JUDUL MODEL BIMBINGAN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI, MOTORIK, SOSIAL DAN PERHATIAN SISWA AUTIS ( Studi Eksperimen Model Bimbingan Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi, Motorik, Sosial dan Perhatian Siswa Autis di Sekolah Dasar Inklusif dan Sekolah Dasar Pendidikan Luar Biasa ) oleh : Dr. Titik Haryati, M.Pd Dosen Bimbingan Dan Konseling Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Prof . Dr. Hamka ( Disampaikan dalam Kolokium Disertasi Doktor Dosen UHAMKA 2011)
ABSTRAK Model Bimbingan Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi, Motorik, Sosial dan Perhatian Siswa Autis“. Disertasi: Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia. Penelitian bertujuan untuk menghasilkan model bimbingan sebagai upaya meningkatkan kemampuan komunikasi, motorik, sosial dan perhatian siswa autis. Kemampuan komunikasi , motorik, sosial dan perhatian siswa autis di SD Inklusif dan di SDPLB tidak mengalami peningkatan, diduga karena pengetahuan dan kemampuan guru rendah. Pre test diberikan dengan tujuan untuk mengukur kemampuan guru dalam memberikan model sebelum perlakuan melalui pelatihan. Pelatihan merupakan pembekalan pengetahuan dan ketrampilan menggunakan model bimbingan kepada siswa autis, untuk diterapkan sebagai upaya meningkatkan kemampuan komunikasi, motorik, sosial dan perhatian. Peningkatan kemampuanguru untuk kelompok eksperimen diperoleh melalui pemberian latihan sebagai perlakuan. Kelompol kontrol diberikan kepada guru – guru yang mengajar di SD Inklusif dan SDPLB yang bukan sebagai kelompok eksperimen. Kemampuan komunikasi siswa autis meningkatan setelah siswa autis mau dan mampu mengucapkan kata – kata, dan melakukan komunikasi dengan guru – guru dan siswa lain, melalui latihan wicara, mendengarkan cerita, menirukan suara dengan menggunakan alat audio. Kemampuan motorik meningkat karena guru menerapkan model bimbingan melalui latihan menulis, menggambar, memegang pensil, sendok untuk makan, bermain puzle, membuat berbagai macam ketrampilan dari kertas. Kemampuan sosial siswa autis meningkat, ketika guru melaksanakan model bimbingan belajar kelompok, permainan atau games, sholat bersama, makan bersama, menari, bermain musik. Kemampuan perhatian melalui kontak mata, mendengarkan instruksi, menirukan, mengulang nama orang, bentuk benda, warna, angka, dan mampu bertahan duduk selama belajar. Secara umum disimpulkan bahwa model bimbingan efektif untuk meningkatkan kemampuan komunikasi, motorik, sosial dan perhatian siswa autis, di Sekolah Dasar inklusif dan SDPLB. Kata – kata kunci : siswa autis, model bimbingan, inklusif, SDLB, kemampuan, komunikasi, motorik, sosial dan perhatian
A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Siswa autis termasuk dalam kategori Anak Berkebutuhan Khusus ( ABK ), masuk di sekolah inklusif dan Sekolah Dasar Pendidikan Luar Bias ( SDPLB ) agar memperoleh pendidikan dan dapat berkembang secara optimal. Jumlah ABK cukup besar, jumlah paling terbesar adalah siswa penyandang tuna grahita (keterbatasan intelektual) berat dan ringan sebanyak 38.545 anak, tuna rungu 19.199 anak. Diikuti kemudian penyandang tuna netra 3.218 anak, tuna daksa 1.920 anak dan autis sebanyak 1.752 anak.(sumber dari Diknas Pendidikan Nasional Jawa Barat, 2009 ). Jumlah siswa autis setiap tahunmeningkat secara dratis. Lima besar provinsi paling banyak mendirikan sekolah autis adalah Jawa Barat sebanyak 402 sekolah, Jawa Timur 263 sekolah, Daerah Istimewa Yogyakarta 131 sekolah. Kemudian Sumatera Barat dan DKI Jakarta yang masing-masing memiliki 111 sekolah untuk penyandang autis. Jumlah tersebut tidak sebanding dengan jumlah Sekolah Dasar di Indonesia yang berjumlah 150.000 SD.
Kolokium Doktor & Seminar Hasil Riset UHAMKA 2011
1
Siswa autis adalah siswa anak berkebutuhan khusus yang mengalami gangguan neobiorologis, karena adanya hambatan fungsi syaraf otak manusia yang menghubungkanpada fungsi syaraf untuk komunikasi, motorik, sosial dan perhatian. Hambatan yang dialami siswa autis merupakan kombinasi dari beberapa gangguan perkembangan saraf, otak, dan perilaku siswa yang muncul pada tiga tahun pertama usia anak. Autis muncul dalam berbagai kombinasi gangguan dari ringan hingga berat, secara pasti penyebab autisme hingga kini belum diketahui, banyak faktor yang menjadi pemicu terutama faktor lingkungan, kerusakan fungsi otak dan syaraf pada siswa autis yang diakibatkan karena keracunan sel serta mutasi gen yang dipicu masuknya unsur-unsur logam berat, seperti merkurium dan plumbum. Penyebab seperti tersebut di atas berdampak pada jumlah autis meningkat, dengan perbandingan jumlah penderita autis di Indoneis adalah 1 : 150 balita. Laporan terakhir badan kesehatan dunia (WHO) juga memperlihatkan bahwa perbandingan anak autis dengan anak normal di seluruh dunia termasuk Indonesia mencapai 1:100. Melalui sekolah inklusif diharapkan akanterjadi interaksi antara siswa normal dengan siswa autis sehingga dapat saling mengenal. Penyelenggaraan Pendidikan bagi siswa autis tidak hanya di sekolah inklusif, namun juga di Sekolah Dasar Pendidikan Luar Biasa ( SDPLB ). Semula Sekolah Dsar Pendidikan Luar Biasa dipersiapkan oleh pemerintah untuk memberikan fasilitas bagi anak yang memiliki hambatan dalam perkembangan dan pertumbuhan, namun karena jumlah Anak kebutuhan Khusus meningkat dengan cepat sehingga SDPLB tidak hanya menerima siswa tuna netra atau tuna rungu, namun juga siswa autis.. Maksud diselenggarakannya Sekolah Luar Biasa bagi siswa autis adalah agar semua warga negara dapat memperoleh pelayanan pendidikan yang sama. Undang-Undang No.20 TAHUN 2003 Tentang Sisdiknas pasal 32, menyebutkan bahwa : “ Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena: (a) kelainan fisik; (b) kelainan emosional; (c) kelainan mental; (d) kelainan sosial. Kompetensi guru selain memiliki kompetensi akademik, professional, kepribadian dan sosial juga harus memiliki potensi kecerdasan, dan bakat istimewa sebagai pekerja sosial, biasanya disebut dengan kemampuan ( Guru + + ), yang memiliki tugas dan peran sebagai : (1) sebagai terapis siswa; (2) pendamping orang tua; (3) penggerak sosial masyarakat; (4) pekerja sosial dan ; (5) fasilitator pendidikan luar kelas. Sehingga pemberian model bimbinganbagi siswa autis sudah selayaknya untuk diterapkan kepada siswa autis agar memiliki peningkatan kemampuan komunikasi, motorik, sosial dan perhatian, dalam hal ini adalah guru sebagai orang pertama dan utama dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah inkjlusif dan SDPLB.
2. Rumusan Masalah Model bimbingan di SD Inklusif dan SDPLB, diberikan kepada siswa autis mempunyai rtujuan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi, motorik, sosial dan perhatian. Kemampuan komunikasi, motorik, sosial dan perhatian siswa autis rendah dan tidak dapat meningkat diduga kemampuan komoetensi guru dalam memberikan bimbingan masih secara klasikal, sehingga belum sampai kepada pemberian bimbingan yang sesuai dengan kebutuhan siswa autis. Melalui permasalahan yang ada, maka sebagai rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : “Model bimbingan bagaimakankah yang efektif untuk meningkatkan komunikasi, motorik, sosial dan perhatian siswa autis di SD Inklusif dan di SDPLB? “. 3. Tujuan Penelitian Secara umum tujuan penelitian ini adalah : “ Tersusunnya model bimbingan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi, motorik, sosial dan perhatian siswa autis di SD Inklusif dan SDPLB. Upaya untuk memperoleh hasil tujuan dalam penelitian ini adalah dilakukan suatu asesmen agar kebutuhan siswa autis dalam menerapkan bimbinganmampu meningkatkan komunikasi, motorik, sosial dan perhatian. Model bimbingan yang diterapkan guru kepada siswa autis, betul – betul merupakan suatu kompetensi guru dalam menerapkanbimbingan yangharus dimiliki setiap guru, agar mampu meningkatkan kemampuan motorik, komunikasi, interaksi sosial, danperhatian siswa autis di SD Inklusif dan SDPLB.
Kolokium Doktor & Seminar Hasil Riset UHAMKA 2011
2
5. Variable Penelitian. Sebagai variabel dalam penelitian ini adalah : a.Variabel Bebas Variabel Bebas dalam hal ini adalah model bimbingan, sebab model ini nanti yang akan diukur tingkat kemampuan guru dalam menerapkan kepada siswa autis sebagai upaya meningkjatkjan kemampuan komunikasi, motorik, sosial dan perhatian. b. Variabel Terikat Variabel Terkait dalam hal ini adalah guru – guru yang mengajar siswa autis di Sekolah Dasar Inklusif dan guru – guru yang mengajar di Sekolah Dasar Pendidikan Luar Biasa. Variabel ini merupakan variabel yang akan diukur sebagai akibat adanya manipulasi pada variabel bebas.
B. KAJIAN PUSTAKA Autis termasuk dalam klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus ( ABK ). ABK dapat digolongkan menjadi : (1) Tuna Netra; (2) Tuna rungu; (3) Tuna grahita; seperti: golongan C adalaha grahita ringan dengan IQ: 50 – 70, golongan C1 adalah Grahita Sedang dengan IQ : 25 – 5, golongan C2 adalah Grahita Berat dengan IQ < 25 ; (4). Tuna Daksa meliputi : D : Tunadaksa Ringan, D1: Tunadaksa Sedang; (4) Down’s Syndrome; (5). Tunalaras ( Dysruptive ); (6) Tunawicara; (7) Tunaganda; ( 7 ) HIV AIDS; (8) Gifted : Potensi kecerdasan Istemewa ( IQ >125 ); (9 ) Talented : Potensi Bakat Istemewa ( Multiple Intellegence: Language, Logica – Mathematic. Visuo-spatial, Bodly Kinesthetic, Musical, Intrapersonal, natural, Spiritual; (10) Kesulitan Belajar antara lain : Hyperaktif, Attention Deficit Disorder (ADD) atau Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD), Dyslexia ( Baca), Dysgraphia ( tulis), Dyscalculia ( Hitung), Dysphasia ( Bicara ), Dyspraxial (Motorik Korban Penyalah Gunaan Narkoba ); (1l). Autis; (12).Indigo. Jumlah anak autis di dunia pada 10 - 20 tahun lalu berjumlah sekitar hanya 2 - 4 per 10.000 anak, kemudian tiga tahun belakangan jumlah tersebut meningkat menjadi 15 - 20 anak atau 1 per 500 anak.Tahun lalu, di AS ditemukan 20 - 60 anak, kira-kira 1/200 atau 1/250 anak.Di Indonesia belum pernah dilakukan survei, namun para profesional yang menangani anak autis melaporkan peningkatan jumlah penyandang autisme amat pesat. Peningkatan jumlah anak autis tidak diimbangi dengan jumlah para ahli yang mendalami keahlian bidang autisme, sehingga acap kali terjadi salah diagnosis. Guru yang profesional adalah guru yang memiliki keahlian di bidangnya dan mengikuti pendidikan dalam jangka waktu yang lama. Dedi Supriadi ( 2005 : 221 ) mengatakan bahwa : “ profesional menunjuk pada dua hal yaitu : (a) orang yang menyandang suatu profesi; (b) penampilan seseorang dalam melakukan pekerjaanyang sesuai dengan profesinya”. Keahlian guru dalam bidang profesi merupakan kompetensi akademik yang harus dimiliki setiap guru. Kinerja guru sebagai wujud suatu kemampuan atau prestasi kerja ( performance) yang merupakan hasil yang dicapai guru dalam melaksanakabn tugas–tugas yang dibebankan didasarkan atas kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan serta waktu dengan out put yang dihasilkan tercermin baik. Penilaian Kinerja Guru (PKG) merupakan serangkaian proses kegiatan menghimpun, mengelolah dan menafsirkan data mengenai kemampuan guru untuk menampilkan atau melaksanakan kegiatan pembelajaran. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor:16 Tahun 2009 tetang jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya menggantikan Kepmenpan 84 (2150), tentang peningkatan mutu guru. Tiga dimensi kinerja guru yaitu : (a) Memikat / menahan orang dalam organisasi; (b) Penyelesaian tugas yang terandalkan; (c) Perilaku-perilaku inovatif dan spontan, seperti kerja sama, tindakan protektif, gagasan konstruktif, pelatihan diri, sikap yang menguntungkan. Autisme merupakan gangguan neurobiologis yang menetap,gejalanya tampak pada gangguan bidang komunikasi, interaksi dan perilaku. Walaupun gangguan neurobiologis tidak bisa diobati, tapi gejala-gejalanya bisa dihilangkan atau dikurangi, sampai awam tidak lagi bisa membedakan mana anak
Kolokium Doktor & Seminar Hasil Riset UHAMKA 2011
3
non-autis, dan mana anak autis. Akan tetapi penting untuk diketahui bahwa setiap anak mempunyai variasi gejala yang berbeda-beda. Sedangkan secara klinis diangnosis autisme tampak adanya empat gejala seperti : (1) kurangnya kemampuan interaksi sosial dan emosional; (2) kurangnya komunikatif timbal balik; (3) minat yang terbatas disertai dengan gerakan berulang-ulang tanpa tujuan; dan (4) respon sensorik yang menyimpang (Maurice C, 1993:221). Melalui pemberian model bimbingan bagi siswa autis, guru memberikan bantuan melalui latihan – latihan atau treatmen secara teratur di sekolah dengan melatih untuk komunikasi melalui kemampuan membaca, kemampuan menulis, kemampuan mendengarkan, sedangkan untuk latihan motorik seperti memberikan latihan yang berhubungan dengan motorik halu dan kaar seperti : naik tangga, berenang, main puzle atau bongkar pasang, sepak bola, melempar, kontak gerak, eye- hand coordination, eye-foot coordination, melipat, menempel, kegiatan layannan yang diberikan banyak berhubungan dnegan kegiatan olah raga, sedang untuk sosial dilakukan melalui disiplin, kepercayaan diri, kemandirians, kemampuan berinteraksi, kepercayaan diri, tingkah laku prososial, penyesuaian sosial, dalam melatih perhatiannya dengan cara latihan daya tangkap dan daya ingat dan rentang perhatian. Siswa di Sekolah Dasar adalah siswa – siswa yang belajar pada permulaan atau tingkat dasar.di Sekolah Dasar siswa memiliki dasar – dasar pengetahuan untuk dapat dikembangkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi, memberikan bekal secara mendasar tentang pengetahuan, ketrampilan dan pengalaman agar memiliki wawasan yang lebih luas. Oleh karena itu lingkungan perkembangan yang dialami siswa Sekolah Dasar merupakan suatu peristiwa atau kondisi di luar dirinya yang diduga mempengaruhi perkembangannya (Urie Bronfenbrener & Ann Pouter, 1995 : 86-87). Implementasi aktual pemberian model bimbingan di sekolah merupakan pelaksanaan secara nyata melalui program-program layanan bimbingan meliputi: (1) target populasi; (2) penyusunan program; (3) penyediaan tenaga; (4) isi dan metode layanan; (5) penyediaan sarana dan prasarana; (6) sistem pengelolaan; (7) evaluasi pelaksanaan layanan dan (7) faktor-faktor kontekstual. Undang – Undang No: 20 Tahun 2003, Sistem Pendidikan Nasional, pasal 3, berbunyi: “Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermatabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kratif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Beberapa penelitian tentang siswa autis antara lain: Pertama, Rimland (1964): Meneliti karakteristik orang tua yang memiliki anak dengan autisme, seperti: pekerja keras, pintar, obsesif, rutin dan detail. Ia juga meneliti penyebab autisme yang menurutnya mengarah pada faktor biologis; Kedua, Bettelheim (1967): Ide penyebab autisme adalah adanya penolakan dari orang tua. Infantile Autism disebabkan harapan orang tua untuk tidak memiliki anak, karena pada saat itu psikoterapi yang sangat berpengaruh, maka ia menginstitusionalkan 46 anak dengan autistime untuk keluar dari stress berat. Namun tidak dilaporkan secara detail kelanjutan dari hasil pekerjaannya tersebut.;Ketiga, Delacato (1974): Autisme disebabkan oleh Brain injured. Sebagai seorang Fisioterapi maka Delacato memberikan treatment yang bersifat sensoris.Pengaruh ini kemudian berkembang pada Doman yang dikemudian hari mengembangkan metode Gleen Doman.; Keempat, Lovaas (1987): Mengaplikasikan teori Skinner dan menerapkan Behavior Modification kepada anak-anak berkebutuhan khusus, termasuk anak dengan autistisme di dalamnya. Ia membuat program-program intervensi bagi anak-anak berkebutuhan khusus yang dilakukannya di UCLA, Kelima, Aarons dan Gittents (1992) merekomendasikan adanya descriptive approach to diagnosis. Merupakan suatu pendekatan deskriptif dalam mendiagnosa sehingga menyertakan observasiobservasi yang menyeluruh di setting-setting sosial anak sendiri.Settingya bisa di sekolah, di taman-taman bermain atau mungkin di rumah sebagai lingkungan sehari-hari. Pendapat ini diperkuat oleh Isabelle Roskam, Emmanuelle Zech, Frederic nils and Nathalie Nader-Grosbois dalam Journal Of Counseling & Development ( Spring 2008, volume 86 pg. 133) dikatakan bahwa: “ An emotional event, such as learning of the necessity for school reorientation for their child, provides information that is discruptive to the parents’ previous cognations abaout and behavior toward their child. Becaust their cognations or bahavior may no longer be appropriate, parents have to angage in an adjusment process”.
Kolokium Doktor & Seminar Hasil Riset UHAMKA 2011
4
Suatu persoalan lain muncul ketika guru tidak memiliki kompetensi profesionalisme untuk mampu menjadi Guru ++. Pengetahuan dan ketrampilan guru ketika mengajar masih rendah disebabkan keterbatasan dalam memberikan suatu layanan dan menerapkan model bimbingan kepada siswa autis di SD Inklusif dan SDPLB. Pelatihan dan workshoop sebagai upaya dlam meningkatkan kemampuan guru hampir tidak diikuti karena beban guru yang mengajar sangat berat dan sekoilah tidak pernah menganggarkan biaya untuk pengembangan suatu profesi melalu peningkatan kemampuan akademik mauoun profesionalisme dakam melaksanakan tugasnya sebagai guru.
C. METODE PENELITIAN Metode penelitian yang akan digunakan dalam penelitian adalah gabungan kualitatif dan kuantitatif ( Mixed methods design ). Creswell ( 2002 : 552 ) mengatakan bahwa : ” Mixed methods design adalah suatu prosedur mengumpulkan data, menganalisis, dan mixing kedua metode kualitatif dan kuantitatif dalam suatu penelitian tunggal untuk memahami masalah penelitian. Disain ini termasuk dalam exploratory mixed methods yaitu prosedur penelitian yang dilakukan menggunakan kualitatif untuk mengeksplorasi dan menganalisis suatu gejala dan kemudian mengumpulkan menganalisis data kuantitatif yang berkaitan dengan data kualitatif. Metode kualitatif dilakukan untuk memaknai deskripsi kondisi obyektif tentang model bimbingan yang akan digunakan guru dalam memberikan bimbingan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi, motorik, sosial dan perhatian siswa autis di SD Inklusif dan di SDPLB. Metode kuantitaf dalam penelitian ini digunakan untuk menganalisis peningkatan kemampuan komunikasi, motorik, sosial dan perhatian siswaautis. Peningkatan kemampuan komunikasi, motorik, sosial dan perhatian siswa autis merupakan akibat ( effect ) kemampuan guru dalam mengimplementasi model bimbingan. Implementasi model bimbingan akan dianalisis mulai dari sebelum guru menerapkan model bimbingan ( pre test ) dan setelah guru memperoleh intervensi melalui pelatihan sebagai upaya untuk implementasi model bimbingan, dengan memberikan ( post test ).
1. Populasi dan sampel Penelitian. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari kelompok eksperimen berjumlah 48 gurusebanyak 30 guru dengan cara acak kemudian dijadikan sabagai sampel.
2. Instrumen Instrumen yang digunakan sebagai alat untuk mengumpulkan data adalah : a). Observasi ; b). wawancara ; 3 ). alat ukur angket. Alat ukur angket dimaksudkan untuk mengkaji kemampuan guru dalam menerapkan model bimbingan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi, motorik, sosial dan perhatian siswa autis.
D. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pelaksanaan penelitian dilakukan melalui empat tahap.Tahap awal adalah uji validasi materi model bimbingan secara kualitatif melalui 10 orang validator yang memahami dan memiliki pengalaman tentang siswa autis. Validator terdiri dari 2 psikolog, 2 dokter, 2 orang guru, 2 orang tua murid, dan 2 orang pemerhati pendidikan. Dari hasil validasi materi model bimbingan diperoleh suatu kesimpulan bahwa 100 % materi model bimbingan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi, motorik sosial dan perhatian siswa autis dapat digunakan sebagai model bimbingan, yang akan dijadikan sebagai alat ukur untuk mengetahui adanya peningkatan kemampuan komunikasi, motorik, sosial dan perhatian siswa autis.Adapun model bimbingan yang telah divalidasi terkait dengan “Model bimbingan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi, motorik, sosial dan perhatian siswa autis” adalah sebagai berikut :
Kolokium Doktor & Seminar Hasil Riset UHAMKA 2011
5
Model bimbingan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi, mototrik, sosial dan perhatian ini, mencakup komponen – komponen sebagai berikut : ( a ) rasional; ( b ) Visi dan Misi model bimbingan ; ( c ) tujuan penerapan model bimbingan ; ( d ) tahapan pelaksanaan penerapanmodel bimbingan ; ( e ) materi model bimbingan ; (f ) evaluasi model ; ( g ) dukungan sistem. Keterlibatan kemampuan guru dalam menerapkan model bimbingan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi, motorik, sosial dan perhatian diasumsikan cukup tinggi dan sangat mempengaruhi melalui penerapan model bimbingan. Upaya meningkatkan kemampuan komunikasi, motorik, sosial dan perhatian didasarkan atas pemikiran – pemikiran : pertama, model bimbingan dapat meningkatkan kemampuan komunikasi, motorik, sosial dan perhatian siswa autis. Kedua, karena adanya hambatan spekrum syaraf yang menghubungkan pada fungsi kemampuan komunikasi, motorik, sosial dan perhatian siswa autis maka diperlukan pengetahuan dan kemampuan guru dalam menerapkan model bimbingan Ketiga,pemberianmodel bimbingan dilaksanakan melalui kegiatan pembelajaran dan interaksi di dalam kelas atau di luar kelas. Keempat, tujuan dan maksud model bimbingan adalah: (a) untuk meningkatkan kemampuan komunikasi, motorik, sosial dan perhatian siswa autis dalam mengembangkan potensi dan kemampuan dalam berkomunikasi, berperilaku, bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungan, sehingga siswa autis berkembang secara optimal; (b) agar siswa autis dapat menjalankan kehidupan melalui pergaulan sehari – hari dengan lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat; (c) guru merupakan pilar utama atau orang pertama yang menerapkan visi dan misi pengetahuan dan kemampuan guru dalam menerapkan model bimbingan untuk meningkatkan komunikasi, motorik, sosial dan perhatian siswa autis di Sekolah Dasar; (d) peran guru sebagai pembimbing yaitu guru yang mampu menerapkan visi dan misi model bimbingan dan memiliki motivasi tinggi untuk meningkatkan komunikasi, motorik, sosial dan perhatian; (e) guru memiliki persepsi, pemahaman, pengetahuan, ketrampilan yang berpengaruh untuk meningkatkan komunikasi, motorik, sosial dan perhatian siswa autis; (f) penelitian tentang model bimbingan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi, motorik, sosial dan perhatian siswa autis merupakan suatu langkah yang strategis dalam mengembangkan potensi siswa. Model bimbingan efektif untuk meningkatkan kemampuan komunikasi, motorik, sosial dan perhatian siswa autis, sehingga potensi siswa autis berkembang secara optimal melalui: (1) kemampuan guru dalam menerapkan model bimbingan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi siswa autis melalui interaksi dengan teman sebaya dan orang lain; (2) kemampuan guru dalam menerapkan model bimbingan untuk meningkatkan kemampuan motorik siswa autis dapat dilakukan melalui pemenuhan kebutuhan sehari - hari; ( 3) kemampuan guru dalam menerapkan model bimbingan untuk meningkatkan kemampuan sosial siswa autis dapat dilakukan melalui interaksi kegiatan sosial di dalam kelas, di luar kelas, dan lingkungan ; (4) kemampuan guru dalam menerapkan model bimbingan untuk meningkatkan kemampuan perhatian siswa autis dapat dilakukan dengan memperhatikan segala sesuatu yang ada disekitar siswa autis. Peningkatkan kemampuan komunikasi, motorik, sosial dan perhatian merupakan kemampuan guru dalam menerapkan model bimbingan melalui eksplorasi dalam bersikap dan bertingkah laku yang ditunjukkan siswa autis melalui beberapa dimensi peningkatan kemampuan komunikasi, motorik, sosial dan perhatian yang terlihat dari perilaku atau sikap seperti : (a) ketepatan secara benar dalam menggunakan bahasa untuk berkomunikasi; (b) kemampuan menggunakan motorik dalam melakukan suatu kegiatan sesuai dengan kebutuhan dari siswa autis; (c) kesanggupan siswa autis dalam berinteraksi dengan orang lain; (d) kemauan siswa autis dalam memberikan respon atau feed back dengan orang lain. Implementasi keberhasilan guru dalam menerapkan model bimbingan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi, motorik, sosial dan perhatian siswa autis karena adanya perlakuan dari pengetahuan dan ketrampilan guru ketika menerapkan model bimbingan. Hal ini akan terlihat saat guru menerapkan model bimbingan siswa autis dengan melakukan komunikasi dengan orang lain dikarenakan siswa autis: ( a) mampu menggunakan bahasa dengan tepat; ( b) mampu mengenal huruf – huruf abjad; (c) mampu menghafal kata-kata dengan benar; (d) mampu berbicara dengan lancar ; (e) mampu melafalkan kata – kata dengan baik; (f) mampu menyalin kata – kata dengan baik; ( g) mampu menyalin kalimat dengan baik; (h) mampu bercerita dengan benar; ( i) mampu mendengarkan dengan baik; (j) mampu mengenal angka-anagka bulat; (k) mampu mengenal angka-angka ganjil; (l) mampu mendikte kalimat dengan baik. Untuk peningkatan kemampuan motorik siswa autis akan terlihat melalui gerak motorik kasar seperti : (a) mampu berlari dengan jarak yang sesuai ; (b) mampu meloncat menggunakan kekuatan
Kolokium Doktor & Seminar Hasil Riset UHAMKA 2011
6
kaki dengan benar; (c) mampu berjalan dengan menggerakkan kaki dan tangan; (d) mampu melelmpar dengan tepat; ( e) mampu menangkap sesuatu benda dengan baik; (f) mampu menggunakan tangan untuk menulis dengan benar; (g) mampu menggunakan kaki dalam menendang bola dengan tepat; (h) mampu mengontrol organ tubuh dalam bergerak ; (i) mampu mengontrol keseimbangan tubuh dalam gerak badan. Adapun untuk meningkatkan kemampuan motorik halus akan terlihat seperti : (a) mampu menulis dengan baik; (b) mampu memilih alat tulis dengan benar: (c) mampu memegang alat tulis dengan benar; (d) mampu melipat kertas dengan benar; (e) mampu mebuat bentuk – bentuk segi tiga; (f) mampu membuat bentuk segi empat; (g) mampu menggunting kertas dengan benar; (h) mampu membentuk garis-garis denga benar; (i) mampu menirukan gambar garis – garis dengan tepat; (j) mampu menulis dan menggambar sesuai dengan instruksi gur dengan benar. Untuk mengetahui adanya peningkatan kemampuan sosial pada siswa autis akan terlihat saat siswa autis melakukan interaksi dengan ornag lain seperti : (a) kemampuan adaptasi dengan kelompok atau perorangan secara benar; ( b) kemmapuan dalam mengenal anggota tubuh dengan tepat; (c) mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan; ( d) mampu menjadi imam dalam sholat berjamaah ; (e) mampu makan siang bersama dengan teman lainnya; ( f) mampu menyelesaikan tugas bersama dengan teman kelompok ; (g) mampu berdiskusi dengan kelompok di dalam kelas; (h) mampu untuk bermain dengan teman lainny: (i) mampu melaksanakan peraturan yang dibuat dalam kelompok dengan baik; (j) mampu bermain dengan teman sebaya saat istirahat sekolah dengan benar. Peningkatan kemampuan perhatian siswa autis akan terlihat melalui : (a) mampu bertahan untuk duduk di bangku selama pembelajaran berlangsung; (b) mamapu mendengarkan isnformasi guru dengan baik;(c) mampu menyerap informasi yang diberikan guru secara klasikal dengan baik; (d) mampu menerima informasi dari teman dengan baik; (e) mampu menyelesaikan tugas selama 30 menit; (f) mampu menggunakan kontak mata saat berinterakksi dengan benar; (g) mampu menyerap pesan dari orang lain tanpa di ulang – ulang. Untuk melihat peningkatan kemampuan siswa autis ditandai dengan adanya ciri-ciri sebagai berikut: Pertama, adanya kemampuan dalam melakukan komunikasi dengan orang lain secara tepat dan benar, sesuai dengan konteks yang dilakukan dalam berkomunikasi. Kedua, kemampuan siswa autis dalam komunikasi, motorik, sosial dan perhatian akanterlihat ketika siswa melakukan interaksi dengan orang lain melalui perubahan tingkah laku dan sikap. Ketiga, adanya kemampuan dalam memberikan suatu respons saat menerima informasi dari orang lain dan mneyampaikan informasi kepada orang lain. Keempat, terciptanya suatu tanggung jawab dalam melakukan hal-hal yang dibutuhkan dalam perilaku yang ditunjukkan siswa autis. Kelima, mampu menunjukkan suatu perilaku yang sesuai dalam pergaulan dan norma-norma yang berlaku. Keenam, mampu menerima dan menyerap informasi dari orang lain, dan kemudian diresapi untuk diingat. Ketujuh, mampu mengkoordinasi gerakan tubuh untuk melakukan suatu kegiatan dalam aktifitasnya sehari-hari. Kedelapan, mampu memenuhi kebutuhan sehari – hari dalam melakukan aktifitas belajar di dalam kelas maupun di luar kelas. Kesembilan, mampu menggunakan anggota tubuh dalam menyelesaikan tugas – tugas mata pelajaran. Kesepuluh, mampu beradaptasi dengan lingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat sekitarnya. Kesebelas, mampu menjalankan rutinitas kehidupan sehari-hari untuk kebutuhan diri sendiri terutama dalam belajar.
E. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Dari hasil penelitian dan analisis data yang tealah dilakukan dapat ditarik kesimpulan dan rekomendasi sebagai berikut : 1.
Implementasi Hasil Analisa
Kemampuan guru melalui perlakuan dengan memberikan pelatihan model bimbingan mampu meningkatkan komunikasi siswa autis yang dibuktikan melalui hasil peningkatan kemampuan komunikasi,
Kolokium Doktor & Seminar Hasil Riset UHAMKA 2011
7
motorik, sosial dan perhatian siswa autis melalui post test 1 sampai dengan post tes 4, yang mneunjukkan hasil peningkatan siswa setelah dilakukan observasi dan wawancara dengan guru lain, orang tua dan guru shadow. Sebagia efek atau akibat dari kemampuan guru dalam menerapkan model bimbingan untuk meningkatkan kemampuan, komunikasi, motoorik, sosial dan perhatian siswa autis ketika melakukan interaksi dan ekspresi wajah serta bahasa tubuh sebagai rasasetuju atau tudak setuju. Peningkatan kemampuan kemampuan komunikasi, motorik, sosial dan perhatian secara umum siswa autis mengalami suatu perubahan yang lebih baik bila, yang disebabkan kemampuan guru sesuai dengan kebutuhan siswa autis. Penelitian ini telah berhasil menerapkan suatu model bimbingan untuk meningkatkan kemapuan komunikasi, motorik, sosial dan perhatian. Model bimbingan ini merupakan suatu implementasi kemampuan guru dalam menerapkan model bimbingan. Kemampuan guru merupakan implementasi kompetensi profesionalisme sebagai upaya mengembangkan potensi siswa autis agar berkembang secara optimal.
2.
Rekomendasi untuk Implementasi Model Bimbingan.
Mengingat pentingnya model bimbingan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi, motorik, sosial dan perhatian siswa autis, maka guru perlu memperhatikan kebutuhan yang mutlak diperlukan siswa autis agar dapat berkembang secara optimal. Kebutuhan dalam menerapkanmodel bimbingan berkaitan dengan pengetahuan, kemampuan dan ketrampilan guru dalam menerapkan bimbingan, serta sarana dan prasarana dalam memberikan model bimbingan termasuk media. Pengetahuan, kemampuan dan ketrampilan guru yang mengajar di SD Inklusif dan di SDPLB perlu selalu ditingkatkan dengan mengikuti pelatihan – pelatihan, pembekalan, workshop, seminar agar dalam memberikan layanan bimbingan tingkah laku selalu memenuhi sasarean kebutuhan siswa autis. Pentingnya suatu dukungan sistem untuk mendukung Kepala Sekolah baik diSD Inklusif maupun di SDPLB dalam memenuhi fasilitas dalam mengimplementasikan model bimbingan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi, motorik, sosial, dan perhatian siswa autis. Bagi guru – guru yang mengajar di SD Inklusif dan di SDPLB agar terus mengembangkan profesinya sebagai pendidik, pengajar dan pembimbing melalui peningkatan kemampuan dalam menerapkan model bimbingan dengan mengikuti pelatihan atau woorkshop. Sekolah selalu menganggarkan untuk kepentingan pengembangan profesi guru dalam meningkatkan kemampuan memahami siswa autis, melalui kolaborasi dengan para ahli untuk terus membantu siswa autis dalam melaksanakan tugas – tugas perkembangan. Bagi sekolah inklusif maupun SDPLB yang menerima siswa autis dengan IQ (kecerdasan) di bawah rata-rata agar menyediakan program pembelajaran individu secara intensif untuk menberikan bantuan atau bimbingan kepada siswa autis agar berkembang sesuai dengan potensi yang dimiliki masingmasing individu. Sekolah agar selalu melakukan kolaborasi dengan para ahli untuk memberikan layanan sebagai wujud dari kompetensi profesionalisme, pedagogik dan sosial. Kurikulum disesuaiakan dengan kebutuha siswa autis dan soal ulangan atau ujian nasional disesuaikan dengan kemampuan siswa autis. Program Pembelajaran Individu ( PPI ), supaya diadakan di setiap sekolah inklusif dan SDPLB, sebagai upya membantu dan membimbing siswa autis secara individul, dan kelompok. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk meneliti sekolah inklusif dan SDPLB yang berkaitan dengan kurikulum, manajemen yang diselenggarakan untuk memberikan pendidikan yang mampu memenuhi kebutuhan siswa autis.
Kolokium Doktor & Seminar Hasil Riset UHAMKA 2011
8
DAFTAR PUSTAKA Arends, Richard L. (2008). Learning To Teach. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Arnold, Johann Cristoph. (2002). Bahaya ; Anak Anda dalam Bahaya. Jakarta: Grasindo. Ahmadi, Abu. (1991). Psikologi Perkembangan: Jakarta: Rineka Cipta. Burhan Bungin, H.M. (2008).Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Bowers, Judy L & Hatch, Patricia A. (2002). The National Model For School Counseling Programs. Alexandria: The American School Counselor Association. Bastaman, H.D. (2007). Logoterapi: Psikologi Untuk Menemukan Makna Hidup dan Meraih Hidup Bermakna. Jakarta: Rajagrafindo Persada. Baihaqi, MIF. (2008). Psikologi Pertumbuhan : Kepribadian Sehat untuk Mengembangkan Optimisme. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Corey, Gerald. (1995). Teori dan Praktek Dari Konseling dan Psikoterapi. Semarang: IKIP Semarang Press. Creswell, John W. (1998). Qualitative Inquiry and Research Design. California: SAGE Publications, Inc. Corey, Gerald. (2005). Theory and Practice of Counseling & Psychotherapy: Seven Edition. Brooks/Cole. Coombs, Philip H. (1968). The World Educational Crisis: A Systems Analysis. New York: Oxford University Press Charman, Tony & Stone, Wendy.(2006). Social and Communication Development in Autism Spectrum Disorders. New York: The Guilford Press. Furqon. (2005). Konsep dan Aplikasi Bimbingan Konseling untuk Sekolah Dasar. Bandung: Pustaka Bani Quarisy. Fattah, Nanang. (2007). Analisis Kebijakan dan Pengelolaan Pendidikan Dasar. Bandung : Universitas Pendidikan Indonesia. Given, Barbara K. (2007).Brain-Based Teaching.Bandung: Mizan Media Utama. Gabriels, Robin L & Hill, Dina E. (2007).Growing Up With Autism. New York: The Guilford Press. Gardner, Howard. (1993). Frames of Mind: The Theory of Multiple Intelligences: London: Fontana Press. Heppner, P. Paul & Wampold, Bruce E. & Kivlighan, Dennis M. Researching Design in Counseling, Third Edition. Thomson Brooks/Cole. Hoerr, Thomas R. (2007). Buku Kerja Multiple Intelligences. Bandung: Kaifa. Hidayat & Heryana, Yayan & Setiawan Atang.(2006). Bimbingan Anak Berkebutuhan Khusus. Bandung: UPI Press. Handoyo, Y. (2009). Autisme Pada Anak. Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer Hijayakusuma, H.M. Hembing. (2004). Psikoterapi untuk Anak Autisma. Teknik Bermain Kreatif Non Verbal dan Verbal. Terapi Khusus untuk Autisma. Jakarta: Pustaka Populer Obor. Hasan, Aliah. B. Purwakania. (2006). Psikologi Perkembangan Islami: Menyingkap Rentang Kehidupan Manusia dari Prakelahiran hingga Pascakematian. Jakarta: Rajagrafindo Persada. Hurlock, Elizabeth B. (1992). Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga Jordan, Rita. (2001). Autism With Severe Learning Difficulties. London: Souvenir Press (E&A) Ltd Kartadinata, Sunaryo. (2010). Isu-isu Pendidikan: Antara Harapan dan Kenyataan. Bandung: UPI Press. Kurnia, Ingridwati, dkk. (2007). Perkembangan Belajar Peserta Didik. Jakarta: Perpustakaan Uhamka. Kartadinata, Sunaryo. (2001). Isu Etik dan Moral dalam Konseling. Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia. Lincoln, Yvonna S & Guba, Egon G. (1985).Naturalistic Inquiry. California: Sage Publications, Inc. Mayer-Johnson, Roxanna. (1995). The Picture Communication Symbols Combination Book; The Wordless Edition. Merriam, Sharan B & Caffarella, Rosemary S & Baumgartner, Lisa M. (2007). Learning in Adulthood A Comprehensive Guide. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc. McLoad, John. (2006). Pengantar Konseling: Teori Dan Studi Kasus. Jakarta: Kencana Matsumono, David & Juang, Linda.(2008). Culture and Psychology, Fourth Edition. USA: Thomson Wadsworth. McCandless, Jaquelyn. (2003). Children with Starving Brains: Anak-anak dengan Otak yang “Lapar”. Jakarta: Grasindo. Muro, James J. (1995). Guidance and Conseling in the Elementary and Middle School. Wm. C. Brown Communication, Inc.
Kolokium Doktor & Seminar Hasil Riset UHAMKA 2011
9
Nurihsan, Achmad Juntika. (2006). Bimbingan & Konseling dalam Berbagai Latar Kehidupan. Bandung: Refika Aditama. Nichols, Michael P. & Schwartz, Richard C. (2001).Family Therapy, Concept and Methods. Allyn & Bacon a Person Education Company Purwakania Hasan, Aliah B. (2008). Pengantar Psikologi Kesehatan Islami. Jakarta: Rajawali Pers. Rakhmat, Jalaluddin. (2005). Belajar Cerdas: Belajar Berbasiskan Otak. Bandung: Mizan Media Utama. Sholevar, G. Pirooz & Schwoeri, Linda. D. (2003).Text Book of Family and Couples Therapy Clinical Applications.USA: American Psychiatric Publishing, Inc Slavin, Robert E. (2009). Educational Psychology: Theory and Practice. John Hopkins Suherman, Uman. (2008). Konsep & Aplikasi Konseling. Bandung: MADANI Prod. Schncider Corey, Marianne & Corey, Gerald.(2006). Groups Process and Practice Seventh Edition.Thomson Brooks/cole.University of York. Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. Sukardi. (2005). Metodologi Penelitian Pendidikan, Kompetensi dan Praktiknya. Jakarta: Bumi Aksara. Santrock, John. W. (1995). Life-Span Development: Perkembangan Masa Hidup, Edisi 5, Jilid I. Jakarta: Erlangga. Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Kuatitatif Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta. Surya, Mohamad. (2003). Teori-Teori Konseling. Bandung: Pustaka Bani Quraisy Sundberg, Norman D. & Winebarger, Allen A. & Taplin, Julian R. (2007). Psikologis Klinis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. The Career Development Quarterly.Desember 2008.The National Career Development Association. Torrance, E. Paul. (1965). Rewarding Creative Behavior. Prentice-Hall.Inc Volkmar, Paul, Klin & Cohen. (2005). Hand Book of Autism and Pervasive Developmental Disorders.New Jersey: John Wiley & Sons, Inc Wagele, Elizabeth. (199). Enneagram of Parenting.Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta. Winkel, W.S. & Hastuti, M.M. Sri. (2006). Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Yogyakarta: Media Abadi. Wiramihardja, Sutardjo. A. (2007). Pengantar Psikologi Klinis (Edisi Revisi): Bandung: Reflika Aditama. Yusuf L.N, Syamsu. (2007). Buku Materi Pokok Pedagogik Pendidikan Dasar. Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia Yuwono, Joko. (2009). Memahami Anak Autistik: Kajian Teoritik dan Empirik. Bandung: Alfabeta. Yusuf LN, Syamsu.(2008). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja.Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Yusuf LN, Syamsu. (2009). Mental Hygiene: Terapi Psikospiritual untuk Hidup Sehat Berkualitas. Bandung: Maestro. Yusuf L.N., Syamsu. (2009). Konseling Spiritual Teistik. Bandung: Rizqi Press.
Kolokium Doktor & Seminar Hasil Riset UHAMKA 2011
10