Jurnal Bioteknologi Pertanian, Vol. 8, No. 1, 2003, pp. 24-29 24
Kristamtini et al.
Konstruksi vektor pemotong kromosom Saccharomyces cerevisiae dengan gen penanda hisg-URA3-hisg The construction of chromosome-splitting vector of Saccharomyces cerevisiae carrying hisg-URA3-hisg marker gene Kristamtini1, Donny Widianto2, dan Triwibowo Yuwono2 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta, Karangsari Wedamartani, Ngeplak, Sleman, Kotak Pos 1013 Yogyakarta 55010, Indonesia 2 Pusat Antar Universitas Bioteknologi, Universitas Gadjah Mada, Jalan Teknika Utara, Barek, Yogyakarta, Indonesia 1
ABSTRACT The pCSV1 vector is a chromosome-splitting vector for Saccharomyces cerevisiae carrying a centromere (CEN4), a pair of 0.7 kb inverted repeats of Tetrahymena ribosomal DNA (Tr), ori for replication in Escherichia coli, Amp r gene, and URA3. The vector can be used for splitting the yeast chromosome into two monocentric chromosomes. The vector, however, lacks a reuseable marker gene for multiple chromosome splitting. A study was conducted to develop a novel chromosome splitting vector carrying a hisg-URA3hisg marker gene which can be used for repeated chromosome splitting in S. cerevisiae. The hisg-URA3-hisg marker gene was isolated from p1023 plasmid, a pBlue Script II KS-plasmid having hisg-URA3-hisg gene within BglII-BamHI fragment site. A 3.8 kb BglII-BamHI fragment of p1023 carrying hisgURA3-hisg gene was inserted into BglII site of pDW26 plasmid carrying CEN4, ori, and Amp r gene. The result of ligation was subsequently used to transform E. coli INVαF’. Three transformants, harboring plasmid of bigger size than the pDW26, were obtained. Following digestion with BglII and XhoI showed that among the three plasmids, only one plasmid (pKDW1) carried the hisg-URA3-hisg gene. The pKDW1 was then digested with XhoI and ligated with TrHIS3-Tr fragment (a 3.1 kb fragment) isolated from pCSV1 digested with the same enzyme. The result of the ligation was used to transform E. coli INVαF’. Plasmid DNA isolated from the four transformants obtained were then analysed using XhoI. The results showed that the four plasmids were recombinant carrying Tr-HIS3-Tr fragment and designated as pKDW2. Restriction analysis using EcoRI showed that the pKDW2 possesed two EcoRI sites which were different from the known restriction map. The exact mechanism of this DNA rearrangement phenomenon, however, is unknown.
untuk replikasi dalam Escherichia coli, Amp r, dan gen URA3. Vektor tersebut dapat memotong kromosom menjadi dua kromosom monosentrik, namun memiliki keterbatasan gen penanda sehingga tidak dapat digunakan untuk memotong kromosom lebih dari satu kali pada strain yang sama. Penelitian ini bertujuan untuk mengkonstruksi vektor pemotong kromosom S. cerevisiae dengan gen penanda hisgURA3-hisg sehingga dapat digunakan lebih dari satu kali. Gen penanda hisg-URA3-hisg diisolasi dari plasmid p1023, suatu plasmid pBlue Script II KS yang disisipi gen tersebut pada posisi BglII-BamHI. Fragmen BglII-BamHI (3,8 kb) dari p1023 yang membawa hisg-URA3-hisg disisipkan ke dalam plasmid vektor pDW26 yang mengandung CEN4, ori, dan Amp r dan telah dipotong dengan BglII. Hasil ligasi digunakan untuk mentransformasi E. coli INVαF’. Terdapat tiga transforman yang membawa plasmid dengan ukuran lebih besar daripada vektor, tetapi setelah diuji dengan enzim restriksi BglII dan XhoI hanya ada satu plasmid (pKDW1) yang membawa gen penanda hisg-URA3-hisg. Plasmid vektor pKDW1 kemudian dipotong dengan enzim XhoI dan diligasikan dengan fragmen yang mengandung gen Tr-HIS3-Tr (3,1 kb) hasil isolasi dari pCSV1 yang dipotong dengan enzim XhoI. Hasil ligasi digunakan untuk mentransformasi E. coli INVαF’. Hasil isolasi plasmid DNA empat transforman dan analisis dengan XhoI menunjukkan bahwa empat plasmid tersebut rekombinan yang membawa Tr-HIS3-Tr dan disebut dengan pKDW2. Pengujian dengan enzim EcoRI menunjukkan bahwa plasmid tersebut memiliki dua sisi EcoRI yang tidak sesuai dengan ilustrasi peta restriksi. Dengan demikian, telah terjadi gejala penyusunan kembali DNA meskipun belum diketahui dengan pasti. [Kata kunci: Saccharomyces cerevisiae, kromosom, marka genetik, hisg-URA3-hisg]
[Keywords: Saccharomyces cerevisiae, chromosomes, genetic markers, hisg-URA3-hisg]
PENDAHULUAN ABSTRAK Vektor pCSV1 merupakan vektor pemotong kromosom Saccharomyces cerevisiae yang membawa sentromer (CEN4), pasangan ulangan terbalik 0,7 kb dari Tetrahymena (Tr), ori
Saccharomyces cerevisiae merupakan khamir yang banyak digunakan dalam industri maupun sebagai jasad inang eukariotik. Khamir ini mempunyai 16 kromosom haploid dengan total panjang genom 4.500 cM atau 13,5 Mbp. Walaupun genom S. cerevisiae
25
Konstruksi vektor pemotong kromosom Saccharomyces cerevisiae
relatif kecil, khamir tersebut penting digunakan sebagai model proses biologi dasar dari organisme eukariot tingkat tinggi. Oleh karena itu, upaya untuk memperbaiki strain S. cerevisiae sangat diperlukan. Perbaikan strain S. cerevisiae dapat dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu dengan memperbaiki sifat-sifat tertentu yang telah dimiliki, atau dengan memasukkan sifat-sifat asing baru yang berasal dari jasad lain. Kedua pendekatan tersebut dapat dilakukan melalui metode-metode genetika, baik metode konvensional maupun metode baru seperti fusi protoplas, transformasi, DNA rekombinan, rekayasa kromosom, atau kombinasi dari kedua kategori tersebut. Widianto et al. (1997) menyatakan bahwa teknik rekayasa kromosom mempunyai potensi besar untuk memperbaiki strain S. cerevisiae. Teknik rekayasa kromosom dapat dilakukan berdasarkan sistem rekombinasi sisi spesifik, rekombinasi genetik, rekombinasi homolog antara plasmid dan kromosom, fusi kromosom, serta pemotongan kromosom. Pemotongan kromosom merupakan salah satu teknik yang dikembangkan untuk memanipulasi jumlah kromosom secara in vivo. Manipulasi dilakukan dengan membuat vektor pCSV1 yang membawa gen URA3 sebagai marka seleksi, sentromer (CEN4), pasangan ulangan terbalik (inverted repeat) dari ujung 0,7 kbp rDNA Tetrahymena (Tr), ori serta Ampr untuk replikasi dalam Eschericia coli. Integrasi vektor pCSV1 ke dalam kromosom S. cerevisiae dan pemisahan ujung Tr yang terintegrasi ke dalam kromosom dapat menyebabkan kromosom terpecah menjadi dua kromosom monosentrik dan ujung Tr membentuk dua telomer baru, sehingga S. cerevisiae mempunyai 17 kromosom (Widianto et al. 1996). Widianto (1997) telah berhasil mengkonstruksi vektor pemotong kromosom baru pCSV2, pCSV3, pCSV5, dan pCSV8 dengan gen penanda LEU2, HIS3, ADE2 dan TRP1. Vektor-vektor tersebut bersama-sama dengan pCSV1 telah digunakan untuk memotong kromosom XI (dengan pCSV1), IV (dengan pCSV2), VIII (dengan pCSV3), II (dengan pCSV5) dan XII (pCSV8) pada lokus GCN3, TRP1, GAR1, VPS15, dan sisi kanan cluster rDNA sehingga menghasilkan strain haploid khamir yang memiliki 21 kromosom. Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka setiap akan memotong kromosom yang berbeda harus dikonstruksi plasmid vektor baru dengan gen penanda baru, dan juga harus digunakan inang S. cerevisiae auksotrof pada beberapa asam amino. Hal ini menimbulkan permasalahan yaitu keterbatasan gen penanda. Untuk mengatasi masalah tersebut maka penelitian ini dilakukan untuk membuat vektor baru pemotong
kromosom S. cerevisiae dengan gen penanda hisgURA3-hisg. Gen penanda tersebut dapat digunakan kembali karena dapat dihilangkan dari kromosom inang yang telah mendapat gen penanda dengan cara memberikan kondisi untuk terjadinya rekombinasi antarhisg yang mengapit gen URA3. Inang yang kehilangan gen URA3 dapat diseleksi secara cepat menggunakan medium yang mengandung 5-FOA (asam 5-fluoroorotat).
BAHAN DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada bulan November 1999Januari 2001 di Laboratorium Mikrobiologi, Pusat Antar Universitas (PAU) Bioteknologi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Strain bakteri E. coli yang digunakan sebagai inang untuk amplifikasi plasmid adalah INVαF’ {F’ endA 1recA 1 hsdR 17 (rk -, mk +) supE44thi-1 gyr rel Φ 80 lacz ∆M15 ∆(laczYA-argF) U169}. Medium Luria Bertani (LB) cair dan padat digunakan untuk menumbuhkan bakteri ini. Plasmid yang digunakan sebagai plasmid vektor dan plasmid sumber sisipan adalah pDW26, p1023, dan pCSV1 (Gambar 1). Plasmid vektor pemotong kromosom S. cerevisiae dengan gen penanda hisg-URA3hisg dikonstruksi dengan mengisolasi fragmen besar 3,8 kb BamHI-BglII yang membawa gen hisg-URA3hisg dari plasmid p1023. Fragmen hisg-URA3-hisg tersebut disisipkan ke dalam plasmid vektor pDW26 yang telah dilinierkan dengan enzim BglII. Ligasi dilakukan dengan bantuan enzim T4DNA ligase (Gibco, USA) dan hasilnya digunakan untuk mentransformasi E. coli INVaF’ (Sambrook et al. 1989) untuk perbanyakan. Plasmid rekombinan hasil ligasi selanjutnya disebut plasmid pKDW1. Untuk melengkapi plasmid vektor pemotong kromosom tersebut maka fragmen XhoI (3,1 kb) dari plasmid pCSV1 yang membawa inverted repeat ujung Tr yang dipisahkan oleh fragmen 1,7 kb HIS3 disisipkan ke dalam sisi pemotongan XhoI pada plasmid pKDW1. Ujung Tr ini akan berfungsi sebagai telomer dalam S. cerevisiae, sedangkan stuffer DNA (HIS3) antara inverted repeat diperlukan untuk propagasi plasmid vektor pemotong kromosom dalam E. coli. Hasil ligasi vektor pKDW1 dengan fragmen Tr-HIS3Tr selanjutnya digunakan untuk mentransformasi E. coli INVαF’ (Sambrook et al. 1989). Plasmid rekombinan yang diperoleh disebut plasmid pKDW2. Plasmid tersebut mengandung Amp r dan ori untuk replikasi dalam E.coli, Tr-HIS3-Tr, serta gen penanda hisgURA3-hisg.
26
Kristamtini et al. E
ori
BglII, SspI Amp r CEN
hisg
Amp rT r ori pCSV1 9.89 Kb
Ac URA3
Sm
▲
URA3
▼
BglII
Sma I-B a m HI
hisg
p1023 5.90 Kb
ori
E, X
P
B his3
▼
Amp r pDW 26 5.00 Kb
X
▼
A
N
Tr
▲ B
CEN4
X
S
Gambar 1. Struktur plasmid pDW26, p1023, dan pCSV1. Tr merupakan ujung linier rDNA Tetrahymena yang berfungsi sebagai telomer dalam Saccharomyces cerevisiae; A = AatII, Ac = AccIII, B = BamHI, E = EcoRI, N = NruI, P = PvuI, S = SphI, Sm = SmaI, X = XhoI, dan Xb = XbaI. Fig. 1. Structure of pDW26, p1023, and pCSV1 plasmids. The Tr sequence is the end of rDNA Tetrahymena functioning as a telomer in Saccharomyces cerevisiae; A = AatII, Ac = AccIII, B = BamHI, E = EcoRI, N = NruI, P = PvuI, S = SphI, Sm = SmaI, X = XhoI, dan Xb = XbaI.
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengklonan gen hisg-URA3-hisg ke dalam plasmid vektor (pDW26) Ligasi antara gen penanda hisg-URA3-hisg dan plasmid vektor pDW26 dapat terjadi karena keduanya memiliki sisi-sisi pemotongan yang sesuai (kompatibel). Plasmid vektor pDW26 mempunyai satu sisi pemotongan BglII, sedangkan fragmen pembawa gen hisg-URA3-hisg (fragmen sebesar 3,8 kb) yang diisolasi dari plasmid p1023 memiliki sisi pemotongan enzim BglII dan BamHI. Proses ligasi tersebut dapat dilakukan dengan bantuan enzim T4DNA ligase selama satu malam pada suhu 4 oC dan hasilnya digunakan untuk mentransformasi E.coli INVαF’. Isolat yang mampu tumbuh pada medium LB yang mengandung ampisilin 50 µg/ml diduga merupakan koloni transforman yang membawa plasmid rekombinan hasil ligasi. Selanjutnya, koloni-koloni tersebut diregenerasikan pada media LB padat + ampisilin dan diisolasi plasmid DNA skala kecil (Sambrook et al. 1989). Dari beberapa koloni transforman yang diuji, hanya ada tiga koloni (L1, L2, dan L3) yang diduga membawa plasmid rekombinan, yaitu plasmid yang memiliki ukuran lebih besar daripada plasmid vektor sebagai pembanding. Hasil isolasi plasmid DNA skala kecil tersebut disajikan pada Gambar 2A. Selanjutnya, ketiga plasmid rekombinan tersebut dianalisis dengan menggunakan enzim restriksi BglII dan XhoI untuk menentukan plasmid rekombinan yang benar-benar membawa sisipan hisg-URA3-hisg. Gel elektroforesis hasil analisis enzim restriksi tersebut disajikan pada Gambar 2B. Gambar 2B lajur 1 menunjukkan bahwa plasmid rekombinan L3, setelah dipotong dengan enzim BglII
dan XhoI, memberikan dua pita DNA. Berdasarkan ilustrasi peta pola pemotongan enzim restriksi plasmid rekombinan (Gambar 3), kedua pita DNA tersebut masing-masing berukuran 2 kb dan 6,8 kb. Hal ini berarti sisipan fragmen pembawa gen hisg-URA3-hisg yang mempunyai ujung BglII dan BamHI telah masuk ke plasmid vektor {(pDW26 yang dipotong dengan BglII = 5 kb) + (hisg-URA3-hisg = 3,8 kb) = 8,8 kb} pada sisi BamHI, artinya sisi BamHI hilang dan sisanya adalah sisi pemotongan BglII. Pada Gambar 2B lajur 2, plasmid rekombinan L2 setelah dipotong dengan enzim BglII dan XhoI memberikan tiga pita DNA yang tidak sesuai dengan ilustrasi peta restriksi hasil rekombinasi (Gambar 3). Hal ini terjadi juga pada plasmid rekombinan L1 yang dipotong dengan enzim restriksi BglII dan XhoI (Gambar 2B lajur 3). Setelah dipotong dengan BglII dan XhoI, plasmid rekombinan L1 memberikan dua pita DNA yang sama seperti kontrol (pDW26), atau mungkin menjadi tiga pita tetapi satu pita tidak terlihat karena ukurannya sangat kecil. Meskipun demikian, pola hasil pemotongannya tidak sesuai dengan ilustrasi peta restriksi hasil rekombinasi. Berdasarkan hasil pada Gambar 2B tersebut maka plasmid rekombinan L3 dapat dikatakan sebagai plasmid rekombinan pembawa gen hisg-URA3-hisg yang selanjutnya disebut plasmid pKDW1. Plasmid tersebut digunakan sebagai vektor untuk langkah berikutnya. Pengklonan gen Tr-HIS3-Tr dalam plasmid vektor pKDW1 Plasmid rekombinan pKDW1 selanjutnya digunakan sebagai vektor, sedangkan sisipan Tr-HIS3-Tr fragmen kecil XhoI 3,1 kb diisolasi dari plasmid pCSV1. Plasmid vektor pKDW1 mempunyai satu sisi pemotongan
Konstruksi vektor pemotong kromosom Saccharomyces cerevisiae
27
Gambar 2. (A) Gel elektroforesis plasmid rekombinan dengan vektor sebagai pembanding; M = marker 1 kb step ladder; 1, 2, 3 = plasmid rekombinan masing-masing untuk L1, L2, dan L3; 4 = plasmid pembanding/vektor pDW26. (B) Gel elektroforesis uji enzim restriksi plasmid rekombinan; M = marker 1 kb step ladder; 1, 2, 3 = berturut-turut plasmid rekombinan L3, L2, dan L1 yang dipotong dengan BglII dan XhoI. Fig. 2. (A) Electrophoresis gel of recombinant plasmids with vector; M = marker 1 kb step ladder; 1, 2, 3 = recombinant plasmid L1, L2, and L3, respectively; 4 = pDW26 as vector. (B) Electrophoresis gel of restriction analysis for recombinant plasmids; M = marker 1 kb step ladder; 1, 2, 3 = recombinant plasmid L3, L2, and L1 digested respectively with BglII dan XhoI.
X
A P
CEN Amp pKDW1 8.80 Kb ori URA3 r
▼
hisg
BglII hisg
E X B
▼
E A
HIS3 Amp r T r B ori p K D W 2 T r 11.90 Kb ▲ hisg CEN4 X hisg ▼
URA3
BglII
Gambar 3. Struktur plasmid rekombinan pKDW1 dan pKDW2. Tr merupakan ujung linier rDNA Tetrahymena yang berfungsi sebagai telomer dalam Saccharomyces cerevisiae. Fig. 3. Structure of pKDW1 and pKDW2 recombinant plasmids. The Tr sequence is the end of rDNA Tetrahymena functioning as a telomer in Saccharomyces cerevisiae.
XhoI, sedangkan fragmen sisipan pembawa gen TrHIS3-Tr (3,1 kb) yang diisolasi dari plasmid pCSV1 mempunyai dua sisi pemotongan XhoI, sehingga ligasi antara fragmen Tr-HIS3-Tr dan vektor pKDW1 dapat dilakukan karena keduanya memiliki sisi-sisi pemotongan yang sesuai. Sebelum dilakukan ligasi, plasmid pKDW1 yang telah dilinierkan dengan enzim XhoI diperlakukan ter-
lebih dahulu dengan calf intestinal alkaline phosphatase (CIAP) agar tidak terjadi ligasi sendiri (selfligation) pada ujung plasmid vektor pKDW1. Ligasi antara fragmen Tr-HIS3-Tr dan plasmid vektor yang telah dilinierkan dengan XhoI dan diberi perlakuan CIAP dilakukan dengan bantuan enzim T4DNA ligase. Ligasi dilakukan selama satu malam pada suhu 16oC dan hasilnya digunakan untuk mentransformasi E. coli INVαF’ . Dari beberapa koloni transforman yang diuji, hanya empat koloni (L1, L2, L3, dan L4) yang membawa plasmid dengan ukuran lebih besar daripada plasmid vektor pKDW1 sebagai kontrol. Gel elektroforesis plasmid DNA rekombinan hasil isolasi skala kecil disajikan pada Gambar 4. Selanjutnya, keempat plasmid rekombinan tersebut dianalisis dengan enzim restriksi XhoI untuk menentukan apakah plasmid rekombinan tersebut benar-benar membawa sisipan Tr-HIS3-Tr. Dengan menggunakan plasmid pKDW1 yang dipotong dengan XhoI sebagai pembanding, Gambar 5A menyajikan gel elektroforesis hasil analisis enzim restriksi tersebut. Keempat plasmid rekombinan (L1, L2, L3, dan L4) ternyata memiliki fragmen Tr-HIS3-Tr, karena pemo-
28
Gambar 4. Gel elektroforesis plasmid rekombinan hasil ligasi (pKDW1 yang dipotong dengan XhoI) dengan Tr-HIS3-Tr; M = marker 1 kb step ladder; 1 = pKDW1 utuh (kontrol); 2, 3, 4, dan 5 = berturut-turut plasmid rekombinan L1, L2, L3, dan L4. Fig. 4. Electrophoresis gel of DNA recombinant plasmids from ligation (pKDW1 digested with XhoI) with Tr-HIS3-Tr; M = marker 1 kb step ladder, 1 = pKDW1 undigested; 2, 3, 4, and 5 = recombinant plasmid L1, L2, L3, and L4, respectively.
tongan dengan enzim XhoI menghasilkan dua pita DNA masing-masing berukuran 3,1 kb dan 8,8 kb berdasarkan pola pemotongan plasmid rekombinan pada Gambar 3. Hal ini berbeda dengan plasmid pKDW1 (kontrol) yang setelah dipotong dengan enzim XhoI hanya memiliki satu pita DNA (linier). Hasil tersebut sesuai dengan ilustrasi peta restriksi seperti terlihat pada Gambar 3. Plasmid rekombinan yang baru tersebut dinamakan pKDW2. Untuk memastikan hasil analisis restriksi tersebut maka dilakukan analisis restriksi lebih lanjut dengan enzim EcoRI yang hasilnya dapat dilihat pada Gambar 5B. Plasmid yang diduga rekombinan setelah dipotong dengan enzim EcoRI, memberikan dua pita DNA dengan ukuran antara 2-3 kb dan lebih besar dari 8,8 kb, karena plasmid pKDW1 yang dipotong dengan EcoRI sebagai kontrol memiliki ukuran 8,8 kb. Hasil ini tidak sesuai dengan ilustrasi peta restriksi pada Gambar 3, yang seharusnya hanya terdapat satu sisi pemotongan EcoRI. Sebaliknya, plasmid kontrol
Kristamtini et al.
pKDW1 yang dipotong dengan EcoRI memberikan satu pita DNA (linier) yang sesuai dengan ilustrasi peta restriksi. Menurut Alani et al. (1987), fragmen hisg-URA3hisg (terdapat dalam fragmen 3,8 kb BglII-BamHI) dan fragmen Tr-HIS3-Tr tidak dapat dipotong dengan enzim EcoRI. Berdasarkan hasil analisis restriksi tersebut, plasmid yang semula diduga rekombinan, karena fragmen Tr-HIS3-Tr telah masuk ke dalam plasmid vektor, ternyata strukturnya tidak seperti yang diharapkan. Meskipun telah membawa fragmen Tr-HIS3-Tr, plasmid tersebut memiliki dua sisi pemotongan EcoRI dan tidak dapat digunakan untuk mengklon gen target yang mempunyai sisi pemotongan EcoRI. Diduga hal ini terjadi karena adanya proses rekombinasi di dalam plasmid, yaitu rekombinasi illegitimate yang merupakan rekombinasi nonhomolog. Mekanisme proses rekombinasi semacam ini belum diketahui dengan pasti dan masih memerlukan penelitian. Allgood dan Silhavy (1990) menyatakan bahwa rekombinasi illegitimate berbeda dengan rekombinasi pada umumnya, karena rekombinasi illegitimate tidak membutuhkan enzim esensial dan untuk aktivitasnya tidak membutuhkan protein. Akibat dari proses tersebut terjadi duplikasi sisi EcoRI, seperti dikemukakan oleh Weisberg (1977), Low dan Porter (1987), serta Allgood dan Silhavy (1990), bahwa rekombinasi illegitimate mengakibatkan terjadinya pengaturan kembali DNA kromosom termasuk duplikasi, inversi, dan delesi. Werner (1992) juga menyatakan bahwa proses rekombinasi nonhomolog terjadi pada sekuen yang tidak berhubungan (daerah DNA nonhomolog). Rekombinasi menghasilkan duplikasi gen dan delesi. Weisberg (1977) menyatakan bahwa duplikasi ini ada dua macam, yaitu direct repeat dan penyusunan inverted repeat. Pada penelitian ini, hisg merupakan direct repeat yang mengapit gen URA3 (gen penanda hisg-URA3-hisg yang ada dalam plasmid rekombinan), sedangkan Tr merupakan inverted repeat (fragmen Tr-HIS3-Tr yang ada dalam plasmid rekombinan ) dari rDNA Tetrahymena yang berfungsi sebagai telomer dalam khamir.
KESIMPULAN Vektor pemotong kromosom Saccharomyces cerevisiae dengan gen penanda hisg-URA3-hisg telah diperoleh dan dinamakan plasmid pKDW2. Plasmid tersebut membawa gen hisg-URA3-hisg, Tr-HIS3-Tr, CEN4, ori, dan Ampr dengan jumlah sisi pemotongan enzim restriksi BamHI, XhoI, dan EcoRI masing-masing dua
Konstruksi vektor pemotong kromosom Saccharomyces cerevisiae
29
Gambar 5. (A) Gel elektroforesis hasil analisis enzim restriksi plasmid rekombinan dengan vektor sebagai pembanding; M = marker 1 kb step ladder; 1 = vektor pKDW1 dipotong dengan XhoI; 2 = L1 dengan XhoI; 3 = L2 dengan XhoI; 4 = L3 dengan XhoI; 5 = L4 dengan XhoI. (B) Gel elektroforesis analisis enzim restriksi plasmid rekombinan yang dipotong dengan enzim EcoRI; M = marker 1 kb step ladder, 1 = vektor pKDW1 dipotong dengan EcoRI, 2 = L1 dengan EcoRI, 3 = L2 dengan EcoRI, 4 = L3 dengan EcoRI, dan 5 = L4 dengan EcoRI. Fig. 5. (A) Electrophoresis gel of restriction enzym analysis from recombinant plasmids and vector; M = marker 1 kb step ladder, 1 = pKDW1 digested with XhoI, 2 = L1 with XhoI, 3 = L2 with XhoI, 4 = L3 with XhoI, 5 = L4 with XhoI. (B) Electrophoresis gel of resriction enzym analysis from recombinant plasmids digested with EcoRI; M = marker 1 kb step ladder, 1 = pKDW1 digested with EcoRI, 2 = L1 with EcoRI, 3 = L2 with EcoRI, 4 = L3 with EcoRI, and 5 = L4 with EcoRI.
sisi serta memiliki dua sisi pemotongan enzim restriksi yang unik yaitu AatII dan PvuI. Pada proses konstruksi vektor pemotong kromosom S. cerevisiae dengan gen penanda hisg-URA3-hisg telah terjadi gejala pengaturan kembali DNA walaupun belum diketahui dengan pasti. DAFTAR PUSTAKA Alani, E., I. Cao, and N. Kleckner. 1987. A method for gene disruption that allows repeated use of URA3 selection in construction of multiply disruption yeast strains. Genet. Soc. Am. 116: 541-545. Allgood, N.D. and T.J. Silhavy. 1990. Escherichia coli xonA (sbcB) mutants enhance illegitimate recombination. Genet. Soc. Am. 127: 671-680 Low, K.B. and D.D. Porter. 1987. Modes of gene transfer and recombination in bacteria. Ann. Rev. Genet. 12: 249-287.
Sambrook, J., E.F. Fritsch, and T. Maniatis. 1989. Molecular Cloning: A Laboratory Manual. 2 nd ed. Cold Spring Harbor Laboratory Press, Cold Spring Harbor, New York. Weisberg, R.A. 1977. Illegitimate recombination in bacteria and bacteriophage. Ann. Rev. Genet. 11: 451-473. Werner, R. 1992. Essential Biochemistry and Molecular Biology. A Comprehensive Review. Prentice-Hall International Inc, ..... Widianto, D., Y. Mukai, K.H. Kim, S. Harashima, and Y. Oshima. 1996. One-step splitting of a chromosome in haploid cells of Saccharomyces cerevisiae and its effect on the cell proliferation. J. Ferment. Bioeng. 82: 199-204. Widianto, D. 1997. Splitting and Fusing Chromosomes in Saccharomyces cerevisiae. Ph.D Dissertation, Osaka University, Osaka, Jepang. Widianto, D., E. Yamamoto, Y. Mukai, Y. Oshima, and S. Harashima. 1997. A method for fusing chromosomes in Saccharomyces cerevisiae. J. Ferment. Bioeng. 83 (2): 125-131.