Muqorobin
KONSEP PENDIDIKAN BERKELUARGA DALAM KITAB ‘UQUDULLIJAIN RELEVANSINYA DENGAN PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA Muqorobin Instansi Abstract This study is an attempt to know (1) biography of the author of the book 'Uqudullijain. (2) the attitude of Nawawi in the book 'Uqudullijain. (3) Relevancy of the concept of family in the book 'Uqudullijain with Islamic education in Indonesia. This study use induction and deductive method to analyze the data. The research findings indicate that family education in the book "Uqudullijain offered Nawawi have relevance in his day, is not relevant when applied to contemporary and necessary to adjust in order to remain relevant. While the answer to the above question is in accordance with the results of the study are as follows: (1) Nawawi’s thought is said to be very traditionalist, it is influenced by the time she concocted since 114 years ago, so the method used and culture the current was very supportive of Nawawi to pour the thought that is traditionalist. (2) Nawawi’s attitude look too superiorized to male and curb the rights and degrading women, but there is little his opinion that respects women. He was also seen in interpreting a verse of the Koran textually different from the contextual contemporary interpreters. (3) the book 'Uqudullijain was relevant at the time of authorship, but because times are kept so the advance then it is possible a content of the book is irrelevant, so that should do reshuffle and adjustment, in order to keep abreast of the Age and the demands of human needs. Keywords: married education, ‘Uqudullijain, Nawawi Pendahuluan Rumah tangga merupakan markas atau pusat dimana denyut pergaulan hidup menggetar, dia merupakan susunan
yang hidup
mengekalkan keturunan. Sebenarnya rumah tangga adalah alam pergaulan manusia yang sudah diperkecil. Bukanlah di rumah tangga itu lahir dan tumbuh pula apa yang disebut kekuasaan, agama, pendidikan, hukum dan perusahaan. Keluarga adalah jamaah yang bulat, teratur dan sempurna
MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________
163
Konsep Pendidikan Berkeluarga Dalam Kitab ‘Uqudullijain Relevansinya Dengan Pendidikan Islam Di Indonesia
(Leter, 1985: 2). Berumah tangga merupakan tuntutan fitrah manusia sebagai makhluk sosial. Dalam sebuah keluarga, minimal terdiri atas seorang suami dan seorang istri yang selanjutnya muncul adanya anak atau anak-anak Keluarga muslim atau rumah tangga muslim adalah bagian utama dalam kehidupan kaum muslim. Karena keluarga memiliki peran terbesar dalam mencetak dan menumbuhkan generasi masa depan pilar utama dan perisai penyelamat bagi negara. Keluarga merupakan pondasi awal dari bangunan masyarakat dan bangsa. Oleh karena itu, keselamatan dan kemurnian rumah tangga adalah faktor penentu bagi keselamatan dan kemurnian masyarakat, serta sebagai penentu kekuatan, kekokohan, dan keselamatan dari bangunan negara. Jadi, intinya bahwa apabila bangunan sebuah rumah tangga hancur maka sebagai konsekuensinya masyarakat serta negara bisa juga akan turut hancur. Maka, sudah seharusnya di dalam sebuah keluarga juga dibutuhkan adanya seorang pemimpin keluarga yang tugasnya membimbing dan mengarahkan sekaligus mencukupi kebutuhan baik itu kebutuhan yang sifatnya dhohiriyah dan batiniyah di dalam rumah tangga tersebut agar terbentuk keluarga yang sakinah, mawaddah wa rahmah. Di dalam al-Qur‟an disebutkan bahwa suami atau ayahlah yang mempuyai tugas memimpin keluarganya. Seperti yang tertuang dalam QS. An-nisa‟: 34: علَ ٰى بَ ْعض ض ُه ْم ض َل َّ َسآءِ بِ َما ف َالر َجا ُل قَ ّٰو ُمون َّ ِّ ِ َ َ َّللاُ بَ ْع َ َ ِِّعلَى الن ٰ ۟ َُوبِ َما ٓ أَنفَق ْ ٰ ِّ َ ٰ ب بِ َما ّٰ وا مِ ْن أ ْم ٰو ِل ِه ْم ۚ فَال ِ ص ِلحٰ تُ قنِتتٌ حٰ فِظتٌ ِللغَ ْي ُ ُوََ ُ َُّن فَ ِع َ َح ِف ُ َُّللاُ ۚ َوالّٰتِى تَََافُونَ ن ظوُ َُّن َوا ُْ ُج ُروُ َُّن فِى ظ َّ ۟ َ ا َ َ ُ ْ َّ ُ َ َ َ َّ َ ۗ سبِيَل عل ْي ِهن اجعِ َواض ِْربُوُُن ۖ فإِن أط ْعنَك ْم فَل ت ْبغوا ِ ض َ َ ْال َم َ ﴾٤٣:يرا ﴿النساء إِ َّن ََّللاَ َكان َّ ع ِليًّا َكبِ ا َ “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh Karena Allah Telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan Karena mereka (laki-laki) Telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. sebab itu Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara 164
_________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009
Muqorobin
diri[289] ketika suaminya tidak ada, oleh Karena Allah Telah memelihara (mereka)[290]. wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya[291], Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya[292]. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar.” Dan juga yang terdapat dalam QS. An-nisa‟: 24: ْ سآءِ إِ ََّّل َما َملَك ِ َّ علَ ْي ُك ْم ۚ َوأُحِ َّل َّللا ب َ َ َت أَيْمٰ نُ ُك ْم ۖ ِك ٰت َ ِِّص ٰنتُ مِ نَ الن َ َْو ْال ُمح ۟ ٰ َ َ غي َْر ُمسٰ فِحِ ينَ ۚ فَ َما َ َصنِين ِ ْلَ ُكم َّما َو َرا ٓ َء ذ ِل ُك ْم أن ت َ ْبتَغُوا بِأ ْم ٰو ِل ُكم ُّمح علَ ْي ُك ْم فِي َما ُجنَا َح ضةا ۚ َو ََّل َ َ ورُ َُّن فَ ِري َ ا ْست َْمت َ ْعتُم بِهِۦ مِ ْن ُه َّن فَـَٔاتُوُ َُّن أ ُ ُج ﴾٤٣:َحكِي اما ﴿النساء علِي اما ض ِة ۚ ِإ َّن ض ْيتُم ِبهِۦ مِ ۢن بَ ْع ِد ََّللا َكان َ َ ْالف َِري َ ت َٰر َ َّ “Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki (Allah Telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu. dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari isteri-isteri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina. Maka isteri-isteri yang Telah kamu nikmati (campuri) di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban; dan tiadalah Mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang kamu Telah saling merelakannya, sesudah menentukan mahar itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha bijaksana.” Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang Maha Esa (Leter, 1985: 11). Didalam Alqur‟an tujuan perkawinan dijelaskan sebagai berikut, sesuai dengan firman Allah SWT QS. Ar-rum: 21: ََلَقَ لَ ُكم ِ ِّم ْن أَنفُ ِس ُك ْم أ َ َْ ٰو اجا ِلِّت َ ْسكُنُ ٓو ۟ا إِلَ ْي َها َومِ ْن َء ٰايتِ ِهۦٓ أ َ ْن ٰ ِّ ََل َء ٰايت ِلقَ ْوم يَتَفَ َّك ُرون ََو َجعَ َل بَ ْينَ ُكم َّم َو َّدة ا َو َرحْ َمةا ۚ ِإ َّن فِى ذلِك ﴾٤٢:﴿الروم
MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________
165
Konsep Pendidikan Berkeluarga Dalam Kitab ‘Uqudullijain Relevansinya Dengan Pendidikan Islam Di Indonesia
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang.Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” Keluarga adalah amanat ilahi yang harus dipelihara dan dibina dengan baik sebagai tiang kehidupan masyarakat dan bangsa dalam menyiapkan
generasi
penerus,
karena
itu
agama
Islam
sangat
menitikberatkan kepada mutu (kualitas) suatu keluarga, sehingga dengan demikian akan terbentuk rumah tangga yang utuh, kuat, berbadan sehat dan berpikir jernih, mampu menghadapi tantangan kehidupan (Leter, 1985: 45). Untuk itu sebagai umat Islam hendaknya kita kembali ke tradisi Rasulullah SAW dalam hal membina rumah tangga, seperti yang tertuang dalam kitab Uqudullijain yaitu kitab karangan Syekh Muhammad Nawawi. Di dalam kitab tersebut di termuat tata cara berkeluarga yang baik sesuai ajaran Rasullulah.
Dalam
penelitian
ini
penulis
ingin
menunjukkan
bagaimananakah etika yang baik dalam kehidupan berkeluarga sesuai kitab „Uqudullijain. Penulis berharap penelitian ini bisa menjadi acuan dalam membina rumah tangga yang sakinah, mawaddah wa rahmah sesuai dengan ajaran Rasulluah. Dan penulis berharap semoga kehidupan rumah tangga muslim bisa berjalan sesuai normanorma agama. Jadi, untuk tujuan ini penulis tertarik memberi judul penelitian “KONSEP PENDIDIKAN BERKELUARGA
DALAM
KITAB
‘UQUDULLIJAIN
KARYA
SYAIKH MUHAMMAD NAWAWI RELEVANSINYA DENGAN PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA.
Permasalahan 1. Bagaimana biografi pengarang kitab „Uqudullijain ?
166
_________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009
Muqorobin
2. Bagaimana sikap Syaikh Nawawi dalam kitab „Uqudullijain ? 3. Bagaimana relevansi konsep berkeluarga dalam kitab „Uqudullijain dengan pendidikan Islam di Indonesia ?
Tinjauan Pustaka A. Riwayat Hidup Syeikh Muhammad Nawawi 1.
Masa Kecil Syekh Muhammad Nawawi, lahir di Banten, pada tahun 1230
H/1813 M. Nama aslinya adalah Muhammad Nawawi Bin Umar Bin Arabi. Ia disebut juga Nawawi Al-Bantani. Di kalangan keluarganya, Syekh Nawawi Al Jawi dikenal dengan sebutan Abdul Mu‟ti. Ayahnya bernama KH. Umar Bin Arabi, seorang ulama dan penghulu di Tanara Banten. Ibunya Jubaidah, penduduk asli Tanara. Dari silsilah keturunan ayahnya, Syekh Nawawi merupakan salah satu keturunan Maulana Hasanuddin (Sultan Hasanuddin), putra Maulana Syarif Hidayatullah (Depag, 1992: 422). Syekh Nawawi terkenal sebagai salah seorang ulama besar di kalangan umat Islam internasional. Ia dikenal melalui karya-karya tulisnya. Beberapa julukan kehormatan dari Arab Saudi, Mesir dan Suriah diberikan kepadanya, seperti Sayid ulama Al-Hedzjaz, Mufti dan Fakih. Dalam kehidupan sehari-hari ia tampil dengan sangat sederhana. Sejak kecil Syekh Nawawi telah mendapat pendidikan agama dari orang tuanya. Mata pelajaran yang diterimanya antara lain bahasa Arab, fikih dan ilmu tafsir. Selain itu ia belajar pada kyai Yusuf di Purwakarta. Pada usia 15 tahun ia pergi menunaikan ibadah haji ke Makkah dan bermukim di sana selama 3 tahun. Di Makkah ia belajar pada beberapa orang Syekh yang bertempat tinggal di Masjidil Haram, seperti Syekh Ahmad Nahrawi, Syekh Ahmad Dimyati dan Syekh Ahmad Zaini Dahlan. Ia juga pernah belajar di Madinah di bawah bimbingan Syekh Muhammad Khatib Al- Hanbali. MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________
167
Konsep Pendidikan Berkeluarga Dalam Kitab ‘Uqudullijain Relevansinya Dengan Pendidikan Islam Di Indonesia
Sekitar tahun 1248 H/1831 M ia kembali ke Indonesia. Di tempat kelahirannya ia membina pesantren peninggalan orang tuanya. Karena situasi politik yang tidak menguntungkan, ia kembali ke Makkah setelah 3 tahun berada di Tanara dan menuruskan belajarnya di sana. Sejak keberangkatannya yang kedua kalinya ini Syekh Nawawi tidak pernah kembali ke Indonesia. Beliau menetap di sana hingga akhir hayatnya. Beliau meninggal pada tanggal 25 Syawal 1314 H atau tahun 1897 M. Beliau wafat dalam usianya yang ke-84 tahun di tempat kediamannya yang terakhir yaitu kampung Syiib Ali Makkah (Depag, 1992: 423). Jenazahnya dikuburkan di pekuburan Ma‟la, Makkah, berdekatan dengan kuburan Ibnu Hajar dan Siti Asma Binti Abu Bakar Shiddiq. Beliau wafat pada saat sedang menyusun sebuah tulisan yang menguraikan Minhaj Ath-Thalibin-nya Iman Yahya bin Hasan bin Husain bin Muhammad bin Jama‟ah bin Hujam An-Nawawi (Hasan, 1987: 39). Menurut catatan sejarah di Makkah ia berupaya mendalami ilmuilmu agama dari para gurunya, seperti Syekh Muhammad Khatib Sambas, Syekh Abdul Gani Bima, Syekh Yusuf Sumulaweni dan Syekh Abdul Hamid Dagastani. Dengan bekal pengetahuan agama yang telah ditekuninya selama lebih kurang 30 tahun, Syekh Nawawi setiap hari mengajar di Masjidil Haram. Murid-muridnya berasal dari berbagai penjuru dunia. Ada yang berasal dari Indonesia, seperti KH. Khalil (Bangkalan, Madura), KH. Asy‟ari (Jombang, Jawa Timur). Ada pula yang berasal dari Malaysia, seperti KH. Dawud (Perak). Ia mengajarkan pengetahuan agama secara mendalam kepada murid-muridnya, yang meliputi hampir seluruh bidang. Di samping membina pengajian, melalui murid-muridnya, Syekh Nawawi memantau perkembangan politik di tanah air dan menyumbangkan ide-ide dan pemikirannya untuk kemajuan masyarakat Indonesia. Di Makkah ia aktif membina suatu perkumpulan yang disebut Koloni Jawa, yang 168
_________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009
Muqorobin
menghimpun masyarakat Indonesia yang berada di sana. Aktivitas koloni Jawa ini mendapat perhatian dan pengawasan khusus dari pemerintahan kolonial Belanda. Syekh Nawawi memliki beberapa pandangan dan pendirian yang khas. Diantaranya, dalam menghadapi pemerintahan kolonial, ia tidak agresif atau reaksioner. Namun demikian ia sangat anti bekerja sama dengan pihak kolonial dalam bentuk apapun. Ia lebih suka mengarahkan perhatiannya pada pendidikan, membekali murid-muridnya dengan jiwa keagamaan dan semangat untuk menegakkan kebenaran. Adapun terhadap orang kafir yang tidak menjajah, ia membolehkan umat Islam berhubungan dengan mereka untuk tujuan kebaikan dunia. Ia memandang bahwa semua manusia adalah saudara, sekalipun dengan orang kafir. Ia juga menganggap bahwa pembaharuan dalam pemahaman agama perlu dilakukan untuk terus menggali hakikat kebenaran. Dalam menghadapi tantangan zaman, ia memandang umat Islam perlu menguasai berbagai bidang keterampilan atau keahlian ia memahami “Perbedaan Umat adalah Rahmat” dalam konteks keragaman kemampuan dan persaingan untuk kemajuan umat Islam. Dalam bidang syariat, ia mendasarkan pandangannya pada Al-Qur‟an, Hadist, Ijmak, dan Qiyas. Ini sesuai dengan dasar-dasar syari‟at yang dipakai oleh Iman Syafi‟i. Mengenai Ijtihad dan Taklid, ia berpendapat bahwa yang termasuk Mujtadhid (ahli ijtihad) mutlak ialah Imam Syafi‟i, Imam Hanafi, Imam Malik dan Imam Hambali. Bagi mereka haram bertaklid, sedangkan orangorang selain mereka, baik sebagai mujtahid Fi-Al Mazhab, Mujtahid Al- Mufti, maupun orang-orang awam/ masyarakat biasa, wajib taklid kepada salah satu mazhab dari mujtahid mutlak (Aziz, 1994: 23).
MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________
169
Konsep Pendidikan Berkeluarga Dalam Kitab ‘Uqudullijain Relevansinya Dengan Pendidikan Islam Di Indonesia
2.
Perjalanan Hidup dan Gelarnya Syeikh Nawawi memiliki kelebihan yang sangat hebat dalam dunia
keulamaan melalui karya-karya tulisnya, maka kemudian ia diberi gelar Imam Nawawi kedua (Nawawi ats-Tsani). Orang pertama memberi gelar ini adalah Syeikh Wan Ahmad bin Muhammad Zain al-Fathani. Gelar ini akhirnya diikuti oleh semua orang yang menulis riwayat ulama asal dari Banten ini. Sekian banyak ulama dunia Islam sejak sesudah Imam Nawawi pertama, Muhyiddin Abu Zakaria Yahya bin Syirfu (wafat 676 Hijrah/1277 Masehi) hingga saat ini, belum pernah ada orang lain yang mendapat gelaran Imam Nawawi kedua, kecuali Syeikh Nawawi yang kelahiran Banten (Imam Nawawi al-Bantani). Meskipun demikian masyhurnya nama Nawawi al-Bantani, namun beliau adalah sosok pribadi yang sangat tawadhu‟. Terbukti kemudian, meskipun Syeikh Nawawi al-Bantani diakui alim dalam semua bidang ilmu keIslaman, namun dalam dunia tarekat para sufi, tidak pernah diketahui Beliau pernah membaiat seorang murid pun untuk menjadi pengikut thariqah. Hal ini dikarenakan, Syeikh Ahmad Khathib Sambas (Kalimantan), guru Thariqah Syeikh Nawawi al-Bantani, tidak melantiknya sebagai seorang mursyid Thariqat Qadiriyah- Naqsyabandiyah. Sedangkan yang dilantik ialah Syeikh Abdul Karim al- Bantani, sepupu Syeikh Nawawi alBantani, yang sama-sama menerima thariqat itu dari Syeikh Ahmad Khathib Sambas. Tidak diketahui secara pasti penyebab Nawawi al-Bantani tidak dibaiat sebagai Mursyid. Syeikh Nawawi al-Bantani sangat mematuhi peraturan, sehingga Beliau tidak pernah melantik seorang pun di antara para muridnya, walaupun sangat banyak di antara mereka yang menginginkan untuk menjalankan amalanamalan thariqah. Berkat kepakarannya, beliau mendapat bermacam-macam gelar. Di antaranya yang diberikan oleh Snouck Hourgronje, yang menggelarinya sebagai Doktor Ketuhanan. 170
_________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009
Muqorobin
Kalangan Intelektual masa itu juga menggelarinya sebagai al-Imam wa alFahm al-Mudaqqiq (Tokoh dan pakar dengan pemahaman yang sangat mendalam). Syaikh Nawawi bahkan juga mendapat gelar yang luar biasa sebagaia al-Sayyid al-„Ulama al-Hijâz (Tokoh Ulama Hijaz). Yang dimaksud dengan Hijaz ialah Jazirah Arab yang sekarang ini disebut Saudi Arabia. Sementara para Ulama Indonesia menggelarinya sebagai Bapak Kitab Kuning Indonesia (http://www.assafi-alfurqon.cocc/2010/10/biografisyaikh-nawawi-tanaraal. html).
B. Riwayat Pendidikan Syaikh Muhammad Nawawi Syaikh Nawawi hidup di kalangan ulama dan pada masa kanakkanak beliau belajar ilmu agama bersama saudara-saudaranya dari ayahnya sendiri. Ilmu-ilmu yang dipelajari meliputi pengetahuan tentang bahasa, fiqih dan tafsir. Dari pengetahuan dasarnya itu, mendorong beliau untuk meneruskan pelajarannya ke bebeapa pesantren di Pulau Jawa. Pendidikan Syaikh Nawawi sebenarnya di latar belakangi oleh minat dan semangat dari Imam Syafi‟i yaitu imam besar yang wafat pada tahun 204 H. Beliau mempunyai makalah yang tertulis sebagaimana pertanyaan di bawah ini: “Tidak layak bagi orang-orang yang berakal dan berilmu. Untuk mencari ilmu tinggalkanlah negerimu, dan berkenanlah, engkau pasti akan menemukan pengganti orang-orang yang kamu cintai, bersusah payahlah karena sesungguhnya ketinggian derajat dan kehidupan bisa dicapai dengan kesusahan payahan” (Hasan, 1987: 40). Pemikiran di atas nampaknya memacu Nawawi untuk selalu mengembara meninggalkan tanah airnya dan mendalami berbagai macam ilmu pengetahuan, terutama ilmu agama Islam. Nawawi manjadi terkenal di Indonesia karena beliau pandai menerangkan kata-kata bahasa arab yang artinya tidak jelas dan sulit. Sebagaimana yang tertulis dalam syair MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________
171
Konsep Pendidikan Berkeluarga Dalam Kitab ‘Uqudullijain Relevansinya Dengan Pendidikan Islam Di Indonesia
keagamaan. Kemasyhuran beliau karena karyanya yang banyak beredar di Negera Arab. Namun sebagian besar faham beliau berpijak pada Madzhab Syafi‟iyah. Di Kairo misalnya beliau terkenal dengan tafsirannya, sehingga beliau dijuluki dengan sebutan Sayyid „ulama Hijaz. Secara kronologis, pendidikan Nawawi dari berbagai sumber tidak dijelaskan secara rinci. Hanya saja ada sebagian sumber mengatakan bahwa cara berguru beliau berpindah-pindah dari satu guru ke guru yang lain. Guruguru beliau yang terkenal adalah Sayyid Ahmad Nahrawi, Sayyid Ahmad Dimyati dan Ahmad Zaini Dahlan. Ketiganya ini guru beliau yang berada di Makkah. Sedangkan di Madinah beliau belajar pada Muhammad Khatib Al Hambali. Dan selanjutnya beliau melanjutkan pelajarannya pada ulamaulama besar di Mesir dan Syam (Syiria) (Hasan, 1987: 41).
Metode Penelitian Melalui riset perpustakaan untuk mengkaji sumber-sumber tertulis yang telah dipublikasikan atau belum (Arikunto, 1980: 10). Adapun sumber data dalam penelitian ini dapat digolongkan menjadi dua, yaitu: Sumber Data primer, yaitu sumber data yang langsung berkaitan dengan obyek riset yaitu Kitab „Uqudullijain (Dhahara, 1980: 60). Sumber Data Sekunder yaitu sumber data yang mengandung dan melengkapi sumbersumber data primer, adapun sumber data sekunder dalam penelitian ini adalah buku-buku atau karya ilmiah lain yang isinya dapat melengkapi data penelitian yang penulis teliti, seperti diantaranya kitab Qurrata A‟yun, Qurratul „Uyun beserta terjemahan dan karya-karya ilmiah lainnya.
Pembahasan A. Tinjauan Pendidikan Islam 1. 172
Definisi Pendidikan Islam _________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009
Muqorobin
Menurut kamus bahasa Arab, lafadz at-Tarbiyah berasal dari tiga kata: Pertama: raba yarbu yang berarti: bertambah dan tumbuh. Kedua: rabiya yarba yang berarti: menjadi besar. Ketiga: rabba yarubbu yang berarti:
memperbaiki,
menguasai
urusan,
menuntun,
menjaga
dan
memelihara (Abdurrahman, 1996: 30-31). 2.
Hakikat pendidikan Hakekat pendidikan adalah usaha orang dewasa secara sadar untuk
memimbing dan mengembangkan kepribadian serta kemampuan dasar anak didik baik dalam bentuk pendidikan formil dan non-formil. Jadi dengan kata lain, pendidikan pada hakikatnya adalah ikhtiar manusia untuk membantu dan mengarahkan fitrah manusia supaya berkembang sampai kepada titik maksimal yang dapat dicapai sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan (Arifin, 1977: 12). 3.
Hubungan antara Islam dengan Pendidikan Islam adalah syari‟at Allah yang diturunkan kepada umat manusia
agar mereka beribadah kepada-Nya di muka bumi. Pelaksanaan syari‟at ini menuntut adanya pendidikan manusia, sehingga dia pantas untuk memikul amanat dan menjalankan khilafah. Pendidikan yang dimaksud adalah pendidikan Islam. Syari‟at Isalm hanya dapat dilaksanakan dengan mendidik diri, generasi dan masyarakat supaya beriman dan tunduk kepada Allah semata serta selalu mengingat-Nya. Oleh sebab itu, pendidikan Islam menjadi kewajiban orang tua dan guru di samping menjadi amanat yang harus dipikul oleh satu generasi untuk disampaikan kepada generasi berikutnya dan dijalankan oleh para pendidik dalam mendidik anak-anak. Barang siapa menghianati amanat ini, menyimpang dari tujuannya, menyalahtafsirkannya, atau mengubah kandungannya, maka nerakalah baginya (Abdurrahman, 1996: 37-38).
MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________
173
Konsep Pendidikan Berkeluarga Dalam Kitab ‘Uqudullijain Relevansinya Dengan Pendidikan Islam Di Indonesia
B. Analisis Konsep Pendidikan Berumah Tangga menurut Syaikh Nawawi dalam Kitab ‘Uqudullijain Analisis di sini sama sekali tidak dimaksudkan sebagai koreksi atau pemberontakan terhadap siapapun. Kehadirannya didasari pada kontek zaman bahwa kebenaran pada suatu pemikiran akan diperoleh jika senantiasa dihadapkan dengan realitas kehidupan sosial khususnya di Indonesia. Kita tidak akan tahu apakah kebenaran tersebut dapat diterapkan untuk rentang waktu lama dan mampu menjawab persoalan-persoalan yang muncul. Analisis yang pertama dimulai dari bagian pertama yang telah disebutkan dalam bab tiga yaitu tentang kedudukan seorang istri dimata suami. Menurut Syaikh Nawawi kedudukan seorang istri dimata suami itu sedikit lebih rendah, dengan alasan karena kaum laki-laki sebagai pemimpin bagi kaum wanita. Maksudnya, bahwa kaum laki-laki harus menguasai dan mengurus keperluan istri termasuk mendidik budi pekerti mereka. Allah melebihkan kaum laki-laki atas kaum wanita karena tanggung jawab lakilaki (suami) memberikan harta kepada kaum wanita (istri) dalam pernikahan, seperti maskawin dan nafkah. Syaikh Nawawi mendasarkan hal itu dengan firman Alloh dalam QS. Al- Baqarah: 228: Artinya: “Dan mereka mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. akan tetapi Para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya” Pendapat Nawawi tersebut dapat di analisis dengan pendapat para ulama Indonesia sekarang bahwa wanita dalam Islam mendapat tempat yang mulia, tidak seperti dituduhkan oleh sementara sebagian masyarakat, bahwa Islam tidak menempatkan wanita sebagai subordinat dalam tatanan kehidupan masyarakat. Kedudukan mulai kaum wanita itu ditegaskan dalam banyak hadis, di antaranya: 174
_________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009
Muqorobin
Artinya: Surga berada di bawah telapak kaki ibu
Dari kutipan sebuah hadis di atas terbukti bahwa seorang ibu ternyata juga mempunyai tanggung jawab besar terhadap keluarganya, dimulai dari mengurus rumah tangga, melayani suami, mengandung seorang anak, melahirkan seorang anak yang itu membutuhkan tenaga besar bahkan sampai nyawa taruhannya, menyusui, mendidik, dan membesarkan anaknya. Sementara suami hanya mencari nafkah saja, bahkan di zaman sekarang tidak sedikit wanita yang rela mengucurkan keringatnya untuk bekerja demi keluarganya, sampai-sampai banyak wanita yang rela bekerja ke luar negeri semata-mata ingin anak-anaknya sekolah dan tercukupi kebutuhan keluarganya sehari-hari, karena hasil pencarian nafkah suami kurang mencukupi, bahkan untuk kebutuhan makan sehari-hari saja kurang cukup. Islam memberikan hak yang sama dengan laki-laki untuk meberikan pengabdian yang sama kepada agama, nusa, bangsa dan negara. Ini ditegaskan firman Allah dalam QS. Ali Imran: 195: ٓ َ اب لَ ُه ْم َربُّ ُه ْم أَنِِّى ع َم َل عٰ مِ ل ِ ِّمنكُم ِ ِّمن ذَكَر أ َ ْو أُنث َ ٰى ضي ُع َ ِ ُ َّل أ َ فَا ْست َ َج ُ ُ ۟ ۟ ۟ ض ُكم ِ ِّم ۢن بَ ْعض ۖ فَالَّذِينَ َُا َج ُروا َوأ َْ ِر ُجوا مِ ن د ِٰي ِر ُِ ْم َوأوذُوا فِى ُ ۖ بَ ْع ۟ ُوا َوقُ ِتل ۟ ُس ِبيلِى َو ٰقتَل َجنّٰت تَجْ ِرى مِ ن س ِيِّـَٔا ِت ِه ْم َو ََل ُ ْدَِ لَنَّ ُه ْم ع ْن ُه ْم وا ََل ُ َك ِفِّ َر َّن َ َ َ َّ َ ْ ِ َّ ب ﴿آل َّللاُ عِن َدهُۥ ْاَل َ ْنهٰ ُر ث َواباا ِ ِّمن عِن ِد تَحْ تِ َها َّ َّللا ۗ َو ِ ُح ْسنُ الث َوا ﴾٢٩١:عمران Artinya: Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman): "Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain. Maksudnya sebagaimana laki-laki berasal dari laki-laki dan perempuan, Maka demikian pula halnya perempuan berasal dari laki-laki dan perempuan. kedua-duanya sama-sama manusia, tak ada kelebihan yang
MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________
175
Konsep Pendidikan Berkeluarga Dalam Kitab ‘Uqudullijain Relevansinya Dengan Pendidikan Islam Di Indonesia
satu dari yang lain tentang penilaian iman dan amalnya (Djamaluddin, 2004: 624- 625). Dari ayat dan hadis di atas adalah sebuah realita pengakuan Islam terhadap hak-hak waita secara umum dan anugrah kemuliaan dari Allah SWT. Persoalan yang muncul kemudian bahwa sekalipun Islam telah mendasari penyadaran intregatif tentang wanita tidak berbeda dalam beberapa hal dengan laki-laki, pada kenyataanya prinsip-prinsip Islam tentang wanita tersebut telah mengalami distorsi. Kita tidak bisa menutup mata bahwa masih banyak manusia yang mencoba mengingkari kelebihan yang dianugrahkan Allah SWT. Kepada wanita (Djamaluddin, 2004: 626). Dari situlah tampak jelas bahwa kedudukan wanita tiada bedanya, suami istri sama-sama mempunyai tanggung jawab besar dalam rumah tangga sesuai penuturan ayat Al-Quran dan hadis di atas, tapi sayangnya Syaikh Nawawi tetap menggunakan dalil QS. Al-Baqarah ayat 228, yang memposisikan istri lebih rendah dari suami. Pembahasan selanjutnya mengenai pendapat Syaikh Nawawi tentang ketaatan istri terhadap suami yang mengibaratkan seperti ketaatan seorang anak terhadap orang tuanya yang telah disebutkan dalam bab tiga. Suami merupakan penjaga, penanggung jawab, pemimpin, dan pendidik kaum perempuan tentu mendapatkan hak untuk ditaati segala perintahnya kecuali kemaksiatan, Padahal pendapat yang bercorak demikian pada dasarnya berhubungan dengan situasi sosio-kultural waktu Nawawi mengarang kitab „Uqudullijain sangat merendahkan kedudukan kaum perempuan. Dalam hal ini Nawawi mengambil dalil dari firman Allah SWT. QS. An-Nisa‟: 34: ٓ بَ ْعض َو ِب َما َ َح ِف ۚ َُّللا ظ َّ ۖ َواض ِْربُوُ َُّن
176
علَ ٰى ض ُه ْم ض َل َّ َسآءِ ِب َما ف َالر َجا ُل قَ ّٰو ُمون َّ ِّ ِ َ َ َّللاُ بَ ْع َ َ ِّعلَى ال ِن ٰ ۟ ُأَنفَق ْ ٰ ِّ ٰ ب بِ َما ّٰ وا مِ ْن أ َ ْم ٰو ِل ِه ْم ۚ فَال ِ ص ِلحٰ تُ قنِتتٌ حٰ فِظتٌ ِللغَ ْي ُ ُوََ ُ َُّن فَ ِع ُ َُوالّٰتِى تَََافُونَ ن اج ِع ظوُ َُّن َوا ُْ ُج ُروُ َُّن فِى ِ ض َ ْال َم
_________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009
Muqorobin
يرا َك ِب ا
ع ِليًّا َ
ََكان
َّللا َ َّ
ِإ َّن ۗ
س ِب ا يَل َ
علَ ْي ِه َّن َ
۟ ُت َ ْبغ وا
فَ ََل
َ َ فَإ ِ ْن أ ط ْعنَ ُك ْم ﴾٤٣:﴿النساء
Artinya: “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh Karena Allah Telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan Karena mereka (laki-laki) Telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. sebab itu Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh Karena Allah Telah memelihara (mereka). wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar”. Pendapat Nawawi tersebut dapat kita cermati dengan pendapat beberapa Ulama bahwa dalam menafsirkan ayat Qowwamuna berbeda dengan penafsiran Nawawi, antara lain: 1.
Menurut Fazlur Rohman, laki-laki adalah bertanggung jawab atas perempuan karena Allah telah melebihkan sebagian mereka atas sebagian yang lain karena mereka (laki-laki) memberi nafkah dari sebagian hartanya, bukanlah hakiki melainkan fungsional, artinya jika seorang istri di bidang ekonomi dapat berdiri sendiri dan memberikan sumbangan bagi kepentingan rumah tangganya, maka keunggulan suaminya akan berkurang.
2.
Aminah Wadud Muhsin yang sejalan dengan Fazlur Rahman menyatakan bahwa, superioritas itu melekat pada setiap laki-laki Qawwamuna atas perempuan, tidak dimaksudkan superior iru secara otomatis melekat pada setiap laki-laki, sebab hal itu hanya terjadi secara fungsional yaitu selama yang bersangkutan memenuhi kriteria AlQuran yaitu memiliki kelebihan dan memberikan nafkah. Ayat tersebut tidak menyebut semua laki-laki otomatis lebih utama dari perempuan. MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________
177
Konsep Pendidikan Berkeluarga Dalam Kitab ‘Uqudullijain Relevansinya Dengan Pendidikan Islam Di Indonesia
3.
Ashgar Ali Engineer berpendapat bahwa Qawwamuna disebutkan sebagai pengakuan bahwa, dalam realitas sejarah kaum perempuan pada masa itu sangat rendah dan pekerjaan domestik dianggap sebagai kewajiban, sementara laki-laki menganggap dirinya unggul karena kekuasaan dan kemampuan mencari dan memberikannya kepada perempuan. Qawwamuna merupakan pernyataan kontekstual bukan normatif.
Seandainya
Al-Quran
menghendaki
laki-laki
sebagai
Qawwamuna, redaksinya akan menggunakan pernyataan normatif dan pasti mengikat semua perempuan dan semua keadaan, tetapi Al-Quran tidak menghendaki seperti itu. Demikianlah di antara berbagai penafsir tekstual dan penafsir kontemporer terhadap QS. An-Nisa‟: 34. Sehingga kalau dihadapkan dengan realitas yang ada, maka terlihat sekarang posisi kaum laki-laki atas perempuan bersifat relatif tergantung pada kualitas masing-masing individu. Jadi ketaan istri terhadap suami bukan merupakan keharusan, tergantung pada kenyataan dan kebutuhan yang ada dalam keluarga (Istibsyaroh, 2004: 109-110). Bahasan selanjutnya mengenai pendapat Nawawi tentang kebebasan wanita keluar dari rumahnya. Menurut pendapat Nawawi bahwa seorang wanita itu dilarang keluar rumah tanpa seizin suaminya karena dihawatirkan menimbulkan fitnah, bahkan solat wanitapun harus dirumah dengan alasan menimbulkan fitnah. Nawawi mendasarkan pendapat ini dengan sebuah hadis Nabi Muhammad SAW. Artinya: “Wanita adalah aurat, maka jika ia keluar dari rumahnya, ia diawasi setan, dan wanita yang paling dekat kepada Allah adalah apabila wania itu berada dalam rumahnya.” (HR. Tirmidzi, 1384, juz. 2: 319).
178
_________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009
Muqorobin
Pendapat tersebut dapat kita teliti dengan realita zaman sekarang. Dimana Sudah tidak jarang lagi di zaman sekarang wanita-wanita menyibukkan diri di luar rumah entah itu bekerja, berlibur, berbelanja ke tokotoko besar atau untuk mencari ilmu pendidikan umum dan agama di pondok pesantren, madrasah, sekolah umum, maupun ditempat pengajian. Perintah menuntut ilmu pengetahuan atau belajar tidak hanya kepada kaum laki-laki,
tetapi
kepada
kaum
perempuan.
Masing-masing
berhak
memperoleh berbagai ilmu. Memperoleh ilmu pengetahuan merupakan elemen esensial untuk peningkatan martabat perempuan sehingga ia dapat menyempurnakan dirinya sendiri, kemudian dapat mengembangkan potensi kemanusiaanya (Istibsyaroh, 2004: 81). Kepergian wanita untuk menuntut ilmu. Rasulullah SAW bersabda: Artinya: menuntut ilmu adalah kewajiban setiap muslim Hadis di atas itu sahih, tanpa ada kata wamuslimatin. Tetapi meskipun kata muslimah tidak disebutkan termasuk juga di dalamnya muslimah atau perempuan Islam. Apabila menuntut ilmu itu wajib bagi laki-laki, maka wajib pula bagi kaum perempuan, maksudnya ilmu-ilmu yang wajib diketahui oleh kaum perempuan. Ilmu apa saja. Para Fuqoha mengatakan: Apabila ilmu itu wajib diketahui oleh kaum perempuan, maka suami berkewajiban mengajarnya. Kalau tidak dapat, maka istri berkewajiban mencari ilmu agama ke majlismajlis ta‟lim meskipun tanpa izin suaminya (Agus, 2001: 191-192). Islam juga mengizinkan wanita keluar rumah, turut berjihad dimedan
perang memerangi
musuh,
merawat
yang cedera,
serta
memberikan, serta memberikan pelayanan makan dan minum. Imam Bukhari dan Ahmad mengetengahkan sebuah hadis yang diriwayatkan dari Rabi‟ binti Mas‟ud yang mengatakan: “Kami turut berperang bersama Rasulullah, memberikan minum dan membawa para korban yang cedera menuju madinah.” (Iqbal, 2004: 111). MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________
179
Konsep Pendidikan Berkeluarga Dalam Kitab ‘Uqudullijain Relevansinya Dengan Pendidikan Islam Di Indonesia
Pekerjaan yang ada sekarang tidak semua terdapat pada masa Nabi. Namun sebagian ulama menyimpulkan bahwa Islam membenarkan perempuan aktif dalam berbagai kegitan atau secara mandiri atau bersama orang lain selama pekerjaan tersebut dilakukan dalam suasana terhormat, sopan serta dapat memelihara agamanya dan dapat pula menghilangkan dampak negatif pekerjaan tersebut terhadap diri dan lingkungannya. Atau dengan perkataan lain, yaitu perempuan mempunyai hak untuk bekerja selama ia membutuhkannya dan selama norma-norma agama dan susila tetap terpelihara. QS. An-Nisa: 32: ِ ِّم َّما
ض ُك ْم ض َل َّ ََو ََّل تَت َ َمنَّ ْو ۟ا َما ف ٌَصيب َّ ِّ ِ ِّعلَ ٰى بَ ْعض ۚ ِل ِ لر َجا ِل ن َ َ َّللاُ بِهِۦ بَ ْع ۟ ُسبْنَ ۚ َوسْـل ۟ سب ض ِل ِهۦٓ ۗ ِإ َّن وا ْ ََّللا مِ ن ف ٌَصيب ِ سآءِ ن َ َ ِ ِّم َّما ا ْكت َ ُِّوا ۖ َولِل ِن َ َ ا ْكت َ َّ َٔ ُ ﴾٤٤:علِي اما ﴿النساء َّللا َكانَ بِك ِِّل ُ َْىء َ َ َّ Artinya: Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu. Al-Sya‟rawi menegaskan: Apabila seorang istri berkeinginan
mengangkat derajat kehidupan rumah tangganya, dibolehkan bekerja dengan syarat pekerjaan yang diambil tidak melalaikan tugas domestik sebagai istri dan ibu, dan juga pekerjaan ini tidak diklaim sebagai peran dominan bagi seorang istri (Istibsyaroh, 2004: 161-164). Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa, Al-Sya‟rawi tidak melarang perempuan bekerja di luar rumah. Tetapi tugas utama perempuan adalah pekerjaan di rumah, mendidik anak, serta menjadi tempat berteduh suami di rumah. Menurut penulis, pekerjaan di rumah tidak hanya tugas perempuan atau istri, tetapi dijalankan bersama-sama antara istri istri dan suami. 180
_________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009
Muqorobin
Apalagi masalah mendidik anak, karena anak tidak hanya mengharapkan uluran tangan dari ibu saja, juga dari bapak. Demikian juga ketenangan dalam rumah tangga tercipta kalau suami-istri saling mengerti dan memahami, bukan hanya dibebankan kepada istri. Jadi keluarnya istri untuk memenuhi kebutuhan tidak ada larangan baik itu untuk mencari ilmu, bekerja, ke masjid sekalipun itu waktu malam, karena berdasar hadis Nabi Muhammad SAW. Artinya: Janganlah kamu semua melarang perempuan keluar untuk ke masjid di waktu malam hari (HR. Muslim, t.t, juz. 1:187). Pembahasan berikutnya mengenai Syaikh Nawawi dalam kitabnya menyuruh menjaga pandangan terhadap lawan jenis karena dari pandangan dapat menimbulkan birahi sehingga terjadi fitnah karena anggota badan wanita merupakan aurat. Nawawi mendasarkan hal itu dengan QS. AlAhzab: 53: ۟ ََُّل ت َ ْد َُل ى إِ ََّّلٓ أَن يُؤْ ذَنَ لَ ُك ْم إِلَ ٰى ِّ ِ ِوا بُيُوتَ النَّب ۟ ۟ ُ َ َو ٰلك ِْن إِذَا ُدعِيت ُ ْم فَا ْد َُلوا فَإِذَا طع ِْمت ُ ْم فَانتَُ ُِروا َو ََّل َّللاُ ََّل َّ ى فَيَ ْستَحْ ِىۦ مِ ن ُك ْم ۖ َو َّ ِِإ َّن ٰذ ِل ُك ْم َكانَ يُؤْ ذِى النَّب ۚ سأ َ ْلت ُ ُموُ َُّن َم ٰتعاا فَسْـَٔلُوُ َُّن مِ ن َو َرآءِ حِ َجاب ۚ َو ِإذَا َ ۟ َ ُ َ ُ ُ ٓ َ َّللا َو ِ َّ َّل سو َل ُ َوقُلُوبِ ِه َّن ۚ َو َما َكانَ لك ْم أن تؤْ ذوا َر ِ َّ عظِ ي اما َّللا مِ ۢن بَ ْع ِد ِهۦٓ أَبَداا ۚ ِإ َّن ٰذ ِل ُك ْم َكانَ عِن َد َ َ طعَام
۟ َُءا َمن وا َٰيٓأَيُّ َها الَّذِين ُغي َْر ٰنظِ ِرينَ إِن َٰٮه َ ۚ ُم ْست َـْٔنِسِينَ ِل َحدِيث ق َيَ ْستَحْ ِىۦ مِ ن ِ ِّ ْال َح ْ َ ٰذ ِل ُك ْم أ ُط َه ُر ِلقُلُوبِك ْم ۟ َ أَن ت َن ِك ُح ٓوا أ َْ ٰو َجه ُۥ ﴾١٤:﴿اَلحَاب Artinya: 53. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah- rumah Nabi kecuali bila kamu diizinkan untuk Makan dengan tidak menunggu-nunggu waktu masak (makanannya)[1228], tetapi jika kamu diundang Maka masuklah dan bila kamu selesai makan, keluarlah kamu tanpa asyik memperpanjang percakapan. Sesungguhnya yang demikian itu akan mengganggu Nabi lalu Nabi malu kepadamu (untuk menyuruh kamu keluar), dan Allah tidak malu (menerangkan) yang benar. apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (isteri- isteri Nabi), Maka mintalah dari belakang tabir. cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka. dan tidak boleh kamu menyakiti (hati) Rasulullah dan tidak (pula) mengawini isteri-
MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________
181
Konsep Pendidikan Berkeluarga Dalam Kitab ‘Uqudullijain Relevansinya Dengan Pendidikan Islam Di Indonesia
isterinya selama-lamanya sesudah ia wafat. Sesungguhnya perbuatan itu adalah Amat besar (dosanya) di sisi Allah.. Dan juga pada firman Allah QS. An-Nur: 30-31: ۟ ظ ۟ قُل ِلِّ ْل ُمؤْ مِ نِينَ يَغُض ُ َُّوا مِ ْن أَبْصٰ ِر ُِ ْم َويَحْ ف ۗ وا فُ ُرو َج ُه ْم ۚ ٰذلِكَ أ َ َْك َٰى لَ ُه ْم ﴾٤۰:صنَعُونَ ﴿النور َّللا ِإ َّن ْ َير ِب َما ي ٌ ۢ ََ ِب َ َّ ْ ْ ِّ َ ٰ ُ ْ ْ ََِّينَت َ ُهن َ َّ َّ َضضْنَ مِن أبْصٰ ِرُِن َويَحْ فَظنَ ف ُرو َج ُهن َوَّل يُ ْبدِين ِ َوقُل ِلل ُمؤْ مِ ن ُ ت يَغ ْ َ علَ ٰى ظ َه َر مِ ْن َها ۖ َوليَض ِْربْنَ بِ َُ ُم ِرُ َِّن إِ ََّّل َما َُجيُوبِ ِه َّن ۖ َو ََّل يُ ْبدِين َ َِِينَت َ ُه َّن ِإ ََّّل ِلبُعُولَتِ ِه َّن أ َ ْو َءابَآئِ ِه َّن أ َ ْو َءابَا ٓءِ بُعُولَتِ ِه َّن أ َ ْو أ َ ْبنَآئِ ِه َّن أ َ ْو أ َ ْبنَآء سآئِ ِه َّن أ َ ْو َ ِبُعُولَتِ ِه َّن أ َ ْو إِ َْ ٰونِ ِه َّن أ َ ْو بَن ِٓى إِ َْ ٰونِ ِه َّن أ َ ْو بَن ِٓى أََ َٰوتِ ِه َّن أ َ ْو ن ِّ ْ ْ َما َملَك الر َجا ِل أ َ ِو الطِ ف ِل غي ِْر أ ُ ۟ولِى َ َاْل ْربَ ِة مِن ََت أَيْمٰ نُ ُه َّن أ َ ِو التّٰبِعِين ِّ ِ ِْ ۟ ْ سآءِ ۖ َو ََّل يَض ِْربْنَ بِأ َ ْر ُج ِل ِه َّن ِليُ ْعلَ َم َما علَ ٰى الَّذِينَ لَ ْم يَظ َه ُروا ِ ع ْو ٰر َ َ َ ِِّت الن ِ َّ َجمِ يعاا أَيُّ َه َّللا ي َُْفِينَ مِ ن َِينَ ِت ِه َّن ۚ َوتُوب ُٓو ۟ا ِإلَى َْال ُمؤْ مِ نُونَ لَعَلَّ ُك ْم ت ُ ْف ِلحُون ﴾٤٢:﴿النور Artinya: 30. Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat". 31. Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka Menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah Menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung. Ketika kita mencermati Firman Allah: “Dan hendaknya mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya.” Adalah menunjukkan tidak disyariatkannya menutup wajah. Kata Al-Khimar, dalam bahasa berarti 182
_________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009
Muqorobin
penutup rambut. Sedang kata Al-Juyub, berarti dada. Imam Muqatil menafsirkan kata di atas Juyub berarti dada mereka. Ayat ini mengisyaratkan, bahwa yang wajib ditutup adalah kepala, leher dan perhiasan yang ada padanya, sebagaimana anting-anting dan kalung. Seandainya wajah juga termasuk bagian yang harus ditutup, mustinya juga disinyalirkan dalam Al- Quran (Iqbal, 2003: 162). Dari penuturan tadi dapat diambil kesimpulan bahwa wajah dan telapak tangan wanita bukan merupakan aurat, itu berarti memandang wajah tidak menjadi masalah. Setelah kita mengetahui etika berkeluarga yang ditawarkan Syaikh Nawawi tentu kita dapat menyimpulkan dan bagaimana bila diterapkan saat sekarang ini, penelitian ini sama sekali tidak dimaksudkan sebagai koreksi terhadap pendapat siapapun. Kehadirannya didasari pada pemahaman bahwa setiap pemikiran memiliki kebenaran relatif sesuai dengan realitas konteks zamannya. Kitab „Uqudullijain karya Syaikh Nawawi barang kali mempunyai relevansi
secara
penuh
pada
zamannya.
Namun
seiring
dengan
perkembangan zaman, kebenaran relatif yang memiliki relevansi pada zamannya, harus dilakukan penyesuaian agar tidak ketinggalan zaman dan tetap relevan, sehinga sesuai dengan apa yang dibutuhkan masyarakat. Kesimpulan Setelah selesainya penelitian dan analisis ini penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut: 1.
Pemikiran Syaikh Nawawi yang tertuang dalam kitab „Uqudullijain dikatakan sangat tradisionalis, itu dipengaruhi oleh waktu beliau mengarang sejak 114 tahun yang lalu, sehingga metode yang digunakan serta kultur yang berlaku saat itu sangat mendukung Syaikh Nawawi untuk menuangkan pikiranya yang bersifat tradisionalis.
MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________
183
Konsep Pendidikan Berkeluarga Dalam Kitab ‘Uqudullijain Relevansinya Dengan Pendidikan Islam Di Indonesia
2.
Sikap Syaikh Nawawi dalam kitabnya yang tertuang dalam deskripsi pendidikan berkeluarga dalam kitab „Uqudullijain secara umum terlihat terlalu mensuperiorkan laki-laki dan mengekang hak dan merendahkan wanita, namun ada sedikit pendapat beliau yang menghargai wanita. Beliau juga terlihat ada dalam menafsirkan sebuah ayat Al-Quran yang secara tekstual berbeda dengan para penafsir kontemporer yang kontekstual.
3.
Bicara masalah relevansi maka suatu karya ilmiah apapun pasti mempunyai relevansi pada zamannya masing-masing, tak bedanya kitab „Uqudullijain ini mempunyai relevansi pada waktu dikarang, tetapi karena zaman yang terus begitu majunya maka tidak menutup kemungkinan suatu isi kitabpun sudah tidak relevan lagi secara umum, sehinga harus dilakukan perombakan dan penyusaian, agar bisa mengikuti perkembangan Zaman dan tuntutan kebutuhan manusia.
Daftar Pustaka Al-Bukhori, Abi Abdillah Muhammad Bin Ismail, Matan Masykul AlBukhori, Syirkatun-Nur, Asia, T.t. Ali, Mukti, Dkk, Ensklopedi Islam di Indonesia, Depag RI, Jakarta, 1988 M. Al-Mahalli, Abu Iqbal, Mslimah Modern, LeKPIM Mitra Pustaka, An-Nadwi, Fadlil Said, Terjemah ‘Iddhotun-Nsyiin, Al-Hidayah, Surabaya, 1421 H. An-Nahlawi, Abdurrahman, Prinsip-Prinsip Dan Metoda Pendidikan Islam Dalam Keluarga, DiSekolah Dan Di Masyarakat, CV. Diponegoro, Bandung, 1996 M. __________ , Syarh “Uqudullijain Fi Bayani Huquqiz Arifin, Huungan Timbal Balik Pendidikan Agama Di Lingkungan As’ad, Aly, Terjemah Fathul Mu’in, Menara Kudus, 1979 M. At-Tirmidzi, Al-Imam Al-Hafidz Abi Isa Muhammad Bin Isa Bin Sauroh, Sunan At-Tirmidzi, Thoha Putra, Semarang, 1384 H. Az-Zahidiy, Moch Munawwir, Terjemah Risalatul Mu’awanah, PT. Mutiara Ilmu, Surabaya, 2007 M.
184
_________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009
Mahfur
KONSEP PENDIDIKAN ISLAM MENURUT MOHAMMAD NATSIR Mahfur Instansi
Abstract The research objectives of this research are: (1) What is the concept Mohammad Natsir of Islamic education?, (2) What are the cornerstone concept of thought Mohammad Natsir in Islamic education?, (3) How relevant is the idea Mohammad Natsir on the thinking of Islamic education in Indonesia today?. To answer these questions, this study used literature research. Because here is a literature review of research, the author examines the concept of thought in Mohammad Natsir with the help of books in his own writings as well as books written by others that tell about the Islamic educational thought by Mohammad Natsir. The results showed that the concept Mohammad Natsir of Islamic education that Education should be able to bring man achieve his goal, which devote themselves to God, having good character (akhlakul karimah) and got a decent living in the world. While the foundation of Islamic education is to know God, to acknowledge the ones of God and not to consider as an ally of Him. Relevance thought Mohammad Natsir to education in Indonesia today, as evidenced by the existence of public schools and Islamic school (madrasah), even schools that combine general education and religious education, as well as coordination among the schools with the holding of the National exam together. Keywords: Islamic education, concept, Mohammad Natsir Pendahuluan Banyak sekali buku-buku pendidikan yang menerangkan tentang manfaat dan tujuan pendidikan. Diantaranya yang terdapat dalam tujuan pendidikan nasional sebagaimana dirumuskan dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomer 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang bunyinya sebagai berikut: Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradapan bangsa MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________
185
Konsep Pendidikan Islam Menurut Mohammad Natsir
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahklak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia, 2005: 94). Jika kita melihat tentang tujuan pendidikan diatas, jika tugas pendidikan selain mencerdaskan bangsa juga harus hidup mandiri. Dapat kita ketahui, jika banyak lulusan dari perguruan tinggi yang masih memenuhi daftar pengangguran di Indonesia berarti pendidikan di Indonesia belum sesuai dengan apa yang dicita-citakan bangsa kita. Apalagi bila kita lihat di banyak media masa saat ini yang meliput tentang para aksi mahasiswa untuk menyerukan aspirasinya kepada pemerintahan terkesan masih kurang sesuai dengan Tujuan Pedidikan Nasional yang berkaitan dengan budi pekerti. Di tempat-tempat terjadinya demo sering terdapat kejadian
yang
dapat
meresahkan
masyarakat,
diantaranya
seperti
pemblokiran jalan, membakar ban bekas yang mengakibatkan pencemaran, dan mengganggu fasilitas umum. Muhammad Natsir mengatakan, bahwa tak ada satu bangsa yang terbelakang menjadi maju, melainkan sesudahnya mengadakan dan mamperbaiki didikan anak-anak dan pemuda-pemuda mereka. Bangsa Jepang, satu bangsa Timur yang sekarang jadi buah mulut orang seluruh dunia lantaran majunya, masih akan terus tinggal dalam kegelapan sekiranya mereka tidak mengatur pendidikan bangsa mereka; kalau sekiranya mereka tidak membukakan pintu negerinya yang selama ini tertutup rapat, untuk orangorang pintar dan ahli ilmu negeri lain yang akan memberi didikan dan
186
_________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009
Mahfur
ilmu pengetahuan kepada pemuda-pemuda mereka disamping mengirim pemudapemuda mereka keluar negeri mencari ilmu.(M. Natsir, 1954:77). Jika kita ingin membandingkan pendidikan di Indonesia dengan pendidikan di Eropa agaknya kurang begitu sesuai, dikarenakan secara setruktur wilayah sudah sangat berbeda. Jika di Eropa dan Negara-negara yang lain dapat dengan mudah mengontrol dan memberi bantuan kepada sekolah-sekolah sampai pelosok desa, karena tempatnya yang memang mudah dilalui. Berbeda dengan wilayah di Indonesia yang antara pulau satu dengan pulau yang lainnya sangat jauh, sehingga menyulitkan pemerintah untuk mengontrol dan memberikan bantuan untuk meningkatkan mutu pendidikan sekolah-sekolah di Indonesia. Tapi jika melihat Negara Jepang sebagai korban bom atom biasa keluar dari masalah yang mereka hadapi mengapa bangsa Indonesia tidak. Bila kita mulai melirik Pendidikan Islam bukan menjadi wacana yang baru bagi kalangan pemikir, pendidik dan dunia pendidikan sendiri bahwa pendidikan Islam merupakan salah satu jawaban atas ketidakteraturan sistem pendidikan yang ada pada dekade terakhir ini. Hampir di seluruh penjuru Indonesia mulai menerapkan system pendidikan Islam dalam proses pembelajaran dan pengajaran mereka. Maka bukan hal yang tabu jika orangorang non-Islam pun mulai melirik kekhasan dari pendidikan Islam. Secara garis besar, pendidikan Islam memiliki ruang lingkup yang luas. Disebutkan dalam beberapa poin, diantaranya adalah: 1.
Setiap proses perubahan menuju ke arah kemajuan dan perkembangan berdasarkan ruh ajaran Islam.
2.
Perpaduan antara pendidikan jasmani, akal (intelektual), mental, perasaan (emosi), dan rohani (spiritual).
MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________
187
Konsep Pendidikan Islam Menurut Mohammad Natsir
3.
Keseimbangan antara jasmani-rohani, keimanan-ketakwaan, pikirdzikir, ilmiah-amaliah, material-spiritual, individual-sosial, dan duniaakhirat.
4.
Realisasi dwi fungsi manusia, yaitu peribadatan sebagai hamba Allah (‘Abdullah) untuk menghambakan diri semata-mata kepada Allah dan fungsi kekhalifahan sebagai khalifah Allah (khalifatullah) yang diberi tugas untuk menguasai, memelihara, memanfaatkan, melestarikan dan memakmurkan alam semesta (rahmatan lil ‘alamin) (M Rokib, 2009: 22). Akan tetapi, realitas soasial yang dihadapi saat ini menempatkan
pendidikan Islam pada posisi yang dilematis. Seakan pendidikan Islam masih terkungkung dalam hegemoni “determinisme-historis” dan “realismepraktis”. Di samping itu kejayaan di masa lampau serta kondisi sosial saat ini pun makin membuat posisi pendidikan terombang-ambing, layaknya masih mencari-cari jati diri yang mulai tergerus tuanya jaman. Seiring kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi serta gencarnya arus modernisasi mengakibatkan pendidikan Islam yang mau tak mau dihadapkan pada kondisi yang serba materialis, sekularis, pluralis serta multikulturalis. Selain pendidikan Islam terpuruk dalam kondisi yang dilematis seperti itu, problematika dikotomi yang kerap di-floor-kan dalam diskursusdiskursus pendidikan pun belum mendapatkan porsi jawaban yang memuaskan. Secara jelas, baik normatif maupun konseptual, Islam tidak memiliki ruang dikotomi ilmu. Dalam beberapa pembahasan, dikotomi ilmu sebenarnya muncul dikarenakan beberapa hal, diantaranya: Perkembangan pembidangan ilmu itu sendiri, historis perkembangan umat Islam ketika mengalami kemunduran dan faktor internal kelermbagaan pendidikan Islam
188
_________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009
Mahfur
yang kurang mampu melakukan upaya pembenahan dan pembaruanakibat kompleksnya problematika kehidupan. Diantara beberapa faktor tersebut tidak menjadi sebuah keniscayaan ketika dari hal yang paling fundamental, pendidikan Islam melakuan recheck, recorrect serta reform terhadap hal-hal yang sekiranya mulai menjauh dari dasar dan tujuan adanya pendidikan Islam itu sendiri. Dasar pendidikan Islam sebagai acuan pergerakan pendidikan Islam memiliki posisi yang penting serta sakral. Dasar-dasar pendidikan Islam tersebut berupa Al-Qur’an sebagai sumber pendidikan Rasul, Sahabat serta sebagai sumber yang edukatif dan As-Sunnah sebagai teladan pendidukan Islam. Belajar pada sejarah bukan berarti silau akan kejayaan masa lalu. Belajar suatu ilmu bukan berarti membatasi gerak ilmu itu sendiri. Maka dari itu, perlu adanya analisis kritis dan komprehensif atas problem yang dihadapi saat ini. Dengan belajar pada pengalaman dan ide-ide dari para tokoh pemikir, pendidikan Islam harus mampu mengembalikan keunikannya sebagaimana yang telah Rasulullah ajarkan. Konsep pendidikan Qur’ani pun beberapa waktu terakhir mulai gencar dikembangkan dan terbukti membawa nilai lebih bagi kemajuan dunia pendidikan Islam khususnya. Seruan iqro’ sebagaimana yang tersurat dengan jelas dalam Al-Qur’an bukan tanpa maksud khusus dan krusial diturunkan oleh Allah sebagai wahyu yang pertama. Budaya membaca apapun, baik itu berupa teks atau ayat kauniyah sekalipun merupakan bahan ajar yang harus kita jadikan sebagai sebuah sumber ilmu yang disediakan oleh Allah. Akan tetapi, kenyataan yang kita hadapi saat ini adalah budaya membaca tersebut mulai luntur bahkan dicuri oleh orang-orang non-Islam. Maka perlu dan harus bagi kita saat ini, dimulai dari diri sendiri dan dari yang terkecil untuk mengembalikan hasanah pendidikan Islam yang berbasis Qur’an dan Sunnah guna memcetak generasi Ulul Albab yang MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________
189
Konsep Pendidikan Islam Menurut Mohammad Natsir
paripurna. Memahami pendidikan Islam tidak semudah mengurai kata “Islam” dari kata “pendidikan”, karena selain sebagai predikat, Islam juga merupakan satu subtansi dan subjek penting yang cukup komplek. Karenanya, untuk memahami pendidikan Islam berarti kita harus melihat aspek utama missi agama Islam yang diturunkan kepada umat manusia dari sisi pedagogis. Islam sebagai ajaran yang datang dari Allah Sesungguhnya merefleksikan nilai-nilai pendidikan yang mampu membimbing dan mengarahkan manusia sehingga menjadi manusia sempurna. Islam sebagai agama universal telah memberikan pedoman hidup bagi manusia menuju menuju kehidupan bahagia,
yang pencapaiannya
bergantung pada
pendidikan. Pendidikan merupakan kunci penting untuk membuka jalan kehidupan manusia. (Musthofa Rahman, 2001:2). Dalam bukunya Capita Selekta, Natsir mengatakan bahwa seringkali pula kenyataan, ada yang mengganggap bahwa didikan Islam itu ialah didikan Timur, dan didikan Barat ialah lawan dari didikan Islam. Boleh jadi, ini reaksi terhadap didikan “kebaratan” yang ada dinegeri kita, yang memang sebagian dari akibat-akibatnya tidak mungkin kita menyetujuinya sebagai umat Islam. Akan tetapi coba kita berhenti sebentar dan bertanya : “Apakah sudah boleh kita katakana bahwa Islam anti-Barat dan pro-Timur, khususnya dalam pendidikan?. Muammad Natsir adalah salah seorang tokoh yang dikenal sebagai birokrat, politisi, dan juga sebagai dai ternama. Muhammad Natsir pernah menduduki jabatan sebagai wakil Rabithoh Alam Islam, serta menjadi ketua Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia sejak tahun 1967 sampai wafatnya beliau tahun 1993. Dalam organisasi inilah beliau mulai berkiprah dalam bidang pendidikan, polotik dan dakwah. Perjuangan beliau
dan
kawan-kawannya
adalah
ingin
menghidupkan
dan
membangkitkan kembali ajaran Islam, khususnya di Indonesia dari keterpurukan, sehingga tidak ketinggalan dalam peradaban. Diantara jalan 190
_________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009
Mahfur
yang ditempuh Muhammad Natsir dan kawankawannya adalah dengan mengajarkan pendidikan agama dan pendidikan umum tanpa memisahkan keduanya. Muhammad Natsir adalah tokoh yang sangat berpengaruh di Indonesia, yang pernah menduduki dua jabatan penting, yaitu sebagai menteri penerangan dalam Kabinet Syahrir dan perdana menteri pertama pada masa pemerintahan Soekarno. Sebagai politisi, beliau juga pernah menduduki jabatan puncak partai Islam terbesar, yaitu Masyumi, dan menjadi ketua Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia. (Thohir Luth, 1999:9). Melihat begitu luasnya cakupan pengalaman Muhammad Natsir dan beliau adalah salah satu pemikir pendidikan Islam di Indonesia yang tidak memilah-milah antara pendidikan Islam dan pendidikan umum. Beliau beranggapan bahwa semua ilmu penting, karena pada hakikatnya semua ilmu itu dari Allah, maka tak berlebihan jika penulis mengangkat Skripsi dengan
tema
“KONSEP
PENDIDIKAN
ISLAM
MENURUT
MUHAMMAD NATSIR”. Semoga mampu memberikan kesegaran dalam dahaga kita akan wacana tentang pendidikan, khususnya pendidikan Islam.
Permasalahan Dari latar belakang di atas, penulis merumuskan masalah sebagai berikut: 1. Apa Konsep Mohammad Natsir tentang Pendidikan Islam ? 2. Apa landasan konsep Pemikiran Mohammad Natsir dalam Pendidikan Islam? 3. Bagaimana Relevansi Pemikiran Mohammad Natsir terhadap Pendidikan Islam di Indonesia saat ini?
MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________
191
Konsep Pendidikan Islam Menurut Mohammad Natsir
Tinjauan Pustaka A. Silsilah Mohammad Natsir Muhammad Natsir lahir di Jembatan Berukir, Alahan Panjang, Kabupaten Solok, Sumatra Barat, pada hari Jumat’ 17 Jumadil Akhir 1326 Hijriah, bertepatan dengan 17 Juli 1908 Masehi. Ibunya bernama Khadijah, sedang ayahnya bernama Mohammad Idris Sutan Saripado, seorang pegawai rendah yang pernah menjadi juru tlis pada kantor kontroler di Maninjau dan sipir penjara di Sulawesi selatan (Ajib Rosyidi, 1990: 150 Mohammad Natsir dilahirkan di Kampung Jembatan, Baukia, Alahan, Alahan Panjang. Minangkabau, pada tanggal 17 Juli 1908. Kampung Jembatan terletak di balik Gunung Talang olok Profinsi Sumatra Barat. Mohammad Natsir adalah putra ketiga Idris Sutan Sari Pado dan Khadijah. Ayahnya adalah seorang pegawai bawahan, yakni sebagai juru tulis kontrolir di masa pemerintahan Hindia Belanda. ( Badiatul Roziqin (dkk), 2009: 221) Ketika pindah ke Bekeru, dia diajak oleh mamaknya Ibrahim pindah kepadang. Mamaknya yang biasa dikenal dengan makcik Ibrahim adalah bekerja sebagai buruh harian disebuah pabrik kopi yang hanya memperoleh upah beberapa puluh sen sehari. Sehari-hari mereka hidup sangat sederhana, bahkan dalam urusan makanan hanya ketika hari raya saja atau peristiwaperistiwa penting saja. Sehingga dapat dikatakan bila sejak kecil Natsir sudah belajar hidup sederhana. Pada tanggal 20 Oktober 1934, M. Natsir melangsungkan pernikahannya dengan Putri Nur Nahar, guru Taman Kanak-kanak Pendidikan Islam. Pernikahan dilaksanakan dengan sederhana saja. Tamutamu makan di langgar yang terletak di depan rumah tempat pernikahan dilangsungkan. Pergaulan selama dua tahun sesama pengasuh Pendidikan Islam, menambah perkenalan sebelumnya tatkala keduanya sama-sama aktif di JIB, telah mengeratkan kedua insan yang sama-sama tulus mengabdikan 192
_________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009
Mahfur
hidupnya bagi kemajuan umat Islam(Ajib Rosyidi, 1990: 177) Natsir wafat pada tanggal 6 Februari 1993, bertepatan dengan tanggal 14 Sya’ban 1413 H, di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta, dalam usia 85 tahun. Berita wafatnya menjadi berita utama diberbagai media cetak dan elektronik. Berbagai komentar muncul, baik dari kalangan kawan seperjuangan maupun lawan politiknya. Ada yang bersifat pro terhadap kepemimpinannya dan ada pula yang bersifat kontra. Mantan Perdana Menteri Jepang yang diwakili oleh Nakadjima, menyampaikan bela sungkawa atas kepergian M. Natsir dengan ungkapan, “Berita wafatnya M. Natsir terasa lebih dahsyat dari jatuhnya bom atom di Hirosima(Thohir Luth, 1999: 28).
B. Riwayat Pendidikan Mohammad Natsir Natsir perama kali masuk ke Sekolah Kelas II di Maninjau, yaitu Sekolah Rakyat yang memakai bahasa pengantar bahasa Melayu. Disitu Natsir duduk sampai kelas dua. Kemudian ketika ayahnya pindah ke Bekeru, dia diajak oleh mamaknya Ibrahim pindah ke Padang, agar dapat masuk ke HIS. Natsir gembira sekali menerima tawaran itu. Dia pun akan meninggalkan Sekolah Rakyat untuk masuk HIS. Tetapi apa hendak dikata, HIS Padang menolaknya sebagai murid. Menurut Natsir sendiri, karena ayahnya hanya pegawai kecil yang gajinya tak sampai F. 70 sebulan, padahal untuk diterima di HIS mestilah anak pegawai negeri yang gajinya minimum F.70, atau anak saudagar yang kaya raya. Untunglah pada waktu itu di Padang sudah berdiri HIS Abadiyah, sebuah usaha swasta yang menyelenggarakan pendidikan bagi anak-anak negeri. Natsir diterima disitu sebagai murid. Natsir sekolah di HIS Adabiyah hanya lima bulan saja. Ayahnya yang telah pindah kerja ke Alahan Pajang, mengajak Natsir untuk pindah karena telah dibuka HIS pemerintah di Solok. MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________
193
Konsep Pendidikan Islam Menurut Mohammad Natsir
Karena jauhnya jarak Solok dan tempat Natsir sekolah, maka Natsir dititipkan di rumah Pak Haji Musa, memiliki anak yang sekolah di HIS kelas satu, sedang Natsir langsung masuk ke kelas dua, karena lowongan yang ada cuma kelas dua. Akan tetapi Natsir diberi kesempatan untuk mencoba di kelas dua selama beberapa hari. Ternyata Natsir berhasil, sehingga diterima di sekolah tersebut secara resmi. Setelah menamatkan HIS di Padang, Natsir remaja meneruskan pendidikannya ke MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) di Padang pada tahun 1923. Karena prestasinya, Natsir remaja dapat sekolah MULO gratis. Ia mendapatkan beasiswa dari pemerintahan Belanda. (Badiatul Roziqin, Badiatul Mukhlisin Junaidi dan Abdul Munif, 2009: 222). Di MULO, Natsir mulai berkenalan dengan organisasi kepemudaan, seperti Jong Sumatra (Pemuda Sumatra), Jong Islamieteten Bond(Perserikatan Pemuda Islam. Beliau melanjutkan studinya di AMS (Algemeene Midel School) di Bandung. Natsir remaja mengambil jurusan Sastra Barat Klasik. Pendidikannya di AMS juga dibiyayai oleh Pemerintahan Belanda. Saat study di AMS, Natsir remaja berkanalan dengan ustadz A. Hasan, Tokoh PERSIS (Persatuan Islam) garis keras, yang membimbing dirinya melakukan studi tentang Islam. Dengan ustadz ini ia mengelola majalah “Pembela Islam” sampai tahun 1932. Pendidikan AMS diselesaikan pada tahun 1930 saat usianya 22 tahun. (Badiatul Roziqin, Badiatul Mukhlisin Junaidi dan Abdul Munif, 2009: 222). Meskipun Natsir melanjutkan pendidikannya di sekolah Belanda, yaitu dari A.M.S. Bandung. Tetapi dalam hidupnya sehari-hari, hidup secara orang santrilah yang banyak tertonjol. Kalau berbicara di hadapan umum, tidak bersifat agitatif, menggeledek dan mengguntur. Tetapi dengarkanlah ucapannya dengan tenang, kian lama kian mendalam dan tidak akan membosankan. Karena semua berisi dan terarah (Ajib Rosyidi, 1990: 194). 194
_________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009
Mahfur
Diawali dari sejak beliau menamatkan sekolahnya di HIS, Natsir melanjutkan sekolahnya MULO di Padang dan AMS di Bandung dengan mengambil jurusan sastra Barat dengan mengandalkan beasiswa. Sehingga bisa dikatakan bahwa Natsir adalah seorang anak yang cerdas. Selain beliau mengikuti sekolah formal, beliau juga mengikuti kursus guru diploma selama setahun, yaitu pada tahun 1931-1932. Karena prestasinya yang gemilang, beliau juga pernah mendapatkan tawaran beasiswa dari pemerintah Belanda untuk melanjutkan sekolahnya ke Fakultas hokum Hukum Jakarta, Fakultasa Ekonomi Rotterdam Belanda, namun Natsir remaja menolaknya. Natsir remaja lebih tertarik untuk terjun di dunia Pendidikan dan melakukan pembenahan serta pembelaan kepada kaum yang tertindas (Badiyatul Roziqin. dkk, 2009: 222).
C. Sumbangan Mohammad Natsir Dalam Dunia Pendidikan Beliau ikut serta dalam menyiapkan Sekolah Tinggi Islam di Zaman Jepang, yang kemudian sekolah tersebut pada saat ini menjadi Universitas Islam Indonesia (UII) yang terletak di Yogyakarta. Dalam makalahnya Dr. Fadhullah Jamil mengatakan bahwa diantara sumbangan Mohammad Natsir dalam dunia Pendidikan adalah ide pendidikan yang bersifat integral, yaitu dengan berdirinya Universitas Islam Antar Bangsa di Kuala Lumpur Malaysia (Abibullah Djaini, 1996: 108). Pada masa-masa belanda Mohammad Natsir jika kurikulum yang digunakan di sekolah-sekolah belanda seperti HIS, MULO, AMS tidak memberikan kesempatan kepda pelajar Muslim untuk memperdalam pengetahuannya dalam soal agama, bahkan malah memperdangkalnya. Bahakan dalam ilmu modernpun Natsir menganggap belum begitu benar. Maka harus ada bentuk sekolah yang mengajarkan ilmu-ilmu modern, tetapi juga mengajarkan agama Islam kepada para pelajar supaya ketika terjun kedalam masyarakat mereka MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________
195
Konsep Pendidikan Islam Menurut Mohammad Natsir
menjadi muslim yang tahu harga diri dan kukuh tegak dalam menghadapi tantangan di dunia modern dan tidak hanya menjadi korban bangsa asing. Natsir mengomentari pendidikan di Taman Siswa yang didirikan oleh Ki Hadjar Dewantara, cabangnya yang ada di Bandung, yang menanamkan rasa cinta tanah air dan bangsa, tetapi dia mendapat kesan paham ajarannya terlalu bersifat Jawa. Mereka terlalu memuja-muja dan membesar-besarkan kebudayaan Jawa, yang tidak pula dikaitkan dengan agama Islam, kendati raja-raja Jawa digelari Sultan, tetapi lebih banyak dihubungkan dengan ke- Hinduan. Hubungannya yang mesra terhadap “Kaum Kebangsaan” menyebabkan sering juga timbulnya sikap yang merendahkan dan menyinggung perasaan orang Islam. Di sekolah itu ajaran Islam memang tidak diajarkan, melainkan ada didikan budi pekerti yang bersumber kepada etika Jawa dan ke-Hinduan (Ajib Rosyidi, 1990: 159160)
D. Landasan Pendidikan Islam 1.
Tauhid Sebagai Dasar Pendidikan Islam Semua umat manusia wajib bersyukur kepada Allah yang telah
memberikan nikmat yang paling berharga, yaitu kenikmatan yang membedakan antara orang-orang Islam dengan orang-orang yang yang tidak memiliki agama alias Ateis dan agama-agama lain selain Islam. Yaitu hidayah yang telah diberikan Allah kepada kita semua, yang semoga sampai kita keninggal dunia tetap dalam keadaan Islam, yang akhir dari ucapan kita adalah dua kalimah syahadat amin. Tidak akan selesai ketika akan mengajarkan tauhid kepada anak perfikiran tentang takdir seseorang, dengan dalih bahwa ajarannya tentang tauhid kepada anaknya jika nantinya Allah akan mentaqdirkan anak tersebut mati dalam keadaan kafir. Meskipun tidak diajari Tauhid, jika Allah berkehendak lain dan member hidayah kepada 196
_________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009
Mahfur
anak tersebut dan mencabut nyawanya dalam keadaan telah mengucapkan dua kalimah syahadat, maka anak itu juga akan masuk surga insyaAllah. Demikianlah perkiraan kepada Allah bagi orang-orang yang hanya belajar agama secara parsial. Sangat berbeda sekali dengan ajaran Allah dalam alquran melalui hikmah yang dicontohkan oleh Allah melalui Luqman, yang memerintahkan kita untuk mendidik yang anak pertama kali adalah agar anak tersebut jangan sekali-kali menyekutukan Allah. Nabi Muhammad SAW telah menerangkan bahwa ketika anak dilahirkan kedalm dunia, orangtuanyalah yang akan menjadikan mereka agama Yahudi, Nasrani atau Majusi. Maka sangatlah penting bagi para orangtua untuk sejak dini dalam mengajarkan anaknya tentang tauhid dan hal-hal yang dapat mengeluarkan anak tersebut darinya yaitu berbuat syirik atau menyekutukan Allah, yang bentuknya sangat banyak dan bermacam-macam. Mengenalkan Tuhan, mentauhidkan Tuhan, mempercayai dan menyerahkan diri kepada Tuhan, tak dapat tidak harus menjadi dasar bagi tiap-tiap pendidikan yang hendak diberikan kepada generasi yang kita latih, jikalau kita sebagai guru ataupun sebagai ibu bapa, betul-betul cinta kepada anak-anak yang telah dipetaruhkan Allah kepada kita itu (M Natsir, 1954: 142). Ketika membahas tentang tauhid, Natsir sering kali mencontohkan kepada kepada kita tentang seorang yang bernama Paul Ehrenfest. Dia adalah seorang terpelajar, seorang intelektual, berasal dari keluarga yang baik, dan beliau adalah seorang yang terkenal dengan budi pekertinya yang baik, karena tidak pernah terdengan melakukan pekerjaan yang tercela. Kenapa sekarang ia melakukan suatu berbuatan yang lebih buas dan ganas sifatnya dari perbuatan seorang penjahat, membunuh anak sendiri, dan setelah itu membunuh dirinya sendiri?.
MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________
197
Konsep Pendidikan Islam Menurut Mohammad Natsir
Dari suatu surat yang ditinggalkan untuk teman sejawatnya yang paling rapat, yakni Prof. Kohnstamm itu nyatalah, bahwa perbuatan yang menewaskan dua jiwa itu bukan suatu pekerjaan terburu nafsu, melainkan suatu perbuatan yang difikir lama, berasal dari suatu perjuangan ruhani yang telah mendalam, yang tak dapat diselesaikan dengan lautan ilmu yang ada padanya itu(M Natsir, 1954: 140). Pidato beliau pada rapat Persatuan Islam di Bogor, 17 juni 1934, dengan judul “Idiologi Didikan Islam” maupun tulisan beliau di Pedoman Masyarakat tiga tahun kemudian (1937). Dengan judul “Tauhid Sebagai Dasar Didikan” dengan jelas dan gambling sekali menggariskan ideologi pendidikan ummat Islam yang harus bertitik tolak dari dan berorientasi kepada kata Tauhid, yang bersimpul dalam dua kalimah syahadah itu (Abibullah Djaini, 1996: 100). Pentingnya tauhid sebagai dasar pendidikan ini menurut Natsir barhubungan erat dengan akhlak yang mulia. Tauhid dapat terlihat manifestasinya pada kepribadian yang mulia seperti yang dirumuskan dalam tujuan pendidikan. Yaitu pribadi yang memiliki keikhlasan, kejujuran, keberanian, dan tanggung jawab untuk melaksanakan tugas atau kewajiban yang diyakini kebenarannya(Abudin Nata, 2005:86). Selain itu juga Natsir mengisahkan tentang kisah Ismail yang rela disembelih oleh bapaknya sendiri kalau memang itu adalah perintah Allah. Sehinnga Allah menurunkan kamping untuk disembelih menggantikan Ismail. Yang sering dilakukan umat Islam ketika hari raya Idul Adha dan tiga hari setelahnya. Pak Natsir menyarankan kepada kita bahwa landasan pendidikan bagi umat Islam sebagai butir dari berbagai butir dalam sistem pendidikan, adalah Tauhid. Keyakinan akan keesaan Allahakan menempa ketangguhan pribadi seseorang dalam melaksanakan tugas kemanusiaannya sebagai hamba Allah. Maupun yang beribadah kepada-Nya sebagai makhluk sosial, yang mampu melaksanakan kewajiban dengan penuh tanggung jawab demi kepentingan 198
_________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009
Mahfur
masyarakat. Tauhid pada hakikatnya adalah landasan seluruh aspek kehidupan manusia dalam melaksanakan ibadah kepada Allah SWT (Abibullah Djaini, 1996: 89). Hubungan manusia dan sesama makhluk dapat diadakan kapan saja waktunya. Akan tetapi hubungan dengan Ilahi tidaklah boleh dinantinantikan setelahnya besar atau berumur lanjut. Maka berbahagialah seorang anak apabila ia mempunyai seorang bapa yang tahu menanamkan tauhid dalam sanubarinya sedari kecilnya. Akan terpelihara ia dari malapetaka, karena senantiasa ada hubungan kepada khalik yang menjadikannya, serta mengutamakan mu’amalah dengan sesame makhluk. Itulah dua syarat yang tak dapat tidak harus dipakai supaya mendapat keselamatan dan kebahagiaan hidup, lahir dan batin(M Natsir, 1954: 143). 2.
Pendidikan Akhlak Akhlak adalah sikap yang terpuji yang harus dimiliki oleh seorang
guru. Kemudian ia memerintahkan kepada murid-muridnya untuk berakhlak baik. Ucapan yang baik, senyuman, dan raut muka yang berseri dapat menghilangkan jarak yang membatasi antara seorang guru dengan muridnya. Sikap kasih dan saying, serta kelapangan hati seorang pendidik akan dapat menangani kebodohan seorang murid(Muhammad Syafii Antoni, 2009: 201). Sering kali kebanyakan orang meremehkan akan pentingnya pendidikan akhlak, mereka beranggapan bahwa pendidikan akhlak Cuma berputar pada kesopanan saja. Padahal jika kita telusuri sangat banyak sekali cabang-cabang yang terdapat dalam pendidikan akhlak. Bahkan saking pentingnya
rasulullah
diutus
kedunia
tidak
lain
adalah
untuk
menyempurnakan akhlak manusia. Dalam agama islam pendidikan akhlak mengajarkan tentang bekerja dengan giat, rajin, optimis, toleransi, tidak boleh curang dan sebagainya. Jadi bias disimpilkan jika seseorang memiliki akhlak yang baik maka anak juga memiliki kecerdasan yang baik pula Pernah diadakan penelitian pada MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________
199
Konsep Pendidikan Islam Menurut Mohammad Natsir
salah satu pendidikan dasar di Negara liberal, tentang pendidikan yang diperoleh anak-anak didik di Negara tersebut. Salah satu yang sangat mengesankan tentang sistem pendidikan disana adalah, guru-guru lebih memperhatikan dan mengutamakan anak didik mereka pandai dalam mengantre ketika menyebrang daripada pandai dalam pelajaran matematika atau pelajaran goegrafi. Salah sat dari para guru mengatakan bahwa mengajari anak untuk dapat mengantre dengan baik lebih sulit dibandingkan mengajari anak untuk pandai dalam pelajaran matematika maupun geografi, untuk mengajari anak belajar mengantre bias memerlukan waktu sampai lima belas tahunan, akan tetapi anak dapat pandai dalam matematika ataupun geografi Cuma dengan belajar beberapa bulan saja.
Metode Penelitian Penelitian
ini
merupakan
penelitian
kepustakaan
(Library
Research).Penelitian ini dilakukan dengan bertumpu pada data kepustakaan tanpa diikuti dengan uji empirik. Jadi, studi pustaka disini adalah studi teks yang seluruh substansinya diolah secara filosofis dan teoritis.(Noeng Muhajir, 1996: 158-159). Karena penelitian disini sifatnya adalah kajian pustaka atau literer, maka penulis dalam mengkaji Konsep Pemikiran Mohammad Natsir dengan bantuan buku-buku, yang kami ambil dari tulisan beliau dan juga tulisan orang lain yang menceritakan tentang kehidupan maupun pemikiran Mohammad Natsir.
Pembahasan A. Peran dan Fungsi Pendidikan Islam Jika natsir mengatakan bahwa Pendidikan harus berperan sebagai sarana untuk memimpin dan membimbing agar manusia yang dikenakan sasaran 200
pendidikan
tersebut
dalam
mencapai
pertumbuhan
dan
_________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009
Mahfur
perkembangan jasmani dan rohani secara sempurna. Begitu halnya dengan Hasan langgulung yang mengartikan pendididikan dari sisi fungsi, yaitu: Pertama, dari pandangan masyarakat, yang menjadi tempat bagi berlangsungnya
pendidikan sebagai
satu upaya
penting pewarisan
kebudayaan yang dilakukan oleh generasitua kepada generasi muda agar kehidupan masyarakat tetap berlanjut. Kedua, dari sisi kepentingan individu, pendidikan
diartikan
sebagai
upaya
pengembangan
potensipotensi
tersembunyi yang dimiliki manusia (Tedi Priatna, 2004: 26). Sebagaimana istilah yang sering dipakai dalam “pendidikan” adalah “tarbiyyah”. Fakultas ilmu pendidikan di perguruan tinggi Islam disebut Fakultas tarbiyah. Konsep tarbiyyah merupakan salah satu konsep pendidikan Islam yang penting. Perkataan “tarbiyyah” berasal dari bahasa Arab yang diambil dari kata kerja (fi’il) berikut: 1.
Rabba-yarubbu yang berarti tumbuh, bertambah berkembang.
2.
Arba-yarba yang berarti tumbuh menjadi lebih besar, menjadi lebih dewasa.
3.
Rabba-yurabbi yang berarti mengatur, mengatur mengurus dan mendidik. Dengan demikian, konsep tarbiyyah merupakan proses mendidik
manusia dengan tujuan untuk memperbaiki kehidupan manusia ke arah yang lebih sempurna. Ia tidak hanya dilihat sebagai proses mendidik saja tetapi meliputi proses mengurus dan mengatur supaya kehidupan berjalan dengan lancer. Termasuk dalam konsep ini tarbiyyah dalam bentuk fisik, spiritual, material dan intelektual (Muhammad Syafi’I Antonio, 2009: 192). Pendidikan pastinya tidak hanya menjadikan anak didik pandai dalam keilmuan saja, tetapi hbungan dengan masyarakat juga harus bagus. Dapat menaati norma-norma yang berlaku dalam lingkungan sekitarnya, selain juga harus mencerminkan dan mengamalkan sifat-sifat yang baik, karena MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________
201
Konsep Pendidikan Islam Menurut Mohammad Natsir
pendidikan tidak menjadikan anak didik jadi kurang baik akan tetapi agar anak didik menjadi lebih baik dalam segala hal. Karena Pendidikan Islam maka yang pasti fungsinya agar manusia dapat mencapai tujuannya yaitu menghambakan diri kepada Allah sepenuhnya.
B. Tujuan Pendidikan Islam Dalam pendidikan Islam, dari sejak zaman nabi samapai sekarang dan yang akan datang akan masih sama tujuan pendidikan secara umum yaitu untuk dapat menghambakan diri kepada Allah, alias menjadi muslim yang sejadi. Natsir juga menambahkan bahwa tujuan pendidikan juga agar peserta didik dapat memenuhi kebutuhan dunia dan kebutuhan rohani. Secara ideal tujuan pendidikan memiliki orientasi yang mengharminikan tiga hal sekaligus, yaitu teknis, humanistis, dan induktif. Tujuan teknis artinya pendidikan diorientasikan kepada kemahiran dan keahlian. Tujuan humanistik adalah sikap disiplin, penundukan kepada tuntunan-tuntunan objektif bagaimana mengolah partisipasi dan integrasi didalam pergaulan sosial, dan pemanfaatan secara maksimal semua potensi manusia secara individual dan social. Sedangkan tujuan induktif adalah bagaimana membangun system pendidikan Islam yang ada diharapkan tidak hanya “melek” teknologi dan informasi, tetapi juga dengan kesadaran religious (Imam Tholkhah, 2004:4).
C. Landasan Pendidikan Islam Mohammad Natsir memberikan contoh dalam bukunya Capita Selecta dalam sub judul “Kehilangan Tempat Bergantung”, yakni tokoh ilmuan Prof. Paul Ehrenfest (guru besar ilmu fisika) yang meninggal dunia dengan bunuh diri. Dia menyakini bahwa “tidak ada yang lain pokok dan tujuan hidup yang sebenarnya selain dari wetenschap tidak ada yang lebih 202
_________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009
Mahfur
baik dari wetenschap. Tidak ada yang tersembunyi di balik weteschap. Wetenschap di atas segalanya. Akan tetapi, sesungguhnya masih ada kebutuhan rohani yang tidak dapat dipuaskan dengan wetenschap itu. Semakin memperdalam ilmu, semakin hilang rasanya tempat berpijak. Apa yang kemaren masih benar, sekarang sudah tidak benar. Apa yang betul sekarang, besuk sudah tidak betul lagi. Demikian wetenschap, rohaninya dahaga kepada suatu tempat berpegang yang teguh, sesuatu yang absolute, yang mutlak tempat menyangkutkan sauh bila ditimpa gelombang kehidupan, tempat bernaung yang teduh apabila dating pancaroba rohani (M. Natsir, 1954: 140). Mengenal Tuhan, mentauhidkan Tuhan, mempercayai dan menyerahkan diri kepada Tuhan, tidak harus menjadi dasar bagi setiap pendidikan
yang
hendak
diberikan
kepada
generasi
berikutnya.
Meninggalkan dasar ini berarti melakukan suatu kelainan yang amat besar, yang tidak kurang besar bahayanya dari pada berkhianat terhadap anak yang dididik, walaupun sudah sempurna perhiasannya serta sudah lengkap ilmu pengetahuan untuk membekali hidunya, semua itu tidak ada artinya apabila ketinggalan memberikan dasar ke-Tuhanan (M. Natsir, 1954:. Mohammad Natsir mengibaratkan tauhid sebagai sebilah pisau yang bermata dua. Pada satu sisi, ia mengesakan ke-Esa-an Allah sebagai satu satunya dzat yang diper-Tuhan (Allah) oleh manusia, dan terjadi titik tolak dari seorang muslim dalam memandang hidupnya sebagai sesuatu yang berawal dari Tuhan dan kembali lagi kepada Tuhan, serta pemahaman bahwa manusia itu adalah hamba-hamba-Nya yang menjalani kehidupan yang sementara di dunia ini, maka tauhid membawa implikasi-implikasi besar dalam kehidupan manusia. Dengan mengarahkan hidup hanya kepada Tuhan yang transenden, maka manusia secara individu telah menjalani proses pembebasan dari belenggu hawa nafsu, menumbuhkan asas-asas etika kehidupan yang kukuh dan memerdekakan manusia dari perhambaan MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________
203
Konsep Pendidikan Islam Menurut Mohammad Natsir
sesame mahluk. Menurut Mohammad Natsir, sisi pertama dari tauhid adalah memperkokoh kesadaran batin manusia, menumbuhkan spiritualitas yang mendalam dan juga menjadi basis etika pribadi. Sedangkan sisi kedua dari tauhid adalah beriswikan penekanan kepada kesatuan yang universal umat manusia sebagai umat yang satu, berdasarkan persamaan, keadilan, kasih saying, toleransi dan kesabaran. Jadi dalam konteks kemanusian tauhid menegaskan prinsip humanism universal yang tanpa batas, serta sumber atau rujukan dalam penyajian materi pendidikan kepada anggota keluarga yaitu ayat-ayat Al-Qur’an dan sunnah Nabi Muhammad SAW. Segaimana yang diterangkan dalam Al-Qur’an, Hadist dan dalam kehidupan Rasululloh Saw, setidaknya ada lima sikap dasar dalam dimensi iman, yaitu pertama, menyakini; kedua, mengikrarkan dengan lisan; ketiga, yang berfikrah Islami; keempat, apa yang dipikirkan secara islami; kelima, iman juga berdimensi dakwah (amar ma’ruf nahi munkar). Apa yang dipikirkan secara islami harus diamalkan secara benar-benar dengan berakhlak islami. Karena belum beriman seseorang jika belum teruji dalam kenyataan (empirik) dan berhasil dalam menghadapi ujian, cobaan dan tantangan dengan tidak tergeser keyakinannya, fitrahnya, sikapnya dan amalnya. Karena keimanan merupakan pengondisian dalam pengamalan empirik di tengah-tengah kehidupan sosial. Bahkan dapat dikatakan bahwa iman dan amal shaleh adalah ikatan yang tidak dapat di pisahkan satu sama lainnya. Karena keduanya menjadi barometer jatuh bangunnya kemanusian dan peradaban. Amar ma’ruf nahi munkar adalah berjuang untuk merealisasikan ajaran islam menjadi tata kehidupan yang adil dalam RidhaNya. Dari kelima dimensi iman di atas, maka jelaslah bahwa tauhid menyatukan aktivitas manusia sehari-hari dalam ketundukannya kepada Allah SWT. Sedangkan pengalaman empirik-rasional-intuitif, terikat pada 204
_________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009
Mahfur
ke-Esa-an Allah SWT, atau dengan kata lain bersatunya iman, ilmu dan amal shaleh sebagai system kehidupan dalam diri seseorang muslim yang tidak terpisahkan. Munculnya dikotomi antara pendidikan agama dan pendidikan umum, tidak saja menggoyahkan integritas konsepsi pendidikan islam, tetapi juga memperluhatkan wajah pendidikan yang terkotak-kotak. Diakui atau tidak dampak social dikotomi pendidikan tersebut dapat dijadikan tingkat pengetahuan masyarakat terbelah dan tidak utuh, yang padanya dapat terjadi penilaian yang berbeda terhadap pendidikan sesuai dengan nilai yang mereka pandang ideal dan sempurna. Natsir juga membicarakan tentang sekuler, yang memisahkan antara dunia dan agama. Yang mana sekuler telah mengglobal dan mencengram dunia islam, puncak keberhasi;an sekularisme barat adalah runtuhnya khilafah di Turki tahun 1924, Kemal Attaturk meruntuhkan khilafah Islam di Turki dan mengubah menjadi Turki yang sekuler. Namun saat ini barat harus kembali berhadapan dengan proyek kebangkitan Islam yang mulai berhembus diseluruh penjuru dunia. Anis Matta menyebutkan indikatornya sebagai berikut : 1.
Hanya empat tahun setelah runtuhnya khilafah islam tepatnya tahun 1928 berdirilah gerakan yang saat ini menjadi gerakan Islam terbesar dan tersebar di seluruh Negara dunia, yaitu Ikhwanul Muslimin di Mesir, beberapa tokohnya yaitu Hasan Al Banna, Sayyid Qutb, Yusuf Al Qardhawi, Muhammad Qutb, Mustafa Assyibai dan lain-lain, telah menjadi ikon perlawanan.
2.
Gerakan islamisasi kampus yang terjadi hampir diseluruh dunia islam menjadi agent of change bagi masa depan Islam. Kampus-kampus yang sebelumnya menjadi pusat-pusat sekularisme berubah menjadi agent perubahan.
MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________
205
Konsep Pendidikan Islam Menurut Mohammad Natsir
3.
Suksesnya kudeta putih di Sudan tahun 1987, walaupun bukan hanya khilafah namun sudan memproklamirkan diri sebagai Negara Islam.
4.
Jihad di Afganistan selama empat belas tahun, berujung bukan hanya merdekanya Afganistan tetapi runtuhnya Uni Soviet, dengan implikasi global, merdekanya Negara muslim pecahan Uni Soviet. Sementara pendukung kekuatan sosialisme dan komunisme di Negara Islam ikut berantakan.
5.
Proses demokrasi yang merebak telah membuka kanal-kanal politik bagi gerakan Islam, yang dalam tempo singkat menjelma menjadi partai-partai Islam. Ada Partai Refah yang sekarang AKP di Turki, Partai Islam di Yaman, Partai Jemaat Islam di Pakistan, Front Islam di Yordania, Hamas di Palestina dan PKS di Indonesia (Anis Matta, 2006: 66). Dengan dasar keimanan tersebut diharapkan terjalin hubungan baik
yang harmonis dengan pencipta (habl min Allah). Adapun amal al-shilikhat mengacu kepada upaya menjalin hubungan yang harmonis antara sesama manusia (habl min al-Nas) . pola hubungn pertama lazim dinamakan dengan ibadah mahdhoh (khusus), sedangkan pola kedua dinamakan sebagai ibadah dalam pengertian umum (‘am)(Jalaludin, 2001: 44).
D. Pengembangan Pendidikan Islam 1.
Pendidikan yang integral Natsir mengatakan bahwa, selain dalam sekolah-sekolah Islam
mengajarkan peserta didiknya tentang pelajaran agama Islam juga penting bagi mereka untuk mendapat pengajaran tentang pengetahuan umum, sebagai bekal untuk mereka di dunia. M. Natsir menekankan bahwa pendidikan juga harus biasa melahirkan lulusan yang melepaskan ketergantungan, selanjutnya dapat dapat memenuhi kebutuhannya sendiri. 206
_________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009
Mahfur
Tidak ada salahnya jika seorang agama harus diintregasikan dengan berbagai bidang kehidupan untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam. Salah satu cara yang dilakukan Mohammad Natsir dalam mengintegralisasikan pendidikan adalah dengan membangun pendidikan islam (pendis) yang integratif, yaitu menggabungkan antara pendidikan agama dan pendidikan umum sehingga tidak terjadi jurang pemisah antara keduanya. Yang sampai sekarang telah banyak ditiru sekolah-sekolah islam yang selain mengajarkan pendidikan agama juga mengajarkan pendidikan umum. Sistem pendidikan di Barat yang bersemangat efficiency, supaya dapat kemenangan hidup, sebab seorang muslim tidak dibolehkan melupakan nasibnya di dunia. System Timur yang memberikan pendidikan secara terpisah dari gelombang pergaulan dan perjuangan manusia biasa, hanya meluhurkan dan menyucikan kebatilan tidak akan diterima sebab bagi seorang yang muslim jasmani dan rohani, dunia dan akhirat, bukan dua barang yang bertentangan yang harus dipisahkan, melainkan dua barang yang saling melengkapi dan lebur menjadi satu susunan yang harmonis dan seimbang (M. Natsir, 1954: 84-85). Sistem pendidikan ini juga dilakukan di Pondok Pesantren Tebuireng yang memadukan antara sistem pesantren dan sistem madrasah merupakan sistem yang sangat bermanfaat dan masih relevan dengan kondisi masyarakat Indonesia dewasa ini. Pondok pesantren Tebuireng selain mendidik para siswa/santri untuk menjadi orang yang kuat Islamnya, juga mendidik agar mereka memiliki pengetahuan keduniawiaan sebagai bekal untuk memperolah profesi dalam sistem kehidupan modern, sehingga mereka benar-benar tidak gagap yakni siap pakai (Ridlwan Nasir, 2005: 45).
MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________
207
Konsep Pendidikan Islam Menurut Mohammad Natsir
2.
Mencerdaskan akal Salah satu dari tiang-tiang ajaran junjungan kita Muhammad Saw.
Yang penting ialah : menghargai akal manusia dan melindunginya daripada tindakan-tindakan yang mungkin dilakukan orang atas nikmat Tuhan yang tak ternilai itu. Junjungan kita meletakkan akal pada tempat yang terhormat, menjadikan akal itu sebagai salah satu alat untuk mengetahui Tuhan. Bertebaran di dalam Al-Qur’an beberapa pertanyaan-pertanyaan untuk memikat perhatian menyuruh mempergunakan pikiran, mendorong manusia supaya menjalankan akalnya : “Kenapa mereka tidak berfikir ? Kenapa mereka tidak Ingat? Kenapa mereka tidak mempergnakan akal?”. Dan demikianlah seterusnya (M Natsir, 1988; 1-2). Manusia memiliki potensi akal, dengan potensi akal manusia dapat mencari kebenaran, walaupun akal bukan satu-satunya sumber kebenaran. Kebenaran itu dapat dicapai melalui pendekatan ilmiah dan filosofis. Dan untuk memandunya diperlukan wahyu yang sebelumnya telah diimani kebenarannya. Agama Islam amat mencela orang yang tidak menggunakan akalnya, orang yang terikat pkirannya dengan kepercayaan-kepercayaan dan fahamfaham manusia yang tidak berdasar yang benar, mereka yang tidak mau memeriksa, apakah kepercayaan dan faham-faham yang disuruh orang terima itu betul dan berdasar kepada kebenaran, atau tidak. Tegasnya, Agama Islam melarang kita bertaklid buta kapada faham dan I’tikad yang tak berdasar kepada wahyu Ilahi yang nyata, menurut faham-faham lama (pikiran-pikiran tradisional) yang turun temurun dengan tidak mengetahui dan memeriksa terlebih dahulu, apakah faham itu berguna dan berfaidah dan suci, atau tidak (M. Natsir, 1947: 5). 3.
Koordinasi Perguruan-perguruan Islam Natsir menekankan koordinasi antar perguruan-perguruan Islam
disini dibedakan menjadi dua, yaitu: Pertama, koordinasi dilakukan antara 208
_________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009
Mahfur
sekolahsekolah yang sederajad supaya siswa yang dengan terpaksa pindah sekolah dapat langsung menyesuaikan dengan kelas barunya yang materinya sama dengan sekolah yang telah ia tinggalkan. Kedua, koordinasi yang dilakukan oleh perguruan tingkat bawah kepada perguruan tingkat atasnya dan seterusnya sampai perguruan tinggi. Dimaksudkan supaya materi yang diajarkan disekolah bawah dapat sesuai dengan apa yang diinginkan oleh perguruan tingkat atasnya yang akan dimasuki peserta didik tingkat bawahnya ketika lulus. Fungsi Bahasa Asing. Dengan adanya ujian Nasional yang dilakukan oleh pemerintah, menunjukkan bahwa di Indonesia sekarang telah melaksanakan apa yang disebut dengan koordinasi perguruanperguruan yang tidak hanya Islam saja, tapi pendidikan pada umumnya. 4.
Sifat yang harus dimiliki guru Natsir menekankan bahwaseorang guru terlebih dahulu harus
memiliki niat yang bagus dalam mendidik anaknya, yaitu dengan niat tidak menjadikan sekolah sebagai tempat untuk mencari uang semata, akan tetapi berniat dengan tulus ikhlas dalam mendidik siswa. Jika semua guru berniat hanya mencari penghdupan dengan berprofesi sebagai guru, maka sekolahsekolah yang belum maju akan kesulitan dalam mencerdaskan anak-anak didik, dikarenakan hanya guru-guru yang terpaksa jadi guru saja yang mau mengajar di sekolah tersebut. 5.
Fungsi bahasa Asing Kita semua tahu bahwa kebanyakan mata pelajaran yang kita
ketahui, seperti Biologi. Fisika, mate-matika, teknologi informatika dan lain sebagainya adalah kebanyakan dari hasil karya tidak hanya dari orang Indonesia saja akan tetap kebanyakan malah dari bangsa lain, yang sudah diterjemahkan kedalam bahasa kita yaitu bahasa Indonesia. Coba jika orangorang di Indonesia tidak ada yang dapat bahasa asing tentulah Indonesia tidak akan maju seperti bangsa lain, karena kebanyakan ilmu pengetahuan MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________
209
Konsep Pendidikan Islam Menurut Mohammad Natsir
dating dari barat dan eropa. Pentingnya bahasa asing sampai sekarang untuk memudahkan orangorang Indonesia yang akan menggali ilmu dari Negaranegara di dunia yang mungkin dan pastinya ilmu itu akan semakin bertambah dan berkembang.
Kesimpulan Dari uraian banyak tentang “Konsep Pendidikan Islam Menurut Mohammad Natsir”, maka dapat disimpulkan bahwa : 1. Pendidikan harus dapat membawa manusia mencapai tujuan hidupnya, yaitu menghambakan diri kepada Allah, berakhlakul karimah dan mendapat kehidupan yang layak di dunia. 2. Landasan pendidikan Islam adalah mengenal Tuhan, mentauhidkan Tuhan dan tidak menyekutukan sedikitpun Allah kepada siapapun. Selain itu akhlakul karimah juga dijadikan sebagai landasan pendidikan Islam. 3. Relevansi Pemikiran Mohammad Natsir terhadap pendidikan di Indonesia sekarang ini, dengan bukti adalah telah adanya sekolahsekolah dan perguruan tinggi Islam yang telah mengintegrasikan antara pendidikan agama dan pendidikan umum, juga telah adanya koordinasi dari sekolah-sekolah dengan adanya ujian secara bersam, baik itu Ujian Nasional maupun Ujian Sekolah.
Daftar Pustaka Achmadi, 1992, Islam Sebagai Paradigma Pendidikan, Yogyakarta: Aditya Media. Antoni, Muhammad Syafii. 2009, Muhammad Saw The Super Leader Super Manager, Jakarta: ProLM dan Tazkia Publishing. Badiatul Roziqin, Badiatul Mukhlisin Junaidi dan Abdul Munif, 101 Jejak Tokoh Islam, e-Nusantara, Yogyakarta, 2009, Hlm.221 Bakker, Anton. 1990, Metodologi Penelitian Filsafat, Yogyakarta : Kanisius 210
_________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009
Ulin Nadlifah Ummul Khoir
KONSEP PENDIDIKAN ISLAM DALAM MEMBENTUK PRIBADI ANAK YANG SHALIHAH Ulin Nadlifah Ummul Khoir Instansi
Abstract Noble character is a reflection of one's personality, in addition to the superior morality will be able to bring someone to the high dignity. Lately, a good manner is costly and hard to find. The lack of understanding of moral values contained in the Qur'an and Hadith will further aggravate the condition of a person's personality, even life seemed to feel less meaningful. To form a noble personal, moral cultivation against children should be encouraged from an early age, since its formation will be easier than after the child's adulthood. Al Akhlaq Lil Banat book discusses some manners to apply in life, good family environment, school or community. It will create private-mannered accordance with the guidance of the Qur'an. It is a kind of literature review. To obtain representative data in the discussion, it is used library research to find, collect, read, and analyze the books with no relevance to the research problem. The relevant references then is compiled, analyzed, so as obtained as conclusion. To achieve success in the educational process, the material in the book Al Akhlaq Lil Banat can be used as a reference in order to achieve educational success. The material presented in this book is not only refers to the relationship between man and God (transcendental), but also on the relationship between humans (anthropocentric), such as morality to parents, relatives, neighbors, peers and also to the adab or ordinances, such manners visit, walking, traveling, and so forth. Keywords: Islamic education concept, Al Akhlaq Lil Banat, shalihah personality Pendahuluan Sesungguhnya anak adalah amanah Allah yang perlu kita syukuri, “Jika amanah itu disia-siakan, maka tunggulah saat kehancuran” (Jamal Abdurrahman, Terj. Ardianingsih, 2003: v). Pengertian anak bukan sekedar yang terlahir dari tulang sulbi kita atau anak cucu keturunan kita saja, namun
MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________
211
Konsep Pendidikan Islam Dalam Membentuk Pribadi Anak Yang Shalihah
termasuk juga anak seluruh orang muslim di manapun mereka berada, atau berasal dari bangsa manapun kesemuanya adalah termasuk generasi umat, yang menjadi tumpuan harapan kita, untuk dapat mengembalikan kesatuan umat seutuhnya, sebagaimana firman Allah SWT dalam Surat al-Mukminun :52) ُٰ ِذ ِهۦٓ أ ُ َّمت ُ ُك ْم أ ُ َّمةا ٰوحِ َدة ا ﴾١٤:ون ﴿المؤمنون َوأَن َ۠ا َو ِإ َّن ِ َُربُّ ُك ْم فَاتَّق Artinya: ” Dan sesungguhnya (agama Tauhid) ini, adalah agama kamu semua, agama yang satu”(www.al qur’an_word.com) Anak laki-laki adalah sumber dari kepayahan yang dirasakan oleh para orang tua, sedangkan anak perempuan adalah sosok manusia yang paling lemah, dan rentan menimbulkan fitnah (Ahmad Shodiqin, 2005: vii). Ada pula yang menyebutkan perempuan adalah kaum hawa, yaitu sejenis makhluk dari jenis manusia yang halus kulitnya, lemah tulangnya, lembut suaranya dan agak berlainan bentuk dan susunan tubuhnya dari kaum lakilaki. Dari perbedaan bentuk dan kondisi yang dimiliki antara laki-laki dan perempuan tersebut, Allah bermaksud untuk membedakan pola hidup dan cara hidup antar laki-laki dan perempuan karena dari perbedaan tersebut terkandung hikmah yang sangat besar bagi manusia dimana manusia tidak mampu menyangkalnya. Namun dalam nilai ibadah kepada Allah, antara laki-laki dan perempuan tidak mempunyai perbedaan karena Allah menciptakan jin dan manusia untuk menyembah Allah, sebagaimana firman Allah SWT: Q.S al-Zariyat 56 ََُلَ ْقت ﴾١٥:ُون ﴿الذاريات َو َما ِ ْ ْال ِج َّن َو َ اْل ِ نس إِ ََّّل ِليَ ْعبُد Artinya: “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku”. (www.al qur’an_word.com) Dari ayat tersebut menunjukkan bahwa manusia laki-laki dan perempuan dalam konteks ibadah dihadapan Allah adalah sama. Anak perempuanlah yang membuat para ayah mencucurkan keringat dalam 212
_________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009
Ulin Nadlifah Ummul Khoir
mendidiknya, bahkan harus bersikap lemah lembut dalam mendidik, akan tetapi setelah menginjak dewasa, diri mereka mengalami perubahan drastis. Perubahan tersebut bukanlah dari dirinya atau dari wataknya yang buruk akan tetapi akibat pengaruh dari perubahan lingkungan yang kita hidup di tengahnya. Apalagi di era modern sekarang ini sosok perempuan dalam lingkungan kehidupan manusia di berbagai segi sudah begitu tampak dalam berbagai tatanan kehidupan. Wanita sudah mulai tampil mendampingi bahkan
menyamai
atau
melebihi
kaum
laki-laki.
Begitu
banyak
penyalahgunaan kelebihan yang dimiliki wanita menjadikan sebagai satu sarana untuk mencapai satu tujuan yang semu. Kehadiran wanita dalam kancah kehidupan modern telah memberi gambaran yang semakin berantakan dalam pandangan Islam. Gaya hidup dan penampilan wanita seakan sudah sangat mirip dengan laki-laki, bahkan terkadang kita sulit untuk membedakan antara lakilaki dan perempuan, mereka seolah sudah lupa akan hakikatnya sebagai kaum hawa dalam pergaulan antara laki-laki dan perempuan sudah begitu bebas, seolah batas muhrim dan bukan tidak menjadi penghalang bagi hubungan mereka. Juga penanaman konsep akhlaq sejak dini dipandang penting dan perlu, sebagaimana Rosulullah bersabda yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Ibnu Abbas R.A yang berbunyi: Artyinya : “Muliakanlah anak-anak kalian dan didiklah budi pekerti yang luhur”.(H.R. Ibnu Majah). Ketika seorang gadis bergaul dengan sesamanya di dalam sebuah lingkungan, Allah-lah yang lebih mengetahui tata cara mendidiknya. Terkadang ia terpana melihat suatu perilaku yang dilakukan oleh temannya padahal perilaku tersebut jauh dari nilai-nilai yang benar, oleh karena itu kita wajib berhati-hati dalam masalah ini. Sebagaimana kita wajib menanamkan nilai-nilai yang benar pada diri putri-putri kita. Maka akidah MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________
213
Konsep Pendidikan Islam Dalam Membentuk Pribadi Anak Yang Shalihah
Islam yang luruslah yang membentuk mereka menjadi sosok perempuanperempuan yang shalikhah yang berakhlaq mulia. Pendidikan Islam bukanlah untuk membentuk sosok pribadi lain di luar kepribadian manusia, tetapi pendidikan Islam justru membantu manusia untuk menemukan jati dirinya sebagai manusia muslim yang beriman dan bertaqwa. Oleh karena itu program utama dan perjuangan pokok dari suatu usaha pendidikan adalah pembinaan yang baik, yang harus ditanamkan sejak dini kepada anak, bahkan kepada seluruh lapisan masyarakat sekalipun di tingkat bawah, sebab akhlaq suatu bangsa itulah yang akan menentukan tegak dan runtuhnya suatu bangsa. Jadi tepat apa yang dikatakan sang penyair besar Ahmad Syauqi Bey dalam kitab yang ditulis oleh Umar bin Ahmad Baradja, yaitu sebagai berikut: “Sesungguhnya kejayaan suatu umat (bangsa) terletak pada akhlaqnya selagi mereka berakhlaq/berbudi perangai utama, jika pada mereka telah hilang akhlaqnya, maka jatuhlah umat (bangsa) ini”. (Umar Al Baradja, 1987:12). Syair tersebut menunjukkan bahwa akhlaq dapat dijadikan tolak ukur tinggi rendahnya suatu bangsa. Seseorang akan dinilai bukan karena jumlah materinya yang melimpah, ketampanan wajahnya dan bukan pula karena jabatannya yang tinggi. Allah SWT akan menilai hamba-Nya berdasarkan tingkat ketakwaan dan amal (akhlaq baik) yang dilakukannya. Seseorang yang memiliki akhlaq mulia akan dihormati masyarakat akibatnya setiap orang di sekitarnya merasa tenteram dengan keberadaannya dan orang tersebut menjadi mulia di lingkungannya. Rendahnya akhlaq di dalam masyarakat, generasi bangsa dan di tubuh pejabat akan membawa kehancuran bangsa ini. Untuk menyelamatkan bangsa, seluruh rakyat dari lapisan yang paling bawah sampai lapisan yang paling atas harus dikembalikan kepada akhlaq. Caranya dengan membiasakan anak dengan akhlaq yang baik pada usia dini agar tercipta kebiasaan yang bagus pada 214
_________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009
Ulin Nadlifah Ummul Khoir
generasi, dan agar generasi penerus memiliki kepribadian yang sempurna dan dapat menghadapi tantangan hidup di zaman sekarang. Keterkaitan antara akhlak dan pendidikan sangatlah erat sekali, pendidikan merupakan pengetahuan yang terserap oleh peserta didik sedangkan akhlak merupakan pengaruh dari pendidikan itu sendiri. Namun tidak jarang masyarakat mendidik
anak-anak
khususnya
usia
sekolah
dasar
memaksakan
kehendaknya tanpa mempertimbangkan dampak dari pemaksaan pendidikan itu sendiri. Padahal memberikan pemahaman dan keyakinan akan pentingnya akhlak bagi anak membutuhkan suatu metode penyampaian agar anak atau peserta didik menganggap itu merupakan suatu kebutuhan dan bukan sesuatu yang tidak manfaat. Sehingga proses internalisasi dapat berjalan dengan baik, lebih penting adalah anak mampu menerima konsep akhlak dengan baik serta mampu mewujudkan dalam kehidupan keseharian. Perlu materi dan metode yang tepat dan mudah digunakan oleh orang tua, masyarakat dan khususnya warga pendidikan. Jadi jelaslah bahwa betapa pentingnya pembinaan akhlaq pada anak terutama anak perempuan demi tercapainya kesejahteraan dan kebahagiaan hidup, baik dunia maupun akhirat. Kitab Al Akhlaq Lil Banat merupakan sebuah kitab pegangan yang digunakan oleh beberapa lembaga pendidikan islam di Indonesia, kitab tersebut sangatlah urgen dalam proses pembinaan akhlaq. Jika kitab ini dijadikan panduan pada semua lembaga pendidikan islam di Indonesia, maka akan lahirlah generasi Islam yang yang berkualitas yang sesuai dengan tujuan Pendidikan Islam Melihat fenomena di atas, maka penulis tertarik untuk lebih mendalami lagi dalam mengkaji tentang “KONSEP PENDIDIKAN ISLAM DALAM MEMBENTUK PRIBADI ANAK YANG SHALIHAH (Menurut Umar Bin Ahmad Baradja dalam Kitab Al Akhlaq Lil Banat)
MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________
215
Konsep Pendidikan Islam Dalam Membentuk Pribadi Anak Yang Shalihah
Permasalahan Sehubungan dengan judul dan uraian dalam latar belakang permasalahan di atas, maka ada beberapa rumusan permasalahan, antara lain: 1. Bagaimana konsep akhlaq menurut Umar bin Ahmad Baradja dalam kitab Al Akhlaq Lil Banat? 2. Apakah relevansi pemikiran Umar bin Ahmad Baradja dalam kitab Al Akhlaq Lil Banat dalam konteks pendidikan Islam di Indonesia?
Tinjauan Pustaka A. Riwayat Hidup Umar Bin Ahmad Baradja Umar bin Ahmad Baradja merupakan seorang ulama besar. Beliau lahir di kampung Ampel Magfur kota Surabaya pada tanggal 10 Jumadil Akhir 1331 H, yang bertepatan dengan 17 Mei 1913 M. Sejak dari waktu kecil beliau diasuh dan dididik oleh kakeknya dari pihak ibu, kakek beliau bernama Syaikh Hasan bin Muhammad Baradja, yang merupakan seorang ulama ahli ilmu dan fiqih. Silsilah nasab beliau yang berasal dan berpusat di kota Saiwoon Hadromaut di Negeri Yaman, nama nenek moyang beliau yang ke-18 yang bernama Syaikh Sa’ad, yang dijuluki (laqob) Abi Roja’ (yang selalu berharap), maka silsilah keturunan tersebut bertemu kepada Nabi Muhammad SAW yang ke-5 yang bernama Kilab bin Murroh. Umar bin Ahmad Baradja wafat dalam usia 77 tahun, pada hari Sabtu malam Ahad tepatnya pada tanggal 16 Robiul Tsani 1414 H atau 3 November 1990 M pada pukul 23.10 WIB di Rumah Sakit Islam Surabaya. Jenazah beliau dimakamkan keesokan harinya, yaitu pada hari Ahad sekitar jam setengah 4. Jenazah beliau disholatkan di Masjid Agung Sunan Ampel dan diimami oleh putranya sendiri yang menjadi khalifah (penggantinya) yaitu Al Ustadz Ahmad bin Umar Baradja. Jenazah beliau dimakamkan di Pemakaman Islam 216
_________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009
Ulin Nadlifah Ummul Khoir
Pegirian Surabaya. Prosesi pemakaman dihadiri oleh ribuan orang (Al Kisah, 2007: 85-89).
B. Riwayat Intelektual Umar bin Ahmad Baradja Umar bin Ahmad Baradja muda menuntut ilmu agama dan bahasa arab dengan tekun, sehingga menguasai dan memahaminya. Pelbagai ilmu agama dan bahasa Arab yang beliau dapatkan dari para ulama, asatidz ataupun masyayikh baik melalui pertemuan langsung atau tidak langsung (melalui surat), pada masa itu tradisi belajar melalui surat masih banyak yang menggunakannya. Realitas di masyarakat, para alim ulama dan orangorang saleh telah menyaksikan ketakwaan dan kedudukan beliau sebagai ulama yang ‘amil (ulama yang mengamalkan ilmunya). Dalam lingkungan pedagogis beliau adalah salah satu alumni yang berhasil sukses. Beliau juga mengenyam pendidikan di Madrasah Al Khairiyah di kampung Ampel Madrasah, Surabaya. Yang didirikan dan dibina oleh Al Habib Al Imam Muhamad bin Ahmadi Al Mahdlar pada tahun 1895, sebuah sekolah yang berdasarkan Islam Ahlu Sunnah wal Jamaah dan bermazdhabkan Syafi’i. Guru-guru beliau yang berada di Indonesia diantaranya: 1.
Al Ustadz Abd Kadir bin Ahmad Bilfagih (Malang)
2.
Al Ustadz Muhammad bin Husein Ba’abud (Lawang)
3.
Al Habib Abd Kadir bin Hadi Assegaf (Surabaya)
4.
Al Habib Muhammad bin Achmad Assegaf (Surabaya)
5.
Al Habib Alwi bin Abdullah Assegaf (Solo)
6.
Al Habib Achmad bin Alwi Aldjufri (Pekalongan)
7.
Al Habib Ali bin Husein bin Syahab (Gresik)
8.
Al Habib Zein bin Abdullah Alkaff (Gresik)
9.
Al Habib Achmad bin Ghalib Alhamid (Surabaya)
10. Al Habib Alwi bin Muhammad Al Muhdhar (Bondowoso) MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________
217
Konsep Pendidikan Islam Dalam Membentuk Pribadi Anak Yang Shalihah
11. Al Habib Abdullah bin Hasan Maulahela (Malang) 12. Al Habib Hamid bin Muhammad As Sery (Malang) 13. Syeikh Robaah Hussanah Al Kholili - Palestina, yang bertugas mengajar di Indonesia 14. Syeikh Muhammad Mursidi - Mesir, yang bertugas mengajar di Indonesia
Guru-guru beliau yang berada di luar Negeri, diantaranya: 1.
Al Habib Alwi bin Abbas Al Maliki (Mekah)
2.
As Sayyid Muhammad Amin Al Quthbi (Mekah)
3.
Asy Syeikh Muhammad Seif Nur (Mekah)
4.
As Syeikh Hasan Muhammad Al Masyssyaath (Mekah)
5.
Al Habib Alwi bin Salim Alkaff (Mekah)
6.
Asy Syeikh Muhammad Said Al Hadrawi Al Makky (Mekah)
7.
Al Habib Muhammad bin Hadi Assegaf (Seiwoon-Hadramaut- Yaman)
8.
Al Habib Abdullah bin Ahmad Al hadlar (‘Innat-Hadramau-Yaman)
9.
Al Habib Hadi bin Ahmad Alhadlar (‘Innat-Hadramaut-Yaman)
10. Al Habib Abdullah bin Thahir Alhaddad (Geidon-Hadramaut-Yaman) 11. Al Habib Abdullah bin Umar Asy Syathiri (Tarim-Hadramaut-Yaman) 12. Al Habib Hasan bin Ismail bin Syeikhbubakar (‘Innat-HadramautYaman) 13. Al Habib Ali bin Zein Al Hadi (Tarim-Hadramaut-Yaman) 14. Al Habib Alwi bin Abdullah bin Syahab (Tarim-Hadramaut-Yaman) 15. AlHabib Abdullah binHamid Assegaf (Seiwoon-Hadramaut-Yaman) 16. Al Habib Muhammad bin Abdullah AlHaddar (Al Baidhaa-Yaman) 17. Al Habb Ali bin Zain Bilfagih (Abu Dhabi-Emirat Arab) 18. As syeikh Muhammad Bakhith Al Muthi’i (Mesir) 19. Sayyidi Muhammad Al Fatih Al Kattani (Fass-Maroko) 218
_________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009
Ulin Nadlifah Ummul Khoir
20. Sayyidi Muhammad Al Muntashir Al Kattani (Marakisy-Maroko) 21. Al Habib Alwi bin Thohir Al Haddad (Johor-Malasia) 22. Syeikh Abdul ‘Alim Ash-shidiqi (India) 23. Syeih Hasannain Muhammad Makhluf (Mesir) 24. Al Habib Abdul Kadir Bin Ahmad Assegaf (Jeddah-Saudi Arabia). Ilmu-ilmu yang beliau kuasai diantaranya adalah bahasa Arab dan sastra, ilmu tafsir dan hadis, ilmu fiqih dan tasawuf, ilmu sirrah dan tarikh dan beliau juga sedikit menguasai bahasa Belanda dan Inggris. Berangkat dari berbagai ilmu yang dikuasai, beliau juga pandai dalam menulis karya tulis. C. Latar Sosial Kultural dan Kiprah Dakwah 1.
Kultur Sosial Umar bin Ahmad Baradja Dalam lingkungan masyarakat Umar bin Ahmad Baradja merupakan
sosok pribadi yang sosialis. Salah satu gerakan sosial yang dilakukan oleh beliau adalah mencarikan dana untuk kebutuhan para janda, fakir miskin dan yatim piatu, khususnya para santri beliau agar mereka lebih konsentrasi dalam menimba ilmu. Dalam membentuk keturunan yang baik dan shalih, beliau bekerjasama dengan Al Habib Idrus bin Umar Alaydrus, menjodohkan wanita-wanita muslimah dengan pemuda muslim yang baik menurut pandangan beliau sekaligus mengusahakan biaya perkawinannya. Salah satu karya monumentalnya adalah membangun masjid Al Khoir Danakarya I Surabaya pada tahun 1971 bersama K.H. Adnan Chamim, setelah mendapat petunjuk dari Al Habib Sholih bin Muhsin Alhamid (Tanggul) dan Al Habib Zain bin Abdullah Alkaf (Gresik). Masjid ini sekarang digunakan untuk berbagai aktivitas yang berkaitan dengan dakwah masyarakat Surabaya.
MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________
219
Konsep Pendidikan Islam Dalam Membentuk Pribadi Anak Yang Shalihah
2.
Kiprah Dakwah Sebagai awal karirnya beliau mengamalkan ilmunya dengan
mengabdi di Madrasah Al Khairiyah Surabaya pada tahun 1935 sampai 1945, beliau berhasil mencetak beberapa ulama/asatidz yang telah menyebar ke berbagai pelosok tanah air. Murid beliau yang mengabdi dan mengamalkan ilmu yang diperoleh dari Umar bin Ahmad Baradja di antaranya; Almarhum Al Ustadz Ahmad bin Hasan Assegaf, Almarhum Al Habib Umar bin Idrus Al masyhur, Almarhum Al Ustadz Ahmad bin Ali Bebgei, Al Habib Idrus bin Hud Assegaf, Al Habib Hasan bin Hasim Al Habsyi, Al Habib Hasan bin abdul Kadir Assegaf, Al Ustadz Ahmad Dzaki Ghufron dan Al Ustadz Ja’far bin Agil Assegaf. Setelah beliau mengabdi di Madrasah Al Khairiyah Bondowoso, beliau lalu pindah mengajar di madrasah Al Arabiyyah Al Islamiyyah Gresik setelah itu pada tahun 1951–1957 beliau memperluas serta membangun lahan baru bersama dengan Al Habib Zein bin Abdullah Alkaff, sehingga wujudlah Gedung Yayasan Badan Wakaf yang diberi nama Yayasan Perguruan Islam Malik Ibrahim. Selain mengajar di lembaga pondok beliau juga mengajar di rumah pribadinya, di waktu pagi hari dan sore hari, juga majlis taklim/pengajian rutin malam hari. Karena sempitnya tempat dan banyaknya murid, maka beliau berusaha mengembangkan pendidikan itu dengan mendirikan Yayasan Perguruan Islam atas nama beliau Al Ustadz Ahmad Baradja, Hal ini sebagai wujud nyata dari hasil pendidikan dan pengalaman yang telah beliau dapat selama 50 tahun, dan berjalan sampai sekarang ini di bawah asuhan putranya yaitu Al Ustadz Ahmad bin Umar Baradja. 3.
Kepribadian Penampilan Umar bin Ahmad Baradja sangat bersahaja, juga dihiasi
sifat -sifat ketulusan niat yang disertai keikhlasan dalam segala amal 220
_________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009
Ulin Nadlifah Ummul Khoir
perbuatan duniawi dan ukhrawi. Beliau juga menjabarkan akhlak ahlul bait, keluarga Nabi dan para sahabat, yang mencontoh baginda Nabi Muhammad SAW. Beliau tidak suka membangga-banggakan diri, baik tentang ilmu, amal, maupun ibadah. Ini karena sifat tawadhu’ dan rendah hatinya sangat tinggi. Dalam beribadah, beliau selalu istiqamah baik sholat fardhu maupun sholat sunnah qabliyah dan ba’diyah. Sholat dhuha dan tahajud hampir tidak pernah dia tinggalkan walaupan dalam bepergian. Kehidupannya beliau usahakan untuk benar-benar sesuai dengan yang digariskan agama. Cintanya kepada keluarga Nabi Muhammad SAW dan dzuriyah atau keturunannya sangat kental tak tergoyahkan. Juga kepada para sahabat anak didik Rasulullah SAW. Itulah pertanda keimanan yang teguh dan sempurna. Dalam buku Kunjungan Habib Alwi Solo kepada Habib Abu Bakar Gresik, catatan Habib Abdul Kadir bin Hussein Assegaf, penerbit Putra Riyadi tahun 2003 halaman 93, disebutkan, “… kami (rombongan Habib Alwi Al-Habsyi) berkunjung ke rumah Syeikh Umar bin Ahmad Baradja (di Surabaya). Kami dengar saking senangnya, ia sujud syukur di kamar khususnya. Ia meminta Sayyidi Alwi untuk membacakan doa dan fatihah” (Al Kisah, 2007: 85-89). Sifat wara’nya sangat tinggi. Perkara yang meragukan dan subhat beliau tinggalkan, sebagaimana meninggalkan perkara-perkara yang haram. Beliau juga selalu berusaha berpenampilan sederhana. Sifat Ghirah Islamiyah (semangat membela Islam) dan iri dalam beragama sangat kuat dalam jiwanya. Konsistensinya dalam menegakkan amar ma’ruf nahi munkar, misalnya dalam menutup aurat, khususnya aurat wanita, dia sangat keras dan tak kenal kompromi. Dalam membina anak didiknya, pergaulan bebas antara laki-laki dan perempuan beliau tolak keras. Juga bercampurnya murid
MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________
221
Konsep Pendidikan Islam Dalam Membentuk Pribadi Anak Yang Shalihah
D. Konsep Akhlaq Dalam Kitab Al Akhlaq Lil Banat Kitab Al Akhlaq Lil Banat terdiri dari tiga jilid, selebihnya akan kami paparkan kandungan dari kitab tersebut agar dapat kita pahami dengan lebih mudah. Pada juz satu secara garis besar berisi bagaimana cara membentuk akhlaq yang baik, contoh perilaku akhlaq yang baik, perilaku yang dilarang oleh agama dan contoh perilaku yang dilarang agama. Memperkenalkan Allah pada anak, memperkenalkan Nabi dan Malaikat Allah dalam artian bahwa Allah-lah yang menciptakan alam semesta ini untuk kita manfaatkan, sebagai sarana menyembah dan bertakwa kepada Allah. Menerangkan tentang taat terhadap perintah Allah dan menjauhi segala larangan-larangan Allah, menerangkan tentang akhlaq kepada orang tua, bagaimana akhlaq kepada guru, bagaimana sikap kita terhadap orang yang lebih muda dan lebih tua, dan bagaimana sopan santun kita ketika kita bertetangga, berteman. Pada bagian akhir juz pertama diterangkan sopan santun murid ketika dia menerima pelajaran dari guru dan diakhri dengan nasihat yang ditujukan untuk umum (masyarakat). Pada juz dua secara garis besar menerangkan tentang hakikinya Al- Khalik, menerangkan tentang adab taat terhadap segala perintah Allah dan menjauhi segala laranganlarangan Allah, memberikan panduan kepada anak agar anak selalu mencontoh apa yang telah Nabi Muhammad SAW. Lakukan dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai anak yang telah dibesarkan oleh orang tua sudah selayaknya kita mencintai kedua orang tua yang telah melahirkan, membesarkan serta merawat kita tanpa mengenal lelah, menggambarkan tamsil-tamsil tentang orang yang senantiasa berbuat kebaikan, dan akan mendapatkan apa yang dia inginkan, adab kepada saudara laki-laki dan perempuan untuk saling hormat menghormati dan kasih sayang antar sesama, kesederhanaan yang menjadi kunci kebahagiaan di dunia dan
222
_________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009
Ulin Nadlifah Ummul Khoir
akhirat, menerangkan bagaimana cara kita bertetangga yang baik, kewajiban kita terhadap teman-teman kita menjadi penutup pada juz dua ini. Pada juz tiga secara garis besar menerangkan tentang bagaimana sebaiknya kalau kita sedang berjalan, duduk, berbicara, makan, bertamu dengan sesama muslim, menengok orang yang sedang sakit, adab ketika takziyah, adab ketika kita ditimpa sebuah musibah, dan diakhiri dengan adab ketika kita akan pergi serta adab meminta sesuatu kepada Allah. Intinya pada bab tiga ini merupakan keterangan yang menerangkan tentang hubungan antara manusia dengan manusia atau ibadah ghairu mahdloh. 1.
Akhlaq terhadap Allah SWT Telah kita ketahui bahwa Allah telah memberikan kepada kita
berbagai nikmat dan anugrah yang sangat besar, maka kita wajib bersyukur atas nikmat tersebut yaitu dengan berakhlaq terhadap Allah SWT dengan cara: a.
Mengabdi atau beribadah hanya kepada Allah SWT
b.
Menyayangkan atau mamuliakan Allah SWT
c.
Melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya
d.
Mencintai Allah SWT melebihi kecintaanya kepada bapak, ibu dan diri kita sendiri
e.
Berusaha dan berdoa memohon kepada Allah SWT agar selamanya diberi petunjuk jalan yang benar dan memohon keselamatan juga memohon agar Allah SWT menjadikan anak-anak perempuan yang baik dan beruntung dunia dan akhirat
f.
Bersyukur atas semua nikmat yang diberikan Allah SWT Apabila kita bersyukur atas nikmat-Nya dengan melakukan perintah-Nya, maka Allah akan mencintai kita dengan menjadikan manusia lain juga mencintai kita, menjaga dari bahaya dan penyakit, dan juga akan memberikan segala sesuatu yang kita inginkan. Allah juga akan MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________
223
Konsep Pendidikan Islam Dalam Membentuk Pribadi Anak Yang Shalihah
menambahi nikmat-Nya kepada kita, seperti firman Allah SWT Qur’an Surat Ibrahim ayat 7 ُدِي ٌد َ َل
ََو ِإ ْذ ت َأَذَّن ﴾٧:﴿ابراُيم Artinya : “Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih". (www.al qur’an_word.com)
عذَا ِبى َ
َكف َْرت ُ ْم
ِإ َّن
َولَئِن
ۖ
ََل َ َِي َدنَّ ُك ْم
ُك َْرت ُ ْم َ
لَئِن
َربُّ ُك ْم
Dengan semua itu maka hidup kita akan beruntung dan bahagia dunia dan akhirat. g.
Mencintai Malaikat-Malaikat Allah, para Rasul dan Nabi Allah, dan orang-orang shalih dari hamba-hamba Allah, karena sesungguhnya Allah SWT juga mencintai mereka. (Umar Baradja, 1987 : 5-6)
2.
Akhlaq terhadap Rasulullah SAW Jika kita mencintai Allah SWT maka kitapun harus mencintai Rasul
Allah yaitu dengan taat kepada Rasulullah SAW juga merupakan bagian ketaatan kepada Allah SWT, seperti firman Allah Qur’an Surat Ali Imran 31 ذُنُوبَ ُك ْم
َّللاَ فَاتَّبِعُونِى َقُ ْل إِن ُكنت ُ ْم تُحِ بُّون َّ ﴾٤٢:ور َّرحِ ي ٌم ﴿آل عمران َ َّ ۗ َو ٌ ُغف َُّللا Artinya: “Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosadosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (www.alqur’an_word.com) لَ ُك ْم
َويَ ْغف ِْر
َّ َُّللا
يُحْ بِ ْب ُك ُم
Maka lakukanlah nasihat-nasihat Nabi yang manunjukan kepada kebaikan dan menjauhkan kejelekan. Karena nasihat tersebut akan mendatangkan kebahagiaan. Cinta kepada Nabi Muhammad SAW. tidak cukup sekedar dilahirkan dalam bentuk pengakuan kata-kata, melainkan harus dibuktikan dalam bentuk yang nyata antara lain dengan :
224
_________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009
Ulin Nadlifah Ummul Khoir
a.
Mengamalkan dan mematuhi agama Islam yang diajarkannya, baik yang terdapat dalam Al Qur’an maupun Hadis.
b.
Berjuang menegakkan, mengembangkan dan membela ajaranajarannya, termasuk pula menjaga kemurniannya dari bid’ah dan kufarat.
c.
Memuliakan Nabi Muhammad SAW. dan memperbanyak shalawat kepadanya.
d.
Memuliakan keluarga dan sahabat-sahabatnya.
e.
Mengikuti nasehat-nasehatnya dan mengamalkannya dalam kehidupan. Selain kita diwajibkan untuk memuliakan Allah SWT kita juga
diwajibkan untuk memuliakan Rasulullah SAW melebihi cinta kita kepada dua orang tua dan dirinya sendiri. Karena sesungguhnya Rasulullah SAW yang mengajarkan agama Islam dan karena Rasulullah kita mengetahui Tuhan kita, juga bisa membedakan antara halal dan haram. (Umar Baradja, 1987 : 9)
Metode Penelitian Dalam penulisan metode skripsi ini, penulis mengunakan beberapa metode penelitian, baik untuk memperoleh data maupun untuk menganalisis data-data yang ada, antara lain dengan Library Research. Yaitu salah satu research atau penelitian kepustakaan (Hadi, 1991: 9). Dalam penyusunan skripsi ini menggunakan jenis studi kepustakaan atau library research. Dalam arti bahwa bahan-bahan atau data-data penulisan skripsi ini diperoleh dari penelitian buku-buku dan literatur-literatur yang berkenaan dengan topik yang sedang dibahas. Maka sumber data yang dipakai dalam penyusunan skripsi ini dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu: 1.
Sumber data primer
MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________
225
Konsep Pendidikan Islam Dalam Membentuk Pribadi Anak Yang Shalihah
Yaitu sumber data yang langsung berkaitan dengan obyek riset. (Tahzidulum Dharaha,1989: 60). Dalam penelitian ini sebagai sumber primernya adalah kitab Al Akhlaq Lil Banat. 2.
Sumber data sekunder Yaitu sumber data yang mengandung dan melengkapi sumber data
primer. Adapun sumber data sekunder dalam penyusunan skripsi ini adalah buku-buku lain yang menjadi referensi, yang isinya dapat membantu dalam penyusunan skripsi ini.
Pembahasan A. Signifikansi Pemikiran Umar Bin Ahmad Baradja Dalam Kitab Al Akhlaq Lil Banat dalam Pendidikan di Indonesia Seorang anak tak ubahnya benih kecil yang membutuhkan perawatan secara ekstra, mulai dari air, suhu, udara dan sinar matahari sehingga benih itu menjadi tumbuh besar dan berkekuatan, begitu pula seorang anak pada fase pertamanya juga membutuhkan perhatian, pengawasan dan arahan secara simultan sampai pada akhirnya mereka tumbuh besar menjadi kebiasaanya semenjak kecil dengan izin Allah. Mereka kelak menjadi orang yang cinta dengan kebaikan setelah dewasa. Namun manakala pertumbuhan mereka diabaikan dengan tanpa ada perhatian sama sekali tentunya kelak mereka akan tumbuh besar menjadi orang yang sulit untuk diarahkan dan diperbaiki. Oleh karena itu hendaknya mereka perlu dididik dengan manhaj Allah yang tercantum dalam Al-Qur’an dan yang sesuai dengan sunnah Nabi Muhammad SAW, dan hendaknya mereka diberi perhatian secara khusus dalam masalah pendidikan sejak tumbuhnya jari-jemari mereka pada masa perkembangannya sampai dewasa. Meski dilihat pada perkembangan selanjutnya pendidikan Islam telah mengalami proses dinamika pemikiran yang sangat luas, unsur pendidikan 226
_________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009
Ulin Nadlifah Ummul Khoir
moral pun tak luput dari kajian pembahasan para pemikir pendidikan Islam. Pendidikan moral sendiri kemudian menjadi semacam unsur permanen dalam sistem pendidikan Islam, setidaknya dalam penetapan kurikulum maupun pemantapan visi dan misi kependidikannya. Harun Nasution berpendapat, pendidikan moral merupakan titik tekan yang sangat signifikan dalam pendidikan Islam, karena ia merupakan salah satu inti dari ajaran agama Islam itu sendiri, selain juga pendidikan ke-teologis-an dan keibadahan. (Nasution, Harun, 1998:87) Hal terpenting yang menjadi sorotan para pakar pendidikan Islam saat ini adalah tentang fenomena gejala dekadensi moral masyarakat, baik orang dewasa maupun anak-anak pelajar, seperti penyelewengan, penipuan, perampokan penindasan, saling menjegal dan saling merugikan dan masih banyak perbuatan tercela lainnya. Maka Pendidikan Islam mempunyai tugas pokok, tugas tersebut adalah membantu dan membina individu agar bertakwa dan berakhlaqul karimah, bermanfaat bagi keluarga dan masyarakat. Sebagaimana pengertian Pendidikan Islam yang dikemukakan oleh D. Marimba yaitu bimbingan atau pimpinan sadar oleh pendidikan terhadap perkembangan jasmani dan rohani peserta didik menuju terbentuknya kepribadian yang utama (Insan kamil) (D. Marimba, 1989: 19). Agar proses pendidikan berjalan sesuai dengan yang diharapkan maka pendidikan, pengajaran dan metodenya harus diambil dari aturan dan nilainilai agama Islam. Demikian juga, kita harus mempersiapkan seorang pengajar mukmin yang memiliki nilai-nilai tersebut, sehingga dia dapat menjadi pemandu program Pendidikan Islam yang sukses, dapat menciptakan generasi muda yang berpotensi dan mempunyai kepribadian yang Islami. Untuk mencapai itu semua, maka materi yang ada dalam kitab Al Akhlaq Lil Banat sangat signifikan jika dipakai sebagai acuan dalam upaya mencapai keberhasilan pendidikan. Materi yang disajikan dalam kitab MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________
227
Konsep Pendidikan Islam Dalam Membentuk Pribadi Anak Yang Shalihah
ini tidak hanya mengacu pada hubungan antara manusia dengan Allah (hablumminallah), melainkan juga pada hubungan antara manusia satu dengan manusia lain (hablumminannas), seperti akhlaq terhadap orang tua, kerabat, tetangga, sesama teman dan juga sampai pada adab-adab berjalan, bepergian, dan lain sebagainya, telah penulis deskripsikan pada bab sebelumnya. Metode yang di pakai oleh Umar bin Ahmad Baradja dalam kitab Al Akhlaq Lil Banat antara lain: melalui teladan, nasehat, cerita atau hikayat, kebiasaan, melalui syair, dan melalui dalil naqli. Misalnya saja pendidikan melalui teladan. Keteladanan yang baik merupakan suatu keharusan dalam pendidikan, karena bagaimana mungkin seorang anak akan memiliki antusiasme untuk menjalankan sholat sedangkan dia melihat orang tuanya adalah orang yang tidak memperhatikan sholat. Bagaimana mungkin dia akan meninggalkan lagu-lagu dan lawakan, sedangkan dia melihat ibunya senantiasa memperdengarkannya. Itulah dunia anak adalah dunia meniru, ia akan meniru apa saja yang dapat ditangkap oleh indranya. Kebutuhankebutuhan akan figur teladan selalu ada pada manusia karena karakter manusia sebenarnya adalah senang untuk meniru. Hal ini bersumber dari kondisi mental seseorang, yang senantiasa dirinya berada dalam perasaan orang lain, sehingga dirinya meniru, ada kecenderungan anak akan meniru perilaku orang dewasa. Dan bawahan akan meniru atasannya. Untuk itu hendaklah kita mengedepankan keteladanan yang baik bagi anak-anak. Untuk itu pemilihan metode yang tepat akan sangat penting diterapkan dalam Pendidikan Islam guna mewujudkan tujuan pendidikan terciptanya insan kamil yang berkepribadian shalih-shalihah. Dalam proses pembentukan kepribadian anak, diperlukan strategi dan metode yang tepat. Dan keberadaan kitab ini sangatlah signifikan dalam upaya pencapaian terbentuknya generasi muda yang sesuai dengan tujuan umat islam. Tujuan 228
_________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009
Ulin Nadlifah Ummul Khoir
pendidikan bukanlah suatu benda yang berbentuk tetap dan statis tetapi tujuan itu merupakan keseluruhan dari kepribadian seseorang yang berkenaan dengan seluruh aspek kehidupannya. Kata Hasan Langgulung: “Berbicara tentang tujuan pendidikan tidak terlepas dari pembahasan tentang tujuan hidup manusia. Oleh karena itu pendidikan hanyalah suatu alat yang digunakan manusia untuk memelihara kelanjutan hidupnya, baik sebagai individu atau masyarakat. (Hasan Langgulung, 1995: 55). Tujuan pendidikan tersebut tidak jauh berbeda dengan tujuan pendidikan yang ada dalam kitab Al Akhlaq Lil Banat walaupun dalam penyampaiannya berbeda. Tujuan dalam Al Akhlaq Lil Banat upaya pembentukan kepribadian individu dan kepribadian sosial yang baik, seperti contohnya akhlaq minum,makan dan tidur akan mumbentuk kepribadian individu yang baek, sedang kepribadian sosial dengan menanamkan akhlaq terhadap orang tua, guru, saudara, tetangga, dan terhadap teman, sehingga kitab Al Akhlaq Lil Banat sangatlah signifikan dipakai dalam proses pendidikan di Indonesia.
B. Relevansi Pemikiran Umar Bin Ahmad Baradja Dalam Kitab Al Akhlaq Lil Banat dalam Pendidikan di Indonesia Penanaman akhlaq menjadi prioritas utama, karena harapan terbesar bertumpu pada anak, dimana mereka adalah penerus perjuangan, pewaris dan pembawa nama orang tua dan keluarga, berkibar di langit dan semerbak harum mewangi, ataukah anak yang akan mencoreng muka orang tua dan keluarga oleh karena kebejatan akhlaq yang dimiliki. Anak merupakan amanat belahan hati yang suci, mutiara paling berharga yang masih netral dan belum terbentuk, oleh karena itu dia siap dibentuk dan dibawa kemanapun dia akan dibawa. Seperti yang telah ada dalam kitab Al Akhlaq Lil Banat bahwa jika seorang anak dibiasakan dan diajari hal-hal yang baik, MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________
229
Konsep Pendidikan Islam Dalam Membentuk Pribadi Anak Yang Shalihah
maka dia akan tumbuh dengan baik dan tentu akan menjadi orang yang bahagia di dunia dan akhirat. Begitu juga sebaliknya, jika dibiasakan dan diajari hal-hal yang buruk, diabaikan layaknya binatang tentu dia akan menderita dan rusak, untuk itu membimbing dan menanamkan akhlaq yang terpuji kepada anak merupakan cara pendidikan akhlaq yang berhasil, dengan kata lain yaitu: “Adab bisa berguna selagi anak dalam kedinian dan tiada lagi berguna baginya setelah itu, ibarat ranting kecil akan lurus jika diluruskan, tiada lagi lurus jika ia menjadi batang yang kaku”. Pendidikan akhlaq untuk generasi sekarang ini juga dihadapkan pada persoalan-persoalan yang cukup kompleks, yakni persoalan reformasi dan globalisasi menuju masyarakat Indonesia baru. Tantangan yang dihadapi sekarang adalah bagaimana upaya untuk membangun paradigma baru Pendidikan Islam, visi, misi, dan tujuan, yang didukung dengan sistem kurikulum atau materi pendidikan, manajemen dan organisasi, metode pembelajaran untuk dapat mempersiapkan manusia yang berkualitas, bermoral tinggi dalam menghadapi perubahan masyarakat global yang begitu cepat, sehingga produk Pendidikan Islam tidak hanya melayani dunia modern, tetapi mempunyai pasar baru atau mampu bersaing secara kompetitif dan proaktif dalam dunia masyarakat modern, global dan informasi. Perubahan yang perlu dilakukan Pendidikan Islam, yaitu: 1.
Membangun sistem Pendidikan Islam yang mampu mengembangkan sumber daya manusia yang berkualitas agar mampu mengantisipasi kemajuan iptek untuk menghadapi tantangan dunia global menuju masyarakat Indonesia baru yang dilandasi dengan nilai-nilai ilahiyah, kemanusiaan (insaniyah), dan masyarakat, serta budaya.
2.
Menata manajemen Pendidikan Islam dengan berorientasi pada manajemen
230
berbasis
sekolah
agar
mampu
menyerap
aspirasi
_________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009
Ulin Nadlifah Ummul Khoir
masyarakat,
dapat
mendayagunakan
potensi
masyarakat
dalam
rangka,penyelenggaraan Pendidikan Islam yang berkualitas. 3.
Meningkatkan demokratisasi penyelenggaraan Pendidikan Islam secara berkelanjutan dalam upaya memenuhi kebutuhan masyarakat agar dapat menggali serta mendayagunakan potensi masyarakat. Namun dalam hal ini, kitab Al Akhlaq Lil Banat kurang efesien jika dipakai dalam proses pendidikan akhlaq anak, karena adanya kemjuan teknologi zaman, sehingga dalam hal ini diperlukan pemikiran pembaharuan lagi untuk penyesuaian dengan kemajuan zaman globalisasi. Proses pendidikan akhlaq adalah usaha sadar dan tidak sadar yang dilakukan oleh seorang pendidik untuk membentuk tabiat yang baik pada seorang anak didik, sehingga terbentuk manusia yang taat kepada Allah. Pembentukan tabiat ini dilakukan oleh pendidik secara kontinue
dengan tidak ada paksaan dari pihak manapun. Pendidikan akhlaq pada hakekat keberadaannya sangatlah urgen di Indonesia, pendidikan yang bertujuan membentuk pribadi muslim yang seutuhnya, mengembangkan seluruh potensi manusia baik dari segi rohaniah atau jasmaniah, menumbuhsuburkan hubungan harmonis setiap pribadi dengan Allah, sesama dan juga semesta alam. Agar peserta didik dapat mencapai tujuan Pendidikan Islam tersebut, maka eksistensi lembaga pendidikan di Indonesia harus menyusun rancangan program pendidikan yang dijabarkan dalam kurikulum yang berorientasi pada: 1.
Tercapainya hubungan transenden antara manusia dengan sang khaliq sesuai dengan fitrah manusia sebagai abdullah
2.
Tercapainya hubungan antroposentris antara sesama manusia dan antara manusia dengan makhluk lain, sesuai dengan fungsi manusia sebagai khalifah (pemimpin) di muka bumi.
MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________
231
Konsep Pendidikan Islam Dalam Membentuk Pribadi Anak Yang Shalihah
Relevansi kitab Al Akhlaq Lil Banat terhadap Pendidikan Islam di Indonesia sangatlah berkesinambungan, karena baik dari segi materi isi kitab, metode yang dipakai dan tujuan pendidikan dalam kitab ini sangatlah cocok untuk dipakai oleh lembaga-lembaga Pendidikan Islam di Indonesia, terutama yang telah dipakai oleh lembaga pendidikan non formal. Sehingga akan terciptalah generasi Islam yang berkualitas yang sesuai dengan tujuan Pendidikan Islam. Dalam kitab ini Umar Bin Ahmad Baradja banyak menjelaskan akhlaq mahmudah, seperti contoh penanaman rasa malu, hal ini akan terwujud apabila kita menjaga pandangan dari sesuatu yang tidak halal, menghargai setiap orang yang memiliki keutamaan dan menghargai orangorang yang patut dihargai menurtu derajat mereka, seperti orang tua, guru, serta orangorang yang lebih tua. Kitab ini juga menjelaskan akhlaq mazmumah, akhlaq tercela yang harus ditinggalkan, seperti contoh menghindari sifat dusta, karena jika sifat dusta ini telah merajalela di masyarakat, maka tidak bisa diharapkan terwujudnya keamanan dan kedamaian dalam kehidupan bersama. Maka dari itu kitab ini sangat urgen dalam proses penanaman akhlaq anak dalam rangka pembentukan pribadi anak yang shalih dan shalihah. Karena jika bumi ini diwariskan kepada generasi–generasi yang tidak bertanggungjawab, yang terjadi hanyalah exploitasi alam, kemaksiatan dan kemungkaran. Hal ini akan dapat membawa malapetaka dan nestapa di muka bumi.
C. Implikasi Pemikiran Umar Bin Ahmad Baradja Dalam Kitab Al Akhlaq Lil Banat dalam Pendidikan di Indonesia Kitab Al Akhlaq Lil Banat ini telah digunakan di beberapa lembaga pendidikan non formal, seperti di Madrasah Banat dan di beberapa pondok pesantren terutama di jawa, khususnya di pondok pesantren banat Al Badriyah Mranggen, Pondok Pesantren Banat Kudus, Madrasah Diniyah 232
_________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009
Ulin Nadlifah Ummul Khoir
Islahiyyah Mranggen dan pondok pesantren putri Bustanu ‘Usyaqil Qur’an Bener. Bahkan kitab ini telah dimasukkan dalam kurikulum, karena kitab ini tidak hanya berisi tentang pendidikan akhlak yang mengarah pada hubungan dengan Sang Pencipta namun juga hubungan terhadap Orang Tua, Guru, saudara, tetangga, dan teman, serta menjelaskan tata cara bertamu yang baik dan makan minum yang baik. Adapun ha-hal positif yang diperoleh oleh peserta didik atau santri yang mempelajari dan mengindahkan kitab ini diantaranya adalah perubahan sikap terhadap orang-orang disekitarnya, perubahan perilaku dalam bertindak atau melakukan aktifitas. Dengan mempunyai akhlaq terpuji dan menjauhkannya dari perilaku yang buruk, sehingga setiap peserta didik atau santri dapat hidup dengan aman dan tentram. Akhlaq terpuji tersebut diantaranya terciptanya kerja sama dan solidaritas yang baik, mempererat tali silaturahmi, bertamu dan berkunjung dengan baik dan sopan, berbicara dengan sopan, saling memuliakan dan saling menghormati, serta menjauhi perilaku buruk atau tercela seperti mengunjing, mengumpat, menfitnah, dan mengambil hak temannya. Dalam penanaman akhlaq terpuji tersebut perlu adanya loyallitas terhadap dua sumber pokok ajaran Islam, yaitu Al Qur’an dan Hadis, serta sifat konsistensi dan kesungguhan dalam penerapan kehidupan sehari-hari. Ada juga dari sebagian peserta didik yang tidak mengindahkan kitab ini dan tidak menyadari akan urgennya pendidikan akhlaq, hal tersebut akan menimbulkan dekadensi moral pada generasi Islam, yaitu diantaranya merebaknya peserta didik atau santri yang mengambil uang temannya, menfitnah temannya, menggunjing, membuat kegaduhan, berburuk sangka dan berdusta baik kepada guru ataupun temannya. Maka dalam rangka penerapan kitab akhlaq ini kepada peserta didik atau santri, selain harus menekankan sifat loyalitas, konsisten dalam berakhlaq terpuji, seorang guru (ustadz dan ustadzah) dan pengurus juga MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________
233
Konsep Pendidikan Islam Dalam Membentuk Pribadi Anak Yang Shalihah
harus memberikan keteladanan yang tepat serta harus kita tunjukkan tentang bagaimana kita harus bersikap, bagaimana kita harus menghormati dan seterusnya. Kalau kita ingin dihormati oleh orang lain, tentulah harus kita awali dari kita sendiri untuk berbuat baik kepada sesama dan berbakti kepada kedua orang tua kita. Maka dengan mengawalinya demikian, niscaya orang lain pun akan menghormati kita dan anak-anak pun berbakti kepada kita. Jadi pembelajaran kitab akhlaq ini tidak hanya dalam kelas saja, yaitu dengan metode ceramah namun juga perlu diterapkan metode keteladanan, nasehat dan kebiasaan. Maka dengan usaha pembiasaan pada diri secara dini dan konsisten, lebih bisa diharapkan akhlaqul karimah akan benar-benar tumbuh pada diri anak sehingga apa yang diharapkan oleh kita akan terwujud yakni harapan yang nantinya mempunyai sebuah keluarga yaitu keluarga yang dipimpin oleh seorang kepala keluarga yang shalih didampingi oleh seorang istri yang shalihah dan dihiasi pula putra-putri yang shalih dan shalihah.
Kesimpulan Berdasarkan uraian dalam bab-bab yang telah lalu, maka penulis dapat mengemukakan kesimpulan sebagai berikut: 1.
Materi akhlaq dalam kitab Al Akhlaq Lil Banat meliputi hubungan transedental antara menusia dengan Sang Khalik, sesuai penciptaan manusia sebagai Abdullah, dan hubungan antroposentris antar sesama manusia, sesuai dengan fungsinya sebagai kholifah fil ard. Dalam mensukseskan proses pendidikan akhlaq untuk membentuk pribadi anak perlu penerapan metode, diantaranya melalui teladan, nasehat, kisah atau cerita, kebiasaan, menggunakan dalil naqli, dan menggunakan syair. Metode-metode tersebut sangat efektif dan lazim untuk diterapkan dalam proses pendidikan akhlaq di indonesia.
234
_________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009
Ulin Nadlifah Ummul Khoir
2.
Dalam membentuk pribadi anak yang shalih-shalihah, peran keluarga dan masyarakat sangatlah berpengaruh dalam kemampuan serta kesiapan orang tua dan lingkungan masyarakat dalam mengantarkannya menjadi insan shalih-shalihah. Dengan mengacu pada sebuah kurikulum untuk berlanjutnya proses pendidikan akhlak anak dalam upaya pembentukan pribadi anak yang shalihah. Maka Kitab Al Akhlaq Lil Banat terhadap Pendidikan akhlaq anak di Indonesia sangatlah berkesinambungan, karena baik dari segi materi isi kitab, metode yang dipakai dan tujuan pendidikan dalam kitab ini sangatlah cocok untuk dipakai oleh lembaga-lembaga Pendidikan Islam di Indonesia. Sehingga akan terciptalah generasi Islam yang berkualitas yang sesuai dengan tujuan Pendidikan Islam
Daftar Pustaka Abdurrahman, Jamal. 2003. Atfal Al Muslim, Kaifa Rabaahum Al Nabiy Al Amin?, terjemah oleh Jujuk Najibah Ardianingsih, Pendidikan Ala Kanjeng Nabi. Yogyakarta: Mitra Pustaka. Al Barry, M. Dahlan. 1994. Kamus Ilmiah Populer. Surabaya: Arloka. Al Habaib.Blog Spot.com. Al Kisah. 2007.NO.07/V11/26 Maret-8 April. Baradja, Umar. 1987. Al Akhlaq Lil Banat, Surabaya: CV. Ahmad Nabhan, Jilid I, II & III. D. Marimba, Ahmad. 1989. Pengantar Pendidikan Islam. Bandung: Al Ma’rifat Rosda Karya. Depdikbud. 1990. Kamus BBI. Jakarta: Balai Pustaka. Fajar, A. Malik. 1999. Reorientasi Pendidikan Islam. Jakarta: Fajar Dunia, Cet I. MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________
235
Konsep Pendidikan Islam Dalam Membentuk Pribadi Anak Yang Shalihah
Hadi, Sutrisno. 1991. Metodologi Research. Yogyakarta: Andi Offset, Jilid 1. Langgulung, Hasan. 1995. Manusia dan Pendidikan, Suatu Analiasa Psikologi dan Pendidikan. Jakarta: Al Husna Zikra. Nasution, Harun. 1998. Islam Rasional, Bandung: Mizan. Nata, Abuddin. 1997. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu. _______ . 2003. Manajemen Pendidikan Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: Kencana. Nazir, Muhammad. 1988. Metode Penelitain. Jakarta: Galia Indonesia. Razak, Nasrudin. Dinul Islam. Bandung: Al Ma’arif. Sulaiman, M. Subhi. Fannu Tarbiyah Al Banat, terjemah oleh Akhmad Sodiqin, Lc, Sholihah Kiat Mendidik Anak Perempuan dalam Islam. Semarang: Pustaka Adnan. Toha, Chabib. 1996. Kapital Selekta Pendidikan Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Uhbiyati, Nur. 1998. Ilmu Pendidikan Islam. Bandung: Pustaka Setia.
[email protected] Zaini, Syahminan. 1996. Penyakit Rohani, Pengobatannya. Jakarta: Kalam Mulia
236
_________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009
Muhammad Solehan
NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM BUKU “TUHAN, MAAF KAMI SEDANG SIBUK” KARYA AHMAD RIFA’I RIF’AN Muhammad Solehan Instansi Abstract This study has the formulation of the problem as follows: How is biography Ahmad Rifa'I Rif'an? How are the values of moral education in the book of Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk? How is the application of moral education methodology in the book? How to implement the values of moral education in the book? This research use literature study which examines in depth about the book. Source of data come from primary data and secondary data. To analyze the existing data, the author organize, select and sort to find patterns and synthesize then conclude. The method of analysis use inductive and deductive. The findings show that Ahmad Rifa'I Rif'an born in Lamongan 3 Oktiber 1987. He is a young writer and businessman Marsua Media Owner. Patterns of thought in his book include personal development, motivation, religion and business. The concept of moral education in the book of Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk is a balance in the vertical relationship (Hablumminallah) as a servant of God and the horizontal relationship (hablumminannas) as individual beings and social beings to achieve the degree of piety. Implementation in moral education in schools include: a) Implementation of materials: In connection with the development dimension in the vertical and horizontal dimensions. Besides, the implementation of direct practice of the student in daily life. b) Implementation methods: as method above moral education. c) Implementation of interest: the highest goal (taqwa), general purpose (to achieve self-realization), and special purpose (vision and mission of the school). Keywords: values, moral education, Tuhan Maaf Kami Sedang Sibuk Pendahuluan Semakin merosotnya akhlak warga negara telah menjadi salah satu keprihatinan para pejabat negara. Hal itu juga menjadi keprihatinan para pemerhati Globalisasi
pendidikan, terutama
para pemerhati pendidikan Islam.
kebudayaan sering dianggap sebagai salah satu penyebab
MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________
237
Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Dalam Buku “Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk” Karya Ahmad Rifa’i Rif’an
kemerosotan akhlak tersebut. Memang, kemajuan filsafat, sains, dan teknologi telah menghasilkan kebudayaan yang semakin maju pula. Proses itu disebut globalisasi kebudayaan. Namun kebudayaan yang semakin mengglobal itu, ternyata sangat berdampak terhadap aspek moral. Kemerosotan akhlak agaknya terjadi pada semua lapisan masyarakat. Meskipun demikian, pada lapisan remajalah kemerosotan akhlak itu lebih nyata terlihat (Tafsir, 2002: 1). Menurut pakar pendidikan, selama ini pendidikan belum berhasil membangun masyarakat Indonesia yang berakhlak mulia. Bahkan banyak yang menyebut pendidikan kita gagal karena banyak muridnya piawai dalam menjawab soal ujian akan tetapi mentalnya lemah dan moralnya rendah. Benar bahwa sejak kecil anak-anak diajarkan tentang kejujuran, keberanian, kerja keras, kebersihan dll. Namun nilai-nilai kebaikan tersebut hanya diajarkan di mulut dan semata-mata untuk dihafal, karena diduga akan keluar dalam lembar soal ujian. Sementara praktik nilai-nilai tersebut dalam dunia nyata kurang diperhatikan (Syarbini, 2013: 5). Dekadensi moral, kenakalan remaja, pergaulan bebas (freesex), penggunaan obat-obatan terlarang (narkoba), tawuran, meningkatnya tindak kekerasan, korupsi, kolusi, nepotisme, dan berbagai permasalahan sosial berakibat
pada
pergeseran tata
nilai
dan norma
di
masyarakat.
Menununjukkan bahwasanya bangsa ini telah sampai pada titik nadhir krisis akhlak yang sangat membahayakan bagi masa depan negara. Membutuhkan penyelamatan generasi dengan terus mengupayakan melalui pembentukan akhlak. Dalam UU No. 20 Tahun 2003 bahwasanya pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi 238
_________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009
Muhammad Solehan
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Rachman, 2003: 6). Langkah pemerintah memang strategis, alasannya iman dan takwa yang kuat yang akan mampu mengendalikan diri seseorang sehingga sanggup melakukan yang baik dan meninggalkan yang buruk. Berdasarkan inilah orang tua mempercayakan seratus persen pendidikan agama bagi anaknya ke sekolah. Dengan cara itu mereka mengira bahwa anak-anak mereka akan menjadi orang yang beriman dan bertakwa (Tafsir, 2002: 4). Padahal semua itu belumlah cukup, karena di sekolah hanyalah bersifat penyampaian pengetahuan, yaitu pengajaran (kognitif) saja. membutuhkan penanaman karakter melalui kebiasaan-kebiasaan yang ditanamkan dalam lingkungan keluarga maupun masyarakat. Pendidikan akhlak (yang bersumber dari agama) yang seharusnya memiliki peran besar dalam mengatasi persoalan dekadensi moral seperti kehilangan gigi taringnya, tak berdaya dan kurang memberikan kontribusi yang cukup untuk mengatasinya atau paling tidak menetralisir keadaan. Itu semua disebabkan kurang adanya keseimbangan dalam penanaman akhlak yang baik dari lingkungan keluarga, pergaulan (Sekolah, kantor), dan masyarakat. Amin Rais (1998: 103)
berpendapat bahwasanya banyak orang
beragama menjadikan agamanya sebagai topeng belaka. Banyak orang beragama yang menjadikan agamanya sebagai rutinisme belaka yang kosong melompong dari jiwa keagamaanya. Demikianlah yang terjadi jika agama hanya menjadi sekedar pengisi kepala atau pengetahuan tanpa ada pengamalan terhadap nilai-nilai yang terkandung didalamnya. Begitu banyak contoh yang dapat kita amati, bahwasanya kebanyakan agama hanya penghias kehidupan belaka, padahal ia adalah sentral yang seharusnya MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________
239
Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Dalam Buku “Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk” Karya Ahmad Rifa’i Rif’an
melekat disetiap aktifitas hidup manusia. Ketika adzan berkumandang, masih begitu banyak yang sibuk dengan segala aktifitasnya, masih begitu sibuk dengan pekerjaannya, tugas menumpuknya, sosial medianya, tanpa bersegera untuk memenuhi panggilan Allah tersebut. Karakter seperti inilah yang menjadi salah satu gambaran bahwasanya agama belum bisa menjadi ruh bagi setiap aktifitas manusia. Penanaman akhlak dalam beragama tentulah dibentuk melalui pembiasaan. Dan pendidikan akhlak dimulai dari lingkungan yang terkecil, yaitu keluarga. Lembaga pendidikan keluarga merupakan lembaga pendidikan yang pertama, tempat anak didik pertama-tama menerima pendidikan dan bimbingan dari orang tua atau anggota keluarga lainya. Didalam keluarga inilah tempat meletakkan dasar-dasar kepribadian anak didik pada usia yang masih muda, karena pada usia-usia ini anak lebih peka terhadap pengaruh dari pendidiknya (Zuhairini, 1995: 177). Selain dari lingkungan keluarga, yakni lingkungan pergaulan dan masyarakat secara umum. Lingkungan pergaulan yakni meliputi teman bermain, lingkungan kerja sementara lingkungan masyarakat adalah lingkungan dimana seseorang tinggal dalam lingkungan sosial, terjadi interaksi dan adaptasi terhadap masyarakat. Ketiga komponen tersebut diatas tentunya harus disemangati melalui nilai-nilai agama. Karena pada hakikatnya hidup ini memiliki satu tujuan, yakni beribadah kepada Allah SWT. Jadi ada dua dimensi yang harus seimbang dalam pendidikan akhlak, yakni hablum-minallah, yaitu berkaitan dengan keimanan, menyemangati setiap aktifitas dengan nilai agama. Dan hablum-minannas, yaitu bentuk dari upaya penjagaan keimanan, melalui pendidikan akhlak sesama manusia. Diantaranya dalam lingkungan keluarga, lingkungan bergaul (sekolah/kerja/ lainya), dan masyarakat.
240
_________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009
Muhammad Solehan
Buku Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk karya Ahmad Rifa’i Rif’an, merupakan buku yang menjelaskan tentang
konsep pendidikan akhlak
sesuai pada ajaran Islam. Penulis harapkan mampu memberikan gambaran mengenai pendidikan akhlak yang ideal, yang mampu memberikan solusi praktis sehingga memberikan kontribusi yang nyata bagi permasalahan sosial yang terjadi saat ini. Berangkat dari latar belakang di atas, penulis berusaha menelaah konsep pendidikan akhlak yang telah lalu dikomparasikan dengan konsep pendidikan kontemporer agar dapat memberikan sumbangan pemikiran terbaru. Dengan harapan mampu menjawab permasalahan kekinian terkait dekadensi moral berikut beberapa hal yang melingkupinya. Karenanya penulis tertarik untuk mengangkat sebuah fokus pembahasan mengenai pendidikan akhlak dengan judul ”NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM BUKU TUHAN, MAAF KAMI SEDANG SIBUK KARYA AHMAD RIFA’I RIF’AN”
Permasalahan 1. Bagaimana biografi Ahmad Rifa’i Rif’an? 2. Bagaimana nilai pendidikan akhlak dalam buku Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk karya Ahmad Rifa’i Rif’an? 3. Bagaimana implementasi nilai-nilai pendidikan akhlak dalam buku Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk di sekolah
Tinjauan Pustaka A. Nilai Bank (1996: 62) berpendapat bahwasanya nilai adalah suatu tipe kepercayaan yang berada dalam ruang lingkup sistem kepercayaan yang dalam seseorang bertindak atau menghindari suatu tindakan , atau MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________
241
Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Dalam Buku “Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk” Karya Ahmad Rifa’i Rif’an
menghindari suatu tindakan, atau mengenai sesuatu yang pantas atau tidak pantas dikerjakan. Menurut Sidi Gazalba (1996: 62) nilai adalah sesuatu yang bersifat abstrak, namun ideal, nilai bukan konkrit, bukan fakta, tidak hanya persoalan benar dan salah yang menuntut pembuktian empirik, melainkan soal penghayatan yang dikehendaki, disenangi atau tidak disenangi. Sementara menurut Thoha nilai adalah esensi yang melekat pada sesuatu yang sangat berarti bagi kehidupan manusia. Kebermaknaan esensi tersebut semakin meningkat sesuai dengan peningkatan daya tangkap dan pemaknaan manusia sendiri (Thoha, 1996: 62).
B. Pendidikan Akhlak Menurut UU No.20 tahun 2003 pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan secara sederhana diartikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan (Hasbullah, 2009: 1). Pendidikan merupakan proses perbaikan, penguatan, dan penyempurnaan terhadap semua kemampuan dan potensi manusia. Pendidikan juga dapat diartikan sebagai suatu ikhtiar manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilainilai dan kebudayaan yang ada dalam masyarakat (Rokib, 2009: 15) Sementara kata akhlak berasal dari bahasa arab akhlaaq, berakar dari kata khalaqa yang berarti menciptakan. Seakar dengan kata khaliq (Pencipta), makhluq (yang diciptakan), dan
khaliq (penciptaan). Dari
persamaan kata diatas mengisyaratkan bahwa dalam akhlak tercakup pengertian terciptanya keterpaduan antara kehendak khaliq (Pencipta) 242
_________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009
Muhammad Solehan
dengan perilaku makhluk (Manusia). Atau dengan kata lain, tata perilaku seseorang terhadap orang lain dan lingkunganya baru mengandung nilai akhlak yang hakiki jika tindakan atau perilaku tersebut didasarkan kepada kehendak khaliq (Tuhan), sehingga akhlak tidak saja merupakan norma yang mengatur hubungan antara manusia dengan Allah, namun juga dengan alam semesta sekalipun. (Assegaf, 2014: 42) Akhlak merupakan kelakuan yang timbul dari hasil perpaduan antara hati nurani, pikiran, perasaan, bawaan, dan kebiasaan yang menyatu membentuk suatu kesatuan tindak akhlak yang dihayati dalam kenyataan hidup keseharian (Drajat, 1995: 10). Akhlak awalnya dapat tumbuh melalui pengetahuan, jika dapat memahaminya selanjutnya dengan pembiasaan sebab ilmu dapat diperoleh melalui belajar, dan akhlak dapat diperoleh melalui pembiasaan (Kastolani, 2009:120). Nilai pendidikan akhlak adalah suatu esensi yang terkandung dalam sebuah proses perbaikan, penguatan, dan penyempurnaan perilaku sesuai dengan kehendak Sang Khaliq (Pencipta) ataupun norma agama sehingga menjadi seimbang antara Hablum-minallah (Hubungan Vertikal) dan hablum minan-nas (Hubungan Horisontal). Pendidikan akhlak disini terbatas pada pendidikan akhlak dalam agama Islam.
C. Buku Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk Buku Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk adalah sebuah buku inspirasional
yang
termasuk
buku
non
fiksi.
Membahas
tentang
pengembangan diri, pendidikan akhlak dan religiusitas. Buku yang sudah mendapat kategori National Best Seller ini adalah salah satu karya penulis muda berbakat, yaitu Ahmad Rifa’i Rif’an. Di dalam buku ini dari segi isinya menggunakan metode mauidzah atau pemberian nasehat dan
MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________
243
Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Dalam Buku “Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk” Karya Ahmad Rifa’i Rif’an
pengalaman penulis serta memberikan arahan-arahan kepada generasi muda khususnya, dan semua kalangan pada umumnya.
Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan studi pustaka (library research), karena objek kajian studi difokuskan pada kajian sebuah buku. Data-data yang terkait dengan analisis pembahasan penelitian berkaitan dengan biografi, latar belakang pendidikan penulis, dan berbagai hal yang mungkin berpengaruh pada kondisi penulis, baik secara langsung atau tidak langsung. Penelitian Pustaka (library research), yaitu jenis penelitian yang dilakukan degan menelaah dan menggunakan bahan-bahan pustaka berupa buku-buku, ensklopedi, jurnal, majalah, dan sumber pustaka lainya yang relevan dengan topik atau permasalahan yang dikaji sebagai sumber datanya (Hadi, 1990: 9).
Pembahasan A. Tinjauan Pendidikan Akhlak Perspektif Islam Mengkaji pendidikan akhlak, maka tidak akan terlepas dari pendidikan Islam sebagai landasan perencanaan dan pelaksanaannya. Karena pendidikan akhlak adalah salah satu bagian dari pendidikan Islam itu sendiri. Adapun dasar pendidikan akhlak bagi seorang muslim adalah akidah yang benar terhadap alam dan kehidupan, karena akhlak tersarikan dari akidah dan pancaran darinya. Oleh karena itu, jika sesorang berakidah dengan benar, niscaya akhlaknya pun akan benar, baik, dan lurus. Begitu pula sebaliknya, jika akidahnya salah dan melenceng, maka akhlaknya pun akan tidak benar (Mahmud, 2004: 84).
244
_________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009
Muhammad Solehan
Pendidikan akhlak dalam Islam adalah pendidikan yang mengakui bahwa dalam kehidupan, manusia akan menghadapi hal baik dan hal buruk. Untuk menghadapi hal yang serba kontra tersebut Islam telah menetapkan nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang membuat manusia mampu hidup di dunia. Dengan demikian, manusia mampu mewujudkan kebaikan di dunia dan akhirat (Mahmud, 2004: 121). Akhlak bersangkut paut dengan gejala jiwa sehingga dapat menimbulkan perilaku. Bilamana perilaku yang timbul ini adalah baik, maka dikatakan akhlak yang baik. Sebaliknya bila perilaku buruk yang timbul adalah buruk, maka dikatakan akhlak yang buruk. Bedanya dengan moral, ukuran baik dan buruk dalam akhlak mengikuti ketentuan agama, sedangkan moral berdasarkan budaya masyarakat dan akal pikiran manusia. Misal, di Amerika minuman keras awalnya dipandang sebagai perbuatan yang tercela dan dilarang hukum, akan tetapi setelah budaya masyarakat mengalami perubahan dan bergesernya pola pikir, kini minuman keras diterima sebagai gaya hidup. Ini yang dimaksud dengan moralitas manusia yang berasal dari budaya masyarakat dan akal fikiran. Sedangkan akhlak mendasarkan diri pada ketentuan Allah. Maka minuman keras tadi tetap merupakan perbuatan dan gaya hidup yang tidak sesuai menurut Islam dan tetap diperintahkan untuk ditinggalkan, meskipun budaya manusia dan pola pikirnya mengalami perubahan (Assegaf, 2014: 43-44).
Bisa disimpulkan bahwasanya yang
menjadikan perbedaan keduanya terletak pada sumber yang dijadikan patokan. Moral bersumber pada kebiasaan dan pendapat akal fikiran sementara akhlak ukuran yang digunakan untuk menentukan baik buruk adalah Al-Qur’an dan Al-Hadits. Karena dengan dihadapkanya manusia pada sifat baik-buruk, sebagai makhluk istimewa yang memiliki potensi yang dikaruniakan Allah sudah seharusnya manusia mengoptimalkannya, disanalah manusia memiliki MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________
245
Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Dalam Buku “Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk” Karya Ahmad Rifa’i Rif’an
kebebasan serta tanggung jawab atas segala apa yang dilakukan sebagai bentuk konsekuensinya. Islam
sebagai
petunjuk
dari
Allah
mengandung
implikasi
kependidikan yang mampu membimbing dan mengarahkan manusia menjadi pribadi yang sempurna melalui tahapan-tahapan sesuai ajarannya. Sehingga manusia bisa mencapai tujuan yang telah ditentukan. Adapun tujuan agama Islam diturunkan di bumi adalah menjadi rahmat bagi alam semesta. Dan tentu membutuhkan suatu wadah untuk mewujudkan tujuan tersebut. Diantaranya adalah melalui pendidikan. Melalui
pendidikan
Islam
maka
manusia
akan
diarahkan
untuk
mengembangkan fitrah yang Allah karuniakan sesuai dengan ajaran Islam. Adapun dimensi pengembangan manusia agar dapat mencapainya adalah sebagai berikut:
1.
Manusia sebagai makhluk individu Manusia sebagai makhluk individu bukan berarti manusia hanya
berorientasi pada diri sendiri saja, akan tetapi dengan segenap kelebihan yang telah diberikan Allah kepadanya, ia dapat memaksimalkan fungsi tersebut. Karena salah satu bentuk syukur kepada-Nya adalah dengan memaksimalkan potensi yang telah diberikanNya untuk dimanfaatkan sebaik-baiknya. Agar manusia mampu memaksimalkan potensi dirinya, maka Allah telah memberikan bekal yang cukup berupa fisik, akal (pikiran), dan hati yang sehat. Karena itulah Allah meninggikan derajatnya melebihi makhluk ciptaanNya di muka bumi. Allah berfirman dalam Q.S. al-Isra’: 70 ْالبَ ِ ِّر َو ْالبَحْ ِر َو َرََ ْق ٰن ُهم َولَقَ ْد ك ََّر ْمنَا بَن ِٓى َءا َد َم َو َح َم ْل ٰن ُه ْم فِى ا ﴾٧۰:ضيَل ﴿اْلسراء علَ ٰى َكثِير ِ ِّم َّم ْن َوفَض َّْل ٰن ُه ْم ِ ََلَ ْقنَا ت َ ْف َ Dan Sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki
َّ ت ِ الط ِي ِّٰب
246
َِ ِّمن
_________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009
Muhammad Solehan
dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan (Q.S Al-Isra’: 70) Sebagai makhluk yang telah diberikan keistimewaan oleh Allah berupa akal pikiran dan hati, maka akan ada konsekuensi yang harus ditanggung oleh manusia. Allah Swt berfirman dalam Q.S Al-Isra’: 15: َو ََّل
2.
علَ ْي َها ض ُّل َّم ِن ا ُْت َ َد ٰى فَإِنَّ َما يَ ْهتَدِى ِلنَ ْف ِسهِۦ ۖ َو َمن َ ِ َض َّل فَإِنَّ َما ي َ ِّ سوَّلا َّ َث ت ََِ ُر َو ِاَ َرة ٌ ِو َْ َر أ ُ َْ َر ٰى ۗ َو َما َُكنَّا ُمعَ ِذبِين ُ َر ََحت ٰى نَ ْبع ﴾٢١:﴿اْلسراء Barangsiapa yang berbuat sesuai dengan hidayah (Allah), Maka Sesungguhnya Dia berbuat itu untuk (keselamatan) dirinya sendiri; dan Barangsiapa yang sesat Maka Sesungguhnya Dia tersesat bagi (kerugian) dirinya sendiri. dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain, dan Kami tidak akan meng'azab sebelum Kami mengutus seorang rasul (Q.S Al-Isra’: 15) ۚ
Manusia sebagai makhluk sosial Manusia sebagai makhluk sosial juga berarti setiap individu tidak
mungkin hidup layak tanpa terkait dengan kelompok masyarakat manusia lainya (Achmadi, 2005: 58). Manusia tidak akan dapat hidup bermasyarakat dengan normal dan tidak akan dapat merealisasikan tujuan-tujuan yang mereka inginkan kecuali mereka berinteraksi antar sesamanya dengan baik dan benar. Interaksi antar anggota masyarakat hanya dapat terwujud jika dalam masyarakat itu terdapat aktivitas sosial dan ekonomi, sehingga mereka dapat saling memenuhi kebutuhan dan memberikan manfaat (Mahmud, 2004: 96). Dalam Q.S Al-Hujurat: 13 disebutkan, ُ ۚ ارفُ ٓو ۟ا ََلَ ْق ٰن ُكم ِ ِّمن ذَكَر َوأُنث َ ٰى َو َجعَ ْل ٰن ُك ْم اس إِنَّا ُ َّٰيٓأَيُّ َها الن َ َُعُوباا َوقَبَآئِ َل ِلتَع ِ َّ ﴾٢٤:ير ﴿الحجرات علِي ٌم َّللا َّللا أَتْقَ ٰٮكُ ْم ۚ ِإ َّن ِإ َّن أ َ ْك َر َم ُك ْم عِن َد ٌ ََ ِب َ َ َّ Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsabangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal...(Q.S Al-Hujurat: 13)
MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________
247
Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Dalam Buku “Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk” Karya Ahmad Rifa’i Rif’an
Saling kenal mengenal adalah bentuk sifat interaksi antar manusia karena saling membutuhkan satu sama lain. Islam memandang manusia sebagai makhluk individu dan masyarakat berdasarkan prinsip kesatuan dan persatuan umat. Adapun peranan individu dalam masyarakat menurut pandangan Islam adalah terletak pada tanggung jawabnya dalam mencipta tatanan kehidupan bersama yang harmonis dalam rangka memajukan kehidupan yang sejahtera dalam naungan dan ampunan Ilahi (Achmadi, 2005: 59).
3.
Manusia sebagai hamba Allah Dalam berhadapan dengan Allah, seorang muslim menempati
kedudukan sebagai hamba Allah (abdullah), sehingga tampaklah kepatuhan serta kecintaan pengabdiannya yang luar biasa, sebagaimana dia tunduk dan menumpahkan harapannya dalam kegiatan berdoa, shalat, atau tata cara ibadah yang lainya. Dengan demikian ada keterkaitan yang mutlak antara hamba dan Allah, sebuah keterikatan yang melahirkan komitmen atau kita sebut dengan dimensi aqidah (Tasmara, 2002: 208). Sebagaimana tujuan utama penciptaan manusia yang dijelaskan dalam Q.S Adz-Zariyat: 56 ََُلَ ْقت ﴾١٥:ُون ﴿الذاريات َو َما ِ ْ ْال ِج َّن َو َ اْل ِ نس إِ ََّّل ِليَ ْعبُد Dan Aku (Allah) tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku (Q.S Adz-Zariyat: 56). Merujuk kepada status manusia, maka tanggung jawabnya selaku hamba
Allah
dititikberatkan
pada
upaya
bagaimana
ia
dapat
mengimplementasikan diri seutuhnya sebagai seorang pengabdi Allah yang patuh dan setia dengan penuh keikhlasan (Jalaludin, 2003: 56). Dalam
posisi
manusia
sebagai
abdi
Allah
yang
mesti
menghambakan diri sepenuhnya kepada-Nya dengan cara melaksanakan perintahnya dan menjauhi segala yang dilarang-Nya, itulah kewajiban asasi 248
_________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009
Muhammad Solehan
manusia. Sebab hidup beragama dengan ketundukan dan kepatuhan kepada Allah merupakan fitrah manusia. (Kosim, 2012: 14). ََّل
ْ ۚ ف َ ََّللا الَّتِى ف ِ َّ ۚ علَ ْي َها اس َِط َرت َ َ َّط َر الن ٰ ْ َ َ ْ َ َّ َ َّ َ َاس َّل يَ ْعل ُمون ِ ال ِدِّينُ القيِِّ ُم َولكِن أكث َر الن
َفَأَقِ ْم َوجْ َهك ق ِ ت َ ْبدِي َل ِلَ َْل ﴾٤۰:﴿الروم Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui (Q.S Ar-Ruum: 30) َحنِيفاا ِّين ِ لِل ِد ٰ ِ َّ ََّللا ۚ ذلِك
Berbekal potensi keagamaan berupa dorongan untuk mengabdi kepada sesuatu yang dianggapnya memiliki kekuasaan yang lebih tinggi. Dalam pandangan antropolog dorongan ini dimanifestasika dalam bentuk percaya terhadap kekuasaan supernatural (believe in supernatural being) (Jalaludin, 2003: 35). Ketiga dimensi pengembangan diatas menjelaskan bahwasanya kita harus sadar bahwa manusia sebagai makhluk individu (pribadi), sebagai makhluk sosial, dan sebagai hamba Allah. Manusia membangun keselarasan itu semua dengan akhlaqul karimah. Menyeimbangkan antara hubungan vertikal sebagai hamba Allah dan hubungan horisontal sebagai individu dan masyarakat (sosial).
B. Implementasi Pendidikan Akhlak dalam Buku Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk di Sekolah 1.
Implementasi Materi Pendidikan Akhlak di Sekolah Sebagaimana pendidikan akhlak perspektif Islam yang membahas
tentang kedudukan manusia, penerapan materi pendidikan akhlak dalam buku Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk pun juga membahasnya meliputi: pertama pendidikan akhlak secara vertikal dimana manusia berada dalam
MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________
249
Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Dalam Buku “Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk” Karya Ahmad Rifa’i Rif’an
posisi sebagai ‘abdullah (hamba Allah), kedua pendidikan akhlak secara horisontal dimana manusia berada dalam posisi sebagai individu sekaligus makhluk sosial masyarakat.
a.
Akhlak dalam Hubungan Vertikal Jalur komunikasi yang bersifat vertikal yaitu jalur komunikasi
manusia dengan Tuhan (Tatangaparsa, 1980: 18). Begitu juga dengan pendidikan akhlak, hubungan manusia dengan Allah selaku sang khalik. Pada dasarnya akhlak manusia kepada tuhannya adalah beriman dan beribadah atau mengabdi kepada-Nya dengan tulus ikhlas. Sebagaimana disebutkan tadi bahwasanya dasar dari pendidikan akhlak adalah aqidah yang benar. Maka dari hubungan vertikal inilah peserta didik ditanamkan pendidikan akhlak yang mulia. Berikut adalah bentuk akhlak manusia selaku hamba Allah:
1)
Beriman dan Ber-Islam secara Kaffah (Menyeluruh) Asyhadu an laa ilaaha illallah bukan hanya di lisan, tapi justru
penjelmaan kalimat itu di perilaku keseharian, itu yang utama. Andaikan syahadat hanya untuk diucap lisan, cukuplah anak kita yang masih bermain di playgroup atau taman kanak-kanak bisa mengucapkanya dengan fasih. Andaikan ber-Islam hanya dibutuhkan persaksian lisan, burung beo-pun bisa, bisa punya kesempatan jadi muslim. Ber-Islam-lah secara kaffah, menyeluruh. Jika syahadat telah kita ucap, perilaku sehari-hari layaklah untuk segera kita benahi (Rif’an, 2015: 39).
2)
Mengabdi kepada Allah Tuhan, maaf kami orang-orang sibuk. Kami memang takut neraka,
tetapi kami kesulitan mencari waktu untuk mengerjakan amalan yang dapat 250
_________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009
Muhammad Solehan
menjauhkan kami dari neraka-Mu. Kami memang berharap syurga, tapi kami hampir tidak ada waktu untuk mencari bekal menuju syurga-Mu. ... Kita seolah makhluk yang begitu sibuk, bahkan untuk beribadah dan berkomunikasi dengan Allah saja kita harus menyempatkannya. Kita seolah pelit, bahkan untuk akhirat kita justru menyedekahkan harta yang tersisih. Tak sadar dihadapan Tuhan seolah-olah kita adalah orang-orang tersibuk, padahal seluruh waktu, seluruh jatah usia, bahkan hidup kita seharusnya kita persembahkan dalam pengabdian kepada-Nya (Rif’an, 2015: 3-4)
3)
Menjadikan shalat sebagai kebutuhan Wajar hingga saat ini dengan mudah kita menjumpai orang yang
shalatnya genap lima waktu, tapi ketika tiba di meja kerja ia dengan begitu beringasnya menggelembungkan dana ini itu agar bisa di tilap. Wajar jika kita masih dengan mudah melihat orang yang shalat lima waktunya lancar tapi masih saja berani mengurangi timbangan. Orang yang rajin shalat lima waktu tapi masih suka menipu konsumen. Karena kita selama ini tidak menjadikan shalat sebagai kebutuhan hidup. Kita hanya menjadikan shalat sebagai kewajiban yang memaksa (Rif’an, 2015: 254-255)
4)
Melatih berihsan dengan puasa Untuk mengatasi kerusakan moral yang sedemikian akut, tentu perlu
sebuah metode khusus. Salah satunya puasa. Puasa merupakan ibadah yang paling ampuh dan efektif untuk melatih kejujuran. Berbeda dengan sifat ibadah yang ada, puasa adalah ibadah sirriyah (rahasia). Dikatakan sirriyah, karena yang mengetahui seseorang itu berpuasa atau tidak , hanyalah orang yang berpuasa itu sendiri dan Allah. Kita bisa saja makan dan minum seenaknya ditempat sunyi yang tidak terlihat seorang pun. Namun kita tidak melakukannya, karena dalam diri kita tertanam satu keyakinan ada Allah MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________
251
Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Dalam Buku “Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk” Karya Ahmad Rifa’i Rif’an
yang Maha Melihat. Puasa melatih manusia untuk senantiasa menyadari kehadiran Tuhan dalam setiap detik hidupnya. Dengan puasa kita dilatih untuk menyadari bahwa segala aktifitas yang kita lakukan selalu diawasi oleh Allah (Rif’an, 2015: 237).
5)
Bersandar kepada Allah dengan berdoa Saudaraku, doa adalah bentuk pengakuan terhadap ketidakmampuan
kita dalam mengatasi segala persoalan hidup tanpa pertolongan Allah. Doa adalah bentuk kerendahhatian seorang hamba yang lemah terhadap kekuatan Tuhannya. Bahkan dengan kalimat tegas Rasulullah mewanti-wanti, “Barang siapa yang tidak memohon kepada Allah, murkalah Allah kepadaNya.”(H.R At-Tirmidzi). Jika Allah sudah murka, apalah artinya hidup kita didunia ini. Semua hanya menjadi bencana. Semua hanya kesengsaraan (Rif’an, 2015: 64).
6)
Taubat Ketika orang shaleh ditanya oleh seseorang dengan pertanyaan,
”Mengapa masalah tak kunjung beralih dari hidupku?” Biasanya yang pertama kali keluar dari lisanya adalah anjuran untuk bertaubat kepada Allah. Karena ia tahu bahwa dengan bertaubat terhadap dosa-dosa, maka tak ada yang namanya masalah. Masalah adalah ketika kita berbuat dosa dan tak kunjung mentaubatinya (Rif’an, 2015: 52)
7)
Bersyukur Jika kita bersyukur, Tuhan akan menambah nikmat-Nya kepada kita.
Jika saya tanya kepada anda, apa yang akan kita lakukan supaya Allah berkenan menambah nikmat-Nya kepada kita? Ya, jawabanya adalah dengan bersyukur....Selama ini kebiasaan kita adalah bersyukur setelah nikmat itu 252
_________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009
Muhammad Solehan
hadir. Kita dengan mudah mengucap hamdalah setelah rezeki datang menghampiri. Padahal syukur adalah metode mengundang nikmat. Jika selama ini urutan yang kita anut adalah “Berdoa kepada Tuhan-> Doa kita dikabulkan -> Baru bersyukur” Mulai sekarang, mari logikanya kita balik, “Bersyukur terlebih dahulu -> Berdoa kepada Tuhan -> Doa kita pun dikabulkan.” (Rif’an, 2015: 71-72).
8)
Uzlah Tokoh-tokoh sufi banyak yang sepakat untuk memaknai uzlah
dengan definisi sunyi bersama Allah dalam keramaian dunia, dan ramai bersama Allah dalam kesunyian dunia. ... Jasad kita boleh jadi melakukan aktifitas sehari-hari seperti biasa, melakukan pekerjaan kantor di ruang kerja, berkomunikasi dengan rekan bisnis, berhadapan dengan klien menatap layar komputer, tapi hati kita tak pernah lepas dari mengingat Allah. Kebersamaan kita dengan Allah tidak terganggu oleh aktivitas kita seharihari. ... Meski raga kita seolah sendiri, tapi jiwa kita senantiasa ramai bersama Allah. Semua masalah kita tumpahkan kepada-Nya. Masalah sebesar apapun tetap kalah oleh kebesaran kuasa Tuhan (Rifan, 2015: 259261).
9)
Khusnudhon kepada Allah Ketika permasalahan hidup tak kunjung berhenti menimpa
seseorang, jangan buru-buru menyimpulkan bahwa Allah sedang membenci orang tersebut. Mungkin Allah ingin menyaksikan hamba yang dicintainya itu menyungkur sujud di sepertiga malam terakhir untuk mengadukan permasalahn hidupnya (Rif’an, 2015: 202).
MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________
253
Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Dalam Buku “Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk” Karya Ahmad Rifa’i Rif’an
b.
Akhlak Dalam Hubungan Horisontal Jalur komunikasi yang bersifat horisontal adalah jalur komunikasi
manusia dengan alam sekitar, terutama sesama manusia itu sendiri. Bersifat horisontal sebagaimana posisi manusia sebagai makhluk individu sekaligus makhluk sosial yang membutuhkan orang lain. Berikut akhlak dalam hubungan horisontal.
1)
Akhlak terhadap diri sendiri
a)
Menjaga keimanan Iman adalah labil. Iman bukanlah sesuatu yang statis. Iman dapat
naik atau turun. Ketika iman sedang tinggi, kita bersemangat sekali beribadah kepada Allah. Ibadah-ibadah wajib maupun sunnah dilaksanakan dengan gairah yang tinggi. Sementara saat iman sedang rendah, kita makin bermalasan dalam beribadah, kita enggan melaksanakan yang wajib, apalagi yang sunnah. Hubungan timbal balik itu sebenarnya terjadi. Urutanya bukan hanya: ketika iman kita naik, maka kita menjadi tekun beribadah. Tetapi berlaku juga sebaliknya, ketika kita tekun beribadah, maka iman meningkat (Rif’an, 2015: 29-30)
b)
Jujur “Indikasi kesuksesan adalah kebahagiaan. Lalu darimana bisa
memperoleh kebahagiaan itu? Tentu saja salah satunya dilihat dari kejujuran dalam meraihnya.” (Rif’an, 2015: 206).
c)
Memperbanyak mengingat mati Umur manusia memang misteri. Kita tak tahu kapan usia kita
berakhir. Namun terkadang kita lupa bahwa Allah menjadikan usia kita sebagai misteri justru agar kita bisa mendayagunakan pikir, bahwa kita bisa 254
_________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009
Muhammad Solehan
mati kapan saja. betapa bodohnya ketika kita tahu bahwa kematian bisa datang kapan pun, namun masih saja dengan tenang mengerjakan dan pekerjaan yang sia-sia dalam hidup (Rif’an, 2015: 332).
d)
Memanfaatkan waktu sebaik mungkin Masa terus beralih menuju titik peraduanya, dan Allah tak pernah
memberi kalimat tanya dengan kata awal ‘berapa’. Kalimat tanyanya adalah ‘Untuk apa’. Maka sebelum Izrail datang menjemput, mari bersama mengingat dan merenung, sejenak saja. kira-kira lebih banyak mana kita mengisi usia selama ini, kita isi dengan puing-puing pahala, atau justru berlimpah dengan noktah-noktah dosa yang esok akan memperberat dosa? ... Masa tak pernah menunggu, usia tak pernah menanti. Ia akan tetap berjalan. Tahun akan tetap berganti. Dan satu yang pasti, usia kita adalah amanah yang tidak gratis. Ia merupakan modal yang diberikan oleh sang pencipta untuk kita. Tak ada jeda istirahat bagi seorang muslim di dunia ini. Karena jeda istirahatnya adalah saat ia menginjakkan telapak kakinya di pelataran syurga (Rif’an, 2015: 244- 245)
e)
Tidak meremehkan orang lain Jangan pernah meremehkan orang dari profesinya. Asalkan profesi
itu halal, insya Allah memiliki potensi yang sama untuk menggapai kemuliaan hidup. Jangan pernah merasa sombong maupun rendah diri dengan profesi yang kita tekuni, karena mulia tidaknya, baik buruknya, hormat atau hinanya seseorang bukan dinilai dari profesi yang ditekuninya. Tinggi rendahnya orang dinilai dari tingkaat pengabdiannya kepada Tuhannya (Rif’an, 2015: 320).
MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________
255
Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Dalam Buku “Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk” Karya Ahmad Rifa’i Rif’an
f)
Menjauhi ghosab Saat ini ghoshab seringkali disepelekan karena memang dirasa
sebagai hal lumrah atau biasa saja. apalagi kepada teman akrab yang sudah lama saling pinjam, saling pakai, saling bagi, saling minta, dan saling-kasih barang-barang yang dimiliki. Persahabatan yang begitu akrab menghadirkan sebuah rasa yang menganggap, milikku adalah milikmu, milikmu adalah milikku. Keakraban itu kemudian menimbulkan satu kalimat, “Ah, pinjem bentar gak papa lah. Pasti temenku nggak akan marah kalo barangnya ku pinjem!” Nah, perasaan itu kemudian merasuk dalam diri menjadi karakter yang susah dihilangkan. Sikap tak meminta izin saat meminjam hak milik orang lain akhirnya menjadi kebiasaan yang dianggap wajar (Rif’an, 2015: 266).
g)
Menikah untuk menjaga kehormatan diri dan menghindari zina Islam mensyari’atkan pernikahan, sebuah ikatan suci yang diiringi
niatan yang tulus untuk berumah tangga sebagai bentuk ibadah kepada Allah, dan diiringi dengan kesiapan untuk menerima segala kelebihan dan kekurangan dari pasangan hidupnya. Bukan niat-niatan duniawi, seperti mengejar materi, menutup aib, mengubur rasa malu, atau sekedar pelarian ‘patah hati’. Allah tak pernah membolehkan pacaran. Mengapa? Karena cinta yang tak diiringi tanggungjawab adalah sebuah kepengecutan sikap dan hanya berakhir dengan sesal. Tak sedikit kita jumpai banyak kasus free sex maupun pelecehan seksual. Itu karena nafsu berupa ketertarikan terhadap lawan jenis yang merupakan fitrah manusia tak terkontrol dengan baik. Akibatnya? Tentu kerugian yang didapat. Nama baik tercemar, hidup tak dihormati lagi dalam masyarakat. Islam tak menghendaki itu. Ajaran nikah melindungi kita dari kehinaan hidup ( Rif’an, 2015: 133-134).
256
_________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009
Muhammad Solehan
2)
Akhlak terhadap tetangga
a)
Menjaga kerukunan dalam bertetangga Memang, sangat berbeda dengan pandangan masyarakt kita yang
membatasi tetangga hanya beberapa rumah disebelah rumah. Rasulullah menegaskan empat puluh rumah di kanan, kiri, depan, dan belakang rumah kita, mereka itulah para tetangga kita. Konsekuensinya tentu saja ada hakhak dan kewajiban terhadap semua tetangga kita itu. ... Mengunjungi ketika sakit, menghantar jenazah ketika wafat, membantu masalah finansial, merahasiakan aibnya, mengucapkan selamat kepada tetangga yang berbahagia, datangi saat duka,berhati-hati dalam permukiman agar tak mudah salah faham, dan saling berbagi makanan (Rif’an, 2015: 178).
b)
Peduli kepada anak yatim Yatim. Jika anda menjadi penderma panti asuhan, jika anda sempat
berbuka bersama, memberi santunan, bahkan mengajak beberapa anak yatim untuk tinggal dirumah anda , jangan pernah sedikitpun merasa bahwa anda adalah penolong bagi mereka. Ya, kita tak punya jasa apapun kepada mereka. Jangan dipikir kita mampu menolong anak yatim, karena sungguh, dihadapan Allah merekalah yang menjadi penolong hebat bagi kita. Ketika anda memberi makan kepada mereka, bukan berarti anda telah menolong mereka. Anda memberi makan kepada mereka itu berarti anda telah menyelamatkan diri anda sendiri dihadapan Allah. Ketika anda ditimpa masalah, merekalah yang akan menolong anda dengan doa-doa mereka yang makbul (Rif’an, 2015: 185).
3)
Akhlak terhadap keluarga
a)
Akhlak terhadap pasangan
(1) Menjaga kesetiaan MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________
257
Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Dalam Buku “Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk” Karya Ahmad Rifa’i Rif’an
Kesetiaan memang tak hanya butuh cinta. Rasa tanggung jawab dan komitmen terhadap ikatan suci pernikahan adalah engikat yang lebih kuat ketimbang cinta. Kita kesulitan mengendalikan cinta. Sehingga jika keluarga dipertahankan atas dasar cinta (yang notabene tidak bisa diatur), ia rentan pecah. Carilah kata lain yang bisa dikendalikan dan bisa memperkuat jalinan kasih di rumah tangga, insya Allah komitmen dan tanggung jawab adalah jawabannya. ... Peliharalah kesetiaan. Ketika ada bersitan jahat yang menyita perhatian anda, segeralah ber-istighfar, berwudhu dan ingatlah, di rumah anda ada pasangan yang selalu tersenyum menyambut kehadiran anda. Yang selalu berdoa tatkala anda bekerja. Yang tak pernah letih mengabdi. Yang rela bersama anda selama hidup. Dialah istri anda. Dialah suami anda (Rif’an, 2015: 127-128).
(2) Menghindari perselingkuhan Salah satu tempat yang menjadi awal perselingkuhan adalah kantor. Frekuensi pertemuan yang intens dan kedekatan sering kali menumbuhkan ‘hubungan terlarang’ ini. Begitu banyak pasangan yang sudah menikah dengan mudah mencederai kesetiaan dan menghancurkan hubungannya karena terjebak dengan sebuah perselingkuhan di kantor. ... Harap ingat selalu bahwa perselingkuhan adalah cara telak untuk menurunkan harga diri anda. Terkait kesuksesan karier, ada lelucon klasik. Di
sebelah lelaki
sukses, ada seorang wanita yang mendampingi, dan wanita itu adalah istrinya. Di sebelah laki-laki yang gagal. Juga ada seorang wanita yang mendampingi, tapi wanita itu bkan istrinya.” (Rif’an, 2015: 170-172).
(3) Akhlak wanita karir Bagi anda para perempuan yang memilih untuk tidak bekerja diluar dengan alasan khawatir pada terabaikannya tugas anda sebagai istri bagi 258
_________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009
Muhammad Solehan
suami serta ibu bagi anak-anak anda, tidaklah apa. Tugas sebagai ibu rumah tangga tak kalah mulia dari usaha mencari nafkah. Namun bagi anda yang telah memilih hidup dalam karier, yakinlah bahwa Islam tak pernah menempatkan perempuan pada derajat rendah kehidupan. Islam tak meminta perempuan untuk mengunci diri dalam bilik kecil rumahnya. Silahkan meniti profesi, asalkan profesi yang dipilih tidak menganjurkan pada pelanggaran etika dan naluri sebagai wanita (ibu dan istri). Namun ada aturan yang harus dipegang erat agar kaum wanita tetap berada ditempat tehormat. Pertama, patuhi adab keluarnya wanita dari rumahnya, misalnya perihal pakaian. Semoga tidak ada lagi perempuan muslim membeber auratnya dengan alasan, “Maklumlah, tuntutan profesi!” (Rif’an, 2015: 167).
b)
Akhlak orang tua terhadap anak
(1) Peran Ayah Menjadi ayah adalah sebuah perjuangan untuk mengasihi tanpa pamrih. Keluarga kita bukan hanya berharap tercukupi kebutuhan ekonominya semata, tapi kasih sayang dan perhatian jauh lebih dibutuhkan oleh mereka. Menjadi ayah adalah sebuah perjuangan untuk bisa mengatur waktu, kapan waktu menyibukkan diri mencari nafkah, dan kapan ada waktu bercanda bersama anak istri. Menjadi ayah mengharuskan anda memiliki sikap bijak dalam mengatur waktu, kapan sibuk dengan dunia kerja, kapan ada waktu shalat berjamaah, menyimak iqra’, memeriksa hafalan, serta menemani belajar dan mendiskusikan PR-PR si kecil (Rif’an, 2015: 138).
(2) Peran Ibu Ibu sebagai pendidik pertama dan utama bagi anak. Peran ibu sangatlah vital sebagai pencetak generasi sejak dini. Ibundalah yang pertama kali berinteraksi dengan anak, sosok pertama yang memberi rasa aman dan MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________
259
Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Dalam Buku “Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk” Karya Ahmad Rifa’i Rif’an
sosok pertama yang dipercaya dan didengar ucapanya oleh anak. ... Untuk anda wahai para ibu. Jangan terlalu banyak berharap memiliki anak yang rajin shalat jika anda tak pernah shalat. Jangan bercita memiliki anak yang pandai membaca Al-Qur’an jika anda menyentuh Al-Qur’an pun tak pernah. Jangan pernah berharap memiliki buah hati yang hobi membaca, jika anda tak pernah meneladankan itu sejak dini kepada mereka (Rif’an, 2015: 144).
(3) Mengutamakan pendidikan keimanan kepada Anak Ibarat menanam padi, rerumputan akan mengiringi pertumbuhannya. Tanamkan iman di dada putra putri anda, maka prestasi dunia akan mengiringi perjalanan hidupnya kelak. Tanamkan keimanan di lahan lembab hati mereka, hati anak-anak yang masih berupa lahan subur untuk berbagai tanaman kehidupan. Jika salah tanam, di akhir panen anda hanya akan menggigit jari sambil turut mendendangkan nyanyian para penghuni neraka, َّ الظا ِل ُم ض ُّ ََويَ ْو َم يَع س ِب ا ﴾٤٧:يَل ﴿الفرقان َ “Aduhai kiranya dahulu aku mengambil jalan bersama-sama Rasul.” (Q.S Al-Furqan: 27).
سو ِل ُ الر َّ
َم َع
ُات َّ ََ ْذت
ٰيلَ ْيتَنِى
يَقُو ُل
يَ َد ْي ِه
علَ ٰى َ
Kuatkan dulu iman dalam hati putra-putri anda. Jika panduan iman telah menuntunnya sejak dini, jalan menuju usia-usia berikutnya tak akan pernah menimbulkan penyesalan bagi anda, para orang tua (Rif’an, 2015: 153).
c)
Akhlak anak terhadap orang tua Bagi anda yang masih diberi kesempatan menyaksikan kedua orang
tua anda belum dijemput oleh Allah, sungguh itu adalah sebuah jalan pintas bagi anda menuju pelataran syurga. Jangan pernah berpikir orang tualah
260
_________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009
Muhammad Solehan
yang butuh anda. Karena sesungguhnya andalah yang butuh mereka (Rif’an, 2015: 156). Dunia baru seolah mengajak manusia menjadi pribadi yang makin cuek dengan lingungan sosialnya. Bahkan kepada orang tuanya. Dunia baru membawa nuansa persaingan yang sedemikian tajam sehingga mengabaikan segala yang tak membantu, atau dirasa merepotkan perjalanan karier dalam hidupnya. Akhirnya, lahirlah Alkomah dan Malin Kundang abad ke-21. ... Begitu banyak yang telah membuktikan bahwa kedua orang tua sangatlah mempengaruhi kesuksesan manusia. Bukan hanya sukses akhirat, tetapi juga terkait erat dengan sukses dunia. Jika anda masih memiliki orang tua, hormati, kasihi, dan cintai mereka. Merekalah manusia keramat di dunia yang dikaruniakan Allah kepada anda. Muliakan dia dalam sisa hidupnya. Jangan harap anda akan sukses dan bahagia dunia akhirat saat mereka anda telantarkan dan anda durhakai (Rif’an, 2015: 158).
4)
Akhlak terhadap masyarakat luas
a)
Berjihad sesuai bidang/ kemampuan Dahulu, jihad mungkin mengakibatkan terenggutnya jiwa, hilang-
nya harta benda, dan terurainya air mata. Kini jihad harus membuahkan terpeliharanya jiwa, terwujudnya kemanusiaan yang adil dan beradab, melebarnya senyum, serta terhapusnya air mata. Memberantas kebodohan dan kemiskinan adalah jihad yang tidak kurang petingnya daripada mengangkat senjata. Ilmuwan berjihad dengan memanfaatkan ilmunya, karyawan berjihad dengan kejujuran dan profesionalismenya, guru berjihad dengan metode pendidikannya, pemimpin dengan keadilannya, penulis berjihad dengan karya inspiratif dari jemarinya, ulama berjihad dengan ilmunya, dan pengusaha tentu dengan inovasi dan dengan kejujurannya (Rif’an, 2015: 197). MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________
261
Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Dalam Buku “Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk” Karya Ahmad Rifa’i Rif’an
b)
Cinta sedekah Coba kita balik logika bersedekah. Jika dulu urutan yang kita anut
adalah: Meminta -> Dapat Rizki -> Sedekah, kini mari balik urutanya menjadi: Sedekah -> Meminta -> Dapat rezeki. Insya Allah kesuksesan hidup semakin cepat tergapai (Rif’an, 2015: 308).
c)
Bermanfaat bagi sesama Kesuksesan hidup sebenarnya adalah bagaimana agar dalam setiap
hembusan nafas kita senantiasa menjadi rahmat bagi sekitar kita. Kedatangan kita membawa kebaikan dan senantiasa membuat orang lain tersenyum, dan kepergian kita ditangisi setiap orang, tidak meninggalkan luka dan kesulitan bagi siapapun. Inilah orang-orang yang akan memperoleh ganjaran berupa kesuksesan sejati dari Allah (Rif’an, 2015: 94).
d)
Ikhlas mengabdi Alangkah indahnya jika pekerjaan kita dilandasi dengan prinsip
pengabdian. Seorang pengabdi bukan tak butuh uang. Seorang pengabdi bukannya tak minat terhadap kenaikan pangkat. Seorang pengabdi bukannya orang yang tak tertarik dengan kekuasaan. Seorang pengabdi tetaplah manusia yang memiliki ketertarikan dengan harta, takhta, serta popularitas. Tetapi ada satu hal yang membedakan seorang pengabdi dengan yang bukan. Seorang pengabdi mampu memaknai pekerjaanya sebagai bagian dari kontribusinya kepada manusia lain. Seorang pengabdi mampu memaknai pekerjaanya sebagai bentuk pengabdianya kepada Penciptanya. Hingga ia tak punya banyak waktu untuk memikirkan kenaikan gaji, pangkat serta popularitas. Sang pengabdi begitu mencintai pekerjaanya, karena jikapun tak diperolehnya uang, jikapun ia tak memperoleh popularitas, ia tak merasa rugi sedikitpun. Karena ia senantiasa berpikir bahwa pekerjaannya 262
_________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009
Muhammad Solehan
dihargai oleh Tuhan dengan butir-butir pahala yang akan dinikmatinya kelak (Rif’an, 2015: 299-300)
c.
Keseimbangan antara Akhlak Secara Vertikal dan Horisontal Inti dari pendidikan akhlak adalah menjadikan pribadi yang
bertakwa kepada Allah Swt. Hubungan vertikal merupakan prima causa hubungan-hubungan yang lain. Artinya, hubungan inilah yang seyogyanya diutamakan dan secara tertib diatur tetap terpelihara. Sebab dengan menjaga hubungan dengan Allah (vertikal), manusia akan terkendali tidak berbuat kejahatan dalam hubungan horisontalnya (Ali, 2008: 367). Jadi, indikator hubungan vertikalnya baik, maka hubungan horisontalnya pun baik. Hubungan vertikal atau akidah adalah pondasi awal yang menjadi pengarah dalam hubungan dengan yang lainya. Karena hubungan vertikal yang baik tentu manusia akan melaksanakan perintahperintah Allah dan menjauhi laranganya, termasuk menjalin hubungan yang baik secara horisontal.
2.
Implementasi Metode Pendidikan Akhlak di Sekolah Pendidikan akhlak yang mulia merupakan inti dari ajaran Islam.
Fazlur Rahman berpendapat bahwa inti dari ajaran Islam adalah akhlak yang bertumpu pada keimanan kepada Allah (hablum minallah) dan keadilan sosial (hablum minannas) (Nata, 2007: 216). Akhlak mulia tidaklah terbentuk dengan sendirinya. Ada proses yang seharusnya dimiliki dan dialami oleh anak didik, yaitu kognisi, afeksi dan psikomotor. Tahap kognisi melalui transfer ilmu agama sebanyak-banyaknya kepada anak didik. Tahap afeksi melalui internalisasi nilai-nilai agama. Dan psikomotor melalui penekanan kemampuan untuk menumbuhkan motivasi dalam diri sendiri, sehingga dapat menggerakkan, menjalankan dan mentaati nila-nilai dasar MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________
263
Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Dalam Buku “Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk” Karya Ahmad Rifa’i Rif’an
agama (Muhaimin, 2003: 312). Dengan demikian pendidikan akhlak tidak sekedar terkonsentrasi teoritis yang bersifat kognitif semata, melainkan juga ditindaklanjuti dengan tahapan kedua (afektif) dan ketiga (psikomotor). Untuk membangun nilai akhlak yang mulia maka perlu didukung melalui proses pendidikan akhlak dalam keluarga, sekolah/pergaulan, dan lingkungan pendukungnya. Adapun implementasi metode pembinaan yang dapat dilakukan oleh pelaksana pendidikan, diantaranya sebagai berikut:
a.
Implementasi Metode Pembiasaan Kunci awal pembentukan akhlak adalah pembiasaan. Dari
pembiasaan, maka peserta didik terus melakukan pengulangan perilaku hingga menjadi kebiasaan. Apabila pembiasaan akhlak terpuji ditanamkan, maka baik pula akhlak seseorang, begitu pula sebaliknya. Jika pembiasaan akhlak tercela yang ditanamkan, maka buruk pula akhlak seseorang. Akhlak awalnya dapat tumbuh melalui pengetahuan, jika dapat memahaminya selanjutnya dengan pembiasaan sebab ilmu dapat diperoleh melalui belajar, dan akhlak dapat diperoleh melalui pembiasaan (Kastolani, 2009:120). Membentuk akhlak yang baik membutuhkan proses, begitu pula dalam menghilangkan perilaku yang buruk, yaitu dengan membuat kebiasaan baik yang baru. Kebiasaan tidak akan langsung tertanam melainkan melalui proses. Sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an, bahwasanya pengharaman khamr melalui beberapa tahap yaitu: menjelaskan bahwa khamr lebih banyak madharat dibandingkan manfaatnya, melarang orang yang mabuk untuk mendekati shalat sampai ia sadar, dan barulah pengharaman khamr secara total. Sebagai pendidik hendaknya senantiasa menciptakan kebiasaankebiasaan yang baik kepada peserta didik meskipun hal yang sepele. Karena 264
_________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009
Muhammad Solehan
penanaman karakter dimulai dari pembiasaan sedini mungkin. Semakin dini peserta didik dilatih pembiasaan baik, semakin tertanam kuat kebiasaan baik tersebut sampai ia dewasa. Sebagaimana dicontohkan dalam buku Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk, Hari ini, sebelum beranjak tidur di malam, sejenak tanyakan pada diri: Andaikan ini tidur terakhirku, sudah siapkah aku menghadap tuhan dengan diri saat ini? Andaikan ini hari terakhirku, dosa apa yang sangat ingin aku mintakan ampun pada-Nya? Andaikan ini hari terakhirku, amalan apa yang aku yakin sanggup menyelamatkanku di alam Barzakh? Andaikan ini hari terakhirku, karakter apa dalam diriku yang membuat Tuhan mencurahkan
rahmat-Nya
padaku?
Mari
pejamkan
mata
sejenak,
merenungkannya dalam-dalam. Lalu beristirahatlah. Semoga esok Tuhan masih berkenan memberi kita tambahan umur untuk memperbaiki diri (Rif’an, 2015: 15) Pembiasaan diatas dapat dilakukan untuk menguatkan karakter untuk selalu berintrospeksi diri setiap hari. Dalam dunia sekolah penerapan pembiasaan akhlak baik kepada siswa dapat dilakukan dengan cara pembiasaan berjabat tangan kepada guru disertai 3 S (Senyum, Sapa, Salam). Selain itu untuk membina kebiasaan peserta didik dirumah dilakukan dengan penggunaan mutaba’ah harian. Yaitu pengawasan terhadap program yang telah direncanakan. Contohnya: sholat berjamaah, membaca Al-Qur’an, membantu orang tua, menolong orang lain, dan perilaku lain yang bersifat praktik.
b.
Implementasi Metode Keteladanan Metode keteladanan merupakan suatu metode memberi contoh
keteladanan yang baik kepada siswa agar mereka dapat berkembang baik fisik maupun mental dan memiliki akhlak yang baik dan benar (Arief, 2002: MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________
265
Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Dalam Buku “Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk” Karya Ahmad Rifa’i Rif’an
120). Disadari ataupun tidak, peserta didik seringkali memperhatikan setiap tingkah laku orang disekitarnya untuk kemudian dijadikan sebagai model/ sumber pendidikan dan menginternalisasi ke dalam dirinya. Metode ini merupakan metode efektif dan salah satu faktor penentu keberhasilan pendidikan akhlak, oleh karena itu sebagai pendidik hendaknya benar-benar menjadi model/ contoh yang baik bagi peserta didik sesuai tujuan dari pendidikan akhlak. Sebagaimana firman-Nya: ۟ سنَةٌ ِلِّ َمن َكانَ يَ ْر ُج ٌ َّللا أُس َْوة ِ َّ َّللا وا سو ِل ُ لَّقَ ْد َكانَ لَ ُك ْم فِى َر َ َح َ َّ ْٰ َ ﴾٤٢:ِيرا ﴿اَلحَاب ث ك َّللا اَّلَِ َر َوذَك ََر َو ْاليَ ْو َم ا َ َّ Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah. (Q.S AlAhzab: 21) Pada ayat diatas dijelaskan bahwa Allah memerintahkan hambanya untuk menjadikan Rasulullah Saw sebagai teladan dalam membentuk Akhlakul Karimah. Kebutuhan manusia akan figur teladan bersumber dari kecenderungan meniru yang sudah menjadi karakter manusia (An Nahlawi, 1995: 263). Maka dalam menentukan nilai-nilai akhlak yang hendak dicapai hendaknya guru menjadikan Rasulullah Saw sebagai cerminan dalam kehidupan pribadi. Dalam dunia pendidikan terutama di sekolah, para pendidik termasuk kepala sekolah, dan segenap elemen yang terlibat didalamnya memiliki
tanggung
jawab
untuk
menciptakan
suasana
lingkungan
pendidikan yang kondusif dan mendukung untuk proses pendidikan. Sebagai figur yang menjadi model, harus bisa sepenuhnya memberikan teladan yang baik, seperti: tidak merokok di lingkungan sekolah, berpenampilan rapi, menjaga lisan dari perkataan negatif, membuang sampah pada tempatnya, dll. Apabila disekolahan dikelilingi figur keteladanan yang baik, maka akan 266
_________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009
Muhammad Solehan
mempengaruhi siswa dalam berprilaku. Karena peserta didik lebih banyak melihat apa yang dilakukan para pendidik daripada apa yang diucapkanya. Jadi metode keteladanan dalam proses pendidikan akhlak merupakan instrumen penting demi tercapainya tujuan pendidikan akhlak.
c.
Implementasi Metode Pemberian Nasehat Metode nasihat merupakan sebuah cara yang dapat dilakukan oleh
guru dalam rangka mendidik anak didiknya dalam hal pembelajaran agama atau akhlak dengan cara memberikan nasihat atau ceramah secara langsung (oral). Allah Swt memperintahkan apabila seorang hendak memberikan pengajaran melalui ceramah dilakukan dengan cara yang baik pula. Sebagaimana terkandung dalam Q.S. al-Nahl: 125: َ سبِي ِل َربِِّكَ بِ ْالحِ ْك َم ِة َو ْال َم ْو ِع سنَ ِة ۖۖ َوجٰ د ِْل ُهم بِالَّتِى ظ ِة ا ْدعُ إِلَ ٰى َ ْال َح َ َ َ ۚ َّ َّ ُن س ِبي ِل ِهۦ ۖۖ َوُ َُو ن ع ل ض ن م ب م ل ع أ ُو ُ ب ر ن إ ۖ س ْ ْح ََّك َ َ َ َ َ ِى أ َ َِ ُ ِ َ َ ُ ْ َ ﴾٢٤١:أ َ ْعلَ ُم بِال ُم ْهتدِينَ ﴿النحل Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan nasehat yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (Q.S An- Nahl: 125) Pada ayat di atas, Allah menyuruh manusia (dalam hal ini pendidik/guru) untuk memberikan nasihat dengan cara yang baik. Cara yang baik dalam memberikan nasehat akan memberikan kesan positif bagi peserta didik, sedangkan cara yang buruk dan kasar cenderung akan menimbulkan sikap penolakan. Jika sudah terjadi penolakan maka nasihat yang disampaikan tidak akan memberikan efek positif dan bahkan cenderung sebaliknya. Kelemahlembutan dalam menasehati (al-mau’izhah) seringkali dapat meluluhkan hati yang keras dan menjinakkan kalbu yang liar. Bahkan ia MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________
267
Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Dalam Buku “Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk” Karya Ahmad Rifa’i Rif’an
lebih mudah melahirkan kebaikan ketimbang larangan dan ancaman (Fadlullah, 1997: 49). Kelemahlembutan diiringi kalimat-kalimat positif lebih menanamkan energi positif kepada orang yang dinasehati. Maka seorang
pendidik/guru
harus
berhati-hati
dalam
perkataan
dalam
menyampaikan nasehat. Selain itu, nasihat hendaknya juga memperhatikan obyek dan kondisi, karena akan berpengaruh pada diterima tidaknya sebuah nasehat. Tidak menggurui dalam memberikan nasehat, atau seolah memposisikan sama antara si pemberi nasehat dengan orang yang dinasehati, disertai bahasa yang menyejukkan cenderung lebih mengena dibandingkan memposisikan diri lebih tinggi yang pada akhirnya menjadikan orang enggan mendengarkan, terlebih nasehat disampaikan dengan bahasa yang tidak difahami oleh orang yang dinasehati. Nasehat yang baik akan menghasilkan kebaikan manakala dibarengi cara yang baik serta kerendahan hati dari si pemberi nasehat. Penerapan metode nasehat dalam dunia sekolah lebih kepada proses belajar mengajar para pendidik. Penggunaan bahasa yang santun dilengkapi dengan media pembelajaran baik audio maupun visual (gambar dan video) akan lebih menarik perhatian siswa dalam proses pembelajaran. Selain itu, peran lingkungan sekolah juga sangat mempengaruhi tersampaikannya nasehat. Melalui poster kata-kata bijak dan juga kata-kata islami yang memotivasi dimana setiap hari para peserta didik mampu melihatnya.
d.
Implementasi Metode Kisah dan Cerita Diantara metode pendidikan Nabi Saw lian ialah menuturkan kisah.
Kisah dijadikan oleh beliau sebagai alat (media dan sarana) untuk membantu menjelaskan suatu pemikiran dan mengungkapkan suatu masalah (AlMaliki, 2002: 94). Penggunaan metode cerita dalam pendidikan akhlak 268
_________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009
Muhammad Solehan
memiliki daya tarik yang sangat kuat pada perasaan. Sifat alamiyah manusia untuk menyukai sebuah cerita membawa pengaruh besar terhadap perasaan. Dan melalui perasan itulah, sebuah cerita mempengaruhi perilaku secara temporer atau jika dilakukan secara terus menerus akan menempel kuat sehingga membentuk sebuah karakter dalam dirinya. Cerita faktual yang menampilkan suatu contoh kehidupan manusia secara riil akan memberikan makna dan pengaruh lebih kuat yang pada akhirnya mempengaruhi perilaku pembacanya. Begitulah cerita-cerita yang ada dalam al-Qur’an berfungsi mempengaruhi akhlak pembacanya (Nata, 1997: 97). Bahkan dalam sebuah ayat dalam al-Qur’an menegaskan bahwa salah satu sebab diturunkannya al-Qur’an adalah Allah ingin menceritakan suatu hal untuk kemudian diambil hikmah (i’tibar) untuk diterapkan dalam dirinya. Sebagaimana firman Allah dalam Q.S. Yusuf3: ٓ ص بِ َما ٓ أ َ ْو َح ْينَا ُنَحْ ن ص َسن َعلَيْك ُّ ُنَق ِ ص َ َ ْأَح َ َْالق ﴾٤:ْال ٰغ ِفلِينَ ﴿يوسف ْالقُ ْر َءانَ َو ِإن َُكنتَ مِ ن قَ ْب ِل ِهۦ لَمِ ن Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik dengan mewahyukan Al Quran ini kepadamu, dan Sesungguhnya kamu sebelum (kami mewahyukan) nya adalah Termasuk orang-orang yang belum mengetahui. (Q.S. Yusuf: 3) ُٰذَا
َإِلَيْك
Untuk penanaman akhlak yang baik, metode cerita sangatlah efektif karena lebih mudah dimengerti dengan adanya penokohan dan watak dilengkapi alur. Namun yang harus diperhatikan selain dari metode ini adalah isi cerita tersebut. Karena keberhasilan dalam mencapai tujuan pembelajaran akhlak tidak hanya dipengaruhi metode, tetapi materi yang disampaikan. Guru harus memilah dan memilih mana cerita yang membangun karakter baik dan mana yang tidak. Sehingga mampu memberikan manfaat bagi perkembangan akhlak peserta didik. Sebagaimana ayat diatas, Al-Qur’an memberikan referensi kisah cerita yang baik untuk pembentukan akhlak, seperti: Surah Ibrahim, surah Yusuf, surah MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________
269
Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Dalam Buku “Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk” Karya Ahmad Rifa’i Rif’an
Muhammad, surah Luqman, surah Ali Imran dll. Bisa pula menukil ceritacerita inspiratif dari orang-orang besar yang sukses, bahkan pengalaman berkesan dari pendidik itu sendiri, dikemas dengan bahasa yang mudah dimengerti oleh siswa.
e.
Implementasi Metode Perintah-Larangan dan Ganjaran-Hukuman Perintah dan larangan yang terdapat dalam Al-Qur’an merupakan
cara Allah dalam mendidik hamba-hambaNya agar menjadi pribadi muslim yang baik sesuai dengan ajaranNya. Baik berupa perintah wajib untuk dilaksanakan atau wajib ditinggalkan, dengan menggunakan fi’lu al-amar atau nahiy ataupun dengan menggunakan kalimat berita berupa kebaikan dan keburukan. Allah berfirman dalam Q.S Luqman: 17: صبِ ْر ْال ُمنك َِر ع ِن َ صلَ ٰوة َِوأْ ُم ْر بِ ْال َم ْع ُروف ْ َوا ََوا ْنه َّ ى أَق ِِم ال َ َّ َٰيبُن ُ ٰ َ ْ ۖ ْ ٓ ْ َّ ﴾٢٧:ور ﴿لقمان م اَل م َ ع ن ل ذ ن إ ۖ ب ا ص أ ا م ى ِم َِك َك َ ِ َ َ ٰ َ عل ِ ُ َ ِ َ Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu Termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah). (Q.S Luqman: 17) Penggunaan metode ini penting karena langsung tertuju pada tujuan yang ingin dicapai pendidik/guru dan siswa serta merta dapat langsung memahami apa yang hendak diajarkan. Namun metode ini harus memperhatikan kesesuaian antara siswa dengan isi perintah, sesuai kapasitas dan kemampuan siswa. Seorang guru hendaknya jangan terlalu sering menggunakan satu metode ini saja karena siswa akan cenderung bersikap acuh dan kurang memperhatikan. Dalam pelaksanaannya guru juga memperhatikan kondisi yang ada, sehingga tidak terkesan bahwa mendidik akhlak anak adalah hanya dengan memerintah dan melarang. Harus ada 270
_________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009
Muhammad Solehan
kombinasi dengan metode yang lainnya. Salah satunya menyertainya dengan ganjaran dan hukuman yang mendidik. Menyertakan ganjaran dan hukuman untuk memberikan perhatian kepada anak didik tentang untung ruginya, sehingga peserta didik mengetahui alasan dibalik perintah dan larangan. Ganjaran adalah alat pendidikan preventif dan represif yang menyenangkan dan bisa menjadi pendorong atau motivator belajar bagi murid. Sementara pemberian hukuman adalah alat pendidikan preventif dan represif yang paling tidak menyenangkan, imbalan dari perbuatan yang tidak baik (Arief, 2002: 131). Dalam teori belajar, metode pemberian ganjaran dan hukuman merupakan teori behavioristik-koneksionisme yang dikemukakan oleh Edward Thorndike, yang biasa disebut reward dan punishment (Sriyanti: 2011, 43).
Pemberian reward (hadiah) adalah pemberian efek yang
menyenangkan, bertujuan agar peserta didik melakukan pengulangan terhadap akhlak baik untuk memperkuat penanaman karakter yang baik dalam pribadinya, sementara pemberian punishment adalah pemberian efek tidak menyenangkan, bertujuan agar peserta didik meninggalkan/tidak mengulangi
akhlak
buruk
yang
dilakukan
sehingga
memperkecil
kemungkinan perilaku negatif terulang lagi. Sebagai pendidik, agar peserta didik lebih memperhatikan perintah dan larangan, sertakanlah reward untuk menguatkan perbuatan baik dan punishment untuk mencegah perilaku yang buruk. Namun pemberian punishment memberikan efek yang ambigous, karena peserta didik tidak jelas apa yang harus dilakukan untuk memperbaikinya. Anak hanya tahu bahwasanya perilaku tersebut tidak boleh diulang, namun tidak mengetahui perilaku apa yang harus dilakukan (Sriyanti: 2011, 43). Maka sebagai pendidik/guru, untuk memperkuat kepribadian yang baik pada anak didik dengan senantiasa menyertakan MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________
271
Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Dalam Buku “Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk” Karya Ahmad Rifa’i Rif’an
reward. Sedangkan punishment harus disertakan arahan yang jelas sebagai bentuk pengalihan dari efek negatif, dengan memberikan kebiasaan baik yang baru, yang tentu menguras kreatifitas pendidik dalam mencari solusi tersebut.
f.
Implementasi Metode Perumpamaan Termasuk metode pendidikan Nabi Saw yang mendekatkan
pengertian suatu masalah dengan membuat perumpamaan (tamsil). Perumpamaan merupakan cara yang tepat untuk lebih menggambarkan, menjelaskan dan mendekatkan hakikat masalah tertentu dihati pendengar (Al-Maliki, 2002: 115). Dengan mencontohkan sebuah perumpamaan dalam memberikan penjelasan awal di pembelajaran seperti apersepsi seorang guru akan lebih memudahkan siswa mencerna materi yang disampaikan, juga bisa sebagai pengantar pembelajaran. Karena perumpamaan juga memiliki tujuan psikologis-edukatif. Adapun tujuan tersebut ialah: pertama, memudahkan pemahaman mengenai suatu konsep. Kedua, mempengaruhi emosi yang sejalan dengan konsep yang diumpamakan dan untuk mengembangkan aneka perasaan ketuhanan. Ketiga, membina akal untuk terbiasa berfikir secara valid dan analogis, dan keempat, mampu menciptakan motivasi yang menggerakkan aspek emosi dan mental manusia (An-Nahlawi, 1995: 254259). Dalam pendidikan Islam, perumpamaan terdapat dalam Al-Qur’an dan Hadits yang disebut perumpamaan Qur’ani dan Nabawi. Ahmad Rifa’i Rif’an memberikan perumpamaan pentingnya pendidikan keimanan bagi anak dalam keluarga, Ibarat menanam padi, rerumputan akan mengiringi pertumbuhannya. Tanamkan iman di dada putra putri anda, maka prestasi dunia akan mengiringi perjalanan hidupnya kelak. Tanamkan keimanan di lahan lembab 272
_________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009
Muhammad Solehan
hati mereka, hati anak-anak yang masih berupa lahan subur untuk berbagai tanaman kehidupan. Jika salah tanam, di akhir panen anda hanya akan menggigit jari sambil turut mendendangkan nyanyian para penghuni neraka, َّ علَ ٰى الظا ِل ُم ض َويَ ْو َم ُّ َيَع َ ا ﴾٤٧:سبِيَل ﴿الفرقان سو ِل ُ الر َّ َ “Aduhai kiranya dahulu aku mengambil jalan bersama-sama Rasul.” (Q.S Al-Furqan: 27). َم َع
ُات َّ ََ ْذت
ٰيلَ ْيتَنِى
يَقُو ُل
يَ َد ْي ِه
Kuatkan dulu iman dalam hati putra-putri anda. Jika panduan iman telah menuntunnya sejak dini, jalan menuju usia-usia berikutnya tak akan pernah menimbulkan penyesalan bagi anda, para orang tua (Rif’an, 2015: 153). Dalam penerapannya di dunia pendidikan, metode ini digunakan untuk menarik simpati peserta didik diawal pembelajaran, atau disebut apersepsi. Dimana seorang guru mengajak siswa untuk menyatukan persepsi mereka saat memasuki pelajaran di awal. Dengan memberikan kata kunci diawal berupa perumpamaan, peserta didik akan terbantu dalam mendalami materi yang akan disampaikan oleh pendidik.
3.
Implementasi Tujuan Pendidikan Akhlak Sebagaimana pendapat M. Athiyah Al-Abrashy yang menyatakan
bahwasanya pendidikan Islam sangat menaruh perhatian penuh untuk kedua kehidupan (dunia-akhirat) sebagai tujuan diatara tujuan-tujuan umum yang asasi. Sebab, memang itulah tujuan tertinggi dan terakhir pendidikan (Rosyadi, 2004: 161). Begitu pula dengan pendidikan akhlak yang merupakan bagian dari pendidikan Islam. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Muhammad Qutb, bahwasanya tujuan utama pendidikan akhlak adalah menjadikan manusia yang bertakwa, menyeimbangkan antara hubungan secara vertikal dan horisontal serta keseimbangan dunia akhirat. MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________
273
Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Dalam Buku “Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk” Karya Ahmad Rifa’i Rif’an
Tujuan akhir dari dari pendidikan Islam itu terletak dalam realisasi sikap penyerahan diri sepenuhnya kepada Allah, baik secara perorangan, masyarakat, maupun sebagai umat manusia secara keseluruhan (Arifin, 2011: 28). Jika dilihat dari pendekatan dimensi pengembangan manusia, yang mencangkup manusia sebagai makhluk individu, makhluk sosial dan sebagai hamba Allah (‘abdullah), maka tujuan pendidikan Islam (dalam hal ini pendidikan akhlak) bisa diklasifikasikan beberapa tujuan berikut:
a.
Tujuan Tertinggi/Terakhir Tujuan ini bersifat mutlak, tidak mengalami perubahan karena sesuai
dengan konsep ilahi yang mengandung kebenaran mutlak dan universal. Pada dasarnya tujuan ini sesuai dengan tujuan hidup manusia sebagai ciptaan Allah. Yaitu: 1)
Menjadi hamba Allah yang bertakwa
2)
Mengantarkan peserta didik menjadi khalifatullah fil ‘ard yang mampu memakmurkanya
3)
Memperoleh kesejahteraan, kebahagiaan hidup di dunia sampai akhirat (Achmadi, 2005: 99).
b.
Tujuan Umum Tujuan umum lebih bersifat empirik dan realistik. Tujuan ini
berfungsi sebagai arah yang taraf pencapaiannya dapat diukur karena menyangkut perubahan sikap, perilaku dan kepribadian peserta didik, sehingga mampu menghadirkan dirinya sebagai sebuah pribadi yang utuh. Itulah yang disebut realisasi diri (self realization) (Achmadi, 2005: 98). Tercapainya self realization sebagai muslim yang utuh ditandai dengan semakin
tampaknya
aktualisasi
diri
dalam
konteks
dalam
upaya
pendekatannya pada Tuhan (taqarrub ilallah), dimulai dari melakukan 274
_________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009
Muhammad Solehan
ibadah mahdhah secara sadar tanpa tergantung orang lain, sampai terkendalinya perilaku. Begitu kompleksnya proses realisasi diri, maka pendidikan Islam harus bersinergi antara pendidikan keluarga, sekolah dan masyarakat (Achmadi, 2005: 99). Tujuan inilah yang mengenalkan manusia akan tanggung jawabnya terhadap diri sendiri untuk menyeimbangkan potensi yang diberikan Allah berupa kognitif (akal), afektif (hati nurani) dan psikomotor (fisik). Dengan memaksimalkan potensi tersebut diharapkan peserta didik terus berproses mengaktualisasikan diri untuk memahami status kemakhlukanya dan hubungan sosial sebagai bentuk tanggung jawab pribadi dalam kehidupan.
c.
Tujuan Khusus Tujuan khusus adalah pengkhususan tujuan tertinggi dan tujuan
umum pendidikan Islam (dalam hal ini pendidikan akhlak). Bersifat relatif sehingga dimungkinkan untuk diadakan perubahan sesuai tuntutan dan kebutuhan, selama tetap berpijak pada kerangka tujuan tertinggi dan tujuan umum. Pengkususan tersebut dapat didasarkan kultur atau cita-cita suatu bangsa, minat dan bakat sesuai kemampuan peserta didik, serta tuntutan situasi dan kondisi pada kurun waktu tertentu. (Achmadi, 2005: 103).
C. Peran Orang Tua dalam Pembentukan Akhlak pada Anak Orang tua merupakan pendidik utama bagi anak-anak sejak dilahirkan sampai dewasa dan menikah. Secara kodrati orang tua dan anak membangun hubungan timbal balik. Intensitas kebersamaan orang tua dengan anak sejak kecil yang membangun timbal balik ini sehingga terjadi hubungan pengaruh-mempengaruhi dan pergaulan antara keduanya. Itulah mengapa anak mendapatkan tutur kata yang sopan ataupun sebaliknya, perilaku terpuji ataupun sebaliknya dari sumber model perilaku, yaitu kedua MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________
275
Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Dalam Buku “Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk” Karya Ahmad Rifa’i Rif’an
orang tuanya. Bahkan dalam ungkapan parenting mengatakan bahwa anak merupakan perwujudan jujur dari sifat dan sikap orangtua, termasuk akhlak, kepribadian, dan budi pekerti. Lingkungan keluargalah yang menjadi lingkungan pertama pembentukan akhlakul karimah anak. Proses pendidikan dalam keluarga secara primer tidak diaksanakan secara paedagogis (berdasarkan teori pendidikan), melainkan hanya berupa pergaulan dan hubungan yang disengaja atau tak sengaja, dan langsung atau tidak langsung antara orang tua dengan anak. Dimana didalamnya terjalin dan berjalan pengaruh berlangsung secara kontinyu antara keduanya. Pengaruh itu berdasarkan ikatan darah yang bersifat rohaniah. Bahkan pengaruh tidak disengaja tersebut lebih penting dan berperan dibandingkan dengan pendidikan yang disengaja atau pendidikan yang diselenggarakan menurut rencana tertentu (Yasin, 2008: 209). Islam memandang bahwa orang tua memiliki tanggung jawab penuh dalam mengantarkan anakanaknya untuk bekal kehidupan kelak, baik kehidupan duniawi maupun ukhrawi. Dalam keluarga, anak merupakan orang pertama yang masuk sebagai peserta didik. Oleh karena itu dalam berinteraksi orang tua harus bisa menampilkan pola perilaku yang positif, karena dapat menjadi stimulus anak, terutama dalam etika berbicara (memberi pesan), bertingkah laku, dll. Karena anak akan men-sugesti, me-imitasi dan mendemonstrasikan apa yang biasa ia lihat, terlebih yang ia lihat itu datang menyadari dalam lingkungan keluarga sendiri. Maka alternatifnya anak selalu diajak untuk menjalankan ajaran agama dengan baik dan benar, yang dimulai dari kehidupan interaksional dalam keluarga (Yasin, 2008: 220-221). Sebagaimana metode yang telah diuraikan sebelumnya yaitu metode pembiasaan,
keteladanan,
nasehat,
perintah-larangan,
kisah
dan
perumpamaan tergantung dengan intensitas kebersamaan pendidik (orang tua dan guru) dengan peserta didiknya. Semakin tinggi kebersamaannya 276
_________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009
Muhammad Solehan
semakin besar pula kemungkinan tercapainya tujuan pendidikan akhlak. Orang tua dan guru harus memiliki tujuan dan komitmen yang sama untuk memberikan pendidikan akhlak. Memberikan pengertian melalui nasehat disertai perumpamaan untuk memperjelas, kemudian pendidik memberikan keteladanan, mengajak anak untuk membiasakan akhlak terpuji, kemudian metode perintah-larangan atau ganjaran-hukuman digunakan untuk menjaga akhlak tersebut dimanapun berada, terutama di lingkungan keluarga maupun sekolah. Mengingat pengaruh yang sangat besar dan intensitas orang tua bersama anak sangat tinggi, maka peranan orangtua dalam mengajarkan, menanamkan, dan menjaga akhlak anak sangat dibutuhkan. Tanpa ada dukungan penuh dari orangtua dan lingkungan di sekitarnya (terutama lingkungan terkecil/ keluarga), tujuan pendidikan akhlak sulit tercapai. Termasuk dari materi pendidikan akhlak dan metode yang digunakan.
Kesimpulan Berdasarkan pembahasan dan pengkajian yang telah penulis lakukan, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1.
Ahmad Rifa’i Rif’an yang biasa dipanggil dengan ‘Fai’ lahir di Lamongan 3 Oktober 1987. Beliau adalah penulis muda yang banyak menulis buku tentang motivasi Islam (spiritual), pengembangan diri dan bisnis. Ia telah menulis puluhan buku sekaligus pengusaha yang menjadi owner Marsua Media (Penerbit).
2.
Nilai-nilai pendidikan akhlak dalam buku Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk mengacu pada tujuan tertinggi dari pendidikan akhlak yaitu takwa. Pendidikan akhlak diawali dengan penanaman akidah dalam hubungan vertikal dimana manusia menjadi ‘abdullah (Hamba Allah), MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________
277
Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Dalam Buku “Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk” Karya Ahmad Rifa’i Rif’an
untuk menuntun manusia dalam menjalankan perannya sebagai makhluk individu dan sosial, yaitu hubungan horisontal sesuai dengan ajaran
Islam.
Akhlak
dalam
hubungan
horisontal
merupakan
perwujudan dari baik-buruknya dalam hubungan vertikal (akhlak terhadap Allah). Metode pendidikan akhlak yang telah dikemukakan dapat dilakukan dengan beberapa metode berikut, yaitu: metode pembiasaan, metode keteladanan, metode pemberian nasihat, metode kisah/cerita, metode perintah dan larangan/ ganjaran dan hukuman, serta metode perumpamaan.
3.
Implementasi nilai-nilai pendidikan akhlak dalam buku Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk terdiri atas 3 komponen pendidikan, meliputi: Materi, Metode, dan Tujuan. Implementasi materinya yaitu isi materi dalam pendidikan akhlak yang terdiri atas 2 dimensi pengembangan, yaitu dimensi vertikal dan dimensi horisontal. Selain itu adanya penerapan praktik langsung yang dilakukan siswa dalam kehidupan sehari-hari. Implementasi metode pendidikan akhlak dalam lingkungan sekolah diantaranya: a) Metode pembiasaan: melalui program-program rutin dan pembiasaan dirumah berupa mutaba’ah harian siswa (monitoring ibadah), b) metode keteladanan melalui pendidik (kepala sekolah, guru, karyawan dll) sebagai figur otoritas memberikan contoh langsung baik secara fisik (penampilan, kerapian) maupun sikap (kedisiplinan, ramah dll), c) metode nasehat melalui peran pendidik dalam pembelajaran kelas maupun lapangan, serta penciptaan suasana sekolah melalui poster-poster dan gambar yang membangun. d) Implementasi metode kisah di di sekolah adalah penyematan kisahkisah Qur’ani maupun Nabawi, maupun kisah-kisah inspiratif dalam kelas maupun ketika forum bersama seperti upacara bendera. Pada
278
_________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009
Muhammad Solehan
Metode ganjaran-hukuman dan perintah larangan, guru/pendidik diharapkan lebih mempersering ganjaran/ reward sebagai bentuk penguatan dalam pengulangan sikap positif peserta didik, sementara dalam
pemberian
hukuman/
punishment
hendaknya
pendidik
memberikan hukuman membangun, yang memberikan efek jera, dimana hal tersebut memang menguras kreatifitas seorang guru. Implementasi tujuan pendidikan akhlak terbagi menjadi tujuan tertinggi (taqwa), tujuan umum (tercapainya self realization) dan tujuan khusus (visi sekolah masing-masing). Pendidikan di lingkungan keluarga tak kalah penting, karena intensitas kebersamaan orang tua dan anak yang tinggi. Oleh karena itu orang tua harus mampu menjadi model akhlak yang baik bagi anak.
Daftar Pustaka Achmadi. 2005. Idiologi Pendidikan Islam.Yogyakarta: Pustaka Pelajar Ali, Muhammad Daud. 2008. Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Grafindo Persada Al Maliki, M. Alawi. 2002. Prinsip-prinsip Pendidikan Rasulullah. Jakarta: Gema Insani Arief, Armai. 2002. Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam. Jakarta: Ciputat Press Arifin, M. 2011. Ilmu Pendidikan Islam: Tinjauan Teoritis dan Praktis berdasarkan Pendekatan Interdisipliner. Jakarta: Bumi Aksara Assegaf, Rahman. 2014. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________
279
Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Dalam Buku “Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk” Karya Ahmad Rifa’i Rif’an
Daradjat, Zakiah. 1995. Pendidikan Islam Dalam Keluarga dan Sekolah. Bandung: Ruhama Depdiknas. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Fadhlullah, Muhammad Husain. 1997. Metodologi Dakwah Dalam AlQur’an. Jakarta: Lentera Hadi, Sutrisno. 1990. Metodologi Research. Yogyakarta: Andi Offset. Hafidz, Muh, dan Kastolani. 2009. Pendidikan Islam Antara Tradisi dan Modernita
280
_________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009
Nur Hasanah
PELAKSANAAN PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN AKHLAK MAHASISWA PGMI Nur Hasanah STAIN (Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri) Salatiga
Abstract The study are aimed to determine the students’ character education of Islamic Primary Teacher Education (PGMI) department, the implementation also the factors inhibiting and supporting the implementation of character education in the learning morals (akhlak) of PGMI students. This study focuses on the implementation of students’ character education in Islamic Primary Teacher Education (PGMI) department. The subjects of this research are the lecturers of moral (akhlak) subject and the fourths semester students of Islamic Primary Teacher Education (PGMI) department STAIN Salatiga. The data is collected by observation, interviews, and documentation. Research findings show that character education of Islamic Primary Teacher Education (PGMI) department students have been in a good condition. The only curiosity and care to environment indicators that still less. The implementation strategy in this research is by example, parable, habituation and advice or warning. While the inhibiting and supporting factors are derived from the internal factors of individual students and families as well as the contributing factors. While the external factors are instructional methods and media as well as campus and community environmental factors. Campus and community environmental factors become the obstacle to implement the character education of Islamic Primary Teacher Education (PGMI) department students. Keywords: character education, akhlak, Islamic Primary Teacher Education (PGMI) Pendahuluan Undang-Undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 menyatakan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________
281
Pelaksanaan Pendidikan Karakter Dalam Pembelajaran Akhlak Mahasiswa Pgmi
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Upaya mewujudkan tujuan pendidikan nasional tersebut maka pemerintah melakukan terobosan dengan menekankan pelaksanaan pendidkan karakter yang ditempuh melalui jalur pendidikan formal maupun non formal, yang dimulai dari jenjang sekolah dasar sampai perguruan tinggi baik perguruan tinggi umum maupun Islam. Perguruan tinggi Islam khususnya merupakan lembaga pendidikan yang mencetak generasi yang berkualitas yang diharapkan dapat memiliki kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual serta karakter yang baik. Hal ini sebagaimana
STAIN Salatiga dengan misinya mencetak mahasiswa
yang beriman, bertakwa , berbudi pekerti yang luhur dan berakhlakul karimah memiliki karakter yang baik, terutama mahasiswa PGMI (Pendidikan Guru Madrasah ibtidaiyah) yang mencetak calon guru MI yang berkarakter baik dan benar. Di PGMI pendidikan karakter dilaksanakan dengan pengembangan nilai-nilai karakter pada matakuliah Akhlak diajarkan oleh dosen kepada para mahasiswa. Karena pendidikan karakter ini sangat dibutuhkan oleh mahasiswa dalam menghadapi perubahan zaman dan degradasi moral, mahasiswa diharapkan mampu memiliki dan berperilaku dengan ukuran baik dan buruk yang didasarkan pada ketentuan dan ketetapan agama Islam. Dalam matakuliah
akhlak
memuat materi tentang sikap dan
perilaku yang baik dan benar baik kepada Allah maupun kepada sesama manusia ( hablum minallah, hablum minannas ) , namun realitanya mahasiswa belum bisa mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari baik di kampus, di rumah mapun di masyarakat, contoh ; masih adanya mahasiswa yang tidak mendengarkan dan tidak memperhatikan penjelasan dosen
ketika proses pembelajaran dikelas,tidak membuat tugas yang
diperintahkan dosen , mahasiswa kurang patuh menjalankan ibadah (sholat) 282
_________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009
Nur Hasanah
ketika waktu sholat tiba dan sebagainya.Bahkan Mahasiswa bersikap kurang sopan , tidak punya tatakrama terhadap dosen, kurang bisa menghargai orang lain. Dosen sudah banyak memberikan anjuran atau nasehat dalam perkuliahan namun pada umumnya mahasiswa
kurang respek untuk
menjalankan dengan penuh kesadaran. Bahkan mahasiswa
tidak
memperdulikan terhadap nasehat dan teguran doesen. Berdasarkan latar belakang tersebut maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian yang berjudul Pelaksanaan Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran Akhlak pada Mahasiswa PGMI STAIN Salatiga Tahun 2013.
Permasalahan Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah 1) Bagaimana pendidikan karakter
mahasiswa PGMI STAIN Salatiga ?2)Bagaimana
pelaksanaan pendidikan karakter
dalam pembelajaran Akhlak pada
mahasiswa PGMI STAIN Salatiga?3)Apa yang menjadi faktor penghambat dan pendukung pelaksanaan pendidikan karakter
dalam pembelajaran
Akhlak pada mahasiswa PGMI STAIN Salatiga?
Tinjauan Pustaka Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Miftakhurrif’ah (2012) tentang pendidikan karakter di Madrasah Ibtidaiyah Kota Salatiga yang kesimpulannya adalah 1) pemahaman siswa terhadap konsep pendidikan karakter di MIN Gamol Kecandran Salatiga dipahami secara umum sebagai pendidikan akhlak, akhlaqul karimah atau bagian dari pendidikan akhlak dengan wilayah bahas yang lebih sedikit. Nilai utama yang ditekankan yaitu religius, disiplin, tanggung jawab, jujur, dan kreatif. Nilai lain yang menonjol adalah nilai MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________
283
Pelaksanaan Pendidikan Karakter Dalam Pembelajaran Akhlak Mahasiswa Pgmi
cinta tanah air, semangat kebangsaan dan menghargai prestasi. 2) Metode pendidikan karakter di MIN Gamol mengikuti kebijakan Kemendiknas yang mengintegrasikan pendidikan karakter di semua mata pelajaran dengan penilaiannya dimasukkan dalam raport sebagai nilai kepribadian. Strategi penanaman pendidikan karakter dilakukan dengan pembiasaan, keteladanan, kedisiplinan, pengamatan hingga home visit yang dilakukan berkala. 3) Faktor pendukung dan penghambat pendidikan karakter datang dari dalam sekolah adalah faktor guru yang muda dan bersemangat, contoh keteladanan oleh kepala sekolah, dan murid yang siap merespon dengan bagus atas tugas-tugas dari guru. Faktor pendukung dari luar adalah lengkapnya dokumen yang telah diterbitkan, dan keberadaan komite dan wali yang perhatian. Disisi lain, faktor penghambat dari dalam adalah daya kontrol guru yang tidak maksimal mengingat terbatasnya waktu dan banyaknya agenda kerja yang harus diselesaikan, ketiadaan guru BK, dan perpustakaan yang minimalis yang diikuti oleh ketiadaan pustakawan serta ketidak-aktifan parenting club. Faktor penghambat dari luar adalah lingkungan dan minimnya perhatian walimurid. Tujuan pendidikan karakter dilakukan dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional yaitu untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Sedangkan menurut( masnur muslih, 2007 : 7)
tujuan pendidikan karakter adalah
sebagai berikut : 1.
Mengembangkan potensi afektif peserta didik sebagai manusia dan warganegara yang memiliki nilai-nilai budaya dan karakter bangsa;
284
_________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009
Nur Hasanah
2.
Mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik yang terpuji dan sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religius;
3.
Menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggungjawab peserta didik sebagai generasi penerus bangsa;
4.
Mengembangkan kemampuan peserta didik menjadi manusia yang mandiri, kreatif, berwawasan kebangsaan;
5.
Mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan belajar yang aman, jujur, penuh kreativitas dan persahabatan, serta dengan rasa kebangsaan yang tinggi dan penuh kekuatan. Sedangkan fungsi pendidikan karakter adalah sebagai berikut :
1.
Pembentukan dan Pengembangan Potensi Pendidikan karakter berfungsi membentuk dan mengembangkan
potensi manusia atau warga negara Indonesia agar berpikiran baik, berhati baik, dan berperilaku baik sesuai dengan falsafah hidup Pancasila. 2.
Perbaikan dan Penguatan Pendidikan karakter berfungsi memperbaiki karakter manusia dan
warga negara Indonesia yang bersifat negatif dan memperkuat peran keluarga, satuan pendidikan, masyarakat, dan pemerintah untuk ikut berpartisipasi dan bertanggung jawab dalam pengembangan potensi manusia atau warga negara menuju bangsa yang berkarakter, maju, mandiri, dan sejahtera. 3.
Penyaring Lebih dari itu pendidikan karakter bangsa berfungsi memilah nilai-
nilai budaya bangsa sendiri dan menyaring nilai-nilai budaya bangsa lain yang positif untuk menjadi karakter manusia dan warga negara Indonesia agar menjadi bangsa yang bermartabat.
MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________
285
Pelaksanaan Pendidikan Karakter Dalam Pembelajaran Akhlak Mahasiswa Pgmi
Adapun Pelaksanaan
pendidikan Karakter dalam pembelajaran
Akhlak adalah menggunakan strategi yang lebih kongkrit dan efektif. Menurut Marten (2004:58) strategi dalam pembelajaran karakter, yakni: a) identifikasi nilai, b) pembelajaran nilai, dan c) memberikan kesempatan untuk menerapkan nilai tersebut. a.
Identifikasi Nilai Identifikasi nilai terkait dengan nilai-nilai akhlak apa saja yang
sekurang- kurangnya harus dimiliki oleh individu . Dalam realitas kehidupan, ada sejumlah nilai yang terkonstruksi di dalam masyarakat, yang sangat boleh jadi antara masyarakat yang satu dengan yang lain berbeda. Ada kalanya konstruksi nilai dipengaruhi oleh kultur tempat nilai tersebut dibentuk. Karena itu, untuk menghindari pemahaman yang berbeda atas suatu nilai, perlu diidentifikasi dulu nilai-nilai yang berlaku universal atau yang ditargetkan. b.
Pembelajaran Nilai Setelah proses identifikasi nilai dilakukan dan ditemukan nilai moral
yang ditargetkan, nilai moral tersebut selanjutnya ditanamkan kepada mahasiswa melalui langkah-langkah sebagai berikut: 1 ) Menciptakan lingkungan yang memungkinkan nilai-nilai moral tersebut diterapkan. Peran ini begitu penting dilakukan oleh dosen dalam rangka membangun kesamaan wawasan mencapai tujuan, menciptakan iklim moral bagi mahasiswa. 2)
Adanya keteladanan atau model perilaku moral. Menunjukkan perilaku bermoral memiliki dampak yang lebih kuat daripada berkata-kata tentang moral. One man practicing good sportmanship is better than fifty others preaching it.
3)
Menyusun aturan atau kode etik berperilaku baik. Mahasiswa perlu mengetahui apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh
286
_________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009
Nur Hasanah
dilakukan. Artinya, ada pemahaman yang sama terkait dengan perilaku moral. 4)
Menjelaskan dan mendiskusikan perilaku bermoral. Ketika usia anak-anak, belajar perilaku moral dilakukan dengan cara imitasi dan praktik tanpa harus mengetahui alasan mengapa hal itu dilakukan atau tidak dilakukan. Memasuki usia remaja dan dewasa, kemampuan bernalarnya telah berkembang. Karena itu, perlu ada penjelasan dan bila perlu ada proses diskusi untuk sampai pada pilihan perilaku moral yang diharapkan.
5)
Menggunakan dan mengajarkan etika dalam pengambilan keputusan. Individu acapkali dihadapkan pada pilihan-pilihan yang harus diambil keputusannya. Mengambil keputusan adalah proses mengevaluasi tindakan-tindakan dan memilih alternatif tindakan yang sejalan dengan nilai moral tertentu.
6)
Mendorong individu mahasiswa mengembangkan nilai yang baik. Dosen perlu menciptakan situasi dan menginspirasi mahasiswa untuk menampilkan perilaku moral. A mediocre teacher tells, a good teacher explains, a superior teacher demonstrates, and the great teacher inspires. c. Penerapan Nilai Setelah pengajaran nilai dilakukan, tahap ketiga yang perlu
dilakukan adalah memberikan kesempatan untuk mengaplikasikannya. Hal terpenting bertalian dengan penerapan nilai adalah konsistensi antara apa yang diajarkan dengan apa yang diterapkan. Artinya, apa yang dikatakan harus berbanding lurus dengan apa yang dilakukan, baik pada lingkungan kampus maupun dalam keluarga dan masyarakat. Terkait dengan penerapan nilai, ada dua model yang dapat diaplikasikan yaitu : MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________
287
Pelaksanaan Pendidikan Karakter Dalam Pembelajaran Akhlak Mahasiswa Pgmi
1)
Membentuk kebiasaan rutin yang bermuatan nilai-nilai moral.
2)
Memberikan reward bagi mahasiswa yang menampilkan perilaku bernilai moral. Menanamkan dan membentuk nilai moral memang tidak secepat mengajarkan keterampilan
seperti
menendang
atau
memukul bola. Untuk hal tersebut dibutuhkan proses yang relatif panjang, konsisten, dan tidak sekali jadi. Bisa jadi mahasiswa belum sepenuhnya menampilkan perilaku bernilai moral sebagaimana yang diinginkan. Karena itu, penghargaan tidak harus diberikan ketika mahasiswa mengakhiri serangkaian kegiatan, melainkan juga dalam proses “menjadi”. Penghargaan dapat diberikan dalam berbagai bentuk. Misalnya, dalam bentuk sertifikat, stiker, peran tertentu seperti mentor bagi temannya, dan lain sebagainya. Menurut (Muslih Masnur, 2007 : 45) Secara operasional pendidikan karakter adalah upaya untuk membekali mahasiswa melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan selama perkembangan dirinya sebagai bekal masa depannya, agar memiliki hati nurani yang bersih, berperangai baik, serta menjaga kesusilaan dalam melaksanakan kewajiban terhadap Tuhan dan terhadap sesama makhluknyasehingga terbentuk pribadi seutuhnya yang tercermin pada perilaku berupa ucapan, perbuatan,sikap, pikiran, perasaanserta norma dan moral luhur bangsa. Agar nilai-nilai karakter
tersebut dapat terintegrasi dan dilaksanakan dalam kehidupan
sehari-hari baik di rumah, di sekolah, maupun di masyarakat maka diperlukan strategi pelaksanaan. Adapun strategi pelaksanaan pendidikan karakter dalam pembelajaran akhlak menurut (Muslih, 2011 : 174) adalah sebagai berikut : a) Keteladanan; pendidik memberi contoh mengenai ucapan, perbuatan, sikap, pikiran, perasaan dan hasil karya terhadap peserta didik , contohnya pendidik menyapa ketika bertemu dengan anak didik 288
_________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009
Nur Hasanah
b) Pembiasaan;
membiasakan
peserta
didik
berkata,
berbuat,
dan
berperilaku yang baik dan benar kepada orang lain, contoh memberi salam setiap bertemu orang lain. c) Perumpamaan (amtsal) sehingga mendekatkan makna pada pemahaman, melatih berfikir logis, merangsang kesan, serta mengarahkan hati untuk terdorong memilih perbuatan yang lebih baik. d) Nasehat atau teguran; pendidik mengingatkan kepada peserta didik yang melakukan perilaku buruk agar mengamalkan nilai-nilai yang baik sehingga dapat membantu mengubah perilaku anak didik. Adapaun pendidikan karakter yang diharapkan dari pembelajaran Akhlak adalahuntuk membentuk identitas diri menuju kematangan pribadi. Penanaman
akhlak diutamakan agar mahasiswa didik tidak mengalami
kegoncangan pikiran dan jiwanya dalam menentukan solusi atau problem yang dihadapinya. Sehingga pendidikan yang pertama dan utama adalah pembentukan keyakinan kepada Allah SWT yang diharapkan dapat melandasi sikap, tingkah laku dan kepribadian mahasiswa. Dalam pemahaman
pendidikan
akhlak
ini,
mahasiswa
diharapkan
dapat
menumbuhkan dan meningkatkan keimanannya yang diwujudkan dalam tingkah laku terpuji, membelajarkan mahasiswa untuk melakukan perbuatan baik bagi diri sendiri maupun bagi orang lain, mahasiswa juga diarahkan untuk mencapai keseimbangan antara kemajuan lahiriyah maupun batiniyah, keselarasan hubungan sesama manusia maupun lingkungannya juga hubungan vertikal dengan Tuhannya. Dengan begitu pembelajaran akhlak serta aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari akan melahirkan ketenangan, kenyamanan, dan ketenteraman hidup, baik didunia yang fanak ini maupun diakhirat kelak yang kekal abadi. Pendidikan Akhlak adalah penanaman perilaku yang baik di dalam jiwa anak dalam masa pertumbuhannya, sehingga perilaku tersebut menjadi salah satu kemampuan jiwa. Selain MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________
289
Pelaksanaan Pendidikan Karakter Dalam Pembelajaran Akhlak Mahasiswa Pgmi
alasan tersebut akhlak atau perilaku yang baik merupakan misi yang dibawa nabi Muhammad SAW diutus kedunia. Selain itu mahasiswa PGMI adalah calon guru PAI di SD atau Madrasah Ibtidaiyah yang diharapkan memiliki karakter yang menjadi figur (contoh teladan) peserta didik dalam bersikap dan bertingkah laku. Dimana sikap dan tingkah laku tersebut adalah akhlak Islam dengan ukuran baik dan benar yang sumbernya AlQur’an dan Sunnah.Hal ini sebagaimana yang dikemukakan oleh uzer Usman (1997 ; 15) dalam bukunya profesionalisme guru bahwa syarat menjadi guru profesional harus memiliki syarat formal (ijazah
keguruan)
dan
kepribadian
(karakter
sabar,
jujur,demokratis,adil,bijaksana dan sebagainya).
Metode Penelitian Pendekatan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Karena data yang dikumpulkan berbentuk kata atau gambaran dari naskah wawancara, cacatan lapangan, dokumen pribadi ( Moleong, 2002 : 11). Bentuk penelitian ini akan mampu menangkap
berbagai
informasi kualitatif dengan deskriptif yang penuh nuansa , yang lebih berharga dari pada sekedar pernyataan jumlah atau frekwensi dalam bentuk angka (Sutopo, 1990 : 12).
Subyek penelitian Permasalahan yang akan diungkap dalam penelitian ini adalah pendidkan karakter mahasiswa PGMI maka yang menjadi key informan dalam penelitian ini adalah mahasiswa PGMI dan dosen yang mengampu
290
_________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009
Nur Hasanah
matakuliah Akhlak dipilih sebagai key informan karena mereka yang lebih paham tentang kondisi mahasiswa PGMI. Subyek yang dimaksud
dalam penelitian ini adalah mahasiswa
PGMI STAIN Salatiga semester V. Adapun alasan peneliti mengambil subyek penelitian tersebut karena mahasiswa PGMI adalah mahasiswa yang setelah lulus akan menjadi calon guru MI atau guru Pendidikan Agama Islam SD diharapkan memiliki karakter yang baik.
Teknik Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan metode interaktif dan metode non interaktif (Goetz dan le Comte, 1984: 14). Metode interaktif meliputi observasi berperan dan wawancara,
sedangkan metode non interaktif
meliputi observasi dan analisis dalam dokumen. Sesuai dengan bentuk pendekatan penelitian kualitatif dan sumber data yang akan digunakan, maka teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.
Wawancara Metode wawancara ini bertujuan memperoleh data atau informasi
dari responden (key informan) tentang pendidikan karakter mahasiswa dalam pembelajaran Akhlak
yakni, dosen PGMI STAIN Salatiga. Key
informan itulah yang memahami kompleksitas persoalan mahasiswa di kampus tersebut. Riset ini juga akan menggunakan teknik Focus Group Discussion (FGD) untuk kebutuhan melengkapi data tentang kondisi mahasiswa. Secara umum teknik ini akan mengambil sampel dari mahasiswa. Penggalian data melalui diskusi kelompok ini dimaksudkan agar peneliti dapat menghimpun data dari hasil sharing pengalaman informan. 2.
Observasi MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________
291
Pelaksanaan Pendidikan Karakter Dalam Pembelajaran Akhlak Mahasiswa Pgmi
Metode ini dilakukan dengan pengamatan langsung dan pengamatan tidak langsung terhadap obyek yang diteliti (Suharsimi Arikunto, 1993 : 1). Pengamatan langsung ini dilakukan oleh peneliti untuk memperoleh data yang berhubungan dengan gambaran riil dan detil mahasiswa PGMI , begitu juga tentang keadaan dosen dalam pembelajaran dikelas. Sedangkan pengamatan tidak langsung dilakukan untuk memperoleh data tentang persepsi dosen terhadap pendidikan karakter mahasiswa di kampus. 3.
Dokumentasi Metode dokumentasi digunakan untuk mencari data mengenai hal-
hal yang berupa catatan, tulisan, arsip atau dokumen (Moh. Nazir, 1999 : 56). Catatan dan tulisan tersebut berupa
UU Sisdiknas, peraturan
pemerintah, jurnal, dan catatan penilaian dosen . Dokumen tersebut dapat dijadikan data pendukung dalam penelitian ini. Teknik analisis data dalam penelitian ini deskriptif-eksploratifanalisis, yaitu mendiskripsikan pendapat dosen kemudian dianalisa tentang pendidikan karakter. Adapun alur yang digunakan interprestasi data dalam penelitian ini adalah teori yang dikemukakan oleh Miles dan Huberman (1992 : 16), yaitu reduksi data, sajian data, dan verifikasi. Hasil Penelitian 1.
Pendidikan Karakter Mahasiswa PGMI Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu dosen pengampu
matakuliah Akhlak di PGMI pada hari Rabu tanggal 14 Nopember 2013 dapat dipahami bahwa mayoritas mahasiswa PGMI memiliki karakter yang baik. Hal ini dapat dibuktikan berdasarkan hasil pengamatan karakter mahasiswa PGMI pada hari Senin tanggal 17 Nopember 2013 yang hasilnya dari 15 karakter yang diamati religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, 292
_________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009
Nur Hasanah
bersahabat, cinta damai, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab hanya ada 2 karakter yang masih kurang yaitu rasa ingin tahu dan peduli lingkungan. Hal ini sebagaimana pendapat ( Usman Uzer, 1999: 27) bahwa syarat menjadi calon guru harus memenuhi syarat formal dan syarat kepribadian. Syarat formal adalah memiliki ijazah keguruan. Sedangkan syarat kepribadian adalah memiliki karakter dan perilaku sabar , ramah, tanggung jawab, disiplin, mandiri, jujur, demokratis, adil,
berwibawa,
fleksibel, kreatif, pemaaf, dan sebagainya. Semuanya itu mencerminkan seorang guru yang memiliki pribadi yang luhur dan mulia yang nantinya menjadi contoh bagi peserta didiknya. Selain itu mahasiswa PGMI sudah memiliki niat atau tujuan menjadi calon guru maka mereka sudah mempersiapkan diri menata diri baik secara fisik maupun psikologi untuk berbicara, bersikap maupun berperilaku yang mencerminkan sosok seorang guru. Hal ini sebagaimana hasil wawancara peneliti dengan salah satu responden yang berinisial AS yang mengatakan bahwa : “Mahasiswa PGMI memang pada umumnya dari awal sudah kelihatan memiliki karakter keguruan, sehingga mereka mudah untuk dibimbing dan diarahkan serta mudah untuk dikondisikan dalam sikap,dan perilaku yang baik atau “gampang diatur”, contohnya kuliah rajin, disiplin, kalau 20 menit dosennya belum masuk ya langsung di sms atau ditelpon”. Hal ini dapat dibuktikan dalam hasil pengamatan atau observasi perilaku disiplin salah satu mahasiswa yang berinisial D sebagai berikut : “mahasiswa sudah pada duduk di kelas menuggu dosen jumlahnya sekitar 20 orang, waktu itu peneliti menanyakan pada mahasiswa yang peneliti amati tersebut sebagai berikut : MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________
293
Pelaksanaan Pendidikan Karakter Dalam Pembelajaran Akhlak Mahasiswa Pgmi
P : sedang apa mba duduk di dalam kelas ini ?” D : Menunggu dosen bu masuk kelas”. P : Jam kuliah kan masih 5 menit lagi ? D :tidak apa-apa bu dari pada terlambat masuk kuliah”. 2.
Pelaksanaan Pendidikan Karakter mahasiswa PGMI Pelaksanaan pendidikan karakter dalam pembelajaran Akhlak
mahasiswa PGMI
menggunakan strategi atau metode keteladanan atau
pemberian contoh perilaku yang baik kepada mahasiswa, pembiasaan, perumpamaan (amtsal), dan metode nasehat, Hal ini sebagaimana pendapat masnur muslih bahwa penerapan pendidikan karakter dailakukan dengan strategi pengintegrasian dalam kegiatan sehari-hari. Hal ini sebagaimana wawancara peneliti dengan salah satu dosen Akhlak bahwa tentang strategi perumpamaan, dan nasehat
penggunaan
keteladanan, pembiasaan,
dalam pembelajaran Akhlak adalah sebagai
berikut : a. Penggunaan strategi keteladanan : “Bagaimana cara bapak menerapkan metode keteladanan dalam pendidikan karakter mahasisiwa ? AS : Saya memulai mengajak bersalaman atau berjabat tangan dengan mahasiswa, dengan demikian mahasiswa akan menirukan”. b. Penggunaan strategi pembiasaan P
: “ bagaimana cara bapak menerapkan metode pembiasaan dalam pendidikan karakter mahasiswa? AS : “Saya menyapa lebih dulu ketika bertemu dengan mahasiswa, bukan mahasiswa yang harus menyapa sya (dosen), dengan demikian mahasiswa akan memiliki sikap atau karakter ramah kepada siapapun”. a. Penggunaan strategi perumpamaan P
P
294
: “Bagaimana cara bapak menerapkan startegi perumpamaan dalam pendidikan karakter mahasiswa ?”
_________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009
Nur Hasanah
: “Mengisahkan atau menceritakan hasil pengalaman langsung atau tidak langsung para tokoh Islam seperti karakter sabar yang dalam cerita nabi Muhamad menyuapi pengemis yahudi yang buta setiap pagi dengan harapan nabi agar pengemis tersebut mau masuk Islam”. P : Apa hikmah dari cerita tersebut Pak?” AS : Agar mahasiswa bisa mengambil intisari dari kisah tersebut”. b. Penggunaan strategi nasehat AS
P
: Bagaimana cara bapak menerapkan strategi nasehat dalam pendidikan karakter mahasiswa?” AS : Dengan memberi nasehat ketika melihat mahasiswa berbuat tidak benar, berteriak di dalam kelas misalnya”. 3. Faktor-faktor yang Menghambat dan Mendukung pelaksanaan pendidikan Karakter Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa yang faktor yang menjadi penghambat dan pendukug pelaksanaan pendidikan karakter dalam pembelajaran Akhlak mahasiswa PGMI adalah sebagai berikut : a.
Faktor intern yaitu faktor dari individu mahasiswa yang meliputi pembawaan dan keluarga.
Hal ini sebagaimana hasil wawancara peneliti dengan responden pada tanggal 14 Nopember 2013 yang mengatakan bahwa: “Mayoritas mahasiswa PGMI berasal dari pedesaan dan lingkungan keluarga Islam, mereka masih lugu atau polos, ya ada sebagian kecil yang berasal dari lingkungan perkotaan dari keluarga awam (umum”.) Hasil wawancara tersebut dapat dibuktikan dengan hasil pengamatan peneliti terhadap perilaku mahasiswa yang ramah yaitu mahasiswa menyapa atau mengucapkan salam bila bertemu temannaya. b.
Faktor ekstern yaitu faktor yang berasal dari lingkungan kampus dan masyarakat.
Hal ini sebagaimana hasil wawancara peneliti dengan responden pada tanggal 14 Nopember 2013 yang mengatakan bahwa : “Karena kondisi kampus 2 sebagai tempat kuliah mahasiswa PGMI yang jauh dari perkotaan atau pinggiran kota dan belum terkena polusi pergaulan bebas maka MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________
295
Pelaksanaan Pendidikan Karakter Dalam Pembelajaran Akhlak Mahasiswa Pgmi
mereka masih mudah untuk dibimbing dan diarahkan, lebih dari itu mahasiswa STAIN semuanya umat Islam”. Hasil wawancara ini dapat dibuktikan dengan hasil pengamatan peneliti terhadap
perilaku mahasiswa yang peduli sosial yaitu mau
menolong teman yang sedang sakit.
Pembahasan 1. Pendidikan Karakter Mahasiswa PGMI Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu dosen pengampu matakuliah Akhlak di PGMI pada hari Rabu tanggal 14 Nopember 2013 dapat dipahami bahwa mayoritas mahasiswa PGMI memiliki karakter yang baik. Hal ini dapat dibuktikan berdasarkan hasil pengamatan karakter mahasiswa PGMI pada hari Senin tanggal 17 Nopember 2013 yang hasilnya dari 15 karakter yang diamati religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, bersahabat, cinta damai, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab hanya ada 2 karakter yang masih kurang yaitu rasa ingin tahu dan peduli lingkungan. Hal ini sebagaimana pendapat ( Usman Uzer, 1999: 27) bahwa syarat menjadi calon guru harus memenuhi syarat formal dan syarat kepribadian. Syarat formal adalah memiliki ijazah keguruan. Sedangkan syarat kepribadian adalah memiliki karakter dan perilaku sabar , ramah, tanggung jawab, disiplin, mandiri, jujur, demokratis, adil,
berwibawa,
fleksibel, kreatif, pemaaf, dan sebagainya. Semuanya itu mencerminkan seorang guru yang memiliki pribadi yang luhur dan mulia yang nantinya menjadi contoh bagi peserta didiknya.
296
_________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009
Nur Hasanah
Selain itu mahasiswa PGMI sudah memiliki niat atau tujuan menjadi calon guru maka mereka sudah mempersiapkan diri menata diri baik secara fisik maupun psikologi untuk berbicara, bersikap maupun berperilaku yang mencerminkan sosok seorang guru. Hal ini sebagaimana hasil wawancara peneliti dengan salah satu responden yang berinisial AS yang mengatakan bahwa : “Mahasiswa PGMI memang pada umumnya dari awal sudah kelihatan memiliki karakter keguruan, sehingga mereka mudah untuk dibimbing dan diarahkan serta mudah untuk dikondisikan dalam sikap,dan perilaku yang baik atau “gampang diatur”, contohnya kuliah rajin, disiplin, kalau 20 menit dosennya belum masuk ya langsung di sms atau ditelpon”. Hal ini dapat dibuktikan dalam hasil pengamatan atau observasi perilaku disiplin salah satu mahasiswa yang berinisial D sebagai berikut : “mahasiswa sudah pada duduk di kelas menuggu dosen jumlahnya sekitar 20 orang, waktu itu peneliti menanyakan pada mahasiswa yang peneliti amati tersebut sebagai berikut : P : sedang apa mba duduk di dalam kelas ini ?” D : Menunggu dosen bu masuk kelas”. P : Jam kuliah kan masih 5 menit lagi ? D :tidak apa-apa bu dari pada terlambat masuk kuliah”. 2. Pelaksanaan Pendidikan Karakter mahasiswa PGMI Pelaksanaan pendidikan karakter dalam pembelajaran Akhlak mahasiswa PGMI
menggunakan strategi atau metode keteladanan atau
pemberian contoh perilaku yang baik kepada mahasiswa, pembiasaan, perumpamaan (amtsal), dan metode nasehat, Hal ini sebagaimana pendapat masnur muslih bahwa penerapan pendidikan karakter dailakukan dengan strategi pengintegrasian dalam kegiatan sehari-hari.
MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________
297
Pelaksanaan Pendidikan Karakter Dalam Pembelajaran Akhlak Mahasiswa Pgmi
Hal ini sebagaimana wawancara peneliti dengan salah satu dosen Akhlak
tentang strategi
perumpamaan, dan nasehat
penggunaan
keteladanan, pembiasaan,
dalam pembelajaran Akhlak adalah sebagai
berikut : a. Penggunaan strategi keteladanan : “Bagaimana cara bapak menerapkan metode keteladanan dalam pendidikan karakter mahasisiwa ? AS : Saya memulai mengajak bersalaman atau berjabat tangan dengan mahasiswa, dengan demikian mahasiswa akan menirukan”. b. Penggunaan strategi pembiasaan P
: “ bagaimana cara bapak menerapkan metode pembiasaan dalam pendidikan karakter mahasiswa? AS : “Saya menyapa lebih dulu ketika bertemu dengan mahasiswa, bukan mahasiswa yang harus menyapa sya (dosen), dengan demikian mahasiswa akan memiliki sikap atau karakter ramah kepada siapapun”. Penggunaan strategi perumpamaan P
: “bagaimana cara bapak menerapkan startegi perumpamaan dalam pendidikan karakter mahasiswa ?” AS : “Mengisahkan atau menceritakan hasil pengalaman langsung atau tidak langsung para tokoh Islam seperti karakter sabar yang dalam cerita nabi Muhamad menyuapi pengemis yahudi yang buta setiap pagi dengan harapan nabi agar pengemis tersebut mau masuk Islam”. P : Apa hikmah dari cerita tersebut Pak?” AS : Agar mahasiswa bisa mengambil intisari dari kisah tersebut”. d. Penggunaan strategi nasehat P
P
: Bagaimana cara bapak menerapkan strategi nasehat dalam pendidikan karakter mahasiswa?” AS : Dengan memberi nasehat ketika melihat mahasiswa berbuat tidak benar, berteriak di dalam kelas misalnya”. 3. Faktor-faktor yang Menghambat dan Mendukung pelaksanaan pendidikan Karakter
298
_________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009
Nur Hasanah
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa yangfaktor yang menjadi penghambat dan pendukug pelaksanaan pendidikan karakter dalam pembelajaran Akhlak mahasiswa PGMI adalah sebagai berikut : a.
Faktor intern yaitu faktor dari individu mahasiswa yang meliputi pembawaan dan keluarga.
Hal ini sebagaimana hasil wawancara peneliti dengan responden pada tanggal 14 Nopember 2013 yang mengatakan bahwa: “Mayoritas mahasiswa PGMI berasal dari pedesaan dan lingkungan keluarga Islam, mereka masih lugu atau polos, ya ada sebagian kecil yang berasal dari lingkungan perkotaan dari keluarga awam (umum”.) Hasil wawancara tersebut dapat dibuktikan dengan hasil pengamatan peneliti terhadap perilaku mahasiswa yang ramah yaitu mahasiswa menyapa atau mengucapkan salam bila bertemu temannaya. b.
Faktor ekstern yaitu faktor yang berasal dari lingkungan kampus dan masyarakat.
Hal ini sebagaimana hasil wawancara peneliti dengan responden pada tanggal 14 Nopember 2013 yang mengatakan bahwa : “Karena kondisi kampus 2 sebagai tempat kuliah mahasiswa PGMI yang jauh dari perkotaan atau pinggiran kota dan belum terkena polusi pergaulan bebas maka mereka masih mudah untuk dibimbing dan diarahkan, lebih dari itu mahasiswa STAIN semuanya umat Islam”. Hasil wawancara ini dapat dibuktikan dengan hasil pengamatan peneliti terhadap
perilaku mahasiswa yang peduli sosial yaitu mau
menolong teman yang sedang sakit.
Kesimpulan Pendidikan karakter mahasiswa PGMI pada umumnya sudah baik. Dari 15 karakter yaitu religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, bersahabat,
MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________
299
Pelaksanaan Pendidikan Karakter Dalam Pembelajaran Akhlak Mahasiswa Pgmi
cinta damai, peduli limgkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab, hanya karakter rasa ingin tahu dan peduli lingkungan yang masih kurang. Pelaksanaan pendidikan karakter mahasiswa PGMI STAIN Salatiga dalam pembelajaran Akhlak adalah dengan strategi pemberian contoh keteladanan, pembiasaan, perumpamaan, dan nasehat.Selain Strategi itu dilakukan
juga
pengamatan
perilaku
mahasiswa
dalam
interaksi
pembelajaran. Faktor yang menjadi penghambat dan pendukung pelaksanaan pendidikan karakter dalam pembelajaran Akhlak mahasiswa PGMI adalah faktor intern yaitu pembawaan masing-masing mahasiswa (individu) dan lingkungan keluarga yaitu latar belakang karakter anak dalam keluarga dan metode serta media pembelajaran dosen sebagai faktor pendukung , dan sedangkan faktor lingkungan kampus seperti pergaulan mahasiswa dan penggunaan media berbasis teknologi (internet) yang menjadi faktor penghambat .Pembawaan atau individu mahasiswa inilah faktor pendukung yang paling dominan terhadap pelaksanaan pendidikan karakter mahasiswa.
Daftar Pustaka Bogdan dan Biklen. 1982. Qualitative Research for Education: An Introduction to Theory and Methods. Boston : Allyn and Bacon Inc. Ilyas Yunahar. 2007. Kuliah Akhlak. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset. Moleong J. Lexy. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Muslih Masnur. 2011. Pendidikan Karakter: Menjawab Tantangan Krisis Multidimensial. Jakarta: Bumi Aksara. Nazir Moh. 1999. Metode Penelitian. Jakarta: Galia. Suharsimi Arikunto. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis. Jakarta: Rineka Cipta.
300
_________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009
Miftachur Rif’ah Mahmud
PENDIDIKAN KARAKTER PADA MADRASAH IBTIDAIYAH DI KOTA SALATIGA Miftachur Rif’ah Mahmud STAIN (Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri) Salatiga email:
[email protected]
Abstract This qualitative research was conducted to determine the implementation of character education in MIN Gamol, Kecandran, Salatiga. The research problem are how the concept of character education in MI is, how are the methods and strategies of character education, and what are the factors supporting and inhibiting the process of maintaining character education. Research data was collected by interviews which related to the informants, documentation, and field observations. The result shows that the concept of character education in MIN Gamol, Kecandran, Salatiga generally understood as moral education or good moral as a part of character education is less discussed. The emphasized main values are religious, discipline, responsibility, patriotism, nationalism spirit, and achievement appreciation. The method to accustomed character education in MIN Gamol is integrated in all subjects by performing some strategies with habituation, exemplary, discipline, observation and home visit. The educational character is supporting by a young and vibrant teacher, exemplary by school leaders, and students who are ready to respond the tasks from the teacher. The completeness of published documents and the attention of the foundation committee and parents also influence the goals to success. While the inhibiting factors are limited control power of teachers, lack of teachers counseling, inactive parenting club, the condition of school environment and less of parental attention. Keywords: character education, supporting factor, inhibiting factor
Pendahuluan Dalam Grand Desain Pendidikan Karakter, disebutkan bahwa pendidikan karakter adalah proses pemberian tuntunan peserta/anak didik
MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________
301
Pendidikan Karakter Pada Madrasah Ibtidaiyah di Kota Salatiga
agar menjadi manusia seutuhnya yang berkarakter dalam dimensi hati, pikir, raga, serta rasa dan karsa. (http://pendikar.unnes.ac.id/). Hal ini sejalan dengan visi pembangunan nasional adalah mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan beradab berdasarkan falsafah Pancasila. Dalam mewujudkan visi tersebut, maka pendidikan karakter ditempatkan sebagai landasannya. Hal ini sekaligus menjadi upaya untuk mendukung perwujudan cita-cita sebagaimana diamanatkan dalam Pancasila dan Pembukaan UUD 1945. Semangat itu secara implisit ditegaskan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) tahun 2005-2015, di mana Pemerintah menjadikan pembangunan karakter sebagai salah satu program prioritas pembangunan nasional. Upaya pembentukan karakter sesuai dengan budaya bangsa ini tentu tidak semata-mata hanya dilakukan di sekolah melalui serangkaian kegiatan belajar mengajar dan luar sekolah, akan tetapi juga melalui pembiasaan (habituasi) dalam kehidupan, seperti: religius, jujur, disiplin, toleran, kerja keras, cinta damai, tanggung-jawab, dan sebagainya. Pembisaan itu bukan hanya mengajarkan (aspek kognitif) mana yang benar dan salah, akan tetapi juga mampu merasakan (aspek afektif) nilai yang baik dan tidak baik serta bersedia melakukannya (aspek psikomotorik) dari lingkup terkecil seperti keluarga sampai dengan cakupan yang lebih luas di masyarakat. Nilai-nilai tersebut perlu ditumbuhkembangkan peserta didik yang pada akhirnya akan menjadi pencerminan hidup bangsa Indonesia. Oleh karena itu, sekolah memiliki peranan yang besar sebagai pusat pembudayaan melalui pengembangan budaya sekolah atau school culture. (Kemendiknas, 2011:3 ) Arti penting pendidikan karakter bagi bangsa dan negara adalah pendidikan karakter sangat erat dan dilatar belakangi oleh keinginan mewujudkan konsensus nasional yang berparadigma Pancasila dan UUD 1945. Konsensus itu selanjutnya diperjelas dalam pasal 3 UU Nomor 20 302
_________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009
Miftachur Rif’ah Mahmud
Tahun
2003
tentang
Sistem
Pendidikan
Nasional
(Sisdiknas)
mengamanatkan bahwa Pendidikan nasional bertujuan mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, dan mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (UU SISDIKNAS: 2003:8). Amanat
Undang-undang
ini
nampaknya
belum
sempurna
tertunaikan jika melihat belakangan ini, masyarakat Indonesia sering mendengar berita kejahatan yang dilakukan pelajar. Tidak hanya pelajar sekolah menengah, bahkan siswa sekolah dasar pun terlibat dalam tindakan kekerasan dan kriminal. Pada saat yang sama kejahatan dan kriminalitas banyak terjadi di kalangan
usia dewasa. Premanisme, pembunuhan,
penipuan hingga kasus korupsi pun tak henti menghiasi TV. Melihat semua kenyataan diatas, seringkali masyarakat menganggap sebagai bagian dari kegagalan dalam sistem pendidikan nasional, terutama pendidikan karakter. Munculnya gagasan program pendidikan berkarakter dalam dunia pendidikan di Indonesia dimaklumi sebagai bentuk perbaikan dari pendidikan yang belum berhasil membentuk manusia berkarakter. M Furqon Hidayatullah (2009: 9) mendefinisikan karakter sebagai kualitas atau kekuatan mental atau moral, akhlak atau budi pekerti individu yang merupakan kepribadian khusus yang membedakannya dari individu yang lain. Selanjutanya dikatakan bahwa seseorang dianggap berkarakter bila telah berhasil menyerap nilai dan keyakinan yang dikehendaki masyarakat serta digunakan sebagai kekuatan moral dalam hidupnya. Pendidikan karakter adalah, proses pemberian tuntunan peserta/siswa didik agar menjadi
MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________
303
Pendidikan Karakter Pada Madrasah Ibtidaiyah di Kota Salatiga
manusia seutuhnya yang berkarakter dalam dimensi hati, raga, serta rasa dan karsa (M Furqon H, 2011:9). Madrasah Ibtidaiyah adalah bagian dari pendidikan dasar formal dengan ciri keagamaan. Sebagai bagian pendidikan dasar, MI memiliki posisi strategis dalam penanaman karakter dasar siswa yang akan dibawanya kelak hingga menuju dewasa. Teori psikologi menyimpulkan bahwa usia anak-anak adalah masa paling bagus dalam pembentukan karakter. Oleh karenanya menjadi penting penelitian untuk mengetahui konsep, metode dan hambatan serta bagaimana mengatasi hambatan pendidikan karakter di Madrasah Ibtidaiyah.
Permasalahan Fokus masalah yang diteliti adalah bagaimana konsep pendidikan karakter pada Madrasah Ibtidaiyah di kota Salatiga, bagaimana metode dan strategi pelaksanaannya, dan adakah tantangan dan hambatan yang dihadapi serta bagaimana menyelesaikan tantangan dan hambatan tersebut.
Tinjauan Pustaka Kemendiknas (2011) pernah melakukan penelitian partisipasi tentang pelaksanaan pendidikan karakter yang dilakukan pada berbagai satuan pendidikan dan sekolah unggulan di beberapa propinsi. Dari satuan pendidikan anak usia dini,a pendidikan dasar, dan tingkat lanjutan, serta satuan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus. Penelitian ini menghasilkan berbagai cara dan metode pelaksanaan pendidikan karakter yang disatukan dalam buku berjudul Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Karakter (Berdasarkan Pengalaman di Satuan Pendidikan Rintisan). Anwar Fatah pernah melakukan penelitian yang membahas tentang peran manajemen sekolah dalam pelaksanaan pendidikan karakter. Fungsi 304
_________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009
Miftachur Rif’ah Mahmud
manajemen sekolah adalah sebagai perencana, pelaksana, evaluator dan perancang aksi berikutnya dari hasil refleksi yang dilakukan. Aina Mulyana melakukan Penelitian Tindakan Sekolah yang menyimpulkan bahwa adanya peningkatan pemahaman dan keterampilan guru, yang berimplikasi pada peningkatan partisipasi atau keaktifan siswa serta terhadap keterlaksanaan nilai-nilai pembangunan karakter bangsa, seperti nilai kerja keras, kerjasama, saling menghargai dan sebagainya. Harvard University Amerika Serikat melakukan penelitian yang hasilnya membuktikan bahwa karakter seseorang dapat mempengaruhi kesuksesan seseorang dimana pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skill) hanya menyumbang 20% dari kesuksean seseorang, dan 80%-nya adalah kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill). Error! Hyperlink reference not valid.). Tadkiroatun Musfiroh (2008: 27), karakter mengacu kepada serangkaian sikap (attitudes), perilaku (behaviors), motivasi (motivations), dan keterampilan (skills). Karakter berasal dari bahasa Yunani yang berarti “to mark” atau menandai dan memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku, sehingga orang yang tidak jujur, kejam, rakus dan perilaku jelek lainnya dikatakan orang berkarakter jelek. Sebaliknya, orang yang perilakunya sesuai dengan kaidah moral disebut dengan berkarakter mulia. Abdullah Munir (2010:2) memaknai karakter dengan memakai akar kata Yunani charassein yang berarti ‘mengukir’. Pemaknaan atas ukir adalah sifatnya yang melekat kuat pada benda yang diukirnya. Ia tahan dan kuat terhadap berbagai tantangan. Begitu kuatnya daya lekat ukiran pada sebuah benda, sehingga tidak mungkin menghilangkan ukiran tanpa merusak benda itu. Inilah gambaran karakter yang lekat pada manusia yang berkarakter tersebut. MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________
305
Pendidikan Karakter Pada Madrasah Ibtidaiyah di Kota Salatiga
Penamaan yang merujuk kepada kajian pembentukan karakter peserta didik, tergantung kepada aspek penekanannya. Di antaranya yang umum dikenal ialah: Pendidikan Moral, Pendidikan Nilai, Pendidikan Relijius, Pendidikan Budi Pekerti, dan Pendidikan Karakter itu sendiri. Masing-masing
penamaan
kadang-kadang
digunakan
secara
saling
bertukaran (inter-exchanging), misal pendidikan karakter juga merupakan pendidikan nilai atau pendidikan relijius itu sendiri. Balitbang Kemendiknas (2010:7) telah menetapkan nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa diidentifikasi dari empat sumber-sumber berikut yaitu agama, pancasila, budaya dan tujuan pendidikan nasional. Adapun nilai dasar yang dikembangkan dalam pembentukan karakter dan budaya bangsa di Indonesia terdiri dari 18 nilai yang terincikan sebagai berikut: Tabel 1. Nilai dan Deskripsi Nilai Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa
306
NO 1.
NILAI Religius
2.
Jujur
3
Toleransi
4.
Disiplin
5.
Kerja Keras
6.
Kreatif
DESKRIPSI Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, serta hidup rukun dengan pemeluk agama lain. Perilaku yang didasarkan padaupaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan. Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis,pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan. Perilaku yang menunjukkan upaya sungguhsungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar, tugas dan menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya. Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.
_________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009
Miftachur Rif’ah Mahmud
7.
Mandiri
8.
Demokratis
9.
Rasa Ingin Tahu
10.
Semangat Kebangsaan
11.
Cinta Tanah Air
12.
Menghargai Prestasi
13.
Bersahabat/ Komunikatif
14.
Cinta Damai
15.
Gemar Membaca
16.
Peduli Lingkungan
17.
Peduli Sosial
18.
Tanggung jawab
Sikap dan prilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas. Cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain. Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajari, dilihat, dan didengar. Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya. Cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa. Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatuyang berguna bagi masyarakat, mengakui, dan menghormati keberhasilan orang lain. Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain. Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya. Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi. Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan. Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.
Puskur Kemendiknas (2010) menjelaskan prinsip-prinsip yang digunakan dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa yang meliputi (1) berkelanjutan yaitu proses pengembangan nilai-nilai
MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________
307
Pendidikan Karakter Pada Madrasah Ibtidaiyah di Kota Salatiga
budaya dan karakter bangsa merupakan sebuah proses panjang, dimulai dari awal peserta didik masuk sampai selesai dari suatu satuan pendidikan. (2) Melalui semua mata pelajaran, pengembangan diri, dan budaya sekolah, bahwa proses pengembangan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa dilakukan melalui setiap mata pelajaran, dan dalam setiap kegiatan kurikuler dan ekstrakurikuler. (3) Nilai tidak diajarkan tapi dikembangkan (4) Proses pendidikan dilakukan peserta didik secara aktif dan menyenangkan, prinsip ini menyatakan bahwa proses pendidikan nilai budaya dan karakter bangsa dilakukan oleh peserta didik, guru adalah stimulator dengan merencanakan kegiatan sesuai dimensi karakter yang dibidik sehingga peserta didik melaksanakannya dengan kesadaran dan kesenangan, bukan indoktrinasi. Furqon Hidayatullah ( 2011) menyebutkan bahwa strategi penanaman karakter meliputi lima hal, yaitu 1) keteladanan, 2) penenaman kedisiplinan. 3) pembiasaan-pembudayaan, 4) menciptakan suasana kondusif, dan 5) integrasi dan internalisasi. Pendidikan karakter bukan hanya tanggung jawab guru bidang studi tertentu, tetapi menjadi tugas seluruh komponen sekolah.
Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, menurut Bagong Suyanto, jenis penelitian kualitatif ini bertujuan untuk memahami makna yang mendasari tingkah laku manusia (2007: 174). Ciri khas penelitian kualitatif menurut Kaelan (2006:15) yaitu: 1.
Berdasarkan keadaan alamiah, dimana peneliti mengumpulkan data berdasarkan pengamatan situasi yang wajar, alamiah, sebagaimana adanya tanpa dipengaruhi atau dimanipulasi.
2.
Human instrument yakni peneliti sebagai bagian dari instrument dan bahkan menjadi alat utama penelitian (key instrument). Penelitilah
308
_________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009
Miftachur Rif’ah Mahmud
yang
mewawancari,
mengumpulkan
melihat
gerak
dokumen-dokumen
muka,
dan
body
memaknai
language, apa
yang
diamatinya. 3.
Bersifat deskriptif dengan mengumpulkan data dari dokumen, naskah, kata-kata, simbol, gambar, yang kemudian dideskripsikan dalam laporan penelitian.
4.
Metode kualitatif, sesuai dengan jenis penelitiannya
5.
Lebih mementingkan proses daripada hasil.
6.
Mengutamakan data langsung dengan terjun sendiri ke lokasi penelitian, untuk mengadakan pengamatan, observasi atau wawancara sehingga mampu memaknai setiap data langsung yang diamatinya.
7.
Data yang purposif, yakni dipilih menurut tujuan yang diharapkan.
8.
Mengutamakan
perspektif
emic,
lazimnya
mengutamakan
obyektifitas data atau pandangan responden dan peneliti tidak memaksakan pandangannya sendiri. Peneliti memulai melakukan penelitian seakan-akan tak mengetahui sedikitpun sehingga dapat menaruh perhatian penuh pada konsep yang didapatkan dari datadata. 9.
Menonjolkan rincian kontekstual dengan mengumpulkan data yang sangat terinci mengenai masalah yang berkaitan dengan data yang diteliti.
10.
Mengadakan analisis sejak awal penelitian, dan berkembang selanjutnya
sesuai
data-data
yang
masuk
selama
penelitian
berlangsung. Julia Brannen (2005:11) menjelaskan bahwa paradigma penelitian kualitatif berangkat dari gejala umum, mendefinisikan konsep-konsep umum yang dengan penelitian yang dilakukannya akan menghasilkan temuan produk penelitian. Disini biasanya penelitian kualitatif itu sangat deskriptif. MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________
309
Pendidikan Karakter Pada Madrasah Ibtidaiyah di Kota Salatiga
Penelitian kualitatif juga bisa menghasilkan teori baru, bukan penarikan kesimpulan dan atau generalisasi. Pada pelaksanaannya, peneliti harus menggunakan dirinya sebagai instrumen, mengikuti asumsi-asumsi kultural sebagai petunjuk data, meskipun tetap dengan mengambil jarak. Obyek penelitian ini adalah Madrasah Ibtidaiyah Negeri di Kecandran Salatiga. Sebagai satu-satunya MIN di kota Salatiga, diharapkan menjadi ia bisa menjadi contoh pelaksanaan pendidikan karakter. Keberhasilan atau kegagalannya dalam melaksanakan program penerintah tentang pendidikan karakter tersebut pasti memiliki imbas bagi MI lain di kota Salatiga. Adapun tahapan penelitian dimulai dari tahap pra-lapangan yaitu beberapa kegiatan yang dilakukan sebelum peneliti memasuki lapangan. Masing-masing adalah: (1) Penyusunan rancangan awal penelitian, (2) Pengurusan ijin penelitian, (3) Observasi, penjajakan lapangan dan penyempurnaan rancangan penelitian,(4) Pemilihan dan interaksi dengan subjek dan informan, dan (5) Penyiapan piranti pembantu untuk kegiatan lapangan. Selanjutnya tahap pekerjaan lapangan yang meliputi pengumpulan data penelitian dengan pengamatan, wawancara, pengumpulan dan kajian dokumen, serta analisa berjalan yang mengikuti sepanjang proses penelitian berlangsung. Pengamatan dilakukan dalam kondisi yang alamiah dan wajar, sehingga data pengamatan menjadi lebih obyektif. Dalam wawancara, peneliti berupaya mendapatkan informasi dengan bertatap muka secara fisik danbertanya-jawab dengan informan. Dengan teknik ini, peneliti berperan sekaligus sebagai piranti pengumpul data. Beberapa perlengkapan yang dipersiapkan, misalnya : (1) tustel, (2) tape recorder, dan (3) alat tulis termasuk lembar catatan lapangan. Penelaahan dokumentasi terhadap catatan-catatan, arsip- arsip, dan sejenisnya termasuk laporan-laporan yang 310
_________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009
Miftachur Rif’ah Mahmud
bersangkut paut dengan permasalahan penelitian. Analisa berjalan, artinya upaya peneliti untuk mencermati dan menganalisa data-data yang masuk sekaligus menyeleksi, memilah dan memaknai data, termasuk mengecek keabsahan data. Langkah penelitian selanjutnya adalah tahap pasca lapangan dengan melakukan analisis data dan penyusunan laporan penelitian. Karena data yang ada adalan data deskriptif berupa kata-kata orang baik tertulis maupun lisan dan tingkah laku teramati, maka langkah selanjutnya adalah analisis interaktif yang digunakan untuk memahami proses penelitian ini. Model analisis interaktif mengandung empat komponen yang saling berkaitan, yaitu (1) pengumpulan data, (2) penyederhanaan data, (3) pemaparan data, dan (4) penarikan dan pengujian simpulan. Barulah kemudian, disusun rancangan laporan penelitian. Sumber data dalam penelitian ini ada dua yaitu sumber data primer dan sekunder. Sumber data primer yang didapatkan dari hasil wawancara kepada tokoh kunci tentang pelaksanaan pendidikan karakter di MIN Salatiga. Tokoh kunci yang dimaksudkan adalah seseorang yang terlibat langsung dalam penerapan pendidikan karakter di MIN Gamol Salatiga, baik itu perencana, pelaksana dan evaluatornya. Dalam penelitian ini, sasaran utamanya adalah kepadal madrasah dan waka kurikulum, guru pengampu kelas, dan tokoh lain yang ditunjukkan kemudian seiring dengan perjalanan penelitian. Sumber data sekunder adalah data tertulis atau yang bisa diamati di lokasi penelitian. Baik data berupa gambar, dokumen, arsip, dan lain sebagainya. Pengumpulan data merupakan salah satu tahapan sangat penting dalam penelitian. Teknik pengumpulan data yang benar akan menghasilkan data yang memiliki kredibilitas tinggi, dan sebaliknya, sehingga tahap ini tidak boleh salah dan harus dilakukan dengan cermat sesuai prosedur dan MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________
311
Pendidikan Karakter Pada Madrasah Ibtidaiyah di Kota Salatiga
ciri-ciri penelitian kualitatif. Perbedaan tujuan penelitian menjadi pembeda pemilihan cara pengumpulan data (Julia Brannen: 2005: 12). Demikian juga pendapat Mudjia Rahardja (2010a) yang menyebutkan informasi yang ingin diperoleh menentukan jenis teknik yang dipakai (materials determine a means), ditambah dengan kecakapan peneliti menggunakan teknik-teknik tersebut. Adapun teknik yang dipakai dalam pengumpulan data penelitian adalah melalui: a. Wawancara Wawancara
ialah
proses
komunikasi
atau
interaksi
untuk
mengumpulkan informasi dengan cara tanya jawab antara peneliti dengan informan atau subjek penelitian. Mudji Rahardja mengutip dari Yunus (2010) menyebutkan bahwa agar wawancara efektif, maka terdapat berapa tahapan yang harus dilalui, yakni ; 1). mengenalkan diri, 2). menjelaskan maksud kedatangan, 3). menjelaskan materi wawancara, dan 4). mengajukan pertanyaan. b. Observasi Observasi hakikatnya merupakan kegiatan dengan menggunakan pancaindera, bisa penglihatan, penciuman, pendengaran, untuk memperoleh informasi yang diperlukan untuk menjawab masalah penelitian. Hasil observasi berupa aktivitas, kejadian, peristiwa, objek, kondisi atau suasana tertentu, dan perasaan emosi seseorang. Observasi dilakukan untuk memperoleh gambaran riil suatu peristiwa atau kejadian untuk menjawab pertanyaan penelitian. Peneliti berpartisipasi langsung dan terlibat dalam kehidupan keseharian obyek penelitian sehingga mendapatkan data yang diharapkan. Observasi merupakan proses aktif dari peneliti dalam melihat, mendengar, memikirkan dan merasakan apa yang bisa diperoleh dari pengamatan langsung kepada responden. Menurut S. Nasution ( 2003:55) 312
_________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009
Miftachur Rif’ah Mahmud
dua hal penting yang harus dikaitkan dalam proses observasi adalah informasi dan konteks. c. Dokumentasi Dokumentasi adalah pengumpulan data yang bisa diperoleh lewat fakta yang tersimpan dalam bentuk surat, catatan harian, arsip foto, hasil rapat, cenderamata, jurnal kegiatan dan sebagainya. Data berupa dokumen seperti ini bisa dipakai untuk menggali infromasi yang terjadi di masa sebelumnya. Diperlukan kepekaan teoretik untuk memaknai semua dokumen tersebut sehingga tidak sekadar barang yang tidak bermakna. Dalam penelitian ini, peneliti mencari sumber data dari dokumen yang ada di MI obyek penelitian berkait berbagai bentuk sarana dan prasarana pendidikan karakter, serta hal lain yang membantu penyusunan analisis hasil penelitian serta penarikan kesimpulan. Dalam penelitian ini analisa data adalah proses menyusun data agar mudah ditafsirkan yang bertujuan agar data yang telah ditemukan dalam penelitian bisa ditangkap maknanya, tidak sekedar deskripsi semata. Kaelan (2006: 68) menyebutkan langkah-langkah analisis dalam penelitian kualitatif adalah: 1.
Reduksi data Reduksi dimaknai sebagai langkah perangkuman, pemilihan hal-hal
pokok yang difokuskan pada hal-hal penting sesuai dengan konteks obyek penelitian. Dengan melakukan reduksi data, akan mempermudah dalam mengendalikan dan mengorganisir data. 2.
Klasifikasi data Hasil reduksi data akan mempermudah langkah berikutnya yaitu
klasifikasi data, yaitu mengelompokkan data-dat berdasarkan ciri khas masing-masing berdasarkan obyek penelitian. Hasil klasifikasi diarahkan
MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________
313
Pendidikan Karakter Pada Madrasah Ibtidaiyah di Kota Salatiga
sesuai tujuan penelitian, sehingga terpisah data-data yang sesuai dengan tujuan, dan data-data yang kurang relevan dengan tujuan yang diharapkan. 3.
Display data Yaitu mengorganisasikan data dalam suatu peta yang sesuai dengan
tujun penelitian. Diharapkan bentuk dispalay berupa skema atau pemetaan masalah sehingga akan sangat membantu peneliti memahami alur penelitiannya. 4.
Penafsiran dan interpretasi data untuk menarik kesimpulan. Salah satu ciri khas penelitian kualitatif adalah adanya interpretasi
data pada saat pengumpulan data, sehingga darinya termaknai senua data yang terkumpul. Dari sinilah peneliti menarik kesimpulan, dengan terbantu oleh langkah-langkah yang sebelumnya. Langkah selanjutnya adalah pengecekan keabsahan data sebagai upaya untuk memastikan kefalidan data yang diperoleh. Dalam penelitian kualitatif dikenal istilah triangulasi data yang dilakukan untuk melihat gejala dari berbagai sudut dan melakukan pengujian temuan dengan menggunakan berbagai sumber informasi dan berbagai teknik. Dengan kata lain, triangulasi ialah usaha mengecek kebenaran data atau informasi yang diperoleh peneliti dari berbagai sudut pandang yang berbeda dengan cara mengurangi sebanyak mungkin bias yang terjadi pada saat pengumpulan dan analisis data.
Pembahasan Memasuki MIN Kecandran, satu-satunya madrasah negeri di kota Salatiga ini, peneliti disambut gerbang cukup tinggi di tepi jalan lingkar selatan. Ada musholla di sebelah kanan gerbang, berderet kemudian gedung kelas sekitar 20 meter dan di ujungnya bersambung dengan gedung lain berposisi 90ᴼ dengan gedung yang pertama. Saat ini, gedung itu tengah 314
_________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009
Miftachur Rif’ah Mahmud
direnovasi. Pertama kali peneliti datang berbekal surat pengantar penelitian dan proposal, untuk sekedar bersilaturahim awal, menyampaikan maksud kedatangan dan tentunya memohon ijin melakukan penelitian di lokasi yang dimaksudkan. Ruang Kepala Madrasah dengan lebar lima kali lima meter, terbagi atas beberapa bagian. Tepat di depan pintu masuk, seperangkat meja kursi tamu dengan satu kursi panjang dan 3 kursi pendek memakan seperempat ruangan. Berjarak satu meter dalam ruang itu, terdapat almari piala dengan jajaran piala prestasi siswa-siswa MIN Salatiga. Lemari berukuran sekitar satu kali satu meter itu nampak hampir terisi penuh dengan piala dan penghargaan atas prestasi siswa MIN. Batas sekat berupa meja tinggi sekitar satu meter mengelilingi kursi tamu, menjadi pemisah ruang tamu dengan ruang kepala sekolah, dan tata usaha. Sekat itu dihubungkan dengan sebuah pintu masuk keluar di sisi kiri tengah dari meja tamu, berhadapan dengan lemari piala. Berbatas dengan almari di pojok ruangan, ada tiga meja lagi untuk kepala madrasah, tenaga administrasi, dan seperangkat komputer dengan printernya. Di ruang inilah pertama kali peneliti datang dan duduk melakukan tiga wawancara pertama. Wawancara yang lain, peneliti lakukan di ruang guru. Ruang guru ini memiliki seperangkat kursi tamu, belasan pasang meja kursi untuk guru yang ditata berjajar membentuk huruf L terbalik yang mengitari kursi tamu. Tampak di atas meja guru hampir rata-rata penuh dengan berkas dan buku. Di pojok ruang, berbatas dengan almari yang berfungsi sebagai sekat, nampak seperangkat kompor gas lengkap dengan piranti untuk membuat teh secara mandiri. Wawancara peneliti lakukan dengan beberapa narasumber, mulai dari kepala sekolah, waka kurikulum, waka kesiswaan, serta guru. Wawancara berlangsung hangat bersahabat. Untuk pengecekan data MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________
315
Pendidikan Karakter Pada Madrasah Ibtidaiyah di Kota Salatiga
wawancara, peneliti melakukan uji silang pada dokumen-dokumen pendukung, mengamati proses pembelajaran yang berlangsung serta mencari umpan balik dari pihak wali murid. Dari uraian hasil wawancara yang dilakukan, maka bisa dilihat bagaimana pendidikan karakter yang telah dilakukan di MIN Gamol Kecandran Salatiga. Nampak benar bahwa nilai pendidikan karakter cukup mendapat perhatian di kalangan MIN Salatiga, dengan berbagai bentuknya. Bila ditinjau berdasarkan paparan kerangka teori yang ada di bab sebelumnya, maka bisa diperbandingkan antara teori dan realisasinya. Konsep pendidikan karakter di MIN Gamol Kecandran Salatiga, nampaknya dipahami secara umum sebagai pendidikan akhlak, akhlaqul karimah atau bagian dari pendidikan akhlak dengan wilayah bahas yang lebih sedikit. Sebagaimana ungkapan wakil kepala bidang kesiswaan:”.... pendidikan karakter itu hanya sebagian kecil dari muatan pendidikan akhlak, artinya pendidikan akhlak lebih luas, sebab mengayangkut akhlak pada Allah, pada manusia, dan pada alam. Sedang karakter hanya lebih sempit daripada itu...”(W2/WKs/P) Pemahaman ini bukanlah sesuatu yang salah mengingat bahwa ada beberapa penamaan yang merujuk kepada kajian pembentukan karakter peserta didik, tergantung kepada aspek penekanannya. Di antaranya yang umum dikenal ialah: Pendidikan Moral, Pendidikan Nilai, Pendidikan Relijius, Pendidikan Budi Pekerti, dan Pendidikan Karakter itu sendiri. Dengan memahami pendidikan karakter sebagai pendidikan akhlak atau bagian dari pendidikan akhlak, bisa diasumsikan karena penekanannya adalah nilai akhlak, dan sebagaimana difahami, kata akhlak adalah kata yang sangat familiar bagi lingkungan Madrasah Ibtidaiyah. Dalam muatan pendidikan karakter di MIN Gamol Kecandran Salatiga, maka ada lima nilai utama yang ditekankan yaitu religius, disiplin, 316
_________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009
Miftachur Rif’ah Mahmud
tanggung jawab, jujur dan kreatif. Sebagaimana potongan wawancara berikut: “Yang utama adalah religius, disiplin, tanggung jawab, jujur dan kreatif. Sedangkan nilai karakter yang lainnya bukannya tidak prioritas, tapi
dilakukan
sesuai
kemampuan
sekolah
dalam
menindaklanjutinya.”(W1/KKr/NK) Dalam pengamatan penulis untuk nilai religius dan disiplin, memang sangat ditekankan, sebagaimana indikator yang ditetapkan oleh Kemendiknas. Tentu dalam konteks ini difahami bahwa MIN adalah lembaga pendidikan bernuansa Islam sehingga pelaksanaan peribadatan pun hanya Islam. Sedangkan nilai jujur yang disampaikan oleh responden wawancara sebagai nilai yang ditekankan, tidak didukung oleh indikator sebagaimana yang digariskan dalam tabel kemendiknas. Papan pengumuman barang hilang dan tempat temuan barang hilang tidak nampak ada (Obs/2). Barangkali nilai kejujuran diambil dari larangan mencontek disaat ujian saja. Berdasarkan paparan yang lain, nampak bahwa nilai cinta tanah air dan semangat kebangsaan pun cukup banyak ditekankan. Pembiasaan mendengar lagu nasional di pagi hari dan upacara yang rutin dilakukan adalah indikatornya. Pemasangan gambar pemimpin negara dan pemimpin daerah nampak berjejal di ruang kepala. Pengibaran bendera pun menguatkan hal tersebut ( Obs/1). Berdasar pengamatan peneliti tampaknya nilai karakter ke 12 yaitu menghargai prestasi pun menjadi tekanan dengan banyaknya jajaran piala (Obs/1), serta pemasangan hasil karya anak di dinding sekolah (D.2, obs/2). Bahkan ada guru yang menyebutkan adanya hadiah khusus bagi anak yang mengharumkan nama sekolah (W3/G/M). Begitu juga karakter ke 14 yaitu cinta damai yang diwujudkan dengan penunjukan pemimpin upacara tanpa ada bias gendernya. (W3/G/M). MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________
317
Pendidikan Karakter Pada Madrasah Ibtidaiyah di Kota Salatiga
Pendidikan karakter nampak cepat disosialisasikan di MIN Gamol, bahkan cukup masif dilakukan, baik melalui rapat maupun konsultasi personal. “Sosialisasi pada guru kami lakukan dalam rapat-rapat rutin bersama. Juga kadang-kadang secara informal kami jelaskan masingmasing per-mata pelajaran. Bahkan hampir dalam tiap pertemuan kita mengingatkan hal tersebut, meski kadang tidak secara eksplisit dijelaskan tentang pendidikan karakter itu sendiri.” (W1/WKr/SK) Dalam pengamatan dan perkiraan peneliti, faktor yang mempercepat sosialisa pendidikan karakter di MIN Gamol ini diantaranya sebagai MIN satu-satunya di Salatiga, kepala Madrasah dan beberapa guru memiliki jabatan strategis di tingkat daerah. Misalnya kepala sekolah yang menjabat ketua KKM kodya, waka kurikulim yang menjabat ketua KKG, dan guru lain yang memiliki prestasi di bidang keguruan di tingkat lokal bahkan provinsi. Kemudian keikhlasan mereka menjelaskan kepada yang lain halhal yang belum dipahami oleh rekan-rekan gurunya. Bahkan di ruang guru yang cukup penuh pun, peneliti menemukan pajangan besar tentang ikrar pendidikan karakter, dan pendidikan karakter beserta indikatornya, sebagai penghias di dinding ruang guru. (D.3, obs/ 3) Metode pendidikan karakter di MIN Gamol mengikuti kebijakan Kemendiknas yang mengintegrasikan pendidikan karakter di semua mata pelajaran. Mereka telah memasukkan pula pendidikan karakter di RPP yang dibuat, hal ini sesuai dengan dokumen yang didapatkan peneliti (D.1). Disamping itu, metode teknis juga dilakukan misalnya dengan cerita di dalam
kelas,
memberi
tugas
yang
selalu
terselip
nilai
karakternya.(W3/G/M). Sedangkan penilaiannya dimasukkan dalam raport sebagai nilai kepribadian. Adapun strategi pendidikan karakter yang dilaksanakan meliputi:
318
_________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009
Miftachur Rif’ah Mahmud
a.
Pembiasaan: yang dilakukan di MIN Gamol adalah pembiasaan di waktu pagi sebelum masuk kelas dengan menyambut uluran tangan anak di saat mereka datang, membunyikan lagu kebangsaan hingga menimbulkan semangat kebangsaan anak, diikuti pembiasaan terjadwal dengan membaca as’maul husna, shalat dhuha, dan shalat dhuhur berjamaah. Tak lupa pula doa yang selalu dilantunkan saat memulai dan menutup pembelajaran.
b.
Keteladanan yang diwujudkan dengan kesungguhan para guru memberi contoh terbaik bagi anak-anaknya dalam menyambut kehadiran mereka, memimpin asmaul husna dan atau melatih tanggungjawab dengan secara bergilir meminta siswa memimpinnya. Keteladanan diwujudkan oleh guru dengan tidak merokok di lingkungan sekolah.
c.
Kedisiplinan diwujudkan dengan aturan yang sama-sama ditaati, jam hadir, dan jam pulang. Kedisiplinan juga ditanamkan dalam upacara yang secara rutin dilakukan dan lain sebagainya.
d.
Pengamatan dalam pendidikan karakter di MIN Gamol dilakukan dengan
pemberlakuan
buku
komunikasi
anak,
dan
dengan
memperhatikan sikap keseharian anak. Meskipun diakui pula bahwa daya kontrol guru tidak bisa tuntas maksimal karena berkait dengan kegiatan guru serta jam kebersamaan yang terbatas. Kadang pula dilakukan pengamatan melaui pengumpulan informasi dari masyarakat sekitar dan atau guru yang kebetulan tinggal berdekatan dengan lokasi tempat tinggal anak. Hal ini memudahkan pengamatan terhadap anak. e.
Home visit. Kegiatan home visit atau kunjungan rumah siswa terutama dilakukan pada kasus-kasus tertentu, sebagai langkah akhir untuk mengetahui kondisi riil siswa. Seperti kasus anak yang sudah tak bersemangat lagi sekolah, anak yang nampak memiliki pergaulan yang
MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________
319
Pendidikan Karakter Pada Madrasah Ibtidaiyah di Kota Salatiga
salah, dan semacamnya. Biasanya home visit akan menghasilkan solusi bagi permasalahan karakter anak. Permasalahan faktor pendukung dan penghambat, ternyata juga muncul di MIN Gamol. Beberapa faktor pendukung adalah: a.
Kesiapan guru untuk berubah dan berkembang. Berdasarkan pengamatan peneliti, kepala sekolah sudah bergelar S.2 dan beberapa guru sudah kuliah pasca sarjana(Obs/2). Hal ini menegaskan kesiapan para guru untuk bergerak cepat sesuai tuntutan perubahan jaman. Sosialisasi yang masif nampaknya juga menjadi pendukung utama, hal ini tak bisa dilepaskan dari keaktifan beberapa guru yang memegang jabatan penting dalam KKM dan KKG di tingkat kota madya Salatiga maupun provinsi Jawa Tengah.
b.
Kedisiplinan yang dicontohkan Kepala Sekolah, termasuk faktor pendukung dan penyemangat
bagi
guru dalam menerapkan
pendidikan karakter di MIN Gamol Kecandran. c.
Kesiapan peserta didik dalam menyambut pembiasaan yang ditanamkan oleh guru.
d.
Lengkapnya buku panduan dan pendidikan karakter yang sudah diterbitkan.
e.
Komite dan wali murid yang mendukung langkah pendidikan karakter, meskipun belum merata. Komite yang ada saat ini pun banyak terdiri dari orang-orang berpendidikan sehingga memiliki semangat untuk memajukan MI. Dari paparan tentang hambatan yang dihadapi, maka peneliti
melihat ada dua hal yang menjadi hambatan, pertama hambatan dari dalam MIN sendiri dan kedua hambatan dari luar MIN. Adapun faktor penghambat dari dalam MIN yang dirasakan oleh para guru adalah:
320
_________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009
Miftachur Rif’ah Mahmud
a.
Daya kontrol guru yang tidak maksimal mengingat terbatasnya waktu dan banyaknya agenda kerja yang harus diselesaikan.
b.
Ketiadaan guru BK yang dalam persepsi para guru menjadi penjembatan masalah yang ada dikalangan anak-anak.
c.
Perpustakaan
yang
minimalis
yang
diikuti
oleh
ketiadaan
pustakawan. d.
Ketidak-aktifan parenting club seperti yang direncanakan, sehingga sekolah tidak memiliki forum penyampaian ide bersama dengan wali murid sehingga muncul kesamaan pandangan tentang langkah bersamanya. Sedangkan hambatan dari luar sekolah, adalah:
a.
Lingkungan masyarakat yang tak sepenuhnya faham dengan nilainilai keagamaan, sehingga kadang karakter dan kedisiplinan religius yang ditanamkan tidak teraplikasi di rumah karena tiadanya dukungan yang dibutuhkan.
b.
Perhatian orang tua yang minim. Berdasarkan observasi peneliti, lingkungan masyarakat Gamol sangat beragam, rumah-rumah cukup bagus meskipun kata sebagian orang wilayah ini cukup tertinggal. Ternyata, banyak wali murid MI yang berprofesi sebagai TKI sehingga anak mereka tak bisa ditunggui. Upaya menghadapi hambatan dilakukan dengan dua cara, yaitu:
Pertama, mengajukan tenaga baru di bidang Bimbingan Konseling ke pemerintah dan memaksimalkan
perpustakaan. Yang kedua menutupi
kekurangan dalam kontrol pada murid dengan memberlakukan buku komunikasi, penjaringan informasi kepada masyarakat atau guru yang tinggal di wilayah tempat tinggal murid, serta home visit. Yang menjadi catatan peneliti adalah bila lingkungan dan perhatian orang tua menjadi faktor penghambat pendidikan karakter, mengapa MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________
321
Pendidikan Karakter Pada Madrasah Ibtidaiyah di Kota Salatiga
pelaksanaan parenting club tidak diintensifkan? Nampaknya perlu adanya upaya menghidupkan parenting club, jika memang itu dianggap sebagai hambatan yang nyata ada. Apalagi, sekolah punya kemampuan untuk melakukan hal itu. Artinya butuh komitmen lebih dari para guru dan penataan waktu yang lebih baik sehingga agenda yang penting itu bisa direalisasikan dan tidak bertabrakan dengan agenda lain di sekolah.
Kesimpulan Berdasarkan paparan dalam temuan data dan pembahasan didapatkan kesimpulan sebagai berikut: 1.
Konsep pendidikan karakter di MIN Gamol Kecandran Salatiga dipahami secara umum sebagai pendidikan akhlak, akhlaqul karimah atau bagian dari pendidikan akhlak dengan wilayah bahas yang lebih sedikit. Nilai utama yang ditekankan yaitu religius, disiplin, tanggung jawab, jujur, dan kreatif. Nilai lain yang menonjol adalah nilai cinta tanah air, semangat kebangsaan dan menghargai prestasi.
2.
Metode pendidikan karakter di MIN Gamol mengikuti kebijakan Kemendiknas yang mengintegrasikan pendidikan karakter di semua mata pelajaran dengan penilaiannya dimasukkan dalam raport sebagai nilai kepribadian. Strategi penanaman pendidikan karakter dilakukan dengan pembiasaan, keteladanan, kedisiplinan, pengamatan hingga home visit yang dilakukan berkala.
3.
Faktor pendukung dan penghambat pendidikan karakter datang dari dalam sekolah adalah faktor guru yang muda dan bersemangat, contoh keteladanan oleh kepala sekolah, dan murid yang siap merespon dengan bagus atas tugas-tugas dari guru. Faktor pendukung dari luar adalah lengkapnya dokumen yang telah diterbitkan, dan keberadaan komite dan wali yang perhatian. Disisi lain, faktor penghambat dari
322
_________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009
Miftachur Rif’ah Mahmud
dalam adalah daya kontrol guru yang tidak maksimal mengingat terbatasnya
waktu dan banyaknya
agenda
kerja yang harus
diselesaikan, ketiadaan guru BK, dan perpustakaan yang minimalis yang diikuti oleh ketiadaan pustakawan serta ketidak-aktifan parenting club. Faktor penghambat dari luar adalah lingkungan dan minimnya perhatian walimurid. Berdasarkan paparan hasil penelitian, maka saran peneliti adalah bila lingkungan dan perhatian orang tua menjadi faktor penghambat pendidikan karakter, nampaknya perlu adanya upaya menghidupkan parenting club, jika memang itu dianggap sebagai hambatan yang nyata ada. Apalagi, sekolah punya kemampuan untuk melakukan hal itu. Artinya butuh komitmen lebih dari para guru dan penataan waktu yang lebih baik sehingga agenda yang penting itu bisa direalisasikan dan tidak bertabrakan dengan agenda lain di sekolah. Demikian paparan penelitian pendidikan karakter di Madrasah Ibtidaiyah Salatiga tahun 2012 telah usai dilaksanakan. Banyak salah kata dan salah maksud yang mungkin peneliti perbuat selama melakukan penelitian dan menyusun analisa penelitian. Oleh karenanya peneliti memohon maaf kepada semua pihak yang merasa tak nyaman karenanya. Sesungguhnya semua bukan maksud untuk membuat cideranya hati. Ucapan terimakasih kepada semua pihak yang membantu, dan rasa syukur tak terhingga pada Allah SWT, teriring harapan semoga Allah meridhoi semua yang telah kami lakukan, dan mencatanya sebagai bagian dari kebaikan. Amin.
MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________
323
Pendidikan Karakter Pada Madrasah Ibtidaiyah di Kota Salatiga
Daftar Pustaka Abu Bakar, Usman. 2011. 'Metode Pendidikan Karakter Qur'ani', makalah seminar Nasional “Peran Perguruan Tinggi dalam Membentuk Karakter Bangsa,” Solo. 15-11-2011 Adhim, Muhammad Fauzil. 2008. Positive Parenting. Bandung: Mizan. Afifuddin. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Pustaka Setia. Akhwan, Muzhoffar. 2011.: Pendidikan Karakter: Konsep dan Implementasinya dalam Pembelajaran di Sekolah/Madrasah. Makalah pada diskusi dosen UII, 2 Nov 2011. Arismantoro (peny). 2008. Tinjauan Berbagai Aspek Character Building: Bagaimana Mendidik Anak Berkarakter?. Yogyakarta: Tiara Wacana. Azizy, A. Qodri A. 2003. Pendidikan (Agama) untuk Membangun Etika Sosial. Semarang: Aneka Ilmu. Brannen, Julia. 2005. Memadu Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif. terj. Nuktah Arfawie dkk. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Budiningsih, C. Asri. 2004. Pembelajaran Moral. Jakarta: Rineka Cipta. Covey, Sean. 2001. The 7 Habbits of Highly Effective Teens. terj. Arvin Saputra. Jakarta: Binarupa Aksara. Doe, Mimi. 2001. 10 Prinsip Spiritual Parenting. terjemah Rahmani Astuti, Bandung: Kaifa. Fauziah, Puji Yanti. 2011. Model Pembelajaran Pendidikan Karakter. makalah seminar Nasional IKA UNY, staff.uny.ac.id/sites/default/files/132304805 Gunawan, Heri. 2012. Pendidikan Karakter, Konsep dan Implementasinya. Bandung: Alfabeta. Hidayatullah, Muh Furqon. 2009. Guru Sejati: Membangun Insan Berkarakter Kuat dan Cerdas. Surakarta: Yuma Pustaka. ......., ‘Peran Perguruan Tinggi dalam Membentuk Karakter Bangsa’, makalah seminar Nasional “Peran Perguruan Tinggi dalam Membentuk Karakter Bangsa,” Solo, 15-11-2011 Kaelan. 2006. Metode Penelitian Kualitatif Bidang Filsafat. Yogyakarta: Paradigma. Kemendiknas, Balitbang Puskur. 2010. Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa. Tt. Kemendiknas, Dirjen Dikdasmen. 2010. Model Pembinaan Karakter di Lingkungan Sekolah. tt.
324
_________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009
PEDOMAN PENULISAN Jurnal MUDARRISA hanya akan memuat artikel yang memenuhi ketentuanketentuan berikut ini: Artikel merupakan ringkasan karya ilmiah hasil penelitian yang belum pernah dipublikasikan atau tidak sedang dalam proses penerbitan. Artikel ditulis dalam Bahasa Indonesia, Inggris, atau Arab sebanyak minimal 15 halaman kuarto dengan spasi 1,5. Artikel dalam Bahasa Indonesia atau Inggris diketik dengan font Times New Roman ukuran 12 point, sedangkan dalam Bahasa Arab diketik dengan font Arabic Transparant ukuran 18 point. Artikel ditulis dengan sistematika sebagai berikut: 1. Judul (huruf kecil tebal kecuali huruf pertama pada setiap kata menggunakan huruf kapital dengan ukuran 14 point). 2. Identitas penulis (nama penulis tanpa gelar disertai nama instansi dicetak miring). 3. Abstrak dalam bahasa Inggris sebanyak 90-250 kata spasi 1 (memuat tujuan, metode, dan temuan). 4. Keywords dalam bahasa Inggris sebanyak tiga kata. 5. Pendahuluan. 6. Permasalahan. 7. Tinjauan pustaka (memuat penelitian sebelumnya yang relevan dan landasan teori). 8. Metode penelitian. 9. Pembahasan (memuat temuan penelitian dan analisis). 10. Kesimpulan. 11. Daftar pustaka. Mencantumkan identitas penulis yang terdiri dari nama dan alamat instansi. Kutipan ditulis dengan model bodynote, contoh: (Rosenberg, 1955: 29). Penulisan daftar pustaka mengikuti contoh berikut: Contoh buku: Rahman, Fazlur. 1985. Islam dan Moderrnity: An Intelectual Transformation. Chicago: Chicago University. Contoh jurnal : Dhofier, Zamakhsyari. 2002. Sekolah al-Qur’an dan Pendidikan Islam di Indonesia. Jurnal Ulumul Qur’an, Vol. III, No. 4: 20-35. Mencantumkan daftar pustaka yang hanya dikutip dalam artikel dan disusun secara alfabetis. Tabel dan gambar diberi nomor dan judul atau keterangan yang jelas, Penulisan transliterasi Arab menggunakan library of conggres (terlampir). Artikel dikirim dengan menyerahkan dua eksemplar print out disertai soft copy berupa CD atau attached file yang terformat MS Word (rtf). Penulis yang artikelnya dimuat akan mendapatkan imbalan berupa nomor bukti pemuatan sebanyak 3 (lima) eksemplar beserta cetak lepasnya. Artikel yang tidak dimuat akan dikembalikan.
MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009 _________________________
325
326
_________________________MUDARRISA, Vol. 1, No. 2, Desember 2009