PERTANIAN
SEMINAR HASIL PENELITIAN DISERTASI DOKTOR
PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN KUALITAS UNGGAS LOKAL AYAM KAMPUNG BERWAWASAN LINGKUNGAN UNTUK KETAHANAN PANGAN DAN KEMANDIRIAN FINANSIAL PETERNAKAN RAKYAT Oleh : Mei Sulistyoningsih NIM : H5A 008 007
PROGRAM PASCASARJANA DOKTOR ILMU PETERNAKAN UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2012
Dibiayai oleh Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Kementrian Pendidikan Nasional, Sesuai dengan surat Perjanjian Pelaksanaan penugasan Penelitian Disertasi Doktor Nomor : 0596/023-04-2-16/13/2011 1
ABSTRAK
Pencahayaan adalah parameter penting dari produksi unggas. Pencahayaan merupakan faktor eksogen yang kuat dalam mengontrol banyak proses fisiologis dan perilaku. Pencahayaan mungkin merupakan faktor yang paling kritis dari semua faktor lingkungan bagi unggas. Unggas sangat peka dengan kelembaban dan temperature dingin. Tujuan dari penelitian ini adalah memperoleh produk praktis paket teknologi manajemen perkandangan dengan penggunaan program pencahayaan berselang, untuk peningkatan kualitas ayam kampung pada peternakan intensif skala rumah tangga. Ada 3 perlakuan cahaya berselang yaitu C1 (1L:3D), C2 (2L:2D), dan C3 (12L:0D) dengan 4 ulangan. Variabel yang ingin dilihat pada penelitian ini adalah : a) Performans fisiologis (suhu rektal, kadar glukosa darah), b) Performans produksi (Rerata bobot badan, persentase karkas, persentase lemak abdominal, panjang tulang tulang tungkai ayam, bobot jantung, bobot hati dan mortalitas), c) Performans tingkah laku, dilihat dari indikator stress yaitu tehnik tonic immobility. Rancangan percobaan RAL In Time untuk parameter rerata bobot badan, tehnik tonic immobility, dan suhu rectal. Rancangan RAL klasifikasi satu arah, untuk parameter persentase karkas, persentase lemak abdominal, panjang tulang tulang tungkai, bobot jantung, bobot hati, dianalisis ragam (ANOVA), dilanjutkan dengan uji Duncan. Kesimpulan penelitian ini adalah hasil perlakuan pencahayaan berselang yang dikenakan pada ayam kampung di pemeliharaan intensif skala rumah tangga, yang dipelihara selama 10 minggu dengan kesemuanya menggunakan alas kandang renggang (ram kawat), memberikan hasil deskriptif terbaik (Performans produksi, fisiologis dan tehnik tonic immobility) pada perlakuan C1 (1L/3D), yang sejalan dengan dua tahap penelitian disertasi sebelumnya. Hasil yang lebih baik diharapkan bilamana masa pemeliharaan diperpanjang sedikit. Mortalitas ayam pada pemeliharaan intensif dapat ditekan seminimal mungkin. ________________________________________________________________ Kata Kunci : Ayam kampung, cahaya berselang, fisiologis, produksi, tingkah laku
2
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Peternakan ayam merupakan subsektor pertanian yang paling efisien dan paling cepat dalam menyediakan pangan bergizi tinggi dari sumber hewani di Indonesia. Sementara kasus kekurangan gizi, terutama pada anak-anak di Indonesia, hingga saat ini terus bertambah seiring dengan meningkatnya jumlah pengangguran, inflasi dan melemahnya daya beli masyarakat. Ditinjau dari sektor ketenagakerjaan, industri peternakan ayam dari skala kecil, menengah maupun besar menyediakan lapangan kerja yang padat karya dari hulu ke hilir. Peternakan ayam merupakan lapangan kerja berbasis swadaya masyarakat tanpa harus padat modal. Peternakan ayam dapat menjadi salah satu media untuk menumbuhkembangkan semangat entrepreneurship pada masyarakat. Semangat berwirausaha di Indonesia masih lemah, hanya 0,1% dari total jumlah penduduk, dan tenaga kerja sejumlah 52,1 juta adalah buruh, dibandingkan dengan Amerika Serikat sebanyak 11 % dan Singapura yang hanya seluas Jakarta, memiliki wirausahawan lebih dari 7 %. Di Indonesia semakin tinggi jenjang pendidikan formal, minat berwirausaha semakin kecil. Sementara pengangguran terbuka S1 dan S2 tahun 2008 sudah mencapai 1.100.000 orang (Kompas, 3 November 2008). Produktivitas ayam kampung sesungguhnya dapat lebih ditingkatkan dengan pemeliharaan secara intensif dan berwawasan biosecurity, dengan demikian kesehatan peternak dan lingkungan tetap terjaga dengan baik. Hal ini sangat penting untuk diketahui masyarakat. Ayam kampung memiliki beberapa kelebihan, sebagai unggas penghasil daging. Kelebihan ayam kampung dibandingkan ayam ras adalah tahan terhadap gangguan stress dan rasa dagingnya gurih. Masyarakat perkotaan dan luar negeri sangat menyukai rasa ayam kampung yang khas. Ini merupakan pasar yang tidak terbatas daya serapnya, berarti berapapun produksi ayam kampung oleh masyarakat pasti akan terserap di pasar dengan baik.
3
Pengertian ayam kampung adalah ayam-ayam lokal yang tersebar di wilayah Indonesia, seperti ayam kedu, ayam nunukan, atau ayam pelung. Ayamayam kampung tersebut adalah hasil domestikasi dari ayam hutan yang juga banyak tersebar di kawasan Bangladesh, Pakistan, India, dan Sri Lanka. Ayam kampung yang banyak dipelihara sekarang ini, secara genetik,
diperkirakan
berasal dari keturunan ayam hutan merah (Gallus gallus) dan ayam hutan hijau (Gallus varius). Di Indonesia yang beriklim tropis, temperatur di dataran rendah, di musim kemarau dapat mencapai 33 – 34 °C dengan kelembaban yang relatif tinggi. Temperatur ideal bagi unggas adalah 20 -25 °C, temperatur yang lebih tinggi dapat menyebabkan stres dan kelembaban yang tinggi dapat memperburuk efek dari stres. Peranan temperatur sangat menentukan produktivitas unggas. Jenis alas kandang juga merupakan faktor yang tidak terabaikan pada kondisi iklim tropis basah seperti di Indonesia. Pemilihan jenis alas kandang yang sesuai perlu mendapat perhatian, berkaitan dengan penyediaan iklim mikro yang sehat bagi ayam dan bagi peternaknya di lingkungan perumahan rakyat. Penelitian yang dilakukan Ahmed O. Abbas ( 2007), menunjukkan bahwa pencahayaan intermittent dapat digunakan untuk memperbaiki penahanan kekebalan yang berhubungan dengan stres panas kronis pada ayam. Manajemen pencahayaan intermittent dapat menjadi pertimbangan yang menarik karena tidak hanya meningkatkan fungsi kekebalan, namun juga mengurangi seluruh biaya produksi dengan mengurangi biaya-biaya yang berhubungan dengan penerangan.
1.2. Perumusan Masalah Rumusan masalah umum dalam penelitian ini adalah apakah perlakuan pencahayaan berselang berpengaruh terhadap performans ayam kampung ? Rumusan masalah khusus penelitian ini : 1) Apakah pencahayaan berselang memberikan dampak stress paling rendah pada ayam kampung dengan indikator suhu rektal dan kadar glukosa darah ayam ? 2) Apakah pencahayaan berselang berpengaruh terhadap kualitas produksi ayam kampung berdasarkan dari parameter bobot badan, persentase karkas, persentase
4
lemak abdominal, panjang tulang tungkai, bobot jantung, bobot hati dan mortalitas ? 3) Apakah pencahayaan berselang dapat meminimalkan stress berdasarkan parameter tehnik tonic immobility ?
1.3. Orisinalitas Penelitian - penelitian yang telah lebih dahulu dilakukan, terlihat dari laporan penelitian dan jurnal yang ada, pada umumnya hanya mengkaji berbagai perlakuan pencahayaan pada unggas, demikian juga hanya untuk perlakuan jenis alas kandang yang dikenakan pada ayam / unggas, seperti terlihat pada tabel 1. Sejauh ini, peneliti tidak melihat, baik lewat laporan penelitian maupun jurnal-jurnal yang ada yang pernah melaporkan adanya penelitian yang mengkombinasikan kedua perlakuan di atas, pencahayaan berselang dan sistem alas kandang, secara bersama-sama pada ayam kampung. Orisinalitas disertasi ini juga terletak pada variabel-variabel yang diamati yaitu variabel fisiologis, produksi, ekonomis, lingkungan internal kandang, dan tentu saja variable tingkah laku dengan tujuh macam parameter. Sejauh ini belum pernah dilakukan penelitian dengan variabel tergantung / dependent variabel sejumlah itu secara komprehensip, sebagaimana terlihat pada tabel 1.
Tabel 1. Peneliti dan Publikasi Penelitian Terkait Pencahayaan Berselang dan Jenis Alas Kandang
No. Peneliti & Publikasi 1.
Abbas, A.O. et al. (2008). The Effect of Photoperiod Programs on Broiler Chicken Performance and Immuno Response. J. of Poultry Science 7 (7) : 665-671
2.
Abbas, A.O. et al. (2007). The Effect of Lighting Program and
Dimensi
Kesimpulan Penelitian Pembatasan Pencahayaan terbatas pencahayaan, berselang broiler, performans, meningkatkan kekebalan kekebalan, performans produksi broiler, mengurangi mortalitas tiga kali lipat, konversi pakan terbaik Penyinaran, stress Program penyinaran panas, broiler, berselang atau
5
Melatonin on the Alleviation of kekebalan the Negative Impact of Heat Stress on the Immune Response in Broiler Chickens. J. of Poultry Science 6 (9) : 651-660
3.
4.
5.
Olanrewaju, H.A. et al. (2006). A Review of Lighting Program for Broiler Production. J. of Poultry Science 5 (4) : 301-308
Intensitas cahaya, durasi pencahayaan, pencahayaan konstan, pencahayaan berselang, panjang gelombang, broiler Rahimi,G. et al. (2005). The Pencahayaan Effect of Intermittent Lighting berselang, Broiler, Schedulle on Broiler lemak abdomen performance. J. Poultry Science 4 (6): 369-398
Xin. H. et al. (1993). Feeding and Drinking Patterns of Broiler Subjected to Different Feeding and Lighting Programs. J. Appl Poultry Res.2: 365-372 Widiastuti,T. dan Dani Garnida. (2005). Evaluasi performans Ayam Merawang Phase Pertumbuhan (12 Minggu) pada Kandang Sistem Kawat dan Sistem Litter dengan Berbagai Imbangan Energi – Protein di dalam Ransum. Litbang Deptan. (download 19 Mei 2009)
Pemberian minum, pemberian pakan, pencahayaan, broiler, waktu makan
7.
Resnawati, H. dan Ida A.K.Bintang. (2005). Produktivitas Ayam Lokal yang Dipelihara Secara Intensif. Litbang Deptan. (download 19 Mei 2009)
Ayam local, produktivitas, pemeliharaan secara intensif
8.
Daliani,SD.
6.
et
al
Ayam Merawang , alas kandang, imbangan energy protein, performans
(2005). Ayam
buras,
melatonin mengurangi suatu immunosuppresion yang berhubungan dengan stress panas kronis pada ayam broiler. Program pencahayaan terbatas meningkatkan produksi broiler melalui perbaikan BW, FCR, status kekebalan, kesehatan yang lebih baik. Penggunaan pencahayaan berselang meningkatkan efisiensi produksi, menurunkan temperature ruang, dan menghemat listrik Kontrol cahaya pada broiler memiliki pengaruh yang besar pada perilaku pola makan dan minum. Sistem alas kandang berpengaruh terhadap konsumsi ransum. Ransum dengan imbangan energy protein 2900 kkal/kg : 16 % sudah cukup memenuhi kebutuhan nutrisi ayam merawang periode pertumbuhan. Sistem pemeliharaan secara intensif memperbaiki penampilan produksi ayam local dibanding pemeliharaan secara tradisional. Bobot ayam buras 6
Rangkuman hasil Pengkajian teknologi budidaya, Ayam Buras di Kabupaten produksi telur, nilai Bengkulu Utara. Litbang ekonomis Deptan. (download 19 Mei 2009).
9.
Insulistyowati, A. et al. (2005). Parameter hematologis Anak Ayam Buras yang Dipelihara Pada Dua Jenis Lantai Kandang. Proceeding Semnas tentang Unggas Lokal III. Undip Semarang. 10. Togatorop, MH. 1991. Pengaruh Sistem Pemeliharaan Lantai Kandang Litter vs Lantai Kawat terhadap Penampilan Ayam Pedaging. Proceeding Semnas Usaha Peningkatan Produktivitasd Peternakan dan Perikanan. Undip Semarang.
dengan ransum protein 15,18% dan 15,84 % menunjukkan pbb lebih baik daripada ransum petani protein 10,6 %
Ayam Buras, Indikasi fisiologis hematologic, lantai anak ayam buras yang kandang dipelihara pada kandang system litter lebih baik dibandingkan dengan kandang lantai bambu. Performans ayam Penampilan ayam pedaging, jenis pedaging lebih baik di kelamin, jenis lantai kandang berlantai kandang, kawat daripada berlantai litter. Pemeliharaan ayam pedaging jantan lebih menguntungkan dibanding ayam pedaging betina dilihat dari performans
1.4. Tujuan Penelitian
Tujuam umum disertasi adalah mengkaji pengaruh perlakuan pencahayaan berselang terhadap performans (fisiologis, produksi, ekonomis, dan tingkah laku) ayam kampung. Tujuan khusus paket teknologi untuk hibah Doktor ini adalah mengkaji pengaruh pencahayaan berselang terhadap : 1) Lingkungan internal kandang, diharapkan hasil teknologi kombinasi cahaya dan alas kandang tertentu yang menjadi comfort zone ( lingkungan kandang yang nyaman) untuk ayam kampung, dilihat dari parameter tehnik tonic immobility.
7
2) Performans fisiologis, diharapkan hasil teknologi kombinasi cahaya dan alas kandang yang memberikan dampak stress paling rendah pada ayam dengan indikator, suhu rectal dan kadar glukosa darah. 3) Performans produksi, diharapkan hasil teknologi kombinasi cahaya dan alas kandang yang menampilkan parameter produksi paling optimal, dilihat dari Bobot Badan, persentase karkas, persentase lemak abdominal, panjang tungkai ayam, bobot jantung, bobot hati, dan mortalitas.
1.5. Manfaat Penelitian
1) Bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi adalah menambah informasi tentang aplikasi pencahayaan berselang terhadap kualitas ayam kampong yang dipelihara secara intensif. 2) Bagi pembangunan peternakan hasil penelitian ini dapat menggugah semangat dan minat berwirausaha bagi peternak, sehingga secara umum memperlancar berputarnya roda ekonomi masyarakat. 3) Bagi masyarakat luas, hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai bahan acuan pentingnya meningkatkan jiwa kewirausahaan (entrepreneurship) dalam meningkatkan produktivitas usaha dan kinerja usahanya.
1.6. Urgensi Penelitian
Biaya listrik bukan lagi menjadi variabel produksi yang murah bagi pemeliharaan ayam, maka produsen mencari cara untuk mengurangi konsumsi listrik dan mempertahankan produktifitas. Pemeliharaan dengan sistem kandang terbuka menjadi pilihan yang masuk akal, dengan memanfaatkan cahaya alami di siang hari, dan biaya operasional murah. Di Indonesia yang beriklim tropis, temperatur di lingkungan dataran rendah di musim kemarau mencapai 33 – 34 ºC. Sedangkan ayam berproduksi optimal pada temperature 18 – 24 ºC. Temperatur lingkungan mempengaruhi kualitas ternak. Respon tubuh hewan terhadap adanya stressor merupakan satu
8
kesatuan respon dari sistem syaraf, sistem hormon dan sistem pertahanan tubuh. Faktor luar yang paling dominan dalam mempengaruhi temperatur tubuh adalah kelembaban, sinar, dan temperatur udara, oleh karena itu dalam homeostasis ketiga faktor tersebut mempengaruhi reseptor kulit kemudian disampaikan ke sistem saraf pusat (Anderson, 1970; Amakiri dan Heath, 1988; Bianca, 1968 dalam Isroli, 1976). Ayam yang dipelihara di lingkungan dengan stress panas akan mempengaruhi sistem kekebalan, ditandai secara
dengan peningkatan
temperatur tubuh, pada akhirnya mempengaruhi kualitas produksi ayam secara keseluruhan. Ayam yang ditempatkan di bawah program pencahayaan berselang dan terekspos stres panas kronis terbukti memiliki temperatur tubuh lebih rendah daripada ayam yang ditempatkan di bawah program pencahayaan konstan dan terekspos stres panas ( Abbas, 2007). Ayam yang terekspos stress panas di bawah pencahayaan intermittent, menunjukkan perkembangbiakan sel T lebih tinggi daripada yang di bawah pencahayaan konstan. Ayam yang di bawah program pencahayan berselang akan mengalami jam gelap lebih panjang, sehingga akan mengalami durasi sekresi melatonin lebih panjang daripada yang di bawah program pencahayaan konstan. Melatonin adalah suatu hormon yang dilepaskan oleh kelenjar pineal yang terlibat dalam penetapan irama circadian temperatur
tubuh, beberapa fungsi metabolis esensial yang
mempengaruhi pola intake pakan/air dan pencernaan serta sekresi beberapa lymphokines yang terpadu dengan fungsi kekebalan normal (Apeldoorn, 1999 dalam Olanrewaju, 2006). Melatonin merupakan suatu antiooksidan kuat yang dapat melindungi dari peroksidasi lipid dari membran sel. Melatonin juga dapat meningkatkan perkembangbiakan limposit melalui stimulasi produksi oleh sel-sel pembantu T dan
monosit. Program pencahayaan berselang memperbaiki
penahanan kekebalan (immunosuppresion). Penelitian ini ingin mengkaji pengaruh perlakuan pencahayaan berselang di pemeliharaan ayam secara intensif, bagi ayam kampung yang selama ini lazim dipelihara secara umbaran/dilepas. Hal ini berarti, bagaimana mengatasi stress yang muncul untuk ayam yang biasanya dilepas harus dipelihara dikandangkan.
9
Perlakuan pencahayaan berselang diharapkan dapat mengurangi stress yang muncul, dengan durasi cahaya gelap yang lebih banyak, sehingga dapat meningkatkan kualitas ayam kampung pada peternakan berbasis home industri sebagai upaya ketahanan pangan rakyat yang ramah lingkungan.
1.7. Kerangka Teori
Pentingnya indera penglihatan bagi unggas ditunjukkan oleh ukuran mata yang amat besar dibandingkan dengan ukuran kepala dan otak. Rasio berat dari dua mata dibanding otak adalah nyaris 1 : 1 (Bell dan Freeman, 1971), sedangkan pada manusia rasio sekitar 1 : 25. Selanjutnya ditunjukkan oleh Appleby (1992) bahwa mata spesies-spesies herbivora dan omnivora yang terletak secara lateral seperti unggas memperluas bidang pandang lebih dari 300 derajat. Pencahayaan adalah parameter penting dari produksi unggas. Pencahayaan merupakan faktor eksogen yang kuat dalam mengontrol banyak proses fisiologis dan perilaku. Pencahayaan mungkin merupakan faktor yang paling kritis dari semua faktor lingkungan bagi unggas. Pencahayaan merupakan keterpaduan dengan penglihatan, termasuk ketajaman visual dan pembedaan warna ( Manser dalam Olanrewaju, 2006). Pencahayaan memungkinkan unggas untuk menetapkan keserasian dan mensinkronkan / menyamakan banyak fungsi esensial, termasuk temperatur tubuh dan berbagai langkah metabolis yang mempermudah kegiatan makan dan pencernaan. Pencahayaan juga menstimulasi pola sekresi beberapa hormon.
10
Peternakan Unggas
Feeding
Breeding
Manajemen Dataran Rendah • Stressor • Biaya
Alas Kandang
Cahaya
Retina Sumber nutrisi Tambahan
Amoniak
Suhu kandang
Syaraf
1
Hypothalamus Poultry Welfare
Pineal
Sel T Dan Monosit
Melatonin
TSH
STH
Hypofise
Hormon
Kortikosteroid
2
Gonad
Metabolisme Tulang, Organ Reproduksi, Kelamin Sekunder Pertumbuhan
3
Sistem Kekebalan
Kualitas Kesehatan
Kualitas Produksi Ternak
Illustrasi 1. Kerangka Teori 11
mengontrol sebagian besar pertumbuhan, kematangan / kedewasaan dan reproduksi. Pencahayaan menjadi penting karena berhubungan dengan produksi dan kesejahteraan unggas (ilustrasi 1). Pencahayaan terdiri dari tiga aspek yaitu : intensitas, durasi dan panjang gelombang. Intensitas cahaya, warna dan aturan photoperiod
(waktu
penyinaran)
mempengaruhi
aktivitas
fisik
unggas.
Peningkatan aktivitas fisik dapat menstimulir perkembangan tulang, sehingga memperbaiki kesehatan kaki. Nalbandov (1990) dalam Sunarti (2004), menjelaskan bahwa cahaya melalui retina mata akan diteruskan melalui saraf mata menuju hipotalamus anterior, kemudian merespon dengan melepaskan substansi yang menstimulir kelenjar hipofise untuk memproduksi hormon gonadotropin. Hormon ini akan bersama aliran darah merangsang ovarium serta organ reproduksi lain, di samping itu juga akan membantu proses pematangan folikel telur di gonad, perkembangan bulu dan jengger pada ayam petelur. Cahaya juga akan menggertak kelenjar tiroid untuk menghasilkan hormon pertumbuhan untuk mengatur proses metabolisme. Cahaya gelap akan menggertak dilepaskannya hormon androgen. Hormon androgen ikut serta dalam proses pembentukan tulang (Byuse, 1996 dalam Sunarti, 2004), lebih lanjut dinyatakan bahwa selama periode gelap ternyata level hormon kortikosteroid menjadi rendah. Level hormon kortikosteroid berbanding lurus dengan level stres. Unggas adalah hewan yang mudah stres, pemberian cahaya gelap akan menghambat pelepasan hormon kortikosteroid dan memberikan kesempatan labih banyak pada unggas untuk beristirahat, sehingga stres dapat berkurang. Efek cahaya setelah diterima hipotalamus juga akan mensekresikan STHRH (somatotropik releasing hormon) dan dan TRH (tirotropik releasing hormon). Releasing itu akan merangsang glandula pituitary anterior untuk mensekresikan STH dan TSH, TSH akan menstimulir kelenjar tiroid untuk melepaskan tiroksin. Somatotropik hormon dan tiroksin akan menstimulir tubuh meningkatkan aktivitas pertumbuhan (Bell dan Freeman, 1971 dan Card, 1961). Isroli (1996) menyatakan, bahwa hormon pertumbuhan dari kelenjar pituitary anterior dan
12
tiroksin dari kelenjar tiroid bekerja secara simultan dalam kontrol terhadap pertumbuhan ternak menjelang pubertas. Somatotropik hormon dalam tubuh berfungsi memacu aktifitas metabolisme, meningkatkan cadangan nitrogen, meningkatkan penyediaan energi dan merangsang pembentukan somatotropik hormon. Peningkatan kedua hormon tersebut akan menaikkan konsumsi ransum, sehingga pertumbuhan akan lebih cepat (Harper et al, 1979 dalam Isroli , 1996). Isroli (1996) menambahkan, peningkatan kedua hormon tersebut pada ternak menjelang pubertas dapat mempertinggi nafsu makan, meningkatkan efisiensi penggunaan pakan dan meningkatkan laju metabolisme basal sehingga meningkatkan
laju
pertumbuhan.
Cahaya
secara
tidak
langsung
akan
meningkatkan konsumsi ransum dan dapat disamakan sebagai metode pemberian ransum.
1.8. Kerangka Konsep Kerangka konsep pemecahan masalah penelitian hibah ini seperti dijelaskan pada ilustrasi 2,
merupakan lanjutan dari penelitian tahap I yang
mengeksplor bahan alas kandang yang terbaik bagi performans ayam kampung, dari setiap jenis alas kandang litter dan alas kandang renggang. Performans yang dikaji adalah kondisi lingkungan internal kandang, performans fisiologis, produksi, dan ekonomis. Fisiologis Lingk. Internal Penahay aan Berselan g
pH suhu Rh Amonia
Produksi
Peningkatan Kualitas & Produktivitas Ayam Kampung
Ekonomis
Penelitian Tahap I
Penelitian Tahap II (Usulan Penelitian Disertasi Doktor) Illustrasi 2. Kerangka Konsep
13
Berdasarkan hasil penelitian tahap I, dilanjutkan dengan penelitian pencahayaan berselang.
1.9. Hipotesis 1.9.1. Hipotesis mayor Perlakuan pencahayaan berselang pada pemeliharaan ayam kampung secara intensif berpengaruh nyata pada kualitas ayam.
1.9.2. Hipotesis minor 1) Pemberian perlakuan pencahayaan berselang pada ayam menormalkan suhu rektal ayam kampung. 2) Pemberian perlakuan pencahayaan berselang pada ayam menormalkan glukosa darah ayam kampung. 3) Pemberian perlakuan pencahayaan berselang pada ayam meningkatkan bobot badan ayam kampung. 4) Pemberian perlakuan pencahayaan berselang pada ayam meningkatkan persentase karkas ayam kampung. 5) Pemberian perlakuan pencahayaan berselang pada ayam menurunkan persentase lemak abdominal ayam kampung. 6)
Pemberian perlakuan pencahayaan berselang pada ayam meningkatkan
panjang tulang tungkai ayam kampung. 7) Pemberian perlakuan pencahayaan berselang pada ayam meningkatkan bobot jantung ayam kampung. 8) Pemberian perlakuan pencahayaan berselang pada ayam meningkatkan bobot hati ayam kampung. 9) Pemberian perlakuan pencahayaan berselang pada ayam menurunkan mortalitas ayam kampung. 10) Pemberian perlakuan pencahayaan berselang pada ayam menurunkan tingkat stress pada ayam kampung berdasarkan pengukuran dengan tehnik tonic immobility.
14
BAB II METODE PENELITIAN 2.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitin ini dilakukan di Semarang selama 10 bulan. 2.2. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan desain eksperimental dengan rancangan yang dipakai Random terhadap subyek. 2.3. Variabel Penelitian Variabel penelitian yang diukur dalam penelitian dan kebutuhan data yang dikumpulkan dalam penelitian meliputi parameter berikut ini : 1) Variabel performans fisiologis
: suhu rektal, , glukosa darah
2) Variabel performans produksi
: Bobot Badan, persentase karkas,
persentase lemak abdominal, panjang tulang tungkai ayam, bobot jantung. bobot hati, mortalitas 3) Variabel performans tingkah laku : tehnik tonic immobility 2.5. Populasi dan Sampel Populasi penelitian ini adalah DOC ayam kampung dengan jenis kelamin unsex, bobot sekitar 27 g. DOC yang digunakan 84 ekor. 2.6. Kriteria Inklusi dan Eksklusi Sampel Kriteria Inklusi : a. Bobot badan DOC ayam berkisar 25 – 28 gram. b. Kondisi sehat, tidak cacat, aktif bergerak, tidak ada kelainan anatomi dan morfologi. Kriteria eksklusi : a. Jenis ayam yang dipakai adalah ayam kampung dengan genetik yang heterogen. b. Jenis kelamin yang dipakai unsex. 2.7. Alat dan Bahan 2.7.1. Alat Alat Penelitian : 1) Kandang luar yang representatif, agar ayam tidak kehujanan dan kepanasan yang berlebihan. 15
2) Kandang ayam berdinding ram kawat dan beralas ram kawat dengan kerangka kayu, dengan ukuran panjang 2 meter, lebar 0,9 meter dan tinggi kandang 0,6 m, dan ketinggian kaki kandang dari lantai 0,5 m. kandang ditutup dengan tutup ram kawat 3) Perlengkapan di dalam kandang terdiri dari : tempat pakan, tempat minum, termometer ruang, termostat, higrometer, instalasi lampu pijar, timer otomatis, plastik broodin, termohigrometer, jam dinding, plastik penampung kotoran ayam. 4) Perlengkapan sanitasi kandang : spayer, ember, pencuci tempat pakan dan minum, kuas, gelas ukur. 5) Perlengkapan vaksin : Spuit, kapas, tissue, gelas ukur. 6) Perlengkapan pengambilan data : timbangan digital, termometer digital, Gluko DR, Stik análisis glukosa, tabung reaksi, pisau, pemes/silet, spuit, jangka sorong, timer / pencatata waktu. 7) Peralatan kebersihan kandang dan lingkungan sekitar kandang : sapu, tempat sampah, cetok, selang air, tirai kandang,
2.7.2. Bahan Penelitian : 1) DOC ayam kampung 84 ekor. 2) Pakan ayam 3) Bahan sanitasi : rodalon, alkohol, formalin, Zeolit granul 4) Bahan Vaksin dan obat : Vaksin AI, vaksin ND, vaksin Gumboro, obat cacing, Vitachick, Vitastress, Gula. 5) Analisis glukosa berupa stik Gluko Dr. 6) Instalasi listrik yang cukup untuk brooding dan pemeliharaan stándar. 7) Instalasi air yang cukup untuk pemeliharaan ayam, kebersihan kandang dan peralatan kandang.
2.8. Prosedur Perlakuan Ayam yang digunakan adalah DOC ayam kampung 84 ekor dengan kriteria jenis kelamin unsex, bobot rata-rata umur sehari sekitar 27 g. Ransum diberikan secara ad lib.
16
Kandang pemeliharaan yang digunakan adalah kandang panggung berukuran 2,2 x 1 x 0,9 m kubik ( p x l x t ). Jarak ketinggian dari lantai 50 cm, dengan dinding dari ram kawat yang ditutup plastik transparan sebagai isolator. Kandang yang digunakan sebanyak 3 buah, setiap kandang disekat menjadi 4 unit kandang, jadi ada 12 unit percobaan. Masing-masing unit percobaan berisi 10 ekor ayam. Ada 3 perlakuan dengan 4 ulangan, jumlah menjadi 12 unit percobaan. Ke 3 kandang panggung diletakkan di halaman rumah, seluas sekitar 4 x 11 m persegi. Setiap kandang
dilengkapi dengan lampu, termometer ruang,
termohigrometer. Setiap unit percobaan dilengkapi dengan tempat makan dan tempat minum.
2.8.1. Perlakuan Perlakuan yang diberikan Pencahayaan Intermittent (berselang). Bahan alas kandang menggunakan ram kawat : C1
: pencahayaan ( 1L : 3D)
C2
: pencahayaan ( 2L : 2D)
C3
: pencahayaan ( 12L : 0D)
Keterangan : L D
= Light / terang = Dark / gelap
C1Un
C2Un
X
C3Un
X
Illustrasi 3. Bagan Pengaturan Tata Letak Kandang Penelitian Keterangan : C : Cahaya (3 perlakuan) X : penyekat antar kandang yang tidak tembus cahaya, sketsel triplek
17
2.9. Tehnik Pengumpulan Data Pengambilan data dalam penelitian ini, yaitu : 1) Temperatur rektal, pengukuran suhu rektal dengan temperatur digital “Omron” dengan kepekaan 0,1 ºC. Pengukuran dilakukan setiap minggu selama 10 minggu penelitian. 2) Kadar glukosa darah, dengan menyembelih ayam untuk diambil darahnya pada hari 1 dan akhir pemeliharaan. 3) Bobot Badan, dengan penimbangan pada setiap minggu
selama 10
minggu penelitian. 4) Persentase karkas, perbandingan karkas dengan bobot hidup ayam kali 100%, diambil pada akhir penelitian. 5) Persentase lemak abdominal, perbandingan lemak abdominal dengan bobot hidup ayam kali 100 %, diambil pada akhir penelitian. 6) Bobot jantung dan hati, dengan penimbangan pada akhir penelitian. 7) Persentase Mortalitas, perbandingan jumlah ayam yang mati dengan jumlah total ayam dari setiap perlakuan kali 100 %. 8) Panjang tungkai, diukur dengan menggunakan jangka sorong, diambil pada akhir pemeliharaan di penelitian ini. 9) Tehnik tonic immobility diukur dengan mencatat waktu yang dibutuhkan ayam untuk kembali tegak dalam hitungan detik.
2.10. Pengolahan Data & Analisis Data
Analisis data parameter bobot badan, tehnik tonic immobility, dan suhu rectal menggunakan RAL In Time, data diambil setiap minggu selama 10 minggu pemeliharaan. Analisis data parameter persentase karkas, persentase lemak abdominal, panjang tulang femur, tulanf tibia, tulang tarsometatarso, bobot jantung dan bobot hati, menggunakan RAL Klasifikasi satu Arah, data diambil pada akhir penelitian minggu ke 10 :
18
Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis ragam (ANOVA), dengan taraf signifikansi 95 %, dilanjutkan dengan uji Duncan.
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Performans produksi 3.1.1. Bobot Badan Hasil penelitian bobot badan ayam kampung menunjukkan hasil seperti terlihat pada table 2. Tabel 2. Rataan Bobot Badan Ayam kampung (gram) Waktu Pengambilan Data
Minggu Ke-
1 2 3 4 5 8 10
Rataan
Pencahayaan Berselang (C) C1 C2 C3 55,785 55,283 55,108 77,965 77,0725 78,5 158,36 153,99 153,86 254,75 242,43 248,22 381,93 365,36 366,46 450,14 426,6 448,42 514,32 477,54 508,57 270,5 256,9 265,6
Ket : C1 = 1 L/ 3 D ( 1 jam terang, 3 jam gelap, dari jam 18.00 – 06.00 ) C2 = 2 L / 2D ( 2 jam terang, 2 jam gelap, dari jam 18.00 – 06.00 ) C3 = 12 L / 0D ( 12 jam terang , 0 jam gelap , dari jam 18.00 – 06.00 )
Hasil penelitian dengan menunjukkan P>0,05, ini berarti tidak ada perbedaan nyata pada parameter bobot badan ayam kampung akibat 3 jenis perlakuan pencahayaan berselang.
19
3.1.2. Persentase Karkas, Persentase Lemak Abdominal, Panjang Tungkai, Bobot Jantung, Bobot Hati, dan Mortalitas Hasil penelitian persentase karkas, persentase lemak abdominal, panjang tungkai, bobot jantung dan bobot hati, ditunjukkan oleh table 3. sebagai berikut : Tabel 3. Rataan karkas (%), lemak abdominal (%), panjang tungkai (cm) No. Parameter Pencahayaan Berselang (C) C1 C2 C3 1 Karkas (%) 59,335 58.273 58,925 2 Lemak abdominal (%) 0,9065 1,3143 0,5313 3 Panjang Femur (cm) 6,4675 6,2125 6,40625 4 Panjang Tibia (cm) 9,7125 9,24 9,5675 5 Tarso metatarso (cm) 7,31 6,6575 7,1825 6 Bobot Jantung (g) 4,915 3,1333 4,299 7 Bobot Hati (g) 21,038 19,79 20,448 Ket : C1 = 1 L/ 3 D ( 1 jam terang, 3 jam gelap, dari jam 18.00 – 06.00 ) C2 = 2 L / 2D ( 2 jam terang, 2 jam gelap, dari jam 18.00 – 06.00 ) C3 = 12 L / 0D ( 12 jam terang , 0 jam gelap , dari jam 18.00 – 06.00 ) Persentase karkas dalam analisis menunjukkan P > 0,05 yang berarti menunjukkan tidak ada perbedaab nyata persentase karkas pada setiap perlakuan pencahayaan berselang. Persentase lemak abdominal (P>0,05) berarti tidak ada perbedaan nyata persentase lemak abdominal pada setiap perlakuan pencahayaan. Panjang tungkai yang terdiri dari panjang femur, panjang tibia, dan panjang tarso ketiganya menunjukkan (P>0.05) berarti tidak ada perbedaan nyata panjang ke tiga tulang tungkai akibat perlakuanpencahayaan berselang. Parameter bobot jantung menunjukkan hasil yang berbeda (P< 0,01), yang berarti ada perbedaan sangat nyata akibat perlakuan pencahayaan terhadap bobot jantung. Bobot hati menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05) akibat perlkuan pencahayaan berselangt.
3.2. Performans Fisiologis
20
3.2.1. Glukosa Darah Hasil penelitian performans fisiologis yang diukur dari kadar glukosa darah memberikan hasil sebagai berikut : No. 1
Tabel 4. Glukosa darah (mg/100ml) Parameter Pencahayaan Berselang (C) C1 C2 C3 Glukosa darah (mg/100ml) 291 292 253,25 Hasil analisis menunjukkan tidak ada perbedaan nyata kadar glukosa darah
ayam kampong akibat perlakuan pencahayaan (P>0.05).
3.2.2. Suhu Rektal Pengambilan data suhu rektal yang dilakukan setiap minggu memberikan hasil sebagai berikut : Tabel 5. Suhu Rektal Jantan (⁰C) Waktu Pengambilan Data
Minggu Ke-
Rataan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Pencahayaan Berselang (C) C1 C2 C3 41,175 41,667 41,425 41,225 41,5667 40,925 40,425 41,233 41,075 41,475 41,567 41,6 41,4 41,433 41,45 40,3 40,4 40,375 41,6 41,633 41,5 41,7 41,533 41,225 41,55 41,1667 41,3 41,3 41,5667 41,2 41,215 41,377 41,208
Ket : C1 = 1 L/ 3 D ( 1 jam terang, 3 jam gelap, dari jam 18.00 – 06.00 ) C2 = 2 L / 2D ( 2 jam terang, 2 jam gelap, dari jam 18.00 – 06.00 ) C3 = 12 L / 0D ( 12 jam terang , 0 jam gelap , dari jam 18.00 – 06.00 )
Suhu rektal ayam jantan menunjukkan tidak ada perbedaan nyata (P>0.05) pada level perlakuan pencahayaan berselang. Faktor umur menunjukkan perbedaan sangat nyata (P< 0,01), dan tidak ada interaksi nyata antara perlakuan
21
dan umur (P>0,05). Umur berbeda nyata pada minggu ke 10, minggu ke 3 dan minggu ke 6. Factor umur tidak berbeda nyata antara minggu ke 1,2,4,5,7, dan 8.
Tabel 6. Suhu Rektal Betina (⁰C) Waktu Pengambilan Data
Minggu Ke-
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Rataan
Pencahayaan Berselang (C) C1 C2 C3 41,6 41,45 41,45 41,325 41,025 41,075 40,35 40,725 41,2 41,575 40,8 41,575 41,5 41,025 40,875 40,75 40,22 41,125 41,675 41,75 41,45 41,625 41,625 41,4 41,6 41,325 41,3 41,45 41,525 41,55 41,345 41,147 41,3
Ket : C1 = 1 L/ 3 D ( 1 jam terang, 3 jam gelap, dari jam 18.00 – 06.00 ) C2 = 2 L / 2D ( 2 jam terang, 2 jam gelap, dari jam 18.00 – 06.00 ) C3 = 12 L / 0D ( 12 jam terang , 0 jam gelap , dari jam 18.00 – 06.00 )
Hasil analisis menunjukkan tidak ada perbedaan nyata suhu rektal ayam betina, akibat perlakuan pencahayaan berselang (P>0.05). Pada umur yang berbeda menunjukkan perbedaan sangat nyata (P<0,01), demikian juga ada interaksi sangat nyta (P<0,01) perlakuan pencahayaan berselang dengan factor umur ayam. Mortalitas pada penelitian ini sangat rendah hanya 5,9 % selama pemeliharaan, ada 5 ekor ayam yang mati drai total 84 ekor ayam yang dipakai penelitian.
3.3. Tehnik Tonic Immobility Data yang diperoleh seperti terlihat pada table berikut ini :
22
Tabel 7. Tehnik Tonic Immobility Jantan (detik) Waktu Pengambilan Data Pencahayaan Berselang (C) C1 C2 C3 1 0,3075 0,24 0,25 2 0,3625 0,4175 0,5825 Minggu Ke3 0,8 0,6 0,45 4 1,15 1,05 0,95 5 0,6 0,9 0,675 6 0,85 0,95 9,725 7 0,95 1 0,95 8 0,85 0,875 0,9 9 1,325 1,125 0,95 10 1,025 0,95 0,85 Rataan 0,822 0,81 1,628 Ket : C1 = 1 L/ 3 D ( 1 jam terang, 3 jam gelap, dari jam 18.00 – 06.00 ) C2 = 2 L / 2D ( 2 jam terang, 2 jam gelap, dari jam 18.00 – 06.00 ) C3 = 12 L / 0D ( 12 jam terang , 0 jam gelap , dari jam 18.00 – 06.00 ) Tabel 8. Tehnik Tonic Immobility Betina (detik) Waktu Pengambilan Data Pencahayaan Berselang (C) C1 C2 C3 1 0,2625 0,2175 0,2275 1,15 2 0,3225 0,36 0,31 Minggu Ke3 0,975 2,45 7,5 4 1,025 13,075 1 5 1 1,75 0,675 6 0,775 0,875 0,95 7 0,85 1,075 0,8 8 0,775 0,925 1,025 9 0,725 1,2 0,825 10 1 0,925 14,925 Rataan 0,771 2,285 2,824 Ket : C1 = 1 L/ 3 D ( 1 jam terang, 3 jam gelap, dari jam 18.00 – 06.00 ) C2 = 2 L / 2D ( 2 jam terang, 2 jam gelap, dari jam 18.00 – 06.00 ) C3 = 12 L / 0D ( 12 jam terang , 0 jam gelap , dari jam 18.00 – 06.00 ) 3.4. Pembahasan Hasil penelitian pada parameter bobot badan menunjukkan tidak ada perbedaan nyata pada perlakuan pencahayaan berselang (P>0,05). Hal ini diduga karena beberapa hal : pertama, perlakuan pencahayaan berselang hanya dilakukan 23
pada malam hari sejak jam 18.00 sampai jam 06.00 pagi. Sepanjang pagi hingga sore (jam 06.00 sampai 18.00) ayam mendapat pencahayaan alamiah dari sinar matahari. Sinar matahari yang melimpah di daerah tropis seperti Indonesia, terlebih penelitian dilakukan di dataran rendah
dan saat musim kemarau,
menyebabkan ayam sama sekali tidak kekurangan cahaya. Secara umum ayam hanya mengalami 3 kali periode gelap sepanjang malam, baik pada perlakuan C1 (1L/3D) maupun C2 (2L/2D), dengan selisih perlakuan periode gelap selama 9 jam untuk C1 (1L/3D) dan selama 6 jam untuk C2 (2L/2D). Terbukti dengan selisih periode gelap hanya 3 jam antara kedua perlakuan C1 dan C2 belum memberikan hasil bobot badan yang berbeda secara nyata. Kedua, perlakuan pencahayaan berselang pada penelitian ini merupakan penelitian tahap ke tiga dari penelitian disertasi, yang hanya menggunakan satu variable bebas yaitu durasi pencahayaan berselang (C) saja. Penelitian disertasi tahap satu tentang alas kandang memberikan hasil, bahwa di daerah tropis seperti Indonesia, sistem pemeliharaan intensif
yang terbaik direkomendasikan
menggunakan alas kandang renggang dibandingkan alas litter. Penelitian disertasi tahap kedua, menghasilkan rekomendasikan hasil terbaik diperoleh pada perlakuan interaksi antara alas kandang renggang dengan pencahayaan berselang (1L/3D). Penelitian ke tiga dari Hibah Doktor ini untuk mempertajam hasil kedua penelitian terdahulu, dengan hanya menggunakan alas kandang renggang saja (ram kawat) dan perlakuan fokus hanya pencahayaan berselang. Hasil penelitian pada parameter bobot badan menunjukkan tidak berbeda nyata antara ke tiga perlakuan pencahayaan berselang. Ini membuktikan, bahwa dampak penggunaan alas kandang renggang menyebabkan perlakuan pencahayaan berselang tidak lagi berpengaruh nyata terhadap bobot badan ayam. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian terdahulu yang menggunakan berbagai jenis alas renggang ternyata memberikan hasil tidak berbeda nyata terhadap pertambahan bobot badan, namun berbeda sangat nyata pada perilaku makan yang lebih lama pada alas bambu lebar, ini berarti untuk mendapatkan bobot badan yang relative sama, durasi waktu makan yang diperlukan oleh ayam lebih banyak di bambu lebar daripada di ram kawat, berarti ram kawat lebih hemat secara ekonomis ( Sulistyoningsih, 2010).
24
Kedua alasan di atas, kiranya memperjelas mengapa perlakuan pencahayaan pada penelitian ini hipotesis kerja yang menyatakan ada perbedaan bobot badan pada perlakuan pencahayaan berselang, ditolak. Secara umum karena alas kandang yang digunakan sama baiknya yaitu ram kawat. Secara deskriptif tetap terlihat bobot badan tertinggi terlihat pada pencahayaan berselang C1 (1L/3D). Penelitian ini baru berlangsung 10 minggu, artinya ada kemungkinan seiring dengan bertambahnya waktu dalam pemeliharaan ayam kampung, perbedaan bobot badan ini akan semakin nyata. Hasil penelitian untuk parameter persentase karkas memberikan hasil tidak berbeda nyata (P>0,05), namun demikian hasil persentase tertinggi ditemukan pada
perlakuan C1 (1L/3D). Berarti secara
ekonomis perlakuan C1 lebih
menguntungkan dari hasil analisis deskriptif. Hasil penelitian untuk parameter persentase lemak abdominal memberikan hasil tidak berbeda nyata (P>0,05) Lemak abdominal terendah ditemukan pada C3 (12L/0D), dilanjutkan terendah kedua pada C1 (1L/3D), dan tertinggi pada perlakuan C2 (2L/2D). Hal ini dapat dipahami mengapa C3 memberikan hasil lemak abdominal terendah, karena dengan durasi pencahayaan terus menerus selama 12 jam mulai sore hingga pagi hari, tentu membuat ayam akan cenderung beraktivitas (bergerak) meskipun di malam hari, sehingga durasi istierahat lebih sedikit dibanding C1 dan C2. Hal ini berdampak pada rendahnya persentase lemak abdominal. Jelas kirang hasil persentase lemak abdominal yang optimal terdapat pada C1 yang relative rendah, terlebih dikaitkan dengan bobot badan yang tertinggi dibandingkan kedua perlakuan yang lain. Panjang tungkai ayam yang terdiri dari panjang femur, panjang tibia dan panjang tarsometarso, semuanya menunjukkan hasil tidak ada perbedaan nyata (P>0,05). Hasil deskriptif menunjukkan dari semua panjang tulang tungkai, maka yang terpanjang tulang femur, terpanjang tulang tibia, dan terpanjang tulang tarsometatarso dijumpai pada perlakuan C1 (1L/3D). Ini memberikan harapan besar bilamana waktu pemeliharaan diperpanjang tentunya akan semakin mendukung diterimanya hipotesis kerja.
25
Hasil penelitian non karkas untuk bobot jantung, memberikan hasil berbeda sangat nyata (P<0,01) dengan tertinggi pada perlakuan C1. Meskipun bobot hati menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05), hasil deskriptif terbaik juga ditemukan di perlakuan C1 dengan bobot hati terbesar. Angka mortalitas yang rendah, sebesar 5,9 %, mendukung hasil penelitian tahap satu dari penelitian disertasi ini, sebanyak 5,54 %. Hal ini berarti pemeliharaan secara intensif sangat menguntungkan secara ekonomis karena memperkecil tingkat kerugian peternak. Secara umum sangat jelas dan dapat diharapkan pada pemeliharaan yang diperpanjang, bahwa dari semua parameter produksi dari bobot badan tertinggi, persentase karkas terbesar, persentase lemak abdominal yang rendah, panjang tulang femur terpanjang, panjang tulang tibia terpanjang, dan panjang tarsometatrso terpanjang, bobot jantung terbesar, bobot hati terbesar, dan mortalitas yang rendah selalu ditemukan di perlakuan C1 (1L/3D). Ini menggambarkan perlakuan pencahayan berselang memerikan dampak positif bagi aspek produksi pemeliharaan secara komersial. Hasil penelitian untuk parameter glukosa darah, menunjukkan tidak berbeda nyata pada setiap perlakuan (P>0,05). Hal ini didukung oleh hasil pada suhu rektal yang juga menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05). Salah satu indikator ayam tercekam / stress adalah angka glukosa darah yang tidak normal dari yang seharusnya yaitu 242 mg/100 ml darah. Ayam tercekam juga dapat terlihat dari suhu rektal yang tidak normal. Penelitian menunjukkan bahwa kadar glukosa darah ataupun suhu rectal pada semua perlakuan reltif stabil / normal. Hal ini berarti semua ayam di setiap perlakuan tidak menunjukkan gejala tercekam / stress dilihat dari kadar glukosa darah atau suhu rektalnya. Kenyataan ini mendukung hasil mengapa parameter produksi juga relatif sama pada ketiga perlakuan ( C1, C2 ataupun C3). Tehnik Tonic Immobitity sebagai indikator stress yang paling mudah diamati pada ayam, secara statistik, perlakuan pencahayaan berselang tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap tehnik tonic immobility, sebagai indikator stress pada ayam. Hasil analisis deskriptif penelitian memberikan data, waktu
26
yang terpendek, sebagai indikator ayam sehat / tidak stress, baik pada ayam jantan maupun ayam betina terdapat pada perlakuan C1 (1L/3D). Data menunjukkan waktu C1 pada ayam jantan sebesar 0,822 detik, sama dengan C2 sebesar 0,81 detik, jauh lebih kecil daripada C3 dengan waktu 1,628 detik. Waktu yang diperlukan ayam betina untuk segera bangkit setelah ditelentangkan yang terpendek adalah perlakuan C1 hanya 0,771 detik, jauh lebih singkat daripada C2 yang 2, 285 detik dan C3 yang juga 2,824 detik. Hasil pengamatan parameter tehnik tonic immobility sangat mendukung hasil pengukuran pada variabel produksi, di mana semua hasil, dari rerata bobot badan, persentase karkas, persentase lemak abdominal, panjang tulang tulang tungkai, bobot jantung, bobot hati, serta mortalitas secara positif mengarah pada perlakuan C1. Hasil ini sejalan dengan kedua tahap penelitian disertasi yang terdahulu.
BAB IV SIMPULAN DAN SARAN 4.1. Simpulan Hasil perlakuan pencahayaan berselang yang dikenakan pada ayam kampung di pemeliharaan intensif skala rumah tangga, yang dipelihara selama 10 minggu dengan kesemuanya menggunakan alas kandang renggang (ram kawat), memberikan hasil deskriptif terbaik (Performans produksi, fisiologis dan tehnik tonic immobility) pada perlakuan C1 (1L/3D), yang sejalan dengan dua tahap penelitian disertasi sebelumnya. Hasil yang lebih baik diharapkan bilamana masa pemeliharaan diperpanjang sedikit. Mortalitas ayam pada pemeliharaan intensif dapat ditekan seminimal mungkin.
4.2. Saran 1. Penelitian ini direkomendasikan untuk diterapkan pada peternakan rakyat skala rumah tangga.
27
2. Dianjurkan adanya penelitian dengan pencahayaan berselang sampai usia produktif ayam. 3. Penerapan pencahayaan berselang akan menghemat biaya listrik, pembelian pakan,dan diharapkan meningkatkan daya tahan terhadap cekaman daerah tropis, dengan diberlakukan bersama alas kandang renggang.
DAFTAR PUSTAKA Abbas, O.A., Ahmed E. Gehad, Gilbert L., Hendricks, H.B.A. Gharib, and Magdi M. Mashaly. 2007. The Effect of Lighting Program and Melatonin on Alleviation of the Negative Impact of Heat Stress on the Immune Response in Broiler Chickens. International Journal of Poultry Sci. 6 (9) : 651-660. Abbas, O.A., A.K. Alm El-Dein. A.A. Desoky and Magda A.A. Galal. 2008. The Effect of Photoperiod Programs on Broiler Chicken Performance and Immune Response. Poultry Sci. 7 (7) : 665 – 671. Aoki, K. D.P. Stephene, K. Zhao, W.A. Kosiba and J.M. Johnson. 2006. Modification of cutaneous vasodilator response to heat stress by daytime exogenous melatonin administration. Am J. Physiol. Regul. Integ. Comp. Physiol.,291 : R619-R624. Atta, A.M. S.M.T.El- Tantawy, A. Osman, and A.A. El-Far. 1996. Suppression of Cellular Immune Response of Chickens Following in Vivo and in Vitro Heat Stress. Egyptian J. Anim. Prod., 33: 71-77. Appleby, M.C., B.O. Hughes and H.A. Elson. 1992. Poultry Production System : Behaviour, Management and Welfare. C.A.B. International, Wallingford. Austic, R.E. and M.C. Nesheim. 1990. Poultry Production. Lea & Febiger. Philadelpia. London Bell, D.J. and B.M. Freeman. 1971. Physiology and Biochemistri of The Domestic Fowl. Acedemic Press. London. New York. Bolukbasi, S. C. and Hakki Emsen. 2006. The Effect of Diet with Low Protein and Intermittent Lighting on Ascites Induced by Cold Temperatures and Growth Performance in Broilers. Poultry Sci. 5 (10) : 988 – 991. Buys, N., J. Buyse, M. Hassanzadeh-Ladmakhi and E. Decuypere.1998. Intermittent Lighting Reduces the Incidence of Ascites in Broilers : An Interaction with Protein Content of Feed on Performance and the Endocrine System. Poultry Sci. 77 : 54 – 61.
28
Card, L.E. and M.C. Nesheim. 1972. Poultry Production. Fourth edition. Lea and Febiger, Philadelphia. Classen, H.L., Riddell, C. And Robinson, F.E. 1988. Effect of Photoperiod Manipulation and Feed Restriction on Broiler Health and Performance. Poultry Science 67 : Supplement 1, p68 (Abstr). Crawford, R.D. 1990. Poultry Breding and Genetic. Netherland, Elsevier Science. Daliani,SD., Wulandari W.A., D. Zainudin, dan Gunawan. 2005. Rangkuman Hasil Pengkajian Ayam Buras di Kabupaten Bengkulu Utara. Peternakan. Litbang Deptan. (download 19 Mei 2009). Dare, M.J. and J.S. Rock. 1995. Compact fluorescents light reduce electric bills for poultrymen. Poult. Digest., 44 : 108 – 113. Direktorat Jenderal Peternakan. 2007. Buku Statistik Peternakan. Direktorat bina Program. Jakarta. Djojosoebagio, S. 1990. Fisiologi Kelenjar Endokrin. (Vol I, Vol II ). Depdikbud Dirjen Dikti IPB. Bogor. Ensminger, M.E. 1980. Poultry Science (Animal Aghriculture Series). 2-nd Edition. The Interstate Printers and Publisher Inc. Danville. Illionis. Freeman, B.M., A.C.C. Manning and I.H. Flack. 1981. Photoperiod and its effect on the response of the immature fowl to stressors. Comp. Biochem. And Physiol., 68 A : 411- 416. Gasperz, V. 1991. Tehnik Analisis dalam Penelitian Percobaan. Penerbit Tarsito. Bandung. Gomez, K.A. and A.A Gomez. 1995. Prosedur Statistik Untuk Penelitian Pertanian. Ed 2. Penerbit UI Press. Jakarta. (Terjemahan oleh Endang Sjamsudin dan Justika S. Baharsjah). Gracia- Maurino, S.M.G. Gonzalez-Haba, J.R. Calvo, M.R. El-Idrissi, V.SanchesMargalet, R. Goberna and J.M. Guerrero. 1997. Melatonin Enhances IL-2, Il-6 and INF-gamma Production by Human Circulating CD4+cells. J. Immunol. 159: 574-581. Frandson, R.D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Edisi IV. Gadjahmada Univerity. Yogyakarta. (Terjemahan Bambang Sri Gandono & K. Praseno)
29
Kliger, C.A., A.E. Gehad, R.M. Hullet, W.B. Roush, H.S. Lillehoj and M.M. Mashaly. 2000. Effect of Photoperiod and Melatonin on Lymphocyte Activities in Male Broiler Chickens. Poultry Sci. 79 : 18 – 25. Kompas. 2008. Akibat “Jebakan” Penangguran Berlipat. Kompas. 3 November 2008. Jakarta. Kompas. 2009. 60 Persen Lulusan Perguruan Tinggi Menganggur. Kompas 15 Januari 2009. Jakarta. Ingram, D.R., L.F. Hattean, and K.D. Homan. 2007 Reproductive Performance of Broiler Breeders Maintained on a Photo Schedule of Only Morning and Evening Artificial Light in Open-Type Houses. Int. J. of Poultry Sci. 6 (6) : 424-426. Ingram D.R., L.F. Hatten and K.D. Homan. 2007. Reproductive Performance of Broiler Breeders as Affected by Age at Initiation of Laying Cycle Lighting Program. Int. J. of Poultry Sci. 6 (7) : 462 – 465. Insulistyowati, A., P. Rahaju, dan Afriani. 2005. Parameter Hematologis Anak Ayam Buras yang Dipleihara pada Dua Jenis Lantai Kandang. Proceedings Seminar Nasional tentang Unggas Lokal III. Universitas Diponegoro. Semarang. Isroli. 1996. Pengaturan Konsumsi Energi Pada Ternak. Sainteks Vol III No 2: 64-72. http://www.statemaster.com/encyclopedia/Tonic-immobility MacLeod, M.G., T.R. Jewitt and J.E. Anderson. 1988. Energy Expenditure and Physical Activity in Domestic Fowl Kept on Standard and Interrupted Lighting Pattern. Br. Poult Sci. 29 : 231-244. Masser, Jakc .D and Gordo. G. Gallup. 1974. Tonic Immobility in the Chicken : Catelepsy Potentiation by Uncontrollable Shock and Alleviation by Imipramine. American Elsevier Publishing Company 36 (2) : 199-201. Moreng, R.E. and J. Avens . 1985. Poultry Science and Production. Reston Publishing Company. Inc. A Pretice-Hall Company. Virginia. Moore, C.B. and T.D. Siopes. 2002. Melatonin Can Produce Immunoenhancement in Japanese Quail (Cortunix coturnix japonica) Without Oriorimmunosuppression. Gen Comp. Endocrinal. 129 : 122-126.
30
Olanrewaju, H.A. J.P. Thaxton, W.A. Dozier, J. Purswell, W.B. Roush and S.L. Branton. 2006. A Review of Lighting Programs for Broiler Production. Int. J. of Poultry Sci. 5 (4) : 301-308. Olanrewaju, H.A., W.W. Miller, W.R. Maslin, J.P. Thaxton, W.A. Dozier, J. Purswell, and S.L. Branton. 2007. Interactive Effects of Ammonia and Light Intensity on Ocular, Fear and Leg Health in Broiler Chickens. Int. J. of Poultry Sci. 6 (10) : 762-769. Poultry Indonesia. 2002. Manajemen menangani cacat Kaki pada Broiler. Poultry Indonesia. Jakarta Prayitno, D.S. 1994. The Effect of Colour and Intensity of Light on The Behaviour and Performance of Broiler. University of Wales. (Disertasi). Rahimi, G. 2005. The Effect of Intermittent Lighting Schedule on Broiler Performance. Poultry Sci. 4 (6) : 369 – 398. Resnawati, H., dan Ida A.K. Bintang. 2005 Produktivitas Ayam Lokal yang Dipelihara Secara Intensif. Peternakan. Litbang Deptan. (download 19 Mei 2009). Resnawati, H. dan A.K. Bintang. 2005. Kebutuhan Pakan Ayam Kampung pada Periode Pertumbuhan. Peternakan. Litang Deptan. (download 19 Mei 2009). Roesdiyanto dan M.Mufti. 1991. Pengaruh Pemotongan Paruh, Bentuk Pakan dan Jenis lantai kandang Terhadap Performans Puyuh Betina. Proceeding Seminar Nasional. Universitas Diponegoro. Semarang. Rozenboim, I., I. Biran, Z. Uni and O. Halevy. 1999. The Involvement of Monochromatic Light in Growth, Development and Endocrine Parameters of Broilers. Poultry Sci. 78: 135-138. Setioko, A.R., dan S. Iskandar. 2005. Review Hasil-Hasil Penelitian dan Dukungan Teknologi dalam Pengembangan Ayam Lokal. Peternakan. Litbang Deptan. (download 19 Mei 2009). Sukamto, B. 1997. Kebutuhan Energi dan Protein Berdasarkan Efisiensi Penggunaan Protein dengan Manifestasinya Terhadap Performan Produksi Ayam Kedu. Disertasi. Universitas Padjadjaran. Bandung. Sulistyoningsih, M., D. Sunarti, E. Suprijatna, Isroli. 2011. Studi Tingkah Laku : Kajian Perilaku Makan dan Minum Ayam Kampung Berbasis Riset Manajemen Alas Kandang. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan IlmuPengetahuan Alam Bervisi SETS (Science, Environment, Technology,
31
and Society). ISBN : 978-602-98771-1-3, hal 29 – 38. Universitas Negeri Semarang. 30 April 2011. Sulistyoningsih, M., D. Sunarti, E. Suprijatna, Isroli. 2011. Pengaruh Berbagai Alas Kandang Renggang terhadap Temperatur Rektal, Lemak Abdominal, dan PBB Ayam Kampung. Prosising Seminar Nasional Pendidikan Biologi. ISBN : 978-602-99975-0-7, hal 80 – 88. IKIP PGRI Semarang, 16 Juli 2011. Suprijatna, E. 1992. Pencemaran Amonia dalam kandang Ayam, Dampaknya Terhadap Performans dean Upaya Penanggulangannya. Sintesis no 4 tahun II: 43-51. ISSN 0853-9812. Yayasan Dharma Agrika. Semarang. Suprijatna, E. Umiyati Atmimarsono dan Ruhyat, K. 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Panebar Swadaya. Yogyakarta. Sunarti, D. 2004. Pencahayaan Sebagai Upaya Pencagahan Cekaman Pada Unggas Tropis Berwawasan Animal Welfare. Sidang Senat Buru Besar Universitas Diponegoro. ISBN 979.704.264.2. Semarang. Togatrop, MH. 1991. Pengaruh Sistem Pemeliharaan Lantai Litter vs Lantai Kawat Terhadap Penampilan Ayam Pedaging. Proceeding Seminar Nasional. Universitas Diponegoro. Semarang. Widiastuti, T., dan Dani Garnida. 2005. Evaluasi Performans Ayam Merawang Phase Pertumbuhan (12 Minggu) pada Kandang Sistem Kawat dan Sistem Litter dengan Berbagai Imbangan Energi-Protein di dalam Ransum. Peternakan. Litbang Deptan. (download 19 Mei 2009). Xin, H., I.L. Berry, T.L. Barton, and G.T. Tabler. 1993. Feeding and Drinking Patterna of Broilers subjected to Different Feeding and Lighting Programs. J. Appl. Poultry Res. 2 : 365 – 372. Yamamoto, Y. Namikawa,T., Okada, I. Nishibori, M. Mansjoer, S.S. and Martoyo, H. 1996. Genetical Studies on Native Chicken in Indonesia. Asian Aust J. Anim Sci. 9(4) : 405 – 410. Yunianto. 2000. Hubungan Antara Temperatur Lingkungan dan Konsentrasi Hormon Tiroid pada Ayam Petelur. J. Trop. Anim. Dev 25 (1) March. Yunianto, V.D., 1998. Performans Ayam Broiler pada Berbagai Kondisi Temperatur Lingkungan. J. Pengembangan Peternakan Tropis 24 (4) : 149156. Universitas Diponegoro. Semarang. Yuwanto, T. 2008. Dasar Ternak Unggas. Kanisius. Yogyakarta.
32
33