KONFLIK PERAN WANITA BALI Amanda Rianika W, Gusti Ayu Tri, Yohanes K. Herdiyanto, David Hizkia Tobing, I.A Hutri Dharasasmita Center for Health and Indigenous Psychology (CHIP), Universitas Udayana
[email protected] Abstrak Menurut Wolfe & Snoke (1962) konflik peran terjadi karena adanya dua “perintah” atau lebih yang berbeda dan diterima secara bersamaan serta pelaksanaanya atas salah satu perintah saja akan mengakibatkan diabaikannya perintah yang lain. Pengertian dari “Menyama Braya” bagi masyarakat Bali, dimengerti sebagai bingkai pelindung kerukunan hidup masyarakat dari ancaman kehidupan yang individualistis, materialistis dan disintegrasi masyarakat sebagai energi perekat kebersamaan atau integrasi (Puja media 2002, dalam Damayana W, 2011). Seperti yang diketahui, bahwa Bali merupakan pulau yang masih sangat kental dengan adat istiadatnya, baik dalam kegiatan Menyama Braya maupun kegitan upacara keagamaan. Di era modern saat ini, menuntut masyarakat Bali untuk bekerja, baik bekerja secara formal yaitu menjadi pegawai disebuah instansi maupun bekerja secara informal yaitu membuka usaha sendiri. Penelitian ini menggunakan pendekatan fenomenologi. Responden penelitian ini merupakan dua orang wanita bersuku Bali, beragama Hindu, belum menikah dan pendidikan terakhirnya adalah Strata 1 (S1). Pada penelitian ini, bertujuan untuk mengetahui perbandingan fleksibilitas waktu antara wanita Bali yang bekerja secara formal dengan wanita Bali yang bekerja secara informal berkaitan dengan tradisi Menyama Braya, terdapat satu responden yang bekerja formal dan satu responden yang bekerja informal serta keduanya aktif dalam tradisi Menyama Braya. Pengambilan data dilakukan dengan teknik wawancara. Data kualitatif yang diperoleh dan dianalisis dengan theoretical coding yang terdiri dari open coding, axial coding dan selective coding. Dari penelitian ini, didapat hasil mengenai definisi, penenyebab, dampak dan respon dari konflik peran yang terjadi pada wanita Bali. Hasil yang didapat dalam penelitian ini yaitu wanita Bali yang bekerja informal lebih mudah untuk menyesuaikan waktu bekerja dengan kegiatan Menyama Braya dibandingkan dengan wanita Bali yang bekerja formal. Kata kunci : konflik peran; Menyama Braya; wanita; Bali Abstract According to Wolfe & Snoke (1962) role conflict occurs because of the two orders or more, distinct and received simultaneously and implementation on one single command will result in a waiver of the other commands. Definition of Menyama Braya for the Balinese, known as a protective frame harmony society from the threat of life of individualistic, materialistic and disintegration of society as adhesive energy of togetherness or integration (media Puja 2002, in Damayana W, 2011). As you know, that Bali is an island that is still very thick with customs, both in Menyama Braya activities and the religious ceremonies. Nowdays in the modern era, demanding the Balinese people to work, which is work formally as an employee or work informally that own their own business. This study uses a phenomenological approach. Respondents of this study were two women have tribes Bali, a Hindu, which is not married and at least has formal education on Strata 1 (S1). In this study, aiming to compare the flexibility of time between Balinese women who work formally with Balinese women who work informally associated with the tradition of Menyama Braya, there is one respondent who works formal and one of the respondents who work informally and both are active in the tradition activities of Menyama Braya. Data were collected by interview. Qualitative data were obtained and analyzed with the theoretical coding which consists of open coding, axial coding and selective coding. On this study, we got the result on the definition, causes, impact and response of role conflict that occurs in Balinese women. The results obtained in this study is Balinese women who work informally is easier to adjust time between working and Menyama Braya activities compared to Belinese women who worked formally. Keyword: role conflict; Menyama Braya; women; Bali 1
formal menyesuaikan waktu terutama
LATAR BELAKANG
untuk kegiatan Menyama Braya. Seperti
yang
diketahui
Bali
Sebagai wanita Bali, merupakan peran
merupakan pulau yang masih sangat
yang tidak mudah dilakukan dimana
kental dengan adat istiadatnya, baik
selain mereka bekerja, mengurus rumah
dalam kegiatan Menyama Braya maupun
tangga, mereka juga harus Menyama
kegitan upacara keagamaan. Di era
Braya. Beberapa dari wanita Bali juga
modern ini, menuntut masyarakat Bali
memilih untuk berhenti bekerja, apalagi
untuk bekerja, baik bekerja secara formal
ditambah mereka yang sudah menikah,
yaitu menjadi pegawai disebuah instansi
beban “meadat” menjadi lebih besar.
maupun bekerja secara informal yaitu
Dalam
membuka usaha sendiri. Menyama Braya
diangkat yaitu peran wanita Bali dalam
di Bali merupakan kegiatan wajib sebagai
menyesuaian waktu bagi mereka yang
masyarakat Bali baik yang sudah menikah
berkerja baik formal (sebagai pegawai)
ataupun yang belum menikah. Bagi
maupun informal (sebagai pengusaha)
mereka yang bekerja formal sulit untuk
dengan kegiatan Menyama Braya di Bali.
menyesuaikan waktu bekerja mereka
Dalam penelitian ini ingin mengetahui
dengan tradisi Menyama Braya yang ada
solusi yang di ambil oleh wanita Bali
di banjar maupun di desa mereka. Dalam
dalam mengatasi konflik peran yang
kegiatan
terjadi dan mengetahui jenis pekerjaan
Menyama
bahwa
Braya,
kegiatan
penelitian
yang
ini
konflik
kematian, pernikahan, otonan, potong
manakah
fleksibilitas
gigi, dan lain sebagainya itu sulit untuk
kegitan Menyama Braya di Bali.
yang
dengan
disesuaikan dengan waktu kerja formal karena waktu pelaksanaanya yang tidak
TINJAUAN PUSTAKA
menentu dan mungkin dilaksanakan saat hari kerja sedangkan kegitan upacara hari
Menyama Braya
raya
keagamaan
hari
raya
Menyama Braya menurut masyarakat
Saraswati
atau
Bali diyakini sebagai landasan moral
libur
yang cukup efektif dalam membangun,
nasional umat Hindu. Oleh karena hal
membina dan menjaga relasi masyarakat
tersebut, sulit bagi mereka yang bekerja
di Bali khususnya. Menyama Braya bagi
Galungan, Nyepi
seperti
Kuningan,
biasanya
menjadi
hari
2
masyarakat bingkai
Bali
dimengerti
pelindung
kerukunan
sebagai
2. Jenis pekerjaan manakah yang lebih
hidup
flesibilitas
akan
waktu
berkaitan
masyarakat dari ancaman kehidupan yang
dengan tradisi Menyama Braya di
individualistis,
Bali?
materialistis
dan
disintegrasi masyarakat sebagai energy
3. Bagaimanakah solusi yang dilakukan
perekat kebersamaan atau integrasi (Puja
wanita Bali berkaitan dengan konflik
media 2002, dalam Damayana, W 2011).
yang mereka hadapi ?
Konflik Peran
METODE PENELITIAN
Pada penelitian ini terdapat juga konflik peran yang terjadi pada wanita Bali
Penelitian ini menggunakan pendekatan
dimana disisi lain mereka harus berkerja
fenomenologi. Pendekatan fenomenologi
dan
melakukan
berguna untuk mengamati fenomena-
kewajiban mereka untuk menjalani tradisi
fenomena yang konseptual subjek yang
Menyama Braya. Konflik peran terjadi
diamati
karena adanya dua “perintah” atau lebih
pemikirannya guna memahami makna
yang
yang disusun oleh subjek pada kegitan
mereka
berbeda
juga
dan
harus
diterima
secara
melalui
tindakan
(George.R
2007,
dan
bersamaan serta pelaksanaanya atas salah
sehari-hari.
dalam
satu perintah saja akan mengakibatkan
T.Carina dkk).
diabaikannya perintah yang lain. (Wolfe
Responden penelitian ini merupakan dua
& Snoke 1962 dalam Arfan.I & Ishak.M
orang wanita bersuku Bali, beragama
2005).
Hindu, belum menikah dan pendidikan terakhirnya adalah Strata 1 (S1). Tujuan dari penelitian ini yaitu ingin mengetahui perbandingan flesibilitas waktu antara
PERTANYAAN PENELITIAN
wanita Bali yang bekerja secara formal 1. Apakah ada konflik yang terjadi
(pegawai) dengan wanita Bali yang
dengan wanita Bali yang bekerja
bekerja
formal maupun informal berkaitan
berkaitan dengan tradisi Menyama Braya,
dengan tradisi Menyama Braya di
maka terdapat satu responden yang
Bali?
bekerja formal dan satu responden yang 3
secara
informal
(pengusaha)
bekerja informal serta sama-sama aktif
subjek atau sasaran yang dituju sama.
pada
Braya.
Definisi Menyama Braya secara umum
dengan
adalah tradisi yang sudah berkembang di
teknik wawancara. Wawancara digunakan
Bali sejak lama, dimana merupakan
untuk memperoleh data mengenai konflik
tradisi gotong royong masyarakat Bali
peran yang terjadi pada wanita Bali dan
dalam
perbandingan flesibilitas waktu antara
kemanusiaan.
tradisi
Pengambilan
Menyama
data
dilakukan
kegiatan
keagamaan
ataupun
bekerja formal dengan bekerja informal. Wawancara dilakukan dengan panduan
Penyebab
petanyaan (guideline) yang berhubungan
Konflik peran pada wanita Bali terjadi
dengan
dikarenakan keadaan masyarakat Bali
konflik
peran
wanita
Bali
terhadap tradisi Menyama Braya di Bali.
yang masih sangat kental dengan adat
Data kualitatif yang diperoleh dianalisis
istiadat yang terjadi di Bali menyebabkan
menggunakan teknik koding. Teknik
wanita Bali harus “pintar-pintar” dalam
koding ini terdiri atas tiga bagian yaitu
membagi waktu mereka, selain bekerja,
open coding, axial coding dan selective
mengurus rumah mereka juga disibukan
coding.
dengan kegiatan adat yang disebut dengan
Metode
menggunakan
kualitatif
hipotesis,
ini
metode
tidak ini
Menyama
Braya.
Kegitan
Menyama
digunakan untuk meneliti kondisi objektif
Braya di Bali bagi wanita biasanya
yang alamiah berdasarkan fakta – fakta
diwujudkan dengan kegiatan ngayah.
yang ditemukan dilapangan. (Suryana
Ngayah merupakan tradisi saling gotong
2010, dalam T.Carina dkk).
royong
masyarakat
menyelesaikan
sebuah
Bali
dalam
upacara
baik
upacara kemanusiaan maupun upacara
HASIL DAN PEMBAHASAN
keagamaaan. Definisi
Berbicara tentang wanita Bali yang sudah
Definisi konflik peran secara umum
modern,
sering terjadi pada orang yang memegang
ataupun berkerja secara formal dikantor
sejumlah peran yang berbeda macamnya,
membuat
kalau peran-peran itu itu mempunyai pola
menyesuaikan
kelakuan yang saling berlawanan meski
Menyama Braya, ditambah lagi dengan 4
menjadi
seorang
mereka waktu
pegawai
sulit
untuk
dengan
tradisi
waktu
yang
dari
lain sebagainya biasanya terjadi tidak
pelaksanaan kegitan upacara kemanusiaan
terjadwal atau secara mendadak karena
seperti potong gigi, menikah, dan lain
kegitan
sebagainya yang membuat wanita Bali
berdasakan
sulit untuk dapat berkerja dengan formal
diberikan pemuka agama sebelumnya,
dan juga mengikuti kegiatan Menyama
maka
Braya dalam waktu yang bersamaan,
menjadwalkan
apalagi dengan adanya batasan untuk
kemanusiaan. Kegiatan Menyama Braya
mengambil waktu cuti yang membuat
di masing-masing daerah berbeda-beda
wanita
ada
Bali
tidak
harus
menentu
benar-benar
bisa
kemanusiaan
seperti
itu
dengan
baik
yang
dari
yang
itu
hari
lebih
sulit
kegiatan
”mudah”
dengan
untuk upacara
hanya
memanfaatkan waktunya dengan baik.
membayar denda atau iuran saja ketika
Disisi lainnya ada juga wanita Bali yang
tidak datang dalam kegiatan Menyama
bekerja secara informal atau membuka
Braya, tapi ada juga desa atau banjar
bisnis (wiraswasta) merasa lebih leluasa
yang benar – benar masih kental dengan
untuk mengatur waktu mereka terkait
adat Menyama Braya apabila mereka
dengan kegitan Menyama Braya. Tetapi
yang berada pada desa atau banjar yang
tidak
yang
masih kental dengan adat Menyama
berkerja informal dapat dengan leluasa
Braya yang tidak menghadiri kegiatan
mengatur
terkadang
tersebut akan terkena sanksi sosial seperti
mereka juga sering mengalami “tabrakan”
ketika mereka memiliki kegiatan upacara
jadwal ketika ada kegitan Menyama
keagamaan atau kemanusiaan desa atau
Braya
banjar yang bersangkutan tidak akan ikut
selamanya
bertemu
wanita
jadwal
secara klien
Bali
mereka,
mendadak yang
dan
sudah
harus mereka
membantu
dalam
kegiatan
upacara
jadwalkan sebelumnya.
mereka dan juga mereka akan dikucilkan
Dalam hal Menyama Braya berkaitan
dalam masyarakat.
dengan upacara keagamaan biasanya
Kedua responden mengatakan bahwa
sudah diatur dengan adanya hari libur
ketika mereka berkerja secara formal sulit
tersendiri seperti hari raya Galungan,
bagi mereka untuk menyesuaikan jam
Kuningan, Saraswati atau Nyepi, tapi
kerja mereka dengan kegiatan Menyama
untuk upacara kemanusiaan seperti acara
Braya. Tetapi ketika berkerja secara
potong gigi, menikah dan kematian serta
informal lebih mudah bagi salah satu 5
responden untuk melaksanakan kegitan
bertemu dengan klien , ia memanfaatkan
Menyama Braya, disisi lain responden
waktu luangnya untuk menghadiri kegitan
yang bekerja formal sebenarnya juga
Menyama Braya walaupun sebentar tapi
terpikir
yang
untuk
berhenti
bekerja
dan
terpenting
adalah
kehadiaran
bekerja secara informal (wiraswasta)
responden tersebut di dalam kegiatan
tetapi
modal
Menyama Braya. Tetapi ketika tidak
menjadi salah satu alasan kenapa wanita
dapat memanfaatkan waktu luangnya
Bali
responden lebih memilih izin setengah
karena
masih
belum
berkerja
adanya
secara
formal
(pegawai).
hari untuk melakukan kegitan Menyama Braya setelah selesai responden kembali
Dampak
lagi ke kantor untuk menyelesaikan
Dampak mengenai konflik peran yang
perkerjaannya.
terjadi
Tetapi
terhadap
wanita
Bali
yang
respon
dari
responden
yang
berkaitan dengan tradisi Menyama Braya
bekerja informal dimana lebih mudah
yaitu
untuk
mereka
menyesuikan
cendrung waktu
sulit
kerja
untuk dengan
dengan
menyesuaikan kegiatan
waktu
bekerja
menyema
braya,
kegiatan adat, mereka juga kadang harus
dikarenakan bekerja sebagai pengusaha
memilih antara perkerjaan atau kegiatan
kebaya tidak terlalu menyita banyak
adat dan memilih hal mana yang penting
waktunya, tidak seperti ketika bekerja
untuk dikerjakan terlebih dahulu.
sebagai pegawai bank.
Respon
Hasil Koding
Dari data responden yang di dapat yaitu pada responden yang bekerja secara formal mengatakan sering “mencuri – curi” waktu untuk melakukan kegiatan Menyama Braya, dikarenakan responden yang bekerja sebagai marketing disebuah perusahaan swasta yang bekerja lebih banyak di luar maka ketika responden selesai mengerjakan tugas kantornya
Gambar 1. Tabel Koding 6
Dari
table
diatas
menunjukan
hasil
Saran
koding yang telah dilakukan yang terdiri
Sebaiknya perlu lebih banyak responden
dari open koding, axial koding, dan
agar penelitian ini kaya akan data. Perlu
selective koding serta mendapatkan hasil
waktu yang lebih lama lagi dalam
yaitu 3 (tiga) selective koding yang sudah
melakukan penelitian ini agar data yang
menjawab pertanyaan dari penelitian ini
diperoleh lebih banyak.
yaitu
pekerjaan,
konflik
dan
solusi
dimana selective koding ini di dapat juga
DAFTAR PUSTAKA
dari axial koding karena ketika axial dapat menjawab pertanyaan penelitian
Input Bali.(2015). Ngayah Tradisi yang
maka axial koding dapat ditetapkan
Harus Tetap Ada di Bali. Bali:
sebagai selective koding. Koding tersebut
Balamedia
didapatkan dari hasil wawancara yang
Darmayana, I Wayan. (2011). Menyama
sudah dilakukan dan mendapatkan hasil
Braya ( Study Perubahan
dari penelitian ini yang berjudul ”Konflik
Masyarakat
Peran Wanita Bali”.
Teologi UKSW
Bali).
Fakultas
Agustina, L. (2009). Pengaruh Konflik Keterbatasan Penelitian
Peran, Ketidakjelasan Peran dan
Keterbatasan dari penelitian ini yaitu
Kelebihan
terbatasnya jumlah responden penelitian,
Kepuasan
Kerja
dimana hanya menghadirkan 1 responden
Auditor.
Bandung:
dari masing-masing kategori yaitu wanita
Ekonomi Universitas Maranatha
Bali yang bekerja formal dan wanita Bali yang bekerja informal. Waktu yang dibutuhkan untuk penelitian ini terbatas maka perlu disiapkan waktu yang lebih banyak untuk melakukan penelitian ini agar data yang diperoleh lebih banyak.
7
Peran dan
terhadap Kinerja Fakultas