Akta Kimindo Vol. 1 No. 2 April 2006: 105-114
AKTA KIMIA
INDONESIA
Produksi Etanol Menggunakan Saccharomyces Cerevisiae Yang Diamobilisasi Dengan Agar Batang Putra Asga Elevri dan Surya Rosa Putra* Laboratorium Biokimia, jurusan Kimia FMIPA ITS Kampus ITS Keputih-Sukolilo Surabaya 60111
ABSTRAK Penelitian untuk mendapatkan pola konsumsi glukosa dalam memproduksi etanol selama fermentasi oleh khamir Saccharomyces cerevisiae yang diamobilisasi dalam agar batang telah dilakukan. Amobilisasi dilakukan dengan cara sel dicampur dengan agar batang pada suhu 40-45 oC, kemudian didinginkan untuk pembentukan gel. Fermentasi dilakukan dengan sistim batch dan etanol dipisahkan dengan cara sentrifugasi, dekantasi dan destilasi. Kadar etanol dianalisis menggunakan kromatografi gas dan kadar glukosa ditentukan dengan metoda Smogy-Nelson. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah sel yang diamobilisasi tidak tergantung pada konsentrasi agar batang. Sel diamobilisasi dengan konsentrasi optimal 2 % (w/v) agar batang mampu menghasilkan etanol paling tinggi pada media dengan konsentrasi glukosa 10 % (w/v) dan pH 4,5 (fermentasi pada suhu 30 oC). Setelah fermentasi selama 36 jam (waktu optimal) dengan menggunakan 9,52 x 109 sel, jumlah maksimal etanol yang dihasilkan oleh sel amobil (0,406 mL/g glukosa) meningkat 12,56 % dibandingkan sel bebas. Setelah lima kali fermentasi terus-menerus terjadi penurunan kadar etanol 20,05 % dibandingkan yang pertama, sedangkan fermentasi dengan sel amobil yang telah disimpan selama 9 hari pada suhu 4-10 oC tanpa nutrisi menyebabkan penurunan kadar etanol sebesar 35,89 %. Kata kunci : Fermentasi glukosa, Saccharomyces cerevisiae, Amobilisasi sel, Agar batang. ABSTRACT The research to get pattern consume glucose in producing ethanol during ferment by khamir Saccharomyces cerevisiae which was immobilized in agar strips has been conducted. The immobilized was done by cell mixed with agar strips at 40-45 oC and then made cool for the forming of gel. The method used in fermentation was batch system and ethanol was separated by centrifugation, decantation and distillation. Ethanol and glucose concentration were analyzed by gas chromatography and Smogy-Nelson, respectively . The results showed that the amount of immobilized cell was not depend on agar strips concentration. The optimum concentration of the agar strips was 2 % (w/v). The immobilized 9,52 x 109 cells produced optimum concentration (0,406 mL/g glucose) in 36 hours at 30 oC, 10 % glucose and pH 4,5. This result was 12,56 % higher than those of free cell. The use immobilized cell in fermentation processes continuously for 5 times resulted in a decrease of its activity to be 20,05 %. Fermentation using immobilized cell that has been kept for 9 days at 4-10 oC showed a decrease of ethanol production being 35,89. Keywords : Glucose fermentation, Saccharomyces cerevisiae, cell immobilization, agar strips. PENDAHULUAN Cepat atau lambat cadangan minyak bumi dunia pasti akan habis. Ini disebabkan oleh depositnya yang terbatas dan tidak dapat diperbaharui. Keadaan ini mendorong negaranegara industri mencari sumber energi alternatif seperti etanol, metana, dan hidrogen. Etanol menjadi pilihan utama dunia karena senyawa ini Corresponding author : Email :
[email protected]
© Kimia ITS – HKI Jatim
dapat terus menerus diproduksi baik secara fermentasi maupun sintesis kimiawi. (Koesoemadinata, 2001) Penggunaan Saccharomyces cerevisiae dalam produksi etanol secara fermentasi telah banyak dikembangkan di beberapa negara, seperti Brasil, Afrika Selatan, dan Amerika Serikat (Narita, 2005). Hal ini disebabkan karena Saccharomyces cerevisiae dapat memproduksi etanol dalam jumlah besar dan mempunyai toleransi terhadap alkohol yang tinggi. 105
Elevri dan Putra-Produksi Etanol Menggunakan Saccharomyces Cerevisiae Yang Diamobilisasi Dengan Agar Batang
Selain Saccharomyces cerevisiae, Zymomonas mobilis juga sangat potensial, namun bakteri ini perlu dikembangkan lebih lanjut, karena toleransinya yang rendah terhadap garam dalam media dan membutuhkan media yang steril, sehingga menyulitkan untuk aplikasi skala industri (Iida, dkk., 1993; Saroso, 1998; Hepworth, 2005). Oleh karena itu Ragi (Saccharomyces cerevisiae) adalah mikroorganisme penghasil etanol yang paling dikenal saat ini. Efisiensi fermentasi dapat ditingkatkan dengan cara mengamobilisasi sel mikroorganisme yang digunakan. Amobilisasi sel bertujuan untuk membuat sel menjadi tidak bergerak atau berkurang ruang geraknya sehingga sel menjadi terhambat pertumbuhannya dan subtrat yang diberikan hanya digunakan untuk menghasilkan produk. Material pendukung yang berupa sistem matriks, membran atau permukaan zat padat tertentu biasa digunakan sebagai carrier dalam amobilisasi sel. Sistem matriks untuk amobilisasi sel biasanya menggunakan gel polimer hidrofilik molekular tinggi seperti alginat, carragenan dan Agarosa. Dengan bahan ini, sel-sel diamobilisasi dengan cara penjebakan dalam gel yang bersangkutan (Prakasham dan Ramakrishna, 1998). Mikroorganisme memiliki karakteristik dinding sel yang berbeda satu sama lain. Perbedaan ini mempengaruhi efektifitas mobilisasinya pada berbagai bahan pendukung. Suatu bahan pendukung tertentu dapat memberikan kualitas amobilisasi yang lebih baik dibandingkan bahan pendukung lain karena lebih cocok dengan sel yang diamobilisasi, misalnya kesesuaian jumlah gugus hidrofil antara bahan pendukung dan sel. Pada umumnya sel S. cerevisiae diamobilisasi dengan metode entrapping menggunakan matriks polisakarida. (Dias, dkk., 2000). Matriks polisakarida yang sangat potensial untuk digunakan sebagai bahan pengamobil Saccharomyces cerevisiae adalah Agarosa. Agar batang memiliki struktur mirip dengan Agarosa (galaktan, polimer galaktosa) yang sangat mungkin digunakan sebagai bahan pengamobil sel Saccharomyces cerevisiae. Penggunaan agar batang sebagai bahan pengamobil sel belum pernah diteliti sebelumnya. Penggunaan bahan ini dilakukan mengingat harganya yang relatif murah dibandingkan dengan matriks pengamobil lainnya. Disamping itu, Indonesia mempunyai wilayah laut yang sangat luas sebagai pabrik hayati penghasil alga (ganggang) yang merupakan sumber alami agar batang (Suhaimi, 1985). Sejauh ini belum dikaji efektifitas penggunaan agar batang sebagai bahan pengamobil S. cerevisiae dalam fermentasi etanol. Penelitian ini difokuskan untuk melihat pengaruh amobilisasi S. cerevisiae dalam agar 106
batang terhadap pola konsumsi substrat dan etanol yang dihasilkan selama proses fermentasi. Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi berupa alternatif bahan pendukung yang murah untuk amobilisasi S. cerevisiae dalam rangka meningkatkan efisiensi fermentasi etanol. METODOLOGI 1. Peralatan dan Bahan Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah fermentor sistem batch untuk fermentasi, cawan petri dan tabung reaksi untuk penumbuhan bakteri pada media padat dan cair, laminary air flow sebagai ruang steril untuk pembuatan media pemindah biakan dan amobilisasi sel, autoclave untuk sterilisasi basah pada tekanan 1 atm dan suhu 121 oC, inkubator dan rotary shaker digunakan untuk inkubasi biakan, sentrifuga untuk pemisahan cairan fermentasi dan pemanenan bakteri, peralatan destilasi vigreux untuk pemisahan (pemekatan) etanol, kromatografi gas GC-14B-SHIMADZU untuk analisis etanol, spektronik 20D untuk pengukuran densitas optik suspensi sel dan analisa kadar glukosa, serta peralatan gelas dan peralatan tambahan lainnya yang lazim digunakan dalam laboratorium kimia. Bahan mikroorganisme yang digunakan dalam penelitian ini adalah khamir Saccharomyces cerevisiae strain tahan alkohol tinggi, yang diperoleh dari ITB Bandung. Media (YGA) Yeast Glucose Agar (merck) digunakan untuk regenerasi dan penumbuhan Saccharomyces cerevisiae. Adapun komposisi media YGA terdiri atas glukosa 2 %, bacto agar 2 %, pepton 1 % dan yeast extract 0,5 %. Media kompleks untuk starter dan uji fermentasi awal terdiri atas glukosa 8 %, yeast extract 0,1 %, KH2PO4 0,2 %, (NH4)2SO4 0,4 % dan MgSO4.7H2O 0,1 % (merck) .Media minimal untuk starter dan uji fermentasi awal (Vullo dan Wachsman, 2005) terdiri atas glukosa 8 %, KH2PO4 0,2 %, (NH4)2SO4 0,4 % dan MgSO4.7H2O 0,1 % (merck). Agar batang yang diperoleh dari pasar tradisional pucang Surabaya digunakan sebagai bahan pendukung dalam amobilisasi dan larutan NaCl 0,85 % untuk mencuci gel dari sel yang tidak teramobil. 2. Prosedur Kerja 2.1 Regenerasi Khamir Biakan murni S. cerevisiae diremajakan pada agar miring (media YGA) yang telah disterilisasi pada suhu 121 oC dan tekanan 1 atm selama 15 menit, selanjutnya diinkubasi pada suhu 30 oC selama 48 jam. Saccharomyces cerevisiae pada media YGA ini menjadi stok kultur © Kimia ITS – HKI Jatim
Akta Kimindo Vol. 1 No. 2 April 2006: 105-114 yang diregenerasi pada media YGA yang baru sebelum digunakan.
yang digunakan dalam amobilisasi dengan jumlah sel yang lepas.
2.2. Pembiakan untuk Memperoleh Biomassa S. cerevisiae Sebanyak satu ose Saccharomyces cerevisiae dari YGA miring diinokulasi pada 10 mL media kompleks dan diinkubasi pada suhu 30 oC selam 20 jam dengan dishaker 100 rpm. Setelah 20 jam, starter ini di pindahkan ke 90 mL media kompleks dan diinkubasi pada kondisi yang sama. 100 mL starter ini selanjutnya di pindahkan lagi ke dalam 900 mL media kompleks dan diinkubasi pada suhu 30 oC dan dishaker 100 rpm. Selama inkubasi, pertambahan biomassa diamati dan dihentikan pada saat pertumbuhan S. cerevisiae memasuki pertengahan fase log (± 20 jam) dengan cara disimpan dalam lemari es pada suhu 4-10 oC. (Hadioetomo, 1983) Pada saat sel akan digunakan, sejumlah volume tertentu cairan stok biomassa ini disentrifuga pada 6000 rpm selama 30 menit untuk memisahkan sel dari media cair. Supernatan dipisahkan dari sel basah dengan cara dekantasi . Sel basah yang diperoleh selanjutnya akan digunakan untuk fermentasi dalam keadaan bebas dan teramobil. (Goksungur, Y. dan Zorlu, N, 2001)
2.4. Optimasi pH Pengaruh pH terhadap kadar etanol yang dihasilkan dari fermentasi dengan sel amobil dilakukan pada 5 x 100 mL media kompleks dengan variasi pH 3,6; 3,9; 4,2; 4,5 dan 4,8. Sel amobil yang digunakan dibuat dengan konsentrasi agar batang optimal yang telah diketahui sebelumnya dengan cara dan jumlah yang sama (gel dari 10 mL larutan agar batang 2 % untuk 100 mL media fermentasi). pH awal media fermentasi diatur menggunakan HCl 10 %. Fermentasi dilakukan selama 48 jam pada suhu 30 oC. pH optimal media fermentasi adalah yang memberikan kadar etanol terbesar.
2.3. Optimasi Konsentrasi Agar batang Sel yang akan diamobil diambil dari 80 mL cairan stok biomassa dengan cara yang telah dijelaskan sebelumnya. Sel basah yang diperoleh ditambah aquades steril sampai 8 mL dan dibagi empat, masing-masing 2 mL. Agar batang sebanyak 0,1; 0,2; 0,3 dan 0,4 g masing-masing dilarutkan dalam aquades yang sudah mendidih sambil di stirer sampai larut dan ditepatkan volumenya sampai 8 mL. Larutan tersebut diturunkan suhunya sampai kira-kira 40 oC dan masing-masing dicampur dengan 2 mL suspensi sel basah yang telah disiapkan sebelumnya dalam cawan petri, sehingga diperoleh larutan agar batang yang berkonsentrasi 1, 2, 3 dan 4 % (b/v). Semua larutan diaduk hingga homogen dan dibiarkan selama satu malam dalam lemari es. Gel yang terbentuk dipotong 5 x 5 mm dan dicuci dengan larutan NaCl 0,85 % (b/v) untuk menghilangkan sel yang tidak terperangkap. Jumlah sel yang lepas ditentukan dengan metode cawan tuang. Setiap sel amobil kemudian digunakan dalam fermentasi menggunakan 100 mL media kompleks selama 48 jam pada suhu 30 oC . Selanjutnya semua cairan fermentasi disentrifuga dan supernatannya didestilasi. Kadar etanol dalam masing-masing destilat diukur dengan kromatogafi gas. Konsentrasi agar batang optimal adalah yang menghasilkan etanol terbanyak. Sel yang teramobil dalam agar batang diketahui dengan cara mengurangi jumlah sel © Kimia ITS – HKI Jatim
2.5. Optimasi Konsentrasi Glukosa Konsentrasi glukosa dalam 100 mL media kompleks (dengan pH optimal) dibuat bervariasi (8; 10; 15; 20; dan 25 %). Sel amobil dengan konsentrasi agar batang dan pH optimal digunakan dalam fermentasi selama 48 jam pada suhu 30 oC. Selanjutnya semua cairan fermentasi disentrifuga dan supernatannya didestilasi. Kadar etanol masing-masing destilat diukur dengan kromatogafi gas. Konsentrasi glukosa optimal adalah konsentrasi glukosa pada media yang memberikan kadar etanol terbesar. 2.6. Fermentasi dengan Sel Bebas untuk Memperoleh Pola Konsumsi Glukosa dan Produksi Etanol 80 mL cairan stok biomassa disentrifuga pada 6000 rpm selama 30 menit. Supernatannya didekantasi dan sel bebas yang diperoleh digunakan dalam fermentasi menggunakan 800 mL media kompleks optimal (dengan pH dan konsentrasi glukosa optimal) pada suhu 30 oC. Cairan fermentasi sebanyak 105 mL diambil sebagai sampel setiap 6-12 jam. Sampel disentrifuga selama 30 menit pada 6000 rpm dan supernatannya didekantasi. 1 mL supernatan sampel digunakan untuk analisis kadar glukosa dengan metode Smogy-Nelson dan 100 mL didestilasi dan dianalisis kadar etanolnya. 2.7. Fermentasi dengan Sel Amobil untuk Memperoleh Pola Konsumsi Glukosa dan Produksi Etanol 80 mL cairan stok biomassa disentrifuga pada 6000 rpm selama 30 menit. Supernatannya didekantasi dan sel bebas yang diperoleh diamobilisasi dalam agar batang 2% dengan cara yang telah dijelaskan sebelumnya. Semua sel amobil selanjutnya digunakan dalam fermentasi menggunakan 800 mL media kompleks pada kondisi optimal dan suhu 30 oC. Cairan fermentasi sebanyak 105 mL diambil 107
Elevri dan Putra-Produksi Etanol Menggunakan Saccharomyces Cerevisiae Yang Diamobilisasi Dengan Agar Batang
2.9. Uji Durabilitas Sel Amobil terhadap Penyimpanan Untuk mengetahui durabilitas sel amobil terhadap waktu penyimpanan, empat cawan petri sel amobil (setiap cawan berisi sel amobil dalam 10 mL agar batang 2 %) digunakan dalam fermentasi setelah disimpan masing-masing selama 0, 3, 6 dan 9 hari. Penyimpanan dilakukan tanpa media apapun dalam lemari es dengan suhu 4-10 oC. Fermentasi dilakukan menggunakan media kompleks optimal selama waktu optimal pada suhu 30 oC. Setiap hasil fermentasi dianalisis kadar etanolnya untuk mengetahui durabilitas sel amobil dalam menghasilkan etanol setelah disimpan selama waktu tertentu. 2.10 Metode Analitik Untuk menganalisis kadar etanol, sampel cairan fermentasi disentrifuga pada 6000 rpm selama 30 menit. Supernatannya didestilasi pada suhu 78–80 oC menggunakan peralatan destilasi vigreux. Kadar etanol dalam destilat ditentukan dengan kromatografi gas Shimadzu GC-14B (kolom CBP-10 medially polar, detektor FID, integrator Shimadzu C-R6A Chromatopac). Temperatur oven dan kolom diatur pada 180 oC dan temperatur injektor dibuat pada 250 oC. Konsentrasi glukosa ditentukan dengan metode Smogy-Nelson. Jumlah sel ditentukan dengan
108
HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Optimasi Konsentrasi Agar batang Sel S. cerevisiae yang diamobilisasi adalah sel pada usia pertengahan fase log karena jumlah sel yang hidup optimal dan aktif mengkonversi substrat menjadi produk. Untuk mengetahui waktu pemanenan biomassa pada pertengahan fase log, pertumbuhan S. cerevisiae diamati sebagai fungsi waktu sehingga didapatkan kurva pertumbuhannya (Gambar 1). 120 6
2.8. Uji Perulangan Untuk mengetahui pengaruh perulangan penggunaan sel amobil terhadap kadar etanol yang dihasilkan, sel amobil (agar batang 2 %) digunakan berulang dalam fermentasi menggunakan media kompleks pada kondisi optimal dan suhu 30 oC selama waktu optimal (dilihat dari kurva etanol sebagai fungsi waktu yang telah diperoleh sebelumnya). Setelah fermentasi pertama selesai, sel amobil dipisahkan dengan cara disaring dan langsung dimasukkan ke dalam media fermentasi yang baru untuk fermentasi berikutnya dengan kondisi yang sama. Perlakuan ini diulangi sebanyak lima kali dan dianalisis kadar etanol yang dihasilkan pada setiap perulangan fermentasi.
metode turbidimetri menggunakan spektronik 20D pada 620 nm dan cawan tuang.
Jumlah sel/mL (x 10 )
sebagai sampel setiap 6-12 jam. Sampel disentrifuga selama 30 menit pada 6000 rpm dan supernatannya didekantasi. 1 mL supernatan sampel digunakan untuk analisis kadar glukosa dengan metode Smogy-Nelson dan 100 mL didestilasi dan dianalisis kadar etanolnya.
100 80 60 40 20 0 0
10
20
30
40
50
Waktu (jam) Gambar 1. Kurva pertumbuhan S. cerevisiae. Saccharomyces cerevisiae melakukan adaptasi (fase log) yang cukup singkat karena media untuk starter sama dengan media fermentasi dan sebelumnya telah dilakukan beberapa kali pemindahan starter dengan waktu inkubasi masing-masing sekitar 20 jam sehingga usia sel relatif seragam. Saccharomyces cerevisiae dipanen pada jam ke-20 inkubasi (pertengahan fase log), dimana jumlah selnya sekitar 6 x 107 sel/mL. Diatas 30 jam, Saccharomyces cerevisiae telah memasuki fase stasioner. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Sen (1989), dimana pertumbuhan S. uvarum memasuki fase stasioner setelah 30 jam inkubasi. Jumlah sel yang diamobilisasi pada agar batang masing-masing sebanyak 1,2 x 109 sel, sedangkan jumlah sel yang lepas pada saat pemotongan dan pencucian gel relatif sama untuk semua variasi konsentrasi agar batang (Tabel 1).
© Kimia ITS – HKI Jatim
Akta Kimindo Vol. 1 No. 2 April 2006: 105-114 Tabel 1. Perhitungan jumlah sel yang teramobil dalam 1, 2, 3 dan 4 % agar batang. Sel dimasukkan Sel lepas Sel teramobil (109) Agar batang (%) (109) (107) 1 1,2000 1,4130 1.1859 2 1,2000 1,2710 1.1873 3 1,2000 1,0770 1.1892 4 1,2000 1,0530 1.1895 Jumlah sel yang lepas akibat pemotongan dan pencucian gel sangat sedikit dibandingkan jumlah sel yang digunakan. Jumlah sel yang teramobil untuk semua konsentrasi agar batang relatif sama, sekitar 1,19 x 109 sel, artinya jumlah sel tidak mempengaruhi perbedaan kadar etanol yang dihasilkan dari fermentasi oleh sel amobil dengan berbagai konsentrasi agar batang (Gambar 2).
(i)
3.2 3
2. Optimasi pH Media kompleks dengan konsentrasi glukosa 8 %, pada pH yang berbeda (3,6; 3,9; 4,2 ;4,5 dan 4,8) digunakan dalam fermentasi untuk mengetahui pengaruh pH terhadap kadar etanol yang dihasilkan. Sebagaimana terlihat pada Gambar 4, konsentrasi etanol maksimum 3,27 % diperoleh pada pH 4,5. 3.4 3.2
% Etanol
(i) ( ii ) Gambar 2. Sel teramobilisasi dalam gel agar batang ukuran 5mm x 5 mm (i) Sel amobil dalam media fermentasi (ii).
Menurut Corbisier (1999), ruang yang terlalu luas untuk sel dapat menyebabkan pertumbuhan sel yang berlebihan sehingga menjadi overload dan tujuan amobilisasi kurang tercapai. Adapun menurut Goksungur dan Zorlu (2001), matriks yang terlalu rapat akan memperkecil efisiensi difusi substrat dari gel sehingga menurunkan produksi etanol, apalagi jika substrat berupa molekul yang berukuran besar.
% Etanol
3 2.8 2.6 2.4
2.8
2.2
2.6
2 3
2.4
3.5
4
4.5
5
pH awal
2.2 2 0
1
2
3
4
% Agar Batang Gambar 3. Persentase etanol hasil fermentasi pada berbagai konsentrasi agar batang. Fermentasi menggunakan sel yang teramobilisasi dalam agar batang 2 % menghasilkan etanol tertinggi, yaitu sebesar 2,97 %. Dengan demikian konsentrasi agar batang 2 % merupakan konsentrasi optimal. Hal ini disebabkan karena konsentrasi agar batang 2 % memberikan pori dan kerapatan dalam gel yang paling tepat bagi masuknya substrat dan keluarnya produk serta memberikan ruang yang sesuai bagi aktivitas sel dalam melakukan proses fermentasi. © Kimia ITS – HKI Jatim
Gambar 4. Pengaruh pH awal terhadap produksietanol oleh sel amobil. Roukas (1994) mengemukakan bahwa rentang pH optimum untuk produksi etanol dengan kadar yang relatif stabil oleh S. cerevisiae yang teramobilisasi Ca-alginat adalah 3,5 – 6,5. Dalam penelitian ini terjadi penurunan etanol yang cukup signifikan pada pH di atas dan di bawah 4,5. Pada pH 3,6; 3,9; 4,2 dan 4,8, hanya dihasilkan etanol masing-masing 2,42; 2,52; 2,72 dan 2,99 %. Nilai pH awal media fermentasi sangat mempengaruhi kadar etanol yang dihasilkan. Menurut Reibstein, dkk. (1986), hal ini disebabkan karena proton-proton mempengaruhi kinerja enzim-enzim dalam jalur EMP, diantaranya enzim fosfofruktokinase yang berperan dalam 109
Elevri dan Putra -Produksi Etanol Menggunakan Saccharomyces Cerevisiae Yang Diamobilisasi Dengan Agar Batang
glikolisis pada tahap konversi fruktosa-6-fosfat menjadi fruktosa-1,6-difosfat. 3. Optimasi Konsentrasi Glukosa Untuk menentukan pengaruh konsentrasi glukosa pada produksi etanol oleh sel S. cerevisiae yang diamobilisasi dengan agar batang 2 %, digunakan media fermentasi yang mengandung 8, 10, 15, 20 dan 25 % glukosa (w/v). pH media yang digunakan adalah pH optimal (4,5). 4.5 4
% Etanol
3.5 3 2.5 2 5
10
15
20
25
% Glukosa awal Gambar 5. Pengaruh konsentrasi glukosa awal pada produksi etanol oleh sel amobil. Persentase etanol meningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi glukosa sampai 10 %. Pada konsentrasi ini dihasilkan etanol sebesar 4,04 %. Diatas konsentrasi glukosa 10 %, etanol yang dihasilkan kembali menurun, bahkan pada konsentrasi glukosa 25 % hanya dihasilkan 2,15 % etanol. Dengan demikian konsentrasi glukosa optimal adalah 10 % per 1,19 x 109 sel. Menurut
Roukas (1996), penurunan etanol pada konsentrasi glukosa berlebih terjadi sebagai efek inhibisi substrat dan produk. Konsentrasi substrat yang terlalu tinggi mengurangi jumlah oksigen terlarut. Walaupun dalam jumlah yang sedikit, oksigen tetap dibutuhkan dalam fermentasi oleh S. cerevisiae untuk menjaga kehidupan dalam konsentrasi sel tinggi (Hepworth, 2005; Nowak, 2000; Tao dkk., 2005). Oksigen dibutuhkan untuk memproduksi ATP dalam glikolisis dan dalam fosforilasi oksidatif. Proses yang terakhir merupakan bentuk reaksi yang paling menonjol untuk memproduksi ATP. Bila tidak ada oksigen (anaerob), NADH dalam mitokondria tidak dapat dioksidasi kembali, maka pembentukan ATP, daur asam sitrat serta pemecahan nutrisi lain juga terhenti. Sebagai substrat energi tetap hanya glukosa yang pemecahannya menjadi piruvat melalui glikolisis menghasilkan dua molekul ATP. 4. Pola Produksi Etanol dan Konsumsi Glukosa Sel Amobil dan Sel Bebas. Untuk mendapatkan pola produksi etanol dan konsumsi glukosa selama fermentasi, dilakukan monitoring kadar etanol dan kadar glukosa setiap waktu tertentu. Glukosa awal yang digunakan dalam masing-masing media fermentasi sebesar 10 % (w/v). Jumlah awal sel amobil dan sel bebas yang digunakan pada permulaan fermentasi adalah sama, yaitu sekitar 9,52 x 109 sel dalam medium 800 mL. Fermentasi dilakukan pada kondisi optimum ( pH = 4,5; T=30 oC) Gambar 6 menampilkan perbandingan pola konsumsi glukosa dan produksi etanol oleh sel amobil dan sel bebas.
% E tanol & G lukosa
10 9
% Etanol sel bebas
8
% Glukosa sel bebas % Etanol sel amobil
7
% Glukosa sel amobil 6 5 4 3 2 1 0 0
10
20
30
40
50
Waktu (jam) Gambar 6. Pola produksi etanol dan konsumsi glukosa sel amobil dan sel bebas 110
© Kimia ITS – HKI Jatim
Akta Kimindo Vol. 1 No. 2 April 2006: 105-114
5. Pengaruh Pemakaian Sel Amobil pada Fermentasi Berulang terhadap Kadar Etanol. Aspek efektifitas sel amobil jika digunakan dalam fermentasi secara berulang diuji dalam penelitian ini dengan cara menggunakan © Kimia ITS – HKI Jatim
sel amobil yang sama untuk beberapa kali fermentasi (Gambar 7). 4.5
% Etanol
4 3.5 3 2.5 2 0
1
2
3
4
5
Perulangan fermentasi
Gambar 7. Pengaruh penggunaan berulangan sel amobil dalam fermentasi terhadap kadar etanol yang dihasilkan. Keberulangan fermentasi terhadap kadar etanol yang dihasilkan berturut-urut adalah pertama 4,04 % etanol, kedua 4,02 %), ketiga 3,90 %, keempat 3,57 % dan kelima 3,23 % etanol. Setelah lima kali fermentasi terjadi penurunan produksi etanol sebanyak 20,05 %. Fakta ini membuktikan bahwa sel Saccharomyces cerevisiae yang teramobilisasi dalam agar batang cukup baik digunakan dalam fermentasi kontinyu. Terjadinya penurunan hasil etanol kemungkinan disebabkan oleh terjadinya kerusakan pada sebagian kecil gel akibat pengaruh mekanik, sehingga ada sel yang lepas. Cairan fermentasi kelima yang sedikit lebih keruh dibandingkan cairan fermentasi pertama menguatkan dugaan tersebut. 6. Pengaruh Waktu Penyimpanan terhadap Durabilitas Sel Amobil. Sel amobil dalam gel agar batang disimpan selama 0, 3, 6 dan 9 hari pada suhu 410 oC tanpa media. Tujuannya adalah untuk menguji durabilitas aktivitas sel dalam menghasilkan etanol jika sel amobil disimpan dalam kondisi tanpa nutrisi. Performa kadar etanol yang dihasilkan sebagai fungsi waktu penyimpanan sel amobil ditampilkan dalam Gambar 8. 4.5 4
% Etanol
Dari Gambar 6 terlihat bahwa sel amobil mengkonsumsi glukosa dan menghasilkan etanol lebih cepat dan lebih banyak daripada sel bebas (terlihat dari lereng kurva). Pada 14 jam pertama fermentasi, sel amobil sudah menghasilkan 1,96 % (v/v) etanol dan menyisakan 5,10 % (b/v) glukosa, sedangkan sel bebas baru menghasilkan 1,71 % (v/v) etanol dan masih menyisakan 6,28 % (b/v) glukosa. Kadar etanol yang dihasilkan oleh sel amobil tidak mengalami peningkatan lagi setelah 36 jam fermentasi. Kadar etanol maksimal sebesar 4,06 % (v/v) atau 0,406 mL etanol/g glukosa untuk 9,52 x 109 sel yang digunakan. Konsentrasi glukosa tersisa sebesar 0,99 %. Kadar etanol yang dihasilkan oleh sel bebas pada jam ke-36 juga terlihat relatif sudah cukup konstan, tetapi kadarnya hanya 3,55 % (v/v) atau 0,355 mL etanol/g glukosa untuk 9,52 x 109 sel awal yang digunakan. Fermentasi masih menyisakan glukosa sebesar 1,78 %. Dengan demikian sel amobil menghasilkan etanol sekitar 12,56 % lebih banyak dibandingkan sel bebas. Pada jam ke-36 pertumbuhan sel bebas telah memasuki fase stasioner (Gambar 1), dimana jumlah sel yang hidup dan sel yang mati seimbang. Jika fermentasi diteruskan, akan semakin banyak sel bebas yang mati dan faktor inilah yang membatasi produksi etanol pada sel bebas. Konsumsi glukosa pada sel bebas banyak digunakan dalam menghasilkan energi pertumbuhan untuk memperbanyak biomassa, sehingga lebih sedikit menghasilkan etanol. Sel amobil lebih banyak menghasilkan etanol karena glukosa yang dikonsumsi hanya diprioritaskan untuk produksi etanol akibat dibatasinya pertumbuhan sel dalam sistem amobilisasi. Perbedaan hasil etanol yang tidak terlalu besar antara sel amobil dan sel bebas (12,56 %) memperlihatkan bahwa agar batang merupakan matriks yang relatif kurang baik untuk mengamobilisasi sel Saccharomyces cerevisiae jika dibandingkan dengan Agarosa (30,7 %) (Sudono, 2006). Hal ini disebabkan karena pada agar batang masih terkandung gugus sulfat 3-10 %, dan kemungkinan adanya pengotor lain, sehingga gel yang terbentuk kurang maksimal. Hal ini terlihat dari jumlah sel yang lepas pada amobilisasi dengan agar batang lebih kurang sepuluh kali lebih banyak dibandingkan Agarosa. Walaupun demikian dari segi harga sangat murah dibandingkan Agarosa dan matriks lainnya. Hal ini menjadikan bahan ini cukup berpotensi sebagai matriks amobil.
3.5 3 2.5 2 0
3
6
9
Lama penyimpanan (hari)
Gambar 8. Pengaruh lama penyimpanan sel amobil terhadap etanol hasil fermentasi. 111
Elevri dan Putra -Produksi Etanol Menggunakan Saccharomyces Cerevisiae Yang Diamobilisasi Dengan Agar Batang
Sel amobil yang disimpan dalam keadaan minimal (tanpa media dan nutrisi) selama 3 hari menghasilkan etanol sebanyak 3,14 %, 6 hari menghasilkan 3,06 % etanol 9 hari menghasilkan 2,59 % etanol. Setelah 9 hari penyimpanan, terjadi penurunan kadar etanol sebesar 35,89 % dibandingkan kadar etanol yang dihasilkan oleh sel amobil tanpa penyimpanan (0 hari). Perbedaan yang cukup besar ini kemungkinan disebabkan oleh adanya sebagian sel yang terlepas akibat proses penyimpanan yang terlalu lama. Menurut Ji. dkk, 1998 ester sulfat yang ada pada agar-agar menyebabkan gel yang terbentuk tidak terlalu kuat. Hal ini dapat mengakibatkan sebagian sel dapat terlepas selama proses penyimpanan. Dugaan ini diperkuat dari hasil pengamatan pada media fermentasi yang menggunakan sel yang disimpan selama 6 dan 9 hari terlihat sedikit keruh dibandingkan 0 dan 3 hari. Kemungkinan lain adalah adanya ester sulfat dan pengotor dapat menyebabkan terganggunya aktivitas sel setelah penyimpanan yang cukup lama. Untuk meningkatkan ketahanan sel amobil selama penyimpanan, sel amobil perlu disimpan dalam media yang mengandung nutrisi seperti yang telah dilakukan oleh Goksungur dan Zorlu (2001) yang menyimpan bead Ca-alginat-S. cerevisiae dalam 0,2 % yeast extract pada suhu 4 oC. Hal tersebut juga menunjukkan penurunan hasil etanol yang lebih kecil. Menurut Youseff dkk. (1989), sel S. cerevisiae yang teramobil dalam Caalginat masih mampu merubah 85 % gula menjadi etanol selama 28 hari fermentasi fedbatch. Terjadinya penurunan hasil etanol akibat penyimpanan sel amobil tanpa nutrisi dapat disebabkan karena enzim-enzim metabolisme S. cerevisiae menjadi kurang aktif akibat tidak adanya sumber karbon, nitrogen dan elemen vital lain yang dibutuhkan. Walaupun pada suhu 4 oC proses metabolisme boleh dikatakan hampir berhenti, tetapi masih tetap dibutuhkan untuk sekedar mempertahankan kehidupan. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, jumlah sel yang diamobilisasi tidak tergantung pada konsentrasi agar batang. Untuk jumlah sel yang sama (1,19 x 109 sel), sel yang diamobilisasi dengan 2 % agar batang memiliki kemampuan menghasilkan etanol paling tinggi 2,97 %, pada pH optimal fermentasi 4,5 dan konsentrasi glukosa optimal adalah 10 % serta waktu optimal fermentasi adalah 36 jam. Jumlah maksimal etanol yang dihasilkan sel amobil adalah 0,406 mL etanol/g glukosa. Hasil ini 12,56 % lebih banyak dibandingkan sel bebas. Setelah 36 jam fermentasi, sel amobil 112
menyisakan 0,99 % glukosa, sedangkan sel bebas masih menyisakan 1,78 % glukosa. Sel amobil yang digunakan terusmenerus dalam lima kali fermentasi menyebabkan penurunan kadar etanol sebesar 20,05 %. Kemampuan sel amobil yang disimpan tanpa media dan nutrisi selama 9 hari dalam menghasilkan etanol menurun 35,89 % dibandingkan sel amobil yang langsung digunakan. 2. Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disarankan beberapa hal sebagai berikut : Untuk meningkatkan ketahanan sel amobil dalam menghasilkan etanol terhadap lama penyimpanan, sel amobil perlu disimpan dalam media yang mengandung nutrisi. Pengaruh gugus sulfat pada agar batang yang menurunkan kemampuan amobilisasi terhadap S. cerevisiae perlu dikaji lebih lanjut . Perlu diteliti tentang cara memaksimalkan hasil dari agar batang yaitu bagimana cara menghilangkan gugus sulfat dan membersihkan pengotor-pengotor yang terkandung didalamnya. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan menggunakan fermentor kontinyu, untuk menguji efektifitas sel S. cerevisiae yang diamobilisasi dengan agar batang untuk menghasilkan etanol pada sistem kontinyu. DAFTAR PUSTAKA Corbisier, P., Lelie, D., Borremans, B., Provoost, A., Lorenzo, V., Brown, N. L., Lloyd, J. R., Hobman, J. R. CsoÈregi, E., Johansson, G. dan Mattiasson, B. (1999), “Whole celland protein-based biosensors for the detection of bioavailable heavy metals in environmental samples”, Analytica Chimica Acta, 387, 235-244. Dias, J. C. T., Rezende, R. P. dan Linardi, V. R. (2000), Biodegradation of Acetonitrile by Cells of Candida guilliermondii UFMG-Y65 Immobilized in Alginat, k-Carrageenan and Citric Pectin, Departemen Mikrobiologi, Instituto de Ciencias Biologicas, Brasil. Dolby, J., Snell, D. dan Black, G. W. (2000), “Immobilization of Rhodococcus AJ270 and Use of Entrapped Biocatalyst for the Production of Acrylic Acid”, Chemical Monthly, Springer Verlag Wien, Vol. 131, No. 6, 655-666. Goksungur, Y. dan Zorlu, N. (2001), “Production of Ethanol from Beet Molasses by CaAlginate Immobilized Yeast Cells in a Packed-Bed Bioreactor”, Turk J Biol, 25, 265-275. © Kimia ITS – HKI Jatim
Akta Kimindo Vol. 1 No. 2 April 2006: 105-114
Hadioetomo, R. S. (1983), “Mikrobiologi dalam Praktek; Teknik dan Prosedur Dasar Laboratorium”, Bagian Mikrobiologi, FMIPA, IPB. Hepworth, M. (2005),”Technical, Environmental and Economic Aspects of Unit Operations for the Production of Bioethanol from Sugar Beet in the United Kingdom”, CET IIA Exercise 5, Corpus Christi College. Iida, T., Izumida, H., Akagi, Y. dan Sakamoto, M. (1993), ”Continuous Ethanol Fermentation in Molasses medium Using Z. mobilis Immobilized in Photocrosslinkable Resin Gels”, Journal of Fermentation and Bioengineering, Vol. 75, No. 1, 32-35. Ji, (1988), “Properties, Manufacture And Application Of Seaweed Polysaccharides – Agar, Carrageenan And Algin”, Training Manual on Gracilaria Culture and Seaweed Processing in China.htm. Koesoemadinata, V. C. (2001), Pemanfaatan Gula Hasil Hidrolisis Hemiselulosa Tandan Kosong Sawit untuk Produksi Etanol Secara fermentasi, Laporan Hasil Penelitian, Jurusan Teknik Kimia FTI, ITB. Nowak, J. (2000). “Ethanol Yield and Productivity of Zymomonas mobilis in Various Fermentation Methods”, Electronic Journal of Polish Agricultural Universities, Vol. 3, No. 2, seri Food Science and Technology. Prakasham, R.S. dan Ramakrishna, S. V. (1998), Microbial fermentations with immobilized cells, Lecture Handouts, Biochemical and Environmental Engineering, Indian Institute of Chemical Technology, India. Reibstein, D., Hollander, J. A., Pilkis, S. J. dan Shulman, R. G. (1986), “Studies on The Regulation of Yeast Phosphofructo-1kinase: Its Role in Aerobic and Anaerobic Glycolysis”, Biochemistry, 25: 219-227.
© Kimia ITS – HKI Jatim
Roukas,
T. (1996), “Continuous Ethanol Production from Nonsterilized Carob Pod Extract by Immobilized Saccharomyces cerevisiae on Mineral Kissiris Using A Two-reactor System”, Journal Applied Biochemistry and Biotechnology, Vol. 59, No. 3. Saroso, H. (1998), “Pemanfaatan Kulit Pisang dengan Cara Fermentasi untuk Pembuatan Alkohol”, Majalah Bistek, Edisi 06/Th. VI/Desember, 20-28. Sen, D. C. (1989), “Ethanol Fermentation”, Biomass Handbook, Gordon & Breach Science Publishers, 254-270. Suhaimi (1985),” Manfaat Dan Pengolahaan Rumput Laut”, Seafarming Workshop Report Bandar Lampung 28 October - 1 November 1985 Part Ii - Technical Report. Tao, F., Miao, J. Y., Shi, G. Y. dan Zhang, K. C. (2003), “Ethanol Fermentation by an Acid-tolerant Zymomonas mobilis under Non-sterilized Condition”, Process Biochemistry , Elsevier, 40, 183-187. Tripetchkul, S., Tonokawa, M., dan Ishizaki, A. (1992), “ Ethanol Production by Zymomonas mobilis Using Natural Rubber Waste as a Nutritional Source”, Journal Fermentation and Bioengineering, Vol. 74, No.6, 384-388. Vullo, D. L. dan Wachsman, M. B. (2005), “A Simple Laboratory Exercise for Ethanol Production by Immobilized Bakery Yeasts (Saccharomyces cerevisiae)”, Journal Food Science Education, Vol. 4, 53-55. Youssef, Ghareib dan Khalil (1989),”Production of Ethanol by Alginat-entrapped Saccharomyces cerevisiae Strain”, Indian Journal of Experimental Biology, 27 (2), 121-123
113