1
KNOWLEDGE-BASED ECONOMY (KBE), KONVERGENSI, '$1PERTUMBUHAN EKONOMI: STUDI KASUS DI ASEAN PLUSS THREE (PERIODE TAHUN 2001-2014)
ZULVA AZIJAH
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
1
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Knowledge-Based Economy (KBE), Konvergensi dan Pertumbuhan Ekonomi: Studi Kasus di ASEAN Plus Three (Periode Tahun 2001-2014) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, November 2016 Zulva Azijah NIM H151150226
RINGKASAN ZULVA AZIJAH. Knowledge-Based Economy (KBE), Konvergensi, dan Pertumbuhan Ekonomi: Studi Kasus di ASEAN Plus Three (Periode Tahun 20012014). Dibimbing oleh MUHAMMAD FINDI A dan TONY IRAWAN. Pertumbuhan dan konvergensi ekonomi merupakan isu utama dalam dunia ekonomi global. Integrasi ekonomi adalah bentuk kerjasama antar negara sebagai upaya untuk mencapai tingkat kesejahteraan dan kemakmuran bersama. Pada tahun 1997 telah didirikan ASEAN Plus Three sebagai bentuk dari integrasi ekonomi dalam bidang paten dan ICT. Pada era modern knowledge-based economy merupakan faktor penting pendorong produktivitas dan pertumbuhan ekonomi (Karagiannis 2007). Kerjasama di ASEAN Plus Three telah diimplementasikan dalam bentuk kebijakan dibidang hak kekayaan intelektual dan ICT. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis proses konvergensi pertumbuhan ekonomi (konvergensi kondisional (β)) dan kesenjangan pendapatan (konvergensi σ) dengan pendekatan pendapatan perkapita dan knowledge-based economy (KBE) serta melihat peran knowledge-based economy terhadap pertumbuhan ekonomi. Data yang digunakan adalah data tahunan dari tahun 2001 hingga tahun 2014 dengan metode analisis GMM (Generalized Method of Moments). Penelitian ini mengunakan studi kasus di ASEAN Plus Three. Hasil estimasi untuk model konvergensi pertumbuhan ekonomi (konvergensi kondisional (β)) menunjukkan kriteria panel dinamis terbaik, yaitu tidak bias, valid dan konsisten. Nilai koefisien pada lag dependen dengan pendekatan pendapatan perkapita adalah sebesar 0.9639, berpengaruh signifikan dan positif terhadap pertumbuhan ekonomi dengan tingkat konvergensi sebesar 0.72%. Sedangkan hasil estimasi dengan mempertimbangkan indikator KBE memiliki nilai koefisien lag dependen sebesar 0.9917, berpengaruh signifikan dan positif terhadap pertumbuhan ekonomi dengan tingkat konvergensi sebesar 0.8%. Sedangkan konvergensi (σ) menunjukkan bahwa untuk periode tahun 2001 hingga tahun 2014 telah terjadi konvergensi pada variabel GDP riil per kapita, dapat dilihat dari nilai koefisien variasi yang cenderung menurun di negara ASEAN Plus Three. Lain halnya dengan nilai koefisien variasi yang cenderung meningkat pada variabel paten. Hal tersebut berarti bahwa telah terjadi disparitas untuk variabel paten di ASEAN Plus Three. Oleh karena itu, diperlukan partisipasi dari anggota ASEAN Plus Three dalam pengembangan KBE sehingga dapat menciptakan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan. Kata kunci: konvergensi, knowledge-based ecomomy, pertumbuhan ekonomi
1
SUMMARY ZULVA AZIJAH. Knowledge-Based Economy (KBE), Convergence, and Economic Growth: A Case Study of ASEAN Plus Three (Period 2001-2014). Supervised by MUHAMMAD FINDI A and TONY IRAWAN. Economic growth and convergence are the major issues in the global economic. Economic integration is a form of cooperation between countries in order to achieve welfare and prosperity. In 1997, ASEAN Plus Three has been established as an economic integration in the field of innovation and ICT (information, communication and technology). The knowledge-based economy is the important productivity driving factor and economic growth (Karagiannis 2007). ASEAN Plus Three has been implemented in policies of intellectual property rights, and ICT. The aims of this study are to analyze the conditional convergence (β) and convergence (σ), and to consider the role of knowledge-based economy on economic growth. This study uses annual data from 2001 to 2014 with a GMM (Generalized Method of Moments) approach. The case studies of this research are the members of ASEAN Plus Three. The result of conditional convergence (β) showed that the best dynamic panel criteria is not biased, valid and consistent. The coefficient value of lag dependent is 0.9639, which has a significantly positive effect on economic grwoth. It showed that there is a conditional convergence with the convergence rate of 0.72%. Meanwhile, the coefficient of convergence with KBE indicators that is 0.9917 has convergence rate of 0.8%. The estimation result also showed that among KBE indicators, paten variable has positive and significant impacts on economic growth, where as the internet user variabel doesn't show any significant impact. On the convergence (σ), the result showed that in the period 2001 to 2014, there has been a convergence in real GDP per capita that can be seen from the coefficient variation values that tend to be declined. However, patent variables have significant and positive effect on economic growth which has a coefficient variation values that are likely to increase. It means that there is innovation disparity between countries in the ASEAN Plus Three. Therefore, the participation of ASEAN Plus Three members in KBE development is needed to create sustainable economic growth. Keywords: convergence, knowledge-based economy, economic growth
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
1
KNOWLEDGE-BASED ECONOMY (KBE), KONVERGENSI, '$1PERTUMBUHAN EKONOMI: STUDI KASUS DI ASEAN PLUSS THREE (PERIODE TAHUN 2001-2014)
ZULVA AZIJAH
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Ekonomi
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof Dr Muhammad Firdaus SP MSi
1
PRAKATA Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Tak lupa salawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Nabi dan Rasul termulia Muhammad SAW beserta keluarganya dan sahabatnya yang setia hingga akhir zaman. Tesis yang berjudul Knowledge-Based Economy (KBE), Konvergensi, dan Pertumbuhan Ekonomi: Studi Kasus di ASEAN Plus Three (Periode 2001-2014), ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister pada Departemen Ilmu Ekonomi, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada orang tua dan keluarga penulis, yakni Bapak Pudori Syaripudin dan Ibu Ida Mursida serta kakak dan adik tercinta dari penulis, Mega Purnamasari dan Rahmatunnida atas segala doa dan dukungan yang selalu diberikan. Selain itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada: Dr Muhammad Findi A, ME dan Dr Tony Irawan, SE MAppEc selaku dosen pembimbing tesis yang telah memberikan arahan, bimbingan, saran dan motivasi dalam menyelesaikan tesis ini. 2. Prof Dr Muhammad Firdaus, SP MSi selaku dosen penguji utama dan Dr Ir Sri Mulatsih, MScAgr selaku dosen penguji dari komisi pendidikan atas saran dan kritik yang telah diberikan untuk perbaikan tesis. 3. Para dosen, staf, dan seluruh civitas akademika Departemen Ilmu Ekonomi FEM IPB yang telah memberikan ilmu dan bantuan kepada penulis. Teman-teman Agus, Alfiana, Azka, Devi, Faizal, Feri, Happy, Khodijah, 4. Tika, Taofik, Yulya dan yang lainnya atas dukungan dan motivasinya. Semua pihak yang telah membantu saya dalam menyelesaikan penulisan tesis ini yang tidak bisa disebutkan satu per satu. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. 1.
Bogor, November 2016 Zulva Azijah
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian
1 1 3 4 4 4
2 TINJAUAN PUSTAKA Gross Domestic Product per Capita Perdagangan dan Integrasi Ekonomi Investasi dan Konsumsi Pemerintah Konvergensi dan Pertumbuhan Ekonomi Knowledge-based economy dan Pertumbuhan Ekonomi Penelitian Terdahulu Kerangka Pemikiran Hipotesis
4 4 6 7 7 9 10 11 13
3 METODE Jenis dan Sumber Data Metode Analisis dan Pengolahan Data Perumusan Model
13 13 14 21
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Perekonomian ASEAN Plus Three Analisis Knowledge-Based Economy (KBE) di ASEAN Plus Three Hasil Estimasi Peran Knowledge Based Economy, Konvergensi, dan Pertumbuhan Ekonomi di ASEAN Plus Three Analisis Konvergensi Kondisional (β) Analisis Konvergensi (σ)
23 23 27
5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
36 36 36
DAFTAR PUSTAKA
38
LAMPIRAN
42
RIWAYAT HIDUP
46
29 29 33
1
DAFTAR TABEL
1. Klasifikasi negara berkembang dan negara maju
5
2. Jenis dan sumber data penelitian
14
3. GDP riil per kapita di negara ASEAN Plus Three tahun 2001-2014
23
4. Populasi di negara ASEAN Plus Three tahun 2001-2014 (juta jiwa)
24
5. Paten di negara ASEAN Plus Three tahun 2001-2014
25
6. Hasil estimasi konvergensi kondisional (β) dengan knowledge-based
economy (KBE)
29
7. Perkembangan nilai koefisien variasi dengan indikator
knowledge-based economy (KBE) tahun 2001-2014
33
DAFTAR GAMBAR 1. GDP riil per kapita Tahun 2014
2
2. Pertumbuhan GDP per Kapita Tahun 2012-2014
2
3. Konvergensi Absolut (unconditional convergence)
8
4. Konvergensi Kondisional
9
5. Kerangka Pemikiran
12
6. Pengguna Internet di Negara ASEAN Plus Three Tahun 2001-2014
24
7. Perdagangan (Trade) di Negara ASEAN Plus Three Tahun 2001-2014
25
8. Konsumsi Pemerintah terhadap GDP Negara ASEAN Plus Three
Tahun 2001-2014
26
9. Investasi tetap domestik di Negara ASEAN Plus Three
Tahun 2001-2014
26
10. Indeks Knowledge-Based Economy (KEI) dan Knowledge (KI)
28
11. Pertumbuhan GDP Riil per Kapita dan GDP Riil per Kapita
32
12. Nilai Koefisien Variasi Paten
35
13. Nilai Koefisien Variasi Pengguna Internet
35
DAFTAR LAMPIRAN
1. Hasil estimasi konvergensi konditional (β)
42
2. Hasil uji statistik Arellano Bond dan uji Hansen model konvergensi
Konditional (β) dengan Paten
43
3. Hasil uji statistik Arellano Bond dan uji Hansen model konvergensi
konditional (β) dengan paten dan pengguna internet
44
1
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang Era globalisasi telah menciptakan persaingan antarnegara di dunia internasional. Persaingan telah berdampak pada disparitas perekonomian antara negara berkembang dengan negara maju. Pertumbuhan ekonomi dan konvergensi merupakan salah satu indikator ekonomi yang dapat menggambarkan besarnya disparitas atau kesenjangan antarnegara maju dan negara berkembang. Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan sebagai kenaikan GDP (Gross Domestic Product) tanpa melihat perubahan pertumbuhan penduduk dan perubahan struktur ekonomi yang terjadi (Arsyad 1997). Sedangkan konvergensi merupakan kondisi yang menggambarkan semakin kecilnya kesenjangan atau disparitas suatu variabel antarwilayah dalam periode tertentu (Dekiawan 2014). Integrasi ekonomi antarnegara maju dan negara berkembang bertujuan untuk membangun suatu kekuatan ekonomi diantara negara anggota dalam menghadapi persaingan di dunia internasional. Pada tahun 1997 Indonesia melakukan integrasi ekonomi dengan negara ASEAN Plus Three, yang terdiri dari negara ASEAN ditambah negara Cina, Jepang dan Korea Selatan. Salah satu bentuk kerjasama yang dilakukan oleh ASEAN Plus Three adalah kerjasama dalam bidang inovasi dan ICT (information communication dan technology) (Kementerian Luar Negeri RI 2011). Kerjasama inovasi dan ICT dengan segala rangcangan kebijakan diantara Indonesia dengan anggota ASEAN Plus Three merupakan gabungan dari indeks knowledge-based economy (Tocan 2012). Hal tersebut telah memberikan kemudahan baik dalam penemuan barang baru yang selanjutnya dapat dipatenkan ataupun kemudahan untuk mengakses informasi diantara para pelaku ekonomi. Sebagai bentuk kesiapan Indonesia dalam menghadapi kerjasama ASEAN Plus Three, telah dirancang regulasi dan kebijakan internal yang tertuang dalam Pasal 31 ayat 5 UUD Tahun 1945 yang menyatakan bahwa pemerintah memajukan knowledge dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan peraturan bangsa untuk memajukan peradaban serta kesejahteraan umat manusia (Kementerian Riset dan Teknologi 2014). Stiglitz (1999) menjelaskan bahwa pentingnya knowledge tidak hanya untuk memperluas wawasan, tetapi sebagai dasar untuk dapat meningkatkan kemampuan dan keahlian dalam melakukan suatu aktivitas. Hal ini dapat menjadi strategi untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan di masingmasing negara. GDP riil per kapita di negara ASEAN Plus Three untuk tahun 2014 dapat dilihat pada Gambar 1.
2
US $
40000
30000 20000 10000 0
Negara
Sumber: World Development Indicators 2016
Gambar 1 GDP riil per Kapita Tahun 2014
(%)
Pasca hampir dua dekade dilaksanakan kerjasama ASEAN Pluss Three namun jika dilihat dari besarnya nilai GDP masih memiliki perbedaan yang cukup besar antara negara maju dengan negara berkembang. Gambar 1 menunjukkan bahwa empat negara yang memiliki GDP riil per kapita tertinggi didominasi oleh negara maju yaitu Singapura, Brunei Darussalam, Jepang dan Korea Selatan secara berurutan sebesar US$ 38 087.66, US$ 23 640.8, US$ 37 595.2 dan US$ 24 565.6. Hal ini dikarenakan adanya kemudahan akses terhadap knowledgebased economy di negara maju seperti Singapura, Jepang, dan Korea Selatan. Sehingga hal tersebut dapat menciptakan produktivitas yang lebih efektif dan efisien. Lain halnya dengan negara berkembang seperti Brunei Darussalam yang memiliki nilai GDP yang tinggi. Kontribusi terbesar dari penerimaan GDP Brunei Darussalam berasal dari sektor migas. Sedangkan negara berkembang lainnya seperti Malaysia, Thailand, Cina, Indonesia, Filipina, dan Vietnam secara berurutan memiliki GDP riil per kapita sebesar US$ 7 365.24, US$ 3 768.79, US$ 3 862.92, US$ 1 853.81, US$ 1 662.07, dan US$ 1 077.92. Tetapi jika dilihat dari pertumbuhan GDP per kapita ditunjukkan oleh Gambar 2. 16 14 12 10 8 6 4 2 0 -2 -4 -6
2010 2011
2012 2013 2014 Negara
Sumber: World Development Indicators 2016
Gambar 2 Pertumbuhan GDP per Kapita Tahun 2012-2014
3
Berdasarkan Gambar 2 yang menunjukkan bahwa selama periode tahun 2010 - 2014 pertumbuhan ekonomi baik di negara maju dan di negara berkembang mengalami fluktuasi. Negara Singapura yang memiliki nilai GDP riil per kapita paling tinggi, ternyata mengalami pertumbuhan ekonomi yang menurun dari tahun 2013 ke tahun 2014 sebesar 2.76% menjadi 1.59%. Namun untuk negara berkembang memiliki pertumbuhan GDP per kapita yang cenderung meningkat yaitu Cina, Malaysia, Indonesia, Filipina dan Vietnam dengan persentase pertumbuhan ekonomi mencapai 6.73%, 4.44%, 5.98%, 4.45%, dan 4.85% untuk tahun 2014. Schumpeter (Bhaduri 2007) menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi dan pembangunan dipengaruhi oleh inovasi. Inovasi merupakan bagian dari knowledge-based economy. Hal ini didukung oleh penelitian Karagiannis (2007) yang menyatakan bahwa knowledge-based economy dapat mengatasi fluktuasi ekonomi dan menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. European Commmision (2003) menyatakan indikator yang termasuk dalam knowledgebased economy (KBE) diantaranya paten dan pengguna internet. Perumusan Masalah Knowledge-based economy merupakan sumber terbentuknya inovasi dan ICT sebagai landasan tumbuhnya kreativitas sumberdaya manusia. Saat ini, knowledge-based economy telah memaksa para pelaku ekonomi untuk lebih progresif dan kompetitif. Coates dan Warvick (1998) menjelaskan mengenai pentingnya knowledge-based economy, diantaranya: Pertama, perubahan revolusi dari ICT (Information, Communication, and Technologies) mempengaruhi produktivitas dari masing-masing negara. Kedua, kemajuan dalam bidang ilmiah dan teknologi telah menciptakan peningkatan sumberdaya R&D baik yang dilakukan oleh pihak perusahaan atau pemerintah. Ketiga, Persaingan dunia global berdampak pada penurunan tarif, liberalisasi kapital, pengurangan transportasi dan biaya transaksi. Keempat, perubahan permintaan dan peningkatan pendapatan berpotensi sebagai pendorong adanya knowledge-based economy. Pada tahun 2008 dalam penelitian yang dilakukan oleh Ismail dengan tujuan mengkaji isu-isu konvergensi dan pertumbuhan ekonomi di ASEAN. Hasil estimasi menunjukkan bahwa telah terjadi konvergensi di negara ASEAN. Namun, penelitian tersebut belum memasukkan peran dari knowledge-based economy. Sehingga untuk menyempurnakan penelitian terdahulu maka penulis bermaksud untuk mengkaji secara lebih luas dan mendalam mengenai knowledgebased economy (KBE), konvergensi dan pertumbuhan ekonomi dengan studi kasus di negara yang tergabung dalam ASEAN Plus Three. Penelitian ini menggunakan dua indikator utama yaitu paten dan pengguna internet. Berdasarkan uraian diatas maka rumusan masalah penelitian sebagai berikut: Bagaimana pertumbuhan ekonomi di negara ASEAN Plus Three, apakah 1. menunjukkan suatu proses konvergen atau divergen setelah mempertimbangkan knowledge-based economy (KBE)? 2. Bagaimana peran knowledge-based economy (KBE) terhadap pertumbuhan ekonomi di ASEAN Plus Three?
4
Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah diatas, maka tujuan yang ingin dicapai adalah: 1. Menganalisis proses konvergensi di ASEAN Plus Three dengan pendekatan pendapatan perkapita dan knowledge-based economy (KBE). 2. Menganalisis peran knowledge-based economy (KBE) terhadap pertumbuhan ekonomi di ASEAN Plus Three. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi penulis sebagai sarana dalam menambah wawasan dan pengembangan ilmu pengetahuan mengenai kondisi knowledge-based economy serta konvergensi ekonomi di negara ASEAN Plus Three. Bagi pemerintah sebagai penentu kebijakan, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan untuk Indonesia dalam menentukan kebijakan khususnya dibidang inovasi dan ICT. Sehingga kerjasama Indonesia dengan negara di kawasan ASEAN Plus Three dapat menciptakan perekonomian yang berkelanjutan. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini mengidentifikasi konvergensi ekonomi di negara yang tergabung dalam ASEAN Plus Three, yang direpresentasikan oleh variabel GDP riil per kapita, jumlah penduduk, perdagangan (trade), gross fixed capital formation (investasi tetap domestik), konsumsi pemerintah, pengguna internet, dan paten. Keterbatasan data pada Negara Myanmar, Kamboja, dan Laos telah menyebabkan jumlah observasi berkurang, menjadi 10 negara diantaranya: Indonesia, Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Filipina, Thailand, Vietnam, Cina, Jepang, dan Korea Selatan. Periode waktu yang digunakan adalah dari tahun 2001 sampai tahun 2014.
2 TINJAUAN PUSTAKA
Gross Domestic Product per Capita Pendapatan per kapita adalah nilai atau angka yang didapat dari hasil bagi antara jumlah pendapatan nasional (Gross National Product) dengan jumlah penduduk di suatu negara dalam jangka waktu satu tahun. Pendapatan perkapita telah menjadi topik studi yang mendapat perhatian mendalam bagi lembaga keuangan dan pembangunan internasional karena merupakan salah satu indikator utama kesejahteraan suatu negara.
5
Todaro dan Smith (2006), mendefinisikan negara berkembang dengan menggunakan indikator pendapatan per kapita. Secara umum, yang termasuk dalam negara berkembang adalah negara yang memiliki pendapatan rendah (low income), menengah bawah (lower-middle income) dan menengah atas (upermiddle income). Sedangkan yang termasuk negara maju adalah negara yang memiliki pendapatan per kapita tinggi (high income). Negara yang termasuk ke dalam tingkat pendapatan rendah pada tahun 2016 menurut World Development Indicators (2016) adalah dengan pendapatan per kapita sebesar US$ 1 611 atau dibawahnya. Negara dengan pendapatan per kapita menengah bawah memiliki tingkat pendapatan antara US$ 1 611 sampai dengan US$ 6 400. Negara dengan pendapatan per kapita menengah atas memiliki tingkat pendapatan antara US$ 6 400 sampai dengan US$ 15 461. Sedangkan negara yang berpendapatan tinggi memiliki tingkat pendapatan GDP per kapita sebesar US$ 15 461 atau diatasnya. Tabel 1 Klasifikasi Negara Berkembang dan Negara Maju No.
Negara
GDP rill per Kapita (US$)
Kelompok Pendapatan
1.
Indonesia
1 853.81
2.
Malaysia
7 365.24
3.
Singapura
38 087.66
4.
Thailand
3 768.79
5.
Vietnam Brunei Darussalam Korea Selatan
1 077.92
Lower Middle Income Upper Middle Income High Income Lower Middle Income Low Income
23 640.82
High Income
6. 7.
24 565.61
High Income Lower Middle 8. Cina 3 862.92 Income 9. Jepang 37 595.17 High Income Lower Middle 10. Filipina 1 662.07 Income Sumber: World Development Indicators 2016
Klasifikasi Negara Negara Berkembang Negara Berkembang Negara Maju Negara Berkembang Negara Berkembang Negara Berkembang Negara Maju Negara Berkembang Negara Maju Negara Berkembang
Tabel 1 menunjukkan bahwa Brunei Darussalam masuk dalam negara dengan kelompok pendapatan high income, tetapi klasifikasi negara sebagai negara berkembang. Hal tersebut dikarenakan sektor yang memiliki kontribusi terbesar terhadap GDP per kapita adalah sektor minyak bumi dan gas alam (migas). Sedangkan untuk negara high income lainnya yang termasuk dalam kategori sebagai negara maju diantarnya: Singapura, Korea Selatan dan Jepang. Negara yang dikelompokkan sebagai negara berkembang adalah Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, Vietnam dan Cina.
6
Perdagangan dan Integrasi Ekonomi Menurut OECD (2016) dan World Development Indicators (2015) rasio perdagangan terhadap GDP (trade to GDP) atau sering disebut trade openness ratio sering digunakan untuk mengukur pentingnya hubungan transaksi internasional terhadap transaksi domestik. Indikator ini dihitung untuk setiap negara sebagai rata - rata yang sederhana (mean) dari total perdagangan (jumlah ekspor dan impor barang dan jasa) yang berkaitan terhadap GDP. Pertumbuhan perdagangan terjadi jika output negara yang mengekspor komoditi meningkat secara proporsional sehingga melebihi kenaikan output komoditi impor berdasarkan harga-harga komoditas relatif yang konstan, maka pertumbuhan tersebut cenderung akan menaikan volume perdagangan antar negara tersebut ketingkat yang lebih tinggi. Namun sebaliknya untuk pertumbuhan anti-perdagangan, yakni jika pertumbuhan itu justru menurunkan volume perdagangan. Sedangkan jika pertumbuhan output tidak berpengaruh terhadap volume ekspor maka itulah yang dinamakan pertumbuhan yang bersifat netral (Salvator 1996). Integrasi ekonomi merupakan sebuah bentuk proses kerjasama antar negara dapat berupa perdagangan atau hal lainnya untuk mencapai tingkat kemakmuran dan stabilitas yang tinggi diantara masing-masing negara anggota. Proses integrasi yang terjadi di kawasan Eropa serta di belahan bumi lainnya menunjukkan bahwa perekonomian antarnegara maupun antarkawasan saling terbuka. Adanya kecenderungan peningkatan kerjasama dan ketergantungan ekonomi suatu negara ke negara lainnya membuat konsep dasar integrasi ekonomi di dunia menjadi satu konsep yang menawarkan manfaat lebih dari suatu kerjasama ekonomi. Tingkatan integrasi ekonomi menurut Salvator (1996) bervariasi mulai dari pengaturan perdagangan preferensial, yang selanjutnya dapat dikembangkan menjadi pembentukan kawasan atau area perdagangan bebas, kemudian menjadi persekutuan pabean, pasaran bersama dan pada akhirnya akan menjurus pada penyatuan (uni) ekonomi secara menyeluruh. Tingkatan integrasi pertama pengaturan perdagangan preferensial (preferential trade arrangements) dibentuk oleh negara-negara yang melakukan kesepakatan untuk menurunkan berbagai macam hambatan perdagangan antarnegara terkait dan melakukan pembedaan dengan negara luar yang bukan merupakan anggota. Kedua, kawasan perdagangan bebas (free trade area) merupakan bentuk integrasi ekonomi yang lebih tinggi dimana semua hambatan perdagangan tarif maupun non-tarif antarnegara anggota telah dihilangkan sepenuhnya, namun negara anggota masih memiliki hak untuk menentukan hambatan yang akan dihilangkan ataupun diterapkan terhadap negara-negaara luar bukan anggota. Bentuk integrasi ekonomi selanjutnya, yakni persekutuan pabean (customs union) yang mewajibkan semua negara anggota untuk tidak hanya menghilangkan hambatan perdagangan namun juga menyeragamkan kebijakan perdagangan negara anggota terhadap negara-negara luar bukan anggota. Pada tahap berikutnya, bentuk integrasi ekonomi menjadi pasaran bersama (common market). Pada bentuk integrasi ekonomi ini, bukan hanya perdagangan barang yang hambatannya dibebaskan, namun juga arus faktor produksi seperti tenaga kerja dan modal. Hal tersebut berarti adanya kebebasan untuk pekerja di
7
satu negara untuk memperoleh lapangan kerja secara bebas ke negara anggota pasaran. Pada tingkatan tertinggi dari integrasi ekonomi adalah uni ekonomi (economic union) dengan adanya penyelarasan dan penyeragaman kebijakankebijakan moneter dan fiskal dari masing-masing negara anggota. Investasi dan Konsumsi Pemerintah Investasi dan konsumsi pemerintah merupakan bagian dari alokasi output. Investasi (investment) menurut Salvator (1996) terdiri dari barang-barang yang dibeli untuk penggunaan masa depan. Investasi juga dibagi menjadi tiga subkelompok, diantaranya investasi tetap bisnis, investasi tetap residensial, dan investasi persediaan. Investasi tetap bisnis adalah pembelian pabrik beserta peralatan baru oleh perusahaan. Sedangkan investasi residensial merupakan pembelian rumah baru oleh rumah tangga dan tuan tanah. Lain halnya dengan investasi persediaan, yakni peningkatan dalam persediaan barang perusahaan (jika persediaan menurun maka investasi persediaan negatif). Investasi tetap domestik bruto (gross fixed capital formation) menurut World Development Indicators (2016) merupakan pembentukan modal tetap bruto yang meliputi perbaikan lahan, mesin, perlatan, serta pembanguan jalan, kereta api, sekolah, rumah sakit, tempat tinggal perumahan swasta, bangunan komersial serta industri dan sebagainya. Lain halnya dengan government consumption (konsumsi pemerintah) yang merupakan pengeluaran konsumsi akhir mencakup semua pengeluaran untuk pembelian barang dan jasa (termasuk kompensasi karyawan) yang dibeli oleh pemerintah pusat, negara bagian dan daerah. Hal ini juga termasuk jalan layang dan jasa yang diberikan pegawai pemerintah serta pengeluaran pertahanan dan keamanan nasional, tetapi tidak termasuk pengeluaran militer pemerintah yang merupakan bagian dari pembentukan modal pemerintah. Selain itu, hal ini juga tidak termasuk pembayaran transfer harga yang diterima perusahaan. Konvergensi dan Pertumbuhan Ekonomi Marques dan Soukiazis (1998) menyatakan bahwa terdapat dua pendekatan untuk melihat konvergensi, yaitu konvergensi (β) dan konvergensi (σ). Konvergensi menggambarkan bahwa pertumbuhan ekonomi di negara miskin lebih cepat jika dibandingkan dengan negara maju. Model Solow menjelaskan bahwa konvergensi (β) dibagi menjadi dua jenis, yaitu konvergensi absolut (unconditional convergence) dan konvergensi kondisional (conditional convergence) (Ray 1998). Konvergensi absolut merupakan kondisi yang menganggap bahwa perekonomian diantara wilayah atau negara memiliki kemiripan baik dalam hal struktur ekonomi, tingkat tabungan dan variabel ekonomi lainnya. Sedangkan konvergensi kondisional adalah kondisi perekonomian suatu wilayah atau negara yang memiliki karakteristik yang berbeda, sehingga struktur ekonomi dapat mempengaruhi konvergensi. Gambar 3 menjelaskan saat terjadinya konvergensi absolut (unconditional convergence). Garis vertikal merupakan logaritma dari pendapatan per kapita dan
8
Logaritma Pendapatan per Kapita
garis horizontal adalah waktu. Garis AB merupakan time path pada saat logaritma pendapatan per kapita steady state. Garis CD merepresentasikan ketika suatu negara berada pada kondisi dibawah steady state. Menurut model Solow, negara tersebut akan memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi melampaui level steay state menuju time path logaritma pendapatan per kapita di AB. Sedangkan negara yang berada diatas steady state pada titik E, memiliki tingkat pertumbuhan lebih rendah, yaitu time path logaritma pendapatan per kapita di EF convergence menuju garis AB. Hal tersebut mengindikasikan bahwa adanya hubungan negatif antara tingkat pertumbuhan dari pendapatan per kapita dengan nilai pendapatan per kapita initial.
F
B D
E
A C waktu
Sumber : Ray 1998
Gambar 3 Konvergensi Absolut (unconditional convergence) Lain halnya dengan conditional convergence dengan asumsi setiap negara memiliki kararteristik struktur ekonomi yang berbeda, ditunjukkan oleh Gambar 4. Perbedaan struktur ekonomi dapat dilihat dari adanya perubahan technical knowledge, tingkat investasi, pertumbuhan populasi, dan tingkat depresiasi antarnegara. Pada kondisi tersebut, tingkat steady state time path dari logaritma pendapatan per kapita memiliki perbedaan untuk setiap negara. Garis AB dan A'B' menggambarkan perbedaan tingkat steady state di setiap negara. Negara dengan steady state path AB dimulai dari titik C (diatas steady state time path) memiliki tingkat pertumbuhan slower sampai pada titik CD. Sedangkan untuk negara E berada pada titik dibawah steady state time path, pada kondisi tersebut tingkat pertumbuhan bergerak lebih cepat sampai pada kondisi steady state.
9
B' Logaritma Pendapatan per Kapita
F D
A'
B E C A waktu
Sumber : Ray 1998
Gambar 4 Konvergensi Kondisional .
Knowledge-based economy dan Pertumbuhan Ekonomi
Menurut Todaro dan Smith (2006), terdapat tiga komponen pertumbuhan ekonomi yang mempunyai arti penting bagi setiap masyarakat adalah, modal (akumulasi faktor) dan tenaga kerja (angkatan kerja) serta kemajuan teknologi. Model pertumbuhan Solow dirancang untuk menunjukkan bagaimana pertumbuhan persediaan modal, pertumbuhan angkatan kerja dan kemajuan teknologi berinteraksi dalam perekonomian serta pengaruhnya terhadap output barang dan jasa secara keseluruhan. Kemajuan teknologi dalam model Solow merupakan variabel eksogen yang dapat meningkatkan kemampuan masyarakat untuk berproduksi sepanjang waktu. Romer (1994) menyatakan bahwa inovasi sebagai pendorong adanya kemajuan teknologi dan pertumbuhan produktivitas. Tingkat pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan antar negara dan kebebasan untuk penyerapan serta eksploitasi dilakukan oleh negara pencipta ilmu pengetahuan baru tersebut. Grossman dan Helpman (1991) menjelaskan bahwa ilmu pengetahuan sebagai pendorong utama dalam model pertumbuhan endogenous. Schumpeter juga menjelaskan bahwa persaingan antarperusahaan sebagai pendorong proses creative destruction (Bhaduri 2007). Indikator penting dalam creative destruction adalah inovasi dan entrepreneurship (wirausaha). Interaksi dari indikator inovasi dan entrepreneurship dapat memengaruhi pertumbuhan ekonomi. Menciptakan produk baru, perkembangan industri manufaktur, pembaharuan produk lama, penemuan teknologi baru, ICT, manajemen yang efisien dan kualitas produk terjamin merupakan bagian dari knowledge-based economy (World Development Indicators 2012). Secara umum negara yang memiliki pertumbuhan ekonomi yang tinggi adalah negara yang memiliki penguasaan dan akses yang rendah terhadap knowledge-based economy.
10
Perdagangan (Trade) merupakan indikator penting karena dapat digunakan sebagai media transfer knowledge-based economy. Knowledge-based economy yang dimaksud dapat berupa inovasi dan ICT. Selain itu, impor teknologi berupa barang modal oleh negara yang memiliki pertumbuhan ekonomi yang tinggi diharapkan dapat meningkatkan kualitas produk atau jasa dengan lebih efisien. Sedangkan pada sisi ekspor, transfer knowledge-based economy digunakan untuk meningkatkan kualitas, proses produksi dan yang lainnya serta sebagai akses untuk dapat masuk dalam pasar internasional. Namun, knowledge-based economy berupa penciptaan teknologi baru juga dapat dikembangkan pada wilayah nasional. Pengembangan teknologi alternatif dapat dilakukan dengan cara meningkatkan investasi domestik baik oleh pihak publik atau swasta. Selain itu, konsumsi pemerintah juga dapat digunakan sebagai peningkatan investasi pada barang dan jasa yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan terhadap terciptanya knowledge-based economy. World Development Indicators (2012) dalam Tocan (2012) menyatakan bahwa indeks knowledge-based economy diantaranya economic incentive dan institutional incentives, inovasi, pendidikan dan ICT (informasi, communication dan technology). Indeks economic incentive dan institutional incentives dapat berupa regulasi atau kebijakan internal suatu negara atau kebijakan antarnegara yang terbentuk dari adanya proses kerjasama. Selain itu, adanya penetapan kebijakan atas hambatan tarif dan non-tarif beserta aturan-aturan yang berlandaskan hukum. Inovasi sebagai indikator penting karena adanya interaksi antara efektivitas dan pembelajaran. Indeks dari inovasi diantaranya aplikasi paten. Paten adalah suatu hak khusus berdasarkan undang-undang yang diberikan kepada penemu atau pihak yang berhak memperolehnya secara hukum. Selain itu paten merupakan permintaan atas hak kepada pihak penguasa yang diperoleh dari adanya temuan baru di bidang teknologi, perbaikan atas temuan yang sudah ada, cara kerja baru, atau penemuan atas perbaikan baru dalam cara kerja dengan jangka waktu tertenu yang dapat diterapkan dalam bidang industri. Indeks pendidikan merupakan modal utama tercipatnya sumber daya manusia yang berkualitas. Indeks pendidikan dibagi menjadi tiga, yakni angka melek huruf orang dewasa, lulusan sekolah menengah dan lulusan perguruan tinggi. Sedangkan untuk indeks ICT yang digunakan adalah pengguna internet. Menurut World Development Indicators (2016) pengguna internet (internet user) merupakan individu yang telah menggunakan internet (dari lokasi manapun) dalam 12 bulan terakhir. Internet dapat digunakan melalui komputer, ponsel, mesin game, TV digital dan lainnya. Penelitian Terdahulu Powell dan Snellman (2004) mendefinisikan knowledge-based economy sebagai aktivitas produksi dan jasa yang berbasiskan knowledge yang dapat memberikan kontribusi terhadap kemajuan ilmiah. Komponen kunci dari knowledge-based economy adalah mengandalkan kemampuan intelektual dari pada input fisik ataupun sumberdaya alam. Penelitian Karagiannis (2007)
11
menyatakan bahwa knowledge-based economy memiliki peran penting dalam pertumbuhan ekonomi dan konvergensi suatu negara. Proses konvergensi merupakan semakin kecilnya tingkat kesenjangan di wilayah tersebut. Oleh karena itu maka konvergensi penting untuk melihat dan menghitung tingkat kesenjangan perekonomian pada suatu wilayah. Dekiawan (2014) melakukan penelitian mengenai konvergensi penerimaan dan pengeluaran APBD provinsi di Indonesia dengan rentang waktu 2000-2012. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada periode 2000-2012 konvergesi (σ) terjadi pada variabel PAD (Pendapatan Asli Daerah), pajak, dana perimbangan, total belanja, belanja pegawai dan belanja barang. Sedangkan estimasi dengan pendekatan konvergensi (β) menunjukkan konvergen pada variabel PAD, pajak, total belanja dan belanja barang. Penelitian lain dilakukan oleh Firdaus dan Yusop (2009) dengan hasil analisis menunjukkan bahwa telah terjadi proses konvergensi diantara provinsiprovinsi di Indonesia untuk periode 1983 - 2003. Tingkat konvergensi di Indonesia relatif sangat lambat dibandingkan dengan penelitian lain di negaranegara berkembang dengan nilai sebesar 0.29%. Chen dan Sun (2013) juga melakukan penelitian mengenai konvergensi di negara Cina yang merupakan negara dengan tingkat inovasi dan pertumbuhan ekonomi tinggi dibandingkan dengan negara berkembang lainnya. Hasil penelitian menyatakan bahwa telah terjadi kovergensi absolut (lemah) dan kondisional pada periode 1990-2010. Selain itu, terdapat penelitian konvergensi yang pada beberapa negara yang lebih luas seperti penelitian yang dilakukan oleh Wibowo (2012) melakukan penelitian mengenai konvergensi di ASEAN+5. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perkembangan industri keuangan yang cukup baik terutama di negara berpendapatan tinggi. Financial inclusion berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Koefisien dari lag variabel endogen pada model mengindikasikan bahwa telah terjadi konvergensi pertumbuhan ekonomi di negara ASEAN+5. Michelis dan Neaime (2004) juga melakukan penelitian mengenai konvergensi di negara Asia-pacific. Tujuan penelitian untuk mengevaluasi secara empiris mengenai konvergensi pendapatan pada negara yang tergabung dalam APEC, 10 EASTASIA dan 5 ASEAN. Hasil penelitian menujukkan konvergensi (β) dan konvergensi (σ) yang sejalan. Sedangkan Young, Higgins dan Levy (2008) melakukan penelitian mengenai konvergensi di U.S dengan hasil penelitian yang menyatakan bahwa konvergensi (β) tidak selalu sejalan dengan konvegensi (σ). Dibuktikan negara U.S pada periode 1970-1998 terjadi konvergensi (β) , tetapi dengan data yang sama juga terjadi divergensi (σ). Selain itu, tingkat pertumbuhan ekonomi di kabupaten kaya lebih besar dan stabil jika dibandingkan dengan kabupaten miskin di U.S. Kerangka Pemikiran Globalisasi telah menciptakan integrasi ekonomi yang bertujuan untuk menciptakan kesejahteraan dan kemakmuran bersama antar negara dalam dunia internasional. Pada tahun 1997 telah dilakukan integrasi ekonomi di ASEAN Plus
12
Three. ASEAN Plus Three memiliki kondisi struktur ekonomi yang berbeda antar negara. Hal tersebut mencerminkan bahwa telah terjadinya persaingan antar negara di ASEAN Plus Three. Perbedaan struktur ekonomi dapat dilihat dari perdagangan, investasi tetap domestik, konsumsi pemerintah, populasi. Hal tersebut dapat memengaruhi pertumbuhan ekonomi beserta konvergensi ekonomi di ASEAN Plus Three. Bentuk kerjasama yang dilakukan oleh ASEAN Plus Three adalah dalam bidang inovasi dan ICT. OECD menjelaskan bahwa knowledge-based economy merupakan salah satu insentif ekonomi dan kelembagaan yang dapat merangsang penggunaan ilmu pengetahuan dan informasi untuk menciptakan pertumbuhan dan kesejahteraan. Selain itu, terciptanya sistem yang efektif dalam bidang pendidikan, skill, ICT, Research and Development (R&D) dan inovasi. Indikator knowledge-based economy (KBE) pada penelitian ini digambarkan oleh paten dan pengguna internet yang selanjutnya berperan terhadap pertumbuhan ekonomi, sehingga tercipta konvergensi di negara yang tergabung dalam ASEAN Plus Three.
Globalisasi
Integrasi Ekonomi
ASEAN Plus Three
Struktur Ekonomi Perdagangan, Investasi tetap domestik, Konsumsi pemerintah, dan populasi
Bentuk Kerjasama
Knowledge-Based Economy Inovasi
ICT Pertumbuhan Ekonomi
Paten
Pengguna Internet Konvergensi Pertumbuhan Ekonomi
Gambar 5 Kerangka Pemikiran
13
Hipotesis Berdasarkan landasan teori dan penelitian-penelitian sebelumnya, berikut dirumuskan hipotesis dalam penelitian ini, yaitu: 1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Terjadi proses konvergensi kondisional (β) dan konvergensi (σ) di negara anggota ASEAN Plus Three. Negara berkembang mengejar pertumbuhan ekonomi negara maju sampai pada kondisi steady state. Variabel perdagangan (trade) berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi di ASEAN Plus Three. Apabila perdagangan (trade) meningkat maka akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Variabel investasi tetap domestik berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi di ASEAN Plus Three. Apabila investasi tetap domestik meningkat maka akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Variabel konsumsi pemerintah berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi di ASEAN Plus Three. Apabila konsumsi pemerintah meningkat maka akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Variabel pengguna internet berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi di ASEAN Plus Three. Apabila pengguna internet meningkat maka akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Variabel Paten berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi di ASEAN Plus Three. Apabila jumlah paten meningkat maka akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Variabel jumlah populasi berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi di ASEAN Plus Three. Apabila jumlah populasi meningkat maka akan menurunkan pertumbuhan ekonomi.
3 METODE Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang terdiri dari periode waktu tahun 2001 hingga tahun 2014. Data yang digunakan meliputi 10 negara, yang tergabung dalam 7 negara di kawasan Asia Tenggara kecuali Myanmar, Kamboja dan Laos yang dikarenakan oleh keterbatasan data yang tersedia, ditambah dengan 3 negara lain, yaitu Cina, Jepang, dan Korea Selatan yang tergabung dalam ASEAN Plus Three. Struktur data yang digunakan dalam penelitian berupa data panel, yaitu gabungan antara data time series dan cross section. Data-data tersebut diperoleh dari World Development Indicators (WDI) dan International Telecommunications Union (ITU). Peneliti juga menggunakan sumber-sumber lain seperti jurnal, artikel serta literatur-literatur lainnya untuk menambah informasi terkait penelitian. Adapun variabel yang digunakan untuk menganalisis proses konvergensi yang terjadi antara lain GDP riil per kapita, perdagangan, investasi tetap domestik, konsumsi pemerintah, populasi, paten dan pengguna internet. Tabel 2 menyajikan
14
variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian beserta keterangan singkat dan sumber data tersebut. Tabel 2 Jenis dan Sumber Data Penelitian No.
Variabel
1.
GDP
2.
GFCF
3.
POP
4.
Trade
5.
GovC
6.
Paten
7.
Iuser
Keterangan PDB riil per kapita (USD konstan 2005) Investasi tetap domestik bruto (persen terhadap GDP) Jumlah penduduk (orang)
Sumber Data World Development Indicators (WDI) World Development Indicators (WDI) World Development Indicators (WDI) Penjumlahan antara impor dan World Development ekspor barang dan jasa terhadap Indicators (WDI) GDP (persen terhadap GDP) Pengeluaran pemerintah untuk World Development konsumsi (persen terhadap GDP) Indicators (WDI) International Jumlah permohonan paten Telecommunications Union (ITU) Pengguna internet per 100 International populasi Telecommunications Union (ITU)
Metode Analisis dan Pengolahan Data Analisis Deskriptif Analisis deskriptif digunakan untuk melihat gambaran umum mengenai interaksi antara GDP per kapita, investasi tetap domestik, jumlah penduduk, perdagangan (trade), konsumsi pemerintah, paten dan pengguna internet. Metode analisis deskriptif disajikan dalam gambar atau grafik yang berbentuk plot data untuk memperlihatkan kondisi pergerakan serta korelasi dari masing-masing variabel. Melalui gambaran umum ini diharapkan dapat menguatkan analisis ekonometrika untuk menjawab tujuan penelitian ini. Analisis Kuantitatif Metode analisis kuantitatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode panel data dinamis dengan teknik estimasi model menggunakan pendekatan GMM (Generalized Method of Moments). Metode ini dipilih agar dapat memecahkan masalah endogeneity, yang dapat menghasilkan penduga yang bias dan tidak konsisten ketika lag dari peubah dependen sebagai regresor dalam regresi dimasukkan ke dalam model. Metode analisis deskriptif kualitatif digunakan untuk menginterpretasikan hasil analisis kuantitatif serta penerapannya pada perekonomian.
15
Analisis Data Panel Penelitian yang mengkaji mengenai konvergensi telah banyak dilakukan seperti dalam penelitian Islam (1995) mengenai konvergensi pertumbuhan dengan menggunakan model panel data dinamis. Sejalan dengan penelitian sebelumnya, penelitian ini juga menggunakan model panel dinamis dengan pendekatan metode GMM (Generalized Method of Moments). Data panel merupakan data gabungan antara data cross section dengan data time series. Menurut Baltagi (2005), keunggulan dari penggunaan data panel dalam analisis ekonometrik antara lain: (i) mampu mengontrol heterogenitas individu; (ii) memberikan informasi yang lebih banyak dan beragam, meminimalkan masalah kolinieritas (collinearity), meningkatkan jumlah derajat bebas dan lebih efisien; (iii) data panel umumnya lebih baik bila digunakan dalam studi dynamics of adjustment; (iv) data panel lebih baik dalam mengukur dan mengidentifikasi serta mengukur efek yang tidak dapat dideteksi apabila menggunakan data cross section atau time series murni; dan (v) data panel dapat digunakan untuk mengonstruksi dan menguji model perilaku yang lebih kompleks dibandingkan data cross section atau time series murni. Namun, analisis data panel juga memiliki beberapa kelemahan dalam penggunaannya khususnya apabila data panel dikumpulkan atau diperoleh dengan metode survey. Permasalahan tersebut antara lain: (i) relatif besarnya data panel karena melibatkan komponen cross section dan time series menimbulkan masalah disain survei panel, pengumpulan dan manajemen data (masalah yang umumnya dihadapi di antaranya: coverage, nonresponse, kemampuan daya ingat responden (recall), frekuensi, dan waktu wawancara; (ii) distorsi kesalahan pengamatan (measurement error) yang umumnya terjadi karena kegagalan respon (contoh: pertanyaan yang tidak jelas, ketidaktepatan informasi dan lain-lain); (iii) masalah selektivitas, yakni: self selectivity, nonresponse, attrition (jumlah responden yang terus berkurang pada survey lanjutan); dan (iv) cross section dependence (contoh: apabila macro panel data dengan unit analisis negara atau wilayah dengan deret waktu yang panjang mengabaikan cross-country dependence maka dapat mengakibatkan kesimpulan-kesimpulan yang tidak tepat (miss leading inference). Model umum regresi data panel menurut Baltagi (2005) dapat dituliskan seperti berikut: yit = α + X'itβ + uit
i = 1,..., N; t = 1 ,..., T
(1)
dengan: α = individual heterogeneity y = variabel dependen x = variabel independen u = komponen error i = individu t = periode waktu Analisis data panel yang digunakan pada model yang bersifat dinamis seperti dalam penelitian ini yakni dengan analisis penyesuaian dinamis (dynamic
16
of adjustment). Hubungan dinamis tersebut ditandai dengan adanya lag variabel dependen di antara variabel-variabel regresor. Sebagai ilustrasi, model data panel dinamis menurut Baltagi (2005) adalah sebagai berikut: yit = δyit-1 + x’ it β + uit ; i = 1, ... N;t = 1, .., T
(2)
dengan δ menyatakan suatu skalar, x’it menyatakan matriks berukuran 1xK dan β matriks berukuran Kx1. Dalam hal ini, diasumsikan mengikuti model one-way error component sebagai berikut: uit = μi + v it
(3)
dimana μi ~ IID (0, σμ2) menyatakan pengaruh individu dan vit ~ IID (0, σv2) merupakan gangguan yang saling bebas satu sama lain atau dalam beberapa literatur disebut sebagai transient error. Panel statis, dapat ditunjukkan dengan adanya konsistensi dan efisiensi baik pada FEM maupun REM terkait perlakuan terhadap μi. Dalam model dinamis, situasi ini secara substansi sangat berbeda, karena yit merupakan fungsi dari μi maka yi t-1 juga merupakan fungsi dari μi. Karena ui adalah fungsi dari uit maka akan terjadi korelasi antara variabel regresor yi t-1 dengan uit. Hal ini akan menyebabkan penduga least square (sebagaimana digunakan pada model data panel statis) menjadi bias dan tidak konsisten, bahkan bila vit tidak berkorelasi serial. Sedangkan panel dinamis ditunjukkan dengan lag dari peubah dependen yang dimasukkan ke dalam model yang dapat menyebabkan masalah endogeneity, sehingga penduga menjadi bias dan tidak konsisten. Arellano dan Bond mengusulkan pendekatan method of moments atau yang biasa disebut dengan Generalized Method of Moments (GMM). Pendekatan GMM merupakan pendekatan yang umum digunakan dalam menyelesaikan data seperti ini. Hal tersebut dikarenakan GMM merupakan common estimator yang dapat memberikan kerangka yang lebih bermanfaat dalam perbandingan serta penilaian. Kemudian GMM juga memberikan alternatif yang sederhana terhadap estimator lainnya, terutama terhadap maximum likelihood. Namun metode ini pun memiliki beberapa kelemahan, seperti: GMM estimator hanya efisien dalam ukuran contoh yang besar tetapi kurang efisien dalam ukuran contoh yang terbatas (finite), kemudian estimator ini terkadang memerlukan sejumlah implementasi pemrograman sehingga dibutuhkan suatu perangkat lunak (software) yang mendukung aplikasi dengan pendekatan GMM. Terdapat dua prosedur estimasi yang lazim digunakan dalam kerangka GMM untuk mengakomodir permasalah yang telah disebutkan sebelumnya, yaitu: FirstDifferences GMM (FD-GMM) dan System GMM (SYS-GMM).
17
1.
First-Differences GMM (FD-GMM) Arellano dan Bond (1991) menyatakan bahwa penambahan instrumen dapat dilakukan pada model panel data dinamis jika menggunakan kondisi ortogonal diantara lag dependen dan error term. Baltagi (2005) membuat ilustrasi dengan model autoregresif tanpa regresor sebagai berikut: yit = δyit-1 + uit ; i = 1, ... N;t = 1, .., T
(4)
dimana dimana dan , menyatakan gangguan yang saling bebas satu sama lain. Estimasi δ yang konsisten di mana N→∞ dengan T tertentu dapat diperoleh dengan menggunakan transformasi first difference pada persamaan 4 untuk mengeliminasi pengaruh individual (μi) sebagai berikut: )+
)
(5)
Sebagai contoh ) merupakan MA(1) dengan unit root, ketika t=3 sehingga untuk hasil observasi pada periode pertama adalah sebagai berikut: ) pada kasus ini, adalah instrumen valid, karena memiliki korelasi yang tinggi dengan dan tidak berkorelasi dengan ) selama tidak ada korelasi serial. Namun ketika t=4, maka hasil observasi pada periode dua adalah sebagai berikut: ) , instrumen dimana maupun merupakan instumen valid untuk dan tidak berkorelasi dengan ). Jika pada periode T maka instrumen valid menjadi . Tahapan variabel instrumen pada persamaan (5) tetap tidak dapat menghitung perbedaan error term. Faktanya (6) dimana
dan
18
adalah (T-2) x (T-2), karena
adalah MA(1) dengan unit root.
(7)
Selanjutnya, instrumen matriks adalah dan persamaan moment yang dijelaskan diatas diperoleh dari . Pendekatan metode moment condition dapat menyatukan penduga dan mengeliminasi kerugian dari pengurangan ukuran sampel. Moment condition ini merujuk dari Holtz-Eakin (1988), Holtz-Eakin, Newey dan Rosen (1988) dan Ahn dan Scmidt (1995) dalam Baltagi (2005). Persamaan (5) terbentuk dari vektor , sehingga didapatkan bahwa: (8) GLS pada persamaan (8) merujuk pada Arellano-Bond (1991) tahap awal dari one-step konsisten estimator.
(9) Estimasi GMM yang optimal pada (Hansen 1982 dalam Baltagi 2005) untuk dan T tetap hanya menggunakan restriksi moment seperti pada persamaan (9) kecuali
digantikan dengan
Dalam estimasitor GMM ini tidak memerlukan pengetahuan mengenai initial conditions atau distribusi dari dan . Untuk mengoperasionalkan estimator ini, digantikan oleh estimator konsisten . Hasil estimator adalah two-step Arellano dan Bond (1991) estimator GMM sebagai berikut: (10)
19
estimasi yang konsisten dari asymtotic var( pada persamaan (10)
diperoleh dari periode pertama
(11) Dimana dan adalah asymptotically equivalent jika adalah IID ( . Jika model data panel dinamis mengandung variabel eksogenus maka persamaan 4 dapat dituliskan menjadi sebagai berikut: (12) Parameter persamaan 25 juga dapat diestimasi menggunakan generalisasi variabel instrumen atau dengan pendekatan GMM. Hal tersebut bergantung pada asumsi yang dibuat terhadap , sekumpulan instrumen tambahan yang berbeda dapat dibangun. Jika strictly exogenous dalam artian bahwa tidak berkorelasi dengan sebaran error , maka akan diperoleh sebagai berikut: ; untuk setiap s dan t
(13)
Sehingga xi,...,xiT dapat ditambah kedalam daftar instrumen untuk persamaan first difference setiap periode. Hal ini dapat membuat jumlah baris pada Zi menjadi besar. ; untuk setiap t
(14)
Selanjutnya dengan menggunakan moment condition matriks instrumen dapat dituliskan sebagai berikut:
(15)
tidak stricly exogenous melainkan predetermined, dalam kasus Jika variabel dimana dan lag tidak berkorelasi dengan bentuk error saat ini, akan diperoleh untuk s t. Dalam kasus ini hanya xit-1,....,xi1 instrumen yang valid bagi persamaan first difference pada periode t, persamaan moment condition adalah sebagai berikut: (16) Dalam prakteknya, kombinasi variabel x yang strictly exogenous dan predetermined dapat terjadi lebih dari sekali. Matriks Zi kemudian dapat disesuaikan. Blundell dan Bond (1998) menyatakan bahwa penduga AB-GMM dapat mengandung bias pada sampel terbatas (berukuran kecil), hal ini terjadi ketika
20
tingkat lag (lagged level) dari deret berkorelasi secara lemah dengan first difference berikutnya, sehingga instrumen yang tersedia untuk persamaan first difference lemah. Selain itu, penduga AB-GMM dapat terkendala oleh bias sampel terbatas, terutama ketika jumlah periode pengamatan yang tersedia relatif kecil. Hal ini menekankan perlunya perhatian sebelum menerapkan metode ini untuk mengestimasi model autoregresif dengan jumlah deret waktu yang relatif kecil. Keberadaan bias sampel terbatas dapat dideteksi dengan mengkomparasi hasil AB-GMM dengan penduga alternatif dari autoregresif. Sebagaimana diketahui bahwa model AR (1), least square akan memberikan suatu estimasi dengan bias ke atas (biased upward) dengan keberadaan pengaruh spesifik individu (individual-spesific effect) dan fixed effect akan memberikan dugaan dengan bias yang ke bawah (biased downward). Selanjutnya penduga konsisten dapat diekspektasi diantara penduga least square dan fixed effect. Jika penduga AB-GMM dekat atau di bawah penduga fixed effect, maka kemungkinan penduga AB-GMM akan biased downward yang disebabkan oleh lemahnya instrumen dalam model. System GMM (SYS-GMM) Inti dari metode System GMM yaitu pengestimasian sistem persamaan baik pada first difference maupun level. Instrumen yang digunakan pada level adalah lag first difference dari deret. Blundell dan Bond (1998) menyatakan bahwa pentingnya initial condition dalam menghasilkan penduga yang efisien dari model data panel dinamis ketika T berukuran kecil. Model sederhana panel data autoregresif (AR) adalah sebagai berikut: yit = δyit-1 + ui +vit (17) 2.
dengan asumsi tambahan pada metode SYS-GMM adalah dan untuk i = 1, 2, ... , N; t = 1,2,...,T. (18) Dikarenakan ekspektasi biased) dengan
, maka
akan bias ke atas (upward
(19) dengan c = . Bias dapat menyebabkan koefisen estimasi dari veriabel instrumen mendekati nol. Selain itu, nilai statistik F dari regresi variabel instrumen tahap pertama akan konvergen ke dengan paremeter non-centrality
karena maka penduga variabel instrumen menjadi lemah. Blundell dan Bond mengaitkan bias dan lemahnya presisi dari penduga first-difference GMM dengan masalah lemahnya instrumen yang mana hal ini dicirikan dari parameter
21
konsentrasi (Baltagi 2005). Selain itu Blundell dan Bond (1998) menyatakan bahwa estimasi SYS-GMM merupakan salah satu cara untuk mengatasi masalah bias pada sampel yang sedikit dan kekurangan yang ada pada FD-GMM ketika T yang digunakan kecil. Pemilihan model GMM terbaik menggunakan beberapa kriteria, yaitu (Firdaus 2011) : 1. Tidak bias, jika estimator berada diantara estimator PLS dan FEM. Koefisien lag variabel dependen yang dihasilkan oleh PLS akan bias ke atas, sedangkan koefisien lag variabel dependen yang dihasilkan dari FEM akan bias ke bawah 2. Instrumen valid, jika uji Sargan menunjukan penolakan hipotesis nol. Apabila hasil metode FD-GMM menunjukan instrumen yang digunakan tidak valid, maka digunakan metode SYS-GMM. uji Sargan digunakan untuk overidentifiying restriction untuk menguji masalah validitas pada instrumen yang digunakan. Jika instrumen valid maka tidak ada korelasi antara instrumen dengan komponen error. 3. Konsisten, jika pada uji Arellano-Bond statistik AR(1) menunjukan hipotesis nol ditolak dan AR (2) menunjukan hipotesis tidak tolak hipotesis nol. Uji Arellano-Bond merupakan uji autokorelasi pada pendekatan GMM untuk mengetahui konsistensi estimasi. Berdasarkan ketiga kriteria tersebut maka didapat model GMM terbaik dimana model yang digunakan tersebut tidak bias, estimator yang diperoleh dari model tersebut konsisten, dan instrumen yang digunakan dalam model telah valid. Perumusan Model Model yang digunakan dalam studi ini merupakan modifikasi dari model Coughlin et al. (2006) sebagai berikut: lnYit = b0 + b1 lnYi,t-1 + uit
(20)
Berdasarkan persamaan (20) nilai b1 adalah (1+ β1), sehingga jika nilai β1 berada diantara 0 dan -1 maka dapat dikatakan telah terjadi konvergensi pertumbuhan ekonomi antarnegara ASEAN Plus Three. Sedangkan jika β1>0 dan β1<-1 maka pertumbuhan ekonomi menuju kepada pergerakan yang divergen dan menyebar ASEAN Plus Three. Menurut Firdaus (2009) kondisi konvergensi dapat ditentukan ketika nilai b1 kurang dari satu, dengan tingkat kecepatan konvergensi dinyatakan sebagai -ln (b1). Menurut Jan dan Chaundhary (2011) waktu yang diperlukan untuk menutup setengah dari kesenjangan awal (H) dengan penghitungan sebagai berikut: (21)
22
berdasarkan persamaan (21) maka nilai H dapat diinterpretasikan sebagai tingkat kecepatan suatu negara menutup setengah dari kesenjangan awal untuk menuju konvergensi dalam waktu satu tahun. Penelitian ini akan mengukur konvergensi (β) dan konvergensi (σ) di negara-negara ASEAN Plus Three. Model konvergensi dalam penelitian merupakan modifikasi dari model Paas et al. (2007), yang dirumuskan sebagai berikut: lnYit = b0 + b1lnYit-1 + b2lnPOPit + b3 lnTrit + b4GFCFit + b5GovCit + b6lnPtit + b7Iuserit + vit Keterngan: Yit Yit-1 POP Tr GFCF GovC Pt Iuser vit i t
(22)
= GDP per kapita pada tahun ke t (US$) = GDP per kapita tahun sebelumnya (US$) = Jumlah populasi (orang) = Perdagangan terhadap GDP (%) = Investasi domestik terhadap GDP (%) = Konsumsi Pemerintah (%) = Paten (orang) = Pengguna internet (per 100 orang) = error pada periode t = cross section pada 10 negara ASEAN Plus Three = time series tahun 2001-2014
Konvergensi (σ) menggambarkan semakin berkurangnya kesenjangan pendapatan perkapita sepanjang waktu. Analisis konvergensi (σ) merupakan analisis rutut waktu untuk mengamati terjadinya konvergensi atas variabel pengamatan dilakukan dengan perhitungan koefisien variasi (coefficient of variation), seperti yang dilakukan oleh Lall dan Yilmaz (2001) yang sudah dimodifikasi sebagai berikut : (23) Dimana CV merupakan coefficient of variation variabel pengamatan. Yi adalah variabel pendapatan per kapita (GDP) negara yang tergabung dalam ASEAN Plus Three. adalah rata-rata untuk masing-masing variabel pendapatan per kapita (rata-rata Y). N adalah jumlah negara.
23
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Perekonomian ASEAN Plus Three Sejak akhir abad ke-20 globalisasi telah menghasilkan suatu paradigma baru mengenai Tekno-Ekonomi, yang diyakini bahwa teknologi merupakan kontributor dalam peningkatan kualitas hidup suatu bangsa. Paradigma tersebut telah membawa implikasi terhadap pergeseran perekonomian dunia, dari perekonomian yang hanya berbasiskan sumberdaya ekonomi menuju perekonomian yang berbasiskan ilmu pengetahuan (knowledge-based economy). Perkembangan knowledge-based economy (KBE) dewasa ini terasa begitu penting dalam aktivitas ekonomi. Aktivitas ekonomi dengan knowledge dapat berdampak pada peningkatan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan. Selain itu, pertumbuhan ekonomi juga dipengaruhi oleh adanya perubahan struktur ekonomi suatu negara. Mengukur tingkat pertumbuhan ekonomi yang dipengaruhi oleh KBE dan perubahan struktur ekonomi dengan perdagangan (trade), investasi tetap domestik, dan konsumsi pemerintah. Berdasarkan Tabel 3 menunjukkan bahwa GDP riil per kapita tertinggi adalah Singapura dan diikuti oleh Jepang kemudian Brunei Darussalam dan Korea Selatan. Sedangkan GDP riil per kapita terendah adalah Vietnam. Namun, tingkat pertumbuhan paling tinggi pada periode 2010-2014 adalah Cina kemudian Indonesia, Filipina, Vietnam dan Malaysia. Tingkat pertumbuhan ekonomi terendah adalah Brunei Darussalam (World Development Indicators 2016). Tabel 3 GDP Riil per Kapita di ASEAN Plus Three Tahun 2001-2014 (US$)
Sumber: World Development Indicators 2016 (diolah)
Besarnya GDP riil per kapita sangat dipengaruhi oleh jumlah penduduk di negara tersebut. Semakin besar jumlah penduduk di suatu negara maka GDP riil per kapita akan cenderung rendah, namun jika jumlah penduduk rendah maka nilai GDP per kapita akan cenderung lebih besar. Tabel 4 menunjukkan bahwa negara Cina yang memiliki jumlah populasi terbesar di ASEAN Plus Three dengan nilai GDP sebesar US$ 3 862.92. Sedangkan Singapura dan Brunei Darussalam
24
dengan populasi terendah memiliki nilai GDP sebesar US$ 38 087.66, US$ 23 640.8. Tabel 4 Populasi di ASEAN Plus Three Tahun 2001-2014 (juta jiwa)
Sumber: World Development Indicators 2016 (diolah)
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
Indonesia Malaysia Filipina Singapura Thailand Brunei Darussalam Vietnam Cina
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Pengguna Internet per 100 orang
Berdasarkan Gambar 6 menunjukkan bahwa perkembangan KBE dapat dilihat dari indikator information society dengan variabel pengguna internet. ASEAN Plus Three memiliki jumlah populasi yang relatif banyak dan beragam. Pada tahun 2014 Pengguna internet tertinggi per 100 orang adalah Jepang. Jepang merupakan negara dengan inovasi teknologi yang paling tinggi dibandingkan negara ASEAN Plus Three yang lain. Selain itu, pengguna internet user per 100 orang terendah adalah Indonesia. Hal ini mengindikasikan bahwa pemanfaatan teknologi berbasis internet masih belum maksimal.
Tahun
Jepang Korea Selatan
Sumber: International Telecommunications Union 2016 (diolah)
Gambar 6 Pengguna Internet di ASEAN Plus Three Tahun 2001-2014 Sedangkan KBE jika dilihat dari indikator kapasitas inovasi yang digambarkan oleh variabel paten negara dengan jumlah paten terbanyak adalah Cina, Jepang dan Korea Selatan. Pada periode tahun 2001 hingga tahun 2014 di
25
Cina terjadi peningkatan jumlah paten yang cukup signifikan. Hal tersebut juga berimplikasi pada peningkatan pertumbuhan ekonomi Cina hingga mencapai 6.73%. Tabel 5 Paten di ASEAN Plus Three Tahun 2001-2014
Sumber: World Development Indicators 2016 (diolah)
Besarnya jumlah paten di negara Korea Selatan juga berdampak pada peningkatan pertumbuhan ekonomi sebesar 2.8%. Sedangkan Jepang mengalami peningkatan pertumbuhan ekonomi sebesar 0.06%. Jumlah paten terendah adalah negara Brunei Darussalam, tetapi memiliki GDP per kapita yang tinggi. Hal tersebut dikarenakan 95% bidang perekonomian utama Brunei Darussalam adalah hasil tambang, sehingga menyebabkan Brunei Darussalam menjadi negara dengan pendapatan perkapita tinggi.
Trade terhadap GDP (%)
500 450
Indonesia
400
Malaysia
350
Filipina
300
Singapura
250 200
Thailand
150
Brunei Darussalam
100
Vietnam
50
Cina 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
0
Tahun
Jepang Korea Selatan
Sumber: World Development Indicators 2016 (diolah)
Gambar 7 Perdagangan (Trade) di ASEAN Plus Three Tahun 2001-2014 Berdasarkan Gambar 7 menunjukkan bahwa pada tahun 2001-2014 perdaganganterbesar terhadap GDP terjadi pada negara Singapura. Pada tahun 2009 Singapura mengalami penurunan hal tersebut dikarenakan adanya krisis
26
Konsumsi Pemerintah terhadap GDP (%)
ekonomi. Sedangkan tahun 2014 perdagangan terendah adalah Jepang. Perdagangan berperan sebagai proxy dari keberhasilan adanya integrasi ekonomi. 35 Indonesia
30
Malaysia
25
Filipina
20
Singapura
15
Thailand
10
Brunei Darussalam
5
Vietnam
0
Cina 2001 2003 2005 2007 2009 2011 2013
Jepang
Tahun
Sumber: World Development Indicators 2016 (diolah)
Gambar 8 Konsumsi Pemerintah terhadap GDP di ASEAN Plus Three Tahun 2001-2014
50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
Indonesia Malaysia Filipina Singapura Thailand Brunei Darussalam Vietnam Cina 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
GFCF terhadap GDP (%)
Pada tahun 2014 konsumsi pemerintah tertinggi pada Gambar 8 adalah Brunnei Darussalam. Konsumsi pemerintah Brunei Darussalam mengalami fluktuasi dari tahun 2001-2014. Sedangkan negara dengan konsumsi pemerintah terendah adalah Vietnam. Besarnya pengeluaran konsumsi pemerintah sangat dipengaruhi oleh sistem politik pada masing-masing negara ASEAN Plus Three. Penyaluran konsumsi pemerintah yang efisien dan efektif dapat memengaruhi stabilitas ekonomi di negara ASEAN Plus Three.
Tahun
Jepang Korea Selatan
Sumber: World Development Indicators 2016 (diolah)
Gambar 9 Investasi Tetap Domestik di ASEAN Plus Three Tahun 2001-2014
27
Berdasarkan Gambar 9 menunjukkan bahwa investasi tetap domestik tertinggi adalah Cina. Sedangkan pada tahun 2014 GFCF terendah adalah negara Filipina. Variabel investasi tetap domestik berperan sebagai proxy dari besarnya investasi domestik. Secara keseluruhan untuk periode tahun 2001 hingga tahun 2014 investasi domestik menunjukkan fluktuasi di negara ASEAN Plus Three. Investasi domestik yang disalurkan pada bidang KBE dapat berdampak pada pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan seperti yang terjadi di negara Cina. Analisis Knowledge-Based Economy (KBE) di ASEAN Plus Three Knowledge-based economy (KBE) muncul ketika lahirnya kesadaran mengenai pentingnya ilmu pengetahuan dan teknologi dalam pertumbuhan ekonomi. Selama beberapa dekade terakhir, para ekonom berargumen bahwa perekonomian negara maju dikarenakan dorongan dari teknologi berbasis ilmu pengetahuan dan informasi. Teknologi muncul pada akhir 1950-an, dengan penciptaan komputer pribadi, kemudian terjadi perkembangan mengenai penggunaan email yang berbasiskan pada jaringan internet. Hal tersebut berpotensi untuk menciptakan perputaran aktivitas dalam bidang ekonomi semakin cepat dan efisien. Powell dan Snellman (2004) mendefinisikan knowledge-based economy (KBE) sebagai produksi dan jasa yang berbasiskan pada ilmu pengetahuan yang intensif yang berkontribusi untuk menciptakan teknologi dan sains yang lebih maju dari masa sebelumnya. Pemahaman KBE yang diterapkan pada aktivitas ekonomi akan menghasilkan produk yang berkualitas, dengan proses produksi yang lebih efisien dan efektif. Stiglitz (1999) menjelaskan bahwa knowledge-based economy menurut sifatnya dibagi kedalam dua klasifikasi, yaitu knowledge bersifat tacit dan explicit. Tacit knowledge merupakan pengetahuan yang berupa pemahaman, skill, pengalaman dan lain-lain. Knowledge yang bersifat tacit sulit untuk diukur karena tersimpan pada memori otak setiap manusia sesuai dengan kompetensinya. Sedangkan explicit knowledge adalah komponen knowledge yang dapat dikodekan dan diteruskan kedalam bahasa sistematik dan formal seperti dokumen, database dan sebagainya. tacit dan explicit knowledge dapat ditransfer dan dikonversi sehingga dalam jangka panjang akan terjadi perkembangan knowledge yang berkelanjutan. Penelitian Karagiannis (2007) yang menyatakan bahwa era modern knowledge-based economy merupakan faktor penting pendorong produktivitas dan pertumbuhan ekonomi. World Development Indicators (2012) membagi knowledge-based conomy menjadi empat pilar utama diantaranya : 1. Economic incentive dan institutional incentives dapat menciptakan efisiensi dalam penggunaan knowledge dan mengembangkan jiwa entrepreneurship. Tingkat pendidikan dan skill pada individu dapat membuat penggunaan 2. knowledge menjadi lebih baik 3. Efisiensi inovasi dan teknologi baru pada perusahaan, pusat penelitian, universitas, konsultan, dan berbagai organisasi lainnya sampai pada pertumbuhan knowledge di dunia global, digunakan untuk menciptakan teknologi baru yang sesuai dengan kebutuhan lokal.
28
4.
Teknologi informasi dan komunikasi sebagai fasilitas yang efektif dalam menciptakan kreasi dan mendapatkan informasi Empat pilar dari knowledge-based economy yang diperkuat akan menyebabkan peningkatan pada kuantitas dan kualitas sebagai sumber pengetahuan dalam bidang ekonomi di berbagai negara. Knowledge-based economy juga akan meningkatkan produktvitas dan pertumbuhan ekonomi (Tocan 2012). World Development Indicators (2012) juga telah mengembangkan indeks knowledge-based economy dan indeks knowledge yang digambarkan oleh Gambar 10. Indeks Knowledge-Based Economy
Indeks Knowledge (KI)
Economic incentive dan institutional incentives
Indeks Pendidikan
Indeks Inovasi
Indeks ICT
Hambatan tarif dan non tarif Kualitas kebijakan Aturan hukum
Angka melek huruf Lulusan sekolah menengah Lulusan perguruan tinggi
Membayar dan menerima royalti Aplikasi Paten Artikel jurnal
Telepon Komputer Pengguna Internet
Sumber: World Development Indicators dalam Tocan 2012
Gambar 10 Indeks Knowledge-Based Economy (KEI) dan Knowledge (KI) Berdasarkan Gambar 10 menunjukkan bahwa indeks knowledge merupakan bagian dari indeks knowledge-based economy. Indeks knowledge dibagi menjadi tiga bagian penting, yaitu indeks pendidikan, indeks inovasi dan indeks ICT (Information Communication dan Technology). Sedangkan indeks knowledge-based economy terdiri dari economic incentive dan institutional incentives serta indeks knowledge. Dalam penelitian ini peran knowledge-based economy dilihat dengan pendekatan dari variabel pengguna internet dan variabel paten.
29
Hasil Estimasi Peran Knowledge Based Economy, Konvergensi, dan Pertumbuhan Ekonomi di ASEAN Plus Three Analisis Konvergensi Kondisional (β) Pengujian data panel dengan metode Generalized Method of Moment (GMM) memiliki tiga tahap pengujian. Pertama, uji estimasi model tidak bias yang ditunjukkan oleh nilai koefiisien lag dari variabel dependen berada diantara Pooled Least Square (PLS) dan Fixed Effect Model (FEM). Kedua, uji konsistensi model yang dilihat dari hasil uji Arellano-Bond statistik AR(1) menunjukan H0 (H0: no autocorrelation) ditolak dan AR(2) menunjukkan hipotesis tidak tolak H0 (H0: no autocorrelation). Ketiga, instrumen valid jika uji Hansen J menunjukan nilai yang lebih besar dari taraf nyata (1%, 5%, dan 10% ), sehingga tidak tolak H0 (H0: valid). Tabel 6 Hasil Estimasi Konvergensi Kondisional (β) dengan Knowledge-Based Economy (KBE) Koefisien Variabel
FEM
AB-GMM
1 -0.0389 (0.934) 0.9639*** (0.000) -0.0014 (0.921) 0.0004 (0.604) -0.0003 (0.838) 0.0942 (0.442)
2 -0.0467 (0.922) 0.9644*** (0.000) -0.0013 (0.931) -0.0004 (0.616) 0.0003 (0.837) 0.0961 (0.439) -0.0007 (0.916)
Obs
130
130
3 0.5394 (0.360) 0.9427*** (0.000) -0.0034 (0.816) -0.0006 (0.469) 0.0006 (0.747) -0.0017 (0.990) -0.0019 (0.769) 0.0112* (0.093) 130
4 -0.0953 (0.555) 0.9928*** (0.000) 0.0026 (0.255) 0.0020*** (0.000) -0.0004 (0.424) 0.0318 (0.450)
5 -0.3146 (0.288) 0.9890*** (0.000) 0.0051 (0.157) 0.0008 (0.318) -0.0001 (0.957) 0.0853 (0.271) 0.0045* (0.067)
130
130
6 -0.3783 (0.180) 0.9917*** (0.000) 0.0055 (0.166) 0.0009 (0.299) -0.0002 (0.846) 0.0981 (0.184) 0.0048** (0.032) -0.0048 (0.253) 130
R2
0.9996
0.9995
0.9994
AR (1)
0.030**
0.030**
0.029**
AR (2)
0.256
0.262
0.260
Uji Hansen J
1.000
1.000
1.000
Cons lnYit-1 lnTrade GFCF GovC lnPOP lnPaten Iuser
Uji Abond
Keterangan:*) signifikasi pada taraf 10 %,**) signifikansi pada taraf 5 %,***) signifikansi pada taraf 1% dan angka dalam kurung menunjukkan p-value.
Sumber: Output Stata12
30
Hasil estimasi pada Tabel 6 kolom 4 telah menunjukkan kriteria panel dinamis terbaik. Pada kolom 4 menyatakan hasil estimasi tidak bias karena nilai koefisien pada lag Yit-1 (0.9928) berada diantara FEM dan PLS (0.9639-0.9929). Selain itu, hasil estimasi validitas pada kolom 4 dilihat dari uji Hansen J menunjukkan tidak signifikan pada taraf nyata 5% atau belum cukup bukti untuk tolak H0, sehingga dapat dikatakan bahwa model tersebut valid. Pengujian selanjutnya adalah konsistensi model. Dilihat dari nilai AR (1) tolak H0 (H0: no autocorrelation) dan AR (2) tidak tolak H0 (H0: no autocorrelation). Hal tersebut telah membuktikan bahwa hasil estimasi telah konsisten. Berdasarkan hasil estimasi menunjukkan bahwa dengan pendekatan ABGMM lag Yit-1 memiliki nilai koefisien yang positif. Nilai koefisien lag Yit-1 sebesar 0.9928 merupakan nilai dari (1+β), sehingga β bernilai negatif (-0.0072) yang berarti bahwa telah terjadi konvergensi kondisional (β) di negara ASEAN Plus Three dengan tingkat konvergensi sebesar 0.72%. Sedangkan waktu yang dibutuhkan untuk mengeliminasi 50% kesenjangan adalah 95 tahun dengan asumsi ceteris paribus. Hasil analisis dari variabel gross fixed capital formation (investasi tetap domestik) menunjukkan pengaruh positif dan signifikan pada taraf nyata 1%. Hasil estimasi menunjukkan bahwa peningkatan investasi tetap domestik dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi di ASEAN Plus Three. Penelitian dari Karagiannis (2007) yang menyatakan bahwa di negara Eropa yang didominasi oleh negara maju memiliki hubungan positif dan signifikan antara investasi tetap domestik dan pertumbuhan ekonomi. Selain itu, Hussin dan Saidin (2012) menyatakan bahwa investasi tetap domestik di Malaysia, Indonesia, Thailand dan Filipina juga memiliki hubungan yang positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Hasil estimasi sesuai dengan hipotesis yang diajukan, bahwa investasi tetap domestik berdampak positif terhadap pertumbuhaan ekonomi. Berdasarkan Tabel 6 kolom 5 telah memenuhi kriteria model panel dinamis terbaik. Hal tersebut dibuktikan dengan hasil estimasi pada lag Yit-1 sebesar (0.9890) yang berada diantara hasil estimasi pada FEM dan PLS adalah (0.9644-0.9894) yang menunjukkan bahwa hasil estimasi tidak bias. Uji Hansen digunakan untuk mengukur tingat validitas dari hasil estimasi menunjukkan bahwa hasil uji Hansen tidak tolak H0 (H0: valid). Pengujian yang terakhir adalah konsistensi. Dilihat dari nilai AR (1) tolak H0 (H0: no autocorrelation) dan AR (2) tidak tolak H0 (H0: no autocorrelation). Hal tersebut telah membuktikan bahwa hasil estimasi konsisten. Hasil estimasi menggunakan perluasan model, selain dengan perubahan struktur utama ekonomi, adanya penambahan indikator knowledge-based economy (KBE). Indikator KBE yang digunakan adalah paten. Paten merupakan variabel yang menggambarkan inovasi. Hasil estimasi menunjukkan bahwa paten memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di ASEAN Plus Three dengan taraf nyata 5%. Hal tersebut sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Schumpeter dalam (Bhaduri 2007) yang menyatakan bahwa inovasi sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi. Selain itu, hasil estimasi menunjukkan bahwa lag Yit-1 memiliki nilai koefisien yang positif sebesar 0.9890 dan signifikan pada taraf nyata 1%. Pada pendekatan AB-GMM nilai koefisien lag Yit-1 merupakan nilai dari (1+β), sehingga
31
β bernilai negatif (-0.011) yang berarti bahwa telah terjadi konvergensi kondisional (β) di negara ASEAN Plus Three dengan tingkat konvergensi sebesar 1.1%. Sedangkan waktu yang dibutuhkan untuk mengeliminasi 50% kesenjangan adalah 62 tahun dengan asumsi ceteris paribus. Berdasarkan Tabel 6 kolom 6 juga telah memenuhi kriteria model panel dinamis terbaik. Hal tersebut dibuktikan dengan hasil estimasi pada lag Yit-1 sebesar (0.9917) yang berada diantara hasil estimasi pada FEM dan PLS adalah (0.9427-0.9918) yang menunjukkan bahwa hasil estimasi tidak bias. Uji Hansen digunakan untuk mengukur tingkat validitas dari hasil estimasi menunjukkan bahwa hasil uji Hansen tidak tolak H0 (H0: valid). Pengujian yang terakhir adalah konsistensi. Dilihat dari nilai AR (1) tolak H0 (H0: no autocorrelation) dan AR (2) tidak tolak H0 (H0: no autocorrelation). Hal tersebut telah membuktikan bahwa hasil estimasi konsisten. Hasil estimasi tersebut menggunakan dua indikator KBE, yaitu pengguna internet (internet user) dan paten. Hasil estimasi menunjukkan bahwa koefisien pada lag Yit-1 positif sebesar 0.9917 dan signifikan pada taraf nyata 1%. Pada pendekatan AB-GMM nilai koefisien lag Yit-1 sebesar 0.9917 merupakan nilai dari (1+β), sehingga β bernilai negatif (-0.0083) yang berarti bahwa telah terjadi konvergensi kondisional (β) di negara ASEAN Plus Three dengan tingkat konvergensi sebesar 0.8%. Sedangkan waktu yang dibutuhkan untuk mengeliminasi 50% kesenjangan adalah 83 tahun dengan asumsi ceteris paribus. Ternyata dari kedua indikator KBE yang digunakan, hanya variabel paten yang memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Perlindungan terhadap hak kekayaan intelektual (paten) memang sangatlah penting untuk menstimulus inovasi dan investasi serta peningkatan pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, pada tahun 1997 diselenggarakan kesepakatan TRIPS. Persetujuan TRIPS merupakan kesepakatan internasional yang paling comprehensif, dan merupakan suatu perpaduan yang unik dari prinsip-prinsip dasar GATT (General Agreement on Tariff and Trade) mengenai national treatment dan most-favoured nation dengan ketentuan-ketentuan substantif dari kesepakatan-kesepakatan internasional bidang hak kekayaan intelektual, antara lain Paris Convention for the protection of industrial Property dan Berne Convention for the Protection of Literary and Artistic Works. Selain itu, pada Tahun 2007 telah diselenggarakan KTT ASEAN Plus Three ke-11 di negara Singapura, dibuat rancangan kerja ASEAN Plus Three Cooperation Work Plan (2007-2017). Dokumen tersebut memberikan panduan strategis sebagai arahan kerjasama ASEAN Plus Three dimasa depan. Dokumen tersebut telah menetapkan kebijakan yang diantaranya kebijakan dalam bidang hak kekayaan intelektual (paten). Beberapa kebijakan dalam bidang hak kakayaan intelektual (paten) di ASEAN Plus Three diantaranya: Pertama, melakukan pertukaran pandangan, pengalaman dan informasi dalam penciptaan, pemanfaatan, perlindungan, komersialisasi dan penegakan hak kekayaan intelektual dan isu-isu terkait yang menjadi perhatian bersama. Kedua, menentukan tindakan yang tepat untuk memperkuat sistem IP (Intellectual Property) dan meningkatkan kesadaran publik yang lebih besar terhadap IP dan IPR (Intellectual Property Right) di bidang pendidikan dan industri, komersialisasi IP, pemanfaatan informasi IP, dan transfer
32
teknologi, sesuai dengan ketentuan yang relevan di WTO (World Trade Organization) perjanjian TRIPS (Intellectual Property Rights). Ketiga, mempromosikan harmonisasi hukum IP dan sistem, yang memungkinkan untuk meningkatkan perdagangan dan investasi di kawasan ini dan memfasilitasi pendaftaran hak kekayaan intelektual. Keempat, mempromosikan kegiatan koperasi untuk meningkatkan pengetahuan yang lebih luas dari pejabat pemerintah dan IP profesional sehingga mereka dapat berkontribusi untuk pertumbuhan bisnis dan pengembangan. Kelima, berupaya untuk mendorong kebijakan teknologi transfer pada bagian dari perusahaan multinasional yang beroperasi di wilayah tersebut. Indonesia telah memiliki berbagai pengaturan hukum terhadap hak kekayaan intelektual (paten) yang dapat ditemukan pada Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, UndangUndang Nomor 29 Tahun 2000 tentang Varietas Tanaman, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri, dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu. Namun menurut Pusat Kebijakan Regional dan Bilateral Kementerian Keuangan RI (2012) meskipun telah dilakukan berbagai kesepakatan dan cakupan hukum mengenai hak kekayaan intelektual tetapi yang menyatakan bahwa dalam implementasinya masih sering terjadi perlanggaran. Bentuk perlanggaran yang ramai terjadi di Indonesia adalah pembajakan atau plagiarism. Selain itu, ketersediaan infrastruktur yang kurang memadai dan dayasaing teknologi yang rendah di Indonesia (World Economic Forum 2011) sebagai penyebab tingkat kecepatan konvergensi dengan KBE menjadi rendah. Pada hasil estimasi secara statistik telah diketahui bahwa perekonomian di negara ASEAN Plus Three memiliki kecenderungan akan tumbuh menuju satu titik yang sama (konvergensi). Secara grafis dapat dilihat pada Gambar 11.
Sumber: Output Minitab
Gambar 11 Pertumbuhan GDP Riil per Kapita dan GDP Riil per Kapita
33
Pada periode tahun 2001-2014 menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi negara-negara ini tumbuh menuju satu garis linier, meskipun terdapat gap yang cukup besar antara pendapatan negara maju dan berkembang. Gambar tersebut mengindikasikan bahwa gap dari negara maju dan berkembang semakin kecil yang dikarenakan pertumbuhan ekonomi di negara maju yang semakin melambat seiring dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi di negara berkembang, sehingga pada akhirnya negara berkembang yang berpendapatan rendah dapat mengejar ketertinggalannya. Lain halnya untuk negara Brunei Darussalam dimana memiliki tingkat GDP riil per kapita yang besar tetapi dengan pertumbbuhan ekonomi yang rendah. Meskipun memerlukan kajian lebih lanjut, kontribusi utama dari GDP per kapita oleh sektor migas diduga menjadi salah satu faktor penyebab rendahnya nilai pertumbuhan ekonomi di Brunei Darussalam.
Analisis Konvergensi (σ) Konvergensi (σ) menggambarkan semakin berkurangnya kesenjangan pendapatan per kapita sepanjang waktu. Analisis konvergensi (σ) merupakan analisis rutut waktu untuk mengamati terjadinya konvergensi atas variabel pengamatan dilakukan dengan perhitungan koefisien variasi (coefficient of variation). Tabel 7 Perkembangan Nilai Koefisien Variasi dengan Indikator KnowledgeBased Economy (KBE) Tahun 2001-2014 Tahun
GDP Riil per Kapita
Konsumsi Pemerintah
GFCF
Trade
1.09 1.34 1.43 5.19 1.08 1.36 1.45 4.95 2002 1.07 1.40 1.47 4.78 2003 1.06 1.42 1.52 4.82 2004 1.06 1.46 1.58 5.02 2005 1.05 1.54 1.63 4.95 2006 1.05 1.57 1.66 4.97 2007 1.03 1.63 1.77 5.02 2008 1.02 1.74 1.85 5.02 2009 1.02 1.77 1.90 5.09 2010 1.02 1.79 1.95 5.17 2011 1.01 1.81 2.00 5.24 2012 1.01 1.84 2.01 5.35 2013 1.00 1.87 2.03 5.45 2014 Sumber: World Development Indicators 2016 (diolah) 2001
Populasi
Paten
Pengguna Internet
2.14 2.13 2.13 2.13 2.12 2.12 2.12 2.11 2.11 2.11 2.11 2.10 2.10 2.10
1.23 1.29 1.28 1.29 1.31 1.35 1.35 1.35 1.36 1.42 1.45 1.45 1.43 1.43
1.45 1.41 1.38 1.35 1.30 1.27 1.25 1.23 1.21 1.15 1.13 1.11 1.11 1.09
Tabel 7 menunjukkan bahwa pada tahun 2001-2014 nilai koefisien variasi GDP riil per kapita cenderung mengalami penurunan. Nilai koefisien variasi yang menurun sebesar 1.0907 (2001) menjadi 1.0000 (2014) yang menunjukkan bahwa
34
semakin kecil disparitas atau telah terjadi konvergensi (σ) GDP rill per kapita di ASEAN Plus Three. Hal ini telah sejalan dengan hasil estimasi sebelumnya dimana telah terjadi konvergensi kondisional (β) dilihat dari nilai koefisien positif pada lag GDP per kapita. Lain halnya dengan variabel perdagangan (trade) selama periode 2001-2014 yang berfluktuasi. Pada tahun 2001-2003 nilai koefisien variasi mengalami penurunan 5.19 (2001) menjadi 4.78 (2003). Sedangkan pada tahun 2004-2014 nilai koefisien variasi cenderung mengalami peningkatan 4.82 (2004) menjadi 5.45 (2014). Nilai koefisien variasi yang meningkat mengindikasikan bahwa disparitas semakin melebar atau telah terjadi divergensi (σ) pada variabel perdagangan (trade) di ASEAN Plus Three. Keterbukaan ekonomi di ASEAN Plus Three berpotensi untuk memperluas pasar bagi negara yang memiliki dayasaing produk yang tinggi, tetapi untuk negara yang memiliki dayasaing produk rendah dapat dijadikan sebagai target pasar untuk negara lain. Hal tersebut menjadi salah satu indikasi penyebab terjadinya disparitas yang semakin melebar. Mehmood dan Azim (2013) menyatakan bahwa variabel perdagangan (trade) memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di negara Asia. Sedangkan seperti yang kita ketahui bahwa negara Asia didominasi oleh negara berkembang. Haryati dan Hidayat (2014) menyatakan terjadi hubungan jangka panjang antara pertumbuhan ekonomi dan ekspor yang berpengaruh negatif di negara berkembang, lain halnya dengan negara maju seperti Malaysia, Jepang dan Korea Selatan yang memiliki hubungan jangka panjang antara pertumbuhan ekonomi dan ekspor yang berpengaruh positif. Nilai koefisien variasi pada variabel investasi tetap domestik (GFCF) dan konsumsi pemerintah cenderung mengalami peningkatan periode 2001-2014. Nilai koefisien variasi untuk variabel investasi tetap domestik sebesar 1.43 (2001) menjadi 2.03 (2014). Sedangkan nilai koefisien variasi variabel konsumsi pemerintah sebesar 1.34 (2001) mengalami peningkatan menjadi 1.87 (2014). Hal tersebut mengindikasikan bahwa telah terjadi divergensi (σ) atau semakin melebarnya disparitas pada variabel investasi tetap domestik dan konsumsi pemerintah di ASEAN Plus Three. Berbeda dengan nilai koefisien variasi variabel investasi tetap domestik dan konsumsi pemerintah cenderung mengalami peningkatan, variabel populasi memiliki nilai koefisien variasi cenderung menurun pada periode 2001-2014. Nilai koefisien variasi untuk variabel populasi sebesar 2.14 (2001) menjadi 2.10 (2014). Hal tersebut mengindikasikan bahwa telah terjadi divergensi (σ) atau semakin melebarnya disparitas pada variabel populasi. Nilai koefisien variasi pada indikator knowledge-based economy yang terdiri dari paten dan pengguna internet memiliki hasil estimasi yang berbeda. Gambar 12 menunjukkan bahwa paten memiliki nilai koefisien variasi yang cenderung meningkat 1.23 (2001) mejadi 1.43 (2014). Hal tersebut berarti bahwa telah terjadi divergensi (σ) atau semakin melebarnya disparitas pada variabel paten di ASEAN Plus Three. Dibuktikan oleh data dari International Telecommunication Union (2016) yang menyatakan bahwa jumlah paten di negara maju jauh lebih tinggi dibandingkan dengan negara berkembang.
35
Coefficient of Variation
1.5 1.45 1.4 1.35 1.3 1.25 1.2 1.15 1.1 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Tahun
Sumber: World Development Indicators 2016 (diolah)
Gambar 12 Nilai Koefisien Variasi Paten Sedangkan berdasarkan Gambar 13 menunjukkan bahwa nilai koefisien variasi dari variabel pengguna internet cenderung menurun periode 2001-2014. Nilai koefisien variasi sebesar 1.4515 (2001) mengalami penurunan hingga mencapai 1.0935 (2014). Hal tersebut mengindikasikan bahwa terjadi konvergensi (σ) yang berarti bahwa disparitas untuk penggunaan internet di negara ASEAN Plus Three semakin kecil.
Coefficient of Variation
1.6 1.4 1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Tahun
Sumber: International Telecommunication Union 2016 (diolah)
Gambar 13 Nilai Koefisien Variasi Pengguna Internet
36
5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Terjadi konvergensi kondisional (β) dan konvergensi (σ) untuk variabel GDP riil per kapita di ASEAN Plus Three. Hasil estimasi menunjukkan bahwa nilai koefisien konvergensi kondisional (β) sebesar 0.9928 dengan tingkat kecepatan konvergensi sebesar 0.72%. Sedangkan hasil estimasi koefisien konvergensi dengan KBE sebesar 0.9917, tingkat kecepatan konvergensi sebesar 0.8%. Selain itu, Peran KBE terhadap pertumbuhan ekonomi menunjukkan bahwa variabel paten berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Namun, variabel paten memiliki nilai koefisien variasi yang cenderung meningkat. Hal tersebut berarti bahwa telah terjadi disparitas jumlah paten antarnegara di ASEAN Plus Three. Saran Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, ada beberapa hal yang dapat disarankan, sebagai berikut: 1. Berdasarkan hasil dari penelitian konvergensi kondisional (β) dengan knowledge-based economy diketahui bahwa variabel paten memberikan dampak positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, oleh karena itu seharusnya setiap negara yang tergabung dalam ASEAN Plus Three fokus terhadap pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga dapat menciptakan inovasi. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara memberikan transfer teknologi atau ilmu pengetahuan dari negara maju ke negara berkembang. 2. Dari hasil pembahasan telah ditemukan bahwa terjadi divergensi (σ) pada variabel paten di ASEAN Plus Three, karena itu diperlukan partisipasi dari semua anggota negara ASEAN Plus Three untuk mendukung terciptanya KBE yang lebih baik dengan cara menyusun rancangan kebijakan mengenai hak kekayaan intelektual dalam lingkup internal negara maupun kesepakatan secara internasional, lalu melaksanakannya, dan melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan pada tiap negara. 3. Penelitian ini menggunakan jumlah pengamatan (negara) yang lebih banyak dibandingkan dengan periode waktunya, meskipun perlu kajian yang lebih lanjut tetapi hal tersebut diduga dapat mempengaruhi hasil estimasi model panel dinamis. Bagi penelitian selanjutnya, diharapkan dapat melakukan penelitian dengan jumlah pengamatan yang lebih besar dari jumlah waktunya, agar dapat menghasilkan hasil estimasi panel dinamis yang lebih baik. 4. Dari hasil penelitian pada konvergensi kondisional (β) diketahui bahwa nilai dari koefisien variabel yang digunakan kecil, meskipun diperlukan penelitian yang lebih lanjut hal tersebut diduga dikarenakan oleh gap antara variabel di negara ASEAN Plus Three yang terlalu besar. Oleh sebab itu
37
5.
6.
untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk menggunakan objek pengamatan dengan mempertimbangkan kesenjangan variabelnya. Variabel internet user pada hasil estimasi dalam konvergensi kondisional (β) menunjukkan tidak memiliki penggaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di ASEAN Plus Three. Hal tersebut dikarenakan pada penelitian ini terdapat keterbatasan data sehingga belum dilakukannya spesifikasi yang lebih lanjut dalam aktivitas internet user. Keterbatasan data yang dimiliki oleh peneliti membuat indikator KBE yang digunakan dalam penelitian ini masih terbatas hanya pada indikator paten dan internet user, sehingga bagi penelitian selanjutnya dimungkinkan untuk dapat menambahkan proxy KBE dengan menggunakan indikator lain seperti investasi dalam bidang R&D, kualitas sumberdaya manusia, dan investasi dalam bidang ICT (Information, Communication, dan Technologies).
38
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad L. 1997. Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta (ID); STIE YKPN. Arellano M, Bond.1991. Some tests of specification for panel data: Monte Carlo evidence and an application to employment equations, Review of Economic Studies. (58): 277-297. ASEAN. 2007. ASEAN Work Plan 2007-2017. [internet]. [diunduh 2016 Agustus]. Tersedia pada: http : //www.mofa.go.jp/region/asia-paci /ASEAN/conference /ASEAN3/plan0711.pdf. Baltagi BH. 2005. Econometric Analysis of Panel Data: Third Edition. New York: Wiley & Sons, Ltd. Bhaduri A. 2007. Growth, Distribution and Innovation. New York : Routledge.. Blundell R, Bond. 1998. Initial conditions and moment restrictions in dynamic panel data models, Journal of Econometrics. ( 87): 115-143. Chen F, Sun X. 2013. Analysis on the changes of convergence of regional economic growth in China: 1984-2010. Coates D, Warwick K. 1999. The knowledge driven economy: analysis and background. In The Economics of the Knowledge Driven Economy, Papers presented at a conference jointly organised by the Department of Trade and Industry and the Centre for Economic Policy Research. (27) Coughlin CC, Garrett TA, Henandez-Murillo R. 2006. Spatial Dependeces in Model of State Fiscal Policy Convergence. Federal Reserve Bank of St. Louis . Working Paper 2006-001B. Dekiawan H. 2014. Konvergensi Penerimaan dan Pengeluaran Pemerintah Provinsi di indonesia: Pendekatan data panel dinamis spasial. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan. 17(1), 99-128. [EC] European Commission. Indikator Knowledge-Based Economy [internet]. [diunduh 2016 Mei]. Tersedia pada: http://ec.europa.eu/index_en.htm. Firdaus M, Yusop Z. 2009. Dynamic Analysis of Regional Convergence in Indonesia. International journal of economic and management. 3(1) :73-86. Firdaus M. 2011. Aplikasi Ekonometrika untuk Data Panel. Bogor (ID): Penerbit IPB Press. Grossman G, Helpman E. 1991. Innovation and growth in the global economy. Cambridge, MA : MIT Press. Haryati SN, Hidayat. 2014. Analisis Kausalitas antara Ekspor dan Pertumbuhan Ekonomi di ASEAN Plus Three. Jurnal Ekonomi dan Keuangan. 2(6). Hussin F, Saidin N. 2012. Economic growth in ASEAN-4 countries: a panel data analysis. International Journal of Economics and Finance. 4(9): 119. Islam N. 1995. Growth empirics: A panel data approach, Quarterly Journal of Economics. (110): 1127-1170 Ismail NW. 2008. Growth and Convergence in ASEAN: A Dynamic Panel Approach. International journal of economic and management. 2(1) 127140. [ITU] International Telecommunications Union. Pengguna internet [internet]. [diunduh 2016 Mei]. Tersedia pada: http://www.itu.int/en/Pages/default. aspx
39
Jan SA, Chaudhary AR. 2011. Testing the conditional convergence hypothesis for Pakistan. Pakistan journal of commerce and social sciences. 5(1):117-128. Karagiannis S. 2007. The Knowledge-Based Economy, Convergence and Economic Growth: Evidence from the European Union. The Journal of Economic Asymmetries. 4(2): 65-85. Kementerian Keuangan RI. 2012. [internet]. [diunduh 2016 Agustus]. Tersedia pada: http://www.kemenkeu.go.id/ Kementerian Luar Negeri RI. 2011. Ayo Kita Kenali ASEAN. [internet]. [diunduh 2016 Agustus] Kementerian Riset dan Teknologi Jakarta. 2014. Kebijakan strategis Pembangunan Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Tahun 2015-2019. [internet]. [diunduh 2016 Agustus]. Tersedia pada: http://balitbang.jatimprov.go.id/assets/Draft%20Jakstranas%20Iptek%20201 5-2019_opt.pdf Lall SV, Yilmaz S. 2001. Regional economic convergence: Do policy instruments make a difference?. The annals of regional science. 35(1): 153-166. Marques A, Soukiazis E. 1998. Per capita income convergence across countries and across regions in the European Union: some new evidence. In International Meeting of European Economy. Mehmood B, Azim P. 2013. Does ICT Participate in Economic Convergence among Asian Countries: Evidence from Dynamic Panel Data Model. Journal Informatica Economica. 17(2). Michelis L, Neaime S. 2004. Income convergence in the Asia-Pacific Region. Journal of economic integration. 19(3):470-498 [OECD]. Organization for Economic Cooperation. Pengertian variabel ekonomi [internet]. [diunduh 2016 Juli]. Tersedia pada: https://data.OECD.org/ Paas T, Kuusk A, Schlitte F, Võrk A. 2007. Econometric analysis of income convergence in selected EU countries and their nuts 3 level regions. The University of Tartu Faculty of Economics and Business Administration Working Paper, (60-2007). Powell WW, Snellman K. 2004. The knowledge economy. Annual review of sociology. 199-220. Ray D. 1998. Development Economics. UK: Princeton University Press. Romer P. 1994. The origins of endogenous growth. Journal of Economic Perspectives.( 8): 3-22. Salvatore. 1996. Ekonomi Internasional. Jakarta: Erlangga. Stiglitz JE. 1999. Global Public Goods. New York : Oxford University Press, Inc. Tocan MC. 2012. Knowledge based economy assessment. Journal of Knowledge Management, Economics and Information Technology. 2(5). Todaro MP, Smith SC. 2006. Pembangunan Ekonomi. Jakarta : Erlangga. [WDI] World Development Indicators. Data variabel ekonomi [internet]. [diunduh 2016 Mei]. Tersedia pada: http://worldbank.org/ Wibowo BA. 2012. Peran Perkembangan Industri Keuangan dalam Konvergensi Perekonomian di Negara ASEAN+5 Periode Tahun 2002-2012. [Skripsi]. Bogor : Institut Pertanian Bogor. [WEF] World Economic Forum. 2011. [internet]. [diunduh 2016 Agustus]. Tersedia pada: https://www.weforum.org/events/world-economic-forumannual-meeting-2011/
40
Young AT, Higgins MJ, Levy D. 2008. Sigma convergence versus beta convergence: Evidence from US county‐level data. Journal of Money, Credit and Banking. 40(5): 1083-1093.
41
LAMPIRAN
42
LAMPIRAN Lampiran 1 Hasil Estimasi Konvergensi Konditional (β) . xtabond2 lnyril l.lnyril lntrade gfcf govc lnpop, GMM ( l.lnyril) iv (lntrade gfcf govc lnpop) robust small orthogonal Favoring space over speed. To switch, type or click on mata: mata set matafavor speed, perm. Warning: Number of instruments may be large relative to number of observations. Warning: Two-step estimated covariance matrix of moments is singular. Using a generalized inverse to calculate robust weighting matrix for Hansen test. Difference-in-Sargan/Hansen statistics may be negative. Dynamic panel-data estimation, one-step system GMM -----------------------------------------------------------------------------Group variable: negara Number of obs = 130 Time variable : tahun Number of groups = 10 Number of instruments = 90 Obs per group: min = 13 F(5, 9) = 467205.53 avg = 13.00 Prob > F = 0.000 max = 13 -----------------------------------------------------------------------------| Robust lnyril | Coef. Std. Err. t P>|t| [95% Conf. Interval] -------------+---------------------------------------------------------------lnyril | L1. .9927829 .0017465 568.44 0.000 .988832 .9967338 lntrade | .0026439 .002173 1.22 0.255 -.0022717 .0075596 gfcf | .0020135 .0003518 5.72 0.000 .0012177 .0028093 govc | -.0004583 .000547 -0.84 0.424 -.0016956 .000779 lnpop | .0318351 .0403013 0.79 0.450 -.0593327 .123003 _cons | -.0952974 .1554057 -0.61 0.555 -.4468496 .2562548 -----------------------------------------------------------------------------Instruments for orthogonal deviations equation Standard FOD.(lntrade gfcf govc lnpop) GMM-type (missing=0, separate instruments for each period unless collapsed) L(1/13).L.lnyril Instruments for levels equation Standard lntrade gfcf govc lnpop _cons GMM-type (missing=0, separate instruments for each period unless collapsed) D.L.lnyril -----------------------------------------------------------------------------Arellano-Bond test for AR(1) in first differences: z = -2.18 Pr > z = 0.030 Arellano-Bond test for AR(2) in first differences: z = -1.14 Pr > z = 0.256 -----------------------------------------------------------------------------Sargan test of overid. restrictions: chi2(84) = 117.81 Prob > chi2 = 0.009 (Not robust, but not weakened by many instruments.) Hansen test of overid. restrictions: chi2(84) = 7.92 Prob > chi2 = 1.000 (Robust, but weakened by many instruments.) Difference-in-Hansen tests of exogeneity of instrument subsets: GMM instruments for levels Hansen test excluding group: chi2(72) = 7.92 Prob > Difference (null H = exogenous): chi2(12) = -0.00 Prob > iv(lntrade gfcf govc lnpop) Hansen test excluding group: chi2(80) = 6.53 Prob > Difference (null H = exogenous): chi2(4) = 1.39 Prob >
chi2 = chi2 =
1.000 1.000
chi2 = chi2 =
1.000 0.846
regress lnyril l.lnyril lntrade gfcf govc lnpop Source | SS df MS -------------+-----------------------------Model | 254.057622 5 50.8115243 Residual | .072916541 124 .000588037 -------------+-----------------------------Total | 254.130538 129 1.97000417
Number of obs F( 5, 124) Prob > F R-squared Adj R-squared Root MSE
= 130 =86408.78 = 0.0000 = 0.9997 = 0.9997 = .02425
-----------------------------------------------------------------------------lnyril | Coef. Std. Err. t P>|t| [95% Conf. Interval] -------------+---------------------------------------------------------------lnyril | L1. | .992874 .0021254 467.16 0.000 .9886673 .9970807 | lntrade | .0031315 .0041475 0.76 0.452 -.0050776 .0113406 gfcf | .00213 .0004659 4.57 0.000 .0012079 .0030521 govc | -.0003615 .0006333 -0.57 0.569 -.0016149 .0008919 lnpop | .0231985 .0580391 0.40 0.690 -.0916771 .1380742 _cons | -.0661407 .2165111 -0.31 0.761 -.4946768 .3623954 ------------------------------------------------------------------------------
43
. xtreg lnyril l.lnyril lntrade gfcf govc lnpop, fe Fixed-effects (within) regression Group variable: negara
Number of obs Number of groups
= =
130 10
R-sq:
Obs per group: min = avg = max =
13 13.0 13
within = 0.9833 between = 0.9998 overall = 0.9996
corr(u_i, Xb)
= 0.8545
F(5,115) Prob > F
= =
1355.03 0.0000
-----------------------------------------------------------------------------lnyril | Coef. Std. Err. t P>|t| [95% Conf. Interval] -------------+---------------------------------------------------------------lnyril | L1. | .9639063 .0159191 60.55 0.000 .9323738 .9954389 | lntrade | -.0014502 .0146614 -0.10 0.921 -.0304916 .0275913 gfcf | -.0004121 .0007917 -0.52 0.604 -.0019802 .001156 govc | .0003478 .0017008 0.20 0.838 -.0030211 .0037167 lnpop | .0942471 .12208 0.77 0.442 -.1475699 .3360641 _cons | -.0389246 .4692691 -0.08 0.934 -.9684564 .8906071 -------------+---------------------------------------------------------------sigma_u | .03946436 sigma_e | .02228012 rho | .75830453 (fraction of variance due to u_i) -----------------------------------------------------------------------------F test that all u_i=0: F(9, 115) = 3.54 Prob > F = 0.0007
Lampiran 2 Hasil Uji Statistik Arellano Bond dan Uji Hansen Model Konvergensi Konditional (β) dengan Paten . xtabond2 lnyril l.lnyril lntrade gfcf govc lnpop lnpaten, GMM ( l.lnyril) iv (lntrade gfcf govc lnpop lnpaten) robust small orthogonal Favoring space over speed. To switch, type or click on mata: mata set matafavor speed, perm. Warning: Number of instruments may be large relative to number of observations. Warning: Two-step estimated covariance matrix of moments is singular. Using a generalized inverse to calculate robust weighting matrix for Hansen test. Difference-in-Sargan/Hansen statistics may be negative. Dynamic panel-data estimation, one-step system GMM -----------------------------------------------------------------------------Group variable: negara Number of obs = 130 Time variable : tahun Number of groups = 10 Number of instruments = 90 Obs per group: min = 13 F(6, 9) = 377040.79 avg = 13.00 Prob > F = 0.000 max = 13 -----------------------------------------------------------------------------| Robust lnyril | Coef. Std. Err. t P>|t| [95% Conf. Interval] -------------+---------------------------------------------------------------lnyril | L1. | .9890521 .0048155 205.39 0.000 .9781588 .9999455 | lntrade | .005068 .0032869 1.54 0.157 -.0023675 .0125036 gfcf | .0008754 .0008281 1.06 0.318 -.0009979 .0027487 govc | -.0000524 .0009398 -0.06 0.957 -.0021782 .0020735 lnpop | .0852786 .0726421 1.17 0.271 -.0790493 .2496065 lnpaten | .0044945 .0021541 2.09 0.067 -.0003785 .0093675 _cons | -.3146308 .2788047 -1.13 0.288 -.9453309 .3160693 -----------------------------------------------------------------------------Instruments for orthogonal deviations equation Standard FOD.(lntrade gfcf govc lnpop lnpaten) GMM-type (missing=0, separate instruments for each period unless collapsed) L(1/13).L.lnyril Instruments for levels equation Standard lntrade gfcf govc lnpop lnpaten _cons GMM-type (missing=0, separate instruments for each period unless collapsed) D.L.lnyril -----------------------------------------------------------------------------Arellano-Bond test for AR(1) in first differences: z = -2.17 Pr > z = 0.030 Arellano-Bond test for AR(2) in first differences: z = -1.12 Pr > z = 0.262 -----------------------------------------------------------------------------Sargan test of overid. restrictions: chi2(83) = 116.37 Prob > chi2 = 0.009 (Not robust, but not weakened by many instruments.) Hansen test of overid. restrictions: chi2(83) = 7.41 Prob > chi2 = 1.000 (Robust, but weakened by many instruments.) Difference-in-Hansen tests of exogeneity of instrument subsets: GMM instruments for levels Hansen test excluding group: chi2(71) = 7.41 Prob > Difference (null H = exogenous): chi2(12) = -0.00 Prob > iv(lntrade gfcf govc lnpop lnpaten) Hansen test excluding group: chi2(78) = 5.66 Prob > Difference (null H = exogenous): chi2(5) = 1.75 Prob >
chi2 = chi2 =
1.000 1.000
chi2 = chi2 =
1.000 0.883
44
. regress lnyril l.lnyril lntrade gfcf govc lnpop lnpaten Source | SS df MS -------------+-----------------------------Model | 254.061774 6 42.343629 Residual | .068763954 123 .000559057 -------------+-----------------------------Total | 254.130538 129 1.97000417
Number of obs F( 6, 123) Prob > F R-squared Adj R-squared Root MSE
= 130 =75741.23 = 0.0000 = 0.9997 = 0.9997 = .02364
-----------------------------------------------------------------------------lnyril | Coef. Std. Err. t P>|t| [95% Conf. Interval] -------------+---------------------------------------------------------------lnyril | L1. | .9894054 .0024319 406.84 0.000 .9845916 .9942193 | lntrade | .0051071 .0041085 1.24 0.216 -.0030254 .0132396 gfcf | .000999 .0006153 1.62 0.107 -.0002189 .0022168 govc | -.000067 .0006268 -0.11 0.915 -.0013078 .0011738 lnpop | .0798504 .0602877 1.32 0.188 -.0394854 .1991862 lnpaten | .0042604 .0015632 2.73 0.007 .0011661 .0073546 _cons | -.295917 .2273209 -1.30 0.195 -.7458848 .1540509 ------------------------------------------------------------------------------
. xtreg lnyril l.lnyril lntrade gfcf govc lnpop
lnpaten, fe
Fixed-effects (within) regression Group variable: negara
Number of obs Number of groups
= =
130 10
R-sq:
Obs per group: min = avg = max =
13 13.0 13
within = 0.9833 between = 0.9998 overall = 0.9996
corr(u_i, Xb)
= 0.8358
F(6,114) Prob > F
= =
1119.48 0.0000
-----------------------------------------------------------------------------lnyril | Coef. Std. Err. t P>|t| [95% Conf. Interval] -------------+---------------------------------------------------------------lnyril | L1. | .9644509 .0167881 57.45 0.000 .9311937 .9977081 | lntrade | -.0012827 .0148089 -0.09 0.931 -.0306189 .0280536 gfcf | -.0004023 .0008005 -0.50 0.616 -.001988 .0011835 govc | .0003518 .0017086 0.21 0.837 -.0030328 .0037365 lnpop | .0961028 .123844 0.78 0.439 -.1492313 .3414368 lnpaten | -.0006767 .0063638 -0.11 0.916 -.0132833 .01193 _cons | -.0467 .4769387 -0.10 0.922 -.991512 .898112 -------------+---------------------------------------------------------------sigma_u | .03933708 sigma_e | .02237652 rho | .75552703 (fraction of variance due to u_i) -----------------------------------------------------------------------------F test that all u_i=0: F(9, 114) = 2.59 Prob > F = 0.0093
Lampiran 3 Hasil Uji Statistik Arellano Bond dan Uji Hansen Model Konvergensi Konditional (β) dengan Paten dan Pengguna Internet xtabond2 lnyril l.lnyril lntrade gfcf govc lnpop lnpaten lniuser, GMM ( l.lnyril) iv (lntrade gfcf govc lnpop lnpaten lniuser) robust small > orthogonal Favoring space over speed. To switch, type or click on mata: mata set matafavor speed, perm. Warning: Number of instruments may be large relative to number of observations. Warning: Two-step estimated covariance matrix of moments is singular. Using a generalized inverse to calculate robust weighting matrix for Hansen test. Difference-in-Sargan/Hansen statistics may be negative. Dynamic panel-data estimation, one-step system GMM -----------------------------------------------------------------------------Group variable: negara Number of obs = 130 Time variable : tahun Number of groups = 10 Number of instruments = 91 Obs per group: min = 13 F(7, 9) = 216619.87 avg = 13.00 Prob > F = 0.000 max = 13 -----------------------------------------------------------------------------| Robust lnyril | Coef. Std. Err. t P>|t| [95% Conf. Interval] -------------+---------------------------------------------------------------lnyril | L1. | .9917161 .004778 207.56 0.000 .9809075 1.002525 | lntrade | .0054859 .0036402 1.51 0.166 -.0027489 .0137206 gfcf | .0008604 .0007807 1.10 0.299 -.0009057 .0026265 govc | -.0001788 .0008945 -0.20 0.846 -.0022024 .0018447 lnpop | .0980696 .0682333 1.44 0.184 -.056285 .2524241 lnpaten | .0048481 .0019126 2.53 0.032 .0005214 .0091747 lniuser | -.0048442 .0039648 -1.22 0.253 -.0138131 .0041248 _cons | -.3783492 .260139 -1.45 0.180 -.9668243 .210126 ------------------------------------------------------------------------------
45
Instruments for orthogonal deviations equation Standard FOD.(lntrade gfcf govc lnpop lnpaten lniuser) GMM-type (missing=0, separate instruments for each period unless collapsed) L(1/13).L.lnyril Instruments for levels equation Standard lntrade gfcf govc lnpop lnpaten lniuser _cons GMM-type (missing=0, separate instruments for each period unless collapsed) D.L.lnyril -----------------------------------------------------------------------------Arellano-Bond test for AR(1) in first differences: z = -2.18 Pr > z = 0.029 Arellano-Bond test for AR(2) in first differences: z = -1.13 Pr > z = 0.260 -----------------------------------------------------------------------------Sargan test of overid. restrictions: chi2(83) = 116.06 Prob > chi2 = 0.010 (Not robust, but not weakened by many instruments.) Hansen test of overid. restrictions: chi2(83) = 7.11 Prob > chi2 = 1.000 (Robust, but weakened by many instruments.) Difference-in-Hansen tests of exogeneity of instrument subsets: GMM instruments for levels Hansen test excluding group: chi2(71) = 7.11 Prob > Difference (null H = exogenous): chi2(12) = 0.00 Prob > iv(lntrade gfcf govc lnpop lnpaten lniuser) Hansen test excluding group: chi2(77) = 1.68 Prob > Difference (null H = exogenous): chi2(6) = 5.43 Prob >
chi2 = chi2 =
1.000 1.000
chi2 = chi2 =
1.000 0.490
. regress lnyril l.lnyril lntrade gfcf govc lnpop lniuser lnpaten Source | SS df MS -------------+-----------------------------Model | 254.062656 7 36.2946651 Residual | .067882353 122 .000556413 -------------+-----------------------------Total | 254.130538 129 1.97000417
Number of obs F( 7, 122) Prob > F R-squared Adj R-squared Root MSE
= 130 =65229.75 = 0.0000 = 0.9997 = 0.9997 = .02359
-----------------------------------------------------------------------------lnyril | Coef. Std. Err. t P>|t| [95% Conf. Interval] -------------+---------------------------------------------------------------lnyril | L1. | .9917968 .0030815 321.86 0.000 .9856967 .997897 | lntrade | .005622 .0041191 1.36 0.175 -.0025322 .0137762 gfcf | .0009861 .0006139 1.61 0.111 -.0002292 .0022013 govc | -.0001602 .0006297 -0.25 0.800 -.0014068 .0010864 lnpop | .0906847 .0607577 1.49 0.138 -.0295914 .2109607 lniuser | -.0044275 .0035174 -1.26 0.211 -.0113906 .0025356 lnpaten | .0046027 .001583 2.91 0.004 .0014689 .0077365 _cons | -.3512543 .2310046 -1.52 0.131 -.808551 .1060424 -----------------------------------------------------------------------------. xtreg lnyril l.lnyril lntrade gfcf govc lnpop lniuser lnpaten, fe Fixed-effects (within) regression Group variable: negara
Number of obs Number of groups
= =
130 10
R-sq:
Obs per group: min = avg = max =
13 13.0 13
within = 0.9837 between = 0.9997 overall = 0.9994
corr(u_i, Xb)
= 0.9016
F(7,113) Prob > F
= =
975.64 0.0000
-----------------------------------------------------------------------------lnyril | Coef. Std. Err. t P>|t| [95% Conf. Interval] -------------+---------------------------------------------------------------lnyril | L1. | .942673 .0210487 44.79 0.000 .9009718 .9843743 | lntrade | -.0034444 .0147449 -0.23 0.816 -.0326566 .0257679 gfcf | -.0005825 .0008011 -0.73 0.469 -.0021696 .0010047 govc | .0005505 .0016988 0.32 0.747 -.0028152 .0039162 lnpop | -.0017379 .1357796 -0.01 0.990 -.2707417 .267266 lniuser | .0112077 .0066254 1.69 0.093 -.0019183 .0243338 lnpaten | -.0018739 .006352 -0.30 0.769 -.0144585 .0107106 _cons | .5394346 .5864043 0.92 0.360 -.622338 1.701207 -------------+---------------------------------------------------------------sigma_u | .0636717 sigma_e | .02219602 rho | .89164494 (fraction of variance due to u_i) -----------------------------------------------------------------------------F test that all u_i=0: F(9, 113) = 2.75 Prob > F = 0.0060
46
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 14 April 1993 dari ayah Pudori Syaripudin dan ibu Ida Mursida. Penulis adalah putra kedua dari tiga bersaudara. Tahun 2011 penulis lulus dari SMA Negeri 10 Kota Bogor dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama kegiatan perkuliahan, penulis pernah aktif dalam organisasi Sharia Economics Student Club(SES-C) sebagai anggota Pundi Asnaf Ses-c (PAS). Bulan Juli-Agustus 2014 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Profesi (KKP) sebagai praktik lapang dari Departemen Ilmu Ekonomi di Desa Sagaranten, Sukabumi. Selain itu, penulis juga aktif dalam beberapa perlombaan olahraga yang diselenggarakan oleh IPB, seperti perlombaan dari tingkat Departemen. Penghargaan yang pernah diraih adalah Juara 1 Badminton kategori regu tahun 2013 dan Juara 1 Badminton kategori regu tahun 2014. Penulis lulus dan mendapatkan gelar sarjana pada tahun 2015. Penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB dalam program Ilmu Ekonomi pada tahun 2015.