KONSUMSI SUPLEMEN PADA ATLET REMAJA DI SMA RAGUNAN JAKARTA
MUHAMMAD Q ALIYYAN WIJAYA
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Konsumsi Suplemen pada Atlet Remaja di SMA Ragunan Jakarta adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2014 Muhammad Q Aliyyan Wijaya NIM I14100137
ABSTRAK MUHAMMAD Q ALIYYAN WIJAYA. Konsumsi Suplemen pada Atlet Remaja di SMA Ragunan Jakarta. Dibimbing oleh HADI RIYADI. Tujuan penelitian ini adalah menggambarkan konsumsi suplemen pada atlet remaja di SMA Ragunan Jakarta. Desain penelitian ini menggunakan cross sectional study. Subjek diambil dari siswa SMA Ragunan yang bersedia mengikuti penelitian dan berada di sekolah saat penelitian dilakukan. Sebanyak 92.4% atlet mengaku mengonsumsi suplemen dalam satu tahun terakhir. Dilihat dari kategori olahraga, tidak semua atlet dari kategori olahraga sedang dan berat mengonsumsi suplemen. Namun, atlet dari kategori olahraga ringan dan berat sekali semuanya mengonsumsi suplemen. Suplemen vitamin, mineral, dan fitonutrisi dalam bentuk tablet merupakan jenis dan bentuk suplemen yang paling banyak dikonsumsi. Sebanyak 89% dari atlet mengonsumsi suplemen setiap hari. Alasan utama atlet mengonsumsi suplemen adalah untuk memenuhi kebutuhan gizi. Pelatih merupakan sumber infomasi tentang suplemen yang paling banyak dipilih oleh atlet. Lebih dari 50% atlet mendapatkan suplemen dengan cara diberi. Hubungan antara jenis kelamin dengan konsumsi suplemen serta hubungan antara kategori olahraga dan konsumsi suplemen menunjukkan hubungan yang tidak signifikan. Kategori olahraga dan jumlah suplemen yang dikonsumsi menunjukkan hubungan positif signifikan (p<0.05). Kata kunci: atlet, remaja, SMA Ragunan, suplemen
ABSTRACT MUHAMMAD Q ALIYYAN WIJAYA. Supplement Use among Adolescent Athletes in SMA Ragunan Jakarta. Supervised by HADI RIYADI. The objective of this study was to investigate used supplement among SMA Ragunan Jakarta athletes. This was a cross sectional study. Subjects were the students of Ragunan high school who were willing to join the study and were at school when the study was conducted. Of these athletes, 92.4% used supplement in last one year. By category of sport, not all category from moderate and heavy sport used supplement. All atlhetes from light and heavy sport category were found used supplement. The most popular supplement were vitamin, mineral, and phytonutrition in tablet form. Of these athletes, 89% consumed supplement everyday. Moreover, the main reason for supplementation was to meet a nutrition requirement. Coach was the most chosen by athletes for a source information about supplement. More than half of athletes got supplement for free from any sources . The relationship between gender and supplement used had no significant correlation. No relationship found between category of sport and supplement used. There is a significant correlation between category of sport and number of supplement used (p<0.05).
Keywords: adolescent, athlete, SMA Ragunan, supplement
KONSUMSI SUPLEMEN PADA ATLET REMAJA DI SMA RAGUNAN JAKARTA
MUHAMMAD Q ALIYYAN WIJAYA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Skripsi : Konsumsi Suplemen pada Atlet Remaja di SMA Ragunan Jakarta Nama : Muhammad Q Aliyyan Wijaya NIM : I14100137
Disetujui oleh
Dr Ir Hadi Riyadi, MS Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Rimbawan Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan Februari 2014 ini ialah suplemen, dengan judul Konsumsi Suplemen pada Atlet Remaja SMA Ragunan Jakarta. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Hadi Riyadi selaku pembimbing, kepada Prof Dr Ir Dodik Briawan selaku dosen penguji yang banyak memberikan saran dan masukan, kepada Ibu Ir Eha Julaeha yang selalu memberikan nasihat dan semangat, kepada Julia Theresya S.Si yang telah banyak memberi saran dan masukan dalam menyusun karya ilmiah ini, kepada Lingga Detia Ananda dan Widia Nurfauziah yang telah membantu dalam proses pengumpulan data, serta kepada Lilis Heryati yang telah mengoreksi penulisan dalam karya ilmiah ini. Penulis juga menyampaikan penghargaan kepada pihak SMA Ragunan Jakarta, yaitu Bapak Mul, Bapak kepala sekolah, para guru yang telah membantu selama pengumpulan data, dan siswa-siswi yang telah menjadi subjek serta bekerjasama dalam penelitian ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2014 Muhammad Q Aliyyan Wijaya
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
1
Tujuan Penelitian
2
Hipotesis
2
Manfaat Penelitian
3
KERANGKA PEMIKIRAN
3
METODE
5
Desain, Lokasi dan Waktu
5
Teknik Penarikan Subjek
5
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
5
Pengolahan dan Analisis Data
6
DEFINISI OPERASIONAL
7
HASIL DAN PEMBAHASAN
8
SIMPULAN DAN SARAN
18
Simpulan
18
Saran
18
DAFTAR PUSTAKA
18
RIWAYAT HIDUP
21
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Sebaran subjek menurut usia dan jenis kelamin Sebaran subjek berdasarkan total uang saku per bulan Sebaran subjek menurut penggunaan suplemen dan jenis kelamin Sebaran subjek menurut konsumsi suplemen dan kategori olahraga Sebaran subjek menurut jenis dan frekuensi pemakaian suplemen Sebaran subjek menurut bentuk produk suplemen yang dikonsumsi Alasan mengonsumsi suplemen berdasarkan jenis kelamin Sebaran subjek menurut Sumber informasi dam jenis kelamin Sebaran subjek menurut kewajiban dalam mengonsumsi suplemen Sebaran subjek menurut cara memperoleh suplemen Koefisien korelasi antara jenis kelamin dan kategori olahraga dengan penggunaan dan jumlah suplemen
8 9 9 11 12 14 14 15 16 17 17
DAFTAR GAMBAR 12 Kerangka pemikiran konsumsi suplemen pada atlet remaja 13 Sebaran persentase subjek menurut IMT/U
4 8
PENDAHULUAN Latar Belakang Gizi merupakan salah satu faktor penentu seorang atlet dalam mencapai kesuksesan. Atlet yang memperhatikan faktor gizinya dapat mencapai performa maksimal dari hasil latihan dan genetiknya. Kebutuhan gizi atlet memang lebih tinggi dari orang biasa karena aktifitas mereka yang berat, namun kebutuhan ini bisa dipenuhi dari makanan sehari-hari (ADA 2000). Menu makanan yang bergizi, beragam dan berimbang serta memperhatikan jumlah kalorinya dapat memenuhi kebutuhan gizi seorang atlet. Namun karena berbagai alasan, tidak semua atlet dapat memenuhi kebutuhan gizi mereka hanya dari makanan sehari-hari, sehingga mereka mengonsumsi suplemen untuk mencegah penyakit defisiensi gizi dan meningkatkan performa (Maughan et al. 2004). Perubahan gaya hidup dan pola konsumsi masyarakat di Indonesia juga menyebabkan peningkatan peredaran dan penggunaan suplemen makanan. Masyarakat harus dilindungi dari suplemen makanan yang tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan serta dari risiko penggunaan yang tidak aman, tidak tepat, dan tidak rasional (BPOM RI 2004). Penelitian tentang konsumsi suplemen pada atlet di Indonesia pernah dilakukan oleh Mayasaroh (2008), Dewi (2010), dan Anggraini (2009), namun penelitian tersebut hanya berfokus pada suplemen dan atlet jenis olahraga tertentu. Belum ada penelitian yang fokus meneliti tentang penggunaan suplemen pada atlet khususnya yang berusia remaja di Indonesia. Atlet usia remaja perlu mendapat perhatian khusus tentang penggunaan suplemen karena banyak terkena paparan iklan dan informasi tentang kelebihan dan klaim dari suplemen yang belum tentu kebenarannya (McDowall 2007). Menurut Sato et al.(2012), sebagian besar atlet yang mengonsumsi suplemen diketahui tidak mempunyai pengetahuan yang cukup tentang keamanan dan manfaat dari suplemen. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang konsumsi suplemen pada atlet remaja di Indonesia. Selain untuk pedoman pembentukan hipotesis dasar tentang penggunaan suplemen pada atlet remaja di Indonesia, jumlah penelitian tentang penggunaan suplemen pada atlet remaja juga masih terbatas (McDowall 2007; Braun et al. 2009; Tian et al. 2009). Perumusan Masalah Suplemen tidak bisa dipisahkan dari kehidupan atlet. Atlet muda, tua, lakilaki, perempuan, amatir dan profesional dilaporkan banyak yang mengonsumsi suplemen (CRN 2002). Suplemen menjadi bagian dari kehidupan atlet untuk memperoleh kesuksesan dan meningkatkan performa pada olahraga yang mereka geluti. Suplemen umumnya memang dapat memberikan hasil yang diinginkan atlet, namun belum ada bukti ilmiah yang mendukung bahwa suplemen itu aman, terutama suplemen yang dapat meningkatkan performa (Garrison 2011). Atlet remaja tidak perlu mengonsumsi suplemen jika asupan gizi dari makanan sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi mereka. Suplemen digunakan untuk mengobati atau mencukupi kebutuhan gizi jika terjadi defisiensi, bukan untuk preventif penyakit defisiensi. Faktor yang diduga mempengaruhi
2 konsumsi suplemen adalah faktor individu dan faktor lingkungan. Faktor individu mencakup jenis kelamin, jenis olahraga, dan usia. Sedangkan untuk faktor lingkungan diwakili oleh keluarga, iklan, dan masyarkat. Atlet remaja yang bersekolah di SMA Ragunan Jakarta adalah atlet yang berprestasi di bidang olahraga dan mempunyai nilai akademik yang baik. Hal ini dikarenakan syarat untuk menjadi siswa-siswi ragunan diantaranya adalah mempunyai prestasi di bidang olahraga dan mempunyai nilai akademik yang baik. Atlet yang bersekolah di tempat ini juga berasal dari berbagai wilayah di Indonesia, sehingga penelitian yang dilakukan diharapkan berisi atlet yang dapat mewakili berbagai wilayah di Indonesia. Pertanyaan-pertanyaan yang hendak dijawab pada penelitian ini adalah: 1. Berapa persen atlet remaja yang mengonsumsi suplemen? 2. Bagaimana penggunaan suplemen pada atlet remaja berdasarkan kategori olahraga? 3. Apa jenis suplemen yang dikonsumsi oleh atlet remaja dan berapa frekuensi konsumsi mereka dalam mengonsumsi suplemen tersebut? 4. Apa bentuk suplemen yang dikonsumsi oleh atlet remaja? 5. Apa alasan atlet remaja dalam mengonsumsi suplemen? 6. Apakah yang menjadi sumber informasi tentang suplemen pada atlet remaja dan bagaimana cara mereka memperoleh suplemen tersebut? 7. Bagaimana hubungan antara jenis kelamin dan kategori olahraga dengan penggunaan dan jumlah suplemen yang dikonsumsi?
Tujuan Penelitian Tujuan Umum Penelitian ini secara umum bertujuan untuk menganalisis konsumsi suplemen pada atlet remaja di SMA Ragunan Jakarta. Tujuan Khusus Ada pun yang menjadi tujuan khusus penelitian ini adalah: 1. Mengidentifikasi persentase atlet remaja yang mengonsumsi suplemen. 2. Mengidentifikasi penggunaan suplemen berdasarkan kategori olahraga. 3. Menyajikan jenis suplemen dan frekuensi penggunaan suplemen. 4. Mengidentifikasi bentuk suplemen yang dikonsumsi. 5. Menjelaskan alasan atlet remaja mengonsumsi suplemen. 6. Menganalisis sumber informasi dan cara memperoleh suplemen pada atlet remaja. 7. Menganalisis hubungan antara jenis kelamin dan kategori olahraga dengan penggunaan dan jumlah suplemen yang dikonsumsi. Hipotesis 1. 2.
Hipotesis pada penelitian ini adalah : Terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan penggunaan suplemen. Terdapat hubungan antara kategori olahraga dengan penggunaan suplemen.
3 3.
Terdapat hubungan antara kategori olahraga dengan jumlah suplemen yang dikonsumsi. Manfaat Penelitian
Beberapa kegunaan yang diharapkan dapat diperoleh dari hasil penelitian ini adalah: 1. Bagi pengambil kebijakan untuk atlet remaja, diharapkan untuk meninjau ulang kebijakan pemberian suplemen bagi atlet remaja. Suplemen diberikan hanya jika ada indikasi kesehatan dan penggunaannya diawasi. 2. Bagi atlet remaja, penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai pentingnya pengetahuan tentang suplemen dan memberi gambaran penggunaan suplemen di kalangan atlet remaja. 3. Bagi perusahaan atau industri di bidang suplemen, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang konsumsi suplemen pada tingkat remaja sehingga dapat memberikan segmentasi untuk perkembangan produknya. 4. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan ilmu dan menjadi landasan bagi pengembangan penelitian-penelitian sejenis di masa yang akan datang, terutama dalam bidang gizi olahraga.
KERANGKA PEMIKIRAN Faktor makanan hanya berpengaruh kecil terhadap performa atlet jika dibandingkan dengan talenta, latihan, motivasi, resistensi terhadap cedera dan lainnya. Namun, makanan yang atlet konsumsi akan mempengaruhi performa saat di lapangan maupun di luar lapangan yang berhubungan langsung dengan kebugaran dan kesehatan atlet (Maughan 2007). Atlet merasa asupan gizi dari makanan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi mereka yang tinggi, sehingga mereka melengkapinya dengan mengonsumsi suplemen. Selain untuk melengkapi kebutuhan gizinya, atlet juga banyak yang beralasan mengonsumsi suplemen untuk mencegah defisiensi zat gizi tertentu dan meningkatkan performa (Maughan 2004). Faktor-faktor diluar diri atlet juga dapat mempengaruhi seorang atlet dalam mengonsumsi suplemen. Misalnya, media dan iklan di sekeliling atlet remaja yang menggambarkan atlet idola merekayang menjadi terkenal dan hebat karena mengonsumsi suplemen (Calfee dan Fadalee 2005). Dalam hal ini peran masyarakat juga penting, diantaranya masyarakat menginginkan sebuah prestasi dari kejuaraan atau lomba yang atlet remaja ikuti. Atlet remaja kemudian mencoba meningkatkan performauntuk memperoleh kejuaraan atau lomba yang mereka ikuti. Cara meningkatkan performa yang mudah dilakukan adalah dengan mengonsumsi suplemen (McDowall 2007). Umumnya, atlet remaja terpapar oleh iklan suplemen yang terus menerus (Sato et al. 2012). Namun pada akhirnya, faktor lingkungan seperti orang-orang di sekitar atlet yang berperan dalam pengambilan keputusan atlet tersebut dalam mengonsumsi suplemen (Nieper 2005). Hal ini yang membuat sumber informasi suplemen sangat mempengaruhi keputusan atlet dalam mengonsumsi suplemen.
4 Sebenarnya atlet remaja tidak akan dapat mengonsumsi suplemen jika suplemen tersebut sulit diakses oleh atlet remaja, namun kenyataannya suplemen sangat mudah diperoleh (McDowall 2007). Pengetahuan atlet tentang suplemen juga dapat berpengaruh. Penelitian yang telah dilakukan mengungkapkan atlet perempuan yang memiliki pengetahuan suplemen yang baik dilaporkan lebih banyak mengonsumsi suplemen (Ziegler et al. 2003). Oleh karena itu, beberapa penelitian mengungkapkan atlet perempuan lebih banyak mengonsumsi suplemen dibandingkan atlet laki-laki (Nieper 2005; Sato et al. 2012). Suplemen dikonsumsi karena berbagai alasan, seperti dijelaskan Nieper (2005) bahwa atlet mengonsumsi suplemen bertujuan untuk menjaga kesehatan, menjaga sistem imun, dan meningkatkan performa. Berdasarkan uraian diatas maka dapat dibuat kerangka pemikiran konsumsi suplemen pada atlet remaja yang disajikan pada Gambar 1. Karakteristik atlet remaja: 1.Jenis Kelamin 2.Usia 3.Status gizi 4.Suku 5.Organisasi 6.Uang saku
Alasan mengonsumsi suplemen
Lingkungan : 1. Media 2. Masyarakat 3. Iklan
Pengetahuan tentang suplemen
Sumber informasi suplemen
Perilaku konsumsi suplemen: 1. Jenis 2. Frekuensi 3. Bentuk 4. Jumlah
Gambar 1 Kerangka pemikiran konsumsi suplemen pada atlet remaja Keterangan :
- Variabel yang diteliti
- Variabel yang tidak diteliti
5
METODE Desain, Lokasi dan Waktu Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study dengan metode survei. Penelitian dilakukan di SMA Ragunan yang terletak di kawasan Ragunan, Jakarta Selatan. Sekolah ini dipilih secara purposive dengan pertimbangan sekolah ini merupakan salah satu sekolah khusus olahraga yang berisi atlet berusia remaja dari berbagai wilayah di Indonesia. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari tahun 2014. Teknik Penarikan Subjek Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa SMA Ragunan. Subjek ditarik dari populasi secara kuota (quota sampling). Total populasi SMA Negeri Ragunan berjumlah 326 orang. Penarikan subjek dihitung menggunakan rumus penarikan sampel cross sectional (populasi kecil dan terbatas) dengan presisi 10 % :
Keterangan n = besar subjek N = besar populasi d = presisi (penyimpangan sampel terhadap populasi) Apabila nilai yang diketahui dimasukan ke dalam rumus maka diperoleh hasil sebagai berikut:
Berdasarkan perhitungan, subjek yang dibutuhkan adalah 77 siswa. Sekolah Ragunan saat pelaksanaan penelitian memberikan tiga kelas untuk di survei oleh peneliti, yaitu kelas X berisi 26 siswa, kelas XI 30 siswa, dan kelas XII 23 siswa. Sehingga setelah di survei didapatkan jumlah subjek sebanyak 79 siswa. Jenis dan Cara Pengumpulan Data Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan melalui teknik pengukuran tinggi badan dan berat badan serta pengisian kuesioner secara self reported. Pengukuran tinggi badan menggunakan microtoise, sedangkan berat badan menggunakan timbangan injak digital. Pengisian kuesioner dilakukan secara serentak dengan cara peneliti membaca soal terlebih dahulu di hadapan para siswa di depan kelas, kemudian siswa mengisi bersama-sama. Jika ada siswa yang bertanya tentang pertanyaan atau masih bingung dengan jawaban yang akan diisi, maka peneliti menjelaskan ke siswa tersebut sampai siswa tersebut mengerti. Data sekunder dikumpulkan dengan bertanya kepada pihak sekolah dan searching melalui internet. Data primer meliputi karakteristik contoh (berat badan, tinggi badan, jenis kelamin, kelas, umur, dan cabang olahraga) dan konsumsi suplemen (pemakaian, jenis,
6 frekuensi, alasan, sumber informasi, cara memperoleh dan pemberi kewajiban) sedangkan data sekunder meliputi produk suplemen. Cabang olahraga yang berada di SMA Ragunan adalah atletik, basket, voli, bulutangkis, sepakbola, renang, loncat indah, tenis meja, senam, panahan, tenis lapangan, taekwondo, pencak silat dan gulat. Olahraga ini akan dikategorikan menjadi empat kategori yaitu ringan, sedang, berat, dan berat sekali (Wolinsky dan Hickson 1994). Penggolongan ini berdasarkan macam bentuk latihan (latihan kondisi fisik dan latihan keterampilan teknik) juga jumlah waktu dari masingmasing latihan. Cabang olahraga yang termasuk kategori ringan adalah menembak, bowling, golf dan panahan. Cabang olahraga yang termasuk sedang adalah atletik, bulu tangkis, bola basket, hockey, softball, tenis meja, tenis, senam, dan sepak bola. Cabang olahraga yang termasuk kategori berat adalah renang, balap sepeda, tinju, gulat, kempo, dan judo. Sedangkan cabang olahraga yang termasuk kategori berat sekali adalah rowing, balap sepeda jarak jauh (>130 km), angkat besi, dan marathon. Cabang olahraga yang belum tercantum di kategori ini penggolongannya akan disesuaikan dengan cabang olahraga yang aktivitasnya kira-kira sama dengan yang tercantum. Andhini (2011) menambahkan bahwa daftar resmi tentang pengkategorian olahraga ini belum ada dan masih bisa mengalami perubahan. Persentasi dan frekuensi mengonsumsi konsumen mengacu pada kuesioner yang disusun oleh Sato et al. (2012). Kuesioner ini berisi penggunaan suplemen selama satu tahun terakhir, identifikasi jenis suplemen yang dikonsumsi, frekuensi produk suplemen yang dikonsumsi dan bentuk suplemen tersebut. Alasan mengonsumsi suplemen mengacu pada kuesioner yang disusun oleh Kobryner (2009). Sedangkan alasan untuk tidak mengonsumsi suplemen akan mengacu pada penelitian Krumbach et al. (1999) yaitu alasan pribadi atau kepercayaan agama, asupan makanan yang sudah cukup, dan ekonomi. Produk suplemen yang dikonsumsi dikatergorikan mengikuti klasifikasi suplemen JISS (Japan Institute of Sports Sciences). JISS mengembangkan kebijakan dalam mengklasifikasikan produk suplemen dengan membagi suplemen menjadi dua kategori. Kategori pertama adalah suplemen makanan dan makanan olahraga yang mengandung zat gizi dalam makanan sehari-hari dan kategori kedua merupakan suplemen ergogenic aids, suplemen yang mengandung zat yang dapat meningkatkan performa (Sato et al. 2012). Sumber informasi mengenai suplemen mengacu pada kuesioner Korbyner (2009) yaitu dokter, apoteker, penjaga toko, ahli gizi tersertifikasi, kawan sesama atlet, atlet profesional, keluarga, teman, pelatih, pelatih kebugaran, pelatih fisik, majalah, televisi, radio, buku, internet, diri sendiri, dan lainnya. Cara memperoleh suplemen dibagi menjadi membeli, diberi, dan keduanya. Sedangkan untuk data sekunder yang meliputi karakteristik sekolah dan jenis produk suplemen dicari melalui mesin pencari di internet. Pengolahan dan Analisis Data Data penelitian diolah dan dianalisis menggunakan statistik deskriptif dan inferensia. Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan menggunakan program Microsoft Excel 2007 dan SPSS for Windows 16.0. Prosedur yang dilakukan adalah pemeriksaan kuesioner, kemudian cleaning, coding, dan entry data ke
7 dalam Microsoft Excel. Selanjutnya data dianalisis menggunakan SPSS dengan analisis frequencies, descriptives, crosstabs, korelasi Spearman dan korelasi Chisquared. Data berat badan dan tinggi badan akan diolah menggunakan WHO AnthroPlus 2007 untuk menentukan kategori IMT/U subjek berdasarkan nilai Zskor. Nilai Z-skor subjek kemudian digolongkan berdasarkan klasifikasi IMT menurut Kemenkes RI 2010 untuk anak usia 5-18 tahun. Klasifikasi ini adalah obesitas untuk nilai z-skor ≥ +2, gemuk untuk +1 ≤ z-skor < +2, normal untuk -2 ≤ z-skor < +1, kurus untuk -3 ≤ z-skor < -2, dan sangat kurus untuk z-skor <-3. DEFINISI OPERASIONAL Suplemen adalah produk yang dimaksudkan untuk melengkapi kebutuhan zat gizi makanan, mengandung satu atau lebih bahan berupa vitamin, mineral, asam amino atau bahan lain (berasal dari tumbuhan atau bukan tumbuhan) yang mempunyai nilai gizi dan atau efek fisiologis dalam jumlah terkonsentrasi (BPOM RI 2004). Atlet adalah seseorang yang memeliki keahlian di bidang olahraga tertentu dan memiliki prestasi di bidang olahraga tersebut. Remaja adaalah seseorang yang berusia diantara 12 sampai 21 tahun. Konsumsi suplemen adalah penggunaan suplemen oleh subjek saat penelitian dilakukan. Kategori olahraga adalah pembagian olahraga berdasarkan macam bentuk latihan yang dikategorikan menjadi empat, yaitu ringan, sedang, berat, dan berat sekali. Cabang olahraga adalah macam olahraga yang digeluti oleh subjek di SMA Ragunan. Jenis suplemen adalah pengkategorian suplemen berdasarkan komposisi utama penyusun suplemen tersebut. Frekuensi adalah jumlah suplemen yang dikonsumsi subjek dalam suatu periode. Bentuk suplemen adalah bentuk produk suplemen yang dikonsumsi oleh subjek. Alasan mengonsumsi adalah faktor yang menyebabkan subjek mengonsumsi suplemen. Sumber informasi adalah orang atau media yang memberikan pengetahuan atau keputusan kepada atlet untuk mengonsumsi suplemen. Cara memperoleh adalah bagaimana subjek mendapat suplemen meliputi diberi, membeli, atau keduanya. Jenis kelamin adalah karakteristik contoh berdasarkan jasmani yang membedakan dua makhluk sebagai wanita atau pria. Jumlah suplemen adalah berapa banyak produk suplemen yang dikonsumsi oleh subjek.
8
HASIL DAN PEMBAHASAN Usia Subjek pada penelitian ini berusia 15 sampai 19 tahun dengan rata-rata usia Tabel 1 Sebaran subjek menurut usia dan jenis kelamin Perempuan n % 12 34.3 10 28.6 9 25.7 4 11.4 0 0.0 35 44.3 16 ± 1.0
Usia (tahun) 15 16 17 18 19 Total Rata-rata
Laki-laki n % 5 11.4 17 38.6 19 43.2 2 4.5 1 2.3 44 55.7 17 ± 0.8
n 17 27 28 6 1 79
Total % 21.5 34.2 35.4 7.6 1.3 100.0 16 ± 0.9
subjek 16 ± 0.9 tahun. Usia ini tergolong kategori remaja sesuai dengan Desmita (2005) yang menyatakan bahwa remaja merupakan seseorang yang berusia diantara 12 sampai 21 tahun. Subjek perempuan rata-rata berusia 16 ± 1.0 tahun dan usia subjek laki-laki rata-rata 17 ± 0.8 tahun. Subjek perempuan paling banyak berusia 15 tahun dengan jumlah subjek 12 orang (34.3%) sedangkan subjek laki-laki paling banyak berusia 17 tahun dengan jumlah subjek 19 orang (43.2%). Rata-rata subjek paling banyak berusia 17 tahun dengan jumlah subjek 28 orang (35.4%). Status Gizi Indikator IMT/U subjek dikategorikan berdasarkan klasifikasi IMT Kemenkes RI 2010 untuk anak usia 5-18 tahun. Hasilnya tidak ada subjek yang mempunyai status gizi sangat kurus dan kurus. Terdapat 60 subjek (75.9%) memiliki status gizi normal, 17 subjek (21.5%) memiliki status gizi gemuk dan 2 subjek (2.5%) memiliki status gizi obesitas. Sebaran subjek pada penelitian ini dapat dilihat pada gambar 2. 75,9
80 70 60 %
50 40
41,8 34,2
Perempuan
30
21,5
20
8,9
10
Laki-laki
12,7
Total 1,3 1,3 2,5
0
Normal
Gemuk
Obesitas
Status gizi
Gambar 2 Sebaran persentase subjek menurut IMT/U
9 Penelitian Foote et al. (2003) mengungkapkan bahwa seseorang dengan gaya hidup yang sehat lebih suka mengonsumsi suplemen. Penggunaan suplemen banyak dilakukan oleh berbagai etnis. Penggunaan suplemen meningkat sejalan dengan meningkatnya umur, pendidikan, aktivitas fisik, asupan buah dan asupan serat.Penggunaan suplemen menurun berhubungan dengan obesitas, merokok dan meningkatknya asupan lemak. Keadaan Ekonomi Subjek mendapatkan uang saku yang menggambarkan keadaan sosial ekonomi dari organisasi yang menaunginya. Tabel 2 berisi sebaran subjek berdasarkan uang saku per bulan. Sebanyak 49.4% subjek mendapatkan total uang saku per bulan dalam rentang Rp 250 000 – Rp 500 000. Sebanyak 41.8% subjek mendapatkan uang saku per bulan Rp 500 000 - Rp 1 000 000. Sisanya sebanyak 9 subjek (11.4%) mendapatkan uang saku per bulan >Rp 1 000 000. Rata-rata subjek mendapatkan uang saku sebesar Rp 758 367 perbulan.Uang saku ini bisa bertambah apabila atlet berprestasi dan masuk Pelatnas. Ketika atlet berprestasi dan masuk Pelatnas, uang saku tambahan setiap bulan yang bisa diperoleh atlet adalah sekitar Rp. 1 500 000 (Lubis 2013). Tabel 2 Sebaran subjek berdasarkan total uang saku per bulan Total uang saku per bulan Rp 250 000 - 500 000 Rp 500 000 - 1 000 000 > Rp 1 000 000 Total Rata-rata ± SD (Rupiah)
Jumlah n % 39 49.4 31 39.2 9 11.4 79 100 758 367 ± 915 661
Persentasi Penggunaan Suplemen Suplemen pada penelitian ini adalah produk yang memiliki nilai gizi dan atau efek fisiologis yang mengandung satu atau lebih bahan berupa vitamin, mineral, asam amino atau bahan lain yang berasal dari tumbuhan atau bukan tumbuhan yang dimaksudkan untuk melengkapi kebutuhan gizi (BPOM RI 2004). Sebanyak 73 subjek (92.4%) menjawab pernah mengonsumsi sedikitnya satu suplemen dalam satu tahun terakhir saat survei dilakukan. Subjek yang mengonsumsi suplemen terdiri dari 39 (88.6%) subjek laki-laki dan 34 (97.1%) subjek perempuan. Tabel 3 berisikan penggunaan suplemen berdasarkan jenis kelamin. Tabel 3 Sebaran subjek menurut penggunaan suplemen dan jenis kelamin Konsumsi Suplemen Ya Tidak Total
Laki-laki n % 39 88.6 5 11.4 44 100
Perempuan n % 34 97.1 1 2.9 35 100
Total n % 73 92.4 6 7.6 79 100
10 Berdasarkan jenis kelamin, persentase atlet perempuan lebih banyak yang mengonsumsi suplemen dibandingkan atlet laki-laki. Hal ini berbeda dengan penelitian Tian et al. (2009) dan Sato et al. (2012) yang menemukan atlet laki-laki lebih banyak mengonsumsi suplemen. Namun hasil ini sesuai dengan McDowall (2007) yang menyatakan bahwa atlet perempuan umumnya lebih banyak mengonsumsi suplemen dibandingkan dengan atlet laki-laki, denganalasankesehatan, pemulihan dan memenuhi kebutuhan gizi. Terdapat enam (7.6%) atlet remaja yang tidak mengonsumsi suplemen pada penelitian ini.Sebanyak tiga atlet remaja beralasan asupan gizinya sudah cukup, jadi mereka tidak mengonsumsi suplemen.Sisanya masing-masing beralasan tidak mengonsumsi suplemen karena ekonomi, alasan pribadi dan belum diizinkan mengonsumsi suplemen oleh pelatihnya. Hasil ini lebih rendah dari penelitian Hasil ini lebih rendah dari penelitian Froiland et al. (2004) yang menemukan persentase atlet yang tidak mengonsumsi suplemen dalam bentuk apapunsebanyak 11%. Persentase penggunaan suplemen pada penelitian ini paling tinggi dibandingkan dengan penelitian penggunaan suplemen pada atlet remaja sebelumnya (Froiland et al. 2004; Scofield dan Unruh 2006; Petroczi et al. 2008; Sato et al. 2012).Froiland et al. (2004) meneliti pada atlet berusia 19 tahun sebanyak 203 orang di Nebraska dan menemukan persentasi penggunaan suplemen sebesar 89%. Scofield dan Unruh (2006) meneliti atlet berusia 14 sampai 17 tahun sebanyak 139 orang di Nebraska dan menemukan 22.3% menggunakan suplemen. Petroczi et al.(2008) meneliti pada atlet berusia 12 sampai 21 tahun di Inggris sebanyak 1674 orang dan menemukan persentasi penggunaan suplemen sebesar 48.1%. Sato et al.(2012) meneliti pada atlet Jepang berusia 13 sampai 18 tahun sebanyak 75 orang dan menemukan persentasi penggunaan suplemen sebesar 62.7%. Perbedaan persentasi penggunaan suplemen diatas kemungkinan disebabkan karena perbedaan umur atlet yang diteliti, walaupun sama-sama meneliti atlet berusia remaja, umur dan rentang umur atlet yang menjadi subjek penelitian berbeda satu sama lain. Braun et al. (2009) mengatakan bahwa semakin tua atlet, maka atlet akan lebih banyak mengonsumsi suplemen. Hal lain yang mungkin menyebabkan perbedaan hasil ini adalah metode survei, cabang olahraga atlet yang menjadi subjek penelitian, dan tingkat penyelenggaraan penelitian (McDowall 2007). Penggunaan suplemen pada atlet remaja di SMA Ragunanpernah dilakukan pada penelitian-penelitian sebelumnya. Anindita (2011) melakukan penelitian di sekolah ini pada tahun 2011 dan hasilnya 78.1% dari keseluruhan atlet senam dan renang yang menjadi subjek penelitiannya mengonsumsi suplemen. Selanjutnya pada tahun 2012, Imaduddin (2012) meneliti pada atlet taekwondo dan hasilnya 58.3% dari mereka mengonsumsi suplemen. Terakhir Sari (2013) menemukan prevalensi konsumsi suplemen sebesar 57.9% dari keseluruhan atlet senam yang menjadi subjek penelitiannya. Temuan ini serupa dengan penelitian yang peneliti lakukan yaitu tidak seluruh atlet pada cabang olahraga senam dan taekwondo mengonsumsi suplemen. Cabang olahraga yang seluruh atletnya mengonsumsi suplemen adalah angkat besi, bulu tangkis, basket, gulat, judo, panahan, senam artistik, senam ritmik, sepak bola, squash, tenis lapangan, tenis meja, dan voli.
11 Penggunaan Suplemen Berdasarkan Kategori Olahraga Berdasarkan subjek yang mengikuti penelitian ini, hampir seluruh atlet dari kategori olahraga manapun mengonsumsi suplemen. Kategori olahraga ringan yang berisi cabang olahraga panahan semuanya mengonsumsi suplemen. Cabang olahraga di kategori olahraga sedang yang tidak semuanya mengonsumsi suplemen adalah atletik, loncat indah, dan senam gymnastic, sedangkan sisanya yaitu bulu tangkis, basket, senam artistik, senam ritmik, sepak bola, squash, tenis lapangan, tenis meja, dan voli semua atletnya mengonsumsi suplemen. Cabang olahraga di kategori sedang yang atletnya semuanya mengonsumsi suplemen adalah atlet dari gulat dan jugo, sedangkan pencak silat dan taekwondo tidak semua atletnya mengonsumsi suplemen. Terakhir cabang olahraga angkat besi di kategori olahraga berat sekali semuanya mengonsumsi suplemen. Tabel 4 Sebaran subjek menurut konsumsi suplemen dan kategori olahraga Kategori olahraga n Ringan Panahan Total kategori ringan Sedang Atletik Bulu tangkis Basket Loncat Indah Senam Artistik Senam Gymnastic Senam Ritmik Sepak Bola Squash Tenis Lapangan Tenis Meja Voli Total kategori sedang Berat Gulat Judo Pencak Silat Taekwondo Total kategori berat Berat sekali Angkat Besi Total berat sekali Total
Konsumsi suplemen Tidak % n
Ya %
0 0
0 0
4 4
5.06 5.06
2 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 4
2.53 0 0 1.27 0 1.27 0 0 0 0 0 0 5.06
10 6 15 0 1 0 1 7 3 5 1 6 55
12.66 7.59 18.99 0 1.27 0 1.27 8.86 3.8 6.33 1.27 7.59 69.62
0 0 1 1 2
0 0 1.27 1.27 2.53
5 3 1 3 12
6.33 3.8 1.27 3.8 15.2
0 0 6
0 0 7.59
2 2 73
2.53 2.53 92.41
12 Jenis Suplemen dan Frekuensi Pemakaian Suplemen Oleh Atlet Remaja Subjek rata-rata mengonsumsi 2.3 ± 1.4 jenis suplemen dengan rentang 1 sampai 8 jenis (2.3 ± 1.6 untuk subjek laki-laki dan 2.4 ± 1.4 untuk subjek perempuan). Hasil ini lebih tinggi dari penelitian Sato et al. (2012) pada atlet remaja Jepang dengan rata-rata 1.1 ± 1.3 produk dan lebih rendah dari penelitian Tian et al. (2009) pada atlet profesional di Sri Lanka dengan rata-rata 3.18 ± 1.7 produk suplemen. Perbedaan ini mungkin diakibatkan karena atlet remaja pada penelitian ini memperoleh suplemen dengan beragam cara, salah satunya adalah pemberian dari pelatih yang mengakibatkan hasilnya menjadi tinggi. Jenis suplemen yang paling banyak dikonsumsi pada kategori suplemen makanan adalah suplemen makanan lainnya yang dikonsumsi oleh 52 subjek (28.3%), kemudian menyusul suplemen protein yang dikonsumsi oleh 44 subjek (23.9%). Sedangkan untuk kategori suplemen ergogenic aids, jenis suplemen yang paling banyak dikonsumsi adalah suplemen asam-asam amino dengan jumlah 26 subjek (14.1%). Sejumlah 27 subjek lainnya mengonsumsi suplemen ergogenic aids berupa kreatin, kafein, herbal dan suplemen ergogenic aids lainnya. Tabel 5 menyajikan jenis dan frekuensi pemakaian suplemen pada atlet remaja di penelitian ini. Tabel 5 Sebaran subjek menurut jenis dan frekuensi pemakaian suplemen Jenis suplemen Suplemen makanan Protein Karbohidrat Vitamin Mineral Karbohidrat dan mineral Lainnya (kombinasi) Suplemen ergogenic aids Asam-asam amino Kreatin Kafein Herbal Taurin Total %
Setiap 4-6 kali 1-3 kali 1-3 kali Pada saat hari seminggu seminggu sebulan tertentu 32 2 19 6 0 39
4 0 0 0 0 2
7 1 4 0 1 7
0 0 1 0 0 1
1 0 1 0 0 3
16 7 1 7 1 130 70.7
4 1 0 0 0 11 6
6 4 2 1 2 35 19
0 0 0 0 0 2 1.1
0 0 0 0 1 6 3.3
Jenis suplemen yang paling banyak dikonsumsi pada penelitian ini adalah suplemen makanan lainnya berupa suplemen yang berisi vitamin, mineral dan fitonutrisi. Hasil ini sejalan dengan McDowall (2007) yang menyatakan bahwa suplemen yang paling banyak dikonsumsi atlet remaja adalah suplemen vitamin dan mineral. Ada efek yang perlu diperhatikan dari penemuan ini, yaitu atlet yang sejak usia remaja mulai menggunakan suplemen vitamin dan mineral, dapat berpotensi menggunakan zat yang berbahaya seperti steroid, amphetamine dan Human Growth Hormon di masa depannya (Sobal dan Marquart 1994).
13 Beberapa atlet remaja juga ditemukan mengonsumsi suplemen ergogenic aids berupa kreatin dan kafein. Hal ini bertolakbelakang dengan rekomendasi dari American Academy of Pediatrics (2005) yang merekomendasikan kepada atlet yang berusia dibawah 18 tahun untuk tidak mengonsumsi zat apapun yang dapat meningkatkan performa. Banyak suplemen makanan yang diduga berbahaya karena meskipun suplemen tersebut mengklaim terbuat dari bahan-bahan alami, pada kenyataanya tidak semua suplemen telah diuji keamanannya oleh Food and Drug Administration (FDA) sehingga klaim dari keamanan dan keandalan dari suplemen tidak bisa dipercaya (Metzl et al. 2001). Penelitian ini juga menemukan beberapa atlet remaja yang mengonsumsi suplemen herbal, yaituImboost force dan Pharmanex life pak.. Suplemen Imboost force mengandung komposisi herbal dan mengklaim dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan melawan berbagai penyakit. Suplemen Pharmanex life pak berisi antioksidan, vitamin dan mineral dan mengklaim mendukung kesehan dan kesejahtraan jangka panjang, anti penuaan, perlindungan sel dengan memberikan antioksidan serta menutupi kekurangan gizi.Efek dan rekomendasi penggunaan dari suplemen sebenarnya tidak diatur sehingga tidak ada jaminan bahwa suplemen dapat memberikan hasil yang positif (Clarkson et al. 2002). Atlet remaja sebanyak 19 orang pada penelitian ini mengaku mengonsumsi suplemen vitamin setiap hari dan 6 orang mengonsumsi suplemen mineral setiap hari. Suplemen vitamin disini berupa Nutrilite acerola C, Enervon C, Hemaviton stamina plus, Neurobion putih, Protecal solid, Redoxon, Supradyn orange, Vitacimin sweetlet, Nutrilite vitamin C plus, dan zevit grow. Suplemen mineral berupa Calcium D redoxon dan tiens nutrient calcium powder. Ada yang perlu diperhatikan dalam mengonsumsi suplemen vitamin dan mineral, mengonsumsi satu jenis suplemen vitamin dan mineral kemungkinan besar berbahaya karena dosis yang berlebih dapat mengakibatkan keracunan dan berinteraksi dengan zat gizi lain (Maughan et al. 2004). Atlet berusia remaja sebaiknya tidak mengonsumsi suplemen jika tidak dibutuhkan.Molinero dan Marquez (2009) menyatakan bahwa efek dari suplemen belum jelas dan bisa membahayakan kesehatan yang mengonsumsinya.American Academy of Pediatrics (2005) juga menyatakan bahwa efek dari suplemen untuk masa pertumbuhan dan perkembangan anak-anak dan remaja belum jelas. Banyak perubahan fisiologis yang terjadi selama masa remaja menambah kesulitan untuk memahami implikasi fisiologis dari konsumsi suplemen secara teratur pada masa remaja (Calfee dan Fadale 2005). Bentuk Produk Suplemen Sebanyak 68 subjek (37.0%) mengonsumsi suplemen dalam bentuk tablet dan 65 subjek (35.3%) mengonsumsi suplemen dalam bentuk bubuk, 24 subjek (13.0%) mengonsumsi suplemen dalam bentuk pil dan 27 subjek (14.7%) mengonsumsi suplemen dalam bentuk kapsul. Tidak ada subjek yang mengonsumsi suplemen dalam bentuk minuman. Hal ini kemungkinan terjadi karena atlet remaja pada saat mengisi kuesioner tidak mengetahui bahwa suplemen berbentuk cairan seperti minuman berenergi dan minuman isotonik termasuk sebagai suplemen (Sato et al. 2012). Tabel 6 menunjukkan bentuk produk yang dikonsumsi oleh atlet remaja di penelitian ini.
14 Tabel 6 Sebaran subjek menurut bentuk produk suplemen yang dikonsumsi Bentuk produk
Jumlah n
%
Tablet
68
37.0
Bubuk
65
35.3
Kapsul
27
14.7
Pil
24
13
Minuman
0
0.0
184
100.0
Total
Alasan Mengonsumsi Suplemen Subjek diminta untuk memilih alasan mereka mengonsumsi suplemen pada pilihan yang tersedia di kuesioner. Dari jawaban yang diperoleh, total alasan yang dipilih adalah sebanyak 201 alasan, dengan alasan yang paling sering dipilih adalah memenuhi kebutuhan gizi (24.4%), meningkatkan kekuatan atau tenaga (17.4%), dan meningkatkan stamina (16.9%). Hasil ini berbeda dengan McDowall (2007) yang menyatakan bahwa alasan utama atlet remaja adalah untuk kesehatan, mencegah penyakit, dan meningkatkan performa. Hasil ini juga berbeda dengan penelitian Sato et al. (2012) yang menyatakan alasan atlet remaja mengonsumsi suplemen adalah pemulihan dari kelelahan, meningkatkan performa, dan pelengkap makanan. Perbedaan ini diduga karena iklan dan informasi yang hadir di sekitar atlet berisi bahwa suplemen merupakan produk yang dapat memenuhi kebutuhan gizi. Tabel 7 berisi alasan konsumsi suplemen berdasarkan jenis kelamin pada atlet remaja di penelitian ini. Tabel 7 Alasan mengonsumsi suplemen berdasarkan jenis kelamin Alasan Memenuhi kebutuhan gizi Meningkatkan kekuatan/tenaga Meningkatkan stamina Kesehatan Menambah berat badan Mencegah cedera dan penyakit Meningkatkan kecepatan Mempercepat pemulihan Menurunkan berat badan Membuat merasa lebih baik Menghilangkan nyeri Meningkatkan konsentrasi Lainnya Total
Perempuan n % 21 22.8 14 15.2 16 17.4 15 16.3 9 9.8 5 5.4 2 2.2 0 0 4 4.3 4 4.3 2 2.2 0 0 0 0 92 100
Laki-laki n % 28 25.7 21 19.3 18 16.5 13 11.9 10 9.2 6 5.5 5 4.6 5 4.6 1 0.9 0 0 0 0 1 0.9 1 0.9 109 100
n 49 35 34 28 19 11 7 5 5 4 2 1 1 201
Total % 24.4 17.4 16.9 13.9 9.5 5.5 3.5 2.5 2.5 2 1 0.5 0.5 100
15 Berdasarkan jenis kelamin, subjek perempuan beralasan mengonsumsi suplemen untuk memenuhi kebutuhan gizi (22.8%), meningkatkan stamina (17.4%), dan kesehatan (16.3%). Sedangkan subjek laki-laki beralasan untuk memenuhi kebutuhan gizi (25.7%), meningkatkan kekuatan atau tenaga (19.3%) dan meningkatkan stamina (16.5%). Ada beberapa pilihan khusus yang hanya dipilih oleh masing-masing jenis kelamin. Subjek perempuan ada yang beralasan mengonsumsi suplemen untuk membuat dirinya merasa lebih baik (4.3%) dan menghilangkan nyeri (2.2%). Sedangkan subjek laki-laki beralasan untuk mempercepat pemulihan (4.6%), meningkatkan konsentrasi (0.9%) dan lainnya (0.9%). Sumber Informasi Tentang Suplemen Dari seluruh subjek yang mengonsumsi suplemen, subjek memilih 169 sumber informasi tentang suplemen. Pelatih (30.2%) merupakan sumber informasi utama para subjek, dokter (16.0%) dan teman sesama atlet (11.2%). Subjek lakilaki tampak terlihat lebih banyak mendapat informasi dari berbagai sumber. Subjek perempuan tidak ada yang memilih majalah dan televisi sebagai sumber informasi tentang suplemen. Tabel 8 Sebaran subjek menurut Sumber informasi dam jenis kelamin Sumber Informasi Pelatih Dokter Teman sesama atlet Pelatih fisik Keluarga Internet Ahli gizi Apoteker Atlet profesional Diri sendiri Lainnya Pelatih kebugaran Majalah Televisi Total
Perempuan n % 24 32.9 12 16.4 5 6.8 5 6.8 9 12.3 6 8.2 2 2.7 4 5.5 2 2.7 2 2.7 2 2.7 0 0 0 0 0 0 73 43.2
Laki-laki n % 27 28.1 15 15.6 14 14.6 11 11.5 5 5.2 6 6.3 5 5.2 3 3.1 4 4.2 2 2.1 0 0 2 2.1 1 1 1 1 96 56.8
Total n 51 27 19 16 14 12 7 7 6 4 2 2 1 1 169
% 30.2 16.0 11.2 9.5 8.3 7.1 4.1 4.1 3.6 2.4 1.2 1.2 0.6 0.6 100
Sumber informasi tentang suplemen yang paling banyak dipilih adalah pelatih dengan jumlah 51 orang atau sebesar 30.2% dari keseluruhan sumber informasi yang dipilih. Hal ini menjelaskan bahwa pelatih merupakan orang yang paling berpengaruh dalam informasi suplemen bagi atlet remaja. Dokter dan teman sesama atlet juga merupakan sumber informasi yang banyak dipilih. Sebesar 20.1% atlet mendapat informasi suplemen yang tepat yaitu dari dokter (16.0%) dan ahli gizi (4.1%), sisanya sebesar 79.9% subjek tidak mendapat informasi yang tepat tentang suplemen. Kobryner meneliti pada atlet universitas di Inggris pada tahun 2009 dan hasilnya teman, teman sesama atlet dan pelatih
16 merupakan tiga sumber yang paling banyak memberi rekomendasi ddalam penggunaan suplemen. Atlet remaja di Singapura memilih media, internet dan pelatih sebagai sumber informasi tentang suplemen bagi mereka (Tian et al. 2009 Atlet remaja di Central Nebraska Amerika juga menyatakan bahwa pelatih merupakan sumber informasi paling banyak dipilih diikuti oleh penjaga toko dan majalah (Scofield dan Unruh 2006). Walaupun dari ketiga urutan terbesar sumber informasi yang dipilih berbeda-beda, pelatih selalu muncul sebagai sumber informasi tentang suplemen bagi atlet di penelitian yang telah dilakukan. Sayangnya penelitian Rockwell et al. (2001) mengungkapkan pengetahuan pelatih tentang gizi dan suplemen tergolong kurang. Kebanyakan pelatih itu tidak mempunyai latar belakang pendidikan gizi dan terbukti mereka tidak mempunyai informasi yang tepat tentang suplemen. Pemberi Kewajiban Atlet dalam Mengonsumsi Suplemen Saat subjek ditanyakan apakah ada yang mewajibkan mereka dalam mengonsumsi suplemen, sebesar 33 subjek (44.4%) menjawab tidak ada yang mewajibkan mereka dalam mengonsumsi suplemen. Namun, sisanya sebanyak 40 subjek (55.5%) mengaku diwajibkan untuk mengonsumsi suplemen. Pelatih (36.1%) merupakan orang yang paling banyak dipilih dalam pemberi kewajiban bagi subjek dalam mengonsumsi suplemen, diikuti dokter (5.6%) dan diri sendiri (4.2%). Keluarga (2.8%) dan orang tua (2.8%) juga berperan dalam pemberi kewajiban kepada atlet untuk mengonsumsi suplemen. Tabel 9 berisi pemberi kewajiban bagi atlet remaja dalam mengonsumsi suplemen di penelitian ini. Tabel 9 Sebaran subjek menurut kewajiban dalam mengonsumsi suplemen Pemberi kewajiban Tidak ada yang mewajibkan Diri sendiri Dokter Keluarga Orang tua Pelatih Pelatih dan diri sendiri Pelatih dan dokter Total
Jumlah n 33 3 4 2 2 26 1 2 73
% 44.4 4.2 5.6 2.8 2.8 36.1 1.4 2.8 100
Cara Memperoleh Suplemen Lebih dari setengah total subjek (63%) mendapatkan suplemen dengan cara diberi. Kurang dari seperempat subjek (24.7%) mendapatkan suplemen dengan cara membeli. Sisanya (12.3%) mendapatkan suplemen dengan cara membeli dan diberi. Pemberian suplemen ini perlu dipertimbangkan kembali karena tidak ada literatur yang menyarankan pemberian suplemen tanpa izin dari dokter atau ahli gizi kepada atlet remaja.
17 Tabel 10 Sebaran subjek menurut cara memperoleh suplemen Frekuensi
Cara memperoleh
n 18 46 9 73
Membeli Diberi Membeli dan diberi Total
% 24.7 63 12.3 100
Uji Korelasi Antar Jenis Kelamin, Kategori Olahraga, Penggunaan Suplemen, dan Jumlah Konsumsi Suplemen Uji statistik yang digunakan untuk mengetahui hubungan, koefisien korelasi dan arah hubungan dalam penelitian ini adalah uji korelasi Spearman dan Chisquared. Hubungan antar variabel yang diuji adalah jenis kelamin dan kategori olahraga dengan penggunaan dan jumlah suplemen. Hasil uji statistik antar variabel disajikan pada tabel 11. Tabel 11 Koefisien korelasi antara jenis kelamin dan kategori olahraga dengan penggunaan dan jumlah suplemen Hubungan antar variabel Jenis kelamin Kategori olahraga
Konsumsi suplemen .156 .895
Jumlah konsumsi .038*
Keterangan: * signifikan pada p-value <0.05
Jenis kelamin dengan konsumsi suplemen Hasil uji Chi-squared antara jenis kelamin dengan konsumsi suplemen subjek pada penelitian ini menunjukkan hubungan yang tidak signifikan (p=0.156). Jenis kelamin tidak berhubungan dengan konsumsi suplemen dan sebaliknya. Hal ini sejalan dengan CRN (2002) yang menyebutkan semua atlet, baik laki-laki, perempuan, tua, muda, amatir, dan profesional mereka semua mengonsumsi suplemen. Kategori olahraga dengan konsumsi suplemen Hasil uji Chi-squared antara kategori olahraga subjek dengan konsumsi suplemen pada penelitian ini tidak menunjukkan hubungan yang tidak signifikan (p=0.895). Kategori olahraga tidak berhubungan dengan konsumsi suplemen dan sebaliknya. Subjek yang mengonsumsi suplemen tidak berhubungan dengan kategori olahraga yang digelutinya. Hasil ini berbeda dengan McDowall (2007) yang menyatakan olahraga yang membuat atlet berurusan dengan berat badannya lebih banyak mengonsumsi suplemen dibandingkan dengan olahraga yang lain. Contoh olahraga yang membuat atlet berurusan dengan berat badannya adalah olahraga gulat dan taekwondo. Kategori olahraga dengan jumlah konsumsi suplemen Hasil uji Spearman antara kategori olahraga subjek dengan jumlah suplemen yang dikonsumsi pada penelitian ini menunjukkan hubungan positif yang signifikan (p=0.038, rs=0.234). Kategori olahraga berhubungan dengan konsumsi suplemen dan sebaliknya. Semakin berat kategori olahraga subjek maka semakin banyak suplemen yang dikonsumsinya. Sobal dan Marquart (1994) menyatakan bahwa pegulat lebih banyak mengonsumsi suplemen dibandingkan
18 dengan olahraga yang lain seperti softball, hockey, dan golf. Gulat merupakan olahraga dengan kategori berat sekali, sedangkan softball, hockey dan golf merupakan olahraga dengan kategori ringan dan sedang.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Sebanyak 92.4% atlet remaja pada penelitian ini mengonsumsi suplemen. Atlet dari kategori olahraga ringan dan berat sekali semuanya mengonsumsi suplemen. Jenis suplemen yang paling banyak dikonsumsi adalah suplemen vitamin, mineral, dan fitonutrisi dalam bentuk tablet. Hampir seluruh atlet yang mengonsumsi suplemen mengaku mengonsumsi suplemen setiap hari. Kebanyakan dari mereka beralasan mengonsumsi suplemen untuk memenuhi kebutuhan gizi, meningkatkan kekuatan atau tenaga, serta meningkatkan stamina. Atlet remaja mengakui mendapatkan informasi tentang suplemen dari pelatih, dokter, dan teman sesama atlet. Atlet kebanyakan mendapat suplemen dengan cara diberi. Tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan konsumsi suplemen pada atlet remaja. Kategori olahraga juga tidak berhubungan dengan konsumsi suplemen. Namun kategori olahraga berhubungan dengan jumlah suplemen yang dikonsumsi oleh atlet remaja. Saran Sebaiknya atlet remaja sebelum mengonsumsi suplemen berkonsultasi terlebih dahulu kepada ahli seperti dokter atau ahli gizi apakah dirinya harus atau diperbolehkan mengonsumsi suplemen. Konsultasi ini berguna bagi atlet untuk menghindari efek negatif dari suplemen. Atlet dan pelatih juga perlu diberi pengetahuan tentang efek, biaya, keuntungan dan resiko dari penggunaan suplemen agar atlet remaja dapat mengambil keputusan yang tepat dalam mengonsumsi suplemen selama hidupnya. Penelitian selanjutnya dapat meneliti lebih lanjut faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi suplemen pada atlet remaja seperti pengetahuan gizi dan asupan gizi pada atlet remaja.
DAFTAR PUSTAKA American Academy of Pediatrics. 2005. Use of performance-enhancing substances. Pediatrics. 115(4): 1103-06 Anindita TD. 2011. Hubungan persepsi body image dan kebisaan makan dengan status gizi pada atlet senam dan renang di sekolah atlet ragunan Jakarta [skripsi]. Bogor (ID): Departemen Gizi Masyarakat IPB. Andhini RA. 2011. Hubungan antara asupan zat gizi dan komposisi lemak tubuh dengan kapasitas daya tahan tubuh atlet di sekolah atlet ragunan Jakarta. [skripsi]. Bogor (ID): Departemen Gizi Masyarakat IPB.
19 Anggraini R. 2009. Faktor-faktor yang berhubungan dengan konsumsi suplemen vitamin dan mineral pada atlet renang di klub renang wilayah jakarta selatan tahun 2009 [skripsi]. Depok (ID): Universitas Indonesia [ADA] American Dietetic Association. 2000. Position of the American dietetic association, dietitians of Canada, and the American college of sports medicine: nutrition and athletic performance. J Amer Diet Assoc. 100(12): 1543-56 Braun H, Koehler K, Geyer H, Kleiner J, Mester J, Schanzer W. 2009. Dietary Supplement Use among Elite Young German Athletes. Int J Sport Exerc Metab. 19(1):97-109. [BPOM RI] Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2004. Ketentuan Pokok Pengawasan Suplemen Makanan. Jakarta (ID). Calfee R, Fadale P. 2005. Popular ergogenic drugs and supplements in young athletes. Pediatrics. 117;e577. doi: 10.1542/peds.2005-1429. Clarkson P, Coleman E, Rosenbloom C. 2002. Risky dietary supplements. Sport Scien Exch Roundt. 48: 13(2) [CRN] Council for Responsible Nutrition. 2002. Guidelines for Young Athletes: Responsible Use of Sports Nutrition Supplements. Washington, D.C (US). Desmita. 2005. Psikologi perkembangan. Bandung (ID): PT Remaja Rosdakarya. Dewi AS. 2010. Efek penggunaan suplemen extra joss terhadap stamina pada atlet sepak bola di divisi utama persatuan sepak bola langkat (PSL) Bapor Pertamina pangkalan susu tahun 2010 [skripsi]. Medan (ID): Universitas Sumatera Utara. Emeralda K. 2010. Our sports and athletes [internet]. [diacu 2014 Maret 3]. Tersedia dari: http://sekolah-atlit-ragunan.webs.com/oursportsandathletes.htm. [FDA] Food and Drug Administration. 2002. Dietary supplement enforcement report. [internet]. [diacu 2014 Maret 19]. Tersedia dari: http://fda.gov/oc/nutritioninitiative/report.html. Foote JA, Murphy SP, Wilkens LR, Hankin JH, Henderson BE, Kolonel LN. 2003. Factors assoiciated with dietary supplement use among healthy adults of five ethnicities: the multiethnic chort study. Am J Epidemiol. 157(10): 888-97 Froiland K, Koszewski, Hingst J. Kopecky L. 2004. Nutritional Supplement Use Among College Athletes and Their Sources of Information. Int J Sport Nutr. 14: 104-20. Garrison GE. 2011. Creatine and Other Nutritional Supplements: Issue for Young Athetes [Tesis]. Wisconsin (US): The University of Wisconsin-Whitewater. Imaduddin MAH. 2012. Hubungan antara karakteristik atlet, tingkat kecukupan gizi, dan status gizi dengan tingkat kebugaran atlet taekwomdo di SMA Ragunan Jakarta [skripsi]. Bogor (ID): Departemen Gizi Masyarakat IPB Irianto DP. 2007. Panduan gizi lengkap keluarga dan olahragawan. Yogyakarta (ID): ANDI. Kemenkes RI. 2010. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1995/Menkes/SK/XII/2010 tentang Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak. Kobryner MA. 2009. Dietary supplement use by athletes at British university [tesis]. Leeds (EN): Carnegie faculty of Sport and Education, Leeds Metropolitan University. Krumbach CJ, Ellis DR, Driskell JA. 1999. A report of vitamin and mineral supplement use among university athletes in a division I institution. Int J Sport Nutr. 9:416-25.
20 Lubis N. 2013. SMA Negeri Ragunan Jakarta melahirkan anak bangsa, yang unggul dalam prestasi olahraga [internet]. [diacu 2014 Maret 3]. Tersedia dari: http://www.buanasiswa.com/2013/06/sma-negeri-ragunan-jakartamelahirkan.html. Maughan RJ, Depiesse F, Geyer H. 2007. The use of dietary supplements by athletes. J Sport Scien. 25(S1): S103-S113. doi: 10.1080/0264041 0701607395. __________, Kong DS, Lea T. 2004. Dietary supplements. J Sport Scien. 22: 95113 Mayasaroh P. 2008. Hubungan status gizi dan konsumsi suplemen dengan ketahanan fisik atlet senam di kota semarang. [artikel]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro McDowall JA. 2007. Supplement use by young athletes. J Sport Scien Med. 6:337-42. Metz JD, Small E, Levine SR, Gershel JC. 2001. Creatine use among young athletes. Pediatrics. 108(2): 421-5 Molinero O, Marquez S. 2009. Use of nutritional supplements in sports: risks, knowledge, and behaviourl-related factors. Nutr Hosp. 24(2):128-34. Nieper A. 2005. Nutritional supplement practice in UK junior national track and field athletes. British J Sport Med. 39:645-49. doi: 10.1136/bjsm.2004.015842. Petroczi A, Naughton DP, Pearce G, Bailey R, Bloodworth A, McNamee M. 2008. Nutritional supplement use by elite young UK athletes: fallacies of advice regarding efficacy. J Int Soc Sports Nutr. 5(22). doi:10.1186/1550-2783-5-22. Rockwell JA, Rankin JW, Toderico B. 2001. Creatine supplementation affects muscle creatine during energy restriction. Med Sci Sports Ecerc. 33: 61-68 Sari Y. 2013. Hubungan antara persepsi body image, tingkat kecukupan gizi dengan kelentukan dan daya tahan atlet senam di sekolah atlet ragunan Jakarta [skripsi]. Bogor (ID): Departemen Gizi Masyarakat IPB. Sato A, Kamei A, Kamihigashi E, Dohi M, Komatsu Y, Akama T, Kawahara T. 2012. Use supplements by young athletes participating in the 2010 youth olympic games in Singapore. Clin J Sport Med. 22. 418-23. Scofield DE, Unruh S. 2006. Dietary supplement use among adolescent athletes in Central Nebraska and their sources of Information. J Str Cond Res. 20(2): 4525. Sobal J, Marquart LF. 1994. Vitamin/mineral supplement use among high school athletes. Adolescence. 29(116): 835-44 Tian HH, Ong WS, Tan CL. 2009. Nutritional supplement use among university athletes in Singapore. Singapore Med J. 50(2): 156 Wolinsky I, Hickson JF. 1994. Nutrition in Exercise and Sport. London (UK): CRC Press Ziegler PJ, Nelson JA, Jonnalagadda SS. 2003. Use of dietary supplements by elite figure skaters. Int J Sport Nutr Exerc Metab. 13(3):266-276.
21
RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Bogor pada tanggal 7 Oktober tahun 1991 dari pasangan Eha Julaeha dan M. Arief Wijaya. Penulis merupakan putra bungsu dari dua bersaudara. Penulis menyelesaikan sekolah menengah atas di SMA Insan Kamil Bogor pada tahun 2009 dan pada tahun 2010 penulis diterima di jurusan Gizi masyarakat IPB melalui jalur SNMPTN. Selama kuliah penulis pernah mengikuti beberapa organisasi dan kepanitiaan untuk mengisi waktu luangnya. Penulis pernah menjabat sebagai ketua Badan Pengawas Himagizi pada tahun 2011-2012, ketua kontingen FEMA pada Olimpiade Mahasiswa IPB tahun 2012, dan anggota Badan Eksekutif Mahasiswa divisi Pemberdayaan Budaya dan Olahraga Seni selama dua periode dari tahun 2011-2013. Pengalaman penulis dalam kepanitiaan adalah menjadi ketua pada acara Familiarity Night tahun 2013.