Konferensi Nasional Teknik Sipil 4 (KoNTekS 4) Sanur-Bali, 2-3 Juni 2010
STUDI AWAL KARAKTERISTIK TEKNIS ELEMEN PANEL AGROWASTE FEROSEMEN TIPE SANDWICH UNTUK PEMBENTUK LINING UNITS SALURAN IRIGASI DI PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR Remigildus Cornelis1 dan Partogi H Simatupang2 1
Program Studi Teknik Sipil, Universitas Nusa Cendana, Jl. Penfui-Adisucipto Kupang Email:
[email protected] 2 Program Studi Teknik Sipil,Universitas Nusa Cendan, Jl. Penfui-Adisucipto Kupang Email:
[email protected]
ABSTRAK Umumnya di Propinsi NTT, konstruksi saluran irigasi terbuat dari pasangan batu dan beton bertulang yang monolit. Sementara saluran irigasi tanpa konstruksi sering dilakukan dengan membuat saluran galian tanah asli dengan membentuk kemiringan tertentu pada sisinya. Pada struktur tanah asli yang baik, saluran galian tanah seperti itu dianggap sudah cukup baik untuk menjalankan fungsinya. Namun hal ini akan menjadi masalah jika tanah aslinya kurang baik terutama jika sifat kembang susut tanah tinggi terutama pada sifat tanah Lempung/Clay Bobonaro yang sebagian besar terdapat di daratan Pulau Timor Propinsi NTT. Kerusakan konstruksi saluran yang monolit akibat kembang susut tanah pada lempung aktif juga sangat besar pengaruhnya. Berdasarkan hal di atas, sangat dibutuhkan suatu konstruksi saluran irigasi yang lebih murah, efisien dan handal. Khusus untuk tanah yang kembang susut tinggi, sistem konstruksi pracetak yang berupa elemen-elemen dapat menjadi solusi mengingat kerusakan yang terjadi dapat dilokalisasi. Permasalahan di atas akan dipecahkan dengan membuat elemen lapisan (lining units) saluran irigasi yang terbuat dari ferosemen tipe sandwich dengan bagian core (inti) merupakan beton selular yang dibuat dengan menggunakan campuran serbuk ilalang kering yang terbuang (dihasilkan menggunakan mesin PALWA), semen dan pasir. Sementara lapisan tipis ferosemen digunakan sebagai pembungkusnya. Keuntungan sistem ini adalah mengkombinasikan elemen kaku dan tidak kaku ; elemen padat dan tidak padat. Dari penelitian yang telah dilakukan, beberapa hasil penting diberikan sebagai berikut : (1) campuran optimum mortar untuk membentuk lapisan pembungkus adalah air/semen=0,5 dan pasir/semen=1,4 yang menghasilkan kuat tekan 28 hari sebesar 21,1 MPa. Sementara, campuran optimum mortar serat untuk membentuk lapisan inti/core adalah air/semen=0,8 ; pasir/semen=3 dan serat/semen=0,1 yang menghasilkan kuat tekan sekitar 8,58 MPa pada umur 28 hari, (2) pengaruh treatment terpentin hanya pada pengurangan kebutuhan air sebesar 15-20% dibandingkan dengan tanpa treatmen. Namun peningkatan kekuatan tekan dari mortar serat yang di-treatment hanya sebesar 8,64%. Berdasarkan harga terpentin, pembuatan serat dengan treatment kurang efisien,(3) kuat lentur panel t=7 cm sebesar 2 kali dari kuat panel t=4,5 cm sementara deformasi ½ kali. Grafik P-∆ tekan panel t=7 cm dan t=4,5 menunjukkan kecenderungan (pola) yang sama. Kuat tekan panel t=7 cm lebih besar 30% dari t=4,5 cm. Deformasi lateral tekan panel t=7 cm sebesar 2 kali dari deformasi lateral tekan panel t=4,5 cm,(4) dari uji rembesan (ISAT), panel tipe sandwich ini menunjukkan kehandalan dengan penetrasi < 2 cm. Peran kekedapan bagian pembungkus sangat menentukan. Kata kunci: Ferosemen, elemen lapisan, sandwich, Agrowaste, saluran irigasi
1.
PENDAHULUAN
Pulau Timor merupakan pulau yang sangat penting dalam Propinsi Nusa Tenggara Timor (NTT) karena Kota Kupang sebagai Ibu Kota Propinsi dan Kota Atambua sebagai Kota perbatasan dengan Negara Timor Leste terletak dalam Pulau Timor ini. Pembangunan infrastruktur irigasi yang baik sangat mendukung bagi berlangsungnya program-program ketahanan pangan di propinsi NTT ini. Namun kendala kondisi tanah sering membuat biaya konstruksi dan perbaikan/pemeliharaan pasca konstruksi menjadi mahal. Terutama untuk kondisi-kondisi tanah yang kembang susutnya tinggi seperti Clay/Lempung Bobonaro yang banyak terdapat di Pulau Timor (Fernandez 2007). Konstruksi saluran irigasi dapat dibuat dengan menggunakan teknologi ferosemen (Dewobroto 2005; ACI 549 1997). Semuanya masih menggunakan teknologi ferosemen yang konvensional dan monolit. Sementara beberapa
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta
I - 179
Remigildus Cornelis dan Partogi H Simatupang
penelitian melaporkan beberapa penggunaan serat atau serbuk kayu/tumbuhan untuk membuat panel komposit semen/vegetable and plant fibers-cement composite panel (Al-Makssosi 1990, Schafer H.G, 1990) dan kemungkinan adanya perkembangan pemakaian agrowaste (tanaman/tumbuhan yang terbuang) sebagai filler dalam campuran mortar. Mortar merupakan material dasar dengan volume paling banyak sebagai pembentuk ferosemen. Menurut Wang (2001), sifat mekanika bahan mortar dapat ditingkatkan (terutama sifat tarik dan lentur) dengan memberikan serat pada campurannya. Sementara menurut ACI Committee 549 (1997) menyatakan bahwa serat yang dapat dipakai dalam campuran mortar ferosemen berupa organic maupun organic. Serat alami belakangan ini banyak diterapkan pada campuran mortar untuk meningkatkan kinerja mekanika bahan. Isu setempat yang berkaitan dengan pembangunan jaringan dan saluran (infrastruktur) irigasi (secara khusus untuk Propinsi Nusa Tenggara) yang terjadi adalah : 1) mahalnya konstruksi beton bertulang dan pasangan batu untuk membangun suatu jaringan irigasi dan 2) kondisi sifat tanah clay Bobonaro yang memiliki kembang susut tinggi yang sangat mengganggu/merusak saluran irigasi baik dengan galian tanah asli maupun dengan konstruksi monolit. Sementara isu tentang tersedianya potensi daerah yang tidak tergali atau bahkan terbuang seperti : 1) banyaknya tersedia material dasar pembentuk ferosemen (pasir, tanah putih, batu kapur, batu karang, dan galian C lainnya) , 2) cukup melimpahnya potensi tumbuhan yang tidak dimanfaatkan atau terbuang seperti jenis tumbuhan savanna dan ilalang lainnya dan 3) adanya Mesin Palwa (mesin penghasil serbuk tumbuhan multiguna) sebagai patent dari putra NTT yang belum dioptimalkan. Oleh karena itu, diperlukan suatu jenis konstruksi saluran irigasi untuk meredusir permasalahan di atas dengan memakai potensi daerah yang tersedia yang tidak/kurang terpakai atau bahkan yang terbuang. Sistem konstruksi yang dipikirkan untuk mencapai hal di atas adalah system konstruksi dengan menggunakan elemen lapisan (lining units) Tipe Sandwich yang terbuat dari Ferosemen dan Beton Selular. Ferosemen tipe sandwich telah dilakukan beberapa peneliti : El Debs (2000) menggunakan bagian inti polystyrene stereoform dan Samadi (2008) menggunakan bagian inti non-aerated concrete.
2.
SKETSA LINING UNITS DAN ELEMEN PANEL PENELITIAN
Elemen Lining units yang akan dirancang nantinya, dapat dilihat pada Gambar 1 berikut. Sehingga diharapkan dapat merekomendasikan suatu rancangan elemen lining units yang diharapkan telah teruji pada skala penuh dengan dilakukannya pengujian lapangan. Elemen lining units tersebut (produk akhir) dipabrikasi sebagai elemen pracetak/precast.
Gambar 1. Elemen Lining Units yang akan dirancang Namun pada paper ini, hasil penelitian difokuskan pada perancangan dan penentuan engineering properties (karakteristik teknis) dari panel segmental pembentuk elemen lining units tersebut. Panel tersebut dapat dilihat seperti pada Gambar 2 di bawah. Terlihat panel tersebut terdiri dari 2 bagian yaitu : (1) bagian pembungkus yang terbuat dari lapisan ferosemen dengan ketebalan t1 dan (2) bagian inti (core) yang terbuat dari mortar beton yang dicampur serat alami dengan ketebalan t2. Dalam penelitian ini besar ketebalan t1 diambil tetap sebesar 1,0 cm, sementara besar ketebalan t2 diambil sebesar 2,5 cm dan 5 cm. Bagian pembungkus yang merupakan lapisan ferosemen, dibuat dengan menggunakan mortar dengan komposisi campuran dengan perbandingan semen : pasir halus : air yang tertentu (optimal) dengan ditambahkan 3 lapisan wiremesh sebagai perkuatan/reinforcing. Pasir yang digunakan harus merupakan pasir halus sesuai dengan ACI COMMITTEE 549 1997. Namun demikian aspek ekonomis perlu dipertimbangkan, sebab semakin halus pasir yang dipakai (karena pengolahan) biasanya semakin mahal biaya pengadaan pasir tersebut. Sementara bagian inti (core) terbuat dari mortar dengan komposisi campuran dengan perbandingan semen : pasir : air : serat alami yang tertentu (optimal). Pada bagian inti ini tidak ditambahkan wiremesh. Sehingga kadang-kadang disebut juga sebagai beton selular/natural fiber mortars. Serat alami yang digunakan adalah serat batang yang telah
I - 180
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta
Studi Awal Karakteristik Teknis Elemen Panel Agrowaste Ferosemen Tipe Sandwich Untuk Pembentuk Lining Units Saluran Irigasi Di Propinsi Nusa Tenggara Timur
mengering dari rumput gajah sejenis ilalang. Kemudian dengan menggunakan mesin PALWA (hak paten putra NTT, Paulus Watang), maka batang ilalang tersebut diproses menjadi berbentuk serat dengan tipe pellet.
Gambar 2. Elemen Panel Segmental yang diteliti Karakteristik teknis yang ditinjau adalah kekuatan dan permeabilitas. Kekuatan yang akan didapat adalah kekuatan tekan dan kekuatan lentur dari panel tersebut dengan adanya variasi ketebalan t2. Sedangkan permeabilitas dilakukan dengan ISAT (Initial Surface Adsorption Test) pada panel dengan ketebalan t2 terkecil (t2=2,5 cm). Karakteristik kekuatan merupakan hubungan kekuatan dan deformasi ( P-∆ relationships). perlu mengganti format yang telah ada.
3.
BAHAN DAN DETAIL EKSPERIMEN
Pengujian Bahan Dasar Penyediaan dan Perlakuan Serat Alami Serat alami yang digunakan sebagai campuran mortar untuk membentuk bagian inti(core) panel diambil dari jenis sabana di Kota Kupang. Masyarakat lokal menyebutnya rumput gajah. Bagian ilalang tersebut yang dipakai adalah bagian batang, dimana biasanya pada musim kering di Pulau Timor (sekitar Juli-Oktober), jenis rumput ini telah kering. Pada Gambar 3 (a) terlihat hamparan rumput tersebut yang telah kering dimana pengambilan bahan serat alami ini dilakukan pada awal Agustus 2009 dan Gambar 3 (b) memperlihatkan tipikal batang rumput tersebut yang diambil.
(a)
(b)
Gambar 3. (a) Foto sebaran rumput gajah/sabana di kota kupang pada musim kering (bulan Agustus 2009) ; (b) batang rumput tersebut yang akan digunakan sebagai serat Selanjutnya untuk pengolahan batang-batang rumput gajah yang telah mengering tersebut menjadi serat alami, digunakan mesin PALWA yang mampu membentuk serat dalam berbagai bentuk. Dalam hal ini digunakan pilihan serat serbuk hasil akhir dengan panjang sekitar 3 cm s/d 5 cm. Kategori hasil yang dipakai dalam spesifikasi mesin tersebut adalah produk Pellet. Proses pengolahan serat alami tersebut dengan menggunakan Mesin Palwa dan produk seratnya dapat dilihat pada Gambar 4 (a) dan (b) berikut.
(a)
(b)
Gambar 4. (a) proses pengolahan batang menjadi serat pellet; (b) produk serat
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta
I - 181
Remigildus Cornelis dan Partogi H Simatupang
Selanjutnya serat diperlakukan dalam 2 jenis yaitu (1) tanpa treatment/perlakuan dan (2) dengan treatment/perlakuan yaitu dengan menggunakan impregnasi terpentin selama 24 jam. Selanjutnya serat siap untuk dicampur dengan bahan dasar lain seperti semen, pasir dan air.
Penyediaan dan Pengujian Pasir (agregat halus) Pasir yang digunakan ada 2 buah yaitu pasir Takari-Kupang dan pasir Cimalaka-Bandung. Hal ini dilakukan karena pengujian untuk mendapatkan campuran optimum untuk mortar elemen pembungkus dilakukan di Kupang. Sementara penentuan campuran optimum untuk mortar elemen inti/core dilakukan di Bandung. Hal ini karena perkiraan sifat mortar elemen inti akan lebih brittle sehingga membutuhkan alat uji UTM elektrikal/otomatis. Pasir Takari tidak dicampur dengan pasir Cimalaka, melainkan akan digunakan pasir Takari untuk mortar elemen pembungkus dan pasir Cimalaka untuk mortar elemen inti. Solusi ini diambil karena karakteristik pasir masingmasing batch yang telah diketahui, diterapkan untuk masing-masing elemen sehingga lebih mudah untuk menganalisa karakteristik mortar segar dan mortar yang mengerasnya. Walau demikian pemilihan pasir Cimalaka ini diambil karena lebih mirip dengan karakteristik pasir Takari. Oleh karena itu, pasir Takari digunakan untuk membentuk bagian pembungkus (lapisan ferosemen). Pasir Takari yang nanti digunakan adalah merupakan hasil proses penyaringan dengan diameter tertentu, karena kehalusan pasir pada bagian pembungkus sangat penting. 100. 0
100 90 80
90. 0 80. 0 70. 0
70 60 50 40
aktual
60. 0
A k t ual
max
50. 0
max
40. 0
mi n
30 20
30. 0
10 0
10. 0
mi n
20. 0 0. 0
10
1
0.1
0.01
10
1
D i a me t e r Sa r i nga n ( mm)
0. 1
0. 01
D i a me t e r Sa r i n g a n ( mm)
(a) Pasir Takari – Kupang (b) Pasir Cimalaka - Bandung Gambar 5. Gradasai Pasir terhadap spesifikasi ASTM C33-90 Pada Gambar 5(a) di atas, bahwa pasir Takari yang lolos diameter 0,425 mm (No.40) sebesar 60,76 %. Ukuran pasir halus ini digunakan untuk membuat mortar polos (tanpa serat) sebagai pembentuk bagian pembungkus. Pada pengujian kadar lumpur didapat besaran 3.31 % sedangkan kadar organik No.2. Lebih detailnya pengujian ini dapat dilihat pada Lampiran. Hal ini menunjukkan bahwa pasir Takari yang didapat dari AMP (Asphalt Mixing Plant) Takari tidak perlu dicuci dan dapat langsung digunakan. Walaupun kadar absorpsi pasir didapat, namun tidak ditinjau, karena pasir Takari yang digunakan nantinya adalah pasir dalam kondisi dry oven dengan pemanasan ±1000C selama 24 jam. Untuk pasir Cimalaka, juga dilakukan hal yang sama. Pada pengujian kadar lumpur didapat besaran 3.106 % sedangkan kadar organik No.1. Lebih detailnya pengujian ini dapat dilihat pada Lampiran. Hal ini menunjukkan bahwa pasir Cimalaka tidak perlu dicuci dan dapat langsung digunakan. Kadar absorpsi air sebesar 4,167 %. Dari gradasi pada Gambar 5(a) dan Gambar 5(b) terlihat bahwa butiran pasir Cimalaka lebih halus dibanding dengan pasir Takari .
Penyediaan dan Pengujian Wiremesh Karena harga wiremesh per meter-nya ada 3 jenis yang sama, yaitu (1) tipe las dengan bukaan lubang 0,5 cm x 0,5 cm, (2) tipe las dengan bukaan 1,0 cm x 1,0 cm dan (3) tipe hexagonal watson bukaan 1,5 cm x 2,5 cm dimana semuanya memiliki diameter kawat 0,5 mm, maka ketiga jenis wiremesh tersebut dilakukan uji tarik, dimana grafik beban vs deformasi diberikan pada Gambar 6 berikut. 2500
300
2000
200 1-(a) 150
2-(a) 2-(b)
100
1500
3-(a) 3-(b)
1000 500
50 0
0 0
0.02
0.04
0.06
Deformasi (mm)
(a) Tipe Las
I - 182
Beban (N)
Beban (N)
250
0.08
0.1
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
1.4
Deformasi (mm)
(b) Tipe Hexagonal Watson Gambar 6. Grafik P-∆ Uji Tarik Wiremesh
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta
Studi Awal Karakteristik Teknis Elemen Panel Agrowaste Ferosemen Tipe Sandwich Untuk Pembentuk Lining Units Saluran Irigasi Di Propinsi Nusa Tenggara Timur
(a) (b) Gambar 7 Pengujian tarik wiremesh Tipe Las; (a) Setting Pengujian dan (b) spesimen yang telah ultimate.
(a)
(b)
Gambar 8 Pengujian tarik wiremesh Tipe Hexagonal Watson; (a) Setting Pengujian dan (b) spesimen yang telah ultimate. Dari Gambar 6 di atas, disimpulkan untuk menggunakan wiremesh tipe Hexagonal Watson, karena kekuatan dan daktilitas jauh lebih besar dibandingkan dengan tipe Las. Selanjutnya, tipe hexagonal watson digunakan untuk membentuk elemen panel ferosemen ini dengan jumlah lapisan wiremesh tersebut adalah 3 lapis.
Penentuan Campuran Optimum Bagian Inti/Core (Mortar serat) Campuran optimum mortar (perbandingan semen, pasir, air dan serat alami tanpa treatment) didapat dengan terlebih dahulu melakukan serangkaian preliminary campuran yang ekstensif dimana awalnya menggunakan kriteria kepadatan (berkaitan dengan workability) yang dinilai dari permukaan mortar yang telah mengeras pada umur 3 hari. Proses pemadatan dilakukan konsisten untuk semuanya yaitu 3 lapisan pemadatan dimana tiap lapis dilakukan 25 kali rojokan. Kemudian dari preliminary tersebut diambil 3 buah campuran yang mewakili pemadatan yang baik dan pemadatan yang kurang baik. Campuran tersebut diberikan pada Tabel 1 berikut.
Rasio Air/semen (W/C) Pasir/semen (S/C) Serat/semen (F/C) Kategori Workability
Tabel 1. Campuran mewakili untuk uji Tekan Campuran 1 Campuran 2 0,50 0,65 2,00 2,00 0,10 0,10 Kurang Baik Baik
Campuran 3 0,80 3,00 0,10 Baik
Gambar 9. Preliminary campuran mortar yang menggunakan Serat Alami tanpa treatment
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta
I - 183
Remigildus Cornelis dan Partogi H Simatupang
(a) Workability yang baik
(b) Workability yang kurang baik
Gambar 10. Bentuk permukaan setelah diratakan sebanyak 3 kali dengan menggunakan sendok semen Dari hasil uji tekan diketahui bahwa campuran 3 dan campuran 2 hampir memiliki kekuatan yang sama. Namun karena campuran 3 lebih murah dibandingkan dengan campuran 2 (melihat harga air/semen dan pasir/semen), maka campuran 3 dipilih untuk digunakan sebagai mortar serat untuk membentuk bagian inti. Hasil pengujian tekan diberikan pada Gambar 11 dan Gambar 12 berikut. Sementara, jika campuran 1, 2 dan 3 di atas digunakan serat yang telah di-treatment, dimana treatment pada serat yang dilakukan adalah merendam serat alami dalam terpentin selama 24 jam yang kemudian dilanjutkan dengan mengeringkan selama 24 jam, maka akan didapat treatment terpentin mengurangi penyerapan air sebanyak 15-20% namun menambah kekuatan < 9%. Namun, jika melakukan analisa harga, dimana harga terpentin 250 ml sebesar Rp.15.000,- dan untuk mendapatkan serat yang telah ditreatment lebih mahal, maka penggunaan terpentin menjadi tidak feasible untuk membuat mortar serat tersebut. Oleh karena itu serat yang digunakan adalah serat tanpa perlakuan. 35 30 I_28_(1)
Beban (KN)
25
I_28_(2)
20
III_28_(1)
15
III_28_(2) II_28_(1)
10
II_28_(2)
5 0 0
2
4
6
8
10
12
14
16
Stroke (mm)
Tegangan Ultimate Mortar (MPa)
(a) Grafik Beban vs stoke (b) Pola hancur cube mortar Gambar 11. Pengujian tekan cube mortar serat tanpa treatment pada umur 28 hari 14 11.8
12 9.7
10
8.74
8.58 Campuran-1
8 5.9 6
Campuran-2
5.48 4.24
4
Campuran-3 3.62
2 0 7 hari
21 hari
28 hari
Umur Mortar
Gambar 12. Perkembangan Tegangan Ultimate Mortar yang tanpa Treatment
Penentuan Campuran Optimum Bagian Pembungkus (lapisan ferosemen) Campuran optimum mortar untuk membentuk bagian pembungkus adalah pencarian perbandingan semen:pasir:air. Dengan menggunakan batasan yang dianjurkan ACI 549, dilakukan sejumlah preliminary campuran. Hingga akhirnya mengambil 3 buah campuran yang akan diuji tekan seperti pada Tabel 2. Hubungan kekuatan vs umur mortar yang juga diberikan dalam rumus regresi diberikan pada Gambar 14. Dari Gambar 14 diambil campuran mortar bagian pembungkus adalah w/c=0,50 dan s/c=1,40 dengan menghasilkan kuat tekan pada umur 28 hari sebesar 21,119 MPa.
I - 184
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta
Studi Awal Karakteristik Teknis Elemen Panel Agrowaste Ferosemen Tipe Sandwich Untuk Pembentuk Lining Units Saluran Irigasi Di Propinsi Nusa Tenggara Timur
14 Tegangan (MPa)
12 10 8
Treatment
6
Untreatment
4 2 0 1
2
3
Cam puran
Gambar 13. Efek treatment terhadap tegangan tekan ultimate mortar pada umur 28 hari Tabel 2 Komposisi Campuran Mortar Bagian Pembungkus (w/c) No. Campuran Campuran I
(s/c)
1:2 0.3<w/c<0.5
Campuran II
1:1,667
Campuran III
1,40:1 1.4<s/c<2.5
1:1,425
1,90:1 2,50:1
NB : *, jumlah air lebih besar dari yang disyaratkan ACI 549 untuk mendapatkan kelecakan yang cukup. 70 y = -0.0933x2 + 4.2482x + 6.9953
Beban Ultimate (KN)
60
2
R = 0.8418
50
Campuran-1 Campuran-2
y = -0.083x2 + 3.0023x + 7.2947
40
2
Campuran-3
R = 0.6331
Poly. (Campuran-1)
30
Poly. (Campuran-3) 20
Poly. (Campuran-2)
y = -0.0707x2 + 2.6424x + 4.7897 R 2 = 0.7706
10 0 0
5
10
15
20
25
30
umur (hari)
Gambar 14 Persamaan Perkembangan Kekuatan Mortar untuk Bagian Pembungkus
Pembentukan Elemen Panel Tipe Sandwich dan Pengujian yang dilakukan Elemen panel tipe sandwich dibuat dengan terlebih dahulu membuat bagian inti yaitu mortar serat yang kekuatannya pada umur 28 hari sebesar 8,58 MPa. Pemasangan 3 buah lapis wiremesh dilakukan pada umur 7 hari. Pada umur 14 hari umur elemen bagian inti tersebut, diberikan mortar bagian pembungkus yang kekuatan pada umur 28 hari sebesar 21,119 MPa. Proses pengerjaan elemen panel tipe sandwich tersebut diberikan pada Gambar 16. Selanjutnya menunggu 14 hari kemudian dilakukan beberapa pengujian : (1) pengujian lentur (Gambar 17), (2) pengujian tekan (Gambar 15) dan (3) pengujian rembesan (Gambar 18). Pengujian tekan dan lentur dilakukan dengan mesin UTM dengan kecepatan pembebanan 0,02 mm/dt. Jumlah panel masing-masing dibuat 1 buah untuk masing-masing pengujian.
Gambar 15. Setting pengujian tekan elemen panel ferosemen tipe sandwich
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta
I - 185
Remigildus Cornelis dan Partogi H Simatupang
pembuatan bagian inti (mortar+serat)
mortar+serat yang telah mengeras dililit 3 lapis wiremesh
penggetaran dan perataan permukaan
peletakan mortar lapisan pembungkus
Gambar 16 Tahapan Pembuatan Elemen Ferosemen tipe Sandwich
(a) Ketebalan elemen t = 4,5 cm
(b) Ketebalan elemen t = 7 cm Gambar 17 Setting pengujian lentur elemen panel ferosemen tipe sandwich
Gambar 18. Pengujian rembesan
4.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengujian Lentur Panel Hasil Pengujian lentur elemen panel ferosemen diberikan pada Gambar 19 berikut. Hal ini berarti dengan ketebalan lapisan pembungkus (dalam penelitian ini digunakan 1 cm) yang sama, jika lapisan inti ketebalannya diperbesar 2 kali, maka kekuatan beban akan bertambah 2 kali sementara deformasi (stroke) berkurang ½ kali.
I - 186
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta
Studi Awal Karakteristik Teknis Elemen Panel Agrowaste Ferosemen Tipe Sandwich Untuk Pembentuk Lining Units Saluran Irigasi Di Propinsi Nusa Tenggara Timur
6
Beban (KN)
5 4 Element-t=4,5 cm.
3
Element-t=7 cm.
2 1 0 0
2
4
6
8
10
12
Stroke (mm)
Gambar 19. Hubungan Beban P (KN) dengan stroke (mm) untuk pengujian lentur Pola keruntuhan dan pola retak dari elemen tersebut, agak berbeda. Hal ini dikarenakan nilai a/t. Dimana a adalah jarak dari tumpuan ke titik beban dan t adalah ketebalan panel. Analog dengan elemen beton bertulang biasa, dimana terjadi pergeseran pola keruntuhan lentur murni dan keruntuhan lentur-geser. Namun pada elemen panel ferosemen tipe sandwich ini, pola retak tetap tegak lurus terhadap sumbu panjang elemen, walaupun letaknya bergeser ke arah perletakan, untuk a/t yang semakin kecil (ketebalan semakin besar). Pola ini dapat dilihat pada Gambar 20 berikut.
(a) Element dengan tebal 4,5 cm (b) Element dengan tebal 7 cm Gambar 20. Pola Retak Pengujian Lentur Elemen Panel
Pengujian Tekan Searah Sumbu Panel Hasil Pengujian tekan elemen panel ferosemen diberikan pada Gambar 21 berikut. 200 180 160 Beban (KN)
140 120
panel,t=7 cm
100
panel,t=4,5 cm
80 60 40 20 0 0
1
2
3
4
5
6
7
Stroke (mm)
Gambar 21. Hubungan Beban P (KN) dengan stroke (mm) untuk pengujian tekan Pada Gambar 21 di atas perilaku elemen dengan tebal 4,5 cm dan 7 cm menunjukkan kecenderungan yang sama. Namun kekakuan tekan dari elemen tebal 4,5 cm lebih kecil Kemudian pada kedua elemen tipe sandiwch ini, grafik tekan mengalami flat (datar) pada beban ± 60 KN. Hal ini diperkirakan karena elemen inti pada tipe sandwich ini mangalami retak (keruntuhan) dahulu kemudian diikuti keruntuhan elemen pembungkus. Saat elemen inti retak, perilaku lebih dikontribusikan oleh elemen pembungkus yang dibedakan dengan jarak terhadap titik pusat/titik berat penampang. Pola retak dan keruntuhan panel tebal 4,5 cm dan 7 cm memiliki kecenderungan yang sama, yaitu memanjang dari titik beban menuju bagian tengah elemen dan berarah diagonal pada penampang melintang yang lebih kecil. Gambar 23 yang merupakan hubungan beban dengan displacement lateral, menunjukkan kecenderungan yang sama, dan saling keterkaitan yang baik antara lateral kiri dan lateral kanan. Sementara, displacement lateral untuk panel tebal 4,5 cm besarnya sekitar 2 kali dari displacement lateral untuk panel tebal 7 cm.
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta
I - 187
Remigildus Cornelis dan Partogi H Simatupang
(a) Penel tebal 4,5 cm (b) Panel Tebal 7 cm Gambar 22. Pola Keruntuhan dan Pola Retak
-4
-3
-2
-1
0 -20 0
1
2
3
-40 Beban (KN)
-60 Lateral-7cm,kanan
-80
Lateral-7cm,kiri
-100
Lateral-4,5cm,kiri
-120
Lateral-4,5cm,kanan
-140 -160 -180 -200 Displacement (mm)
Gambar 23. Grafik Hubungan Beban (KN) dengan Displacement Transversal (mm)
Pengujian Rembesan Hasil Pengujian rembesan elemen panel ferosemen diberikan pada Tabel 3 berikut. Tabel 3. Hasil Pengujian Rembesan Air pada element Tekanan (kg/cm^2) 1.0 3.0 7.0 Penetrasi (cm)
Perembesan air ke dalam beton (mL) 1 2 3 4 45 240 1.8
30 40 1
95 550 0.8
100 420 T
Rata-rata (mL) 67.5 312.5 1.2
NB : T = Tembus
- = tidak dilakukan
Hasil ini tidak menunjukkan suatu kecenderungan yang sama, namun demikian jika melihat profil melintang element setelah diuji rembesan, maka untuk panel 1, 2 dan 3 kedalaman penetrasi rembesan < 2 cm. Jika dibandingkan dengan syarat rembesan menurut DIN.1045 yang sebesar < 5 cm, maka elemen memiliki ketahanan rembesan yang cukup baik. Lapisan pembungkus yang berupa lapisan ferosemen sangat berperan penting untuk membuat elemen panel memiliki ketahanan rembesan yang baik. Proporsi campuran dan ketebalan lapisan pembungkus yang digunakan pada penelitian ini telah menunjukkan ketahanan rembesan yang cukup baik. Walaupun ada 1 buah benda uji, yaitu spesimen no.4 yang memiliki ketahanan rembesan yang tidak baik.
5.
KESIMPULAN
Dari penelitian yang telah dilakukan, beberapa hasil penting diberikan sebagai berikut : (1) campuran optimum mortar untuk membentuk lapisan pembungkus adalah air/semen=0,5 dan pasir/semen=1,4 yang menghasilkan kuat tekan 28 hari sebesar 21,1 MPa. Sementara, campuran optimum mortar serat untuk membentuk lapisan inti/core adalah air/semen=0,8 ; pasir/semen=3 dan serat/semen=0,1 yang menghasilkan kuat tekan sekitar 8,58 MPa pada umur 28 hari, (2) pengaruh treatment terpentin hanya pada pengurangan kebutuhan air sebesar 15-20% dibandingkan dengan tanpa treatmen. Namun peningkatan kekuatan tekan dari mortar serat yang di-treatment hanya sebesar 8,64%. Berdasarkan harga terpentin, pembuatan serat dengan treatment kurang efisien,(3) kuat lentur panel
I - 188
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta
Studi Awal Karakteristik Teknis Elemen Panel Agrowaste Ferosemen Tipe Sandwich Untuk Pembentuk Lining Units Saluran Irigasi Di Propinsi Nusa Tenggara Timur
t=7 cm sebesar 2 kali dari kuat panel t=4,5 cm sementara deformasi ½ kali. Grafik P-∆ tekan panel t=7 cm dan t=4,5 menunjukkan kecenderungan (pola) yang sama. Kuat tekan panel t=7 cm lebih besar 30% dari t=4,5 cm. Deformasi lateral tekan panel t=7 cm sebesar 2 kali dari deformasi lateral tekan panel t=4,5 cm,(4) dari uji rembesesan (ISAT), panel tipe sandwich ini menunjukkan kehandalan dengan penetrasi < 2 cm. Peran kekedapan bagian pembungkus sangat menentukan.
6.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penelitian ini dapat terlaksana dengan baik atas dukungan penuh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Indonesia melalui biaya Hibah Kompetitif Penelitian Sesuai Prioritas Nasional T.A 2009 Tahap I. Untuk itu, diucapkan terima kasih yang tulus atas bantuan tersebut. Terimakasih yang dalam juga penulis sampaikan kepada Lab Beton Teknik Sipil Universitas Nusa Cendana, Lab Pengujian Bahan Politeknik Negeri Kupang, Lab Mekanika Struktur PAU ITB dan Lab B4T Bandung, yang telah menyediakan tempat untuk melakukan penelitian dan pengujian.
DAFTAR PUSTAKA ACI COMMITTEE 549.(1997). State-of-the-Art Report On Ferrocement. ACI 549R-97 Code American Concrete Institute.USA. Al-Maksossi, K.S.J and Kasir, W.A.(1990). “Preliminary Work To Produce Papyrus-Cement Composite Board”, Proceeding of The Second International Symposium on Vegetable Plants and Their Fibres as Building Materials, Salvador-Bavia, Brazil, Sept 17-21, 1990. 193-198. Dewobroto, W.S .(2005). Ferrocement Used As Alternative Structure Method for Water Pass and Canal Construction (Banjar, West Java), SPFS Indonesia, 1-6. http://database.deptan.go.id/saimsindonesia/index.php?Files=DetailTechnologies&id=14. El Debs, M.K., Machado, J.E.F., Hanai, J.B. and Takaya, T. (2000). “Ferrocement Sandwich Walls”, Journal of Ferrocement, 30(1) : 45-51. Fernandez, G.J.W. (2007). ”Kajian Karakteristik Lempung Bobonaro di Propinsi Nusa Tenggara Timur”, Jurnal Jalan-Jembatan (PU), Vol.24 No.1 April 2007.26-42. Schafer, H.G and Brunssen, G.W. (1990). “Sisal-Fibre Reinforced Lost Formwork for floor Slabs”, Proceeding of The Second International Symposium on Vegetable Plants and Their Fibres as Building Materials, SalvadorBavia, Brazil, Sept 17-21, 1990. 173-181. Sumadi, S.R and Ramli, M .(2008). Development of Lightweight Ferrocement Sandwich Panels For Modular Housing and Industrialized Building System, Reseacrh Vote No. 73311, Universiti Teknologi Malaysia.54-70. Wang, S., Naaman ,A.E., and Li V.C. (2001). “Bending Response of Hybrid Ferrocement Plates with meshes and fibers”. http://ace-mrl.engin.umich.edu/NewFiles/publications/ferrocement_00.pdf
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta
I - 189
Remigildus Cornelis dan Partogi H Simatupang
I - 190
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta