PENYUSUNAN DAN PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN PADA LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH MAKALAH Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Seminar Akuntansi Syariah
Disusun Oleh : Amanda Nurmalasari
133403173
Citra Cahyanida W
133403175
Elis Yeni R
133403183
Rina Rianasari
133403192
Sinta Nurmalasari
133403194
PROGRAM STUDI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS NEGERI SILIWANGI 2016
ABSTRAK
PENYUSUNAN DAN PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN PADA LEMBAGA KEUANGAN SYARI’AH
Makalah ini bertujuan untuk mengetahui (1) Tujuan dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan syari’ah , (2) Asumsi dasar dan unsur-unsur laporan keuangan, (3) Penyajian dan pengungkapan pelaporan keuangan pada lembaga keuangan syari’ah menurut PSAK no. 59. Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam makalah ini adalah data sekunder yaitu data yang diperoleh dari berbagai sumber kepustakaan dan internet. Hasil penelitian menunjukan bahwa : (1) Transaksi ekonomi yang memberikan informasi keuangan sesuai dengan prinsip syari’ah berdasarkan konsep kejujuran, keadilan, dan kepatuhan kepada nilai-nilai bisnis islam, (2) Dasar konsep operasional akuntansi syari’ah berdasarkan akad prinsip pinjaman murni (alwadiah), bagi hasil (syirkah), prinsip jual beli (al-tijarah), prinsip sewa (alijarah), prinsip jasa (al-ajr walumullah), (3) Penyajian dan pengungkapan laporan keuangan pada lembaga keuangan syari’ah menurut PSAK No. 59 yang saling berkaitan dan berpengaruh terhadap kualitas laporan keuangan yang dihasilkan.
Kata Kunci : PENYUSUNAN, PENYAJIAN, LAPORAN KEUANGAN LEMBAGA KEUANGAN SYARI’AH
i
ABSTRACK
MAKING AND PRESENTATION FINANCIAL REPORT OF FINANCIAL INSTITUTION SYARI’AH
This papers of this research is to identify (1) The basic purpose making and presentation of financial report syari’ah, (2) Basic assumptions and elements financial report, (3) Presentation and disclosure financial reporting of financial institutions syari’ah by PSAK no. 59. The technic of collecting data in this papers is secondary data that is data obtained from various sources literature and internet. Research result show that : (1) Economy transaction which gives financial information in accordance with the principle syari’ah be based concept integrity , justice, and obedience the values business islam. (2) Basic concept operational accounting syari’ah be based contract principle pure loan ( al-wadiah), profit sharing (syirkah), principle buy and sell (al-ijarah), principle service (al-ajr walumullah), (3) presentation and disclosure financial report on financial institutions syari’ah according to PSAK No. 59 that each other be related and effect on quality the resulting financial report.
Keyword : Making , Presentation, Financial Report of Financial Institution Syari’ah.
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur terpanjat Kehadirat Illahi Rabbi, yang telah melimpahkan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah dengan judul “Penyusunan Dan Penyajian Laporan Keuangan Pada Lembaga Keuangan Syariah ”. Makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas matakuliah Akuntansi Syariah Lanjutan pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Siliwangi Tasikmalaya. Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna, baik dalam segi penulisan maupun dalam bahasanya. Hal ini disebabkan keterbatasan pengetahuan, kemampuan, dan pengalaman yang penulis miliki. Oleh karena itu saran dan kritik yang sifatnya membangun demi kesempurnaan makalah ini sangat penulis harapkan guna perbaikan selanjutnya. Dengan segala kerendahan hati dan rasa hormat penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu, baik secara moril maupun materiil, kepada: 1. Kedua Orang Tua kami , yang telah mencurahkan kasih sayang, perhatian, serta doa tiada henti dan telah memberikan kepercayan kepada kami, semangat dorongan moril maupun materil sehingga terselesaikannya makalah ini. 2. Kepada Ibu Euis Rosidah, S.E.,M.Ak., selaku dosen matakuliah Seminar Akuntnsi Syariah yang telah memberian pengarahan dan bimbingan kepada kami. 3. Kepada semua rekan kelas Akuntansi Syariah yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan dukungan. 4. Semua pihak yang telah membantu kami baik secara langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu semoga Allah SWT membalas semua kebaikan yang telah diberikan kepada kami dengan kebaikan yang lebih besar disertai dengan curahan rahmat dan kasih sayang-Nya, Amin. Akhir kata, kami berharap semoga makalah ini dapat diterima oleh semua pihak dan bermanfat bagi kami. Tasikmalaya, September 2016
Penyusun iii
DAFTAR ISI ABSTRAK ........................................................................................................i ABSTRACK ..................................................................................................... ii KATA PENGANTAR ...................................................................................... iii DAFTAR ISI .................................................................................................... iv DAFTAR TABEL .............................................................................................v BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ............................................................................... 4 1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................. 4 BAB II PEMBAHASAN 2.1 Tujuan Dasar Penyusunan Dan Penyajian Laporan Keuangan Syari’ah. .............. ………………………………………………………………………5 2.2 Asumsi Dasar Akuntansi Lembaga Kuangan Syari’ah ......................... 7 2.3 Penyajian Dan Pengungkapan Pelaporan Keuangan Pada Lembaga Keuangan Syariah Menurut PSAK No.59 …………………...................14 BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan…………………………………………………......………......28 3.2 Saran…………………………………………………………………………29 DAFTAR PUSTAKA........................................................................................30
iv
DAFTAR TABEL 2.1 Indikator Kinerja dan Kesehatan Bank Syari’ah…………………………. 12 2.2 Neraca Lembaga Keuangan Syari’ah Menurut PSAK No.59…………... 15 2.3 Laporan Laba Rugi Lembaga Keuangan Syari’ah Menurut PSAK No. 59…………………………………………………………………………. 16 2.4 Laporan Arus Kas……………………………………………………………. 17 2.5 Laporan Perubahan Modal…………………....……………………………. 18 2.6 Laporan Perubahan Investasi……………………….………………………19 2.7 Laporan Sumber Dana Penggunaan Dana ZIS...………….…………….. 19 2.8 Laporan Sumber Dan Penggunaan Dana Qardhul Hasan.………………20 2.9 Data Keuangan Utama PT BSM…………………………………………….21 2.10 Laporan Laba Rugi PT Bsm Desember 2014…………………………… 22 2.11 Laporan Rasio Kinerja Keuangan Dan Kesehatan……..………………. 23 2.12 Laporan Nilai Tambah………………………………………………………24 2.13 Kinerja Keuangan Pt Bsm Tahun 2015 Dengan Pendekatan Nilai Tambah……………………………………………………………………… 24 2.14 Perbandingan Kinerja Keuangan Bsm Tahun 2014 Dengan Pendekatan Laba Rugi Dan Nilai Tambah ………………………………25 2.15 Perbandingan Kinerja Keuangan Bsm Tahun 2015 Dengan Pendeklatan Laba Rugi Dan Nilai Tambah…………………..…………. 25
v
BAB I PENDHULUAN
1.1 Latar Belakang Persaingan lembaga keuangan syari’ah semakin ketat, seiring pemberlakuan UU No 10 Tahun1998 sebagai dasar hukum bagi beroperasinya lembaga keuangan syari’ah. Pemberlakuan UU ini memicu lahirnya lembaga keuangan syari’ah baik itu bank syari’ah yang baru atau status bank umum maupun unit usaha syari’ah. Adanya persaingan antar lembaga keuangan syari’ah maupun dengan lembaga keuangan konvensional lainnya yang tidak bisa dihindarkan ini, membawa dampak positif dan negatif bagi perkembangan sebuah lembaga keuangan, termasuk bagi lembaga syari’ah. Dampak positifnya adalah memotivasi agar lembaga keuangan saling berpacu menjadi yang terbaik. Sedangkan dampak negatifnya adalah kekalahan dalam persaingan dapat menghambat laju perkembangan lembaga keuangan yang bersangkutan. Kondisi ini akan membawa kerugian yang besar bagi lembaga keuangan, bahkan dapat mengakibatkan gulung tikar. Langkah strategis yang dapat ditempuh oleh lembaga keuangan dalam rangka memenangkan persaingan, salah satunya adalah dengan cara meningkatkan kinerja penyusunan dan penyajian laporan keuangan. Peningkatan kinerja keuangan mempunyai dampak yang luar biasa kepada usaha menjaga kepercayaan nasabah agar tetap setia menggunakan jasanya. Prinsip utama yang harus dikembangkan oleh lembaga keuangan syari’ah dalam meningkatkan kinerja keuangan adalah kemampuan lembaga keuangan syari’ah dalam melakukan pengelolaan dana. Yaitu kemampuan lembaga keuangan syari’ah memberikan bagi hasil yang optimal kepada nasabah. Penilaian kinerja lembaga keuangan syari’ah dapat dilakukan dengan menganalisa laporan keuangan yang diterbitkan. Yaitu dengan menganalisa tingkat profitabilitas lembaga keuangan syari’ah yang bersangkutan, dengan menggunakan tiga rasio yaitu Return On Asset (ROA) dan Return On Equity (ROE) dan rasio perbandingan antara total laba bersih dengan total aktiva produktif. Kualitas kinerja lembaga keuangan syari’ah, dapat dilihat seberapa besar rasio kinerja keuangan yang diperoleh. Semakin besar rasio yang diperoleh berarti kemampuan lembaga keuangan syari’ah dalam memberikan keuntungan bagi hasil kepada nasabah semakin baik, dan sebaliknya jika perolehan rasio kinerja keuangan kecil berarti kemampuan lembaga keuangan syari’ah memberikan keuntungan berupa bagi hasil kepada nasabah rendah. Namun saat ini para pengguna laporan keuangan (nasabah, karyawan, pemerintah, masyarakat, manajemen) dihadapkan satu kondisi dimana laporan keuangan lembaga syari’ah belum dapat melakukan analisa terhadap kinerja lembaga keuangan syari’ah secara tepat, mengingat laporan keuangan pada lembaga keuangan syari’ah 1
sebagaimana termuat dalam Pedoman Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 59, hanya memuat sejumlah elemen laporan keuangan sebagaimana elemen dalam laporan keuangan lembaga keuangan konvensional, ditambah dengan beberapa laporan seperti Laporan Perubahan Dana Investasi Terikat, Laporan Dana Zakat, Infaq dan Shodaqoh serta Laporan Qardul Hasan. Selain itu di dalam Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan pada lembaga keuangan syari’ah disebutkan bahwa tujuan akuntansi keuangan pada lembaga keuangan syari’ah adalah penyediaan informasi keuangan ditambah dengan seputar informasi yang berkaitan terhadap prinsip syari’ah, yang merupakan karakteristik dari lembaga keuangan syari’ah. Jika dikaji secara lebih medalam, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan laporan keuangan pada lembaga keuangan syari’ah masih berorientasi pada kepentingan direct stakeholders. Tujuan ini sama dengan tujuan akuntansi yang termuat dalam laporan keuangan pada lembaga keuangan konvensional. Sementara itu jika mengingat lembaga keuangan syari’ah adalah unit usaha bisnis yang berdasarka syari’ah Islam, maka sebaiknya akuntansi keuangan yang digunakan adalah akuntansi syari’ah. Dimana tujuan di dalam akuntansi syari’ah tidak hanya sebatas menyediakan informasi yang berkaitan dengan pengambilan keputusan ekonomi saja, akan tetapi sebagaimana diungkapkan oleh para pakar akutansi syari’ah, bahwa tujuan akuntansi syari’ah adalah muamalah yaitu Amar Ma’ruf Nahi Munkar, keadilan dan kebenaran, maslahat sosial, kerjasamaaa, menghapus riba, dan mendorong zakat. Sehingga dengan demikian tujuan akuntansi syari’ah lebih menekankan pentingnya memberikan informasi bagi penghitungan zakat, pelaksanaan keadilan dan melaporkan kegiatan yang bertentangan dengan syari’ah. Tujuan-tujuan tersebut perlu dilakukan dalam rangka memenuhi tanggungjawab lembaga keuangan kepada direct stakeholders maupun indirect stakeholders. Dengan kata lain tujuan akuntansi lembaga keuangan syari’ah seharusnya lebih menekankan pada pemenuhan akuntabilitas (kepada direct stakeholders, indirect stakeholders dan kepada Tuhan). Penyajian laporan keuangan merupakan persyaratan yang berguna untuk menyajikan laporan keuangan untuk kebutuhan umum, yang menguraikan pedoman untuk strukturnya, dan mendasari persyaratan minimum atas isinya dan pengungkapannya, yang bertujuan untuk memberikan informasi yang bermanfaat dalam pegambilan keputusan ekonomis. Dalam memahami akuntansi lembaga keuangan syari’ah, maka ada dua hal yang perlu diperhatikan, yaitu kerangka dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan pada lembaga keuangan syari’ah yang memuat tentang karakteristik bank atau lembaga keuangan syari’ah, pemakai kebutuhan informasi, tujuan akuntansi keuangan, tujuan laporan keuangan, asumsi dasar . Dalam kaitannya dengan pemenuhan akuntanbilitas laporan kauangan pada lembaga keuangan syari’ah, Baydoun dan Willet (2000), seorang pakar akuntansi syari’ah merekomensikan laporan nilai tambah (Value Added Statement), sebagai tambahan dalam laporan keuagaan 2
pada lembaga keuangan syari’ah. Laporan nilai tambah menurut Baydoun dan Willet (2000), merupakan laporan keuangan yang lebih menekankan prinsip full disclosure dan didorong akan kesadaran moral dan etika. Karena prinsip full disclosure merupakan cerminan kepekaan manajemen terhadap proses aktivitas bisnis terhadap pihak-pihak yang terlibat di dalamnya. Kepekaan itu terwujud berupa penyajian informasi akuntansi melalui distribusi pendapatan secara lebih adil. Adanya laporan nilai tambah telah merubah mainstream tujuan akuntansi dari decision making bergeser kepada pertanggungjawaban sosial. Baydoun dan Willet (2000), merupakan laporan keuangan yang lebih menekankan prinsip full disclosure dan didorong akan kesadaran moral dan etika. Karena prinsip full disclosure merupakan cerminan kepekaan manajemen terhadap proses aktivitas bisnis terhadap pihak-pihak yang terlibat di dalamnya. Kepekaan itu terwujud berupa penyajian informasi akuntansi melalui distribusi pendapatan secara lebih adil. Adanya laporan nilai tambah telah merubah mainstream tujuan akuntansi dari decision making bergeser kepada pertanggungjawaban sosial. Kaitannya dengan kinerja keuangan pada lembaga keuangan syari’ah, dengan belum dimasukkannya laporan nilai tambah sebagai laporan keuangan tambahan dalam laporan keuangan lembaga syari’ah, maka selama ini analisis kinerja keuangan lembaga syari’ah hanya didasarkan pada neraca dan laporan rugi laba saja. Hal ini menyebabkan hasil analisis belum menunjukkan hasil yang tepat, karena laporan laba rugi merupakan laporan yang lebih memperhatikan kepentingan direct stakeholders (pemilik modal), berupa pencapaian profit yang maksimal, dengan mengesampingkan kepentingan dari pihak lain (karyawan, masyarakaat, sosial dan pemerintah). Sehingga profit yang diperoleh distribusinya hanya sebatas kepada direct stakeholders (pemilik m odal) saja. Sementara dengan laporan nilai tambah kemampauan lembaga keuangan syari’ah dalam menghasilkan provitabilitas dihitung dengan juga memperhatikan kontribusi pihak lain seperti karyawan, masyarakat, pemerintah dan lingkungan. Sehingga profit yang diperoleh dalam distribusinya tidak hanya sebatas pada direct stakeholders saja melainkan juga kepada indirect stakeholsers. Berdasarkan latarbelakang ini, kami tertarik untuk melakukan penelitian terhadap kinerja keuangan pada lembaga keuangan syari’ah. Penelitian ini berjudul “PENYUSUNAN DAN PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN PADA LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH”
3
1.2 Rumusan Masalah Analisis terhadap kinerja keuangan pada lembaga keuangan syari’ah selama ini dilakukan hanya didasarkan pada laporan neraca dan laporan laba rugi, belum menggunakan laporan nilai tambah sebagaimana direkomendasikan oleh Baydoun dan Willet (2000), seorang pakar akuntansi syari’ah. Analisis terhadap kinerja keuangan bank syari’ah yang hanya didasarkan pada neraca dan laporan laba rugi belum belum memberikan informasi yang akurat tentang seberapa besar rasio kinerja keuangan yang dihasilkan, karena profit yang menjadi dasar penghitungan rasio kinerja keuangan masih mengesampingkan kontribusi dari pihak lain (karyawan, masyarakat, sosial dan pemerintah). Sehingga hasil analisis kinerja keuangan belum menunjukkan kondisi yang riil. Sementara itu dengan menggunakan laporan nilai tambah, hasil analisis kinerja keuangan akan lebih riil karena profitabilitas yang dijadikan dasar pengukuran rasio kinerja keuangan dihitung dengan memperhatikan kontribusi dari pihak lain (karyawan, masyarakat, sosial dan pemerintah). Dengan menggunakan pendekatan nilai tambah (Value Added Statement), penelitian ini dimaksudkan ingin menganalisis kinerja keuangan lembaga keuangan syari’ah dengan membandingkan antara hasil kinerja keuangan yang menggunakan pendekatan laba rugi dan yang menggunakan pendekatan nilai tambah Berdasarkan latar belakang masalah dan pembatasan masalah di atas, dapat dirumuskan permasalahan yang akan dipecahkan dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut: 1. Bagaimana tujuan dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan syari’ah? 2. Bagaimana asumsi dasar dan unsur-unsur laporan keuangan? 3. Bagaimana penyajian dan pengungkapan pelaporan keuangan pada lembaga keuangan syari’ah menurut PSAK no. 59?
1.3 Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui tujuan dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan syari’ah 2. Untuk mengetahui asumsi dasar dan unsur-unsur laporan keuangan. 3. Untuk mengetahui penyajian dan pengungkapan pelaporan keuangan pada lembaga keuangan syari’ah menurut PSAK no. 59
4
BAB II PEMBAHASAN
2.1
Tujuan Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syari’ah
Untuk dapat memahami apa tujuan laporan keuangan pada lembaga keuangan syariah sudah barang tentu harus dipahami pula apa akuntansi syariah itu, sebab laporan keuangan merupakan hasil dari proses akuntansi. Sehubungan dengan itu, jika kita berbicara mengenai tugas pertama akuntansi adalah mencatat transaksi keuangan, kemudian dikaitkan dengan semangat Islam, sebenarnya Allah SWT telah memberi petunjuk kepada umat Islam dalam Surat Al-Baqarah ayat 282. Berutang piutang tentu saja memiliki makna yang luas dalam dunia bisnis. Dalam ajaran Islam hal ini disebut bermuamalah. Dengan demikian muamalah selain berisi simpan pinjam atau utang piutang, dapat juga berbentuk jual beli, sewa menyewa, upah mengupah, urusan bercocok tanam, berserikat atau berdagang dan transaksi penerimaan – pembayaran lainnya. Dengan demikian dapatlah dipastikan bahwa pencatatan akuntansi yang diharmonisasikan dengan semangat Islam oleh para petugas pelaksananya seperti pada lembaga-lembaga keuangan syariah insya Allah akan terbebas dari ekses negatif atau efek samping transaksi keuangan. Untuk dapat memahami bahwa fungsi akuntansi dapat mencegah ekses negatif atau dengan perkataan lain akuntansi dapat dipakai sebagai sarana untuk mengatur, menjaga dan mengamankan harta kekayaan suatu satuan usaha maka kita harus terlebih dahulu mengerti apakah itu akuntansi. Menurut Grady dalam hasil penelitian yang dilakukan oleh American Institute of Certified Publlic Accountant (AICPA) yang dikutip oleh Hadibroto (1982:2) mendefinisikan akuntansi sebagai berikut: ”Accounting is the body of knowledge and function concerned with systematic originating, authenticating, recording, classifying, processing, summarizing, analyzing, interpreting supplying of dependable and significant information covering transactions and which are in part at least, of financial character, required for the management and operation of an entity and the reports that have to be submitted, there on to meet fudiciary and other responssibilities”. Dari definisi tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa intisari pengertian akuntansi dilihat dari tujuannya adalah memungkinkan penyediaan informasi yang bersifat keuangan kepada siapa saja yang membutuhkan informasi akuntansi. Untuk mencapai tujuan tersebut, akuntansi membutuhkan bemacam-macam teknik, antara lain: teknik pengesahan transaksi, teknik pencatatan, teknik pengklasifikasian, teknik pengolahan, teknik pengikhtisaran, teknik penyajian laporan keuangan, teknik pengawasan, teknik pemeriksaan hasil pencatatan, dan sebagainya, sehingga data yang disajikan benar-benar dapat 5
dipertanggungjawabkan. Sedangkan untuk mengaplikasikan kegunaan stewardship pada aspek menjaga dan mengamankan harta kekayaan berarti akuntansi melaksanakan tugas pengendalian atau pengawasan. Pengawasan dalam arti sempit maupun luas.Pengawasan dalam arti sempit sebenarnya merupakan pelaksanaan tugas rutin (klerikal) bagian akuntansi dan keuangan dari satuan usaha (termasuk lembaga keuangan syariah yang menjadi tempat penelitian ini), antara lain berupa: 1) Penjagaan ketelitian dan kebenaran data administrasi keuangan. 2) Penjagaan apakah semua bukti telah sah. 3) Penjagaan apakah semua bukti pembukuan telah didukung dengan dokumen dan perhitungan yang benar. 4) Penjagaan apakah semua transaksi yang terjadi telah dibukukan saat itu. 5) Penjagaan apakah semua saldo rekening telah menunjukkan adanya normal balance. 6) Penjagaan kecocokan antara angka-angka buku besar dengan perincian operasional. 7) Penjagaan atas konfirmasi saldo rekening utang piutang. Pengawasan dalam arti luas sebenarnya merupakan upaya pengendalian manajemen yang mencakup evaluasi dan analisis kinerja (performance analysis). Jadi sangatlah tepat jika penanganan proses akuntansi hendaknya diserahkan kapada ahlinya, dalam arti orang yang memiliki kompetensi di bidang akuntansi serta memegang amanah syariat Islam. Di atas pundak merekalah produk akuntansi, yaitu laporan keuangan syariah dipercayakan. Sekarang sampailah kita untuk mengemukakan tujuan laporan keuangan lembaga syariah, yaitu: 1) Sebagai dasar pengambilan keputusan investasi dan pembiayaan. 2) Sebagai sarana untuk menilai prospek arus kas. 3) Memberikan informasi tentang sumber daya ekonomi. 4) Memberikan informasi kepatuhan lembaga syariah terhadap prinsip syariah. 5) Laporan keuangan memberikan informasi untuk membantu mengevaluasi pemenuhan tanggung jawab lembaga syariah terhadap amanah dalam mengamankan dana, menginvestasikannya pada tingkat keuntungan yang layak, dan informasi mengenai tingkat keutungan investasi yang diperoleh pemilik dan pemilik dana investasi terikat. 6) Memberikan informasi menengenai pemenuhan fungsi sosial.
6
2.1.1 Proses Akuntansi Lembaga Keuangan Syariah Proses atau siklus akuntansi syariah yang dimulai dari bukti transaksi sampai dengan laporan keuangan itu berarti sama dengan proses atau siklus akuntansi umum (Harahap, 2001) yaitu: dalam praktik, terutama apabila lembaga syariah masih dalam penataan akuntansi dan telah mempergunakan komputer, alurnya dimulai dari bukti transaksi yang merupakan input dengan mempergunakan kode debit dan kode kredit. Kemudian setelah transaksi dalam hari tersebut selesai, beberapa kegiatan proses akuntansi ditangani oleh komputer sebagai proses yaitu jurnal, pembukuan dalam buku besar sampai dengan neraca percobaan atau neraca saldo, dan akhirnya pada setiap akhir tanggal transaksi diterbitkan seperangkat laporan keuangan lembaga syariah yang merupakan outputnya. Jurnal penyesuaian, jurnal penutup dan jurnal koreksi (jika diperlukan) dilakukan pada hari kerja berikutnya atau dilakukan oleh kantor akuntan yang melakukan pemeriksaan atas laporan keuangan tersebut. 2.2 Asumsi Dasar Akuntansi Lembaga Keuangan Syariah Dengan telah diterbitkannya PSAK Nomor 59 tentang Akuntansi Bank Syariah, maka bagi lembaga syariah hal ini merupakan suatu kemajuan yang sangat luar biasa, karena dengan dikeluarkannya PSAK tersebut lembaga syariah telah mempunyai acuan yang baku dalam membukukan transaksinya. Pernyataan yang tidak tertulis adalah dalam melakukan pencatatan pendapatan lembaga syariah yaitu mempergunakan konsep dasar kas (cash basis), sedangkan untuk membukukan beban yang dikeluarkan mempergunakan konsep dasar akrual (akrual basis). Yang mendasari hal ini adalah adanya “kepastian” bagi lembaga syariah saat itu dalam membukukan pendapatan mempergunakan konsep dasar kas, karena pendapatan tersebut telah benar benar diterima. Setelah dikeluarkannya PSAK 59 tentang Akuntansi Perbankan Syariah, maka asumsi dasar konsep akuntansi lembaga syariah sama dengan asumsi dasar konsep akuntansi keuangan secara umum yaitu konsep kelangsungan usaha (going concern) dan dasar akrual. Pendapatan untuk tujuan penghitungan bagi hasil menggunakan dasar kas. Beberapa alasan penggunaan dasar akrual antara lain: 1) Laporan keuangan dapat diperbandingkan. 2) Dalam Accounting, Auditing and Governance Standards for Islamic Financial Institutions, yang membahas tentang akuntansi bank syariah, dikemukakan bahwa lembaga keuangan syariah dapat mempergunakan accrual basis atau cash basis, walaupun secara umum mempergunakan asumsi dasar akrual (accrual basis) dan apabila akan mempergunakan sistem cash basis harus mendapat fatwa dari dewan syariah setempat. 3) International Accounting Standards (IAS). 4) Fatwa Dewan Syariah Nasional Dalam Nomor 14/DSNMUI/IX/2000 tetangal 16 September 2000 perihal prinsip Distribusi Bagi Hasil Usaha menjelaskan bahwa:
7
a. Pada prinsipnya, lembaga keuangan syariah boleh menggunakan system accrual basis maupun cash basis dalam administrasi keuangan. b. Dilihat dari segi kemaslahatan dalam pencatatan sebaiknya digunakan sistem accrual basis tetapi dalam distribusi hasil usaha hendaknya ditentukan atas dasar penerimaan yang benar terjadi (cash basis). c. Penetapan sistem yang dipilih harus disepakati dalam akad. 2.2.1 Konsep Operasional Bank Syari’ah Lembaga keuangan Syari’ah dalam UU No 10 Tahun1998 tentang Perbankan Pasal 1 tidak didefinisikan secara rinci. Namun dapat ditarik pengertian bahwa lembaga keuangan syari’ah adalah lembaga umum atau lembaga perkreditan rakyat yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syari’ah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Algaoud dan Lewis (2001) menyatakan: Dalam perbankan Islam memberikan layanan bebas bunga kepada nasabahnya. Pembayaran dan penarikan bunga dilarang dalam semua transaksi. Islam melarang kaum muslimin menarik atau membayar bunga (riba). Pelarangan inilah yang membedakan sistem lembaga keuangan Islam dengan sistem lembaga keuangan konvensional. Ahmad Ibrahim (1997), dalam Arifin (2003), menyatakan bahwa lembaga keuangan syari’ah didirikan dengan tujuan untuk mempromosikan dan mengembangkan penerapan prinsip-prinsip Islam, syari’ah dan tradisinya ke dalam transaksi keuangan dan serta bisnis lain yang terkait. Prinsip utama yang diikuti lembaga keuangan Islam adalah : pelarangan riba, melakukan kegiatan usaha dan perdagangan keuntungan yang sah dan memberikan zakat. Sementara itu, Antonio dan Perwataatmaja (1997:1), membedakan pengertian lembaga keuangan syari’ah menjadi dua : Lembaga Keuangan Islam dan Lembaga Keuangan yang beroperasi dengan prinsip syari’ah Islam. Lembaga Keuangan Islam adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syari’ah Islam yang tata cara beroperasinya mengacu kepada ketentuan-ketentuan Al-Qur’an dan Hadist. Sementara lembaga keuangan yang beroperasi sesuai dengan prinsip syari’ah Islam adalah lembaga yang dalam beroperasinya itu mengikuti ketentuan-ketentuan syari’ah Islam, khususnya yang menyangkut tata cara bermuamalah secara Islam. Dikatakan lebih lanjut, dalam tata cara bermuamalah itu dijauhi praktek-praktek yang dikhwatirkan mengandung unsur-unsur riba untuk diisi dengan kegiatan-kegiatan investasi atas dasar bagi hasil dan pembiayaan perdagangan. Dari uaraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa lembaga keuangan syari’ah adalah lembaga yang dalam melaksanakan aktivitasnya dalam pemberian jasa dan lainnya berdasarkan prinsip Syari’ah Islam, seperti menghindari penggunaan instrumen bunga (riba) dan beroperasi dengan prinsip bagi hasil (profit anf loss sharing). Dalam menjalankan fungsi dan perannya lembaga keuangan syari’ah secara garis besar, sistem
8
operasiona lembaga keuangan syari’ah ditentukan aqad yang terdiri dari lima dasar aqad. Bersumber dari lima dasar aqad inilah dapat ditemukan produk-produk lembaga keuangan bank syari’ah . Kelima konsep tersebut adalah: a. Prinsip pinjaman murni (al-wadiah) b. Bagi hasil (syirkah) c. Prinsip jual beli (at-tijarah) d. Prinsip sewa (al-ijarah) e. Prinsip jasa (al-ajr walumullah) Secara garis besar, pengembangan produk lembaga keuangan syari’ah seperti Bank Syari’ah dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu: a. Produk penghimpunan dana Penghimpunan dana bank syari’ah mempunyai dua prinsip yaitu: 1. Prinsip Simpanan atau tabungan Murni (wadiah) 2. Prinsip Bagi Hasil (syirkah) Adalah sistem yang meliputi tata cara pembagian hasil usaha antara penyedia dana dengan pengelola dana. b. Penyaluran Dana Produk penyaluran dana bank syari’ah dapat dikembangkan dalam tiga model, yaitu: a. Prinsip Jual Beli (tijarah) b. Prinsip Sewa (ijarah) c. Prinsip Bagi Hasil (syirkah) d. Prinsip Pelengkap 2.2.2 Manajemen Dana Bank Syari’ah Sebagaimana lembaga keuangan lainnya lembaga keuangan syari’ah juga perlu melakukan pengelolaan (manajemen) yang baik terhadap dana yang diterima dari aktivitas funding untuk disalurkan kepada aktivitas financing, dengan harapan lembaga keuangan yang tetap mampu memenuhi kriteria-kriteria likuiditas, rentabilitas dan solvabilitasnya (Muhammad, 2002: 228). Pokok-pokok permasalahan manajemen dana lembaga keuangan pada umumnya dan lembaga keuangan syari’ah pada khususnya adalah: 1. Bagaimana memperoleh dana. Yaitu permasalahan seputar kemampuan lembaga keuangan dalam menghimpun dana dari masyarakat . 2. Bagaimana menyalurkan dana untuk memperoleh pendapatan optimal. Yaitu permasalahan seputar kemampauan lembaga keuangan mendapatkan keuntungan dari bagi hasil (profit and lost sharing) melalui kegiatan penghimpunan dan penyaluran dana (intermediasy).
9
3. Berapa besarnya deviden yang dibayarkan yang dapat dirumuskan pemilik/pendiri dan laba ditahan yang memadai untuk pertumbuhan lembaga keuangan syari’ah. Dari permasalahan tersebut, maka manajemen dana mempunyai tujuan sebagai berikut: 1. Memperoleh profit yang optimal (pendapatan bagi hasil) 2. Menyediakan aktiva cair yang memadai 3. Menyimpan cadangan 4. Melakukan pengelolalaan secara optimal atas dana yang diterima. 5. Memenuhi kebutuhan masyarakat akan pembiayaan Keberhasilan pihak manajemen lembaga keuangan dalam melakukan manajemen dana akan tercermin pada tingkat kesehatan lembaga keuangan yang dapat dilihat dalam beberapa indikator (Arifin, 2002: 151-160), yaitu: 1. Kecukupan modal lembaga keuangan Syari’ah Penentuan berapa besar kebutuhan modal minimum yang dibutuhkan oleh lembaga keuangan Syari’ah didasarkan pada aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR). ATMR adalah faktor pembagi (denominator) dari CAR, sedangkan modal adalah faktor yang dibagi (numerator) untuk mengukur kemampuan modal menanggung risiko aktiva tersebut. 2. Tingkat Likuiditas Likuiditas lembaga keuangan adalah kemampuan lembaga keuangan untuk memenuhi kewajibannya, terutama kewajiban dana jangka pendek. Alat ukur dalam pengelolaan likuiditas adalah Cash Rasio ,yaitu likuiditas minimun yang harus dipelihara oleh setiap lembaga keuangan. Rumus cash rasio adalah sebagai berikut : 𝐴𝑙𝑎𝑡 𝑙𝑖𝑘𝑢𝑖𝑑𝑎𝑠𝑖 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑘𝑢𝑎𝑠𝑎𝑖 × 100% 𝑘𝑒𝑤𝑎𝑗𝑖𝑏𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 ℎ𝑎𝑟𝑢𝑠 𝑑𝑖𝑏𝑎𝑦𝑎𝑟 Pada umumnya kebutuhan likuiditas lembaga keuangan ditentukan oleh adanya beberapa faktor yang meliputi: a. Kewajiban reserve Kewajiban reserve ditetapkan dalam bentuk Gito Wajib Minimum, sesuai dengan ketentuan dari Bank Indonesia bahwa jumlah cadangan wajib minimum yang harus disediakan oleh lembaga keuangan syari’ah adalah sebesar 8 % dari total dana pihak ketiga. Rumus perhitungan GWM tersebut adalah: GWM rupiah = 5% x DPKt-2 GWM valas = 3% x DPKt-2 Keterangan : GWM = Giro Wajib Minumum DPKt-2 = Rata-rata harian jumlah DPK bank dalam masa laporan 10
b. Tipe Dana yang ditarik Lembaga Keuangan Tipe dana yang ditarik lembaga keuangan merupakan faktor yang harus diperhatikan dalam melakukan estimasi likuiditas lembaga keuangan. c. Komitemen Lembaga Keuangan dalam Pembiayaan atau Investasi Komitmen Lembaga Keuangan kepada nasabah atau pihak lain dalam memberikan pembiayaan atau melakukan investasi menimbulkan konsekuensi kewajiban bagi lembaga keuangan untuk merealisisasikannya.
`
3. Tingkat Rentabilitas Untuk mengukur tingkat kinerja keuangan (rentabilitas) lembaga keuangan syari’ah dapat menggunkan rasio yaitu; a. Return On Assets (ROA) ROA adalah perbandingan antara pendapatan bersih (net income) dengan rata-rata aktiva (average assets). b. Return On Equity (ROE) ROE didefinisikan sebagai perbandingan antara pendapatan bersih dengan rata-rata modal (acerage equity) atau investasi para pemiliklembaga keuangan syari’ah. Keuntungan bagi para pemilik bank merupakan hasil dari tingkat keuntungan (profability) dari asset dan tingkat leverage yang dipakai. Hubungan antara ROA dan leverage dapat digambarkan sebagai berikut: ROA x Leveragee multiplier = ROE 𝑁𝑒𝑡 𝑖𝑛𝑐𝑜𝑚𝑒 𝐴𝑣𝑒𝑟𝑎𝑔𝑒 𝑎𝑠𝑠𝑒𝑡𝑠 × = 𝑅𝑂𝐸 𝐴𝑣𝑒𝑟𝑎𝑔𝑒 𝑎𝑠𝑠𝑒𝑡𝑠 𝐶𝑎𝑝𝑖𝑡𝑎𝑙
Apabila lembaga keuangan dapat menghasilkan pendapatan bersih dari assetnya (ROA) sebesar 1 %, sedangkan leverage-nya adalah 15 maka: ROE = 1% x 15 = 15 % Bagi lembaga keuangan Syari’ah, sumber yang paling dominan bagi pembiayaan asetnya adalah dana investasi, yang dapat dibedakan antara investasi jangka panjang dan investasi jangka pendek dari para nasabah (rekening mudharabah). Hanya sebagian kecil saja yang merupakan
11
kewajiban (liabilitas) kepada pihak ketiga, yaitu berupa dana-dana titipan (rekening wadi’ah). Jika dana-dana investasi itu dapat disamakan dengan equity maka apabila peranan dana wadi’ah mencapai sepertiga, yang berarti leverage multiplier adalah 1,5 maka ROE akan mencapai 15 % apabila ROA mencapai 10%. ROE = ROA x leverage multiplier = 10 % x 1,5 = 15 % Secara lengkap indikator kinerja dan kesehatan Lembaga Keuangan Syari’ah dapat dilihat dalam tabel 2 berikut: Tabel 2.1 Indikator Kinerja dan Kesehatan Bank Syari’ah
No Indicator
Komponen Rasio modal total terhadap dana simpanan 1 Struktur modal pihak ketiga Rasio dana lancer terhadap dana simpnan 2 Likuiditas pihak ketiga Rasio total pembiayaan terhadap DPK Rasio total pembiayaan terhadap pendapatan 3 Efisiensi operasional Rasio nilai inventaris terhadap total modal Rasio laba bersih terhadap total asset 4 Rentabilitas Rasio laba bersih terhadap total modal Rasio total pembiayaan bermasalah terhaap 5 Aktiva produktif total pembiayaan yang diberikan Sumber: Muhammad, 2002 Hal: 231 2.2.3 Standar Akuntansi Lembaga Keuangan Syari’ah Langkah pengembangan standar akuntansi keuangan lembaga keuangan syari’ah sudah dimulai sejak Tahun1987. Kehadiran akuntansi syari’ah merupakan tuntutan dari lahirnya lembaga-lembaga ekonomi yang berbasis syari’ah termasuk di dalamnya adalah bank syari’ah. Akuntansi yang digunakan sementara ini oleh lembaga-lembaga keungan syari’ah adalah PSAK (Pedoman Standar Akuntansi Keuangan) No. 59 Tahun2003, yang diterbitkan oleh IAI. Akuntansi lembaga keuangan syari’ah adalah akuntansi yang berhubungan dengan aspek-aspek lingkungannya. Karena syari’ah adalah mencakup seluruh aspek kehidupan umat manusia, baik ekonomi, politik, sosial dan filsafat moral. Dengan kata lain, syari’ah berhubungan dengan seluruh aspek kehidupan manusia, termasuk didalamnya adalah akuntansi. PSAK (Pedoman Standar Akuntansi Keuangan) No. 59 secara resmi dikeluarkan pada tanggal 1 Mei 2002 dan secara resmi diterapkan sejak 1 Januari 2003 oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan yang terdiri dari : Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Lembaga Keuangan Syari’ah dan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Akuntansi Syari’ah. PSAK No. 59 ini kemudian dijabarkan dalam PAPSI (Pedoman Akuntansi Lembaga Keuangan Syari’ah Indonesia) 2003, yang 12
berperan mengatur secara teknis dan rinci penjabaran PSAK 59. Tujuan akuntansi keuangan pada lembaga keuangan syari’ah salah satunya adalah dapat meningkatkan kepatuhan kepada prinsip syari’ah dalam semua transaksi dan kegiatan usaha. Penerbitan kedua ketentuan ini diharapkan dapat menambah kelengkapan, keakuratan, dan kejelasan informasi yang disampaikan dalam laporan keuangan pada lembaga keuangan syari’ah, sehingga lebih mudah dipahami dan dipercaya oleh masyarakat (PAPSI) 2003. Tujuan akuntansi keuangan syari’ah dalam Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan pada Lembaga Keuangan Syari’ah adalah: 1.
2. 3.
Menentukan hak dan kewajiban pihak terkait, termasuk hak dan kewajiban yang berasal dari transaksi yang belum sesuai dengan dan atau kegitan ekonomi lain, sesuai dengan prinsip syari’ah yang berdasarkan pada konsep kejujuran, keadilan, dan kepatuhan kepada nilai-nilai bisinis Islami. Menyediakan informasi keuangan yang bermanfaat bagi pemakai laporan keuangan untuk pengambilan keputusan. Meningkatkan kepatuhan terhadap prinsip syari’ah pada dasarnya dalam semua transaksi dan kegiatan usaha.
Tujuan laporan keuangan lembaga keuangan syari’ah pada dasarnya sama dengan tujuan laporan keuangan secara umum dengan tambahan antara lain menyediakan: 1. Informasi kepatuhan bank terhadap prinsip syari’ah, serta informasi pendapatan dan beban yang tidak sesuai dengan prinsip syari’ah bila ada dan bagaimana pendapatan tersebut diperoleh serta penggunaannya. 2. Informasi untuk membantu mengevaluasi pemenuhan tanggungjawab terhadap amanah dalam mengamankan dana, menginvestasikan pada tingkat keuntungan yang layak, 3. Informasi mengenai tingkat keuntungan investasi yang diperoleh pemilik dan pemilik dana investasi terikat. 4. Informasi mengenai pemenuhan fungsi sosial bank, termasuk pengelolaan dan penyaluran zakat. Menurut Muhammad (2002), tujuan utama menyajikan informasi keuangan adalah: 1. Dasar pengambilan keputusan 2. Monitoring perkembangan khususnya keuangan bank syari’ah 3. Pengendalian keuangan 4. Evaluasi terhadap pencapaian tujuan. Sementara itu prinsip-prinsip akuntansi syari’ah yaitu; (1) Prinsip Pertanggungjawaban (Accountability) (2) Prinsip Keadilan (3) Prinsip Kebenaran
13
Oleh sebab itu secara praktis laporan keuangan lembaga syari’ah yang berkualitas harus memenuhi kriteria seperti dapat dipahami (understandability), relevan (relevance) andal, dapat dibandingkan (comparability), dapat diuji kebenarannya (auditability). 2.3 Penyajian dan Pengungkapan Pelaporan Keuangan pada Lembaga Keuangan Syari’ah Menurut PSAK No. 59 Berdasarkan Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Lembaga Keuangan Syari’ah, IAI menyusun PSAK No. 59 tentang Akuntansi Lembaga Keuangan Syari’ah. Dalam aspek penyajian, PSAK No. 59 merekomendasikan delapan elemen laporan keuangan syari’ah yaitu: 2.3.1 Laporan posisi keuangan (neraca) Laporan posisi keuangan yang disusun berdasarkan PSAK No 59 memiliki karakreristik yang berbeda dengan neraca lembaga keuangan konvensional. Karakteristik pertama yang dapat dilihat dari unsur-unsur neraca lembaga keuangan syari’ah yang meliputi; aktiva, kewajiban, investasi tidak terikat dan ekuitas. Oleh karena itu persamaan akuntansi untuk lembaga keuangan syari’ah dapat dirumuskan sebagai berikut :
𝑨𝒌𝒕𝒊𝒗𝒂 = 𝑲𝒆𝒘𝒂𝒋𝒊𝒃𝒂𝒏 + 𝑰𝒏𝒗𝒆𝒔𝒕𝒂𝒔𝒊 𝑻𝒊𝒅𝒂𝒌 𝑻𝒆𝒓𝒊𝒌𝒂𝒕 + 𝑬𝒌𝒖𝒊𝒕𝒂𝒔
14
Secara lengkap sajian pos-pos dalam neraca adalah sebagai berikut: Tabel 2.2 Neraca LembagaKeuangan Syari’ah Menurut PSAK No.59
POS – POS AKTIVA Kas Penempatan pada bank Indonesia Giro pada bank lain
JUMLAH XXX XXX XXX
POS – POS KEWAJIBAN Kewajiban segera Simpanan
XXX
a. simpanan giro XXX wadiah b. tabungan wadiah XXX
Penempatan pada XXX lain Efek – efek XXX
JUMLAH XXX XXX XXX
Piutang
XXX
a. piutang mudharabah b. piutang saham c. piutang istishna’ d. piutang pendapatan ijarah Pembiayaan mudharabah Pembiayaan musyarakah Persediaan Aktiva yang diperoleh oleh ijarah Aktiva istisna’ dalam penyeleseian Penyertaan Investasi lain
XXX
Simpanan pada XXX bank lain a. simpanan giro XXX wadiah b.tabungan wadiah XXX
XXX XXX XXX
Kewajiban lain a. hutang salam b.hutang istisna’
XXX
Kewajiban pada XXX bank lain Pembiayaan yang XXX diterima Hutang pajak XXX Hutang istisna’ XXX
Aktiva tetap
XXX
XXX XXX XXX
XXX XXX XXX
XXX
Pinjaman subordinasi
XXX XXX
XXX INVESTASI TIDAK XXX TERIKAT Investasi tidak terikat XXX bukan dari bank a. tabungan XXX mudharabah
Akumulasi XXX penyusutan aktiva tetap Aktiva lain-lain XXX
XXX
Deposito XXX mudharabah Investasi tidak terikat XXX dari bank a. tabungan XXX mudharabah
15
XXX
b. deposito mudharabah TOTAL KEWAJIBAN EKUITAS Modal setor Tambahan modal setor Saldo laba rugi TOTAL KEWAJIBAN DAN MODAL
XXX XXX XXX X X X 22X
Sumber: PSAK No. 59, IAI, (2002)
2.3.2 Laporan Laba Rugi Seperti halnya neraca, laporan laba rugi juga mencerminkan peran lembaga keuangan syari’ah selaku investor dan manajer investasi. Peran lembaga keuangan syari’ah selaku investor bisa dilihat dari adanya pos pendapatan bagi hasil mudharabah dan musyarakah. Sedangkan peran lembaga keuangan syari’ah sebagai manajer investasi berkaitan dengan adanya pos hak pada pihak ketiga atas bagi hasil investasi tidak terikat. Pos inilah yang membedakan laporan laba rugi menurut PSAK No. 59 dengan laporan laba rugi yang digunakan lembaga keuangan syari’ah sebelum adanya PSAK No 59, pos tersebut ditujukan untuk pemilik investasi tidak terikat dan tidak dapat dipergunakan sebagai beban. Tabel 2.3 Laporan Laba Rugi Lembaga Keuangan Syari’ah Menurut PSAK No. 59
Pendapatan operasi utama: Pendapatan dari jual beli: Pendapatan margin murabahah Pendapatan salam pararel Pendapatan margin istisna’ pararel Pendapatan sewa: Pendapatan sewa ijarah Pendaptan dari bagi hasil: Pendapatan dari bagi hasil mudharabah Pendapatan dari bagi hasil musyarakah Pendapatan dari operasi utama yang lainnya TOTAL PENDAPATAN
xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
Hak pihak ketiga atas bagi hasil investasi tidak terikat Pendapatan operasi lainnya
(xxx) xxx
16
Beban operasi lainnya Beban non operasi Zakat Pajak Laba setelah zakat dan pajak
(xxx) (xxx) (xxx) (xxx) xxx
Sumber: PSAK No. 59, IAI, (2002) 2.3.3 Laporan Arus Kas Laporan arus kas harus membedakan antara arus kas antara arus kas dari operasi, arus kas dari kegiatan investasi, dan arus kas dari kegiatan pembiayaan. Secara lengkap Laporan Arus Kas adalah sebagai berikut: Tabel 2.4 Laporan Arus Kas
KETERANGAN Arus kas dari operasi Pendapatan netto Penyesuaian terhadap pendapatan netto Kas netto dari kegiatan operasional Depresiasi Profisi rekening ragu – ragu Profisi untuk zakat Profisi untuk pajak Zakat yang dibayarkan Pajak yang dibayarkan Keuntungan dari investasi yang tidak terbatas Keuntungan dari penjualan aktiva tetap Depresiasi dari aktiva yang disewakan Profisi untuk penurunan nilai investasi pada surat surat berharga Piutang ragu-ragu ( bad debt ) Pembelian aktiva tetap Pembelian aktiva tetap Arus kas netto dari operasi Arus kas dari kegiatan investasi Penjualan real estate yng disewakan Kenaikan atau penurunan kas Kas dan setara kas awal tahun Kas dan setara kas akhir tahun Jumlah Sumber: Arifin, 2003 Hal: 78.
Jumlah XXX XXX XXX XXX XXX XXX XXX XXX ( XXX ) ( XXX ) XXX XXX XXX XXX XXX ( XXX ) ( XXX ) XXX XXX XXX XXX XXX XXX XXX
17
2.3.4 Ekuitas Table 2.5 Laporan Perubahan Modal
Modal setor
Keterangan
Cadangan Unit Unit moneter moneter yang sah umum
Laba ditahan
Total
Saldo per xx tahun Emisi saham Pendapatan netto Keuntungan dibagikan Transfer ke cadangan Neraca per xx tahun Pendapatan netto Keuntungan dibagikan Transfer ke cadangan Saldo per xx tahun Sumber Arifin 2003 hal : 80
2.3.5 laporan perubahan investasi terikat Tabel 2.6 Laporan Perubahan Investasi
Uraian Sumber dana Setoran awal Setoran tambahan Total sumber dana Penggunaan : Proyek A Proyek B Proyek C Total penggunaan Pendapatan dari pendapatan proyek Beban pembiayaan
catatan
Jumlah XX XX XX
pembiayaan
XX XX XX XX XX ( XX ) 18
Biaya pengelolaan Kerugian pembiayaan proyek Distribusi bagi hasil Fee investasi Fee untuk agen investasi Total beban Kenaikan atau penurunan pengelolaan Penerimaan pokok Penerimaan kepada investor Dana mudharabah pada akhir tahun
( XX ) ( XX ) ( XX ) ( XX ) ( XX ) XX XX XX XX
Sumber PSAK no 59, IAI, (2002)
2.3.6 Laporan Sumber Dana dan Penggunaan Dana Zakat, Infaq dan Shadaqah Table 2.7 Laporan Sumber Dan Penggunaan Dana ZIS
Uraian Sumber dana ZIS Zakat dari Bank Syari’ah Zakat dari pihak luar Bank Syari’ah Infak Shadaqah Total sumber dana ZIS Penggunaan dana ZIS Fakir Miskin Hamba Sahaya Orang yang terlilit hutang Orang yang baru masuk islam Orang yang berjihad Orang dalam perjalanan Amil Total penggunaan Kenaikan atau penurunan dana ZIS Saldo awal dana ZIS Saldo akhir dana ZIS Sumber PSAK No 59, IAI, ( 2002 )
Catatan
Jumlah XX XX XX XX XX ( XX ) ( XX ) ( XX ) ( XX ) ( XX ) ( XX ) ( XX ) ( XX ) ( XX ) XX XX XX
19
2.3.7 Laporan Sumber Dan Penggunaan Dana Qardhul Hasan Table 2.8 Laporan Sumber Dan Penggunaan Dana Qardhul Hasan
Uraian Sumber dana Qard Infak Shadaqah Denda Pendapatan non halal Total Sumber Dana Qard Penggunaan Dana Qard Pinjaman Sumbangan Total Penggunaan Dana Qard Saldo Awal Dana Qard Saldo Akhir Dana Qard Sumber PSAK No 59, IAI, ( 2002 )
Catatan
Jumlah XX XX XX XX XX ( XX ) ( XX ) ( XX ) XX XX
2.3.8 Catatan Atas Laporan Keuangan Catatan atas laporan keuangan adalah berisi uraian yang mengungkapkan semua informasi yang perlu untuk menjadikan laporan keuangan tersebut memadai, relevan dan bisa diperacaya (andal) bagi para pemakainya. 2.3.9 Contoh Kajian Kinerja Keuangan Lembaga Keungan Syariah pada PT. BSM dengan pendekatan Laba Rugi Penelitian ini menggunakan data sekunder, yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung dari sumbernya dan bukan diusahakan sendiri oleh penulis atau peneliti (Sudjana, 1996:52). Data sekunder dalam penelitian ini berupa informasi keuangan yang didapat dari laporan keuangan yang diterbitkan oleh manajemen PT BSM. Melalui setrategi “ Agresive Maintenance Strategic” dalam meningkatkan volume bisnis, sepanjang Tahunke-lima belas berdirinya, BSM terus melakukan perburuan nasabah baru melalui penyediaan beragam produk dan layanan, sosialisasi proaktif, promosi terarah, kegiatan pemasaran serta pelayanan yang lebih prima. Seiring dengan itu dilakukan pula pembenahan kualitas sumberdaya organisasi (sumber daya insani, sistem dan prosedur kerja serta struktur organisasi). Seiring dengan peningkatan infra struktur dan daya dukung teknologi sistem informasi, sehingga terbangun landasan yang kokoh untuk pengembangan di masa datang. PT Bank Syari’ah Mandiri telah pula membangun citra yang positif, melalui peningkatan sosialisasi, komunikasi perusahaan dan promosi yang terintegrasi dengan kebutuhan pemasaran dan gerak usaha, dengan berpegang teguh pada asas prudentialitas dan prinsip-prinsip operasi sesuai syari’ah.
20
Sepanjang Tahun 2014, pendapatan dari sisi pembiayaan diperoleh melalui kontribusi dari dua sektor bisnis utama yaitu menengah kecil dan korporasi. Sampai dengan 31 Desember 2014 secara ringkas kinerja keuangan BSM dapat disampaikan sebagai beriku: Tabel 2.9 Data Keuangan Utama PT. BSM (dinyatakan dalam juataan rupaiah)
Pos – Pos Neraca 31 Des 2014 Total Aktiva 3.422.313 Total Aktiva produktif 3.130.895 Total Pembiayaan 2.163.279 Penempatan SWBI 795.000 Laba Rugi 1 jan – 31 des 2014 Pendaptan Margin Bagi Hasil 285.636 Imbalan Bagi Hasil (148.389) Pendapatan Bagi Hasil 137.247 Laba Sebelum Pajak 24.466 Laba Setelah Pajak 15.811 Sumber : Laporan Keuangan BSM, 2003
31 Des 2013 1.622.303 1.495.820 1.140.982 269.000 1 jan – 31 des 2013 162.776 (71.455) 75.223 43.427 30.156
Total aktiva per 31 Desember 2014 mencapai Rp. 3.422.313 juta, meningkat 110.95% dari Rp. 1.622.303 juta, pada akhir Desember 2013. Peningkatan itu terutama pada aktiva produktif, seiring dengan meningkatnya dana masyarakat sebesar Rp. 1.511.464 juta atau 135.26%. Total aktiva produktif mengalami kenaikan yaitu dari Rp 1.495.820 juta pada akhir Tahun2013 menjadi Rp 3.130.895 juta pada akhir Desember 2014. Sedangkan aktiva produktif yang diklasifikasikan terhadap aktiva produktif per 31 Desember 2014 sebesar 2.90% Sementara di sektor pembiayaan per 31 Desember 2014 telah mencapai Rp 2.163.279 juta atau meningkat dari akhir Desember 2013, sebesar Rp 1.022.297 juta atau 89.60%. Sedangkan berkaitan dengan total dana masyarakat per 31 Desember 2014 mencapai Rp 2.628.887 juta atau mengalami peningkatan sebesar Rp 1.511.464 atau meningkat 135.26% dari akhir Desember 2013 yang sebesar Rp1.117.423 juta. SWBI yang merupakan kelebihan dana yang dimiliki BSM sampai akhir Desember 2014, outstanding SWBI sebesar Rp 795.000 juta (25.39% dari total aktiva produktif ) atau meningkat Rp 526.000 juta (195.54%) dari akhir Desember 2013 sebesar Rp 269.000 juta. Peningkatan jumlah SWBI akhir Desember 2014, merupakan dampak dari besarnya dana pihak ketiga yang diterima oleh PT. BSM, namun belum mampu disalurkan secara maksimal kepada masyarakat. Peningkatan di pos-pos neraca juga dialami pada pos-pos laba rugi. Pendapatan bagi hasil dari pembiayaan, mengalami kenaikan dari Rp 162.776 juta untuk periode Tahun 2013 menjadi Rp 285.636 juta untuk periode sama Tahun 2014. Sementara realisasi imbalan bagi hasil juga mengalami kenaikan dari Rp 71.455 juta per periode 2013 menjadi Rp 148.289 juta pada periode yang sama Tahun 2014. Lain halnya dengan perolehan laba setelah pajak Tahun 2014 adalah sebesar Rp 15.810. juta 21
atau mengalami penurunan jika dibandingkan dengan periode yang sama Tahun2013 sebesar Rp 30.155. juta. Penurunan ini disebabkan banyak peningkatan imbalan bagi hasil untuk pihak ketiga yang mencapai dua kali lipat namun di sisi lain peningkatan ini tidak diimbangi dengan peningkatan pendapatan margin bagi hasil yang besar. Secara lengkap laporan laba rugi Bank Syari’ah Mandiri Tahun 2014 adalah sebagai berikut:
Tabel 2.10 Laporan Laba Rugi PT BSM Desember 2014
PT. BSM Laporan Laba Rugi Desember 2014 (Dalam RibuanRupiah) Keterangan : Jumlah Pendapatan Operasi Utama Pendapatan dari Margin Murabahah 208.114.667 Pendapatan dari Istishna Paralel 3.629.593 Pendapatan Sewa Ijarah 9.118.396 Pendapatan Bagi Hasil Mudharabah 1.651.742 Musyarakah 18.820.236 Pendapatan Operasi Utama Lainnya 44.301.818 Total Pendapatan 474.846.704 Hak Pihak Ketiga Atas Bagi Hasil Investasi Tidak Terikat (148.289.196) Pendapatan Operasi Lainnya 51.962.996 Beban Operasi Lainnya ( 5.572.814 ) Pendapatan Non Operasi 137.247.256 Beban Non Operasi ( 24.338 ) Zakat Pajak (46.973.921) Laba Setelah Pajak 15.811.000 Sumber: Data Sekunder yang diolah. Sementara itu, dengan menggunakan data pada laporan laba rugi di atas, maka dapat dihitung berapa besar rasio kinerja keuangan PT. BSM tahun 2014 dimana secara lengkap perolehan rasio keinerja keuangan PT. BSM tahun 2014 sebagaimana disajikan dalam tabel 2.12 di berikut:
22
Tabel 2.11 Rasio Kinerja Keuangan dan Kesehatan PT. BSM Desember 2014
No. 1 2 3 4 5 6 7
Jenis Rasio Keuangan Laba Bersih / Total Aktiva Produktif Total Modal / Total Aktiva CAR Rasio Kecukupan Modal NPL Gros Pembiayaan Non Lancar/Total Pembiayaan LDR ( TOTAL Pembiayaan atau Total Dana Pihak Ketiga ROA ( Laba / Total Aset ) ROE ( Laba / Total Modal )
Angka Rasio 0.50% 10.47% 20.827% 1.55% 82.23% 0.46% 4.41%
Berdasarkan pada tabel 2.11 di atas, dapat disimpulkan selama Tahun 2014 BSM mendapatkan predikat bank dengan kategori SEHAT. Hal ini setidaknya dapat dilihat dengan perolehan CAR (rasio kecukupan modal) sebesar 20,87 %. Berdasarkan aturan Bank Indonesia, CAR yang harus dipenuhi adalah 8 % dari ATMR (Aktiva Tertimbang Menurut Resiko). Kemampuan BSM menjalankan fungsi intermediasi juga menunjukkan prestasi yang menggembirakan yang ditunjukkan melalui pencapaian LDR (Total Pembiayaan/ Total Dana Pihak Ketiga) yang mencapai 82,23 %, dengan NPL (Pembiayaan Non Lancar /Total Pembiayaan) yang hanya 1,55 %. Maka tak heran kemampuan BSM dalam menjalankan fungsi intermediasi ini diukuti dengan perolehan ROA 0,46% dan ROE 4,41%.
2.3.10 Kinerja Keuangan PT. BSM Tahun 2004 Pendekatan Nilai Tambah
dengan
Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya tentang munculnya konsep Laporan Nilai Tambah pada Tahun 2014 di atas, bedasarkan data keuangan utama dan laporan laba rugi tahun 2004, maka dapat dirumuskan bahwa Laporan Nilai Tambah PT. BSM tahun 2015 adalah sebagai berikut :
23
Tabel 2.12 Laporan Nilai Tambah
Laporan Nilai Tambah PT. BSM Desember 2004 (Dalam Ribuan Rupiah) Sumber Nilai Tambah Jumlah Jumlah Pendapatan Operasi Utama Pendapatan dari Margin Murabahah 400.110.797 Pendapatan dari Istishna Pararel 13.015.296 Pendapatan Sewa Ijarah 1.671.926 Pendapatan Bagi Hasil Mudaharabah 27.581.996 Musyarakah 83.368.397 Pendapatan Operasi Utama lainnya 58.525.568 Pendapatan Operasi Lainnya 269.250.350 Pendapatan Non Operasi 13.607.291 Total Pendapatan 867.121.621 Harga Pokok Imput (105.699.909) Depresiasi (57.897.680) Total Nilai Tambah 703.524.032 Distribusi Nilai Tambah Nasabah Bagi Hasil 269.250.350 Karyawan (Gaji) (83.945.515) Zakat 17.588.100 Pajak 396.679 Deviden 4.300.471 Laba ditahan 23.654.493 Total Nilai Tambah 399.135.608 Sumber: Data Sekunder yang diolah Berdasarkan data pada Laporan Nilai Tambah di atas dapat dihitungan tentang besarnya rasio kinerja keuangan PT. BSM untuk Tahun 2015 yaitu sebagai berikut: Tabel 2.13 Kinerja Keuangan PT. BSM Tahun 2015 Dengan Pendekatan Nilai Tambah
No Rasio 1 Nilai Tambah / Total Aktiva Produktif 2 ROA ( Nilai Tambah / Total Asset ) 3 (ROE) Nilai Tambah / Total Modal Sumber data sekunder yang diolah.
Jumlah 10.99% 5.29% 12.29%
Perbedaan Kinerja Keuangan PT. BSM Tahun 2014 dan 2015 hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan menggunakan pendekatan Nilai 24
Tambah (Value Added) diketahui perolehan nilai tambah (laba) BSM Tahun 2014 lebih besar jika dibandingkan perolehan laba bersih yang menggunakan pedekatan laba rugi. Jika menggunakan pendekatan laba rugi, laba bersih BSM Tahun 2014 sebesar Rp 15.811 juta, sementara jika menggunakan pendekatan nilai tambah perolehannya jauh lebih besar yaitu mencapai Rp. Rp 367.970 juta. Sementara untuk tahun 2015 jika menggunakan pendekatan laba rugi perolehan laba bersih sebesar Rp.103.447 juta, sementara yang menggunakan pendekatan nilai tambah perolehan nilaitambah (laba) mencapai Rp. 703.524 juta atau sekitar 700%. Perolehan rasio kinerja keuangan untuk tahun 2014 dan 2015 yang dihitung berdasarkan laba rugi maupun nilai tambah secara lengkap adalah sebagai berikut:
Table 2.14 Perbandingan Kinerja Keuangan BSM Tahun 2014 Dengan Pendekatan Laba Rugi dan Nilai Tambah
No
Rasio
1
2014 Laba Rugi Nilai Tambah Aktiva 0.50% 15.17%
Laba Bersih / Total Produktif 2 ROA ( Laba Bersih / Total Asset ) 3 (ROE) Laba Bersih/ Total Modal Suber : Data sekunder yang diolah.
0.46% 4.41%
5.61% 13.9%
Tabel 2.15 Perbandingan Kinerja Keuangan BSM Thun 2015 Dengan Pendekatan Laba Rugi dan Nilai Tambah
No 1
Rasio
2015 Laba Rugi Nilai Tambah Aktiva 1.62% 10.99%
Laba Bersih / Total Produktif 2 ROA ( Laba Bersih / Total Asset ) 3 (ROE) Laba Bersih/ Total Modal Suber : Data sekunder yang diolah.
1.51% 28.87%
5.29% 12.29%
Perbedaan nilai yang begitu besar ini disebabkan adanya perbedaan konsep kepemilikan dan konsep teori dalam akuntansi yang digunakan. Sebgaimana yang telah diuraikan sebelumnya bahwa, PSAK No. 59 yaitu standar akuntansi keuangan yang digunakan oleh lembaga keuangan syari’ah saat ini, masih sarat dengan nilai-nilai kapitalisme. Hal ini dapat dilihat dari tujuan laporan keuangan yang masih bersifat stakeholders oriented. Sehingga orientasi perusahaan adalah pencapaian profit yang seoptimal mungkin tanpa memperhatikan pihak-pihak yang terlibat di dalamnya baik yang lansung seperti karyawan, maupun yang tidak langsung seperti masyarakat, lingkungan dan sosial. Tujuan laporan laba rugi lebih menekankan pada kepentingan direct Stakeholders, hal ini nampak jelas ditunjukkan pada konstruksi laporan laba rugi. Dalam konstruksi laporan laba rugi dapat dilihat bahwa item seperti hak pihak ketiga atas bagi hasil, zakat, pajak yang merupkan pihak yang 25
secara tidak langsung telah memberikan kontribusi terhadap perolehan laba, merupakan item yang diperlakukan sebagai beban sehingga berfungsi mengurangi pendapatan. Dan masih ada satu item lagi yakni karyawan sebagai pihak yang secara langsung telah memberikan andil bagi pencapaian laba, juga diperlakukan sebagai beban. Sehingga yang dinamakan laba dalam konsep ini, adalah nilai nominal dari pendapatan kotor setelah dikurangi dengan item sebagaimana telah disebutkan diatas. Berbeda dengan konsep Nilai Tambah. Konsep nilai tambah merupakan perwujudan dari kepedulian manajemen terhadap pihak-pihak lain yang terlibat baik langsung maupun tidak langsung terhadap proses mendapatkan nilai tambah. Kepedulian itu diwujudkan dengan kesediaan manajemen untuk mendistribusikan nilai tambah kepada semua pihak yang dimaksud secara adil, yaitu nasabah sebagai pihak ketiga yang telah menggunakan jasanya, karyawan pihak yang telah mencurahkan daya dan upaya dimiliki agar perusahaan mendapatkan keuntungan, pemerintah (melalui pajak), pemilik modal (melalui deviden), masyarakat (melalui zakat), dan lingkungan sekitar. Konsep nilai tambah merupakan wujud akuntabilitas Vertikal dan orizontal dari akuntansi syari’ah yaitu pemenuhan kewajiban kepada Allah, lingkungan sosial, dan individu. Nilai Tambah, sebagai bentuk pertanggungjawaban atas amanah yang diberikan oleh Allah berupa penciptaan dan penyebaran rahmad kepada manusia yang lain dan lingkungan alam dalam bentuk aktivitas bisnis. Dalam konteks mikro, hal ini dapat diartikan bahwa sebuah entitas bisnis telah melakukan kontrak sosial dengan masyarakat dan alam. Konsep pertanggungjawaban ini dapat dilihat pada kontruksi laporan nilai tambah pada item zakat. Kewajiban pembayaran zakat, merupakan bentuk tanggungjawab manajemen terhadap masyarakat sekitar. Dalam laporan nilai tambah dapat diketahui bahwa kewajiban zakat yang harus dibayarkan oleh manajemen adalah sejumlah Rp. 9,199. juta untuk tahun 2014 dan Rp. 17.588 juta untuk tahun 2015. Satu jumlah yang cukup besar. Sementara pada laporan laba rugi kewajiban zakat yang harus dibayarkan tidak dapat diketahui berapa jumlahnya. Dengan kata lain laba dalam konsep nilai tambah merupakan total pendapatan, apakah yang bersumber dari pendapatan operasi utama, operasi lainnya maupun pendapatan non operasi. Hal ini menunjukkan betapa konsep nilai tambah sangat memperhatikan akan nilai-nilai keadilan. Dimana semua pihak berhak merasakan setiap nilai tambah yang dihasilkan, tidak memandang apakah berasal dari operasi utama atau bukan. Tidak demikian dalam konsep laba rugi, dimana pihak ketiga hanya berhak terhadap pendapatan yang diperoleh dari operasi utama, pendapatan selain dari itu tidak berhak. Dari hasil interpretasi tampilan laporan laba rugi dan nilai tambah, dapat diambil beberapa simpulan. Adanya perbedaan secara filosofis teoritis antara konsep akuntansi yang ada dalam PSAK No. 59 dan konsep teori yang dikemukakan pakar akuntansi syari’ah, khususnya berkaitan dengan aspek tujuan laporan keuangan dan konsep kepemilikan, membawa dampak adanya perbedaan kontruksi penyajian dan pengungkapan laporan keuangan bank syari’ah. Adanya perbedaan konstruksi ini, menyebabkan hasil analisis kinerja keuangan yang menggunakan masing-masing pendekatan menunjukkan 26
hasil yang berbeda secara kuantitas. Dimana perolehan yang menggunakan pendekatan nilai tambah hasil analisis rasio kinerja keuangan nampak lebih besar. Dibanding dengan yang menggunakan pendekatan laba rugi.
27
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN
3.1
Kesimpulan
Bedsarkan materi yang telah disampaikan mengenai penyusunan dan penyajian laporan keuangan pada lembaga keuangan syari’ah, maka kami dapat menarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Menentukan hak dan kewajiban pihak terkait, termasuk hak dan kewajiban yang berasal dari transaksi yang belum sesuai dengan dan atau kegitan ekonomi lain, sesuai dengan prinsip syari’ah yang berdasarkan pada konsep kejujuran, keadilan, dan kepatuhan kepada nilai-nilai bisinis Islami. Selain itu memberikan informasi keuangan yang bermanfaat bagi pemakai laporan keuangan untuk pengambilan keputusan. Serta meningkatkan kepatuhan terhadap prinsip syari’ah pada dasarnya dalam semua transaksi dan kegiatan usaha, dengan siklus yang dimulai dari bukti transaksi sampai dengan laporan keuangan. 2. Asumsi dasar konsep akuntansi lembaga syariah sama dengan asumsi dasar konsep akuntansi keuangan secara umum yaitu konsep kelangsungan usaha (going concern) dan dasar akrual. Pendapatan untuk tujuan penghitungan bagi hasil menggunakan dasar kas. Dalam lembaga keuangan syariah memiliki konsep operasional yang berdasarkan dari lima aqad yaitu Prinsip pinjaman murni (al-wadiah) , Bagi hasil (syirkah), Prinsip jual beli (at-tijarah), Prinsip sewa (al-ijarah), Prinsip jasa (al-ajr walumullah). 3. Penyajian dan pengungkapan pelaporan keuangan pada lembaga keuangan syari’ah menurut PSAK No. 59 memiliki delapan elemen laporan keuangan syari’ah yaitu : Laporan Posisi Keuangan (neraca), Laporan Laba Rugi, Laporan Arus Kas, Laporan Perubahan Modal (EKUITAS), Laporan Perubahan Investasi, Laporan Sumber Dana dan Penggunaan Dana Zakat, Infaq dan Shadaqah, Laporan Sumber Dan Penggunaan Dana Qardhul Hasan, dan Catatan Atas Laporan Keuangan.
28
3.2 Saran Berdasarkan kesimpulan yang telah di tulis di ata, maka dapat diberikan bebeapa saran sebagai berikut : 1.
2.
Adanya laporan nilai tambah, telah memberikan informasi yang lebih jelas bagi pemakai laporan keuangan. Laporan nilai tambah tidak hanya memberikan informasi yang bekaitan dengan keputusan ekonomi yaitu laba, tetapi juga informasi yang berkaitan dengan kewajiban zakat yang harus dibayarkan oleh perusahaan, informasi tentang besarnya gaji bagi karyawan dan informasi seputar hak bagi hasil bagi pihak ketiga. Sebaiknya sebelum menghitung rasio kinerja keuangan bank syari’ah, terlebih dahulu harus menyusun laporan neraca nilai sekarang. Hal ini penting berkaitan untuk kepentingan penghitungan zakat. Oleh sebab itu bagi peneliti selanjutnya diharapkan sebelum melakukan perhitungan rasio kinerja keuangan bank syari’ah, terlebih dahulu membuat laporan neraca nilai sekarang sehingga diperoleh hasil penelitian yang tidak hanya handal secara konseptual dan juga empiris.
29
DAFTAR PUSTAKA Antonio, Muhammad Syafi’i. 2000. Bank Syariah Suatu Pengenalan Umum. Jakarta: Tazkia Institute Fees, Philip E. dan C. Rollin Niswonger. 1981. Accounting Principles. Cincinnati Ohio: South Westen Publishing, Co. Hadibroto, S., Dachnial Lubis, dan Sudardjat Sukadam. 1982. Dasar-dasar Akuntansi. Jakarta: LP3ES Ikatan Akuntan Indonesia. Jakarta:Salemba Empat.
1999.
Standar
Akuntansi
Keuangan.
Ikatan Akuntan Indonesia. 1999. Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta: Salemba Empat. Moleong, Lexy J. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif (Cetakan Keenambelas). Bandung: Remaja Rosdakarya. Harahap, Sofyan S. 1997. Akuntansi Islam. Jakarta: Bumi Aksara. 2001. Menuju Perumusan Teori Akuntansi Islam. Jakarta: Pustaka Quantum
30