KORUPSI: AKAR PENDERITAAN Ditulis oleh Prof. Dr. H. Duski Samad, M.Ag./ Dekan FTK IAIN IB Padang Jumat, 06 Juni 2014 07:21
KORUPSI: AKAR PENDERITAAN
Berita tentang kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap tangan pelaku korupsi, menetapkan status tersangka terhadap seorang pejabat penting negara, pengusaha kaya raya, dan atau pihak mana saja yang terkait dengan tindak pidana korupsi adalah menjadi issue hot dan sekaligus membawa dampak kejiwaan yang berantai terhadap institusi, keluarga besar tersangka dan masyarakat luas yang mengidolanyakan sejak lama.
Kejutan kehidupan yang muncul mendadak, seperti berubahnya status seorang pejabat tinggi negara menjadi tersangka korupsi, adalah keadaan yang secara diametral mengubah kondisi mental orang tersebut, keluarga dan orang-orang sekitarnya dari orang yang tadinya bahagia, menjadi orang yang menderita. Memang kehidupan adalah teka-teki yang tidak mudah diterka apa hasil akhir dari jalan kehidupan yang harus dilakukan. Dalam waktu yang relative singkat, keadaan yang indah, bahagia, senang dan gembira ria dapat saja berganti dengan kondisi sedih, menderita dan ada malah yang sampai menutup kehidupannya dengan cara tragis, bunuh diri.
Expect the best, but prepared for the worst ( harapkanlah yang terbaik, tetapi selalu persiapkan dirimu untuk menghadapi hal-hal terburuk) uangkapan pepatah kuno di atas adalah bentuk refleksi kenyataan hidup yang bisa saja terjadi dalam waktu yang tidak bisa diramalkan. Kebahagiaan sebagai idaman dan cita-cita yang mesti diwujudkan oleh setiap orang dalam waktu yang tak terpikirkan dapat saja berubah menjadi penderitaan yang menyedihkan dimana setiap orang hendaknya dapat menyikapinya dengan bijak.
Setiap ajaran agama memesankan agar setiap pemeluknya bekerja keras dan beribadah taat guna memperoleh kebahagiaan (nikmat) dalam jangka pendek di dunia nyata dan kehidupan abdi kelak di akhirat. Begitu juga halnya norma agama menetapkan larangan berupa prilaku, sifat dan karakter diri yang bisa mendatangkan kesengsaraan ( azab ) dalam kehidupan dunia dan kepedihan di akhirak kelak. Islam memperkenal ajaran tentang kebahagian itu dengan istilah hasanah, artinya puncak kebahagiaan. Kebahagian di dunia, kebahagiaan di akhirat dan dihindarkan dari siksa neraka (QS. Al-baqarah, (2):201).
1/5
KORUPSI: AKAR PENDERITAAN Ditulis oleh Prof. Dr. H. Duski Samad, M.Ag./ Dekan FTK IAIN IB Padang Jumat, 06 Juni 2014 07:21
MENGUKUR KEBAHAGIAAN
Ukuran kebahagiaan itu secara umum relative dan personal. Relatifnya kebahagiaan disebabkan kebahagiaan itu berkaitan dengan persepsi dan lingkungan hidup tempat menilai bahagia itu sendiri. Begitu juga dengan personalnya kebahagiaan karena ia lebih berkaitan dengan penerimaan kenyataan hidup dalam hubungannya dengan komunitas sekitarnya. Tetapi, itu bukan berarti kebahagiaan tidak bisa diukur. Ada beberapa ukuran yang dapat digunakan untuk mengetahui tingkat kebahagian hidup yang didapatkan oleh seseorang atau satu masyarakat.
Harian Republika Selasa, 3 Mei 2014.h.1dan 9 dalam sebuah artikel Mengukur Kebahagiaan Orang Indonesia yang dilakukan oleh Badan Statistik Nasional (BPS) menyebutkan bahwa ada sepuluh komponen kebahagian ala BPS itu, yaitu pekerjaan, kebahagian rumah tangga, kondisi rumah dan asset, pendidikan, kesehatan, keharmonisan keluarga, hubungan sosial, ketersediaan waktu, kondisi lingkungan, dan kondisi keamanan. Survey BPS menunjukkan bahwa hidup rakyat Indonesia cukup bahagia diukur dengan mengunakan rentang dari skala 1 sd 100, dengan jumlah reposdent yang ditanya 10.000 orang, komposisi laki-laki 49,97 persen, perempuan 50,03 persen. Data juga menunjukkan bahwa masyarakat kota lebih bahagia dari desa. Orang yang berpendidikan tinggi lebih bahagia dari rendah. Ada juga yang mengejutkan bahwa pernikahan tidak memberikan pengaruh signifikans bagi kebahagian.
Lebih lanjut juga menarik dicermati data survey tentang mengukur kebahagian orang Indonesia bahwa orang-orang yang hidup melajang (tidak nikah) tingkat kebahagiaanya 64,99 persen diukur dengan orang yang kawin yaitu pada kisaran angka 65,31 persen. Mereka yang kawin,lalu kemudian cerai terdiri dari bentuk, orang cerai hidup masih bisa bahagia dengan angka 60,55 % sedangkan mereka yang cerai mati 63,49%. Mengenai pengasilan tetap setiap bulannya, mereka yang punya uang penghasilan di atas 7,2 juta perbulan tingkat kebahagiannya 74,64%, sedangkan yang penghasilan hanya sampai 1,8 juta perbulan angka kebahagiannnya 61,8%. Dari sisi pendidikan juga menunjukkan fakta bahwa orang hanya tamat SD kebahagiannya 62 % sedangkan yang menempuh jenjang pendidikan magister (S2) dan dan Doktor (S3) tingkat bahagianya sampai pada angka 75,58%. Pengukuran sebagaimana di atas diambil berdasarkan angregat nasional, tidak pada tingkat daerah yang jelas antara satu dengan lain pastilah berbeda. Hasil survey pengukuran tingkat kebahagiaan orang Indonesia yang dilakukan BPS tersebut menjelaskan bahwa kebahagian itu dimensinya luas dan tingkat kebahagian dengan tersedianya jumlah uang yang banyak adalah relative, namun dapat disimpulkan bahwa rata-rata orang Indonesia sudah bahagia dengan terpenuhi kebutuhan pokoknya.
2/5
KORUPSI: AKAR PENDERITAAN Ditulis oleh Prof. Dr. H. Duski Samad, M.Ag./ Dekan FTK IAIN IB Padang Jumat, 06 Juni 2014 07:21
MENGHADAPI PENDERITAAN.
Bahagia dan menderita adalah keadaan yang datangnya silih berganti. Kedua pasang kehidupan itu datang dan pergi bisa saja tanpa disadari oleh mereka yang punya kehidupan. Ketika bahagia dekat dengan diri, orang lain pastilah ikut bergabung dan menikmatinya, disaat penderitaan yang dialami, hanya terbatas sekali orang yang dapat diajak untuk berbagi. Begitu tidak mudah mengajak orang untuk berbagi disaat menderita, maka hati-hatilah jangan sampai penderitaan menghampiri kehidupan.
Pertama: Bala, Taubat.
Menghindari kegamangan dan keluh kesah menghadapi penderitaan hidup, - tak terkecuali penderitaan disebabkan kasus korupsi dengan menjadi tersangka,- pilihan terbaik adalah menjadikan hidup lebih kuat dengan mengerti apa masalah yang tengah dihadapi. Ada tiga pandangan agama Islam terhadap jenis penderitaan yang menimpa seorang umat manusia. Tiga jenis penderitaan itu meliputi, bala, fitnah dan musibah. Ketiga jenis penderitaan itu dalam bahasa Indonesia disebut dengan istilah ujian.
Bala adalah penderitaan yang lazimnya terjadi karena ulah, prilaku, sifat dan perbuatan yang dilakukan seseorang. Bala adalah kejadiaan tidak mengenakkan yang biasanya terjadinya disebabkan pelaku itu sendiri. Misalnya, perbuatan korupsi, mencuri, merampok, membunuh dan semua tindakkan melawan hukum dipastikan akan mendatangkan ujian dalam bentuk bala kepada pelakunya. Ukuran dan besaran bala yang dirasakan tentu akan sebanding dengan kejahatan yang diperbuatnya.
Terapi mental yang bisa ditawarkan dan ditanamkan kepada mereka yang kena bala adalah menyadarkan mereka bahwa keadaan yang dialami sekarang adalah akibat langsung dari perbuatannya sendiri. Salah kepada manusia minta maaf, salah kepada Allah taubat. Mengajukan permohonan maaf kepada mereka yang dulu pernah dizalimi adalah cara terbaik untuk mengurangi beban mental pelaku dosa tersebut. Begitu juga halnya mengajarkan tata cara bertaubat kepada sang pemilik kehidupan (Allah SWT) adalah dapat meringankan beban pikiran, mengurai kekusutan hati dan sekaligus akan menimbulkan optimis dan kepercayaan diri menghadapi penderitaan selanjutnya.
3/5
KORUPSI: AKAR PENDERITAAN Ditulis oleh Prof. Dr. H. Duski Samad, M.Ag./ Dekan FTK IAIN IB Padang Jumat, 06 Juni 2014 07:21
Kedua: Fitnah,Tabayyun.
Persaingan hidup juga meniscayakan adanya fitnah. Fitnah adalah kejadian atau keadaan yang dituduhkan kepada seorang, yang belum ada fakta atau kalaupun ada bukti hanya sebatas sangkaan. Fitnah lazimnya muncul dan hadir di tengah kehidupan yang sarat kepentingan. Mereka yang menjalani hidup di ruang public terbuka, lebih lagi mereka yang memegang jabatan public adalah sasaran empuk tempat tumbuhnya fitnah. Fitnah biasanya terjadi dalam satu kondisi masyarakat atau kelembagaan yang lemah sistim dan budayanya mudah sekali berkembang.
Tuduhan, opini atau serangan desas desus, sms gelap, atau kicauan di media sosial yang tak beralasan, atau belum ada pembuktiannya adalah awal munculnya fitnah yang lebih besar. Realitasnya seperti di atas mengharuskan setiap orang, lebih khusus lagi public figure, pejabat public dan orang-orang yang memiliki pengaruh luas, menyikapi fitnah dengan tepat agar tidak mudah dipermainkan fitnah itu sendiri atau oleh media yang dalam beberapa kasus menjadi sumber fitnah.
Upaya dan strategi yang harus menjadi perhatian disaat ada ujian berupa fitnah adalah dengan melakukan tabayyun. Tabayyun adalah melakukan klarifikasi dan penjelasan dengan baik, benar tanpa tendisius. Wahai orang yang beriman jika datang kepadamu orang-orang fasik (yang lemah dan tidak taat pada agama) membawa informasi, maka lakukanlah tabayyun, agar kelak kamu tidak menyesal . (QS.Al-Hujurat,6). Informasi yang tidak dicek and recek akan mendatangkan tindakan bodoh dan kelak menimbulkan penyesalan bagi yang kena fitnah dan masyarakat luas.
Ketiga: Musibah, Sabar.
Penderitaan yang dapat saja datang secara mendadak disebut dengan musibah. Ujian musibah itu jelas sekali tidak dapat diramalkan dan tidak mungkin dapat ditolak, karena ia adalah takdir hidup. Agama mengajarkan bahwa hidup dan kehidupan tidak dapat dipisahkan dari takdir. Takdir kenyataan hidup yang tidak dapat dielakkan, karena ia memang diluar kemampuan manusia itu sendiri. Takdir terjadi diluar kehendak dan usaha manusia, ia sunnah kehidupan yang tidak dapat direncanakan atau dihindari bila ia akan terjadi. Kematian dengan segala rahasianya adalah contoh takdir permanent yang absolute adanya.
4/5
KORUPSI: AKAR PENDERITAAN Ditulis oleh Prof. Dr. H. Duski Samad, M.Ag./ Dekan FTK IAIN IB Padang Jumat, 06 Juni 2014 07:21
Musibah adalah ujian yang terjadi diluar kemampuan manusiawi, begitu pandangan agama samawi. Musibah kenyataan yang terjadi tanpa diketahui sebab, asal dan kapan terjadinya, ia rahasia Allah semata. Penderitaan yang dialami karena musibah dapat disembuhkan, atau setidaknya dikurangi bila diyakini sumber dan penyebab musibah itu, yaitu kemahakuasaan-Nya. Iman yang kukuh bahwa musibah adalah atas kehendak-Nya dapat menjadi terapi mental mereka bagi mereka yang tengah menderita karena musibah (QS.Al-Baqarah, 155.)
Al-qur’an mengajarkan musibah harus disikapi dengan istirja dan sabar. Kata istirja innalillahi wa inna ilaihi rajiun (QS.al-Baqarah, 156). (kita semua dari Allah dan kelak juga kembali kepada-Nya) adalah ungkapan pamungkas kecemasan yang berlebihan disaat ditimpa musibah. Terapi ibadah shalat dan sabar adalah cara tepat menghadapi musibah (QS.Al-Baqarah, 155.) Shalat yang benar (khusyuk) diyakini dapat menghantarkan kemenangan jiwa (QS. Al-Mukminun,1). Sabar diyakini pintu bagi terwujudkan kondisi mental yang stabil dalam menghadapi kesulitan sehebat apapun.
Sebagai bahagian akhir dapat disimpulkan bahwa akar penderitaan yang paling mendalam adalah bila disebabkan oleh ulah, prilaku dan perbuatan yang telah dilakukan. Yakninya penderitaan karena bala (gagal dalam melewati ujian hidup). Penderitaan karena fitnah dapat dihindari dan diminimalisir dengan keterbukaan dan silaturahim yang baik. Penderitaan yang sebagai musibah adalah keniscayaan hidup yang hanya dapat dipahami dan dihadapi dengan sabar, yang tentunya tidak akan menimbulkan beban mental, moral dan nama baik diri dan keluarga. Semoga Allah SWT menjauhkan bala, fitnah dan musibah dalam kehidupan. Amin. DS.462014.
5/5