KONTAMINASI PARASIT USUS PADA SAYURAN KEMANGI DI PASAR TRADISIONAL DAN SWALAYAN JAKARTA TAHUN 2012 DENGAN MEDIA PERENDAMAN LARUTAN GARAM CUKA Wahyu Eko Jatmiko1, Widiastuti2 1
Program Studi Sarjana Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 2
Departemen Parasitologi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta
[email protected] Abstrak
Sayuran kemangi yang sering dikonsumsi secara mentah misalnya sebagai lalapan, dapat menjadi media transmisi infeksi parasit usus yaitu Soil Transmitted Helminths (STH) dan kista protozoa. Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan metode potong lintang, menggunakan 40 sampel sayuran kemangi yang dibeli secara acak dari pasar tradisional dan swalayan di Jakarta. Dua puluh sampel dari pasar tradisional dan 20 sampel dari pasar swalayan kemudian direndam selama 24 jam dalam larutan garam cuka dan air sebagai kontrol. Perendaman ini dilakukan untuk memperoleh jumlah kontaminasi parasit usus. Data berupa jumlah telur STH atau kista protozoa kemudian diproses dengan SPSS versi 20 dan dianalisis dengan uji t tidak berpasangan atau uji Mann Whitney. Hasil penelitian menunjukan 14 sampel terkontaminasi STH, 7 sampel dari pasar tradisional dan 7 sampel dari pasar swalayan, dan seluruh sampel (100%) terkontaminasi kista protozoa. Jumlah parasit usus yang ditemukan sebesar 1780 pada pasar tradisional dan 1550 pada pasar pasar swalayan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna (p > 0,05) antarajumlah kontaminasi parasit usus yang ditemukan pada pasar tradisional dan swalayan Jakarta, dan diperoleh perbedaan bermakna (p<0,05) antara jumlah parasit usus yang ditemukan pada media perendaman larutan garam cuka dan air. Jenis pasar tidak mempengaruhi kontaminasi parasit usus pada sayuran kemangi dan penggunaan larutan garam cuka sebagai media perendaman berpengaruh terhadap jumlah parasit usus yang ditemukan. Kata kunci: parasit usus; pasar tradisional; pasar swalayan; larutan garam cuka.
Contamination of Intestinal Parasites on Basil from Jakarta’s Traditional and Selfsevicer Markets 2012 with Soaking in Acetous Salt Solution Abstract Basil is often consumed uncooked, instance as lalapan, but it can be a medium of transmission of the intestinal parasites infection, Soil Transmitted Helminthes (STH) and protozoan cysts. This research used an observational analytic cross-sectional method, which used 40 samples of basil purchased randomly from the traditional and selfservice markets in Jakarta. Twenty samples from traditional markets and 20 samples from selservice markets were soaked in acetous salt solution and water as a control study to obtain the number of STH eggs or protozoan cysts. Data were processed by SPSS 20 version then analyzed by t test or Mann Whitney. Result of research showed 14 samples were contaminated by STH, 7 from traditional markets and 7 from selfservice markets, and all samples (100%) were contaminated by protozoan cysts. The number of parasites is 1780 from traditional markets and 1550 from selfservice markets. Results of this research showed, there was no significant difference (p>0.05) between the prevalence of intestinal parasites in traditional and selfservice markets in Jakarta, and there was significant difference (p<0.05) between the prevalence of intestinal parasites by sedimentation method in acetous salt solution and water. Type of market does not affect the prevalence of intestinal parasites in basil, and acetous salt solution as soaking media in sedimentation method, affects the prevalence of parasites. Keywords: intestinal parasites; traditional markets; selfservice markets; acetous salt solution
Kontaminasi parasit usus pada ..., Wahyu Eko Jatmiko, FK UI, 2014
Pendahuluan Sayuran sebagai salah satu kebutuhan masyarakat telah menjadi makanan pendamping yang kaya akan vitamin, serat, antioksidan, energy, dan mineral. Berdasarkan data dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) pada tahun 2006 konsumsi sayuran masyarakat Indonesia mencapai 34,16 kg/kapita/tahun1 dan mengalami peningkatan hingga 49,1 kg/kapita/tahun pada tahun 20092. Sayuran yang dikonsumsi tanpa pengolahan terlebih dahulu, misalnya dikonsumsi sebagai lalapan, dapat menimbulkan masalah kesehatan karena diindikasikan masih terdapat kontaminasi parasit usus.3 Parasit usus yang sering menyebabkan masalah kesehatan di Indonesia adalah soil transmitted helminthes (STH) seperti Ascaris lumbricoides, cacing tambang, Trichuris trichiura yang termasuk kelompok; dan kista protozoa seperti Giardia lamblia, Entamoeba histolytica, serta E. coli. Beberapa parasit usus ini diketahui dapat mengkontaminasi sayuran melalui tanah, air, dan lumpur. Nugroho dkk pada tahun 2010 melakukan penelitian mengenai kontaminasi telur nematoda usus pada sayuran kubis di beberapa warung makan lesehan Wonosari Gunungkidul, Yogyakarta, yang menunjukkan bahwa 38,89% kubis dari sampel yang diambil terkontaminasi oleh A. lumbricoides (50%), cacing tambang (12,5%), dan T. trichiura (37,5%).3 Berdasarkan uraian di atas, peneliti bermaksud untuk melakukan penelitian mengenai prevalensi parasit usus pada sayuran kemangi di pasar tradisional dan swalayan di Provinsi DKI Jakarta agar diperoleh perbandingan antara keduanya. Penelitian ini akan dilakukan pada sayuran kemangi mengingat belum terlalu banyak penelitian yang dilakukan pada sayuran ini, dan berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan pada sayuran kubis angka kontaminasi telur STH dan kista protozoa masih cukup tinggi dimana keduanya juga merupakan sayuran yang sering dikonsumsi dalam keadaan mentah oleh masyarakat misalnya sebagai lalapan. Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode sedimentasi pada larutan garam cuka mengingat metode sedimentasi merupakan salah satu metode sederhana yang dapat digunakan dalam penelitian terdahulu serta dapat juga digunakan sebagai metode diagnosis pada infeksi parasit usus ini.4 Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara prevalensi parasit usus pada sayuran kemangi dengan jenis pasar yang menjual sayuran tersebut, pasar tradisional dan swalayan. Pada penelitian ini dilakukan pula studi kontrol yang menggunakan air sebagai media perendaman pada metode sedimentasi, mengingat ini adalah metode standar yang sering digunakan oleh peneliti. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh larutan
Kontaminasi parasit usus pada ..., Wahyu Eko Jatmiko, FK UI, 2014
garam cuka dalam studi prevalensi parasit usus. Peneliti berharap agar hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi masyarakat, mengingat larutan garam cuka dapat dibuat secara sederhana untuk menjadi media pencucian sayur, dan bagi peneliti lainnya dapat digunakan sebagai metode terbaru dalam penelitian prevalensi parasit usus. Peneliti juga berharap agar dapat dilakukan penelitian selanjutnya mengenai prevalensi parasit usus serta kaitannya dengan berbagai faktor lainnya.
Tinjauan Teoritis A. lumbricoides pertama kali ditemukan oleh ilmuwan Linnaeus pada tahun 1758 dengan hospes manusia dan penyakit infeksi akibat cacing ini disebut dengan askariasis.4,5 Penyebaran cacing ini bersifat kosmopolit dan di Indonesia prevalensi cacing ini mencapai 60-90%.5 Ukuran cacing jantan sekitar 15-30 cm dan cacing betina sekitar 20-35 cm. Pada saat menginfeksi hospes, stadium dewasa cacing ini ditemukan di rongga usus. Ukuran telur cacing 90x40 mikron dan setelah dibuahi menjadi lebih kecil dengan ukuran 60x45 mikron.4, 5 Setelah kurang lebih tiga minggu, telur akan berkembang menjadi bentuk infektif dan dapat menginfeksi apabila tertelan oleh manusia. Setelah telur pecah, larva infektif akan menembus dinding usus halus dan masuk ke vena porta hati kemudian mengikuti aliran darah hingga mencapai jantung, arteri pulmonalis, dan paru-paru. Di paru, larva dapat menembus dinding alveolus, masuk ke rongga alveolus, kemudian naik hingga trakea dan faring. Larva kemudian akan tertelan melalui esophagus menuju usus halus dan berubah menjadi cacing dewasa. Masa migrasi larva ini sekitar 15 hari dengan masa perkembangan dari telur menjadi cacing dewasa bertelur sekitar 2 hingga 3 bulan.4, 5 Penelitian yang dilakukan oleh Mardiana dan Djarismawati pada tahun 2008 mengenai prevalensi infeksi A. lumbricoides pada murid SD-WGT-Taskin di wilayah DKI Jakarta menunjukkan bahwa 80% sampel terinfeksi di Jakarta Utara, 68,42% di Jakarta Selatan, 74,70% di Jakarta Barat, dan 58,33% di Jakarta Timur.6, 7 Pada tahun 1761, dokter asal Jerman, Rodere, menggambarkan secara eksak T. trichiura dan infeksi cacing ini disebut trikuriasis.4,
8
Penyebaran cacing ini bersifat
kosmopolit, namun sering ditemukan pada daerah panas dan lembab. Apabila telur tersebut tertelan, setelah telur pecah larva akan masuk ke usus halus dan setelah menjadi cacing dewasa akan bermigrasi ke organ lain seperti sekum dan kolon asendens kemudian hidup hingga fase dewasa, telur dapat keluar bersama tinja.4
Kontaminasi parasit usus pada ..., Wahyu Eko Jatmiko, FK UI, 2014
Trikuriasis ditandai dengan cacing dewasa yang telah mencapai beberapa organ percernaan seperti caecum, appendiks, dan kolon. Cacing dewasa hidup di kolon asendens dan sekum serta bagian anteriornya masuk ke dalam mukosa usus.4, 7 Perdarahan dapat terjadi dan cacing akan menghisap darah tersebut sehingga menyebabkan anemia.4, 9Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Mardiana dan Djarismawati di beberapa wilayah Jakarta pada tahun 2008, menunjukkan prevalensi infeksi cacing ini yaitu 20% sampel di Jakarta Utara, 31,58% di Jakarta Selatan, 25,30% di Jakarta Barat, dan 41,67% di Jakarta Timur.6 Cacing tambang adalah sebutan umum bagi Necator americanus dan Ancylostoma duodenale. Disebut sebagai cacing tambang karena temuan awal cacing ini pada pekerja pertambangan di wilayah Eropa. Hospes infeksi cacing tambang adalah manusia dan infeksiya dinamakan nekatoriasis dan ankilostomiasis. Penyebaran cacing ini bersifat kosmopolit, terutama ditemukan pada daerah pertambangan dan perkebunan di daerah khatulistiwa. 4 Cacing tambang dewasa akan hidup di dalam rongga usus halus dan memiliki bentuk silindris, kepala yang membengkok tajam ke belakang dan mulut besarnya melekat pada mukosa dinding usus halus. Cacing dewasa N. americanus memiliki bentuk badan yang menyerupai huruf S dan memiliki benda kitin di bagian mulutnya, sedangkan A. duodenale memiliki bentuk yang menyerupai huruf C dan memiliki dua pasang gigi taring. Pada orang yang terinfeksi cacing tambang, telurnya dapat keluar melalui feses dan dalam waktu 1-1,5 hari telur dapat menetas menjadi larva rabditiform dan dalam waktu kurang lebih tiga hari akan tumbuh menjadi larva filariform. Larva ini hidup bebas selama 7 hingga 8 minggu dan dapat menginfeksi host dengan menembus kulit atau apabila larva ini mengkontaminasi makanan dan tertelan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Didik Sumanto pada tahun 2010 mengenai faktor risiko infeksi cacing tambang pada anak sekolah di Desa Rejosari, Kabupaten Demak, menunjukkan bahwa yang menjadi faktor risiko infeksi cacing tambang adalah keberadaan cacing tambang pada tanah misalnya tanah halaman rumah, sanitasi rumah yang buruk, kebiasaan bermain di tanah dengan waktu lama, dan kebiasaan defikasi sembarangan, misalnya di kebun. Penelitian ini menemukan 19,43% prevalensi cacing tambang pada beberapa sampel murid sekolah di wilayah Desa Rejosari ini.4, 10 G. lamblia merupakan protozoa yang memiliki flagel dan digolongkan sebagai flagelata traktus digestivus dan traktus urogenital yang dapat hidup di rongga usus, vagina, uretra, dan prostat. Hospes tersering protozoa ini adalah manusia dan infeksinya disebut dengan giardiasis. Penyebaran parasit ini bersifat kosmopolit, lebih sering ditemukan pada daerah tropik dan subtropik daripada daerah beriklim dingin.4
Kontaminasi parasit usus pada ..., Wahyu Eko Jatmiko, FK UI, 2014
Parasit ini memiliki fase trofozoit dan kista. Pada fase trofozoit, parasit ini berbentuk simetris bilateral menyerupai buah pear/jambu monyet, dengan ukuran 9-20 x 5-15 mikron, memiliki bagian ventral pipih dan bagian dorsal cembung, dua buah inti simetris, 8 flagel yang berasal dari 8 blefaroplas, dan bergerak seperti daun yang sedang jatuh. Trofozoit memiliki batil isap yang menyerupai cakram cekung menempati bagian anterior badan parasit. Pada fase kista, memiliki bentuk oval dengan ukuran 8-18 x 7-10 mikron dengan dinding tipis dan kuat, dan kista matang memilki 4 buah inti sedangkan kista baru memiliki 2 inti. Kista infektif dapat tertelan dan dapat mengalami eksitasi menjadi trofozoit. Trofozoit menempel pada usus halus dengan bantuan sucking disc atau batil isap dan dapat mengganggu proses penyerapan makanan.4, 11 Penelitian yang dilakukan oleh Sasongko tahun 2002 pada muridmurid Sekolah Dasar di Pulau Panggang dan Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, Jakarta Utara oleh Sasongko dkk menunjukkan bahwa prevalensi G. lamblia cukup tinggi yaitu mencapai 30%.12 Giardiasis lebih sering ditemukan pada anak-anak dibandingkan dengan orang dewasa, khususnya yang berumur 6-10 tahun. Infeksi dapat diakibatkan oleh tertelannya kista matang G. lamblia misalnya yang terdapat pada makanan atau air minum yang tidak bersih. Oleh karena itu, infeksi dapat dicegah dengan mengolah atau memasak terlebih dahulu makanan dan minuman hingga matang.4 E. histolytica pertama kali ditemukan oleh Losch pada tahun 1875.13 Hospes protozoa ini adalah manusia dan infeksinya dinamakan amebiasis. Penyebaran parasit ini bersifat kosmopolit dan infeksinya disebut amebiasis. Faktor penyebarannya dipengaruhi oleh beberapa hal seperti keadaan sanitasi yang buruk, tingkat gizi masyarakat, serta keadaan ekonomi dan sosial masyarakat. Daur hidup parasit ini terdiri dari tiga bentuk yaitu bentuk histolytica atau trofozoit, prekista, dan bentuk kista. Bentuk trofozoit memiliki ukuran 10-60 mikron, memiliki satu inti dengan ektoplasma lebar, jernih. Bentuk prekista memiliki bentuk bulat atau bujur yang lebih kecil daripada trofozoit namun lebih besar daripada kista.4 Selanjutnya akan menjadi kista dengan sitoplasma jernih berbentuk oval atau bulat dengan ukuran 10-20 mikron dan memiliki inti 1, 2, atau 4 buah. Kista dengan 4 inti merupakan kista matang yang infektif.11 Mengkonsumsi makanan dan minumam yang terkontaminasi oleh kista protozoa ini biasanya menjadi penyebab utama amebiasis. Kista yang tertelan akan bertahan di lambung karena memiliki dinding pelindung yang tebal dan tahan terhadap asam lambung. Kista akan terbawa hingga mencapai rongga terminal usus halus. Dinding kista akan tercernakan dan kista E. histolytica mengeksitasi 8 buah trofozoit di dalamnya yang berukuran 10-60 mikron4,
14
Di Indonesia pada tahun 2003, prevalensi
13, 14
amebiasis mencapai 10-18%.
Kontaminasi parasit usus pada ..., Wahyu Eko Jatmiko, FK UI, 2014
E. coli pertama kali ditemukan oleh Feder Losch pada tahun 1875. Pada tahun 1903 Fritz Schaudinn menjelaskan bahwa E. coli tidak akan menimbulkan infeksi atau bersifat nonpatogen. Penyebarannya bersifat kosmopolit. E. coli memiliki dua fase hidup yaitu fase kista dan trifozoit. Bentuk trofozoit bilateral simetris dengan ukuran 12-15 mikron dan mempunyai empat pasang flagel. Kista berukuran 8-12 mikron berbentuk oval serta memiliki 2 hingga 8 inti ketika matang. Parasit ini hidup di usus kecil dan menempel di epitel usus.4 Kemangi adalah salah satu sayuran yang sering dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Dalam mengkonsumsi kemangi, syauran dapat diolah terlebih dahulu, atau dapat dikonsumsi secara langsung sebagai lalapan. Kebanyakan masyarakat mengkonsumsinya secara langsung sebagai lalapan, seperti yang disajikan pada warung-warung lesehan. Kemangi memiliki daun yang keriting, bergerigi dan berukuran relatif kecil. Hal ini menyebabkan apabila sayuran ini disirami, maka memunginkan benda-benda mikro akan tertinggal di atas permukaan daun, seperti telur STH atau kista protozoa. Kemangi memiliki struktur daun yang panjangnya mencapai 4,5 cm.15
Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan desain studi analitik observasional metode potong lintang (cross-sectional) untuk mengetahui prevalensi parasit usus pada sayuran kemangi yang dijual di pasar tradisional dan swalayan Jakarta dengan metode perendaman larutan garam cuka dan air sebagai kontrol. Sampel yang digunakan adalah sayuran kemangi yang dijual di beberapa pasar tradisional dan swalayan Jakarta, dimana pasar-pasar tersebut telah dipilih dengan metode cluster random sampling. Sayuran yang digunakan haruslah memenuhi kriteria inklusi yang telah ditentukan. Penelitian ini diawali dengan membeli sampel sayuran kemangi di 20 pasar tradisional dan 20 pasar swalayan yang telah ditentukan. Kemangi diteliti dengan metode sedimentasi menggunakan larutan garam cuka dan air. Larutan garam cuka dibuat dengan mencampurkan 1000 ml larutan garam jenuh dengan larutan cuka makan (asam asetat) 2,5 M sebanyak 1000 ml. Kemangi diiris kecil, lalu ditimbang seberat 100 gram. Kemangi lalu direndam dalam 150 ml larutan garam cuka dan 150 ml air selama 24 jam. Sayuran dipisahkan dengan disaring dan hasil penyaringan lalu disentrifuse dengan kecepatan 2500rpm selama 5 menit untuk mendapatkan presipitatnya. Kemudian diambil 0,1 ml endapan hasil sentrifugasi untuk
Kontaminasi parasit usus pada ..., Wahyu Eko Jatmiko, FK UI, 2014
diperiksa menggunakan mikroskop dengan perbesaran 450 kali dengan 10 kali lapang pandang. Jumlah parasit yang ditemukan pada sampel kemudian dianalisis menggunakan SPSS versi 20 for Windows. Uji hipotesis dilakukan dengan uji t tidak berpasangan, dengan terlebih dahulu menormalisasi data apabila data yang diperoleh tidak terdistribusi normal. Namun, apabila setelah normalisasi dilakukan distribusi data tetap tidak normal, uji hipotesis dilakukan dengan uji Mann Whitney.
Hasil Penelitian Data diperoleh dari 40 sampel sayuran kemangi yang berasal dari 20 pasar tradisional dan 20 pasar swalayan yang dipilih secara acak di Provinsi DKI Jakarta. Larutan kemudian diuji dengan metode sedimentasi pada air dan larutan garam cuka. Tabel 1. Jumlah Kontaminasi Parasit Usus yang Ditemukan Pada Sampel Sayur Kemangi Dengan Media Perendaman Larutan Garam Cuka dan Air
Jenis larutan Larutan Garam
Air
Jumlah (n)
Cuka Status
Positif (%)
40 (100,0)
36 (90,0)
76
Kontaninasi
Negatif (%)
0 (0,0)
4 (10,0)
4
Kemangi yang diteliti pada kedua media perendaman berasal dari pasar yang sama. Dari tabel 1, 40 sampel (100%) kemangi yang diteliti menggunakan medium larutan garam cuka terkontaminasi parasit usus dan sayuran kemangi yang diteliti menggunakan medium air terkontaminasi hanya 36 sampel (90%). Tabel 2. Jumlah Kontaminasi Parasit Usus pada Pasar Tradisional dan Swalayan Jakarta dengan Media Perendaman Larutan Garam Cuka
Kontaminasi parasit usus pada ..., Wahyu Eko Jatmiko, FK UI, 2014
STH (%)
Jenis Pasar
Kista (%)
Kontaminasi
Positif
Negatif
Positif
Negatif
Campur (%)
Ps Tradisional
7 (35,0)
13 (65,0)
20 (100,0)
0 (0,0)
7 (35,0)
Ps Swalayan
7 (35,0)
13 (65,0)
20(100,0)
0 (0,0)
7 (35,0)
14
26
40
0
14
Jumlah
Tabel 2 menunjukkan status kontaminasi STH dan kista protozoa, serta kontaminasi campur pada sayuran kemangi. Kontaminasi STH ditemukan pada 7 sampel (35%) pada kedua jenis pasar, kontaminasi kista protozoa pada 20 sampel (100%), dan ditemukan kontaminasi campur pada 7 sampel (35%) pada kedua jenis pasar. Tabel 3. Jumlah Kontaminasi Parasit Usus Menurut Spesies di Pasar Tradisional dan Swalayan Jakarta
Parasit Usus
Ps. Tradisional (%)
Ps. Swalayan (%)
Ascaris lumbricoides
90 (5,06)
150 (9,68)
Trichuris trichiura
20 (1,12)
30 (1,94)
Cacing Tambang
0 (0,00)
0 (0,00)
Giardia lamblia
960 (53,93)
870 (56,13)
Entamoeba histolytica
250 (14,04)
160 (10,32)
Entamoeba coli
460 (25,84)
340 (21,94)
Total
1780 (100)
1550 (100)
Telur STH
Kista Protozoa
Berdasarkan tabel 3 diperoleh perbandingan kontaminasi setiap spesies STH dan kista protozoa pada kedua pasar. Pada pasar tradisional ditemukan 90 telur A. lumbricoides (5,06%); 20 telur T. trichiura (1,12%); 0 telur cacing tambang (0%); 960 kista G. lamblia (53,93%); 250 kista E. hystolitica (14,04%); dan 460 kista E. coli (25,84%); sedangkan pada pasar swalayan ditemukan 150 telur A. lumbricoides (9,68%); 30 telur T. trichiura (1,94%); 0
Kontaminasi parasit usus pada ..., Wahyu Eko Jatmiko, FK UI, 2014
telur cacing tambang (0%); 870 kista G. lamblia (56,13%); 160 kista E. hystolitica (10,32%); dan 340 kista E. coli (21,94%). Terlihat bahwa kontaminasi terbesar pada kedua pasar oleh spesies Giardia lamblia. Tabel 4. Jumlah Parasit Usus Pada Sayuran Kemangi di Pasar Tradisional dan Swalayan Menurut Wilayah Jakarta Metode Perendaman Larutan Garam Cuka
Prevalensi Parasit Usus
Kota Administrasi
Jumlah
Ps. Tradisional (%)
Ps. Swalayan (%)
Jakarta Pusat
330 (18,54)
310 (20,00)
640
Jakarta Timur
250 (14,05)
200 (12,90)
450
Jakarta Selatan
240 (13,48)
210 (13,55)
450
Jakarta Barat
360 (20,22)
200 (12,90)
560
Jakarta Utara
600 (33,71)
630 (40,65)
1230
1780
1550
3330
Total
Penelitian ini juga memperoleh kontaminasi pada masing-masing wilayah DKI Jakarta. Pada sampel yang berasal dari Jakarta Pusat ditemukan parasit usus 330 (18,45%) pada pasar tradisional dan 310 (20,00%), Jakarta Timur ditemukan parasit usus 250 (14,05%) pada pasar tradisional dan 200 (12,90%) pada pasar swalayan, Jakarta Selatan ditemukan parasit usus 240 (13,48%) pada pasar tradisional dan 210 (13,55%) pada pasar swalayan, Jakarta Barat ditemukan parasit usus 360 (20,22%) pada pasar tradisional dan 200 (12,90%) pada pasar swalayan, dan Jakarta Timur ditemukan parasit usus 600 (33,71%) pada pasar tradisional dan 630 (40,65%) pada pasar swalayan. Tabel 5. Jumlah Parasit Usus pada Sayuran Kemangi yang Dijual di Pasar Tradisional dan Swalayan Jakarta pada Tahun 2012 Jenis Pasar
N
! ± !"
Perbedaan Rerata
(log10)
(IK95%) -0,08 (-0,22 – 0,6)
Pasar Tradisional
20
1,90 ± 0,20
Pasar Swalayan
20
1,82 ± 0,23
Kontaminasi parasit usus pada ..., Wahyu Eko Jatmiko, FK UI, 2014
P 0,257
Berdasarkan table 4.7 dapat dilihat perbandingan rata-rata jumlah parasit usus (data hasil normalisasi) yang ditemukan antara pasar tradisional dan pasar swalayan Jakarta. Pada pasar tradisional ditemukan rata-rata parasit usus sebesar Log 1,90 ± 0,20. Angka ini lebih besar jika dibandingkan dengan rata-rata parasit usus yang ditemukan pada pasar swalayan yaitu sebesar Log 1,82 ± 0,23. Namun, dari uji statistic didapatkan nilai p sebesar 0,257 (p > 0,05) yang berarti tidak terdapat perbedaan bermakna antara jumlah parasit usus (telur STH dan kista protozoa) pada sayuran kemangi dengan jenis pasar, pasar tradisional dan swalayan, di semua wilayah Jakarta menggunakan metode perendaman pada larutan garam cuka. Tabel 6. Jumlah Parasit Usus pada Sayuran Kemangi di Jakarta Tahun 2012 Menggunakan Media Perendaman Larutan Garam Cuka dan Air
Media Perendaman
N
Median (MinMaks) (log10)
! ± !" (log10)
Larutan Garam Cuka
40
1,84 (1,48 - 2,32)
1,86 ± 0,22
Air
40
1,39 (0,00 - 2,11)
1,26 ± 0,53
P 0,000
Berdasarkan tabel 6 dapat dilihat perbandingan nilai tengah jumlah parasit usus (data hasil normalisasi) antara metode perendaman garam cuka dan perendaman air. Pada media perendaman garam cuka, diperoleh nilai tengah jumlah parasit usus Log 1,84 (1,48 - 2,32). Nilai ini lebih besar jika dibandingkan dengan nilai tengah jumlah parasit usus pada media perendaman air, yaitu sebesar Log 1,39 (0,00 - 2,11). Berdasarkan uji statistik, diperoleh nilai p sebesar 0,000 (p < 0,05) yang berarti terdapat perbedaan bermakna antara jumlah parasit usus (telur STH dan kista protozoa) yang ditemukan pada sayuran kemangi di pasar Jakarta dengan jenis larutan perendaman yang digunakan, larutan garam cuka dan air. Dapat disimpulkan bahwa larutan garam cuka berpengaruh terhadap jumlah parasit usus yang ditemukan pada metode sedimentasi.
Kontaminasi parasit usus pada ..., Wahyu Eko Jatmiko, FK UI, 2014
Pembahasan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada pasar tradisional dan swalayan Jakarta, diperoleh bahwa 100 % sampel sayur kemangi yang diuji dengan metode perendaman garam cuka, terkontaminasi oleh parasit usus. Sedangkan, pada studi kontrol yang dilakukan pada sayur dari pasar yang sama, menggunakan metode perendaman air, menunjukkan kontaminasi sebesar 90%. Angka ini berbeda bila dibandingkan dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan pada pasar tradisional dan swalayan di Kota Tripoli, Libya oleh Abougrain dkk pada tahun 2009 yang memberikan hasil 58 % dari 126 sampel sayuran menunjukkan hasil positif terkontaminasi parasit usus. Perbedaan hasil ini disebabkan oleh perbedaan letak geografis dan metode pengumpulan data pada kedua penelitian. Metode pengumpulan data penelitian yang dilakukan di Tripoli dilakukan dengan memeriksa air cuci (distillated water) dari sampel. Pada metode ini sayuran dicuci dengan air kemudian air cucian didiamkan selama 10 jam. Air kemudian disentrifuse dan diambil endapannya untuk diteliti. Metode ini merupakan metode standar yang saat ini digunakan untuk meneliti kontaminasi parasit usus pada sayuran.18 Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 2, diperoleh bahwa pada pasar tradisional dan swalayan Jakarta terdapat 7 sampel (35%) terkontaminasi telur STH dan 20 sampel (100%) terkontaminasi kista protozoa, dan 7 sampel (35%) terkontaminasi oleh STH dan kista protozoa. Angka ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan pada sayuran sawi jenis caisim di beberapa pasar tradisional dan supermarket wilayah Kota Semarang tahun 2003 oleh Sutriyani yang menunjukkan kontaminasi 24,1% sampel, yang seluruhnya berasal dari pasar tradisional terkontaminasi telur STH, sedangkan tidak ditemukan kontaminasi pada sayur pasar supermarket. Perbedaan ini dipengaruhi oleh berbagai aspek seperti keadaan geografis kedua tempat penelitian, media perendaman yang digunakan, ketelitian pengamatan sampel, serta jenis sayuran yang digunakan. Pada penelitian ini digunakan metode pengendapan dengan NaOH 0,2% yang merupakan bahan pembuatan sabun. Pada penelitian yang dilakukan oleh peneliti, digunakan standar ketelitian yang baik dimana sampel diperiksa pada 10 lapang pandang yang diulang sebanyak 10 kali.19 Pada tabel 3 diperoleh perbandingan antar spesies parasit usus yang mengkontaminasi sayur kemangi. Terlihat bahwa kontaminasi terbesar oleh spesies Giardia lamblia sebesar 960 kista (53,93%) pada pasar tradisional dan 870 kista (56,13%) pada pasar swalayan, sedangkan kontaminasi cacing tambang tidak ditemukan pada kedua pasar. Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan di Tripoli, Libya oleh Abougrain dkk pada tahun 2009 pada sayur
Kontaminasi parasit usus pada ..., Wahyu Eko Jatmiko, FK UI, 2014
tomat, mentimun, selada, dan seledri yang menunjukkan kontaminasi terbesar oleh spesies A. lumbricoides pada 75% sampel di pasar tradisional dan 66% di pasar swalayan, sedangkan kontaminasi terkecil oleh spesies G. lamblia pada 10,71% sampel di pasar tradisional dan 9,18% di pasar swalayan. Pada penelitian ini tidak dilakukan perhitungan jumlah telur STH dan kista protozoa yang ditemukan. Perbedaan hasil kedua penelitian ini dipengaruhi olah perbedaan letak geografis penelitian, jenis sayuran yang digunakan, dan metode yang digunakan dalam mendeteksi parasit usus. Pada penelitian ini digunakan metode standar pengendapan pada air cuci (normal saline) sayuran seperti yang telah disampaikan di atas.17 Sayuran kemangi merupakan tanaman dengan permukaan daun yang bergerigi dan berbulu halus. Hal mengindikasikan sayuran kemangi mudah terkontaminasi oleh bendabenda mikro, seperti telur STH atau kista protozoa. Oleh karena itu, kista protozoa yang mengkontaminasi air yang digunakan untuk menyirami sayuran kemangi dapat dengan mudah ikut mengkontaminasi daun kemangi. Giardia lamblia merupakan kista protozoa yang paling sering mengkontaminasi air, terutama air tanah dan air permukaan. Oleh karena itu, giardiasis adalah penyakit paling umum yang ditransmisikan melalui air (waterborne diseases). Daun kemangi merupakan tanaman perdu sehingga kontaminasi telur STH minimal.20 Pada tabel 4 diperoleh jumlah parasit usus pada masing-masing wilayah Jakarta, ditemukan kontaminasi terbesar terdapat pada sayuran kemangi yang berasal dari Jakarta Utara, dengan persentase 33,71% pada pasar Tradisional dan 40,65% pada pasar Swalayan. Perbedaan ini dipengaruhi oleh letak geografis dan statistic kesehatan lingkungan di daerah Jakarta Utara dengan wilayah lainnya. Wilayah Jakarta Utara jika dibandingkan dengan keempat wilayah lainnya merupakan wilayah yang paling kumuh berdasarkan data dari Dinas Pertanahan dan Pemetaan, Provinsi DKI Jakarta tahun 2007. Tingkat kekumuhan ini didasarkan pada sistem peringkat Biro Pusat Statistik (BPS) yang mengukur jumlah rumah tidak layak huni, kualitas air dan saluran pembuangan, kepadatan penduduk, penggunaan sungai sebagai toilet dan sumber air bersih. Daerah Jakarta Utara juga memiliki area terkena dampak banjir terbesar dibandingkan dengan keempat wilayah lainnya dengan presentase 38,95% dari total area terkena dampak banjir di seluruh Jakarta.21 Dari 40 sampel sayur yang diuji dengan metode perendaman pada larutan garam cuka, diperoleh jumlah parasit usus yang dilaporkan dengan rerata. Rerata parasit usus pada pasar tradisional ialah Log 1,90 ± 0,20 dan pada pasar swalayan Log 1,82 ± 0,23. Dari uji statistik diperoleh nilai p sebesar 0,257 (p > 0,05) yang berarti tidak terdapat perbedaan bermakna antara jumlah parasit usus dan jenis pasar yang menjual sayur kemangi tersebut di Jakarta. Dibandingkan dengan penelitian sebelumnya pada sayuran sawi jenis caisim di beberapa
Kontaminasi parasit usus pada ..., Wahyu Eko Jatmiko, FK UI, 2014
pasar tradisional dan supermarket wilayah Kota Semarang oleh Sutriyani pada tahun 2003, menunjukkan hasil positif pada 24,1% sampel yang seluruhnya berasal dari pasar tradisional dan hasil negatif pada semua sampel pasar supermarket. Pada penelitian ini tidak diperoleh jumlah parasit usus yang ditemukan. Perbedaan ini dipengaruhi oleh jenis sayuran yang digunakan, ketelitian dalam metode pengambilan data, dan letak geografis penelitian. 18 Diperoleh jumlah parasit usus pada masing masing sampel, yang dilaporkan dengan nilai tengah. Nilai tengah jumlah parasit usus pada pasar tradisional adalah log 1,84 (1,48 2,32) dan pada pasar swalayan 1,39 (0,00 - 2,11). Dari uji statistic diperoleh nilai p sebesar 0,000 (p < 0,05) yang menunjukkan terdapat perbedaan bermakna antara jumlah parasit usus yang ditemukan di sayuran kemangi pasar Jakarta dengan jenis larutan yang digunakan. Saat ini penelitian menggunakan garam cuka belum pernah dilakukan, namun telah banyak penelitian yang dilakukan menggunakan air, seperti metode pengendapan air hasil cucian sayuran pada penelitian prevalensi parasit usus di Libya oleh Abougrain dkk dan di Vietnam oleh Uga dkk pada tahun 2009.17, 22 Peneliti menemukan bahwa sodium clorida asam dapat digunakan untuk membersihkan dan mengontrol pertumbuhan bakteri pada sayuran, seperti penelitian yang dilakukan pada sayuran kubis di Jepang pada tahun 2007 oleh Inatsu dkk. Pada penelitian tersebut, sodium klorida asam dibuat dari sodium chlorite (NaClO2) yang ditambah dengan asam organic seperti asam sitrat dan asam malat. Larutan garam cuka dapat mengoksidasi sel parasit usus serta memiliki kemampuan untuk menarik kontaminan tersebut dari sayuran karena sifat berat jenis dan kepolarannya yang lebih tinggi dari pada air.23 Sodium klorida asam juga telah direkomendasikan untuk membersihkan sayuran oleh Food Research Institute, University Wisconsin-Madison, Amerika Serikat sejak tahun 2005.24 Walaupun penelitian ini memiliki hasil yang berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya, kesimpulan akhir menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna pada kedua variable jenis pasar. Hal ini disebabkan oleh perbedaan tempat dilakukannya penelitian, perilaku petani saat penanaman, perilaku pasca panen, dan perilaku yang diberikan oleh penjual, baik pada pasar tradisional dan swalayan. Perilaku petani saat penanaman misalnya penggunaan pupuk kandang yang berbahan dasar kotoran hewan dan kotoran manusia. Hal ini terbukti memberikan kontribusi yang besar dalam transmisi penyakit infeksi parasit usus. Selain itu, air yang digunakan dalam irigasi tanaman merupakan air kotor yang berasal dari parit. Perilaku yang diberikan oleh penjual pada pasar tradisional, berdasarkan pengamatan peneliti, penjual menyirami sayuran dengan air untuk menimbulkan kesan segar. Hal ini dilakukan untuk menarik minat para pembeli. Pada pasar swalayan, sayuran kemangi hanya
Kontaminasi parasit usus pada ..., Wahyu Eko Jatmiko, FK UI, 2014
diikat atau dibungkus menggunakan kantung plastic dan suasana pasar swalayan yang memiliki kelembapan tinggi dan suhu rendah.25
Kesimpulan Tidak terdapat perbedaan bermakna antara prevalensi parasit usus yang terdapat pada sayuran kemangi di pasar tradisional dan swalayan Jakarta. Terdapat perbedaan bermakna pada prevalensi parasit usus pada sayuran kemangi di pasar Jakarta antara penggunaan larutan garam cuka dengan air. Parasit usus yang dominan mengkontaminasi sayuran kemangi pada pasar tradisional dan swalayan Jakarta adalah jenis kista protozoa, terutama spesies Giardia lamblia. Wilayah yang memiliki angka kontaminasi parasit usus paling tinggi adalah wilayah Jakarta Utara.
Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui pengaruh penggunaan pupuk berbahan dasar feses, air limbah sebagai irigasi, dan penggunaan pestisida tanaman terhadap prevalensi parasit usus pada sayuran. Perlu dilakukan penelitian mengenai prevalensi parasit usus yang mengkontaminasi jenis sayuran lainnya seperti kubis, sawi, mentimun, selada dan jenis sayuran lainnya, mengingat jenis-jenis sayuran ini masih dikonsumsi secara mentah oleh masyarakat. Perlunya dilakukan penyuluhan kepada masyarakat agar sebelum mengkonsumsi sayuran secara mentah, sayuran tersebut dicuci terlebih dahulu, misalnya menggunakan larutan garam cuka. Perlunya dilakukan sosialisasi penggunaan media larutan garam cuka sebagai media perendaman untuk meneliti prevalensi parasit usus pada sayuran kepada para peneliti lainnya.
Kontaminasi parasit usus pada ..., Wahyu Eko Jatmiko, FK UI, 2014
Daftar Pustaka 1. Fissamawati F. Analisis Keputusan Pembelian Konsumen Sayuran di Pasar Tradisional [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor; 2009. 2. Ariani M. Analisis Konsumsi Pangan Tingkat Masyarakat Mendukung Pencapaian Diversifikasi Pangan. Gizi Indon. 2010; 33(1):20-8 3. Nugroho C, Djanah SN, Mulasari SA. Identifikasi Kontaminasi Telur Nematoda Usus Pada Sayuran (Brassica oleracea) Warung Makan Lesehan Wonosari Gunungkidul Yogyakarta Tahun 2010. Kes Mas. 2010; 4(1):67-75. 4. Staf Pengajar Departemen Parasitologi FKUI. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran. Editor: Susanto I, Ismid IS, Sjariffudin PK, Sungkar S. Edisi 4. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2011. 5. Leles D, Gardner SL, Reinhard K, Iniguez A, Araujo A. Are Ascaris lumbricoides and Ascaris suum a single species? BioMed Central. 2012; 5: 42. 6. Mardiana, Djarismawati. Prevalensi Cacing Usus Pada Murid Sekolah Dasar Wajib Belajar Pelayanan Gerakan Terpadu Pengentasan Kemiskinan Daerah Kumuh di Wilayah DKI Jakarta. Jurnal Ekologi Kesehatan. 2008; 7(2): 769-74. 7. Natadisasatra D, Agoes R. Parasitologi kedokteran: Ditinjau Dari Organ Tubuh Yang Diserang. Edisi 1. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2005. 8. Stanford University. Trichuriasis trichiura. [Diakses pada: 23 Maret 2012]. Diunduh dari: http://www.standford.edu/class/humbio103/ParaSites2005/Trichuriasis/Untitled-12.htm 9. University Iowa S. Trichuriasis trichiura. [Diakses pada: 17 Februari 2012]. Diunduh dari: http://www.ivis.org/advances/Disease_Factsheets/trichuriasis.pdf. 10. Sumanto D. Faktor Risiko Infeksi Cacing Tambang pada Anak Sekolah (Studi kasus control di desa Rejosari, Karangawen, Demak) [Tesis]. Semarang: Universitas Diponegoro; 2010. 11. Yulfish H. Protozoa Intestinalis. [serial di internet]. 2006. Tersedia dari : Universitas Sumatera Utara. Diunduh dari: repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3484/1/06001187.pdf 12. Sasongko A, Irawan HSJY, Tatang RS, Subahar R, Purnomo, Margono SS. Intestinal parasitic infections in primary school children in Pulau Panggang and Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu. Makara Kesehatan. 2002; 6(1): 8-11. 13. Roy SL. Amebiasis - Chapter 3 dalam Yellow Book - Travelers’ Health - CDC [serial di internet]. 2012. [diakses pada 28 Februari 2012]. Diunduh dari:
Kontaminasi parasit usus pada ..., Wahyu Eko Jatmiko, FK UI, 2014
http://wwwnc.cdc.gov/travel/yellowbook/2012/chapter-3-infectious-diseases-related-totravel/amebiasis.htm 14. Anorital, Andayasari L. Kajian Epidemiologi Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan yang Disebabkan Oleh Amuba di Indonesia. Media Litbang Kesehatan. 2011; 21(1): 1-9. 15. Bendre A, Kumar A. A text book of practical Botany 2. Edisi 5. India: Rastogi Publications; 1984. 16. Sitepoe M. Corat-Coret Anak Desa Berprofesi Ganda. Jakarta: KPG (Keepustakaan Populer Gramedia); 2008. P 189 17. Al-Megrin. Prevalence Intestinal Parasites in Leafy Vegetables in Riyadh, Saudi Arabia. Medwell Journals. 18. Abougrain AK, Nahaisi MH, Madi NS, Saied MM, Ghenghesh KS. Parasitological Contamination in Salad Vegetables in Tripoli-Libya. Food Control Elsevier. 2009; 11: 1-3 19. Sutriyani. Kontaminasi Soil Transmitted Helminths Pada Sayuran Sawi Jenis Caisim di Beberapa Pasar Tradisional dan Supermarket Wilayah Kota Semarang [Skripsi]. 2003. 20. Said NI, Marsidi R. Mikroorganisme Patogen Dan Parasit di Dalam Air Limbah Domestik Serta Alternatif Teknologi Pengolahan.JAI 2005; 1 (1): 65-81. 21. The World Bank. Jakarta Tantangan Perkotaan Seiring Perubahan Iklim: Satuan Tugas Walikota Untuk Perubahan Iklim, Risiko Bencana, dan Masyarakat Miskin Perkotaan [internet]. Diakses pada Mei 2014. Diunduh dari: 22. Uga S, Hoa NTV, Noda S, Moji K, Cong L, Aoki YA, et al. Parasite egg contamination of vegetables from a suburban market in Hanoi, Vietnam. Nepal Med Coll J 2009; 11(2): 758. 23. Inatsu Y, Bari L, Kawamoto S. Application of Acidified Sodium Chlorite Prewashing Treatment to Improve the Food Hygiene of Lightly Fermented Vegetables. JARQ 2007; 41 (1): 17-23. 24. Rao MV. Acidified Sodium Chlorite (ASC) Chemical and Technical Assessment. CTA 2007; 12: 1-12 25. Jusuf A, Ruslan, Selomo M. Gambaran Parasit Soil Transmitted Helminths dan Tingkat Pengetahuan, Sikap Serta Tindakan Petani Sayur di Desa Waiheru Kecamatan Baguala Kota Ambon. Bagian Kesehatan Lingkungan FKM Universitas Hasanuddin. 2013: 1-12.
Kontaminasi parasit usus pada ..., Wahyu Eko Jatmiko, FK UI, 2014