Komunikasi dan Humas ala Islam: Studi tentang Silaturahmi dalam Mendukung MBS Marzawi Fakultas Tarbiyah IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi
Abstract: Linguistically (according to fiqh al-lughah), the words or phrases ittishal (communication), shilah ijtimaiyyah (public relations) and shilah ar-rahim (social camaraderie) are derived from the same word washala. This can be an intriguing basis for promoting a new theoretical approach to communication from Islamic perspective which is aimed at supporting School-based Management (MBS). Keywords: Islam, communication, public relations, schoolbased management
I. Komunikasi dan Nilai Islamnya Secara bahasa (etymology), komunikasi dalam bahasa Inggris communication (kata benda) yang berarti hubungan, kabar, dan pemberitahuan. Kata kerjanya communicate yang berarti menyampaikan atau memberitakan atau berhubungan dengan, dan kata sifatnya communicative yang berarti suka bicara atau cakap.1 Dalam bahasa Arab, komuikasi sama dengan ittishal,2 yang akar katanya sama dengan shilah, yaitu washala, yang berarti sambung, hubung. Shilaturrahim John M. Echols dan Hassan Shadily, (1984), Kamus Inggris Indonesia, Jakarta: PT. Gramedia, hlm. 131. 2 M. Napis Djuaeni, (2005), Kamus Kontemporer Istilah Politik-Ekonomi: Indonesia-Arab, Bandung: Mizan Media Utama, hlm. 244. 1
Innovatio, Vol. VIII, No. 1, Januari-Juni 2009
85
Marwazi
kata majmuk dari shilah dan ar-rahim. Komunikasi (communication), bisa dalam bentuk antar persona, atau antar kelompok, atau massa. Menurut H. Frazier Moore, komunikasi adalah proses penyampaian pengertian di antara individuindividu.3 Definisi ini lebih sederhana dan mudah difahami bila dibandingkan dengan definisi menurut Deddy Mulyana, yaitu komunikasi adalah proses penciptaan makna antar dua orang atau lebih lewat penggunaan simbol-simbol atau tanda-tanda.4 Bahkan dalam Islam, komunikasi juga terjadi antara manusia dengan Tuhannya yang disebut dengan komunikasi transendental atau komunikasi ghaib. Komunikasi dianggap efektif bila proses penciptaan makna tersebut relatif sama atau sesuai dengan yang diinginkan oleh partisipan (kominkator), dan ini sulit terwujud karena tidak ada dua orang yang memiliki kesamaan pengalaman, pandangan, dan persepsi (tanggapan) terhadap suatu rangsangan. Pandangan dan tanggapan yang cermat (accurate perception) yang dituntut dalam komunikasi yang efektif, kata Deddy, bukan saja persepsi terhadap obyek di luar diri orang lain, tapi juga persepsi terhadap dirinya sendiri. Maka dari itu, komunikator yang efektif harus mengenal dirinya sendiri (siapa dirinya menurut pikirannya), dan untuk itu konsep diri kita menurut kita sesuai dengan kosep diri menurut orang lain. Komunikasi, menurut Erliana Hasan, dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu face to face communication (komunikasi secara tatap muka) dan mediated communication (komunikasi dengan perantara atau wasilah).5 Islam adalah agama yang bersifat universal dan komprehensif, kelengkap annya melingkupi seluruh aspek dan seluk beluk kehidupan.6 Ruang lingkup kajiannya tidak saja berkutat pada masalah ritual H. Frazier Moore, 2004, Humas: Membangun Citra dengan Komunikasi, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. 4 Deddy Mulyana, (2001), Nuansa-Nuansa Komunikasi, Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 5 Erliana Hasan, (2005), Komunikasi Pemerintahan, Bandung: PT Refika Aditama. 6 QS. Yunus/12: 111. 3
86
Innovatio, Vol. VIII, No. 1, Januari-Juni 2009
Komunikasi dan Humas ala Islam
(upacara keagamaan) saja tapi juga menyangkut masalah-masalah keseharian lainnya, mulai dari masalah sosial, ekonomi, hukum, politik, pemerintahan, pertahanan, keamanan, lingkungan, pendidikan sampai pada masalah-masalah yang kelihatannya sepele seperti membuang duri di jalanan, cara berjalan, menyantuni anak kecil dan lain sebgainya termasuk masalah keluar-msuk rumah atau WC bahkan yang lebih kecil lagi seperti membuang duri di jalan Berkomunikasi bisa dengan silaturrahmi, karenanya ia menjadi salah satu bentuk komunikasi, baik bersifat tatap muka (face to face communication) maupun tidak secara langsung, bahkan dengan cara ini hubungan antara satu dengan lainnya bisa lebih intensif, karena bukan saja akan melahirkan saling pengertian, tapi—secara transenden—juga mendapat perkenan Ilahi, karena orang yang melakukan silaturrahmi tersebut bukan saja menjalankan perintah-Nya tapi juga mendapatkan kasih-Nya (rahm-Nya), maka bukan saja berdampak duniawi tetapi juga ukhrawi, berhasil guna dan berpahala di sisi Tuhan Yang Maha Esa. Seperti apa ajaran komunikasi ala Islam itu dilakukan oleh manusia, agama memberi tuntunan yang sangat ideal yang patut diperhatikan oleh komunikator. Yaitu kepada siapa komunikasi itu, bagai mana kira-kira kemampuan akdemik dan karekteristik komunikan yang sedang dihadapi dan diajak berbicara, maka Raslullah memberikan rambu-rambu “bicaralah kepada manusia dengan apa (bahasa dan tingkat kesanggupannya) yang (dapat) mereka ketahui (fahami)” (HR. al-Bukhary),7 dan Ali karrama Allah wajhah (kw) mengatakan “Aku diperitah berbicara kepada manusia sesuai dengan kadar kemampuan akalnya”,8 pernyataan Ali kw. itu adalah memperjelas betapa bijak dan arifnya bila bahasa komunikasi dapat difahami oleh komunikan secara baik dan jelas, cukup dan Al-syeikh Ismail bin Muhammad al- Ajluni,(1352 H), Kasyf al-Khafa’ wa Mazil al-Ilbas amma Isytahara min al-Ahadits ala Alsinat al-Nas, Juz II, Beirut: Dar al-Turats al-Araby. 8 al-Imam asy-Syeikh Muhammad Darwisy al-Hut, (1983), Asna alMathalib fi Ahadits Mukhtalafah al-Maratib, Beirut: Dar al-Kitab al-Araby. 7
Innovatio, Vol. VIII, No. 1, Januari-Juni 2009
87
Marwazi
tidak berlebihan sebab bila tidak dapat difahami akan gagal dan rugi, karena maksud dan pesan tidak tersampaikan, sedangkan waktu, tenaga, dan fikiran telah tercurahkan. Lebih lanjut, ketika komunikasi difahami sebagai percakapan atau pembicaraan, Allah swt. berfirman dalam al-Qur’an surah anNisa’ (4) ayat 9: “walyaqulu qaulan sadida”. Ayat ini menuntut setiap komunikator muslim untuk berbicara benar, baik, indah, tepat sasaran. Ketepatan sasaran tidak terbatas pada kesesuaian kandungan pembicaraan dengan komunikan, tapi juga sesuai dengan gaya bahasa, cara penyampaian, dan suara pembicaraan. Larangan mengeraskan suara melebihi suara Nabi Muhammad saw. (guru atau siapa pun yang dihormati), serta keharusan memanggil dengan panggilan terhormat, sebagai mana ditegaskan dalam surah al-Hujurat (49):2 adalah salah satu penjabaran dari “ketepatan sasaran” yang disebut di atas.9
II. Humas dan Nilai Islamnya Humas (hubungan masyarakat), public relations, dalam bahasa Arab disebut ‘alaqah ijtima’iyyah atau shilah ijtima’iyyah.10 Dua kata yang menjadi satu istilah itu menunjukkan pengertian bahwa yang pertama yang disifati (man’ut/maushuf) dan yang kedua sifatnya (na’t/ shifah), dalam terminology gramatika Arab disebut na’t man’ut (shifah maushuf),11 maka dapat diartikan “hubungan yang bersifat sosial atau umum” dengan masyarakat luas. Secara istilah (terminology), humas dapat didefinisikan secara umum sebagai hubungan dengan masyarakat luas; sedangkan secara khusus adalah fungsi manajemen yang mengevaluasi sikap publik (masyarakat), mengidentifikasi kebijakan-kebijakan dan prosedurprosedur seseorang atau organisasi berdasarkan kepentingan publik, M. Quraish Shihab, (2000), Secercah Cahaya Ilahi: Hidup Bersama alQur’an, Bandung: Mizan Media Utama. 10 Djuaeni, Kamus Kontemporer, hlm. 145. 11 Ali al-Jaram dan Mushthafa Amin, (t.th.), An-Nahw al-Wadhih fi Qawaid al-Lughah al-Arabiyah, Juz I, Mesir: Dar al-Maarif, hlm. 82-83. 9
88
Innovatio, Vol. VIII, No. 1, Januari-Juni 2009
Komunikasi dan Humas ala Islam
dan menjalankan suatu program untuk mendapatkan pengertian dan penerimaan publik. Humas juga dapat didefinisikan sebagai filsafat sosial dan manajemen yang dinyatakan dalam kebijaksanaan beserta pelaksanaannya seuai dengan pemahaman atau interpretasi terhadap peristiwa–peristiwa dari hasil komunikasi dua arah dengan masyarakat, dalam rangka memperoleh saling pengertian dan i’tikad baik.12 Menurut pelopor humas modern (Paul W.Garrett) sebagaimana yang dikutip oleh H. Frazier Moore, bahwa humas, sesuai dengan filsafat manajemen, adalah suaatu sikap fikiran mendasar yang dengan sengaja dan mandiri menempatkan kepentingan masyarakat luas lebih dahulu dalam setiap keputusan yang mempengaruhi operasi suatu perusahaan.13 Dalam konteks Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), kata “perusahaan” bisa disesuaikan sehingga menjadi lembaga pendidikan, maka kebijakan madrasah atau sekolah tentunya selalu melihat lebih dahulu kepentingan masyarakat dalam menentukan kebijakannya, tidak tepat bila menafikan kepentingan tersebut, di sini terlihat jelas bahwa implementasi MBS harus mengacu pada manajemen berbasis masyarakat (MBM) di mana masyarakat menjadi bagian penting dalam manajemen pendidikan. Dalam sistem pemerintahan demokratis, masyarakat yang punya kekuasaan, bahkan pemerintahan adalah dari masyarakat (rakyat), oleh masyarakat, dan untuk masyarakat. Penempatan masyarakat sebagai core (inti) dalam pemerintahan tersebut, telah diakui juga dalam lembaga pendidikan, perusahaan, organisasi, kesejahteraan sosial, dan lain sebagainya, sehingga pengertian dan i’tikad baik dari mereka sangat mempengaruhi keberlangsungan berbagai lembaga tersebut, sehingga manajemen lembaga tersebut menyadari tanggungjawabnya terhadap mereka. Kebijakan-kebijakan yang diputuskan oleh manajemen lembaga dan akan dioperasikan dalam kegiatannya, harus mencerminkan manfaat atau fungsinya bagi kepentingan masyarakat (public), kare12 13
Moore, Humas. Moore, Humas.
Innovatio, Vol. VIII, No. 1, Januari-Juni 2009
89
Marwazi
na keputusan kebijakan ini merupakan yang terpenting. Oleh karena itu, kebijaksanaan humas suatu lembaga harus dijelaskan dalam suatu pernyataan yang ringkas yang mencerminkan filsafat organisasi lembaga tersebut kepada masyarakat luas bahwa kebijakannya itu akan dapat bermanfaat dan mendukung masyarakat, seperti kemakmuran bangsa, kesejahteraan masyarakat, dll. Atas dasar definisi dan penjelasan di atas, maka humas yang dioperasikan melalui atau dimotivasi oleh silaturrahmi akan menghasilkan komunikasi dua arah yang bersifat lahirian dunyawy dan batiniyah ukhrawy, dalam rangka memperoleh saling pengertian dan i’tikad baik, sehingga bukan saja didorong oleh kepentingan sosial manajemen, tapi juga lebih kuat didorong oleh semangat menjalankan perintah Tuhan. Di sini terjadi keseimbangan (balance) antara lahir dan batin, antara material dan spiritual, sehingga tidak sekuler (memisahkan urusan dunia dari urusan akhirat atau tercampaknya kegiatan dunia dari motivasi ibadah kepada Tuhan). Melalui silaturrahmi, tujuan umum humas suatau organisasi yang berupa penjelasan dalam suatu pernyataan ringkas tentang kebijakan lembaga tersebut kepada masyarakat luas bahwa kebijakannya itu akan dapat bermanfaat dan mendukung masyarakat, seperti misalnya mencerdaskan kehidupan bangsa, mempersiapkan masa depan anak bangsa yang lebih baik dalam mengarungi kehidupannya yang penuh tantangan dan persaingan. Kemakmuran mereka, kesejahteraan mereka, keamanan mereka dan lain sebagainya, akan terlaksana dengan baik. Kebijakan humas itu adalah memberikan penerangan kepada masyarakat yang akan dilayani tentang visi dan misi organisasi lembaga pendidikan tersebut. Masyarakat bukan saja yang berada di luar (masyarakat umum), tapi juga mereka yang menjadi atau berada di lingkungan lembaga (masyarakat khusus). Guna mencapai kebahagiaan, keberhasilan, dan kekuatan bagi pribadi maupun kelompok (masyarakat khusus), al-Qur’an memotivasi agar saling kerja sama, bersikap ramah dan menjalin persahabatan; kemudian melarang berbantahan, bermusuhan, dan bahkan bertawuran, hal ini ditegaskan dalam QS. Ali Imran/ 90
Innovatio, Vol. VIII, No. 1, Januari-Juni 2009
Komunikasi dan Humas ala Islam
3: 103 dan Al-Anfal/8: 46 dan oleh beberapa hadits Nabi. Inilah sebabnya, maka Islam mewajibkan silaturrahmi, menyayangi yang lemah, melakukan hal-hal yang dapat mendatangkan sikap/prilaku saling menyayangi, saling membantu dan memperkuat ikatan kekerabatan. Di sini pula agama menuntut kepada masing-masing untuk bersikap lembut dan halus, hormat dan sopan, berbicara yang baik dan santun, bermuka manis, tidak sombong, dan lain sebagainya; prinsip-prinsip humas ini biasanya dalam ajaran Islam disebut “Adab al-Insan ma’a al-Mujtama’” (moralitas manusia terhadap masyarakat atau dengan kata lain dapat diartikan secara bebas “prinsip-prinsip humas”).14 Dan hadits-hadits yang dipergunakan dalam pembahasan mengenai prinsip-prinsip tersebut berbasis pada beberapa hadits silaturrahmi, sebagaimana yang disebutkan di atas.
III. Hakekat Silaturrahim dan MBS Bicara tentang hakikat silaturrahmi/silaturrahim, sudah tentu pemikiran dan analisis kita tertuju pada rujukan tertinggi Islam, yaitu al-Qur’an dan al-sunnah, di dalam dua kitab tersebu akan ditemukan berbagai konsep dan teori tentang hal tersebut yang kadang masih bersifat global, oleh karenanya diperlukan dan diperkaya dengan pemikiran dan pemahaman para ahli di bidang tersebut untuk membantu memahami konsep yang kadang-kadang masih global. Silaturrahim atau silaturrahmi adalah kata majmuk yang berasal dari dua kata “shilah” yang berarti sambung/menyambung, hubungan atau memperkuat dan ‘ar-rahm” yang berarti kasih sayang atau cinta kasih; maka atas dasar itu, kata tersebut bermaksud melakukan dan memperkuat hubungan untuk mengokohkan rasa kasih sayang antar sesama sehingga melahirkan bentuk persaudaraan yang kokoh atau hubungan harmonis, melalui kegiatan tersebut terjadi perlakuan yang baik terhadap kerabat, secara singkat kata majmuk “silaturrahMuhammad Abu Bakr Ibrahim dkk., (1937), Adab al-Islam, Jilid III, Mesir: Al-Ma’arif wa Maktabatuha, hlm. 28-30. 14
Innovatio, Vol. VIII, No. 1, Januari-Juni 2009
91
Marwazi
mi” itu diartikan menyambung tali kasih. Asalnya, kata shilah yang berbentuk masdar (kata benda) tersebut berasal dari kata kerja washala yang artinya sambung atau sampai. Al-Shilah adalah salah satu ajaran Islam yang begitu penting, karena ajaran itu masuk dalam salah satu bab besar dalam beberapa kitab atau referent. Secara filosofis, kata “rahm” merupakan salah satu asma Allah yang sembilan puluh sembilan jumlahnya, ia juga terambil dari salah satu organ wanita yang di dalamnya terjadi proses perkembangan janin manusia hingga dilahirkan. Karena organ itu, wanita memiliki lebih rasa kasih sayang dari pada laki-laki. Maka barang siapa mampu mencapai sikap kasih, ia telah meneladani sifat Allah tersebut. Untuk itu, sebagaimana disebutkan dalam hadits Nabi, yang maksudnya siapa yang tidak bisa memberikan sikap kasih sayang kepada apapun, terutama manusia, maka dia tidak akan dikasihi oleh Allah Sang Pemilik kasih sayang tersebut, dalam hadits lain secara singkat disebutkan yang maknanya “siapa yang tidak menyayang tidak akan disayang”. Selama ini, tidak sedikit kaum muslimin yang kurang mencermati dampak besar silaturrahim, sehingga mereka memperlihatkan sikap yang kurang ramah, kurang pandai bergaul dengan berbagai kalangan dan lapisan, terlebih terhadap mereka yang berbeda kelompok atau keyakinan. Kondisi itu terlihat pada prilaku atau sikap tidak menjaga hubungan baik dengan kerabat, sehabat, famili, kenalan, handaitolan, apa lagi belum masuk kategori itu. Satu kenyataan, terkadang kita tidak mampu berhubungan atau bertemu seseorang atau kelompok untuk suatu keperluan penting, sedangkan sebelumnya telah ada hubungan baik. akibat ada kerenggangan. Tentu ini sebuah penyesalan akibat kurang peduli atau meremehkan silaturrahim (menyambung tali kasih sayang atau hubungan baik) atau bahkan sebaliknya yaitu merusaknya karena masalah sepele atau perbedaan kecil. Sebenarnya, Allah SWT telah memerintahkan kepada manusia ini untuk bertaqwa kepada-Nya, saling meminta tolong atas namaNya, dan memelihara silaturrahmi,15 dan Rasulullah SAW jauh hari 92
Innovatio, Vol. VIII, No. 1, Januari-Juni 2009
Komunikasi dan Humas ala Islam
telah memperingatkan secara tegas terhadap mereka yang memutus tali silaturrahim, karen pelakunya diancam akan masuk neraka, sebagaimana sabdanya yang maksudnya: “tidak akan masuk surga orang yang memutus silaturrahim (HR. Al-Bukhari dan Muslim). Dalam riwayat lain Abu Daud meriwayatkan dari Abi Bakrah yang maksudnya: “Tidak ada dosa yang lebih pantas disegerakan hukumannya oleh Allah kepada pelakunya di dunia ini juga akan dihukum di akhirat kelak kecuali pemutus silaturrahmi”. Di samping itu “… maka pemutus silaturrahim tidak akan diterima amalnya” (HR.alBukhari).16 Pada suatu hari, Muawiyah bin Abi Sofyan (pendiri Dinasti/ Khilafah Bani Umayyah) bertanya kepada Umar bin al-Khattab ra. tentang “al-muruah” (kemanusiaan), maka ia menjawab: “kemanusiaan adalah taqwa kepada Allah dan menjalin silaturrahmi”. Sebagian ahli Hikmah mengatakan: “barang siapa telah melakukan silaturahmi maka Allah juga telah menghubungkannya dengan kasih sayangNya, dan barang siapa yang telah memutus tali kasih sayang (silaturrahmi) maka Allah juga telah memutusnya dan mengharamkan kasih sayang-Nya.17 Ketika seseorang menjalin hubungan dengan siapapun tentang apa saja, baik hubungan sosial, ekonomi, kerja, agama, politk dan lain sebagainya, maka proses silaturrahmi sedang terjadi. Cuma yang belum pasti, apakan hubungan itu baik atau sebaliknya. Pada saatsaat tertentu, silaturrahmi mengalami kerenggangan bahkan putus, maka di saat itu sepatutnya diupayakan penyambungan kembali bahkan penguatan hubungan melalui silaturrahmi tersebut. Dan dampaknya bisa cepat atau setelah beberapa saat. Dampak silaturrahim, berdasarkan informasi dari hadits shahih yang diriwayatkan oleh al-Bukhari, ada dua, yaitu dampak ekonomis Q.S. An-Nisa/4: 1. As-Sayyid al-Imam Muhammad bin Ismail al-Kahlani al-Ma’ruf bi al-Amir As-Shan’any, (t.th.), Subul as-Salam: Syarh Bulugh al-Maram, Juz IV, Bandung: Dahlan. 17 Ibrahim dkk., Adab al-Islam, hlm. 36. 15 16
Innovatio, Vol. VIII, No. 1, Januari-Juni 2009
93
Marwazi
dan dampak umur. Secara ekonomi, silaturrahmi dapat mendatangkan rezeki atau memudahkan usaha atau kerja sehingga menambah pemasukan, bahkan dapat melapangkan rezeki. Sedangkan dari segi umur, silaturrahmi juga berdampak pada umur panjang, atau paling kurang, menambah usia, walaupun ini bisa dipertentangkan dengan firman Allah : “bila datang ajal manusia, maka tidak akan tertunda atau dimajukan barang sebentar pun”.18 Maka maksud dari pada menambah umur di sini adalah menambah efisiensi dan efektifitas pemanfatan waktu/umur tersebut, karena dipergunakan secara optimal umur tersebut dalam ketaatan kepada Allah sehingga banyak usia/waktu yang dapat dimanfaatkan, akibatnya umur tersebut seperti atau terasa panjang. Usia panjang di situ juga bisa difahami “dikenang atau diingat secara abadi “sehingga memberi kesan umurnya panjang. Bisa juga, yang dimaksud dari “dipanjangkan umur” adalah karenamendapat rahm Allah umurnya jadi panjang, dan jika Ia memutus rahm-Nya maka umunya jadi pendek; di sini silaturrahmi menjadi sebab untuk mendapatkan ar-rahm tersebut, dan ini sejalan dengan firman Allah dalam surat al-Ra’d/13: 39 yang maksudnya : Allah akan menghapus apa yang Ia kehendaki kemudian menetapkan gantinya dan di sisi-Nya ada kitab induk.19 Sedangkan hakekat MBS secara adalah mikro adalah model manajemen pendidikan dari sekolah, oleh sekolah, untuk sekolah yang disebut dengan Manajemen Peningkatan Mutu Pendidikan Berbasis Sekolah (MPMB) atau Manajemen Berbasis Skolah (MBS), berasal dari terjemahan School Based Management, atau di beberapa negara diistilahkan dengan Site Based Management, School Otonomy, Local Management of School. Walau istilah berbeda-beda, semua bermuara pada konsep desentralisasi pengelolaan pendidikan sampai pada level sekolah, pengeloaan secara mandiri oleh sekolah, sebagaimana selama ini telah dilakukan di sekolah-sekolah swasta dan pondok pesantren.20 18 19 20
94
Q.S.al-A’raf: 34. As-Shan’any, Subul as-Salam. Ibrahim Bafadal, (2002), “Peluang dan Tantangan Manajemen Innovatio, Vol. VIII, No. 1, Januari-Juni 2009
Komunikasi dan Humas ala Islam
Dalam perseptif modern, khususnya dalam konteks Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), silaturrahim adalah salah satu teknik dan metode serta cara mendukung tercapainya MBS, silaturrahim di sini bisa dimaknai pendekatan atau lobi-lobi (dengan motif agama) terhadap pihak-pihak lain untuk kepentingan atau keberhasilan MBS. Dan ini juga merupakan jaringan kerja (networking) terhadap pihakpihak tetentu, di mana suatu tujuan atau rencana sulit tercapai kecuali dengan dukungan jaringan tersebut. Pendekatan MBS yang memberikan kewenangan (otoritas) luas kepada kepala madrasah/sekolah dan guru-guru serta tenaga kependidikan lain, adalah potensi besar yang dapat diaktualisakan melalui silaturrahmi. Hal ini tidak menutup kemungkinan akan terbuka hijab/tabir bagi mereka hal-hal yang dapat mempercepat peningkatan mutu sekolah. Melalui silaturrahmi tersebut, peluang adanya/dapatnya dana tambahan, luasnya jangkauan dan terbukanya proses rekruitmen tenaga yang profesional, telaah kurikulum, berbagai kemungkinan kerjasama dengan fihak-fihak yang terkait dan kompeten, munculnya kesadaran akan kelemahan diri dan pengakuan adanya kemajuan fihak lain dapat memicu upaya perbaikan manajemen di sekolah atau madrasah yang dipimpin, dan lain sebagainya sehingga hal-hal mendesak yang harus segera diperbaiki dalam rangka percepatan peningkatan mutu, besar kemungkinannya untuk dapat dilakukan. Tegasnya, dalam kontek MBS, silaturrahmi adalah kunci membuka pintu masuknya kerja sama, atau peluang meminta bantu/ dukungan dari pihak yang lebih atau punya otoritas (kewenangan) dalam menentukan kebijakan. Silaturrahmi memperkokoh “ukhuwah” atau “suhbah” yakni persahabatan yang dekat (qarib) bahkan bernuansa ketuhanan karena dikelilingi rasa kasih dan sayang, rasa rela hati dan ridha Ilahi sehingga membantu keberhasilan pendekatan atau lobi. Maka, atas dasar itu, tepatlah kiranya bila salah satu syarat Berbasis Sekolah”, Makalah Konferensi Nasional Manajemen Pendidikan, Jakarta, 8-10 Agustus 2002. Innovatio, Vol. VIII, No. 1, Januari-Juni 2009
95
Marwazi
menjadi kepala madrasah atau sekolah adalah mereka yang mempunyai beberapa kemampuan, termasuk kemampuan di bidang bersilaturrahim, berhubungan dengan masyarakat, berkomunikasi, menciptakan kerja sama, banyak relasi, ligat, cekatan, luwes, ulet dan lain sebagainya. Bukan yang lemah gaul atau “kuper” (kurang pergaulan) dan sedikit relasi, sebab implementasi MBS membutuhkan banyak dukungan, termasuk dukungan dari luar, agar banyak terobosan dalam mencari peluang baik dalam pencarian dana maupun mendapatkan dukungan lain.
IV. Pola-Pola Silaturrahim Ada beberapa pola Silaturahmi yang dapat dilakukan agar hubungan baik dapat kembali dilakukan, yaitu dengan cara: a. Saling berkunjung, hal ini dapat dilakukan dengan cara datang langsung dan memperkenalkan diri kepada mereka yang belum kenal sebelumnya, dan kepada mereka yang telah kenal sebelumnya bahkan telah akrab, maka akan terjalin hubungan yang semakin baik dan akrab. Kunjungan dapat dilakukan karena ada undangan atau tidak ada, kunjungan juga bisa terjadi karena sedang mengikuti orang lain atau mengikuti acara tertentu dan lain sebagainya, sehingga dapat saling bertemu dan tejalin keakraban dan saling pengertian. Dalam kategori kunjungan langsung ini, dapat berbentuk melihat keadaan yang lain, sehingga dengan itu terjadilah keinginan membantu kekurangan dan kelemahannya, menemaninya dalam keadaan senang maupun susah, menjenguk yang sakit, mempertahankan harta dan kehormatannya, melakukan apa yang dapat mendatangkan kebaikan baginya, dan mencegah bahaya yang akan menimpanya; dan dengan begitu, maka kasih sayang mereka terhadapnya akan tulus, mereka juga akan menjadi pembela/penolongnya, hilanglah rasa kebencian dan kedengkian di antara mereka, hati menjadi jernih dan lega, dan lain sebagainya.21
96
Innovatio, Vol. VIII, No. 1, Januari-Juni 2009
Komunikasi dan Humas ala Islam
b.
Memberi salam atau selalu melakukan kontak, baik kepada mereka yang telah dikenal/diketahui maupun yang belum sama sekali. Salam dapat diberikan secara langsung karena bertemu dengan yang diberi salam, atau diberikan secara tidak langsung karena tidak bertemu, yakni berada di tempat yang jauh, maka cara yang kedua ini dilakukan dengan meminta tolong kepada orang lain yang bisa menemui orang yang dimaksud, ini biasa diistilahkan dengan “titip salam”. c. Jabat tangan. Dengan berjabat tangan, kedua belah pihak dapat menghilagkan atau mengurangi rasa kesal/dongkol di hati, ini didasarkan pada hadits Ibn Umar yang menyatakan bahwa Nabi bersabda: “berjabat tanganlah kamu sekalian, niscaya akan menghilangkan rasa kesal/dongkol dalam hatimu” (Riwayat Ibn Ady dalam kitab al-Kamil).22 Dengan itu, silaturrahmi dapat dilakukan, keharmonisan dapat ditimbulkan, dan benang kusut dapat diluruskan serta kebekuan dapat dicairkan. d. Sedekah. Ia dapat menjadi media silaturrahmi yang mengokohkan rasa kasih sayang, ini ditegaskan dalam hadits shahih yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, at-Tirmidzi, an-Nasai, Ibn Majah dan al-Hakim:”…Sedekah untuk keluarga dekat atau kerabat memiliki dua manfaat yaitu hidangan makanan dan mengokohkan hubungan”.23 Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dan Ibn Hiban, Rasulullah saw. bersabda: “sesungguhnya sedekah itu akan memadamkan kemarahan Tuhan dan mencegah dampak buruk dari kejahatan”.24 Padamnya kemarahan Tuhan, kita belum dapat membuktikan secara empirik, bisa jadi karena kita masih di dunia fana, belum ke akherat, tapi bisa juga karena kita belum dapat memahami hakikatnya, atau kita belum mampu memahami dampak itu, Ibrahim dkk., Adab al-Islam, hlm. 34. Jalal ad-Din Abd ar-Rahan bin Abi Bakr Ash-Shuyuthy (w. 911 H), (tth.), al-Jami’ ash-Shaghir, Juz I dan II, Bandung: Ma’arif, hlm. 131. 23 Ash-Shuyuthy, al-Jami’ ash-Shaghir, hlm. 50. 24 Al-Ajluni, Kasyf al-Khafa’, hlm. 22. 21 22
Innovatio, Vol. VIII, No. 1, Januari-Juni 2009
97
Marwazi
akan tetapi dampak sedekah sebagai pencegahan terhadap kejahatan sering kita rasakan di tengah-tengah kehidupan kita, di mana orang yang sering memberikan sedekah banyak fihak yang menyukainya dan membelanya. Dampak lain dari pada sedekah, sebagaimana yang ditegaskan dalam hadits adalah “…dapat menghilangkan sikap bermegah-megahan dan kesombongan”.25 Diriwayat lain ditegaskan bahwa sedekah juga dapat menembah umur, sebgaimana hadits yang menerangkan salah satu manfaat silaturrahmi. e. Mempertahankan hubungan baik dengan keluarga, sahabat atau keturunannya atau orang yang disukai semasa hidupnya, yakni hubungan baik yang telah terjalin selama ini, dengan cara berkunjung atau menyampaikan salam atau lainnya. Menurut ajaran agama, yang seperti ini merupakan keharusan bagi anak yang ingin berbakti kepada kedua orang tua, setelah mereka berdua atau salah satunya wafat. Maka tindakan ini bernuasa ibadah yang berpotensi pahala. f. Melakukan kerja sama dalam berbagai kepentingan atau kebaikan yang dapat memberikan keuntungan ekonomi atau lainnya bagi kedua-dua belah pihak, seperti usaha jasa, atau perdagangan, atau pertanian/perkebunan, atau perindustrian dan lain sebagainya. Pola ini pada hakikatnya dalam bahasa agama atau ajarannya adalah at-ta‘awun ‘ala al-birr dan at-taqwa (kerja sama dalam kebaikan dan ketaqwaan) sebagaimana yang termaktub dalam al-Quran surat al-Maidah (5) ayat 2. Dalam “Subul as-Salam IV”, al-Qarthuby mengatakan bahwa ar-rahm (kasih sayang) itu dapat dikuatkan melalui dua cara, cara umum dan cara khusus. Cara umum itu adalah rahm ad-din (kasih sayang agama), ini dilakukan melalui sikap saling kasih sayang, saling menasihati, keadilan, keinsafan, dan memberikan hak-hak yang wajib kepada yang berhak. Sedang cara khusus, kasih sayang tersebut dapat dikokohkan melalui pemberiaan hibah atau sedekah kepada kerabat, handai tolan, sehingga kasih sayang tersebut terjaga 25
98
Ash-Shuyuthy, al-Jami’ ash-Shaghir, hlm. 44. Innovatio, Vol. VIII, No. 1, Januari-Juni 2009
Komunikasi dan Humas ala Islam
dari kemungkinan hilang (putus) atau rusak. Secara total, silaturrahim dapat dilakukan dengan menghubungkan ata mengukuhkan melalui semua kebaikan yang memungkinkan dan menghindarkan segala kejahatan yang mungkin terjadi.26
V. Dampak-Dampak Silaturrahim dalam Kontek MBS a. Melapangkan Rezeki. Secara umum, Nabi Muhammad saw. menyatakan bahwa: “siapapun yang suka dilapangkan rizqinya dan dipanjangkan umumnya, hendaklah melakukan silaturrahim” (HR.al-Bukhari).27 Kata-kata “dilapangkan rezekinya” dalam hadits di atas, lebih bersifat potensial untuk mendapatkan rezeki. Hal ini dapat terjadi karena mereka yang melakukan silaturrahmi akan menemukan informasi-informasi penting tentang berbagai hal, termasuk peluang materi/rezeki, bahkan tidak jarang langsung menemukan layanan baik dari pihak yang didatangi, apakah berupa jamuan, atau diajak kerja sama ekonomis dan lain sebagainya, sehingga tercipta peluang kerja begitu lapang yang dapat melapangkan rezeki. Melalui silaturrahmi, akan terjalin kerja sama ekonomi, sehingga menambah penghasilan/pendapatan. Dengan silaturrahmi, orang telah memberikan pinjaman yang baik kepada Allah dalam bentuk pengeluaran sebagian hartanya di jalanNya, maka Ia SWT akan menggantinya dengan kelipan yang banyak,28 dan melalui silaturrahmi, kewajiban terhadap kerabat dapat dilakukan, oleh karenanya, Allah menambahkan kebaikan dan keberkatan, kemuliaan dan kenikmatan kepadanya.29 Pendapatan tidak hanya bersifat pribadi tapi juga bisa bersifat kelembagaan, karena membawa nama atau atas nama lembaga, maka Ash-Shan’any, Subul as-Salam. Ibn Hajar al-Asqalany, (t.th), Bulugh al-Maram Min Adillah al-Ahkam, Singapura: al-Haramain. 28 Q.S. al-Baqarah: 245. 29 Ibrahim dkk., Adab al-Islam, hlm. 35. 26 27
Innovatio, Vol. VIII, No. 1, Januari-Juni 2009
99
Marwazi
b.
c.
100
saat itu (di situ) kepala/pemimpin sedang melakukan perannya sebagai spoken person (juru bicara) dalam berkomunikasi dan berhubungan masyarakat, sekaligus sedang melakukan manajemen sekolah/madrasah yang didasarkan (berbasis) pada kondisi dan situasi serta tuntutan sekolah/madrasah, inilah manajemen berbasis sekolah (MBS). Sedangkan pernyataan Nabi “dipanjangkan umurnya” sebagaimana di atas akan dibahas pada nomor 2 berikut ini. Lebih Terkenang. Hadits di atas menunjukkan bahwa salah satu manfaat dari pada silaturrahmi adalah “dipanjangkan umurnya”. Dipanjangkan umurnya dapat diartikan sebagai bentuk kenangan (lebih terkenang) terhadap yang bersangkutan, sehingga lebih diingat oleh kawannya dari pada yang tidak pernah bersilaturrahmi, bahkan ketika berada di tempat yang jauh atau bahkan telah meninggal dunia, namanya sering diingat, dan sering disebut, dan ini wajar karena dapat menimbulkan kesan positif, ini sejalan dengan pernyataa nabi “dipanjangkan umurnya”. Sehingga dapampaknya, karena lebih banyak diingat atau disebut, bisa jadi akan diperhatikan, untuk itu, bila ada peluang kerja, undangan-undangan, kesempatan pelatihan, dan lain sebagainya tidak mustahil bagi orang tadi akan didahulukan untuk diberi peluang tersebut. Dan pada akhirnya juga bisa berdampak pada lapangnya (luasnya) peluang kerja, dan ini sejalan dengan keterangan sebelumnya di nomor 1. Untuk implementasi MBS, kepala madrasah/sekolah atau anggota majlis guru perlu melakukan hal-hal positif, seperti silaturrahmi, yang dapat memberikan kesan positif bagi fihak-fihak tertentu dan masyarakat umum (public). Kedekatan yang timbul akibat penguatan tali kasih, akan mendukung terhadap program-program sekolah sehingga upaya percepatan peningkatan mutu terdukung. Menimbulkan Rasa Kasih Sayang dan Kedamaian. Di samping dingat atau diperhatikan, silaturrahmi juga bisa menambah rasa kasih sayang dalam arti positif dan kedamaian, Innovatio, Vol. VIII, No. 1, Januari-Juni 2009
Komunikasi dan Humas ala Islam
maka hal ini dapat memperlancar hubungan dan mempermudah upaya tolong menolong dalam berbagai kebaikan. Sesuai dengan hakikatnya, rasa kasih sayang ini merupakan tujuan yang paling esensial dari pada sailaturrahm, karena kata “rahm” merupakan salah satu dari nama-nama yang baik (al-asma’ al-husna) yang berjumlah sembilan puluh sembilan, ia (rahim/rahm) juga terambil dari salah satu organ wanita yang di dalamnya terjadi proses perkembangan anak manusia hingga dilahirkan. Karena organ itu, kaum wanita memiliki lebih rasa kasih sayang dari pada kaum laki-laki. Maka barang siapa mampu mencapai sikap kasih, ia telah meneladani sifat Allah tersebut. Untuk itu, sebagaimana disebutkan dalam hadits Nabi, “siapa yang tidak bisa memberikan sikap kasih sayang kepada apapun, terutama manusia, maka dia tidak akan dikasihi oleh Allah Sang Pemilik kasih sayang tersebut”, dalam hadits lain secara singkat disebutkan yang maknanya “siapa yang tidak menyayang tidak akan disayang”. Sesuatu kenyataan yang telah tegas dinyatakan oleh alQur’an surat al-Rum/30: 21 bahwa tujuan perjodohan suami istri adalah mencapai rasa kasih dan sayang serta kedamaian di antara kedua belah pihak. Akan tetapi kasih dan sayang serta kedamaian itu akan hilang dan bahkan menimbulkan perceraian bila mana tidak terjadi komunikasi atau silaturrahmi yang dapat menghilangkan kesalahpahaman dan juga dapat mencairkan kebekuan sehingga hubungan menimbulkan saling pengertian. Tujuan atau dampak yang paling tinggi dari silaturrahmi adalah terciptanya kedamaian. Damai di hati adalah nikmat yang paling tinggi, semua nikmat, seperti harta yang melimpah, kendaraan yang bagus, rumah mewah, anak yang baik dan lain sebagainya tidak ada artinya dan tidak menjadi nikmat bila hati tidak damai, apa lagi bila selalu dihantui oleh rasa takut dan khawatir, dibayangi oleh rasa gundah gulai dan gelisah.30 Marwazi, 2008, “Idul Fitri, Silaturrahmi, dan Kedamaian”, makalah tidak diterbitkan, hlm. 4. 30
Innovatio, Vol. VIII, No. 1, Januari-Juni 2009
101
Marwazi
Adalah sangat ideal bila suasana kerja sama (team work) di sekolah/madrasah, saling asih, asah, dan asuh, saling melengkapi, saling tolong menolong terjadi atas dasar kasih sayang dan ketulusan serta bukan keterpaksaan atau kemunafikan, karena hal itu akan meringankan beban. Terutama kepatuhan kepada atasan, idealnya didasarkan atas ketulusan sebagai akibat dari kasih sayang bukan sebaliknya yaitu keterpaksaan. Maka ketika itulah proses manajemen berbasis sekolah begitu sehat, sehingga akselerasi peningkatan mutu akan berjalan baik dan lancar. d. Dampak Silaturrahim dalam Pemberlakuan MBS. Di samping beberapa keterangan di atas (a-c) yang terkait dengan MBS, maka salah satu tugas atau fungsi kepala madrasah adalah fungsi kehumasan, yaitu melakukan hubungan dengan anggota masyarakat luas, salah satu bentuk berhubungan dengan masyarakat melalui atau melakukan silaturrahmi. Dengan bersilaturrahmi dapat menimbulkan saling pengertian (mutual understanding) dan menghindarkan kesalahpengertian (missunderstanding), sehingga keakraban dan kedekatan bisa dilanjutkan untuk nota kesepahaman atau MoU (memorandum of understanding) dalam rangka melakukan kerja sama di berbagai hal. Maka hal ini akan mendukung percepatan peningkutan mutu pendidikan yang dikelola berdasarkan kondisi sekolah (berbasis sekolah) atau madrasah berkat dukungan dari berbagai unsur di masyarakat. Di sini silaturrahmi berperan sebagai media komunikasi yang membidani lahirnya jaringan kerja (nettworking) atau MoU yang memfasilitasi keberhasilan MBS. Kinerja yang seperti ini, tidak kering dan gersang, tapi tampak dan terasa nuansa ibadah, pengabdian kepada Sang Pencipta, Allah SWT, sehingga bila dijalankan secara tulus akan berpahala, di samping mendapatkan dampak positif bagi kepentingan manajemen berbasis sekolah/ madrasah. Secara psikologis, kepala akan merasa puas dengan upaya-upaya yang dapat mempercepat peningkatan mutu pendi102
Innovatio, Vol. VIII, No. 1, Januari-Juni 2009
Komunikasi dan Humas ala Islam
dikan di sekolahnya, sehingga insentif sebagai kepala madrasah akan diterima dan dirasakan lebih nikmat, seperi lezatnya mendapatkan minum atau makanan setelah kerja keras, ini adalah bagian dari hakikat kepuasan kerja. Atas dasar itu pula, kepala sekolah/madrasah harus punya program kunjungan atau silaturrahmi dengan orang-orang atau lembaga atau masyarakat luas yang memungkinkan dukungannya atas upaya pemberlakuan konsep MBS. Karena itu pula kepala madrasah tidak diperkenankan banyak mengajar sebagaimana guru yang tidak menjabat, agar dapat berfikir, merencakan program peningkatan mutu madrasah, dan mengimplementasikannya. Tipe kepala sekolah atau madrasah yang seperti itu, idealnya dipilih dari kalangan guru sekolah atau madrasah yang terbaik, bukan sebaliknya. Dan proses mendapatkan tipe tersebut kewenangan pemilihan kepala harus diberikan kepada sekolah, sebagai bagian dari implementasi MBS, dan sangat kecil kemungkinannya akan lahir atau mendapatkan kepala yang seperti itu bila masih didrop/ditunjuk (top down) oleh fihak atasan, hal ini di samping masih menerapkan sistem manajemen setralistik juga menafikan semangat dan substansi MBS.
VI.Kesimpulan Peran organisatoris dan kontrol kepala madrasah/sekolah terhadap kinerja staf atau bawahan yang dilakukan dengan pendekatan silaturrahmi akan melahirkan suasana asih (kasih sayang), asah (tukar fikiran), dan asuh (kepengasuhan/hadhanah), dan ini lebih diterima dan dirasakan sebagai pembinaan bukan mata-mata pencari kesalahan (su’u adz-dzann). Maka tidak mustahil bila suasana kebersamaan (ruh al-jamaah) dan kerja sama (at-ta’awun) di antara staf, karyawan, dan pimpinan dalam suatu institusi atau organisasi yang mereka berada di dalamnya semakin baik, harmonis, dan menyenangkan. Suasana ini menggambarkan institusi atau organisisi yang sehat, maka dengan itu MBS akan mempercepat peningkatan mutu bagi sekolah/madrasah tersebut. Innovatio, Vol. VIII, No. 1, Januari-Juni 2009
103
Marwazi
Idealnya, sesuai dengan makna dan substansinya, silaturrahmi akan mengokohkan tali kasih antara pimpinan dan bawahan, maka tugas dan tanggung jawab yang diberikan atau dilakukan atas dasar rasa kasih dan sayang tadi, akan terasa enak dan rela, sehingga tugas dan tanggung jawab itu semakin terasa ringan dan tulus ikhlas. Silaturrahmi juga berperan sebagai media komunikasi dan humas islami yang membidani lahirnya jaringan kerja (networking) atau MoU yang memfasilitasi keberhasilan MBS. Kinerja silaturrahmi yang seperti ini, tidak kering dan gersang, tapi tampak dan terasa nuansa ibadah, pengabdian kepada Sang Pencipta, Allah SWT, sehingga bila dijalankan secara tulus akan berpahala, di samping mendapatkan dampak positif bagi kepentingan manajemen berbasis sekolah/madrasah (MBS). Semoga.
104
Innovatio, Vol. VIII, No. 1, Januari-Juni 2009
Komunikasi dan Humas ala Islam
BIBLIOGRAFI Anonim, (2002), Al-Qur’an al-Karim, Jakarta: Departeman Agama RI Ajluni, Al-syeikh Ismail bin Muhammad al-.,(1352 H), Kasyf al-Khafa’ wa Mazil al-Ilbas amma Isytahara min al-Ahadits ala Alsinat al-Nas, Juz II, Beirut: Dar al-Turats al-Araby. Ali al-Jaram dan Mushthafa Amin, (t.th.), An-Nahw al-Wadhih fi Qawaid al-Lughah al-Arabiyah, Juz I, Mesir: Dar al-Maarif. Asqalany Ibn Hajar al-, (t.th), Bulugh al-Maram Min Adillah al-Ahkam, Singapura: al-Haramain. Bafadal, Ibrahim, (2002), Peluang dan Tantangan Manajemen Berbasis Sekolah, Makalah, Konferensi Nasional Manajemen Pendidikan, Jakarta, 8-10 Agustus 2002. Deddy Mulyana, MA.,DR, (2001), Nuansa-Nuansa Komunikasi, Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Djuaeni, M. Napis, (2005), Kamus Kontemporer Istilah Politik-Ekonomi: Indonesia-Arab, Bandung: Mizan Media Utama John M. Echols dan Hassan Shadily, (1984), Kamus Inggris Indonesia, Jakarta: PT. Gramedia. Erliana Hasan, DR., M.Si, (2005), Komunikasi Pemerintahan, Bandung: PT Refika Aditama. H. Frazier Moore, 2004, Humas: Membangun Citra dengan Komunikasi, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Hut, al-Imam asy-Syeikh Muhammad Darwisy al- (1983), Asna alMathalib fi Ahadits Mukhtalafah al-Maratib, Beirut: Dar al-Kitab al-Araby. Muhammad Abu Bakr Ibrahim dkk., (1937), Adab al-Islam, Jilid III, Mesir: Al-Ma’arif wa Maktabatuha. Marwazi, 2004, Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Madrasah, Jambi: Kanwil Agama Prov. Jambi Marwazi, 2008, Idul Fitri, Silaturrahmi, dan Kedamaian, Makalah. Disampaikan pada khutbah Idulfitri di Masjid al-Iman Komplek PU Pasir Putih Jambi, 1 Oktober 2008. Shan’any, As-Sayyid al-Imam Muhammad bin Ismail al-Kahlani alMa’ruf bi al-Amir As-, (t.th.), Subul as-Salam: Syarh Bulugh alMaram, Juz IV, Bandung: Dahlan. Shihab, M. Quraish, (2000), Secercah Cahaya Ilahi: Hidup Bersama alQur’an, Bandung: Mizan Media Utama. Innovatio, Vol. VIII, No. 1, Januari-Juni 2009
105
Marwazi
Shuyuthy, Ash-, Jalal ad-Din Abd ar-Rahan bin Abi Bakr (w.911H), (tth.), al-Jami’ ash-Shaghir, Juz I dan II, Bandung: Ma’arif.
106
Innovatio, Vol. VIII, No. 1, Januari-Juni 2009