KISAH-KISAH DALAM AL-QUR‟AN Makalah Disusun untuk memenuhi tugas : Ulumul Qur‟an
Mata Kuliah Dosen Pengampu
: Dr. Hj Yuyun Afandi Lc, M.A
Disusun oleh : 1. Badrut Tamam
(131211058)
2. Fikri Amarullah
(131211059)
3. Paramitha Luthfiya Ulfa
(131211060)
4. Ahlaqul Karimah
(131211061)
5. Rima Ayu DF
(131211062)
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO Jln. Prof. Dr. Hamka KM.2 Ngaliyan Semarang Telp(024)7604554 2014
1
I.
PENDAHULUAN Peristiwa yang terikat dengan sebab dan akibat itu sudah sering terdengar. Bila terjadi malapetaka di Tanah Air seseorang maka orang itu mengambil ibarat dari berita-berita dimasa lalu. Orang senang menelaahnya guna untuk mengetahui tentang kekuatan beramal orang-orang dahulu itu maka hal ini diresapkannya ke dalam jiwanya. Pengajaran yang dituturkan dengan mulut itu bagus sekali didengar, namun tidak semuanya yang ditangkap oleh pikiran. Tidak semua yang diturunkan itu masuk ke dalam hati. Tapi ketika orang mengambil untuk peristiwa yang terjadi maka disini jelas sasarannya. Orang senang mendengarkannya. Didalam hati orang yang mendengarkannya itu timbul kerinduan untuk mendengarkannya lebih lanjut, dan berduka cita terhadap hal-hal yang telah luput. Berpengaruh kepada orang dan dapat dijadikan ibarat dan pengajaran. Sekarang ada suatu karangan mengenai kisah yang sudah dan menjadi kesenian khusus dalam ilmu bahasa dan kesusateraan. Orang mentamsilkan kisah itu seperti roda yang berputar. Bagi orang arab tamsil itu merupakan metode yang cukup kuat. Yang menyampaikan bentuk kisah itu adalah Al-Qur‟an.
II.
RUMUSAN MASALAH 1. Pengertian Kisah dalam Al-Qur‟an? 2. Macam-macam kisah dalam Al-Qur‟an? 3. Faedah kisah dalam Al-Qur‟an? 4. Unsur-unsur kisah Al-Qur‟an? 5. Tujuan kisah Al-Qur‟an? 6. Contoh kisah yang ada didalam Al-Qur‟an?
III.
PEMBAHASAN 1. Pengertian Kisah dalam Al-Qur‟an Kisah
ialah
membahas
bekas-bekas
peninggalan.
Dikatakan,
Aku
mengisahkan bekas-bekasnya, artinya membahasnya. Lafaz qashash itu adalah mashdar.1
1
Mana‟ul Qathan. 1995. Pembahasan Ilmu Al-Qur‟an. Jakarta: PT RINEKA CIPTA, hlm 144
2
Qashash adalah mashdar dari qashsha yang berarti mencari bekasan atau mengikuti bekasan (jejak). Qashash bermakna: urusan, berita, khabar, dan keadaan. Qashasil Qur‟an, ialah : “khabar-khabar Al Qur‟an tentang keadaan-keadaan umat yang telah lalu dan kenabian masa dahulu, peristiwa-peristiwa yang telah terjadi.” Al-Qur‟an meliputi keterangan-keterangan tentang peristiwa-peristiwa yang telah terjadi, sejarah bangsa-bangsa, keadaan negeri-negeri serta menerangkan bekasan-bekasan dari kaum-kaum purba itu.
2. Macam-macam kisah dalam Al-Qur‟an Di dalam alquran itu ada tiga macam kisah, yaitu : a. Kisah nabi-nabi, yaitu mengenai dakwah yang mereka jalankan kepada kaumnya. Mukjizat-mukzijat yang di berikan allah kepada mereka itu. Pendirian orang-orang yang menentang. Tahap-tahap dakwah dan perkembangannya. Akibat yang dirasakan oleh orang-orang yang beriman dan orang-orang yang mendusta. Seperti kisah nuh, ibrahim, musa, harun, isa, muhammaad, dan nabi-nabi serta rasul-rasul lainnya. b. Kisah alquran yang bersangkutan dengan peristiwa-peristiwa yang sudah kabur(tidak jelas lagi). Dan orang-orang yang belum jelas kenabiannya. Seperti orang-orang yang dibuang dari negrinya, mereka itu sudah seributahun meninggal, kisah thalut dan jalut, anak adam, orang-orang yang tidur dalam goa, zul qarnaini, qarun, ash-habus sabti, maryam, ashhabul ukhud, ash-habul fil, dan lain-lain. c. Kisah yang bersangkutan dengan kejadian-kejadian di zaman rasul, seperti perang badar, perang uhud dalam surah ali imran. Perang hunain dan tabut dalam surah taubah. Perang al ahzab dalam surah al ahzab. Hijrah, israk dan lain-lainnya. 2
3. Faedah kisah dalam Al-Qur‟an Kisah alquran itu mempunyai beberapa faedah yang bagus, yang terpenting ialah.
2
Ibid, hlm 145
3
a. Menjelaskan asas dakwah kepada Allah, dan menerangkan sendi-sendi syariat yang dengan syariat itulah diutus nabi-nabi.
Artinya : dan kami tidak mengutus seorang Rasulullah sebelum kamu, melainkan kami wahyukan kepadanya,-bahwasanya tidak ada tuhan melainkan aku, maka sembahlah olehmu akan aku (QS Al Anbiya‟: 25). b. Menetapkan hati rasul dan hati umat muhammad terhadap agama allah. Dan lebih menekankan benarnya orang-orang mukmin dengan pertolongan dan tentaranya dan menghina yang batil. Allah Berfirman dalam alquran.
Artinya : dan semua kisah dari rasul-rasul kami ceritakan kepadamu ialah kisah-kisah yang dengannya kamiteguhkan hatimu dan dalam surat ini telah datang kepadamu kebenaran, serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman (QS Hud : 120) c. Membenarkan nabi-nabi yang dahulu dan menghidukan kembali ingatan kepadanya dan mengabdikan bekas-bekas penginggalannya. d. Menyatakan kebenaran muhammad SAW dalam segi dakwah dengan apa yang diberitahukan olehnya tentang hal ihwal masa-masa yang berlalu yang sudah berabad-abad dan sudah beberapa generasi. e. Untuk berdebat dengan ahli kitab dengan hujjah seperti apa yang mereka sembunyikan tentang anak-anak perempuan. Dan membatasi mereka dengan apa yang terdapat dengan kitab-kitab mereka sebelum kitab itu mereka rubah-rubah dan di pertukar-tukarkan letaknya. Allah berfirman :
4
Artinya : semua makanan adalah halal bagi bani israil, kecuali makanan yang diharamkan oleh israil (ya‟kub) untuk dirinya sendiri sebelum taurat diturunkan. Katakanlah,-jika kamu mengatakan ada makanan yang diharamkan sebelum turun taurat, maka bawalah taurat itu lalu bacakanlah dia jika kamu orang-orang yang benar (QS Al Imran : 93) f. Kisah yang mencontohkan tentang adab sopan santun. Enak sekali di dengar, dan meresap ke dalam hati.
Artinya : sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal (QS Yusuf : 111).3
4. Unsur-unsur kisah Al-Qur‟an Unsur-unsur Kisah Al-Qur‟an Unsur-unsur kisah pada galibnya ada tiga, yaitu pelaku (as-sakhsiyyat), peristiwa (ahdats), percakapan (al-hiwar). Ketiga unsur ini terdapat pada hampir seluruh kisah Al-Qur‟an seperti lazimnya dalam kisah-kisah biasa. Hanya saja 3
Ibid, hlm 146
5
peranan ketiga unsur itu tidaklah sama, sebab boleh jadi salah satunya saja yang menonjol, sedangkan unsur yang lain hampir menghilang. Satu-satunya pengecualian, ialah kisah Nabi Yusuf, dimana ketiga unsur tersebut ada semuanya dan dibagi menurut teknik kisah biasa. Cara semacam ini tidak didapati pada lainnya,
karena
kisah
Al-Qur‟an
pada
umumnya
bersifat
pendek
(uqshushah),bukan kisah yang panjang. Oleh karena itu, pada kisah-kisah yang dimaksudkan untuk menakut-nakuti, maka yang menonjol ialah unsur peristiwa, seperti kisah kaum Tsamud dengan Nabi Saleh a.s. dalam surat As-Syams dan Al-Qamar. Adapun pada kisah yang dimaksudkan untuk memberi kekuatan moral dan kemantapan hati Nabi beserta pengikutnya, maka yang menonjol adalah unsur perilaku. Sedangkan pada kisahkisah yang dimaksudkan untuk mempertahankan dakwah Islamiyyah dan membantah para penentangnya, yang menonjol adalah unsur percakapan. Kadang-kadang kedua unsur tersebut, pelaku dan percakapan “mempunyai kedudukan yang sama, seperti kisah kaum Tsamud itu pula dalam surat Al A‟raf dan As Syu‟ara. Berikut unsur-unsur kisah dalam Al-Qur‟an
:
1. Pelaku Pelaku pada kisah-kisah Al-Qur‟an tidak hanya terdiri dari manusia, tetapi juga malaikat, jin, bahkan burung dan semut. Kisah burung dan semut terdapat dalam Surat An Naml yang menceritakan kisah Nabi Sulaiman A.s. (ayat 18-19) Malaikat dalam kisah Al-Qur‟an mempunyai peranan seperti manusia, dan bahkan sering datang dalam bentuk manusia biasa. Di sini orang baru mengetahui bahwa mereka itu sebenarnya adalah malaikat setelah lewat beberapa adegan kisah. Demikianlah keadaan mereka pada kisah-kisah Nabi Ibrahim, Luth, Zakaria, dan Maryam dan Nabi Daud.Terdapat dalam Surat Hud ayat 69-83. Serta juga pada Surat Maryam 16-21. Berbeda dengan malaikat, maka bentuk jin tidak jelas, karena tidak menampakkan diri dalam bentuk manusia. Terdapat dalam Surat Jin.
6
Pada kisah-kisah Al-Qur‟an , orang laki-laki banyak jumlahnya. Diantaranya ialah para rasul, nabi-nabi, seperti Nabi Adam, Nuh, Hud, Saleh, Ibrahim, Ismail, Ishak, Ya‟kub, Syueb, Luth, Musa, Zakaria, Yahya, Ayyub, dan sebagainya. Selain itu terdapat pula orang-orang biasa, raja-raja atau menteri, seperti Haman, Fir‟aun, Azar, Luqman, Uzair, anak-anak Nabi Nuh, saudara-saudara Nabi Yusuf dan kawannya di penjara dan lain-lain.
2. Peristiwa Hubungan antara peristiwa dengan pelaku pada setiap kisah adalah jelas. Karena kedua hal itu merupakan unsur-unsur pokok suatu kisah. Peristiwa-peristiwa dapat dibagi menjadi 3 bagian : a) Peristiwa yang merupakan kelanjutan dan ikut campurnya qadla dan qadar (ketentuan) dalam suatu kisah. Seorang Rasul datang kepada suatu kaum, kemudian mereka mendustakannya dan meminta ayat-ayat (bukti-bukti) yang menunjukkan kebenaran dakwah dan kerasulannya. Kemudian, datanglah „ayat‟ (bukti) yang mereka minta, tetapi mereka tetap saja mendustakannya. b) Peristiwa-peristiwa yang dianggap luarbiasa atau mukjizat, yaitu peristiwaperistiwa yang didatangkan Tuhan melalui para RasulNya sebagai bukti kebenarannya. Mukjizat itu didatangkan Allah ketika para Rasul ditantang oleh kaumnya untuk membuktikan kebenarannya. Seperti mukjizat Nabi Isa A.s yang dapat berbicara sewaktu masih berada diayunan (masih bayi), membuat burung dari tanah liat, menyembuhkan orang buta dan terkena penyakit kusta lepra, menurunkan hidangan dari langit dsb. (Surat Al Maidah 110-115). c) Peristiwa-peristiwa biasa yang dilakukan oleh orang-orang yang dikenal sebagai tokoh baik rasul maupun tidak sebagai manusia biasa yang makan dan minum. 3. Percakapan Tidak pada setiap kisah harus ada percakapan, sebab kisah-kisah pendek sering hanya berisi gambaran pelaku atau peristiwa semata-mata. Cara semacam ini banyak kita dapati pada kisah-kisah Al-Qur‟an yang bermaksud menakut-nakuti. 7
Bahkan pada kisah yang dikemukakan untuk memperkuat suatu kepercayaan atau menentangnya, dialog diganti dengan lintasan hati yang menggenangi seseorang, dan yang memindahkannya dari satu akidah ke akidah lain. Seperti, pada kisah Nabi Ibrahim dalam mencari Tuhan, mulai dari bintang dan bulan di waktu malam, matahari diwaktu siang, sampai akhirnya kepada Allah yang menciptakan langit dan bumi (Surat Al An‟am 74-79). Isi percakapan dalam kisah-kisah Al-Qur‟an pada umumnya ialah soal-soal agama yang menjadi bahan sengketa antara Nabi Muhammad SAW dengan kaumnya. Dalam hal ini misalnya masalah keesaan Tuhan, kebangkitan, kemanusiaan para rasul dan bukan kemalaikatannya, mukjizat-mukjizat untuk menjadi bukti kenabian dsb. Cara Al-Qur‟an dalam menggambarkan percakapan didasarkan atas riwayat, atau menurut istilah tata bahasa ialah „direct speech‟ (percakapan langsung). Jadi, Al-Qur‟an menceritakan kata-kata pelaku dalam bentuk aslinya, seperti “ia berkata . . .”, “mereka berkata . . .” dsb. Gaya bahasa kisah Al-Qur‟an sejalan dengan keadaan jiwa Nabi Muhammad SAW, bukan sesuai dengan keadaan orang-orang yang sedang berdialog dengannya. Hal ini karena dalam beberapa hal keadaan jiwa Rasulullah SAW sama dengan keadaan jiwa para rasul sebelumnya. 4 5. Tujuan kisah dalam Al-Qur‟an Tujuan-tujuan kisah Al-Qur‟an yaitu : 1. Memantapkan kerasulan Nabi Muhammad SAW dan menegaskan bahwa ia menerima wahyu. Muhammad sendiri tidak bisa menulis dan membaca, dan diketahui tidak pernah mengambil ucapan atau kisah dari pembesar-pembesar agama Yahudi dan Masehi. Kemudian datanglah kisah-kisah dalam Al-Qur‟an; sebagiannya panjang-panjang dan terperinci, seperti kisah Nabi Ibrahim, Nabi Musa dan Nabi Isa. Adanya kisah-kisah dalam Al-Qur‟an menjadi bukti, bahwa kisah-kisah itu merupakan wahyu yang diturunkan Allah. Al-Qur‟an menegaskan demikian pada permulaan kisah atau pada akhirnya.5
4 5
A.Hanafi MA. 1984. Segi-segi kesusastraan pada kisah-kisah Al-Qur‟an. Jakarta: Pustaka Alhusna, hlm 53 Sayyid Qutb. 1956. At Taswiru I-Fanniyu fi I-Qur‟an. Daru I-Ma‟arif, hlm 120
8
2. Menerangkan bahwa semua agama yang dibawa para Rasul dan Nabi adalah datang dari Allah, yaitu sejak dari Nabi Nuh sampai Muhammad SAW dan bahwa orang-orang mukmin seluruhnya adalah ummat yang satu, sedangkan Allah SWT menjadi Tuhan mereka semua. 6 3. Menerangkan bahwa karena agama-agama itu dari Allah sumbernya, maka dasarnya adalah sama. Karena itu pada kisah Nabi-Nabi, kepercayaan pokok yang selalu diulang-ulang,yaitu iman kepada Allah yang esa. 7 4. Menerangkan bahwa pada akhirnya Allah menolong nabi-nabi Nya dan menghancurkan orang-orang yang mendustakannya. 8 5. Mengingatkan ummat manusia akan bahaya iblis yang suka menyesatkan manusia. Kisah ini juga menunjukkan permusuhan abadi antara Iblis dengan manusia sejak Nabi Adam. Penonjolan segi permusuhan tersebut melalui kisah lebih indah dank arena permusuhan itu bersifat abadi, maka kisah Nabi Adam berulang kali disebutkan dalam Al-Qur‟an.9 6. Menerangkan kekuasaan Allah untuk menciptakan peristiwa-peristiwa luar biasa, seperti Kisah terciptanya Nabi Adam, kelahiran Nabi Isa, kisah Nabi Ibrahim dengan burung yang telah dipisah-pisahkannya, dan pisahan-pisahan itu ditempatkan ditempat-tempat yang berbeda-beda di suatu gunung, sehingga kemudian burung tersebut hidup kembali dan pulang sebagaimana semula kepada Nabi Ibrahim (Al Baqarah 260). 7. Pendidikan, pengajaran, yaitu membentuk perasaan yang kuat dan jujur ke arah akidah Islamiyah dan prinsip-prinsipnya, dan kearah pengorbanan jiwa untuk mewujudkan kebenaran dan kebaikan. Sebaliknya, kisah-kisah Al-Qur‟an juga bertujuan untuk membentuk perasaan-perasaan yang menentang setiap keburukan. 10
8. Meringankan tekanan-tekanan terhadap perasaan Nabi dan orang-orang mukmin. Hal ini sebagai akibat sikap kaum musyrik yang menentang Nabi Muhammad SAW, Al-Qur‟an dan dakwah Islamiyyah, sehingga dada Nabi sesak dibuatnya (Surat Al-Hijr 97 dan Yunus 65).
6
Ibid, hlm 123 Ibid 8 Ibid, hlm 125 9 Ibid, hlm 127 10 Dr. M. Khalafullah. 1957. Al Fannu I-Qassiyu fi I-Qur-ani I-Karim. Kairo: An-Nadlatu I-Misriyah, hlm 209 7
9
6.
Contoh Kisah dalam Al-Qur‟an a) Kisah Ash-Habul Kahfi Rangkaian Kisah menurut Al-Qur‟an Ash-habul Kahfi adalah sekelompok pemuda yang beriman kepada Allah,
mereka terdiri atas tujuh orang, sebagaimana yang dijelaskan dalam Al-Qur‟an. Kita tidak mengetahui nama atau pekerjaan mereka, kota tempat tinggal mereka, raja yang berkuasa pada masa itu, agama yang mereka anut, atau gua tempat mereka berlindung. Dalam gua, para pemuda mukmin ini tinggal untuk merenung dan berpikir, akhirnya mereka keluar dengan sebuah kesimpulan yang pasti bahwa Allah adalah satu-satunya Tuhan seluruh alam, mereka tidak akan beriman kecuali kepada-Nya dan tidak akan menyembah selain Dia. Mereka mengetahui bahwa kaum mereka adalah orang-orang kafir karena mereka menyembah selain Allah. Kekafiran mereka menyebabkan kedzaliman dan kebohongan mereka. Maka, siapakah yang lebih dzalim daripada orang-orang yang membuat dusta terhadap Allah. Mereka lalu meninggalkan kota itu dan pergi menuju sebuah gunung, kemudian memutuskan untuk berlindung dalam gua di gunung itu. Mereka memohon kepada Allah agar mencurahkan rahmat-Nya bagi mereka di dalam gua. Allah mengabulkan permintaan mereka. Rahmat Allah diturunkan kepada mereka didalam gua, tempat Allah memudahkan urusan mereka dan menunjukkan bagi mereka kekuasaan-Nya. Dia memerintahkan matahari agar tidak menyinari tubuh mereka, sehingga tidak merusaknya. Baik saat terbit pagi hari, maupun saat terbenam pada sore hari, matahari menjauhi gua itu sehingga sinarnya tidak mengenai mereka. Mereka berada ditengah-tengah gua yang lapang. Diantara tanda-tanda kekuasaan Allah atas mereka didalam gua adalah bahwa mata mereka tetap terbuka, sehingga orang yang melihat menyangka mereka terjaga dan dapat melihat, padahal mereka tidur nyenyak. Bahkan, bumi tidak
10
menelan tubuh mereka, karena Allah membalikkan mereka sesekali ke kanan dan ke kiri. Bersama mereka ada seekor anjing yang menjadi teman mereka, Anjing itu duduk diambang pintu gua, mengunjurkan kedua lengannya, dan tidur seperti penghuni gua itu. Sehingga, tidak seorang pun yang berani mengganggu mereka ketika tidur. Allah SWT telah membuat hati siapa saja yang melihat mereka, ia akan melarikan diri ketakutan. Mereka tidur cukup lama, disebutkan dalam surah ini selama tiga ratus sembilan tahun! Setelah itu, Allah membangunkan mereka sehingga mereka bertanya-tanya tentang lamanya mereka tidur, namun mereka berbeda pendapat. Diantara mereka ada yang mengatakan, “kamu tertidur selama satu atau setengah hari!” Akan tetapi, mereka tidak memperpanjang perdebatan itu karena mereka memang tidak mengetahuinya, mereka menyerahkan hal itu pada Allah, mereka berkata, “Tuhanmu lebih mengetahui berapa lama kamu tinggal di dalam (gua).” Perhatian mereka hanya terfokus pada hal yang penting. Oleh karena itu, mereka menunjuk salah seorang diantara mereka untuk pergi ke kota, membekalinya dengan uang untuk membeli makanan. Mereka meminta kepadanya agar dipilihkan makanan yang baik, halal, dan yang dibolehkan. Demikian pula agar ia tetap waspada dan berhati-hati agar tidak seorang pun mengetahui dan mengenalinya, karena mereka merasa takut terhadap kaum mereka. Jika mereka mengetahui penghuni gua dan tempat tinggal mereka, niscaya kaumnya akan membunuh mereka atau membujuk mereka agar kembali kepada agama mereka dan perbuatan syirik. Pergilah pemuda itu ke pasar untuk membeli makanan. Ia pergi dengan hatihati, waspada, dan sembunyi-sembunyi, tetapi Allah menghendaki hal lain. Allah ingin menjadikan sebagian diantara mereka sebagai tanda kekuasaan-Nya dan sebagai bukti atas kemampuan Allah Yang Mahasuci untuk membangkitkan. Allah menampakkan mereka dan memperlihatkan mereka pada kaum mereka. Sementara itu, kaum itu telah menjadi kaum yang beriman kepada Allah, generasi
11
sebelumnya yang kafir setelah lenyap, yaitu generasi yang telah ditinggalkan oleh penghuni gua itu. Yang sekarang hidup adalah generasi yang beriman. Setelah penduduk negeri yang mukmin itu melihat laki-laki mukmin itu, mereka menyusulnya ke gua, tatkala mereka tiba di gua, mereka mendapatkan ketujuh lelaki mukmin itu telah wafat, kali ini benar-benar wafat dalam keadaan yang wajar. Hal ini membuat mereka berbeda pendapat, apa yang akan mereka lakukan terhadap para laki-laki mukmin ini? Diantara mereka ada yang mengatakan, “dirikanlah sebuah bangunan, Tuhan mereka lebih mengetahui tentang mereka.” Akan tetapi, orang-orang bijaksana diantara mereka memutuskan untuk mendirikan sebuah rumah peribadatan. Demikianlah, didirikanlah sebuah rumah peribadatan diatasnya. Demikianlah akhir kisah tentang iman, ikhlas, zuhud di dunia untuk kembali pada Allah, tetapi kisah tentang Ash-habul Kahfi tidak akan hilang, orang-orang dan pemeluk agama samawi memperbincangkannya, sementara orang-orang mukmin merenungkannya agar mereka dapat mengambil pelajaran tentang iman, ikhlas, dan keteguhan. 11 b) Kisah Pemilik Dua Kebun Kisah ini mengemukakan dua pandangan berbeda tentang kehidupan dan fenomenanya. Pertama, pandangan seorang lelaki mukmin yang tidak memiliki sedikitpun fenomena kemegahan dunia, namun ia berpegang teguh pada keimanan dan keislamannya. Kedua, pandangan seorang lelaki kafir yang diberikan dua kebun yang indah oleh Allah dan taman yang luas, yaitu kebun anggur dan kurma yang ditanam diantara pepohonan. Allah telah memerintahkan kedua kebun itu menghasilkan buah dan makanan bagi pemiliknya yang kafir, sehingga kedua pohon itu menuruti perintah Allah, kemudian mati dan tidak ada satu buah pun yang tersisa.
11
DR.Shalah Al-Khalidy. 2000. Kisah-kisah Al-Qur‟an. Jakarta: Gema Insani Press, hlm 35
12
Lelaki kafir itu amat mencintai dunia dan perhiasannya serta mengira bahwa itu adalah segalanya. Ia melupakan Allah dan hari akhir. Ia berlaku sombong terhadap sahabatnya yang mukmin itu dan takabur padanya, menganggap dirinya lebih utama dari orang mukmin itu, baik di sisi manusia maupun di sisi Allah. Dalam sebuah perdebatan antara mereka, ia berkata, “Hartaku lebih banyak darimu dan aku adalah orang yang paling mulia.” Pendapatnya ini karena ia memandang kemuliaan dan keutamaan adalah berdasarkan harta dan kesenangan, sedangkan ia adalah orang yang paling banyak memiliki harta dan kesenangan. Karena itu, pengikutnya paling banyak dan ia adalah orang yang paling mulia. Suatu ketika, ia pergi ke kebunnya dan masuk ke dalamnya. Seperti yang diketahui, ia adalah seorang yang dzalim dan kafir. Ia mengira kebunnya akan kekal dan merupakan segala-galanya. Baginya tidak ada kebangkitan dan hari kiamat, lalu ia berkata, “Aku kira kebun ini tidak akan binasa selama-lamanya dan hari kiamat itu tidak akan datang.” Selanjutnya, ia berkata, “sekiranya aku dikembalikan kepada Tuhan-ku, pasti aku akan mendapatkan tempat kembali yang lebih baik daripada kebun-kebun itu. Dan, seandainya ada kebangkitan dan kehidupan kembali, dan aku kembali kepada Tuhanku maka aku akan berada di sisi-Nya dengan kemuliaan dan keutamaan, disana Tuhanku akan memberiku yang lebih baik dari kebun ini. Di dunia, ia telah memuliakanku dan memberiku kebun ini. Karena aku layak mendapatkan kemuliaan dan kenikmatan ini, maka Tuhanku akan memberiku kebaikan yang banyak disana. Ini seandainya aku dikembalikan kepada-Nya. Akan tetapi, temannya yang mukmin itu tetap berpegang teguh dengan pandangan keimanannya dan tidak tertipu oleh kekayaan yang dimiliki temannya yang kafir dan kaya itu. Ia pun tidak gentar dan takut dihadapannya, sebaliknya ia tidak mendiamkannya. Ia berkata kepadanya dengan tutur kata seorang muslim yang tegas, jelas, dan bijak. Ia berkata, “Apakah kamu kafir kepada (Tuhan) yang menciptakan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, lalu Dia menjadikan kamu seorang laki-laki yang sempurna? Tetapi, aku (percaya bahwa) Dialah Allah, Tuhanku dan aku tidak mempersekutukan seorang pun dengan Tuhanku.”
13
Ia menasihati temannya yang kafir itu tentang kemuliaan Allah dan agar tidak terlena dengan fenomena dunia yang semu. Ia berkata kepadanya, “Seandainya kamu mengucapkan ‘maasyaa Allah laa quwwata illa billah’ ketika masuk ke kebunmu.” Lalu, ia memperingatkan akibat kekafiran dan kekufurannya serta terlenanya oleh kebun beserta isinya yang ia miliki. Sesungguhnya Allah berkuasa untuk membinasakan dan menghancurkan keduanya yang merupakan akibat kekafiran dan kekufurannya, lalu Allah memerintahkan petir untuk menghancurkan kebunnya, melenyapkan anggur, kurma, dan ladang-ladang yang terdapat didalamnya, sehingga semuanya berubah menjadi debu yang halus. Sungai yang terletak di antara dua kebun itu, dapat lenyap, ditelan bumi atas perintah Allah, apakah ia mampu mengembalikannya? Allah menghukum orang kafir itu akibat kekafirannya, mencabut nikmat-Nya, dan mengirimkan petir untuk menghancurkan apa yang ada dalam kebunnya sebagaimana yang telah dikatakan temannya yang mukmin itu. Lelaki kafir itupun akhirnya menyesal. Di saat penyesalannya tidak berguna lagi, lalu ia membolak-balikkan kedua tangannya (tanda menyesal) terhadap apa yang ia telah belanjakan untuk itu, setelah semuanya itu roboh bersama paraparanya. Orang kafir itu berandai-andai, sekiranya dahulu ia menjadi seorang mukmin yang bersyukur kepada-Nya, ia mengatakan, “Aduhai sekiranya dulu aku tidak mempersekutukan seorang pun dengan Tuhanku.” Itulah kisah dua orang laki-laki: seorang mukmin yang bijaksana dan seorang kafir yang sombong, yang memuat kisah yang jelas tentang keimanan sebagai cahaya peringatan dan pelajaran. Al-Qur‟an mengomentari kisah ini bahwa sesungguhnya orang kafir itu akan rugi dan binasa tatkala Allah menjatuhkan azab kepadanya dan kedua kebunnya. Tidak ada segolongan pun, kekuatan, pelindung, yang dapat menolong dan melindunginya dari azab Allah. Karena itu ia hancur dan binasa, dan sekali-kali ia tidak dapat membela dirinya. Pertolongan itu hanya dari Allah. Oleh karena itu, kemenangan dan kebahagiaan akan diperoleh bagi siapa saja yang tetap bersama Allah, dan 14
karenanya Allah menjadi pelindung dan penolongnya, yaitu orang yang mencintai Allah, tidak menganggap perhiasan dunia sebagai segala sesuatu baginya, mencukupkan Allah yang memberikan kepadanya keimanan, keyakinan, kepercayaan, isti’laa „ketinggian‟, kebahagiaan, kepandaian dalam membawa diri, dan ketenangan jiwa. Seperti laki-laki mukmin yang berbicara dan membantah laki-laki kafir yang sombong. Dunia beserta isinya pasti musnah, kesenangan dunia, harta dan anak-anak adalah perhiasan dunia, perhiasan yang akan segera lenyap, seperti lenyapnya kedua kebun lelaki kafir itu. Amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu dan lebih baik untuk menjadi harapan, sebagaimana yang diperoleh lelaki mukmin yang bijaksana. Tidak ada cara bagi manusia kecuali mereka harus memilih kedua contoh tersebut:sebuah contoh lelaki mukmin yang bijaksana atau sebuah contoh lelaki kafir yang sombong, yang tidak puas dengan nikmat Allah. Akan tetapi, mereka semua harus menanggung dampak yang dipilihnya, setelah mereka mengetahui efek keimanan dan efek kekafiran. 12 c) Kisah Musa A.S dan Khidhir A.S Hal yang mengejutkan dalam kisah ini yaitu keluarnya ikan dari keranjang lalu melompat ke laut. Allah SWT memerintahkan Musa a.s. agar membawa seekor ikan dalam keranjang, di mana ikan itu menghilang, di sanalah Musa akan menemukan Khidhir. Pada suatu ketika, Musa dan temannya tertidur. Ikan dalam keranjang itu sudah dipanggang dan diasinkan. Akan tetapi, kemudian ikan itu mendapat setitik air dari mata air kehidupan sehingga menjadi hidup dan Allah mengembalikan rohnya, lalu ikan itu keluar dari keranjang dan masuk ke air. Bagaimana ini terjadi? Ikan asin panggang yang sudah mati tiba-tiba hidup kembali. Hal ini mengherankan Musa a.s. dan temannya. Mukjizat ini
12
Ibid, hlm 119
15
menunjukkan dalil tentang kebangkitan karena Allah yang telah menghidupkan ikan panggang asin pasti sanggup membangkitkan manusia pada hari kiamat. 13 d) Kisah Dzulqarnain Siapakah dzulqarnain? Dzulqarnain adalah julukan seorang raja yang disebutkan di dalam Al-Qur‟an, ia digambarkan sebagai seorang pemimpin yanga adil dan bijaksana. Dikisahkan bahwa ia telah membangun tembok besi yang tinggi untuk melindungi kaum lemah dari serangan Ya‟juj dan Ma‟juj, yang ditemuinya dalam perjalanannya menuju timur. Secara harfiah, Dzul Qarnain memiliki arti “Pemilik Dua Tanduk” atau “Ia yang memiliki Dua Tanduk”. Dzu berarti “pemilik”. Sedangkan Qarn berarti kuat, berani, kekuasaan, wilayah kekausaanynya meliputi wilayah barat hingga timur.14 IV.
KESIMPULAN Menurut bahasa kata Qashash jamak dari Qishash, artinya kisah, cerita, berita atau keadaan. Sedangkan menurut istilah Qashashul Quran ialah kisah-kisah dalam AlQur‟an tentang para Nabi dan Rasul mereka, serta peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa lampau, masa kini, dan masa yang akan datang. Macam-macam kisah dalam Al-Qur‟an mencakup 3 hal, yaitu mengenai kisahkisah Nabi, kisah Al-Qur‟an yang bersangkutan dengan peristiwa, dan kisah yang bersangkutan dengan kejadian-kejadian di zaman Rasul. Faedah kisah dalam Al-Qur‟an ada 6 hal, yaitu menjelaskan asas dakwah kepada Allah, menetapkan hati Rasul dan hati umat Muhammad terhadap agama Allah, membenarkan Nabi-nabi yang dahulu dan menghidupkan kembali ingatan dan
mengabadikan
bekas-bekas
peninggalannya,
menyatakan
kebenaran
Muhammad SAW, untuk berdebat dengan Ahli Kitab dengan hujah dan kisah yang mencontohkan tentang adab sopan santun.
13
14
Ibid, hlm 147 id.m.wikipedia.org/wiki/Dzul_Qarnain
16
Unsur-unsur yang ada dalam Al-Qur‟an ada 3, yaitu pelaku (as-sakhsiyyat), peristiwa (ahdats) dan percakapan (al-hiwar/dialog).
DAFTAR PUSTAKA Hanafi. 1983. Segi-segi kesusastraan pada kisah-kisah Al-Qur’an. Jakarta: Pustaka Al Husna Syadali, Ahmad. 1997. Ulumul Quran II. Bandung: CV. PUSTAKA SETIA Quthan, Mana‟ul. 1995. Pembahasan Ilmu Al-Qur’an 2. Jakarta: PT RINEKA CIPTA Al-Khalidy, Shalah. 2000. Kisah-kisah Al-Qur’an. Jakarta: GEMA INSANI PRESS Dr. M. Khalafullah. 1957. Al Fannu I-Qassiyu fi I-Qur-ani I-Karim. Kairo: An-Nadlatu IMisriyah id.m.wikipedia.org/wiki/Dzul_Qarnain
17