Korupsi Struktural; Analisis Database Korupsi Versi 4 (2001-2015)
Rimawan Pradiptyo Timotius Hendrik Partohap Pramashavira Laboratorium Ilmu Ekonomi, Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Gadjah Mada 5 April 2016
Pendahuluan Korupsi Narkoba Perpajakan Illegal Logging
• Database korupsi adalah salah satu dari beberapa database kejahatan yang disusun oleh Laboratorium Ilmu Ekonomi, FEB, UGM. • Database didasarkan pada putusan MA yang dapat diakses publik di putusan.MahkamahAgung.go.id • Database-database ini selalu diupdate dari waktu ke waktu terutama untuk keperluan penelitian, meski dapat pula digunakan sebagai masukan 2 kebijakan.
Perkembangan Database Korupsi
V2 2001-2012 • 549 kasus • 831 terdakwa V1 2001-2009
• 1289 kasus • 1831 terdakwa
V4 2001-2015 • 1518 Kasus • 2142 Terdakwa
• 2321 • 3109 Terdakwa
V3 2001-2013
3
Sumber Data
MA In Krach hanya di level MA atau PK
KPK In Krach di level MA dan PK
In Krach di level Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi
• Kami ucapkan terimakasih kepada Ibu Yuyuk Andriati dan Pak Budi Prasetyo dari Humas KPK yang membantu peneliti mendapatkan akses putusan pengadilan kasus-kasus yang ditangani KPK baik di tingkat MA, PT maupun PN • Data putusan MA kami akses dari situs 4 putusan.MahkamahAgung.go.id
Karakteristik Update Data • Update data putusan pengadilan cenderung tidak linear: – Update di tahun 2015 seringkali berisi peningkatan putusanputusan untuk tahun-tahun sebelumnya
• Pola ini berbeda dengan perilaku data ekonomi pada umumnya. • Konsekuensi: diperlukan sumberdaya yang lebih tinggi untuk melakukan update data putusan pengadilan dibandingkan update data ekonomi • Hasil update data ditampilkan di Peta Korupsi di situs CegahKorupsi.feb.ugm.ac.id.
5
Distribusi Kasus Korupsi Distribusi Terdakwa & Terpidana Gurem (
409 381
395 398 372 372 326 301 254
Kecil (Rp10 juta - Rp99.9 juta)
299 288 254 219
Sedang (Rp100 juta - Rp999.9 juta)
185 178 194 186 121
9 7
140
Besar (Rp1 miliar - Rp24.9 miliar)
102
61 36 34 17 26 12
48
Kakap (Rp25 miliar atau lebih)
Terdakwa
Terpidana
6
Distribusi Terdakwa dan Koruptor Menurut Gender GENDER TERDAKWA TERDAKWA Tidak Bersalah, 546, 18% Bersalah, 2563, 82%
202, 8%
Tidak Bersalah
Laki-Laki
Bersalah
Perempuan
2361, 92%
Distribusi Wilayah Terpidana Wilayah Terpidana MALUKU DAN PAPUA
• Keberadaan terpidana korupsi masih didominasi di Jawa dan Sumatera • Terdapat hubungan yang erat antara pusat pemerintahan dan aktivitas ekonomi dengan jumlah terpidana korupsi. • Nilai total korupsi masih didominasi oleh Jabodetabek dan Sumatera yaitu Rp121,3 T (harga berlaku), 94,08% dari total korupsi, atau senilai Rp195,14 T di tahun 2015
111
BALI & NT
136
SULAWESI
360
KALIMANTAN
225
SUMATERA
578
JAWA LAIN
735
JABODETABEK
424 0
100
200
300
400
500
600
700
800
8
Kerugian Negara Menurut Wilayah Wilayah Jabodetabek Jawa Lain Sumatera Kalimantan Sulawesi Bali & NT Maluku dan Papua Total
Harga Berlaku (Rp Miliar) 88,207.4 4,012.1 33,137.0 1,640.8 1,580.2 123.5 275.2 128,976.1
Kerugian Negara Harga Konstan Proporsi (Rp Miliar) Proporsi 68.39% 129,258.0 63.03% 3.11% 5,110.5 2.49% 25.69% 65,881.4 32.12% 1.27% 2,562.5 1.25% 1.23% 1,779.6 0.87% 0.10% 147.1 0.07% 0.21% 341.8 0.17% 100.00% 205,080.8 100.00% 9
Distribusi Pekerjaan Terpidana Pekerjaan Terpidana 1115
670 559
149 62 PNS
BUMN/D
LEMBAGA INDEPENDENT
POLITISI
SWASTA/LAINLAIN
• Korupsi oleh politisi (legislator dan kepala daerah) dan swasta (1420 terpidana) ternyata mengalahkan jumlah pelaku korupsi PNS (1115 terpidana) • Total nilai korupsi oleh politisi dan swasta mencapai Rp 50,1 T (harga berlaku) atau 39,09% (setara dengan Rp86,4 T dengan harga tahun 2015) • Perlu reorientasi strategi penanggulangan korupsi untuk fokus ke korupsi oleh politisi dan swasta 10
Kerugian Negara Menurut Pekerjaan (lanjutan)
Jenis Pekerjaan PNS BUMN/D Lembaga Independen Legislatif Kepala Daerah Swasta/Lainnya Total
Perpidan a Korupsi % 1115 43.71% 149 5.84%
Kerugian Negara (harga berlaku) 21.3 4.5
62 480 75 670
2.43% 18.82% 2.94% 26.26%
52.4 1.6 1.4 47.1
2551
100.00%
128.2
Kerugian Negara (harga % konstan 2015) 16.59% 26.9 3.48% 8.7
% 13.22% 4.27%
40.84% 1.27% 1.08% 36.74%
40.14% 0.97% 0.88% 40.53%
100.00%
81.8 2.0 1.8 82.6 203.9
11 100.00%
Jenis Korupsi yang Ditangani KPK (KPK, 2015) 250 224
Pengadaan Barang/Jasa
200
Perijinan 150
142
10% 4%
1% 3%
30%
100
Pungutan 44
50 19 0
Penyuapan
20
4% 14
5
48%
Penyalahgunaan Anggaran
TPPU Merintangi Proses KPK
Pelaku Korupsi yang Ditangani KPK (KPK, 2015) 180
167
160 Politisi
140
128
123
Kepala Lembaga/Kementerian
120
10%
100
Duta Besar
32%
80
Komisioner 53
60
25% Eselon I / II / III
40 23 20
0
4
7
13
4% 1% 1%
3% 24%
Hakim Swasta
Lainnya
Kerugian Negara Menurut Pekerjaan Proporsi Kerugian Negara
Distribusi Pekerjaan Terpidana Korupsi
17% 37%
3%
PNS BUMN/D
PNS
26%
BUMN/D
Lembaga Independen
1% 1%
41%
Legislatif
44% 3%
Legislatif
Kepala Daerah Swasta/Lainnya
Lembaga Independen
19%
2% 6%
Kepala Daerah Swasta/Lainnya
14
Apakah Hukuman Menjerakan? Total Kerugian Negara vs Hukuman Finansial (Triliun)
203.9
128.2
65.5
29.7 KERUGIAN NEGARA
13.6
TUNTUTAN HUKUMAN FINANSIAL Harga Berlaku
21.3
HUKUMAN FINANSIAL (PUTUSAN PENGADILAN)
Harga Konstan (2015)
• Hukuman finansial adalah gabungan nilai hukuman Denda, Hukuman Pengganti dan Perampasan Barang Bukti (aset) • Aset non moneter tidak dimasukkan karena tidak ada nilai taksiran dari aset tersebut di putusan pengadilan • Penggunaan harga konstan (2015) adalah upaya untuk penyetaraan nilai korupsi dan hukuman finansial dalam konteks kekinian. Hal ini perlu dilakukan mengingat inflasi di Indonesia cenderung tinggi 15
Rata-rata dan Median Hukuman Finansial Median (Juta)
Rata-rata (Miliar) 446.5
40.6
240.9 200.0
11.9
KERUGIAN NEGARA
TUNTUTAN HUKUMAN FINANSIAL
150.0
4.5
5.3
HUKUMAN FINANSIAL (PN)
HUKUMAN FINANSIAL (INKRACH)
KERUGIAN NEGARA
TUNTUTAN HUKUMAN FINANSIAL HUKUMAN FINANSIAL 16 HUKUMAN FINANSIAL (PN) (INKRACH)
Hukuman Finansial Menurut Pekerjaan Kerugian Negara (A) (Rp Miliar) PNS
Tuntutan Jaksa (B) (Rp Miliar)
Putusan Pengadilan % (C/A) (C) (Rp Miliar)
% (B/A)
21,271
1,044
4.9%
844
4.0%
4,462
2,435
54.6%
2,109
47.3%
52,368
17,052
32.6%
302
0.6%
Legislatif
1,634
537
32.8%
402
24.6%
Kepala Daerah
1,391
881
63.3%
770
55.3%
Swasta/Lainnya
47,110
7,786
16.5%
9,126
19.4%
BUMN/D Lembaga Independen
17
Hukuman Finansial Menurut Pekerjaan (lanjutan) • Secara umum hukuman finansial kepada para terpidana korupsi cenderung suboptimal (lebih rendah dari kerugian negara yang diakibatkan) • Hukuman finansial kepada para kepala daerah cenderung lebih proporsional terhadap nilai kerugian negara, dibandingkan pekerjaan lain • Hukuman finansial kepada para legislator dan swasta cenderung lebih rendah daripada kerugian negara yang diakibatkan 18
Hukuman Finansial Menurut Skala Korupsi Terpi dan Avg. Kerugian Skala Korupsi a Negara (A) Gurem
Avg Tuntutan Jaksa (B)
Avg Putusan Pengadilan B/A (%) (C) C/A (%)
62
119,934
512
10,198,507
21,405,450
209.9%
101,505,468
995.3%
1062
154,962,172
170,303,109
109.9%
664,341,936
428.7%
Besar
779
1,417,735,018
699,716,427
49.4%
516,807,423
36.5%
Kakap
148
22.1% 4,021,250,522
8.3%
Kecil Sedang
2,037,049 1698.5%
48,453,559,408 10,710,261,681
4,111,515 3428.1%
19
Hukuman Finansial Menurut Skala Korupsi (lanjutan) • Hukuman finansial kepada terpidana korupsi cenderung ‘tajam ke bawah tapi tumpul ke atas’ • Koruptor kelas gurem (nilai korupsi < Rp10 juta) dihukum rata-rata 3.428% lebih tinggi dari kerugian negara yang diciptakan • Koruptor kelas kakap (nilai korupsi Rp25 M ke atas) hanya dihukum ratarata 8,3% dari nilai kerugian negara yang diciptakan • Perlu revisi UU Tipikor agar hukuman yang diberikan kepada para terpidana korupsi menjadi proporsional dengan biaya sosial korupsi yang ditimbulkannya. • Pertanyaan: mengapa DPR sibuk mengajukan RUU Revisi KPK tapi tidak mengajukan RUU Revisi TIPIKOR agar hukuman kepada para terpidana korupsi proporsional?? 20
Nilai Subsidi Kepada Koruptor Subsidi Kepada Koruptor 200 180
182.6
160 140
120 100
114.6
80 60 40 20 0 Harga Berlaku
Harga Konstan (2015)
• Koruptor besar (Rp1MRp24,9M) dan koruptor kakap (Rp25M ke atas) cenderung ‘disubsidi’ oleh rakyat • Nilai hukuman finansial mereka jauh lebih rendah daripada kerugian negara yang diakibatkannya 21
Subsidi Koruptor, Beban Siapa? Nilai kerugian negara (biaya sosial eksplisit) Rp203,9 T, namun total hukuman finansial hanya Rp21,26 T (10,42%) Belum menghitung BIAYA SOSIAL KORUPSI!
Lalu siapa yang menanggung kerugian sebesar Rp203,9 T – Rp21,26 T = Rp182,64 Triliun tersebut? Tentu saja para pembayar pajak yang budiman: Ibu-ibu pembeli susu formula untuk bayi mereka Mahasiswa dan pelajar yang membeli buku teks mereka Orang sakit yang membeli obat-obatan di apotek dan toko obat Generasi di masa datang yang mungkin saat ini belum lahir
Sepertinya hanya di Indonesia para koruptor disubsidi oleh rakyat dan generasi muda di masa datang! 22
Potensi Re-Alokasi Subsidi Koruptor Kesehatan
Pendidikan
• Seluruh Masyarakat Indonesia Gratis Biaya BPJS hingga Rp 60.000/bulan • Pembangunan 600 Rumah Sakit Standard Internasional
• Meluluskan 182.000 Magister Luar Negeri atau 45.500 Doktor Luar Negeri • Meluluskan 546.000 Sarjana dengan standard PTN Top Indonesia
Infrastruktur
Olahraga
• Pembangunan Jalan Tol Sepanjang lebih dari 10.000 km • Pembangunan MRT sepanjang 202 km.
• Pembangunan 182 Stadion Sepakbola Standard Internasional • Membiayai 20 orang Rio Haryanto selama 40 tahun 23
Estimasi Biaya Sosial Korupsi (KPK, 2012) SUMBER DAYA ALAM (0.18%) • Biaya sosial • Hukuman finansial
= Rp 923 milyar = Rp 2 milyar
PERDAGANGAN (2.09%) • Biaya sosial • Hukuman finansial
= Rp 218 milyar = Rp 5 milyar
INFRASTRUKTUR (26.59%) • Biaya sosial • Hukuman finansial
= Rp 9.6 milyar = Rp 2.5 milyar
PELAYANAN PUBLIK (25.48%) • Biaya sosial • Hukuman finansial
= Rp 75 milyar = Rp 19 milyar
• Subsidi kepada koruptor di atas belum sepenuhnya mencerminkan biaya sosial korupsi • Nilai biaya sosial korupsi di 4 kasus ternyata jauh lebih besar daripada besarnya kerugian negara di 4 kasus tersebut (KPK, 2012) 24
Biaya Sosial Korupsi (KPK, 2012) • Biaya Eksplisit Korupsi
1 2 Biaya Reaksi Korupsi
3
Biaya Implisit Korupsi
•
Biaya Antisipasi Korupsi
•
4
•
Biaya Eksplisit Korupsi – Nilai uang yang dikorupsi, baik itu dinikmati sendiri maupun bukan (kerugian negara secara eksplisit) Biaya Implisit Korupsi – Opportunity costs akibat korupsi, termasuk beban cicilan bunga di masa datang yang timbul akibat korupsi di masa lalu – Perbedaan multiplier ekonomi antara kondisi tanpa adanya korupsi dengan kondisi jika terdapat korupsi Biaya Antisipasi Tindak Korupsi – Biaya sosialisasi korupsi sebagai bahaya laten – Reformasi birokrasi untuk menurunkan hasrat korupsi (memisahkan orang korupsi karena terpaksa atau karena keserakahan) Biaya Akibat Reaksi Terhadap Korupsi – Biaya peradilan (jaksa, hakim, dll) – Biaya penyidikan (KPK, PPATK, dll) – Policing costs (biaya operasional KPK, PPATK dll) – Biaya proses perampasan aset di luar dan di dalam negeri
Kerugian Negara vs Kerugian Ekonomi (KPK, 2012) Kasus di Sektor Kehutanan Perdagangan
Biaya Sosial Hukuman Kerugian Korupsi Finansial Negara (A) Tercatat (B) (C ) B/A (%)
C/A (%)
C/B (%)
Rp10,2 Miliar Rp 923,2 Miliar
Rp 1,7 Miliar 9.040,22% 16.65%
0,18%
Rp5,2 Miliar Rp218,2 Miliar
Rp4,6 M 4.165,76% 86.94%
2,09%
Kesehatan
Rp26,7 Miliar
Rp 75,6 Miliar
Rp19,3 Miliar
283,33% 72.21% 25,48%
Transportasi
Rp3,9 Miliar
Rp 9,7 Miliar
Rp 2,6 Miliar
26 250,02% 66.60% 26,64%
Kerugian Negara vs Biaya Sosial Korupsi 320.5 286.5
203.9 182.6
128.2
114.6
KERUGIAN NEGARA (HARGA BERLAKU)
KERUGIAN NEGARA (HARGA KONSTAN 2015) Biaya Korupsi
Subsidi Koruptor
BIAYA SOSIAL KORUPSI TERCATAT
• Dampak korupsi akan jauh lebih besar jika dihitung berdasarkan biaya sosial korupsi daripada kerugian negara saja • Estimasi biaya sosial korupsi dilakukan dengan mengalikan kerugian negara (harga berlaku) dengan angka pengali 2,5x lipat yang diperoleh dari hasil analisis untuk kasus transportasi (minimum irreducible approach) • Biaya sosial korupsi akan jauh lebih tinggi jika kasus korupsi tsb merusak lingkungan 27
Sumber State Captured Corruption
Korupsi Swasta
Korupsi Politisi
State Captured Corruption 28
Companies Rule the Countries Korporasi
Korporasi
Corporate Liability
Politisi
Political Responsibility
Birokrasi
Credible Policy
Politisi
Birokrat
State Captured Corruption
29
ISO 37001 – Sistem Manajemen Anti-Suap Alat yang sangat fleksibel
Penerapan Kebijakan Anti-Suap Kepemimpinan Manajemen Terbaik
Dapat digunakan oleh organisasi sektor swasta, publik, dan sukarela
Penunjukkan Pengawas Perilaku Anti-Suap Pelatihan Perilaku Anti-Suap Assesmen Resiko Suap hingga ke pihak ketiga
Dapat digunakan oleh organisasi kecil, menengah, dan besar
Pengendalian Keuangan Anti-Suap Prosedur Pelaporan dan Investigasi Potensi Suap 30