KOEFlSlEN KESEPAKATAW PEMERIKSAAN SEDIAAN DAHAK PENDERITA TB PARU Dl JAWA TIMUR, TAHUN 2004 Prajoga', Atik Choirul nidajah2,A. Aatgono3.Srl Kushandojo3dan Srl Waras3
ABSTRACT
Pulmonary TB diagnosis in adult (2 = 15 years old) used sputum examination to identi4 M. tuberculosis. The results of the examinationdepend on qualiw of the sputum and quality of the resources (microscope, reagents and the laborant). Quality control of the result of the sputum examination used crosscheck activity belween the result d the sputum examination in Public Health Center (Puskesmas) or hospital and the referral laboratory. The alternative method to asses the quality of the result of the examination was assessment of the reability The objective of the study was to asses the reability the result of the sputum examination in the pufmonary tuberculosis control program in East Java Province. This was a descripfive study with secondary data. The data was be811taken from the crosscheck activity were been reported from referal labomtory in six district and one pulmonary tuberculosis hospilal to East Java Provincial Health Office from January toApril2004. Thenumbers of the slides were 2.090.Assessments of the reability used inter observer agreement with Kappa Cohen coefficient (K). Total error rate was 2.39%. The smallest error was the result examination in Trenggalek district and the biggest was the Banyuwangi district. lnter observer agreement was very good (K = 0.92). lnter observer agreement between laboratory of the pulmonary tuberculosis hospital and the referral laboratory was poor (K = 0.46). But, lnter observer agreement in Trenggalek district was very good (K= 0.93). Key words: tuberculosis
PENDAHULUAN
Tuberkulosis paru (TB Paru) merupakan penyakit menular langsung melalui percikan dahak dari penderita yang mengandungkuman Mycabacteriurn
1) PuslitbangPelayanandan Teknobgi Kesehatan 2) Fakuhas Kesehatan Masyarakal Unair
3) Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur
tuberculosis. Dahak yang mengandung kurnan tersebut dapat teisebardi udara saat penderita batuk, berbicara atau bersin, yang mempunyai potensi menular pada orang yang berada di sekitarnya.
Koefisien Kesepakatan Perneriksaan iPraioga.
Untuk mencegah penularan, sebagai langkah awal adalah metakukan deteksi tersangka penderita dengan cara mengenali gejala-gejala klinis yang muncul. yaRu batuk dan berdahak selama tiga minggu atau lebih. Gejala lain yang sering dijumpai adalah dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas dan nyeri dada, badan lernah, nafsu makan menurun dan lain-lain. (Depkes RI, 2002). Penemuan penderita diharapkan dapat dilakukan sedini mungkin, rnengingat TB paru rnerupakan penyakit menular yang dapat rnenyebabkan kernatian. Program penemuan penderita saat ini dilakukan dengan sebulan penemuan penderita secara pasif aktif dengan promosi yang aktif. Penderita yang diternukan akan dilakukan perneriksaan untuk dahak untuk memastikan diagnosisnya. Pemeriksaan dahak dilakukanselama dua hari berturutturut, yaitu dahak sewaktu - pagi sewaktu(SPS). DiagnosisTB Paru untuk orang dewasa (2 15 tahun) dapat dipastikan dengan ditemukannya kuman 5TA pada pemeriksaan dahak secara mikroskopik. Hasil pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikitnya dua dari tiga perneriksaan spesimen dahak (SPS) hasilnya positif. (Depkes RI, 2002). Hasil dari pemeriksaan dahak ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor kualitas dahak, prasarana, sarana pemeriksaan dan petugas. Kualitas dahak sangal penting dalam diagnosis TB Paru. Dahak harus memenuhi kriteria kental, berwarna kuning kehijauan dan
volumenya 3-5 ml. Prasarana dalam ha1 ini adalah prosedur tetap dalam mendeteksi penderita. pengumpulan dahak (SPS), pengecatandan pembacaan sediaan dahak. Sarana pemeriksaan meliputi bahan (reagensia) dan alat untuk pengecatan dan pembacaan. Petugas (terutama pelugas laboratorium) harus mernpunyai tingkat pengetahuan dan kernampuan (keterarnpilan) serta kepatuhanmenjalankan semua prosedur tetap, yang memadai. Semua faktor tersebut merupakan rangkaian yang saling mempengaruhi hasil perneriksaan dahak. Dengan kata lain akan rnempengaruhi kebenaran diagnosis. Untuk menjaga kualitas perneriksaan spesirnen dahak, dilakukan pemeriksaan silang (cross check).Sediaandahak yang telah diperiksa dilaboratorium Puskesmas atau rumah sakit, diperiksa ulang oleh labotatoriurn rujukan. Dalarn pemeriksaan tersebut laboratoriurn rujukan tidak boleh mengetahui hasil pemeriksaan sebelumnya. Hasil yang diperoleh dari perneriksaan silang adalah proporsi negatif palsu dan angka kesalahan (error rate). Dengan dernikian dapat dikatakan bahwa laboratorium rujukan dianggap sebagai standar ernasnya (gold standard). Sebagai alternatif untuk rnengetahui kualitas pemeriksaan dapat dilakukan dengan cara rnenilai reliabilitas (rnenilai keajeganlkesarnaan) (Depkes RI. 200). Kajian ini bertujuan untuk mengetahui reliabilitas pemeriksaan dahak dalam program penanggulangan TB Paru di
Rulelin Penelitian Sistem Kesshatan -- Vol.
Jawa Timur. Mengingat bahwa dalam pemeriksaan dahak ini digunakan variabel yang sifatnya dikotomi ( 8 T k atau BTA-) maka pengukuran reliabilitasnya digunakan koefisien kesepakatan kappa (K)Cohen. BAHANDANCARA Sumber data dalam kajian ini diperoleh dari taporan hasil pemeriksaan silang yang dilaporkan oleh laboratorium rujukan ke Subdin P2PL Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur (data sekunder). Kurun waktu pelaporan: Januari-Maret 2004, yang terdiri dari 975 sediaan BTA' dan 1.I 15 BTA- (total 2.090 sediaan). yang berasal dari 6 KabupatedKota dan satu Rurnah Saki1 Tuberkulosis Paru (RSTP). Realibilitas memberikan dua gambaran, yaitu konsistensi dan kesamaan. Konsistensi merupakan keajegan hasif dari dua kali pemeriksaan terhadap satu sediaan darah oleh petugas yang sama dengan metode dan alat yang sama (kesepakatan intrapengamat). Kesamaan merupakan keajegan dari hasil pemeriksaanterhadap satu sediaan yang diperiksa oleh dua orang yang berbeda dengan metode dan alat yang sama (kesepakatan antar pengamat). Dalam kajian ini realibilitas ditekankan pada kesamaan (kesepakatan antar pengamat), dengan asumsi bahwa metode dan alat yang digunakan sama. Mengingat data yang diperoleh merupakan data dikotomi (positif atau negatif) maka reliabilitas diukur dengan
'7. No.
2 Desernber 2004: 144-150
koefisien kesepakatan kappa (K) Cohen (Murti, 1997), dengan kriteria: K > 0,75 menunjukkan kesepakatan sangat baik; antara 0,4-0,75 rnenunjukkan kesepakatan cukup baik dan < 0,4 kesepakatannya lernah. (Supardi, 1989). Rumus koefisien kesepakatankappa (K)
Cohen:
Kelerangan:
Pemeriksaan laboraloriurn mjukan
Pemeriksaan Laboratorium Pertarna
c+d
Dari hasil pengumpulan data sekundsr di Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, laporan periode JanuariMaret 2004, diperoleh data hasil pemeriksaan silang dari 975 sediaan BTA'dan 1.I 15 BTA:. Dari hasil tersebut diperoleh proporsi kesalahan (error rare) total sebesar 2,39%. dengan kesalahan terkecil di KabupatenTrenggalek (1.39%) dan yang paling besar terjadi di Kabupalen Banyuwangi (2615 %). Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil Pemeriksaan Silang Sediaan Oahak Penderita Tuberkulosis Paru oleh Pelugas Latmatorium Puskesrnas dan BLK Surabaya. Januari-Maret 2004
Surnber: Cacatan Dinkes Provinsi Jawa Timur Tribulan 1
Hasil penghitungan koefisien kesepakatan Kappa Cohen menunjukkan bahwa kesepakatan yang terendah (0,46 = kesepakatan ternah) berasal dari RSTP Madiun dan yang tertinggi (0,93= kesepakatansangat baik) dari Kabupaten Trenggalek. Secara keseluruhan kesepakatannya menunjukkan sangat baik (0,92).Hasil selengkapnya dapat disimak pada Tabel 2.
PEMBAHASAN Salah satu kegiatan dalam penanggulangan Tuberkulosis Paru di Indonesiaadalah melakukan pemantauan dan evaluasi. Pemantauan dilaksanakan secara berkala dan berkesinarnbungan, untuk dapat segera mendeteksi bila ada rnasalah dalam pelaksanaan penanggulanganyang sudah direncanakan, sehingga dapat dilakukan tindakan
Tabsl2. Hasil Penghibmgan KoeRsiensi KesepakatanKappa Cohenantam PemeriksaanSediaan Dahak Penderlta Tuberkulbsis Pam oleh Petuqas Laboratoriurn Puskesmas dan BCK Surabaya, Jenuari-Maret 2004.
RSTP Madiun
perbaikan. Sedang evaluasi bertujuan untuk menilai pencapaian tujuan program yang telah ditetapkan. Untuk mengukur keberhasilan penanggulangan tersebut telah ditetapkanbeberapa indikator,salah
satu di antaranya adaiah angka kesaiahan laboratorium (errorrate),yang dilakukan tribulanan. Pemantauan ini dapat dilakukan oleh Dinas Kesehatan KabupatentKota, Provinsi dan tingkat
Koeiisien Kesepakatan Ps~r~eriks;inn(Prn!oga. AI:k C.H., A natgono. Srr K. dill) SII L7il,irasi
pusat. Pemantauan atau evaluasi dapat dilakukan dengan memanfaatkan laporan dan kemudian ditindaklanjuti dengan pengamalan langsung atau wawancara dengan petugas pelaksana (Depkes RI, 2002). Dari hasil analisis angka kesalahan (error rate) nampak bahwa hanya ada 2 kabupaten yang angka kesalahannya < 5% dan 5 lokasi lainnya r 5% (Tabel 1). Angka kesalahan ini dapat dipengaruhi oleh kualitas sediaan, alal (mikroskop) dan kualitas petugas laboratorium disamping faktor-faktor yang lain. Dengan asurnsi bahwa kemampuan pelugas laboratorium rujukan dan mikroskopyang dapat diandalkan (kecil kemungkinan dalam pembacaan sediaan dahak), maka dapat dikatakan bahwa masih banyak petugas laboratorium Puskesmas yang kualitasnya belum memadai. Padahal kualitas pemeriksaan laboratoriurn ini merupakan dasar unluk menetapkan seseorang menderita Tuberkulosis Paru atau tidak. Oleh karena itu perlu pembenahan lebih lanjut terhadap prasarana, sarana dan kemampuan petugas laboratoriumnya. Sebelum dilakukan pembenahan, perlu kiranya dilakukan kajian terlebih dahulu faktorfaktor tersebut, termasuk mengkaji kepatuhan petugas laboratorium untuk mematuhi prosedur pemeriksaan dahak penderita. Bimbingan leknis secara berkala sangat membanlu untuk menjaga kualilas sarana dan kemampuan petugas laboratoriurn (Prajoga, 1995).
Apabila kemampuan petugas laboratorium rujukan betum bisa diandalkan, maka perlu dilakukan pelalihan dan pada waktu tertenlu dilakukan evaluasi untuk mengetahui kuatitas petugas tersebut. Penitaian dan pemantauan dapat dilakukan dengan cara petugas laboratorium membaca sejumlah sediaan darah yang sudah disiapkan (sudah diketahui validitas dan reliabilitasnya, sehingga dapat dianggap sebagai standar emas) kemudiandihitung kesepakatannya. Apabila belum dapat meningkatkan kualitas petugas laboratorium rujukan, dapat diukur reliabilitasnya dengan mengukur kesepakatan antara petugas laboratorium Puskesmas dengan laboratorium rujukan (Toman dalam Frieden, 2004). Dengan menganalisis reliabilitas tersebut. narnpak bahwa hanya ada satu (14,3%) yang kesepakatannya lemah (RSTP Madiun) dan yang lainnya mempunyai kesepakatan cukup baik (14,3%Kabupaten 8anyuwangi) dan sangat baik (71,4%) yaitu Kota Madiun. Kabupaten Ngawi, Trenggalek, Sidoarjo dan Bangkalan (Tabel 2). Faktor-faktor yang mernpengaruhi hasil pengukuran reliabilitas ini sama dengan faktor-faklor yang mempengaruhi dalam mengukur error rate, yailu kualitas dahak, prasarana, sarana pemeriksaan dan mutu petugas laboratorium. Dengan memperhatikan uraian tersebut di atas, maka perlu dipertimbangkan penilaian dengan
Buletin Penelitian Sistem Kesehatan -- Vol. 7. No. 2 Dessmber 2004: 144-150 rnengguna kan koefisien kesepaka tan antara petugas laboratorium Puskesmasl RSTP dengan laboratorium rujukan.
KESIMPULAN DAN SARAN Dan hasil kajian ini dapat diirnpulkan bahwa retiabilitas pemeriksaan dahak aecara keseluruhansangat k i k (koefisien kesepakatan= 032).Menurut Kabupatenl Kota: 14,3% kesepakatannya lemah, 14,3 kesepakatan cukup baik dan 71,4% kesepakatan sangat baik. Disarankan agar dalam penilaian kualitas pemeriksaan dahak disamping digunakan indikator error rate juga digunakan reliabilitas dengan mengukur kesepakatan antar petugas laboratorium. Perlu pula dikernbangkan instrumen untuk rnengendalikan dan memantau mutu petugas laboratorium.
DAITAR PUSTAKA Indonesia. Depkes 2002. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis.Cetakan Ke-8. Jakarta.
(editor), 2004. Toman's Tuberculosis: Case Detection, Treafment and Monitoring Questions and Answers. Second Edition, Geneve; WHO.
Friaden T
-
Murti, Bhisma. 1997.Prinsip d m Metode Riset Epiemiologi. Yogyakarta: Gadjah Mada
Unversity Press. Prajoga, 1994. FaMor-fafdor Pel~g8Syang Mempengarubl Penemuan Penderjta Tuberkulosis Pam di Kabupalen Dsii It Magelang. Tesis. Yogyakarta: Program
Pascasarjana Universitas Gadjah Mada. Prajoga, 1995. Peningkatan Kemampuan Pemetiksaan Sputum Penderita f ersangka Tuberkulosis Paru Melalui Pelatihan. Media Penelitian $an Pengembangan Kesehatan, (1).
Supardi, Suhatyanto, 1989. Koefisien Kappa Sebagai lndeks Kesepakatan antara Dua Pengamat. Berit8 Kedokteran Masyarakat. V (8). Wibowo Candra, Maria CH Winurti, H Mewengkang, 2004. Kasus Kontak Tuberkulosis Paru di Poloklinlk Peru RSUP Manado. Majalah Kedokteran Indonesia, 54. (3).