KOMPETENSI SOSIAL KEPALA SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI (SMAN) 105 JAKARTA Adventina Krismastyanti Program Sarjana, Universitas Gunadarma Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara mendalam gambaran kompetensi sosial pada Kepala Sekolah Menengah Atas (SMA), faktor-faktor yang menyebabkan kompetensi sosial subjek, dan cara pengembangan kompetensi sosial subjek. Pertanyaan penelitian yang diajukan adalah bagaimana kompetensi sosial pada subjek sebagai Kepala Sekolah Menengah Atas (SMA)?apa saja faktor-faktor yang menyebabkan kompetensi sosial subjek demikian, dan bagaimana cara pengembangan kompetensi sosial subjek. Kompetensi sosial adalah keefektifan seseorang dalam berinteraksi dan berhubungan dengan orang lain dan kemampuan untuk berinteraksi dengan lingkungan sekitar. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus. Subjek dalam penelitian ini berjumlah satu orang dengan karakteristik subjek berjenis kelamin pria berada pada usia 50 tahun dan berprofesi sebagai kepala sekolah. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara dan observasi. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh penulis, maka dapat diketahui bahwa subjek memiliki kompetensi sosial yang baik, hal ini dikarenakan subjek telah memiliki banyak pengalaman dalam hidupnya, selain itu sebelum menjadi kepala sekolah, subjek adalah seorang guru yang memiliki tugas dan tanggung jawab untuk mendidik dan mengajar siswa-siswanya sehingga hal inilah yang akhirnya membentuk kompetensi sosial yang baik pada diri subjek. Saran yang dapat diberikan oleh penulis adalah agar subjek tetap mempertahankan dan terus meningkatkan perilaku-perilaku sosialnya yang selama ini telah dilakukan sehingga kompetensi sosial subjek akan semakin baik, selain itu, bagi kepala sekolah yang lain juga agar dapat mengembangkan terus kompetensi sosial yang baik, sehingga dapat menjalankan tugas dengan baik. Peneliti berharap agar hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi penelitian selanjutnya.
Kata kunci : Kompetensi Sosial, Kepala Sekolah Menengah Atas (SMA)
A. LATAR BELAKANG MASALAH Wahjosumidjo (dalam Sudrajat, 2009) mengartikan kepala sekolah sebagai seorang tenaga fungsional guru yang diberi tugas untuk memimpin suatu sekolah di mana diselenggarakan proses belajar mengajar, atau tempat di mana terjadi interaksi antara guru yang memberi pelajaran dan murid yang menerima pelajaran. Dalam Pasal 12 Ayat 1 Peraturan Pemerintah No 28 Tahun 1990 dikemukakan bahwa: “Kepala sekolah bertanggungjawab atas penyelenggaraan kegiatan pendidikan, administrasi sekolah, pembinaan tenaga kependidikan lainnya, dan pendayagunaan serta pemeliharaan sarana dan prasarana.” Seorang kepala sekolah harus memiliki kompetensi sosial sebagai salah satu standar kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang kepala sekolah, sebagaimana yang telah tercantum dalam Penjelasan Peraturan Pemerintah No 14 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, yaitu: kompetensi sosial yang merupakan kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk: berkomunikasi lisan dan tulisan, menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional, bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orangtua atau wali peserta didik dan bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar. Menurut Adam (dalam Martani & Adiyanti, 1991) kompetensi sosial mempunyai hubungan yang erat dengan penyesuaian sosial dan kualitas interaksi antar pribadi. Sedangkan Ross-Krasnor (dalam Denham & Queenan, 2003) mendefinisikan kompetensi sosial sebagai keefektifan dalam berinteraksi, hasil dari perilaku-perilaku teratur yang memenuhi kebutuhan-kebutuhan pada masa perkembangan dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Mengapa kompetensi sosial penting bagi seorang kepala sekolah sebagai tenaga pendidik? Seorang kepala sekolah tidak hanya bertugas sebagai pemimpin dan pendidik, tetapi juga merupakan panutan dan teladan bagi lingkungan. Seorang kepala sekolah dituntut untuk mampu berinteraksi dengan guru-guru dan berinteraksi dengan lingkungannya. Seorang kepala sekolah yang memiliki hubungan sosial yang baik dengan lingkungannya, maka ia dapat bekerjasama dengan tokoh masyarakat guna melaksanakan berbagai program dalam lingkungan kerja di sekolahnya untuk mengembangkan dan meningkatkan kualitas pendidikan di daerah yang bersangkutan tersebut. Kepala sekolah
juga harus berhadapan langsung dengan para guru dan anak didiknya untuk memberikan pengarahan, bimbingan dan ceramah, selain itu kepala sekolah juga harus berhadapan langsung dengan para orang tua murid untuk memberikan informasi mengenai anak mereka. Kepala sekolah juga perlu memberikan penjelasan dan pengarahan mengenai aturan-aturan yang berlaku dalam sekolah. Selain itu, sebagai salah satu contoh adalah jika ada anak didiknya yang bertengkar, atau ada diantara guru yang berselisih pendapat, maka tugas kepala sekolah adalah menengahi, sehingga sangat dibutuhkan kompetensi sosial yang baik pada diri seorang kepala sekolah, agar kepala sekolah tersebut mampu menjalankan tugasnya dengan baik (Majalah Gema Widyakarya, 2008). Contoh kompetensi sosial di lingkungan sekitar adalah jika kepala sekolahnya seorang perempuan, maka ia dapat aktif di kegiatan Pendidikan Kesejahteraan Keluarga (PKK) daerah tersebut, sehingga ia pun juga dapat mengajarkan ilmu atau keterampilan yang dimilikinya guna diajarkan kepada masyarakat. Jika kepala sekolahnya seorang laki-laki, dapat berperan dalam pembinaan Karang Taruna di daerah tersebut. Jadi, selain dapat mencerdaskan peserta didiknya, kepala sekolah juga dapat membina serta bersosialisasi dengan baik terhadap lingkungannya, dengan demikian seorang kepala sekolah dapat memberikan manfaat kepada lingkungan dimana ia ditugaskan serta dapat pula menjalankan tugasnya dengan baik. Apabila kepala sekolah tersebut telah berdedikasi terhadap lingkungannya, maka ia dapat beradaptasi dan bertahan di tempat ia ditugaskan (Mahdianur, 2009). Seorang kepala sekolah menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 16 Tahun 2007 mengenai kompetensi sosial (dalam Mahdiannur, 2009), seharusnya bersedia ditempatkan dimanapun dia berada, namun demikian banyak kepala sekolah yang ditugaskan di daerah-daerah terpencil atau pedalaman, merasa tidak betah karena sarana dan prasarana yang tidak memadai seperti dimana tempat ia tinggal sebelumnya, tetapi kepala sekolah diharuskan profesional dengan peraturan tersebut. Disinilah pentingnya kompetensi sosial dimiliki oleh seorang kepala sekolah, agar ia dapat beradaptasi dilingkungan tugasnya yang baru. Mengapa kompetensi sosial pada Kepala Sekolah Menengah Atas (SMA) itu perlu untuk diteliti, hal itu karena seorang Kepala Sekolah Menengah Atas (SMA) itu memiliki tanggung jawab yang sangat besar untuk memimpin, mendidik, membimbing
dan mengarahkan siswa-siswanya untuk mempersiapkan masa depannya kelak, apakah hendak melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi atau akan terjun langsung ke masyarakat. Maka disinilah pentingnya kompetensi sosial yang baik bagi Kepala Sekolah Menengah Atas (SMA), agar ia dapat memberikan contoh yang baik dan menjadi panutan bagi anak-anak didiknya dan mempersiapkan anak-anak didiknya agar dapat berguna di masyarakat (Majalah Gema Widyakarya, 2008). Latar belakang mengapa penulis memilih Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 105 Jakarta adalah berdasarkan data yang diperoleh penulis dari situs resmi Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 105 Jakarta, sekolah yang terletak di rayon Ciracas Jakarta Timur ini memiliki akreditasi A dan memiliki peringkat kedua di rayon Ciracas dalam hal mutu. Selain itu, Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 105 Jakarta ini memiliki peringkat pertama dalam hal kebersihannya di tingkat rayon Ciracas. B. PERTANYAAN PENELITIAN Pertanyaan dari penelitian ini adalah: 1. Bagaimana kompetensi sosial pada subjek sebagai Kepala Sekolah Menengah Atas (SMA)? 2. Apa saja faktor-faktor yang menyebabkan kompetensi sosial subjek demikian? 3. Bagaimana cara pengembangan kompetensi sosial subjek?
C. TUJUAN PENELITIAN Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana kompetensi sosial pada subjek sebagai Kepala Sekolah Menengah Atas (SMA), faktor-faktor yang menyebabkan kompetensi sosial subjek demikian, dan cara pengembangan kompetensi sosial subjek. D. MANFAAT PENELITIAN Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat antara lain: 1. Manfaat Teoritis Dengan penelitian ini diharapkan dapat menambah ragam ilmu psikologi khususnya dibidang psikologi sosial, yang dapat digunakan sebagai pedoman dalam penelitian lebih lanjut.
2. Manfaat Praktis Dengan penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi setiap kepala sekolah, agar dapat memiliki dan mengembangkan kompetensi sosial yang baik, dan mempertahankan kompetensi sosial yang baik yang selama ini sudah dimiliki.
E. TINJAUAN PUSTAKA A. Kompetensi Sosial
1.
Pengertian Kompetensi Sosial Ross-Krasnor (dalam Denham & Queenan, 2003) mendefinisikan kompetensi sosial sebagai keefektifan dalam berinteraksi, hasil dari perilakuperilaku teratur yang memenuhi kebutuhan-kebutuhan pada masa perkembangan dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Menurut Fisher dan Katherine (1994) kompetensi sosial merupakan suatu respon yang efektif dari seseorang terhadap beragam situasi kehidupan atau kesanggupan untuk berinteraksi secara efektif dengan lingkungan. Menurut Hurlock (1980), kompetensi sosial merupakan suatu kemampuan atau kecakapan seseorang untuk berhubungan dengan orang lain dan untuk terlibat dalam situasi-situasi sosial dengan memuaskan. Kompetensi sosial merupakan suatu sarana untuk dapat diterima dalam masyarakat. Dengan kompetensi sosial seseorang menjadi peka terhadap berbagai situasi sosial yang dihadapinya. Sedangkan menurut Santrock (1990), kompetensi sosial dapat diartikan sebagai kemampuan individu untuk berinteraksi secara efektif dengan lingkungannya. Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa kompetensi sosial adalah keefektifan seseorang dalam berinteraksi dan berhubungan dengan orang lain dan kemampuan untuk berinteraksi dengan lingkungan sekitar.
2.
Komponen Kompetensi Sosial Menurut Adam ( dalam Martani & Adiyanti, 1991) tiga komponen yang memungkinkan seseorang bagaimana menjalin hubungan positif dengan orang lain, yaitu: a. Pengetahuan tentang keadaan emosi yang tepat untuk situasi sosial tertentu. b. Kemampuan berempati dengan orang lain. c. Percaya pada kekuatan diri sendiri. 5 Sedangkan La Fontana dan Cillesen (dalam Papalia, Olds & Feldman, 2002) menuliskan bahwa kompetensi sosial dapat dilihat sebagai perilaku prososial, altruistik, dan dapat bekerja sama. Rydell, Hagekull dan Bohlin (1997) mengemukakan aspek kompetensi sosial adalah aspek prosocial orientation (perilaku prososial) yang terdiri dari kedermawanan
(generosity),
empati
(emphaty),
memahami
orang
lain
(understanding of others), dan suka menolong (helpfulness) serta aspek sosial (social initiative) yang terdiri dari aktif untuk melakukan inisiatif dalam situasi sosial dan withdrawal behavior (perilaku menarik diri) dari situasi tertentu. Menurut Buhrmester, Furman, Wittenberg, dan Reis (1988) kemampuan menjalin hubungan dengan orang lain dibagi dalam lima kriteria, yaitu: a. Kemampuan untuk memulai interaksi Adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk menjalin kontak sosial dengan orang lain. b. Kemampuan untuk menyatakan hak-hak pribadi dan ketidaksenangan kepada orang lain Adalah kemampuan seseorang untuk menyatakan secara tegas akan hak-hak pribadinya serta perlakuan yang dirasa tidak disukai dari orang lain. c. Kemampuan untuk membuka diri Adalah kemampuan seseorang untuk membuka diri dan mengungkapkan halhal yang bersifat pribadi. d.
Pemberian dukungan emosional Adalah kemampuan seseorang untuk memberikan dukungan sosial pada orang lain.
e.
Penanganan konflik Adalah kemampuan seseorang untuk menangani konflik yang ada. Menurut Mahdiannur (2009) dimensi kompetensi sosial pada seorang
pendidik, yaitu: kerja tim, melihat peluang, peran dalam kegiatan kelompok, tanggung jawab sebagai warga, kepemimpinan, relawan sosial, kedewasaan dalam berelasi, berbagi, berempati, kepedulian kepada sesama, toleransi, solusi konflik, menerima perbedaan, kerja sama, dan komunikasi. Berdasarkan uraian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek kompetensi sosial adalah pengetahuan tentang keadaan emosi yang tepat untuk situasi sosial tertentu, kemampuan berempati dengan orang lain dan percaya pada kekuatan diri sendiri dan aspek prosocial orientation (perilaku prososial) yang terdiri dari kedermawanan (generosity), empati (emphaty), memahami orang lain (understanding of others), dan suka menolong (helpfulness) serta aspek sosial (social initiative) yang terdiri dari aktif untuk melakukan inisiatif dalam situasi sosial dan withdrawal behavior (perilaku menarik diri) dalam situasi tertentu.
3.
Faktor-faktor yang Menyebabkan Kompetensi Sosial yang Baik Hurlock (1980) mengungkapkan bahwa seseorang yang memiliki kompetensi sosial yang baik juga mempunyai fungsi sosial yang baik. Faktor yang menyebabkan seseorang memiliki fungsi sosial yang baik menurut Hurlock (1980), yaitu: a. Kesehatan yang baik menyebabkan orang dapat berpartisipasi dalam kegiatan sosial. b. Kaitan yang erat dengan kegiatan sosial dapat melahirkan motivasi yang perlu untuk ambil bagian dalam kegiatan sosial. c. Kemahiran dan keterampilan sosial yang diperoleh sebelumnya dapat memperkuat kepercayaan diri dan dapat mempermudah masalah sosial. d. Status sosial yang sesuai dengan teman sebayanya tentang keinginan kelompok sosial yang memungkinkan bergabung dengan organisasi masyarakat.
Selain itu, Argyle (1980) menyatakan bahwa kompetensi sosial dilingkungan masyarakat dipengaruhi oleh sejumlah faktor, yaitu: a. Persepsi Untuk bereaksi secara efektif terhadap stimulus, diperlukan pengamatan dan perhatian yang cermat. Proses persepsi yang dilakukan individu membentuk sejumlah kategori atau dimensi yang disesuaikan dengan situasi yang menyertainya. Dengan demikian, persepsi yang dilakukan oleh individu membentuk impresi bagi orang lain, yang dapat dipergunakan dalam berbagai situasi sosial. Ketidakmampuan dalam persepsi menimbulkan kecemasan dan melemahkan kemampuan seseorang dalam berinteraksi secara sepantasnya. b. Pertukaran Peran Persepsi seseorang terhadap reaksi orang lain merupakan hal yang penting. Demikian pula halnya dalam mempersepsikan pandangan orang lain terhadap situasi yang terjadi, hal ini disebut dengan metapersepsi. Metapersepsi berlaku disaat seseorang merasa dinilai dan berada dihadapan orang lain. Ada perbedaan individu dalam kemampuan melihat sudut pandang orang lain secara berbeda. Oleh karena itu, kompetensi sosial membutuhkan kecakapan dalam mengambil alih peran orang lain serta motivasi untuk melaksanakannya secara tepat dan sesuai. c. Komunikasi Non-Verbal Interaksi sosial dipengaruhi oleh komunikasi non-verbal, yang sering tidak disadari oleh orang yang terlibat didalamnya. Pesan yang disampaikan melalui komunikasi non-verbal merupakan sikap terhadap orang lain. Tanda-tanda komunikasi non-verbal meliputi ekspresi wajah, tinggi rendah suara dan sikap tubuh (gesture). Tanda-tanda non-verbal memiliki dampak yang kuat dibandingkan dengan tanda verbal dalam menilai tingkah laku apakah bersahabat atau bermusuhan, dominan atau patuh. Kegagalan dalam relasi sosial seringkali berkaitan dengan hambatan menyampaikan tanda non-verbal seperti ekspresi wajah atau suara dan ketidakmampuan memahami tanda nonverbal yang disampaikan orang lain. d. Imbalan
Penilaian terhadap interaksi sosial didasari pula oleh perasaan suka erat kaitannya dengan imbalan yang diterima dan perasaan tidak suka berhubungan dengan sanksi yang diterimanya. Berdasarkan penelitian, tampak bahwa jika seseorang memberikan penguatan (reinforcement) terhadap perilaku orang lain, maka orang lain itu akan meneruskan perilakunya. Dampak perilaku ini memberikan pengaruh yang bersifat timbal balik. Bila seseorang memperoleh imbalan yang sesuai, maka interaksi sosial itu dianggap menyenangkan. Sebaliknya jika ia tidak memperoleh imbalan yang sesuai maka interaksi sosial tersebut ditinggalkan. e. Situasi dan Aturan Dalam menjalin relasi sosial, seseorang melakukan klasifikasi terhadap situasi yang dialaminya agar dapat bertindak sesuai dengan keadaan yang menyertainya. Argyle (1980) mengemukakan bahwa terdapat tujuh kelompok yang tergolong dalam situasi dan aturan yang menyertai keberhasilan menjalin relasi sosial, yaitu adanya peraturan, proses pengulangan, kebutuhan akan motivasi, tuntutan peran sosial, perkembangan struktur kognitif, dan setting yang menyertai serta keterampilan sosial. f. Presentasi Diri (Self Presentation) Kontak sosial yang terjadi antara sesama individu memberikan implikasi adanya kebutuhan untuk menampilkan diri secara lebih baik sebagai upaya untuk memperoleh penilaian atau impresi yang positif dari orang lain. Kompetensi seseorang dalam relasi sosial dipengaruhi oleh cara-cara menampilkan diri mereka dalam situasi sosial yang ada. Secara umum, seseorang akan menampilkan perilaku yang khusus untuk membentuk social image yang dikehendakinya. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa orang yang memiliki kompetensi sosial yang baik juga memiliki fungsi sosial yang baik.
B. Kepala Sekolah 1.
Pengertian Kepala Sekolah Wahjosumidjo (dalam Sudrajat, 2009) mengartikan bahwa kepala sekolah adalah seorang tenaga fungsional guru yang diberi tugas untuk memimpin suatu sekolah di mana diselenggarakan proses belajar mengajar, atau tempat di mana terjadi interaksi antara guru yang memberi pelajaran dan murid yang menerima pelajaran. Sementara Rahman (dalam Sudrajat, 2009) mengungkapkan bahwa “Kepala sekolah adalah seorang guru (jabatan fungsional) yang diangkat untuk menduduki jabatan struktural (kepala sekolah) di sekolah”. Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kepala sekolah adalah seorang guru yang diberi tugas untuk memimpin suatu sekolah dan mempunyai kemampuan untuk memimpin segala sumber daya yang ada pada sekolah tersebut sehingga dapat didayagunakan secara maksimal untuk mencapai tujuan sekolah.
2.
Peranan Kepala Sekolah Dalam perspektif kebijakan pendidikan nasional (Depdiknas, 2006), terdapat tujuh peran utama kepala sekolah yaitu: a.
Kepala Sekolah sebagai educator Kegiatan belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan dan guru merupakan pelaksana dan pengembang utama kurikulum di sekolah. Kepala sekolah yang menunjukkan komitmen tinggi dan fokus terhadap pengembangan kurikulum dan kegiatan belajar mengajar di sekolahnya tentu saja akan sangat memperhatikan tingkat kompetensi yang dimiliki gurunya, sekaligus juga akan senantiasa berusaha memfasilitasi dan mendorong agar para guru dapat secara terus menerus meningkatkan kompetensinya, sehingga kegiatan belajar mengajar dapat berjalan efektif dan efisien.
b.
Kepala Sekolah sebagai manager
Dalam mengelola tenaga kependidikan, salah satu tugas yang harus dilakukan kepala sekolah adalah melaksanakan kegiatan pemeliharaan dan pengembangan profesi para guru. Dalam hal ini, kepala sekolah seyogyanya dapat memfasiltasi dan memberikan kesempatan yang luas kepada para guru untuk dapat melaksanakan kegiatan pengembangan profesi melalui berbagai kegiatan pendidikan dan pelatihan, baik yang dilaksanakan di sekolah, seperti: Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) tingkat sekolah, in house training, diskusi profesional dan sebagainya, atau melalui kegiatan pendidikan dan pelatihan di luar sekolah, seperti: kesempatan melanjutkan pendidikan atau mengikuti berbagai kegiatan pelatihan yang diselenggarakan pihak lain. c.
Kepala Sekolah sebagai administrator Khususnya berkenaan dengan pengelolaan keuangan, bahwa untuk tercapainya peningkatan kompetensi guru tidak lepas dari faktor biaya. Seberapa besar sekolah dapat mengalokasikan anggaran peningkatan kompetensi
guru
tentunya
akan
mempengaruhi
terhadap
tingkat
kompetensi para gurunya. Oleh karena itu kepala sekolah seyogyanya dapat mengalokasikan anggaran yang memadai bagi upaya peningkatan kompetensi guru. d.
Kepala Sekolah sebagai supervisor Untuk mengetahui sejauh mana guru mampu melaksanakan pembelajaran, secara berkala kepala sekolah perlu melaksanakan kegiatan supervisi, yang dapat dilakukan melalui kegiatan kunjungan kelas untuk mengamati proses pembelajaran secara langsung, terutama dalam pemilihan dan penggunaan metode, media yang digunakan dan keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran. Dari hasil supervisi ini, dapat
diketahui
kelemahan
sekaligus
keunggulan
guru
dalam
melaksanakan pembelajaran, tingkat penguasaan kompetensi guru yang bersangkutan, selanjutnya diupayakan solusi, pembinaan dan tindak lanjut tertentu sehingga guru dapat memperbaiki kekurangan yang ada sekaligus mempertahankan keunggulannya dalam melaksanakan pembelajaran.
Jones sebagaimana disampaikan oleh Danim (2002) mengemukakan bahwa “ menghadapi kurikulum yang berisi perubahan-perubahan yang cukup besar dalam tujuan, isi, metode dan evaluasi pengajarannya, sudah sewajarnya kalau para guru mengharapkan saran dan bimbingan dari kepala sekolah mereka”. Dari ungkapan ini, mengandung makna bahwa kepala sekolah harus betul-betul menguasai tentang kurikulum sekolah. Mustahil seorang kepala sekolah dapat memberikan saran dan bimbingan kepada guru, sementara dia sendiri tidak menguasainya dengan baik e.
Kepala Sekolah sebagai leader Gaya kepemimpinan kepala sekolah seperti apakah yang dapat menumbuhsuburkan kreativitas sekaligus dapat mendorong terhadap peningkatan kompetensi guru? Dalam teori kepemimpinan setidaknya kita mengenal dua gaya kepemimpinan yaitu kepemimpinan yang berorientasi pada tugas dan kepemimpinan yang berorientasi pada manusia. Dalam rangka meningkatkan kompetensi guru, seorang kepala sekolah dapat menerapkan kedua gaya kepemimpinan tersebut secara tepat dan fleksibel, disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan yang ada. Kendati demikian menarik untuk dipertimbangkan dari hasil studi yang dilakukan Wiyono (2000) terhadap 64 kepala sekolah dan 256 guru Sekolah Dasar di Bantul terungkap bahwa etos kerja guru lebih tinggi ketika dipimpin oleh kepala sekolah dengan gaya kepemimpinan yang berorientasi pada manusia. Kepemimpinan seseorang sangat berkaitan dengan kepribadian dan kepribadian kepala sekolah sebagai pemimpin akan tercermin dalam sifatsifat sebagai berikut: jujur, percaya diri, tanggung jawab, berani mengambil resiko dan keputusan, berjiwa besar, emosi yang stabil, dan teladan (Mulyasa, dalam Depdiknas, 2006).
f.
Kepala Sekolah sebagai pencipta iklim kerja Budaya dan iklim kerja yang kondusif akan memungkinkan setiap guru lebih termotivasi untuk menunjukkan kinerjanya secara unggul, yang disertai usaha untuk meningkatkan kompetensinya. Oleh karena itu, dalam upaya menciptakan budaya dan iklim kerja yang kondusif, kepala sekolah
hendaknya memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut: para guru akan bekerja lebih giat apabila kegiatan yang dilakukannya menarik dan menyenangkan, tujuan kegiatan perlu disusun dengan dengan jelas dan diinformasikan kepada para guru sehingga mereka mengetahui tujuan dia bekerja, para guru juga dapat dilibatkan dalam penyusunan tujuan tersebut, para guru harus selalu diberitahu tentang dari setiap pekerjaannya, pemberian hadiah lebih baik dari hukuman, namun sewaktu-waktu hukuman juga diperlukan, usahakan untuk memenuhi kebutuhan sosio-psiko-fisik guru, sehingga memperoleh kepuasan. g.
Kepala Sekolah sebagai wirausahawan Dalam menerapkan prinsip-prinsip kewirausaan dihubungkan dengan peningkatan kompetensi guru, maka kepala sekolah seyogyanya dapat
menciptakan
memanfaatkan
pembaharuan,
berbagai
peluang.
keunggulan Kepala
komparatif,
sekolah
dengan
serta sikap
kewirausahaan yang kuat akan berani melakukan perubahan-perubahan yang inovatif di sekolahnya, termasuk perubahan dalam hal-hal yang berhubungan dengan proses pembelajaran siswa beserta kompetensi gurunya. Sejauh mana kepala sekolah dapat mewujudkan peran-peran di atas, secara langsung maupun tidak langsung dapat memberikan kontribusi terhadap peningkatan kompetensi guru, yang pada gilirannya dapat membawa efek terhadap peningkatan mutu pendidikan di sekolah. Dari peranan kepala sekolah yang telah diuraikan diatas, dapat disimpulkan bahwa kepala sekolah memiliki peranan yang strategis dalam rangka meningkatkan kompetensi guru, baik sebagai educator (pendidik), manager, administrator, supervisor, leader (pemimpin), pencipta iklim kerja dan wirausahawan.
3.
Kompetensi Sosial pada Kepala Sekolah Menurut Sudrajat (2009), kompetensi sosial pada kepala sekolah adalah sebagai berikut:
1)
Terampil bekerja sama dengan orang lain berdasarkan prinsip yang saling menguntungkan dan memberi manfaat bagi sekolah a. Mampu bekerja sama dengan atasan bagi pengembangan dan kemajuan sekolah b. Mampu bekerja sama dengan guru, staff atau karyawan, komite sekolah, dan orang tua siswa bagi pengembangan dan kemajuan sekolah c. Mampu bekerja sama dengan sekolah lain dan instansi pemerintah terkait dalam rangka pengembangan sekolah d. Mampu bekerja sama dengan dewan pendidikan kota atau kabupaten dan stakeholders sekolah lainnya bagi pengembangan sekolah
2)
Mampu berpartisipasi dalam kegiatan sosial kemasyarakatan a. Mampu berperan aktif dalam kegiatan informal di luar sekolah b. Mampu berperan aktif dalam organisasi sosial kemasyarakatan c. Mampu berperan aktif dalam kegiatan keagamaan, kesenian, olahraga atau kegiatan masyarakat lainnya d. Mampu melibatkan diri dalam pelaksanaan program pemerintah
3)
Memiliki kepekaan sosial terhadap orang atau kelompok lain a. Mampu menggali persoalan dari lingkungan sekolah (berperan sebagai problem finder) b. Mampu dan kreatif menawarkan solusi (sebagai problem solver) c. Mampu melibatkan tokoh agama, masyarakat, dan pemerintah dalam memecahkan masalah kelembagaan d. Mampu bersikap obyektif atau tidak memihak dalam mengatasi konflik internal sekolah e. Mampu bersikap simpatik atau tenggang rasa terhadap orang lain f. Mampu bersikap empatik terhadap orang lain.
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kompetensi sosial pada kepala sekolah meliputi terampil bekerja sama dengan orang lain berdasarkan prinsip yang saling menguntungkan dan memberi manfaat bagi sekolah, mampu berpartisipasi
dalam kegiatan sosial kemasyarakatan, dan memiliki kepekaan sosial terhadap orang atau kelompok lain.
F. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang berbentuk studi kasus yang dilakukan untuk memperoleh pengertian yang mendalam mengenai situasi dan makna sesuatu atau objek yang diteliti. G. SUBJEK PENELITIAN Karakteristik subjek penelitian ini adalah Kepala Sekolah di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 105 Jakarta.
H. HASIL PENELITIAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh penulis, maka dapat diketahui bahwa subjek memiliki kompetensi sosial yang baik, hal ini dikarenakan subjek telah memiliki banyak pengalaman dalam hidupnya, selain itu sebelum menjadi kepala sekolah, subjek adalah seorang guru yang memiliki tugas dan tanggung jawab untuk mendidik dan mengajar siswa-siswanya sehingga hal inilah yang akhirnya membentuk kompetensi sosial yang baik pada diri subjek. Kompetensi sosial pada diri subjek dapat dikemukakan sebagai berikut yaitu subjek memiliki sifat kedermawanan yang cukup baik, subjek memiliki rasa empati yang besar terhadap orang lain disekitarnya, subjek juga mampu memahami orang lain dan suka menolong orang lain. Subjek aktif untuk melakukan inisiatif dalam situasi sosial dengan memulai suatu komunikasi dan kontak sosial dan subjek juga akan menarik dirinya dari situasi tertentu yang dapat menyebabkan konflik. Berdasarkan hasil wawancara dengan subjek, significant other, dan hasil observasi yang telah dilakukan oleh penulis, maka faktor-faktor yang menyebabkan kompetensi sosial subjek demikian dapat dikemukakan sebagai berikut, karena subjek memiliki perasaan dalam dirinya untuk ingin menolong orang lain, berempati kepada orang lain, dan memahami orang lain, selain itu subjek merasa bahwa hal itu merupakan suatu keharusan dalam dirinya. Dan faktor lain yang menyebabkan mengapa subjek
63
memiliki kompetensi sosial yang baik adalah faktor didikan dari orangtua subjek semasa subjek masih kecil dulu dan faktor ajaran agama yang dianut oleh subjek. Berdasarkan hasil wawancara dengan subjek, significant other, dan hasil observasi yang telah dilakukan oleh penulis, maka cara pengembangan kompetensi sosial subjek dapat dikemukakan sebagai berikut, subjek aktif dalam berorganisasi dan bergaul dilingkungan sekitarnya, dengan demikian kompetensi sosial subjek akan berkembang semakin baik.
I. SARAN 1.
Saran kepada Subjek Saran yang dapat diberikan oleh penulis kepada subjek adalah agar subjek tetap mempertahankan dan terus meningkatkan perilaku-perilaku sosialnya yang selama ini telah dilakukan sehingga kompetensi sosial subjek akan semakin baik.
2.
Saran kepada Masyarakat Saran yang dapat diberikan penulis bagi masyarakat dilingkungan sekitar subjek agar dapat mengembangkan juga kompetensi sosial yang baik.
3.
Saran kepada Penelitian Selanjutnya Saran yang dapat diberikan penulis bagi penelitian selanjutnya adalah agar mencoba meneliti kompetensi sosial pada Kepala Sekolah yang berjenis kelamin perempuan, untuk melihat apakah terdapat perbedaan antara kompetensi sosial laki-laki dengan perempuan. Selain itu adalah dapat digunakannya metode penelitian kuantitatif dalam penelitian selanjutnya.