~ Aidang I
KONFERENSI NASIONAL
TEKNIK JALAN KE-8 (KNTJ-8)
I AI dang
Jakarta, 4 -5 September 2007 ;>
I
'Aidang 3. I
Bidang-t
•
4 PENGEMBANGAN SISTEM KLASIFIKASI FUNGSI JALAN LOKAL PRIMER 1. Prof. Dr. Ir. Wimpy Santosa
UNTUK JARINGAN JAlAN KABUPATEN
2. Tri Basuki Joewono, ST, MT,
MSTr
I>
METODE PERSEPSI PENGEMUDI DAN MKJI UNTUK ANAlISIS OPERASIONAL KUAlITAS PELAYANAN DI JALAN RAYA WATES
PURWOREJO
Ir. 5ukamo, SU
6
STRATEGI KOMPREHENSIF TRANSPORTASI WILAYAH KEPULAUAN Dl INDONESIA KONSEP ANISOTROPIK DARIPADA ISOTROPIK
Budi Hidayat dan Didik Rudjito
7 8
PENGEMBANGAN HIGHWAY LINTAS - TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM
9 PENGARUH PROYEK KONSTRUKSI SIMPANG SUSUN TERHADAP KINERJA LALU LINTAS MENURUT PERSEPSI PELANGGAN
Didik Rudjito dan Budi Hidayat Dr. Ir.
MUHYA~
YUNAN, M.Sc
1. Ir. Basuki Muchlis, MT
2. Ir. Tn Widjajanto Joedosastro, MT
10 KAJIAN PEMILIHAN RUTE JAlAN SINGKAWANG-MERBAU KALIMANTAN 1. Rahayu Sulistyorini, ST. MT. BARAT MENGGUNAKAN ANAlISIS MULTI KRITERIA DAN ANALISIS 2. Prof. Dr. Ir. Ofyar Z. Tamin, SWOT M.Sc(Eng) 3. Ir. Haris Batubara, M.Sc(Eng) 11 MENUJU TERCIPTANYA SISTEM TRANSPORTASI YANG Ofyar Z. Tamin BERKELANJUTAN(SUSTAINABLE TRANSPORTATION) DI KOTA-KOTA BESAR 01 INDONESIA 12 PERAN JALAN DALAM PELAYANAN DlSTRIBUSI BARANG DAN STRATEGI 1. MULTIMODA UNTUK MENGANTISIPASI MUATAN BERLEBIH 2. 3. 4.
Sofyan M. Saleh Ofyar Z. Tamin Ade Sjafruddin Russ Bona Frazila
/
I.-ttll0 = gJf'J'1,; /)/ ~/'J ,
"
MfY\&y ~J~ / ~lPf '
f1'
"----./
uJ7J.,
PERAN JALAN DALAM PELAYANAN DISTRIBUSI BARANG DAN STRATEGI
MULTIMODA UNTUK MENGANTISIPASI MUAT AN BERLEBIH Sofyan M. Saleh!, Ofyar Z. Tamin 2, Ade Sjafruddin 2, dan Russ Bona Frazila 2 Kurangnya perhatian yang diberikan terhadap transportasi barang dalam sistem transportasi di Indonesia, menyebabkan harga barang yang sangat bervariasi dari tingkat produsen hingga ke tingkat konsumen. Harga barang selain dipengaruhi oleh biaya produksi dan biaya penanganan, juga sangat dipengaruhi oleh biaya transportasi, baik saat barang bergerak maupun saat barang berpindah dari satu moda ke moda lainnya. Selama ini pergerakan barang di Indonesia didominasi oleh angkutan jalan (mencapai 90%), babkan cenderung dengan beban berlebih (over laoded), hat ini mengakibatkan tingkat kerusakan jalan yang cukup tinggi. Untuk mengantisipasi masalah ini diperlukan pernikiran terhadap elisiensi dalam pergerakan barang, teruloma menekan biaya transportasi sekecil mungkin dan mengurangi tingkat kerusakan jalan. Besamya pergerakan tersebut dapat dircpresentasikan dengan Matriks Asal -Tujuan (MAT) ataupun dengan diagram garis keinginan (desire line). Dalam penulisan ini diambil kasus transportasi barang di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dimanajustru hampir 95% pergerakan barang dilakukan dengan moda darat Galan), walaupun sebagian besar wilayah NAD berada pada daerab pesisir dimana pergerakan terse but dapat dilakukan dengan moda laut. Namun karena kurangnya prasarana dan sarana transportasi laut, maka pergerakan lewatjalan tetap menjadi pilihan karena sampai sejauh ini masih lebih elisien. Pergerakan barang melalui jalan darat di NAD mempunyai kendala geografis daerah akibat minimnyajaringan jalan antar zona. Gempa bumi dan tsunami pada akbir tabun 2004, telab merubab pola pergerakan secara drastis, akibat banyaknya jaringan jalan yang rusak. Peningkatan beberapa ruas jalan yang menghubungkan pantai Barat dan pantai Timur NAD kini menjadi jalur utama dalam distribusi logistik dan pergerakan orang. Untuk itu pada tulisan ini dianalisis peran jalan dalam pelayanan distribusi barang an tar zona, baik sebelum tsunami, masa rekonstruksi, dan strategi pasca rekonstruksi dengan menggunakan model gravity. Hasil analisis menunjukkan bahwa terjadi perubahan pola pergerakan cukup signifikan antar zona pada beberapa zona pasca tsunami hingga masa rekonstruksi yang didasarkan pada pertumbuban normal. Demand flow berubah secara signifikan setelah diasumsikan bahwa 50 persen pergerakan barang dari Medan yang selama ini dengan moda jalan dialihkan melalui moda laut ke Pelabuhan Krueng Raya di kawasan Aceh Besar yang akan dijadikan sebagai pusat pengembangan dan distribusi barang di NAD. Besamya peran jalan dalam distribusi barang di NAD ini memerlukan investasi yang cukup besar dalam penanganan jaringan jalan untuk memperJancar pergerakan barang yang etisien dalam melayani publik, dan sesuai dengan semangat otonomi daerah. Kata-kata kunci: Peran ja/an, DisJribus; barang, mulJimoda, muaJan berlebih, model gravity.
I.
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang dan Permasalahan
Letak geografis, jurnlah penduduk dan tingkat pertumbuhannya yang tinggj di Indonesia menyebabkan tingkat kebutuhan masyarakat juga meningkat serta akan diikuti dengan berkembangnya kawasan baru hampir disetiap provinsi, bahkan sampai ke kabupatenlkota. Hal ini selayaknya diikuti oleh pengembangan jaringan transportasi yang memadai, baik darat, laut, maupun udara. Namun kenyataannya dengan segala keterbatasan, hal tersebut belum bisa dipenuhi oleh pemerintah. Dalam kenyataannya, alokasi dana UDtuk pemeliharaan jalan saja cukup besar dikeluarkan pemerintah setiap tahunnya, belum lagi penambahan dan peningkatan ruas-mas jalan baru dan prasarana transportasi lainnya. Hal ini diperlukan mengingat besamya tantangan dalam transporlasi barang, baik di dalam I
2
Dosen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala Dosen KK Transportasi FTSL dan Pascasarjana ITB
v
negeri karena luasnya wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, maupun tantangan di kawasan regional dan global. Berdasarkan survey O-D Nasional 200 I, dan 2006, hampir 83% pergerakan barang di Indonesia tcrjadi di pulau Jawa, 10% di pulau Sumatera, dan sisanya terdistrihusi di bagian timur kepulauan Indonesia. Dari total pergerakan tersebut 90% pergerakan barang dilakukan dengan moda darat (jalan ), 7% dengan moda laut, dan sisanya dengan moda lain (kereta api, pesawat terbang dan angkutan sungai dan penyeberangan. Banyak daerah, terutama daerah pesisir negara kesatuan Republik Indonesia, pergerakan tersebut dapat dilakukan dengan moda laut, namun karena kurangnya perhatian terhadap pergerakan barang ini terutama prasarana dan sarana serta sistem dan regulasi, maka pergerakan lewat darat (jalan ) masih merupakan pilihan karena lebih efisien. Pilihan ini berpengaruh terhadap beban lalu lintas di jalan dan mempercepat tingkat kerusakan jalan, apaIagi dengan tonase yang melebihi beban as tunggal rencana 8-10 ton, seperti yang terjadi pada jalur lintas pantura di puIau Jawa dengan rata-rata 70 unit truk besar/jam (Kompas, 2 Agustus 2004) dan jalur lintas Timur (jalintim) di Sumatera yang rata-rata 500 truk/hari (Kompas, 29 Mei 2006). Dalam tulisan ini diambil kasus poJa pergerakan barang di provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), dimana justru 95% pergerakan barang dilakukan dengan moda jalan, baik antar kabupaten/kota di dalam provinsi (zona internal) maupun dari luar provinsi (zona eksternal). Sementara jaringan jalan sangat terbatas, disamping kondisi yang masih memprihatinkan. Koridor utama yang menghubungkan Banda Aceh (ibukota provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, NAD) dengan Sumatera Utara (Sumut) adalah jaringan jalan pantai Utara Timur. Dua koridor jaJan yang penting lainnya adalah jalan lintas pantai Barat-Selatan dan jalan lintas bagian Tengah. Hampir semua kabupaten/kota di provinsi NAD terletak disepanjang ketiga koridor tersebut yang memanjang dari Banda Aceh kearah perbatasan Sumut. Pemerintah pusat dan pemerintah provinsi NAD telah melakukan suatu usaha untuk meningkatkan jaringan jaIan yang menghubungkan korodor pantai Barat dan Selatan (Iautan Hindia) ke koridor pantai Utara - Timur provinsi NAD (selat Malaka) melalui koridor tengah yang meliputi empat kabupaten di pedalaman Aceh, yakni Aceh Tengah, Bener Meriah, Gayo Lues. dan Aceh Tenggara. Selain jaringan jalan. angkutan ferry merupakan jasa angkutan utama yang menghubungkan daratan Aceh ke daerah puIau, seperti pulau Weh (Kota Sabang) yang dirancang sebagai Zona Perdagangan Bebas, pulau Simeulu (kabupaten Simeulu), dan ke kepulauan banyak (kabupaten Aceh Singkil). Sementara untuk kargo hanya pada beberapa pelabuhan (dengan fasiIitas kurang memadai) yang mungkin dilakukan bongkar muat seperti Sabang, Malahayati dan Lhokscumawe. Permasalahan utama adalah hampir 95% pergerakan barang dilakukan dengan moda darat (truk), dan dalam operasionaJnya sering dihadapi bahwa muatan truk tersebut berlebih dari standar yang diizinkan. Sementara sebagian besar daerah pesisir pergerakan tersebut dapat dilakukan dengan moda laut, namun karena kurangnya prasarana dan saran a, maka pergerakan lewat jalan tctap lebih efisien. Hal ini tentu akan berpengaruh terhadap beban lalu lintas dan kerusakan jalan. Pergerakan melalui jalan juga ada kendala geografis daerah dan minimnya jaringan jalan antar zona.
1.2
Tujuan dan Batasan
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui sejauh mana peran jalan dalam pergerakan barang antara sebelum tsunami dan pasca tsunami serta strategi penanganannya pasca rekonstruksi. Selanjutnya dilakukan anal isis terhadap skcnario jika sebagian peran jalan dialihkan dengan moda lain secara terpadu dalam distribusi barang dan logistik untuk NAD. Batasan masalah yang dikaji dalam penulisan ini dititikberatkan pada pergerakan barang regional antar kabupaten/kota di provinsi NAD melalui moda darat (truk) di 19 zona di daratan. dan 2 zona kepulauan serta Medan (Sumut) yang dianggap sebagai zona eksternal, dengan tidak membedakan jenis komoditi.
n.
STUDI PUSTAKA
Model transportasi barang yang secara ekplisit memperhitungkan jaringan transportasi merupakan pengembangan dari model gravity. Model-model seperti ini dikategorikan ke dalam pendekatan interaksi spasial. Metode sintetis (interaksi spasial) yang paling terkenal dan sering digunakan adalah model gravity (GR) karena sangat sederhana sehingga mudah dimengerti dan digunakan. Model ini menggunakan konsep gravity yang diperkenalkan oleh Newton pada tahun 1686 yang dikembangkan dari analogi hukum gravitasi. Persamaan dasar model gravity (GR) dapat dinyatakan sebagai:
T,d
=
(2.1 )
A,.o,.BdDd.f(C,,J
di mana: Tid
J(c,
= jumlah pergerakan (kendaraan, penumpang, barang) dari zona i ke =
tl
fungsi hambatan
Ai dan Ed = konstanta sebagai faktor penyeimbang, dimana:
A,=
N----
I J=I
(Bd·Dd.f:d)
(2.2)
dan
Bd
N
(2.3)
I(A,.o,.j:J 1=1
Untuk kalibrasi model gravity fungsi hambatan atau ukuran kemudahan antara zona i dan zona d merupakan hal yang penting. Oleh karena itu fungsi pangkat digunakan sebagai fungsi hambatan dalam kajian ini karena menganalisis suatu wilayah yang relatif luas. Bentuk persamaan dikemukakan oleh Hyman (1969) dalam Tamin (2003) adalah: /(C'd) = C'~/a (fungsi pangkat) (2.4) Berdasarkan hasil penelitian mengenai pemodelan kebutuhan transportasi barang di pulau jawa menunjukkan bahwa data sosio-ekonomi (jumlah penduduk, PDRB, dan jumlah kendaraan masih merupakan faktor penentu dalam model tersebut (Sjafruddin dkk. 1998). Transportasi multimoda adalah transportasi barang dengan menggunakan paling sedikit 2 (dua) moda transportasi yang berbeda, atas dasar satu kontrak yang menggunakan dokumen transportasi multimoda dari suatu tempat barang diterima oleh operator
transportasi multimoda ke suatu tempat yang ditentukan untuk penerimaan barang tersebut (Buku Putih Indonesia 2005-2025 dari KNRT (2006».
III.
METODE ANALISIS
Seperti yang telah disebutkan bahwa model ini dapat menggunakan data sekunder. Data sosial ekonomi yang diperlukan adalah distribusi populasi, distribusi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), dan jumlah kendaraan setiap kabupaten/kota diperoleh dari Badan Pusat Statistik Propinsi NAD. Data lain adalah data aksessibilitas jaringan transportasi seperti waktu tempuh dan jarak tempuh (dalam kasus ini adalah data jaringan jalan) diperoleh dari Dinas Praswil dan Dinas Perhubungan Propinsi NAD. Untuk memperoleh MA T pada tahun 2004, dibuat model berdasarkan data sosial ekonomi NAD tahun 2001 dan data 0-0 nasional 2001 yang dimasukkan ke dalam model sehingga didapat jumlah pergerakan tahun 2004 (sebelum tsunami). Selanjutnya diprediksi MAT rahun 2006 (pasea tsunami), tahun 20 J 0 (pasca rekonstruksi).. Wilayah studi dibagi ke dalam zona-zona. Sesuai dengan asumsi dalam pemodelan transportasi (makro) yaitu bahwa pergerakan mulai dan berakhir dari/ke suatu titik dalam zona yang biasa disebut sebagai pusat zona (zone centroid). Penentuan sistem zona (termasuk batas-batasnya) didasarkan kepada sistem batas administratif. Untuk studi ini zona internal dibagi menjadi 19 sistem zona dan zona eksternal ada 3 zona. Setelah dilakukan uji linearitas dan uji korelasi terhadap beberapa variabel bebas, ternyata hanya Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), Jumlah Penduduk, dan Jumlah Kendaraan yang berkorelasi positif dan berpengaruh terhadap variabel tak bebas (Oi dan Dd). Analisis hambatan pergerakan antar zona diperoleh dari mentransfer jarak tempuh menjadi waktu tempuh. Waktu tempuh yang dikaitkan dengan nilai waktu, maka dapat diperoleh hambatan biaya (C u) antar zona dari sisi penggunaan waktu. Sementara Biaya Operasi Kendaraan (BOK) dikaitkan dengan jarak tempuh diperoleh biaya antar zona dari sisi BOK. Hingga total hambatan antar zona merupakan gabungan dari kedua komponen biaya tersebut. Faktor hambatan C,] yang dipakai adalah fungsi pangkat dengan alasan kajian merupakan suatu wilayah yang relatifluas. Tabel3.1 No
Nama dan Nomor Zona
Nama Zona
I
Banda Aech
2 3 4 5 6 7 8 9 10 . 11
Acch Besar
Pidie I3ireun
Lhokseumawc Acch Utara
Aceh Timur Lan~sa
Aceh Tamiang Gayo Lues
Acch Tcnggara
Nomor Zona
1001 1002 1003 1004 1005 1006 1007 1008 1009 1010 1011
Keterangan
No
Zona InLernal
12 D 14 15 16 17 18 19 20
Zona Internal
Zona Internal Zona Internal Zona lolemal Zona Internal Zona Internal Zona Internal
Zona Internal Zona Inlernal Zona Internal
21
22
NamaZonu
Aceh Selatan Aceh Singkil Acch Ilr Dava
Aceh Baral Nagan Raya Aceh Jaya Acch Tengah
Bener Meriah Simeuluc Sab'Ulg Medan
Nomor Zona
Keterangan
lOll
Zona Internal
1013 1014 1015 1016 1017 1018 1019 1020 1021 1022
Zona Internal
Zona Internal Zona IOlernal
Zona Internal
Zona lolernal
Zona Inlernal Zuna Internal
Zona Ekstemal Z..ona Ekstcmal -------~-
Zona Ekstcmal
Gambar 3.1 Model Sistem Zona dan Centroid dan .laringan .lalan di Wilayah Studi
IV. 4.1
HASIL ANALISIS DAN DISKUSI HasH Analisis
Dari hasil analisis korelasi antara sesama semua variabel dapat dilihat bahwa variabel yang cukup berpengaruh terhadap besarnya bangkitan pergerakan adalah PDRB dan jumlah kendaraan. walaupun hanya dengan korelasi yang rendah. Sementara untuk tarikan pergerakan yang dominan berpengaruh adalah PDRB dan jumlah penduduk dengan korelasi yang cukup signifikan. Antar sesama variabel bebas. hanya antara PDRB dan jumlah kendaraan. Bila diambil perinsip seleksi variabel untuk memperoleh model yang lebih baik, maka untuk model bangkitan dipilih variabel X I dan X 3 Sedangkan untuk model tarikan dipilih variabel bebas X 2 • Persamaan Bangkitan Barang: Oi = 840,021 + 0,129 (PDRB (ribu Rp.) Zona i) + 12.998 (Jumlah kendaraan (ribu unit) zona i) Persamaan Tarikan Barang: Dd = 1.702,740 + 1.805 (Jumlah Penduduk (ribu) Zona d) Dimana:
Dd Oi
Total tarikan dalam ton/hari Total bangkitan dalam ton/hari
Total bangkitan pergerakan dari semua zona i (IOi) dan total tarikan pergerakan yang menuju zona d (IDd) yang diperoleh dari model bangkitan harus sarna, dengan demikian diperlukan penyesuaian untuk menyamakan jumlah tersebut. Pada studi ini digunakan pertumbuhan berdasarkan zona, kecuali pertumbuhan jumlah kendaraan yang digunakan pertumbuhan yang sarna untuk semua zona. Dengan asumsi tersebut, diperoleh bangkitan dan tarikan tahun 2006, dan 2010, seperti dapatdilihat pada Tabel4.1 berikut ini.
Tabel4.1 Total Bangkitan dan Total Tarikan Pergerakan Barang (ton/tahun) No.
Nama Zona i ..:t:l .. mgKIl
L
, 4
,
I\<xn
Al.:eh
enggara lmur
Acen IAceh
cngan arat
7
IAccn
0
'JOle
Y
-
IJ
14
"
(,
17 IX
I"
21
"" 4,2
lAce 1 :"it: atan
DCS
Ifcun
Ace tara IAcen J:5arat LJaya
Jayo _lies IAceh Tamlang Il~agan Kaya
Il\cen Jaya Ilianda :'\CC I
.angsa ILhokseumawe IHeller Menil I Ilneu ue ISahang eaan
NAu
Hang kUan rgrkn tsara llg ton/tahun 2006 2010 2004
arikan rgrkan uarang (ton 'tho) 2006 2010
if!),\!)
4/D,'DL
,"V,DY4
II D,'LL
'''.Y" I 425,OXI
. IV"
",O,YO'
420',,"0
427,6"
743,847 732,334
no,!xv
753.455 741,V04
1:'10 • • .)
10L,LY
14,\NI,
'_II/OJ
'JL,LYO
M'\,
0". YI ":'.OMI 02UX3
6 I I,",'
OIL, 116
I . .,,144
14LLI/
4X/,Y",
1.'1..'1.. 121.21
, IV,4',_
,
, I)
ILl,I/-' .
I.
•N
62: ,I/Y
'"63XNJ ."'. .'Y.,JO. I: 1,4v:
II Y.' Ii 746.96
I2Y,'41
724,192
.',4X,
I"'
X25,251
OJ; ,
.V 14
OLV,
",I/,'I/V V42,094
'JX,YI' ",0.014
X,,",
",V.X1.'
067.67
'/,1
..',LI/'
.JlX,4"
1,421,764
:-..)/,)
'"L,'Oe
. JJ ..'Y'
OY4,OYOI
ll')().)):
"'1/.4,
4LU,:'HL'
4',.IM
4L_,J"
ODC,'I/t
Db I,D'
O/V,\),'
"'0,/1),'
-' JIl, " .
.:U,
11,.114
.,10;
47n64
0"4.N
TID,": OYO, ,,1/
7M,'
472,151
.)
D l.M'
014,V4:
btl.!U:
,".Ii:.
I'3.U4< 712.XJC
111,'b2
" , , IX'
720,OZ'
.3".JOO
"1/.6 IA04, ""I /63,,,"'
1.4: ':-.'1.,-, 77X.JX.
.'VV,"Y'
,'IX,",'
'1/4.J"'
'", ,11
'M,lL
~().
:L~A/"l
'L.,n
'",Y,""' _ '. IX •.2 •.
0.
,j{)
,L)
,Y~ l,~
IWIJ.:.L.l
1..»O.YY, .'.1/" '" ,lb.
52",434
531."'2
)'J,fO,
'.LX4.404 14, "Y,UY.
" ,J"D"
Ii l , " , LXJ:
0'•.0: ()h~,()I-,
IlIlI,O ,_
"",.x.
/1/",01 ,"U21
1"4,0",
6'12,j,
Ml,X57
O""."". .'4'.lll"
040"'6 .YXlI,Y"
L.lI: ,,",,1
.6• .,"
./X))H ...
' •.U", ,J",
Distribusi Pergerakan
Bangkitan pergerakan memperlihatkan banyaknya lalulintas yang dibangkitkan oleh setiap zona, sedangkan sebaran perjalanan/pergerakan menunjukkan ke mana dan dari mana lalulintas tersebut. Matriks Asal-Tujuan (MAT) dan garis keinginan (desire line) adalah suatu metoda yang sering digunakan untuk menggambarkan besamya distribusi pergerakan. Pendekatan yang digunakan pada pemodelan sebaran pergerakan adalah dengan mengasumsikan bahwa pelaku perjalanan, pengendara atau kebutuhan pergerakan di dalam suatu daerah kajian dapat dinyatakan seeara baik dengan model kebutuhan akan transportasi yang umum, misalnya model gravily (GR). Distribusi pergerakan dalam bentuk MAT dapat diperoleh dengan menggunakan rumus 2.1, setelah melalui iterasi (pengulangan) Ai dan Bd hingga meneapai konvergensi. Garis keinginan (desire line) mengambarkan besarnya pergerakan antar zona di wilayah kajian. Garis keinginan merupakan bentuk seeara grafis dad matriks asal tujuan (MAT), Nama ini diberikan karena pol a pergerakan selain mempunyai dimensi jumlah pergerakan, juga mempunyai dimensi ruang (spasial) yang lebih mudah digambarkan seeara grafis. Dari matriks asal tujuan (MAT) dapat diketahui seeara tepat arus pergerakan antar zona tetapi tidak diketahui gambaran arahan atau orientasi pergerakan tersebut. Hal ini dapat diatasi dengan bantuan garis keinginan yang menunjukkan gambaran pergerakan yang terjadi, meskipun ada juga kelemahannya berupa tidak tepatnya informasi arus pergerakan (besar arus pergerakan dinyatakan dengan tebal garis keinginan), Garis keinginan dan beban lalu lintas (demand flow) di wilayah kajian disajikan pada gam bar berikut
1----
I I
,,~d4
I~.d1
"r"
.... lOH IIF.. ~<'-flU;
lJrA
I seALE
~17I1
I
Ip&.~rlQ; lll'On illC>lU:""'~fItl""'
I
I,
I:,
I.
~"fI
, I I'
I:
I,
~
", I""'''' ", "I, II",
'0'
,I.,,., '"
,'.
I'
I
~"":I'j"1'"
".,1,
I"r"
...... '"
1h-I/
I, I'I'
Gambar 4, I Desire Line (kiri) dan Demand Flow (kanan) Pergerakan Barang Tahun 2004
_dl.
ur" .."~,,,. ~l"'" In'" SCALE
IIESIIIJ:
LI"~
SO>LB::
l""~
urn
SCALE
Z12"(
.lin
~.~
I ',;,
'~I."
'I~ >" ... , ,-,"" . n, _."
'I""
.
I'
,I.,,.,.,
l'L'''~j'',,,,,,,
'l'd' llo'ru '.,1.,,,"
,
'(,-1/-"
Gambar 4.2 Desire Line (kiri) dan Demand Flow (kanan) Pergerakan Barang Tahun 2006
~~dI6
.... 116
I
'.... ~U.r_m-"
urA u,"
S<''''I.F.
SCALf:
1.1'0'..
P&ll rilE L10111l I&Cl>LE:
1
1II'l~
~~
: '''.''.' I "
"
I
!'
.. ' ""'.".
t.. ·.·,. Il_,,_"·' "1.,,, ""
1"'-1.·"
r
"., ,--,'. rId'
'L"
1
" .• r "
., ,""
~
~"
--~:
Gambar 4.3 Desire Line (kiri) dan Demand Flow (kanan) Pergerakan Barang Tahun 2010 tanpa skenario (Do Nothing)
/'1'1"
" .. ~lllr. ,,"'. _';o(_"'-~
"1"""._, ,_
tHO I,
r'".",
_I, .. '"
t1",,,,,,
<',
t'., !,
1'.", - ,',"'''
,~-,
n?11
"I
Gambar 4.4 Desire Line (kiri) dan Demand Flow (kanan) Pergerakan Barang Tahun 20 I0 dengan skenario 50% dari Medan dengan Moda Laut (Do Something)
4.3
Diskusi
Dari model pergerakan barang yang dibangun berdasarkan data OD nasional tahun 200 I dan data sosek provinsi NAD, maka distribusi pergerakan barang tahun 2004 (sebelum terjadi tsunami), dan tahun 2006 (setahun setelah terjadi tsunami) serta tahun 20 I0 (setelah masa rekonstruksi) dapat diprediksi Pergerakan barang untuk kabupaten Aceh Jaya dan sebagian kabupaten Aceh Barat pasca tsunami hanya dapat dilayani dengan angkutan laut, karena jalan utama dari Banda Aceh rusak total dan sarna sekali tidak ada pergerakan melalui jalan. Hal ini terlihat pada gambar 4.2 dimana pergerakan dari Aceh Selatan, Aceh Barat Daya, Nagan Raya, dan Aceh Barat dengan tujuan Banda Aceh, Aceh Besar, Pidie dan sebaliknya memilih melalui lintas Meulaboh-Tutut-Geumpang-Beureunun, sedangkan untuk tujuan Aceh Utara, Bireuen, Bener Meriah, dan Aceh Tengah dan sebaliknya memilih lintas Sp. Peut-Jeuram Beutong Ateuh-Takengon- Bireuen. Kedua lintasan yang disebutkan ini sebelum tsunami hampir tidak pernah dilalui akibat situasi daerah yang kurang kondusif dan juga keadaan jalan yang belum sepenuhnya tertangani. Lintasan yang disebutkan terakhir justru saat peningkatan konstruksi sering mendapat kecaman dar; berbagai LSM karena melewati ekosistem gunung Louser Dari total bangkitan dan tarikan terlihat bahwa zona eksternal (Medan, Sumut) sangat dominan dalam pergerakan barang di provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, hal ini juga terlihat dari garis keinginan dan demand tlow pada gambar 4.1 dimana semua jaringan jalan masih terlihat normal melayani arus lalu lintas. Sementara pada gambar 4.2 terlihat bahwa ruas Meulaboh - Tutut - Geumpang - Tangse - Beureunun demand tlownya memiliki garis agak tebal dibandingkan gambar 4.1. Itu artinya bahwa lalu lintas yang tadinya melewati Meulaboh - Calang - Banda Aceh telah beralih ke ruas ini akibat terputusnyajalan. Setelah dilakukan prediksi untuk tahun 2010 berdasarkan model di atas tanpa melakukan skenario perubahan kebijakan (Do Nothing), terlihat bahwa arus lalu lintas barang tetap didominasi oleh lintasan pantai Utara-Timur (Medan ke Banda Aceh, gambar 4.3). Hal ini menunjukkan bahwa orientasi gerbang keluar masuk barang dari dan ke Aceh masih lewat
Medan (Pelabuhan Belawan) dan diangkut dengan truk ke Aceh. Ini artinya investasi begitu besar ditumpahkan untuk pembangunan infrastruktur di NAD, tapi Sumatera Utara yang diuntungkan karena trade otT dilakukan di Medan. Sekarang kita coba melakukan suatu skenario (Do Something) dengan asumsi bahwa infrastruktur telah dibuat selama masa rekonstruksi dan 50 % angkutan barang untuk NAD dilakukan bongkar muat di pelabuhan NAD (Banda Aceh atau Lhokseumawe). Maka hasilnya dapat kita lihat pada gambar 4.4, dimana distribusi barang lebih berorientasi antara Banda Aceh - Langsa di lintas Utara Timur dan Banda Aceh - Blang Pidie untuk lintas Barat - Selatan. Disini dapat dibandingkan antara gambar 4.3 dan 4.4 dimana tanpa ada suatu kebijakan (Do Nothing) dengan membuat suatu kebijakan (Do Something) terlihat bahwa demand tlownya sangat berbeda. Dari hasil pergerakan barang yang diangkut dengan truk dan diasumsikan setia truk rata rata mengangkut 8 ton barang, maka dalam sehari pada kondisi normal terjadi bangkitan dan tarikan masing-masing zona seperti pada tabel 4.2 berikut ini. Tabel 4.2 Bangkitan dan Tarikan Barang (truklhari) No.
Nama Zona
Bangkitan Pgrkn Harang (truklhr) 2004
2006
2010
Tarikan
P~rkan
2004
Barang (truk/hr)
2010
2006
I
Aceh Smgkll
103
163
105
245
246
2
Aceh Sdalan
18K
189
192
255
256
25K
3
Acch
146
146
146
2S1
252
254
T~nggara
24K
4
ACL:h Tlmur
259
261
265
283
2i<:5
289
5
ACl:'h Tcngah
223
225
130
251
254
6
Aceh Harat
166
167
169
249
252 250
7
Aceh Besar
213
215
219
281
283
286
8
Pidie
195
19R
203
:I 19
322
327
9
Blreun
247
251
254
291
293
297
10
Aceh lJtam
4(,5
472
487
323
326
331
252
II
Acch 13m-aL Da}a
lR4
186
190
238
239
240
12
C.iayo Lues
144
144
145
228
229
nq
13
Aceh Tamiang
174
175
177
265
266
269
14
Nagan Raya
102
162
163
238
ns
240
15
Aceh Jaya
189
IR9
190
23 I
23 I
232
16
Banda Aceh
481
498
533
267
268
271
17
Langsa
262
267
277
243
244
246
18 19
Lhol-.wumawe
514
520
533
244
245
247
(kn...· ' Mcnah
173
174
170
239
240
241
20
Sirn.;ulu\::
193
19~
194
229
229
230
21
Sabang Medan
18/
220
22
:'\lAD
219
2.~
IX
182 J,180
219
1.993
181
066
67R
704
6.914
7 "l)"i
8,277
6,055
b.091
6.165
Dari tabel 4.2 di atas terlihat bahwa Medan masih merupakan sumber bangkitan terbesar untuk pergerakan barang ke provinsi NAD dengan 1993 truklhari pada tahun 2004 meningkat menjadi 3180 truklhari pada tahun 2010. Jika tidak ada skenario untuk mengantisipasi pergerakan barang tersebut dengan intermoda terpadu dapat dibayangkan besarnya beban lalu !intas (truk) yang dipikul oleh jalan, konon lagi jika truk-truk tersebut dengan berbagai alasan mengangkut beban melebihi tonase rencanajalan.
lika skenario multimoda dengan mengalihkan sebagian beban jalan ke moda laut, karena jarak dan waktu tempuh, maka dari sektor transportasi barang saja dapat menyerap lapangan kerja baik di pelabuhan maupun di jalan. Sementara untuk pergerakan dari/ke kabupaten yang berdekatan dengan Sumatera Utara seperti kabupaten Aceh Tamiang, Aceh Timur, Aceh Tenggara, Aceh Singkil dan Aceh Selatan, masih dimungkinkan pergerakan barang mclaluijalan dari Medan. Terhubungnyajalan lintas Timor dan lintas Barat provinsi NAD oleh sistem jaringan jalan yang menembus lintas Tengah akan sangat berperan dalam distribusi barang, maka penentuan kawasan Banda Aceh dan sekitarnya sebagai pusat pengembangan untuk wilayah NAD sangat tepat, apalagi dengan adanya pelabuhan bebas Sabang sebagai Hub International. Hal ini akan menekan biaya transportasi melalui pengurangan jarak tempuh dan waktu tempuh. Untuk itu pemerintah bersama masyarakat provinsi NAD perlu melakukan peningkatan bukan hanya ruas-ruas jalan di daerah pedalaman tetapi juga infrastruktur transportasi lainnya seperti pelabuhan, agar dapat mengantisipasi muatan berlebih yang dibawa oleh truk di jalan.
V.
KESIMPDLAN DAN REKOMENDASI
Dari hasil anal isis dapat ditarik kesimpulan antara lain: I. Peran jalan masih sangat dominan dalam pergerakan barang, namun perlu dipikirkan alternatif angkutan barang lainnya melalui moda laut, agar dapat meminimalisir kerusakan jalan. 2. Lintasan antar kabupaten/kota pada lintas Timur propinsi NAD mempunyai volume pergerakan barang yang relatiflebih besar dibandingkan lintas Barat dan lintas tengah, untuk itu perlu perhatian khusus dalam penanganan jaringan jalan, karena pergerakan barang dari NAD masih berorientasi menuju Medan dan sebaliknya. 3. Selama masa rekonstruksi terjadi peningkatan jumlah truk angkutan barang baik di lintas Timur maupun lintas Barat dan cenderung dengan muatan berlebih, sehingga berpengaruh terhadap masa layan jalan. 4. Direkomendasikan kawasan Banda Aceh dan Aceh Besar dijadikan pusat distribusi barang proivinsi NAD bagian Barat dengan mengalihkan sebagian angkutan Barang dari dan ke Medan melalui moda laut, hal ini untuk menghindari cepatnya proses kerusakan jalan dari masa layan rencana. 5. Direkomendasikan agar ketiga koridor utama (ialan lintas Timur, lintas Barat, dan lintas tengah serta jalan penghubung ketiga koridor tersebut untuk ditingkatkan, sehingga memudahkan proses distribusi barang dan para pengguna jalan dapat memilih rute yang terpendek dengan biaya yang relatif kecil sehingga harga barang dapat ditekan.
VI.
DeAPAN TERIMAKASIH
Terimakasih penulis ucapkan kepada panitia Konferensi Nasional Teknik lalan 8 atas diterimanya abstrak sampai ke penulisan makalah ini, dan tak lupa terima kasih juga kepada semua pihak yang telah membantu. Semua kesalahan bukan pada mereka tapi kembali pada penulis.
VII. 1.
2.
3.
4. 5.
6. 7.
8. 9.
10.
I I.
12.
13.
14. IS.
DAFTAR PUSTAKA Balitbang Perhubungan, (2004), Konsepsi Penyususnan Tataran Transportasi Wilayah (Tatrawil) Provinsi, Departemen Perhubungan R!. Bappenas, (2005) Rencana Induk Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wi/ayah Aceh dan Nias, Sumatera Utara, Buku Ill: Rencana Bidang InjrastrukJur dan Perumahan, Bappenas R!. Buku Putih Indonesia 2005-2025 (2006), Penelitian, Pengembangan dan Penerapan I1mu Pengetahuan dan Teknologi Bidang Teknologi dan Manajemen Transportasi, Kementerian Riset dan TeknoJogi Republik Indonesia, Jakarta. BRR dan Bappeda NAD, (2005), Studi Kelayakan Jalan Lintas Tengah, Barat-Timur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, CPPS Unsyiah. (2003) Transport Sector Assessment .fi,r the Province of Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), Indonesia. CPPS Unsyiah, Report to ADB and World Bank. Dinas Prasarana Wilayah Prop. NAD, (2003) Kaji Ulang Sistem Jaringan Jalan Regional Propinsi NAD, Isya, M. dan Sofyan, M.S., (2005), Model Bangkitan/Tarikon dan Distribusi Pergerakon di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam, Jurnal Teknik Sipil, FT Unsyiah, Vo!.3 No.2 Januari 2005, hal. 63-70. Kanafani, A. (1983). Tramportation Demand Analysis. McGraw-Hill, New York. Lubis, H.A.S., Sjafruddin, A., Isnaeni, M., and Dharmowijiyo, D.B., (2005) Multimodal Transport in Indonesia, Recent Profile and Strategy Development Proceeding of the Eastern Asia Society for Transportation Studies, vol. 5, pp. 46-64. Sjafruddin, A., Tamin, a.z.. dan Sofyan, M.S. (2007), Analisis Pola Transportasi Barang di Era atonomi Daerah (Studi Kasus Provinsi NAD). Jurnal Teknik Sipil, FT Unsyiah, Vol.1l No.2 Mei 2007, hal. 112-123. Sjafruddin, A., dkk, . (1998), Pemodelan Kebutuhan Tramportasi Barang Regional di Pulau Jawa, Laporan Penelitian Hibah Bersaing V Tahun 199711998, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan ITB. Sofyan, M.S., dan Tamin, a.z. (2005), Estimasi dan Analisis Pergerakon Barang Pasca Tsunami, Prosiding Simposium VIlI FSTPT, Universitas Sriwijaya, Palembang. Sofyan, M.S., Tamin, a.z., Sjafruddin, A,. (2006), Peran Jalan Alternati{ dan Analisis Transportasi Barang Pasca Tsunami di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Jurnal Transportasi FSTPT, vo!.6 No.2, Desember 2006, hal IS I-160. Tamin, a.z., (2000), Perencanaan dan Pemodelan Transportasi, ITB, Bandung. Tamiz. a.z., (2003), Perencanaan dan Pemodelan Transportasi, Contoh Soal dan Aplikasi, ITB.