Jurnal Sport Pedagogy Vol. 5. No. 1. April 2015
KONTRIBUSI KECERDASAN KINESTETIK, MOTOR ABILITY DAN MOTIVASI DENGAN KETERAMPILAN BERMAIN BOLA BASKET Aldiansyah Akbar*) Abstrak: Kemampuan bermain bola basket dipengaruhi oleh faktor psikologis faktor fisiologis. Faktor fisiologis yaitu kondisi fisik yang dalam hal ini adalah kecerdasan kinestetik dan motor ability, sedangkan psikologis yang didalamnya terdapat aspek motivasi. Penelitian ini bertujuan mengetahui kontribusi kecerdasan kinestetik, motor ability dan motivasi dengan kemampuan bermain bola basket klub Cooper Banda Aceh. Populasi dalam penelitian ini seluruh atlet basket klub Cooper Banda Aceh yang berjumlah 16 orang dengan teknik total sampling. Hasil analisis data diperoleh koefisien korelasi kecerdasan kinestetik (X1) dengan kemampuan bermain bola basket(Y) sebesar 0.53, dengan r hitung > r tabel (0.54 > 0.497) sehingga X1 memberi kontribusi sebesar 28,09% terhadap Y. Koefisien motor ability (X2) dengan kemampuan bermain bola basket(Y) sebesar 0.59, dengan r hitung > r tabel (0.59 > 0.497) sehingga X2 memberi kontribusi sebesar 33,64% terhadap Y. Koefisien korelasi motivasi (X3) dengan kemampuan bermain bola basket(Y) sebesar 0.58, dengan r hitung > r tabel (0.58 > 0.497) sehingga X3 memberi kontribusi sebesar 34,81% terhadap Y. Koefisien korelasi secara bersama-sama kecerdasan kinestetik, motor ability dan motivasi dengan kemampuan bermain bola basketsebesar 0.977.Untuk taraf kepercayaan 0.05 r tabel = 0.497 dan r hitung = 0.977 dapat disimpulkan bahwa r hitung > r tabel (0.977> 0.497). Kata Kunci: Kontribusi, Kecerdasan Kinestetik, Motor Ability, Motivasi, Bola Basket Pendahuluan Bola basket merupakan cabang olahraga yang makin banyak digemari oleh para masyarakat terutama oleh kalangan pelajar dan mahasiswa. Melalui kegiatan olahraga Bola basket ini para remaja banyak memperoleh manfaat khususnya dalam pertumbuhan fisik, mental, dan sosial. Permainan bola saat ini basket mengalami perkembangan yang pesat terbukti dengan munculnya klub-klub tangguh di tanah air dan atletatlet bola basket pelajar baik di tingkat sekolah maupun perguruan tinggi dan kompetisi yang ditangani secara profesional yaitu kompetisi bola basketNasional antar klub se Indonesia IBL (Indonesian basketball league). Berbagai kompetisi tersebut dengan sendirinyamemunculkan bakat potensial di bidang bola basket. Banyak sekali faktor yang dapat mendukung keterampilan dasar Bola basket yang baik, dua di antaranya adalah kecerdasan kinestetik dan motor ability. Kinestetik pada hakekatnya merupakan kemampuan tubuh dalam mempersepsikan atau merasakan gerakan bagian-bagian maupun keseluruhan tubuh dan mengontrol gerak tubuh dalam suatu ruang gerak terhadap benda di sekelilingnya secara sadar dan tepat. Dalam keterampilan bola basket, kecerdasan kinestetik berguna dalam merasakan rangkaian teknik gerak keterampilan bola basket melalui penginderaan yang selanjutnya secara sadar memperagakannya dalam rangkaian gerak. Selain itu juga dengan kesadaran gerak tersebut, atlet bola basket yang dapat mengontrol gerakannya sedemikian rupa dan selanjutnya juga dapat melakukan gerakan teknik
dasar bola basket secara baik. Jika kondisi ini dapat dilakukan oleh seorang atlet bola basket, dapat diprediksi hasilnya juga baik. Faktor lain yang harus dimiliki oleh atlet bola basket selain kemampuan fisik adalah faktor kejiwaan yaitu tingkat motivasi yang dimilikinya. Motivasi merupakan keinginan individu untuk mencapai sukses dengan tujuan berhasil dalam persaingan yang didasarkan pada suatu ukuran keunggulan. Artinya bahwa semakin tinggi motivasi atlet bola basket maka semakin yakin pula untuk berhasil dalam suatu kegiatan tertentu (http://artikel-makalah-belajar.blogspot. com). Tingginya motivasi berprestasi atlet bola basket memberikan dorongan semangat yang kuat untuk menggapai sesuatu tujuan tertentu dalam hal ini menghasilkan atlet yang berprestasi. Selain itu juga bahwa atlet bola basket yang tingkat motivasinya rendah, memiliki kecenderungan lebih pasif dalam menamplikan gerakan fisiknya. Kondisi ini juga memperlihatkan situasi yang menunjukkan kemalasan dalam diri atlet bola basket dan terlihat dari kurang serius dalam melakukan gerakan. Dengan demikian bahwa berprestasi suatu Klub bola basket, juga ditentukan oleh tingkat motivasi atletnya untuk meningkatkan keterampilan bola basketnya. Menurut Harsono dalam Husdarta (2011:36), mengemukakan bahwa, “olahraga bukan hanya merupakan masalah fisik saja, yaitu yang berhubungan dengan gerakangerakan anggota tubuh, otot, tulang dan sebagainya”. Menurut Harsono dalam Subardjah (2000:24) Motivasi berprestasi merupakan suatu dorongan yang terjadi dalam diri individu untuk
Ardiansyah Akbar
1
Jurnal Sport Pedagogy Vol. 5. No. 1. April 2015
senantiasa meningkatkan kualitas tertentu dengan sebaik-baiknya atau lebih dari biasa dilakukan. Motivasi berprestasi dipandang sebagai motivasi sosial untuk mencapai suatu nilai tertentu dalam perbuatan seseorang berdasarkan standar atau kriteria yang paling baik. Adapun tujuan penelitian ini adalah mengetahui kontribusi antara kecerdasam kinestetik, motor ability dan motivasi dengan keterampilan bermain bola basket klub Cooper Banda Aceh. Kajian Teoritis Kecerdasan adalah anugrah istimewa yang dimiliki oleh manusia. Makhluk lain memiliki kecerdasan yang terbatas sedangkan manusia tidak, Menurut kamus besar bahasa Indonesia, kecerdasan adalah perihal cerdas, perbuatan mencerdaskan, kesempurnaan pengembangan akal budi seperti kepandaian, ketajaman, akalpikiran. http:// pendidikanmansda.blogspot.com. Dari sumber yang dikemukakan maka dapat disimpulkan bahawa kecerdasan itu adalah kemampuan yang berasal dari kognitif, afektif, dan phsikomotor yang dapat diukur dan kembangkan secara terus-menerus sepajang hayat manusia itu sendiri. Menurut Stalling (1982:157) Kinestetik adalah kecakapan untuk merasakan gerakan tubuh terpisah dari alat-alat visual atau auditori atau dalam terminologi populer disebut merasakan gerakan tubuh. Dari sumber yang dikemukakan maka dapat disimpulkan bahwa pengertian dari Kinestetik adalah kemampuan gerak pada bagian tubuh dengan menggunakan suatu benda. Jasmine (2007:25) mengatakan kecerdasan kinestetik merupakan kemampuan memproses informasi melalui sensasi yang dirasakan pada badan mereka. Dari beberapa pendapat para ahli di atas maka kecerdasan kinestetik dapat dirumuskan, Kemampuan seseorang dalam memecakahkan masalah dengan mengengunakan kemampuan motorik halus dan motorik kasar yang dipusakan pada titik saraf otak manusia. Nurhasan (2000:98) menjelaskan bahwa: “Kemampuangerak dasar (motor ability) adalah kemampuan umum seseorang untukbergerak. Hammied (1987:98) bahwa motivasi berkenaan dengan faktor-faktor yang mendorong tingkah laku dan memberikan arah kepada tingkah laku itu, dan juga pada umumnya diterima bahwa motif insani untuk terlibat dalam satu kegiatan tertentu didasarkan atas kebutuhan yang mendasarkannya.Setiap individu memiliki perbedaan dalam banyak hal dengan individu lainnya. Pengalaman kita sehari-hari dan penyelidikan secara empirik pun menyatakan hal yang sama tentang hal ini, bahwa individu memang berdeda-beda. Sebagai contoh dalam sebuah klub bola basket, kita segera dapat melihat adanya perbedaan-perbedaan itu jika kita membandingkan kemampuan atlet satu dengan atlet lainnya. Ada 2
Ardiansyah Akbar
atlet yang mampu berlari cepat, ada juga yang lambat, atau ada pula atlet yang belajar gerak dengan cepat, ada juga yang nampak kesulitan. Aspek yang berhubungan langsung dengan perbedaan kemampuan gerak itu sendiri adalah faktor kemampuan (ability). Kemampuan sering dianggap sebagai suatu hal yang mendasari terbentuknya keterampilan dari atlet Bola basket. Kemampuan gerak (motor ability) menurut Singer (1980:106) adalah keadaan segera dari seseorang untuk menampilkan berbagai variasi keterampilan gerak, khususnya dalam kegiatan olahraga. Singer (1980:107) mengidentifikasikan kemampuan gerak ini menjadi empat kemampuan yang bersifat langsung berhubungan dengan keterampilan olahraga, yaitu: (1) Koordinasi, (2) Kinestetis, (3) Keseimbangan, dan (4) Kecepatan gerak. Prosedur Penelitian Penelitian ini termasuk ke dalam jenis penelitian korelasi. Arikunto (1991:27) menjelaskan bahwa: “Dalam penelitian korelasional, peneliti memilih individu-individu yang mempunyai variasi dalam hal yang diselidiki, instrument penelitan ini adalah Nurhasan(2000:1)menjelaskan mengenai tes dan pengukuran yaitu:“Suatu ala tyang digunakan dalam memperoleh data dari suatu objek yang akan diukur, sedangkan pengukuran merupakan suatu proses untuk memperoleh data.”Berkaitan dengan penelitian ini, adapun instrument untuk mengukur Kecerdasan Kinestetik menggunakan instrument yang dikembangkan oleh penulis dengan skala penilaian Likert, ini sesuai juga dengan pendapat Sugiyono (2009:132), “Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial, Rancangan Penelitian
X 1
X (2 X X 3 1)
(Y)
Gambar 1. Rancangan Penelitian Keterangan: X1 = Kecerdasan Kinestetik X2 = Motor Ability X3 = Motivasi Y = Keterampilan Bermain Bola basket = Korelasi
Jurnal Sport Pedagogy Vol. 5. No. 1. April 2015
Populasi dan Sampel Menurut Sudjana (1999:6) “Populasi adalah totalitas semua nilai yang mungkin hasil penghitung atau pengukuran kuantitatif dan kualitatif, mengenai karakteristik tertentu dari semua anggota kumpulan yang ingin dipelajari sifat-sifatnya”. Penelitian ini merupakan penelitian populasi atau sampling seadanya (total sampling), maka jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 16 orang. Instrumen Penelitian Berkaitandengan penelitian ini, adapun instrumenuntuk mengukur kecerdasan kinestetik dan motivasi menggunakan instrumen yang dikembangkan oleh penulis dengan skala penilaian Likert, ini sesuai juga dengan pendapat Sugiyono (2009:132), “Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial, sedangkan untuk tes motor ability dilakukan dengan pengukuran motor ability menurut Nelson (1986:349) untuk tes keterampilan bola basket, menggunakan tes keterampilan dasar bola basket. Teknik Analisi Data Rumus yang digunakan untuk menghitung kontribusi kecerdasan kenestetik(X1), motor ability (X2), motivasi (X3) kemampuna dasar bermainan basket(Y). Rumus yang di pergunakan adalah koefesien korelasi ganda yang di kemukakan oleh Isparjadi (1998:104) sebagai berikut :
Keterangan: rx123y = Koefesien korelasi ganda rx1.2 = Korelasi antara criterion 1 (X1) criterion 2 (X2). rx1.3 = Korelasi antara criterion 1 (X1) criterion 3 (X3). rx2.3 = Korelasi antara criterion 1 (X2) criterion 3 (X3). rx1y = Korelasi antara criterion 1 (X1) predictor (Y). rx2y = Korelasi antara criterion 2 (X2) predictor (Y). rx3y = Korelasi antara criterion 3 (X3) predictor (Y). N = Banyaknya sampel penelitian
Pengujian Hipotesis Menurut Sudjana (1999:385) untuk menguji hipotesis korelasi ganda atau lebih variable X dengan variable Y dapat digunakan rumus sebagai berikut:
Keterangan: F = Signifikan yang dihitung R = Nilai koefisien korelasi ganda yang telah diperoleh N = jumlah sampel penelitian K = banyak variable bebas. Hasil dan Pembahasan Uji Normalitas Berdasarkan hasil perhitungan Normalitas dengan menggunakan Software SPSS Statistik 20. dapat dilihat bahwa nilai sig untuk kesebelas kelompok data yaitu 0.089 untuk kecerdasan kinestetik, 0.157 untuk Motivasi, 0.292 untuk standing broad jump, 0.074 untuk softball, 0.128 untuk zig – zag run, 0.214 untuk wall pass basket, 0.270 untuk lari 50m, 0.362 untuk medine ball, 0.219 untuk lay up, 0.273 untuk shooting dan 0.184 untuk under basket. Kesebelas nilai sig tersebut lebih besar dari 0.05 maka dapat diartikan bahwa data yang berkaitan dengan Kecerdasan Kinestetik, Motor Ability, Motivasi dan Keterampilan bermain Bola basket berdistribusi normal, maka dari itu dapat di lakukan analisis korelasi antar variabel. Uji Homogenitas Tabel 1. Hasil uji homogenitas X1 dengan Y dengan menggunakan software SPSS statistic 20 Test of Homogeneity of Variances Levene Statistic .353
dengan dengan dengan dengan dengan dengan
df1 8
df2 23
Sig. .752
Dari tabel diatas diketahui bahwa hasil dari signifikan uji homogenitas variable Kecerdasan Kinestetik dengan Keterampilan bermain bola basket adalah 0.752. hal ini dapat dinyatakan bahwa nilai signifikan 0.752 >0.05 sehingga nilai data dari Kecerdasan kinestetik dan Keterampilan bermain bola basketmempunyai uji nilai yang homogen. Tabel 2.Hasil uji homogenitas X2 dengan Y dengan menggunakan software SPSS statistic 20 Test of Homogeneity of Variances Levene Statistic 3.806
df1 8
df2 23
Sig. .283
Dari tabel diatas diketahui bahwa hasil dari signifikan uji homogenitas variabel motor ability Ardiansyah Akbar
3
Jurnal Sport Pedagogy Vol. 5. No. 1. April 2015
dengan keterampilan bermain bola basket adalah 0.283. hal ini dapat dinyatakan bahwa nilai signifikan 0.283 >0.05 sehingga nilai data dari motor ability dengan keterampilan bermain bola basket mempunyai uji nilai yang homogen. Tabel 3. Hasil uji homogenitas X3 dengan Y dengan menggunakan software SPSS statistic 20. Test of Homogeneity of Variances Levene Statistic 0.306
df1 8
df2 23
Sig. .159
Dari tabel diatas diketahui bahwa hasil dari signifikan uji homogenitas variabel motivasi dengan keterampilan bermain bola basket adalah 0.159. hal ini dapat dinyatakan bahwa nilai signifikan 0.159 >0.05 sehingga nilai data dari motivasi dengan keterampilan bermain bola basket mempunyai uji nilai yang homogen. Uji Korelasi Antar Variabel Kecerdasan Kinestetik dengan Keterampilan Bermain Bola basket Koefisien korelasi yang ditemukan sebesar r= 0.53. Harga rhitung tersebut selanjutnya dibandingkan dengan harga rtabel. Untuk taraf signifikan nyata α = 0.05 dan n = 16 yaitu 0.497, maka rhitung=0.53 dan rtabel = 0.497. Hal ini dapat disimpulkan bahwa rhitung>rtabel (0.53 > 0.497) berarti ada hubungan variabel kecerdasan kinestetik (X1) dan keterampilan bermain bola basket (Y). Motor Ability dengan Keterampilan Bermain Bola basket Koefisien korelasi yang ditemukan sebesar r= 0.58. Harga rhitung tersebut selanjutnya dibandingkan dengan harga rtabel. Untuk taraf signifikan nyata α = 0.05 dan n = 16 yaitu 0.497, maka rhitung=0.58 dan rtabel = 0.497. Hal ini dapat disimpulkan bahwa rhitung>rtabel (0.58 > 0.497) berarti ada hubungan variabel motor ability (X3) dan keterampilan bermain bola basket (Y). Motivasi dengan Keterampilan Bermain Bola basket Koefisien korelasi yang ditemukan sebesar r= 0.59. Harga rhitung tersebut selanjutnya dibandingkan dengan harga rtabel. Untuk taraf signifikan nyata α = 0.05 dan n = 16 yaitu 0.497, maka rhitung=0.59 dan rtabel = 0.497. Hal ini dapat disimpulkan bahwa rhitung>rtabel (0.59 > 0.497) berarti ada hubungan variabel motivasi (X2) dan keterampilan bermain bola basket (Y).
4
Ardiansyah Akbar
Pembuktian Hipotesis Pengujian hipotesis kontribusi kecerdasan kinestetik dengan keterampilan bermain bola basket. Berdasarkan perhitungan diperoleh harga thitung = 2.35 dengan taraf signifikan nyata α = 0.05 dan dk = n – 2 = 16 – 2 = 14. Selanjutnya Ha diterima jika thitung>ttabel. Berdasarkan daftar ttabel = 1.761 dapat dilihat bahwa thitung>ttabel yaitu 2.35 > 1,761. Maka dapat disimpulkan bahwa Ha diterima dan Ho ditolak. Pengujian hipotesis kontribusi motor ability dengan keterampilan bermain bola basket Berdasarkan perhitungan diperoleh harga thitung = 2,678 dengan taraf signifikan nyata α = 0.05 dan dk = n – 2 = 16 – 2 = 32. Selanjutnya Ha diterima jika thitung>ttabel. Berdasarkan daftar ttabel = 1.761 dapat dilihat bahwa thitung>ttabel yaitu 2,678 > 1.694. Maka dapat disimpulkan bahwa Ha diterima dan Ho ditolak. Pengujian Hipotesis Kontribusi Motivasi dengan Keterampilan Bermain Bola basket Berdasarkan perhitungan di atas diperoleh harga thitung = 2.74 dengan taraf signifikan nyata α = 0.05 dan dk = n – 2 = 16 – 2 = 14. Selanjutnya Ha diterima jika thitung>ttabel. Berdasarkan daftar ttabel = 1.761 dapat dilihat bahwa thitung>ttabel yaitu 2.74 > 1.761. Maka dapat disimpulkan bahwa Ha diterima dan Ho ditolak. Uji Korelasi Antara X1, X2, X3 dengan Y Korelasi yang ditemukan sebesar 0.953 dan termasuk pada kategori Kuat. Jadi terdapat hubungan yang kuat antara kecerdasan kinestetik, motor abilitydan motivasi dengan keterampilan bermain bola basket klub cooper Banda Aceh. Harga r hitung tersebut selanjutnya dibandingkan dengan harga ttabel Untuk taraf signifikan nyata α = 0.05 dan n = 16 yaitu 0.497, maka thitung = 0.953 ttabel= 0.497. Hal ini dapat disimpulkan bahwa thitung>ttabel (0.953 >0.497) berarti Terdapat hubungan yang signifikan kecerdasan kinestetik, motor ability dan motivasi dengan keterampilan bermain bola basket klub cooper Banda Aceh. Dari penghitungan di atas di peroleh f hitung= 84.81 sedangkan nilai f tabel adalah 3.49 pada taraf signifikan nyata α = 0.05 dengan df1 = k -1 = 4-1 = 3 sebagai pembilang dan df2 = n – k = 16 – 4 = 12 sebagai penyebut artinya f hitung = 84.81> dari nilai ftabel= 3.49 (fhitung lebih besar dari ftabel. Uraian tersebut menunjukkan bahwa hipoitesis yang penulis rumuskan diterima kebenarannya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan kecerdasan kinestetik, motor ability dan motivasi dengan keterampilan bermain bola basket klub Cooper Banda Aceh.
Jurnal Sport Pedagogy Vol. 5. No. 1. April 2015
Untuk menghitung indeks determinasi sebagai dasar untuk menghitung persentase kontribusi menurut Pradjitno (1981:33) digunakan rumus: % kontribusi = r 2 x 100%
Dengan harga r 2 = 0.953 maka % kontribusi = (0.953) 2 x 100% = 0.9082 x 100% = 90.82% Dengan demikian kecerdasan kinestetik, motor ability dan motivasi memberikan kontribusi (sumbangan) sebesar 90.82% terhadap keterampilan bermain bola basket. Kesimpulan Koefisien korelasi kecerdasan kinestetik dengan keterampilan bermain bola basket klub Cooper Banda Aceh sebesar 0.53, untuk taraf signifikan nyata α = 0.05 dan n = 16, dengan rhitung=0.53 dan rtabel = 0.497. Hal ini dapat disimpulkan bahwa rhitung>rtabel (0.53>0.497) sehingga terdapat kontribusi yang signifikan kecerdasan kinestetik dengan keterampilan bermain bola basket klub Cooper Banda Aceh Koefisien korelasi motor ability dengan keterampilan bermain bola basket klub Cooper Banda Aceh sebesar 0.58, untuk taraf nyata α = 0.05 dan n = 16, dengan rhitung=0.58 dan rtabel = 0.497. Hal ini dapat disimpulkan bahwa rhitung>rtabel (0.58>0.497) sehingga terdapat kontribusi yang signifikan motor ability denganketerampilan bermain bola basketklub Cooper Banda Aceh Koefisien korelasi motivasi dengan keterampilan bermain bola basket klub Cooper Banda Aceh sebesar 0.59, untuk taraf signifikan nyata α = 0.05 dan n = 16, dengan rhitung=0.59 dan rtabel = 0.497. Hal ini dapat disimpulkan bahwa rhitung>rtabel (0.59 > 0.497) sehingga terdapat kontribusi yang signifikan motivasi dengan keterampilan bermain bola basket klub cooper Banda Aceh Koefisien korelasi secara bersama-sama kecerdasan kinestetik, motor ability dan motivasi dengan keterampilan bermain bola basket sebesar 0.95. Untuk taraf signifikan nyata α = 0.05 dan n = 16, dengan rhitung=0.953dan rtabel = 0.497 dapat disimpulkan bahwa rhitung> rtabel (0.953> 0.497). Sehingga terdapat kontribusi kecerdasan kinestetik, motor ability dan motivasi dengan keterampilan bermain bola basket klub cooper Banda Aceh.
Harsono. 2011. Coaching dan Aspek-aspek Psikologis dalam Coaching. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan: Jakarta. Harsono. 2000. Coaching dan Aspek-aspek Psikologis dalam Coaching. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan: Jakarta. Jasmine, Julia.2007. Mengajar Dengen Metode Kecerdasan Majemuk, Cijambe Indah, Nuansa. Johnson Barry. L dan Nelson Jack K. 1986. Practical Measurements for Evaluation In Physical Education. Burgess Publishing Company. Nurhasan. 2000.Tes dan Pengukuran Pendidikan Olahraga. FPOK UPI BANDUNG: Bandung. Singer, Robert N. 1990. Motor Learning and Human Performance. NewYork: Macmillan Publishing Co. Inc Sudjana.1996.Metode Statistika. CV. Tarsito: Bandung. Sugiyono. 2006. Statistika untuk Penelitian. CV. Alfabeta: Bandung.
Daftar Pustaka Dinata. 2003. Bola basket Untuk Semua, Bidang III PB Perbasi: Jakarta Hammied. 1987. Proses Belajar Mengajar Bahasa. Jakarta: Depdikbud.
Ardiansyah Akbar
5
Jurnal Sport Pedagogy Vol. 5. No. 1. April 2015
PERAN LATIHAN FISIK TERATUR TERHADAP FUNGSI MEMORI DAN KOGNITIF WANITA PASCA MENOPAUSE Zulkarnain*) Abstrak: Menopause suatu keadaan yang ditandai dengan tidak adanya menstruasi selama 12 bulan terakhir yang akibatkan berhentinya fungsi ovarium. Beberapa penelitian klinis menunjukkan bahwa penurunan atau kadar estrogen yang fluktuatif dalam sistem saraf pusat menimbulkan perubahan dalam memori, kognisi dan perilaku. Estrogen berperan dalam menjaga fungsi memori verbal dan meningkatkan kemampuan pembelajaran pada wanita. Estrogen juga meningkatkan plastisitas sinaptik di otak, pertumbuhan sel-sel neuron, dan neurogenesis hippocampal. Estrogen secara langsung mempengaruhi fungsi otak melalui reseptor estrogen yang terdapat pada neuron di beberapa area otak. Hormon tersebut kemungkinan berperan penting sebagai protektif terhadap penurunan fungsi-fungsi kognitif yang terjadi pada proses penuaan.Olahraga yang teratur dapat membantu mengendalikan sejumlah masalah fisik dan psikologis serta perubahan yang terkait dengan gejala menopause, termasuk defisit memori dan masalah kognitif. Olahraga intensitas sedang dapat memperbaiki dan meningkatkan sekresi estrogen pada wanita menopause. Program latihan untuk wanita menopause harus mencakup latihan ketahanan (aerobic) selama 20-60 menit aktivitas aerobik intensitas sedang dengan frekuensi 3-5 kali per minggu, dan harus disesuaikan dengan kondisi medis pasien. Kata kunci: Latihan Fisik, Memori, Kognitif, PascaMenopause
Pendahuluan Perbaikan standar pelayanan kesehatan telah berdampak terhadap usia harapan hidup dan pertumbuhan populasi usia lanjut dalam masyarakat menjadi meningkat, termasuk wanita pasca menopause. Menopause merupakan suatu fase dalam kehidupan wanita yang ditandai dengan berhentinya periode menstruasi selama 12 bulan terakhir. Keadaan ini merupakan suatu fase transisi masa reproduktif menjadi masa non reproduktif bagi wanita, yang ditandai dengan penurunan hormon estrogen dalam sirkulasi secara drastis akibat berhentinya fungsi ovarium. Penurunan estrogen pada fase tersebut menimbulkan berbagai permasalahan pada wanita meliputi gangguan kognitif, penurunan memori, psikologis dan keluhan fisik, sehingga dapat mempengaruhi kualitas hidup dan ketidaknyamanan dalam aktivitas sehari-hari. Beberapa keluhan seperti penurunan daya ingat (defisit memori), gangguan konsentrasi, perubahan mood dan perilaku merupakan gejala yang paling sering dikeluhkan oleh wanita pasca menopause. Pemberian terapi sulih hormon telah lama digunakan untuk mencegah perubahan-perubahan yang timbul pada wanita menjelang menopause. Namun banyak dilaporkan bahwa pemakaian terapi hormon dalam jangka waktu yang lama dapat meningkatkan kecenderungan resiko kanker, terutama kanker payudara. Oleh karena itu diperlukan pendekatan lain yang lebih aman bagi wanita dalam memasuki usia menjelang menopause, salah satunya adalah pendekatan non
6
Zukarnain
farmakologis berupa latihan fisik teratur dan terukur. Latihan fisik teratur dan terukur telah dibuktikan dapat meningkatkan kadar estrogen serum pada wanita menopause.8 Walaupun mekanisme yang mendasarinya belum begitu jelas, Namun beberapa mekanisme yang diduga terlibat dalam peningkatan estrogen pasca latihan latihan fisik pada wanita menopause telah banyak dilaporkan, diantaranya adalah melalui peningkatan jumlah sekresi dan reseptor estrogen ekstragonad. Beberapa peneliti menyebutkan bahwa peningkatan hormon estrogen pasca menopause setelah diberikan latihan fisik dipicu oleh meningkatnya steroidogenesis yang terjadi di korteks adrenal, jaringan adipose dan otot secara sistemik, maupun secara lokal di dalam otak.9,10.11 Aksi dan peran estrogen di otak Pada wanita usia reproduktif, lebih dari 95% sintesis estrogen diperoleh dari ovarium dan dapat menjaga homeostasis pertumbuhan dan perkembangan semua organ, termasuk sel saraf di otak.3 Akan tetapi setelah masa menopause keseimbangan ini akan terganggu akibat berhentinya fungsi ovarium. Estrogen berperan penting sebagai neuroprotektif dan memicu proses sinaptogenesis didalam otak. Penurunan estrogen secara drastis pada usia pasca menopause juga dapat mengganggu suplai nutrisi yang dibutuhkan untuk perkembangan sel-sel saraf diotak, sehingga cenderung menyebabkan gangguan fungsi kognitif, memori (daya ingat), perubahan mood dan kelainan pada koordinasi motorik. Secara
Jurnal Sport Pedagogy Vol. 5. No. 1. April 2015
fisiologis, ketersediaan estrogen di otak dipengaruhi oleh biosintesis hormon steroid secara sistemik dan sekresi estrogen secara lokal di otak. Cerebellum merupakan salah satu organ steroidogenik diotak yang mampu mensintesis hormon estrogen secara lokal. Cerebellum bersifat autokrin dan reseptor estrogen tersebar luas didalamnya.17 Hormon estrogen yang telah disekresikan akan menimbulkan efek biologis setelah berikatan dengan reseptor didalam sel target. Sebagian besar aksi estrogen didalam otak terjadi melalui jalur genomik yang diperantarai oleh reseptor estrogen α (REα) dan reseptor estrogen β (REβ). Dalam perkembangan otak, ekspresi REβ lebih dominan dibandingkan REα
karena REβ tersebar diseluruh sel bagian corteks cerebellum, sedangkan REα hanya terekspresi pada sel Purkinje cerebellum (gambar 1). Hormon estrogen juga berperan penting dalam proses diferensiasi sel Purkinje, pertumbuhan sel dendrit dan perkembangan neuron. Selain aksi estrogen, terdapat kelompok faktor pertumbuhan di otak yang terlibat dalam perkembangan memori yaitu neurotropin, berperan dalam mengatur proses diferensiasi dan pemeliharaan neuron/neuroglia. Aktivitas neurotropin bekerja secara sinergis dengan aksi estrogen.
Gambar 1. Neurosteroidogenesis pada perkembangan sel Purkinje (Sumber: Tsutsui, 2005) Neurotrophin dapat meningkatkan aksi estrogen dengan cara meningkatkan ketersediaan reseptor/ligan estrogen, begitu juga dengan estrogen yang mampu meningkatkan aksi neurotrophin maupun ekspresi reseptornya.12 Penurunan kadar estrogen dan neurotropin pasca menopause menyebabkan gangguan struktur dan fungsi sel saraf serta berakhir dengan kematian sel saraf.12,14 Perubahan inilah yang mendasari gangguan fungsi kognitif, memori dan koordinasi motorik pada wanita pasca menopause. Peran latihan fisik dalam pemeliharaan otak Latihan fisik yang dapat memberikan pengaruh fisiologis harus dilakukan secara teratur dan berulang agar tubuh dapat beradaptasi dengan beban latihan yang diberikan. Beban latihan disesuaikan dengan memperhatikan tipe, intensitas, durasi dan frekuensi latihan fisik sehingga dapat memberikan manfaat yang maksimal terutama untuk kebugaran aerobik. Pada wanita pascamenopause akan terjadi penurunan kebugaran fisik akibat penurunan fungsi fisiologis dari kerja estrogen. Oleh karena itu, intensitas latihan fisik yang diberikan
bervariasi sesuai dengan kemampuannya dalam beradaptasi terhadap intensitas latihan fisik. Latihan fisik yang direkomendasikan adalah jenis aerobik berupa jalan kaki dengan intensitas sedang yang dapat dilakukan selama 20 – 60 menit dengan frekuensi 3 – 5 kali per minggu. Cotman dan Berchtold (2002) menyatakan bahwa latihan fisik dapat membantu memelihara kesehatan otak, fungsi memori serta plastisitas sepanjang kehidupan. Hal tersebut telah dibuktikan dalam beberapa penelitian yang menyebutkan bahwa latihan fisik intensitas sedang dapat mencegah penurunan fungsi memori dan apoptosis pada neuron-neuron di hipocampus dan gyrus dentate, serta menghambat kematian sel Purkinje cerebellum. Perkembangan dan perbaikan fungsi memori ini berkaitan dengan peran estrogen dan keterlibatan neurotropin didalam otak. Peran latihan fisik terhadap aksi estrogen di otak selama masa menopause Hasil penelitian Agustiningsih (2006) menyatakan bahwa latihan fisik teratur dan
Zukarnain
7
Jurnal Sport Pedagogy Vol. 5. No. 1. April 2015
terukur dapat meningkatkan kadar estrogen serum pada wanita menopause. Selanjutnya Asnawati (2010) dan Bebasari (2010) melakukan pengkajian terhadap tikus yang diovariektomi sebagai model menopause, keduanya mendapatkan peningkatan ekspresi CYP19 aromatase ekstragonad setelah diberikan latihan fisik teratur intensitas sedang. Ekspresi CYP19 merupakan gen penghasil P450 aromatase yang merupakan enzim kunci dalam biosintesis estrogen. Kemampuan jaringan ekstragonad untuk mensintesis estrogen selama menopause terjadi melalui aktivasi aromatase oleh mediator inflamasi.25 Beberapa penelitian lainnya juga menduga adanya keterlibatan mediator inflamasi interleukin-6 (IL-6) dalam memicu peningkatan estrogen sirkulasi setelah latihan fisik. Pederson et al. (2004) melaporkan latihan fisik menstimulasi produksi IL-6 secara lokal pada otot skelet yang akan dilepaskan dalam jumlah besar ke sirkulasi. Selain di otot, IL-6 juga dilepaskan oleh jaringan
otak saat latihan fisik intensitas sedang selama 60 menit. Peningkatan IL-6 di otot skelet dan otak akibat latihan fisik juga dapat memicu sekresi faktor pertumbuhan otak (neurotropin) yang berinteraksi positif dengan reseptor estrogen dijaringan otak. Stimulasi IL-6 dapat meregulasi steroidogenesis pada kelenjar adrenal baik secara langsung maupun tidak langsung melalui aktivasi aksis hipotalamus-pituitari-adrenal (HPA). Eksresi IL-6 saat latihan fisik dapat menyebabkan sekresi ACTH yang mampu menstimulasi steroidogenesis kelenjar adrenal melalui aktivasi pembentukan pregenolon dan turunan-turunannya (Gambar 2). Oleh karena itu, peningkatan steroidogenesis di kelenjar adrenal pada wanita menopause akan menjamin ketersediaan androgen adrenal yang menjadi sumber aromatisasi pada jaringan ekstragonadal lain, termasuk di otak.
Gambar 2. Peran IL-6 dalam regulasi steroidogenesis(Sumber: Guzman et al., 2010)
Latihan fisik juga dilaporkan dapat meningkatkan ekspresi reseptor estrogen (RE) pada target organ. Pada tikus ovariektomi yang diberikan latihan fisik aerobik endurance dengan intensitas sedang menyebabkan peningkatan ekspresi mRNA REα di ventrikel kiri jantung dan di hepar. Peningkatan jumlah ekspresi reseptor juga terjadi didalam otak sebagai organ steroidogenik. Kadar hormon yang beredar dalam sirkulasi serta kebutuhan fisiologis jaringan juga berpengaruh terhadap jumlah ekspresi reseptor suatu hormon. Oleh karena itu, pengaruh latihan 8
Zukarnain
fisik terhadap ekspresi RE jaringan akan memperbaiki kadar estrogen dalam sirkulasi dan jaringan target, termasuk didalam otak. Aktivasi transkripsi RE juga dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan otak (neurotropin) melalui jalur ligand independent activation yang meningkat setelah diberikan latihan fisik. Didalam otak, secara genomik estrogen dan neurotrophin berinteraksi secara sinergis. Neurotrophin dapat meningkatkan aksi estrogen dengan jalan meningkatkan ketersediaan reseptor/ligan estrogen. Demikian juga, estrogen yang mampu
Jurnal Sport Pedagogy Vol. 5. No. 1. April 2015
meningkatkan aksi neurotrophin maupun ekspresi reseptornya. Mekanisme neurotropin dalam menginduksi transkripsi RE terjadi melalui jalur sinyal MAPK/ERK (Mitogen-Activated Protein
Kinase/Extracellular Signal Regulated Kinase) (Gambar 3).
Gambar 3. Jalur signaling estrogen dan reseptor estrogen di otak (Sumber: McEwen, 2002)
Kesimpulan Latihan fisik teratur dan terukur sangat bermanfaat bagi wanita menopause untuk memperbaiki keseimbangan aksi estrogen terhadap fungsi kognitif dan memori di otak. Latihan fisik yang direkomendasikan adalah jenis aerobik berupa jalan kaki dengan intensitas sedang yang dapat dilakukan selama 20-60 menit dengan frekuensi 3-5 kali per minggu. Latihan fisik teratur intensitas sedang dapat memicu sekresi estrogen dan meningkatkan ekspresi reseptor estrogen didalam otak, sekaligus bersinergis positif dengan faktor pertumbuhan otak (neurotropin). Daftar Pustaka Agustiningsih, D. 2006. Pengaruh olahraga teratur dan terukur terhadap kadar hormon estrogen serum wanita pascamenopause. MIFI. 51:123-34. Asnawati. 2010. Ekspresi CYP19 aromatase di korteks adrenal tikus sprague dawley yang diovariektomi lebih tinggi akibat olahraga teratur [tesis]. Univ. Gadjah Mada. Yogyakarta. Bebasari, E. 2010. Ekspresi CYP19 aromatase di jaringan adiposa tikus sprague Dawley yang diovariektomi lebih tinggi akibat olahraga teratur [tesis]. Univ. Gadjah Mada. Yogyakarta. Bhavnani BR dan Strickler RC. 2005. Menopausal hormone therapy. J Obstet Gynaecol Can. 27(2):137-62.
Bronstein SR, Rutkowski H, dan Vrezas I. 2004. Cytokines and steroidogenesis.Mol Cell Endocrinol..215:135-41. Guyton AC dan Hall JE. 2006. Female Physiology Before Pregnancy and Female Hormones, Dalam: Textbook of Medical Physiology. 11th Ed. Philadelphia : Elsevier Inc. :1022-26. Guzman C, Hernandez-Bello L, dan MoralesMontor J. 2010. Regulation of steroidogenesis of reproductive, adrenal and neural tissue by cytokines. J Neuroendocrinol..3:161-9. Henderson VW. 2008. Cognitive Changes After Menopause: Influence of Estrogen. Clin Obstet Gynecol. 51(3):618–626. Maia JR, Casoy J, dan Valente J. 2009. Testosterone replacement therapy in the climacteric: benefits beyond sexuality. Gynecol Endocrinol. .25:12-20. Matsuhada F, Sakakima H, dan Yoshida Y. 2011. The effects of early exercise on brain damage and recovery after focal cerebri infarction in rats. Acta Physiol. .201:275-87. Pelletier G. 2010. Steroidogenic enzymes in the brain: morphological aspects. Martiani, L., editors. Neuroendocrinology: The Normal Neuroendocrine System, 1st ed. Amsterdam : Elsevier :193-208. Rao SS, Singh M, Parkar M, dan Sugumaran R. 2008. Health maintenance in posmenopausal women. Am Fam Physician.78:583-91.
Zukarnain
9
Jurnal Sport Pedagogy Vol. 5. No. 1. April 2015
Thurston RC dan Joffe H. 2011. Vasomotor Symptoms and Menopause: Findings from the Study of Women’s Health Across the Nation. Obstet Gynecol Clin North Am. .38(3):489–501. Tzutsui K. 2009. Neurosteroid biosynthesis and action in the purkinje cell. J Exp Neurosci..21-12. Whaley MH, Brubaker PH, dan Otto RM. 2006. ACSM’s Guidelines for Exercise Testing and Prescrition. 7th ed. Philadephia : Lippincott William & Winkins.:10-15.
10
Zukarnain
Jurnal Sport Pedagogy Vol. 5. No. 1. April 2015
ANALISIS PEMBINAAN OLAHRAGA PELAJAR KABUPATEN PIDIE JAYA JAYA JAYA
Rusli*) Abstract: Kabupaten Pidie Jaya saat ini sedang melakukan pengembangan olahraga pelajar dan sangat mendukung program keolahragaan tersebut. Hal ini dimaksudkan agar terjadi sinergi dalam pengembangan olahraga pelajar Kabupaten Pidie Jaya Jaya Jaya. Tujuan penelitian ini adalah (1) untuk mengetahui perencanaan, (2) pengorganisasian,(3) penggerakan, dan (4) pengawasan yang dilakukan Dispora Pidie Jaya dalam meningkatkan kinerja pembinaan olahraga pelajar. Penelitian ini berupaya mengumpulkan data dan informasi yang berkaitan perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengawasan manajemen dalam pemassalan, pembibitan dan pembinaan olahraga. Dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif dan pendekatan kualitatif. Subjek penelitian adalah Dinas Pemuda dan Olahraga dan Dinas Pendidikan Pidie Jaya. Instrumen pengumpulkan data dengan lembar observasi, pedoman wawancara dan format dokumentasi. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa mekanisme pembinaan olahraga pelajarbelum baik dilihat dari fungsi manajemen yaitu proses perencanaan, pengorganisasian, pergerakan dan pengawasan. Kata Kunci: Analisis, Pembinaan, Olahraga Pelajar Pendahuluan Sebagaimana diamanahkan dalam UndangUndang No.25 Tahun 2000 (selanjutnya disingkat UU No.25/2000) tentang Program Pembangunan Nasional (PROPENAS) tahun 2000 sampai 2004 khususnya dalam bidang olahraga adalah :Program pengembangan dan keserasian kebijakan olahraga : (1) Program pengembangan dan keserasian kebijakan olahraga, (2) Program pemasyarakatan olahraga, (3) Program pemanduan bakat dan bibit olahraga, dan (4) Program peningkatan prestasi olahraga. Ditambah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional. Kemudian berjalannya otonomi daerah yang memberikan motivasi kepada kita semua dalam rangka pengembangan suatu wilayah dalam suasana yang kondusif dan dalam wawasan yang demokratis dilanjutkan lagi dengan adanya kebijakan Bupati Kabupaten Pidie Jaya yang berfokus pada peningkatan sumberdaya manusia masyarakat Kabupaten Pidie Jaya khususnya pada bidang pendidikan jasmani dan olahraga di sekolah-sekolah dan masyarakat sebagai subsistim pendidikan secara menyeluruh yang nantinya dapat meningkatkan kualitas fisik, karakter, etika, disiplin, dan kepribadian masyarakat Pidie Jaya. Ditambah lagi dengan adanya kebijakan Bupati Kabupaten Pidie Jaya yang berfokus pada peningkatan sumberdaya manusia masyarakat Kabupaten Pidie Jaya khususnya pada bidang pendidikan jasmani dan olahraga di sekolahsekolah dan masyarakat sebagai subsistim pendidikan secara menyeluruh yang nantinya dapat meningkatkan kualitas fisik, karakter, etika, disiplin, dan kepribadian masyarakat Pidie Jaya.
Berdasarkan prestasi yang dicapai Kabupaten Pidie Jaya Jaya Jaya pada Pekan Olahraga Pelajar Daerah (POPDA) Aceh Tamiang dan Pekan Olahraga Pelajar Daerah di Banda Aceh, maka sangat jelas bahwa perlu ada keserasian antara pemerintah Kabupaten dan para pemegang kebijakan. Kabupaten Pidie Jaya dalam pengembangan olahraga pelajar dan guna mendukung program keolahragaan. Hal ini dimaksudkan agar terjadi sinergi dalam pengembangan olahraga pelajar di Kabupaten Pidie Jaya dan efisiensi penggunaan dana peningkatan prestasi olahraga pada tingkat pelajar. Beberapa faktor yang sangat berpengaruh dalam pengembangan olahraga Kabupaten Pidie Jaya: (1) Sumberdaya manusia olahraga (pelatih, atlet, dan pengurus olahraga, (2) Sarana dan Prasarana, (3) Kebijakan Pemerintah daerah Kabupaten Pidie Jaya dan (4) Kinerja Organisasi. Namun demikian faktor potensi wilayah dan jumlah penduduk turut menunjang didalamnya. Kabupaten mempunyai luas wilayah 1.073.60 km2 persegi dan wilayah sebelah barat berbatasan: Kabupaten Pidie Jaya, wilayah sebelah timur berbatasan: Kabupaten Bireuen dengan jumlah penduduk 149.803 jiwa, yang tersebar 8 kecamatan 222 desa dan 9 kelurahan. Berbagai program pembinaan olahraga empat tahun terakhir belum memperlihatkan hasil yang maksimal. Penetapan cabang olahraga perioritas atau unggulan seharusnya ditetapkan berdasarkan sumber daya manusia olahraga (pengurus, pelatih, atlet dan guru olahraga), sarana dan prasarana olahraga yang dimiliki dan kebijakan pemerintah dalam penyediaan dana pembinaan
Rusli
11
Jurnal Sport Pedagogy Vol. 5. No. 1. April 2015
olahraga pelajar.Kabupaten Pidie Jaya di perlukan suatu komitmen yang tinggi dan di tindak lanjuti oleh kebijakan pemerintah dalam penyediaandana pembinaan olahraga serta transparansi yang akuntabel didalam pengembangan pembinaan olahraga pelajar. Sehubungan dengan hal itu, Pemerintah Daerah, Dispora Kabupaten Pidie Jaya sebagai badan pengelolah tertinggi dalam pengembangan olahraga pelajar di daerah perlu menyikapi fenomena dan membuat langkah-langkah strategis untuk pengembangan olahraga pelajar di Kabupaten Pidie Jaya Jaya Jaya. Salah satu langkah yang mendasar perlu dilakukan adalah perlunya data tentang sumber daya manusia (atlet, guru olahraga, pelatih, dan pengurus cabang olahraga). Kebijakan Pemerintah Daerah Kabupaten Pidie Jaya dan pendanaan dalam menetapkan strategi untuk mempersiapkan potensi pembinaan olahraga pelajar Kabupaten Pidie Jaya. Berdasarkan observasi awal yang dilakukan penulis, dapat digambarkan prestasi olahraga pelajar Pidie Jaya cenderung mengalami penurunan, Tolak ukur keberhasilan pembinaan prestasi olahraga pelajar yang dicapai oleh Kabupaten Pidie Jaya adalah keikutsertaan pada Pekan Olahraga Pelajar Daerah (POPDA). Untuk melihat keberhasilan pembinaan olahraga di Kabupaten Pidie Jaya perlu melihat tingkat perbandingan prestasi pada Pekan Olahraga Pelajar Daerah (POPDA) ke XI di Aceh Tamiang dengan prestasi pada POPDA ke XII di Banda Aceh. Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan penelitian pembinaan olahraga Kabupaten Pidie Jaya untuk terarahnya pembinaan maka diperlukan data olahraga pembinaan yang akurat Kabupaten Pidie Jaya. Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, penelitian ini mempunyai tujuan untuk mengetahui: (1) Perencanaan pembinaan olahraga pelajar Kabupaten Pidie Jaya, (2) Pengorganisasian pembinaan olahraga pelajar Kabupaten Pidie Jaya, (3) Penggerakan pembinaan olahraga pelajar di Kabupaten Pidie Jaya dan (4) Pengawasan pembinaan olahraga pelajar Kabupaten Pidie Jaya. Kajian Teoritis Analisis adalah kegiatan berfikir untuk menguraikan suatu keseluruhan menjadi komponen sehingga dapat mengenal tanda-tanda komponen, hubungannya satu sama lain dan fungsi masingmasing dalam satu keseluruhan yang terpadu Pasau (2006:12). Mahendra (1998:6) menyatakan bahwa “secara tradisional, program pengajaran pendidikan jasmani digambarkan sebagai lantai dasar dari sebuah segitiga sama kaki, atau yang sering disebut 12
Rusli
sebagai bentuk piramid. Tepat di atasnya terdapat program olahraga rekreasi, atau lajim pula disebut program klub olahraga. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pembinaan olahraga pelajar merupakan merupakan suatu kegiatan yang berfokus pada atlet pelajar yang dilaksanakan secara terpadu, menyeluruh dan dengan program pembinaan yang jelas. Jenjang pembinaannya yaitu dimulai dari usaha yang dapat dilakukan mulai dari keluarga hingga ke jenjang sekolah dalam bentuk pendidikan jasmani dan olahraga oleh guru pendidikan jasmani. Program pengajaran pendidikan jasmani merupakan tempat untuk mengajarkan keterampilan, strategi, konsep-konsep, serta pengetahuan esensial yang berkaitan dengan hubungan antara kegiatan fisik dengan perkembangan fisik, otot dan syaraf, kognitif, sosial serta emosional anak. Ini berarti bahwa program pendidikan jasmani yang baik bertindak sebagai dasar yang kokoh dan solid untuk seluruh program olahraga dan aktivitas fisik di sekolah dan masyarakat http://www.majalahpendidikan.com. Setiap fungsi manajemen harus dilaksanakan dengan seksama, mengikuti aturan dan dijalankan dengan sistematis agar program yang dijalankan oleh sebuah organisasi dapat terwujud sebagaimana yang diharapkan. Dengan demikian untuk dapat menjalankan setiap tiap program tersebut, harus ada yang membuat perencanaan, adanya pengorganisasian mengenai siapa yang melaksanakanapa dan diperlukan pula adanya yang menjalankan fungsi pengawasan manajemen. Prosedur Penelitian Jenis penelitian adalah jenis penelitian evaluasi dengan metode deskriptif. Rancangan penelitian adalah suatu rancangan untuk menjawab hal-hal yang berhubungan dengan penelitian. Rancangan penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif kualitatif. Dalam hal ini Arikunto (2006:41) menjelaskan “rancangan penelitian adalah rancangan yang dibuat oleh peneliti sebagai ancang-ancang kegiatan yang dilakukan”. Ancang-ancang yang dilaksanakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: untuk mengetahui pembinaan yang terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan evaluasi. Subjek penelitan merupakan sumber data yang memberikan kejelasan mengenai duduk persoalan yang dikaji. Dalam penelitian ini yang dijadikan subjek hanya sumber yang memberikan informasi secara lengkap dan cermat mengenai beberapa peristiwa, manusia dan situasi yang diobservasi. Dalam kaitannya dengan sumber data ini, Nasution (1992:32) mengemukakan: “subjek
Jurnal Sport Pedagogy Vol. 5. No. 1. April 2015
ditentukan secara purporsive bertalian dengan purpose atau tujuan tertentu”. Tabel 1. Daftar Subjek Penelitian No 1 2 3
Nama Hasbullah, S.Pd Saifuddin, S.Pd, M.Pd Munawir, S.Pd
Jabatan Pengawas Olahraga Kabid Olahraga Guru Olahraga
Dengan pertimbangan pengambilan sampel nama–nama tersebut di atas sebagai subjek karena dianggap memahami tentang pembinaan olahraga pelajar di Pidie Jaya, mereka terlibat langsung pada program pembinaan ini, sehingga harapan peneliti untuk memperoleh data yang representatif tercapai sehingga memudahkan peneliti menemukan jawaban-jawaban dari pertanyaan penelitian. Dalam memperoleh data manajemen pembinaan olahraga pelajar Pidie Jaya peneliti menggunakan instrumen lembar observasi, pedoman wawancara dan format yang di kembangkan olah penulis dengan merujuk pada teoriArikunto (2002:137)yang terlebih dahulu divalidasi oleh pakar yang dalam hal ini adalah Dr. Nyak Amir, M.Pd dan Dr. Saifuddin, M.Pd. Hasildan Pembahasan Penelitian Berdasarkan hasil observasi, wawancara dan studi dokumentasi tentang analisis pembinaan dari aspek perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan dalam pembinaan olahraga pelajar Kabupaten Pidie Jaya sebagai berikut: 1. Perencanaan a. Visi dan misi pembinaan olahraga pelajar Pidie Jaya adalah untuk membina atlet yang beprestasi ditingkat Nasional dan Internasional. Tujuan dan sasaran diselenggarakan pembinaan olahraga pelajar Pidie Jaya Jaya Jaya adalah untuk menghasilkan atlet-atlet yang berprestasi di semua cabang olahraga ditingkat pelajar dan mengembangkan bakat dan minat siswa dalam olahraga serta mengembangkan jiwa spotifitas, kompetitif, rasa percaya diri dan rasa tanggung jawab. b. Mengembangkan budaya hidup sehat dan gemar olahraga serta menumbuhkan nasionalisme dan cinta tanah air.Sedangkan yang menjadi sasaran dari kegiatan ini adalah Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas. Dinas Pendidikan kurang memberikan dukungan baik materi dan moril serta memberi izin kepada pelajar yang mengikuti
Keterangan Dinas Pendidikan Dispora Dinas Pendidikan
pertandingan, sehingga mengurangkan minat dan bakat pelajar dalam mengikuti olahraga. Dinas Pemuda dan Olahraga kurang memperhatikan sarana dan prasaran olahraga agar terwujud nya prestasi yang diinginkan dan kegiatan yang akan dijalankan tidak berjalan sesuai yang direncanakan. Berdasarkan uraian diatas, tampak jelas visi dan misi secara tertulis tidak baik, sedangkan sasaran yang ditujukan sudah terlihat dengan jelas. 2. Pengorganisasian Untuk Dinas Pendidikan sebagai penyelenggara seleksi di tingkat Provinsi telah menyusun sturktur dan pendelegasian wewenang kepada orang-orang yang dianggap kurang cakap dan berkompeten dalam bidangnya, sehingga tidak dapat menjalankan tugas dengan penuh tanggung jawab. Untuk Dinas Pemuda dan Olahraga yang menjalakan pengurus cabang kurang menempatkan orang-orang yang ahli dibidangnya masing-masing. Berdasarkan uraian diatas, tampak jelas bahwa pengorganisasian yang dijalankan tidak baik karena kurangnya sumber daya manusia yang ahli dibidangnya sehingga menempatkan orangorang yang tidak sesuai dengan keahliannya. 3. Pelaksanaan. Dengan program yang di buat telah dijalankan sesuai dengan yang diharapkan, setiap atlet yang ikut pertandingan adalah dari utusan sekolah, artinya setiap atlet yang telah diseleksi atlet tersebut ikut untuk pertandingan di tingkat yang lebih tinggi, dan program ini untuk semua cabang olahraga. Berdasarkan uraian diatas tampak bahwa program yang dijalankan sesuai dengan yang diharapkan ini terbukti setiap atlet yang ikut pertandingan diseleksi terlebih dahulu untuk mewakili sekolah mereka masing-masing dan program ini berjalan untuk semua cabang olahraga. 4. Pengawasan Proses pengawasan yang dilakukan oleh Dinas Pemuda dan Olahraga bertanggung jawab dengan pembinaan atlet pelajar Pidie Jaya, oleh karenanya tim pengawas melakukan monitoring dalam pembinaan olahraga pelajar dan Rusli
13
Jurnal Sport Pedagogy Vol. 5. No. 1. April 2015
memberikan laporan pelaksanaan kegiatan untuk di evaluasi yang bertujuan perbaikan di masa mendatang agar prestasi olahraga pelajar di Pidie Jaya dapat berprestasi. Berdasarkan uraian diatas tampak bahwa proses pengawasan berjalan dengan baik, ini terbukti dengan ada tim pengawas yang memonitoring langsung pembinaan dan juga melihat proses pembinaan serta mengadakan evaluasi kegiatan pembinaan Kesimpulan Pada terakhir ini akan dikemukakan beberapa kesimpulan serta temuan pada pembinaan olahraga pelajar Kabupaten Pidie Jaya. Temuan dan analisa data penelitian yang berkaitan dengan analisis manajemen pembinaan olahraga pelajar Kabupaten Pidie Jaya, berdasarkan permasalahan yang menjadi fokus penelitian proses manajemen yaitu bidang perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengawasan. Secara umum bahwa penerapan manajemen belum terlaksana dengan baik. Adapun kesimpulan sebagai berikut: 1. Proses perencanaan pembinaan olahraga pelajar Kabupaten Pidie Jaya diawali dalam penyusunan program kerja, baik program kerja jangka panjang maupun program jangka pendek secara keseluruhan belum tersusun dengan baik. 2. Pembinaan olahraga pelajar Kabupaten Pidie Jaya belum menjalankan fungsi pengorganisasian yang baik sesuai dengan membuat prinsip-prinsip organisasi, hal ini tergambar dari belum adanya wewenang yang jelas, pelimpahan wewenang juga belum jelas, serta pembagian tugas yang belum terstruktur. 3. Proses penggerakan dalam pembinaan olahraga pelajar Kabupaten Pidie Jaya belum terlaksana dengan baik, dimana belum dapat menggerakkan anggota-anggotanya dalam pelaksanaan aktivitas organisasi sesuai dengan kedudukan, tugas dan fungsi dari masingmasing bidangnya. 4. Pembinaan olahraga pelajar Kabupaten Pidie Jaya juga belum dapat melaksanakan proses pengawasan dengan baik, hal ini terbukti dengan tidak adanya evaluasi harian pada saat melakukan latihan, minggu, bulan dan tahunan, baik pengawasan terhadap pelaksanaan latihan maupun program kerja cabang olahraga. Daftar Pustaka Altman, S, & Hodgetts, R.1994. Reading in Organizational Behavior.Miami,FL: W.B. Saunders
14
Rusli
Arikunto. 2006. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan.Yogyakarta: Bumi Aksa. Grantham. 1998. Method of Reaserch. Manchester: Garil Spadona Press Harsono. 1988. Coaching dan Aspek-aspek Psikologi dalam Coaching. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Dirjen Dikti, Proyek Penelitian Tenega Kependidikan. Harsuki. 2002. Manajemen Olahraga. Jakarta Hidayat.2002. Metodologi Penelitian. Bandung: Mandar Maju http://id.wikipedia.org http://www.jurnas.com http://www.majalahpendidikan.com Mahendra. 1998. Teori Belajar dan Pembelajaran. Motorik. Bandung: IKIP Bandung Perss Nasution. 1992. Metode Penelitian NaturalistikKualitatif. Bandung: Tarsito Noerbai. 2003. Menyelamatkan Aktivitas Olahraga dari Korban Apapun. Jakarta: Penerbit PT. Raja Grafindo Persada. Pasau, Anwar. 2006. Manajemen Olahraga. Makassar: Materi Perkuliahan PPS Pendidikan Jasmani dan Olahraga. Paturusi, Achmat. 2012. Manajemen Pendidikan Jasmani dan Olahraga. Jakarta. Purnomohadi. 2003. Prasarana Olahraga Untuk Menyongsong Hari Depan Olahraga di Indonesia. Dalam Haszuki (ED) Perkembangan Pakar Olahraga. Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. CV.Alfabeta: Bandung. Terry, George R. 1991. Principles of Management. London: University Press.
Jurnal Sport Pedagogy Vol. 5. No. 1. April 2015
HUBUNGAN KONSEP DIRI, POLA HIDUP SEHAT DAN KEBUGARAN JASMANI DENGAN PRESTASI BELAJAR PENDIDIKAN JASMANI
M. Ziad*) Abstrak: Pestasi belajar pendidikan jasmani dipengaruhi oleh faktor fisiologis yaitu kondisi fisik yang dalam hal ini adalah kebugaran Jasmani dan faktor psikologis yang didalamnya terdapat aspek konsep diri dan pola hidup sehat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan konsep diri, pola hidup sehat dan kebugaran jasmani dengan prestasi belajar pendidikan jasmani siswa Madrasah Aliyah Kabupaten Aceh Besar Tahun Pelajaran 2012/2013. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa Madrasah Aliyah Kabupaten Aceh Besar Tahun Pelajaran 2012/2013 yang berjumlah 830 siswa. Berdasarkan acuan pengambilan sampel 10% dari jumlah populasi maka didapat sampel 62 siswa laki laki dan 13 siswa perempuan sehingga jumlah sampel secara keseluruhan adalah 75 siswa. Dari hasil analisis data yang dapat diperoleh hasil penelitian, koefisien korelasi konsep diri (X1) dengan prestasi belajar pendidikan jasmani (Y) siswa sebesar 0.27 dengan rhitung> rtabel (0.27 >0.227) sehingga terdapat hubungan X1 dengan Y. Koefisien korelasi pola hidup sehat (X2) dengan prestasi belajar pendidikan jasmani (Y) siswa sebesar 0.37 dengan rhitung> rtabel (0.37 >0.227) sehingga terdapat hubungan X2 dengan Y. Koefisien korelasi kebugaran jasmani (X3) dengan prestasi belajar pendidikan jasmani (Y) siswa sebesar 0.27 dengan rhitung> rtabel (0.27>0.227) sehingga terdapat hubungan antara X3 dengan Y. Koefisien korelasi secara bersama-sama konsep diri, pola hidup sehat dan kebugaran jasmani dengan prestasi belajar Pendidikan Jasmani sebesar 0.51 untuk taraf signifikansi α=0.05 dan n = 75, dengan rtabel=0.227 dan rhitung=0.51 dapat disimpulkan bahwa rhitung> rtabel (0.51>0.227), sehingga terdapat hubungan konsep diri, pola hidup sehat dan kebugaran jasmani dengan prestasi belajar Pendidikan Jasmani siswa Madrasah Aliyah Kabupaten Aceh Besar Tahun Pelajaran 2012/2013. Dari penghitungan pengujian hipotesis diperoleh Fhitung=8,320 sedangkan nilai Ftabel=2,73 yang artinya Fhitung = 8,320 > dari nilai Ftabel=2,73 (Fhitung lebih besar dari Ftabel). Berarti hipotesis yang penulis ajukan diterima kebenarannya. Kata kunci: Konsep Diri, Pola Hidup Sehat, Kebugaran Jasmani, Prestasi Belajar Pendahuluan Konsep diri merupakan keyakinan, pandangan atau penilaian individu terhadap dirinya baik dari segifisik, psikis dan perilaku yang dipengaruhi oleh penilaian dari orang lain. Konsep diri memiliki arti penting bagi seorang individu karena dengan adanya konsep diri individu dapat mempersepsikan diri dan lingkungannya, mempengaruhi perilakunya, dan juga mempengaruhi tingkat kepuasan yang diperoleh dalam kehidupannya. Terdapat perbedaan konsep diri antara remaja laki-laki dan remaja perempuan. Menurut penelitian Glaeser (2002) diperoleh hasil bahwa terdapat perbedaan konsep diri social antara remaja laki- laki dan remaja perempuan. Remaja laki-laki memiliki konsep diri social yang lebih rendah dibandingkan remaja perempuan. Oleh karena itu agar potensi si anak mampu keluar pada saat pelajaran pendidikan jasmani, harus memiliki konsep diri pada dirinya, yang dengan memiliki konsep diri berpengaruh terhadap kepercayaan diri yang pada akhirnya memberi dampak pada prestasi belajar pelajaran pendidikan jasmani.
Pada dasarnya semua orang mempunyai aktifitas masing-masing, dimana tingkat anak beraktifitas itu berbeda-beda pada masing-masing individu. Untuk dapat melaksanakan aktifitasnya itu dengan baik dan memperoleh hasil yang maksimal maka individu tersebut harus memiliki tingkat kesehatan yang baik dan stabil. Terlebih pada orang yang senantiasa melakukan aktifitas yang cukup berat, apalagi aktifitas yang cukup berat ini dilakukan oleh seseorang yang masihdalam usia anak-anak dan remaja, tentunya mereka harus selalu memperhatikan dan menjaga kondisi tubuh mereka dengan cara memenuhi segala kebutuhan bagitu buhnya secara seimbang. Usia Anak-anak dan remaja merupakan usia yang termasuk kedalam kategori yang rentan akan gizi dan pada usia tersebut mereka masih dalam tahap perkembangan dan pertumbuhan, anak-anak dan remaja yang aktif dengan mempunyai aktifitas lebih dari anak-anak pada umumnya itu harus selalu memperhatikan dan melaksanakan pola hidup sehat agar tahap pertumbuhan dan perkembangan pada anak tersebut tidak terhambat. Sebagaimana yang
M. Ziad
15
Jurnal Sport Pedagogy Vol. 5. No. 1. April 2015
dijelaskan oleh Komariyah (2005:27) tentang kebutuhan gizi yaitu bahwa: Untuk anak-anak sampai remaja, diperlukan zat-zat gizi untuk pertumbuhan dan perkembangan dan aktifitas (olahraga) sehinggga selain energi untuk aktifitasnya, diperlukan zat-zat gizi lainnya untuk pertumbuhan dan perkembangan. Namun, adakalanya banyak orang tua yang belum paham pentingnya memenuhi kebutuhan tubuh anaknya yang mempunyai aktifitas lebih. Anak-anak hanya diberimotivasi secara lisan dan tidak ditindak lanjuti dengan tindakan nyata bagi anak tersebut, karena dengan perilaku yang nyata ini kondisi kesehatan anak-anak terjaga dan terpelihara dengan baik. Aktifitas yang dilakukan oleh setiap individu anak berbeda-beda tergantung pada kepentingan masing-masing individu anak. Salah satu aktifitas rutin yang dilakukan anak-anak ini yaitu pada saat mengikuti pelajaran pendidikan jasmani, pendidikan jasmani merupakan pelajaran yang identik dengan aktifitas fisik yang menuntut siswa untuk mempunyai taraf kesehatan yang baik. Kesehatan yang baik tentu saja dapat dengan membiasakan pola hidup sehat. Karena kesehatan ialah segala permasalahan mengenai factor manusia secara langsung maupun tidak langsung yang mempengaruhi kualitas sehat manusia itu sendiri. Sehat adalah kebutuhan dasar bagi kehidupan manusia, tetapi hal ini tidak dapat dicapai secara otomatis, sehat memerlukan pemeliharaan dan pembinaan semua factor yang secara universal mempengaruhinya. Dalam hubungan ini maka keadaan kesehatan seseorang tergantung pada fungsi keseluruhan dirinya dalam lingkungan dan pekerjaanya yang Nampak pada tingkahlakunya sehari-hari. Seseorang yang dapat bertingkahlaku secara positif dalam kehidupan sehari-hari harus dapat memperhatikan dan bertanggung jawab terhadap keadaan jasmani, rohani, serta hubungan sosialnya sehingga dapat hidup lebih berdayaguna dan berhasil bagi kepentingan diri dan masyarakatnya. Menurut Giriwijoyo (1992:12) menjelaskan sehat menurut ilmu faal olahraga sebagai berikut: (1) Normalnya proses-proses fisiologis dalam tubuh, (2) Normalnya fungsi alat-alat tubuh dan (3) Normalnya fungsi tubuh secara keseluruhan. Oleh karena fungsi alat-alat tubuh berubah antara keadaan istirahat dan keadaan kerja, maka sehat dibagi menjadi dua bagian yaitu: 1. Sehat statis: yaitu normalnya fungsi alatalat tubuh pada waktu istirahat. 2. Sehat dinamis: yaitu normalnya fungsi alat-alat tubuh pada waktu kerja atau olahraga.
16
M. Ziad
Dengan menerapkan pola hidup sehat pada diri siswa ini maka akan terpenuhinya segala sesuatu yang dibutuhkan oleh tubuh siswa baik secara anatomi maupun secara fisiologis. Komponen anatomis ini meliputi segala sesuatu yang berhubungan dengan masalah-masalah yang bersifat structural pada tubuh manusia, sedangkan komponen fisiologis yaitu segala sesuatu yang berhubungan dengan masalah-masalah yang bersifat fungsional pada tubuh manusia atau dengan kata lain adalah tingkat kemampuan menyesuaikan fungsi alat-alat tubuhnya. Agar anak-anak dan remaja dapat beraktifitas fisik dengan baik, harus dimulai dengan pola hidup yang sehat serta ditunjang dengan kebugaran jasmani diatas rata-rata, kemudian dibina melalui latihan- latihan yang teratur, terarah, terencana dengan baik serta teknik dan taktik yang tepat. Selain itu dalam pendidikan jasmani, unsure kebugaran jasmani sangat penting dimiliki oleh setiap siswa, karena unsure kebugaran jasmani merupakan dasar dalam maksimal atau tidaknya siswa dalam beraktifitas fisik pada saat pelajaran pendidikan jasmani. Di dalam unsure kebugaran jasmani itu sendiri terdapat unsure daya tahan, yang mana merupakan elemen yang sangat penting yang harus dimiliki bagi setiap individu. Harsono (1988:155), mengemukakan bahwa: “Daya tahan adalah keadaan atau kondisi tubuh yang mampu untuk bekerja dalam waktu yang lama, tanpa mengalami kelelahan yang berlebihan setelah menyelesaikan pekerjaan tersebut.” Kebugaran jasmani yang telah ada perlud ipertahankan bahkan ditingkatkan, sesuai dengan pendapat Ichsan (1988:88) menjelaskan tentang kebugaran jasmani sebagai berikut: Kebugaran jasmani merupakan kemampuan seseorang untuk melaksanakan tugas sehari-hari dengan penuh kesanggupan dan tanggung jawab, tanpa memiliki rasa lelah dan penuh semangat untuk menikmati penggunaan waktu luang dan menghadapi kemungkinan berbagai bahaya dimasa yang akan datang. Senada Kiyatno (1996:4) kebugaran jasmani adalah kemampuan seseorang untuk menunaikan tugasnya sehari-hari dengan gampang dan mempunyai sisa atau cadangan tenaga untuk menikmati waktu senggangnya atau keperluan mendadak. Berdasarkan pendapat tentang pengertian kebugaran jasmani diatas dapat disimpulkan bahwa kebugaran jasmani merupakan kemampuan seseorang dalam melaksanakan tugassehari-hari tanpa merasa kelelahan dan bahkan masih mempunyai cadangan tenaga yang cukup untuk melaksanakan tugas berikutnya. Jadi apabilas eseorang yang mampu menyelesaikan tugasnya dengan baik sesuai dengan tingkat tugas yang
Jurnal Sport Pedagogy Vol. 5. No. 1. April 2015
dihadapi tanpa merasa kesulitan yang berarti, sehingga dapat dikatakan orang tersebut mempunyai kebugaran jasmani yang cukup baik. Karena pendidikan jasmani identik dengan pelajaran yang membutuhkan tingkat kebugaran jasmani yang tinggi, dikarenakan pada saat pendidikan jasmani siswa dituntut untuk terus berkatifitas fisik selama pelajaran berlangsung. Berdasarkan hasil observasi dan studi empiris penulis, untuk memproleh prestasi belajar pendidikan jasmani yang baik, siswa MAN harus ditunjang dengan konsep diri pada dirinya, menerapkan pola hidup sehat dan meningkatkan kebugaran jasmaninya. Dimana, ketika seorang siswa tersebut mempunyai konsep diri, menerapkan pola hidup sehat dan meningkatkan kebugaran jasmani ke arah yang baik maka siswa tersebut dapat menguasai segala materi pelajaran yang diberikan oleh guru pendidikan jasmani yang pada akhirnya akan berujung kepada prestasi belajar pendidikan jasmani yang baik pula. Namun pada anak-anak dan remaja, untuk mempunyai konsep diri, mampu menerapkan pola hidup sehat dan meningkatkan kebugaran jasmani tidaklah mudah, hal ini dikarenakan mereka masih mempunyai psikologis yang labil atau dapat dikatakan masih dalam masa transisi yaitu dapat dengan mudah terpengaruh baik dari factor dalam maupun faktorl uar. Berdasarkanhasil observasi pada sekolah sampel di beberapa sekolah di Aceh Besar, dapat di gambarkan bahwa prestasi belajar siswa relatif kurang baik, hasil kurang baik ini tidak terlepas dari faktor psikologis dan jasmaniah yang mempengaruhinya. Faktor psikologis tergambar dari konsep diri dan kebiasaan hidup yang dalam hal ini adalah pola hidup siswa sedangkan faktor jasmaniah tergambar dari tingkat kebugaran jasmani siswa tersebut. Hal ini juga sesuai dengan pendapat Slameto (2010:54) yang mengatakan bahwa salah satu factor yang mempengaruhi prestasi belajar adalah faktor intern. Faktor intern adalahf actor yang ada didalam diri individu yang sedang belajar. Berikut ini uraian mengenai faktor faktor tersebut: 1. Faktor Jasmaniah dibagi menjadi dua,yaitu : a. Kesehatan , sehat berarti dalam keadaan baik segenap badan beserta bagianbagiannya/bebas dari penyakit. b. Cacatt ubuh,sesuatu yang menyebabkan kurang baik/kurang sempurna mengenai tubuh/badan 2. Faktor Psikologis Faktor psikologis yang dapat mempengaruhi prestasi belajar antara lain adalah intelegensi, perhatian, minat, bakat,
kematangan, kecakapan, sikap, kebiasaan, motivasi, disiplin dan partisipasi. Adapun tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan konsep diri, pola hidup sehat dan tingkat kebugaran Jasmani dengan prestasi belajar pendidikam jasmani Siswa Madrasah Aliyah Negeri Kabupaten Aceh Besar Tahun Pelajaran 2012/2013. Kajian Teoritis Suliyanto (2012:2) menyampaikan bahwa Korelasi merupakan salah satu teknik statistik yang digunakan untuk menganalisis hubungan antara dua variabel atau lebih yang bersifat kuantitatif. Korelasi bermanfaat untuk mengukur kekuatan hubungan antara dua variabel (kadang lebih dari dua variabel) dengan skala-skala tertentu, misalnya Pearson data harus berskala interval atau rasio; Spearman dan Kendal menggunakan skala ordinal; Chi Square menggunakan data nominal. Konsep diri berawal dari pengertian the self atau diri itu sendiri. James (Sobur, 2011:499-500) mendefinisikan self sebagai “segala sesuatu yang dapat dikatakan orang tentang dirinya sendiri, bukan hanya tentang tubuh dan keadaan psikis saja, melainkan juga tentang anak-istri, rumah, pekerjaan, nenek moyang, teman, milik dan uangnya” Pola hidup sehat adalah pengetahuan, sikap dan tindakan proaktif untuk memelihara dan mencegah risiko terjadinya penyakit, melindung idiri dari ancaman penyakit, serta berperan aktif dalam Gerakan Kesehatan Masyarakat, Giriwijoyo (2007:45). Menurut Widaninggar (2002:1) kesegaran jasmani adalah kemampuan tubuh seseorang untuk melakukan tugas pekerjaan sehari– hari tanpa menimbulkan kelelahan yang berarti. Menurut Tuu (2004:75) bahwa Prestasi belajar adalah “penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran yang lazimnya ditunjukan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan guru”.
Prosedur Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasi (corelation research). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara variabel yang akan diteliti. Besar kecilnya hubungan tersebut dinyatakan dalam bentuk koefisien korelasi, hal ini sesuai dengan pernyataan Arikunto (1989:309) “Penelitian korelasi merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara dua atau beberapa variabel, besar atau tingginya hubungan dinyatakan dengan koefien korelasi”.
M. Ziad
17
Jurnal Sport Pedagogy Vol. 5. No. 1. April 2015
berikut.
Adapun rancangan penelitian ini sebagai
(X1) (Y)
(X2) (X3)
Keterangan: X1 = Konsep Diri X2 = Pola Hidup Sehat X3 = Kebugaran Jasmani Y = Prestasi Belajar = Hubungan Adapun populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa Madrasah Aliyah Negeri Kabupaten Aceh Besar Tahun pelajaran 2012/2013. Tabel 1. Jumlah Populasi Siswa Madrasah Aliyah Negeri Kabupaten Aceh Besar
No
Madrasah Aliyah Negeri
1 2
Jumla h Siswa 100 170
Jumlah Sampel
MAN Indrapuri 12 MAN Kuta 14 Baro 3 MAN Cot Gue 100 12 4 MAN 100 14 Montasik 5 MAN Sibreh 180 15 6 MAN 180 15 Darussalam Total 830 83 Sumber: Mapemda Kabupaten Aceh Besar
Tidak Hadir 2 1 1 1 1 2 8
Instrumen untuk mengungkap konsep diri, pola hidup sehat dan kebugaran jasmani siswa yang
18
M. Ziad
dikembangkan oleh penulis dengan berdasarkan definisi operasional konsep diri merujuk pada teori Centi (Desmita 2010:166)yang terlebih dahulu divalidasi oleh pakar yang dalam hal ini adalah Prof. Dr. Yusrizal, M.Pd dan Dr. Nyak Amir, M.Pd.Bentukskala penilaianyang digunakan adalah skala likert dengan 5 alternatif jawaban yang terdiri dari(5)SangatSetuju,(4)Setuju,(3) Ragu-ragu, (2) Tidak Setuju, (1) Sangat Tidak Setuju. Teknik pengumpulan data untuk menelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Konsep diri dan pola hidup siswa didapat dengan memberikan instrumen konsep diri dan pola hidup siswa dalam bentuk kuisioner kepada siswa. 2. Kebugaran jasmani Suherman (2009:129) menjelaskan bahwa tes kebugaran jasmani merupakan alat untuk mengukur daya kemampuan system kerja tubuh dan dalam hal ini juga mengukur derajat sehat dinamisnya. Dalam penelitian ini, tes kebugaran jasmani yang dilakukan adalah dengan menggunakan tes kebugaran jasmani Indonesia (Nurhasan, 2009:93). Adapun tes kebugaran jasmani butir-butir tesnya antara lain: Butir butir tesnya, terdiri dari: (a) Tes lari cepat 60 meter, (b) Tes angkat tubuh (60 detik), (c) Tes baring duduk (60 detik), (d) Tes loncat tegak, dan (d) Tes lari jauh (1000 meter). Adapun teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan koefesien korelasi ganda Menurut Sugiyono (2010:266) sebagai berikut:
Menurut Sudjana (1999:385) untuk menguji hipotesis korelasi ganda ataulebih variable X dengan variable Y dapat digunakan rumus sebagai berikut:
Jurnal Sport Pedagogy Vol. 5. No. 1. April 2015
Hasil dan Pembahasan Penelitian Uji Normalitas Tabel 2. Hasil perhitungan uji normalitas dengan menggunakan software SPSS statistic 20 Tests of Normality Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic Df Sig. * Konsep_Diri .122 34 .200 .976 34 .637 Pola_Hidup_Sehat .141 34 .086 .940 34 .063 Kebugaran_Jasmani .137 34 .103 .953 34 .151 Prestasi_Belajar .095 34 .200* .959 34 .234 *. This is a lower bound of the true significance. a. Lilliefors Significance Correction Berdasarkan bagan output di atas, dapat dilihat bahwa nilai signifikan untuk keempat kolompok data yaitu 0.637 untuk Konsep Diri, 0.063 untuk Pola Hidup Sehat, 0.151 untuk Kebugaran Jasmani dan 0.234 untuk Prestasi Belajar Penjaskes. Keempat nilai signifikan tersebut lebih besar dari 0.05 maka dapat diartikan bahwa data yang berkaitan dengan konsep diri, pola hidup sehat, kebugaran Jasmani dan prestasi belajar pendidikan jasmani berdistribusi normal, maka dari itu dapat dilakukan analisis korelasi antar variabel. Uji Homogenitas a. Uji Homogenitas antara Konsep Diri dan Prestasi Belajar Penjaskes. Tabel 3. Hasil uji homogenitas X1 dengan Y dengan menggunakan software SPSS statistic 20 Test of Homogeneity of Variances Levene Statistic .353
df1 8
df2 23
Sig. .934
Dari tabel diatas diketahui bahwa hasil dari signifikan uji homogenitas variabel konsep diri dengan prestasi belajar pendidikan jasmani adalah 0.934. hal ini dapat dinyatakan bahwa nilai signifikan 0.934 >0.05 sehingga nilai data dari konsep diri dan prestasi belajar pendidikan jasmani mempunyai uji nilai yang homogen. b. Uji Homogenitas Pola Hidup Sehat dengan Prestasi Belajar Penjaskes c. Tabel 4. Hasil uji homogenitas X2 dengan Y dengan menggunakan software SPSS statistic 20 Test of Homogeneity of Variances Levene Statistic 3.806
df1 8
df2 23
Sig. .080
Dari tabel diatas diketahui bahwa hasil dari signifikan uji homogenitas variable pola hidup sehat dengan prestasi belajar pendidikan jasmani adalah 0.080. hal ini dapat dinyatakan bahwa nilai signifikan 0.080 >0.05 sehingga nilai data dari pola hidup sehat dengan prestasi belajar pendidikan jasmani mempunyai uji nilai yang homogen. d.
Uji Homogenitas Kebugaran Jasmani dengan Prestasi Belajar Penjaskes Tabel.5. Hasil uji homogenitas X3 dengan Y dengan menggunakan software SPSS statistic 20 Test of Homogeneity of Variances Levene Statistic df1 df2 0.306 8 23
Sig. .070
Dari tabel diatas diketahui bahwa hasil dari signifikan uji homogenitas variabel kebugaran jasmani dengan prestasi belajar pendidikan jasmani adalah 0.070. hal ini dapat dinyatakan bahwa nilai signifikan 0.070 >0.05 sehingga nilai data dari kebugaran jasmani dengan prestasi belajar pendidikan jasmani mempunyai uji nilai yang homogen. Rata – Rata dan Standar Deviasi X1, X2, X3, Y a. Dari hasil pengolahan data, diperoleh ratarata pola hidup sehat adalah 190.77, dan nilai standar deviasi sebesar 20.67. Langkah selanjutnya mencari T. Score pola hidup sehat. b. Dari hasil pengolahan data, diperoleh ratarata kebugaran jasmani adalah 13,43 dan nilai standar deviasi sebesar 2,30 selanjutnya mencari nilai T-Score kebugaran jasmani. c. Dari hasil pengolahan data, diperoleh ratarata prestasi belajar pendidikan jasmani siswa Madrasah Aliyah Negeri Kabupaten
M. Ziad
19
Jurnal Sport Pedagogy Vol. 5. No. 1. April 2015
Aceh Besar (Y) adalah 77,27 dan nilai standar deviasi sebesar 0.96 Uji Korelasi Antar Variabel a. Konsep Diri dengan Prestasi Belajar Koefisien korelasi yang ditemukan sebesar r= 0.27. Harga rhitung tersebut selanjutnya dibandingkan dengan harga rtabel. Untuk taraf signifikan nyata α = 0.05 dan n = 75 yaitu 0.227, maka rhitung=0.27 dan rtabel = 0.227. Hal ini dapat disimpulkan bahwa rhitung>rtabel (0.27 >0.227) berarti ada hubungan variabel konsep diri (X1) dan prestasi belajar pendidikan jasmani(Y). b. Pola Hidup Sehat dengan Prestasi Belajar Koefisien korelasi yang ditemukan sebesar r= 0.37. Harga rhitung tersebut selanjutnya dibandingkan dengan harga rtabel. Untuk taraf signifikan nyata α = 0.05 dan n = 75 yaitu 0.227, maka rhitung=0.37 dan rtabel = 0.227. Hal ini dapat disimpulkan bahwa rhitung>rtabel(0.37>0.227) berarti terdapat hubungan pola hidup sehat (X2) dan prestasi belajar pendidikan jasmani (Y). c. Kebugaran Jasmani dengan Prestasi Belajar Koefisien korelasi yang ditemukan sebesar r = 0.27. Harga rhitung tersebut selanjutnya dibandingkan dengan harga rtabel Untuk taraf signifikan nyata α = 0.05 dan n = 75 yaitu 0.227, maka rhitung=0.27dan rtabel = 0.227. Hal ini dapat disimpulkan bahwa rhitung>rtabel(0.27>0.227) berarti Terdapat hubungan yang signifikan antara kebugaran jasmani (X3) dan prestasi belajar pendidikan jasmani(Y). Pembuktian Hipotesis a. Pengujian Hipotesis Hubungan Konsep Diri dengan Prestasi Belajar Berdasarkan perhitungan di atas diperoleh harga thitung = 2.37 dengan taraf signifikan nyata α = 0.05 dan dk = n – 2 = 75 – 2 = 73. Selanjutnya Ha diterima jika thitung>ttabel. Berdasarkan daftar ttabel = 1,666 dapat dilihat bahwa thitung>ttabel yaitu 2.37 > 1,666. Maka dapat disimpulkan bahwa Ha diterima dan Ho ditolak. b. Pengujian Hipotesis Hubungan Pola Hidup Sehat dengan Prestasi Belajar Berdasarkan perhitungan di atas diperoleh harga thitung = 3.45 dengan taraf signifikan nyata α = 0.05 dan dk = n – 2 = 75 – 2 = 73. Selanjutnya Ha diterima jika thitung>ttabel. Berdasarkan daftar ttabel = 1,666 dapat dilihat bahwa thitung>ttabel yaitu 3.45 > 1,666. Maka dapat disimpulkan bahwa Ha diterima dan Ho ditolak.
20
M. Ziad
c. Pengujian Hipotesis Hubungan Kebugaran Jasmani dengan Prestasi Belajar Berdasarkan perhitungan di atas diperoleh harga thitung = 2.37 dengan taraf signifikan nyata α = 0.05 dan dk = n – 2 = 75 – 2 = 73. Selanjutnya Ha diterima jika thitung>ttabel. Berdasarkan daftar ttabel = 1,666 dapat dilihat bahwa thitung>ttabel yaitu 2.37 > 1,666. Maka dapat disimpulkan bahwa Ha diterima dan Ho ditolak. Uji Korelasi Antara X1, X2, X3, dengan Y Berdasarkan tabel Korelasi di atas, maka korelasi yang ditemukan sebesar 0.51 dan termasuk pada kategori kuat. Jadi terdapat hubungan yang kuat antara konsep diri, pola hidup sehat dan kebugaran jasmani dengan prestasi belajar pendidikan jasmani pada Siswa MAN Kabupaten Aceh Besar Tahun Pelajaran 2012/2013. Harga r hitung tersebut selanjutnya dibandingkan dengan harga ttabel Untuk taraf signifikan nyata α = 0.05 dan n = 75 yaitu 0.227, maka thitung = 0.51 ttabel= 0.227. Hal ini dapat disimpulkan bahwa thitung>ttabel (0.51 >0.227) berarti terdapat hubungan yang signifikan konsep diri, pola hidup sehat dan kebugaran jasmani dengan prestasi belajar pendidikan jasmani pada Siswa MAN Kabupaten Aceh Besar Tahun Pelajaran 2012/2013. Kesimpulan Koefisien korelasi konsep diri dengan prestasi belajar pendidikan jasmani Siswa Madrasah Aliyah Negeri Kabupaten Aceh Besar Tahun Pelajaran 2012/2013 adalah sebesar 0.27sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan konsep diri dengan prestasi belajar pendidikan jasmani dengan tingkat hubungan yang rendah. Koefisien korelasi pola hidup dengan prestasi belajar pendidikan jasmani Siswa Madrasah Aliyah Negeri Kabupaten Aceh Besar Tahun Pelajaran 2012/2013 adalah sebesar 0.37 sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan pola hidup Sehat dengan prestasi belajar pendidikan jasmani siswa dengan tingkat hubungan yang rendah. Koefisien korelasi kebugaran Jasmani dengan prestasi belajar pendidikan jasmani siswa Madrasah Aliyah Negeri Kabupaten Aceh Besar Tahun Pelajaran 2012/2013 adalah sebesar 0.27 sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan kebugaran Jasmani dengan prestasi belajar Pendidikan Jasmani dengan tingkat hubungan yang rendah. Koefisien korelasi secara bersama-sama konsep diri, pola hidup sehat dan kebugaran jasmani dengan prestasi belajar pendidikan jasmani adalah sebesar 0.51 sehingga dapat disimpulkan
Jurnal Sport Pedagogy Vol. 5. No. 1. April 2015
bahwa terdapat hubungan konsep diri, pola hidup sehat dan kebugaran jasmani dengan prestasi belajar pendidikan jasmani siswa Madrasah Aliyah Negeri Kabupaten Aceh Besar Tahun Pelajaran 2012/2013 dengan tingkat hubungan yang sedang.
Daftar Pustaka Arikunto,S.2002. Prosedur Penelitian Pendekatan Suatu Praktek Edisi Revisi V. Jakarta: Rineka Cipta. Desmita. 2010. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: Remaja Rosdakarya. Glaeser, Barbara C. 2002. Self-concept: difference samonga dolescentsby gender. Journal of Instructional Psychology. Giriwijoyo, Santoso. 2006. Ilmu Faal Olahraga: Bandung: FPOK. Harsono. 1988. Coaching dan Aspek-aspek Psikologis dalam Coaching. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Ichsan, M. 1988.Pendidikan Kesehatan dan Olahraga. Bandung: FPOK IKIP Nurhasan, dkk, 2000. Tes dan Pengukuran Pendidikan Olahraga. Bandung: FPOK. Puspodihardjo, Ponijan. 1998. Pendidikan Jasmani dan Kesehatan. Jakarta: PT. Rakaditu. Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka. Sobur, Alex. 2011. Psikologi Umum. Bandung: Pustaka Setia. Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kualitatif kuantitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. Tu'u, Tulus. 2004. Peran Disiplin pada Perilaku dan Prestasi Siswa. Jakarta: Grasindo.
M. Ziad
21
Jurnal Sport Pedagogy Vol. 5. No. 1. April 2015
HUBUNGAN MOTIVASI, KECEPATAN LARI DAN PANJANG TUNGKAI DENGAN HASIL LOMPAT JAUH
Ibnu Abbas*) Abstrak:Lompat jauh merupakan salah satu cabang olahraga yang diajarkan pada siswa sekolah menengah atas (SMA). Secara teoritis dan empiris terdapat berbagai faktor yang menentukan hasil lompat jauh di antaranya motivasi, kecepatan lari dan panjang tungkai. Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan motivasi, kecepatan lari dan panjang tungkai dengan hasil lompat jauh pada siswa SMA Negeri I Calang Kabupaten Aceh Jaya. Sampel penelitian sebanyak 31 orang siswa sekolah tersebut. Metode statistik yang digunakan untuk menganalisis data terdiri dari korelasi parsial dan korelasi ganda. Dari analisis data diperoleh hasil terdapat hubungan yang signifikan motivasi dengan hasil lompat jauh dengan nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0.540.Terdapat hubungan yang signifikan kecepatan lari dengan hasil lompat jauh dengan nilai koefisien korelasi (r) besar 0.362.,terdapat hubungan yang signifikan panjang tungkai dengan hasil lompat jauh dengan nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0.348. Secara bersama-sama motivasi, kecepatan lari dan panjang tungkai dengan hasil lompat jauh pada siswa SMA Negeri I Calang Kabupaten Aceh Jaya mempunyai hubungan yang signifikan dengan nilai koefisien korelasi (r) 0.722. Kata Kunci:Motivasi, Kecepatan Lari,Panjang Tungkai, Lompat Jauh Pendahuluan Cabang olahraga atletik mempunyai beberapa jenis nomor, diantaranya jalan, lari, lempar, dan lompat. Atletik disebut olahraga yang memasyarakat, karena selain mudah dilakukan setiap saat juga relatif murah, lari misalnya semua orang dapat melakukannya setiap saat dan tidak dibutuhkan pelatihan yang tetap agar bibit-bibit unggul bisa dipersiapkan lebih dini sehingga menjadi atlit yang profesional. Upaya peningkatan prestasi cabang olahraga, khususnya pada satu cabang olahraga tertentu seperti lompat jauh memerlukan prioritas faktor fisik. Dukungan prioritas pada faktor fisik ini sangat menentukan dan memegang peranan penting dalam nomor lompat jauh. Dukungan dan peran faktor fisik dalam pembinaan prestasi olahraga lompat jauh sangat menentukan kemampuan lompatan maksimal. Peran fisik meliputi kemampuan tungkai dan kemampuan otot tungkai atau kekuatan otot tungkai. Komponen fisik juga merupakan dasar tubuh yang meliputi daya tahan jantung-paru, kekuatan, kecepatan, kelincahan, power (daya ledak), kelentukan, keseimbangan, ketepatan dan koordinasi. Masingmasing komponen fisik tubuh tersebut mempunyai peranan yang berbeda pada setiap pembinaan olahraga. Pada cabang olahraga atletik khususnya lompat jauh unsur komponen fisik dominan adalah kecepatan, kekuatan dan panjang tungkai. Hal ini didukung oleh pendapat Suharto (2000:75) yang menyatakan, faktor yang mempengaruhi prestasi lompat jauh, yakni: (1) Kecepatan (speed) adalah kemampuan untuk memindahkan sebagian tubuh 22
Ibnu Abbas
atau seluruhnya dari awalan sampai dengan pendaratan. Atau bertumpu pada papan/balok sewaktu melakukan lompatan, kecepatan banyak ditentukan kekuatan dan fleksibelitas, (2) Kekuatan (strenght) adalah jumlah tenaga yang dapat dihasilkan oleh kelompok otot pada kontraksi maksimal pada saat melakukan pekerjaan atau latihan dalam melakukan lompatan, (3)Daya ledak adalah kemampuan otot dalam melakukan tolakan tubuh melayang di udara saat lepas dari balok tumpu, (4) Keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan suatu sikap tubuh tertentu secara benar dari awal melakukan lompatan sampai selesai melakukan lompatan dan (5) Keterampilan adalah kemampuan untuk melakukan suatu gerakan motorik secara benar. Hasil pengamatan dan penelitian awal yang dilakukan mengindikasikan bahwa siswa SMA Negeri I Calang Kabupaten Aceh Jaya memiliki kemampuan yang berbeda dalam olahraga lompat jauh. Kemampuan siswa dalam olahraga lompat jauh dapat dikaitkan dengan beberapa faktor yang secara teoritis dan empiris dapat mempengaruhi kemampuan lompat jauh. Faktor yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah motivasi, kecepatan lari dan panjang tungkai. Motivasi berkaitan dengan daya dorongan yang mengakibatkan seorang mau dan rela untuk mengarahkan kemauan dalam bentuk keahlian atau keterampilan tenaga dan waktunya untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan yang mau menjadi tanggung jawabnya akan menunaikan kewajiban, dalam rangka pencapaian telah ditentukan sebelumnya. Dikaitkan dengan olahraga lompat jauh, motivasi dimaksudkan adalah
Jurnal Sport Pedagogy Vol. 5. No. 1. April 2015
motivasi siswa untuk dapat memperoleh hasil lompatan yang lebih baik sesuai dengan kemampuan maksimal yang mereka miliki. Dengan kata lain, dalam olahraga lompat jauh, motivasi berprestasi dalam diri seseorang siswa adalah hasrat siswa tersebut untuk dapat mencapai hasil lompatan yang lebih jauh sesuai dengan batas kemampuannya. Siswa yang memiliki motivasi berprestasi dalam olahraga lompat jauh akan berupaya untuk mengambil risiko atas keinginannya dalam mencapai hasrat berprestasi dalam bidang olahraga tersebut. Selain itu, ia juga berupaya untuk melakukan evaluasi terhadap hasil lompatan yang dicapai dalam lompat jauh serta tekun melakukan kegiatan-kegiatan yang dapat mendukung pencapaian tujuan dalam olahraga lompat jauh. Semakin tinggi motivasi berprestasi dalam olahraga lompat jauh, semakin kuat usaha yang dilakukan untuk mencapai hasil terbaik dalam olahraga tersebut. Siswa yang memiliki motivasi relatif tinggi dalam olahraga lompat jauh akan berupaya untuk memiliki prestasi yang baik dalam olahraga tersebut. Sehingga motivasi yang dikaitkan dengan olahraga lompat jauh adalah motivasi berprestasi yang diwujudkan dengan adanya kesungguhan untuk memperoleh prestasi terbaik dalam olahraga tersebut. Kecepatan lari dan panjang tungkai juga dapat mempengaruhi kemampuan lompat jauh siswa. Dalam banyak cabang olahraga kecepatan merupakan komponen fisik yang mendasar. Kecepatan menjadi faktor penentu di dalam cabang-cabang olahraga seperti nomor sprint, dan pada nomor lompat jauh. Dalam lompat jauh terdapat empat teknik, terdiri dari teknik awalan, tumpuan, atau tolakan, melayang dan mendarat. Dari keempat teknik tersebut diketahui bahwa hasil lompat jauh dipengaruhi oleh kecepatan lari awalan, kekuatan kaki tumpu dan koordinasi waktu melayang dan mendarat. Unsur kecepatan lari awalan memegang peranan yang sangat penting. Sebagai salah satu syarat terpenting bagi prestasi loncat jauh yang baik adalah suatu perkembangan yang baik dari suatu kecepatan, tetapi tetap dalam pengawasan (Bernhard, 1993:46). Keterkaitan antara kecepatan lari dengan kemampuan lompat jauh juga dikemukakan oleh Adisasmita (1992:57) bahwa unsur dasar dari suatu prestasi lompat jauh adalah kecepatan lari pada saat awalan. Kecepatan lari merupakan salah satu faktor penting yang menentukan kemampuan seseorang untuk melompat sejauh mungkin. Seseorang pelompat jauh harus mengetahui kecepatan tertinggi yang dapat dikendalikan untuk memperoleh lepas landas yang seimbang. Selanjutnya panjang tungkai juga memiliki keterkaitan dengan kemampuan lompat jauh disebabkan tungkai memiliki peranan penting
dalam kegiatan olahraga lompat jauh. Dalam cabang olahraga seperti lompat jauh khususnya pada teknik dasar jauhnya lompatan diperlukan unsur-unsur struktur tubuh yang baik terutama berkaitan dengan panjang tungkai. Hal ini disebabkan panjang tungkai dapat mempengaruhi kemampuan seseorang dalam melakukan lompatan. Adanya keterkaitan antara panjang tungkai dengan hasil lompat jauh sesuai dengan pendapat Sajoto (1995:2) yang menyatakan bahwa salah satu faktor penentu prestasi olahraga adalah aspek biologis, diantaranya adalah struktur dan postur tubuh, yang terdiri dari ukuran tinggi badan dan panjang tubuh. Termasuk panjang tungkai dalam lompat jauh. Panjang tungkai seseorang siswa tidak hanya dapat berdampak pada kemampuan lari, tetapi juga dapat mempengaruhi kemampuan dalam lompat jauh. Hal ini berarti bahwa panjang tungkai merupakan syarat mutlak bagi prestasi olahraga lompat jauh. Karena itu, pemilihan panjang tungkai dan keterkaitannya dengan jauhnya lompatan dilandasi adanya pemikiran bahwa unsur tersebut sesuai dengan kebutuhan dalam melakukan lompat jauh. Tungkai adalah dasar pada struktur tubuh sebab dia mampu untuk menahan beban di atas (badan) atau bobot berat badan. Keberadaan tungkai dalam melakukan lompat jauh perlu ditopang atau didukung oleh kemampuan fisik, sebab walaupun seseorang memiliki tungkai yang panjang kalau tidak memiliki kemampuan fisik maka keterampilan yang dilakukan tidak mampu dilaksanakan secara maksimal. Jadi dalam melakukan lompatan dalam olahraga lompat jauh perlu ditunjang oleh panjang tungkai yang ideal, agar keterampilan yang dilakukan mampu ditampilkan dengan efesien dengan pergerakan yang lebih luas. Pengamatan sekilas berkaitan dengan motivasi siswa, kecepatan lari dan panjang tungkai siswa SMA Negeri I Calang diketahui bahwa motivasi dalam olahraga lompat jauh berbeda satu sama lain. Demikian pula halnya dengan kecepatan lari dan panjang tungkai juga berbeda. Indikasi adanya perbedaan motivasi siswa dalam olahraga lompat jauh dapat dilihat dari kemauan mereka untuk melatih diri dalam olahraga tersebut. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, mengacu pada teori tentang lompat jauh dan didukung oleh temuan penelitian-penelitian terdahulu, kemampuan lompat jauh dapat dikaitkan dengan motivasi, kecepatan lari dan panjang tungkai. Motivasi, kecepatan lari dan panjang tungkai. Adapun tujuan penelitan ini untuk mengetahui hubungan motivasi, kecepatan lari dan panjang tungkai dengan hasil lompat jauh siswa SMA Negeri I Calang Kabupaten Aceh Jaya”
Ibnu Abbas
23
Jurnal Sport Pedagogy Vol. 5. No. 1. April 2015
Kajian Teoritis Korelasi adalah salah satu teknik statistik yang digunakan untuk mencari hubungan antara dua variabel atau lebih yang bersifat kuantitatif. Hubungan dua variabel tersebut dapat terjadi karena adanya hubungan sebab akibat dapat juga karena kebetulan saja. Dua variabel dikatakan berkolerasi apabila perubahan pada variabel yang satu akan diikuti perubahan pada variabel yang lain secara teratur, dengan arah yang sama atau berlawanan. Guna mengetahui korelasi atau hubungan antara dua variabel atau lebih digunakan koefisien korelasi. Koefisien korelasi adalah peralatan statistika yang digunakan untuk menghitung kadar hubungan antara dua variabel (Sudjana,2003:46). Jika koefisien korelasi diketemukan tidak sama dengan nol (0), maka terdapat ketergantungan antara dua variabel tersebut. Jika koefisien korelasi diketemukan +1, maka hubungan tersebut disebut sebagai korelasi sempurna atau hubungan linear sempurna dengan kemiringan (slope) positif. Jika koefisien korelasi diketemukan -1, maka hubungan tersebut disebut sebagai korelasi sempurna atau hubungan linear sempurna dengan kemiringan (slope) negatif. Secara etiomologi motivasi berasal dari kata “movere” dalam bahasa latin yang berarti menggerakkan. Memotivasi berarti tindakan dari seseorang yang ingin mempengaruhi orang lain untuk berprilaku dalam hal tertentu. Moekijat dalam kamus manajemen yang dikutip oleh Matutina (2002:16) mengatakan bahwa motivasi adalah: (1) setiap perasaan atau keinginan yang sangat mempengaruhi kemauan orang, sehingga didorong orang untuk bertindak; (2) pengaruh kekuatan yang menimbulkan kelakuan; (3) dan Proses-Proses menentukan gerakan atau tingkah laku individu kepada tujuan-tujuan. Seorang pelari dalam penyelesaian jarak tempuh lari baik lari jarak pendek, lari jarak menengah, dan lari jarak jauh harus selalu meningkatkan kecepatannya. Kemampuan berlari dengan kecepatan tinggi dalam jarak pendek, jarak menengah maupun jarak jauh dipengaruhi oleh faktor-faktor keturunan, tetapi banyak dicapai dengan mengajarkan tehnik lari yang lebih baik dan lebih efisien terutama pada nomor lari jarak pendek, menengah dan jarak jauh (Adisasmita, 1992: 4). Percepatan pencapaian olahraga lari terdapat berbagai macam tingkat penerapan kecepatan, karena adanya kinerja yang menggunakan kecepatan tinggi, namun ada pula yang menggunakan kecepatan yang kurang cepat atau bahkan ada yang lambat. Berdasar uraian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kecepatan merupakan kemampuan tubuh untuk dapat menggerakkan semua sistem dalam melawan 24
Ibnu Abbas
beban, jarak, dan waktu yang menghasilkan kinerja mekanik. Panjang secara klinis diukur dari ujung maleolus medial sampai ke sisi medial patela. Maleolus medial berada di subkutan. Ujungnya terletak pada bidang yang berada di anterior dan di atas ujung maleolus lateral. Tendo m.fleksor digitorum teraba di belakang maleolus. Permukaan subkutan bagian bawah fibula berbentuk segitiga yang dapat diraba dan melanjut sebagai permukaan lateral maleolus lateral. Ujung maleolus lateral kira-kira satu sentimeter lebih distel dari pada ujung maleolus medial dan letaknya lebih posterior. Otot-otot tungkai yang merupakan otototot anggota gerak bagian bawah yang terdiri dari sebagian otot serat lintang atau otot rangka (Syarifuddin, 1992:120). Lompat jauh adalah merupakan salah satu nomor lompat dalam olahraga atletik. Hal ini sesuai dengan pendapat Syarifuddin (1992:87) yang menyatakan : “nomor lompat terbagi menjadi beberapa nomor lomba, yaitu : lompat tinggi, lompat jauh, lompat jangkit, dan lompat tinggi galah”. Pengertian atau definisi dari lompat jauh menurut Adisasmita (1992:112) adalah sebagai berikut:”Salah satu nomor lompat dari cabang olahraga atletik. Dalam perlombaan lompat jauh, seorang pelompat akan berusaha ke depan dengan bertumpu pada balok tumpuan sekuat-kuatnya untuk mendarat di ak lompat sejauh-jauhnya.” Prosedur Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasi (corelation research). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara variabel yang akan diteliti. Besar kecilnya hubungan tersebut dinyatakan dalam bentuk koefisien korelasi, hal ini sesuai dengan pernyataan Arikunto (1989:309) “Penelitian korelasi merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara dua atau beberapa variabel, besar atau tingginya hubungan dinyatakan dengan koefien korelasi”. Dalam suatu penelitian perlu didesain rancangan penelitian yang tepat, sesuai dengan jenis variabel yang terkandung dalam tujuan penelitian dan hipotesis yang diajukan. Desain penelitian menggunakan metode deskriptif kuantitatif, yakni mendeskripsikan fenomena yang berkaitan dengan variabel yang diteliti dengan menggunakan perhitungan statistik.
Jurnal Sport Pedagogy Vol. 5. No. 1. April 2015
(3) Motivasi (X1)
Kecepatan Lari (X2)
(4)
Hasil Lompat Jauh (Y)
Panjang Tungkai (X3)
Populasi adalah keseluruhan subjek yang akan diteliti, hal ini sesuai dengan ditemukakan oleh Arikonto (2010:115) yaitu: “Populasi adalah seluruh objek peneliti”. Dalam penelitian ini populasi penelitian adalah seluruh siswa SMA Negeri I Calang Kabupaten Aceh Jaya yang berjumlah 31 orang. Untuk menghasilkan data dalam penelitian ini, dapat digunakan alat pengumpul data atau yang disebut instrumen penelitian. Data tersebut didapat dari hasil pengukuran dan pengetesan melalui alat pengumpulan data. Adapun beberapa alat pengumpul data/ instrumen penelitian ini di antaranya : (1) Untuk mengukur motivasi digunakan instrumen pengukuran motivasi. Motivasi yang dimaksudkan dalam hal ini adalah motivasi siswa untuk mencapai hasil lompat jauh. Instrumen penelitian dikembangkan oleh peneliti dengan mengacu pada teori tentang motivasi berprestasi, dengan indikatornya meliputi: (1) hasrat mencapai tujuan dengan sub indikator terdiri dari hasrat mencapai hasil terbaik, (2) rasa tanggung jawab pribadi dengan sub indikator bertanggung jawab terhadap hasil yang diperoleh, (3) kemauan untuk mengambil risiko dengan sub indikator terdiri dari berusaha melakukan perbaikan terhadap hasil yang dicapai, kemauan untuk mengambil resiko atas perbuatan, dan tindakan yang diambil sesuai dengan batas kemampuan, (4) Cenderung bertindak kreatif dan inovatif dengan sub indikator terdiri dari kreatif dan inovatif, (5) menyukai hal-hal yang penuh tantangan dengan sub indikator terdiri dari menyukai tantangan, dan punya kepuasan ketika mampu melewati tantangan. Masingmasing indikator dijabarkan dalam bentuk pernyataan. Keseluruhan indikator dijabarkan dalam 37 item pernyataan, terdiri item pernyataan negatif dan item pernyataan positif. (2) Untuk mengukur kecepatan lari 30 meter dengan menggunakan tes lari jarak 30 meter.
Untuk mengukur panjang tungkai dengan menggunakan tes panjang tungkai dengan satuan centimeter. Untuk mengukur hasil lompatan pada lompat jauh dengan menggunakan tes prestasi lompat jauh.
Hasil dan Pembahasan Penelitian Berdasarkan bagian output SPSS di atas, dapat dilihat bahwa nilai sig untuk keempat kelompok data yaitu sebesar 0.054 untuk motivasi, sebesar 0.168 untuk untuk kecepatan lari, sebesar 0.149 untuk variabel panjang tungkai dan sebesar 0.051 untuk hasil lompat jauh. Keempat nilai sig tersebut lebih besar dari 0.05 dapat diartikan bahwa data yang berkaitan dengan motivasi, kecepatan lari, panjang tungkai dan hasil lompat jauh terdistribusi secara normal. a.
Korelasi masing-masing variabel Nilai korelasi antara motivasi (X1) dengan hasil lompat jauh (Y) menunjukkan angka sebesar 0.540. Angka ini lebih besar dari 0.50 dapat diartikan bahwa hubungan antara motivasi dengan hasil lompat jauh tergolong erat. Nilai sig sebesar 0.002 <0.05 dapat diartikan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara motivasi dengan hasil lompat jauh. Bahkan hubungan motivasi dengan hasil lompat jauh dinilai signifikan pada tingkat keyakinan 99,8 persen (1-0.002), lebih besar bila dibandingkan dengan tingkat keyakinan standar dalam penelitian ini yakni 95 persen. Selanjutnya nilai korelasi antara kecepatan lari (X2) dengan hasil lompat jauh (Y) menunjukkan angka sebesar 0.362 dengan nilai sig sebesar 0.045 <0.05 dapat diartikan bahwa hubungan yang signifikan dan searah antara kecepatan lari yang diukur dari kemampuan lari dengan satuan meter per detik, dengan hasil lompat jauh di sisi lain. Hubungan dimaksud signifikan (nyata) pada tingkat keyakinan 95,5 persen (10.45) juga lebih besar bila dibandingkan dengan standar keyakinan 95 persen. Nilai koefisien korelasi antara kecepatan lari dengan hasil lompat jauh menunjukkan angka negatif. Hal disebabkan, kecepatan lari diukur berdasarkan waktu yang diperlukan oleh siswa dalam menempuh jarak 30 meter. Sehingga semakin lama waktu yang digunakan oleh seseorang siswa dalam menempuh jarak tersebut berarti semakin lambat lari siswa tersebut. Sebaliknya semakin sedikit waktu yang digunakan oleh siswa dalam menempuh jarak 30 meter, berarti semakin cepat lari siswa tersebut. Hal inilah yang menyebabkan adanya hubungan yang tidak searah antara kecepatan lari dengan hasil lompat jauh.
Ibnu Abbas
25
Jurnal Sport Pedagogy Vol. 5. No. 1. April 2015
b.
Korelasi Ganda Korelasi ganda digunakan untuk mengetahui korelasi antara ketiga variabel independen motivasi, kecepatan lari, panjang tungkai dan hasil lompat jauh secara bersamasama. Berdasarkan output SPSS di atas diperoleh nilai korelasi ganda motivasi, kecepatan lari dan panjang tungkai dengan hasil lompat jauh sebesar 0.722. Angka ini lebih besar dari 0.50 dapat diartikan bahwa hubungan antara motivasi, kecepatan lari dan panjang tungkai dengan hasil lompat jauh disisi lain termasuk katagori erat/kuat. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan dapat diambil kesimpulan bahwa, motivasi berhubungan signifikan dengan hasil lompat jauh, ditunjukkan dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0.540. Kecepatan lari berhubungan signifikan dengan hasil lompat jauh, ditunjukkan dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0.362. dan panjang tungkai berhubungan signifikan dengan hasil lompat jauh, ditunjukkan dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0.384. Secara bersama-sma motivasi, kecepatan lari, panjang tungkai memiliki hubungan yang signifikan dengan hasil lompat jauh dengan nilai ganda sebesar 0.722. Angka ini juga dapat diartikan bahwa hubungan motivasi, kecepatan lari dan panjang tungkai dengan hasil lompat jauh termasuk katagori erat. yang berarti ketiga variabel independen motivasi, kecepatan lari, panjang tungkai secara bersama-sama memiliki hubungan yang signifikan dengan hasil lompat jauh. Daftar Pustaka Adisasmito, L S. 2007. Mental Juara: Modal Atlet Berprestasi. Jakarta: Rajagrafindo Persada. Adisasmita, Yusuf. 1992. Atletik. Jakarta. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Amir, Nyak. 2010. Pengukuran dan Evaluasi Kinerja Olahraga Suatu Pendekatan Praktis. Banda Aceh: Syiah Kuala University Press. Arikunto, Suharsimi 2006. Metodelogi Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta. Ballesteros. J.M. 1979. Pedoman Latihan dasar Atletik. Alih Bahasa SDS. Jakarta: PB PASI. Bastaman, H.D. 1999. Motivasi dan Strategi Meningkatkan Motivasi Atlet. Jakarta: Gunung Mulya. Bernhard, Gunter. 1993. Atletik. Semarang: Dahara Prize.
26
Ibnu Abbas
Budiman. 2011. Hubungan Kecepatan Lari Sprint dengan Prestasi Lompat Jauh. Jurnal Sport Pedagogy. Pascasarjana Universitas Syiah Kuala. Departemen Pendidikan Nasional. 2000. Ketahuilah Tingkat Kesegaran Jasmani Anda. Jakarta: Pusat Pengembangan Kualitas Jasmani. Departemen Pendidikan Nasional. 2004. Kurikulum 2004 Pendidikan Jasmani. Jakarta: Departemen Pendidikan. Dwijowinoto, Kasiyo. 1993. Dasar-dasar Ilmu Kepelatihan.Semarang: IKIP Semarang Press. Feldman, R. 2008. Essentials of Understanding Psychology. (fifth ed). Boston: McGraw Hill. Franken, R E. 1994. Human Motivation. (third ed). California: Brooks/ Cole Pub. Gunarsa, Singgih. 2004. Psikologi Olahraga Prestasi. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hamid, Abd. 2012. Keterkaitan antara Frekuensi Latihan Satu Minggu Dan Daya Ledak Tungkai Terhadap Hasil Lompat Jauh Gaya Jongkok, Jurnal Vidya Karya , Jilid 27 No. 01, Oktober 2012. Hasibuan, M. 2001. Teori Motivasi. Jakarta: Erlangga. Hersey & Blanchard. 2006. Human Resources Management, (Terjemahan). Jakarta: Erlangga. Husdarta. 2009. Manejemen Pandidikan Jasmani. Bandung: Alfabeta. Husnan, S. 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta, Erlangga. Ispardjadi, M. 1998. Pengantar Statistik. Bandung: Tarsito. Jonath U. Haag E. dan R. Krempel. 1987. Atletik I Lari Loncat. Jakarta: Rosda Karya. Kosasih, Engkos. 1995. Pendidikan Jasmani dan Kesehatan untuk SLTP. Jakarta: Erlangga. Lutan, Rusli.2003. Olahraga, Kebijakan dan Politik: Sebuah Analisis. Proyek Pengembangan dan Keserasian Kebijakan Olahraga. Direktorat Jenderal Olahraga. Depdiknas. Roji. 2006. Pendidikan Jasmani Untuk SMP. Jakarta: Erlangga. Sajoto, M. 1995. Peningkatan dan Pembinaan Kondisi Fisik Dalam Olahraga. Semarang: Dahara Prize. Saputra, Yuda. 2004. Dasar-Dasar Keterampilan Atletik: Pendekatan Bermain Untuk SLTA. Jakarta: Direktorat Jenderal Olahraga, Depdiknas 2004. Soegito. 1990. Teori dan Praktek Atletik I. Surakarta. Departemen Pendidikan
Jurnal Sport Pedagogy Vol. 5. No. 1. April 2015
Kebudayaan RI. Universitas Sebelas Maret. Soekarman, (1986) Pendidikan Olahraga. Jakarta: Erlangga. Sudjana. 2003. Metoda Statistik. Bandung: Tarsito. Suharto, M. 2000. Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan. PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri. Sujiono, Bambang. 2007. Metode Pengembangan Fisik. Jakarta: Penerbit Universitas Terbuka. Syarifuddin, Aip. 1992.Atletik. Jakarta: Depdikbud. Dirjendikti. Proyek Pembinaan Tenaga Pendidikan.
Ibnu Abbas
27
Jurnal Sport Pedagogy Vol. 5. No. 1. April 2015
PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CHILDREN LEARNING IN SCIENCETERHADAP HASIL BELAJAR PENDIDIKAN JASMANI
I Komang Ngurah Wiyase*)
Abstrak: Penelitian ini bertujuan mengetahui perbedaan hasil belajar pendidikan jasmani antara siswa yang dibelajarkan melalui model pembelajaran Children Learning In Science (CLIS) berbantuan media dengan model pembelajaran konvensional siswa kelas V di Gugus Srikandi Denpasar Timur. Jenis penelitian ini eksperimen semu (quasy eksperiment) dengan rancangan penelitian Nonequivalent Control Group Design. Populasi dalam penelitian ini semua siswa kelas V di SD Gugus Srikandi Denpasar Timur. Sampel diambil dengan teknik random sampling. Sampel pada penelitian ini yaitu di SD Negeri 2 Sumerta dan SD Negeri 13 Kesiman. Data yang dikumpulkan merupakan hasil belajar Pendidikan Jasmani (kognitifnya) dengan tes objektif yang berjumlah 30 butir. Data analisis dengan menggunakan uji-t. Nilai rata-rata hasil belajar Pendidikan Jasmani siswa yang dibelajarkan melalui model pembelajaran CLIS berbantuan media 76,9 sedangkan siswa yang belajar menggunakan model pembelajaan konvensional 56,9, dimana diperoleh t hitung = 5,4 dan dengan dk = 5 serta taraf signifikan 5% diperoleh t tabel = 2,00. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran CLIS berpengaruh terhadap hasil belajar Pendidikan Jasmani siswa kelas V SD Gugus Srikandi Denpasar Timur Tahun Pelajaran 2013/2014. Kata Kunci: Model Pembelajaran, Children Learning In Science, Hasil Belajar. Pendahuluan Pendidikan mempunyai arti yang sangat penting untuk menjamin perkembangan dan kelangsungan hidup suatu bangsa. Pendidikan merupakan suatu kebutuhan yang tidak bisa dipisahkan dari manusia, jika manusia ingin berkembang dan meningkatkan pengetahuan, maka harus diikuti oleh proses belajar yang berkesinambungan dan terprogram. Hal tersebut didukung oleh pendapat Mikarsa (2009:12) yang menyatakan bahwa pendidikan dapat mempengaruhi perkembangan manusia dalam seluruh aspek kepribadian dan kehidupannya. Tercapainya tujuan dari pendidikan tersebut dapat dilihat dari hasil belajar yang diperoleh siswa setelahmelalui proses belajar. Sudjana (2004:22) mengemukakan bahwa hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar yang dicapai oleh siswa akan terlihat dari banyaknya skor yang diperoleh siswa pada mata pelajaran tertentu khususnya Pendidikan Jasmani. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menuntut adanya perubahan paradigma dalam pendidikan dan pembelajaran yang semula berpusat pada guru (teacher centered) beralih berpusat pada siswa (student centered) (Trianto,2007:2) Berdasarkan pendapat tersebut, dalam pembelajaran Pendidikan Jasmanisiswa harusnya mampu terlibat secara aktif sehingga aktivitas dalam pembelajaran tidak hanya 28
I Komang Ngurah Wiyase
mendengarkan penjelasan guru, mencatat dan menghapal, melainkan siswa dilibatkan secara langsung dalam berbagai kegiatan pembelajaran seperti melakukan percobaan, pengamatan, dan lain-lain. Pada kenyataannya, berdasarkan hasil observasi awal yang dilakukan pada siswa kelas V SD Gugus Srikandi Denpasar Timur, pembelajaran pendidikan jasmani yang berlangsung masih menggunakan pembelajaran konvensional. Pembelajaran tersebut lebih didominasi oleh guru dengan menggunakan metode ceramah dan penugasan, serta tidak memanfaatkan media yang mendukung sehingga kesempatan siswa untuk terlibat aktif dalam proses pembelajaran menjadi sangat kurang. Pembelajaran yang demikian menyebabkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran Pendidikan Jasmanimasih rendah. Hasil belajar siswa di SD Gugus Srikandi dikatakan rendah karena masih banyak siswa yang memperoleh nilai di bawah KKM yang telah ditentukan pada mata pelajaran pendidikan jasmani. Berdasarkan permasalahan diatas, maka dilakukan penelitian dengan menerapkan Model Pembelajaran Children Learning In Science (CLIS) berbantuan media pada pembelajaran Pendidikan Jasmani. Model pembelajaran CLIS berbantuan media ini belum pernah diupayakan oleh guru di SD Gugus Srikandi Denpasar Timur, sehingga dengan dilakukannya penelitian terhadap
Jurnal Sport Pedagogy Vol. 5. No. 1. April 2015
penerapan model pembelajaran CLIS ini dapat membantu siswa agar mampu mencapai hasil belajar yang lebih baik dari sebelumnya. Model pembelajaran CLIS merupakan model pembelajaran yang mempunyai karakteristik yang dilandasi paradigma konstruktivisme dengan memperhatikan pengetahuan awal siswa dan kemudian mengembangkan pengetahuan awal siswa dengan berbagai kegiatan ilmiah (Nurhayati, 2009:2). Model pembelajaran CLIS ini memiliki salah satu kelebihan yaitu memberikan kesempatan pada siswa untuk belajar secara mandiri dalam memecahkan suatu permasalahan yang ada. Penerapan model pembelajaran CLIS dilaksanakan dengan menggunakan media, dalam hal ini yaitu media gambar. Media gambar merupakan sustu media yang dikenal dalam setiap kegiatan pembelajaran. Tidak semua benda,objek, atau peristiwa dapat dibawa ke kelas dan tidak selalu bisa anak-anak dibawa ke objek atau peristiwa tersebut, namun gambar akan dapat mengatasi hal tersebut (Sukiman, 2012:87). Penerapan model pembelajaran CLIS berbantuan media harus sesuai dengan materi yang diajarkan sehingga memberikan pengaruh yang positif terhadap hasil belajar siswa. Prosedur Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada siswa kelas V SD Gugus Srikandi Denpasar Timur Tahun Pelajaran 2013/2014. Pada dasarnya penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penerapan model pembelajaran CLIS berbantuan media terhadap hasil belajar Pendidikan Jasmani. Penelitian ini dilakukan langsung oleh peneliti dalam mengajar di kelompok control maupun di kelompok eksperimen dengan didampingi oleh guru kelas yang bersangkutan mulai dari awal persiapan eksperimen sampai pengakhiran eksperimen. Penelitian ini termasuk penelitian semu dengan desain Nonequivalent Control Group Design. Menurut Dantes (2012:97) menyatakan bahwa “pemberian pre test pada desain Control Group Design digunakan untuk mengukur ekuivalensi atau penyetaraan kelompok”. Dalam penelitian ini yang dibandingkan adalah skor post test siswa. Tahapan persiapan eksperimen dilaksanakan beberapa langkah-langkah yaitu sebagai berikut. (1) Menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) untuk 6 kali pertemuan, mempersiapkan media dan sumber belajar (gambar, lembar kerja siswa (LKS), silabus, dan kurikulum), (2) Mentusun instrument penelitian berupa tes hasil belajar pada ranah kognitif untuk mengukur hasil belajar Pendidikan Jasmani. (3) Mengadakan validasi instrument
penelitian dengan tes hasil belajar pendidikan jasmani. Langkah - langkah yang dilakukan dalam pelaksanaan eksperimen yaitu sebagai berikut. (1) Menentukan sampel penelitian berupa kelas dari populasi yang tesedia, selanjutnya diundi untuk menentukan kelas eksperimen dan kelas control kemudian menguji kesetaraan kedua sampel, (2) Melaksanakan penelitian dengan memberikan perlakuan sebanyak 6 kali kepada kedua kelompok. Perlakuan pada kelas eksperimen berupa model pembelajaran Children Learning In Science (CLIS) berbantuan media dan perlakuan berupa pembelajaran konvensional pada kelas kontrol. Pada tahap pengakhiran eksperimen langkah-langkah yang dilakukan adalah pemberian post test di akhir penelitian pada kelompok kelas eksperimen dan kelompok kelas kontrol. Hasil dan Pembahasan Penelitian Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian eksperimen semu dengan desain Nonequivalent Control Group Design. Objek penelitian ini adalah model pembelajaran CLIS berbantuan media. Berdasarkan hal tersebut, data dalam penelitian ini dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu: 1) Kelompok eksperimen yaitu siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran CLIS berbantuan media. 2) Kelompok control yaitu siswa yang mengikuti pembelajaran dengan pembelajaran konvensional. Data tentang hasil belajar Pendidikan Jasmanisiswa kelompok eksperimen dan kelompok control diperoleh setelah melaksanakan pembelajaran melalui tes akhir berupa 30 soal tes objektif. Dari test objektif yang telah diberikan maka diketahui perbedaan nilai yang diperoleh dari masing-masing kelompok. Skor hasil belajar siswa kelompok eksperimen diperoleh rata-rata 76.9 standar deviasinya 16.8, variansnya 282.62, skor maksimumnya 100; dan skor minimumnya 50. Skor hasil belajar kelompok control diperoleh rata-rata 56.9, standar deviasinya 12.3, variansnya 153.62, skor maksimumnya 90 dan skor minimumnya 33. Bahwa data bahwa kelompok eksperimen yang dibelajarkan melalui model pembelajaran Children Learning In Science (CLIS) memiliki nilai rata-rata hasil belajar Pendidikan Jasmanilebih tinggi dari Pendidikan Jasmani kelompok control yang dibelajarkan melalui pembelajaran konvensional. Perolehan nilai ratarata hasil belajar Pendidikan Jasmani pada kelompok eksperimen yaitu = 76.9 < =56.9 pada kelompok kontrol. I Komang Ngurah Wiyase
29
Jurnal Sport Pedagogy Vol. 5. No. 1. April 2015
Sebelum dilakukan pengujian hipotesis, terlebih dahulu dilakukan pengujian prasyarat. Uji prasyarat analisis meliputi uji normalitas data yang dikenakan kepada kedua kelompok dan uji homogenitas varians.Uji normalitas data dilakukan terhadap post test hasil belajar Pendidikan Jasmanidi kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Uji normalitas data dilakukan dengan menggunakan analisis Chi-Square dengan rumus X2hit
dan ketentuan harga (X2hitung)
=
yang diperoleh dibandingkan dengan harga (X2tabel) dengan derajat kebebasan (dk) = (jumlah klasifikasi -1) = (6-1) = 5 dan taraf signifikansi 5% sebesar 11.07, harga tersebut menunjukkan bahwa X2hitung < X2tabel, maka H0 diterima Ha ditolak. Sehingga dapat dikatakan bahwa data hasil belajar Pendidikan Jasmani kelompok eksperimen dapat dikategorikan berdistribusi normal. Dari hasil analisis, diperoleh sebaran data hasil belajar Pendidikan Jasmani siswa kelas eksperimen, mempunyai nilai X2Hitung =5.68, sedangkan pada taraf signifikan 5% dan dk = 5 nilai X2Tabel=11.07. Ini berarti X2hitung < X2tabel, jadi data hasil belajar siswa kelas eksperimen berdistribusi normal. Demikian pula dengan sebaran data hasil belajar pendidikan jasmani mahasiswa kelompok kontol,berdasarkan hasil analisis diperoleh nilai X2Hitung =3.64, sedangkan pada taraf signifikan 5% dan dk = 5 nilai X2Tabel=11.07. Ini berarti X2hitung < X2tabel, jadi data hasil belajar siswa kelas eksperimen berdistribusi normal. Setelah data hasil belajar pendidikan jasmani kelas eksperimen dan kelas kontrol dinyatakan berdistribusi normal, maka dilanjutkan dengan analisis uji homogenitas. Uji homogenitas varians untuk kedua kelompok digunakan uji F dengan rumus sebagai berikut F = =
dan kelompok kontrol adalah =56.9. Selanjutnya hasil uji-t menunjukkan thitung =5.40 dengan taraf sgnifikan 5% serta dk = 61 diperoleh ttabel = 2.00. Hal tersebut menunjukan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar pendidikan jasmani antara siswa yang dibelajarkan CLIS berbantuan media dengan siswa yang dibelajarkan melalui model pembelajaran konvensional. Berdasarkan hasil temuan tersebut maka disimpulkan bahwa model pembelajaran CLISberbatuab media memberikan pengaruh yang lebih baik dibandingkan pembelajaran konvesional. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Suadnyana (2012) dimana diperoleh thitung =7.79 dan ttabel =2.00 yang menunjukan thitung > ttabel maka dapat disimpulkan model pembelajaran CLIS lebih berpengaruh positif terhadap hasil belajar pendidikan Jasmani dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional, sehingga terdapat peningkatan hasil belajar pendidikan jasmani siswa Kelas V SD Gugus Srikandi Denpasar Timur.
. Kriteria pengujian adalah
jika Fhitung< Ftabel, maka data homogen. Berdasarkan hasil uji homogenitas kelompok eksperimen dan kelompok control diperoleh Fhitung= 1.83 dan Ftabel=1.85, hasil tersebut menunjukkan bahwa Fhitung< Ftabel maka data homogen. Hipotesis dengan uji-t,kriteria pengujian adalah Ho ditolak jika Fhitung>Ftabel dengan derajat kebebasan dk = n1 + n2 – 2 dan α = 0.05. Dari hasil analisis uji-t yang dilaksanakan menunjukkan hasil sebagai berikut. No Kelompok N Dk 1 Eksperimen 33 61 76,9 2 Kontrol 30 56,9
S
thitung
ttabel
16,8 12,3
5,4
2,00
Dari tabel hasil uji-t di atas menunjukan thitung = 5.40 dan untuk dk = 61 dengan taraf 30
signifikan 5% diperoleh ttabel 2.00. Berdasarkan analisis yang dilakukan, diperoleh thitung>ttabel maka HO ditolak dan Ha diterima. Artinya terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar Pendidikan Jasmani antara siswa yang dibelajarkan melalui model pembelajaran CLIS berbantuan media dengan siswa yang dibelajarkan melalui model pembelajaran konvensional pada siswa kelas V SD Gugus Srikandi Denpasar Timur tahun pelajaran 2013/2014. Berdasarkan hasil uji normalitas, uji homogenitas dan uji-t dengan menggunakan nilai ulangan sumatif siswa menunjukkan bahwa kedua kelompok setara. Kelompok eksperimen = 76.9
I Komang Ngurah Wiyase
Kesimpulan Berdasarkan tes akhir pembelajaran (post test) diketahui bahwa nilai rata – rata hasil belajar kelompok eksperimen lebih besar dari kelompok control yaitu 76.9 > 56.9. Hal ini berarti bahwa nilai rata – rata hasil belajar kelompok eksperimen yang dibelajarkan melalui model pembelajaran CLIS berbantuan media lebih baik dari kelompok kontrol yang dibelajarkan melalui pembelajaran konvensional. Dari hasil uji hipotesis yang telah dilakukan dengan menggunakan uji-t diketahui bahwa thitung = 5.40 dan pada taaf signifikan 5% dan dk=61 diperoleh ttabel = 2.00. Hal tersebut menunjukkan thitung> ttabel sehingga HO ditolak dan Ha diterima. Hal ini berarti terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar pendidikan Jasmani antara siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran CLIS
Jurnal Sport Pedagogy Vol. 5. No. 1. April 2015
berbantuan media dengan siswa yang dielajarkan melelui model pembelajaran konvensional pada siswa kelas V SD Gugus Srikandi Denpasar Timu tahun pelajaran 2013/2014. Berdasarkan hasil penelitian ini maka saran yang data diberikan adalah (1) pihak sekolah hendaknya menggunakan hasil penelitian ini sebagai rujkan dalam upaya menambah pengetahuan dan wawasan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan untuk mengoptimalkan hasil belajar siswa sehingga kualitas proses dan hasil belajar sekolah menjadi semakin optimal. (2) hasil penilitian ini menunjukan bahwa hasil belajar Pendidikan Jasmanisiswa yang dibelajarkan melalui model pembelajaran CLIS berbantuan media lebih dari pada hasil belajar Pendidikan Jasmani siswa yang dibelajarkan melalui pembelajaran konvensional, disarankan bagi guru untuk menerapkan model pembelajaran CLIS berbantuan media dalam pembelajaran pendidikan jasmani.
Daftar Pustaka Alifviani, Inayarul. 2010. Penerapan Model Pembelajaran Children Learning In Science (CLIS) Untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Ilmiah Siswa Kelas IV SD Negeri Kedungmutih I Demak. Tersedia Pada http://Iib.unnes.ac.id/2963/ (diakses tanggal 21 Januari 2013). Arysad, Azhar. 2005. Media Pembelajaran. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Asyhar, Rayandra. 2011. Kreatif Mengembangkan Media Pembelajaran. Jakarta: Gaung Persada (GP) Press. Aunurrahman. 2011. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Alfabeta. BNSP. 2006. Badan Nasional Satuan Pendidikan. Tersedia pada http://blog.xtraboss.com/ tags/bnsp depdiknas ujian sd 2011. (diakses tanggal 15 November2013). Dantes, Nyoman. 2012. Metode Penelitian. Yogyakarta: CV Andi Offest. Djamarah. 2002. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta. Hamalik, Omar. 2001. Proses belajar Mengajar. Bandung: Bumi Aksara. -------. 2008. Kurikulum Dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara. Komalasari, K. 2010. Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi. Bandung: Refika Aditama. Mikarsa, Hera Lestari, dkk. 2009. Pendidikan Anak di Sd. Jakarta: Universitas Terbuka. Nurhayati, Airin. 2009. Model Pembelajaran CLIS (Children Learning In Science). Tersedia Pada http//air innurhayati. blogspot.com/2009/12model-
pembelajaran-clis-children.html. (diakses tanggal 21 Januari 2013) Rusman. 2011. Model-model Pembelajaran. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Rustaman, Nuryani. 2011. Materi dan Pembelajaran Pendidikan Jasmani SD. Jakarta: Universitas Terbuka. Sadiman, Arif S, dkk. 2006. Media Pendidikan pengertian, pengembangan, dan pemanfaatannya. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Samatowa, Usman. 2011. Pembelajaran Pendidikan Jasmanidi Sekolah Dasar. Jakarta: PT Indeks. Sudijono, Anas. 2011. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Sudjana, Nana. 2005. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo. -------. 2011. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif R&D. Bandung: Alfabeta. Sukiman. 2012. Pengembangan Media Pembelajaran. Jogyakarta: PT. Pustaka Intan Madani. Syah, Muhibbin.2011. Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka. Trianto. 2010. Model Pembelajaran Terpadu Konsep, Strategi, dan Implementasinya dalam KTSP. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Winarsunu. 2009. Statistik dalam Penelitian Psikologi dan Pendidikan. Malang: Universitas Negeri Malang. Yamin, Martinus. 2011. Pradigma Baru Pembelajaran. Jakarta: Gaung Persada (GP) Press.
I Komang Ngurah Wiyase
31
Jurnal Sport Pedagogy Vol. 5. No. 1. April 2015
HUBUNGAN MOTOR FITNESSDENGAN KETERAMPILAN BERMAIN BOLA VOLI
Fazlullah Zahidi*) Abstrak: Tehnik dasar dan ketrampilan gerakan merupakan faktor penting yang harus dimiliki oleh setiap pemain dalam upaya mencapai prestasi maksimal dalam permainan bola voli. Tehnik dasar dan keterampilan gerakan dapat dilakukan secara sempurna apabila didukung dengan kemampuan motor fitnes yang maksimal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peranan motor fitnes terhadap keterampilan bermain bola voli. Populasipenelitian ini, yaitu seluruh anggota club bola voli SMP Negeri 4 lhokseumawe. Sedangkan sampel yang diambil dari keseluruhan jumlah populasi berjumlah 20 orang. Pengumpulan data menggunakan tes motor fitnes dan tes ketrampilan bermain bola voli yang meliputi stradle chin, push up, vertical jump. Tes ketrampilan bolavoli meliputi servis, passing dan smash. Berdasarkan hasil perhitungan menunjukkan bahwa antara motor fitnes dengan ketrampilan bermain bola voli terdapat hubungan yang signifikan. Kata Kunci: Motor Fitness, Keterampilan, Bola Voli Pendahuluan Aktivitas olah raga merupakan salah satu kegiatan manusia yang mengutamakan kemampuan fisik untuk pembinaan individu sehingga dapat memberikan kesempatan dalam mengembangkan ketangkasan, ketrampilan, membina persahabatan serta pembinaan tubuh yang sehat dalam upaya mewujutkan kehidupan yang serasi, selaras dan seimbang guna mencapai kebahagiaan hidup yang hakiki. Demi terwujutnya tujuan tersebut sistem pengembangannya dapat dilakukan melalui kegiatan berbagai cabang olahraga. Di Indonesia dewasa ini banyak sekali cabang olahraga yang berkembang dikalangan masyarakat baik dikalangan masyarakat umum maupun di nlingkungan pendidikan seperti atletik, senam, permainan, olahraga bela diri, olahraga air, dan olahraga rekreasi. Akan tetapi dari sekian banyak cabang olahraga yang berkembang cabang olahraga permainan sangat digemari dan diminati oleh masyarakat terutama para pelajar di lingkungan sekolah. Berdasarkan dari hasil pengamatan seharihari dapat dilihat bahwa para pelajar lebih senang mengikuti kegiatan olahraga permainan, mereka tidak peduli walaupun cuaca hujan, teriknya matahari, mereka selalu mengikuti dengan semangat yang tinggi, gembiradan mengasyikkan. Ini suatu buktibahwa olahraga permainan sanagt digemari dan diminati oleh para pelajar. Syarifuddin (1997:97) mengemukakan bahwa ”Bermain adalah melakukan gerakan sambil bersenang-senang, gembira dan bermain merupakan kesibukan yang dilakukan untuk mengalami perasaan gembira”. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa apabila sesuatu kegiatan yang dilakukan dapat menimbulkan perasaan 32
Fazlullah Zahidi
gembira dan senang sangat mudah untuk digemari oleh setiap individu maupun masyarakat. Olahraga permainan yang berkembang dikalangan masyarakat dan lembaga pendidikan juga banyak sekali cabangnya, bahkan ada cabangcabang olahraga permainan yang dimasukkan dalam kurikulum pendidikan jasmani dan kesehatan wajib diikuti oleh para siswa agar dapat membina kesegaran jasmaninya maupun untuk dapat membinaprestasi. Di sekolah menengah pertama (SMP) cabang olahraga yang selalu dibina dan dikembangkan untuk dapat berprestasi seperti sepakbola, bolavoli, tenis meja dan bulutangkis. Permainan bola voli merupakan salah satu cabang olahraga permainan disekolah dan sangat digemari oleh para pelajar/siswa, ini disebabkan jenis permainan ini dapat dimainkan oleh pria dan wanita, mudah untuk dipelajari, murah biayanya serta alat-alat yang digunakan cukup sederhana. Oleh karena itu jenis olahraga permainan bolavoli ini sangat cepat berkembang dilingkungan pelajar dan sifat yang ditumbuhkan dari jenis permainan ini yaitu dapat membina kerja sama dan sikap kegotong royongan yang merupakan hasil budaya yang sudah lama berakar dalam kehidupan masyarakat kita, disamping dapat juga untuk membina kepribadian individu yang melaksanakannya seperti kerja sama, tanggung jawab percaya diri, kuletan dan kemampuan berfikir. Disisi lain umtuk dapat melakukan permainan bola voli yang baik harus didukung oleh kekuatan, kecepatan, kecekatan, daya tahan serta daya ledak yang merupakan fisikal movement. Hal ini adalah untuk membina dan melatih tehniktehnik dasar yang merupakan fondasi pada permainan bola voli seperti service, passing, dan smash.
Jurnal Sport Pedagogy Vol. 5. No. 1. April 2015
Sebagaimana Suharno (1992:141) mengemukakan sebagai berikut: tehnik dasar permainan bolavoli harus betul-betul dikuasai terlebih dahulu guna dapat mengembangkan mutu prestasi permainan bola voli. Penguasaan tehnik dasar permainan bolavoli merupakan salah satu unsur yang ikut menentukan menang atau kalahnya suatu pertandingan disamping unsur-unsur kondisi pisik, tehnik dan mental. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tehnik dasar dalam permainan bolavoli merupakan suatu unsur yang sangat penting dan dikuasai dengan sebaik-baiknya oleh setiap pemain untuk dapat mencapai prestasi permainan bolavoli yang maksimal. Dalam upaya pencapaian prestasi yang maksimal dalam bermain bolavoli, maka seorang pemain harus dapat menguasai berbagai gerakan tehnik dasar yang selanjutnya dikembangkan dengan berbagai ketrampilan gerakan dalam permainan. Tehnik dasar dan ketrampilan tersebut dapat dilakukan dengan baik bilamana didukung oleh kemampuan kesegaran gerak yang memadai dari seorang pemain. Sebaliknya apabila seorang pemain jarang tidak memiliki kemampuan motor fitness yang baik maka ketrampilan gerakan tidak dapat dilakukan secara baik maka ketrampilan gerakan tidak dapat dilakukan secara baik dan sempurna sehingga pencapaian prestasi tinggi sulit untuk dapat dicapai. Dengan demikian membuktikan bahwa di dalam mencapai prestasi permainan bola voli yang tinggi, perlu ada pembinaan tehnik dasar dan pembinaan aspek-aspek motor fitness terhadap seorang pemain bolavoli. Berdasarkan uraianuraian yang telah dikemukakan diatas menunjukkan bahwa pemain bola voli harus memiliki keterampilan tehnik dasar yang baik dan kemampuan motor fitness yang tinggi, karena kedua unsur tersebut memiliki ikatan yang sangat erat dan saling mempengaruhi dalam pencapaian prestasi. Untuk mengetahui hubungan motor fitnessdengan terhadap ketrampilan bermain bola voli. Kajian Teoritis Menurut morfologi, motor fitness terdiri dari dua patah kata yaitu motor dan fitness Poerwadarmita (1994:655) memberikan pengertian bahwa “motor yaitu alat untuk mengadakan kekuatan penggerak “. Sedang pengertian fitness (1994:28) yaitu” kesegaran, keadaan kenyamanan”. Dengan demikian pengertian motor fitness yaitu keadaan seseorang dalam melakukan suatu kegiatan yang menggunakan kekuatan gerakan tetapi fisiknya masih berada dalam keadaan kesegaran.
Motor fitness merupakan suatu fase yang lebih terbatas dari motor ability, dengan menitik beratkan kapasitas untuk bekerja keras. Karena melakukan pekerjaan beratpun dapat dilakukan dengan baik bila ditunjang oleh aspek-aspek motor fitness yang baik. Sebagaimana Sajoto (1993:16-18) menyebutkan sebagai berikut: Aspek-aspek motor fitness yaitu: 1. Strengh (kekuatan) adalah komponen kondisi fisik seseorang tentang kemampuannya dalam mempergunakan otot untuk menerima beban sewaktu bekerja. 2. Power (daya ledak) adalah kemampuan seseorang untuk mempergunakan kekuatan maksimum yang bdikerapkan dalam waktu yang sependek-pendeknya. 3. Speed (kecepatan) adalah kemampuan seseorang, untuk mengerjakan gerakan berkesinambungan dalam bentuk yang sama dalam waktu yang sesingkatsingkatnya. 4. Fleksibility (daya lentur) adalah afeltifitas seseorang dalam penguluran tubuh yang luas. Hal ini sangat mudah ditandai dengan tingkat fleksibilitas persendian nada keseluruhan tubuh. 5. Agility (kelincahan) adalah kemampuan seseorang untuk merubah posisi yang berbeda dalam suatu kecepatan tinggi dengan koordinasiyang baik, berati kelincahan cukup baik. 6. Coordination (koordinasi) adalah kemampuan seseorang mengintegrasikan bermacam -macam gerakanyang berbeda kedalam pola gerakan tunggal secara efektif. 7. Balance (keseimbangan) adalah kemampuan seseorang mengendalikan syaraf-syaraf otot. 8. Acuracy (ketepatan) adalam kemampuan seseoranguntuk mengendalikan gerakangerakan bebas terhadap suatu sasaran. 9. Reation (reaksi) adalah kemampuan seseorang untuk bertindak secepatnya untuk menanggapi suatu ransangan yang ditimbulkan lewat indra, syaraf atau felling. 10. Stamina adalah kemampuan daya tahan organisme atlit untuk melawan kelelahan dalam batas waktu tertentu dimana aktivitas dilakuakan dengan intensitas tinggi. Tehnik dasar bermain bolavoli merupakan modal dasar bagi pemain untuk dapat bermain bolavoli yang lebih setiap pemain harus dapat mengerti, menguasai dan merealisir di lapangan
Fazlullah Zahidi
33
Jurnal Sport Pedagogy Vol. 5. No. 1. April 2015
permainan, memulai mengerjakan secara sederhana diteruskan dengan mengembangkan secara perorang dan menjadi dasar kerja sama anatar pemain yang baik, komplek dan sempurna. Sebagaimana Suharno (1992:14) mengemukakan sebagai berikut: tehnik dasar bolavoli harus benar-benar dikuasai terlebih dahulu, guna dapat mengembangkan mutu prestasi permaian bolavoli. Penguasaan tehnik dasar permaian bolavoli merupakan salah satu unsur yang ikut menentukan menang atau kalahnya suatu pertandingan disamping unsur-unsur kondisi fisik, tehnik dan mental. Adapun latihan-latihan peningkatan motor fitness adalah: 1. Latihan kekuatan Kekuatan merupakan kemampuan seseorang dalam mempergunakan otot untuk menerima beban sewaktu bekerja. Untuk meningkatkan otot tersebut perlu dilakuakn latihan-latihan secara teratur, sehingga otot-otot itu lebih kuat dan berfungsi dengan baik. 2. Latihan daya tahan Daya tahan adalah kemampuan seseorang untuk melawan kelelahan yang timbul saat menjalankan aktivitas dalam waktu yang lama. Daya tahan yang merupakan bagian penting untuk menunjang prestasi serta mempertahankan prestasi yang telah dimiliki, serta dapat mempermudah mengikuti latihan-latihan tehnik pada cabang olahraga bolavoli. 3. Latihan kecepatan Kecepatan ialah kemampuan seseorang dalam melakukan gerakan-gerakan dengan waktu yang sesingkat-singkatnya untuk mencapai hasil yang sebaik-baiknya. Unsur gerak kecepatan merupakan unsur dasar setelah kekuatan daya tahan yang berguna untuk mencapai prestasi yang maksimal. 4. Latihan kelincahan Kelincahan merupakan kemampuan dari seseorang untuk merubah posisi dan arah secepat mungkin sesuai dengan situasi yang dihadapi. Kelincahan merupakan faktor yang sangat penting untuk dapat melakukan berbagai macam gerakan, karena dengan memiliki kecepatan lebih mampu dan cepat dalam menanggulangi kesukarankesukaran gerakan. 5. Latihan daya ledak Daya ledak adalah kemampuan sebuah otot atau segerombolan otot untuk mengatasi tahanan beban dengan kecepatan yang tinggi dalam satu gerakan yang utuh. Dalam cabang bolavoli daya ledak sangat diperlukan karena bolavoli selalu melakukan gerakan – gerakan mendadak secara tiba-tiba seperti melakukan gerakan smash.
34
Fazlullah Zahidi
6. Latihan keseimbangan Keseimbangan merupakan kemampuan seseorang untuk mempertahankan posisi khusus dari tubuh, seperti keseimbangan statis dan keseimbangan dnamis. Keseimbangan statis merupakan keseimbangan untuk mempertahankan tubuh pada posisi khusus. Sedangkan keseimbangan dinamis merupakan pertahanan keseimbangan tubuh pada waktu bergeak. Maka jelas faktor keseimbangan didalam bermain bolavoli mutlak diperlukan guna untuk meningkatkan prestasi. Tehnik dasar yang telah dibahas diatas merupakan dasar-dasar yang kemudian harus dikembangkan dengan bermacam variasi dalam permainan. Selain tehnik dasar seorang pemain bolavoli perlu pula menguasai ehnik terpadu yang koordinasi berbagai tehnik-tehnik dasar bermain bolavoli yang disertai dengan kemampuan motor fitnes yang baik, pemain bolavoli yang dapat berprestasi tinggi tentunya harus memiliki berbagai ketrampilan dan yangharus didukung oeh kemampuan motor fitness yang memadai. Prosedur Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif karena sesuai dengan masalah penelitiannya yaitu menyangkut dengan perilaku manusia yaitu keterampilan gerak yang terkandung dalam olahraga bolavoli. Sampel penelitian merupakan bagian yang mewakili populasi yang diambil dan disajikan sebagai objek penelitian. Berdasarkan jumlah populasi yang ada maka sampel dalam penelitian ini diambil dari keseluruhan anggota klub bolavoli SMP Negeri 4 Lhokseumawe yang ada yaitu total sampel dengan perincian 20 orang siswa putra yang menjadi anggota klub bolavoli SMP Negeri 4 lhokseumawe. Dalam pengumpulan data tehnik yang digunakan yaitu dengan melibatkan lansung pemain klub bolavoli SMP Negeri 4 Lhokseumawe sebagai testee yang merupakan sampel penelitian, dengan ini akan digunakan tes, yaitu:motor fitness test dan tes keterampilan bermain bola voli. Hasil dan Pembahasan Penelitian Berdasarkan hasil yang telah dilaksanakan, maka hasil tes tersebut dapat dikumpulkan dan tuliskan melalui suatu tabel diisikan berupa datadata yang terkumpul data pelaksanaan penelitian pada anggota klub bolavoli SMP Negeri 4 Lhokseumawe. Pengolahan data mengunakan menurut rumus statistik korelasi produk moment dari karl peurson. Berdasakan hasil perhitungan diperoleh besarnya korelasi antara nilai motor fitness dengan keterampilan bermain bola voli, yaitur hitung 3,824
Jurnal Sport Pedagogy Vol. 5. No. 1. April 2015
dengan r tabel sebesar 0.444. Maka terdapat hubungan yang signifikan antara motor fitness dengan keterampilan bermain bola voli. Kesimpulan Berdasakan hasil perhitungan diperoleh kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara motor fitness dengan keterampilan bermain bola voli pada anggota klub bolavoli SMP Negeri 4 Lhokseumawe. Daftar Pustaka Amari. 1993. Tes dan Pengukuran dalam Bidang Olahraga Jilid 2. Surabaya: CV Makmur. Abdullah, Arma. 1995. Olahraga untuk Pelatih, Pembina dan Penggemar. Jakarta: Sastra Hudaya. Universitas Syiah Kuala. 1985.Pedoman Penulisan skripsi dan Reisensi Buku. Banda Aceh: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Hadi, Sutrisno. 1986. Statistik 2. Jokyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada. Kosasih, Engkos.1994. Olahraga Tehnik dan Program Latihan. Jakarta: Akademik Presindo. Pasaribu, Amudi. 1981. Pengantar Statistika. Jakarta: Ghalia Indonesia. Robinson, Ponie. 1994. Bolavoli Bimbingan Petunjuk dan Tehnik Bermain. Jakarta: Dahara Press. Said, Hasnan. 1992. Tes Keterampilan Bermain Bola Voli. Jakarta: Pusat Kesegaran Jasmani dan Rekeasi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Sarjono. 1992. Prinsip-prinsip Conditioning dan Coaching. Jokyakarta: FKIP-IKP. Suharno. 1992. Fakto-faktor Penentu Pencapaian Prestasi Maksimal. Jokyakarta: FKIPIKIP. Suharno. 1991. Metodik Pelatih Permainan Boli Voli. Jokyakarta. FKIP-IKIP. Sumosarjuno, Sadoso. 1988. Pengetahuan Praktis Kesehatan Olahraga. Jakarta: PT, Gramedia. Surakhmad, Winarno. 1982. Penelitian ilmiah. Bandung: Tarsito.
Fazlullah Zahidi
35
Jurnal Sport Pedagogy Vol. 5. No. 1. April 2015
HUBUNGAN KECEPATAN REAKSI KAKI, DAYA LEDAK TUNGKAI, DAN KELENTUKAN DENGAN KETERAMPILAN SMASH SEPAKTAKRAW
Islamuddin*) Abstrak: Keterampilan smash sepaktakraw dapat dikaitkan dengan kecepatan reaksi kaki, daya ledak tungkai dan kelentukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kecepatan reaksi kaki, daya ledak tungkai dan kelentukan dengan keterampilan smash sepaktakraw. Sampel penelitian sebanyak 15 atlet sepaktakraw Kabupaten Pidie Jaya Jaya Jaya. Pengumpulan data dilakukan pengukuran kecepatan reaksi, daya ledak tungkai, kelenturan dan tes keterampilan smash sepaktakraw. Analisis data menggunakan rumus koefesien korelasi. Hasil penelitian diperoleh terdapat hubungan yang signifikan kecepatan reaksi kaki dengan keterampilan smash sepaktakraw dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0.840, terdapat hubungan yang signifikan daya ledak tungkai dengan keterampilan smash sepaktakraw, dengan nilai koefiesien korelasi sebesar 0.773, terdapat hubungan yang signifikan kelentukan dengan keterampilan smash sepaktakraw dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0.556, dan terdapat hubungan yang signifikan secara bersama-sama kecepatan reaksi kaki, daya ledak tungkai dan kelentukandengan keterampilan smash sepaktakraw dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0.883. Kata Kunci:Kecepatan, Reaksi Kaki, Daya Ledak Tungkai, Kelentukan, Keterampilan Smash Pendahuluan Smash sepaktakraw adalah gerak kerja yang terpenting dan merupakan gerak terakhir dari serangan dalam permainan sepaktakraw. Kegagalan melakukan smash akan memberikan peluang pihak lawan untuk menyerang balik atau bola mati di lapangan sendiri ataupun keluar lapangan permainan. Keberhasilan melakukan smash akan memberikan poin atau angka untuk regu penyerang. Smash dalam permainan sepaktakraw memerlukan reaksi kaki yang cepat untuk bergerak ke arah bola atau antisipasi arah umpan, lentingan bola, dan jenis putaran bola. Smasher harus mampu melangkah dengan reaksi yang cepat untuk menentukan posisi tubuh yang tepat pada saat akan melompat dan menyepak bola di atas net. Smash sepaktakraw memerlukan timing yang tepat antara posisi sebelum melompat, loncatan di udara, ayunan kaki sepak dengan laju dan ketinggian bola yang diumpankan oleh apit, sehingga kemampuan reaksi kaki sangat menentukan. Hubungan antara kecepatan reaksi kaki dengan keterampilan smash sepaktakraw terkait dengan kemampuan reaksi dalam istilah yang sebenarnya yakni gerak pertama yang dilakukan setelah menerima stimulus. Kemampuan reaksi kaki menentukan gerakan untuk melakukan smash sepaktakraw yaitu ketepatan posisi, lompatan yang sesuai dengan umpan, serta sepakan bola di atas net yang tepat. Keterlambatan melakukan reaksi terhadap bola yang diumpan tekong menyebabkan antisipasi kurang akurat sehingga smash yang dilakukan tidak sempurna atau tidak terarah, tersangkut di net, atau keluar lapangan permainan. 36
Islamuddin
Gerakan-gerakan yang dilakukan dalam smash sepaktakraw merupakan reaksi-reaksi motorik yang dihasilkan dari proses rangsangan pendengaran, syaraf penglihatan, dan syaraf perintah melalui proses informasi pada sistem syaraf. Gerakan untuk melompat dan menyepak bola di atas net dan mengantisipasi bola yang diumpan tekong dimulai dari pendengaran pada sepakan tekong, perhatian atau penglihatan terhadap bola yang diumpan, kemudian timbul perintah dari syaraf spinal untuk merespon dalam bentuk reaksi kaki, diteruskan dengan melompat dan menyepak bola di atas net ke lapangan lawan. Selain kecepatan reaksi kaki, faktor yang dituntut dalam olahraga sepaktakrawa adalah daya ledak tungkai. Daya ledak tungkai adalah kemampuan tungkai untuk melakukan gerakangerakan dengan kontraksi otot maksimal yang ditentukan oleh kekuatan dan kecepatan kontraksi otot tungkai. Daya ledak tungkai memberikan kemampuan untuk melompat lebih tinggi atau lebih kuat dan cepat serta untuk menyepak bola di atas net dengan lebih keras dan tajam pada saat melakukan smash sepaktakraw. Faktor lainnya yang dapat mempengaruhi keterampilan smash sepaktakraw adalah kelentukan. Kelentukan adalah kemampuan untuk melakukan gerakan dalam ruang gerak sendi. Kualitas kelentukan memungkin kan otot-otot atau sekelompok otot untuk berkontraksi memanfaatkan ruang gerak persendian secara maksimal untuk menyepak bola dalam melakukan smash sepaktakraw secara cepat, tepat, terarah, dan lebih keras. Kelentukan juga ditentukan oleh elastis
Jurnal Sport Pedagogy Vol. 5. No. 1. April 2015
tidaknya otot-otot, tendon, dan ligamen (Harsono, 1988:163). Smash dalam permainan sepaktakraw harus dilakukan dengan gerakan yang luwes. Pada saat melompat untuk menyepak bola di atas net, smasher harus meliukkan badan dan melengkungkan badan sesuai keadaan bola yang akan dismash. Kelentukan dapat menentukan kemampuan bergerak untuk melakukan smash secara luwes karena ruang gerak persendian lebih luas dan elastis. Kelentukan menentukan kualitas gerakan tungkai dan gerakan badan untuk menjangkau bola pada saat melakukan smash sepaktakraw sehingga smash dapat dikontrol dengan tepat. Atlet sepaktakraw Kabupaten Pidie Jaya Jaya dapat dipastikan bahwa kecepatan reaksi kaki di antara sesama atlet berbeda satu sama lain. Indikasi adanya perbedaan kecepatan reaksi tidak hanya dapat diketahui dari hasil pengamatan ketika mereka bermain sepaktakraw, tetapi terlihat dari postur tubuh dan kelincahan mereka dalam bermain. Perbedaan postur tubuh juga memungkinkan terjadinya perbedaan kecepatan reaksi kaki dikalangan atlet olahraga sepaktakraw. Selain itu, adanya perbedaan kemampuan atlet dalam lari 30 meter juga mengindikasikan bahwa kecepatan reaksi kaki mereka juga berbeda. Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan kecepatan reaksi kaki, daya ledak tungkai dan kelentukan secara bersama-sama (simultan) dengan keterampilan smash sepaktakraw dikalangan atlet sepak takraw Kabupaten Pidie Jaya. Kajian Teoritis Dalam permainan sepaktakraw seseorang dituntut untuk mempunyai kemampuan atau keterampilan yang baik. Kemampuan yang dimaksud adalah menyepak bola dengan kepala, (main kepala), dengan dada, dengan paha, dengan bahu. Selanjutnya Khalim (1996:19) mengatakan bahwa keterampilan dasar dalam bermain sepaktakraw adalah : 1) sepak sila, sepak badek, sepak kuda, 2) memahan, 3) menanduk, 4) mendada. Kemampuan atau keterampilan dasar tersebut di atas, antara satu dengan yang lainnya merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan, sebab tanpa menguasai keterampilan dasar atau teknik dasar, maka sepaktakraw tidak dapat dimainkan dengan baik dan kontinyu. Pada dasarnya kecepatan reaksi adalah kemampuan organisme atlet untuk menjawab suatu rangsangan secepat mungkin untuk dalam mencapai hasil yang sebaik-baiknya. “Kecepatan adalah kemampuan untuk melakukan gerakangerakan secara cepat dalam waktu yang sesingkatsingkatnya, atau kemampuan untuk menempuh jarak dalam waktu yang sesingkat- singkatnya”
(Harsono, 1988:216). Koordinasi antara akurasi dan kelincahan dapat berpengaruh besar terhadap kecepatan reaksi seseorang terutama terhadap kemampuan menanggapi suatung rangsangan, reaksi ditimbulkan akibat adanya aksi yang memberi stimuli terhadap gerakan seseorang. Aksi lawan akan memberikan reaksi terhadap kita, baik dalam menghindari serangan maupun melakukan serangan. Ganestasari (2009:45) mengungkapkan bahwa: ”Kecepatan reaksi adalah kemampuan organisme atlet untuk menjawab suatu rangsangan secepat mungkin dalam mencapai hasil yang sebaik-baiknya”. Kecepatan juga berkaitan dengan kesinambungan seperti yang dijelaskan oleh Ichsan (2004:18): ”kecepatan adalah kemampuan seseorang untuk mengerjakan gerakan berkesinambungan dalam bentuk yang sama dalam waktu yang sesingkat singkatnya sementara reaksi adalah kemampuan seseorang untuk segera bertindak secepatnya dalam menanggapi rangsangan yang ditimbulkan melalui indra, syaraf, atau feeling lainnya. Kemampuan reaksi dalam istilah yang sebenarnya adalah reaction time adalah gerak pertama yang dilakukan setelah menerima stimulus. Kemampuan reaksi kaki menentukan gerakan untuk melakukan smash sepaktakraw yaitu ketepatan posisi, lompatan yang sesuai dengan umpan, serta sepakan bola di atas net yang tepat. Keterlambatan melakukan reaksi terhadap bola yang diumpan tekong menyebabkan antisipasi kurang akurat sehingga smash yang dilakukan tidak sempurna atau tidak terarah, tersangkut di net, atau keluar lapangan permainan (Usman, 2010). Menurut Harsono (1988:217) bahwa “waktu reaksi adalah waktu antara pemberian rangsangan (stimulus) dengan gerakan pertama.” Misalnya; suara bola yang disepak oleh tekong menyebabkan kita bergerak untuk mengantisipasi bola yang diumpan selanjutnya melompat untuk melakukan smash. Pendapat Oxendine (1984) yang dikutip oleh Harsono (1988:217) bahwa “the period from the stimulus to the beginning of the response. Gerakan-gerakan yang dilakukan untuk menyepak bola atau bergerak ke arah bola untuk mengantisipasi umpan merupakan respon terhadap stimulus yang datang. Respon tersebut berupa kemampuan reaksi kaki untuk menyepak bola yang datangnya relatif cepat. Waktu reaksi (reactiontime) seringkali dirancukan dengan istilah-istilah baru seperti refleks dan kecepatan gerak (movement speed). Waktu reaksi adalah waktu antara pemberian rangsang (stimulus) dengan gerak pertama. Refleks adalah respon yang tak sadar (unconscious) terhadap suatu rangsangan, misalnya kita terkena Islamuddin
37
Jurnal Sport Pedagogy Vol. 5. No. 1. April 2015
api atau tertusuk jarum. Sedangkan kecepatan gerak (movement speed) adalah waktu antara permulaan dan akhir gerak. Daya ledak sering pula disebut dengan istilah power. “Di dalam power, kecuali ada strength terdapat pula kecepatan” (Harsono, 1988:199). Ateng (1992:140) memberikan istilah “daya ledak sebagai tenaga otot yang diartikan sebagai kemampuan untuk melepaskan kekuatan otot secara maksimal dalam waktu sesingkatsingkanya.” Seseorang dikatakan mempunyai daya ledak yang baik apabila individu memiliki; (1) tingkat kekuatan otot yang tinggi; (2) tingkat kecepatan yang tinggi; dan (3) tingkat kemampuan yang tinggi dalam mengintegrasikan kecepatan dan kekuatan otot (Ateng, 1992:140). Smash dalam permainan sepaktakraw dilakukan dengan loncatan secara luwes dan gerakan-gerakan tungkai untuk menyepak bola dengan cepat dan kuat. Kualitas kelentukan memungkinkan otot-otot atau sekelompok otot untuk berkontraksi memanfaatkan ruang gerak persendian secara maksimal untuk menyepak bola dalam melakukan smash sepaktakraw secara cepat, tepat, terarah, dan lebih keras. “Kelentukan juga ditentukan oleh elastis tidaknya otot-otot, tendon, dan ligamen” (Harsono, 1988:163). Menurut Harsono (1988:163) bahwa “kelentukan adalah kemampuan untuk melakukan gerakan dalam ruang gerak sendi.” Menurut Rahantoknam (1988:125) bahwa “fleksibilitas merupakan rentang gerakan persendian yang ada pada satu atau sekelompok persendian.” Elastisitas otot memungkinkan untuk menguasai keterampilan teknik dalam berbagai cabang olahraga lebih cepat, karena gerakan-gerakan yang sulit akan dapat dilakukan dengan memanfaatkan kelentukan. Menurut Rahantoknam (1988:125) kelentukan dapat dibedakan menjadi dua kategori yaitu: (1) Fleksibilitas statis meliputi rentangan gerakan sederhana, seperti tunduk perlahan-lahan dan sentuh ubin, dan (2) Fleksibilitas dinamis adalah kecakapan untuk menggunakan rentangan gerakan sendi dalam penampilan kegiatan fisik, dengan tingkat kecepatan yang diperlukan dalam penampilan. Keterampilan smash sepaktakraw dapat ditentukan oleh kecepatan reaksi kaki. Hal ini disebabkan kaki merupakan merupakan komponen utama dalam melakukan smash sepaktakraw. Hubungan antara kecepatan reaksi kaki dengan keterampilan smash sepaktakraw terkait dengan kemampuan reaksi dalam istilah yang sebenarnya yakni gerak pertama yang dilakukan setelah menerima stimulus. Kemampuan reaksi kaki 38
Islamuddin
menentukan gerakan untuk melakukan smash sepaktakraw yaitu ketepatan posisi, lompatan yang sesuai dengan umpan, serta sepakan bola di atas net yang tepat. Keterlambatan melakukan reaksi terhadap bola yang diumpan tekong menyebabkan antisipasi kurang akurat sehingga smash yang dilakukan tidak sempurna atau tidak terarah, tersangkut di net, atau keluar lapangan permainan. Hal ini didukung oleh pendapat Harsono (1988:217) bahwa “waktu reaksi adalah waktu antara pemberian rangsangan (stimulus) dengan gerakan pertama.” Misalnya; suara bola yang disepak oleh tekong menyebabkan kita bergerak untuk mengantisipasi bola yang diumpan selanjutnya melompat untuk melakukan smash. Keterampilan smash sepaktaktraw juga dapat dipengaruhi oleh daya ledak tungkai. Keterkaitan antara keterampilan smash sepaktakraw dengan daya ledak tungkai disebabkan untuk melakukan smash sepaktakraw diperlukan adanya daya ledak tungkai. Daya ledak tungkai menentukan kekuatan dan kecepatan otot dalam mengerahkan tenaga maksimal. Seperti dikemukan olah Harsono (1988:199) menyatakan bahwa teknik cabang olahraga yang dilakukan dengan gerakan yang sangat cepat disertai tenaga yang maksimal seperti smash sepaktakraw, sangat ditentukan oleh daya ledak tungkai untuk mencapai kekuatan dan kecepatan smash. Adanya hubungan antara keterampilan smash sepaktakraw dengan daya ledak tungkai diperkuat oleh pendapat Jansen(1983:168) yang menyatakan bahwa proses gerakan smash sepaktakraw berlangsung kurang dari 30 detik sehingga tergolong dalam keterampilan daya ledak anaerobik. Keterampilan smash sepaktakraw sangat tergantung dari kualitas daya ledak otot tungkai. Prosedur Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif yang bersifat deskriptif dengan uji korelasi (correlation research). Desain penelitian menggunakan metode deskriptif kuantitatif, yakni mendeskripsikan fenomena yang berkaitan dengan variabel yang diteliti dengan menggunakan perhitungan statistik. Adapun rancangan penelitian sebagai berikut ini:
Jurnal Sport Pedagogy Vol. 5. No. 1. April 2015
Kecepatan Reaksi Kaki (X1) Daya Ledak Tungkai (X2)
Keterampilan Smash Sepaktakraw (Y)
Kelentukan (X3)
Gambar1. Rancangan Penelitian Populasi penelitian adalah atlet sepaktakraw Kabupaten Pidie Jaya Jaya Jaya yang berjumlah 15 orang. Keseluruhan anggota populasi dijadikan sampel penelitian atau total sampling.Adapun Instrumen penelitian menggunakan tes keterampilan smash sepaktakraw, tes kecepatan reaksi, tes daya ledak tungkai (standing broad jump) dan tes kelentukan (flexibility meter). Sebagai pendukung ketepatan dalam menyimpulkan diterima atau tidaknya hipotesis yang telah diajukan sebelumnya, yakni dengan tujuan untuk mengetahui hubungan kecepatan reaksi kaki, daya ledak tungkai dan kelentukan terhadap keterampilan smash sepaktakraw maka teknik analisis data yang digunakan adalah regresi linier berganda dengan tiga variabel bebas, diformulasikan sebagai berikut.
Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + e. Di mana : Y adalah keterampilan smash sepaktakraw; a adalah konstanta; X1 adalah kecepatan reaksi kaki; X2 adalah daya ledak tungkai; X3 adalah kelentukan; b1 adalah koefisien regresi X1; b2 adalah koefisien regresi X2; b3 adalah koefisien regresi X3; dan e adalah error term. Untuk mengetahui keeratan hubungan antara ketiga variabel bebas (reaksi kaki, daya ledak tungkai dan kelentukan) dengan keterampilan smash sepaktakraw digunakan koefisien korelasi (R), sedangkan untuk melihat besarnya persentase kontribusi ketiga variabel bebas tersebut terhadap keterampilan smash sepaktakraw digunakan koefisien determinasi (R2). Hasil dan Pembahasan Penelitian Berdasarkan hasil perhitungan di atas diperoleh data bahwa total hasil peritungan skor kecepatan reaksi kaki sebesar 61,77 detik, kelentukan sebesar 295,77, daya ledak tungkai sebesar 728,00 dan total skor keterampilan smash sepaktakraw sebesar 292,00. Tabel 1. Hasil Statistik Deskriptif Variabel Kecepatan Reaksi Kaki, Daya Ledak Tungkai, Kelentukan dan Keterampilan Smash Sepaktakraw.
Des criptive Statistics N Kecepatan Reaksi Kaki Kelentukan Daya Ledak Tungkai Keterampilan Smash Sepaktakraw Valid N (listw ise)
15 15 15
Minimum 3.41 17.50 21.00
Maximum 4.78 22.80 61.00
Sum 61.77 295.77 728.00
Mean 4.1180 19.7180 48.5333
Std. Deviation .38673 1.64408 9.65007
15
17.00
24.00
292.00
19.4667
1.92230
15
Nilai korelasi antara kecepatan reaksi kaki (X1) dengan keterampilan smash sepaktakraw (Y) menunjukkan angka sebesar 0.840. Nilai sig sebesar hasil korelasi antara kedua variabel tersebut menunjukkan angka sebesar 0.000 <0.05 dapat diartikan bahwa terdapat hubungan signifikan antara kecepatan reaksi kaki dengan
keterampilan smash sepaktakraw.Selanjutnya nilai korelasi antara kelentukan (X2) dengan keterampilan smash sepaktakraw (Y) menunjukkan angka sebesar 0.773. Nilai sig hasil korelasi antara kedua variabel tersebut menunjukkan angka sebesar 0.001 <0.05 dapat diartikan bahwa hubungan searah antara kelentukan dengan Islamuddin
39
Jurnal Sport Pedagogy Vol. 5. No. 1. April 2015
keterampilan smash sepaktakraw dinilai signifikan (nyata). Nilai sig sebesar 0.001 atau 0.1 persen dapat dimaknai bahwa hubungan kelentukan dengan keterampilan smash sepaktakraw tergolong nyata pada taraf keyakinan 99,9 persen (10.001).Nilai korelasi antara daya ledak tungkai (X3) dengan keterampilan smash sepaktakraw (Y) menunjukkan angka sebesar 0.556 dengan nilai sig sebesar 0.032 <0.05 dapat diartikan terdapat hubungan antara daya ledak tungkai dengan keterampilan smash sepaktakraw. Nilai sig sebesar 0.032 atau 3,2 persen dapat dimaknai bahwa hubungan daya ledak tungkai dengan keterampilan smash sepaktakraw tergolong nyata pada taraf keyakinan 96,8 persen (1-0.032). Korelasi ganda digunakan untuk mengetahui korelasi antara ketiga variabel independen kecepatan reaksi kaki (X1), daya ledak tungkai (X2) dan kelentukan (X3) dengan keterampilan smash sepaktakraw (Y) secara bersama-sama. Nilai korelasi ganda kecepatan reaksi kaki, daya ledak tungkai dan kelentukan dengan keterampilan smash sepaktakraw sebesar 0.883. Angka ini berada pada interval 0.80-1,00 dapat diartikan bahwa secara bersama-sama terdapat hubungan yang signifikan antara kecepatan reaksi kaki (X1), daya ledak tungkai (X2) dan kelentukan (X3) dengan keterampilan smash sepaktakraw (Y). Hal ini dapat mengindikasikan bahwa keterampilan smash sepaktakraw seseorang atlet ditentukan oleh kecepatan reaksi kaki, daya ledak tungkai dan kelentukan atlet tersebut.
Kesimpulan 1. Terdapat hubungan yang signifikan kecepatan reaksi kaki dengan keterampilan smash sepaktakraw dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0.840. 2. Terdapat hubungan yang signifikan daya ledak tungkai dengan keterampilan smash sepaktakraw, dengan nilai koefiesien korelasi sebesar 0.773. 3. Terdapat hubungan yang signifikan kelentukan dengan keterampilan smash sepaktakraw dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0.556. 4. Terdapat hubungan yang signifikan secara bersama-sama kecepatan reaksi kaki, daya ledak tungkai dan kelentukan dengan keterampilan smash sepaktakraw dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0.883. Daftar Pustaka Amir, Nyak. 2010. Pengukuran dan Evaluasi Kinerja Olahraga Suatu Pendekatan Praktis. Banda Aceh: Syiah Kuala University Press. 40
Islamuddin
Ateng, Abdul, Kadir. 1992. Asas dan Landasan Pendidikan Jasmani. Jakarta: Direktorat Pendidikan Tinggi. Darwis, Ratinus. 1992. Olahraga Pilihan Sepaktakraw. Jakarta: Dirjen. Dikti. Depdikbud. Ganestasari, R. Widya. 2009. Koleksi Skripsi Find komponen Fisik Dalam Olahraga: www.persilat.com. Harsono. 1988. Coaching dan Aspek-aspek Psikologi dalam Coaching. Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikti. Ichsan, Nur. 2004. Tes dan Pengukuran Kesegaran Jasmani. Makassar: Universitas Negeri Makassar. Jansen, C.R. Gordon W. Bengester, B.L. 1983. Applied Kinesiology and Biomechanics. New York: Mc Graw Hill Book Company. Khalim. 1996. Manual Latihan Sepaktakraw. Malaysia: Baron Production Sdn. Bhd. Rahantoknam, B.E. 1988. Belajar Motorik; Aplikasinya dalam Pendidikan Jasmani dan Olahraga. Jakarta: Dirjen Dikti. P2LPTK. Usman, Arifudin. 2008. Analisis Kemampuan Reaksi Kaki, Daya Ledak Tungkai dan Kelentukan Dengan Keterampilan Smash Sepaktakraw. Malang: Hasil Penelitian Jurusan Penjaskesrek FIK Universitas Negeri Malang. Waharsono. (1977). Pembelajaran Sepaktakraw. Jakarta: Dikmenum Depdikbud.
Jurnal Sport Pedagogy Vol. 5. No. 1. April 2015
PENGARUH LATIHAN HADANG TERHADAP KELINCAHAN DAN KECEPATAN LARI
Razali*) Abstrak: Permainan hadang merupakan permainan tradisional yang dimainkan oleh setiap masyarakat di Indonesia khususnya di Aceh. Kabupaten Pidie Jaya Jaya Jaya sering mengadakan pertandingan hadang pada setiap tahun, dikarena pemain hadang selain dapat menjadi hiburan juga dapat meningkatkan kelincahan dan kecepatan lari. Tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh latihan hadang terhadap kelincahan dan kecepatan lari. Jenis penelitian adalah jenis penelitian. Instrumen yang digunakan tes kelincahan dan kecepatan lari. Hasil penelitian bahwa terdapat pengaruh latihan hadang terhadap kelincahan dengan peroleh t-hitung4.456 ≥ t-tabel 2.16, dan kecepatan lari t-hitung 3.346 ≥ t-tabel 2.16. Kata Kunci: Hadang, Kelincahan, Kecepatan Lari Pendahuluan Pendidikan merupakan usaha sadar dari setiap manusia untuk merubah hidupnya menjadi lebih baik lagi dari sebelumnya. Menurut Ahmadi (2003:70) “pendidikan pada hakikatnya suatu kegiatan yang secara sadar dan disengaja, serta penuh tanggung jawab yang dilakukan oleh orang dewasa kepada anak sehingga timbul interaksi dari keduanya agar anak tersebut mencapai kedewasaan yang dicita-citakan dan berlangsung terus menerus”. Jadi pendidikan adalah usaha sadar dan disengaja serta penuh tanggung jawab yang dilakukan oleh orang dewasa kepada anaknya sehingga timbul interaksi. Kegiatan pendidikan sebgai genomena universal bersifal komplek dan muskil, dalam pendidikan diajarkan berbagai cabang ilmu pendidikan salah satunya adalah pendidikan jasmani. Permainan modern dapat berupa permainan dalam setiap cabang olahraga yang sering dipertandingkan baik tingkat daerah maupun nasional bahkan internasional. Permainan tersebut dapat berupa permainan bola voli, permainan bola basket, permainan bulu tangkis dan permainan tenis meja serta berbagai macam permainan lainnya yang sering dimainkan. Permainan tradisional dapat berupa permainan yang sering dimainkan oleh anak-anak dan bahkan dikenal tingkat nasional seperti main layang-layang, main hadang, main adang, main langga dan main maunti serta berbagai macam permainan lainnya yang sering dimainkan oleh anak-anak di setiap daerah. Husni (1991:447) menjelaskan “permainan hadang adalah suatu permainan yang tradisional yang terdapat di berbagai provinsi seperti di pulau jawa disebut gobak sodor, Jakarta disebut galah asin, Sumatra Utara disebut margalah, Sulawesi Selatan disebut Massallo dan Bengkulu disebut
Hadang”. Lebih lanjut Wardani (2002:75) menjelaskan bahwa “permainan galah/hadang dilakukan oleh anak laki-laki ataupun perempuan berusia 10-16 tahun”. Dalam permainan ini mengutamakan kerjasama dalam tim sehingga memperoleh kemenangan dalam permainannya. Kerjasama tim diperlukan untuk melumpuhkan ataupun mengajalahkan teman lawan mainnya, sehingga dapat memperoleh kemenangan dalam pertandingan hadang. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh latihan hadang terhadap kelincahan dan kecepatan lari pegawai Dinas Pemuda dan Olahraga Kabupaten Pidie Jaya. Kajian Teoritis Olahraga memberikan kesempatan untuk mengembangkan nilai sosial. Hal ini dibuktikan dengan terbentuknya organisasi sosial dibidang olahraga yang tidak menghiraukan hirarki berdasarkan kekayaan atau sukses sosial yang disinari oleh keakraban dan persaudaraan yang berarti memberikan dimensi baru kepada hubungan antar manusia yang merupakan dasar utama terbentuknya kontak lokal, nasional, dan internasional. Permainan adalah menciptakan suasana belajar yang menyenangkan serta serius tapi santai. Permainan digunakan untuk penciptaan suasana belajar dari pasif ke aktif, dari kaku menjadi gerak (akrab), dan dari jenuh menjadi riang (segar). Olahraga tradisional harus memenuhi dua persyaratan yaitu berupa olahraga dan seklaigus tradisional baik dalam memiliki tradisi yang telah berkembang selama beberapa generasi, maupun dalam arti sesuatu yang terkait dengan tradisi budaya suatu bangsa secara lebih luas. Saifuddin; (2006:2) menjelaskan bahwa persyaratan teknik yang ada di dalam olahraga
Razali
41
Jurnal Sport Pedagogy Vol. 5. No. 1. April 2015
tradisional itu diantaranya 1) kekuatan tubuh; 2) kelenturan tubuh; 3) kecepatan gerak dan 4) kemampuan reaksi (kecepatan dan ketepatannya). Husni (1990:447) menjelaskan bahwa “Main hadang adalah salah satu olahraga tradisional yang terdapat diberbagai provinsi di Indonesia seperti di pulau Jawa dinamakan Gobak Sodor, di Sumatera Utara di sebut Margalah, di Sulawesi Selatan Massallo, di Jakarta Galah Asun dan di Bengkulu serta Aceh Hadang”. Permainan tradisional Indonesia yang satu ini juga dimainkan di negara lain yang melatih berbagai kecakapan keterampilan pada diri anak terutama untuk fisik tubuh anak. Misalnya kelincahan, kecepatan, dan gerak reflek pada anak, Tentu saja kekompakan tidak luput pada permainan ini. Bahkan orang dewasa pun berhak memainkan permainan ini. Bagi Pembaca yang tidak tau sama sekali dengan jenis permainan ini terdiri dari 2 Tim sebanyak 5 orang pemain dan 3 cadangan atau lebih. Pemain yang menjadi penjaga diharuskan menjaga satu orang pemain lawan, dan yang bertugas pada garis tengah area permaian mengatur semua pergerakan lawan (mengepung lawan). Permainan dinyatakan selesai atau berganti jaga pada saat pemain yang menjaga menyentuh anggota tubuh pemain lawan atau sebaliknya. Setiap game dibatasi oleh waktu dan babak permainan, waktu permainan tergantung dari juri/wasit yang memimpin/kesepakatan antar pemain. Pemain dinyatakan menang apabila meraih kemenangan terbanyak pada waktu permainan yang ditentukan. Untuk ukuran arena permainan bisa memakai lapangan voli yang dibagi atas 6 ruang, atau bisa dengan ukuran yang ditentukan sendiri. Kelincahan merupakan salah satu faktor terpenting untuk dalam suatu kegiatan olahraga. Harsono (1988:172) berpendapat kelincahan merupakan kemampuan untuk mengubah arah dan posisi tubuh dengan tepat pada waktu sedang bergerak, tanpa kehilangan keseimbangan dan kesadaran akan posisi tubuhnya. Suharno (1995:33) mengatakan kelincahan adalah kemampuan dari seseorang untuk berubah arah dan posisi secepat mungkin sesuai dengan situasi yang dihadapi dan dikehendaki. Jossef (1982:93) lebih lanjut menyebutkan bahwa kelincahan diidentitaskan dengan kemampuan mengkoordinasikan dari gerakan-gerakan, kemampuan keluwesan gerak, kemampuan memanuver sistem motorik atau deksteritas. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut kelincahan adalah kemampuan seseorang dalam merubah arah dan posisi tubuhnya dengan cepat dan tepat pada waktu bergerak, sesuai dengan situasi yang dihadapi di arena tertentu tanpa kehilangan keseimbangan tubuhnya. 42
Razali
Kegunaan kelincahan sangat penting terutama olahraga beregu dan memerlukan ketangkasan. Lebih lanjut Suharno (1995:33) mengatakan kegunaan kelincahan adalah untuk menkoordinasikan gerakan-gerakan berganda atau stimulan, mempermudah penguasaan teknik-teknik tinggi, gerakan-gerakan efisien, efektif dan ekonomis serta mempermudah orientasi terhadap lawan dan lingkungan. Selain kelincahan kecepatan juga diperlukan untuk meningkatkan kemampuan dalam prestasi olahraga. Harsono (1988:216) menjelaskan bahwa “Kecepatan adalah kemampuan untuk melakukan gerakan-gerakan sejenis secara berturut-turut dalam waktu yang sesingkatsingkatnya atau kemampuan untuk menempuh suatu gerak dalam waktu yang sesingkatsingkatnya”. Sajoto (1988: 12), bahwa kecepatan merupakan kemampuan yang ada pada diri seseorang untuk digunakan melakukan gerakan berkesinambungan dalam bentuk yang sama dan dilakukan dalam waktu yang singkat.
Prosedur Penelitian Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian eksperimen. Dengan Desain penelitian menggunakan desain Pre-test – Treathment -Posttest design. Populasi dan sampel adalah keseluruhan pengawai putera Dinas Pemuda dan Olahraga Kabupaten Pidie Jaya yang berjumlah 20 orang dengan teknik total sampling. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu: tes kelincahan dan kecepatan lari 50 meter. Sedangkan analisis data mneggunakan rumus statistik uji beda. Hasil dan Pembahasan Penelitian Berdasarkan hasil penelitian dapat diperoleh bahwa terdapat pengaruh latihan permainan hadang terhadap kelincahan dan kecepatan lari pada pegawai Dinas Pemuda dan Olahraga Kabupaten Pidie Jaya. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa hasil perhitungan kelincahan thitung 4.456 ≥ t-tabel 2.16 (t-hitung dari kelincahan = 4.456 lebih besar dari t-tabel = 2.16). Hasil pengujian kecepatan lari t-hitung 3.346 ≥ t-tabel 2.16 (t-hitung dari kecepatan lari = 3.346 lebih besar dari t-tabel = 2.16). Dengan demikian hipotesis penelitian diterima kebenarannya, artinya dengan melakukan latihan permainan hadang dapat meningkatkan kelincahan dan kecepatan lari pada pegawai Dinas Pemuda dan Olahraga Kabupaten Pidie Jaya. Kesimpulan Berdasarkan hasil disimpulkanbahwa terdapat
penelitian dapat pengaruh latihan
Jurnal Sport Pedagogy Vol. 5. No. 1. April 2015
hadang terhadap kelincahan dengan peroleh thitung4.456 ≥ t-tabel 2.16, dan kecepatan lari t-hitung 3.346 ≥ t-tabel 2.16. Daftar Pustaka Ahmadi, Abu dan Unbiyati, Nur. 2003. Ilmu Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. Aip, Syarifudin.1992. Atletik. Jakarta: Depdikbud. Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:PT Renika Cipta. Bambang, Laksono. Dkk. 2010. Kumpulan Permainan Rakyat Olahraga Tradisional. Jakarta. Cahyono, Nuri. 2009. Permainan Tradisional Galah Asin. Jakarta: Universitas Terbuka. Harsono.1998. Ilmu Coaching Umum. Yogyakarta: Yayasan STO. Harsono, (1988). Coaching dan Aspek-aspek Psikologi dalam Coaching. Jakarta: PT. Dirjen Dikti P2LPT. Husni, (1991). Pintar Olahraga. Jakarta: Mawar Gempita. Saifuddin & Suherman. 2006. Kumpulan Permainan Rakyat Olahraga Tradisional. Jakarta. Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia. Sajoto, M. 1995. Pembinaan Kondisi Fisik Olahraga. Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikti PPLPTK. Satria, Putra. 2010. Pengaruh Latihan Permainan Lompat Karung terhadap Kemampuan Lompat Jauh Mahasiswa Unnes. Universitas Negeri Semarang: Tesis. Suharno, HP. 1995. Ilmu Kepelatihan Olahraga. Yogyakarta. Wardani, Dani. 2002. Permainan Tradisional yang Mendidik. Yogyakarta: Cakrawala. Wirjasantosa, Rata. (1984). Supervisi Pendidikan Olahraga. Jakarta: Universitas Indonesia.
Razali
43
Jurnal Sport Pedagogy Vol. 5. No. 1. April 2015
ALAT UKUR KEPERCAYAAN DIRI ATLET BULUTANGKIS KABUPATEN PIDIE JAYA
Junaidi*) Abstrak: Salah satu masalah utama dalam pembinaan prestasi atlet bulutangkis Provinsi Aceh hingga dewasa belum tampak perkembangan kurang baik. Kondisi ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah kurangnya kepercayaan diri atlet dan terbatasnya fasilitas yang digunakan untuk mendukung proses latihan. Selain itu juga belum adanya suatu alat ukur untuk mengukur kepercayaan diri atlet bulutangkis. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan alat ukur kepercayaan diri atlet bulutangkis sebagai skala penilaian yang dapat digunakan secara valid dan reliabel. Populasi dan sampel dalam penelitian ini adalah seluruh atlet bulutangkis dan pelatih pada klub PBSI Kabupaten Pidie Jaya. Proses pembuatan alat ukur kepercayaan diri atlet bulutangkis yaitu meliputi empat tahap (1) pengumpulan butir-butir (item pool) (2) pemilihan butir-butir (screening of item pool). (3) uji coba intrumen (4) metode kuesioner. Data yang telah dikumpulkan selanjutnya dikatagorikan dan dianalisis baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa skala kepercayaan diri atlet bulutangkis yang terdiri dari 5 faktor dan 64 butir pernyataan merupakan alat ukur yang valid dan memiliki tingkat kesahihan yang tinggi dengan indeks 0.644 dan reliabel yang memiliki tingkat keterandalan yang tinggi dengan indeks 0.786yang dapat digunakan untuk mengukur kepercayaan diri atlet bulutangkis. Kata Kunci: Alat ukur, kepercayaan diri, atlet bulutangkis Pendahuluan Dalam melakukan setiap aktivitas olahraga, kondisi fisik dan mental, serta teknik menjadi prioritas utama, dimana dengan keterlibatan seluruh unsur tersebut yaitu unsur fisik, mental dan teknik bermain yang terlibat secara sinergis yang diikuti pula dengan tersedianya fasilitas dan infrastruktur penunjang maka akan dapat diperoleh hasil yang optimal. (Bompa, 1983:35) mengatakan bahwa terdapat empat aspek utama yang perlu dipersiapkan dalam melakukan pelatihan untuk seluruh cabang olahraga, termasuk juga untuk pemain bulutangkis, yang meliputi : (a) persiapan fisik, (b) persiapan teknik, (c) persiapan taktik, dan (d) persiapan psikologis. Harsono juga menyatakan bahwa empat aspek penting yang perlu dilatihkan dalam suatu cabang olahraga yang meliputi aspek : (a) fisik, (b) mental, (c) teknik, dan (d) taktik (Amir, 2004:4). Salah satu cara untuk mengetahui kesehatan mental dan psikologis atlet adalah dengan melakukan pengukuran terhadap tingkat kepercayaan diri atlet.Namun hingga saat ini belum ada alat ukur kepercayaan diri olahraga sehingga proses pembinaan aspek mental psikologis pada atlet di klub bulutangkis Pidie Jaya Jaya belum berjalan optimal.Oleh karena itu diperlukan pengembangan suatu alat ukur kepercayaan diri olahraga yang sesuai dengan karakteristik atlet. Bulutangkis dan memiliki validitas dan relia bilitas yang dapat dipertanggungjawabkan. 44
Junaidi
Saat ini, di dalam proses pembinaan atlet yang telah dilakukan di club-club bulutangkis di Pidie Jaya aspek pembinaan mental belum mendapatkan perhatian yang serius, proses pembinaan lebih terfokus kepada pembinaan fisik ketrampilan teknik dan taktik bermain di lapangan. Padahal sebagaimana yang telah diuraikan di atas, faktor kesehatan mental dan psikologis atlet sangatlah berperan sehingga atlet termotivasi untuk menampilkan performa optimalnya di lapangan.Gap psikologis yang dialami atlet menjadi hambatan bagi atlet untuk berprestasi. Kajian Pustaka Alat ukur merupakan alat untuk mengukur suatu objek ukur atau mengumpul data mengenai suatu variabel yang berfungsi untuk mengungkapkan fakta menjadi data (Sugiyono, 2012:148).Berhubung ada beberapa macam variabel dan banyak metode untuk mengumpulkan data, maka jenis instrumen penelitiannya juga banyak. Menurut jenis variabel yang diukur secara garis besar instrument dapat dibedakan dua jenis, yaitu: (1) instrumen untuk mengukur variabel dengan skala nominal dan ordinal (data kualitatif) (2) instrumen untuk mengukur skala interval dan rasio (data kuantitatif). Memahami konsep penyusunan dan pengembangan alat ukur, maka di bawah ini akan disajikan proses atau langkah-langkah yang ditempuh dalam penyusunan alat ukur dilengkapi
Jurnal Sport Pedagogy Vol. 5. No. 1. April 2015
dengan bagan proses penyusunan item-item alat ukur suatu penelitian, langkah-langkah penyusunan dan pengembangan alat ukur menurut Muljono (2002:3-4) adalah sebagai berikut: a) Berdasarkan sintesis dari teori-teori yang dikaji tentang suatu konsep dari variabel yang hendak diukur, kemudian dirumuskan konstruk dari variabel tersebut. Konstruk pada dasarnya adalah bangun pengertian dari suatu konsep yang dirumuskan oleh peneliti. b) Berdasarkan konstruk tersebut dikembangkan dimensi dan indicator variabel yang sesungguhnya telah tertuang secara eksplisit pada rumusan konstruk variabel pada langkah pertama. c) Membuat kisi-kisi instrumen dalam bentuk tabel spesifikasi yang memuat dimensi, indikator, nomor butir dan jumlah butir untuk setiap dimensi dan indikator. d) Menetapkan besaran atau parameter yang bergerak dalam suatu rentangan kontinum dari suatu kutub ke kutub lain yang berlawanan, misalnya dari rendah ke tinggi, dari negatif ke positif, dari otoriter ke demokratik, dari dependen ke independen, dan sebagainya. e) Menulis butir-butir instrumen yang dapat berbentuk pernyataan atau pertanyaan. Biasanya butir instrumen yang dibuat terdiri atas dua kelompok yaitu kelompok butir positif dan kelompok butir negatif. Butir positif adalah pernyataan mengenai ciri atau keadaan, sikap atau persepsi yang positif atau mendekat ke kutub positif, sedang butir negatif adalah pernyataan mengenai ciri atau keadaan, persepsi atau sikap negatif atau mendekat ke kutub negatif. f) Butir-butir yang telah ditulis merupakan konsep instrumen yang harus melalui proses validasi, baik validasi teoretik maupun validasi empirik. g) Tahap validasi pertama yang ditempuh adalah validasi teoretik, yaitu melalui pemeriksaan pakar atau melalui panel yang pada dasarnya menelaah seberapa jauh dimensi merupakan jabaran yang tepat dari konstruk, seberapa jauh indikator merupakan jabaran yang tepat dari dimensi, dan seberapa jauh butir-butir instrumen yang dibuat secara tepat dapat mengukur indikator. h) Revisi atau perbaikan berdasarkan saran dari pakar atau berdasarkan hasil i) Setelah konsep instrumen dianggap valid secara teoretik atau secara konseptual, dilakukanlah penggandaan instrumen secara terbatas untuk keperluan ujicoba. j) Ujicoba instrumen di lapangan merupakan bagian dari proses validasi empirik. Melalui ujicoba tersebut, instrumen diberikan kepada sejumlah responden sebagai sampel uji-coba
yang mempunyai karakteristik sama atau ekivalen dengan karakteristik populasi penelitian. Jawaban atau respon dari sampel ujicoba merupakan data empiris yang dianalisis untuk menguji validitas empiris atau validitas kriteria dari instrumen yang dikembangkan. k) Pengujian validitas dilakukan dengan menggunakan kriteria baik kriteria internal maupun kriteria eksternal. Kriteria internal, adalah instrumen itu sendiri sebagai suatu kesatuan yang dijadikan kriteria sedangkan kriteria eksternal, adalah instrumen atau hasil ukur tertentu di luar instrumen yang dijadikan kriteria. l) Berdasarkan kriteria tersebut diperoleh kesimpulan mengenai valid atau tidaknya sebuah butir atau sebuah perangkat instrumen. Jika kita menggunakan kriteria internal, yaitu skor total instrumen sebagai kriteria maka keputusan pengujian adalah mengenai valid atau tidaknya butir instrumen dan proses pengujiannya biasa disebut analisis butir. Dalam kasus lainnya, yakni jika kita menggunakan kriteria eksternal, yaitu instrumen atau ukuran lain di luar instrumen yang dibuat yang dijadikan kriteria maka keputusan pengujiannya adalah mengenai valid atau tidaknya perangkat instrumen sebagai suatu kesatuan. m) Untuk kriteria internal atau validitas internal, berdasarkan hasil analisis butir maka butir-butir yang tidak valid dikeluarkan atau diperbaiki untuk diujicoba ulang, sedang butir-butir yang valid dirakit kembali menjadi sebuah perangkat instrumen untuk melihat kembali validitas kontennya berdasarkan kisi-kisi. Jika secara konten butir-butir yang valid tersebut dianggap valid atau memenuhi syarat, maka perangkat instrumen yang terakhir ini menjadi instrumen final yang digunakan untuk mengukur variabel penelitian kita. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa dalam menyusun sebuah alat ukur diperlukan tahapan-tahapan untuk mendapatkan sebuah alat ukur yang valid dan reliabel sehingga layak digunakan dalam kontek sebuah pengukuran. Lebih lanjut Amir, (2010:1112) mengemukakan bahwa validitas pada dasarnya adalah kemampuan alat ukur untuk dapat mengukur apa yang seharusnya diukur, sebuah tes dikatakan valid apabila tes tersebut mampu mengukur secara tepat terhadap apa yang semestinya diukur. Kata reliabilitas berasal dari ahasa inggris yaitu reliability yang berasal dari kata reliable yang berarti dapat dipercaya. Keandalan (reliabiliy) berasal dari kata rely yang artinya percaya dan reliabel yang artinya dapat dipercaya.
Junaidi
45
Jurnal Sport Pedagogy Vol. 5. No. 1. April 2015
Menurut Amir (2010:12) seseorang dikatakan dapat dipercaya apabila seseorang tersebut selalu berbicara konsisten, tidak berubah-ubah subtansi pembicaraannya dari waktu kewaktu,demikian halnya sebuah tes, dikatakan dapat dipercaya apabila tes tersebut memberikan hasil yang sama meskipun digunakan berkali-kali, lebih lanjut Thorndike dan Hagen dalam Sugiono (2012:178) mengemukakan bahwa reliabilitas berhubungan dengan akurasi instrumen dalam mengukur apa yang diukur, kecermatan hasil ukur dan seberapa akurat seandainya dilakukan pengukuran ulang. Hopkins dan Antes (Sugiono, 2012:179), reliabilitas sebagai konsistensi pengamatan yang diperoleh dari pencatatan berulang baik pada satu subjek maupun sejumlah subjekberdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa reliabilitas merupakan konsistensi sebuah alat ukur yang digunakan secara berulang-ulang tanpa ada perubahan hasil atau tidak berubah-ubah hasil yang didapatkan (mendapatkan hasil yang sama).
Prosedur Penelitian Pengembangan alat ukur kepercayaan diri atlet bulutangkistergolong jenis penelitian pengembangan dengan teknik interviu dan metode Q-Sort. Hal ini sesuai dengan pendapat Richey, Rita dan Nelson (1996:167) bahwa penelitian pengembangan merupakan studi yang sistematis tentang perencanaan, pengembangan, pengevaluasian, proses dan produk yang harus memiliki kriteria konsisten internal. Penelitian ini melibatkan para atlet Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia selanjutnya disingkat dengan (PBSI) Kabupaten Pidie Provinsi Aceh. Jumlah total subjek penelitian adalah 56 atlet dan 4 orang pelatih. Rincian subjek penelitian adalah sebagai berikut. Tahap wawancara sebanyak 8 atlet dan 4 orang pelatih, tahap grup nominal sebanyak 48 atlet, tahap Q-sort sebanyak 5 orang ahli, dan tahap uji coba sebanyak 172 atlet klub bulutangkis Kabupaten Pidie Jaya Provinsi Aceh. Pemilihan subjek penelitian dilakukan dengan teknik pengambilan subjek berumpun (clustered sampling)dengan teknik purposive sampling, yaitu berdasarkan prestasi klub yang baik, tingginya frekuensi mengikuti pertandingan, dan manajemen klub yang baik. Skala kepercayaan diri atlet bulutangkis ini merupakan sejumlah butir pernyataan yang menggambarkan gejala dan perasaan kejiwaan yang terdiri komponen optimis, mandiri, sportif, tidak cemas dan penyesuaian diri yang dialami atlet saat berlatih serta bertandingan. Perasaaan kejiwaan ini merupakan indikasi kepercayaan diri atlet, serta 46
Junaidi
skala kepercayaan diri ini dirancanng dalam bentuk self report (laporan diri) (Stodolsky, 1985). Tujuannya ialah agar subjek mengungkapkan pikiran dan perasaannya tentang kepercayaan diri di saat berlatih serta bertanding. Prosedur Pengembangan Dalam penelitian ilmiah ada tiga jenis instrumen yang paling sering dipakai, yaitu angket, tes dan skala nilai (Hadi, 1991). Lebih lanjut Hadi menjelaskan: "Angket digunakan untuk menyelidiki pendapat subjek mengenai hal atau untuk mengungkapkan keadaan pribadi responden. Tes digunakan untuk mengungkapkan karakteristik individu, khususnya kemampuan, bakat, minat, sikap dan kepribadian."Skala nilai digunakan untuk menilai keadaan pribadi orang lain atau mengenai sesuatu hal tertentu, Berdasarkan penjelasan tersebut, ketiga bentuk instrumen baik tes, angket maupun skala nilai memiliki kesamaan, terutama dari tujuan penelitian.Oleh sebab itu, instrumen kepercayaaan diri atlet PBSI Kabupaten Pidie Provinsi Aceh berisi pernyataan dengan skala penilaian berkisar 1 (satu) sampai 4 (empat) sesuai model yang dikembangkan oleh Likert. Penggunaan skala nilai 1 sampai 4 diharapkan dapat memamahi salah satu persyaratan penting yang harus dimiliki oleh suatu instrumen penelitian yaitu ketelitian, di samping kesahihan dan keterandalan (Hadi, 1991). Prosedur pembuatan alat ukur kepercayaan diri atlet bulutangkis ini mengikuti pada pendapat Chaplin (1998) mengemukakan seseorang yang mempunyai kepercayaan diri dapat bertindak dengan tegas dan tidak ragu-ragu yang menyebabkan orang tersebut memiliki sikap yang optimis, mandiri/kreatif, jujur, tidak cemas dan penyesuaian diri. Proses pembuatan alat ukur kepercayaan diri atlet bulutangkis ini dilakukan sebagaimana yang dikembangkan Mutohir (1986), yang meliputi empat tahap, yaitu: (1) pengumpulan butir-butir (item pool); (2) pemilihan butir-butir (screening of item pool); dan (3) penyusunan skala (construction of scales) dan (4) penguji cobaan alat ukur. Pengumpulan bakal butir. Bakal butir dikumpulkan melalui duacara,yaitu wawancara dan proses grup nominal. Teknik wawancara meliputi studi pendahuluan terhadap 8 orang atlet dan 4 orang pelatih Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia Pengkab Kabupaten Pidie Provinsi Aceh.Untuk mempermudah teknik wawancara, peneliti membuat panduan wawancara.Wawancara tersebut bertujuan mengenali perasaan kejiwaan yang dialami atlet saat berlatih serta bertanding. Hasil wawancara dicatat dan digunakan untuk melengkapi teknik proses grup nominal.
Jurnal Sport Pedagogy Vol. 5. No. 1. April 2015
Pengumpulan bakal butir kedua dilakukan dengan teknik proses grup nominal. Teknik ini memberi kesempatan kepada setiap peserta diskusi untuk berpartisipasi aktif secara bergantian sesuai giliran.Setiap peserta diminta menuliskan pendapat mereka pada secarik kertas. Pendapat ini dinilai oleh setiap anggota kelompok secara anonim untuk menjamin kebebasan berpendapat (Sample, 1984). Teknik grup nominal dilakukan pada atlet PBSI Kabupaten Pidie Provinsi Aceh yang berjumlah 48 atlet. Langkah-langkah teknik grup nominal dalam mengumpulkan bakal butir telah disederhanakan Mutohir (1987) menjadi dua tahap.Tahap pertama, para atlet dikumpulkan dalam satu ruangandan mereka masing-masing diminta untuk menulis pada kertas yang disediakan tentang perasaan kejiwaan yang dialami atlet saat berlatih serta bertanding. Tahap kedua hasil wawancara dengan atlet dan pelatih digunakan dalam proses diskusi kelompok. Hasil wawancara selanjutnya diklasifikasi secara bersama antara peneliti dengan anggota grup Q-sort menurutlima dimensi yang telah ditentukan sebelumnya. Pemilihan butir-butir (screening of item pool) dengan teknik Q-sort. Sesuai dengan pendapat Mutohir (1986, 1987, 1994), proses pemilihan butir (screening process of item pool) dilakukan untuk mereduksi butir-butir yang mencerminkan perasaan kejiwaan tentang kepercayaan diri. Untuk seleksi butir dilakukan dengan kegiatan "Q-sort" dan "analisis faktor." Kegiatan Q-sort dilakukan melalui pengumpulan setiap butir dan ditulis dalam kertas ukuran 5 x 5 cm. Prosedur kegiatan Q-sort adalah: (1) menentukan anggota kelompok Q-sort (peneliti dibantu oleh 5 ahli yang terdiri dari dosen pendidikan olahraga dan dosen pendidikan bimbingan konseling), (2) pemberian penjelasan tentang pengertian dan tujuan Q-sort kepada para anggota, dan (3) penyaringan butir-butir oleh anggota kelompok untuk setiap dimensi menjadi tiga kategori menurut kepentingannya, yaitu: "amat penting", "cukup penting", dan "tidak penting." Kriteria penyaringan adalah kejelasan dimensi yang diwakili dan penilaian derajat kepentingan butir oleh mayoritas anggota grup Q-sort (>60%).Melalui tahap ini, diperoleh dan disepakati 64 perasaan kejiwaan tentang kepercayaan diri yang dinilai paling penting. Penyusunan skala (construction of scales). Alat ukur yang dikembangkan pada penelitian ini diharapkan dapat berfungsi sebagai diagnostic feedbacksehingga sekalipun memiliki cakupan yang luas, alat ukur instrumen tersebut tetap harus memuat butir-butir spesifik untuk dapat mengukur perasaan kejiwaan yang dialami atlet sewaktu berlatih serta bertanding secara reliabel dan valid.Oleh sebab itu alat ukur disusun melalui
prosedur-prosedur tertentu sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, baik pengumpulan butir, seleksi butir, ujicoba dan penyusunan skala penilaian. Pengujicobaan skala.Pada tahap awal, dilakukan penetapan dimensionalitas alat ukur melalui factorial validity.Tahap ini bertujuan mengenali faktor-faktor utama yang merupakan perasaan kejiwaan kepercayaan diri menurut atlet. Penyusunan skala meliputi: (1) analisis butir, (2) reliabilitas alat ukur, (3) analisis faktor, dan (4) penyusunan skala penilaian. Semua tahapan tersebut bertujuan untuk menghasilkan alat ukur handal untuk mengungkap tingkat kepercayaan diri atlet bulutangkis. Analisis Data Data yang telah dikumpulkan selanjutnya dikategorikan dan dianalisis baik secara kualitatif maupun kuantitatif.Data kualitatif digunakan agar dapat lebih menjelaskan permasalahan yang dibahas.Sedangkan data kuantitatif dianalisis dengan menggunakan teknik-teknik statistik. Butir-butir yang dikumpulkan sebagai indikator perasaan kejiwaan kepercayaan diri atlet bulutangkis telah diperoleh melalui wawancara, proses grup, seleksi dan kategori dengan menggunakan Q-sort menjadi butir-butir yang digunakan dalam proses ujicoba. Selanjutnya hasil ujicoba alat ukur dianalisis dengan teknik statistik berikut ini. (a) Analisis validitas butir dengan menggunakan koefesien kolerasi, (b) Analisis reliabilitas dengan menggunakan Alpha Cronbach,(c) Analisisi faktor dengan menggunakan, "teknik Principal Axis Factoring dan Rotation Method Oblimin with Kaiser Normalization."Seluruh analisis dilakukan dengan menggunakan bantuan komputer melalui program Statistical Package for Social Sciences(SPSS) (Nie, 1975). Prosedur Pelaksanaan Penelitian pembuatan alat ukur atlet kepercayaan diri dilaksanakan pada atlet dan pelatih PBSI Kabupaten Pidie Provinsi Aceh. Waktupelaksanaannya mulai bulan Mei s.d. Oktober 2013, dengan rincian waktu pelaksanaan, yakni tahap observasi dilaksanakan pada bulan Mei 2013, tahap wawancara, teknik grup nominal, Qsort, dan uji coba dilaksanakan pada bulan September s.d. Oktober 2013. Adapun prosedur pelaksanaan penelitian, peneliti menghubungi Pengurus PBSI Kabupaten Pidie Provinsi Aceh untuk memperoleh ijin penelitian serta menghubungi para atlet dan pelatih yang menjadi subjek penelitian.Keikutsertaan ini bersifat sukarela dengan persetujuan tertulis diperoleh dari tiap atlet sebelum pengumpulan
Junaidi
47
Jurnal Sport Pedagogy Vol. 5. No. 1. April 2015
data.Peneliti melakukan pertemuan dengan atlet dan pelatih sesuai dengan jadwal yang ditentukan.Selanjutnya peneliti melakukan tahapan-tahapan, yakni wawancara, grup nomimal, Q-sort, dan pembagian skala kepercayaaan diri kepada subjek pada tahap ujicoba. A. Hasil Penelitian 1. Validitas Uji validitas merupakan suatu ukuran yang menunjukan tingkat keandalan atau keabsahan suatu alat ukur (Arikunto, 1995; 63-69 dalam Riduan, 2010; 109).Validitas digunakan untuk mengetahui kelayakan butir-butir dalam suatu daftar (Kontruk) pertanyaan lammendefinisikasi suatu variabel (Nugroho, 2005; 67) Perhitungan validitas butir dilakukan dengan menggunakan program Statistical Package for Social Sciences, (SPSS 21.0), kesahihan butir didasarkan pada ketentuan di atas nilai r tabel yaitu 0.3 berdasarkan pendapat Sugiono (2012:16) bahwa tingkat kesahihan suatu alat ukur berada diatas 0.3 sehingga instrumen tersebut dikatakan valid. Uji coba alat ukur kepercayaan diri atlet bulutangkis diterapkan pada subjek sebanyak 172 atlet klub bulutangkis PBSI Pidie Jaya yang telah mewakili dari setiap klubnya menunjukkan hasil sebagai berikut: a. Faktor Optimis Terhadap Kepercayaan Diri Faktor kesatu terdiri atas dua belas butir pernyataan, setelah dilakukan pengujian ternyata semua butir sahih.dari dua belas butir pernyataan kesahihan butir didasarkan pada ketentuan di atas 0.3. Maka semua butir pernyataan pada faktor kesatu yang layak diikutsertakan dalam alat ukur penelitian, yaitu no butir 1 (saya yakin terhadap kemampuan yang saya miliki), 2 (saya dapat menyelesaikan tugas sesuai dengan kemampuan saya), 3 (saya sulit putus asa), 4 (saya yakin keputusan yang saya ambil yang terbaik) 5 (saya yakin prestasi kedepan lebih baik), 6 (saya percaya atas kemampuan yang saya miliki ),7 (saya terus berusaha sampai berprestasi), 8 (saya penuh keyakinan di saat bertanding), 9 (saya yakin dengan kemampuan yang saya miliki), 10 (saya selalu bersemangat di saat latihan), 11 (saya bisa juara dengan tekat yang saya miliki), 12 (saya berani menghadapi lawan di saat pertandingan), maka apabila tingkat validitas butir yang didapatkan berada dibawah 0.3 di nyatakan tidak falit, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa faktor kesatu semuan butir sahih yang mampu mengukur konstruknya secara valid. Bobot faktor diperoleh sebesar 12%, hal ini berarti muatan faktor (faktor loading) pada faktor optimis tentang kepercayaan diri atlet bulutangkis sebesar 12%.
48
Junaidi
b. Faktor Mandiri Terhadap Atlet Faktor kedua terdiri atas tiga belas butir pernyataan, setelah dilakukan pengujian ternyata semua butir sahih hanya tiga belas butir pernyataan. Kesahihan butir didasarkan pada ketentuan di atas 0.3. Maka semua butir pada pernyataan faktor ke dua yang layak diikutsertakan dalam alat ukur penelitian, yaitu no butir 13 (saya terbiasa untuk melakukan segala sesuatu dengan kemampuan saya sendi), 14 (saya berusaha sendiri biarpun tugas yang di berikan berat), 15 (meskipun mendapatkan tugas yang sulit saya selalu berusaha mengerjakan sendiri), 16 (saya yakin keputusan yang saya ambil yang terbaik), 17 (saya berani menjalani sendiri tanpa bantuan orang lain), 18 (saya selalu bersemangat dalam berjuang), 19 (saya mengikuti kemauan hati saya sendiri), 20 (saya terus berusaha biarpun hasil nya kurang maksimal), 21 (saya berusaha sendiri tidak tergantung dengan teman-teman yang lain), 22 (saya tetap latihan biarpun pelatih tidak ada), 23 (saya selalu bersemangat di saat latihan ) .24 (saya tidak mengharap bantuan apabila tidak di perlukan sekali), 25 (saya berani mengatasi masalah sesuai prosedur), maka apabila tingkat validitas butir yang didapatkan berada dibawah 0.3 di nyatakan tidak valit, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa faktor ke dua semuan butir sahih yang mampu mengukur konstruknya secara valid. Bobot faktor diperoleh sebesar 13%, hal ini berarti muatan faktor (faktor loading) pada faktor mandiri atlet dalam tentang kepercayaan diri atlet bulutangkis sebesar 13%. c. Faktor Sportif Terhadap Atlet Faktor ketiga terdiri atas dua belas butir pernyataan, setelah dilakukan pengujian ternyata semua butir sahih hanya dua belas butir pernyataan.Kesahihan butir didasarkan pada ketentuan di atas 0.3, maka semua butir pernyataan pada faktor ke tiga layak diikutsertakan dalam alat ukur penelitian, yaitu no butir 26 (saya mengakui bila memang saya salah), 27 (saya menerima bila saya salah saya tidak mengkambing hitamkan orang lain), 28 (saya selalu menerima kritikat orang lain), 29 (saya memintak maaf apa bila saya salah), 30 (saya siap menerima saran dari pelatih dan sesama atlet), 31 (saya berani menerima resiko atas apa yang saya lakukan), 32 (saya selalu sabar dalam latihan dan pertandingan), 33 (saya selalu menerima keputusan yang berikan wasit), 34 (saya tidak meremehkan lawan di saat latihan dan pertandingan), 35 (saya menerima biarpun keputusan yang di ambil oleh wasih salah), 36 (saya tidak mencari masalah di saat pertandingan), 37 (saya tidak putus asa biarpun kalah tetep bersemangat),maka apabila tingkat validitas butir yang didapatkan berada dibawah 0.3 di nyatakan
Jurnal Sport Pedagogy Vol. 5. No. 1. April 2015
tidak valit, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa faktor ke tiga semuan butir sahih yang mampu mengukur konstruknya secara valid. Bobot faktor diperoleh sebesar 12%, hal ini berarti muatan faktor (faktor loading) pada faktor Sportis atlet dalam tentang kepercayaan diri atlet bulutangkis sebesar 12%. d. Faktor Tidak Takut di Saat Latihan Faktor keempat terdiri atas tujuh belas butir pernyataan, setelah dilakukan pengujian ternyata semua butir sahih hanya tujuh belas butir pernyataan.kesahihan butir didasarkan pada ketentuan di atas 0.3. Maka semua butir pernyataan pada faktor ke empat layak diikutsertakan dalam alat ukur penelitian, yaitu no butir, 38 (saya berani mengemukakan pendapat di depan umum), 39 (saya berani memulaikan pembicaraan dengan orang yang baru saya kenal), 40 (saya berani mengikuti turnamen di mana saja), 41 (saya berani memberikan keputusan), 42 (saya tidak takut bermain di tempat lawan), 43 (saya berani atas kebenaran), 44 (saya berani meminta pendapat ora ng lain), 45 (saya beranimenantang lawan dalam pertandingan), 46 (saya tidak takut dengan penampilan yang lawan miliki di saat pertandingan), 47 (saya siap bertanding dengan lawan), 48 (saya memiliki mental yang kuat), 49 (saya selalu berdoa sebelum pertandingan saya mulai), 50 (saya yakin dengan kemampuan yang saya miliki akan membawa juara), 51 (saya berani mengatasi lawan biarpun dia lebih jago dari saya), 52 (saya tidak gemetar dengan kelebihan yang lawan miliki), 53 (saya pantang menyerah dalam kondisi apapun), 54 (saya berani tampil depan umum kapan saja),maka apabila tingkat validitas butir yang didapatkan berada dibawah 0.3 di nyatakan tidak falit, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa faktor ke empat semuan butir sahih yang mampu mengukur konstruknya secara valid. Bobot faktor diperoleh sebesar 17 %, hal ini berarti muatan faktor (faktor loading) pada faktor tidak takut atlet dalam tentang kepercayaan diri atlet bulu tangkis sebesar 17%. e. Faktor Menyesuikan Diri di Saat Latihan Faktor kelima terdiri atas sepuluh butir pernyataan, setelah dilakukan pengujian ternyata semua butir sahih hanya sepuluh butir pernyataan.Kesahihan butir didasarkan pada ketentuan di atas 0.3, maka semua butir pernyataan pada faktor ke lima layak diikutsertakan dalam alat ukur penelitian yaitu no butir , 55 (saya senang bergaul sama siyapa saja), 56 (saya tidak merasa cenggung biarpun dengan kawan yang baru saya kenal), 57 (saya bisa menyesuikan deri dengan kawan), 58 (saya menyukai pergaulan dengan teman teman saya), 59 (saya bisa menyesuikan
dengan keadaan dimana saya berada), 60 (saya tidak grogi biarpun berada di tempat keramaian), 61 (saya cepat akrap dengan orang yang baru saya kenal), 62 (saya mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar dalam keadaan apapun), 63 (saya selalu menyapa sesama teman), 64 (saya pandai mengambil hati orang lain dalam keadaan apapun),maka apabila tingkat validitas butir yang didapatkan berada dibawah 0.3 di nyatakan tidak falit, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa faktor ke lima semuan butir sahih yang mampu mengukur konstruknya secara valid. bobot faktor diperoleh sebesar, 10 %, hal ini berarti muatan faktor (faktor loading) pada faktor menyesuikan diri atlet dalam tentang kepercayaan diri atlet bulu tangkis sebesar 10.%. 2. Reliabilitas Alat Ukur Pengujian reliabilitas dilakukan dengan menggunakan rumus Alpha Cronbach, tujuan pengujian reliabilitas adalah untuk mengetahui stabilitas internal jawaban dalam satu faktor.Hasil perhitungan koefisien reliabilitas (keterandalan) dilakukan dengan menggunakan program Statistical Package for Social Sciences, (SPSS 21 .0) (Ridwan etal. 2011:143-206), dengan jumlah responden sebanyak 172 atlet. Hasil ujicoba reliabilitas dengan menggunakan formula Space Saver menunjukkan, bahwa kelima faktor memiliki koefisien reliabilitas dengan α 0.672 sampai 0.730 dengan demikian alat ukur tersebut akan memberikan hasil pengukuran yang handal atau dip ercaya. 3. Analisis Faktor Salah satu pendekatan untuk menseleksi dan mereduksi butir dalam penelitian ini analisis factorsesuai pendapat Mutohir (1987:42) yang menjelaskan bahwa analisis faktor merupakan alat yang bergunan untuk mencari variabel-variabel yang berkorelasi dan yang kurang berkorelasi dengan butir-butir dari kelompok (clusters) yang lain. Pendekatan ini digunakan untuk mengidentifikasi muatan faktor atau factor loading dari setiap butir dan faktor aspek kepercayaan diri atletbulutangkis, Santoso (2001:93), juga menyatakan bahwa proses analisis faktor mencoba menemukan hubungan antara sejumlah variabelvariabel yang saling independen satu dengan yang lain sehingga bisa dibuat satu atau beberapa kumpulan variabel yang lebih sedikit dari jumlah variabel awal. Teknik yang dapat digunakan dalam analisi faktor adalah Principal Axis Factoring dan Rotation Method Oblimin with Kaiser Normalization, untuk memilah sejumlah butir menjadi sejumlah skala (Mutohir, 1987:43). Dalam proses penganalisisnya atau perhitungan menggunakan program Statistical Package for
Junaidi
49
Jurnal Sport Pedagogy Vol. 5. No. 1. April 2015
Social Sciences, (SPSS 17.0) (Ridwan et al. 2011:143-206). Dalam analisis faktor prinsip utama adalah korelasi, maka asumsi-asumsi terkait dengan korelasi harus dipenuhi di antara (1) besarnya korelasi atau korelasi antar independen variabel harus cukup kuat, diatas 0.030. (2) besar korelasi parsial, korelasi antar dua variabel dengan menganggap tetap variabel yang lain, justru harus kecil. Pada SPSS, deteksi terhadap korelasi parsial diberikan lewat pilihan Anti-image Correlation,(3) pengujian seluruh matrik korelasi (korelasi antar variabel), yang diukur dengan besaran Bartlett’s Test of Sphericity atau Measure Sampling Adequacy (MSA). Pengujian ini mengharuskan adanya korelasi yang signifikan di antara paling sedikit beberapa variabel, dan (4) pada beberapa kasus, asumsi normalitas dari variabel-variabel atau faktor terjadi sebaiknya dipenuhi (Santoso, 2002:95). Hasil proses penganalisisnya atau perhitungan menggunakan program Statistical Package for Social Sciences (SPSS 17.0). a. Uji KMO and Bartlett’s Test Uji KMO and Bartlett’s test dilakukan untuk mengetahui apakah variabel dan sampel yang ada dapat dianalisis lebih lanjut atau tidak. Adapun hasil uji KMO and Bartlett’s test adalah 0.801 dengan signifikansi 0.000.Oleh karena angka tersebut sudah di atas 0.300 dan signifikan jauh di bawah 0.030 (0.000 <0.030), maka variabel dan sampel yang ada dapat dianalisis lebih lanjut. Untuk lebih jelas outputhasil ujiKMO and Bartlett’s test. b. Uji Anti-image Matrices Uji anti-image matrices dilakukan untuk menentukan variabel atau faktor mana saja yang layak digunakan dalam analisis lanjutan. Adapun hasil uji anti -image corelation ternyata dari lima faktor lima faktor yang terdiri dari emam puluh empat butir soal tersebut masuk dalam analisis lanjutan diantaranya1,(faktor optimis), 2 (faktor mandiri), 3 (faktor sportif), 4 (faktor tidak takut),dan 5 (faktor menyesuikan diri), untuk lebih jelas output hasil uji anti-image correlation. Berdasarakan tabel di atas dapat diketahui bahwa nilai Measure of Sampling Adequacy (MSA) untuk masing-masing variabel adalah 0.785 (F1); 0.796 (F2); 0.858 (F3); 0.786 (F4); 0.794 (F5); Berdasarkan teori, variabel tersebu layak untuk dianalisis adalah nilai MSA lebih dari 0.030.Dari data semua analisis ternyatak semua faktor yang terdiri dari enam puluh empat butir soal masuk karena nilai MSA lebih besar dari 0.030.Jadi tidak ada lagi faktor ataupu butir soal yang harus dikeluarkan.
50
Junaidi
c.
Uji Communalities Uji communalities pada dasarnya adalah jumlah varians (bisa dalam persentase) dari suatu butir mula-mula yang bisa dijelaskan oleh faktor yang ada Untuk nomor butir 1 angka extraction adalah 0.447 Hal ini berarti sekitar 44.700 persen varians dari nomor butir 1 bisa dijelaskan oleh factor. Untuk nomor butir 2 angka extraction adalah 0.289.Hal ini berarti sekitar 28.900 persen varians dari nomor butir 2 bisa dijelaskan oleh faktor yang terbentuk. Demikian seterusnya untuk butir lainya, dengan ketentuan bahwa semakin besar communalitiessebuah butir, berarti semakin erat hubungannya dengan faktor yang terbentuk. Untuk lebih jelas output hasil uji communalities Uji Total Explanined Variance. Hasil tabel total explanined variance diperoleh bahwa hanya lima faktor yang terbentuk, karena 1 sampai dengan 5 faktor, angka extraction sums of squared loadings di atas 2,142 yakni 8.089 sampai dengan 2.143. Namun untuk faktor ke 5 sampai dengan 64 angka extraction sums of squared loadings dibawah 2,142 sehingga proses factoring berhenti pada 5 faktor saja. Untuk lebih jelas output hasil uji total explained variance. d. Uji Faktor Matrix Setelah diketahui bahwa lima faktor adalah jumlah yang paling optimal, maka hasil tabel faktor matrix menunjukkan distribusi keenam puluh empat butir tersebut pada lima faktor yang terbentuk. Sedangkan angka-angka yang ada pada tabel tersebut adalah factor loadings, yang menunjukkan besar korelasi antara suatu butir dengan faktor 1, 2, 3, 4, dan 5. Proses penentuan butir yang mana akan ke faktor yang mana, dilakukan dengan melakukan perbandingan besar korelasi pada setiap baris. Untuk lebih jelas output hasil uji factor matrix. e. Uji Pattern Matrix Uji pattern matrix bertujuan untuk memperlihatkan distribusi butir yang lebih jelas dan terpola, karena pada uji factor matrix masih banyak butir yang lemah.Terlihat bahwa setelah uji pattern matrix faktor loadings yang dulunya kecil semakin diperkecil, dan faktor loadings yang besar semakin diperbesar. Butir nomor 1 di factor 0.078 (lemah), dengan pattern, lebih diperkecil menjadi 0..066. Dengan demikian, dari keenam puluh empat butir telah direduksi menjadi 64 butir yang terdiri dari lima faktor. Untuk lebih jelas output hasil uji pattern matrix dapat dilihat pada lampiran 17 halaman 137. f. Uji Structure Matrix Uji structure matrix bertujuan memperlihatkan distribusi butir yang lebih jelas danterstruktur, karena pada uji pattern matrix masih banyak butir yang lemah. Terlihat bahwa
Jurnal Sport Pedagogy Vol. 5. No. 1. April 2015
setelah uji structure matrix faktor loadings yang dulunya kecil semakin diperbesar, dan faktor loadings yang besar semakin diperbesar. Butir nomor urut 2 di factorpattern0.004 (kuat), dengan structure lebih diperkuat menjadi 0..055. Dengan demikian, dari keenam puluh empat butir telah direduksi menjadi tetap 64 butir yang terdiri dari lima faktor. Untuk lebih jelasoutput hasul uji struture matrix. g. Factor Correlation Matrix Nilai-nilai yang diperoleh dari korelasi berdasarkan nilai analisi faktor, terlihat dengan jelas bahwa muatan faktor dari 64 butir yang terdistribusi pada 5 faktor dan masing-masing butir bermuatan secara signifikansi pada faktor yang ditargetkan untuk diukur. Tampak faktor-faktor dalam skala kepercayaan diri atlet bulutangkis saling berkorelasi satu dengan lain, walaupun secara analisis masing-masing faktor tampak jelas mengukur dimensi kepercayaan diri atlet bulutangkis yang harus diukur. Adapun factor correlation matrix hasil analisis factor, maka dapat dilihat faktor dalam kepercayaan diri atlet bulutangkis merupakan faktor yang saling berkorelasi (correlated factors) dengan rentang 0.001 sampai 0.288. Tampak skala kepercayaan diri atlet bulutangkis yang dikembenagkan merupakan instrumen yang bersifat multidimensional. Kesimpulan Berdasarkan skala kepercayaan diri atlet bulutangkis yang terdiri dari 5 faktor dan 64 butir pernyataan merupakan alat ukur yang valid dan memiliki tingkat kesahihan yang tinggi 0.644 dan reliabel yang memiliki tingkat keterandalan yang tinggi 0.786 yang dapat digunakan untuk mengukur kepercayaan diri atlet bulutangkis PBSI Pidie Jaya. Pengujian validitas dan reliabilitas dan ananlisis faktor, instrumen dari kelima dimensi yaitu optimis, mandiri, sportif, tidak takut, menyesuikan diri 64 butir instrumen yang dijadikan sebagai alat ukur kepercayaan diri atlet bulutangkis maka semuabutir instrumen bisa dijadikan sebagai alat ukur dari setiap demensi tersebut yaitu: (1) faktor optimis12%, (2) faktor mandiri 13%, (3) faktor sportif 12%, (4) faktor tidak takut17 %, (5) faktor menyesuikan diri10%,.keenam puluh empat butir instrumen yang dijadikan sebagai alat ukur kepercayaan diri atlet bulutangkis yang akan digunakan untuk mengukur tingkat kepercayaan diri atlet bulutangkis karena memiliki tingkat validitas yang tinggi dengan skor 0.644 dan reliabilitas yang tinggi dengan skor 0.786 dan semua butir instrumen ikut sertakan sebagai skala kepercayaan diri atlet bulutangkis
karena memiliki tingkat validitas yang tinggi di atas 0.030. Daftar Pustaka Amir Nyak, 2010. Pengukurandan Evaluasi Kinerja Olahraga. Banda Aceh: Syiah Kuala University Press. Arikunto, S. 2010. Prosedur PenelitianSuatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. Bompa, T.O. 1983. Theory and methodology of training. Dubuque: Kendall/Hunt, Publishing Company. Chaplin, J.P. 1998. Kamus lengkap psikologi (K. Kartono, Pengalih bhs). Jakarta: Raja Gazpersz, V. 1992. Teknik analisis dalam penelitian percobaan (Jilid 1& 2), Bandung: CV. Alfabeta. Grafindo Persada. Hadi, S. 1991. Analisis butir untuk instrument angket dan tes dan skala nilai.Yokyakarta: Andi Offset. Hakim. 1992. Kepribadian. Jakarta; Erlangga. Kumara, A. 1988. The test of self-confidance (Unpublished research report). Faculty of Psychology, Universitas Gadjah Mada. Lauster, P. 1978. The personality test (2nd.ed). London: Bantam Books, Ltd. Levy, A. R., Nicholls, A. R., Polman, C. J. 2010. Pre-competitive confidence, coping, and subjective performance in sport. Scandinavian Journal of Medicine and Science in Sport, 21, 721-729. Muljono, P. 2002. Penyusunan dan pengembangan instrumen penelitian. Paper presented at Peningkatan Suasana Akademik workshop. Department of Economics FISUNJ5-9 Agustus. Mutohir, T. C. 1986. The development and examination of student evaluation of teaching a effectiveness in an Indonesian higher education setting Unpublished thesis). Macquarie University, Sydney. Mutohir, T. C. 1987. Laporan Penelitian Pengembangan Instrumen Evaluasi Efektifitas Pengajaran di Perguruan Tinggi (suatu rintisan).Surabaya, Pusat Penelitian IKIP Surabaya, Depdikbud. Mutohir, T. C. 1994. Evaluasi keefektifan pengajaran studi kasus di IKIP Surabaya. Media Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan,73/Th XVI, 7. Nie, N. H., Hull, C. H., Jenkins. J.G., Steinbrenner,K., & Bent, D. H. (1975). Statistical package for social Sciences.New York: McGraw-Hill. Richey, R., & Nelson. 1996. Developmental research. In D. H. Jonassen
Junaidi
51
Jurnal Sport Pedagogy Vol. 5. No. 1. April 2015
(Ed.),Handbook of research for educational communications and technology (pp. 1213-1245). New York: Macmillan Simon and Suchuster. Ridwan et al, 2011. Cara Mudah Belajar Statistical Packagefor Social Sciences, SPSS 21.0, dan Aplikasi Statistik Penelitian. Bandung: Alfabeta. Sample, J.A. 1984. Nominal group technique: An alternative to brainstorming. Journal of Extension, 22(2) Retrieved from: http:/'/'www.joe.org/ foe 1984 march/ iw2.html. Setyobroto, S. 2002. Psikologi olahraga. Jakarta: Universitas Negeri Jakarta. Stodolsky, S. 1985. Telling math: Origin of math aversion and anxiety. Educational Psyhologist, 3, 125-133. Sugiyono. 2012. Metode penelitian kombinasi. Bandung: CV.Alfabeta. Suryabrata, S. 1998. Pengembangan alat akur psikologis. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Depdikbud.
52
Junaidi