Konservasi Wilayah Pesisir
Achmad Sofian NIM 106150101111001 PSLP PPSUB
Wilayah
ini memiliki peranan yang sangat penting. Sumberdaya di wilayah ini selain menyediakan barang dan jasa, juga menjadi tulang punggung (backbone) dari pertumbuhan ekonomi di wilayah pesisir dan sumber penghasilan masyarakat serta sebagai asset bangsa yang penting. Wilayah ini juga memiliki peranan penting dilihat dari segi ekologis, diantaranya sebagai penyeimbang ekosistem dan penyedia berbagai kebutuhan hidup bagi hewan dan sebagainya (Fauzi 2002)
Interaksi
manusia yang tak seimbang terhadap wilayah pesisir ini, jika terjadi terus-menerus akan menyebabkan penurunan potensi sumberdaya alam seperti mencegah banjir, akibat pasang laut, penurunan stok produksi ikan, dan penurunan produksi udang yang pada akhirnya merugikan masyarakat tanpa disadari.
aingkumaha.blogspot.com
burung-nusantara.org
ulunlampung.blogspot.co
konservasi adalah pengelolaan sumber daya alam untuk menjamin pemanfaatannya secara bijaksana serta kesinambungan ketersediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai serta keanekaragamannya UU No.32 Tahun 2009
konservasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil adalah upaya perlindungan, pelestarian, dan pemanfaatan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil serta ekosistemnya untuk menjamin keberadaan, ketersediaan, dan kesinambungan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan keanekaragamannya. UU No.27 Tahun 2007
Kawasan Konservasi di Wilayah Pesisir dan PulauPulau Kecil adalah kawasan pesisir dan pulaupulau kecil dengan ciri khas tertentu yang dilindungi untuk mewujudkan pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau- Pulau Kecil secara berkelanjutan. Sempadan Pantai adalah daratan sepanjang tepian yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai, minimal 100 (seratus) meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat. Rehabilitasi Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah proses pemulihan dan perbaikan kondisi Ekosistem atau populasi yang telah rusak walaupun hasilnya berbeda dari kondisi semula.
konservasi mengandung 2 hal : Konservasi berarti menjamin kelestarian pemanfaatan untuk generasi kini maupun generasi mendatang Konservasi berarti memelihara potensi agar kebutuhan dan aspirasi generasi mendatang dapat tercukupi
Fandeli, et.al, 2008
CONTOH DAERAH YANG CUKUP BERHASIL DALAM KONSERVASI DI WILAYAH PESISIR
orang dari luar desa diizinkan menangkap ikan di perairan desa ini jika membayar kepada pemerintah desa sejumlah tertentu setiap kali operasi penangkapan atau setiap trip. Jika nelayan pendatang menetap selama beberapa lama di desa ini dengan tujuan untuk menangkap ikan, mereka harus membayar kepada pemerintah desa sejumlah uang setiap bulan. Bahan peledak dan racun ikan tidak boleh digunakan siapapun. kayu kokor (mangrove) boleh ditebang untuk keperluan rumah tangga sendiri. Untuk keperluan komersial dalam bentuk usaha bersama dengan orang dari luar desa, aturannya untuk setiap penebangan satu kubik kayu harus membayar kepada pemerintah desa sejumlah yang ditentukan. Separuh dari pembayaran itu harus ditanggung orang desa yang mengadakan kerjasama tersebut yang tidak lain adalah pemegang hak ulayat terhadap hutan mangrove itu. Separuhnya lagi dibayar mitranya yang berasal dari luar desa.
Jika
ada pelanggaran penangkapan ikan oleh orang luar desa, tindakan awal masyarakat dan pemerintah desa terhadap pelanggar adalah teguran yang disertai dengan surat pemberitahuan tentang pelanggaran itu kepada pemerintah desa asal yang bersangkutan, camat, dan polisi kecamatan. Jika pelangggaran terjadi lagi untuk kedua kalinya, alat tangkap ikan yang digunakan akan disita untuk desa. Jika terjadi pelanggaran yang ketiga kalinya, penyelesaian melalui pengadilan sipil. Nikijuluw, 2002
Hutan Mangrove Desa Penunggul Kecamatan Nguling Kabupaten Pasuruan merupakan wilayah Kecamatan di sebelah timur Kabupaten Pasuruan yang berbatasan Langsung dengan Kabupaten Probolinggo. Wilayah pesisir Kecamatan Nguling sebelumnya merupakan areal pertambakan hasil konversi kawasan mangrove dan jarang sekali ditumbuhi tanaman, bahkan terjadi abrasi yang tiap tahun semakin mendekati pemukiman. Pelestarian ini dilatarbelakangi adanya kepedulian masyarakat dengan tokohnya Pak Mukarim dalam menjaga kelestarian lingkungan khususnya hutan mangrove. Pada tahun 1982 Pak Mukarim berinisiatif menanam, pohon bakau di sepanjang bibir pantai desanya. Berkat kerja keras, saat ini hutan mangrove yang ada sudah mencapai 105 ha dan panjang kurang lebih 2 Km di bibir pantai Desa Penunggul, ada 4 jenis tanaman bakau yang terdapat di hutan mangrove ini, diantaranya Rhyzophora mucronata, Rhyzaphora apiculata, Avicenia Alba, dan Avicenia marina.
Sofian, 2011
Susanto dan murwani, 2006
Sumber daya alam hutan bakau merupakan potensi yang sangat besar jika dikelola dengan baik dan benar. kenyataannya akibat adanya alih lahan dari sebagian besar kawasan bakau tersebut untuk lahan tambak, berdampak pada menurunnya produktivitas perairan pada kawasan bakau tersebut baik secara kualitas maupun kuantitas. dapat dilihat dengan semakin menurunnya hasil usaha perikanan dari para petambak dan semakin menurunnya kualitas perairan secara ekologis pada kawasan tersebut. Banyak sekali tambak-tambak yang menjadi tidak produktif dan dibiarkan terbengkelai tanpa bisa dimanfaatkan kembali.
nilai tambah ekonomis dapat diperoleh apabila dapat memanfaatkan kembali lahan tambak yang rusak tersebut dengan perbaikan secara ekologis. Perbaikan perlu dilakukan untuk mengembalikan fungsi utama dari lahan tambak sebagai habitat bagi kehidupan berbagai biota didalamnya. Melalui perbaikan secara fisik, kimia dan biologis diharapkan lahan tambak yang rusak akan berfungsi kembali dan menjadi ekosistem perairan yang berguna. tambak-tambak dari hasil konversi/ alih lahan kawasan bakau ini semakin luas dan banyak yang tidak berfungsi, sehingga perlu usaha rehabilitasi untuk mengembalikan fungsinya. untuk mengembalikan kawasan bakau ini memerlukan biaya yang sangat besar dan waktu yang lama
Pendekatan terpadu terhadap konservasi dan pemanfaatan sumbedaya hutan bakau memberikan kesempatan untuk mempertahankan kondisi kawasan hutan bakau tetap bagus sementara budidaya perairan payau dapat menghasilkan keuntungan ekonomis. Silvofishery adalah suatu bentuk usaha terpadu antara budidaya pohon bakau dan budidaya perikanan air payau. Sistem ini merupakan budidaya perairan yang biayanya relatif rendah. Pendekatan terpadu terhadap konservasi dan pemanfaatan sumbedaya hutan bakau memberikan kesempatan untuk mempertahankan kondisi kawasan hutan bakau tetap bagus sementara budidaya perairan payau dapat menghasilkan keuntungan ekonomis. Faktor penting lainnya adalah teknologi ini menawarkan alternatif yang praktis untuk tambak yang lain dari yang ada, yang seringkali tidak berkelanjutan (un sustainable). Silvofishery menganekaragaman produk dari daratan dan perairan dalam kerangka kerja yang ramah lingkungan dalam ekosistem hutan bakau
(Hikmawati, 2000 dalam Harahab, 2010)
Pemanfaatan mangrove secara lestari melalui pola silvofishery memberikan dampak ekologis yang baik: Kesuburan substrat (kandungan N, P, K) tambak silvofishery model empang parit (masih ada mangrove) yang relatif lebih tinggi dibandingkan tambak biasa (tanpa mangrove) Dalam substrat tambak biasa mengandung bahan pencemar berbahaya merkuri 16 kali lebih besar dibandingkan substrat mangrove dan 14 kali lebih besar dari tambak empang parit Dari aspek keanekaragaman makhluk hidupnya, tambak empang parit (silvofishery) memiliki kemiripan komunitas phytoplankton dan benthos yang lebih tinggi dengan mangrove asli dibandingkan tambak biasa (non silvofishery) Dengan demikian pemanfaatan mangrove dengan pola silvofishery menampakkan keragaan (performa) ekologis yang lebih baik.
Perencanaan
Tata Ruang Kawasan pantai (garis pantai) merupakan batas di daratan yang berbatasan langsung dengan kawasan perairan. Pemanfaatan ruang diutamakan bagi kegiatan yang berhubungan dengan kawasan perairan. Pemanfatan ruang diutamakan bagi kegiatan yang berhubungan dengan aktivitas di perairan, seperti pertambakan, pelabuhan, industri kelautan dan lain-lainnya.
Kemampuan daya dukung ruang, kemampuan daya dukung yang dimaksud adalah seberapa besar ruang tersebut dapat berproduksi secara optimal dengan tidak memberikan dampak negatif terhadap lingkungan, sehingga kelestarian produksi tetap terjamin. Lokasi pertambakan sebaiknya jauh dari pengaruh limbah indutri, pertanian, pelabuhan, pertambangan dan sebagainya. Terletak pada kawasan yang mudah memperoleh air bersih dan arus yang kuat untuk memperlancar/pengenceran pembuangan limbah. Faktor-faktor fisik dan hidro-oceanografi sangat mempengaruhi terhadap budidaya tambak, antara lain : topografi, kualitas tanah, subtrat, klimatologi, faktor hidro oceanografi (temperatur, salinitas, kadar oksigen terlarut, kadar nitrat dan nitrit. pola arus, arus pasang surut, derajat keasaman, kecerahan). Pemilihan lokasi pada kawasan mangrove dapat ditempatklan sebagai kawasan jalur hijau (green belt) dan harus diapit oleh aliran air yang masuk (river inflow) dan aliran air yang keluar (river outflow). Dengan demikian kawasan mangrove sebaiknya dieksploitasi seminimal mungkin.
Penetapan kawasan pertambakan harus mempertimbangkan perbedaan pasang surut air laut yang ideal. Kawasan pantai yang memiliki stok kekayaan ikan yang tinggi hendaknya dijaga dan dipertahankan sehingga fungsinya sebagai areal perikanan dapat dikembangkan secara penuh. Perencanaan areal pertambakan hendaknya tidak mengganggu saluran drainase dan tidak menimbulkan dampak yang merugikan seperti perembesan air asin kearah pedalaman. Pelaksanaan pembangunan pertambakan harus mampu mencegah terbentuknya sarang penyakit seperti malaria dan filariasis. Perencanaan areal pertambakan diarahkan pada lokasi yang hanya mengalami sedikit tekanan perubahan lingkungan dan harus diproteksi dari usaha-usaha lain selain pertambakan.
Kelas Daya Dukung
Definisi dan Rekomendasi
Daya Dukung Tinggi (Skor 734 ≥ n ≥ 510)
Yaitu apabila lahan tidak mempunyai pembatas yang berarti untuk mempertahankan tingkat pemanfaatan yang harus diterapkan, juga tidak berarti terhadap produksinya. Arahan teknologi yang dianjurkan : a. Teknologi sederhana harus diprioritaskan dengan besar prosentase tidak kurang dari 50 % dari areal pertambakan yang tercover b. 50 % areal lebihnya adalah pembagian secara bebas antara teknologi maju dan madya
Daya Dukung Sedang (Skor 509 ≥ n ≥ 393)
Yaitu apabila lahan mempunyai pembatas yang agak berarti untuk mempertahankan tingkat pemanfaatan yang harus diterapkan. Pembatas akan mengurangi produksi dan meningkatkan masukan yang diperlukan. Arahan teknologi yang dianjurkan : a. 20 – 75 % dari areal pertambakan menggunakan teknologi sederhana b.25 – 80 % dari areal pertambakan menggunakan teknologi madya, dan c. 0 % dari areal pertambakan menggunakan teknologi maju.
Daya Dukung Rendah (Skor 392 ≥ n ≥ 285)
Yaitu apabila lahan mempunyai pembatas yang berarti atau serius untuk mempertahankan tingkat pemanfaatan yang harus diterapkan. Pembatas akan mengurangi produksi dan lebih meningkatkan masukan yang diperlukan. Arahan teknologi yang dianjurkan : Upaya pengembangan sebagai daerah penyangga ataupun upaya konservasi.
Pengelolaan konservasi wilayah pesisir tidak terlepas dari pengelolaan sumberdaya pesisir secara keseluruhan. Konservasi sumberdaya wilayah pesisir adalah upaya melindungi melestarikan dan memanfaatkan sumberdaya untuk menjamin keberadaan, ketersediaan dan kesinambungan bagi generasi sekarang maupun yang akan datang. Dukungan kebijakan kebijakan nasional dalam pengembangan kawasan konservasi pesisir dibuat secara menyeluruh dan terpadu serta mempertimbangkan desentralisasi dalam pelaksanaannya a. undang-undang nomor 27 tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. b. UU No. 32 Tahun 2004
Implikasi UU No. 32 Tahun 2004
implikasi UU No.32 Tahun 2004 terhadap pengelolaan sumberdaya pesisir secara berkelanjutan yaitu : 1.
2.
Implikasi sinergis, apabila setiap pemerintah dan masyarakat di wilayah otonomi menyadari arti penting dari pengelolaan suberdaya pesisir secara berkelanjutan, sehingga pemanfaatan sumberdaya pesisir dilakukan secara bijaksana dengan menerapkan kaidah-kaidah pembangunan berkelanjutan. Implikasi negatif akan muncul apabila setiap daerah berlomba mengeksploitasi sumberdaya pesisir tanpa memperhatikan kaidah-kaidah pembangunan berkelanjutan.
Pelestarian dan Perlindungan Sumberdaya Pesisir seperti hutan mangrove Perencanaan dan Pelaksanaan Program Sabuk Hijau Mangrove di wilayah pesisir termasuk mengembalikan lahan-lahan pesisir yang rusak Mengokohkan aturan-aturan di masyarakat yang mendukung pelestarian sumberdaya pesisir Mengembangkan dan menyebarluaskan keberhasilan daerahdaerah yang telah berhasil menyelamatkan lingkungan pesisir ke daerah lainnya Mensupport para tokoh penyelamat lingkungan di wilayah-wilayah pesisir bukan hanya penghargaan tetapi juga bantuan riil baik kepada pribadinya maupun dukungan terhadap kekontinyuan kegiatan lingkungan selanjutnya Rehabilitasi lahan tambak dengan sistem silvofishery dan pendampingan secara berkesinambungan Pengendalian Alih Fungsi Lahan di Wilayah Pesisir Harmonisasi semua pihak yang terlibat dalam pengelolaan wilayah pesisir
upaya-upaya pengembangan pengelolaan yaitu melalui kolaborasi antara masyarakat dengan pemerintah atau co-management sehingga kelemahan yang ada bisa diatasi dan pengelolaan bisa lebih efektif. Memberi pengakuan dan revitalisasi (penghidupan kembali) praktik-praktik pengelolaan sumberdaya pesisir yang sangat mendukung kelestarian sumberdaya alam yang selama ini dilakukan oleh masyarakat Penguatan kelembagaan baik lembaga adat maupun kelompok masyarakat untuk memperkuat pengawasan
Biasane, 2004. Konstruksi Kearifan Tradisional Dalam Pengelolaan Perikanan Berkelanjutan Dahuri, et.al, 2008. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir Dan Lautan Secara Terpadu, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, 2008 Fandeli, dkk. 2006. Audit Lingkungan. Gajah Mada University Press. Yogyakarta Gunawan,H, Chairil Anwar, Reny Sawitri, dan Endang Karlina. 2007. Status Ekologis Silvofishery Pola Empang Parit Di Bagian Pemangkuan Hutan Ciasem-Pamanukan, Kesatuan Pemangkuan Hutan Purwakarta. Jurnal Penelitian Hutan Konservasi Alam Vol. IV No. 4 : 429-439, 2007 Harahab, N. 2010. Penilaian Ekonomi Ekosistem Hutan Mangrove dan Aplikasinya dalam Perencanaan Wilayah Pesisir.Graha Ilmu.Yogyakarta Nikijuluw, 2002. Rezim Pengelolaan Sumberdaya Perikanan. PT Pustaka Cidesindo. Jakarta Saparinto, C.2007. Pendayagunaan Ekosistem Mangrove. Penerbit Dahara Prize. Semarang Susanto dan Sri Murwani. 2006. Analisis Secara Ekologis Tambak Alih Lahan Pada Kawasan Potensial Untuk Habitat Kepiting Bakau (Scylla sp). Seminar Nasional Limnologi 2006 Widya Graha LIPI Jakarta, 5 September 2006 UU No.27 tahun 2007 UU No.32 Tahun 2009