www.inilah.com
KKP Gelar FGD Implementasi Blue Economy di Bali
inilah.com/Agus Priatna INILAH.COM, Nusa Dua – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menggelar Focus Group Discussion (FGD) lanjutan implementasi blue economy economy di Hotel Grand Hyatt, Nusa Dua Bali Selasa (26/3/2013). Kegiatan yang mengangkat Bisnis Model Blue Economy di Indonesia ini menindaklanjuti Focus Group Discussion (FGD) Blue Economy bersama pakar dan penulis buku The Blue Economy, Prof. Gunter Pauli, 26 November lalu, di Hotel Ritz Carlton Jakarta, serta hasil Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) KKP, 19-22 Februari lalu, di Hotel Borobudur Jakarta. Hasil Rakornas dengan tema Pembangunan Kelautan dan Perikanan untuk Penguatan Ekonomi dan Kesejahteraan Rakyat melalui Industrialisasi dengan Pendekatan Blue Economy itu menghasilkan rumusan yang salah satunya adalah pembangunan kelautan dan perikanan 2013 dengan paradigma Minapolitan dan Industrialisasi berbasis Blue Economy yang dilaksanakan di kawasan percontohan Nusa Penida. Karena itu di hari yang sama pelaksanaan FGD, dilakukan terlebih dahulu kunjungan lapangan ke kawasan Nusa Penida. Sasaran dari penyelenggaraan FGD ini adalah terbangunnya rekomendasi pelaksanaan pengembangan Blue Economy di Nusa Penida serta pengembangan tersebut menjadi referensi pengembangan Blue Economy di Kabupaten/Kota lainnya. Bertindak sebagai narasumber FGD adalah Direktur Jenderal Kelautan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (KP3K) KKP, Sudirman Saad, Kepala Badan Pengembangan SDM Kelautan dan Perikanan (BPSDM KP) KKP Suseno, Penasehat Menteri Kelautan dan Perikanan Sunoto, dan Gunter Pauli sebagai narasumber utama.
Peserta FGD selain dari KKP juga berasal dari Pemerintah Daerah, yaitu Kabupaten Lombok Timur, Kabupatan Anambas, Kabupaten Banggai Kepulauan, Kabupaten Raja Ampat, Kabupaten Klungkung, dan Kabupaten Buleleng, yang dinilai berpotensi untuk dapat menerapkan konsep Blue Economy. Menurut Gunter Pauli, konsep Blue Economy dikembangkan untuk menjawab tantangan, bahwa sistem ekonomi dunia cenderung eksploitatif dan merusak lingkungan. Konsep Blue Economy dimaksudkan untuk menantang para enterpreneur bahwa Blue Economy Business Model memberikan peluang untuk mengembangkan investasi dan bisnis yang lebih menguntungkan secara ekonomi dan lingkungan. Selain itu juga menggunakan sumberdaya alam lebih efisien dan tidak merusak lingkungan, sistem produksi lebih efisien dan bersih, menghaslikan produk dan nilai ekonomi lebih besar, meningkatkan penyerapan tenaga kerja dan memberikan kesempatan untuk memberikan benefit kepada setiap kontributor secara lebih adil. Selain bertujuan untuk mendiskusikan implementasi Blue Economy, FGD tersebut juga merupakan rangkaian kegiatan dari penyelenggaraan The 3rd Coral Triangle Initiative (CTI) Regional Business Forum yang dibuka oleh Menteri Kelautan dan Perikanan, Sharif C. Sutardjo, Minggu (24/3). Sebagai rangkaian acara tersebut juga dilakukan penandatanganan Kesepakatan Bersama antara BPSDM KP dengan Pemerintah Kabupaten Kepulauan Anambas, Provinsi Kepulauan Riau tentang Pembangunan dan pengembangan SDM Kelautan dan Perikanan. Penandatanganan dilakukan oleh Kepala BPSDM KP, Suseno, dan Bupati Kep. Anambas, T. Mukhtaruddin, Selasa (26/3). Ruang lingkup Kesepakatan Bersama ini meliputi kegiatan peningkatan kapasitas SDM; pendampingan upaya peningkatan produksi kelautan dan perikanan; serta pendampingan penerapan hasil penelitian dan uji coba paket teknologi kelautan dan perikanan, pendampingan identifikasi dan penumbuhan kelompok usaha para pelaku utama kelautan dan perikanan. Hal ini dilakukan karena Kepulauan Anambas dengan pulau-pulaunya yang dijuluki sebagai pulau tropis tercantik se-Asia meyimpan potensi kelautan dan perikanan yang besar. Namun Sumber daya alam ini umumnya masih ditangani secara tradisional, baik di bidang perikanan tangkap, perikanan budidaya maupun pengolahan hasil perikanannya, sehingga dianggap perlu untuk peningkatan kesejahteraan masyarakatnya melalui kerja sama tersebut. Di samping itu, menurut Suseno, peningkatan kapasitas SDM dalam rangka pengembangan industri kelautan dan perikanan yang inovatif berbasis blue economy dapat juga dilakukan melalui percontohan pengembangan bisnis model di Pulau Nusa Penida. Dukungan untuk hal tersebut dilakukan melalui kegiatan pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan. Dukungan kegiatan pendidikan dilakukan melalui akses pendidikan bagi anak pelaku utama di satuan pendidikan lingkup KKP dan SMK kelautan dan perikanan di luar KKP serta dukungan biaya pendidikan bagi anak pelaku utama kelautan dan
perikanan, yaitu nelayan, pembudidaya dan pengolah ikan, serta petambak garam. Anak pelaku utama tersebut direkrut tanpa tes untuk bersekolah di satuan pendidikan KKP, yang terdiri dari Sekolah Tinggi Perikanan (STP) Jakarta, Akademi Perikanan (AP) Sidoarjo, AP Bitung, AP Sorong, Sekolah Usaha Perikanan Menengah (SUPM) Ladong, SUPM Pariaman, SUPM Kota Agung, SUPM Tegal, SUPM Pontianak, SUPM Bone, SUPM Ambon, SUPM Kupang, dan SUPM Sorong. Mereka dididik dengan menggunakan sistem pendidikan vokasi melalui pendekatan teaching factory dengan kawasan minapolitan sebagai lokasi kegiatan, berbasis industrialisasi kelautan dan perikanan, dan penerapan kaidah-kaidah blue economy. Pendidikan ini menghasilkan lulusan berupa SDM terdidik dan kompeten yang mempunyai kemampuan kognitif, psikomotorik dan afektif untuk melaksanakan pekerjaan sektor kelautan dan perikanan sesuai kebutuhan dunia usaha dan industri. Adapun dukungan kegiatan pelatihan antara lain berupa pemetaan keterlibatan pelaku usaha kelautan dan perikanan berbasis blue economy; identifikasi kebutuhan pelatihan; penyiapan perangkat pelatihan pedoman, kurikulum, dan modul; penyelenggaraan pelatihan oleh Balai Pendidikan dan Pelatihan Perikanan (BPPP) dan Balai Diklat Aparatur (BDA). Terdapat 5 BPPP yang tersebar di Medan, Tegal, Banyuwangi, Bitung, dan Ambon dan 1 BDA di Sukamandi. Sementara itu dukungan kegiatan penyuluhan antara melalui aplikasi teknologi berupa demplot dan dem area dengan mengacu kepada introduksi teknologi yang sudah terekomendasi berbasis blue economy serta pelaksanaan temu lapang, magang, dan studi banding. Selain sebagai pendamping bagi pelaku utama kelautan dan perikanan, para penyuluh juga ditugaskan sebagai pencatat data di lapangan, yang meliputi pendataan kelompok pelaku utama dan usaha serta pendataan produktivitas dan jumlah produksi perikanan, khususnya rumput laut. Untuk kegiatan penyuluhan ini ditempatkan 191 orang penyuluh perikanan di Provinsi Bali, yang terdiri dari 115 penyuluh PNS, 33 Penyuluh Perikanan Tenaga Kontrak (PPTK), dan 41 penyuluh swadaya, yang tersebar di Kab. Jembrana, Kab. Tabanan, Badung, Gianyar, Klungkung, Bangli, Karang Asem, Buleleng, dan Kota Denpasar. Melalui FGD ini diharapkan implementasi Blue Economy dapat mendorong pembangunan kelautan dan perikanan berkelanjutan dengan memperhatikan keseimbangan pembangunan ekonomi dan pelestarian lingkungan. Diharapkan pula adopsi prinsip-prinsip Blue Economy dalam kebijakan pembangunan akan mendorong pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan semakin efisien dengan produk lebih banyak dan bervariasi, bernilai tambah tinggi, dan sekaligus melindungi lingkungan dari kerusakan dan pencemaran. [*]
http://www.indonesiaheadlines.com INILAH.COM, Nusa Dua – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menggelar Focus Group Discussion (FGD) lanjutan implementasi blue economy economy di Hotel Grand Hyatt, Nusa Dua Bali Selasa (26/3/2013). Kegiatan yang mengangkat Bisnis Model Blue Economy di Indonesia ini menindaklanjuti Focus Group Discussion (FGD) Blue Economy bersama pakar dan penulis buku The Blue Economy, Prof. Gunter Pauli, 26 November lalu, di Hotel Ritz Carlton Jakarta, serta hasil Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) KKP, 19-22 Februari lalu, di Hotel Borobudur Jakarta. Hasil Rakornas dengan tema Pembangunan Kelautan dan Perikanan untuk Penguatan Ekonomi dan Kesejahteraan Rakyat melalui Industrialisasi dengan Pendekatan Blue Economy itu menghasilkan rumusan yang salah satunya adalah pembangunan kelautan dan perikanan 2013 dengan paradigma Minapolitan dan Industrialisasi berbasis Blue Economy yang dilaksanakan di kawasan percontohan Nusa Penida. Karena itu di hari yang sama pelaksanaan FGD, dilakukan terlebih dahulu kunjungan lapangan ke kawasan Nusa Penida. Sasaran dari penyelenggaraan FGD ini adalah terbangunnya rekomendasi pelaksanaan pengembangan Blue Economy di Nusa Penida serta pengembangan tersebut menjadi referensi pengembangan Blue Economy di Kabupaten/Kota lainnya. Bertindak sebagai narasumber FGD adalah Direktur Jenderal Kelautan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (KP3K) KKP, Sudirman Saad, Kepala Badan Pengembangan SDM Kelautan dan Perikanan (BPSDM KP) KKP Suseno, Penasehat Menteri Kelautan dan Perikanan Sunoto, dan Gunter Pauli sebagai narasumber utama. Peserta FGD selain dari KKP juga berasal dari Pemerintah Daerah, yaitu Kabupaten Lombok Timur, Kabupatan Anambas, Kabupaten Banggai Kepulauan, Kabupaten Raja Ampat, Kabupaten Klungkung, dan Kabupaten Buleleng, yang dinilai berpotensi untuk dapat menerapkan konsep Blue Economy. Menurut Gunter Pauli, konsep Blue Economy dikembangkan untuk menjawab tantangan, bahwa sistem ekonomi dunia cenderung eksploitatif dan merusak lingkungan. Konsep Blue Economy dimaksudkan untuk menantang para enterpreneur bahwa Blue Economy Business Model memberikan peluang untuk mengembangkan investasi dan bisnis yang lebih menguntungkan secara ekonomi dan lingkungan. Selain itu juga menggunakan sumberdaya alam lebih efisien dan tidak merusak lingkungan, sistem produksi lebih efisien dan bersih, menghaslikan produk dan nilai ekonomi lebih besar, meningkatkan penyerapan tenaga kerja dan memberikan kesempatan untuk memberikan benefit kepada setiap kontributor secara lebih adil. Selain bertujuan untuk mendiskusikan implementasi Blue Economy, FGD tersebut juga merupakan rangkaian kegiatan dari penyelenggaraan The 3rd Coral Triangle
Initiative (CTI) Regional Business Forum yang dibuka oleh Menteri Kelautan dan Perikanan, Sharif C. Sutardjo, Minggu (24/3). Sebagai rangkaian acara tersebut juga dilakukan penandatanganan Kesepakatan Bersama antara BPSDM KP dengan Pemerintah Kabupaten Kepulauan Anambas, Provinsi Kepulauan Riau tentang Pembangunan dan pengembangan SDM Kelautan dan Perikanan. Penandatanganan dilakukan oleh Kepala BPSDM KP, Suseno, dan Bupati Kep. Anambas, T. Mukhtaruddin, Selasa (26/3). Ruang lingkup Kesepakatan Bersama ini meliputi kegiatan peningkatan kapasitas SDM; pendampingan upaya peningkatan produksi kelautan dan perikanan; serta pendampingan penerapan hasil penelitian dan uji coba paket teknologi kelautan dan perikanan, pendampingan identifikasi dan penumbuhan kelompok usaha para pelaku utama kelautan dan perikanan. Hal ini dilakukan karena Kepulauan Anambas dengan pulau-pulaunya yang dijuluki sebagai pulau tropis tercantik se-Asia meyimpan potensi kelautan dan perikanan yang besar. Namun Sumber daya alam ini umumnya masih ditangani secara tradisional, baik di bidang perikanan tangkap, perikanan budidaya maupun pengolahan hasil perikanannya, sehingga dianggap perlu untuk peningkatan kesejahteraan masyarakatnya melalui kerja sama tersebut. Di samping itu, menurut Suseno, peningkatan kapasitas SDM dalam rangka pengembangan industri kelautan dan perikanan yang inovatif berbasis blue economy dapat juga dilakukan melalui percontohan pengembangan bisnis model di Pulau Nusa Penida. Dukungan untuk hal tersebut dilakukan melalui kegiatan pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan. Dukungan kegiatan pendidikan dilakukan melalui akses pendidikan bagi anak pelaku utama di satuan pendidikan lingkup KKP dan SMK kelautan dan perikanan di luar KKP serta dukungan biaya pendidikan bagi anak pelaku utama kelautan dan perikanan, yaitu nelayan, pembudidaya dan pengolah ikan, serta petambak garam. Anak pelaku utama tersebut direkrut tanpa tes untuk bersekolah di satuan pendidikan KKP, yang terdiri dari Sekolah Tinggi Perikanan (STP) Jakarta, Akademi Perikanan (AP) Sidoarjo, AP Bitung, AP Sorong, Sekolah Usaha Perikanan Menengah (SUPM) Ladong, SUPM Pariaman, SUPM Kota Agung, SUPM Tegal, SUPM Pontianak, SUPM Bone, SUPM Ambon, SUPM Kupang, dan SUPM Sorong. Mereka dididik dengan menggunakan sistem pendidikan vokasi melalui pendekatan teaching factory dengan kawasan minapolitan sebagai lokasi kegiatan, berbasis industrialisasi kelautan dan perikanan, dan penerapan kaidah-kaidah blue economy. Pendidikan ini menghasilkan lulusan berupa SDM terdidik dan kompeten yang mempunyai kemampuan kognitif, psikomotorik dan afektif untuk melaksanakan pekerjaan sektor kelautan dan perikanan sesuai kebutuhan dunia usaha dan industri. Adapun dukungan kegiatan pelatihan antara lain berupa pemetaan keterlibatan pelaku usaha kelautan dan perikanan berbasis blue economy; identifikasi kebutuhan pelatihan; penyiapan perangkat pelatihan pedoman, kurikulum, dan modul; penyelenggaraan pelatihan oleh Balai Pendidikan dan Pelatihan Perikanan (BPPP)
dan Balai Diklat Aparatur (BDA). Terdapat 5 BPPP yang tersebar di Medan, Tegal, Banyuwangi, Bitung, dan Ambon dan 1 BDA di Sukamandi. Sementara itu dukungan kegiatan penyuluhan antara melalui aplikasi teknologi berupa demplot dan dem area dengan mengacu kepada introduksi teknologi yang sudah terekomendasi berbasis blue economy serta pelaksanaan temu lapang, magang, dan studi banding. Selain sebagai pendamping bagi pelaku utama kelautan dan perikanan, para penyuluh juga ditugaskan sebagai pencatat data di lapangan, yang meliputi pendataan kelompok pelaku utama dan usaha serta pendataan produktivitas dan jumlah produksi perikanan, khususnya rumput laut. Untuk kegiatan penyuluhan ini ditempatkan 191 orang penyuluh perikanan di Provinsi Bali, yang terdiri dari 115 penyuluh PNS, 33 Penyuluh Perikanan Tenaga Kontrak (PPTK), dan 41 penyuluh swadaya, yang tersebar di Kab. Jembrana, Kab. Tabanan, Badung, Gianyar, Klungkung, Bangli, Karang Asem, Buleleng, dan Kota Denpasar. Melalui FGD ini diharapkan implementasi Blue Economy dapat mendorong pembangunan kelautan dan perikanan berkelanjutan dengan memperhatikan keseimbangan pembangunan ekonomi dan pelestarian lingkungan. Diharapkan pula adopsi prinsip-prinsip Blue Economy dalam kebijakan pembangunan akan mendorong pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan semakin efisien dengan produk lebih banyak dan bervariasi, bernilai tambah tinggi, dan sekaligus melindungi lingkungan dari kerusakan dan pencemaran. [*] By : www.inilah.com