Kontaminasi Parasit Usus pada Sayuran Kubis Pasar Tradisional dan Swalayan Jakarta dengan Media Perendaman Larutan Garam-Cuka Tahun 2012 Suaydiy Okdiyanzah, Widiastuti Program Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta Indonesia
[email protected]
Abstrak Banyak manfaat didapatkan dari mengkonsumsi sayuran. Namun sayuran dapat menjadi perantara penularan parasit usus (STH dan kista protozoa) dan meningkatkan angka kesakitan akibat infeksi ini. Berbagai penelitian membuktikan kontaminasi parasit usus diberbagai sayuran dengan jumlah beragam. Hal ini diperburuk dengan kebiasaan mengkonsumsi sayuran mentah (lalapan) di Indonesia. Maka dilakukanlah penelitian pada kubis karena sering dikonsumsi mentah.. Penelitian ini ingin mengetahui perbedaan jumlah kontaminasi parasit usus yang ditemukan pada kubis pasar tradisional dan pasar swalayan serta ingin mengetahui efektifitas perendaman antara larutan garam-cuka dengan air. Penelitian ini adalah cross sectional dengan menggunakan 20 sampel kubis pasar tradisional dan 20 sampel kubis pasar swalayan yang dibeli secara acak di lima wilayah Jakarta. Hasil penelitian menunjukkan perbedaan bermakna (p=0,006) jumlah parasit yang ditemukan pada kubis pasar tradisional (2570 parasit) dan kubis pasar swalayan (1610 parasit). Ditemukan pada seluruh sampel (tradisional dan swalayan) terkontaminasi STH, 9 dari 20 sampel kubis pasar tradisional dan 7 dari 20 sampel kubis pasar swalayan terkontaminasi kista protozoa. Didapatkan pula perbedaan bermakna (p<0,05) jumlah parasit usus pada kubis yang direndam dengan larutan garam-cuka dibandingkan dengan air. Berdasarkan hasil penelitian ini jumlah parasit pada kubis pasar tradisional jauh lebih tinggi dan perendaman dengan larutan garam-cuka lebih baik dibandingkan dengan air. Kata kunci: Jakarta; larutan garam-cuka; parasit usus; pasar swalayan; pasar tradisional
Kontaminasi parasit usus pada..., Suaydiy Okdiyanzah, FK UI, 2014
The contamination of parasites in cabbage from traditional and modern market Jakarta in 2012 by using of salt-acid solution Abstract We can get a lot of benefit by consuming vegetables. But, vegetables also can be a medium to transmit parasites (STH and protozoa) and increase the morbidity because of infection. Some researches proved parasites contamination in any vegetables with vary of number. It is worsen by a habit to consume raw vegetables (lalap) in Indonesia. This research was done by using cabbage that often consume uncooked. This research wants to know the difference parasites quantity in cabbage from traditional and modern market and also the effectiveness between salt-acid solution and water as immersion medium. This cross-sectional research use 20 samples of cabbages from traditional market and 20 samples of cabbages from modern market in Jakarta. The result show a different parasites quantity (p value = 0,006) between cabbage from traditional market (2570 parasites) and modern market (1610 parasites). All of samples (traditional and modern market) are contaminated by STH, 9 of 20 cabbages from traditional market and 7 of 20 cabbages from modern market are contaminated by protozoa. And also there is a different parasites quantity (p value < 0,05) found in cabbage using salt-acid solution then water only. As conclusion number of parasites found in cabbages from traditional market is higher than cabbages from modern market and using salt-acid as immersion medium is better than water only. Keywords: Jakarta, modern market, parasites, traditional market, salt-acid solution
Pendahuluan Konsumsi sayuran sangat erat kaitannya dengan kesehatan. Karena sayuran merupakan sumber vtamin, mineral, dan serat yang sangat dibutuhkan oleh tubuh. Sayuran juga membantu kita mencegah berbagai penyakit seperti penyakit jantung, kanker, dan diabetes. Karena begitu pentingnya sayuran untuk kesehatan maka WHO dan FAO merekomendasikan untuk mengkonsumsi sayuran minimal 400 gram/hari.1
Kontaminasi parasit usus pada..., Suaydiy Okdiyanzah, FK UI, 2014
Trend mengkonsumsi sayur mulai mengalami peningkatan sekitar 19%-24% dari tahun ke tahun dan diperkirakan akan terus berlangsung hingga tahun 2020. Dari data yang diperoleh di Indonesia sendiri menunjukkan adanya peningkatan konsumsi sayur dari tahun ke tahun yaitu pada tahun 2006 adalah 34,06 kg/kapita/tahun, pada tahun 2007 meningkat menjadi 40,9 kg/kapita/tahun, dan pada tahun 2008 tingkat konsumsinya sebesar 51,31 kg/kapita/tahun.2Namun ternyata peningkatan ini juga diikuti peningkatan presentase kasus penyakit pencernaan yang mencapai sekitar 19% pada tahun 1990.1 Hal ini bisa diakibatkan karena berbagai faktor diantaranya masyarakat lebih cenderung mengkonsumsi sayuran yang praktis cara pengolahannya, seperti salad yang tidak mengalami proses pemasakan terlebih dahulu. Selain itu juga di Indonesia kebanyakan sayuran dikonsumsi dalam kondisi mentah sebagai lalapan. Keduanya sangat rentan sekali menjadi jalur transmisi berbagai macam parasit usus yang akhirnya mengakibatkan berbagai macam gangguan pencernaan.1 Sayuran dapat menjadi jalur transmisi parasit usus terutama diakibatkan karena kontaminasi yang berasal dari irigasi dan pupuk. Di Indonesia pengawasan terhadap sistem irigasi dan jaminan kebersihan tanaman pertanian tidak seketat yang ada di luar negeri. Berdasarkan penelitian, air diindikasikan sebagai sumber kontaminasi Entamoeba coli dan paling sering ditemukan pada tanaman kubis. Selain itu juga berdasarkan penelitian lain ditemukan adanya E.coli di dalam jaringan sayuran selada sehingga sangat susah untuk dihilangkan.1Di Amerika tepatnya di Montanna dan Connecticut ditemukan adanya peningkatan kasus gangguan pencernaan akibat E.coli karena peningkatan konsumsi selada mentah dan salad.1 Hasil penelitian yang dilakukan di Arab Saudi pada tahun 2010 yang menyatakan bahwa dari 470 sampel sayuran yang diteliti, ditemukan 76 (16.2%) sayuran mengandung telur STH dan kista protozoa dengan prevalensi: Ancylostoma duodenale (11.8%), Fasciola sp. (14.5%), Ascaris lumbriciodes (26.3%), Toxoplasma gondii (6.6%), Giardia lamblia (31.6%), Dicrocoelium sp. ( 28.9%), Hymenolepis sp. (14.5%), Blastocystis hominis (17.1%), Taenia sp. (19.7%) dan Entamoeba coli (35.5%) yang ditemukan pada masing-masing sayuran dengan persentasesebesar 9.4% lobak, 13.6% daun kemangi, 15.4% daun
Kontaminasi parasit usus pada..., Suaydiy Okdiyanzah, FK UI, 2014
bayam, 17.4% daun parsley, 19.1% daun bawang, 20.6% bawang perai, 22.8% selada air dan 27.8% selada.3 Dengan melihat penelitian tersebut maka terdapat kemungkinan sayuran-sayuran di Indonesia juga terkontaminasi oleh STH dan kista protozoa. Sementara di Indonesia sendiri jarang sekali ditemukan penelitian serupa. Hanya ada beberapa penelitian yang menunjukkan prevalensi kejadian penyakit akibat infeksi STH dan kista protozoa tersebut, diantaranya adalah: askariasis sebesar 59,33% di Jakarta Timur, 68,43% di Jakarta Selatan, 74,7% di Jakarta Barat, dan 80% di Jakarta Utara. Untuk penyakit trikuriasis sebesar 20% di Jakarta Utara, 25,3% di Jakarta Barat, 31,58% di Jakarta Selatan, dan 41,67% di Jakarta Timur. Untuk penyakit ankylostomiasis sebesar 2,9% di SD Kepulauan Seribu dan sebesar 24,2% di daerah Sulawesi.4 Untuk penyakit giardiasis sebesar 30% di Jakarta Utara dan infeksi E. histolytica di Indonesia pada tahun 2003 adalah 10-18%.5,6 Dari penjelasan tersebut, peneliti bermaksud melakukan penelitian untuk mengetahui prevalensi parasit usus (Soil Transmitted Hellminths dan protozoa) yang terdapat pada kubis karena jenis sayuran ini adalah yang paling sering dikonsumsi mentah (sebagai lalapan) di Indonesia. Terlebih dari penelitian yang telah disebutkan di atas, E.coli banyak sekali ditemukan terutama pada sayur kubis. Ditambah lagi morfologi sayuran kubis yang sangat dekat dengan tanah. Penelitian ini akan dilakukan di pasar tradisional dan swalayan di wilayah Jakarta Diharapkan hasil penelitian ini nanti dapat memberikan manfaat yang besar pada masyarakat. Peneliti juga berharap agar ada penelitian lanjutan mengenai hal ini untuk menambah manfaat dan wawasan bagi masyarakat.
Tinjauan Teoritis A. Soil Transmitted Helminths (STH) 1. Ascarislumbricoides Manusia adalah satu-satunya hospes dari A. lumbricoides dan infeksi cacing ini akan menimbulkan penyakit yang dikenal dengan nama Askariasis. Cacing jantan berukuran sekitar 15-30 cm dan diameter 2-4 mm dengan bagian ekornya yang
Kontaminasi parasit usus pada..., Suaydiy Okdiyanzah, FK UI, 2014
menggulung dan betinanya berukuran 20-35 cm dengan diameter 3-6 mm. Betinanya dapat mengahasilkan sekitar 200.000 telur mikroskopik. Telur ini mampu bertahan dari kondisi lingkungan ekstrim seperti suhu yang sangat tinggi dan pajanan zat kimia. Daur hidup cacing ini membutuhkan waktu kira-kira 3 bulan dimulai dari telur yang sudah dibuahi dan matang yang tertelan oleh manusia secara tidak sengaja melalui tangan yang kotor atau makanan dan minuman yang terkontaminasi. Kemudian telur menetas dan menghasilkan larva yang menembus dinding usus dan masuk ke dalam peredaran darah dan mengikuti aliran darah menuju jantung kemudian berdiam di paru-paru selama dua minggu yang selanjutnya akan bergerak masuk ke alveolus dan berlanjut ke tenggorokan kemudian akhirnya tertelan kembali menuju rongga usus dan siap melakukan perkawinan. Mereka mampu bertahan selama dua tahun disana dengan memakan makanan yang sudah dicerna oleh hostnya. Mereka kemudian menghasilkan telurnya yang keluar bersama feses. Telur yang sudah dibuahi akan masuk fase infektif setelah beberapa minggu.9 Askariasis dapat terjadi melalui dua tahap dalam daur hidup cacing ini yaitu pada masa larva dan dewasa.10 Pada fase larva terjadi migrasi menuju paruparu yang menyebabkan pneumonia dengan gejala demam rendah, batuk, dahak berwarna darah, dan asma. Pada fase akhir akan muncul gejala kram perut, mual, muntah, sumbatan di usus (umumnya pada anak-anak), pankreatitis, koleoistitis, dan appendicitis.7 Semakin banyak jumlah cacing maka semakin berat gejala yang akan muncul. Selain itu, dapat pula muncul eosinofilia dengan manifestasi klinis yang disebut sindrom Loeffler. Hal ini diketahui dengan adanya infiltrate pada foto thoraks yang nantinya menghilang pada waktu minggu ketiga
7,8
Bahkan
cacing dapat keluar melalui mulut dan hidung.9 2. Trichuris trichiura Hospes cacing ini adalah manusia dengan nama penyakitnya adalah Thrichuriasis. Penyebarannya pun bersifat kosmopolit. Cacing jantan berukuran sekitar 30-45 mm dan betina memiliki panjang 35-50 mm dan mampu menghasilkan 2000-10000 telur setiap harinya.13 Bentuk telurnya khas dengan
Kontaminasi parasit usus pada..., Suaydiy Okdiyanzah, FK UI, 2014
bentuk seperti tempayan disertai penonjolan jernih pada bagian ujung, berukuran sekitar 50 – 54 x 32 µm, berwarna kekuningan dengan isinya berwarna jernih.10 Siklus hidupnya dimulai saat betina meletakkan telur-telurnya di usus besar dan terbawa keluar bersama feses. Apabila telur ini berada di tanah yang hangat dan lembab maka dalam 2-3 minggu telur tersebut akan berisi embrio dan masuk fase infektif. Saat telur secara tak sengaja tertelan, maka dia akan menetas di usus halus dan menginvasi villi-villi di usus halus dan mulai tumbuh. Setelah itu mereka akan berpindah ke usus besar dan menempel di dinding usus besar dengan bagian anterior atau kepalanya tertanam di dalam diding usus sementara bagian posteriornya menggantung bebas. Saat cacing jantan melewatinya maka akan terjadi perkawinan disana dan siklus hidupnya pun berulang.13 3. Cacing Tambang Cacing ini banyak ditemukan di daerah tambang di wilayah Eropa dengan sanitasi buruk maka dari itu cacing ini disebut dengan nama cacing tambang. 11 Cacing dewasa bentuknya silindris dan kepalanya membengkok tajam ke belakang memberi gamabaran seakan-akan menyerupai kait, berukuran 5-10 mm. Jantan biasanya berukuran lebih kecil daripada betinanya.12 Siklus hidup cacing ini dimulai ketika telur keluar bersama kotoran. Dalam suasana lingkungan yang menguntungkan dalam waktu 1-2 hari telur akan menetas dan keluar larva rabditiform yang kemudian berkembang di tanah atau feses menjadi larva filariform dalam waktu 5-10 hari. Larva filariform ini dapat menembus kulit kemudian masuk ke peredaran darah menuju jantung dan masuk ke paru-paru. Di paru-paru larva ini menembus alveolus dan terus bergerak menuju percabangan bronkus dan masuk ke dalam faring kemudian tertelan. Setelah itu mereka menetap di usus halus dengan menempel di dinding usus menggunakan giginya dan menghisap darah inangnya. 13 B. Kista Protozoa 1. Giardia lamblia Hospes dari parasit ini adalah manusia dengan nama penyakitnya adalah Giardiasis. Parasit ini juga tersebar secara kosmopolit karena giardiasis
Kontaminasi parasit usus pada..., Suaydiy Okdiyanzah, FK UI, 2014
merupakan suatu penyakit global. Memiliki bentuk trofozoit yang menyerupai buah pir dengan ukuran 9- 20 x 5-15 mikron, memiliki dua buah inti yang simestris, 8 buah flagel, dan gerakannya seperti daun jatuh dan kista yang berbentuk oval dengan ukuran 8-18 x 7-10 mikron, kista yang matang mengandung 4 buah inti.14 Bentuk infektifnya adalah kista. Siklus hidupnya dimulai apabila kista tertelan melalui air atau makanan yang terkontaminasi atau melalui tangan yang tercemar feses akibat kurang bersih saat mencuci tangan. Setelah sampai di usus halus, masing-masing kista akan menghasilkan dua tropozoit. Kemudian mereka akan aktif membelah melalui pembelahan longitudinal dan akan menempel di mukosa usus menggunakan cakram pengisap dibagian ventral tubuhnya dan akan mengganggu penyerapan makanan dan membuat bidang penyerapan semakin sempit serta villi di usus pun mengecil. Parasit ini nanti akan berpindah menuju colon, mereka akan membentuk kista yang nantinya akan keluar bersama feses dan siklus hidupnya pun berulang.20,15 Saat parasit ini menempel di mukosa usus mereka akan menghalangi penyerapan lemak sehingga terjadi malabsorbsi lemak dan hasil akhirnya feses yang keluar mengandung lemak dan tampak berlendir serta bercahaya dan juga baunya sangat tidak enak.16 Diagnosis giardiasis dilakukan dengan beberapa cara seperti mengambil sample tinja pasien dan mencari trofozoit yang terdapat dalam tinja dan kista dalam tinja padat menggunakan teknik konsentrasi. 2 Entamoeba histolytica Hospesnya adalah manusia dengan nama penyakitnya amebiasis. Parasit ini tersebar luas di seluruh dunia dan bersifat kosmopolit. Namun, penyebaran terbanyak terdapat di daerah tropis. Faktor yang juga berpengaruh dalam penyebaran adalah keadaaan sanitasi lingkungan, keadaan gizi masyarakat, dan keadaaan sosio ekonomi. Siklus hidup E. histolytica dimulai saat secara tidak sengaja kista matang tertelan melalui makanan atau minuman atau bahkan tangan yang terkontaminasi. Kemudian di usus halus trophozoit keluar dari kista dan bermigrasi menuju usus besar. Kemudian di sana mereka membelah diri serta
Kontaminasi parasit usus pada..., Suaydiy Okdiyanzah, FK UI, 2014
menghasilkan kista yang mana keduanya bisa keluar melalui feses. Kista mampu bertahan hingga beberapa minggu karena memilki perlindungan yang kuat dan berperan dalam transmisi parasit ini sementara trophozoit akan mati saat terkena asam lambung.Diagnosis amebiasis dapat dilakukan dengan identifikasi laboratorium menggunakan mikroskop kista dan trofozoit yang terdapat dalam tinja. 2.2.3 Entamoeba coli Parasit ini dinyatakan tidak pathogen. Pertama kali ditemukan oleh Feder Losch. Diberi nama E. hystolitica karena parasit ini dapat menyebabkan lisis pada jaringan. 17 Hospesnya adalah manusia dan bersifat kosmopolit Parasit ini tinggal di usus besar manusia dimana siklus hidupnya dimulai saat secara tidak sengaja kista matang tertelan melalui makanan, minuman atau pun tangan yang terkontaminasi. Di usus halus trophozoit keluar dari dalam kista kemudian bermigrasi ke usus besar dan disana mereka membelah diri serta menghasilkan kista. Baik kista ataupun trophozoit akan keluar bersama feses. Di luar tubuh kista mampu bertahan dalam waktu yang lama dan berperan dalam transmisi parasit ini. sementara trophozoit akan mati segera setelah meninggalkan tubuh inangnya dan apabila tertelan kembali maka akan mati saat terkena asam lambung.18 C. Kubis Kubis berbentuk oval hingga bulat dimana memiliki daun pendek yang berlapis-lapis seakan-akan membentuk selimut. Daun ini berfungsi sebagai pelindung bunga. Kubis mempunyai warna putih hingga kehijauan. Tumbuhan ini seringkali dikonsumsi dalam bentuk disayur, di campur dengan masakan lain seperti mie dan nasi goreng. Namun paling sering adalah dikonsumsi mentah sebagai lalapan. Apabila dikonsumsi sebagai lalapan, sayuran ini dimakan mentah begitu saja tanpa ada proses pemanasan (dimasak). Tumbuh di tanah yang subur dan dipanen setelah ukuran bulatannya cukup dan kekerasannya juga cukup.19
Kontaminasi parasit usus pada..., Suaydiy Okdiyanzah, FK UI, 2014
Metode Penelitian Penelitian ini adalah penelitian cross-sectional dengan menggunakan 20 sampel kubis dari pasar tradisional dan 20 sampel dari pasar swalayan di seluruh wilayah Jakarta dengan menggunakan teknik random sampling. Adapun alat-alat yang diperlukan antara lain: tabung sentrifuse besar dan kecil, kaca objek, kaca penutup, kertas label, mesin sentrifuse, pipet, saringan, gelas ukur 100 ml, rak tabung, mikroskop, pisau dapur, alas potong, timbangan, handscoen, gelas plastik, ember, botol, pengaduk, gelas ukur. Sebelum diamati sampel kubis yang sudah didapat dipotong-potong menjadi potongan kecil. Setelah itu ditimbang sebanyak 100gr dan dimasukkan ke dalam gelas yang sudah dilabel sesuai asal pasarnya. Selanjutnya larutan dibuat dari cuka 25% yang dilarutkan dengan 100ml air. Kemudian dicampurkan pada 1 liter air yang sebelumnya sudah diberi garam hingga jenuh. Selanjutnya larutan ini dimasukkan ke dalam gelas yang sudah berisi sampek kubis sebelumnya dan didiamkan selama 24 jam Setelah itu disaring kemudian disaring dan diambil air rendamannya kemudian diputar dengan mesin sentrifuse 2500 rpm. Setelah itu pellet diambil dan diletakkan pada kaca sediaan dan diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 40x. Selanjutnya jumlah parasite yang didapat dicatat dan kemudian diolah dengan software SPSS for Windows versi 20 menggunakan uji t-tidak berpasangan untuk membandingkan jumlah parasit yang didapat dari kubis pasar tradisional dan kubis dari pasar swalayan. Selain itu digunakan juga uji menn-whitney untuk membandingkan jumlaha parasit yang didapat dengan menggunakan medium perendaman larutan garam-cuka dan air saja. Hasil Penelitian a. Data umum Setelah dilakukan pemeriksaan di laboratorium dari keseluruhan sampel yang berasal dari 20 pasar swalayan dan 20 pasar tradisional dengan sampel pasar
Kontaminasi parasit usus pada..., Suaydiy Okdiyanzah, FK UI, 2014
tradisional dan swalayan dari masing-masing wilayah Jakarta sebanyak 4 pasar, di dapatkan data-data jumlah kontaminasi parasit usus (telur STH dan kista protozoa) dengan rincian umumnya pada table berikut ini: Tabel 1. Jumlah Kontaminasi Parasit Usus di Pasar Tradisional dan Pasar Swalayan Jakarta
Jumlah Total
Jenis Pasar
n
Kontaminasi
Swalayan
1610
20
Tradisional
2570
20
Dari tabel di masing-masing
atas didapatkan bahwa dari 20 saampel sayuran yang
berasal
dari
pasar
swalayan
dan
tradisional
semuanya
terkontaminasi oleh parasit usus. Namun demikian jumlah parasit yang ditemukan pada sayuran kubis dari pasar tradisional lebih banyak dibandingkan dengan kubis dari pasar swalayan. b. Data Khusus Perbandingan Jumlah Kontaminasi Parasit Usus Sayuran Kubis di Pasar Tradisional dan Pasar Swalayan Tabel 2. Jumlah Sampel Positif dan Negatif dalam Pemeriksaan
Jenis Pasar
Telur STH
Protozoa
Positif
Positif
Negatif
Positif
Negatif
STH dan Protozoa
Swalayan
20
0
7
13
7
Tradisional
20
0
9
11
9
Dari tabel di atas dapat diperoleh gambaran bahwa dengan menggunakan metode perendaman larutan garam-cuka 20 sampel kubis dari pasar swalayan dan 20 sampel kubis dari pasar tradisional, semuanya terkontaminasi oleh telur STH.
Kontaminasi parasit usus pada..., Suaydiy Okdiyanzah, FK UI, 2014
Didapatkan pula 7 dari 20 sampel kubis yang berasal dari pasar swalayan dan 9 dari 20 sampel kubis yang berasal dari pasar tradisional terkontaminasi kista protozoa. Didapatkan pula 7 dari 20 sampel kubis yang berasal dari pasar swalayan dan 9 dari 20 sampel untuk kubis yang berasal dari pasar tradisional terkontaminasi kedua jenis parasit usus (STH dan protozoa). Adapun rincian masing-masing jenis parasit yang ditemukan pada sayuran kubis di pasar tradisional antara lain: A. lumbricoides (59,1%), T. trichiura (19,8%), Cacing tambang (5,8%), G. lamblia (9,3%), E. Histolitica (1,6%), dan E. coli (4,3%). Sementara yang ditemukan pada sayuran kubis di pasar swalayan antara lain: A. lumbricoides (57,8%), T. trichiura (13,7%), Cacing tambang (3,1%), G. lamblia (14,9%), E. Histolitica (4,9%), dan E. coli (5,6%). Tabel 3. Hasil Uji T-Tidak Berpasangan
Jenis Pasar
n
Rerata ± s.b
Swalayan
20
1,8 ± 0,28
Tradisional
20
2,05 ± 0,23
p 0,006
Berdasarkan hasil uji t-tidak berpasangan didapatkan hasil yang menunjukkan terdapat perbedaan bermakna jumlah parasit yang ditemukan pada sayuran kubis yang dijual di pasar tradisional dibandingkan dengan sayuran kubis yang dijual di pasar swalayan dengan nilai p: 0,006
Perbandingan Jumlah Kontaminasi Parasit Usus antara Media Perendaman menggunakan Garam-Cuka dan Media Perendaman Menggunakan Air Tabel 4. Hasil Uji Menn-Whitney
n
Median (minimum-maksimum)
Kontaminasi parasit usus pada..., Suaydiy Okdiyanzah, FK UI, 2014
p
Garam-cuka
40
I,92 (1,30-2,46)
air
40
1,30 (1,00-2,15)
<0,05
Dari tabel di atas didapatkan bahwa nilai p < 0,05 maka dapat disimpulkan
bahwa terdapat perbedaan bermakna jumlah kontaminasi parasit pada sayuran kubis direndam dengan menggunakan larutan garam-cuka dan yang menggunakan air.
C. Gambar Hasil Pengamatan Parasit Usus pada Sayuran Kubis
Gambar 4.1 Telur Ascaris lumbricoides
Gambar 4.2 Telur Tricuris trichiura
Gambar 4.3 Telur Cacig tambang
Gambar 4.4 Giardia lamblia
Gambar 4.5 Entamoeba histolitica
Gambar 4.6 Entamoeba coli
Diskusi Dari data yang dipeoleh didapatkan bahwa jumlah parasit yang ditemukan pada sayuran kubis yang dijual di pasar tradisional jauh lebih banyak dibandingkan dengan yang ditemukan pada sayuran yang dijual di pasar swalayan. Berdasarkan data pada tabel 1 jumlah parasit pada sayuran kubis yang berasal dari
Kontaminasi parasit usus pada..., Suaydiy Okdiyanzah, FK UI, 2014
pasar tradisional adalah sebesar 2570 sementara pada sayuran kubis yang berasal dari pasar swalayan adalah 1610. Dengan menggunakan uji hipotesis t-tidak berpasangan di dapatkan nilai p sebesar 0,006 yang artinya terdapat perbedaan bermakna jumlah parasit yang ditemukan antara sayuran kubis yang berasal dari pasar tradisional dengan sayuran kubis yang berasal dari pasar swalayan. Perbedaan ini bisa disebabkan oleh berbagai macam faktor. Namun salah satu diantaranya yang menjadi perhatian peneliti adalah faktor pengolahan sayuran sebelum di jual. Sayuran-sayuran yang dijual di pasar tradisional adalah sayuran yang berasal langsung dari perkebunan dan kemudian dijajakan untuk dijual tanpa dilakukan proses lanjutan sepeti pengemasan dan lain-lain. Sementara perlakuan yang berbeda terjadi pada sayuran yang dijual di pasar swalayan dimana sebelum dipajang di lemari pendingin, sayuran dari perkebunan akan disortir terlebih dahulu termasuk dibuang bagian-bagian sayuran yang rusak baru setelah itu dikemas dengan plastic dan kemudian dipajang di lemari pendingin. Pada sayuran kubis, lapisan terluar daun kubis adalah bagian yang paling sering dibuang karena paling cepat mengalami perubahan warna menjadi kecokelatan karena adanya oksidasi kandungan vitamin C yang ada di dalamnya sebagai akibat pajanan terhadap udara. Lapisan terluar kubis ini dibuang agar tidak merusak penampilan kubis saat dikemas dalam plastic nantinya. Sehingga pembeli tertarik untuk membelinya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Maemunah (1993) kontaminasi sayuran kubis oleh parasit paling sering ditemukan pada lapisan daun terluar (84,2%) dan bagian tengah (73,68%).20 Hal tersebut yang paling memungkinkan mengakibatkan jumlah parasit yang ditemukan pada sayuran dari pasar swalayan jauh lebih sedikit dibandingkan dengan sayuran yang berasal dari pasar tradisional. Dari data yang diperoleh juga di dapatkan bahwa 20 sampel sayuran kubis yang berasal dari pasar tradisional seluruhnya terkontaminasi oleh telur STH dan 7 diantaranya ditemukan kontaminasi oleh kista protozoa. Sama halnya dengan 20 sampel
sayuran
kubis
yang
berasal
dari
pasar
swalayan,
seluruhnya
terkontaminasi oleh telur STH dan 11 diantaranya ditemukan kontaminasi oleh kista protozoa. Hal ini diakibatkan karena morfologi dari tanaman kubis yang
Kontaminasi parasit usus pada..., Suaydiy Okdiyanzah, FK UI, 2014
dekatsekali dengan tanah. Sehingga sangat mudah sekali untuk terkontaminasi oleh parasit-parasit yang bertahan ditanah seperti golongan STH. Sangat berbeda sekali dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Wafa (2010) di Saudi Arabia yang menyatakan bahwa tidak ditemukannya sama sekali kontaminasi
parasit pada sayuran kubis yang ditelitinya.3 Perbedaan ini
diakibatkan oleh berbagai hal seperti cuaca, suhu, teknik tanam, cara penyiraman dan lainnya. Selain itu juga apabila dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahayu di Simpang Lima Semarang dengan jumlah sample 15 sayur kubis dari pedagang kaki lima di dapatkan perbedaan yang sangat jauh sekali. Pada penelitian tersebut hanya ditemukan telur spesies Ascaris lumbricoides saja dengan jumlah yang sangat sedikit yaitu hanya 4 dari 15 sampel saja dengan jumlah telur masing-masing sebanyak 1 buah.21 Sementara dari data yang diperoleh di atas dalam penelitian ini berhasil mengidentifikasi dua golongan besar parasit usus yaitu golongan STH dan protozoa dengan jumlah yang sangat beragam di masing-masing sampelnnya. Hal ini terjadi dimungkinkan karena sampel yang digunakan Rahayu dalam penelitiannya berasal dari pedagang kaki lima makanan yang berdasarkan hasil wawancaranya sekitar 76,9% sudah mencuci kubisnya dan kubis inilah yang digunakan dalam
penelitian tersebut. Berbeda dengan penelitian ini yang
sampelnya didapat langsung dari pasar (swalayan dan tradisional) tanpa dilakukan perlakuan apapun sebelumnya. Sehingga jumlah parasit yang ditemukan tidak mengalami pengurangan. Selanjutnya dalam penelitian ini didapatkan pula bahwa terdapat perebedaan bermakna jumlah parasit yang ditemukan pada sayuran kubis yang direndam dengan larutan garam-cuka dibandingkan dengan yang hanya direndam menggunakan air. Hal ini terjadi karena sifat larutan yang digunakan. Larutan garam-cuka menggunakan kombinasi antara larutan garam jenuh dengan cuka dapur berdasarkan kadar yang telah dijelaskan sebelumnya. Sifat larutan garam jenuh yang membuat massa jenis larutan lebih rendah akan membuat parasitparasit yang dicari lebih mudah megapung sehingga lebih mudah untuk diamati.
Kontaminasi parasit usus pada..., Suaydiy Okdiyanzah, FK UI, 2014
Sementara itu sifat larutan asam pada cuka yang digunakan memiliki sifat yang merusak apabila digunakan untuk merendam dengan jangka waktu yang cukup lama. Hal ini membuat kotoran-kotoran yang menempel pada sayuran kubis yang direndam lebih mudah terlepas dan kemudian mengapung akibat massa jenis larutan yang rendah. Kombinasi kedua sifat larutan inilah yang membuat jumlah parasit yang ditemukan jauh lebih banyak dibandingkan dengan perendaman menggunakan air saja.
Kesimpulan 1. Pada perendaman menggunakan larutan garam-cuka didapatkan perbedaan bermakna jumlah kontaminasi parasit usus antara sayuran kubis yang dijual di pasar swalayan dengan yang dijual di pasar tradisional 2. Jumlah parasit usus yang ditemukan pada sayuran kubis yang dijual di pasar tradisional lebih banyak dibandingkan dengan yang dijual di pasar swalayan 3. Dari 20 sampel sayuran kubis dari pasar swalayan dan 20 sampel sayuran kubis dari pasar tradisional, seluruhnya terkontaminasi oleh parasit usus golongan STH 4. Terdapat perbedaan bermakna jumlah parasit usus yang ditemukan pada sayuran kubis yang direndam dengan menggunakan larutan garam-cuka dibandingkan dengan air 5. Jumlah parasit usus yang ditemukan pada sayuran kubis yang direndam dengan menggunakan larutan garam-cuka lebih banyak dibandingkan dengan menggunakan air
Saran 1. Perlu dilakukan penelitian yang lebih komprehensif dengan mencari sumber sayuran yang dijual di pasar swalayan dan tradisional, tempat menanam, dan teknik penanamannya 2. Perlu dicari tahu lebih mendalam mengenai sifat larutan cuka terhadap telur STH dan kista protozoa
Kontaminasi parasit usus pada..., Suaydiy Okdiyanzah, FK UI, 2014
1
Raicevic V, Kljujev I, Petrovic J. Microbial contamination of irrigation water, fruit and vegetables. Faculty
of Agriculture, University of Belgrade, Serbia; 2010 2
Rix K. Berkeley Scientists Explore the Mystery of Why We Sleep. [Serial di internet]. 2009 Mei 29.
[dikutip 2011 Desember 10]. Dikutip dari : http://ls.berkeley.edu/?q=node/878
3
Al-Megrin WAI. Prevalence of intestinal parasites in leafy vegetables in Riyadh, Saudi
Arabia.International Journal of Zoological Research.2010; 6: 190-5.
4
Sasongko A, Irawan HSJY, Tatang RS, Subahar R, Purnomo, Margono SS1.Intestinal Parasitic Infections
in Primary School Children in PulauPanggang and PulauPramuka, KepulauanSeribu.MakaraKesehatan. 2002; 6: 8 - 11. 5
Widyastuti IK, Wartomo H. Prevalensi Infeksi Amebiasis pada Siswa Madrasah Ibtidaiyah Islamiyah Desa
Simbang Wetan Kecamatan Buaran Pekalongan Jawa Tengah. Semarang; 2011:16. 6
Leles D, Gardner SL, Reinhard K, Iniguez A, Araujo A. Are Ascarislumbricoides and Ascarissuum a single
species? BioMed Central; 2012; 5: 42.
7
Anonim.Ascarislumbricoides. 2010. Diunduhdari:
http://www.pathobio.sdu.edu.cn/dhp/ppt_eng/Ascaris.ppt (diaksespada 15 Februari 2012)
8
Puspita A. Prevalensi cacing Ascarislumbricoides, cacing tambang, dan Trichuristrichiurase telah lima
tahun program eliminasi filariasis di Desa Mainang, Alor, Nusa Tenggara Timur (skripsi). Depok: Universitas Indonesia; 2009. 9
Centers for Disease Control and Prevention.Center for Global Health. [internet].
Diunduhdari:
http://dpd.cdc.gov/dpdx/html/Ascariasis.htm(Diaksespada 29 Januari 2012) 10
Fauzi YA. Optimalisasi produksi sayuran pada hikmah, pengalengan, bandung, jawa barat. Bogor: Institut
Pertanian Bogor; 2006
Kontaminasi parasit usus pada..., Suaydiy Okdiyanzah, FK UI, 2014
11
Staf Pengajar Departemen Parasitologi FKUI. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran. Edisi 4. Jakarta: Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2011. 12
Eom KS. Hookworm. [Internet]. 2003 [dikutip 2013 Jan 26]. Dikutip dari:, Web site The Korean Society
Parasitology: http://www.atlas.or.kr/atlas/alphabet_view.php?my_codeName=Hookworms 13
Cdc. Hookworm. [ Internet]. 2012 [dikutip 2013 Jan 26]. Dikutip dari:, CDC Web site:
http://www.dpd.cdc.gov/dpdx/HTML/hookworm.htm 14
Yulfish H. Protozoa Intestinalis. [serial di internet]. 2006. Tersedia dari : Universitas Sumatera Utara.
Diunduh dari: repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3484/1/06001187.pdf 15
Yoder JS HC, Beach MJ. Cryptosporidiosis Surveillance — United States, 2006–2008 and Giardiasis
Surveillance — United States, 2006–2008. MMWR Surveill Summ. 2010; 59: 24.
16
Kids Health. Giardiasis. [Internet]. [dikutip 2013 Jan 26]. Dikutip dari:, CDC Web site:
http://kidshealth.org/parent/infections/stomach/giardiasis.html#
17
Pinilla AE, López MC, Viasus DF. [History of the Entamoeba histolytica protozoan]. Rev Med Chil.
2008; 136(1): 118–24.
18
Cdc. Parasites - Nonpathogenic (Harmless) Intestinal Protozoa. [Internet]. 2012 [dikutip 2013 Jan 26].
Dikutip dari:, CDC Web site: http://www.cdc.gov/parasites/nonpathprotozoa/biology.html 19
Msu. Cabbage. [Internet]. 2010 [dikutip 2012 Nov 8]. Dikutip dari:
https://www.msu.edu/~sindijul/Fruits%20and%20Vegetables/Cabbage.htm 20
Maemunah M, Kontaminasi cacing usus yang ditularkan melalui tanah (Soil Transmitted
Helminths) pada sayuran kubis (Brassica oleratea) dari Bandungan dan Kopeng kota Semarang, Jurnal Unimus, abstrak. 21
Astuti
R, Identifikasi telur cacing usus pada lalapan daun kubis yang dijual pedagang
kaki lima di kawasan Simpang Lima kota Semarang, JurnalUnimus ; :297-305
Kontaminasi parasit usus pada..., Suaydiy Okdiyanzah, FK UI, 2014