Pasuruan, Mojokerto, Jombang, Nganjuk, Madiun dan Sumenep. Kelompok 3 : Tulungagung, Blitar, Kediri, Malang, Sidoarjo, Magetan, Gresik, kota Kediri, kota Blitar, kota Malang, kota Probolinggo, kota Pasuruan, kota Mojokerto, kota Madiun, kota Surabaya dan kota Batu. Pengelompokkan kab/kota di Provinsi Jawa Timur berdasarkan indikator kemiskinan menggunakan metode ward dengan jarak manhattan dibagi menjadi 3 kelompok yaitu: Kelompok 1 : Pacitan, Lamongan, Nganjuk, Madiun, Bondowoso, Situbondo, Probolinggo, Pamekasan, Bangkalan, Ngawi, Bojonegoro, Tuban, dan Sampang. Kelompok 2 : Ponorogo, Trenggalek, Mojokerto, Jombang Lumajang, Pasuruan, Jember, Banyuwangi, Sumenep, Tulungagung, Kediri, Malang, Magetan, Blitar, Gresik dan kota Batu. Kelompok 3 : Sidoarjo, kota Kediri, kota Blitar, kota Malang, kota Probolinggo, kota Pasuruan, kota Mojokerto, kota Madiun dan kota Surabaya
8
Pengelompokkan kab/kota di Provinsi Jawa Timur berdasarkan indikator kemiskinan menggunakan metode ward dengan jarak squared euclidean dibagi menjadi 3 kelompok yaitu: Kelompok 1 : Ngawi, Bojonegoro, Tuban dan Sampang. Kelompok 2 : Jember, Probolinggo, Bondowoso, Situbondo, Pamekasan dan Sumenep. Kelompok 3 : Pacitan, Ponorogo, Trenggalek, Tulungagung, Blitar, Kediri, Malang, Lumajang, Banyuwangi, Pasuruan, Sidoarjo, Mojokerto, Jombang, Nganjuk, Madiun, Magetan, Lamongan, Gresik, Bangkalan, kota Kediri, kota Blitar, kota Malang, kota Probolinggo, kota Pasuruan, kota Mojokerto, kota Madiun, kota Surabaya dan kota Batu. 4.3 Evaluasi Hasil Pengelompokkan Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur Langkah selanjutnya yang dilakukan setelah melakukan pengelompokkan kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur berdasarkan indikator kemiskinan adalah melakukan evaluasi terhadap hasil pengelompokkan yang telah terbentuk pada masing-masing metode penggabungan dan jarak kedekatan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar ketepatan klasifikasi dari hasil analisis kelompok tersebut, yang selanjutnya dapat dijadikan acuan sebagai pemilihan metode penggabungan dan jarak kedekatan yang sesuai. Tabel 4.1 Ketepatan Klasifikasi pada Tiap Metode dan Jarak Kedekatan Metode
Jarak Kedekatan Euclidean
Manhattan
Squared Euclidean
Single Linkage
100%
100%
100%
Average Linkage
97,4%
100%
97,4%
Complete Linkage
97,4%
100%
97,4%
Centroid
100%
*
97,4%
Ward 100% * 97,4% Keterangan: * Tidak dapat dicari ketepatan klasifikasinya karena ada salah satu kelompok yang beranggotakan hanya satu kabupaten/kota.
Hasil pengklasifikasian dengan analisis diskriminan menunjukkan bahwa ketepatan klasifikasi pada masing-masing kelompok dengan metode single linkage untuk ketiga jarak kedekatan sebesar 100%, begitu juga hasil pengelompokkan dengan metode average linkage dan complete linkage untuk jarak manhattan serta metode centroid dan ward untuk jarak euclidean. Sementara hasil pengelompokkan dengan metode average linkage dan complete linkage untuk jarak ecludian serta squared euclidean, metode centroid dan ward untuk jarak squared euclidean masing-masing sebesar 97,4% yang artinya terdapat kesalahan klasifikasi sebesar 2,6%. Evaluasi pada masing-masing metode dan jarak kedekatan telah dilakukan dengan analisis diskriminan. Berdasarkan analisis tersebut dapat dikatakan bahwa pengelompokkan kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur berdasarkan indikator kemiskinan dengan berbagai metode pengelompokkan dan jarak kedekatan menunjukkan hasil yang cukup tepat bahkan sangat tepat. 4.4 Pemilihan Metode Terbaik dengan Kriteria Sw dan SB Semakin kecil nilai Sw dan semakin besar nilai SB, maka metode tersebut memiliki kinerja yang baik, artinya mempunyai homogenitas yang tinggi. Dengan kata lain metode yang dipilih adalah metode yang mempunyai nilai Sw yang minimum dan nilai SB yang maksimum. Perhitungan nilai SW dan SB selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.2. Penentuan metode yang terbaik digunakan kriteria ratio antara nilai SW dan SB. Semakin kecil nilai ratio, maka semakin baik metode tersebut. Hal ini didasarkan bahwa metode yang baik adalah metode dengan nilai SW yang kecil dan nilai SB yang besar.
9
Tabel 4.2 Nilai SW dan SB SW
SB
Ratio (SW/SB)
Single Linkage ( Euclidean)
5.031253026
17.94746759
0.280332197
Single Linkage ( Manhattan)
5.109332231
17.66519484
0.289231581
Single Linkage ( SquaredEuclidean)
5.031253026
17.94746759
0.280332197
Average Linkage (Manhattan)
5.076206009
17.66519484
0.287356356
Complete Linkage (Manhattan)
5.652157541
15.12416783
0.373716928
Centroid (Euclidean)
5.109332231
17.66519484
0.289231581
Matode
Ward (Euclidean) 5.072696427 10.51537084 0.482407754 Angka yang dicetak tebal (bold) menunjukkan nilai ratio (Sw/SB) terkecil pada kelompok yang memiliki anggota berbeda Angka yang dicetak miring (italic) menunjukkan nilai ratio (Sw/SB) terkecil pada kelompok yang memiliki anggota sama
Tabel 4.2 di atas dapat diketahui bahwa metode single linkage dengan jarak euclidean dan squared euclidean memeliki anggota kelompok yang sama sehingga nilai ratio Sw dan SB yang diperoleh juga sama yaitu sebesar 0.280332197 (angka bercetak miring). Hal ini dapat disimpulkan bahwa pengelompokkan menggunakan single linkage dengan jarak euclidean dan squared euclidean akan menghasilkan anggota yang sama pada tiap kelompoknya. Sementara untuk kelompok yang memiliki anggota berbeda, metode average linkage dengan jarak manhattan memiliki nilai ratio Sw dan SB terkecil yaitu sebesar 0.287356356. Dengan kata lain dapat diperoleh kesimpulan bahwa metode single linkage merupakan metode pengelompokkan terbaik untuk mengelompokkan kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur berdasarkan indikator kemiskinan. 4.5 Perbandingan Hasil Pengelompokkan Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur Setelah diperoleh metode yang paling sesuai untuk mengelompokkan kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur berdasarkan 8 variabel indikator kemiskinan yaitu dengan metode single linkage dan jarak euclidean ataupun squared euclidean, kemudian dilakukan pemetaan dari hasil pengelompokkan tersebut dan akan dibandingkan dengan hasil pemetaan angka kemiskinan BPS pada tahun 2009 yang diukur berdasarkan 14 indikator kemiskinan.
Gambar 4.1 Peta Tematik Angka Kemiskinan Jawa Timur per Kab/Kota Tahun 2009
10
Gambar 4.1 merupakan peta tematik Provinsi Jawa Timur berdasarkan angka kemiskinan per kabupaten/kota pada tahun 2009 yang menjelaskan bahwa tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Timur dibagi menjadi 3 kategori. Kabupaten/kota yang berwarna biru termasuk dalam rumah tangga mendekati miskin yaitu kab. Tulungagung, kab. Banyuwangi, kab. Sidoarjo, kota Kediri, kota Blitar, kota Malang, kota Pasuruan, kota Madiun, kota Surabaya, dan kota Batu. Kabupaten/kota yang berwarna hijau termasuk dalam rumah tangga miskin yaitu kab. Pacitan, kab. Ponorogo, kab. Trenggalek, kab. Blitar, kab. Kediri, kab. Malang, kab. Lumajang, kab. Jember, kab. Bondowoso, kab. Situbondo, kab. Pasuruan, kab. Mojokerto, kab. Jombang, kab. Nganjuk, kab. Madiun, kab. Magetan, kab. Ngawi, kab. Bojonegoro, kab. Lamongan, kab. Gresik, dan kota Probolinggo. Sedangkan kabupaten/kota yang berwarna kuning merupakan kategori rumah tangga sangat miskin yaitu kab. Tuban, kab. Probolinggo, kab. Bangkalan, kab. Sampang, kab. Pamekasan, dan kab. Sumenep. Sedangkan hasil pemetaan dari pengelompokkan kabupaten/kota di Provinsi Jawa berdasarkan 8 indikator kemiskinan menggunakan metode single linkage jarak euclidean ataupun squared euclidean adalah sebagai berikut:
Gambar 4.2 Peta Tematik Hasil Pengelompokkan dengan Metode Single Linkage dan Jarak Euclidean
Gambar 4.17 merupakan pemetaan dari hasil pengelompokkan kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur berdasarkan 8 variabel indikator kemiskinan dengan metode single linkage dan jarak euclidean. Berdasarkan Gambar 4.2 terlihat bahwa kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur terbagi menjadi 3 kelompok. Kelompok 1 adalah kabupaten/kota yang berwarna kuning merupakan kategori rumah tangga sangat miskin yaitu Bondowoso dan Situbondo. Kelompok 2 adalah kabupaten/kota yang berwarna hijau termasuk dalam kategori rumah tangga miskin yaitu Probolinggo, Ngawi, Bojonegoro, Tuban, Sampang dan Pamekasan. Sedangkan kelompok 3 adalah kabupaten/kota yang berwarna biru termasuk dalam kategori rumah tangga mendekati miskin yaitu Pacitan, Ponorogo, Trenggalek, Tulungagung, Blitar, Kediri, Malang, Lumajang, Jember, Banyuwangi, Pasuruan, Sidoarjo, Mojokerto, Jombang, Nganjuk,Madiun, Magetan, Lamongan, Gresik, Bangkalan, Sumenep, kota Kediri, kota Blitar, kota Malang, kota Probolinggo, kota Pasuruan, kota Mojokerto, kota Madiun, kota Surabaya dan kota Batu.
11
Gambar 4.3 Peta Tematik Hasil Pengelompokkan dengan Metode Single Linkage dan Jarak Squared Euclidean
Gambar 4.3 merupakan pemetaan dari hasil pengelompokkan kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur berdasarkan 8 variabel indikator kemiskinan dengan metode single linkage dan jarak squared euclidean. Berdasarkan Gambar 4.3 terlihat bahwa kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur terbagi menjadi 3 kelompok. Kelompok 1 adalah kabupaten/kota yang berwarna kuning merupakan kategori rumah tangga sangat miskin yaitu Bondowoso dan Situbondo. Kelompok 2 adalah kabupaten/kota yang berwarna hijau termasuk dalam kategori rumah tangga miskin yaitu Probolinggo, Ngawi, Bojonegoro, Tuban, Sampang dan Pamekasan. Sedangkan kelompok 3 adalah kabupaten/kota yang berwarna biru termasuk dalam kategori rumah tangga mendekati miskin yaitu Pacitan, Ponorogo, Trenggalek, Tulungagung, Blitar, Kediri, Malang, Lumajang, Jember, Banyuwangi, Pasuruan, Sidoarjo, Mojokerto, Jombang, Nganjuk,Madiun, Magetan, Lamongan, Gresik, Bangkalan, Sumenep, kota Kediri, kota Blitar, kota Malang, kota Probolinggo, kota Pasuruan, kota Mojokerto, kota Madiun, kota Surabaya dan kota Batu. 4.5 Kesesuaian Hasil Pengelompokkan Kemiskinan Berdasarkan BPS dengan Metode Single Linkage Setelah didapatkan metode pengelompokkan terbaik, selanjutnya adalah melakukan pemeriksaan terhadap hasil pengelompokkan yang terbentuk dan mmbandingkannya dengan hasil pengelompokkan kemiskinan yang dilakukan oleh BPS. Hal ini bertujuan untuk melihat konsistensi kabupaten/kota yang masuk pada tiap anggota kelompok. Selain itu dapat dilihat juga kemiripan karakteristik dari kabupaten/kota yang masuk dalam kelompok yang sama, sehingga dapat diketahui karakteristik yang membedakan kelompok satu dengan yang lainnya. Diperoleh informasi bahwa rata-rata total dari 8 variabel indikator kemiskinan pada kelompok 2 sebesar 9.9036625 dan rata-rata angka kemiskinannya sebesar 18.08 serta dapat dikatakan bahwa kelompok 3 ini merupakan kabupaten yang termasuk dalam kategori rumah tangga miskin. Kelompok 2 memiliki rata-rata total dari 8 variabel indikator kemiskinan sebesar 23.66625 dan rata-rata angka kemiskinannya sebesar 24.54 serta dapat dikatakan bahwa kelompok 1 ini merupakan kabupaten yang termasuk dalam kategori rumah tangga sangat miskin. Sedangkan rata-rata total dari 8 variabel indikator kemiskinan pada kelompok 1 sebesar 21.7267 dan rata-rata angka kemiskinannya sebesar 14.1 serta dapat dikatakan bahwa kelompok 3 ini merupakan kabupaten/kota yang termasuk dalam kategori rumah tangga mendekati miskin.
12
Tabel 4.4 Kesesuaian Anggota Tiap Kelompok Kab/Kota
BPS 2
Single Linkage 1
Kesimpulan Tidak Sesuai
Ponorogo
2
1
Tidak Sesuai
Trenggalek
2
1
Tidak Sesuai
Tulungagung
1
1
Sesuai
Blitar
2
1
Tidak Sesuai
Kediri
2
1
Tidak Sesuai
Malang
2
1
Tidak Sesuai
Lumajang
2
1
Tidak Sesuai
Jember
2
1
Tidak Sesuai
Banyuwangi
1
1
Sesuai
Bondowoso
2
2
Sesuai
Situbondo
2
2
Sesuai
Probolinggo
3
3
Sesuai
Pasuruan
2
1
Tidak Sesuai
Sidoarjo
1
1
Sesuai
Mojokerto
2
1
Tidak Sesuai
Jombang
2
1
Tidak Sesuai
Nganjuk
2
1
Tidak Sesuai
Madiun
2
1
Tidak Sesuai
Magetan
2
1
Tidak Sesuai
Ngawi
2
3
Tidak Sesuai
Bojonegoro
2
3
Tidak Sesuai
Tuban
3
3
Sesuai
Lamongan
2
1
Tidak Sesuai
Gresik
2
1
Tidak Sesuai
Bangkalan
3
1
Tidak Sesuai
Sampang
3
3
Sesuai
Pamekasan
3
3
Sesuai
Sumenep
3
1
Sesuai
Kota Kediri
1
1
Sesuai
Kota Blitar
1
1
Sesuai
Kota Malang
1
1
Sesuai
Kota Probolinggo
1
1
Sesuai
Kota Pasuruan
1
1
Sesuai
Kota Mojokerto
2
1
Tidak Sesuai
Kota Madiun
1
1
Sesuai
Kota Surabaya
1
1
Sesuai
Kota Batu
1
1
Sesuai
Pacitan
13
Tabel 4.4 di atas menjelaskan bahwa hasil pengelompokkan kemiskinan yang dilakukan BPS berbeda dengan hasil pengelompokkan yang dilakukan menggunakan metode terbaik yaitu single linkage. Menurut BPS ada 22 kabupaten/kota yang termasuk dalam kategori rumah tangga miskin, 11 kabupaten/kota kategori rumah tangga mendekati miskin serta 5 kabupaten/kota termasuk dalam kategori sangat miskin. Namun hasil pengelompokkan dengan metode single linkage menghasilkan 2 kabupaten yang termasuk dalam kategori rumah tangga miskin, 30 kabupaten/kota kategori rumah tangga mendekati miskin serta 6 kabupaten/kota termasuk dalam kategori sangat miskin. Sehingga dapat dikatakan bahwa ada 20 kabupaten/kota yang memiliki pengelompokkan berbeda menurut BPS dengan metode single linkage. Hal ini mungkin terjadi karena banyaknya variabel indikator yang digunakan berbeda. 5 KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan, maka kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah: 1. Angka kemiskinan tertinggi diantara 38 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur adalah kabupaten Sampang yaitu sebesar 31,94% dan angka kemiskinan terendah adalah kota Batu yaitu sebesar 4,81%. 2. Metode single linkage merupakan metode pengelompokkan terbaik untuk mengelompokkan kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur berdasarkan indikator kemiskinan. 3. Hasil pengelompokkan kemiskinan yang dilakukan BPS berbeda dengan hasil pengelompokkan yang dilakukan menggunakan metode terbaik yaitu single linkage. Menurut BPS ada 22 kabupaten/kota yang termasuk dalam kategori rumah tangga miskin, 11 kabupaten/kota kategori rumah tangga mendekati miskin serta 5 kabupaten/kota termasuk dalam kategori sangat miskin. Namun hasil pengelompokkan dengan metode single linkage menghasilkan 2 kabupaten yang termasuk dalam kategori rumah tangga miskin, 30 kabupaten/kota kategori rumah tangga mendekati miskin serta 6 kabupaten/kota termasuk dalam kategori sangat miskin. Sehingga dapat dikatakan bahwa ada 20 kabupaten/kota yang memiliki pengelompokkan berbeda menurut BPS dengan metode single linkage. DAFTAR PUSTAKA Aini, N. (2003). Pengelompokkan Wilayah Jawa Timur berdasarkan Indeks Kemiskinan Manusia Sebelum dan Sesudah Krisis Ekonomi. Tugas Akhir Jurusan Statistika ITS: Surabaya. BPS. (2002). Penduduk Fakir Miskin Indonesia 2002. BPS: Jakarta. BPS. (2009). Survey Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) Tahun 2009. BPS: Jakarta. BPS. (2010). Profil Kemiskinan di Indonesia Maret 2010. BPS: Jakarta. Bunkers W.J., Miller J.R., DeGaetano A.T. 1996. Definition of Climate Regions in the Northern Plains Using an Objective Cluster Modification Technique. J.Climate 9:130146. DEPKOMINFO. (2007). Pemerintah Pusat Bantu Jatim Tanggulagi Kemiskinan Melaui PKH,
[diunduh 5 Februari 2011]. Dillon, W. R, and Goldstein, M. (1984). Multivariate Analysis Methods and Aplication. John Willey & Sons: Canada. Johnson, R.A and Winchern, D.W. (2002). Applied Multivariate Analysis, Third Edition. Prentice Hall Inc:New Jersey. Rencher, A.C. (2002). Methods of Multivariate Analysis. Second Edition. United States of America Suara Merdeka. (2007). Kemiskinan di Indonesi Kemiskinan Kronis,[diund uh 5 Februari 2011]. Suharto, E. (2004). Kemiskinan dan Keberfungsian Sosial: Studi Kasus Rumah Tangga Miskin di Indonesia. STKS Press: Bandung.
14