DIAJUKAN UNTUK UJIAN TERTUTUP
DISERTASI
KONTRIBUSI PEREMPUAN DALAM MENGANGKAT KULINER LOKAL UNTUK MENDUKUNG PARIWISATA BALI
PUTU SUCITA YANTHY
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2016
KONTRIBUSI PEREMPUAN DALAM MENGANGKAT KULINER LOKAL UNTUK MENDUKUNG PARIWISATA BALI SAMPUL DALAM
PUTU SUCITA YANTHY NIM 1290771002
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2016
i
KONTRIBUSI PEREMPUAN DALAM MENGANGKAT KULINER LOKAL UNTUK MENDUKUNG PARIWISATA BALI PRASAYARAT GELAR
Disertasi untuk memperoleh Gelar Doktor Pada Program Doktor, Program Studi Pariwisata, Program Pascasarjana Universitas Udayana Pada 26 Agustus 2016
PUTU SUCITA YANTHY NIM 1290771002
PROGRAM DOKTOR PROGRAM DOKTOR PARIWISATA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2016
ii
Lembar Persetujuan Promotor/Kopromotor LEMBAR PERSETUJUAN DISERTASI INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL, Promotor
Prof. Dr. I Nyoman Darma Putra, M.Litt NIP 196112051986031004 Kopromotor
Prof. Dr. I K G Bendesa, M.A.D.E. NIP 194908111973031001 Mengetahui, Direktur Program Pasca Sarjana Universitas Udayana,
Prof. Dr.dr.AA.Raka Sudewi, Sp. S (K) NIP 195902151985102001
Ketua Program S3 Pariwisata Program Pasca Sarjana Universitas Udayana,
Prof. Dr. I K G Bendesa, M.A.D.E. NIP 194908111973031001
iii
Disertasi Ini Telah Diuji dan Dinilai Oleh Panitia Penguji pada Program Pascasarjana Universitas Udayana Pada Tanggal:
Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana No : Tentang : Pembentukan Tim Penguji Ujian Proposal Mahasiswa program Doktor (S3) Pariwisata Program Pascasarjana Universitas Udayana Tanggal : Panitia Penguji Seminar Hasil Penelitian Disertasi adalah: Ketua: Prof. Dr. I Nyoman Darma Putra, M.Litt. Anggota: 1. Prof . Dr. I Komang Gde Bendesa, M.A.D.E. 2. Prof. Dr. I Wayan Ardika, M.A. 3. Prof. Dr. Ni Wayan Sri Suprapti, SE.,Msi. 4. Dr. Dra. Ni Luh Arjani, M.Hum. 5. Dr. Ir. A.A.P. Agung Suryawan Wiranatha, MSc. 6. Dr. I Made Suradnya, SE.,M.Sc.
iv
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: Putu Sucita Yanthy
NIM
:1290771002
Program Studi
: Doktor Pariwisata
Judul Disertasi
: Kontribusi Perempuan dalam Mengangkat Kuliner Lokal untuk Mendukung Pariwisata Bali
Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah disertasi ini bebas plagiat. Apabila dikemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan mendiknas RI No. 17 Tahun 2010 dan peraturan perundang-undangan yang berlaku
Denpasar, 2016 Yang membuat pernyataan,
Putu Sucita Yanthy
v
UCAPAN TERIMA KASIH Pertama-tama ijinkanlah penulis memanjatkan puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Kuasa/ Ida Sang Hyang Widhi Wasa karena anugrah beliau, penulis dapat menyelesaikan disertasi yang berjudul Kontribusi Perempuan dalam Mengangkat Kuliner Lokal untuk Mendukung Pariwisata Bali. Ijinkanlah penulis mengucapkan terimakasih yang setulus-tulusnya kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, SpPD., KEMD, atas waktu dan bantuan fasilitas selama mengikuti proses perkuliahan. Terimakasih kepada Direktur Program Pascasarjana, Universitas Udayana Prof. Dr. dr. A. A Raka Sudewi, Sp. S(K), atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menjadi mahasiswa Program Doktor Pariwisata pada Program Pascasarjana, Universitas Udayana, Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa, M.A., dan Asisten Direktur II Prof. Made Sudiana Mahendra, PhD. Ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya disampaikan kepada Promotor, Prof. Dr. I Nyoman Darma Putra, M.Litt yang dengan tulus, sabar dan penuh perhatian, selalu memberikan semangat dan motivasi serta arahan-arahan selama proses penelitian dan penulisan disertasi. Terima kasih kepada Kopromotor, Prof. Dr. I Komang Gde Bendesa, M.A.D.E Ketua Program Doktor Pariwisata yang telah memberikan kesempatan untuk maju terus menyelesaikan tahap akhir disertasi. Terimakasih tak terhingga kepada (Alm) Dr. I Nyoman Madiun, M.Sc., sosok Guru, Dosen dan Kopromotor yang memberi bimbingan, semangat dan dorongan untuk menyelesaikan disertasi, jasa beliau selalu terkenang selamanya dalam disertasi ini. Ucapan terima kasih Drs. Putu Anom M.Par (Mantan Dekan Fakultas Pariwisata) yang memberikan ijin untuk mengikuti studi pada jenjang Doktor. Kepada Drs I Made Sendra, M.Si Dekan Fakultas Pariwisata dan jajarannya yang telah memberikan keringanan pada tugas-tugas dan kewajiban selama menjalani penelitian untuk disertasi ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada dan Dr. Ir. A. A. P Agung Suryawan Wiranatha, M.Sc selaku sekretaris Program Doktor Pariwisata atas segala dukungan dan fasilitas selama menempuh program doktor. Penulis juga mengucapkan termakasih kepada para penguji yaitu Prof. Dr. I Wayan Ardika, M.A., Prof. Dr. Ni Wayan Sri Suprapti, SE., Msi., Dr. Dra. Ni Luh Arjani, M.Hum., Dr. I Made Suradnya, SE., M.Sc yang memberikan saran, kritik dan koreksi sehingga disertasi ini terwujud. Ucapan terimakasih kepada semua pihak yang memberikan segala bantuan dalam menyusun disertasi ini yaitu para informan: Made Masih (Made‟s Warung), Agus Mahendra (Mak Beng), Nyoman Kari (Men Weti), Kadek Nilawati (Bodag Meliah), Anak Agung Oka Suci (Babi Guling Bu Oka), Kadek Santosa (Murni‟s Warung), Sang Ayu Putu Wija (Nasi Ayam Kedewatan), Janet deNefee (Indus/CasaLuna) dan para karyawan. Para Food Blogger, Perwakilan pemerintah Gianyar dan Denpasar, akademisi, serta para kolega dilingkungan Fakultas Pariwisata. Pada kesempatan ini penulis juga menyampaikan terimakasih dan penghargaan setulusnya kepada orang tua tercinta atas doa dan semangatnya, Terimakasih kepada suami tercinta Anak Agung Utara Wangsa atas segala
vi
dukungan dan perhatiannya, Terimakasih kepada Putra dan Putri, Anak Agung Gede Anantakalyana Uttara, Anak Agung Ayu Anindya Uttara atas segala kasih dan sayang sehingga semangat dalam menyelesaikan disertasi ini tak pernah redup. Penulis sangat menyadari bahwa terdapat keterbatasan dari hasil penelitian ini yang dapat dijadikan acuan untuk dilanjutkan dan disempurnakan kemudian hari. Harapan penulis bahwa disertasi ini dapat memberi sumbangan ilmiah bagi para pembaca dan bagi para peneliti perempuan dalam industri pariwisata. Semoga Ida Sang Hyang Widi Wasa berkenan melimpahkan anugerah kepada semua pihak yang telah mendukung segala proses penelitian ini. Denpasar, 2016 Penulis
vii
ABSTRAK KONTRIBUSI PEREMPUAN DALAM MENGANGKAT KULINER LOKAL UNTUK MENDUKUNG PARIWISATA BALI Penelitian ini mengungkapkan bangkitnya perempuan dalam industri kuliner. Mereka menunjukkan fakta bahwa perempuan berhasil merintis usaha diranah domestik yang diimplementasikan ke ranah publik. Mereka berkontribusi dalam mengangkat kuliner lokal melalui usaha warung dan restoran yang dirintis sejak berkembangnya pariwisata Bali. Penelitian ini dilaksanakan di Kuta, Sanur dan Ubud sepanjang 2015 dengan subjek penelitian pengusaha kuliner yang sukses di Bali diantaranya Mak Beng, Men Weti, Anak Agung Oka Sinar, Sang Ayu Putu Wija, Made Masih, Wayan Murni, Janet deNefee dan Kadek Nilawati. Tujuan penelitian ini adalah mengkaji kontribusi perempuan pengusaha dalam mengangkat kuliner lokal, menganalisis pandangan stakeholder terhadap perempuan pengusaha kuliner dalam mendukung pariwisata Bali dan pergeseran peran perempuan Bali. Para informan dipilih secara purposive, data diperoleh dengan melakukan wawancara kepada subjek utama penelitian dan pengisian kuisioner oleh para wisatawan. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan Teori Gender dan Teori “Invented Tradition”. Metode Analisis data dilakukan dengan deskriptif interpretatif yang dikaitkan dengan hasil wawancara dan kuisioner kemudian diekstrasi agar lebih fokus untuk menjawab rumusan masalah dan mencapai tujuan dari penelitian. Penelitian ini menyimpulkan perempuan tampil sebagai pengusaha dalam pariwisata, tak hanya pekerja seperti kebanyakan penelitian, tak hanya sebagai orang yang mengurus rumah tangga. Sebagai pengusaha mereka memberikan kontribusi dalam pembangunan pariwisata budaya karena mengangkat kuliner lokal. Penelitian ini juga menemukan bahwa perempuan pengusaha kuliner menunjukkan gejala matrifocal dimana perempuan sebagai pemimpin usaha sekaligus keluarga. Berdasarkan pengalaman mengelola usaha terungkap karakter perempuan Bali yang melakoni bisnis kuliner. Penelitian ini juga mengungkap fase-fase perkembangan kuliner Bali dan aspek-aspek utama dalam pengembangan usaha kuliner di Bali. Kata kunci: kuliner Bali, kontribusi perempuan, matrifokal.
viii
ABSTRACT WOMEN’S CONTRIBUTION IN PROMOTING AND PRESERVING LOCAL FOOD TO SUPPORT TOURISM IN BALI This research reveals the rise of women in the culinary industry. Women have proven that they are successful in turning cooking that is part of their domestic chores into a business. They contribute to promoting and preserving the local food through warungs and restaurants which they have initiated since the development of tourism in Bali. This research was conducted in Kuta, Sanur and Ubud throughout 2015 with research subjects comprising successful culinary entrepreneurs in Bali, namely Mak Beng, Men Weti, Anak Agung Oka Sinar, Sang Ayu Putu Wija, Made Masih, Wayan Murni, Janet deNefee and Kadek Nilawati. The aim of this study is to examine the contribution of female entrepreneurs in promoting and preserving local food, to analyse an insight about stakeholders‟ views of female entrepreneurs in supporting culinary tourism in Bali and the changing role of Balinese women. The informants were selected in a purposive manner, and the data were obtained by interviewing the main subjects of the research and by distributing questionnaires to tourists. The obtained data were then analyzed by using theory on gender, theory on invented tradition, theory on management, and theory on sustainable tourism. The data collected from the interviews and questionnaires were analyzed using the descriptive-interpretative method, and then extracted to have a more focus on answering the formulated problems and to achieve the aim of the study. This study concluded that women can act as an entrepreneur in the tourism sector, not only as an employee like in many studies, and not only as ahousewife. As an entrepreneur they contribute to the development of cultural tourism as they promote and preserve local food. The study also found that the women culinary entrepreneurs in this study show matrifocal characteristics in that they not only lead their business but they also lead their family. As an entrepreneur they have a character, and they implement in their culinary bussiness. The study also reveals the phases of development of Balinese culinary and main aspects in the development of culinary business in Bali.. Keywords: culinary in Bali, women‟s contribution, matrifocal,
ix
RINGKASAN KONTRIBUSI PEREMPUAN DALAM MENGANGKAT KULINER LOKAL UNTUK MENDUKUNG PARIWISATA BALI Dalam beberapa tahun ini perempuan menunjukkan kesuksesan dalam industri kuliner akan tetapi kurang mendapat perhatian yang diberikan dari pemerintah atau masyarakat pada umumnya. Perempuan kurang mendapat perhatian proporsional pada kontribusi dan segala persoalan yang mereka hadapi dalam kehidupan domestik, sosial, dan politik, seolah-olah apa yang mereka lakukan dianggap sesuatu yang wajar terjadi atau taken for granted. Kontribusi perempuan dalam pembangunan kepariwisataan pun, seperti yang terjadi di Indonesia dianggap hal yang biasa,buktinya kurang banyak dikaji. Dalam konteks inilah, mudah dipahami mengapa Deklarasi United Nations Decade for Women (1976-1985) mendorong para peneliti untuk melakukan kajian-kajian tentang perempuan. Sejak tahun 1990-an tampak sebagai imbas dari deklarasi perempuan Badan Internasional PBB dekade sebelumnya, telah meningkatkan penelitian tentang perempuan dalam bidang pariwisata dan bidang kehidupan lainnya oleh para antropolog dari luar negeri seperti Miller dan Branson (1989), Kinnaird dan Hall (1994), Cukier, Norris, dan Wall (1996), Long Kindon (1997), Nakatani (1999). Sarjana Bali pun mulai meneliti tentang perempuan dalam pariwisata dan kehidupan sosial lainnya seperti Arjani (1998), Suryani (2003), Putra (2007), Astiti (2004), dan Widanti (2011). Di satu sisi, perhatian para peneliti terhadap perempuan ini patut di apresiasi, pada saat yang sama perlu ditegaskan bahwa masih banyak hasil penelitian mereka yang mengungkapkan peran dan kontribusi perempuan dalam industri, hanya saja fokus penelitian lebih banyak pada pekerja perempuan dan problematika yang dihadapinya. Kajian tentang perempuan mulai bermunculan dan mereka mengungkapkan berbagai permasalahan-permasalahan yang dihadapi perempuan seperti perempuan yang bekerja sebagai buruh tani; perempuan dalam industri skala kecil; dampak negatif ideologi gender pada evaluasi kerja perempuan; tekanan dari kebijakan pembangunan nasional yang tidak hanya menentukan orientasi umum proses industri tetapi peran dan karakter perempuan (Nakatani,1999). Hasil-hasil penelitian tersebut secara umum menunjukkan perempuan masih sulit mencapai posisi sejajar dengan laki-laki terutama dalam bidang pekerjaan dengan berbagai latar belakang alasan yang mewarnai lemahnya kontribusi perempuan. Padahal, banyak perempuan yang menunjukkan peran sebagai pelopor pariwisata yang tidak kalah atau paling tidak mencapai posisi yang dapat dikatakan setara dengan laki-laki. Industri pariwisata adalah salah satu sektor jasa yang perkembangannya sangat pesat dan menjadi sumber devisa kedua di dunia setelah industri minyak (UNWTO,2007) Industri pariwisata juga telah membuka peluang besar bagi perempuan di dunia untuk ikut berperan dalam pengembangannya seperti yang disampaikan oleh UNWTO pada peringatan Hari Pariwisata sedunia 27 September 2007 dengan mengangkat tema Tourism Opens Doors for Women
x
(pariwisata membuka pintu-pintu bagi perempuan). Pada konferensi ini terdapat dua hal penting yang ditetapkan. Pertama, pariwisata dapat meningkatkan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, pemerintahan dan organisasi terkait pariwisata berkomitmen untuk kesetaraan gender yang ditetapkan dengan serangkaian proses pembentukan kebijakan yang akan mengatur perempuan dan laki-laki di industri pariwisata. Kedua, perhatian besar akan diberikan pada perempuan, status dan upah rendah dalam pariwisata menyebabkan kontribusi mereka tidak dirasakan manfaatnya. Memberdayakan perempuan untuk berpartisipasi dalam perekonomian sangat diperlukan penting dalam memperkuat perekonomian. Perempuan Bali banyak berkontribusi terhadap pembangunan pariwisata akan tetapi kurang apresiasi. Sebagai contoh, penganugerahan Karya Karana Pariwisata oleh Pemerintah Provinsi Bali melalui Dinas Pariwisata sejak tahun 2003. Anugerah ini diberikan setiap tahun kepada tokoh pariwisata Bali yang dinilai berhasil dalam tiga kategori yaitu sebagai pelopor, pengembang, dan pengabdi dalam kepariwisataan di Bali. Antara tahun 2003 sampai 2007, yakni dalam kurun waktu lima tahun, Pemerintah Provinsi Bali telah memberikan anugerah Karya Karana Pariwisata kepada 35 orang, sebagian besar laki-laki, faktanya hanya tiga tokoh perempuan yaitu I Wayan Taman (2004, pendiri biro perjalanan wisata Bali Indonesia Murni Ltd.), Makiko Iskandar (2006, Presiden Direktur Rama Tours), dan Ni Made Rempi (2006, perintis perhotelan asal Desa Kuta). Bila dibandingkan dengan jumlah tokoh pariwisata laki-laki, maka 3 perempuan tokoh pariwisata ini tidak sebanding dengan 32 tokoh laki-laki yang juga memperoleh penghargaan Karya Karana. Belakangan, anugerah ini tidak diberikan lagi. Kontribusi perempuan dalam pengembangan industri pariwisata sangat penting karena perempuan memiliki fungsi yang sama dalam rumah tangga dengan sebutan “ibu rumah tangga”. Perempuan memiliki tanggung jawab yang besar untuk keberlangsungan rumah tangganya dan hal ini tidak ada bedanya dengan posisi perempuan di industri pariwisata. Pada artikel yang berjudul “Empat Srikandi di Kuliner Bali: Peran Perempuan dalam Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan” (2014), Putra menunjukkan fakta adanya sejumlah perempuan Bali yang tampil sebagai srikandi yang berhasil menggali, mengembangkan kuliner-kuliner Bali, dan menawarkannya ke dunia pariwisata. Istilah “srikandi” yang dipakai di sini bermakna “pahlawan” atau orang yang berusaha keras berjuang dan “berhasil” dalam memperkenalkan kuliner Bali ke dunia pariwisata yang diminati wisatawan dan juga membanggakan masyarakatnya. Secara khusus dalam penelitian ini akan memberikan perhatian kepada perempuan yang bergerak dibidang restoran dan warung makan dalam konteks pariwisata Bali. Dunia usaha yang tergolong kegiatan domestik inilah sesungguhnya menjadi kekuatan perempuan. Melalui usaha restoran dan warung makan yang mereka geluti secara turun-temurun perempuan mampu berkontribusi dalam mengembangkan kuliner Bali. Berdasarkan pengamatan awal dan studi sebelumnya yang ada telah dilakukan tampil perempuan Bali yang sukses dan menonjol dalam usaha tersebut misalnya Bu Made pemilik Warung Made di
xi
wilayah Kuta dengan tampilan restorannya yang modern akan tetapi menyuguhkan makanan tradisional sedangkan Bu Oka pemilik Babi Guling Oka di Ubud dengan tampilan lokal makanan yang disajikan yaitu Babi Guling dengan citarasa yang mendunia. Berbeda dengan Warung Men Weti dan Warung Mak Beng kedua warung makan ini terletak di Sanur dan menyuguhkan cita rasa lokal, olahan makanan rumahan seperti nasi campur dan sup ikan yang sangat diminati oleh wisatawan lokal ataupun mancanegara. Dengan demikian perlu dilakukan penelitian mengenai kontribusi perempuan pengusaha kuliner dalam mengangkat kuliner dan mendukung pariwisata serta gaya pengelolaan usaha restoran atau warung makanyang mengungkap karakter perempuan Bali dalam mengelola bisnis kuliner yang telah mereka jalankan. Dalam penelitian ini dipilih delapan subjek penelitian yaitu Made Masih (Warung Made), Bu Oka (Babi Guling Oka), Made Weti (Warung Men Weti), Mak Beng (Warung Mak Beng),Janet deNefee (Casa Luna), Nilawati (Warung Bodag Meliah), Bu Mangku (Bu Mangku Kedewatan), dan Wayan Murni (Murni‟s Warung) dengan latar belakang bahwa sebagian besar dari mereka telah mendirikan dan mengelola usahanya selama puluhan tahun serta terlibat dalam perkembangan pariwisata Bali sejak tahun 1960-an. Kontribusi perempuan Bali menjadi sangat penting untuk diteliti karena sudah jelas terbukti adanya kontribusi pada bidang-bidang tertentu dalam industri pariwisata. Akan tetapi, sekuat apapun perjuangannya mereka masih saja mengalami keterpinggiran terkecuali ada pembaharuan dan pola-pola pikir baru mengenai kontribusi mereka dengan cara mengungkapkan dan memberi apresiasi atas segala upaya yang telah mereka perjuangkan. Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimanakah kontribusi perempuan pengusaha dalam mengangkat kuliner lokal untuk mendukung kepariwisataan Bali ? 2. Bagaimana pandangan stakeholder pariwisata terhadap kontribusi perempuan pengusaha dalam mengangkat kuliner untuk mendukung kepariwisataan Bali? 3. Bagaimana pergeseran peran perempuan khususnya para pengusaha kuliner dalam mendukung kepariwisataan Bali? Selanjutnya, Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kontribusi perempuan dalam industri pariwisata khususnya pada bidang usaha restoran dan warung makan yang mengangkat kuliner lokal Bali. Secara khusus penelitian bertujuan untuk (1) menganalisis kontribusi perempuan Bali pengusaha mengangkat kuliner lokal dalam mendukung pariwisata Bali, (2) menganalisis pandangan stakeholder pariwisata terhadap kontribusi perempuan dalam mendukung pariwisata Bali (3) menganalisis pergeseran peran perempuan pengusaha kuliner di Bali. Manfaat dari penelitian ini dapat berupa manfaat teoritis dan paraktis. Secara teoritis diharapkan mampu memberikan pemahaman teoritis atas bentukbentuk kontribusi perempuan dalam mengangkat kuliner lokal dalam mendukung pariwisata Bali selain itu, hasil-hasil penelitian diharapkan dapat menyumbangkan pemikiran-pemikiran yang dapat menambah kebaruan dan memperdalam
xii
penelitian yang mengkaji kontribusi perempuan dalam mendukung pariwisata Bali. Secara praktis diharapkan memberi manfaat bagi perempuan Bali dengan mengungkap perempuan Bali yang sukses dalam industri pariwisata khususnya kuliner, memberikan ide-ide bagi perempuan untuk tidak ragu terlibat dalam industri pariwsata serta secara maksimal dapat berkontribusi dalam menciptakan industri pariwisata berkelanjutan, memberikan kesadaran bagi perempuan bahwa perempuan tidak selamanya menjadi objek penderita dalam pembangunan pariwisata, penelitian ini dijadikan pertimbangan oleh pemerintah untuk memberikan apresiasi kepada Tokoh perempuan Bali dalam dunia kuliner dan dapat memberikan pandangan baru terhadap kiprah perempuan didunia publik yang selama ini lebih sering dikaitkan dengan kegiatan domestik dan peran reproduktif. Sejauh ini ditemukan beberapa penelitian yang menunjukkan hubungan antara perempuan dan pariwisata dari sisi perempuan sebagai pekerja dan pengusaha dalam industri pariwisata yang membahas berbagai bentuk keterlibatan perempuan, kesetaraan gender dan bahkan keterpinggiran. Penelitian ini ditulis oleh para peneliti yang mengamati perempuan dalam bidang pariwisata yang mengungkapkan keterlibatan perempuan sebgaai pekerja hingga terpinggirkan dalam industri pariwisata yaitu Wilkinson dan Pratiwi (1995), Cukier, Norris dan Wall (1996), Tuladhar (1996), Long and Kindon (1997), Arjani (1998), Astuti N, et al (2008), Karmini (2011), Ling dan Hua (2011), Sony KC (2012), Saskara (2012). Selanjutnya, penelitian yang dilakukan oleh Avakians dan Haber (2005), deNeefe (2011), Platzer (2011), Konkol (2013), Putra (2014) fokus pada penelitian yang mengamati hubungan perempuan dengan makanan, usaha kuliner dan restoran. Konsep-konsep yang relevan dengan penelitian ini meliputi kontribusi perempuan Bali, usaha kuliner. Kontribusi dan perempuan Bali adalah segala bentuk keterlibatan, upaya dan sumbangan yang dilakukan oleh perempuan Bali untuk mendukung pariwisata melalui usaha kuliner. Usaha kuliner adalah segala aktivitas dalam penyediaan makanan dan minuman khas Bali yang dikelola oleh perempuan. Mengkaji masing-masing rumusan masalah, penelitian ini menggunakan dua teori yaitu teori invented tradition dan teori gender. pendekatan penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan metode analisis data yaitu deskriptif interpretatif. Tahapan penelitian dilakukan dengan kajian kepustakaan dan pengamatan untuk memperoleh informasi sebanyak-banyaknya mengenai subjek dan objek penelitian. Tahapan selanjutnya adalah melakukan wawancara kepada seluruh infoman yang telah ditentukan dan penyebaran kuisioner kepada wisatawan. Rancangan penelitian ini disusun dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan observasi pada objek penelitian, wawancara mendalam kepada subjek penelitian,penyebaran angket dan studi kepustakaan. Metode awal yang dilakukan adalah pengamatan pada objek penelitian untuk mendapat informasi dan mengekplorasi rumusan masalah kemudian pendekatan terhadap subjek penelitian dan memanfaatkan sumber informasi lainnya yang diperoleh dari para informan. Penelitian juga melakukan analisis statistik yang
xiii
sederhana seperti presentase dan menentukan jawaban tertinggi atau terendah. Teknik penentuan informan dalam penelitian ini dilakukan secara purposive. Pada penelitian ini, informan yang diwawancarai terbagi menjadi dua kategori. Pertama, subjek penelitian utama yaitu perempuan Bali yang memiliki usaha kuliner. Kedua, orang lain yang mengetahui tentang sosok dan pemikiran subjek penelitian seperti keluarga dan stafnya. Teknik penentuan informan dalam penelitian ini dilakukan secara purposive yaitu informan ditentukan berdasarkan ciri-ciri dan sifat tertentu yang dipandang mempunyai keterkaitan dan disesuaikan dengan tujuan dalam penelitian. Untuk analisis kualitatif informan dalam penelitian ini adalah perempuan Bali yang memiliki usaha kuliner. Mereka dipilih dengan beberapa alasan yaitu lama usaha kuliner yang telah didirikan, popularitas, ciri khas produk kuliner yang menjadi ikon usaha kuliner. Keluarga dan staff yang merupakan informan selanjutnya dipilih secara snowball sesuai anjuran dari informan pertama Hasil penelitian menunjukkan lima hal berikut. Pertama, ada empat poin penting yang mengungkapkan kiprah perempuan pengusaha kuliner dalam bentuk kontribusi untuk mengangkat kuliner yaitu mempopulerkan kuliner Bali, melestarikan kuliner Bali, Memperkuat identitas kuliner Bali, mendukung kepariwisataan Bali. Kontribusi perempuan telah berhasil menunjukkan bahwa pariwisata telah mendukung perkembangan pariwisata Bali khususnya dibidang kuliner. Hasil analisis biografi menunjukkan ada persamaan dan perbedaan dalam gaya manajemenusaha pengusaha perempuan dalam memajukan kuliner lokal.Persamaannya ada tiga yaitu konsisten dalam mempertahankan citarasa dan originalitas makanan yang disajikan pada warung dan restoran, terlibat dalam pengembangan pariwisata dengan memperkenalkan menu andalan kepada wisatawan sehingga populer sampai sekarang ini dan eksistensi warung dalam perkembangan kuliner di Bali. Perbedaan dalam memajukan kuliner melalui pariwisata dapat dilihat dari inovasi yang dilakukan dalam mengembangkan usaha. Kedua, perempuan pengusaha berhasil dalam menjalankan peran domestik dan publik sehingga mereka diposisikan sebagai pemimpin keluarga yang penuh kasih sayang dan telah menunjukkan bahwa mereka mampu menciptakan kesetaraan gender dimana peran suami sebagai mitra dalam mengelola rumah tangga dan usaha kuliner. Kemampuan muncul dalam dunia domestik dan publik membuat perempuan pengusaha ini berada dalam apa yang disebut Hildred Geertz sebagai matrifocal, yaitu kuatnya suara atau kausa perempuan dalam mengambil keputusan baik dalam usaha maupun urusan rumah tangga. Para perempuan juga menerapkan kesetaraan gender tidak hanya pada keluarga tetapi kepada para karyawan. Mereka tidak membedakan kesempatan antara karyawan perempuan dan laki-laki untuk memperoleh ketrampilan. Terhadap generasi penerus usaha, mereka tidak membedakan anak perempuan dan laki-laki semua mendapat kesempatan memiliki aset usaha dan bertanggung jawab dalam pengelolaannya. Ketiga, mengelola usaha dipengaruhi empat karakter yaitu kekeluargaan, lentur, kekuatan intuitif dan perempuan sebagai role model. Perempuan berusaha menciptakan suasana kekeluargaan dengan tujuan agar keluarga dan karyawan yang terlibat didalam aktivitas warung merasa selalu nyaman untuk diajak
xiv
bekerja. Mereka menunjukkan sikap lentur, yang mana sangat dirasakan oleh karyawan perempuan sehingga mereka dapat mengatur pula kehidupan domestik dan publiknya. Perempuan pengusaha kuliner percaya kleteg bayu atau intuisi yang dapat mengarahkan mereka pada pengambilan keputusan terbaik untuk usaha kulinernya. Semua karakter tersebut sangat mendukung perempuan sebagai role model yang menginspirasi seluruh keluarga dan karyawan. Keempat, para perempuan pengusaha kuliner telah menunjukkan kontribusinya dalam mendukung pariwisata yaitu perempuan sebagai penguat dan atau pencipta branding. Perempuan sebagai pelestari kuliner lokal untuk kepentingan masyarakat dan wisatawan, perempuan sebagai inspirator dan motivator dan perempuan sebagai pejuang kuliner. Kelima, fase-fase perkembangan kuliner sudah ada sejak jaman kerajaan Bali dan kemudian munculnya pariwisata telah berdampak pada pertumbuhan warung-warung penyedia makanan dan minuman lokal. penelitian juga mengungkapkan aspek-aspek penting yang perlu diperhatikan para pengusaha kuliner seperti kebersihan, makanan, harga dan keunikan kuliner lokal. Temuan penelitian ini adalah perempuan tampil sebagai pengusaha dalam pariwisata, tak hanya pekerja seperti kebanyakan penelitian sebelumnya (Cukier et al 1996; Arjani 1998; Karmini 2011), tak hanya sebagai orang yang mengurus rumah tangga (Astiti 2001). Penelitian ini juga menemukan bahwa perempuan pengusaha kuliner menunjukkan gejala matrifocal dimana perempuan sebagai pemimpin usaha sekaligus keluarga, memiliki otoriitas dalam mengambil keputusan. Posisi mereka tidak lagi dalam subordinasi laki-laki.
xv
DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM .................................................................................................. i PRASAYARAT GELAR ........................................................................................ ii LEMBAR PERSETUJUAN................................................................................... iii SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT........................................................ v UCAPAN TERIMA KASIH .................................................................................. vi ABSTRAK ........................................................................................................... viii ABSTRACT ........................................................................................................... ix RINGKASAN ......................................................................................................... x DAFTAR ISI ........................................................................................................ xvi DAFTAR TABEL ................................................................................................. xx DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xxi DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xxiii BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1 1.1
Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2
Rumusan Masalah .............................................................................. 17
1.3
Tujuan Penelitian................................................................................ 18 1.3.1 Tujuan Umum ........................................................................... 18 1.3.2 Tujuan Khusus .......................................................................... 18
1.4
Manfaat Penelitian.............................................................................. 19 1.4.1 Manfaat Teoristis ...................................................................... 19 1.4.2 Manfaat Praktis ......................................................................... 19
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN..................................................................................... 21 2.1 Kajian Pustaka ....................................................................................... 21 2.2 Konsep ................................................................................................... 40 2.2.1 Kontribusi Perempuan Bali ....................................................... 40 2.2.2 Usaha Kuliner ............................................................................ 43 2.3 Landasan Teori ...................................................................................... 49 2.3.1 Teori “Invented Tradition” ........................................................ 50 2.3.2 Teori Gender ............................................................................. 53 2.4 Model Penelitian .................................................................................... 58
xvi
BAB III METODE PENELITIAN....................................................................... 62 3.1
Rancangan Penelitian ......................................................................... 62
3.2
Lokasi Penelitian ................................................................................ 62
3.3
Jenis Data dan Sumber Data .............................................................. 63 3.3.1 Jenis Data .................................................................................. 63 3.3.2 Sumber Data ............................................................................. 64
3.4
Instrumen Penelitian ........................................................................... 64
3.5
Teknik Pengumpulan Data ................................................................. 65
3.6
Teknik Penentuan Informan ............................................................... 67
3.7
Teknik Analisis Data .......................................................................... 68
3.8
Teknik Penyajian Hasil Analisis Data ................................................ 69
BAB IV PARIWISATA BALI DAN PERTUMBUHAN USAHA KULINER: DARI KULINER BABI GULING SAMPAI MAKANAN ORGANIK ......................................................................................... 71 4.1
Perkembangan Pariwisata Bali ........................................................... 71
4.2
Pariwisata Bali dan pertumbuhan kuliner .......................................... 74
4.3
Objek Penelitian Kuliner .................................................................... 82 4.3.1 Warung Mak Beng .................................................................... 84 4.3.2 Warung nasi campur Men Weti ................................................ 86 4.3.3 Warung Babi Guling Ibu Oka ................................................... 87 4.3.4 Warung Nasi Ayam Kedewatan Ibu Mangku ........................... 90 4.3.5 Made‟s Warung ........................................................................ 92 4.3.6 Murni‟s Warung........................................................................ 94 4.3.7 Casa Luna dan Indus Restoran ................................................. 97 4.3.8 Warung Bodag Meliah (Sari Organic Farm) ............................ 99
4.4
Kuliner Lokal sebagai daya tarik pariwisata .................................... 101
4.5
Perkembangan usaha kuliner lokal ................................................... 109
4.6
“Organik Food”Era dalam Kuliner Lokal ........................................ 115
BAB V 5.1
DELAPAN BIOGRAFI PEREMPUAN PENGUSAHA KULINER DI BALI................................................................................................. 123 Biografi Perempuan Bali Pengusaha Kuliner................................... 123 5.1.1 Made Masih pemilik Made‟s Warung. ................................... 124
xvii
5.1.2 Anak Agung Oka Sinar pemilik Warung Babi Guling Bu Oka. ......................................................................................... 129 5.1.3 Janet deNefee Pemilik Restoran Casaluna.............................. 135 5.1.4 Kadek Nilawati Pemilik Warung Bodag Meliah. ................... 138 5.1.5 Ni Wayan Murni Pemilik Murni‟s Warung. ........................... 143 5.1.6 Sang Ayu Putu Wija Pemilik Nasi Ayam Kedewatan. ........... 147 5.1.7 Made Weti pemilik Warung Men Weti. ................................. 150 5.1.8 Ni Ketut Tjuki pemilik Warung Mak Beng. ........................... 153 5.2
Analisis biografi ............................................................................... 156 5.2.1 Konsisten dalam mempertahankan citarasa dan originalitas makanan. ................................................................................. 157 5.2.2 Terlibat dalam pengembangan pariwisata dengan memperkenalkan menu lokal. ................................................. 158 5.2.3 Mempertahankan eksistensi warung. ...................................... 161 5.2.4 Mengatasi persaingan dengan bijak. ....................................... 165 5.2.5 Memiliki empat karakter khusus dalam mengelola usaha kuliner ..................................................................................... 167
BAB VI
KONTRIBUSI PEREMPUAN PENGUSAHA MENGANGKAT KULINER LOKAL DALAM MENDUKUNG KEPARIWISATAAN BALI................................................................................................. 177
6.1
Kontribusi perempuan pengusaha mengangkat kuliner lokal. ......... 178 6.1.1 Mempopulerkan Kuliner Bali ................................................. 181 6.1.1.1 Kuliner khas Made‟s Warung. .................................... 183 6.1.1.2 Kuliner Khas Murni‟s Warung ................................... 184 6.1.1.3 Kuliner Khas Bodag meliah........................................ 184 6.1.1.4 Kuliner khas Casa Luna dan Indus restoran ............... 185 6.1.1.5 Kuliner khas Nasi Ayam Kedewatan .......................... 186 6.1.1.6 Kuliner Khas warung Babi Guling Oka...................... 186 6.1.1.7 Kuliner Khas warung Mak Beng sanur ...................... 187 6.1.1.8 Kuliner Khas warung Men Weti ................................. 188 6.1.2 Melestarikan Kuliner Bali....................................................... 190 6.1.3 Memperkuat Identitas Kuliner Bali ........................................ 191 6.1.4 Mendukung Kepariwisataan Bali ........................................... 195
6.2
Perempuan Pengusaha Mewujudkan Kesetaraan Gender. ............... 200
xviii
BAB VII
PANDANGAN STAKEHOLDER PARIWISATA TERHADAP PEREMPUAN PENGUSAHA KULINER BALI DALAM MENGANGKAT KULINER LOKAL UNTUK MENDUKUNG PARIWISATA BALI ....................................................................... 206
7.1
Pandangan stakeholder pariwisata terhadap perempuan pengusaha kuliner Bali. ...................................................................................... 206 7.1.1 Perempuan sebagai pencipta branding kuliner lokal .............. 207 7.1.2 Perempuan sebagai pelestari kuliner lokal untuk kepentingan masyarakat dan wisatawan. .................................................... 209 7.1.3 Perempuan sebagai inspirator dan motivator .......................... 213 7.1.4 Perempuan sebagai pejuang kuliner ....................................... 213
7.2
Pandangan wisatawan terhadap perkembangan kuliner Bali. .......... 217 7.2.1 Identitas Responden (Kuta, Sanur, dan Ubud) ....................... 218 7.2.1.1 Responden Kawasan Kuta .......................................... 219 7.2.1.2 Responden Kawasan Sanur......................................... 220 7.2.1.3 Responden Kawasan Ubud ......................................... 222 7.2.1.4 Perkembangan usaha kuliner di Bali menurut para wisatawan ..................................................................... 225
BAB VIII PERGESERAN PERAN PEREMPUAN PENGUSAHA KULINER DI BALI ........................................................................................... 235 8.1
Gejala Matrifokal pada Perempuan Pengusaha Kuliner Bali. .......... 235
8.2
Peluang perempuan berwirausaha dalam industri pariwisata. ......... 245
BAB IX SIMPULAN DAN SARAN................................................................. 252 9.1
Simpulan........................................................................................... 252
9.2
Temuan ............................................................................................. 255
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 259 DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... 270
xix
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 4.1 Daftar nama objek penelitian ................................................................ 83 Tabel 4.2 Fase Perkembangan Kuliner Bali ........................................................ 120 Tabel 5.1 Definisi Warung .................................................................................. 162 Tabel 6.1 Jumlah tenaga kerja yang diserap warung dan restoran ...................... 198 Tabel 7.1 Jumlah responden di kawasan Kuta, Sanur dan Ubud ........................ 218 Tabel 7.2 Aspek pengembangan usaha kuliner di kawasan Kuta ....................... 226 Tabel 7.3 Aspek- aspek pengembangan usaha kuliner di kawasan Sanur .......... 227 Tabel 7.4 Aspek pengembangan usaha kuliner di kawasan Kuta ....................... 228 Tabel 8.1 Daftar Penelitian Matrifocal................................................................ 239
xx
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 4.1 Buku Resep Kuliner Bali Penulis Lokal ........................................... 79 Gambar 4.2 Buku Resep Kuliner Bali Penulis Asing ........................................... 80 Gambar 4.3 Warung Mak Beng ............................................................................ 85 Gambar 4.4 Situasi warung nasi campur Men Weti dipagi hari ........................... 87 Gambar 4.5 Situasi warung nasi campur Men Weti menjelang tutup................... 87 Gambar 4.6 aktivitas mengguling babi ................................................................. 88 Gambar 4.7 Warung Bu Oka 3 .............................................................................. 89 Gambar 4.8 Warung Bu Oka 2 .............................................................................. 89 Gambar 4.9 Warung Nasi Ayam Bu Mangku Kedewatan .................................... 91 Gambar 4.10 Foto-foto yang dipajang di warung Bu Mangku ............................. 91 Gambar 4.11 Tata ruang warung made Seminyak ................................................ 93 Gambar 4.12 Panggung dihias memperingati hari kemerdekaan Indonesia ......... 93 Gambar 4.13 Warung Murni ................................................................................. 94 Gambar 4.14 Patung pasa lounge Warung Murni ................................................. 96 Gambar 4.15 Restoran Indus ................................................................................. 99 Gambar 4.16 Restoran Casa Luna ......................................................................... 99 Gambar 4.17 Batu berukir selamat datang di Sari Organik ................................ 101 Gambar 4.18 Produk Organik olahan Sari Organik Farm .................................. 101 Gambar 4.19 Menu ala Raja Bali ........................................................................ 104 Gambar 4.20 Buku Masakan Indonesia .............................................................. 113 Gambar 5.1 Made Masih ..................................................................................... 124 Gambar 5.3 Anak Agung Oka Sinar ................................................................... 129 Gambar 5.4 Babi sebelum diguling ..................................................................... 133 Gambar 5.5 Babi dalam proses diguling ............................................................. 133 Gambar 5.6 Janet de Neefe ................................................................................. 135 Gambar 5.7 Kadek Nilawati ................................................................................ 138 Gambar 5.8 Kandang sapi yang dibangun di kebun sebagai fasilitas penitipan . 141 Gambar 5.9 Kebun yang terletak di depan warung sari bodag meliah ............... 141 Gambar 5.10 Ni Wayan Murni............................................................................ 143 Gambar 5.11 Forty Delicious Years.................................................................... 146 Gambar 5.12 Sang Ayu Putu WIja ...................................................................... 147 Gambar 5.13 Made Weti ..................................................................................... 150 Gambar 5.14 Mak Beng bersama seorang pengunjung ...................................... 153 Gambar 6.1 Menu Warung Made Nasi Campur Spesial ..................................... 183 Gambar 6.2 Nasi Goreng Ala Made .................................................................... 183 Gambar 6.3 Menu Warung Murni Tahu Sutra .................................................... 184 Gambar 6.4 Nasi Campur ala Murni ................................................................... 184 Gambar 6.5 Menu Warung Sari Bodag Meliah Nasi Campur Bodag Meliah .... 185 Gambar 6.6 Nasi Campur Bali ala Bodag Meliah............................................... 185 Gambar 6.7 Menu Casa Luna, Indus Restoran, Paela ......................................... 186 Gambar 6.8 Nasi Campur ala Indus Restoran ..................................................... 186 Gambar 6.9 Menu Nasi Ayam Kedewatan ......................................................... 186 xxi
Gambar 6.10 Menu Warung Babi Guling Oka, Nasi Babi Guling ..................... 187 Gambar 6.11 Menu Warung Mak Beng, Sup dan Ikan Goreng Mak Beng ........ 187 Gambar 6.12 Menu Warung Men Weti, Nasi Campur ....................................... 188
xxii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1 Daftar Nama Informan..................................................................... 270 Lampiran 2 Pedoman Wawancara ...................................................................... 272 Lampiran 3 Kuisioner ......................................................................................... 279 Lampiran 4 Hasil analisis data ............................................................................ 283 Lampiran 5 Dokumentasi kegiatan penelitian..................................................... 289
xxiii
1 BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Kesuksesan
perempuan
dalam
berbagai
bidang
kehidupan
patut
dibanggakan akan tetapi apresiasi untuk mereka tidak sebanding dengan kontribusi yang telah mereka berikan. Para peneliti, misalnya, kurang memberikan perhatian proporsional pada kontribusi perempuan dan segala persoalan yang mereka hadapi dalam kehidupan domestik, sosial, dan politik, seolah-olah apa yang mereka lakukan dianggap sesuatu yang wajar terjadi atau taken for granted. Kontribusi perempuan dalam pembangunan kepariwisataan pun, seperti yang terjadi di Indonesia dianggap hal yang biasa,buktinya kurang banyak dikaji. Dalam konteks inilah, mudah dipahami mengapa Deklarasi United Nations Decade for Women (1976-1985) mendorong para peneliti untuk melakukan kajian-kajian tentang perempuan. Pada
awalnya,
Deklarasi
United
Nations
Decades
for
Women
yangdiselenggarakan di Mexico city (1976) melalui World Conference International Year of Women oleh PBBitu menghasilkan deklarasi kesetaraan antara perempuan dan laki-laki.Deklarasi itu hendak dijadikan dasar untuk dikembangkan dan dijabarkan ke dalam berbagai program untuk pemberdayaan perempuan (Women Empowerment Program) lalu dikembangkan menjadi Women in Development(WID) (United Nations, 1976). Pada tahun 1980 di Copenhagen diselenggarakan kembali World Conference UN Mid Decade of Women yang
1
2
mengesahkan UN Convention on Elimination of All Forms of Discrimination Againts Women (CEDAW) yang isinya tentang peniadaan seluruh bentuk diskriminasi terhadap perempuan (United Nations, 1980) Pada tahun 1985, World Conference on Result on Ten Years Movement, yang menghasilkan The Nairobi Looking Foward Strategies for the Advancement of Women yang bertujuan untuk mengkaji mengapa terjadi ketimpangan antara perempuan dan laki-laki dalam berbagai bidang kehidupan. Konferensi ini juga membentuk badan The United Nations Funds For Women (UNIFEM) untuk melakukan studi kegiatan gender secara international.Berdasarkan studi tersebut program Women in Development (WID) dikembangkan menjadi Women and Development (WAD) yang kemudian menjadi Gender and Development (GAD) yang merupakan paradigma hubungan kemitraan dan keharmonisan antara perempuan dan laki-laki. Kemitraan dan keharmonisan yang dimaksud adalah perempuan dan laki-laki di dunia industri dapat saling mendukung sehingga kesuksesan tercapai. Hasil-hasil Deklarasi ini cukup kuat menekankan bahwa dunia sangat memperhatikan perempuan diberbagai bidang serta mendukung agar perempuan dapat meningkatkan peranannya dalam membangun bangsa (United Nations, 1985). Memberikan apresiasi yang tepat terhadap pencapaian perempuan dalam pembangunan bukan saja merupakan penghargaan atas haknya tetapi juga sebagai salah satu strategi pemberdayaan perempuan dalam konteks untuk lebih memotivasi mereka dalam bekerja dan mengabdi. Nyatanya, apresiasi demikian sangat kurang termasuk apa yang bisa dilihat di Bali.Perempuan Bali banyak
3
berkontribusi terhadap pembangunan pariwisata akan tetapi kurang apresiasi. Sebagai contoh, penganugerahan Karya Karana Pariwisata oleh Pemerintah Provinsi Bali melalui Dinas Pariwisata sejak tahun 2003. Anugerah ini diberikan setiap tahun kepada tokoh pariwisata Bali yang dinilai berhasil dalam tiga kategori yaitu sebagai pelopor, pengembang, dan pengabdi dalam kepariwisataan di Bali. Antara tahun 2003 sampai 2007, yakni dalam kurun waktu lima tahun, Pemerintah Provinsi Bali telah memberikan anugerah Karya Karana Pariwisata kepada 35 orang, sebagian besar laki-laki, faktanya hanya tiga tokoh perempuan yaitu I Wayan Taman (2004, pendiri biro perjalanan wisata Bali Indonesia Murni Ltd.), Makiko Iskandar (2006, Presiden Direktur Rama Tours), dan Ni Made Rempi (2006, perintis perhotelan asal Desa Kuta). Bila dibandingkan dengan jumlah tokoh pariwisata laki-laki, maka 3 perempuan tokoh pariwisata ini tidak sebanding dengan 32 tokoh laki-laki yang juga memperoleh penghargaan Karya Karana. Penelitian ini mengkaji kontribusi perempuan Bali yang bergerak di bidang usaha kuliner dalam upaya mendukung perkembangan kepariwisataan Bali. Alasan penelelitian in adalah ketimpangan apresiasi terhadap prestasi perempuan seperti diuraikan di atas dan juga karena realitas berlanjut mengenai siginifikannya peran perempuan khususnya pengusaha kuliner lokal Bali dalam berbagai hal. Kenyataan menunjukkan ada banyak perempuan Bali yang sukses mengembangkan usahanya di bidang kepariwisataan dalam jangka waktu panjang dan membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat (Putra 2014). Minimnya jumlah perempuan yang mendapatkan anugerah Karya Karana Pariwisata
4
menunjukkan kurangnya apresiasi terhadap perempuan Bali yang terus dan telah sukses mengabdikan tenaga, keterampilan, dan keahliannya di bidang pariwisata. Sejak tahun 2008, anugerah Karya Karana Pariwisata tidak lagi diberikan, dengan alasan yang tidak jelas, padahal Perda 2/2012 tentang Kepariwisataan Budaya Bali pada Bab XI Pasal 29 menyebutkan: Gubernur memberikan penghargaan kepada perseorangan, organisasi pariwisata, serta badan usaha yang berprestasi luar biasa atau berjasa besar dalam meningkatkan pembangunan, kepeloporan, dan pengabdian di bidang Kepariwisataan Budaya Bali. Jika amanat Perda Kepariwisataan Budaya ini diterapkan, saatnya perhatian diberikan kepada perempuan yang telah tampil memberikan jasanya pada perkembangan kepariwisataan Bali. Para peneliti sudah mulai memberikan perhatian padaperempuan dalam dunia kepariwisataan. Hal ini terjadi sejak tahun 1990-an yang tampaknya bisa dipahami sebagai imbas dari deklrasi perempuan badan internasional PBB dekade sebelumnya. Pelopor penelitian perempuan dalam bidang pariwisata dan bidang kehidupan lainnya dilakukan antropolog dari luar negeri seperti Miller dan Branson (1989), Kinnaird dan Hall (1994), Cukier, Norris, dan Wall (1996), Long Kindon (1997), Nakatani (1999). Sarjana Bali pun mulai meneliti tentang perempuan dalam pariwisata dan kehidupan sosial lainnya seperti Arjani (1998), Suryani (2003), Putra (2007), Astiti (2004), dan Widanti (2011). Di satu sisi, perhatian para peneliti terhadap perempuan ini patut di apresiasi, pada saat yang sama perlu ditegaskan bahwa masih banyak hasil penelitian mereka yang mengungkapkan peran dan kontribusi perempuan dalam industri hanya saja fokus penelitian lebih banyak pada pekerja perempuan dan
5
problematika yang dihadapinya. Kajian tentang perempuan mulai bermunculan dan mereka mengungkapkan berbagai permasalahan-permasalahan yang dihadapi perempuan seperti perempuan yang bekerja sebagai buruh tani; perempuan dalam industri skala kecil; dampak negatif ideologi gender pada evaluasi kerja perempuan; tekanan dari kebijakan pembangunan nasional yang tidak hanya menentukan orientasi umum proses industri tetapi peran dan karakter perempuan (Nakatani,1999). Hasil-hasil penelitian tersebut secara umum menunjukkan perempuan masih sulit mencapai posisi sejajar dengan laki-laki terutama dalam bidang pekerjaan dengan berbagai latar belakang alasan yang mewarnai lemahnya kontribusi perempuan. Padahal, banyak perempuan yang menunjukkan peran sebagai pelopor pariwisata yang tidak kalah atau paling tidak mencapai posisi yang dapat dikatakan setara dengan laki-laki. Awalnya kajian perempuan, termasuk penelitian-penelitian di Indonesia, mengkaji kasus-kasus terkait fenomena “domestication” (urusan yang bersifat domestik) dan housewifization (urusan perempuan sebagai istri), perjuangan emansipasi yang terpusat di Jawa (Suryakusuma, 2012). Para peneliti mengamati fenomena yang menunjukkan terjadinya perubahan utama dalam kegiatan perempuan dan persoalan-persoalan yang dihadapi perempuan. Pertama, para peneliti seperti (Grijns 1987; Ong 1987; Robinson 1998; Wolf 1992) mengungkapkan
keterpinggiran
perempuan
dalam
pekerjaannya
dimana
perempuan sebagai penghasil sumber pendapatan kedua atau non-utama dalam keluarga. Pemerintah Indonesia khususnya dengan sangat jelas mengkategorikan perempuan dalam dua bentuk peranan sebagai seorang ibu dan istri. Konsep ini
6
telah dikembangkan kedalam program yang disebut pembinaan kesejahteraan keluarga (PKK). Kedua, perempuan yang pada awalnya cenderung dikaitkan dengan peran domestik saja, secara perlahan kemudian diakui perannya dalam dunia industri sehingga menunjukkan adanya kesetaraan dengan laki-laki (Nakatani, 1999). Widanti dalam bukunya Model Kebijakan Pemberdayaan Perempuan di Bali (2011) memfokuskan kajian pada ketidakadilan yang dialami perempuan dalam sistem ekonomi, politik, dan budaya. Secara leluasa perempuan disingkirkan dengan membangun dikotomi antara ranah publik dan ranah domestik. Ketika perempuan memasuki dunia kerja, sering mendapat pekerjaan yang sulit dan upah yang rendah. Tidak sedikit juga perempuan yang mengalami kekerasan dan pelecehan seksual. Dalam media pun perempuan digambarkan dengan citra makhluk yang cantik atau sensual saja. Jika perempuan bergelut dalam dunia bisnis beban penindasan disebut-sebut terhapus bahkan terkurangi karena citra yang terbentuk adalah perempuan kaya dan perempuan eksekutif namun citra perempuan berkelas dikatakan mempermudah perempuan untuk melakukan penindasan terhadap perempuan kelas bawah. Minat
sarjana
untuk
meneliti
kesetaraan
gender
pada
industri
kepariwisataan mulai mengaplikasikan teori feminisme, yang sebelumnya banyak digunakan dalam mengkaji kedudukan perempuan dalam sosial dan politik. Penelitian mengenai gender dalam pariwisata yang muncul agak awal adalah studi oleh Vivian Kinnaird dan Dereck Hall (1994) yang mendefinisikan gender dalam pariwisata
melalui
sudut
pandang
pengembangan
pariwisata
dimana
7
pengembangan pariwisata memiliki pengaruh yang signifikan dalam perubahan sosial dan merupakan perwujudan dari praktek-praktek sosial yang terjadi di masyarakat. Industri pariwisata adalah salah satu sektor jasa yang perkembangannya sangat pesat dan menjadi sumber devisa kedua didunia setelah industri minyak. Industri pariwisata juga telah membuka peluang besar bagi perempuan di dunia untuk ikut berperan dalam pengembangannya seperti yang disampaikan oleh UNWTO pada peringatan Hari Pariwisata sedunia 27 September 2007 dengan mengangkat tema Tourism Opens Doors for Women (pariwisata membuka pintupintu bagi perempuan). Pada konferensi ini terdapat dua hal penting yang ditetapkan. Pertama, pariwisata dapat meningkatkan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, pemerintahan dan organisasi terkait pariwisata berkomitmen untuk kesetaraan gender yang ditetapkan dengan serangkaian proses pembentukan kebijakan yang akan mengatur perempuan dan laki-laki di industri pariwisata. Kedua, perhatian besar akan diberikan pada perempuan, status dan upah rendah dalam pariwisata menyebabkan kontribusi mereka tidak dirasakan manfaatnya.
Memberdayakan
perempuan
untuk
berpartisipasi
dalam
perekonomian sangat diperlukan penting dalam memperkuat perekonomian. Walaupun sesungguhnya kepariwisataan telah membuka pintu pada perempuan sejak awal tumbuhnya industri ini, bukan berarti pilihan tema UNWTO tahun 2007 terlambat waktunya, tetapi harus dilihat sebagai usaha terusmenerus
untuk
mengakui
kontribusi
dari
perempuan
dalam
industri
kepariwisataan. Belakangan, pengakuan terhadap kontribusi perempuan dalam
8
perkembangan kepariwisataan mulai bermunculan. Kumari (2014) menyatakan peran perempuan diakui sangat penting dan berkontribusi dalam pengembangan industri pariwisata dengan cara mereka yang unik yakni sesuai karakter mereka pada dunia kerja domestik dan kerja hospitaliti. Perempuan dianggap sangat tulus, berdedikasi dan berkomitmen, mampu mengerjakan berbagai hal dengan mudah bahkan lebih baik dari laki-laki. Industri pariwisata, seperti disampaikan Rani (2013), menjadi sektor penting bagi perempuan. Persentase perempuan yang bekerja pada industri pariwisatadi seluruh dunia secara keseluruhan mencapai 46 persen. Persentase ini pada kenyataannya lebih tinggi daripada di industri lainnya yang hanyamencapai 34,40 persen (Rani 2013:1). Perkembangan kepariwisataan dan keterlibatan perempuan di dalamnya berlangsung dalam dinamika mutualistik, di satu pihak semakin banyak perempuan mendapat pekerjaan dari industri kepariwisataan, pada saat yang sama semakin nyata dukungan perempuan untuk keberlanjutan pariwisata yang menyediakan lowongan pekerjaan untuk mereka. Data dari Badan Pusat Statistika (BPS) Provinsi Bali 2015 menunjukkan bahwa di Bali, perempuan yang bekerja pada jenis usaha perdagangan, hotel, dan rumah makan berjumlah 355.178 orang sedangkan laki-laki berjumlah 303.134 orang. Jumlah tersebut semakin menegaskan bahwa perempuan lebih banyak diserap sebagai tenaga kerja pada industri pariwisata. Fakta ini tidak saja menunjukkan bahwa pariwisata menjadi sangat penting bagi perempuan, tetapi perempuan turut serta mewarnai industri pariwisata, tidak saja sebagai pekerja tetapi juga sebagai manajer dan bahkan pengusaha.
9
Hal serupa diungkapkan pada survei yang dilakukan majalah International New York Times yang berjudul “Women in Hospitality and Tourism” (2014:14) menyebutkan sebuah perusahaan akan sukses bila perempuan yang menjadi pemimpinnya, sepuluh tahun tahun kedepan hampir 55 persen pekerjaan sektor pariwisata akan dikuasai oleh perempuan. Hal ini disebabkan semakin banyak perempuan yang merupakan lulusan universitas dengan standar pendidikan yang terbaik di dunia dan diprediksi hampir satu juta perempuan di dunia mendominasi dunia pekerjaan. Pernyataan diatas akan menjadi berbeda artinya apabila posisi perempuan dalam pekerjaannya dikaitkan dengan “piramida gender” yang dalam hal ini menganggap perempuan memiliki prospek kedepan yang rendah sebatas sebagai pekerjalevel menengah ke bawah dibandingkan dengan laki-laki. Jenis pekerjaan perempuan di industri pariwisata dibagi menjadi dua golongan yaitu horizontal dan vertikal. Horizontally, women are being employed as waitressess, chambermaids, cleaners, travel agencies sales person, flight attendances, etc. Vertically, the typical gender pyramid is prevalend in the tourism sector-lower levels and occupation with view career development opportunities being dominated by women and key managerial posisition being dominated by men (Rani,2013:1) Seperti dalam kutipan diatas, Rani (2013) menegaskan bahwa secara horisontal jenis pekerjaan perempuan dalam industri pariwisata adalah sebagai pelayan direstoran, pelayan kamar, bagian penjualan dari biro perjalanan pariwisata, pramugari, dan lain-lainnya. Secara vertikal dalam piramida gender, perempuan
lazimnya
berpeluang
dalam
pengembangan
karir
yang
terbatassedangkan laki-laki lebih mendominasi posisi manajerial. Fenomena
10
terbatasnya karier perempuan dalam pariwisata merupakan refleksi dari keadaan serupa di profesi bidang lainnya. Dalam pariwisata kondisinya penuh kontras karena jumlah perempuan yang bekerja di sektor ini cukup besar, sementara posisi manajerial ke atas bagi mereka sangat terbatas karena didominasi pekerja lakilaki. Pariwisata dapat dimanfaatkan sebagai sarana untuk mengungkapkan citra dan fakta kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan pada tingkat rumah tangga, masyarakat, nasional, dan global. Pada saat yang sama, semakin baik kesetaraan gender yang terjadi maka akan berkontribusi pada kualitas pengalaman wisatawan, yang berdampak besar pada keuntungan dan aspek-aspek dalam industri pariwisata. Pariwisata berpotensi sebagai sarana untuk memberdayakan perempuan dengan menyediakan peluang kepada perempuan untuk berpartisipasi dalam dunia kerja, kewirausahaan, kepemimpinan dan menawarkan jalan tengah kepada perempuan untuk sukses (UNWTO, 2011).Perempuan sangat terampil dalam dunia hospitality karena urusan ini merupakan bagian dari urusan domestik yang merupakan aktivitas sehari-hari perempuan. Jika perempuan diberikan kesempatan berkarier diruang publik seperti di bidang industri hospitality ini, kompetensi mereka tidak perlu diragukan lagi. Posisi perempuan dalam dunia pariwisata mengalami pergeseran sesuai dengan perjalanan waktu dan perkembangan industri ini. Dalam perkembangan kepariwisataan di Bali, era 1970-an perempuan dalam industri pariwisata hanya dapat dijumpai pada sektor-sektor tertentu namun sekarang perempuan dapat ditemukan pada sektor pariwisata apapun mulai dari kementerian pariwisata di
11
berbagai negara, manajer pada hotel-hotel besar, melayani proses pembuatan visa, agen perjalanan wisata, dan banyak dari mereka adalah pemilik dan pengelola dalam industri pariwisata (Kumari,2014). Keterlibatan perempuan dalam dunia pariwisata, khususnya dibidang kewirausahaan turut diungkapkan oleh Adhiti (2003) yang menyatakan perempuan membuka usaha-usaha berskala kecil seperti berjualan souvenir, pedagang makanan dan minuman yang dapat menambah penghasilan suami dan memenuhi kebutuhan keluarga. Berwirausaha yang dilakukan oleh perempuan menurut Misango dan Ongiti (2013) juga dapat mengurangi kemiskinan dan juga berdampak positif bagi perempuan karena dapat meningkatkan kemampuan diri dalam mengelola usahanya. Nakatami (1999) dalam penelitiannya pada tukang atau pengrajin songket di Sidemen, Karangasem, menunjukkan pentingnya posisi perempuan sebagai sumber pendapatan untuk memenuhi kebutuhan keluarga, baik kebutuhan sehari-hari maupun kebutuhan biaya upacara yang sambungmenyambung. Kontribusi perempuan dalam pengembangan industri pariwisata sangat penting karena perempuan memiliki fungsi yang sama dalam rumah tangga dengan sebutan “ibu rumah tangga”. Perempuan memiliki tanggung jawab yang besar untuk keberlangsungan rumah tangganya dan hal ini tidak ada bedanya dengan posisi perempuan di industri pariwisata. Pada artikel yang berjudul “Empat Srikandi di Kuliner Bali: Peran Perempuan dalam Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan” (Putra, 2014), ditunjukkan fakta adanya sejumlah perempuan Bali yang tampil sebagai srikandi yang berhasil menggali,
12
mengembangkan kuliner-kuliner Bali, dan menawarkannya ke dunia pariwisata. Istilah “srikandi” yang dipakai di sini bermakna “pahlawan” atau orang yang berusaha keras berjuang dan “berhasil” dalam memperkenalkan kuliner Bali ke dunia
pariwisata
yang
diminati
wisatawan
dan
juga
membanggakan
masyarakatnya. Yang termasuk dalam barisan srikandi ini adalah Ibu Oka (pedagang nasi babi guling di Ubud), Made Masih (pemilik Made‟s Warung, Kuta-Seminyak), Ny Warti Buleleng (Katering Bu Buleleng), dan Men Tempeh (almarhum, penemu ayam betutu gilimanuk) (Putra 2014:68). Dalam kajiannya, Putra (2014) berkesimpulan: Kesuksesan perempuan Bali sebagai pioner dalam industri pariwisata adalah perempuan Bali yang semakin inovatif dan kreatif dalam mengembangkan industri pariwisataterkait dengan karakteristik kegiatan perempuan secara tradisional. Perempuan bekerja di dunia publik tetapi bidang yang ditekuninya berkaitan dengan masak-memasak, pelayanan, dan hospitality. Kontribusi perempuan Bali dalam industri pariwisata memang sangat penting terbukti dengan adanya sejarah-sejarah yang mengungkapkan bahwa pada saat itu selain sebagai daya tarik Pulau Bali perempuan juga memberikan sumbangan pada perkembangan pariwisata. Pada makalah yang disampaikan Putra (2012) dengan judul “The Role of Creative Women in Bali‟s Tourism Development” tercatat perempuan Bali yang berkontribusi dalam pengembangan pariwisata sejak tahun 1930 misalnya Anak Agung Mirah Astuti Kompiang (bidang jasa perhotelan) beliau adalah perempuan Bali yang mengelola usaha jasa akomodasi “Segara Village Hotel” sejak tahun 1956. Ni Pollok, yang merupakan istri pelukis termasyur Le Mayeur dan juga seorang penari Bali yang dalam penampilannya di Singapura telah mempromosikan kesenian Bali pada tahun
13
1932. Seorang perempuan Amerika kelahiran Skotlandia datang ke Bali pada tahun 1932 diadopsi oleh Raja Bangli dan diberi nama K‟tut Tantri yang mendirikan hotel pertama di Kuta “Suara Segara” sekarang Inna Kuta Beach (Vickers,1989; Picard,2006). Tantri kenal dengan Ni Made Rempi di Kuta dan Rempi mengatakan dia mendapat inspirasi dari K‟tut Tantri mendirikan hotel di Kuta (Karya Karana Pariwisata, 2007). Sedikit mengulas tentang perjuangan perempuan Bali, tahun 1930-an adalah tahun penting bagi perempuan Bali, tidak saja mulai dikenal di dunia pariwisata tapi pada tahun ini dianggap sebagai awal permulaan perempuan Bali menunjukkan diri dalam gerakan sosial menentang ketidak adilan gender. Di tahun 1950-an, Putra (2007), mengungkapkan bahwa perempuan Bali mulai mengalami “krisis” dampak dari modernitas. Citra perempuan pada era ini sangat negatif karena pengaruh gaya barat seperti pergaulan bebas sehingga situasinya dianggap mengkhawatirkan. Tetapi perkembangannya tidak seburuk itu karena tidak semua perempuan Bali kenyataannya seperti itu. Citra perempuan yang kala itu terkesan negatif tidak menghalangi perempuan Bali tetap berjuang untuk kesetaraan dirinya dengan mencerdaskan diri dan berkarya diberbagai bidang. Kini banyak perempuan yang sukses menjadi pengusaha dan berhasil memposisikan dirinya dalam kehidupan berkeluarga karena fleksibilitas perempuan dirumah tangga ataupun pekerjaannya. Tidak hanya kreatifitasnya, perempuan Bali juga mampu berinovasi dalam mengembangkan produk-produk lokal yang diminati wisatawan khususnya perawatan kecantikan. Krause (1998),
14
dalam Picard (2006:40) mengeskpresikan kekaguman pada kecantikan perempuan Bali adalah sebagai berikut: Perempuan Bali sangat cantik, secantik yang dapat kita bayangkan; kecantikan itu anggun dan sederhana secara fisiologis, penuh kemuliaan dari Timur dan kesucian alami. Lebih lanjut Picard (2006) mengungkapkan kecantikan perempuan Bali bahkan sudah terkenal sejak abad ke-20 yang diterbitkan dalam sejumlah buku oleh Miguel Covarrubias dan Vicki Baum yaitu Tale from Bali (1937), Island of Bali (1937). Covarrubias juga mengungkapkan sosok “puteri” Bali bernama Fatimah yang pada saat itu telah memiliki usaha kain, perak dan kendaraan untuk disewakan bagi para wisatawan. Dulu perempuan lebih banyak bekerja di sektor informal yang tidak memerlukan ketrampilan khusus. Berbeda dengan perempuan sekarang yang pada era global ini lebih banyak berjuang untuk menyatakan diri dalam berbagai posisi di Industri pariwisata dan berani menunjukkan diri sebagai pemimpin. Tidak sedikit perempuan kini yang telah berhasil menjadi pioner dalam industri pariwisata dan berhasil meningkatkan pemberdayaan perempuan sebagai tenaga kerja terampil dalam industri ini. Perempuan juga membentuk asosiasi profesi yang anggotanya khusus perempuan seperti Ikatakan Wanita Pengusaha Indonesia (IWAPI) dan Ikatan Wanita Pariwisata (IWATA), organisasi profesi yang menunjukkan pentingnya kontribusi perempuan dalam dunia usaha pada umumnya dan dunia hospitality pada khususnya. Perempuan di Bali khususnya, memiliki potensi besar untuk berkontribusi dalam penyelenggaraan pelestarian dan pengembangan budaya serta pariwisata.
15
Hanya saja keadaan perempuan pada kenyataannya tetap tertinggal dibandingkan laki-laki. Hal ini disebabkan oleh kondisi sosial budaya yang seringkali merupakan hambatan bagi perempuan untuk mengembangkan dirinya supaya dapat sejajar dengan laki-laki di Industri pariwisata. Oleh karena itu, perempuan perlu diberdayakan agar terus dapat berkontribusi serta secara optimal sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Perempuan juga harus meningkatkan kualitas diri melalui pendidikan, meningkatkan rasa percaya diri dan kemandirinya. Berbagai ketrampilan misalnya membuat makanan dan minuman tradisional juga dilirik menjadi peluang kerja karena aneka makanan dan minuman tradisional sekarang diminati oleh wisatawan (Astiti, 2001). Dalam pengembangan makanan dan minuman tradisional sebagai bisnis restoran dan warung makan, Rumadana (2013) menyatakan sampai saat ini keadaannya masih jalan ditempat, maksudnya pertumbuhan restoran dan warung makan yang dibangun tetapi produk yang dijual bukan makanan tradisional Bali melainkan makanan Korea, India, China, dan Italy. Hidangan khas Bali belum berperan secara berarti dalam pariwisata Bali. Demikian pula dengan makanan cepat saji produk Amerika dimana masyarakat Bali hanya berperan sebagai karyawan perusahaan tersebut. Jadi masyarakat Bali tidak memegang posisi indutri jasa boga ini. Diketahui beberapa warung makan dan restoran yang terletak pada wilayah Sanur, Kuta, dan Ubud selalu didatangi oleh wisatawan dan beberapa sudah berdiri empat puluh tahun lamanya. Warung makan tersebut didirikan dan dikelola pada awalnya oleh perempuan-perempuan yang berani mengangkat
16
kegiatan domestik perempuan sebagai bagian dari industri pariwisata. Perempuanperempuan itu adalah Made Masih (Warung Made), Bu Oka (Babi Guling Oka), Ibu Weti (Warung men Weti), Mak Beng (Warung Mak Beng),Janet deNefee (Casa Luna), Nilawati (Warung Bodag Meliah), Bu Mangku (Bu Mangku Kedewatan), dan Wayan Murni (Murni‟s Warung), Kedelapan pengusaha perempuan ini telah berhasil mengembangkan usaha makanan dan minuman tradisional di Bali dan beberapa diantaranya disebut sebagai “srikandi kuliner”. Secara khusus dalam penelitian ini akan memberikan perhatian kepada perempuan yang bergerak dibidang restoran dan warung makan dalam konteks pariwisata Bali. Dunia usaha yang tergolong kegiatan domestik inilah sesungguhnya menjadi kekuatan perempuan. Melalui usaha restoran dan warung makan yang mereka geluti secara turun-temurun perempuan mampu berkontribusi dalam mengembangkan kuliner Bali. Kontribusi mereka akan dilihat dari beberapa hal seperti kepedulian terhadap lingkungan sekitarnya seperti alam, masyarakat, penyerapan tenaga kerja serta mengangkat kuliner lokal Bali sampai menjadi daya tarik pariwisata. Berdasarkan pengamatan awal dan studi sebelumnya yang ada telah dilakukan tampil perempuan Bali yang sukses dan menonjol dalam usaha tersebut misalnya Bu Made pemilik Warung Made di wilayah Kuta dengan tampilan restorannya
yang modern akan tetapi
menyuguhkan makanan tradisional sedangkan Bu Oka pemilik Babi Guling Oka di Ubud dengan tampilan lokal makanan yang disajikan yaitu Babi Guling dengan citarasa yang mendunia. Berbeda dengan Warung Men Weti dan Warung Mak Beng kedua warung makan ini terletak di Sanur dan menyuguhkan cita rasa lokal,
17
olahan makanan rumahan seperti nasi campur dan sup ikan yang sangat diminati oleh wisatawan lokal ataupun mancanegara. Kontribusi perempuan khususnya perempuan Bali yang telah menggeluti usaha restoran dan berjasa mengangkat kuliner lokal menjadi sangat penting untuk diteliti karena sudah jelas terbukti adanya kontribusi pada bidang-bidang tertentu dalam industri pariwisata. Akan tetapi, sekuat apapun perjuangannya mereka masih saja mengalami keterpinggiran terkecuali ada pembaharuan dan pola-pola pikir baru mengenai kontribusi mereka dengan cara mengungkapkan dan memberi apresiasi atas segala upaya yang telah mereka perjuangkan. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah kontribusi perempuan pengusaha dalam mengangkat kuliner lokal untuk mendukung kepariwisataan Bali ? 2.
Bagaimana
pandangan stakeholder pariwisata terhadap kontribusi
perempuan pengusaha dalam mengangkat kuliner untuk mendukung kepariwisataan Bali? 3.
Bagaimana pergeseran peran perempuan khususnya para pengusaha kuliner dalam mendukung kepariwisataan Bali?
18
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1
Tujuan Umum Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kontribusi
perempuan dalam industri pariwisata khususnya pada bidang usaha restoran dan warung makan yang mengangkat kuliner lokal Bali. 1.3.2
Tujuan Khusus Berdasarkan pada rumusan masalah penelitian maka tujuan khusus dari
penelitian ini adalah (1) menganalisis kontribusi perempuan Bali pengusaha mengangkat kuliner lokal dalam mendukung pariwisata Bali, (2) menganalisis pandangan stakeholder pariwisata terhadap kontribusi perempuan dalam mendukung pariwisata Bali, (3) menganalisis pergeseran peran perempuan Bali khususnya para pengusaha kuliner. Kontribusi perempuan dinilai berdasarkan kesuksesan dan kepionirannya dalam mengangkat kuliner lokal dalam mendukung pariwisata Bali sehingga penelitian ini menjadi berbeda dari penelitian sebelumnya yang selama ini mengkaji pada tataran gender „kesetaraan‟ bahkan „marginalisme‟ perempuan dalam industri pariwisata. Fokus penelitian kedua, adalah analisis pandangan stakeholder mengenai kontribusi khususnya perempuan Bali yang menjalankan usaha restoran dan warung dalam mengangkat makanan lokal Bali. Berikutnya adalah analisis pergeseran peran peran perempuan yang pada disertasi ini analisis tersebut dilakukan pada perempuan yang merupakan pengusaha kuliner Bali.
19
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1
Manfaat Teoristis Dengan adanya penelitian ini diharapkan mampu memberikan pemahaman
teoritis atas bentuk-bentuk kontribusi perempuan dalam mengangkat kuliner lokal dalam mendukung pariwisata Bali selain itu, hasil-hasil penelitian diharapkan dapat menyumbangkan pemikiran-pemikiran yang dapat menambah kebaruan dan memperdalam penelitian yang mengkaji kontribusi perempuan dalam mendukung pariwisata Bali. 1.4.2
Manfaat Praktis Secara praktis penelitian ini diharapkan memberi manfaat sebagai berikut.
1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi perempuan Bali dengan mengungkap perempuan Bali yang sukses dalam industri pariwisata khususnya kuliner. 2. Penelitian ini diharapkan membangun kepercayaan diri dan memberikan ide-ide bagi perempuan untuk tidak ragu terlibat dalam industri pariwisata serta secara maksimal dapat berkontribusi dalam menciptakan industri pariwisata berkelanjutan. 3. Penelitian ini memberikan kesadaran bagi perempuan bahwa perempuan tidak selamanya menjadi objek penderita dalam pembangunan pariwisata. 4. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan pertimbangan oleh pemerintah untuk memberikan apresiasi kepada Tokoh perempuan Bali dalam dunia kuliner.
20
5. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan pertimbangan pemerintah dalam merumuskan kebijakan dalam memfasilitasi Perempuan Bali untuk turut serta mengambil peran lebih besar di dunia publik. 6. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pandangan baru terhadap kiprah perempuan di dunia publik yang selama ini lebih sering dikaitkan dengan kegiatan domestik dan peran reproduktif.
2 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN
Bab ini mengkaji penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan topik perempuan dalam industri pariwisata Bali, perempuan dalam dunia kuliner dan penelitian dengan tema sejenis yang relevan dengan tema penelitian ini. Selain untuk mengapresiasi penelitian sebelumnya, kajian pustaka ini juga dimaksudkan untuk menemukan hal-hal baru (novelty) yang belum dikaji dalam penelitian yang sudah ada. Uraian tentang kajian pustaka menjelaskan konsep-konsep inti dalam penelitian ini, yang dijelaskan untuk menghindari ambiguitas. Teori merupakan hal penting dalam setiap penelitian, maka di sini pun diuraikan prinsip dasar dan proses kerja analisis teori-teori yang dipakai. Uraian pada Bab ini ditutup dengan Model Penelitian yang merupakan alur pikir dan analisis data dalam penelitian ini. 2.1 Kajian Pustaka Penelitian mengenai kontribusi perempuan dalam industri pariwisata belum begitu banyak dilakukan. Sebagian besar penelitian tentang perempuan lebih banyak melakukan kajian dari sisi peran yang banyak mengungkapkan keterlibatan dan pemberdayaan mereka pada industri pariwisata baik sebagai pekerja ataupun dalam tataran manajerial. Akan tetapi, sedikit penelitian yang memang mengungkap bentuk kontribusi mereka dan disadari kurangnya apresiasi
21
22
walaupun
para
perempuan
telah
menyumbangkan
banyak
hal
untuk
perkembangan pariwisata Bali. Meskipun demikian, sejalan dengan propaganda Deklarasi United Nations Decade for Women (1976-1985), minat ke arah penelitian tentang perempuan atau kiprah mereka dalam dunia kepariwisataan kini mulai bermunculan dengan tema yang bermacam-macam. Sejauh ini ditemukan beberapa penelitian yang menunjukkan hubungan antara perempuan dan pariwisata dari sisi perempuan sebagai pekerja dan pengusaha dalam industri pariwisata yang membahas berbagai bentuk keterlibatan perempuan, kesetaraan gender dan bahkan keterpinggiran. Penelitian ini ditulis oleh para peneliti yang mengamati perempuan dalam bidang pariwisata yaitu Wilkinson dan Pratiwi (1995), Cukier, Norris dan Wall (1996), Tuladhar (1996), Long and Kindon (1997), Arjani (1998), Astuti N, et al (2008), Karmini (2011), Ling dan Hua (2011), Sony KC (2012), Saskara (2012). Selanjutnya, penelitian yang dilakukan oleh Avakians dan Haber (2005), deNeefe (2011), Platzer (2011), Konkol (2013), Putra (2014) fokus pada penelitian yang mengamati hubungan perempuan dengan makanan, usaha kuliner dan restoran. Penelitian Cukier et al (1996), berjudul “The involvement of women in the tourism industri of Bali, Indonesia” adalah penelitian pertama yang bertema perempuan khususnya membahas keterlibatan perempuan Bali dalam industri pariwisata yang menunjukkan adanya posisi gap antara perempuan dan laki-laki dalam mendapatkan peluang untuk terlibat dalam industri pariwisata. Penelitian ini juga menekankan perbedaan pada pengaruh perempuan dan laki-laki sebagai pekerja dalam industri pariwisata. Bentuk isu utama dalam penelitian gender
23
sesungguhnya adalah bagaimana kontrol kekuasaan dan keadilan yang tidak semata-mata tergantung pada gender namun juga dipengaruhi oleh umur, ras, kelas,
status
dan
pendidikan.
Pariwisata
sebagai
sektor
industri
jasa
mempengaruhi pertumbuhan tenaga kerja khususnya di Bali. Tenaga kerja pariwisata merupakan orang-orang yang bergerak dari sektor tradisional yaitu pertanian dan perikanan menuju sektor jasa yang membuka peluang besar bagi laki- laki ataupun perempuan untuk terlibat didalamnya. Namun, perempuan dalam industri pariwisata dibayar dengan upah lebih rendah daripada laki-laki walaupun pada posisi pekerjaan yang sama. Survey dalam penelitian ini dilakukan di daerah Kedewatan dan wilayah pantai yaitu Sanur dan Kuta, bekerja di kios dan sebagai resepsionis hotel. Aktivitas pekerjaan yang mereka lakukan tidak berbeda dengan apa yang mereka lakukan dalam kehidupan tradisional sehari-hari misalnya menyapa wisatawan dengan cara tradisional sama seperti yang dilakukan juga di kios-kios. Hubungan antara laki-laki dan perempuan sebagai pekerja dalam industri pariwisata berimplikasi jangka panjang hal ini terlihat dari perempuan yang bekerja di pariwisata masih memegang peranan dalam keluarga dan kehidupan beragama. Perempuan yang bekerja lebih memilih membeli sarana upacara keagamaan dari pada yang tidak bekerja. Hal ini sangat jelas merefleksikan bahwa sikap perempuan berubah dipengaruhi faktor kesejahteraan ekonomi, pemanfaatan waktu ataupun kombinasi dari kedua hal ini (Cukier et al, 1996). Studi kasus pertama meneliti aspek pekerja perempuan dan pekerja laki-laki di pariwisata Kedewatan, sedangkan kasus kedua meneliti pekerja perempuan dan
24
laki-laki pada tipe pekerjaan bidang pariwisata yang telah dipilih di Kuta dan Sanur. Studi Kasus pertama di Kedewatan menunjukkan bahwa lebih banyak lakilaki lokal yang mendapatkan pekerjaan pada industri pariwisata di Kedewatan khususnya hotel. Perempuan lokal memperoleh pekerjaan di bidang pariwisata dengan membuka art shop. Bentuk pekerjaan pada art shop mengarahkan perempuan untuk lebih fleksibel dengan keluarga dan agama serta lebih menguntungkan bagi perempuan yang telah menikah dan memiliki anak (Cukier et al, 1996). Cukier et al (1996) dalam Studi kasus di Sanur dan Kuta yang dilakukan pada tahun 1991 sampai 1992 dengan hasil penelitian,dominasi pekerja art shop oleh perempuan sedangkan laki-laki mendominasi pekerjaan sebagai pedagang acung. Penelitian ini membuktikan bahwa pariwisata memberikan peluang kerja bagi perempuan, akan tetapi menunjukkan perempuan dibayar lebih murah pada sektor informal pariwisata dan laki-laki lebih diuntungkan terutama pada sektor formal (pekerjaan di hotel). Penelitian
bertema gender dengan lokasi penelitian di Bali lainnya
dilakukan oleh Long dan Kindon (1997). Dalam penelitian mereka menyatakan, Tourism development is a formidable force affecting Bali in many ways, but its impacts on gender in Balinese society have received little attention. Balinese Society is well known for its unique ability to adapt to external social forces (Long and Kindon, 1997:92). Kutipan diatas mengungkapkan pembangunan pariwisata secara jelas bedampak pada gender dalam masyarakat Bali yang pada masa itu sedikit mendapat perhatian dari berbagai pihak. Perempuan dan laki-laki dalam agama Hindu lahir dengan hak dan kewajiban yang setara. Peranan perempuan dan laki-
25
laki diatur secara keagamaan, simbul-simbul nilai, perilaku dan nilai. Adanya sistem patriarki di Bali menyebabkan perempuan dan laki-laki tidak setara dalam haknya. Perempuan biasanya tidak mendapat hak waris berupa tanah ketika menikah ataupun pada saat orang tuanya meninggal. Perempuan tidak punya hak atas anak atau harta ketika bercerai. Akan tetapi, pada tanggal 10 Oktober 2010, MUDP Bali mengadakan pesamuan agung III yang menghasilkan beberapa hal penting salah satunya adalah memposisikan anak perempuan sebagai ahli waris. Hasil pesamuan ini telah mengangkat martabat anak perempuan bali dalam hak waris. Memang secara penuh hal ini belum mengikat selama belum diformulasikan dalam awig-awig desa pekraman masing-masing tetapi hal ini dapat digunakan manakala anak perempuan mencari keadilan. Perempuan dalam agama Hindu memiliki lima peranan yang disebut “Panca Dharma Wanita” yang oleh Suryakusuma (1991) dalam Long dan Kindon (1997:95) menyebutkan perempuan harus setia kepada suami, pengelola rumah tangga, pendidik dan pelindung dari anak-anaknya, pencari nafkah tambahan untuk keluarga dan berperan aktif di masyarakat. Melalui pendekatan Women in Development (WID) dampak pariwisata terhadap gender dalam penelitian ini dikaji dengan empat skema yang berbeda, pertama homestay di Desa Peliatan, industri emas dan perak di Desa Celuk, Desa Jungut Batu Nusa Lembongan dan analisis kerja di sektor formal dan informal Kedewatan. Kesimpulannya,
perempuan
diuntungkan
dengan
terlibat
dalam
pengembangan industri skala kecil dimana perempuan dapat meningkatkan pendapatan dan status mereka. Tetapi, masih ada ketidak setaraan yang dirasakan
26
karena perempuan tidak terlibat dalam pengambilan keputusan. Kecenderungan ini bukan memposisikan perempuan dalam dunia pariwisata sebagai korban akan tetapi partisipasi mereka dalam pariwisata bisa disebut sebagai emansipasi perempuan. Namun, tindak emansipasi pada perempuan Bali sejauh ini masih terhalang tradisi yang kuat dan ideologi politik. Itu disebabkan belum ada kesepakatan dalam perubahan gender di Bali (Long dan Kindon 1997). Arjani (1998) seorang peneliti dari Bali yang secara khusus membahas perempuan Bali yang berprofesi sebagai pramuwisata mengungkapkan faktorfaktor yang mendukung perempuan memasuki dunia kerja sebagai pramuwisata. Faktor-faktor tersebut adalah usia yang relatif muda, pendidikan yang relatif tinggi, mampu berbahasa asing dan cukup gesit. Faktor utama yang memotivasi perempuan bali melakukan pekerjaan ini adalah faktor ekonomi. Perempuan Bali sangat ingin mandiri secara ekonomi dan dapat membantu kehidupan ekonomi keluarga disamping pemenuhan kebutuhan pribadinya. Faktor lainnya adalah keinginan untuk mencari pengalaman yang cederung menunjukkan indidkasi hanya untuk bergaul dan mengenal dunia luar. Hambatan dan tantangan sebagai pramuwisata juga dirasakan oleh perempuan Bali, misalnya, pandangan dalam menjalankan peran yang dianggap menyimpang. Mereka mengganggap dirinya tidak mampu menjalankan peran dalam rumah tangga, peran dimasyarakat dan ditempat kerja. Mereka harus menerima keluhan-keluhan negatif yang bersumber dari keluarga karena dinilai tidak berhasil menjalankan kewajiban rumah tangga dan pramuwisata diangap sebagai pekerjaan yang tidak cocok untuk perempuan terlebih muncul
27
kekhawatiran akan keselamatan pada saat bekerja. Pada dunia kerja hambatan yang dirasakan adalah keluhan ijin kerja, pemberian tugas yang kurang adil. Berkaitan dengan masyarakat, perempuan menghadapi tantangan karena kurang partisipasi dalam kegiatan banjar Untuk menghadapi tantangan tersebut, diupayakan strategi-strategi yang tidak terlalu spesifik misalnya mencari penggati (pembantu rumah tangga untuk, uang untuk ayahan banjar), mengatur waktu dan membela diri (mengatasi gosip dan pelecehan) (Arjani, 1998). Lain halnya penelitian yang diungkapkan I Wayan Karmini (2011) tentang keterpinggiran perempuan Hindu pekerja pada hotel berbintang lima di kawasan Sanur. Berdasarkan analisis masalah dalam penelitian ini diketahui bentuk keterpinggiran perempuan Hindu pekerja hotel berbintang lima dikawasan Sanur adalah karena nihilnya perempuan Hindu yang menjadi general manajer. Mayoritas mereka hanya sebagai staff biasa dan hanya sebagian kecil mereka menduduki posisi manajer kelas menengah. Kesan yang didapat adalah perempuan Hindu terabaikan karena terlalu sibuk urusan adat dan keluarga sehingga penerimaan gaji juga tidak optimal itupun karena hanya sebagai staff biasa. Faktor-faktor yang menyebabkan perempuan Hindu terpinggirkan adalah faktor internal meliputi keterampilan dan kurang profesionalisme akibat tidak disiplin terhadap waktu dan tidak ada motivasi untuk mengikuti kegiatan pelatihan dalam rangka meningkatkan ketrampilan diri, keterikatan keluarga dan keterikatan adat. Faktor eksternal meliputi keterbatasan relasi sosial, belum ada dukungan tertulis yang menegaskan peluang kaum perempuan untuk memiliki status dan
28
posisi tinggi dalam perusahaan dan terabaikannya pembinaan serta pelatihan oleh pekerja Hindu (Karmini, 2011). Berbeda dengan Saskara (2012) yang dalam tulisannya menyimpulkan keterlibatan perempuan dalam dunia kerja bertujuan memberikan pemerataan dalam proses pembangunan merupakan suatu keharusan, walaupun masih terjadi diskriminasi.
Adanya
gerakan-gerakan
serta
kajian-kajian
perempuan,
memberikan kesempatan bagi perempuan untuk bisa tampil di dunia yang secara tradisional dianggap dunia pria. Pembangunan menghasilkan perubahan termasuk berubahnya peran perempuan yang seharusnya membawa konsekuensi terhadap peran-peran pria dalam tatanan sosial yang ada. Konflik peran perempuan Bali yang bekerja di sektor publik secara signifikan dipengaruhi oleh faktor budaya dan lingkungan kerja, faktor budaya juga berpengaruh signifikan terhadap faktor ekonomi dan lingkungan kerja, dan faktor ekonomi berpengaruh signifikan terhadap faktor sosial. Sementara ekonomi dan sosial berpengaruh negatif terhadap konflik tetapi secara statistik tidak signifikan. Perilaku perempuan Bali yang bekerja di sektor publik adalah mereka yang mengorbankan kegiatan rutinnya di tempat kerja untuk berpartisipasi pada kegiatan adat terutama dalam upacara kematian di lingkungan banjar-nya. Tidak hanya di Bali penelitian mengenai keterlibatan perempuan dalam industri pariwisata juga pernah diteliti oleh Wilkinson dan Pratiwi dalam tulisannya “Gender and Tourism in an Indonesian Village” (1995) berlokasi di Desa Pangandaran yaitu Desa nelayan tradisional yang analisisnya ditekankan pada peranan dan hubungan gender. Mereka menyimpulkan pariwisata membawa
29
perubahan bagi orang-orang lokal di Pangandaran yang hanya dapat dipahami melalui sistem ekonomi dan sosial yang kompleks di desa tersebut seperti kemiskinan, kurangnya pilihan pekerjaan, jatuh bangun pengembangan kebijakan pariwisata, tidak ada kekuasaan politik lokal, struktur kelas, dan ideologi gender masyarakat lokal. Perkembangan pariwisata di Pangandaran sangat mempengaruhi peranan gender dan hubungannya terutama dengan orang yang secara ekonomi dan sosialnya rendah. Meskipun permasalahannya adalah dua sampai tiga tanggung jawab kerja yang diterima perempuan pada desa tersebut, banyak perempuan yang ternyata bekerja sendiri dan terlibat dalam sektor informal misalnya perdagangan. Sejak itu perempuan dapat mengontrol kehidupan, keluarganya dan berusaha keras keluar dari kemiskinan. Jelas disampaikan bahwa perempuan Pangandaran memiliki peran dalam kehidupan sosial, budaya, ekonomi dan peningkatan kualitas hidup walaupun hanya sedikit yang bisa secara signifikan mempengaruhi kehidupan perempuan Pangandaran secara menyeluruh (Wilkinson dan Pratiwi,1995). Tuladhar
(1996)
dalam
tulisannya
“Factor
Affecting
Women
Enterpreneurship in Small and Cottage Industries in Nepal Opportunity and Contraints” yang dimuat dalam laporan International Labour Organization South Asia Multidiciplinary membahas women enterpreneurship adalah fenomena baru dan masih sulit konsep ini diterima oleh masyarakat Nepal. Para perempuan Nepal adalah perempuan yang memiliki keunikan yaitu perempuan penting dalam pengembangan wilayah dan menciptakan peluang kerja bagi mereka yang tidak
30
mampu menjadi pengusaha. Kebanyakan partisipasi perempuan dulu di sektor pertanian dan sekarang di sektor perekonomian lokal. Proporsi partisipasi perempuan dalam perekonomian Nepal telah meningkat, tantangan yang dihadapi perempuan Nepal sebagai pengusaha adalah tidak ada program khusus bagi para perempuan dalam pengembangan perempuan sebagai pengusaha; kurangnya kegiatan pelatihan khusus bagi perempuan; kebutuhan untuk membentuk kebijakan khusus bagi perempuan pengusaha dan kebutuhan pengembangan kegiatan usaha bagi perempuan oleh agen-agen organisasi pemerintah dan non pemerintah. Sama dengan Cukier (1996), Astuti N (2008) juga meneliti keterlibatan dan peran perempuan khususnya diperdesaan dalam bidang pembangunan pariwisata yang mengangkat persoalan belum optimalnya keterlibatan perempuan dalam industri pariwisata. Hal ini antara lain dapat dilihat dari terbatasnya bidang usaha dan kegiatan pariwisata yang melibatkan perempuan. Keterbatasan peran perempuan antara lain disebabkan oleh pendidikan, ketrampilan dan pengetahuan mereka yang masih sangat terbatas. Keterbatasan ini mengakibatkan mereka kurang mengetahui peluang untuk berpartisipasi dibidang pembangunan pariwisata. Partisipasi perempuan secara aktif dalam pengembangan pariwisata perdesaan dapat dilakukan melalui pengorganisasian perempuan pengerajin, sehingga kepentingan mereka dalam mengembangkan kuantitas dan kualitas perannya dalam industri pariwisata dapat terwakili dengan baik. Keseimbangan alokasi kekuasaan control antara laki-laki dan perempuan dalam pengembangan pariwisata perlu dilakukan sehingga pada akhirnya
31
perempuan dan laki-laki dapat berkontribusi secara aktif dalam pembangunan pariwisata sesuai dengan kompetensi mereka masing-masing. Pemberdayaan perempuan perdesaan dibidang pembangunan pariwisata perlu dikembangkan dengan memfokuskan pada capacity building, cultural change, structural adjusment dan sarana atau facilities dengan mengutamakan perintisan dan pengembangan kemitraan atau partnership dengan biro perjalanan wisata sebagai salah satu ujung tombak pengembangan pariwisata. (Astiti N, 2008). Lebih lanjut, penelitian yang dilakukan oleh Ling dan Hua (2011) mengungkapkan pandangan bahwa perempuan khususnya perempuan Iban yang tinggal di long house (rumah panjang) memiliki kontribusi penting dalam mendukung dan mempromosikan pariwisata long house. Pada penelitian ini dilakukan survey terhadap 28 kepala rumah tangga di Nanga Sumpa, Serawak. Perempuan-perempuan yang dipilih sebagai responden dianalisis berdasarkan kegiatan-kegiatan mereka dalam pariwisata. Perempuan Iban menciptakan kegiatan wisata yang mengaitkan segala bentuk kegiatan rumah tangga. Pariwisata adalah kegiatan penting para perempuan Iban selain bertani dan berkebun. Perempuan Iban adalah pengelola pariwisata yang baik sama halnya dalam rumah tangga mereka. Pagi harinya perempuan Iban menolong suami dengan ikut pergi kesawah, setelah itu disore hari perempuan Iban menyiapkan makan malam dan diwaktu senggang mereka membuat kerajinan tangan yaitu kain pua kumbu. Selama akhir pekan perempuan Iban akan menjual kain-kain tersebut dipasar dan pendapatan yang diperoleh adalah untuk keperluan sehari-hari. Perempuan Iban adalah sosok
32
yang ramah, jujur dan tidak keberatan apabila dirinya dijadikan objek foto oleh wisatawan. Perempuan Iban adalah faktor utama dalam pelestarian budaya dan tradisi karena mereka belajar tarian Ngajat dan lagu daerah Nyangkai (Ling dan Hua, 2011). Hasil penelitian menunjukkan empat kegiatan harian dari perempuan Iban menjadi bagian dari pariwisata dan tujuh kegiatan pariwisata sebagai bentuk kontribusinya. Empat inti kegiatan tersebut adalah berternak, bercocok tanam, membuat kerajinan tangan dan aktivitas rumah tangga. Tujuh kegiatan yang menjadi kontribusi perempuan Iban adalah memasak dan menyiapkan makanan untuk wisatawan, housekeeping, tarian tradisional, alat musik tradisional, pakaian tradisional, pembuatan kerajinan tangan, pembuatan pua kumbu dan demonstrasi dalam pembuatan tuak (Ling dan Hua, 2011). Penelitian-penelitian yang diuraikan diatas adalah penelitian terdahulu yang fokus pada kegiatan perempuan dalam industri pariwisata diberbagai aspek usaha dan jenis pekerjaan yang dilakoni perempuan. Relevansi penelitian-penelitian yang diuraikan diatas sebagai bagian dari kajian pustaka penelitian ini adalah untuk menunjukkan bahwa perempuan telah ambil bagian dalam industri pariwisata namun porsinya masih didominasi laki-laki. Diperlihatkan juga perempuan menjalankan peranan domestik dan publiknya secara bersamaan karena sifat industri pariwisata yang fleksibel. Penelitian-penelitian diatas dianggap relevan karena menggambarkan situasi dan kondisi perempuan yang bekerja
pada
industri
pariwisata
Bali.
Dari
sini
juga
peneliti
dapat
mengembangkan tema penelitian yang belum dilakukan oleh peneliti lainnya yaitu
33
kontribusi perempuan dalam usaha kuliner dan perempuan Bali dalam memimpin usahanya. Kajian penelitian selanjutnya dibawah ini adalah penelitian-penelitian yang menunjukkan hubungan antara perempuan dan usaha kuliner. Pada uraian penelitian berikut ini terdapat beberapa penelitian yang menunjukkan hubungan perempuan dengan makanan dan usaha kuliner yang dipaparkan melalui tulisan dan penelitian bertujuan untuk menegaskan bahwa perempuan memiliki keterkaitan erat dengan dunia kuliner. Penelitian-penelitian tersebut adalah Avakian dan Haber (2005), DeNeefe (2011), Platzer (2011), Konkol (2013), Putra (2014). Avakian dan Haber dalam bukunya yang berjudul From Betty Coocker to Feminist Food; Studies Critical Prespectives on Women and Food pada bab pertama buku ini membahas hubungan antara perempuan dan makanan yang diungkapkan melalui sejarah singkat yang diberi judul “Feminist Food Studies:A Brief History” (2005:1-26). Perempuan dan makanan pada awalnya mendapat perhatian yang kurang bahkan cenderung dipertanyakan bahwa apa pentingnya mengaitkan makanan dengan perempuan. Perempuan memasak makanan adalah tugas domestiknya. Pandangan para feminist menggangap hal tersebut adalah sewajarnya bukan hal penting. Begitu pula pada kajian penelitian makanan dari segi ilmu antropology, sosiologi, nutrisi dan pertanian juga menggangap apa pentingnya meneliti soal makanan. Tahun 1986, Laura Shapiro dengan keahlian menulisnya mencoba mengungkapkan hubungan antara perempuan dan makanan melalui pendekatan sejarah. Bukunya yang berjudul Perfection salad: Women and
34
Cooking at The Turn of The Century oleh Avakian dicatat sebagai tulisan pertama yang membuktikan sejarah panjang perempuan dan makanan yang tak pernah terungkap baik disisi perempuan atau makanan. Ulasan-ulasan mengenai para peneliti yang mengungkap keterkaitan perempuan dan kuliner juga disampaikan dalam tulisan ini seperti “Food and Foodways” (1998), “Bread as World: Food Habits and Social Relations” (in the antrophology of food and body: gender, meaning and power) oleh Carole M.Counihan merupakan salah satu contoh penelitian yang terfokus mengenai tradisi memanggang roti oleh perempuan dan laki-laki pada masyarakat Bosa yang dinilai sebagai cara menjaga tradisi dan mengekspresikan bahwa para perempuan dan laki laki memiliki kebebasan dalam menjalin hubungan bukan menunjukkan laki-laki berkuasa terhadap perempuan. Amy Bentley (1998) fokus dalam tulisannya mengenai peranan gender melalui penempatan perempuan di dapur yang berpendapat hirarki gender terjaga dengan baik walaupun terdapat batasan kabur antara ruang publik dan pribadi. Hal yang menarik dalam tulisan ini juga mengungkapkan Avakian adalah antropolog pertama yang meneliti aspek-aspek kompleks antara makanan dan perempuan sejak tahun 1997. Temuannya adalah berbagai macam konteks dan makna hubungan antara perempuan dan makanan. Melalui kegiatan memasak perempuan dapat mengekspresikan kreativitasnya. Penelitian antara makanan dan perempuan membantu kita memahami makna perempuan dalam memproduksi makanan, serta perempuan yang menolak dan memberontak terhadap kontruksi gender. Perempuan dan makanan sesungguhnya adalah hal yang tidak dapat
35
dipisahkan, karena memiliki hubungan secara emosional dikatakan demikian (Avakian dan Haber 2005). Pada artikel “Alook at The Global Identity of Balinese Cuisine”, DeNeefe (2011) menyampaikan antusiasnya belajar masakan Bali hingga menemukan pasangan hidup, mendirikan serta mengelola salah satu restoran terkenal di Ubud Casa the Luna, sebagai penyelenggara Food Festival Ubud hingga program kelas memasak yang diperuntukkan bagi wisatawan yang menyukai makanan khas Bali. Makanan Bali memiliki unsur intrinsik yang menunjukkan identitas masyarakat Bali secara utuh. Kekagumannya terhadap masakan Bali diungkapkan dengan memuji reputasi makanan Bali yang terkenal sampai menarik wisatawan khususnya wisatawan asing. Awal kedatangannya di Bali 1974, merupakan kali pertama mencicipi makanan Bali yang disajikan hal yang dirasa adalah sulit menerima rasa dari makanan Bali yang tidak hanya terjadi pada DeNeefe namun banyak wisatawan yang ragu bahkan setelah muncul kasus “Bali Belly” semakin memperburuk citra makanan Bali. Akan tetapi, perkembangannya tidak seburuk itu karena sepuluh tahun kemudian 1984 restoran menyajikan makanan dengan menu yang lebih variatif serta ditambahkan menu ala barat.
Janet deNeefe menceritakan juga
pengalamannya dalam memasak makanan Bali yang dilakukannya setelah menikah dengan orang Bali pada tahun 1989. Baginya masakan Bali seperti lawar, nasi campur Bali, sayur nangka dan bubur Bali adalah makanan yang terdiri dari berbagai jenis bumbu-bumbu dasar yang digunakan dalam keseharian orang Bali dan dalam penyajiannya tidak ada kesan glamor yang didapat. Tapi, satu jenis
36
makanan Bali yaitu babi guling yang telah mendunia ini menjadi satu bukti bahwa makanan Bali memiliki nilai dan cita rasa yang akan selalu menarik minat wisatawan untuk mencicipinya. Terlebih babi guling ini telah diliput oleh dua orang selebritis dunia yaitu Anthony Bourdain dan Rick Stein yang ditayangkan pada program kuliner mereka. Janet DeNeefe seorang berkebangsaan Australia ini juga menulis buku diantaranya Fragrant Rice (2003), To Stir with Love (2008) dan Bali; The Food of My Island Home (2011) yang menceritakan berbagai pengalamannya di Bali terkait usaha kuliner serta kecintaannya dengan kuliner Bali Kajian atas perempuan dan usaha restoran oleh Platzer (2011) yang berjudul “Women Not in The Kitchen: A Look at Gender Equality in Restaurant Industry” mengungkapkan Restoran sebagai salah satu tempat untuk menjalankan segala kegiatan kuliner adalah dunia kerja bagi para ahli memasak yang didominasi oleh laki-laki. Istilah machimo sering digunakan untuk menunjukkan bahwa laki-laki sangat kuat, maskulin, dan agresif khususnya dalam dunia kuliner sehingga perempuan yang berada diantaranya harus mampu menjadi bagian dan diterima dalam boys club atau menjadi salah satu dari laki-laki tersebut. Pernyataan Platzer (2011) diungkapkan diatas berbeda dengan Konkol (2013) yang menurutnya perempuan dalam dunia kuliner khususnya restoran memang memiliki cara dan gaya tersendiri dalam menghadapi segala bentuk tantangan yang diperolehnya. Terkadang bagi mereka yang hanya menduduki posisi sebagai sous chef memang masih merasa kesulitan untuk bersaing dengan laki-laki, karena jarang laki-laki akan memberikan kekuasaan penuh dalam
37
pelaksanaan kegiatan masak-memasak. Penelitian yang melakukan wawancara kepada empat chef yang mengungkapkan kontribusi mereka di dunia kuliner menyatakan bahwa perempuan yang bekerja di restoran khususnya chef lebih mudah menghadapi tekanan dari lingkungan pekerjaannya ketimbang laki-laki. Turut diuangkapkan bahwa bentuk-bentuk stereotipe terhadap perempuan yang bekerja masih terjadi. Kecenderungan stereotipe tersebut dilihat dari keadaan fisik perempuan, tingkah laku dan hubungan sosial dalam dunia kerjanya. Perempuan dalam dunia kuliner dievaluasi secara deskriptif (karakter perempuan pada dasarnya) dan preskriptif (karakter perempuan yang terbentuk). Karakter perempuan yang dimaksud adalah karakter perempuan yang pada dasarnya feminim atau menjadi tidak feminim karena pengaruh lingkungan kerja yang didominasi laki-laki. Laki-laki menunjukkan sikap lebih dominan dalam segala aktivitas apalagi dalam mengambil keputusan, kesan berkuasa dan lebih sering bertindak langsung transactional management style. Perempuan dengan gaya kepemimpinan yang disebut transformasional leadership mengedepankan kerjasama, peduli terhadap yang lain. Kepemimpinan seperti ini membentuk karakter perempuan yang selalu siap dengan pemikiran-pemikiran baru, serta berpengaruh positif bagi pekerja, berani mengubah gaya kepemimpinan old boys yang dianggap merugikan pekerja. Artikel I Nyoman Darma Putra dengan judul “Empat Srikandi Kuliner Bali: Peran Perempuan dalam Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan” (2014 menekankan aspek budaya Bali yaitu makanan khas Bali yang telah terbukti berkembang dan menjadi salah satu pendukung penting daya tarik pariwisata
38
pulau Bali. Secara spesifik artikel ini menelusuri peranan perempuan Bali yang kreatif dan inovatif dalam mengangkat makanan khas Bali kepada masyarakat luas, khususnya pada wisatawan nusantara ataupun mancanegara. Peran perempuan Bali dalam mengembangan kuliner Bali dalam konteks pembangunan pariwisata berkelanjutan atau resiprokalitas pembangunan pariwisata melihat peran perempuan sebagai agensinya. Subjek penelitian ditekankan pada perempuan yang telah berhasil mengembangkan kuliner Bali ke dunia luas. Kriteria pemilihan mereka bukan semata karena usahanya yang sukses tapi juga kreativitas mereka yang berhasil membuat citra kuliner Bali terangkat dan sustainable dalam kehidupan sekarang dan dimasa yang akan datang. Dalam dunia pariwisata perempuan mendapatkan peluang besar untuk bisa bekerja disektor ini. Sifat pekerjaannya pun masih berkaitan erat dengan dunia dan karakteristik pekerjaan perempuan di dunia. Sejumlah perempuan Bali juga memainkan peranan penting dalam perkembangan pariwisata bukan saja sebagai pekerja tetapi sebagai pionir dan pengusaha pariwisata sukses (Putra, 2014). Persamaan penelitian ini dengan Putra (2014) adalah subjek kajian yang sama yaitu Perempuan yang mengelola usaha kuliner, akan tetapi lebih jauh dengan analisis biografi penelitian ini akan lebih banyak mengulas pengalaman tokoh kuliner pariwisata yang akan mengungkapkan sumbangan dan keterlibatan mereka dalam pariwisata melalui usaha kuliner. Keterbatasan pada penelitian sebelumnya menjadi peluang yang mana diungkapkan bahwa pada kenyataannya masih banyak perempuan-perempuan Bali yang berkontribusi pada pariwisata
39
Bali khususnya dibidang kuliner sehingga penelitian ini adalah bentuk pengembangan dari penelitian Empat Srikandi Kuliner. Perbedaannya adalah penelitian ini menganalisis kontribusi perempuan Bali dalam mengangkat kuliner lokal Bali dalam pariwisata dan gaya berbisnis perempuan Bali dalam mengelola perusahaan. Gender dalam pariwisata memang telah lama menjadi topik penelitianpenelitian namun subjeknya kebanyakan adalah perempuan yang menjadi pekerja dalam industri pariwisata. Untuk itu, penelitian ini memilih subjek yang khususnya adalah pengusaha perempuan dibidang kuliner. Objek penelitian pun menarik yaitu usaha-usaha perempuan tersebut dalam mempertahankan dan mengangkat kuliner lokal Bali ke mancanegara. Budaya serta kearifan lokal yang diterapkan dalam mengelola usahanya sehingga keunikan gaya berbisnis perempuan dapat diungkapkan dengan harapan dapat dijadikan sebagai sebuah novelty dalam penelitian ini. Dengan dasar kajian pustaka ini dapat ditunjukkan bahwa penelitian terhadap kontribusi perempuan dalam industri pariwisata penting dilaksanakan untuk memperdalam kajian mengenai perempuan terutama dibidang usaha kuliner pariwisata. Sebagaimana perempuan adalah ibu rumah tangga maka dalam mengelola usaha kuliner perlakuannya akan sama. Perempuan akan dapat secara optimal mengerahkan kemampuan dan kreatifitasnya untuk mendukung industri pariwisata berkelanjutan melalui kontribusinya pada usaha kuliner. Usaha kuliner adalah kegiatan domestik perempuan yang dulu sampai sekarang didominasi oleh laki-laki, penelitian terdahulu sudah menyebutkan bahwa perempuan erat
40
kaitannya dengan makanan dan kuliner bahkan perempuan telah menjadi ikon kuliner untuk itu penelitian terdahulu ini mempertegas kembali bahwa perempuan dalam industri pariwisata khususnya usaha kuliner sangat penting untuk diteliti. 2.2 Konsep Ada dua konsep yang perlu dijelaskan dalam penelitian ini yaitu “kontribusi perempuan Bali”, dan “usaha kuliner”. Kedua konsep ini akan diuraikan sebagai berikut. 2.2.1 Kontribusi Perempuan Bali Membatasi konsep perempuan Bali agak problematik. Berikut batasan konsep ini akan ditandai dengan beberapa ciri. Yang dimaksud dengan perempuan Bali dalam penelitian ini adalah perempuan yang secara etnik keturunan Bali dan mereka yang menjadi perempuan Bali baik karena menikah maupun yang mengabdikan hidupnya di Bali dan dengan bangga mengidentifikasikan dirinya sebagai perempuan Bali. Batasan ini, sejalan dengan yang pernah disampaikan Astiti (2004). Sejauh ini perempuan dapat dikatakan berkontribusi dalam industri pariwisata, akan tetapi penilaian terhadap perempuan yang bekerja atau sebagai pengusaha di dunia pariwisata masih setengah-setengah karena belum diungkapkan secara baik. Kontribusi perempuan Bali yang dimaksud adalah keterlibatan, perempuan Bali dalam bentuk materi atau tindakan yang berdampak positif terhadap industri pariwisata khususnya usaha kuliner. Kontribusi perempuan bisa dilihat dari keterlibatannya dalam industri pariwisata misalnya dengan menyediakan lapangan pekerjaan, memberdayakan perempuan dan
41
menjadi tenaga profesional pada industri pariwisata. Perempuan juga penyumbang tenaga kerja terbesar pada industri pariwisata dan tidak sedikit perempuan juga berhasil mengelola usaha industri dan ambil bagian dalam mendukung pengembangan pariwisata. Couteau (1995) menyatakan selama ini perempuan tetap menjalankan peranannya baik dalam urusan rumah tangga, kehidupan sosial dan pekerjaannya. Perempuan terlihat seimbang menjalankan segala peran dan berkontribusi baik dalam bidang-bidang tersebut. Couteau juga menekankan yang berubah adalah pribadi-pribadi yang mendukung peran tersebut ditambah pula perempuan kini dengan pendidikan yang tinggi, dalam pekerjaan mampu mengambil keputusan untuk dirinya sendiri, bebas memlilih pasangan menunjukkan perempuan sesungguhnya telah mampu menentukan diri sendiri dan itu menunjukkan hal yang sangat positif khususnya bagi perempuan Bali. Perempuan Bali adalah sosok yang berani mengembangkan diri sebagai bentuk aktualisasi diri dalam menjalankan berbagai peran-perannya (Handayani dan Ambarawati, 2013). Perempuan Bali mampu menjalankan peran gandanya dalam dunia domestik dan publik secara profesional (Gorda,2015). Perempuan Bali berperilaku dalam bekerja, di rumah, atau dalam kegiatan adat istiadat berdasarkan kepercayaan yang disebut Karmaphala, Darma, Yadnya, Tri Hita Karana dan Bhakti sehingga perilaku perempuan Bali tidak dapat dipisahkan dengan konsep tersebut (Suyadnya, 2009). Long dan Kindon (1997) mengungkapkan perempuan dan laki-laki Bali dibedakan atas peran dan
42
hubungannya dengan masyarakat karena dipengaruhi oleh agama, simbul ideologi, sikap, nilai. Perempuan Bali memiliki pemikiran bahwa globalisasi bukanlah suatu hal yang patut disangkal. Pemikiran perempuan Bali bahwa globalisasi harus didomestikkan. Mereka percaya nilai baru globalisasi dapat dirasakan sebagai nilai yang baik yang dapat diterapkan pada kehidupan apabila nilai tersebut dianggap tidak searah dengan agama dan nilai norma, maka perempuan Bali akan menghindarinya. Identitas perempuan Bali kian kuat karena berpegang pada tiga peran dalam kehidupan. Konsep tiga peran ini adalah peranan reproduksi (peran domestik), peran ekonomi (peran produktif) dan peran sosial (adat). Bagi para perempuan Bali, ketiga peranan ini adalah landasan perilaku perempuan Bali dalam kehidupan sehari hari. Konsep perempuan Bali yang dimaksud dalam penelitian ini ditetapkan berdasarkan batasan-batasan definisi agar memudahkan dalam menentukan perempuan Bali sebagai objek analisis dalam penelitian ini. Konsep perempuan Bali dalam penelitian ini dipertegas dengan pernyataan yang disampaikan oleh Astiti (2004) yaitu perempuan Bali dalam era globalisasi ini adalah perempuan penduduk provinsi Bali yang diasumsikan perempuan tersebut mayoritas perempuan Bali. Dulu lebih mudah mendefinisikan perempuan Bali karena penduduknya yang masih homogen sedangkan sekarang ini, perempuan Bali dapat dikategorikan bermacam-macam. Perempuan asing yang telah menikah dengan orang Bali dapat disebut perempuan Bali atau yang telah berpindah agama
43
menjadi Hindu dan mendalami adat istiadat Bali juga dapat disebut perempuan Bali. Definisi-definisi perempuan Bali yang semakin beragam menyulitkan proses penetapan konsep perempuan Bali. Akan tetapi, pernyataan Astiti (2004) telah mewakili definisi perempuan Bali yang akan menjadi subjek penelitian dalam penelitian ini. Perempuan Bali yang dimaksud dalam penelitian ini adalah perempuan yang tercatat sebagai penduduk provinsi Bali dan memiliki usaha kuliner di Bali. Berdasarkan pemahaman mengenai uraian kontribusi dan perempuan Bali maka konsep kontribusi perempuan Bali adalah segala bentuk keterlibatan, upaya dan sumbangan yang dilakukan oleh perempuan Bali untuk mendukung pariwisata melalui usaha kuliner. 2.2.2 Usaha Kuliner Yang dimaksudkan dengan konsep „usaha kuliner‟ dalam penelitian ini adalah keseluruhan proses bisnis dengan mata dagangan utama adalah makanan. Dalam hal ini, makanan pun dikhususkan pada hidangan lokal atau yang bernuansa lokal atau khas Bali yang ditawarkan di pusat atau daerah wisata atau disuguhkan untuk mendukung kegiatan kepariwisataan secara luas. Usaha kuliner bisa berupa restoran, warung, atau usaha katering. Jenis usaha kuliner dengan skala kecil sampai menengah small medium bussiness (SMB) yang memiliki ciri-ciri menurut Dragnic (2014:12) adalah sebagai berikut: 1. Personalized manager yaitu pemilik usaha sekaligus bertindak sebagai manajer
44
2. Constraint in resource yaitu memiliki struktur organisasi usaha yang hanya terdiri dari manajer, SDM dan keuangan. 3. Limited impact market yaitu sedikit terpengaruh oleh dampak perkembangan pasar. 4. Greater sensitivy to an external environtmen influenced yaitu besar dipengaruhi oleh lingkungan external These characteristic are also held responsible for a particular bussiness conduct. It can be said that the small medium bussiness are more incline to risk taking, informal and uncstructured way of doing bussiness (shallow and flexible structure, informal and dynamic strategy), pragmatic, spontaneous and intuitive opration though often reactive. However, this actually creates the potential for flexibility, fast response time/adaptation and innovation in bussiness (Dracnic 2014:12). Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan pada objek penelitian, karakter usaha kuliner di Bali dapat dikategorikan sebagai usaha kecil menengah yang memiliki karakteristik diatas seperti struktur organisasi usaha yang lebih informal,
sangat
fleksibel,
memiliki
strategy
yang
dinamis,
spontan,
mengandalkan intuisi dan sangat cepat dalam menanggapi dan beradaptasi terhadap suatu perubahan serta lebih banyak melakukan inovasi dalam usahanya. Selain itu, seperti pernyataan Dracnic (2014:12) bahwa usaha SMB lebih berani menghadapi risiko, suatu tanda bahwa mereka memiliki keberanian dalam mengelola usaha. Dalam pengelolaan pemilik sekaligus berfungsi sebagai manajer yang mengelola usaha. Jadi gaya kepemimpinan dan pengelolaan usaha dapat dipastikan memiliki pola yang sama. Pitana dan Diarta (2009:62) menyatakan industri pariwisata Bali berarti bisnis/usaha dan segala sumberdaya di Bali yang mendorong dan mendukung
45
Pulau Bali sebagai sebuah tujuan wisata. Pada Undang-undang Nomor 10 tahun 2009 mendefinisikan Industri pariwisata sebagai kumpulan usaha pariwisata yang saling terkait dalam rangka menghasilkan barang dan/atau jasa bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan dalam penyelenggaraan pariwisata selain industri terdapat pula usaha Pariwisata yang didefinisikan sebagai usaha yang menyediakan barang dan/atau jasa bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan dan penyelenggaraan pariwisata. Pada pasal 14, disebutkan usaha pariwisata meliputi antara lain: daya tarik wisata, kawasan pariwisata, jasa transportasi wisata, jasa perjalanan wisata, jasa makanan dan minuman, penyediaan akomodasi, penyelenggaraan kegiatan hiburan dan rekreasi, penyelenggaraan pertemuan perjalanan insentif konferensi dan pameran, jasa informasi pariwisata, jasa konsultan pariwisata, jasa pramuwisata, wisata tirta dan spa. Industri Pariwisata di Bali berkembang sangat pesat baik produk maupun jasa. Industri pariwisata tidak hanya sukses dipimpin oleh laki-laki tetapi perempuan sesungguhnya juga terlibat dan memiliki perannya tersendiri. Industri pariwisata berpotensi sebagai sarana untuk memberdayakan perempuan dengan menyediakan peluang kepada perempuan untuk berpartisipasi dalam dunia kerja, kewirausahaan, kepemimpinan dan sukses mengelola usahanya. Keterlibatan perempuan dalam kegiatan industri sejak dulu diketahui dalam dunia perdagangan. Kelebihan perempuan bekerja adalah keuletan, etos kerja yang tinggi sehingga perempuan berpotensi untuk melakukan berbagai kegiatan produktif yang menghasilkan dan dapat membantu ekonomi keluarga dan lebih luas lagi perekonomian nasional dan menyebar di berbagai sektor.
46
Salah satu sektor usaha yang identik dengan tugas utama perempuan di rumah adalah masak-memasak yang pada sektor usaha kuliner sangat erat kaitannya dengan produksi makanan atau yang lebih dikenal dengan kuliner. Sebelum uraian terfokus pada konsep usaha kuliner di Bali, beberapa penjelasan terkait makanan dan perkembangannya dalam dunia pariwisata akan diulas sedikit untuk memberikan pemahaman mengenai dunia kuliner. Luasnya kajian tentang makanan memunculkan banyak istilah-istilah yang terkadang sering digunakan bersamaan dan dianggap memiliki pemahaman yang sama. Tiga istilah penting dalm kajian makanan adalah gastronomi, kuliner dan kunologi. Gastronomi adalah studi dan apresiasi terhadap semua jenis makanan dan minuman yang mencakup pengetahuan yang rinci tentang makanan dan minuman tradisional dari berbagai negara besar di seluruh dunia. Peran gastronomi adalah landasan untuk memahami bagaimana makanan dan minuman digunakan dalam situasi tertentu. Gastronomi juga disebut sebagai studi mengenai hubungan antara budaya dan makanan. Hubungan budaya dan gastronomi terbentuk karena gastronomi adalah produk budidaya pada kegiatan pertanian sehingga pengejawanatahan warna, aroma dan rasa pada suatu makanan dapat ditelusuri asal usulnya dan lingkungan tempat bahan bakunya dihasilkan (Ardika, 2011:18). Gastronomi telah berkembang dari tahun ketahun hal ini dibuktikan melalui sejumlah kajian yang bertema gastronomi yang dilakukan oleh para ahli misalnya Mennel (1985) yang isinya tentang perkembangan makanan Eropa dan Prancis sejak abad pertengahan, Parsa (1998) berhasil mencatat perkembangan makanan
47
barat di Amerika, Scarpato (2000) dalam buku The Encyclopedia Britannia memperkenalkan konsep gastronomi sebagai seni dalam memilih, menyiapkan, menghidangkan dan menikmati makanan. Pada awalnya perkembangan gastronomi hanya meliputi makanan-makanan yang memiliki cita rasa tinggi dan biasa dihidangkan untuk kaum bangsawan tetapi perkembangannya tidak hanya makanan berkelasdan mewah, gastronomi kini konsepnya lebih banyak mengungkap makanan daerah atau makanan lokal (Richards,2001). Di Indonesia terdapat Gastronomy
Association
sebuah
(IGA)
asosiasi adalah
yang bernama
sebuah
Indonesian
Perkumpulan
yang
memperjuangkan kepentingan gastronomi kepulauan Nusantara Indonesia. Mengusung filosofi “...setiap makanan punya cerita...” (omnis cibus habet fabula) baik itu falsafah, filosofis, sejarah maupun prilaku budaya yang menjadi simbul ritual adat dan kearifan lokal masyarakat setempat membentuk karakter, jati diri, serta ciri identitas suatu bangsa (Gastroina, 2015) IGA juga menjelaskan pemahaman antara gastronomi, kuliner dan kunologi karena sering kali gastronomi dan kuliner disamakan. Ketiganya memang memiliki pemahaman yang berbeda-beda akan tetapi obyeknya sama yaitu makanan dan minuman. Kuliner didefiniskan sebagai suatu disiplin ilmu dan kebiasaan yang berhubungan dengan seni dan ketrampilan menyiapkan makanan, menyusun, memasak, meracik minuman dan meyajikan hidangan. Kunologi adalah pendekatan baru dalam seni memasak yang memadukan pangan untuk membuat rasa hidangan (makanan dan minuman) lebih baik dengan metode menerjemahkan konsep hidangan seperti yang diterapkan dalam santapan
48
hidangan etnis tradisional. Gastronomi adalah seni ilmu dan pengetahuan mendetail serta apresiasi akan makanan dan minuman yang baik good eating atau segala sesuatu yang berhubungan dengan kenikmatan dari hidangan (Gastroina, 2014). Pada industri pariwisata perkembangan apresiasi terhadap makanan diwujudkan dengan meningkatnya permintaan wisatawan dalam aktivitas mencari makanan dan minuman lokal yang belum tentu dapat dinikmati dalam kehidupan sehari-harinya. Hal ini memunculkan persaingan antar destinasi pariwisata untuk meningkatkan nilai-nilai lokal yang dikemas dalam produk dan kegiatan yang menarik minat wisatawan. Aktivitas wisatawan membutuhkan banyak persediaan energi dalam tubuhnya yang diperoleh hanya dengan makan. Peluang utama ini telah membuka kesempatan untuk memperkenalkan makanan dan minuman lokal yang sering dicari oleh wisatawan. Wisatawan juga berperan penting dalam perkembangan kuliner lokal karena permintaan wisatawan utnuk diperkenalkan makanan dan minuman lokal menyebabkan pertumbuhan jenis-jenis makanan kombinasi lokal dan global fusion food, gaya dan jenis kuliner yang bervariasi di masing-masing destinasi wisata. Wisata kuliner, begitulah sering disebut oleh para wisatawan sebagai bagian dari tujuh pariwisata minat khusus. Menurut Ardika (2011) wisata kuliner adalah segmen penting dalam industri pariwisata hal ini disebabkan oleh berbagai kenyataan antara lain wisatawan perlu makan dan aktivitas makan. Harvey (2012) mendefinisikan wisata kuliner sebagai kegiatan pariwisata untuk mempelajari bagaimana memberi apresiasi terhadap makanan dan minuman pada suatu
49
destinasi wisata karena itu merupakan bentuk kearifan lokal, budaya, tradisi dari destinasi wisata yang dikunjungi oleh wisatawan. Putra (2014) menyebutkan bahwa kuliner merupakan kebutuhan utama manusia dalam kehidupan sehari-hari ditempat kediamannya atau ketika sedang melakukan perjalanan wisata. Wisata kuliner adalah salah satu dari tujuh tema wisata minat khusus yang dikembangkan oleh Kementrian Pariwisata dan Ekonomi kreatif, dengan ditetapkannya wisata kuliner sebagai salah satu wisata minat khusus memunculkan peluang-peluang dan jenis usaha kuliner di Indonesia dan khususnya di Bali. Usaha kuliner baru atau yang telah dijalankan secara turun temurun mencoba mengangkat kuliner lokal dan merupakan sarana untuk melestarikan kearifan lokal yaitu makanan dan minuman khas Bali. Usaha kuliner adalah jenis usaha yang menyediakan kebutuhan utama wisatawan yaitu makan dan minum. Jika keseluruhan pemahaman diatas dikaitkan dengan konsep usaha kuliner pada penelitian ini maka usaha kuliner tersebut adalah usaha yang didalamnya terdapat aktivitas dalam penyediaan kebutuhan makan dan minum khas Bali dipimpin dan dikelola oleh perempuan yang bahkan menjadi ikon dari usaha kuliner tersebut. 2.3 Landasan Teori Untuk mengkaji
masing-masing permasalahan pada penelitian ini
menggunakan dua teori yaitu: (1) Teori Invented Tradition, (2) Teori Gender. Masing-masing teori dapat menjawab ketiga rumusan masalah dalam penelitian ini idealnya lagi bila teori-teori dapat dikolaborasi sehingga tidak menutup
50
kemungkinan penggunaan teori untuk menjawab pertanyaan dalam rumusan masalah lainnya yang terdapat pada penelitian ini. 2.3.1 Teori “Invented Tradition” Banyak yang berpendapat bahwa tradisi adalah sesuatu yang sudah ada sejak dulu dan diteruskan secara lintas generasi tanpa perubahan yang berarti. Tradisi diidentikkan dengan segala sesuatu yang kuna, lama, dan dikontraskan dengan hal yang modern. Hobsbawm dan Ranger (1983) memberikan pandangan baru tentang tradisi. Kata mereka bahwa tradisi yang sering dianggap sebagai sesuatu yang “appear or claim to be old are often quite recent in origin and sometimes invented”, maksudnya adalah bahwa sesuatu yang tampak atau diklaim sebagai sesuatu yang kuno, nyatanya sering merupakan hal baru atau sering merupakan sesuatu yang baru-baru saja ditemukan. Lebih jauh, Hobsbawm dan Ranger menegaskan: The invented of tradition is taken to mean a set practices, normally governed by overtly or tacitly accepted rules and of a ritual or symbolic nature, which seek to inculcate certain values and norms of behaviour by repetition, which automatically implies continuity with the past. In fact, where possible, they normally attempt to establish continuity with a suitable historic past(Hobsbawan dan Ranger 1983:1). Pada kutipan diatas Hobsbawm (1983) memperkenalkan Invented tradition sebagai seperangkat praktik, biasanya dituntun oleh aturan-aturan yang ternyatakan atau tersembunyi dan dari suatu kondisi ritual atau simbolik, dengan cara melakukan penelusuran dengan maksud untuk menanamkan beberapa nilainilai dan norma-norma perilaku melalui pengulangan, yang secara otomatis memiliki keterkaitan dengan masa lalu. Inti dari invented tradition adalah proses pembentukan suatu keadaan yang merujuk pada masa lalu melalui pengulangan-
51
pengulangan tertentu. Tradisi yang ditemukan dimaksud menunjukkan adanya hubungan yang selalu dikaitkan dengan masa lalu sehingga masa lalu tersebut tidak ditinggalkan begitu saja meskipun dari waktu ke waktu zaman mengalami perubahan. Kata tradisi dalam teori ini bukanlah sesuatu yang sifatnya stagnan, karena tradisi selalu diwariskan secara turun-temurun serta mengalami perubahan baik yang sifatnya kecil ataupun besar. Tradisi juga mengalami inovasi menyesuaikan pengaruh-pengaruh yang dapat merubahnya yang dilahirkan dari gagasan dan ideide baru tetapi tetap disesuaikan dengan budaya. Invented tradition proses inilah yang dapat mengubah tradisi namun tetap mengaitkannya dengan apa yang menjadi tradisi dimasa lalu. Tradisi mengalami bentuk transformasi dengan tampil sebagai bentuk dan fungsi yang baru melalui kontruksi-kontruksi baru sehingga tradisi tidak selalu dianggap sebagai hal yang tradisional bahkan ketika diberi ideide dan konsep baru tradisi dapat dipakai secara luas (Howbsbawn,1983). Kata invented dalam teori ini mengacu pada tranformasi berupa kelemahankelemahan dari tradisi lama yang dieliminasi karena terbukti tidak cocok lagi untuk diadaptasi dan tidak fleksibel. Sejak lama perubahan ini telah berlangsung dengan harapan terdapat bentuk tradisi baru yang dalam era paham liberalisme sering disebut modernisasi yang bukan berarti tradisional namun memiliki bentuk lain yang lebih modern. Istilah ini harus digunakan secara benar karena sesuatu yang tradisional bukan berarti tidak modern dan hal-hal modern yang telah berkembang pasti mengadopsi tradisi lama. Tradisi lama yang diaplikasikan pada situasi yang baru untuk tujuan yang baru (Irianto:2006).
52
Terdapat tiga tipe invented tradition yaitu invented tradition yang membuat atau menimbulkan hubungan sosial antara kelompok-kelompok dan komunitas secara artificial atau nyata. Invented tradition yang membuat atau meletimigasi pranata-pranata atau status atas hubungan suatu otoritas. Invented tradition yang mengutamakan sosialisasi, penanaman kepercayaan, sistem-sistem nilai dan perilaku (Irianto:2006) Pada dasarnya perempuan telah menunjukkan perannya terhadap pariwisata Bali, dapat dikatakan demikian karena telah dilakukan kajian berulang-ulang dari masa-kemasa oleh peneliti terdahulu untuk mengungkap peran perempuan. Teori invented tradition yang dikemukakan oleh Hobsbawm adalah untuk menganalisis kontribusi perempuan Bali pada usaha kuliner yang dapat dilihat dari inovasi-inovasi yang telah dilakukannya untuk mengubah pandangan terkait tradisi atau kebiasaan-kebiasaan yang bukan dilakukan oleh perempuan sewajarnya dan untuk mengungkap inovasi-inovasi yang telah dilakukan perempuan dalam mengangkat kuliner Bali. Prinsip-prinsip teori ini dapat mengungkapkan kontribusi perempuan dari masa lalu sampai sekarang serta inovasi yang telah dilakukan. Kontribusi perempuan terhadap pariwisata khususnya pada usaha kuliner harus dipandang sebagai invented tradition „penemuan kembali tradisi‟ yang tujuannya dibentuk sebagai pegangan dan diteruskan bagi perempuan Bali. Kontribusi perempuan Bali dalam usaha kuliner dianggap sebagai respon dari perkembangan pariwisata yang dapat dipertahankan walau terus menghadapi berbagai perubahanperubahan. Tidak hanya kontribusinya, pengelolaan usaha perempuan Bali dapat dikaji dengan teori ini, tranformasi perempuan dalam beribisnis akan berbeda
53
jadinya bila pandangan teori ini diterapkan. Dengan menggali ini berdasarkan pengalaman mereka selama mengelola usaha, sangat memungkinkan menemukan berbagai tradisi baru dalam karakter pengelolaan usaha kuliner yang dijalankannya. Kuliner Bali adalah bentuk kearifan lokal, budaya dan tradisi yang diwujudkan dalam bentuk apresiasi makanan dan minuman Bali. Konsep teori invented tradition juga dapat digunakan untuk menganalisis kuliner Bali dengan memperhatikan perubahan-perubahan yang terjadi dari perkembangan jenis kuliner ini. Bila pada masa lalu kuliner Bali hanya merupakan ciri dari makanan dan minuman Bali, maka kini perubahan-perubahan kuliner Bali dapat dirasakan dengan munculnya permintaan oleh wisatawan misalnya makanan Bali yang terkenal dengan bumbu lengkap „bumbu genap‟ untuk menyesuaikan dengan kebutuhan wisatawan beberapa jenis bumbu dikurangi penggunaannya. Selain rasa, penyajian makanan Bali juga tampak lebih modern bahkan dimodifikasi ala barat atau disebut „fusion food‟. 2.3.2 Teori Gender Gender menurut Nugroho (2011:8) adalah suatu kontruksi atau bentuk sosial yang sebenarnya bukan bawaan lahir sehingga dapat dibentuk atau diubah tergantung dari tempat, waktu/jaman, suku/ras/bangsa. Budaya, status sosial, pemahaman agam, negara ideologi, politik hukum dan ekonomi. Oleh karenanya gender bukanlah krodat tuhan melainkan buatan manusia yang dapat dipertukarkan dan memeiliki sifat yang relatif. Hal tersebut bisa terdapat pada laki-laki maupun pada perempuan. sedangkan jenis kelamin (sex) adalah kodrat
54
tuhan yang berlaku dimana saja dan tidak dapat berubah, dipertukarkan antara jenis kelamin lakilaki dan perempuan. Para peneliti sudah sejak lama menyatakan bahwa pentingnya pemahaman mengenai hubungan gender dan bagaimana hal tersebut dapat diterima oleh pariwisata dan bagaimana gender dapat mengatasi permasalahan ketidaksetaran gender dalam pariwisata. beberapa studi seperti yang terpublikasi dalam jurnal annal tourism yang temanya mengangkat permasalahan gender khususnya dalam pariwisata. Luasnya pemahaman mengenai gender yang dikaitkan dengan berbagai konteks seperti
peluang kerja untuk perempuan yang sedikit,
keuntungan dari pengembangan pariwisata, dan perihal gender yang erat kaitannya dengan peranan, hubungan dan identitas. Gender telah sejak lama diperjuangkan oleh kaum-kaum yang menginginkan kesetaraan antara perempuan dan laki-laki diberbagai bidang hanya saja mainstsream feminisme telah menggeser pemahaman gender sehingga yang tampak hanya perjuangan perempuan terhadap hak-haknya. Sejak lama ditahun 1970-an perkembangan mengenai gender telah banyak dibahas bahkan secara universal diangkat sebagai tema internasional conference yang diselenggarakan oleh PBB. Program-program terkait meningkatkan derajat perempuan melalui keterlibatan dan pemberdayaan dilakukan yang tujuannya adalah untuk meningkatkan kemitraan antara perempuan dan laki-laki dalam berbagai bidang. Tujuannya hanya untuk kesetaraan bukanlah kebaikan untuk salah satu pihak baik perempuan dan laki-laki.
55
Dalam berbagai literature mengenai gender dan pariwisata, disebutkan bahwa
perkembangan
pariwisata
telah
memberikan
keuntungan
secara
menyeluruh pada aspek kehidupan perempuan dan laki-laki. Hal ini tercerminkan dalam norma sosial budaya terhadap hubungan gender tersebut dan gender dalam industri khususnya mengenai tenaga kerja pada divisi tertentu. Konteks budaya seringkali tidak mengijinkan perempuan untuk terlibat dalam industri alasannya adalah untuk mencegah perempuan mengerjakan pekerjaan yang tidak sesuai dengan norma dan budaya. Hal ini terungkap pada penelitian Wilkinson dan Pratiwi (1995) yang menyatakan kegiatan pariwisata yang dilakukan oleh perempuan seperti guide selalu diidentikkan dengan prostitusi. Norma dan budaya jawa hanya memperbolehkan perempuan bekerja sesuai dengan kegiatan domestik dan menjalankan peran reproduktifnya saja. Kesetaraan gender dalam pariwisata memang sangat baik diungkapkan terutama pada kalangan perempuan pengusaha. Perkembangan pariwisata membuka peluang perempuan untuk berwirausaha. Perempuan bahkan mendapat pengakuan sebagai sosok yang memiliki kekuatan untuk lebih berdaya dalam meningkatkan kesejahteraan keluarga serta partisipasi aktif kaum perempuan dalam ekonomi rumah tangga. (Sukardja 2012:29). Perempuan telah mengalami tranformasi dari perkembangan pariwisata terjun keranah publik bukan berarti perempuan tidak sadar akan tugas-tugas domestiknya. Pemahaman dalam keluarga adalah hal yang paling penting terutama bagi pasangan suami istri yang sama-sama memiliki perekonomian yang kuat. Perempuan akan dapat segera keluar dari bayang-bayang penindasan dan
56
ketidak adilan yang selalu dirasakan karena perempuan secara bebas dapat melakukan aktualisasi diri. Pemahaman laki-laki akan kodrat dan peran perempuan dalam
kehidupan domestik dan publik adalah kekuatan dalam
membentuk pribadi perempuan yang dapat menciptakan kesetaraan dalam berbagai bidang kehidupan. Semenjak awal 1970-an berbagai studi menggambarkan situasi perempuan yang bekerja di pabrik dan menganalisis dampak kerja mereka terhadap posisi mereka di rumah dan di masyarakat. Terdapat tiga pandangan umum dalam literatur mengenai perempuan dan industrialisasi. Pertama pandangan yang melihat kerja di pabrik berdampak positif terhadap perempuan karena dianggap mendobrak rendahnya posisi perempuan didalam rumah. Jadi industrialisasi mengangkat derajat perempuan dan kerjanya, mendobrak stuktur patriarkal di dalam rumah dan keluarga. Pandangan kedua terdapat anggapan negatif bagi perempuan yang bekerja dalam dunia industri karena suatu hal negatif dan bersifat eksploitatif karena upah yang rendah, tidak mungkin menuntut perbaikan upah dan kondisi kerja, hubungan dengan majikan maupun dengan sesama laki-laki sering bersifat patriarkal, dan sering menjadi sasaran kekerasan seksual. Pandangan ketiga menolak anggapan pertama dan kedua karena perempuan yang bekerja pada dunia industri dapat membawa perubahan perekonomian keluarga dan posisi sosial (Saptari dan Holzner, 1997:365-366). Beberapa fakta terkait perempuan yang bekerja dalam industri pariwisata diulas dalam UNWTO (2011) seperti perempuan
memenuhi sebagian besar
proporsi tenaga kerja pariwisata. Pekerjaan perempuan dalam industri pariwisata
57
sebagaian besar adalah pelayan serta tenaga administrasi dan hanya sedikit dari mereka yang menjadi tenaga profesional. Pendapatan di bidang pariwisata menghasilkan pendapat 10% sampai 15% lebih sedikit daripada laki-laki. Sektor pariwisata manjadikan perempuan sebagai tenaga kerja hampir dua kali lipat jika dibandingkan dengan sektor lainnya. Satu dari lima menteri pariwisata di seluruh dunia adalah perempuan. Perempuan di sektor pariwisata menjadi pekerja mandiri dengan proporsi yang jauh lebih tinggi dari pada sektor lain. Sebagian besar perempuan yang terlibat dalam bisnis pariwisata dan dikelola keluarga tidak memperoleh bayaran. Untuk mewujudkan kesetaraan gender terdapat empat aspek yang perlu diperhatikan. Keempat aspek ini menurut Puspitawati (2012) adalah sebagai berikut: a.
Akses diartikan sebagai “the capacity to use the resources necessary to be a fully active and productive (socially, economically and politically) participant in society, including access to resources, services, labor and employment, information and benefits”.(Kapasitas untuk menggunakan sumberdaya untuk sepenuhnya berpartisipasi secara aktif dan produktif (secara sosial, ekonomi dan politik) dalam masyarakat termasuk akses ke sumberdaya, pelayanan, tenaga kerja dan pekerjaan, informasi dan manfaat).
b. Partisipasi diartikan sebagai “Who does what?” (Siapa melakukan apa?). Suami dan istri berpartisipasi yang sama dalam proses pengambilan keputusan atas penggunaan sumberdaya keluarga secara demokratis dan bila perlu melibatkan anak-anak baik laki-laki maupun perempuan.
58
c. Kontrol diartikan sebagai ”Who has what?” (Siapa punya apa?). Perempuan dan laki-laki mempunyai kontrol yang sama dalam penggunaan sumberdaya keluarga. Suami dan istri dapat memiliki properti atas nama keluarga. d. Manfaat diartikan sebagai semua aktivitas keluarga harus mempunyai manfaat yang sama bagi seluruh anggota keluarga. Teori gender digunakan untuk menganalisis kontribusi perempuan dalam permasalahan pertama. Teori gender sangat penting untuk mengetahui sejauh mana kesuksesan perempuan pengusaha kuliner dan melihat adakah peran lakilaki yang mendukung dan membesarkan usahanya hingga sukses seperti sekarang ini. Sebagaimana yang diterapkan dalam program GAD gender and development yang menekankan kemitraan antara perempuan dan laki-laki dalam berkarier bukan dominasi satu sama lain melainkan kerjasama dan dukungan maka analisis gender dilakukan sebagai proses untuk menganalisa perempuan dan laki-laki dengan mengungkapkan kesetaraan gender dilihat dari empat aspek. Keempat aspek tersebut diungkap dengan informasi tentang perempuan dan laki-laki sebagai wujud kesetaraan gender dalam keluarga perempuan pengusaha kuliner. 2.4 Model Penelitian Keterlibatan perempuan Bali khususnya dalam industri pariwisata tidak dapat dipungkiri. Berbagai kegiatan domestik yang dulu hanya dikerjakan sebagai bagian pekerjaan rumah tangga kini dapat menjadi kegiatan utama yang dikemas dengan kreatifitas dan inovasi sehingga menarik wisatawan. Baik jasa maupun produk yang diciptakan oleh perempuan Bali sudah mendapat perhatian dunia maka dari itu perlu adanya kajian mengenai kontribusi perempuan Bali dalam
59
usaha kuliner. Perempuan Bali menjadi subjek penelitian karena pandangan peneliti bahwa perempuan sekarang ini telah berani mengungkapkan dirinya dan berusaha untuk selalu sejajar dengan laki-laki. Perempuan yang hidup di zaman modern memiliki kesempatan karena kecerdasannya dan mampu bertindak profesional dalam menyelesaikan tugas domestik dan tugas publiknya. Apabila penelitian terdahulu tidak banyak mengungkapkan kontribusi perempuan Bali khususnya pada usaha kuliner dari segi kesuksesannya mengangkat kuliner Bali. Maka penelitian ini menjadi berbeda karena menempatkan perempuan Bali dari sudut pandang lain dalam bentuk apresiasi terhadap kontribusi melalui pandangan-pandangan positif terhadap kontribusi perempuan Bali pada khususnya. Banyak perempuan Bali yang sukses bahkan sejak tahun 1930 sudah tercatat menjadi bagian dari tokoh-tokoh yang ikut serta membangun pariwisata Bali. Selain kontribusi perempuan Bali, penelitian ini juga mengkaji pandangan stakeholder terhadap perempuan Bali terutama kontribusi mereka dalam mengangkat kuliner Bali untuk mendukung pariwisata Bali. Analisis selanjutnya dilakukan untuk melihat pergeseran peran perempuan khususnya perempuan pengusaha kuliner di Bali. Masing-masing rumusan masalah penelitian ini akan dijawab berdasarkan hasil wawancara dan survey serta mengkaitkannya dengan teori-teori yang selaras seperti Teori invented tradition dan Teori gender. Hasil penelitian diharapkan menjadi temuan baru serta dipergunakan sebagai rekomendasi atau saran kepada pihak-pihak yang memang memberi perhatian pada perempuan Bali dalam industri pariwisata. Model penelitian digambarkan pada Gambar 2.4, sehingga
60
rangkaian proses penelitian ini dapat dipahami dengan jelas yang disesuaikan dengan pemahaman peneliti.
61
SEJARAH PEREMPUAN DALAM PARIWISATA Keterlibatan Tokoh-Tokoh Pariwisata khususnya perempuan Apresiasi kurang terhadap Perempuan dalam Pariwisata
Pariwisata Bali
Perempuan Bali
Domestik = Memasak
Trend Global ke Lokal
Publik = Usaha Kuliner
Perkembangan Kuliner Bali
PENGUSAHA PEREMPUAN BALI DAN KEBERLANJUTAN KULINER
Teori 1. Invented Tradition 2. Gender
Kontribusi Perempuan zzzzzzzpengusaha dalam Pandangan Stakeholder terhadap kontribusi perempuan
Konsep 1.Kontribusi Perempuan Bali 2. Usaha Kuliner
Pergeseran peran
Metode Kualitatif 1. Wawancara 2. Analisis Biografi 3. Kuisioner 4 Analisis Statistik Deskriptif
REKOMENDASI
Gambar. 2.4 Model Penelitian
HASIL PENELITIAN
3 BAB III METODE PENELITIAN
Bab ini menjelaskan mengenai metode-metode yang akan digunakan dalam penelitian ini. Bab ini terdiri dari sub-sub bab meliputi uraian rancangan penelitian, lokasi penelitian, jenis dansumber data, teknik penentuan informan untuk diwawancara dan responden untuk menjawab kuesioner, instrumen penelitian, teknik penentuan sampel, teknik pengumpulan data, analisis data dan penyajian hasil analisis data. Dalam bagian penyajian hasil analisis dipaparkan secara ringkas kerangka isi disertasi dan uraian yang disajikan dalam setiap bab. 3.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian ini disusun dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan observasi pada objek penelitian, wawancara mendalam kepada subjek penelitian,penyebaran angket dan studi kepustakaan. Metode awal yang dilakukan adalah pengamatan pada objek penelitian untk mendapat informasi dan mengekplorasi rumusan masalah kemudian pendekatan terhadap subjek penelitian dan memanfaatkan sumber informasi lainnya yang diperoleh dari para informan. Penelitian juga melakukan analisis statistik deskriptif yang sederhana seperti presentase dan menentukan jawaban tertinggi atau terendah. Hasil penelitian diharapkan dapat mengungkapkan kontribusi perempuan pengusaha dalam mengangkat kuliner dan mendukung pariwisata Bali. 3.2 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Provinsi Bali. Subjek penelitian ditentukan adalah perempuan Bali yang menjadi pemilik dan pengelola usaha
62
63
kuliner. Usaha kuliner dengan aneka level, skala, dan kemajuannya tersebar di seluruh Bali diantaranya tersebar di wilayah Kuta, Sanur, Ubud dan Denpasar. 3.3 Jenis Data dan Sumber Data Jenis dan sumber data masing-masing dibedakan menjadi dua, yaitu jenis data kualitatif dan kuantitatif, sedangkan sumber data dibedakan menjadi sumber data primer dan sekunder. Masing-masing dari kategori ini diuraikan secara ringkas berikut ini. 3.3.1
Jenis Data Ada dua jenis data yaitu data kualitatif dan data kuantitatif. Data ini
dibedakan menurut sifatnya. Data kualitatif adalah data yang bersifat verbal, umumnya berupa opini, pendapat, teks, kata-kata, wacana, gambar, dan sejenisnya. Data kualitatif diukur dengan intensitas, bukan pada perhitungan angka. Data kualitatif diperoleh dari hasil wawacara, bacaan dari sumber-sumber relevan, hasil observasi atau telaah dokumen serta teks. Dalam penelitian ini, data kualitatif adalah hasil wawancara kepada perempuan Bali yang memiliki usaha kuliner serta orang-orang yang memiliki informasi mengenai perempuan yang dipilih sebagai subjek penelitian. Hasil wawancara tersebut diharapkan mengungkapkan kontribusi perempuan pengusaha dalam mengangkat kuliner Bali untuk mendukung pariwisata serta pergeseran peran para perempuan pengusaha. Data kuantitatif yaitu data-data yang berupa angka-angka dan bisa dihitung dengan rumus-rumus yang ada. Berbeda dengan data kualitatif yang nilainya ditentukan oleh intensitas, data kuantitatif diukur berdasarkan jumlah angkaangka seperti jumlah responden dalam penelitian, perhitungan statistik. Data
64
kuantitatif bisa diubah ke dalam bentuk data kualitatif berdasarkan rumus dan pola skala yang masuk akal, seperti pemberian nilai angka dalam suatu pernyataaan (kualitatif) dalam skala atau rumus teori lain. 3.3.2
Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang dikelompokkan
berdasarkan cara pengumpulannya. Menurut cara pengumpulannya, data dapat dibagi dua yaitu data primer dan data sekunder (Purwanto 2010:45). Sumber data primer adalah sumber dari mana data diperoleh atau berasal. Hal ini berlaku untuk data kualitatif dan data kuantitatif. Misalnya, hasil wawancara merupakan data primer bila memperolehnya dari wawancara langsung dengan sumber yang disyaratkan oleh topik penelitian. Angka-angka dalam buku statistik yang dikutip dari laporan Badan Pusat Statistik (BPS) adalah salah satu sumber primer. Sumber Data sekunder adalah data yang dikumpulkan oleh orang atau lembaga lain. Data-Data tersebut diperoleh dari kepustakaan, seperti artikel dalam surat kabar dan internet. Artikel-artikel yang digunakan dimuat dalam mediamedia cetak maupun elektronik. Penggunaan kembali data yang sudah digunakan dalam publikasi lain biasanya tergolong sebagai sumber sekunder. 3.4 Instrumen Penelitian Instrumen penelitian ini meliputi pedoman wawancara, kuesioner, dan alat bantu elektronik digital untuk mengumpulkan data sesuai sifatnya. 1. Pedoman wawancara disusun dengan pertanyaan-pertanyaan yang disesuaikan dengan topik penelitian. Daftar pertanyaan dibuat hanya garis
65
besarnya saja karena wawancara dalam pengumpulan data proses wawancara yang berlangsung akan menggunakan teknik wawancara mendalam dengan teknik laddering, artinya pertanyaan terus ditingkatkan kedalamannya untuk mendapat jawaban yang maksimal. Daftar pertanyaan untuk wawancara dituangkan dalam lampiran (Lihat Lampiran 2 ). 2. Kuesioner terstruktur yang berupa daftar pertanyaan dengan pilihan jawaban (Lihat lampiran 5) dan adakalanya diikuti oleh pernyataan terbuka (Kusmayadi dan Sugiarto, 2000:90). 3. Penelitian ini juga menggunakan alat bantu yaitu: alat perekam suara, kamera, buku catatan lapangan, serta alat tulis, untuk menunjang proses pengumpulan data dalam penelitian ini. 3.5 Teknik Pengumpulan Data Ada empat teknik yang digunakan untuk mengumpulan data yaitu kajian kepustakaan, penyebaran kuesioner, wawancara, dan observasi terbatas. Penjelasan tiap-tiap teknik adalah sebagai berikut. Teknik kajian kepustakaan adalah keseluruhan usaha untuk mendapat bahan-bahan buku, literatur, teks, data melalui perpustakaan atau arsip-arsip. Teknik kepustakaan ini juga dikenal dengan istilah library research karena dilakukan di perpustakaan atau desk research karena pada prinsipnya di lakukan di atas meja, kebalikan dari riset lapangan. Untuk penelitian ini, bahan kepustakaan banyak berasal dari buku, teks, artikel jurnal, dan sejenisnya yang diperoleh dari perpustakaan kampus, perpustakaan umum, dan pribadi. Ada juga materi yang diperoleh dari media
66
massa seperti laporan tentang perempuan karier di Indonesia yang dimuat majalah Tempo (13-19 April 2015) dan laporan tentang spirit Kartini pada perempuan Indonesia dewasa ini yang dimuat dalam supement Jawa Pos (21 April 2015, pp18). Teknik observasi adalah cara mendapatkan data untuk kepentingan riset dengan jalan mengamati secara langsung aktivitas subjek penelitian sesuai dengan materi yang hendak digali. Pengamatan juga memungkinkan peneliti ikut merasakan apa yang dirasakan subjek penelitian dan memungkinkan pembentukan pengetahuan yang diketahui secara bersama-sama (Moleong, 2013:175). Dalam penelitian ini, teknik observasi yang dilakukan adalah mengamati kiprah dan aktivitas pelopor atau pengusaha perempuan Bali di bidang kuliner. Teknik observasi ini diterapkan secara terbatas, dengan pertimbangan penjelasan mengenai apa yang dilakukan bisa ditanyakan dari stafnya yang sebetulnya juga melakukan observasi tidak langsung terhadap atasannya. Tujuan teknik observasi ini adalah untuk mendapatkan informasi yang objektif melalui respon staff yang berinteraksi dengan para subjek penelitian di lapangan. Teknik wawancara adalah cara mendapatkan materi penelitian dengan melakukan tanya jawab dengan narasumber atau informan. Informan ini bisa langsung subjek penelitian, bisa juga orang lain yang dianggap mengetahui dan memiliki informasi mengenai subjek penelitian. Untuk penelitian ini, wawancara dilakukan dengan kedua kategori, yaitu subjek penelitian dan dengan orang lain yang tahu tentang sosok dan pemikiran subjek. Wawancara dilakukan dengan mendalam (indepth interview) dengan menggunakan pedoman wawancara yang
67
berisi pertanyaan dasar (Lihat Lampiran 2). Dalam proses wawancara, pertanyaan itu dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan jalannya tanya-jawab. Sering jawaban atas pertanyaan bisa ke luar dengan baik dalam wawancara lisan, dari pertanyaan yang tidak disiapkan tapi dimunculkan sebagai follow up question saat wawancara berlangsung. Pengumpulan data melalui wawancara juga dikombinasikan dengan kuesioner atau angket. Kegunaan kuisioner ini adalah untuk mencari informasi faktual lain yang diketahui oleh responden mengenai subjek dan objek yang sedang diteliti. 3.6 Teknik Penentuan Informan Teknik penentuan informan dalam penelitian ini dilakukan secara purposive yaitu informan ditentukan berdasarkan ciri-ciri dan sifat tertentu yang dipandang mempunyai keterkaitan dan disesuaikan dengan tujuan dalam penelitian. Pada penelitian ini, informan yang diwawancarai terbagi menjadi dua kategori. Pertama, subjek penelitian utama yaitu perempuan Bali yang memiliki usaha kuliner. Kedua, orang lain yang mengetahui tentang sosok dan pemikiran subjek penelitian seperti keluarga dan stafnya. Teknik penentuan informan dalam penelitian ini dilakukan secara purposive yaitu informan ditentukan berdasarkan ciri-ciri dan sifat tertentu yang dipandang mempunyai keterkaitan dan disesuaikan dengan tujuan dalam penelitian. Untuk analisis kualitatif informan dalam penelitian ini adalah perempuan Bali yang memiliki usaha kuliner. Mereka dipilih dengan beberapa alasan yaitu lama usaha kuliner yang telah didirikan, popularitas, ciri khas produk kuliner yang menjadi ikon usaha kuliner. Keluarga dan staff yang
68
merupakan informan selanjutnya dipilih secara snowball sesuai anjuran dari informan pertama (Lihat Lampiran 1). Stakeholder dalam penelitian ini sangat penting sebagai informasi yang faktual. Stakeholder adalah pihak-pihak yang dapat memberikan pandangannya terhadap subjek utama penelitian. Stakeholder yang dimaksud adalah keseluruhan individu yang merupakan sumber informasi yang mewakili dan diinginkan yang ditentukan secara purposive. Mereka diantaranya adalah wakil pemerintah, masyarakat (termasuk penggiat media massa), profesional pariwisata, kalangan akademisi dan wisatawan. Khusus wisatawan dilakukan dengan penentuan responden disesuaikan dengan kebutuhan penelitian (purposive sampling). Wisatawan pada tiga kawasan Kuta, Sanur dan Ubud yang sedang berkunjung pada objek penelitian pada masing-masing kawasan adalah responden yang mengisi kuisioner. Pada masingmasing kawasan ditetapkan 100 responden dengan rentangan 50 wisatawan mancanegara dan 50 wisatawan nusantara. 3.7 Teknik Analisis Data Analisis data kualitatif adalah analisis biografi yang memberi deskripsi pada kehidupan tokoh-tokoh perempuan yang berprofesi sebagai pengusaha khususnya dibidang kuliner. Dalam penelitian kualitatif analisis biografi digunakan untuk menggali secara terperinci dan mengeksplorasi pengalaman-pengalaman subjek penelitian. Analisis ini juga bermaksud untuk mengkaji pengalaman-pengalaman seseorang dalam bentuk hasil wawancara, dokumen-dokumen dan bahan arsiparsip terkait objek penelitian ini. Analisis biografi juga diperkuat dengan analisis
69
interpretif, menurut Neuman (dalam Silalahi, 2009:342) menyatakan bahwa interpretatif berarti menjelaskan dan menemukan makna dari hasil analisis data sehingga analisis penelitian bila digabungkan dapat disebut sebagai analisis biografi interpretatif yaitu peneliti menceritakan dan menuliskan kisah-kisah subjek penelitian ditambah dengan kisah-kisah yang lainnya berhubungan dengan pengalaman dari subjek penelitian yang akan dengan bebas mengungkapkan pendapat. Selain analisis yang telah diuraikan diatas, peneliti juga menggunakan analisis statistik deskriptif yang disesuaikan dengan tipe pengukuran dan jenis data yang tersedia. Statistik yang digunakan adalah yang paling sederhana dengan tipe pengukuran nominal seperti tabel frekuensi. Tabel frekuensi menurut Kusmayadi dan Sugiarto (2000) adalah suatu pemaparan statistik yang menunjukkan berapa banyaknya kategori atau nilai dari suatu variabel yang didapat dari responden dengan kata lain data-data yang diperoleh diringkas dan ditampilkan dengan tabel sederhana. 3.8 Teknik Penyajian Hasil Analisis Data Teknik Penyajian Data sebagai suatu kumpulan informasi yang tersusun dan memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Hasil penelitian akan disajikan dalam bentuk narasi uraian berisi penjelasan konsep dan pemahaman, gambar, bagan dan tabel. Hasil penelitian akan disajikan kedalam delapan bab. Bab I-III adalah bab yang berisi Pendahuluan, kajian pustaka, teori, konsep dan model penelitian, dan metode penelitian. Bab IV menguraikan gambaran umum lokasi penelitian dalam hal ini
70
Bali dan perkembangan kuliner di Bali secara khususnya. Bab V-VIII adalah bab isi yang merupakan bab utama karena didalamnya terdapat pembahasan mengenai biografi perempuan pengusaha kuliner, kontribusi perempuan Bali dalam mengangkat kuliner lokal, pandangan stakeholder terhadap kontribusi perempuan Bali dalam mendukung pariwisata melalui usaha kuliner dan pergeseran peran perempuan Bali khususnya para pengusaha kuliner. Bab IX adalah bab penutup yang berisi kesimpulan,saran dan temuan penelitian.
4 BAB IV PARIWISATA BALI DAN PERTUMBUHAN USAHA KULINER: DARI KULINER BABI GULING SAMPAI MAKANAN ORGANIK Bab ini merupakan uraian yang memberi gambaran terkait objek penelitian yang dibagi menjadi enam subbab yaitu (1) perkembangan pariwisata Bali (2) pariwisata Bali dan pertumbuhan kuliner, (3) objek penelitian kuliner, (4) kuliner lokal sebagai daya tarik wisata, (5) perkembangan usaha kuliner lokal, dan (6) organic food era baru dalam kuliner lokal. Uraian keenam subbab ini adalah untuk memberikan gambaran dan pemahaman mengenai perkembangan kuliner di Bali sekaligus objek penelitian yang dimaksud. Materi dalam uraian berikut diperoleh dari wawancara dengan tokoh atau pengusaha kuliner, observasi lapangan, kajian atas literatur mengenai kuliner, dan sejarah pariwisata Bali khususnya di tiga lokasi penelitian yaitu Ubud, Sanur, dan Kuta. 4.1 Perkembangan Pariwisata Bali Bali adalah destinasi wisata yang selalu menjadi tujuan utama kunjungan wisatawan dari berbagai penjuru dunia karena daya tarik alam dan budayanya. Belakangan, sejak tahun 2000-an, Pulau Dewata mulai populer dengan kulinernya yang khas seperti babi guling dan makanan organik. Jika disimak ke belakang, perkembangan pariwisata Bali telah dimulai sejak tahun 1920-an (Covarrubias 1937; Vickers 1989; Picard 1996). Tercatat dalam Picard (2006) langkah awal pariwisata Bali diketahui mulai sejak tahun 1920-an yang ditandai dengan dibukanya pertama kali pelayaran oleh KPM yang disebut “Bali Express” dan
71
72
dibukanya “Bali Hotel” 1928 sebagai tempat penginapan yang dibangun tepat di tempat terjadinya perang “puputan”. Julukan Bali sebagai „Sorga Terakhir‟ telah mengumbangkan promosi yang mendatangkan wisatawan pada tahun itu. Citra Bali terbentuk awalnya karena dua orang Belanda yang pertama datang ke Bali memutuskan untuk tinggal lebih lama yaitu W.O.J Nieuwenkamp dan Gregor Krause. Gregor Krause adalah peran utama dalam promosi pariwisata menerbitkan buku berjudul Bali 1912 berisi 400 foto tentang Bali. Zaman kolonial, peran pemerintah Belanda sangat besar dalam mempromosikan pariwisata Bali, seperti terlihat dari trasportasi wisata yang dilayani oleh KPM, pendirian Bali Hotel, dan promosi budaya Bali yang berlangsung sekitar enam bulan di Paris Colonial Exposition tahun 1931. Dari sana, nama Bali kian terkenal di mata dunia khususnya Eropa (Picard, 1996). Wanita Amerika kelahiran Skotlandia yang kemudian terkenal dengan nama Bali K‟tut Tantri membangun Hotel Suara Segara di pantai Kuta. Covarrubias yang pertamakali sampai di Pulau Bali pada tahun 1930 melalui perjalanan panjang dengan Kapal Cingalese Prince berlayar dari New York hingga sampai pada gugusan pulau di timur jawa yang disebut Bali. Selama tinggal di Bali Covarrubias, berhasil menjelajah Bali dan menikmati alam serta mempelajari budayanya. Tidak semua dapat diterima dengan baik karena perbedaan budaya contohnya makanan, Covarrubias menyatakan Makanan Bali sulit bagi lidah orang barat, disamping itu, karena selalu disajikan dalam keadaan dingin, makanan dianggap tak dapat dimakan kecuali kalau dibumbui dengan keras dengan berbagai tumbukan bumbu yang pedas, akar-akar, dan daun wangi biji-bijian, bawang merah, bawang putih, pasta ikan yang diragi, air jeruk nipis, parutan kelapa, dan lombok merah yang dibakar (Covarrubias, 2014:107).
73
Tentu saja perbedaan ini menjadi hal baru baginya, perbedaan rasa yang mencolok walaupun bagi orang Mexico menikmati makanan pedas adalah hal biasa tapi rasa makanan Bali sungguh berbeda. Budaya barat yang selama menjadi dasar dalam berprilaku dan kegiatan-kegiatannya dianggap membosankan setelah mengetahui pesona pulau Bali. Sesudah kemerdekaan, pemerintah Indonesia memberikan perhatian sungguh-sungguh seni budaya dan pariwisata Bali. Presiden Sukarno membangun Hotel Bali Beach 1963 yang mulai beroperasi 1966, saat kekuasaannya sudah jatuh. Presiden Suharto memperluas Bandara Ngurah Rai dan membangun kawasan wisata Nusa Dua tahun 1970-an (Madiun, 2010; Purnaya, 2015). Kuta mulai terkenal setelah Hugh Mahbett menerbitkan buku berjudul Pujian untuk Kuta (1987) yang berisi ajakan kepada masyarakat setempat untuk menyiapkan fasilitas pariwisata sedangkan Sanur diperkenalkan oleh seorang pelukis Belgia bernama A.J.Le Mayuer dan mulai mempromosikan lewat semua karya lukisnya tentang perempuan Bali yaitu Ni Polok. Begitu juga Ubud, promosi pariwisata dilakukan pertama kali Tjokorda Gede Agung Sukawati yang mendirikan museum Puri Lukisan pada tahun1954, gagasan yang dirancang sejak 1920-an secara bersama oleh Tjokorde Agung Sukawati dengan pelukis Jerman Walter Spies dan Belanda Rudolf Bonnet lewat komunitas seni Pitamaha. Semenjak itu pariwisata kian berkembang dengan terbukanya akses bagi para wisatawan untuk berkunjung. Promosi pariwisata terus dilakukan, jumlah kunjungan wisatawan pada tahun 1970 mencapai 129.319 wisatawan dan ini terus meningkat tahun 2015 mencapai 4.001.835 wisatawan. Peningkatan jumlah
74
wisatawan juga diikuti peningkatan fasilitas pariwista seperti akomodasi, transportasi dan restoran. 4.2 Pariwisata Bali dan pertumbuhan kuliner Masyarakat Bali selalu mengaitkan makanan dengan konsep kearifan lokal karena makanan berasal dari tumbuh-tumbuhan baik sebagai bahan pangan ataupun sebagai bahan upakara yang memiliki makna religius. Berbagai lontar di Bali salah satunya adalah Dharma Caruban yang diwarisi masyarakat Hindu sebagai pedoman dalam membuat olahan (masakan). Era globalisasi sekarang ini hal-hal yang diyakini sebagai tradisi masyarakat Bali bukanlah sesuatu yang dapat dianggap kuno. Ciri khas Bali seperti makanan tradisional sekarang ini tampak diberikan sentuhan modern. Berbagai tranformasi budaya dilakukan agar makanan tradisional menarik, namun upaya tersebut ternyata berbeda dengan kenyataannya. Wisatawan kini cenderung ingin menikmati suasana dan makanan tradisional yang dibuat seakan-akan mereka dapat bernostalgia dengan rasa dan penyajian makanan tradisional sebagai ciri khas lokal. Kuliner lokal merupakan salah satu kekayaan budaya yang harus digali sebagai aset budaya, Ardika (2011) menjelaskan dengan lebih lengkap terkait makanan dan budaya yang diuraikan melalui konsep pariwisata budaya dan gastronomi. Menurutnya, hubungan gastronomi dan budaya terbentuk karena gastronomi adalah produk budidaya pada kegiatan pertanian sehingga pengejawantahan warna, aroma dan rasa suatu makanan dapat ditelusuri asalusulnya dan lingkungan tempat bahan bakunya dihasilkan. Gastronomi juga memiliki peran penting dalam pariwisata. wisatawan yang kecenderungannya
75
ingin menikmati makanan lokal sebagai representasi komunitas lokal yang asli dan autentik. Makanan lokal sering dikolaborasikan dengan keindahan panorama alam dan impresi visual lainnya sehingga ada hubungan kuat antara pariwisata dan produksi makanan lokal. Wisata kuliner adalah sebuah segmen industri pariwisata yang sedang berkembang dan sering kali dikaitkan dengan berbagai aktivitas budaya, kegiatan bersepeda dan jalan-jalan santai. Wisata kuliner memiliki banyak konsumen, dengan semakin meningkatnya pemahaman wisatawan dan kuliner tentang manfaan ekonomi, lingkungan
dan kesehatan ataupun kandungan gizi suatu
makanan lokal meningkat pula keinginan wisatawan untuk mencicipi hidangan makanan dan minuman tersebut. Hal inilah mendorong diadakannya berbagai festival makanan lokal. Wisata kuliner adalah salah satu segmen penting dalam industri pariwisata. Sebab karena berbagai kenyataan antara lain terkait kebutuhan wisatawan akan makanan dan minuman. Wisata kuliner adalah untuk semua kalangan dan umur. Wisata kuliner ada sepanjang tahun dan atraksi kuliner semakin berkembang dengan adanya inovasi-inovasi sehingga tercipta potensi sebagai daya tarik pariwisata. Kuliner lokal dapat berupa makanan, minuman dan makanan ringan atau jajanan. Makanan dapat dibedakan makanan harian, makanan adat dan tradisi yang berkaitan dengan peringatan daur hidup dan makanan untuk upacara ritual dan sesaji. Minuman terdiri dari minuman ringan dalam kegiatan sehari-hari maupun untuk upacara adat resepsi, terdapat pula jamu untuk terapi kesehatan dan minuman sehat yang dikonsumsi sebagai minuman segar. Klasifikasi tersebut
76
merupakan bagian dari manusia, kebudayaan dan lingkungannya. Dalam perspektif budaya, merupakan sebuah identitas, representasi dan produksi dari kebudayaan yang berkembang dimasyarakat Wurianto (2007:3). Bali sebagai destinasi pariwisata yang memiliki potensi makanan lokal beragam. Banyak media yang meliput makanan Bali bahkan memuji rasa hingga penampilannya. Majalah internasional yang diterbitkan pada negara Australia Gourmettraveller (2015) memuat sebuah artikel yang berjudul Bali‟s best local food seorang lokal yang bernama Maya Kerthyasa menulis bahwa menemukan makanan lokal Bali lebih mudah bila kita mendatangi warung-warung karena sebagaian besar restoran, cafe ataupun bar saat ini lebih banyak menyajikan makanan barat. Warung adalah toko tradisional yang menawarkan kebutuhan sehari-hari dan kebanyakan menyajikan makanan tradisional. Makanan yang unik berasal dari perpaduan rempah-rempah yang hampir ada diseluruh jenis makanan lokal Bali. Daging babi, ayam bebek, ikan hidangan utama yang dimasak dengan cara dipanggang di atas bara kayu, buah dan sayuran disajikan mentah dengan irisan kelapa atau disebut lawar. Nasi selalu menjadi makanan utama dan sambal sebagai pelengkap. Beberapa jenis makanan lokal yang masuk dalam daftar makanan Bali sebagaimana yang disebutkan artikel ini adalah liku ayam betutu, warung mak beng, warung wardani, sate plecing arjuna, lesehan sari Baruna, warung ibu eny, warung nasi lukluk, warung makan teges. Lain lagi dengan Bali-Indonesia.com dalam artikelnya Top 10 best Bali Food Most popular food in Bali, yang mendaftar makanan Bali dalam sepuluh peringkat baik itu makanan utama sampai hidangan penutup berupa cemilan yang
77
rasanya manis. Peringkat pertama selain lawar dan bebek betutu yang selalu menjadi favorit wisatawan adalah sate versi Bali yang dililit, berikutnya nasi campur dan nasi ayam, bebek dan ayam betutu, babi guling, tahu dan tempe, jimbaran food, pepes dan tum, lawar, nasi goreng, dan hidangan penutupyang sering disebut jajanan pasa seperti wajik, pancong, jaja batun bedil, godoh, pisah rai, kelepon, bubuh injin. Noll, seorang blogger, yang menulis tentang
Bali food: from satay to
sambal(2015) juga menulis bahwa makanan lokal Bali banyak dijumpai pada warung tradisional. Beberapa poin utama tentang masakan Bali disampaikan olehnya, seperti bumbu-bumbu dan filosofi makanan Bali. delapan kombinasi rempah-rempah yang bentuknya seperti biji harus selalu ada dalam tiap masakan Bali seperti merica putih, hitam, kemiri, cengkeh pala. Kombinasi lainnya juga ditambahkan seperti bawang putih, bawang merah, jahe dan kunyit. Apabila keseua bahan tersebut disatukan maka hasilnya adalah Basa gede atau bumbu Bali yang menjadi ciri khas rasa makanan Bali. Makanan-makanan lokal yang berhasil didaftar oleh para blogger dan penulis berdasarkan penelusuran mereka saat berwisata ke Bali menunjukkan bahwa wisatawan memang mencari rasa lokal dari setiap makanan tersebut. Makanan tradisional ini sudah sejak lama dihidangkan berawal dari makanan rumah lalu diperkenalkan secara tidak sengaja kepada wisatawan dimasa lalu. promosi mulut ke mulut adalah kekuatannya hingga berkembang sampai sekarang ini. Banyak variasi makanan Bali hanya saja masih beberapa lokal warung atau restoran lokal yang menyajikannya.
78
Nasi campur atau nasi ayam yang dihidangkan di Warung Wardani, Warung Men Weti dan Warung Bu Mangku Kedewatan merupakan sajian turun-temurun dan tergolong sajian rumahan. Babi guling, beberapa warung seperti Bu Oka yang terkenal di Ubud sampai babi guling Candra di Denpasar merupakan makanan lokal favorit wisatawan lokal dan mancanegara. Lawar, salah satu makanan yang selalu ada saat perayaan hari raya Hindu yaitu Galungan dan Kuningan merupakan bagian dari hidangan utama selain urap khas Bali. Satai lilit yang ditusuk bambu atau sekarang ini banyak menggunakan batang daun serai juga andalan kuliner Bali. Satai yang ditusuk pun juga ada, para wisatawan tidak bisa melewatkan hidangan ini bila mampir kedaerah Legian “warung sate bawah pohon legian Bali” atau “warung sate gelora jelantik, satai ini disajikan dengan sambal atau cabe potong dan garam. Pemerhati kuliner Bali juga ikut serta memperkenalkan makanan khas Bali dan memperdalamnya dengan sejarah-sejarah. Beberapa bahan makanan yang memang jarang sekali ditemui atau bahkan dijual seperti capung, komoh yang mengandung darah mentah seolah-olah hanya menjadi sejarah bagi para pembacanya, karena memang sangat jarang sekali dikonsumsi. Beberapa penulis buku Resep makanan Bali seperti Nanik Mirna Agung, 2010 yang berjudul Pawon Bali 60 resep masakan khas Bali dan Ketut Go Gonk seorang chef yang berasal dari Singaraja meliris bukunya yang berjudul Resep Kuliner Warisan LeluhurBaru pada 11 Mei 2015, Masakan Bali oleh Ida Ayu Suraya pada tahun 2005, dan 100 Maknyus Bali oleh Bondan Winarno yang mengungkap keragaman kuliner Bali,
79
warung makan yang menyediakan kuliner Bali dan juga para “Pahlawan Kuliner Bali” khususnya.
Gambar 4.1 Buku Resep Kuliner Bali Penulis Lokal Sumber: Foto Penelitian Perkembangan kuliner Bali tidak hanya menarik minat orang lokal saja yang ingin memiliki usaha kuliner. Orang asing juga yang bahkan sudah menetap di Bali dan telah memiliki beberapa usaha kuliner yaitu Janet deNefee memiliki restoran Casa Luna dan Indus serta penyelenggara Bali Food Festival di Ubud ikut serta memperkenalkan masakan lokal Bali selain itu deNefee menulis buku yang berjudul Fragant Rice (2006), Bali the food of my island home (2010) dan to stir with love. Penulis luar juga ikut berkontribusi dalam memperkenalkan makanan
80
lokal Bali seperti Krugger (2014) yang menulis tentang makanan tradisional dan budaya Bali. Terdapat 40 resep makanan Bali yang ditulisnya dalam buku ini
Gambar 4.2 Buku Resep Kuliner Bali Penulis Asing Sumber: Foto Penelitian Usaha kuliner menjadi semakin ramai sejak bermunculan warung dan restoran yang dalam menunya terdaftar beberapa makanan lokal yang menjadi daya tarik bagi wisatawan. Dalam konteks pariwisata pertumbuhan kuliner Bali disebabkan oleh motivasi wisatawan yang ingin merasakan makanan lokal. Motivasi ini berasal dari kebutuhan wisatawan akan makan dan minum sebagai kebutuhan pokok hanya saja sekarang ini telah terjadi pergeseran dimana kuliner telah menjadi bagian dari gaya hidup, sehingga mendorong destinasi khususnya Bali untuk dapat memenuhi kebutuhan tersebut dengan mengangkat kuliner lokal sebagai daya tarik pariwisata. Begitu juga Pertumbuhan wisatawan Milenial menurut
laporan tahunan Skift (2015) merupakan faktor utama yang
meningkatkan kunjungan pada destinasi yang memiliki kuliner lokal terbaik.
81
Perilaku wisatawan milenial yang menentukan perjalanan tanpa perantara travel agent dan lebih memilih untuk mengatur perjalanannya sendiri dan menginginkan pengalaman kuliner yang autentik pada setiap destinasi yang dikunjungi. Para wisatawan milenial adalah tipe wisatawan yang menjunjung nilai kebahagiaan, keragaman, dan menjelajah. Mereka ingin tinggal di destinasi wisata seperti layaknya orang-orang lokal dan mereka cenderung berbagi pengalaman melalui media sosial dan mencari rekomendari perjalanan dari situssitus resmi yang sering mengunggah perjalanan wisata. Wisatawan tipe ini cenderung berlomba-lomba berbagi informasi tentang destinasi yang orang lain tidak banyak ketahui, mereka berbagi pengalaman seolah-olah mereka adalah orang lokal tersebut. Kemudian hal utama dari informasi tersebut adalah rahasia kuliner setiap destinasi yang dikunjungi seperti restoran terbaik persepsi mereka namun lokasi dan informasi tentang tempat itu belum banyak orang yang tahu. Wisatawan tipe ini sangat mementingkan orisinalitas informasi. Perubahan minat wisatawan ini bahkan diprediksi sampai tahun 2020 yang akan menjadi trend dan segmen market bagi industri pariwisata (OCTA, Skift, 2015:20). When it comes to food and beverage, milennials are not just interested in the small boutique cafes and restaurants that local frequent. They want to understand the entire story telling surrounding the experience, because milennials tend to be more mindful about their travel choice as they relate to a particular community (OCTA,Skift, 2015:20). Dalam pendapat di atas hasil laporan The Rise of food tourism oleh OCTA dan Skift menegaskan bahwa selain tertarik pada makanan, wisatawan generasi milenial juga tertarik pada pengetahuan mengenai kuliner yang dinikmatinya. Untuk itu perlu sekali bagi stakeholder pariwisata untuk menyiapkan buku seperti
82
yg sudah dilakukan Janet deNefee dan BondanWinarno. Media sosial juga memudahkan wisatawan menikmati foto-foto makanan lokal, secara visual fotofoto ini akan membangkitkan rasa rasa ingin tahu tentang informasi mengenai makanan atau minuman. Media sosial seperti instagram dan Food blog yang mengulas makanan lokal sangat berperan menarik minat wisatawan sehingga kunjungan wisatawan untuk menikmati kuliner secara perlahan dapat terdeteksi dan kuliner bisa menjadi salah satu indikator yang kuat untuk mendukung pariwisata Bali. Diketahui empat Food Blogger yang secara aktif mengekpose kuliner di Bali antara lain Epicurina, Delicious Food, Food in Frame, dan Bali Kalap Makan. 4.3 Objek Penelitian Kuliner Penelitian ini dilakukan pada tiga kawasan pariwisata di Bali yaitu Ubud, Sanur, dan Kuta. Pemilihan tiga kawasan ini dilatarbelakangi perkembangan pariwisata yang ditandai dengan adanya kegiatan kuliner seperti beberapa warung dan usaha yang begerak pada jasa boga serta makanan khas yang didapat hanya dengan mengunjungi tiga kawasan ini. Pada tiga kawasan ini pula para subjek penelitian mendirikan dan mengembangkan usaha warung dan restoran. Di kawasan Ubud lokasi penelitian adalah Warung Murni di Campuan, Warung Nasi Ayam Kedewatan Ibu Mangku di Jln Raya Kedewatan, Warung Bodag Meliah (Sari Organik) di Subak Sok Wayah, Warung Babi Guling Oka di Jln Raya Teges, Casa Luna dan Indus Restaurant. Dikawasan Kuta lokasi penelitian dilakukan di Made‟s Warung dan di kawasan Sanur di Warung Men Weti dan Mak Beng. Berikut ini adalah tabel 4.1 daftar objek penelitian yang
83
terdiri dari kawasan, nama warung dan alamatnya. Kemudian diteruskan dengan deskribsi masing-masing warung dan restoran yang dilengkapi dengan foto-foto warung dan restoran yang diperoleh dengan mengunjungi satu-persatu lokasi objek penelitian. Pengamatan dan pengumpulan informasi dilakukan Juni-Agustus 2015 sambil melakukan pendekatan dengan subjek penelitian agar bersedia untuk melakukan wawancara. Uraian tentang tiap-tiap objek penelitian disusun secara kronologi, yakni lama usaha mereka. Berdasarkan penelitian, dilihat dari segi tahun awal usaha maka urutannya adalah sebagai berikut Mak Beng, Men Weti, Babi Guling Oka, Ayam Kedewatan, Made‟s Warung, Murni‟s Warung, Casa Luna, Warung sari Bodag Meliah. Tabel 4.1 Daftar nama objek penelitian No 1
Nama Warung Warung Mak Beng
Tahun 1941
2
Men weti
1960
3
Warung Babi Guling Oka
1960
4 5
Nasi Ayam Kedewatan Mangku Made‟s Warung
6
Murni‟s Warung
1974
7
Cas Luna Restaurant
1990
Ibu 1965 1969
Alamat Jl Hang Tuah No. 45 Sanur 0361 282633 Jalan Segara Ayu (Sanur), Denpasar, Bali 80227, Indonesia JL Tegal Sari No. 2, Ubud, Kec. Gianyar, Bali Telepon:(0361) 976345 Jl. Raya Kedewatan-Ubud 0361 974795 Br. Seminyak, Kuta 0361 732130 www.madeswarung.com Campuan - Ubud Bali, Indonesia 80571 Tel: 62 (361) 975233 www.murnis.com Jl Raya Ubud-Ubud Bali-Indonesia 0361 977409 www.casalunabali.com
84
8
4.3.1
Warung Sari Bodag Meliah
2000
Subak Sok Wayah, Ubud Bali –Indonesia 0361 972087 www.sari-organik.com
[email protected] Sumber: Hasil Penelitian 2015
Warung Mak Beng Warung sup ikan Mak Beng didirikan tahun 1941 hadir sebelum jaman
kemerdekaan dikawasan pantai Sanur, timur Inna Grand Bali Beach tepatnya di utara Men Weti yang beralamat di Jl Hang Tuah No 45, Sanur. Lokasi warung tidak berubah sejak pertamakali dibuka, hanya bangunannya saja yang telah berubah dengan meja dan kursi ukuran besar memuat 6-8 orang. Warung diperluas dan direnovasi pada tahun 2015 dan buka hingga malam hari. Apabila sebelumnya warung dibuka dari pukul 08:00-16:00 semenjak oktober 2015 lalu buka hingga pukul 11 malam. Menu andalan warung Mak Beng adalah sup ikan dan ikan goreng yang sangat cocok dengan alam pantai dengan sambal khas Mak Beng yang diwarisi turun temurun oleh generasi penerus warung ini. Sangat kontras dengan keberadaan Men Weti yang berada di selatannya, menyediakan menu nasi campur ayam padahal lokasinya dipinggir pantai. Warung Mak Beng akan semakin ramai pada saat makan siang, pengunjung yang sebagian besar adalah wisatawan nusantara dan orang lokal memang tertarik datang karena menu satu-satunya diwarung ini. Jika diperhatikan disekeliling warung, pengunjung sambil mengantri dapat mengamati foto-foto yang terpajang dan kebanyakan adalah foto artis dan salah satu pengamat kuliner kenamaan Bondan Winarno dekat meja kasir. Hal ini
85
menjadi keunikan dari warung ini yang jumlahnya lebih dari 100 foto, berikut kutipan dari web resmi kota Denpasar. Keunikan dari tempat ini adalah di tembok-tembok akan terlihat foto-foto dari pejabat sampai artis yang pernah menikmati masakan serba ikan ini. Hal ini juga menjadi daya tarik tersendiri untuk para pengunjung yang berasal dari beraneka ragam kalangan (Denpasarkota, 2015). Warung Mak Beng (Gambar 4.3) dengan jumlah pegawai sebanyak 15 orang ini memulai aktivitasnya dari pukul 04:00 pagi. Proses memasak dilakukan dua kali pagi dan sore hari itupun sesuai dengan ramai tidaknya warung. Ikan segar yang dikirim langsung oleh supllier dan perhari dibutuhkan 100kg ikan yang digunakan sebagai bahan utama sup dan ikan goreng. Jenis ikan yang digunakan yaitu kerapu, tenggiri, walaupun warung Mak Beng sudah memiliki tukang masak menurut Agus Mahendra atau yang biasa dipanggil Dodit sambal khas Makbeng tetap diracik olehnya dengan takaran serta bahan-bahannya merupakan resep turun temurun dari nenek I Ketut Tjuki dan Ibunya Ni Putu Sulastri.
Gambar 4.3 Warung Mak Beng Sumber: Foto Penelitian
86
4.3.2
Warung nasi campur Men Weti Kawasan Sanur sudah terkenal sejak tahun 1950-an, namun daya tariknya
pantai ini kian menguat setelah hadirnya Warung Nasi Ayam Men Weti yang berlokasi di Jalan Pantai Segara, Sanur Bali sejak tahun 1976. Siapapun dikawasan sanur pasti mengenal nasi campur khas bali ini. Memasuki kawasan pantai segara, juru parkir dengan sangat ramah memberi informasi bahwa Men Weti sudah buka. Warung yang menyediakan menu andalan nasi campur ini buka dari pukul 7:00-12:00 siang antara tiga sampai lima jam sehari, bahkan bisa tutup lebih awal bila pengunjung sangat ramai berdatangan. Tak banyak meja dan kursi yang disediakan bisa dihitung tak lebih dari 20 kursi dan 3 buah meja. Pengunjung tampak bisa duduk dimana saja bila memang benar-benar menginginkan nasi campur yang khas dengan kulit ayam goreng dan sambal pedasnya. Untuk mendapatkan satu porsinya pengunjung harus antri paling lama 30 menit dan memesan langsung dari Men Weti dan dua orang pegawai yang membantunya menyajikan makanan dan tiga orang lagi menerima pesenan dan mengantarkan minuman sekaligus sebagai kasir. Suasana setiap pagi sungguh ramai, pengunjung yang antri bisa secara langsung menyaksikan bagaimana men weti mencampur nasi, lauk, sayuran dan sambalnya (Gambar 4.4). Untuk satu porsi bisa dipesan mulai dari Rp. 10.000-Rp. 25.000 belum termasuk minumannya. Sebagian besar pengunjungnya adalah wisatawan nusantara yang berasal dari Jakarta yang menginap di kawasan pantai Sanur dan orang-orang Bali. Warung Men Weti menambah daya tarik sanur dan memenuhi kebutuhan kuliner wisatawan lokal atau wisatawan domestik lainnya
87
yang tertarik kuliner lokal. Menu nasi campur memang tergolong sederhana tapi belum lengkap bila tidak ikut menikmati sensasi antrian panjang dan gaya Men Weti dalam menyajikan Nasi Men Weti kuliner tepi pantai Sanur.
Gambar 4.4 Situasi warung nasi campur Men Weti dipagi hari 4.3.3
Gambar 4.5 Situasi warung nasi campur Men Weti menjelang tutup
Warung Babi Guling Ibu Oka Warung babi guling Oka berlokasi di Ubud ini adalah warung makan yang
hanya menyajikan menu babi guling. Terletak di pusat Desa Ubud, Warung Babi Guling Ibu Oka buka pada tiga kawasan Ubud yang sangat ramai dikunjungi wisatawan. Babi guling 3 terletak di Jero Ubud, yang merupakan kediaman keluarga besar Ibu Oka, Babi guling oka 2 yang berlokasi di Jalan Raya Teges, Peliatan dan Babi Guling Oka satu tepat disebelah banjar pekraman Ubud dan Puri Ubud yang merupakan lokasi usaha yang telah dirintis Bu Oka sejak tahun 1960-an di Ubud. Jika berkunjung ke warung babi guling Oka tiga ada pemandangan menarik yang disuguhkan oleh pemiliknya. Bagi wisatawan yang ingin melihat langsung proses pembuatan babi guling dipersilahkan datang ke warung lebih awal yaitu pukul 8:00-10:00 pagi sebelum warung buka. Semua
88
proses memasak dilakukan disini dan dua warung lainnya menerima kiriman babi guling yang telah matang. Bangunan diwarung babi guling oka tiga terdiri dari tiga lantai, lantai satu adalah kandang babi dimana Bu Oka menerima kiriman babi hidup setiap harinya sebanyak lima ekor dari suppliernya yang berasal dari tujuh supplier empat diantaranya dari Ubud, Brasela, Sayan dan Bangli. Bila ramai terutama saat musim liburan dan perayaan tahun baru bisa sampai 10 ekor dengan berat dari 6580 kg. Proses menggulingnya bisa sampai 5 jam satu ekornya. Mengguling babi tidak menggunakan sembarang kayu bakar, kayu bakar tersebut diperoleh daridari desa Plaga. Kayu bakar juga khusus yaitu kayu kopi yang menurut Pak Agung Oka putra pertama Bu Oka, aroma dari batang kopi sangat khas sehingga menjaga aroma dari bagi guling tersebut. Tampak pada gambar 4.6 adalah aktivitas yang dimulai pukul 04:00 pagi.
Gambar 4.6 aktivitas mengguling babi Sumber: Foto Penelitian 2015 Tidak hanya proses mengguling babi, proses pembuatan oret dan memasak bahan lainnya dapat dilihat secara langsung. Warung Bu Oka lantai 1 (Gambar
89
4.7) merupakan tempat penyajian makanan yang berkapasitas 100-200 orang ini juga dihiasi ornamen patung-patung anak babi yang menunjukkan kekhasan warung babi guling ini. Warung Babi Guling Oka 2 yang terletak di teges merupakan kediaman Bu Agung Oka beserta putri beliau sekarang. Menurut Agung Suci (putri kelima) , warung sengaja dibuka di teges yang tidak jauh dari museum Rudana ini memiliki area parkir dibandingkan Warung Babi Guling Oka 1 yang ada dipusat Desa Ubud. Dari pengamatan selama mengunjungi warung babi guling 1,2 dan 3 warung tidak pernah sepi pengunjung bahkan setiap hari kehabisan. Satu porsi menu babi Guling Oka dengan dua macam penyajian yang biasa dan spesial dengan harga Rp. 50.000-Rp.75.000 per porsi.
Gambar 4.7 Warung Bu Oka 3 Sumber: Foto Penelitian
Gambar 4.8 Warung Bu Oka 2 Sumber: Foto Penelitian
Popularitas Warung Babi Guling Oka kian meningkat setelah beberapa selebritis seperti Antonio Bourdain meliput proses pengolahan Babi Guling, Putra (2014) mengungkapkan perkembangan media massa dan elekronik telah membuka ruang terhadap kuliner lokal, para selebritis dan presenter TV
90
berkeliling, berwisata, menggali keunikan kuliner setiap destinasi dan memperkenalkan ke masyarakat dunia lewat acara televisi. Menu babi Guling di Warung Bu Oka semakin terkenal dan ramai pegunjung, kini warung tersebut juga menjadi salah satu ikon destinasi pariwisata Ubud. Belum lengkap bila mengunjungi ubud kalau kalau belum makan babi guling bu Oka meskipun kontroversi halal atau haram, babi guling telah menjadi ikon kuliner Bali. Sangat mudah menemukan menu ini diseluruh pelosok Bali tapi bila berkunjung ke Ubud warung ini merupakan lokasi kuliner yang paling banyak dikunjungi wisatawan. 4.3.4
Warung Nasi Ayam Kedewatan Ibu Mangku Berlokasi di Jln Kedewatan warung nasi ayam Kedewatan ini sungguh
ramai dikunjungi wisatawan nusantara. Warung dengan arsitektur Bali ini merupakan kediaman Ibu Mangku beserta keluarga besarnya. Dari hanya warung kecil yang sering berpindah-pindah akhirnya warung yang berkonsep menyajikan makanan rumahan ini pada tahun 1990-an berhasil memulai usaha kuliner khas Bali yaitu nasi ayam yang menunya terdiri dari nasi, ayam dengan bumbu rahasia keluarga, satai lilit, sayur urap, serta pelengkapnya sambal, saur dan kacang. Warung nasi ayam kedewatan yang buka dari pukul 09:00 pagi sampai pukul 04:00 sore, selain di Kedewatan warung ini juga telah memiliki cabang di Renon (Denpasar) dan Seminyak (Badung). Satu porsi nasi ayam dengan harga Rp. 15.000- Rp. 30.000dengan dua macam penyajian yaitu nasi ayam campur dan nasi ayam pisah (nasi dan lauk dipisah). Suasana warung memang terasa seperti susanan rumahan, meja serta beberapa bantalan ditata pada Bale Dangin dan Bale
91
Daja rumah yang menonjolkan arsitektur Bali dapat dilihat pada gambar 4.9. Lingkungan yang bersih, asri dan didukung udara yang segar membuat para pengunjung merasa sedang menikmati santap dirumah sendiri. Foto-foto keluarga dan beberapa foto para artis juga menghiasi dinding warung (pada gambar 4.10), beberapa foto penghargaan juga dapat dilihat dekat meja kasir yaitu Spektakuler Nusantara dan Bali International Customer Satisfaction.
Gambar 4.9 Warung Nasi Ayam Bu Mangku Kedewatan Sumber: Foto penelitian
Gambar 4.10 Foto-foto yang dipajang di warung Bu Mangku Sumber: Foto penelitian
Konsumen warung nasi ayam kedewatan didominasi wisatawan lokal, pada mulanya warung banyak menerima pesanan dari para pekerja proyek hotel dikawasan kedewatan , menu nasi campur ayam yang lama kelamaan menjadi terkenal ini juga dicari-cari oleh berbagai kalangan. Banyak wisatawan lokal berkunjung dalam sehari 150-200 orang. Menu nasi campur ayam yang universal jadi mudah diterima oleh wisatawan, dikategorikan sebagai makanan halal jadi menu ini cocok disebut menu lintas agama. Kontras dengan Babi Guling Oka, yang banyak dikunjungi wisatawan asing terutama Australia, Taiwan, dan China yang memang mengkonsumsi daging babi. Desa Kedewatan ikut menjadi terkenal
92
karena popularitas warung nasi ayam kedewatan, dan warung ini juga menjadi daya tarik bagi wisatawan untuk datang ke Ubud khusus mencari nasi Ayam Kedewatan 4.3.5
Made’s Warung Made‟s warung merupakan salah satu warung yang terkenal dikawasan
Kuta, dibuka sejak tahun 1969 warung ini telah memiliki empat cabang di seminyak (1996), Benoa (2015), Amsterdam (2015) dan Bandara I Gusti Ngurah Rai (2016). Warung made merupakan saksi perkembangan pariwisata kawasan Kuta. Menurut Made Masih warung memiliki taksunya sendiri sehingga banyak dikunjungi wisatawan dari mana saja pada waktu itu. Bangunan di Warung Made Seminyak didesign langsung oleh Peter Made suaminya. Terdapat kursi kayu yang panjang dan meja yang besar cukup menampung 5-10 orang sekaligus (gambar 4.11). Bangunan ini terbagi menjadi dua disisi selatan diawali dengan pintu masuk berupa bangunan candi bentar. Hal pertama yang dapat dilihat setelah memasuki Warung Made adalah panggung (Gambar 4.12) yang setiap harinya diisi oleh band-band lokal yang membawakan musik jazz atau genre musik lainnya. Bangunan bagian selatan ini dibuka hanya khusus untuk dinner dan bagian utaranya untuk breakfast dan dinner, warung yang memiliki kapasitas 500 pengunjung ini dikelilingi toko-toko dengan brand ternama, juga terdapat spa dan warung organik milik Ibu Made Masih.
93
Gambar 4.11 Tata ruang warung made Seminyak Sumber: Foto Penelitian
Gambar 4.12 Panggung dihias memperingati hari kemerdekaan Indonesia Sumber: Foto Penelitian
Buka pada pukul 08:00 pagi hingga 12:00 malam, warung ini sangat ramai pengunjung. Di akhir minggu, biasanya akan ada sesi bagi para pecinta tarian tango dan piano. Lantai 1 bangunan ini terdapat kantor dan ruang khusus untuk latihan tango. Semua bangunan terbuat dari kayu dengan penataan yang luar biasa, setiap sudutnya membuat pengunjung penasaran salah satunya terdapat ruang yang khusus diisi dengan penghargaan dan foto-foto Ibu Made yang tampak seperti ruang tamu dengan sofa yang memberi kesan seperti dirumah sendiri. Warung Made juga menyediakan kudapan coklat bagi para pecinta coklat yang diberi nama Made Manis. Diseluruh bagian dinding seperti bercerita tentang sejarah warung ini. Terdapat foto Made Masih dengan seorang wisatawan yang diberi nama “Ni Made Masih with the guest at the begining of Made‟s Warung Kuta in 1969”, Foto Made Masih tahun 1976, foto-foto bersama sahabatnya, serta foto para pengunjung salah satunya Sushilo Bambang Yudhoyono dan Ani Yudhyono pada tahun 2013.
94
Warung Made berkembang berawal dari kepariwisataan, tetapi kemudian menjadi pilar penting menunjang perkembangan pariwisata Kuta khususnya dan Bali umumnya. Kehadiran Warung Made dalam industri pariwisata turut mendukung perkembangan restoran-restoran lokal di kawasan Kuta khususnya. Warung Made juga disebut sebagai sebuah dinasti yang bergerak dalam bidang kuliner sebuah usaha keluarga yang keberadaannya mempopulerkan pariwisata. 4.3.6
Murni’s Warung
Gambar 4.13 Warung Murni Sumber: Foto Penelitian Warung Murni (gambar 4.13) dibuka sejak tahun 1974 terletak tepat di timur Jembatan Campuhan dan dibangun tepat diatas Sungai Wos. Lokasi ini dulunya adalah tempat Wayan Murni, pemilik Murni‟s Warung semasa muda bekerja mengangkut pasir dan batu disungai untuk dibawa kedaratan. Murni‟s warung dibangun oleh Wayan Murni yang kemudian diperluas dengan bantuan suaminya Pat, tampilan warung pada awalnya sangat sederhana. Alat-alat seadanya bahkan yang ada hanya meja tempat Wayan Murni meletakkan barang dagangannya.
95
Warung Murni memang diakui sebagai pelopor pariwisata Ubud menurut Anak Agung Brahmantya Kepala Dinas Pariwisata Gianyar, Murni‟s warung adalah salah satu warung yang menginspirasi perkembangan warung makan dan restoran di Ubud, ada Warung Teges dulu berlokasi di depan Puri Ubud tapi yang banyak didatangi wisatawan kala itu ya Murni‟s Warung yang punya standar internasional (Wawancara 16 February 2016) Anak Agung Brahmantya mengungkapkan kehadiran Murni‟s Warung, telah menginspirasi perkembangan kuliner di kawasan Ubud. Sebagai warung dengan standar international warung Murni telah berhasil menghadirkan kulinerkuliner Bali yang disajikan lebih menarik dan kue-kue ala barat. Janet deNefee menuliskan dalam bukunya menu-menu warung murni mengingatkan masakan rumahnya bila pada waktu tertentu ia sangat ingin makan makanan dengan menu western dan hanya Murni yang dapat membuatkannya. Kuliner yang disajikan beragam seperti kuliner khas Bali yaitu ayam betutu Murni dan nasi campur Murni serta beberapa kuliner khas seperti Tomyam dan kreasi Ibu Murni sendiri yang menyajikan pilihan kuliner nusantara. Panorama sungai Campuhan dapat langsung dinikmati karena warung ini yang semula hanya dibangun satu lantai untuk warung dan galery kini bangunan tersebut terbagi menjadi tiga lantai lagi yaitu Dining, Bar dan Lounge serta satu bangunan Dining terpisah yang langsung menghadap ke sungai. Warung yang dibuka dari pukul 09.00 pagi sampai 11:00 malam tampak sangat antik karena dihiasi oleh ornamenornamen yang membangkitkan kesan klasik Beberapa patung antik juga menghiasi bangunan warung ini. Salah satunya patung Ganesha dengan tinggi mencapai 2 meter pada gambar 4.14 yang dipajang di loung menambah kesan klasik dan religius.
96
Gambar 4.14 Patung pasa lounge Warung Murni Sumber: Foto Penelitian Warung dengan kapasitas 100-150 orang, dilengkapi dengan fasilitas wifi, begitu juga beberapa lokasi untuk berfoto sehingga sering juga dijadikan sebagai tempat untuk pengambilan foto prewedding oleh beberapa pasangan yang menikah di Bali. Menurut Pak Kadek Santosa, manajer warung Murni, pengunjung yang datang sebagian besar adalah wisatawan yang merupakan sahabat atau kolega Ibu Murni sendiri yang berasal dari berbagai negara seperti Australia, Thailand, Inggris dan China, pada buku yang ditulis untuk memperingati 40 tahun Warung Murni, 40 orang sahabat diantaranya Professor Michael Hitchock dan Jero Asri Kerthyasa. Begitu juga pengunjung lokal terlihat tidak sedikit datang serta menikmati sajian kuliner dan tentunya galery bendabenda antik koleksi Ibu Murni. Ketika memasuki lantai satu Warung Murni, hal pertama yang dapat dinikmati adalah pemandangan sungai Campuhan. Kue-kue khas Warung Murni juga tertata tentu sangat menggugah selera untuk dipesan sebagai hidangan
97
penutup. Warung didekorasi dengan benda-benda seni koleksi Ibu Murni, patungpatung dan ukiran pada dinding. Lantai dua adalah lounge yang selesai direnovasi pada tahun 2002. Sebuah patung Ganesha yang ukurannya setinggi orang dewasa dihiasi dengan kalung bunga gumitir seperti menyambut setiap pengunjung yang datang ke warung. Lantai 3 sering digunakan sebagai tempat untuk mengadakan acara resepsi pernikahan, pesta ulang tahun dengan kapasitas 50-60 orang. Pada lantai 4, warung dibangun diatas sungai sehingga suara gemericik air dan pemandangan yang eksotis dari hijaunya tebing-tebing sungai dapat dinikmati dengan bebas oleh pengunjung yang datang. Sejak berdiri empat dekade lalu, Murni‟s Warung sudah berjasa dalam mendukung pariwisata Ubud, sambil memperkenalkan jenis-jenis kuliner lokal yang bersanding dengan masakan barat dan Asia. 4.3.7
Casa Luna dan Indus Restoran Janet deNefeepemilik restauran ini terlebih dahulu membuka restoran yang
diberi nama Casa Luna pada tahun 1992 ketika Ubud kian populer, kian ramai dikunjungi dan kian memerlukan restoran dan cafe. Terletak dipusat Desa Ubud tepatnya di depan Museum Puri Lukisan, jaraknya hanya 150 meter dari Puri Ubud sebuah lokasi yang strategis di pusat Desa Ubud.
Nama Casa Luna
diperolehnya dari perjalanan Janet deNeefe dan suaminya ke Spanyol sehingga menu-menunya pun terinspirasi dari perjalanan selama berkeliling eropa. Termasuk didalam Casa Luna grup adalah restoran Indus, Bar Luna dan Honeymoon Guest Home. Casa Luna juga mengadakan kelas memasak yang dapat diikuti oleh wisatawan tentunya dengan melakukan registrasi terlebih
98
dahulu. Kelas memasak langsung dipandu oleh Ibu Janet beserta tim chef di restorannya. Menu-menu yang diajarkan tidak lain adalah menu lokal Bali, makanan nusantara dan masakan rumahan. Pada restoran ini juga terdapat bakery, bahan-bahan pembuatan roti sebagian besar dengan bahan-bahan alami dan organik. Casa Luna juga merupakan tempat penyelenggaraan International Ubud Writer and Readers. Indus Restoran merupakan bagian dari casa Luna yang dibuka di Jalan Sanggingan Ubud, Indus adalah restoran yang memiliki pemandangan bukit campuhan hijau langsung dari teras retoran ini. Diberi nama Indus karena mengalir dilembah dan sungai Indus melalui Pakistan, India Utara, Himalaya, dan China. Dimaknai sebagai cradle of civilisaton Indus adalah kota yang melahirkan legenda, kerajaan kuno, agama, raja
dan kerajaan yang tersohor. Dibawah
restoran mengalir sungai campuhan yang merupakan tempat pertemuan dua sumber mata air yang bertemu di dibawah jembatan campuhan dan merupakan tempat penyebrangan para pengembara berabad-abad silam. Di Casa Luna dan Indus restoran (Gambar 4.15 dan 4.16) juga merupakan tempat penyelenggaran Ubud Food Festival pertama kali yang merupakan ajang pertemuan dan kolaborasi berbagai ahli gastronomy dan kuliner untuk memperkenalkan berbagai jenis masakan nusantara dan mancanegara. Memasuki pintu utama restoran sejenak pengunjung dapat menikmati galery lukisan, selanjutnya bangunan dua lantai ini memiliki pemandangan luar biasa indahnya karena langsung berhadapan dengan Bukit Campuhan atau masyarakat lokal
99
menyebutnya dengan bukit cinta. Pengunjung bisa memilih untuk duduk di teras atas atau bawah karena ini menjadi spot favorit.
Gambar 4.15 Restoran Indus Sumber: Foto Penelitian
Gambar 4.16 Restoran Casa Luna Sumber: Foto Penelitian
Casa Luna grup dikelola oleh Janet deNefee walaupun dia orang Barat, Australia, dia tetap memperkenalkan kuliner lokal di restorannya, hotel, dan yang terpenting adalah cooking class-nya. Janet sendiri banyak menulis di media dan tampil di TV, disana dia memperkenalkan kuliner Bali dan mempromosikan pariwisata Pulau Dewata. Janet juga penyelenggara food festival di Ubud, hal ini memperkuat eksistensinya dalam dunia kuliner, festival ini juga telah membawa nama Bali khususnya kuliner Bali ke mancanegara. 4.3.8
Warung Bodag Meliah (Sari Organic Farm) Lokasi warung tepat berada di timur sungai Campuhan yang dapat ditempuh
dengan jarak 800 km berjalan kaki dari jalan utama Ubud. Pemandangan sawah merupakan daya tarik sepanjang perjalanan menuju warung, yang berada di timur sungai Campuhan. Sepanjang perjalanan pengunjung juga dapat membeli souvenir-souvenir Bali karena terdapat beberapa toko souvenir, begitu juga spa
100
spa dan yoga mudah dijumpai sebelum sampai ke warung. Di depan pintu masuk terdapat batu besar yang diukir Sari Organik (Gambar 4.17). Warung yang menyajikan makanan organik ini sangat memperhatikan kualitas bahan makanannya. Buah sayuran yang ditanam tanpa menggunakan pupuk kimia dan dapat dipetik langsung menjadi atraksi utama dari warung ini yang memiliki kebun tanaman organik seluas 20 are. Kebun yang dinamai Sari Organik Farm ini merupakan lahan pertanian sebagai pusat percobaan pertanian dan pengolahan bahan makanan organik. Beberapa hasil kebun diolah kemudian dalam bentuk pasta, selai, dan sambal atau dijual utuh seperti tomat dan selada (Gambar 4.18). Bangunan warung yang semi permanen ini terbuat dari bahan kayu karena dibangun diatas areal sawah yang juga menjadi pemandangan utama saat menikmati hidangan organik, terutama sayuran yang setiap harinya dalam menu bisa berganti-ganti tergantung dari hasil kebun. Tidak hanya di Ubud warung ini juga membuka cabang di Penestan dengan nama Warung Sari Organik dan di Kintamani Warung Pulu Mujung. Tepat diseberang Warung Bodag Meliah terdapat kebun dan rumah pohon dari tanaman markisa yang sangat subur dan hijau. Menurut Pak Agung Rai Manager sekaligus orang kepercayaan Bu Nilawati pemilik warung, sering wisatawan bertanya apa itu sari, dalam penjelasannya Pak Agung menyatakan sari bukan nama seseorang melainkan dimaknai sebagai sari pati dari makanan atau the essence of food.
101
Gambar 4.17 Batu berukir selamat datang di Sari Organik Sumber: Foto Penelitian
Gambar 4.18 Produk Organik olahan Sari Organik Farm Sumber: Foto Penelitian
Makanan organik kian jadi fashion dan menambah ikon baru bagi destinasi Ubud khususnya dan Bali umumnya. Bagi pecinta kuliner yang peduli kesehatan dan ingin mengkonsumsi makanan sehat, Warung Bodag Meliah dapat menjadi pilihan karena pengelolanya berkomitmen dalam menyajikan makanan yang berbahan organik serta berani menjamin bahwa makanan yang diolahnya alami sehingga sangat cocok bagi wisatawan yang ingin menjalankan gaya hidup sehat. Makanan organik patut diperhitungkan dalam perkembangan kuliner Bali, karena sejatinya kuliner di Bali sangat mempertimbangkan efek yang dapat ditimbulkan terhadap kesehatan tubuh yang mengkonsumsinya. 4.4 Kuliner Lokal sebagai daya tarik pariwisata Makanan bukan saja merupakan kepentingan biologis tetapi juga merefleksikan citra diri atau identitas. Dewasa ini, makanan bahkan merupakan bagian dari gaya hidup. Mengaitkan hubungan antara makanan dan identitas, Richards meminta “tell me what you eat and I will tell you what you are , We are
102
what we eat (2001:4), artinya “beritahukan saya apa yang Anda makan dan saya akan katakan siapa Anda. Kita adalah apa yang kita makan”. Perkembangan pariwisata sulit bila tidak dikaitkan dengan makanan. Persaingan antar destinasi dalam menciptakan produk-produk baru untuk menarik wisatawan telah meningkatkan kegiatan dalam menggali potensi destinasi terutama makanan lokal. Kegiatan pariwisata yang memperkenalkan makanan dan minuman lokal dan mengangkat nilai-nilai budaya disebut gastronomy. Gastronomy berperan penting dalam memperkenalkan makanan lokal dan keunikan makanan yang merupakan bagian dari budaya. Trend global ke lokal juga menjadi peluang pemasaran makanan lokal, Mcdonalfication salah satu budaya modern yaitu makanan cepat saji yang masih banyak menjadi pilihan kini bergeser pada makanan lokal untuk memenuhi kebutuhan Global Soul wisatawan selain kebutuhan biologisnya terhadap makanan. Kebutuhan biologis manusia seperti makan dan minum tak dapat diabaikan, apalagi wisatawan barat yang memiliki istilah kebiasaan meal time maka persoalan makan dan minum menjadi sangat penting. Tanpa restoran,bar dan katering yang memenuhi kebutuhan wisatawan, pariwisata tidak dapat berjalan. Perkembangan bisnis ini menyebabkan banyak muncul variasi-variasi makanan dan minuman sehingga wisatawan tidak mudah jenuh. Selain mengunjungi destinasi tujuannya, wisatawan juga ingin merasakan makanan lokal yang tidak disediakan hotel tempatnya menginap. Variasi makanan yang ada sesungguhnya merupakan bagian dari pengembangan kuliner lokal yang tujuannya adalah untuk mengangkat citra makanan lokal ke tingkat internasional dan sejajar dengan
103
makanan dari negara-negara lain. Kendati pun peminatnya masih tergolong wisatawan pecinta makanan atau yang khusus memang mengunjungi destinasi hanya untuk mencicipi makanan lokal hal ini dapat menjadi peluang bagi Bali untuk turut serta memperkenalkan sajian khas makanan lokal Bali. Makanan lokal adalah makanan asli yang dikonsumsi dalam jangka waktu yang cukup lama oleh suatu penduduk sehingga mereka dapat dikatakan ahli dalam masakan tersebut. Peran gastronomi adalah melestarikan budaya atau tradisi makanan tersebut, salah satunya dengan cara mempelajari sejarah makanan tersebut dan hubungannya dengan suatu negara tertentu. Salah satu contoh makanan nasional yang telah mendunia karena proses globalisasi adalah masakan Jepang. Gastronomi Indonesia terbentuk dari perpaduan budaya dan makan dari negara lain seperti India, Timur Tengah, Cina dan Eropa terutama Portugis dan Belanda. Pemerintah Belanda memberikan kontribusi terhadap makanan Indonesia seperti lada yang berasal dari Meksiko, kacang dari Amerika utnuk bumbu sate, dan singkong untuk gado-gado dari karibia dan kentang dari amerika selatan. Ditinjau dari segi gastronomis masakan Indonesia dikaitkan dengan perayaan tertentu seperti perayaan agama, contohnya lebaran dan pesta pernikahan (Ardika 2011:19). Jika kuliner nusantara secara keseluruhan dipengaruhi oleh zaman kolonial Belanda, hal tersebut tidak berbeda dengan Bali. Tapi bila ditelusuri ke jaman kerajaan Bali yang dipimpin oleh Raja Udayana pada abad ke 11 tercatat dalam prasasti Abang Pura Batur dan prasati Sading, berbagai hasil pertanian dan peternakan diketahui sebagai sumber pangan masyarakat Bali begitu juga skul
104
yaitu nasi telah dikonsumsi oleh masyarakat Bali. Makanan sebagai persembahan juga berfungsi sebagai alat untuk membayar pajak dan perjamuan makan yang dilakukan oleh para raja dan pejabatnya sebagai bentuk pernghormatan dan sarana bersosialisasi (Aryanti 2014:500-509). Konsepnya penyajian makanan Raja sangat mirip dengan Rijsttafel, saat ini restoran yang menyajikan makanan ala Raja menyebut menunya Balinese Royal Kingdom Feast yang penyajiannya diiringi gamelan serta tarian (Foodiegodisland, 2015).
Gambar 4.19 Menu ala Raja Bali Sumber: Balikalapmakan Di Bali, sekarang ini sangat mudah menemukan kafe, restoran, warung yang menyajikan berbagai makanan dan minuman ala Bali, Eropa, Asia seperti Cina,Thailand dan Vietnam. Tidak sedikit orang lokal yang mengalami transisi menjadi pengusaha kuliner baik pada awalnya mereka adalah pengerajin atau petani. Makanan rasa lokal dengan harga yang tidak mahal dan menjalin kerja sama dengan pihak biro perjalanan wisata memudahkan untuk mendatangkan wisatawan. Ubud misalnya beberapa usaha kuliner yang populer dikalangan wisatawan seperti Warung Bodag Meliah Ubud, yang menyajikan makanan
105
organik berupa makanan rumahan seperti nasi goreng, urap, salad dan minuman khusus dari campuran tumbuh-tumbuhan semacam loloh penyajiannya. Tumbuhtumbuhan yang diolah sebagian besar berasal dari lahan pertanian pada areal warung tersebut. Wisatawan yang datang kebanyakan mancanegara, sebagian besardatang langsung ke warung dan beberapa diantar oleh beberapa biro perjalanan wisata. Warung Babi Guling Bu Oka, kuliner babi guling yang terkenal sampai mancanegara ini menarik perhatian wisatawan dunia, hingga rela jauh-jauh hanya untuk mencicipi makanan lokal khas Bali. Warung Murni, yang berdiri sejak 1974 ini adalah warung pertama yang menerapkan standar restoran internasional seperti yang ditulis pada majalah The Australian Financial Review (2015). Warung Bu Mangku Kedewatan terkenal didaerah Ubud dengan nasi campurnya, selain itu ketika mengunjungi warung Bu Mangku suasana rumah Bali yang asri juga menambah pengalaman baru bagi wisatawan. Di Sanur, terdapat beberapa warung makan yang populer dikalangan wisatawan nusantara seperti Warung Men Weti dan Warung Mak Beng. Warung Men Weti menyajikan satu menu andalan yaitu nasi campur Men Weti. Wisatawan yang datang sebagian besar adalah wisatawan nusantara dan nasi campur ini juga menu favorit warga lokal. Warung Mak Beng, memiliki satu menu andalan yaitu soup ikan dengan rasa khasnya. Banyak wisatawan yang rela mengantri untuk dapat mencicipi makanan ini. Berbeda dengan wilayah Sanur, Kuta yang menjadi pusat pariwisata memang menyediakan berbagai jenis kuliner namun bila ingin menikmati yang benar-benar tradisonal wisatawan kebanyakan
106
akan mengunjungi Warung Made yang terletak di dua lokasi strategis di Seminyak dan Kuta. Tidak hanya dipusat pariwisata seperti Ubud, Sanur dan Kuta, pusat kota Bali yaitu Denpasar juga termasuk wilayah yang mengalami perkembangan pesat dibidang kuliner. Beberapa diantaranya, Warung Wardani dan nasi campur Warung Satria. Nasi campur adalah menu andalan warung wardani yang terletak di Denpasar ini. Warung Wardani merupakan warung lama yang terletak dipusat kota Denpasar tepatnya Jalan Yudistira, wisatawan juga masih banyak mengunjunginya walapun sudah banyak juga warung nasi campur diwilayah sekitarnya. Warung Satria, yang dimiliki oleh Ketut Kerti yang terletak di jalan kedondong sudah berdiri sejak 39 tahun lalu, yang menu andalannya adalah nasi campur ayam khas Bali. Bisnis katering pun juga memiliki peran dalam memperkenalkan makanan lokal contohnya pada acara-acara seminar internasional yang diadakan di Bali menu makan siang dan kudapan lokal Bali sering disajikan. Selain acara seminar, catering penerbangan khususnya Indonesia juga menyediakan makanan lokal untuk menu makan makan siang dan malam yang disajikan tepat waktu (Bartono, Novianto 2005). Di Bali bisnis katering yang didirikan oleh Ibu Warti Buleleng mempunyai peminat secara khusus, menu katering yang selalu disajikan memiliki ciri khas masakan Bali, peserta seminar atau acara internasional diperkenalkan dengan makanan lokal Bali melalui kateringnya. Agar kuliner Bali secara menyeluruh dapat dikenal oleh wisatawan mancanegara dan nusantara memerlukan kerja keras karena tidak mudah dalam
107
mengemas makanan lokal. Melalui inovasi atau mempertahankan keutuhan rasa dan penyajian makanan lokal Bali dapat bersaing dengan makanan internasional lainnya. Media TV,cetak dan artikel ambil peran dalam memperkenalkan makanan lokal, berbagai acara televisi khususnya program-program memasak sepuluh tahun terakhir ini berkembang dengan pesat. Putra (2011) menyatakan liputan-liputan ini bersifat informatif dengan menyediakan informasi lengkap mengenai berbagai ragam wisata khususnya wisata kuliner. Bentuk visual makanan lokal Bali telah menarik perhatian sehingga semakin banyak para wisatawan memburu makanan lokal Bali. Bartono, Novianto (2005) menyebutkan ketertarikan wisatawan terhadap makanan lokal merupakan bagian dari pergeseran gaya dari “style international ke tradisional”. Tatacara menghidangkan dan susunan menu yang kompleks seperti yang selalu dilakukan oleh wisatawan eropa telah bergeser menjadi menu yang dihidangkan sederhana dan bervariasi serta menonjolkan kearifan lokal. Pengalaman ini yang sesungguhnya dicari oleh wisatawan, local dishes yang dipadukan suasana yang terkesan tradisional jelas akan menarik minat wisatawan. Sebagai destinasi wisata Bali memiliki peluang memperkenalkan makanan sebagai potensi pariwisata. Tidak lagi terbatas memperkenalkan alam dan budaya seperti tari-tarian dan upacara-upacara adat Bali, seharusnya bidang kuliner perlu mendapat perhatian karena tanpa disadari ikon makanan Bali telah terbentuk
dan
mendapat
perhatian dari wisatawan.
menyebutkan salah satu kuliner khas Bali
Budaarsa
(2012)
adalah Bali Guling, banyak
wisatawan merasa kurang lengkap perjalanannya bila belum mencicipi babi
108
guling bahkan beberapa biro perjalanan wisata memiliki paket untuk menikmati babi guling. Wisatawan yang berpotensi mengkonsumsi daging babi khususnya babi guling cukup banyak misalnya Australia, China, Taiwan. Putra dan deNefee (2015) dalam seminar “Exploring the Heritage of Balinese Cuisine”, di Sekolah Tinggi Pariwisata Bali International (STPBI), Sabtu, 12 Desember 2015, menyatakan bahwa Babi Guling memang sudah dikenal sebagai Ikon Kuliner Bali. Begitu populernya babi guling juga sesungguhnya menyebabkan kesalahpahaman terhadap kuliner Bali, citra yang terbentuk adalah Kuliner Bali identik dengan bahan olahan yang sumbernya dari daging Babi sehingga beberapa negara yang tidak mengkonsumsi daging babi akan kesulitan dalam menikmati kuliner Bali dan enggan untuk mengekplorasi kuliner Bali. Hal ini juga mengakibatkan para pengusaha kuliner terkadang harus memisahkan jenis menu masakanyang disajikan di warung dan restorannya serta melengkapi tempat usahanya dengan sertifikasi halal. Bila fenomena ini terus-menerus terjadi, akan berpengaruh pada jenis kuliner Bali lainnya yang sebenarnya memiliki keunikan dan rasa yang khas seperti ayam atau bebek betutu yang dapat dikonsumsi secara bebas karena jelas tidak ada bahan baku daging babi yang didalamnya. Wakil ketua ICA, Asosiasi Chef Indonesia, Ketut Swastika dalam seminar yang sama juga menyampaikan Ayam dan Bebek Betutu juga patut dijadikan ikon kuliner khas Bali bahkan sudah berhasil dikirim ke Singapura dengan media penyimpanan yang khusus berupa kendi untuk mempertahankan cita rasa betutu dan menjaganya agar tetap dapat dikonsumsi selama 7 hari setelah matang.
109
Kuliner sangat berperan dalam menggerakkan pariwisata Bali. Usaha-usaha kuliner yang khusus menyediakan pelayanan jasa dan produk terkait makanan dan minuman sangat mudah ditemukan. Kuliner juga mendorong munculnya atraksi-atraksi wisata seperti Food festival, festival budaya dan pertanian, demonstrasi memasak, acara kuliner, dan segala aktivitas yang berhubungan kuliner yang dapat menjadi daya tarik pariwisata Bali. Beberapa food festival yang pernah diadakan di Bali seperti Ubud Food Festival 2015, Denpasar festival yang diadakan setiap akhir tahun sejak 2008 selalu mengundang vendor Bali Guling, Festival Bali Guling di Gianyar peringatan Ulang tahun kota Gianyar begitu juga pada Ulang Tahun Denpasar festival babi guling juga turut diadakan. Di Karang Asem, tepatnya Desa Timrah perayaan Usaba Gumang juga identik dengan penyajian Babi Guling seperti festival babi guling yang jumlahnya bisa sampai 800 ekor dijejerkan di Pura, prosesi upacara ini sangat unik bila dikemas kebagai atraksi wisata (iwbdenpasar.2009). 4.5 Perkembangan usaha kuliner lokal Industri
pariwisata
merupakan
sektor
yang
merangsang
berbagai
perkembangan usaha baru untuk mendukung pariwisata itu sendiri, seperti usaha kuliner. Perkembangan usaha kuliner merupakan salah satu usaha yang dinamik perkembangannya sejalan dengan perkembangan pariwisata, seperti terungkap dalam kutipan berikut. In recent years, Food Tourism has grown considerabely and has become one of most dynamic and creative segment of tourism. Both destination and tourism companies are aware of the importance of the gastronomy in other to diversity tourism and stimulate local, regional and national economic development (UNWTO 2012:5).
110
Menurut Global Report and Food Tourism (2012), wisata kuliner adalah segmen industri yang dinamis dan penuh kreativitas, oleh karenanya, pelaku industri ini harus memahami pentingnya perkembangan wisata kuliner dalam skala lokal, regional, dan nasional. Situasi ini mejadi sangat penting karena hampir sepertiga pengeluaran wisatawan adalah untuk membeli makanan dan minuman. Selama ini perhatian berbagai kalangan yang terlibat dalam industri pariwisata hanya terpusat pada pengembangan destinasi dan promosinya saja. Kuliner lokal belum menjadi pusat perhatian seperti sekarang ini padahal kuliner menghubungkan budaya dan kearifan lokal suatu destinasi yang dapat menjadi kunci dalam mengangkat keunikan yang dimiliki suatu destinasi. Keberadaan usaha kuliner sangat menentukan perkembangan makanan lokal bilamana usaha kuliner tersebut menyajikan dan mengolah bahan-bahan lokal untuk menjadi menu lokal yang ditawarkan kepada wisatawan. Banyak faktor yang telah memperngaruhi perubahan kuliner dimasa ini ataupun dimasa yang akan datang. Perkembangan teknologi, kemampuan para penulis menuturkan idenya dalam karya tulis terkait kuliner, para chef yang banyak menerbitkan buku-buku kuliner dan mengupas berbagai resep makanan lokal, modern bahkan fushion. Globalisasi, perdagangan, industri pun turut menjadi penyebab berubahnya kuliner. Hall dan Mitchell (2001:77) menyebutkan indikator-indikator yang mempengaruhi perubahan kuliner dari masa ke masa adalah buku memasak, televisi dan media elektronik lainnya, media cetak, restoran, fashion, peranan gender, waktu, komposisi bumbu masakan, pola migrasi, teknologi transportasi, teknologi penyimpanan makanan, perubahan pola
111
pertanian, teknologi makanan ditambah pula meningkatnya mobilitas orang-orang dalam hal mengembangkan ide, citra, produk teknologi dan pelayanan. Perkembangan wisata kuliner tidak bisa lepas dari fenomena gastronomi yang saat ini berkembang pesat. Wisatawan yang saat ini dengan mudah mendapatkan informasi karena perkembangan teknologi seperti media sosial memudahan mereka untuk mendatangi “gastronomic region”. Kawasan yang menawarkan produk-produk gastronomic inilah sebagai titik awal perkembangan usaha kuliner yang memanfaatkan potensi makanan lokal sebagai daya tariknya. Scarpato (2001:132) dalam penelitiannya menyampaikan bila wisatawan ingin lebih banyak lagi mengetahui tentang kuliner mereka dapat menikmati atraksi gastronomi berupa event kuliner yang melibatkan berbagai jenis usaha kuliner. Melalui atraksi gastronomi produk-produk kuliner dengan mudah diperkenalkan kepada dunia karena berbagai promosi yang disertakan dalam setiap kegiatan ini. Di Amerika, Annorson (2013: 22) menyatakan beberapa usaha kuliner perkembangannya dimulai tahun 1980-an bahkan sudah lebih dulu berkembang usaha kuliner cepat saji “Quick service Restaurant” seperti McDonald‟s, Burger King, KFC. Sampai sekarang, makanan cepat saji mengalami perkembangan pesat di Eropa, sebab menjadi pilihan yang cukup beralasan yaitu untuk berhemat sehingga konsumsi makanan cepat saji meningkat dan kunjungan ke restoran menjadi menurun hal ini terjadi dimulai sejak krisis yang melanda Eropa tahun 2010. Negara Italy di Eropa diklaim sebagai negara yang memajukan usaha kuliner
dengan
memperhatikan
tujuan pemilihan
mempertahankan bahan
makan
budaya, yang
tradisi baik.
makanan
Slowfood
dan
(2015)
112
menyebutkan bahwa Carlo Petrini seorang aktivis dan jurnalis yang banyak menulis tentang kuliner pada tahun 1980-an memperkenalkan istilah slow food untuk pertama kalinya. Slow food adalah gerakan menentang makanan cepat saji yang pada waktu itu mulai memasuki negara Roma. Di Indonesia, perkembangan usaha kuliner muncul untuk menggali potensi makanan lokal setiap daerah yang tidak tersentuh pada awalnya namun kini dengan mudah ditemukan pada warung, restoran. Perkembangan usaha kuliner menumbuhkan peluang bisnis dalam industri pariwisata. Lazuardi, Triady (2015) mendefinisikan industri kuliner lebih kearah pelayanan makanan dan minuman food service. Hal ini karena pada area tersebut dibutuhkan kemampuan dan keahlian kuliner seperti memasak berbagai menu makanan yang dilakukan di dapur dan kemudian menyajian di sebuah piring dengan penataan yang menggungah selera. Jika dilihat sejarahnya, dunia kuliner bukan hal yang baru lagi di Indonesia. Pada jaman Kolonial Belanda di Indonesia telah mengenal istilah Rijsttafel yaitu meja dan nasi, penggabungan dua budaya ala Bangsawan Eropa dan Indonesia yang menyajikan 40 jenis makanan dalam satu meja Sejak lama aktivitas yang terkait dengan penyediaan makanan dan minuman telah dilakukan oleh nenek moyang terdahulu (Lazurdi, Triady 2015:14). Pada tahun 1967 pemerintah Indonesia bahkan telah menetapkan buku 1600 resep makanan tradisional Indonesia yang diberi judul “Mustika Rasa”. Buku 1123 halaman yang dicetuskan pertama kali oleh Presiden Soekarno ini diharapkan dapat dijadikan pedoman dalam mengolah bahan makanan apasaja menjadi makanan yang lezat (Gastroina, 2014). Buku masakan Indonesia pada Gambar 4.18 memuat resep masakan berkuah, tidak
113
berkuah, sayuran minuman hingga jajanan dari seluruh daerah Indonesia. Sampul buku ini berupa illustrasi tangan seorang ibu berkebaya merah sedang memasak memotong sayur dengan tungku dan ketupat bergantung di sisinya.
Gambar 4.20 Buku Masakan Indonesia Sumber: http://gastroina.blogspot.co.id/ Pada tahun 1990-an industri kuliner di Indonesia mulai berkembang ditandai dengan usaha waralaba yang menjual berbagai jenis makanan dan minuman. Berdasarkan data yang diperoleh Indonesia terhitung sejak 2002 sampai 2012 telah mencapai 93,021 outlet makanan tradisional. Intitusi Restoran Perhotelan mencatat usaha kuliner tersebar dalam berbagai skala dan jenisnya. Termasuk didalamnya adalah hotel dan restoran, yang menyediakan makanan lokal dan international cuisine, makanan cepat saji, kafe, bar, bakery, restoran skala kecil yang disebut warung dan beberapa vendor yang menjual makanan dipinggir jalan dan katering untuk penerbangan. Restoran adalah bisnis utama dalam industri kuliner, hampir 70 persen dari 1212 bisnis restoran chain dan restoran lokal yang berlokasi di Jakarta dan Bali. Di Bali sangat mudah dijumpai restoran- restoran yang menyajikan menu-menu beragam. Hasil penelitian Sunar (2013:46) mengungkap fakta bahwa restoran
114
yang terletak dikawasan kuta selatan khususnya lebih banyak menyajikan makanan Eropa. Hal ini ditunjukkan dengan hasil perbandingan antara makanan eropa, makanan oriental dan makanan indonesia adalah (41:34:39). Perbandingan ini mengindikasikan bahwa segmen pasar restoran adalah masih dominan benua Eropa, yang berikutnya adalah Asia dan terakhir Indonesia. Bila ditelusuri dari tahun berdirinya beberapa restoran dan warung di Bali seperti Warung Murni Ubud, Warung Made Kuta dan Warung satria Denpasar dapat ditarik kesimpulan bahwa usaha kuliner di Bali sudah dimulai sejak tahun 1970-an hampir bersamaan dengan berkembangnya pariwisata di Bali. Pertumbuhan pariwisata di Bali memang membuka kesempatan bagi berbagai lapisan masyarakat serta budaya untuk mengikuti perkembangan globalisasi dunia. Produksi makanan dan minuman yang menjadi kebutuhan utama wisatawan ikut secara tumbuh menawarkan berbagai citarasa hasil inovasi yang diadaptasi sesuai dengan selera wisatawan. Hal tersebut menyebabkan para pemilik usaha kuliner berusaha untuk melakukan adaptasi berbagai aspek makanan. Menurut Sujatha (2013:63) beberapa usaha kuliner yang berlokasi di Ubud yang menyajikan menu makanan Bali melakukan adaptasi berupa bentuk, bahan, rasa, penyajian dan cara makan. Sebagai contoh ayam betutu yang bahan dasarnya adalah ayam kampung diganti dengan ayam boiler yang didapat dengan mudah dan harga yang sesuai untuk produksi satu ayam betutu Bali. Begitu pula dengan penyajian makanan misalnya penggunaan cutleries dan air kobokan yang disediakan untuk wisatawan.
115
4.6 “Organik Food”Era dalam Kuliner Lokal Pariwisata berperan penting dalam mendorong tumbuhnya industri kuliner yang kreatif. Artinya, kuliner yang tumbuh dengan mengembangkan khasanah makanan lokal sampai dengan yang organik. Dalam menawarkan hidangannya, pengusaha kuliner tak hanya mengutamakan rasa tetapi juga nutrisi dan narasi dan keduanya ini merupakan dasar dari menikmati makanan sebagai gaya hidup. Dalam artikel Does Nutrition Matter,Carper menulis: To sell food today, marketers have to broaden their view of their business. It is not enough to sell a food; you have to sell a lifestyle of health and wellness. The product has to be positioned in this framework. Consumers do care about basic nutrition, and dairy has an advantage here. Milk, cheese and yogurt are affordable sources of protein. Make sure you tell that story. (Carper 2015:47) Di era modern yang segalanya serba canggih memudahkan siapa saja untuk mendapatkan infomasi tentang berbagai hal misalnya saja makanan dan nutrisinya. Begitu informasi tersebut didapat dan dipelajari sangat mempengaruhi penentuan makanan yang ingin dikonsumsi. Tugas seorang pemasar produk makanan menjadi semakin berat karena alasan tersebut, bagi siapa saja yg mengkonsumsi makanan berhak tahu kandungan yang ada didalamnya untuk tujuan kesehatan. Tidak hanya itu, kritik terhadap makanan cepat saji telah mengubah banyak pandangan orang-orang sebagai akibat dari munculnya penyakit yang disebabkan karena mengkonsumsi makanan tersebut seperti obesitas dan diabetes. Untuk merespon dari dampak negatif tersebut kini diperkenalkan makanan yang bahan-bahan mengutamakan kualitas dan kesehatan bagi orang-orang yang memakannya yang sering disebut dengan makanan organik.
116
The World of Organic Agriculture Statistic and Emerging Trends (2013), dalam laporannya memuat tentang permintaan produk organik mengalami peningkatan sejak tahun 2002, negara- negara sebagai permintaan produk organik tertinggi adalah Switzerland, Denmark dan Luxemburg sedangkan di Asia masih tergolong lambat. Di indonesia sendiri tidak disebutkan secara spesifik peminat organik food. Dalam angka, beberapa negara dengan pasar makanan dan minuman organik menunjukkan amerika menjadi negara dengan pasar makanan organik mencapai 45 persen setara dengan 20.15 juta Euro, diikuti Jerman (14%, or 6.02 million Euro) and France (8%, respectively 3.385 million Euro). Perkembangan trend makan makanan yang sehat, hampir 49 persen secara global merespon bahwa mereka mengalami kegemukan dan 50 persen lainnya sedang mencoba berbagai cara untuk turunkan berat badan. Konsumen saat ini mencari makanan yang diproses secara alami, menggunakan bahan yang segar dan sedikit menggunakan penyedap rasa (Nielsen 2015). Selama dua dekade sistem agro food organik bertranformasi kedalam jaringan kerja secara global, penjualan bahan organik kini mencapai 20 miliar dollar pertahun dan meningkat 20 persen setiap tahunnya sejak 2003. Bahan makan organik yang mendapat bagian cukup besar pada supermarket ternama serta sertifikat organik menyebabkan peningkatan komoditas organik (Rymolds,2004:126). "Organic" is a labeling term that denotes products produced under organic production standards and certified by a legally constituted body or authority in this regard. The main purpose of organic agriculture is to optimize the health and productivity of interdependent communities of soil, plants, animals and humans (IFOAM, 2005).
117
Pemahaman pentingnya sektor organik ditekankan dalam IFOAM tahun 2005 “International Federation of Organic Agriculture Movements” yang memprakarsai terbentuknya empat prinsip pertanian organik yaitu prinsip kesehatan; pertanian organik harus melestarikan dan meningkatkan kesehatan tanah, tanaman, hewan, manusia dan bumi sebagai satu kesatuan yang tak terpisahkan. Prinsip ekologi; pertanian organik harus didasarkan pada sistem dan siklus ekologi dengan bekerja, meniru dan membantu mempertahankannya. Prinsip keadilan; pertanian organik harus membangun hubungan yang menjamin keadilan terkait dengan lingkungan dan peluang kehidupan. Prinsip perawatan; pertanian organik harus dikelola untuk pencegahan kerusakan lingkungan dan bertanggung jawab untuk melindungi kesehatan, kesejahteraan sekarang pada lingkungan generasi dimasa depan (IFOAM,2005). Keempat prinsip diatas perlu dijadikan pedoman bagi semua stakeholder yang terlibat dalam mengembangkan sektor organik di berbagai kawasan, sifat prinsip
yang
sungguh
holistik
dan
dapat
dijadikan
sebagai
landasan
mengembangkan sektor ini karena mengintegrasikan sistem kesehatan, sistem ekologi, keadilan dan keberlanjutan untuk generasi yang akan datang. Perkembangan sektor organik tidak terlepas dari kebutuhan manusia terhadap makanan organik Van Loo et al (2013) menyebutkan permintaan makanan organik semakin meningkat karena mereka percaya makanan organik lebih sehat dan aman dikonsumsi. Perkembangan trend makanan organik tidak bisa terlepas dari gaya hidup vegetarian yang mana mereka hanya mengkonsumsi sayuran, bahan makanan dari
118
gandum dan tumbuh-tumbuhan tanpa menambahkan sedikitpun bahan-bahan seperti penyedap rasa
atau bumbu-bumbu yang pekat. Pergerakan ini sudah
berkembang sejak 1830 yang dikenal dengan sebutan Natural Food Movement. Beberapa peneliti yang mendalami bidang ini menyebutkan makanan organik adalah alternativism yang dihubungkan dengan spiritualitas dan philosofi kehidupan pada era baru. Eating green, gaya hidup yang cenderung ingin terhubung dengan alam secara alamiah. Mengkonsumsi makanan organik adalah suatu cara untuk mempertahankan keberlanjutan lingkungan dengan kata lain produksi bahan makanan organik akan memperhatikan nilai dan aspek-aspek yang dapat meningkatkan kualitas makanan seperti mempertahankan kealamian alam, dan meningkatkan kesadaran untuk menjaga alam (Scholsler et al, 2013:444-445). Kurnia et al (2004) Pada tahun 2010, Pemerintah Indonesia pernah mencanangkan program Go Organik yang tujuan nya untuk menetapkan standar bahan makan organik dan kualitas.
Produk organik Indonesia meliputi nasi,
sayuran, buah, kopi, kacang mente, minyak kelapa, madu dan udang. Terdapat dua kategori pasar di Indonesia yaitu pasar umum dan pasar yang menjual khusus produk organik. Indonesia sangat berpotensi dalam mengembangkan produkproduk organik dan menjadi konsumen terbesar untuk bahan makan organik akan tetapi wawasan dan pemahaman makanan organik ini masih sangat terbatas. Disamping kurangnya penyuluhan terdapat permasalahan yaitu kualitas yang dapat menjamin kredibilitas produk-produk organik Indonesia yang diekspor. Bali memiliki potensi dalam pengembangan pertanian organik, perusahaan organik terbesar di Bali dan telah menjadi pionir pertanian organik CV Golden
119
Leaf Farm telah berhasil meningkatkan pertumbuhan produksi dan penjualan sayuran organik pada beberapa supermarket terbesar di Bali. Pada Industri kuliner Bali dikawasan Ubud, mudah dijumpai warung dan restoran yang menyediakan makanan hasil olahan organik. Sari Organik salah satunya, selama tiga belas tahun warung organik yang dinamai Warung Bodag Meliah telah menjadi pioner warung organik di Bali. Selain mengolah makanan dari bahan organik, Warung Bodag Meliah juga menjadi pusat pengembangan bahan makanan organik dan menjadi supplier beberapa restoran dan hotel di Bali khusus produk organik dengan label Sari Organik. Warung Made, pada akhir 2015 mencanangkan mengganti beberapa menu dengan bahan organik dan mempersiapkan lahan dikawasan Bedugul untuk ditanam tanaman organik dan pada awal tahun 2016 sudah mulai dinikmati pengunjungnya. Berdasarkan hasil pengamatan dan mengkaji tulisan berupa jurnal dan artikel serta informasi yang diperoleh dari media internet, majalah dan informan ditemukan bahwa perkembangan industri kuliner di Bali telah dimulai sejak zaman kerajaan di Bali. Tercatat pada zaman Kerajaan Udayana makanan sebagai alat pembayaran pajak dan persembahan, begitu juga pada Zaman Kerajaan Karang Asem makanan dijadikan alat untuk membayar pajak sedangkan pada zaman Kerajaan Gianyar diketahui bahwa Raja Gianyar pernah melakukan pesta babi guling dengan seorang antropolog yang bernama DR. Stein Callenfells. Pada zaman kerajaan di Bali pengaruh Kuliner Bali telah mengalami perkembangan setelah kolonial Belanda datang ke Bali dengan bukti pengaruh makan-makanan barat yang juga ikut berevolusi dengan makanan Bali.
120
Kuliner terus berkembang setelah pariwisata masuk ke Bali, yang telah banyak diungkap dalam buku Picard dan Coverrubias. Akan tetapi sejak kuliner menjadi aspek penting pendukung pariwisata tidak banyak upaya penetapan unsur-unsur makanan yang khususnya milik Bali walaupun salah satunya yaitu satai lilit telah menjadi icon masakan nusantara yang ditetapkan pada tahun 2013. Penetapan ini juga melalui proses menyaring ratusan kuliner nusantara hingga menjadi 70 kemudian ditetapkan menjadi 30 jenis kuliner. Makanan Bali sangat berbeda, apalagi penggunaan bumbu-bumbu dalam masakan Bali terutama yang tradisional tidak bisa dipungkiri telah mendapat pengaruh dari jaman majapahit ketika berpindah ke Bali bahkan disebutkan bahwa di Bali inilah batas dari “garis seni masakan” perpaduan antara Bali dan Jawa Kuno (Gastronomi Club, 2015). Perkembangan kuliner Bali juga dipengaruhi bangsa Eropa, sehingga mengenal tata hidang dan tata makan yang lebih formal dibandingkan dengan cara tradisional. Tabel 4.2 Fase- Fase Perkembangan Kuliner Bali 1100-1920
2010-2015
Kerajaan Bali Awal Pariwisata
1960-1980 Pariwisata Warung-warung legendaris mulai berdiri
Food Blogger Sosial Media
2000-2005 TVShow tentang kuliner Bali, Buku Masakan Bali
Sumber: hasil penelitian 2015
2013 Sate lilit sebagai ikon masakan Bali
121
Gambar 4.2 adalah fase-fase perkembangan Kuliner Bali dari gambaran umum yang telah diuraikan tersebut diatas. Pada zaman kerajaan-kerajaan Bali makanan
adalah
persembahan
dan
dikonsumsi
hanya
oleh
raja,
kini
perkembangan jaman telah mengubah makanan menjadi sumber pendapatan. Usaha kuliner semakin banyak bermunculan dengan mengusung keunikan masing-masing. Usaha kuliner di Bali dikenal dengan sebutan warung walapun pada kenyataannya memiliki standar restoran dan ada juga yang masuk kategori street food. Istilah warung dan restoran tentunya juga mempengaruhi keinginan wisatawan untuk berkunjung apalagi antara rasa dan harga. Warung memang sangat populer bagi masyarakat Bali namun tidak bagi wisatawan yang datang ke Bali untuk pertama kali. Perlu kunjungan kembali agar wisatawan paham situasi dan kondisi warung, sementara bagi wisatawan warung mengacu pada nama tempat seperti Made‟s Warung, Murni‟s Warung bukan menurut fungsi. Made‟s Warung, Murni‟s Warung, Warung Sari Organik, Warung Babi Guling Bu Oka, Casa Luna restoran, Warung Nasi Ayam Bu Mangku Kedewatan, Warung Men Weti, dan Warung Mak Beng adalah usaha kuliner yang pada mulanya hanya merupakan warung makan skala kecil tapi menjadi sukses berkembang karena pemiliknya yang terus mengembangkan bisnis keluarga untuk meningkatkan perekonomian keluarganya secara tidak langsung juga melestarikan makanan Bali melalui inovasi dan kreativitas menu-menu andalan yang disajikan pada masing-masing warung dan restoran yang menjadi menu favorit para wisatawan mancanegara dan wisatawan nusantara.
122
Menu andalan yang disajikan masih menjunjung kearifan lokal Bali dengan penampilan warung yang semula sangat sederhana kini nampak lebih modern yang didatangi wisatawan setiap harinya puluhan bahkan ratusan setiap harinya. Hal ini bisa dijadikan bukti bahwa usaha kuliner di Bali juga turut menyumbang jumlah wisatawan yang datang, hanya saja secara khusus belum ada data yang secara jelas menyebutkan berapa jumlah wisatawan yang datang memang didasari oleh motivasi untuk mencicipi kuliner khas Bali. Tidak terlepas dari perkembangan jaman, warung juga mengalami perubahan-perubahan seperti dilengkapi dengan fasilitas wifi dan segala informasi terkait objek penelitian mudah diperoleh pada media sosial seperti instragam, facebook bahkan beberapa warung sudah memiliki website resmi sehingga informasi tentang warung dengan mudah dapat diakses. Gambaran umum objek penelitian telah diuraikan secara komprehensif dan merupakan hasil dari pengamatan langsung peneliti dengan mendatangi satu-persatu warung dan restoran guna memperoleh informasi yang akurat mengenai kondisi dan situasi warung sebenarnya. Wawancara juga dilakukan dan dikumpulkan sebagai informasi penting dalam menggambarkan objek penelitian ini yang terdiri dari tujuh warung dan satu restoran yang dikelola perempuan Bali. Selanjutnya pada Bab V akan dibahas lebih rinci lagi mengenai subjek penelitian dalam delapan biografi para perempuan pengusaha kuliner beserta analisis biografinya.
BAB V DELAPAN BIOGRAFI PEREMPUAN PENGUSAHA KULINER DI BALI
Sebelum menuju pada bab pembahasan, berikut ini adalah delapan biografi perempuan pengusaha kuliner di Bali. Biografi perempuan pengusaha menampilkan latar belakang perempuan pengusaha kuliner pada tiga kawasan pariwisata yaitu Kuta, Sanur dan Ubud. Biografi terbagi menjadi delapan sub bab masing-masing para perempuan yang terdiri latar belakang membuka usaha kuliner, pengalaman mengelola usaha, kehidupan keluarga, pendidikan tetapi biografi tersebut tidak terbatas hanya pada kategori diatas karena beragamnya informasi yang diperoleh selama proses penelitian. Selanjutnya, analisis biografi dilakukan untuk mengungkap persamaan dan perbedaan para perempuan pengusaha kuliner dalam mengangkat kuliner lokal khususnya untuk mendukung pariwisata Bali. 5.1 Biografi Perempuan Bali Pengusaha Kuliner Mengumpulkan informasi dari para informan untuk dirangkum sebagai biorgrafi, memerlukan ketulusan dan keteguhan karena tidak semua informasi dapat menggambarkan sosok perempuan pengusaha kuliner Bali. Para pengusaha kuliner Bali memiliki beragam kisah hidup namun yang pasti mereka adalah sosok perempuan yang tangguh dalam menjalankan kehidupan sebagai perempuan Bali. Delapan perempuan pengusaha kuliner adalah Made Masih, Anak Agung Oka Sinar, Janet deNefee, Kadek Nilawati, Ni Wayan Murni, Sang Ayu Putu Wija, Made Weti, dan Ni Ketut Tjuki. Sosok perempuan pengusaha kuliner yang tersohor dimasing-masing kawasan Kuta, Ubud dan Sanur. 123
124
5.1.1
Made Masih pemilik Made’s Warung.
Gambar 5.1 Made Masih Sumber: Dokumentasi Seminar Branding Individu Branding Kolektif 2015 Made Masih sudah memperkenalkan masakan lokal kepada wisatawan asing selama hampir lima dekade melalui usaha warung di Pantai Kuta. Sejak tahun 1980-an, usahanya yang dikenal dengan nama Made‟s Warung kian tumbuh dan berkembang. Sampai tahun 2015, Made‟s Warung mengelola empat restoran di Bali yaitu di Kuta, Seminyak, dan Benoa serta satu di Amsterdam. Made Masih berhasil membangun dan mengembangkan Made‟s Warung sampai akhirnya menjadi salah satu ikon pariwisata Kuta khususnya dan Bali pada umumnya. Awalnya adalah warung kecil yang dibangun Made Masih dan keluarganya di Pantai Kuta tahun 1969. Warung sederhana yang berkembang di kawasan pantai kuta dengan segala keterbatasan, menu yang disediakan juga tidak banyak hanya bubur ketan hitam dan gado-gado. Lokasinya yang dekat pantai dan tidak banyak warung pada saat menyebabkan warungnya menjadi pusat pertemuan para wisatawan yang datang memang karena penasaran akan keindahan Bali.
125
Usaha kuliner yang terkenal dengan logo tiga buaya hijau yang diilustrasikan sebagai orang-orang sedang mabuk dan kekenyangan setelah makan di warung itulah kini mempopulerkan Made‟s Warung. Seminyak, Kuta, Benoa, dan Amsterdam. Empat warung yang sukses dikelolanya bersama keluarga. Suami, saudara perempuan dan laki-laki serta anak dan menantu semua berperan dalam pengelolaan usaha Bu Made yang kini juga mengelola villa. Made Masih terlahir dikeluarga yang tidak berkecukupan pada waktu itu. Berjualan di warung setelah pulang sekolah adalah pekerjaannya sehari-hari. Tertua kedua dari lima saudara ini sangat sedih ketika tidak bisa melanjutkan sekolahnya lagi dan harus mengubur impianya melanjutkan ke jenjang sekolah menengah pertama. Waktu itu Made Masih bersekolah di SD 2 Kuta, bapak yang seorang petani tidak punya uang yang cukup untuk membiayai sekolah ibu Made. Bu Made hanya bisa pasrah dan tetap menerima dengan iklas. Keseharian Bu Made dihabiskan di warung yang pada tahun 1970 banyak dikunjungi para Hippies. Wisatawan, petani, nelayan dan orang dari kalangan apapun singgah ke warungnya, ia pun menggambarkan situasi Kuta pada waktu itu sebagai desa nelayan. Made Masih mengatakan: Warung itu magnetnya tios banyak kostumer ada murid dari Denpasar, nak kecarik simpang petani, bule-bule jeg campur sing ade nak risih (wawancara, 19 Oktober 2015). Warung Made adalah tempat yang nyaman bagi wisatawan dan memiliki taksu menurutnya sehingga banyak orang datang. Bu Made merupakan sosok yang tekun dalam mengerjakan sesuatu dan tak pernah ragu untuk mencoba halhal baru. Pernah suatu ketika Bu Made mencoba membuat sleeping math atas
126
saran kenalannya di warung. Sambil berjualan ia ngulet tikeh untuk tambahan warung. Bu Made juga pernah bekerja di Hotel Kayu Aya Peti Tenget yang sekarang menjadi Oberoi. Bu Made bekerja sebagai tukang masak dan hasil masakannya selalu memperoleh pujian, sampai-sampai atasannya tidak rela melepas Bu made ketika ingin berhenti. Bagi Bu Made kemampuan memasaknya luar biasa, apapun yang diolahnya pasti enak. Ternyata salah seorang wisatawan yang bernama Peter Steenbergen menaruh hati pada Bu made. Wawancara Indonesia Expat (2012), Peter Made mengungkapkan I went to Kuta beach, got a little room in a little losman, which still exists to this day actually. I had to eat, but there weren‟t many places to eat. Then I discovered this place called Made‟s Warung in Kuta. I was sitting there with my little bite of black rice pudding and gado-gado and there was this very pretty girl with very long hair. I thought, “Holy moly. Wow!” and that was it!( Indonesian Expat,2012:14)
Gambar 5.2 Made Masih dan Peter Made Sumber: www.indonesia.expat.biz
127
Bu Made pun tidak menyangka akan menikah dengan seorang berkebangsaan Belanda yang begitu baik mengenalkan berbagai hal kepadanya termasuk Bahasa Inggris yang memang tidak dikuasai sebelumnya sehingga untuk komunikasi Bu Made dibantu oleh sepupu perempuan Bapak Peter Made dan seorang guide sahabat baiknya. Setelah dua tahun Bapak Peter yang selalu mampir ke warung dan membantu Bu made untuk tutup tiap sore baru berani mengungkapkan cinta. Pada tahun 1974 mereka menikah dengan cara melarikan diri, satu-satuya cara meminang gadis Bali bila lelakinya merasa ragu apakah keluarga pihak perempuan setuju atau tidak. Tahun 1996, Bu made dan Peter Made membuka warung Made di Seminyak, Bu made menuturkan bahwa bentuk dan design bangunan semua diatur oleh Peter, karena beliau sangat ahli dibidang itu. Usahanya pun semakin berkembang, dengan nama Made‟s Warung yang telah dipatenkan. Menu makanan yang ada sangat beragam yaitu Balinese Food, Thai Food, Japanese Food. Menu andalan warung made adalah nasi campur made, bubur ketan hitam, ayam be to-too, dan nasi goreng made yang rasanya sangat cocok dengan selera wisatawan. Bangunan dua lantai ini mampu menampung sedikitnya 200 tamu. Pada hari sabtu dan hari-hari tertentu tamu yang berkunjung dapat juga menikmati live music dan permainan piano bahkan secara khusus Bu made juga menyelenggarakan tango competition. Tarian yang telah dipelajarinya selama tujuh tahun juga mengantarkan Bu Made pada kompetisi tarian tango sampai negara Argentina.
128
Staff yang berjumlah hampir seratus orang ini semua direkrut oleh Bu Made dan diwawancarai langsung oleh Bu made. Menariknya, ketika ditanya tiga orang staff waiter/waitress ternyata telah bekerja selama hampir 30 tahun. Bu made memiliki cara khusus dalam mengayomi para staffnya, selain bonus seperti pada acara ulang tahun berupa hadiah yang jumlahnya mengejutkan, Bu Made juga sering mengajak para staffnya untuk bertirta yatra ke pura-pura seperti Pura Lumajang dan Pura Dalem Ped di Nusa Penida. Staffnya yang sebagian besar beragama Hindu juga memperoleh kemudahan ketika menjelang hari raya Galungan dan Kuningan karena Bu Made akan menutup warungnya selama tiga hari, hal ini sungguh jarang dilakukan oleh pengusaha yang tetap mengambil kesempatan untuk buka pada hari raya khususnya di Bali. Kepintaran memasak Bu Made dan berinovasi dengan menu-menu masakan nusantara dan Bali secara khusus tidak didapatnya begitu saja, selain karena memang suka makan dan masak Bu Made juga sering travelling dan memperdalam keahlian memasaknya. Bu Made juga seorang yang kritis dalam mengamati perubahan pariwisata Bali sekarang ini. Bila dibandingkan dengan tahun 1960-an, menurut Bu Made pariwisata di Bali sangat sederhana dan wisatawan sangat mudah berbaur dengan masyarakat lokal. Sekarang ini kecenderungannya masyarakat dan wisatawan mengkotak-kotakkan diri bahkan antara wisatawan pun demikian. Pada seminar Branding Individu Branding Kolektif, Made Masih berbagi pengalamannya selama mengelola usaha warung yang kini terkenal hingga ke mancanegara. Sebagai seorang yang memiliki usaha kuliner selama 47 tahun
129
Made Masih memiliki prinsip menjalankan usahanya dengan mencerminkan budi pekerti. Tulus dan iklas, komitemen dan konsisten adalah hal utama menjalankan usaha. Bu made menyampaikan: Perubahan dalam bisnis selalu ada jalankan dengan konsisten dan komitmen ou have princip and strong word...teguh dan laksanakan dengan cara luar biasa. Banyak hal yang kita tidak sadari berubah tetapi menjaga pengunjung agar datang kembali, sambung menyambung sampai detik ini adalah dengan melayani, karena tamu adalah raja. Eda ngaden awak bisa, depang anake ngadanin disitu kekuatan saya. Jangan melihat yang lain, yakinlah, yakin kepada diri Anda sendiri, bekerja keraslah (Made Masih 02 oktober 2015). Ada tiga kata kunci dalam kutipan di atas yaitu ungkapan „tamu adalah raja‟ dan „eda ngaden awak bisa‟, dan „yakin pada diri‟. Prinsip-prinsip ini dipegang teguh Made Masih dalam 5 dekade mengelola usaha kulinernya. Bersama tim yang merupakan keluarga Made Masih telah melewati pahit dan manis dalam mengembangkan usahanya serta berhasil mendirikan dinastinya dengan melibatkan seluruh anggota keluarga hingga menjadi ikon pariwisata Bali. 5.1.2
Anak Agung Oka Sinar pemilik Warung Babi Guling Bu Oka.
Gambar 5.2 Anak Agung Oka Sinar Sumber: Foto Penelitian Setelah berusaha selama empat dekade, Anak Agung Oka Sinar atau lebih dikenal sebagai pemilik Warung babi Guling Oka di Ubud berhasil mengangkat
130
kuliner lokal Babi Guling sebagai menu makanan untuk para wisatawan yang berlibur di Ubud. Awalnya tahun 1970-an Bu Oka
membantu ibu mertua
berjualan keliling dan ditempat orang-orang metajen (sambung ayam), kemudian berdagang di Pasar Ubud. Informasi yang sama juga diperoleh oleh putri kelimanya Anak Agung Oka Suci pada wawancara 06 November 2015.
Usaha
babi Guling ini dimiliki nenek dan pada awal Bu Oka menikah sudah ada usaha, mereka lebih sering berjualannya keliling karena nenek semakin tua dan tidak bisa berjualan lagi kemudian ditanya siapa yang mau meneruskan pada akhirnya Bu Oka saja yang menyanggupi untuk meneruskan usahanya Tahun 1990-an Bu Oka akhirnya memiliki warung dan mulai menetap, tepatnya setelah diberi ijin oleh Cokorda Gede Sukawati untuk berjualan di banjar karena pasar Ubud tempat berjualan sebelumnya harus direnovasi. Di warung pada mulanya hanya ada sebuah meja dan tiga kursi, tidak terpikir bahwa menu babi gulingnya akan menjadi ikon kuliner Bali. Awal-awal berjualan Babi guling dijual hanya khusus untuk orang lokal Ubud saja, tetapi dengan berdatangannya wisatawan ke Ubud warung babi guling oka mulai dikenal termasuk para guide dulu sangat membantu memperkenalkan warung ini. Ketika ditanya mengapa diberi nama warung babi guling bu oka, Anak Agung Oka Suci menyampaikan: Dulu belum ada nama, lalu orang-orang bertanya babi guling dimana itu dan akhirnya diberi nama babi guling bu oka sesuai nama ibu (Wawancara, 06 November 2015). Menu babi guling Bu Oka ini memang tidak pedas, sehingga wisatawan merasa tidak ada masalah dalam mengkonsumsinya. Sejak dulu tidak ada perubahan rasa walaupun banyak sekarang orang-orang yang berjualan babi
131
guling diseputaran Ubud. Pada mulanya Bu Oka juga menjual satai serapah (satai khas bagian hati babi) namun lama kelamaan peminat berkurang hingga Bu Oka memutuskan tidak lagi berjualan satai yang kemudian diganti dengan oret. Bumbu-bumbu yang digunakan sangat diperhatikan kualitas dan pengolahannya, dalam sehari hampir 50 kg bahan-bahan bumbu yang digunakan seperti bawang merah, cabai dan kunyit.Untuk penambah rasa cukup ditambahkan garam saja karena base (bumbu) sudah punya rasa yang khas. Bu Oka banyak melibatkan supplier
lokal
sebagai
penyedia
bahan
baku
yang
dibutuhkan
untuk
mempersiapkan kuliner. Bahan Baku kayu bakar saja dari desa Plaga, sedangkan untuk Babi terdapat tujuh supplier seputaran Ubud dan Bangli. Usaha kuliner skala kecil menengah ini telah berhasil mendistribusikan pendapatan pariwisata kepada rakyat dengan menampung hasil-hasil petani dan peternak di Ubud khususnya. Dalam satu hari saja pengunjung warung Bu oka bisa mencapai 200 orang terhitung untuk satu warung saja dan mempersiapkan lima Babi guling bahkan sampai sepuluh pada hari-hari tertentu tidak termasuk pesanan babi guling utuh ke beberapa hotel di Bali. Dulu, penuturan Candy pegawai babi guling oka di teges yang sejak kecil ikut membantu berjualan dulu dalam sehari belum tentu habis satu ekor babi guling dijual sehingga para pegawainya harus ngancung, Candy menyampaikan dalam wawancara sebagai berikut: Kalau babi guling diwarung gak habis biasanya kami pegawai ngancung, jualan keliling nasi bungkus babi guling seharga Rp. 7000 perbungkusnya (Wawancara, 06 November 2015) .
132
Tidak hanya untuk kebutuhan berjualan di warung, Bu Oka juga menerima pesanan Babi Guling utuh dari villa dan hotel yang ada di Bali, permintaan babi guling yang khusus dipesan untuk pesta pernikahan dan Tahun Baru. Menurut Anak Agung Oka Suci, Babi Guling Oka terkenal karena wisatawan dan guide yang memperkenalkan makanan khas Bali ini hingga kita dapat pesanan dari mana-mana. Lebih lanjut, Anak Agung Oka Suci menyampaikan: Kita tak pernah promosi sampai keluar negri, wisatawan luar atau orangorang yang syuting, orang luar syuting kerumah dan tidak kami pungut biaya, biasanya kalau syuting kan kami harus ada waktu extra karena proses masak yang harusnya sudah selesai malah kami harus bekerja lambat untuk keperluan syuting, saya tidak minta mereka promosi tapi mereka yang menjanjikan akan mempromosikan babi guling. Australia, Vietnam, Korea, Jepang banyak sekali yang syuting (Wawancara, 06 November 2015). Kiranya menu Babi Guling Bu Oka memang telah memiliki peminat khusus berkat media-media yang meliputnya makanan khas Bali ini menjadi terkenal bahkan sampai ke mancanegara. Dari hasil penelusuran informasi media internet diketahui tiga liputan yang pernah memperkenalkan Babi Guling Oka adalah Anthony Bourdain (No Reservation) dan Andrew Zimmern (Bizzare Foods) yang keduanya merupakan chef kelas dunia, Samantha Brown (Samantha Brown's Asia) seorang pembawa acara perjalanan wisata. Anthony Boudain “the mouthwatering babi guling, or roast pig, was the best that he‟s ever had?” memuji menu utama yang disajikan pada warung babi guling bu Oka menurutnya babi guling bu oka adalah yang terbaik dari olahan kuliner babi guling yang sudah pernah dicobanya. Andrew Zimmern melakukan perjalanan dan memahami budaya masingmasing destinasi yang dikunjunginya. Salah satu show terbaiknya yang meliput
133
tradisi dan budaya Bali pada edisi Indonesia. Berbagai menu masakan Bali dicicipinya termasuk Babi Guling yang menurutnya sangat lezat dan rasa pedas yang mendominasi adalah ciri khas maskaan Bali. Begitu juga Samantha Brown yang memuji Babi Guling Oka saat kunjungannya tahun 2010 ke Ubud dan pada tahun 2015 ia menulis artikel untuk CNN travel “6 dishes every Bali visitor needs to try” dengan urutan pertama kuliner yang harus dicoba adalah Babi Guling Persiapan memasak diwarung sudah dimulai pada pukul 04:00 pagi dimulai dari menyiapkan bumbu-bumbu sampai menyembelih babi. Anak Agung Oka Putra anak pertama Bu Oka memiliki tanggungjawab dalam segala proses pengolahan dibantu istrinya Ni Gusti Putu Nini dan para pegawainya yang berjumlah 15 orang khusus untuk memasak. Anak Agung Oka Putra menjelaskan proses pengolahan babi hingga menjadi babi guling dalam wawancara dan dapat dilihat pada gambar 5.3 dan 5.4 sebagai berikut:
Gambar 5.3 Babi sebelum diguling Sumber: Foto Penelitian
Gambar 5.4 Babi dalam proses diguling Sumber: Foto Penelitian
134
Menurut Pak Agung Oka proses pengolahan Babi guling dimulai dengan membersihkan babi pada bagian kulit dan isi perutnya dipersiapkan untuk segera diguling, pada bagian perut babi diisi basa gede kemudian ditusuk dengan kayu. Sebelum diguling babi disiram sekali lagi dengan air kelapa agar kulit menjadi kemerahan dan garing. Lima jam proses mengguling satu ekor babi dengan api sedang, kayu bakar yang digunakan adalah kayu kopi agar memberi aroma khusus pada babi guling (Wawancara, 26 Desember 2015). Keseluruhan pengelolaan warung sudah dilimpahkan kepada enam anak Bu Oka akan tetapi mengontrol dan memimpin warung adalah Bu Oka, Ni Gusti Putu Nini menyampaikan: Walaupun dikelola oleh kami anak-anak dan menantu, pemimpin warung ini tetap Bu Oka (Wawancara, 26 Desember 2015) Begitupula dalam wawancara sebelumnya Anak Agung Oka Suci menyampaikan: Pengelolaan warung oleh kami, anak-anak Bu Oka kan ada enam, satupun tidak ada yang bekerja keluar termasuk cucu dan menantu, kami disini menerima gaji tidak dibedakan anak perempuan dan laki-lakinya. Saya dan adik perempuan sudah menikah tapi tetap bekerja bersama ibu dan Ibu tetapmengawasi dan memimpin kami (Wawancara, 6 November 2015). Melibatkan keluarga dalam pengelolaan usaha, adalah strategi untuk keberlanjutan usaha warung babi guling Oka dikemudian hari. Sebagai usaha yang diwariskan oleh ibu mertua, Anak Agung Oka Suci telah menunjukkan kesuksesannya dalam mengembangkan usahanya dikawasan Ubud.
Hal yang
belum tentu dapat dilakukan oleh pebisnis kuliner sekarang ini untuk tetap bertahan diantara kemunculan warung, cafe dan restoran di Ubud.
135
5.1.3
Janet deNefee pemilik Restoran Casaluna.
Gambar 5.5 Janet de Neefe Sumber: Foto Penelitian Janet deNefee atau Nyoman Jepun, adalah perempuan kelahiran Melbourne Australia (1959) yang penuh talenta mulai dari berbisnis kuliner di Ubud sejak 1987, lewat usaha restoran yang diberi nama Lilies kemudian berkembang menjadi Casa Luna Grup. Selain itu, namanya juga dikenal sebagai penyelenggara event ternama di Bali yaitu Ubud Reader and Writer sejak 2004 dan Ubud Food Festival yang pertamakali diselenggarakan 2015.Janet menulis tiga buku yang diantaranya berjudul Fragrant Rice(2003), Bali The Food Of My Island Home (2012) yang dinobatkan sebagaiAsian Cuisine Book of the Gourmand World CookBook Awards for “Best in the World” 2012, dan To Stir With Love (2012). Kecintaannya pada Bali telah mengubah kisah hidupnya yang banyak dituangkan dalam buku Fragant Rice. Tidak hanya tentang dirinya, Janet telah menulis berbagai resep makanan khususnya Bali dan resep makanan nusantara lainnya. Menikah dengan seorang laki-laki dari Ubud yang bernama Ketut Suardana pada tahun 1989. Bersama Ketut, Ia dianugerahi dua orang putri dan dua putra
136
yang bernama Dewi, Krisna, Laksmi dan Arjuna. Prosesi pernikahan adat Bali dan juga prosesi potong gigi dilaluinya dengan penuh sukacita. Walaupun bagi dirinya ia adalah perempuan in the middle “separuh Australia separuh Bali” tapi menjalankan kehidupan menjadi seorang perempuan Bali adalah hal yang luar biasa baginya. Tinggal di Desa Ubud yang kental dengan adat dan tradisi memang membuatnya sedikit terkejut dengan kebiasaan-kebiasaan yang tak pernah didapatnya sebelum menikah. Pada saat wawancara tanggal 21 Desember 2015 pukul 14:00 Bu Janet menyampaikan bahwa sebelumnya ia harus menghadiri dua upacara pernikahan lalu melanjutkan dengan beberapa meeting termasuk wawancara ini. 1987, my husband decided to go into restaurant bussiness in Ubud, so then i became involved. (Wawancara 21 Desember 2015). Berdasarkan ungkapan diatas, Bu Janet bersama dengan suaminya pada tahun 1987 membuka usaha restoran pertama kalinya di kawasan ubud. Diberi nama Lilies yang merupakan bunga kesukaan Bu Janet, Lilies akhirnya tutup karena masa kontrak berakhir pada tahun 1991, segera setelah itu ia dan suaminya membangun Honey Moon Bakery dan Casa Luna 1992 (deNefee, 2002). Jiwa sebagai pengusaha memang telah dimilikinya sejak kecil. Lahir dalam keluarga besar dari kakek yang seorang seniman dan banyak mengerjakan project-project marka jalan yang kemudian diwariskan kepada ayahnya telah mengubah pandangannya untuk mengikuti apa yang menjadi keinginannya. Janet deNefee mengatakan: Well... My grand father had his own bussiness he worked for him self he created his own a mark bussiness. He created a sign writer tulis-tulis di papan dan macam-macam. He was an actrees he writes a traffic sign and
137
road when he 40 years old his son took off all the bisnis i think when you grow up with the background having someone who has always work for them self so you just follow that passion. I had a job when i was studyng but there is a destiny you have always to be your own bos so i follow that i think just seing the way my grand father and dad operate the bussines... i just ikut-ikut. (Wawancara, 21 Desember 2015). Bu Janet juga menyampaikan bahwa sejak kecil ia telah sering membantu pekerjaan ayahnya, ia bekerja membuat kartu-kartu ucapan seperti ucapan ulang tahun yang disablon dan kemudian dijual pada toko souvenir selain itu ia juga menjual stiker yang dibuat ayahnya. Bu Janet juga menjual bunga mawar, dengan malu-malu Bu Janet menuturkan bahwa bunga tersebut diambilnya dari kebun orang lain. Tentang pengalamannya kerja keras sejak usia muda, Janet mengenang: Long before when i was a little and when i was 12 years old with my sister too in holiday i was work to my dad factory i work to make a greeting card, birthday card i sell it in the art shop doing sablon i also sell the sticker from fathers factory, i used to sell the flower i cut from other people garden...hu..hu... So then i was in the college i go to bazar and always sell something and when i started to teaching i used to sell Balinese artifacs i set up on my table like patung-patung ,kain batik Bali, anting anting. I used to make peanut sauce like gel (Wawancara, 21 Desember 2015). Restoran Casa Luna menawarkan perpaduan makanan Bali dan Western, begitu pula restoran Indus yang dibangun 1999. Total keseluruhan staff Casa Luna dan Indus adalah 250 orang. 90 persen staffnya adalah orang-orang yang berasal dari kawasan Ubud dan sebagian besar adalah perempuan sehingga Bu Janet memiliki program khusus untuk semua staff perempuannya untuk mengikuti program pap smear. Bu Janet dalam mengelola restoran dan cooking classnya dibantu oleh suami dan manajernya.
138
Bu Janet adalah seorang yang memiliki toleransi yang tinggi, disebutkan dalam buku Fragrant Rice bahwa suaminya pun mengakui bahwa Bu Janet lebih dari seorang Balinese. Diberi julukan sebagai the Queen of Ubud dan Literary Goddess (smh.com, 2011), Janet telah menjadi bagian dari Ubud dengan segenap prestasinya menjadi penyelenggara Ubud Readers dan writer sebagai bentuk kepeduliannya akan tragedi Bom dan event ini berhasil menarik minat wisatawan untuk berkunjung ke Bali, memperkenalkan Bali khususnya Ubud melalui karya tulis tentang kuliner Bali, memberi pengetahuan dan cara-cara memasak makanan Bali dalam setiap program cooking class yang diadakan untuk para wisatawan yang berminat mengikuti program ini hingga menggelar Ubud Food Festival. 5.1.4
Kadek Nilawati pemilik Warung Bodag Meliah.
Gambar 5.6 Kadek Nilawati Sumber: Foto Penelitian Kadek Nilawati kelahiran Bangli 20 Agustus 1962 adalah pengusaha kuliner yang membidangi pertanian organik di kawasan Ubud. Nilawati tidak menyangka bahwa usaha kuliner yang mengusung healthy food ini berkembang dengan sangat
139
baik dalam lima belas tahun. Dirintisnya sejak tahun 2000 Nilawati berkomitmen untuk terus berinovasi dalam menciptakan teknik pengolahan makanan organik. Nilawati adalah sosok perempuan yang sangat tegas dalam menjalani kehidupannya, berakar pada prinsip-prinsip sesuai dengan norma agama dan menjujung nilai agama Hindu. Ia menerapkan berbagai pola terkait agama seperti menjaga kehormatannya walaupun telah menikah dan bercerai sebanyak dua kali. Masa kecil Ibu Nila dihabiskan dengan bekerja dan bekerja. Tidak sampai tamat sekolah tingkat dasar tidak menyurutkan kreatifitas Nilawati berkarya dalam mengembangkan kemampuan memasaknya. Ia pun bertutur mempelajari ini semua berdasarkan kemauan keras dan tekadnya untuk menjadi seorang yang mandiri. Nilawati sangat fasih berbahasa inggris yang dipelajarinya sewaktu menjadi pengasuh anak laki-laki seorang kebangsaan Amerika. Sejak usia dua belas tahun Nilawati sudah tidak tinggal lagi bersama orangtuanya ayahnya yang seorang pandai besi bernama Nyoman Ratig dan Ibu Ida Ayu Tirta. Dua dari delapan bersaudara ini memang yang paling beda, sungguh karena himpitan ekonomi ia berani memutuskan untuk meninggalkan orang tuanya dan bekerja di Jakarta bahkan sampai Surabaya menjalankan berbagai macam profesi. Terkenang ia saat di Jakarta bekerja di Pasar Senin menjadi kernet angkot dan bahkan menjadi kuli angkat barang katanya lumayanlah uang tersebut untuk hidupnya. Pada tahun 2000 Nilawati kembali ke Bali dan pada saat itu ia bertemu Odet seorang wisatawan yang tinggal di Bali bersama seorang anak laki-lakinya, Bu Nila bercerita saat itu Odet memang datang ke Bali karena istrinya yang meninggal. Dari anak laki laki Mr. Odet inilah Bu Nila belajar bahasa inggris, ia
140
sangat terbantu karena baik pelafalan dan huruf yang selama ini sangat asing baginya dengan mudah dipelajari. Rumah yang ditempatinya waktu itu berada dikelilingi sawah, suatu hari Nilawati terkejut akan bau yang muncul dari pestisida yang sebelumnya tidak diketahuinya sampai ia bertanya pada salah satu petani di sawah sekitarnya “Pa ..pa apa to adi padin sambehin uyah, sing.. uyah sing to ne adane pupuk” (Wawancara 21 Agustus 2015). Penasaran Ibu Nila mencoba mencari tahu apakah benda yang ditaburi oleh para petani tersebut ketika tahu bahan tersebut mengandung bahan kimia. Rasa ingin tahu ternyata membuatnya kecewa, mengapa harus menggunakan pestisida kalau kita bisa menanamnya secara alami. Lalu muncullah ide bersama Mr. Odet, Nilawati yang dibantu oleh seorang Tukang kebun yang bernama Pak Jabu dan sudah bekerja bersama selama 15 tahun mengelola kebunnya. Berbagai tanaman melewati proses percobaan sampai Bu Nila berhasil kurun waktu 2001-2006 setelahnya baru Warung Sari Bodag Meliah ini dibuka, asal-usul nama Sari Bodag Meliah sangatlah unik karena menurut Bu Nila sendiri ketika warungnya pertama kali dibuka datang seorang nenek-nenek yang membawa bodag berisi sayuransayuran. Nenek itu menawarkan sayurannya pada Bu Nila karena sangat tertarik dengan sayur yang segar Bu Nila lantas membeli semua sayur tersebut sampai bodagnya. Ketika bodag itu diletakkan diatas meja tak lama kemudian ia seperti mendapat ide bahwa warungnya akan diberi nama Bodag meliah dengan tambahan sari yang artinya hasil kebun sendiri. Menurut salah satu tukang kebun yang diajaknya merintis perkebunan organik ini I Ketut Biya (Jabu), perkebunan organik ini dimulai sejak 2001, jenis
141
tanaman yang banyak ditanam adalah selada, sayur hijau, tomat serta Beras Bali bahkan petani-petani disekitaran warung juga ikut menanam tanaman organik karena jika dijual ke warung, hasil produksi sawah atau kebun dibeli dengan harga tetap ketimbang mereka jual kepasar berikut penuturannya Selain bekerja di kebun, di utara warung ada lagi saya punya sawah juga tanam organik, pulang pulang kerja gitu bapak tiang kan petani habis pulang dari sawah gitu jual juga ke warung karena kalau di pasar kan naik turun kalo disini harga tetap (Wawancara 23 Agustus 2015).
Gambar 5.7 Kandang sapi yang dibangun di kebun sebagai fasilitas penitipan
Gambar 5.8 Kebun yang terletak di depan warung sari bodag meliah
Keberadaan warung Sari Bodag Meliah diwilayah Ubud ini memang sangat membantu para petani yang tidak paham manfaat mengembangkan pertanian dan perkebunan organik. Bu Nila berusaha dengan saat baik memberikan pemahaman dengan cara-cara yang mudah walau awalnya tidak dimengerti seperti menerima sapi titipan. Pupuk alam yang semula dikumpulkan dengan berjalan setiap harinya dipematang sawah masyarakat sekitar dinilai tidak efektif dan memerlukan tenaga extra. Hal ini memunculkan ide untuk membangun kandang sapi (Lihat Gambar 5.7 dan 5.8) dan sapi petani yang kotorannya ditampung dan diolah menjadi
142
pupuk kandang. Kini sudah hampir 7 ekor sapi yang ditampung untuk memenuhi kebutuhan pupuk di kebun yang terletak tepat didepan warung sari bodag meliah Menurut Ibu Nila memang tidak mudah dalam menerapkan perkebunan dan pertanian organik dari segi perawatan, untuk kualitas dan kuantitas hasil perkebunannya hanya cukup untuk diolah diwarung. Belum dalam skala besar hingga dapat mensupply pasaran yang luas. Produknya seperti sambal sudah berhasil dipasarkan pada beberapa hotel berbintang di Bali. Wine dari buahbuahan seperti salak, rambutan juga tidak bisa dijual dengan skala besar sehingga hanya ditawarkan bila persediaan ada. Bu Nila menyebutkan dirinya sangat fanatik dan benar-benar tidak mau menggunakan bahan-bahan kimia dan penyedap rasa. Dalam pembuatan wine contohnya, sama sekali bu nila tidak menggunakan ragi wine untuk mempercepat fermentasi akan tetapi Bu Nila punya teknik tersendiri untuk mengolah buah-buahan ini menjadi minuman dengan rasa yang luar biasa. Dalam wawancara Bu nila juga mengeluhkan tidak banyak orang lokal yang peduli akan kesehatan. Makanan yang dicari pasti yang enak, harga murah dan porsi besar. Di warung sari bodag meliah porsi makanan dihitung berdasarkan nilai gizinya, hanya saja bila ditanya soal rasa Nilawati menyatakan: Ya begitu, makanan organik rasanya hambar karena saya tidak pakai penyedap yang kental ya rasa daun dari sayur-sayurannya, mungkin hanya dapat aroma bawang putih saja (Wawancara 21 Agustus 2015). Mempopulerkan makanan organik merupakan tantangan bagi Nilawati selain perlu dukungan dari berbagai pihak dorongan masyarakat untuk mengkonsumsi makanan sehat masih kurang terkendala harga bahan bakunya.
143
Begitu juga pola pikir instan dalam mengkonsumsi makanan organik yaitu pada saat dikonsumsi maka saat itu pula tubuh akan menjadi sehat padahal sangat perlu dikonsumsi secara teratur. 5.1.5
Ni Wayan Murni pemilik Murni’s Warung.
Gambar 5.9 Ni Wayan Murni Sumber: www.murniswarung.com
Wayan Murni adalah salah satu pioner kuliner Bali di Ubud. Dedikasinya diawali tahun 1974 dan usahanya yang terkenal dengan nama Murni‟s Warung telah dan tetap menjadi bagian dari perkembangan pariwisata Ubud dalam hampir lima dekade. Sebagai mother of Ubud, Murni telah menunjukkan bahwa perempuan memiliki kesempatan untuk menjadi seorang pemimpin dan sosok yang menginspirasi. Sekitar tahun 1960-an berjualan kain dari Ubud ke Sanur dengan bersepeda. Ia biasa berjualan di Sanur sekitar kawasan Bali Beach, tidak setiap hari ia datang ke sanur, hanya ketika ia mendapat kabar bahwa ada wisatawan yang datang begitupun di Ubud. Warung Murni pada awalnya menyajikan sandwich, nasi goreng, dan minuman dingin, untuk memperoleh bahan-bahan tersebut Bu Murni harus ke Denpasar terutama untuk membeli es.
144
Ketika listrik masuk Ubud pada tahun 1978, warung murni akhirnya bisa mennyediakan beer dingin dan memiliki kulkas (Mann, 2013). Informasi mengenai Wayan Murni sangat mudah ditemukan karena dalam website resmi Warung Murni tersedia berbagai info dari berbagai sumber tentang Murni. Pada saat penelitian ini berlangsung Bu Murni sedang menjalankan perawatan di Thailand menurut informasi yang didapat dari manager dan staff di warung Murni‟s. Untuk tetap menampilkan biografi Wayan Murni maka informasi diperoleh dari para staff dan manajer Murni‟s warung. Wayan Murni lahir di Peliatan, sebelum memiliki murni‟s warung Bu murni hidup dalam kemiskinan. Bu Murni tidur dikandang babi, ayam, mencari kayu bakar, memanjat pohon kelapa, durian dan mangga. Bu Murni juga bekerja disawah seperti buruh panen padi, mengumpulkan keong sawah, sampai mengangkat pasir dan batu dari sungai wos, dalam kutipan artikel Murni-A Tourism Pioner oleh Al Hickey pada majalah Bali Advertiser 2011 menceritakan lebih lengkap seperti dibawah ini: During the poverty stricken early years of Indonesia‟s post war independence in the 1950s, Murni slept with the pigs and the chickens, cut firewood, and climbed trees for coconuts, durians and mangos. She trapped rice paddy eels, river shrimps and catfish and collected snails along the tiny dirt track that was later to become Jalan Bisma. To help feed the family she helped her father sell a fruit flavored ice drink (es hIm) from the back of his bicycle. There was also heavy labor, even for small girls, carrying sand and rocks on her head from the river to sell on the road to big trucks rumbling by (Bali Advertiser, 2011). Bu Murni sebelum mendirikan warung murni adalah seorang penjual kain di sanur, tahun 1960-an Bu Murni memiliki tiga warung sekaligus yang menjual tekstile dan barang-barang antik. Bu Murni merintis usahanya tidak dimulai dari
145
usaha kuliner yang sangat populer dikalangan wisatawan mancanegara ini tetapi berawal dari menjual kain-kain sarung Bali dan benda-benda antik yang dikumpulkannya. Kadek Santosa, manajer Murni‟s warung juga menyampaikan hal yang sama pada mulanya Bu Murni tidak secara khusus membuka warung makan seperti sekarang. Menurut ceritanya, Bu Murni dulu mengontrak tanah didekat jembatan, ia berjualan macam-macam diwarungnya. Hingga akhirnya Bu Murni bertemu Patrick Moore Scanland yang kemudian menjadi suami kedua Bu Murni. Bersama Pat, Bu Murni membeli tanah yang dikontraknya dan membuka Murnis warung hingga sekarang ini. Warung menjadi sangat ramai dan dikunjungi oleh orang-orang yang datang dari berbagai penjuru dunia, bahkan Janet de NeeFe juga menulis warung murni adalah tempat di Ubud yang sering didatangi saat melakukan penelitian tentang makanan Bali (Wawancara 20 Agustus 2015). The Jakarta Post tahun 2001 menyebut Ibu Murni sebagai „The Ibu of Ubud‟, dalam artikel ini diungkap bahwa semua orang yang datang ke Ubud pasti kenal dengan Bu Murni dan tentu saja makanan yang disajikan di warung yang bagi wisatawan adalah obat bagi wisatawan yang mengalami home sick. dalam artikel ini Rob Goodfellow menulis: By the mid-1970s Murni had returned to Ubud where she created the first real restaurant in the area - Murni's Warung. Ever since it has been one of the places to go in Bali. Today Murni's Warung employs over 60 staff and continues to serve patrons from all over the world. It has been called the most romantic restaurant in Ubud. (Goodfellow, 2001). Warung Murni adalah tempat berkumpulnya para wisatawan pada waktu itu, tidak hanya digemari oleh orang lokal warungnya juga dikunjungi oleh para
146
seniman, penulis, pelukis yang diantaranya adalah Charlie Chaplin, Noel Coward, Barbara Hutton, the Woolworths' heiress, Colin McPhee the ethno-musicologist Jane Belo anthropologist, Vicki Baum novelist, Margaret Mead and Gregory Bateson anthropologists. Pada buku yang berjudul Forty delicious years 19742014 Murni‟s warung Ubud (Gambar 5.10) tercatat 40 tokoh yang berbicara tentang Murni‟s Warung dua diantaranya adalah Professor Michael Hithcock dan Janet deNeefe yang mengungkapkan kesannya terhadap Ibu Murni dan Murni‟s warung.
Gambar 5.10 Forty Delicious Years Sumber: Foto Penelitian
147
5.1.6
Sang Ayu Putu Wija pemilik Nasi Ayam Kedewatan.
Gambar 5.11 Sang Ayu Putu WIja Sumber: Foto Penelitian Ibu Mangku, begitu sapaan akrab Sang Ayu Putu Wija pemilik Warung Nasi Ayam Kedewatan yang popular dikalangan wisatawan nusantara dan masyarakat lokal sekitar. Ibu Mangku kelahiran 1938, mengelola usaha warung yang dirintisnya sejak tahun 1965 mulai dari berjualan keliling hingga memutuskan membuka warung dirumah. Kini Ibu Mangku memang tidak lagi secara langsung mengelola usahanya. Ibu Mangku dibantu adik perempuannya yang bernama Sang Ayu Rani dan putranya Sang Putu Putra yang mengelola usaha warung nasi ayam kedewatan khusus cabang Denpasar dan Badung. Saat ini Ibu Mangku lebih banyak menjalankan tugasnya sebagai Mangku Desa mendampingi suaminya yang bernama Sang Nyoman Cor. Ibu mangku menceritakan masa kecilnya yang sempat pindah ke Denpasar untuk bersekolah. Ibu Mangku memaparkan cerita masa kecilnya sebagai berikut: Saya dulu sekolah udah umur 10 tahun, lalu orang sini bentuk sekolah diwantilan waktu itu saya sudah bisa kesawah ambil ketela rambat dan waktu itu saya diambil kelian adat agar bersekolah. Waktu dulu dapat bantuan bangku dari pemerintah, lalu setelah tamat SD saya ke Denpasar dan sekolah di SMP Panti Yasa. Sameton saya ada lima, Sewaktu kecil saya
148
disuruh pelihara sapi, saya gak punya kerja sampai menikah saya juga belum ada kerja apa-apa (Wawancara 20 Desember 2015). Bersama Sang Nyoman Cor, Ibu Mangku dikaruniai empat orang anak dua laki-laki dan dua perempuan. Setelah berkeluarga Ibu Mangku baru merasakan bahwa dalam berkeluarga ia tidak menghasilkan apa-apa karena saat itu hanya bisa menjaga anak-anaknya. Suatu waktu pada perayaan hari Galungan Ibu Mangku memasak makanan untuk keluarga nasi dan lauk-pauk semua saudara menyukainya. Ibu Mangku lalu coba-coba menjualnya ke tajen, dan berpindahpindah tempat kalau ada tari-tarian dan odalan di Pura, Ibu Mangku pasti berjualan disana. Tahun 1980-an, Ibu Mangku memutuskan untuk berjualan dirumahnya sendiri, ia bercerita dulu rumah suaminya ini tak seperti sekarang, semua masih pakai bedeg bambu. Bila diamati memang warung yang sekaligus kediaman Ibu mangku dan keluarga besarnya sekarang ini bangunan dan arsitekturnya tidak bisa dikatakan biasa saja, ukiran Bali dan tata ruang bangunannya mengikuti filosofi rumah adat Bali. Saat wawancara Ibu Mangku juga menunjukkan rumah bagian belakangnya yang masih menggunakan bedeg bambu. Hanya seorang dari anaknya yang ikut serta mengelola warung Ibu Mangku, dua anak perempuannya yang sudah menikah memiliki pekerjaan masing-masing sedangkan satu putranya lagi memilih bekerja di Hotel. Bu Mangku menyampaikan dalam wawancara bahwa kini keluarganyalah yang membesarkan warung nasi ayamnya. Aktivitas Ibu Mangku sekarang ini lebih banyak mendampingi suami menjalankan tugasnya sebagai seorang Mangku Desa. Baginya tugas sebagai mangku bukan hal baru lagi karena orang tua Bu Mangku
149
adalah keturunan Mangku Dalem di Desa Mekar Sari Kedewatan. Bu Mangku mengatakan: Saya meladeni masyarakat dan ini secara turun-menurun karena saya berasal dari keluarga mangku, ajik saya mangku dalem dan suami saya mangku desa, sekarang saya banyak ikut suami dan banyak bikin banten. (Wawancara 20 Desember 2015). Ibu Mangku juga merupakan sosok perempuan yang memperhatikan perubahan perilaku para perempuan Bali mulai dari cara berpakaian dan kritiknya terhadap perempuan yang tidak mau belajar mejejaitan. Bagi Bu Mangku yang seorang mangku, perilaku perempuan sekarang ini perlu dikritik. Zaman memang sudah modern tapi segala adat dan tradisi perempuan Bali khususnya, harus terus dilaksanakan sebagaimana mestinya. Dikalangan wisatawan nusantara, nasi campur Ibu Mangku kedewatan adalah menu makanan yang dapat disebut universal. Berkembang hingga memiliki dua cabang pada lokasi-lokasi yang strategis sangat memudahkan wisatawan untuk menemukan dan mencicipi menu yang menjadi pilihan wisatawan yang tidak mengkonsumsi daging babi. Nasi campur hadir ditengah kontroversi kuliner babi guling sehingga menu ini dapat tetap disandingkan sebagai ikon kulinr Bali. Tidak banyak warung yang dapat mempertahankan cita rasa menu yang disajikan tanpa ada inovasi terhadap menu tersebut dan apresiasi patut diberikan karena Ibu Mangku dan penerus usahanya dapat mempertahankan originalitas nasi campur khas Desa kedewatan.
150
5.1.7
Made Weti pemilik Warung Men Weti.
Gambar 5.12 Made Weti Sumber: Foto penelitian Made Weti, berjualan menu nasi campur sejak 1976 di kawasan Sanur hingga sekarang dengan ciri khas ayam kering dan sambalnya Men Weti, telah banyak memikat pengunjung yang sebagian besar wisatawan nusantara. Pada tahun 2013 Nasi Campur Men Weti mendapat penghargaan sebagai Street Master Food Of The Year peringkat 11 dalam ajang World Street Food Congress (WSFC) yang diselenggarakan untuk pertama kalinya pada 31 Mei- 9 Juni 2013 di Singapura. Winarno (2015:240) menggambarkan Men Weti sebagai sosok perempuan yang menyajikan Nasi Campur sebagai seorang yang anggun, dengan lihai meletakkan lauk nasi satu per satu di piring dengan tangannya, bagai pelukis gemulai menyapu warna di atas kanvas. Men weti memang menyajikan nasi campur ayam yang begitu sedap. Tidak begitu banyak informasi yang dapat dikumpulkan untuk menuliskan biography tentang Men weti. Informasi-infomasi tentang Men Weti diperoleh dari tukang parkir yang kesehariannya memang selalu membantu Men weti membuka
151
warung, informan tersebut bernama Nyoman Kari yang mengenal men weti sejak tahun 1996 dan seorang cucu perempuannya yang bernama Ayu Armini yang ditemui saat launching buku 100 Maknyus Bali oleh Bondan Winarno dan rekanrekan pada tanggal 4 februari 2016. Men Weti diketahui berasal dari Mengwi dan kemudian menikah ke Sanur. Dalam wawancara singkat Ayu Armini menyampaikan: Odah sangat sibuk, masak mulai jam 3 pagi lalu kepantai untuk berjualan, lima pegawainya membantu dari pagi sampai warung tutup, kemudian menyiapkan bumbu-bumbu setelahnya. (Wawancara 4 Februari 2016). Nyoman Kari yang ditemui di kawasan pantai sanur juga mennyampaikan bahwa men weti tidak terlalu suka diwawancara, kalau foto-foto saja masih memungkinkan karena situasi warung yang selalu ramai kalaupun selesai berjualan men weti harus segera pulang untuk melanjutkan persiapan memasak bahan-bahan yang akan dijual esok paginya, pak nyoman menyampaikan: Memek masak dari jam 3 pagi dibantu lima orang, mbok nengah, pak udik sama tiga lagi pegawainya yang dari nusa penida, saya lupa namanya. Saya gak tahu gimana memek jualan, tapi orang-orang bilang memek jualan dari jaman nol dari nasi harga seribu rupiah dan sebelumnya memek jualan diseberang tempatnya yang sekarang...utara tempatnya sekarang (Wawancara 2 Januari 2016). Men Weti berasal dari Mengwi, Gulingan. Menurut cerita Pak Nyoman, suami Men Weti bernama Pak Bandung berasal dari Banjar Gulingan Sanur dan telah meninggal kira-kira empat tahun lalu. Menurutnya men weti adalah tipe orang yang humoris, senang melucu, dan sering marah-marah kepada siapapun termasuk kepada pembeli. Tetapi dalam suatu pengamatan, Men Weti sangat baik pada pengunjung yang terlihat repot bersama dua anaknya, Men Weti menyapa dan mempersilakan ibu tersebut memesan padahal didepan ibu tersebut ada empat
152
antrian. Setelahnya sempat marah-marah sebentar karena ada pelanggan yang menyerobot antrian dan memesan ini itu sehingga men weti tampak kebingungan. Ada hal yang menarik dari warung Men Weti, begitu ramainya pengunjung yang terus datang setiap hari ternyata tidak mengubah pandangan men weti untuk memperluas warung dan meningkatkan fasilitas warung. Nyoman Kari mengatakan: Kalau warung dirubah menurut memek pendapatannya malah menurun, kalau gak percaya meja yang dipakai memek dagang itu meja yang dipakainya dari mulai berjualan dulu, sebenarnya kondisi meja sudah rusak berat hanya papan saja yg masih, kaki-kaki meja kini diganti besi. Kalau peralatan makan memek sering dibawakan oleh tamu-tamu Cina. Memek juga masih suka cicil barang dari pak Jon, katanya kasian kalo suud nyicil temen yang lain gak bisa hidup (wawancara 2 Januari 2016). Tidak hanya warungnya yang menyimpan rahasia unik Men Weti, ternyata nasi campur men weti juga menjadi menu favorit kalangan pejabat seperti I Ketut Sudikerta, Wakil Gubernur Bali periode 2013-2018 adalah pelanggan setia men weti. Ketika Pak Sudikerta berhasil dalam pemilihan sebagai wakil bupati badung dan kemudian menjadi wakil gubernur Bali, Bapak Wakil gubernur Bali ini mentraktir pengunjung Men Weti sebanyak tiga kali untuk merayakan kemenangannya sebagai wakil terpilih dan beliau pun sering memesan masakan Men Weti. Diceritakan dulu Men Weti masih berjualan keliling dan sering naik angkot yang kebetulan supirnya adalah Pak sudikerta. Mari Elka Pangestu Menteri Pariwisata Ekonomi dan Kreatif Indonesia yang ke 13 pada masa jabatannya juga pernah diberitakan mengunjungi warung Men Weti pada 19 April 2014, dikutip dalam artikel ini "Akhirnya saya kesampaian juga makan di warung Men Weti" (Kompasiana.com, 2014). Men
153
Weti saat ini tinggal besama keluarga besar almarhum suaminya, men weti sampai sekarang masih mengelola warungnya secara mandiri. Dalam sehari men weti menghabiskan 50 ekor ayam, ayam tersebut dibagi dalam dua jenis yaitu ayam kampung dan ayam boiler. Untuk sayuran dan bahan bumbu-bumbu men weti dibawakan langsung oleh supplier kerumahnya. Sama halnya dengan Ibu Mangku Kedewatan, Men weti sangat konsisten mempertahankan originalitas nasi campur ayam yang telah menjadi ikon sanur selama empat dekade. Kian lama usahanya semakin maju dan kesempatan itu tidak dinikmatinya sendiri, diikuti oleh anak menantunya yang juga membuka warung nasi campur. Men Weti telah memberi kesempatan bagi penerusnya untuk melestarikan menu nasi campur pinggir pantai yang legendaris. 5.1.8
Ni Ketut Tjuki pemilik Warung Mak Beng.
Gambar 5.13 Mak Beng bersama seorang pengunjung Sumber: Foto Pribadi Pak Dodit Ni Ketut Tjuki, perempuan kelahiran Sanur yang menikah dengan seorang pria Tiong Hoa bernama Nyoo Tik Gwan (I Gede Putu Winaya). Warung yang didirikan pada tahun 1941 menjadi saksi perkembangan pariwisata dikawasan
154
Sanur, adapun fakta menarik dari warung yang berdiri sebelum jaman kemerdekaan adalah warung berkembang pada saat kawasan Sanur belum menjadi daya tarik pariwisata buktinya dua puluh tahun setelah warung didirikan pembangunan pariwisata baru dimulai yaitu tahun 1966 dimana Hotel Bali Beach yang sekarang disebut Inna Grand Bali Beach baru mulai beroperasi. Ketut Tjuki mempunyai seorang Putri yang diberi nama Tia Beng (Ni Putu Sulastri). Warung Mak Beng pertama kali menjual beragam macam makanan, yang biasa dibeli oleh para nelayan-nelayan di Sanur pada waktu itu. Tia Beng bercerita bahwa dulu ia sering membantu mamak berjualan, soup dan ikan goreng menu andalan warung tersebut sebenarnya tak sengaja dijual karena dulu tak selalu ada ikan maka Mak Beng menjual makanan seperti nasi campur yang isinya berbagai macam lauk dan mie. Tia Beng mengatakan: Saya dulu sering bantu orang tua, semuanya ngawur campur ini campur itu ada pembantu suru ngulig-ngilig. Mamak jualan jam 5 pagi lalu ada dah dagang yang bawa ikan belilah mamak seukuran segini gitu (menunjuk telapak tangan), mamak juga jual mie, ikan-ikan saya goreng kalau dapat ikan besar lama-lama buat soup kepala ikan. Dulu jual nasi Cuma 200 rupiah, isinya nasi,sayur, telur, mie,daging sapi, sambal (wawancara, 08 Januari 2016). Nama Mak Beng sendiri sebenarnya tidak sengaja menjadi ikon warung ini. Menurut Putu Sulastri putri satu-satunya dari Ni Ketut Tjuki, nama Mak Beng menjadi nama warung karena nama kecilnya yaitu “Beng”. Teman dan tetangga disekitar akhirnya panggil nama ibu dengan sebutan Mak Beng hingga nama itu menjadi nama warung sampai sekarang. Tia Beng mengenang masa kecilnya lalu bercerita:
155
Mamak di warung dipanggil Mak Beng, Tia Beng saya, Beng...Beng panggilan saya di warung lalu orang-orang panggil mamak.. Mak Beng (wawancara 8 Januari 2016). Dari pernikahannya Tia Beng dengan I Made Kolim yang berasal dari Suk awati, ia memiliki empat anak dan kini cucu Mak Beng yang bernama Agus Mahendra atau sapaan akrabnya biasa dipanggil Dodit adalah pengelola warung sejak tahun 2000. Pak Dodit menceritakan sejarah berdirinya warung berdasarkan yang diketahuinya sejak kecil karena hampir sebagian besar waktu bermainnya di warung. Pak Dodit menyampaikan: Pada tahun itu nenek saya Mak Beng membuka warung, warung itu sangat sederhana jualan kopi, teh jajan Bali pada permulaannya, sekitar tahun 1950 baru jualan nasi yaitu nasi campur ada mie, daging, ikan laut, abon sekitar tahun 1970 baru ada menu seperti ini spesial sup ikan laut. Ciri khas warung ini sambal sejak pertama kali dibuka sambal sudah ada lalu sup ikannya. Resep sambel ini sudah dibuat dulu sama nenek, kemudian karena dekat laut ada ikan jadi pas ada sup ikan dan ikan gorengnya (Wawancara 07 Januari 2016). Para pengunjung warung Mak Beng didominasi oleh pengunjung lokal dan wisatawan nusantara. Perbandingannya 20 persen wisatawan mancanegara dan 80 persennya wisatawan nusantara. Selama pengamatan, memang wisatawan mancanegara yang datang sedikit dalam sehari hanya ada 2-3 orang saja yang datang namun makanan ini menjadi favorit para pengunjung lokal sekitaran Sanur dan Denpasar bahkan dijumpai rombongan keluarga yang sengaja dari Ubud untuk sarapan di warung Mak Beng. Tahun 1980 menurut Pak Dodit warung mulai banyak dikunjungi wisatawan yang tinggal dikawasan ini. Menurutnya rasa sambal, sup dan ikan goreng sulit diterima oleh para wisatawan akan tetapi pernah ada seorang wisatawan mancanegara yang sangat penasaran dengan situasi ramai di warung Mak Beng, mungkin karena antri tempat duduk karena dulu warung ini
156
kecil hanya memuat 10-20 orang. Ternyata setelah dapat mencicipi masakan Mak Beng, wisatawan itu sampai datang dua kali sehari. Bagi Pak Dodit, Mak Beng adalah sosok yang disegani, sangat hebat dalam memimpin warung. Mak Beng memiliki jiwa sosial yang tinggi dan mencintai keluarganya. Pak Dodit sangat merasakan kasih sayang neneknya, pernah pada saat ia sakit sang nenek lah yang merawatnya. Pak Dodit juga mengungkapkan bahwa Mak Beng adalah seorang yang sangat memperhatikan penampilanya, setiap hari selalu berpakaian rapi dan yang pasti harus memakai kebaya dan kamen serta salah satu perhiasan favoritnya yaitu engsel berbahan emas yang sering dipakai oleh para perempuan jaman dulu. 5.2 Analisis biografi Mengungkap kisah perjalanan hidup para subjek penelitian membutuhkan banyak informasi. Biografi delapan subjek penelitian adalah riwayat hidup para pendiri usaha kuliner di Bali. Ada perbedaan dan persamaan dari kedelapan tokoh perempuan pengusaha kuliner. Perbedaan diantaranya dalam memajukan kuliner melalui pariwisata dapat dilihat dari sejauh mana mereka mengelola usaha dengan melakukan inovasi seperti membuka usaha sampai keluar negri seperti yang dilakukan Made Masih. Wayan Murni yang menjalin relasi dengan para pengunjung warung hingga dari mulut ke mulut warungnya dikenal sampai tokohtokoh ternama yang pernah berkunjung ke Bali. Janet deNefee dengan kreatifitasnya memajukan kuliner Bali dengan banyak menulis resep-resep makanan pada buku yang telah diterbitkannya. Tidak semua berkiprah sampai ke mancanegara tetapi tetap berkreatifitas dalam negri dengan menerapkan konsep
157
makanan original, fusion dan sehat sehingga tetap menarik wisatawan untuk datang berkunjung. Persamaan para perempuan pengusaha kuliner dalam hal memajukan kuliner dan mengelola usahanya adalah sebagai berikut: 5.2.1
Konsisten
dalam
mempertahankan
citarasa
dan
originalitas
makanan. Para pemilik tetap konsisten dalam mempertahankan cita rasa dengan mempersiapkan bahan baku yang kemudian diproses sendiri guna menjaga kerahasiaan resep dan rasa. Pak Dodit, pengelola warung Mak Beng mengatakan: Untuk sambel saya proses sendiri karyawan biasanya menyiapkan bahanbahan saja, semua takaran saya yang tahu jadi sementara ini resep sambal khas Mak Beng masih terjaga rahasianya (Wawancara 07 Januari 2016). Berbeda dengan Nilawati yang mengajarkan semua teknik pengolahan bahan baku kepada karyawannya. Bu Nila menyampaikan: Saya gak mau pintar sendiri, semua yang saya tahu saya bagi ke karyawan. Mereka saya ajari macam-macam semua itu bukan untuk saya tapi untuk mereka (Wawancara 21 Agustus 2015). Nilawati memang mengajarkan semua keahliannya pada para staff dan pegawai karena keinginannya untuk memperdalam pertanian organik dan pengolahan bahan baku organik dengan harapan para staff nya memahami pertanian organik sehingga dapat diterapkan secara berkesinambungan dalam usaha yang dikelolanya. Warung Nasi Ayam Kedewatan dan Warung Men Weti konsisten dengan mempertahankan menu nasi campur yang universal begitu juga Warung Babi Guling Oka yang secara turun-temurun menyajikan menu Babi Guling di warung yang sudah memiliki tiga cabang dan selalu ramai pengunjung. Pengolahan
158
beberapa masih dilakukan dengan cara tradisional khususnya unutk menjaga cita rasa makanan. Babi Guling Oka contohnya konsisten dengan pengggunaan kayu bakar dari batang kopi untuk menciptakan aroma yang khas pada babi guling. Konsistensi perempuan pengusaha kuliner juga dapat dilihat dari menumenu lokal yang beragam dari menu yang ditawarkan kepada wisatawan. Mereka selalu berupaya mempertahankan originalitas menu dan dengan kreatifitas yang mereka miliki menu-menu makanan lokal Bali seperti ayam betutu, lawar, babi guling, disajikan dengan lebih menarik sehingga wisatawan juga termotivasi untuk mencicipi makanan Bali. Sementara ini untuk menu yang beragam hanya dapat ditemukan di Murni‟s Warung, Casa Luna, Warung Bodag Meliah, Warung Made yang menyajikan varian menu dengan harga yang terjangkau. Wisatawan memiliki kesempatan untuk mencoba menu-menu baru hasil kreativitas pemilik usaha kuliner. Tetapi hal ini tidak berlaku pada Men Weti, Mak Beng, Warung Ayam Kedewatan, Warung Babi Guling Oka yang hanya memiliki menu utama satu jenis saja, konsistensi diperlukan untuk menjaga ciri khas warung. 5.2.2
Terlibat dalam pengembangan pariwisata dengan memperkenalkan menu lokal. Perempuan pengusaha kuliner memang pada awal mendirikan usaha
mengakui tidak memiliki cara khusus atau tim yang memang tugasnya untuk memperkenalkan makanan yang mereka sajikan di warung atau restorannya. Cara tradisional masih digunakan dengan melakukan pendekatan dengan konsumen menerima masukan oleh konsumen dan kemudian menganalisa apa yang menjadi kekurangan dan kelebihan menu-menu yang ditawarkan. Apabila warung dan
159
restoran ingin memperkenalkan menu baru maka yang dilakukan adalah mengenalkannya kepada wisatawan tetapi sebagian besar menu tersebut adalah hasil kreatifitas perempuan pengusaha yang tidak mengubah originalitas rasa. Warung Babi Guling Oka contohnya menambahkan sup sayuran pada menu babi guling, tujuannya untuk antisipasi beberapa pengunjung yang tidak bisa menyantap hidangan lawar. Warung Bodag Meliah bahkan sering melakukan perubahan menu, hal ini disebabkan oleh ketersediaan bahan baku yang tumbuh di Kebun Sari Farm Organic. Hanya warung Mak Beng, Men Weti, Ayam Kedewatan dan Babi Guling Oka yang tidak menambah produk karena mereka bertahan dengan ciri khas warung masing-masing. Pada awalnya menu-menu warung dan restoran diperkenalkan dari mulut ke mulut, yang artinya informasi warung dan restoran tersebut diperoleh dari teman yang telah mengunjungi tempat tersebut sedangkan sekarang pemanfaatan media sosial seperti facebook, dan web resmi mulai diberlakukan dengan menggunakan foto-foto dan informasi yang diunggah melalui media sosial. Penelusuran
media
internet
Made‟s
warung,
Murni‟s
warung,
Casaluna/Indus, secara konsisten menggunakan web resmi dan facebook untuk membagi informasi seputaran menu, sejarah warung, dan fitur-fitur yang memberikan informasi mengenai warung dan restoran. Men weti, Bu Mangku Kedewatan, Mak Beng, Bodag Meliah, Babi Guling Oka tidak terlalu aktif dengan media sosial. Kedelapan warung objek penelitian ini juga terdaftar di Trip Advisor yang isinya ulasan para pengunjung warung dan restoran.
160
Pada kebanyakan bisnis, branding atau rekognisi suatu brand dilakukan lewat iklan. Warung Made tidak terlalu banyak dalam mempromosikan lewat iklan. Branding kami dilakukan melalui pelanggan kami, koran, majalah dan wawancara yang membantu kami membuat Warung Made menjadi sebuah brand. Tetapi yang paling penting adalah pelanggan kami. Mereka membantu membuat nama kami menjadi sebuah brand, sekarang kami terkenal di Indonesia dan banyak negara lainnya Made Masih dalam (Seminar Branding 01 Oktober 2015). Hal yang dikemukakan Made Masih hampir sama dengan Agung Rai manager warung Bodag Meliah, Agung Rai menyampaikan: Kami tidak punya sistem promosi khusus, tempat yang strategis bukan itu yang menarik pengunjung tapi para jurnalis yang saget sampun nulis jeg sampun ngenah di majalah. Tahap marketing yang paling hebat itu dari mulut ke mulut (Wawancara 23 Agustus 2015). Hodza et al (2012) menyebutkan para peneliti, perusahaan dan pengelola usaha sudah sejak lama mengakui bahwa word of mouth adalah kegiatan pemasaran yang paling penting, karena sangat efektif dalam membentuk sikap dan motivasi konsumen dalam pengambilan keputusan untuk menentukan produk atau jasa yang menjadi minat mereka. Tetapi perkembangan internet juga tidak bisa dipungkiri dalam perkembangan dunia yang telah mempengaruhi sistem pemasaran diberbagai jenis industri termasuk pariwisata. Berdasarkan pengamatan, Agus Mahendra atau Dodit Mak Beng sering kali mengunggah aktivitas warung pada akun pribadinya misalnya ketika ada peliputan dari beberapa statiun TV nasional tentang Kuiner Khas Mak Beng dan ia juga sering mengunggah informasi-informasi terkini dari mak Beng. Men Weti juga memiliki akun twitter yang menggunggah informasi terkini dari warung
161
terutama informasi jam buka atau tutup. Made‟s Warung juga melakukan hal yang sama bahkan tampak lebih baik karena terdapat admin yang merespon komentar para pengunjung dan informasi secara aktif diunggah terutama pada hiburanhiburan yang tersedia tiap minggunya di Made‟s warung. Murni‟s warung dan Casa Luna/Indus lebih memanfaatkan website yang langsung terhubung dengan fitur-fitur lain selain info mengenai kuliner pengunjung juga dapat mencari informasi tentang aktivitas mengenai Bu murni dan Janet deNefee. Warung Bodag meliah, Warung Babi Guling Oka, Warung Nasi Ayam Kedewatan belum menunjukkan penggunaan sosial media walaupun ditemukan facebook dengan nama warung-warung tersebut dalam penelusuran akun facebook tersebut dibuat karena kebutuhan para penikmat kuliner yang ingin berbagi pengalaman saat berkunjung di warung-warung tersebut tanpa ada keterlibatan para pemilik warung dalam mengelola akun ini. Ketiga warung ini tergabung dalam Fanpage Indonesian Restaurant di wilayah Ubud. 5.2.3
Mempertahankan eksistensi warung. Perempuan pengusaha kuliner juga menunjukkan bahwa eksistensi warung
dalam perkembangan kuliner Bali sangat diperlukan terutama perubahan fungsi yang mempengaruhi keberadaanya di jaman modern sekarang ini. Spang dalam (Guy,2005) telah melakukan sebuah penelitian mengenai perubahan fungsi restoran dimasa lalu sampai sekarang untuk lebih memahami keberadaan restoran di Paris sebagai kategori fine dining yang didefinisikan sebagai restoran dengan pelayanan berkualitas dan sangat formal.
162
Dari wawancara dengan para food blogger dan jurnalis yang telah mengunjungi berbagai warung, restorandan rumah makan di Bali warung adalah sebagai berikut dalam tabel 5.1. Tabel 5.1 Definisi Warung No Nama 1 Bayu Yunantias Asmus
2
3
4
5
Definisi Warung Warung adalah tempat makan yang sifatnya informal dan casual, warung itu adalah melting poin tempat berkumpul terdapat fungsi sosial dan fungsi makanan (Wawancara 4 Januari 2016). Dinda Paramaningtias Warung itu memberi pengaruh yang sangat unik, di Sudibya warung itu pengunjung merasa akrab, tempat berkumpul sangat berbeda dengan restoran (Wawancara 3 Januari 2016). Vina Angelina Warung, lebih terdengar seperti sederhana, murah, Hadiwidjaja Putri merakyat. Terkadang terkesan kurang nyaman, namun sekarang sudah banyak tempat makan bertitle warung yang membuat tempat makannya terlihat nyaman dan menarik untuk dikunjungi (Wawancara 29 Desember 2016). I Gede Eka Sutrisno Warung, kata yang lebih tradisional dari restoran, scopenya lebih kecil dari restoran dan menjual makanan yang tidak fancy (tradisional), dengan skill pengelolaan yang simple (Wawancara 2 Januari 2016). Tria Nuragustina Warung memiliki pengertian rumah makan sederhana, bisa berupa kedai, tenda kaki lima, yang mengisyaratkan sajian lokal dalam suasana merakyat (Wawancara 27 Januari 2016). Sumber: hasil wawancara 2015-2016 Definisi-definisi diatas mengungkapkan warung adalah rumah makan
sederhana yang memiliki cirikhas lokal, tradisional, sederhana dan tempat berkumpul untuk bersosialisasi. Penggunaan kata warung memang sangat mempengaruhi persepsi terhadap kondisi dan situasi warung-warung yang dipahami melalui pengertian diatas sedangkan kenyataannya warung-warung tersebut telah mengalami perubahan melalui inovasi dari para pemiliknya.
163
Warung Murni bahkan tetap menampilkan lukisan warung yang dibukanya sejak tahun 1974 agar semua pengunjung mengetahui bahwa awal Murni‟s warung hanyalah sebuah warung sederhana. Menurut Bu Made Masih dan Bu Nila Sari, tetap menamai usahanya warung karena merasa selalu terhubung dengan masa lalu dan merupakan bagian dari tradisi masyarakat Bali secara khusus beristirahat, berinteraksi dan menikmati makanan dan minuman diwarung. Made Masih menyatakan Jika dulu orang di Jakarta bertanya tentang bisnis apa yang saya punya, saya memberitahukan mereka bahwa saya punya sebuah warung. Mereka bilang “Maksud Anda sebuah Restoran”, “Tidak” Saya bilang “Saya punya sebuah warung.” Pada saat itu, warung bukanlah Restoran, kata warung belum memiliki brand. Sekarang kata warung ada dimana-mana Telkomsel punya “wartel” – warung telekomunikasi Warung Made membantu untuk memberikan brand nama warung tersebut. Warung Made Kuta sekarang terkenal dengan turis asing dan turis lokal. Kami tidak pernah mencoba untuk memberikan brand pada bisnis kami. Itu terjadi begitu saja. (Made Masih,2 Oktober 2015). Ungkapan Made Masih diatas memang menekankan bahwa warung memiliki nilai dimasa lampau, walaupun usahanya telah berkembang layaknya restoran ia ingin tetap menyuguhkan suasana warung yang sesungguhnya. Hal ini digambarkan dalam Teori Eric Hobsbawn invented tradition sebagai sebuah proses yang terkait dengan masa lalu yang secara berkelanjutan mengalami perubahan
dalam
bentuk
inovasi-inovasi
yang
memotivasi
terjadinya
perkembangan warung serta kegiatan yang menjadi aktivitas utamanya. Invented dapat digambarkan sebagai bentuk kepercayaan yang tertanam dari masa lalu akan tetapi masih dapat dirasakan sampai sekarang sebagai sesuatu yang nyata. Berdasarkan hasil pengamatan pada lukisan yang diberi judul “The Original Murni‟s Warung Circa Mid 1970‟s showing the old bridge in the foreground” ini
164
lebih dalam dapat membangkitkan imajinasi bahwa sebelumnya Warung Murni yang berada tepat disebelah Jembatan Campuhan Ubud hanyalah sebuah warung yang sederhana dan menampilkan aktivitas di Warung Murni. Pada tahun 1992 warung direnovasi besar besaran tapi tetap mempertahankan cirinya sebagai warung makan dengan nuansa tradisional bukan dengan nuansa modern. Warung Made di Seminyak juga demikian melakukan hal yang sama, warung yang semula sangat sederhana juga mengalami inovasi namun tetap membangkitkan pengalaman dimasa lampau dengan foto-foto yang dipajang oleh Bu Made. Penataan meja makan dan kursi panjang yang identik dengan warung semakin mengentalkan suasana warung yang selalu ramai pengunjung. Begitu pula di warung Mak Beng juga terdapat lukisan yang mengilustrasikan situasi warung pada masa lalu. Warung Bodag Meliah mempertahankan kesan informal dengan menciptakan situasi yang nyaman dan sederhana bagi wisatawan yang berkunjung. Perubahan merupakan hal yang dinamis, begitu juga warung-warung yang menjadi objek penelitian ada yang masih mempertahankan tampilan warungnya sejak pertama dibuka pertama kali dan kebanyakan sudah mengalami perubahan karena perkembangan jaman. Para perempuan pengusaha kuliner menegaskan nama warung sesungguhnya sudah melekat bagi orang Bali, perkembangan jaman telah
mengubahnya
menyesuaikan
seperti
kebutuhan
sekarang
konsumernya.
warung-warung Beberapa
telah
dari
berinovasi
mereka
juga
mengungkapkan bahwa mengurus ijin dan pajak warung tidak sesulit mengurus restoran. Berbicara mengenai warung ternyata ada fenomena yang dicermati
165
dilapangan khususnya dari para wisatawan nusantara, kebanyakan dari mereka memilih bersantap di warung karena restoran terkesan mahal dan formal sedangkan wisatawan mancanegara kurang memahami definisi warung. Bagi masyarakat Bali khususnya warung merupakan tempat bersosialisasi. Tampak jelas keberadaan warung memang sangat identik dengan kehidupan sosial dan budaya masyarakat Bali pada khususnya. Bila bersantap ke restoran menunjukkan status sosial seseorang sedangkan ke warung adalah tempat bersosialisasi karena kesan informal sehingga orang-orang yang berkunjung lebih santai dan berpenampilan casual. 5.2.4
Mengatasi persaingan dengan bijak. Persaingan usaha kuliner pada tiga kawasan pariwisata ternyata tidak
mempengaruhi keberadaan warung dan restoran objek penelitian untuk terus berkembang, bahkan mereka menanggapi persaingan tersebut dengan sangat bijak. Agung Rai (Wawancara 23 Agustus 2015) menyikapi persaingan masingmasing warung dan restoran hanya bisa dilakukan dengan menonjolkan jati diri masing-masing. Masih ada warung dan restoran yang meniru menu kami di Warung Bodag Meliah karena memang makanan organik di kawasan
ini
dipelopori oleh warung organik yang didirikan oleh Nilawati. Kadek Santosa (Wawancara 20 Agustus 2015) manager Murni‟s Warung menyikapi persaingan dengan berbeda, menurutnya persaingan pasti akan selalu ada, tapi Murni‟s warung sudah memiliki ciri dan standarnya sendiri, silahkan bila ada yang meniru tapi semua kembali pada konsistensi warung itu sendiri.
166
Dodit Mak Beng, mengungkapkan bahwa adanya restoran atau warung yang memiliki menu sama dengan Mak Beng itu bukan suatu persaingan. Menurutnya bagaimana kita bisa berbuat sesuatu yang baik untuk terus menjaga agar menu ini tetap ada, kalau saya saja yang sendiri buka warung ikan tentu saya berjuang sendiri, tapi bila ada warung lain menyediakan menu yang sama dengan Mak Beng itu adalah penghargaan karena mereka ikut melestarikan menu ini. saya tidak melihat semua itu sebagai persaingan, bahkan tidak ada persaingan. Sama halnya dengan made masih, untuk menjaga agar bisnis tetap kuat adalah dengan bersaing
sehat,
kami
harus
bekerja
keras.
Sangatlah
penting
untuk
mempertahankan standard, tetap kreatif dan bersikap baik terhadap para staff (Wawancara 07 Januari 2016). Untuk persaingan antar usaha kuliner sekarang ini cukup banyak karena pertumbuhan warung dan restoran mengalami peningkatan dimasing-masing kawasan penelitian. Hasil pengamatan menunjukkan Nasi Ayam Kedewatan memiliki saingan yaitu Nasi Ayam Mardika yang tepat berada di utara warung, menu yang disajikan hampir sama bahkan tidak ada perbedaan harga dari produk. Murni‟s warung misalnya bersebelahan dengan Rondji Restoran milik Wima Blanco istri dari Mario Blanco, lokasi yang berdekatan juga menimbulkan persaingan ketat, Rondji yang merupakan sosok perempuan legenda, begitu juga Wayan Murni pioner pariwisata Ubud memiliki daya tarik tersendiri bagi para pengunjungnya. Warung Babi Guling Oka, memiliki banyak pesaing tetapi untuk kawasan Ubud, menu babi guling Oka masih menjadi incaran para wisatawan.
167
Warung Bodag Meliah, banyak memiliki saingan di kawasan Ubud karena restoran dengan menu organik kini semakin mudah ditemukan misalnya Bali Budha salah satunya yang juga diklaim sebagai restoran pioner dalam menyajikan menu organik. Di kawasan Kuta Made‟s Warung juga memiliki pesaing bila diperhatikan lokasi warung berdekatan dengan restoran lainnya. Di Kawasan sanur, Mak Beng juga memiliki pesaing, sebagai warung yang menyajikan sup ikan di Pantai Segara pesaing satu-satunya dikawasan pantai adalah Men Gejeg yang berlokasi di Pantai Matahari Terbit. Men Weti juga memiliki pesaing utama yaitu warung Adi di barat pantai Sindu yang pemiliknya adalah anak dan menantu Men Weti. Penyajian menu hampir sama tapi Men Weti punya ciri khas tersendiri. Potensi masuknya pesaing baru saat ini cukup ketat, para pendatang baru memiliki target pasar yang berbeda. Delapan warung yang merupakan objek penelitian adalah warung dan restoran yang telah memiliki image tersendiri bagi para konsumennya. Para konsumen bisa datang berkali-kali untuk menikmati menu yang disajikan atau sekedar ingin merasakan suasana autentik Bali di masing-masing kawasan. 5.2.5
Memiliki empat karakter khusus dalam mengelola usaha kuliner Dhaliwal (2000) perempuan memiliki dua karakter sebagai perempuan
pegusaha terutama di Asia yaitu independent, perempuan dalam karakter ini lebih berambisi dalam meningkatkan keuangan keluarga, rasa bosan karena hanya mengurus anak dan rumah tangga terkadang sampai frustasi jika hanya berdiam diri dirumah, memilih menjalankan usaha yang sesuai hobinya dan waktu adalah hal yang berharga, memulai bisnis dalam skala kecil dan biasanya memiliki latar
168
belakang keluarga yang berwira usaha. Kedua hidden, disebut hidden karena mengelola usaha secara internal sedangkan kontak ekternal dilakukan oleh suami. Perempuan ini menjalankan usaha keluarga dan bila ditanya siapa pemilik usaha ini mereka akan menjawab usaha ini milik suami atau keluarga suaminya. Karakter independent ditunjukkan oleh para perempuan pengusaha kuliner dengan latar belakang berbeda-beda. Made Masih, Wayan Murni, Ketut Tjuki memulai usaha kuliner bersama suami dan berkembang pesat sebagai warung dan restoran yang ternama didaerah Kuta, Sanur dan Ubud. Bu Mangku memulai usaha karena ingin meningkatkan ekonomi keluarga dengan meracik dan menciptakan nasi campur ayam khas Kedewatan. Janet membuka restoran karena kecintaannya dengan masakan Bali dan Ubud, Nilawati mendirikan warung dengan latar belakang ingin memperkenalkan produk organik. Men Weti mendirikan usaha secara mandiri dan mengelolanya sendiri dan Bu Oka Babi Guling melanjutkan usaha mertua yang kemudian memiliki nama besar sebagai penyedia kuliner Babi Guling legendaris di Ubud. Pengalaman-pengalaman
yang
diungkap
menunjukkan
perempuan
pengusaha kuliner sangat tekun menjalankan usahanya hingga sekarang, sedikitdemi sedikit mereka menyerahkan pengelolaan kepada keluarga besar dan melibatkan putra-putrinya. Sejak menjalankan usaha mereka banyak melakukan perubahan-perubahan dari warung skala kecil hingga kini menjadi usaha kuliner yang memiliki standar restoran kecuali Men Weti yang populer sebagai street food di Bali. Bussiness Review (2015) menyebutkan di Indonesia perusahaan keluarga dianggap perusahaan yang profesional yang dijalankan keluarga di
169
Indonesia. Menurut Simajuntak (2010) bisnis dengan sistem kekeluargaan mengutamakan komitmen keluarga yang mengupayakan kejujuran, keadilan, keselamatan konsumen, dan lingkungan bisnis. Hubungan keluarga dalam bisnis keluarga sangat dinamis dan tertanam dalam roda kehidupan keluarga sehingga membutuhkan peran perempuan sebagai perekat antara keluarga. Oleh sebab itu, perempuan berperan penting dalam mengelola usaha keluarga, bekerja dibalik layar kesuksesan bisnis keluarga, melindungi dan mengayomi anggota keluarga lainnya. kontribusinya sebagai pendidik untuk anak-anak tentu saja menjadi nilai utama yang dihormati oleh anggota keluarga lainya. Sebagai perempuan pengusaha kuliner, mereka menunjukkan tanggung jawab kepada keluarga, bertugas mendidik anak dan juga memimpin usaha. Coppyns (2007:55) menyimpulkan perempuan sangat peka terhadap tiga nilai penting dalam menjalankan perannya yaitu etika, mampu menghadapi kesulitan, memiliki kemauan untuk menjadi unggul. Perempuan pengusaha kuliner selama ini menerapkan sistem kekeluargaan dalam mengelola usaha. Semua hasil wawancara menunjukkan usaha yang dikelola adalah usaha keluarga dengan menerapkan sistem kekeluargaan. Sebagai bisnis yang dimiliki dan dikendalikan oleh keluarga maka manajemen maupun kinerja perusahaan, banyak dipengaruhi oleh visi maupun misi keluarga (Simanjuntak, 2010). Keluarga menjadi bagian dari bisnis adalah keunikan yang menyeimbangkan pengelolaan bisnis KMPG (2011). Ketika proses penelitian melalui wawancara dan pengamatan pada delapan objek penelitian, sesuatu yang spesial menjadi fokus pengamatan. Antara karyawan dan pemilik berinteraksi dan
170
menunjukkan lingkungan keluarga. Beberapa karyawan yang bekerja dan berhasil diwawancarai mengungkapkan kenyamanan tempat kerja tercipta karena pemilik usaha menunjukkan toleransi dan sistem kekeluargaan bagi karyawan yang merupakan keluarga atau non keluarga. Kadek Sukhadana (wawancara 19 Oktober 2015) karyawan Made‟s Warung menyatakan lingkungan kerja sangat nyaman, atasan dan pekerja seperti big fammily. Wayan Sukerti karyawan Murni‟s warung juga mengungkapkan hal yang serupa, dalam wawancara terungkap Bu Murni tidak mengekang karyawan dan menerapkan agar karyawan menikmati pekerjaannya. Semua karyawan dianggap keluarga walau ada karyawan non keluarga. Kasir warung Bodag meliah,Wayan Trima menyatakan Kalau ramai, Ibu Nila itu terjun menghandle tamu langsung biasanya dia membantu untuk running dalam memberikan makanan terhadap tamu jadi ibunnya tetep terlibat, ibunnya tegas juga ibu untuk membawa kita menuju yang lebih baik (wawancara 23 Agustus 2015). Situasi dari keterangan Wayan Trima adalah benar adanya, Bu Nila ikut serta melayani wisatawan, menyiapkan hidangan kemudian bersama putrinya ke kebun untuk memetik bahan-bahan yang akan diolah. Berinteraksi atau melontarkan gurauan kecil kepada karyawan juga dilakukan oleh Janet menceritakan hal-hal lucu dan menunjukkan kesan ramah dan saling menghormati terhadap staffnya. Ia meniru suaminya untuk tetap berusaha tidak terlalu serius dan tidak meninggikan suara pada keadaan tertentu. Sama halnya dengan Made Masih, pada saat wawancara terlihat ia sangat sibuk karena bersamaan dengan penampilan pianis Rusia dan kontes Tango. Pukul 02:00 dini hari aktivitas di Made‟s Warung terhenti sejenak untuk ditutup dengan
171
merapikan warung yang mengherankan adalah para karyawan belum ada yang pulang mereka seakan menunggu Bu Made turun hanya untuk sekedar menyapa dan ikut menutup warung. Seperti itu keseharian Bu made yang mengelola usaha penuh totalitas, bergadang diwarung adalah bagian dari pengawasan warung. Situasi kerja dengan sistem keluarga juga tampak jelas di Warung Babi Guling Oka. Kesempatan melihat langsung sangat meyakinkan bahwa semua bagian dari usaha dikelola oleh keluarga. Putra-putri Bu Agung Oka sudah memiliki tugasnya masing-masing. Hasil pengamatan menunjukkan aktivitas pada warung dan restoran objek penelitian adalah budaya dari usaha yang dikelola dengan sistem kekeluargaan. Keterlibatan pemilik usaha kuliner dan keluarganya, memberikan treatment pada karyawan dengan menciptakan lingkungan keluarga dan memberi perhatian yang sama antara karyawan keluarga dan non keluarga adalah pengelolaan usaha dengan sistem kekeluargaan. Ward (2004) usaha yang dijalankan dengan sistem kekeluargaan otomatis melibatkan semua anggota keluarga baik yang sudah terlibat atau yang akan disiapkan untuk menjadi generasi penerus. Berusaha menciptakan situasi kerja yang menanamkan nilainilai keluarga. Pemilik usaha adalah The King or The Queen sehingga semua pengelolaan terpusat dan tergantung padanya. Para subjek penelitian juga sangat fleksibel dalam mengelola usaha. Fleksibel yang dimaksud adalah sifat lentur subjek peneliti dalam memahami situasi dan kondisi karyawan. Pada wawancara dengan karyawan perempuan khususnya, beberapa ungkapan mengacu pada situasi perempuan Bali khususnya yang menjalankan peran domestik dan publik bersamaan.
172
Karyawan Indus restoran yang bernama I Wayan Purnami dan I Nyoman Hartati sama-sama menceritakan bahwa situasi kerja di Indus restoran memudahkan mereka menjalankan kegiatan adat di Ubud. Pemilik usaha yang fleksibel kepada karyawannya menurut Nusbaum (2001:51) lebih mudah mempertahankan karyawan untuk lebih lama bekerja, memudahkan karyawan dalam mengatur rumah tangga sehingga karyawan dapat berkesempatan untuk mengembangkan ketrampilan bekerja, lebih fokus melakukan pekerjaannya karena mereka merasa telah berhasil bertanggung jawab terhadap pekerjaan dan rumah tangga. Menurut Wirth (2001:239), Sifat yang lentur akan memudahkan pemilik usaha untuk beradaptasi dan bekerja secara efektif. Pemimpin usaha yang fleksibel adalah seorang yang mampu memahami dan menghargai pandangan yang berbeda dan bertentangan terhadap suatu isu, menyesuaikan pendekatannya karena suatu perubahan situasibinternal dan ekternal perusahanan. Pengusaha perempuan yang melakoni bisnis warung atau restorannya mengklaim bahwa bisnis yang dijalankannya secara murni dikelola dengan sistem kekeluargaan yang melibatkan seluruh anggota keluarga dan mengayomi seluruh staf dan pegawai yang terlibat dalam menjalankan usaha ini. Keseluruhannya menyatakan sangat fleksibel dalam mengelola usaha yang cenderung mengadopsi gaya Bali dan gaya Barat. Mengelola usaha menggunakan mix style yang mana tidak terlalu keras kepada pegawai karena semua hal bisa dikomunikasikan dengan baik untuk mendapatkan solusi dalam suatu masalah yang didukung dengan ketegasan dalam menerapkan aturan dan fleksibel terhadap waktu karena toleransi yang tinggi bila ada upacara adat yang tidak bisa ditinggalkan.
173
Sistem lentur yang diterapkan oleh para pengusaha kuliner mendeskripsikan kemampuan mereka dalam mengelola usaha bertahun-tahun layaknya seorang yang profesional, tetapi semua itu didasari dengan ketulusan dan kesetiaannya pada usaha yang dikelola. Perempuan dibalik suksesnya usaha kuliner adalah sebagai penyatu keluarga, secara konsisten menunjukkan bahwa keluarga mampu berkontribusi untuk keberlanjutan usaha tersebut dengan mempersiapkan generasi berikutnya dalam melanjutkan usaha. Mengadopsi sistem kekeluargan dan lentur sehingga menciptakan suasana kerja yang diharapkan oleh para karyawan guna meningkatkan loyalitas dan kinerja mereka. Perempuan memiliki karakter kuat yaitu unsur internal yang disebut intuisi. Sebagai pengusaha, intuisi biasanya digunakan dalam mengambil keputusan, Intuisi adalah istilah untuk kemampuan memahami sesuatu tanpa melalui proses penalaran rasional dan intelektualitas. Sepertinya pemahaman itu tiba-tiba saja datangnya dari dunia lain dan diluar kesadaran. Intuisi adalah getaran hati (jiwa) akan sesuatu hal yang dihadapi atau akan terjadi. Intuisi digunakan ketika pengusaha menghadapi permasalahan atau segala aktivitas yang membutuhkan keputusan dan pada situasi tersebut informasi yang ada sangat terbatas (Chaston, 2009:39). Intuitive processing could be likened to a non-conscious scanning of internal (in memory) and external (in environtment) resources in a nonlogical, non-temporal manner in order to identify relevant pieces of information that are fitted into the „solution picture‟ in a seemingly haphazard way, similar to assembling a jigsaw puzzle. When the assembled pieces start makeing sense, the big “picture‟ suddenly appears, frequently accompanied by a feeling of certitude or relief. The non-conscious aspect is reflected in being unaware of any reasoning going on in your mind prior to the „appearance‟ of the solution (Sinclair,2009:361)
174
Proses intuisi bisa disamakan dengan identifikasi hal-hal dalam alam bawah sadar dan apa yang terjadi dilingkungan sekitar. Gambaran situasi melalui intuisi biasanya akan hadir sepotong-sepotong dan membangunkan ingatan pada hal yang akan terjadi. Biasanya hal tersebut terbentuk dari pengalaman-pengalaman yang tersimpan dalam alam bawah sadar. Potongan-potongan ingatan yang diibaratkan berupa puzzle kemudian diidentifikasi dengan informasi yang relevan. Ketika potongan ingatan tersebut mulai tampak utuh, menjadi masuk akal, kemudian diyakini sebagai sebuah kepastian. Pada saat itulah intuisi terbentuk yang kemudian mendorong seseorang untuk bertindak terutama dalam mengambil keputusan. Para perempuan pengusaha menyebut “Kleteg bayu” atau intuisi sebagai kekuatan perempuan dalam berbisnis. Made Masih pemilik warung Made dan Nilawati pemilik Warung Bodag meliah, mengungkapkan bahwa mereka sangat mempercayai kleteg bayu dalam setiap tindakan dan aktivitas usaha kulinernya. Percaya dengan kleteg bayu, yang dirasakannya mendorong pengusaha perempuan ini untuk mengambil keputusan seperti Made Masih yang membuka cabang warung made di Benoa berdasarkan kleteg bayu yang diperolehnya pada saat melintas wilayah tersebut. Tidak mengherankan bila intusisi yang sebagian besar dianggap sebagai proses diluar nalar yang melibatkan emosi, menjadi proses utama dalam mengambil keputusan. Intuisi dapat tercipta bila dilatih terus-menerus dan terbentuk oleh pengalaman yang telah dilalui. Para pengusaha kini sangat percaya intuisi bahkan dipercaya sebagai bagian dari ilmu bisnis (Paprika,2006:11). Bagi orang Bali,
175
kleteg bayu sama halnya dengan intuisi. Ketika seseorang mempercayai kleteg bayu maka hal tersebut yang akan melandasi pikiran, perbuatan dan perkataan selanjutnya sebagai tindakan yang diyakini dan dipercayai. Perempuan memang dipercayai memiliki intuisi yang kuat karena melibatkan perasaan dan emosi dalam diri ketika akan melakukan suatu tindakan. Menjadi seorang pengusaha perempuan tentu tidak mudah, berbagai pandangan dan streriotype selalu menyertai pencapaian cita-citanya. Fenomena glass ceiling masih terjadi tapi perempuan butuh role model yang dapat menginspirasi untuk mau mendobrak hambatan-hambatan perempuan untuk sukses.
Subjek
penelitian
merupakan
sosok
perempuan
yang
sangat
menginspirasi. Berdasarkan pengamatan sosok mereka sangat dipuja bahkan menjadi role model. I Wayan Murni salah satunya, sosoknya diibaratkan ibu dari seluruh pelosok Ubud, semua orang mengenalnya sampai Janet deNefee yang pada tahun 2014 berkesempatan menulis pengalamannya bersama Bu Murni. Janet deNefee dalam Forty delicious years 1974-2014 menuliskan pendapatnya tentang Bu Murni There is so much to love about Murni. Whether it be her heart that‟s as big as the moon, her gentle nature, grace or soft humour.. or the combination of these matched by her lovelu soft round face..whatever it is, it‟s infectious. Her struggles and subsequent battles laid the foundations of her success. She has learned to straddle bussiness, single-handedly, that helped put Ubud on map and for all these reasons, and for many more, she is and will always be one of favourite mothers in town (Janet deNeefe 2014:51). Begitu banyak hal untuk mencintai Murni, hati sebesar bulan, sifat lembut, kasih lembut, humoris sangat cocok dengan raut wajah lembut Bu Murni. Hal itu menular pada siapa pun didekatnya. Perjuangan kerasnya merupakan pondasi
176
keberhasilannya sekarang. Dia telah belajar bisnis melampaui dua budaya, baik atau buruk Bu Murni telah berhasil menciptakan ikon bisnis, seorang diri hingga menempatkan Ubud dalam peta pariwisata. Dengan alasan apapun, bagi Janet, Bu Murni selalu menjadi Ibu favoritnya di Ubud. Janet deNeefe juga menjadi idola bagi para karyawannya sosoknya yang hebat dan pintar dalam mengelola usaha menjadi inspirasi bagi karyawannya. Made Yuni Hartini (Wawancara 21 desember 2015) menyatakan sosok Janet sangat menginspirasi karena kreatifitas yang dimilikinya dan hal tersebut sepatutnya ditiru oleh para karyawan. Pola kerja yang tidak menghambat karyawan untuk berkreatifitas menjadikan mereka lebih mandiri, apalagi event besar seperti “Food Festival Ubud yang memerlukan komitmen dalam mempersiapkannya sehingga dapat berjalan sebagaimana mestinya. Perempuan sangat memerlukan role model untuk membangunkan motivasi dalam diri sehingga muncul keinginan untuk meningkatkan kemampuan diri. Pada survey Mckinsey (2007:8) terhadap perempuan Asia, terdapat hambatanhambatan perempuan untuk berkarir didunia kerja salah satunya kurang sosok panutan yang menginspirasi perempuan. Dengan mengungkapkan sosok perempuan pada usaha kuliner di Bali diharapkan banyak perempuan mengikuti jejak mereka. Terutama dalam berkarya untuk memajukan pariwisata Bali khususnya.
BAB VI KONTRIBUSI PEREMPUAN PENGUSAHA DALAM MENGANGKAT KULINER LOKAL UNTUK MENDUKUNG KEPARIWISATAAN BALI Bab enam ini menganalisis kontribusi perempuan pengusaha dalam mengangkat kuliner lokal mengaitkannya dengan Teori Invented Tradition dan Teori Gender. Teori Invented Tradition dari Hobsbawm (1983) menyediakan konsep untuk melihat secara kritis bagaimana usaha-usaha pengusaha perempuan menggali menu lokal dalam tradisi kuliner Bali untuk disajikan kepada wisatawan, dan warung sebagai sarana bersosialisasi dalam tradisi Bali, sedangkan teori gender menjadi dasar untuk menganalisis fenomena keterlibatan perempuan di dunia publik. Selama ini, perempuan selalu dianggap berurusan dengan dunia domestik. Kalaupun ada yang aktif dalam dunia publik, peran mereka yang disorot adalah sebagai pekerja yang berada pada subordinat perempuan seperti sebagai pekerja artshop (Cukier, 1996), pengelola homestay (Sri,2013), spa terapis (Janapriati,2015) dan pekerja kapal pesiar (Darma Oka, 2015). Dengan menggunakan teori gender, penelitian ini melihat posisi perempuan pengusaha dalam dua dimensi, yaitu sebagai orang yang aktif di dunia publik dan kedudukannya setara atau paling tidak jauh dari posisi surbordinasi. Dengan metode kualitatif data yang diperoleh sepenuhnya berasal dari pengamatan, data hasil wawancara, dan studi pustaka maka penjelasan-penjelasan dalam bab ini akan ditulis dalam bentuk narasi. Terdapat dua topik utama yang bahas dalam bab ini, yaitu satu (1) Kontribusi perempuan pengusaha kuliner dalam mengangkat kuliner lokal, (2) Perempuan Bali dan kesetaraan gender.
177
178
6.1 Kontribusi Perempuan Pengusaha Mengangkat Kuliner Lokal. Kuliner
Bali
memang
sudah
digemari
sejak
lama,
upaya-upaya
memperkenalkannya sangat beragam. Mulai dari mengekspose kuliner tersebut secara detail sampai dengan memperkenalkan tokoh dibalik hebatnya rasa dan penyajian kuliner Bali. Warung dan restoran dengan berbagai jenis menu, tampilan dan cita rasa lokal yang original ataupun fusion sangat digemari oleh berbagai kalangan dari segi usia sampai kebutuhan mengkonsumsi jenis kuliner tersebut. Berbicara tentang Bali dan kulinernya tidak bisa lepas dari perkembangan pariwisata. Selama ini kuliner Bali hanya sebagai pendukung pariwisata yang sangat perlu diperhatikan keberadaannya. Banyak penulis luar dan dalam negeri mencoba mendokumentasikan kuliner Bali dengan menulisnya dalam bentuk buku, Tv show,dan banyak pula yang mendalaminya melalui penelitian. Kuliner Bali tidak mudah untuk diperkenalkan sebagai makanan yang dapat dikonsumsi oleh semua kalangan karena banyak penilaian bahwa bahan utama kulinernya berasal dari daging Babi. Tetapi tidak bisa dipungkiri bahwa sejak lama salah satu kuliner khas Bali yaitu Babi Guling telah populer dan dikonsumsi oleh para wisatawan nusantara dan manca negara. Babi Guling memang sangat mudah ditemukan di Bali, karena tidak saja sebagai ikon kuliner. Babi guling sebenarnya adalah sesaji sebagai bentuk persembahan. Mengenal kuliner Bali berarti sama halnya mengenal budaya dan tradisi Bali, hampir sebagian besar kuliner yang dikenal sekarang ini adalah jenis-jenis persembahan yang selalu dimasak oleh orang Bali pada acara khusus dan hari-hari tertentu. Bondan
179
Winarno pada launching buku “100 Maknyus Bali”, 4 Februari 2016 juga menyatakan hal yang sama, menurutnya kuliner Bali masuk dalam zona miss understood. Banyak kalangan yang tidak paham kuliner Bali, tapi bila sudah mengetahui khasiatnya kuliner Bali bukan hanya sekedar makanan yang dikonsumsi melainkan sebagai asupan yang memiliki kandungan beragam untuk menunjang kesehatan organ-organ tubuh manusia. Resep dan cara pengolahannya diperoleh dari para leluhur secara turun temurun diwariskan kepada para ahli memasak di Bali yang disebut Be Lawa. (Winarno, 2015:334). Be lawa itu sendiri sebagian besar adalah laki-laki, karena memang ngebat atau paebat dalam Budaya Bali yang hanya dilakukan oleh para lelaki. Menurut Sudarsana (2000: 4) Be lawa sendiri adalah nama dari Sang Bima yang menyamar sebagai seorang ahli pengolah daging, jadi keahlian ini memang diturunkan kepada para laki-laki. Lalu bagaimana dengan tugas perempuan dalam paebat, Perempuan memang tidak secara langsung ikut dalam proses ngebat karena tugas perempuan lebih banyak menyiapkan bahan-bahan pendukung seperti menyiapkan bahan bumbu-bumbu, memasak nasi dan penyajiannya terutama untuk persembahan. Pada proses mebat memang perempuan tidak memiliki peran utama, namun kegiatan memasak adalah kegiatan domestik seorang perempuan. Semua perempuan pasti bisa memasak baik untuk keluarga atau memasak untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Banyak warung-warung makan yang dikelola oleh para ibu-ibu bahkan para chef luar negeri ketika berkunjung ke Bali
180
khususnya memilih belajar kepada para Ibu-ibu yang ahli memasak makanan Bali. Seorang food blogger Epicurina Bali, Bayu Yunantias Amus mengatakan: Ibu-ibu Bali mempunyai kontribusi yang luar biasa ya, rata-rata mereka adalah pengusaha kuliner yang punya makanan legendaris ya dan perempuan yang berjualan, kalau saya cerita ya chef-chef yang dari luar negeri itu kalau mau belajar masak pasti datangnya ke Ibu-ibu dan datang kerumah-rumah setempat, jadi info kuliner yang didapat itu paling akurat ya dari ibu-ibu (Wawancara 4 Januari 2016). Berdasarkan ungkapan Bayu Amus diatas, perempuan pada dasarnya juga merupakan seorang tenaga ahli dibidang pengolahan dan penyajian kuliner. Mulai dari masakan rumahan yang kemudian dapat dikonsumsi oleh lingkungan sekitarnya dengan cara menjualnya di warung. Begitu juga para pengusaha kuliner yang menjadi subjek penelitian ini, dinyatakan berkontribusi karena usaha kuliner yang dirintisnya telah menciptakan ikon-ikon kuliner yang legendaris. Wawancara diatas menunjukkan bahwa sepatutnya bangga karena para perempuan-perempuan ini telah menjadi inspirasi para chef-chef luar negeri untuk mendalami masakan Bali. Perempuan pengusaha kuliner ini bahkan telah memiliki julukan sebagai sebagai pioner kuliner Bali oleh Putra (2014) yang menyebut mereka dengan istilah Srikandi Kuliner, Winarno (2015) juga menyebut mereka sebagai Srikandi Kuliner Pusaka Bali atau Food Warrior karena perempuan-perempuan ini memperkenalkan kuliner Bali dengan menunjukkan ciri khas masakan masingmasing pada warung dan restorannya. Berdasarkan hasil pengamatan dan mengumpulkan informasi melalui wawancara dan pengumpulan dokumen mengenai kiprah perempuan ini dalam dunia kuliner maka tiga poin penting yang
181
menjadi kontribusi perempuan pengusaha kuliner dalam mengangkat kuliner Bali adalah sebagai berikut: 1.
Mempopulerkan kuliner Bali
2.
Melestarikan kuliner Bali
3.
Memperkuat identitas kuliner Bali.
4. Mendukung Kepariwisataan Bali Kontribusi perempuan pengusaha mengangkat kuliner lokal dalam mendukung pariwisata Bali diuraikan dalam ke dalam tempat subbab yang mengungkapkan eksistensi dan konsistensi mereka dalam mempopulerkan ,melestarikan kuliner Bali, memperkuat identitas kuliner Bali dan mendukung pariwisata Bali. Informasi dalam penelitian ini dikumpulkan dari para food blogger yang telah mengamati warung dan restoran para subjek penelitian sehingga mereka merekomendasikannya sebagai tempat makan kuliner Bali yang terbaik di Bali. 6.1.1
Mempopulerkan Kuliner Bali Kedelapan subjek penelitian ini memiliki ciri khas masing-masing dalam
menyajikan menunya, dari hasil wawancara dengan para food Blogger Bali diantaranya adalah Epicurina, Balikalapmakan, Food in Frame Bali dan Delicious food Bali. Kuliner yang menjadi menu andalan warung dan restoran para subjek penelitian di kawasan Ubud, Sanur dan Kuta dapat dikategorikan sebagai Hits food dan Signature food. Menurut Gede Eka Sutrisno dari Food in Frame Bali mendefinisikan hits food sebagai berikut:
182
Hits food adalah jenis makanan populer yang menjadi pilihan para wisatawan yang diperoleh dengan mengunjungi warung dan restoran yang memiliki popularitas dan tergolong menyajikan menu-menu unik (Wawancara 2 Januari 2016). Berdasarkan kutipan wawancara diatas Hits food, merupakan kategori makanan yang unik dan popular,sehingga menimbulkan daya tarik yang kuat bagi wisatawan untuk mengunjunginya. Perkembangan hits food dapat diamati pada kawasan Kuta dan Sanur dengan kemunculan warung dan restoran yang mengusung tema-tema menarik. Menyajikan menu yang unik-unik dari berbagai belahan dunia serta melalui proses tranformasi sehingga dapat dikonsumsi oleh wisatawan nusantara dan wisatawan mancanegara. Signature food, Kuliner tergolong sebagai kuliner legendaris telah memiliki popularitas sebagai ikon suatu kawasan. Makanan yang dikategorikan sebagai signature food merupakan warisan turun-temurun yang cita rasa dan penyajiannya tidak mengalami perubahan. Kecenderungan warung dan restoran yang dikategorikan sebagai signature food tidak banyak melakukan inovasi terhadap menu-menu yang menjadi andalannya. Dinda paramangtyas Sudibya pemilik blog dan instagram Delicious Bali dalam wawancara menyampaikan Signature food di Bali tergolong yang legendaris, kalau ke Bali belum mencicipi salah satunya bisa dibilang wisatawan itu belum ekplorasi bali secara menyeluruh (wawancara 3 Januari 2016). Made‟s Warung, Babi Guling Oka, Ayam kedewatan, Murni‟s Warung, Men Weti merupakan warung yang dikategorikan sebagai signature food dimasing-masing kawasan sedangkan Sari Bodag meliah,Casa Luna/Indus dikategorikan sebagai hits Food. Kategori ini penentuannya berdasarkan menumenu utama dan warung dan restoran yang dapat digolongkan seperti demikian.
183
Pemilihan menu ini berdasarkan dari daftar menu warung dan restoran kemudian oleh para pemilik warung dan restoran, manajer dan staff yang pada saat penelitian ikut serta memberi saran dan memilihkan menu tersebut. Banyak menu memang yang disajikan namun tidak semua dapat ditampilkan hanya 1-2 menu yang memang merupakan favorit dari masing-masing warung dan restoran. 6.1.1.1 Kuliner khas Made‟s Warung. Nasi campur special di Made‟s warung terdiri dari nasi, sayur urap, satai lilit, tempe, rendang, ayam sisit, ikan bawal kuah, ikan teri, dan sambal matah, sambal tomat. Nasi goreng ala Made adalah masakan rumahan yang juga disajikan diwarungnya sebagai condiment juga terdapat sambal matah dan sayuran yang disajikan dalam bentuk salad. Untuk hidangan penutup Made‟s warung melakukan inovasi terhadap bubur injin dengan kuah santan. Menurut Bu Made, ketan hitam dimasak sampai tekturenya benar-benar halus yang kemudian disiram kuah santan disajikan dalam gelas dengan hiasan potongan daun pandan. Bu Made juga menyajikan kuliner khas Bali yaitu ayam betutu.
Gambar 6.1 Menu Warung Made Nasi Campur Spesial
Gambar 6.2 Nasi Goreng Ala Made
184
6.1.1.2 Kuliner khas Murni‟s Warung Tahu sutra adalah menu kreasi Bu Murni yang inspirasinya diperolah pada saat melakukan perjalanan ke Vietnam, saus bening yang punya rasa khas manis dan asam menyatu bersama daging ayam yang dibungkus dalam tahu lembut. Nasi campur ala murni, terdiri dari ayam goreng, tahu, dendeng, telur sambal merah, sayur urap dan condiment krupuk, sambal matah. Sebagai makanan penutup Murni‟s warung yang memiliki standar international juga menyediakan kue-kue seperti banana cake dan cheeze cake. Murni‟s warung juga memiliki menu ayam betutu.
Gambar 6.3 Menu Warung Murni Tahu Sutra
Gambar 6.4 Nasi Campur ala Murni
6.1.1.3 Kuliner khas Bodag meliah Nasi campur bodag meliah, terdiri dari nasi, sayur urap,perkedel kentang,salad sayur,tempe manis, tahu sambal tomat dan condiment sambal matah dan sambal tomat,satay lilit dan krupuk dari daun bayam segar. Menariknya menu ini nasi adalah beras organik yang hanya diselip satu kali sehingga kulit arinya yang berwarna merah masih menempel. Pak Agung menjelaskan bagian tersebut mengandung gizi yang terbaik ketimbang beras yang telah bersih. Menu penutup
185
yang khas dari warung sari bodag meliah adalah batun bedil dengan kuah santan walau disajikan hangat rasanya dapat meredam rasa bumbu-bumbu pada makanan utama.
Gambar 6.5 Menu Warung Sari Bodag Meliah Nasi Campur Bodag Meliah
Gambar 6.6 Nasi Campur Bali ala Bodag Meliah
6.1.1.4 Kuliner khas Casa Luna dan Indus restoran Nasi campur khas Casa Luna dan Indus Restoran, terdiri dari nasi sayur urap, ayam kuah, sate lilit, perkedel jagung, ayam sisit dan sambal goreng nasinya dibnetuk tumpeng mini. Menu berikutnya Paella, penyajian paella sebenarnya mirip nasi goreng semua bahan dicampur didalam nasi tetapi paella direstoran ini nasinya dibentuk seperti tumpeng mini yang disiram dengan kuah pekat. Bu Janet terinspirasi dari pejalanannya ke Spanyol. Nasi kuning disiram kuah yang direbus dengan cumi-cumi, kerang, ikan tuna dan ditaburi dengan daun kangkung segar. Rasa kuah sangat pekat asam dan manis mirip rasa Tomyam dari Thailand.
186
Gambar 6.7 Menu Casa Luna, Indus Restoran, Paela
Gambar 6.8 Nasi Campur ala Indus Restoran
6.1.1.5 Kuliner khas Nasi Ayam Kedewatan Nasi ayam kedewatan, terdiri dari nasi, sayur urap, ayam sisit, ayam betutu, kulit ayam goreng, sambal goreng, sambal matah, kacang dan sate lilit. Sebenarnya Nasi Ayam ini tidak pedas, bila ada pengunjung yang ingin pedas biasanya baru ditambah sambal.
Gambar 6.9 Menu Nasi Ayam Kedewatan
6.1.1.6 Kuliner khas Babi Guling Oka Nasi babi guling, satu prosinya terdiri dari nasi, lawar, kulit babi renyah, daging babi dengan bumbu bali yang dimasukkan kedalam perut babi saat babi
187
dipanggang, oret, dan daging babi yang digoreng. Tersedia juga sup pendamping nasi campur Babi guling kreasi warung babi guling Bu Oka.
Gambar 6.10 Menu Warung Babi Guling Oka, Nasi Babi Guling 6.1.1.7 Kuliner khas Mak Beng Sup dan ikan goreng Warung Mak Beng, sup terdiri dari potongan timun dengan bumbu bali direbus bersama ikan dipasangkan dengan ikan goreng dan tentunya sambal khas Mak Beng yang lumayan pedas.
Gambar 6.11 Menu Warung Mak Beng, Sup dan Ikan Goreng Mak Beng
188
6.1.1.8 Kuliner khas Men Weti Nasi Ayam Campur yang terdiri dari nasi, sayur urap, ayam sisit, kulit ayam goreng, sambal matah, sambal merah, sambal goreng, kacang dan telur.
Gambar 6.12 Menu Warung Men Weti, Nasi Campur Kuliner lokal yang terdaftar dalam menu warung dan restoran diatas tersebut adalah senjata utama untuk mengangkat kuliner Bali. Makanan memang merupakan kebutuhan utama manusia agar bisa bertahan hidup tidak terkecuali wisatawan yang mengunjungi suatu destinasi. Pergeseran minat wisatawan merupakan faktor utama dari kemunculan jenis-jenis aktivitas wisata baru. Penghargaan pada suatu budaya dengan menjadi bagian dalam budaya tersebut merupakan trend baru dikalangan wisatawan. Wisatawan cenderung menunjukkan minat yang menginginkan orisinalitas dan ingin menjadi bagian dari kehidupan masyarakat lokal serta menikamati gaya hidup destinasi wisata yang dikunjunginya. Perubahan ini juga meningkatkan peluang mengembangkan jenis wisata yang berpotensi mengangkat kebudayaan lokal seperti wisata kuliner dan gastronomy tourism. Wisata kuliner dapat menjadi pilihan wisatawan dengan aktivitas seperti kelas memasak, menikmati kuliner lokal. Mempelajari budaya
189
dan cara memasak Bali sebagai kegiatan gastronomy tourism sampai mengikuti tradisi makan yang unik seperti megibung di Bali. Menurut para food blogger yang mengikuti perkembangan usaha kuliner di Bali subjek perempuan pengusaha kuliner Bali memang sangat berkontribusi dalam mengangkat kuliner lokal, bahkan mereka secara optimis menyampaikan sebagai berikut: Vina Angelina Hadiwidjaja Putri mengatakan: Menurut saya profile perempuan pengusaha kuliner dalam penelitian ini sudah sangat berkontribusi karena mereka sudah mendunia dan membawa harum nama Bali dengan masakan khas Bali yang diracik dengan enak sehingga menjadi daya tarik dan promosi kuliner bali.Masakan Bali kaya dengan rasa, sebenarnya bagaimanapun penampilannya akan tetap mengundang selera, namun sekarang ini penampilan sajian makanan sudah menjadi point interest untuk penikmat kuliner, dan pengusaha masakan lokal Bali sudah mencoba dengan baik untuk menyajikan masakan dengan baik dan terlihat menggiurkan (Wawancara 29 Desember 2015). Berdasarkan ungkapan Vina Angelina Hadiwidjaja Putri pengelola blog “Balikalapmakan” diatas dapat diketahui para subjek penelitian ini adalah perempuan
yang
memperkenalkannya
telah
berhasil
ke
wisatawan
mempolulerkan sehingga
masakan
mendunia.
Bali
Secara
serta optimis
diungkapkan mereka juga telah mempromosikan kuliner Bali sebagai daya tarik pariwisata Bali secara Khusus. Mempertahankan cita rasa kuliner yang disajikan saja tetap menarik perhatian wisatawan apalagi bila dilakukan inovasi dari segi penyajian dan pengemasan kuliner Bali sehingga bisa dijadikan sebagai oleh-oleh. Tidak berbeda dengan food blogger Food in Frame Bali yang bernama Gede Eka Sutrisno dalam wawancara menyatakan: Mereka sangat punya kontribusi besar contohnya Janet, Mak Beng, Men Weti misalnya ya Men Weti dari segi marketing dia tidak memahami sistem
190
marketing ya hanya dengan keberanian usahanya sehingga mendapat award sebagai best street food se asia bukti mereka meningkatkan eksistensi pariwisata Bali melalui Bali. Bu janet juga contohnya sebagai penyelenggara food festival sebagai salah satu bukti dia sangat berkontribusi dalam dunia pariwisata Bali melalui kuliner, yang datang juga chef-chef asia juga wisatawan yang penasaran dengan kuliner Bali (Wawancara 2 Januari 2016). Pernyataan diatas juga membuktikan kontribusi perempuan pengusaha kuliner dalam mempopulerkan kuliner Bali, melalui sistem promosi yang masih tradisional atau modern. Satu bukti lagi adalah keberanian perempuan pengusaha kuliner dalam menggiatkan kegiatan yang bernuansa kuliner atau aktif dalam memperknalkan makanan Bali, seperti culinary festival, cooking class, menjadi pembicara pada seminar dengan topik bahasan kuliner Bali. Mempopulerkan makanan Bali dengan cara yang tradisional pun masih bisa dikatakan berhasil, walaupun saat ini banyak media promosi yang bisa dipergunakan untuk melakukan promosi melalui media sosial. 6.1.2
Melestarikan Kuliner Bali Konsistensi penyajian menu pada warung dan restoran selama puluhan
tahun adalah upaya para perempuan pengusaha untuk melestarikan kuliner Bali sebagai bentuk kontribusi perempuan pengusaha kuliner, yang menurut pengelola blog “Epicurina Bali” bernama Bayu Yunantias Mundus dengan optimis menyampaikan: Usaha warung yang mereka kelola tersebut berkontribusi melalui konservasi dan preservasi makanan lokal. ada inovasi yang sebenarnya hanya dapat dilihat dari restoran yang memang melakukan inovasi seperti di menu contohnya Janet ya salah satu menunya adalah paela menu spanyol tapi bahan-bahanya dari Bali (Wawancara 4 Januari 2016)
191
Pencatatan dan dokumentasi terhadap makanan Bali masih sangat kurang, sehingga tidak jarang beberapa makanan Bali sering tidak dikenal bahkan disajikan. Akan tetapi, perempuan pengusaha kuliner dalam pendapat diatas telah melakukan konservasi dan preservasi kuliner Bali dengan cara tetap menyajikan enu masakan Bali di warungnya, walaupun puluhan tahun mereka sudah mengembangkan usahanya menu ini tidak berubah masih tetap menjunjung cita rasa Bali Menurut Dinda Paramangnigtyas Sudibya pengelola blog “DeliciousBali” salah satu blog ternama yang mendapat award “Top 3 Instagram Kuliner Indonesia” oleh TechInAsia Inquiries. Pada wawancara 3 Januari 2016 Dian menyatakan bahwa kontribusi perempuan pengusaha Kuliner sangat besar terhadap perkembangan kuliner di Bali. Kesuksesan yang telah dicapai mereka itu kuncinya ada pada individu perempuan itu sendiri, sosok kuat perempuan Bali terefleksi pada pengusaha perempuan ini. Ia sangat bangga terhadap perempuanperempuan
ini
dalam
mempertahankan
menu,
originalitas
itu
tetap
dipertahannkan, secara tegas ia menyampaikan bahwa subjek penelitian ini betulbetul konsisten dan memiliki rasa kecintaan dan ketulusannya dalam melestarikan makanan Bali sebagai kuliner eternal Bali seperti Mak Beng, Men Weti, Babi Guling Bu Oka, Bu Mangku Kedewatan (Wawancara 3 Januari 2016). 6.1.3
Memperkuat Identitas Kuliner Bali Sama dengan Budaya, makanan merupakan identitas suatu kawasan,
contohnya lawar, sate lilit, babi guling, ayam betutu, sambal merupakan kuliner khas Bali yang ada pada setiap kabupaten di Bali. Masing-masing dari kuliner
192
tersebut memiliki kesamaan dan juga perbedaan. Misalnya sambal, semua orang Bali tidak pernah melupakan sambal sebagai pelengkap makannannya karena orang Bali terkenal menyukai rasa pedas. Di Bali saja terdapat 457 sambal, ciri khas sambal Bali adalah sambal matah apapun menunya, baik di warung, restoran, Begitu juga betutu, merupakan salah satu perwakilan dari beragamnya masakan bali lainnya yang juga sangat terkenal. Bila diperhatikan menu-menu warung dan restoran para perempuan pengusaha kuliner juga menyediakan betutu. Menurut Caplan (2003) dalam buku yang berjudul “Food, Health and Identity” menyatakan food as language food as system, makanan dapat dipahami sebagai sistem budaya melalui rasa yang dibentuk oleh budaya dan terkontrol secara sosial. Makanan sangat komplek karena dapat dikaitkan dengan kebiasaan, sejarah, tradisi suatu wilayah. Makanan menurut I Gusti Nyoman Darta (Wawancara 4 February 2016) sebenarnya sudah ada sejak manusia diciptakan didunia. Keaneragaman makanan di Bali sesungguhnya diperkenalkan oleh para Raja Bali dan lingkungan puri. Sebenarnya segala yang dikonsumsi oleh raja-raja memiliki khasiat seperti awet muda, kejantanan, untuk kulit dan yang utama adalah untuk kesehatan. Semua makanan Bali bersumber pada bumbu atau basa dan basa itu adalah bahasa dan etika. Dalam kepercayaan orang Bali ada lima macam sumber basa tersebut yang juga disesuaikan dengan lima arah tempat bersemayamnya para dewa-dewa yang dipuja di Bali. Basa di Bali terbagi menjadi dua yaitu basa gede dan basa madya tetapi kedua bahan-bahannya tetap sama bersumber dari bebungkilan the power of bebungkilan yang terdiri dari isen, jahe, kunyit, kencur, dan bangle.
193
Bayu Yunantias Amus juga mengungkapkan bahwa bumbu Bali atau basa genep merupakan penciri makanan Bali, ia mengatakan Kekhasan dari kuliner Bali itu adalah penggunaan bahan-bahan segar, dah bumbu itu kan adalah basa genep nya yang menciptakan karakter masakan Bali seragam (Wawancara 4 Januari 2016). Hal sependapat dikemukan oleh Eka sutrisno yang juga berpendapat bahwa penciri makanan Bali adalah basa genep, menurutnya Makanan Bali penuh rasa karena bumbunya yang kompleks (Wawancara 2 Januari 2016). Penggunaan bahan basa genap ini adalah salah satu bentuk mempertahankan identitas kuliner di bali walaupun makanan bali jenisnya beragam namun basa genep adalah bumbu utama yang memperkuat identitas makanan Bali. Para perempuan pengusaha kuliner ini juga berkontribusi dalam membentuk identitas kuliner Bali. Rasa dan penyajian makanan di warung dan restoran yang mereka kelola adalah sebagai identitas kuliner Bali. Contohnya Men Weti dan Mak Beng, menu yang mereka sajikan pastinya mengingatkan para pengunjung dengan kawasan Sanur. Babi Guling Bu Oka, dan Nasi Ayam Bu Mangku adalah kuliner penanda kawasan Ubud. Setiap makanan yang disajikan dalam menu tersebut memberi ciri pada masing-masing kawasan pariwisata di Bali tentu dengan bahan utama basa gede. Menu-menu pada restoran yang mereka sajikan adalah menu yang sebagian besar hanya ditemukan pada saat upacara-upacara keagamaan di Bali. Fox (2010) menyatakan karena makanan adalah sumber kehidupan, makanan menjadi sarana persembahan yang sempurna dalam sebuah ritual, dan menjadi penciri suatu wilayah. Dalam ilmu antropology modern dijelaskan bahwa makanan merupakan
194
penanda batasan sosial, sehingga tidak semua makanan dapat dikonsumsi good to eat as that it is good to forbid. Contohnya babi guling, lawar ayam dan bebek betutu adalah makanan yang dijadikan persembahan dalam upacara keagamaan dan berbagai tradisi di Bali. Makanan Bali merupakan simbul berkah bagi orang-orang Bali yang sangat erat kaitannya dengan filosofi Hindu. Kini makanan tersebut dapat dinikmati leluasa oleh para wisatawan yang bisa saja tidak mengetahui bahwa apa yang mereka katakan sebagai kuliner Bali sebenarnya sangat erat dengan budaya dan tradisi orang-orang Bali, bukan sekedar makanan yang dikonsumsi oleh masyarakat Bali secara umum. Duke (2012) menyatakan perubahan lingkungan termasuk perubahan ekologi, politik sering kali disebut sebagai penyebab perubahan fungsi makanan seperti dalam proses budaya produksi makanan, distribusi, konsumsi dan konsep. Menurut Dinda Parang Tyas Sudibya identitas kuliner Bali dapat dilihat dari penyajian nasi campur yang diusung sebagai menu andalan para perempuan pengusaha kuliner. Hampir semua warung dan restoran ini menyediakan nasi campur yang menurutnya Nasi campur Bali adalah menu universal di Bali, masing-masing memiliki ciri khas yang berbeda ada yg mempergunakan daging babi, ayam, kuir lalu ada sate lilit, sayur urap. Nasi campur sudah sangat merefleksikan Bali begitu juga bumbu khas Bali disetiap campuran makanan (wawancara 3 Januari 2015). Kontribusi perempuan pengusaha kuliner dalam mengangkat kuliner Bali tidak
bisa
diragukan
lagi
mereka
adalah
perempuan-perempuan
yang
mempopulerkan kuliner Bali, melestarikan dan memperkuat identitas kuliner Bali
195
secara spontan berkreatifitas dalam menyajikannya pada menu-menu yang menjadi kuliner andalan warung dan restoran yang mereka kelola. Kuliner yang mereka populerkan menarik wisatawan yang memiliki ketertarikan terhadap kuliner.
Secara
menyajikannya
langsung secara
mereka
juga
terus-menerus
telah
tanpa
melestarikannya
merubah
rasa
dan
dengan tetap
mempertahankan originalitas rasa makanan Bali. Rasa khas kuliner Bali yang disajikan pemilik warung dan restoran telah memperkuat identitas makanan Bali dimata wisatawan kuliner Bali yang beragam dapat diterima sebagai penciri Pulau Bali sebagai destinasi tujuan wisata. 6.1.4
Mendukung Kepariwisataan Bali Kontribusi perempuan dalam mendukung kepariwisataan Bali melalui usaha
kuliner ditunjukkan dengan konsistensi usaha kuliner yang telah didirikannya. Sebagai hasilnya aktivitas usaha kuliner ini berdampak pada kepariwisataan Bali. Usaha kuliner yang berkembang selama puluhan tahun ini telah membuka peluang makanan lokal dikenal oleh para wisatawan. Makanan, warung dan restorannya menciptakan aktivitas kuliner yang menarik dan menyenangkan untuk wisatawan, sekaligus memperkenalkan jenis-jenis makanan lokal. Tria Nuragustia mengungkapkan dengan sebagian besar pengeluaran turis domestik dan internasional yang terletak pada makanan, Bali adalah surga untuk tempat para pebisnis untuk bereksplorasi (Wawancara 27 Januari 2016). Usaha kuliner menjadi sangat mudah dikembangkan di Bali dengan mengangkat berbagai jenis kuliner Bali yang kemudian mendapat sentuhan kreatifitas semakin
196
mendukung perkembangan kepariwisataan Bali. Wisatawan menjadi sangat mudah menemukan warung dan restoran yang menyajikan makanan Bali. Usaha warung Made Masih di Kuta yang merupakan saksi perkembangan pariwisata di kawasan tersebut tentu memotivasi masyarakat lokal disekelilingnya juga untuk melihat peluang membuka usaha kuliner, begitu juga Murni‟s Warung di Ubud sebagai pioner pariwisata tentu saja meningkatkan minat lokal untuk berkecimpung dibidang kuliner. Mereka pun menjadi kiblat bagi para pengusaha kuliner lainnya, sehingga banyak para ahli kuliner dan chef berani berinvestasi untuk mengembangkan usaha Kuliner seperti Bondan Winarno, William Wongso dan Will Meyrick. Sebagai perempuan pengusaha kontribusi mereka dalam mendukung pariwisata Bali telah ditunjukkan dengan membentuk branding makanan Bali. Babi Guling, Nasi Campur, Sup Ikan, Be tutu menu-menu yang disajikan sejak awal berdirinya warung dan restoran telah menciptakan branding kuliner lokal Bali yang juga secara tidak langsung mempromosikan makanan Bali kepada wisatawan lokal dan mancanegara. Tanpa Bu Oka, Babi Guling Bali tidak akan terkenal seperti sekarang, begitu juga menu nasi campur yang terdapat dalam menu yang disajikan oleh para perempuan Bali mengangkat menu ini menjadi populer dan sangat diminati wisatawan begitu juga Sup Ikan menu khas Pantai Sanur. Aktivitas kuliner seperti menikmati menu makanan lokal, mengikuti kegiatan dalam memproses makanan merupakan kegiatan yang secara langsung dapat memperkenalkan tradisi dan budaya Bali. Kegiatan ini menjadi bagian
197
warung dan restoran dalam memperkenalkan tradisi memasak seperti Warung Babi Guling Oka yang mempersilahkan wisatawan untuk mengikuti aktivitas mulai dari potong babi sampai mengolahnya menjadi babi guling dan berbagai jenis makanan lainnya, memperlihatkan pada wisatawan bahwa mereka memasak masih menggunakan kayu bakar dan juga memperkenalkan bumbu-bumbu Bali yang menjadi andalan pada setiap masakan Bali. Warung Bodag Meliah mempersilahkan wisatawan untuk datang ke kebun dan memetik sayuran sendiri untuk diolah menjadi makanan sedangkan Janet mengadakan cooking class yang menyisipkan menu-menu masakan Bali. Kontribusi pengusaha perempuan tampak jelas berdasarkan uraian diatas, melalui usaha yang dikelolanya telah memberi dampak pada perkembangan pariwisata Bali. Budaya tidak selalu diperkenalkan melalui tarian dan tradisi kesenian Bali yang selama ini selalu disuguhkan kepada wisatawan
tetapi
makanan
kini
juga
turut
mengambil
bagian
dalam
mempromosikan pariwisata Bali melalui usaha kuliner dan aktivitas didalamnya. Usaha kuliner yang mereka dirikan juga banyak menyerap tenaga lokal terutama masyarakat lokal disekitarnya. Sebagai usaha yang tergolong usaha kecil menengah, tenaga kerja usaha kuliner perempuan Bali berkisaran antara 25-200 orang (Tabel 6.1). Jumlah tenaga kerja pada usaha kecil menengah pada umumnya antara 25-99 orang dan diatas 99 orang dapat diklasifikasikan sebagai usaha besar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa para perempuan pengusaha kuliner menerapkan management reward kepada karyawannya dengan berbagai cara untuk menyukseskan roda usaha.
198
Tabel 6.1 Jumlah tenaga kerja yang diserap warung dan restoran No
Warung atau Restoran
1
Made‟s Warung
2 3 4 5 6
Murni‟s Warung Babi Guling Oka Ayam Kedewatan Warung Sari Bodag Meliah Casa Luna dan Indus
7 8
Men Weti Mak Beng
Jumlah Tenaga Kerja 200 30 60 10 80
Asal dominan Seminya, Kuta Legian Ubud Ubud, Peliatan Kedewatan Ubud, Sayan
dan
250
Ubud, Sayan, Lod Tunduh 5 Sanur, Nusa Penida 25 Sanur, Nusa Penida Sumber : Hasil penelitian 2015
Para tenaga kerja yang diserap pada warung dan restoran adalah lulusan sekolah dasar sampai sekolah menengah atas dan kejuruan. Bidang pekerjaan yang banyak menyerap tenaga kerja adalah pelayanan warung yaitu pelayan. Sebagian besar tenaga kerja adalah perempuan sedangkan laki-laki pada posisi tertentu seperti supir dan security. Rata-rata usia tenaga kerja yang diserap adalah 20-45 tahun sedangkan lama bekerja bervariasi antara 5-30 tahun bahkan ada yang sejak warung pertama kali didirikan. Di Warung Bodag Meliah juga mempekerjakan petani, sebagai tenaga kerja biasanya
mereka bekerja paruh
waktu, yaitu mengurus kebun Sari Farm Organik Untuk upah yang diterima oleh para tenaga kerja biasanya menyesuaikan dengan UMR, dari hasil wawancara dengan beberapa pegawai warung dan restoran gaji mereka rata-rata Rp. 1.500.000 sampai Rp. 2.000.000. Ada juga yang menerima gaji bulanan dan harian, yang berbeda nominalnya. Kalau petani yang ada di warung bodag meliah mereka menerima gaji Rp. 2.000.000- Rp. 3.000.000 selain itu mereka juga menjual hasil sawah atau kebun. Kalau di Men Weti
199
dengan pegawai yang jumlahnya 5 orang gaji diberikan dengan sistem harian tertinggi Rp.300.000 perhari begitu juga di Bu Oka, gaji pegawai diterima harian dengan pokok gaji Rp. 50.000 ditambah bonus sesuai dengan pendapatan perhari yang diterima Warung Babi Guling Oka. Untuk memotivasi karyawannya agar merasa nyaman dengan pekerjaannya digunakan cara-cara tertentu tidak hanya berupa reward atau bonus. Made Masih misalnya meliburkan karyawan pada saat hari raya libur Galungan dan Kuningan, warung sengaja ditutup dan semua karyawan diliburkan. Keputusan ini sangat tepat, mengingat sebagian besar karyawan Made‟s Warung beragama Hindu. Warung biasanya ditutup mulai Penampahan Galungan sampai Galungan begitu juga pada hari raya Kuningan yang jatuh setiap enam bulan sekali dan Nyepi yang jatuh setiap setahun sekali. Bila dalam bentuk reward biasanya diberikan pada saat pada saat ulang tahun Made‟s Warung seperti uang tunai dan sepeda motor yang diundi oleh seluruh karyawan Made‟s Warung. Sama halnya dengan karyawan warung Babi Guling Oka biasanya pada high season mendapat bonus yang mencapai Rp. 100.000-Rp.150.000 per hari. Nilawati, pemilik warung sari Bodag Meliah pada hari raya Galungan dan Kuningan para pegawai biasanya diberi bonus berupa kebutuhan-kebutuhan upacara seperti daging babi dan ayam, uniknya babi dan ayam ini dipelihara oleh pegawai, bila tiba masanya hewan-hewan tersebut disembelih untuk keperluan upacara. Akan tetapi sistem reward kepada karyawannya tidak diberlakukan karena tidak ingin menimbulkan rasa iri diantara karyawan. Janet deNefee pemilik Casa Luna dan Indus restoran juga mengungkapkan hal yang sama bahwa tidak
200
ada program-program khusus yang diberikan kepada staff nya tapi sebagai bentuk kepeduliannya terhadap kesehatan perempuan seluruh staff diwajibkan untuk tes papsmear. Ia mengatakan I dont have the special program to make my staff loyal but i have program for women especially focusing in their health. For example pap smear I have program focus in the health like pap semar, once i have yoga and aerobic but some of them prefer to be home rather then stay to do the activities. (Wawancara 21 Desember 2015). 6.2 Perempuan Pengusaha Mewujudkan Kesetaraan Gender. Subjek penelitian dinilai telah berhasil menjalankan kehidupan domestik dan publik secara seimbang. Baik keluarga dan usaha yang dimilikinya berjalan secara bersamaan. Dari sisi domestik, kehidupan para pengusaha kuliner ini dapat dilihat dari bagaimana mereka membesarkan anak, merawat suami, mengelola rumah tangga bersama-sama dengan seluruh anggota keluarga sampai melibatkan anggota keluarganya dalam mengelola usahanya. Mengelola usaha kuliner hingga puluhan tahun melewati berbagai perkembangan jaman ternyata tidak merubah kodratnya sebagai perempuan. Mereka menikah, menjalankan tugas adat, memberi keturunan dan menjadi tulang punggung keluarga. Mereka adalah perempuan yang memberi inspirasi bahwa kemampuan mereka setara dengan lakilaki dalam mengelola usaha. Usaha kuliner yang dikelola adalah bisnis keluarga yang melibatkan seluruh anggota keluarga dalam pengelolaannya. Dibalik kesuksesan para perempuan pengusaha kuliner Bali peran suami mereka sangat besar terutama dukungan yang luar biasa untuk menjalankan usaha. Pastinya para suami terlibat dalam menjalankan usaha, secara bersama-sama dan diantara mereka memiliki perannya masing-masing. Perempuan pengusaha
201
kuliner tampak lebih banyak dalam mengelola usahanya bahkan menjadi ikon dari usahanya tersebut. Personal Branding atau Branding individu para perempuan ini sebagai contohnya Made Masih, indvidunya saja sangat menyenangkan dan pasti dengan kesuksesannya sekarang ini banyak orang yang akan terinspirasi. Belajar dari suaminya Peter Made, Made Masih fasihnya Berbahasa Inggris dan luwes dalam bergaul serta mengenal budaya barat. Bu Made dengan mudah menjalin relasi dengan banyak orang dan menarik pengunjung untuk datang kewarungnya. Inovasi warungnya sekarang juga tidak lepas dari ide-ide suaminya yang juga merancang bangunan warung dan inovasi-inovasinya. Sama halnya dengan Bu Murni yang merupakan salah satu pioner perempuan dalam perkembangan pariwisata di Ubud, Murni‟s warung yang didirikannya berkembang dengan juga merupakan hasil peran langsung almarhum suaminya yang akrab dipanggil Pat yang melihat peluang untuk membesarkan Warung Murni hingga berstandar international. Begitu juga pertanian organik yang dikelola oleh Kadek Nilawati pada awalnya juga terdapat campur tangan Mr. Odet, dengan bertukar pikiran dan ide-ide dalam mengembangkan organik food hingga sekarang dikelolanya secara mandiri. Janet deNefee banya mempelajari tata cara Budaya Bali dari suami, sehingga memudahkannya berbaur dengan para tenaga kerja pada restoran yang dikelolanya bersama-sama. Sebagai perempuan pengusaha mereka adalah sosok yang telah berhasil mengelola usaha dan juga memperlihatkan bahwa antara perempuan dan laki-laki itu sejajar dalam keluarga. Mereka menunjukkan bahwa perempuan memiliki kemampuan untuk melakukan profesi yang tidak banyak mendapat apresisasi
202
karena sebuah bisnis biasanya dipimpin oleh seorang laki-laki. Perempuan sebagai pengusaha dapat membangun karakter positif didalam dirinya. Elaine, Langowitz (2003) menyatakan apabila perempuan yang memimpin kesetaraan gender terlaksana dengan baik diperusahaannya. FINH (2010) Perempuan yang memimpin usaha lebih menghargai kesetraan gender dan lebih fleksible dalam mengelola usaha. Kesetaraan gender dalam keluarga dan usaha kuliner para subjek penelitian dinyatakan berhasil diwujudkan dengan memperhatikan aspek-aspek analis kesetaraan gender sebagai berikut: a. Akses: para perempuan pengusaha kuliner memiliki kapasitas untuk terlibat secara aktif dan produktif dalam kehidupan keluarga. Mereka memiliki akses terhadap usaha kuliner yang mereka kelola sebagai pendiri sekaligus pengelola. Aset dan kepemilikan dari usaha kuliner dimiliki bersama dan perempuan pengusaha kuliner dapat mempergunakan dan mengelolanya untuk kepentingan bersama bahkan melakukan investasi diluar usaha kuliner seperti hotel, home stay. b. Partisipasi: usaha kuliner yang dikelola oleh perempuan pengusaha melibatkan seluruh keluarga mulai dari saudara sampai anak-anak. Pengambilan keputusan tampak dilakukan bersama dengan pertimbanganpertimbangan yang dapat disesuaikan dengan pendapat para subjek pengusaha kuliner dalam keluarganya. Partisipasi keluarga tampak sangat jelas seperti Bu mangku Kdewatan yang melibatkan saudara perempuan dan putranya untuk mengelola warung dikarenakan Bu Mangku harus
203
menjalankan kewajibannya sebagai Mangku Desa. Bu Oka Babii Guling bahkan melibatkan seluruh putra dan putrinya untuk mengelola ketiga warungnya yang ada diseputaran Ubud. c. Kontrol : informasi kepemilikan aset atau properti atas nama keluarga tidak dapat disampaikan secara detail namun seperti Bu Oka disampaikan oleh putrinya Anak Agung Suci bahwa untuk memperluas warungnya sampai ke teges Bu Oka menggunakan uang hasil berdagang yang telah ditabungnya sejak lama. Kadek Nilawati juga menginformasikan bahwa tiga warung Organik yang dikelolanya secara keseluruhan adalah hasil dari usahanya berdagang produk dan makanan organik. Penggunanaan aset juga dilakukan bersama-sama tidak hanya suami tetapi anak-anak yang mulai terlibat dalam mengelola usaha. d. Manfaat: Kegiatan usaha kuliner yang didirikan dan dikelola selama puluhan tahun tentu sangat bermanfaat bagi keluarga besar para perempuan pengusaha. Disamping peningkatan status ekonomi keluarga, pengusaha perempuan juga mensejahterakan seluruh keluarga yang terlibat begitu juga para tenaga kerja yang diantaranya juga adalah keluarga mereka. Perempuan pengusaha kuliner mewujudkan kesetaraan gender dimulai dari dirinya sendiri, yaitu antara hubungan suami dan istri yang saling mendukung bukan saling mendominasi, kesetaraan gender juga diterapkan pada anggota keluarga yang menjadi bagian dari usaha kuliner yang telah didirikannya misalnya dengan tidak membedakan pendidikan antara anak perempuan dan laki-laki begitu juga dalam kesempatan untuk mengembangkan usaha antara
204
anak perempuan dan laki-laki diberikan kesempatan yang sama. Made Masih misalnya memberikan kesempatan pada putrannya untuk mengelola Made‟s warung di Benoa.
Janet yang mempersiapkan putri dan putranya untuk
melanjutkan usaha restoran yang dibesarkan bersama suaminya. Para perempuan pengusaha telah mewujudkan kesetaraan gender tidak hanya untuk dirinya sendiri bahkan pada seluruh keluarganya. Kemitraan tampak terjalin dengan baik berdasarkan informasi yang diperoleh selama wawancara berlangsung. Gambaran masa kecil yang begitu banyak perjuangan hingga menjadikannya perempuan yang tangguh, pekerja keras dan mandiri. Istilah yang tepat bagi mereka adalah Perempuan Langka. Bu Murni mengatakan menjalankan tradisi sebagai perempuan Bali memang diakuinya berat, karena perempuan Bali dituntut untuk mengerjakan banyak hal. Mulai dari melayani keluarga, membereskan rumah, dan mengikuti ritual keagamaan yang menuntut banyak waktu dan tenaga, ditambah dengan banting tulang mencari nafkah. (Modiearta, 2007). Janet deNefee juga mengakui: its not easy being a balinese women because we stag in ceremonies. Its fantastic to be a Balinese women that work and doing a social activities in the sametime. I‟m semi Bali, is not easy to be a Balinese women we have to stag with ceremonies and sometime we dont have to much time to do it in the same time we couldnt change because its born in the community. I think women need to open their mind and have the global vision (Wawancara 21 Desember 2015) . Kesetaraan gender juga tampak pada pengelolaan usaha khusunya para tenaga kerja yang diberikan kesempatan yang sama baik perempuan maupun lakilaki untuk berkarir dalam pekerjaannya. Mereka juga diberi kesempatan yang sama memperoleh pengalaman dan pembelajaran dari para subjek pengusaha
205
kuliner. Perempuan pengusaha kuliner telah berhasil menunjukkan kesetaran gender karena mereka diberikan peluang dan ruang untuk mengembangkan diri dikeluarga dan dimasyarakat sehingga hal tersebut diterapkan pula pada aspek kehidupan yang lainnya. Para subjek peneliti dan usaha kuliner yang dimilikinya menunjukkan bahwa perempuan dapat berpeluang mengaktualisasikan dirinya melalui hal-hal yang menjadi bagian dari kehidupannya secara natural. Memasak, mengolah makanan untuk keluarga adalah hal sederhana yang biasa dilakukan perempuan namun dapat dijadikan peluang sebagai bentuk pemberdayaan diri melalui jalan yang cerdas. Mereka adalah sosok yang membanggakan dan patut diberi apresiasi karena telah menunjukkan bahwa perempuan dapat menjadi pemimpin yang profesional dan mengangkat kuliner Bali secara nasional dan international.
BAB VII PANDANGAN STAKEHOLDER PARIWISATA TERHADAP PEREMPUAN PENGUSAHA KULINER BALI DALAM MENGANGKAT KULINER LOKAL UNTUK MENDUKUNG PARIWISATA BALI Bab VII membahas pandangan para stakeholder pariwisata terhadap kontribusi perempuan dalam mengangkat kuliner lokal dalam mendukung pariwisata Bali. Para stakeholder, termasuk wakil pemerintah, masyarakat (termasuk kalangan penggiat media massa), profesional pariwisata, dan kalangan akademisi, dimintai pendapat mengenai kontribusi perempuan yang merupakan subjek penelitian ini. Hasil wawancara dengan mereka dianalisis dengan Teori gender dan pariwisata berkelanjutandan diabstraksikan untuk menunjukkan bukti bahwa perempuan Bali menunjukkan kontribusi melalui usaha kulinernya untuk mendukung pariwisata di daerah ini. Analisis dituangkan dalam dua butir berikut (1) Pandangan stakeholder pariwisata terhadap perempuan pengusaha kuliner Bali; (2) Pandangan wisatawan terhadap perkembangan usaha kuliner Bali. 7.1 Pandangan stakeholder pariwisata terhadap perempuan pengusaha kuliner Bali. Pada awalnya, subjek penelitian tidak menyadari bahwa usaha yang mereka kelola akan mendukung pariwisata Bali. Mereka menjadi pedagang kuliner Bali adalah untuk menyambung hidup atau sebagai mata pencaharian guna memperoleh nafkah untuk kepentingan keluarga. Pariwisata yang menggerakkan perekonomian Bali telah memberi peluang bagi mereka untuk membesarkan usahanya dan dikenal dalam maupun luar negri. Usaha kuliner yang dikelola turut serta
mempopulerkan
nama
besar
206
pengusaha
perempuan.
Usaha
207
kuliner telah membuktikan makanan dan minuman sesungguhnya memiliki peran penting dalam perjalanan pariwisata Bali. Memang makanan dan minuman adalah kebutuhan utama manusia tetapi tanpa ada proses produksi, pemasaran ke konsumen makanan lokal Bali tentu saja tidak terkenal seperti sekarang ini. Kontribusi perempuan pengusaha kuliner dalam mengangkat kuliner lokal adalah yang mempopulerkan, melestarikan, dan memperkuat identitas kuliner Bali. Seberapa jauh kontribusi perempuan pengusaha mengangkat kuliner lokal dan mendukung pariwisata berkelanjutan dapat dinilai dari kualitas, keberlanjutan dan keseimbangan yang merupakan tiga aspek penting dalam keberlanjutan pariwisata.
Pendapat para stakeholder adalah untuk memperkuat pernyataan
bahwa kontribusi perempuan terhadap pariwisata telah terbuktikan melalui keterlibatannya mengelola usaha kuliner dan mengangkat kuliner lokal pada khususnya. Adapun kontribusi para perempuan pengusaha dimata para stakeholder dalam mendukung pariwisata adalah 7.1.1
Perempuan sebagai pencipta branding kuliner lokal Kadek Rumadana seorang akademisi dan juga berprofesi sebagai Chef di
STP Bali, memiliki pandangan yang bahwa branding individu dari pemilik usaha kuliner adalah pendukung pariwisata Bali,
terhadap perempuan pengusaha
kuliner, Kadek rumadana mengungkapkan: yang saya lihat dan terekspose bukan makanannya melainkan warung dan pemiliknya. Terus terang saja menurut saya tujuan awal mereka pasti untuk meningkatkan ekonomi keluarga dan tidak punya misi mengembangkan kuliner Bali,lebih condong pada brand individu bukan makanan Bali, tetapi sekarang dengan brand individu tersebut makanan Bali dikenal walaupun saya belum melihat wisatawan datang untuk khusus ke Bali untuk
208
menikmati makanan Bali tapi budaya lalu diikuti untuk mencicipi makanan (21 Januari 2016). Lebih jauh, Kadek Rumadana mengungkapkan bahwa bila dibandingkan dengan Negara lain misalnya Prancis wisatawan datang karena ingin melihat tradisi membuat keju, wisatawan datang khusus mencicipi makanan dengan bahan baku keju. Dalam konteks ini pariwisata yang mendukung kuliner Bali, dengan diadakannya festival-festival untuk menggali potensi-potensi kuliner Bali ditambah kontribusi perempuan pengusaha kuliner melalui popularitasnya. Andres dwimulya wisatawan yang berkunjung ke warung murni menyebutkan bahwa kontribusi perempuan terlihat dari keberhasilan mereka dalam memperkenalkan makanan lokal sehingga perempuan telah menciptakan branding pada makanan lokal Bali (wawancara, 3 Januari 2016). Babi guling tidak akan terkenal sekarang bila tidak dipopulerkan oleh Bu Oka, nasi campur Bali di kawasan sanur populer karena Men Weti, hidangan sup dan ikan goreng menjadi populer karena Mak Beng. Perempuan telah menciptakan branding kuliner Bali melalui menu-menu signature
dan
hits
yang
disajikan
puluhan
tahun
di
Bali.
Mereka
mempopulerkannya melalui usaha warung dan restoran yang dikelola. Brand menu lokal yang original adalah daya tarik utama usaha mereka yang kemudian dikenal oleh para wisatawan. Warung dan restoran yang mereka dirikan adalah fasilitator bagi wisatawan untuk dapat menikmati kuliner Bali. Menurut Aulia pengunjung Babi Guling Oka dalam wawancara 3 januari 2016, kontribusi perempuan pengusaha kuliner sudah sangat jelas karena mereka telah menyediakan kuliner lokal, namun mereka perlu mempertimbangkan penyajian
209
makanan lokal agar tetap menarik para wisatawan. terkait hal tersebut para pengusaha kuliner perlu meniru restoran international yang juga menyuguhkan hidangan bertema Bali. 7.1.2
Perempuan sebagai pelestari kuliner lokal untuk kepentingan masyarakat dan wisatawan. Trifitria S. Nuragustina, seorang jurnalis dari majalah Femina yang
menjabat sebagai Excutive Editor Femina memiliki pandangan terhadap perempuan pengusaha kuliner yang menurutnya adalah pengusaha yang berani mempertahankan originalitas dari makanan yang disajikan pada warung dan restoran yang dikelola. Sejak berdiri hingga sekarang pengusaha kuliner sangat konsisten pada menu makanan Bali yang dalam perkembangannya menjadi penciri kuliner Bali. Konsistensi ini merupakan sebuah bentuk keberlanjutan dalam mengangkat kuliner Bali, sebagai wujud pelestarian sehingga generasi mendatang akan terus mendapat kesempatan untuk menikmati kuliner lokal. Tria mengungkapkan Ya, karena nama-nama tempat makan yang telah Anda sebutkan memang menjadi magnet kunjung di Bali. Mereka mempertahankan orisinalitas, sesuatu yang tak dimiliki restoran yang hanya mengikuti arus tren dan tak menyadari identitasnya (Wawancara 3 february 2016). Konsistensi sangat penting, mengingat beberapa menu-menu lokal Bali seperti komoh salah satunya sudah sangat sulit sekali ditemukan bahkan dikonsumsi. Generasi muda sekarang tentunya akan sulit bila ditawarkan untuk mengkonsumsi komoh, tapi akan sangat disayangkan bila salah satu menu makanan lokal Bali ini hilang karena tidak diproduksi dan sedikit peminatnya dengan pertimbangan bahan dasar darah segar. Makanan adalah identitas, suatu
210
kawasan akan mudah dikenali melalui makanannya. Contohnya Negara Jepang menurut Cwiertka (2006:175) menyatakan masakan Jepang sekarang ini memiliki nilai sebagai konstruk modernisasi dari berbagai pengaruh perubahan sejak dua abad yang lalu. Makanan Jepang atau yang disebut (Washoku) telah menjadi bagian dari kuliner dunia. Makanan Jepang sukses menjadi makanan yang dikenal diseluruh dunia. Sushi boom pertama kali diperkenalkan pada tahun 1972 pada sebuah club yang bernama Harvard Club. Image shusi sebagai yuppy food sangat mudah dikonsumsi dan dalam dua gelombang 1970-an dan 1990-an telah menyebar keseluruh Benua Amerika. Makanan Bali bisa saja diperkenalkan keseluruh dunia, sama seperti makanan Jepang menurut uraian diatas. Tapi sementara ini masih perlu banyak hal yang harus dipertimbangkan terutama kualitas bahan dasar, penyajian dan pengemasannya. Masalah terbesar saat ini yang dihadapi Kuliner Bali adalah hyginitas atau kebersihan makanan dan tempat dan kelayakan makanan untuk disantap. Para stakeholder menyoroti isu hyginitas makanan yang biasanya dinilai dari lokasi dan keadaan warung terutama pada alat-alat yang digunakan. Pandangan yang sama juga dilontarkan oleh Dian Paramangtyas pemilik blog Bali Delicius yang mengakui bahwa usaha kuliner yang dirintis dan dikembangkan hingga puluhan tahun menjadi kekuatan perempuan pengusaha kuliner untuk keberlanjutan makanan lokal. Giriworso wisatawan nusantara yang berkunjung ke warung Bu Mangku Kedewatan mengungkapkan bahwa Para pengusaha perempuan Bali telah menampilkan kearifan lokalpulau Bali terutama kulinernya (Wawancara, 3 Januari 2016)
211
Tidak
berbeda
dengan
pandangan
yang
disampaikan
oleh
Dian
Paramangtyas dan Giriworso, dua wisatawan yang berkunjung ke Babi Guling Oka dan Warung Made juga mengungkapkan hal yang sama yaitu: Dhendy Satria: Kontribusi yang terlihat adalah menjaga keunikan budaya melalui kuliner (Wawancara, 3 Januari 2016) Wikantadi : Setiap sektor usaha pariwisata terkontribusi oleh setiap manusia baik perempuan dan laki-laki yang ada di Bali dengan status sebagai wisatawan, orang lokal, tapi usaha kuliner Bali memang utama dikembangkan oleh perempuan Bali, Bali adalah tujuan utama wisata kuliner, kontribusi perempuan pengusaha kuliner ini adalah sudah mempertahankan adat budaya lokal pada makanan yang disajikan ini (Wawancara, 20 Desember 2015) Masyarakat dapat merasakan dampaknya dengan wujud pelestarian budaya makanan lokal yang dilakukan oleh para pengusaha perempuan dan para wisatawan memperoleh pengetahuan dan pengalaman yang unik mengenai kuliner Bali yang telah dikemas dengan kreatifitas perempuan pengusaha. Selain pelestarian
budaya
masyarakat
juga
memperoleh
keuntungan
karena
meningkatnya aktivitas kuliner dikawasan pariwisata seperti Kuta, Sanur dan Ubud juga meningkatkan aktivitas perekonomian lokal terutama penyerapan tenaga kerja. Zarida wisatawan USA yang berkunjung ke Warung Babi Guling Oka, dengan optimis menyatakan perempuan pengusaha telah berhasil mengangkat kuliner lokal untuk mendukung pariwisata Bali karena mereka melestarikan budaya kuliner yang diperolehnya dari keluarga. Mereka juga mampu mengkemasnya mnejadi sangat indah dan tetap menunjukkan originalitas rasa
212
makanan Bali (wawancara, 3 Januari 2016). Begitu juga Mary Holiday wisatawan USA yang berkunjung ke Warung Bodag Meliah
menyampaikan dalam
wawancara bahwa kontribusi perempuan telah meningkatkan pariwisata terutama perkembangan ekonomi lokal. Mary Holiday menyampaikan sebagai berikut: Their contribution are increases tourism sector which benefits the local economy(Wawancara, 3 Januari 2016). Kontribusi perempuan pengusaha kuliner dirasakan tidak hanya oleh masyarakat tetapi juga wisatawan. Bagi mereka yang sangat ingin memperdalam kuliner Bali para pengusaha ini juga menyediakan aktivitas terkait kuliner sampai pengadaan
festival
seperti
yang
dilakukan
oleh
Janet
deNefee
yang
menyelenggarakan Food Festival di Ubud. Para pengusaha kuliner juga memiliki kemauan untuk memfasilitasi pertanian lokal yang mengarah pada pertanian organik seperti yang telah dilakukan Made masih dan Nilawati. Tria Nuragustina mengungkapkan Secara personal mereka telah membangkitkan semangat pertanian dan mengembalikan kebanggaan para petani dengan produk lokal yang dihasilkan sehingga tercipta jalur beli langsung antara petani dan pengusaha kuliner (Wawancara 27 Januari 2016). Masyarakat yang dilibatkan khususnya para petani mendapat kesempatan untuk mengelola pertanian secara organik dan mereka juga mendapatkan pengetahuan mengenai pertanian organik. Masyarakat juga tidak perlu khawatir karena tercipta jalur beli langsung oleh pengusaha kepada para petani yang dapat meningkatkan nilai jual hasil pertaniannya.
213
7.1.3
Perempuan sebagai inspirator dan motivator Keberhasilan
perempuan
pengusaha
kuliner
dan
usahanyaa
juga
mengangkat kuliner bali dalam mendukung pariwisata Bali Menurut Subiaktiyasa kepala bidang rumah makan Dinas Pariwisata Denpasar mengungkapkan Mereka membantu memperkenalkan sajian menu tradisional, sekarang kan sudah banyak kalau dulu mereka sangat berperan dalam mengembangkan kuliner bali. Kehadiran mereka mengembangkan motivasi untuk para pengusaha muda, membikin semacam inovasi dengan latar belakang kuliner Bali, rasa dan bahan baku tetap yang original tetap dipertahankan tapi penyajian diperbarui (Wawancara 16 february 2016). Wawancara Putu Subiaktiyasa menunjukkan para pengusaha kuliner menginspirasi para generasi muda untuk ikut memanfaatkan peluang di dunia kuliner melalui usaha-usaha baru yang mengusung kuliner lokal. berbagai jenis usaha kuliner mulai berkembang, para generasi muda yang penuh kreatifitas menunjukkan ketertarikan pada bidang kuliner baik makanan dan minuman. Para pengusaha kuliner juga memotivasi generasi muda dalam lingkungan keluarganya ini terbukti dengan bersedianya mereka melanjutkan usaha yang telah dikelola orang tua, tugas mereka kini melanjutkan keberhasilan yang telah dicapai. Aktivitas kuliner juga menginspirasi kelas memasak yang kini mudah dijumpai dan
telah banyak ditawarkan kepada para wisatawan sehingga
pengenalan budaya kuliner Bali semakin memperkaya pengalaman yang didapat oleh wisatawan selama berkunjung ke Bali. 7.1.4
Perempuan sebagai pejuang kuliner Anak Agung Brahmantya mempunyai pandangan yang berbeda tentang
kontribusi perempuan pengusaha kuliner di Bali khususnya yang ada di Ubud, menurutnya:
214
Perempuan pengusaha kuliner tidak bisa dikatakan pioner, pioner adalah Puri, Puri yang memperkenalkan makanan karena dari sana makanan seperti betutu, lawar,babi guling diperkenalkan ke masyarakat. Para pemilik usaha kuliner ini mendapat peluang untuk mengimplementasikan apa yang diperkenalkan oleh puri-puri mereka adalah sosok pejuang kuliner Bali. Warung yang mereka kelola adalah identitas lokal yang mengedepankan kebudayaan lokal sehingga populer dan hanya ditemukan di Bali oleh wisatawan dan terkenal di international (Wawancara 16 februari 2016). Pandangan Anak Agung Brahmantya terhadap perempuan pengusaha kuliner adalah sebagai sosok yang memperjuangkan kuliner Bali hingga sampai dikenal oleh wisatawan. Mereka adalah sosok yang puluhan tahun mempertahan ciri khas warungnya sebagai identitas lokal yang mempertahankan kebudayaan Bali melalui makanan. Bagaikan fashion warung yang mereka kelola mengalami perubahan seiring perubahan jaman namun tetap menghadirkan menu-menu lokal yang menarik perhatian wisatawan. Tri Sutaguna seorang akademisi yang juga seorang chef sangat setuju dengan kiprah perempuan pengusaha dalam mengangkat kuliner dan mendukung pariwisata Bali, ia menyampaikan belum ada orang-orang yang bersedia memperkenalkan makanan tradisional Bali kepada wisatawan dan dinikmati oleh berbagai kalangan. Mereka patut ditiru karena mereka menghargai warisan kuliner sehingga dapat terus dinikmati oleh generasi penerus dengan cita rasa dan penyajian yang baik (Wawancara, 28 Desember 2015). Glueck wisatawan jerman yang berkunjung ke warung Bodag Meliah melukiskan perempuan Bali pengusaha kuliner sebagai berikut: Women in Bali typically better hosts and better culinary experts, their contribution are improve the society and support kids. They are stronger than man and full of motivation(wawancara 3 Januari 2016)
215
Begitu juga wisatawan dari Estonia yang bernama Timur saat berkunjung ke warung babi guling menyampaikan bahwa Women are making huge contribution because they managed the local restaurant like women treat the families (wawancara 3 Januari 2016). Para perempuan pengusaha Bali telah berkontribusi melalui usaha kuliner yang dikelolanya. Mereka disebut sebagai host yang baik dan ahlinya kuliner Bali. Melalui usaha yang dikelolanya sdengan sistem kekeluargaan para perempuan pengusaha menyajikan menu-menu lokal yang sampai saat ini masih menjadi favorit pilihan wisatawan. Usaha-usaha kuliner para perempuan pengusaha telah memperkaya menu kuliner Bali. Menu lokal baik menu fusion disajikan sebagai bentuk inovasi walaupun terdapat warung yang tetap mengandalkan satu menu saja. Para pengusaha kuliner telah memperkenalkan makanan Bali sebagai kearifan lokal budaya Bali, kunci utama dari kontribusi mereka adalah meneruskan tradisi makanan lokal Bali dan mempertahankan cita rasa yang diwariskan secara turun-temurun ke generasi berikutnya. Kuliner adalah kekayaan budaya Bali yang telah menjadi bagian dari pariwisata. Kuliner juga telah menjadi sarana untuk memperkenalkan budaya Bali, perempuan pengusaha kuliner telah mendukung pariwisata melalui makanan dan minuman yang disajikan pada warung dan restoran yang mereka rintis sejak lama. Perkembangan ini sangat baik terutama bagi para petani yang menyediakan bahan baku produksi kuliner. Bessiere (1998) Peluang ini juga dapat dikembangkan menjadi jenis wisata yang aktivitasnya meliputi tur pedesaan, begitu juga para petani dapat menjadi pemasok langsung untuk warung dan restoran. Hall, Mitchell (2001:83) peluang ini dapat menstimulasi masyarakat
216
lokal untuk sadar bahwa perkembangan kuliner berpotensi meningkatkan minat para petani untuk memproduksi sumber bahan baku makanan. Masyarakan akan lebih bangga dan berusaha mempertahankan identitas makanan lokal dan budaya. Pariwisata memfasilitasi perkembangan kuliner seperti meningkatkan kreatifitas dalam mengolah, menyajikan makanan dan mengubah tata cara makan. Sebagai instrumen globalisasi, pariwisata telah meningkatkan tekanan antara lokal dan global, disatu sisi pariwisata meningkatkanhasil produk pangan global dan disisi lain dalam beberapa kasus, pariwisata memperkuat dan menghidupkan kembali tradisi makanan lokal, memasak dengan cara kreolisasi/fusion, bisa dibilang mewakili perkembangan bentuk-bentuk lokal baru produksi dan konsumsi (Hall, Mitchell, 2001:85). Kontribusi perempuan dalam mendukung pariwisata Bali melalui usaha kuliner adalah mempertahankan budaya dan tradisi keluarga secara turuntemurun.
Perempuan juga telah mendukung perekonomian lokal dengan
mengupayakan lapangan kerja bagi masyarakat lokal dikawasan masing warung dan restoran.
Semangat berwirausaha dari perempuan Bali memang sangat
berdampak pada kehidupan keluarga serta orang-orang yang terlibat didalamnya melalui pemberdayaan untuk meningkatkan mutu dan kulitas usaha. Penyerapan tenaga kerja lokal yang dilakukan perempuan pengusaha adalah bentuk pemberdayaan tenaga lokal khususnya perempuan. Kontribusi perempuan pengusaha kuliner untuk mendukung pariwisata Bali adalah membentuk citra kuliner. Kuliner sangat erat hubungannya antara perempuan dan makanan, perempuan (ibu) digambarkan oleh seorang wisatawan
217
Hongkong yang bernama Ally sebagai sosok yang pandai mengolah makanan serta sosok yang hebat dalam menjamu tamu dengan menghidangkan masakanmasakan tradisional (wawancara 3 Januari 2016). Citra kuliner di Bali adalah tradisi pengolahan dan penyajian makanan yang dikembangkan dan telah dimodifikasi dengan modernisasi karena perkembangan pariwisata. Perempuan pengusaha Bali memperkenalkan makanan Bali dengan cara mempertahankan cita rasa kuliner, bahan baku dan bumbu-bumbu yang merupakan ciri makanan Bali tetap dipergunakan pada setiap masakannya. Oleh sebab itu bumbu-bumbu seperti basa genep dan rempah-rempah lainnya agar terus digunakan sehingga rasa makanan Bali tetap dikenal wisatawan sebagai ciri makanan Bali. Kontribusi perempuan pengusaha kuliner memang patut diapresiasi, mereka dengan segala usahanya telah berhasil memperkenalkan makanan Bali kepada wisatawan. Berkat kehadiran warung-warung yang mereka kelola keberlanjutan makanan Bali dapat diperhitungkan ke masa depan. Generasi-generasi penerus telah dibentuk untuk mewarisi usaha dan originalitas masing-masing warung walaupun era globalisasi tentunya membawa dampak dan perubahan pada warung. Sebaiknya komitmen dan konsistensi harus terus diperkuat agar makanan Bali tidak mengalami kepunahan. 7.2 Pandangan Wisatawan Terhadap Perkembangan Kuliner Bali. Untuk menganalisis perkembangan usaha kuliner di Bali dilakukan penyebaran kuisioner kepada para wisatawan nusantara dan mancanegara pada masing-masing kawasan. Pada bagian analisis ini langkah awal yang dilakukan adalah
mengumpulkan
informasi
mengenai
profil
wisatawan
kemudian
218
menganalisis jawaban responden terkait pandangan wisatawan terhadap perkembangan usaha kuliner di Bali. 7.2.1
Identitas Responden (Kuta, Sanur, dan Ubud) Profil responden adalah data yang menggambarkan keadaan wisatawan
sebagai informasi untuk penelitian, kuisioner disebarkan pada bulan Desember 2015-Januari 2016 kepada 300 wisatawan dan kembali 233 kuisioner. Berdasarkan keseluruhan kuisioner yang diperoleh 233 responden yang bersedia meluangkan waktu untuk menjawab kuisioner. Pada kawasan Kuta nampak 33 wisatawan mancanegara dan 33 wisatawan nusantara yang kuisionernya diisi oleh para pengunjung Warung Made Kuta dan Seminyak. Pada Kawasan Sanur nampak 31 wisatawan mancanegara dan 45 wisatawan nusantara yang kuisionernya diisi oleh para pengunjung Nasi Campur Men Weti dan Warung Mak Beng. Pada kawasan Ubud nampak 57 wisatawan mancanegara dan 34 wisatawan nusantara yang tersebar di warung Murni‟s, Babi Guling Oka, Warung Bodag Meliah, dan Nasi Ayam Kedewatan.
Tabel 7.1 Jumlah responden di kawasan Kuta, Sanur dan Ubud No Kawasan Mancanegara Nusantara Total Presentase 1 Kuta 33 33 66 28,3 2 Sanur 31 45 76 32,6 3 Ubud 57 34 91 39,1 Total 121 112 233 100 Sumber: Hasil Penelitian 2016 Kuisioner wisatawan mancanegara banyak diisi oleh para pengunjung warung Babi Guling Oka, Murni‟s warung dan warung Bodag Meliah sedangkan wisatawan Nusantara diperoleh di warung Nasi Ayam Kedewatan. Mengenai
219
karakteristik Negara Asal, Jenis Kelamin, Umur, Pekerjaan akan dirinci perkawasan dengan diikuti berupa uraian-uraian yang mempertegas hasil kuisioner. 7.2.1.1 Responden kawasan Kuta Karakteristik wisatawan pertama dibedakan dari negara asal wisatawan yang paling banyak berkunjung adalah Negara Australia 10 responden
dan
Inggris 10 responden dengan presentase 30,3% Negara Swedia, Amerika, China dan Russia dengan kunjungan terendah antara 1-3 orang dengan presentase 3,0% 9,1 %. Wisatawan Nusantara sebagian besar menjawab berkebangsaan Indonesia yang berasal dari kota Jakarta dengan presentase 29,5%. Kedua, Dari 66 wisatawan yang mengunjungi Kuta, perbandingan pengunjung perempuan 37 Perempuan dan 29 Laki-laki dengan presentase 56,1% perempuan dan 43,9% lakilaki nampak pengunjung perempuan lebih banyak daripada laki-laki. Ketiga, dilihat dari umur responden, Umur 21-25 tahun paling tinggi dibandingkan dengan umur lainya, umur yang paling rendah yaitu diatas 50 tahun. Keempat, dilihat dari pekerjaan responden, angka yang paling tinggi yaitu pegawai swasta sebanyak 37 responden dan yang terendah adalah wirausaha dengan perbandingan presentase 56,5 % berbanding 1,5 %. Daya tarik kawasan Kuta bagi para responden belum menunjukkan ketertarikan terhadap kuliner, karena dari hasil kuisioner menunjukkan 26 responden warung made menjawab kunjungan mereka adalah untuk jalan-jalan, 10 responden mengungkapkan alam sebagai daya tarik, dan 4 responden menjawab kuliner dengan presentase 39,4 %, 15,2 persen, 6,1 persen. Sumber
220
informasi mengenai kuliner lokal lebih banyak didapat dari teman dengan presentase 57,6% kemudian agen perjalanan 15,2%, website 7%. 58 responden menjawab tidak memiliki perencanaan perjalanannya dengan frekuensi kedatangan tertinggi adalah lebih dari dua kali. Walaupun kedatangan mereka adalah untuk jalan-jalan pada kenyataannya 87,9% responden menjawab mereka pernah mencoba kuliner Bali akan tetapi tidak selalu memilih menu khas masakan Bali. Kawasan Kuta memang memiliki sejumlah warung dan restoran yang mengusung berbagai tema, Warung Made yang memiliki menu khas nasi campur Bali dan tambahan menu fusion menyebabkan munculnya berbagai variasi sehingga bisa saja wisatawan tidak memiliki pemahaman bahwa yang dikonsumsinya adalah makanan lokal ataupun kuliner hasil fusion. Dari segi menu dan kesesuaian harga makanan khas Bali, 23 responden memilih nasi campur Bali sebagai menu favorit kuliner Bali, 15 responden lainnya menyebutkan ayam betutu Bali dan 18 responden menyebutkan jenis kuliner lain seperti ikan bakar Jimbaran dan satai lilit sebagai menu khas Bali terfavorit. Kesesuaian harga makanan khas Bali menurut 63,6% responden menjawab Rp 20.000-Rp. 30.000 (Lihat Lampiran, 4.1 ). 7.2.1.2 Responden kawasan Sanur Karakteristik wisatawan pertama dibedakan dari negara asal wisatawan yang paling banyak berkunjung adalah wisatawan Eropa yaitu Belanda 9 responden diikuti Denmark, Prancis, Swedia, Inggris, Estonia, Spanyol dan Austria.
Wisatawan Nusantara sebagian besar menjawab berkebangsaan
Indonesia yang berasal dari kota Jakarta dan Yogyakarta dengan presentase .
221
Kedua, dari 76 wisatawan yang menjadi responden untuk kawasan Sanur, perbandingan antara perempuan dan laki adalah 39 Perempuan dan 37 Laki-laki dengan presentase 51,3% perempuan dan 48,7% laki-laki nampak pengunjung perempuan lebih banyak daripada laki-laki. Ketiga, dilihat dari umur responden, Umur 21-35 tahun paling tinggi dibandingkan dengan umur lainya, umur yang paling rendah yaitu diatas 50 tahun dengan presentase perbandinga anatar 44,7% dan 11,8%. keempat, dilihat dari pekerjaan responden, angka yang paling tinggi yaitu pegawai swasta sebanyak 39 responden dan yang terendah adalah tentara,Profesional dan wirausaha dengan perbandingan presentase 51,3 % berbanding 1,3 %. Daya tarik Sanur bagi para pengunjung Warung Men Weti dan Mak Beng menunjukkan bahwa Kuliner menjadi tujuan utama untuk kawasan ini dengan presentase 22,4% kemudian budaya 21,1% dan jalan-jalan 15%. Sama halnya dengan para responden Kuta, 72 responden Sanur juga merencanakan perjalanannya sendiri tanpa diatur agen perjalanan dengan jumlah kunjungan lebih dari 10 kali dengan presentase 50%. 65 responden mengungkapkan kunjungan mereka adalah untuk mencoba kuliner Bali dan 39 responden pasti memilih menu kuliner Bali, dua jawaban tertinggi yang menunjukkan antusias para wisatawan terhadap kuliner Bali dikawasan Sanur yaitu Mak Beng dan Men Weti. Sumber informasi mengenai kuliner mereka peroleh dari teman sdengan presentase 68,4 persen, website 13,2%, lainnya seperti brosur dan informasi yang didapat dari hotel tempat menginap. Menu nasi campur Bali menjadi menu favorit pilihan 25 responden, 24 responden menyebutkan Babi Guling juga menjadi menu favorit,
222
saat ditanya kenapa tetap memilih babi guling sebagai menu favorit ternyata dua diantara responden menjawab bahwa Babi Guling adalah makanan khas Bali dan pastinya selain nasi campur babi guling adalah menu utama yang dinikmati. Kesesuaian harga kuliner dijawab oleh 43 responden antara Rp20.000-Rp.30.000 dengan presentase 56,6%. (Lihat Lampiran 4.2). 7.2.1.3 Responden Kawasan Ubud Karakteristik wisatawan pertama dibedakan dari negara asal wisatawan yang paling banyak berkunjung adalah wisatawan Australia, Eropa, Amerika dan Asia. Australia 10 responden, Prancis 8 responden, dan Amerika 7 responden dengan perbandingan presentase 17,5%, 14%, 12,3 Persen. Wisatawan Nusantara sebagian besar menjawab berkebangsaan Indonesia yang berasal dari kota Jakarta. Kedua, dari 91 wisatawan mancanegara dan nusantara yang menjadi responden untuk kawasan Ubud, perbandingan antara perempuan dan laki adalah 50 Perempuan dan 41 Laki-laki dengan presentase 54,9% perempuan dan 45,1% lakilaki nampak pengunjung perempuan lebih banyak daripada laki-laki. Ketiga, dilihat dari umur responden, Umur 21-35 tahun paling tinggi dibandingkan dengan umur lainyayang diikuti oleh umur 36-50 tahun dan umur yang paling rendah yaitu diatas 50 tahun dengan presentase perbandingan antara 61,5%, 24,2% dan 4,4%. Keempat, dilihat dari pekerjaan responden, angka yang paling tinggi yaitu pegawai swasta sebanyak 40 responden, Pegawai pemerintah 14 responden, pelajar 12 responden dan wirausaha10 responden (Lihat Lampiran 6) Daya tarik kawasan Ubud berdasarkan 18 responden menjawab kunjungan mereka untuk berjalan-jalan, 16 responden tertarik pada alam, dan 13 responden
223
menyebutkan kuliner serta 8 responden memiliki jawaban bahwa Ubud memiliki daya tarik Kuliner, Budaya dan jalan-jalan. 87 responden menyebutkan perjalanannya tidak diatur oleh agen perjalanan dengan presentase kunjungan satu kali adalah 36,3%, presentase kunjungan lebih dari 10 kali adalah 22%, dan presentase kunjungan lebih dari lima kali adalah 22%. Sumber informasi mengenai kuliner khas Bali didapat dari teman dengan presentase 48,4% dan website dengan presentase 34,1%. 92,3% persen responden menjawab pernah mencoba masakan Bali tetapi 54,9% responden tidak selalu memilih menu Bali yang ditawarkan oleh warung dan restoran dengan alasan yang sama dengan kawasan Kuta bahwa di Ubud juga terdapat beragam menu khas Bali yang telah difusion dengan jenis bahan dan jenis makanan khas lainnya seperti yang dilakukan Janet deNefee (Restoran Indus) dan Nilawati (Warung Bodag Meliah). Menu babi guling, terutama Babi Guling Oka menjadi menu favorit dikawasan Ubud, sebanyak 32 responden menjawab Babi Guling, 25 responden menjawab Nasi Campur Bali, 21 responden menjawab jenis makanan lainya seperti makanan organik yang disajikan ala Bali. Kesesuaian harga antara Rp. 20.000- Rp 30.000, Rp. 40.000-Rp.50.000, dan Rp.30.000-Rp.40.000 dengan perbandingan presentase 31,9%, 28,6% dan 26,4%. (Lihat lampiran 4.3). Pertumbuhan wisatawan di Bali terus meningkat tahun 2014 tercatat 3.766.638 wisatawan dan 2015 tercatat 4.001.835 wisatawan yang berkunjung ke Bali. Tiga negara peringkat teratas yang mengunjungi Bali adalah Australia, China,
Jepang.
(www.disparda.baliprov.go.id:2016).
Pengawasan
terhadap
perkembangan jumlah wisatawan dan profile wisatawan yang berkunjung adalah
224
peluang dan juga ancaman bagi usaha kuliner. Kemunculan kelompok-kelompok minat khusus kuliner juga sangat perlu diperhatikan. Contoh warung babi guling Oka dalam sehari pengunjung berdatangan mencapai 200 orang dan sangat padat mulai pukul 10:00-15:00 Wita. Warung Made Bisa dikunjungi 200-300 pengunjung dalam sehari dan pada hari-hari tertentu bisa melebihi kapasitas warung. Gender, usia dan latar belakang pendidikan menurut Kim et al (2009), adalah komponen demografi wisatawan yang mempengaruhi dalam menentukan pemilihan makanan lokal pada suatu destinasi wisata. Hasil pengamatan dan pengisian kuisioner pada tiga kawasan penelitian menunjukkan hal yang sama pada gender dan usia. Wisatawan perempuan menunjukkan kecenderungan memilih makanan lokal dan menjadi peminat kuliner Bali. Pada tiga kawasan penelitian juga menunjukkan presentase wisatawan perempuan baik mancanegara dan domestik lebih tinggi dari wisatawan laki-laki. Perempuan cenderung pemilih dalam hal makanan terkait kesehatan dan daya beli sehingga bahan makanan dan harga menjadi faktor penting dalam menentukan pemilihan kuliner lokal (Flynn et al, 1994). Para wisatawan yang berkunjung pada warung dan restoran terdapat kelompok-kelompok usia tertentu yang banyak dijumpai yaitu usia 21-35 tahun.(Lihat lampiran 4.1,4.2,4.3). Apabila dikaitkan dengan kesehatan usia 21-35 tahun adalah usia matang yang memiliki berbagai macam pengetahuan tentang makanan dan hal tersebut memotivasi mereka untuk mendapatkan pengalaman unik dengan menikmati kuliner lokal Bali pada warung dan restoran. Nampak para wisatawan ingin mencoba menu Bali tetapi tidak mempengaruhi
225
keputusannya untuk memilih menu khas Bali khususnya dikawasan Kuta dan Ubud karena keragaman jenis makanan yang ditawarkan oleh warung dan rumah makan. Secara keseluruhan menu Nasi Campur Bali dan Babi Guling adalah favorit wisatawan. 7.2.1.4 Perkembangan usaha kuliner di Bali menurut para wisatawan. Citra pariwisata Bali telah diperkuat oleh para perempuan Bali dengan cara tetap menyajikan menu-menu lokal dengan ciri khas Bali dan bermuatan kearifan lokal. Misalnya Ayam betutu, walaupun tidak disajikan secara utuh seperti Betutu Men Tempeh, menu betutu tetap disajikan dalam nasi campur yang dipopulerkan oleh subjek pengusaha perempuan Bali. Kuliner Bali sampai saat ini adalah sebagai pendukung pariwisata karena belum ditemukan pola khas yang dapat menggiring persepsi bahwa ini makanan-makanan yang disebut kuliner Bali adalah asli. Menurut Kadek Rumadana (wawancara 21 Januari 2016) Kecenderungan saat ini adalah promosi pariwisata yang dilakukan oleh pemerintah adalah misi budaya yang menampilkan tarian dan tradisi makanan hanya menjadi pelengkap. Potensi makanan lokal Bali harus terus digali sebagai daya tarik pariwisata. Jangan sampai membiarkan makanan tersebut menjadi punah karena tidak ada yang mengkonsumsi atau perlu ada pertimbangan tertentu yang harus dipersiapkan sebelum memperkenalkan makanan tersebut. Dalam fase-fase perkembangan kuliner pada bab IV disebutkan bahwa para perempuan pengusaha kuliner di Bali telah menunjukkan aktivitas kuliner sejak tahun 1960-an seiring dengan perkembangan pariwisata. Perkembangan usaha kuliner di Bali tidak terlepas dari berdirinya warung-warung legendaris yang
226
sampai saat ini masih dikunjungi oleh para wisatawan pecinta kuliner. Untuk memajukan kuliner lokal khususnya di Bali sangat penting bila memperhatikan empat aspek terdiri dari aspek kebersihan, aspek makanan, aspek harga dan aspek keunikan. Pemilihan keempat aspek tersebut ditentukan pada nilai jawaban tertinggi pada masing-masing kawasan objek penelitian dalam tabel sebagai berikut: Tabel 7.2 Aspek pengembangan usaha kuliner di kawasan Kuta
No
Uraian
1
Kawasan Kuta Persentase Makanan 3.0 Kebersihan 13.6 Kenyamanan 3.0 Harga 3.0 Makanan dan kebersihan 25.8 Aspek penting Makanan dan Kenyamanan 13.6 pengembangan usaha Makananan dan Harga 25.8 kuliner dikawasan Kuta Keunikan 3.0 Makanan dan Lokasi 1.5 Kebersihan dan Kenyamanan 3.0 Kebersihan dan Harga 4.5 Total 100.0 Sumber: Hasil penelitian 2016
Pada kawasan Kuta aspek utama yang paling menjadi perhatian para responden adalah aspek makanan dan kebersihan dan makanan dan harga. Warung dan restoran di Kuta memang menawarkan banyak pilihan jenis makanan dan minuman baik itu lokal ataupun menu mancanegara sehingga wisatawan dengan mudah memperoleh pengalaman menikmai suguhan lokal. Aspek makanan sangat penting mengingat kunjungan wisatawan pada kawasan ini yang paling tinggi dari kawasan lainnya sehingga kebutuhan wisatawan untuk makanan dan minuman juga tinggi. Harga makanan dikawasan Kuta sangat bersaing dan masih relatif
227
terjangkau bagi wisatawan nusantara ataupun mancanegara. Aspek kebersihan juga menjadi hal yang penting di kawasan ini, karena kesan bersih akan berdampak pada keputusan wisatawan untuk bersedia menikmati makanan dan minuman pada warung dan restoran. Dengan nilai presentase yang sama 25,8 persen para responden menilai kedua aspek tersebut penting
dalam
pengembangan usaha kuliner di Bali. Tabel 7.3 Aspek- aspek pengembangan usaha kuliner di Kawasan Sanur
No
1
Uraian
Kawasan Sanur Persentase Makanan 15.8 Kebersihan 17.1 Kenyamanan 13.2 Harga 9.2 Keunikan 5.3 Lokasi 1.3 Aspek penting Makanan dan kebersihan 6.6 pengembangan usaha kuliner Makanan dan Kenyamanan 1.3 di kawasan Sanur Makananan dan Harga 14.5 Keunikan 1.3 Makanan dan Suasana 2.6 Kebersihan dan Kenyamanan 1.3 Kebersihan dan Harga 10.5 Total 100.0 Sumber: Hasil penelitian 2016
Pada kawasan Sanur, 17,1 persen wisatawan menjawab aspek kebersihan adalah aspek penting dalam pengembangan kuliner di Bali. Di kawasan ini terdapat dua warung legendaris yaitu Warung Men Weti dan Warung Mak Beng, selain dua warung tersebut makanan dan minuman western juga banyak tersedia. Makanan lokal mudah dijumpai dikawasan ini dan menu-menu yang sebagian besar mewakili kawasan ini adalah nasi campur. Beberapa warung dan restoran lain bahkan menonjolkan menu ini sebagai hidangan utama seperti Warung Kecil
228
di jalan pantai duyung yang menghadirkan menu nasi campur dengan bahan organik, Warung Men Tinggen, dan Warung Kodi. Tabel 7.4 Aspek pengembangan usaha kuliner di kawasan Ubud
No Uraian
1
Kawasan Ubud Persentase Makanan 18.7 Kebersihan 29.7 Kenyamanan 11.0 Harga 5.5 Aspek penting pengembangan Keunikan 13.2 usaha kuliner kuliner di Lokasi 4.4 Kawasan Ubud Suasana 9.9 Makanan dan kebersihan 2.2 Makananan dan Harga 1.1 Semuanya 4.4 Total 100.0 Sumber: Hasil Penelitian 2016
Bagi para responden di Ubud tiga aspek penting pengembangan usaha kuliner adalah kebersihan 29,7 persen, makanan 18,7 persen dan keunikan 13,2 persen. Sama dengan dua kawasan lainnya responden masih mengutamakan kebersihan sebagai aspek penitng dalam pengembangan usaha kuliner. warung dan restoran yang hits dan legendaris sangat mudah ditemukan sampai ke pelosok kawasan Ubud sehingga kawasan ini terkenal dengan berbagai jenis kuliner lokal. lima diantara objek penelitian juga berada dikawasan Ubud yang menampilkan menu-menu seperti Babi Guling Oka, Nasi Campur Kedewatan, Betutu Murni, Nasi Campur Organik dan Nasi Campur Bali ala Restoran Indus. Khusus pada kawasan ini aspek keunikan merupakan aspek yang mendapat perhatian dari para responden. Kekuatan budaya yang mengalir pada setiap kuliner lokal khususnya di Ubud merupakan potensi besar untuk mengembangkan
229
Ubud sebagai sebuah kawasan kuliner bagi para wisatawan yang ingin mendapatkan pengalaman menikmati sajian kuliner Bali yang otentik. Aspek-aspek yang telah diuraikan berdasarkan tabel diatas kemudian dirangkum menjadi empat aspek penting untuk mengembangkan usaha kuliner di Bali. Aspek pertama kebersihan, menurut Tarlow (2016) There is nothing that can destroy culinary tourism faster than a reputation for lack of hygiene or for being a place in which people get sick. Pernyataan yang ditulis dalam artikel Food as a Tourism Marketing Agent ini sangat jelas menyebutkan bahwa berbicara reputasi makanan maka semua itu terkait dengan kebersihan. Tentu saja wisatawan tidak akan mau jatuh sakit setelah mencoba kuliner lokal pada destinasi yang dituju, sehingga kebersihan adalah aspek utama yang dapat memperkuat produk-produk kuliner khususnya di Bali. Pengusaha kuliner harus memperhatikan penggunaan bahan-bahan segar atau organik dan pastikan bahwa ketersediaan bahan utama masakan tersebut selalu ada agar produksi makanan lokal terus berlanjut. Kebersihan adalah aspek utama yang memang harus diperhatikan para pengusaha, kebersihan warung dan restoran menjadi pertimbangan dalam mengunjungi dan menikmati kuliner Bali. Perempuan pengusaha kuliner Bali memang telah mempertimbangkan aspek kebersihan sebagai aspek utama. Ditekankan kembali bahwa daya visual sangat menentukan dalam pemilihan kuliner sehingga aspek kebersihan warung dan restoran adalah aspek utama yang harus dipertahankan oleh para pengusaha perempuan. Aspek kedua makanan, walupun kuliner pada saat ini adalah pendukung pariwisata tetapi sebagai kebutuhan pokok manusia makanan akan terus
230
dikonsumsi. Bila wisatawan pulang ke negara asalnya hal yang sering dipertanyakan oleh koleganya adalah bagaimana makanannya, apakah sesuai selera, apakah kamu bisa menikmati makanan Bali?. Wisatawan berkunjung ke Bali bukan hanya untuk sekedar berbelanja atau jalan-jalan tetapi juga ingin mencari kuliner lokal yang merupakan warisan budaya Bali. Pengalaman dan pernyataan mengenai makanan lokal dari kolega dan komentar-komentar pengunjung warung dan restoran di Bali pada website dan blog akan mempengaruhi keputusan mereka untuk menikmati kuliner lokal. Menikmati makanan sebagai kebutuhan sehari-hari adalah hal yang biasa tetapi menikmati makanan lokal tentu saja memberi pengalaman yang luar biasa. Para perempuan pengusaha kuliner memiliki menu-menu legendaris yang memiliki citarasa Bali, sepatutnya menciptakan kesan agar para wisatawan yang berkunjung puas terhadap makanan lokal yang dihidangkan. Aspek ketiga harga, pengalaman menikmati makanan lokal harus sebanding dengan
harga
yang
dibayarkan.
Ketika
wisatawan
memilih
makanan
pertimbangan harga juga menentukan pilihan makanan tersebut. Harga kuliner yang disajikan pada warung dan restoran objek penelitian dapat dikategorikan sedang yaitu Rp. 25,000- Rp.100,000 per porsinya. Bervariasinya harga juga tergantung dari menu yang disajikan contoh Men Weti dan Nasi Ayam kedewatan menu nasi campur dijual dengan harga Rp. 25,000 per porsi sedangkan Murnis‟ Warung dan Made‟s Warung, Warung bodag Meliah dan Indus menjual nasi campur Bali dengan harga Rp. 55.000 perporsinya.
Harga makanan juga
tergantung dari lokasi dan fasilitas yang dilengkapi pada warung dan restoran.
231
Disamping itu karakteristik pengunjung juga menentukan harga, misalnya dilihat dari usia, pekerjaan dan status sosialnya. Contohnya pekerja swasta dengan ratarata usia 21-35 tahun memiliki penghasilan tetap memiliki perbedaan pengeluaran dengan pelajar sehingga pengusaha kuliner dapat menyesuaikan harga dengan target pengunjungnya sehingga harga juga dapat membantu pengusaha kuliner dalam menentukan target konsumennya. Aspek keempat keunikan, makanan lokal Bali tidak dapat diragukan keunikannya beragam jenis masakan Bali memiliki dasar citarasa sama yang berasal dari penggunaaan rempah-rempah yang diracik dan disebut basa gede dan masakan Bali memiliki rasa pedas yang khas. Keunikan makanan Bali juga disebabkan Budaya dan tradisi yang membentuk karakter kuliner Bali secara keseluruhan. Produksi makanan Bali sudah terpengaruh globalisasi dengan meningkatnya fasilitas-fasilitas untuk menunjang proses produksi makanan karena sudah diolah dengan peralatan masak yang modern sedangkan secara lokal penyajian makanan dan susunannya masih dipengaruhi tradisi Bali. Contoh penyajian Babi guling dengan lawar, ayam betutu dan satai lilit pada nasi campur. Seperti halnya masakan lokal destinasi lain, keunikan kuliner Bali juga menjadi daya tarik wisata yang dipertimbangkan oleh para wisatawan sebelum memilih masakan lokal. Keempat aspek yaitu kebersihan, makanan, harga dan keunikan merupakan aspek-aspek yang penting dan harus dipertahankan oleh para pengusaha kuliner lokal. Hanya saja secara mendetail aspek ini belum disesuaikan dengan latar belakang agama, budaya,minat terhadap kuliner, motivasi dan perilaku wisatawan
232
kuliner. Aspek-aspek ini hanya ditentukan berdasarkan sosial demografi para responden yang menjawab dengan nilai tertinggi pada hasil perhitungan kuisioner. Akan tetapi keempat aspek ini dapat menjadi dasar dalam pengembangan aspekaspek lainnya yang lebih spesifik. Keberlanjutan usaha kuliner di Bali dapat mempertimbangkan aspek-aspek tersebut. Sebagai produk kuliner agar diarahkan pada pengembangan yang lebih positif dengan melibatkan pertanian, dan perkebunan serta akses membeli langsung kepada para produser lokal. Perempuan pengusaha Bali juga sudah seharusnya memikirkan perkembangan kuliner yang dilatar belakangi dengan pemilihan bahan makanan yang memperhatikan kesehatan konsumennya. Janet deNefee menyampaikan: I think officially the Balinese food become fantastic and if possible Bali could go back to the organic life. 1975 Bali was organic, all the Balinese food like rice, the flavor, it will be the coolest thing in the culinary industry (wawancara 21 Desember 2015). Langkah untuk kembali menggunakan bahan organik seperti apa yang disampaikan Janet adalah potensi besar Bali untuk keberlanjutan industri kuliner, kombinasi yang luar biasa bila Bali dapat memulai pertanian dan perkebunan organik serta ditambah aktivitas terkait gastronomy tourism. Peran pemerintah menjadi hal penting dalam pengembangan kuliner Bali terutama dalam menentukan kebijakan kuliner di Bali yang masih belum maksimal sampai saat ini terutama standarisasi rumah makan, restoran, cafe dan sejenisnya yang terdiri dari fasilitas, makanan layak saji dengan sertifikasi halal, kebersihan dan hyginitas. Standar ketentuan warung, restoran masih belum dapat dibedakan karena masih menjadi satu kesatuan yang disebut rumah makan.
233
Kepala Dinas Pariwisata Gianyar Anak Agung Ari Brahmantia juga menyampaikan bahwa saat ini Pemerintah Gianyar khususnya baru bertindak sebagai regulator terkait perijinan usaha kuliner dan fasilitator melalui pengadaan pertemuan-pertemuan yang berlokasi di usaha kuliner yang ada dikawasan Ubud. Untuk promosi kuliner dilakukan dengan mengadakan beberapa aktivitas pariwisata di Gianyar pada festival kuliner pada saat perayaan ulang tahun kota Gianyar dan perlombaan-perlombaan terkait kuliner. Anak Agung Ari Brahmantia mengungkapkan: Pemerintah sebagai regulator dan fasilitator untuk mengenalkan produk kuliner dan memberikan image dan media komunikasi. Sebagai contoh kami rapat di Bebek Bengil untuk makan siang kami memperkenalkan menu Betutu bali. Dari segi promosi, event festival yang kami laksanakan itu bagian dari promosi kami tapi belum ada program khusus memperkenalkan kuliner Bali jadi masih dilakukan secara internal saja melalui perlombaan, dan festival (Wawancara 16 Februari 2016). Pendapat Anak Agung Ari Brahmantia terhadap perkembangan kebijakan kuliner mencerminkan bahwa pemerintah belum serius mengembangkan kuliner Bali. Organisasi NGO seperti ICA (Asosiasi Chef Indonesia) lebih menunjukkan perannya dalam mendata kuliner Bali dan berkreatifitas untuk mengembangkan kuliner Bali agar dapat diterima oleh masyarakat dunia. begitu juga pelaku bisnis kuliner terlihat lebih giat mengupayakan pengenalan kuliner Bali. Hal ini sangat berpengaruh pada perkembangan usaha kuliner, terkait pajak dan retiribusi yang dikenakan pada warung dan restoran. Belum lagi hak paten dari brand atau makanan yang menjadi penciri warung dan restoran. Peran pemerintah dalam perkembangan usaha kuliner merupakan hal utama yang harus selalu dipertimbangkan oleh para pemilik usaha kuliner agar usaha yang mereka
234
dirikan terus berkelanjutan mengingat pertumbuhan jenis-jenis usaha kuliner baru juga terus meningkat.
BAB VIII PERGESERAN PERAN PEREMPUAN PENGUSAHA KULINER DALAM MENDUKUNG PARIWISATA BALI
Pergeseran peran perempuan Bali telah ditunjukkan dengan terlibatnya para pengusaha diranah publik yaitu menjadi pengusaha kuliner. Keberhasilan dan keberlanjutan usaha mereka telah mengangkat citra kuliner Bali dan mendukung kepariwisataan Bali. Terdapat dua butir yang akan dibahas dalam bab ini (1) gejala matrifocal pada perempuan pengusaha kuliner Bali (2) Peluang perempuan berwirausaha dalam industri pariwisata. 8.1 Gejala Matrifokal pada Perempuan Pengusaha Kuliner Bali. Pariwisata adalah industri yang membuka peluang bagi perempuan untuk terlibat dalam berbagai jenis pekerjaan dan posisi. Levy dan Patricia (1991:73) mengungkapkan stereotip perempuan pekerja memang masih menghantui perempuan yang menjalankan multiperan sekaligus bahkan bila perempuan mendapat pekerjaan kecenderungan yang terjadi adalah perempuan pasti dalam posisi yang dirugikan. Mantra (2011) Tidak ada masalah bagi perempuan Bali untuk mengembangkan diri sebagai seorang profesional di bidang yang digelutinya maupun untuk keluarga. Perempuan memainkan lakon multidimensi dan multigender sebagai: perempuan, pekerja, anggota keluarga dan anggota sosial, serta sebagai penyelenggara ritual keagamaan. Patriarkhi memang membelenggu kedudukan perempuan di Bali, tapi kini sudah mulai dirancang agar perempuan dan laki-laki dalam keluarga mencapai kesetaraan. Aryana (2015) Dalam perfektif sejarah, kesetaraan gender antara kaum laki-laki dan perempuan adalah sama dalam berbagai aspek kehidupan.
235
236
Hanya saja tafsir budaya dan sosial tentang perempuan dan produk pemahaman manusia yang menyebabkan perempuan ditempatkan sebagai the other. Teori invented tradition yang dikemukakan oleh Hobsbawm (1987) merupakan teori yang sangat tepat digunakan untuk mengkaji perempuan dan perubahan-perubahan yang dialaminya. Teori ini menunjukkan bahwa sangat diperlukan perubahan-perubahan dalam tradisi yang ditranformasikan dalam bentuk temuan baru akan tetapi sangat berkorelasi dengan sesuatu yang dianggap lama atau kuno. Growing industrializaton produced “a new kind of complementaryity” between man and women, as the wives mostly stayed home whilst the men became bread winner Hobsbawan (1987:193). Menurut Plant (2008) Teori ini memberikan pemahaman terhadap perubahan sebagai genuine practice yang disebut sebagai tradisi masyarakat dan genuine tradition atau tradisi yang dapat berubah melalui inovasi-inovasi. Akan tetapi perubahan tersebut harus memenuhi syarat sebuah tradisi sehingga perubahan masih dapat diatur dengan batasan-batasan secara substansial. Perubahan zaman modernisasi, globalisasi, dan industri adalah hal mutlak yang dapat merubah secara natural kehidupan seorang perempuan. Konsekuensi perubahan ini secara mudah dapat diamati melalui terlibatnya perempuan sebagai tulang punggung keluarga yang turut serta merubah kedudukan perempuan dalam masyarakat dan tradisi yang mengikatnya (Hobsbawm, 1987). Masuknya pengaruh barat yang memodernisasikan pemikiran perempuan juga menunjukkan dampak negatif dari perkembangan industri seperti sex tourism (Brennan, 2001); (Kampadoo, 2001).
237
Berbeda bila perkembangan pariwisata memberi perubahan yang positif dan melahirkan perempuan-perempuan yang menjadi enterpreneur seperti kedelapan subjek penelitian ini sebagai perempuan-perempuan yang sukses berkarir dan mengembangkan usahanya sendiri. Perempuan-perempuan ini juga merupakan sosok yang menjadi panutan dalam keluarganya, mereka telah menunjukkan bahwa perempuan tidak selalu hanya berdiam diri namun dari kesederhanaan kemampuan yang dimiliki ternyata mampu memimpin keluarga. Teori yang dikemukan Hobsbawm menemukan perubahan perempuan sebagai bentuk konsekuensi peningkatan perekonomian dalam keluarga. Dikaitkan dengan tradisi, sesungguhnya perempuan Bali khususnya Perempuan Hindu telah mengenal kesetaraan gender. Dimasa lalu perempuan memiliki kedudukan yang sama dengan laki-laki, begitu juga sekarang namun perubahan jaman yang mempengaruhi pemikiran-pemikiran manusia telah mengubah keadaan yang sebenarnya sehingga yang tampak dengan jelas adalah ketidak adilan gender. Dalam ajaran Hindu, harkat dan martabat gender perempuan dan laki-laki dijunjung tinggi. Ajaran agama Hindu sangat memuliakan perempuan dan lakilaki
sebagai
mitra
dalam
membangun
kehidupan
menuju
pencapaian
kesejahteraan hidup didunia dan kedamaian abadi di alam jiwa dan rohani. Sama halnya dengan yang disampaikan Hobsbawm (1987) yang memberikan pemahaman Invented tradition sebagai bentuk pengulangan berulang antara keyakinan dimasa lalu dan tindakan dimasa sekarang yang tampak tidak berubah tetapi bertahan karena secara fundamental telah diadaptasi.
238
Budaya patriarki adalah penyebab terjadinya perlakuan yang kurang menguntungkan bagi kaum perempuan dan masyarakat memberi nilai yang lebih tinggi terhadap anak laki-laki dibandingkan dengan anak perempuan (Arjani, 2006). Perempuan pengusaha kuliner menunjukkan perubahan terutama dalam keluarga yaitu fungsi-fungsinya sebagai seorang ibu dan hubungan kekerabatan. Mereka muncul sebagai pemimpin keluarga, pemimpin usaha dan inspirator bagi berbagai pihak dilingkungannya. Perempuan ini menjadi pusat keluarga, serta berperan sebagai kepala keluarga. Struktur masyarakat Bali menganut aliran patrilineal yang secara garis besar garis keturunannya adalah laki-laki, namun telah tampak perubahan dalam struktur keluarga para subjek penelitian dimana mereka ikut sebagai pemimpin keluarga. Fenomena ini disebut matrifokal yang pada kalangan perempuan tertentu terjadi karena situasi ekonomi yang mendominasi perubahan struktur keluarga. Terdapat pola garis keturunan yang berubah daripada keluarga para perempuan pengusaha kuliner, tampak matrifokal mulai mempengaruhi kepemimpinan keluarga. Jika mendengar istilah matrifokal pastinya masih terdengar asing karena kebanyakan istilah garis keturunan perempuan dinyatakan dengan matriakhat, matrilineal, matrilokal, matrilateral, dan sebagainya.
Kata
matrifokal berasal dari bahasa Latin yang merupakan gabungan dari kata matri dan fokal. Kata matri berasal dari kata mater yang berarti “ibu”, sedang fokal berpangkal pada kata fokus yang berarti “pusat atau titik”. Jadi, secara harfiah, matrivokal berarti “Ibu sebagai pusat” atau “berpusat pada ibu”
Kata “ibu”
sendiri dalam hubungan ini tidak semata-mata berarti “ibu dari seorang anak”,
239
tetapi lebih dari itu, yakni “kaum ibu” atau wanita pada umumnya (Nawawi, 2007:2). Fenomena matrifocal memang sulit dipahami karena berbagai pemikiran dan pandangan yang berbeda-beda. Penelitian yang mengungkapkan adanya matrifokal sudah dimulai sejak tahun 1950-an. Pada awalnya fenomena matrifocal dikategorikan dalam dua pemahaman yaitu kekerabatan ibu dan ibu sebagai pusat kekuasaan dalam keluarga, hal ini terungkap dalam penelitian yang dilakukan oleh (Smith:1956) yang menginvestigasi kekuasaan dalam kehidupan Rumah tangga orang Carribean yang kemudian penelitian ini berkembang dan dilanjutkan oleh penelitian lainnya yang mengungkapkan bahwa matrifokal adalah dominasi kekuasaan ibu dalam rumah tangga (Herlny, 2008). Fenomena matrifokal bisa dipahami melalui beberapa hasil penelitian yang telah mengungkapkan mother focused dalam sebuah keluarga. Berikut dalam tabel 8.1 adalah beberapa hasil penelitian mengenai matrifocal sejak tahun 1950-an dikutip dari beberapa jurnal sehingga pemahaman matrifokal dapat diterima dengan baik. Tabel 8.1 Daftar Penelitian Matrifocal No
Peneliti
Tahun
1
Smith
1956
3
Tanner
1974
Matrifocal Parameter matrifocal adalah perubahan mencolok yang terjadi dalam kehidupan sosial perempuan Matrifocal bukan suatu hal yang negatif, tidak menunjukkan adanya ketidakseimbangan antara peran perempuan atau laki-laki tetapi lebih kepada sebuah ideologi dalam kehidupan sosial budaya yang menempatkan perempuan secara terstruktur sebagai pemimpin dalam
240
4
5
6
keluarga. Matrifocal adalah istilah untuk perempuan yang mengelola perekonomian keluarga sekaligus sebagai tulang punggung keluarga, status tertinggi dalam keluarga dalam situasi peran suami tidak ada. Brogge and 1997 Istilah matrifocal dapat dikaitkan Gilmore dengan perempuan menjadi pusat kekuasaan dalam keluarga Black wood 2000 Matrifocal dipahami sebagai konsep yang illusive, untuk memahami peran perempuan yang menjadi kepala rumah tangga Sumber : Herlihy (2008);Tanner (1974); studi pustaka 2015 Mohammed
1986
Di Indonesia dan beberapa negara lainnya seperti Eropa dan Afrika dinyatakan telah memiliki kelompok-kelompok garis keturunan keluarga yang menganut matrifocal. Matrifocal oleh banyak ahli disebutkan sebagai suatu gerakan perempuan yang memiliki kekuasaan dalam keluarga sehingga segala peranan dalam keluarga dilakukan oleh para perempuan yaitu ibu karena latar belakang hilangnya peran seorang laki-laki yaitu ayah missing man dalam keluarga tersebut (Herlyny, 2008). Pada zaman perang dunia sebenarnya secara tidak sengaja aliran ini tercipta. Para lelaki yang diharuskan berperang meninggalkan istri dan anak mengakibatkan munculnya kemandirian dari perempuan tersebut untuk menjaga dan melindungi keluarga. Sampai pada pemenuhan aspek sosial ekonomi dalam rumah tangga itupun digantikan oleh perempuan. Bila di Jawa menurut Nawawi (2007), perkembangan matrifokal tampak pada kalangan perempuan dengan golongan ekonomi lemah atau kelas ke bawah karena mereka dinyatakan berhasil mandiri tanpa ketergantungan oleh pihak laki-laki.
241
Dari segi kepemilikan kekayaan keluarga, perempuan di Jawa mendapatkan hak yang sama. Adeney (2000: 306) memastikan bahwa matrifokal telah terbentuk dalam masyarakat Indonesia yang menempatkan ibu sebagai pemegang kuasa dalam keluarga dan telah terjadi dimana-mana. Oleh Gerrtz pada tahun 1961 dalam (Nawawi, 2007), yang meneliti tentang sifat matrifokal mengungkapkan kaum perempuan memiliki kekuasaan, pengaruh dan tanggung jawab lebih banyak dibandingkan dengan suaminya dan bersamaan dengan itu mereka menerima banyak kasih sayang dan kesetiaan. Pengaruh-pengaruh besar oleh perempuan dalam hubungan solidaritas yaitu pertalian antara perempuan dan perempuan yang mendominasi.
Nawawi
(2007)
Tujuan
matrifokal
adalah
meningkatkan
kemandirian perempuan sehingga tidak tergantung pada laki-laki. Pemahaman matrifocal sesungguhnya sudah sangat umum bagi kalangan masyarakat barat, perempuan yang menjadi kepala keluarga terdorong karena beragam situasi. Perempuan yang harus bercerai, lesbian, menjadi orang tua tunggal, menjadi janda karena suaminya yang meninggal bukan suatu pilihan namun mereka harus tetap menjalankan poros kehidupan. Memegang kekuasaan dalam rumah tangga memang dianggap hal yang tidak normal bahkan sulit diterima oleh kalangan masyarakat tertentu. Situasi ini juga bukan bentuk gerakan feminis namun hal ini terjadi karena situasi yang mengharuskan perempuan memilih untuk mengambil peran sebagai pemimpin keluarga (Capitello et al, 2013: 64).
242
Saat ini perkembangan matrifokal hanya dapat ditemukan pada kalangan masyarakat tertentu, matrifocal bukanlah hal yang normal terjadi, bilanya hal ini dianggap normal dan ada aturan yang mendukung bisa saja dalam hal ini ideologi gender itu sendiri dapat dipahami dan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan disegala aspek kehidupan dapat benar-benar terjadi. Hal ini tentu saja akan merubah posisi seluruh perempuan di dunia yang memiliki potensi untuk memimpin keluarga sama hal nya dengan laki-laki. Akan tetapi keadaan ini akan lebih baik bila perempuan dan laki-laki menjalankan kepemimpinanya dalam keluarga bersama-sama. Gejala matrifokal memang tampak dalam kehidupan sosial budaya perempuan pengusaha kuliner dengan latar belakang yang berbeda, Made Masih, Wayan Murni dan Kadek Nilawati yang menikah dengan laki-laki berkewarganegaraan asing dipengaruhi pemikiran modern orang barat sehingga terdapat peluang untuk memimpin keluarga, sedangkan Mak Beng, Bu Mangku, Men Weti dan Bu Oka menunjukkan kemandirian, unuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga dan Janet deNefee yang merupakan perempuan berkebangsaan Australia tetapi menikah dengan laki-laki Bali menunjukkan bahwa pemikiran modernnya dan kemandiriannya bisa diterima dalam keluarga besar suaminya, sehingga Janet menjadi perwujudan cinta kasih dalam keluarga dan membaurkan kebiasan barat dan timur kebiasaan keluarganya. Made Masih, Wayan Murni dan Kadek Nilawati menjalani pernikahan beda negara, sehingga turut mempengaruhi cara pandang perempuan-perempuan ini. Dulu menikah dengan orang asing merupakan hal yang taboo di masyarakat. Tapi sekarang menikah dengan orang asing beda warga negara adalah hal yang normal-
243
normal saja bagi masyarakat. Menikah dengan orang asing telah membuka pola pikir mereka menjadi lebih modern. Penerapan pola asuh sehingga anak-anak mereka lebih mandiri dan memiliki kesempatan yang sama dalam memperoleh pendidikan baik perempuan atau laki-laki. Mereka juga berperan penting dalam memutuskan pendidikan yang tepat untuk anak-anak mereka, bahkan sudah dipersiapkan untuk mewarisi usaha-usaha yang telah mereka rintis karena sedini mungkin mereka melibatkan anak-anak untuk mengelola usaha. Mak Beng, Bu Mangku, Men Weti dan Bu Oka, menunjukkan bahwa perempuan adalah pusat tulang punggung keluarga, mengelola usaha secara mandiri serta membuat keputusan untuk dirinya-sendiri dan keluarga. Mereka menjadi demikian bukan karena tidak ada sosok lelaki dalam rumah tangga melainkan para suami mendukung apa yang mereka putuskan untuk mengelola usaha. Janet deNefee menunjukkan bahwa perempuan dapat menjadi pusat cinta kasih dalam keluarga. Janet yang memiliki pemikiran modern menambahkan kebiasaan-kebiasaan barat dalam rumah tangganya, ia tetap belajar menjadi orang Bali tetapi tetap menyisipkan filosofi barat dalam keluarga dan mengelola usaha. Orang Bali yang baginya sangat ramah dan murah senyum telah menjadi bagian dari dirinya, sehingga ia terbiasa mengikuti pola tersebut dan tetap tegas seperti apa yang menjadi kebiasaan orang barat. Kolaborasi karakter tersebut diterapkan dalam mengelola usaha, mendidik anak-anak dan keluarga besarnya. Di Bali perempuan telah memperlihatkan statusnya sebagai kepala keluarga dan menjadi tulang punggung keluarga yang dicontohnya secara nyata dapat dilihat dari kehidupan keluarga para pengusaha kuliner. Latar belakang kehidupan
244
yang mengubah cara pandang mereka terhadap kebutuhan, harapan, kepercayaan dan masa depan yang diyakini dapat memperlihatkan bahwa perempuan mempunyai kemampuan dalam mengelola usaha dan mengelola keluarga. Fenomena ini telah menciptakan sebuah pandangan bahwa perempuan dapat menjadi pemimpin keluarga oleh Mosses (2007:55) disebut perempuan kepala keluarga adalah women headed (yang dikepalai oleh perempuan) atau women maintained (yang dijaga oleh perempuan), yaitu perempuan yang memikul tanggungjawab tunggal menghidupi keluarganya. Secara keseluruhan karakter perempuan mandiri sesungguhnya menjadi penanda gejala ini telah terbentuk di masyarakat. Dapat disimpulkan perempuan Bali mampu menjadi kepala rumah tangga, bukan karena absennya para suami dalam mengelola keluarga atau karena alasan apapun, tapi disini mereka telah membuktikan etos kerja yang digambarkan sebagai perempuan yang bekerja keras, menjalankan multi peran dalam keluarga dan masyarakat, menjadi ratu dalam keluarganya serta tidak membedakan kasih sayang terhadap anak-anaknya karena sangat paham dengan ideologi kesetaraan yang menjunjung keadilan perempuan dan laki-laki. Perempuan menjadi pusat kasih sayang dalam keluarga bukan sebagai orang nomor dua setelah suami tetapi setara dan menjadi mitra dalam mengelola keluarga dan usaha. Dalam ajaran hindu hal ini sudah ditulis dalam kitab-kitab suci agama hindu dalam Veda, sarasamucasya hanya saja ideologi patrarkhi yang masih mengikat dalam masyarakat terus menjadi ancaman bagi perempuan untuk beraktualisasi. Baiknya, ajaran Hindu diterapkan untuk meningkatkan kesetaraan gender,
245
berkiblat dari masa lalu dapat membentuk suatu perubahan cara pandang terhadap perempuan dan membuka jalan bagi perempuan untuk mendapatkan kesetaraan dalam segala aspek kehidupannya. Pada akhirnya yang diperlukan adalah dukungan agar matrifocal dapat diterima dalam kehidupan sosial budaya Bali. Gejala ini belum sepenuhnya dapat dirasakan perempuan Bali karena situasi ini akan muncul bila perempuan menunjukkan kemandirian sehingga kesetaraan gender dapat diwujudkan dengan catatan bahwa antara perempuan dan laki-laki menjadi mitra dalam mewujudkan kesetaraan sehingga tercipta kualitas hidup yang seimbang. 8.2 Peluang Perempuan Berwirausaha dalam Industri Pariwisata. Industri pariwisata terdiri dari berbagai jenis usaha, usaha kecil dan menengah biasanya mendominasi jenis-jenis usaha dalam industri pariwiata (Blichfeldt, 2009). Dominasi bisnis kecil dan menengah disebabkan oleh rendahnya hambatan-hambatan yang dialami usaha jenis ini sehingga lebih mudah bertahan dalam dunia industri (Jafaar et al, 2011:833). Pertumbuhan jumlah kunjungan wisatawan setiap tahunnya meningkatkan peluang usaha produk dan jasa terkait pariwisata. Sektor pariwisata sangat berpotensi mengasilkan pendapatan untuk mendukung sektor-sektor lain yang terlibat didalamnya. Kesuksesan destinasi pariwisata tidak lepas dari peranan pemerintah dan para pengusaha. Pengusaha perempuan adalah para perempuan yang berhasil mendobrak peranan
perempuan
secara
tradisional
untuk
terlibat
secara
ekonomi.
Perkembangan perempuan pengusaha dilakukan oleh sebagian besar perempuan
246
yang terlibat dalam proses pembangunan perekonomian, menyediakan lapangan pekerjaan dan meningkatkan perekonomian secara diri secara mandiri, sosial, pendidikan, kesehatan sebagai penanda tercapainya kesejahteraan dalam keluarga. Penyebab perempuan memnutuskan untuk menjadi pengusaha biasanya karena pengalaman yang mereka alami seperti permasalahan ekonomi, frustasi dan tantangan untuk mendapat penghasilan yang lebih banyak lagi. Dengan menjadi pengusaha terdapat suatu kebanggaan dalam diri karena dengan bisnisnya perempuan telah membangun bisnis yang menyediakan lapangan pekerjaan bagi yang membutuhkan. Biasanya perempuan memulai bisnisnya karena kebutuhan sosial, spiritual dan kebutuhan pribadi yang harus terpenuhi. Keberhasilan mereka dapat dinilai dari pencapaian misi perusahannya terutama pada visi dan misi yang mereka ingin wujudkan dengan menjadi pengusaha (Zapalska, Brozik, 2014:11). Female entrepreneurs continue springing up in recent years with these changes in management mode, while women are better suited for it. There is a growing view in management circles that the feminime management style is the trend in companies because of their inherent talents like observation and analytics. Futhermore, excellent social skills are essential requirements because interpersonal relationship play a particularly important role in bussiness. More and more women are finding enterpreneurial opportunities and pursuing them with great success (Li, Ding, 2015:211). Menurut kutipan Li dan Ding (2015) pengusaha perempuan terus bermunculan pada berapa tahun terakhir yang diikuti dengan perubahan gaya manajemen yang sesuai dengan gaya pengelolaan yang dilakukan perempuan. Opini yang berkembang saat ini menunjukkan bahwa manajemen feminim menjadi sebuah trend dalam perusahaan karena perempuan memiliki bakat seperti observasi dan analisi. Perempuan juga memiliki ketrampilan sosial yang sangat baik, hal ini adalah persyaratan penting dalam bisnis. Dengan kemampuan yang
247
dimiliki perempuan maka peluang-peluang kewirausahaan lebih mudah ditemukan dan mengantarkan mereka untuk mencapai kesuksesan. Di Indonesia banyak perempuan yang terjun kedalam bidang bisnis, alasannya menekuni bidang ini didorong oleh berbagai faktor antara lain ingin memperlihatkan kemampuan prestasinya, membantu ekonomi rumah tangga dan frustasi terhadap pekerjaan sebelumnya. Umumnya para pebisnis terutama di negara Indonesia adalah orang-orang yang kurang memiliki kesempatan kerja di lapangan pemerintahan sebagaimana layaknya masyarakat Indonesia pada umumnya. Kaum pendatang yang memasuki suatu daerah dan sulit mendapat pekerjaan formal. Pebisnis yang mengisi waktu luang, para ibu rumah tangga yang memiliki bisnis rumahan, sebuah keluarga yang membuka berbagai jenis cabang usaha, copreneur, usaha yang didirikan berpasangan (Alma, 2011:37). Perempuan pengusaha yang termasuk dalam kelompok etnis Bali, Jawa, Minang dan Batak oleh Mangunsong (2009:26) diketahui memiliki efektivitas kepemimpinan yang tinggi, sebagian besar menunjukkan sifat androgini yaitu memliki sifat maskulin dan feminim namun ada juga yang undifferentiated (kurang memiliki karakter feminim dan maskulin). Industri pariwisata Bali sebenarnya telah membuka kesempatan untuk perempuan terlibat didalamnya, hanya saja dengan streriotype yang membatasi gerak perempuan berkarir menghambat perempuan mencapai cita-citanya. Dulu perempuan memang tidak mudah menduduki jabatan sebagai manager, bahkan lebih banyak terpinggirkan sehingga kemampuan dan ketrampilan perempuan tidak dapat ditonjolkan pada akhirnya mengurangi nilai perempuan karena tidak
248
dianggap memiliki kemampuan apapun. Masa-masa itu kini sudah berlalu, pada kalangan masyarakat tertentu perempuan telah memiliki nilai yang sangat baik bahkan kecenderungan mulai tampak dari masyarakat yang dimulai dari lingkungan keluarga untuk mendukung para perempuan yang bekerja sekaligus mengelola rumahtangganya. Industri pariwisata Bali merupakan peluang bagi perempuan untuk berwirausaha. Persaingan yang terjadi tidak hanya melibatkan penduduk Bali tapi juga beberapa diantaranya pekerja asing yang berpeluang mendapat posisi dan karir yang sangat baik dari Industri pariwisata. Persaingan dalam MEA, pastinya para penduduk Bali harus lebih mempersiapkan diri dengan matang agar tetap mendapatkan kesempatan untuk terlibat dalam industri pariwisata. Situasi ini seharusnya dapat meningkatkan minat untuk berwirausaha khususnya bagi perempuan yang ingin fleksibel menjalankan kehidupan domestik dan publik. Tercatat sebanyak 4.030.236 perempuan yang berwirausaha dan sebagian besar mudah ditemukan di pulau Bali dan Pulau Jawa (Badan Pusat statistik,2014). Hal ini menandakan telah terjadi perkembangan trend perempuan berwirausaha. Wirausaha adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk melihat dan menilai kesempatan-kesempatan bisnis, mengumpulkan sumber daya yang dibutuhkan untuk mengambil tindakan yang tepat dan mengambil keuntungan dalam rangka meraih sukses. Kewirausahaan pada hakekatnya adalah sifat, ciri dan watak sesorang yang memiliki kemauan dlam mewujudkan gagasan inovatif ke dalam dunia nyata secara kreatif (Zakiyudin, 2013:102). Perempuan memiliki kesempatan untuk berwirausaha, berwirausaha merupakan
satu-satunya jalan
249
untuk meningkatkan kesetaraan antara perempuan dan laki-laki. Berwira usaha tidak menutup kemungkinan adanya kerja sama antara perempuan dan laki-laki, profil usaha coprenneur yang dijelaskan oleh Alma (2011:38) perlu ditingkatkan karena dalam pengertiannya usaha yang didirikan dibentuk oleh pasangan. Terdapat beberapa faktor yang menunjang perempuan dalam berwirausaha (Alma, 2011:44) antara lain (1) naluri yang dimiliki perempua untuk bekerja lebih cermat, pandai mengantisipasi masa depan, menjaga keharmonisan, kerjasama dalam rumah tangga yang diterapkan dalam menjalankan usaha. (2) mendidik anggota keluarga agar berhasil dikemudian hari, dapat dikembangkan melalui personal manajemen perusahaan. (3) Faktor adat istiadat seperti di Bali yang mana perempuan mengatur ekonomi keluarga. (4) lingkungan kebuttuhan hidup seperti jahit-menjahit, aneka masakan, kosmetika, mendorong lahirnya perempuan pengusaha yang mengembangkan komoditi tersebut. (5) majunya dunia pendidikan sangat mendorong perempuan untuk berkarir, membuka usaha sendiri dalam berbagai bidang. Adapun faktor yang menghambat perempuan dalam berwirausaha menurut Alma (2011:45) antara lain (1) faktor kewanitaan, seperti ibu rumah tangga pada masa kehamilan, menyusui. Faktor ini dianggap penghambat karena perempuan harus mendelegasikan pekerjaannya pada karyawan atau keluarga. (2) Faktor adat budaya (3) faktor emosional yang mempengaruhi pengambilan keputusan (4) sifat pandai dna cekatan dan hemat dalam mengatur keuangan rumah tangga akan berpengaruh terhadap keuangan perusahaan. Kebiasaan perempuan yang tidak
250
mau membeli barang dengan harga tinggi dan berusaha menawar serendahrendahnya. Semua bidang usaha terbuka bagi perempuan, dan ini adalah tantangan bagi kaum perempuan karena tidak ada bedanya dengan laki-laki. Industri pariwisata di Bali pastinya membuka peluang untuk para perempuan dalam mengembangkan karirnya melalui wirausaha. Tetapi perlu pemahaman dalam diri serta memotivasi diri untuk melakukan aktivitas berwirausaha karena semua itu tidak mudah. Banyak bidang usaha yang dapat digeluti namun sesuaikanlah kembali dengan kemampuan dan fleksibilitas sebagai perempuan. Ada baiknya memulai usaha dengan memperhatikan kapasitas diri seperti membuka usaha sesuai dengan bidang yang dikuasai dan disukai. Manfaatkanlah situasi dan perkembangan industri pariwisata disekitar lingkungan karena sekalipun bagi orang lain itu tidak bermanfaat namun dengan kreatifitas dan inovasi perempuan dapat mengambil kesempatan tersebut sebagai peluang untuk menciptakan produk dan jasa yang unggul. Bagi perempuan Bali berwirausaha merupakan bagian kehidupan sosial budaya. Terdapat fanatisme yang dibentuk oleh masyarakat Bali khususnya yang menempatkan perempuan dalam posisi yang istimewa sebagai pemilik warung. Faktor nama perempuan seperti Men Weti, Mak Beng, Made‟s Warung, Murni‟s warung, Warung Babi Guling Oka, Warung Ayam Bu Mangku Kedewatan telah memberi kesan bahwa usaha kuliner memang digeluti oleh para perempuan walaupun nama-nama laki-laki juga sudah ada seperti Pan Dobil di Nusa dua. Bila diamati memang banyak warung-warung yang menggunakan nama perempuan hal
251
ini terbentuk lewat sejarah kehidupan masyarakat Bali. Pedagang makanan dan minuman jaman dulu lebih didominasi oleh perempuan sedangkan laki-laki menjual minuman arak beras. Berdagang sudah menjadi tradisi perempuan Bali, tercatat oleh Sendratari (1995), perempuan di Bali mengenal aktivitas berdagang sejak tahun 1920, sebelum Bali dijajah oleh Jepang. Masuknya perempuan dalam ekonomi pasar yaitu perdagangan bukan hal baru tetapi telah didahului oleh pengalu. Pengalu bertugas membawa barang dagangan ke pelabuhan. Disamping faktor tradisi, faktor ekonomi menjadi pendorong sehingga perempuan memilih menjadi saudagar. Budaya Bali tidak menyebutkan adanya batasan tegas antara pekerjaan yang pantas dan tidak pantas dilakukan perempuan sehingga perempuan Bali tidak mengalami kesulitan dalam memasuki peluang kerja. Perempuan berdagang merupakan suatu upaya menjadi subjek. Peran perempuan dalam ekonomi dapat merupakan jalan bagi mereka merebut ruang eksistensi. Berdagang telah menjadi ranah kekuasaan yang memberikan perempuan ruang untuk manuver, paling tidak untuk keluar dari ranah yang didominasi laki-laki. Kebutuhan aktualisasi diri dan berhubungan dengan dunia luar adalah faktor yang lebih penting yang menyebabkan perempuan bakal menikmati pekerjaannya meski dengan penghasilan yang tak seberapa (Priyatno, 2013:70). Tampaknya hal ini juga mempengaruhi perempuan subjek penelitian yang bebas mengelola usaha dengan cara mereka ketahui walaupun sekarang ini telah beberapa diantara mereka sudah memiliki manager untuk mengelola warungnya.
252
BAB IX SIMPULAN DAN SARAN 9.1 Simpulan Berdasarkan pembahasan, kesimpulan penelitian ini adalah sebagai berikut. Pertama, pengusaha perempuan memberikan kontribusi kedua arah dalam konteks pelestarian kuliner lokal dan kemajuan pariwisata Bali. Dalam konteks pelestarian kuliner lokal, pengusaha kuliner Bali berhasil memperkenalkan dan memperkuat identitas menu-menu kuliner Bali ke dunia pariwisata. Kemajuan pariwisata membuka peluang besar bagi mereka untuk menawarkan menu kuliner lokal yang khas, yang digali dari kekayaan kuliner Bali. Sejalan dengan itu, dalam konteks pariwisata, pengusaha perempuan kuliner Bali memainkan peranan penting untuk memperkuat citra pariwisata Bali dengan kekhasan gastronomi lokal yang ada. Kecenderungan wisatawan untuk menikmati makanan lokal ketika mereka berkunjung ke suatu destinasi direspon oleh pengusaha kuliner Bali dengan menyediakan masakan Bali. Bukti bahwa perempuan pengusaha kuliner Bali berhasil dalam memperkuat citra pariwisata Bali dengan makanan lokal adalah ramainya wisatawan yang datang ke restoran atau warung makan yang dikelola pengusaha perempuan kuliner Bali seperti Warung Bu Oka, Made‟s Warung, Murni‟s Warung, Men Weti, Bodag Meliah, Nasi Ayam Kedewatan, Casa Luna/Indus dan Mak Beng. Kehadiran usaha mereka yang dirintis sejak tahun 1960-an terbukti telah menjadi salah satu pendukung citra pariwisata budaya Bali yang unik melalui local food. Makan merupakan salah satu kegiatan utama dalam kegiatan wisata, dalam konteks ini pengusaha kuliner Bali menawarkan pilihan yang menarik yang
253
membuat daya tarik destinasi wisata Bali semakin kuat, semakin berkelanjutan sejalan dengan daya tarik wisata lainnya. Ada satu hal penting juga yang bisa disimpulkan dalam kontribusi perempuan Bali dalam pengembangan kuliner lokal dalam konteks industri pariwisata dan hubungan gender di Bali secara umum adalah bahwa dari penelitian ini tampak jelas bahwa perempuan Bali telah hadir sebagai pengusaha dalam industri pariwisata. Mereka tidak saja sebagai pekerja tetapi hadir sebagai pencipta lapangan kerja, sebagai inspirator bahwa perempuan Bali memiliki kemampuan untuk ambil bagian di depan dalam memajukan pariwisata Bali. Kesusksesan mereka dalam usaha kuliner dalam industri pariwisata Bali ikut memberikan gambaran baru dalam kesetaraan gender di Bali. Menariknya, dunia usaha yang ditekuni perempuan Bali dalam dunia pariwisata berhubungan langsung dengan karakteristik urusan domestiknya tetapi dilakukan dalam dunia publik. Perempuan yang biasa dikaitkan lebih menekuni dunia masak-memasak di rumah, dalam konteks pengusaha kuliner Bali yang dibahas dalam penelitian ini, mereka mampu menjalankan karakteristik urusan domestik dan atau peran domestik ke dunia publik. Keberhasilan mereka menjalankan usaha identik dengan kemampuan mereka menyediakan kekuatan finansial untuk keluarga mereka dan para karyawannya dan pemasok bahan baku untuk usaha kuliner mereka. Kedua, dalam mengelola usaha kuliner perempuan Bali diperkuat empat karakter yang ditonjolkan oleh perempuan pengusaha kuliner dalam mengelola usaha yaitu kekeluargaan, pengelolaan yang fleksibel, kekuatan intuitif, dan
254
perempuan sebagai role model. Salah satu karakter yang memperkuat perempuan penguhasa kuliner adalah “kleteg bayu” yang sangat mempengaruhi proses-proses pengambilan keputusan berdasarkan kepercayaan dan pengalaman yang diperolehnya selama merintis usaha kuliner puluhan tahun. Ketiga, keberhasilan pengusaha kuliner perempuan Bali dalam berusaha diakui oleh stakeholder pariwisata Bali, dalam hal ini pemerintah, akademisi, media massa, pengamat kuliner. Mereka dianggap berhasil menciptakan branding masakan Bali melalui branding individu pengusaha perempuan dengan warung dan restoran yang mereka kelola. Mereka juga disebut sebagai pelestari kuliner karena berani mempertahankan originalitas kuliner Bali selama puluhan tahun dan memiliki konsistensi sehingga makanan yg disajikan menjadi identitas kuliner Bali. Mereka juga menjadi pelestari kuliner lokal khususnya masakan Bali yang secara konsisten terus dihidangkan dalam menu-menu warung dan restorannya, mereka juga telah berkontribusi pada masyarakat terutama pada perkembangan ekonomi lokal dan khususnya pada aktivitas pertanian organik. Para pengusaha perempuan juga meningkatkan pertumbuhan usaha kuliner karena mereka menjadi ispirator dan motivator bagi generasi selanjutnya untuk terlibat dalam bisnis kuliner. Mereka disebut sebagai pejuang kuliner yang mempertahankan kebudayaan Bali melalui makanan. Keempat, Bali telah melalui fase-fase perkembangan kuliner sejak jaman kerajaan hingga jaman milenial yang mempercayai dunia digital sebagai wahana untuk memperkenalkan kuliner lokal ke dunia international. Kemunculan food blogger telah membuka kesempatan bagi Bali untuk memperkenalkan potensi
255
lokal dan memberikan pemahaman bagi para wisatawan bahwa makanan lokal Bali beragam. Aspek kebersihan, makanan, harga dan keunikan sangat penting diperhatikan oleh para pengusaha kuliner untuk memajukan usahanya dan memperkuat citra Bali sebagai destinasi kuliner. 9.2 Temuan Perempuan tampil sebagai pengusaha dalam pariwisata, hal ini berbeda dengan hasil kajian sebelumnya dimana perempuan tampil sebagai pekerja pariwisata (Cukier et al 1996; Arjani 1998; Karmini 2011), atau sebagai orang yang mengurus rumah tangga (Astiti 2001). Sebagai pengusaha mereka memberikan
kontribusi
dalam
pembangunan
pariwisata
budaya
karena
mengangkat dan melestarikan kuliner lokal melalui usaha kulinernya. Penelitian ini juga menemukan bahwa perempuan pengusaha kuliner menunjukkan gejala matrifocal dimana perempuan sebagai pemimpin usaha sekaligus keluarga. Penemuan berikutnya pengelolaan usaha yang dilakukan oleh para perempuan pengusaha kuliner diperkuat oleh pengalaman-pengalaman selama mengelola usaha dan dalam mengambil keputusan “kleteg bayu” menjadi sebuah landasan untuk menentukan strategi-strategi dalam memajukan usahanya. Penelitian ini juga menemukan fase-fase perkembangan kuliner di Bali yang dapat menjadi konsep dalam memetakan kuliner lokal Bali. Kebaruan penelitian ini agar menjadi pedoman kepada masyarakat khususnya perempuan karena dengan terlibat dalam industri pariwisata maka mereka dapat melakukan aktualisasi diri secara maksimal dan penuh totalitas untuk
mewujudkan
kesetaraan
gender.
Secara
khusus
penelitian
ini
256
mendokumentasikan profil dan spirit “Srikandi Kuliner” yang pantas mendapat apresiasi sebagai tokoh-tokoh yang memajukan pariwisata Bali melalui usaha kuliner. Berdasarkan hasil pembahasan, temuan penelitian dan kesimpulan ini dapat direkomendasikan saran-saran sebagai berikut: Pertama, berdasarkan keterbatasan penelitian maka diperlukan konsistensi untuk melanjutkan penelitian ini dengan mengungkapkan lagi para tokoh perempuan pengusaha dalam bidang kuliner dan bidang lainnya pada posisi-posisi tertentu yang belum pernah diungkapkan melalui penelitian sehingga penelitian mengenai perempuan khususnya dalam industri pariwisata semakin beragam. Makin banyak mengungkapkan kesuksesan perempuan semakin membantu perempuan lainnya untuk lebih berani memanfaatkan pelung usaha dalam industri pariwisata. Kedua, kontribusi delapan pengusaha kuliner perempuan cukup besar dalam memperkuat pariwisata Bali, saatnya pemerintah atau pihak- terkait memberikan apresiasi kepada keberhasilan perjuangan mereka terhadap pariwisata Bali. Selama ini, pemberian penghargaan diberikan dominan untuk laki-laki, seperti dalam Karya Karana. Saatnya memberikan kepada perempuan penghargaan dalam bentuk apresiasi karena mereka layak disebut sebagai The Sheroes of Balinese Culinary and Tourism. Tokoh- tokoh perempuan ini akan menjadi role model bagi perempuan lainnya yang patut ditiru kesuksesannya dengan harapan muncul tokoh-tokoh perempuan lainnya yang terlibat dalam industri pariwisata.
257
Pemerintah hendaknya melanjutkan komitmen pengusaha perempuan dalam mengangkat kuliner lokal dengan mendukung perkembangan gastronomi tourism sehingga keragaman kuliner yang telah dirintis oleh para perempuan berkelanjutan. Tujuannya agar Bali dapat dikembangkan sebagai destinasi kuliner seperti yang dilakukan UNESCO dengan menetapkan kota-kota terbaik didunia seperti Popayan (Kolombia), Chengdu (Cina), Ostersund (Korea), Jeonju (Korea Selatan) dan Zahle (Lebanon) sebagai kota gastronomi karena potensi kulinernya (www.unesco.org, 2014) . Ketiga, untuk masyarakat agar meneladani kerja keras perempuan Bali dalam mengembangkan usaha yang sesuai dengan budaya lokal, dapat mendukung kemajuan pariwisata, dan membuka peluang kerja bagi masyarakat. Masyarakat khususnya perempuan sebaiknya menumbuhkan jiwa berwirausaha dan terus meningkatkan kualitas kemampuan, ketrampilan sehingga dapat menangkap peluang yang ada dalam industri pariwisata. Masyarakat seharusnya mendukung perempuan pada khususnya, oleh karena itu steriotype negatif tentang perempuan dalam industri pariwisata sebaiknya tidak lagi menjadi penghambat perempuan untuk berkarir. Keempat, fase-fase perkembangan kuliner di Bali memiliki keterbatasan karena informasi yang diperoleh berdasarkan kajian literatur, untuk memperkuat temuan tersebut diperlukan penelitian lanjutan. Keterbatasan waktu dan informasi adalah faktor yang menghambat namun juga memacu penulis untuk melanjutkan penelitian pada program riset selanjutnya.
258
Sebagai penutup, perlu diingat bahwa kini perempuan sudah banyak mendapatkan pendidikan yang layak dan memiliki ketrampilan yang luar biasa bila didukung oleh masyarakat terutama laki-laki. Dukungan penuh sesungguhnya dapat meningkatkan percaya diri perempuan dan memupuk keberaniannya untuk tampil sebagai sosok yang hebat tanpa mengesampingkan peran laki-laki dalam keluarga.
259
DAFTAR PUSTAKA Adeney, Benard T. 2000. Etika sosial lintas budaya. Yogyakarta:Kansius Adhiti, Ida Ayu Iran. 2003. Perempuan Bali Dalam Konteks Pariwisata di Bidang Kewirausahaan:Studi Kasus di Keluharan Seminyak Kecamatan Kuta, Denpasar : Universitas Udayana. Adhiti, Ida Ayu Iran. 2003. Perempuan Bali Dalam Konteks Pariwisata di Bidang Kewirausahaan:Studi Kasus di Keluharan Seminyak Kecamatan Kuta, Denpasar : Universitas Udayana. Al Hickey Bali Advertiser. 2011.“ Murni - A Tourism Pioneer”.Sumber: www.murni‟s.com Allen, Ellaine, Nan S Langowitz. 2003. Women in Family Owned Bussiness Center for Women‟s Leadership, Babson College. Alma, Buchari. 2011. Kewirausahaan. Alphabet: Bandung. Anthony Bourdain. Eating Globe.”Ibu Oka-The Pork That Anthony Bourdain Ate In Bali, Indonesia”, Sumber: http://eatingtheglobe.com/ibu-oka-anthonybourdain-bali-indonesia/ Ardika, I Wayan. 2011. „Gastronomi dalam Pariwisata Budaya‟ dalam , I Nyoman Darma Putra dan I Gde Pitana (eds), Pemberdayaan dan Hiperdemokrasi Dalam Pembangunan Pariwisata, pp. 17-27. Denpasar: Pustaka Larasan. Arjani, Ni Luh. 1998. Pramuwisata Perempuan Bali dan Strategi mengatasi hambatan dalam menjalankan peran reproduktif, produktif dan peran sosial, Jakarta: Universitas Indonesia. Arnorsson, Sigurjon. 2013. How Global Quick Service Restaurant Trends Changing The Icelanddic Quick Service Restaurant Industry?, Reyjavik University. Aryanti, Ni Nyoman Sri. 2014. „Menelusuri Jejak Gastronomi Zaman Raja Udayana (warisan budaya gastronomi sebgaai daya tarik wisata)‟dalam, I Ketut Ardhana, I Ketut setiawan(eds),Raja Udayana Warmadewa NilaiNilai Kearifan Lokal Dalam Konteks Religi, Sejarah, Sosial Budaya, Ekonomi Lingkungan, Hukum, dan Pertahanan Dalam Perspektif Lokal Nasional dan Universal, pp 500-514.Denpasar: Pustaka Larasan. Astiti, Tjok Istri Putra Astiti. 2001. Peranan Wanita dalam Industri pariwisata Bali, Makalah disampaikan pada kegiatan matrikulasi Magister Kajian Pariwisata.
260
Astiti, Tjok Istri Putra Astiti. 2004. „Perempuan Bali: Jalan Berliku Menuju Politik Praktis‟ dalam, I Nyoman Darma Putra (ed), Bali mmenuju jahadhita: Aneka Perspektif, Denpasar: Pustaka Bali post. Astuti N, Ismi Dwi; Rara Sugiarti; Gerarda Sunasih; Sarah Hum H; Warto. 2008. “Model Pemberdayaan Perempuan pedesaan di Bidang Pembangunan Pariwisata”. Spirit Publik. Vol 4, No. 1.p51-68. Avakian, Arlene Voski, Barbara Harber, 2005. Feminist Food studies: A brief history, The United states of America:University of Massachusstts Press. Bartono, Novianto. 2005, Today‟s Bussiness Ethnic: langkah-langkah strategis menerapkan etika dalam bisnis dan pariwisata, Jakarta :PT Elex Media Komputindi. Bessiere, J. 1998. Local development and Herritage: Traditional Food and Cuisine as Tourist Attractions in Rural Areas. Sociologia Rutalis, pp21-34. Bizare Food.“Video Bizzare Food Top 5 Bali”, Sumber:http://www.travelchannel.com/shows/bizarre-foods/video/andrews-top-5-bali. Blackwood, Evelyn. 2005. „Wedding Bell Blues: Marriage, Missing Man and Matrifocal Follies‟, American Etnologist 32 (1) pp 3-19. onlinelibrary.wiley.com Blichfeldt, Bodil Stilling. 2009. „Innovation and Enterpreneurship in Tourism: The Case of Danish‟, PASOS Vol 7 No 3 415-431. BPS, 2015. Data Kunjungan wisatawan Bali, Sumber: https://www.bps.go.id/linkTableDinamis/view/id/1096. BPS, 2015. Jumlah Tenaga Kerja Menurut Jenis Kelamin. Brennan, Dennise. 2004. „Women Work, Men Sponge, and Everyone Gossips: macho Men and stigmatized/ing Women in a Sex Tourist Town‟. Antrhopological Quartely, Vol 77, No 4, pp 05-733. Budaarsa, Komang. 2012. Babi Guling Bali dari beternak, kuliner hingga sesaji. Denpasar :Buku arti. Business review. 2015. Perusahaan Keluarga Di Indonesia Dinilai Paling profesional, Sumber: http://br-online.co/perusahaan-keluarga-di-indonesiadinilai-paling-profesional/.
261
Candice, Stevens. 2010. Are Women The Key to Sustainable Development. Boston Universitu: Sustainable Development Insight. Capitello, Roberta, Lara Agnoli Diego Begalli. 2007. „A New Approach to the Analysis of Visitor Perceptions Toward a Tourism Destination: The Role of Food and Wine Experience‟. Scientific Paper Series Management. Economic Enginering in Agriculture, Rural Development Vol 13. Caplan, Pat. 2003.Food Health and Identity. London, New York:Routledge Carper, Jim. 2015. „Does Nutrition Matter‟. Dairy Foods pp 47. Chaston, Ian. 2009. Enterpreneur, Intuition and Small Bussiness Performance. Journal Of Centrum Cathedra. Clerck, Julia. 2014. „Women in Hospitality and Tourism The Asian Opportunity‟. International New York Times, pp.14. Couteau, Jean, 1995. „Wanita Bali: Dulu, Kini, dan Mendatang‟, (Eds) Usadi Wiryanata, Denpasar: Nusa Data Indo Budaya. Covarrubias, Miguel. 2014. Pulau Bali temuan yang menakjubkan. Denpasar: Udayana University Press. Cukier, Judie, Joanne Norris, Geoffrey Wall.1996. „The involvement of women in the tourism industry of Bali, Indonesia‟. The Journal of development studies.Vol 33,No. 2: pp248. Darma Oka, I Made. 2015 Perempuan Bali Dalam Industri Pariwisata Kapal Pesiar. Disertasi, Denpasar: Universitas Udayana. DeNeefe, Janet, 2011. „Alook at The Global Identity of Balinese Cuisine‟,) I Nyoman Darma Putra, I Gde Pitana, Bali (eds) dalam Proses pembentukan karakter Bangsa, Denpasar: Pustaka Larasan. Denpasarkota. 2015. “Sup kepala ikan Mak Beng”, Sumber: http://www.denpasarkota.go.id/index.php/detail-datang-kunjungi/32/SupKepala-Ikan-Mak-Beng Dessler, Gary. 2003. Manajemen Sumber Daya manusia. Jakarta:Index Dewi, Yusriani Sapta. 2008. Sinergi, perempuan dalam pembangunan berkelanjutan Jakarta: Djambatan editor aliansi perempuan untuk pembangunan berkelanjutan.
262
Dhaliwal, Spinder. 2000. „Asian female Enterpreneurs and Women in Bussinessan Exploratory Study Enterprise and Innovation‟ . Management Studies, Vol 1 No 2 207:216. Routledge ESCAP Tourism Review, 2007. Bali Declaration on Sustrainable Tourism Development. New York: United Nations. FINH, 2010. Women Play Increasingly Important Roles in Family Bussines. www.finh.com Flyn, J. Slovic, P. Meryz C.K. 1994. „Gender, Race and Perception of environmental healthy risks‟. Risk Analysis 14, pp 1101-1108. Foodiegodisland, 2015. “Balinese Royal Kingdom feast”. Sumber: http://foodiegodisland.blogspot.co.id/2015/04/balinese-royal-kingdomfeast.html. Frvbali, 2015. “Made Raymond: Made‟s Warung, The New Breed”, Sumberhttp://frvbali.com/2015/made-raymond-mades-warung-the-newbreed/. Gastroina, 2014. “Racikan Budaya dalam Untaian Masakan”, Sumber: http://gastroina.blogspot.com/2014/12/racikan-budaya-dalam-untaianmasakan.html. Gastroina, 2015. “Yayasan Masyarakat Gastronomi Indonesia”, Sumber: http://gastroina.blogspot.com/2015/03/yayasan-masyarakat-gastronomiindonesia.html. Gastroina. 2014. “Buku masakan Indonesia”. Sumber: http://gastroina.blogspot.co.id/gastroina.blogspot.co.id/2014/08/mustikarasa-negara-masakan-indonesian.html. Guy, Kolleen. 2002. „Review The Invention of The Restaurant by Rebbeca L. Spang‟. H-France Review Vol 2. P 462 Hall, Michael, Richard Mitchell, 2001. “Tourism as a force for gastronomic globalization and localization”, (eds) Anne-Mette Hjalager and Greg Richards in Tourism and gastronomy Handayani, M.Th. IGAA Ambarawati. 2013. „Wanita Bali dalam Perspektif Budaya Kerja‟, dalam Ni Luh Arjani (ed) Kembang Rampai perempuan Bali, p44-69. Denpasar: Pusat Studi Wanita dan Perlindungan Anak Universitas Udayana.
263
Harvey, Ena, 2012. Agro and Culinary Tourism Getting to the next level. Makalah pada 13th Annual Carribean Conference on Sustainable Tourism Development. Herlihy, Laura Hobson. 2008. „Matrifocality and Women‟s Power on the Miskito Toast‟. Ethnology (46) 2 133-150. Hobsbawm, Eric, Terence Ranger, 1983. The Invention of Tradition, United Kingdom: The Cambridge University. Hodza, Astrit. 2012. “Electronic word of mouth through social net working sites, how does it affect consumer?”. Thesis, School of bussiness and economic, Sumber: http://www.hospitalitynet.org/news/4075231.html Iwbdenpasar. 2009. “Dokumentasi Usaba Gumang”, Sumber: https://iwbdenpasar.wordpress.com/2009/02/28/dokumentasi-usabagumang/comment-page-1/. IFOAM. 2005. “The principles of organic agriculture”, Sumber: http://www.ifoam.org/about_ifoam/principles/index.html. Indonesian expat, 2012. “Meet Peter steenbergen the man behind Made‟s warung who drove to Bali from Amsterdam in 1973 in a minivan and fell in love” Sumber: http://indonesiaexpat.biz/meet-the-expats/peter-steenbergen/ Irianto, Sulistyowati, 2006. Perempuan dan hukum menuju hukum yang berpersfektif kesetraan dan keadilan, Jakarta: Yayasan Obor indonesia Jaafar, Mastura, Abdul Rashid Abdul-Aziz. Siti Aishah Maideen. Siti Zaleha Mohd. 2011. „Enterpreneurship in The Tourism Industry: Issues in Developing Country‟, Elsevier:International Journal of Hospitality management No 30 827-835. Janapriati, Dewa Ayu Laksmiadi, 2015. “Analisis Kinerja Pelayanan Spa di Kabupaten Badung dan Gianyar” (Disertasi), Denpasar:Universitas Udayana Kampadoo, Kamala. 2001. „Freelancer, Temporary Wives, and beach- Boys: Reseraching Sex Work in The Caribbean‟. Feminist Review, No 67, Sex Work Reassessed, pp 39-62. Karmini, I Wayan. 2011. “Keterpinggiran perempuan Hindu Pekerja Hotel berbintang Lima di kawasan Sanur, Denpasar selatan” (disertasi). Denpasar: Universitas Udayana. Kerthyasa, Maya. 2015. “Ethnic RestaurantsAustralian Gourmet Traveller”.Vol. 15 Issue 1, p132-137. 6p.
264
Ketut
Swastika, Wakil ketua ICA, Asosiasi Chef Indonesia dalam seminar“Exploring the Heritage of Balinese Cuisine”, di Sekolah Tinggi Pariwisata Bali International (STPBI), Sabtu, 12 Desember 2015.
Kim, YG, A Eves, C Scarles. 2009. „Building a Model of Local Food Compsumtion on trips and holiday: A Grounded Theory Approach‟, Elsevier: International Journal of Hospitality 1-37. Kompasiana. “Men Weti”, Sumber: http://www.kompasiana.com/wira_asti/sensasi-nasi-menweti_54f77e1aa33311e9718b45b3. Konkol, Shepanie M, 2013. Someone‟s in The Kitchen, Where‟s Dinah? Gendered Dimensions Of the professional Culinary World, DePaul University KPMG. 2013. Family Busines. KPMG International Cooperative. Kumari, J Krishna. 2014. „Women Empowerment through enterpreneurship in service sector with special reference to SHGs in Tourism‟. Research paper Social Science; Vol 3, issue 9,pp 159-160. Kurnia P, Ximing Sun, R Collins. 2010. People Perceptions Towards Organic Food in Yogyakarta Province, Indonesia. School of agriculture and food science. Australia: The university Of Queensland, Australia Kusmayadi, Endarsugiarto. 2000. Metode Penelitian Kepariwisataan, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
dalam
Bidang
Latunconsina, Butar, 2012. Pengarusutamaan gender dalam kebijakan pembangunan berkelanjutan Lazuardi, Mandra, Mochamad Sandy triady. 2015. Ekonomi Kreatif: rencana pengembangan kuliner nasional 2015-2019, Jakarta: PT Republik solusi Lexy J. Moleong, MA. 2013. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Ling, Rosalind SIA Juo, LI Jionghua. 2011. “Contribution of Women in Long House Tourism”. China: Peking University. Linnaus University. Long, Veronica H. Sara L. Kindon. 1997. „Gender and Tourism development in Balinesse Villages‟ dalam M. Thea Sinclair (ed). Gender, work and Tourism. London:Routledge. Mabbett, Hugh. 1987. In praise of Kuta: From Slave Port to Fishing Village to The Most Popular Resort.
265
Madiun, I Nyoman, 2010. Nusa Dua Model pengembangan kawasan Wisata Modern. Denpasar: Udayana University Press Mangunsong, Frieda. 2009. „Faktor intrapersonal, interpersonal dan kultural pendukung efektivitas kepemimpinan perempuan pengusaha dari empat kelompok etnis di Indonesia‟, Sosial Humaniora, Vol 13. No 1. Mantra, Gayatri. 2011. “Kekerasan Patriarkhi Pada Perempuan Bali”, Sumber:http://balebengong.net/kabar-anyar/2011/02/01/kekerasan-patriarkipada-perempuan-bali.html. Mckinsey, 2012. Women www.mckinsey.com
Matter:
An
Asian
Perspective.
Sumber:
Misango, Sedina B. Orpha K Ongiti. 2013. “Do Women Enterpreneurs Play A Role in Reducing Poverty? A case in Kenya”. International Review of Management and Business Research. Vol.2. No1. Moediarta, Rani.R. 2007. “Warna Warni Kehidupan Wayan Murni”. Sumber: Pesona http://murnisarts.com/index.php/murni-sp-475/articles-about-murni. Moelyono, Mauled. 2010. Menggerakkan Ekonomi Kreatif Antara Tuntutan dan Kebutuhan. Jakarta: Grafika Mosse, Julia Cleves. 2007. Gender dan Pembangunan. Yogyakarta:Pustaka Pelajar. Nakatani, Ayami. 1999. „Eating Threads‟; Brocades as Cash Crop Weaving Mothers and Daughters in Bali‟ dalam Raechelle Rubinstein dan Linda H.Connor (eds), Staying Local in the Global Village Bali in the Twentieth Century, pp.203-230. Honululu: University of Hawai‟i Press. Namawi, 2007. „Gejala Matrifocalitas di Masyarakat Jawa‟.Ibda Vol 5 No 2 pp 204-216. Nielsen, 2015. We are Whe Eat Healthy Eating Trends Around the World. www.nielsen.com OCTA, Skift, 2015. The Rise Of Food Tourism. Skift. Page, Stephen J. Joanne Connel. 2006. Tourism a Modern Synthesis. London: Thomson Learning. Paprika, ZitaZoltay. 2006. Analysis Concious and Intuition in strategic Decision Making the Case of California, Corvinus Budapest.
266
Partomo,Santika Tiktik. 2008. Ekonomi Industri. Jakarta:Inti Prima. Picard, Michel. 2006. Bali Pariwisata Budaya dan Budaya Pariwisata. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia. Plant, Byran King. 2008. „Secret, Powerfull, and the stuff of legends: revisiting theories of invented tradition‟. The Canadian Journal of native studies XXVIII:175-194. Platzer, Rosaline, 2011. Women Not in The Kitchen: A Look at Gender Equality in the Restaurant Industry, San Luis Obispo: California Polytechnic State University. Priyatno, Joko. 2013. „Karakteristik perempuan hindu sebagai pedagang banten di kota mataram‟. Ganec swara Vol 7 No 2. Purnaya, I Gusti Ketut. 2015. „Relasi Kuasa dalam pengelolaan Resor wisata Nusa Dua”, Bali. Jurnal Kajian Bali Vol 5 No 01 April 2015 hlm 35-56. Purwanto, 2011. Statistika Untuk Penelitian, Yogyakarta :Pustaka Pelajar. Putra , I Nyoman Darma, Janet deNefee (2015) dalam seminar “Exploring the Heritage of Balinese Cuisine”, di Sekolah Tinggi Pariwisata Bali International (STPBI), Sabtu, 12 Desember 2015. Putra, I Nyoman Darma Putra. 2007. Wanita Bali Tempo Doeloe Perspektif Masa Kini. Denpasar: Pustaka Larasan. Putra, I Nyoman Darma. 2012. “The Role of Creative Women in Bali‟s Tourism Development”, makalah untuk lokakarya Creativity in Tourism; Building a GlobalCommunity of Dynamic Women Entrepreneurs, Sanur, 26 November 2012, Limkokwing University, Malaysia. Putra, I Nyoman Darma. 2014. “Empat Srikandi Kuliner Bali: Peran Perempuan Dalam Pembangunan Pariwisata berkelanjutan”.JUMPA; Vol. 1, No. 1, pp. 65-94. Rani, G. Sandhya. 2013. “Recent Trends in Tourism Industry and Women”. International Journal Applied Research. Vol:3.No 10. Raynolds, Laura T. 2004. „The Globalisastion of Organic Agroofood Network‟, Colorado Universtity, Fort Collins CO USA, Journal World Deveopment, Elsivier : Great Britain Vol 32, No , pp 725-743. Richard, Greg, 2001. “Gastronomy: an essential ingredient in tourism production and comsumption”(eds) Anne-mette Hjalager, Greg Richards, Tourism and Gastronomy. ATLAS
267
Saskara, Ida Ayu Nyoman. 2012. “Tinjauan Perspektif Ekonomi dan Non Ekonomi Perempuan Bali yang Bekerja di Sektor Publik: Studi Konflik Peran”. Denpasar: Universitas Udayana. Jurnal Aplikasi Manajemen, Vol 10 No 3. Scarpato, Rosario. 2001. Gastronomy as Tourist product: the Perspective of gastronomy studies (eds) Annete-Mette Hjlager and Greg Richards, Tourism and Gastronomy pp 51-68. London: Routledge Schosler, Hanna. Joop de Boer. Jan J Boer Sema. 2013. “The organic food philosophy: a qualitative explanation of the practices, values and beliefs of dutch organic consumer within a cultural-historical frame”. Journal Agric Environ EthicsVol 26 pp439:460. Sendratari. Luh Putu. 1995. Perempuan Saudagar di Desa Candi Kuning Tabanan, Bali : Suatu Stud tentang Strategi kebertahanan dlam usaha berdagang dan rumah tangga (Thesis) Jakarta: Universitas Indonesia. http://www.digilib.vi.ac.id Silalahi, Uber. 2009. Metode Penelitian Sosial. Bandung: Rafika Aditama. Simanjuntak, Augustinus. 2010. Prinsip-Prinsip Managemen Bisnis Keluarga (Family Bussiness) dikaitkan dengan keduudkan mandiri Perseroan terbatas (PT). Jurnal Managemen dan Kewirausahaan Vol 12 No 2 113-120 Sinclair, Marta. 2005. “Intuition: Myth or Decision making tools”. Management Learning Vol 36 No. 3 pp353-370. Slow Food. http://www.slowfood.com/international/7/history Smh.com. 2011. Questions Janet deNefee. http://www.smh.com.au/entertainment/20-questions-janet-de-neefe20111103-1mw8b.html Smith . R.T. 1956. The Negro Family in British Guanara: Family Structure and Social Status in the Villages. Routledge. Sony KC. 2012. “Roles and Chalenges of Women in Tourism Sector of Western Nepal:A Micro Ethnography Study”. Nepal Tourism and Development Review Vol2.p53-58. Sri, Anak Agung Putri. 2013. “Faktor-faktor yang memotivasi perempuan sebagai pengelola pondok wisata dikelurahan Ubud kecmatan Ubud, Kabupaten Gianyar”. Analisis Pariwisata Vol 13, No 1. Suhardi, Untung. 2015. Kedudukan Sarasmuccaya. Surabaya: Paramita.
Perempuan
Hindu
dalam
Kitab
268
Sujatha, Dewa Ketut. 2013. “Adaptasi seni kuliner bali menjadi boga wisata” . Jurnal Gastronomi indonesia Vol 2 No 1. Sukardja, Putu, 2012. Perempuan Sukarara memenun modal budayaperjuangan mencari kesetraan gender. Denpasar: Udayana University Press. Sukerti, Ni Nyoman, 2015. Peranan Perempuan Dalam Hukum Adat Bali Dalam Perspektif Gender, Makalah disampaikan pada talkshow hukum dan perempuan. Sunar. 2013. Tipologi Restoran Independen di Kuta Selatan. Jurnal Gastronomi Indonesia Vol 2 No 1. Suryakusuma, Julia. 2012. Agama, Seks, & Kekuasaan. Depok: Komunitas Bambu. Suyadnya, I Wayan. 2009. “Balinese Women and identities:are they Trapped in Traditional, Globalization or Both”. Malang:Universitas Brawijaya. Swain, Margareth Byrne. 1995. Gender in Tourism dalam Annals of Tourism Research A Social Sciences Journal Special Issue Gender in Tourism, Jafar Jafari (ed), Vol.22, No. 2 pp 247-266. USA:Pergamon. Tanner, N. 1974. Matrifocality in Indonesia and Africa and Black America Women Culture and Society (eds) M.Z Rosaldo and L Amphere. Pp 129256. Stanford University. Tarlow, Peter, 2016 “Food as a Tourism Marketing Sumber:http://www.hospitalitynet.org/news/4075231.html
Agent”,
The Australian Financial Review.2014. “World on plate a Fusion Revolution is firing up Ubud‟s fine dinning scene”, Sumber:https://www.murnis.com/reviews Top 10 Best Bali Food. “Most Popular Food In Bali”, Sumber: http://www.baliindonesia.com/dining/best-food.htm Tucker, Hazel, Brenda Boonabaana. 2012. A critical analysis of tourism, gender and poverty reduction, Journal of Sustainable Tourism Vol. 20, No. 3, pp 437-455, Routledge. Tuladhar, Jyoti. 1996. “Factor Affecting Women Enterpreneurship in Small and Cottage Industries in Nepal opportunity and Contraints”. International Labour Organization South Asia Multidiciplinary. United Nations, 1975. Report of the world conference of the international women‟s year, Mexico City, 19 june- 2 july1975, Newyork:United nations publication.
269
United Nations, 1980. Report of the world confrerence to review and appraise the achievment of the united nations decade for women: equality, development, and peace Nairobi, Coppenhagen, 14-30 july 1980, Newyork:United nations publication. United Nations, 1985. Report of the world confrerence to review and appraise the achievment of the united nations decade for women: equality, development, and peace Nairobi, 15-28 July 1985, Newyork:United nations publication. UNWTO, 2011. Tourism and Sustainability, sdt.unwto.org. UNWTO. 2010. “Global Report on Tourism 2010”. www.UNWTO.org UNWTO. 2012. Global report on Food Tourism. Madrid: United Nation World Tourism Organization Press. Van Loo, EJ. Diem MN. Dieniak Z. Verbekew. 2013. Consumer attitudes, Knowlede and Consumtion of Organic Yogurt. J Dairy Sci. Elsivier. Ward, John L. 2004. Perpetuating The Family Bussines. Newyork: Palgrave Macmillan. Widanti, Tirka Putu, 2011. Model Kebijakan Pemberdayaan Perempuan di Bali. Denpasar: JagatPress. Wilkinson, Paul F. Wiwik Pratiwi. 1995. „Gender and Tourism in an Indonesian Village‟ dalam Annals of Tourism Research Special Issues Gender in Tourism, Jafar Jafari (ed), Vol.22, No. 2 pp 283-299. USA:Pergamon. Winarno, Bondan. Linda Tanod, Harry Nazarudin. 2015. 100 Maknyus Bali. Jakarta: Jalansutra Wurianto, Arif Budi. 2007. Aspek Budaya Pada Tradisi Kuliner Tradisional Di Kota Malang Sebagai Identitas Sosial Budaya (Sebuah Tinjauan Folklore). Lembaga Penelitian Universitas Muhammadiyah Malang Yoeti Oka A. 2008. Ekonomi Pariwisata: Implementasi. Jakarta: Kompas
Introduksi,
Informasi, dan
Zapalska, Alina M. Broza Dallas. 2014. „Female Enterpreneurial Busisiness In Tourism and Hospitality Industry in Poland‟. Probelms and Perspectives in Management Vol 12. No 2 7-13.
270
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Daftar Nama Informan No Made‟s Warung 1 Made Masih 2 Made sukhadana
Keterangan Wawancara 19 Oktober 2015 Pemilik Made‟s Warung Karyawan Made‟s Warung
3 Putu ekawati
Karyawan Made‟s Warung
4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Nama
Warung Babi Guling Oka Anak Agung Oka Suci Candy Anak Agung Oka Putra Ni Gusti Putu Nini Indus/Casa Luna Restaurant Janet deNefee I Wayan purnami Ni Made yuni hartini Warung Sari Bodag meliah Kadek Nilawati Agung Rai I Ketut Biya I Made Orig Wayan Suciani Murni‟s Warung Kadek Sentosa Wayan sukerti Warung Nasi Ayam Kedewatan Sang Ayu Putu Wija Warung Men Weti Ayu Armini Nyoman Kari Warung Mak Beng Agus Mahendra Ni Putu Sulastri Putu Masir Koming Mariana
Wawancara 06 November 2015 Pengelola Babi Guling Oka 2 Karyawan Babi Guling Oka 2 Pengelola Babi Guling 3 Pengelola babi Guling 3 Wawancara 21 Desember 2015 Pemilik Casa Luna Grup Karyawan Indus Karyawan Indus Wawancara 21-23 Agustus 2015 Pemilik Warung Sari Bodag meliah Manager Karyawan/Petani Karyawan/Petani Karyawan Wawancara 20 Agustus 2015 Manager Karyawan Wawancara 20 Desember 2015 Pemilik Warung Nasi Ayam kedewatan Wawancara 2Januari, 4 february 2016 Cucu Men weti Tukang Parkir Pantai Sanur Wawancara 7-8 Januari 2016 Pengelola/Cucu Mak Beng Anak Mak Beng Karyawan Karyawan
271
Food Blogger 25 Bayu Yunantias Mundus http://www.epicurina.com/
Wawancara 4 Januari 2016
26 Gede EkaSutrisna http://foodinframebali.blogspot.co.id/
Wawancara 2 Januari 2016
27 Dinda Paramangnigtyas sudibya https://www.instagram.com/deliciousbali/
Wawancara 3 Januari 2016
28 Vina Angelina Hadiwidjaja Putri http://sikalapmakan.tumblr.com/ 29 Tria Tria Nuragustina
Wawancara 29 Desember 2015
30 31 32 33
Anak Agung Brahmantya Putu Subaktyasa Kadek Rumadana Nyoman Trisutaguna
Femina, Wawancara, 27 Januari 2016 Kepala Dinas Pariwisata Gianyar Kepala Kasi Bidang Rumah makan Denpasar Dosen/ Chef STP Bali Dosen/Chef Fakultas Pariwisata
272
Lampiran 2 Pedoman Wawancara PEDOMAN WAWANCARA I (SUBJEK PENELITIAN UTAMA) 1. Ceritakan tentang diri anda sejak kecil sampai menjadi seorang pengusaha dibidang kuliner? a. Sekolah b. Lingkungan sosial c. Keluarga 2. Ceritakan sejarah tentang makanan yang pertama kali anda kenal dan sekarang anda kembangkan? a. Gambarkan makanan yang anda ketahui sedari kecil, gambarkan waktunya, tradisi, siapa yang memasak untuk anda? b. Dalam proses memasak anda sering berperan sebagai apa dalam keluarga? 3. Bagaimana pengalaman hidup membentuk karir anda sekarang ini? a. Apakah yang menjadi alasan anda berkiprah dalam usaha kuliner? b. Sebelum menekuni pekerjaan di bidang ini, apakah anda pernah menekuni pekerjaan lain? c. Bagaimana anda merencakan karir anda pada dunia kuliner? d. Harapan anda setelah menjadi pengusaha kuliner dan mengangkat kuliner Bali? e. Bagaimana anda melatih kemampuan anda hingga menjadi pengusaha sampai sekarang ini? f. Ceritakan mengenai perbedaan kuliner khas Bali dan makanan ala barat yang anda ketahui? 4. Gambarkan pekerjaan anda pertama kali hingga sampai sekarang menjadi pengusaha kuliner? a. Gambarkan ciri makanan khas yang anda kembangkan sebagai icon kuliner usaha anda? b. Pengalaman apa saja yang di dapat saat memulai usaha kuliner? 5. Apakah latar belakang memilih usaha kuliner? 6. Kiat dan usaha anda dalam pariwisata Bali?
memperkenalkan kuliner Bali dalam industri
273
PEDOMAN WAWANCARA 2 INFORMAN (MANAGER) DATA INFORMAN no Keterangan 1 Nama 2 Usia
√ : :
3
jenis kelamin
:
4
Pendidikan
:
5 6 6 7.
Pekerjaan/Jabatan Alamat : No. telpon : Lama Bekerja :
8
Gaji
Hari:
Tgl :
Pk.
a. 20-35th b. 36-50th c. > 50th a. Laki- Laki b. perempuan a. SMA b. Diploma c. Sarjana d. Master
a. >30 b. >25 thn c. 25-15 thn d. 14-5 thn e. 5thn a. > 5 Juta b. > 3 Juta c. 1,5 Juta
1. Berapa jumlah karyawan di sini? 2. Apasajakah jenis pengeluaran dan biayanya (terkait pendapatan usaha kuliner) 3. Apakah yang menjadi potensi usaha kuliner anda? 4. Apakah anda mengalami kendala dalam memperkenalkan kuliner Bali pada industri pariwisata melalui usaha kuliner yang anda kelola? 5. Bagaimana anda menghadapi persaingan satu sama lain dalam usaha kuliner? 6. Apakah yang menjadi faktor keberhasilan anda dalam mengangkat kuliner Bali?
274
7. Bagaimana anda memilih para suplier untuk bekerjasama dengan anda? Terkait kuliner pasti memerlukan banyak supplier untuk bahan produksi, bisa informasikan siapa saja supliernya? 8. Apakah anda juga bekerja sama dengan perusahaan lainnya untuk promosi, atau distribusi produk yang anada hasilkan? 9. Apakah anda melakukan pengamatan terhadap persaingan kuliner baik yang datangnya dari usaha kuliner lainnya? 10. Apakah anda memiliki kelembagaan yang khusus menjalin hubungan dengan masyarakat sekitar dengan kategori: 11. Untuk membangun usaha perlu memperhatikan keadaan demografis terkait perkembangan kebutuhan penduduk terhadap kuliner apa yang menurut anda sekarang ini menjadi pilihan masyarakat dan wisatawan? 12. Bagaimana menurut anda daya beli dari para wisatawan dan masyarakat terkait kuliner yang menjadi ciri khas usaha anda? 13. Apakah ancaman-ancaman dan peluang yang anda rasakan dalam lingkungan fisik misalnya kekurangan bahan mentah, biaya energi, pencemaran lingkungan, tekanan dari pemerintah untuk menyerap tenaga kerja? 14. Apakah kemajuan teknologi mempengaruhi perkembangan usaha kuliner anda? (bidang tertentu misalnya promosi?) 15. Apakah anda mengalami kesulitan dalam menjalankan kebijakankebijakan terkait usaha anda? 16. Apakah anda memperhatikan kecenderungan dari perubahan budaya misalnya pandangan-pandangan wisatawan dan masyarakat terhadap usaha dan produk kuliner anda? (kemunculan fast food dan street food) 17. Terkait dengan staf dan karyawan usaha ini, apakah ada program-program khusus atau semacam reward agar mereka loyal terhadap perusahaan? 18. Bagaimana suka duka anda mengelola usaha ini? (hubungan dengan atasan)
275
19. Menurut anda sosok perempuan pengusaha dalam memimpin usaha seperti apa? Apakah beliau memiliki gaya khas atau menerapkan cara-cara khusus dalam mengelola usaha dan kepribadian beliau? 20. Apakah yang menjadi kelemahan dan peluang jika perempuan yang mengelola usaha kuliner? 21. Mohon deskripsikan Perempuan tersebut sebagai ungkapan kebanggaan anda telah menjadi partnernya dalam usaha kuliner?
276
PEDOMAN WAWANCARA 3 INFORMAN (STAFF) No Keterangan 1 Nama 2 Usia
√ : :
3
jenis kelamin
:
4
Pendidikan
:
5 6 7.
Pekerjaan/Jabatan Alamat : Lama Bekerja :
Hari:
Tgl :
Pk.
a. 20-35th b. 36-50th c. > 50th a. Laki- Laki b. perempuan a. SMA b. Diploma c. Sarjana d. Master
a. >30 b. >25 thn c. 25-15 thn d. 14-5 thn e. 5thn 8 Gaji a. > 5 Juta b. > 3 Juta c. 1,5 Juta 1. Apakah yang melatar belakangi anda bisa bekerja di tempat ini? 2. Bagaimana hubungan anda dengan atasan? 3. Bagaimana menurut anda kepemimpinan perempuan dalam usaha kuliner tempat anda bekerja? 4. apakah atasan anda memiliki gaya kepemimpinan yang khusus sehingga sebagai staf anda merasa beliau adalah pemimpian yang istimewa? 5. Lingkungan kerja seperti apa yang diciptakan dalam tempat kerja anda dan apakah sudah memenuhi haparan anda? 6. Tantangan seperti apa yang pernah anda hadapi selama bekerja? 7. Bagaimana kesan anda selama bekerja disini? 8. Mohon deskripsikan pemimpin anda sebagai bentuk kebanggan anda menjadi staf dalam usaha kuliner ini?
277
PEDOMAN WAWANCARA 4 (STAKEHOLDER) DATA INFORMAN (MOHON CENTANG PADA KOLOM YANG TELAH DISEDIAKAN) No 1 2 3
keterangan Nama : Tempat Tgl Lahir Usia :
4
jenis kelamin
:
5
Pendidikan
:
6
pekerjaan
7
Alamat Lama Tinggal Bali
: :
√
Hari:
Tgl :
Pk.
a. 20-35th b. 36-50th c. > 50th a. Laki- Laki b. perempuan a. SMA b. Diploma c. Sarjana d. Master e. Doktor f. Profesor a. Akademisi b. Industri c. Organisasi d. Tokoh masyarakat e. Opinion Maker f. Jurnalis a. Sejak Lahir b. >25 thn c. 25-15 thn d. 14-5 thn e. 5thn
I. Pandangan stakeholder terhadap kontribusi perempuan Bali dalam mengangkat kuliner lokal melalui usaha yang didirikan dan menu lokal yang disajikan mengutamakan makanan lokal Bali dan mendukung pariwisata 1. Apa yang anda ketahui tentang perkembangan kuliner di Bali khususnya?. 2. menurut Anda, apakah kuliner bali berpotensi menjadi daya tarik pariwisata Bali?
278
3. Pada disertasi ini delapan perempuan yang mengelola usaha kulinernya sangat baik, Menurut Anda apasaja yang menjadi kontribusi perempuan Bali dalam mengangkat kuliner Bali dan mendukung pariwisata Bali? 4. Apakah anda memiliki pandangan lain mengenai kontribusi yang Anda sebutkan pada pertanyaan sebelumnya? 5. Dari pengamatan anda, apakah perkembangan kuliner di Bali didominasi oleh kontribusi profil perempuan ini? Mohon dijelaskan. 6. Dari segi pengolahan, menu, dan penyajian pada warung dan restoran di Bali, apakah anda optimis bahwa kedepannya kuliner bali akan menjadi pilihan favorit wisatawan? 7. Menurut Anda, manakah masakan Bali yang memang menjadi ciri khas Bali dan dapat diangkat sebagai Ikon Kuliner? 8. Istilah warung masih sangat banyak digunakan oleh para pengusaha kuliner di Bali, dari pandangan anda apakah yang dimaksud dengan warung?
279
Lampiran 3 Kuisioner QUESTIONNAIRE
• Nationality :……………… • Occupation :……………… Please put a tick () in the appropriate box below. 1. Do you use a travel agent to organize your tour in Bali?
Dear Sir/Madam,
□ Yes This questionnaire aims to obtain information on your opinion about Balinese food and warung (food stalls) or restaurants selling Balinese food. Please fill out this questionnaire to help me learn about your experience in enjoying Balinese food and yourevaluation ofthe performance of warung (food stalls) and restaurants selling Balinese food and some aspects with regard to Balinese food that you have tried.
□ No
2. Is it your first time visiting Bali?
□ Yes
□ No
3. If your answer is “No” please tick the number of your visits □>2 □ >5 □ >10 4. Have you ever tried any Balinese food? □ Yes
□ No
5. Where did you get the information about Balinese food? □ from friends □ brochure □ travel agent □ website □ others....................................
PERSONAL IDENTITY: •
Name: ………….
•
Sex: Female Male
•
Purpose of culinary experience
Age:
6. Do you always choose Balinese food as your favorite meal? □ Yes
personal (i.e. seminar,education,
□ No
7. What is your favorite Balinese food? □ Nasi Campur Bali □ Betutu □ Suckling Pig □ Others........................
□ 15- 20 20 - 35
280
8.
What do you think about the culinary development in
□ US$ 2 up to US$ 3 □ US$ 3 up to US$ 4
Bali? □ Very bad
11. What is the range of affordable prices for Balinese food?
□ Bad
□ Fair
□ Good
□ Very
good.
□ US$ 4 up to US$ 5 □ More than US$ 5 12. Most of the local warung or restaurants in Bali are
9. Do you agree if all warung and restaurants in Bali include Balinese food in their menu?
managed by women. Do you think they have contribution
□ strongly disagree
to the development of local food and tourism in Bali?
□ disagree
□ Yes
□ neither agree nor disagree □ agree
Reason for your answer of Question No. 12 ...............................................................................................
□ strongly agree 10. In your opinion, which is the most important aspect in developing the culinary industry in Bali? □ local food
□ cleanliness
□ convenience
□ price
□ uniqueness
□location
□ ambiance
□ No
............................................................................................... Thank you for taking the time to fill out this questionnaire. Your help is highly appreciated.
281
Bapak/ibu yang terhormat, mohon dapat menuliskan pendapat
□ kuliner □ budaya □ alam □ lainlain................................................... Mohondiisitandarumput(√)padakotakdibawahini
atau komentar pada kolom dibawah ini mengenai kontribusi
1.Apakahkunjunganandainidiaturolehagenperjalanan?
perempuan Bali dalam mengangkat kuliner dan mendukung
□ Ya
pariwisata Bali.
2. Apakah ini kunjungan pertama anda ke Bali? □ Ya
Kuesioneriniterdiridariduabagian,yaitumenanyakaninformasi
□Tidak
umumberkenaandenganpengalamanIbu/Bapak
3. Jika jawaban anda pada pertanyaan no 2 adalah Tidak,
menikmatimakananlocal pada warung ini dan aspek-aspek
sebutkan berapa kali anda sudah pernah mengunjungi Bali?
KUISIONER
yang menurut bapak/ibu penting dalam pengelolaan usaha
□Tidak
□ >2 □ >5 □ > 10 4. Apakah anda pernah mencoba kuliner lokal Bali?
kuliner.
□ Ya IdentitasTamuWarung/Restoran Nama : Asal : Pekerjaan : Jenis Kelamin : Alamat :
□Tidak
5. Darimanaandamendapatinformasimengenaimakananlokal? Usia □ 15-20 □ 20-35 □ 35-50 □ >55
□ teman □ brosur iklan □agen perjalanan □ website □ Lainnya.......................................... 6. Dari berbagai menu yang ditawarkan warung/restoran yang dikunjungi apakah anda selalu memilih makanan lokal Bali? □ Ya
Apakahlatar belakang anda mengunjungi Bali sebagai destinasi wisata?
□Tidak □ Lainnya........................................
282
7. Jenis kuliner lokal apakah yang biasa anda pilih sebagai
□ keunikan
menu favorit?
□ lokasi
□ nasi campur Bali □ ayam betutu Bali □ Babi guling
□ suasana
□ Lainnya.................................
11. Menurut anda harga yang sesuai untuk makanan khas Bali
8. Bagaimana pendapat anda tentang perkembangan kuliner di
pada sebuah warung
Bali?
□ Rp. 20.000 – Rp. 30.000 □ Rp. 30.000 – Rp. 40.000
□ sama sekali tidak baik □ tidak baik □ netral □ baik □ baik
□ Rp. 40.000 – Rp. 50.000 □ > Rp. 50.000
sekali
12. Sebagian besar dari warung/restoran di Bali dikelola oleh
9.Apapendapatandajikasetiapusaha kuliner di Balimenyediakan menupilihanmakananlokal? □ sama sekali tidak baik □ tidak baik □ netral □ baik □ baik sekali 10. Menurut anda aspek apa saja yang menjadi penting dalam
perempuan, menurut anda apakah dengan usaha kuliner yang
usaha kuliner □ makanan □ kebersihan □ kenyamanan □ harga
dikelolanya sekarang sudah menunjukkan kontribusi mereka terhadap pariwisata Bali? □ Ya
□Tidak
................................................................................................... ................................................................................................... Terimakasih atas waktu dan kerjasamanya dalam mengisi kuisioner ini.
283
Lampiran 4 Hasil analisis data
Lampiran 4.1
No
1
2
3
4
5
6
Identitas Wisatawan Kawasan Kuta Uraian Kuta Persentase Swasta 56.1 Pegawai pemerintah 7.6 Pelajar 18.2 Pekerjaan Profesional 16.7 Wirausaha 1.5 Total 100.0 Perempuan 56.1 Jenis Kelamin Laki-laki 43.9 Total 100.0 15-20 tahun 15.2 21-35 tahun 56.1 Umur 36-50 tahun 21.2 Lebih dari 50 tahun 7.6 Total 100.0 Kuliner 6.1 Budaya 6.1 Jalan-jalan 39.4 alam 15.2 Lainya 1.5 Kuliner & Budaya 6.1 Daya Tarik Utama Kuliner & Alam 4.5 Budaya dan Alam 6.1 kuliner, budaya dan jalan-jalan 4.5 Kuliner, Budaya, Alam 7.6 Kuliner, budaya, jalan-jalan dan alam 3.0 Total 100.0 Ya 12.1 Perencanaan Perjalanan Tidak 87.9 Total 100.0 1 kali 16.7 Lebih dari 2 kali 33.3 Frekuensi Kunjungan Lebih dari 5 kali 30.3 Lebih dari 10 kali 19.7 Total 100.0
284
7
Mencoba kuliner bali
8
Sumber informasi kuliner
9
Memilih menu kuliner bali
10
Menu favorit kuliner bali
11 Kesesuaian harga makanan
Ya Tidak Total Teman Brosur iklan Agen perjalanan Webiste Lainya Total Ya Tidak Lainya Total Nasi Campur bali Ayam Betutu Bali Babi guling Lainya Total Rp.20.000 - Rp.30.000 Rp.30.000 - Rp.40.000 Rp.40.000 - Rp.50.000 Lebih dari Rp.50.000 Total
Asal Responden Mancanegara No Asal Responden Frekuensi Percent 1 Australia 10 30,3 2 United Kingdom 10 30,3 3 Swedia 1 3 4 Singapura 2 6,1 5 Amerika 1 3 6 Belanda 2 6,1 7 Malaysia 3 9,1 8 Estonia 2 6,1 9 China 1 3 10 Rusia 1 3
87.9 12.1 100.0 57.6 9.1 15.2 10.6 7.6 100.0 33.3 60.6 6.1 100.0 34.8 22.7 15.2 27.3 100.0 63.6 18.2 16.7 1.5 100.0
285
Lampiran 4.2 Karakteristik wisatawan Kawasan Sanur
No Uraian
1
Pekerjaan
2
Jenis Kelamin
3
Umur
4
Daya Tarik Utama
5
Perencanaan Perjalanan
6
Frekuensi Kunjungan
Sanur Persentase Swasta 51.3 Pegawai pemerintah 36.8 Pelajar 7.9 Tentara/polisi 1.3 Profesional 1.3 WIrausaha 1.3 Total 100.0 Perempuan 51.3 Laki-laki 48.7 Total 100.0 15-20 tahun 18.4 21-35 tahun 44.7 36-50 tahun 25.0 Lebih dari 50 tahun 11.8 Total 100.0 Kuliner 22.4 Budaya 21.1 Jalan-jalan 19.7 alam 13.2 Lainya 11.8 Budaya dan jalan-jalan 3.9 Budaya dan Alam 3.9 Semuanya 3.9 Total 100.0 Ya 5.3 Tidak 94.7 Total 100.0 1 kali 28.9 Lebih dari 2 kali 1.3 Lebih dari 5 kali 19.7 Lebih dari 10 kali 50.0 Total 100.0
286
Ya 7 Mencoba kuliner Bali Tidak Total Teman Agen perjalanan 8 Sumber informasi kuliner Webiste Lainya Total Ya Tidak 9 Memilih menu kuliner bali Lainya Total Nasi Campur bali Ayam Betutu Bali 10 Menu favorit kuliner bali Babi guling Lainya Total Rp.20.000 - Rp.30.000 Rp.30.000 - Rp.40.000 11 Kesesuaian harga makanan Rp.40.000 - Rp.50.000 Lebih dari Rp.50.000 Total
85.5 14.5 100.0 68.4 2.6 13.2 15.8 100.0 51.3 39.5 9.2 100.0 32.9 17.1 31.6 18.4 100.0 56.6 27.6 10.5 5.3 100.0
Asal Responden Mancanegara No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Lampiran 4.3
Asal Responden Frekuensi Percent Belanda 9 29 Denmark 3 9,7 Prancis 3 9,7 Swedia 5 16,1 United Kingdom 1 3,2 Chili 1 3,2 Hongaria 1 3,2 Portugal 1 3,2 Austria 1 3,2 China 2 6,5 Inggris 1 3,2 Estonia 1 3,2 Autralia 1 3,2 Spanyol 1 3,2
287
Karakterisik wisatawan kawasan Ubud No Uraian
1
Pekerjaan
2
Jenis Kelamin
3
Umur
4
Daya tarik Utama
5
Perencanaan Perjalanan
6
Frekuensi Kunjungan
7
Mencoba kuliner bali
Ubud Swasta Pegawai pemerintah Pelajar Tentara/polisi Profesional WIrausaha Pensiunan Lainya Total Perempuan Laki-laki Total 15-20 tahun 21-35 tahun 36-50 tahun Lebih dari 50 tahun Total Kuliner Budaya Jalan-jalan Alam Lainya Kuliner & Budaya Kuliner & Alam Budaya dan jalan-jalan Budaya dan Alam kuliner, budaya dan jalan-jalan Kuliner, Budaya, Alam Kuliner, budaya, jalan-jalan dan alam Semuanya Total Ya Tidak Total 1 kali Lebih dari 2 kali Lebih dari 5 kali Lebih dari 10 kali Total Ya Tidak Total
Persentase 44.0 15.4 13.2 2.2 6.6 11.0 1.1 6.6 100.0 54.9 45.1 100.0 9.9 61.5 24.2 4.4 100.0 14.3 9.9 19.8 17.6 2.2 4.4 3.3 4.4 4.4 2.2 6.6 8.8 2.2 100.0 4.4 95.6 100.0 36.3 19.8 22.0 22.0 100.0 92.3 7.7 100.0
288
8
Sumber informasi kuliner
9
Memilih menu kuliner Bali
10
Menu favorit kuliner Bali
11 Kesesuaian harga makanan
Teman Brosur iklan Webiste Lainya Teman dan Brosur Teman dan Lainya Semuanya Total Ya Tidak Lainya Total Nasi Campur bali Ayam Betutu Bali Babi guling Lainya Total Rp.20.000 - Rp.30.000 Rp.30.000 - Rp.40.000 Rp.40.000 - Rp.50.000 Lebih dari Rp.50.000 Total
Asal Responden Mancanegara No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Asal responden Frekuensi Persentase Prancis 8 14 Ukraina 1 1,8 Autralia 10 17,5 India 2 3,5 Amerika 7 12,3 Rusia 2 3,5 Jerman 4 7 Jepang 2 3,5 United Kingdom 1 1,8 Spanyol 1 1,8 Hongkong 1 1,8 China 4 7 Chiko 5 8,8 Estonia 1 1,8 New Zealand 1 1,8 Kanada 3 5,3 Belanda 4 7
48.4 6.6 34.1 7.7 1.1 1.1 1.1 100.0 44.0 54.9 1.1 100.0 27.5 8.8 35.2 23.1 100.0 31.9 26.4 28.6 13.2 100.0
289
Lampiran 5 Dokumentasi kegiatan penelitian
Kegiatan penelitian di Warung Babi Kegiatan Penelitian di Warung Babi Guling Oka 2 Guling Oka 3
Kegiatan penelitian di Warung nasi Responden Warung sari Bodag Meliah Ayam Kedewatan
Kegiatan Penelitian di Warung mak Beng
Responden Warung Mak Beng
290
Kegiatan penelitian di Warung Sari Wawancara Pak Nyoman Kari, Pantai Sanur Bodag meliah
Wawancara Kadek Murni‟s Warung
Santosa
di Wawancara Made Warung Seminyak
masih
di
Made‟s
Wawancara Anak Agung Brahmantya Kepala Dinas Pariwisata Gianyar Wawancara Wayan Waitress Indus Restaurant
Purnami