KOMUNIKASI DAN KELEKATAN ORANG TUA, KELEKATAN TEMAN SEBAYA, SERTA KEPUASAN HIDUP REMAJA BERDASARKAN STATUS BEKERJA IBU
SUSANTI
DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Komunikasi dan Kelekatan Orang Tua, Kelekatan Teman Sebaya, serta Kepuasan Hidup Remaja berdasarkan Status Bekerja Ibu adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2013 Susanti NIM I24090029
ABSTRAK SUSANTI. Komunikasi dan Kelekatan Orang Tua, Kelekatan Teman Sebaya, dan Kepuasan Hidup Remaja berdasarkan Status Bekerja Ibu. Dibimbing oleh DIAH KRISNATUTI. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh komunikasi dan kelekatan orang tua terhadap kelekatan teman sebaya dan kepuasan hidup remaja. Contoh dalam penelitian ini adalah keluarga yang memiliki remaja usia 12-15 tahun sebanyak 100 keluarga yang dipilih secara acak dari dua kelurahan di Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara menggunakan kuesioner. Hasil penelitian menunjukkan perbedaan yang signifikan tipe komunikasi positif menurut persepsi ayah, kelekatan teman sebaya dimensi pengasingan, dan kepuasan hidup remaja dimensi global, diri, dan sekolah antara keluarga ibu bekerja dan tidak bekerja. Hasil uji korelasi menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara komunikasi orang tua, kelekatan orang tua dan teman sebaya dengan kepuasan hidup remaja. Berdasarkan hasil uji regresi, faktor-faktor yang memengaruhi kelekatan teman sebaya adalah remaja perempuan, ibu yang bekerja, pendapatan keluarga, dan komunikasi ibu, sedangkan faktor yang memengaruhi kepuasan hidup adalah ibu yang bekerja, komunikasi ayah, dan kelekatan teman sebaya. Kata kunci: kualitas hubungan orang tua-anak, status bekerja ibu, perkembangan anak
ABSTRACT SUSANTI. Parent Communication and Attachment, Peer Attachment, and Adolescents Life Satisfaction based Mother’s Working Status. Supervised by DIAH KRISNATUTI. This
study aimed to analyze the influences of parent communication and attachment to peer attachment and adolescent life satisfaction. The samples of this study is a family with teenagers aged 12-15 years, as many as 100 families were selected randomly from two villages in Tanah Sareal, Bogor City. Data was collected through interview using questionnaires. The results showed there was significant different a type of positive communication was according father perception, peer attachment as alienation dimension, adolescent life satisfaction as global, self, and school dimensions. The results of correlation test showed there was significant relationship between parent’s communication, parent and peer attachment with adolescent life satisfaction. The based of regression test, the factor’s which the influences of peer attachment that female, employment mother’s, family incomes, and mother’s communication, where as the factor’s which the influences of adolescence life satisfaction that was employment mother’s, father’s communication, and peer attachment. Keywords: child development, mother’s working status, quality of parent-child relationship
KOMUNIKASI DAN KELEKATAN ORANG TUA, KELEKATAN TEMAN SEBAYA, SERTA KEPUASAN HIDUP REMAJA BERDASARKAN STATUS BEKERJA IBU
SUSANTI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen
DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi : Komunikasi dan Kelekatan Orang Tua, Kelekatan Teman Sebaya, serta Kepuasan Hidup Remaja berdasarkan Status Bekerja Ibu Nama : Susanti NIM : I24090029
Disetujui oleh
Dr Ir Diah Krisnatuti, MS Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Hartoyo, MSc Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang telah memberikan kekuatan, kesabaran, pengetahuan, dan kenikmatan. Atas segala karunia-Nya itulah penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Komunikasi dan Kelekatan Teman Sebaya, Kelekatan Teman Sebaya, serta Kepuasan Hidup Remaja berdasarkan Status Bekerja Ibu” ini sejak bulan April sampai Juli 2013 di daerah Tanah Sareal, Kota Bogor. Terima kasih dan rasa hormat penulis ucapkan kepada: 1. Dr Ir Diah Krisnatuti, MS selaku pembimbing skripsi, yang telah banyak memberikan arahan dan masukan dalam penyelesaian tugas akhir ini. 2. Kepada Irni Rahmayani Johan, SP, MM selaku pembimbing akademik, yang telah mendampingi penulis sejak awal masuk kuliah hingga sekarang. 3. Kepada orang tua, adik-adik tersayang, serta kerabat dekat yang telah memberikan doa, dukungan, dan motivasi kepada penulis untuk terus berkarya dan berprestasi. 4. Kepada Yayan yang selalu memberikan doa, motivasi, serta dukungan mental kepada penulis untuk terus berjuang dan bersabar. 5. Teman-teman seperjuangan Feni, Ndai, Dian, dan Holi sebagai teman dalam penelitian ini yang mengalami suka duka bersama. Aila, Ami, Rahmi, Aida, dan Salsa sebagai sahabat yang selalu bersedia berbagi kesenangan dan kesulitan. Teman-teman IKK 46 dan Kos Putri Puri 9 dan Pionir 2 yang selalu mendukung dan memberikan semangat. 6. Kepada semua pihak yang belum disebutkan, yang telah memberikan kontribusi dalam penyelesaian tugas akhir ini, penulis ucapkan terima kasih. Satu hal yang penulis sadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan. Harapan penulis adalah semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi khalayak luas. Bogor, Agustus 2013 Susanti
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
3
KERANGKA PEMIKIRAN
3
METODE
4
Disain, Lokasi, dan Waktu Penelitian
4
Jumlah dan Cara Pemilihan Responden
5
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
6
Pengolahan dan Analisis Data
7
Definisi Operasional
9
HASIL DAN PEMBAHASAN
9
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
9
Karakteristik Keluarga dan Remaja
10
Komunikasi Orang Tua-Anak
11
Kelekatan
12
Kepuasan Hidup
13
Hubungan Antarvariabel
14
Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Kelekatan teman Sebaya dan Kepuasan Hidup Remaja
16
Pembahasan
18
SIMPULAN DAN SARAN
21
Simpulan
21
Saran
22
DAFTAR PUSTAKA
22
LAMPIRAN
25
RIWAYAT HIDUP
30
DAFTAR TABEL 1 Variabel, skala, jenis, dan cara pengumpulan data 2 Variabel dan kategori data karakteristik 3 Sebaran keluarga remaja berdasarkan usia, pendapatan keluarga per kapita, besar keluarga, uang saku, tingkat pendidikan orang tua dan status bekerja ibu 4 Perbandingan rataan dan standar deviasi komunikasi ayah berdasarkan status bekerja ibu dan persepsi komunikasi (%) 5 Perbandingan rataan dan standar deviasi komunikasi ibu berdasarkan status bekerja ibu dan persepsi komunikasi (%) 6 Perbandingan rataan dan standar deviasi kelekatan ayah, ibu, dan teman sebaya berdasarkan status bekerja ibu (%) 7 Hasil uji korelasi antara karakteristik keluarga dan remaja dengan komunikasi orang tua, kelekatan orang tua dan teman sebaya, dan kepuasan hidup remaja berdasarkan status bekerja ibu 8 Hasil uji korelasi antara komunikasi dan kelekatan orang tua dengan kelekatan teman sebaya dan kepuasan hidup remaja 9 Faktor-faktor yang memengaruhi kelekatan teman sebaya dan kepuasan hidup remaja
6 8
10 11 12 12
15 16 17
DAFTAR GAMBAR 1 Kerangka pemikiran penelitian 2 Skema cara pengambilan contoh 3 Sebaran remaja berdasarkan kategori kelekatan dengan ayah, ibu, dan teman sebaya 4 Sebaran remaja berdasarkan total rata-rata dan standar deviasi kepuasan hidup dan status bekerja ibu (%)
4 5 13 14
DAFTAR LAMPIRAN 1 Sebaran orang tua remaja berdasarkan persetujuan terhadap pernyataan tentang komunikasi 2 Sebaran remaja berdasarkan persetujuan terhadap pernyataan tentang komunikasi 3 Sebaran remaja berdasarkan jawaban setuju dan sangat setuju pada setiap item pernyataan kelekatan orang tua 4 Sebaran remaja berdasarkan jawaban setuju dan sangat setuju pada setiap item pernyataan kelekatan teman sebaya 5 Sebaran remaja berdasarkan jawaban cukup setuju, setuju dan sangat setuju pada setiap item pernyataan kepuasan hidup
25 26 27 28 29
PENDAHULUAN Latar Belakang Pada tahun 2012, United Nation Development Programme (UNDP) menunjukkan bahwa Indeks Pembangunan Manusia (IPM) bangsa Indonesia mengalami peningkatan persentase menjadi 73.40 persen dengan peringkat ke-121 dari 187 negara1. Meski demikian, IPM bangsa Indonesia masih berada dalam kategori sedang, sehingga meningkatkan IPM bangsa demi mencapai Sumber Daya Manusia (SDM) berkualitas merupakan tugas penting bangsa Indonesia. Remaja merupakan salah satu aset SDM yang berperan penting dalam kemajuan dan kemunduran suatu bangsa, sehingga perlu dipersiapkan menjadi individu yang sehat mental agar dapat melakukan penyesuaian positif terhadap setiap perubahan dan mencapai kualitas hidup yang baik. Menurut BPS (2012), jumlah remaja Indonesia sebesar 26.47 persen dari total jumlah penduduk yakni sekitar 64 juta jiwa. Mengingat cukup besarnya jumlah tersebut, remaja perlu mendapat perhatian serius karena sangat beresiko terhadap masalah-masalah kesehatan reproduksi dan sosial seperti perilaku seksual pranikah, NAPZA, HIV/AIDS, dan tawuran. Kementrian Kesehatan (Kemenkes 2010) menunjukkan bahwa 75 persen dari 3.2 juta pengguna NAPZA adalah remaja2. Hasil survei Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN 2011), juga menunjukkan bahwa 55/100 remaja sudah kawin, 1/100 melahirkan hidup antara 1-2 anak, serta 1/100 berstatus cerai hidup. Fakta lainnya adalah ditemukan sebanyak 147 kasus tawuran antarpelajar pada tahun 20123. Santrock (2007) mendefinisikan remaja sebagai masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang mengalami perubahan secara biologis, kognitif, dan sosialemosional. Perubahan tersebut menghadapkan remaja pada peran dan tugas perkembangan yang berbeda dengan masa anak-anak. Keberhasilan dalam pemenuhan tugas tersebut penting untuk mencapai kepuasan, kebahagiaan, dan keberhasilan dalam memenuhi tugas-tugas perkembangan berikutnya. Masa remaja juga rentan akan penyimpangan perilaku, sehingga bimbingan dan arahan dari orang tua masih dibutuhkan untuk dapat melewati masa tersebut dengan baik. Keberhasilan remaja tidak hanya berasal dari usaha remaja itu sendiri, melainkan perlu adanya kontribusi orang tua sebagai orang terdekat dengan remaja. Gunarsa dan Gunarsa (2004) menyebutkan, remaja membutuhkan lebih banyak waktu dan perhatian dari orang tua terutama ibu untuk menciptakan interaksi timbal balik, komunikatif, dan dialogis. Peran penting orang tua tidak hanya dalam membentuk kualitas hubungan keduanya, melainkan juga sebagai kontrol pergaulan remaja itu sendiri dengan orang lain di luar keluarga, seperti teman sebaya. Hal demikian dilakukan supaya permasalahan yang dihadapi remaja mendapat bantuan, dorongan, dan dukungan dari orang tua dalam mengatasinya. Pada keluarga dengan kondisi ibu bekerja, peran tersebut terkadang menjadi terganggu karena 1
Hatta. 2013 Mar 18. IPM Indonesia 2012 tempati ranking 121 di Dunia/. [Internet]. [diakses pada 24 Mei 2013]; Warta Ekonomi Edisi ke-6. Tersedia dalam :http://wartaekonomi.co.id/berita8461/ipm-indonesia-2012-tempati-ranking121-di-dunia.html 2 Septianing I. 2013 Feb 11. Tinggi Kasus Remaja Terjerat Seks Bebas dan Narkoba. [Internet]. [Diakses pada 26 Mei 2013]. Terdapat dalam http://www.solopos.com/2013/02/11/ 378017 3 Kuwado FJ. 2012 Des 21. Pelajar Tewas Sia-sia karena Tawuran. [Internet]. [Diakses pada 26 Mei 2013]. Tersedia dalam http://megapolitan.kompas.com/read/2012/12/21/10534239/82.html.
2 kurangnya waktu di rumah, sehingga kualitas interaksi yang baik dengan waktu yang terbatas tersebut diharapkan menjadi alternatif dalam menyeimbangkan pekerjaan dengan peran dalam keluarga. Lestari (2012) menyetujui bahwa interaksi dan waktu merupakan dua komponen mendasar bagi hubungan orang tua-anak yang berkualitas sebagai dasar bagi remaja untuk mencapai kepuasan hidup yang tinggi. Kepuasan hidup merupakan tujuan paling tinggi bagi setiap individu yang memiliki banyak peran positif dalam perkembangan remaja (Park et al. 2004). Kepuasan hidup juga dianggap sebagai cerminan kualitas hidup seseorang, karena dapat dijadikan indikator penting untuk melihat kesejahteraan seseorang secara subjektif, termasuk remaja. Penelitian Diener et al. (2008) menemukan bahwa kepuasan hidup yang tinggi akan membuat individu merasa hidup lebih bermakna serta memiliki tujuan dan nilai yang penting bagi individu itu sendiri. Pada remaja, kepuasan hidup yang tinggi akan menjadi pengontrol diri untuk tidak terjerumus ke dalam perilaku menyimpang dan menjadi kekuatan psikologis dalam mengembangkan kemampuan beradaptasi, sehingga kualitas hidupnya menjadi lebih baik (Santrock 2003). Berdasarkan hasil penelitian, faktor-faktor di dalam keluarga yang memengaruhi kepuasan hidup remaja, diantaranya dukungan keluarga (Aydemir 2009; Oberle et.al 2011), struktur keluarga (Sepahmansour dan Bayat 2011; Antaramian et al. 2008), kelekatan orang tua (Nickerson & Nagle 2004; Ma dan Huebner 2008), komunikasi orang tua (Rahayu 2012), kehangatan orang tua (Chang et al. 2003), dan gaya pengasuhan ibu (Candice et al. 2004) Faktor lainnya di luar keluarga khususnya, teman sebaya yang juga berperan dalam membangun kepuasan hidup remaja, diantaranya kelekatan teman sebaya (Nickerson dan Nagle 2004; Ma dan Huebner 2008), kekerasan oleh teman sebaya (Martin et al. 2008) dan dukungan teman sebaya (Aydemir 2009; Oberle et.al 2011). Pada beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kelekatan teman sebaya sendiri di mediasi oleh kelekatan orang tua dan anak, artinya kelekatan yang aman antara orang tua dan remaja akan membentuk kelekatan yang aman juga antara remaja dengan teman sebaya (Ma dan Huebner 2008). Hasil tersebut menunjukkan besarnya peran keluarga dan teman sebaya sebagai orang terdekat dengan remaja dalam membentuk kualitas hidupnya yang tercermin dalam kepuasan dalam diri remaja. Komunikasi dan emotional bonding atau kelekatan sebagai dasar hubungan orang tua-anak yang berkualitas (Puspitawati dan Setioningsih 2010) diduga dapat meningkatkan kepuasan hidup remaja serta menjadi mediator bagi remaja untuk membina hubungan yang positif dengan orang lain. Peran kecil orang tua dalam proses belajar remaja di luar rumah dapat menjadi faktor kunci kesehatan hubungan remaja dengan orang lain, khususnya teman sebaya. Santrock (2003) menyatakan bahwa orang tua dan teman sebaya memiliki hubungan yang erat dalam perkembangan remaja. Kelekatan yang aman antara orang tua dan remaja bisa membantu kompetensi sosial dan kesejahteraan remaja, yang tercermin pada ciri harga diri, penyesuaian emosional, dan kesehatan fisik. Komunikasi sebagai salah satu indikator penting dalam interaksi juga berfungsi untuk menumbuhkan keterbukaan, rasa saling percaya dan kejujuran antara remaja dan orang tua (Lestari 2012). Kedua indikator interaksi tersebut dapat menjadi katalis perkembangan remaja, seperti penyesuaian yang positif (Laible et al. 2000), kesejahteraan dan kebahagiaan (Furnham dan Cheng 2000; Park et al. 2004),
3 kesehatan mental (Steinberg 2001), dan kepuasan remaja (Rahayu 2012). Oleh karena itu, keberadaan orang tua khususnya pada ibu bekerja penting untuk dilihat kualitas interaksi yang dibangun dengan anak dalam kondisi waktu dalam keluarga yang terbatas serta peran ayah yang juga diduga memiliki kontribusi yang cukup besar dalam perkembangan remaja yang positif. Berdasarkan uraian tersebut, penting untuk meneliti tentang kualitas interaksi orang tua-anak, kelekatan teman sebaya, dan hubungannya dengan kepuasan hidup remaja. Penelitian ini diharapkan dapat menjawab pertanyaan penelitian, yaitu: (1) Bagaimana karakteristik keluarga, orang tua, dan remaja, interaksi orang tua-anak, kelekatan teman sebaya, dan kepuasan hidup remaja berdasarkan perbedaan status bekerja ibu? (2) Apakah ada hubungan antara karakteristik keluarga dan remaja, komunikasi dan kelekatan orang tua dengan kelekatan teman sebaya dan kepuasan hidup remaja? Dan (3) Apakah faktorfaktor yang berpengaruh terhadap kepuasan hidup remaja?
Tujuan Penelitian 1.
2.
3.
Tujuan dari penelitian ini adalah: Mengidentifikasi karakteristik remaja, karakteristik keluarga, komunikasi orang tua, kelekatan orang tua, kelekatan teman sebaya, dan kepuasan hidup remaja berdasarkan perbedaan status bekerja ibu. Menganalisis hubungan antara karakteristik keluarga dan remaja, komunikasi dan kelekatan orang tua dengan kelekatan teman sebaya dan kepuasan hidup remaja berdasarkan perbedaan status bekerja ibu. Menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kepuasan hidup remaja.
KERANGKA PEMIKIRAN Interaksi keluarga dalam penelitian ini meliputi kelekatan dan komunkasi antara orang tua dan anak. Komunikasi keluarga memiliki peranan penting dan merupakan hal yang mendasar untuk membina hubungan yang baik antaranggota keluarga dan masyarakat. Kelekatan yang aman antara remaja dan orang tua juga dapat membantu remaja dari kecemasan dan kemungkinan perasaan tertekan atau ketegangan emosi yang berkaitan dengan transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Interaksi yang berkualitas tersebut diduga dapat membentuk pola perilaku anak terutama pada anak remaja yang sedang mengalami masa peralihan. Komunikasi yang baik dan kelekatan yang sudah terjalin diantara orang tua dan anak diduga menjadi salah satu syarat tercapainya kepuasan hidup pada diri anak. Kepuasan hidup yang terbentuk pada diri anak merupakan modal penting untuk proses berlangsungnya kehidupan anak di masa depan, sebab cara anak untuk bisa beradaptasi serta berkorban demi orang lain tergantung kepuasan hidup yang dirasakannya (Antaramian et al. 2008).
4 Kepuasan hidup yang dirasakan remaja, tidak semata hanya terbentuk dari keluarga, tetapi juga teman sebaya. Hal ini karena kepuasan hidup yang terlibat dalam penelitian ini terdiri dari beberapa domain yang dekat sekali dengan kehidupan remaja, diantaranya kepuasan global, diri, keluarga, teman, sekolah, dan lingkungan tempat tinggal. Remaja sudah mengenal lingkungan sekitarnya termasuk teman sebaya yang secara tidak langsung juga melekat dalam kehidupan remaja di sekolah dan lingkungan rumah. Pada masa ini, remaja dengan teman sebayanya cenderung lebih dekat, sehingga kelekatan diantara keduanya dapat menjadi salah satu faktor yang diduga dapat menjadi pendorong atau penentu kepuasan hidup remaja. Peran orang tua tidak semata membangun kualitas remaja, tetapi juga menjadi mediator remaja untuk membina hubungan yang baik dengan orang lain yang berperan sama terhadap remaja. Karakteristik Remaja : - Usia - Jenis Kelamin - Urutan Kelahiran - Keikutsertaan dalam Organisasi - Uang Saku
Karakteristik Keluarga : - Usia Ayah - Usia Ibu - Pendidikan Ayah - Pendidikan Ibu - Pekerjaan Ayah - Pekerjaan Ibu - Besar Keluarga - Tipe Keluarga - Pendapatan Keluarga
Komunikasi Orang Tua : - Open Family Communication - Problem in Family Communication
Kelekatan Orang Tua : - Kepercayaan - Komunikasi - Alienasi
Kepuasan Hidup : - Global - Diri - Keluarga - Sekolah - Teman Sebaya - Lingkungan Tempat Tinggal
Kelekatan Teman Sebaya : - Kepercayaan - Komunikasi - Alienasi -
Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian
METODE Disain, Lokasi, dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian interaksi keluarga yang memfokuskan pada interaksi antara orang tua dan anak. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional study, yaitu penelitian yang dilakukan dalam satu waktu tertentu. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Tanah Sareal di Kota Bogor secara
5 purposive. Kota Bogor dipilih karena memiliki persentase tenaga kerja wanita (75.99%) kedua di Jawa Barat, sedangkan Kecamatan Tanah Sareal dipilih dengan pertimbangan daerah tersebut memiliki jumlah keluarga pada tahap Keluarga Sejahtera (KS-II) terbanyak se-Kota Bogor yaitu sebanyak 24 754 keluarga (BPS 2011). Kelurahan Kebon Pedes (22 329 jiwa) dan Kedung Badak (27 381 jiwa) dipilih karena memiliki jumlah penduduk terbanyak di Kecamatan Tanah Sareal (BPS 2011). Oleh karena itu, kelurahan tersebut diduga memiliki populasi anak usia remaja dengan ibu bekerja atau tidak bekerja yang lebih banyak dibandingkan kelurahan lain. Penelitian ini dilakukan mulai dari Februari sampai Mei 2013
Jumlah dan Cara Pemilihan Responden Populasi penelitian ini adalah keluarga yang masih terdiri dari ayah, ibu, dan anak usia 12-15 tahun yang masih duduk di bangku SMP dengan ibu bekerja dan tidak bekerja yang bertempat tinggal di lokasi penelitian. Teknik pengambilan contoh yang digunakan adalah stratified random sampling bertahap berganda, yaitu tahap penentuan wilayah penelitian dipilih secara purposive dan penentuan contoh dipilih secara acak dengan jumlah sampel yang telah ditentukan dengan pertimbangan tertentu (Gambar 2). Kerangka sampel yang diperoleh berjumlah 412 keluarga dari Kelurahan Kebon Pedes dan 230 keluarga dari Kelurahan Kedung Badak. Jumlah contoh yang diambil adalah 50 keluarga dari Keluarga Ibu Bekerja (KIB) dan 50 keluarga dari Keluarga Ibu Tidak Bekerja (KITB) dengan pertimbangan jumlah tersebut telah memenuhi syarat pengolahan data secara statistik. Responden dalam penelitian ini adalah ayah, ibu, dan remaja.
Kota Bogor
Purposive
Kecamatan Tanah Sareal
Purposive
Kelurahan Kebon Pedes
Remaja pada KIB (n=25)
Remaja pada KITB (n=25)
Kelurahan Kedung Badak
Remaja pada KIB (n=25)
Remaja pada KITB (n=25)
n = 100 Gambar 2 Skema cara pengambilan contoh
Purposive
Random Sampling
Purposive
6 Jenis dan Cara Pengumpulan Data Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dan sekunder. Data primer dikumpulkan melalui kuesioner yang diuji validitas dan reliabilitasnya. Data primer akan diperoleh langsung dari kuesioner dengan melakukan wawancara kepada remaja dan orang tua. Data primer yang akan diperoleh meliputi karakteristik keluarga dan remaja, komunikasi dan kelekatan orang tua, kelekatan teman sebaya, serta kepuasan hidup remaja. Data sekunder yang diperoleh adalah data karakteristik wilayah dan data jumlah keluarga yang memiliki anak usia remaja awal (12-15 tahun). Jenis, skala, dan cara pengumpulan data dapat dilihat pada Tabel 1 sebagai berikut. Tabel 1 Variabel, skala, jenis, dan cara pengumpulan data Variabel Karakteristik Remaja: Usia Jenis kelamin Urutan kelahiran Keikutsertaan dalam organisasi Uang saku Karakteristik Keluarga: Usia ayah Usia ibu Pendidikan ayah Pendidikan ibu Pekerjaan ayah Pekerjaan ibu Besar keluarga Tipe keluarga Pendapatan keluarga Komunikasi Orang Tua Persepsi orang tua Persepsi remaja Kelekatan Orang Tua Kelekatan Teman Sebaya Kepuasan Hidup Remaja Jumlah keluarga dengan anak usia remaja Keadaan umum lokasi penelitian
Skala Data Rasio Nominal Ordinal Nominal
Jenis Data
Cara Pengmpulan Data
Primer
Wawancara dengan kuesioner
Primer
Wawancara dengan kuesioner
Rasio Rasio Rasio Ordinal Ordinal Nominal Nominal Rasio Nominal Rasio Ordinal Ordinal Ordinal Ordinal Ordinal
Primer
Rasio
Sekunder
Rasio
Sekunder
Primer Primer Primer
Wawancara dengan kuesioner
Data Dasar Keluarga di Kelurahan Data Demografi Kecamatan
Komunikasi diukur menggunakan instrumen yang dimodifikasi dari Olson dan Barners (1985) yang terbagi dalam pernyataan open family communication (komunikasi positif) dan problem in family communication (komunikasi negatif). Data komunikasi diperoleh dari dua persepsi, yakni orang tua dan remaja yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya dengan nilai Cronbach’s alpha untuk komunikasi persepsi ayah sebesar 0.789, komunikasi persepsi ibu sebesar 0.714, komunikasi persepsi remaja terhadap ayah sebesar 0.836, dan komunikasi persepsi
7 remaja terhadap ibu sebesar 0.816 dengan masing-masing berjumlah 23 pernyataan. Kelekatan diukur menggunakan kuesioner dari Armsden dan Greenberg (1987) yang berjudul “Inventory of Parent and Peer Attachment” (IPPA) dengan melihat persepsi remaja mengenai kelekatan remaja dengan ayah, ibu, dan teman sebaya. Kelekatan yang diukur terdiri dari tiga dimensi, yaitu kepercayaan, komunikasi, dan alienasi dengan nilai Cronbach’s alpha untuk kelekatan ayah sebesar 0.829, kelekatan ibu sebesar 0.810, dan kelekatan teman sebaya sebesar 0.821 dengan masing-masing berjumlah 20 pernyataan. Kepuasan hidup remaja diperoleh dengan menggunakan kuesioner yang dirumuskan oleh Huebner (1991; 2001) yang berjudul “Student Lide Satisfaction Scale” untuk kepuasan global dan “Multidimensional Student Life Satisfaction Scale” untuk kepuasan pada dimensi diri, keluarga, teman, sekolah, dan lingkungan tempat tinggal. Instrumen telah diuji validitas dan reliabilitasnya dengan nilai Cronbach’s alpha sebesar 0.809 dengan total 36 pernyataan.
Pengolahan dan Analisis Data Data yang diperoleh selanjutnya diolah melalui proses editing, coding, scoring, entry data, cleaning data, dan analisis data. Analisis statistika yang digunakan yaitu deskriptif dan inferensia. Analisis inferensia yang digunakan meliputi uji beda t-test untuk data parametrik dan uji beda rata-rata untuk data non-parametrik, serta uji Regresi Linier Berganda. Sistem skor akan dibuat konsisten yaitu semakin tinggi skor maka semakin positif nilai variabelnya. Setelah itu dijumlahkan dan selanjutnya dikategorikan dengan menggunakan teknik skoring secara normatif dengan menggunakan interval kelas yang diperoleh dengan cara berikut: Pengolahan Data Pengelompokkan data dilakukan setelah data penelitian diperoleh dan dikategorikan (Tabel 2). Data karakteristik remaja meliputi usia, jenis kelamin, urutan kelahiran, keikutsertaan dalam kegiatan sekolah, dan uang saku per bulan. Data karakteristik keluarga meliputi usia orang tua, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, pendapatan keluarga, jenis keluarga, dan besar keluarga. Komunikasi keluarga berjumlah 23 pernyataan yang terdiri dari 12 pernyataan komunikasi positif dan 11 pernyataan komunikasi negatif. Skor aktual dibagi dengan nilai maksimum ideal, kemudian dikalikan 100 persen untuk menentukan posisi persentase untuk dimasukan ke dalam kategori yang ditentuan berdasarkan cut off point. Skor yang diuji inferensia adalah skor hasil komposit skor total dibagi 2 dari komunikasi persepsi orang tua dengan persepsi remaja, yang kemudian skor tersebut dikurangi skor minimum ideal dibagi nilai maksimum ideal dikurangi nilai minimum ideal. Pengelompokkan IPPA berdasarkan sistem skor Vivona (2000) dalam Reese (2008), setiap subskala dalam IPPA dibagi menjadi tinggi, rendah, dan sedang menggunakan cut off point. Berdasarkan sistem tersebut, Vivona mengidentifikasikan kombinasi spesifik dari subskala tersebut menjadi:
8 1. Secure, diindikasikan dari nilai kepercayaan tinggi, komunikasi tinggi/sedang, dan pengasingan yang rendah. 2. Ambivalent, diindikasikan dari nilai kepercayaan tinggi/sedang, komunikasi sedang/rendah, dan pengasingan sedang/rendah. 3. Avoidant, diindikasikan dari nilai kepercayaan dan komunikasi sedang/rendah, serta pengasingan tinggi Data kepuasan hidup diolah seperti halnya pada komunikasi dan kelekatan. Pemberian skor berdasarkan cut off point dengan nilai persentase yang diperoleh dari skor total aktual dibagi skor maksimum ideal dikalikan 100 persen. Tabel 2 Variabel dan kategori data karakteristik Variabel Karakteristik Remaja: Usia Jenis kelamin Urutan kelahiran Keikutsertaan dalam organisasi Uang saku (Rp) Karakteristik Keluarga: Usia ayah (tahun) Usia ibu (tahun) Pendidikan ayah Pendidikan ibu Pekerjaan ayah Pekerjaan ibu Besar keluarga (orang) Tipe keluarga Pendapatan keluarga per kapita (Rp) Komunikasi Orang Tua Persepsi orang tua Persepsi remaja Kelekatan Orang Tua Kelekatan Teman Sebaya Kepuasan Hidup Remaja
Kategori Data Remaja usia 12-15 tahun (Hurlock 1980) [1]Laki-laki, [2]Perempuan [1]Anak sulung, [2]Anak tengah, [3]Anak Bungsu [1]Ikut, [2]Tidak ikut [1]75 000-260 000, [2]260 001-445000, [3]445 001-625 000 Hurlock (1980) : [1]Dewasa awal (18-40), [2]Dewasa madya (41-60), [3]Dewasa tua (>60) Pendidikan terakhir : [1]Tidak sekolah, [2]Tamat SD/sederajat, [3]Tamat SMP/ sederajat, [4]Tamat SMA/sederajat, [5]Tamat PT Pekerjaan utama : [1] Tidak bekerja/pensiunan/IRT, [2]Karyawan swasta, [3]Buruh, [4]Wiraswasta/pedagang, [5]PNS, [6]Lainnya, seperti jasa, honorer, supir BKKBN: [1]Keluarga kecil (1-4), [2]Keluarga sedang (5-7), [3]Keluarga Besar (>8) [1]Keluarga inti, [2]Keluarga luas Garis Kemiskinan Kota Bogor (2010) : [1]≤278 530, [2]>278 530 Kecenderungan berkomunikasi : [1]Komunikasi positif, [2]Komunikasi negatif Vivona (2000) dalam Reese (2008) : [1]Secure, [2]Ambivalent, [3]Avoidant Vivona (2000) dalam Reese (2008) : [1]Secure, [2]Ambivalent, [3]Avoidant Cut off point: [1]Rendah (<60%), [2]Sedang (60-80%), [3]Tinggi(>80%)
Analisis Data Data-data yang diperoleh kemudian dianalisis secara deskriptif dan inferensia. Analisis inferensia yang digunakan adalah uji beda independent sample t-test, uji beda rata-rata, uji Korelasi Pearson dan Spearman, serta uji Regresi Linier Berganda. Uji Regresi Linier Berganda digunakan untuk mengetahui pengaruh karakteristik keluarga dan remaja, komunikasi dan kelekatan orang tua
9 dan kelekatan teman sebaya terhadap kepuasan hidup remaja. Uji korelasi Pearson dilakukan untuk menganalsis hubungan antarvariabel dengan skala data interval dan rasio, sedangkan Spearman untuk variabel dengan skala nominal dan ordinal. Perbedaan komunikasi dan kelekatan orang tua dan remaja, kelekatan remaja dengan teman sebaya, dan kepuasan hidup remaja berdasarkan status ibu bekerja digunakan uji beda independent sample t-test dan uji beda rata-rata untuk melihat perbedaan persepsi komunikasi menurut persepsi orang tua dengan remaja.
Definisi Operasional Komunikasi adalah bentuk atau pola hubungan antara remaja dan orang tua dalam proses pengiriman dan penerimaan pesan ketika berinteraksi yang meliputi komunikasi positif dan komunikasi negatif. Komunikasi Orang tua adalah persepsi orang tua mengenai pola hubungan antara remaja dan orang tua dalam proses pengiriman dan penerimaan pesan ketika berinteraksi dengan anaknya. Komunikasi Remaja adalah persepsi anak mengenai pola hubungan antara remaja dan orang tua dalam proses pengiriman dan penerimaan pesan ketika berinteraksi dengan orang tuanya. Kelekatan adalah ikatan emosional yang dibentuk oleh remaja terhadap orang tuanya dan dikembangkan melalui interaksi antara orang tua dan remaja yang meliputi tiga dimensi, yaitu kepercayaan, komunikasi dan alienasi. Kelekatan Anak dengan Orang Tua adalah persepsi anak mengenai ikatan emosional yang dibentuk remaja dengan orang tuanya. Kelekatan Anak dengan Teman Sebaya adalah persepsi anak mengenai ikatan emosional yang dibentuk remaja dengan teman sebayanya. Kepuasan Hidup Remaja adalah persepsi remaja mengenaikeadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan yang dirasakan oleh remaja terhadap dirinya, keluarga, teman sebaya, sekolah, lingkungan tempat tinggal, serta kepuasan global.
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di dua kelurahan, yaitu Kelurahan Kebon Pedes dan Kelurahan Kedung Badak, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor. Secara Geografis, luas wilayah Kelurahan Kebon Pedes yaitu 1.04 km2 dengan ketinggian ±250M, sedangkan luas wilayah Kelurahan Kedung Badak yaitu 1.95 km2dengan ketinggian ±350-450M. Dari segi demografi, jumlah penduduk Kelurahan Kebon Pedes sebanyak 22 329 jiwa dengan 5 961 Kepala Keluarga (KK) yang terdiri dari 13 Rukun Warga (RW) dan 74 Rukun Tetangga (RT). Sedangkan, Kelurahan Kedung Badak memiliki jumlah penduduk sebanyak 27 381 jiwa dan 6 996 KK yang terdiri dari 14 RW dan 99 RT.
10
Karakteristik Keluarga dan Remaja Berdasarkan hasil penelitian, rata-rata usia remaja pada Keluarga Ibu Bekerja (KIB) adalah 13.74 tahun dan pada Keluarga Ibu Tidak Bekerja (KITB) adalah 13.54 tahun. Lebih dari separuh remaja pada KIB (56.00%) dan KITB (52.00%) berjenis kelamin perempuan. Lebih dari separuh remaja pada KIB (58.00%) tidak mengikuti kegiatan sekolah, sedangkan pada KITB (54.00%) mengikuti kegiatan sekolah. Lebih dari separuh remaja pada KIB (72.00%) dan KITB (70.00%) menerima uang saku dari orang tua pada rentang Rp75 000 – Rp267 000 setiap bulan dengan rata-rata Rp267 000 pada KIB dan Rp 250 000 pada KITB. Tabel 3 Sebaran keluarga remaja berdasarkan usia, pendapatan keluarga per kapita, besar keluarga, uang saku, tingkat pendidikan orang tua dan status bekerja ibu Variabel Usia Remaja (Tahun) Uang Saku (Rp 000) Usia ayah (Tahun) Usia ibu (Tahun) Besar keluarga (Orang) Pendapatan per kapita (Rp 000)***a) Tingkat pendidikan orang tua Tidak sekolah Tamat SD/sederajat Tamat SMP/sederajat Tamat SMA/sederajat Tamat PT
Min 12 75 32 29 3 100
KIB Max Rataan±SD 15 13.74±0.96 625 267±125 67 45.36±6.96 59 41.80±6.14 8 5±1.11
Min 12 75 36 30 3
257±125
75
2 000
KITB Max Rataan±SD 15 13.54±1.05 500 250±101 60 44.52±5.56 56 40.30±5.42 9 5±1.31 *b)
Ayah (%) KIB 2.00 16.00 26.00 40.00 16.00
Ibu KITB 0.00 26.00 22.00 44.00 8.00
250±101
500
KIB 0.00 22.00 22.00 30.00 26.00
(%) KITB 2.00 26.00 28.00 38.00 6.00
Keterangan : *)signifikan pada p<0.1; ***)signifikan pada p<0.01; a)uji beda parametrik; b)uji beda nonparametrik
Hasil penelitian lainnya menunjukkan bahwa usia ayah berkisar antara 2267 tahun dengan rata-rata usia 45.36 tahun pada KIB dan 44.52 tahun pada KITB yang tergolong pada kategori usia dewasa madya (41-60 tahun). Usia ibu berkisar antara 29-59 tahun dengan rata-rata usia 41.80 tahun yang tergolong pada usia dewasa madya (41-60 tahun) pada KIB dan 40.30 tahun pada KITB yang tergolong pada usia dewasa muda (18-40 tahun). Rata-rata jumlah anggota keluarga pada KIB dan KITB sebanyak 5 orang yang tergolong pada kategori keluarga sedang (5-7 orang). Pendapatan per kapita keluarga memiliki rata-rata sebesar Rp257 000 pada KIB dan Rp250 000 pada KITB. Proporsi terbesar pendapatan keluarga per kapita yaitu berada pada rentang >Rp278 530 atau berada pada kategori tidak miskin, baik pada KIB maupun KITB. Berdasarkan hasil uji beda, terdapat perbedaan yang sangat signifikan (p<0.01) pada pendapatan keluarga per kapita antara KIB dan KITB, yaitu pendapatan keluarga per kapita pada KIB lebih besar dibandingkan KITB (Tabel 3). Sebaran pendidikan orang tua remaja tersebar merata dari Sekolah Dasar (SD) hingga Perguruan Tinggi (PT) baik pada KIB maupun KITB. Proporsi terbesar pendidikan ayah remaja pada KIB (40.00%) dan KITB (44.00%)
11 memiliki tingkat pendidikan SMA/sederajat. Proporsi terbesar pendidikan ibu remaja pada KIB (30.00%) dan KITB (38.00%) juga memiliki tingkat pendidikan SMA/sederajat. Sementara itu, proporsi terbesar jenis pekerjaan ayah pada KIB (34.00%) dan KITB (36.00%) yaitu bekerja sebagai buruh, dan proporsi terbesar (28.00%) pekerjaan ibu pada KIB bekerja sebagai PNS (Tabel 3).
Komunikasi Orang Tua-Anak Komunikasi memiliki peranan penting dalam membangun hubungan, baik dengan masyarakat luas maupun keluarga sendiri. Olson & Barners (1985) membedakan komunikasi menjadi dua jenis, yaitu open family communication (komunikasi positif) yang mengukur aspek positif dari komunikasi keluarga, dengan berfokus pada pertukaran informasi yang bersifat bebas secara faktual dan emosional. Komunikasi yang kedua yaitu problem in family Communication (komunikasi negatif) yang mengukur aspek negatif dalam komunikasi keluarga, seperti ragu dalam menyampaikan informasi, adanya cara negatif dalam berinteraksi, dan adanya sikap selektif dalam menyampaikan informasi. Komunikasi diukur berdasarkan persepsi orang tua yaitu ayah dan ibu serta remaja dengan persentase per item pernyataan pada Lampiran 1 dan 2. Proporsi terbesar komunikasi menurut persepsi ayah pada KIB (73.67%) dan KITB (69.40%) berada pada tipe komunikasi positif. Hasil uji beda menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan (p<0.05) tipe komunikasi positif menurut ayah antara KIB dan KITB, yaitu ayah pada KIB lebih banyak yang melakukan komunikasi positif dibandingkan KITB. Sama halnya dengan komunikasi persepsi ayah, proporsi terbesar komunikasi ayah menurut persepsi remaja pada KIB (76.06%) dan KITB (75.58%) berada pada tipe komunikasi positif. Berdasarkan hasil uji beda, terdapat perbedaan yang signifikan (p<0.01; p<0.05) antara komunikasi menurut persepsi ayah dengan remaja, yakni ayah merasa komunikasi yang dilakukan terhadap remaja cenderung lebih positif dibandingkan komunikasi ayah yang dirasakan remaja (Tabel 4). Tabel 4 Perbandingan rataan dan standar deviasi komunikasi ayah berdasarkan status bekerja ibu dan persepsi komunikasi (%) Dimensi Komunikasi Komunikasi positif Komunikasi negatif Komunikasi total p-valueap) p-valuean)
Ayah-Remaja Persepsi Ayah Persepsi remaja KIB KITB KIB KITB 73.36±9.44 69.40±9.69 76.06±5.43 75.58±6.23 47.20±9.50 48.18±9.51 52.18±7.55 52.47±7.49 84.16±9.23 80.68±8.59 77.26±10.28 78.96±11.49 0.028** 0.703 0.607 0.418
p-valueb) 0.000*** 0.021** 0.000***
Keterangan : ap)uji beda komunikasi positif antara KIB dan KITB; an)uji beda komunikasi negatif antara KIB dan KITB; b)uji beda antara persepsi anak dan peresepsi orang tua; **)signifikan pada p<0.05; **)signifikan pada p<0.01
Proporsi terbesar komunikasi menurut persepsi ibu pada KIB (66.73%) dan KITB (67.56%) berada pada tipe komunikasi positif. Hasil uji beda tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan (p>0.1) tipe komunikasi menurut persepsi ibu antara KIB dan KITB. Sama halnya dengan komunikasi persepsi ayah, proporsi terbesar komunikasi ayah menurut persepsi remaja pada KIB
12 (71.40%) dan KITB (71.70%) berada pada tipe komunikasi positif. Berdasarkan hasil uji beda, terdapat perbedaan yang signifikan (p<0.01; p<0.05) antara komunikasi positif dan total menurut persepsi ibu dengan remaja, yakni remaja merasa komunikasi yang dilakukan ibu terhadap remaja cenderung lebih positif dibandingkan komunikasi yang dirasakan ibu (Tabel 5). Tabel 5 Perbandingan rataan dan standar deviasi komunikasi ibu berdasarkan status bekerja ibu dan persepsi komunikasi (%) Ibu-Remaja Persepsi Ibu Persepsi Remaja KIB KITB KIB KITB 66.73±9.96 67.56±11.72 71.40±11.12 71.70±11.48 52.29±13.13 50.21±12.33 52.65±11.96 51.45±10.10 83.00±6.10 82.74±6.53 79.86±10.55 80.72±10.17 0.865 0.895 0.847 0.589
Dimensi Komunikasi Komunikasi positif Komunikasi negatif Komunikasi total p-valueap p-valuean
p-valueb) 0.000*** 0.872 0.012**
Keterangan : ap)uji beda komunikasi positif antara KIB dan KITB; an)uji beda komunikasi negatif antara KIB dan KITB; b)uji beda antara persepsi anak dan peresepsi orang tua; **)signifikan pada p<0.05; ***)signifikan pada p<0.01
Kelekatan Kelekatan yang terjalin antara remaja dan orang tua, sebenarnya dimulai sejak bayi yang akan berlangsung sampai dewasa. Berbeda halnya dengan kelekatan antara remaja dengan teman sebaya, yang terbentuk sejak awal berinteraksi satu sama lain. Armsden dan Greenberg (1987) menyatakan bahwa kelekatan antara remaja dan orang tua serta remaja dengan teman sebaya dapat dilihat dari tiga dimensi, yaitu kepercayaan, komunikasi, dan alienasi. Persentase untuk setiap item pernyataan terdapat pada Lampiran 3 dan 4. Tabel 6 Perbandingan rataan dan standar deviasi kelekatan ayah, ibu, dan teman sebaya berdasarkan status bekerja ibu (%) Dimensi Kelekatan Kepercayaan Komunikasi Alienasi Kelekatan Total
Teman Sebaya*a) KIB KITB KIB KITB KIB KITB 80.05±8.50 79.20±8.75 80.90±7.80 80.10±8.76 79.25±7.49 77.90±8.63 69.73±11.16 66.53±11.20 73.60±11.13 74.26±10.23 75.55±11.27 74.60±11.71 48.06±12.69 48.00±12.21 45.86±11.15 48.73±12.98 46.90±9.84 51.30±13.62 Ayah
67.36±4.69
66.04±4.38
Ibu
68.28±5.46
68.94±5.76
71.30±6.81
71.26±7.81
Keterangan : *a)perbedaan signifikan pada p<0.1 (kelekatan teman sebaya dimensi alienasi)
Berdasarkan nilai rataan, kelekatan ayah dimensi kepercayaan (80.05%), komunikasi (69.73%), alienasi (48.06%), dan kelekatan ayah total (67.36%) pada KIB lebih tinggi dibandingkan KITB, meskipun secara statistik tidak berbeda signifikan. Pada kelekatan ibu, hanya dimensi kepercayaan yang memiliki persentase rataan lebih tinggi pada KIB (80.90%) dibandingkan KITB (80.10%), sedangkan dimensi komunikasi (74.26%), alienasi (48.73%), dan kelekatan ibu total (68.94%) lebih tinggi pada KITB dibandingkan KIB. Pada kelekatan teman sebaya, hanya dimensi alienasi yang memiliki persentase rataan lebih tinggi pada KITB (51.30%) dibandingkan KIB (46.90%). Berdasarkan hasil uji beda, terdapat perbedaan signifikan (p<0.1) kelekatan teman sebaya dimensi alienasi antara KIB
13 dan KITB, yakni alienasi teman sebaya pada KITB lebih tinggi dibandingkan KITB. Dimensi kepercayaan (79.25%), komunikasi (75.55%), dan kelekatan teman sebaya total (71.30%) pada KIB lebih tinggi dibandingkan KITB (Tabel 6).
Gambar 3 Sebaran remaja berdasarkan kategori kelekatan dengan ayah, ibu, dan teman sebaya Hasil pengkategorian kelekatan menunjukkan, proporsi terbesar kelekatan ayah pada KIB (64.00%) dan KITB (68.00%) berada pada kelekatan yang ambivalent. Kelekatan ibu dengan proporsi terbesar pada KIB (70.00%) dan KITB (64.00%) berada pada kelekatan yang ambivalent. Sama halnya dengan kelekatan orang tua-remaja, proporsi kelekatan teman sebaya-remaja pada KIB (68.00%) dan KITB (56.00%) juga berada pada kelekatan yang ambilvalent. Hasil lainnya menunjukkan, kelekatan ayah kategori avoidant lebih tinggi pada KIB dibandingkan KITB, sedangkan kelekatan ibu dan teman sebaya kategori avoidant lebih tinggi KITB dibandingkan KIB. Hasil uji beda juga tidak menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan pada kelekatan teman sebaya dan remaja antara KIB dan KITB (Gambar 3).
Kepuasan Hidup Kepuasan hidup mengacu kepada tiga konsep kesejahteraan subjektif (Diener dan Diener 1996; Huebner 2004). Pertama, positive affect yaitu frekuensi dari emosi positif, seperti senang dan bangga. Kedua, negative affect yaitu frekuensi dari emosi negatif, seperti marah dan kecewa. Ketiga, global life satisfaction yaitu penilaian kognitif dari satu atau keseluruhan kepuasan terhadap kehidupannya (Diener 1994). Konsep kepuasan hidup menjadi pusat perhatian peneliti yang kemudian didefinisikan sebagai evaluasi seseorang terhadap hidupnya baik secara keseluruhan, maupun hasil penilaian atas diri sendiri,
14 keluarga, teman, sekolah, dan lingkungan tempat tinggal sebagai bagian dari domain kehidupan yang tidak terpisahkan dari remaja (Huebner 1991, 2001; Zullig et al. 2005). Definisi lain kepuasan hidup yaitu penilaian subjektif atas kualitas satu atau seluruh bagian kehidupan ataupun dengan domain yang lebih spesifik (Diener et al. 1999). Persentase jawaban untuk setiap item pernyataan terdapat pada Lampiran 5.
Gambar 4 Sebaran remaja berdasarkan total rata-rata dan standar deviasi kepuasan hidup dan status bekerja ibu (%) Berdasarkan hasil penelitian, proporsi terbesar kepuasan remaja pada KIB (79.93%) dan KITB (79.20%) berada pada domain kepuasan lingkungan tempat tinggal. Proporsi terendah kepuasan remaja pada KIB (59.56%) dan KITB (55.72%) berada pada domain kepuasan global. Berdasarkan pengategorian, kepuasan hidup remaja berada pada kategori sedang (60-80%) dengan persentase rata-rata 73.98% pada KIB dan 72.05% pada KITB. Hasil uji beda menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan (p<0.05;p<0.10) kepuasan domain global, diri sendiri dan sekolah antara remaja pada KIB dan KITB (Gambar 4).
Hubungan Antarvariabel Hubungan antara Karakteristik Keluarga dan Remaja dengan Komunikasi dan Kelekatan Orang Tua, Kelekatan Teman Sebaya, dan Kepuasan Hidup Remaja berdasarkan Perbedaaan Status Ibu Bekerja Pada KIB (Tabel 7), hasil uji korelasi menunjukkan adanya hubungan yang negatif signifikan (p<0.1) antara usia remaja dengan kelekatan teman sebaya. Artinya, semakin rendah usia remaja, maka antara remaja dengan teman sebaya akan semakin lekat. Hubungan yang positif signifikan (p<0.1) terjadi antara urutan lahir remaja dengan komunikasi ayah. Artinya, remaja dengan urutan lahir bukan sulung lebih menerima tipe komunikasi positif dari ayah. Terdapat hubungan yang positif signifikan antara uang saku remaja dengan kelekatan ayah (p<0.05) dan ibu (p<0.1). Artinya, semakin tinggi uang saku yang diterima remaja, maka antara kelekatan remaja dengan orang tua akan semakin aman. Hubungan yang positif signifikan (p<0.1) terjadi antara kegiatan sekolah yang diikuti oleh remaja dengan kelekatan ibu. Artinya, remaja yang mengikuti
15 kegiatan sekolah memiliki kelekatan yang aman dengan ibu. Hubungan yang positif signifikan (p<0.1) antara pendapatan keluarga per kapita dengan komunikasi ayah dan ibu. Artinya, semakin tinggi pendapatan keluarga per kapita yang diperoleh keluarga, maka komunikasi yang dilakukan oleh ayah dan ibu terhadap remaja akan cenderung positif. Tabel 7 Hasil uji korelasi antara karakteristik keluarga dan remaja dengan komunikasi orang tua, kelekatan orang tua dan teman sebaya, dan kepuasan hidup remaja berdasarkan status bekerja ibu Variabel Usia remaja Jenis kelamind) Urutan lahird) Uang saku Kegiatan sekolahd) Besar keluarga Pendapatan keluarga per kapita
KIB 1 -.231
2
3
-.193 -.047
KITB 4
5
-.195
-.267
6 *
-.089
1 -.059
2 .128
3 -.199
4 -.106
5
6
.114
-.021 **
-.025
.047 -.157
.001
.171
-.012
.073
.099
.120
.179
.332
.038
.273*
.225 .026
.024
-.073
-.011
.176
.176
.082
.109
.328** .175
-.004
.095 .355**
.258*
.039
-.028
-.024
.059
-.031
.035
-.015
.050
*
.182
.003
-.126
-.192
-.231
-.231
.038
.295**
-.024
.000 -.151
.254
-.043
.056 .073
.030
-.143
.197
.070
.243*
-.047
.055
.274*
.112
.268*
.240* -.005
.091
.109
.036
.005
.027
.002
.075
-.068
-.095
Keterangan: 1)komunikasi ayah; 2)komunikasi ibu, 3)kelekatan ayah; 4)kelekatan ibu; 5)kelekatan teman sebaya; 6)kepuasan hidup remaja; *)signifikan pada p<0.1; **)signifikan pada p<0.05; d)dummy: komunikasi: 0=negatif, 1=positif, kelekatan: 0=unsecure, 1=secure, jenis kelamin: 0=laki-laki, 1=perempuan, urutan lahir: 0=sulung, 1=bukan sulung; kegiatan sekolah: 0=tidak ikut, 1=ikut
Pada KITB (Tabel 7), hasil uji korelasi menunjukkan terdapat hubungan yang positif signifikan (p<0.05) antara jenis kelamin dengan teman sebaya. Artinya, remaja yang berjenis kelamin perempuan cenderung memiliki kelekatan yang aman dengan teman sebaya dibandingkan remaja laki-laki. Terdapat hubungan yang positif signifikan (p<0.05) juga antara urutan lahir remaja dengan kelekatan teman sebaya. Artinya, remaja dengan urutan lahir bukan sulung memiliki kelekatan yang aman dengan teman sebaya dibandingkan dengan remaja dengan urutan lahir sulung. Terdapat hubungan yang positif signifikan (p<0.05) antara kegiatan sekolah yang diikuti remaja dengan kepuasan hidup remaja. Artinya, remaja yang mengikuti kegiatan sekolah memiliki kepuasan hidup yang tinggi dibandingkan remaja yang tidak mengikuti kegiatan sekolah. Hubungan yang positif signifikan (p<0.1) juga terjadi antara besar keluarga dengan komunikasi ibu dan kelekatan teman sebaya. Artinya, semakin banyak jumlah anggota keluarga, maka remaja menerima komunikasi ibu yang lebih positif dan hubungan teman sebaya yang lebih lekat. Hubungan antara Komunikasi dan Kelekatan Orang Tua dengan Kelekatan Teman Sebaya dan Kepuasan Hidup Remaja berdasarkan Perbedaaan Status Ibu Bekerja Pada KIB (Tabel 8), terdapat hubungan yang positif signifikan (p<0.05) antara komunikasi ayah dan ibu dengan kelekatan teman sebaya. Artinya, semakin positif komunikasi yang dilakukan ayah dan ibu, maka kelekatan remaja dengan
16 teman sebaya akan semakin aman. Hubungan yang positif signifikan (p<0.01) terjadi antara komunikasi ayah dan ibu dengan kepuasan hidup remaja. Artinya, semakin positif komunikasi yang dilakukan ayah dan ibu, maka kepuasan hidup remaja akan makin tinggi. Terdapat hubungan yang positif signifikan antara kelekatan ayah (p<0.05) dan ibu (p<0.1) dengan kelekatan teman sebaya. Artinya, semakin aman kelekatan remaja dengan ayah dan ibu, maka semakin aman juga kelekatan remaja dengan teman sebaya. Hubungan yang poitif signifikan juga terjadi antara kelekatan ayah (p<0.01), ibu (p<0.01), dan teman sebaya (p<0.1), dengan kepuasan hidup remaja. Artinya, semakin aman kelekatan ayah, ibu dan teman sebaya dengan remaja, maka kepuasan hidup remaja akan semakin tinggi. Tabel 8 Hasil uji korelasi antara komunikasi dan kelekatan orang tua dengan kelekatan teman sebaya dan kepuasan hidup remaja Variabel
KIB Kelekatan Teman Sebaya
Komunikasi Ayah d) Komunikasi Ibu d) Kelekatan Ayahd) Kelekatan Ibu d) Kelekatan Teman Sebaya d)
.322** .391*** .294** .268* -
KITB Kepuasan Hidup
.472*** .407*** .435*** .380*** .205*
Kelekatan Teman Sebaya .265* .169 .262* .220* -
Kepuasan Hidup .618*** .491*** .607*** .602*** .515***
Keterangan: *)signifikan pada p<0.1; **)signifikan pada p<0.05; ***)signifikan pada p<0.01; d)dummy komunikasi: 0=negatif, 1=positif; kelekatan: 0=unsecure, 1=secure
Pada KITB (Tabel 8), hasil uji korelasi menunjukkan adanya hubungan positif signifikan (p<0.1) antara komunikasi ayah dengan kelekatan teman sebaya. Artinya, semakin positif komunikasi yang dilakukan ayah, maka kelekatan remaja dengan teman sebaya akan semakin aman. Hubungan yang positif signifikan (p<0.01) antara komunikasi ayah dan ibu dengan kepuasan hidup remaja. Artinya, semakin positif komunikasi yang dilakukan ayah dan ibu, maka kepuasan hidup remaja akan semakin tinggi. Terdapat hubungan yang positif signifikan (p<0.1) antara kelekatan ayah (p<0.1) dan ibu (p<0.1) dengan kelekatan teman sebaya. Artinya, semakin aman kelekatan remaja dengan ayah dan ibu, maka semakin aman juga kelekatan remaja dengan teman sebaya. Hubungan yang positif signifikan terjadi juga antara kelekatan ayah (p<0.01), ibu (p<0.01), dan teman sebaya (p<0.01) dengan kepuasan hidup remaja. Artinya, semakin aman kelekatan antara ayah, ibu, dan teman sebaya dengan remaja, maka kepuasan hidup remaja akan makin tinggi.
Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Kelekatan teman Sebaya dan Kepuasan Hidup Remaja Berdasarkan hasil uji regresi linier berganda, variabel yang memengaruhi kelekatan teman sebaya yaitu jenis kelamin (p=0.004), status bekerja ibu (p=0.036), pendapatan keluarga perkapita (p=0.049), dan komunikasi ibu (p=0.071). Nilai Adjusted R-Square (R2) dalam model regresi adalah sebesar 0.128, artinya variabel dalam penelitian dapat menjelaskan penyebab kelekatan
17 remaja dengan teman sebaya sebesar 12.8 persen, dan selebihnya dipengaruhi oleh faktor lain di luar model tersebut dan tidak diteliti (Tabel 9). Jenis kelamin remaja memiliki nilai β=0.316, artinya remaja perempuan memiliki kelekatan yang lebih aman dengan teman sebaya dibandingkan remaja laki-laki. Hal ini berarti kepercayaan, komunikasi, dan penerimaan teman sebaya terhadap remaja perempuan lebih tinggi dibandingkan remaja perempuan. Status bekerja ibu memiliki nilai β=-0.577, artinya remaja pada KIB memiliki kelekatan yang lebih aman dengan teman sebaya dibandingkan remaja pada KITB. Hal ini berarti, kepercayaan, komunikasi, dan penerimaan teman sebaya terhadap remaja pada KIB lebih tinggi dibandingkan KITB. (Tabel 9). Tabel 9 Faktor-faktor yang memengaruhi kelekatan teman sebaya dan kepuasan hidup remaja Kelekatan Teman Sebaya Variabel (Constant) Usia remaja Jenis kelamind) Urutan lahird) Uang saku Kegiatan sekolahd) Tipe keluarga Besar keluarga Usia ayah Usia ibu Status bekerja ibud) Pendapatan keluarga per kapita Komunikasi ayah d) Komunikasi ibu d) Kelekatan ayahd) Kelekatan ibud) Kelekatan teman sebayad) Adj R-Square
Standardized Coefficients (β)
Sig. .435 .578 .004*** .258 .937 .458 .545 .216 .501 .208 .036** .049** .855 .071* .572 .104 -
.066 .316 .157 .010 .076 -.068 .147 .106 -.214 -.577 .539 .025 .262 .089 .211 0.128
Kepuasan Hidup Remaja Standardized Coefficients (β)
Sig. .000*** .617 .188 .223 .252 .316 .673 .224 .628 .727 .017** .266 .001*** .806 .132 .178 .014**
-.053 -.132 -.153 .129 .092 -.043 .130 -.068 .053 -.608 -.135 .445 .035 -.178 .176 .248 0.300
Keterangan: *)signifikan pada p<0.1; **)signifikan pada p<0.05; ***)signifikan pada p<0.01; d)dummy: jenis kelamin: 0=laki-laki, 1=perempuan; urutan lahir: 0=sulung, 1=bukan sulung, kegiatan sekolah: 0=tidak ikut, 1= ikut, status bekerja ibu: 0=tidak bekerja, 1= bekerja, komunikasi: 0=negatif, 1=positif, kelekatan: 0=unsecure, 1=secure
Pendapatan keluarga per kapita memiliki nilai β=0.539, artinya kenaikan satu satuan pendapatan keluarga per kapita, maka akan menaikkan kelekatan remaja dengan teman sebaya sebesar 0.539 satuan. sosial anak adalah pendapatan orang tua yang rendah karena tidak bekerja. Sejalan dengan pendapat Brooks (2001) yang menyatakan bahwa salah satu hal yang dapat menurunkan kompetensi sosial anak adalah orang tua yang tidak bekerja. Oleh karena itu, secara tidak langsung hal tersebut menjadi pemicu stres orang tua yang dapat menurunkan kompetensi Kelekatan yang aman dengan teman sebaya merupakan salah satu kompetensi sosial remaja yang perlu dihargai dan didukung oleh orang tua sebagai bentuk prestasi. Komunikasi ibu memiliki nilai β=0.262, artinya setiap
18 kenaikan komunikasi ibu satu satuan, maka akan menaikkan kelekatan remaja dengan teman sebaya sebesar 0.262 satuan (Tabel 9). Hasil uji regresi linier berganda menunjukkan variabel yang memengaruhi kepuasan hidup remaja yaitu status bekerja ibu (p=0.017), komunikasi ayah (p=0.001), dan kelekatan teman sebaya (p=0.014). Nilai Adjusted R-Square (R2) dalam model regresi adalah sebesar 0.300, artinya variabel dalam penelitian dapat menjelaskan penyebab kepuasan hidup remaja sebesar 30 persen, dan selebihnya dipengaruhi oleh faktor lain di luar model tersebut dan tidak diteliti. Status bekerja ibu memiliki nilai β=-0.608, artinya remaja pada KIB memiliki kepuasan hidup yang lebih tinggi dibandingkan remaja pada KITB. Hal ini berarti perasaan senang, puas, dan bangga remaja terhadap hidup, diri, keluarga, teman, sekolah, dan lingkungan tempat tinggal pada KIB lebih tinggi dibandingkan KITB. Komunikasi ayah memiliki nilai β=0.445, artinya setiap kenaikan komunikasi ayah satu satuan, maka akan menaikkan kepuasan hidup remaja sebesar 0.445 satuan. Kelekatan teman sebaya memiliki nilai β=0.248, artinya setiap kenaikan kelekatan teman sebaya satu satuan akan menaikan kepuasan hidup remaja sebesar 0.248 satuan (Tabel 9).
Pembahasan Perbedaan yang signifikan menunjukkan komunikasi positif menurut persepsi ayah pada KIB lebih tinggi dibandingkan KITB. Pada komunikasi positif, ayah memberikan kebebasan pada anak untuk berpendapat, adanya keterbukaan dalam menunjukkan emosi, penghargaan, serta kehangatan dalam ucapan (Olson dan Barners 1985). Perbedaan yang signifikan terdapat juga pada kelekatan teman sebaya dimensi alienasi antara KIB dan KITB. Dimensi alienasi menunjukkan adanya penolakan teman sebaya terhadap remaja, yakni pada KITB alienasi teman sebaya lebih tinggi dibandingkan KIB. Teman sebaya pada dasarnya memiliki konsekuensi yang positif dan negatif terhadap remaja yang terbentuk atas dasar hubungan yang dibangun antara remaja dan orang tua (Nagle dan Nickerson 2004). Penelitian Greenberg et al. (1983) menyebutkan persepsi kualitas kelekatan dengan orang tua merupakan hal yang lebih penting dari pada kelekatan teman sebaya. Hal ini karena orang tua adalah yang utama dalam perkembangan remaja, salah satunya kemampuan membina hubungan dengan orang lain (Santrock 2003). Kepuasan remaja dimensi global, diri, dan sekolah juga berbeda signifikan antara remaja pada KIB dan KITB. Perbedaan komunikasi positif menurut ayah, kelekatan teman sebaya dimensi alienasi, dan kepuasan remaja tersebut diduga berkaitan dengan pendidikan orang tua dan pendapatan keluarga. Tingkat pendidikan orang tua merupakan salah satu aspek yang memengaruhi efektivitas dan efisiensi komunikasi dalam keluarga. Pendidikan dapat membentuk kematangan berpikir seseorang, yang selanjutnya akan membentuk kematangan sosial seseorang dan memengaruhi bentuk perilaku saat berinteraksi dengan anak (Hastuti 2009). Pada KIB, orang tua remaja cenderung berpendidikan lebih tinggi, sehingga orang tua memiliki keterampilan komunikasi lebih baik dibandingkan pada KITB. Pendidikan yang tinggi juga diduga menjadi dasar bagi orang tua dalam membangun kelekatan yang aman dengan anak, sehingga anak dapat membangun kelekatan yang aman juga dengan teman sebaya. Pada KIB,
19 pendapatan keluarga juga cenderung lebih tinggi, sehingga diduga kebutuhan keluarga lebih tercukupi. Hal tersebut diduga menjadi faktor penentu kepuasan global, diri, dan sekolah remaja, meskipun tidak berhubungan langsung dengan kepuasan hidup. Komunikasi dilihat dari dua sisi sebagai suatu interaksi timbal balik yaitu orang tua dan remaja. Menurut Olson dan Barners (1985) komunikasi keluarga secara umum dinyatakan baik apabila anggota keluarga merasa puas, bisa saling mengungkapkan perasaannya satu sama lain dengan saling memahami, mengerti, menghargai, mempercayai dan menyayangi, sedangkan komunikasi yang kurang berkualitas mengindikasikan kurangnya perhatian, pengertian, penghargaan, kepercayaan, dan kasih sayang diantara anggota keluarga. Hasil penelitian pada KIB menunjukkan semakin positif komunikasi orang tua, semakin tinggi pula kepuasan hidup remaja, sedangkan pada KITB, hanya jika komunikasi ayah yang semakin positif, maka kepuasan hidup remaja akan semakin tinggi. Hasil tersebut selaras untuk KIB dan bertentangan untuk KITB dengan hasil penelitian Rahayu (2012) yang menemukan adanya hubungan positif antara komunikasi menurut ibu dengan kepuasan remaja. Terdapat tiga dimensi kelekatan orang tua dan teman sebaya dengan remaja, yaitu kepercayaan, komunikasi, dan pengasingan. Pada KIB, semakin positif komunikasi orang tua, maka kelekatan remaja dengan teman sebaya akan lebih aman. Kelekatan yang aman antara remaja dan orang tua, maka akan terjalin kelekatan yang aman antara remaja dengan teman sebaya, yang kemudian kelekatan yang aman antara remaja dengan orang tua dan teman sebaya akan meningkatkan kepuasan hidup remaja. Hasil ini selaras dengan temuan Armsden dan Greenberg (1987); Rahayu (2012) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara kelekatan orang tua dengan teman sebaya. Kelekatan orang tua juga memiliki hubungan yang signifikan dengan kepuasan hidup remaja. Oleh karena itu, kelekatan teman sebaya dimediasi oleh adanya hubungan orang tua-remaja dengan kepuasan hidup remaja. Hasil penelitian Greenberg et al. (1983) juga menemukan adanya hubungan antara kelekatan orang tua dengan kepuasan hidup remaja dan penghargaan diri. Kelekatan teman sebaya juga memiliki hubungan yang signifikan dengan kepuasan hidup remaja. Hasil penelitian sejalan dengan Nickerson dan Nagle (2004) yang juga mengkaji kelekatan orang tua dan teman sebaya, serta kepuasan hidup remaja. Hasil penelitian pada KIB, semakin rendah usia remaja maka remaja akan makin lekat dengan teman sebaya. Hal ini bertentangan dengan pendapat Wood (2007) yang menyatakan bahwa semakin tinggi usia remaja maka hubungan dengan orang tua akan semakin renggang dan remaja lebih senang menceritakan segala hal mengenai diri sendiri pada teman sebaya. Selain itu, anak yang bukan sulung akan lebih menerima komunikasi positif dari ayah dibandingkan anak sulung. Pada umumnya, anak sulung lebih banyak dibebankan tanggung jawab keluarga, sehingga pengasuhan dari orang tua lebih keras. Anak bungsu, biasanya dianggap lebih lemah dan cenderung manja dibandingkan sulung, sehingga perhatian dari orang tua cenderung lebih halus. Oleh karena itu, anak dengan urutan lahir bukan sulung diduga cenderung menerima komunikasi positif dibandingkan anak sulung. Uang saku berhubungan positif signifikan dengan kelekatan ayah dan ibu. Hal ini diduga berkaitan dengan ketergantungan anak dalam hal kebutuhan pokok kepada orang tua. Remaja dengan uang saku lebih
20 besar akan cenderung mudah dalam memenuhi kebutuhannya karena memiliki ketergantungan yang lebih tinggi dibandingkan remaja dengan uang saku rendah. Hasil lainnya menunjukkan bahwa remaja yang mengikuti kegiatan sekolah akan lebih lekat dengan teman sebaya. Menurut Suldo dan Huebner (2006), menambah kegiatan di sekolah akan menambah teman sepermainannya dan juga akan lebih banyak menghabiskan waktu di luar keluarga, sehingga kegiatan sekolah akan mendorong remaja untuk lebih dekat dengan teman sebaya. Pendapatan keluarga per kapita yang tinggi juga akan membuat komunikasi ayah cenderung semakin positif. Pendapatan keluarga berkaitan dengan kestabilan ekonomi dalam keluarga. Keluarga yang sudah memiliki kestabilan ekonomi memiliki peluang lebih besar untuk memberikan pengasuhan yang relatif lebih baik (Hastuti 2009). Sejalan dengan penelitian Suldo dan Huebner (2006), karakteristik demografi keluarga dapat menjadi faktor penentu kualitas interaksi orang tua-anak dan kepuasan hidup remaja, seperti pendidikan, pekerjaan, besar keluarga dan pendapatan keluarga. Pada KITB, hubungan positif signifikan juga terjadi antara jenis kelamin dengan kelekatan teman sebaya, yakni remaja perempuan lebih lekat dengan teman sebayanya. Hasil ini sejalan dengan penelitian Ma dan Huebner (2008), namun untuk remaja perempuan, kelekatan teman sebaya dimediasi oleh kelekatan orang tua dan kepuasan hidup, serta berhubungan signifikan dengan kepuasan hidup remaja. Perbedaan tersebut juga ditemukan dalam hasil penelitian Nagle dan Nickerson (2004), yaitu kualitas hubungan dengan orang tua pada remaja perempuan akan menentukan kualitas dengan teman sebaya, namun tidak demikian dengan remaja laki-laki. Remaja bukan sulung juga cenderung lebih lekat dengan teman sebaya. Hasil selanjutnya, kegiatan sekolah akan meningkatkan kepuasan hidup remaja. Sejalan dengan penelitian Suldo dan Huebner (2006), yaitu aktivitas sosial yang dilakukan remaja akan meningkatkan kepuasan hidup remaja. Kegiatan sekolah akan mendorong remaja untuk berinteraksi dengan orang lain yang pada dasarnya kegiatan tersebut akan menciptakan aktivitas sosial remaja sebagai rutinitas. Kemudian, semakin banyak jumlah anggota keluarga, maka komunikasi ibu terhadap remaja semakin positif serta hubungan keduanya makin lekat. Hal ini bertentangan dengan hasil penelitian Retnowati (2007) yang menunjukkan bahwa besar keluarga akan menghambat interaksi antara ibu dengan anak. Berdasarkan model regresi linier berganda, faktor yang memengaruhi kelekatan teman sebaya diantaranya remaja perempuan, ibu yang bekerja, pendapatan keluarga per kapita, dan komunikasi ibu. Menurut Ma dan Huebner (2008), remaja perempuan akan cenderung memiliki kelekatan yang aman dengan teman sebaya serta cenderung setia dibandingkan remaja laki-laki. Komunikasi ibu yang lebih positif akan memunculkan keterbukaan rasa nyaman pada remaja ketika bercerita dengan ibu yang kemudian akan menciptakan rasa aman diantara keduanya. Menurut Nickerson dan Nagle (2004) kelekatan yang aman yang terbentuk antara ibu dan remaja akan menjadi dasar bagi remaja untuk membangun kelekatan yang aman dengan teman sebaya. Faktor-faktor yang memengaruhi kepuasan hidup remaja diantaranya ibu yang bekerja, komunikasi ayah, dan kelekatan teman sebaya. Pada KIB, kepuasan hidup remaja lebih tinggi dibandingkan KITB. Status bekerja ibu berkaitan dengan keberadaan ibu di rumah dengan remaja. Kondisi ibu tidak bekerja dapat menjadi modal penting untuk
21 membina hubungan baik dengan anak, sehingga anak merasa puas dengan hidupnya dan memperoleh keterampilan sosial yang lebih baik dariorang tua, namun hasil menunjukkan sebaliknya. Hal ini bertentangan dengan pendapat Santrock (2007) yang menyatakan bahwa anak membutuhkan lebih banyak waktu dengan orang tua, terutama ibu untuk berinteraksi satu sama lain. Kondisi tersebut diduga adanya faktor pendidikan ibu. Ibu yang bekerja cenderung berpendidikan tinggi, sehingga ibu mampu membangun kualitas hubungan yang baik dengan remaja yang menjadi penduga kepuasan hidup remaja. Komunikasi ayah berpegaruh signifikan terhadap kepuasan hidup remaja. Hal tersebut berarti terdapat peran penting ayah dalam membentuk kualitas remaja. Seperti menurut Miller dan Moore (1990) yang menyatakan bahwa keterlibatan ayah dalam menerapkan disiplin yang tinggi akan mengurangi kecenderungan anak untuk berperilaku marah, bandel, serta berperilaku menyimpang terutama pada masa sekolah. Selain itu, keterlibatan ayah juga akan mengembangkan kemampuan berempati, sikap penuh perhatian, dan keterampilan sosial. Kemampuan orang tua dalam membina hubungan yang baik dengan remaja akan menjadi faktor pendorong bagi anak dalam menciptakan hubungan yang baik dengan teman sebaya. Kelekatan teman sebaya menjadi salah faktor yang juga memengaruhi kepuasan hidup remaja. Menurut Ma dan Huebner (2008), kepuasan hidup dipengaruhi oleh kelekatan orang tua melalui kelekatan teman sebaya., sehingga kelekatan teman sebaya dianggap sebagai mediator antara kelekatan orang tua dan kepuasan hidup remaja.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Ayah dan ibu remaja pada keluarga ibu bekerja dan tidak bekerja memiliki kecenderungan melakukan tipe komunikasi positif, dan hanya sebagian kecil ayah dan ibu remaja yang cenderung melakukan tipe komunikasi negatif. Komunikasi positif ayah pada keluarga ibu bekerja memliki persentase yang lebih tinggi dibandingkan keluarga ibu tidak bekerja. Proporsi terbesar kelekatan antara ayah, ibu, teman sebaya, dan remaja pada keluarga ibu bekerja dan tidak bekerja berada pada kategori kelekatan yang unsecure (ambivalent dan avoidant). Remaja pada keluarga ibu bekerja memiliki kelekatan yang lebih tinggi dibandingkan Keluarga ibu tidak bekerja. Proporsi terbesar kepuasan hidup remaja pada keluarga ibu bekerja dan tidak bekerja berada pada dimensi kepuasan lingkungan tempat tinggal. Persentase kepuasan remaja pada keluarga ibu bekerja lebih tinggi dibandingkan keluarga ibu tidak bekerja, khususnya pada domain global, diri sendiri, dan sekolah. Hasil penelitian pada keluarga ibu bekerja menunjukkan adanya hubungan negatif signifikan antara usia remaja dengan kelekatan teman sebaya. Hubungan yang positif signifikan antara urutan lahir remaja dengan komunikasi ayah, uang saku dengan kelekatan ayah dan ibu, kegiatan sekolah dengan kelekatan ibu, serta pendapatan keluarga per kapita dengan komunikasi ayah dan ibu. Hubungan yang
22 positif signifikan terjadi antara komunikasi dan kelekatan orang tua dengan kelekatan teman sebaya dan kepuasan hidup remaja. Hubungan yang positif signifikan terjadi juga antara kelekatan teman sebaya dengan kepuasan hidup remaja. Pada keluarga ibu tidak bekerja, hubungan yang positif signifikan terjadi antara jenis kelamin dan urutan lahir dengan kelekatan teman sebaya, kegiatan sekolah dengan kepuasn hidup remaja, serta besar keluarga dengan komunikasi ibu dan kelekatan teman sebaya. Hubungan yang positif signifikan antara komunikasi dan kelekatan orang tua dengan kepuasan hidup remaja, serta kelekatan orang tua dengan kelekatan teman sebaya. Hubungan yang positif signifikan terjadi juga antara komunikasi ayah dengan kelekatan teman sebaya. Faktor-faktor yang berepengaruh signifikan terhadap kelekatan teman sebaya itu sendiri adalah remaja perempuan, ibu yang bekerja, pendapatan keluarga per kapita dan komunikasi ibu, sedangkan faktor-faktor yang berpengaruh signifikan terhadap kepuasan hidup remaja adalah ibu yang bekerja, komunikasi ayah, dan kelekatan teman sebaya.
Saran Peran orang tua dalam membangun kualitas hubungan yang baik dengan anak dapat dilakukan dengan mengutamakan penggunaan komunikasi yang lebih positif, seperti keterbukaan, ungkapan rasa sayang secara langsung, apresiasi atas perilaku anak yang baik, penerapan disiplin yang konsisten, dan bijaksana dalam menjalin hubungan yang mendidik anak. Oleh karena itu, anak akan merasa aman, nyaman, dan percaya kepada orang tua, sehingga terbentuklah kelekatan yang aman antara remaja dan orang tua yang diharapkan dapat menjadi modal dasar bagi anak untuk membina kelekatan yang aman juga dengan teman sebayanya serta untuk memperoleh kepuasan hidup yang tinggi. Pada penelitian selanjutnya, disarankan untuk membedakan kepuasan hidup remaja berdasarkan struktur keluarga, urutan kelahiran, dan jenis kelamin serta melihat jenis kelompok teman sebaya yang dekat dengan remaja untuk dapat menganalisis jenis kelekatan yang terjadi antara remaja dengan teman sebaya.
DAFTAR PUSTAKA Antaramian SP, Huebner ES, Valois RF. 2008. Adolescent life satisfaction. Apllied Psychology: AN international Review, 57, 112-126. doi: 10.1111/j.1464-0597.2008.00357.x Armsden GC, Greenberg MT. 1987. The inventory of parent and peer attachment: relationship to well-being in adolescence. Journal of Youth and Adolescence, 16, 427-454. doi: 10.1007/BF02202939 Adams R, Laursen B. 2001. The Organization and dynamics of adolescent conflict with parent and friends. Journal of Marriage and Family, 63(1), 97-110. doi: 10.1111/j.1741-3737.2001.00097.x
23 Arnett JJ. 1999. Adolescent storm and stress, reconsidered. American Psychologist, 54(5), 317-326. doi: 10.1037/0003-066X. Aydemir D. 2009. The Predictor of Life Satisfaction of Visually Impaired Turkish Adolescents [Thesis]. Departement of Educational Sciences, Middle-East Technical University. [BPS] Badan Pusat Statistika. 2011. Kota Bogor dalam Angka 2011. Bogor (ID): Badan Pusat Statistik Kota Bogor. ________________________. 2012. Data Statistik Indonesia. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik. Brooks, JB. 2001. Parenting, Thirth Edition. California: Mayfield Pblishing Company Candice Y, Leung W, McBride-Chang C, Beatrice P, Lai Y. 2004. Relation among maternal parenting style, academic competence, and life satisfaction in Chinese Early Adolescents. Journal of Early Adolescence, 24, 113-143. doi: 10.1177/0272431603262678 Chang L, McBride-Chang C, Stewart SM, Au E. 2003. Life satisfaction, selfconcept, and family relations in Chinese adolescents and children. International Journal of Behavioral Development, 27, 182-189. doi: 10.1080/01650250244000182 Diener E, Kosebir P, Lucas R. 2008. Benefit of accounts of well-being. For Societies and for Psychological Science Applied Psychology. An International Review, 37-53. Furnham A, Cheng H. 2000. Perceived parental behavior, self-esteem, and happiness. Social Psychiatry and Psychiatry Epidemiology, 35(10), 463470. doi: 10.1007/s001270050265. Gunarsa S, Gunarsa YS. 2004. Psikologi Praktis: Anak, Remaja, dan Keluarga. Jakarta: Gunung Mulia. Greenberg MT, Siegel JM, Leitch CJ. 1983. The nature and importance of attachment relationship to parents and peers during adolescence. Journal of Youth and Adolescence, 12(5), 373-386. Hastuti D. 2009. Teori dan Prinsip serta Aplikasinya di Indonesia. Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Huebner S. 2001. Manual of Multidimentional Student’s Life Satisfaction Scale. California: University of South Carolina. _________. 1991. Initial development of the Student’s Life Satisfaction Scale. School Psychology International, 12, 231–240. Hurlock EB. 1980. Psikologi perkembangan anak: suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan. Istiwidayanti, Soedjarwo, penerjemah; Silabat, R. M., editor. Edisi ke-5. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Developmental Psycology: A Life-Span Approach. Laible DJ, Carlo G, Raffaeli M. 2000. The differential relation of parent and peer attachment to adolescent adjustment. Faculty Publication, Departement of Psychology, paper 51. Lestari S. 2012. Psikologi Keluarga: Penanaman nilai dan penanganan konflik dalam keluarga. Jakarta: Kencana
24 Ma CQ, Huebner ES. 2008. Attachment relationships and adolescents’ life satisfaction: Some relationships matter more to girls than boys. Psychology in the School, 45(2), 177-190. doi:10.1002/pits.20288. Martin K, Huebner ES, Valois RF. 2008. Does life satisfaction predict victimization experiences in adolescence?. Psychology in The School, 45(8), 705-714. doi:10.1002/pits.20336 Miller BC, Moore KA. 1990. Adolescent sexual behavior, pregnancy, and parenting: research through the 190’s. Journal of Marriage and Family, 52, 1025-1044. Nickerson AB, Nagle RJ. 2004. The influence of parent and peer attachment on life satisfaction in middle childhood and early adolescence. Social Indicator Research, 66, 35-60. Oberle E, Schonet-Reichi KA, Zumbo BD. 2011. Life satisfaction in early adolescence: personal, neighborhood, school, family, peer influences. Journal of Youth Adolescence, 40, 889-901. doi:10.1007/s10964-010-9599-1 Olson DH, Barnes H. 1985. Family Communication. Minneapolis (US): Life Innovation, Inc. Park N, Peterson C, Seligman MEP. 2004. Strenght of character and well-being. Journal of Social and Clinical Psychology, 23(5), 603-619. doi:10.1521/jscp.23.5.603.50748 Puspitawati H, Setioningsih SS. 2011. Fungsi pengasuhan dan interaksi dalam keluarga terhadap kualitas perkawinan dan kondisi anak pada keluarga Tenaga Kerja Wanita (TKW). J Ilmu Keluarga dan Konsumen, 4(1), 11-20. Rahayu SW. 2012. Gaya Pengasuhan, Pola Komunikasi, Kelekatan, dan Hubungannya dengan Kepuasan Remaja [Skripsi]. Bogor: Program Studi Ilmu Keluarga dan Konsumen, Institut Pertanian Bogor. Reese DM. 2008. Attachment Quality, Parental Monitoring, and Peer Relations as Predictor Risky Behaviors among Ethnic Minority Youth [Dissetation]. USA: George Washington University. Retnowati Y. 2007. Pola Komunikasi Orang Tua Tunggal dalam Membentuk Kemandirian Anak [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Santrock JW. 2007. Perkembangan Anak. Ed ke-7. Rachmawati M dan Kuswanti A, penerjemah; Hardani W, editor. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Child Development, eleventh edition. __________. 2003. Perkembangan Remaja. Wisnu CK & Yati S, Ed. Shinto BA & Sherly S, penerjemah. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari : Adolescence Sepahmansour M, Bayat M. 2011. Family structure and multidimensional adolescent’s life satisfaction. Journal Scientific Research, 9(2), 167-170. Suldo SM, Huebner ES. 2006. Is extremely high life satisfaction during adolescence advantageous? Social Indicator Research, 78, 179-203 Steinberg L. 2001. We know some things: parent-adolescent relationship in retrospect an prospect. Journal of Research on Adolescence, 11(1), 1-19. Wood JT. 2007. Interpersonal Communication. USA: Thomson Wadsworth.
25 Lampiran 1 Sebaran orang tua remaja berdasarkan persetujuan terhadap pernyataan tentang komunikasi
Keterangan: KIB=keluarga ibu bekerja; KITB=keluarga ibu tidak bekerja
26 Lampiran 2 Sebaran remaja berdasarkan persetujuan terhadap pernyataan tentang komunikasi
Keterangan: KIB=keluarga ibu bekerja; KITB=keluarga ibu tidak bekerja
27 Lampiran 3 Sebaran remaja berdasarkan jawaban setuju dan sangat setuju pada setiap item pernyataan kelekatan orang tua
Keterangan: KIB=keluarga ibu bekerja; KITB=keluarga ibu tidak bekerja
28 Lampiran 4 Sebaran remaja berdasarkan jawaban setuju dan sangat setuju pada setiap item pernyataan kelekatan teman sebaya
Keterangan: KIB=keluarga ibu bekerja; KITB=keluarga ibu tidak bekerja
29 Lampiran 5 Sebarans remaja berdasarkan jawaban cukup setuju, setuju dan sangat setuju pada setiap item pernyataan kepuasan hidup
Keterangan: KIB=keluarga ibu bekerja; KITB=keluarga ibu tidak bekerja
30
RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Lebak Banten pada 29 Desember 1990 dan merupakan putri pertama dari lima bersaudara dari pasangan Saripan dan Widyawati. Penulis menamatkan pendidikannya pada Taman Kanak-kanak (TK) Al-Ikhlas Tangerang pada tahun 1997. Kemudian penulis melanjutkan pendidikannya di SDN Malingping Utara 1 (1997-2003), SMPN 1 Malingping (2003-2006), SMAN 1 Pangkalan Kerinci (2006-2007), dan SMAN 1 Malingping (2007-2009). Penulis diterima di Perguruan Tinggi Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) di Departemen Ilmu keluarga dan Konsumen pada tahun 2009. Selama masa perkuliahan, penulif aktif dalam berbagai kegiatan organisasi dan kepanitiaan, diantaranya anggota Family Club Himpunan Mahasiswa Ilmu Keluarga dan Konsumen Tahun 2011 dan Ketua Family Club Himpunan Mahasiswa Ilmu Keluarga dan Konsumen Tahun 2012. Kepanitiaan yang diikuti penulis diantaranya anggota Divisi Tata Tertib Masa Perkenalan Fakultas dan Departemen Tahun 2011, Steering comitte acara Hari Keluarga 2012, sekretaris acara Family and Consumer Day (FnC) 2012, dan Ketua Fieldtrip Jawa-Bali Mahasiswa Ilmu Keluarga dan Konsumen 2012-2013. Prestasi yang diraih penulis selama menjadi mahasiswa yaitu Juara I Bola Volly Espent kelima tingkat departemen pada tahun 2011.