Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia 2009 Biomass Utilization for Alternative Energy and Chemicals 23 April 2009
ISBN 978-979-98465-5-6
Konversi Berbagai Minyak Nabati Menjadi Processing Aids untuk Pengolahan Barang jadi Karet Yoharmus Syamsu Balai Penelitian Teknologi Karet, Bogor Pemanfaatan Biomassa Limbah Industri Bioetanol Menjadi Ekstrak Ragi Joko Waluyo dan Tami Idiyanti Pusat Penelitian Kimia – Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Pemberdayaan Produk Ikutan (Byproduct) CNSL dan Buah Semu Mete Sebagai Sumber Pendapatan Usman D., D. Pranowo, N. Heriana, dan M. Hadad Peneliti pada Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Aneka Tanaman Industri Pengaruh Jenis dan Massa Adsorben Terhadap Kemurnian dan Yield Produk Gliserin sebagai Produk Samping Pembuatan Biodiesel Susila Arita Jurusan Teknik Kimia, FT Universitas Sriwijaya Peningkatan Ketahanan Oksidasi Pelumas Ester Terbaharukan : Homosinergisme Antarantioksidan Hindered Phenol Dicky Dermawan, Jono Suhartono Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Nasional, Bandung Studi Simulasi Pemurnian Gliserin dengan Konfigurasi (L/D) V pada Kolom Distilasi Vakum Grace Tjokrosetio, Jenny N.M. Soetedjo dan Budi H. Bisowarno Jurusan Teknik KImia, Universitas Katolik Parahyangan Sifat TermoRheologi dari PreGelatinized Pati Tapioka, Pati Jagung, Pati Beras, dan Pati Sagu Pedro Halim, Judy Retti Witono, dan Aditya Putranto Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Katolik Parahyangan Pemanfaatan Kolagen dalam Tulang Kelinci Sebagai Bahan Dasar Pembuatan Lem Susi Oktavina, Andy Chandra, dan Judy Retti Witono Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Katolik Parahyangan Hidrodistilasi dan Distilasi UapAir Minyak Nilam Maha Dhika Ciputra, Maria Inggrid, dan Harjoto Djojosubroto Jurusan Teknik Kimia. Fakultas Teknologi Industri. Universitas Katolik Parahyangan
vi
213
221
228
232
239
245
253
259
268
Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia 2009 Biomass Utilization for Alternative Energy and Chemicals 23 April 2009
ISBN 978-979-98465-5-6
Peningkatan ketahanan oksidasi pelumas ester terbaharukan: homosinergisme antarantioksidan hindered phenol
Dicky Dermawan, Jono Suhartono Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Nasional Jl. PHH Mustafa No. 23 Bandung 40124 Email:
[email protected]
Intisari Ester dari bahan oleokimia berupa gliserol dan asam oleat sedang kami kembangkan untuk dimanfaatkan sebagai alternatif bahan dasar minyak lumas ramah lingkungan. Kelemahan utama ester ini adalah sifatnya yang rentan terhadap oksidasi. Makalah ini bertujuan untuk melaporkan hasil-hasil studi peningkatkan ketahanan oksidasi melalui formulasi dengan dua macam antioksidan radical scavenger hindered phenol, yaitu 2,6-di-t-butyl-4-methylphenol yang dikenal sebagai BHT dan 4,4’-methylene bis (2,6-di-t-butylphenol), disingkat MBDBP. Ester yang diuji memenuhi spesifikasi viskositas pelumas mesin otomotif SAE 50. Metode uji ketahanan oksidasi dilakukan secara katalitik: 350 gram sampel ditempatkan dalam gelas beaker 1000 mL berisi katalis berupa tembaga dan besi dengan luas permukaan berturut-turut 8 in2 dan 16 in2. Suhu uji dijaga konstan pada 150oC. Kontak dengan oksigen dilakukan dengan cara mengalirkan udara melalui diffuser. Secara periodik diambil sampel dan diukur viskositas kinematiknya. Hasil percobaan menunjukkan bahwa kedua aditif menunjukkan efek sinergistik sehingga kinerja campuran keduanya lebih baik daripada kinerja terbaik masing-masing aditif. Peningkatan ketahanan oksidasi terbaik diperoleh pada campuran BHT dan MBP dengan konsentrasi berturut-turut 2% dan 0,4% berat. Formulasi terbaik membutuhkan waktu 271 jam sehingga, diukur pada suhu 40oC, oksidasi pada kondisi uji mengakibatkan kenaikan viskositas kinematik sebesar 100%. Hasil ini ekivalen dengan peningkatan sebesar 546% bila dibandingkan ketahanan oksidasi ester yang digunakan. Kata kunci: asam oleat, ester, gliserol, formulasi, antioksidan
1.Pendahuluan Selain harus memenuhi tuntutan akan kinerja yang semakin baik pada kondisi kerja yang semakin keras, pengembangan minyak lumas juga harus diarahkan pada penggunaan bahan baku yang semakin murah dan ramah lingkungan. Secara teknis hal ini mengisyaratkan pentingnya eksplorasi untuk meninjau kembali minyak nabati dan turunannya sebagai bahan baku untuk pembuatan pelumas karena sifatnya yang terbaharukan. Produk pelumas harus memiliki volatilitas yang semakin rendah untuk menurunkan emisi hidrokarbon. Formulasi pelumas harus dikembangkan untuk meningkatkan interval cerat, menurunkan aus pada permukaan mesin, dan pada saat yang sama memiliki kadar sulfur, abu, dan fosfor yang semakin rendah (Carnes, 2005). Studi yang telah kami lakukan menggunakan gliserin dan asam oleat sebagai bahan awal bagi pembuatan bahan dasar pelumas. Kedua bahan ini dapat diperoleh dari beragam minyak nabati seperti minyak sawit, minyak kelapa, minyak kedelai, dan minyak nabati lainnya melalui proses yang umum dilakukan dalam industri oleokimia, seperti hidrolisis atau metanolisis diikuti
239
Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia 2009 Biomass Utilization for Alternative Energy and Chemicals 23 April 2009
ISBN 978-979-98465-5-6
asidifikasi. Pada prinsipnya, proses yang diperlukan untuk membuat minyak pelumas ini terdiri dari: 1) dehidrasi gliserol dengan katalis basa menghasilkan senyawa alkohol yang memiliki gugus eter 2) stabilisasi asam oleat untuk meningkatkan ketahanan oksidasinya. 3) esterifikasi antara kedua produk reaksi sebelumnya. Semula stabilisasi asam oleat dilakukan menggunakan katalis asam sulfat. Proses ini mengkonsumsi sebagian ikatan rangkap dan asam karboksilat asam oleat membentuk ester yang memiliki sifat pelumasan yang baik, yang dikenal sebagai estolida. Sifat racun dan korosif dari asam sulfat kemudian mengarahkan kami untuk mengganti asam sulfat dengan katalis padatan alami yang lebih ramah lingkungan seperti bleaching earth dan zeolit alam. Selain membentuk estolida, perubahan ini mengakibatkan pula terjadinya interaksi antarikatan rangkap membentuk senyawa siklik berupa dimeric acid ( ). Ester dari dimeric acid sering digunakan dalam mesin 2 langkah dan memiliki beberapa aplikasi pada mesin 4 langkah (Randles, 1993). Perubahan juga memberikan dampak positif berupa peningkatan ketahanan oksidasi pada ester yang dibentuknya. Akan tetapi, peningkatan ini dipandang belum memberikan perbaikan yang cukup memadai sehingga dipandang perlu untuk melakukan studi peningkatan ketahanan oksidasi melalui formulasi dengan aditif. Antioksidan merupakan bahan aditif yang selalu merupakan bagian dari formulasi pelumas. Fungsinya adalah menghambat kerusakan molekul pelumas sehingga masa pakainya dapat ditingkatkan. Berdasarkan mekanisme kerjanya, antioksidan dapat dikategorikan sebagai antioksidan primer yang bekerja sebagai radical scavenger, mendeaktifkan radikal peroksida dalam mekanisme oksidasi pelumas, dan antioksidan sekunder yang mendekomposisikan hidroperoksida pada tahap lanjut dalam fase oksidasi pelumas. Antioksidan juga dapat diklasifikasikan sebagai antioksidan yang menyisakan abu saat dibakar (ash-containing) dan antioksidan ashless yang tidak mengandung abu. Antioksidan ashless lebih disukai karena lebih efektif dalam mencegah terbentuknya sludge dan endapan karbon akibat oksidasi. Pada penelitian ini dipelajari efektivitas 2,6-di-t-butyl-4-methylphenol yang dikenal sebagai BHT dan 4,4’-methylene bis (2,6-di-t-butylphenol), disingkat MBP, dalam menghambat oksidasi pelumas ester eksperimental. Kedua aditif ini adalah antioksidan hindered phenol yang tergolong radical scavenger ashless. Gugus fenolik yang dimiliki aditif ini mudah melepaskan proton yang akan menstabilkan radikal sehingga laju oksidasi dapat dihambat. 2.Metodologi Bahan dasar pelumas ester dibuat dan gliserin dan asam oleat yang diperoleh dari Brataco Chemica, suatu perusahaan perdagangan bahan kimia lokal. Proses pembuatan dilakukan dengan cara yang sudah dilaporkan terdahulu (Dermawan dkk, 2008). Ester yang diuji memenuhi spesifikasi pelumas mesin SAE 50. BHT diperoleh dari Brataco Chemica, MBP diperoleh dari Aldrich (Sigma-Aldrich Chemie GmbH (Steinheim, Jerman). Uji ketahanan oksidasi dilakukan dengan catalytic oxidation test: Sampel sebanyak 350 gram ditempatkan pada gelas beaker 1 L yang suhunya dijaga tetap pada 150oC. Pengadukan dan kontak dengan oksigen dilakukan dengan cara mengalirkan udara ke dalam sampel. Lempengan tembaga dan besi dengan luas permukaan berturut-turut 8 in2 dan 16 in2 digunakan sebagai katalis. Secara periodik diambil sampel dan diukur viskositas kinematiknya sehingga profil peningkatan viskositas akibat proses oksidasi dapat diikuti. Viskositas kinematik diukur pada suhu 40oC dan 100oC sesuai dengan metode uji ASTM D-445 (Gambar 1a). Karena oksidasi akan mengakibatkan kenaikan viskositas, maka perubahan sifat fisik ini dapat dijadikan sebagai ukuran bagi progres reaksi oksidasi. Waktu yang diperlukan sehingga oksidasi mengakibatkan kenaikan viskositas sebesar 100%, selanjutnya disebut masa pakai, dijadikan ukuran bagi ketahanan oksidasi. Selisih masa pakai ester tanpa aditif dengan ester yang diformulasi dengan aditif menjadi ukuran bagi kinerja aditif (Gambar 1b). Perbaikan ketahanan oksidasi yang diberikan oleh aditif dihitung sebagai rasio masa pakai ester beraditif dengan masa pakai bahan ester tanpa aditif.
240
Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia 2009 Biomass Utilization for Alternative Energy and Chemicals 23 April 2009
ISBN 978-979-98465-5-6
3.Hasil dan Diskusi Formulasi dengan BHT Percobaan dilakukan dengan memvariasikan kadar BHT dari 0% hingga 2,5% dengan interval 0,5%. Tabel 1 menunjukkan ringkasan hasil-hasil percobaan yang dilakukan pada berbagai kadar BHT. Tampak bahwa baik hasil pengukuran pada suhu 40oC maupun pada suhu 100oC memberikan kesimpulan yang sama, yaitu bahwa peningkatan ketahanan oksidasi tertinggi dicapai pada kadar BHT tertinggi, yaitu sebesar 2,5%. Secara fisik teramati bahwa selama selama pengujian dilakukan, terjadi pula peristiwa yang tidak dikehendaki yaitu penguapan BHT, yang intensitasnya makin kuat dengan makin tingginya kadar BHT Mempertimbangkan penguapan yang terjadi, kadar BHT yang efektif menghambat oksidasi sebenarnya lebih rendah daripada nilai ini. Percobaan lebih lanjut dengan kadar BHT yang lebih tinggi dinilai tidak banyak manfaatnya untuk dilakukan. Berdasarkan hasil pengukuran viskositas pada suhu 40oC, hasil terbaik ini memberikan perbaikan sebesar 235% dari ketahanan oksidasi bahan dasar yang digunakan. Akan tetapi, berdasarkan pengukuran pada suhu 100oC, perbaikan yang diperoleh hanya mencapai 186%. tS 250 c] =[ C 200 o 0 4 @ ikt 150 a m e n i 100 K sa ti s o cs 50 i V
40
30
20
10
0
0 0
5
10
15 20 25 30 Waktu Oksidasi [=] jam
35
150%
tS c] =[ C o 0 0 1 @ ikt a m e n i K sa ti s o ks i V
Tanpa aditif
k ti a m e in 100% K s ta i s o k s i V 50% n a k i a n e K 0%
Dengan Aditif
Kinerja Aditif 0
40
20
40
60
80
Waktu Oksidasi [jam]
(a)
100
(b)
Gambar 1. (a) Tipikal Profil Viskositas Sampel selama Pengujian (b) Ukuran Bagi Ketahanan Oksidasi dan Kinerja Aditif Formulasi dengan MBDBP Percobaan yang serupa dilakukan dengan antioksidan MBDBP. Ringkasan kinerja MBP (Tabel 2) menunjukkan bahwa baik hasil pengukuran pada suhu 40oC maupun pada suhu 100oC memberikan kesimpulan yang sama, yaitu peningkatan ketahanan oksidasi tertinggi dicapai pada kadar MBP sebesar 2%. Pengamatan fisik tidak menunjukkan terjadinya proses penguapan aditif sebagaimana yang terjadi pada BHT. Tabel 1. Pengaruh BHT Additive Concentration 0% 0.5% 1.0% 1.5% 2.0% 2.5%
t
40o C 100% KVI
27.5 58.7 66.8 73.7 76.5 92.3
o
40 C Δt 100 % KVI
Improvement
0 31.2 39.3 46.2 49.0 64.8
0% 113% 143% 168% 178% 235%
o
o
33.4 62.8 71.8 78.3 80.7 95.8
0 29.4 38.3 44.9 47.3 62.3
C 100 C t 100 100% KVI Δt 100% KVI
Improvement 0% 88% 115% 134% 141% 186%
Tabel 2. Pengaruh MBDBP Additive Concentration 0% 0.5% 1.0% 1.5% 2.0% 2.5%
t
40o C 100% KVI
38.5 95.9 118 117 127 112
o
40 C Δt 100 % KVI
Improvement
0 57.4 79.7 78.7 88.8 73.9
0% 149% 207% 204% 230% 192%
241
o
o
100 C C Improvement t 100 100% KVI Δt 100% KVI
46.3 99.2 121 122 124 114
0 52.9 74.7 76.1 78.0 68.1
0% 114% 161% 164% 169% 147%
Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia 2009 Biomass Utilization for Alternative Energy and Chemicals 23 April 2009
ISBN 978-979-98465-5-6
Ditinjau dari nilai absolut masa pakai dan peningkatan masa pakainya, tampak bahwa MBDBP memberikan kinerja yang lebih baik. Hal ini sesuai dengan temuan Rohrbach (2004) bahwa antioksidan bermassa molekul lebih tinggi menunjukkan kinerja yang umumnya lebih baik. Lebih jauh, Canter (2005) menyarankan pengembangan antioksidan makromolekuler sebagai antioksidan masa depan. Akan tetapi, perbaikan ketahanan oksidasi, ditinjau dari rasio antara masa pakai ester beraditif dengan bahan dasarnya menunjukkan bahwa kinerja MBDBP kirakira sama dengan atau mungkin lebih rendah daripada kinerja BHT. Perbedaan sudut pandang ini terjadi karena bahan dasar ester yang digunakan pada formulasi dengan MBDBP secara intrinsik memiliki ketahanan oksidasi yang lebih baik daripada ester yang digunakan pada formulasi dengan BHT. Perbandingan antara Tabel 1 dan Tabel 2 dapat menunjukkan bahwa BHT (massa molekul relatif 220) lebih inferior dibandingkan MBDBP (massa molekul relatif 424) semata-mata karena tekanan uapnya terlalu tinggi (TGA: 87oC:5%, 100oC, 10%, 118oC:50%). Hal ini didukung pengamatan fisik selama uji ketahanan oksidasi dilakukan: penguapan BHT berlangsung cukup intensif sehingga terakumulasi kristal BHT pada dinding atas reaktor uji. Efektivitasnya dalam penghambatan oksidasi, bila tidak terjadi loss karena penguapan, mungkin lebih baik daripada MBDBP mengingat bahwa dalam mekanisme kerjanya BHT dapat mengalami reaksi kopling yang meningkatkan efektivitasnya sebagai antioksidan (Gambar 2) dan kemampuan regenerasi (Gambar 3). Kedua mekanisme ini tidak pernah dilaporkan dimiliki MBDBP.
Gambar 2 Skema Dimerisasi BHT (Rohrbach et al., 2004)
Gambar 3 Regenerasi BHT (Migdal, 2003) Formulasi dengan Campuran BHT dan MBDBP Pada formulasi tahap ini, mula-mula dibuat larutan BHT dan larutan MBDBP dalam bahan dasar ester, masing-masing pada konsentrasi optimumnya, yaitu berturut-turut pada 2,5% dan 2% berat. Kemudian kedua larutan dicampurkan. Rasio relatif kedua larutan divariasikan. Pada bagian sebelumnya telah dibahas bahwa kinerja optimum kedua aditif ini kira-kira sama, sehingga dapat diduga bahwa campuran keduanya akan memiliki kinerja yang kira-kira sama pula. Akan tetapi secara mengejutkan, hasil percobaan (Tabel 3) menunjukkan bahwa kedua aditif menunjukkan efek sinergistik, sehingga kinerja campuran keduanya selalu lebih baik daripada kinerja terbaik masing-masing aditif ketika digunakan secara sendiri-sendiri sebagaimana dilakukan bagian sebelumnya.
242
Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia 2009 Biomass Utilization for Alternative Energy and Chemicals 23 April 2009
ISBN 978-979-98465-5-6
Pada Gambar 4, konsentrasi relatif 0% dan 100% berturut-turut menyatakan formulasi dengan kadar optimum BHT dan MBDBP, yaitu 2,5% dan 2% yang digunakan secara sendiri-sendiri, yaitu hasil percobaan terbaik yang dimuat pada Tabel 1 dan Tabel 2. Keempat grafik batang yang diapit keduanya merupakan hasil-hasil percobaan dengan campuran keduanya. Konsentrasi relatif 20% berarti formulasi dengan konsentrasi total aditif 2,4%, yaitu 20% x 2% = 0,4% MBDBP dan 80% x 2,5% = 2% MBDBP. Garis ===== menunjukkan perkiraan kinerja apabila campuran antioksidan bekerja tanpa efek interaksi. Tampak bahwa kedua aditif menunjukkan gejala sinergistik sehingga kinerja yang ditunjukkan formulasi dengan campuran kedua aditif selalu lebih baik daripada formulasi dengan masing-masing aditif apabila digunakan secara individual. Secara visual hal ini tampak dari grafik bahwa seluruh hasil formulasi dengan campuran aditif berada di atas garis =====. Kinerja terbaik ditunjukkan pada rasio BHT : MBDBP 0,4 : 2 = 1 : 5.
Gambar 4. Kinerja Campuran BHT dan MBDBP Fenomena interaksi sinergistik lazim ditemukan dalam formulasi pelumas dengan penjelasan yang umumnya sangat minim mengenai penyebabnya. Pada kasus ini, diduga interaksi molekuler antara BHT dan MBDBP serta produk-produk hasil degradasinya mengakibatkan turunnya tekanan uap BHT maupun produk-produk hasil degradasinya. Akibatnya, jumlah BHT yang menguap diminimalkan, sehingga efektivitasnya sebagai antioksidan hampir tidak dikurangi oleh penguapan sebagaimana yang terjadi apabila BHT digunakan secara individual tanpa kehadiran MBDBP. Hal ini ditunjukkan pada percobaan dengan campuran kedua aditif yang secara visual tidak menunjukkan adanya penguapan BHT secara berarti. Interaksi ini dapat merupakan salah satu atau kedua tipe berikut ini: 1) interaksi kimia-fisik sebagaimana yang terjadi pada campuran nonideal karbontetraklorida/kloroform yang pada komposisi tertentu menunjukkan tekanan uap campuran yang lebih rendah daripada tekanan uap senyawa-senyawa murninya; 2) interaksi kimia yang melibatkan reaksi-reaksi kimia antara BHT, MBDBP, radikal sikloheksadienon, radikal fenoksi dari MBDBP, dan spesi-spesi intermediate lainnya seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2. Pembahasan mengenai hal ini di luar lingkup penelitian ini. 4.Kesimpulan dan Saran Dalam upaya mengembangkan bahan dasar pelumas alternatif yang ramah lingkungan, pada penelitian ini dikembangkan ester dari bahan oleokimia berupa gliserol dan asam oleat yang diformulasikan dengan kombinasi antioksidan radical scavenger hindered phenol, yaitu 2,6-dit-butyl-4-methylphenol (BHT) dan 4,4’-methylene bis (2,6-di-t-butylphenol), disingkat MBDBP. untuk meningkatkan ketahanan oksidasinya. Hasil percobaan menunjukkan bahwa kedua aditif
243
Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia 2009 Biomass Utilization for Alternative Energy and Chemicals 23 April 2009
ISBN 978-979-98465-5-6
menunjukkan efek sinergistik sehingga kinerja campuran keduanya lebih baik daripada kinerja terbaik masing-masing aditif. Peningkatan ketahanan oksidasi terbaik diperoleh pada campuran BHT dan MBP dengan konsentrasi berturut-turut 2% dan 0,4% berat. Formulasi terbaik membutuhkan waktu 271 jam sehingga, diukur pada suhu 40oC, oksidasi pada kondisi uji mengakibatkan kenaikan viskositas kinematik sebesar 100%. Hasil ini ekivalen dengan peningkatan sebesar 546% bila dibandingkan ketahanan oksidasi ester yang digunakan. Efek sinergistik antara radical scavenger hindered phenol dengan radical scavenger amina aromatik (Bardasz & Gordon, 2003) perlu dikaji untuk mengeksplorasi peningkatan ketahanan oksidasi lebih lanjut. Formulasi lanjutan dengan kompleks molybdenum (Jian-Qiang Hu dkk., 2007) juga menjanjikan perbaikan. Ucapan Terima Kasih Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional atas bantuan dana Proyek Penelitian Hibah Bersaing XV Tahun 2007-2009 bagi pelaksanaan penelitian ini. Daftar Pustaka 1. Bardasz, E.A. & Gordon, G.D., Additives for Crankcase Lubricant Applications, dalam Rudnick LR (ed.) Lubricant Additives Chemistry & Applications, 2003, Marcel Dekker, New York – Basel, hal.387-428. 2. Canter, N., Developing a New Type of Antioxidant, Tribology & Lubrication Technology, 2005, Vol. 61, No. 8, hal. 10-12. 3. Carnes, K., Additive Tren: Zapping AAPS, Cutting Costs & Tackling Toxins, Tribology & Lubrication Technology, 2005, Vol. 61, No. 9, hal. 32-40. 4. Dermawan D., Susilo S.A. & Malik A. Peningkatan Ketahanan Oksidasi Ester Poligliserol – Estolida Asam Oleat: Modifikasi Proses Pembuatan, Jurnal Itenas, 2008, Vol.12 No. 2, hal. 51-59. 5. Jian-Qiang Hu, Xian-Yong Wei, Ge-Lin Dai, Chang-Cheng Liu, Yan Fu, Zhi-Min Zong & Jun-Bing Yao, Study Demonstrating Enhanced Oxidation Stability when Arylamine Antioxidants are Combined with Organic Molybdenum Complexes, Tribology Transactions, 2007, Vol. 50, No. 2, hal. 205-210. 6. Migdal, C.A., Antioksidans dalam Rudnick LR (ed.) Lubricant Additives Chemistry & Applications, 2003, Marcel Dekker, New York – Basel, hal.1-27. 7. Rohrbach P., Hamblin P., Gavilan, J.R., The Benefit of a High Molecular Weight Phenolic Antioxidant Compared with BHT and 2,6-DTBP, Tribology & Lubrication Technology, 2004, Vol. 60, No. 6, hal. 56-63. 8. Randles, J.R., Esters, dalam Synthetic Lubricants & High-Performance Functional Fluids, Shubkin, R.L. (ed), 1993, Marcel Dekker, New York - Basel, hal. 41-65. 9. Selim, Methods for Increasing Estolide Yields in a Batch Reactor”, J. Am. Oil. Chem. Soc. 1995, Vol. 72.
244