KONTRIBUSI IMPLEMENTASI MANAJEMEN PARTISIPATIF TERHADAP KINERJA GURU DAN TERHADAP KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR DI SMA NEGERI 4 BOGOR
Atip Suherman
[email protected]
ABSTRAK Implementasi Manajemen Partisipatif dapat diartikan sebagai digunakannya kemampuan seorang pemimpin dalam menggunakan sumberdaya secara efektif untuk mencapai sasaran dengan melibatkan berbagai unsur yang terkait. Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah Implementasi Manajemen Partisipatif yang dilaksanakan oleh kepala sekolah memberikan kontribusi terhadap peningkatan kinerja guru dan terhadap kegiatan belajar mengajar? Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 4 Kota Bogor dengan sampel penelitian berjumlah 55 guru yang sudah bekerja selama 4 tahun di SMA Negeri 4 Kota Bogor. Adapun pendekatan yang digunakan adalah kuantitatif dan kualitatif. Pendekatan kuantitatif dilakukan untuk uji hipotesis dengan menggunakan multiple regression. Adapun pendekatan kualitatif digunakan untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam mengapa implementasi manajemen partisipatif dapat meningkatkan kinerja guru dan kegiatan belajar mengajar. Untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan untuk menjawab pertanyaan penelitian, melibatkan informan 3 (tiga) orang wakil kepala sekolah sebagai significant others. Secara kuantitatif data diolah dengan menggunakan SPSS versi 15.0, sementara secara kualitatif data diperoleh melalui wawancara, observasi, dan focus group discussion (FGD). Berdasarkan hasil perhitungan SPSS versi 15.0 telah diketahui bahwa dari uji ANOVA atau F test, diperoleh F hitung 51.859 untuk kinerja guru, 57,505 untuk proses belajar mengajar, dan 29,339 untuk kinerja guru dan proses belajar mengajar dengan tingkat signifikansi 0.000. Probabilitas yang lebih kecil dari 0,05 (p < 0,05) maka model regresi dapat dipakai dan F hitung > F table (3.943), sehingga penelitian ini telah menunjukkan adanya kontribusi yang signifikan dari implementasi manajemen partisipatif terhadap kinerja guru dan kegiatan belajar mengajar lebih efektif. Dengan kontribusi 49,5% terhadap kinerja guru dan 52% terhadap kegiatan belajar mengajar. Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah Manajemen partisipatif yang dilaksanakan di SMA Negeri 4 Kota Bogor telah memberikan kontribusi yang cukup signifikan terhadap peningkatan kinerja guru dan kegiatan belajar mengajar berlangsung lebih efektif. Hal ini juga dapat dibuktikan dari hasil wawancara, observasi, dan focus group discussion (FGD). Kata Kunci: Partisipatif, Kinerja Guru, Kegiatan Belajar Mengajar, efektif
PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 38 ayat 2 dikatakan bahwa Kurikulum pendidikan dasar dan menengah dikembangkan sesuai dengan relevansinya. Yaitu dikembangkan oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite sekolah/madrasah di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor departemen agama kabupaten/kota untuk pendidikan dasar dan provinsi untuk pendidikan menengah (Depdiknas, 2003). Berdasarkan undang-undang inilah maka lahir Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Agar Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) ini membumi, maka keluarlah Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Dan untuk aplikasinya, Pemerintah melalui Menteri Pendidikan Nasional mengeluarkan 10 Permen Diknas secara bertahap. Peraturan Menteri (Permen) Pendidikan Nasional yang dimaksud adalah Permendiknas Nomor 22, 23, 24, dan 06 Tahun 2006. Agar setiap Satuan Pendidikan dapat melaksanakan keempat peraturan tersebut, maka pada tahun 2007 Mendiknas mengeluarkan 5 Permen Diknas. Adapun Permen Diknas yang dimaksud, yaitu Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16, 18, 19, 20, dan 41 Tahun 2007. Sedangkan pada tahun 2008 dikeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 48 Tahun 2008. Kelahiran berbagai peraturan dan kebijakan tersebut di atas jelaslah bahwa pemerintah berusaha maksimal untuk mengadakan berbagai perubahan untuk memenuhi tuntutan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dalam dimensi lokal dan global. Melalui kebijakan tersebut diharapkan agar tujuan pendidikan nasional dapat tercapai. Dalam konsep School Based Management (Manajemen Berbasis Sekolah) kepala sekolah memegang peranan yang sangat penting. Karena dalam konsep ini, sekolah diberikan kewenangan dan keleluasaan untuk mengatur sumber daya yang ada secara efektif. Untuk itu, kepala sekolah harus memiliki kemampuan untuk menghasilkan gagasan-gagasan besar dan laku untuk dijual, visioner, kreatif, dan inovatif. Implementasi manajemen partisipatif di SMA Negeri 4 Bogor dilakukan mulai tahun pelajaran 2006/2007 setelah terjadi penggantian kepala sekolah. Dan kegiatan belajar mengajar berlangsung efektif, tidak banyak guru yang mangkir, rasa memiliki tinggi, dan mutu pendidikan meningkat. Kalau begitu, dengan membatasi pada ruang lingkup implementasi manajemen partisipatif, apakah meningkatnya kinerja guru dan kegiatan belajar mengajar lebih efektif disebabkan oleh implementasi manajemen partisipatif atau disebabkan oleh faktor-faktor lain? Berapa kontribusi implementasi manajemen partisipatif terhadap peningkatan kinerja guru? Berapa kontribusi implementasi manajemen partisipatif terhadap kegiatan belajar mengajar? Dan berapa kontribusi faktor-faktor lain terhadap peningkatan kinerja guru dan peningkatan kegiatan belajar mengajar? Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kontribusi yang diberikan oleh implementasi manajemen partisipatif terhadap peningkatan kinerja guru dan terhjadap peningkatan kegiatan belajar mengajar.
TINJAUAN PUSTAKA Implementasi Manajemen Partisipatif Kata manajemen mengandung pengertian penggunaan sumberdaya secara efektif untuk mencapai sasaran (Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi III, Balai Pustaka, 2001). Mary Parker Foller (1997) ”Management is the art of gettings done through poeple”. Kutipan tersebut mempunyai arti manajemen merupakan seni untuk menyelesaikan sesuatu melalui orang lain. Terry ( dalam Manullang, 1983) manajemen merupakan cara penyampaian tujuan yang telah ditentukan terlebih dahulu dengan melalui kegiatan orang lain. Adapun menurut Manullang (1983) manajemen sebagai suatu proses bagaimana cara orang untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Sedangkan Griffin (dalam Munandar, 2006) mendefinisikan manajemen sebagai sebuah proses perencanaan (planing), pengorganisasian (Organizing), pengkoordinasian (actuating), dan pengontrolan (controlling) sumber daya untuk mencapai sasaran (goals) secara efektif dan efesien. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa manajemen adalah mengkoordinasikan semua sumber daya yang ada melalui proses perencanaan, pengorganisasian, penetapan, dan pengawasan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Sedangkan kata partisipatif mempunyai arti turut berperan serta dalam suatu kegiatan (Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi III, Balai Pustaka, 2001). Allen dan Glikman (1992) partisipatif adalah berperan serta semua level dalam suatu kegiatan. Adapun menurut Newel (1992) partisipatif adalah melibatkan sejumlah pemikiran dalam memecahkan suatu masalah (Allen dan Glikman, 1992, Newel (1992) dalam Sudrajat, 2010). Jadi dapat disimpulkan bahwa pengertian partisipatif adalah turut berperan serta semua level, sejumlah orang, dan sejumlah pemikiran untuk memecahkan masalah dalam suatu kegiatan. Menurut Warsidi (1997), Manajemen Partisipatif adalah dialog yang komunikatif dengan mempertemukan semua konsistuen yang terlibat untuk mencapai tujuan. Yukl (1994) menyebut istilah kepemimpinan partisipatif, menyangkut penggunaan berbagai macam prosedur keputusan yang memberikan orang lain suatu pengaruh tertentu terhadap keputusan-keputusan pemimpin tersebut. Sementara Vroom dan Yetton (dalam Robbins, 2003) menyebut istilah model kepemimpinan partisipatif sebagai hubungan perilaku kepemimpinan dan partisipannya dalam membuat keputusan (that related leadership behavior and participation in decision making). Jadi manajemen partisipatif adalah sebuah proses turut berperan sertanya sumberdaya manusia dalam suatu kegiatan secara efektif untuk mencapai tujuan. Dengan demikian jelaslah bahwa Implementasi Manajemen Partisipatif dapat diartikan sebagai digunakannya kemampuan seorang pemimpin dalam menggunakan sumberdaya secara efektif untuk mencapai sasaran dengan melibatkan berbagai unsur yang terkait. Menurut Yukl (1994) ada 7 indikator yang harus dipenuhi oleh organisasi yang melaksanakan manajemen partisipatif. Indikator yang dimaksud adalah: 1) dilaksanakannya sifat kepemimpinan partisipatif, 2) dilaksanakannya indikator-indikator manajemen partisipatif, 3) adanya model pengambilan keputusan, 4) terlihatnya aplikasi manajemen partisipatif, 5) adanya proses pendelegasian, 6) dilaksanakannya tata cara pendelegasian, dan 7) adanya program self managed team. Agar dalam melaksanakan manajemen partisipatif terhindar dari kesalahan, maka ada indikator-indikator yang harus diperhatikan oleh seorang pemimpin. Indikator yang dimaksud meliputi: pentingnya sebuah keputusan, pentingnya mendapat pengikut
yang komitmen terhadap keputusan, dan apakah pemimpin cukup informasi dalam membuat keputusan. Selain itu, indikator tingkat kesulitan masalah, apakah mereka membutuhkan informasi dalam membuat keputusan yang baik, dan pertimbangan lain bila mengikut sertakan banyak orang apakah tidak mengakibatkan solusi yang terlalu berlebihan (Robbins, 2003). Dalam konteks dunia pendidikan, menurut Sallis (2008) langkah awal untuk dapat meningkatkan mutu pendidikan adalah menggunakan manajemen perusahaan/industry. Dalam hal ini lembaga pendidikan harus memposisikan dirinya sebagai institusi jasa, sehingga program-program yang dilaksanakan akan selalu berorientasi pada kepuasan pelanggan. Dalam konteks dunia pendidikan, pelanggan yang dimaksud adalah siswa, orang tua siswa, dan masyarakat. Bagi lembaga yang memposisikan dirinya sebagai industri jasa maka semua programnya harus memenuhi standar mutu. Dalam konsep Total Quality Management, menurut Riyadi dan Fahrurozi dalam pengantar penerjemahan buku Total Quality Management In Education, mengatakan bahwa secara operasional, mutu ditentukan oleh dua faktor. Adapun kedua faktor yang dimaksud yaitu terpenuhinya spesifikasi yang telah ditentukan sebelumnya (Standar Isi dan Standar Kelulusan) dan terpenuhinya spesifikasi yang diharapkan menurut tuntutan dan kebutuhan pengguna jasa (output dan outcome) (Sallis, 2008). Untuk dapat mencapai kedua faktor tersebut di atas, kata Riyadi dan Fahrurozi, ada 5 hal pokok yang perlu dilaksanakan. Ke lima hal tersebt diantaranya: 1) perbaikan secara terus menerus, 2) menentukan standar mutu (pendidikan), 3) perubahan kultur, 4) perubahan organisasi, dan 5) mempertahankan hubungan dengan pelanggan ( Sallis, 2008). Itu semua dapat dilaksanakan bila semua elemen yang ada dalam satuan pendidikan ikut terlibat sehingga kepala sekolah mau atau tidak, harus melaksanakan manajemen partisipatif. Kendatipun demikian, keberhasilan suatu sekolah pada hakekatnya terletak pada efisiensi dan efektifitas performance seorang kepala sekolah, karena kualitas kepemimpinan kepala sekolah signifikan bagi keberhasilan sekolah. Dalam hal ini, Spanbauer berpendapat bahwa:”Dalam pendekatan berbasis mutu, kepemimpinan di sekolah bergantung pada pemberdayaan para guru dan staf lain yang terlibat dalam proses belajar mengajar” ( Sallis, 2008). Organisasi yang unggul, baik negeri maupun swasta, menurut Peters dan Waterman adalah organisasi yang selalu menjaga hubungan dengan pelanggannya dan memiliki obsesi terhadap mutu (Sallis, 2008). Itu artinya, seorang kepala sekolah sebagai pemimpin organisasi dalam mengembangkan institusi yang dipimpinnya harus mengutamakan mutu sesuai harapan dan keinginan pelanggan (dewan guru, tenaga kependidikan, siswa, orang tua siswa, dan masyarakat). Kepala sekolah harus melibatkan wakilnya, dewan guru, tenaga kependidikan, dan komite sekolah dalam aktivitas penyusunan program, pelaksanaan program, evaluasi program, dan penyelesaian masalah dengan menggunakan prinsip kontrol proses. Kepala sekolah harus memberikan teladan yang baik, dengan cara memperlihatkan karakteristik yang diinginkan pelanggan dan mendengarkan keinginan pelanggan. Bahkan seorang kepala sekolah, harus mempercayai wakilnya, dewan guru, dan staf kependidikan serta mendelegasikan keputusan pada tingkatan-tingkatan yang tepat. Hal ini dilakukan agar semua merasa memiliki dan bertanggung jawab atas pelaksanaan program, karena pada hakekatnya merekalah garda terdepan dalam penjaminan mutu sekolah. Dalam konteks inilah Coleman (2008) merasa yakin bahwa pencapaian tujuan sebuah konstitusi
(satuan pendidikan) melaksanakan seperangkat hak dan kewajiban yang didukung oleh kelompok inti para pekerja lini-produksi (guru dan tenaga kependidikan) maupun kelompok inti manajemen (wakil kepala sekolah).
Kinerja Guru Kinerja menurut Mangkunegara (2000) adalah hasil kerja kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Sedangkan menurut Sulistiyani (2003) “kinerja seseorang merupakan kombinasi dari kemampuan, usaha dan kesempatan yang dapat dinilai dari hasil kerjanya”. Hal yang sama ditegaskan juga oleh Hasibuan Malayu (2001) : “kinerja (prestasi kerja) adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu”. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah tentang melakukan pekerjaan dan hasil yang dicapai dari pekerjaan tersebut, tentang apa yang dikerjakan dan bagaimana cara mengerjakannya, dan merupakan hasil pekerjaan yang mempunyai hubungan kuat dengan tujuan strategis organisasi, kepuasan konsumen dan memberikan kontribusi ekonomi. Untuk dapat mengetahui kinerja pendidik dalam organisasi sekolah Blumberg dan Pringle (Robbins,1996),mengemukakan teori bahwa kinerja merupakan fungsi perkalian dari kemampuan, motivasi dan opportunity to perform (kesempatan untuk berpartisipasi), dengan rumusan: Kinerja = f (kemampuan x motivasi x opertunity to perform). Adapun yang dimaksud dengan Opportunity to Perform, menurut Robbins (1996) adalah kesempatan untuk mencapai kinerja yang lebih tinggi bila mendapat support, bantuan atau fasilitas dari luar seperti kondisi tempat kerja, tercukupi peralatan dan perlengkapan kerja, adanya temen yang mau membantu, tercukupinya informasi yang diperlukan, adanya aturan dan prosedur kerja. Ada lima indikator untuk dapat menilai kinerja guru, yaitu: 1) selalu berpusat pada tujuan pembelajaran, 2) melakukan pemilihan dan pengorganisasian materi ajar, 3) melakukan pemilihan sumber belajar, 4) menggunakan metode pembelajaran yang tepat, dan 5) melakukan evaluasi pembelajaran yang akuntabel (Depdiknas, 2008). Menurut Munandar (2006) kinerja karyawan (tenaga pendidik) dipengaruhi oleh kondisi lingkungan kerja. Mengutif hasil penelitian di Hawthorne, yang menunjukkan bahwa produktivitas bukan hanya merupakan gejala keteknikan (kemampuan) saja, tetapi juga merupakan gejala sosial. Corak hubungan ketergantungan antar tenaga kerja, selain ditentukan oleh corak pekerjaan masing-masing, juga ditentukan oleh bagaimana masing-masing mempersepsikan keadaannya (persepsi yang ditentukan oleh faktorfaktor dalam diri pribadi seseorang). Dengan demikian jelaslah bahwa untuk dapat meningkatkan kinerja tenaga pendidik agar terjadinya sinergi dalam berinteraksi dan melaksanakan tugasnya dibutuhkan iklim organisasi dan budaya organisasi sekolah yang dibangun bersama. Dalam konteks inilah, peranan Implementasi manajemen Partisipatif Kepala Sekolah. Pelaksanaan Kegiatan Belajar Mengajar yang Efektif Kegiatan Belajar Mengajar Efektif, menurut Setia Budi, adalah kegiatan pengajaran yang dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk lebih melatih kemampuan berfikir, bernalar, dan menggali segenap potensi yang ada pada dirinya
sehingga siswa mampu menempatkan dirinya sebagai objek dalam pembelajaran yang aktif, kreatif, dan inovatif (Depdiknas, 2007). Adapun Susilo (2006), mengatakan bahwa kegiatan belajar mengajar yang efektif akan berlangsung bila tenaga pendidik mempunyai pengetahuan dan keterampilan dalam mengembangkan sumber belajar, memahami materi subjek, dan pengelolaan kelas. Sedangkan menurut Sarwin (2007) kegiatan belajar mengajar yang efektif adalah kegiatan penerapan kompetensi dalam kehidupan sehari-hari, sehingga siswa akan merasakan pentingnya belajar dan memperoleh makna yang mendalam terhadap sesuatu yang telah dipelajarinya. Dalam konteks inilah, Heru Basuki (2009) menegaskan bahwa belajar mengajar yang efektif adalah pembelajaran yang berorientasi pada proses menekankan pengembangan potensi manusia atau human capacity/human capital melalui proses menguasai metode belajar untuk penguasaan (acquisition) pengetahuan dan keterampilan hidup (life skills). Pembelajaran yang menekankan proses disebut pembelajaran berorientasi ”belajar cara belajar” (learn how to learn) (Semiawan, 1997 dalam Basuki, 2009). Berangkat dari pendapat –pendapat tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan kegiatan belajar mengajar efektif adalah kegiatan belajar mengajar yang berorientasi pada proses, yang mampu mengembangkan potensi siswa, menjadikan subjek pendidikan aktif, kreatif, dan inovatif. Sehingga peserta didik akan menghayati belajar bermakna melalui kemampuan tenaga pendidik dalam mengelola waktu belajar, materi belajar, tempat belajar, lingkungan belajar, sumber belajar, media pembelajaran, peserta didik, dan pengelolaan kegiatan pembelajaran. Ada empat pilar landasan pendidikan yang dicanangkan oleh UNESCO, yaitu pertama, siswa mau dan mampu beraktivitas untuk memperkaya pengetahuan melalui pengalaman belajarnya (learning to know), ke dua, siswa mampu mengaplikasikan pengetahuan yang dimilikinya dalam dunia di sekitarnya (learning to do). Adapun yang ke tiga, melalui pengetahuan dan interaksi sosial, siswa mampu membangun kepercayaan dirinya sebagai manusia yang hidup dan berkembang (learning to be). Selanjutnya yang ke empat, sebagai makhluk sosial, siswa menyadari bahwa dia perlu orang lain untuk berinteraksi, bekerja sama, dan hidup berdampingan (learning to live together). Di Indonesia, Kurikulum dilaksanakan dengan menegakkan kelima pilar belajar, yaitu: (1) belajar untuk beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, (2) belajar untuk memahami dan menghayati, (3) belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif. Adapun yang ke (4) belajar untuk hidup bersama dan berguna bagi orang lain, dan (5) belajar unuk membangun dan menemukan jati diri. Kelima pilar ini, dapat tercapai melalui proses pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan (Depdiknas, 2008). Dengan demikian dapat disimpulkan dengan jelas, bahwa belajar diarahkan untuk beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa, menguasai pengetahuan dan mampu mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari sehingga bermanfaat buat dirinya dan orang lain. Agar tujuan pendidikan dapat tercapai dengan baik, menurut Munandar (2006) iklim organisasi sekolah harus diciptakan dengan menekankan fungsi kelompok sebagai pelaksana tugas yang majemuk dan saling tergantung (team work). Hal ini bisa terjadi bila budaya organisasi sekolah (yang tercermin dari perilaku para anggotanya, para karyawannya, kebijakan-kebijakannya, dan peraturan-peraturannya) dibangun secara bersama-sama dengan melibatkan berbagai komponen organisasi sekolah. Hal ini menunjukkan pentingnya Implementasi Manajemen Partisipatif di sekolah.
Selain itu, tujuan pendidikan yang ditegakkan dengan kelima pilar belajar tersebut di atas juga dapat tercapai bila kegiatan belajar mengajar berlangsung efektif. Untuk terjadinya proses kegiatan belajar mengajar yang efektif, maka menurut Permendiknas No. 19 Tahun 2007 guru mata pelajaran perlu melakukan: (a) Pengelolaan waktu belajar, (b) Pengelolaan tempat belajar, (c) Pengelolaan lingkungan belajar. Adapun tahapan berikutnya (d) Pengelolaan siswa, (e) Pengelolaan kegiatan pembelajaran, (f) Pengelolaan materi pembelajaran, (g) Pengelolaan sumber belajar, dan (h) Pengelolaan media pembelajaran (Depdiknas, 2008). Dalam konteks Psikologi Industri dan Organisasi, Trainer (guru) merupakan orang yang memberi pelatihan dan karyawan (peserta didik) adalah orang yang menerima pelatihan. Menurut Sikula dalam Munandar (2006) pelatihan adalah proses pendidikan jangka pendek yang mempergunakan prosedur sistematis dan terorganisir, sehingga tenaga kerja nonmanajerial mempelajari pengetahuan dan keterampilan teknis untuk tujuan tertentu. Hal itu berarti, bahwa kemampuan dalam mengelola waktu belajar, materi belajar, tempat belajar, lingkungan belajar, sumber belajar, media pembelajaran, mengelola peserta didik, dan kemampuan mengelola kegiatan pembelajaran merupakan kompetensi yang harus dimiliki guru (Trainer) agar kegiatan belajar mengajar berlangsung sistematis dan terorganisir, sehingga peserta didik (karyawan) memiliki pengetahuan dan keterampilan. Dengan demikian jelaslah bahwa kegiatan belajar mengajar akan berlangsung efektif bila tenaga pendidik memiliki kemampuan yang baik dalam mengelola waktu belajar, materi belajar, tempat belajar, lingkungan belajar, sumber belajar, media pembelajaran, mengelola peserta didik, dan kemampuan mengelola kegiatan pembelajaran. Hubungan Implementasi Manajemen Partisipatif dengan Kinerja Guru dan Kegiatan Belajar Mengajar Implementasi manajemen partisipatif kepala sekolah merupakan kemampuan seorang pemimpin (kepala sekolah) dalam menggunakan sumberdaya secara efektif untuk mencapai sasaran dengan melibatkan berbagai unsur yang terkait. Sementara kinerja guru dipengaruhi oleh kemampuan, motivasi, dan opportunity to perform. Kesempatan untuk mencapai kinerja yang lebih tinggi terjadi bila mendapat support, bantuan atau fasilitas dari luar seperti kondisi tempat kerja, tercukupi peralatan dan perlengkapan kerja, adanya teman yang mau membantu, tercukupinya informasi yang diperlukan, adanya aturan dan prosedur kerja. Pengambilan keputusan partisipatif menurut Allen dan Glikman (1992) merupakan suatu pengembangan konsep to grasp. Kegiatan ini mencakup perubahan yang fundamental mengenai bagaimana cara sekolah dikelola dan bagaimana cara mengungkapkan peranan dan hubungan kepala sekolah dengan masyarakat sekolah. Pengambilan keputusan partisipatif adalah proses membuat keputusan sekolah dalam suasana kerjasama pada semua level (Allen dan Glikman, 1992 dalam Sudrajat, 2010). Menurut Newel (1992), pengambilan keputusan secara partisipatif dapat menghasilkan keputusan yang lebih baik. Hal ini disebabkan karena sejumlah pemikiran orang dapat diperkenalkan dan dikaji untuk memecahkan suatu masalah. Jika orang dilibatkan dalam membuat keputusan maka orang tersebut lebih suka untuk melaksanakan keputusan itu secara efektif. Prosedur partisipasi dalam pembuatan keputusan membantu penyatuan tujuan individu dengan tujuan organisasi. Partisipasi dalam pembuatan keputusan bermakna bagi perkembangan individu dan bagi upaya
fungsionalisasi diri, proses membangun keterampilan kelompok dan pengembangan kompetensi kepemimpinan. Barangkali, nilai yang paling besar dari keikutsertaan dalam pengambilan keputusan adalah kekuatan pengertian yang disampaikan kepada individu. Peserta membutuhkan respek dari orang lain dalam rangka aktualisasi dirinya (Newel, 1992 dalam Sudrajat, 2010). Untuk itulah, agar kinerja guru meningkat maka dibutuhkan iklim organisasi dan budaya organisasi sekolah yang sesuai dan disetujui bersama. Dalam hal inilah, peranan Implementasi Manajemen Partisipatif Kepala Sekolah. Dengan meningkatnya kinerja guru maka Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) akan berlangsung secara efektif. Hal ini disebabkan, karena sistem organisasi, iklim organisasi, dan budaya organisasi sekolah dibangun secara bersama-sama maka tenaga pendidik merasa memiliki dan bertanggung jawab pada proses pencapaian tujuan pendidikan. Dengan demikian jelaslah bahwa untuk meningkatkan kinerja guru dan kegiatan belajar mengajar agar lebih efektif diperlukan pengembangan organisasi sekolah. Pengembangan organisasi menurut Beckhard (dalamMunandar, 2006) adalah upaya (1) yang direncanakan, (2) yang dampaknya mencakup seluruh organisasi, dan (3) yang dimanajemeni oleh puncak, untuk (4) meningkatkan efektifitas dan kesehatan organisasi melalui (5) intervensi-intervensi yang direncakan ke dalam proses-proses organisasi dengan menggunakan pengetahuan keperilakuan. Jadi dapat disimpulkan bahwa Implementasi Manajemen Partisipatif Kepala Sekolah dapat meningkatkan kinerja guru. Hal ini disebabkan karena telah terjadi peningkatan peranan individu dan kelompok dalam proses pembuatan keputusan sehingga dapat meningkatkan produktivitas (Kegiatan Belajar Mengajar menjadi efektif) dan kepuasan diri yang lebih besar. Hipotesis 1. Terdapat kontribusi implementasi manajemen partisipatif terhadap peningkatan kinerja guru 2. Terdapat kontribusi implementasi manajemen partisipatif terhadap kegiatan belajar mengajar. Pertanyaan Penelitian Mengapa Implementasi Manajemen Partisipatif menyebabkan Kinerja Guru dan Kegiatan Belajar Mengajar menjadi efektif? METODE PENELITIAN Pendekatan yang Digunakan Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji apakah implementasi manajemen partisipatif berkontribusi terhadap peningkatan kinerja guru, begitu juga apakah implementasi manajemen partisipatif berkontribusi terhadap proses belajar mengajar, dan apakah implementasi manajemen partisipatif berkontribusi terhadap kinerja guru dan proses belajar mengajar di SMA Negeri 4 Bogor secara bersama-sama. Untuk hal tersebut, maka pendekatan penelitian yang digunakan adalah Pendekatan kuantitatif, sedangkan untuk meneliti mengapa implementasi manajemen partisipatif dapat
menyebabkan kinerja guru dan proses belajar mengajar dapat meningkat digunakan pendekatan kualitataif. Pendekatan kuantitatif dilakukan untuk uji hipotesis dengan menggunakan multiple regression. Adapun pendekatan kualitatif digunakan untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam mengapa implementasi manajemen partisipatif dapat meningkatkan kinerja guru dan proses belajar mengajar. Pendekatan Kuantitatif Populasi dan Sampel Penelitian Sebagai populasi dalam penelitian secara kuantitatif adalah seluruh guru. Sedang sampel penelitian berjumlah 50 guru yang sudah bekerja selama 4 tahun di SMA Negeri 4 Bogor. Pemilihan sampel ini, adalah guru yang sudah mengalami kepemimpinan implementasi manajemen partisipatif kepala sekolah secara optimal. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling. Pemilihan sampel berdasarkan kriteria tertentu yaitu guru yang sudah mengalami kepemimpinan implementasi manajemen partisipatif kepala sekolah selama 4 tahun. Instrumen Penelitian Implementasi Manajemen Partisipatif terdiri dari 7 indikator dengan 50 item soal, Kinerja Guru terdiri dari 5 indikator dengan 50 item soal, dan Kegiatan belajar Mengajar terdiri dari 4 indikator dengan 50 item soal.
Uji Validitas Sebelum penelitian dilakukan untuk pengambilan data sesungguhnya, diawali dengan melakukan uji coba instrumen untuk mengetahui validitasnya. Uji validitas dilakukan pada instrumen penelitian yang diberikan pada guru di SMA Negeri 4 Bogor. Uji validitas ini dilakukan dengan maksud mengetahui secara empiris keabsahan/kesahihan instrumen yang dipakai, apakah benar-benar digunakan untuk mengukur yang seharusnya diukur. Penelitian ini menggunakan uji validitas butir instrumen dengan teknik korelasi point biserial, dengan bantuan SPSS versi 15.0. Instrumen yang dinyatakan valid apabila koefisien korelasi (r) > 0,03 (Nazir, 2003) Reliabilitas Uji reabilitas dimaksudkan untuk menguji secara empiris kehandalan atau konsistensi hasil instrumen penelitian. Untuk menghitung indeks reabilitas tes ini digunakan metode Alpha Cronbach dari Sperman-Bromn (Suhermin, 2000). Normalitas Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui dan memperlihatkan bahwa data sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Untuk menguji normalitas data, penulis menggunakan tehnik chi-kuadrat melalui SPSS versi 15.0. Dari uji normalitas akan menghasilkan 3 (tiga) keluaran, yaitu: Processing Summary, descriptives, Test of Normality, dan Q-Q Plots. Dalam hal ini, Penulis hanya membutuhkan Test of Normality. Linieritas Uji linieritas dilakukan dengan mencari persamaan garis regresi variabel bebas x terhadap variabel terikat y. Berdasarkan garis regresi yang telah dibuat, selanjutnya diuji keberartian koefisien garis regresi serta linieritasnya. Uji linieritas antara variabel bebas
x terhadap variabel terikat y, penulis menggunakan Kusmogorof Spirnos Test yang dibantu dengan SPSS versi 15.0. Uji Hipotesis Uji hipotesis menggunakan multiple regression. Analisis ini digunakan karena variabel independen mempengaruhi banyak variabel dependen. Kinerja Guru (y1) dan Proses Belajar Mengajar merupakan variabel dependen (Y2) sedangkan Implementasi Manajemen Partisipatif (X) merupakan variabel independen. Pendekatan Kualitatif Untuk kualitatif, peneliti menggunakan alat bantu penelitian berupa pedoman wawancara, pedoman observasi, dan focus group discussion (FGD). Disamping itu peneliti akan melibatkan diri secara langsung dan intensif kedalam penelitian dengan tidak mengambil jarak dengan objek yang ditelitinya (participant observation). Untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan untuk menjawab pertanyaan penelitian, diperlukan informasi dari beberapa informan. Informan yang dilibatkan sebagai significant other antara lain: 1 orang wakasek kurikulum Informan 1 orang wakasek kesiswaan Penelitian (Significant 1 orang wakasek humas Others) Keakuratan Penelitian Untuk memeriksa keabsahan dan keakuratan data yang diperoleh, maka dilakukan trianggulasi sumber, trianggulasi data, dan trianggulasi metode dengan melakukan langkah-langkah: 1) tahap orientasi, 2)_ tahap eksplorasi, dan 3) tahap member check. Analisis Data Untuk menganalisis data dalam penelitian ini digunakan metode deskriptif. Metode ini digunakan untuk mengumpulkan dan menyusun data, lalu menganalisis dan menginterprestasi data tersebut berdasarkan tatanan-tatanan ilmiah. Untuk melakukan pembahasan tersebut maka digunakan teknik analisis komparatif, induktif, dan deduktif. 1. Teknik komparatif, yaitu analisis yang membandingkan berbagai konsep dan teori yang diperoleh baik dari sumber maupun dari nara sumber. 2. Teknik induktif, yaitu analisis yang bertitik tolak dari kaidah-kaidah khusus yang kemudian disusun menjadi rumusan-rumusan yang bersifat umum. Teknik ini hanya digunakan untuk penelitian kualitatif. 3. Teknik deduktif, yaitu analisis yang bertitik tolak dari kaidah-kaidah umum yang kemudian diterapkan kepada kaidah-kaidah yang bersifat khusus. Teknik ini hanya diterapkan dalam penelitian kuantitatif.
HASIL DAN PEMBAHASAN Secara Kuantitatif Jenis
Aturan
IMP
KG
PBME
Validitas
r >0,03
2 (0,272), 3 (0,285), 26 (0,265), 34 (0,220), 35 (0,170), 36 (0,255)
10 17 19 20 48
Reliabilitas
0 – 1,00
0,938
0,940
0,944
Normalitas
p < 0,05
0,005
0,001
0,001
Linieritas
p > 0,05
0,059
0,789
Korelasi
p < 0,05
0,000 0,892
0,000 0,892
(0,289), (0,246), (0,122), (0,253), (0,207)
2 21 40 41 48 49
(0,272), (0,291), (0,293), (0,277), (0,224), (0,188)
Berdasarkan data tersebut di atas, untuk IMP dan PBME dapat dilihat bahwa ada 6 item soal yang tidak valid karena r lebih kecil dari 0.03 (r < 0.03). itu artinya, ada 44 soal termasuk valid, artinya secara empiris instrumen tersebut absah/sahih sehingga dapat digunakan untuk mengukur yang seharusnya diukur. Sedangkan untuk variabel kinerja guru, ada 45 soal yang termasuk valid, artinya secara empiris instrumen tersebut absah/sahih sehingga dapat digunakan untuk mengukur yang seharusnya diukur. Menurut Azwar (2006) secara teoritik besarnya koefisien reliabilitas berkisar antara 0 sampai dengan 1,00. koefisien reliabilitas yang sempurna mempunyai nilai koefisien sebesar 1,00. Dalam penelitian ini uji reliabilitas dilakukan dengan teknik Alpha Cronbach’s diperoleh angka koefisien reliabilitas sebesar 0,938 (IMP), 0,940 (KG), dan ),944 (PBME) berarti alat ukur tersebut mendekati sempurna tingkat kepercayaannya. Berdasarkan pengujian normalitas pada variabel IMP diperoleh hasil signifikansi sebesar 0,005, KG sebesar 0,001, dan PBME sebesar 0,001 pada Shapiro Wilk (p < 0,05). Pengujian menunjukkan bahwa distribusi skor IMP, KG, dan PBME subjek penelitian yang telah diambil, normal. Salah satu persyaratan yang harus dipenuhi dalam menggunakan analisis regresi, menurut Sudjana (2002) adalah hubungan antar variabel harus linier. Dalam penelitian ini dapat dilihat bahwa hubungan antar variabel terjadi linier, dimana p lebih besar dari 0,05 (p > 0,05). Hubungan tersebut dapat dilihat dari tabel di bawah ini, yang menunjukkan bahwa hasil uji linearitas antara implementasi manajemen partisipatif dan kinerja guru sebesar 0,059 dimana p > 0,05.
ANOVA Table Sum of Squares Kinerja Guru * Between (Combined) 8745.553 Implementasi Groups Linearity 5168.940 Manajemen Partisipatif Deviation from Linearity 3576.613 Within Groups 1706.083 Total 10451.636
df 29 1 28 25 54
Mean Square 301.571 5168.940 127.736 68.243
F 4.419 75.743 1.872
Sig. .000 .000 .059
Adapun hasil uji linearitas antara implementasi manajemen partisipatif dan kegiatan belajar mengajar efektif sebesar 0,786 dimana p lebih besar dari 0,05 (p > 0,05) maka hubungan antar variabel linier. ANOVA Table Sum of Squares Implementasi Between (Combined) 12977.722 Manajemen Partisipatif Groups Linearity 9165.200 * Proses Belajar Deviation from Linearity 3812.522 Mengajar Efektif Within Groups 4634.714 Total 17612.436
df 29 1 28 25 54
Mean Square 447.508 9165.200 136.161 185.389
F 2.414 49.438 .734
Berdasarkan data tersebut di atas, ada hubungan sebesar 0,892 terjadi multikolinearitas, dengan taraf signifikansi 0,000 (p < 0,05) maka terdapat hubungan Implementasi Manajemen Partisipatif dengan Kinerja Guru maupun Kegiatan Belajar Mengajar yang signifikan. Uji Hipotesis Pada penelitian ini, untuk melakukan uji hipotesis maka dilakukan perhitungan regresi dengan menggunakan SPSS versi 15.0. Regresi Antara Variabel Implementasi Manajemen Partisipatif Terhadap Kinerja Guru Dari uji ANOVA atau F test, diperoleh F hitung 51.859 dengan tingkat signifikansi 0.000. Probabilitas yang lebih kecil dari 0,05 (p < 0,05) maka model regresi dapat dipakai untuk memprediksi kinerja guru. Diketahui pula bahwa F hitung > F table (51.859 > 3.943), sehingga hipotesis 1 pada penelitian ini diterima, yaitu terdapat kontribusi yang signifikan dari implementasi manajemen partisipatif terhadap kinerja guru. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada table di bawah ini. Tabel 1. ANOVA Pada Regresi Antara Implementasi Manajemen Partisipatif Terhadap Kinerja Guru
Sig. .014 .000 .786
ANOVAb Model 1
Regression Residual Total
Sum of Squares 5168.940 5282.697 10451.636
df
Mean Square 5168.940 99.674
1 53 54
F 51.859
Sig. .000a
a. Predictors: (Constant), Implementasi Manajemen Partisipatif b. Dependent Variable: Kinerja Guru
Setelah dilakukan regresi antara variabel implementasi manejemen partisipatif terhadap kinerja guru, maka diperoleh R Square = 0,495 atau koefisien determinasi sebesar 49,5 %. Hal ini berarti, bahwa 49,5% kinerja guru dapat dijelaskan oleh variabel implementasi manajemen partisipatif. Adapun sisanya (100% - 49,5%=50,5%) dapat dijelaskan oleh sebab-sebab lain, seperti pemahaman terhadap Undang-Undang Sisdiknas, Peraturan Pemerintah, Permendiknas, dan dukungan sosial baik keluarga maupun lingkungan, serta pemahaman terhadap tugas dan kewajiban guru dan sebagainya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 2. Koefisien Determinasi Regresi Antara Implementasi Manajemen Partisipatif Terhadap Kinerja Guru
Model Summary Model 1
R .703a
R Square .495
Adjusted R Square .485
Std. Error of the Estimate 9.984
a. Predictors: (Constant), Implementasi Manajemen Partisipatif
Regresi Antara Variabel Implementasi Manajemen Partisipatif Terhadap Kegiatan Belajar Mengajar Efektif Dari uji ANOVA atau F test, diperoleh F hitung 57.505 dengan tingkat signifikansi 0.000. Probabilitas yang lebih kecil dari 0,05 (p < 0,05) maka model regresi dapat dipakai untuk memprediksi kinerja guru. Diketahui pula bahwa F hitung > F table (57.505 > 3.943), sehingga hipotesis 2 pada penelitian ini diterima, yaitu terdapat kontribusi yang signifikan dari implementasi manajemen partisipatif terhadap kegiatan belajar mengajar efektif. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada table di bawah ini.
Tabel 3. ANOVA Pada Regresi Antara Implementasi Manajemen Partisipatif Terhadap Proses Belajar Mengajar Efektif ANOVAb Model 1
Regression Residual Total
Sum of Squares 5426.774 5001.663 10428.436
df 1 53 54
Mean Square 5426.774 94.371
F 57.505
Sig. .000a
a. Predictors: (Constant), Implementasi Manajemen Partisipatif b. Dependent Variable: Proses Belajar Mengajar Efektif
Setelah dilakukan regresi antara variabel implementasi manejemen partisipatif terhadap proses belajar mengajar efektif, maka diperoleh R Square = 0,520 atau koefisien determinasi sebesar 52%. Hal ini berarti, bahwa 52% kegiatan belajar mengajar efektif dapat dijelaskan oleh variabel implementasi manajemen partisipatif. Adapun sisanya (100% - 52%=48%) dapat dijelaskan oleh sebab-sebab lain, seperti pemahaman guru terhadap tugas dan kewajibannya, pengaruh sosial dan lingkungan, budaya organisasi dan sebagainya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 4. Koefisien Determinasi Regresi Antara Implementasi Manajemen Partisipatif Terhadap Kegiatan Belajar Mengajar Efektif Model Summary Model 1
R .721a
R Square .520
Adjusted R Square .511
Std. Error of the Estimate 9.714
a. Predictors: (Constant), Implementasi Manajemen Partisipatif
Standar Deviasi Tabel. 7 Mean Empirik dan Mean Hipotetik Variabel
Mean Empirik
Mean Hipotetik
SD Hipotetik
IMP
187,25
132
29
KINERJA
197,55
135
30
PBME
190,25
132
29
Mean hipotik Mean empirik : 187.25
44
74 Sangat rendah
103 rendah
132 Rata-rata
161
190 Tinggi
220
Sangat tinggi
Gambar 4.4. Kurva Normal Skala IMP
Berdasarkan perhitungan pada skala IMP dimana mean empirik memiliki nilai skor sebesar 187,25 lebih besar dari mean hipotetik ditambah satu standar deviasi (132+29), hal ini berarti dapat dikatakan IMP subjek penelitian tergolong tinggi. Tingginya IMP yang dimiliki subjek penelitian mungkin disebabkan telah terjadinya kerjasama yang baik antar warga sekolah. Mean hipotik Mean empirik : 197.55
45
75 Sangat rendah
105 rendah
135 Rata-rata
165
195 Tinggi
225
Sangat tinggi
Gambar 4.5. Kurva Normal Skala Kinerja Guru
Berdasarkan perhitungan pada skala kinerja guru dimana mean empirik memiliki nilai skor sebesar 197,25 lebih besar dari mean hipotetik ditambah dua standar deviasi (135+60), hal ini berarti dapat dikatakan kinerja guru subjek penelitian tergolong sangat tinggi. Tingginya kinerja guru yang dimiliki subjek penelitian mungkin disebabkan telah terjadinya sinergi dalam berinteraksi dan melaksanakan tugasnya yang didukung oleh iklim organisasi dan budaya organisasi sekolah yang dibangun bersama.
Mean hipotik Mean empirik : 190.25
44
74 Sangat rendah
103 rendah
132 Rata-rata
161
190 Tinggi
220
Sangat tinggi
Gambar 4.3. Kurva Normal Skala KBME
Berdasarkan perhitungan pada skala Kegiatan Belajar Mengajar Efektif (KBME) dimana mean empirik memiliki nilai skor sebesar 190,25 lebih besar dari mean hipotetik ditambah dua standar deviasi (132+58), hal ini berarti dapat dikatakan Kegiatan Belajar Mengajar Efektif (KBME) subjek penelitian tergolong sangat tinggi. Tingginya Kegiatan Belajar Mengajar Efektif (KBME) yang dimiliki subjek penelitian mungkin disebabkan telah terjadinya iklim organisasi sekolah yang menekankan fungsi kelompok untuk saling tergantung (team work) dalam mencapai tujuan pendidikan. Secara Kualitatif Secara kualitatif dapat disimpulkan bahwa SMA Negeri 4 Bogor dalam programnya berorientasi pada mutu pendidikan. Untuk mencapai ini mendapat dukungan dari warga sekolah. Meningkatnya kinerja guru, kegiatan belajar mengajar mengalami peningkatan (efektif), transparansi keuangan, dan dukungan steakholders merupakan bukti dilaksanakannya manajemen partisipatif. Ini artinya, implementasi manajemen partisipatif telah menyebakan meningkatnya kinerja guru dan kegiatan belajar mengajar lebih efektif, dikarenakan 1. Sistem dan budaya organisasi sekolah dibangun bersama sehingga dalam pelaksanaannya menjadi tanggung jawab bersama 2. Transparansi keuangan, dalam konteks implemen manajemen partisipatif, mendapat dukungan dari warga sekolah dan steakholders. 3. Rasa memiliki lembaga tumbuh dikalangan pendidik, tenaga kependidikan, peserta didik dan komite sekolah. 4. Adanya ruang kreatifitas telah menyebabkan tumbuh dan berkembangnya inovasi dan kreatifitas terutama dalam proses belajar mengajar.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Setelah dilakukan analisis dari permasalahan-permasalahan parsial tentang ”Kontribusi Implementasi Manajemen Partisipatif Terhadap Kinerja Guru Dan Kegiatan Belajar Mengajar Di SMA Negeri 4 Bogor”, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Manajemen partisipatif yang dilaksanakan di SMA Negeri 4 Kota Bogor telah memberikan kontribusi yang cukup signifikan terhadap peningkatan kinerja guru. 2. Manajemen partisipatif yang dilaksanakan di SMA Negeri 4 Bogor telah memberikan kontribusi yang cukup signifikan terhadap kegiatan belajar mengajar lebih efektif. 3. Meningkatnya kinerja guru dan kegiatan belajar mengajar berlangsung lebih efektif karena hal-hal sebagai berikut: a. Visi, misi, dan program kerja dibuat bersama-sama. Hal ini berarti, dalam pencapaiannya merupakan tanggung jawab bersama. b. Dalam mengambil kebijakan, kepala sekolah melakukan sharing yang melibatkan warga sekolah, sehingga tumbuh rasa memiliki dan bertanggung jawab untuk melaksanakan dan mengamankan kebijakan tersebut. c. Penilaian kinerja, reward dan punishment, open management yang dilakukan kepala sekolah telah menumbuhkan motivasi kerja dan rasa keadilan. d. Dalam memberikan tugas, kepala sekolah selalu mempertimbangkan pengetahuan dan keahlian, tingkat kesukaran tugas, dan karir penerima tugas, sehingga tumbuh percaya diri dalam melaksanakan tugas. e. Pendelegasian tugas sesuai dengan job description dan wewenang penerima delegasi sehingga terjadi the right man on the right place. f. Mem-backup pekerjaan bawahan telah menumbuhkan rasa aman dalam melaksanakan tugas. Saran Belajar dari implementasi manajemen partisipatif di SMA Negeri 4 Kota Bogor, maka terdapat beberapa saran yang dapat dijadikan pertimbangan: 1. Bagi SMA Negeri 4 Kota Bogor maupun bagi sekolah lain yang akan mengadaptasinya, yaitu: a. Mengimplementasikan manajemen partisipatif membutuhkan analisis konteks satuan pendidikan sehingga program kerja yang disusun mencerminkan kebutuhan dan kemampuan satuan pendidikan. b. Perlu dibuatnya standar pengelolaan satuan pendidikan. Hal ini merupakan sistem dan budaya organisasi satuan pendidikan yang merupakan pedoman dalam mengelola satuan pendidikan. 2. Untuk memperkaya teori yang sudah ada dari penelitian terdahulu, terutaman tentang manajemen partisipatif. Dalam penelitian ini, ditemukan bahwa Implementasi Manajemen Partisipatif telah memberikan kontribusi dan pengaruh yang signifikan terhadap kinerja guru dan berlangsungnya kegiatan belajar mengajar lebih efektif. Hal ini berarti bahwa dalam situasi dan kondisi sekarang ini Implementasi Manajemen Partisipatif bagai seorang pemimpin masih relevan dengan kebutuhan mencapai tujuan atau target organisasi. 3. Untuk penelitian lebih lanjut terutama tentang manajemen partisipatif yang dilaksanakan di satuan pendidikan, temuan ini dapat dijadikan bahan referensi dan kajian lebih lanjut sehingga terjadinya kesempurnaan konsep dalam mengimplementasikan manajemen partisipatif.
DAFTAR PUSTAKA Armstrong & Baron. (1998). Pengertian Kinerja. Diakses pada tanggal 18 juli 2010 pkl.21.50, dari http://fianka.wordpress.com/2008/09/11/pengertian-kinerja/ Ayan, J.E. (2002). Bengkel Kreatifitas. Bandung: Mizan Basuki, H. (2006). Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu Kemanusiaan dan Budaya. Jakarta: Gunadarma. Basuki, H. (2009). Perkembangan Peranan Psikologi Dalam Meningkatkan Mutu Lulusan Perguruan Tinggi Melalui Pembelajaran Dengan Pendekatan Proses. Jakarta: Gunadarma. Coleman, J.S. (2008). Dasar-Dasar Teori Sosial. Bandung: Nusa media Dahi, A. (2009). Standar Isi dan Standar Kompetensi. Diakses pada tanggal 21 November 2009, dari http://dahli-ahmad.blogspot.com/2009/01/standar-isiskl-standar-kompetensi.html Depdiknas. (2008). Kumpulan Permendiknas tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) dan Panduan KTSP. Jakarta: Diknas. Depdiknas. (2008). Perangkat Pembelajaran KTSP SMA. Jakarta: Dirjen Dikdasmen. Depdiknas. (2007). Kreatifitas Guru Dalam Pembelajaran. Jakarta: Direktorat Profesi Pendidik Depdiknas. (2003). Undang-undang RI Nomor: 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Mini Jaya Abadi. Depdiknas. (1989). Undang-undang RI Nomor: 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasiona. Jakarta: Kloang Klede Jaya. Depdiknas. (2008). Permendiknas No.77 tahun 2008 tentang Ujian Nasional SMA. Jakarta: tanpa penerbit. Depdiknas. (2006). Instrumen Penilaian Kinerja Guru. Diakses pada tanggal 19 juli 2010 pkl.13.50, dari http://html-pdf-convert.com/cari/indikator-kinerjaguru.html Dimyati. (2002). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Asdi Mahasatya. Franken, R. E. (2002). Human Motivation fifth edition. USA: Wadsworth Group. Gordon & Jeannette. (2001). Revolusi Cara Belajar. Bandung: Mizan. Harsanto, R. (2007). Pengelolaan Kelas Yang Dinamis. Yogyakarta,: Kanisius. Jonathan, S. (…….). Regresi. Diakses pada tanggal 30 Mei 2010 pkl. 09.00, dari http://www.jonathansarwono.info/regresi/regresi.htm Kurniasari, (2004). Metode Penelitian. Diakses pada tanggal 19 juli 2010 pkl.14.05, dari http://www.damandiri.or.id/file/luvikurniasariunairbab4.pdf
Mulyasa, E. (2006). Mernjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan. Bandung: Rosda. Munandar, A.S. (2006). Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: UI-Press Myers, D.G. (2005) Social Psychology, 8th edition. New York: Mc Graw Hill Nazir, M. (1983). Metode Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia Plous, S. (1993). The Psychology of Judgment and Decision Making. New York: McGraw-Hill.Inc. Porter, B & Hernacki, M. (2002). Quantum Learning:Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan. Bandung: Kaifa Rasyad, A. (2003). Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Uhamka Press Robbins, S. P. (2003). Organizational Behavior. Upper Saddle River New Jersey: Prentice Hall
Sallis, E. (2008). Total Quality Management In Educatio. Jogyakarta:IRCisoD. Sanjaya, W. (2008). Pembelajaran Dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta : Kencana Prenada Media group. Sarwono, J. (2006). Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatf. Yogyakarta : Graha Ilmu Spadley. (1980). Metode Analisis Data. Diakses pada tanggal 19 Juli 2010 pkl. 13.20, dari Sternberg, R. J. (2006). CognitivePsychology, fourth edition. USA:Wadsworth Group Sudrajat, A. (2010). Pengambilan Keputusan Partisipatif Di Sekolah. Diakses pada tanggal 12 Agustus 2010, dari http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2010/05/16/keputusan-partisipatif Sudradjat, H. (2002). Pendidikan Berbasis Luas (BBE) yang Berorientasi Pada Kecakapan Hidup. Bandung:Cipta Cekas Grafika. Suhermin. (2008). Validitas dan Reliabilitas. Diakses pada tanggal 29 Mei 2010 pkl.18.40, dari http://blog.its.ac.id/suherminstatistikaitsacid/files/2008/09/validitasreliabilitas.pdf Suhermin. (2008). Regresi Linier Berganda. Diakses pada tanggal 30 Mei 2010 pkl. 08.53, dari http://blog.its.ac.id/suherminstatistikaitsacid/files/2008/09/regresi-linierberganda.pdf Sutisna, (…..). Strategi Belajar Mengajar. Diakses pada tanggal 21 November 2009, dari http://sutisna.com/pendidikan/strategi-belajar-mengajar/penataan-ruangdan-implementasi-pengelolaan-proses-belajar-mengajar/ Yamin, M. (2007). Strategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi. Jakarta: Gaung Persada. Yukl, G. (1994). Kepemimpinan Dalam Organisasi. Jakarta: Prenhallindo ……….. (2001). Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi ke tiga. Jakarta: Balai Pustaka. …………(1997). Bagaimanakah Manajer Menghadapi Isu Perubahan? Sebuah Rekomendasi Bagi Praktik Manajemen Yang Partisipatif. Diakses pada tanggal 29 Oktober 2009 pkl. 09.35, dari http://groups.yahoo.com/group/HMI-MPO/message/97
…….....,(2009). Prinsip-prinsip Mengajar Yang Efektif Bagi Seorang Guru. Diakses pada tanggal 21 November 2009, dari http://meetabied.wordpress.com /2009/ 10/30/ prinsip-mengajar-yang-efektif-bagi-seorang-guru/ ………..(2009). Pengelolaan dan Pembelajaran Kelas. Diakses pada tanggal 22 November 2009, dari http://www.idonbiu.com/2009/07/pengelolaan-danpembelajaran-kelas.html .............. (2010). Trianggulasi dan Keabsahan Data dalam Penelitian. Diakses pada tanggal 30 Mei 2010 pkl. 12.47, dari http://goyangkarawang.com/2010/02/triangulasidan-keabsahan-data-dalam-penelitian/