STUDI ANALISIS PEMIKIRAN ABUL ‘ALA AL- MAUDUDI TENTANG PRINSIP- PRINSIP EKONOMI ISLAM
SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (SI) Dalam Ilmu Syari’ah
Oleh: BAMBANG SUPRIYONO NIM. 2102175
JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYAR'AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2007
أ
DEPARTEMEN AGAMA RI INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO FAKULTAS SYSRI’AH Jl. Prof. Dr. Hamka Km. 02 Telp. (024) 7601291 Semarang 50185
NOTA PEMBIMBING Lamp : 4 (empat) eks Hal : Naskah Skripsi An. Sdr. Bambang Supriyono Kepada : Yth. Dekan Fakultas Syariah IAIN Walisongo Semarang Di tempat. Assalamu’alaikum Warahmatullah. Setelah saya meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya bersama ini saya kirimkan naskah skripsi saudara: Nama
: Bambang Supriyono
NIM
: 2102175
Judul
: STUDI ANALISIS PEMIKIRAN ABUL ‘ALA ALMAUDUDI
TENTANG
PRINSIP-
PRINSIP
EKONOMI ISLAM Dengan ini saya mohon kiranya naskah skipsi tersebut dapat segera dimunaqasahkan. Demikian harap menjadikan maklum. Wassalamu’alaikum Warahmatullah Semarang,7 Desember 2007 Pembimbing I
Pembimbing II
Drs. H. Slamet Hambali NIP. 150 198 821
Ali Murtadho M.Ag NIP.150 289 379
ب
Jl.
DEPARTEMEN AGAMA RI INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO FAKULTAS SYSRI’AH Prof. Dr. Hamka Km. 02 Telp. (024) 7601291 Semarang 50185 PENGESAHAN
Skripsi Saudara NIM Judul
: Bambang Supriyono : 2102175 : STUDI ANALISIS PEMIKIRAN ABUL ‘ALA ALMAUDUDI TENTANG PRINSIPPRINSIP EKONOMI ISLAM
Telah dimunaqosahkan pada dewan Penguji fakultas Syari’ah Institut Agama Islam Negeri Walisongo Semarang, dan dinyatakan lulus dengan predikat cumlaude / baik / cukup, pada tanggal: 15 Januari 2008 Dan dapat diterima sebagai syarat guna memperoleh gelar sarjana Strata Satu (SI) tahun akademik 2007/ 2008. Semarang, 15 Januari 2008 Ketua Sidang,
Sekretaris Sidang,
Drs. Maksun, M.Ag NIP. 150 263 040
H. Slamet Hambali, M.Ag NIP. 150 198 821
Penguji I,
Penguji II,
Drs. H. Musahadi, M.Ag NIP. 150 267 754
Drs. Syahidin, M.Si NIP. 150 263 235
Pembimbing I,
Pembimbing II,
H. Slamet Hambali, M.Ag NIP. 150 198 821
Ali Murtadho, M.Ag NIP. 150 289 379
ج
Motto ض ِﻣ ْﻨ ُﻜ ْﻢ َوﻟَﺎ َﺗ ْﻘ ُﺘﻠُﻮا ٍ ﻦ َﺗﺮَا ْﻋ َ ن ِﺗﺠَﺎ َر ًة َ ن َﺗﻜُﻮ ْ ِإﻟﱠﺎ َأ ﺴ ُﻜ ْﻢ َ َأ ْﻧ ُﻔ kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. (Al-Nisa’: 29). 1
ت ُ ﻚ َﺗﻤُﻮ َ ﻚ َآ َﺄ ّﻧ َ ﺧ َﺮ ِﺗ ِ ﻋ َﻤ ْﻞ ِﻟ َﺄ ْ ﺶ َأ َﺑﺪًا وَا ُ ﻚ َﺗ ِﻌ ْﻴ َ ﻚ َآ َﺄ ﱠﻧ َ ﻋ َﻤ ْﻞ ِﻟ ُﺪ ْﻧ َﻴ ْ ِا ﻏﺪًا َ “Bekerjalah untuk duniamu seakan-akan engkau hidup selamanya dan beramalah untuk akhiratmu seakan-akan engkau mati esok” 2
1 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, diterjemahkan oleh : Yayasan Penterjemah Al-Qur’an diterbitkan dan dicetak oleh : PT. Bumi Restu, 1971, hlm. 122. 2 H.R. Ibnu Asakir.
د
PERSEMBAHAN Skripsi ini kupersembahkan kepada : Untuk Ayahanda dan Ibunda yang tercinta. Ini merupakan sebagian perjuangan dan cita- cita dari tetesan keringat dan darmamu. Dengan ridla dan doamu semoga dapat tercapai cita-citaku bahagia di dunia dan di akhirat kelak. Amin amin ya Rob al-‘Alamin. Untuk Kakakku Suwandi, Susilowati dan Haryono merupakan keluarga yang senantiasa menemaniku disaat susah maupun senang dalam menjalani
hidup
ini. Kalianlah penyemangat hidupku. Untuk keluargaku yang ada di Semarang,terima kasih telah menjadikan aku sebagai keluarga baru. Untuk pujaan hati Ajeng Putri Yang selalu mendapingi baik suka maupun duka, semoga perjalanan hidup kita diridhoi Allah SWT, Amin.
ﻩ
DEKLARASI
Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, penulis menyatakan bahwa skripsi ini tidak berisi materi yang telah pernah ditulis oleh orang lain atau diterbitkan. Demikian juga skripsi ini tidak berisi satupun pikiran-pikiran orang lain, kecuali informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan bahan rujukan.
Semarang, 8 Desember 2007 Deklarator,
Bambang Supriyono
و
ABSTRAK Dalam jual beli lepas tangan (al-bara’ah), yaitu penjual membebaskan dirinya atau tidak bertanggung jawab apabila terdapat cacat yang terdapat pada benda yang dijualnya. Maka jual beli lepas tangan (al-bara’ah) adalah si penjual lepas tanggung jawab secara hukum. Adapun jual beli syarat al-bara’ah maksudnya penjual mensyaratkan tidak bertanggungjawab apabila kemungkinan didapati ‘aib atau cacat secara nyata pada barang yang diperjual belikan. Jual beli al-bara’ah menurut Imam al-Sarakhsi adalah jual beli lepas tangan/lepas tanggung jawab atas cacat adalah apabila seseorang menjual barang, jika terjadi cacat pada barang yang dijual tersebut disebutkan bentuk cacatnya maupun tidak disebutkan bentuk cacatnya, maka penjual diperbolehkan lepas tanggung jawab atas cacat tersebut dan tidak ada lagi hak pilih (khiyar) bagi pembeli. Dalam hukum Islam, para ulama menyatakan jual beli dengan syarat berakibat batalnya jual beli itu. Di antara fuqaha yang berpendapat demikian ialah Imam Syafi’i dan Imam Maliki. Dengan demikian perjanjian jual beli yang dibuat di luar ketentuan hukum Islam atau bertentangan dengan ketentuan hukum Islam, maka jual belinya menjadi batal. Jadi bila penjual meminta dikurangi kewajibannya seperti lepas tangan terhadap cacat barang atau kerusakan barang maka perjanjian jual beli dengan syarat seperti itu menjadi batal meskipun pembeli sepakat. Implikasinya, maka bagi produsen dan konsumen dapat menarik kembali perjanjian atau membatalkan perjanjian jual beli, manakala menyimpang dari ketentuan hukum Islam, apalagi hukum Islam melarangnya. Persoalan jual beli lepas tangan (al-bara’ah) dikategorikan ke dalam jual beli yang mengandung unsur yang cacat dan juga bisa jual beli yang mengungkapkan suatu bentuk perjanjian, sebab al-bara’ah merupakan bentuk persyaratan dalam jual beli. Sementara cacat terdapat dalam permasalahan khiyar ‘aib, dalam menjelaskan keadaan yang menjelaskan keadaan barang yang mengandung unsur kecacatan merupakan suatu kewajiban, dan tidak boleh menyembunyikanya.
ز
KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya, sehingga pada kesempatan ini penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Studi Analisis Pendapat Abul ‘Ala Al- Maududi Tentang Prinsip- Prinsip Ekonomi Islam”. Ini disusun guna memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Strata 1 (satu) pada IAIN (Institut Agama Islam Negeri) Walisongo Semarang. Penulisan Skripsi ini dilakukan dengan sebaik-baiknya, tetapi penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk perbaikannya. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penulisan Skripsi ini. Untuk itu penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada : 1. Bapak Prof. Dr. H. Abdul Jamil, MA., selaku Rektor IAIN Walisongo Semarang yang telah merestui pembahasan skripsi ini. 2. Bapak Drs. H. Muhyiddin, M. Ag., selaku Dekan Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian. 3. Bapak H. Abdul Ghofur, M. Ag., selaku Kajur Muamalah yang membantu dalam poses penyusunan skripsi ini. 4. Bapak H. Slamet Hambali, M.Ag., selaku Dosen Wali sekaligus Pembimbing I dan Bapak Ali Murtadho, M.Ag., yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga dan fikiran untuk memberikan bimbingan, pengarahan dalam penyusunan skripsi ini 5. Para dosen dan staf pengajar di lingkungan Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang
yang
membekali
berbagai
menyelesaikan penyusunan skripsi ini.
ح
pengetahuan
sehingga
mampu
6. Segenap karyawan di lingkungan Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang yang telah membantu secara administrasi dalam proses penyusunan skripsi ini. 7. Bapak Juki serta Ibu Rukini (Almh) selaku orang tua penulis yang telah merestui langkah penulis untuk menggali ilmu di fakultas syari’ah IAIN Walisongo Semarang. 8. Bapak Tri Sasongko serta Ibu Trianna selaku orang tua di Semarang yang selalu megarahkan dan membimbing penulis. 9. Mbak Ani, Mas Haryono serta Pakde Tomo yang telah mendukung dan memberi bantuan baik moril maupun materiil. 10. Semua teman- teman Crew Mesjid yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang selalu mendukung, menghibur dan membantu dalam mencari data serta referensi sehingga mempermudah dalam menyelesaikan skripsi ini. 11. Semua pihak yang telah membantu baik secara moril maupun materiil dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini. Semoga Allah Swt senantiasa melipat gandakan balasan atas amal baik mereka dengan rahmat dan nikmat-Nya. Akhirnya dengan segala kerendahan hati, penulis mohon maaf jika ada kata-kata yang kurang berkenan dan semoga tulisan ini bisa memberi manfaat bagi semua. Amien.
Semarang , 8 Desember 2007 Penulis,
Bambang Supriyono
ط
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ........................................................................................
i
NOTA PEMBIMBING ...................................................................................
ii
PENGESAHAN ................................................................................................ iii DEKLARASI .................................................................................................... iv MOTTO ............................................................................................................
v
ABSTRAK ........................................................................................................ vi KATA PENGANTAR ...................................................................................... vii PERSEMBAHAN ............................................................................................. ix DAFTAR ISI ..................................................................................................... BAB I
x
: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah .............................................................
1
B. Rumusan Masalah ......................................................................
6
C. Tujuan Penelitian .......................................................................
6
D. Telaah Pustaka ...........................................................................
7
E. Metode Penelitian ...................................................................... 11 F. Sistematika Penulisan Skripsi .................................................... 13 BAB II : KONSEP DASAR EKONOMU ISLAM A. Pengertian Ekonomi Islam .......................................................... 15 B. Dasar- dasar Ekonomi Islam ....................................................... 18 C. Prinsip- prinsip Ekonomi Islam ................................................. 25 BAB III : PEMIKIRAN
ABUL
‘ALA
AL-
MAUDUDI
TENTANG
PRINSIP- PRINSIP EKONOMI ISLAM A. Biografi Abul ‘Ala Al- Mududi .................................................. 38 B. Karya- karya Abul ‘Ala Al- Maududi ........................................ 43 C. Prinsip- prinsip Ekonomi Islam Menurut Abul ‘Ala AlMaududi ...................................................................................... 45
ي
D. Landasan Pemikiran Abul ’Ala Al- Maududi Tentang Ekonomi Islam ............................................................................ 56 BAB IV : ANALISIS
PRINSIP-
PRINSIP
EKONOMI
ISLAM
MENURUT ABUL ‘ALA AL- MAUDUDI A. Analisis Prinsip- Prinsip Ekonomi Islam Menurut Abul ‘Ala Al- Maududi ................................................................................ 64 B. Analisis Landasan Pemikiran Abul ‘Ala Almaududi Tentang Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam ................................................... 78 BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan ................................................................................ 86 B. Saran-saran ................................................................................. 86 C. Penutup ....................................................................................... 87
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT PENDIDIKAN PENULIS
ك
1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ekonomi senantiasa menjadi hal yang menarik untuk dikaji baik dalam ruang lingkup keluarga, masyarakat bahkan negara. Ekonomi merupakan aspek yang sangat vital dalam kehidupan manusia. Karenanya perhatian dan upaya terus dilakukan untuk mecari pemecahan masalah dalam aspek ini. Banyak penelitian telah dilakukan untuk menyelesaikan masalah ekonomi tersebut. Walaupun begitu, usaha untuk mencari penyelesaian yang tepat dan akurat dalam mengatasi masalah ini secara keseluruhan banyak menemui kegagalan dan sangat sedikit keberhasilan yang diperoleh.1 Bagi umat Islam sendiri, Kegagalan dalam usaha perbaikan dan peningkatan ekonomi masyarakat dinilai karena pelaksanaan sistem ekonomi yang jauh dari landasan moral (agama). kebanyakan orang Islam sendiri lebih cenderung menerapkan sistem ekonomi kapitalis yang bersifat mementingkan diri sendiri dan tidak mempedulikan nilai-nilai moral seperti persaudaraan, kasih sayang dan bermurah hati.2 Akibatnya kesenjangan sosial, penindasan terhadap kaum lemah masih kerap terjadi di masyarakat.
Padahal, Islam
sebagai agama telah mengajarkan dasar-dasar ekonomi yang seharusnya dijadikan pedoman bagi umatnya.
1
Afzalur Rahman, Economic Doctrin of Islam, Terj. Soeroyo Ngastain, Doktrin Ekonomi Islam, Jilid I, Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf, 1995, hlm. 1 2 Ibid, hlm. 4
2
Al-Qur’an sebagai pedoman hidup umat Islam
mengajarkan
kepemilikan harta yang tidak hanya bersifat pribadi semata (QS. 14 : 51), tetapi juga bersifat sosial yaitu pemanfaatan harta untuk kepentinagn masyarakat. Dengan anjuran dan perintah berzakat, bersedekah dan berkurban. Serta perintah-perintah seperti pemanfaatan kekayaan alam dan keadilan. Namun prinsip-prinsip ekonomi yang telah diajarkan dalam Al-qur’an sering kali dilupakan atau tidak maksimal dilaksanakan oleh umat Islam sendiri. Akibatnya kondisi perekonomian umat Islam khususnya di Indonesia masih dalam keadaan memprihatinkan. Padahal bila salah satu prinsip Islam, seperti zakat dikelola secara maksimal, masalah kesenjangan
sosial bisa
sedikit demi sedikit teratasi. Fenomena kesenjangan sosial dan makin buruknya kondisi ekonomi bangsa terutama umat Islam mendorong keinginan beberapa kalangan untuk mennghidupkan kembali dan mengkaji ulang ilmu ekonomi Islam yang secara garis besar telah tertuang dalam Al-Qur’an. Maraknya perbankan syariah merupakan wujud bergairahnya kembali semangat umat Islam untuk mengembangkan ekonomi umat. Di kembangkannya bank syariah sebagai bentuk perlawanan terhadap parktek riba yang semakin merajalela.3 Upaya pengembangan pemikiran dan praktek tentang ilmu ekonomi Islam sebenarnya telah menjadi perhatian dan kajian para ilmuwan muslim sejak dulu. Apalagi pada abad 19 dimana merupakan abad kebangkitan umat Islam dari kemunduran yang telah lama di derita. Pembahasan masalah 3
Abdullah Saeed, Islamic Banking and Interest : a Study of Riba and Is Contemporary Interpretation Menyoal Bank Syariah Kritik Atas Interpretasi Bungan Bank Kaum Neo Revivalis, (terj), Jakarta : Paramadina, 2004, hlm. 6
3
ekonomi menjadi bagian integral dari kebangkitan suatu bangsa dari penjajahan terhadap bangsa lain. Karena disadari ekonomi merupakan hal yang sangat terkait dengan kemajuan politik suatu negara. Sehingga akan kita temui tokoh muslim yang tidak hanya membicarakan tentang politik tetapi tentang perkembangan ekonomi umat. Al-Maududi adalah seorang tokoh pembaharu muslim
India yang
sangat terkenal dan diperhitungkan sumbangan pemikirannya bagi bangsanya waktu itu. Pemikirannya terkait dengan bidang politik dan pemerintahannya cukup terkenal hingga sekarang. Di sisi lain kecerdasan Al-Maududi juga melahirkan pula teori-teori ekonomi Islam yang juga tidak kalah manfaatnya dengan kajian politik yang ditawarkan. Sayangnya kalangan Islam lebih mengenal Al-Maududi sebagai politikus Islam apalagi dengan karya monumentalnya Islamic Law and Constitution. Sementara hasil pemikiran ekonominya dituangkan dalam buku Usus Al Iqtishad Bainal Islami Wa AlNadm Al-Mu’ashirah Wa Mu’dhilat Al Iqtisha Wahallaha Fi Al-Islami. Abul A’la Al-Maududi yang merupakan salah satu pemikir Islam yang berpengaruh di paruh pertama abad kedua puluh berupaya menunjukkan relevansi Islam dengan masyarakat sekarang. Menurut Al-Maududi, masyarakat harus diorganisasikan berdasarkan Al-Qur’an dan Sunah Nabi, yang berarti bahwa nilai-nilai, prinsip-prinsip, hukum-hukum, dan aturanaturan yang terkandung didalam Al-Qur’an dan Sunah harus dipegang disemua aspek kehidupan, baik itu aspek sosial, politik, ekonomi, pendidikan, hukum, maupun administrasi. Selanjutnya dikemukakan pula bahwa tidak satupun hukum yang dinyatakan dalam Al-Qur’an dan Sunah perlu ditafsir
4
ulang atau dimodifikasi. Orang-orang Islam perlu menerima hukum-hukum Al-Qur’an dan sunah dan
menerapkannya tanpa
modifikasi,
tanpa
pertimbangan waktu atau tingkat perkembangan sosial ekonomi.4 Pemikiran ekonomi Islam Al-Maududi dinyatakan dalam beberapa prinsip yang membangun
sistem ekonomi Islam. Prinsip ekonomi yang
dimaksud antara lain : Pertama, perbedaan antara yang halal dan yang haram mengenai jalan mencari kekayaan, karena Islam tidak membenarkan bagi umatnya untuk mencari kekayaan semau mereka. Kedua, larangan menimbun harta.
Ketiga,
perintah
untuk
membelanjakan,
Al-Maududi
tidak
membenarkan bahwa dalam membelanjakan harta dengan cara royal dan boros untuk kepuasan hawa nafsu saja, tetapi ia menyuruh membelanjakan harta disertai
syarat
fisabilillah5.
Keempat.
Zakat.
Islam
memerintahkan
membelanjakan harga yang didapat kepada yang berhak dengan tujuan agar harta tidak terkumpul pada segolongan orang sekaligus sebagai pembentukan akhlak dermawan dan murah hati. Sebagaimana QS. Surat At Taubah : 103 :
ن ﻋَﻠ ْﻴ ِﻬ ْﻢ ِإ ﱠ َ ﻞ ﺻﱢ َ ﻄﻬﱢ ُﺮ ُه ْﻢ َو ُﺗ َﺰآﱢﻴ ِﻬ ْﻢ ِﺑﻬَﺎ َو َ ﺻ َﺪ َﻗ ًﺔ ُﺗ َ ﻦ َأ ْﻣﻮَاِﻟ ِﻬ ْﻢ ْ ﺧ ْﺬ ِﻣ ُ ﻋﻠِﻴ ٌﻢ َ ﺳﻤِﻴ ٌﻊ َ ﻦ َﻟ ُﻬ ْﻢ وَاﻟﱠﻠ ُﻪ ٌ ﺳ َﻜ َ ﻚ َ ﺻﻠَﺎ َﺗ َ Artinya : “Ambillah sedekah dari harta mereka denagn sedekah itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka”.6
4
Ibid, hlm. 5 Abul ‘Ala Almaududi, Ususu Al Iqtishod Bainal Islami Wa Al Nadzmu Mu’ashiroh Wa Mu’dilati Al Iqtishod Wahallaha Fi Al Islami, tt, hlm. 133 6 Soenarjo, dkk, Al Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta : intermassa : 1971, hlm. 297. 5
5
Kelima,
hukum waris,
Islam
selangkah
lebih
maju
dengan
memasukkan hukum waris sebagai salah satu cara perolehan harta. Keenam, pembagian harta perang, yang harus disisihkan juga untuk kepentingan rakyat. Dan ketujuh, perintah berhemat dalam pembelanjaan. Nampak sekali bahwa Al-Maududi merupakan tokoh yang sangat berpegang teguh pada Al Qur’an (tekstualis). Konsep negara yang ditawarkan antara lain di dasarkan pada keyakinan Islam sebagai agama yang paripurna yang mengatur kehidupan manusia termasuk politik. Sehingga sangat dilarang bagi umat Islam meniru sistem Barat.7 Pandangan yang bisa dikatakan tetutup terhadap ide-ide barat akan nampak terlihat pula pada pemikiran Al-Maududi tentang prinsip-prinsip ekonomi Islam.
Ekonomi Islam bukan kebebasan
individual seperti sistem kapitalis, dan bukan pula pengakuan terhadap kepemilikan bersama sebagaimana sistem komunis. Dalam Islam, kebebasan ekonomi bukanlah tanpa batas dan pengendalian,8 sebagaimana dua sistem yang berkembang di Barat tersebut. Mengkaji dan mempelajari hasil pemikiran para Tokoh tentang ekonomi Islam merupakan salah satu cara yang paling efektif untuk mencapai tujuan yang diinginkan yaitu pemahaman yang komprehensif tentang ekonomi Islam. Karena pemikiran para tokoh muslim selalu didasarkan pada Al Qur’an dan Hadis sebagai sumber pokok pengetahuan dalam Islam., tak terkecuali pengembangan pemikiran ekonomi Islam. Al-Maududi merupakan tokoh yang 7
Izzah, “Konsep Theo-Demokrasi Menurut Abu ‘Ala AL Maududi dan relevansinya dengan Perpolitikan di Indonesia”, Skripsi, 2006,FAkultas Syariah IAIN Walisongo Semarang ,tidak diterbitkan. 8 Sayyid Abul a’la Maududi, Islamic Economic System Principles and objectives, Markazi Maktaba Islami Delhi, 1998, Hlm.18
6
penting untuk dikaji mengingat pemikirannya yang masih sangat pure Islam, yang sangat layak sekali dijadikan referensi utama bagi pengembangan sistem ekonomi Islam baik teoritis maupun praktis. Karenanya mengkaji lebih dalam tentang prinsip-prinsip Ekonomi Islam yang dikemukakan Al-Maududi menjadi keterrtarikan tersendiri, apalagi selama ini Al-Maududi lebih dikenal sebagai Ahli politik Islam. Sehingga hal ini mendorong keinginan penulis untuk mengangkatnya menjadi penelitian dengan judul
STUDI ANALISIS PEMIKIRAN ABU AL-A’LA AL-
MAUDUDI TENTANG PRINSIP-PRINSIP EKONOMI ISLAM.
B. Rumusan Masalah Dengan berdasarkan uraian diatas maka yang hendak dijadikan rumusan masalah adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana prinsip-prinsip ekonomi Islam menurut Abu Al- A’la AlMaududi? 2. Bagaimana landasan
pemikiran Abu Al- A’la Al-Maududi tentang
ekonomi Islam?
C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah : 1. Untuk mendeskripsikan prinsip-prinsip ekonomi Islam menurut Abu AlA’la Al-Maududi 2. Untuk mendeskripsikan bagaimana landasan pemikiran Abu Al- A’la AlMaududi tentang ekonomi Islam
7
D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan memiliki manfaat teoritis maupun praktis. Manfaat teoritis penelitian diharapkan dapat memperkaya teori-teori ekonomi Islam dengan menggali pemikiran Ilmuwan muslim dari berbagai masa. dalam penelitian ini dikhususkan pada pemikiran Al-Maududi. Manfaat praktis diharapkan dapat memberikan kerangka acuan tentang pelaksanaan ekonomi Islam sehingga dapat diterapkan secara lebih nyata oleh pelaku ekonomi muslim baik dalam dunia bisnis, perbankan, perdagangan, dan pengembangan bidang ekonomi yang lain.
E. Telaah Pustaka Telaah pustaka merupakan bagian pentinng dari penelitian. Karenanya hal ini juga dilakukan dalam rangka memudahkan pembahasan masalah penelitian sekaligus sebuah langkah untuk menghindari duplikasi penelitian yang akan dilakukan. Bahan telaah pustaka selain berupa buk-buku yang mendukung penelitian juga dikemukakan hasil penelitian terdahulu, sebagaimana disajikan dibawah ini. Buku karya Ibrahim Lubis yang berjudul Ekonomi Islam Suatu Pengantar I (Radar Jaya, 1994). Dalam buku ini dijelaskan beberapa prinsip ekonomi Islam menurut beberapa seperti Al Farabi, Ibnu Sina termasuk pula Prinsip-prinsip ekonomi Islam Al-Maududi yang menjadi focus kajian penelitian. Sementara dalam bukunya Afzalur Rahman yang berjudul Doktrin Ekonomi Islam mengatakan bahwa prinsip dasar sistem ekonomi Islam adalah
8
Pertama kebebasan individu, karena dengan kebebasan ini individu muslim mempunyai hak sepenuhnya untuk berpendapat atau membuat suatu keputusan yang dianggap perlu dalam sebuah negara Islam. Kedua distribusi kekayaan secara meluas, prinsip ini mencegah adanya penumpukan kekayaan pada kelompok kecil tertentu dan menganjurkan distribusi kekayaan kepada semua lapisan masyarakat. Didalam buku ini juga diterangkan prinsip-prinsip sistem ekonomi sosialis dan kapitalis yang mana kedua sistem tersebut banyak digunakan diberbagai negara maju.9 Buku berikutnya adalah karya Adiwarman Azwar Karim dengan judul Ekonomi Makro Islam mengatakan bahwa prinsip-prinsip ekonomi Islam diibaratkan sebagai bangunan yang mana ekonomi Islam didasarkan atas lima nilai universal yakni Tauhid (Keimanan), adl (Keadilan), Nubuwwah (Kenabian), Khilafah (Pemerintahan), Ma’ad (Hasil). Kelima nilai tersebut maka dibangunlah tiga prinsip yang menjadi cirri dan cikal bakal sistem ekonomi Islam yaitu kepemilikan multi jenis, kebebasab bertindak atau berusaha dan keadilan sosial.10 Karya Abu Al- A’la Al-Maududi menjadi bahan kaijan penting dari penelitain ini adalah
buku yang berjudul Esensi Al-Qur’an, yang
diterjemahkan oleh M.M Syarif telah diterangkan tentang ajaran-ajaran AlQur’an tentang ekonomi yang membahas prinsip-prinsip dasar ekonomi. Bahwa seseorang tidak berhak secara bebas mengambil dan mengekspolitasi sumber-sumber daya alam sekehendaknya, karena itu semua merupakan hak
9
Afzalur Rahman, Op. cit., hlm. 8 Adiwarman Azwar Karim, Loc. Cit., hlm. 17
10
9
tuhan semata bukan yang lain. Al-Qur’an juga telah menegaskan berulangulang bahwa tuhan telah menyediakan karunianya untuk kebutuhan mereka bukanlah kehendak Allah agar manusia menyia-nyiakan semua itu dan hidup sebagai rahib. Bagaimanapun ia menghendaki agar manusia bias membedakan barang yang bersih dan yang kotor, halal dan haram dan agar manusia menggunakan yang bersih dan halal serta bersikap sederhana.11 Buku selanjutnya adalah karya Mahmud Abu Saud yang berjudul GBEI (Garis-Garis Besar Ekonomi Islam) mengatakan bahwa ada tiga konsep dasar ekonomi Islam, yang Pertama bahwa manusia untuk kelangsungan hidup didunia adanya pemenuhan kebutuhan secara biologis, tetapi pemenuhan itu bukan merupakan tujuan akhir dalam hidup manusia, dia harus meletakkan kebutuhannya dalam kemampuan mental dan fisik dengan merubahnya menjadi kebutuhan akan menyembah Allah yang menciptakannya. Kedua beriman kepada keesaan Allah. Ketiga dalam situasi apapun aturan Islam harus berlaku, karena ekonomi adalah bagian penting kehidupan manusia dalam segala bidang. Dalam meletakkan dasar-dasar ekonomi Islam diperlukan praktek dasar secara bersamaan untuk menunjukkan koeksistensi sebagai atu keadaan yang tidak dapat dilaksanakan secara terpisah, untuk itu masyarakat harus siap menerapkan sistem Islami lainnya seperti bidang hukum, sosial, dan politik dalam waktu yang sama, tanpa itu semua atauran ekonomi Islam tidak akan stabil dan tidak akan aktif.12
11
Abul ‘Ala Almaududi, Esensi Al-Qur’an Filsafat, Polotik, Ekonomi, etika, Bandung: Mizan, 1994, hlm. 72 12 Mahmud Abu Saud, GBEI (Garis-Garis Besar Ekonomi Islam), Yogyakarta: Gema Insani Prees, hlm. 17
10
Sementara hasil penelitian yang dianggap sebagai bahan telaah pustaka yang penting antara lain penelitian yang dilakukan oleh Konsep TheoDemocracy menurut Abu ‘Ala Al-Maududi dan Relevansinya
dengan
perpolitikan di Indonesia (Skripsi, 2006). Hasi penelitian dapat disimpulkan tiga konsep dasar negara menurut Al-Maududi yaitu : Pertama, Islam aadalah suatu agama yang paripurna, lengkap dengan pentunjuk untuk mengatur semua kehidupan manusia, termasuk dalam bidang politik. Kedua, adanya kekuasaan tertinggi dalam politik disebut kedaulatan yang berada ditangan Allah. Manusia dalam hal ini hanya sebagai pelaksana kedaulatan Allah yaitu sebagai khalifah di muka bumi yang harus tunduk pada kekuasaan dan hukum Allah dalam Al Qur,an dan Sunnah. Dan ketiga, sistem politik Islam adalah sustu sistem universal dan tidak mengenal batas-batas dan ikatan-ikatan geografi, bahasan dan kebangsaan. Hasil penelitian berikutnya menunjukkan bahawa konsep Negara Al-Maududi yang mencoba mnyatukannya dengan agama ternyata banyak dijadikan referensi oleh sekelompok orang dengan agenda yang di usung adalah formalisasi syariat Islam. Sementara dalam tataran organisasi sosial kemasyarakatan ada yang berusaha menjadikan pemikiran
khilafah Al-Maududi sebagai sistem pemerintahan negara
Indonesia. Penelitian berikutnya studi Kritik Terhadap Konsep Syuro Menurut Abu Al-A’la Al-Maududi oleh Ulin Nuha (skripsi, 2007). Hasil penelitian menunjukkan bahwa syuro menurut Al-Maududi merupakan pelaksanaan tukar pendapat, diskusi dan penelitian dikalangan kaum cendekiawan atau tokoh sebagai perwakilan dari rakyat, yang hasilnya dijadikan sebagai suatu
11
keputusan dan peraturan dalam konteks kenegaraan. Pelaksanaan syuro harus merujuk prinsip-prinsip yang telah diatur dalam Al Qur’an. Untuk selanjutnya penelitian ini menjelaskan pula bahwa konsep syuro dalam negara Islam menurut Al-Maududi sangat relevan dengan zaman sekarang. Sebuah negara dalam bentuk apapun membutuhkan adanya pihak-pihak yang mengontrol kinerja penguasa. Majelis Syuro yang sama artinya denagn lembaga legislative sekarang dapat menjalankan peran kontrol tersebut. Meskipun di sisi lain pelarangan wanita sebagai anggota majelis syuro tidak lagi relevan denagn kondisi sekarang yang telah memberikan ruang yang sama bagi laki-laki dan perempuan dalam bidang politik.
F. Metodologi Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif . Karena data-data yang dibutuhkan dalam penelitian diperoleh melalui buku-buku, artikel dan catatan lainnya yang ada relevansinya dengan permasalahan penelitian. Dan untuk selanjutnya ditelaah sehingga akan diperoleh teori, hukum, dalil, prinsip, gagasan yang akan dikemukakan para ahli terdahulu yang akan diteliti dan akan berusaha mengungkapkan pikiran secara sistematis.13 2. Metode Pengumpulan Data Untuk memperoleh data-data yang dibutuhkan dalam penelitian, penulis menggunakan metode kepustakaan atau Library Research, yaitu menelaah buku-buku, majalah, naskah-naskah, dokumen-dokemn dan lain13
Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosal, Yogyakarta : Gajah Mada University, 1993, hlm. 30.
12
lain. Dalam
hal ini, penulis mengumpulan buku-buku dan kepustakaan
lainnya yang terkait dengan masalah penelitian yaitu kahian tentang prinsipprinsip ekonomi Islam. 3. Sunber Data a. Sumber Data Primer Sumber-sumber primer yang akan penulis gunakan yaitu : buku karangan Abu Al- A’la Al-Maududi yang berjudul Usus Al Iqtishod Bainal Islami Wa Al-Nadm Al-Mu’ashirah Wa Mu’dhilat Al Iqtishad Wahallaha Fi Al-Islami (1960) dan Islamic Economic Sistem Principles And Obyektivesc (1998). b. Sumber Data Skunder Sumber data skunder adalah informasi yang tidak secara langsung mempunyai wewenang dan tanggung jawab terhadap informasi yang ada padanya.14 Data skunder ini meliputi berbagai bahan yang secara tidak langsung berkaitan dengan pokok permasalahan berupa pemikiran tokoh-tokoh lain. Ternik ini berguna bagi penulis dalam mengkaji bahan-bahan yang langsung maupun berbagai bahan atau data yang tidak secara langsung berhubungan dengan pemikiran Abu Al- A’la Al-Maududi. 4. Metode Analisis Data Dari data yang terkumpul kemudian akan penulis analisis dengan menggunakan metode deskriptif analisis yaitu suatau metode analisis
14
63
Muhammad Ali, Penelitian Kependidikan Prosedur dan Strategi, Bandung: 1993, hlm.
13
untuk
memecahkan
masalah
yang
sedang
diselidiki
dengan
menggambarkan keadaan subyek atau obyek penelitian berdasarkan faktafakta yang tampak atau sebagaimana adanya.15 Dengan metode tersebut penulis berusaha memberikan deskripsi atau gambaran tentang prinsip-prinsip ekonomi Islam menurut Abu AlA’la Al-Maududi. Selanjutnya penulis berusaha untuk menganalisis obyek sesuai dengan pemahaman penulis.
G. Sistematika Penulisan Dalam penulisan skripsi ini pembahasannya terdiri dari lima bab dan masing-masing bab terdiri bebrapa sub bab. Secara rinci dapat penulis kemukakan bahwa sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut : Bab I PENDAHULUAN Bab ini penulis mengemukakan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, telaah pustaka serta metodologi penelitian dan sistematika penulisan Bab II KONSEP DASAR EKONOMI ISLAM Bab kedua merupakan landasan teori yang memaparkan tentang pengertian ekonomi Islam, dasar-dasar ekonomi Islam, dan Prinsipprisip ekonomi Islam. Bab III PEMIKIRAN ABU AL- A’LA AL-MAUDUDI TENTANG PRINSIP-PRINSIP EKONOMI ISLAM
15
hlm. 63
Hadri Nawawi, Metode Penelitian Terapan, Yogyakarta: Gajah Mada University Prees,
14
Bab ini terdiri atas dua sub bab. Sub bab pertama adalah biografi Abul ‘Ala Al-Maududi dan
karya-karyanya, sedangkan sub bab kedua
membahas tentang pemikiran ekonomi Islam Abu Al- A’la AlMaududi yang terdiri dari dua pembahasan yaitu prinsip-prinsip ekonomi Islam menurut Abu Al- A’la Al-Maududi dan landasan pemikiran ekomoni Islam Abu Al- A’la Al-Maududi Bab IV ANALISIS PEMIKIRAN ABUL ‘ALA ALMAUDUDI TENTANG PRINSIP-PRINSIP EKONOMI ISLAM. Bab ini merupakan analisa hasil penelitian yang terdiri dari analisa terhadap prinsip-prinsip ekonomi Islam menurut Abu Al- A’la AlMaududi dan analisa landasan pemikiran Abu Al- A’la Al-Maududi tentang ekonomi Islam. Bab V PENUTUP Bab ini terdiri atas simpulan, saran-saran, dan penutup.
15
15
BAB II KONSEP DASAR EKONOMI ISLAM
A. PENGERTIAN EKONOMI ISLAM Secara bahasa, ekonomi sendiri adalah berasal dari bahasa Yunani, Oicos dan Nomos. Oicos berarti rumah dan Nomos berarti aturan, jadi dapat di simpulkan ekonomi ialah aturan-aturan untuk menyelenggarakan kebutuhan hidup manusia di dalam rumah tangga, baik dalam rumah tangga rakyat maupun dalam rumah tangga negara, yang dalam bahasa Arab dinamakan Mua'malah Maddiyah yaitu aturan-aturan tentang pergaulan dan perhubungan manusia mengenai kebutuhan hidupnya.1 Pengertian ekonomi secara istilah dapat diartikan sebagai suatu ilmu yang menyelidiki soal-soal pemenuhan keperluan jasmaniah manusia dalam arti mencari keuntungan atau mengadakan penghematan untuk kepentingan hidup. Atas dasar ini, maka pengetahuan dan penyelidikan mengenai asas-asas penghasilan (produksi) pembagian (distribusi) dan pemakaian barang-barang serta kekayaan (seperti hal keuangan, perindustrian, perdagangan dan lain sebagainya) adalah serana ekonomi tersebut.maka hidup manusia ini diliputi oleh soal-soal ekonomi baik dalam mengatur urusan rumah tangga, menjaga kehematan dalam Out Put dan Input hingga ekonomi ini merupakan suatu ilmu yang luas bidangnya. Sebenarnya ekonomi tidak dapat dibatasi oleh jalan
1
hlm. 30
Zainal Abidin Ahmad, Dasar- Dasar Ekonomi Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1979,
16
ilmu yang tertentu namun ia mencakup kebijaksanaan manusia dalam menjangkau soal hidup dan perjalan hidupnya oleh sebab itu bermacammacam pendapat mengenai ekonomi itu.2 Menurut Monzer Kahf ekonomi didefinisikan sebagai kajian tentang perilaku manusia dalam hubungannya dengan pemanfaatan sumber-sumber produktif yang langka untuk memproduksi barang-barang dan jasa-jasa serta mendistribusikannya untuk dikonsumsi dengan demikian bidang garapan ekonomi adalah salah satu sektor dalam prilaku manusia yang berhubungan dengan produksi, distribusi dan konsumsi.3 Sementara pengertian Ekonomi Islam dapat didefinisikan sebagai cabang ilmu pengetahuan yang dapat membantu mewujudkan human wellbeing (manusia menjadi lebih baik) melalui pengalokasian pendistribusian sumber daya alam yang langka sesuai dengan ajaran Islam, tanpa mengabaikan kebebasan individual atau terus menciptakan kondisi makro ekonomi yang semakin baik dan mengurangi terjadinya ketidak seimbangan ekologi. Definisi ekonomi Islam diungkapkan secara berbeda-beda oleh para ahli, dintaranya sebagaimana dikemukakan oleh
Hasanuz Zaman yang
mendefinisikan ekonomi Islam sebagai berikut "Islamic economics is the knowledge and application and rules of the shari'ah that prevent injustice in the requisition and disposal of
2
Fuad M. Fachruddin, Ekonomi Islam, Jakarta: Mutiara, 1982, hlm. 75 Monzer Kahf, the Islamic Economy : Analytical of the Functioning of the Islamic Economic System : Ekonomi Islam Telaah Analitik Terhadap Fungsi Sistem Ekonomi Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995, hlm. 2 3
17
material resources in order to provide satisfaction to human being and enable them to perform they obligations to Allah and the society" Ekonomi Islam adalah pengetahuan dan penerapan hukum syar'iah untuk mencegah terajdinya ketidak adilan atas pemanfaatan dan pembuangan sumber-sumber material dengan tujuan untuk memberikan kepuasan manusia dan melakukannya sebagai kewajiban kepada Allah dan masyarakat. Rumusan yang sama juga di kemukakan M. Nejatullah Siddiqi, bahwa: "Islamic ekonomics is the muslim thinker response to the economic challenges of their times. In this endeavor they were aided by the qur'an and the sunna as well as by reason and experience" Ekonomi Islam adalah pemikir muslim yang merespon terhadap tantangan ekonomi pada masanya. Dalam hal ini mereka dibimbing dengan Al-Qur'an dan As-Sunnah beserta akal dan pengalaman Sedangkan Syeh Nawab Heider Naqvi mendefinisikan "Islamic economics is the representative muslim's behavior in a typical muslim society" ekonomi Islam merupakan representasi perilaku muslim dalam suatu masyarakat muslim tertentu. M. Akhram Khan mendefinisikan "Islamic economics aims the study of human falah (well being) achieved by organizing the reso urces of the eart on basis of cooperation and partisipation" Ekonomi Islam bertujuan untuk mempelajari kemenangan manusia (agar menjadi baik) yang dicapai melalui pengorganisasian sumber daya alam yang didasarkan pada kerja sama dan partisipasi. Selanjutnya Ahli lain yaitu M.A. Mannan mendefinisikan ekonomi Islam sebagai :
18
"Islamic economics is a social which studies the economics problem of a people imbued with the values of Islam" ekonomi Islam merupakan suatu studi sosial yang mempelajari masalah ekonomi manusia berdasarkan nilai-nilai Islam.4 Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa ekonomi Islam adalah suatu kajian tentang prilaku manusia dalam hubungannya dengan pemanfaatan sumber-sumber produktif yang langka untuk memproduksi barang-barang dan jasa-jasa serta mendistribusikannya untuk dikonsumsi dengan demikian bidang garapan ekonomi adalah salah satu sektor dalam prilaku manusia yang berhubungan dengan produksi, distribusi dan konsumsi berdasarkan atas ajaran-ajaran agama Islam.
B. DASAR- DASAR EKONOMI ISLAM Ekonomi Islam dapat diibaratkan satu bangunan yang terdiri atas landasan, tiang, dan atap. Landasan ekonomi Islam terdiri dari lima komponen dasar, yaitu: Tauhid, Adl, Nubuwwah, Khilafah, dan Ma'ad.5 a. Tauhid Tauhid merupakan fondasi ajaran Islam. Dengan Tauhid, manusia menyaksikan bahwa "Tiada sesuatupun yang layak disembah selain Allah". Dan "Tidak ada pemilik langit, bumi dan isinya selain dari pada Allah". Allah adalah pencipta alam semesta dan isinya dan sekaligus pemiliknya, termasuk pemilik manusia dan seluruh sumber daya yang ada. 4
Muhammad, Ekonomi Mikro Dalam Perspektif Islam, Yogyakarta: BPFE, hlm. 5-7 Adiwarman A Karim, Ekonomi Islam Suatu Kajian Kontemporer, Jakarta: Gema Insani, 2001, hlm. 176 5
19
Karena itu, Allah adalah pemilik hakiki. Manusia hanya diberi amanah untuk "memiliki" untuk sementara waktu, dan sisi lain bisa merupakan ujian bagi sebagian manusia. Dalam Islam, segala sesuatu yang ada tidak diciptakan dengan siasia, tetapi memiliki tujuan. Tujuan diciptakannya manusia adalah untuk beribadah kepadaNya. Karena itu segala aktifitas manusia dalam hubungannya dengan alam (sumber daya) dan manusia (mu'amalah) dibingkai dengan keragka hubungan dengan Allah. Hal ini harus disadari bahwa akhirnya aappun yang dilakukan manusia akan dipertanggung jawabkan kepada Allah, termasuk aktivitas ekonomi. b. Adl Allah adalah pencipta segala sesuatu, dan salah satu sifatnya adalah adil. Dia tidak membeda-bedakan perlakuan terhadap makhlukNya secara dzalim. Manusia sebagai khalifah di muka bumi,
ia harus mematuhi
hukum Allah dan mengarahkan pemakaian segala sumber daya diarahkan untuk kesejahteraan manusia, supaya semua mendapat manfaat dari padanya secara adil dan baik6. Allah berfirman:
ﻦ ْ ﺨ ِﺮﺟُﻮ ُآ ْﻢ ِﻣ ْ ﻦ َوَﻟ ْﻢ ُﻳ ِ ﻦ َﻟ ْﻢ ُﻳﻘَﺎ ِﺗﻠُﻮ ُآ ْﻢ ﻓِﻲ اﻟﺪﱢﻳ َ ﻦ اﱠﻟﺬِﻳ ِﻋ َ ﻟَﺎ َﻳ ْﻨﻬَﺎ ُآ ُﻢ اﻟﱠﻠ ُﻪ ﻦ َ ﺴﻄِﻴ ِ ﺤﺐﱡ ا ْﻟ ُﻤ ْﻘ ِ ن اﻟﱠﻠ َﻪ ُﻳ ﺴﻄُﻮا ِإَﻟ ْﻴ ِﻬ ْﻢ ِإ ﱠ ِ ن َﺗ َﺒﺮﱡو ُه ْﻢ َو ُﺗ ْﻘ ْ ِدﻳَﺎ ِر ُآ ْﻢ َأ Artinya: Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang memerangi kamu karena agama dan
6
Adiwarman Azhar Karim, Ekonomi Mikro Islami, Jakarta: IIT Indonesia, hlm. 18
20
tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat adil (Al-Mumtahanah: 8)7 Dalam banyak ayat, Allah memerintahkan manusia untuk berbuat adil. Islam mendefinisikan adil sebagai "tidak mendzalimi dan tidak didzalimi". Implikasi ekonomi dari nilai ini adalah bahwa pelaku ekonomi tidak dibolehkan untuk mengejar keuntungan pribadi bila hal itu merugikan orang lain atau merusak alam. Tanpa keadilan, manusia akan terkotak-kotak dalam berbagai golongan. Golongan yang satu akan mendzolimi golongan yang lain. Sehingga terjadi eksploitasi antara manusia. Masing-masing berusaha mendapatkan hasil yang lebih besar dari pada usaha yang dikeluarkannya karena kerakusannya. c. Nubuwwah Sifat rahman, rahim dan kebijaksanaan Allah, menjadikan manusia tidak dibiarkan begitu saja di dunia tanpa mendapat bimbingan. Karena itu diutuslah para nabi dan rasul untuk menyampaikan petunjuk dari Allah kepada manusia tentang bagimana hidup yang baik dan benar di dunia, dan mengajarkan jalan untuk kembali (taubat) kepada Allah. Fungsi rasul adalah untuk menjadi model terbaik yang harus diteladani manusia agar mendapat keselamatan di dunia dan akhirat. Untuk umat muslim Allah telah mengirimkan manusia yang terakhir dan sempurna untuk diteladani sampai akhir zaman, yaitu Nabi Muhammad S.A.W, yang mempunyai sifat-sifat utama yang harus diteladani oleh 7
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahan (Ayat Pojok Bergaris), Semarang: CV. Asy Syifa’, hlm. 439
21
manusia pada umumnya dan pelaku ekonomi dan bisnis pada khususnya, yaitu sifat Siddiq (benar, jujur), Amanah (tanggung jawab dan dapat dipercaya
kredibilitasnya),
Fathanah
(kecerdikan,
kebijaksanaan,
intelektualitas), Tablig (komunikasi, keterbukaan, pemasaran)8 Dengan demikian, kegiatan ekonomi dan bisnis manusia harus mengacu pada prinsip-prinsip yang telah diajarkan oleh nabi dan rosul. Nabi misalnya mengajarkan bahwa "Yang terbaik diantaramu adalah yang paling bermanfaat bagi manusia". Dengan kata lain, bila ingin menyenangkan Allah maka kita harus menyenangkan hati manusia. Prinsip ini akan melahirkan sikap profesional, prestatif, penuh perhatian terhadap pemecahan masalah-masalah manusia dan terus menerus mengejar hal yang terbaik sampai menuju kesempurnaan. Hal yang demikian dianggap sebagai cerminan dari penghambaan manusia terhadap penciptanya.9 d. Khilafah Dalam Al-Qur'an Allah berfirman bahwa manusia diciptakan untuk menjadi Khalifah di bumi, artinya untuk menjadi pemimpin dan pemakmur bumi. Karena itu pada dasarnya setiap manusia adalah pemimpin. Nabi bersabda: "Setiap dari kalian adalah pemimpin, dan akan dimintai pertanggungjawaban terhadap yang dipimpinnya". Ini berlaku bagi semua manusia, baik ia sebagai individu, kepala keluarga, pemimpin
19
8
Adiwarman Azwar Karim, Ekonomi Mikro Islami, Jakartaa : IIIT Indonesia, 2002, hlm.
9
Ibid, hlm. 22.
22
masyarakat atau kepala negara. Nilai ini mendasari prinsip kehidupan kolektif manusia dalam Islam (siapa memimpin siapa). Fungsi utamanya adalah agar menjaga keteraturan interaksi (mu'amalah) antar kelompok termasuk bidang ekonomi agar kekacauan dan keributan dapat dihilangkan, atau dikurangi10. Firman Allah SWT dalam Al-Qur'an:
ﺼﻠَﺎ َة َوَﺁ َﺗﻮُا اﻟ ﱠﺰآَﺎ َة َوَأ َﻣﺮُوا ض َأﻗَﺎﻣُﻮا اﻟ ﱠ ِ ن َﻣ ﱠﻜﻨﱠﺎ ُه ْﻢ ﻓِﻲ ا ْﻟَﺄ ْر ْ ﻦ ِإ َ اﱠﻟﺬِﻳ ﻦ ا ْﻟ ُﻤ ْﻨ َﻜ ِﺮ َوِﻟﱠﻠ ِﻪ ﻋَﺎ ِﻗ َﺒ ُﺔ ا ْﻟُﺄﻣُﻮ ِر ِﻋ َ ف َو َﻧ َﻬﻮْا ِ ﺑِﺎ ْﻟ َﻤ ْﻌﺮُو Artinya: (Yaitu) orang-orang yang jika kami teguhkan kedudukan mereka dimuka bumi niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar (Al-Hajj: 41)11 Menurut M. Umer Chapra, manusia sebagai khalifah memiliki sejumlah implikasi berikut :12 1.
Persaudaraan Universal Setiap manusia adalah khalifah dan bukan hanya oaring tertentu saja, atau anggota-anggota ras tertentu atau kelompok atau Negara. konsep ini akan menimbulkan persamaan dan mengangkat martabat semua manusia. Dalam kerangka konssep persaudaraan ini, sikap yang dibenarkan terhadap sesame manusia adalah “kekuatan itu benar”, berjuang untuk kepentingan sendiri” atau si kuat yang menang”,
tetapi
pengoorbanan
dan
kerjasama
yang
saling
menguntungkan untuk memenuhi kebutuhan pokok semua orang dan
10
Adiwarman Azhar Karim, Op. Cit., hlm. 21 Departemen Agama RI, Op. Cit., hlm. 269 12 M. Umer Chapra, Islam dan tantangan Ekonomi (terj), Jakarta : Gema Insani Press, 2000, hlm. 208-211 11
23
mengembangkan potensi sellluruh kemanusiaan dan memperkaya kehidupan manusia. 2.
Sumber-sumber Daya adalah amanat Sumber-sumber daya yang ada di tangan manusia adalah karuni adari Allah, maak manusia sebagai khalifah, bukanlah pemilki sebenarnya. Ia hanya amant yang harus dipergunakan untuk kesejateraan manusia. Penggunaan Sumber-sumber daya dalam sistem ekonomi Islam diatur berbeda dengan sistem ekonomi yang lain. Aturan itu adalah Pertama, sumber-sumberdaya itu dipergunakan untuk kepentingan semua orang, bukan untuk segelintir orang (Al Baqoroh : 29). Mereka harus dimafaatkan secara adil bagi kesejahteraan manusia. Kedua, setiap orang harus mencari sumber-sumber daya dengan jujur dan benar, dengan cara yang ditetapkan oleh Al Qur’an dan As sunnah. Ketiga, meskipun sumber-sumber daya diperoleh dengan cara yang benar maka pemanfaatan didasarkan prinsip keamanatan yaitu untuk kesejahteraan bukan untuk diri sendiri. Dan keempat, tak seorangpun berhak menghancurkan atau menyia-nyiakan sumbersumber daya yang telah diberikan oleh Allah.
3.
Gaya Hidup Sederhana Satu-satunya gaya hidup yang sesuai dengan kedudukan khalifah adalah gaya hidup sederhana. Ia tidak boleh merefleksikan sikap arogansi, kemegahan, kecongkakan, dan kerendahan moral. Gaya-
24
gaya hidup ini akan mengindahkan moral dalam mencari penghasilkan dan menimbulkan kesenjanagn pendapatan di atas distribusi normal diakibatkan oelh perbedaan-perbedaan keahlian, insiatif, usaha, dan resiko. 4.
Kebebasan Manusia Manusia
adalah
khalifah
Tuhan
yang
menghambakan
diri
kepadaNya. Namun, demkian manusia memiliki kebebasan untuk berbuat apapun. Tetapi kebebasan ini tidak multak karena apapun yang dilakukan harus dipetanggung jawabkan kepada Tuhannya. e. Ma'ad Ma’ad secara harfiah berarti “Kembali” karena manusia akan kembali kepada Allah. Hidup manusia bukan hanya di dunia, tetapi terus berlanjut hingga alam setelah dunia (akhirat). Pandangan yang khas dari seorang muslim tentang dunia dan akhirat dapat dirumuskan sebagai “dunia adalah ladang akhirat”. Artinya, dunia adalah wahana bagi manusia untuk bekerja dan beraktifitas (beramal saleh). Namun demikian, akhirat lebih baik daripada dunia.karena itu Allah melarang manusia untuk terikat pada dunia, sebab jika dibandingkan dengan kesenangan akhirat, kesenangan dunia tidaklah seberapa. Allah menandaskan bahwa manusia diciptakan didunia untuk berjuang. Perjuangan ini akan mendapatkan ganjaran, baik di dunia maupun di akhirat. Perbuatan baik dibalas dengan kebaikan yang berlipat-
25
lipat, perbuatan jahat dibalas dengan hukuman yang setimpal. Karena itu, Ma’ad diartikan juga sebagai imbalan atau ganjaran. Implikasi nilai ini dalam kehidupan ekonomi dan bisnis misalnya diformulasikan oleh Imam Al-Ghozali yang menyatakan bahwa motifasi para pelaku bisnis adalah untuk mendapatkan laba. Laba dunia dan akhirat. Karena itu konsep profit mendapatkan legitimasi dalam Islam13.
C. PRINSIP-PRINSIP EKONOMI ISLAM Ekonomi Islam adalah bagian dari syari'at Islam dan erat hubungannya dengan aqidah sebagai dasar ajaran agama Islam adapun tuntunan ajaran Islam dalam prinsip ekonomi adalah dalam rangka menciptakan alat-alat untuk memuaskan keperluan manusia. Dengan adanya tuntunan yang terikat dengan aqidah dan syari'at sehingga kebutuhan manusia terpenuhi tanpa harus menindas atau merugikan orang lain, untuk itu dalam mempelajari ekonomi Islam tidak bisa terlepas dari aqidah dan syari'at Islam. ini menunjukkan bahwa ajaran agama Islam tidak hanya mengatur masalah ibadah saja, namun kegiatan ekonomi pun perlu di sertai dengan aqidah dan syari'at Islam, agar kemaslahatan dapat terpenuhi secara bersama. Hubungan antara individu dalam sistem ekonomi Islam cukup tersusun sehingga saling membantu dan kerja sama lebih di utamakan dari pada persaingan dan permusuhan sesama mereka. Sistem ekonomi Islam menyediakan peluang-peluang yang sama dalam memberikan hak-hak alami kepada semua (yaitu hak terhadap harta dan
13
Sebagaimaana dikutip Adiwarman Azhar Karim, Op. Cit., hlm. 22
26
bebas berusaha) dan pada saat yang sama menjamin keseimbangan dalam distribusi kekayaan, semata-semata untuk tujuan memelihara keseimbangan dalam sistem ekonomi.14 Sistem ekonomi mengajarkan bahwa kejayaan dan keselamatan bukanlah terletak pada spiritualisme semata-semata akan tetapi terletak pada kombinasi yang harmonis di antara keduanya. Untuk itu sistem ini menekankan bahwa tidak sepatutnya manusia menyerahkan diri sepenuhnya kedalam spiritualisme, yang mengabaikan unsur-unsur kebendaaan dan menganggapnya sebagai dosa dan berpegang pada paham materialisme yang menilai sesuatu semata-semata melalui materi dan mengesampingkan nilainilai moral dalam kehidupan.15 Dalam hal ini, sistem ini telah memastikan bahwa tidak ada transaksi ekonomi yang bertentangan dengan syari'at16. Sistem ekonomi Islam merupakan harmoni antara kepentingan individu dan kepentingan masyarakat.17 Dalam hal ini antara kepentingan individu dan kepentingan masyarakat saling menyatu dan saling melengkapi, dalam artian bahwa di dalam kepentingan individu terdapat bagian kepentingan masyarakat yang harus dipenuhi. Sistem ekonomi Islam juga menghendaki suatu organisasi, di mana hak-hak masyarakat mencapai keseimbangan18. organisasi ini harus mempunyai peran sebagai fasililator
14
hlm,108
15
Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam, Yogyakarta: PT Dana Bhakti Wakaf, 1995,
Ibid., hlm. 112 Adiwarman A. Karim, Ekonomi Mikro Islami, Jakarta: IIIT Indonesia, 2002, hlm. 24 17 Saifudin Prawiranegara, Sistem Ekonomi Islam, Jakarta: tp., 1967, hlm. 19 18 Tahir Ibrahim, Pembahasan Ekonomi Islam Marx dan Keynes, Jakarta: tp., 1967, hlm. 16
51
27
dalam memenuhi hak-hak masyarakat seperti adanya swadaya masyarakat. Di mana sistem ekonomi Islam itu sendiri merupakan sistem yang integral antara faktor produksi, distribusi dan konsumsi.19 Dari gambaran diatas, menunjukkan bahwa sistem ekonomi Islam memiliki kekhasan tersendiri dibandingkan dengan sistem ekonomi yang lain. Berdasarkan hal ini maka prinsip-prinsip yang berlaku dalam ekonomi Islam juga khas bila dibandingkan dengan prinsip ekonomi lainnya. Para ahli menyebutkan secara beragam, prinsip-prinsip yang membangun ekonomi Islam. Adiwarman Azwar Karim menyebutkan tiga prinsip ekonomi Islam yaitu Multitype Ownership (kepemilikan multi jenis), Freedom to act (kebebasan bertindak/beurusaha), dan Social Justice (keadilan social).20 1.
Multitype Ownership (kepemilikan multi jenis), Nilai tauhid dan nilai adil melahirkan konsep multitype ownership. Berbeda dengan sistem ekonomi sosialis yang hanya mengakui kepemilikan swasta, dan sistem kapitalis yang hanya mengakui kepemilikan individu. Dalam sistem Ekonomi Islam mengakui kepemilikan baik swasta, negara atau campuran.
19
Produksi adalah kegiatan yang mengahsilkan barang dan jasa, konsumsi adalah pemanfaatan barang dan jasa, sedang distribusi adalah penyaluran terhadap barang dan jasa. A.Djazuli dan Yadi Janwari, Lembaga-Lembaga Perekonomian Umat, Jakarta: PT . Raja Grafindo Persada, tt., hlm. 28. 20 Adiwarman Azhar Karim, Op. Cit., hlm. 17
28
2.
Freedom to act (kebebasan bertindak/beurusaha) Prinsip ini lahir dari penggabungan empat nilai nurbuwwah (siddiq, amanah, fatonah dan tabligh) dan dua landasan ekonomi Islam lainnya yaitu keadilan dan khilafah. Freedom to act bagi setiap muslim akan menciptakan mekanisme pasar daalm perekonomian. Karena itu, mekanisme pasar adalah keharusan dalam Islam dengan syarat tidak ada distorsi (kezaliman). Potensi distorsi dikurangi dengan menghayati nilai keadilan. Penegakkan nilai keadilan dalam ekonomi dilakukan dengan melarang semua mafsadah (segala yang merusak), riba, gharar (ketidakpastian), dan maysir (perjudian).
3.
Social Justice (keadilan social). Gabungan dari nilai khilafah dan nilai ma’ad melahirkan prinsip keadilan social. Dalam Islam, pemerintah bertanggung jawab menjamin pemenuhan
kebutuhan
pokok
masyarakat
dan
menciptakan
keseimbangan social antara yang kaya dan miskin. Jika keseimbangan ini bisa tercapai maka kesejateraan social yang diharapkan masyarakat juga tercapai pula. Sebab salah satu kendala tercapainya kesejateraan adalah kemiskinan.21 Kemiskinan ini terjadi karena tidak terciptanya keadilan
di masyarakat seperti pendapatan yang tidak merata dan
kepeilikan harta yang kurang berfunsi social.
21
170
Tholhah Hasan, Islam Dalam Perspektif Sosio Kultural, Jakarta : Lantabora, 2005, hlm.
29
Sementara prinsip-prinsip ekonomi Islam menurut Afzalur Rahman terdiri dari sembilan prinsip. Dimana sembilan prinsip ini menjadi pembeda antara sistem ekonomi Islam dengan sistem ekonomi kapitalisa dan sosialis. Sembilan prinsip tersebut adalah:22 1) Kebebasan individu Individu mempunyai hak kebebasan sepenuhnya untuk berpendapat atau membuat suatu keputusan yang dianggap perlu dalam sebuah Negara. karena
tanpa
kebebasan
tersebut
individu
muslim
tidak
dapat
melaksanakan kewajiban mendasar dan penting dalam menikamti kesejahteraan dan menghindari terjadinya kekacauan dalam masyarakat. 2) Hak terhadap harta Islam mengakui hak individu untuk memiliki harta. Namun kebebasan tidak boleh merugikan kepentingan masyarakat, sebab bagaimanapun manusia amahluk social sehingga tidak bisa lepas begitu saja dari peran sosialnya di masyarakat. 3) Ketidaksamaan ekonomi dalam batas yang wajar Islam mengakui adanya ketidaksamaan ekonomi di masyarakt karena memang pada dasarnya manusia diciptakan secara berbeda-beda oleh Tuhan. Kendati demikian, ketidaksamaan tersebut tidak dibiarkan meluas sehingga terjadi ketimpangan yang mencolok. Untuk menghindari hal itu dikembangkan nilai keadilan, kewajaran dan tidak berlebih-lebihan dalam aktivitas ekonomi. 22
Afzalur RAhman, Dokrin…., Op.cit, hlm. 6-8
30
4) Kesamaan social Islam tidak menganjurkan kesamaan ekonomi tetapi ia mendukung dan menggalakkan kesamaan social sehingga sampai tahap kekayaan Negara yang dimiliki tidak hanya dinikmati oleh sekelompok orang tertentu. Di samping ini penting artinya tiap individu dalam suatu Negara mempunyai peluang yang sama untuk berusaha mendapatkan pekerjaan yang sama untuk berbagai aktifitas ekonomi. 5) Jaminan social Setiap individu mempunyai hak untuk hidup dalam sebuah negara; setiap warga Negara dijamin untuk meperoleh kebuthan pokoknya masingmasing. 6) Distribusi kekayaan secara meluas Islam melarang penumpukkan kekayaan pada sekelompok orang. Distribusi kekayaan yang meluas pada masyarakat akan menciptakan kesejahteraan social dan mengurangi ketimpangan sosila yang kerap terjdai di masyarakat. 7) Larangan menumpuk kekayaan. Dalam
kerangka
ekonomi
Islam
melarang
individu
melakukan
penumpukkan harta secara berlebihan. Islam mengajarkan harta yang dimiliki seseorang juga dapat bernilai social selain bernilai pribadi. 8) Larangan terhadap organisasi anti social Sistem ekonomi Islam
melarang aktivitas ekonomi yang merusak
masyarakat seperti berhudi, riba, jual beli barang haram dan lain-lain.
31
9) Kesejahteraan individu dan masyarakat. Islam mengakui kesejahteraan individu dan masyarakat yang saling melemgkapi satu sama lain. Ini merupakan bagian dari fitrah manusia selain sebagai mahluk individu yang khas, manusia juga mahluk social yang harus bekerjasama dengan orang lain. Secara lebih rinci lagi, Ayatullah Mahmud Taligani (w. 1979) dari Iran mengemukakan prinsip-prinsip ekonomi Islam dalam empat belas prinsip penting23 yaitu: a. Ekonomi Islam mengakui setiap individu sebagai pemilik apa saja yang diperoleh melalui bekerja dalam pengertian seluas-luasnya dan berhak untuk mempertukarkan haknya itu, dalam batas-batas yang telah ditentukan khusus oleh hukum Islam. b. Menurut pandangan Islam, hal-hal yang bertalian dengan harta benda dan hubungan-hubungan ekonomi terjalin erat dengan cara berpikir, watak, perasaan, dan naluri manusia. c. Islam memberikan aturan-aturan dan sistematisasi pembatasan hak milik dan hubungan- hubungan ekonomi dengan tiga ciri khas : 1). Individu; 2). Hukum dan 3). Pemerintah. Setiap individu memiliki kebebasan untuk menggunakan apa saja yang bersifat material sampai usia dinyatakan matang sesuai aturan agama. individu juga mempunyai kebebasan untuk mempertukarkan benda-benda
23
John J Donohue dan John L Esposito, Islam Dan Pembaharuan : Ensiklopedi MasalahMasalah, Jakarta : Raja grafindo persada, 1995, hlm.
32
ekonomi sesuai denangn batas-baats hukum dan persyaratan sahnya transaksaksi
ekonomi.
Sementara
pemerintah
berhak
melakukan
pembatasan pada kepemilikan individu dan memprioritaskan kepentingan masyarakat. d. Distribusi (kekayaan) sebagaimana dengan produksi, dalam Islam diakui sebagai hak alami dan azazi bagi setiap orang yang memperoleh dan memproduksinya, dengan catatan bahwa orang yang bersangkutan bebas tanpa disuruh oleh orang lain. e. Prinsip ekonomi Islam tetap mengakui kepemilikan dan penggunaan secara individu. Tetapi sumberd daya alam yang dianggap penting adalah tanggung jawab pemerintah untuk mendistribusikan secara merata untuk kemaslahatan umat. f. Sumber-sumber alam seperti bumi, air, hutan, kayu, danau dan barang tambang merupakan sokoguru kehidupan manusia dan hewan. Sehingga pemanfaatan-pemanfaatannya harus dilakukan secara jujur dan adil. g. Sepanjang hidup , setiap manusia mempunyai hak milik atas sesuatu yang merupakan hasil kerja dan mendistribusikannya sesuai aturan transaksi ekonomi. Kematian merupakan akhir dari adanya hak milik perorangan, dan sebelumnya dapat melakukan wasiat sebagai pengganti hak milik atas harta kekayaan. h. Hukum Islam menetapkan aturan yang mengharuskan dipisahkannya seperlima dari penghasilan seseorang untuk kepentingan ibadah.
33
i. Para buruh dan penerima upah tidak berada di bawah dominasi kelompok pemiliki modal maupun dibawah kekuasaan pemerintah. Kelompok buruh memiliki
kebebasan
pribadi
untuk
menentukan
pekerjaan
dan
mendapahkan upah sesuai dengan hasil kerja mereka. j. Adanya perlindungan terhadap kebebasan membelanjakan uang dan kebebasan untuk mengembangakn kemampuan individu di dalam masyarakat. k. Bidang ekonomi dalam Islam telah diatur sesuai dengan hukum-hukum yang bersifat dinamik sebagaimana hal ibadah dan social. Artinya, Islam menetapakan berbagai hukum untuk manusia baik dalam bidang ekonomi dan social yang sifatnya dinamis yaitu mendorong pemeluknya untuk selalu maju dan bergerak bukan statis atau tak berubah. l. Ekonomi Islam menganut prinsip kebenaran dan keadilan, dan tidak berdasarkan atas kelas atau masyrakat tertentu. m. Prinsip tauhid merupakan landasan utama ekonomi Islam. Hal ini bisa dilihat dari perintah-perintah
dalam Al qur’an yang selalu didahului
dengan konsep tauhid baru kemudian cara pemanfaatan harta. n. Kekayaan atau harta benda yang dimiliki manusia hanyalah sarana untuk mencapai tujuan hidup di akhirat kelak. Merujuk pada Umar Shihab yang mengutip beberapa pendapat Ahli tentang Prinsip Ekonomi Islam disebutkan antara lain pendapat dari :
34
Pertama, Quraish Shihab menyatakan prinsip ekonomi Islam ada empat hal yaitu : 1). Tauhid; 2). Keseimbangan; 3). Kehendak bebas; dan 4). Tanggung jawab.24 Kedua, Abd. Muin Salim memberikan uraian prinsip ekonomi Islam sebagai berikut 1). Tauhid; 2). Istimar atau istikhlaf; 3). Kemaslahatan (al silah) dan keserasian (al-adalah); 4). Keadilan (al-qist); dan 5). Kehidupan sejahtera dan kesentosaan dunia dan akhirat.25 Ketiga, Ahmad Muhammad Assad, prinsip-prinsip ekonomi Islam adalah 1). Segala usaha adalah salnya boleh; 2). Kehalalan jual beli dan keharaman riba; 3). Setiap orang mendapatkan hasil sesuai dengan usahanya dan tidak ada perbedaan upah antara laki-laki dan perempuan; 4). Pemimpin mempunyai tanggung jawab melakukan distribusi kekayaan yang seimbang di masyarakat bila terjadi ketimpangan dan 5). Keharaman penganiayaan dalam Islam. 26 Prinsip-prinsip ekonomi Islam memang dikembangkan secara berbeda oleh berbagai Ahli. termasuk para ilmuwan muslim terdahulu seperti Ibnu Sina da Al Farabi. Sebagaimana dibahas oleh Ibrahim Lubis dalam Bukunya Ekonomi Islam Suatu Pengantar. Namun sebelumnya Ia memaparkan pendapat pribadinya tentang prinsip-prinsip ekonomi Islam. Pendapat Ibrahim Lubis tersebut adalah Pertama, tidak boleh melampaui batas, hingga membahayakan lahir dan batin manusia, diri sendiri 24 Dikutip dari Umar Shihab, Kontekstualitas Al Qur’an : KAjian tematik Atas Ayat-Ayat Hukum dalam AL-Qur’an, Jakarta : Permadani, 2005, hlm. 295 25 Ibid. 26 Ibid, hlm. 296
35
dan orang lain. Kedua, tidak boleh menimbun-nimbun harta tanpa bermanfaat bagi sesame. Ketiga, memberikan zakat kepada yang berhak (Mustahiq). Keempat, jangan memiliki harta orang lain tanpa sah. Kelima, mengharamkan riba, menghalal dagang. Dan keenam, menyongsong dagangan diluar kota artinya Islam menaruh perhatian pada mekanisme pasar bebas yang lepas dari kecurangan.27 Ibnu Sina merupakan filosof muslim yang memiliki perhatian pula terhadap ekonomi Islam. Prinsip-prinsip ekonomi Islam menurut Ibnu Sina sebagaimana di kutip oleh Ibrahim Lubis adalah28 : 1. Motif Rumah Tangga Rumah tangga menjadi titik awal kegiatan ekonomi manusia karenanya kesejateraan ekonomi suatu rumah
tangga penting artinya
sebagai dasar agar bisa berbagi denag orang lain. Menurut Ibnu Sina, wanita mempunyai kedudukan penting sebagai teman kepercayaan suami untuk mencari rejeki dan mengatur nafkah keluarga. 2. Ekonomi membutuhkan Negara Masalah ekonomi bukan hanya urusan rumah tangga atau sekelompok masyarakat semata. Tetapi ekonomi merupakna bagian dari urusan pemerintahan suatu Negara. untuk itu Negara berhak mengatur perpolitikan ekonomi masyarakat sehingga tercaapi kemakmuran rakyat. 3. Harta Milik 27
Ibrahim Lubis, Ekonomi Islam Suatu Pengantar I, Jakarta : Kalam Mulia, 1994, hlm.158-166 28 Ibid, hlm. 191-197
36
Menurut Ibnu Sina,
harta milik seseorang berasal dari harta
warisan dan harta hali usaha.
4. Pemasukan dan Pengeluaran (kasab dan infaq) Kasab dan infaq sesungguhnya merupakn pokok masalah dalam kegiatan ekonomi. Kasb selalu diusahakan agar senantiasa bertambah, sementara infaq sebaliknya diupayakan tidak lebih besar dari kadsab karena jika hal itu terjadi berarti kerugian yang diperoleh. 5. Pemasukan dan pengeluaran (kasab dan infaq) harus dengan halal dan sah. Dalam Islam meperoleh harta dan menafkahkannya melalui jalan yang halal sangat ditekankan. Hal ini demi kebaikan manusia itu sendiri. 6. Pengeluaran (Infaq) harus diatur dengan anggaran Setiap manusia harus mementingkan pengeluaran wajib yaitu pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan pengeluaran untuk beramal. 7. Pengeluaran wajib yaitu nafaqah yang sifatnya “konsumtif” haruslah dikeluarkan sehemat mungkin. Islam sangat mengajarkan umatnya untuk bersikap sederhana dalam mebelajankan harta. Berlebih-lebihan dalam kemewahan sangat dilarang karena dapat menimbulkan kesenjangan terhadap sesame. 8. Pengeluaran untuk kepentingan umum (masyarakat dan negara) yang sifatnya wajib juga, haruslah dilakukan dengan hati yang ikhlas.
37
Pengeluaran untuk kepentingan umm yang bersifat wajib antara lain zakat, sadaqoh dan amal kebajikan. 9. Berbuat Amal Kebajikan Berbuat amal kebajikan dianjurkan disegerakan baik kepada famili dan kerabat atau kepada siapaun yang membutuhkan. 10. Tabungan Tabungan menjadi penting bagi ekonomi individu maupun Negara. dengan tabungan, manusia dapat menyiapkan kebutuhan masa datang karena sangat dianjurkan menyisihkan sebagian harta (tabungan). Demikian pendapat beberapa tokoh tentang prinsip-prinsip ekonomi dalam Islam yang nantinya dapat dijadikan bahan perbandingan dengan prinsip-prinsip ekonomi Islam Al Maududi yang akan dijelaskan pada bab berikutnya.
38
BAB III PEMIKIRAN ABUL A’LA AL-MAUDUDI TENTANG PRINSIPP-PRINSIPP EKONOMI ISLAM
A.
Biografi Abul A’la Al-Maududi Sayyid Abul A’la Al-Maududi adalah figur penting dalam kebangkitan Islam pada dasawarsa terakhir. Ia lahir dalam keluarga Syarif (keluarga tokoh muslim India Utara) di Aurangabad, India Selatan, tepatnya pada tanggal 25 September 1903 (3 Rajab 1321 H). Rasa dekat keluarga ini dengan warisan pemerintahan Muslim India dan kebenciannya terhadap Inggris, memainkan peran sentral dalam membentuk pandangan Maududi dikemudian hari. Faktor ekonomi membuat ia beberapa kali mengalami putus sekolah.1 Ahmad Hasan ayahnya Maududi, sangat menyukai tasawuf. Ia berhasil menciptakan kondisi yang sangat religius dan zuhud bagi pendidikan anakanaknya. Ia berupaya membesarkan anak-anaknya dalam kultur syarif. Karenanya, sistem pendidikan yang ia terapkan cenderung klasik. Dalam sistem ini tidak ada pelajaran bahasa Inggris dan modern, yang ada hanyalah bahasa Arab, Persia, dan Urdu. Karena itu, Maududi jadi ahli bahasa Arab pada usia muda.2 Pada usia sebelas tahun, Maududi masuk sekolah Madrasah Faqaniyat di Aurangabad. Sebuah sekolah menengah yang menggabungkan pendidikan Barat Modern dengan pendidikan Islam tradisional. Kemudian melanjutkan ke 1 2
Munawir Sadzali, Islam dan Tata Negara, Jakarta: UI-Press,1990, hlm. 158 Ibid., hlm. 159
39
Darul al ‘Ulum Hyderabad.3 Namun, enam bulan kemudian ia terpaksa meninggalkan sekolah formalnya setelah ayahnya sakit keras dan kemudian wafat. Yang menarik, pada saat itu Maududi kurang menaruh minat pada soalsoal agama, ia hanya suka politik. Karenanya, Maududi tidak pernah mengakui dirinya sebagai ‘alim.4 Kebanyakan biografi Maududi hanya menyebut dirinya sebagai jurnalis yang belajar agama sendiri. Dengan bekal beberapa bahasa yang sudah dikuasainya sejak awal tahun 1920-an, dia mampu mempelajari segala macam ilmu yang diminatinya dengan sukses. Maududi mula-mula dikenal sebagai seorang wartawan. Karir jurnalistiknya dimulai sejak usia 15 tahun. Pada tahun 1920 dalam usia 17 tahun, Maududi sudah diangkat sebagai editor “Taj” surat kabar berbahasa Urdu yang terbit di Jabalpore. Karirnya terus menaik sehingga dia diangkat menjadi pemimpin editor Muslim (1921-1923) dan Al-Jam’iyyati ‘Ulama-i Hind, sebuah organisasi Islam di India waktu itu. Maududi berhasil membawa Al-Jam’iyyat menjadi sebuah surat kabar Islam yang sangat berpengaruh di India pada tahun 1920-an. Selanjutnya pada tahun 1932 Maududi pindah ke Hyderabad (Deccan) dan memimpin penerbitan majalah bulanan Tarjumanu Al- Quran5, yang bertemakan kebangkitan Islam. Kemampuan Maududi dalam menguasai berbagai ilmu agama Islam dan ilmu pengetahuan modern, yang ditopang oleh
3
Departeman Agama RI, Ensiklopedi Islam, Jakarta: Direktorat Jendral Kelembagaan Agama Islam Proyek Peningkatan Prasarana dan Sarana, 1993, hlm. 732 4 Munawir Sadzali, Op. cit., hlm. 159 5 Majalah bulanan Islam yang diterbitkan oleh seorang tokoh Islam di Hyderabad yaitu Maulana Abu Muhammad Muslih pada tahun 1930, yang kemudian diambil alih Maududi. Ibid., 161
40
keahlian jurnalistiknya yang tinggi dapat mewujudkan dirinya sebagai seorang pengarang yang produktif. Karangannya mencakup berbagai ilmu agama Islam seperti : Hadis, tafsir, hukum, filsafat dan sejarah. Isi karangannya selalu membicarakan masalah yang dihadapi umat Islam di bidang politik, ekonomi, sosial, kebudayaan, theologi, dan sebagainya. Dia memecahkan segala problem tersebut dengan konsepsi-konsepsi Islam yang relevan dengan masanya. Dan selama hayatnya, dia telah menghasilkan lebih dari seratus pidato
dan
pernyataan
pers.
Dalam
karangannya,
Maududi
selalu
menggunakan pendekatan ilmiah dan logis. Diantara karya tulisannya yang dianggap monumental berjudul “Al-Jihad fi Al-Islam” yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia “Perang dalam Islam”. Sebuah karangan yang dihasilkan pada usia relatif muda (27 tahun), dan menjadi buku yang mengagumkan tentang hukum perang dan damai menurut ajaran Islam6. Dalam buku ini Maududi tidak hanya menjelaskan tentang sikap Islam terhadap perang atau kekerasan, tetapi juga mulai memperkenalkan butir-butir pikirannya yang dikemudian hari berkembang menjadi konsepsi Islam tentang masyarakatan dan kenegaraan7. Karya tulisannya yang lain tentang pokok-pokok ajaran Islam yang berjudul “Risala-i Diniyah” yang diterjemahkan kedalam bahas Inggris dengan judul “To Wards Understanding Islam” dan telah diterjemahkan ke dalam 13 bahasa di dunia, termasuk diantaranya bahasa Arab, Perancis, Jerman, Jepang, Itali, dan Indonesia. Selain itu, kontribusi Maududi yang 6 7
Departeman Agama RI, Op. cit., hlm. 732 Munawir Sadzali, Op. cit., hlm. 160
41
terbesar lewat karya tulisannya ialah sebuah terjemah dari Tafsir Al-quran dalam bahasa Urdu yang berjudul “Tafhimu Al-Quran” yang memerlukan waktu 30 tahun dalam penggarapannya (1942-1972). Bagi Maududi Al-Quran bukan hanya saja berisi pedoman hidup manusia, tetapi juga memuat petunjuk-petunjuk bagaimana mengaplikasikan kedalam kehidupan nyata. Dibidang politik terkenal sekali bukunya yang berjudul “The Islamic Law and Contribution” yang diedit oleh Kurshid Ahmad dari 10 buah karyanya dari tahun 1939-1952. Dalam ini Maududi berhasil merumuskan konsepsi Islam di bidang politik yang disesuaikan dengan tuntutan zaman modern. Sebenarnya Maududi lebih banyak berperan di dunia politik, hal ini dilatar belakangi oleh adanya aspirasi politik segolongan umat Islam India yang menginginkan terwujudnya suatu negara terpisah bagi umat Islam di anak benua India tersebut. Padahal segolongan lain tetap menginginkan terwujudnya suatu negara India yang mencakup umat Islam dan umat Hindu. Dari sinilah terbentuknya suatu organisasi yang dipimpin oleh Maududi yaitu Jama’at Al-Islami yang didirikan pada tahun 1941 dan langsung jadi pemimpin selama 30 tahun. Organisasi inilah yang dijadikan Maududi sebagai organisasi pejuang Islam, tidak hanya bersifat lokal, tetapi mempunyai tujuan yang luas sekali, yaitu untuk membentuk kembali suatu tatanan dunia Islam atau masyarakat yang Islami dalam arti politik, hukum, dan sosial. Pemikirannya tentang Islam berpangkal dari doktrin tauhid yaitu mengesakan Allah. Menurut Maududi, doktrin inilah yang menjadi inti missi para Rasul Tuhan sepanjang masa. Di dalam Islam doktrin Tauhid terpatri dengan tepat
42
dalam kalimat “La ilaha illallah”. Dengan tauhid seseorang loyal secara total hanya kepada Allah. Ketundukan secara total kepada Allah inilah menurut Maududi yang disebut Islam. Dalam pengertian ini, semua alam adalah muslim, karena ketundukannya secara total kepada hukum-hukum alam yang telah ditetapkan Tuhan kepadanya, dan hanya mereka yang mematuhi hukumhukum tuhan itulah yang disebut muslim. Kebutuhan umat manusia untuk mengetahui hukum-hukum Tuhan yang ditaati, terpenuhi dengan adanya kenabian. Nabi dan Rasul adalah pembawa aturan-aturan hidup yang ditetapkan tuhan. Dari Al-Quran dan As-Sunah yang diterima dari Nabi Muhammad SAW dapat diketahui aturan-aturan hidup yang ditetapkan Tuhan untuk dipatuhi oleh umat manusia. Aturan-aturan Tuhan itu mencakup semua aspek kehidupan manusia. Maududi menolak anggapan bahwa Islam hanya seperangkat doktrin tentang metafisika dan ritual belaka. Tetapi Maududi menegaskan bahwa Islam adalah Way of Life, karena Islam mempunyai ajaran yang komprehensip dan mencakup semua aspek kehidupan manusia. Sedangkan dalam bidang ekonomi pemikiran Maududi hanya sedikit yang mana ia merumuskan konsepsi Islam tentang ekonomi dalam bukunya yang diterjemahkan dalam bahasa Arab berjudul “Usus Al-Iqtishadi Baina AlIslam Wa Al-Nisami Al-Mu’asirat”. Dalam buku ini Maududi membeberkan kelemahan dan keburukan sistem ekonomi modern yang menguasai dunia sekarang ini yaitu Kapitalisme dan Komunisme. Menurut Maududi, konsepsi Islam terletak antara dua sistem tersebut. Islam memberi kepada individu hakhaknya yang asasi seperti pemilikan kekayaan, tetapi Islam tetap menjaga
43
keseimbangan dalam pendistribusian kekayaan dalam masyarakat. Dari satu segi individu diakui hak milik pribadinya dan hak mempergunakannya, tetapi dari segi lain, kedua hak tersebut mendapat ikatan dan pembatasan secara internal dan eksternal, yaitu ikatan moral dan hukum yang harus dipatuhi, dengan tujuan agar kekayaan tidak hanya menumpuk pada sekelompok individu saja, tetapi semua orang dalam masyarakat mendapat haknya yang telah digariskan syari’at8.
B. Karya-Karya Abul A’la Al-Maududi Maulana Maududi melewati kehidupan untuk masyarakat selama hampir 60 tahun. Selama tahun-tahun itu ia terus menerus aktif dan vokal dalam bicaranya. Ia telah menulis lebih dari 120 buku dan pamflet, dan telah memberikan ribuan pidato dan statemen di surat-surat kabar, sedangkan diantara karya-karyanya yang paling besar adalah Tafhim Al-Qur’an suatu karya dalam bahasa Urdu yang ia selesaikan dalam waktu 30 tahun. Cirri utamanya adalah dalam menyampaikan arti dan pesan Al-Qur’an dalam bahasa dan gaya yang menyentuh hati dan pikiran orang, serta menunjukkan relevansi Al-Qur’an dengan masalah-masalah yang mereka hadapi setiap hari baik sebagai individu maupun dalam masyarakat. Ia menerjemahkan AlQur’an itu secara langsung dan dengan idiom Urdu modern yang kuat. Terjemahannya lebih mudah dibaca dan lebih jelas daripada terjemahan secara harfiah dari Al-Qur’an. Ia menyampaikan al-Qur’an sebagai petunjuk bagi
8
Departeman Agama RI, Op. cit., hlm. 734
44
kehidupan manusia dan sebagai buku petunjuk bagi gerakan untuk melaksanakan petunjuk itu dalam kehidupan manusia.9 Karya lain dalam bidang politik yang terkenal yaitu Islamic Law and Constitution, yang mana Maududi menunjukkan kelemahan teori kedaulatan rakyat yang dipraktekkan dalam demokrasi sekuler Barat. Dan juga menguraikan secara panjang lebar tentang tujuan didirikannya suatu negara menurut pandangan Islam.10 Tulisan yang berbentuk artikel yang diterbitkan dalam satu buku yang berjudul Ijtihad fil Islam, buku menjelaskan tentang sikap Islam terhadap perang, selain itu juga memperkenalkan butir-butir pikirannya yang di kemudian hari berkembang menjadi konsepsi Islam tentang kemasyarakatan dan kenegaraan. Dua karangan Al-Maududi yang akan menjadi sumber utama penelitian ini adalah Pertama, Usus Al Iqtishod Bainal Islami Wa Al-Nadm AlMu’ashirah Wa Mu’dhilat Al Iqtishad Wahallaha Fi Al-Islami (1960), buku ini menerangkan perbedaan ekonomi kapitalisme dan komunis. Kemudian dilanjutkan dengan penjelasan tentang tujuh prinsip ekonomi Islam yaitu : 1). Perbedaan antara halal dan haram mengenai cara mencari kekayaan; 2). Larangan menimbun harta; 3). Perintah membelanjakan harta; 4). Zakat; 5). Hukum waris; 6). Pembagian Rampasan perang; dan 7). Perintah untuk berhemat dalam pembelanjaan.
9
A. Mukti Ali, Alam Pikiran Modern di India dan Pakistan, Bandung: Mizan, 1995, hlm. 242 Abul A’la Al-Maududi, Al-Khilafah Wa Al-Mulk, ter. Muhammad Al-Baqir, Khilafah dan Kerajaan, Bandung: Mizan, 1996, hlm. 31 10
45
Sedangkan Islamic Economic Sistem Principles And Obyektives (1980) selain menjelaskan tentang prinsip-prinsip ekonomi Islam, dalam buku ini dijelaskan terlebih dahulu tentang tujuan dasar Islam yang erat kaitannya dengan masalah ekonomi yaitu kebebasan manusia, perkembangan etik dan moral, dan Islam adalah agama kesatuan dan persaudaraan.
C. Prinsipp-Prinsipp Ekonomi Islam Menurut Abu Al- A’la Al-Maududi Al-Maududi mencoba mengkaji prinsipp –prinsipp ekonomi yang diatur dalam Islam. Prinsipp-prinsipp ekonomi yang menjunjung tinggi nilainilai moral. Dan inilah yang membedakan secara jelas sistem ekonomi Islam dengaan sistem ekonomi kapitalis dan sosialis dari Barat. Prinsipp-prinsipp ekonomi Islam yang diungkapkan Al-Maududi dapat dijeskan sebagai berikut 1. Perbedaan Antara Yang Halal Dan Yang Haram Mengenai Jalan Mencari Kekayaan Ajaran Islam pada dasarnya mengakui bahwa manusia mempunyai kebebsan untuk memeperoleh pendapatan dari usaha yang dilakukan. Namun hal ini ditekankan harus dengan cara yang halal dalam mendapatkannya.11 Penekanan dalam prinsipp pertama ini adalah tidak membenarkan bagi umat Islam untuk mencari kekayaan melalui jalan apapun yang dikehendaki. Islam memberikan perbedaan kepada umatnya antara jalan-jalan yang sah dan yang tidak sah untuk mencari penghidupan, karena
11
Sayyid Abul a’la Maududi, Islamic Economic System Principles and objectives, Markazi Maktaba Islami Delhi, 1998, Hlm 6
46
mengingat akan kemaslahatan masyarakat. Pembedaan ini berdiri di atas dasar yang universal, yang mengatakan, bahwa semua jalan untuk mencari kekayaan, di mana seseorang tidak dapat memperoleh keuntungan kecuali dengan merugikan orang lain, tidaklah sah dan semua jalan di mana individu-individu dapat saling memberi keuntungan antara sesama mereka dengan suka sama suka dan adil, adalah sah.12 Prinsipp ini diterangkan oleh Allah SWT didalam firmannya:
ن َ ن َﺗﻜُﻮ ْ ﻞ ِإﻟﱠﺎ َأ ِﻃ ِ ﻦ َﺁ َﻣﻨُﻮا ﻟَﺎ َﺗ ْﺄ ُآﻠُﻮا َأ ْﻣﻮَاَﻟ ُﻜ ْﻢ َﺑ ْﻴ َﻨ ُﻜ ْﻢ ﺑِﺎ ْﻟﺒَﺎ َ ﻳَﺎ َأ ﱡﻳﻬَﺎ اﱠﻟﺬِﻳ ن ِﺑ ُﻜ ْﻢ َرﺣِﻴﻤًﺎ َ ن اﻟﱠﻠ َﻪ آَﺎ ﺴ ُﻜ ْﻢ ِإ ﱠ َ ض ِﻣ ْﻨ ُﻜ ْﻢ َوﻟَﺎ َﺗ ْﻘ ُﺘﻠُﻮا َأ ْﻧ ُﻔ ٍ ﻦ َﺗﺮَا ْﻋ َ ِﺗﺠَﺎ َر ًة ن َ ﺼﻠِﻴ ِﻪ ﻧَﺎرًا َوآَﺎ ْ ف ُﻧ َ ﺴ ْﻮ َ ﻇ ْﻠﻤًﺎ َﻓ ُ ﻋ ْﺪوَاﻧًﺎ َو ُ ﻚ َ ﻞ َذِﻟ ْ ﻦ َﻳ ْﻔ َﻌ ْ ﴾ َو َﻣ29﴿ ﻋﻠَﻰ اﻟﱠﻠ ِﻪ َﻳﺴِﻴﺮًا َ ﻚ َ َذِﻟ Artinya: Hai orang-orang yang beriman, jangan kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu, dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah maha penyayang kepadamu. Dan barang siapa berbuat demikian dengan melanggar hak dan aniaya, maka kami kelak akan memasukkannya kedalam neraka (An-Nisa’ 29-30)13 Ayat ini telah menetapkan dua perkara sebagai syarat bagi sahnya perdagangan. Pertama, hendaklah perdagangan itu dilakukan suka sama suka diantara kedua pihak. Kedua, tidak merugikan pihak yang lain. Serta ada tambahan syarat sebagaimana yang dijelaskan dalam ayat diatas yaitu “Dan jangan kamu membunuh dirimu”, dari ayat ini.14
12
Abul ‘Ala Almaududi, Ususu Al Iqtishod Bainal Islami Wa Al Nadzmu Mu’ashiroh Wa Mu’dilati Al Iqtishod Wahallaha Fi Al Islami, tt, hlm. 131-132 13 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahan (Ayat Pojok Bergaris), Semarang: CV. Asy Syifa’, hlm. 65 14 Ibid, hlm. 132
47
Para ahli tafsir menafsirkan dengan dua makna. Yang pertama: Janganlah kamu bunuh-membunuh antara sesamamu. Dan makna yang kedua: Janganlah kamu membunuh dirimu dengan tanganmu sendiri. Maksud ayat ini dalam kedua tafsiran itu ialah bahwa, tiap-tiap orang yang merugikan orang lain untuk membela kepentingan pribadinya, maka seolah-olah ia menumpahkan darahnya dan membukakan jalan kebinasaan bagi dirinya sendiri. 2. Larangan Menimbun Harta Prinsipp ekonomi Islam yang kedua adalah sebaiknya seseorang tidak menimbun harta yang di dapatnya dengan jalan yang tidak sah, karena yang demikian itu menghambat perputaran kekayaan, dan merusak keseimbangan dalam pembagiannya di masyarakat. Oleh karena itu Islam sangat melarang hal ini,15 sebagaimana firman Allah SWT:
ﺧ ْﻴﺮًا َﻟ ُﻬ ْﻢ َ ﻀِﻠ ِﻪ ُه َﻮ ْ ﻦ َﻓ ْ ن ِﺑﻤَﺎ َﺁﺗَﺎ ُه ُﻢ اﻟﻠﱠ ُﻪ ِﻣ َ ﺨﻠُﻮ َ ﻦ َﻳ ْﺒ َ ﻦ اﱠﻟﺬِﻳ ﺴ َﺒ ﱠ َﺤ ْ َوﻟَﺎ َﻳ ﺷ ﱞﺮ َﻟ ُﻬ ْﻢ َ ﻞ ُه َﻮ ْ َﺑ Artinya: Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu buruk bagi mereka (Al-Imron: 180)16 Selain menghambat sirkulasi keuangan dalam masyarakat, penimbunan harta merupakan indikator kerusakan moral yang berakibat pada pengasingan diri sendiri dari sosial masyarakat.
15 16
Abul ‘Ala Almaududi, Op. cit., hlm. 132 Departemen Agama RI, Op. cit., hlm. 58
48
Larangan penimbunan harta erat hubungannya dengan ajaran Islam tentang hak-hak masyarakat. Islam mengajarkan bahwa pada dasarnya dari setiap harta yang dimiliki seseorang terdapat pula hak orang lain yang harus dibayarkan. Ini merupakan tanggung jawab manusia sebagai bagian dari masyarakat untuk membantu orang lain (terutama saudara terdekat) yang tidak dapat memenuhi kebutuhan.17 3. Perintah Untuk Membelanjakan Harta Prinsipp berikutnya, Islam menyuruh membelanjakan harta. Tetapi tidak membenarkan membelanjakan hartanya dengan cara royal dan boros untuk memuaskan hawa nafsu semata. Islam memerintahkan agar membelanjakan harta dengan disertai syarat “fisabilillah”18 seperti firman Allah SWT:
ﻞ ا ْﻟ َﻌ ْﻔ َﻮ ِ ن ُﻗ َ ﻚ ﻣَﺎذَا ُﻳ ْﻨ ِﻔﻘُﻮ َ ﺴَﺄﻟُﻮ َﻧ ْ َو َﻳ Artinya: Dan mereka bertanya kepadamu, apa yang mereka belanjakan? Katakanlah, yang lebih dari keperluanmu (Al-Baqoroh: 219) Perintah membelanjakan harta dalam Islam memiliki perbedaan dengan sistem kapitalis. Hal ini bisa dilihat dari:19 1. Dalam Islam jika harta dibelanjakan/infak maka akan berkah dan dilipat gandakan. Sedangkan dalam ekonomi kapitalis, harata jika dibelanjakan semakin berkurang dan apabila dikumpulkan maka akan semakin bertambah.
17
Sayyid Abul a’la Maududi, Islamic Economic…., Op.cit, hlm 13
18
Abul ‘Ala Almaududi, Op. cit., hlm. 133 Abul ‘Ala Almaududi, Op. cit., hlm. 135-138
19
49
2. Harta yang dibelanjakan tidak akan sis-sia dan akan kembali dengan bentuk lain yang bermanfaat bagi yang memiliki. Sedangkan, dalam sistem kapitalis harta yang dibelanjakan itu sia-sia dan tidak akan kembali. 3. Dalam Islam, harta yang dibelanjakan dengan memungut riba didalamnya tidaka akn bertambah tetapi justru berkurang. Sebaliknya dalam kapitalisme, memungut riba dari harta yang dimiliki akan menambah jumlah harta yang dimiliki. 4. Anjuran membelajakan harta/infak dalam Islam harus didasari dengan keikhlasan dan tidak mengaharap kembali. Sebaliknya infak harta dalam sistem kapitalisme
merupakan
usaha seseorang
untuk
menunjukkkan popularitas dan riya. Sehingga mengharapkan harta akan kembali lebih banyak. Jika pada akhirnya tidak kembali maka seseorang akan cenderung menyebut-nyebut infak yang dilakukan. 5. Membelajakan harta dalam Islam dianjurkan dengan harta yang terbaik yang dimiliki, melarang menafkahkan harta yang buruk. Sedangkan dalam sistem kapitalisme sebaliknya. Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Baqoroh : 267 yang berbunyi :
ﺟﻨَﺎ ْ ﺧ َﺮ ْ ﺴ ْﺒ ُﺘ ْﻢ َو ِﻣﻤﱠﺎ َأ َ ت ﻣَﺎ َآ ِ ﻃ ﱢﻴﺒَﺎ َ ﻦ ْ ﻦ َﺁ َﻣﻨُﻮا َأ ْﻧ ِﻔﻘُﻮا ِﻣ َ ﻳَﺎ َأ ﱡﻳﻬَﺎ اﱠﻟﺬِﻳ ﺧﺬِﻳ ِﻪ ِ ﺴ ُﺘ ْﻢ ِﺑَﺂ ْ ن َوَﻟ َ ﺚ ِﻣ ْﻨ ُﻪ ُﺗ ْﻨ ِﻔﻘُﻮ َ ﺨﺒِﻴ َ ض َوﻟَﺎ َﺗ َﻴ ﱠﻤﻤُﻮا ا ْﻟ ِ ﻦ ا ْﻟ َﺄ ْر َ َﻟ ُﻜ ْﻢ ِﻣ ﻋَﻠﻤُﻮا ْ ن ُﺗ ْﻐ ِﻤﻀُﻮا ﻓِﻴ ِﻪ وَا ْ ِإﻟﱠﺎ َأ artinya :
50
“Hai orang-orang yang beriman belanjakanlah dijalan kebajikan sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang telah dieluarkan dari bumi untukmu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk, lalu kamu belanjakan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya”20 4. Zakat Sebagaimana yang telah dijelaskan diatas, pada dasarnya Islam menghendaki agar kekayaan tidak dibiarkan terkumpul disalah satu pada kelompok tertentu dalam masyarakat. Meskipun pada hakekatnya harta yang dikumplkan merupakan hasil dari jerih payah dan kecakapan mereka. Dalam Islam, seseorang wajib membelanjakan sebagian harta yang telah sampai
batas
tertentu
yaitu
2,5%
untuk
kepentingan
sosial
kemasyarakatan. Seseorang tidak hanya membutuhkan kekayaan pada saat ini saja, melainkan manusia juga membutuhkan harta sebagai bekal masa yang akan datang. Karena seseorang diperintahkan membelanjakan hartanya, sebab pada suatu saat ia akan membutuhkan harta itu kembali.21 Perintah ini merupakan upaya
Islam menumbuhkan jiwa
kedermawanan, murah hati dan kerjasama yang sejati dalam lapangan sosial dengan ajaran-ajaran moralnya yang tinggi, dengan jalan bujukan dan ancaman yang efektif. Sehingga dengan kecenderungan alamiyahnya manusia
akan
merasa
jijik
untuk
mengumpulkan
kekayaan,
menyimpannya, dan gemar membelanjakan dengan semau sendiri.
20
Departemen Agama RI, Op. cit., hlm. 67 21 Abul ‘Ala Almaududi, Op. cit., hlm. 141
51
Pada segi yang lain, Islam membuat suatu undang-undang yang mewajibkan pemungutan suatu jumlah yang tertentu dari kekayaan orang banyak untuk kesejahteraan masyarakat dan kebahagiannya. Jumlah yang tertentu dari kekayaan orang banyak ini ialah “Zakat”. Betapa pentingnya zakat dalam sistem ekonomi Islam. Ia adalah rukun yang tepenting sesudah sholat, hingga Al-Qur’an telah menegaskan barang siapa menyimpan kekayaan, tidaklah halal baginya sebelum dikeluarkan,22 dalam hal ini diperjelas dalam firman Allah SWT:
ن ﻋَﻠ ْﻴ ِﻬ ْﻢ ِإ ﱠ َ ﻞ ﺻﱢ َ ﻄﻬﱢ ُﺮ ُه ْﻢ َو ُﺗ َﺰآﱢﻴ ِﻬ ْﻢ ِﺑﻬَﺎ َو َ ﺻ َﺪ َﻗ ًﺔ ُﺗ َ ﻦ َأ ْﻣﻮَاِﻟ ِﻬ ْﻢ ْ ﺧ ْﺬ ِﻣ ُ ﻦ َﻟ ُﻬ ْﻢ ٌ ﺳ َﻜ َ ﻚ َ ﺻَﻠﺎ َﺗ َ Artinya: Ambillah sedekah dari harta mereka, dengan sedekah itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka (At-Taubah: 103)23 Kata zakat itu sendiri menunjukkan, bahwa kekayaan yang dikumpulkan manusia itu adalah najis dan kotor, tidak mungkin ia menjadi suci sebelum dikeluarkan 2 ½ dari padanya untuk jalan “fisabilillah” tiap-tiap tahun. Selanjutnya dalam prinsipp ini kembali terlihat bahwa dalam Islam memegang aturan siapapun yang memiliki harta berlebih, maka wajib baginya mengeluarkan harta. Dan zakat berhak diterima oleh yang berhak (mustahik). Sedangkan dalam sistem kapitalis, seseorang tidak berhak atas harta kekayaan kecuali ia telah berinvestasi atas harta itu. 24 Di tambahkan Al-Maududi zakat berbeda dengan pajak. Keduanya mempunyai perbedaan yang mendasar. Pajak dibayar oleh seseorang yang merasa menggunakan fasilitas umum kepada pemerintah dan telah diatur 22
Abul ‘Ala Almaududi, Op. cit., hlm. 139 Departemen Agama RI, Op. cit., hlm 162 24 Abul ‘Ala Almaududi, Op. cit., hlm.141 23
52
undang-undang. Sedangkan zakat merupakan bentuk ketaatan kepada Allah
sebagaimana
halnya
salat.
Jika
seseorang
mengarapkan
kesempurnaan iman maka ia akan mengeluarkan zakat. Selain itu, zakat dalam Islam merupakan wujud ketaatan kepada Tuhan yang bermanfaat untuk memenuhi hak-hak masyarakat.25 5. Hukum Waris Prinsipp Ekonomi Islam selangkah lebih maju lagi untuk membagibagikan kekayaan yang mungkin masih tekumpul di satu tempat, dengan berlakunya hukum waris. Selain membelajakan harta untuk kepentingan pribadi, untuk infaq dijalan Allah dan untuk menunaikan zakat. Berlakunya hukum waris dalam Islam ialah barang siapa yang meninggal dunia sedang ia meninggalkan harta, banyak atau sedikit, seyogyanya harta itu dibagi-bagikan kepada kerabat yang terdekat. Sedangkan bagi mereka yang tidak memiliki ahli waris, harta hendaknya diserahkan kepada “Baitul Mal” untuk dimanfaatkan bagi kepentingan sosial.26 Disinilah kelebihan dari hukum waris yang tidak ada bandingannya dengan sistem ekonomi lain, karena yang dikehendaki oleh sistem-sistem itu ialah supaya kekayaan yang terkumpul pada satu orang atau beberapa orang
yang
terbatas
jumlahnya.
Tetapi
Islam
tidak
menyukai
terkumpulnya dan tertahannya kekayaan itu. Islam menginginkan
25 26
Sayyid Abul a’la Maududi, Islamic Economic…., Op.cit, hlm 16-17 Abul ‘Ala Almaududi, Op. cit., hlm. 223
53
tercapainya pemerataan, sehingga peredaran dan perputaran kekayaan dikalangan masyarakat menjadi mudah dan lancer.27 Dalam mengundangkan hukum warisan, Al-Qur’an memberikan hak kepada seseorang untuk membuat wasiat sebelum ia meninggal dunia sehubungan dengan harta kekayaan yang ditinggalkannya. Perintah ini memerintahkan kepada manusia yang hidup didunia ini untuk menyuruh keturunannya agar berlaku baik kepada kedua orang tuanya. Sedangkan bagi orang-orang yang tidak mampu mengelola harta kekayaannya secara baik karena cacat atau kurang cakap dan dikhawatirkan akan habis begitu saja, maka mereka tak diperkenankan untuk memegangnya. Kekayaan tersebut akan diserahkan kepada walinya atau pemerintah secara resmi, dan hanya diserahkan kembali kepada mereka bila mereka sudah dapat mengelolanya dengan baik.28 Disinilah kelebihan dari hukum waris yang tidak ada bandingannya dengan suatu sistem ekonomi lain, karena yang dikehendaki oleh sistem-sistem itu ialah supaya kekayaan yang dikumpulkan oleh satu orang harus tetap terkumpul di tangan satu orang atau beberapa orang yang terbatas jumlahnya sesudahnya juga. Tetapi Islam tidak menyukai terkumpulnya dan tertahannya kekayaan itu. Islam hendak membagi-bagi dan memeratakannya, sehingga peredaran dan perputaran kekayaan dikalangan masyarakat menjadi mudah dan lancer.29
27
Abul ‘Ala Almaududi, Op. cit., hlm. 224 Abul ‘Ala Al-Maududi, Adven of Islam Fundamental Teaching of The Qur’an, terj. M.M. Syarif Esensi Al-Qur’an Ekonomi, Politik, dan Filsafat, Bandung: Mizan, 1990, hlm. 80 29 Abul ‘Ala Almaududi, Op. cit., hlm. 224 28
54
6. Pembagian Rampasan Perang Islam telah memerintahkan, supaya yang dapat dirampas oleh kaum muslimin dimedan perang dibagi menjadi lima bagian, empat bagian dari padanya untuk mereka yang turut perang dan sebagian untuk kepentingan sosial kaum muslimin Allah berfirman :
ل َوِﻟﺬِي ِ ﺴ ُﻪ َوﻟِﻠ ﱠﺮﺳُﻮ َ ﺧ ُﻤ ُ ن ِﻟﱠﻠ ِﻪ ﻲ ٍء َﻓَﺄ ﱠ ْ ﺷ َ ﻦ ْ ﻏ ِﻨ ْﻤ ُﺘ ْﻢ ِﻣ َ ﻋَﻠﻤُﻮا َأ ﱠﻧﻤَﺎ ْ وَا ﻞ ِ ﺴﺒِﻴ ﻦ اﻟ ﱠ ِ ﻦ وَا ْﺑ ِ ا ْﻟ ُﻘ ْﺮﺑَﻰ وَا ْﻟ َﻴﺘَﺎﻣَﻰ وَا ْﻟ َﻤﺴَﺎآِﻴ Artinya : ketahuilah apa saja yang kamu peroleh sebagai rampasan perang, maka sesungguhnya seperlimanya untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnusabil (Al-Anfal : 41) Maksud dari sebagian untuk Allah dan Rasulnya ialah bagian yang dikhususkan untuk tujuan-tujuan dan kepentingan-kepentingan sosial, yang diurus dan diwarisi oleh pemerintah dalam negara Islam, menurut hukum Allah dan Rasulnya. Kemudian ia menerangkan bagian dari tiga golongan yang seperlima ini secara khusus yaitu : a. Anak-anak yatim, untuk keperluan memberi pengajaran, dan pendidikan
supaya mereka dapat memiliki syarat-syarat keahlian
untuk turut mengambil bagian dalam perpacuan hidup pada masa yang akan datang. b. Orang-orang miskin, yaitu orang-orang yang berkekurangan yang tidak dapat memperoleh apa yang menjadi kebutuhan dan tempat tinggal mereka. Termasuk dalam golongan ini adalah
janda-janda kaum
muslimin, orang-orang yang lemah dan orang-orang yang sakit.
55
c. Ibnussabil, yaitu orang yang memberikan perhatian secara serius untuk menumbuhkan dan memperjuangkan agama Allah 7. Perintah Untuk Berhemat Dalam Pembelanjaan Islam memperhatikan dan mengawasi perputaran kekayaan pada seluruh masyarakat, dan ditentukannya satu bagian dari pada harta orangorang kaya untuk fakir miskin. Pada satu segi yang lain diperintahkannya kepada tiap-tiap individu dalam masyarakat untuk tidak berlebihan atau boros dalam membelanjakan harta mereka, sehingga hingga keseimbangan dalam pembagian kekayaan dapat tercipta..30 Sebagaimana QS Al-Isra : 29 yang berbunyi:
ﻂ َﻓ َﺘ ْﻘ ُﻌ َﺪ ِﺴ ْ ﻄﻬَﺎ ُآﻞﱠ ا ْﻟ َﺒ ْ ﺴ ُ ﻚ َوﻟَﺎ َﺗ ْﺒ َ ﻋ ُﻨ ِﻘ ُ ك َﻣ ْﻐﻠُﻮَﻟ ًﺔ ِإﻟَﻰ َ ﻞ َﻳ َﺪ ْ ﺠ َﻌ ْ َوﻟَﺎ َﺗ َﻣﻠُﻮﻣًﺎ ْﻣَﺤﺴُﻮرًا Artinya : Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu (dan sebalikmya) janganlah kamu terlalu mengeluarkannya, agar kamu tidak menjadi tercela dan menyesal (Al-Isra’ : 29) Dalam hal ini, Islam menghendaki agar seseorang membelanjakan hartanya tidak melebihi kemampuan ekonominya. Tidak halal baginya melampaui batas itu, sehingga pengeluaran lebih besar daripada pendapatannya. Dengan kata lain, Islam dengan ajaran moralnya memerintahkan umatnya untuk mengembangkan
kehidupan yang
sederhana.
D. Landasan Pemikiran Abul A’la Al-Maududi Tentang Ekonomi Islam 30
Abul A’la Al-Maududi, Op. cit., hlm. 144
56
Al-Maududi adalah seorang pembaharu Islam yang pemikiranpemikirannya telah diakui di dunia Islam. Sekitar tahun 1940 Al-Maududi mengembangkan
pikirannya
untuk
mendirikan
gerakan
yang
lebih
komprehensif, dan itulah yang menyebabkan ia mendirikan organisasi Jami’at Islami sampai dia dipilih menjadi ketuanya. Dari sinilah pemikiran-pemikiran Maududi berkembang dan berpengaruh dari Pakistan sampai India yang tergolong sebagai gerakan Neo-Revivalisme31 Upayayang dilakuakn berusaha menunjukkan relevansi Islam dengan kehidupan masyarakat sekarang32 dan memiliki sasaran untuk menegakkan kembali cara hidup Islami secara utuh. Pendekatan ini memiliki skema lengkap reformasi dan rekonstruksi, dan telah mempengaruhi kehidupan di semua sektornya. Dia mencoba membangun kembali pemikiran muslim dengan berpedoman pada Al-Qur’an dan Sunnah serta untuk menghadapi tantangan dari Barat. Dia mencoba mengangkat derajat individu dan mengilhaminya dengan semangat Islam yang orisinil dan selaras dengan prinsipp-prinsipp yang telah diberikan oleh Tuhan dan rasulNya.33 Untuk mencapai itu semua Al-Maududi menyampaikan gagasannya yang penting artinya bagi umat Islam. Gagasan tersebut adalah Pertama, ia mengatakan bahwa masyarakat muslim telah kehilangan sebagian besar dari dinamika dan elannya, karena mereka telah melupakan susunan prioritas 31 Suatu gerakan yang berpengaruh diparuh pertama abad kedua puluhan sebagai proses yang dengannya komunitas muslim menghidupkan kembali kerangka sosial, moral, dan agama dengan kembali kepada dasar-dasar islam yaitu Al-Qur’an dan Sunnah 32 Abdullah Saeed, Menyoal Bank Syari’ah Kritik Atas Interpretasi Bunga Bank Kaum NeoRevivalis, Jakarta: Paramadina, 2004, hlm. 4 33 Abul A’la Al-Maududi, The Islamic Law and Constitution, terj. Asep Hikmat, Bandung: Mizan, 1994, hlm. 45
57
sumber-sumber Islam, yaitu Al-Qur’an, Sunnah dan ijtihad. Umat Islam telah bertindak sebaliknya, sekarang ini mereka lebih berpegang pada pendapat para ulama yang lalu dan
memegang hasil ijtihad mereka. Setelah melihat
pandangan para ulama, baru kembali kepada Al-Qur’an dan Sunah. Ini menyebabkan kebekuan pemikiran muslim. Dinamikanya yang asli dapat ditangkap kembali hanya apabila umat muslim memutuskan untuk mengganti cara berfikir sekarang ini. Itu berarti pertama-tama kita harus melihat AlQur’an lalu As-Sunah dan setelah itu baru pembahasan secara deduktif para ulama dan pikiran-pikiran yang diuraikan oleh pemikir-pemikir muslim dahulu. Kedua adalah mencari orang-orang yang suka kebenaran dan bersedia untuk kerja menegakkan kebenaran itu pada kehidupan manusia. Orang-orang yang demikian itu sifatnya harus dicari dan ditemukan, serta diikat dalam badan yang diorganisasikan. Selain itu, usaha harus dilakukan untuk membantu orang-orang tersebut mengembangkan pikirannya yang jelas, memurnikan kehidupan umat Islam, dan mengembangkan sifat-sifat yang baik dari moral dan wataknya. Dengan itu Al-Maududi berusaha untuk menekankan keharusan memelihara sekelompok kecil orang-orang yang ikhlas dan jujur sebagai dasar kebangkitan Islam. Sedangkan yang ketiga adalah usaha untuk membawa perubahan sosial yang sesuai dengan ajaran Islam. Idenya adalah bahwa orang yang telah berusaha untuk Islam, atau paling tidak mempunyai orientasi Islam dan memperhatikan terhadap kesejahteraan umat manusia harus mengambil
58
inisiatif
dan
mempergunakan
waktunya,
usaha
dan
sumber-sumber
kekuatannya, untuk membawa perubahan dan perkembangan yang sehat secara maksimal. Dalam wilayah kehidupan sosial, program itu menekankan usaha untuk mencegah rakyat dari ketidak adilan, menciptakan kesadaran kesehatan dan kebersihan, dan memperkukuh kerja sama dikalangan rakyat untuk menjamin kehidupan yang sehat. Memperhatikan anak yatim piatu, para janda, dan anak-anak cacat, dan pelajar yang miskin untuk memperoleh bantuan keuangan, dan menyediakan pelayanan kesehatan untuk rakyat terutama untuk orang-orang fakir miskin. Jelasnya dengan memperoleh inspirasi dari cinta Islam, tujuannya adalah untuk memperoleh kesejahteraan rakyat dalam kehidupan agama, sosial, moral dan material, dan bergerak untuk menciptakan kondisi-kondisi sosial yang cocok bagi transformasi secara total dalam kehidupan manusia.34 Dari uraian di atas, dapat diketahui pola dasar pemikiran yang dikembangkan Al-Maududi yaitu mengembalikan segala urusan kehidupan manusia (sosial, politik, ekonomi, agama) pada Al Qur’an dan Hadis. Bertolak dari background di atas, akan diuraikan pola landasan pemikiran ekonomi Islam Al-Maududi yang menjadi focus pembahasan penelitian. Al-Maududi berpendapat
bahwa petunjuk yang terdapat dalam Al
Qur’an dan As Sunnah meliputi kehidupan seantero manusia.35 Sehingga pemahaman yang benar tentang agama menjadi dasar pengembangan dan upaya pembaharuan yang dilakukan. 34 35
Dalam Islam, Pemahaman agama
Mukti Ali, Alam Pikiran Modern di India dan Pakistan, Bandung: Mizan, 1995, hlm. 260 Ibid, hlm. 246
59
tersebut berangkat dari konsep tauhid. Konsep tentang Tuhan sebaagi satusatunya dzat yang berkuasa dan memberikan hukum tentang berbagai prinsipp pokok yang harus dipatuhi oleh manusia. Lebih lanjut Al-Maududi berpendapat Islam bukan hanya mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhan. Ia menekankan bahwa Islam adalah jalan hidup yang lengkap yang mengatur segala sendi kehidupan manusia. Pemikirannya tentang ekonomi Islam tentunya juga berangkat dari dasar konsep tauhid diatas. Selain didukung oleh kondisi masyarakat dan Negara Pakistan yang sangat menginginkan menjadi Negara Islam yang total. Hal ini bisa dilihat dari ketetapan Dewan Konstituante Pakistan yang menyatakan bahwa 1). Kedaulatan tertingggi di Pakistan berada ditangan Allahsemata. Dan pemerintah harus mengatur Negara sebagai agen-Nya. 2). Hukum dasar adalah syariah Islam yang telah diturunkan oleh nabi Muhammad SAW. 3). Hukum yang ada yang bertentangan dengan hukum Islam harus diselaraskan dengan Islam. 4). Kekuasaan Negara tidak boleh bertentangan dengan batas-batas yang digariskan Islam.36 Dilatarbelakangi beberapa hal di atas dapat dipahami mengapa AlMaududi begitu mengecam hal-hal yang bertentangan dengan Islam, termasuk sistem ekonomi barat. Karenanya usaha Al-Maududi tidak hanya pada perjuangan menegakkan Negara Islam Pakistan tetapi juga setiap aspek kehidupan manusia harus didasarkan pada aturan Tuhan. Terkait dengan sistem ekonomi, Al-Maududi berupaya untuk sendi-sendi ekonomi Islam 36
Ahmad Syaukani, Perkembangan Pemikiran Modern Di Dunia Islam, BAndung: Pustaka Setia, 1997, hlm. 101
60
benar-benar bisa terlaksana. Hal ini tentunya dengan melepaskan diri dari berbagai pengaruh diluar Islam, baik yang berasal dari pengaruh hinduistik dengan sistem semi feodalnya atau semi kapitalistik Barat.37 Dari sini kemudian, Al-Maududi mencoba membukakan mata umat Islam tentang kelemahan-kelemahan sistem ekonomi barat dan meyakinkan umat Islam tentang keunggulan sistem ekonomi Islam yang bersumber dari Al Qur’an dan As Sunnah. Sehingga dapat dipahami bahwa pemikiran ekonomi Islam yang dijabarkan Al-Maududi dalam bukunya “Ususu Al Iqtishod Bainal Ialami Wa Al-Nadmu Al-Mu’ashiroh Wa Mu’dhilat Al Iqtishod Wahallaha Fi Al-Islami“ tidak lepas dari pembahasan ekonomi sosialis dan kapitalis yang belakangan cenderung dijadikan kiblat umat Islam. Kerangka berpikir yang dibangun oleh Al-Maududi adalah dengan mengungkapkan terlebih dahulu kelemahan-kelemahan dari sistem ekonomi kapitalis dan sosialis dari Barat. Sistem kapitalis memiliki kelemahan yaitu : 1). Setiap individu berhak memiliki kekayaan tanpa batas dari apa yang diusahakan; 2). Orang lain tidak berhak atas harta yang dimiliki seseorang meskipun orang tersebut membutuhkan; 3). Sistem ini mengenal dua lapisan masyarakat yaitu golongan kaya dan golongan miskin.38 Sementara sistem sosialis memiliki kelemahan tidak diakuinya hak perseorangan artinya ssetiap individu tidak berhak memiliki kekayaan secara personal sekalipun dari hasil
37 38
Ibid, hlm. 103 Abul ‘Ala Almaududi, Op. cit., hlm.12
61
usaha yang dialkukan. Dan
semua harta adalah milik masyarakat atau
kolektif.39 Berangkat dari hal tersebut, kemudian Al-Maududi mencoba melihat sistem ekonomi yang berlaku dalam Islam. Menurut Islam, sesuatu yang terpenting adalah kembali kepada individu bukan pada jama’ah atau manusia secara kolektif. Dalam hal ini mnengandung arti bahwa bukan individu untuk masyarakat tetapi masyarakat untuk individu secara personal. Karena Allah SWT tidak akan meminta pertanggung jawaban secara kolektif, tetapi secara personal. Atas dasar ini, Islam tidak menghendaki aturan masyarakat yang merugikan hak personal. Sebab hakekatnya, manusia tidak akan berkembang dengan sehat tanpa adanya kebebasan berpikir dan bertindak. Untuk itulah setiap orang membutuhkan kebebasan berpendapat, menulis, berbicara berusaha, bersosial dan kebebasan dalam mencari penghidupan.40 Dengan demikian yang dikehendaki Islam adalah sistem ekonomi yang seimbang atau berada pada jalan tengah, artinya tidak hanya memetingkan kepentingan individu semata, tetapi juga mengatur kepentingan sosial. Sistem ekonomi Islam bukanlah sistem ekonomi kapitalis yang memberikan kebebasan tanpa batas atas kepemikikan individu. Sistem ekomomi Islam bukan pula sistem komunis yang hanya mengakui hak kolektif. Tetapi ia adalah sistem dibangun dengan mengakui kebebesan ekonomi denagn mengenal batas dan aturan. Ia adalah sistem yang menjadikan masyarakat dapat mengembangkan moral
39 40
Abul ‘Ala Almaududi, Op. cit., hlm.141 Abul ‘Ala Almaududi, Op. cit., hlm.12
62
kemanusiaan. Tetapi tidak dibenarkan menggunakan hukum demi kepentingan bersama.41 Selain mengungkapkan kelemahan-kelemahan sistem ekonomi barat. Al-Maududi mengingatkan bahwa untuk dapat memahami prinsip-prinsip ekonomi Islam harus terlebih dahulu memahami tujuan dasar dalam Islam. Berkaitan dengan masalah ekonomi paling tidak harus memahami tiga hal yaitu kebebasan manusia, perkembangan etik dan moral, dan Islam adalah agama kesatuan dan persaudaraan.42 1. Kebebasan manusia. Islam merupakan agama yang menjunjung tinggi harkat dan martabat. Kebebasann yang dimiliki manusia diikuti pula dengan tanggung jawabnya kepada Allah. Tanggungjawab tersebut tidak berlaku secara kolektif. Karena manusia harus bertanggunng jawab terhadap apa yang dilakukan sesuai dengan kemampuan dan pilihan yang dilakukan. Kebebsan ini tidak hanya berlkau dalam bidang ekonomi saja tetapi dalam beragama dan berpolitik. 2. Perkembangan moral dan etikal. Moral dan etika merupakan hal yang dibutuhkan dalam sebuah masyarakat. Individu senantiasa dapat mengembnagkan nilai seperti kedermawanan, simpati kepedulian dan nilai moral lainnya. Nilai-nilai itu penting artinya bagi terciptanya keadilan ekonomi. 3. Islam adalah agama kesatuan dan persaudaran. Ajaran Islam tidak mengenal adanya pembagian kelas dan apaladi mengajarkan konflik antar 41 42
Sayyid Abul a’la Maududi, Islamic Economic…., Op.cit, hlm 18 Sayyid Abul a’la Maududi, Islamic Economic…., Op.cit, hlm 5-7
63
golongan. Islam mengajurkan sikap saling pengertian dan kerjasama antar manusia atau golongan. Dengan memahami tiga hal tersebut menurut Al-Maududi, kita akan lebih dapat memahami dan mengaplikaskan prinsip-prinsip ekonomi Islam pada tiap situasi dan keadaan.
64
BAB IV ANALISA PRINSIP-PRINSIP EKONOMI ISLAM MENURUT AL-MAUDUDI
Dalam bab ini akan disajikan analisa terhadap hasil penelitian pada bab III berdasarkan landasan teori yang telah dibangun pada bab II. Dari analisa ini diharapkan, akan diketahui lebih jelas tentang prinsip-prinsip ekonomi Islam menurut Al-Maududi dan landasan pemikiran Al-Maududi dalam prinsip-prinsip ekonomi Islam. Sehingga pada akhirnya tujuan dan manfaat penelitian baik secara praktis dan teoritis tercapai.
1. ANALISA PRINSIP-PRINSIP EKONOMI ISLAM MENURUT ALMAUDUDI Pada bab III telah dijelaskan tujuh prinsip Abu Al- A’la AlMaududi ekonomi Islam menurut Al-Maududi. Prinsip tersebut adalah 1). Perbedaan halal dan haram dalam mencari kekayaan; 2). Larangan menimbun harta; 3). Perintah membelanjakan harta; 4). Zakat; 5). Hukum waris; 6). Pembagian rampasan perang; dan 7). Perintah untuk berhemat dalam pembelanjaan. Sekilas kita melihat terdapat perbedaan dari beberapa prinsipprinsip ekonomi Islam yang telah dikemukakan beberapa tokoh sebagaimana dalam bab III. Secara beragam dan berangkat dari kerangka pikir yang dibangun masing-masing tokoh akhirnya melahirkan berbagai teori tentang prinsip-prinsip ekonomi Islam. Hanya saja satu hal yang
65
harus dicatat adalah mereka berangkat dari pemahaman terhadap Al Qur’an dan As Sunah yang memang merupakan pedoman hidup umat Islam, termasuk dalam aktivitas ekonomi.1 Bila berangkat dari nilai-nilai dasar ekonomi Islam seperti tauhid, adl, nurbuwwah, khilafah dan ma’ad. maka semua prinsip yang disodorkan para tokoh tidak lepas dari kelima nilai itu. Nilai tauhid misalnya, jelas merupakan kunci pokok ajaran Islam yang harus diejawantahkan dalam semua aspek kehidupan manusia. Mengakui Allah sebagai Tuhan, sang penguasa dan pembuat ketetapan hukum sama artinya harus tunduk dan taat secara total, bukan hanya sebatas ibadah maghdhah tetapi juga ghairu mahdhah. Secara tegas hal ini, adalah konsep utam yang dijadikan pijakan oleh Al-Maududi dalam membangun kerangka berpikir sehingga melahirkan prinsip ekonomi seperti perbedaan halal dan haram dalam mencari harta. Dalam hal ini, dijelaskan aturan bagaimana prosedur perdagangan yang sah dan diperbolehkan dalam Islam. Tentu saja akan menjadi haram jika melanggar aturan dari Allah yaitu seperti merugikan orang lain. Di sinilah menunjukkan kuatnya hukum Allah sebagai pedoman menetapkan halal dan haram2 termasuk dalam mencari penghidupan. Secara berturut-turut nilai Tauhid ini pula yang dijadikan prinsip pertama dalam ekonomi Islam menurut beberapa tokoh, antara lain menurut Afzalur Rahman prinsip tauhid merupakan landasan utama 1
Abdul Mannan, Teori Dan Praktek Ekonomi Islam, Yogyakarta : Dana Bhakti Primayasa, 1997, hlm. 29 2 Ahmad Muslim, History of Muslim Philosophy (terj), Bandung : Mizan, 1995, hlm. 69
66
ekonomi Islam. Hal ini bisa dilihat dari perintah-perintah
dalam Al
Qur’an yang selalu didahului dengan konsep tauhid baru kemudian cara pemanfaatan harta.3 Di ikuti pula oleh Quraish Shihab yang menyatakan prinsip ekonomi Islam ada empat hal yaitu : 1). Tauhid; 2). Keseimbangan; 3). Kehendak bebas; dan 4). Tanggung jawab.4 Dan Abd. Muin Salim memberikan uraian prinsip ekonomi Islam sebagai berikut 1). Tauhid; 2). Istimar atau istikhlaf; 3). Kemaslahatan (al silah) dan keserasian (al-adalah); 4). Keadilan (al-qist); dan 5). Kehidupan sejahtera dan kesentosaan dunia dan akhirat.5 Dari uraian sebelumnya, Dapat lihat Al-Maududi dan tokoh-tokoh yang lain mempunyai konsep yang berbeda-beda. Al-Maududi nampak lebih general dalam menetapkan prinsip-prinsip ekonomi Islam untuk kemudian Al-Maududi perkuat dengan dalil-dalil naqli yang memang berkaitan dengan prinsip yang ditetapkan. Misalnya prinsip halal dan haram dalam memperoleh harta didasarkan QS An Nisa ayat 29 – 30 tentang laranan memakan harta sesama. Prinsip kedua larangan, megumpulkan harta didasarkan pada QS Ali Imron : 180; dan At Taubah : 34. dan Prinsip ketiga, perintah membelanjkan harta sesuai dengan QS Al Baqarah: 219, 268, 272 dan 276; An Nisa : 36; Al Ma’arij: 24-25; Ar Rum : 39.
3
John J Donohue dan John L Esposito, Islam Dan Pembaharuan : Ensiklopedi MasalahMasalah, Jakarta : Raja grafindo persada, 1995, hlm. 896 4 Dikutip dari Umar Shihab, Kontekstualitas Al Qur’an : KAjian tematik Atas Ayat-Ayat Hukum dalam AL-Qur’an, Jakarta : Permadani, 2005, hlm. 295 5 Idid.
67
Prinsip-prinsip yang secara garis besar ditetapkan Al-Maududi akan terlihat berbeda dengan Ibnu Sina yang secara lebih detail mengkaji prinsip-prinsip ekonomi Islam. Menurut Ibnu Sina ada sepuluh hal penting dalam prinsip ekonomi Islam yaitu 1). Motif rumah tangga. Bagi ibnu Sina rumah
tangga
merupakan
titik
awal
membnagun
ekonomi
dan
kesejahteraan manusia; 2). Ekonomi membutuhkan negara, negara berhak mengatur kehidupan ekonomi rakyatnya sehingga tercapai kemakmuran; 3). Setiap manusia mempunyai hak miliki terhadap harta dari hasi usaha dan warisan yang diperoleh; 4). Pemasukan dan pengeluaran, dalam Islam dua hal ini adalah masalah pokok. Bagaimana mengatur agar tidak terjadi pengeluaran yang lebih besar dari pemasukan; 5). Pemasukan dan pengeluaran harus dengan cara yang halal; 6). Pengeluaran harus diatur dengan anggaran, disini diperlukan rencana anggaran setiap kali akan melakukan pembelanjaan harta; 7). Pengeluaran untuk kepentingan pribadai harus dilakukan sehemat mungkin; 8). Pengeluaran untuk kepentingan umum dilakukan dengan ikhlas; 9 ). Beramal kebajikan terutama pada akerabat terdekat dan orang yang membutuhkan; dan tabungan bagi Ibnu Sina memberi peran penting bagi kehidupan ekonomi pribadi maupun dalam lingkup negara. Bila dibandingkan denan Ibnu Sina dapat terlihat beberapa titik persamaan pandangan tentang prinsip ekonomi Islam Al-Maududi, antara keharusan memperoleh harta dengan cara yang halal, anjuran hemat atau tidak
berlebihan
dalam
membelanjakan
harta,
keharusan
untuk
68
menafkahkan sebagian rejeki untuk kepentingan orang lain dan kesejahteraan. Sementara titik perbedaan terlihat pada pembahasan yang khusus oleh Al-Maududi tentang hukum warisan dan pembagian harta rampasan perang Secara detail prinsisp-prinsip ekonomi Islam Al-Maududi dapat dianalisa sebagai berikut
: Prinsip pertama yang dikaitan dengan
penjelasan prosedur perdagangan dan perniagaan dalam Islam, sebenarnya merupakan langkah yang ingin ditunjukkan dan ditegaskan kembali oleh Al-Maududi bahwa ekonomi Islam berbeda dengan ekonomi modern yang jauh dari nilai-nilai moral. Perdagangan sebagai aktivitas penting ekonomi dalam Islam diatur atas dasar kejujuran, kepercayaan dan ketulusan. Mannan menyebutkan bahwa prinsip dasar perdagangan dalam Islam adalah Pertama, larangan sumpah palsu, dewasa ini banyak pedagang yang mencoba meyajikan pembelinya dengan melakukan sumpah palsu. Hal ini banyak terjadi karena tidak kepedulian masyarakat terhadap nilai moral dan spiritual yang harus senantasa diterapkan dalam kehidupan. Kedua, takaran yang benar, dalam perniagaan menetapkan timbangan dan takaran yang benar harus terapkan.6 dan Ketiga, Itikad Baik, penting artinya menekankan prinsip ini agar hubungan perdagangan saling menguntungkan.7
6
QS. AL Mutaffifin : 2-7, Artinya “ yaitu orang-orang yang apabila minta takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi. Dan apabla mereka menakar atau menimbang untuk orang lain mereka mengurangi. Tidakkah orang-orang itu menyangka, bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan pada suatu hari besar yaitu ketika manusia berdiri menghadap Tuhan alam semesta? Sekali-kali jangan curang, karena sesungguhnya kitanb orang durhaka tersimpan dalam sijjin. 7 Abdul Mannan, Op.cit, hlm. 288-289
69
Sedangkan prinsip-prinsip seperti larangan mengumpulan harta, perintah membelanjakan harta, zakat, dan perintah untuk hidup berhemat terutama ditekankan pada pencapaian kesejahteraan sosial. Masalah kesejateraan sosial dalam Islam merupakan tanggung jawab bersama antara individu, masyarakat dan negara.
8
Ekonomi Islam sebagaimana
yang dijelaskan Al-Maududi apada dasarnya merupakan prinsip jalan tengah yang dapat dijadikan solusi untuk menutupi sistem ekonomi barat yang satu sisi sangat mengagungkan hak pribadi dan satu sisi mengagungkan hak swasta atau sosial. Ajaran agama Islam, mengakui dan menyadari hakekat manusia yang tidak hanya mahluk pribadi tetapi juga mengakui manusia sebagai mahluk sosial. Karena Al Qur’an sebagaimana dikatakan Al-Maududi merupakan jalan kehidupan yang sempurna bukan hanya mengatur hubungan manusia dengan Tuhan tetapi juga mngatur hubungan manusia dengan sesamanya.9 Jika dalam aspek ekonomi, dapat dilihat bahwa dalam Islam sangat mengakui hak milik baik laki-laki dan perempuan dan tidak ada perbedaan hasil usaha antara keduanya dari apa yang diusahkan.10 Setiap individu
8 9
246
Hasan, Tholhah, Islam Dalam Perspektif Sosio Kultural, Jakarta : Lantabora, 2005, hlm.167. Ali, A. Mukti, Alam Pikiran Modern di India dan Pakistan, Bandung: Mizan, 1995, Hlm.
10
QS. An Nisa : 32 “ untuk mereka orang laki-laki ada bagian daripada usaha yang dikerjakan dan untuk perempuan ada bahagian dari apa yang di usahakan”.
70
baik laki-laki dan perempuan akan mendapatkan hasil sesuai dengan jerih payah yang dikeluarkan. 11 Sementara kewajiban manusia sebagai mahluk sosial
adalah
perintah berbagi terhadap sesama, yaitu dengan menafkahkan sebagian harta yang diperoleh untuk orang berhak membutuhkan. Dalil-dalil zakat dalam Al-Qur’an menunjukkan manusia sebagai pribadi memiliki hak yang tidak sepenuhnya karena pada dasarnya setiap hasil yang diperoleh terdapat hak orang lain yang harus diserahkan. Aturannya adalah 2,5% dari harta yang dimiliki jika telah mencapai batas tertentu. Demikianlah kita ketahui bahawa Islam sangat melindungi hak pribadi maupun masyarakat karena pada dasarnya Islam membimbing manusia pada kemaslahatan secara total baik pribadi maupun sosial. Prinsip tawazun atau tengah-tengah atau keseimbangan dalam hidup yang dianut dalam Islam semakin dibuktikan oleh kajian prinsip ekonomi Islam Al-Maududi. Selain itu juga ajaarn rahmatan lilalamin “bermafaat bagi seluruh alam” khususnya dalam kegiatan ekonomi semakin jelas konsepnya untuk diterapkan oleh masyarakat muslim apalagi kita ketahui bahwa sesungguhnya dalam mata rantai kegiatan ekonomi terdapat hubungan yang kompleks yaitu manusia dengan Tuhan, manusia dengan sesamanya dan manusia dengan alam sebagai sumber pemenuhan kebutuhan hidup.
11
QS. Ibrahim : 51, Artinya “ Allah memberi pembalasan dari tiap-tiap orang terhadap apa yang ia usahakan“
71
Perlu dicatat bahwa dari prinsip-prinsip ekonomi Islam menurut Al-Maududi terdapat dua prinsip yang sangat khas dalam arti tidak menjadi bahasan para ahli yang lain. Dua prinsip itu adalah hukum waris dan pembagian rampasan perang. Dua prinsip ini masuk dalam prioritas prinsip ekonomi Islam yang disajikan Al-Maududi karena memang dalam Al Qur’an sendiri membahas dua jalan ini sebagai cara untuk mendapatkan kekayaan. Hukum waris merupakan hal yan sangat khas diatur dalam Islam. Adanya hukum waris yang diatur dalam Islam menunjukkan bukti bahwa Islam benar-benar agama yang memberikan arah bagi kemaslahatan umat. Bagaimana tidak, Allah telah memerintahkan dan mengatur tiap detail bagian bagi orang-orang yang berhak menerima waris jika ada seorang muslim yang meninggal. Bukan hanya bagi anak dan isteri tetapi juga keluarga terdekat dan kerabat menjadi bagian penting dalam pembagian harta waris. Selain sebagai upaya mewujudkan kesejahteraan karena adanya
pemerataan
kekayaan
dalam
masyarakat.
Hukum
waris
memberikan kemudahan dan menghindari konflik dalam pembagian harta waris bagi pihak keluarga yang ditinggalkan. Bahkan lebih dari itu, solusi kongkrit yang diberikan Islam ketika seseorang yang meninggal tidak memiliki ahli waris maka harta waris tersebut hendaknya diberikan pada baitul mal untuk dimanfaat secara baik bagi kepentingan sosial. Sehingga dari sini dapat dilihat bahwa ekonomi Islam telah menyiapkan berbagai
72
formulasi tepat untuk menyelesaikan berbagai masalah tentang perputaran dan distribusi hak milik manusia secara pribadi. Prinsip berikutnya yang menjadi sorotan penting dalam prinsipprinsip ekonomi yang dipaparkan Al-Maududi adalah pembagian harta rampasan perang. Berdasarkan QS. Al Anfal : 41, Allah berfirman bahwa harta hasil rampasan perang pada dasarnya bukan milik dan hak mereka yang ikut adil dalam peperangan saja. Tetapi sebagian adalah bagian dari Allah dan Rosulnya dalam arti harus digunakan untuk kepentingan sosial. Prinsip ini menjadi penting untuk dibahas karena bila dilihat dari sejarahnya Islam yang diwarnai dengan beberapa peperangan melawan kaum musyrik, kajian tentang harta rampasan perang merupakan bagian yang tak bisa ditinggalkan. Harta rampasan perang merupakan sumber kekayaan negara. Sebelum Islam datang, adalah menjadi sebuah kebiasaan para pemimpin dan tentara yang menang menyimpan harta rampasan tanpa dibagikan kepada rakyat.12 Apalagi bila dikaitkan dengan sifat dasar manusia yang suka pada harta sebagaimana dalam QS Al Imron : 14 yang berbunyi
ﻄ َﺮ ِة َ ﻦ وَا ْﻟ َﻘﻨَﺎﻃِﻴ ِﺮ ا ْﻟ ُﻤ َﻘ ْﻨ َ ﻦ اﻟ ﱢﻨﺴَﺎ ِء وَا ْﻟ َﺒﻨِﻴ َ ت ِﻣ ِ ﺸ َﻬﻮَا ﺣﺐﱡ اﻟ ﱠ ُ س ِ ﻦ ﻟِﻠﻨﱠﺎ َ ُزﱢﻳ ع ُ ﻚ َﻣﺘَﺎ َ ث َذِﻟ ِ ﺤ ْﺮ َ ﺴ ﱠﻮ َﻣ ِﺔ وَا ْﻟَﺄ ْﻧﻌَﺎ ِم وَا ْﻟ َ ﻞ ا ْﻟ ُﻤ ِ ﺨ ْﻴ َ ﻀ ِﺔ وَا ْﻟ ﺐ وَا ْﻟ ِﻔ ﱠ ِ ﻦ اﻟ ﱠﺬ َه َ ِﻣ ب ِ ﻦ ا ْﻟ َﻤ َﺂ ُﺴ ْﺣ ُ ﻋ ْﻨ َﺪ ُﻩ ِ ﺤﻴَﺎ ِة اﻟ ﱡﺪ ْﻧﻴَﺎ وَاﻟﱠﻠ ُﻪ َ ا ْﻟ Artinya : 12
Abdul Mannan, Teori …, Op.cit, hlm. 251
73
Dan dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini yaitu : wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatng ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan didunia, dan di sisi Allah tempat kembali yang baik (surga).13 Bila dikait dengan watak manusia secara umum pada dasarnya manusia memiliki nafsu yang serakah. Sehingga besar kemungkinan manusia lupa untuk berbagai kebahagiaan dengan orang lain kala mereka dalam kondisi berlimpah. Dengan demikian, demi kebaikan individu jugalah Islam mengatur harta rampasan perang sedemikian rupa. Keegoisan manusia, sering membuat mereka merasa bahwa yang diperoleh adalah hak penuh pribadinya. Padahal jelas ditegaskan dalam berbagai ayat Al Qur’an ajuran untuk menafkahkan sebagian harta untuk kepentingan
masyarakat. Sekaligus hal ini adalah simbol yang
menunjukkan perbedaan ekonomi Islam dengan sistem kapitalisme yang hanya menjunjung tinggi hak milik pribadi dan tidak berlaku bagi seseorang untuk mendapatkan harta yang bukan bagian dari investasinya. Sebenarnya bila dikaji lebih lanjut pada dasarnya penetapan prinsip ini tidak bisa dilepaskan begitu saja dari nilai-nilai dasar yang membangun ekonomi Islam utamanya nilai Adl yang menekankan pada sikap adil terhadap semua hal, termasuk perilaku ekonomi. Nilai Adil mengandung implikasi tidak diperbolehkan seseorang mengeruk keuntungan setinggitingginya dengan merugikan orang lan. Selain nilai Adl, nilai Khilafah memiliki kaitan erat pula dengan sistem ini. Hal ini bisa dilihat dari
13
Soerjono, dkk, Al Qur’an Dan Terjemahnya, Jakarta : Interrmassa, 1971, hlm. 903
74
implikasi dari nilai khilafah yang melahirkan konsekuensi-konsekuensi sebagaimana disebut M. Umer Chapra, manusia sebagai khalifah memiliki sejumlah implikasi berikut :14 1.
Persaudaraan Universal Setiap manusia adalah khalifah dan bukan hanya oaring tertentu saja, atau anggota-anggota ras tertentu atau kelompok atau Negara. konsep ini akan menimbulkan persamaan dan mengangkat martabat semua manusia. Dalam kerangka konssep persaudaraan ini, sikap yang dibenarkan terhadap sesame manusia adalah “kekuatan itu benar”, berjuang untuk kepentingan sendiri” atau si kuat yang menang”, tetapi pengorbanan dan kerjasama yang saling menguntungkan untuk memenuhi kebutuhan pokok semua orang dan mengembangkan potensi seluruh kemanusiaan dan memperkaya kehidupan manusia.
2.
Sumber-sumber Daya adalah amanat Sumber-sumber daya yang ada di tangan manusia adalah karuni adari Allah, maak manusia sebagai khalifah, bukanlah pemilki sebenarnya. Ia hanya amant yang harus dipergunakan untuk kesejateraan manusia. Penggunaan Sumber-sumber daya dalam sistem ekonomi Islam diatur berbeda dengan sistem ekonomi yang lain. Aturan itu adalah Pertama, sumber-sumberdaya itu dipergunakan untuk kepentngna
14
M. Umer Chapra, Islam dan tantangan Ekonomi (terj), Jakarta : Gema Insani Press, 2000, hlm. 208-211
75
semua orang, bukan untuk segelintir orang (Al Baqoroh : 29). Mereka harus dimafaatkan secara adil bagi kesejahteraan manusia. Kedua, setiap oranng harus mencari sumber-sumber daya dengan jujur dan benar, dengan cara yang ditetapkan oleh Al qur’an dan As sunnah. Ketiga, meskipun sumber-sumber daya diperoleh dengan cara yang benar maka pemanfaatan didasarkan prinsip keamanatan yaitu untuk kesejahteraan bukan untuk diri sendiri. Dan keempat, tak seorangpun berhak menghancurkan atau menyia-nyiakan sumbersumber daya yang telah diberikan oleh Allah. Dengan demikian, atursn Islam terkait dengan harta rampasan perang adalah sebuah perubahan dari kebiasaan yang cenderung individulistik pada kebiasaan yang sosialis dengan menetapakan hak seperlima bagian untuk kesejahteraan masyaarka. Dalam hal ini AlMaududi merinci pembagian terhadap beberrapa golongan berikut : a. Anak-anak yatim, untuk keperluan memberi pengajaran, dan pendidikan
supaya mereka dapat memiliki syarat-syarat keahlian
untuk turut mengambil bagian dalam perpacuan hidup pada masa yang akan datang. b. Orang-orang miskin, yaitu orang-orang yang berkekurangan yang tidak dapat memperoleh apa yang menjadi kebutuhan dan tempat tinggal mereka. Termasuk dalam golongan ini adalah
janda-janda kaum
muslimin, orang-orang yang lemah dan orang-orang yang sakit.
76
c. Ibnussabil, yaitu orang yang memberikan perhatian secara serius untuk menumbuhkan dan memperjuangkan agama Allah Setelah mengetahui membandingkan prinsip-prinsip ekonomi Islam Al-Maududi dengan tokoh yang lain dan melihat masing-masing prinsip tersebut, maka
untuk selanjutnya akan dicoba bagaimana
sebenarnya aplikasi prinsip-prinsip ekonomi Islam dalam konteks sekarang. Secara garis besar prinsip-prinsip ekonomi Islam yang dijelaskan Al-Maududi merupakan prinsip dasar yang seharusnya bisa dilaksanakan dengan baik oleh umat Islam dalam konteks apapun. Apalagi prinsip yang dikemukakan selalu didasarkan pada Al Qur’an sebagai rujukannya dan sekaligus sebagai pedoman hidup manusia yang tidak lekang dimakan zaman. Meski demikian dalam prakteknya selalu saja tidak sebaik dengan konsep yang ada. Prinsip perbedaan halal dan haram dalam memperoleh harta merupakan hal inti yang harus dipegang oleh setiap muslim apalagi di zaman sekarang ini. Dimana jarak antara halal dan haram semakin tidak jelas karena keinginan manusia yang ingin mendapatkan harta dengan cara cepat tanpa peduli lagi dengan larangan agama. Kasus korupsi terus merajalela di negeri yang mayoritas muslim ini merupakn wujud bahwa umat Islam sendiri belum mampu secara maksimal melaksanakan prinsip ini. Padahal jika setiap muslim menyadari ajaran tersebut mustahil kasus korupsi terus terjadi apalagi yang melakukan mayoritas pejabat yang
77
secara ekonomi berada dalam high class. Kecenderungan manusia untuk memeperkaya diri sendiri akan dapat diminimalisir dan manusia akan lebih peduli terhadap lingkungan yang membutuhkan bantuan. Beberapa prinsip berikutnya adalah larangan mengumpulkan harta, perintah membelajakan harta dan zakat adalah prinsip yang saling berkaitan. Satu sisi setiap muslim dilarang menumpuk harta kekayaan secara
berlebihan,
sementara
perintah
yang
dianjurkan
untuk
membelanjakan harta secara benar termasuk salah satunya dengan membayar zakat. Islam melarang menumpuk harta karena menghambat terciptanya kesejahteraan sosial. Sementara membelanjakan harta secara benar akan mempercepat terciptanya kesejahteraan sosial.
Optimalisai
zakat dapat mengurangi beban kemiskinan yang terjadi di masyarakat. Hal ini penting dalam era sekarang ini menjadi sangat penting untuk ditegaskan karena semakin modern zaman, terdapat kecenderungan manusia bersikap individualistik, dan minim sikap solidaritas. Akibatnya kesenjangan antar si kaya dan si miskin semakin lebar. Di negara kita sendiri, masalah kesejahteraan sosial menjadi tujuan utama negara ini terbukti dengan dicantumkannya masalah pembangunan sosial dalam UUD 1945 (Pasal 33, 27 ayat 2 dan 34).15 Karenanya kesejahteraan sosial masyarakat bukan lagi urusan pribadi tetapi juga menjadi urusan pemerintahan suatu negara. Jika optimalisasi zakat di negara kita yang mayoritas muslim ini bisa terwujud bukan hal yang sulit mengatasi 15
Muhammad Tholhah Hasan, Isalm Dalam Perspektif Sosio Kultural, Jakarta : Lantobara, 2005 hlm. 160
78
kemiskinan dan keterbelakangan yang dialami sauadara kita yang tersebar diberbagai penjuru negeri. Hukum waris sebagai salah prinsip ekonomi Islam sampai saat ini dilaksanakan di masyarakat, hanya yang sedikit membedakan pembagian harta yang lebih sering disesuaikan dengan kesepakatan keluarga daripada sebagaimana yang telah diatur dalam Al Qur’an. Sementara terkait dengan prinsip pembagian harta rampasan perang tidak lagi sesuai dengan kondisi sekarang dimana masing-masing negara telah memiliki kemerdekaan sehingga perang yang dahulu terjadi tidak lagi ditemui sekarang ini. 2. ANALISA LANDASAN PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM ALMAUDUDI. Al-Maududi telah mencoba memberikan pemahaman yang sistematis bagi umat Islam tentang bagaiman sebenarnya prinsip-prinsip ekonomi yang berlaku dan harus dilaksanakan dalam Islam. Penyajian pandangan yang dilakukan Al
Mududi adalah hasil analisa tajam
sekaligus sebuah cara yang sangat briliant dan langka ditempuh. Hal ini bisa dilihat dari awal penyajian pandangan Al-Maududi yaitu dengan membahas terlebih dahulu dua sistem ekonomi yang berkembang di dunia kala itu yaitu sistem kapitalis yang banyak dianut di negara-negara Amerika dan sistem sosialis komunis yang di anut Uni Soviet (Rusia). Baru kemudian, menyuguhkan prinsip-prinsip ekonomi Islam yang penuh dengan landasan moral yang mampu mengatasi kelemahan-kelemahan yang ada pada dua sistem ekonomi yang merajai dunia pada waktu itu.
79
Satu hal yang harus dipahami dari gaya penyajian Al-Maududi yang sistematis dalam mengkaji prinsip-prinsip ekonomi menurut Islam adalah tidak bisa dilepaskan begitu saja dari background Al-Maududi sebagai seorang muslim yang taat. Dalam sederetan biografi yang telah dijelaskan, Al-Maududi adalah seorang sosok yang mengingingkan umat Islam kembali kepada ajaran Al Qur’an dan As Sunnah sebagai pedoman hidup umat Islam yang mengatur seantero masalah hidup manusia. Baginya Islam bukan hanya jalan hidup tetapi jalan hidup yang sangat sempurna.16 Hal ini ditunjukkan dengan ajaran Islam yang tidak hanya mengatur masalah hubungan manusia dengan Tuhannya, tetapi juga mengatur hubungan manusia dengan sesamanya. Begitu kompleks ajaran Islam memberikan pedoman bagi kehidupan manusia baik spiritualmaterialisme,
individual-sosial,
jasmani-rohani,
duniawi-ukhrawi
muaranya hidup dalam keseimbangan dan kesebandingan.17 Masalah ekonomi adalah masalah yang menyangkut kebutuhan materialisme manusia dan melibatkan hubungan manusia dengan sesamanya dalam rangka kelangsungan hidup dan memanfaatkan sumber daya alam sebagai alatnya. Kehidupan ekonomi terkait dengan masalah konsumsi, produksi dan distribusi barang dan jasa yang dibutuhkan manusia. Untuk melakukan ketiga kegiatan ekonomi tersebut, dalam Islam manusia diberi kebebesan seluas-luasnya untuk berkreasi guna memenuhi kebutuhan yang dimiliki. Meski demikian, sebagai umat Islam tidak bisa 247
16
Mukti Ali, Alam Pikiran Modern di India dan Pakistan, Bandung : Mizan, 1995, Hlm. 246-
17
Suhrawardi K. Lubis, Hukum Ekonomi Islam, Jakarta : Sinar Grafika, 2000, hlm. 3.
80
melepaskan begitu saja ajaran Tauhid dalam kehidupan manusia. Justru konsep tauhid merupakan dasar utama bagi umat Islam dalam bertindak dan berperilaku,18 tak terkecuali dalam aktivitas ekonomi. Karenanya pembahasan ekonomi dikembalikan dalam bingkai moral yang telah di atur dalam AL Qur’an dan As Sunnah sebagai petunjuk yang datang langsung dari Tuhan dan Rasulnya. Selain landasan pemikiran sesorang yang tidak lepas dari keyakinan yang dimiliki, adalah suatu kemestian pengaruh yang ditanamkan dari kondisi sosial kultural dimana orang tersebut hidup. Perjuangan dan pergulatan pemikiran Al-Maududi untuk membumikan Islam, pada waktu itu berada dalam setting masyarakat yang sedang berjuang melepaskan diri dari penjajahan Inggris. Dan sisi lain perjuangan untuk untuk mendirikan sendi-sendi agama dalam sebuah negara Islam, juga berada pada sebuah masyarakat yang multi agamis (Hindu, Budha, Islam) yang mewarnai negara India kala itu. Kondisi seperti ini mengharuskan Al-Maududi harus lebih cerdas dalam menyajikan buah pikirnya bagi masyarakat. Apalagi Al-Maududi merasa bahwa umat Islam tidak mungkin bergabung dengan umat hindu dalam satu negara.19 Khusus dalam bidang ekonomi Islam, serangkaian kerangka pikir yang dimulai dari pembahasan tentang kelemahan-kelemahan sistem ekonomi kapitalis dan sosialis merupakan sebuah cara yang efektif untuk meyakinkan umat Islam untuk kembali dan menegakkan kehidupan 18 19
Ibid, hlm. 244 Sadzali, Munawir, Islam dan Tata Negara, Jakarta: UI-Press,1990, hlm. 161
81
ekonomi yang berdasarkan moral agama. Sekaligus melepaskan diri dari pengaruh sistem yang lain yaitu sistem feodalis – Hindu dan Kapitalismebarat .20 Hasil kajian yang dimulai dengan temuan Sistem kapitalis yang memiliki kelemahan yaitu : 1). Setiap individu berhak memiliki kekayaan tanpa batas dari apa yang diusahakan; 2). Orang lain tidak berhak atas harta yang dimiliki seseorang meskipun orang tersebut membutuhkan; 3). Sistem ini mengenal dua lapisan masyarakat yaitu golongan kaya dan golongan miskin.21 Dan sistem sosialis yang memiliki kelemahan tidak diakuinya hak perseorangan artinya ssetiap individu tidak berhak memiliki kekayaan secara personal sekalipun dari hasil usaha yang dialkukan. Dan semua harta adalah milik masyarakat atau kolektif.22 Hal semacam ini adalah sebuah langkah yang semakin dapat meyakinkan umat Islam untuk kembali pada aturan Tuhan. Hal ini menjadi penting artinya bagi umat Islam yang pada waktu itu sangat didominasi oleh golongan modernis yang dinilai Al-Maududi semakin berkiblat pada barat dan mulai menjauh dari ajaran Islam yang sebenarnya. Kaum modernis dalam pandangan Al-Maududi mengalami kebingungan dan memiliki wawasan yang kusam. Mereka tidak memiliki kesepakatan mengenai tujuan dan bagaimana cara mencapainya. Setiap orang memiliki penafsiran masing-masing. Perbedaan-perbedaan ini sudah 20
Ahmad Syaukani, Perkemangan Pemikiran Modern di Dunia Islam, Bandung : Pustaka Setia, 1997, hlm. 103 21 Abul ‘Ala Almaududi, Ususu Al Iqtishod Bainal Islami Wa Al Nadzmu Mu’ashiroh Wa Mu’dilati Al Iqtishod Wahallaha Fi Al Islami, tt, hlm.12 22 Ibid, hlm.141
82
begitu parah sehingga tak ada satu ideologi yang disepakati. Hal inilah yang melemahkan posisi mereka. Belakangan terbukti bahwa kaum modernis bukan merupakan adimistrator dan politikus yang
baik.
Pemerintahan negara semakin lama semakin longgar. Korupsi semakin memuncak. Ekonomi semakin terseret dalam satu krisis ke krisis lain. Ketidakstabilan
politik
semakin
memuncak.
Mereka
berusaha
menanamkan hukum dan undang-undang yang jelas tidak diterima rakyat. Disinilah modernis semakin kehilangan prestise dalam memikat rakyat.
23
Usaha Al-Maududi dalam bidang ekonomi ini sekaligus sebagai langkah menjawab problematika kaum modern. Jawaban kreatif ini membuktikan dirinya sebagai seorang neo revivalis.24 Kaum neo revivalis berusaha untuk melakukan gerakan renaisans dengan karakteristik utama antara : 1). Gerakan renaisans Islam memiliki sasaran untuk menegakkan cara hidup Islami secara utuh; 2). Gerakan ini mencoba membangun kemabli pemikiran Muslim dengan berpedoman pada Al Qur’an dan As sunnah serta untuk mengahadapi tantangan Intelektual Barat; 3). Gerakan ini menghindari ekstrimisme antara konservatif dan modernisme. Dia tidak berpikiran sempit dan merasa rendah diri sehingga menagkibatkan ketaqlidan; 4). Dia bukan gerakan sekretarianisme, melainkan gerakan untuk melihat dan meninjau permasalahan dari berbagaii sudut pandang; dan 5). Gerakan ini memiliki kesepakatan dalam hal ideologi tentang
23
44
24
Abul Ala Maududi, The Islamic Law And Constitution (terj), Bandung : Mizan, 1995, hlm.
kaum neo revivalis disebut juga kaum fundamentalis. Al MAududi sering dianggap sebagai sumber utama kekautan revavalis, disamping sayyid Quthb dari Mesir.
83
prinsip-prinsip negara Islam dan sekaligus mamapu menjadi panggung gerakan dan pertemuan pemikir muslim Pakistan dari berbagai sektor.25 Bergabungnya Al-Maududi dalam gerakan ini semakin menunjukkan bahwa berbagai upayanya benar-benar dilakukan untuk memperbaiki kondisi umat Islam yang semakin terpuruk dala politik maupun ekonomi karena mereka telah meninggalkan ruh Islam dalam menjalankan kehidupan secara umum. Dengan demikian, bila dilihat dari keinginan dan komitmen yang dimiliki Al-Maududi sebagaimana tergambar di atas, maka pemikiran ekonomi yang disuguhkan Al-Maududi merupakan sebuah konsistensi yang dibangun untuk memperbaiki negara dan masyarakat berdasarkan Sendi-sendi Islam. Selain berangkat dari penilaian kritis terhadap sistem ekonomi yang ada. Al-Maududi berusaha menegaskan tiga hal dalam ajaran Islam yang menjadi pijakan dan dasar dalam mengaplikasikan prinsip-prinsip ekonomi Islam. Tiga hal tersebut adalah kebebasan manusia, perkembangan etik dan moral, dan Islam adalah agama kesatuan dan persaudaraan.26 1. Kebebasan manusia. Islam merupakan agama yang menjunjung tinggi harkat dan martabat. Kebebasann yang dimiliki manusia diikuti pula dengan tanggung jawabnya kepada Allah. Tanggungjawab tersebut tidak berlaku secara kolektif. Karena manusia harus bertanggunng jawab terhadap apa yang dilakukan sesuai dengan kemampuan dan pilihan yang 25 26
Ibid, hlm. 45-46 Sayyid Abul a’la Maududi, Islamic Economic…., Op.cit, hlm 5-7
84
dilakukan. Kebebsan ini tidak hanya berlkau dalam bidang ekonomi saja tetapi dalam beragama dan berpolitik. 2. Perkembangan moral dan etikal. Moral dan etika merupakan hal yang dibutuhkan dalam sebuah masyarakat. Individu senantiasa dapat mengembnagkan nilai seperti kedermawanan, simpati kepedulian dan nilai moral lainnya. Nilai-nilai itu penting artinya bagi terciptanya keadilan ekonomi. 3. Islam adalah agama kesatuan dan persaudaran. Ajaran Islam tidak mengenal adanya pembagian kelas dan apaladi mengajarkan konflik antar golongan. Islam mengajurkan sikap saling pengertian dan kerjasama antar manusia atau golongan. Sementara bila ditinjau dari nilai kegunaanya bagi sebuah negara Islam baru seperti Pakistan adalah sebuah sumbangan yang luar biasa. Karena sistem ekonomi menduduki posisi yaitu sama penting dengan sistem politik dalam sebuah negara. Keduanya bagai dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan dan saling mempengaruhi. Sehingga konsep dan acuan yang jelas bagi pengembangan kehidupan ekonomi suatu negara besar artinya bagi terwujudnya kesejahteraan dan kemajuan sebuah negara. Dalam hal ini, kesejahteraan sosial suatu negara Islam sangat berbeda dengan negara kapitalis maupun komunis. Islam memperkenankan perbedaan kekayaan dalam batas-batas rasional, tetapi tidak melebar di mana sebagian manusia hidup kemewahan, sementara mayoritas lainnya berada dalam keadaan kelaparan dan penderitaan. Hal ini karena dalam
85
Islam, menganggap kesejahteraan individu dan kesejahteraan sosial sebagai sesuatu yang saling melengkapi dan bukan sebagai sesuatu yang bersaing atau bertentangan satu dengan yang lain.27 Secara lebih luas, landasan berpikir yang dibangun oleh AlMaududi dapat digunakan sebagai referensi bagi umat Islam dalam memperluas dan memahami secara lebih komprehensif sistem ekonomi Islam yang sebenarnya telah ditetapkan dasar-dasarnya dalam Al Qur’an namun belum banyak dipahami, dikaji apalagi diterapkan oleh umat muslim dalam tingkatan pribadi, sosial maupun dalam konteks kenegaraan.
27
Badri Yatim dkk, Hak Asasi Manusia dalam Islam, Jakarta : Yayasan obor Indonesia, 1995, hlm. 221
86
BAB V PENUTUP
A.
KESIMPULAN Penelitian ini mempeunyai dua tujuan yaitu mendeskripsikan pemikiran Al-Maududi tentang prinsip-prinsip ekonomi Islam dan mendeskripsikan landasan pemikiran yang dibangun Al-Maududi berkaitan dengan teori ekonomi Islam yang dicetuskan. Dari pembahasan dan hasil analisa pada bab III dan bab IV maka dapat diambil simpulan : 1.
Prinsip-prinsip ekonomi Islam menurut Al-Maududi adalah 1). Perbedaan antara halal dan haram mengenai cara mencari kekayaan;
2).
Larangan
menimbun
harta;
3).
Perintah
membelanjakan harta; 4). Zakat; 5). Hukum waris; 6). Pembagian Rampasan perang; dan 7). Perintah untuk berhemat dalam pembelanjaan. 2.
Landasan Pemikiran yang dibangun Al-Maududi dalam menyusun teori ekonomi Islam diawali dengan Penjelasan tentang 3 ajaran pokok Islam yang diajdikan acuan penting dalam memahami prinsip-prinsp
ekonomi
Islam
yaitu
kebebasan
manusia,
perkembanan etik dan moral, serta Islam sebagai agama kesatuan dan persaudaraan. Selain itu Al-Maududi juga berangkat dari penjelasan tentang kelemahan-kelemahan sistem ekonomi barat
87
yaitu Sosialis dan kapitalis yang mnejadi kekuatan besar pada masa itu dan mulai dijadikan kiblat umat Islam. Dijelaskan kelemahankelemahan tersebut adalah 1). Setiap individu berhak memiliki kekayaan tanpa batas dari apa yang diusahakan; 2). Orang lain tidak berhak atas harta yang dimiliki seseorang meskipun orang tersebut membutuhkan; 3). System ini mengenal dua lapisan masyarakat yaitu golongan kaya dan golongan miskin. Sementara system sosialis
memiliki
kelemahan
tidak
diakuinya hak
perseorangan artinya ssetiap individu tidak berhak memiliki kekayaan secara personal sekalipun dari hasil usaha yang dialkukan. Dan semua harta adalah milik masyarakat atau kolektif. Berangkat dari hal ini Al-Maududi mencoba menunjukkan dan menegaskan
tentang
prinsip-prinsip
ekonomi
Islam
yang
merupakan sistem ekonomi yang yang berdasarkan AL Qur’an dan As Sunnah yaitu sistem yang mengambil dan mengajarkan jalan tengah karena menghendaki keseimbangan antara hak individu dan hak masyarakat yang tidak diberikan pada dua sistem yang berlaku di Barat.
B. SARAN Berdasarkan hasil penelitian maka saran yang dapat diberikan adalah: 1. Bagi peneliti selanjutnya dapat membahas kembali pemikiran ekonomi dari Tokoh Islam yang lainnya sebagai bahan
88
perbandingan sehingga mampu memperkaya pengetahuan tentang ilmu ekonomi Islam. 2. Bagi praktisi ekonomi Islam, hasil penelitian merupakan sedikit pengetahuan dan sumbangan pemikiran yang diharapkan bisa dipraktikkan secara benar di masyarakat. 3. Hasil penelitian setidakknya menggambarkan secara lebih nyata tentang
prinsip-prinsip
ekonomi
Islam
sehingga
dapat
memudahkan kita sebagai umat Islam pada umumnya untuk memulai mempraktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
C. PENUTUP Dengan mengucapakan rasa syukur kepada Allah SWT, akhirnya penulis selesai menyusun skripsi ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna karena itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Akhirnya, ucapkan terima kasih penulis kami sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu terselesainya skripsi ini denagn harapan semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi penulis pribadi dan pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Zainal Abidin, Dasar- Dasar Ekonomi Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1979 A Karim, Adiwarman, Ekonomi Islam Suatu Kajian Kontemporer, Jakarta: Gema Insani, 2001 ____________________, Ekonomi Mikro Islami, Jakartaa : IIIT Indonesia, 2002 Ali, Muhammad, Penelitian Kependidikan Prosedur dan Strategi, Ali Bandung: 1993, Ali, A. Mukti, Alam Pikiran Modern di India dan Pakistan, Bandung: Mizan, 1995 Chapra, M. Umer, Islam dan tantangan Ekonomi (terj), Jakarta : Gema Insani Press, 2000. Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahan (Ayat Pojok Bergaris), Semarang: CV. Asy Syifa’, Departeman Agama RI, Ensiklopedi Islam, Jakarta: Direktorat Jendral Kelembagaan Agama Islam Proyek Peningkatan Prasarana dan Sarana, 1993 Djazuli A. dan Yadi Janwari, Lembaga-Lembaga Perekonomian Umat, Jakarta: PT . Raja Grafindo Persada, tt., Fachruddin, Fuad M. n, Ekonomi Islam, Jakarta: Mutiara, 1982. Hasan, Tholhah, Islam Dalam Perspektif Sosio Kultural, Jakarta : Lantabora, 2005, Ibrahim, Tahir, Pembahasan Ekonomi Islam Marx dan Keynes, Jakarta: tp., 1967. J Donohue, John dan John L Esposito, Islam Dan Pembaharuan : Ensiklopedi Masalah-Masalah, Jakarta : Raja grafindo persada, 1995 Kahf, Monzer , Ekonomi Islam, Telaah Analitik Terhadap Fungsi Sistem Ekonomi Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995 Lubis, Ibrahim, Ekonomi Islam Suatu Pengantar I, Jakarta : Kalam Mulia, 1994 Lubis, Suhrawardi K, Hukum Ekonomi Islam, Jakarta : Sinar Grafika, 2000.
Mannan, Abdul, Teori Dan Praktek Ekonomi Islam, Yogyakarta : Dana Bhakti Primayasa, 1997 Al Maududi,Abul ‘Ala, Ususu Al Iqtishod Bainal Islami Wa Al Nadzmu Mu’ashiroh Wa Mu’dilati Al Iqtishod Wahallaha Fi Al Islami, tt. ________________, Al-Khilafah Wa Al-Mulk, ter. Muhammad Al-Baqir, Khilafah dan Kerajaan, Bandung: Mizan, 1996 ________________, Islamic Economic System Prinsiples And Objectives, Markazi Maktaba Islami Delhi, 1998 _____________, Esensi Al-Qur’an Filsafat, Polotik, Ekonomi, etika, Bandung: Mizan, 1994. Muhammad, Ekonomi Mikro Dalam Perspektif Islam, Yogyakarta: BPFE. Nawawi, Hadari, Metode Penelitian Terapan, Yogyakarta : Gajah Mada University, 1993. ___________, Metode Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta: Gajah Mada University Prees, 2000. Rahman, Afzalur , Economic Doctrin of Islam, Terj. Soeroyo Ngastain, Doktrin Ekonomi Islam, Jilid I, Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf, 1995, Sadzali, Munawir, Islam dan Tata Negara, Jakarta: UI-Press,1990, Syaukani, Ahmad, Perkembangan Pemikiran Modern Di Dunia Islam, BAndung: Pustaka Setia, 1997 Saud, Mahmud Abu, GBEI (Garis-Garis Besar Ekonomi Islam), Yogyakarta: Gema Insani Prees, Shihab, Umar , Kontekstualitas Al Qur’an : KAjian tematik Atas Ayat-Ayat Hukum dalam AL-Qur’an, Jakarta : Permadani, 2005, Seed,Abdullah, Islamic Banking and Interest a Study of Riba and Is Contemporary Interpretation, terj. Arif Maftuhin “Menyoal Bank Syari’ah : Kritik Atas Interpretasi Bunga Bank Kaum Neo-Revivalis”, Jakarta: PAramadina, 2004. Prawiranegara, Saifudin, Sistem Ekonomi Islam, Jakarta: tp., 1967. Yatim, Badri dkk, Hak Asasi Manusia dalam Islam, Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, 1995.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama
: Bambang Supriyono
Tempat/Tgl Lahir
: Kudus, 12 Juli 1982
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Agama
: Islam
Alamat
: Cendono RT 01/ IV Kec. Dawe Kab. Kudus Jawa Tengah
Kewarganegaraan
: Indonesia
Riwayat Pendidikan : SD Cendono 03 Lulus 1996 MTs. Miftahul Falah Lulus 1999 MA. Miftahul Falah Lulus 2002 IAIN Walisongo Fakultas Syari’ah 2002
Demikian riwayat hidup ini saya buat, yang ditulis dengan sebenar-benarnya.
Semarang, 8 Desember 2008 Penulis
Bambang Supriyono