KONFLIK PEDAGANG DENGAN PT. SANUR DINAMIKA MENTARI: STUDI KASUS PENGELOLAAN LAHAN PEMBANGUNAN HOTEL DI PANTAI MERTASARI SANUR
Wahyu Darma Kusuma Abstract
Basically this research would like to know about the form of conflict which been happened at Mertasari Sanur lately that become a very main topic between the Street Traders and PT. SDM. The explanation then will be followed by looking how are the effects would be appears when the conflicts happened. Whereas the purpose of this research is to explore and effort the problem solving without disadvantaging the both party. Whereas the type of research will be was is Qualitative Research. This method is used to understand the conflicts based on this research at the area. This research is descriptive analytic which means by describing and explaining indication, incident, phenomenon, and something has happened. Research’s result shows that the type of conflict between the Street traders and PT. SDM is type of Structural Conflict.
A.
Latar belakang Bali salah satu daerah tujuan wisata yang cukup terkenal bagi masyarakat nasional
maupun internasional karena memiliki panorama alam dan budaya yang cukup menarik sebagai tempat kunjungan wisata. Ramainya kunjungan wisata di Bali tidak terlepas dari dukungan masyarakat Bali sendiri untuk terus menjaga kelestarian Bali dengan tetap menjunjung konsep tri hita karana yang dipercaya sebagai kesimbangan alam,Tuhan dan manusia. Ketika Bali menjadi daerah tujuan wisata yang sangat ramai dikunjungi para wisatawan, namun mulai saat itulah Bali menjadi tanah yang mempunyai nilai jual banyak diminati oleh para investor untuk menanam saham di sektor pariwisata. Pembangunan hotel-hotel mewah di sepanjang Pantai di Bali sudah menjadi pemandangan yang tidak mengherankan, keprihatinan terhadap meningkatnya penjualan dan penyewaan tanah di Bali dikemukakan oleh Ida Pedanda
Gede Made Gunung, salah seorang tokoh masyarakat Bali (Wijaya, 2003) yang menyatakan sesungguhnya umat tiap hari menyembah ibu pertiwi, yang esensinya bahwa umat bersyukur kepada kepada Tuhan Yang Maha Esa karena telah diberikan tempat untuk melaksanakan kehidupan. Namun sayang, lahan-lahan di Bali mulai berkurang karena alih fungsi dan kepemilikannya. Lahan dapat diartikan suatu daerah dipermukaan bumi dengan sifat sifat tertentu yang meliputi biosfer, atmosfer, tanah, lapisan geologi, hidrologi, populasi tanaman dan hewan serta hasil kegiatan manusia masa lalu dan sekarang, sampai pada tingkat tertentu dengan sifat sifat tersebut mempunyai pengaruh yang berarti terhadap fungsi lahan oleh manusia pada masa sekarang dan masa yang akan datang (Jupri, 2008 ). Salah satu pantai yang ada di Desa Sanur Kauh Denpasar adalah Pantai Mertasari. Pantai berpasir putih yang sering dikunjungi oleh wisatawan mancanegara ini, mempunyai beragam nilai budaya dan keindahan panorama alam yang sangat indah. Pantai Mertasari sebenarnya sudah dikenal oleh masyarakat lokal sejak puluhan tahun yang lalu sebelum Desa Sanur Kauh ditetapkan menjadi desa definitif oleh pemerintah Provinsi Bali Mertasari mulai
pada tahun 1982. Pantai
lebih diperhatikan oleh pemerintah sebagai tempat obyek pembangunan
pariwisata. Ketika terbentuknya tanah timbul yang muncul akibat adanya endapan pada areal pantai tersebut, perkembangan pariwisata yang sangat pesat di Bali membuat
tanah yang
sebagai salah satu sub komponen ekonomi ini menjadi rebutan para investor. Upaya pengembangan pariwisata
di Pantai Mertasari tidak terlepas dari peran
Pemerintah Provinsi Bali. Pemerintah melakukan kerja sama dengan berbagai pihak investor salah satunya dengan PT. Sanur Dinamika Mentari dengan agenda kerja pembangunan hotel di sepanjang pesisir Pantai Mertasari. Kerjasama ini disepakati oleh kedua belah pihak dengan mengadakan kontrak perjanjian pengelolaan
lahan dengan
surat perjanjian kerja sama
No.593.6/1462/perl. Dalam hal ini pihak pertama Pemerintah Provinsi Bali memberikan Hak Pengelolaan Lahan HPL kepada PT. Sanur Dinamika Mentari selaku pihak kedua penyewa lahan yang luas tanahnya ( 1,58 Ha), dengan jangka waktu 30 tahun terhitung sejak tanggal 27 Januari 1995. Tetapi dalam proses pelaksanannya PT. Sanur Dinamika Mentari tidak pernah melakukan kewajibanya untuk membangun hotel. Terhitung sejak dimulainya penandatanganan kerjasama antara PT. Sanur Dinamika Mentari dengan Pemerintah Provinsi Bali pada tahun 27 Januari 1995 hingga saat ini di tahun 2013 belum ada pembangunan hotel.
Dengan adanya kekosongan lahan tersebut yang belum dikelola oleh pihak PT. Sanur Dinamika Mentari, beberapa warga Mertasari memanfaatkan lahan tersebut sebagai sarana berjualan. Namun demikian para pedagang mendapatkan penolakan keras dari penyewa lahan yang menyebabkan terjadi konflik kepentingan pengelolaan lahan yang berujung sengketa lahan antara pihak Pedagang dengan PT. Sanur Dinamika Mentari selaku pemilik hak atas guna lahan tersebut. Konflik sengketa lahan ini berawal dari para pedagang yang menempatinya pada tahun 2002-2011. Tanah kosong milik PT. Sanur Dinamika Mentari digunakan sebagai tempat berdagang. Mereka pada umumnya membuka kios-kios kecil untuk mencari keuntungan secara ekonomi demi mencukupi kebutuhan sehari-hari. Namun pemanfaatan lahan oleh para pedagang malah menimbulkan konflik yang cukup panjang antara PT. Sanur Dinamika Mentari karena para pedagang yang menempati lahan yang dikelola oleh PT. Sanur Dinamika Mentari. Menurut Kepala Desa Sanur Kauh, jumlah pedagang yang berjualan di areal milik PT. Sanur Dinamika Mentari berjumlah 18 pedagang. Para pedagang ini sebagian berdomisili di Sanur dan sebagian pendatang yang berasal dari luar Desa Sanur Kauh, yang kemudian memilih membuka tempat usaha di tanah yang masih dikelola oleh pihak perusahaan ini (Wawancara M. Dane, 26-09-2013). Kemudian mengetahui lahan milik PT. Sanur Dinamika Mentari digunakan oleh para pedagang, Pemerintah Provinsi Bali melalui surat gubernur Nomor: 593/7794/PA. Aset tentang pengosongan lahan memberitahukan, kepada para pedagang untuk segera mengosongkan lahan, sebab lahan tersebut diakui pemerintah sudah hak milik sewa lahan PT. Sanur Dinamika Mentari. PT. Sanur Dinamika Mentari menolak
jika tanah tersebut digunakan oleh pihak
pedagang sebagai tempat berdagang. Kemudian PT. Sanur Dinamika Mentari melakukan negosiasi dengan beberapa pihak seperti aparatur Desa Sanur Kauh dan Pemerintah Provinsi Bali dengan
mengadakan pertemuan-pertemuan dengan
para pedagang yang waktu itu
langsung dimediasi oleh kepala desa sanur kauh. Tetapi konflik tersebut masih saja terus berlanjut ketika para pedagang yang berada di tanah tersebut menanyakan keabsahan tentang surat perjanjian yang dilakukan Pemerintah Provinsi Bali dengan PT. Sanur Dinamika Mentari. Para pedagang beranggapan bahwa surat kontrak kerjasama dengan pihak Provinsi Bali No.593.6/1462/perihal telah dinyatakan gagal
atau cacat hukum. Para pedagang berasumsi bahwa surat kontrak tersebut tercantum klausul pada pasal 10 yang mengatakan bahwa pihak PT. Sanur Dinamika Mentari wajib melakukan pembangunan sesuai dengan proposal yang disetujui selambat-lambatnya 4 tahun, jika sejak penandatanganan perjanjian tahun 1995 dan apabila belum ada pembangunan maka perjanjiannya dianggap batal demi hukum. Pihak pedagang yang tergabung dalam Organisasi Mertasari Community berupaya untuk melakukan proses dialog kembali dengan PT. Sanur Dinamika Mentari dan saat itu mediasi sudah dilakukan oleh aparatur Desa Sanur Kauh beserta pihak-pihak terkait. Namun demikian proses mediasi tersebut belum menemukan titik temu antara pihak Pedagang dengan PT. Sanur Dinamika Mentari. Kemudian upaya terus dilakukan
para pedagang yang mencoba
mengunjungi kantor Pemerintah Provinsi Bali untuk bertemu dengan Gubernur Bali tetapi hasil yang diperoleh masih belum menemukan solusi yang terbaik, sebab permasalahan ini masih dikembalikan kepada dua belah pihak yang bertikai antara Para Pedagang Pantai Mertasari dengan PT. Sanur Dinamika Mentari. Para pedagang juga melakukan upaya pengaduan nasib mereka ke DPRD Provinsi Bali tetapi hasil yang didapatkan tetap sama yaitu belum menemukan solusi. Pada akhirnya pada bulan Mei 2012 PT. Sanur Dinamika Mentari melakukan pemagaran dengan seng wilayah yang di anggap milik PT.Sanur Dinamika Mentari dengan mengacu surat kerjasama Pemerintah Provinsi Bali dengan PT. Sanur Dinamika Mentari pada tahun 1995.
B.
Rumusan Masalah 1. Bagaimana bentuk konflik yang terjadi antara para Pedagang dengan PT. Sanur Dinamika Mentari ? 2. Bagaimana upaya penyelesaian konflik pedagang dengan PT. Sanur Dinamika Mentari di Pantai Mertasari Sanur?
C.
Tujuan Penelitian 1. Secara umum tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini apa bentuk konflik antara pedagang dengan PT. Sanur Dinamika Mentari. 2. Untuk mengetahui upaya penyelesaian konflik pedagang dengan PT. Sanur Dinamika Mentari terkait pengelolaan lahan di Pantai Mertasari.
D.
Tinjuan Pustaka Penelitian pengelolaan lahan dan tanah juga pernah dilakukan oleh Lasmawan (2005),
hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) tanah adat merupakan tanah yang dimiliki secara komunal oleh desa adat dan dimanfaatkan bagi kepentingan pelaksanaan kegiatan adat istiadat setempat. Pergeseran sistem konservasi dan kepemilikan hak kelola atas tanah adat telah menimbulkan berbagai benturan sosial-budaya dan pergeseran kehidupan ekonomi masyarakat, khususnya di desa-desa yang telah berada pada tahap transisi dan modern, (2) masyarakat desa adat memiliki pandangan dan sikap yang sangat ajeg dan konsisten dalam kaitannya dengan sistem konservasi dan kepemilikan atas tanah adat. Hal ini ditunjukkan dengan keberterimaan dan kepatuhan mereka terhadap sistem dan pola konservasi dan kepemilikan tanah adat yang telah ditetapkan melalui rembug desa adat di bawah komando prajuru desa adat secara demokratis, (3) timbulnya konflik menyangkut tanah adat telah menghadirkan warna perilaku dan sikap tertentu di kalangan anggota masyarakat Desa Adat. Penelitian tentang konflik lahan dan tanah juga dilakukan oleh Priyanto dkk (2010). Penelitian membahas tentang peran prajuru desa dalam penyelesaian konflik tanah kuburan yang diuraikan tim peneliti penyebab konflik adat tersebut disebabkan karena perebutan tanah kuburan. Penyelesaian sengketa perebutan tanah kuburan mendahulukan tipe penyelesaian konflik yang berbasis kearifan lokal yakni dengan metode negosiasi dan mediasi. Penyelesaian konflik didasarkan pada hukum nasional dan hukum adat (awig-awig) yang berlaku. Prajuru desa (pengurus desa) memiliki peranan dalam mencegah dan menyelesaikan sengketa perebutan tanah kuburan yakni dalam mengkomunikasikan dan mereduksi potensi konflik. Dalam menyelesaikan konflik adat tersebut, prajuru adat berperan dalam memimpin musyawarah dengan mengakomodasikan kepentingan para pihak yang bersengketa. Dengan demikian peranan prajuru adat dalam menyelesaikan sengketa perebutan tanah kuburan perlu direvitalisasi. Dalam penelitian penulis konflik pedagang tentang pengelolaan lahan belum di bahas dalam penelitian sebelumnya. Maka dari itu peneliti akan menganalisis konflik pedagang dengan PT. Sanur Dinamika Mentari Studi Kasus Pengelolaan lahan Pembangunan Hotel di Pantai Mertasari Sanur
E. Metodelogi Penelitian Penulis menggunakan Penelitian kualitatif, sebab penelitian kualitatif adalah metode yang digunakan untuk memahami permasalahan berdasarkan pada penciptaan gambaran yang dibentuk dengan kata-kata, melaporkan pandangan dari informan secara terperinci serta disusun dalam sebuah latar alamiah. Dalam penelitian ini, metode penelitian kualitatif yang akan digunakan adalah dengan menggunakan studi kasus yaitu mengambil suatu (sampel) kasus untuk menggambarkan dan menjelaskan kasus secara mendalam. Penelitian ini bersifat deskriptif-analitis yaitu dengan mendeskripsikan dan menjelaskan suatu gejala, peristiwa, fenomena, dan kejadian yang telah terjadi. Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang ditujukan untuk memahami sebuah fenomena tentang apa yang dialami oleh sebuah subjek penelitian seperti perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, secara holistik dan dengan bentuk katakata dan bahasa, pada suatu konteks yang alamiah (Moleong, 2011).
F.
Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian adalah tempat di mana penelitian ini akan dilakukan beserta jalan dan
kotanya. Lokasi bertempat di Pantai Mertasari Sanur Denpasar. Lokasi ini dipilih dikarenakan adanya permasalahan sengketa pengelolaan lahan pemilik modal PT. Sanur Dinamika Mentari
antara para pedagang kaki lima dengan
selaku kuasa pengguna lahan di letak rencana
pembagunan hotel di Pantai Mertasari Sanur Denpasar. Adapun alasan penulis mengambil lokasi tersebut berdasarkan pengamatan dan informasi yang didapatkan melalui media cetak dan masayarakat setempat, dan waktu yang dibutuhkan dalam penelitian ini 10 bulan terhitung sejak Januari 2013 sampai dengan Oktober 2013.
G.
Penentuan Informan Informan ditetapkan dengan cara purposive sampling, yakni dipilih orang-orang yang
berkaitan dan dianggap mampu memberikan informasi atau data dalam penelitian ini, seperti informan pangkal dan informan kunci. Informan pangkal adalah informan yang sudah dikenal dengan baik sehingga dari informan akan diperoleh data-data untuk memulai penelitian. Sebagai informan pangkal akan ditentukan oleh peneliti diantaranya Kepala Desa Sanur Kauh karena memiliki pengetahuan dan mampu memberikan informasi mengenai seluk beluk
terjadinya konflik pedagang dengan PT. Sanur Dinamika Mentari. Selain itu informan pangkal ini akan mengarahkan penulis untuk mencari informan kunci lainnya yaitu perwakilan PT. Sanur Dinamika Mentari dan para
Pedagang, informan ini dapat memberikan kronologis awal
terjadinya konflik pengelolaan lahan di Pantai Mertasari Sanur. Informan kunci lainnya akan penulis tentukan yaitu Pemerintah Provinsi Bali. Dalam hal ini yang dimaksudkan adalah Guburnur Bali atau yang mewakili Kepala Biro Asset Provinsi Bali tingkat I. Informasi yang ingin didapat yaitu Kronologis terjadinya perjanjian kerjasama tahun 1995 antara Pemerintah Provinsi Bali dengan PT. Sanur Dinamika Mentari. Dari jumlah informan, 3 informan kunci dan 5 informan pangkal dengan jumlah informan secara keseluruhan 8 orang.
H.
Teknik Pengumpulan Data a. Observasi Observasi merupakan teknik pengumpulan data dengan cara pengamatan langsung ke
lokasi penelitian untuk mendapatkan kronologis gambaran yang jelas dan menyeluruh terhadap konflik yang terjadi di Pantai Mertasari Sanur Denpasar. b. Wawancara mendalam (Indepth Interview) Wawancara mendalam (indepth interview) yaitu mengumpulkan sejumlah data dan informasi secara mendalam dari informan dengan menggunakan pedoman wawancara atau melakukan kontak langsung dengan obyek yang diteliti secara mendalam, utuh, dan terperinci. Wawancara akan di tujukan kepada informan pangkal dan informan kunci untuk dapat memberikan informasi kepada penulis mengenai masalah yang akan diteliti. Wawancara akan dilakukan dengan informan di tempat yang telah disepakati sebelumnya. Dari wawancara ini diharap akan memperoleh data tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perkawinan usia dini dan dampak dari perkawinan usia dini tersebut (Sugiyono, 2012). c. Dokumentasi Dokumentasi merupakan berupa data skunder maupun primer yang didapatkan dilapangan, meliputi foto-foto lokasi konflik,rekaman suara dan arsip-arsip perpustakaan yang berkaitan dengan konflik di Pantai Mertasari Sanur Denpasar.
I.
Teknik Analisis Data Analisis data merupakan proses dalam mengatur sebuah pola, mengorganisasikan ke
dalam sebuah pola, kategori dan suatu uraian dasar (Satori&Komariah, 1993 ) sehingga data yang didapat akan lebih mudah untuk dibaca. Dalam analisis data terdapat beberapa komponen yang harus dipahami yakni, sajian data, dan penafsiran data. Komponen ini digunakan untuk menganalisis data yang sudah ada dengan metode deskriptif analitik. Metode ini digunakan untuk menggambarkan data hasil dari penelitian yang telah dilakukan yang kemudian akan dilanjutkan dengan menyusun hasil tersebut ke dalam bahasa yang beruntun atau ke dalam bentuk naratif.
J.
Kerangka Konsep a. Teori Karl Marx Konflik Antar Kelas Kemajuan peradaban manusia, khususnya yang terjadi pada awal abad 19 telah
memunculkan suatu masyarakat industri yang di dalamnya terjadi beragam corak produksi demi pencapaian akumulasi kapital. Dalam prosesnya, masyarakat industri ini telah menciptakan perbedaan kelas diantara mereka yang kemudian disebut sebagai kelas kapitalis (pemilik modal) dan kelas proletar (buruh) yang menjalankan roda produksi. Sebagai pihak yang memungkinkan dirinya untuk mendapatkan bagian yang lebih luas (surplus value) , kelas kapitalis terus menerus melakukan pemiskinan terhadap kelas buruh. Hal ini menurut Marx merupakan suatu hal yang alami, mengingat sifat dasar manusia yang tak pernah puas (Giddens, 1986 : hal 44). Tidak dibatasinya jam kerja, minimnya upah, serta besarnya beban kerja yang dialami oleh kelas buruh merupakan exsploitasi yang dilakukan oleh kelas kapitalis, sehingga memunculkan kelas buruh yang tertindas da mengalami pemiskinan. Pada suatu titik tertentu, kelas buruh yang sudah terpengaruh kelangsungan hidupnya (akibat pemiskinan) akan tergerak secara alamiah untuk bertahan (survival) dengan cara melawan penyebab terganggunya hidup kaum buruh. Karena itu, Marx melihat bahwa gerakan buruh untuk menentang kapitalis adalah gerakan inisiatif dan gerak sejarah dimana hal itu dapat terjadi merupakan sebuah hukum alam yang pasti ( Giddens, 1986 : hal 49). Satu-satunya jalan bagi kelas proletar untuk menghapus penindasan ini ialah dengan merebut kekuasaan politik dan mendirikan rezim diktator proletariat, yang menjadi kendaraan bagi kelas proletar dalam mewujudkan masyarakat komunis yang adil dan sejahtera. Negara
yang telah direbut oleh kaum proletar den pemikiran Marx hanyalah sebuah alat untuk beralih ke masyarakat sosialis yang kesejahteraannya relatif merata, sebelum pada akhirnya negara secara perlahan tidak lagi dibutuhkan seiring tercapainya cita-cita komunis (Setiadi, 2011 : hal 366). Menurut Marx konflik yang terjadi kelas bukan hanya antar kelas buruh dengan kelas kapitalis saja. Berpijak pada pemahaman bahwa materi bersifat terbatas, maka ketika terjadi persaingan antara kapitalis untuk melebarkan ekspansi bisnisnya, kelak akan terjadi konflik diantara sesama kapitalis untuk menguasai sumber daya alam dan pasar yang terbatas itu. Karena itu, kapitalisme menurut Marx akan di hancurkan oleh dua hal yaitu kaum buruh yang terus dimiskinkan dan kemudian melakukan perlawanan serta konflik persaingan bisnis yang tak terelakan diantara kapitalis itu sendiri. Dalam teori Marx disebutkan bahwa keadilan sosial akan tercapai jika kehidupan masyarakat tanpa kelas telah dapat diwujudkan ( Setiadi, 2011: hal 364).
b. Konsep Konflik dan Kekerasan Berangkat dari pemikiran Marx tentang konflik, Galtung (2003: hal 88-103) menjelaskan konflik ialah benturan fisik dan konflik sebagai verbal dimana akan muncul penghancuran. Konflik sebagai sekumpulan permasalahan yang menghasilkan penyelesaian yang merupakan penciptaan baru. Konflik sosial sebagai salah satu bentuk produk hubungan sosial dapat dibedakan dalam tiga jenis yaitu: (1) konflik kultural (kekerasan budaya), (2) konflik struktural (kekerasan struktural) dan (3) konflik kekerasan (kekerasan langsung). Dalam pandangan Galtung, kekerasan kultural adalah kekerasan yang melegitimasi terjadinya kekerasan struktural. Sedangkan kekerasan kultural ialah kekerasan kelompok yang melibatkan suku, etnis, agama yang dianggap kurang tepat bagi pihak-pihak yang berkonflik. Kekerasan struktural ialah kekerasan yang berbentuk eksploitasi sistematis disertai mekanisme yang menghalangi terbentuknya kesadaran serta menghambat kehadiran lembaga-lembaga yang dapat menentang eksploitasi dan penindasan itu. Kekerasan jenis ini lebih tersembunyi seperti ketidakadilan, kebijakan yang menindas, dan perundangan-undangan yang deskriminatif. Kekerasan struktural ini termanifestasi dalam bentuk ketimpangan kekuasaan dan ekonomi yang menyebabkan ketimpangan kesejahteraan hidup. Kemudian
kekerasan langsung adalah
kekerasan yang terlihat secara langsung terjadinya benturan fisik dengan pihak-pihak yang berkonflik.
Menurut Galtung, (1990: hal 119) terjadinya konflik sosial identik dengan penggunaan kekuasaan oleh pihak yang mendominasi lawannya. Tetapi konflik tidak bisa dilihat dari satu sisi, konflik biasanya ada yang mendatangkan manfaat ketika konflik tersebut dapat dikelola dengan benar Galtung membedakan dua bagian konflik yaitu konflik yang bersifat kekerasan dan konflik yang bertujuan perdamaian. Konflik yang bersifat kekerasan dapat dilihat dari kasus-kasus pemukulan seseorang terhadap orang lainnya dan menyebabkan luka-luka pada tubuh. Suatu kerusuhan yang menyebabkan orang atau komunitas mengalami luka-luka atau kematian dari serbuan kelompok lainnya. Konflik yang bertujuan perdamaian, perdamaian tidak hanya berkaitan dengan usaha mereduksi kekerasan langsung tetapi brdasarkan pada pemahaman dasar kondisi-kondisi sosial. cara menghapus kekerasan secara langsung dengan lebih mengedepankan negosiasi dan mediasi dari pihak ketiga untuk bisa mengakhiri pihak-pihak yang berkonflik. c. Menurut Jones (2010: hal 15-21) teori konflik berbasis pada ketidaksetaraan di dalam kehidupan masyarakat. Teori tersebut memberi penjelasan bahwa beberapa kelompok tertentu ada yang merasa kurang beruntung karena kepentingan mereka berbenturan dengan kepentingan kelompok lain. Hal tersebut ditambah dengan kelompok tersebut di eksploitasi oleh kelompok lain. Kelompok yang merasa dieksploitasi dinamakan pihak yang kurang beruntung dan kelompok yang mengeksploitasi kelompok lain merupakan kelompok yang beruntung. Kelompok yang beruntung inilah yang mempunyai kekuatan yang besar untuk menekan kepentingan kelompok lain. Banyak faktor yang menyebabkan kelompok ini mempunyai kekuatan yang besar. Salah satu faktor dari faktor tersebut adalah kelompok tersebut melegitimasi kekuasaan. Secara keseluruhan, teori ini berusaha membangun statement bahwa eksploitasi dan dominasi terjadi karena adanya kepentingan dari suatu kelompok terhadap kelompok lain. Kesamaan kekerasan struktural Johan Galtung (1990) dengan struktural konflik Jones (2010) mengenai konflik, menguatkan bahwa teori-teori konflik tersebut ada kesamaan dengan kasuskasus konflik yang ada tengah masyarakat saat ini. K.
Pengelolaan Lahan
Pengelolaan lahan adalah suatu istilah yang berasal dari kata kelola yang mengandung arti serangkaian usaha, sedangka lahan ialah lingkungan fisik berupa tanah, air, iklim, topografi
dan lingkungan biotik berupa tumbuhan, hewan dan manusia secara efektif (Jupri, 2004). Sedangkan pengelolaan lahan bertujuan untuk menggali dan memanfaatkan segala potensi yang dimiliki secara efektif dan efisien guna mencapai tujuan tertentu yang telah direncanakan sebelumnya. Dapat pula pengelolaan lahan diartikan seseorang atau kelompok yang memanfaatkan segala potensi serta mendapatkan izin tertentu dari pihak pemerintah dan masyarakat guna mencapai tujuan tertentu yang telah direncanakan sebelumnya. Pengelolaan lahan yang dimaksud oleh penulis disini ialah Pengelolaan lahan di Pantai Mertasari Sanur Denpasar. Pengelolaan lahan tersebut meliputi 1,5 hektar tanah yang dikelola oleh PT.Sanur Dinamika Mentari dalam rangka rencana Pembangunan Hotel di lokasi tersebut.
L.
Pembangunan Hotel Hotel dilihat dari asal katanya berasal dari bahasa latin hospes yang mempunyai
pengertian untuk menunjukkan orang asing yang menginap di rumah seseorang (teman, kenalan, atau musafir yang dihormati). Kemudian dalam perkembangannya kata hospes menjadi hotel dalam bahasa Perancis, hotel dengan pengertian sebagai rumah penginapan (Suarthana, 2006 : hal 11). Pembangunan hotel adalah upaya untuk meningkatkan kualitas hidup secara terus menerus atau berkelanjutan dengan memanfaatkan berbagai sumber daya pendukungnya (sustainable resources) dengan jenis akomodasi yang menyediakan fasilitas dan pelayanan penginapan, makan dan minuman, serta jasa-jasa lainnya untuk umum yang tinggal untuk sementara waktu dan dikelola secara komersial.
M. Bentuk Konflik Dalam latar belakang diatas telah diuraikan tentang konsep dari Galtung yang dapat digunakan untuk menganalisa gejala-gejala konflik sosial terutama bentuk-bentuk konflik yang ada di masyarakat Desa Sanur Kauh. Galtung menguraikan konflik sosial sebagai salah satu bentuk produk hubungan sosial yang dapat dibedakan dalam tiga jenis bentuk konflik yaitu: (1) konflik kultural (kekerasan budaya), (2) konflik struktural (kekerasan struktural) dan (3) konflik kekerasan (kekerasan langsung). Sedangkan
dari hasil analisa penelitian dan pengamatan
dilapangan bentuk konflik di Pantai Mertasari ialah bentuk konflik struktural. Konflik struktural ialah kekerasan yang berbentuk eksploitasi sistematis disertai mekanisme yang menghalangi terbentuknya kesadaran serta menghambat kehadiran lembaga-lembaga yang dapat menentang
eksploitasi dan penindasan itu. Kekerasan jenis ini lebih tersembunyi seperti ketidakadilan, kebijakan yang menindas, dan perundangan-undangan yang deskriminatif. Kekerasan struktural ini termanifestasi dalam bentuk ketimpangan kekuasaan dan ekonomi yang menyebabkan ketimpangan kesejahteraan hidup. Konflik Pedagang dengan PT. Sanur Dinamika Mentari merupakan bentuk konflik yang bersifat struktural sebab dalam kasus ini diantara kedua belah pihak saling mencari keuntungan dan mempertahankan haknya masing-masing untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
N.
Upaya Penyelesaian Konflik Pengelolaan Lahan di Pantai Mertasari Sebuah konflik, yakni sebuah situasi dimana 2 pihak atau lebih dihadabkan pada
prbedaan kepentingan, tidak akan berkembang menjadi sebuah sengketa apabila pihak yang merasa dirugikan hanya memendam perasaan tidak puas atau keprihatinannya. Sebuah konflik dapat berubah atau berkembang menjadi sebuah sengketa bilamana pihak yang merasa dirugikan telah menyatakan rasa tidak puas atau keperihatinannya, baik secara langsung kepada pihak yang dianggap sebagai penyebab kerugian atau kepada pihak lain. Konflik pengelolaan lahan merupakan bagian dari realitas sosial. Berbagai penyelesaian konflik lahan cukup banyak ditawarkan baik yang bersifat litigasi maupun non litigasi, tetapi dalam banyak hal hasilnya terasa kurang memuaskan. Bahkan penyelesaian melalui pengadilanpun terkadang dirasakan oleh masyarakat tidak adil. Tidak sedikit mereka yang telah menduduki tanah selama bertahun-tahun ditolak gugatannya untuk mempertahankan hak atau mendapatkan lahanya karena adanya pihak lain yang menguasai lahan yang bersangkutan. Atau sebaliknya gugatan seseorang terhadap penguasaan lahan untuk kepentingan pribadi tertentu dikabulkan pengadilan walaupun bagi pihak yang menguasai lahan tidak cukup kuat atau gugatan kurang beralasan. Di Indonesia, konflik pengelolaan lahan yang ada diselesaikan melalui Pengadilan Umum dan Pengadilan Tata Usaha Negara. Namun dari sekian banyaknya kasus yang masuk ke badan peradilan tersebut, banyak yang diselesaikan dengan hasil yang kurang memuaskan, sehingga berkembanglah pandangan di masyarakat bahwa badan peradilan kurang optimal dalam menyelesaikan sengketa pengelolaan lahan. Salah satu metode alternatif penyelesaian sengketa yang sekarang ini sering digunakan adalah mediasi. Semakin menumpuknya angka perkara dipengadilan telah memaksa diperlukannya
atau peningkatan penggunaan penyelesaian sengketa di luar pengadilan diantaranya adalah mediasi, seiring dengan dikeluarkannya peraturan Mahkamah Agung No 2 tahun 2008 tentang prosedur mediasi pengadilan. Upaya penyelesaian konflik lahan di Pantai Mertasari juga menuai protes dari pihak pedagang yang berkonflik dengan PT. SDM, maka dari itu pola-pola penyelesaian konflik pengelolaan lahan di luar pengadilan menjadi sebuah solusi yang dilakukan oleh kalangan yang berkonflik. Upaya penyelesaian konflik di luar pengadilan ialah
negosiasi, musyawarah
mufakat dan mediasi. Negosiasi dilakukan dengan jalan dimana para pihak yang berkonflik duduk bersama untuk mencari jalan terbaik dalam penyelesaian konflik dengan prinsip bahwa penyelesaian itu tidak ada pihak yang dirugikan (win-win solution), kedua pihak tidak ada yang merasa dirugikan. Musyawarah mufakat adalah lengkah lebih lanjut dari negosiasi. Jika dalam negosiasi tidak terdapat kesepakatan yang saling menguntungkan, maka langkah lebih lanjut adalah melakukan musyawarah mufakat dengan melibatkan pihak lain selaku penengah. Hasil musyawarah tersebut selanjutnya dibuatkan surat kesepakatan bersama untuk sebuah perdamaian yang ditanda tangani oleh para pihak yang berkonflik dan para saksi yang ikut terlibat. Upaya penyelesaian konflik Pedagang Pantai Mertasari dengan PT. Sanur Dinamika Mentari melibatkan peran aktor, antara lain peran dari Kepala Desa Sanur Kauh, masyarakat Desa Sanur Kauh dan Pemerintah Provinsi Bali. Dengan adanya pertemuan yang diadakan di Kantor Desa Sanur Kauh, pihak yang berkonflik diberi kesempatan untuk menjelaskan atas hak dan tuntutannya, dan acara langsung di pimpin oleh oleh Kepala Desa Sanur Kauh sebagai mediator. 1 Negosiasi Negosiasi adalah proses tawar-menawar dengan jalan berunding guna mencapai kesepakatan bersama antara satu pihak (kelompok atau organisasi) dan pihak kelompok atau organisasi yang lain, penyelesaian sengketa secara damai melalui perundingan antara pihak yang bersengketa. Negosiasi merupakan kata serapan bahasa inggris yang berasal dari kata negotiate yang berarti : merundingkan, bermusyawarah. Proses Negosiasi a. Pihak yang memiliki program (pihak pertama) menyampaikan maksud dengan kalimat santun, jelas, dan terinci.
b. Pihak mitra bicara menyanggah mitra bicara dengan santun dan tetap menghargai maksud pihak pertama. c.
Pemilik program mengemukakan argumentasi dengan kalimat santun dan
meyakinkan mitra bicara disertai dengan alasan yang logis. d. terjadi pembahasan dan kesepakatan terlaksananya program atau maksud negosiasi. Negosiasi dan lobi Dalam advokasi terdapat dua bentuk, yaitu formal dan informal. Bentuk formalnya, negosiasi sedangkan bentuk informalnya disebut lobi. Proses lobi tidak terikat oleh waktu dan tempat, serta dapat dilakukan secara terus-menerus dalam jangka waktu panjang sedangkan negosiasi tidak, negosiasi terikat oleh waktu dan tempat (Amriani, 2012: hal 23-28). PT. Sanur Dinamika Mentari selaku pemilik hak pengelolaan lahan di Pantai Mertasari telah melakukan upaya-upaya negosiasi dengan para pedagang agar para pedagang segera meninggalkan lahan tersebut. Pertemuan juga terus dilakukan agar permasalahan konflik ini cepat selesai dan kedua belah pihak antara PT.SDM dengan Pedagang Pantai Mertasari mendapatkan solusi yang terbaik, tetapi pertemuan tersebut belum menemukan kata sepakat untuk menyelesaikan konflik pengelolaan lahan, hal ini dipicu adanya penolakan Para Pedagang untuk meninggalkan lahan tersebut. Para Pedagang beranggapan bahwa lahan yang luasnya 1,58 hektar tersebut masih asset Negara yang artinya masyarakat masih berhak menempati lahan tersebut sesuai dengan pasal 33 ayat 3 yang berbunyi: Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. 2 Musyawarah Selain Negosiasi, musyawarah juga dilakukan oleh kedua belah pihak antara PT. Sanur Dinamika Mentari dengan Pedagang Pantai Mertasari. Musyawarah berasal dari kata Syawara yaitu berasal dari Bahasa Arab yang berarti berunding, urun rembuk atau mengatakan dan mengajukan sesuatu. Istilah- istilah lain dalam tata Negara Indonesia dan kehidupan modern tentang musyawarah dikenal dengan sebutan kesepakatan bersama, rembug desa, kerapatan nagari bahkan demokrasi. Kewajiban musyawarah hanya untuk urusan keduniawian, jadi musyawarah adalah merupakan suatu upaya bersama dengan sikap rendah hati untuk memecahkan persoalan (mencari jalan keluar) guna mengambil keputusan bersama dalam
penyelesaian atau pemecahan masalah yang menyangkut urusan keduniawian (Amriani, 2012: hal118-120). Tetapi musyawarah juga tidak bisa berjalan dengan efektif, sebab keduabelah pihak masih mempunyai pandangan yang berbeda terkait siapa yang berhak mengelola lahan tersebut, kemudian proses akhir dalam penyelesaian konflik ini adalah melalui mediasi yang diperantarain langsung oleh pihak ketiga. 3 Mediasi Mediasi dilakukan oleh pihak ketiga dengan melibatkan Kepala Desa Sanur Kauh selaku pihak yang mempunyai wewenang. Mediasi Secara etimologi, istilah mediasi berasal dari bahasa latin, mediare yang berarti berada ditegah. Pengertian mediasi ini menunjukkan pada peran yang ditampilkan pihak ketiga sebagai mediator dalam menjalankan tugasnya menengahi dan menyelesaikan perkara antara para pihak. Berada di tengah juga bermakna mediator harus berada pada posisi netral dan tidak memihak dalam menyelesaikan perkara. Mediator harus mampu menjaga kepentingan para pihak yang berperkara secara adil dan sama, sehingga membutuhkan kepercayaan dari para pihak yang berperkara. Penjelasan mediasi dari sisi kebahasaan etimologi lebih menekankan pada keberadaan pihak ketiga yang menjembatani para pihak bersengketa untuk menyelesaikan perselisihannya. Penjelasan ini amat penting guna membedakan dengan bentuk-bentuk alternatif penyelesaian sengketa lainnya seperti arbitrase,negosiasi, adjudikasi dan lain-lain. Mediator berada pada posisi ditengah dan netral antara para pihak yang bersengketa, dan mengupayakan menemukan sejumlah kesepakatan sehingga mencapai hasil yang memuaskan para pihak bersengketa. Dalam mediasi, penyelesaian perselisihan atau sengketa lebih banyak muncul dari keinginan dan inisiatif para pihak,sehingga mediator berperan membantu mereka mencapai kesepakatankesepakatan (Amriani, 2012:28-36). Dalam membantu pihak yang bersengketa, Kepala Desa Sanur Kauh sebagai mediator bersifat imparsial atau tidak memihak. Kedudukan Kepala Desa Sanur Kauh sebagai mediator seperti ini amat penting, karena akan menumbuhkan kepercayaan yang memudahkan mediator melakukan kegiatan mediasi. Kedudukan mediator yang tidak netral, tidak hanya menyulitkan kegiatan mediasi tetapi dapat membawa kegagalan.
Dalam mediasi, Pihak Desa Sanur Kauh sebagai mediator berperan membantu para pihak yang bersengketa antara PT. Sanur Dinamika Mentari dengan Pedagang Pantai Mertasari dengan melakukan identifikasi persoalan yang dipersengketakan. Mengembangkan pilihan , dan mempertimbangkan
alternatif yang dapat ditawarkan kepada
para pihak untuk mencapai
kesepakatan. Desa Sanur Kauh sebagai mediator dalam menjalankan perannya hanya memiliki kewenangan untuk memberikan saran atau menentukan proses mediasi dalam mengupayakan penyelesaian sengketa, dalam kasus ini mediator tidak memiliki kewenangan dan peran menentukan dalam kaitannya dengan isi persengketaan, ia hanya menjaga bagaimana proses mediasi dapat berjalan, sehingga menghasilkan kesepakatan dari para pihak hal ini diungkapkan oleh Kepala Desa Sanur Kauh ( Made D). O.
Ruang Lingkup Mediasi Konflik atau sengketa yang terjadi antara PT. Sanur Dinamika Mentari dengan Pedagang
Pantai Mertasari cukup luas dimensi dan ruang lingkupnya, sebab ruang lingkup mediasi yang dilakukan oleh Kepala Desa Sanur Kauh banyak melibatkan aktor antara lain Pemerintah Provinsi Bali , Masyarakat Desa Sanur Kauh, Para Pedagang Pantai Mertasari dan PT. Sanur Dinamika Mentari selaku investor. Kasus ini dapat menjadi sebuah gambaran oleh siapa saja, sebab konflik dan persengketaan dapat saja terjadi dalam wilayah publik maupun wilayah privat. Konflik dalam wilayah publik terkait dengan kepentingan umum, dimana negara berkepentingan untuk mempertahankan kepentingan umum tersebut. Lain halnya
dengan
hukum privat dimana titik berat kepentingan terletak pada kepentingan perseorangan. Dimensi privat cukup luas cakupannya yang meliputi hukum keluarga, hukum kewarisan, hukum kekayaan, hukum perjanjian (kontrak), bisnis, dan lain-lain. Kasus Konflik Pedagang dengan PT. Sanur Dinamika Mentari melibatkan dimensi hukum publik dan hukum privat, dari pihak Desa Sanur Kauh berharap para pihak yang besengketa dapat melakukan penyelesaian sengketanya melalui jalur hukum di pengadilan ataupun di luar pengadilan. Hal ini sangat dimungkinkan karena hukum publik atau hukum privat, titik berat kepentingan terletak pada para pihak yang bersengketa, Oleh karena itu tawar menawar dan pembayaran sejumlah kompensasi untuk menyelesaiakan sengketa dapat terjadi dalam dimensi ini melalui pengadilan atau diluar pengadilan (Mediasi). Lingkup mediasi konflik lahan antara pedagang dengan PT. Sanur Dinamika Mentari di Pantai Mertasari Sanur Denpasar sudah dapat ditegaskan dalam perundang-undangan Indonesia,
sebab ruang lingkup sengketa yang dapat dijalankan melalui kegiatan mediasi. Dalam Undangundang nomor 30 tahun 1999 tentang arbitrase dan alternative penyelesaian sengketa disebutkan bahwa sengketa atau beda pendapat perdata dapat diselesaiakan oleh para pihak melalui alternatif penyelesaian sengketa yang didasarkan pada itikad baik dengan menyampaikan penyelesaian secara litigasi di pengadilan negeri Pasal 6 (Kementrian. ESDM. Undang-undang No.30).
P.
Tahap Mediasi Tahap ini dimana para pihak yang berkonflik dan mediator dipertemukan dalam suatu
waktu dan tempat tertentu yang telah disepakati, PT. SDM dan Pedagang Pantai Mertasari selaku para pihak yang berkonflik dan Kepala Desa Sanur Kauh sebagai mediator memberikan kesempatan kepada para pihak untuk mengungkapkan pendapatnya terkait lahan di Pantai Mertasari. Kepala Desa Sanur Kauh sebagai mediator menjalankan fungsinya yang memfasilitasi para pihak untuk bernegosiasi untuk menyelesaikan sengketa diantara mereka. Dalam tahap ini, mediator berfungsi mengatasi hambatan hubungan antar pihak, mencairkan suasana diantara kedua belah pihak yang bersengketa, suasana akrab dan tidak kaku. Penjelasan peran mediator sebagai pihak ketiga yang tidak memihak, kehendak para pihak tidak dibatasi serta penegasan mengenai kesediaan para pihak untuk menyelesaikan sengketa melalui mediasi dan oleh mediator. Para pihak diberikan kesempatan untuk klarifikasi persoalan yang di sengketakan, kedudukan para pihak mempunyai hak yang sama dan kewajiban masing-masing pihak untuk menyampaikan pendapat. Kemudian dalam negosiasi akhir para pihak melakukan ketegasan mengenai opsi-opsi yang telah disepakati bagi penyelesaian sengketa, negosiasi akhir merupakan penyelesaian sengketa yang merupakan kesepakatan para pihak yang bersengketa dengan opsi yang diterima hak dan kewajibannya. Dalam tahapan mediasi perlunya formalisasi kesepakatan penyelesaian sengketa melalui surat perjanjian, sebab dengan kesepakatan tersebut secara substansi mediasi telah selesai sementara tindak lanjut pelaksanaannya menjadi kewenangan pejabat Tata Usaha Negara.
Q.
Analisis Kasus Penyelesaian Konflik di Pantai Mertasari Sanur
Berdasarkan laporan Konflik Pengelolaan Lahan
di Pantai Mertasari, konflik dan
perkara yang ditangani oleh Kantor Desa Sanur Kauh, kasusnya selesai melalui mediasi. Berdasarkan laporan tersebut, diketahui bahwa pihak dalam sengketa tersebut adalah antara Para Pedagang dengan PT. Sanur Dinamika Mentari. Kasus Posisi: PT. Sanur Dinamika Mentari mumpunyai
hak pengelolaan lahan (HPL) di Pantai
Mertasari Sanur dengan luas 1,58 hektar dengan landasan dasar yaitu surat kontrak perjanjian dengan nomor 593.6/1562/perl sewa lahan selama 30 tahun dengan Pemerintah Provinsi Bali. Di lain pihak Para Pedagang menempati lahan milik PT. Sanur Dinamika Mentari yang sudah mempunyai (HPL) atas lahan tersebut. Para Pedagang Pantai Mertasari. Di tahun 2003 para pedagang menempati lahan milik PT. Sanur Dinamika Mentari yang luasnya 1,58 hektar sampai dengan 2012, kemudian pada tahun 2012 para pedagang mulai meninggalkan lahan tersebut sebab PT. Sanur Dinamika Mentari selaku hak pengguna lahan (HPL) akan segera melakukan proses pembangunan hotel di letak lahan yang luasnya 1,58 hektar. Analisa permasalahan: Dalam kasus ini, PT. Sanur Dinamika Mentari merasa berhak memiliki lahan tersebut, sebab landasan dasarnya adalah kontrak perjanjian PT. Sanur Dinamika Mentari dengan Pemerintah Provinsi Bali. Proses mediasi 1. Mediasi terhadap sengketa kepemilikan atas sebagian lahan dengan surat perjanjian hak pengelolaan lahan milik nomor 593.6/1462/perl Pemerintah Provinsi Bali, dengan pengaduan PT. Sanur Dinamika Mentari kepada kantor Desa Sanur kauh di tahun 2009. 2. Pihak Kantor Desa Sanur Kauh kemudian menindaklanjuti pengaduan PT. Sanur Dinamika Mentari dengan mengirimkan undangan pertemuan di Desa Sanur Kauh kepada para pihak yang terkait dengan sengketa tersebut pada tanggal 16 Juli Tahun 2010.
3. Kemudian mediasi dilaksanakan pada tanggal 18 Januari 2011 yang bertempat di Kantor Kepala Desa Sanur Kauh. 4. Mediasi dipimpin oleh Kepala Desa Sanur Kauh. 5. Peserta Mediasi sesuai dengan daftar undangan hadir beserta perwakilan: a.
Nama
: I Made Dana
Jabatan : Kepala Desa Sanur Kauh b.
Nama
: I Made Dana
Jabatan : Sekretaris Desa Sanur Kauh c.
d.
Nama
: I Made Jendra, SH
Jabatan
: Plt. Sekretaris Daerah Provinsi Bali
Nama
: I Made Rasna
Pekerjaan : Pedagang ( Ketua Pedagang Pantai Mertasari) 6. Mediasi dilaksanakan pada pukul 09.30 Wita sampai selesai dan telah menghasilkan keputusan bahwa kedua belah pihak sepakat tentang pengosongan lahan dengan catatan bahwa PT. Sanur Dinamika Mentari akan memberikan konpensasi ganti rugi kepada para pedagang berupa uang yang jumlahnya mulai dari satu juta rupiah sampai dengan lima juta rupiah. Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan, dinyatakan bahwa mediasi ini telah dilakukan sesuai dengan prosedur sebagaimana diatur dalam petunjuk teknis berupa data-data dan dokumen penyelesaian sengketa PT. Sanur Dinamika Mentari dengan Para Pedagang Pantai Mertasari. R.
Kesimpulan Berdasarkan pembahasan didepan, setelah mengadakan penelitian dan penelaahan secara
seksama dan beserta hasil-hasil penelitian, tentang bentuk dan penyelesaian Konflik Pedagang dengan PT. Sanur Dinamika Mentari Studi Kasus: Pengelolaan Lahan Pembangunan Hotel di Pantai Mertasari Sanur. Pada bab ini peneliti akan menyimpulkan hasil dari penelitian yang merupakan jawaban dari permasalahan penelitian. 1.
Bentuk konflik yang terjadi di Pantai mertasari Desa Sanur Kauh berupa bentuk konflik struktural, penulis dapat menyimpulkan bahwa bentuk konflik struktural ini dapat dilihat dari data-data yang diperoleh melalui penelitian mendalam, wawancara dan dokumentasi. Ketimpangan kekuasaan dan ekonomi yang menyebabkan kesejahteraan hidup seseorang
atau kelompok menjadi salah satu bentuk konflik struktural, secara hukum formal Para Pedagang tidak mempunyai hak penggunaan lahan (HPL) yang menyebabkan para pedagang harus segera mengosongkan lahan yang sudah di tempati. Sedangkan PT.Sanur Dinamika Mentari mempunyai kekuasaan atas lahan tersebut, hal ini dikarenakan PT. Sanur Dinamika Mentari mempunyai hak pengelolaan lahan (HPL) yang sudah dituangkan dalam sebuah kontrak perjanjian dengan Pemerintah Provinsi Bali di lahan yang luasnya 1,58 hektar dengan jangka waktu selama 30 tahun untuk pembangunan hotel di Pantai Mertasari Desa Sanur Kauh. 2.
Berdasarkan hasil penelitian dilapangan, jawaban rumusan masalah kedua tentang Bagaimana upaya penyelesaian konflik pedagang dengan PT. Sanur Dinamika Mentari ada 3 tahapan perdamaian yang dilalui oleh pedagang dan PT. Sanur Dinamika Mentari, yaitu yang pertama melalui tahapan negosiasi, dalam tahapan negosiasi fakta dilapangan sengketa lahan antara pedagang dengan PT. Sanur Dinamika Mentari belum menemukan kata sepakat sebab kedua belah pihak saling mempertahankan haknya masing-masing. Kemudian tahapan yang kedua adalah tahapan musyawarah, dalam tahapan ini masingmasing pihak tetap menuntut atas hak kuasa pengelolaan lahan, maka dari itu tahapan musyawarah ini belum menemukan kata sepakat dikeduabelah pihak yang bersengketa. Tahapan Perdamaian yang ketiga adalah mediasi yang melibatkan orang ketiga yang cukup berpengaruh di Desa Sanur Kauh yaitu Kepala Desa Sanur Kauh dan aparat keamanan. Dalam tahapan mediasi ini ternyata memunculkan suatu kesepakatan bersama tentang perdamaian antara pedagang dengan PT. Sanur Dinamika Mentari, dalam kesepakatan bersama PT. Sanur Dinamika Mentari berjanji akan memberikan ganti rugi berupa uang sebesar satu juta rupiah sampai dengan lima juta rupiah kepada masing-masing para pedagang jika para pedagang mau pindah dari lahan tersebut. Dari hasil kesepakatan antara pedagang dengan PT. Sanur Dinamika Mentari para pedagang menyetujui syarat yang diberikan oleh PT. Sanur Dinamika Mentari untuk meninggalkan lahan tersebut, sebab para pedagang menyadari bahwa lahan tersebut masih hak pengelolaan lahan PT. Sanur Dinamika Mentari sesuai dengan kontrak perjanjian tahun 1995 dengan Pemerintah Provinsi Bali.
S. Saran-saran Berdasarkan hasil penelitian, penulis bermaksud memberikan rekomendasi yang dapat diajukan terkait dengan judul penelitian “Konflik Pedagang dengan PT. Sanur Dinamika Mentari: Studi Kasus Pengelolaan lahan Pembangunan Hotel di Pantai Mertasari Sanur”. Bagi Para Pedagang. a.
Perlu pemahaman mengenai aturan main dan hak pengelolaan lahan yang lebih
baik lagi, agar tidak terjadi kesalahan menempati lahan milik orang lain ataupun aset pemerintah tanpa izin. b.
Para Pedagang harus tetap menjaga ketertiban dan keamanan di Pantai Mertasari
dan juga menjaga kelestariaan alam sekitar Pantai Mertasari Desa Sanur Kauh. c.
Para Pedagang diharapkan mengikuti aturan mediasi yang sudah disepakati
bersama untuk berdamai demi keamanan bersama. Bagi Pemerintah. a.
Pemerintah harus memberikan perhatian lebih terhadap perkembangan Desa
Sanur Kauh terutama Para Pedagang Pantai Mertasari agar tetap berjalan dengan rencana yang sudah dibuat oleh pemerintah. b.
Pemerintah agar selalu menjalin hubungan baik dengan Para Pedagang dan
Masyarakat Desa Sanur Kauh agar tercipta suatu kerjasama yang lebih baik antara pemerintah dan masyarakat. c.
Pemerintah juga harus memperhatikan Para Pedagang dalam hal kesejahteraan
pedagang dengan memberikan tempat-tempat sarana berjualan agar para pedagang masih tetap bisa mencari kebutuhan ekonomi keluarganya. Bagi PT. Sanur Dinamika Mentari. a.
PT. Sanur Dinamika Mentari juga harus memperhatikan perkembangan sosial di
Desa Sanur Kauh agar tidak membiarkan lahan tersebut kosong tanpa penghuni. b.
PT. Sanur Dinamika Mentari harus memperhatikan kelestarian alam di Pantai
Mertasari jika memang benar akan didirikan bangunan hotel agar tidak mengganggu radius kesucian pura dan ekosistem pantai.
c.
PT. Sanur Dinamika Mentari diharapkan segera melengkapi izin pembanguanan
hotel agar lahan yang luasnya 1,58 hektar tersebut tidak dibiarkan begitu saja tanpa ada yang merawat.
DAFTAR PUSTAKA
Buku dan Jurnal ilmiah. Amriani, N. 2012. Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata di Pengadilan. Jakarta:Rajawali Pers. Engel A, Korf B. 2005. Teknik-Teknik Perundingan dan Mediasi untuk Pengelolaan Sumberdaya Alam. Roma: FAO. Fisher, Simon. 2001. Mengelola Konflik Keterampilan dan Strategi Untuk Bertindak. Jakarta: The British Council Galtung, J. (2003). Perdamaian dan Konflik Pembangunan dan Peradaban. Surabaya: Pustaka Euraka. Galtung, J. (1990). Konflik Pembangunan dan Perdamaian. Surabaya: Pustaka Euraka Giddens, A. 1986. Kapitalisme dan Teori Sosial Modern. Jakarta: UI Press Lasmawan, W. (2005). Tanah Laba Pura dan Pola Sengketa Tanah Aadat Dalam Tataran Hukum Adat Hindu Bali Studi Etnografi pada beberapa Desa Adat Kuno (Bali Asli di Provinsi Bali). Journal Pendidikan dan pengajaran IKIP Negri Singaraja. I Made Dedy Priyanto, I Wayan Suwandi, Dewi Bunga, Wayan Novy Purwanto. (2011). Peranan Prajuru Desa dalam Penyelesaian Sengketa Perebutan Tanah Kuburan (Setra) Studi Kasus di Desa Pakraman Kerobokan dan Desa Pakraman Padang Sambaian. Journal Menggagas Pencitraan Berbasis Kearifan Lokal , 445.
Jones, P. (2010). Pengantar Teori-Teori Sosial. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Moleong, L. (2011). Metodologi Penelitian Kulitatif. Bandung: Remaja Sodakarya Mukhtasor, M. (2008). Pengantar Ilmu Lingkungan. Surabaya: Itspress.
Rauf, M. (2001). Konsensus dan Konflik Politik, Sebuah Penjajagan Teoritis. Jakarta: Dirjen Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. Resolusi Konflik Lingkungan. (2004). Semarang: Penerbit Universitas Diponogoro. Setiadi. (2010). Pengantar Sosiologi Pemahaman Fakta dan Gejala Permasalahan Sosial. Jakarta: Kencana Suartika, I.G. (2010) Anatomi Konflik Adat di Desa Pakraman di Bali. Denpasar: Udayana University Press. Shuartana. (2006). Manajemen Perhotelan. Jurnal Ilmiah Manajamen dan Akutansi, 1-23. Sugiyono. (2012). Metodelogi penelitian. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Satori dan komariah. (1993). Kualitatif Dasar-Dasar Penelitian. Surabaya: Usaha Nasional. Susan, N. 2009. Sosiologi Konflik dan Isu-Isu Konflik Kontemporer. Jakarta:Prenada Media Group.
Koran : BaliPost, 17 Desember 2008, Konflik Adat di Bali. Wijaya (2003). Denpasar Post 5 Maret Keajegan Bali. Website: Jupri H. Pemanfaatan Citra Satelit Landsat dalam Pengelolaan Lahan Tata Ruang dan Aspek Perbatasan, 27 Juli 2008, < http:// file.upi.edu/Direktori/FISIPS/Jur.Pend. Geografi/196006151988031.pdf> ( Diakses pada tanggal 6 Mei 2013).
Www.esdm.go.id/.../273-undang-undang-no30-tahun-. di akases pada 12 Juni 2013.