MUSEUM BUDAYA PROPINSI JAWA BARAT
BAB III
KONSEP DESAIN
Sebagaimana fungsinya sebagai Museum Budaya Propinsi Jawa Barat, museum ini mewakili kebudayaan Jawa Barat, sehingga tema yang diangkat adalah “Kesederhanaan Jawa Barat” dengan mengadaptasi pola dan bentukbentuk elemen dari Jawa Barat yang disesuaikan dengan fungsi dan kebutuhan sehingga saling mendukung antara fungsi dengan tema.
2.8. Konsep Organisasi Ruang Pada sub-bab ini dijelaskan mengenai konsep organisasi ruang, layout dan sirkulasi ruang pada Museum Budaya Propinsi Jawa Barat.
2.8.1.
Organisasi Ruang Perlu diingat, bahwa museum dan ruang-ruang yang ada didalamnya
merupakan tempat yang asing bagi pengunjungnya. Pada gambar 5.1.1 dapat dilihat bahwa lobby merupakan pusat akses menuju seluruh ruang didalam museum. Hal ini dimaksudkan agar pengunjung tidak mengalami disorientasi ruang. Konsep organisasi ruang perancangan Museum Budaya Propinsi Jawa Barat ini mengacu pada sistem linear, dimana benda pajang terletak di sisi kanan dan kiri area sirkulasi, penataan koleksi berdasarkan kronologis sejarah dan jenis benda koleksi. demikian pula sirkulasi dari satu ruang ke ruangan lain dalam bangunan museum yang memiliki fungsi sebagai ruang publik, seperti ruang pameran tetap dan ruang pameran temporer, ruang seminar/auditorium dan ruang perpustakaan.
31
MUSEUM BUDAYA PROPINSI JAWA BARAT
Hal ini juga diterapkan pada sirkulasi antara ruang pamer utama dengan ruang pamer tetap. Pada sirkulasi ini, pengunjung diarahkan untuk melewati hal B menuju lobby utama, menuju hall C. Pada alur ini terlihat bahwa lobby memiliki fungsi sebagai pusat sirkulasi.
2.9. Konsep Sirkulasi
Gambar 5.1.2 : skema layout dan sirkulasi ruang pamer tetap.
Sistem sirkulasi yang diterapkan pada ruang pameran tetap adalah “tunnel system“ (satu pintu masuk dan satu pintu keluar), dimana pengunjung akan diarahkan untuk meninjau ruang pameran dan seisinya secara searah sesuai dengan kronologi (storyline) koleksi yang dipamerkan. Dengan demikian, pengunjung dapat memahami dan mempelajari materi pameran, serta menikmati sajian koleksi secara sistematis dan efisien. Pada gambar 5.1.2, dapat dilihat alur pengunjung (jalur warna kuning) dimulai dari pintu masuk hingga pintu keluar area pameran tetap. Pengunjung masuk melalui pintu masuk ruang pameran menuju area peragaan koleksi jaman prasejarah (area 1). Dari ruang pamer ini pengunjung diarahkan untuk
32
MUSEUM BUDAYA PROPINSI JAWA BARAT
berjalan maju menuju area peragaan koleksi jaman sejarah, melalui ruang transisi yang merupakan area pemisah antara area peragaan jaman prasejarah dengan area peragaan jaman sejarah. Pada area transisi ini, pengunjung dapat memilih apakah mereka akan kembali meninjau ruang prasejarah melalui alur flash-back (pada gambar berupa garis putus-putus), atau terus meninjau ruang pamer berikutnya, yaitu ruang pamer area sejarah (area 2). Demikian seterusnya, pengunjung diarahkan untuk melalui area sirkulasi searah (linear) sehingga tidak terjadi adanya crossing antar pengunjung. Pada gambar 5.1.3 dapat dilihat salah saru contoh penerapan variasi ketinggian lantai
untuk
koleksi
“kubur
peragaan batu”,
dimana sirkulasinya tetap mempertahankan sistem alur satu arah. Gambar 5.1.3 : layout ruang pamer tetap dengan varian ketinggian lantai
2.10. Konsep Pencitraan Ruang Citra
yang
akan
ditonjolkan
dalam
perancangan
ini
adalah
kesederhanaan dan kejujuran material. Kesederhanaan yang merupakan falsafah sunda ditampilkan sebagai citra ruang pada museum ini. Dengan mayoritas pengunjung yang terdiri dari siswa sekolah, mahasiswa dan peneliti, perancangan diharapkan dapat menonjolkan citra yang menarik minat tipe pengunjung tersebut untuk datang dan mempelajari materi pameran di museum. Citra tersebut diharapkan untuk dapat memberikan semangat dan rasa keingintahuan, antusiasme yang mendalam kepada pengunjung tanpa menghilangkan image sebagai sarana pendidikan sejarah dan budaya.
33
MUSEUM BUDAYA PROPINSI JAWA BARAT
Selain mendapatkan informasi dan pengalaman baru, pengunjung juga diharapkan mendapatkan kesan yang baik mengenai museum, ruang-ruang dan fasilitas yang ada di dalamnya, sehingga diharapkan citra yang didapatkan oleh pengunjung tersebut dapat disebarluaskan ke masyarakat umum selepas kunjungan ke museum.
2.11. Konsep Bentuk Secara umum, baik dari segi gubahan ruang maupun desain furniturenya mengaplikasikan bentuk-bentuk geometris dan terukur yang menggambarkan citra modern, guna mempertahankan kesan semi-formal yang menarik. Tentu saja, konsep bentuk mengadopsi bentuk khas Jawa Barat, sebagai bagian desain vernakularnya. Pada gambar 5.1.4 adalah salah satu contoh penerapan konsep bentuk, dimana rancangan vitrin ini dipengaruhi oleh gaya bangunan ‘bale” khas Jawa Barat. Selain mengadopsi desain dari segi bentuk dan strukturnya, pada bagian atas atau langit-langitnya pun berfungsi sebagai titik lampu dengan armatur jenis diffuser, sehingga koleksi yang ditampilkan dibawahnya mendapat pencahayaan yang maksimal dan efisien.
2.12. Konsep Warna dan Material Konsep material dan warna yang diterapkan pada ruang dalam museum ini adalah warna-warna yang hangat dan tidak melelahkan mata, agar membangun dan mempertahankan semangat pengunjung untuk mempelajari koleksi museum. Konsep tersebut diwujudkan dengan aplikasi Green Design, coklat kayu natural, dan warna – warna natural yang diterapkan dengan image modern. Sedangkan jenis finishing material yang digunakan disesuaikan dengan jenis material dan warna yang diterapkan.
34
MUSEUM BUDAYA PROPINSI JAWA BARAT
2.13. Konsep Pengkondisian Ruang Konsep pengondisian ruang pada interior museum ini disusun agar pengunjung dapat memiliki akses visual yang bebas antara semua ruang., Sedangklan
taman terbuka diyengah ruang pamer
diterapkan untuk
memberikan kesan segar dan bebas alami. Keterbukaan visual ini disertai dengan pembatasan akustik dengan penerapan material-material akustik. Untuk ruang etnis, kesan etnik pada ruang diberikan dengan tambahan pembauan yang berasal dari material yang digunakan pada sistem display antara laind dengan penggunaan kayu cendana, dan material lain yang memilki aroma kusis .
2.13.1.
Pencahayaan
Setelah menganalisa sifat-sifat benda koleksi, maka dapat dianalisa lebih lanjut pada pencahayaannya. Dengan batasan-batasan bahwa sifat benda pamer rentan terhadap sinar UV dan suhu panas, maka: f.
Pencahayaan yang akan digunakan sebagian besar adalah pencahayaan buatan, dengan tingkat pencahayaan (lighting level) yang disarankan adalah tidak lebih dari 50 lux. Dan jarak lampu tidak kurang dari 40 cm. Beberapa jenis lampu yang cocok adalah lampu-lampu sebagai berikut: •
Lampu Tungsten Incandescent Adalah lampu yang paling cocok digunakan untuk area pamer koleksi karena tidak mengeluarkan sinar ultraviolet maupun sinar inframerah . Bila dibandingkan dengan cahaya alam maupun cahaya dari lampu fluorescent, cahaya dari lampu tungsten tampak lebih kuning namun dalam kadar yang masih dapat ditoleransi.
•
Lampu Fluorescent
35
MUSEUM BUDAYA PROPINSI JAWA BARAT
Jenis lampu ini memancarkan sinar ultraviolet, karenanya harus menggunakan filter ultraviolet. b.
Cahaya alam, mengandung ultraviolet yang cukup besar. Karenanya untuk dapat menggunakan pencahayaan alami, cahaya tersebut harus dilemahkan dengan cara penggunaan diffuser. Yang paling penting adalah bahwa semua jendela harus dilapisi dengan filter UV yang dijual di pasar dalam bentuk plastik film. Pada setengah bagian atas jendela digunakan blind untuk mengantisipasi agar tidak ada cahaya langsung yang mengenai koleksi.
2.13.2. Penghawaan Benda koleksi membutuhkan penghawaan yang baik dan konstan. Untuk memberikan suhu yang sesuai untuk usaha konservasi yaitu suhu antara 20 - 24° C dan kelembaban diantara 45 - 60%. Berdasarkan kenyataan suhu di Bandung yang berkisar antara 18 - 31° C dan kelembabannya antara 60 - 75 %, maka museum harus menggunakan penghawaan dengan AC yang dinyalakan selama 24 jam penuh setiap harinya agar suhu tetap stabil.
2.13.3. Akustik Tata Akustik Ruang diterapkan untuk membatasi perambatan suara antara satu ruang dengan ruang lainnya pada museum sehingga seriap ruangan akan memiliki suasana yang hening tanpa gangguan dari sumber suara yang disebabkan oleh aktivitas pengunjung dari ruangan lainnya.Penerapan material akustik diterapkan antara lain dengan penggunaan lantai lenolium dengan alas akustik dan penggunaan sistem dinding akustik.
36
MUSEUM BUDAYA PROPINSI JAWA BARAT
2.14. Konsep Keamanan dan Keselamatan Keamanan pada ruang dalam museum ini ditunjang dengan sistem sirkulasi yang diterapkan pada masing – masing ruang pamer dnegan sistem “tunnel” dan sirkulasi terarah dimana pengunjung diarahkan pada perpindahan ruang searah. Sistem keamanan ini kemudian akan dipusatkan pada ruang lobby utama dimana ruang tersebut memiliki akses visual dan keamanan yang terbuka pada setiap ruang dalam museum ini. Vandalisme yang dilakukan oleh para pengunjung ditekan dengan penerapan sistem pengawasan CCTV 24 jam yang terpusat pada area CCTV yang terdapat pada setiap lantai dalam bangunan museum ini.
37