Jurnal Manajemen, Vol.8, No.1, November 2008
KOLABORASI UNIVERSITAS-INDUSTRI: TINJAUAN KONSEPTUAL MEKANISME TRANSFER PENGETAHUAN DARI UNIVERSITAS KE INDUSTRI Oleh: Lina Anatan Staf Pengajar Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Maranatha Bandung Abstract: University-industry collaboration (UIC) has become an essential element of the research endeavours both in academic institutions and industrial sectors. UIC contribute significant resources not only financial resources but also intellectual resources to scientist and firms related. By managing UIC, we expected to invest the development of university research and business research capabilities on current research strength, and to link the research strength to the solution of industry problem which lead to the improvement of business performance and finally will effect the improvement of economic growth. These relationships also play an important role in bringing beneficial and innovative product to the public. This paper discussed what UIC is, the important of UIC in knowledge economy era, UIC characteristics from university and industry perspective, the mechanism of knowledge transfer through UIC and some example of the implementation of UIC in Indonesia. Keywords: University-Industry Collaboration, Business Performance, Economy Growth. Pendahuluan Tidak dapat dipungkiri bahwa seringkali terjadi ”mismatch” antara dunia akademisi (universitas) dan dunia bisnis (industri), sehingga diperlukan pemahaman, kebijakan, dan pengelolaan kerjasama melalui penciptaan sinergi antara universitas dan industri. Pada kenyataannya, seringkali tidak ada komunikasi yang terarah dan jelas antara dunia industri dan universitas. Sebagai akibatnya, universitas tidak mengetahui apa yang dibutuhkan oleh industri dan sebaliknya industri tidak mengetahui apa yang sebenarnya dilakukan oleh dunia pendidikan. Menteri Riset dan Teknologi, Prof Dr Kusmayanto Kadiman menyampaikan dalam cover story Campus Asia ”Solving the Mismatch: The need for campusindustry synergy” bahwa hubungan antara kedua pihak seringkali “tulalit,” yang menunjukkan tidak ada kesepahaman dan keselarasan antara kedua belah pihak. Industri mungkin memiliki pemikiran, untuk apa bekerja dengan para akademisi jika akademisi tidak dapat menghasilkan sesuatu yang dapat dikomersialkan. Sebaliknya, akademisi berpendapat, bagaimana dapat menghasilkan sesuatu komersil jika akademisi tidak mengetahui kebutuhan industri. Untuk mengatasi mis-match yang terjadi di antara kedua pihak diperlukan adanya kolaborasi yang bertujuan untuk menciptakan transfer pengetahuan dari universitas ke industri. Transfer pengetahuan dapat dilakukan melalui berbagai mekanisme yang berbeda antara pusat penelitian universitas dan industri berdasarkan motivasi dan sumber daya yang tersedia yang akan dibahas pada pembahasan selanjutnya. 26
Kolaborasi
Lina Anatan
Kolaborasi antara universitas selaku institusi pendidikan tinggi dan industri penting dilakukan karena melalui kolaborasi dapat diciptakan solusi-solusi atas permasalahan yang terjadi dalam bidang ilmu pengetahuan dan agenda-agenda sosial, ekonomi, maupun politik seperti demokrasi, pembangunan yang berkelanjutan, dan pemahaman budaya serta integrasi. Kolaborasi universitas dan industri sebagai sebuah kolaborasi ilmiah didefinisikan dari sudut pandang perilaku, tugas, dan latar belakang sosial (Sonnenwald, 2006). Berdasarkan ketiga sudut pandang tersebut, kolaborasi universitas dan industri didefinisikan sebagai perilaku atau tindakan dua atau lebih ilmuwan untuk menjadi fasilitator dalam proses pengembangan, penyelesaian, dan penyebaran suatu hasil proyek penelitian yang dilakukan dengan tujuan tertentu untuk menjawab permasalahan dalam kepentingan sosial (Lambert, 2003; Hermans and Castiaux, 2007). Para ilmuwan yang terlibat dalam kerjasama harus mampu memberikan tambahan ilmu dan memiliki komitmen yang tinggi dalam kolaborasi tersebut. Terminologi dan Konsep Kolaborasi Universitas dan Industri Kolaborasi universitas dan industri membahas berbagai disiplin ilmu yang berbeda. Disiplin ilmu yang tercakup meliputi ilmu pengetahuan informasi, psikologi, ilmu manajemen, ilmu komputer, sosiologi, kebijakan penelitian, ilmu sosial, filosofi, dan masing-masing disiplin dimana kerjasama dapat dikembangkan. Luasnya dimensi kerjasama dalam kolaborasi universitas dan industri menunjukkan bahwa berbagai terminologi, pendekatan penelitian, dan metode dapat dikembangkan untuk menjamin keberhasilan kolaborasi. Terminologi dan pendekatan untuk menciptakan kolaborasi ini meliputi inter-disiplin, multi-disiplin, trans-disiplin, danlintas disiplin. Bammer (2008) mengemukakan metode-metode penelitian yang digunakan bisa melalui bibliometric, wawancara, pengamatan, controlled experiment, survey, simulasi, social network analysis dan documentary analysis. Universitas dan industri yang bekerjasama dalam suatu kolaborasi ilmiah dapat menempuh kerjasama dalam berbagai cara dan tingkatan. Garrick et al. (2004) mengemukakan bahwa interaksi antara universitas dan industri dapat diklasifikasikan dalam empat cara yaitu: 1. Kolaborasi pengajaran dan pembelajaran 2. Kolaborasi penelitian dan pengembangan 3. Kolaborasi pengembangan bisnis 4. Kolaborasi pengembangan masyarakat, industri, dan regional Kolaborasi pengajaran dan pembelajaran mencakup partisipasi industri dalam suatu komite pelatihan, kursus, beasiswa, pembicara undangan, seleksi karyawan dari pihak universitas, kerjasama penempatan mahasiswa magang, dan partisipasi dalam proyek yang dilakukan. Kolaborasi penelitian dan pengembangan mencakup kontrak penelitian, kerjasama antara pusat penelitian, dan kerjasama penelitian. Kolaborasi pengembangan bisnis mencakup konsultasi, pelatihan, tender, donasi, sponsorship, komersialisasi kekayaan intelektual, fasilitas dan peralatan. Kolaborasi pengembangan masyarakat, industri, dan regional mencakup keanggotaan dalam asosiasi industri dan profesional, pengembangan masyarakat dan regional, pertukaran karyawan, seminar, perjanjian bisnis, dan pengembangan teknologi. 27
Jurnal Manajemen, Vol.8, No.1, November 2008 Kolaborasi ini sangat penting untuk menciptakan kerjasama produktif antara universitas dan industri. Pentingnya kolaborasi ini dipengaruhi oleh kekuatankekuatan eksternal yang akan menentukan kapabilitas kedua belah pihak dalam meningkatkan daya saing baik dari sektor industri manufaktur maupun jasa. Kekuatan-kekuatan eksternal itu meliputi (Steharsky, 1993; Phillips, 1998): 1. Munculnya tekanan akan pentingnya menciptakan ”research environment” baik di sektor pendidikan maupun jasa. Sektor akademisi bertanggung jawab untuk mampu mentransfer ilmu pengetahuan, mengembangkan ilmu pengetahuan, dan menyebarkan kepada pihak luar untuk dapat memberikan manfaat dari hasil pengembangan pengetahuan tersebut. Di lain pihak, sektor industri perlu melakukan penelitian, khususnya dalam pengembangan produk untuk mengetahui minat dan kebutuhan konsumen sehingga dapat meningkatkan keunggulan kompetitif. 2. Globalisasi perekonomian memunculkan tantangan dan kesempatan bagi universitas dan industri. Tidak dapat dipungkiri, pendidikan tinggi di luar negeri, khususnya di negara maju, jauh lebih berkembang dan memiliki daya saing dalam research and development yang cenderung memerlukan alokasi dana yang lebih tinggi. Penekanan dan perubahan dalam implementasi kolaborasi antara universitas dan industri sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor internal yang mempengaruhi kesuksesan kolaborasi antara kedua belah pihak yaitu: 1. Perbedaan misi antara pihak universitas dan industri yang dapat menimbulkan jurang pemisah dan kegagalan kolaborasi. Misi utama universitas adalah menciptakan dan mengembangkan pengetahuan untuk sektor publik, sedangkan misi industri adalah memaksimalkan keuntungan bagi stakeholdernya (Lee dan Win, 2004) . Pihak universitas bisa memiliki pemikiran bahwa akan jauh lebih menguntungkan dan adil bila ”menjual” kekayaan intelektual yang dimiliki pada sektor industri melalui kolaborasi, dimana pihak industri berperan sebagai sponsor. Di lain pihak, secara otomatis jika hal ini dilakukan akan mengakibatkan terjadi penurunan pendapatan pihak industri. 2. Permasalahan yang sering muncul khususnya untuk menciptakan negosiasi tentang ”research agreement” dan ”intellectual property agreement.” Ekspektasi yang tidak realistis bagi masing-masing pihak menjadi akar masalah yaitu pendapatan finansial untuk universitas dan produk untuk industri (Wright, 2008). Isu-isu legal yang memfokuskan pada kekayaan intelektual, lisensi, publikasi, dan pertangungjawaban merupakan isu-isu paling nyata dalam kolaborasi universitas dan industri. Untuk itu diperlukan negosiasi yang mendalam untuk menciptakan kolaborasi yang harmonis. Tekanan-tekanan internal dan eksternal yang dihadapi secara simultan dalam kolaborasi universitas dan industri harus dapat dikelola dengan baik dan bijaksana. Tekanan persaingan antara kedua belah pihak untuk mendapatkan keuntungan dan gengsi atau wibawa dan adanya peningkatan internasionalisasi dan globalisasi menuntut kedua belah pihak untuk mengubah paradigma kerjasama mereka tanpa mengabaikan hal yang terkait dengan budaya, keuntungan, pendidikan, kebijakan ekonomi, dan kebijakan sosial. Untuk itu perlu didiskusikan lebih lanjut mengapa universitas dan industri perlu melakukan kolaborasi untuk menciptakan proyek kerjasama yang saling menguntungkan demi tercipta dan 28
Kolaborasi
Lina Anatan
meningkatnya daya saing kedua belah pihak dalam lingkungan persaingan masingmasing. Mengapa Diperlukan Kolaborasi Universitas dan Industri? Pemahaman tentang mengapa diperlukan kolaborasi antara universitas dan industri dapat dijelaskan melalui pengertian hubungan jangka panjang antara dua belah pihak yang bertujuan untuk membina, memelihara, dan memperbarui hubungan kedua pihak yang terlibat dalam kolaborasi. Pemahaman ini penting dalam pengelolaan suatu kerjasama yang kompleks. Universitas berperan dalam penyediaan lulusan mahasiswa pada berbagai tingkatan pendidikan dari diploma, sarjana, pendidikan profesi, master, hingga doktor yang dapat diakses oleh sektor industri untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja mereka. Dalam kesempatan-kesempatan tertentu, sektor industri menyediakan ”technical opportunities” bagi para mahasiswa untuk menerima pelatihan dan penjelasan tentang dunia bisnis, proses kerja, dan seluk beluk perusahaan melalui kunjungan ke perusahaan yang secara otomatis tidak dapat diberikan atau diperoleh dalam pelajaran dikelas. Sektor industri dapat memberikan pendanaan penelitian untuk universitas pada level program studi, fakultas, dan universitas. Melalui kolaborasi ini pihak industri dapat memperoleh sinergi dalam program penelitian, program pengembangan teknologi, dan meringankan biaya penelitian. Selain itu, melalui kolaborasi tersebut, perusahaan dapat mengakses penelitian-penelitian dan penemuan-penemuan baru yang akan sangat membantu dalam mengembangkan proses dan produk perusahaan (Brannock dan Denny, 1998). Dari sudut pandang sektor industri, keputusan untuk melakukan kerjasama dengan industri dipengaruhi oleh masih rendahnya ”in-house R&D (Research and Development),” makin pendeknya siklus hidup produk, pengurangan dana R&D, dan adanya perubahan dalam prioritas riset industri. Dari sudut pandang universitas, kerjasama dilakukan untuk mendapatkan keuntungan finansial dan meningkatkan pengetahuan industri khususnya tentang pengembangan teknologi. Dalam kerjasama ini peran universitas sangat penting khususnya sebagai pencipta teknologi, penyedia sumber daya manusia, dan menyelaraskan perubahan atau perkembangan perekonomian dengan perubahan yang terjadi pada masyarakat. Sanschez dan Tejedor (1995) mengemukakan empat cara yang mungkin ditempuh untuk menciptakan kolaborasi universitas dan industri, yaitu: 1. Sektor industri dapat mencari pusat-pusat penelitian yang ada pada universitas yang mungkin dapat menyelesaikan masalah yang dimiliki oleh pihak industri. 2. Sektor industri menerima proposal kerjasama secara langsung dari universitas atau pusat penelitian selaku penyedia pengetahuan atau teknologi. 3. Sektor industri dapat meminta bantuan pada pihak ketiga yang kemudian akan mencarikan universitas. 4. Sektor industri menerima proposal dari pihak ketiga untuk mengusulkan kolaborasi dengan pusat penelitian dan pengembangan lokal. Penelitian yang dilakukan oleh Sonja Padas (2005) mengklasifikasikan motivasi yang melatarbelakangi keputusan perusahaan melakukan kolaborasi dengan universitas dalam delapan faktor yaitu: orientasi inovasi dan teknologi perusahaan, kesempatan mengakses teknologi yang lebih inovatif, memperluas 29
Jurnal Manajemen, Vol.8, No.1, November 2008 pasar, kapabilitas peneliti, manfaat konkrit dari kolaborasi yang dilakukan, perilaku atau sikap client tentang inovasi, kapabilitas pengembangan perusahaan, buy vs build decision. Perusahaan lebih memilih memanfaatkan lembaga riset yang potensial dibandingkan harus mengembangkan riset sendiri yang memakan biaya jauh lebih besar (Cohel dan Levinthal, 1990). Keputusan kolaborasi dari sisi pihak universitas di motivasi oleh beberapa alasan yaitu: pengakuan hukum secara legal atas hak kekayaan intelektual, penerimaan royalti atas jasa intelektual dan ide-ide, publikasi dan reputasi baik atas nama universitas, proses diseminasi teknologi yang memuaskan atas ide-ide yang dikembangkan para ilmuwan, dan dukungan finansial untuk pendanaan riset-riset yang dilakukan oleh universitas. Tidak dapat dipungkiri bahwa keunggulan kompetitif perusahaan sangat dipengaruhi oleh beragam faktor misalnya biaya produksi, ketersediaan modal, kualitas barang, dan teknologi yang digunakan. Untuk meraih keunggulan kompetitif perusahaan dibandingkan kompetitornya, perusahaan harus memfokuskan pada penguasaan-penguasaan hal-hal tersebut. Kunci utama pencapaian keunggulan kompetitif adalah pada kemampuan untuk mengikuti perkembangan teknologi dan mengadopsi teknologi yang ada. Keunggulan kompetitif melalui pengembangan inovasi produk dan jasa dan adopsi teknologi baru sangat diperlukan untuk mencapai dan mempertahankan keunggulan kompetitif. Perusahaan dapat memilih cara-cara yang berbeda untuk mengakses teknologi yang mereka butuhkan. Hal yang paling umum, cepat, dan nyaman adalah dengan membeli teknologi, tetapi hal ini tidak akan memberikan keunggulan kompetitif karena teknologi yang sama dapat diakses oleh semua perusahaan jika mereka mempunyai kemampuan finansial untuk membelinya. Pendekatan lain adalah melalui pengembangan teknologi untuk berinvestasi dalam tingkat rIsiko pengembangan yang tinggi. Bukan hal yang mengejutkan jika jumlah perusahaan yang memproduksi teknologi sendiri masih sangat rendah. Alternatif lain adalah melakukan outsourcing dari pihak ketiga dan ikut berpartisipasi dalam proyek pengembangan teknologi misalnya perusahaan dan institusi pendidikan. Outsourcing memerlukan persepsi kebutuhan teknologi yang jelas, sehingga dapat diterjemahkan dalam kebutuhan yang spesifik. Keterlibatan dalam proyek kerjasama penelitian dengan pihak lain, khususnya universitas, merupakan pendekatan yang menjanjikan bagi perusahaan untuk menciptakan keunggulan kompetitif melalui diferensiasi kompetensi, berbagi biaya dan risiko untuk memperkuat hubungan antar kedua belah pihak. Sebagai akibatnya, hubungan antara universitas dan industri muncul sebagai suatu alat yang memuaskan untuk mencapai keunggulan kompetitif. Beberapa penulis seperti Matin (2000), Snyder dan Blevins (1986) menyimpulkan bahwa kerjasama antara universitas dan industri penting dilakukan untuk: 1. Meningkatkan anggaran yang terbatas bagi akademisi untuk mendorong dan memotivasi akademisi untuk mencari pendanaan termasuk melalui penelitian dan pengembangan untuk dan dengan industri. 2. Meningkatkan pentingnya pengetahuan dalam lingkungan industri yang meningkatkan nilai bagi pengetahuan akademis. 30
Kolaborasi
Lina Anatan
3. Memperpendek siklus hidup produk yang dapat meningkatkan proses substitusi dan pengembangan teknologi. Karakteristik Kolaborasi Universitas dan Industri Kolaborasi antara universitas dan industri memang cenderung akan saling menguntungkan kedua belah pihak jika mampu mengelola dengan baik, tetapi masih terdapat kecenderungan rendahnya level interaksi antara masing-masing pihak. Hal ini dikarenakan bermacam-macam alasan yang pada intinya terkait dengan adanya perbedaan-perbedaan antara universitas dan industri yang dapat menghambat proses kolaborasi dan menghambat tercapainya tujuan secara umum. Universitas dan industri memiliki beragam alasan dan minat yang mungkin saling bertentangan dan membawa dampak pada sulitnya menciptakan dan memelihara interaksi yang produktif. Berikut akan dibahas karakteristik masing-masing pihak dari perspektif universitas, industri, dan kolaborasi atau interaksi antara universitas dan industri. Perspektif Universitas Dari sudut pandang universitas terdapat empat karakteristik utama dalam keputusan mengelola kolaborasi dengan pihak industri: 1. Universitas memberikan ”privilaged” bagi industri atau perusahaan dengan skala besar dibandingkan skala kecil dan menengah. Universitas cenderung untuk bekerjasama dengan perusahaan yang menginvestasikan lebih tinggi dalam research and development (R&D) dan sumber daya manusia yang memiliki komitmen dan dedikasi tinggi dalam melaksanakan tugas-tugas tersebut sehingga melalui kerjasama tersebut kedua belah pihak dapat saling berbagi pengalaman dalam hal kebiasaan, komunikasi, cara kerja, dan budaya organisasi. 2. Universitas merupakan komunitas ilmuwan yang tertutup. Pengelolaan kegiatan penelitian dan evaluasi hasilnya sangat tergantung pada ”peers pressure.” Sebagai sebuah institusi, universitas menetapkan tujuan kegiatan ilmiahnya dan mengevaluasi perkembangannya. Hanya sedikit intervensi dari pihak luar. Orientasi universitas cenderung introvert. Hal ini mengakibatkan terhambatnya hubungan dengan industri. 3. Universitas tidak begitu familiar dengan pasar dan budaya industri. Universitas kurang begitu peduli dengan peraturan-peraturan yang ada dalam pasar. Hal ini ditunjukkan dengan kurang dewasa dan kurang berkembangnya infrastruktur pelayanan perusahaan. Perusahaan cenderung memfokuskan pada fungsi-fungsi daripada teknologi yang dapat menimbulkan konflik dengan preferensi peneliti atau akademisi yang cenderung memiliki argumentasi yang berpusat pada teknologi. Hal ini membawa dampak pada tawaran eksklusif universitas yang cenderung berorientasi pada penawaran teknologi tanpa memperhatikan kebutuhan dan ekspektasi industri. Kurangnya jiwa wirausahawan, budaya yang berorientasi pada pasar dalam lingkungan akademisi membawa dampak pada kurang dipedulikannya implikasi-implikasi praktis atau komersial dari hasil-hasil penelitian akademisi. 4. Kurangnya mekanisme untuk menyebarkan penawaran teknologi dan hasil-hasil penelitian ilmiah. Universitas kurang berhasil melakukan diseminasi hasil penelitian ilmiah mereka karena kurangnya saluran-saluran pendistribusian dan mekanisme yang 31
Jurnal Manajemen, Vol.8, No.1, November 2008 jelas. Sangat sulit untuk menginformasikan, menjelaskan, dan menyampaikan kepada mitra bisnis atau industri apa yang telah dilakukan oleh universitas dan bagaimana penelitian tersebut dapat digunakan oleh pihak industri. Perspektif Industri Dari sudut pandang bisnis atau industri, dapat diidentifikasi beberapa karakteristik yaitu: 1. Sulitnya memposisikan teknologi faktor keunggulan kompetitif untuk mengadopsi strategi yang berbasis pada faktor-faktor intangible atau teknologi. Investasi dalam faktor-faktor intangible seperti kualitas produk, waktu pengiriman, akses pemasaran dan akses langsung ke konsumen tidak dengan mudah dapat diterima dan diakui oleh industri sebagai alat fundamental untuk bersaing. 2. Visi jangka pendek. Manajemen operasi dan industri berorientasi pada pasar dan memfokuskan pada kesempatan baru yang diperoleh melalui adaptasi secara incremental. Pendekatan-pendekatan perusahaan memfokuskan pada tujuan taktis dan tidak memberikan toleransi terhadap ketidakpastian yang muncul dalam proses pengembangan teknologi. Dengan perkataan lain perusahaan cenderung berorientasi dalam jangka pendek, dan jika menunggu pengembalian dari investasi R&D seringkali mengecewakan. 3. Ketidaksesuaian antara kapasitas teknologi dan pengetahuan yang mendasari. Perusahaan cenderung lebih menyukai menggunakan pendekatan produksi yang rutin, inovasi, dan kurang menyukai untuk menciptakan inovasi sendiri. Hambatan lain muncul karena adanya kecenderungan kurangnya pengetahuan dan penguasaan teknologi sehingga sulit untuk mengadaptasi teknologi dan kesempatan pasar. 4. Untuk perusahaan-perusahaan kecil dan menengah seringkali tidak memiliki sumber daya yang dibutuhkan. Sumber daya manusia, fisik, dan material yang dibutuhkan dalam R&D seringkali tidak dimiliki oleh perusahaan sehingga kurang dapat memetik manfaat dari adopsi teknologi yang dilakukan karena kurangnya penguasaan pengetahuan dan ketrampilan yang digunakan untuk mengoperasikan teknologi yang diadopsi. 5. Sulitnya mengidentifikasi kebutuhan teknologi. Perusahaan seringkali segan dan ragu untuk mendiagnosis kebutuhan teknologi dan kebutuhan intelektual mereka. Perusahaan cenderung menilai segala sesuatu dari sudut pandang mereka berdasarkan pengalaman yang mereka miliki tentang manfaat adopsi teknologi mereka. 6. Adanya ”misperception” tentang realita akademis. Perusahaan cenderung menganggap bahwa aktivitas penelitian dan pengembagan teknologi yang dilakukan dalam lingkungan akademisi terlalu berkembang atau canggih dan digunakan secara khusus untuk menyelesaikan masalah-masalah praktis (Daghfous, 2004). Menurut mereka, akademisi kurang reliabel dan tidak dapat dipercaya bahwa akademisi dapat mengembangkan solusi efektif.
32
Kolaborasi
Lina Anatan
Mekanisme Transfer Pengetahuan Dari Universitas Ke Industri Kolaborasi universitas dan industri dilakukan untuk mencapai tujuan yaitu transfer pengetahuan dari universitas ke industri. Beberapa mekanisme transfer pengetahuan dari universitas ke industri diantaranya adalah (Siegel et al., 2003a ; Siegel et. Al. 2003b; Lee dan Win, 2004): 1. Collegial interchange, seminar, dan publikasi Kegiatan ini bersifat informal dimana terjadi pertukaran informasi antara universitas dan industri melalui presentasi dalam seminar, publikasi tulisan melalui jurnal-jurnal ilmiah dan majalah ilmiah. Kerjasama ini merupakan bentuk langkah awal kebijakan kolaborasi antara universitas, khususnya pusatpusat penelitian mereka dengan sektor industri. 2. Konsultasi dan ketentuan pelayanan teknis Bentuk kerjasama ini menekankan pada satu atau lebih dari pihak universitas atau pusat penelitian yang bertanggung jawab dalam memberikan nasehat, informasi, dan pelayanan teknis kepada sektor industri. Kerjasama ini diwujudkan dalam bentuk kontrak tertulis yang pada umumnya dilakukan dalam jangka pendek dan bersifat spesifik. Untuk mendukung kerjasama, akademisi atau peneliti senior perlu dilibatkan untuk memberikan jasa konsultasi dengan pihak luar. Bentuk-bentuk kerjasama dapat dibedakan menjadi (Amabille et al., 2001): a. Advisory committee Komite ini terdiri atas staf pengajar dan praktisi untuk menguji kurikulum secara detail untuk membantu penempatan mahasiswa di sektor industri setelah mereka lulus kuliah, membantu pengembangan fakultas, dan memberikan bermacam feedback evaluasi. b. Informal grouping of companies Sekelompok perusahaan yang terlibat dan memiliki kerjasama erat dengan perusahaan. c. University center or industrial liasions unit Unit yang dibentuk secara khusus untuk mengelola kerjasama dan menciptakan sinergi antara akademisi dan industri. d. The management of foundation Bentuk kerjasama ini mengekspresikan komitmen dan keterlibatan praktisi untuk meningkatkan kualitas manajemen kedua belah pihak. 3. Program pertukaran Program ini menekankan pada pertukaran para ahli dan informasi baik dari pihak industri ke universitas atau sebaliknya dari universitas ke industri. Dalam mekanisme kemungkinan terjadi konflik harus dapat dihindari. 4. Joint venture program penelitian dan pengembangan Dalam kerjasama ini, kontrak kerja dilakukan antara pihak universitas (pusat penelitian) dan industri (perusahaan). Kedua pihak bekerjasama dari tahap penelitian dan pengembangan hingga proses komersialisasi. Kerjasama harus bersifat simbiosis mutualisme atau saling menguntungkan kedua pihak, hasil komersialisasi harus diproteksi dalam jangka waktu terbatas. Selain itu, diperlukan jaminan bahwa hasil kerjasama dapat memberikan penyelesaian masalah yang sedang dihadapi.
33
Jurnal Manajemen, Vol.8, No.1, November 2008 5. Kesepakatan kerjasama penelitian dan pengembangan Bentuk kerjasama ini merupakan kesepakatan antara satu atau lebih universitas (pusat penelitian) atau perusahaan dimana universitas menyediakan sumber daya manusia, fasilitas atau sumber daya lain, dengan atau tanpa imbalan jasa. Pihak industri menyediakan dana, sumber daya manusia, pelayanan, fasilitas, peralatan, dan sumber daya lain untuk memfasilitasi penelitian tertentu atau usaha pengembangan yang konsisten dengan misi universitas. 6. Lisensi Lisensi merupakan transfer hak kepemilikan dalam kekayaan intelektual pada pihak ke tiga dengan tujuan memberikan ijin bagi pihak ketiga untuk menggunakan kekayaan intelektual yang ada (Mowerry et al, 2001). Hak ini bisa bersifat ekslusif atau non eksklusif dan lebih disukai oleh bisnis dalam skala usaha kecil. 7. Kontrak penelitian Kontrak penelitian dilakukan antara sebuah pusat penelitian dalam suatu universitas dan suatu perusahaan untuk mengadakan perjanjian penelitian dan pengembangan yang akan dilakukan pusat atau lembaga penelitian. Melalui kontrak penelitian industri ingin menggunakan kapabilitas khusus yang dimiliki peneliti untuk memperoleh keuntungan komersial. Implementasi Kolaborasi Universitas dan Industri di Indonesia Universitas dan industri merupakan dua lembaga atau institusi yang bergerak pada bidang yang berbeda dan memiliki tujuan dan visi yang berbeda pula. Kedua lembaga ini tidak bisa dipisahkan, kolaborasi yang sehat diantaranya akan menghasilkan keuntungan tidak hanya bagi kedua belah pihak tetapi juga bagi pertumbuhan ekonomi nasional. Oleh karena itulah keduanya disebut sebagai ”engine of economic growth.” Tantangan utama bagi universitas sebagai lembaga pendidikan tinggi adalah bagaimana mentransfer pengetahuan dan keahlian yang tepat bagi lulusannya untuk di serap dalam dunia industri sehingga mereka dapat memberikan kontribusi nyata bagi perkembangan dunia industri yang secara otomatis akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi nasional (Mattoon, 2006). Untuk mencapai tujuan tersebut hal utama yang harus dilakukan adalah menyelesaikan masalah gap antara universitas dan industri dengan menciptakan proses transfer pengetahuan melalui kolaborasi antara universitas dan industri. Melalui kolaborasi ini diharapkan kedua belah pihak dapat melakukan investasi dalam pengembangan kapabilitas penelitian yang dilakukan oleh universitas maupun industri pada fokus area riset kedua belah pihak dan mencari solusi terbaik untuk permasalahan yang dihadapi dunia industri melalui kolaborasi riset untuk meningkatkan kinerja perusahaan dan pada akhirnya akan memberikan dampak pada pertumbuhan ekonomi nasional. Hal yang perlu dipikirkan adalah bagaimana membangun industri yang berbasiskan pengetahuan. Untuk menciptakan industri seperti ini diperlukan inovasi yang dapat tercapai melalui kerja sama antara industri dan universitas. Pihak universitas selaku pendidikan tinggi dapat memberikan peningkatan perekonomian berbasis pengetahuan melalui kerja sama yang saling menguntungkan dengan pihak industri, dan dampaknya juga diharapkan dapat dirasakan oleh masyarakat melalui industri skala kecil dan menengah. 34
Kolaborasi
Lina Anatan
Di Indonesia terdapat beberapa jenis industri yang potensial untuk dikembangkan di antaranya agroindustri, industri elektronika dan teknologi informasi, industri otomotif, dan industri tekstil. Untuk produk agroindustri, Indonesia belum mampu mengolah menjadi produk yang dapat diekspor sehingga produk pertanian Indonesia tidak mampu menembus pasaran dunia. Perusahaanperusahaan di sektor industri di Indonesia umumnya merupakan anak perusahaan industri luar dengan lisensi dari luar yang memiliki keterbatasan dalam hal inovasi yang berbasiskan riset dan pengembangan. Pada umumnya perusahaan-perusahaan tersebut tidak memiliki unit riset dan pengembangan yang memadai karena adanya anggapan bahwa aktivitas tersebut sangat mahal. Untuk mengembangkan industriindustri ini peran aktif universitas sangat diperlukan. Keunggulan komparatif industri tersebut juga harus dipertimbangkan dan pengembangan industri harus dapat menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang banyak. Pada bagian ini akan diberikan dua contoh implementasi kolaborasi universitas dan industri yang dilakukan oleh Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta. Taufikurahman (2008) mengemukakan Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati (SITH) ITB sedang mengembangkan suatu model kolaborasi perguruan tinggi dengan industri dalam pengembangan bioindustri melalui skema Program Hibah Kompetisi (PHK-B) yang secara kompetitif diberikan Pemerintah melalui Dirjen Dikti. Program utama SITHITB saat ini adalah pengembangan produksi biomassa untuk sektor aquakultur dan produk suplemen kesehatan. Kerja sama dengan industri dilakukan dengan perusahaan multinasional dan perusahaan obat skala nasional. Selain itu, hasil penelitian dan pengembangan yang dilakukan selama ini juga ditularkan kepada usaha kecil dan menengah melalui program pelatihan dan workshop. Dikutip dari Technology Indonesia E-Magazine tanggal 28 Februari 2008, Universitas Gadjah Mada terpilih sebagai pilot project Higher Education Linkage Program (Hilink) yang didanai Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti) dan JICA (Japan International Cooperation Agency). Proyek Hilink ini bertujuan untuk mempromosikan kegiatan penelitian di UGM dan untuk memingkatkan kolaborasi universitas, industri dan komunitas bagi pemenuhan kebutuhan industri dan masyarakat dan didukung berbagai pakar dari Kyushu University, Japan, dan konsultan riset Industri IC-Net Limited. UGM menargetkan pada tahun ini, penerapan ICT-based research management di Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM-UGM) , melalui sistem e-proposal development, online submission and evaluation, e-research database dan e-logbook di seluruh unit kerja UGM. Hal ini dilakukan sebagai upaya penerapan transparansi dan akuntabilitas administrasi dan tata keuangan pengelolaan riset akan dilakukan standardisasi kontrak dengan mitra dan kontrask dengan peneliti di UGM Kesimpulan Kolaborasi universitas dan industri memberikan manfaat kepada kedua belah pihak untuk melalukan investasi dalam pengembangan kapabilitas penelitian yang dilakukan oleh universitas maupun industri pada fokus area riset kedua belah pihak dan mencari solusi terbaik untuk permasalahan yang dihadapi dunia industri melalui kolaborasi riset untuk meningkatkan kinerja perusahaan dan pada akhirnya akan memberikan dampak pada pertumbuhan ekonomi nasional. Hal yang perlu dipikirkan adalah bagaimana membangun industri yang berbasiskan pengetahuan 35
Jurnal Manajemen, Vol.8, No.1, November 2008 sehingga inovasi yang dapat tercapai melalui kerja sama antara industri dan universitas. Pihak universitas selaku pendidikan tinggi dapat memberikan peningkatan perekonomian berbasis pengetahuan melalui kerja sama yang saling menguntungkan dengan pihak industri, dan dampaknya juga diharapkan dapat dirasakan oleh masyarakat melalui industri skala kecil dan menengah. Dalam mencapai keberhasilan dan manfaat dibentuknya kerjasama antara universitas dan industri, dukungan dan peran pemerintah dalam menumbuh kembangkan industri sangat diperlukan. Industri memegang peranan penting dan dominan dalam menopang kekuatan perekonomian nasional sehingga kebijakan pemerintah yang tepat dalam pengembangan industri menjadi sangat vital. Daftar Pustaka Amabile, T.M., Nasco, C.P., Mueller, J., Wojcik., T., Odomirok, P.W., Marsh,M., Kramer, S.J., 2001. Academic practitioner collaboration in management research: a case of cross profession collaboration. Academy of Management Journal, 44 (2), 418-431. Bammer, G., 2008. Enhancing research collaboration; three key management challenges. Research Policy, 37, 875-887. Brannock, J.C, Denny, A.,M., 1998. Basic Guidelines for university-industry research partnership. SRA Journal, 30 (2), 57-62. Cohen, W.M., Levinthal, D., 1990. Absorptive capacity: a new percpective on innovation and learning. Administrative Science Quartely, 35, 128-152. Daghfous, A., 2004. An empirical investigation of the role of prior knowledge and learning activities in technology transfer. Technovation, 24, 939-953. Garrick, J., Ghan, A., Lai, J., 2004. University-industry partnerships: implication for industrial training, opportunities for new knowledge, Journal of European Industrial Training, 28 (2-4), 329-338. Garvin, D.A., 1993. Bulding a learning organization. Harvard Business Review JulAugust, 78-91. http://www.technologyindonesia.com/news. UGM Terpilih Sebagai Pilot Project Hilink. 29 Februari 2008. http://tribunjabar.co.id/artikel. Perlunya Kolaborasi Universitas-Industri. 18 Oktober 2008. Hermans, J., Castiaux, A., 2007. Knowledge creation through university-industry collaborative research projects, The Electronic Journal of Knowledge Management, 5 (1), 43-54. Lambert, R., 2003. Lambert review of business–industry collaboration. Final Report, 2003 December, HMSO, ISBN 0-947819-76-2. Lee, J., Win, H.N., 2004. Technology transfer between university research centers and industry in Singapore. Technovation, 24, 433-442. Mattoon, R., 2006. Can higher education foster economic growth? Chicago Fed Letter; Aug; 229-233.
36
Kolaborasi
Lina Anatan
Mowery, D.C. Nelson, R.R., Sampat, B., Ziedonis, A.A., 2001. The growth of patenting and licensing by U.S. universities: an assessment of the effect of the Bayh-Dole act 1980. Research Policy 30, 99-119. Phillips, F., 1998. University-industry partnership in management research. Technological Forecasting and Social Change 57, 257-260. Siegel, D.S., Waldman, D.A., Atwater, L.E., Link, A.N., 2003. Commercial knowledge transfers from universities to firms: improving the effectiveness of university–industry collaboration. Journal of High Technology Management Research 14, 111–133. Siegel, D.S., Waldman, D.A., Atwater, L.E., Link, A.N., 2003. Toward a model of the effective transfer of scientific knowledge from academicians to practitioners: a qualitative evidence from the commercialization of university technologies. Journal of Technology Management, 21, 115-142. Sonnenhawald, D.H, 2006. Sciencetific collaboration: a synthesis of challenges and strategies. Annual Review of Information Science and Technology, 4, 1-37. Streharsky, C.J., 1993. Creating ethical university-industry partnership. SRA Journal, 25 (1), 23-30. Wright, R., 2008. How to get the from university relationship. MIT Sloan Management Review, 49 (3), 75-81.
37