Jurnal KOMUNIKASI PENELITIAN Volume 17 ( 2) 2005
T. Alief Aththorick Nursahara Pasaribu, Yulinda
KOMPOSISI DAN STRATIFIKASI MAKROEPIFIT DI HUTAN WISATA TANGKAHAN TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER KABUPATEN LANGKAT 1)
T. Alief Aththorick1 Nursahara Pasaribu1 Yulinda Staf Pengajar Departemen Biologi FMIPA USU
Abstract Study on macroepiphytes at Tangkahan Forest had been conducted from December 2002 to February 2003. One hectare study area (100 x 100 m) was established purposively. All the macroepiphytes plants were censused within thirteen sample plot 20 x 20 m in size. Forty seven species of plants belonging to four classes, ten orders, twenty families and thirty two genera were found as macroepiphytes. Among the families, Aspleniaceae was dominated the study site, this famili had 54.4410 % for density relatively. While, in fern spesies, the dominant spesies was Asplenium tenerum which 39.5809 % of all important value indexes and had 30.0919 % for density relatively. A. tenerum also dominated in the whole strata of macrospiphytes. Key words: Macroephiphytes, Tangkahan forest, A. tenerum
A. Pendahuluan Epifit merupakan tumbuhan yang hidup menumpang tanpa mengambil makanan dari inangnya (Mabberly, 1983). Beberapa epifit khas menempati stratum tertentu pada inangnya, tetapi kebanyakan menempati semua strata mulai dari bawah, tengah sampai tajuk pohon. Epifit dapat menempel pada batang, dahan, daun, pohon, perdu, dan liana (Smith, 1979). Epifit memainkan peranan ekologi penting dalam komunitas hutan karena merupakan penyumbang dalam biomassa dan kekayaan jenis hutan (Whitten, 1984). Epifit mempengaruhi iklim mikro dan menjadi habitat hidup berbagai jenis hewan. Selain itu beberapa jenis epifit dapat dimanfaatkan sebagai tanaman hias seperti suku Orchidaceae dan pakupakuan. Hutan hujan tropis memiliki banyak tumbuhan epifit. Umumnya lebih dari 10 % pohon-pohon dalam hutan hujan tropis ditumbuhi epifit (Richard, 1981). Suku-suku dari tumbuhan tinggi yang dapat tergolong epifit adalah Gesneriaceae, Melastomataceae, Rubiaceae, Orchidaceae, dan Asclepiadaceae. Sedangkan epifit dari golongan tumbuhan rendah yaitu pakupakuan, lumut kerak, lumut daun dan lumut
hati (Whitten, 1984). Epifit yang berasal dari tumbuhan tinggi dan paku-pakuan merupakan makroepifit, sedangkan yang berasal dari Lichens (lumut kerak) dan Bryophyt (lumut) merupakan mikroepifit. Keberadaan tumbuhan epifit pada suatu kawasan hutan sangat tergantung pada tipe formasi hutan dan altitude. Hal ini berhubungan dengan faktor-faktor lingkungan seperti intensitas cahaya, temperatur, kelembaban dan jenis-jenis vegetasi yang ada. Umumnya kelimpahan epifit meningkat mulai dari hutan dataran rendah sampai hutan pegunungan atas (Whitten, 1984). Sejauh ini bagaimana komposisi dan stratifikasi epifit pada suatu kawasan hutan di Sumatera Utara masih sangat sedikit dilaporkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komposisi dan stratifikasi makroepifit di Hutan Wisata Tangkahan Taman Nasional Gunung Leuser Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan informasi bagi studi-studi ekologi dan keanekaragaman hayati khususnya tentang makroepifit di kawasan hutan hujan tropis. B. Metode Penelitian Lokasi penelitian ditentukan secara purposive dengan memilih secara sengaja
1
Jurnal KOMUNIKASI PENELITIAN Volume 17 ( 2) 2005
T. Alief Aththorick Nursahara Pasaribu, Yulinda lokasi yang dianggap mewakili komunitas makroepifit. Pengamatan dilakukan dengan metode kuadrat yaitu dengan membuat plot-plot penelitian berukuran 20 x 20 m sebanyak 13 buah pada kawasan hutan seluas 1 ha. Selanjutnya dilakukan pencatatan jenis, jumlah dan strata makroepifit. Makroepifit yang tidak dapat diketahui jenisnya dikoleksi untuk diidentifikasi lebih lanjut di laboratorium. Untuk mengetahui komposisi floristik makroepifit pada tiap strata dilakukan analisis kuantitatif dengan menghitung nilai Kerapatan (K) dan Kerapatan Relatif (KR) tiap jenis. Selanjutnya nilai ini diurutkan dari yang terbesar sampai terkecil. Stratifikasi makroepifit diketahui dengan melihat keberadaannya pada strata pohon. Strata bawah yaitu mulai dari permukaan tanah sampai ketinggian banir atau 1,3 m; strata tengah mulai dari 1,3 m sampai ketinggian batang bebas cabang; dan strata atas yaitu mulai dari percabangan sampai tajuk pohon. Untuk mengetahui tingkat dominansi jenis dilakukan analisis lanjutan dengan menghitung Frekuensi (F), Frekuensi Relatif (FR) dan
Indeks Nilai Penting (INP) dengan menggunakan rumus dari Krebs (1985): KR = Kerapatan suatu jenis x 100% Kerapatan seluruh jenis FR 100%
=
Frekuensi suatu jenis Frekuensi seluruh jenis
INP = KR + FR C. Hasil dan Pembahasan 1. Komposisi Makroepifit Hasil penelitian menunjukkan bahwa kawasan hutan Tangkahan Taman Nasional Gunung Leuser memiliki 20 famili makroepifit yang terdiri dari golongan paku-pakuan, monokotil dan dikotil (Tabel 1). Berdasarkan urutan nilai kerapatan relatifnya maka diketahui bahwa komposisi makroepifit sebagian besar disusun oleh golongan paku-pakuan. Nilai kerapatan relatif terbesar dimiliki oleh suku Aspleniaceae sebesar 54,4410 % diikuti oleh Polypodiaceae, Neprolepidaceae, Orchidaceae, dan Rubiaceae dengan nilai KR berturut-turut 17,4579 %, 7,3507 %, 7,1975 %, dan 3,1394 %.
Tabel 1. Komposisi Makroepifit di Kawasan Hutan Tangkahan. NO 1 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20.
Famili Aspleniaceae Polypodicaeae Nephrolepidaceae Orchidaceae Rubiaceae Lycopodiaceae Lindsaeaceae Vittariaceae Zingiberaceae Urticaceae Adiantaceae Hymenophyllaceae Moraceae Polygalaceae Thelypteridaceae Lomariopsidaceae Melastomataceae Asclepiadaceae Athyriaceae Gesneriaceae Total
2
x
Jumlah Jenis
Jumlah Individu
Kerapatan Relatif (%)
8 8 2 9 1 3 1 2 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 47
711 228 96 94 41 12 51 21 14 9 7 5 3 2 4 3 2 1 1 1 1306
54,4410 17,4579 7,3507 7,1975 3,1394 0,9188 4,0000 1,6080 1,0720 0,6891 0,5360 0,3828 0,2297 0,1531 0,3063 0,2297 0,1531 0,0766 0,0766 0,0766 100,0000
T. Alief Aththorick Nursahara Pasaribu, Yulinda Besarnya nilai kerapatan relatif tersebut disebabkan oleh jumlah individu yang tinggi dari masingmasing suku. Kelima suku di atas bertuturut-turut memiliki individu 711, 228, 96, 94, dan 41 (Gambar 1). Jumlah individu yang tinggi akan meningkatkan nilai kerapatan relatif. Tingginya kerapatan relatif Aspleniaceae karena banyak ditemukan di sepanjang plot pengamatan. Aspleniaceae ditemukan di daerah naungan dan lembab dengan intensitas cahaya rendah, menempel di pohon–pohon kecil, serta cabang-cabang pohon besar di Hutan Tangkahan. Hal ini menunjukkan bahwa suku ini memiliki perkembangan yang cukup baik di Hutan Tangkahan yang lembab serta cahaya matahari yang cukup. Dari Tabel 1 juga dapat dilihat bahwa suku Orchidaceae memiliki jumlah jenis tertinggi sebanyak 9 jenis, diikuti oleh suku Aspleniaceae dan Polypodiacae sebanyak 8 jenis. Orchidaceae sebagian besar hidup secara epifit. Menurut Alikodra (2002) tumbuhan epifit yang banyak ditemukan di Taman Nasional Gunung Halimun Jawa Barat adalah suku Orchidaceae. Polunin (1990) menyatakan bahwa anggrek dapat tumbuh hampir di seluruh permukaan bumi, tetapi anggrek lebih menyukai daerah panas dan lembab, dengan curah hujan yang tinggi. Orchidaceae dapat dijumpai hampir di setiap habitat ekologi dari rawa bakau hingga hutan pegunungan dataran tinggi. Kerapatan relatif menunjukkan perbandingan jumlah individu suatu jenis dengan jenis lainnya pada suatu luasan tertentu. Dari analisa data
Jurnal KOMUNIKASI PENELITIAN Volume 17 ( 2) 2005 terhadap nilai kerapatan relatif pada tingkat jenis diperoleh sepuluh nilai kerapatan relatif jenis tertinggi seperti tercantum pada Tabel 2. Dari Tabel 2 dapat dilihat Asplenium tenerum memiliki nilai kerapatan relatif tertinggi sebesar 30,0919 %, diikuti A. phyllitidis (11,5620 %), A. squamulatum (8,4992 %), Colysis pedunculata (6,5084 %), Lemmaphyllum accedens (4,5942 %), Nephrolepis acutifolia (4,2113 %), dan lainlain. Kerapatan relatif terendah terdapat pada 7 jenis yaitu Asechynanthus parvifolia, Agrostophyllum majus, Asplenium simplicifrons, Cymbidium finlaysonianum, Diplazium lanceum, Dischidia gaudichaudii, Pleopeltis macrocarpa dengan nilai 0,0766 %. Tingginya nilai kerapatan relatif dari Asplenium tenerum kemungkinan disebabkan oleh faktor lingkungan yang cocok dan mendukung untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Faktor lingkungan yang mendukung itu adalah intensitas cahaya matahari yang cukup, serta daya adaptasi yang tinggi, yang dapat dilihat dari kemampuan hidupnya pada semua strata pohon. Menurut Sastrapdja et al. (1980) A. tenerum memiliki penyebaran yang cukup luas dan daya adaptasi yang tinggi terhadap faktor lingkungan, jenis ini dapat hidup pada kondisi lingkungan yang sangat lembab sampai pada kondisi lingkungan yang agak kering. A. tenerum tersebar hampir di seluruh hutan hujan tropis dan biasanya hidup secara epifit dengan menempel pada batang pohon-pohon besar, dahan, pohon-pohon kecil dan pada batu-batuan. A. tenerum berkembang dengan akar-akar yang banyak, adanya bulu-bulu halus yang berlimpah sehingga memudahkan dalam pengumpulan unsurunsur hara.
3
Jurnal KOMUNIKASI PENELITIAN Volume 17 ( 2) 2005
T. Alief Aththorick Nursahara Pasaribu, Yulinda
Tabel 2. Sepuluh Nilai Kerapatan Relatif Tertinggi Jenis Makroepifit di Kawasan Hutan Tangkahan.
4
No
Nama spesies
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Asplenium tenerum A. phyllitidis A. squamulatum Colysis pendunculata Lemmaphyllum accedens Nephrolepis acutifolia Lindsaea repens A. nidus Agrostemma trichantum Nephrolepis bisserata
Famili Aspleniaceae Aspleniaceae Aspleniaceae Polypodiaceae Polypodiaceae Nephrolepidaceae Lindsaeaceae Aspleniaceae Rubiaceae Nephrolepidaceae
Kerapatan relatif (%) 30,0919 11,5620 8,4992 6,5084 4,5942 4,2113 3,9051 3,3691 3,1394 3,1394
Jurnal KOMUNIKASI PENELITIAN Volume 17 ( 2) 2005
T. Alief Aththorick Nursahara Pasaribu, Yulinda Indeks nilai penting menggambarkan tingkat penguasaan jenis dalam suatu komunitas. Sepuluh indeks nilai penting tertinggi terdapat pada Tabel 3. Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa indeks nilai penting tertinggi adalah A. tenerum (39,5809 %), diikuti oleh A. phylitidis (21,0511 %), A. squamulatum (13,6087 %), Colysis penduculata (11,679 %), Lemmaphyllum accedens (11,1635 %), A nidus (9,9384 %), Agrostemma trichantum (8,2488 % ), Nephrolepis acutifola (7,1310 %), N. bisserata (6,7890 %) dan Phymatodes nigrescens (5,9875 %). INP terendah dari 47 jenis makroepifit terdapat pada 7 jenis dengan nilai 0,8065 %. Nilai INP yang tinggi menggambarkan bahwa jenis ini dapat beradaptasi dengan baik terhadap lingkungannya. Nilai tingginya INP ini jika dibandingkan dengan jenis-jenis lainnya dapat sebagai petunjuk bahwa jenis A. tenerum mampu hidup menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungannya dan dapat bersaing dengan jenis lainnya.
2. Stratifikasi Makroepifit Hasil penelitian menunjukkan bahwa makroepifit yang berada pada strata atas terdapat sebanyak 17 jenis, tengah 35 jenis dan bawah 17 jenis (Tabel 4). Dari Tabel 4 terlihat bahwa pada strata atas umumnya dijumpai suku Lycopodiaceae, Aspleniaceae dan Urticaceae, strata tengah dijumpai suku Aspleniaceae, Orchidaceae, Gesneriaceae dan Rubiaceae, dan strata bawah dijumpai suku Athyriaceae, Hymenophyllaceae dan Lomariopsidaceae. Dari semua strata makroepifit, dapat dilihat bahwa divisio Pteridophyta (paku-pakuan) mendominasi di semua strata atas, tengah, dan bawah. Hal ini menunjukkan bahwa paku-pakuan mempunyai toleransi yang tinggi terhadap faktor lingkungan, serta memiliki penyebaran yang lebih luas daripada yang lainnya. Hutan Tangkahan merupakan daerah yang masih lembab dengan curah hujan yang merata sepanjang tahun. Menurut Polunin (1990) tumbuhan paku menyukai kondisi ternaung dan lembab. Tumbuhan paku dapat juga menempati suatu rentetan luas habitat-habitat yang berkisar dari lahan agak kering, celah-celah batu-batuan sampai lumpur basah, air tawar, lantai hutan sampai cabang-cabang dan ketiakketiak percabangan pohon yang tinggi. Tumbuhan paku melimpah dan tersebar di kawasan iklim sedang dan tropika.
Tabel 3. Sepuluh Indeks Nilai Penting Jenis Makroepifit di Kawasan Hutan Tangkahan No 1. 2. 3. 4 5 6. 7. 8. 9 10.
Nama Spesies Asplenium tenerum A. phyllitidis A.squamulatum Colysis pedunculata Lemmapyllum accedens A. nidus Agrostemma trichantum Nephrolepis acutifolia N. bisserata Phymatodes nigrescens
Famili Aspleniaceae Aspleniaceae Aspleniaceae Polypodiaceae Polypodiaceae Aspleniaceae Rubiaceae Nephrolepidaceae Nephrolepidaceae Polypodiaceae
Indeks nilai penting (%) 39,5809 21,0511 13,6087 11,6179 11,1635 9,9384 8,2488 7,1310 6,7890 5,9875
Tabel 4. Stratifikasi Makroepifit pada Pohon-pohon di Hutan Tangkahan Suku LYCOPODINAE Lycopodiaceae
Nama jenis
Lycopodium nummulatifolium BL. L. phlegmaria L. L. squarrosum F.
Strata Atas
Tengah
Bawah
+ + +
+ -
-
5
Jurnal KOMUNIKASI PENELITIAN Volume 17 ( 2) 2005
T. Alief Aththorick Nursahara Pasaribu, Yulinda
Suku FILICINAE Adiantaceae Aspleniaceae
Nama jenis
Syngramma sp Asplenium baileyanum (Domin) wats A .erectum Bory
Strata Atas
Tengah
Bawah
+ -
+ + +
+ -
Lanjutan… Suku
Athyriaceae Hymenophyllaceae Lindsaeaceae Lomariopsidaceae Nephrolepidaceae Polypodicaeae
Nama Jenis A. longissimum Blume. A. nidus L. A. phyllitidis Don. Prodr. Fl. A. simplicifrons F. Muell A. squamulatum Bl. A. tenerum Forst. Diplazium lanceum Thunb. Trichomanes humile Forster T. maximum Blume Lindsaea repens (Bory.) Twaites Teratophyllum ludens (Fee). Holtt. Nephrolepis acutifolia (Desv.) Christ N. biserata (Sw) Schoot Aglaomorpha heraclea (Kunze) Copel Colysis acuminata (Bak) Holtt C. pedunculata (Hook & Grev.) Drynaria quersifolia J. Sm
Bawah + + + + + + + -
Lemmaphyllum accedens (Bl).Donk
+
+
-
Loxagramme subecostata (Hook) Chr. Phymatodes nigrescens (BL.) J. Sm. Pleopeltis macrocarpa (Bory.) Kaulf.
+ -
+ +
+
Thelypteridaceae
Thelypteris viscosa (B.L) J. Sm
-
-
+
Vittariaceae
Vittaria elongata SW.
-
+
-
V. ensiformis SW.
-
+
-
-
+
-
A. majus HK. F.
-
+
-
Appendicula elegans (Rchb.f.)
-
+
-
Bulbophyllum lasianthum Lindl
-
+
+
Coelogyne sp
-
+
+
Cymbidium finlaysonianum Lindl
-
+
-
Dendrobium sp1
-
+
+
Dendrobium sp2
-
+
-
Liparis viridiflora Lindl Hornstedtia sp
+ -
+ +
-
Dischidia gaudichaudii Aeschynanthus parvifolia R.Br
+ -
+ +
-
MONOCOTYLEDONEAE Orchidaceae Agrostophyllum bicuspidatum (J.J.S.)
Zingiberaceae DICOTYLEDONEAE Asclepiadaceae Gesneriaceae
6
Atas + + + + + + + + +
Strata Tengah + + + + + + + + + + +
Jurnal KOMUNIKASI PENELITIAN Volume 17 ( 2) 2005
T. Alief Aththorick Nursahara Pasaribu, Yulinda Melastomataceae Moraceae
Sonerilla albiflora Poikilospermum suaveolens (Bl) merr
-
+
+ +
Urticaceae
Elatostemma cuneatum Wight.
Polygalaceae Rubiaceae
Polygala venenosa Juss.Ex Foir. Agrostemma trichantum
+ -
+ + +
-
Dari 47 jenis makroepifit, A. tenerum merupakan jenis yang ditemukan pada seluruh strata baik strata atas, tengah, dan bawah serta memiliki jumlah individu tertinggi yaitu 393 individu. Hal ini karena kondisi lingkungan yang mendukung untuk pertumbuhan dan perkembangannya di Hutan Tangkahan. Dari hasil pengamatan faktor abiotik di Hutan Tangkahan, didapatkan suhu udara rata-rata 26,7 oC, suhu tanah 26,6 oC, kelembaban udara 95,7 %, intensitas cahaya 739 luxmeter, pH tanah 6,5 dan ketinggian 296 m dpl. Dari hasil pengamatan tersebut dapat dinyatakan bahwa kondisi lingkungan Hutan Tangkahan tergolong lembab, sehingga sangat baik untuk pertumbuhan dan perkembangan makroepifit khususnya untuk pertumbuhan A. tenerum. Menurut Holttum (1969) A. tenerum tumbuh pada hutan yang lembab, sering ditemukan pada pohon-pohon kecil dan pada bebatuan. A. tenerum mempunyai bentuk yang sederhana, berkembang dengan akar-akar yang banyak dan bulu halus yang berlimpah berwarna coklat sebagai pengumpul hara. D. Kesimpulan 1. Komposisi makroepifit di Hutan Wisata Tangkahan Taman Nasional Gunung Leuser terdiri dari 20 suku yang tergolong dalam paku-pakuan dan angiospermae. 2. Komposisi makroepifit didominasi oleh suku Aspleniaceae dari golongan pakupakuan dengan nilai kerapatan relatif 54,4410 %. 3. Jenis makroepifit yang sangat dominan dan menempati semua strata pohon adalah Asplenium tenerum, jenis ini memiliki Kerapatan Relatif dan Indeks nilai penting tertinggi sebesar 30,0919 % dan 39,5809 %.
E. Daftar Pustaka Alikodra, H. S. 2002. Biodiversitas Taman Nasional Gunung Halimun (II). Berita Biologi. Volume 6. No. 1. Pusat Penelitian Biologi. LIPI. Hlm. 6. Ewusie, J. Y. 1990. Ekologi Tropika. Penerbit ITB. Bandung. Hlm. 249 – 253. Holttum, R.E. 1969. Flora of Malaya. Second Edition. Government Printing Office. Singapura. P 305 – 311. Krebs, C. J. 1985. Ecology. Third Edition. Harper & Row, Publisher. New York. Lawrence, G.H.M. 1958. Taxonomy of Vascular Plants. The Macmilan Company. New York. P 49 – 52. Mabberley, D. J. 1983. Tropical Rain Forest Ecology. Second Edition. Blackie Academic & Professional. New York. P. 29. Mueller, D. Dumbois & H. Ellenberg. 1974. Aims and Methods of Vegetation Ecology. Wiley International Edition. New York. P. 277. Piggott, A.G. 1988. Ferns of Malaysia in Colour. Tropical Press SDN. BHD. Kuala Lumpur. P 21 – 223. Polunin, N. 1990. Pengantar Geografi Tumbuhan dan Beberapa Ilmu Serumpun. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Hlm. 70-77. Richards, P. W. 1981. The Tropical Rain Forest. 7th Edition. Cambridge University Press London. New York. P. 231. Sastrapradja, S. & J.J. Afriastini. 1985. Kerabat Paku. Lembaga Biologi Nasional – LIPI. Bogor. P 77 – 83. Sastrapradja, S., J.J. Afriastini, D. Darnaedi & E.A Widjaja. 1980. Jenis Paku Indonesia. Lembaga Biologi Nasional – LIPI. Bogor.
7
T. Alief Aththorick Nursahara Pasaribu, Yulinda Smith, G.M. 1979. Cryptogamic Botany Vol. II Bryophyte and Pteridophyte. Mc.Graw-Hill Book Company Inc. New York. P 214 - 222
8
Jurnal KOMUNIKASI PENELITIAN Volume 17 ( 2) 2005 Whitten, A. J., J. Anwar, S.J. Damanik., N. Hisyam. 1984. Ekologi Ekosistem Sumatera. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Hlm. 281 – 285.