Kontribusi pemikiran Perteta untuk MEMBANGUN KEMANDIRIAN PERTANIAN NASIONAL
DISKUSI PANEL & FGD I Tema: “ KEMANDIRIAN BERAS NASIONAL” 24 Maret 2016, Kampus IPB Baranangsiang - BOGOR
SEBUAH PEMIKIRAN SEBAGAI MATERI PENGANTAR DISKUSI Oleh: M. Faiz Syuaib
PENDAHULUAN Dengan berbagai kondisi faktual yang dimilikinya, platform pembangunan Indonesia seyogyanya memberi prioritas pada sektor pertanian yang merupakan potensi terbesar sekaligus karunia terbesar yang dimiliki bangsa Indonesia. Secara faktual tidak dapat dipungkiri pula bahwa bagi bangsa, negara dan masyarakat Indonesia “Pertanian” memiliki banyak peran dan dimensi (sosio, budaya, politik, ekonomi, bahkan pertahanan, keamanan dan kedaulatan); yang dalam realitanya setidaknya menyangkut beberapa hal berikut ini:
Memproduksi bahan pangan untuk 260 juta penduduk Indonesia saat ini Menyerap 32% tenaga kerja (tren menurun tetapi masih tetap dominan) Tumpuan pendapatan bagi ± 41 juta kepala keluarga (± setara 160 juta jiwa) Menghasilkan bahan baku industri yang saat ini berkontribusi ± 17% PDB Indonesia Menghasilkan multiplier effect perekonomian dan industri (pupuk, benih, alsin, produk makanan, produk olahan hasil, perdagangan, jasa transportasi, dll)
Oleh karena itu adalah tugas kita bersama untuk terus memperkuat keandalan dan keberlanjutan sektor pertanian – terutama pertanian tanaman pangan – bagi kesejahteraan, kemajuan dan kleberlangsungan usaha bagi para pelakunya. Melalui berbagai upaya dan perjuangan panjang sejak masa kemerdekaan, pembangunan dan produktivitas sektor pertanian di Indonesia mencapai ‘masa keemasannya’ pada dekade 80-an. Tetapi ironisnya, sejak dekade berikutnya produktivitas sektor pertanian, khususnya tanaman pangan, seakan mengalami stagnasi seiring dengan pertumbuhan penduduk yang masih berada pada kisaran 1.5%/tahun yang berimplikasi pada problematika kebutuhan dan ketersediaan pangan. Di sisi lain, perkembangan dan reorientasi pembangunan ke sektor selain pertanian berimplikasi pada pergeseran daya saing ‘faktor produksi’ di sektor pertanian yang pada akhirnya mempengaruhi kemampuan dan produktivitas sektor pertanian di dalam negeri, di tengah kemajuan produktivitas dan daya saing produk pertanian di beberapa negara tetangga kita. Apabila keadaan ini tidak segera diantisipasi secara tepat, maka potensi pasar yang sedemikian besar dan berkembang di Indonesia akan semakin tergantung dan menjadi lahan subur bagi produk-produk pangan luar negeri. Terlebih di era globalisasi dan pasar bebas 1 MFS_17032016
dewasa ini, keadaan akan menjadi semakin sulit kecuali kita mampu bangkit agar dapat menggali dan memanfaatkan berbagai potensi dan keunggulan lokal yang kita miliki untuk meningkatkan daya saing, kemandirian dan akhirnya bermuara pada kedaulatan pangan kita. Sebagaimana tertuang dalam agenda prioritas Kabinet Kerja (Nawa Cita), Pemerintah kita saat inipun kembali menempatatkan sektor pertanian menjadi salah satu prioritas, dan mengarahkan pembangunan pertanian ke depan untuk mewujudkan kedaulatan pangan, agar Indonesia sebagai bangsa dapat mengatur dan memenuhi kebutuhan pangan rakyatnya secara berdaulat. Walaupun pada kenyataanya juga bahwa, sektor pertanian tentunnya tidak hanya dituntut kontribusinya untuk semaksimal mungkin untuk memenuhi kebutuhan bahan pangan rakyatnya, tetapi juga merupakan tumpuan untuk penyediaan bahan baku industri serta penyelesaian beberapa persoalan lingkungan dan sosial (pendapatan dan pengentasan kemiskinan masyarakat desa).
“Pangan merupakan soal mati-hidupnya suatu bangsa; apabila kebutuhan pangan rakyat tidak dipenuhi maka ‘malapetaka’; oleh karena itu perlu usaha secara besar-besaran, radikal, dan revolusioner”, demikian yang disampaikan Bapak Pendiri Bangsa, Bung Karno, 6 dekade lalu yang sangat jelas mengindikasikan bahwa ‘kedaulatan pangan’, adalah ‘nyawa’ bagi suatu bangsa, oleh karenanya harus diperjuangkan, ditegakkan dan dipertahankan oleh segenap komponen bangsa dengan berbagai upaya, kekuatan dan perannya masing-masing. Kedaulatan pangan sejatinya adalah kemampuan suatu bangsa atau negara secara kolektif untuk mencukupi kebutuhan dan produksi, mengatur kebijakan serta melindungi dan mensejahterakan para pelaku usaha pangan di dalam negerinya, sehingga seluruh rantai pasok dan proses produksi, distribusi, tambah nilai dan bisnis berlangsung secara berkelanjutan. Kita semua tentunya dapat menyepakati bahwa ‘pertanian’ adalah satu-satunya cara sejauh ini yang dapat dilakukan untuk memproduksi bahan pangan. Oleh karena itu, kenyataan ini seharusnya menyadarkan dan membangunkan kita bahwa ‘persoalan pangan’ bukanlah sekedar urusan ‘bisnis’ ataupun ‘komoditas’, bukan sekedar urusan ‘jual-beli’ ataupun ‘untung-rugi’ semata, melainkan suatu fondasi dan landasan paling penting dan mendasar terhadap ‘urusan’ kedaulatan dan keberlanjutan hidup suatu bangsa. Oleh karena itu, diperlukan kesadaran, kesungguhan dan kolektifitas dari segenap komponen dan potensi bangsa untuk sama-sama mengupayakan, menjaga dan menjamin produksi, ketersediaan, distribusi dan keterjangkauan serta menjaga dan mempertahankan keberlanjutan, kemandirian dan kedaulatannya di manapun mereka berada di negeri ini. Selanjutnya, pertanyaan paling mendasar adalah: mungkinkah “kedaulatan pangan” dapat diwujudkan tanpa adanya “kedaulatan pertanian”…..? Tentunya ini adalah pertanyaan besar yang harus kita refleksikan dan jawab bersama sebagai suatu bangsa. Kedaulatan pertanian harus diperjuangkan dan dibangun atas dasar kolektifitas, integritas dan komitmen segenap potensi bangsa untuk kepentingan bersama, baik dari sisi produksi, distribusi dan juga konsumsi. Membangun kedaulatan pertanian akan sangat sulit berhasil apabila hanya dipandang dari perspektif tunggal atau sektoral belaka. Apalagi kalau sektor pertanian hanyalah dipandang dari sisi produksi komoditas saja. Bagaimanapun juga, pembanguan yang bersifat sektoral, cepat atau lambat, akan menimbulkan konflik kepentingan antara satu sektor dengan yang lainnya. Pembangunan pertanian yang berkelanjutan, khususnya untuk mewujudkan kedaulatan pangan, seharusnya tidak sekedar dimaknai sebagai urusan keberhasilan untuk menghasilkan komoditas melalui kegiatan bercocok-tanam hingga panen belaka tanpa dilandasi dan ditopang oleh kemampuan dan kemandirian kita dalam memproduksi, mengendalikan dan menjamin keberlangsungan rantai pasok input dan output proses produksinya. 2 MFS_17032016
Secara komparatif, bisnis ‘pangan’ adalah bisnis yang luar biasa menguntungkan, baik dari sisi nilai, kepastian pasar dan keberlanjutannya. Apalagi untuk bahan pangan pokok, dalam hal ini adalah beras untuk di Indonesia. Dengan asumsi sederhana (sesuai data Kementan dan BPS), total volume pasar beras di Indonesia saat ini adalah tidak kurang dari 40 juta ton/tahun, dan dengan asumsi harga jual minimal di level konsumen sebesar Rp. 7500/kg saja (kenyataan di pasar harga beras premium bermerek dapat mencapai harga hingga sekitar Rp. 20.000/kg), maka nilai bisnis beras di tanah air adalah tidak kurang dari Rp. 300 trilyun per tahun. Nilai yang fantastik, bukan…? Belum lagi kita bicara bisnis lainnya yang terkait dengan rantai pasok input produksi (bibit, pupuk, alat/mesin, dll), distribusi dan turunan produk dari beras tersebut. Jadi, secara keseluruhan bisnis beras itu pastilah untung, tetapi bagaimana ‘definisi’ dan ‘fairness’ dari keuntungan serta distribusinya di masing-masing level pelaku usaha (petanipedagang kecil-pedagang besar-industri bermerek) itulah yang sangat tajam perbedaannya. ‘Ketidakadilan’ tersebut berimplikasi discourage, distrust dan dis-insentif bagi para pelakunya, terutama di level bawah (produksi), untuk menjaga produktivitas produksi dan keberlanjutan usahanya secara mandiri. Kalau demikian ini selanjutnya akan menimbulkan distrust dan kesenjangan antar kepentingan para pelakunya, terutama antara sektor produksi dan sektor pasar, yang ini semua pada akhirnya menjadi ‘lahan basah’ bagi para spekulan (besar maupun kecil, dalam maupun luar negeri) pemburu keuntungan sepihak; tidak hanya pada komoditas produknya, melainkan juga terjadi pada rantai pasok sarana produksinya, seperti benih, pupuk, alsin, dll. Untuk itu, pembangunan ‘kedaulatan pangan’ seharusnya direkonstruksi dalam perspektif pembangunan “kedaulatan pertanian”, dalam suatu perencanaan dan upaya pembangunan berkelanjutan yang terintegrasi “hulu-hilir” dan terkoordinasi secara lintas sektoral yang dilandasi oleh kemandirian dan kedaulatan dengan ‘tiga pilar’utamanya, yaitu: agro-ekologi (lingkungan produksi:tanah/lahan, air, iklim), manusia (pelaku produksi dan usaha), dan teknologi (infrastruktur, input, sarana dan proses produksi).
TUJUAN DAN LUARAN YANG DIHARAPKAN RTD dan FGD Perteta kali ini diselenggarakan dengan tujuan untuk menghimpun informasi obyektif untuk membangun kesamaan dan kesepahaman persepsi tentang pembangunan kedaulatan pertanian dan kemandirian produksi beras nasional diantara para pelaku dan pemangku kepentingan; yang selanjutnya akan dijadikan dasar bagi organisasi PERTETA untuk menyusun ide, pemikiran, gagasan dan masukan bagi kebijakan dan strategi pembangunan pertanian nasional. Tentunya kegiatan kali ini adalah sebuah langkah awal dengan harapan ada pembahasan dan perumusan lebih lanjut secara sistematis sehingga tujuan dan harapan dapat tercapai. Secara garis besar, luaran yang diharapkan adalah: Melalui RTD, diharapkan dapat terindentifikasinya berbagai keberhasilan dan problematika dalam proses pencapaian ”kemandirian beras nasional” yang secara obyektif terinventarisir dari persepsi dan representasi pelaku dan pemangku kepentingan terkait. Saling berbagi informasi dan pengalaman sehingga dapat menjadi landasan untuk membangun persamaan persepsi, pandangan dan tujuan para pemangku kepentingan dalam proses pencapaian lemandirian beras nasional. Melalui FGD, diharapkan dapat dirumuskan ide, gagasan, pemikiran, masukan dan tindak lanjut dari PERTETA sebagai suatu organisasi keahlian bagi kebijakan dan strategi pembangunan pertanian nasional, khususnya dalam aspek rekayasa dan aplikasi teknologi dan mekanisasi di sub-sektor pertanian tanaman pangan. 3 MFS_17032016
KERANGKA FIKIR DAN PENDEKATAN MASALAH Tidak dapat dipungkiri bahwa ‘teknologi’ dan ‘mekanisasi’ senantiasa menjadi faktor penting dan akselerator kemajuan dunia pertanian di banyak negara, termasuk tentunya Indonesia. Akan tetapi, tentunya kita faham dan sepakat bahwa peran teknologi dan mekanisasi tidaklah ‘berdiri sendiri’ agar membuahkan hasil yang efektif, signifikan dan berkelanjutan. Bagaimanapun ‘input’ teknologi adalah ‘biaya’ dan apabila ‘benefit’ yang dihasilkan tidak signifikan dan lebih besar dari biaya yang ditimbulkan, maka keberlangsungannya dalam jangka panjang akan sulit dipertahankan. Di sisi lain, keberhasilan penerapan teknologi dan mekanisasi tentunya sangatlah dipengaruhi oleh aspek-aspek lain dalam sitem kerja tersebut. Dunia pertanian di tanah air memiliki banyak dimensi dan melibatkan banyak pihak dan pemangku kepentingan (stakeholders), khususnya pertanian tanaman pangan yang sangat strategis dan banyak bertumpu pada pertanian masyarakat ‘akar rumput’. Oleh karena itu, strategi pembangunan dan pengembangan pertanian (tentunya termasuk di dalamnya adalah teknologi dan mekanisasi pertanian) memerlukan kolektivitas segenap pemangku kepentingan, baik dalam hal pemahaman masalah, penentuan tujuan, strategi pencapaian dan pembagian peran/tugas dalam implementasinya dengan perspektif keuntungan, kemanfaatan dan keberlangsungan usaha semua pihak di dalamnya. Sebagaimana kita ketahui, aspek ‘inovasi teknologi dan mekanisasi’ merupakan salah satu pilar dalam kebijakan dan strategi pembangunan pertanian dewasa ini. PERTETA sebagai organisasi profesi di bidang keteknikan pertanian, merasa bertanggungjawab dan terpanggil untuk dapat berkontribusi – baik dalam pemikiran konseptual maupun kompetensi dalam implementasinya – agar strategi dan program pembangunan pertanian tersebut dapat berjalan dengan efektif dan berkelanjutan sesuai tujuan dan harapannya. Untuk itu PERTETA berinisiatif melaksanakan serangkaian FGD (focus group discussion) dalam rangka mempersiapkan pokok-pokok pikiran dan strategi implementasinya untuk mendukung program pembangunan pertanian, khususnya kedaulatan pangan nasional. Sebagai langkah awal, PERTETA Cabang Bogor berinisiatif melaksanakan RTD (round table discussion) dan FGD PERTETA dengan tema “Kemandirian Beras Nasional”. RTD akan dilaksanakan sebagai sarana ‘temu stakeholder’ untuk bertukar informasi dan pandangan tentang kondisi aktual bersama representasi para pemangku kepentingan masalah “perberasan” nasional (pelaku usaha tani/kelompok tani, pelaku perdagangan beras, pelaku usaha/industri benih, pelaku usaha/industri pupuk, pelaju usaha/industri alsin, akademisi, serta Kementerian Pertanian sebagai pemangku kebijakan). Sedangkan FGD akan dilaksanakan sebagai wadah tukar fikiran dan pandangan dari para representasi anggota PERTETA di 20 cabang, untuk merumuskan langkah dan peran PERTETA yang dapat dikontribusikan dalam skema pembangunan kedaulatan pangan dan kedaulatan pertanian nasional. Sebagaimana kita pahami bersama bahwa “integrated” adalah suatu keniscayaan dan kunci keberhasil dalam membangun dunia pertanian, karena “pertanian” itu sendiri sejatinya adalah suatu integrasi dan resultan dari keterlibatan faktor-faktor: alam (agro-ekologi), human/sosial (pelaku produksi ataupun konsumsi), teknologi (sapro, infrastruktur, alsin, handling, prosesing, distribusi, marketing, dll), serta bisnis-industri (suplai-deman dan tambah nilai dan keuntungan relatif). Jadi keberlanjutan pertanian tentunya sangat tergantung pada keberlanjutan faktor-faktor tersebut. Oleh karena itu, obyektivitas dan perspektif yang dibangun dalam kerangka kolektivitas segenap pemangku kepentingan sangatlah penting dan menentukan terhadap keberhasilan suatu strategi pengembangan pertanian itu sendiri.
4 MFS_17032016
Oleh karena itu, kerangka fikir dalam membangun visi pembangunan kedaulatan pertanian dan pangan serta strategi perencana aksi pengembangan mekanisasi pertanian diusulkan sebagaimana disajikan dalam Gambar 1 dan 2 berikut ini. Sedangkan Gambar 3 menyajikan suatu ide kerangka fikir tentang strategi pengembangan produktivitas pertanian padi yang dilandaskan pada penguatan dan pengembangan potensi dan kapasitas lokal/domestik. VISI MEMBANGUN KEDAULATAN PERTANIAN DAN PANGAN NASIONAL : Kata-Kata Kunci
KEDAULATAN PANGAN KEDAULATAN PERTANIAN KEBERLANJUTAN SISTEM PRODUKSI KESEJAHTERAAN STAKEHOLDER KEMANDIRIAN PENDAPATAN KEMANDIRIAN PRODUKSI KEMANDIRIAN SUPLAI DAYA SAING NILAI TAMBAH SUMBER DAYA LOKAL MFS_IPB_171109
Gambar 1. Kerangka fikir dalam membangun visi kedaulatan pertanian dan pangan nasional
STRATEGI PENGEMBANGAN PERTANIAN: Perencanaan untuk bergerak menuju situasi/kondisi baru yang lebih baik sesuai harapan KEJELASAN dan OBYEKTIVITAS: Situasi/kondisi baru yang diharapkan Masyarakat Petani Pemerintah
Industri Manufaktur & Penunjang
KONSENSUS dan KOMITMEN STAKEHOLDERS
Diklat & Litbang Jasa (transport, distribusi, dagang, pendanaan, dll)
Agroindustri/ Agrobisnis
FORMULASI kondisi eksisting obyektif
Kebijakan & Regulasi
Masa depan yg diharapkan
Follow up: plan, strategy, actions & activities MFS_IPB_171109
Gambar 2. Strategi pengembangan (mekanisasi) pertanian nasional dengan partisipasi kolektif segenap stakeholder 5 MFS_17032016
STRATEGI PENGEMBANGAN PRODUKTIVITAS KOMODITAS STRATEGIS (PADI/BERAS) RENCANA AKSI TINGKATKAN NILAI TAMBAH (Kuantiti, Kualiti, Kontinuiti, Kompetitif) COMITMENT, POLICY, REGULACY, STIMULACY, GM/P Pembukaan Lahan Baru • Yuridis, Legal, Formal • Sosekbud, • Teknis, operasional
Olah tanah, Irigasi Drainase, Benih, Semai, Tanam
Preparasi
Pemupukan, Pengendaliaan hama, I/D
Losses, Dryer, Miling, Kemas, Simpan, Deliver
Pemeliharaan Panen/Hasil
• Need Assessment • Resource Availability • Pengadaan • Distribusi • Tata Kelola
Penanganan, Pengelolaan, Pemanfaatan
Limbah/Sisa Air
Audit Lahan:
Energi
Alsin
Sapro
Perbaiki Proses/Teknik Produksi
• Ketersediaan, • Kesesuaian
Tingkatkan Luas Lahan (Ekstensifikasi)
Tingkatkan CI (Intensifikasi) Tingkatkan CI
No
Perbaiki: Proses atau Input
Perbaiki Input Produksi
Tingkatkan Yield; Perkecil YG
Yes
Target Indikator Cropping Index (CI) & Harvested Area Asses.
Target Indikator Yield & Yield Gap (YG) Asses.
Kembangkan Luas Panen
Kembangkan Tingkat Produktivitas Pilihan: “LEADING STRATEGY”
KONSOLIDASI SUMBERDAYA EKSISTING: Lahan, Infra, SDM, dll Asumsi: Secure Production Growth >= 1.8% / thn PERTUMBUHAN PRODUKSI > PERTUMBUHAN KEBUTUHAN Validitas Data
BENCH MARK: SWASEMBADA (?), KONDISI TAHUN ‘yyyy’ (?) PROYEKSI KEBUTUHAN -vs- POTENSI PRODUKSI
Objektivitas Asumsi MFS_IPB_171109
Gambar 3. Kerangka fikir dalam menyusun strategi pengembangan produktivitas pertanian
6 MFS_17032016