“KONSEP AJARAN AGAMA ISLAM DI DALAM KEPERCAYAAN SUNDA WIWITAN MASYARAKAT DESA KANEKES, KECAMATAN LEUWI DAMAR, LEBAK, BANTEN”
Oleh: Abdurrahman NIM. 109015000028
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2014
ABSTRAK Abdurrahman, Konsep Ajaran Agama Islam di Dalam Kepercayaan Sunda Wiwitan Masyarakat Desa Kanekes, Kecamatan Leuwi Damar, Lebak, Banten, Skripsi Program Studi Pendidikan Sosiologi-Antropologi, Jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Kanekes merupakan sebuah desa yang termasuk dalam wilayah administrasi Kecamatan Leuwi Damar, Lebak, Banten. Sampai saat ini di Desa Kanekes tinggal dan menetap sebuah kelompok masyarakat adat yang hidup dengan kearifan lokal yang sangat kuat, kelompok masyarakat ini dikenal dengan nama Suku Baduy. Masyarakat Suku Baduy merupakan masyarakat adat yang meyakini aliran kepercayaan lokal mereka yang dikenal dengan nama Sunda Wiwitan. Sebagai sebuah sistem religi, Sunda Wiwitan memiliki unsur-unsur yang diharuskan ada pada setiap sistem religi, yaitu emosi keagamaan, sistem kepercayaan, sistem upacara keagamaan, dan kelompok keagamaan. Berdasarkan berbagai sumber informasi dan sejarah dikatakan bahwa Sunda Wiwitan sangat memiliki hubungan dengan agama Islam. Hal ini diakui pula oleh masyarakat Suku Baduy sebagai penganut Sunda Wiwitan itu sendiri, bahwa memang Sunda Wiwitan dan Islam memiliki hubungan sejarah. Menurut mereka Sunda Wiwitan dan Islam diciptakan oleh tuhan yang sama, namun pada zaman nabi yang berbeda. Jika Islam merupakan ajaran yang dibawa oleh nabi Muhammad SAW, maka Sunda Wiwitan diyakini sebagai ajaran yang dibawa oleh nabi Adam AS yang merupakan nenek moyang manusia yang diciptakan jauh sebelum nabi Muhammad SAW lahir. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan datanya antara lain, wawancara, observasi, dan dokumentasi. Kemudian teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa antara Sunda Wiwitan dan Islam memiliki beberapa kesamaan pada unsur-unsur sistem religi yang ada di antara keduanya. Beberapa kesamaan di antara keduanya ada di dalam emosi keagamaannya, sistem kepercayaannya, dan sistem upacara keagamaannya. Kecuali di dalam kelompok keagamaan yang tidak ada kesamaan di antara Sunda Wiwitan dan Islam. Kata kunci
: Sunda Wiwitan, Islam, Suku Baduy, Desa Kanekes.
i
ABSTRACT Abdurrahman, The Concept of The Teachings of The Islamic Religion In The Belief of Sunda Wiwitan Kanekes Village Community, District of Leuwi Damar, Lebak, Banten, Thesis of Sociology-Anthropology Education, Department of Social Sciences, The Faculty of Tarbiyah and Teacher Training, The Islamic University Syarif Hidayatullah, Jakarta. Baduy is a village in the administrative District of Leuwi Damar, Lebak, Banten. Until recently in the village of Baduy live and settle a group of indigenous people who live with a very strong local wisdom, this community group known as the Baduy. Baduy community are indigenous people who are convinced of their local trust flow known as the Sunda Wiwitan. As a religious system, Sunda Wiwitan has elements that are required in every religious system, namely religious emotion, belief system, systems of religious ceremonies, and religious groups. Based on various sources of information and the history it says that Sunda Wiwitan very close ties with the Islamic religion. It is also recognized by the public as Baduy Sunda Wiwitan itself, that indeed Sunda Wiwitan and Islam have a historical connection. According to their Islamic and Sunda Wiwitan was created by the same God, but at the time of the Prophet and different. If Islam is the teachings brought by Prophet Muhammad, then believed to be Sunda Wiwitan teachings brought by Prophet Adam who is ancestor of human beings that were created long before the Prophet Muhammad was born. The methods used in this research is descriptive qualitative. Among other data gathering techniques, interview, observation, and documentation. Later data analysis techniques used in this research is the reduction of the data, the presentation of the data, and draw conclusions. From the result of the study found that between the Sunda Wiwitan and Islam have some common ground on elements of existing religious system in between. Some of the similarities between the two are in their religious belief systems, emotions, its religious rited and system. Except in religious groups that have nothing in common between the Sunda Wiwitan and Islam. Keywords
: Sunda Wiwitan, Islam, Baduy, Kanekes Village.
ii
KATA PENGANTAR Assalamualaikum. Wr. Wb. Puji serta syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas limpahan nikmat dan karunia-Nya, proses penulisan skripsi yang berjudul “Konsep Ajaran Agama Islam Di Dalam Kepercayaan Sunda Wiwitan Masyarakat Desa Kanekes, Kecamatan Leuwi Damar, Lebak, Banten” ini bisa selesai. Shalawat dan salam tidak lupa penulis sampaikan untuk Baginda Nabi Besar Muhammad SAW, atas jasa besarnya yang telah membimbing kita dari zaman gelap gulita menuju zaman yang terang benderang. Penyelesaian skripsi ini tentu tidak akan pernah tercapai tanpa adanya bimbingan, bantuan, serta dorongan dari berbagai pihak yang dengan senang hati memberi hal-hal positif dalam proses penulisan ini. Tidak ada kata lain yang pantas diucapkan, selain terima kasih kepada semua pihak atas bimbingan, bantuan, serta dorongannya. Ucapan terima kasih penulis berikan kepada: 1.
Prof. Dr. Dede Rosyada, MA, selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2.
Nurlena Rifa’I MA. Ph. D, selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.
Dr. Iwan Purwanto, M. Pd., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan selaku Dosen Pembimbing Akademik. Terima kasih atas bimbingan, pengarahan, serta motivasinya kepada penulis selama masa perkuliahan, jasamu abadi.
4.
Drs. H. Syaripulloh, M. Si., selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan selaku Dosen Pembimbing Skripsi. Terima kasih atas segala saran dan kritik yang membangun, serta segala solusi yang diberikan kepada penulis demi kelancaran penulisan skripsi ini, jasamu abadi.
iii
5.
Seluruh dosen Jurusan Pendidikan IPS, yang telah dengan sabar dan ikhlas memberikan begitu banyak pengetahuan, sehingga bertambah pula pemahaman penulis selama masa perkuliahan.
6.
Masyarakat Suku baduy (Bapak Sawardi dan keluarga, Bapak Alim, Bapak Jastrib, Bapak Marjuk, Bapak Asmin, dan Bapak Dainah). Terima kasih atas keterbukaannya menerima penulis untuk sebentar masuk dalam kehidupan kalian yang “tertutup”, atas keramahan yang walaupun terlihat kaku, justru menjadi keunikan tersendiri bagi penulis selama beberapa waktu mencoba ikut menjadi salah satu bagian masyarakat Suku Baduy, dan atas pengetahuan tentang alam dan lingkungan yang menunjukkan kemajuan pemikiran dengan balutan kearifan lokal yang sangat terasa kental, tidak akan berubah kekaguman dan semakin bertambah kecintaan penulis kepada kalian.
7.
Kedua orang tua tercinta (Asmawi dan Suhaenah). Beribu bahkan berjuta kali mengucapkan terima kasih pun tidak bisa mengganti begitu banyak pengorbanan yang telah dan sedang dilakukan demi melihat anak-anaknya kelak menjadi manusia-manusia yang berguna. Abi dan Umi, terima kasih atas limpahan kasih sayang, ribuan do’a, dukungan moril dan materil, serta banyaknya nasihat kepada penulis yang terkadang justru tidak didengar, mohon maaf atas segala khilaf anak kalian yang belum bisa mewujudkan semua harapan kalian.
8.
Adik-adik tersayang (Nurazizah dan Neneng Syukria Fatimah). Terima kasih atas suasana yang diberikan, sehingga emosi sebagai keluarga bisa terus terjaga dan semoga akan selalu terjaga, aamiin.
9.
Kawan-kawan Empat Sembilan Siswa Pecinta Alam (ESSISPAL). Terima kasih atas pengalaman masa SMA yang sangat luar biasa, di ESSISPAL penulis mulai menemukan karakter serta membangun pondasi menjadi pribadi, jasamu abadi.
10.
Kawan-kawan angkatan 23 ESSISPAL (Cipta, Gigin, Arif). Terima kasih atas pertemanan, pengorbanan, kerja sama, dan kekompakan yang pernah ada, kalian guru-guru terbaik bagi penulis, jasamu abadi.
iv
11.
Kawan-kawan Kelompok Mahasiswa Pecinta Lingkungan Hidup dan Kemanusiaan Kembara Insani Ibnu Batutah (KMPLHK RANITA). Terima kasih atas soft skill yang telah banyak diberikan sehingga kemampuan penulis semakin terasah, atas pengalaman yang serba pertama penulis rasakan (terjun ke bencana, terjun ke operasi SAR, keliling pulau di Indonesia), maaf atas segala kekurangan yang penulis berikan karena tidak maksimalnya penulis dalam menjalankan tugas, jasamu abadi.
12.
Kawan-kawan angkatan 22 KMPLHK RANITA (Karpes, Bogang, Takare, Bloso, Genjer, Tarim, Bronto, Glutak, Langu, Dojeng, Toyog, Pilang, Boles, Layor, Blana, Potasa, Siyem, Waren). Terima kasih atas pertemanan, pengorbanan, kerja sama, dan kekompakan yang pernah ada, kalian guruguru terbaik penulis, jasamu abadi.
13.
Kawan-kawan Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (Angga, Didik, Irul, Ridwan, Mahbub, Yuli, Tenjo, Fahri, Asep, Gilang, Umam, Bang Uceng, Bang Qori, Bang Dziki, Bang Gunawan, Bang Yusri, bang Muhammad, Bang Irpan, dan kawan-kawan lain). Terima kasih atas wawasan kebangsaan, pengetahuan tentang ideologi, serta pengetahuan tentang politik yang tidak akan pernah penulis dapatkan di bangku perkuliahan, jasamu abadi.
14.
Angga, Iqbal, dan Umar. Terima kasih atas waktu yang telah direlakan untuk mendampingi penulis menjelajahi keeksotisan Suku Baduy yang luar biasa, jasamu abadi.
15.
Kawan-kawan penulis (Yusuf, Mubin, Feri, Iqbal, Didik, Fahri, Furqon, Bayu, Imam, Akbar, Wahyu Dj, Aisyah, Lita, Aini, Desi, Indah, Ella, dan kawan-kawan lain). Terima kasih atas saran dan kritik membangun yang selalu menjadi pecut penyemangat penulis.
16.
Semua kawan-kawan seperjuangan jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Konsentrasi Sosiologi-Antropologi kelas C, serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu namun tidak mengurangi rasa terima kasih atas segala bantuan yang telah diberikan.
v
Akhir kata, penulis harus meminta maaf sebesar-besarnya atas segala kekurangan dan ketidaksempurnaan yang pasti ada dalam skripsi ini. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan dengan harapan akan selalu ada perbaikan di dalam tulisan-tulisan selanjutnya. Semoga skripsi ini bisa lebih bermanfaat tentu khususnya bagi penulis dan semoga umumnya bagi pembaca sekalian sebagai koleksi tambahan dalam khazanah ilmu pengetahuan di Indonesia bahkan dunia.
Wassalamualaikum. Wr. Wb.
Jakarta, 1 Desember 2014
Penulis
vi
DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ABSTRAK ..................................................................................................... i ABSTRACT ................................................................................................... ii KATA PENGANTAR ................................................................................. iii DAFTAR ISI ............................................................................................... vii BAB I PENDAHULUAN A.
Latar Belakang Penelitian ..................................................................... 1
B.
Identifikasi Masalah.............................................................................. 5
C.
Pembatasan dan Perumusan Masalah
1.
Batasan Masalah ................................................................................... 6
2.
Rumusan Masalah ................................................................................. 6
D.
Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.
Tujuan Penelitian .................................................................................. 6
2.
Manfaat Penelitian ................................................................................ 7
BAB II LANDASAN TEORI A.
Kebudayaan
1.
Pengertian Kebudayaan ........................................................................ 8
2.
Wujud Kebudayaan .............................................................................. 9
3.
Unsur Kebudayaan Universal ............................................................. 11
4.
Akulturasi dan Asimilasi .................................................................... 13
5.
Konsep Kebudayaan ........................................................................... 15 a.
Kenisbian Kebudayaan .............................................................. 15
b.
Etnosentrisme ............................................................................ 17
c.
Kebudayaan Selalu Berubah ..................................................... 18
B.
Agama (Religi)
1.
Pengertian Agama ............................................................................... 19
2.
Beberapa Asal Mula Religi ................................................................. 21
vii
3.
Unsur-Unsur Dasar Religi .................................................................. 27
C.
Islam
1.
Pengertian Islam ................................................................................. 30
2.
Rukun-Rukun Agama Islam ............................................................... 31 a.
Rukun Islam .............................................................................. 31
b.
Rukun Iman ............................................................................... 33
c.
Rukun Ihsan............................................................................... 35
D.
Penelitian yang Relevan ..................................................................... 36
E.
Kerangka Berpikir .............................................................................. 40
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A.
Tempat dan Waktu Penelitian............................................................. 42
B.
Latar Penelitian ................................................................................... 42
C.
Metode Penelitian ............................................................................... 43
D.
Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data
1.
Pengumpulan Data .............................................................................. 43
2.
E.
a.
Observasi ................................................................................... 44
b.
Wawancara ................................................................................ 44
c.
Dokumentasi.............................................................................. 45
Pengolahan Data ................................................................................. 45 a.
Reduksi Data ............................................................................. 45
b.
Penyajian Data........................................................................... 46
c.
Penarikan Kesimpulan/Verifikasi ............................................. 46
Pemeriksaan atau Pengecekan Keabsahan Data ................................. 46
BAB IV PEMBAHASAN A.
Kondisi Fisik dan Sosial Daerah Penelitian
1.
Letak dan Luas Daerah Penelitian ...................................................... 49
2.
Batas Wilayah Administratif .............................................................. 49
3.
Batas Alam.......................................................................................... 50
4.
Kondisi Demografi ............................................................................. 50
B.
Sunda Wiwitan.................................................................................... 51
1.
Emosi Keagamaan .............................................................................. 53
viii
2.
Sistem Kepercayaan............................................................................ 54
3.
Sistem Upacara Keagamaan ............................................................... 57
4.
a.
Kawalu ...................................................................................... 57
b.
Ngalaksa .................................................................................... 58
c.
Seba ........................................................................................... 59
d.
Pernikahan ................................................................................. 59
e.
Khitan ........................................................................................ 60
f.
Mengurus Jenazah ..................................................................... 61
Kelompok Keagamaan........................................................................ 62 a.
Orang Baduy Dalam .................................................................. 63
b.
Orang Baduy Luar ..................................................................... 63
BAB V PENUTUP A.
Kesimpulan ......................................................................................... 66
B.
Saran ................................................................................................... 68
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 69 LAMPIRAN
ix
DAFTAR TABEL Tabel 4.1 Populasi Desa Kanekes, 1888 – 2009 ....................................... 50
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1
Dokumentasi
Lampiran 2
Pedoman Observasi Lapangan
Lampiran 3
Hasil Observasi Lapangan
Lampiran 4
Pedoman Wawancara
Lampiran 5
Hasil Wawancara
Lampiran 6
Peraturan Desa Kanekes Tentang Saba Budaya dan Perlindungan Masyarakat Adat Tatar Kanekes (Baduy)
Lampiran 8
Surat Izin Saba Budaya Baduy
BAB I PENDAHULUAN A.
Latar Belakang Penelitian Berdasarkan sudut pandang kebahasaan – bahasa Indonesia pada umumnya – “agama” dianggap sebagai kata yang berasal dari bahasa sansekerta yang artinya tidak kacau, agama diambil dari dua akar suku kata yaitu a yang berarti “tidak” dan gama yang berarti “kacau”1. Agama dipercaya sebagai seperangkat pedoman yang mengatur segala bentuk perilaku manusia di dalam segala aspek kehidupannya, agar tidak terjadi kekacauan seperti yang telah dijelaskan di awal. Jika ditinjau dari definisinya, maka keberadaan agama menjadi salah satu unsur vital bagi kehidupan manusia. Pada hakikatnya setiap manusia memiliki agama yang dijadikan pedoman bagi kehidupannya, yang di dalam Antropologi disebut dengan sistem religi. Dari penjelasan di atas maka dapat dikatakan bahwa tidak ada manusia di dunia ini yang tidak memiliki agama. Nurcholis Madjid di dalam salah satu tulisannya menjelaskan tentang Ateisme yang oleh sebagian besar masyarakat dipahami sebagai paham yang tidak beragama, beliau memahami Ateisme tidak demikian. Ateisme oleh Nurcholis Madjid dipahami hanya sebatas sebuah paham yang menolak konsep tuhan menurut agama formal, namun Ateisme di dalam pemahamannya juga merupakan sebuah agama dengan konsep Politeisme. Apakah manusia bisa menjadi ateis, tidak percaya sama sekali akan adanya yang Mahakuasa? Pertanyaan yang barangkali terasa berlebihan, karena kita telah terbiasa berpikir bahwa Ateisme terdapat di banyak sekali kalangan manusia, khususnya kalangan kaum komunis. Bagi kita, kaum komunis adalah dengan sendirinya ateis, tak ayal lagi. Tapi cobalah kita renungkan fakta ini: Di pinggiran kota Pyongyang, Korea Utara, di atas sebuah bukit, berdiri tegak patung
1
Dadang Kahmad, Sosiologi Agama, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), hal. 13
1
2
patung raksasa Kim Il Sung. Patung itu dibuat begitu rupa, sehingga seolah-olah tangan Kim hendak menggapai langit, atau bersikap seperti mau “memberkati” ibu kota Korea Utara. Salah satu pemandangan harian ialah rombongan demi rombongan anak-anak sekolah Korea Utara datang “menziarahi” patung itu, kemudian secara bersama membaca dengan “khyusuk” kalimat-kalimat pujian kepada Kim Il Sung. Bahkan konon, di negeri yang agaknya produksi pangannya kurang menggembirakan itu, patung Kim dengan tangannya yang menjarah langit itu, dipercayai mampu mengubah pelangi menjadi beras! Gejala apakah semua itu? Tidak lain ialah gejala keagamaan. Atau, dalam ungkapan yang lebih meliputi, gejala pemujaan (devotion). Anak-anak Korea Utara itu sebenarnya memuja pemimpin mereka, Kim Il Sung. Tetapi gejala itu tidak hanya monopoli anaknanak kecil yang tidak berdosa. Patung Kim ada dimana-mana, begitu pula poster-poster yang memampangkan potret pemimpin besar itu mendominasi pemandangan Korea Utara bahkan konon pegawai pos di sana tidak berani mencap perangko yang menggambarkan Kim, seperti ketakutan kualat. Dan gejala pemujaan pemimpin, tidak hanya khas Korea Utara, pemandangan harian di lapangan Merah Moskow, Uni Soviet (dulu, era Komunisme, BMR), misalnya, ialah deretan panjang orang antre untuk berziarah ke mausoleum Lenin, dengan sikap yang jelas-jelas bersifat “devotional” seakan meminta berkah kepada sang pemimpin yang jenazahnya terbaring di balik kaca tebal itu. Stalin pernah diperlakukan seperti tuhan, demikian pula Mao Ze Dong (Mao Tse Tung) di RRC, dan seterusnya, dan sebagainya. Melihat itu semua, kesimpulan yang boleh dikatakan pasti ialah bahwa orang-orang komunis itu ternyata tidak berhasil menjadi benarbenar ateis. Kalau ateis tidak memeluk agama formal yang ada seperti Yahudi, Kristen, Islam, Buddhisme, Konfusianisme, dan lain-lain, maka barangkali memang benar orang-orang komunis itu ateis. Tapi kalau ateis berarti bebas dari segala bentuk pemujaan, maka orangorang komunis adalah kelompok pemuja yang paling fanatic dan tidak rasional. Mereka memang tidak akan mengakui bahwa mereka memandang para pemimpin mereka sebagai “tuhan-tuhan”. Tapi sikap mereka jelas menunjukkan hal itu. Sebenarnya mereka telah terjerembab ke dalam lembah Politeisme yang justru sangat membelenggu dan merampas kebebasan mereka2. Di
dalam
tulisan
Nurcholis
Madjid
di
atas
sangat
jelas
menggambarkan kehidupan keagamaan oleh kelompok-kelompok yang
2
Budhy Munawar-Rahman, Islam dan Pluralisme Nurcholis Madjid, (Jakarta: Pusat Studi Islam dan Kenegaraan Universitas Paramadina, 2007), hal. 103
3
menyatakan diri sebagai penganut Ateisme. Manusia yang menyatakan dirinya tidak beragama pun tanpa disadari telah melaksanakan ritual-ritual “keagamaan”, maka tidak dapat dipungkiri bahwa agama memang pasti dimiliki oleh setiap manusia disadari atau tidak disadari dan diakui atau tidak diakui. Antropologi
menyebut
agama
sebagai
sebuah
sistem
religi.
Antropologi merupakan ilmu pengetahuan yang juga memandang sistem religi sebagai sesuatu yang pasti dimiliki oleh setiap manusia, di dalamnya sistem religi termasuk salah satu unsur dari kebudayaan. Di dalam Antropologi, sistem religi adalah salah satu dari tujuh unsur kebudayaan universal, yaitu: bahasa, sistem pengetahuan, organisasi sosial, sistem peralatan hidup dan teknologi, sistem mata pencaharian hidup, kesenian, dan sistem religi itu sendiri3. Unsur kebudayaan universal adalah unsur yang pasti ada di seluruh kebudayaan di dunia, mulai dari kebudayaan yang sangat sederhana sampai dengan kebudayaan yang sangat rumit sekali pun pasti memiliki tujuh unsur kebudayaan universal tersebut4. Itu berarti sistem religi pasti ada di setiap kebudayaan yang ada di dunia, dan juga ada dan tidak terlepas dari kebudayaan-kebudayaan yang tersebar di Indonesia sebagai salah satu bagian dari kebudayaan yang ada di dunia. Namun, sistem religi yang ada di Indonesia bukan hanya ada satu, dua, atau tiga saja. Indonesia memiliki ratusan kelompok suku, dan kelompok-kelompok suku yang tersebar di seluruh bumi nusantara memiliki sistem religinya masing-masing yang telah dimiliki selama turun-temurun jauh sebelum Indonesia merdeka bahkan lebih jauh lagi sebelum itu. Pada zaman terdahulu sistem religi yang dipercaya dianut oleh nenek moyang orang-orang
Indonesia
adalah
Animisme
(aliran
kepercayaan
dan
penyembahan terhadap roh-roh nenek moyang) dan Dinamisme (aliran kepercayaan dan penyembahan terhadap benda-benda yang dianggap 3
Koentjaraningrat, Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan, (Jakarta: PT Gramedia, 1990), hal. 2 4 Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi Edisi Revisi 2009, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), hal. 165
4
mempunyai kekuatan supranatural) yang sangat tidak asing didengar sampai saat ini. Animisme dan Dinamisme adalah sebuah generalisasi bagi sistem religi nenek moyang Indonesia pada zaman terdahulu, akan tetapi sub unsurunsur dari religi yang ada pada setiap kebudayaan di Indonesia tentu saja berbeda dan memiliki ciri khas masing-masing pada setiap kelompoknya. Seiring perjalanan waktu berbagai sistem religi asing datang dari luar dan masuk ke Indonesia yang dimulai sejak zaman masehi, kemudian melahirkan interaksi-interaksi antara sistem religi asing dengan sistem religi lokal yang pada akhirnya melahirkan asimilasi dan atau akulturasi antara keduanya. Sistem religi seperti Hindu dan Buddha yang berasal dari India, Islam yang berasal dari Arab, dan Kristen yang dibawa oleh para Missionary secara bertahap masuk ke Indonesia dan mulai menyebarkan paham keagamaannya dari abad kedua sampai pada zaman penjajahan kolonial Belanda dengan caranya masing-masing5. ada yang menyebarkan ajaran agamanya dengan cara halus dan penuh toleransi kepada masyarakat lokal Indonesia, dan ada pula yang menyebarkan ajaran agamanya dengan cara kasar dan memaksa kepada masyarakat lokal Indonesia. Sistem religi nenek moyang yaitu Animisme dan Dinamisme secara bertahap mulai berinteraksi dengan sistem-sistem religi asing yang datang dari luar. Interaksi sistem religi lokal dengan sistem religi asing melahirkan proses asimilasi dan atau akulturasi budaya di Indonesia. Asimilasi dan atau akulturasi antara sistem religi lokal dengan sistem religi asing yang terjadi akhirnya melahirkan sistem-sistem religi baru di Indonesia. Banyak sistem religi kelompok-kelompok suku di Indonesia yang saat ini ada merupakan hasil dari asimilasi dan atau akulturasi budaya antara budaya lokal dengan budaya asing yang berhubungan dengan sistem religi. Salah satu contoh terjadinya proses interaksi antara sistem religi lokal dengan sistem religi asing saat ini ada pada kelompok suku masyarakat di Desa Kanekes,
5
H. Arif HM dan Saeful Bahri (ed.), Harmonisasi Agama dan Budaya di Indonesia (2), (Jakarta: Balai Peneliti dan Pengembangan Agama Jakarta, 2009), hal. 7
5
Kecamatan Leuwi Damar, Lebak, Banten yang merupakan hasil akulturasi budaya. Masyarakat di Desa Kanekes adalah salah satu contoh kelompok masyarakat yang memiliki kebudayaan hasil dari akulturasi budaya lokal dengan budaya asing, masyarakat di desa ini akrab dikenal dengan sebutan Suku Baduy. Dalam tulisannya, Djajadiningrat menjelaskan bahwa Suku Baduy pada dasarnya adalah masyarakat penganut kepercayaan Animisme, namun seiring berjalannya waktu dan berkembangnya zaman, kepercayaan Animisme mereka sedikit banyak dipengaruhi oleh agama Hindu dan juga Islam6. Masyarakat Suku Baduy menyebut agama atau kepercayaan mereka tersebut dengan nama “Sunda Wiwitan”. Suku Baduy dikenal karena komitmen dan kemampuannya menjaga, melestarikan, serta menjunjung tinggi tradisi yang diwariskan dari para pendahulunya sebagai pedoman dalam menjalani kehidupan sehari-hari. salah satu tradisi yang masih dipegang teguh sebagai pedoman hidup adalah kepercayaan Sunda Wiwitan yang telah dijelaskan sebelumnya, proses interaksi antara sistem religi Islam dan sistem religi lokal Sunda Wiwitan merupakan fenomena sosial yang menarik untuk dikaji lebih lanjut. Dengan latar belakang tersebut penulis bermaksud mengadakan penelitian yang berjudul “Konsep ajaran agama Islam di dalam kepercayaan Sunda Wiwitan masyarakat Desa Kanekes, Kecamatan Leuwi Damar, Lebak, Banten”.
B.
Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan, maka dapat diidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut: a.
Adanya proses interaksi antara budaya lokal dengan budaya asing yang masuk ke Indonesia.
6
Toto Sucipto, Julianus Limbeng, Studi Tentang Religi Masyarakat Baduy di Desa Kanekes Provinsi Banten, (Departemen Kebudayaan dan pariwisata Direktorat Jendral Nilai Budaya Seni dan Film Direktorat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa, 2007), hal. 58
6
b.
Proses interaksi yang terjadi melahirkan akulturasi dan atau asimilasi yang melahirkan sebuah kebudayaan baru terutama dalam agama atau sistem religi di Indonesia.
c.
Salah satu proses akulturasi terjadi pada masyarakat Desa Kanekes antara agama Islam dan agama Hindu dengan animisme yang dianut masyarakat lokal di sana.
d.
Kepercayaan yang dianut masyarakat Desa Kanekes bernama Sunda Wiwitan.
C.
Pembatasan dan Perumusan Masalah
1.
Batasan Masalah a.
Pelaksanaan penelitian kepercayaan Sunda Wiwitan difokuskan pada masyarakat Kampung Cibeo, Desa Kanekes, Kecamatan Leuwi Damar, Lebak, Banten.
b.
Permasalahan terbatas pada akulturasi yang terjadi antara kepercayaan Islam dengan kepercayaan Animisme yang ada pada masyarakat Kampung Cibeo, Desa Kanekes, Kecamatan Leuwi Damar, Lebak, Banten.
2.
Rumusan Masalah Bagaimana konsep ajaran agama Islam di dalam kepercayaan Sunda Wiwitan masyarakat Desa Kanekes, Kecamatan Leuwi Damar, Lebak, Banten?
D.
Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan konsep ajaran agama Islam di dalam kepercayaan Sunda Wiwitan.
7
2.
Manfaat Penelitian a.
Manfaat Teoritis Sebagai sumbangan pemikiran tambahan bagi perkembangan ilmu pengetahuan, terutama bagi perkembangan Sosiologi dan Antropologi, khususnya kajian mengenai sistem religi.
b.
Manfaat Praktis 1.
Bagi Penulis: Sebagai melakukan
media
pembelajaran
kegiatan-kegiatan
bagi
penelitian
penulis
dalam
berikutnya,
serta
sebagai media penguatan pemahaman baik dalam tataran teori dan tataran implementasi di kehidupan.
4.
Bagi Pemerintah: Sebagai referensi tambahan untuk membuat kebijakankebijakan yang berkaitan dengan pembahasan pada penelitian kali ini.
BAB II LANDASAN TEORI A.
Kebudayaan
1.
Pengertian Kebudayaan Menurut Koentjaraningrat, kata “kebudayaan” berasal dari kata sansekerta buddhayah, yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti “budi” atau “akal”, dengan demikian ke-budaya-an dapat diartikan: “hal-hal yang bersangkutan dengan akal”1. Maksudnya adalah bahwa segala hal yang berasal dari proses berpikir (akal) manusia merupakan bagian dari kebudayaan, proses berpikir manusia bisa diartikan dengan proses belajar, jadi hal apapun yang diperoleh manusia dari proses belajar itu adalah merupakan sebuah kebudayaan. Hal yang sama juga dijelaskan oleh ilmu Antropologi, ilmu
Antropologi
mendefinisikan kebudayaan
dengan
“keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik dari manusia dengan belajar”2. Banyak
masyarakat
umum
memahami
kebudayaan
dengan
pemahaman yang sempit. Masyarakat umumnya memahami kebudayaan hanya terbatas pada hal-hal yang berhubungan dengan keindahan, dan warisan zaman terdahulu saja, seperti: seni tari, seni rupa, warisan bangunan-bangunan bersejarah seperti candi-candi, masjid-masjid kuno, situs-situs purbakala, dan lain sebagainya. Padahal kebudayaan lebih luas pemahamannya
daripada
hal-hal
tersebut,
ilmu
Antropologi
dan
Koentjaraningrat telah menjelaskan mengenai apa itu kebudayaan. Pada dasarnya pemahaman umum yang berkembang di masyarakat mengenai kebudayaan itu benar, hal-hal yang tadi disebutkan memang merupakan bagian dari kebudayaan, tetapi kebudayaan bukan hanya itu, yang dimaksud
1 2
Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: Aksara Baru, 1980), hal. 195 Ibid., hal. 193
8
9
kebudayaan adalah segala hal dari sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia yang diperoleh dengan proses belajar. Hampir seluruh tindakan yang dilakukan manusia diperoleh dengan proses belajar baik formal maupun non-formal sejak manusia dilahirkan, hanya tindakan refleks yang merupakan naluri manusia yang didapat tanpa belajar, bahkan sifat alami yang dibawa manusia sejak lahir pun dirubah menjadi sebuah tindakan yang harus dilakukan dengan proses belajar, seperti cara makan dan minum yang bisa dilakukan tanpa belajar dimodifikasi oleh manusia menjadi makan dan minum dengan cara-cara yang rumit, begitupun dengan berjalan dimodifikasi oleh manusia dengan berbagai macam gaya, dan sifat alami lainnya yang pada dasarnya bisa dilakukan oleh manusia tanpa belajar sekalipun. Berdasarkan penjelasan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa pengertian kebudayaan yang menjadi pemahaman umum di masyarakat merupakan salah satu bagian dari pengertian kebudayaan yang sebenarnya, karena kebudayaan mempunyai pengertian yang lebih luas dibanding yang dipahami masyarakat pada umumnya. Segala sistem gagasan (ide), tindakan (perilaku), dan hasil karya manusia yang diperoleh dari proses belajar lah yang merupakan pengertian kebudayaan secara menyeluruh.
2.
Wujud Kebudayaan Talcot Parsons dan A. L. Kroeber pernah membedakan secara tajam wujud kebudayaan sebagai suatu sistem dari ide-ide dan konsep-konsep dari wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan dan aktifitas manusia yang berpola. Berdasarkan hal tersebut Koentjaraningrat membagi kebudayaan menjadi tiga wujud, yaitu: a.
Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya.
b.
Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktifitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat.
10
c.
Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia3. Wujud pertama adalah wujud abstrak dari kebudayaan, karena wujud
ini tidak bisa dilihat atau diraba oleh panca indera, ide atau gagasan adalah sebuah benda abstrak yang hanya ada di pikiran manusia. Ide atau gagasan merupakan cikal bakal atau proses awal terlahirnya kebudayaan, kebudayaan terlahir dari ide atau gagasan yang tercipta dan disepakati bersama di dalam sebuah masyarakat, ide atau gagasan yang tercipta merupakan hasil dari proses adaptasi dan belajar dari lingkungan dimana masyarakat tersebut tinggal. Tahap selanjutnya ketika ide atau gagasan tersebut telah disepakati bersama maka hal tersebut akan menjadi semacam sistem sosial yang akan dipegang oleh masyarakat dalam menjalani kehidupannya sehari-hari. Wujud kedua kebudayaan merupakan tindak lanjut dari wujud pertamanya. Ide atau gagasan yang telah disepakat bersama dijadikan sebuah sistem sosial yang akan mengatur segala tindakan seluruh anggota masyarakat dalam kehidupan sehari-harinya. Maka wujud kedua dari kebudayaan adalah segala tindakan dengan pola teratur seluruh anggota masyarakat yang telah diatur di dalam sebuah sistem sosial yang terlahir dari ide atau gagasan yang telah disepakati oleh mereka sendiri. Berbeda dengan wujud pertama, pola tindakan manusia adalah sebuah hal yang bisa ditangkap oleh panca indera manusia dan bukan merupakan suatu hal yang bersifat abstrak. Wujud ketiga dari kebudayaan adalah benda-benda hasil dari tindakan atau aktifitas masyarakat yang berjalan sehari-harinya. Wujud ketiga dari kebudayaan adalah hal berbentuk benda-benda konkret yang diciptakan oleh masyarakat, seperti: komputer, pensil, kertas, baju, celana, lemari, gitar, masjid, gereja, dan masih banyak lagi benda-benda yang telah diciptakan oleh masyarakat yang dibuat untuk membantunya menjalani aktifitas seharihari.
3
Ibid., hal. 200
11
Ketiga wujud kebudayaan tersebut adalah tiga bentuk yang pada dasarnya saling berkaitan antara satu dengan lainnya. Ide atau gagasan pikiran yang lahir dan disepakati oleh masyarakat selanjutnya akan menjadi sebuah pegangan hidup yang akan dan harus ditaati oleh masyarakat itu sendiri, segala tindakan atau perilaku anggota masyarakat telah diatur dan ditentukan di dalam sistem sosial mereka yang berasal dari ide atau gagasan yang mereka ciptakan sendiri, selanjutnya segala tindakan atau aktifitas masyarakat yang ada tentu saja akan melahirkan berbagai macam bendabenda yang dibuat untuk menunjang segala tindakan atau aktifitas mereka, atau hanya sekedar hasil yang telah diciptakan dari tindakan atau aktifitas tersebut. Kemudian benda-benda yang telah tercipta seiring dengan perjalanan waktu nantinya akan mempengaruhi cara berpikir dari anggota masyarakat yang hidup di sekitarnya.
3.
Unsur-Unsur Kebudayaan Universal Dunia ini dihuni oleh milyaran manusia yang setiap pribadinya hidup di dalam kelompok-kelompok masyarakat yang berbudaya, mungkin ada ribuan atau bahkan lebih kebudayaan yang ada di dunia mulai dari kebudayaan yang sederhana sampai dengan kebudayaan yang kompleks. Setiap kebudayaan yang ada di dunia pasti memiliki unsur-unsur budayanya masing-masing yang terintegrasi menjadi kebudayaan tersebut, banyak atau sedikit
unsur
budaya
tergantung
dari
sederhana
atau
kompleks
kebudayaannya. Tetapi dari banyaknya unsur yang ada pada kebudayaankebudayaan di dunia, dapat ditarik menjadi kelompok-kelompok besar unsur-unsur kebudayaan yang bersifat menyeluruh atau universal. Di dalam bukunya “Pengantar Ilmu Antropologi” Koentjaraningrat membagi unsur-unsur kebudayaan secara universal menjadi tujuh butir. Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, maksud dari unsur kebudayaan universal adalah bahwa dari sekian banyak kebudayaan di dunia dengan berbagai macam unsur budayanya dapat diklasifikasikan menjadi tujuh unsur besar, tujuh unsur ini adalah unsur-unsur yang pasti ada
12
di setiap kebudayaan yang ada di dunia, baik kebudayaan yang sangat sederhana sampai dengan kebudayaan yang sangat kompleks. Koentjaraningrat
berpendapat
bahwa
tujuh
unsur
kebudayaan
universal tersebut, yaitu: a.
Sistem Religi
b.
Organisasi Sosial
c.
Sistem Pengetahuan
d.
Bahasa
e.
Kesenian
f.
Sistem Mata Pencaharian Hidup
g.
Sistem Peralatan Hidup dan Teknologi4 Ketujuh unsur inilah yang dianggap secara umum ada menyeluruh di
setiap kebudayaan di dunia. Di dalam tataran implementasi, unsur-unsur ini kemudian menjelma ke dalam wujud-wujud kebudayaan di masyarakat, menjelma ke dalam ide-ide dan gagasan kebudayaan masyarakat, menjelma ke dalam tindakan dan sistem sosial masyarakat, dan menjelma ke dalam hasil-hasil kebudayaan masyarakat. Setiap unsur yang ada selalu menjelma ke dalam tiga wujud tersebut, dari bahasa sampai dengan kesenian setiap masing-masing unsur akan menjelma ke dalam ide, tindakan, dan kebudayaan fisik di dalam setiap kebudayaan. Koentjaraningrat menjelaskan di dalam bukunya “Pengantar Ilmu Antropologi” mengenai unsur-unsur universal yang menjelma ke dalam tiga wujud kebudayaan. Sistem ekonomi misalnya mempunyai wujudnya sebagai konsep-konsep, rencana-rencana, kebijaksanaan, adat-istiadat yang berhubungan dengan ekonomi, tetapi mempunyai juga wujudnya yang berupa tindakan-tindakan dan interaksi yang berpola antara produsen, tengkulak, pedagang, ahli transport, pengecer dengan konsumen, dan kecuali itu dalam sistem ekonomi terdapat juga unsur-unsurnya yang berupa peralatan, komoditi, dan benda-benda ekonomi. Demikian juga sistem religi misalnya mempunyai wujudnya sebagai sistem keyakinan, dan gagasan-gagasan tentang tuhan, dewa-dewa, roh-roh 4
Ibid., hal. 217
13
halus, neraka, surga, dan sebagainya, tetapi mempunyai juga wujudnya yang berupa upacara-upacara, baik yang bersifat musiman maupun kadangkala, dan kecuali itu setiap sistem religi juga mempunyai wujud sebagai benda-benda suci dan benda-benda religius. Contoh lain adalah unsur universal kesenian yang dapat berwujud gagasan-gagasan, ciptaan-ciptaan pikiran, ceritera-ceritera, dan syair yang indah. Namun, kesenian juga dapat berwujud tindakantindakan interaksi berpola antara seniman pencipta, seniman penyelenggara, sponsor kesenian, pendengar, penonton, dan konsumen hasil kesenian, tetapi kecuali itu semua kesenian juga berupa benda-benda indah, candi, kain tenun yang indah, benda-benda kerajinan, dan sebagainya5. 4.
Akulturasi dan Asimilasi Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang akan selalu dinamis bergerak dan berubah seiring dengan berjalannya waktu. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, tiga wujud kebudayaan akan selalu berotasi dari ide yang diimplementasi menjadi tindakan, tindakan yang akan melahirkan hasil kebudayaan, dan hasil-hasil kebudayaan yang nantinya akan mempengaruhi proses berpikir masyarakatnya dalam melahirkan ide berikutnya, dan akan seperti itu seterusnya. Di dalam kehidupan, interaksi sosial adalah sebuah hal yang tidak bisa dipungkiri. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri tanpa pertolongan manusia lain, interaksi sosial akan terjadi baik di antara individu di sebuah kelompok masyarakat, antara individu dengan kelompok masyarakat lain, dan antara satu kelompok masyarakat dengan kelompok masyarakat lainnya. Interaksi sosial juga menjadi salah satu unsur penyebab manusia selalu dinamis bergerak dan berubah, dia mempunyai peran besar bagi perkembangan kehidupan manusia dari waktu ke waktu. Interaksi sosial terjadi di dalam dan atau di antara kelompok masyarakat, seperti yang kita ketahui sebelumnya bahwa setiap masyarakat yang ada memiliki kebudayaan masing-masing. Adanya interaksi yang terjadi di dalam dan atau di antara kelompok masyarakat tentunya juga akan melahirkan interaksi antara kebudayaan yang dimiliki oleh masing-masing
5
Ibid., hal. 218
14
kelompok masyarakat tersebut, proses interaksi antara kebudayaankebudayaan ini tentunya akan melahirkan dampak setelahnya. Di dalam Ilmu Antropologi ada dua istilah yang bisa menggambarkan hasil dari proses interaksi yang terjadi antar kebudayaan, yaitu akulturasi dan asimilasi. a.
Akulturasi “Akulturasi adalah proses sosial yang timbul bila suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing dengan sedemikian rupa, sehingga unsur-unsur kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri”6. Artinya ada interaksi yang terjadi antara kebudayaan lokal sebuah masyarakat dengan kebudayaan asing yang masuk di dalam masyarakat tersebut, interaksi yang terjadi menyebabkan adanya unsur-unsur kebudayaan asing yang masuk diserap dan diterima oleh masyarakat lokal ke dalam kebudayaan mereka, tetapi unsur-unsur kebudayaan
asing
tersebut
tidak
menghilangkan
ke-khas-an
kebudayaan lokal, dengan sedemikian rupa masyarakat mengolah unsur-unsur kebudayaan asing sesuai dengan kebudayaan lokalnya.
b.
Asimilasi “Asimilasi adalah sebuah proses yang terjadi apabila ada golongan-golongan manusia dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda-beda, saling bergaul langsung secara intensif untuk waktu yang lama sehingga kebudayaan-kebudayaan golongan-golongan tadi masing-masing berubah sifatnya yang khas, dan juga unsur-unsurnya masing-masing berubah wujudnya menjadi unsur-unsur kebudayaan campuran”7. Artinya ada interaksi yang terjadi antar beberapa kelompok masyarakat
6 7
Ibid., hal. 262 Ibid., hal. 269
yang berarti
juga interaksi
antar masing-masing
15
kebudayaannya. Interaksi yang terjadi dengan waktu yang relatif lama pada akhirnya nanti akan melahirkan sebuah kebudayaan baru diantara kelompok-kelompok masyarakat tersebut dan menghilangkan unsurunsur bawaan dari kebudayaan awal sebelum adanya interaksi di antara mereka.
5.
Konsep Kebudayaan Sebelumnya telah dijelaskan bahwa kebudayaan adalah seluruh ide, tindakan, dan hasil karya yang diperoleh manusia dengan belajar, proses belajar dilakukan manusia selama hidupnya sebagai anggota di dalam kelompok masyarakat. Kebudayaan merupakan sebuah konsep yang lahir di tengah kelompok masyarakat dan merupakan hasil proses belajar dari manusia-manusia anggota sebuah
kelompok masyarakat dan disepakati
oleh kelompok masyarakatnya, yang berarti setiap kebudayaan adalah sama dengan jati diri setiap kelompok masyarakat yang diwakilinya. Setiap kelompok masyarakat pasti memiliki perbedaan dengan kelompok masyarakat lainnya, walaupun ada kemiripan yang terlihat tetapi pada hakikatnya pasti ada pembeda yang mencirikan setiap kelompok masyarakat yang secara umum mungkin memiliki kesamaan budaya. Namun, kebanyakan masyarakat umum masih belum memahami konsep dari kebudayaan ini, sebuah konsep bahwa memang pasti ada perbedaan di antara kelompok-kelompok masyarakat dengan kebudayaankebudayaannya. Masih banyak suatu kelompok masyarakat menilai kebudayaan kelompok masyarakat lain dari sudut pandang kebudayaannya. Ada beberapa pemahaman yang perlu diketahui agar bisa memahami sebuah konsep dari kebudayaan. a.
Kenisbian Kebudayaan Bagi kebanyakan masyarakat umum yang belum memahami konsep dari kebudayaan sering mencoba memandang dan menilai kebudayaan lain di luar kebudayaan kelompok masyarakatnya, dan penilaian itu biasanya berujung pada dua hal, yaitu penilaian positif
16
dan penilaian negatif. Pada dasarnya penilaian tersebut merupakan penilaian yang berdasar pada subyektifitas masyarakatnya, padahal seharusnya dalam memandang kebudayaan lain di luar kebudayaan kita diperlukan penilaian yang obyektif. Menilai kebudayaan A baik atau kebudayaan B tidak baik sebenarnya tidak bisa dilakukan, karena kita bukanlah pelaku di dalamnya, kita tidak hidup di daerah mereka, kita tidak tahu kondisi kehidupan mereka, kita tidak memahami maksud dan tujuan dari kebudayaan A atau kebudayaan B melakukan hal-hal yang kita anggap baik atau tidak baik. Ada sebuah tulisan menarik yang menggambarkan seorang peneliti yang mencoba menggambarkan salah satu kegiatan kelompok masyarakat. Saya dengar bahwa pada ritual ini segumpal kecil bulu kewan beserta bubuk-bubuk gaib tertentu dimasukkan ke dalam mulut, lalu gumpalan bulu ini digerakkan menurut serangkaian gerak-gerak yang sangat formal. Selain daripada melakukan ritual mulut sehari-hari, orang-orang juga mengunjungi seorang dukun mulut sakti sekali atau dua kali setahun. Dukun-dukun ini mempunyai satu perangkat alat-alat menakutkan, terdiri dari bermacam-macam bor besar, penggeret, alat pemeriksa dalamnya luka, alat penusuk yang tajam. Pemakaian alat-alat ini dalam mantra-mantra mengusir setan-setan penyakit mulut, membawakan siksaan ritual yang luar biasa untuk si klien. Dukun gigi membuka mulut klien – dan dengan memakai alatalat tersebut di atas, memperbesar tiap lobang yang disebabkan pembusukan gigi. Alat-alat gaib dimasukkan ke dalam lobanglobang ini. Jika tidak ada lobang-lobang di gigi, sebagian besar dari satu macam gigi atau lebih dilobangi sehingga bahan-bahan gaib itu dapat dimasukkan. Dalam pandangan kliennya, maksud tujuan perbuatan-perbuatan ini adalah untuk menghentikan pembusukan dan untuk menarik kawan-kawan. Jelaslah bahwa ritual ini sangat sakti dan tradisional, karena penduduk tiap tahun kembali kepada dukun mulut yang sakti itu, walaupun gigi-gigi mereka terus membusuk8.
8
T. O. Ihromi (ed.), Pokok-Pokok Antropologi Budaya, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2006), hal. 15
17
Padahal sang peneliti hanya menggambarkan sebuah kegiatan sehari-hari yang dianggap biasa, yaitu membersihkan dan merawat gigi serta mulut, tetapi dia menggambarkan kegiatan tersebut sebagai ritual yang dianggap aneh dan tidak biasa serta bersifat gaib. Kenisbian kebudayaan adalah sebuah pemahaman bahwa cara untuk
memandang
sebuah
kelompok
masyarakat
dengan
kebudayaannya merupakan hal yang relatif, kita perlu meninjau pemikiran dan kebiasaan sebuah kelompok masyarakat yang pada akhirnya menciptakan sebuah kebudayaan mereka itu, bagi seorang peneliti Antropologi sangat dilarang untuk menggambarkan sebuah kebudayaan berdasarkan sudut pandang dirinya, dia harus bisa memposisikan diri sebagai anggota kelompok masyarakat tersebut sebelum menggambarkan kebudayaan mereka. Tidak ada kebudayaan yang lebih baik dari kebudayaan lainnya, kebudayaan sebuah kelompok masyarakat tercipta sesuai dengan tingkat pemikiran dan kondisi tempat hidupnya.
b.
Etnosentrisme Ketika “bermain” di ranah kebudayaan tentu saja ada beberapa hal yang harus dihindari, seperti yang sudah dijelaskan pada poin sebelumnya bahwa sampai saat ini umumnya masyarakat yang masih belum memahami konsep dari kebudayaan, banyak yang mencoba memandang dan menilai kebudayaan lain di luar kebudayaannya. Penilaian tadi pasti akan berujung pada dua hal antara penilaian positif dan atau penilaian negatif, penilaian positif mungkin timbul karena merasa di dalam kebudayaan yang dinilai memiliki unsur-unsur yang dapat diterima oleh pemikiran dan pemahaman si penilai, begitupun sebaliknya penilaian negatif mungkin timbul karena merasa di dalam kebudayaan yang dinilai memiliki unsur-unsur yang tidak bisa diterima oleh pemikiran dan pemahaman si penilai.
18
Tetapi, pada dasarnya hal tersebut tidaklah boleh dilakukan ketika kita sedang “bermain” di ranah kebudayaan. Sikap menilai kebudayaan lain dari sudut pandang pemahaman kebudayaan sendiri adalah sebuah sikap etnosentris, apalagi penilaian tersebut sampai memberi dampak terhadap kelompok masyarakat yang memiliki kebudayaan tersebut, mungkin sebuah hinaan, ejekan, atau bahkan terkucilkan. Di dalam kenisbian sebuah kebudayaan dijelaskan bahwa ada hal-hal yang tidak bisa diambil kesimpulannya dengan hanya melihat kulit luar dari sebuah kebudayaan, si “penilai” harus masuk lebih dalam untuk mengetahui motif dan alasan sebuah kebudayaan dianut dan dilestarikan. Sikap etnosentris hanya akan menghambat dan mengurangi sebuah kualitas penggambaran sebuah kebudayaan, seorang peniliti Antropologi
harus
bisa
menjadi
sosok
netral
untuk
bisa
menggambarkan sebuah kebudayaan, karena sikap subyektif hanya akan merubah deskripsi sebuah kebudayaan dengan apa yang ada pada kenyataan di lapangan. Masyarakat umum pun harus sudah mulai menghilangkan sikap etnosentris, karena sikap tersebut hanya akan menciptakan disintergrasi dan bahkan bisa menimbulkan konflik.
c.
Kebudayaan Selalu berubah Ada sebuah siklus dan koneksi antara tiga wujud kebudayaan yang ada, yaitu: ide atau gagasan, tindakan atau sistem sosial, dan kebudayaan fisik atau artefak. Siklus ini akan selalu berputar dan selalu terulang, dengan sebuah konsekuensi akan berubahnya suatu kebudayaan dari masa ke masa. Kebudayaan bukanlah sebuah benda statis,
dia
akan
terus
berubah
dan
berkembang
mengikuti
perkembangan kelompok masyarakatnya. Gambaran sederhana sebuah siklus dan koneksi antar tiga wujud kebudayaan adalah ketika ide atau gagasan yang tercipta disepakati oleh kelompok masyarakat, maka ide atau gagasan tersebut akan
19
menjadi sebuah acuan bagi anggota-anggota kelompok masyarakat dalam bertindak dan berprilaku yang diimplementasikan di dalam bentuk sistem sosial berupa norma-norma dan aturan-aturan, ketika aktifitas anggota sebuah kelompok masyarakat bertindak dan berprilaku sesuai dengan sistem sosial yang ada, maka segala aktifitas tersebut pada akhirnya akan melahirkan sebuah hasil berupa bendabenda yang bersifat fisik. Ketika siklus pertama telah berjalan tentu tidak akan berhenti disitu, selanjutnya benda-benda fisik hasil kebudayaan yang dihasilkan tadi nantinya akan mempengaruhi pola pikir anggota-anggota kelompok masyarakat, yang kemudian akan melahirkan sistem sosial yang baru, dan akan melahirkan juga bendabenda fisik hasil dari aktifitas anggota-anggota masyarakatnya.
B.
Agama (Religi)
1.
Pengertian Agama Tidak ada sebuah definisi baku yang dapat menjelaskan apa pengertian dari agama, bahkan setiap tokoh yang dianggap memahami agama pun memiliki perbedaan dalam menjelaskan pengertiannya, tentu itu adalah hal yang wajar-wajar saja, karena memang manusia mempunyai pola pikir yang berbeda-beda. Setiap orang bisa saja menggambarkan satu sisi mengenai agama, dan orang lain menjelaskan agama dari sisi yang berbeda, layaknya orang buta yang mencoba menggambarkan gajah, ada yang berkata gajah itu bentuknya panjang, gajah itu bentuknya lebar dan tipis, dan lain sebagainya, tetapi ketika disatukan dari berbagai sisi pengertiannya pasti dapat ditarik sebuah generalisasi mengenai definisi sebuah agama. Ada beberapa tokoh Antropologi yang telah mendefinisikan pengertian dari agama, dan tentu dari pendapat-pendapat mereka terdapat perbedaan-perbedaan, antara lain: a.
Radcliffe-Brown (1881-1995) Radcliffe-Brown dilahirkan dan dibesarkan di Inggris. Ia belajar filsafat yang banyak membahas psikologi eksperimental dan ekonomi
20
di Trinity College dengan guru yang ahli psikologi, etnologi, dan filsafat. Kemudian ia belajar antropologi. Untuk menulis disertasi, ia meneliti masyarakat Negrito di kepulauan Andaman, sebelah utara pulau Sumatera. Tahun 1910 ia meneliti lagi suku bangsa Kariera di Australia Barat yang difokuskan kepada totem suku tersebut. Penelitian ini dilakukan setelah ia tertarik kepada sosiologi positifistik Durkheim dan kawan-kawan. Radcliffe-Brown mengemukakan definisi, “agama adalah ekspresi dalam satu atau lain bentuk tentang kesadaran terhadap ketergantungan kepada suatu kekuatan di luar diri kita yang dapat dinamakan dengan kekuatan spiritual atau moral”9.
b.
Clifford Geertz (lahir 1926) Ahli antropologi berkebangsaan Amerika ini dikenal banyak mengetahui tentang Islam di Indonesia. Ia dan kawan-kawannya mengadakan penelitian di Mojokuto, nama samara dari kota Pare dekat Kediri antara tahun 1952-1954. Kemudian meneliti agama di Bali. Tahun 1964, 1965, sampai 1967 meneliti Islam di Marokko dan di Afrika. Dari penelitian terakhir ini terbit pula bukunya Islam Observed (1965) yang mengungkap perbandingan Islam di Jawa dengan Islam di Marokko. Menurut Clifford Geertz yang dimaksud agama sebagai sistem budaya, yaitu: “(1) sebuah sistem simbol yang berlaku untuk (2) menetapkan suasana hati dan motivasi-motivasi yang kuat, yang meresap, dan yang tahan lama dalam diri manusia dengan (3) merumuskan konsep-konsep mengenai suatu tatanan umum eksistensi dan (4) membungkus konsep-konsep ini dengan semacam pancaran faktualitas, sehingga (5) suasana hati dan motivasi-motivasi itu tampak khas dan realistik”10.
9
Bustanuddin Agus, Agama Dalam Kehidupan Manusia: Pengantar Antropologi Agama, (Jakarta: PT. Grafindo Persada, 2006), hal. 127 10 Ibid., hal. 142
21
Sedangkan pengertian agama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), yaitu: “sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan
dengan
pergaulan
manusia
dan
manusia
serta
lingkungannya”11.
2.
Teori-Teori Asal Mula Religi (Agama) Asal mula agama adalah ketika manusia mulai mempercayai adanya kekuatan di luar dirinya. Ada beberapa tokoh yang telah mengeluarkan teori-teorinya mengenai bagaimana agama mulai muncul di antara manusia. Beberapa teori tersebut, yaitu: a.
Teori Jiwa Teori ini pertama kali diungkapkan oleh seorang sarjana antropologi Inggris bernama E. B. Tylor di dalam bukunya yang berjudul Primitive Culture: Researches Into the Development of Mythology, Philosophy, Religion, Language, Art and Custom (1873). Menurut Tylor, asal mula religi adalah kesadaran manusia akan faham jiwa, kesadaran akan faham itu disebabkan karena dua hal, ialah: a.
Perbedaan yang tampak kepada manusia antara hal-hal yang hidup dan hal-hal yang mati. Suatu mahluk pada suatu saat bergerak-gerak, artinya hidup; tetapi tidak lama kemudian mahluk tadi tidak bergerak lagi, artinya mati. Demikian manusia lambat laun mulai sadar bahwa gerak dalam alam itu, atau hidup itu, disebabkan oleh suatu hal yang ada di samping tubuhjasmani, dan kekuatan itulah yang disebut jiwa.
b.
Peristiwa mimpi, dalam mimpinya manusia melihat dirinya di tempat-tempat lain daripada tempat tidurnya. Demikianlah manusia mulai membedakan antara tubuh jasmaninya yang ada
11
http://id.wikipedia.org/wiki/Agama (Diakses pada tanggal 12 September 2013)
22
di tempat tidur, dan suatu bagian lain dari dirinya yang pergi ke lain tempat. Bagian itulah disebut jiwa. Sifat abstrak dari jiwa tadi menimbulkan keyakinan diantara manusia bahwa jiwa dapat hidup langsung, lepas dari tubuh jasmani. Pada waktu hidup, jiwa masih tersangkut pada tubuh jasmani, dan hanya dapat meninggalkan tubuh waktu manusia tidur dan waktu manusia jatuh pingsan. Karena pada suatu saat serupa itu kekuatan hidup pergi melayang, maka tubuh berada di dalam keadaan yang lemah. Tetapi kata Tylor, walaupun melayang, hubungan jiwa dengan jasmani pada saat-saat seperti tidur atau pingsan, tetap ada. Hanya pada waktu seorang mahluk manusia mati jiwa melayang terlepas, dan terputuslah hubungan dengan tubuh jasmani untuk selama-lamanya. Alam semesta penuh dengan jiwa-jiwa merdeka itu, yang oleh Tylor tidak disebut soul atau jiwa lagi, tetapi disebut spirit atau mahluk halus. Pada tingkat tertua di dalam evolusi religinya manusia percaya mahluk-mahluk halus itulah yang menempati alam sekeliling tempat tinggal manusia. Mahluk-mahluk halus tadi, yang tinggal dekat sekeliling tempat tinggal manusia, yang bertubuh halus sehingga tidak dapat tertangkap panca indera, yang mampu berbuat hal-hal yang tidak dapat diperbuat manusia, mendapat suatu tempat yang amat penting di dalam kehidupan manusia sehingga menjadi obyek daripada penghormatan dan penyembahannya, dengan berbagai upacara berupa do‟a, sajian, atau korban. Religi serupa itulah yang disebut oleh Tylor dengan aminisme. Pada tingkat kedua di dalam evolusi religi manusia percaya bahwa gerak alam hidup itu juga disebabkan oleh adanya jiwa yang ada di belakang peristiwa dan gejala alam itu, semuanya disebabkan oleh jiwa alam. Kemudian jiwa alam tadi itu dipersonifikasikan, dianggap oleh manusia seperti mahluk-mahluk dengan suatu pribadi,
23
dengan kemauan dan pikiran. Mahluk-mahluk halus yang ada di belakang gerak alam serupa itu disebut dewa-dewa alam. Pada tingkat ketiga di dalam evolusi religi, bersama-sama dengan timbulnya susunan kenegaraan di dalam masyarakat manusia, timbul pula kepercayaan bahwa alam dewa-dewa itu juga hidup di dalam suatu susunan kenegaraan, serupa dengan di dalam dunia mahluk manusia. Demikian ada pula suatu susunan pangkat dewadewa mulai dari raja dewa sebagai yang tertinggi, sampai dengan pada dewa-dewa yang terendah. Suatu susunan serupa itu lambat laun akan menimbulkan suatu kesadaran bahwa semua dewa itu pada hakekatnya hanya merupakan penjelmaan saja dari satu dewa tertinggi itu. Akibat dari kepercayaan itu adalah berkembangnya kepercayaan kepada satu Tuhan yang Esa, dan timbulnya agama-agama monotheisme12.
b.
Teori Batas Akal Teori ini dicetuskan oleh sarjana besar J. G. Frazer, dan diuraikan olehnya dalam jilid I dari bukunya yang terdiri dari 12 jilid berjudul The Golden Bough. A Study in Magic and Religion (1890). Menurut Frazer, manusia memecahkan soal-soal hidupnya dengan akal dan sistem pengetahuannya; tetapi akal dan sistem pengetahuan itu ada batasnya. Makin maju kebudayaan manusia, makin luas batas akal itu; tetapi dalam banyak kebudayaan batas akal manusia masih amat sempit. Soal-soal hidup yang tidak dapat dipecahkan dengan akal dipecahkannya dengan magic, ialah ilmu gaib. Magic menurut Frazer adalah segala perbuatan manusia (termasuk abstraksi-abstraksi dari perbuatan) untuk mencapai suatu maksud melalui kekuatan-kekuatan yang ada dalam alam, serta seluruh kompleks anggapan yang ada di belakangnya.
12
Pada
mulanya
kata
Frazer,
manusia
hanya
Rusmin Tumanggor (Ed.), Antropologi Agama Tanpa Ekonomi, (Silabus Perkuliahan Jurusan Pendidikan IPS, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta), hal. 229
24
mempergunakan ilmu gaib untuk memecahkan soal hidupnya yang ada di luar batas kemampuan dan pengetahuan akalnya. Religi waktu itu belum ada di dalam kebudayaan manusia. Lambat laun terbukti bahwa banyak daripada perbuatan magic-nya itu tidak ada hasilnya juga, maka mulailah ia percaya bahwa alam itu didiami oleh mahlukmahluk halus yang lebih berkuasa daripadanya, maka mulailah ia mencari hubungan dengan mahluk-mahluk halus yang mendiami alam itu. Demikianlah timbul religi13.
c.
Teori Masa Krisis dalam Hidup Individu Pandangan ini berasal dari sarjana-sarjana seperti M. Crawley dalam bukunya Tree of Life (1905), dan diuraikan secara luas oleh A. Van Gennep dalam bukunya yang terkenal, Rites de Passage (1909). Menurut mereka, dalam jangka waktu hidupnya manusia mengalami banyak krisis yang menjadi obyek perhatiannya, dan yang sering amat menakutinya. Krisis-krisis itu yang terutama berupa bencana-bencana sakit dan maut, tidak dapat dikuasainya dengan segala kepandaian, kekuasaan, atau kekayaan harta benda yang mungkun dimilikinya. Dalam jangka waktu hidup manusia, ada berbagai masa dimana kemungkinan adanya sakit dan maut itu besar sekali, yaitu misalnya pada saat kanak-kanak, masa peralihan dari usia pemuda ke dewasa, masa hamil, masa kelahiran, dan akhirnya maut. Dalam hal mengahdapi krisis serupa itu manusia butuh melakukan perbuatan untuk memperteguh imannya dan menguatkan dirinya. Perbuatanperbuatan serupa itu, yang berupa upacara-upacara pada masa-masa krisis tadi itulah merupakan pangkal dari religi dan bentuk-bentuk religi yang tertua14.
13 14
Ibid., hal. 230 Ibid., hal. 232
25
d.
Teori Sentimen Kemasyarakatan Teori ini adalah sebuah teori yang berasal dari seorang sarjana ilmu filsafat dan sosiologi bangsa Perancis bernama E. Durkheim, dan diuraikan olehnya dalam bukunya Les Formes Elementaires de la Vie Religieuse (1912). Teori ini berpusat kepada beberapa pengertian dasar, ialah: a.
Makhluk manusia dalam kala ia baru timbul di muka bumi, mengambangkan aktivitet religi itu tidak karena ia mempunyai di dalam alam pikirannya bayangan-bayangan abstrak tentang jiwa, ialah suatu kekuatan yang menyebabkan hidup dan gerak di dalam alam, tetapi karena suatu getaran jiwa, suatu emosi keagamaan, yang timbul di dalam jiwa manusia dahulu, karena pengaruh suatu rasa sentimen kemasyarakatan.
b.
Sentimen kemasyarakatan itu dalam batin manusia dahulu berupa suatu kompleks perasaan yang mengandung rasa terikat, rasa bakti, rasa cinta, dan sebagainya, terhadap masyarakatnya sendiri, yang merupakan seluruh alam dunia dimanapun ia hidup.
c.
Sentimen kemasyarakatan yang menyebabkan timbulnya emosi keagamaan, yang sebaliknya merupakan pangkal daripada segala kelakuan keagamaan manusia itu, tentu tidak selalu berkobar-kobar dalam alam batinnya. Apabila tidak dipelihara, maka sentimen kemasyarakatan itu menjadi lemah dan laten, sehingga perlu dikobrakan kembali. Salah satu cara untuk mengorbankan kembali sentiment kemasyarakatan dalah dengan mengadakan suatu kontraksi masyarakat, artinya dengan mengumpulkan seluruh masyarakat dalam pertemuan-pertemuan raksasa.
d.
Emosi
keagamaan
yang
timbul
karena
rasa
sentiment
kemasyarakatan, membutuhkan suatu obyek tujuan. Sifat apakah yang menyebabkan barang sesuatu hal itu menjadi obyek
26
daripada emosi keagamaan bukan terutama sifat luar biasanya, bukan pula sifat anehnya, bukan sifat megahnya, bukan sifat ajaibnya,
melainkan
tekanan
anggapan
umum
dalam
masyarakat. Obyek itu karena salah sesuatu peristiwa kebetulan di dalam sejarah daripada kehidupan sesuatu masyarakat di dalam waktu yang lampau menarik perhatian banyak orang di dalam masyarakat.
Obyek
yang menjadi
tujuan emosi
keagamaan itu juga mempunyai obyek yang bersifat keramat, bersifat sacre, berlawanan dengan obyek lain yang tidak mendapat nilai keagamaan itu, ialah obyek yang tak-keramat, yang profane. e.
Obyek keramat sebenarnya tidak lain daripada suatu lambing masyarakat. pada suku-suku bangsa asli benua Australia misalnya, obyek keramat, pusat tujuan daripada sentimentsentimen kemasyarakatan, sering berupa sejenis binatang, tumbuh-tumbuhan, tetapi sering juga obyek keramat itu berupa benda. Oleh para sarjana obyek keramat itu disebut totem (jenis binatang atau lain obyek) mengonkretkan prinsip totem yang ada di belakangnya, dan prinsip totem itu adalah suatu kelompok tertentu di dalam masyarakat, berupa clan atau lain. Pengertian-pengertian dasar yang merupakan inti daripada tiap
religi,
sedangkan
ketiga
pengertian
lainnya,
ialah
kontraksi
masyarakat, kesadaran akan obyek keramat berlawanan dengan obyek tak-keramat, dan totem sebagai lambing masyarakat, bermaksud memelihara kehidupan daripada inti. Kontraksi masyaraka, obyek keramat, dan totem akan menjelmakan(a) upacara, (b) kepercayaan, dan (c) mitologi. Ketiga unsur tersebut terakhir ini menentukan bentuk lahir daripada suatu religi di dalam sesuatu masyarakat yang tertentu15.
15
Ibid., hal. 232
27
3.
Unsur-Unsur Dasar Religi (Agama) Dari banyaknya agama yang tersebar di setiap kebudayaan di seluruh dunia, secara kasat mata pasti memiliki perbedaan-perbedaan mencolok dan ke-khas-annya masing-masing. Namun, di dalam setiap sistem religi yang ada itu ternyata memiliki beberapa unsur religi pokok yang pasti ada pada setiap sistem religi di dunia, yaitu: a.
Emosi keagamaan atau getaran jiwa yang menyebabkan manusia menjalankan kelakuan agama. Emosi keagamaan adalah suatu getaran jiwa yang pada suatu ketika pernah menghinggapi seorang manusia dalam jangka waktu hidupnya, walaupun getaran itu mungkin hanya berlangsung beberapa detik saja untuk kemudian menghilang lagi. Emosi keagamaan itulah yang mendorong orang berlaku serba religi. Intinya emosi keagamaan yang ada di belakang tiap kelakuan serba religi itu, menyebabkan sifat keramat dari kelakuan itu, menyebabkan bahwa kelakuan serba religi itu mempunyai nilai keramat16.
b.
Sistem kepercayaan atau bayang-bayang manusia tentang bentuk dunia, alam gaib, maut, dan sebagainya. Setiap manusia sadar akan adanya suatu alam dunia yang tak tampak, yang ada di luar batas pancainderanya dan di luar batas akalnya. Menurut kepercayaan manusia dalam banyak kebudayaan di dunia, dunia gaib didiami oleh berbagai mahluk dan kekuatan yang tidak dapat dikuasai oleh manusia dengan cara-cara biasa, dan yang oleh karena itu pada dasarnya ditakuti oleh manusia. Mahluk dan kekuatan yang menduduki dunia gaib itu adalah: 1).
dewa-dewa yang baik maupun jahat.
2).
mahluk-mahluk halus lainnya seperti ruh-ruh leluhur, ruh-ruh lainnya yang baik maupun yang jahat.
16
Ibid., hal. 238
28
3).
kekuatan sakti
yang bisa berguna maupun yang bisa
menyebabkan bencana. Sistem kepercayaan dalam suatu religi itu mengandung bayangbayang orang akan wujudnya dunia gaib, ialah tentang wujud dewadewa (theogoni), mahluk-mahluk halus, kekuatan sakti, tentang apakah yang terjadi dengan manusia sesudah mati, tentang wujud dunia akhirat, dan seringkali tentang terjadinya dan wujud bumi dan alam semesta (kosmogoni dan kosmologi). Pada agama-agama besar seperti Islam, Hindu, Buddha, Jaina, Katholik, Kristen, dan Yahudi, kadang-kadang ada juga pelukisan tentang sifat-sifat tuhan dalam kitab-kitab daripada agama-agama tersebut. Hal itu termasuk juga ke dalam sistem kepercayaan dari agama-agama tersebut. Sistem kepercayaan itu bisa berupa konsepsi tentang faham-faham yang terintegrasi ke dalam dongeng-dongeng dan aturan-aturan. Dongengdongeng dan aturan-aturan ini biasanya dianggap keramat, dan merupakan kesusasteraan suci dalam suatu religi17.
c.
Sistem upacara keagamaan yang bertujuan mencari hubungan dengan dunia gaib berdasarkan atas sistem kepercayaan tersebut. Dunia gaib bisa dihadapi manusia dengan berbagai macam perasaan, ialah cinta, hormat, bakti, tetapi juga takut, ngeri, dan sebagainya. Atau dengan suatu campuran dari berbagai macam perasaan tadi. Perasaan-perasaan tadi mendorong manusia untuk melakukan berbagai perbuatan yang bertujuan mencari hubungan dengan dunia gaib, yang disebut kelakuan keagamaan. Kecuali itu di dalam hal melakukan kelakuan-kelakuan keagamaan itu, manusia selalu dihinggapi suatu emosi keagamaan. Kelakuan keagamaan yang dilaksanakan menurut tata kelakuan yang baku disebut upacara keagamaan. Tiap upacara keagamaan dapat terbagi ke dalam empat komponen, ialah:
17
Ibid., hal. 240
29
d.
a.
Tempat upacara,
b.
Saat upacara,
c.
Benda-benda dan alat upacara,
d.
Orang-orang yang melakukan dan memimpin upacara18.
Kelompok
keagamaan
atau
kesatuan-kesatuan
sosial
yang
mengonsepkan dan mengaktifkan religi beserta sistem upacaraupacara keagamaannya. Kelompok keagamaan adalah kesatuan kemasyarakatan yang mengonsepsikan dan mengaktifkan suatu religi beserta sistem upacara keagamaannya. Walaupun ada agama-agama besar yang telah memberi tempat penting kepada aktivitet serta upacara-upacara keagamaan yang berpusat kepada individu seperti agama protestan, methodisme, dan beberapa gerakan mistik, tetapi pada hampir semua agama besar (termasuk pula protestan dan methodisme), dan semua sistem religi di dunia, unsur kelompok keagamaan itu merupakan unsur pokok dalam kehidupannya. Adapun kesatuan-kesatuan kemasyarakatan yang menjadi pusat dari aktivitet religi dalam kenyataan kehidupan sosial itu bisa berupa empat tipe, yaitu: (1) keluarga inti atau lain kelompok kekerabatan yang kecil, (2) kelompok-kelompok kekerabatan unilineal yang lebih besar seperti klen, (3) kesatuan-kesatuan hidup setempat atau komuniti, dan (4) kesatuan-kesatuan sosial dengan orientasi yang khas19.
18 19
Ibid., hal.252 Ibid., hal. 268
30
C.
Islam
1.
Pengertian Islam a.
Dari Segi Bahasa Kata Islam memiliki arti, (1) berserah diri, menundukkan diri, atau taat sepenuh hati, dan (2) masuk ke dalam salam, yakni selamat sejahtera, damai, hubungan yang harmonis, atau keadaan tanpa noda dan cela20.
b.
Dari Segi Istilah “Islam” adalah agama Allah SWT yang berdasarkan: Tauhid, Syari’at, dan Akhlak; yang sudah dibawa dan diajarkan oleh Adam, sejak dia masuk ke bumi (Al-Baqarah 31)21. Sedangkan agama Islam memiliki beberapa definisi, seperti yang dijelaskan oleh beberapa ulama di bawah ini22: 1).
Syekh Mahmud Syaltut. Islam adalah agama Allah SWT yang diperintahkan untuk mengajarkan pokok-pokok dan peraturanperaturannya kepada Nabi Muhammad SAW dan menugaskan untuk menyampaikan agama itu kepada seluruh manusia, lalu mmengajak mereka untuk memeluknya.
2).
A. Gaffar Ismail. Islam adalah nama agama yang dibawa oleh Muhammad SAW berisi kelengkapan dar pelajaran-pelajaran meliputi (a) kepercayaan; (b) seremoni-peribadahan; (c) tata tertib kehidupan pribadi; (d) tata tertib pergaulan hidup; (e) peraturan tuhan; bangunan budi pekerti yang utama, dan menjelaskan rahasia penghidupan yang kedua (akhirat).
20
Harun Nasution, Satria Effendi Zein, dkk, Ensiklopedi Islam Indonesia, (Jakarta: Djambatan, 1992), hal. 445 21 Abujamin Rohan, Ensiklopedi Lintas Agama, (Jakarta: Emerald, 2009), hal. 335 22 Endang Saefuddin Anshari, Wawasan islam: Pokok – Pokok Pikiran Tentang Paradigma dan Sistem islam, (Jakarta: Gema Insani Press, 2004), hal. 40
31
2.
Rukun-Rukun Agama Islam a.
Rukun Islam Rukun Islam ada lima dan itu merupakan pilar-pilarnya. Rasulullah menjelaskan rukun Islam di dalam salah satu hadits yang artinya, “Islam itu dibangun atas lima perkara: bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan bahwasanya Muhammad itu utusan Allah, menegakkan shalat, membayar zakat, puasa Ramadhan, dan berhaji ke Baitullah”23. 1).
Dua Kalimat Syahadat Rukun pertama dari kelima rukun islam ialah dua kalimat syahadat. Untuk sahnya Islam, tidak bisa tidak, seseorang harus mengucapkannya secara urut dan disertai dengan memahami maknanya24. Lafadz atau kalimat syahadat diucapkan dengan bahasa Arab bagi setiap orang yang mau menganut agama Islam. Lafadz syahadat memiliki arti, “aku bersaksi tiada tuhan selain Allah dan aku bersaksi Muhammad utusan Allah”.
2).
Shalat Rukun kedua dari kelima rukun Islam adalah mendirikan shalat, pengertian mendirikan shalat adalah melaksanakannya secara kontinu sesuai dengan waktu-waktunya yang telah ditetapkan dan dengan memenuhi syarat serta rukunnya25. Shalat yang diwajibkan dan harus dilaksanakan disebut dengan „shalat farhdu‟ yang terdiri dari shalat di lima waktu, yaitu: shubuh, dzuhur, ashar, maghrib, dan isya‟.
23
Habib Zain bin Ibrahim bin Sumaith, Mengenal Mudah Rukun Islam, Rukun Iman, Rukun Ihsan Secara terpadu, (Bandung: Al-Bayan, 1998), hal. 28 24 Ibid., hal. 28 25 Ibid., hal. 41
32
3).
Zakat Rukun Islam yang ketiga adalah membayar zakat kepada fakir-miskin
dan
kelompok-kelompok
lain
yang
berhak
menerimanya, Allah SWT menyebutkan (kewajiban) membayar zakat bersama-sama dengan shalat di lebih dari satu tempat di dalam kitab suci-Nya, zakat ada dua macam: zakat mal (zakat harta) dan zakat badan (fitrah), yang pertama diwajibkan atas harta tertentu, yaitu, emas dan perak, unta, sapi, kambing, hasil pertanian tanaman yang dapat dijadikan makanan pokok, kurma, zabib (kismis), dan laba perdagangan26.
4).
Puasa Rukun Islam yang keempat adalah puasa di bulan Ramadhan, bulan yang paling mulia, puasa diwajibkan oleh Allah SWT kepada orang yang sanggup melaksanakannya dan disunnahkan pada malam-malamnya melaksanakan qiyamul lail27. Puasa adalah menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa (makan, minum, dll) dari terbit fajar hingga terbenamnya matahari disertai dengan niat.
5).
Haji Rukun Islam yang kelima adalah haji ke Baitullah AlHaram, haji merupakan kewajiban yang ditetapkan atas setiap muslim, mukalaf, merdeka, dan sanggup menunaikannya, satu kali sepanjang umur28. Haji
diwajibkan
bagi
mereka
yang
sanggup
menunaikannya, hal ini dikarenakan ibadah haji merupakan
26 27 28
Ibid., hal. 95 Ibid., hal. 99 Ibid., hal. 103
33
kegiatan yang memerlukan biaya yang tidak sedikit dan juga ketahanan fisik yang baik.
b.
Rukun Iman Iman ialah membenarkan secara sungguh-sungguh segala sesuatu yang diketahui sebagai berita yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW, dari sisi Allah SWT juga dikatakan sebagai attashdiq bil-qalbi (membenarkan dengan hati), al-iqrar bil-lisan (pengakuan dengan ucapan), dan al-amal bil-arkan (mengamalkan dengan anggota tubuh)29. 1).
Iman Kepada Allah Yang dimaksud dengan iman kepada Allah ialah membenarkan adanya Allah SWT dengan cara meyakini dan mengetahui bahwa Allah SWT wajib ada-Nya karena Zat-Nya sendiri (Wajib Al-Wujud li Dzatihi), Tunggal dan Esa, Raja Yang Mahakuasa, Yang Hidup dan Berdiri Sendiri, Yang Qadim dan Azali untuk selamanya30.
2).
Iman Kepada Malaikat Yang dimaksud dengan iman kepada para malaikat ialah meyakini bahwa para malaikat adalah hamba-hamba Allah yang dimuliakan, malaikat adalah makhluk halus yang bersifat cahaya, yang dapat menampakkan diri dengan berbagai bentuk yang berbeda-beda, tetapi tidak bisa diberi sifat laki-laki atau perempuan31. Malaikat mempunyai jumlah yang hanya diketahi oleh Allah SWT sebagai penciptanya, namun ada sepuluh malaikat yang wajib diketahui secara rinci oleh pemeluk agama Islam,
29 30 31
Ibid., hal. 113 Ibid., hal. 113 Ibid., hal. 114
34
yaitu: Jibril, Mikail, Israfil, „Izrail, Munkar, Nakir, Raqib, „Atid, Ridwan, dan Malik.
3).
Iman Kepada Kitab-Kitab Yang dimaksud iman kepada kitab-kitab Allah ialah meyakini bahwa kitab-kitab tersebut datang dari sisi Allah, yang diturunkan kepada sebagian Rasul-Nya, dan bahwasanya kitabkitab itu merupakan firman Allah yang qadim, dan segala yang termuat di dalam merupakan kebenaran32. Ada empat kitab yang harus diketahui secara rinci oleh pemeluk agama Islam, yaitu: Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa, Injil yang diturunkan kepada Nabi Isa, Zabur yang diturunkan kepada Nabi Daud, dan Al-Qur‟an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad.
4).
Iman Kepada Para Rasul Yang dimaksud dengan iman kepada para rasul-rasul Allah ialah meyakini bahwa Allah SWT mengutus rasul-rasul kepada manusia untuk memberi petunjuk kepada mereka dan menyempurnakan kehidupan mereka di dunia dan di akhirat33. Ada dua puluh lima nabi yang harus diketahui secara rinci oleh pemeluk agama islam, yaitu: Adam, Idris, Nuh, Hud, Shaleh, Ibrahim, Luth, Isma‟il, Ishaq, Ya‟qub, Yusuf, Ayyub, Syu‟aib, Musa, Harun, Daud, Sulaiman, Yunus, Zakaria, Yahya, Isa, Ilyas, Alyasa‟, Dzulkifli, dan Muhammad.
5).
Iman Kepada Hari Akhir Hari akhir ialah hari kiamat, termasuk kebangkitan (alba‟ts), yaitu keluarnya manusia dari kubur mereka dalam
32 33
Ibid., hal. 115 Ibid., hal. 116
35
keadaan hidup, sesudah jasad mereka dikembalikan dengan seluruh bagiannya seperti yang dahulu ada di dunia34.
6).
Iman Kepada Takdir Yang dimaksud dengan iman kepada takdir ialah meyakini bahwa Allah SWT telah menentukan kebaikan dan keburukan sejak azali, sebelum manusia diciptakan35.
c.
Rukun Ihsan Rukun agama yang ketiga adalah ihsan, yakni melaksanakan ibadah dalam bentuknya yang diperintahkan Allah, antara lain khusyuk, runduk, ikhlas, dan menghadirkan kalbu, yang juga tercakup di dalam ihsan adalah menghadirkan keagungan dan kebesaran Allah SWT, merasa dilihat oleh Allah, baik ketika diam maupun bergerak, seperti yang diisyaratkan oleh hadits terdahulu, sabda Nabi SAW, yang artinya, “Hendaknya engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, dan jika engkau tidak melihat-Nya, maka Dia pasti melihatmu”36.
Rukun-rukun yang telah dijelaskan tadi merupakan landasan dari agama Islam secara umum, namun dari ketiga rukun tadi masih dijabarkan secara luas dan detail, penjabaran rukun-rukun agama Islam berisi segala aturan yang digunakan sebagai petunjuk bagi seluruh pemeluk agama Islam di dalam berhubungan antara manusia dengan tuhan, sesama manusia, dan manusia dengan lingkungan, seperti: pernikahan, bersuci, warisan, jual-beli, menjaga lingkungan, dan lain sebagainya.
34 35 36
Ibid., hal. 117 Ibid., hal. 119 Ibid., hal. 121
36
D.
Penelitian yang Relevan 1.
Skripsi Raden Dimas Anugrah Dwi Satria, “Komunikasi Antarbudaya Masyarakat Adat Baduy Luar Dengan Masyarakat Luar Adat Baduy di Banten”, 2012. a.
Pola komunikasi yang terjadi antara masyarakat Baduy Dalam dan Luar sangatlah baik dan teratur karena mereka betul-betul menaati peraturan adat yang telah dibuat orang para leluhur mereka. Hubungan komunikasi yang terjalin antara masyarakat Baduy secara keseluruhan dengan masyarakat luar baduy yang berada di sekitar perkampungan Baduy terjalin baik, dan juga dengan para wisatawan yang berkunjung ke Baduy juga terjalin baik, karena di antara mereka terjadinya interaksi komunikasi yang cukup aktif. Komunikasi yang terjalin dengan pemerintah daerah pun terjalin dengan sangat baik. Pola komunikasi yang digunakan
masih
bersifat
konvensional.
Model-model
komunikasi kontemporer yang mengadopsi bentuk-bentuk pemberdayaan sosial (social empowerment) dengan berbagai variannya belum banyak dikembangkan. Faktor keterbatasan sumber daya di bidang ilmu teknologi, ilmu komunikasi dan pendidikan
lainnya
serta
minimnya
dukungan
bagi
perkembangan komunikasi menjadi salah satu faktor demi terjaganya peraturan adat istiadat leluhur. Meskipun demikian patut diakui kontribusi komunikasi yang telah berlangsung dalam menginisiasi perubahan sosial masyarakat Baduy dalam berbagai bidang, khususnya bidang sosial, budaya, ekonomi, pendididikan dan hubungan komunikasi. Dan pada akhirnya komunikasi antarbudaya ini antara masyarakat Baduy dengan masyarakat luar Baduy ini memberikan perubahan untuk mereka yang melakukan komunikasi ini. 2.
Dalam acara ritual adat kegamaan masyarakat Baduy pola komunikasi mereka lebih berinteraksi dengan alam, karena
37
mereka beranggapan bahwa alam semesta dihuni oleh para leluhur adat mereka dan Sang Pencipta (Gusti Allah). Jadi komunikasi
peribadahan
mereka
hanyalah
kepercayaan
kepercayaan nenek moyang mereka. Jadi mereka dalam acara ritual tidak terlalu adanya perbuahan. Karena memang komunikasi ritual ini mereka lakukan sudah dari turun temurun jadi walaupun adanya komunikasi antar mereka tidak menjadi sebuah acuan untuk masyarakat melakukan perubahan peraturan adat Baduy itu sendiri.
2.
Jurnal Raden Cecep Eka Permana, Isman Pratama Nasution, dan Jajang Gunawijaya, “Kearifan Lokal Tentang Mitigasi Bencana Pada Masyarakat Baduy”, 2011. Hampir setiap masyarakat memiliki kearifan lokal yang khas sebagai strategi adaptasi terhadap lingkungan. Dengan kearifan tersebut suatu masyarakat dapat bertahan dan berhasil menjalani kehidupannya dengan baik. Strategi untuk keberhasilan dalam kehidupan suatu masyarakat itu tidak terlepas dari kepercayaan dan adatistiadat yang diajarkan dan dipraktikkan secara turuntemurun dari generasi ke generasi. Pada masyarakat Baduy yang hingga saat ini hidup dan menjalani kehidupannya secara bersahaja, tetap memegang kuat kepercayaan dan adat-istiadatnya dengan penuh kearifan. Salah satu kearifan lokal masyarakat Baduy itu adalah berkaitan dengan pencegahan terjadinya bencana (mitigasi bencana). Masyarakat Baduy melalui kearifan lokalnya terbukti mampu melakukan pencegahan (mitigasi) bencana, baik dalam tradisi perladangannya, bangunanbangunan tradisionalnya, maupun dalam kaitannya dengan hutan dan air.
3.
Skripsi Diki Sanjaya, “Pandangan Masyarakat Baduy Tentang Lingkungan Hidup”, 2010.
38
Kearifan yang dimiliki oleh orang Kanekes baik kearifan lingkungan, kearifan sosial, maupun kemasyarakatan. Salah satu ajaran yang berbunyi, “Buyut teu menang dirobah, lonjor teu menang dipotong, pondok teu menang disambung” artinya masyarakat Kanekes senantiasa dituntut untuk setia kepada ketetapan yang telah diajarkan kepada karuhun dan tidak semena-mena memperlakukan lingkungannya dengan merubah-rubah yang telah ada. Panjang tak boleh dipotong, pendek tak boleh disambung, mengartikan bahwa apa yang telah diberikan dan digariskan oleh Nu Ngersakeun itu harus diterima dengan lapang dada sesuai dengan takdirnya. Masyarakat Kanekes dilarang untuk mengubah sesuatu pun yang telah dianugerahkan oleh Nu Ngersakeun, sehingga perubahan yang terjadi senantiasa berjalan dengan alami. Hal demikianlah yang membuat mereka menolak benda-benda yang didatangkan dari peradaban di luar mereka, seperti penggunaan barang-barang plastik sebagai alat rumah tangga, pemakaian detergen untuk mencuci peralatan rumah tangga, karena hal tersebut akan mengotori dan mencemarkan sungai dan tanah mereka, padahal banyak terdapat mata air disana yang kualitas dan kuantitasnya harus senantiasa terjaga, karena walau bagaimanapun kahidupan mereka senantiasa bergantung pada unsur-unsur alami tersebut. Dalam pertanian kearifan yang mereka lakukan di antaranya adalah penggunaan pupuk kimia (anorganik), pemakaian cangkul, yang diyakini mengurangi kesuburan tanah, merubah jalan air, penggarapan huma (narawas, nyacar, nukuh, dan ngaduruk) misalnya dengan tidak menebang dan membakar pohon keras (hanya rumput, ilalang, dan perdu) dan sebagainya. Sikap tersebut membuat mereka terhindar dari eksploitasi terhadap alam, sehingga tanah Kanekes akan selalu terjaga kelestariannya.
39
4.
Skripsi Didik Hariyanto, “Implementasi Kepercayaan Sunda Wiwitan Sebagai Falsafah Dalam Kehidupan Masyarakat Cigugur”, 2013. Cigugur merupakan sebuah kelurahan di Kuningan, Jawa Barat. Di dalam kehidupan masyarakat Cigugur terdapat aliran kepercayaan Sunda Wiwitan. Sunda Wiwitan merupakan suatu aliran kepercayaan masyarakat sunda yang masih mengukuhi, mempercayai, dan mengamalkan keyakinan ajaran spiritual kesundaan. Keunikan dalam masyarakat Cigugur adalah dengan sangat dekatnya perbedaan keyakinan tersebut, tetapi masyarakat Cigugur dapat hidup rukun berdampingan. Sebagai contohnya dalam aktifitas, jika ada warga yang ingin membangun rumah atau merenovasi rumah, masyarakat Cigugur saling bergotong royong dan bekerja sama dalam membantu pembangunan rumah tersebut dengan mengesampingkan perbedaan agama. Selain itu dalam aspek keagamaan masyarakat Cigugur saling menghormati antar pemeluk agama, sebagai contoh jika masyarakat pemeluk kepercayaan Sunda Wiwitan merayakan hari besar keagamaan, dalam ini adalah Seren taun. Maka masyarakat Cigugur yang memiliki kepercayaan selain Sunda Wiwitan akan turut serta membantu dan mensukseskan acara tersebut. Hal tersebut merupakan bentuk kerukunan antar umat beragama yang diwujudkan oleh masyarakat Cigugur. Kerukunan tersebut terjadi karena masyarakat Cigugur percaya Sunda Wiwitan merupakan adat atau kepercayaan dari leluhur, sehingga masyarakat Cigugur menghormati kepercayaan Sunda Wiwitan, dari menghormati tersebut kemudian terciptalah interaksi yang positif di dalam masyarakat Cigugur. Selain merupakan faktor yang paling berpengaruh dalam menciptakan
kerukunan,
Sunda
Wiwitan
berkontribusi
dalam
memberikan pandangan bagi masyarakat Cigugur dalam memaknai pendidikan. Masyarakat Cigugur percaya adanya pendidikan sebelum dan pasca lahir dimana pandangan tersebut berasal dari budaya Sunda
40
Wiwitan. Pendidikan sebelum lahir dalam masyarakat Cigugur dimulai jauh sebelum calon anak itu lahir, pendidikan sebelum lahir menuntut seorang bapak dan ibu dalam menjaga perilaku di kehidupan sehari-hari karena perilaku calon bapak dan ibu tersebut dapat mempengaruhi perilaku dan keadaan anaknya kelak. Jadi, Sunda Wiwitan merupakan faktor yang paling berpengaruh dalam menciptakan kerukunan dan berkontribusi dalam memberikan pandangan mengenai pendidikan sebelum lahir pada masyarakat Cigugur, sehingga Sunda Wiwitan menjadi sebuah falsafah yang dijalankan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari baik secara langsung maupun secara tidak langsung.
E.
Kerangka Berpikir Sebagai salah satu unsur kebudayaan universal, sistem religi pasti ada pada setiap kebudayaan di dunia. Tidak ada kelompok masyarakat dimanapun yang tidak memiliki sistem religi. Walaupun secara teknis setiap sistem religi yang ada memiliki perbedaan, tetapi dari setiap sistem religi yang dianut oleh kelompok-kelompok masyarakat itu bisa ditarik persamaan ke dalam garis-garis besarnya, yaitu emosi keagamaan, sistem kepercayaan, sistem upacara keagamaan, dan kelompok keagamaan. Setiap sistem religi pasti memiliki keempat unsur religi tersebut. Secara umum, sistem religi terbentuk untuk memberi pedoman serta aturan hidup bagi manusia dengan doktrin-doktrin rohaninya. Seperti halnya kelompok masyarakat yang ada di dunia, masyarakat Suku Baduy sebagai salam satunya juga memiliki sistem religi yang dianut. Mereka meyakini sistem religinya dengan nama Sunda Wiwitan, yang merupakan warisan turun temurun dari nenek moyang mereka. Sunda Wiwitan adalah salah satu dari ratusan agama minoritas yang tumbuh dan berkembang bersama dengan agama-agama besar di dunia, antara lain Kristen, Islam, Hindu, dan Buddha. Seiring berjalannya waktu dan berkembangnya zaman sistem-sistem religi tersebut saling berinterksi dan
41
ada beberapa dari sistem-sistem religi tadi berakulturasi dan atau berasimilasi antara satu sama lain. Fenomena ini terjadi juga pada Sunda Wiwitan, yang di dalam ajarannya terdapat beberapa kesamaan dengan Islam. Ada beberapa teori yang memang menjelaskan sejarah munculnya masyarakat Suku baduy dan Sunda Wiwitan juga menyinggung soal Islam di dalam teorinya tersebut. Sedangkan dari berbagai literatur tentang Sunda Wiwitan banyak yang menjelaskan adanya persamaan antara kedua sistem religi tersebut, yaitu Sunda Wiwitan dan Islam.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A.
Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian akan dilakukan di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwi Damar, Kabupaten Lebak, Banten. Waktu kegiatan penelitian akan dilakukan selama enam hari dalam dua bulan, yaitu pada bulan Mei dan Juli 2014 dengan waktu kunjungan selama tiga hari sebanyak dua kali kunjungan.
B.
Latar Penelitian Desa Kanekes terletak tepat di kaki Pegunungan Kendeng, berjarak sekitar 40 km dari kota Rangkasbitung, dan berjarak sekitar 172 km sebelah barat dari Provinsi DKI Jakarta. Secara administratif Desa Kanekes berada di bawah Kecamatan Leuwi Damar dan Kabupaten Lebak yang berada di Provinsi Banten. Masyarakat di Desa Kanekes sangat dikenal dengan masyarakat yang mampu menjaga dan melestarikan kearifan lokal yang diwarisi turun temurun dari nenek moyang mereka. Dikenal dengan nama Suku Baduy, mereka menjadi salah satu contoh bagi masyarakat seluruh Indonesia di dalam hal menjaga kelangsungan tradisi warisan nenek moyang. Salah satu tradisi warisan yang masih dijaga dan diamalkan sampai saat ini adalah ajaran-ajaran di dalam kepercayaan Sunda Wiwitan, sebuah kepercayaan Suku Baduy yang termasuk ke dalam Animisme (aliran kepercayaan dan penyembahan terhadap roh-roh nenek moyang). Sunda Wiwitan merupakan kepercayaan yang terbentuk dari hasil Akulturasi antara Kepercayaan Animisme dengan agama Hindu dan Islam pada masa lalu. Aspek yang diteliti adalah konsep-konsep ajaran agama Islam dari segi sistem kepercayaan dan ritual keagamaan yang ada di dalam Kepercayaan Sunda Wiwitan.
42
43
Untuk melengkapi data hasil penelitian dan untuk mendukung kevalidan data hasil penelitian, tokoh-tokoh yang diteliti adalah kepala desa di Desa Kanekes, tokoh adat Baduy Dalam, masyarakat Baduy Dalam, dan Masyarakat Baduy Luar.
C.
Metode Penelitian Di dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif. Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrument kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi1. Jenis penelitian yang digunakan kali ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian
deskriptif
adalah
penelitian
yang
terbatas
pada
usaha
mengungkapkan suatu masalah atau keadaan atau peristiwa sebagaimana adanya sehingga bersifat sekedar untuk mengungkapkan fakta (fact finding), hasil penelitian ditekankan pada memberikan gambaran secara obyektif tentang keadaan sebenarnya dari obyek yang diselidiki2.
D.
Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data
1.
Pengumpulan Data Di dalam penelitian kualitatif, pengumpulan data dilakukan pada natural setting (kondisi yang alamiah), sumber data primer, dan teknik pengumulan data lebih banyak pada observasi berperan serta (participant observation), wawancara mendalam (in depth interview), dan dokumentasi3. Teknik pengumpulan data yang digunakan di dalam penelitian ini adalah:
1
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: CV. Alfabeta, 2012), hal. 1 H. Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1991), hal. 31 3 Sugiyono, loc. cit., hal. 63 2
44
a.
Observasi Teknik observasi merupakan salah satu dari beberapa teknik yang biasa digunakan di dalam penelitian kualitatif. Observasi adalah metode atau cara-cara menganalisis dan mengadakan pencatatan secara sistematis mengenai tingkah laku dengan melihat atau mengamati individu atau kelompok secara langsung (Ngalim Purwanto, 1985), metode ini digunakan untuk melihat dan mengamati secara langsung keadaan di lapangan agar peneliti memperoleh gambaran yang lebih luas tentang permasalahan yang diteliti 4. Di dalam penelitian ini tipe observasi yang digunakan adalah tipe observasi partisipatif dalam hal ini adalah partisipatif moderat (terdapat keseimbangan antara peneliti menjadi orang dalam dengan orang luar) dan observasi terus terang dan tersamar (peneliti terus terang kepada sumber data bahwa sedang melakukan kegiatan penelitian, tetapi dalam suatu waktu juga tidak terus terang atau tersamar apabila ada data-data yang diteliti merupakan data rahasia)5.
b.
Wawancara Wawancara juga merupakan salah satu teknik di dalam penelitian kualitatif yang digunakan pada penelitian ini. Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) sebagai pengaju / pemberi pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewee) sebagai pemberi jawaban atas pertanyaan itu6. Di dalam penelitian ini tipe wawancara yang digunakan adalah tipe wawancara semiterstruktur (semistructure interview), yaitu jenis wawancara yang termasuk dalam kategori in-dept interview, dimana dalam pelaksanaannya lebih bebas bila dibandingkan dengan wawancara terstruktur, tujuan dari wawancara jenis ini adalah untuk
4 5 6
Basrowi dan Suwandi, Memahami Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), hal. 93 Sugiyono, op. cit., hal. 65-66 Basrowi dan Suwandi, , loc. cit., hal. 127
45
menemukan permasalahan secara lebih terbuka, dimana pihak yang diajak wawancara diminta pendapat, dan ide-idenya7. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada informan sebagai sumber informasi untuk kebutuhan penelitian dibuat dengan dasar teori empat unsur dasar religi dari Emile Durkheim, yang berguna untuk mendapatkan gambaran sejelas-jelasnya tentang kepercayaan Sunda Wiwitan, dan juga berdasar pada isu tentang pernah adanya interaksi antara agama Islam dengan kepercayaan Sunda Wiwitan pada masa silam.
c.
Dokumentasi Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu, dokumen
bisa
berbentuk
tulisan,
gambar,
atau
karya-karya
8
monumental dari seseorang . Maka dokumentasi merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan mencari dokumen-dokumen pendukung yang berguna untuk memperkuat kredibilitas data dari teknik observasi dan teknik wawancara.
2.
Pengolahan Data Pengolahan data dilakukan di dalam tiga tahap utama, model pengolahan ini disebut juga sebagai model interaktif yang dikenalkan oleh Huberman dan Miles, yaitu: a.
Reduksi Data Reduksi data dapat diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan.
7 8
Sugiyono, op. cit., hal. 73 Sugiyono, op. cit., hal. 82
46
Maka di dalam tahap ini data-data yang telah diperoleh akan dipilih, dikategorikan, serta disedarhanakan agar tersusun menjadi data-data yang tersusun rapi9.
b.
Penyajian Data Penyajian data dimaknai sebagai sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan10. Maka setelah data-data telah tersusun rapi akan dilanjutkan pada penyajian data-data ke dalam bentuk kalimat-kalimat naratif.
c.
Penarikan Kesimpulan / Verifikasi Penarikan kesimpulan / verifikasi dimaknai sebagai penarikan arti data yang telah ditampilkan. Penarikan kesimpulan didasarkan pada hasil dari data-data yang telah disajikan ke dalam bentuk kalimat-kalimat naratif dan kemudian menarik benang merah yang ada di dalam kalimat-kalimat tersebut11.
E.
Pemeriksaan atau Pengecekan Keabsahan Data Di dalam pemeriksaan atau pengecekan keabsahan data dapat dilakukan dengan empat jenis pengujian, yaitu: -
Credibility (validitas internal)
-
Transferability (validitas eksternal)
-
Dependability (reliabilitas)
-
Confirmability (obyektifitas) Namun, di dalam penelitian ini hanya akan dilakukan dengan salah
satu jenis pengujian sebagai langkah pemeriksaan atau pengecekan keabsahan data12. 9 10 11 12
Muhammad Idrus, Metode Penelitian Ilmu Sosial, (Jakarta: Erlangga, 2009), hal. 150 Ibid., hal. 151 Ibid., hal. 151 Sugiyono, op. cit., hal. 120-121
47
Credibility (validitas internal) Di dalam melakukan uji kredibilitas data penelitian ini dilakukan beberapa tahap, yaitu: perpanjangan pengamatan, peningkatan ketekunan di dalam penelitian, triangulasi, diskusi dengan teman sejawat, analisis kasus negatif, dan member check. a.
Perpanjangan Pengamatan Perpanjangan pengamatan adalah peneliti kembali ke lapangan melakukan pengamatan ulang, dan melakukan wawancara ulang dengan sumber data yang sudah pernah ditemui maupun yang baru dengan harapan hubungan antara peneliti dan sumber data menjadi akrab dan akhirnya tidak ada informasi yang disembunyikan.
b.
Peningkatan Ketekunan Peningkatan
ketekunan
dilakukan
dengan
harapan
akan
terbentuk kepastian data dan urutan peristiwa akan dapat direkan secara pasti dan sistematis.
c.
Triangulasi Triangulasi di dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber, dengan berbagai cara, dan berbagai waktu. Di dalam penelitian ini akan digunakan minimal dua triangulasi, yaitu triangulasi sumber dan triangulasi teknik.
d.
Diskusi dengan Teman Sejawat Diskusi dilakukan sebagai bentuk dari proses tukar pikiran dengan teman sejawat yang diharapkan dapat mengoreksi dan menambahkan segala kekurangan dari data yang telah diperoleh.
e.
Analisis Kasus Negatif
48
Analisis kasus negatif berarti peneliti mencari data yang berbeda atau bahkan bertentangan dengan data yang telah ditemukan. Bila tidak ada lagi data yang berbeda atau bertentangan dengan temuan, berarti data yang ditemukan sudah dapat dipercaya.
f.
Member Check Proses member check adalah proses dimana data-data yang telah diperoleh dari sumber data kemudian dicek kembali oleh sumber data, apakah data-data yang diperoleh sudah sesuai dengan apa yang diberikan oleh sumber data.
BAB IV PEMBAHASAN A.
Kondisi Fisik dan Sosial Daerah Penelitian
1.
Letak, dan Luas Daerah Penelitian Masyarakat Suku Baduy menetap di sebuah desa dengan nama Kanekes. Desa Kanekes saat ini masuk di dalam wilayah administrasi pemerintahan Kecamatan Leuwi Damar, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Secara geografis Desa Kanekes terletak pada koordinat 06o27’27”06o30’00” LS dan 108o03’09”-106o04’55” BT1. Desa Kanekes terletak 60 Km sebelah selatan Rangkasbitung, ibukota Kabupaten Lebak dan dapat dicapai dengan mobil dan Jeep2. Letak persis dari Desa Kanekes ada pada bagian utara kawasan Pegunungan Kendeng, dengan ketinggian 400-600 m dpl (di atas permukaan laut), topografi wilayah ini berbukit-bukit dengan ciri tanah vulkanik yang subur bervegetasi rimbun3. Hijau membentang belasan kilometer dari kampung Kaduketug Baduy Luar di ujung utara hingga kampung Cikeusik Baduy Dalam di ujung selatan, dengan total wilayahnya seluas 5.136,58 hektare, sesuai dengan ukuran resmi yang dikeluarkan oleh BPN (Badan Pertanahan Nasional)4.
2.
Batas Wilayah Administratif Desa Kanekes sebagai wilayah masyarakat Suku Baduy memiliki batasbatas desa sebagai berikut: a.
Utara:
Desa Bojongmenteng Kecamatan Leuwi Damar Desa Cisimeut Kecamatan Leuwi Damar Desa Nyagati Kecamatan Leuwi Damar
1
http://id.wikipedia.org/wiki/Orang_Kanekes (Diakses pada tanggal 3 September 2014) Lim Teck Ghee dan Alberto G. Gomes (ed.), Suku Asli dan Pembangunan di Asia Tenggara, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1993), hal. 142 3 Erwinantu, Saba Baduy: Sebuah Perjalanan Wisata Budaya Inspiratif, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2012), hal. 14 4 Ibid., hal. 14 2
49
50
b.
Barat:
Desa Parakan Beusi Kecamatan Bojongmanik Desa Keboncau Kecamatan Bojongmanik Desa Karang Nunggal Kecamatan Bojongmanik
c.
Selatan:
Cikate Kecamatan Cijaku
d.
Timur:
Karang Combong Kecamatan Muncang Desa Cilebang Kecamatan Muncang
3.
4.
Batas Alam a.
Utara:
Sungai Ciujung
b.
Selatan:
Sungai Cidikit
c.
Barat:
Sungai Cibarani
d.
Timur:
Sungai Cisimeut
Kondisi Demografi Populasi Desa Kanekes, 1888-2009 Tahun
Jumlah Desa*
Populasi
1888
10
291
1889
26
1407
1928
35
1521**
1972
39
4575
1986
43
5000
2006
47
9741
2009
58
2948
*Termasuk desa-desa dangka **Berdasarkan sensus tahun 1930 (14,3% dari kelompok-kelompok etnis Indonesia) Tabel 4.1
Tabel di atas memberi informasi mengenai proses awal data kependudukan masyarakat Suku Baduy tercatat, yaitu mulai pada tahun 1888 hingga data kependudukan pada tahun 1986. Sedangkan data
51
kependudukan masyarakat Suku Baduy sampai dengan bulan Juni 2009 adalah 11.172 jiwa yang terdiri dari 2.948 kepala keluarga (kk) yang tersebar di 58 kampung5.
B.
Sunda Wiwitan Sunda Wiwitan adalah nama dari beberapa kepercayaan lokal yang ada di Indonesia. Sunda Wiwitan dianut di beberapa wilayah di Indonesia, diantaranya di wilayah Kelurahan Cigugur, Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat dan di wilayah Desa Kanekes, Kecamatan Leuwi Damar, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Khusus di wilayah Desa Kanekes, kelompok masyarakat yang menganut Sunda Wiwitan banyak dikenal dengan nama Suku Baduy. Namun, kesamaan nama kepercayaan yang ada pada dua kelompok masyarakat tersebut tidak diikuti dengan kesamaan ajaran yang ada di dalamnya. Nama Sunda Wiwitan diyakini oleh penganutnya di Desa Kanekes sebagai pengertian dari Sunda paling awal, pernyataan ini sama dengan apa yang diutarakan oleh Ayah Mursyid selaku salah satu tokoh masyarakat Suku Baduy, “Sunda Wiwitan adalah ajaran Sunda yang paling awal, jadi Sunda Wiwitan itu adalah kepercayaan yang paling pertama ada di dunia”, katanya6. jadi Sunda Wiwitan dipercaya oleh Suku Baduy merupakan kepercayaan yang pertama lahir dan ada di muka bumi. Bagi pemeluknya yang ada di Desa Kanekes (Suku Baduy), Sunda Wiwitan diyakini sebagai kepercayaan yang hanya diturunkan untuk masyarakat Suku Baduy, karena mereka meyakini bahwa kelompoknya adalah keturunan pertama dari manusia pertama (nabi Adam), maka dari itu Sunda Wiwitan yang merupakan kepercayaan pertama yang lahir dan ada di muka bumi hanya dianut oleh orang-orang yang pertama lahir dan ada di muka bumi juga. Berdasarkan kepercayaannya akan hal tersebut maka masyarakat Suku
5
http://gunggungsenoaji.wordpress.com/2010/08/30/masyarakat-baduy-hutan-dan-lingkungan (Diakses pada tanggal 3 September 204) 6 Wawancara dengan Ayah Mursyid (40 tahun), Wakil Jaro Tangtu Kampung Cibeo, Kamis-15Mei-2014, Rumah Ayah Mursyid
52
Baduy melarang kelompok masyarakat lain untuk bisa masuk menjadi pemeluk Sunda Wiwitan. Keyakinan ini diperkuat dengan pernyataan Ayah Narwati sebagai salah satu anggota masyarakat Suku Baduy yang tinggal di Kampung Cibeo dengan yakin menjelaskan, “Sunda Wiwitan hanya dikhususkan bagi orang Baduy”7. Kelompok masyarakat lain di luar Suku Baduy tidak bisa masuk menjadi pemeluk Sunda Wiwitan, tetapi masyarakat Suku Baduy berhak dan boleh untuk melepas kepercayaannya (Sunda Wiwitan) dengan syarat mereka yang melakukan hal tersebut juga harus meninggalkan wilayah Desa Kanekes yang merupakan tanah adat dari masyarakat Suku Baduy dan secara otomatis telah dianggap tidak lagi menjadi bagian dari masyarakat Suku Baduy. Banyak peneliti yang mengkategorikan Sunda Wiwitan sebagai kepercayaan Animisme (aliran kepercayaan dan penyembahan terhadap rohroh nenek moyang), karena begitu kuat dan kentalnya penghormatan masyarakat Suku Baduy terhadap nenek moyang yang telah hidup lebih dahulu dari mereka sekarang. Masyarakat Suku Baduy meyakini bahwa nenek moyang mereka yang telah meninggal masih ada sampai saat ini menjaga dan mengawasi keturunan-keturunannya dalam bentuk ruh. Oleh karena itu masyarakat Suku Baduy sangat menjaga perilaku sesuai dengan apa-apa saja yang telah diwariskan dari nenek moyang agar tidak membuat marah ruh-ruh mereka. Warisan yang diturunkan dari nenek moyang masyarakat Suku Baduy adalah seperangkat aturan-aturan adat yang diyakini sebagai pedoman dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Aturanaturan adat itu disampaikan dan dilestarikan secara turun-temurun melalui lisan oleh setiap anggota masyarakat Suku Baduy dan masih sangat dijaga sampai saat ini. Masyarakat Suku Baduy memberi istilah bagi seperangkat aturan-aturan adat tersebut dengan nama pikukuh8.
7
Wawancara Dengan Ayah Narwati (41 tahun), Penduduk Kampung Cibeo, Jum’at-16-Mei2014, Halaman Depan Rumah Bapak Sawardi 8 Wawancara Dengan Bapak Sawardi (30 tahun), Penduduk Kampung Cibeo, Jum’at-16-Mei2014, Rumah Bapak Sawardi
53
Berangkat dari penghormatan dan kepatuhan masyarakat Suku Baduy terhadap ruh-ruh nenek moyang ini maka Sunda Wiwitan yang merupakan kepercayaan dari kelompok masyarakat ini terlihat sebagai kepercayaan Animisme. Namun, berdasarkan ajaran-ajaran di dalam Sunda Wiwitan dijelaskan bahwa Sunda Wiwitan adalah sebuah kepercayaan yang memiliki konsep ketuhanan. Sunda Wiwitan memiliki sistem kepercayaan yang jelas, sama dengan agama-agama lain. Masyarakat Suku Baduy mengakui adanya tuhan, dan mereka menyembah-Nya. Sebagai sebuah sistem religi (agama), Sunda Wiwitan memiliki unsur-unsur yang sama dengan agama-agama lain, yaitu: emosi keagamaan, sistem kepercayaan, sistem upacara keagamaan, dan kelompok keagamaan. Jaro Pamarentah Desa Kanekes menjelaskan bahwa Sunda Wiwitan merupakan kepercayaan yang memiliki konsep ketuhanan, “Orang Baduy percaya kepada tuhan “Gusti Nu Maha Suci Allah Maha Kuasa”, orang Baduy juga percaya kepada nabi Adam yang merupakan keturunan dari Batara Patanjala yang merupakan salah satu dari Tujuh Batara keturunan Batara Tunggal atau “Gusti Nu Maha Suci Allah Maha Kuasa”, orang Baduy juga percaya kepada aturan adat atau pikukuh yang telah turun temurun diwariskan oleh nenek moyang, karena orang Baduy yakin bahwa ruh-ruh nenek moyang masih ada dan selalu mengawasi setiap perbuatan, ruh-ruh tersebut berkumpul di Sasaka Domas yang merupakan pusat dari wilayah Baduy sekaligus menjadi kiblat orang Baduy”, katanya9.
1.
Emosi Keagamaan Emosi keagamaan masyarakat Suku Baduy lahir dari penghormatan mereka terhadap nenek moyangnya yang telah meninggal dunia di masa lalu. Masyarakat Suku Baduy memang telah dikenal sebagai sebuah suku yang sangat menghormati nenek moyangnya. Bentuk kepatuhan terhadap nenek moyang mereka adalah dengan mematuhi aturan-aturan adat dan
9
Wawancara Dengan Bapak Dainah (55 tahun), Jaro Pamarentah Desa Kanekes, Jum’at-16Mei-2014, Halaman Depan Rumah Bapak Dainah
54
nasehat-nasehat dari nenek moyang yang disebarkan melalui cerita-cerita dari mulut ke mulut secara turun temurun hingga saat ini. Mereka meyakini bahwa ruh-ruh nenek moyang yang telah meninggal dunia masih ada di dunia dan selalu mengawasi setiap aktivitas yang dilakukan masyarakat Suku Baduy setiap saat dan setiap waktu. Ketaatan masyarakat Suku Baduy adalah sesuatu yang lahir dari kesadaran dan bukan merupakan sesuatu yang dipaksakan. Bagi masyarakat yang memiliki kesadaran dalam menghormati ruh-ruh nenek moyang maka akan selalu setia dan secara sukarela menjalankan setiap ajaran dari Sunda Wiwitan, namun bagi anggota masyarakat Suku Baduy yang tidak kuat menjalankan segala bentuk ajaran Sunda Wiwitan, dengan bebas bisa melepas Kepercayaan Sunda Wiwitan dan keluar dari keanggotaan sebagai masyarakat Suku Baduy. Emosi keagamaan ini telah mulai ditanam dari semenjak seorang anggota masyarakat Suku Baduy lahir. Menurut ajaran Sunda Wiwitan setiap bayi yang lahir dari masyarakat Suku Baduy maka secara otomatis menjadi bagian dari mereka, dan setiap anggota masyarakat Suku Baduy secara otomatis juga memeluk Kepercayaan Sunda Wiwitan, jadi Sunda Wiwitan adalah sebuah kepercayaan yang diperoleh melalui keturunan, tidak seperti agama-agama besar di dunia seperti Islam atau Kristen yang jika mau memeluk kepercayaannya harus melalui beberapa ritual khusus. Kesadaran akan penghormatan terhadap ruh-ruh nenek moyang telah ditanamkan sejak
dini,
sehingga diharapkan lambat
laun seiring
pertumbuhannya seorang anak akan dengan teguh memegang keyakinan Sunda Wiwitan. Bentuk kesadaran inilah yang membuat keberadaan Suku Baduy dan Sunda Wiwitan masih kuat dan terjaga sampai dengan hari ini.
2.
Sistem Kepercayaan Sunda Wiwitan adalah kepercayaan yang memiliki konsep ketuhanan. Masyarakat Suku Baduy sebagai penganutnya meyakini bahwa seluruh alam semesta beserta seluruh isinya merupakan ciptaan dari Gusti Nu Maha Suci
55
Allah Maha Kuasa atau dengan nama lainnya yaitu Batara Tunggal. Dia adalah tuhan yang diyakini dan disembah oleh seluruh penganut Sunda Wiwitan yang ada di wilayah Desa Kanekes. Menurut Masyarakat Suku Baduy, sejarah penciptaan kelompok mereka berasal dari makhluk manusia yang diciptakan oleh Gusti Nu Maha Suci Allah Maha Kuasa (Batara Tunggal) yang bernama Adam. Diyakini oleh mereka bahwa Adam diciptakan dan diturunkan di tanah Desa Kanekes, dia adalah seorang nabi yang merupakan manusia pertama yang diciptakan tuhan di bumi dan diberi gelar Adam Tunggal. Setelah nabi Adam diciptakan oleh Gusti Nu Maha Suci Allah Maha Kuasa (Batara Tunggal) dan menjalani kehidupan sebagai mahluk di bumi, nabi Adam berkembang dan melahirkan keturunannya di daerah tersebut. Masyarakat Suku Baduy percaya bahwa keturunan yang dilahirkan oleh nabi Adam tersebut adalah merupakan nenek moyang mereka yang ada di Desa Kanekes. Berdasar dari sejarah tersebut mereka meyakini bahwa Suku Baduy merupakan kelompok masyarakat pertama yang ada di bumi. Sedangkan kelompok masyarakat lain yang berada di luar wilayah Desa Kanekes dianggap sebagai saudara muda, karena mereka bukan keturunan dari nabi Adam, melainkan keturunan dari nabi Muhammad yang diciptakan oleh Gusti Nu Maha Suci Allah Maha Kuasa (Batara Tunggal) setelah penciptaan nabi Adam. Nabi Muhammad diciptakan dan hidup di luar wilayah Desa Kanekes juga berkembang dan melahirkan keturunan yang ada sampai saat ini. Karena masyarakat Suku Baduy merupakan keturunan nabi Adam, maka mereka hanya mengamalkan ajaran-ajaran yang dibawa oleh nabi Adam, mereka tidak mengamalkan ajaran-ajaran yang dibawa nabi Muhammad yang diantaranya adalah sholat lima waktu. Pemimpin agama dalam Sunda Wiwitan disebut “Puun”10. Puun terdiri dari tiga orang yang masing-masingnya tinggal di setiap kampung 10
Hasil Wawancara Dengan Masyarakat Suku Baduy, Desa Kanekes, Kecamatan Leuwi Damar, Lebak, Banten (15-16 Mei 2014)
56
yang ada di wilayah Baduy Dalam, ada Puun di Cikeusik, ada Puun di Cibeo dan ada Puun di Cikertawana, setiap Puun memiliki tugas masingmasing. Menurut kepercayaan masyarakat Suku Baduy Puun memiliki garis keturunan dengan Batara Tunggal. Batara Tunggal dipercaya memiliki keturunan yang disebut Tujuh Batara, yaitu: Batara Cikal, Batara Patanjala, Batara Wirasawa, Batara Wishnu, Batara Brahmana, Batara Hyang Niskala, dan Batara Mahadewa. Dari ketujuh Batara yang merupakan keturunan Batara Tunggal, Batara Patanjala adalah yang memiliki garis keturunan dengan Puun. Jadi Puun dipercaya sebagai manusia yang bisa menjadi penghubung antara dunia atas dengan dunia bahwa, karena itu dia menjadi pemimpin di dalam Sunda Wiwitan. Di dalam Sunda Wiwitan, juga dipercaya sebuah tempat yang dianggap sangat suci dan sangat terlarang, hanya orang-orang terpilih yang bisa masuk ke wilayah tersebut. Daerah tersebut bernama hutan larangan, tempat itu menjadi suci karena di dalamnya terdapat Sasaka Domas yang dipercaya sebagai kiblat bagi seluruh penganut Sunda Wiwitan. Lokasi Sasaka Domas berada di sebelah selatan dari lokasi tinggal masyarakat Suku Baduy. Masyarakat Suku Baduy juga meyakini bahwa di Sasaka Domas merupakan tempat berkumpulnya ruh-ruh nenek moyang yang telah lebih dahulu meninggal dunia. Keberadaan ruh nenek moyang juga merupakan sesuatu yang diyakini dan dipercaya oleh masyarakat Suku Baduy. Mereka meyakini bahwa di dalam menjalankan kehidupan sehari-hari ada hal-hal yang diperolehkan dan ada juga hal-hal yang dilarang. Segala ketentuan itu mereka dapat secara turun-temurun dari nenek moyang dan selalu dipegang teguh hingga saat ini karena adanya keyakinan bahwa ruh nenek moyang mereka masih ada di dunia dan selalu mengawasi segala bentuk perilaku di dalam kehidupan sehari-hari.
57
3.
Sistem Upacara Keagamaan Sebagai sebuah sistem religi, Sunda Wiwitan tentu juga memiliki upacara-upacara keagamaan sebagai suatu bentuk penyembahan terhadap tuhan. Menurut masyarakat Suku Baduy, secara umum ibadah di dalam ajaran Sunda Wiwitan dibagi ke dalam dua jenis. Pertama adalah ibadah umum, ibadah umum diyakini oleh masyarakat Suku Baduy adalah ibadah yang lebih mengarah kepada perilaku hidup sehari-hari sesuai dengan ajaran Sunda Wiwitan, dan yang kedua adalah ibadah khusus, ibadah khusus adalah ibadah yang untuk melakukannya hanya ada di waktu-waktu tertentu yang telah ditetapkan, yaitu: Kawalu, Ngalaksa, dan Seba. Selain ibadah umum dan ibadah khusus, ada ketentuan-ketentuan lain di dalam ajaran Sunda Wiwitan yang mengatur cara hidup dan berinteraksi antar masyarakat Suku Baduy, antara lain: tata cara menikah, tata cara khitan (sunat), tata cara mengurus jenazah, tata cara mendo’akan jenazah, tata cara mendo’akan perempuan yang sedang hamil, dan lain sebagainya.
a.
Kawalu Kawalu adalah salah satu bagian dari ibadah khusus bagi masyarakat Suku Baduy. Di dalam penanggalan adat masyarakat Suku Baduy, Kawalu dilaksanakan selama tiga bulan pada bulan Kasa, Karo, dan Katiga. Jika dikonversi ke dalam penanggalan masehi maka kegiatan Kawalu dilaksanakan pada sekitar akhir bulan Desember sampai dengan bulan Maret11. Secara kronologis Kawalu terbagi menjadi tiga, yaitu bulan Kawalu tembay (awal) di bulan Kasa, Kawalu tengah di bulan Karo, dan Kawalu tutug (besar atau penutup) di bulan katiga12. Kegiatan inti dari Kawalu adalah berpuasa pada pada bulan Kawalu (Kasa, Karo, Katiga) selama satu hari penuh tanpa sahur hingga terbenam matahari. Berpuasa hanya dilaksanakan selama satu hari pada setiap bulannya,
11 12
Erwintantu, op. cit., hal. 42 Erwintantu, op. cit., hal. 42
58
jadi total puasa yang dilaksanakan oleh masyarakat Suku Baduy adalah tiga hari. Selama Kawalu berlangsung wilayah terutama Baduy Dalam tidak diperbolehkan didatangi oleh tamu dalam jumlah besar, sedangkan untuk tamu yang datang secara perorangan masih bisa diterima apabila ada salah satu dari orang Baduy Dalam yang dikenal.
b.
Ngalaksa Ngalaksa juga menjadi salah satu bagian dari ibadah khusus bagi masyarakat Suku Baduy yang dilaksanakan pada setiap bulan Katiga di dalam penanggalan adat masyarakat Suku Baduy. Ngalaksa menjadi sebuah ibadah khusus yang juga dilaksanakan pada salah satu bulan Kawalu, yaitu bulan Katiga. Kegiatan inti dari Ngalaksa adalah pembuatan makanan yang diberi nama laksa, laksa merupakan makanan yang harus dibuat pada pelaksanaan Ngalaksa. Laksa merupakan makanan sejenis mie yang berbentuk pipih dan lebar yang terbuat dari tepung beras. Ngalaksa dilaksanakan oleh seluruh masyarakat Suku baduy dari wilayah Suku Baduy Dalam dan wilayah Suku Baduy Luar. Mereka berkumpul di Kampung Cibeo yang menjadi pusat dari pelaksanaan Ngalaksa. Ibadah khusus Ngalaksa merupakan waktu dimana seluruh masyarakat Suku Baduy berkumpul. Laksa yang telah dibuat kemudian dibagikan secara menyeluruh tanpa terkecuali meskipun ada yang masih bayi13. Pelaksanaan Ngalaksa juga dimanfaatkan sebagai kegiatan sensus bagi masyarakat Suku baduy, karena pada saat itu semua dari mereka berkumpul di satu tempat dan satu waktu. Selain membuat laksa, Ngalaksa juga dijadikan sebagai momen untuk “ngasah diri” dan tutup tahun di dalam penanggalan adat masyarakat Suku Baduy.
13
Erwinantu, op. cit., hal. 42
59
c.
Seba Ibadah khusus yang lain adalah Seba, yang dilaksanakan setelah Kawalu dan Ngalaksa. Seba adalah ibadah khusus yang dilaksanakan sebagai bentuk rasa syukur atas hasil panen yang diterima selama satu tahun. Bentuk pelaksanaan Seba adalah dengan mengunjungi pemerintah daerah untuk bersilaturahmi dan juga berkoordinasi. Di dalam Seba masyarakat Suku Baduy pergi dengan rombongan besar untuk bersilaturahmi dengan membawa berbagai macam hasil bumi yang berasal dari tanah mereka. Masyarakat Suku Baduy menganggap Seba sebagai sebuah hari raya besar yang dilakukan setelah melaksanakan dua ibadah khusus lainnya, yaitu Kawalu dan Ngalaksa. Pemerintah daerah yang menjadi tujuan dari masyarakat Suku baduy untuk bersilaturahmi adalah pemerintah Provinsi banten, kegiatan itu dimanfaatkan oleh mereka sebagai sarana untuk berkoordinasi dan melaporkan situasi serta perkembangan dari wilayah adat Suku Baduy. Suku Baduy adalah sebuah komunitas adat yang segala bentuk
kegiatannya selalu diatur dan ditentukan oleh ketentuan kepercayaannya yaitu Sunda Wiwitan. Selain ibadah umum dan ibadah khusus bagi masyarakat Suku Baduy, ada beberapa kegiatan juga yang diatur dan ditentukan berdasarkan ketentuan Sunda Wiwitan, antara lain: a.
Pernikahan Pernikahan bagi masyarakat Suku Baduy juga merupakan sesuatu yang disakralkan. Mereka sangat mematuhi ketentuan yang mengatur bahwa setiap laki-laki hanya boleh menikahi satu perempuan dan begitupun sebaliknya, dan menikah adalah sebuah momen yang hanya dilakukan satu kali seumur hidup karena mereka meyakini bahwa sebuah perceraian adalah sesuatu yang dilarang. Sistem pernikahan dilakukan dengan cara perjodohan. Seorang pemuda atau pemudi Suku Baduy tidak bisa memilih calon
60
pendamping menurut kehendaknya masing-masing, karena telah ditentukan sebelumnya oleh orang tua mereka. Sebelum melakukan pernikahan, kedua calon pengantin harus melalui tiga tahap lamaran yang biasanya memakan waktu hingga satu tahun. Lamanya proses lamaran dianggap sebagai ujian kesetiaan bagi kedua calon pengantin. Lamaran pertama adalah saat dimana kedua keluarga dari calon pengantin saling bertemu untuk melakukan musyawarah yang membicarakan tentang segala kebutuhan untuk pernikahan, contoh: tanggal pernikahan, dan lain sebagainya. Setelah lamaran pertama maka selanjutnya adalah lamaran kedua yang di dalamnya berisi acara saling tukar cincin oleh kedua calon pengantin. Sedangkan lamaran ketiga adalah saat dimana calon pengantin dari pihak laki-laki membawa seserahan berupa berbagai peralatan rumah untuk diberikan kepada calon pengantin dari pihak perempuan, dan kemudian dilanjutkan dengan pernikahan yang dipimpin langsung oleh Puun. Di dalam ajaran Sunda Wiwitan, pernikahan masyarakat Suku Baduy dilakukan dengan pembacaan “Syahadat Baduy” oleh Puun. Syahadat Baduy adalah sebuah kalimat yang dirahasiakan oleh masyarakat Suku Baduy, karena dianggap hanya boleh diucapkan pada waktu-waktu tertentu saja. Namun, banyak versi yang beredar di dunia maya mengenai teks Syahadat Baduy dengan versi yang berbeda-beda.
b.
Khitan Khitan atau sunat adalah momen yang dipercaya merupakan sebuah proses yang harus dilalui oleh setiap anak laki-laki dari masyarakat Suku Baduy. Menurut mereka Khitan adalah sesuatu yang wajib hukumnya bagi setiap anak laki-laki. Biasanya khitan dilakukan ketika seorang anak masih berumur sepuluh tahun ke bawah. Yang khas Baduy dari Khitan acara ini adalah dibangunnya tempat khusus yaitu saung papajangan atau saung pesajen di halaman
61
kampung, ukurannya sekitar 4 meter x 4 meter dengan tinggi lantai saung sekitar 1,5 meter, yang merupakan simbol dari harapan tinggi bagi anak-anak agar kelak hidupnya mulia dan sejahtera14.
c.
Mengurus Jenazah Berdasarkan ajaran Sunda Wiwitan, masyarakat Suku Baduy memiliki tiga tahapan di dalam mengurus anggota kelompoknya yang telah meninggal dunia. Tahap pertama adalah memandikan, yang kemudian dilanjutkan dengan mengkafani, dan diakhiri dengan memakamkan jenazah ke liang kubur. Ketika anggota kelompoknya ada yang meninggal dunia maka tugas pertama dari anggota kelompok yang masih hidup adalah memandikan jenazah hingga bersih, setelah dimandikan jenazah langsung dikafani dengan sehelai kain putih untuk laki-laki ataupun perempuan, setelah selesai dimandikan dan dikafani maka jenazah langsung dibawa ke liang kubur yang telah disiapkan. Tidak ada tempat khusus yang menjadi pusat pemakaman bagi masyarakat Suku Baduy, liang kubur disiapkan di lahan yang memang kebetulan sedang kosong. Hal tersebut dilakukan karena tanah yang dijadikan kuburan, di waktu yang akan datang juga akan dimanfaatkan sebagai lahan berladang bagi keturunan-keturunan berikutnya. Jenazah diletakkan dengan posisi kepala menghadap ke arah barat, dan posisi badan menghadap ke arah selatan. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa arah selatan adalah arah yang dijadikan kiblat/patokan bagi masyarakat Suku Baduy, karena di Selatan lah letak dari hutan larangan yang di dalamnya terdapat Sasaka Domas, tepat yang sangat disucikan. Setelah selesai mengurus jenazah mulai dari memandikan hingga menguburkan, maka pihak keluarga yang ditinggalkan membuat acara tahlilan yang diadakan pada hari kematian, hari ketiga
14
Erwinantu, op. cit., hal. 44
62
setelah kematian, dan hari ketujuh setelah kematian. Setelah tahlilan hari ketujuh selesai dilaksanakan, maka pihak keluarga tidak boleh lagi melakukan segala sesuatu yang berhubungan dengan almarhum, semisal mengunjungi makamnya untuk berziarah.
4.
Kelompok Keagamaan Sunda Wiwitan dianut oleh sekelompok masyarakat yang menamakan dirinya Urang Kanekes. Urang Kanekes adalah sekelompok masyarakat yang tinggal di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwi Damar, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, namun saat ini kelompok masyarakat tersebut banyak dikenal dengan nama Suku Baduy. Nama Urang Kanekes berasal dari daerah tempat dimana mereka tinggal yaitu Desa Kenekes, di desa tersebut sebagian besar wilayahnya dihuni oleh Urang Kanekes, dan desa tersebut juga merupakan tanah adat mereka. Sedangkan nama Baduy bersumber dari adanya Sungai Baduy dan Gunung Baduy yang ada di bagian utara dari wilayah tersebut. Di dalam struktur masyarakatnya, Suku Baduy membagi kelompok besarnya ke dalam dua kelompok kecil, yaitu Baduy Dalam dan Baduy Luar. Orang Baduy Dalam terbagi di 3 kampung di dalam Desa Kanekes, yaitu Kampung Cibeo, Kampung Cikeusik, dan Kampung Cikertawana, selain dari ketiga kampung tersebut yang ada di Desa Kanekes merupakan bagian dari Orang Baduy Luar. Berdasarkan pendapat masyarakat Suku Baduy, pembagian menjadi dua kelompok tersebut memang sudah ada sejak awal diciptakannya Suku Baduy. Pembagian tersebut bertujuan sebagai peredam (buffer zone) arus perkembangan zaman
untuk masuk ke wilayah Baduy Dalam yang
merupakan tugas dari wilayah Baduy Luar. Pembagian dua kelompok tersebut menjadikan adanya ciri yang berbeda untuk menggambarkan setiap kelompoknya, ada perbedaan yang bisa diamati dan dibedakan antara mana yang merupakan bagian dari
63
masyarakat yang tinggal di Baduy Dalam dan mana yang merupakan bagian dari masyarakat yang tinggal di Baduy Luar.
a.
Orang Baduy Dalam Orang Baduy Dalam adalah bagian dari masyarakat Suku Baduy yang tingga di Kampung Cibeo, Kampung Cikeusik, dan Kampung Cikertawana yang merupakan wilayah dari Baduy Dalam. Orangorang yang ada di Baduy Dalam merupakan pemeran inti di dalam ajaran Sunda Wiwitan, mereka percaya bahwa orang-orang Baduy Dalam adalah pemegang tugas penting tersebut. Hal itu menyebabkan siapa saja yang tinggal di wilayah Baduy Dalam diwajibkan untuk menjalankan semua ajaran Sunda Wiwitan tanpa ada keringanan ataupun pengecualian. Di wilayah Baduy Dalam adalah tempat dimana setiap upacara kegamaan dilakukan. Ketika upacara keagamaan dilakukan maka seluruh masyarakat Suku Baduy berkumpul di tiga Kampung Baduy Dalam tersebut. Tetapi bagi mereka yang tidak kuat dengan ketatnya aturan-aturan yang ada di wilayah Baduy Dalam diperbolehkan untuk keluar dari Baduy Dalam dan tinggal di wilayah Baduy Luar serta menjadi Orang Baduy Luar, atau bahkan untuk keluar dari kesukuan Baduy. Dari segi pakaian, Orang Baduy Dalam bisa dicirikan dengan ikat kepala putih, baju lengan panjang berwarna putih atau hitam, dan kain sarung pendek berwarna hitam dengan ikat pinggang dari bahan kain. Karena dua warna tersebut memiliki arti tersendiri bagi masyarakat Suku Baduy. Warna putih dan hitam dinilai sebagai dua warna keseimbangan, dimana ada putih maka sudah tentu ada pula hitam.
b.
Orang Baduy Luar Orang Baduy Luar adalah bagian dari masyarakat Suku baduy yang tinggal di luar wilayah Baduy Dalam (Kampung Cibeo,
64
Kampung Cikeusik, dan kampung Cikertawana), semua kampung yang ada di Desa Kanekes kecuali ketiga kampung tadi merupakan bagian dari wilayah Baduy Luar. Menurut masyarakat Suku Baduy, adanya wilayah Baduy Luar memiliki beberapa fungsi yang berpengaruh terhadap wilayah Baduy Dalam. Setidaknya ada tiga fungsi dari wilayah Baduy Luar menurut masyarakat Suku Baduy, yang pertama adalah sebagai jalan penghubung bagi komunikasi masyarakat Suku Baduy dengan masyarakat di luar Suku Baduy, jadi Orang Baduy Luar memiliki tugas sebagai penghubung antara Orang Baduy Dalam dengan dunia luar, baik itu masalah politik, sosial, ekonomi, dan budaya. Kedua adalah sebagai wilayah peredam (buffer zone) dari arus perkembangan zaman yang setiap saat membayangi mereka, jadi berdasarkan aturan Suku Baduy, wilayah Baduy Luar adalah wilayah yang diberi toleransi bagi arus perkembangan zaman. Di wilayah Baduy Luar setiap pendatang yang bertamu atau berkunjung masih diberi toleransi untuk menggunakan berbagai peralatan dan perlengkapan berteknologi dan berbahan kimia, tetapi setelah memasuki wilayah Baduy Dalam semua pengunjung mau tidak mau harus mengikuti aturan main masyarakat Suku Baduy. Hal itulah yang menyebabkan banyak dari Orang Baduy Luar terbawa dengan gaya pengunjung yang berasal dari luar dengan segala peralatan dan perlengkapan “modern”-nya, berdasar dari alasan tersebut maka Orang Baduy Luar diberikan hak kelonggaran dalam menjalankan aturan yang ada. Ketiga adalah sebagai rumah tahanan bagi Orang Baduy Dalam yang melanggar aturan, jadi setiap kampung yang ada di wilayah Baduy Dalam memiliki rumah tahanan masing-masing yang berada di beberapa kampung di wilayah Baduy Luar, setiap Orang Baduy Dalam yang melanggar akan dikurung dan diasingkan di dalam sebuah tahanan berbentuk rumah selama 40 hari dan dilarang untuk keluar, setelah masa hukuman selesai pelaku akan diberi pilihan untuk kembali ke Baduy Dalam atau menjadi Orang Baduy Luar.
65
Dari segi pakaian, Orang Baduy Luar bisa dicirikan dengan ikat kepala biru corak batik khusus Orang Baduy Luar, baju lengan panjang berwarna hitam, dan celana pendek berwarna hitam. Bahkan karena telah tersentuh perkembangan zaman banyak dari anak-anak muda Baduy Luar telah menggunakan pakaian layaknya anak-anak muda yang ada di luar Suku Baduy, dengan kaos-kaos bergambar, celana jeans, dan rambut dengan gaya anak muda zaman sekarang sehingga tidak bisa dibedakan.
BAB V PENUTUP A.
Kesimpulan Berdasarkan dari hasil penelitian tentang konsep ajaran agama Islam di dalam kepercayaan Sunda Wiwitan masyarakat Desa Kanekes yang bertempat di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwi Damar, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa ternyata terdapat beberapa kesamaan yang ditemukan antara konsep ajaran agama Islam dengan konsep ajaran kepercayaan Sunda Wiwitan. Dari sistem kepercayaan Sunda Wiwitan diketahui bahwa Gusti Nu Maha Suci Allah Maha Kuasa atau dengan nama lain Batara Tunggal yang diyakini oleh masyarakat Suku Baduy sebagai tuhan adalah sama dengan tuhan yang diyakini oleh Islam yaitu Allah SWT. Di dalam sistem kepercayaan Sunda Wiwitan, masyarakat Suku Baduy merupakan keturunan dari manusia yang pertama yang diciptakan di bumi yaitu Adam, yang hidup dan melahirkan keturunannya di Desa Kanekes. Sedangkan manusiamanusia di luar Desa Kanekes diyakini sebagai keturunan dari manusia yang diciptakan setelah Adam yaitu Muhammad. Di dalam sistem kepercayaan Islam, nama-nama tersebut merupakan dua dari dua puluh lima orang yang dianggap sebagai utusan Allah SWT atau yang dikenal sebagai nabi dan rasul. Menurut Islam pun penciptaan Adam adalah yang paling awal dari semua manusia lain, dan Muhammad diciptakan setelahnya dengan rentang waktu yang sangat lama. Kesamaan lain di dalam sistem kepercayaan di antara keduanya adalah penggunaan istilah “kiblat” sebagai kata yang menunjukkan sebuah tempat atau benda yang menjadi pusat dari seluruh dunia, namun keduanya memiliki kiblat yang berbeda satu dengan yang lain. Jika Islam meyakini Ka’bah yang berada di Mekkah sebagai kiblatnya, maka Sunda Wiwitan meyakini Sasaka Domas yang berada di hutan larangan Desa Kanekes sebagai kiblatnya.
66
67
Di dalam sistem upacara keagamaan juga ditemukan beberapa kesamaan di antara Sunda Wiwitan dan Islam. Salah satu persamaan dari keduanya adalah kegiatan puasa yang ada di masing-masing kepercayaan. Walaupun Sunda Wiwitan dan Islam memiliki kegiatan yang sama, tetapi secara teknis puasa yang dilaksanakan memiliki perbedaan antara satu dan lain. Persamaan lain juga ditemukan setelah kegiatan puasa selesai, jika di dalam Islam terutama Islam Indonesia Idul Fitri atau lebaran adalah kegiatan meriah yang selalu dirayakan setelah puasa, maka di dalam Sunda Wiwitan ada kegiatan Seba sebagai hari raya bagi Masyarakat Suku baduy setelah puasa Kawalu. Selain Kawalu dan Seba, masih ada beberapa kesamaan lain di dalam sistem upacara keagamaan antara Sunda Wiwitan dan Islam, yaitu di dalam Khitan dan mengurus jenazah. Khitan merupakan hal yang diwajibkan bagi setiap anak, ini merupakan keyakinan yang ada di dalam Sunda Wiwitan dan Islam. Setiap orang harus di-khitan, ajaran Sunda Wiwitan mewajibkan Khitan bagi anak-anak sebelum mereka mencapai umur 10 tahun, sedangkan Islam mewajibkan Khitan namun tidak ada patokan umur, melainkan sebelum seorang anak memasuki akhil baliq ketika mereka telah diwajibkan dan dibebankan untuk menjalankan ibadah sendiri. Kesamaan lain antara Sunda Wiwitan dan Islam juga ada pada kegiatan mengurus jenazah, di dalam Sunda Wiwitan mengurus jenazah merupakan kewajiban bagi yang masih
hidup,
kewajibannya
yaitu
memandikan,
mengkafani,
dan
menguburkan, sedangkan di dalam Islam kewajiban bagi yang masih hidup di dalam mengurus jenazah adalah memandikan mengkafani, menshalatkan, dan mengubur. Walaupun ada beberapa tahapan yang sama, namun secara teknis keduanya memiliki tata cara yang berbeda. Di dalam mengkafani, Sunda Wiwitan menggunakan satu lembar kain putih bagi laki-laki maupun perempuan, sedangkan Islam memiliki perbedaan jumlah penggunaan kain putih antara laki-laki dan perempuan. Di dalam mengubur, Sunda Wiwitan posisi badan jenazah diletakkan menghadap ke selatan (Sasaka Domas) dan
68
kepala menghadap ke barat, sedangkan Islam posisi meletakkan badan jenazah menghadap ke arah barat (Ka’bah) dan kepala menghadap ke utara. “Sunda Wiwitan dan Islam pada dasarnya memang merupakan saudara antara satu dan lainnya, Sunda Wiwitan merupakan saudara tua karena lahir lebih awal dan Islam merupakan saudara muda karena lahir setelah Sunda Wiwitan”, Ayah Mursyid.
B.
Saran 1.
Sebagai agama lokal dan minoritas, sudah seharusnya Sunda Wiwitan diberikan perlindungan serta pengakuan dari negara sesuai dengan apa yang telah diatur oleh undang-undang.
2.
Penguatan basis dengan bantuan pemerintah diperlukan sebagai dinding pertahanan melawan arus globalisasi yang bukan tidak mungkin lambat laun akan menggerogoti eksistensi masyarakat Suku Baduy dan Sunda Wiwitan sebagai salah satu lambang kebudayaan asli indonesia.
3.
peran masyarakat di luar Suku Baduy juga sangat diperlukan demi menjaga kelestarian budaya. Banyakanya masyarakat yang datang berkunjung ke Desa Kanekes membuat interaksi selalu terjadi antara Suku Baduy dan masyarakat luar, bukan tidak mungkin dampak dari interaksi memberikan hal-hal negatif selain tentu juga hal-hal positifnya.
69
DAFTAR PUSTAKA Agus, Bustanuddin. Agama Dalam Kehidupan Manusia: Pengantar Antropologi Agama. Jakarta: PT. Grafindo Persada, 2006. Anshari, Endang Saefuddin. Wawasan Islam: Pokok-Pokok Pikiran Tentang Paradigma dan Sistem Islam. Jakarta: Gema Insani Press, 2004. Basrowi, dan Suwandi. Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka Cipta, 2008. Erwinantu. Saba Baduy: Sebuah Perjalanan Wisata Baduy Inspiratif. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2012. Ghee, Lim Teck., dan Alberto G. Gomes (ed.). Suku Asli dan Pembangunan Di Asia Tenggara. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1993. HM, Arif., dan Saeful Bahri (ed.). Harmonisasi Agama dan Budaya Di Indonesia (2). Jakarta: Balai Peneliti dan Pengembangan Agaman Jakarta, 2009. http://gunggungsenoaji.wordpress.com/2010/08/30/masyarakat-baduy-hutan-danlingkungan (Diakses pada tanggal 3 September 2014). http://id.wikipedia.org/wiki/Agama (Diakses pada tanggal 12 September 2013). http://id.wikipedia.org/wiki/Orang_Kanekes (Diakses pada tanggal 3 September 2014). Idrus, Muhammad. Metode Penelitian Ilmu Sosial. Jakarta: Erlangga, 2009. Ihromi, T. O. (ed.). Pokok-Pokok Antropologi Budaya, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2006. Jauhari, Imam B. Teori Sosial “Proses Islamisasi Dalam Sistem Ilmu Pengetahuan”. Jakarta: Pustaka Belajar, 2012. Kahmad, Dadang. Sosiologi Agama. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009. Koentjaraningrat. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Aksara Baru, 1980. -----. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: PT. Gramedia, 1990. -----. Pengantar Ilmu Antropologi Edisi Revisi 2009. Jakarta: Rineka Cipta, 2009. -----. Manusia dan Kebudayaan Di Indonesia. Jakarta: Djambatan, 2010.
70
-----. Sejarah Teori Antropologi I. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UIPress), 1987. Marzali, Amri. Antropologi & Pembangunan Di Indonesia. Jakarta: Kencana, 2009. Munawar-Rahman, Budhy. Islam dan Pluralisme Nurcholis Madjid. Jakarta: Pusat Studi Islam dan Kenegaraan Universitas Paramadina, 2007. Nasution, Harun., dkk. Ensiklopedi Islam Indonesia. Jakarta: Djambatan, 1992. Nawawi, Hadari. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada University, Press, 1991. Nottingham, Elizabeth K. Agama dan Masyarakat “Suatu Pengantar Sosiologi Agama”. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1994. Rohan, Abujamin. Ensiklopedi Lintas Agama. Jakarta: Emerald, 2009. Sucipto, Toto., dan Julianus Limbeng. Studi Tentang Religi Masyarakat Baduy Di Desa kanekes Provinsi Banten. Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Direktorat Jenderal Nilai Budaya Seni dan Film Direktorat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa, 2007. Sugiyono. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: CV. Alfabeta, 2012. Tumanggor, Rusmin (Ed.). Antropologi Agama Tanpa Ekonomi. Silabus Perkuliahan Jurusan Pendidikan IPS, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Asry, Yusuf (Ed.). Menelusuri Kearifan Lokal Di Bumi Nusantara “Melalui Dialog Pengembangan Wawasan Multikultural Antara Pemuka Agama Pusat dan Daerah Di Provinsi Maluku Utara, Papua, dan Maluku”. Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama, 2010. Zain, Habib. Mengenal Mudah Rukun Islam, Rukun Iman, Rukun Ihsan Secara Terpadu. Bandung: Al-Bayan, 1998.
DOKUMEl\TASI
Gambar I
Gambar 3
Wawancara dengan
Perjalanan menuju
Jaro Dainah
Kampung Cibeo
Gambar 5 Perempuan Baduy menenun kain khas Baduy
PEDOMAN OBSERVASI Tanggal observasi
:
Ya
No.
Aspek yang diamati
I
Warga Kampung Cibeo masih menjalankan ajaran Kepercayaan Sunda Wiwitan.
2.
Keberadaan tokoh adat yang memimpin warga
Kampung Cibeo dalam menjalankan ajaran Kepercayaan Sunda Wiwitan. 3.
Tokoh adat yang memimpin
perneluk
Kepercayaan Sunda Wiwitan disebut Puun. 4.
Larangan menggunakan segala bentuk barang elektronik di kawasan Kampung Cibeo.
5.
Larangan menggunakan segala bentuk barang berbahan kimia di kawasan Kampung Cibeo.
6.
Warga laki-laki
di
Kampung
Cibeo
menggunakan ikat kepala putih. 7.
Warga Kampung Cibeo menggunakan pakaian berwarna hitam dan putih serta tidak boleh dijahit mesin.
8.
Warga Kampung Cibeo menjalankan ibadah sholat wajib 5 waktu.
9.
Al-Qur'an sebagai kitab suci Kepercayaan Sunda Wiwitan.
10.
Kelompok pengajian atau majlis ta'lim bagi warga Kampung Cibeo.
1l
Masjid dan atau Musholla sebagai tempat ibadah sholat warga Kampung Cibeo.
Tidak
Keterangan
PEDOMAN OBSERVASI Tanggal observasi : 15 Mei 2014 Ya
No.
Aspek yang diamati
I
Warga Kampung Cibeo masih menjalankan ajaran Kepercayaan Sunda
2.
Wiwitan.
Keberadaan tokoh adat yang memimpin warga
Kampung Cibeo dalam menjalankan ajaran Kepercayaan Sunda Wiwitan. a
J.
Tokoh adat yang memimpin
pemeluk
Kepercayaan Sunda Wiwitan disebut Puun. 4.
Larangan menggunakan segala bentuk barang elektronik di kawasan Kampung Cibeo.
5.
Larangan menggunakan segala bentuk barang berbahan kimia di kawasan Kampung Cibeo.
6.
Warga laki-laki
di
Kampung
Cibeo
menggunakan ikat kepala putih. 7.
Warga Kampung Cibeo menggunakan pakaian berwarna hitam dan putih serta tidak boleh dijahit mesin.
8.
Warga Kampung Cibeo menjalankan ibadah sholat wajib 5 waktu.
9.
Al-Qur'an sebagai kitab suci Kepercayaan SundaWiwitan.
10.
Kelompok pengajian atau majlis ta'lim bagi warga KampungCibeo.
11.
Masjid dan atau Musholla sebagai tempat ibadah sholat warga Kampung Cibeo.
Tidak
Keterangan
PEDOMAN WAWANCARA
r'
Tanggal
./
Indentitas narasumber
./ ./ r' { 1. 2.
wawancara
:
Nama
Umur Jenis kelamin Pekerjaan
Bagaimana Kepercayaan Sunda Wiwitan menurut anda?
-Apakah orang
di luar masyarakat di
Desa Kanekes bisa memeluk Kepercayaan Sunda
Wiwitan?
3. 4.
Bagaimana cara seseorang unfuk memeluk Kepercayaan Sunda Wiwitan?
Apakah Kepercayaan Sunda Wiwitan termasuk kepercayaan yang memiliki
konsep
ketuhanan?
5. 6. 7.
Bagaimana sistern kepercayaan yang ada di dalam Sunda Wiwitan?
Apa saja ritual keagamaan yangada di dalam Kepercayaan Sunda Wiwitan? Apakah Sunda Wiwitan termasuk sebuah kepercayaan yang fokus kepada ibadah pribadi atau fokus kepada ibadah kelompok?
8. , 9.
Apakah ada perbedahn dalam pelaksanaan Kepercayaan Sunda Wiwitan antaramasyarakat di Baduy Dalam dengan masyarakat di Baduy Luar?
Apakah setiap desa di Baduy Dalam memiliki tugas dan peran khusus di dalam Kepercayaan Sunda Wiwitan?
10.
Berdasarkan sejarah, pemahkan Kepercayaan Islam masuk dan menyebarkan ajaran kepercayaannya di Desa Kanekes, khususnya Kampung Cibeo?
11. 12.
Apakah Kepercayaan Islam merniliki pengaruh di dalam Kepercayaan Sunda Wiwitan? Apakah ada persamaan antara Kepercayaan Islam dengan Kepercayaan Sunda Wiwitan?
NARASUMBER: Bapak Alim (Ayah Mursyid),40 tahun.
Wakil Jaro Tangtu Kampung Cibeo (Baduy Dalam). Tanggal wawancara: 15 Mei 2014
HASIL WAWANCARA:
1.
Bagaimana Kepercayaan Sunda Wiwitan menurut anda?
Sunda Wiwitan adalah ajaran Sunda yang paling awal,
jadi Sunda Wiwitan itu adalah
kepercayaanyang paling pertama ada di dunia.
2.
Apakah orang
di luar masyarakat di
Desa Kanekes bisa memeluk Kepercayaan Sunda
Wiwitan? Tidak bisa, Sunda Wiwitan sdalah kepercayaan yang hanya boleh dianut oleh orang Baduy.
3.
Bagaimana cara seseorang untuk memeluk Kepercayaan Sunda Wiwitan? Setiap orang Baduy yang melahirkan anak, maka secara otomatis analmya menganut Sunda
Wiwitan, tidak ada ritual khusus atau pengucapan syahadat seperti yang dalam Islam.
4.
Apakah Kepercayaan Sunda Wiwitan termasuk kepercayaan yang memiliki konsep ketuhanan?
Sunda Wiwitan memiliki konsep ketuhanan, tuhan orang Baduy disebut "Gusti Nu Maha Suci
Allah Maha Kuasa", sebenarnya tuhan orqng Baduy sama saja dengan Islam, Kristen, dan agama lain, hanya nama yang membedakan tetapi sebenarnya sama.
5.
Bagaimana sistem kepercayaan yangada di dalam Sunda Wiwitan?
Selain "Gusti Nu Maha Suci Allah Maha Kuasa" sebagai tuhan orang Baduy atau yang juga biasa disebut Batara Tunggal, orang Baduy juga percaya lalau Batara Tunggal memiliki keturunan yang disebut Tujuh Batara, yaitu: Batara Cikal, Batara Patanjala, Batara Wirasawa, Batara Wishnu, Batara Brahmana, Batara Hyang Nisknla, dan Batara Mahadewa, dari Tujuh Batara tersebut, Batara Patanjala memiliki keturunan yang sekarang lrami kenal dengan nama "Puun", dia lah yang menjadi ketua adat atau pimpinan di dalam
Sunda Wiwitan, karena dia bisa berhubungan dengan dunia atas dan dunia bawah. Batara Tunggal
juga dipercaya menciptakan manusia yang pertama itu di tanah Baduy, manusia
pertama itu bernama Adam yang diyakini menjadi cikal bakal nenek moyang orang Baduy dan
juga merupakan nabi yang dipercaya, selain percaya kepada Batara Tunggal dan Adsw
orang Baduy juga Wreary bahwo ruh-ruh nenefr moyang masih ofu dan *refigawsi segala
perbuatan di sini, makanya orang baduy harus taat kepada pikukah agar tidak membuat marah ruh-ruh nenek moyang. 6.
Apa saja ritual keagamaan yangada di dalam Kepercayaan Sunda Wiwitan? Kawaluh, ngalaksa, dan seba.
7.
Apakah Sunda Wiwitan termasuk sebuah kepercayaan yang fokus kepada ibadah pribadi atau fokus kepada ibadah kelompok?
Ibadah dalam Sunda Wiwitan dibagi menjadi dua, yaitu ibadah umum dan ibadah khusus, ibadah umum lebih ke arah perilaku hidup sehari-hari, dan ibadah khusus seperti yang telah dijelaskan tadi yaitu kawaluh, ngalaksa, dan seba. 8.
Apakah ada perbedaan dalam pelaksanaan Kepercayaan Sunda Wiwitan antara masyarakat di Baduy Dalam dengan masyarakat di Baduy Luar?
Kalau dari kepercayaan tidak ada, orang Baduy Dalam dan Baduy Luar memiliki aturan yang sama, yang membedakan hanya dari segi pakaian dan pelalcsanaan aturan, untuk orang Baduy Luar diberi kelonggaran dalam menjalankan aturan. 9.
Berdasarkan sejarah, pernahkan Kepercayaan Islam masuk dan menyebarkan ajaran kepercayaannya di Desa Kanekes, khususnya Kampung Cibeo?
Tidakpernah. 10.
Apakah Kepercayaan Islam merniliki pengaruh di dalam Kepercayaan Sunda Wiwitan?
Sunda Wiwitan lebih awal adanya daripada Islam,
jadi tidak ada pengaruh Islam di dalam
Sunda Wiwitan11.
Apakatr ada persamaan antara Kepercayaan Islam dengan Kepercayaan Sunda Wiwitan?
Ada beberapa persamaan antara Sunda Wiwitan dengan Islam, karena memang
Sunda
Wiwitan dengan Islam itu bisa dibilang saudara, Sunda Wiwitan saudara tua dan Islam saudara muda, contohnya: kami percaya tuhan Allah, malaiknt-malaikat, dan nabi-nabi, tata cara mengurus orang meninggal juga sama (dimandikan, dikafani, dan dikubur), ada tahlilan
pada hari H,
H+i,
dan H+7 setelah kematian, ada 7 bulanan orang yang sedang hamil,
kewajiban khitan bagi anak-anak Baduy (dikhitan pada umur
l0
tahun ke bawah), orang
Baduy juga punya kiblat yaitu ke arah selatan tempat Sasalw Domas, kalau Islam ke arah
barat tempat Ka'bah, tetapi kami tidak sholat karena perintah sholat ada pada masa Nabi Muhammad, knrena kami adalah keturunan Nabi Adam maka kami tidak diwajibkan untuk sholat.
NARASUMBER: Bapak Jastrib (Ayah Narwati), 41 tahun. Warga BaduyDalam. Tanggal wawancara : 16 Mei 201 4
HASIL WAWANCARA:
l.
Bagaimana Kepercayaan Sunda Wiwitan menurut anda? Sunda Wiwitan adalah Sunda paling awal.
2.
Apakah orang
di luar masyarakat di
Desa Kanekes bisa memeluk Kepercayaan Sunda
Wiwitan? Tidak bisa, Sunda Wiwitan hanya dikhususkan bagi orang Baduy.
3.
Bagaimana cara seseorang untuk memeluk Kepercayaan Sunda Wiwitan? Sejak orang Baduy baru lahir sudah menganut Sunda Wiwitan, tidak ada upacara-upacara khusus.
4.
Apakah Kepercayaan Sunda Wiwitan termasuk kepercayaan yang merniliki konsep kehrhanan?
Iya, Sunda Wiwitan memiliki tuhan yang disebut "Gusti Nu Maha Suci Allah Maha Kuasa".
5.
Bagaimana sistem kepercayaan yangada di dalam Sunda Wiwitan?
Sunda Wiwitan itu percaya tuhan, percaya kalau tuhan itu yang mengatur segala kehidupan orang Baduy, orang'Baduy juga patuh terhadap aturan adat yang diwariskan nenek moyang, karena orang Baduy percaya ruh-ruh nenekmoyang sampai saat ini masih selalu mengawasi.
6.
Apa saja ritual keagamaan yang ada di dalam Kepercayaan Sunda Wiwitan? Kawaluh, ngalal<sa, dan seba.
7.
Apakah Sunda Wiwitan termasuk sebuah kepercayaan yang fokus kepada ibadah pribadi atau fokus kepada ibadah kelompok?
Dalam Sunda Wiwitan dibagi dua ibadah, ada ibadah umum yaitu ibadah yang mengatur perilaku hidup sehari-hari, dan ibadah khusus yaitu kawaluh, ngalaksa, dan seba.
&.
Apakah ada perbedaan dalam pelaksanaan Kepercayaan Sunda Wiwitan antara masyarakat di Baduy Dalam dengan masyarakat di Baduy Luar?
Tidak ada, yang beda, hanya dari segi pakaian saja, dan pelalaanaan aturan di luar lebih longgar daipada di dalam.
9.
Berdasarkan sejarah, perndrkan Kepercayaan Islam masuk dan menyebarkan ajaran kepercayaannya di Desa Kanekes, klrususnya Kampung Cibeo? Tidak pemah, tetapi kalau dahpah-dalarah ada, biasanya satu minggu sekali ada yang masuk lre Baduy
10.
Dalam dan berdala,vah.
Apakah Kepercalaan Islam memiliki pengaruh di dalam Kepercayaan Sunda WiwifanJ', Tidak ada.
11.
Apakah ada persamaan antara Kepercayaan Islam dengan Kepercayaan Sunda Wiwitan? Ada persamaan antara Sunda Wiwitan dengan Islam, seperti tuhan orang Ba&ty dan"Islam satna, ada juga puasa yang lcalau di Sunda Wiwitan disebut kawaluh, ada tahlilan orang yang
telah meninggal, dan ada juga kewajiban khitan.
NARASUMBER: Bapak Sawardi, 30 tahun. Warga Baduy Dalam. Tanggal wawancara: 16 l|i{ei 2014
HASIL WAWANCARA:
l.
Bagaimana Kepercayaan Sunda Wiwitan menurut anda?
Sunda Wiwitan adalah kepercayaan yang dianut orang Baduy, yang artinya Sunda paling awal.
2.
Apakah orang
di luar masyarakat di
Desa Kanekes bisa memeluk Kepercayaan Sunda
Wiwitan? Tidak bisa, Sunda Wiwitan adalah kepercayaan khusus untuk orang Baduy.
3.
Bagaimana cara seseorang untuk memeluk Kepercayaan Sunda Wiwitan?
Tidak ada caranya, sejak lahir orang Baduy sudah menganut Sunda Wiwitan, jadi tidak ada upacara adatnya.
4.
Apakah Kepercayaan Sunda Wiwitan termasuk kepercayaan yang memiliki konsep ketuhanan?
Iya, orang Baduy percaya adanya tuhan yang mengatur dunia dan seisinya, orang Baduy menyebutnya "Gusti Nu Maha Suci Allah Maha Kuasa".
5.
Bagaimana sistsm kepercayaan yangada di dalam Sunda Wiwitan?
Tuhannya "Gusti Nu Maha Suci Allah Maha Kuasa", ordng Baduy percaya kepada Adam
sebagai nabi dan nenek moyang, Adam dipercaya menjadi manusia yang pertama kali diciptakan oleh "Gusti Nu Maha Suci Allah Maha Kuasa", selain percaya kepada mereka orang Baduy juga percaya kepada nenek moyang yang telah meninggal, bahwa merekn masih selalu mengawasi orang Baduy agar selalu menjaga perilaku sesuai aturan adat atau pilatlruh
yang telah turun temurun diwariskan oleh nenekmoyang.
6.
Apa saja ritual keagamaanyangada di dalam Kepercayaan Sunda Wiwitan? Kawaluh, ngalaksa, dan seba.
7.
Apakah Sunda Wiwitan termasuk sebuah kepercayaan yang fokus kepada ibadah pribadi atau fokus kepada ibadah kelompok?
..
t
Dalam Sunda wiwitan ada dua ibadah, yaitu ibadah umum dan ibadah khusus, ibadah umum mengatur
perilalu hidup sehari-hari, dan ibadah khusus adalah kawaluh,
ngalal<sa, dan
seba.
8.
Apakah ada perbedaan dalam pelaksanaan Kepercayaan Sunda Wiwitan antara masyarakat di Baduy Dalam dengan masyarakat di Baduy Luar?
Tidak ada bedanya, yang beda hanya pakaian dan kelonggaran bagi orang Baduy Luar dalam menjalankan aturan adat.
9.
Berdasarkan sejarah, pemahkan Kepercayaan Islam masuk dan menyebarkan ajaran kepercayaannya di Desa Kanekes, khususnya Kampung Cibeo?
Biasanya ada yang masuk dan berdahnah di Baduy Dalam tetapi secara perorangan, tidak pernah bersama-sama dalam satu rombongan.
10.
Apakah Kepercayaan Islam memiliki pengaruh di dalam Kepercayaan Sunda Wiwitan? Tidak ada pengaruhnya.
11.
Apakah ada persamaan antara Kepercayaan Islam dengan Kepercayaan Sunda Wiwitan?
Sunda Wiwitan dan Islam punya beberapa persamadn, seperti orang Baduy percaya kepada
Allah, Malaikat-malaikat, dan Nabi-nabi, dan juga ada beberapa ritual adat yang hampir sama dengan Islam, seperti puasa kawaluh, tahlilan, khitan, dan cara mengurus jenazah.
NARASUMBER: Bapak Marjuk, 60 tahun. Warga Baduy Luar. Tanggal wawancara: 16 Mei 2014
HASIL WAWANCARA:
l.
Bagaimana Kepercayaan Sunda Wiwitan menurut anda? Sunda Wiwitan itu adalah kepercayaannya orang Baduy.
2.
Apakah orang
di luar masyarakat di
Desa Kanekes bisa memeluk Keperc ayaan Sunda
Wiwitan? Tidak bisa, karena Sunda Wiwitan hanya bisa dianut oleh orang Baduy.
3.
Bagaimana cara seseorang untuk memeluk Kepercayaan Sunda Wiwitan? Sejak lahir orang Baduy sudah menganut Sunda Wiwitan dari orang tuanya,
jadi tidak perlu
ada ritual adqt atau semlcdmnya.
4.
Apakah Kepercayaan Sunda Wiwitan termasuk kepercayaan yang memiliki konsep ketuhanan?
Iya, Sunda Wiwitan percaya terhadap tuhan.
5.
Bagaimana sistem kepercayaan yangadadi dalam Sunda Wiwitan?
Sunda Wiwitan adalah kepercayaan yang sangat menghormati leluhur, orang Baduy harus mau menjalankan aturan adat yang telah diwariskan dari nenek rnoydng, walaupun orang Baduy Luar diberi kelonggaran soal menjatankan aturan adat, orang Baduy juga percaya nabi yang diberi nama Adam ciptaan tuhan, dial ah yang merupakan cikal bakal lahirnya orang Baduy, orang. Baduy juga taat pada pemimpin adat yang disebut "Puun", karena dia
adalah orang yang bisa berkomunikasi dengan dua alam, "Puun" dipercaya merupaknn keturunan dari Batara Tunggal.
6.
Apa saja ritual keagamaan yang ada di dalam Kepercayaan Sunda Wiwitan? Kawaluh, ngalaksa, dan seba.
7.
Apakah Sunda Wiwitan termasuk sebuah kepercayaan yang fokus kepada ibadah pribadi atau fokus kepada ibadah kelompok?
Ibadah dalam Sunda Wiwitan ada dua, yaitu ibadah umum dan ibadah khusus, ibadah umum mengatur perilaku hidup sehari-hari, dan ibadah khusus adalah ibadah kawaluh, ngalafu,
daA&fu,
8.
Apakah ada perbedaan dalam pelaksanaan Kepercayaan Sunda Wiwitan antara masyarakat di Baduy Dalam dengan masyarakat di Baduy Luar?
Tidak ada perbedaan antara orang Baduy Dalam dan orang Baduy Luar untuk pelaksanaan kepercayaan Sunda Wiwitan, hanya di Baduy Luar lebih dibebaskan.
9.
Berdasarkan sejarah, pernahkan Kepercayaan Islam masuk dan menyebarkan,,,ajaran kepercayaanny.a di Desa Kanekes, khususnya Kampung Cibeo?
Tidak ada sejarahnya Islam menyeborkan ajarannya di Baduy, yang ada hanya dahnahdakwah dari warga di luar Baduy.
10.
Apakah Kepercayaan Islarn memiliki pengaruh di dalam Kepercayaan Sunda Wiwitan? Tidak, Islam tidakpunya pengaruh dalam Sunda Wiwitan.
11.
Apakah ada persamaan antara Kepercayaan Islam dengan Kepercayaan Sunda Wiwitan? Persamaan ada pada kepercayaan orang Baduy dan Islam yang sama-soma percaya Allah,
Malailcat, dan Nabi, juga ada persamaan dalam ritual-ritUal seperti kawaluh yang biasa disebut orang Islam dengan puasa, ada tahlilan orang meninggal pada hari H. H+3; dan
H*7,cara mengurus jenazahnya pun sama.
NARASUMBER: Bapak Asmin, 35 tahun. Warga Baduy Luar. Tanggal wawancara: 16 }v4ei 2014 .l\'
HASIL WAWANCARA:
1.
Bagaimana Kepercayaan Sunda Wiwitan menurut anda? Sunda lYiwitan adalah kepercayaan Sunda yang pertoma dan lahir paling awal.
2.
Apakatr orang
di luar
masyarakat
di
Desa Kanekes bisa memeluk Kepercayaan Sunda
Wiwitan? Tidak bisa, yang bisa menganut Sunda Wiwitan hanya orang Baduy.
3.
Bagaimana cara seseorang untuk merneluk Kepercayaan Sunda Wiwitan? Sejak
lahir orang Baduy sudah menganut Sunda Wiwitan, itu diturunkan dari orang tua yang
sudah menganut Sunda Wiwitan sebelumnya.
4.
Apakah Kepercayaan Sunda Wiwitan termasuk kepercayaan yang memiliki konsep ketuhanan?
Iya, dalam Sunda Wiwitan dipercaya adanya tuhan sebagai pengatur dunia, dan orang Baduy ditugas kan s ebagai peny eimbang
5.
kes elaras
an dunia.
Bagaimana sistem kepercayaan yang ada di dalam Sunda Wiwitan?
Yang disebut tuhan'oleh orang Baduy adalah Batara Tunggal, yang merupaknn pencipta segala apa yang ada di alam semesta, Batara Tunggal memilihi keturunan Tujuh Batara yang
salah satunya memiliki garis keturunan dengan "Puun", "Puun" adalah ketua dari orang Baduy, orang Badqt juga sangat taat kepada pikukuh atau aturan adat yang diwariskan turun temurun.
6.
Apa saja ritual keagamaan yang ada di dalam Kepercayaan Sunda Wiwitan? Kawaluh, ngalaksa, dan seba.
7.
Apakah Sunda Wiwitan termasuk sebuah kepercayaan yang fokus kepada ibadah pribadi atau fokus kepada ibadah kelompok?
Dalam Sunda Wiwitan ada dua ibadah, yaitu ibadah umum dan ibadah khusus, ibadah umum
itu lebih mengatur perilaku sehari-hari, dan ibadah khusus itu ibadah-ibadah tertentu seperti kawaluh, ngalaksa, dan seba.
8.
Apakah ada perbedaan dalam pelaksanaan Kepercayaan Sunda Wiwitan antara masyarakat di Baduy Dalam dengan masyarakat di Baduy Luar? Tidak ada.
9.
Berdasarkan sejarah, pemahkan Kepercayaan Islam masuk dan menyebarkan ajaran kepercayaannya di Desa Kanekes, khususnya Kampung
Cibeo?
,
,.
..,,
Islam tidak pernah menyebarkan ajarannya di Baduy, tetapi sekarang ini banyak yang sering rnasuk untuk berdakwah mengajak menganut Islam.
10.
Apakah Kepercayaan Islam merniliki pengaruh di dalam Kepercayaan Sunda Wiwitanl
Tid& I
l.
.
ada pengaruhnya.
Apakah ada persamaan antara Kepercayaan Islam dengan Kepercayaan Sunda Wiwitan?
Ada beberapa persamaan, antara lain tuhannya sama-sama Allah, sama-sama percaya tnalailrat, sama-sarna percaya nabi, ada puasa dan khitan, serta tahlilan dan syularan juga.
NARASUMBER: Bapak Dainah, 55 tahun. Jaro Pamarentah.
Tanggal wawancara: 16 Mei 2Ol4
HASIL WAWANCARA:
1.
Bagaimana Kepercayaan Sunda Wiwitan menurut anda?
Sunda Wiwitan itu adalah kepercayaan yang dianut orang Baduy, yang artinya Sunda yang
paling awal.
2.
Apakah orang
di luar masyarakat di Desa Kanekes
bisa memeluk Kepercayaan Sunda
Wiwitan? Tidak bisa, orang luar tidak bisa masuk
jadi warga Baduy, tidak mungkin orang modern mau
hidup seperti orang Baduy, yang ada sebaliknya, bary1ak warga Bafury yang keluar dari Baduy karena tidak kuat.
3.
Bagaimana cara seseorang untuk memeluk Kepercayaan Sunda Wiwitan? Sejak lahir warga Baduy telah menganut Sunda Wiwitan, tidak ada ritual seperti membaca
kalimat syahadat kalau dalam Islam, syahadat dibaca ketika upacara pernikahan.
4.
Apakah Kepercayaan Sunda Wiwitan termasuk kepercayaan yang memiliki
konsep
ketuhanan?
Iya, Sunda Wiwitan percaya akan adanya tuhan "Gusti Nu Maha Suci Allah Maha Kuasa".
5.
Bagaimana sistem kepercayaan yang ada di datam Sunda Wiwitan? Orang Baduy percaya kepada tuhan "Gusti lrfu Maha Suci Allah Maha Kuasa", orang Baduy
juga percaya kepada nabi Adam yang merupaknn keturunan dari Batara Patanjala yang merupaknn salah satu dari Tujuh Batara Keturunan Batara Tunggal atau "Gusti Nu Maha Suci Allah Maha Kuasa", orang Baduy juga percaya kepada aturan adat atau
pilulafi yang
telah turun temurun diwarisknn oleh nenek moyang, karena orang Baduy yakin bahwa ruh-
ruh nenek moyang masih ada dan selalu mengawasi setiap perbuatan, ruh-ruh tersebut berlatmpul di Sasaka Domas yang merupakan pusat dari wilayah Baduy sekaligus menjadi
kiblat orang Baduy.
6.
Apa saja ritual keagamaan yang ada di dalam Kepercayaan Sunda Wiwitan? Ritual yang ada dalam Sunda Wiwitan itu seperti knwaluh, ngalaksa, dan seba.
'
7.
Apakah Sunda Wiwitan termasuk sebuah kepercayaan yangfokus kepada ibadah pribadi atau fokus.kepada ibadah kelompok?
Dalam Sunda Wiwitan ada dua ibadah, yaitu ibadah umum dan ibadah khusus, ibadah umum
adalah ibadah dari segi perilaku sehari-hari, dan ibadah khusus adalah ibadah yang memiliki waktu-wahu tertentu, yaitu kawaluh, ngalaksa, dan seba.
8.
Apakah ada perbedaan dalam pelaksanaan Kepercayaan Sunda Wiwitan arfiaramasyarakat di Baduy Dalam dengan masyarakat di Baduy Luar?
Tidak ada perbedaan, yang membedakan Baduy Luar dengan Baduy Dalam hanya pakaian,
yaitu ikat kepala, baju dan bawahan, kalau Boduy Dalam menggunaknn kain,
sedangkan
Baduy Luar menggunakan celana.
g.
'ajaran
Berdasarkan sejarah, pemahkan Kepercayaan Islam masuk dan menyebarkan kepercayaannya di Desa Kanekeg khususnya Kampung Cibeo?
_ Tidak pernah, tetapi kalau dakwah-dakwah perorangan sering, mengajak untuk masuk Islam, , 'i .-'. : tetapi itu semua kembali ke keyakinan masing-masing. 10. Apakah Kepercayaan Islam memiliki pengaruh di dalam Kepercayaan Sunda Wiwitan? '
Tidak ada, Sunda Wiwitan dan Islam adalah dua kepercayaan yang berbeda, tetapi memiliki persomaan, karena memang berasal dari sumber yang sama.
11.
Apakah ada persamaan antara Kepercayaan Islam dengan Kepercayaan Sunda Wiwitan? Ada persamaan antdra Sunda Wiwitan dengan Islam, tuhan ordng Baduy dan Islam sama-
sama Allah, orang Baduy percaya malaikat, dan nabi, dalam Sunda Wiwitan ada puasa, zakal, dan khitan, ada tahlitan, dan syularan kelahiran.
I I I
l 1
i
j
,I
,
Tentang ,,:
SABA BUDAYA DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT ADAT,TATAB Xr*=XeS { dADUY}
ll Peh Menimbang
:
t
-
Dengan,meeg:hel,{iilp ridho&ng:Maha Kuasa, ;i De$a d-h Eih oag a,fiaatifii,la$$arakat Kan ekes
e ri n tah
,1,$*q}y,3__.!l-d..aslgra.
lHak,tutdsk
pada,
y--,l;$RpBgRi*llgs$grakat adat yans terikat
ketehtuan::$aq
*r*ra*
Undang"u-addng, Nornor, 5 Tahuni,.-1'g6c.terl
Mengingat
Agraria
aksud, didapat satu di lingkungan Tatar
atdteh
!
Peraturan Dasar Pokok-pokok
(Lefitl?i$ NeSdia l[ahua.',.}$6o Nomor 104, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 2043); Undang-undang Nomor 9 Tahun '1990 tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara Tahun 1 990 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3427); Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1 997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699); Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Tahun 1 999 Nomor 1 67, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3888); e.
Undang-undang Nomor 23 tahun 2000 tentang Pembentukan Provinsi Banten (Lembaran Negara Nomor 182 tambahan Lembaran Negara Nomor 4010 tahun 2000);
f.
UndangFundang Nomor 34 tahun 2OOO tentang Pajak Daerah dan Retribusi daerah (Lembaran Negara tahun 2000 Nomor 246 tambahan Lembaran Negara Nomor 4048);
Undang-undang Nomor, 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara tahun 2004 Nomor 32 tambahan Lembaran Negara Nomor 4377)
Undang undang Nomor
32 tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah
(Lernbaran Negara Nomor 1 25 tahun 2004);
Undang-undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah; 1.
Peraturan Pemerintah Nomor 65 tahun 2001 tentang Pajak Daerah (Lembaran 1 1 8, tambahan Lembaran Negara Nomor 41 38);
Negara Tahun 2001 nomor k.
Peraturan Pemerintah Nomor 66 tahun 2001 tentang Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 2001 nomor 119, tambahan Lembaran Negara Nomor 4139h
1.
l.
Peraluran Daerah Kabupaten Lebak nomor 1 5 tahun | 989 dan Nomor 33 tahun '1996 tentang Retribusi Masuk Kawasan Baduy;
m.
Peraturan Daerah Kabupaten Lebak nomor 13 tahun 1990 tentang Pembinaan dan Pengembangan Lembaga Adat Masyarakal Baduy di Kabupaten Daerah TK ll L@ir,,...:r::::::::::::=,,::::i:ii:::::::+i.,::.:ii::::::::::::::.
n.
Peratq$n Daerah Kabupaten Lebak Nomor 30 Tahun 2001 tentang Rencana Strap*bis Kabupaten Lebak Tahun 2000-2005\Lembaran Daerah Kabupaten Tahun 2001 Nomor 63 Seri D);
*[.Oat
o. $Peraturan Daerah Kabupaten Lebak Nomor 31 Tahr$ 2001 lentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lebak (Lembaran Daerah Kabupaten Lebak Tahun 2001 Nomor 66eri C); ;.
Daed #abupateiit Lebak Nomor 3t tahun 2001 tentang das Hak Ulayat'Masyarakat Baduy (Lembaran Daerah Kabupaten LebqK,N or 65 seri! tahun,2001); q. # Peraturan Daerah iabupaten Lebak Nomor 4 tahun 2o}z tentang Peraturan
Perlindungan
ffi
$
Pembentukagr OrgatEqsi dan Tata Kerla Perangkat Paerah Kabupaten Lebak {Lembaran Dr"H Ka"bupaten Lebak Nomor 8 seri D fahun 2002);
r. $ Surat Keputus#i Bupati f-eoai Uo*oi:
590/kep.233/H
ukll}ol
tentang
F Penetapan E_at&i Oatas Detail Hak Ulayqt Masyarakat Adat Baduy di Desa Kanekes (Sffi#[xan t-euwlOamar xabuPiten Leo'ak tertanggal 15 Juli 2002;
s. -Pp. ffin.-_O--a9tahha$uflAl'ffieb6.-61ffipr,,,S 2003tentang Perubahan 'aIffiPeranrran DAUrah* K$ffilfoaterir ffibak Norffi2g tahun 2000 tentang Pemerintahan,.Desa (Lenibffih Daer# KabupatdifiLebak 200.*)ii
ftrAuran
Nomor
.i
::::ll::..ilil:
Itob
.li
&+i
I
ii.
rah
l
iN$Ejb$$N$6;#$s$$$ltbebtdp. ,l30e5,,tanggal 16 Februari lw.:Ei$t::9ul!* Peningkatan PAD
-.*--r-:;----.ii.
I
v.:==S6fat Cainat vi Suiat Kefrrtusan Kbdi$t$$dn..CE'nlEi-.:t€ffii&mar..{r1
:
D ae
r
i
Memperhatikan
D
ddiiirafr fabupat6gg.{ebab.tkrmor 2 ta[un 2004 tentang Tata Cara
dffi Ieknik Penyusiunan.rPffi raffi ffiah dan fene rbitan Lembaran (Leil*baran Daarah Rabupgffi{}eballiryun 2004 nomor 4 seri D); ;r liirl$
seri
:
mOir..'556.4/305.kecr(ll/2005 tentang
'-
yek Wisata Budaya Baduy xecamat6$1[p,"ufd4Iat.5,: pate,n:L@qt tahggal 31 Desember 2005;
w.
Surat Keputusarl'€Crnat=, 'Nomor :556.41305.Kec/Xll/2005 tertanggal 3'l Desember 2005 tentang Pelimpahan wewenang pengelolaan pengunjung (saba) budaya Baduy dari pihak Pemerintah Kecamatan Leuwidamar kepada Pemerintah Desa Kanekes.
peniiniuts Penanggur Penunjukan A::l,,Peaen0gr+I:tgewab,rr@ngelola,
tisulan dan saran Baris Kolot Adat Tatar Kanekes dalam musyawarah adat tanggal 30
Juni 2007. Dengan persetujuan
MAJELIS PEBMUSYAWARATAN ADAT
MEMUTUSKAN Menetapkan
:
PEBATURAN DESA DAN LEMBAGA ADAT MASYABAKAT KANEKES TENTANG SABA BUDAYA DAN PEBLINDUNGAN MASYAHAKAT ADAT TATAR KANEKES (BADUY)
BAB
I
PENGERTIAN UMUM Peristilahan Pasal Dalam Peraturan ini, yang dimaksud dengan
(1) Areal Larangan adalah
1
;
kawasan tanah ulayat
di Desa Kanekes (Baduy) yang dilarang
untuk
dikunjungi dan dimanfaatkan sebagaimana telah ditetapkan oleh ketentuan adat
(2t
Babakan adalah istilah yang digunakan untuk menyebut kampung baru yang terpisah dengan
2.
kampung induk sebagaimana telah ditetapkan oleh ketentuan adat. (3)
Baduy adalah sebutan bagi masyarakat adat Kanekes yang dikenal masyarakat luas untuk menunjuk berbagai unsur yang terdapat di Tatar Kanekes.
t4)
Baduy Dalam ataupun Tangtu Tilu, adalah sebutan bagi masyarakat adat dan berbagai hal lain terkait dengan Desa Kan-e1res*l(Ang,,,b=.e=.!,,q,ggi-s=iJi,.&*t(n&!gUng ,Cikeusik, Cibeo dan Cikartawana, ?i sebagaimana telah ditetap,,kan oleh ketentuan adat.
(5)
Baduy Luar adalah sebuian untuk penduduk desa Kanekes yanf4endiami perkampungan di luar Tantu Tilu, sebagaimana telah ditetapkan melalui ketentuan adat. "'
{6) (7) (B)
Bale adalah rum$ panggung yang berfungsi sebagai tempat musyawarSr adat, sebagaimana telah ditetapkan oleh k$entuan $
adat.
,,,
.:
Baresan adalah kLbmpok perangkat adat yang diperbantukan pada tot6h adat sebagai pengawal pkan oleh ketentuan adat. keamanan dan k$ertiban, sebagaimanatelah
dit
Cendera mata aSlah pernik atau-::**erlal, dan atau
l
iSm
terlentu yarlg memiliki nilai simbolisasi
dan terikat secar$langsung dengan keberadaan Masyaiirt
(10)
apministratif berada di luar wilayah Desa Kanekes, yang pada Dangka adalah areal y"ng umumnya pendu(uknya masih memiliki keterikatan kekerabatan dan kosmik dengan warga serta
"**
Dibuatalaudengin sebutan larl. Ngetdm, adalah memanen paOl yang sudah menguning.
(11)
::\$: :
il l-::::::::::::::::=
(12\
$rhe 'ffinam.
(13)
ffiqA..ierS=lsi bercocok tanam yang ::
(14)
:::i:i:1:t:::t
Hak lllayat adalah*aw$r.44pgaa,.*.aAg1fienuiuffikum
:t
I
::::::::::l
ad$ dipunyai oieh masyarakat hukum adat
mensambil untuk mengambil warJalYa.untuk wilayaiir.te1.tliffiirr tertentu atas wilayah terteirtu yang merupP,"S,Fffi**iiO!$Jin0ffiL6o!,ftF,.35$ E*?* warganya risebut, bagi kefahqsunqan kelangsungan hidup t€tdbbut,.baoi asuk manfaat dari surpber daya batiniah turun temurun dan tidak
afam,
(1s) (1
6)
(18)
Jaro Pamarentah adalah perEn$ltgfi,3,$ yary,berIgL1,g9-i::B..Oun"' pelaksana pemerintahan Desa Kanekes, sebagaimana telah diletd'iik'8fr:::ii$lffiiii(eGiiluan adat dan dikukuhkan melalui Surat Keputusan Bupati Lebak.
(19) Jaro Tangtu adalah
perangkat adat yang berfungsi sebagai wakil Puun yang berkenaan dengan
urusan luar.
(20)
Jaro Tujuh, adalah para pengatur adat yang ada di Panamping, bertugas untuk menangani masalah keamanan di seluruh wilayah Panamping.
(21)
Kawalu, adalah upacara syukuran / selamatan dari hasil huma Serang. Dilakukan dalam waktu tiga
(22)
Kolenjer adalah kalender atau sislem penaggalan yang dipergunakan masyarakat adat Kanekes dan berlaku secara turun temurun.
-."t"
(23) Kokolotan / Kokolof, adalah para sesepuh kampung Panafiping. (24) Leu[ adalah tempat persediaan i pengawetan padi hasil huma yang dimiliki
keluarga rnasyarakat
adat Kanekes.
(24)
Masyarakat Baduy adalah masyarakat yang bertempat tinggal di Desa Kanekes Kedamatan Leuwidamar Kabupaten Lebak yang mempunyai ciri kebudayaan dan adat istiadat yang berbeda dengan masyarakat disekitarnya;
(25)
Masyarakat Luar Baduy adalah masyarakat yang bertempat tinggal di luar dan atau disekitar Desa Kanekes Kecamatan Leuwidamar Kabupaten Lebak;
(26)
Nebas atau Nuaran Kakayon adalah menebangi pepohonan dan semak belukar yang terdapat di lahan garapan.
(27)
Ngaduruk adalah suatu kegiatan proses pembersihan huma dengan membakar sampah organik secara terukur dan lerawasi.
(28)
Ngangkut adalah proses pengangkutan hasil panen ke rumah masing-masing untuk dikeringkan
dan disimpan di leuit. 5-
,
(2e)
Ngaseuk adalah proses penanaman benih yang dilakukan dengan membuat lubang dengan jarak terlentu diareal huma dengan menggunakan sebuah tongkat kayu yang runcing.
(30)
Ngored adalah membersihkan rumput di sekitar tanaman padi.
(31)
Kalanjakan - Kapundayan adalah upacara adat tasyakuran atas hasil panen.
(32)
Panamping ataupun Kaluaran, adalah'areal wilayah yahffiraOa di luar Tangtu Tilu
(33)
[,::r,i:3flJil',1:.6*lr:tll[in!!fn'ni'"n
vano oisertakatuq;] penseroia sebasai tanda
..,:,!
(34)
Pemandu adalah$iang atau seseorang yang memiliki ijin untuk melaku(Sn pemanduan dalam saba budaya Baduyi K$nekes.
(3s)
Penggunaan Laifun adalah setiap upaya yang dilakukan baik oleh i.perorangan maupun oleh kelompok orangTfierlenlu/badan yang berkaitan*ngan pengusahaafl lahan bagi peruntukkan pertanian, perkebunan, dan pemanlSalan hasil
aladiilainnya.
li
(37)
Perlindungan adalah suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah dan masyarakat dalqm melindungi-:tatanan m yar,akat.=, Baduy dari upaya-upaya yang -sEl$ari ar masEakdBa&y; mengganggulmer..i{rsak yang b€.
(38)
Porter adalah &xaryal teBga bant$an yang- diffidia*an oleh flrangkat desa
.^
Kanekes.
SebagaimanaditdrtapkanolehjaroPamaientahDesaKanekes (3s) (40) (41)
(42)
Seba Tahun aOaldh,iiffi8hia. Kabupaten Pandeg|a
;=
ii
daerah (Kabupaten Lebak, dlrftr Keresidenan rBanten)
P..llHBt+E
(43) (44) (45) (46) (47),
Tangtu Kadu Kuiang adalah'is#rlah iep0,dibeulxan
(46)
Ta ngt u T i I u
adalah keselu
ru
feffi$*n0nuni
Kampung Cikartawana.
han sisteff tidat dli tsadUy Oalam
(4e)
Urang Tangtu adalah sebutan bagi masyarakat Baduy Dalam
(50)
Urang Panampingadalah sebutan bagi masyarakat Baduy Luar
BAB
II
W I LAYAH Wilayah RJministratif
Pasal 2 (1)
Tatar Kanekes adalah Kesaluan wilayah administratif Desa Kanekes sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Lebak Nomor 32 tahun 2001 tentang Perlindungan Atas Hak Ulayat Masyarakat Baduy
(2\
Secara Administratif Tatar kenekes merupakan wilayah khusus yang didalamnya memuat aturan adat dan aturan administrasi pemerintahan desa pada umumnya
(3)
Tatar Kanekes merupakan wilayah setingkat desa dalam tata administrasi Kabupaten Lebak dengan sebaran dan nama kampung sebagai berikut:
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Kaduketug 1 Kaduketug 2 Cipondok Kadukaso Cihulu
Marengo Balingbing
4:
r'
'T= t
F,
i i I I
8. L
Gajeboh Cigula 10. Kadujangkung 11. Karahkal 12. Kadugede 13. Kaduketer I 14. Kaduketer2 15. Cicatang I 16. Cicatang 2 17. Cikopeng
18. Cibongkok *+i':' 19. Sorokokod $ 20. Ciwaringin $ 2'1. Cibitung $ 22. Batara & ?1 llvg:in"& 24. Cisaban 1 25. Cisaban 2 26. 27. Kadukohak 28. 29. Kaneungai ' 30. Cicakalmui 31. Cicakal T 32. Cipaler 33. Cipaler 2 34. Cicakal 35. Babakan 36. Cicakal 37. Cipiil Lebak 3
1
38. 39.
Tonggoh
Cin*gsi
40. 41. 42.
43. 44. 45. 46.
47. 8. 49. 50. 51. 52. 53. 5,4. 55. 56. 57. 58.
cisaou Ciqagu
2 s-:i
Babakan Eurih Cijanar Cibeo Cikeusik Cikafiawana Ciranji Cikulingseng Cicangkudu Cibagelut Cisadane Batubeuah Cibogo Pamoean PosiSi Astronomis pasal
Secara Astronomis, Tatar Kanekes berada pada posisi;
B ,
6" 27':27" Lintang Selatan (LS) sampai dengan
6'30':oo" Lintang Selatan (LS) 108'3':9" Bujur Timur (BQ sampai dengan 106" 4':55" Bujur Timur (BT)
Batas Wilayah Administratif Pasal 4 Desa Kanekes sebagrai wilayah Masyarakat Baduy yang memilikl batas-batas Desa sebagai berikut:
5:
a. Utara
'I
. Desa Bojongmenteng Kecamatan Leuwidamar.
2. Desa Cisimeut Kecamatan Leuwidamar. 3. Desa Nyagati Kecamatan Leuwidamar.
b. Barat
l.DesaPardkaffi
qgi,6g.g.44g=.4tan.fuiq1919tri9,,,,,,,*
2. Desa Kebopdau Kecamatan
Bojongmanik.
3. Desal
1.
\
Bojongmanik.
h.
Cik€e Kecamatan Cijaku;
:: :. . ,. X"r$O Combong Kecamauin Uuncaru. =* 2. Des* Cilebang Kecama l!iluncang*F.:r=== i Batas
Alffi
Pasal 5
:BiJuy yang
diukur
:dengan Keputusan
Masyarakat adat Kanekes mempergunakan sistem penanggalan dan orientasi
waktu
berdasarkan
peredaran bulan (lunar), sebagaimana diyakini dan digunakan dalam aktivitas sehari-hari. Sebagaimana diatur dan ditetapkan oleh aturan adat. ,:,:i
Kalender Adat
Pasal
I
Masyarakat Kanekes mempergunakan Kolenjer sebagai instl'nment penanggalan dan penentuan tarikh dalam berbagai kepentingan, sebagaimana diatur dan diyakini berdasarkan aturan adat.
Waktu Larangan Pasal
9
Tidak seluruh waktu dalam pananggalan dimaksud, masyarakat Kanekes dapat dikuniungi, sebagaimana diatur oleh ketentuan adat.
BAB
IV
TUJUAN DAN ALUR Tujuan
6:
--_
rPasal
(1) Tiaptiap f
(2)
kunlungan ke Tatar Kanekes diatur dan dikelola secara sistematis melalui aturan dan
ungsionalisasi perangkat desa.
diketahqi oleh Jaro Pamarentah, dan atau
Tujuan Kunjungan disampai{e-"--aeia''td'itU)iB'aanltau perangkat adat yang
(3)
10
*;!Sr", mandat.
,.\
'.,,q .sfl' Alur kunjungan meliputi lintasan perjalanan yang diatur berdasarkan kete&an adat.
#
ii:
BentLk KunjUngan
.:rli
$ (1)
,riiPasal
lit}i =
Bentuk-bentuk kunj{:ingan ke Tatar KAnekes diatur dan ditelola secara sisl,ematis melalui aturan dan _1
f-unosionalisas''"'B:n"t^.0^'',-,u,,,:,;.:=,;,,,,,,. (2)
i.s
Bentukkunjungan$bagaimanatilih&ud,diantarang;=',,tat
='='
:-
a.
=
Penelitian, dan 4au kegiatan.$iijac-B,,sebagai-nr.a-na dinyatakan atau termaktub dalam surat rekomendasi dari
:]Ji:iii'. _'
-.
::i::::::::i:r::::::::j
:;:::'
seCara:.aiatematis melalui aturan dan
(1)
(2)
.$
Alur kunjungan sebagaimana dimaksud, diSusdii"d-iiOdfi tata urutan sebagai berikut;
a.
Pintu masuk dan keluar melalui Kaduketug dan diketahui oleh perangkat desa.
b.
Melalui alur sebagaimana ditetapkan oleh perangkat desa;
b.1. Alur dua; Kaduketug-Dangdang-Kaduketer-Kiara Lawang; (kawasan tangtu) Cibeo. Alur b.2. Alur satu; Kaduketug-Balingbing-Maren$o'Gaigboh; (kawasan tangtu) Leuwibuled-CipalerCipiit-Cijengkol-Cikadu-Cikartawana-Cibeo, dan alur,pulang sebaliknya dan atau alur satu.
Pintu masuk
Pasal
13
(1)
Untuk masuk kewilayah Tatar Kanekes, hanya diperbolehkan melalui Kampung Kaduketug.
(2|
Pengunjung yang masuk melalui jalur selain Kampung Kaduketug, dinyatakan sebagai pengunjung illegal.
Larangan Pasal 14
7:
(1) Untuk meniaga keutuhan sosial budaya dan kelestarian lingkungan hidup Tatar Kanekes, diberlakukan beberapa larangan kegiatan
(2)
Bentuk-bentuk larangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah sebagai berikut
'=,,
,
,i':
,
-.=u-t*i6;== ::: : : :: : :::: :
:::::
Pasal 16,,
:
1, ..t,,,,-' :::::::::
;ie*'
(1)
Pengunjung mendapat izin masuk/ pas setelah melakukan pelaporan kedatangan.
(2)
Bentuk pas dikategorikan sesuai dengan bentuk dan tujuan kunjungan.
(3)
Pengunjung yang telah melalui prosedur sebagai mana ditetapkan dalam pasal 11 ayat (2) akan diberikan Pas Kunjungan yang berlaku selama berada dalam wilayah Tatar Kanekes. .::l
(4)
Pas diberikan oleh perangkat desa pada saat pelaporan kedatangan
.
BAB
VI
JUMLAH PENGUNJUNG DAN PENGELOMPOKAN Jumlah Pengunjung
Pasal (1)
17
Jumlah pengunjung dibatasi berdasarkan kelipatan jumlah setara 40 (empat puluh) orang, dan diberlakukan kelipatan dalam pengelompokan.
(2\ Pengelbmpokan dilakukan bersama perangkat desa pada saat pelaporan kedatangan
Pengelompokan
Pasal
18
8:
(1)
Untuk mempemudah pengawasan dan kepuasan pengunjung, maka atas pengunjung rombongan, akan diadakan pengelompokan sebagaimana diatur dalam pasal
17 ayat (1).
(2)
Setiap kelompok akan didampingi,o,leh..qgpl6ng,p.,Am6lgxl16;tukmpngantar
(3)
Setiap Kelompok akan dibekali tanda Pas Pengunjung yang berlainanr
Kanekes.
'',
,l
,,,
s\ ,tl
'-
,,{x
lntervaEPembe-*gkatan
I
,,
{t
,,,,:,:.,:.
p"t",
1S',
,
ketempat tujuan di Tatar
,.=
H
$ =:
E
(1)
Untuk menertibkan pengunjung serta memperhatikan daya dukung lingkungan, pemberangkatan t!, 't.t
desa pada saat
rh
$ranOkat
W
Perlengkapan
Pasal (1)
21
Perlengkapan pengunlung diatur dan dikelola melalui ketentuan desa dan pengawasan dilakukan oleh perangkat desa.
(2)
Jenis-jenis perlengkapan yang termasuk dilarang dipergunakan diwilayah tangtu, akan diberitahukan oleh perangkat desa pada saat pelaporan kedatahgan.
BAB
VIII
PEMANDUAN DAN PEKARYA (PORTER) Pemanduan
Pasal 22 (1)
Pemanduan pengunjung di Tatar Kanekes disusun dan dikelola berdasarkan ketentuan sebagaimana diatur melalui ketentuan desa.
(2|
Flekomendasi dan sertifikasi dilakukan oleh Dinas lnformasi Komunikasi budaya dan Pariwisata Kabupaten Lebak.
9:
t-
(3)
Pemeriksaan rekomendasi dan sertifikasi dilakukan oleh perangkat desa sebagaimana ketentuan yang berlaku.
Pekarya (portefl
Pasal (1)
lu.
Pekarya (porte0 bdlpul'A dibawa pengunjung maupun yang disediakaq oleh perangakat desa harus sesuai dengan keteiifiran yang
berlaku.
:.:
(2\
23
='
2:.
n
Pemeriksaan/ penlpdiaan pekarya (porte, dilakuffin oleh perangkat
kedatangan
fr
{9sa pada saat
pelaporan
+i
P,EnOelolffi:r
,,..,.
itiliPasg!,,,,:€4:,.,,, l\.#-;iij:ri.i:f i,,4,:,iif,€
kelestarian sumber daya
mendukung peningkatan
Pasal 25 Untuk kelangsungan pengelolaan, Jaro Pamarentah dapat mengeluarkan kelentuan teperinci lainnya dengan persetujuan Musyawarah
Adat. :.,
Pasal: 26 Dalam keadaan tertentu, dan sangat diperlukan dalam rangka mempertahankan dan atau memulihkan harmoni dan kelestarian manusia dan lingkungan di Tatar Kanekes, Jaro Pamarentah dapat menghentikan
kegiatan tertentu dan atau menutup Tatar Kanekes'terhadap semua kunjungan atas persetu,juan Musyawarah Adat.
Struktur Perangkat Pengelola Pasal 27
(1) Struktur Perangkat Pengelola disusun dan diatur oleh Jaro Pamarentah atas perselujuan lembaga adat.
(2) Perangkat Pengelola
bertanggung jawab kepada Jaro Pamarentah.
10:
r(3)
Personal Pengelola memiliki kewenangan masa bakti
'l
(satu) tahun dan diatur melalui Surat
Keputusan Jaro Pamarentah.
;rrux$$ft$r r}(ur*rxuw
s
issEili
'\\\\\
RETRIBUSI
..d'
; fl"
Tata
Cara 28
".q,.
\
Pasat
t
Retribusi diatur dalam iata cara sebagaimana telah ditentukan dalam peraturan daerah Kabupaten Lebak
I
-
,,
i :,,,,,,,, =i ...
L
Femungu-tafi
Pasal
Besaran Retribusi
ait""&k#$t
6
Hlt
29,
ffiffi"*
Kabupaten Lebak dan disampaikan oleh perarqkat
sesuai dengan ketentuan Van$ bf{.1,!,,!
(2)
:,1,.:l
.t 'i
iiii
,
,
"
,.
, .,,:.
til:
:, ,,: ,,.14i4+' ' Sanksi yang diberlakukan berdasarkan kepritijSdh /d'ng merujuk kepada ketentuan adatdan atau :,
peraluran perundangan yang berlaku.
(3)
Bentuk sanksi dapat berupa
a. Teguran oleh Jaro Pamarentah dan atau perangkat desa lainnya yang diberi mandaU
b.
Denda sebagaimana diatur dalam ketentuan yang berlaku;
c.
Pengusiran oleh perangkal adat
d. e.
Peradilan adat; Pengusiran oleh Jaro Pamarentah yangselanjutnya diserahkan kepada aparat kepolisian Sektor Leuwidamar.
BAB XII KETENTUAN TAMBAHAN Perbaikan dan penafsiran
Pasal 32 Dalam rangka menghindari perselisihan dan kesimpangsiuran pengeloaan Saba Budaya Kanekes dari kepentingan perorangan serla sebagai wujud pengakuan hak Masyarakat Adat, maka segala sesuatu yang belum memiliki kejelasan dan atau terjadi perbedaan penafsiran, akan diatur kemudian dengan ketentuan yang sederajat secara parsial dan merupakan bagian yangtak terpisahkan dengan Peraturan Desa ini.
11
:
F I
r I
l,
N*u>ri::::i,:.***\R"A,B*#*L***,*.u
nlt
KETENTUAN PENUTUP
Pasal
#*"'l Peraturan Desa (perdes!:ini .. :: mulai berlaku sejak tanggal (iundangkan. memerintahkan penguQangan Peraluran Dgfi.a
Kanekes. ,,
,ji =*,*|,= ,,#
= :ffi,
"y
,|lj
"+^
33
\t* Agar seti& orang mengetahuinya, #
ini @rgan penempatann$ dalam Lembaran
Desa
$
'1vlii; ': ' 1,
ir,,,s,iil'...:i.i:,ir
'ra
ff !+.:.; :.::..:..::..::.:..:....- $ t r:/i;l 'w,, :..:t; i;;;
;..j....=
W,a 'fi.$a "-
ffi
,t1.r,l*ssffif-lls{ll]|]$nliylffiin;
,:
,,r,
-. Disahkan di Kaduketug ;1
s
; * nno
PAMARENTAH/
.NKEPALADESAKANEKES,
DAINAH
Diundangkan di Kaduketug pada tanggal, l5 Juli 2oo7 SEKRETARIS DESA KANEKES,
H.SAFIN
u:
PENJELASAN PERATURAN DESA KANEKES
lzt,id fi
2007 'TentaBg
Nomor 01 Tahun
\ =
IIVIISVANNXAT AtsAT TATAH]]]KANEKES (BADUY)
UMUM
;i
dalam segala mengakui keberadaan semua tingkatan dan
kepada ketentuan adal eksistensinya
lndonesia dalam ke waktu. Eksistensi yang yang memiliki asas
i
masyarakat lainnya,
Kanekes.
menjatani interaksi pd$ilif dengin_ ma.qya-r,efAl-l?-ffia;,p-g$EE#E:qg6!ffi{h dqhm upaya perlindunsan, kebutuhan aturan-aturan spesifik menjadi dangat mendasar. Termasuk Peraturan Desa yang mengatur sistem kunjungan dalam istjtan Sa5i.'B*. i tEak,iaja merup-akan pagar penjamin, akan tetapi lebih dari itu diharapkan menjadi pendorong dinamikw#*.i?{ll;$ang;p.r*ertabat dan menjunjung tinggi nilai manusia dan kemanusiaan.
Penjelasan pasal demi pasal
Pasal
1
Cukup jetas
Pasal 2 Pasal 3 Cukup jelas.
Pasal
4
Cukup jelas.
Pasal
5
Cukup jetas.
Pasal
6
Cukup jelas. Pasal 7 Sistem Wnanggalan merupakan proses kreatit masyarakat Kanekes sebagai upaya meniaga orientasi, dimana seluruh sistem dan perikelakukan hidup merupakan peribadatan dari tatalitas hidup. Sistem penanggalan menggunakan alat bantu yang disebut kolenjer, dimana sistem Wrhitungan tanggal dan
13:
bulan berdasarkan pola rotasi bulan (ekliplunar). Segala aktivitas hidup diberi makna dan penerjemahan sebagai upaya menjaga harmoni dan kearifan lakal. Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9 Pemberitahuan/publikas(,;tdiangan Pemberitahuan/pubtikasi. laingan waktu kunjungan kunju ngan akan ilakukan oteh Jaro akan d dilakukan Jaro pqnarentah kepada semua pihak yang dianggap be$epentingan. Termasuk pelaporan kepada camat Leuv@amar dan instansi teknis ,\ Ilainnia ai n ny a diinakai d it in g k at kab u patb n
.,
kabuoaten
:;.
Pasal l0 (2) Pemeberitahuan tujuan kunjungan aaiian Xeierrngrn yang tercantum datai"surat pengantar maupon surat rekomendasi dari lembaga, instansi pengunjung, dan atau keterangan yang tercantum pada buku tamu di kantor Desa Kanekes
,:.
(3) Cukup jelas lii
Pasal
1
1
(1) Cukup jelas.
1i.f
,,,,=,,,,,,,,,,=.,.
(2) Basi kunjunsan yans\Wiliffir$rrJir iP {ie.#fiaa5 perang kat aday 6ssq.#Apat tt:l*ttabe#]i m4*sld, pernyataan di atas keitas,tui*Abiei,aeuiillff:tw co py I apo ran pe n e I iti ai::
12 :i:::
Pasal
penelitian sehingga imengisi surat I (satu) hard
@p6
.1,
(1) Cukup jelas: (2) Alur
Pasal
13
(1) Cukup jetas (2) Cukup jelas.
Pasal 14 (1) Cukup jelas.
(2)
Yang dimaksud dengan benda etektronik adalah ; Kamera baik kamera konvensional, digitat maupun kamera dari telepon selular serta, alat perekam suara dan gambar (audio dan video) berupa tape recorder, celular audio video recorder, i-Podcorder dengan behagai variasinya, DV/CD-cam audio video recorder dan turunan perlengkapan teknologi audio video yang bersifat mobile lainnya.
Pasal 15 Cukup jelas Pasal
16
'.'
;1''
(1) Bentuk
Pas Kunjungan berwujud Kartu yang memitiki tanda pengesahan oleh Jaro Pamarentah dan memiliki perbedaan warna. Warna kartu pas merupakan tanda batas lingkup dan tujuan kunjungan. Warna putih merupakan warna yang memiliki kisaran tujuan kunjungan terluas dan terlama sesuai dengan ketentuan. Sedangkan warna kuning mencakup kunjungan selama-lamanya 2 (dua) hari, Sedangkan warna merah merupakan kartu pas dengan kisaran waktu dan lingkup kunjungan terbatas.
(2) Cukup jelas (3) Cukup jelas (4) Cukup jelas
Pasal
(1)
17
Pembatasan jumlah serta interuat kelompok dilakukan demi menjaga daya dukung budaya dan ekosistem yang ada, serta memudahkan dalam mekanisme pengawasan oleh perangkat desa atau petugas yang ditunjuk oleh jaro Pamarentah.
14:
(2)
Cukup jelas
Pasal 18 (1) Cukupjelas
(2) Cukup jelas (3) Cukup jelas
lu
.dlsl'
-
i ,
: l.
(2)
l' ,,
PaSal 20. (
1
)
-
Cukup jelas
,,: 1i.,,,:;;:.;;;1
-
.
,
Perbekalan berupa'inakanan da$",;fi inumai,'dengan atau bahan kemasan lainnya yangtidak bisa terurai m e nj ad i t a n g g u n gj *,t ab p i m p i n ar,li! e N:ln p& r o m bo r
aluminium foil dan kembali dan kembali ke pintu masuk at desa.
KampungKaduketdgditempal@lat1;d,ite.n1.a.kgfi
(2)
Cukup Jelas
Pasal
(1) (2)
21
CukupJelas Cukup
jela"
i,i
!t:
?emandu lndonesia Kabupaten
:.t'
i*,.
#f\}drrlitislkatdhl kualitas pemanduan di nr?.W Kanekesl Baduv'
(2) (3)
i,'
Pasal 23
{l)
Tenaga perbantuan baik yang berasal dari dalam maupun berdasarkan keputusan Jaro Pamarentah.
(2)
Cukup jelas
luar Desa Kanekes, yang
ditunjuk
Pasal 24
(t)
Pengelolaan Saba Budaya Kanekes diupayakan sebagai bagian perwujudan kelestarian sumber daya hayati dan keseimbangan ekosistem di Tatar Kan*es, sehingga dapat mendukung peningkatan ke sejahte raan masyarakat
(2) Cukup jelas (3) Jaro Pamarentah memilih dan atau menuniuk personalia perangkat Saba Budaya Kanekes, baik yang berasal dari perangkat adat atau dari masyarakat lainnya berdasarkan keahlian khusus.
(4) Jaro Pamarcntah melaporkan pengelolaan kepadi Baris Kolot secara periodik sekurang-kurangnya satu kali dalam satu tahun dalam kalender masyarakat Kanekes dan diatur oteh permusyawaratan Adat
Pasal 25 Bentuk peeluran pelengkap ataupun peraturan pelaksanaan, bba berbentuk Peraturan Jaro Pamarentah atau Keputusan Jaro Pamarentah.
Pasal 26 Dalam keadaan tertentu (force majeur), dan sangat diperlukan dalam rangka (mempertahankan) dan atau (memulihkan harmoni dan kelestarian) manusia dan lingkungan di Tatar Kanekes, Jaro Pemerintah dapat menghentikan kegiatan tertentu dan atau menutup Tatar Kanekes terhadap semua kunjungan atas pe rsetuj u an m u sy awarah ad at
15:
Pasal 27
(1) Struktur Perangkat Pengelala (2) Cukup jelas (3) Cukup ielas
disusun dan diatur oleh Jaro Pamarentah atas persetujuan lembaga adat.
Pasal 28 Cukup
Pasal
ietas
29
$ 1,:.
Cukup jelas
Pasal
30
i
Besaran retribusi merup'bkan besaranyangdit*tukan oleh sistAm tarif/ retribus'l:yang berlaku di Kabupaten Lebak, seba$aimana dinyatMdaa,,lerpamiifrg Fffiniit$nOar Xetetltuan tarif di Kantor Desa
Kanekes. Pasal
(2)
31
-
.
*'"1
,g
.
,a,
dilakukan oleh dengan dihadiri oleh dengan ketentuan yang
Cukup Jelas
B
yang diiatuhkan kewajiban-kewajiban keitentuan adat yang berlaku.
at as p e t a n g a*.+€;T.atJ,E q!,i t&tlw,,fl,fr ffi b ag i m as y ar akafAd dl tW el<ea$4]Wk
d.
e.
adat yang
't::.rl tindakan yang Peradi\an adat diIaksanakaa1*hleM teri$-faqlQriggairan adat yang akibatnya disamping d i ku al if ikas i kan sebag ai Kanekes untuk memulihkannya, juga m el ah i rkan kew aji ban - kewaj i ba n aktivitas-aktivitas lainnya baik bersifat phisik maupun psykhis guna mengembalikan harmoni yang terganggu tersebut sesuai dengan ketentuan adatyang berlaku
Tindakan pengusiran oleh Jaro Pamarentah yang selaniutnya diserahkan kepada aparat kepolisian Sektor Leuwidamar, merupakan sanksi atas perbuatan baik langsung ataupun tidak langsung, perbuatannya ataupun akibawa yang dikualifikasikan sebagai perbuatan pidana dalam hukum positif Republik lndonesia.
Pasal 32
Cuiup Pasal
jetas
33
'::::::"
:'
Cukup jelas
Tambahan Lembaran Desa Nomor:
t6:
!j:,
17:
ffi"."
C
ii----'-'--'--''
KWITANSI IZIN SABA BUDAYA BADUY
(ISBB)
ii'''tl !t
Nomor
'rl Tetahterima&ri N
:
/Ds-Itun/2001/ISBEV
I
nat'-t
. Ab&nratanaerft
Uutuk pcmbayaran : IZfN SABA BIJDAYA BADUY,DI DESA KAIIEI(ES : ...... ..*{.. ..' ..'.Orang rumhh
peserta
ry ?r'9?
.., \r-
,
Yang mengeluerkm Perizinan Pengelola sabcbudaYa
s
Nom
or:
/Ds-Ikr/?001/ISBB/
l20l
surat
Berdasarkan
d--g;; iii i-e-f-'p*" C";r** i e"*.yl
menge!*erka$ surat ;zin atas dengaa tujuan lebih dekat dengan masyarakat adat Baduy tr4*1.;
f
Sa* B.:day*
kepada Name Sekolah Tersebut di
An&mlv*s
Nama NomorNim
Jumlah..ll.
orang Penanggung Jawab
AIama Bcrdc$rka[ l. penuajukan
'
surat trfupu$s*n Disporabudpar Kab.Lebak No 556.4/04&Dirporabudpar/2011'tcntang
penauggungiaw_ab
niCuy ti"t*"gg.t
pengelole wiseta:Budayr B*duy O[Febuari 2011.periL*l pctimpahan serrcntng urtuk mengelola
!#itati
Baduy.
AI'APTIN ATTTBAN.ATAfrAN II{ASYARAKAT ADAT EADA Y Melapor Kepad* Kcpela Desa Kenekes. Mcagisi tuku trmu y$gtelrh di sedi*km. Meaihargai serto me*gf,rrm*ti adat istiedat e*cyarak*t Baduy eelama ada di wilayah Bad*y. selama berada di wilayah Baduy' Baduy' wilayah di Tidak membawa gitar atau memaittkanya selema Baduy dalam Cibeo Cikeusik Cik*rt*wana datr hutan vileyah( di p*uge.ms uutuk su*rn Tidxk x6erbrwa alet
fidak membawa radio tapgserta tidak membunyikarya Iinduug)
Tidak membawa senapat angina atau sejenisnya Tidak membuang sampan semkangan {Tenrtama dari bahan kaleng atau pelastik Tidak aembuang santph dan sejenisnya ke zungai. TIDAX.MEMBUANG PUIIITUNG ROKO VANG NTASIH MENYAT-ATidak menebang pohoon sembarangan dan lidak msrcabut sryanjang jalar yarg di lalui daan merussak. parr pengurjirg #tar?*g mcmastki h*tan l*rang*r i Hutan Lindtt46 dan Httan Trttpa* ) ?idak-membawa dan nn*-rgkoms-r;*si minuman yarrg meraabokfiri' Tidak membawa atau me.Jgkomsunsi obat-obattelarang seperti ( Narkoba Shbu'shbu dan lain-lain. Tidak melanggar Norma susila. MENGTNAP_U XENW YENITA DAN PRTA HARAS TERPISATI TERXECUALI SUAMI ISTRI. Tidak meuggunakan Saburr0dol Salrmpo jika mandi di zungai( Khuzus di Baduy Dalam ( BarA baeNe ntaaNesu )DILARANG MEMAsaw BADUY DAr-./thr BAG7 onAryc ywlo MEifiaUAT rrIRI DAi'i St]i4RA) DI frADIJy DAIaIt[ *r.raRAtic ( MEMATRET MEMBaAT REIUMA 3 $aLAIBADUY DAIAM TERTWUP SEL/IMA BADaY nENANGGAi':4N IADA BrI-AN xAVALa MENaiwT Lembaga {XAMPAS) penetitimg masing-masing dari Keterangan Surat membawa Untut para penelitian harus liidsrcsia' di y-ar:3 berlaku U*de*g-tedaag Meme*.ahi Ferailirafi Menjap Statititas Xeamans4ketentrama4k6e*ibm umum dan kebersihan. Melaftsanakan qiaradp€rictah agsma secara teatib dan tidak menycolok.
i
)
xuur fiirfir
lebihjelas bisa ditanyakan Ketent,gn tersebut di atas hanya sebagiar kecil dari penturar adat masyarakat Baduy,untuk kepada pemuka adat f"fasyaraket Badu,'daa aparat Desa Kanekes ( Baduy
)
MELAPTOR KETAIIA KE?ALA D-ESA KANE(ES SEBELUhf, I(EGIATAN. Menghcrm*i adat irtirdat masyarakat Btduy dan sekitarnya' Demikian Surat Izin ir:i dibuat dan dipagurakan sebagaimana mestinya.
Pe*gelola saba bud*ya
effiffi Qr
.-*
DAN SESUDAE MELAKSAF{AKAN