KIPRAH & PENGABDIAN
ALUMNI UI Jejak Inspiratif Untuk Generasi Bangsa
ILUNI UI
We are an integrated marketing-advertising-communication consultant, especially for book & magazine publishing, seminar and exhibition. With our talented and dedicated personnel, we are eager to deliver your business to the best of our efforts.
PT. LENTERA PANDU PERSADA
Jl. WR. Supratman No. 12C Cempaka Putih Ciputat Timur - Tangerang Selatan 15412 Phone: 021-36676016 Fax: 021-36676018 email :
[email protected]
PENERBIT Ikatan Alumni Universitas Indonesia (ILUNI UI) Penanggung Jawab Chandra Motik Yusuf Ketua Pelaksana Rudy Johannes Anggota Tim Pelaksana Yusril Andi Hanibal Nouvel Montery Darwin Dewi “Vijay” Sukasah Anita Kolopaking Hani Cahyanti Harman Setiawan Editor: Aziar Aziz Agus Sutarto Penulis Agus Sutarto Dewi Puspita Yogatama Yanuar Burhani Ash-shiddiqi Publishing Consultant PT LENTERA PANDU PERSADA
DAFTAR ISI Sambutan Rektor Universitas Indonesia Sambutan Ketua Umum ILUNI UI
8 9
Sekilas Tentang Kampus Perjuangan Kilas Sejarah ILUNI UI Susunan Pengurus ILUNI UI 2011-2014 Profil Ketua Umum ILUNI UI “The Dream Team” ILUNI UI Rekam Kegiatan ILUNI UI Jejak Rekam Alumni UI
11 20 24 28 30 37 44
Pahlawan Nasional Tokoh Alumni STOVIA-GHS/RS-RHS/THS
50
KIPRAH & PENGABDIAN ALUMNI UI
Pemerintahan & Politik (Purna Bhakti) Pemerintahan & Politik
116 208
Pendidikan & Ipteks Seni & Kebudayaan
306
Pengabdi & Pemberdaya Masyarakat Entrepreneur
407
Praktisi & Pimpinan Perusahaan
468
Sambutan
REKTOR UNIVERSITAS INDONESIA Assalamu’alaikum Wr. Wb.
KETUA UMUM ILUNI UI
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Alhamdulillah, kami menyambut gembira atas terbitnya buku “KIPRAH & PENGABDIAN ALUMNI UI: Jejak-Jejak Inspiratif Bagi Generasi Bangsa” ini dan sangat berharap buku ini dapat meningkatkan semangat pengabdian kita semua kepada bangsa dan negara. Dari jejak rekam alumni UI yang ditampilkan di buku ini, kita dapat belajar bahwa konsistensi dan integritas peribadi yang digerakkan dengan semangat pengabdian menjadi kekuatan besar untuk menorehkan prestasi-prestasi gemilang yang dapat memberikan manfaat bagi masyarakat luas. Karena itu kami berharap kepada mahasiswa dan alumni muda UI untuk dapat mewarisi semangat pengabdian itu dan bahkan dapat mengukir prestasi-prestasi yang lebih hebat dari yang telah ditorehkan para senior.
Meskipun sudah berulang kali disampaikan, kami merasa perlu menegaskan kembali bahwa tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia semakin hari semakin kompleks. Dan tantangan itu tentunya menjadi kesempatan bagi alumni muda UI untuk menjawab tingginya harapan masyarakat akan lahirnya agen-agen perubahan yang mampu membangun daya saing nasional di berbagai bidang. Dan kami kembali mengingatkan bahwa alumni UI merupakan terpisahkan dari almamaternya. Keberhasilan pengabdiannya mengharumkan nama baik UI, demikian juga sebaliknya. Oleh di pundak alumni UI kami sematkan harapan yang tinggi untuk berusaha menjaga nama baik almamater.
Sambutan
bagian tak akan turut karena itu, senantiasa
Terakhir, kami menyampaikan apreasi atas usaha Pengurus Pusat ILUNI UI yang telah bekerja keras mendokumentasikan jejak rekam alumni UI di berbagai bidang. Semoga tradisi yang baik ini dapat terus dilanjutkan, dan semoga jejak pengabdian alumni UI ini semakin melecut semangat kita semua untuk berlomba-lomba memberikan pengabdian yang terbaik.
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkah dan rahmat-Nya Pengurus Pusat Ikatan Alumni Universitas Indonesia berhasil menerbitkan buku “KIPRAH & PENGABDIAN ALUMNI UI: Jejak-Jejak Inspiratif Bagi Generasi Bangsa”. Kami mengakui masih banyak alumni UI yang telah memberikan kiprah dan pengabdiannya bagi masyarakat dan bangsa yang belum dapat ditampilkan di buku ini. Dan semoga pada kesempatan yang akan datang, kami dapat lebih optimal dalam menelusuri jejak rekam rekan-rekan alumni UI untuk dapat didokumentasikan guna memberikan inspirasi bagi alumni muda UI dan juga generasi bangsa Indonesia. Dari kiprah dan pengabdian tokoh-tokoh yang ditampilkan di buku ini, khususnya para pahlawan dan tokoh-tokoh bangsa lainnya, kita alumni UI bangga sekaligus memikul tanggung jawab moral untuk meneruskan cita-cita dan perjuangan mereka, dengan berbagai daya upaya yang dapat kita lakukan untuk mendukung pembangunan bangsa Indonesia yang kita cintai. Kita alumni UI harus selalu mewarisi semangat nasionalisme dan patriotisme yang telah dicontohkan para senior kita pada momen-momen penting perjuangan bangsa. Ketokohan dan kepeloporan mereka semestinya menjadi cambuk yang melecut semangat kita untuk senantiasa berpikir, bersikap dan bertindak untuk kepentingan bangsa dan negara. Oleh karena itu, mari kita bersama-sama membangun sinergi dengan semangat ‘harmony in partnership’ untuk melanjutkan catatan-catatan penting perjalanan bangsa, untuk membangun tonggak-tonggak sejarah bagi kemajuan peradaban Indonesia, serta mewariskan semangat nasionalisme dan patriotisme bagi generasi bangsa selanjutnya. Selamat berjuang untuk Indonesia. Semoga Tuhan Yang Masa Esa memberikan berkah dan rahmat-Nya. Amin.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb. Jakarta, Januari 2014
Wassalamualaikum Wr Wb. Jakarta, Januari 2014
Prof. Dr. Ir. Muhammad Anis. M. Met.
Chandra Motik Yusuf.
UI dari masa ke masa
Sekilas Tentang Segenap Jajaran Pengurus Pusat
KAMPUS PERJUANGAN
IKATAN ALUMNI UNIVERSIRTAS INDONESIA
menyampaikan Apresiasi dan Terima Kasih atas Partisipasi dan Dukungannya
PT. Bank Central Asia Tbk Aji Wijaya, Sunarto Yudho & Co Chandra Motik Yusuf & Associates Klinik Mata Nusantara LIPPO Group LUBIS, SANTOSA & MARAMIS Perum Peruri Pondok Indah GROUP Rhadana Group PT Bank Muamalat Indonesia PT. Bank Negara Indonesia(Persero)Tbk PT Global Mediacom Tbk PT Indofood Sukses Makmur Tbk. PT Krakatau Steel Tbk PT Lembaga Survey Indonesia PT Sucofindo PT Asuransi Ekspor Indonesia (Persero) PT Asuransi Bumida PT Bank CIMB Niaga Tbk PT BRI Syariah PT Bukit Asam Tbk PT Industri Sandang Nusantara PT. Industri Telekomunikasi Indonesia (INTI) PT Perkebunan Nusantara VI (Persero) PT Pertamina VJ & Partners
Zaman Pendudukan Belanda (1849-1946) Pemerintah Kolonial Belanda pada tahun 1849 membangun sebuah universitas yang kemudian diberi nama Dokter-Djawa School (School of Medicine for Javanese) pada Januari 1851, sekolah tinggi ini mengkhususkan diri pada ilmu kedokteran. Setelah sempat mengalami perubahan nama di akhir abad 19, tepatnya di tahun 1898, nama Dokter-Djawa School berubah menjadi School tot Opleiding van Indische Artsen (School of Medicine for Indigenous Doctors) atau STOVIA. Tahun 1909 Pemerintah Hindia Belanda mendirikan sekolah hukum pertama di Indonesia, dengan nama Rechtsschool (RS) yang berkedudukan di Batavia, yang terdiri dari Bagian Persiapan dan Bagian Keahlian Hukum. Selanjutnya pada tanggal 28 Oktober 1924, status Rechtsschool ditingkatkan menjadi lembaga pendidikan tinggi hukum bernama Rechtshogeschool (RHS). Pada tahun 1927 Pemerintah Kolonial Belanda mengubah status dan nama STOVIA menjadi GHS (Geneeskundige Hogeschool) dan mendirikan tiga sekolah tinggi di beberapa kota di Jawa. Sekolah tinggi tersebut adalah Technische Hoogeschool te Bandoeng (Fakultas Teknik) yang berdiri di Bandung pada 1920, Recht Hoogeschool (Fakultas Hukum) di Batavia pada 1924, Faculteit der Letteren en Wijsbegeerte (Fakultas Sastra dan Kemanusiaan) di Batavia pada 1940, dan setahun kemudian dibangunlah Faculteit van Landbouwweteschap (Fakultas Pertanian) di Bogor. Lima sekolah tinggi tersebut merupakan pilar dalam menciptakan the Nooduniversiteit (Universitas Darurat), yang dibangun pada tahun 1946.
Zaman Kemerdekaan (1947-1960an) Nood-universiteit berganti nama menjadi Universiteit van Indonesië pada tahun 1947 dan berpusat di Jakarta. Beberapa professor nasionalis, salah satunya adalah Prof. Mr. Djokosoetono, melanjutkan fungsinya sebagai pengajar untuk Universiteit van Indonesië di Yogyakarta, yang saat itu menjadi ibukota negara.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
9
Ibukota Indonesia kemudian kembali ke Jakarta pada 1949 setelah Belanda mengakui kedaulatan Republik Indonesia. Universiteit van Indonesië Yogjakarta juga kembali pindah ke Jakarta. Universiteit van Indonesië kemudian disatukan menjadi “Universiteit Indonesia” pada 1950. Universitas ini mempunyai Fakultas Kedokteran, Hukum, Sastra dan Filsafat di Jakarta, Fakultas Teknik terletak di Bandung, Fakultas Pertanian di Bogor, Fakultas Kedokteran Gigi di Surabaya, serta Fakultas Ekonomi ada di Makasar. Fakultas-fakultas yang berada di luar Jakarta kemudian berkembang menjadi universitas-universitas terpisah di antara tahun 1954-1963. Universitas Indonesia di Jakarta mempunyai kampus di Salemba dan terdiri dari beberapa Fakultas seperti: Kedokteran, Kedokteran Gigi, Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Sastra, Hukum, Ekonomi, dan Tehnik.
Gedung Dokter Djawa School - Batavia (1902)
Pada perkembangan selanjutnya berdirilah Fakultas Psikologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Kesehatan Masyarakat, llmu Komputer dan kemudian Fakultas Keperawatan.
Zaman Modern (1970an-sekarang) Sebelum kampus Universitas Indonesia di Depok dibangun pada 1987, Universitas Indonesia memiliki tiga lokasi kampus yaitu di Salemba, Pegangsaan Timur dan Rawamangun. Setelah kampus baru didirikan di lahan seluas 320 hektare di Depok, kampus Rawamangun dipindah sementara kampus Salemba masih dipertahankan untuk Fakultas Kedokteran, Kedokteran Gigi dan Program Pascasarjana. Tidak lama setelah tahun 2000, Universitas Indonesia menjadi satu dari beberapa universitas yang mempunyai status Badan Hukum Milik Negara di Indonesia. Perubahan status ini membawa perubahan yang signifikan untuk Universitas Indonesia yaitu otonomi yang lebih besar dalam pengembangan akademis dan
10
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Gedung Geneeskundige Hogeschool
pengelolaan keuangan sehingga universitas tumbuh menjadi universitas berkelas dunia. Dari perspektif sejarah ini, Universitas Indonesia telah tumbuh secara progresif menjadi sebuah institusi yang mengarah menjadi pemimpin di bidang kemanusiaan dan peradaban dengan menyeimbangkan nilainilai akademis, moralitas dan seni. Melalui kelebihan-kelebihan ini, Universitas Indonesia berniat untuk menghasilkan bangsa Indonesia menjadi masyarakat yang lebih makmur dan demokratis, dengan berfokus pada perdamaian, keadilan dan nilai-nilai peduli lingkungan yang kuat.
Gedung Recths Hogeschool, 1924. (kini gedung Kementerian Pertahanan RI)
SILSILAH UNIVERSITAS INDONESIA 1849-1898 1898-1927 1909-1929 1913-1942 1920-1921 1922-1924 1924-1942 1924-1942 1927-1942 1940-1942 1941-1942 1943-1945 1944-1945
Dokterdjawaschool Batavia School tot Opleiding van Indische Artsen,Batavia Opleidingschool voor Inlandsche Rechtskundigen, Batavia Nederlandsch-Indische Veeartsenschool, Buitenzorg Technische Hoogeschool, Bandoeng Rechtschool, Batavia Rechts-hoogeschool, Batavia Technische-Hoogeschool, Bandoeng Geneeskundige Hoogeschool, Batavia Faculteit der Letteren en Wijsbegeerte, Batavia Faculteit der Landbouwwetenschap, Batavia Djakarta Ika Daigaku Bandoeng Koogyo Daigaku
1945-1950
Balai Perguruan Tinggi Republik Indonesia
1. Perguruan Tinggi Kedokteran, Jakarta 2. Perguruan Tinggi Hukum/Kesusastraan, Jakarta
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
11
Februari 1950-1954 Universiteit Indonesie/Balai Perguruan Tinggi Republik Indonesia
1946-1947
Nood-Universiteit
Balai Perguruan Tinggi Republik Indonesia
1947-1950
Nood-Universiteit
1. 2. 3. 4. 5.
Geneekundige Faculteit Juncdiche Facultein Faculteit der Letter en Wijbegerts Technische Faculteit Landbouwkundige Faculteit
1. Perguruan Tinggi Kedokteran, Jakarta 2. Perguruan Tinggi Hukum/Kesusastraan, Jakarta
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Faculteit der Geneekundige, Batavia Faculteit van Technische Wetenschap, Bandoeng Faculteit der Rechtsgekerdeid end canSociale Wetenschap, Batavia Faculteit der Letter en Wijbegerts, Batavia Faculteit van Landbouwwatenschap, Buitenzorg Faculteit der Exacte Wetenschap - kemudian namanya diubah menjadi Faculteit van Wiskunde en Natuurewtenschap, Bandung 7. Diergeneschundige Faculteit, Buitenzorg 8. Faculteit der Economiche Wetenschap, Makasar 9. Faculteit der Geneskunde, Soerabaja 10. Fakultas lain yang jenis dan tempatnya ditentukan Gubernur Jenderal
Balai Perguruan Tinggi Republik Indonesia
1. Perguruan Tinggi Kedokteran, Jakarta 2. Perguruan Tinggi Hukum/Kesusastraan, Jakarta
Februari 1950 Universiteit Indonesie/ Balai Perguruan Tinggi Republik Indonesia Serikat
12
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Faculteit Kedokteran & Lembaga Pendidikan Djasmani, Jakarta Fakultas Hukum dan Ilmu Pengetahuan Masyarakat, Jakarta Fakultas Sastra dan Filsafat, Jakarta Fakultas Pertanian, Bogor Fakultas Kedokteran Hewan, Bogor Fakultas Ilmu Penget. Teknik & Lembaga Pend Guru Menggambar, Bandung Fakultas Ilmu Pasti dan Ilmu Alam, Bandung Fakultas Kedokteran dan Lembaga Kedokteran Gigi, Surabaya Fakultas Ekonomi, Makasar (ditutup untuk sementara)
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
1. Faculteit Kedokteran & Lembaga Pendidikan Djasmani, Jakarta 2. Faculteit Hukum dan Ilmu Pengetahuan Masyarakat, Jakarta 3. Faculteit Sastra dan Filsafat, Jakarta 4. Faculteit Ekonomi, Jakarta 5. Faculteit Pertanian, Bogor 6. Faculteit Kedokteran Hewan, Bogor 7. Faculteit Ilmu Penget. Teknik & Lembaga Pend Guru Menggambar, Bandung 8. Faculteit Ilmu Pasti dan Ilmu Alam, Bandung 9. Faculteit Kedokteran dan Lembaga Kedokteran Gigi, Surabaya 10. Cabang Faculteit Hukum dan Pengabdian Masyarakat dari FH & PM UI Jakarta, Makasar 11. Faculteit Ekonomi sebagai cabang Faculteit Ekonomi UI Jakarta, Makasar
1954-1955
Universitas Indonesia
1955-1956
Universitas Indonesia
1. Faculteit Kedokteran & Lembaga Pendidikan Djasmani, Jakarta 2. Faculteit Hukum dan Ilmu Pengetahuan Masyarakat, Jakarta 3. Faculteit Sastra dan Filsafat, Jakarta 4. Faculteit Ekonomi, Jakarta 5. FaculteitPertanian, Bogor 6. Faculteit Kedokteran Hewan, Bogor 7. Faculteit Ilmu Penget. Teknik & Lembaga Pend Guru Menggambar, Bandung 8. Faculteit Ilmu Pasti dan Ilmu Alam, Bandung 9. Faculteit Kedokteran dan Lembaga Kedokteran Gigi, Surabaya 10. Faculteit Ekonomi, Makasar 11. Faculteit Hukum, Makasar
1. Fakultas Kedokteran & Lembaga Pendidikan Djasmani, Jakarta 2. Fakultas Hukum dan Ilmu Pengetahuan Masyarakat, Jakarta 3. Fakultas Sastra dan Filsafat, Jakarta 4. Fakultas Ekonomi, Jakarta 5. FakultasPertanian, Bogor 6. Fakultas Kedokteran Hewan, Bogor 7. Fakultas Ilmu Penget. Teknik & Lembaga Pend Guru Menggambar, Bandung 8. Fakultas Ilmu Pasti dan Ilmu Alam, Bandung 9. Fakultas Ekonomi, Makasar 10. Fakultas Hukum, Makasar
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
13
1956-1959
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Fakultas Kedokteran & Lembaga Pendidikan Djasmani, Jakarta Fakultas Hukum dan Ilmu Pengetahuan Masyarakat, Jakarta Fakultas Sastra dan Filsafat, Jakarta Fakultas Ekonomi, Jakarta FakultasPertanian, Bogor Fakultas Kedokteran Hewan, Bogor Fakultas Ilmu Penget. Teknik & Lembaga Pend Guru Menggambar, Bandung Fakultas Ilmu Pasti dan Ilmu Alam, Bandung
1987-2007
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
1959-1963
Universitas Indonesia
1. Fakultas Kedokteran, Jakarta 2. Fakultas Hukum dan Ilmu Pengetahuan Masyarakat, Jakarta 3. Fakultas Sastra, Jakarta 4. Fakultas Ekonomi, Jakarta 5. Fakultas Psikologi, Jakarta 6. Fakultas Kedokteran Gigi, Jakarta 7. Fakultas Ilmu Pasti dan Ilmu Alam, Jakarta 8. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Jakarta 9. Fakultas Pertanian, Bogor 10. Fakultas Kedokteran Hewan, Bogor
1963-1987
Universitas Indonesia
2007-2013
14
Universitas Indonesia
1. Fakultas Kedokteran, Jakarta 2. Fakultas Hukum dan Ilmu Pengetahuan Masyarakat, Jakarta 3. Fakultas Sastra, Jakarta 4. Fakultas Ekonomi, Jakarta 5. Fakultas Psikologi, Jakarta 6. Fakultas Kedokteran Gigi, Jakarta 7. Fakultas Ilmu Pasti dan Ilmu Alam, Jakarta 8. Fakultas Teknik, Jakarta 9. Fakultas Kesehatan Masyarakat, Jakarta 10. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Jakarta 11. Fakultas Non Gelar Ekonomi, Jakarta 12. Fakultas Non Gelar Teknologi, Jakarta 13. Fakultas Pascasarjana, Jakarta
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
1. Fakultas Kedokteran, Kampus Salemba - Jakarta 2. Fakultas Hukum dan Ilmu Pengetahuan Masyarakat, Kampus Depok 3. Fakultas Sastra, Kampus Depok 4. Fakultas Ekonomi, Kampus Depok 5. Fakultas Psikologi, Kampus Depok 6. Fakultas Kedokteran Gigi, Kampus Salemba - Jakarta 7. Fakultas Ilmu Pasti dan Ilmu Alam, Kampus Depok 8. Fakultas Teknik, Kampus Depok 9. Fakultas Kesehatan Masyarakat, Kampus Depok 10. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Kampus Depok 11. Fakultas Ilmu Komputer, Kampus Depok 12. Fakultas Ilmu Keperawatan, Kampus Depok 13. Fakultas Pascasarjana, Kampus Salemba - Jakarta
1. Fakultas Kedokteran, Kampus Salemba - Jakarta 2. Fakultas Hukum dan Ilmu Pengetahuan Masyarakat, Kampus Depok 3. Fakultas Sastra, Kampus Depok 4. Fakultas Ekonomi, Kampus Depok 5. Fakultas Psikologi, Kampus Depok 6. Fakultas Kedokteran Gigi, Kampus Salemba - Jakarta 7. Fakultas Ilmu Pasti dan Ilmu Alam, Kampus Depok 8. Fakultas Teknik, Kampus Depok 9. Fakultas Kesehatan Masyarakat, Kampus Depok 10. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Kampus Depok 11. Fakultas Ilmu Komputer, Kampus Depok 12. Fakultas Ilmu Keperawatan, Kampus Depok 13. Fakultas Farmasi, Kampus Depok 14. Fakultas Pascasarjana, Kampus Salemba - Jakarta 15. Program Pendidikan Vokasi, Kampus Depok
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
15
REKTOR UI
Dari Masa Ke Masa
Ir. R.M. Pandji Soerachman Tjokroadisoerjo Presiden UI ke I (1950-1951)
Prof. Mr. Dr. Soepomo Presiden UI ke II (1951-1954)
Prof. Bahder Djohan Presiden UI ke III (1954-1958)
W A F J Tumbelaka Pejabat Rektor (1985-1986)
Prof. Dr. Sujudi Rektor UI ke X & ke XI (1986-1990 & 1990-1994)
Prof. Dr. M.K. Tadjudin Rektor UI ke XII (1994-1998)
Prof. Dr. Soedjono D Poesponegoro Ketua Presidium UI ke IV (1958-1962)
Letjen dr. Sjarif Thajeb Rektor UI ke V (1962-1964)
Prof. Dr. Ir. Soemantri Brodjonegoro Rektor UI ke VI & ke VII (1964-1968 & 1968-1973)
Prof. Dr. dr. A Boedisantoso R. Rektor UI ke XII (1998-2002)
Prof. dr. Usman Chatib Warsa, SpMK. Ph.D Rektor UI ke XIII (2002-2007)
Prof. Dr. der Soz. Goemilar Roesliwa Soemantri Rektor UI ke XIV (2007-2012)
Prof. Dr. Slamet Iman Santoso Pejabat Rektor UI (1973-1974)
Prof. Dr. Mahar Mardjono Rektor UI ke VIII & ke IX (1974-1978 & 1978-1982)
Prof. Dr. Nugroho Notosantoso Rektor UI ke X (1982-1985)
16
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Prof. Dr. Ir. Joko Santoso, M.Sc. Pjs. Rektor UI (2012-2013)
Prof. Dr. Ir. Muhammad Anis , M.Met. Pejabat Rektor UI (2013-sekarang) PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
17
Kongres Alumni UI.
Kilas Sejarah
ILUNI UI
Dimulai dari seruan Presiden Universitas Indonesia Prof. Dr. Bahder Djohan, untuk menghimpun lulusan Universitas Indonesia pada tanggal 19 Juli 1956, dan disusul Rapat Umum di aula Salemba 4, tanggal 3 Februari 1958, maka oleh peserta pertemuan sekitar 78 orang disahkan berdirinya ILUNI sejak 2 Februari 1958. Rapat tersebut juga bersepakat mensahkan Anggaran Dasar Sementara, membentuk Dewan Perwakilan Anggota (DPA), serta memilih Dr. Slamet Mulyana dan Mr. Purnadi Purbatjaraka, masing-masing sebagai Ketua dan Wakil Ketua. Organisasi muda ini kemudian dilengkapi dengan Drs. Swie Swan Po sebagai Sekretaris, Mr. Soepardo untuk Urusan Hubungan Luar, dan Urusan Keuangan ditangani oleh Mr. Slamet Siregar. Sedangkan sebagai Ketua Kehormatan ditetapkan Presiden Universitas Indonesia, yang waktu itu dijabat Prof. Dr. Bahder Djohan. Sampai masa antara 1961-1963, ILUNI yang merupakan singkatan dari Ikatan Lulusan Universitas Indonesia praktis tidak menunjukkan kegiatan apapun. Baru tahun 1964 Rektor UI waktu itu, Prof. Dr. Ir. Sumantri Brodjonegoro (alm) memberi rangsangan agar ILUNI diaktifkan kembali. Prof. Dr. Slamet Mulyana, Mr. Sutjipto, Drs. Djajusman memprakarsai pertemuan di Wisma Warta (sekarang kompleks pertokoan SOGO dan Hotel Grand Hyatt) pada bulan Februari 1964. Pertemuan ini kemudian menetapkan Anggaran Dasar ILUNI yang definitif menggantikan Anggaran Dasar Sementara. Juga dipilih pengurus baru yang dipimpin oleh Mr. Sutjipto sebagai Ketua Umum, Prof. Dr. Slamet Mulyana untuk jabatan Wakil Ketua, dibantu beberapa Ketua, Sekretaris Jenderal dan Komisaris. Pada masa prolog dan epilog Gestapu, organisasi ILUNI juga mengalami ketegangan dan malah terjadi kekosongan aktivitas maupun kepengurusan. Kembali lagi Prof. Dr. Ir. Sumantri Brodjonegoro mengeluarkan Surat Keputusan pada tanggal 17 Agustus 1971, setelah berembuk dengan drs. Benny Hoed, Bambang Soemadio dan dr. Abdul Gafur. Surat Keputusan tersebut menetapkan kepengurusan peralihan dengan tugas dalam waktu yang sesingkat-singkatnya mengadakan konsolidasi ke dalam dan keluar, serta mempersiapkan
18
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Pengurus peralihan ini sempat menyelenggarakan diskusi di Student Centre Salemba. Diskusi menetapkan beberapa keputusan antara lain, meminta pengurus peralihan agar berfungsi terus sampai kongres, mempersiapkan kongres dengan Ketua Panitia Ir. Notokusumo. Lalu diadakan reuni di gedung PN Timah - Jakarta, yang dihadiri oleh lebih 1000 anggota ILUNI. Sementara itu, kongres seyogyanya dilangsungkan 25-27 Juli 1974 di Wisma Anggraeni Cibulan. Akan tetapi timbul suasana yang tidak nyaman sehingga rapat panitia kongres tanggal 22 Juli 1974 memutuskan untuk menunda kongres sampai waktu yang tidak ditentukan. Rapat Pengurus ILUNI 25 Juli 1974 bahkan mengambil keputusan untuk mengembalikan mandat SK No. 26/SK BR/71 dan pengurus peralihan itupun mengundurkan diri. Di saat itu, pengurus cabang ILUNI di fakultas-fakultas pun mulai terbentuk. Untuk mengisi kekosongan organisasi, Rektor UI Prof. Dr. Mahar Mardjono mengambil kebijaksanaan mengangkat pengurus sementara yang diketuai oleh Djukardi Odang, SH. Pengurus sementara ini pun dibebani tugas menyelenggarakan kongres untuk menetapkan AD/ART, pengurus baru dan program umum. Pada tanggal 6-7 Desember 1974, setelah 16 tahun berdiri, barulah ILUNI berhasil menyelenggarakan kongresnya yang pertama dimana Djukardi Odang SH terpilih sebagai Ketua Umum periode 1974-1977. Tanggal 25 November 1978 dilangsungkan Kongres ke-2 ILUNI serta pengesahan kepengurusan, AD/ART khusus menyangkut struktur organisasi ILUNI. Diputuskan antara lain bahwa di tingkat propinsi akan dibentuk ILUNI cabang dengan hak suara sama dengan cabang yang ada di tiap fakultas. Kongres ini kembali memilih Djukardi Odang SH, sebagai Ketua Umum ILUNI. Pasang surut perkembangan organisasi ILUNI masih berlanjut karena tidak hanya ditentukan oleh personil yang duduk di dalamnya, tetapi juga oleh faktor eksternal. Pengaruh situasi politik nasional yang bergejolak di kurun waktu 1977-1980 tampaknya memberikan andil kepada kegiatan organisasi ILUNI sehingga pertemuan besar berikutnya baru terlaksana pada tanggal 18-19 Mei 1990 dengan diselenggarakannya Musyawarah Nasional ILUNI di Hotel Indonesia. Dalam Munas ini ditetapkan perubahan istilah ILUNI (Ikatan Lulusan Universitas Indonesia) menjadi ILUNI UI (Ikatan Alumni Universitas Indonesia) dan memilih dr. Hariadi Darmawan sebagai Ketua Umum ILUNI UI. Pada saat itu juga disahkan Mukadimah Anggaran Dasar ILUNI, yang salah satunya menyebutkan “bahwa ILUNI adalah manunggal dengan almamater mengabdi kepada rakyat, bangsa, dan negara dengan jalan melaksanakan Tridharma Perguruan Tinggi.”
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
19
KETUA ILUNI UI dari masa ke masa Pergantian kepengurusan berikutnya dilangsungkan pada Munas ILUNI UI ke II tanggal 2 Mei 1999 bertempat di Pusat Studi Jepang UI, Depok dan memilih Dr. Azrul Azwar sebagai Ketua Umum ILUNI UI 1999-2003. Kepengurusan dibawah Dr. Azrul Azwar tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan karena berbagai faktor. Pemilihan pengurus baru yang seharusnya dilakukan pada tahun 2003 baru dapat dilaksanakan pada Munas V ILUNI UI di Aula FKUI, Salemba tanggal 12 Agustus 2007. Saat itu peserta Munas yang merupakan wakil-wakil dari ILUNI Fakultas di lingkungan UI secara aklamasi mengangkat Sofyan Djalil SH sebagai ketua ILUNI UI periode 2007-2010. Dalam masa kepemimpinan Dr. Sofjan Djalil, beberapa agenda kegiatan yang berhasil dijalankan, diantaranya Gerakan Bumi Hijau (Tol Cipularang, 8 Desember 2007), Seminar Bidang Kebijakan Strategis (Kekerasan Massa dan Ketidak-Pedulian Polri, Ruang Guru Besar FKUI, Salemba - 8 Juli 2008). Selain itu, ILUNI UI juga telah mendukung Homecoming Day UI (26-27 Juli 2008) melalui para fungsionarisnya yang terlibat aktif dalam kepanitiaan (termasuk Rainier H. Daulay - Kabid Kominfo - sebagai Ketua II, Devie Rahmawati, Endro Soeprasto, dll). Tidak kalah penting untuk dicatat, sejak bulan Mei 2008, ILUNI UI bergabung dalam Konsorsium Sepeda Untuk Sekolah yang berhasil telah mengumpulkan lebih dari 1300 buah sepeda untuk dibagikan kepada siswa-siswa sekolah yang layak mendapatkannya.
Bahder Djohan Ketua Kehormatan (1958 - 1964)
Slamet Mulyana Ketua Umum (1958 - 1964)
Sutjipto Ketua Umum (1964 - 1974)
Djukardi Odang Ketua Umum (1974 - 1990)
Hariadi Darmawan Ketua Umum (1990 - 1999)
Azrul Azwar Ketua Umum (1999 - 2007)
Selanjutnya pada Munas VI ILUNI UI yang diselenggarakan pada tanggal 27 November 2011 di aula Fakultas Kedokteran UI Jl. Salemba, Dr. Chandra Motik Yusuf, SH, MSc terpilih sebagai Ketua Umum ILUNI UI periode 2011-2014. Dan ILUNI UI pun mencetak sejarah baru sebagai organisasi ikatan alumni perguruan tinggi pertama di Indonesia yang dipimpin oleh seorang alumnus perempuan. Untuk memperkuat organisasi, Chandra Motik Yusuf terus berusaha mendorong pembentukan kepengurusan ILUNI wilayah dan cabang-cabang di luar negeri. Diantara yang sudah terbentuk adalah Pengurus Wilayah ILUNI UI Kepulauan Riau dengan Ketua Rekaveny Respationo, Pengurus Wilayah ILUNI UI Jambi dengan Ketua Iskandar Sulaeman, dan ILUNI UI Cabang Amerika Serikat. Dalam waktu tidak lama lagi juga akan terbentuk kepengurusan ILUNI UI Wilayah Sumatera Barat, Wilayah Sumatera Utara, dan Wilayah Sulawesi Tengah. Mengusung slogan Hamorny in Partnership, ILUNI UI dibawah kepemimpinan Dr. Chandra Motik Yusuf berusaha meningkatkan peran alumni dalam merespon permasalahanpermasalahan yang dihadapi masyarakat, bangsa dan negara. Selain menggelar kegiatankegiatan Talk Show dan Seminar, ILUNI UI juga pro aktif untuk mendukung berbagai upaya penegakan hukum dan tak segan-segan Chandra Motik Yusuf memimpin Tim Iluni UI untuk turun ke jalan bersama para demonstran. ILUNI UI semakin peduli dan semakin dekat dengan masyarakat. ILUNI UI selalu berusaha untuk bisa hadir ditengah-tengah masyarakat yang tengah menghadapi bencana---mulai dari korban kebakaran hingga korban bencana banjir. Dan diharapkan gerakan moral kemanusiaan tersebut dapat menginspirasi organisasi-organisasi lain untuk bergerak bersama dan berbuat sesuatu untuk masyarakat.
20
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Sofyan Djalil Ketua Umum (2007 - 2011)
Chandra Motik Yusuf Ketua Umum (2011 - 2014) PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
21
SUSUNAN PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA Periode 2011 - 2014 Ketua Umum
: Chandra Motik Yusuf
Ketua
: 1. Rudy Johannes 2. Yusril Andi 3. Hanibal Nouvel 4. Rainier H. Daulay 5. Harry Jaya Pahlawan 6. Junino Jahja 7. Ranty Kartakusuma 8. Montery Darwin 9. Dewi Sukasah 10. Anita Kolopaking 11. Priatna
Sekretaris Umum Wakil Sekum
: Markus R.A. ‘Kepra’ Prasetyo : 1. Hani Cahyanti 2. Rudy Haryanto 3. Endro Soeprasto 4. Harman Setiawan 5. Dwika Budhyantara 6. Marbawi 7. Misri Gozan
Bendahara Umum : Suriyah Wakil Bendahara Umum: 1. Esterina D. Ruru 2. Siti Nursetiawati Bidang Organisasi Ketua : Abidin Fikri Anggota : 1. Aziar Aziz 2. Tomy Suryatama 3. Irzawandy Bidang Hubungan Almamater Ketua : Sri Rosewiyati Anggota : 1. Desiree Zuraida 2. Kurniawan 3. Indra Falatehan Bidang Dana dan Usaha Ketua : Yanti Agustinova Anggota : 1. Syafrullah Afgani 2. Charlie Naiborhu 3. Awal Syarifuddin 4. Aditya Nugraha 5. Arief Wardono
22
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Bidang Hubungan Antar Lembaga Ketua : M. Husni Maderi Anggota : 1. Tirta N. Mursita 2. Ellya 3. Sudarsari Syamsoe Bidang Pengkajian Keilmuan Ketua : Syahrul Aminullah Anggota : 1. Atok Sugiarto 2. Dicky Palupessy Bidang Pengkajian Kebijakan Publik Ketua : Idris Sikumbang Anggota : 1. Berly Martawardaya 2. Mangatur Jero Simangunsong 3. Ria Razik
Bidang Pengabdian Masyarakat Ketua : Nandha Julistya Anggota : 1. Cepi 2. Muara Karta 3. Imam Zaenal Muttaqin 4. Adillah Yuswanti 5. Meggy Tri Buana Tunggal Sari
Bidang Humas Ketua : Wina Armada Anggota : 1. Maria Zuraida 2. Devie Rachmawati 3. Esti Handayani 4. Pangeran A. Nurdin 5. Anita Andrianie
Bidang Kegiatan Alumni Ketua : Asti Soekanto Anggota : 1. Tika Bisono 2. Nani Ratna Kusumawati 3. Leni Indrawati
Bidang Pengembangan Informasi & Teknologi Ketua : Epsi Rizqi Anggota : 1. Ahmad Hadi Suardilani 2. Sukma Ragil 3. Abdul Hadi
Bidang Pengembangan Kreatifitas Ketua : Randy Iklhas Sardoni Anggota : 1. Thamrin Dahlan 2. Nahri Syatina
PENGURUS ILUNI UI FAKULTAS Fakultas Kedokteran (FK) Ketua : Doddy P. Partomihardjo Sekretaris : Helen Dewi Santoso Fakultas Kedokteran Gigi (FKG) Ketua : Andi Gatot Widjanarko Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Ketua : Tubagus Haryono Fakultas Teknik (FT) Ketua : Kalamullah Ramli Sekretaris : Tedianto Fakultas Hukum (FH) Ketua : Melli Darsa Sekretaris : Mohamad Kadri Fakultas Ekonomi (FE) Ketua : Muliaman D Hadad Sekretaris : Mirza Adityaswara Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB) Ketua : Fadli Zon
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Ketua : Viraguna Bagoes Oka Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Ketua : Kodrat Pramudho Sekretaris : R. Giri Wurjandaru Fakultas Ilmu Komputer (FASILKOM) Ketua : Riri Satria Fakultas Ilmu Keperawatan (FKP) Ketua : Rukminiwati Sekretaris : Fitri Purwanto Fakultas Farmasi (FF) Ketua : Ebo Widarisman Program Pasca Sarjana Ketua : Imron Risyadi Hamid Sekretaris : Yuni R. Intarti Fakultas Vokasi Ketua : Zainal Arifin Sekretaris : Bob Davitriansyah
Fakultas Psikologi (FPsi) Ketua : Uti Rahardjo Sekretaris : Sri Sunarti PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
23
PENGURUS ILUNI UI WILAYAH ILUNI UI Wilayah Kepulauan Riau Ketua : Rekaveny Respationo Sekretaris : Denny Oscar
ILUNI UI Wilayah Riau Ketua : Zainal Arifin Sekretaris : Bob Davitriansyah
ILUNI UI Wilayah Jambi Ketua : Iskandar Sulaiman Sekretaris : MS Dharma Siregar
ILUNI UI Wilayah Sulawesi Tengah Ketua : Longki Djanggola Ketua Harian : Abdullah Sekretaris : Latfiah
ILUNI UI Wilayah Sumatera Barat Ketua : Irwan Prayitno Sekretaris : Fatriarman Noer
PENGURUS ILUNI UI CABANG LUAR NEGERI ILUNI UI Cabang Singapura Ketua
: Radhi Alfha
ILUNI UI Cabang Uni Emirat Arab Ketua : M. Rico Runizar Sekretaris : I Hendri Eka Putra
ILUNI UI Cabang Amerika Serikat Ketua : Emil Ranakusuma Sekretaris : Tricia Sumarijanto ILUNI UI Cabang Qatar Ketua : Erol Tendean
YAYASAN DAN LEMBAGA DIBAWAH ILUNI UI Yayasan Bhakti ILUNI UI Ketua Wakil Ketua Sekretaris Bendahara
: Junino Jahja : Rainier H Daulay : Hani Cahyanti : Asti Soekanto
Lembaga Hukum dan Kajian ILUNI UI Ketua : Harman Setiawan Sekretaris : Tasman Gultom
Mempererat Persaudaraan - Merajut Kebersamaan. Halal Bihalal & Silaturahmi ILUNI UI 2013
Lembaga Usaha ILUNI UI Ketua : Hanibal Nouvel Sekretaris : Syafrullah Afgani Disaster Management Center Ketua : Nandha Julistya Majalah Alumni Pemimpin Redaksi : Wicky S Redaksi Pelaksana : Nani R. Kusumawati
24
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
25
Chandra Motik Yusuf
Ketua Umum ILUNI UI (2011 - 2014)
Harmony in Partnership Harmoni, kata sederhana yang menjadi begitu bermakna ketika disuarakan oleh Chandra Motik Yusuf. Tentu bukan tanpa alasan, kata itu jelas mewakili karakter pribadinya yang mampu menselaraskan kecerdasan intelektual, kepekaan sosial dan integritas moral dalam bersikap dan bertindak. Dan keharmonisan dalam dirinya itulah yang berusaha dia tularkan kepada lingkungan dimana dia berada, untuk membangun harmoni kerjasama yang sinergis. Pernah bermimpi menjadi astronot, Chandra Motik kemudian menemukan bentuk pengabdian yang lebih membumi dan lebih bermanfaat bagi bangsanya. Jiwa batinnya terpanggil oleh terbaikannya kondisi laut Indonesia ketika itu, dimana pemerintah lebih fokus dan mengutamakan pembangunan dibidang pertanian, hingga dia memantapkan langkahnya untuk menekuni bidang hukum maritim. Pilihan yang sebenarnya tidak populer ketika itu. Tetapi dia meyakini bahwa ketidakpopuleran bidang maritim pada masa itu hanyalah karena ketidaksadaran bangsa ini akan potensi dan makna strategis bidang kelauatan bagi masa depan Indonesia. Dan dia berani mengambil resiko menjadi salah satu dari sedikit orang mau peduli dan mau berjuang membangkitkan kesadaran kolektif bangsanya. Menyadari bahwa tidak mungkin berjuang sendirian, tahun 1981, Chandra Motik dan rekan-rekannya mendirikan Lembaga Bina Hukum Laut Indonesia. Dia pun mulai membangun jejaring kemitraan dengan berbagai stakeholder dibidang maritim, hadir di berbagai forum untuk menyumbangkan gagasan dan pemikiran, hingga terjun langsung ke kantong-kantong nelayan untuk membangkitkan semangat juang mereka. Karena konsistensi dan integritasnya, pakar hukum dibidang maritim ini dipercaya menduduki posisi-posisi penting di organisasi-organisasi bidang maritim--diantaranya sebagai Ketua Umum Lembaga Bina Hukum Laut Indonesia, Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI), Ketua Forum Komunikasi Masyarakat Maritim Indonesia, Sekretaris Bidang Hukum Dewan Maritim Indonesia, Penasehat Pelayaran Rakyat dan lain-lain. Melalui organisasi-organisasi itu, Chandra Motik berusaha mendorong terciptanya kemitraan yang harmonis diantara pemangku kepentingan untuk kemajuan industri maritim nasional. Disamping sebagai Staf Ahli Kepala Staf TNI AL Bidang Hukum Maritim, Chandra Motik juga berprofesi sebagai pengacara khususnya bidang kelauatan. Baginya, penegakan hukum menjadi prasyarat mutlak bagi pembangunan bidang maritim. Hal itu dibuktikan ketika dia menjadi pengacara nelayan asal Thailand yang ditangkap aparat ketika melintasi perairan Indonesia dan dituduh melalukan illegal fishing. Penanganan kasus yang dimenangkannya itu menjadi pesan penting bagi aparat untuk menegakkan hukum secara adil dan benar kepada siapa pun. “Dengan kecepatan kapal 7 knot, tidak mungkin nelayan Thailand itu bisa menangkap ikan. Belum lagi, lobster yang dijadikan barang bukti bukanlah jenis lobster yang ada di perairan Indonesia,” jelas wanita yang meraih gelar master dan doktor dari Kennedy-Western University ini. Di sisi lain, Chandra Motik merasa gemas dengan kasus 13 kapal keruk yang meng-
26
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
eksploitasi pasir laut di Kepulauan Riau, yang seharusnya didenda 100 % dari nilai kapal, tetapi akhirnya hanya didenda 15% dari nilai kapal. “Jumlah yang diangkut jauh lebih banyak dibanding yang dilaporkan kepada petugas Kantor Bea dan Cukai. Bahkan, telah ada pulau di Riau yang tenggelam akibat penambangan pasir tanpa kendali,” tegas penanggung jawab pembentukan RUU Kelautan Tahun 2005 – 2007 ini. Kompleksitas permasalahan dibidang maritim semakin memotivasi Chandra Motik untuk terus berkiprah. Mulai dari melakukan advokasi kepada para nelayan, menjadi tim pengajar di Ditjen Perhubungan Laut dan Indonesian Forwarders Association (INFA), menjadi anggota tim pemantau ekspor pasir laut, terlibat aktif dalam perumusan kebijakan dan peraturan dibidang kelautan, hingga sibuk menjadi pembicara di berbagai forum seminar khususnya terkait bidang maritim. Selain itu, dia juga aktif menuangkan gagasan dan pemikirannya dalam bentuk buku untuk menjangkau audiens yang lebih luas. Buku-bukunya yang sudah diterbitkan diantaranya; Peningkatan Peranan Hukum dan Perlindungan Hukum Dalam Kegiatan Perhubungan Laut (1987), Peraturan Angkutan Laut Dalam Deregulasi (1992; ditulis bersama M. Husyein Umar), Himpunan Konvensi Hukum Laut I (1996), Himpunan Konvensi Hukum Laut II (1996), Himpunan Konvensi Hukum Laut III (1996), Menyongsong Ombak Laut (2003), dan Serbi Serbi Konsultasi Hukum Laut (2003). Pejuang maritim dan Anggota Committee Maritime International Brussels di Belgia ini rupanya mewarisi semangat pengabdian sang ayah, HBR Motik---yang sejak masa pergerakan terus berjuang menghimpun dan mendorong pengusaha-pengusaha pribumi untuk bisa menjadi tuan di negeri sendiri. Demikian pula Chandra Motik, yang tak pernah berhenti berharap bahwa para pelaku industri maritim nasional mampu menjadi tuan di lautnya sendiri. Ditengah kesibukannya, mantan Mahasiswa Teladan FHUI tahun 1975 ini tak pernah luntur kecintaannya pada almamater. Tahun 2008, Chandra Motik dipercaya duduk sebagai Ketua Umum ILUNI FHUI. Berbagai kegiatan dilakukan untuk bisa mempererat hubungan emosional baik antar alumni maupun antara alumni dan almamater. Dalam kepengurusannya, banyak program yang telah dijalankan---mulai pemberian beasiswa bagi mahasiswa tidak mampu, memfasilitasi tempat magang alumni baru, seminar-seminar hingga mudik lebaran gratis. Tidak hanya di pelataran kampus, istri H. Dipl. Ing. Yusuf Djemat, MBA ini juga mampu menularkan sensitifitas terhadap permasalahan yang ada di masyarakat, seperti mengunjungi orang-orang tidak mampu dan membantu korban bencana banjir. Dan satu aksinya yang diliput banyak media adalah respon aktifnya terhadap kasus kriminalisasi KPK tahun 2010. Bersama rekan-rekannya, Chandra Motik mendatangi Mabes Polri dan menyatakan siap untuk menjadi jaminan bagi pembebasan Bibit-Chandra. Pada hari Senin, 28 November 2011, Chandra Motik berhasil meyakinkan peserta Munas ILUNI UI dengan konsep briliannya, Harmony in Partnership, dan ditetapkan sebagai Ketua Umum periode 2011-2014. Dia pun tercatat sebagai wanita pertama yang dipercaya sebagai ketua umum sebuah ikatan alumni universitas di Indonesia. Dan dia sangat meyakini, dengan membangun kemitraan yang harmonis, alumni UI akan dapat memberikan sumbangsih terbaiknya bagi kemajuan almamater, bagi masyarakat dan bangsa. Dibawah kepemimpinannya, ILUNI UI semakin aktif melakukan konsolidasi. Selain berbagai program dan kegiatan untuk membangun sinergi antara alumni UI dan almamaternya, Chandra Motik juga terus mendorong alumni UI di daerah dan di luar negeri untuk membentuk kepengurusan wilayah dan cabang luar negeri. Dalam 2 tahun kepemimpinannya, kepengurusan 5 ILUNI UI Wlayah dan 4 ILUNI UI Cabang Luar Negeri telah terbentuk dan disahkan. Dan Chandra Motik terus berusaha untuk membangun kebersamaan dan kerjasama sinergis antar alumni UI guna memberikan kontribusi terbaik untuk almamater, masyarakat luas, bangsa dan negara. PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
27
“The Dream Team” ILUNI UI Tanpa mengurangi apresiasi dan penghargaan kepada seluruh pengurus ILUNI UI dan para relawan yang telah memberikan kontribusi kepada ILUNI UI, berikut adalah ‘The Dream Team’ dibalik keberhasilan ILUNI UI menyelenggarakan berbagai program dan kegiatan.
Rudy Djohannes (FHUI) Tegas dan konsisten, Rudy adalah salah satu Ketua ILUNI UI yang banyak dipercaya mewakili Ketua Umum untuk misi-misi penting dan strategis. Dengan tutur kata yang sistematis, ia aktif memimpin rapat-rapat ILUNI UI dan kerap memimpin delegasi ILUNI UI untuk bertemu dengan lembaga-lembaga tinggi negara atau LSM terkait penegakan hukum dan isu-isu penting lainnya. Diantaranya, ia dipercaya memimpin Tim ILUNI UI dan beberapa ikatan alumni perguruan tinggi lainnya dalam mengawal kasus hukum Rumbi (FTUI/Caltex) . Yusril Andi (FEUI) Salah satu Ketua ILUNI UI ini dikenal tegas dan straight to the point. Pengalaman yang panjang dalam berorganisasi membuatnya sangat paham dalam mengelola berbagai kepentingan dan piawi merumuskan solusi-solusi cerdas. Pengusaha tangguh ini menjadi salah satu sosok penting dalam kepengurusan ILUNI UI pimpinan Chandra Motik Yusuf, selain ide-ide kreatif yang ia gagas, Yusril Andi juga aktif mendukung program dan kegiatan penting ILUNI UI. Hanibal Nouvel (FISIP UI) Pebisnis dan mantan executive perusahaan terkenal yang piawai melakukan lobi-lobi ini selalu aktif mendukung berbagai program dan kegiatan ILUNI UI. Selain jabatannya sebagai salah satu Ketua ILUNI UI, Hanibal juga dipercaya sebagai Ketua Lembaga Usaha ILUNI UI, sebuah organisasi perintis untuk mengembangkan unit usaha yang diharapkan dapat menopang program dan kegiatan ILUNI UI. Di tengah kesibukannya sebagai pebisnis, intensitas keterlibatannya dalam ILUNI UI menjadi cermin loyalitasnya pada almamater. Rainier H. Daulay (FTUI) Pendiri dan Chairman Rhadana Group yang memiliki jaringan bisnis hotel di Jakarta dan Bali ini dikenal tegas dan memiliki semangat juang yang tinggi. Kecintaannya pada almamater tidak perlu diragukan lagi, ia tak segan mendadak terbang dari Bali ke Jakarta untuk turut menyukseskan program dan kegiatan baik di ILUNI UI maupun di ILUNI FTUI.
Montery Darwin (FTUI) Bang Monty merupakan salah satu Ketua ILUNI UI yang tak pernah absen mendukung program-program ILUNI UI. Ia aktif memberikan gagasan-gagasan segar untuk mengakselerasi program-program ILUNI UI. Salah satu program penting yang dipimpinnya adalah program Kaji Jati Diri Bangsa, menghimpun tokoh-tokoh alumni UI lintas fakultas lintas generasi untuk menyumbangkan pemikiran-pemikiran terkait sukses kepemimpinan nasional 2014. Dewi ‘Vijay’ Sukasah (FTUI) Wanita cantik enerjik yang akrab dipanggil Mbak Vijay ini juga dipercaya sebagai Ketua ILUNI Arsitektur UI. Sangat aktif dan cekatan, ia berhasil menjalankan program-program penting ILUNI UI Pusat; diantaranya memimpin renovasi kantor pusat ILUNI UI, Ketua Pelaksana Tournament Golf ILUNI UI 2013, Ketua Pelaksana Fun Bike ILUNI UI 2013, dan beberapa program penting lainnya yang menjadi rangkaian kegiatan Homecoming Day UI 2014. Anita D.A. Kolopaking (FHUI) Pengacara papan atas yang terbiasa naik sepeda motor ini tidak perlu diragukan lagi loyalitasnya. Selain aktif mendukung program-program sosial kemanusiaan ILUNI UI, Anita juga banyak terlibat di berbagai kegiatan yang diselenggarakan ILUNI UI. Arbiter yang aktif menulis buku ini juga dikenal idealis dan tak segan melontarkan kritik-kritik tajam terhadap berbagai kebijakan pemerintah, khususnya dibidang penerapan hukum dan peraturan perundang-undangan. Markus R.A. ‘Kepra’ Prasetyo (FEUI) Direktur Utama PT Saka Infosa Communication yang jago MC ini dipercaya sebagai Sekretaris Umum ILUNI UI. Namanya sangat populer pada tahun 1990-an sebagai pemandu beberapa kuis di TVRI, salah satunya adalah “Aksara Bermakna.” Di sela-sela kesibukannya mengelola usaha dibidang event organizer dan menjadi MC dimana-mana, Kepra menjadi salah satu sosok penting di balik keberhasilan pelaksanaan program dan kegiatan ILUNI UI. Hani Cahyanti (FHUI) Wanita yang akrab disapa Mbak Hani ini menjabat sebagai Wakil Sekretaris Umum yang selalu mendampingi Ketua Umum ILUNI UI dalam berbagai kegiatan. Selain bertanggung jawab dalam kegiatan administrasi organisasi, Hani juga selalu terlibat dalam mendukung berbagai program kegiatan ILUNI UI. Karena itu, tidak heran bila Hani menjadi rujukan bagi pengurus lain terkait program kegiatan ILUNI UI yang sudah, tengah dan akan dijalankan.
Junino Jahja (FEUI) Pria yang akrab dipanggil ‘Bang Nino’ ini adalah aktivis militan, mantan Direktur PT Indosat, mantan Deputi Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat di KPK dan mantan Dirut Perum Peruri. Loyalitasnya kepada UI tidak perlu diragukan lagi, dan ia selalu berusaha untuk mendukung berbagai program dan kegiatan ILUNI UI Pusat maupun ILUNI FEUI.
28
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Rudy Haryanto (FEUI) Alumnus FEUI ini banyak berperan untuk menyukseskan berbagai program dan kegiatan ILUNI UI. Selain dipercaya sebagai Wakil Sekjen ILUNI UI, ia juga tercatat aktif sebagai Wakil Sekretaris Umum ILUNI FEUI. Di samping itu, Rudy Haryanto juga dipercaya sebagai Sekretaris Umum Yayasan Bhakti ILUNI FEUI.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
29
30
Sri Rosewiyati (FIB UI)
Syahrul Aminullah (FKM UI)
Wanita enerjik yang akrab disapa Mbak Wicky ini merupakan Pemimpin Redaksi majalah Alumni UI. Dengan kerja keras dan dukungan tim yang dipimpinnya, ia berhasil menerbitkan majalah Alumni secara rutin tiap dua bulan sekali---sebuah keberhasilan penting, mengingat majalah Alumni sebelumnya ibarat ‘mati suri’. Pengalamannya yang panjang sebagai jurnalis tercermin dalam kemasan berita dan tata letak majalah Alumni UI yang elegan sekaligus komunikatif.
Syahrul Aminullah adalah ahli dibidang kebijakan publik dan politik kesehatan, konsultan dibidang kesehatan dan lingkungan. Dalam kepengurusan ILUNI UI periode 2011-2014, ia dipercaya sebagai Ketua Bidang Pengkajian Keilmuan. Selain itu, ia juga menjabat sebagai Sekjen ILUNI FKM UI.
Harman Setiawan (FHUI)
Esterina D Ruru (FHUI)
Wakil Sekretaris Umum yang juga dipercaya sebagai Ketua Lembaga Hukum dan Kebijakan ILUNI UI ini dikenal aktif dan gemar berorganisasi. Anggota Indonesia Lawyer Club (ILC) dan Wakil Sekjen Bamus Betawi ini juga menjadi tim advokasi eksistensi ILUNI UI bidang hukum melalui RRI Pro 4 yang disiarkan secara nasional. Selain itu, Harman juga terlibat aktif mendukung berbagai kegiatan dan program ILUNI UI.Selain itu, Harman juga merupakan pendiri Forum Advokasi Hukum Ditjen PMPTK Kemendikbud dan Ketua Advokasi Hukum PNS Indonesia.
Kurator dan Managing Partner Ruru & Partners ini dipercaya sebagai Wakil Bendahara ILUNI UI. Wanita cantik yang santun ini sebelumnya juga menjadi Wakil Bendahara ILUNI FHUI periode 2008-2011. Selain itu, ia juga terlibat aktif di beberapa organisasi profesi, seperti Asosiasi Advokat Indonesia (AAI), Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia (AKPI), Ikatan Arsitek Indonesia (IAI), Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi), aktivis dan pemerhati isu-isu Hak Asasi Manusia dan Pemberdayaan Perempuan.
Nani Ratna Kusumawati (FH UI)
Dwika Budhyantara (FE UI)
Alumnus FHUI tahun 1986 ini dipercaya sebagai Redaksi Pelaksana Majalah Alumni UI. Berkat kerja keras dan keuletannya, bersama dengan Wicky S., Nani menjadi sosok sentral dalam keberhasilan penerbitan majalah Alumni UI. Ia tidak hanya berjibaku selama proses penerbitan, tetapi juga harus berusaha keras untuk memasarkan dan juga mencari sponsor dari berbagai pihak.
Profesional muda dibidang asuransi ini aktif terlibat mendukung berbagai kegiatan dan program ILUNI UI. Dipercaya sebagai Wakil Sekretaris Umum ILUNI UI, Dwika yang cukup pendiam ini dikenal sebagai pekerja keras dan taktis.
Aziar Aziz (FHUI)
Desiree Zuraida (FHUI)
Aziar Aziz menjadi anggota The Dream Team ILUNI UI yang paling senior. Lulusan FHUI tahun 1973 ini dikenal tegas dan memiliki prinsip yang kuat, khususnya dibidang hukum. Meskipun tidak muda lagi, tetapi semangat dan kecintaannya pada almamater tidak kalah dengan alumni-alumni yang lebih muda. Wanita yang dikenal bijak ini juga tidak segan ikut turun ke lapangan mendampingi Ketua Umum ILUNI UI di berbagai kegiatan.
Wanita cantik dan langsing ini dikenal gemar berpetualang. Dosen FHUI ini juga banyak terlibat dalam berbagai kegiatan ILUNI UI, apalagi yang terkait dengan program aksi sosial kemanusiaan ILUNI UI seperti pemberian bantuan kepada korban bencana. Dengan kemampuannya menjaga kebugaran, wanita yang akrab dipanggil Desi ini dapat selalu tampil segar dan bugar ketika rekan-rekannya tampak kelelahan.
M. Husni Maderi (FHUI)
Syafrullah Afgani (FEUI)
Husni Maderi dikenal tegas dan konsisten berpegang pada prinsip. Pengacara yang pernah menjadi chief of Legal Division di PT Duta Graha Indah Tbk ini cukup intens mendukung berbagai program dan kegiatan ILUNI UI. Ia dipercaya sebagai Ketua Bidang Hubungan Antar Lembaga ILUNI UI.
Pria yang akrab disapa Afgan ini aktif dalam kegiatan ILUNI UI. Sebagai anggota pengurus ILUNI UI Bidang Dana dan Usaha, ia dipercaya untuk merintis pembentukan Koperasi ILUNI UI yang diharapkan dapat menjadi unit bisnis unggulan ILUNI UI.
Epsiarto Rizqi (FTUI)
Anita Andrianie (FHUI)
Dipercaya sebagai Ketua Bidang Pengembangan Informasi dan Teknologi, Epsiarto berperan besar dalam mengembangkan situs ILUNI UI dan mempromosikan berbagai kegiatan ILUNI UI melalui media sosial. Ia juga sangat aktif memvalidasi anggota Group facebook ILUNI UI yang jumlah anggotanya kini telah mencapai lebih dari 11 ribu alumni UI lintas fakultas dan lintas angkatan.
Pengacara muda yang juga Managing Partner kantor hukum Andrianie & Partners ini kerap menjadi bagian dari delegasi ILUNI UI dalam melakukan kunjungan di beberapa daerah untuk pembentukan kepengurusan ILUNI UI Wilayah. Selain itu, wanita yang dikenal lincah dan gesit ini juga aktif mendukung berbagai kegiatan ILUNI UI. Selain itu, Anita juga aktif dalam advokasi hukum, Wakil Sekjen Lembaga Hukum dan Kebijakan ILUNI UI serta pengurus ILUNI UI dibidang Humas.
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
31
32
Idris Hadi Sikumbang (FTUI)
Nandha Julistya
Sosok muda yang tegas dan idealis, Sikumbang adalah koordinator Indonesia Cabotage Forum (INCAFO) 2013 yang sukses digelar di Balai Sidang Jakarta dan diikuti oleh ratusan exhibitor. Gelaran yang dihadiri oleh tokoh-tokoh maritim nasional itu menjadi salah satu even penting nasional untuk memberikan advokasi terhadap nasib dan masa depan industri maritim nasional. Komitmen dan kerja kerasnya telah mendorong ILUNI UI dan UI selangkah lebih maju dalam keterlibatannya dibidang kemaritiman.
Aktivitasnya yang intens dalam gerakan Pramuka menanamkan jiwa sosial yang tinggi, Nandha menjadi salah satu sosok penting dalam setiap aksi tanggap darurat ILUNI UI untuk membantu masyarakat yang menjadi korban bencana. Dengan pengalaman dan komitmennya dalam aksi-aksi kemanusiaan, Nandha kemudian dipercaya sebagai Ketua Bidang Pengabdian Masyarakat dan Ketua Disaster Management Centre ILUNI UI untuk menggalang dan menyalurkan bantuan dari para anggota ILUNI UI baik dalam kegiatan sosial maupun dalam membantu para korban bencana.
Asti Soekanto (FHUI)
Maria Zuraida
Partner Pendiri kantor hukum Asti Soekanto & Associates ini dipercaya sebagai Ketua Bidang Kegiatan Alumni. Di tengah kesibukan menjalankan profesinya sebagai pengacara, Asti selalu berusaha untuk dapat hadir dan terlibat dalam rapat-rapat pengurus serta berbagai kegiatan ILUNI UI lainnya.
Anggota pengurus ILUNI UI di Bidang Humas ini banyak terlibat dalam program-program dan kegiatan-kegiatan ILUNI UI. Ia juga sangat aktif dalam rapat-rapat pengurus ILUNI UI yang merumuskan berbagai rencana aksi ILUNI UI.
Meggy Tri Buana Tunggal Sari (FHUI)
Irzawandy (FMIPA)
Notaris dan PPAT di Kabupaten Bekasi ini dikenal ramah dan pandai bergaul. Sebagai pengurus ILUNI UI Bidang Pengabdian Masyarakat, Meggy aktif terlibat dalam berbagai program kegiatan ILUNI UI, khususnya yang terkait dengan aksi-aksi sosial kemanusiaan dan program-program pengabdian masyarakat lainnya.
Alumnus yang cukup senior ini memberikan kontribusi besar dalam pembentukan ILUNI UI di beberapa wilayah. Sebagai pengurus ILUNI UI Bidang Organisasi, Irzawandy sangat aktif memberikan masukan dan sekaligus menjadi penghubung Pimpinan ILUNI UI Pusat dengan alumni di daerah yang akan membentuk kepengurusan ILUNI UI Wilayah.
Leni Indrawati (FHUI)
Charlie Naiborhu (FT UI)
Managing Partner kantor hukum Leni Indrawati & Associates ini memberikan kontribusi yang cukup besar dalam menyukseskan program-program dan kegiatan-kegiatan ILUNI UI. Karena berbagai kesibukannya, Leni selalu berusaha hadir untuk program kegiatan ILUNI UI yang diadakan di Jakarta dan sekitarnya.
Banyak ide dan kreatif, Charlie kerap memproduksi perlengkapan dan souvenir ILUNI UI mulai dari kaos, topi dan lain-lain. Selain itu, ia juga banyak terlibat dalam berbagai kegiatan untuk menyukseskan program-program ILUNI UI.
Wina Armada
Esti handayani (FHUI)
Pakar di bidang hukum dan etika pers, Wina Armada sering diminta sebagai saksi ahli baik di pengadilan maupun di tingkat penyidikan. Ia tercatat sebagai Sekretaris Jenderal Persatuan Wartawan Indonesia (2003-2008) dan menjadi Anggota Dewan Pers (20042010). Dalam struktur kepengurusan ILUNI UI periode 2011-2014, Wina dipercaya sebagai Ketua Bidang Humas.
Notaris di wilayah Bekasi ini merupakan salah satu anggota pengurus ILUNI UI yang militan, khususnya untuk aksi-aksi sosial dan kemanusiaan. Setidaknya itu terlihat jelas ketika ia bersama Hani Cahyanti mendistribusikan bantuan kepada para korban bencana banjir 2012 di Jakarta langsung dari atas perahu karet yang menyusuri gang-gang sempit dimana para korban belum dapat dievakuasi. Sungguh aksi yang begitu heroik !
Devie Rachmawati
Cepiar Abdurohman (FTUI)
Wanita muda yang tangkas dan cekatan ini sekarang dipercaya sebagai Kepala kantor Sekretariat Pimpinan UI. Ia memiliki pengalaman karir yang luas di perusahaan-perusahaan swasta maupun organisasi internasional seperti UNDP. Di ILUNI UI, ia ditugaskan dibidang humas mendampingi Wina Armada.
Engineer dan aktivis sosial, Cepiar adalah Direktur Pusat Kajian Pendidikan Khusus. Ia aktif di ILUNI UI sebagai pengurus dibidang Dana dan Usaha.
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
33
Doddy P. Partomihardjo (FKUI)
Rekaveny Respationo (FISIP UI)
Dosen FKUI ini terpilih sebagai Ketua ILUNI FKUI periode 2005-2010 dan kembali dipercaya untuk periode 2010-2015. Dibawah kepemimpinannya, ILUNI FKUI sangat aktif menjalankan berbagai kegiatan baik dalam bentuk seminar maupun kegiatan pengabdian masyarakat lainnya. Kepengurusannya juga telah beberapa kali menerbitkan buku Direktori Alumni FKUI dan Dokter-Dokter UI, sebagai media informasi untuk mempererat komunikasi antar alumni FKUI.
Rekaveny adalah Ketua ILUNI UI Wilayah Kepulauan Riau, yang menjadi Ketua ILUNI Wilayah pertama yang dilantik oleh Ketua Umum ILUNI UI Chandra Motik Yusuf. Wakil Ketua DPRD Kota Batam ini menjadi tokoh penting dibalik terbentuknya kepengurusan ILUNI UI Wilayah Kepri. Ia aktif mengorganisir alumni UI di Wilayah Kepri dengan menggelar berbagai kegiatan sosial kemasyarakatan, mulai dari pemberian pelayanan kesehatan gratis hingga pemberdayaan ibu-ibu PKK dimana ia juga dipercaya sebagai Wakil Ketua PKK Provinsi Kepulauan Riau.
Uti Rahardjo (FPSI UI)
Iskandar Sulaiman (PPS UI)
Founder dan CEO Creative Center ini dipercaya sebagai Ketua ILUNI Psikologi UI periode 2013-2017. Ia pernah dinominasikan sebagai salah satu Indonesian Female Executives 2005 oleh Majalah Dewi serta menjadi finalis Ernst & Young’s Entrepreneurial Winning Women 2011 dan Anugerah Perempuan Indonesia 2012 dalam kategori Strategic Branding Consultant.
Iskandar Sulaiman adalah Direktur Utama PT Perkebunan Nusantara VI (PTPN VI) yang juga dilantik sebagai Ketua ILUNI UI Wilayah Jambi periode 2013-2016. Alumnus Program Pasca UI ini dinilai banyak melakukan inovasi-inovasi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Jambi, khususnya yang tinggal di sekitar perkebunan PTPN VI. Salah satu program rintisannya yang berhasil adalah penggemukan sapi dengan memanfaatkan pelepah sawit sebagai sumber pakan utama.
Viraguna Bagoes Oka (FISIP UI)
Abdullah (FKM UI)
Mantan Kepala Bank Indonesia Cabang Denpasar yang juga pemilik restoran Dapur Ciragil ini merupakan Ketua ILUNI FISIP UI. Berbagai kegiatan ILUNI FISIP UI yang sudah dijalankannya diantaranya seminar, kajian, dan pertemuan-pertemuan alumni FISIP UI lintas generasi untuk memperkuat kebersamaan. Untuk memberikan apresiasi kepada alumni FISIP UI yang telah memberikan pengabdian terbaiknya, ILUNI FISIP UI menggelar Pemberian Award Iluni Fisip UI 2013.
Mantan Kepala Dinas Kesehatan yang kini dipercaya sebagai Direktur RSUD Provinsi Sulteng ini memiliki peran penting dalam pembentukan kepengurusan ILUNI UI Wilayah Sulawesi Tengah. Dalam struktur ILUNI UI Wil. Sulteng yang dipimpin Longki Djanggola, Abdullah dipilih sebagai Ketua Harian untuk menjalankan kegiatan organisasi, khususnya dalam membangun kebersamaan antar alumni UI di Sulteng dan untuk meningkatkan peran alumni UI bagi masyarakat melalui berbagai program dan kegiatan.
Kodrat Pramudho (FKM)
Zainal Arifin (FKM UI)
Wakit Ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka Bidang Humas dan Informatika ini dipercaya sebagai Ketua ILUNI FKMUI. Ia juga dikenal aktif mendukung berbagai program dan kegiatan ILUNI UI Pusat. Dengan pengalamannya yang luas di gerakan Pramuka dan kegiatan sosial kemanusiaan lainnya, diharapkan Kodrat dapat membangun kebersamaan dan kerjasama sinergis antar alumni UI.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Riau ini dilantik sebagai Ketua ILUNI Wilayah Riau periode 2014-2017. Zainal Arifin Ketua ILUNI Wilayah kedua yang dilantik di awal tahun 2014, setelah Prof. Irwan Prayitno untuk ILUNI Wil. Sumatera Barat. Alumnus FKM UI ini diharapkan dapat semakin memperkuat sinergi antar alumni UI di pulau Sumatera, khususnya di Provinsi Riau.
Rukminiwati (FIK UI)
Emil Ranakusuma (FEUI)
Direktur Utama INTC (International Nursing Training Center) ini dipercaya sebagai Ketua ILUNI FIK UI dan aktif menggelar program kegiatan untuk membangun kebersamaan alumnu FIK UI guna meningkatkan kontribusi alumni FIK baik bagi almamater maupun bagi masyarakat luas. Wanita yang akrab disapa Mbak Wati ini juga aktif mendukung program dan kegiatan ILUNI UI Pusat.
Bang Emil menjadi salah satu motor yang berperan besar dalam pembentukan ILUNI UI USA Chapter. Pemilik dua restoran ‘Subway’ di Virginia AS ini aktif menggalang dukungan alumni UI di Amerika Serikat melalui media sosial facebook guna terbentuknya ILUNI UI USA Chapter. Hingga saat ini, sudah lebih dari 200 alumni UI di AS yang bergabung dan siap memberikan kontribusi untuk almamater, diantaranya program bea siswa dan bantuan-bantuan untuk alumni UI yang tengah menempuh pendidikan di Amerika Serikat.
Imron Risyadi Hamid (Pasca UI) Pria yang pernah mendapat predikat sebagai “News Maker Tahun 2003” versi Radar Malang (Jawa Pos) ini memiliki banyak aktivitas. Ia seorang kolomnis di berbagai surat kabar, aktivis dan politisi. Imron dipercaya sebagai Ketua ILUNI Pasca Sarjana UI dan aktif mendukung program dan kegiatan ILUNI UI Pusat.
34
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
35
r e kam
ILUNI UI kegiatan Serah terima kepengurusan ILUNI UI dari Ketua Umum ILUNI UI periode 2007-2011, Sofyan Djalil, kepada Ketua Umum ILUNI UI periode 2011-2014, Chandra Motik Yusuf, di Auditorium Terapung Perpustakaan UI, 21 Januari 2012.
Dari Base Camp ILUNI UI di Jl. Yusuf Adiwinata 33 Menteng Jakarta, yang juga merupakan kantor hukum Chandra Motik Yusuf & Associates, berbagai program kegiatan organisasi dirancang, dirumuskan dan dibahas secara mendalam, dengan suasana penuh kekeluargaan.
Salah satu program prioritas ILUNI UI dibawah kepemimpinan Chandra Motik Yusuf adalah pembentukan kepengurusan wilayah ILUNI UI di Indonesia dan cabang-cabang ILUNI UI di luar negeri. ILUNI UI Cabang Singapura menjadi cabang ILUNI UI pertama yang dilantik, Juli 2012.
ILUNI UI in
action
ILUNI UI Wilayah Kepulauan Riau merupakan merupakan kepengurusan ILUNI UI Wilayah pertama yang dilantik Ketua Umum Chrandra Motik Yusuf. Tampak Ketua Umum ILUNI UI tengah melantik Ketua ILUNI UI Wilayah Kepulauan Riau periode 2012-2015, yang dipimpin Rekaveny Respationo.
Setelah Kepulauan Riau, Pengurus ILUNI UI Wilayah Jambi terbentuk dan dilantik pada hari Selasa, 28 Mei 2013. Tampak Gubernur Jambi duduk diantara Ketua Umum ILUNI UI dan Ketua ILUNI UI Wilayah Jambi periode 2013 - 2016, Iskandar Sulaeman.
ILUNI UI Cabang Amerika Serikat diresmikan berdiri pada tanggal 19 September 2013, dan menjadi Cabang ILUNI UI luar negeri ke-3---setelah Singapura dan Uni Emirate Arab. Tampak dalam gambar, Direktur Hubungan Alumni UI (Arie Setiabudi Soesilo) mewakili Ketua Umum ILUNI UI berada di tengah-tengah pengurus dan anggota ILUNI UI - USA Chapter.
Tampak pada kotak photo kiri atas, Ketua Umum ILUNI UI menyerahkan surat pengukuhan kepada Ketua Cabang ILUNI UI Singapura, Radhie Alfha (Ars’2003).
36
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
37
r e kam
ILUNI UI kegiatan Pada penghujung tahun 2013, Ketua Umum Chandra Motik melantik Pengurus ILUNI UI Wilayah Sulawesi Tengah periode 2013-2016, yang diketuai oleh Longki L Djanggola yang juga menjabat sebagai Gubernur Sulawesi Tengah, dengan Ketua Harian dr. Abdullah yang menjabat Dirut RSUD Provinsi Sulteng.
ILUNI UI in
action
Majalah Alumni UI. Pertama dalam sejarah ILUNI UI, majalah Alumni UI dapat secara konsisten terbit tiap 3 bulan sekali. Dari kiri ke kanan: Wicky S (Pemimpin Redaksi Majalah Alumni UI), Dr. Ratna Sitompul (Dekan FKUI), Prof. M. Anis (Pj. Rektor UI), Chandra Motik Yusuf, dan Nina R. Kusumawati (Redaksi Pelaksana).
Pelantikan tersebut dilakukan pada tanggal 27 Desember 2013.
Di awal tahun 2014, Ketua Umum Chandra Motik melantik Pengurus ILUNI UI Wilayah Sumatera Barat periode 2014-2017, dengan Ketua Prof. Irwan Prayitno yang juga menjabat sebagai Gubernur Sumatera Barat. Pelantikan tersebut dilakukan pada tanggal 10 Januari 2014.
Tanggal 26 Januari 2013, Ketua Umum Chandra Motik melantik Pengurus ILUNI UI Wilayah Riau periode 2014-2017. Dan Zainal Arifim (FKM) yang juga menjabat sebagai Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Riau terpilih sebagai Ketua ILUNI UI Wilayah Riau.
Peresmian renovasi kantor pusat ILUNI UI di kampus Salemba oleh Pj. Rektor UI, Prof. Mohammad Anis. Dewi ‘Vijay’ Sukasah yang memimpin proyek renovasi ini berhasil menghadirkan nuansa baru yang elegan di kantor pusat ILUNI UI.
Halal Bihalal ILUNI UI 2013 sekaligus pengukuhan Ketua Uluni Fakultas Psikologi UI, Ketua Iluni Fakultas Farmasi UI dan Ketua Iluni Vokasi. Pada saat yang sama juga dilakukan peresmian Lembaga Hukum Iluni UI, Lembaga Usaha Iluni UI, Koperasi Iluni UI dan Disaster Management Center Iluni UI. Kegiatan berlangsung di Kantor Pusat ILUNI UI, Jl Salemba 4 Jakarta, Minggu (8/9/2013).
38
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
39
r e kam
40
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
ILUNI UI kegiatan
ILUNI UI in
action
PP ILUNI UI secara pro-aktif mendukung kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan ILUNI Fakultas. Diantara 5th Indonesia Maritime Advocation Forum (INCAFO) 2013 yang digelar oleh ILUNI FTUI.
PP ILUNI UI juga aktif membangun kebersamaan antar alumni UI melalui berbagai kegiataan keagamaan. Diantaranya adalah acara buka puasa bersama 2013 di Hotel Sahid Jakarta, yang dihadiri mantan Wakil Presiden M Jusuf Kalla dan ratusan alumni UI.
PP ILUNI UI juga berusaha aktif memberi dukungan untuk berbagai kegiatan mahasiswa UI. Tampak Ketua Umum ILUNI UI hadir di tengah-tengah Tim SEM UI dengan dua mobil andalannya, Keris RV dan Kalabia.
Program kegiatan olah raga juga mendapat perhatian besar dari Pengurus Pusat ILUNI UI guna menggalang kebersamaan antar alumni UI.
Pengurus Pusat ILUNI UI menggelar Sambung Rasa Alumni UI Lintas Generasi untuk menggali pemikiran-pemikiran terkait berbagai masalah yang dihadapi bangsa Indonesia, dihadiri tokohtokoh senior seperti Abdul Gafur, Kemala Motik, Anwar Nasution, Theo L Sambuaga, Salim Said, hingga tokoh-tokoh muda seperti Effendy Gazali.
Masih dalam rangkan menyongsong Homecoming Day 2014, ILUNI UI menggelar Funbike yang diikuti sekitar 400 peserta.
Tampak Ketua Umum ILUNI UI dan Rektor UI bersama Tim dalam Tournament Golf ILUNI UI 2013, yang menjadi rangkaian kegiatan Homecoming Day UI 2014.
Tampak Ketua Umum ILUNI UI bersama Rektor UI dan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo start pertama dalam funbike ILUNI UI, 12 Desember 2013, dalam rangka menyongsong Homecoming Day UI 2014.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
41
r e kam
42
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
ILUNI UI kegiatan
ILUNI UI in
action
ILUNI UI juga aktif menggandeng organisasiorganisasi sosial kemasyarakatan untuk membangun kerjasama sinergis dalam programprogram pengabdian masyarakat. Tampak Ketua Umum ILUNI UI bersama Ketua Umum Kongres Wanita Indonesia (KOWANI), Dr. Dewi Motik Pramono.
ILUNI UI tidak segan turun ke jalan untuk memberi dukungan moral ketika kelompok-kelompok tertentu yang memiliki kekuatan politik melakukan berbagai manuver untuk memperlemah KPK. Tampak Ketua Umum ILUNI UI dan Tim bersama berbagai elemen masyarakat melakukan aksi demo di bunderan HI Jakarta.
ILUNI UI aktif melakukan pengkajian terhadap berbagai permasalahan kebangsaan melalui diskusi panel, workshop dan seminar. Tampak Ketua Umum ILUNI bersama Menteri Hukum dan HAM, Amir Syamsuddin, dalam diskusi panel di Hotel Grand Melia Jakarta, 5 Februari 2013.
Bhakti Sosial: ILUNI UI selalu berusaha hadir untuk menyantuni anak-anak yatim dan kaum duafa. Tampak Ketua Umum ILUNI UI bersama Tim ILUNI UI mengunjungi Yayasan “Pemulung” Adisa Babul Ilmi di TPA Bantar Gebang, memberikan santunan kepada para siswa yang bernaung di yayasan tersebut.
ILUNI UI selalu mendukung usaha-usaha penegakan hukum dan pemberantasan korupsi yang menjadi agenda utama reformasi. Tampak Ketua Umum ILUNI UI memberi keterangan pers setelah bertemu Dewan Komisioner KPK, didampingi Markus R.A. Kepra Prasetyo (Sekjen) dan Rudy Johannes (Ketua).
Bhakti Sosial: ILUNI UI senantiasa berusaha untuk dapat hadir di tengah-tengah masyarakat yang tengah mengalami musibah, khususnya di daerah Jakarta dan sekitarnya, untuk memberi bantuan dan dorongan semangat---mulai dari bencana banjir hingga kebakaran. Tampak Ketua Umum ILUNI UI bersama Tim ILUNI UI diantara korban banjir Jakarta 2013.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
43
maupun Jepang, bahkan keluar masuk penjara, para intelektual muda inipun memegang peran sentral dalam meletakkan pondasi-pondasi ketatanegaraan bagi Republik Indonesia.
Kiprah & Pengabdian
ALUMNI UI Kiprah dan pengabdian alumni Universitas Indonesia banyak menghiasi catatancatatan sejarah bangsa, menjadi motor penggerak pembangunan nasional di berbagai bidang. Peran dan sumbangsih alumni UI merupakan wujud nyata dari semangat patriotisme untuk membangun Indonesia yang bermartabat, mandiri, demokratis, dan berdaya saing tinggi. Rekam jejak para tokoh dari Kampus Perjuangan ini selayaknya menjadi inspirasi bagi generasi muda Indonesia. Dimulai dari gerakan alumni STOVIA yang menjadi cikal bakal Fakultas Kedokteran UI, yang dimotori oleh Wahidin Sudirohusodo, Cipto Mangunkusumo, Sutomo, Radjiman Wedyodiningrat dan alumni STOVIA lainnya, semangat kebangsaan yang mereka kobarkan melalui Boedi Oetomo menjadi titik awal gerakan menuju Indonesia merdeka. Semangat kebangsaan di STOVIA (kemudian berubah menjadi Geneeskundige Hoge School/GHS) juga menyulut jiwa kebangsaan mahasiswa-mahasiswa di Rechts Hogeschool/RHS (yang menjadi cikal bakal Fakultas Hukum UI) dan mahasiswa-mahasiswa di Technische Hoogeschool (THS) Bandung yang melahirkan tokoh progresif revolusioner, Soekarno. Dimotori oleh Mohammad Yamin, kiprah mahasiswa dan alumni RHS sangat menonjol dalam menggalang kesadaran para intelektual muda untuk bersikap proaktif progresif dalam memikirkan dan memperjuangkan nasib bangsa. Dari asrama mahasiswa di Jl. Kramat 106 (Indonesisch Clubgebouw) yang menjadi “markas” debat dan diskusi mahasiswa, lahirlah gagasan Kongres Sumpah Pemuda yang menjadi tonggak sejarah akan kesadaran berbangsa satu, bertanah air satu, dan berbahasa satu: Indonesia. Alumni dan mahasiswa GHS dan RHS bahu-membahu dalam perjuangan meraih kemerdekaan baik melalui bidang politik, pendidikan, maupun seni dan kebudayaan. Melalui berbagai intimidasi baik dari pemerintah kolonial Belanda
44
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Pada periode paling menentukan sejarah Indonesia diakhir masa penjajahan Jepang, alumni RHS/GHS menjadi tokoh-tokoh utama dibalik persiapan kemerdekaan Indonesia; diantaranya Soepomo yang menjadi “konseptor” UUD 1945, M Yamin, Mohamad Roem, Iwa Koesoemasoemantri, Amir Syarifudin, Kasman Singodimedjo, Syafrudin Prawiranegara, Djokosoetono, Sunario Sastrowardoyo, Bahder Djohan, AK Gani dan lain-lain. Bersama tokoh-tokoh nasional lainnya, alumni RHS/GHS telah berhasil membangun pondasi-pondasi yang kokoh bagi terbentuknya bangsa Indonesia yang merdeka, berdaulat dan bermartabat. Setelah kemerdekaan, berkat pengalaman, kemampuan dan komitmennya yang tinggi bagi perjuangan bangsa, hampir seluruh jabatan strategis di pemerintahan dipercayakan kepada alumni RHS/GHS. Alumni RHS/GHS/THS dipercaya memegang jabatan-jabatan strategis di pemerintahan berkat pengalaman, kemampuan dan komitmennya yang tinggi bagi perjuangan bangsa. Diantara mereka adalah Soekarno, Supomo, Koesoemah Atmadja, Mohammad Yamin, Iwa Kusuma Sumantri, R Sjafroedin Prawiranegara, AK Gani, Johannes Leimena, Ferdinand Lumbantobing, Hazairin, I Gusti Ketut Pudja, Ida Anak Agung Gde Agung, Muwardi, Saharjo, Sukardjo Wirjopranoto, Wilhelmus Zakaria Johannes----yang atas perjuangan dan dharma-bhaktinya, mereka kemudian ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional. Tokoh-tokoh lain yang memiliki kontribusi sangat besar bagi Indonesia, diantaranya adalah Bahder Djohan (Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, juga Rektor UI), Djokosoetono (Dekan FHUI pertama dan tokoh penting dalam pendidikan hukum di Indonesia), Kasman Singodimedjo (Jaksa Agung Indonesia dan Wakil Ketua Badan Keamanan Rakyat yang menjadi cikal bakal Tentara Nasional Indonesia), Mohammad Roem (yang pernah menjabat Menteri Dalam Negeri dan Wakil Perdana Menteri), Sarwono Prawirohardjo dan Soedjono Djoned Poesponegoro, yang banyak berjasa dalam pengembangan riset dan ilmu pengetahuan, Prof. Rooseno yang dijuluki Bapak Beton Indonesia, dan masih banyak tokoh-tokoh besar lainnya yang tidak bias disebutkan satu per satu.
LULUSAN SETELAH INDONESIA MERDEKA Perubahan jaman selalu melahirkan orientasi-orientasi baru. Begitu juga dengan alumni Universitas Indonesia, pengabdiannya kepada negara tidak lagi terpusat pada penyadaran generasi bangsa terhadap gerakan politik menuju kemerdekaan, melainkan mengisi kemerdekaan dalam spektrum yang lebih luas dengan esensi yang sama: membangun bangsa Indonesia yang bermartabat dengan tata kelola kemasyarakan dan kenegaraan yang baik. Dibidang hukum, Universitas Indonesia telah melahirkan tokoh-tokoh dengan kiprah dan karyanya yang sangat membanggakan. Diantaranya Mochtar Koesoemaatmadja, pakar hukum internasional yang mencetuskan Wawasan
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
45
Nusantara, yang dipercaya menjadi Menteri Kehakiman dan kemudian Menteri Luar Negeri selama dua periode. Ada Priyatna Abdurrasyid, pakar hukum luar angkasa yang berintegritas tinggi dan teguh dalam pendirian, hingga hakim Retno Wulan yang bersih dan tak mempan disuap. Jimly Asshiddiqie, yang menjadi tokoh penting dalam mengawal dan memimpin Mahkamah Konstitusi. Kemudian tokoh-tokoh hukum dan HAM seperti Adnan Buyung Nasution, Abdul Hakim Garuda Nusantara, Todung Mulya Lubis, dan dilanjutkan oleh generasi yang lebih muda seperti Chandra M Hamzah, Adnan Pandu Pradja, dan tokoh-tokoh muda lainnya yang tidak bisa disebut satu per satu. Dibidang kesehatan, UI melahirkan tokoh-tokoh penting yang memiliki peran besar dibidang pembangunan kesehatan. Diantaranya Suwardjono Surjaningrat (Menteri Kesehatan di awal Orde Baru) dan Sujudi (Menteri Kesehatan yang juga pernah menjadi Rektor UI), disusul dengan generasi yang lebih muda seperti Faried Anfasa Moeloek, Endang R Sedyaningsih, Nafsiah Mboi, dan pakar-pakar serta aktivis-aktivis kesehatan yang juga tidak dapat disebut satu per satu di sini. Dibidang ekonomi, alumni UI memiliki peran besar dalam pembangunan perekonomian nasional. Mereka diantaranya adalah Widjojo Nitisastro, Emil Salim, Ali Wardhana dan Radius Prawiro yang menjadi aktor-aktor penting dalam merumuskan berbagai kebijakan ekonomi Indonesia. Peran alumni senior itu kemudian digantikan oleh generasi yang lebih muda, diantaranya Dorojatun Koentjoro-jakti, Anwar Nasution, Darmin Nasution, Sri Mulyani Indrawati, Agus Martowardoyo, M Chatib Bisri, Armida Alisjahbana, Bambang PS Brodjonegoro hingga Firmanzah. Dibidang politik, ILUNI UI memiliki tokoh-tokoh politik nasional yang disegani dan dipercaya menduduki jabatan-jabatan strategis, diantaranya Akbar Tanjung, Abdul Gafur Tengku Idris, Theo L Sambuaga, Yusril Ihza Mahendra dan Meutia Farida Hatta. Pengabdian tokoh-tokoh senior itu kemudian dilanjutkan oleh tokoh-tokoh muda seperti Zulkieflimansyah, Fadli Zon, Puan Maharani, Puti Guntur Soekarno Putri dan lain-lainnya. Universitas Indonesia juga pernah menjadi rumah pendidikan bagi dua putra-putri terbaik bangsa. B.J. Habibie, yang pernah menimba ilmu selama satu semester di Fakultas Teknik UI di Bandung dan kemudian menjadi Presiden RI ke-3. Dan Megawati Soekarno Putri, yang pernah menempuh kuliah selama dua tahun di Fakultas Psikologi UI dan kemudian menjadi Presiden RI ke-5. Atas perjuangan dan dedikasinya yang tinggi untuk negara, ILUNI UI mengukuhkan B.J. Habibie dan Megawati Soekarno Putri sebagai Alumni Kehormatan UI. Dibidang pendidikan dan ipteks, Universitas Indonesia telah melahirkan tokoh-tokoh penting yang memberikan sumbangsih terbaik bagi pengembangan ilmu dan teknologi di Indonesia. Mereka diantaranya adalah Koentjoroningrat, Anton Moeliono, Gorys Keraf, Mahar Mardjono, Sangkot Marzuki, Lukman Hakim, Hikmahanto Juwana, Rhenald Kasali, Yohanes Surya, Terry Mart dan tentunya sekitar 250 Guru Besar di UI yang telah memberikan karya dan pengabdian terbaik, yang tidak dapat disebutkan satu per satu di sini.
terbaiknya. Diantaranya yang menonjol adalah Achdiat K Mihardja, Melani Budianta dan Radhar Panca Dahana dibidang kesusastraan. Kemudian Tuti Indra Malaon, Dono dan Kasino (Warkop) dibidang seni peran dan komedi. Erwin Gutawa dibidang musik dan Garin Nugroho dibidang sinematrografi serta tokoh-tokoh penting lainnya yang juga tak bisa disebutkan satu per satu. Dibidang pemberdayaan masyarakat, Universitas Indonesia bangga telah mendidikan agen-agen perubahan yang mendedikasikan hidupnya sebagai pengabdi dan pemberdaya masyarakat. Mereka diantaranya adalah trio bersaudara---Kemala Motik, Dewi Motik dan Suryani Sidik Motik---yang telah mendidik dan membangkitkan semangat kaum ibu Indonesia untuk mandiri melalui organisasi Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia (IWAPI). Kemudian ada Arie Sudewo yang menggawangi gerakan kemanusiaan melalui Dompet Duafa, dan Arief Muftie yang mencurahkan hidupnya untuk menggerakan Baitul Maal wat Tamwil (koperasi syariah) yang memiliki dampak besar bagi UKM. Selain itu ada Saparinah Sadli, Nila J Moeloek, Seto Mulyadi dan tokoh-tokoh lain yang telah menyumbangkan karya bhaktinya sebagai pengabdi dan pemberdaya masyarakat. Dibidang entrepreneurship, banyak alumni UI yang berhasil menjadi pengusahapengusaha tangguh yang memberikan kontribusi besar kepada negara. Diantaranya adalah Boenjamin Setiawan, pendiri Grup Kalbe Farma yang ditokohkan di industri farmasi, Chairul Tanjung dengan Para Group yang berhasil menyediakan pekerjaan bagi lebih dari 50.000 karyawan, Tirto Utomo dengan Aqua-nya yang menjadi pionir industri air dalam kemasan, Harry Harmain Diah yang ditokohkan di industri asuransi nasional, Danny Januar Ali dengan LSI-nya yang menjadi pionir konsultan politik, PK Ojong dengan Kompas Gramedia Group, Sjakon G Tahija, Purnomo Prawiro, Retno Iswari Tranggono, Kahar Tjandra, dan pengusaha-pengusaha sukses lainnya yang belum dapat ditampilkan di buku ini. Dibidang manajemen korporasi dan praktisi, banyak sekali alumni UI yang berhasil meraih prestasi dan penghargaan dari kerja keras dan dedikasinya dalam memimpin perusahaan-perusahaan besar di berbagai sektor. Diantaranya Jahja Setiaatmadja (President Director PT Bank Central Asia Tbk), Arwin Rasyid (President Director PT Bank CIMB Niaga Tbk), Evita M Tagor (Direktur PT Pertamina), Dayu P Rengganis (Direktur PT INTI), Irvan Kamal Hakim (President Director PT Krakatau Steel), Husin Widjajakusuma (President Director Pondok Indah Group), Emirsyah Satar (President Director PT Garuda Indonesia), dan masih banyak lagi top executive cermerlang yang tidak bisa disebutkan satu per satu. Dibidang praktisi hukum, ILUNI UI dengan bangga memberikan apresiasi atas prestasi-prestasi hebat alumni UI, dimana kantor-kantor hukum yang didirikan dan dikelola oleh alumni UI menjadi kantor-kantor hukum terbaik di Indonesia. Pengurus Pusat ILUNI UI menyadari masih banyak kiprah dan pengabdian alumni UI yang belum terakomodasi dalam buku ini, dan tentunya masih banyak prestasiprestasi hebat yang diraih alumni UI yang belum dapat didokumentasikan. Semoga pada kesempatan berikutnya, akan lebih banyak lagi kiprah dan pengabdian alumni UI yang dapat didokumentasikan untuk memberi inspirasi bagi generasi Indonesia.
Dibidang seni dan kebudayaan, alumni UI juga telah memberikan karya-karya
46
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
47
PAHLAWAN NASIONAL Abdul Muis Abdulrahman Saleh AK Gani Amir Hamzah Cipto Mangunkusumo Ferdinand Lumbantobing Hazairin I Gusti Ketut Pudja Ida Anak Agung Gde Agung Iwa Kusuma Sumantri Johannes Leimena Koesoemah Atmadja Mohammad Yamin Muwardi R Sjafroedin Prawiranegara Radjiman Wedyodiningrat Saharjo Soekardjo Wirjopranoto Soekarno Supomo Sutomo Wahidin Sudirohusodo Wilhelmus Zakaria Johannes
Melawan Dengan Pena Jejak Perjuangan Bung Karbol Tokoh Politik Pertama Yang Membintangi Film Tokoh Pujangga Baru Progresif Melawan Feodal Kolonialis Dokter Pejuang Masa Revolusi Pejuang dan Pakar Hukum Adat Gubernur Pertama Sunda Kecil Berjuang Melalui Jalan Diplomasi Patriotisme Sang Aktivis Menteri 18 Kabinet Hakim Tiga Zaman Patriotisme Sang Penyair Dokter Pejuang Tanpa Pamrih Presiden Pemerintah Darurat RI Dokter Rakyat dan Tokoh Pergerakan Pelopor Penegakan HAM Diplomat Pembebasan Irian Barat Putra Sang Fajar Arsitek UUD 1945 Pelopor Kebangkitan Nasional Tokoh Dibalik Kebangkitan Nasional Ahli Rontgen Pertama dan Tokoh Pergerakan
52 54 56 57 58 60 61 62 63 64 66 68 70 72 73 74 76 77 78 80 82 83 84
Tokoh Alumni RS/RHS - STOVIA/GHS - THS Abdul Halim Abdul Azis Saleh Bahder Djohan Besar Martokusumo Djamaluddin Adinegoro Djokosoetono Kasman Singodimedjo M Kosasih Purwanegara Mohammad Roem R Soebekti R Soeprapto Rooseno R Tirtawinata Satrio Sarwono Prawirohardjo Slamet Iman Santoso Soediman Kartohadiprodjo Soedjono D Poesponegoro Soenario Sastrowardojo Sugondo Djojopuspito Sutan Takdir Alisjahbana Teuku M Syarif Thayeb
Perdana Menteri RIS ke-4 Menteri Kesehatan (1962 –1966) Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (1950-1953) Pendiri Kantor Hukum Pertama Pribumi Indonesia Tokoh Pers Dekan FHUI Pertama Jaksa Agung RI Pertama Menteri Sosial RIS (1949-1950). Menteri Dalam Negeri (1952 - 1953) Ketua Mahkamah Agung (1968-1974) Jaksa Agung RI (1951 - 1959) Pendiri dan Dekan FTUI Pertama Jaksa Agung RI (1946-1952) Menteri Kesehatan (1959 - 1966) Dekan FK UI Pertama & Ketua LIPI Pertama Pendiri Fakultas Psikologi UI Tokoh Pergerakan dan Pendidik Rektor UI & Menteri Riset Pertama Menteri Luar Negeri (1953-1955) Ketua Kongres Pemuda 1928 Budayawan – Sastrawan Rektor UI dan Menteri P & K
86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 98 100 101 102 104 105 106 107 108 110 112
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PAHLAWAN NASIONAL
Abdul Muis (GHS)
Pahlawan Nasional Pertama
Melawan Dengan Pena Generasi muda Indonesia mengenalnya pertama kali lewat salah satu novelnya yang melegenda berjudul “Salah Asuhan”. Karyanya itu menunjukkan betapa tajamnya pena yang mampu mewariskan kontemplasi pemikiran dan renungan perjuangan kepada generasi muda dari jaman ke jaman. Kekuatan pena dan kegigihannya memperjuangkan kemerdekaan bangsa membuat Abdoel Moeis dimuliakan sebagai Pahlawan Nasional pertama di Indonesia. Ia lahir di Agam-Sumatera Barat, putra dari Datuk Tumangguang Sutan Sulaiman yaitu seorang demang yang keras menentang kebijakan Belanda di dataran tinggi Agam. Lulus dari ELS, Abdul Muis melanjutkan pendidikannya di Stovia. Sayangnya, karena sakit ia tidak dapat menyelesaikan pendidikannya. Abdul Muis memulai karirnya sebagai Klerk di Departemen Onderwijs en Eredienst atas bantuan Mr. Abendanon yang saat itu menjabat sebagai Direktur Pendidikan. Namun pengangkatannya itu tidak disukai oleh karyawan Belanda lainnya. Setelah dua setengah tahun bekerja di departemen itu, ia keluar dan menjadi wartawan di Bandung. Kemudian pada tahun 1905, ia diterima sebagai anggota dewan redaksi majalah Bintang Hindia. Dan ia juga sempat menjadi Mantri Lumbung dan kembali menjadi wartawan pada surat kabar Belanda Preanger Bode dan majalah Neraca pimpinan Haji Agus Salim.
Pegadaian. Setahun kemudian ia memimpin pemogokan kaum buruh di Yogyakarta. Kemudian tahun 1923, ia mengunjungi Padang Sumatera Barat. Disana ia mengundang para penghulu adat untuk bermusyawarah menentang pajak yang memberatkan masyarakat Minangkabau, berkat aksinya tersebut Abdul Muis dilarang berpolitik. Selain itu, ia juga dikenakan passentelsel yang melarangnya tinggal di Sumatera Barat dan keluar dari pulau Jawa. Kemudian Abdul Muis diasingkan ke Garut Jawa Barat dan dikota ini ia menyelesaikan novelnya yang cukup terkenal yaitu Salah Asuhan. Perlawanan terhadap penjajahan Belanda dilakukannya tanpa putus dengan berbagai cara. Dengan ‘pena’ nya yang tajam, partai politik, komite perlawanan orang pribumi bahkan memimpin mogok kerja. Abdul Muis juga terkenal sebagai orang yang selalu membela kepentingan rakyat kecil. Ia sering berkunjung ke daerah-daerah untuk membela rakyat kecil tersebut sambil membangkitkan semangat para pemuda agar semangat giat berjuang untuk kemerdekaan bangsa dan tanah air Indonesia. Dan pada tahun 1926 Abdul Muis terpilih menjadi anggota Regentschapsraad Garut, enam tahun kemudian diangkat menjadi Regentschapsraad Controleur. Jabatan itu diembannya hingga Jepang masuk ke Indonesia. Setelah kemerdekaan, ia mendirikan Persatuan Perjuangan Priangan yang fokus pada pembangunan di Jawa Barat dan masyarakat Sunda.
Pada tahun 1913, Abdul Muis bergabung dengan Sarekat Islam dan menjadi pemimpin redaksi harian Kaoem Moeda. Setahun kemudian, melalui Komite Bumiputera yang didirikannya bersama Ki Hadjar Dewantara, Abdul Muis menentang rencana pemerintah Belanda mengadakan perayaan peringatan seratus tahun kemerdekaan Belanda dari Perancis. Kemudian pada tahun 1917, ia dipercaya sebagai utusan Sarekat Islam untuk pergi ke Belanda dalam mempropagandakan komite Indie Weerbaar. Dalam kunjungan itu, ia juga mendorong tokoh-tokoh Belanda untuk mendirikan Technische Hooge School di Priangan. Selanjutnya pada tahun 1918, Abdul Muis ditunjuk sebagai anggota Volksraad mewakili Central Sarekat Islam. Bulan Juni 1919, seorang pengawas Belanda di Toli-Toli Sulawesi Utara dibunuh setelah ia berpidato disana. Abdul Muis dituduh telah menghasut rakyat untuk menolak kerja rodi, sehingga terjadi pembunuhan tersebut atas kejadian itu ia dipersalahkan dan dipenjara. Selain berpidato ia juga berjuang melalui berbagai media cetak. Dan dalam tulisannya di harian berbahasa Belanda De Express, Abdul Muis mengecam seorang Belanda yang sangat menghina Bumiputera. Pada tahun 1920, Abdul Muis terpilih sebagai Ketua Besar Perkumpulan Buruh
52
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
53
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PAHLAWAN NASIONAL
Abdulrahman Saleh (GHS 1937) Pahlawan Nasional
Jejak Perjuangan Bung Karbol Ia adalah sosok cendekiawan dan prajurit multi-talenta yang memiliki jiwa kepemimpinan dan kepeloporan. Sejak kecil ia mengasah jiwa kreatifnya, tak ada mainan yang utuh di tangannya, ia selalu membongkar dan merangkainya kembali. Ketika beranjak remaja, ia mengikuti kepanduan yang mengasah jiwa kepemimpinannya. Ia tak segan mengoreksi kawan-kawannya di kepanduan yang tidak disiplin. Dan di kepanduan inilah, nama ”Karbol” mulai menjadi panggilan akrabnya---berasal dari bahasa Belanda ”Krullebol” yang berarti si rambut keriting. Pria kelahiran Jakarta, 1 Juli 1909, ini tetap menyandang julukan Karbol ketika ia melanjutkan pendidikannya di GHS (Geneeskundige Hoge School). Ia juga aktif di organisasi pergerakan dan bergabung di Jong Java, Indonesia Muda dan Kepanduan Bangsa Indonesia (KBI). Dan menjelang akhir pendidikannya di GHS, ia menikah dengan Ismudiati dan dikaruniai dua orang anak; Pandji Saleh dan Triawan Saleh. Berkat kepandaiannya, Karbol terpilih sebagai asisten ilmu fisiologi kedokteran. Mula-mula ia bertugas sebagai dosen di NIAS (Nederland Indsiche Artsen School) Surabaya dan kemudian menjadi pengajar di Perguruan Tinggi Kedokteran di Jakarta pada masa pendudukan Jepang. Hasratnya tidak pernah puas, ia kemudian mendalami pengetahuan ilmu faal dan kemudian mengembangkan ilmu faal tersebut di Indonesia. Atas jasa-jasanya itu, pada 5 Desember 1958, Universitas Indonesia menetapkan Abdulrahman Saleh sebagai Bapak Ilmu Faal Indonesia. Di luar bidang kedokteran, Karbol juga memimpin perkumpulan VORO (Vereniging voor Oosterse Radio Omroep), sebuah perkumpulan dalam bidang radio. Tanggal 18 Agustus 1945, ia bertemu dengan Jusuf Ronodipuro yang menceritakan bahwa Hosokkyiku (pusat siaran radio pendudukan Jepang) ditutup. Karbol langsung bertekad membuat siaran radio nasional. Pemancar berkekuatan 100 watt segera ia buat di ruang Laboratorium Ilmu Faal Ika Dai Gaku (di sebelah kiri koridor menuju ruang Laboratorium Ilmu Faal, Salemba 6) dan mulai berkumandanglah The Voice of Free Indonesia atau Radio Suara Indonesia Merdeka. Selain berisikan pidato-pidato Bung Karno dan Bung Hatta, The Voice of Free Indonesia juga menyiarkan berita-berita tentang kemerdekaan Indonesia secara nasional dan bahkan sampai ke luar negeri. Dan itulah yang kemudian menjadi cikal bakal berdirinya RRI. Bung Karbol juga yang mengenalkan semboyan RRI
54
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
yang terkenal hingga kini, yaitu ”sekali di udara tetap di udara.” Setelah RRI berdiri dan mulai beroperasi dengan baik, Karbol memulai kiprah perjuangannya dibidang kemiliteran. Tokoh yang juga aktif dalam perkumpulan olah raga terbang dan berhasil memperoleh ijazah atau surat izin terbang ini bergabung dengan Tentara Republik Indonesia (TRI) Angkatan Udara. Untuk meningkatkan kemampuannya, ia berlatih menerbangkan pesawat Cureng dengan Adi Sucipto sebagai instrukturnya. Bung Karbol kemudian dipercaya sebagai Komandan Pangkalan Udara Madiun pada 1946. Ia berperan besar dalam membangun TNI AU, di antaranya turut mendirikan Sekolah Teknik Udara dan Sekolah Radio Udara di Malang. Selain itu, ia juga tidak melupakan jati dirinya sebagai seorang cendekiawan, ia tetap memberikan kuliah pada Perguruan Tinggi Dokter di Klaten, Jawa Tengah. Bersama para prajurit penerbang lainnya, Bung Karbol aktif berusaha menegakkan sendi-sendi pertahanan udara. Diantaranya adalah dengan menjalin hubungan dengan negara lain. Karena itu pada saat Belanda melancarkan agresi militer pertamanya, bersama Adi Sucipto, Bung Karbol ditugaskan berangkat ke India untuk meminjam pesawat Dakota VT-CLA milik seorang dermawan India bernama Biju Patnaik. Dalam perjalanan pulang mereka mampir di Singapura untuk mengambil bantuan obat-obatan dari Palang Merah Malaya. Keberangkatan dengan pesawat Dakota ini, mendapat publikasi luas dari media massa dalam dan luar negeri. Tanggal 29 Juli 1947, ketika pesawat berencana kembali ke Yogyakarta melalui Singapura, harian Malayan Times memberitakan bahwa penerbangan Dakota VT-CLA sudah mengantongi izin pemerintah Inggris dan Belanda. Sore harinya, tanpa diduga, pesawat yang diterbangkan Bung Karbol dan Adi Sucipto ditembak oleh dua pesawat P-40 Kitty-Hawk Belanda dari arah utara. Pesawat kehilangan keseimbangan dan menyambar sebatang pohon hingga badannya patah menjadi dua bagian dan akhirnya terbakar. Dan dua putra terbaik Indonesia itupun gugur. Peristiwa heroik menjadi inspirasi bagi prajurit TNI AU. Dengan harapan semua lulusan Akademi Angkatan Udara dapat mencontoh keteladanan dan mampu mencapai kualitas seorang perwira seperti Abdulrachman Saleh, para taruna AAU kemudian dipanggil dengan nama Karbol---yang pertama kali diusulkan oleh Letkol Saleh Basarah. Nama Abdulrahman Saleh kemudian diabadikan sebagai nama Pangkalan TNI AU dan Bandara di Malang. Dan untuk menghormati jasa-jasanya, tanggal 9 Nopember 1974, Pemerintah RI menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada Abdulrahman Saleh.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
55
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PAHLAWAN NASIONAL
AK Gani (GHS 1940)
Amir Hamzah (RHS 1942)
Pahlawan Nasional
Pahlawan Nasional
Tokoh Politik Pertama Yang Membintangi Film
Tokoh Pujangga Baru
Ia adalah tokoh pergerakan yang terpelajar dan tokoh politik yang terkenal sekali karena pernah membintangi sebuah film berjudul ”Asmara Moerni”. Keputusannya bermain film menjadi kontroversi dan perdebatan, karena ketika itu film dianggap sebagai sampah dan tidak pantas seorang tokoh terpelajar terlibat di dalamnya. Tetapi bagi AK Gani, film Indonesia merupakan bagian dari perjuangannya juga, untuk mencintai buatan sendiri dan percaya pada kemampuan bangsa sendiri.
Ia adalah tokoh sastrawan pujangga baru yang terkenal sebagai penyair paling sempurna dalam bahasa Melayu-Indonesia. Debut kesusastraannya lewat puisi ‘Mabuk’ dan ‘Sunyi’ yang dimuat dalam Majalah Timboel asuhan Sanusi Pane, ketika ia menempuh pendidikan di Aglemeene Middlebare School (AMS) Solo. Dan kegemarannya akan bersajak tersebut tetap berlanjut saat ia belajar di Sekolah Tinggi Hukum (Rechtshogeschool) di Jakarta.
Tokoh kelahiran Bukit Tinggi tahun 1905 ini aktif dalam organisasi pergerakan. Ia giat di dalam Jong Java, long Islamiten Bond, Jong Sumatera, Indonesia Muda dan di tahun 1928 merupakan salah seorang tokoh ”Sumpah pemuda”.
Tokoh kelahiran Langkat tahun 1911 ini kemudian dipercaya memimpin Kongres Muda Indonesia di Solo tahun 1931. Di sini Amir banyak bergaul dengan tokoh pergerakan nasional dan hal itu turut mempengaruhi syair-syairnya. Ia pun mulai menulis sajak dalam Bahasa Indonesia, di mana dengan hal itu ia telah berkontribusi besar dalam proses perkembangan dan pematangan bahasa melayu menjadi bahasa nasional Indonesia. Melalui sajak-sajaknya ia telah merintis kepercayaan diri para penyair bangsa ini untuk berkarya menggunakan Bahasa Indonesia, sehingga dapat meneguhkan Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan.
Setelah lulus sebagai dokter tahun 1940, Gani terjun ke dunia politik dan kemudian menjabat sebagai anggota Konstituante Indonesia ketika lembaga ini pertama kali didirikan. Ia juga tercatat menjadi anggota Gerindo (Gerakan Rakyat Indonesia) bersama Muhammad Yamin, Amir Sjarifuddin dan Adam Malik. Pada awal kemerdekaan, Gani diangkat sebagai Gubernur Militer Sumatera Selatan dan ditugaskan membentuk TRI (Tentara Republik Indonesia) untuk seluruh Sumatra selama periode revolusi fisik melawan Agresi Militer Belanda. Selanjutnya ia juga pernah menjadi anggota delegasi Perundingan Linggarjati pada tahun 1946. Di dalam kabinet, beberapa kali Gani menduduki kursi menteri. Pada masa Kabinet Sjahrir III, ia dipercaya sebagai Menteri Ekonomi. Kemudian pada masa pemerintahan Amir Sjarifuddin (3 Juli 1947 - 29 Januari 1948), ia menjabat sebagai wakil perdana menteri merangkap sebagai Menteri Kemakmuran. Pada usia 63 tahun, 23 Desember 1968, tokoh bernama lengkap Dr. Adnan Kapau Gani ini meninggal di Palembang, Sumatera Selatan. Dan sebagai penghargaan atas jasajasanya, pada tanggal 9 November 2007, almarhum Mayjen TNI AK Gani dianugerahi gelar Pahlawan Nasional oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Tercatat ada 160 hasil karya Amir yakni 50 sajak asli, 77 sajak terjemahan, 18 prosa liris asli, 1 prosa liris terjemahan, 13 prosa asli, dan 1 prosa terjemahan. Itu belum termasuk puisi terjemahan ‘Setanggi Timur’, terjemahan ‘Bhagawat Gita’ dan beberapa tulisan yang belum sempat dipublikasikan. Dari semua itu, karyanya yang paling populer ialah buku kumpulan sajak ‘Nyanyi Sunyi’ (terbit 1937) dan tentu rangkuman sajak-sajak pertamanya dalam ‘Buah Rindu’ (terbit 1941). Amir yang juga merupakan Pangeran Langkat Hulu, diangkat sebagai Wakil Pemerintah Republik Indonesia untuk Langkat pada 29 Oktober 1945. Namun, tak lama setelah itu meletus Revolusi Sosial di Sumatera Timur yang menjadikan segala sesuatu yang berbau feodal sebagai sasaran. Menurut Pemuda Sosialis Indonesia (Pesindo) yang merupakan pelaku revolusi ini, keluarga bangsawan juga merupakan feodal dan kurang memihak pada rakyat, maka dari itu mereka harus dihabisi, termasuk di dalamnya Amir Hamzah. Di Kuala Begumit tanggal 20 Maret 1946 dini hari, Amir pun dieksekusi tanpa terlebih dahulu diadili. Jenazah Amir yang meninggal di usia relatif muda, 35 tahun, dikebumikan di Pemakaman Mesjid Azizi, Langkat. Pada pusaranya terdapat ukiran yang bertuliskan dua buah karyanya. Sekitar 29 tahun setelah wafatnya, jasa dan sumbangsihnya kepada negeri ini kemudian diapresiasi oleh pemerintah Indonesia dengan penganugerahan gelar Pahlawan Nasional bagi Amir Hamzah berdasarkan SK Presiden RI Nomor 106/tahun 1975, tanggal 3 November 1975.
56
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
57
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PAHLAWAN NASIONAL
Cipto Mangunkusumo (STOVIA 1905)
Pahlawan Nasional
Progresif Melawan Feodal Kolonialis “Tak bisa disangkal lagi, doea keradjaan itoe memangsa pendoedoeknja, bahwa mereka tidak bisa bertahan hidoep tanpa mengisap rakjat sampai ke soemsoemnja, tanpa melonggarkan pajak jang begitoe menjekik.” Itulah penggalan kalimat yang dilancarkan Cipto lewat Panggoegah media cetak berbahasa Jawa yang dipimpinya pada tahun 1919. Aksi Cipto tersebut untuk mengkritisi penguasa Surakarta pada saat itu dinilai sebagai budak-budak feodal kolonialis Belanda yang menghisap rakyat dengan pajak yang tinggi untuk menghidupi kerajaan Surakarta. Tokoh pergerakan kemerdekaan Indonesia ini memang sangat membenci gaya hidup feodal dari rara-raja pada saat itu.
Meski demikian, tidak mengurangi semangatnya untuk berkarya untuk Indonesia. Semangatnya semakin menjadi-jadi setelah ia bergabung dengan Tiga Serangkai bersama Douwes Dekker yang menjadi guru jurnalistiknya dan Soewardi Soerjaningrat alias Ki Hadjar Dewantara. Mereka kemudian menerbitkan surat kabar berbahasa Belanda De Expres pada 1 maret 1912.
Sifat kritis Cipto sudah ia tunjukan sejak menempuh pendidikan kedokteran di Stovia. Teman-teman dan guru-gurunya menilai Cipto sebagai pribadi yang jujur, berpikiran tajam dan rajin. “Een begaaft leerling” atau murid yang berbakat adalah julukan yang diberikan gurunya. Cipto adalah salah satu pribumi terpelajar pertama yang dengan sadar berpikir tentang kemajuan bumi putera dalam kerangka politik. Kepentingan kaum kromo alias kalangan rakyat jelata adalah target utama pejuang berjuluk ksatria sejati ini. “Akoe adalah anak rakjat, anak si kromo,” begitulah yang sering ditegaskannya semasa studi di sekolah berpendidikan Belanda.
Sementara itu tahun 1913 De Expres segera mewujud sebagai kompor nasionalis yang dipupuk oleh Tiga serangkai. Puncaknya, ketika terbitnya artikel-artikel keras Soewardi dengan tajuk Als ik Nederlaner was (Seandainya aku seorang belanda). Pada hari berikutnya melalui harian De Expres Cipto menulis artikel yang mendukung Soewardi untuk memboikot perayaan 100 tahun kemerdekaan belanda yang dianggap sebagai penghinaan terhadap bumi putera yang sedang dijajah. Aksi tersebut membuat mereka dibuang ke Belanda. Indische Partij dinyatakan terlarang.
ketika usia 21 tahun ia menuangkan pemikirannya lewat menulis untuk harian The Locomotief, surat kabar liberal yang terbit di semarang. Tulisannya berisi kritikan tajam, dan menentang kondisi keadaan masyarakat yang dianggapnya tidak sehat. Ia juga sering mengkritik hubungan feodal kolonial yang dianggapnya sebagai sumber penderitaan rakyat. Sehingga tidak jarang kritiknya lewat media mendapat teguran dari pemerintah. Cipto semakin aktif terlibat dalam pergerakan nasional dengan ikut mengagas berdirinya Budi Utomo dan ia menjadi komisarisnya. Karir Cipto di Budi Utomo tidak lama karena ketidakcocokannya dengan Radjiman Wedyodiningrat beserta kelompok konservatif yang kukuh mempertahankan Budi Utomo sebagai gerakan tulen jawa. Sedangkan Cipto menginginkan Budi Utomo menjadi organisasi politik terbuka dan demokratis bernggotakan rakyat banyak, bukan hanya priyayi, tetapi mencakup seluruh hindia. “Boekanlah toedjoeankoe menghilangkan bangsa ini dari sifat-sifat jang choesoes dan dari kebudajaannja, tetapi tjoema sekedar membela dan menoendjoekkan hak-hidoep bagi bangsa hindia,” ujar Cipto kala itu.
Cipto menjabat sebagai anggota dewan redaksi. Ranah perjuangan Cipto meluas dengan mendirikan Indische Partij yang juga di propagandakan oleh Douwes Dekker. Bagi Cipto Indische Partij merupakan upaya mulia mewakili kepentingan-kepentingan semua penduduk Hindia Belanda, tidak memandang suku, golongan dan agama.
Setelah kembali ke Tanah Air pertengahan 1914, Cipto masuk Insulinde, organisasi pengganti IP, dan mendirikan surat kabar Goentoer Bergerak di Bandung, selain itu ia juga aktif memimpin media-media propaganda Insulinde dengan menerbitkan Modjopahit, De Voorpost dan De Indier. Cipto terpaksa keluar dari Insulinde pada 1916 karena ancaman pembuangan akibat propagandanya yang keras dan terbuka. Kecaman-kecaman Cipto yang keras terhadap kolonialis Belanda, feodalis Jawa, juga sepakterjang membeberkan penderitaan petani dengan menggalang boikot dan mogok kerja, membuat pemerintah belanda mencap Cipto sebagai ancaman bagi Belanda. Dampaknya, dokter pribumi yang pernah dianugerahi tanda jasa Ridderkruis (lencana kehormatan belanda) sebagai sukarelawan dalam pembasmian wabah pes di malang tahun 1910 ini diusir ke Bandung dan menjadi tahanan kota. Lalu pada 19 Desember Cipto kembali diasingkan ke Banda Neira kepulauan Banda selama 14 tahun pembuangan, Cipto terserang asma akut. Karena panyakitnya kian parah, Cipto dibawa ke Jakarta untuk di rawat di rumah sakit Jang Seng Ie, namun pada 8 Maret 1943, sekitar jam 6 pagi Cipto menghembuskan nafas penghabisannya. Jenasahnya di makamkan di kampung halamannya di Ambarawa.
Mangkir dari Budi Utomo, tahun 1912 Cipto membuka praktik Dokter di Solo.
58
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
59
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PAHLAWAN NASIONAL
Ferdinand Lumban Tobing (Stovia 1924)
Hazairin (RHS 1935)
Pahlawan Nasional
Dokter Pejuang Masa Revolusi
Pahlawan Nasional
Pejuang dan Pakar Hukum Adat
Sejarah perjuangannya dimulai ketika ia ditugaskan sebagai dokter pengawas romusha, melihat bagaimana saudara sebangsanya diperlakukan tidak manusiawi oleh tentara pendudukan Jepang. Keputusannya untuk berjuang merupakan akumulasi dari ketidaksenangannya terhadap kolonialisme Belanda dan kekecewaannya terhadap kekejaman tentara Jepang yang konon datang sebagai ”saudara tua”.
Hazairin menamatkan pendidikannya di Sekolah Tinggi Hukum (RechtshogeSchool) Jakarta pada tahun 1936, dan kemudian bekerja sebagai kepala Pengadilan Negeri Padang Sidempuan (1938-1945). Selama menjabat, Hazairin juga melakukan penelitian terhadap hukum adat Tapanuli Selatan. Atas jasa-jasanya itu, dia diberikan gelar “Pangeran Alamsyah Harahap.”
Putra bangsa kelahiran Sibolga-Tapanuli Tengah ini berhasil lulus sebagai dokter dari STOVIA tahun 1924. Tugas pertamanya adalah sebagai dokter di bagian penyakit menular di rumah sakit CBZ (sekarang RSCM). Ia kemudian dipindah ke Tenggarong Kalimantan Timur dan selanjutnya ditugaskan Surabaya. Tahun 1935, ia dipindahkan ke Padang Sidempuan. Dan ketika Perang Dunia II berkobar, Ferdinand mulai bertugas di Sibolga.
Pada April 1946, dia diangkat sebagai Residen Bengkulu, merangkap Wakil Gubernur Militer Sumatera Selatan. Ketika menjabat sebagai residen, dia mengeluarkan uang kertas yang dikenal sebagai “Uang Kertas Hazairin.” Sesudah revolusi fisik berakhir, dia diangkat menjadi Kepala Bagian Hukum Sipil Kementerian Kehakiman.
Datangnya pasukan Jepang yang sempat memberi harapan baru justru berubah menjadi mimpi yang lebih buruk. Ferdinand ditugaskan sebagai dokter pengawas romusha dan menyaksikan bagaimana saudara-saudara sebangsanya melakukan kerja paksa membangun benteng di teluk Sibolga dan diperlakukan secara kejam dan tidak manusiawi. Ia pun protes kepada Jepang dan protesnya itu membuat ia dicurigai dan menjadi target operasi militer Jepang. Dan itulah awal dari perjuangannya.
Hazairin terjun di kancah perpolitikan Indonesia, dengan ikut mendirikan Partai Persatuan Indonesia Raya (PIR). Bersama Wongsonegoro dan Rooseno, dia menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Sementara sebagai wakil Partai PIR. Dalam kapasitasnya sebagai wakil partai pula, Hazairin diangkat menjadi Menteri Dalam Negeri pada Kabinet Ali Sastroamidjojo I (1953-1955). Pada Pemilu 1955, Partai PIR terpecah menjadi dua, yakni PIR - Wongsonegoro dan PIR - Hazairin. Dalam pemilihan tersebut, PIR - Hazairin hanya memperoleh 114.644 suara atau setara dengan satu kursi.
Setelah Jepang menyerah dan kemerdekaan Indonesia diproklamirkan, Ferdinand diangkat sebagai Residen Tapanuli pada bulan Oktober 1945. Agresi Militer I Belanda meletus dan Ferdinand terpaksa memimpin putra-putra daerahnya untuk bertempur dengan saudara sebangsanya dari Sumatera Timur yang sebelumnya sudah jatuh ke tangan Belanda dan turut memerangi Tapanuli.
Selesai terjun di dunia politik, Hazairin menjadi Guru Besar Hukum Adat dan Hukum Islam di Universitas Indonesia. Dia juga menjadi Guru Besar di Universitas Islam Jakarta, Perguruan Tinggi Hukum Militer (PTHM), dan Pendidikan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK). Hazairin dimakamkan di TMP Kalibata, Jakarta. Atas jasa-jasanya, pada tahun 1999 Pemerintah mengukuhkan Prof. Dr. Hazairin sebagai Pahlawan Nasional.
Pada Agresi Militer II Belanda, Ferdinand kemudian diangkat sebagai Gubernur Militer Tapanuli dan Sumatera Timur Selatan. Dan sebagai pemimpin militer, ia pun harus turun di barisan depan, memimpin perjuangan gerilya di hutan-hutan, naik gunung turun gunung hingga akhirnya kedaulatan negara Indonesia diakui dunia internasional. Pengabdiannya berlanjut ketika ia ditarik ke Jakarta dan diangkat sebagai Menteri Penerangan dan Menteri Kesehatan (ad interim) pada Kabinet Ali I. Selanjutnya, ia dipercaya sebagai Menteri Urusan Hubungan Antar Daerah, dan terakhir menjabat Menteri Negara Urusan Transmigrasi. Pada usia 63 tahun, tepatnya pada 7 Oktober 1962, Ferdinand Lumban Tobing meninggal dunia di Jakarta dan dimakamkan di tanah kelahirannya atas permintaan keluarga. Dan tanggal 17 Nopember 1962, pemerintah RI menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional untuk mengenang jasa-jasanya.
60
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
61
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
I Gusti Ketut Pudja (RHS 1934)
Ide Anak Agung Gde Agung (RHS 1942
Pahlawan Indonesia
Pahlawan Nasional
Gubernur Pertama Sunda Kecil
Berjuang Melalui Jalan Diplomasi
Putra bangsa kelahiran Bali ini muncul sebagai pencerah ketika terjadi deadlock pembahasan Piagam Jakarta oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Keberatan dan ancaman untuk memisahkan diri dari perwakilan wilayah Indonesia timur atas sila pertama dasar negara yang berbunyi “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” menjadi titik krusial perjalanan negara Indonesia yang baru sehari diproklamasikan. Dalam kondisi seperti itu, I Gusti Ketut Pudja menyarankan agar sila pertama tersebut diubah menjadi “Ketuhanan Yang Masa Esa” yang akhirnya diterima secara aklamasi oleh seluruh anggota Panitia Sembilan.
Setelah kemerdekaan Indonesia diproklamirkan tanggal 17 Agustus 1945, perlu waktu lebih dari 4 tahun para pejuang Indonesia berusaha dengan berbagai cara untuk mewujudkan kedaulatan RI. Dan Ide Anak Agung Gde Agung, yang juga Raja Gianyar Bali, lebih memilih jalan diplomasi. Dengan latar pendidikannya dibidang hukum, ia merasa bisa lebih banyak berbuat dibidang negosiasi.
Lahir di Singaraja – Bali, 19 Mei 1908, dalam usia 26 tahun Pudja berhasil menyelesaikan kuliahnya di Rechts Hoge School tahun 1934. Setahun kemudian ia mulai bekerja di Kantor Residen Bali dan Lombok di Singaraja. Tahun 1936, ia ditempatkan pada Pengadilan Negeri yang pada masa itu disebut Raad van Kerta. Pada awal pendudukan Jepang, Pudja ditugaskan untuk mengaktifkan kembali kegiatan pemerintahan sipil dan diangkat sebagai kepala pemerintahan Sunda Kecil. Pada 7 Agustus 1945, Pemerintah Angkatan Darat XVI Jepang yang berkedudukan di Jakarta membentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang diketuai oleh Ir. Soekarno. I Gusti Ketut Pudja kemudian terpilih sebagai salah satu anggota PPKI mewakili Sunda Kecil. Selanjutnya pada 16 Agustus hingga 17 Agustus 1945 dinihari, Pudja turut hadir dalam perumusan naskah proklamasi di rumah Laksamana Maeda dan turut menjadi saksi pembacaan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di Jalan Pegangsaan Timur 56 - Jakarta. Dan tanggal 22 Agustus 1945, Presiden Soekarno kemudian mengangkat Pudja sebagai Gubernur Sunda Kecil yang waktu itu disebut Wakil Pemimpin Besar Bangsa Indonesia Sunda Kecil. Keesokan harinya, Pudja sudah berada di Bali dan langsung memulai tugasnya. Meskipun sudah menyerah, Jepang masih tetap berkuasa di Sunda Kecil. Di sisi lain, masih ada swapraja-swapraja yang sejak tahun 1938 diatur oleh pemerintah kolonial Belanda yang menetapkan daerah Bali atas delapan kerajaan. Untuk menyatukan seluruh delapan kerajaan ini, Gubernur Pudja mengadakan perjalanan keliling Pulau Bali dan mendatangi setiap kerajaan untuk memberi penerangan kepada raja-raja dan rakyat Bali mengenai kemerdekaan Indonesia dan telah berdirinya pemerintahan nasional RI Sunda kecil. Ia juga mengirim utusan ke Lombok dan Sumbawa Besar untuk tujuan yang sama. Dalam menjalankan tugasnya, Gubernur Pudja sempat beberapa kali masuk tahanan tentara Jepang, diantaranya akibat penyerbuan para pemuda yang gagal untuk mendapatkan senjata pada 13 Desember 1945. Selanjutnya, Presiden Sukarno menugaskan Pudja di Kementerian Dalam Negeri untuk mengikuti jalannya pemerintahan di daerah-daerah. Tugas berikutnya adalah sebagai Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) hingga ia memasuki masa purnabakti di tahun 1968. Pada tanggal 4 Mei 1977 I Gusti Ketut Pudja meninggal di Jakarta dan tahun 2011 Pemerintah RI memberinya anugerah sebagai Pahlawan Nasional.
62
PAHLAWAN NASIONAL
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Lulusan Rechtshogeschool tahun 1942 ini diangkat menjadi Perdana Menteri Negara Indonesia Timur (NIT) 15 Desember 1947. Ia segera menggalang kerja sama dengan Fraksi Progresif pro RI dalam Parlemen NIT di bawah pimpinan Tadjoedin Noor, dan memprakarsai konsep synthesa nasional yang menandaskan kerja sama antara sesama orang Indonesia dalam perjuangan kemerdekaan, sehingga NIT diakui oleh RI sebagai sesama negara bagian pada tanggal 19 Januari 1948. Pada bulan Mei 1948, ia membentuk Pertemuan Musyawarah Federal (PMF atau lebih dikenal sebagai BFO) yang terdiri dari sebagian besar negara-negara bagian di Nusantara untuk menentang rencana Letnan Gubernur Jenderal Van Mook mengubah pemerintah Hindia Belanda menjadi Voorlopige Federale Regering (VFR) atau Pemerintah Federal Sementara. BFO berhasil melumpuhkan strategi membentuk negara boneka ini dan akibatnya Van Mook mengundurkan diri. Pada tanggal 19 Desember 1948 begitu Belanda melancarkan Agresi Militer II, Anak Agung Gde Agung segera mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Perdana Menteri NIT untuk memprotes tindakan Belanda tersebut. Tidak hanya itu, melalui mosi BFO yang diprakarsainya, ia mendesak Belanda membebaskan Soekarno - Hatta dari tawanan dan mengembalikan kedaulatan RI di Jogya. Mengingat hampir seluruh wilayah Indonesia sudah bergabung di bawah BFO dan juga atas desakan dari Dewan Keamanan PBB, Belanda akhirnya terpaksa menyetujui tuntutan-tuntutan politik melalui perundingan yang kemudian dikenal Konferensi Meja Bundar (KMB). Dalam KMB tersebut, Anak Agung Gde Agung adalah sosok yang paling gencar mendesak agar Irian Barat segera diserahkan ke Indonesia. Dan melalui KMB itulah, Indonesia mendapat pengakuan kemerdekaan dan kedaulatan penuh. Selanjutnya Anak Agung Gde Agung bersama Hatta ditunjuk Presiden Soekarno menjadi formatur kabinet pertama paska pengakuan dan ia duduk sebagai Menteri Dalam Negeri. Ia kemudian dipercaya menjadi Menteri Luar Negeri, duta besar di beberapa negara utama, dan jabatan-jabatan penting lainnya. Di masa tuanya, ia mengabdikan dirinya untuk melestarikan dan mewariskan tradisi dan budaya Bali, khususnya di Puri Agung Gianyar, hingga wafat pada tahun 1999. Untuk menghormati jasa-jasanya, Pemerintah RI menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada Dr. Ide Anak Agung Gde Agung pada tanggal 9 November 2007.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
63
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PAHLAWAN NASIONAL
Iwa Kusuma Sumantri (RS 1921)
Pahlawan Indonesia
Patriotisme Sang Aktivis Ia merupakan salah satu tokoh pergerakan yang konsisten berjuang melalui jalur politik, dengan berbagai cara untuk menyebarkan semangat patriotisme dan cita-cita kemerdekaan. Dan jelang detik-detik kemerdekaan, sejarawan LIPI Asvi Warman Adam mencatat bahwa Iwa-lah yang mengusulkan pemakaian kata ‘Proklamasi’ dalam naskah yang dibacakan Soekarno dan Hatta yang mengatasnamakan rakyat Indonesia pada 17 Agustus 1945. Dimana sebelumnya Soekarno hendak menamai teks itu dengan kata ‘Maklumat’. Menak Sunda asal Ciamis, Iwa Kusuma Sumantri lahir pada 30 Mei 1899. Ayahnya, Raden Wiramantri, adalah Kepala Sekolah Rendah yang kemudian menjadi pemilik sekolah (school opziener) di Ciamis. Dengan latar belakang tersebut, Iwa pun berkesempatan mengecap pendidikan di Hollandsch Inlandsche School (HIS), yaitu sekolah dasar untuk anak-anak kalangan pribumi yang menggunakan pengantar bahasa Belanda. Setahun belajar di sekolah calon ambtenaar (pegawai pemerintah) di Bandung, Iwa memutuskan keluar dan pergi ke Jakarta untuk meneruskan ke Recthsschool hingga tamat pada tahun 1921. Setelah tamat, Iwa bekerja pada kantor Pengadilan Negeri di Bandung sebelum pindah ke Surabaya dan berakhir di Jakarta. Kemudian pada tahun 1922, Iwa melanjutkan studi hukumnya ke Universitas Leiden Belanda. Pada saat kuliah di Belanda, Iwa aktif terlibat di Indische Vereeniging yang berubah menjadi Indonesische Vereeniging dan terakhir berubah lagi menjadi Perhimpunan Indonesia (PI), Iwa bahkan tercatat menjadi ketua organisasi itu pada tahun 1923 hingga tahun 1924. Pada masa kepemimpinannya Iwa meletakkan prinsip nonkooperasi sebagai asas organisasi. Usai menamatkan kuliah, Iwa dan Semaun diutus oleh PI untuk pergi ke Moscow guna mempelajari Front Persatuan (Eenheidsfront) yang didengungkan oleh Komintern yaitu semacam organisasi komunis Internasional. Disatu sisi Iwa memang tertarik mempelajari sosialisme tapi tidak untuk komunisme. Kemudian pada tahun 1927, Iwa kembali ke tanah air dan sempat bekerja di Bandung. Tak lama kemudian ia diminta pamannya membuka kantor pengacara di Medan. Disana, Iwa tetap aktif dalam pergerakan dengan membuat surat kabar Matahari Indonesia serta mendekati kaum buruh dan tani yang tertindas.
1930 dibuang ke Bandanaira dan Makassar selama 10 tahun. Ketika Jepang menaklukkan Belanda, Iwa akhirnya dibebaskan. Jepang juga sempat mengangkat Iwa sebagai Hakim Keizei Hooin (pengadilan kepolisian) Makassar. Tak lama setelah itu, Iwa akhirnya kembali membuka praktek sebagai pengacara di Jakarta. Perjalanan hidup Iwa selanjutnya adalah saat dirinya diangkat menjadi anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia bersama tokoh lain seperti Latuharhary dan Soepomo. Dalam sidang PPKI, Iwa adalah salah seorang yang berpandangan bahwa rancangan UUD 1945 adalah konstitusi yang lahir dalam keadaan darurat dan sangat mungkin untuk diperbaiki. Oleh karena itu Iwa mengusulkan agar dimasukkan satu pasal yang mengatur tentang perubahan UUD 1945 dan usul Iwa itu disambut oleh Soepomo. Kemudian setelah adanya pembahasan dan perdebatan maka muncullah pasal 37 UUD 1945 yang mengatur tentang bagaimana cara untuk mengubah konstitusi. Setelah Indonesia merdeka, Iwa didaulat menjadi Menteri Sosial pada kabinet pertama. Tak lama kemudian ia bersama Mohammad Yamin, Soebardjo dan Tan Malaka sempat ditahan karena dianggap terlibat dalam peristiwa 3 Juli 1946. Meski sempat ditahan atas tuduhan ’kudeta’, Iwa masih dipercaya Soekarno untuk menduduki jabatan Menteri Pertahanan pada Kabinet Ali Sastroamidjojo (1953-1955). Saat itu fraksi Masyumi pernah mengajukan mosi kepada Iwa karena dituduh sebagai seorang komunis dan adanya upaya kudeta oleh Angkatan Perang Republik Indonesia. Boleh jadi karena dua tuduhan itu Iwa memutuskan mengundurkan diri dari kursi Menteri Pertahanan. Tahun 1957, Iwa dipercaya menjadi Presiden (Rektor) pertama Universitas Padjadjaran dan tahun 1961 kembali ke pemerintahan setelah diangkat menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung. Karir terkahirnya di pemerintahan adalah sebagai Menteri Negara pada Kabinet Kerja IV (1963-1964) dan Kabinet Dwikora (1964-1966). Setelah pensiun, Iwa menghabiskan waktunya sebagai Ketua Badan Penelitian Sejarah Indonesia dan menulis beberapa buku. Dan pada tanggal 27 November 1971, Iwa wafat setelah menorehkan catatan emas dalam sejarah kemerdekan Indonesia. Untuk mengenang jasa-jasanya, tanggal 6 Nopember 2002 Iwa Kusuma Sumantri ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional.
Iwa juga disebutkan pernah mendirikan SKBI (Sarekat Kaoem Boeroeh Indonesia) cabang Medan. Karena memiliki afiliasi dengan Moscow dan Komintern, para pemimpin SKBI ditangkap dan diasingkan termasuk juga Iwa yang pada Juni
64
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
65
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PAHLAWAN NASIONAL
Johannes Leimena (Stovia 1921)
Pahlawan Nasional
Menteri 18 Kabinet Menjadi satu-satunya yang pernah menjabat menteri selama 21 tahun tanpa henti di 18 kabinet yang berbeda, merupakan catatan sejarah yang mungkin tak akan dapat disamai sampai kapanpun. Sekaligus juga merupakan indikator kapabilitas dan besarnya pengabdian pada bangsa ini. Selain itu, ia juga menyandang pangkat Laksamana Madya (Tituler) di TNI-AL. Catatan emas pun semakin lengkap setelah Pemerintah RI mengukuhkannya sebagai Pahlawan Nasional melalui Keputusan Presiden No. 52 TK/2010 di tahun 2010. Leimena terlahir di Ambon, Maluku pada 6 Maret 1905, dan hidup di tanah kelahirannya tersebut sampai ia memutuskan untuk hijrah ke Jakarta pada 1914 untuk melanjutkan studi di Europeesch Lagere School (ELS). Tak bertahan lama, beberapa bulan kemudian ia pindah ke Sekolah Menengah Paul Krugerschool (kini PSKD Kwitang). Kemudian ia melanjutkan pendidikan ke MULO Kristen, dan selanjutnya berkuliah kedokteran di School Tot Opleiding Van Indische Artsen (STOVIA), cikal bakal dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Sebagai mahasiswa, Leimena aktif berorganisasi dan melakukan pergerakan. Di tahun ke 4 masa kuliahnya, ia mendirikan CSV yang di masa depannya menjadi Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) yang terbentuk di tahun 1950. Leimena sangat peduli terhadap permasalahan bangsa dan agamanya. Begitu prihatinnya ia akan kekurangpedulian sosial umat Kristen terhadap bangsa ini membuatnya terdorong untuk bergabung dan aktif di Gerakan Oikumene. Dan pada tahun 1926, ia dipercayakan tugas untuk mempersiapkan Konferensi Pemuda Kristen di Bandung, yang merupakan perwujudan pertama organisasi tersebut di kalangan pemuda kristiani. Dari sini, telah terlihat bakat kepemimpinan dan jiwa pembaharunya. Selain aktif di Jong Ambon, Leimena muda juga turut terlibat mempersiapkan Kongres Pemuda Indonesia yang dari kegiatan ini terlahirlah Sumpah Pemuda yang amat monumental itu di tanggal 28 Oktober 1928. Sejak itu pula Leimena kemudian aktif dalam pergerakan pengupayaan kemerdekaan Indonesia. Lulus dari STOVIA, Leimena pun berkiprah menjadi seorang dokter pemerintah di CBZ Batavia (kini RSCM) pertama kalinya pada tahun 1930. Masih di tahun yang sama, ia dipindahtugaskan ke Karesidenan Kedu saat Gunung Merapi meletus. Ia bertugas sampai dengan 1931 bersamaan dengan kepindahannya ke RS Zending Immanuel Bandung. Kehausannya akan ilmu ditambah dengan semangat belajarnya yang tinggi membuat Leimena masih menyempatkan untuk melanjutkan pendidikan di
66
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Geneeskunde Hogeschool, sebuah Sekolah Tinggi Kedokteran yang terletak di Jakarta, meskipun sedang menetap di Bandung. Studinya tersebut, ia tuntaskan di tahun 1939. Partai Kristen Indonesia (Parkindo) hadir di tahun 1945, dan Leimena ikut membidani proses kelahirannya. Lima tahun setelah itu, ia pun dipercaya menjadi ketua umumnya. Di masa tujuh tahun kepemimpinannya di partai tersebut, ia berperan dalam berdirinya Dewan Gerejagereja di Indonesia (DGI) – kini PGI, tahun 1950, di mana ia terpilih sebagai Wakil Ketua yang membidangi komisi gereja dan negara. Sedikit mundur ke masa saat terbentuknya Kabinet Sjahrir II pada tanggal 12 Maret 1946, di mana Leimena ditunjuk menjadi anggotanya, sebagai Menteri Kesehatan pertama dalam sejarah Republik Indonesia – kala itu namanya Menteri Muda Kesehatan. Dari sinilah bermula rentetan catatan 21 tahun karirnya sebagai menteri di 18 kabinet hingga di Kabinet Dwikora III yang berakhir pada 25 Juli 1966. Berbagai jabatan menteri pernah dipercayakan kepadanya seperti menteri kesehatan, menteri sosial, menteri distribusi, menteri koordinator, dan wakil perdana menteri. Memasuki Orde Baru, Leimena mundur dari karir kementeriannya. Tapi oleh Presiden Soeharto, ia masih dipercaya, sehingga dibebankan padanya jabatan anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA) yang diemban sampai tahun 1973. Dalam membicarakan posisi politiknya, Leimena mengatakan dirinya memiliki dua kewargaan, dwi-kewargaan, atau dual citizenship. Jadi, pada saat yang sama ia adalah anggota gereja dan juga sekaligus anggota negara. Maka ia akan mendukung kemerdekaan negara dengan senantiasa menjunjung solidaritas bersama warga bangsa yang majemuk (beragam agama). Bahkan kita dapat mempercayai pernyataan sikapnya di atas dalam kehidupan pribadinya. Bahwa ia merestui keputusan anaknya yang akan menikahi kekasihnya yang beragama Islam dan mengikuti agama calon suaminya tersebut. Leimena pun mempunyai pemikiran kritis mengenai posisi warga gereja dan warga negara di Indonesia, yaitu bahwa kehadiran orang Kristen di negeri ini adalah sebuah karunia (gabe). Dan hal tersebut harus disikapi dalam wujud kerjasama dengan sesama warga negara Indonesia lainnya, dalam arti saling berbagi dan berbagi bersama, sebagai suatu pertanggungjawaban (aufgabe) kepada Tuhan demi keutuhan Negara dan bangsa berdasarkan Pancasila sebagai ideologi yang pluralis, sekuler, integratif sentripetal dan final. Akan tetapi, pada tanggal 29 Maret 1977, Indonesia harus berduka, sebab kehilangan salah satu pahlawannya, J. Leimena, yang meninggal di Jakarta, pada usia 72 tahun.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
67
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PAHLAWAN NASIONAL
Kusumah Atmaja (RS 1919) Pahlawan Nasional
Hakim Tiga Zaman Nama aslinya adalah Sulaiman Effendy Kusumah Atmadja. Ia lahir di Purwakarta, Jawa Barat pada 8 September 1898. Pemilik gelar Raden ini memang berasal dari keluarga terpandang. Kusumah Atmadja pun dapat mengenyam pendidikan yang layak. Ia memperoleh gelar diploma dari Rechtschool atau sekolah hukum pada tahun 1913.
Kepemimpinan Kusumah Atmadja di Mahkamah Agung bukan tanpa halangan. Di usia Mahkamah Agung yang masih seumur jagung, Kusumah Atmadja harus bertarung untuk menegakkan independensi lembaga yang dipimpinnya. Sebastian Pompe dalam disertasinya yang bertajuk The Indonesian Supreme Court: A Study of Institutional Collapse yang mencatat sebuah kasus penting dalam karir Kusumah Atmadja. Pompe mengutip data milik Daniel S Lev.
Kusumah Atmadja mengawali karirnya sebagai warga pengadilan pada tahun 1919. Ia diangkat sebagai pegawai yang diperbantukan pada pengadilan di Bogor. Baru setahun berkecimpung di dunia pengadilan, ia mendapat beasiswa untuk melanjutkan pendidikan hukumnya di Universitas Leiden, Belanda. Dan saat itu Universitas Leiden memang sarangnya para pakar hukum di Belanda.
Tak hanya dari dalam negeri, Kusumah Atmadja juga harus menghadapi tantangan dari luar. Setelah menyerahnya Jepang, Belanda kembali berusaha menancapkan kakinya dibumi pertiwi. Lembaga Yudikatif pun terbelah, dan masih dalam disertasi Pompe kala itu banyak hakim senior asal pribumi yang menyebrang ke kubu Belanda. Dan pada tahun 1948 dari 23 hakim senior, hanya sembilan hakim yang tetap di Republik Indonesia. Salah satunya adalah Kusumah Atmadja. Padahal Guru Besar dari Universitas Gajah Mada ini juga sempat ditawari oleh Belanda untuk menjadi Wali Negara Pasundan. Namun tawaran itu ditolak karena loyalitasnya kepada Republik Indonesia.
Kemudian pada tahun 1922 Kusumah Atmadja menyelesaikan studinya. Gelar Doctor in de recht geleerheid pun diperolehnya dengan disertasi yang berjudul De Mohamedaansche Vrome Stichtingen in Indie (Lembaga Ulama Islam di Hindia Belanda). Dalam disertasinya itu, Kusumah Atmadja menguraikan Hukum Wakaf di Hindia Belanda. Sekembalinya ke Hindia Belanda, Kusumah Atmadja langsung ditawari menjadi hakim di Raad Van Justitie (setingkat Pengadilan Tinggi) Jakarta. Setelah setahun berkiprah disana, Kusumah Atmadja langsung diangkat menjadi Voor Zitter Landraad (Ketua Pengadilan Negeri) di Indramayu. Kiprahnya sebagai hakim pun semakin malang melintang di era pemerintahan Hindia Belanda. Ia pernah tercatat sebagai Hakim Pengadilan Tinggi Padang, Ketua PN Semarang, dan hakim PT Semarang.
Meski begitu, beberapa golongan pemuda sempat mencurigai Kusumah Atmadja berada dipihak penjajah Belanda. Kecurigaan itu akhirnya sirna, Kusumah Atmadja tetap memimpin Mahkamah Agung sampai menutup mata pada tanggal 11 Agustus 1952 dan memperoleh gelar pahlawan pada tahun 1965.
Kariernya Kusumah Atmadja tak berhenti sampai di situ. Bahkan ketika pemerintahan berganti dari Hindia Belanda ke penjajahan Jepang, Kusumah Atmadja tetap eksis sebagai pejabat pengadilan. Pada tahun 1942, ia menjabat sebagai Ketua Tihoo Hooin (Pengadilan Negeri) di Semarang. Selain itu, ia juga diangkat sebagai Pemimpin Kehakiman Jawa Tengah pada tahun 1944. Kemudian Kusumah Atmadja juga menjadi anggota Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia atau BPUPKI pada tanggal 29 April 1945. Badan ini dibentuk sebagai upaya untuk mendapatkan dukungan bangsa Indonesia dengan janji Jepang akan membantu proses kemerdekaan Indonesia. Dan saat kemerdekaan diraih, Kusumah Atmadja ditugaskan untuk membentuk Mahkamah Agung Republik Indonesia. Ia pula yang pada akhirnya diserahi untuk memimpin lembaga yudikatif pertama setelah lahirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia.
68
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
69
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PAHLAWAN NASIONAL
Mohammad Yamin (RHS 1933)
Pahlawan Nasional
Patriotisme Sang Penyair
gagasan budaya Indonesia yang nasionalis. Mungkin hal tersebut dipengaruhi oleh lingkungan keluarganya, mengingat kedua orangtua Yamin adalah keturunan kepala adat di Minangkabau.
Sastrawan yang memiliki jiwa nasionalisme ini terlahir di Sawahlunto, Sumatera Barat pada tanggal 23 Agustus 1903. Di zaman penjajahan, Yamin termasuk segelintir orang yang beruntung karena dapat menikmati pendidikan menengah dan tinggi. Lewat pendidikan itulah, Yamin sempat menyerap kesusastraan asing khususnya kesusastraan Belanda.
Oleh karena itu, tak heran bila sejak kecil hingga beranjak remaja, Yamin dibekali pendidikan adat dan agama. Sehingga ia tidak hanyut begitu saja oleh hal-hal yang pernah diterimanya baik itu berupa karya-karya sastra maupun sistem pendidikan Barat yang dipelajarinya. Prinsip itulah yang terus dipertahanannya termasuk saat menjalani perannya sebagai seorang sastrawan. Yamin juga dikenal sebagai penyair yang pertama kali menggunakan bentuk soneta di tahun 1921 sekaligus pelopor Angkatan Pujangga Baru yang secara resmi berdiri tahun 1933. Kerinduan terhadap tanah kelahirannya sewaktu ia merantau ke Jawa serta kecintaannya pada tanah kelahirannya dan masa lampau menjadikan karyanya berciri romantis dan sentimentil serta penuh kata-kata indah yang sebagian diantaranya diambil dari bahasa daerahnya yaitu Minangkabau.
Pendidikan yang sempat diterima Yamin, antara lain Holland Inlands School (HIS) di Palembang, dan tecatat sebagai peserta kursus pada Lembaga Pendidikan Peternakan dan Pertanian di Cisarua, Bogor. Kemudian Yamin menempuh pendidikan di Algemene Middelbare School (AMS) Yogyakarta. Studi di AMS Yogya sebetulnya merupakan persiapan Yamin untuk mempelajari kesusastraan Timur di Leiden. Di AMS ia mempelajari bahasa Yunani, bahasa Latin, bahasa Kaei, dan sejarah purbakala. Dan dalam waktu tiga tahun saja, ia berhasil menguasai keempat mata pelajaran tersebut. Setelah tamat dari AMS Yogya, Yamin bersiap-siap berangkat ke Leiden. Akan tetapi, sebelum sempat berangkat sebuah telegram dari Sawahlunto mengabarkan bahwa ayahnya meninggal dunia. Karena itu, kandaslah citacita Yamin untuk belajar di Eropa sebab uang peninggalan ayahnya hanya cukup untuk belajar lima tahun disana. Padahal belajar kesusatraan Timur membutuhkan waktu tujuh tahun. Akhirnya Yamin melanjutkan kuliah di Recht Hogeschool (RHS) di Jakarta dan berhasil mendapatkan gelar Meester in de Rechten “Sarjana Hukum” pada tahun 1932. Sebelum tamat dari pendidikan tinggi, Yamin telah aktif berkecimpung dalam perjuangan kemerdekaan. Berbagai organisasi dalam rangka mencapai Indonesia merdeka yang pernah dipimpin Yamin antara lain Yong Sumatramen Bond atau Organisasi Pemuda Sumatera (1926-1928). Pada tahun 1938 hingga tahun 1942 Yamin tercatat sebagai anggota Pertindo merangkap sebagai anggota Volksraad atau Dewan Perwakilan Rakyat. Setelah kemerdekaan Indonesia terwujud, jabatan-jabatan yang pernah dipangku Yamin dalam pemerintahan antara lain adalah Menteri Kehakiman (1951), Menteri Pengajaran, Pendidikan dan Kebudayaan (1953-1955), Ketua Dewan Perancang Nasional (1962) dan Ketua Dewan Pengawas IKBN (1961-1962). Dari riwayat pendidikannya dan dari keterlibatannya dalam organisasi politik maupun perjuangan kemerdekaan, tampaklah bahwa Yamin termasuk orang yang berwawasan luas. Pendidikan dasar hingga tingkat tinggi yang dilaluinya di sekolah Belanda membuat Yamin banyak menyerap kesusatraan asing. Akan tetapi sebagai seorang intelektual ia tidak begitu saja menelan segala hal yang didapatnya, melainkan memadukan konsep sastra Barat dengan
70
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Didunia sastra, nasionalisme seorang Muhammad Yamin dibuktikan dengan menghindari pemakaian kata-kata Barat. Meski pada kenyataannya dalam majalah itu terdapat dua kubu yang berbeda pendapat soal bahasa pengantar yang akan digunakan. Disatu sisi, kubu pimpinan Dr.M.Amir menghendaki Bahasa Belanda. Sementara kubu Yamin ingin memakai bahasa melayu. Jejak Yamin menggunakan bahasa Melayu kemudian diikuti oleh Sanusi Pane dan M.Hatta yang menulis soneta bertajuk Beranta Indera dalam majalah Jong Sumatra edisi November 1921. Ayah satu anak ini pertama kali muncul sebagai penyair ditahun 1922 dengan puisi berjudul Tanah Air, terdiri dari 30 bait dan tiap bait terdiri 9 baris. Yang dimaksud “Tanah Air” disini ialah Sumatera. “Tanah Air” yang kini tersimpan di Pusat Dokumentasi HB.Jassin ini merupakan kumpulan puisi modern Melayu pertama yang pernah diterbitkan. Sebagai penyair, gaya puisi Yamin masih terikat pada pola pantun dan syair yang masih menekankan persamaan bunyi, sehingga terkadang Yamin memasang kata-kata yang tidak perlu hanya sekedar memenuhi syarat bilangan kata dan sajak akhir saja. Namun demikian, Yamin dengan dengan ciri khasnya tersebut berhasil memperbaharui puisi lama. Pembaharuannya terletak pada variasi sajak akhir dan jumlah baris. Kumpulan puisi Yamin berikutnya berjudul Tumpah Darahku yang terdiri ari 88 bait dan tiap bait terdiri dari 7 baris. Puisi tersebut ditampilkan pada 28 Oktober 1928 bertepatan dengan peristiwa bersejarah yakni Kongres Sumpah Pemuda. Pada tahun yang sama, Yamin meluncurkan sebuah drama yang berdasarkan sejarah Jawa dengan judul Ken Arok dan Ken Dedes. Yamin juga menaruh minat pada sejarah, terutama sejarah nasional. karena baginya sejarah adalah salah satu cara mewujudkan cita-cita Indonesia Raya. Dua karya Yamin yang mengangkat tema sejarah adalah Gadjah Mada (1946) dan Pangeran Diponegoro (1950). Selain puisi, drama dan novel sejarah Yamin juga banyak menerbitkan esai serta menerjemahkan karya-karya pujangga dunia seperti drama Julius Caesar karya William Shakespeare serta dua karya milik sastrawan India yaitu Rabindranath Tagore yang masing-masing berjudul “Menantikan Surat dari Raja” dan “Di Dalam Dan Di Luar Lingkungan Rumah Tangga.”
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
71
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Muwardi (STOVIA 1933) Pahlawan Nasional
R Syafruddin Prawiranegara (RHS 1941)
Pahlawan Nasional
Dokter Pejuang Tanpa Pamrih
Presiden Pemerintah Darurat RI
Dokter Muwardi lahir di Pati, Jawa Tengah, pada tahun 1907. Setelah menamatkan pendidikannya di STOVIA, ia memperdalam pengetahuan sebagai spesialis telinga, hidung dan tenggorokan. Waktu belajar di STOVIA, ia memasuki organisasi Jong Java. Ia pernah pula menjadi anggota Indonesia Muda. Organisasi pramuka pun dimasukinya dan pernah menjadi pimpinan umum Pandu Kebangsaan yang kemudian berganti nama menjadi Kepanduan Bangsa Indonesia (KBI).
Lahir di Serang tanggal 28 Februari 1911, Syafruddin Prawiranegara adalah keturunan bangsawan Banten dan bangsawan Minang. Kakek buyutnya adalah Sutan Alam Intan, keturunan Raja Pagaruyung di Sumatera Barat, yang dibuang ke Banten karena terlibat Perang Paderi dan kemudian menikahi putri bangsawan Banten. Ayah Syafruddin, R Arsyad Prawiraatmadja yang juga cucu Sutan Alam Intan, bekerja sebagai jaksa pemerintah kolonial, tetapi dekat dengan rakyat. Karena itu, Arsyad pun dibuang ke Jawa Timur.
Pada masa pendudukan Jepang, Muwardi menjadi pemimpin Barisan Pelopor daerah Jakarta. Beberapa hari sebelum kemerdekaan Indonesia diproklamasikan, ia diangkat menjadi pemimpin Barisan Pelopor seluruh Jawa. Tanggal 16 Agustus 1945 anggota Barisan Pelopor dikerahkannya untuk mengawal Lapangan Ikada (sekarang Lapangan Monas), sebab menurut rencana ditempat itulah Proklamasi Kemerdekaan akan diucapkan. Sesudah proklamasi diumumkan, Muwardi membentuk Barisan Pelopor Istimewa sebagai pengawal pribadi Presiden Sukarno. Waktu Kabinet Presidensiil terbentuk, ia diminta untuk menjadi menteri pertahanan, tetapi ditolaknya sebab ingin terus berpraktik sebagai dokter.
Latar belakang ayahnya yang “diasingkan” pemerintah kolonial memberikan pengaruh pada diri Syafruddin. Lulus AMS (Algemeene Middelbare School) di Bandung, ia kemudian melanjutkan kuliah di Rechtshogeschool (RHS) dan berhasil meraih gelar Meester in de Rechten (MR) tahun 1941. Pernah bekerja sebagai penyiar radio swasta tahun 1939 - 1940, Syafruddin kemudian bekerja di Departemen Keuangan Belanda tahun 1940 - 1942, serta pegawai Departemen Keuangan pada masa pendudukan Jepang. Setelah kemerdekaan, dia diangkat sebagai anggota Badan Pekerja KNIP (1945), badan legislatif sebelum terbentuknya MPR dan DPR.
Permulaan tahun 1946 situasi Jakarta semakin panas. Karena itu, pusat kegiatan Barisan Pelopor dipindahkan ke Solo. Namanya berganti menjadi Barisan Banteng. Cabang-cabang Barisan Banteng dibentuk di daerah-daerah lain. Khusus untuk daerah Solo didirikan Divisi Laskar Banteng. Bersama anak buahnya, Muwardi turut bertempur melawan musuh. Ketika masih berada di Jakarta, ia ikut dalam pertempuran melawan Inggris di Klender. Di samping itu, tugas sebagai dokter tetap dijalankannya. Bersama dokter-dokter lain, ia mendirikan Sekolah Kedokteran di Jebres, Solo, yang kemudian dipindah ke Klaten. Sesudah Persetujuan Renville ditandatangani, situasi politik di tanah air menjadi panas. Partai Komunis Indonesia (PKI) berusaha merebut kekuasaan negara. Daerah Solo mereka jadikan sebagai daerah percobaan. PKI menculik dan membunuh orang-orang yang menjadi lawan politik mereka. Untuk menghadapi kegiatan tersebut, dr. Muwardi mendirikan Gerakan Rakyat Revolusioner. Sementara itu, praktik sebagai dokter tetap dijalankannya. Tanggal 13 September 1948 ia berangkat ke rumah sakit Jebres untuk melakukan operasi terhadap seorang pasien, walaupun sudah dilarang oleh anggota staf Barisan Banteng. Sewaktu menjalankan tugas, ia diculik oleh orang-orang PKI dan kemudian dibunuh. Tanggal 4 Agustus 1964, berdasar Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 190 Tahun 1964, dr. Muwardi ditetapkan sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional.
72
PAHLAWAN NASIONAL
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Berkat pengalamannya dibidang keuangan, Soekarno mengangkat Syafruddin sebagai Menteri Keuangan pertama RI pada tahun 1946 dan kemudian sebagai Menteri Kemakmuran tahun 1947. Tahun 1948, agresi militer Belanda kedua terjadi dan Syafruddin ditugaskan untuk membentuk Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) ketika Soekarno Hatta ditangkap dan diasingkan ke Pulau Bangka. Setelah selama 207 hari Syafruddin bekerja keras mengemudikan negara yang hampir karam, Belanda akhirnya kembali ke meja perundingan. Perjanjian Roem-Royen mengakhiri ambisi Belanda, Soekarno Hatta dan kawan-kawan pun kembali ke Yogyakarta. Seusai menyerahkan kekuasaan PDRI, Syafruddin dipercaya sebagai Wakil Perdana Menteri tahun 1949 dan kemudian sebagai Menteri Keuangan pada Kabinet Hatta (1949-1950). Kebijakan moneternya mengundang kritik, ketika dia memotong uang bernilai Rp 5 lebih hingga separuh, atau apa yang dikenal dengan julukan “Gunting Syafruddin”.Tahun 1951, dia ditunjuk sebagai Gubernur Bank Sentral Indonesia yang pertama. Akibat ketidakpuasan terhadap pemerintah dan semakin kuatnya pengaruh PKI, awal tahun 1958, PRRI (Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia) berdiri dan Syafruddin diangkat sebagai Presiden PRRI yang berbasis di Sumatera Tengah. Perlawanan PRRI berakhir pada Agustus 1958. Dan melalui Keputusan Presiden Nomor 449 Tahun 1961, pemerintah memberikan amnesti dan abolisi kepada orangorang yang tersangkut pemberontakan, termasuk PRRI. Memasuki masa tuanya, Syafruddin mengabdikan dirinya sebagai mubaligh dan sempat menjadi Ketua Korp Mubalig Indonesia (KMI). Dan pada tanggal 8 November 2011, Pemerintah RI menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada ”Presiden” Syafruddin Prawiranegara.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
73
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PAHLAWAN NASIONAL
Radjiman Wedyodiningrat (Stovia 1904) Pahlawan Nasional
Dokter Rakyat dan Tokoh Pergerakan
Tinggal di Desa Dirgo, Kecamatan Widodaren, Kabupaten Ngawi, rumah Mas Radjiman berjarak hanya sekitar 1,5 Km dari stasiun kereta api Walikukun. Memanfaatkan jasa transportasi kereta api, tokoh pergerakan ini sering bolak-balik Jakarta-Ngawi untuk menghadiri rapat-rapat di Volksraad ataupun pertemuan-pertemuan dengan tokoh-tokoh pergerakan lainnya.
Dalam buku “Dokter-Dokter UI”, ia tercatat dengan nama Mas Radjiman. Bukan keturunan bangsawan, ia adalah putra dari seorang penjaga sebuah toko kecil di Yogyakarta bernama Ki Sutodrono dan ibunya adalah seorang wanita berdarah Gorontalo. Pendidikannya dimulai dengan model pembelajaran hanya dengan mendengarkan pelajaran di bawah jendela kelas saat mengantarkan putra Dr. Wahidin Soedirohoesodo ke sekolah, kemudian atas belas kasihan guru Belanda disuruh mengikuti pelajaran di dalam kelas. Karena kecerdasannya dan juga bantuan dari Dr. Wahidin, Mas Radjiman dapat melanjutkan sekolah Dokter Djawa dan lulus tahun 1898 pada usia 19 tahun.
Putra bangsa kelahiran Yogyakarta, 21 April 1876, ini kemudian mengabdi sebagai dokter di Banyumas, Purworejo dan Semarang. Belum puas dengan gelar dokter Jawa, ia melanjutkan ke STOVIA di Jakarta sampai meraih gelar Indisch Art (dokter pribumi) tahun 1904. Setelah bekerja di Lawang, Jawa Timur, pada tahun 1906 ia melanjutkan ke Sekolah Dokter Tinggi, Amsterdam, sampai meraih gelar Arts (dokter) tahun 1910. Dengan keberhasilan ini, ia mencapai kedudukan yang sejajar dengan para dokter bangsa Belanda.
Ketika Jepang masuk Indonesia, Volksraad dibubarkan. Jepang berjanji bahwa Indonesia akan dimerdekakan dan kemudian membentuk Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atau Dokuritsu zumbi Coosakai. BPUPKI dibentuk untuk mempelajari dan menyelidiki hal-hal penting untuk mendirikan negara Indonesia merdeka.
Mas Radjiman ditunjuk menjadi ketua didampingi dua orang ketua muda, yaitu Raden Panji Soeroso dan Hibangase Yosio. Di luar anggota BPUPKI, dibentuk sebuah Badan Tata Usaha (semacam sekretariat) yang beranggotakan 60 orang. Badan Tata Usaha ini dipimpin oleh Raden Panji Soeroso, dengan wakil Abdoel Gafar Pringgodigdo dan Masuda (orang Jepang).
Sidang resmi pertama BPUPKI berlangsung lima hari, yaitu 28 Mei sampai 1 Juni 1945. Pada sidang tersebut, Mas Radjiman mengajukan pertanyaan, “Apa dasar negara Indonesia jika kelak merdeka?” Pertanyaan itu dijawab oleh Soekarno tentang dasar negara yang dinamakan Pantja Sila---sebagaimana yang ditulis Mas Radjiman dalam pengantar buku “Lahirnya Pancasila”:
Pengabdian Mas Radjiman saat menjadi dokter pemerintah, memungkinkan untuk bersentuhan langsung dengan rakyat kecil. Kesamaan nasib semasa kecil yang hidup di keluarga biasa membuatnya mampu menangani penderitaan para pasiennya. Melalui pendekatan budaya, ia mampu mempraktekan ilmu pengobatan moderen kepada rakyat kecil yang masih sulit menerimanya ketika itu. Penderitaan hidup dan keterbelakangan masyarakat pribumi itu menumbuhkan jiwa kebangsaan dalam dirinya yang kemudian mengikuti jejak “guru besarnya”, Dr Wahidin Sudirohusodo, untuk memperjuangkan nasib pribumi.
Mas Radjiman kemudian ikut berperan dalam berdirinya Budi Utomo dan kemudian dipercaya sebagai ketuanya pada tahun 1914 hingga tahun 1915. Ketika memimpin Budi Utomo, ia membuat manuver dengan mengusulkan pembentukan milisi rakyat disetiap daerah di Indonesia. Dan itulah pertama kali bangsa Indonesia memiliki kesadaran untuk memiliki tentara rakyat. Manuvernya dijawab Belanda dengan kompensasi membentuk Volksraad (dewan rakyat) dan dr. Radjiman masuk di dalamnya sebagai wakil dari Boedi Utomo.
Ketika masyarakat kabupaten Ngawi terserang wabah pes tahun 1934, Mas Radjiman memilih menetap dan tinggal di tengah-tengah masyarakat Ngawi Jawa Timur untuk mengabdikan diri sebagai dokter ahli penyakit pes. Selain itu Mas Radjiman juga berusaha memberdayakan dukun bayi di Ngawi untuk mencegah kematian ibu saat melahirkan dan juga bayinya. Ia sangat peduli terhadap kesehatan masyarakat, terutama mereka yang tidak mampu. Ia kemudian juga diangkat menjadi dokter keraton Surakarta dan mendapat gelar kehormatan Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) dengan tambahan nama belakang Wedyodiningrat.
74
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Bila kita pelajari dan selidiki sungguh-sungguh ”Lahirnya Pancasila” ini, akan temyata bahwa ini adalah suatu Demokratisch Beginsel, suatu Beginsel yang menjadi dasar Negara kita, yang menjadi Rechtsideologie Negara kita; suatu Beginsel yang telah meresap dan berurat-berakar dalam jiwa Bung Karno, dan yang telah keluar dari jiwanya secara spontan, meskipun sidang ada dibawah penilikan yang keras dari Pemerintah Balatentara Jepang. Memang jiwa yang berhasrat merdeka, tak mungkin dikekang-kekang!
Sidang resmi kedua BPUPKI berlangsung 10-17 Juli 1945 dengan tema bahasan bentuk negara, wilayah negara, kewarganegaraan, rancangan Undang-Undang Dasar, ekonomi dan keuangan, pembelaan negara, pendidikan dan pengajaran. BPUPKI kemudian dibubarkan dan kemudian dibentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) dengan Ketua Ir.Soekarno dan wakil Drs.Mohammad Hatta, sedangkan Mas Radjiman duduk sebagai salah seorang anggota.
Menyusul kekalahan Jepang dalam Perang Asia Timur Raya, Mas Radjiman bersama Soekarno dan Hatta berangkat ke Da Lat (Vietnam) untuk bertemu dengan Marsekal Terauchi—Panglima Pasukan Jepang di Asia Tenggara. Dari Marsekal Terauchi itulah para Bapak Bangsa ini menerima kabar gembira: kemerdekaan Indonesia sudah diambang pintu.
Pada awal kemerdekaan, ia menjadi anggota KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat) dan kemudian anggota Dewan Pertimbangan Agung Republik Indonesia. Dalam perkembangannya, seluruh badan perwakilan, baik yang didirikan RI maupun Belanda digabung dalam DPR-RI. Sebagai anggota tertua, mendapat kehormatan memimpin rapat pertama lembaga itu. Pada tahun 1950-1952 menjadi anggota DPR di Jakarta. Walaupun telah berusia lanjut, pikirannya masih jernih sehingga diangkat sebagai Sesepuh.
Dokter pejuang yang rendah hati dan berjiwa sosial tinggi ini akhirnya wafat tanggal 20 September 1952. Jenazahnya dimakamkan di Desa Mlati, Sleman Yogyakarta, berdekatan dengan makam Dr.Wahidin Sudiro Husodo yang telah membesarkannya.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
75
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PAHLAWAN NASIONAL
Saharjo (RHS 1942) Pahlawan Nasional
Soekarjo Wirjopranoto (RS 1923)
Pahlawan Nasional
Pelopor Penegakan HAM Putra bangsa kelahiran Solo, 26 Juni 1909, ini merupakan tokoh penting dalam bidang hukum di Indonesia. Selain mewariskan gagasan-gagasan dan pemikiran-pemikiran yang menjadi acuan pembangunan hukum di Indonesia, Dr Saharjo SH juga merupakan tokoh pergerakan yang berjuang melalui jalur politik. Sempat menempuh pendidikan di STOVIA, Saharjo kemudian memutuskan kuliah di Rechts Hoge School (RHS) karena ketertarikannya yang besar dibidang hukum. Setelah lulus dari RHS tahun 1942, ia mengawali karirnya sebagai pengajar di sebuah sekolah swasta di Jakarta. Dengan berjalannya waktu, Sahardjo memutuskan untuk aktif dalam politik, hingga akhirnya memimpin sebuah partai yaitu Partai Indonesia. Setelah Indonesia merdeka, Saharjo banyak menyumbangkan pemikiran-pemikirannya dalam pembangunan hukum dan ketatanegaraan. Diantara pemikiran-pemikirannya itu adalah yang dirangkum dalam undang-undang Warga Negara Indonesia pada tahun 1947, juga dalam undang-undang pemilihan umum pada tahun 1953. Di dalam pemerintahan, Saharjo juga dipercaya menjabat sebagai Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia selama tiga periode. Adapun periode pertama adalah selama Kabinet Kerja I dari 10 Juli 1959 hingga 18 Februari 1960, dilanjutkan dengan periode kedua yaitu selama Kabinet Kerja II dari 18 Februari 1960 hingga 06 Maret 1962 dan terakhir pada periode ketiga selama Kabinet Kerja III dari 06 Maret 1962 hingga 13 November 1963. Bersamaan dengan kepemimpinannya selama periode ketiga, Sahardjo juga merangkap menjadi Wakil Perdana Menteri atau koordinator dalam Negeri. Perjuangan Saharjo dalam memperjuangkan dan membenahi hukum di Indonesia tidak disangsikan lagi, dimana hak asasi manusia sangat diperhatikan. Dia mengatakan lembaga permasyarakatan adalah wadah untuk sebuah reformasi, bukannya tempat untuk disiksa. Adapula ucapannya yang selalu dikenang hingga kini. ”Tiap orang adalah manusia dan harus diperlakukan sebagai manusia, meskipun ia telah tersesat, tidak boleh ditunjukkan pada narapidana bahwa ia itu adalah penjahat. Sebaliknya ia harus selalu merasa bahwa ia dipandang dan diperlakukan sebagai manusia”. Dr. Saharjo,SH meninggal di Jakarta pada tanggal 13 November 1963 pada usia 54 tahun.Dia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata. Pada tahun yang sama, berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 245 Tahun 1963, tanggal 29 Nopember 1963, Saharjo dianugerahi gelar Pahlawan Nasional.
76
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Diplomat Pembebasan Irian Barat Sukarjo Wiryopranoto lahir di Kesugihan, Cilacap, pada tanggal 5 Juni 1903. Setelah menamatkan Rechts School (sekolah hukum) pada tahun 1923, ia bekerja di pengadilan negeri dan berpindah-pindah dari satu kota ke kota lain. Pada tahun 1929 ia berhenti, lalu mendirikan kantor pengacara “Wisnu” di Malang. Ia kemudian diangkat menjadi pengacara pada Pengadilan Tinggi di Surabaya di samping jabatannya sebagai anggota Dewan Propinsi dan Wakil Walikota Malang. Pada tahun 1931 Sukarjo menjadi anggota Volksraad. Bersama dr. Sutomo, ia mendirikan Persatuan Bangsa Indonesia (PBI). Untuk membina para pemuda, pada tahun 1934 ia mendirikan perkampungan kerja. Dalam perkampungan itu para pemuda dilatih menjadi ahli kayu, ahli besi, ahli pertanian, dan lain-lain. Kegiatan di bidang politik meningkat sejak tahun 1936 setelah ia menjadi anggota Partai Indonesia Raya (Parindra). Sebagai anggota Parindra, ia sering berkunjung ke daerahdaerah, antara lain ke beberapa kota di Sumatera. Dalam sidang Volksraad tahun 1937, ia mengajukan mosi agar orang-orang Indonesia diberikan kesempatan untuk menjadi walikota. Mosi itu didukung oleh sebagian besar anggota Volksraad, tetapi ditolak oleh Pemerintah Belanda. Disamping aktif dalam Parindra, ia aktif pula sebagai sekretaris Gabungan Politik Indonesia (Gapi). Tanggal 22 Agustus 1940 Sukarjo menyampaikan seruan Gapi yang menuntut agar di Indonesia dibentuk parlemen dan pemerintah bertanggung jawab kepada parlemen. Pada masa pendudukan Jepang, ia giat bergerak di bidang kewartawanan, memimpin surat kabar Asia Raya. Kegiatan itu dilanjutkan setelah Indonesia Merdeka dengan turut membina majalah Mimbar Indonesia. Kegiatan di bidang politik dimulai kembali sesudah Pengakuan Kedaulatan. Ia pernah menduduki jabatan Duta Besar Indonesia RI di Vatikan, Duta Besar Luar Biasa untuk Italia, dan selanjutnya sebagai Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh untuk Republik Rakyat Cina. Pada tahun 1962 ia diangkat menjadi Wakil Tetap Indonesia di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Dalam jabatan itu ia berusaha mempengaruhi negara-negara lain agar membantu perjuangan Indonesia untuk membebaskan Irian Barat dari penjajahan Belanda. Kala itu, ia juga sangat berjasa mencari dukungan negara lain dalam rangka pembebasan Irian Barat dari tangan Belanda. Salah satu putra terbaik bangsa ini meninggal dalam tugas di New York pada tanggal 23 Oktober 1962. Jenazahnya dibawa ke Tanah Air dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata Jakarta. Atas jasa-jasanya kepada negara, Sukarjo Wiryopranoto dianugerahi gelar Pahlawan Nasional berdasarkan SK Presiden RI No. 342 Tahun 1962, tanggal 29 Oktober 1962.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
77
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Soekarno (THS 1926)
pledoi tersebut diantaranya adalah ”Bahwasannya, matahari bukan terbit karena ayam jantan berkokok, tetapi ayam jantan berkokok karena matahari terbit!”
Proklamator Kemerdekan Indonesia & Pahlawan Nasional
Putra Sang Fajar Pemimpin bangsa yang kharismatik, kata-kata dan gerak-geriknya mampu menghipnotis massa. Rasa cintanya yang sangat besar bagi bangsanya menjadi ruh dari perjuangannya. Ia mencurahkan seluruh perhatian dan pikirannya untuk membangkitkan semangat kebangsaan yang bertumpu pada nilai-nilai kemanusiaan dan keberadaban. Rasa cinta yang teramat besar itu pula yang menjadi api semangat perjuangan Soekarno yang tak pernah padam. Ia juga menjadi pemimpin yang dikagumi dunia dan menjadi inspirasi bagi gerakan antikolonialisme dan anti-imperialisme. Putra bangsa dari pasangan Raden Soekemi Sosrodihardjo dan Ida Ayu Nyoman Rai ini lahir pada 6 Juni 1901 ketika fajar mennyingsing. Kelahirannya seakan menjadi pertanda akan ketokohannya, awal guratan cahaya di langit nusantara dari gelap awan penjajahan selama tiga setengah abad. Dan karena itu pula, ia dijuluki sebagai Putra Sang Fajar. Mulai mengenal politik ketika sekolah di Hoogere Burger School (HBS) dan mondok di rumah tokoh Syarekat Islam, HOS Tjokroaminoto, pecinta seni dan pengagum ketokohan Werkudoro (Bima) ini terus mengasah kemampuan berkomunikasi dan menajamkan kepekaan rasa dengan semangat nasionalisme yang menggelora. Orientasi politiknya semakin terbentuk ketika Bung Karno, panggilannya akrabnya, melanjutkan kuliah di ke Technische Hoogeschool (THS) di Bandung. Tinggal di rumah Haji Sanusi yang juga anggota Syarekat Islam, Bung Karno banyak berinteraksi dengan Ki Hajar Dewantara, Tjipto Mangunkusumo dan Dr Douwes Dekker, yang saat itu merupakan pemimpin organisasi National Indische Partij. Tahun 1926, untuk mengejawantahkan pemikiran-pemikiran dan orientasi politiknya, Soekarno mendirikan Algemene Studie Club. Setahun kemudian, ia mendirikan Partai Nasional Indonesia (PNI) sebagai lokomotif perjuangannya. Pergerakan Soekarno semakin memberi pengaruh bagi para pejuang kemerdekaan yang ketika itu tengah melakukan konsolidasi, dintaranya dengan mengadakan Kongres Pemuda tahun 1928. Dua bulan setelah Sumpah Pemuda, Soekarno berhasil membangun konsolidasi dengan kelompok-kelompok pejuang kemerdekan dan mendirikan Permufakatan Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI). Dengan pidato-pidato politiknya yang mampu menyihir massa dan keberaniannya mengkritik pemerintah kolonial, Bung Karno menjadi sosok yang ditakuti pemerintah kolonial karena daya hasutnya yang luar biasa. Karena itu, bulan Desember 1929, ia ditangkap dan ditahan di penjara Banceuy. Dari dalam penjara yang sempit, Bung Karno menyusun sendiri pledoi (pembelaan) dengan judul Indonesia Menggugat. Kata-kata Soekarno yang sangat terkenal dalam
78
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PAHLAWAN NASIONAL
Pledoi yang disampaikan Bung Karno di hadapan hakim, setelah 8 bulan meringkuk di penjara, tidak hanya menggemparkan kaum pergerakan di Indonesia, melainkan juga memicu kritik kaum oposisi di negeri Belanda. Ia kemudian dijatuhi hukum 4 tahun, kemudian dikurangi menjadi 2 tahun karena banyak protes kelompok oposisi di Belanda dan dibebaskan pada 31 Desember 1931. Ketakutan dan kerisauan pemerintah kolonial akan ketokohan Bung Karno memaksa Belanda kembali menangkapnya pada bulan Agustus 1933. Untuk menjauhkan pengaruhnya terhadap kaum pergerakan, Bung Karno diasingkan ke Flores. Dan kemudian tahun 1938, ia kembali di asingkan ke Bengkulu. Meskipun dalam pengasingan, perjuangan Bung Karno tidak pernah berhenti. Ia berusaha menanamkan kesadaran dan semangat kebangsaan bagi tokoh-tokoh masyarakat dan anak-anak muda di daerah. Pada awal pendudukan Jepang, Bung Karno akhirnya benar-benar dibebaskan. Jepang merasa membutuhkan bantuan tokoh-tokoh pergerakan untuk membantu dalam perang Asia Timur Raya. Konsentrasi Jepang terhadap Perang Dunia II memberi kesempatan tokoh-tokoh pergerakan untuk merapatkan barisan. Jepang sendiri berusaha mengambil hati para tokoh pergerakan dengan menjanjikan kemerdekaan Indonesia. Bersama Bung Hatta, Bung Karno kemudian menjadi sosok sentral dalam persiapan kemerdekaan Indonesia. Dalam sidang BPUPKI yang terdiri perwakilan dari berbagai suku bangsa, di tengah berkecamuknya perdebatan tentang dasar negara Indonesia antara perwakilan Indonesia Timur dan Indonesia Barat, Bung Karno berdiri di atas mimbar dengan pidatonya yang menjadi tonggak sejarah lahirnya Pancasila. Ia kemudian memimpin Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang berhasil merumuskan UUD 1945. Kepemimpinan Soekarno – Hatta tidak tergantikan pada masa persiapan kemerdekaan. Kedua Bapak Bangsa ini kemudian didaulat oleh tokoh-tokoh pergerakan untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia dan selanjutnya dipilih untuk menjadi presiden dan wakil presiden Republik Indonesia pertama. Perjuangan belum berakhir ketika Belanda tidak mengakui pemerintahan RI dan melakukan agresi militer. Ditengah berkecamuknya perang revolusi, bersama tokoh bangsa lainnya, Bung Karno juga harus bekerja keras menyatukan seluruh nusantara dan terus membangkitkan semangat kebangsaan disamping berjuang melalui diplomasi politik. Agresi militer Belanda itu semakin menguatkan sikap Soekarno yang anti-kolonialisme dan anti-imperialisme. Namanya tidak hanya dikagumi di negeri sendiri, Bung Karno menjadi inspirasi bagi bangsabangsa yang baru merdeka, terutama di kawasan Asia dan Afrika. Ia berhasil menggalang kekuatan baru bangsa-bangsa Asia Afrika untuk mengimbangi dominasi negara-negara maju yang mengendalikan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), yang mewujud dalam Konferensi Asian Afrika di Bandung tahun 1955. Dalam berbagai kesempatan, Bung Karno terus menggelorakan kepada dunia tentang nilai-nilai kemanusian, kesederajatan, keberadaban dan kemerdekaan---seperti pidatonya yang terkenal di depan Majelis PBB yang berjudul To Build The World a New. Ia tak segan melontarkan kritik-kritik tajam terhadap negara maju yang menjalankan imperialisme dan mendesak dunia untuk mengakhiri penjajahan di muka bumi.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
79
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PAHLAWAN NASIONAL
Supomo (RHS 1942) Pahlawan Nasional
Arsitek UUD 1945 Lahir di Sukoharjo Jawa Tengah pada tanggal 22 Januari 1903, Supomo dibesarkan dalam sebuah keluarga aristokrat Jawa. Hal itu terlihat dari posisi kakek Supomo dari pihak ayah yaitu Raden Tumenggung Reksowardono yang pada waktu pemerintahan Hindia Belanda menjabat sebagai Bupati Anom Sukoharjo sedangkan kakek dari pihak ibu yaitu Raden Tumenggung Wirjodiprojo yang saat itu menjadi Bupati Nayaka Sragen. Sebagai keluarga priyayi, tentunya pendidikan Supomo sangat terjamin. Berbeda dengan anak-anak pribumi pada umumnya, Supomo mendapat pendidikan yang tingkatannya hanya untuk orang-orang Eropa. Supomo pernah mengenyam pendidikan di ELS (Europeesche Lagere School) Boyolali pada tahun 1917, kemudian MULO (Meer Uitgebreid Lagere Onderwijs) di Solo pada tanu 1920, dan menyelesaikan pendidikan tingginya di Bataviasche Rechtshoogeschool Batavia pada tahun 1923. Kemudian menjadi pegawai negeri yang diperbantuan pada Ketua Pengadilan Negeri Sragen. Pada tahun 1924, Supomo melanjutkan pendidikan ke Rijskuniversiteit Leiden di Belanda. Pendidikan itu dilakukan dibawah bimbingan salah satu profesor hukum adat Indonesia dari Belanda yaitu Cornelis Van Vollenhoven. Kemudian pada tahun 1927 Supomo memperoleh gelar doktor dengan disertasi berjudul Reorganisatie van het Agrarisch Stelsel in het Gewest Soerakarta (Reorganisasi sistem agraria di wilayah Surakarta). Disertasi itu mengupas sistem agraria tradisional di Surakarta dan hukum-hukum kolonial yang berkaitan dengan pertanahan di wilayah Surakarta. Banyak ahli sejarah hukum menyebut disertasi Supomo tersebut tidak saja mengupas habis sistem agraria tradisonal di Surakarta, tetapi juga secara tajam menganalisis hukum-hukum kolonial yang berkaitan dengan pertanahan di wilayah Surakarta. Frans Magnis Suseno bahkan menyebut tulisan Supomo itu merupakan bentuk kritik pribadinya atas wacana kolonial terkait proses transisi agraria. Sikap kritis Supomo terhadap kekuasaan pemerintah Hindia Belanda menjadi modal utama dirinya aktif dalam organisasi pegerakan bangsa. Pada tahun 1928, atas kemauannya sendiri ia ikut terlibat daam Kongres Sumpah Pemuda yang kedua di Jakarta. Lewat kegiatan pergerakkan itu pula Supomo dapat berkenalan dengan tokoh-tokoh pergerakan lain seperti Soekarno, Hatta, Moh. Yamin, dan tokoh-tokoh muda lainnya.
hingga akhir kekuasaan Jepang di Indonesia. Saat itu, kabar Jepang akan memberikan kemerdekaan mulai merebak dan isu itu semakin kencang saat Jepang membentuk Poesat Tenaga Rakjat (kemudian berganti menjadi Djawa Hokokai). Lembaga itu didirikan untuk mempersiapkan Indonesia merdeka. Kemudian pada tanggal 1 Maret 1945, pemerintah militer Jepang mengganti Poetera dengan Badan Penyelidik Untuk Persiapan Kemerdekaan (BPUPKI). Tujuan pembentukan badan itu, menurut Jepang adalah untuk mempelajari hal penting mengenai tata pemerintahan Indonesia yang merdeka. Pemerintah militer Jepang lantas memasukkan nama Supomo sebagai salah satu anggotanya. Sidang pertama BPUPKI berlangsung pada 29 Mei hingga 1 Juni 1945. Saat sidang memasuki hari ketiga, Supomo memperkenalkan tiga teori tentang negara yang ia uraikan sebagai Teori Individualistik (Barat, yang diilhami para filosof Revolusi Prancis), Teori Golongan (Karl Marx dan Engels) dan Teori Integralistik (Spinoza, Hegel, dan Adam Muller). “Sekarang tuan-tuan akan membangun negara Indonesia atas aliran pikiran mana?” kata Supomo seperti yang ditulis dalam Risalah Sidang BPUPKI pada 28 Mei hingga 22 Agustus 1945. Secara pribadi, Supomo menyarankan Teori Integralistik sebagai yang paling cocok untuk Indonesia. “Negara Indonesia ialah suatu susunan masyarakat yang integral, segala golongan, segala bagian, segala anggotanya berhubungan erat satu sama lain dan merupakan persatuan masyarakat yang organis”. Ujar Supomo. Saran Supomo didukung oleh Sukarno, alasannya Sukarno menilai pada awalnya pembangunan sebuah negara diperlukan sebuah pemerintahan dengan pemimpin yang kuat. Pernyataan tersebut didebat oleh Hatta yang menginginkan hak-hak manusia dicantumkan dalam konstitusi. Debat antara para bapak bangsa itu berakhir dengan kompromi. Kendati pendapat Supomo sebagian besar diambil sebagai landasan pembuatan UUD, namun pendapat Hatta pun tetap diindahkan. Ini terbukti dengan diadakannya pasal 28 UUD 1945.. Berkat kompetensi dan integritasnya, Supomo diangkat sebagai Menteri Kehakiman pertama Republik Indonesia. Sayang, tokoh bangsa ini harus wafat di Jakarta pada usia relatif muda pada tahun 1958 karena serangan jantung dan dimakamkan di Solo. Tahun 1965, Pemerintah RI menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada Prof. Dr. Supomo atas jasa-jasanya bagi bangsa Indonesia.
Kerjasama erat antara Supomo dengan tokoh-tokoh pererakkan itu berlanjut
80
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
81
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PAHLAWAN NASIONAL
Sutomo (Stovia 1911)
Wahidin Sudirohusodo (Stovia)
Pahlawan Nasional
Pahlawan Nasional
Pelopor Kebangkitan Nasional Putra Indonesia kelahiran Nganjuk Jawa Timur, 30 Juli 1888, adalah tokoh dan pelopor kebangkitan nasional bangsa Indonesia, yang bersama kawan-kawannya mendirikan organisasi Budi Utomo. Gerakan tokoh yang lahir dengan nama Subroto inipun kemudian menjadi inspirasi pemuda-pemudi Indonesia untuk berjuang membebaskan bangsanya dari belenggu penjajahan. Perjuangannya dimulai ketika ia menempuh pendidikan di STOVIA. Pemuda Sutomo sering bertukar pikiran dengan pelajar lain tentang penderitaan rakyat akibat penjajahan Belanda. Kemudian atas saran dari dr. Wahidin Sudirohusodo, untuk memajukan pendidikan sebagai jalan membebaskan bangsa dari penjajahan, Sutomo bersama rekan-rekannya, antara lain Gunawan, Suraji, Suwardi Suryaningrat, Saleh, dan Gumbreg, mendirikan Budi Utomo (BU) pada 20 Mei 1908---yang kemudian diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional. Setelah lulus dari STOVIA tahun 1911, ia kemudian bertugas sebagai dokter di Semarang. Selanjutnya, dokter Sutomo berpindah-pindah tempat tugas yakni Tuban (Jawa Timur), Lubuk Pakam (Sumatera Timur), dan Malang (Jawa Timur). Di kota terakhir ini, tepatnya di daerah Magetan, ia harus menghadapi wabah pes yang melanda dan berhasil menanggulanginya. Banyak pengalaman yang ia peroleh dari seringnya berpindah-pindah tugas. Ia menjadi semakin mengetahui kesengsaraan rakyat, dan kemudian secara langsung membantunya. Dalam hal ini, sebagai dokter Sutomo tidak menetapkan tarif, bahkan adakalanya membebaskan pasien dari biaya. Pada 1919 ia memperoleh kesempatan memperdalam ilmunya di Belanda. Sekembalinya ke tanah air pada 1923, ia melihat kelemahan pada BU. Saat itu telah banyak partai politik berdiri. Maka, ia pun giat mengusahakan agar BU juga bergerak di ranah politik dan membuka keanggotaan untuk seluruh rakyat. Lalu pada 1924, ia mendirikan Indonesische Studie Club (ISC). Organisasi ini kemudian berhasil membuat sekolah tenun, bank kredit, koperasi, dan lain sebagainya. Dan pada 1931 ISC pun berubah nama menjadi Persatuan Bangsa Indonesia (PBI), yang mampu berkembang dengan pesat di bawah kepemimpinan Sutomo. Karena tekanan terhadap pergerakan nasional dari pemerintah kolonial Belanda semakin keras, maka dibentuklah Komisi BU-PBI pada Januari 1934. Hasilnya, pada pertengahan 1935, berdasarkan persetujuan dari pihak pengurus baik BU maupun PBI, kedua organisasi ini pun berfusi menjadi Partai Indonesia Raya (Parindra), yang berjuang untuk mencapai Indonesia merdeka. Dalam kongres fusi tersebut, terpilihlah Sutomo sebagai ketua. Pada tanggal 30 Mei 1938, Sutomo wafat di Surabaya dalam usia 49 tahun. Dan pada tahun 2008, melalui Keppres No. 41/TK/2008, Dr Sutomo dianugerahi sebagai Pahlawan Nasional.
82
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Tokoh Dibalik Kebangkitan Nasional Nama Wahidin Sudirohusodo selalu dikaitkan dengan organisani Budi Utomo karena meskipun bukan merupakan pendiri organisasi kebangkitan nasional itu, Wahidin menjadi salah satu penggagas berdirinya organisasi yang didirikan para pelajar School tot Opleiding van Inlandsche Artsen (STOVIA) Jakarta itu. Pria yang lahir di Mlati - Sleman Yogyakarta pada tanggal 7 Januari 1852 ini memutuskan untuk masuk di Sekolah Dokter Jawa atau yang juga dikenal dengan sebutan STOVIA di Jakarta. Selama hidupnya, Sudirohusodo dikenal sangat senang bergaul dengan rakyat biasa, sehingga tak heran bila dia disukai banyak orang. Dari pergaulannya inilah, Sudirohusodo akhirnya banyak mengerti penderitaan rakyat akibat penjajahan Belanda. Dokter yang tak pernah memungut bayaran dari pasiennya ini meyakini bahwa salah satu cara untuk membebaskan diri dari penjajahan, yaitu rakyat harus cerdas. Untuk itu, rakyat harus diberi kesempatan mengikuti pendidikan di sekolah-sekolah. Selain senang bergaul dengan rakyat, dokter yang terkenal pula pandai menabuh gamelan dan mencintai seni suara ini juga sering mengunjungi tokoh-tokoh masyarakat di beberapa kota di Jawa. Para tokoh itu kemudian diajaknya untuk menyisihkan sedikit uang mereka yang nantinya digunakan untuk menolong pemuda-pemuda yang cerdas, tetapi tidak mampu melanjutkan sekolahnya. Namun sayangnya, ajakan Sudirohusodo ini kurang mendapat sambutan. Perjuangan Sudirohusodo tidak sampai disitu saja. Di Jakarta, Sudirohusodo mencoba mengunjungi para pelajar STOVIA dan menjelaskan detail gagasannya. Saat itu, Sudirohusodo menganjurkan agar para pelajar itu mendirikan organisasi yang bertujuan memajukan pendidikan dan meninggikan martabat bangsa. Ternyata gagasan Sudirohusodo ini mendapat sambutan baik dari para pelajar STOVIA itu. Mereka juga sependapat dan menyadari bagaimana buruknya nasib rakyat Indonesia pada waktu itu. Pada tanggal 20 Mei 1908, Sutomo dan kawan-kawannya mendirikan sebuah organisasi yang diberi nama Budi Utomo. Inilah organisasi modern pertama yang lahir di Indonesia. Sembilan tahun setelah Budi Utomo berdiri, tepatnya tanggal 26 Mei 1917, Sudirohusodo wafat dan dimakamkan di desa Mlati, Sleman. Dan untuk menghormati jasa-jasanya, pada tanggal 6 November 1973 Pemerintah RI menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada dr. Wahidin Sudirohusodo.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
83
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Wilhelmus Zakaria Johannes (Stovia 1920)
Pahlawan Nasional
Ahli Rontgen Pertama dan Tokoh Pergerakan Wilhelmus Zakaria Johannes adalah tokoh kedokteran berjiwa nasionalis yang merupakan ahli rontgen pertama Indonesia, yang mau mengorbankan apapun untuk perjuangan bangsanya. Ia dapat hidup mewah dan jabatan terhormat sekiranya mau bekerjasama dengan penjajah, tetapi ia memilih berjuang bersama tokoh-tokoh pergerakan yang membuatnya hidup dalam zona bahaya. Putera Indonesia kelahiran Termanu, Pulau Rote, Nusa Tenggara Timur tahun 1895 ini adalah anak seorang guru bantu SD yang sekaligus merangkap menjadi pengurus gereja. Sebagai anak seorang guru bantu, Johannes tidak berhak menempuh pendidikan di perguruan tinggi. Tetapi kecerdasan otaknya telah menolongnya. Kepala SD di desa kelahirannya bersama dengan adik iparnya, C. Frans, menulis surat kepada Gubernur Jenderal Hindia Belanda memohon agar Johannes diizinkan memasuki Europese Lagere School (ELS). Permohonan itu dikabulkan.Yohannes menamatkan ELS di Kupang dalam waktu yang lebih singkat dari yang seharusnya. Sesudah itu ia berangkat ke Jakarta dan melanjutkan pendidikannya di STOVIA. Masa pendidikan yang seharusnya sembilan tahun dapat diselesaikannya dalam waktu delapan tahun. Lulus dokter dari STOVIA tahun 1920, Johannes sempat bekerja sebagai dosen di NIAS (Nederlandsch Indische Artsen School) Surabaya. Setahun kemudian ia ditugaskan sebagai dokter di rumah sakit Bengkulu, lalu berturut-turut dipindahtugaskan ke Muara Aman, Mana, Kayu Agung dan Palembang. Pada tahun 1930, ketika bertugas di Palembang, Johannes mengalami musibah, diserang penyakit lumpuh. Ia segera dibawa ke Jakarta dan diberikan perawatan khusus di CBZ (sekarang RSUP-CM). Satu tahun lamanya ia dirawat dan setelah sembuh, kaki kanannya pincang untuk selama-lamanya. Masa perawatan di CBZ tidak disia-siakannya. Semangat belajarnya tidak pernah padam. Sambil berbaring di tempat tidur, asyik membaca buku dan mendalami masalah rontgen (sinar tembus). Pada waktu itu pengobatan dengan rontgen belum maju seperti sekarang. Johannes yakin, bahwa penyakit lumpuh seperti yang dideritanya dapat disembuhkan dengan pengobatan rontgen (sinar tembus). Kerja kerasnya itulah yang kemudian menjadikannya sebagai ahli rongten pertama Indonesia, dimana pada tahun 1941 ia meraih gelar Doktor dengan desertasi berjudul “Rontegen diagnostiek der maliga langtumoren”. Setelah kesehatannya pulih, walaupun dengan kaki kanan tetap pincang, ia diangkat sebagai Asisten Ahli dalam bidang rontgen dan radiologi di CBZ Jakarta. Bulan Juni 1935 ia dipindahkan ke Rumah Sakit Umum Pusat di Semarang. Di tempat yang baru ini ia mengembangkan ilmu rontgen. Setahun kemudian ia kembali ke Jakarta dan diangkat sebagai Kepala Bagian Rontgen CBZ. Kegiatan Johannes tidak hanya terbatas pada bidang kedokteran. Ia juga mengikuti perkembangan yang terjadi di tanah airnya. Seperti kebanyakan
84
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PAHLAWAN NASIONAL
lulusan STOVIA, ia pun terjun dalam kegiatan pergerakan nasional dan bergabung dengan ”Perserikatan Kaum Kristen” (PKK). Walaupun organisasi ini mengutamakan dasar kekristenan, tetapi ia juga bekerjasama dengan organisasi-organisasi lain. Keanggotaan Johannes dalam PKK menyebabkan kegiatannya bertambah dan namanya semakin dikenal oleh masyarakat. Cacat tubuh tidak menjadi halangan baginya untuk mengabdi kepada kepentingan masyarakat dan kemanusiaan. Selanjutnya pada zaman pendudukan Jepang, bersama tokoh-tokoh lainnya, ia ikut mendirikan ”Badan Persiapan Persatuan Kristen” (BPPK) sebagai cikal-bakal berdirinya Partai Kristen Indonesia (Parkindo). Selain di Parkindo, Johannes juga menjadi motor organisasi perjuangan “Gerakan Rakyat Indonesia Sunda Kecil” (GRISK) yang bertujuan menggalang persatuan penduduk Sunda Kecil dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Rumah Johannes di Jalan Kramat Raya 51 Jakarta menjadi kantor pusat GRISK dan sekaligus menjadi markas persembunyian para pemuda pejuang daerah Kramat Pulo. Tindakan itu mengandung resiko, beberapa kali terpaksa berhadapan dengan serdadu Belanda dan Gurkha. Ketika itu seluruh daerah Kramat sudah dikuasai NICA, kecuali rumah Johannes yang tetap mengibarkan bendera Merah Putih. Suatu kali sepasukan KNIL datang dan seorang anggotanya langsung merobek bendera Merah Putih sehingga koyak dua dan dibuang. Sesudah pasukan itu pergi, Johannes berkata seorang diri, ”Karena bukan saya yang menurunkan, nanti saya naikkan kembali”. Beberapa saat kemudian bendera Merah Putih berkibar kembali di halaman rumahnya. Sebagai seorang republikan, ia tetap setia kepada perjuangan. Rumah Sakit CBZ dijadikan tempat penampungan orang-orang Republik ketika seluruh Jakarta sudah dikuasai Belanda. Usahanya itu berhasil sampai terjadinya Agresi Militer II Belanda 19 Desember 1948. Ketika CBZ diambil alih oleh Belanda dan diserahkan kepada pimpinan dr. J.E. Karamoy, kurang lebih 50 orang pegawai rumah sakit yang tetap setia kepada RI ditampung dirumah Yohannes. Dokter Karamoy adalah teman baik Yohannes. Ia tidak menyetujui tindakan Karamoy yang memihak Belanda. Kepada Karamoy dikatakannya, ”Kami sebagai dokter-dokter bangsa Indonesia menganggap hal ini sebagai tikaman dari belakang terhadap kawan-kawan sendiri. Kami tidak akan melupakannya”. Belanda cukup memahami kamampuan Yohannes sebagai dokter yang pengaruhnya amat besar terhadap karyawan-karyawan di CBZ. Karena itu Belanda berusaha menarik Yohannes ke pihak mereka. Untuk itu Belanda mendatangkan Prof, van der Plaats, bekas guru besar Yohannes. Ia mengatakan, bahwa Pemerintah Belanda akan memberi pangkat yang tinggi dan gaji yang besar jika Yohannes bersedia bekerjasama dengan Belanda. Yohannes menolak, malahan secara terang-terangan mengajak rekan-rekannya agar mereka berjuang untuk kepentingan RI. Pada tahun 1946 ia diangkat menjadi Guru Besar pada Fakultas Kedokteran UI. Ketika Jakarta sudah sepenuhnya dikuasai oleh Belanda, Balai Perguruan Tinggi diungsikan ke Yogyakarta dan Solo. Tetapi beberapa orang Guru Besar tetap bertahan dan tetap memberikan kuliah di Jakarta. Salah seorang diantaranya ialah Prof. Dr. W.Z. Johannes. Kuliah tidak dapat diberikan diruangan kuliah, tetapi di rumah dosen. Mahasiswanya juga tidak banyak, sebab sebagian ikut mengungsi dan sebagian lagi berjuang mempertahankan Kemerdekaan Indonesia. Sesudah pengakuan kedaulatan, Universitas Indonesia diaktifkan kembali. Pada tahun 1952, Johannes mendapat tugas selama lima bulan untuk mempelajari perkembangan rontgen dan organisasi Rumah Sakit di Negeri Belanda, Swiss, Perancis, Jerman Barat, Inggris dan negara-negara Skandinavia serta Timur Tengah dan Asia Tenggara. Tetapi ketika di Belanda, Johannes mendapat serangan jantung dan wafat. Untuk mengenang jasa-jasanya, tahun 1968 Pemerintah RI memberinya gelar Pahlawan Nasional.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
85
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Abdul Halim (GHS 1940) Perdana Menteri RIS ke-4
TOKOH BANGSA (Alumni RS/RHS-STOVIA/GHS-THS)
Abdul Azis Saleh (GHS 1942) Menteri Kesehatan, Menteri Pertanian, Menteri Perindustrian (1957 – 1966)
Untuk Apa Kita Mencapai Kemerdekaan ? Abdul Halim, yang dikenal sebagai Perdana Menteri ke-4 RI pada masa setelah RIS (Republik Indonesia Serikat), adalah putra dari Achmad St. Mangkoeto dan H. Darama. Setelah menyelesaikan pendidikan tinggi di GHS (Geneeskundige Hooge School) Jakarta, ia tidak langsung menekuni dunia kedokteran, dan malah terjun ke dunia politik dan olahraga. Pada tahun 1927, ia turut aktif bermain dan membangun klub sepakbola yang saat ini kita kenal sebagai Persija Jakarta. Peran besarnya diantaranya ketika ia membina Komite Olimpiade Indonesia (KOI) yang kemudian berhasil mengirim kontingen Indonesia pertama untuk berlaga di ajang Olimpiade. Tetapi, yang membesarkan nama seorang Abdul Halim adalah keaktifannya di ranah politik Indonesia pada masa perjuangan kemerdekaan. Berbagai posisi penting pernah dijabatnya, seperti menjadi Wakil Ketua BP-KNIP mendampingi Mr. Assaat. Setelah RIS dibubarkan dan kembali menjadi RI, ia kembali didapuk menjadi Perdana Menteri, dengan Mr. Assaat sebagai Acting Presiden. Salah satu hal yang membuat Abdul Halim terpilih adalah karena ia merupakan seorang non-partisan, sehingga menghindarkan RI muda yang kala itu tengah mengalami perselisihan antar partai. Tokoh-tokoh ternama yang turut merekomendasikannya antara lain adalah Sutan Sjahrir, Djohan Sjahroezah, dan Prawoto. Awalnya ia sempat menolak, tetapi atas desakan banyak tokoh bangsa, akhirnya ia menerima amanat tersebut. Abdul Halim pernah berkata, ”Yang terpenting adalah, untuk apa kita mencapai kemerdekaan, buat apa membentuk negara, jika tidak menaikkan kehidupan rakyat. That is the most important thing. Kalau itu disebut federasi OK, disebut persatuan OK.” Oleh karena itu, Kabinet Halim menjadikan pembentukan negara kesatuan sebagai program pertama. Kesuksesannya tak hanya sampai di situ, buktinya ia kembali ditunjuk menjadi Menteri Pertahanan (ad interim) pertama RI di Kabinet Natsir, meskipun kemudian mengundurkan diri di tengah periode.
Idealisme Tokoh Gerakan Pramuka Lulusan Geneeskunde Hogeschool (GHS) tahun 1942 ini dikenal sebagai tokoh yang idealis dan teguh dalam pendirian. Ia sempat aktif berkarir di militer dengan jabatan terakhir sebagai Deputi KSAD. Pada tahun 1957 ia ditarik ke pemerintahan dan dipercaya sebagai Menteri Kesehatan hingga tahun 1959, lalu sebagai Menteri Pertanian hingga tahun 1962 dan terakhir sebagai Menteri Perindustrian sampai dengan tahun 1966. Di luar pemerintahan, Abdul Azis Saleh merupakan tokoh kepanduan Indonesia, pernah menjadi Wakil Ketua Kwartir Nasional sekaligus Ketua Harian pertama. Ia menjadi salah satu kunci dari Panitia Lima yang pernah ditugaskan oleh Presiden Soekarno untuk membentuk Gerakan Pramuka pada tahun 1961. Tahun 1970 ia menjadi Sekretaris Jendral Gerakan Pramuka. Dan tahun 1974 ia menjabat Sekretaris Majelis Pembimbing Nasional Gerakan Pramuka (Mabinas). Keaktifannya di tingkat nasional meredup setelah Abdul Azis Saleh bersama tokohtokoh nasional lainnya menandatangi Petisi 50 sebagai respon atas langkah politik Soeharto yang dinilai mulai menyimpang. Akibatnya, sejak 1980, media massa dilarang memuat atau memberitakan Petisi 50. Bahkan menurut berita Reuters, Kedutaan Asing juga diimbau untuk mencoret nama-nama anggota Petisi 50 yang biasanya diundang. Sekuriti Istana juga diperintahkan untuk meneliti apakah dalam acara-acara yang akan dihadiri Presiden Soeharto juga diundang nama-nama anggota Petisi 50. Barulah setelah reformasi bergulir, Abdul Azis Saleh mendapat penghargaan Tunas Kencana yang merupakan penghargaan tertinggi Gerakan Pramuka, setelah tertunda belasan tahun. Dan pada tanggal 3 April 2001, tokoh gerakan Pramuka ini meninggal dunia di Jakarta.
Selepas dari tugasnya sebagai menteri, ia kembali ke bidang asalnya yaitu sebagai dokter ahli THT dan berpraktik di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta. Selain itu, ia juga menenggelamkan diri pada hobinya mengoleksi mobil, bahkan banyak orang menyebutnya ”dokter mobil”. 10 tahun lamanya Abdul Halim juga menduduki jabatan sebagai direktur RSCM, sejak tahun 1951 sampai 1961. Selepas itu, ia menjadi Inspektur Jenderal RSCM hingga akhir hayatnya. Abdul Halim tutup usia pada tahun 1987 karena sakit.
86
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
87
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
TOKOH BANGSA (Alumni RS/RHS-STOVIA/GHS-THS)
Bahder Djohan (STOVIA 1927)
Besar Martokoesoemo (RHS 1915) Pendiri Kantor Pengacara Pertama Pribumi Indonesia
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan 1950-1953
Penggagas Berdirinya Palang Merah Nasional Prof. Bahder Djohan merupakan salah satu tokoh pergerakan kemerdekaan Indonesia, salah satu pimpinan Jong Sumatranen Bond yang aktif terlibat dalam kepanitiaan Kongres Pemuda. Dalam Kongres Pemuda I, Djohan menyampaikan pidato tentang kedudukan wanita. Pidatonya yang berjudul “Di Tangan Wanita,” dilarang beredar oleh pemerintah Hindia-Belanda. Putra bangsa kelahiran Lubuk Begalung Padang, 30 JUli 1902, mulai berkenalan dengan Mohammad Hatta ketika ia sekolah di 1e Klasse Inlandsche School di Bukittinggi. Ia kemudian pindah ke Padang untuk sekolah di HIS dan kemudian melanjutkan ke MULO di kota yang sama. Tahun 1919, Bahder diterima di STOVIA dan lulus sebagai dokter tahun 1927. Bahder Djohan kemudian bergabung dengan Vereniging van lndonesische Geneeskundige (VIG) yang menjadi cikal bakal Ikatan Dokter Indonesia dan dipercaya sebagai Sekretaris VIG. Salah satu hal yang diperjuangkannya adalah mengupayakan peningkatan gaji (upah) dokter-dokter pribumi agar mempunyai derajat yang sama dengan dokter Belanda, yang berhasil mencapai 70% dari jumlah semula (50%). Pada tahun 1932, bersama Dr. RCL Senduk, Bahder Djohan merancang berdirinya Palang Merah Indonesia dan mendapat dukungan luas terutama kalangan terpelajar Indonesia. Tetapi rancangan pendirian PMI tersebut ditolak mentah-mentah oleh Konfederasi Nerkai (palang merah bentukan Belanda). Bahder Djohan dan kawankawan terpaksa menyimpan rancangan tersebut dan menunggu saat yang tepat. Dan ketika Jepang masuk, Bahder dan kawan-kawannya mencoba untuk membentuk Badan Palang Merah Nasional, tetapi kembali gagal karena mendapat hambatan dari Pemerintah Tentara Jepang. Akhirnya, tujuh belas hari setelah proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945, yaitu pada tanggal 3 September 1945, Presiden Soekarno mengeluarkan perintah untuk membentuk suatu badan Palang Merah Nasional. Dan selanjutnya Menteri Kesehatan Dr. Buntaran membentuk Panitia 5 yang terdiri dari: dr R. Mochtar (Ketua), dr. Bahder Djohan (Penulis), dan dr Djuhana; dr Marzuki; dr. Sitanala (anggota), untuk membentuk Palang Merah Nasional. Bahder Djohan kemudian diangkat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia pada Kabinet Natsir (1950-1951) dan Kabinet Wilopo (1952-1953). Pada tahun 1953 dia duduk sebagai direktur RSUP Jakarta (sekarang RSCM). Kemudian Djohan dipilih untuk menjabat Rektor Universitas Indonesia. Namun pada tahun 1958 sebelum masa jabatannya habis, Djohan mengundurkan diri. Dia tak setuju dengan pemerintah, yang menyelesaikan peristiwa PRRI dengan cara peperangan.
88
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Pengacara Bung Karno Dkk Setelah menyelesaikan pendidikan hukum di Leiden tahun 1923, Mr. Besar Martokoesoemo membuka kantor pengacara pertama di Indonesia yang didirikan oleh orang Indonesia asli di Tegal, Jawa Tengah, pada tahun 1924. Saat itu memang sudah ada beberapa yang berpraktek sebagai pengacara, namun semuanya adalah orang Belanda. Sebagai seorang lawyer, Mr. Besar banyak terlibat sebagai pembela hukum dalam berbagai kasus-kasus penting, termasuk membela Bung Karno bersama-sama dengan sejumlah koleganya pada saat Bung Karno ditahan berdasarkan Exorbitante Rechten pada tahun 1933. Selain menjadi lawyer pertama di Indonesia, Mr. Besar juga pernah menjadi hakim anggota di Landraad Semarang, Residen Pekalongan, Regentschap Raad Tegal, dan juga pernah menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Kementerian Kehakiman serta Walikota pertama di kota Tegal. Mr. Besar dilahirkan di Brebes pada tanggal 8 Juli 1894 dan merupakan anak seorang jaksa yang bertugas di Tegal. Ia memperoleh pendidikan di HBS Rechtschool angkatan pertama di Jakarta pada tahun 1909, sebelum melanjutkan studinya ke Universitas Leiden di Belanda. Tidak banyak yang mengetahui bahwa penerus (cucu) yang meneruskan jejak Mr. Besar sebagai pengacara adalah seorang alumnus Fakultas Hukum Universitas Indonesia yang lulus pada tahun 1984, yaitu Yozua Makes, pendiri kantor konsultan hukum Makes & Partners. Mr. Besar banyak menjadi panutan tokoh-tokoh hukum Indonesia, termasuk para alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia seperti Dr. Adnan Buyung Nasution SH. Berikut adalah kutipan dari obituari Mr. Besar Martokoesoemo yang ditulis oleh pemerhati hukum Indonesia yang ternama, (Alm.) Prof. Daniel S Lev: “..Korupsi menurutnya [Mr. Besar] adalah pelanggaran nilai-nilai sekaligus pelanggaran hukum. Ia prihatin dengan merosotnya moral para ahli hukum mulai saat ia menjalani masa pensiun, tidak hanya dikarenakan hukum sebagai profesinya, tapi dikarenakan semakin sedikitnya perlindungan buat orang-orang yang tidak memiliki pengaruh. Sekali lagi bukan semata-mata dari kacamata hukum belaka, tapi lebih kepada keadilan bagi setiap orang untuk diperlakukan di muka hukum”. Mr. Besar telah wafat sejak 22 Februari 1980 pada usia 85 tahun, tetapi semangat, idealisme dan disiplinnya diharapkan tetap menjiwai sarjana-sarjana hukum Indonesia.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
89
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
TOKOH BANGSA (Alumni RS/RHS-STOVIA/GHS-THS)
Djamaludin Adinegoro (STOVIA 1925)
Djokosoetono (RHS 1938)
Tokoh Pers
Dekan FHUI Pertama
Perintis Pers Indonesia
Bapak Pendidikan Hukum Indonesia
Dialah yang menerbitkan ‘Ensiklopedi Umum Dalam Bahasa Indonesia’ pada tahun 1954, yang merupakan ensiklopedia berbahasa Indonesia pertama. Bersama dua temannya, ia membuat atlas berbahasa Indonesia pertama yaitu ‘Atlas Semesta Dunia’ yang terbit tahun 1952.
Lahir di Surakarta, 5 Desember 1908 (pihak keluarga menyatakan Djokosoetono lahir pada tahun 1904), Djokosoetono meraih gelar Meester in de rechten (Mr) pada usia 30 tahun. Dia memang bukan seorang aktivis, sehingga meskipun memiliki kompetensi mumpuni dibidang hukum tata negara, namanya seolah tenggelam diantara dua koleganya, Soepomo dan M Yamin, yang saling berdebat untuk menentukan pokokpokok pendirian negara dan konstitusi bangsa ini.
Saat menempuh pendidikan di STOVIA (1918-1925) Djamal tidak diperbolehkan menulis, padahal keinginannya untuk menulis sangatlah tinggi. Maka ketika mempublikasikan tulisannya, dengan terpaksa ia menggunakan nama Adinegoro sebagai samaran. Tulisan pertamanya yang berhasil dimuat oleh majalah Tjahaja Hindia, memotivasinya untuk giat menulis. Dari sini buah karyanya sering dimuat media massa, sehingga Adinegoro pun terkenal melebihi nama Djamaluddin. Ketika ia pergi belajar ke luar negeri, dirinya masih tetap pada pekerjaan jurnalisnya dengan menyambi sebagai wartawan bebas pada surat kabar Pewarta Deli, Bintang Timur, dan Panji Pustaka. Pendidikan jurnalistik selama empat tahun di Berlin, Jerman, menjadikan Adinegoro sebagai satu dari tiga wartawan profesional yang dimiliki Indonesia pada masa itu. Sekembalinya ke tanah air, ditambah dengan bakatnya yang memang cemerlang, membuatnya dipercaya memimpin beberapa media, di antaranya majalah Panji Pustaka (1931), surat kabar Pewarta Deli (1932-1942), majalah Mimbar Indonesia (1948-1950). Lalu ia juga memimpin Yayasan Pers Biro Indonesia (1951) dan selanjutnya pindah bekerja ke Kantor Berita Nasional (kini LKBN Antara) sampai akhir hayatnya. Selain bidang jurnalistik, ia juga pernah menjadi Sekretaris Tjuo Sangi In (Dewan Rakyat bentukan Jepang), anggota Dewan Perancang Nasional, anggota MPRS, Ketua Dewan Komisaris Penerbit Gunung Agung, dan Presiden Komisaris LKBN Antara.Selain itu, Adinegoro juga dikenal sebagai sastrawan dengan karyanya antara lain novel Darah Muda, Asmara Jaya, dan Melawat ke Barat. Selain itu, ia juga menulis Esai seperti ‘Kritik Atas Kritik’ yang merupakan tanggapan dari polemik kebudayaan yang terjadi pada 1935. Adinegoro berpendapat bahwa suatu kultur tidak dapat dipindah-pindahkan, karena pada tiap bangsa telah melekat tabiat dan pembawaan khas, yang tak dapat ditiru oleh orang lain. Sumbangan lain Adinegoro pada bangsa ini adalah buku-buku yang pernah ditulisnya seperti Revolusi Kebudayaan, Ilmu Karang Mengarang, dan Falsafah Ratu Dunia. Atas segala kontribusinya pada dunia jurnalistik negeri ini, pemerintah menetapkan dirinya sebagai Perintis Pers Indonesia. Dan sebagai bentuk pengormatan lainnya, setiap tahun PWI menganugerahi Hadiah Adinegoro kepada insan pers yang berprestasi atas karya jurnalistiknya.
90
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Dia adalah seorang akademisi, yang mengabdikan segenap hidupnya untuk kemajuan pendidikan hukum di Indonesia. Sikapnya tegas dan membumi. Sebagai contoh, setelah kemerdekaan dia langsung mengganti gelar “Mr” yang disandangnya dengan gelar “SH” ketika para koleganya enggan menerimanya dengan alasan gelar “Mr” dianggap lebih prestisius dan lebih ‘hebat’. Menurutnya, tidaklah pantas membandingkan pendidikan hukum sebelum dan sesudah kemerdekaan, karena pendidikan hukum masa kemerdekaan diarahkan untuk pembangunan hukum setelah Indonesia merdeka dan berdaulat. Kiprah Djokosoetono di dunia pendidikan hukum Indonesia tidak perlu diragukan. Dia termasuk salah satu pendiri Universitas Gadjah Mada dan langsung dipercaya sebagai Dekan FH UGM. Dan di Jakarta, dia menjadi Dekan Fakultas Hukum UI yang pertama. Dari sekian banyak kiprahnya, salah satu sumbangsih terbaiknya adalah ketika dia mempelopori pendirian Akademi Polisi pada tahun 1946, yang kemudian ditingkatkan statusnya menjadi Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK). Djoko memimpikan PTIK mampu menyiapkan kebutuhan pengetahuan yang luas di bidang hukum dan bidang kemasyarakatan yang lain bagi para perwira polisi. Hal itu penting karena Djoko tak ingin paradigma polisi berkutat sebagai ‘alat penggebuk’ yang dimiliki pemerintah dan ‘tukang penyelidik’ dalam menjalankan tugas yustisialnya. Dan karena itu, Djoko dianggap sebagai peletak dasar intelektualitas kepolisian. Menurutnya, ada tiga tugas pokok polisi di jaman moderen---tugas yuridis sebagai penegak hukum, tugas besturrlijk dalam pelaksanaan Undang-Undang, dan tugas sosial dalam rangka usaha preventif terjadinya tindak pelanggaran hukum. Djoko pun disebut-sebut sebagai pencetus Tribrata Polri. Demikianlah Djokosoetono, tokoh hukum yang lebih dikenal sebagai akademisi pendiri dan ‘penjaga’ kampus. Salah satu ‘karir’ Djoko di luar kampus yang berhasil terekam adalah saat memimpin Lembaga Pembinaan Hukum Nasional (kini menjadi BPHN) pada tahun 1958. Aku tak dapat meninggalkan apa-apa kepada anak-anakku. Aku hanya meninggalkan nilai-nilai yang idiil, demikian pesan terakhir Djoko kepada istrinya sebelum meninggal dunia pada 6 September 1965.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
91
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Kasman Singodimedjo (RHS 1939) Jaksa Agung RI Pertama
Putra bangsa kelahiran Purworejo, Kasman Singodimedjo merupakan tokoh pergerakan kemerdekaan Indonesia. Perjuangan politiknya dimulai ketika ia aktif di Jong Islamieten Bond. Lulusan Rechts Hoge School tahun 1939 ini kemudian menjadi guru dan pengurus Muhammadiyah. Pada masa pendudukan Jepang, ia diangkat menjadi Komandan Batalyon (Daidancho) Pembela Tanah Air (PETA) Jakarta. Sebagai Daidancho paling senior, pada 16 Agustus 1945, dalam pertemuan dengan para Daidancho se-Jawa dan Madura Kasman memberi arahan kepada para Daidancho agar semua persenjataan yang telah berada di tangan PETA tidak diserahkan kepada tentara Jepang. Pada tanggal 20 Agustus 1945, sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) memutuskan membentuk Badan Keamanan Rakyat (BKR) dengan tugas dan kewajiban “harus memelihara keamanan bersama-sama rakyat dengan jawatanjawatan negeri yang bersangkutan.” Otto Iskandar Dinata ditunjuk menjadi Kepala BKR dengan Kasman Singodimedjo sebagai Wakil. Tetapi karena Otto tidak pernah muncul (diduga gugur di daerah Tangerang), praktis Kasman-lah yang memimpin BKR. Tanggal 29 Agustus 1945, Kasman terpilih sebagai Ketua Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang merupakan parlemen pertama di era kemerdekaan. Selaku Ketua KNIP, ia mengumumkan bahwa untuk menjaga keamanan rakyat pada dewasa ini, oleh Presiden RI telah diperintahkan pembentukan Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Kasman menyerukan agar seluruh pemuda, bekas prajurit PETA, bekas prajurit HindiaBelanda, Pelopor, dan lain-lain agar segera mendaftarkan diri di kantor BKR yang ditunjuk oleh Residen atau wakilnya.
TOKOH BANGSA (Alumni RS/RHS-STOVIA/GHS-THS)
Mohammad Kosasih Purwanegara (RHS 1938)
Menteri Sosial
Mohammad Kosasih Purwanegara (lahir di Tasikmalaya, Jawa Barat, 13 Maret 1913) adalah Menteri Sosial pada Kabinet RIS. Selain sebagai Menteri Sosial, ia juga aktif dalam berbagai organisasi sosial, perdagangan, dan keolahragaan salah satunya adalah Ketua Umum PSSI 1967-1975. Ia meraih gelar sarjana hukum dari Rechtshoogeschool te Batavia, sekarang FHUI) pada tahun 1938. Bidang organisasi juga telah digelutinya sejak masih menjadi pelajar dan mahasiswa antara lain pernah menjadi ketua organisasi mahasiswa Unitas Studiosorum Indonesiensis (USI) di Jakarta. Di bidang pemerintahan, Kosasih pernah menjabat Residen Jakarta pada tahun-tahun pertama kemerdekaan, disusul sebagai anggota Konstituante, dan menteri sosial (1949-1950). Setelah tidak lagi menjabat ia aktif dalam bisnis usaha diantaranya sebagai Direktur Utama PT Esta Mulia yang bergerak di bidang real estate dan konsultan dan menjabat sebagai direktur pada PT Ferry Sonneville & Co. Selain itu ia pernah menjabat sebagai Ketua KADIN periode 1956.
Pada 6 Nopember 1945, Kasman diangkat menjadi Jaksa Agung. Ia kemudian mengeluarkan Maklumat Jaksa Agung No. 3 tanggal 15 Januari 1946. Maklumat tersebut ditujukan kepada para Gubernur, Jaksa, dan Kepala Polisi tentang ajakan untuk membuktikan bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara hukum, yaitu negara yang selalu menyelenggarakan pengadilan yang cepat dan tepat. Setelah berhenti dari jabatan Jaksa Agung, Kasman ditunjuk menjadi Kepala Urusan Kehakiman dan Mahkamah Tinggi pada Kementerian Pertahanan RI dengan pangkat Jenderal Mayor. Setelah itu, Kasman diangkat menjadi Kepala Kehakiman dan Pengadilan Militer pada Kementerian Pertahanan. Jabatan terakhir Kasman di pemerintahan adalah sebagai Menteri Muda Kehakiman dalam Kabinet Amir Sjarifuddin II. Beberapa tahun kemudian, Kasman terpilih menjadi anggota Majelis Konstituante dan diberi amanah menjadi Ketua Fraksi Islam. Dikenal teguh dalam pendirian, Kasman tidak ragu-ragu menlancarkan kritik, termasuk kepada Sukarno dan juga Suharto. Tahun 1980, bersama tokoh-tokoh nasional lainnya, ia turut menandatangi Petisi 50---sikap politik yang membuatnya “dikucilkan” hingga meninggal dunia tanggal 25 Oktober 1982 pada usia 78 tahun.
92
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
93
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
TOKOH BANGSA (Alumni RS/RHS-STOVIA/GHS-THS)
Mohammad Roem
R. Soebekti (RHS 1938) Ketua Mahkamah Agung (1968-1974)
(RHS 1939) Menteri Dalam Negeri (1952 - 1953)
”Zeg, Inlander!”
Penegak Hukum & Pendidik
Putra pasangan Djulkarnaen Jayasasmita – Siti Tarbiyah yang lahir di Temanggung Jawa Tengah, Mohamad Roem lebih dikenal sebagai tokoh diplomasi dalam Perundingan Renville yang melahirkan Perjanjian Roem-Roijen dan menjadi pintu pembuka terjadinya perjanjian Meja Bundar di Den Haag, yang akhirnya memaksa Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia.
Lahir di Solo pada tanggal 14 Mei 1914, Prof. R. Soebekti, S.H. menyelesaikan pendidikan hukum pada Rechtshogeschool (RHS) tahun 1938. Ia pun kemudian bekerja dalam bidang peradilan sampai jaman kemerdekaan.
Semangat kebangsaannya terlecut ketika seorang gurunya berkebangsaan Belanda di HIS Temanggung menghardiknya, “Zeg, Inlander!” Dasar pribumi, kira-kira begitu artinya. Roem muda sangat tersinggung dan merasa dilecehkan. Tidak hanya sampai di situ, ketika sedang istirahat, seorang murid Belanda mendorong-dorong tubuh Roem hingga terjerembab jatuh seraya mengolok-olok, “Inlander! Inlander!” Roem bangkit, mengejar si anak Belanda dan meninju perut si bule hingga muntah-muntah. Dan sejak saat itu, hanya ada satu kata dalam pikrannya: memperjuangkan martabat bangsanya. Usai menamatkan HIS, Roem berangkat ke Batavia. Gagal masuk STOVIA, dia melanjutkan pendidikannya di AMS. Lulus AMS, Roem diterima di RHS. Sambil kuliah, ia aktif di Jong Islamiten Bond (JIB) dan Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII). Dia menyakini bahwa dengan gerakan politik, impiannya untuk Indonesia yang merdeka dan bermartabat akan dapat segera diraih. Berhasil meraih gelar “Mr.” Dari RHS tahun 1939, Roem membuka praktek pengacara di Jakarta. Dengan profesinya itu, selain bisa “mengamankan” aktivitas politiknya, dia juga aktif membela para koleganya yang tersangkut masalah hukum. Pada masa pendudukan Jepang (1942-1945), Roem dipercaya sebagai Ketua Muda “Barisan Hizbullah” di Jakarta, organisasi semi-militer di bawah naungan Masyumi. Dan masa awal kemerdekaan menjadi masa paling krusial dalam perjuangannya. Roem memilih jalur diplomasi. Dipercaya sebagai Menteri Dalam Negeri pada Kabinet Sjahrir III, Roem kemudian ditunjuk sebagai pemimpin delegasi Indonesia dalam perundingan Roem-Roijen tahun 1949. Berkat keberhasilan dalam misi diplomasi, dia diangkat menjadi Menteri Luar Negeri pada Kabinet Natsir. Kembali menjadi Menteri Dalam Negeri pada Kabinet Wilopo, dan terakhir sebagai Wakil Perdana Menteri I pada Kabinet Ali Sastroamidjojo II.
Berturut-turut pernah memegang jabatan sebagai Pegawai diperbantukan pada Presiden Raad van Yustitie (1939), Hakim Pengadilan Negeri Semarang (1942), Ketua Pengadilan Negeri Purworejo (1944), Panitera Mahkamah Agung R.I. (1946), Hakim Anggota pada Pengadilan Tinggi Makasar (1952), Ketua Pengadilan Tinggi Jakarta (1955) dan sebagai Hakim Agung pada Mahkamah Agung R.I. (1958). Pada tahun 1962, Soebekti menjabat sebagai Wakil Ketua Mahkamah Agung. Dan dari tahun 1968 hingga 1974, ia dipercaya sebagai Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia. Disamping jabatan dalam bidang peradilan, Soebekti juga aktif dalam bidang pendidikan khususnya dalam dunia perguruan tinggi, Sejak tahun 1957 diangkat sebagai Guru Besar dalam bidang hukum perdata pada Fakultas Hukum UI dan pada tahun 1964 pernah dipercaya untuk menjabat sebagai Dekan Fakultas Hukum UI. Selain itu, ia juga pernah menjabat sebagai Rektor Universitas Krisnadwipayana, Jakarta (1958). Semenjak memasuki masa pensiun, Soebekti menjabat Dekan Fakultas Hukum Universitas Parahyangan di Bandung dari tahun 1975 hingga 1988. Pada tahun 1977 ditunjuk sebagai Ketua Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI). Selain itu, ia juga pernah menjabat sebagai Staf Ahli Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Departemen Kehakiman.
”Bulan madu” Roem dengan Soekarno harus berakhir karena perbedaan pandangan politik. Dia dijebloskan ke penjara di Madiun tanpa proses pengadilan, bersama Natsir dan lain-lain, dan dibebaskan tahun 1965 ketika rezim Soekarno runtuh. Akhirnya, bersama Natsir, Roem mengabdikan sisa hidupnya dibidang dakwah.
94
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
95
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
TOKOH BANGSA (Alumni RS/RHS-STOVIA/GHS-THS)
R Soeprapto (RS 1917) Jaksa Agung RI (1951 - 1959)
Bapak Kejaksaan Republik Indonesia Sosok penegak hukum yang berintegritas tinggi, cerdas dan berani. Dia berjasa besar dalam membangun kejaksaan Republik Indonesia, tidak hanya dalam mengorganisir institusi mulai dari tata kerja hingga penempatan jaksa-jaksa ke luar jawa, tetapi juga mampu menjadi contoh nyata bagi para jaksa bagaimana berpikir, bersikap dan bertindak dalam menegakkan hukum. Dan berkat dedikasi dan integritasnya yang tinggi, dia dinobatkan sebagai Bapak Kejaksaan Republik Indonesia. Lahir di Trenggalek – Jawa Timur, 27 Maret 1897, usai menamatkan ELS (Europesche Lagere School), Suprapto melanjutkan ke Rechtsschool dan lulus tahun 1917. Dia merintis karir sebagai hakim Landraad (Pengadilan untuk kaum Bumi Putera) Tulungagung dan Trenggalek. Dan sejak itu, dia bertugas sebagai hakim di berbagai kota---seperti Surabaya, Semarang, Demak, Purworejo, Bandung, Banyuwangi, Singaraja, Denpasar hingga Mataram. Pada kurun waktu 1937-1941, Suprapto menjabat Kepala Landraad Cirebon-Kuningan, lalu Salatiga-Boyolali, dan ke Banyuwangi sebagai Pengawas Hukum di Karesidenan Besuki. Ketika Jepang datang Maret 1942, dia menjabat Kepala Pengadilan Karesidenan Pekalongan. Pada masa clash Belanda Pertama (1947), Soeprapto mengambil sikap noncooperation, tidak bekerjasama dengan Belanda. Dari Pekalongan, dia mengungsi masuk hutan dan mendaki gunung untuk bergabung dengan Pemerintah RI di Yogyakarta. Dan setelah menjadi anggota Pengadilan Tinggi merangkap Ketua Pengganti Mahkamah Tentara di Yogyakarta, tahun 1950 Soeprapto diangkat sebagai Jaksa Agung. Tegas, jujur dan tanpa rasa takut. Selama bertugas sebagai hakim sejak 1917, Soeprapto mengalami 15 kali mutasi dan 4 kali menjatuhkan hukuman mati. Ketegasan, kejujuran dan keberanian itu pula yang membuat Soeprapto tidak hanya dikagumi dan disegani, tetapi juga dimusuhi. Soeprapto hanya tunduk pada hukum, bukan pada kekuasaan. Dia adalah satusatunya Jaksa Agung yang berani menyeret para menteri hingga perwira TNI ke pangedilan. Tidak tanggung-tanggung, Roeslan Abdul Gani yang tengah menjabat Menteri Luar Negeri ditangkap dan dituntut ke pengadilan karena kasus korupsi pada tahun 1957. Dia tidak menghiraukan dan menolak permintaan Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo untuk melepaskan Cak Roeslan. Meski mendapat tekanan dari Soekarno, Soeprapto jalan terus hingga Cak Roeslan dijatuhi hukuman denda. Sebelumnya, tahun 1955, Soeprapto memerintahkan penahanan terhadap Menteri Kehakiman Djodi Gondokusumo, yang notabene
96
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
atasannya, juga karena kasus korupsi. Soeprapto juga pernah memeriksa Jenderal Nasution dan anak buahnya---seperti Kemal Idris dan beberapa perwira lainnya. Nasution dan Kemal Idris dikenakan tahanan rumah dan kota, dan Nasution kemudian dicopot dari jabatan Kepala Staf Angkatan Darat---meski kemudian diangkat kembali sebagai KASAD tiga tahun kemudian (1955). Bertugas pada saat kondisi sosial politik tidak menentu, terjadi pemberontakan dimana-mana, korupsi pejabat negara dan konflik kekuasaaan partai politik, Soeprapto berdiri tegak sebagai pelayan hukum. Banyak petinggi partai besar diperiksa atas dugaan korupsi. Meskipun banyak intervensi, dia tetap melaksanakan tugas penegakan hukum tanpa pandang bulu untuk memperlihatkan supremasi hukum. Bila tidak, maka dipastikan keadaan akan menjadi semakin kacau. Langkah Soeprapto menegakkan hukum hingga ke pusat kekuasaan ternyata tidak berjalan mulus. Pada 1 April 1959, dia diberhentikan sepihak sebagai Jaksa Agung terkait kasus pembebasan Schmidt---orang Belanda bekas kapten KNIL yang menjadi pemberontak. Sebelum Schmidt sudah dijatuhi hukuman seumur hidup. Tetapi pada tingkat banding, Pengadilan Tinggi Jakarta memutuskan penjara 5 tahun potong masa tahanan atas dasar rasa kemanusiaan. Jaksa Agung Soeprapto mengeksekusi keputusan PT Jakarta dan memulangkan Schmidt ke Belanda. Sontak para pemimpin partai mengecam habis-habisan tindakan Soeprapto yang dianggap tidak melakukan upaya hukum untuk kembali menjerat Schmidt. Soeprapto tetap berpegang pada hukum, tidak mau meminta maaf, hingga tidak mau menghadiri serah terima jabatan di Istana Negara. Soeprapto telah mendedikasikan hampir seluruh hidupnya untuk penegakan hukum di negeri ini. Bahkan saking sibuknya menjaga supremasi hukum, dia lupa menabung untuk membeli rumah bagi keluarganya. Beruntung sang istri, RA Soekarti, sudah mengantisipasi kelalaian suaminya---tanpa sepengetahuan Soeprapto, dia mencicil rumah. Hingga ketika mendadak diberhentikan sebagai Jaksa Agung, dia sempat bingung mau diboyong kemana anak-anak dan istrinya. Di dalam keluarganya, Soeprapto mendidik dengan keras anak-anaknya untuk taat aturan dan bersikap jujur. Baginya, kejujuran dan kesederhaan adalah salah prinsip hidup yang dia pegang teguh. Sampai-sampai dia membuat tulisan yang ditempel di setiap dinding kamar, “KEJUJURAN JANGAN PERNAH PERGI DARI RUMAH INI.”
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
97
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
TOKOH BANGSA (Alumni RS/RHS-STOVIA/GHS-THS)
Rooseno (THS 1932) Pendiri dan Dekan FTUI Pertama
Bapak Beton Indonesia Prof.Dr.Ir Roosseno yang lahir di Madiun Jawa Timur, 2 Agustus 1908, adalah pelopor konstruksi beton di Indonesia. Nama Roosseno selalu dikaitkan dengan rekayasa teknik sipil Indonesia. Dialah penerjemah ulung gambar dan desain para perancang bangunan ke dalam bentuk dan struktur pada masanya.
itu ia tetap aktif di pendidikan dan menjadi guru besar Fakultas Teknik UI dan ITB serta sebagai Direktur Sekolah Tinggi Teknik Nasional (STTN) di Jakarta.
Roosseno merupakan lulusan dari Technische Hoogeschool (THS) yang pada tahun 1932 menjadi satu – satunya orang Indonesia di antara 12 orang yang lulus dari sekolah tinggi teknik tersebut. Ia lulus dengan nilai tertinggi di antara 7 orang Belanda dan 1 orang Tionghoa.
Nama Roosseno mulai diperbincangkan pada sekitar 1960, ketika Presiden Soekarno mulai menyukai bangunan-bangunan besar. Lalu dibangunlah Hotel Indonesia di Jakarta, Hotel Ambarukmo di Yogyakarta, Samudera Beach Hotel di Pelabuhan Ratu, dan Bali Beach Hotel di Pantai Sanur, Bali. Juga Tugu Selamat Datang dan Monumen Nasional. Untuk menyongsong Asian Games, dibangun kompleks Gelanggang Olahraga Senayan, yang juga dinamakan Gelora Bung Karno.
Ia mengawali karir dengan berwiraswasta di Bandung dengan mendirikan Biro Insinyur Roosseno dan Soekarno (Presiden pertama RI) di Jalan Banceuy pada tahun 1933. Meski sebetulnya sama – sama insinyur sipil, Soekarno lebih pandai dalam merancang bangunan. Adapun Roosseno, yang dikenal jago berhitung semasa mahasiswa, pandai dalam membangun konstruksinya.
Roosseno adalah salah seorang insinyur yang secara konsisten mengenalkan dan mengembangkan beton baik lentur maupun daya tarik dalam rekayasa bangunan di Indonesia. Oleh karena itu, ia dijuluki sebagai Bapak Beton Indonesia. Roosseno pula lah yang mengusulkan kepada Presiden Sukarno untuk membentuk Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Kemudian pada 17 Juli 1964 ia ditunjuk menjadi Dekan dari fakultas tersebut.
Setelah biro yang mereka dirikan bubar pada tahun 1935, Roosseno bekerja sebagai pegawai Department van Verkeer en Waterstaat (Departemen Jalan dan Pengairan) di Bandung). Di sini, ia berhasil meyakinkan atasan-atasannya untuk mengutamakan penggunaan beton dalam pembangunan jembatan di Indonesia. Alasannya, bahan-bahan dasar beton seperti pasir, batu pecah, semen dan kayu perancah dapat dibeli di Indonesia sendiri, sehingga biaya pengadaannya akan masuk ke dalam kantong rakyat dan ikut mensejahterakan rakyat.
Sebagai ahli beton bertulang, Rooseno telah banyak menangani berbagai proyek penting, seperti jembatan, pelabuhan, gedung, dan hotel bertingkat. Di kalangan perbetonan internasional, Roosseno menjadi anggota International Association for Bridge and Structural Engineering (IBSE), Zurich dan Federation International de Precontreinte (FIP).
Pada masa penjajahan Jepang, Roosseno beralih menjadi dosen di Bandung Koogyo Daigaku (perubahan dari THS) hingga awal kemerdekaan. Ia dikenal bisa menjelaskan ilmu-ilmu yang sulit dengan cara penyampaian sederhana. Dengan itu, murid-murid diharapkan lebih terinspirasi lagi, dan semakin cinta mendalami teknik sipil. Pada masa pendudukan Jepang, tepatnya 1 April 1944, Roosseno diangkat menjadi guru besar (kyudju) bidang ilmu beton di Bandung Kogyo Daigaku. Lalu, tanggal 26 Maret 1949 ia diangkat menjadi guru besar luar biasa ilmu beton di Universiteit Van Indonesie, Faculteit van Technische Wetenschap di Bandung. Pada tahun 1948, Rooseno pindah ke Jakarta dan mendirikan Kantor Consulting Engineer.
Di masa pemerintahan Presiden Soeharto, Roosseno tetap dipercaya untuk menangani proyekproyek besar misalnya pemugaran Candi Borobudur dan penyelesaian Masjid Istiqlal. Ketika Jakarta dilanda demam gedung tinggi, Roosseno ditunjuk menjadi bagian dalam Tim Penasihat Konstruksi Bangunan yang dibentuk Gubernur Ali Sadikin pada 1972. Selain itu, Rooseno juga menjadi Direktur di tiga perusahaan yaitu, Biro Insinyur Exakta NV, Freyssinet Indonesia Ltd dan Biro Oktroi Patent Roosseno. Pada tahun 1962, Pemerintah RI menganugerahinya Satya Lencana untuk jasa ikut membangun Kompleks Asian Games Senayan. Penghargaan lainnya adalah Doctor Honoris Causa untuk ilmu teknik yang diterimanya dari ITB pada tahun 1977. Pada Juli 1984, Roosseno mendapat Bintang Mahaputra Utama dari pemerintah yang diberikan langsung oleh Presiden Soeharto. Predikat Bapak Beton Indonesia tepat sekali diberikan kepada Roosseno, yang meninggal pada 15 Juni 1996 ini. Ia telah terlibat dalam banyak proyek-proyek penting di Indonesia. Walaupun ia sudah tiada, namun jasa dan karya-karyanya akan selalu senantiasa dikenang.
Pada tahun 1954, Roosseno menulis buku ajar beton pertama dalam bahasa Indonesia. Kemudian pada tahun 1949, ia mulai memperkenalkan beton pratekan melalui kuliah- kuliahnya di Faculteit van Technische Wetenschap di Bandung dan melalui tulisan-tulisan dalam Majalah Insinyur Indonesia pada tahun 1959. Selain itu ia pernah tiga kali menjabat menteri diantaranya Menteri Pekerjaan Umum dan Tenaga, Menteri Perhubungan, dan Menteri Ekonomi. Selama masa
98
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
99
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
TOKOH BANGSA (Alumni RS/RHS-STOVIA/GHS-THS)
R Tirtawinata (RHS 1931) Jaksa Agung 1946 - 1952
Satrio (STOVIA 1942) Menteri Kesehatan (1959 - 1966)
R Tirtawinata lahir di Bogor tahun 1900 dan berhasil menyelesaikan studinya di Recths School (RS) tahun 1922. Ia kemudian melanjutkan ke Rechts Hoge School dan lulus tahun 1931.
Prof. Dr. Satrio lahir di Banyuwangi, Jawa Timur, 28 Mei 1916. Setelah lulus sekolah dari AMS di Malang, ia melanjutkan pendidikannya di STOVIA dan lulus sebagai dokter tahun 1942.
Setelah kemerdekaan, Tirtawinata diangkat menjadi Jaksa Agung tanggal 22 Juli 1946. Pada masa jabatannya, ada perubahan pada eselon Kejaksaan dengan dibentuknya Cabang Kejaksaan Agung di tempat-tempat tertentu antara lain di Purwokerto. Selain itu, kedudukan Jaksa Agung menjadi semakin kukuh dengan keluarnya Undangundang Nomor 7 tahun 1947 pada tanggal 3 Maret 1947. UU tersebut menyebut bahwa susunan Kejaksaan agung terdiri dari satu Jaksa Agung dan beberapa Jaksa Tinggi yang diangkat dan diberhentikan oleh Presiden (Pasal 1 (2)). Ketentuan tersebut berlaku surut terhitung tanggal 17 Agustus 1945 (pasal 6 (1)).
Dalam pemerintahan, Satrio dipercaya sebagai Menteri Kesehatan (10 Juli 1959 - 25 Juli 1966). Pada tahun 1963, bersama Prof. Dr. Oei Eng Tie, ia membentuk tim akupuntur negara yang bertugas memberi pengobatan ala timur kepada presiden Sukarno. Ia juga pernah menjabat sebagai Ketua Palang Merah Indonesia.
Pada era Tirtawinata, Negara Indonesia Serikat terbentuk pada tanggal 27 Desember 1949. Ia kemudian mendapat kehormatan untuk menjadi Jaksa Agung Republik Indonesia Serikat. Berhubung dengan itu, maka tugas-tugas Jaksa Agung di Negara Republik Indonesia yang berpusat di Yogyakarta, dilaksanakan oleh Jaksa Agung Muda Mr. Muljatno dan Mr. Sudrajat.
Di kedinasan militer, pangkat terakhir Satrio adalah Mayor Jendral TNI (Purn.). Pada tanggal 10 Mei 1986, Prof Satrio meninggal dunia di Bandung ketika tengah memberikan ceramah penutupan pada peserta kursus reguler Sesmikad-Sesnikad di Sesko Angkatan Darat.
Tirtawinata juga tercatat sebagai Jaksa Agung pertama yang tampil langsung di pengadilan sebagai penuntut umum untuk peristiwa 3 Juli 1946 di Yogyakarta. Peristiwa 3 Juli 1946 adalah peristiwa percobaan coup d’etat oleh unsur militer dan politik seperti antara lain Mayor Jenderal Sudarsono dan Mr. Mohammad Yamin. Setelah tidak menjabat Jaksa Agung, R Tirtawinata pernah bertugas sebagai Duta Besar RI yaitu di Iraq (1951-1953), Pakistan (1954-1956), Australia (1956-1957), dan terakhir Skandinavia (berkedudukan di Stockholm, 1957-1959).
100
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
101
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
TOKOH BANGSA (Alumni RS/RHS-STOVIA/GHS-THS)
Sarwono Prawirohardjo (STOVIA 1929) Dekan FK UI Pertama & Ketua LIPI Pertama
Dokter Dengan Segudang Prestasi Prof. Dr. dr. R. Sarwono Prawirohardjo, DSOG merupakan salah satu putra terbaik bangsa yang mengabdi hingga akhir hayatnya. Ia telah banyak menggoreskan sejarah bagi perkembangan ilmu pengetahuan, terutama ilmu kedokteran di negeri ini. Sosok dokter yang penuh kesederhanaan ini akan selalu dikenang jasa-jasanya. Memiliki kecerdasan diatas rata-rata, Sarwono berhasil lulus dari STOVIA tahun 1929 dengan predikat cum laude. Disamping memiliki prestasi akademik yang cemerlang, ia juga aktif di organisasi pergerakan dan pernah menjabat sebagai ketua Pengurus Besar Jong Java. Pria kelahiran Solo ini mengawali karirnya sebagai dokter Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum CBZ (kini RSCM). Ia kemudian ditugaskan di Tanjung Pinang hingga tahun 1934. Ketertarikannya terhadap ilmu kebidanan dan kandungan berawal ketika ia ditugasi menjadi Direktur Rumah Sakit Bersalin di Cirebon. Ia kemudian mendalami ilmu kebidanan dan penyakit kandungan di Geneeskundige Hoogeschool (GHS) dan lulus tahun 1939 juga dengan predikat cum laude. Selanjutnya ia diangkat menjadi Staf Bagian Kebidanan dan Penyakit Kandungan GH di bawah asuhan Prof. R. Remmelts, salah satu Prof. Belanda yang merangkul pribumi. Ketika Belanda menyerah ke tentara Jepang dan semua dokter dimasukkan ke kamp interiran milik Jepang, Sarwono diangkat sebagai asisten profesor yang praktis menjalankan pekerjaan di bagian kebidanan. Operasi-operasi besar dan sulit dikerjakan dr. Sarwono Prawirohardjo. Demikian pula konsul yang sulit dikerjakannya dan harus ditampungnya. Dr. Sarwono tidak segan-segan mendonorkan darahnya sebelum mengadakan operasi karena ketika itu belum ada dinas transfusi darah seperti yang kini dilakukan PMI. Tak dapat dilupakan bagaimana ia dengan tegas menugaskan orang untuk mengambil darahnya 300 ml dalam cairan sitrat, disaring kemudian diberikan pada penderita yang akan dioperasinya sendiri.
102
and Obstetrics di Geneva, Swiss pada September 1954. Pada 1952, Sarwono ditunjuk untuk menjadi Ketua Panitia Persiapan Pembentukan Majelis Ilmu Pengetahuan Indonesia dan pada 1956 ia ditunjuk menjadi Ketua MIPI (1956-1967). Kemudian pada 1967, MIPI diubahnya menjadi LIPI yang dibangunnya secara sistematik dan terarah dan ia tetap dipercaya untuk memimpinnya selama kurun waktu 1967-1973. MIPI dan LIPI memainkan peranan penting dalam menentukan arah dan perkembangan ilmu pengetahuan di Indonesia. Sarwono mempunyai nama terhormat dalam masyarakat ilmu pengetahuan internasional. Ia antara lain menjadi anggota Advisory Panel on Maternal and Child Health of the WHO, tahun 1951-1955. Ia menjadi Wakil Ketua International Advisory Committee on Research in the Natural Science Program of Unesco, tahun 1958-1962. Pernah pula dari tahun 1963 sampai 1968 menjadi anggota Executive Committee International Council of Scientific Unions. Sarwono juga tercatat sebagai pelopor gerakan Keluarga Berencana (KB). Ia dipercaya sebagai Ketua Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) periode 1967-1970. Dan pada 1972, Sarwono memperoleh Doktor Honoris Causa dari Universitas Indonesia atas pemikirannya mengenai Keluarga Berencana sebagai suatu program nasional. Setelah pensiun dari LIPI tahun 1973, Sarwono kembali ke bagian Kebidanan FKUI-RSCM dan ikut bergabung kembali ke Klinik Raden Saleh untuk menangani pasangan infertilitas. Integritas Prof. Sarwono tak diragukan lagi. Departemen Kesehatan RI pun mempercayakan jabatan Ketua Pusat Panitia Pembinaan dan Pembangunan Etika Kedokteran (PPPEK) kepadanya. Prof. Sarwono menerima tanda-tanda kehormatan antara lain pada 20 Agustus 1971 berupa Groot Officer in de Orde Van Oranje Nassau (Belanda) disusul pemberian Commandeur in de Kroon Orde (Belgia) pada 24 April 1973 dan pada 19 Mei 1973 berupa Bintang Mahaputra III. Meski usianya tidak muda lagi, namun ia masih aktif menggali ilmu. Kecintaanya terhadap ilmu pengetahuan, khususnya ilmu kebidanan dan penyakit kandungan mendorongnya berkecimpung di Yayasan Bina Pustaka (YBP) yang didirikan pada 1974. YBP adalah yayasan nirlaba yang bertujuan menerbitkan buku pelajaran khususnya dalam ilmu kebidanan dan penyakit kandungan.
Setelah Jepang menyerah, fakultas diambil alih oleh Pemerintah RI dan sebagai Balai Pelajaran Tinggi ditempatkan di bawah Departemen Kesehatan. Sesudah proklamasi Kemerdekaan hari Jumat, 17 Agustus 1945, dr. Sarwono diangkat sebagai profesor dan dekan pertama dari Fakultas Kedokteran UI disamping Kepala bagian gabungan Perguruan Tinggi dalam lingkungan Departemen Kesehatan (1945-1947).
Ia pun ditunjuk sebagai ketua pertama YBP. Di usia 70 tahun, ia masih menjabat sebagai ketua editor buku ilmu kebidanan dan penyakit kandungan, dimana edisi perdana diterbitkan tahun 1976, dan menyusul buku-buku lainnya yang berlangsung terus hingga saat ini. Untuk menghormati dan melestarikan cita-citanya nama yayasan telah diganti namanya menjadi Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Bersama tokoh-tokoh Kedokteran lainnya, ia ikut membidani lahirnya Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan kemudian dipercaya sebagai Ketua pertama (19521953). Pada tanggal 5 Juli 1954, atas gagasannya pula, didirikan Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI). Sebagai Ketua Pertama POGI, Sarwono mengikuti kongres pertama dari International Federation of Gynecology
Pada 10 Oktober 1983, pukul 14.30 WIB, Prof. Dr. dr. R. Sarwono Prawirohardjo, DSOG meninggal dunia di Intensive Care Unit (ICU) RSCM Jakarta. Jenazahnya dikebumikan keesokan harinya di pemakaman keluarga di Desa Kempul, Kelurahan Taji, Klaten, 17 kilometer Timur Laut Yogyakarta secara sederhana sesuai pribadinya sehari-hari yang sarat dengan kesederhanaan.
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
103
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
TOKOH BANGSA (Alumni RS/RHS-STOVIA/GHS-THS)
Slamet Imam Santoso (STOVIA 1934)
Soediman Kartohadiprodjo
(RHS 1939) Tokoh Pergerakan dan Pendidik
Pendiri Fakultas Psikologi UI
Bapak Psikologi Indonesia
Mengabdi Sampai Akhir Hayat
Tokoh pendidikan yang gemar berpakaian serba putih ini dikenal jujur, tegas dan konsisten. Ia tidak hanya sebagai perintis dan pendiri Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, tetapi juga merintis studi psikologi di Indonesia. Karena itu, ia sering disebut sebagai Bapak Psikologi Indonesia.
Soediman Kartohadiprodjo lahir di Jatirogo, Tuban, Jawa Timur pada tanggal 3 September 1908. Ayahnya Bupati Pasuruan Raden Toemenggoeng Bawadiman Kartohadiprodjo. Ibunya Raden Ayu Oemi Kartohadiprodjo. Mulai masuk sekolah tahun 1915 di Openbare Eropeesch Lagere School (ELS) di Bojonegoro. Dari ELS meneruskan pendidikan di Hoogere Burgerschool (HBS) di Semarang hingga tamat tahun 1927.
Lahir di Wonosobo tahun 1907, Slamet Iman Santoso menempuh pendidikan di STOVIA dan lulus tahun 1932, dan selanjutnya lulus dari GHS tahun 1934. Mantan Direktur Rumah Sakit Jiwa Gloegoer - Medan (1937-1938) ini banyak berjasa dalam mengembangkan studi psikologi di Indonesia. Selain kiprahnya di Universitas Indonesia, ia juga ikut berperan dalam berdirinya Universitas Andalas, Universitas Sriwijaya, Universitas Airlangga dan Universitas Hasanuddin. Pada tahun 1961, sebagai seorang ahli psikologi, ia memimpin sekitar lima puluh mahasiswa Fakultas Psikologi UI, mengunjungi penduduk yang terkena gusuran pembangunan Istana Olahraga Senayan dan dipindahkan ke daerah Tebet dan Penjaringan. Mereka berdialog dengan penduduk tergusur itu. Kunjungan ini kemudian menjadi awal pogram mahasiswa turun ke lapangan (masyarakat). Bidang studi psikologi pun makin menarik perhatian banyak orang. Masa-masa psikologi mengalami kesulitan (saat psikologi hanyalah sebuah jurusan dalam lingkungan FKUI), seperti sudah terlupakan. Saat itu, kata Slamet dalam pidato ketika menerima penghargaan bintang jasa Mahaputra Utama III (1973), ia merasa ibarat seorang yang sedang berdiri seorang diri di tepi pasir yang gersang tanpa pedoman untuk melintasinya sambil mengajak saudara-saudara mengembangkan disiplin ilmu yang baru ini. Ia adalah orang pertama yang mengusulkan perlunya satu standar bagi semua jenjang pendidikan di Indonesia. Usul yang ia lontarkan sepanjang tahun 1979-1981 ini membuat heboh dunia pendidikan. Ia juga orang yang mengkritik keras minimnya gaji guru yang ia sebut dapat merusak dunia pendidikan. Ia membandingkan gaji guru jaman Belanda yang dua kali lipat daripada gaji dokter. Sehingga guru tak perlu mencari tambahan dan dunia pendidikan tidak dicampurbaurkan dengan bisnis. Tahun 1979, Slamet ditugaskan sebagai Ketua Komisi Pembaruan Pendidikan Nasional (KPPN, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan), pada saat terjadi booming lulusan SMA yang ingin masuk Perguruan Tinggi Negeri. Maka melalui komite yang diketuainya dibentuklah satu sistem penerimaan calon mahasiswa yang sejak 1979 sudah berlangsung dengan nama yang sekian kali berubah mulai dari Skalu, Proyek Perintis, Sipenmaru dan UMPTN. Pria yang dikenal terus terang dan pernah menjadi Penjabat Rektor UI ini telah banyak mendidik tokoh-tokoh pendidikan di Indonesia. Diantara Fuad Hassan, Sujudi, Wardiman Djojonegoro, Mahar Mardjono, Saparinah Sadli dan Conny Semiawan. Para mantan mahasiswanya ini sangat menghormati dan mengagumi gurunya ini dan mengenangnya sebagai guru yang sangat akrab dan suka menularkan pengalaman.
104
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Aktif organisasi di sekolah, Soediman menjadi Ketua Perkumpulan Murid-Murid Indonesia HBS Semarang “Among Pamitran” (1924-1925) dan menjadi Anggota Pengurus Cabang Jong Java Semarang (1926-1927). Berangkat ke Jakarta untuk melanjutkan pendidikannya tahun 1927, Soediman menjadi Anggota Pengurus Cabang Jong Java Jakarta. Karena jiwa aktivisnya yang begitu kuat, Soediman akhirnya memutuskan berhenti dari Sekolah Tinggi Kedokteran (GP) dan kemudian pindah ke Rechtshogeschool (RHS) hingga meraih gelar Meester in de rechten (Mr.) tahun 1936. Dan sebagai Anggota Pengurus Perkumpulan Mahasiswa Indonesia (PPPI), Soediman ikut berperan dalam Sumpah Pemuda 1928. Usai meraih gelar Mr., Soediman bekerja sebagai volunter di beberapa pengadilan tinggi hingga kemudian diangkat menjadi pegawai diperbantukan pada Ketua Pengadilan Negeri Garut, merangkap hakim pengadilan luar biasa tahun 1939. Tahun 1942, dia menjadi Ketua Pengadilan Kepolisian Garut/Tasikmalaya/Ciamis dan kemudian menjadi Ketua Pengadilan Negeri Jakarta/Tanggerang tahun 1944. Pada masa awal kemerdekaan, Soediman memimpin Perguruan Tinggi Darurat Republik Indonesia (1946-1947) di Jakarta dan ikut aktif sebagai pengacara bagi para kawan seperjuangan yang diajukan pemerintah pendudukan Belanda di depan Pengadilan Kriminil (1947-1949). Dan bersama Ir Soerachman, dia membina Universiteit Indonesia pada tahun 1949. Dia ikut berperan dalam membangun Fakultas Hukum UI, tahun 1950 hingga 1957 dipercaya sebagai Sekretaris FHUI dan di tahun 1952 dia diangkat menjadi guru besar biasa FHUI dengan kertas kerja berjudul “Negara Republik Indonesia sebagai Negara Hukum”. Prof. Soediman terus mengabdi dibidang pendidikan sampai dia meninggal tanggal 26 Januari 1970 dan dimakamkan di Taman Pahlawan Cikutra – Bandung. Berikut Komentar RRI, 27 Januari 1970, Edisi 277, Tahun III: “Saudara-saudara, marilah kita bekerja bersama-sama dengan penuh tenaga yang ada pada kita, dan berusaha menebus hutang kita pada kawan-kawan kita yang gugur dalam memperjuangkan cita-cita mencapai suatu negara yang merdeka, berdaulat, dan berbentuk suatu negara hukum. Saudara-saudara, tanah air memanggil dan menunggu”
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
105
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
TOKOH BANGSA (Alumni RS/RHS-STOVIA/GHS-THS)
Soedjono D Poesponegoro (STOVIA) Rektor Universitas Indonesia (1958-1962) & Menteri Riset Nasional (1962 - 1966)
Soenario Sastrowardojo (RS 1923)
Menteri Luar Negeri (1953-1955)
Menteri Riset Pertama
Pembela Para Aktivis Pergerakan
Sudjono D Pusponegoro merupakan salah satu tokoh pergerakan kemerdekaan Indonesia, tokoh kedokteran dan juga perintis riset nasional. Ia dikenal sebagai pribadi yang tegas, memiliki integritas yang tinggi dan secara konsisten memegang teguh komitmen pengabdiannya bagi kemajuan bangsa.
Salah satu tokoh pergerakan kemerdekaan Indonesia, Soenario Sastrowardoyo dikenal memiliki idealisme yang tinggi dan konsisten dengan perjuangannya. Ia adalah salah satu tokoh yang berperan aktif dalam dua peristiwa yang menjadi tonggak sejarah nasional, yaitu Manifesto 1925 dan Konggres Pemuda II. Ketika Manifesto Politik itu dicetuskan ia menjadi Pengurus Perhimpunan Indonesia bersama Hatta---dimana Soenario menjadi Sekretaris II dan Hatta bendahara I.
Pada masa pergerakan, ia dikenal sebagai nasionalis tulen dan bergabung dengan tokoh-tokoh pergerakan lainnya untuk mengkampanyekan nilai-nilai kebangsaan. Ia tercatat sebagai Wakil Ketua Kongres Pemuda yang melahirkan Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928. Setelah kemerdekaan, ketika tokoh-tokoh dan para pejabat negara tersekat-sekat dalam berbagai partai politik yang berseberangan secara ideologis, Soedjono memilih tetap memegang teguh prinsip kebangsaan dan tidak tergoda dengan politik aliran. Ia memilih bersikap netral dan mengabdikan dirinya dibidang pendidikan, kedokteran dan riset. Dibidang pendidikan, ia menorehkan prestasi gemilang ketika dipercaya menjadi Dekan Fakultas Kedokteran UI tahun 1952. Soedjono dinilai berhasil dalam menata fasilitas, manajemen, sistem pendidikan dan kurikulum pendidikan kedokteran. Dengan ide-ide cemerlangnya, FKUI mampu meluluskan 150 orang dokter setahun sementara UGM hanya mampu meluluskan 15 orang dokter setahun, sebagaimana tertuang dalam Amanat Presiden Soekarno tahun 1960. Dan gebrakan Soedjono itu menjadi titik penting dalam menjawab masih sangat besarnya kebutuhan bangsa akan tenaga dokter ketika itu. Dan atas prestasinya itu, ia kemudian diangkat menjadi Rektor UI pada tahun 1958. Di dunia kedokteran, ia merupakan tokoh penting dibalik berdirinya Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Bersama kolega-koleganya, ia mendirikan IDAI tahun 1954 dan dipercaya sebagai Ketua IDAI yang pertama. Usai melaksanakan tugasnya sebagai Rektor UI, tahun 1962 Soedjono dipercaya sebagai Menteri Riset Nasional yang pertama. Bekerja sama dengan Majelis Ilmu Pengetahuan Indonesia (MIPI) yang dipimpin koleganya, Sarwono Prawirohardo, ia menjadi tokoh kunci pembentukan Lembaga Riset Nasional (Lemrenas) yang menjadi cikal bakal LIPI.
Setelah lulus dari Rechts School tahun 1923, ia melanjutkan kuliahnya ke Belanda dan berhasil meraih gelar Meester in de rechten tahun 1927. Kembali ke tanah air, ia aktif sebagai pengacara dan membela para aktivis pergerakan yang berurusan dengan polisi Hindia Belanda. Ia kemudian menjadi penasihat panitia Kongres Pemuda II tahun 1928 yang melahirkan Sumpah Pemuda. Dalam kongres itu Soenario menjadi pembicara dengan makalah ”Pergerakan Pemuda dan Persatuan Indonesia.” Setelah Indonesia merdeka, Soenario menjadi anggota dan kemudian Badan Pekerja KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat). Ia menjabat sebagai Menteri Luar Negeri pada periode 1953-1955. Di masa jabatannya sebagai Menteri Luar Negeri Soenario menjabat sebagai Ketua Delegasi RI dalam Konferensi Asia Afrika di Bandung pada tahun 1955. Ketika menjadi Menlu, Soenario juga menandatangani Perjanjian tentang Dwi kewarganegaraan etnis Cina dengan Chou En Lai. Ia juga pernah menjabat sebagai Duta Besar RI untuk Inggris periode 1956 - 1961. Setelah itu Soenario diangkat sebagai guru besar politik dan hukum internasional, lalu menjadi Rektor Universitas Diponegoro, Semarang (1963-1966) dan menjadi Rektor IAIN Al-Jami’ah Al-Islamiyah Al-Hukumiyah (1960-1972) yang merupakan cikal bakal UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta serta UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Pada tahun 1968, Soenario berprakarsa mengumpulkan pelaku sejarah Sumpah Pemuda, dan meminta kepada Gubernur DKI mengelola dan mengembalikan gedung di Kramat Raya 106 milik Sie Kong Liang yang telah berganti-ganti penyewa dan pemilik kepada bentuknya semula. Tempat ini disepakati menjadi Gedung Sumpah Pemuda, tetapi usulan mengganti nama jalan Kramat Raya menjadi jalan Sumpah Pemuda belum tercapai. Setelah pensiun, ia diangkat sebagai Panitia Lima pada tahun 1974. Panitia itu dibentuk pemerintah karena muncul kehebohan di kalangan masyarakat tentang siapa sebetulnya penggali Pancasila. Panitia ini diketuai Bung Hatta. Anggota lainnya adalah Ahmad Subardjo, A. A. Maramis, dan A.G. Pringgodigdo---tokoh-tokoh yang ikut merumuskan Piagam Jakarta tahun 1945.
106
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
107
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
TOKOH BANGSA (Alumni RS/RHS-STOVIA/GHS-THS)
Sugondo Djojopuspito (RHS) Ketua Kongres Pemuda 1928
Tokoh Dibalik Kongres Pemuda 1928 Sugondo Djojopuspito adalah salah satu tokoh pergerakan yang memiliki peran besar dalam sejarah menuju kemerdekaan Indonesia. Semangat kebangsaannya diwujudkan melalui kegiatan organisasi kepemudaan dibawah bayang-bayang intimidasi polisi kolonial Belanda. Sumbangsih terbesarnya sebagai aktivis pergerakan adalah ketika ia dipilih sebagai Ketua Kongres Pemuda tahun 1928 yang melahirkan Sumpah Pemuda dan menjadi titik awal lahirnya Indonesia. Lahir di Tuban, 23 April 1978, ayahnya yang bernama Kromosardjono adalah seorang Mantri Juru Tulis Desa di kota Tuban, Jawa Timur. Setelah ibunya meninggal dan ayahnya menikah lagi, Sugondo diangkat anak oleh pamannya, Hadisewojo, yang kebetulan tidak mempunyai anak. Setelah menyelesaikan pendidikan di HIS (sekolah dasar 7 tahun), Sugondo pindah ke Surabaya untuk melanjutkan sekolah ke MULO (setingkat SMP). Oleh pamannya, Sugondo dititipkan mondok di rumah HOS Cokroaminoto dan berteman dengan Soekarno yang juga mondok di rumah tokoh pejuang tersebut. Setelah lulus MULO, Sugondo meneruskan sekolah di AMS afdeling B (SMA bagian B-paspal) tahun 1922, dan oleh pamannya melalui HOS Cokroaminoto dititipkan mondok di rumah Ki Hadjardewantoro di Lempuyangan Yogyakarta. Selanjutnya lulus AMS tahun 1925, atas biaya pamannya dan bea siswa dari pemerintah kolonial Belanda, Sugondo melanjutkan kuliah di Rechtshoogeschool. Kuliahnya ditempuh dengan keprihatinan, ia hanya memiliki satu baju yang harus dicuci dulu kalau mau kuliah. Saat kuliah itu, Sugondo menumpang di rumah pegawai pos di Gang Rijksman (sebuah kampung di sebelah utara Rijswik), Jalan Segara. Teman kosnya kebanyakan pegawai pos. Salah satunya pernah memberikan majalah ‘Indonesia Merdeka’ terbitan Perhimpunan Indonesia di Belanda yang diasuh Muhammad Hatta dan dilarang masuk Indonesia. Setelah membaca majalah itu, mata Sugondo makin terbuka. Ia menyadari pentingnya meraih sebuah kemerdekaan. Ia ingin berbuat sesuatu. Sugondo lalu belajar dan berdiskusi politik dengan Haji Agus Salim. Teman-temannya dihubungi untuk membaca majalah terlarang itu dan berdiskusi di pemondokannya. Mereka antara lain Soewirjo dan Usman Sastroamidjojo, adik Ali Sastroamidjojo. Pada 1926, Soegondo membentuk Perhimpunan Pelajar-pelajar Indonesia (PPI), terinspirasi oleh Perhimpunan Indonesia di Belanda. Sigit terpilih sebagai ketua. Tugas khusus mereka adalah menghubungi mahasiswa-mahasiswa baru dan pemimpin perkumpulan pemuda untuk menularkan persatuan. Mereka membuat pamflet rahasia untuk mengkampanyekan semangat kebangsaan. Setahun
108
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
berselang, Sigit meletakkan jabatan dan digantikan oleh Soegondo. Sebagai ketua baru, ia mengundang wakil-wakil perkumpulan, lalu membentuk panitia kongres pada Juni 1928. Tahun 1928, ketika akan ada Konggres Pemuda II 1928, maka Sugondo terpilih jadi Ketua atas persetujuan Mohammad Hatta sebagai ketua Perhimpunan Indonesia di Negeri Belanda dan Ir. Sukarno di Bandung. Mengapa Sugondo terpilih menjadi Ketua Kongres, karena ia adalah Ketua PPI, organisasi kepemudaan yang bukan berdasarkan kesukuan. Saat itu Mohammad Yamin adalah salah satu kandidat lain menjadi ketua, tetapi dia berasal dari Yong Sumatra (kesukuan), sehingga diangkat menjadi Sekretaris. Kongres Pemuda 1928 yang berlangsung tanggal 27-28 Oktober 1928 itu kemudian melahirkan Sumpah Pemuda 1928 yang begitu fundamental bagi sejarah Indonesia, dimana para pemuda setuju dengan trilogi---Satu Nusa, Satu Bangsa, Satu Bahasa: Indonesia---yang dirumuskan M Yamin dan disetujui oleh seluruh anggota Kongres. Karena kegiatan politiknya, Belanda mencabut bea siswa Sugondo dan pada masa itu pula ayah angkatnya meninggal dunia. Sugondo akhirnya hanya lulus Candidate Satu (C1), setara D2, karena pendidikan Rechtshoogeschool memiliki 4 jenjang (Propadeus, Candidat 1 dan Candidat 2, serta Doktoral). Setelah Kongres Pemuda, Sugondo semakin aktif dalam partai politik dan sebagai guru. Bersama Sutan Sjahrir, Soegondo adalah satu dari delapan pendiri Partai Sosialis Indonesia pada 1948. Ia adalah anggota Politbiro Partai Sosialis Indonesia, merangkap Ketua Partai Sosialis Indonesia di Jawa Tengah/Daerah Istimewa Yogyakarta. “Ia ideolog Partai Sosialis,” kata (alm) Rosihan Anwar, tokoh pers Indonesia. Menurut dia, Soegondo dan Djohan Sjahroezah termasuk perangkai ideologi partai ini. Pada masa revolusi, ia duduk di Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP-KNIP). Dan setelah Indonesia merdeka, Sugondo diangkat dalam Kabinet Halim sebagai Menteri Pembangunan Masyarakat. Tetapi setelah itu, Sugondo memilih untuk pensiun dan kembali ke Yogyakarta. Sampai akhir hidupnya tahun 1978, Sugondo menetap di Jalan Nyoman Oka, Kota Baru, Yogyakarta. Bersama Suwarsih Djojopoespito (1912-1977), istrinya, penyuka pepes bandeng panggang ini menulis artikel di majalah. Salah satu buku Suwarsih adalah berjudul Manusia Bebas, yang diterbitkan dalam bahasa Belanda dan Indonesia.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
109
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
TOKOH BANGSA (Alumni RS/RHS-STOVIA/GHS-THS)
Sutan Takdir Alisjahbana (RHS 1942) Budayawan - Sastrawan
“Bapak Bahasa Indonesia Moderen” Sutan Takdir Alisjahbana (STA) adalah tokoh Pujangga Baru dalam sejarah sastra Indonesia. Bila ditelusuri lebih jauh, sumbangsih STA bagi kemajuan Indonesia bukan hanya karya-karya sastra yang monumental, melainkan juga dibidang pengembangan bahasa dan kebudayaan Indonesia. Pada tahun 1928 Sumpah Pemuda diucapkan dan sebagaimana kaum muda pada umumnya waktu itu, hati Takdir tergerak dan tersentuh oleh ikrar tersebut sebab isinya memang sejalan dengan bisikan hati nurani banyak kaum muda dan Takdir menanggapinya penuh semangat. Sebelumnya ia sudah sangat aktif di Jong Sumatranen Bond di Sumatera dan kemudian di Jawa. Pada tahun 1928 ia langsung menerbitkan dan memimpin majalah Semangat Muda meneruskan semangat Sumpah Pemuda. Pada tahun 1930-an, Pemerintah Hindia Belanda mulai resah dengan berkembangnya gerakan nasionalis yang meginginkan kemerdekaan dan pemerintah kolonial berusaha menghentikan dialog tersebut dengan melarang segala tulisan berbau nasionalis yang menganut Indonesia merdeka di media cetak. STA kemudian mencetuskan Polemik Kebudayaan dan menerbitkan semua pandangan dalam Polemik Kebudayaan di majalah Pudjangga Baru. Dengan demikian ia memberi corong kepada kaum nasionalis di mana mereka dapat mengekspresikan dan mengembangkan pemikiran mereka melalui tulisantulisan mengenai budaya Indonesia baru yang akan dibentuk. Pudjangga Baru merupakan satu-satunya corong yang terbuka bagi kaum nasionalis pada waktu itu untuk meneruskan dialog pembentukan Indonesia. STA bersama tokoh-tokoh lainnya kemudian menyelenggarakan Kongres Bahasa Indonesia Pertama di Solo. Menjelang Jepang masuk ke Indonesia pada tahun 1942 STA berhasil menamatkan pendidikannya di Rechts Hogeschool. Masuknya Jepang ia pandang sebagai kesempatan yang luar biasa untuk mewujudkan cita-cita Sumpah Pemuda menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional yang sekaligus juga menjadi alat pemersatu bangsa. Ia kemudian melakukan modernisasi bahasa Indonesia dengan bertindak sebagai pendorong dan pelaku utama Komisi Bahasa yang kemudian diganti menjadi Kantor Bahasa yang diketuai oleh STA. Ia yang pertama kali menulis Tatabahasa Indonesia dipandang dari segi bahasa Indonesia dan memimpin penulisan Kamus Istilah yang berisi istilah-istilah baru yang di butuhkan oleh Negara baru yang ingin mengejar pembaharuan dalam berbagai bidang.
110
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Tahun 1944 STA ditangkap dan ditahan tentara Jepang karena tulisannya tentang menulis suatu rancangan untuk mencapai Indonesia Merdeka yang berdasarkan Demokrasi. Dan setelah Jepang menyerah kepada sekutu, STA segera menerbitkan majalah Pembimbing Bahasa yang mengajarkan cara belajar, memakai dan mengajar bahasa Indonesia dengan baik. Dengan demikian ia tetap membimbing perkembangan bahasa Indonesia. Setelah Indonesia merdeka dan sempat menjadi anggota KNIP, STA secara konsisten menempuh jalan pengabdiannya dibidang bahasa, sastra dan kebudayaan. Tahun 1945 ia menerbitkan dan memimpin majalah Pembangunan yang banyak menyorot masalah kemerdekaan dan demokrasi. Tahun 1948 ia memimpin penerbitan majalah Pembina Bahasa Indonesia. Selanjutnya ia menerbitkan dan memimpin majalah Konfrontasi untuk kesusastraan dan kebudayaan. Pada tahun 1964 STA mendirikan dan menjabat sebagai Ketua pertama Perkumpulan Memajukan Ilmu dan Budaya (PMIK) yang selanjutnya menjadi yayasan yang mendirikan Universitas Nasional dan tiga sekolah menengah---dimana STA kemudian menjabat sebagai Rektor Universitas Nasional dari 1968 sampai 1992. Pada tahun 1970 ia menjadi Ketua Gerakan Pembina Bahasa Indonesia. Takdir pernah mendapat julukan, “Bapak Bahasa Indonesia Moderen” untuk pekerjaannya sebagai peletak dasar bahasa Indonesia sehingga dapat menjadi bahasa nasional dan bahasa pemersatu sebuah negara modern yang merdeka. Pengaruhnya tidak terbatas hanya pada bahasa Indonesia saja. Ia adalah inisiator dan pemimpin Konferensi pertama bahasa-bahasa Asia tentang “The Modernization of the Languages of Asia” dan ia juga ikut membangun bahasa Melayu dan berusaha melakukan standardisasi dengan bahasa Indonesia. Dari perjuangannya memoderenisasi Bahasa Indonesia, ada satu cita-cita terbesarnya yang belum terwujud; yakni menjadikan Bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar kawasan di Asia Tenggara. Ia sangat kecewa karena bangsa Indonesia, Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, dan sebagian Filipina yang menjadi penutur Bahasa Melayu gagal mengantarkan bahasa itu kembali menjadi bahasa pengantar kawasan. Tanggal 17 juli 1994, Sutan Takdir Alisjahbana meninggal dunia di Jakarta pada usia 86 tahun. Ia meninggalkan satu tugas besar kepada generasi bangsa, untuk mengupayakan bahasa Melayu menjadi bahasa pengantar di Asia Tenggara.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
111
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
TOKOH BANGSA
Teuku Mohammad Syarief Thayeb (GHS/ Ika Dai Gaku) Rektor Universitas Indonesia (1962-1964) dan Menteri P & K (1974-1978)
Lahir di Peureulak, 7 Juli 1920, Teuku Muhammad Syarief Thayeb adalah putra bangsa dari Aceh yang memberikan pengabdian besar abdi negara. Kuliahnya di GHS sempat tak menentu karena tentara Jepang masuk ke Indonesia dan terjadi gejolak politik di tanah air. Pada masa revolusi kemerdekaan, seperti halnya teman-teman alumni Salemba 6, ia pun memutuskan untuk berjuang dan kemudian berkarir dibidang kemiliteran. Tahun 1961, Syarief Thayeb ditugaskan sebagai Direktur Rumah Sakit Umum Jakarta. Sekitar setahun kemudian, ia dipercaya menjadi Rektor Universitas Indonesia. Semasa menjabat Rektor UI, Thayeb membuka Fakultas Teknik di perguruan tinggi tersebut dengan Surat Keputusan Nomor 76 tanggal 17 Juli 1964. Tahun 1964, ia diangkat menjadi Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan hingga tahun 1966. Ketika terjadi gejolak politik tahun 1966, Syarief Thayeb dipercaya menjadi Wakil Ketua DPR GR hingga tahun 1971 dan kemudian diangkat menjadi Duta Besar RI untuk Amerika Serikat menggantikan Soedjatmoko sampai dengan tahun 1974. Kembali ke tanah air tahun 1974, Syarief Thayeb diangkat menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan hingga tahun 1978. Ia berpendapat, kebebasan mimbar akademis meliputi kebebasan berpendapat serta penyampaian ilmu pengetahuan dan teknologi secara lisan maupun tertulis. Sebelum tutup usia pada tahun 1989, jabatan terakhir Teuku Muhammad Syarief Thayeb di pemerintahan adalah sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung.
112
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Pelantikan pengurus ILUNI UI Wilayah Kepulauan Riau periode 2012-2015. Tampak Ketua Umum ILUNI UI, Chandra Motik Yusuf, menyerahkan surat pengukuhan kepada Ketua ILUNI UI Wilayah Kepulauan Riau, Rekaveny Respationo
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
113
ascolaw
R
Aji Wijaya, Sunarto Yudo & CO. Attorneys & Counsellors at Law
ASCOLAW was founded on May 2, 2001, by GP Aji Wijaya and H Sunarto Yudonarpodo. Aji Wijaya brought into the firm his expertise and experience of legal practices since 1986, both consulting and litigation, specializing in merger & acquisition, corporate structuring & restructuring, bankruptcy, capital market and banking; while Sunarto Yudonarpodo has field experience since 1971 as in-house counsel at senior executive positions, in three different major American companies operating in Indonesia, in the industries of insurance, oil & gas, and mining, respectively
The blend between the outside counsel and the in-house counsel expertise and experience gives us a very distinctive foundation to our accessible, cooperative and pragmatic, but persistent approach to the law in the pursuit of your objectives.
Aji Wijaya
Sunarto Yudo
As a general practice law firm, we provide you with a broad spectrum of legal matters. Our attorneys routinely work in cooperation to ensure that you receive the best legal representation possible. Our Practice Areas include: Arbitration • Aviation • Banking • Bankruptcy and Insolvency • Capital Market • Construction and Engineering • Contracts • Corporate • Employee Benefits • Energy • Environmental • Franchising • Information Technology • Insurance • International Trade • Investment Funds • Joint Ventures • Labor and Employment • Land and Agrarian • Leasing and Equipment Financing • Liability • Maritime & Fishery • Media • Mergers and Acquisitions • Mineral Resources • Privatization • Project and Infrastructure Financing • Public Finance • Real Estate • Receiver & Administrator • Securities • Securitization • Taxation • Telecommunication • Torts
CYBER 2 TOWER, Floor 31, Unit A - Jl. H.R. Rasuna Said Blok X-5 No. 13 - Jakarta 12950 - Indonesia Phone: (62-21) 2902-1577 (hunting) Facs. : (62-21) 2902-1566 Website: http://www.ascolaw.com
PEMERINTAHAN
&POLITIK
Alumni Kehormatan B.J. Habibie Megawati Soekarnoputri
Presiden Republik Indonesia (1998 - 1999) Presiden Republik Indonesia (2001 - 2004)
118 120
(Purna Bhakti) Abdul Gafur Tengku Idris Akbar Tanjung Ali Alatas Ali Wardhana A Sulasikin Murpratomo Anwar Nasution BS Mulyana Bacelius Ruru Bismar Siregar Chandra M Hamzah Darmin Nasution Darwin Zahedy Saleh Daud Jusuf Dorodjatun Koentjorojakti Emil Salim Endang R Sedyaningsih Fahmi Idris Faisal Basri Faried Anfasa Moeloek Fuad Hasan Hasri Ainun Habibie JB Sumarlin
Menteri Pemuda dan Olahraga (1983-1988) Ketua DPR RI (1999-2004) Menteri Luar Negeri RI (1987-1999) Mantan Menko Ekuin & Wasbang (1983-1988) Menteri Negara Urusan Peranan Wanita (1983-1993) Ketua Badan Pemeriksa Keuangan RI (2004 - 2009) Menteri Muda/Wakil Ketua Bappenas (1988 - 1993) Sekretaris Kementerian BUMN (2001-2004) Hakim Agung MA (1984-2000) Wakil Ketua KPK (2007 - 2011) Gubernur Bank Indonesia (2010-2013) Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (2009-2011)
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (1978-1983) Menteri Koordinator Perekonomian (2001-2004) Menteri Kabinet Pembangunan II - V (1973 - 1993) Menteri Kesehatan (2009 - 2012) Menteri Perindustrian (2005-2009) Anggota KPPU (2000-2006) Menteri Kesehatan (1998 – 1999) Menteri Pendidikan & Kebudayaan (1985-1993) Ibu Negara RI (1998-1999) Ketua BPK (1993-1998)
122 124 126 128 129 130 132 133 134 136 138 140 141 142 144 146 147 148 150 152 153 154
Jimly Asshidhiqi Juwono Sudharsono Kustantinah Lucky S. Slamet Mari’e Mohammad Marsilam Simanjuntak Meutia Farida Hatta Mochtar Kusuma-atmadja Nugroho Notosutanto Nugroho Wisnumurti Nur Hasan Wirajuda Priyatna Abdurrasyid R P Suhadi Gandasubrata Rachmad Saleh Radius Prawiro Retno Wulan Sutantio Ratna Rosita Saleh Affif Satrio Budihardjo Joedono Sofyan Djalil Sri Mulyani Sri Redjeki Sumaryoto Subroto Sugiharto Sujudi Suwardjono Surjaningrat Theo L Sambuaga Tubagus Hariyono Widjojo Nitisastro Yusril Ihza Mahendra
Ketua Mahkamah Konstitusi (2003-2006) (2006-2008) Menteri Pertahanan RI (2004-2009) Kepala Badan POM (2010 - 2012) Kepala Badan POM (2012 - 2013) Menteri Keuangan (1993 - 1998) Menteri Kehakiman (2001) Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan RI (2004–2009)
Menteri Luar Negeri (1978-1983 dan 1983-1988) Menteri Pendidikan (1983 - 1985) Presiden Dewan Keamanan PBB (1995-1996) Menteri Luar Negeri (2001-2004) (2004-2009) Wakil Jaksa Agung (1971) Ketua Mahkamah Agung RI (1992-1994) Menteri Perdagangan (2004–2009) Menko Ekuin & Wasbang (1988 - 1993) Hakim Agung Sekjen Kementerian Kesehatan (2010-2013) Menko Ekuin & Wasbang (1993-1998) Ketua Badan Pemeriksa Keuangan RI (1998-2004) Menteri Negara BUMN (2007-2009) Menteri Keuangan RI (2004-2010) Menteri Pemberdayaan Wanita (2001-2004) Menteri Pertambangan dan Energi (1978-1988) Menteri Negara BUMN (2004-2007) Rektor UI dan Menteri Kesehatan (1993-1998) Menteri Kesehatan (1978 –1988) Tokoh Politik & President Director LIPPO Group Kepala BPH Migas (2003 - 2011) Menteri Koordinator EKUIN (1973-1983) Menteri Sekretaris Negara (2004-2007)
156 158 160 161 162 164 165 166 168 170 172 174 176 177 178 180 182 183 184 186 188 190 191 192 194 196 198 202 204 206
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
B.J. Habibie (FTUI Bandung, Non-Graduate Alumnus) Presiden Republik Indonesia (1998 - 1999)
Sumpah Habibie Untuk Indonesia Bacharuddin Jusuf Habibie, yang lebih dikenal dengan BJ Habibie, menjadi tokoh utama dalam pembangunan teknologi modern di Indonesia. Ia menjadi inspirator bagi jutaan anak muda Indonesia untuk bermimpi dapat memberikan dharma bakti terbaik untuk bangsanya. Ia juga menumbuhkan kebanggaan dan kepercayaan diri anak-anak muda bangsa untuk menatap masa depan Indonesia dengan sikap positif dan penuh optimisme. Bukan hanya prestasi-prestasi hebatnya yang menggetarkan jiwa batin anak-anak Indonesia, melainkan juga totalitas pengabdiannya untuk kemajuan bangsanya. Putra bangsa kelahiran Pare-Pare, 25 Juni 1936, ini dibesarkan dalam keluarga yang taat beragama. Ayahnya yang bernama Alwi Abdul Jalil Habibie berasal dari Gorontalo, sedangkan ibunya, RA. Tuti Marini Puspowardojo, berasal dari Yogyakarta. Pada 3 September 1950, ayahnya meninggal dunia ketika menjadi imam di masjid karena serangan jantung. Pada sat itu, sang ibu berjanji akan berusaha membiayai pendidikan ke-8 anaknya dengan jerih payahnya sendiri. Demi pendidikan anak-anaknya, RA. Tuti Marini Puspowardojo memutuskan pindah ke Jawa dan bermukim di Bandung. Habibie yang selalu menjadi bintang kelas sejak SD ini kemudian sekolah di Gouvernments Middlebare School (SMA) di Bandung dan prestasinya sangat menonjol, khususnya untuk pelajaranpelajaran eksakta. Setelah lulus SMA, Habibie melanjutkan pendidikannya di Fakultas Teknik Universitas Indonesia di Bandung. Setelah 6 bulan kuliah di UI Bandung, ia kemudian berangkat ke Jerman untuk kuliah Rhenisch Wesfalische Tehnische Hochscule (RWTH) pada tahun 1955, dibiayai langsung oleh ibunya yang melakukan usaha catering dan indekost di Bandung. Memiliki karakter pekerja keras, ditambah tingkat kecerdasan yang jauh diatas rata-rata, Habibie mengerahkan segenap kemampuannya untuk menguasai konstruksi pesawat terbang. Semangat mudanya terus mendorongnya untuk meraih prestasi terhebat, impiannya untuk menguasai teknologi tinggi menuntutnya untuk terus berjuang ‘menggapai langit’. Pekerja keras ini pun sampai lupa waktu, kurang makan dan kurang tidur, hingga akhirnya ia sempat dua kali jatuh sakit, bahkan sempat divonis meninggal dan ditempatkan di kamar mayat. Ketika itu ia sedang mengerjakan tugas akhir sebelum meraih gelar diploma, salah satu yang tengah digarap adalah menuntaskan tiga konstruksi pesawat. Saat itu ia divonis terkena tubercolosis tulang dan harus dirawat cukup lama di rumah sakit tanpa ada yang menemani. Ia jatuh pingsan di rumah sakit dan dalam kondisi sakit yang parah itu ia sempat berpikir bahwa akhir hidupnya sudah tiba. Dengan tubuhnya yang menggigil dingin, Habibie teringat tanah airnya dan seketika itu bersumpah bahwa suatu saat nanti ia akan pulang untuk mengabdikan diri untuk ibu pertiwi.
118
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
ALUMNI KEHORMATAN
Sumpah suci itu sepertinya lahir dari pergulatan batinnya yang selama itu mungkin tidak mampu ia dengar karena pikiran dan perhatiannya yang tercurah seluruhnya untuk mengejar dan menguasai teknologi. Dan pada saat dirinya terkulai tak berdaya, ketika syaraf-syaraf tubuhnya tak mampu menggerakkan otaknya untuk berpikir, saat itulah ia mampu mendengar panggilan-panggilan batinnya yang kemudian ia ekspresikan dalam sumpah yang begitu puitis. SUMPAHKU!!!/ Terlentang!!!/ Djatuh! Perih! Kesal!/ Ibu Pertiwi/ Engkau pegangan/ Dalam perdjalanan/ Djanji pusaka dan sakti/ Tanah tumpah darahku/ Makmur dan sutji/ ........./ ........./ ........./ Hantjur badan/ Tetap berdjalan/ Djiwa besar dan sutji/ Membawa aku, ... padamu!!! (Aachen, 12/7/60’ djam 23.00, B.J. Rudy Habibie) Detik-detik antara hidup dan mati itu menjadi titik balik dari kehidupan Habibie, ketika ia menyadari dalam dirinya memiliki cita-cita mulia untuk bangsanya, ketika ia menemukan tujuan hidup dari pengembaraannya. Dan sejak itu, sumpahnya untuk Indonesia menjadi pegangan hidup dalam perjuangannya. Prestasinya di Jerman begitu mengagumkan, bahkan di mata orang-orang Jerman. Ia berhasil meraih gelar Doktor Teknik tahun 1965 di usia 28 tahun dengan predikat summa cum laude dan kemudian menjadi satu-satunya orang Asia yang menduduki jabatan nomor dua di perusahaan pesawat terbang Jerman, Messerschmitt-Bölkow-Blohm (MBB). Berkat jabatan tingginya, suami Hasri Ainun Besari ini berhasil memasukan 40 insinyur muda Indonesia untuk bekerja di MBB, untuk “mencuri” ilmu dengan menimba pengalaman di perusahaan pesawat terbang Jerman tersebut. Ketika akhirnya dipanggil pulang ke Indonesia, Habibie segera mencanangkan cita-cita besar untuk mengembangkan riset dan teknologi. Untuk menjadi negara besar, ia menegaskan Indonesia harus mampu menguasai dua teknologi utama; dirgantara dan maritim. Untuk menyokong gagasan besarnya, didirikanlah Industri Pesawat Terbang Nasional (IPTN) di Bandung dan PT PAL Indonesia di Surabaya. Ia kemudian memanggil pulang insinyur-insinyur terbaik yang bekerja di Jerman dan mengirim insinyur-insinyur muda untuk belajar ke luar negeri. Habibie akhirnya berhasil membangun tonggak sejarah yang sangat membanggakan, yang mencengangkan dunia. PT PAL yang awalnya bak puing-puing besi tua berubah menjadi industri kapal moderen yang berhasil memproduksi kapal-kapal militer dan komersil moderen. Dan puncaknya adalah ketika IPTN berhasil memproduksi N250, pesawat terbang canggih yang murni hasil karya anak bangsa, yang menjadi kado istimewa peringatan 50 tahun Indonesia merdeka ketika berhasil terbang perdana tahun 1995. Teknokrat jenius ini kemudian harus menjadi Presiden RI ke-3 setelah Soeharto mundur ditengah krisis multi-dimensi 1998. Dalam kondisi krisis sosial-ekonomi-politik yang kacau balau, Habibie mampu meletakkan pondasi-pondasi penting ketatanegaraan yang demokratis dan puncaknya adalah penyelenggaraan pemilu 1999 yang berlangsung damai. Setelah berada di luar pemerintahan, seperti halnya jutaan rakyat Indonesia, Habibie juga merasakan kekecewaan ketika perjuangan anak-anak bangsa membangun teknologi strategis tidak mendapat dukungan politik pemerintah. ITPN dan PT PAL seakan mati suri, ribuan insinyur terbaik Indonesia pergi dan bekerja di luar negeri karena merasa tidak dihargai di negerinya sendiri. Tetapi Habibie tetap konsisten dengan sumpahnya. Di berbagai tempat dan kesempatan, penerima gelar Doktor Honoris Causa dari Universitas Indonesia tahun 2010 ini terus berusaha menggelorakan semangat anak-anak bangsa untuk bangkit kembali membangun kejayaan Indonesia.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
119
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
ALUMNI KEHORMATAN
Megawati Soekarnoputri (FPsi UI-Non Graduate Alumna) Presiden Republik Indonesia (2001 - 2004)
Pendobrak Kebekuan Politik Orde Baru Megawati Soekarnoputri merupakan tokoh sekaligus simbol perlawanan terhadap rezim otoriter Suharto. Ia menjadi magnet bagi kaum nasionalis-marheinis yang merindukan demokrasi, menjadi cahaya dari gelapnya politik masa Orde Baru. Tampil ia ke panggung politik nasional, yang awalnya tidak diperhitungkan oleh rezim Suharto, menjadi sumbu ledak bagi perlawanan rakyat terhadap sistem pemerintahan otoriter yang korup. Lahir di Yogyakarta, 23 Januari 1947, wanita yang akrab dipanggil Mbak Mega ini merupakan putri sulung Presiden Soekarno. Dibesarkan di lingkungan Istana Merdeka, Megawati dikenal piawai menari dan sering mempertunjukan kemampuannya itu kepada tamu-tamu negara. Setelah lulus SMA, ia melanjutkan pendidikannya di Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran tahun 1965, bersamaan dengan semakin memanasnya situasi politik di tanah air. Jatuhnya pemerintahan Soekarno memberikan dampak serius bagi para pendukung PNI, terutama keluarga Soekarno yang dianggap sebagai musuh politik terbesar bagi Suharto ketika itu. Megawati pun dipaksa harus ikut dalam organisasi kemahasiswaan hasil pecahan Partai Nasional Indonesia yang tidak sejalan dengan pemikiran Bung Karno, tetapi ia menolak dan lebih memilih tidak melanjutkan kuliahnya. Ketika bertemu sang ayah, Megawati menceritakan semuanya. Marahkah Bung Karno? Tidak. “Dia menepuk-nepuk pundak saya. Kamu benar-benar anaknya Soekarno,” kata Megawati mengutip kata-kata Bung Karno, dalam acara Kick Andy tanggal 20 Desember 2008. Megawati kemudian menikah dengan pilot Letnan Satu Penerbang TNI AU, Surendro dan dikaruniai dua anak lelaki bernama Mohammad Prananda dan Mohammad Rizki Pratama. Tahun 1970 merupakan penuh duka bagi Megawati. Pada tanggal 21 Juni 1970, ayahnya yang begitu cintai dan kagumi meninggal dunia dalam keadaan yang begitu memprihatinkan. Tidak lama setelah peristiwa itu, suaminya yang bertugas di kawasan Indonesia Timur dinyatakan hilang bersama pesawatnya. Pada tahun penuh duka yang tiada tara itu, Megawati berusaha untuk bangkit dan melanjutkan pendidikannya di Fakultas Psikologi UI. Tak disangka, perlakuan rezim Soeharto terhadap keluarganya tidak mengendur setelah Soekarno meninggal dunia. Sebagaimana ditulis Ricarda Gerlach dalam artikelnya “Mega Expectations: Indonesia’s Democratic Transition and First Female President” dalam buku Dynasties and Femela Political Leaders in Asia, Megawati terpaksa tidak meneruskan kuliah di UI tahun 1972 karena beratnya tekanan yang dilakukan rezim Soeharto. Ia dikenakan wajib melapor ke kantor kepolisian tak ubahnya tahanan kota. Seperti halnya anak-anak Soekarno lainnya, Megawati
120
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
ketika itu tidak memiliki kekuatan untuk melawan, bahkan keluarga besar Soekarno kemudian membuat kesepakatan untuk tidak terlibat dalam politik. Pada tahun 1973, Megawati menikah dengan Taufik Kiemas, laki-laki asal Ogan Komiring Ulu – Palembang. Kehidupan keluarganya bertambah , dengan dikaruniai seorang putri Puan Maharani. Sejak itu, Megawati memposisikan dirinya sebagai ibu rumah tangga dan jauh dari hiruk pikuk politik. Pada tahun 1986, Partai Demokrasi Indonesia (PDI) yang dipimpin Soerjadi melakukan langkah berani dengan menarik Megawati bergabung ke PDI. Tidak banyak yang memperhitungkan bakat politik Megwati ketika itu. Tetapi ternyata karir politiknya melesat cepat. Pada pemilu 1987, ia langsung terpilih sebagai Anggota DPR/MPR RI. Pada tahun itu pula Megawati terpilih sebagai Ketua DPC PDI Jakarta Pusat. Kehadiran Megawati di gedung DPR/MPR memang tidak menonjol. Mengingat kondisi politik saat itu, ia memilih lebih banyak melakukan lobi-lobi politik di luar gedung wakil rakyat tersebut. Lobi politiknya, yang silent operation, itu secara langsung atau tidak langsung, telah memunculkan terbitnya bintang Mega dalam dunia politik. PDI pun terangkat secara signifikan. Bila dalam pemilu 1987, PDI memperoleh 40 kursi DPR RI, pada pemilu 1992 perolehan kursi DPR RI melesat menjadi 56 kursi. Pada saat itulah, rezim Soeharto mulai was-was dengan popularitas dan karisma Megawati. Soerjadi yang dianggap ‘paling berdosa’ harus disingkirkan. Tetapi pada Kongres PDI di Medan, Soerjadi mencoba melawan dan secara ‘aklamasi’ terpilih kembali sebagai Ketua Umum PDI. Tetapi keputusan itu melahirkan penentangan yang luas, apalagi rezim Soeharto memang menginginkan karir Soerjadi berakhir. Karena kontroversi yang terus berlanjut, akhirnya digelar Kongres Luar Biasa (KLB) di Surabaya. Tetapi diluar dugaan rezim Soeharto, nama Megawati muncul di KLB Surabaya dan secara telak mengungguli Budi Hardjono yang didukung pemerintah. Megawati terpilih sebagai Ketua Umum PDI dan statusnya sebagai Ketua Umum PDI dikuatkan lagi oleh Musyawarah Nasional PDI di Jakarta. Namun pemerintah menolak dan menganggapnya tidak sah. Melalui berbagai skenario, tahun 1996 pemerintah aklhirnya menaikkan lagi Soerjadi melalui Konggres Medan. Tetapi Megawati melawan, dengan tegas tidak mengakui Kongres Medan dan menyatakan dirinya Ketua Umum PDI yang sah. Konflik pun terjadi. PDI pimpinan Soerjadi yang didukung pemerintah merebut kantor DPP PDI yang dikuasai pendukung Megawati pada tanggal 27 Juli 1996 dan bentrokan berdarah tak terelakkan. Namun, hal itu tidak menyurutkan langkah Megawati. Malah, ia makin memantap langkah mengibarkan perlawanan. Tekanan politik yang amat telanjang terhadap Megawati itu, mengundang empati dan simpati dari masyarakat luas. PDI pimpinan Soerjadi yang ikut pemilu 1997 pun dihukum rakyat, suara anjlok dari 56 kursi tahun 1992 menjadi hanya 11 kursi DPR RI. Megawati terus berjuang. Setelah rezim Orde Baru tumbang, PDI pimpinan Megawati berubah nama menjadi PDI Perjuangan dan berhasil memenangkan Pemilu 1999 dengan meraih lebih tiga puluh persen suara. Tetapi, meskipun memenangkan pemilu, Megawati tidak terpilih sebagai Presiden dalam Sidang Umum MPR 1999 melainkan sebagai Wakil Presiden mendampingi KH Abdurrahman Wahid. Lagi-lagi konstalasi politik berubah, tidak sampai dua tahun kemudian, KH Abdurrahman Wahid diberhentikan oleh MPR RI dan pada tanggal 23 Juli 2001 Megawati dilantik sebagai Presiden RI yang ke-5.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
121
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Abdul Gafur Tengku Idris (FKUI 1966) Menteri Pemuda dan Olahraga (1983-1988)
Jiwa Besar Seorang Politisi Abdul Gafur Tengku Idris merupakan salah satu tokoh politik nasional yang selalu berusaha memberikan pengabdian terbaiknya bagi bangsa. Ia mengasah ketajaman berpikir dan menempa bakat kepemimpinannya melalui organisasi. Dan dari aktivitas organisasi, ia memiliki rasa empati yang besar terhadap berbagai masalah yang terjadi di masyarakat. Lahir di Halmahera, Maluku Utara, 20 Juni 1939, Abdul Gafur menempuh pendidikan SMA di Ternate dan menjadi aktivis di Ikatan Pemuda Pelajar Indonesia (IPPI) di kota kelahirannya. Ia kemudian hijrah ke Jakarta mengikuti orang tuanya, melanjutkan pendidikannya di SMA III-B Jakarta dan dipercaya menjadi Ketua Umum Pelajar di sekolahnya. Tamat SMA tahun 1959, Abdul Gafur melanjutkan pendidikannya di Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Kehidupan kampus membuatnya semakin intens dalam berorganisasi. Sempat tercatat aktif di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), ia kemudian terpilih sebagai Bendahara Senat FK UI (1963-1964) dan kemudian sebagai Wakil Ketua Dewan Mahasiswa UI (1963-1965). Gejolak politik tahun 1965 yang mencapai puncak eskalasinya dengan peristiwa Gerakan 30 S/PKI, Abdul Gafur merupakan salah satu mahasiswa yang berada di garis terdepan untuk gerakan pembubaran PKI. Ia dipercaya sebagai Ketua Presidium Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) UI/Pembantu Umum KAMI Pusat. Lulus sebagai dokter tahun 1966, Abdul Gafur memutuskan untuk mengabdi di TNI-AU dan menjabat sebagai Kepala Seksi Kesehatan Umum RSAU di Malang pada tahun 1967. Ia kemudian bertugas di Kalimantan pada saat penumpasan organisasi komunis Paraku. Tahun 1969, ia ditugaskan sebagai Kepala Poliklinik KB RSAU Surabaya. Jiwa aktivisnya rupanya tak pernah padam. Tahun 1971 ia memutuskan terjun ke dunia politik dan dipercaya sebagai Wakil Koordinator Pemuda Golkar. Dari organisasi sayap Golongan Karya inilah ia kemudian merintis jalan pengabdian yang lebih besar. Tahun 1972, Abdul Gafur dipilih sebagai Anggota DPR RI Fraksi TNI. Dan di gedung parlemen inilah ia semakin menunjukan jiwa kepemimpinan dan kepiawaiannya dalam berpolitik. Pada tahun yang sama, ia terpilih sebagai Wakil Presiden Majelis Pemuda Sedunia/Wakil Presiden Dewan Pemuda Asia dan tahun 1973 dipercaya sebagai Ketua Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI).
122
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PEMERINTAHAN & POLITIK (Purna Bhakti)
Berkat pengalamannya di organisasi kepemudaan, tahun 1978 Abdul Gafur diangkat sebagai Menteri Muda Urusan Pemuda Kabinet Pembangunan III. Lima tahun kemudian, ia dipercaya sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga Kabinet Pembangunan IV. Selanjutnya, putra Ternate ini diangkat sebagai Anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA) RI dari tahun 1988 hingga 1997. Jabatan sebagai Anggota DPA RI memberinya lebih banyak waktu untuk berkiprah di luar pemerintahan. Tahun 1988 Abdul Gafur menjadi pemimpin umum harian Pelita dan menjadi salah satu pendiri majalah Sinar pada tahun 1993. Dari pengalamannya memimpin berbagai organisasi kepemudaan dan juga sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga, Abdul Gafur meyakini bahwa pendidikan menjadi salah satu pilar utama pembangunan masa depan bangsa. Impiannya berkontribusi dibidang pendidikan bak gayung bersambut dengan aktivitas sang istri, Prof Kemala Motik. Maka pada tahun 1993, bersama sang istri, Abdul Gafur mendirikan Universitas Indonusa Esa Unggul yang kini menjadi salah satu perguruan tinggi swasta ternama di tanah air. Setelah sekitar lima tahun non-aktif di panggung politik, Abdul Gafur kembali ke kancah politik dan terpilih sebagai salah satu ketua DPP Golkar (1993-2004). Kemudian pada tahun 19972002, Gafur menjabat sebagai Wakil Ketua MPR/DPR yang membawahi bidang ekonomi dan keuangan. Setelah sekian lama berkiprah kancah politik nasional, Abdul Gafur merasa sudah waktunya untuk dapat mengabdi di tanah kelahirannya. Tahun 2001 ia memutuskan untuk mengikuti pemilukada Maluku Utara dan maju sebagai calon gubernur. Tetapi gagal dan ia meyakini ada faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi kegagalannya menjadi Gubernur Maluku Utara. Dalam Pemilukada tahun 2007, Abdul Gafur kembali maju sebagai calon gubernur Maluku Utara dan berpasangan dengan Abdurrahim Fabanyo. Terjadi kekisruhan di KPUD Maluku Utara dalam penghitungan suara, sehingga KPU Pusat memutuskan mengambil alih. Dalam perhitungan ulang oleh KPU Pusat, pasangan Gafur-Fabanyo dinyatakan sebagai pemenang. Keputusan KPU Pusat tidak menghentikan permasalahan dan sengketa pun berlanjut ke Mahkamah Agung yang malah membuat permasalahan semakin meruncing. Dan pada saatsaat kritis itulah Abdul Gafur berbicara melalui RRI setempat untuk meminta masyarakat bersabar dan tidak anarkis menyikapi keputusan MA. Sikapnya itu setidaknya dapat mengurangi meluasnya eskalasi bentrokan antar pendukung. Dan ketika akhirnya harus menerima kenyataan pahit dengan keluarnya Kepres tahun 2008 yang membuatnya gagal menjadi Gubernur Maluku Utara, Abdul Gafur menunjukkan ketegaran dan kematangannya sebagai pemimpin. Dengan jiwa besar ia memilih untuk menulis Buku Putih Pilkada Maluku Utara yang diterbitkan Lembaga Studi Pembangunan Indonesia sebagai bentuk pembelajaran demokrasi yang elegan. Dan dalam pengantar Buku Putih tersebut, Amien Rais menulis bahwa pemerintah pusat berkontribusi dalam berlarut-larutnya kasus Pilkada Malut dan menunjukkan intervensi yang eksesif terhadap proses demokrasi Maluku Utara.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
123
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PEMERINTAHAN & POLITIK (Purna Bhakti)
Akbar Tanjung (FTUI) Ketua Umum Golkar (1998-2004) dan Ketua DPR RI (1999-2004)
Hidupnya Adalah Dunia Politik Dikenal sebagai sosok pemimpin yang pantang menyerah dan punya strategi, karir Akbar Tanjung di dunia politik dan pemerintahan tidak perlu diragukan lagi. Ia terpilih sebagai Ketua Umum Golkar (1998 – 2004), Ketua DPR RI (19992004) dan kini menjabat sebagai Ketua Dewan Pembina. Di pemerintahan, Akbar dipercaya sebagai menteri di tiga kabinet pada masa orde baru; Menteri Negara Pemuda dan Olahraga (1988-1993), Menteri Negara Perumahan Rakyat (1993-1998) dan Menteri Sekretaris Negara (1998-1999).
Kiprahnya yang cemerlang di organisasi kepemudaan membuat langkahnya semakin mudah dalam menapaki jalur politik. Tak heran jika pada tahun 1983 hingga tahun 1988, Akbar diberi kepercayaan menduduki posisi sebagai Wakil Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar. Dan pada tahun 1988 hingga tahun 1993 Akbar juga menjadi anggota Dewan Pembina DPP Golkar. Lalu pada tahun 1993 hingga tahun 1998 ia menjabat sebagai Sekretaris Dewan Pembina Partai Golkar barulah setelah itu ia menjabat sebagai Ketua Umum Partai Golkar pada periode 1998 hingga periode 2004.
Mengawali pendidikan di SR Muhammadiyah, Sorkam (Tapanuli Tengah) kemudian ia melanjutkan belajar di SD Nasrani Jalan Seram Medan (Sumatera Utara). Setelah menamatkan di SMP Perguruan Tinggi Cikini, Akbar melanjutkan ke SMA Kolese Kanisius Jakarta. Kemudian ia lulus dari Fakultas Teknik Universitas Indonesia dan Pascasarjana Doktoral Universitas Gadjah Mada. Dan menamatkan pendidikan terakhir yaitu Doktor Ilmu Politik Universitas Gajahmada Yogyakarta.
Aktivis kampus dan ketua HMI menjadi modal besar baginya untuk langsung menjadi anggota DPR RI dari fraksi Golkar. Sejak tahun 1977 hingga tahun 1988 ia menjadi anggota FKP DPR RI mewakili Propinsi Jawa Timur. Di lembaga perwakilan ini ia sempat merasakan posisi Wakil Sekretaris FKP DPR RI periode tahun 1982 hingga tahun 1983. Kemudian tahun 1987 hingga tahun 1992 Akbar juga dipercaya menduduki Sekretaris FKP MPR RI sekaligus sebagai Anggota Badan Pekerja MPR RI. Setelah Pemilu tahun 1992, ia kembali menjadi anggota DPR/ MPR. Dan untuk periode tahun 1992 hingga tahun 1997 Akbar kembali menduduki jabatan sebagai Sekretaris FKP MPR RI sekaligus anggota Badan Pekerja MPR RI. Kemudian pada tahun 1997 hingga tahun 1998 ia terpilih menjadi Wakil Ketua FKP MPR RI, lalu pada tahun 1997 hingga tahun 1999 menjabat sebagai Wakil Ketua Fraksi FKP MPR RI dan Wakil Ketua PAH II Badan Pekerja MPR RI.
Perkenalannya dengan dunia politik dimulai saat masih kuliah. Pada 1966, ia aktif dalam gerakan mahasiswa pada saat pengganyangan G 30 S/PKI melalui Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia Universitas Indonesia (KAMI-UI) dan LASKAR AMPERA Arief Rahman Hakim. Aktivitasnya itu merupakan modal kuat untuk ikut dalam bursa pemilihan Ketua Senat Mahasiswa. Lalu pada tahun 1967 hingga tahun 1968, Akbar terpilih untuk menjabat Ketua Senat Mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Kemudian pada tahun 1968, ia aktif dalam Dewan Mahasiswa Universitas Indonesia dan Majelis Permusyawaratan Mahasiswa Universitas Indonesia. Aktivitasnya tidak hanya dilakukan di dalam kampus. Ia pun terdaftar sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Dan Pada tahun 1969 hingga tahun 1970, Akbar terpilih sebagai Ketua Umum HMI Cabang Jakarta. Kemudian pada tahun 1972, untuk menjalin kerjasama dengan organisasi lainnya ia juga turut mendirikan Forum Komunikasi Organisasi Mahasiswa Ekstra Universiter (GMNI, GMKI, PMKRI, PMII, dan HMI) dengan nama kelompok Cipayung. Kehidupan berorganisasi Ketua Dewan Pembina Partai Golkar Akbar Tanjung tidak berhenti sampai disitu. Pada tahun 1973, ia turut mendirikan Komite Nasional Pemuda Indonesia atau disingkat KNPI. Lalu pada tahun 1978, ia juga turut mendirikan Angkatan Muda Pembaruan Indonesia atau disingkat AMPI, yang kemudian menjabat Ketua Dewan Pimpinan Pusat AMPI pada tahun 1978 hingga tahun 1980.
124
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Setelah mengalami gejolak politik pada tahun 1998, Golkar segera melakukan perubahan internal, Golkar menjadi partai politik yang menggaungkan paradigma baru. Akbar Tanjung pun terpilih sebagai Ketua Umum. Setelah pemilu dipercepat menjadi tahun 1999, ia pun terpilih sebagai Ketua Dewan Perwakilan Rakyat RI hingga tahun 2004. Dalam situasi global yang memungkinkan semakin terbukanya arus komunikasi dan semakin pentingnya kerjasama, maka DPR pun menjalin kerjasama dengan parlemen-parlemen negara sahabat. Sebagai ketua DPR, Akbar pun dipercaya menjadi President of AIPO (Asean Inter Parliamentary Organization) periode tahun 2002 hingga tahun 2003 dan President of PUOICM (Parliamentary Union of OIC Members) periode tahun 2003 hingga tahun 2004. Menurut Ibrahim Ambong (Duta Besar Indonesia untuk Chile), “Bagi saya, Akbar Tanjung adalah sosok pemimpin yang pantang menyerah dan punya strategi. Terbukti ketika posisi Golkar dalam ambang kehancuran, Akbar berhasil kembali mengangkat citra Golkar menjadi partai besar. Jika masa itu Ketua Umum Partai Golkar bukan Akbar, saya pesimis Golkar akan besar kembali. Bisa dibayangkan, betapa sulitnya posisi Golkar masa itu. Semua orang menghujat dan meminta Golkar untuk dibubarkan. Dengan gigih, Akbar terus berjuang mempertahankan Golkar.”
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
125
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PEMERINTAHAN & POLITIK (Purna Bhakti)
Ali Alatas
(FHUI -1956) Menteri Luar Negeri RI (1987-1999)
Guru Bagi Para Diplomat Ia merupakan salah satu tokoh penting dibalik berdirinya ASEAN, dimana kepiawaiannya berdiplomasi berhasil mencairkan kebekuan hubungan antar negara di kawasan Asia Tenggara. Tidak heran, sejak tahun 1987 hingga tahun 1999 ia dipercaya sebagai Menteri Luar Negeri dan berperan besar dalam menyelesaikan berbagai konflik di kawasan regional serta berhasil menjalankan misi-misi diplomatik Indonesia di dunia internasional. Atas dedikasi dan komitmennya yang tinggi tersebut, Ia sempat dinominasikan sebagai Sekjen PBB oleh sejumlah negara Asia pada 1996.
Jasa-jasa Alex begitu besar dalam mengemban misi-misi diplomatik Indonesia, diantaranya adalah mewakili Indonesia untuk diplomasi tingkat tinggi sejak 1960-an di forum PBB, OKI, APEC, OPEC, dan Gerakan Non-Blok.
Pria kelahiran Jakarta, 4 November 1932, yang akrab disapa Alex ini bercita-cita menjadi pengacara. Maka, ia pun masuk Fakultas Hukum Universitas Indonesia (lulus 1956). Selain itu, ia juga menyelesaikan pendidikannya di Akademi Dinas Luar Negeri di tahun yang sama.
Untuk Asia Tenggara, selain sangat bersemangat memperjuangkan Piagam ASEAN (ASEAN Charter), ia juga berhasil meyakinkan para pihak yang bertikai di Kamboja untuk berunding pada Juli 1988 di Istana Bogor.
Kisah hidupnya sebagai diplomat diawali pada usia 22 tahun saat ia berangkat ke Bangkok untuk menjadi Sekretaris II di Kedutaan Besar RI tahun 19561960. Purnabakti dari Thailand, Alex kemudian menjabat Direktur Penerangan dan Hubungan Kebudayaan Departemen Luar Negeri (1965-1966); Konselor Kedutaan Besar RI di Washington (1966-1970); Direktur Penerangan Kebudayaan (1970-1972); Sekretaris Direktorat Jenderal Politik Departemen Luar Negeri (1972-1975); Staf Ahli sekaligus Kepala Sekretaris Pribadi Menteri Luar Negeri (1975-1976); Wakil Tetap RI di PBB, Jenewa (1976-1978); Sekretaris Wakil Presiden (1978-1982); Wakil Tetap Indonesia di PBB, New York (19831987); Menteri Luar Negeri (1987-1999); Penasehat Presiden untuk Urusan Luar Negeri (2001-2004); dan Anggota Dewan Pertimbangan Presiden Urusan Luar Negeri (2005-2008). Saat menjabat Penasehat Presiden di masa Gus Dur dan juga Megawati, ia sudah tak sesibuk seperti ketika memegang posisi sebelumnya. Maka ia pun dapat mewujudkan impian masa kecilnya menjadi seorang pengacara, untuk itu Alex bergabung dalam Biro Pengacara Makarim & Taira’s sebagai salah satu penasehat hukum. Selain berbagai jabatan di atas, ia juga pernah menggeluti jurnalistik di antaranya menjadi Korektor Harian Niewsgierf (1952) dan Redaktur Kantor Berita Aneta (1953-1954). Beberapa penghargaan pun disematkan kepadanya yaitu Bintang Mahaputera Utama, Bintang RI Utama, dan Bintang Mahaputera Adiprana.
126
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Kala menjadi Wakil Tetap RI di PBB, kemampuan diplomasinya diuji. Sebab dialah yang pertama ditekan sewaktu Indonesia dikritik karena memasukkan Timor Timur ke dalam wilayah kesatuannya. Pihak Barat menuding itu merupakan sebuah invasi. Sehingga ia bersama tim harus berupaya keras mengubah citra buruk tersebut di kancah internasional.
Sebagai anggota EPG, ia mampu mengikis salah paham, salah persepsi, dan kecurigaan antara Indonesia dan Malaysia, yang sangat mungkin menjadi batu sandungan dalam hubungan kedua negara. Beberapa kalangan bahkan menganggap Ali Alatas ”lebih besar” dari ASEAN, mengingat peran kuncinya dalam proses berdirinya ASEAN tanpa bermaksud mengabaikan peran tokoh-tokoh penting lainnya. Berbagai penyelesaian konflik di tataran regional diakui meruapakan buah pemikiran dan kerja kerasnya. Insiden Santa Cruz di Timor Leste yang menewaskan puluhan orang pada 12 November 1991, sangat mengancam citra Indonesia di mata dunia. Namun berkat kelihaiannya, ia berhasil meredam amarah Internasional dan menyelamatkan muka bangsa ini. Meski akhirnya ia harus sedih sampai menitikkan air mata kala Timor Timur lepas dari pangkuan ibu pertiwi. Setelah Presiden BJ Habibie memberikan provinsi termuda itu referendum tanpa berkonsultasi terlebih dahulu dengan dirinya, dengan dua opsi merdeka atau otonomi, yang kemudian rakyat Timor Loro Sa’e lebih memilih opsi merdeka. 11 Desember 2008 di Singapura, Ali Alatas menutup mata untuk selama-lamanya. Dan oleh karenanya ASEAN berduka kehilangan salah seorang dipolomat terbaiknya. Sebelum kepergiannya ini, ia telah mewariskan satu harta bagi keluarga besar Asia Tenggara, ialah ASEAN Charter yang akan mempersatukan negara-negara anggotanya di bawah suatu payung hukum yang mengikat. Mengenai diplomasi yang amat ia kuasai, Alex berkata, “Diplomasi itu seperti bermain kartu. Jangan tunjukkan semua kartu kepada orang lain. Dan jatuhkan kartu itu satu per satu”.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
127
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Ali Wardhana
(FEUI 1958) Menko Ekonomi, Industri dan Pengawasan Pembangunan (1983-1988)
Menkeu RI Selama 15 Tahun
PEMERINTAHAN & POLITIK (Purna Bhakti)
Anindyati Sulasikin Murpratomo (FIB UI 1956) Menteri Negara Urusan Peranan Wanita (1983-1993)
Menyingkirkan Belenggu Feodalisme
Prof. Dr. Ali Wardhana adalah seorang guru besar untuk Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia yang pernah menjabat sebagai Dekan FEUI dari tahun 1967 sampai 1978. Pakar ekonomi ini lebih dikenal melalui kiprahnya di pemerintahan. Ia menjabat sebagai Menteri Keuangan RI sekurang-kurangnya selama 15 tahun, yakni sejak tahun 1968 hingga 1983. Kemudian ia dipercaya menjabat sebagai Menko Ekonomi, Industri, dan Pengawasan Pembangunan dalam periode 1983-1988.
Dikenal sebagai wanita yang tekun dan pekerja keras, Anindyati Sulasikin Moerpratomo mampu membuktikan bahwa wanita juga mampu memberikan pengabdian terbaiknya kepada bangsa. Aktivis perempuan ini kemudian dipercaya menduduki posisi-posisi strategis baik di pemerintahan maupun di organisasi sosial politik. Ia tercatat sebagai Anggota DPR/MPR (1982-1987), Menteri Negara Urusan Peranan Wanita (1983-1993), Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Agung ( 1998-2003) dan berbagai jabatan lainnya.
Pria kelahiran Solo pada tanggal 6 Mei 1928 ini menyelesaikan studinya di FE UI tahun 1958. Selanjutnya ia meneruskan pendidikannya di University of California dan berhasil meraih gelar Master of Arts di University of California pada tahun 1961. Di universitas yang sama, Ali Wardhana kemudian juga meraih gelar Ph.D. dengan judul disertasi “Monetary Policy in an Underdeveloped Economy: with Special Reference to Indonesia”.
Wanita kelahiran Jakarta, 18 April 1927, ini harus menerima feodalisme budaya ketika ia harus menikah pada usia 18 dengan R Moerpratomo yang masih kerabatnya. Impiannya untuk kuliah mulai ada titik terang setelah sang ayah meninggal. Sambil mengurus anak dan menjadi guru TK, lulusan Frobel Kweekschool (1944) ini sekolah lagi dan berhasil menamatkan SMA tahun 1951. Ia kemudian melanjutkan kuliah di Fakultas Sastra (FIB) UI.
Kepakarannya di bidang ekonomi telah diakui oleh dunia internasional dan membuatnya terpilih menjadi ketua Board Governors Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional untuk periode 1971-1972. Ia juga telah menulis beberapa karya ilmiah nasional maupun internasional yang telah dipublikasikan. Beberapa di antaranya adalah ”Foreign Exchange and its Implications in Indonesia”, Ekonomi dan Keuangan Indonesia (Oktober 1957); ”Beberapa segi Transmigrasi Spontan di Indonesia”, Ekonomi dan Keuangan Indonesia (Februari 1957); ”Inflasi dan Ketegangan-Ketegangan Strukturil”, Lembaga Ekonomi dan Kemasyarakatan (1965); ”Beberapa Catatan Mengenai Tindakan Pemerintah dibidang Ekonomi Moneter”, seminar KAMI (1966); ”Anggaran Moneter: Alat Stabilisasi atau Inflasi”, Lembaga Ekonomi dan Kemasyarakatan (1966), ”Economic Development and the Availability of Special Funds”, Statement at the Annual Meeting of the Asian Development Bank (1969), ”Concessional Loans and Technical Assistance”, Statement at the Annual Meeting of the Asian Development Bank (1970).
Bangku kuliah mulai membuka wawasannya. Ia bergabung dengan Persatuan Wanita Republik Indonesia (Perwari) Ranting Senen tahun 1952 yang menjadi awal dari perjalanan aktivisnya. Lulus sarjana tahun 1956, Sulasikin kemudian bergabung dengan Unicef di Jakarta sebagai Program Officer. Di lembaga PBB inilah ia banyak belajar bagaimana menyusun program dan membangun kerjasama dengan mitra-mitra Unicef di Indonesia. Ia kemudian juga aktif di Partai Golkar. Berkat pengalamannya bekerja di Unicef dan bekerjasama dengan banyak organisasi wanita, Sulasikin kemudian dipercaya sebagai Ketua Umum DPP Kowani tahun 1978 hingga tahun 1988. Tahun 1983 ia duduk sebagai Anggota DPR/MPR dan setahun kemudian diangkat sebagai Menteri Negara Urusan Peranan Wanita (UPW). Ketua DPP Golkar (1988-1993) ini kemudian diangkat kembali sebagai Meneg UPW untuk periode kedua (1988-1993). Pengalaman di Unicef banyak ia terapkan di Kementrian UPW. Berbagai riset tentang perempuan ia sajikan kepada presiden untuk menunjukkan ketertinggalan perempuan. Strategi lain yang dilakukan Sulasikin untuk menambah mitra Unicef adalah dengan merangkul mereka yang memiliki posisi pengambil keputusan untuk membantunya, antara lain Bappenas dan Departemen Keuangan. Demikian juga dengan kementeriannya yang tidak punya kepanjangan tangan di daerah, ia merangkul Departemen Dalam negeri dan menjadikan Wakil Gubernur sebagai Ketua Tim Pengelola Peningkatan Peranan Wanita dan Sekwilda sebagai Ketua Tingkat Kabupaten. Diusianya yang kini tidak muda lagi, Mantan Wakil Ketua DPA yang selalu mengenakan kain kebaya ini lebih banyak berkiprah di organisasi sosial kemasyarakatan. Antara lain mengurusi Yayasan Amal Bakti Ibu (YABI), yang didirikan bersama teman-temannya. Melalui YABI, Sulasikin membuat kegiatan yang mengajarkan budaya damai dan menghargai kemajemukan kepada anak-anak usia taman kanak-kanak dan sekolah dasar.
128
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
129
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PEMERINTAHAN & POLITIK (Purna Bhakti)
Anwar Nasution (FE UI 1968)
Ketua Badan Pemeriksa Keuangan RI (2004 - 2009)
Membangun Kemandirian BPK Putra Batak yang idealis ini menghabiskan masa kecilnya di Sipirok, Tapanuli Selatan, hingga tamat SMP. Ia kemudian melanjutkan pendidikannya di SMA Teladan Medan. Ketika di SMA inilah ia menjadi ‘preman’---istilahnya ketika itu untuk anggota gank. Meskipun begitu, sekolahnya tetap berjalan baik. Dan pada tahun 1961, ia berhasil diterima di Fakultas MIPA ITB. Hanya setahun di Bandung, karena godaan temannya yang bilang sarjana matematika susah cari kerja, Anwar pun pindah ke Jakarta dan mulai kuliah di Fakultas Ekonomi UI. Tinggal di asrama mahasiswa UI di Rawamangun, ia memprakarsai nama asrama tersebut ”Daksinapati”, yang berasal dari kata Sanskerta yang berarti ”calon suami yang baik”. Lulus dari Fakultas Ekonomi UI tahun 1968, Anwar memutuskan mengabdi di almamaternya sambil menjadi tenaga bantuan pada Dirjen Moneter Departemen Keuangan. Ia kemudian memperoleh kesempatan untuk melanjutkan pendidikannya di Harvard University, Massachusetts, USA, dan berhasil meraih gelar MPA pada tahun 1973. Selanjutnya ia meraih gelar doktor bidang ekonomi dari Tufts University, Medford, Massachusetts, USA pada tahun 1982. dengan disertasi berjudul ”Macroeconomic Policies, Financial Institutions and a Short Run Monetary Model of the Indonesian Economy”. Di negeri Paman Sam itu, penggemar joging ini, juga mendalami administrasi perpajakan. Peneliti di Lembaga Penyelidikan Ekonomi Masyarakat (LPEM) FE UI sejak tahun 1975 ini memang banyak berkiprah di lingkungan akademik. Mulai mengabdi sebagai asisten dosen di FE UI tahun 1964, karirnya dibidang akademik tercatat sangat menonjol. Sejak tahun 1985, ia menjadi pengajar tamu mata kuliah ekonomi di Lemhannas, Seskoal dan Seskoad. Pada tahun 19951996, ia sempat menjadi pengajar tamu mata kuliah ekonomi pembangunan di University of Helsinki, Finlandia. Ia juga menjadi visiting research associate di NBER di Cambridge – Masschussetts, USA, IDE di Tokyo, Research School of Pacific Studies ANU di Canberra Australia, dan Kyoto University di Jepang. Guru Besar FEUI dan Dekan FEUI periode 1988 – 2001 ini juga menjadi konsultan di UN-ESCAP, UN-ECLAC, US-AID, ADB, World Bank, IMF dan MITI di Jepang. Ia juga aktif sebagai anggota organisasi dibidang ekonomi seperti International Advisory Group of Finance Forum of the Pacific Economic Cooperation Council (PECC), the Asian Economic Panel, the Center for Pacific Basin Monetary and Economic Studies of San Francisco, International Associate Member of the Ministry of Finance of Japan, the American Economic Association, American Committee on Asian Economic Studies (ACAES), Wakil Ketua Umum Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) dan sebagai Country Director pada East Asia
130
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Economic Association. Selain itu, ia juga menjabat sebagai komisaris di beberapa perusahaan nasional. Pada tahun 1999, Anwar Nasution diangkat menjadi Deputi Senior Gubernur Bank Indonesia. Tokoh yang suka humor ini sempat mencandai wartawan yang memberinya selamat, ”Jangan memberi ucapan selamat. Lebih tepat ucapan duka cita. Soalnya, gaji saya sekarang hanya sepertiga dari yang saya terima setiap bulannya. Padahal, tugas dan beban saya lebih berat.” Tidak berlebihan memang. Sebagai Deputi Senior Gubernur BI, ia harus melepaskan sejumlah jabatan, karena memang tidak diperbolehkan merangkap jabatan. Selain itu, waktunya sudah pasti banyak tersita di BI, sehingga kesempatannya semakin berkurang untuk menjadi nara sumber di berbagai forum baik di dalam maupun di luar negeri. Selesai bertugas sebagai Deputi Senior Gubernur BI, pada tahun 2004 Anwar Nasution dipilih sebagai Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Ia pun menegaskan kepada jajaran BPK tentang pengabdian pada negara dan tidak hanya memikirkan besarnya gaji. Karena sebagai Ketua BPK, Anwar mengaku bahwa gajinya lebih kecil dibanding pejabat eselon I. Dikenal tegas dan vokal, Anwar berusaha keras untuk mendorong kemandirian BPK sebagai lembaga yang bertanggung jawab dalam menjaga transparansi pengelolaan keuangan negara. Ia pun mendesak agar segera dibuat Undang-Undang khusus tentang BPK untuk menjamin kemandirian lembaga tersebut. Dan upayanya berhasil ketika DPR RI akhirnya mengesahkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 Tentang Badan Pemeriksa Keuangan.
Salah satu keberhasilan Anwar Nasution adalah keberhasilannya meletakkan sembilan elemen dasar BPK yaitu independensi dan mandat, kepemimpinan dan tata kelola intern, manajemen sumber daya manusia, standar dan metodologi pemeriksaan, dukungan kelembagaan, hubungan BPK dengan pemangku kepentingan serta kinerja pemeriksaan dan hasil capaian dan dampak. “Sembilan elemen dasar sudah diletakkan, ini merupakan building block suatu organisasi pemeriksa modern berstandar internasional,” kata Anwar Nasution. Pada tahun 2009, Anwar Nasution resmi mengakhiri tugasnya sebagai Ketua BPK. Ia kembali lagi ke habitatnya sebagai pakar ekonomi dan kembali menjadi nara sumber di forum-forum seminar baik di dalam maupun luar negeri.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
131
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
B S Mulyana (FHUI 1974)
Menteri Muda Perencanaan Pembangunan Nasional/Wakil Ketua Bappenas (1988 - 1993)
BS Muljana adalah Guru Besar FEUI yang peduli akan Ekonomi Pertanian. Kariernya di FEUI dimulai sebagai Asisten Peneliti di LPEM serta pengajar pada matakuliah Teori Ekonomi Mikro, Ekonomi Pertanian dan Pembangunan Masyarakat, serta Masalah dan Kebijakan dalam Pembangunan. Muljana lahir di Sentolo, Yogyakarta pada tanggal 3 Maret 1931. Sarjana di bidang Ilmu Ekonomi diraihnya dari FEUI pada tahun 1959 yang dilanjutkan dengan pendidikan lanjutan di Department of Economics and Political Science, McGill University, Montreal, Canada. Gelar PhD berhasil diraihnya dari Iowa State University di Ames, America pada tahun 1971 dengan disertasi berjudul ”The Role of Agricultural Export in Indonesia’s Economic Development”. Salah satu sumbangan dalam keilmuannya yaitu buku berjudul ”Pembangunan Ekonomi dan Tingkat Kemajuan Ekonomi Indonesia” telah dipublikasikan pada tahun 1983. Buku lainnya berjudul ”Perencanaan Pembangunan Nasional: Proses Perencanaan Pembangunan Nasional dengan Fokus Repelita V” terbit pada tahun 1995 dan telah dicetak ulang pada tahun 2001. Kariernya di pemerintahan dimulai tahun 1966 sebagai Asisten Menteri Pertanian, kemudian sebagai Asisten Menko EKUIN Bidang Distribusi/Kepala Biro Pemasaran dan Koperasi, serta sebagai Menteri Muda Perencanaan Pembangunan Nasional/Wakil Ketua Bappenas tahun 1988. Perannya sebagai Widyaiswara di LEMHANNAS menghasilkan tanda jasa Tanhama Dharma Magva serta Satya Lencana Dwidya Sistha. Beliau juga telah dianugerahi Bintang Mahaputra Adipradana serta Bintang Karya Satya Lencana.
PEMERINTAHAN & POLITIK (Purna Bhakti)
Bacelius Ruru (FHUI 1974)
Sekretaris Kementerian BUMN (2001-2004)
Lahir di Tomohon, 14 Juni 1948, Bacelius Ruru berhasil meraih gelar sarjana dari FHUI tahun 1974. Memulai karir di Departemen Keuangan tahun 1975, Ruru kemudian dipercaya sebagai Kepala Sub Direktorat Asuransi Jiwa & Asuransi Sosial (1983 - 1984), Kepala Sub Direktorat Hukum BUMN (1984 - 1987 ), Kepala Biro Hukum dan Humas (1987 - 1990), Staf Ahli Menteri Keuangan di Bidang Hubungan Ekonomi Keuangan Regional (1990 - 1993), Ketua Bapepam (1993 - 1995), Direktur Jenderal Pembinaan BUMN (1995 - 1998), Asisten Menteri Negara Pendayagunaan BUMN/Deputi Bidang Usaha Kompetitif Badan Pengelola BUMN (1998 - 1999). Tahun 1999, Ruru dipindahtugas ke Kantor Menteri Negara Pendayagunaan BUMN yang baru dibentuk dan dipercaya sebagai Asisten Menteri/Deputi Bidang Usaha Pertambangan dan Agro Industri. Tahun 2000, dia diangkat menjadi Deputi Menteri Negara/Deputi Kepala Badan Penanaman Modal dan Pembinaan BUMN Bidang Pengawasan dan Pengendalian, dan kemudian menduduki jabatan Sekretaris Kementerian BUMN pada tahun 2001 hingga tahun 2004. Meraih gelar Lex Legibus Magister (LL.M.), dengan major di bidang Corporation, International Trade dan Foreign Investment, Harvard Law School (1981), Ruru ditunjuk sebagai Ketua Prakarsa Jakarta (Jakarta Initiative Task Force), mulai tahun 2001 hingga 2003, dengan tugas restrukturisasi hutang swasta kepada pihak asing melalui suatu badan yang disponsori oleh Pemerintah yang bernama JITF. Kini, selain dipercaya sebagai Komisaris di beberapa perusahaan nasional, Ruru menjabat sebagai Ketua Badan Arbitrasi Pasar Modal Indonesia (BAPMI) sejak tahun 2007 dan Ketua Dewan Kehormatan Asosiasi Emiten Indonesia sejak tahun 2008. Sebelumnya, dia juga menjabat sebagai Sekretaris Tim Nasional Peningkatan Ekspor & Peningkatan Investasi (PEPI) periode 2007 -2011. Dan atas dedikasinya, Ruru dianugerahi diantaranya Satya Lencana Karya Satya Bintang Jasa Pembangunan tahun 1997. Dan tahun 2008, dia dinobatkan sebagai Tokoh Pasar Modal.
132
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
133
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Bismar Siregar (FHUI 1956) Hakim Agung MA (1984-2000)
(1982-1984) kemudian menjadi Hakim Agung pada tahun 1984 hingga tahun 2000.
Jejak Sang Pendekar Hukum Dikenal sebagai pribadi yang tegas serta selalu menebar senyum dan keramahan membuat Bismar sukses sebagai Hakim Agung dalam menegakkan keadilan di Indonesia. Pria kelahiran Sipirok Sumatera Utara pada 15 September 1928 ini adalah alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia pada tahun 1956. Sejak kanak-kanak, ayahnya selalu mengharapkan Bismar menjadi Meester in de Rechten (Mr). Bismar tak malu menyebut dirinya lahir dari keluarga yang hidup dibawah garis kemiskinan. Ayahnya mewariskan catatan bahwa keluarganya pernah makan nasi hanya sekali dalam sehari ditambah ubi rebus pada malam hari. Perjalanan pendidikan Bismar pun tergolong unik. Pada tahun 1942, ketika Bismar akan menempuh ujian sekolah dasar dikelas tujuh HIS (Hollands Inlandsche School) Jepang masuk. Kekacauan yang timbul karena gejolak pergantian penjajah membuat Bismar tidak menempuh ujian akhir, dan pendidikannya praktis terhenti. Bismar muda hidup dikampung selama delapan tahun tanpa duduk dibangku sekolah. Kemudian pada tahun 1950, ia merantau ke Jakarta untuk mencari pekerjaan. Ironis, Bismar yang tidak tamat sekolah dasar justru dibawa abangnya ke Magelang untuk melanjutkan sekolah di SMA Pejuang yaitu sebuah sekolah lanjutan khusus bagi para pejuang kemerdekaan. Bismar seperti memakan buah simalakama, mau masuk SMA, ijazah SD pun tidak punya, mau duduk dibangku SMP usianya sudah kadaluwarsa. Berkat bujukan si abang, Bismar memberanikan diri untuk mendaftar ke SMA Pejuang. Caranya, ia mengubah tanggal kelahirannya dari 15 September 1928 menjadi 15 november 1930. Dan sampai sekarang yang tercantum di ijazahnya adalah tanggal kelahiran terakhir. Setelah menamatkan SMA di Bandung pada tahun 1952 kemudian Bismar berhasil memanfaatkan peluang saat mengikuti ujian penerimaan mahasiswa Fakultas Hukum UI dan pintu menjadi hakim pun terbuka. Kemudian setelah menyandang gelar sarjana hukum UI tahun 1956, Bismar memulai karir sebagai jaksa di Kantor Kejaksaan Negeri Palembang pada tahun 1957. Setelah bertugas dua tahun di Palembang, Bismar pindah ke Kejaksaan Negeri Ujung Pandang yang dipimpin oleh AA. Baramuli. setelah setahun bertugas di Ujung Pandang, Bismar kemudian dipindahkan lagi ke Kejaksaan Negeri Ambon pada tahun 1960. Dua tahun kemudian bismar berubah haluan, meniti karir sebagai hakim dan bertugas pertama kali di Pengadilan Negeri Pangkal Pinang pada tahun 1962, kemudian Bismar dipindahkan ke Pengadilan Negeri Pontianak (1962-1968). Lalu Bismar menjabat sebagai Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Timur dan Jakarta Utara (1971-1980), Ketua Pengadilan Tinggi Sumatera Utara, Medan
134
PEMERINTAHAN & POLITIK (Purna Bhakti)
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Bismar mengaku hanya takut kepada Allah, oleh karena itu setiap memeriksa perkara yang menjadi pertimbangan pertama adalah bisikan hati nuraninya. Baginya, hati nurani tidak bisa diajak berbohong, setiap kali membuka berkas perkara atau memimpin sidang pengadilan nurani keadilan selalu terbayang dibenaknya. Setelah hati nuraninya mengambil keputusan, maka barulah ia mencari pasal-pasal dalam undang-undang untuk menghukum terdakwa. Dalam menjalankan tugasnya Bismar selalu berprinsip keadilan, nilainya jauh lebih tinggi daripada hukum. Hukum hanyalah suatu sarana untuk menegakkan keadilan. Itulah cermin tak pernah retak karena itu kebanyakan teman menganggapnya sebagai hakim yang aneh dan penuh kontroversi. Perihal memperdalam ilmu hukum pun Bismar tidak berhenti hanya sampai sarjana. Kehausan menuntut ilmu dilanjutkannya dengan menempuh pendidikan di luar negeri antara lain di University of Nevada pada tahun 1973, University of Alabama, Tooscaloosa, University of Texas di Dallas tahun 1979, dan Rijks-Universiteit di Utrecht tahun 1990. Konsistensinya dalam menjunjung keadilan berdasar nurani membuat Bismar menangis kalau ada penyimpangan keadilan yang dilakukan oleh Hakim. Baginya para hakim “kotor” ini sama saja telah memperjualbelikan sumpah atas nama Tuhan. Sebab, dalam dunia peradilan di Indonesia disebutkan secara tegas bahwa dasar seorang hakim dalam mengambil keputusan adalah Demi Keadilan yang Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Walaupun telah lama meninggalkan kursi pengadilan, namun namanya masih terus akrab di telinga sebagian masyarakat Indonesia. Bagaimana tidak, sejumlah keputusan keras lahir dari balik pribadinya yang lembut. Bagi beberapa orang, keputusan hukum yang dibuat Bismar terlihat kontroversial. Ketegasan Bismar ditunjukkan bahwa ia tidak mau disuap dan tidak bisa dibeli. Sejumlah vonis Bismar sungguh fenomenal dan gaungnya masih terasa sampai hari ini. Ketika ia menjabat sebagai Ketua Pengadilan Tinggi Sumatera Utara, Bismar pernah menambah vonis sampai 10 kali lipat dari tuntutan terkait perdagangan 161 Kilogram ganja kering yang dilakukan Cut Mariana dan Bachtiar Tahir. Kedua terdakwa yang awalnya dijatuhi hukuman 10 bulan penjara oleh Pengadilan Negeri Medan akhirnya harus mendekam masing-masing 15 dan 10 tahun dipenjara setelah Pengadilan Tinggi Sumatera Utara yang dipimpin Bismar melipatgandakan hukuman mereka. Tak berlebihan bila dikatakan Bismar Siregar adalah pendekar hukum yang langka yang berani melawan arus demi tegaknya keadilan. Baginya, undang-undang dan hukum hanyalah sarana untuk mencapai keadilan. Semasa menjadi hakim, Bismar kerap melakukan terobosan hukum dan ia pun tak mau diintervensi siapapun dalam mengambil keputusan termasuk oleh atasannya. Hingga akhir hayatnya Bismar merasa sedih karena saat ini tidak bisa berbuat, hanya bisa menyaksikan penderitaan yang dialami rakyat. Yang bisa dilakukannya hanya menulis,menulis dan terus menulis. Namun didalam hidupnya, Bismar tidak pernah berhenti membaca, menulis dan melukis. Dan Bismar juga meneladani apa yang disabdakan Nabi Muhammad SAW bahwa “tinta seorang pandai lebih suci daripada darah seorang syuhada.”
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
135
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PEMERINTAHAN & POLITIK (Purna Bhakti)
Candra M Hamzah (FH UI 1985)
Wakil Ketua Komisi Pemberantas Korupsi (KPK), 2007 - 2011
“Cicak” Yang Berani Melawan “Buaya” Chandra M Hamzah, aktivis berjiwa militan tapi berwajah ramah. Integritas dan kejujurannya dibuktikan ketika ia menjabat pimpinan KPK periode 2007-2011 ketika lembaga anti rasuah itu ‘digempur’ dari berbagai arah, yang puncaknya terjadi dengan peristiwa ‘Cicak Vs Buaya’. Bersama Bibit Samad Rianto, Chandra sempat menjadi tahanan Polri atas dugaan kasus suap. Hingga akhir Chandra berhasil lolos dari apa yang dikenal dengan kriminalisasi pimpinan KPK ketika itu. Ia lolos bukan karena beruntung, melainkan karena integritas dan kejujurannya. Chandra dan Bibit menjadi ‘simbol’ perjuangan melawan korupsi di Indonesia. Ketika KPK yang menjadi tumpuan harapan rakyat berada dalam titik nadir, kedua tokoh anti korupsi itu menjadi ‘pelita di tengah kegelapan’. Seandainya saja Chandra M Hamzah ada sedikit saja kesalahan, meskipun tidak disengaja, niscaya sejarah pemberantasan korupsi bisa berubah arah. Maka ketika para koruptor nyaris berhasil ‘membungkam’ KPK, tanpa disadari, Chandra dan Bibit adalah pahlawan yang berhasil menyelamatkan KPK dengan integritas dan kejujurannya. Lahir di Jakarta, 25 Februari 1967, Chandra mulai menempuh pendidikannya di Fakultas Hukum tahun 1986. Karena intensitasnya yang tinggi sebagai aktivis kampus, ia baru berhasil menyelesaikan pendidikannya pada tahun 1995. Salah satu prestasi Mantan Komandan Resimen Mahasiswa UI ini adalah ketika ia dipilih menjadi Ketua Senat Mahasiswa UI dan berhasil menggelar Mahasiswa Tentang Tinggal Landas (DMTL) yang dihadiri BJ Habibie dan pimpinan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia. Setelah lulus kuliah, Chandra membidani lahirnya Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) pada tahun 1998. Aktivis YLBHI ini kemudian juga memulai karirnya sebagai pengacara pada sejumlah kantor hukum. Beberapa di antaranya adalah pada firma hukum Erman Radjaguguk & Associates, partner pada firma hukum Hamzah Tota Mulia dan sebagai pengacara senior pada firma hukum Lubis Ganie Surowidjojo. Di awal karirnya sebagai pengacara, Chandra aktif terlibat dalam memberikan advis-advis hukum kepada Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) dalam upaya kembali menyehatkan industri perbankan pasca krisis moneter 1998. Tak diragukan, Chandra pun banyak terlibat dalam perkara-perkara tingkat tinggi dari tahun 1998 hingga 2000, diantaranya adalah mewakili BPPN dalam kasus Bank Bali tahun 1998. Chandra mulai bersentuhan secara intens dengan masalah pemberantasan korupsi ketika ia dipilih sebagai anggota Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TGPTPK) pada 2000-2001. Pada rentang waku yang sama, ia
136
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
juga ambil bagian dalam Tim Persiapan Pembentukan Komisi Anti Korupsi. Pada tahun 2001, bersama rekannya sesama alumni FH UI, Ahmad Fikri Assegaf, Chandra mendirikan kantor hukum Assegaf Hamzah & Partners. Dan tidak butuh waktu lama, kantor hukum yang dibangun Chandra dan Ahmad Fikri berhasil menjadi salah kantor pengacara papan atas di Indonesia. Dalam usia yang relatif muda, Chandra pun berhasil mengukuhkan posisinya sebagai pengacara yang diperhitungkan. Keberhasilannya sebagai pengacara profesional dengan penghasilan yang berlimpah ternyata tak memudarkan jiwa aktivisnya. Tahun 2007, Chandra mendaftar diri mengikuti seleksi pimpinan KPK dan lulus setelah melalui proses seleksi yang ketat. Sejak itu, Chandra meninggalkan ‘kenyamanan hidup’ dan memasuki ‘zona berbahaya’. Keberanian pimpinan KPK membongkar berbagai kasus korupsi berhasil meletupkan kembali harapan masyarakat. Banyak pejabat tinggi negara mulai dibidik dan ditahan KPK, mulai dari anggota DPR RI hingga aparat penegak hukum, diantaranya mantan Kapolri Rusdihardjo, Jaksa Urip Tri Gunawan, bahkan besan Presiden SBY, Aulia Pohan, yang saat itu menjabat Deputi Gubernur BI. Pemberasan korupsi yang dilakukan KPK tak pelak membuat para koruptor gerah. Dan ketika Ketua KPK Antasari Azhar tersangkut perkara pidana kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen, serangan kepada KPK pun semakin gencar dilakukan. Chandra dan Bibit Samad Rianto sempat ditahan oleh Polri atas dugaan penyalahgunaan wewenang yang diduga sebagai imbas dari ‘konfrontasi’ Polri dan KPK. Dugaan itu semakin menguat setelah Kabareskrim Polri Komjen Susno Duadji yang merasa telponnya disadap melontarkan ejekan, “…..cicak kok mau melawan buaya...” Penyataan itu kemudian justru menyulut simpati dukungan masyarakat terhadap KPK. Dukungan masyarakat mencapai puncaknya ketika Polri tidak mampu menemukan bukti tuduhannya kepada Chanda dan Bibit, sehingga dua kali Kejaksaan Agung mengembalikan berkas ke Mabes Polri. Kecurigaan masyarakat pun memuncak. Presiden SBY kemudian membentuk Tim Independen Verifikasi Fakta dan Proses Hukum atas Kasus Chandra M. Hamzah dan Bibit Samad Rianto, atau Tim 8, untuk menjawab kecurigaan masyarakat. Dan akhirnya, Tim 8 merekomendasikan agar kasus Bibit-Chandra dihentikan karena Polri tidak memiliki bukti. Integritas dan kejujuran Chandra dan Bibit menjadi magnet yang begitu besar, yang menarik simpati dukungan masyarakat yang sangat besar kepada KPK dan terus berlanjut hingga kini. Chandra dan Bibit menjadi contoh bagi pimpinan KPK berikutnya bahwa integritas dan kejujuran adalah sesuatu yang mutlak. Tak heran bila pada tahun 2010 Bank Dunia memberikan penghargaan Integrity Award kepada Chandra M Hamzah atas integritasnya dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. Setelah mengakhiri masa bhaktinya sebagai Wakil ketua KPK tahun 2011, Chandra kembali aktif sebagai pengacara profesional di Assegaf Hamzah & Partners (AHP). Ia kemudian banyak berperan dalam memberikan nasehat-nasehat hukum terkait kepatuhan terhadap peraturan peundang-undangan anti korupsi baik yang berlaku di Indonesia maupun di luar negeri, seperti US Foreign Corrupt Practices Act dan UK Bribery Act.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
137
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PEMERINTAHAN & POLITIK (Purna Bhakti)
Darmin Nasution (FE UI) Gubernur Bank Indonesia (2010-2013)
Prestasi Cemerlang Ditengah Krisis Global Darwin Nasution sebagai Gubernur Bank Indonesia dinilai berhasil mengawal ekonomi makro dan perbankan melewati gejolak krisis global. Semangatnya menjalankan program ”mendomestikan” perbankan mendapat banyak apresiasi, ia memaksa perbankan memberikan bunga kredit rendah kepada pengusaha sehingga perekonomian domestik bisa tumbuh lebih cepat dan kuat. Itulah salah satu strategi Darmin saat perekonomian dunia memburuk dan ekspor tak bisa diharapkan. Pria kelahiran Tapanuli, 21 Desember 1948, ini menyelesaikan pendidikan sarjananya di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FEUI). Mantan Dirjen Pajak periode 2006-2009 ini memperoleh gelar Master dan Doktoralnya dalam bidang Ekonomi di Universitas Sorbonne Perancis. Sebelum menjabat sebagai dirjen pajak, ia juga pernah menjabat sebagai Kepala Bapepam Lembaga Keuangan RI. Berkat karunia Tuhan melalui pengetahuan dan pengalamannya dalam bidang ekonomi makro, pada tahun 2009 Darmin Nasution diangkat sebagai Deputi Senior Gubernur Bank Indonesia menggantikan Miranda S. Goeltom. Satu tahun berikutnya berdasarkan Keputusan Presiden RI tenteng pemberhentian Prof. Dr. Boediono dari jabatan Gubernur Bank Indonesia untuk manjadi wakil Presiden RI, Darmin Nasution diangkat sebagai Pejabat Sementara Gubernur Bank Indonesia dan tidak lama waktu berselang dilantik sebagai pejabat tetap sebagai Gubernur Bank Indonesia tahun 2010.
di Indonesia, yang tentunya agar perbankan syariah mendapat tempat dan manfaat lebih luas bagi masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim. Kepemimpinan Darmin Nasution sebagai Gubernur Bank Indonesia terbilang tegas. Ini dibuktikan dengan kebijakannya dalam menjaga kestabilan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, menahan sumber dana valuta asing yang masuk ke Indonesia, menerbitkan peraturan penggunaan tenaga alih daya di perbankan, dan juga mengeluarkan aturan perbankan terkait kepemilikan saham perbankan dan branchless banking. Hanya berselang beberapa hari setelah Darmin Nasution dilantik menjadi Deputi Senior Bank Indonesia, ia terpilih sebagai Ketua Umum Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) untuk periode jabatan 2009-2012. Darmin Nasution terpilih dalam Kongres ISEI Ke-17 yang berlangsung di Bukit Tinggi Sumatera Barat pada Juli 2009 lalu mengantikan Mantan Gubernur Bank Indonesia Burhanudin Abdullah. Kembali pada Ekonomi Pancasila menjadi gagasan utama Darmin pada saat Kongres ISEI ke17. Krisis ekonomi dunia yang sudah dua kali berdampak pada perekonomian Indonesia dalam dua dekade terakhir ini menjadi tantangan tersendiri bagi Indonesia. Pengambilan kebijakan pada tingkat ekonomi makro menjadi sangat penting bagi keberlangsungan perekonomian Indonesia dengan sistem perekonomian yang tepat. Sistem Ekonomi Pancasila menjadi hal terpenting dalam upaya menyempurnakan sistem perekonomian Indonesia. Gagasan Darmin untuk kembali pada sistem ekonomi pancasila merupakan salah satu visinya untuk mengembalikan hajat hidup rakyat Indonesia menjadi lebih baik.
Selama Ia bertugas sebagai Gubernur Bank Indonesia, tercatat beberapa keberhasilan Darmin dalam menjaga perekonomian Indonesia di tengah krisis global yang mengguncang Negara-negara Eropa dan Amerika pada saat itu. Pada Oktober 2011, Darmin Nasution masuk dalam kategori Top Central Bankers. Global Finance melaporkan Ia memperoleh peringkat B pada tahun 2011, dari peringkat D pada saat awal ia menjabat pada tahun 2010. Darmin yang baru satu tahun menjabat mengalahkan peringkat Gubernur Bank Central Amerika Serikat The Federal Reserve (The FED) Ben Bernanke yang dua tahun berturut-turut hanya memperoleh peringkat C. Dibawah kepemimpinannya, pada awal tahun 2013, untuk pertama kalinya sejak tahun 2006 silam Bank Indonesia dapat mengalahkan Bank Negara Malaysia (BNM) dalam hal promosi keuangan perbankan syariah. Pencapaian tersebut merupakan hasil poling dari Awards Results Best Poll 2012 yang diadakan oleh Islamic Finance News (IFN) pada tahun 2012. Predikat terbaik tersebut tidak hanya ditujukan kepada Bank Indonesia tetapi juga merupakan hasil kerja keras dan kerjasama seluruh sumber daya manusia sektor keuangan syariah
138
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
139
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Darwin Zahedy Saleh (FEUI 1982) Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (2009-2011)
Ekonom dan Menteri ESDM Dikenal sebagai pribadi yang ramah, pandai bergaul serta aktif dalam banyak kegiatan di lingkungan rumahnya. Selain itu diantara teman-teman bermain sebayanya di masa remaja, Darwin bersaudara paling rajin sekolah, cenderung kutu buku dan semuanya jago karate. Dengan latar belakangnya ini tak heran keluarga Darwin sangat populer di kalangan warga tempat tinggal Darwin saat itu yaitu di Kemayoran. Darwin Zahedy Saleh terlahir dari pasangan HM Saleh dan Hj Raja Pujian S. Sejak usia 10 tahun, Darwin yang lahir di Sapat, Riau pada 29 Oktober 1960 dibawa hijrah oleh orangtuanya ke ibukota dan menempati rumah di Gang Mangga No.15 Kemayoran. Sejak kecil orangtua Darwin menerapkan disiplin kepada anak-anaknya dan sangat mengutamakan pendidikan. Lulus sebagai sarjana ekonomi dari Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Darwin melanjutkan pendidikan Strata 2 bidang Administrasi Bisnis di Middle Tennessee State University, Tennessee, AS dan lulus pada tahun 1994. Kemudian pada tahun 2003 Ia juga menempuh program doktor FEUI, dan setelah menyelesaikan pendidikan terakhirnya, Darwin menjadi dosen di almamaternya. Darwin juga menjadi staf ahli dekan di Fakultas Ekonomi UI serta bekerja di beberapa perusahaan bidang keuangan, perbankan dan lembaga konsultan menajemen. Ia kemudian aktif di Partai Demokrat dan dipercaya sebagai Ketua DPP Demokrat Bidang Ekonomi dan Keuangan. Dalam banyak kesempatan, Darwin kerap menjadi kritikus bagi para menteri di Kabinet Bersatu yang dikendalikan pimpinannya di Partai Demokrat. Dan kegemarannya melakukan kritik terhadap kebijakan pemerintah di bidang ekonomi bukanlah sebuah hobi baginya, itu semua dilakukannnya karena rasa tanggung jawabnya sebagai seorang pengamat ekonomi. Dan ketika Presiden SBY mengumumkan jajaran calon menteri di Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II muncul nama Darwin Saleh yang diberi kepercayaan menjadi Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menggantikan Purnomo Yusgiantoro pada tahun 2009 dan kemudian digantikan oleh Jero Wacik pada tahun 2011.
PEMERINTAHAN & POLITIK (Purna Bhakti)
Daud Jusuf (FEUI 1959) Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (1978-1983)
Cendekiawan Dengan Kearifan Lokal Tokoh yang memiliki hobi melukis ini terlahir di Medan pada 8 Agustus 1926. Daud Jusuf adalah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan periode 1978-1983. Dimasa revolusi fisik, ketika masih duduk di bangku SMA, Daud mendaftarkan diri masuk ke akademi militer. Tahun 1946 ia bergabung dengan TNI sebagai Letnan Muda Divisi IV Sumatera Timur. Kemudian ia terpilih sebagai sepuluh terbaik di akademi militer itu dan dikirim ke Jawa, sehingga pendidikan SMA-nya tidak diteruskan. Dan pada tahun 1950 hingga tahun 1952, Daud menjabat sebagai Letnan Muda di Komando Militer Kota Besar Jakarta Raya. Ketika revolusi fisik berakhir, Daud memutuskan untuk melanjutkan pendidikannya di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Setelah lulus kuliah pada tahun 1959, ia menjadi dosen di almamaternya. Kemudian dengan beasiswa dari Ford Foundation, Daud berangkat ke Paris untuk mengambil gelar Doctorat de I’ Universite (doktor untuk ilmu hubungan Internasional dan Keuangan Internasional) dan Doctorat d’Etat (doktor untuk ilmu ekonomi) di Universite Pluri-disciplinaire de Paris I, Pantheon-Sorbonne. Dan sewaktu di Prancis itulah, pria yang menguasai bahasa Belanda, Inggris, Jerman dan Perancis ini kerap mengadakan diskusi tentang ekonomi dan politik Indonesia. Sepulangnya dari Perancis pada tahun 1971, klub diskusinya dilembagakan menjadi Center for Strategic and International Studies (CSIS) dan Daud terpilih sebagai ketua dewan direksi. Sambil memimpin CSIS, pada tahun 1978 Daud dipercaya sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Pada masa jabatannya sebagai menteri, Daud mengeluarkan dua kebijakan diantaranya dalam memperkenalkan NKK/BKK (Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan) yang dimaksudkan untuk membersihkan kampus dari kegiatankegiatan politik. Kegiatan politik hanya boleh dilakukan diluar kampus, sementara tugas utama mahasiswa adalah belajar. Ia menghapuskan Dewan Mahasiswa di seluruh Universitas yang ada di Indonesia dan praktis melumpuhkan kegiatan politik mahasiswa. Kebijakan kedua adalah kebijakan yang melarang liburan pada bulan puasa. Selain pernah aktif di dunia kemiliteran dan dunia pendidikan, Daud juga memiliki hobi melukis. Dan pada tahun 2008 ia pernah membuat lukisan dengan judul Ratapan Kemanusiaan. Lukisan itu menggambarkan sebuah patung keadilan dan dibawah patung terlihat orang-orang terendam lumpur. Penghargaan yang pernah diraih Daud diantaranya Bintang Satya Lencana Gwidya Sistha dari TNI-AL pada tahun 1981, Bintang Mahaputra Adi Pradana pada tahun 1982 dan penghargaan dari Rumah Sakit Umum Pusat Dr.Sardjito pada tahun 1990. Jejak hidup Advisor CSIS Foundation ini adalah potret kearifan cendekia yang berakar pada kearifan lokal, dan hingga usia senja pun ia masih menyumbangkan pikiran kepada publik melalui tulisan-tulisannya.
140
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
141
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PEMERINTAHAN & POLITIK (Purna Bhakti)
Dorodjatun Koentjoro-Jakti (FEUI 1964) Menteri Koordinator Perekonomian Kabinet Gotong Royong (2001-2004)
Buah dari Integritas, Kejujuran, dan Idealisme Menteri Koordinator Bidang Perekonomian pada Kabinet Gotong Royong ini segera bergerak cepat pada strategi dalam memulihkan perekonomian Indonesia yang terpuruk pasca krisis ekonomi 98’. Ketika ia menjabat, Dorodtjatun fokus pada tiga program utama pemulihan ekonomi nasional, yaitu pembayaran utang luar negeri, desentralisasi daerah, dan penciptaan lapangan pekerjaan. Bahkan, karena reputasi, pengalaman dan pengetahuannya Tim ekonomi Kabinet Gotong Royong yang dipimpin Prof. Dorodjatun disebut banyak orang sebagai The Dream Team.
harus dibayar lewat budget (anggaran Negara).” Tegasnya.
Prof. Dr. Dorodjatun, yang lahir di Rangkasbitung 25 November 1939, adalah salah satu lulusan terbaik FEUI tahun 1964 dengan spesialisasi Moneter dan Keuangan Negara. Beliau memperoleh gelar MA (Financial Administration) pada tahun 1969 dari Universitas Berkeley US. Pada tahun 1980, beliau memperoleh Gelar Doktor di bidang Ekonomi Politik dengan judul disertasinya “The Political Economy of Development : The Case on Indonesia under The New Order 1966 – 1979” dari Universitas yang sama. Mantan Dekan FEUI periode 1994-1997 ini sempat menjadi Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh RI untuk Amerika Serikat periode 1998-2001 pada masa kepresidenan Soeharto, B. J. Habibie, dan Abdurrachman Wahid.
Karena itu Djatun heran kenapa justru IMF yang dicibir. Padahal bunga pinjaman IMF sangat rendah. “jadi banyak cerita dipelintir-pelintir di luar. Yang kita pakai di Lol IMF itu adalah semua yang tidak dikerjakan pemerintah Soeharto selama lebih dari 30 tahun. Saya nggak ngerti kenapa disebarkan cerita mengenai IMF. Alternatifnya apa? Bank Dunia digituin juga,” ujarnya masygul.
“Itu (utang dalam negeri) diambil dari penghasilan Negara, masuk sebagai pengeluaran lalu dikasih ke bank-bank yang bankrut itu. Supaya bank-banknya nggak bankrut, kita kasih obligasi. Lantas kita kasih penghasilan kepada bank, sehingga bank jalan. Jadi, sebetulnya kita subsidi bank-bank itu. Tapi kalau kita tenggelamkan bank itu, sekian juta nasabah bank kita nggak punya lembaga penjamin. Tidak ada deposit insurance seperti semestinya,” katanya dengan tegas.
Suasana ruang pertemuan hening, sebagian hadirin puas dengan problematika dan analisis utang Indonesia yang dibeber Djatun. Apalagi, ia tampil bersemangat, terbuka dan apa adanya. Itu mengingatkan orang pada integritas, kejujuran, dan idealismenya hingga pernah dua tahun dipenjara tanpa diadili oleh rezim Soeharto ketika peristiwa Malari 1974.
Setelah enam bulan menjabat sebagai Menteri Koordinator Perekonomian RI, Djatun menjadi pembicara dalam sebuah diskusi dalam rangka menghadiri World Economic Forum di depan masyarakat Indonesia di Washington, USA. Dengan gamblang dan berapi-api ia mengungkapkan kekhawatirannya terhadap hutang dalam negeri Indonesia dibandingkan dengan hutang pada IMF dan Bank Dunia. “Nilai utang luar negeri Indonesia sama dengan nilai utang dalam negerinya, yakni kurang dari USD 70-an miliar. Sekitar USD 70-an miliar di luar, USD 70 miliar dari dalam. Bedanya, utang luar negeri itu berupa soft loan sehingga jangka pengembaliannya lama. Bunga pinjaman bank dunia hanya 1-2 %. Bunga pinjaman ODA (Official Development Assistance) bahkan 0,3 %. Pinjaman dari IMF itu juga dikenai bunga rendah, yakni hanya 3-4 %. Tetapi yang dalam negeri itu kan sama dengan SBI (sertifikat Bank Indonesia), yang bunganya kurang lebih 17 %. Coba bayangkan.” Tegasnya. Djatun yang semasa kuliah aktif di Regu Renang Universitas Indonesia menambahkan, “Sejak dulu Indonesia tak pernah ngemplang. Indonesia terkenal di lembaga multilateral. Kita gak pernah ngemplang, selalu bayar. Tapi, jika mepet kita minta penjadwalan kembali, yaitu pokok (Pembayaran pokok utang), principal, dan dari bunga. Yang parahnya adalah utang dalam negeri. Sebab,
142
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
143
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PEMERINTAHAN & POLITIK (Purna Bhakti)
Emil Salim (FEUI 1959) Menteri Kabinet Pembangunan II - V (1973 - 1993)
Ekonom & Pejuang Langit Biru Ia memiliki kecerdasan dan daya analisa setiap kali mengambil kesimpulan, menyampaikan pendapat dan beragumentasi. Keterbukaan sikap dan kejujurannya membuat Emil Salim menjadi pribadi yang disenangi banyak orang. Ia termasuk salah seorang peletak dasar ekonomi Orde Baru yang dikenal lurus dan bersih. Prof. Emil Salim lahir di Lahat, Sumatera Selatan, 79 tahun lalu. Ia adalah putra dari Baay Salim dan Siti Syahzinan dari Nagari Koto Gadang, Kabupaten Agam, Sumatera Barat---yang juga merupakan keponakan dari seorang Pahlawan Nasional Indonesia, Haji Agus Salim. Masa kecilnya akrab dengan hutan di kaki bukit Selero. Dia pun senang membaca karya-karya Karl May. Baginya, membaca Karl May, juga memahami kedamaian, keikhlasan, keadilan, kebenaran, dan keTuhan-an dalam melestarikan alam. Selain duduk di bangku sekolah, ia juga mengembangkan talenta alaminya dengan berorganisasi. Ketika perang kemerdekaan memanggil, ia dipilih sebagai Ketua Ikatan Pemuda Pelajar Indonesia (IPPI) Sumatera Selatan, sekaligus Ketua Tentara Pelajar Palembang (1946-1949). Ketika pada tahun 1949 terpaksa pindah ke Bogor, karena ditangkap Belanda, ia langsung terpilih sebagai Ketua IPPI Bogor dan anggota Korps Mobilisasi Pelajar Siliwangi. Setelah lulus SMA di Bogor, Emil melanjutkan pendidikannya di Fakultas Ekonomi UI. Tangkas berbicara sekaligus lancar menulis, kedua bakat tersebut sejak remaja melekat pada dirinya. Kegemarannya berdebat, dan tidak gentar untuk menghadapi siapa pun, membuatnya terpilih sebagai Ketua Dewan Mahasiswa UI. Menyadari bahwa pembangunan selalu memerlukan kader, Dekan FE UI Prof Sumitro Djojohadikusumo pun memimpikan para kadernya menambah ilmu di bekas sekolahnya, yaitu di London School of Economics and Political Science di Inggris. Sayangnya, British Council tidak punya dana, yang ada justru tawaran dari AS. Maka Emil Salim dan kawan-kawan dikirim ke Departemen of Economics Universitas California di Berkeley AS. Sambil belajar, kelompok anak muda ini rutin berdiskusi membicarakan pemerintahan Bung Karno, yang meskipun secara politis populer dan namanya menjulang di dunia internasional namun perekonomian negaranya morat-marit. Begitu rezim Sukarno jatuh, para pendekar ekonomi ini beramai-ramai pulang, mencoba resep baru untuk memacu pembangunan. Mereka inilah, di bawah pimpinan Widjojo Nitisastro, yang kemudian menerima julukan, ”Berkeley Mafia.”
144
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Prof Widjojo Nitisastro mengakui, ”Di antara murid Prof Sumitro, Emil Salim yang paling setara dengan gurunya, dalam hal kecerdasan, daya analisa, mengambil kesimpulan, penyampaian pendapat, daya beragumentasi, keterbukaan sikap, dan keterusterangan.” Tahun 1971, Emil Salim memulai kiprahnya di pemerintahan ketika ia dipercaya sebagai Menteri Negara Penyempurnaan & Pembersihan Aparatur Pemerintahan merangkap Wakil Ketua Bappenas dan kemudian sebagai Menteri Perhubungan (1973-1978). Keterlibatan Emil dalam bidang ekonomi membuatnya paham bahwa lingkungan adalah satu hal yang sangat krusial. Emil melihat perkembangan ekonomi di Indonesia seringkali tidak memedulikan dampak lingkungan. Oleh karena itu, Presiden Soeharto saat itu membentuk Kementerian Lingkungan Hidup dengan Emil Salim sebagai menteri pertama sekaligus menjadi orang pertama yang meletakkan dasar-dasar pelestarian hidup dalam pembangunan ekonomi nasional. Emil memahami bahwa pembangunan melalui bidang ekonomi memang sangat diperlukan untuk peningkatan kesejahteraan rakyat, tetapi perlu pula mempertimbangkan lingkungan dengan melakukan pembatasan eksploitasi sumber daya alam dan pencegahan pencemaran. Inilah yang disebut sebagai konsep pembangunan berkelanjutan. Saat menjabat menteri lingkungan hidup, Emil memasukkan konsep tersebut di setiap penyusunan regulasi. Maka, setiap proyek harus dijalankan dengan konsep ‘berkelanjutan’. Misalnya saja proyek pembangunan Pusat Listrik Tenaga Air (PLTA) Kota Panjang, Riau. Keterlibatan konsep Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang dikenalkan oleh Emil pada proyek tersebut membuat candi Muara Takus yang terancam tenggelam akhirnya selamat. Setelah tidak lagi menjabat sebagai menteri, perjuangan Guru Besar FEUI ini tidak berhenti. Tahun 1994 ia mendirikan dan menjadi Ketua Umum Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (KEHATI) untuk mendukung berbagai program pelestarian keanekaragaman hayati Indonesia dan pemanfaatannya secara adil dan berkelanjutan dalam bentuk dana hibah, fasilitasi, konsultasi dan berbagai fasilitas lainnya. Atas dedikasi dan kontribusinya dibidang pelestarian lingkungan hidup, Prof. Emil Salim mendapat apresiasi dan penghargaan dari dunia internasional; diantaranya Zayed International Prize for the Environment dari Uni Emirat Arab (2006) dan Blue Planet Prize ke-15 dari Yayasan Asahi Glass, Jepang (2006). Dan tahun 2012, ia juga mendapat penghargaan The Leader of Living Planet Award dari World Wide Fund (WWF), penghargaan serupa yang pernah diberikan kepada mantan Sekjen PBB Kofi Annan karena sumbangannya terhadap lingkungan. ”Ibu saya mengajarkan hubungan antara Tuhan, Alam, dan Manusia. Ya dari situ semua yang membuat saya peduli dengan lingkungan,” ujar Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN-19992000) dan Anggota Dewan Penasihat Presiden (2007-2009) ini.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
145
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PEMERINTAHAN & POLITIK (Purna Bhakti)
Endang Rahayu Sedyaningsih (FKUI 1979)
Fahmi Idris (FEUI 1973) Menteri Perindustrian (2005-2009)
Menteri Kesehatan (2009 - 2012)
Peneliti Yang Menjadi Menteri Alumnus FKUI tahun 1979 ini diangkat menjadi Menteri Kesehatan pada Kabinet Indonesia Bersatu II pada tanggal 22 Oktober 2009. Penunjukkannya sebagai Menteri Kesehatan itu tidak hanya mengejutkan masyarakat, tetapi juga suami dan anakanaknya, bahkan dirinya sendiri. Wanita kelahiran Jakarta ini memulai karirnya sebagai dokter di RS Pertamina Jakarta. Bersama suaminya, dr. Renny Mamahit, Endang Rahayu Sedyaningsih bergabung dalam pelayanan kesehatan masyarakat pada tahun 1980 dan bekerja di daerah terpencil di Nusa Tenggara Timur selama tiga tahun. Ia bekerja sebagai kepala Puskesmas Waipare di Kecamatan Kewapante, sedangkan suaminya sebagai kepala Puskesmas Kecamatan Bola. Pengalaman bekerja di daerah terpencil yang sulit air dan ketika itu belum dijangkau listrik, memberinya pelajaran berharga yang di kemudian hari sangat bermanfaat. Sekembali dari NTT, ia bekerja di Kanwil Kesehatan DKI Jakarta selama 8 tahun sementara menunggu suaminya menyelesaikan studi sebagai dokter kebidanan dan kandungan di FKUI. Ketika gilirannya untuk sekolah tiba, ia melanjutkan studi S2 dan S3 di Harvard School of Public Health di Boston, Amerika Serikat, dengan beasiswa peme¬rintah. Ia adalah orang Indonesia pertama yang meraih gelar Doctor of Public Health di Harvard University. Kariernya di Kementerian Kesehatan kemudian dilanjutkan sebagai peneliti di Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Lebih dari 50 artikel ditulisnya di jurnal nasional dan internasional. Dokter yang juga aktif menulis dengan lebih dari 50 artikel ditulisnya di jurnal nasional dan internasional ini kemudian bekerja sebagai peneliti di Pusat Penelitian Pengendalian dan Pengembangan Program Penyakit (NIHRD) selama lebih dari satu dekade. Selama 6 bulan pada tahun 2001, dia menghabiskan waktunya dengan bekerja pada Kantor Pusat Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di Jenewa, Swiss. Ia diangkat sebagai Direktur Pusat Penelitian Biomedis dan Program Pengembangan, NIHRD pada tahun 2007. Pada bulan Oktober 2009, ia diangkat sebagai Menteri Kesehatan Republik Indonesia oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan bergabung dengan Kabinet Indonesia Bersatu jilid Dua. Pada tanggal 26 April 2012 ia mengundurkan diri dari posisinya sebagai Menteri Kesehatan karena kondisi kesehatan. Ia resmi diberhentikan pada tanggal 30 April 2012. Dan pada tanggal 2 Mei 2012, sekitar pukul 11.41 WIB, Endang meninggal dunia karena kanker paru lanjut di usia 57 tahun di RSCM Jakarta.
146
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Jejak Pengusaha & Politisi Lahir dan dibesarkan di Jakarta, 20 September 1943, di masa kecilnya Fahmi Idris terkenal Bengal dan suka berkelahi. Kala itu ia bercita-cita menjadi tentara dan menjadi pengagum Jendral De Gaulle itu yang ia nilai gagah, heroik dan patriotis. Masa perkuliahan di kampus UI menjadi titik balik dalam kehidupannya. Si anak bengal ini berubah menjadi pemuda aktivis yang militan. Ia dipercaya memimpin beberapa organisasi kemahasiswaan, antara lain sebagai Pimpinan Himpunan Mahasiswa Indonesia, Ketua Senat Mahasiswa Fakultas Ekonomi UI (1965-1966) dan ketua Organisasi Laskar Arief Fahman Hakim (1966-1968). Ia pun turut ambil bagian dalam menggusur Orde Lama pada tahun 1966. Mewarisi bakat wirausaha dari ayahnya, Haji Idris gelar Marah Bagindo, Fahmi Idris memutuskan berhenti kuliah dan merintis usahanya sendiri. Ketika usahanya semakin berkembang, Fahmi mulai sadar pentingnya pendidikan, Ia kemudian kembali kuliah di Fakultas Ekonomi Extension UI dan pendidikan Financial Management for NonFinancial Manager dan lulus tahun 1973. Pada tahun 1979, ia menjadi pemimpin Kodel (Kongsi Delapan) Grup, yaitu sebuah perusahaan konglomerasi yang didirikannya bersama Aburizal Bakrie,Soegeng Sarjadi, dan Pontjo Sutowo. Perusahaan ini bergerak di bidang agrobisnis, perdagangan, perbankan, perminyakan hingga perhotelan. Pada era 1980-an, perusahaan yang didirikan bersama rekan-rekannya dari anggota Eksponen 66 itu merupakan perusahaan konglomerasi yang cukup besar dan dipandang sebagai salah satu perusahaan tersukses di Indonesia. Hotel The Regent (kini hotel Four Seasons Jakarta) di kawasan Setia budi, Jakarta Selatan merupakan bisnis perhotelan yang dibangun oleh Fahmi Idris bersama Kodel Group. Bisnis propertinya tidak hanya di Jakarta, namun juga merambah ke Beverly Hills, California. Disana Fahmi membangun sebuah hotel yang dinamakan Regent Beverly Whilshire. Di tahun 1984, Fahmi bergabung dengan Partai Golkar. Ia langsung ikut berkampanye bersama Ali Moertopo dan Abdul Latief di daerah pemilihan di kampung halaman orang tuanya di Sumatra Barat. Karir politiknya berlanjut, pada tahun 1998 ia menjabat sebagai Ketua DPP Partai Golkar. Atas pengalamannya dalam dunia bisnis lebih dari 25 tahun dan kinerja yang baik di partai Golkar, ia dipercaya sebagai Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI (1998–1999). Sempat dipecat dari keanggotaan Partai Golkar karena menentang hasil Rapat Pimpinan Partai Golkar yang mendukung Megawati-Hasyim Muzadi dalam pemilu 2004. Kala itu, Fahmi malah mendukung pasangan SBY-JK. Setelah pasangan SBY-JK terpilih sebagai Presiden dan wakil Presiden RI, Fahmi kembali ditunjuk sebagai Menteri Tenaga Kerja RI, sebelum akhirnya ia di-reshuffle menjadi Menteri Perindustrian.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
147
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PEMERINTAHAN & POLITIK (Purna Bhakti)
Faisal Basri (FE UI 1985) Anggota Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), 2000-2006
Komitmen dan Semangat Pengabdian Faisal Basri tidak hanya dikenal sebagai ekonom senior, tetapi juga dikenal sebagai seorang aktivis, kolomnis dan politisi. Pemikiran-pemikirannya jernih, dan ia juga segan melontarkan kritik-kritik tajam terhadap berbagai kebijakan pemerintah yang ia nilai tidak berpihak bagi kepentingan rakyat. Ia juga seorang politisi yang ikut mendirikan Partai Amanat Nasional (PAN) dan dipercaya sebagai Sekretaris Jenderal DPP PAN yang pertama. Selain itu, ia juga pernah duduk di pemerintahan sebagai Anggota Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).
berlambang matahari itu, Faisal Basri pernah menjabat sebagai sekjen partai. Namun akhirnya Faisal Basri keluar dari partai yang ikut didirikannya itu setelah tiga tahun ikut membesarkannya. Faisal Basri kemudian bergabung dengan beberapa ormas yaitu antara lain Pergerakan Indonesia, Forum Indonesia Damai, Komisi Darurat Kemanusiaan, Dewan Tani, Yayasan Harkat Bangsa, Global Rescue Network, Yayasan Pencerahan Indonesia, dan beberapa ormas antikorupsi.
Pria kelahiran Bandung, 6 November 1959, ini mulai kuliah di Jurusan Ekonomi dan Studi Pembangunan FEUI tahun 1978. Ketika itu suasana di kampus UI sedang tidak stabil karena sedang bergejolak pasca Malari 1974. Karena itu, ia kerap berdiam di kampus daripada pulang ke rumah.
Setelah gagal maju sebagai Calon Gubernur DKI Jakarta tahun 2007, Faisal Basri memutuskan maju sebagai Calon Gubenur pada Pilgub DKI Jakarta 2012 lewat jalur independen. Meski terkesan nekat, ia mengaku itulah jalan terbaik untuk memberikan pendidikan kepada masyarakat sekaligus sebuah perlawanan terhadap hegemoni partai politik yang ia anggap tidak mampu mengejawantahkan keinginan rakyat.
Pada awal masa kuliahnya, Faisal Basri aktif mengelola Majalah Berita Mahasiswa dan juga aktif menjadi anggota Badan Perwakilan Mahasiswa. Memasuki tingkat tiga, Faisal Basri diterima bekerja sebagai asisten peneliti di Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) FE UI. Ketika itu, Faisal Basri bisa membiayai kuliahnya sendiri dan meringankan beban ibunya karena ayahnya sudah meninggal.
Faisal Basri dinilai mampu mempertontonkan cara-cara yang cerdas, bersih,bijak,dan simpati dalam menggalang dukungan. Bersama Biem Benyamin, ia rela menempuh berbagai persyaratan yang tidak mudah----harus mengumpulkan hampir 500.000 kartu tanda penduduk (KTP) dan surat dukungan rangkap dua yang ditandatangani. Dan ia berhasil memenuhi persyaratan itu.
Setelah lulus FEUI tahun 1985, Faisal Basri mengabdi di almamaternya sebagai dosen untuk mata kuliah Ekonomi Politik yang baru diperkenalkan FEUI pada akhir tahun 1980-an. Ia kemudian mendapat kesempatan melanjutkan pendidikannya di Vanderbilt University - Amerika Serikat dan meraih gelar Master of Arts (MA) dalam bidang ekonomi tahun 1988.
Meskipun akhirnya kalah, Faisal Basri merasa dapat merasa bangga. Selain perolehan suaranya dapat mengungguli kandidat salah satu parpol besar, ia juga telah berhasil memberikan warna bagi perpolitikan di tanah air.
Faisal Basri juga dikenal aktif menulis buku dari penelitian-penelitian yang dilakukannya. Ia juga sering tampil sebagai pembicara di forum-forum seminar baik di dalam maupun di luar negeri. Analisisnya yang tajam dan sikapnya yang terbuka juga membuatnya sering menjadi rujukan wartawan baik cetak maupun elektronik. Selain tertarik dengan ekonomi, Faisal Basri selalu tertarik dengan politik. Faisal Basri sebenarnya sudah mengambil program doktoral bidang Ilmu Politik di Universitas Indonesia. Namun karena kerusuhan 1998 dan gonjang-ganjing politik di akhir tahun 1990an itu, Faisal Basri akhirnya meninggalkan bangku kuliah. Setelah era reformasi bergulir, Faisal Basri ikut mendirikan Majelis Amanat Rakyat (MARA) yang merupakan cikal bakal Partai Amanat Nasional. Di partai
148
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
149
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PEMERINTAHAN & POLITIK (Purna Bhakti)
Faried Anfasa Moeloek (FKUI 1970)
Menteri Kesehatan Kabinet Pembangunan VII & Kabinet Reformasi Pembangunan
Dokter Sejati Dan Agen Perubahan Baginya jabatan bukan satu-satunya jalan untuk mewujudkan Indonesia Sehat. Karena pada dasarnya setiap warga Negara Indonesia mempunyai kewajiban untuk meningkatkan derajat kesehatan baik individu maupun lingkungan. Selain itu terdapat korelasi yang erat antara kesehatan dengan individu, keluarga, masyarakat, dan perilaku bangsa tutur Faried Anfasa Moeloek yang konsisten mengabdikan diri sebagai dokter demi terwujudnya pemerataan pelayanan kesehatan masyarakat Indonesia.
Kedokteran Universitas Indonesia. Dia mengajarkan ilmu kandungan dan kebidanan serta ilmu lingkungan. Pada tahun 1994 Faried Anfasa Moeloek dikukuhkan sebagai Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Pada tahun 1996-1998 beliau dipercaya sebagai direktur Pasca Sarjana Universitas Indonesia. Pada tahun 1996 ia dianugerahi penghargaan Adi Satya Utama dari Ikatan Dokter Indonesia atas dedikasi dan pengabdiannya dalam bidang kesehatan. Pada tahun 1999 ia juga dianugerahkan penghargaan Bintang Republik Indonesia Maha Putra Adipradana.
Pria yang pernah mendapatkan Penghargaan ‘Prof Mohtar Award’ dalam bidang Ilmiah dan Riset dari Indonesian Public Health Association pada tahun 2007 ini lahir di Liwa Lampung Barat, 28 Juni 1944, dari pasangan seorang ayah yaitu Dr. Abdul moeloek merupakan seorang dokter dan ibu yang berprofesi sebagai seorang guru.
Puncak karirnya pada tahun 1998-1999 ketika diamanahkan untuk menjadi Menteri Kesehatan Republik Indonesia pada Kabinet Pembangunan VII pada masa kepemimpinan Presiden Soeharto dan juga pada Kabinet Reformasi Pembangunan di masa Pemerintahan BJ Habibie pada periode tahun yang sama.
Ketika Indonesia merdeka, keluarga Moeloek memutuskan hijrah dari kota Liwa ke kota Tanjung Karang Lampung. Di kota itu Moeloek dipercaya mengambil alih pengelolaan RS Tanjung Karang dari tentara Jepang. Kemudian, Moeloek ditunjuk sebagai kepala rumah sakitnya. Setelah ayahnya wafat pada tahun 1973, DPRD Lampung sepakat menamai RS Tanjung Karang dengan nama RS Dr. H. Abdul Moeloek sebagai bentuk penghormatan atas dedikasi dan jasa Abdul Moeloek bagi masyarakat Lampung. Dedikasi dan ajaran Moeloek kini mengalir dalam darah anak-anaknya. Faried Anfasa Moeloek adalah salah satunya. Setelah lulus SMA di Tanjung Karang, Faried masuk Fakultas Tekhnik Sipil ITB. Namun, studi yang ditempuhnya tidak lama. Sebab, hati kecilnya memanggil untuk mengambil jurusan kedokteran, mengikuti jejak ayahnya. Faried pun banting stir, menjalani pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia sebagai jalan baru dalam perjalanan hidupnya. Faried merupakan salah satu dokter Indonesia yang berdedikasi dan berkontribusi besar dalam dunia kesehatan. Ia menyelesaikan pendidikan dokternya di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK UI) pada tahun 1970, kemudian melanjutkan pendidikan Spesialisasi Obgyn dan Gynecology (Kandungan dan Kebidanan) di Fakultas Kedokteran UI yang selesai pada tahun 1976. Setelah itu, Faried memutuskan mengambil gelar Doktor (Ph.D) di Johns Hopkins University USA dan berhasil lulus dengan predikat cum laude. Pada tahun 1980 Faried pun mengikuti Pendidikan Lanjutan Operasi Endoskopi dalam Strerilisasi dan Infertilisasi di Jerman Barat.
Tidak lagi menjabat sebagai menteri bukan berarti berkurang kesibukannya. Selain kembali ke habitatnya sebagai dokter dan pendidik, ia juga kembali aktif di organisasi profesi untuk menyumbangkan gagasan dan pemikirannya bagi pembangunan kesehatan di Indonesia. Tahun 2006, ia terpilih sebagai Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDIIMA). Dan pada tahun yang sama, Faried dipercaya sebagai President Medical Association of South East Asia Nation (Masean Council). Dari pengalaman pengabdiannya selama ini, ia meyakini ada dua akar persoalan tersebut yang membuat bangsa Indonesia terseok-seok. Menurutnya, kedokteran dan kesehatan bagai dua sisi mata uang. kedokteran hanya arti kata sempit, sedangkan kesehatan merujuk pada persoalan yang lebih luas. Konotasi kesehatan saat ini seolah-olah hanya fokus pada pelayanan kesehatan dasar, padahal di dalam konsep kesehatan sejatinya ada problem kesehatan keluarga, air bersih, rumah sakit, lingkungan sehat, gizi maupun olahraga. Anggota kehormatan (Honorary Member) dari International Society of Human Reproduction ini berpendapat bahwa seorang dokter sejati adalah mereka yang bisa menjadi agent of change (agen perubahan). “Bukan hanya menunggu orang sakit di poliklinik, tapi bagaimana bisa menyehatkan masyarakat. Kalau hanya menunggu orang sakit, berarti belum menjalankan fungsi dokter sejati”. Sampai saat ini Faried berharap setiap orang memiliki dokter pribadi tidak memandang apa profesinya mulai dari tukang becak, tukang parkir, guru, bahkan kuli bangunan. Mereka layak mendapatkan pelayanan kesehatan dengan standar kualitas terbaik.
Karirnya di bidang kedokteran berawal saat dia menjadi staf pengajar di Fakultas
150
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
151
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PEMERINTAHAN & POLITIK (Purna Bhakti)
Fuad Hasan (FPsi UI 1958)
Hasri Ainun Habibie (FKUI 1961)
Menteri Pendidikan & Kebudayaan (1985-1993)
Menjadi Menteri Karena Gagal Jadi Musikus
Makna Pengorbanan & Kesetiaan
Lahir di Semarang, 26 Juni 1929, Fuad Hassan merupakan salah satu tokoh pendidikan Indonesia yang dipercaya sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada masa pemerintahan Presiden Soeharto.
Ia adalah wanita cerdas yang sangat memahami makna sebuah pengorbanan. Ia rela mengorbankan kebebasan dan kebanggaannya sebagai seorang dokter untuk tujuan dan cita-cita yang jauh lebih besar, untuk mendampingi dan memotivasi seorang putra bangsa yang jenius---BJ Habibie---yang ia yakini akan memberikan pengaruh besar bagi kemajuan bangsanya.
Impiannya adalah menjadi musikus. Tahun 1950, ia ke Jakarta untuk ikut tes sekolah musik di Roma Italia. Tapi urung, karena pengaruh temannya dan juga ia melihat orang bermain musik puluhan tahun namun tidak ada yang peduli. Fuad Hasan akhirnya memutuskan kuliah di Jurusan Psikologi FKUI. Semasa kuliah, ia dipercaya sebagai Asisten pada Balai Psikoteknik Departemen P & K mulai tahun 1952 dan kemudian menjadi Asisten Jurusan Psikologi FKUI tahun 1956 hingga lulus sarjana tahun 1958. Selanjutnya, Fuad belajar filsafat di Universitas Toronto - Kanada. Dan tahun 1965, ia menjadi Tenaga Ahli diperbantukan pada Koti G-5 dan Anggota Tim Ahli Bidang Politik Staf Presiden. Dua tahun kemudian, Fuad Hasan berhasil meraih gelar doktor dari UI dengan disertasi berjudul Neurosis sebagai Konflik Eksistensial. Selain dosen di Fakultas Psikologi UI, Fuad juga meluangkan waktu menjadi Dosen Seskoad, Seskoal dan Lemhanas (1966-1976). Pada tahun 1968 hingga tahun 1970 Fuad berkiprah di Senayan sebagai anggota DPR/MPR-RI. Setelah itu Fuad diangkat menjadi Dekan Fakultas Psikologi UI, merangkap sebagai Direktur Lembaga Studi Strategis Dewan Pertahanan Keamanan Nasional (1972-1976). Kemudian pada tahun 1980 hingga tahun 1985 Fuad juga dipercaya menjabat Duta Besar RI untuk Mesir, merangkap Sudan, Somalia, dan Jibouti. Selanjutnya ia dipercaya menjadi Kepada Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Luar Negeri (1980-1985) merangkap Anggota MPR RI (1982-1987). Karena Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Prof.Dr. Nugroho Notosusanto meninggal dunia, maka Fuad Hassan dipercaya Presiden Soeharto untuk menggantikannya dan meneruskan periode Kabinet Karya Pembangunan IV (1985-1988), kemudian dilantik pada 30 Juli 1985. Lalu kembali dipercaya untuk memimpin Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Kabinet Karya Pembangunan V pada tahun 1988 hingga tahun 1993. Fuad segera membenahi administrasi untuk menghilangkan suap. Forum Pendidikan dan Kebudayaan pun dibentuk, yang anggotanya tokoh-tokoh pendidikan dan kebudayaan di masyarakat. Forum ini dioptimalkan untuk menumbuhkan gagasan sekaligus menampung kecaman, kritik, untuk meningkatkan mutu pendidikan dan kebudayan. juga membenahi pendidikan nonformal, mengefisienkan promosi doktor, jaminan guru, mengatasi perkelahian antar pelajar. Salah satu karya tulisnya yang menarik adalah buku berjudul ‘Berkenalan Dengan Eksistensialisme”, diterbitkan oleh PT. Dunia Pustaka Jaya, yang sudah dicetak ulang lebih dari 10 kali. Buku setebal 144 halaman ini merangkum dan menjelaskan buah pikir para filsuf dunia termasuk Kierkegaard, Nietzsche, dan Berdyaev.
152
Ibu Negara RI (1998-1999)
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Lahir di Semarang dan besar di Bandung, Hasri Ainun dikenal sebagai perempuan yang cerdas. Setahun lebih muda, ia merupakan teman sepermainan Habibie dan juga sekolah di SMA yang sama. Lulus SMA, Ainun melanjutkan pendidikannya di Fakultas Kedokteran UI dan lulus sebagai dokter tahun 1961. Ia sempat bekerja di RSCM selama sekitar setahun sebelum kemudian disunting Habibie pada tahun 1962. Ainun kemudian tinggal di Jerman untuk mendampingi Habibie yang tengah menempuh program doktor di negeri “Panzer” tersebut. Tiga tahun pertama di Jerman merupakan saat-saat paling krusial bagi seorang dokter wanita muda cemerlang yang harus hidup pas-pasan di apartemen kecil di pinggiran Jerman Barat tanpa ada kerabat dan teman untuk sekedar mengobrol, tanpa ada hiburan dan bahasa Jerman-nya pun pas-pasan. Tapi wanita muda cantik ini tidak pernah mengeluh sedikitpun tentang apapun, bahkan ketika ia harus membesarkan dua putranya dalam kondisi ekonomi sangat terbatas. Sebagai seorang dokter, tentu Ainun memiliki kesempatan untuk bekerja di Jerman dan mendapatkan penghasilan yang cukup disamping memperoleh kepuasan profesional. Tetapi ia memilih untuk menjadi “manajer” rumah tangga, menimang dan merawat dua buah hatinya ( Ilham dan Akbar) dengan tangannya sendiri---dan yang tak kalah penting, memberi ketenangan dan motivasi bagi BJ Habibie yang tengah berjuang. Tanpa pengorban dan ketabahan Ainun, bisa jadi sejarah hidup Habibie akan berbeda. Dengan meroketnya karir Habibie di industri pesawat terbang Jerman, Presiden Suharto memanggilnya pulang untuk mengembangkan riset dan teknologi di tanah air, menjadi Menteri Riset dan Teknologi selama 20 tahun, diangkat menjadi Wakil Presiden RI dan kemudian menjadi Presiden RI menggantikan Suharto. Ainun tetaplah Ainun, meskipun menjadi Ibu Negara, tetaplah ia wanita cantik nan cerdas yang low profile, aktivitas dan pengabdiannya tidak banyak terekspos media. Padahal dalam masa hidupnya, ia memiliki catatan emas dalam dunia kesehatan, khususnya perjuangan pengakuan donor mata bagi para tunanetra. Ainun mengharapkan keluar fatwa yang bukan hanya membolehkan donor mata tetapi menganjurkan dilakukannya donor mata, yang akhirnya dapat terealisasi. Ia kemudian didaulat menjadi Ketua Pengurus Pusat Perkumpulan Penyantun Mata Tunanetra Indonesia / Bank Mata Indonesia. Selain itu, Hasri Ainun juga bertindak sebagai pendiri dan ketua pertama Yayasan ORBIT, lembaga sosial dibidang pendidikan, khususnya untuk bantuan beasiswa bagi pelajar dan mahasiswa dari keluarga tidak mampu. Tanggal 23 Mei 2010, Hasri Ainun Habibie meninggal dunia di Munchen - Jerman, di pelukan suami tercinta, BJ Habibie.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
153
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PEMERINTAHAN & POLITIK (Purna Bhakti)
JB Sumarlin (FEUI 1958) Menteri Keuangan (1988-1993), Ketua BPK (1993-1998)
”Cabe Rawit” di Pusat Kebijakan Ekonomi Kiprah J.B Sumarlin dibidang ekonomi negara tidak perlu diragukan lagi. Pria berperawakan kecil dan selalu memberikan senyuman menyejukkan ini banyak memainkan peran dan pengabdian sentral pada masa pemerintahan Orde Baru, khususnya dibidang perekonomian. Sejak 1970 hingga 1998 ia berperan dalam pusat kebijakan ekonomi dan keuangan. Dia juga salah seorang arsitek ekonomi Indonesia yang sangat diandalkan oleh presiden Soeharto saat itu. Sebelum mengabdi di lingkungan pusat kebijakan ekonomi, lulusan S1 Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia tahun 1958 ini sejak tahun 1957 sudah menjadi asisten dosen di almamaternya. Kemudian pada tahun 1960 Sumarlin meraih gelar master dari Universitas California, Berkeley, AS. Barulah pada tahun 1965 Sumarlin diangkat sebagai dosen dan meraih gelar doktornya dari Universitas Pittsburg, AS pada tahun 1968, dan menjadi guru besar FE-UI ditahun 1979. Sebelumnya, ia sempat bekerja di sebuah perusahaan industri di Jakarta. Dimasa revolusi fisik, Sumarlin ikut bergerilya sebagai anggota Palang Merah Indonesia, dan sebagai anggota TNI di Jawa Timur. Atas pengabdiannya, pada tahun 1973 Sumarlin menerima tanda kehormatan dari pemerintah Republik Indonesia berupa Bintang Mahaputra Adiprana III. Dua tahun kemudian ia menerima Bintang Grootkruis in de Orde Van Leopold II dari pemerintah Belgia. Penganut agama Katolik Kelahiran Nglegok, Blitar, Jawa Timur pada 7 Desember 1932 dengan nama baptis Johannes Baptista Sumarlin ini juga menjabat sebagai sekretaris Dewan Moneter pada tahun 1970 hingga 1973. Sebelumnya, ia bahkan sudah mengabdi sebagai Deputi Bidang Fiskal dan Moneter Bappenas. Sewaktu menjabat sebagai Deputi Bappenas, Sumarlin sangat intensif bekerja sebagai salah satu anggota Tim Penyempurnaan Bahan GBHN 1973, yang dipimpin oleh Sudharmono selaku Sekretaris Kabinet. Setiap tahun Sumarlin bertugas menyiapkan penyusunan Lampiran Pidato Kenegaraan yang disampaikan oleh Soeharto setiap tanggal 16 Agustus didepan sidang DPR yang merupakan laporan tahunan pelaksanaan Repelita. Selanjutnya selama sepuluh tahun, Sumarlin menjabat Menteri negara Penertiban Aparatur Negara merangkap Wakil Ketua Bappenas dan Ketua Opstib. Kemudian, Sumarlin menjabat sebagai Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional merangkap Ketua Bappenas pada tahun 1983 hingga tahun 1988. Disela-sela periode itu Sumarlin ditunjuk sebagai Menteri Keuangan ad interim dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ad interim, menggantikan Prof.Dr. Nugroho Notosusanto yang wafat pada tahun 1985. Dalam Kabinet Pembangunan V (1988-1993), Sumarlin dipercaya sebagai Menteri Keuangan.
154
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Dan selanjutnya, dalam kurun waktu 1993-1998, ia diangkat sebagai Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Tentang perawakannya yang kecil itu, pernah secara unik menjadi bahan perkenalan dirinya dengan Sudharmono, mantan Menteri Sekretaris Negara yang akrab disapa pak Dhar. Ketika itu, dipermulaan tahun 1969 atau awal kebangkitan orde baru, Sumarlin selaku Deputi Bidang Fiskal dan Moneter Bappenas diminta mendampingi Ketua Bappenas Widjojo Nitisastro menghadiri Sidang kabinet Terbatas Bidang Ekonomi di Istana Negara. Sudharmono yang saat itu masih menjabat sebagai Sekretaris Presidium Kabinet dengan gaya serius dan lugas, dan terkesan arogan dan seram, sambil jarinya menunjuk ke arah Sumarlin, bertanya kepada Widjojo, “ Siapa anak kecil yang duduk di belakang kursi pa Widjojo itu?” Sumarlin lalu langsung diperkenalkan Widjojo ke Pak Dhar. “Oh, ini tenaga yang pernah Pak Widjojo sebutkan tempo hari, yang akan ditarik ke Bappenas”. Ujar Pak Dhar lagi dengan nada seenaknya menimpali perkenalan Sumarlin oleh Widjojo. Memperoleh perlakuan yang tidak menyenangkan dari Pak Dar, Sumarlin sempat kaget dan merasa bersalah. Karena Sumarlin dengan berani ikut duduk di belakang Widjojo menghadiri sidang kabinet yang begitu penting bagi negara sebab yang hadir dalam sidang seperti itu sangat terbatas dan selektif sekali hanya oleh para menteri. Sumarlin lalu meminta kepada Widjojo agar pada sidang kabinet selanjutnya diizinkan untuk tidak ikut mendampingi. Namun Widjojo membesarkan hati Sumarlin untuk tetap ikut hadir dalam sidang-sidang kabinet selanjutnya. Dan ajakan Widjojo tersebut ternyata membawa Sumarlin menjadi salah seorang menteri paling dipercaya Presiden Republik Indonesia Kedua di Bidang Ekonomi Keuangan. Sumarlin juga menjadi salah satu arsitek ekonomi Indonesia bersama para ekonom lainnya seperti Widjojo Nitisastro, Emil Salim, dan Ali Wardhana. Mereka dijuluki sebagai “Mafia Berkeley”. Julukan yang muncul karena penentu dan pengambil keputusan di bidang ekonomi pada rezim Soeharto adalah doktor ekonomi lulusan berbagai Universitas dari lingkungan Barkeley, Amerika Serikat. Dan bersamaan dengan perayaan ulang tahunnya yang ke 80 tahun, Sumarlin juga meluncurkan buku yang berjudul ‘J.B Sumarlin Cabe Rawit yang lahir di Sawah’. Di usianya yang ke 80, Sumarlin masih berharap bisa ikut terus membantu pembangunan Indonesia dengan berbagai pemikiran. Sumarlin bersama dengan kawan-kawannya juga sedang memikirkan bagaimana pembangunan Indonesia bisa berjalan dengan mulus sesuai dengan UUD 1945. “Yang dewasa ini saya sedang pikirkan bersama kawan-kawan pejuang-pejuang bangsa ini adalah bagaimana pembangunan nasional kita ini cepat terus berjalan mulus, lancar, diatas rel yang benar untuk mencapai cita-cita seperti diamanatkan mukadimah UUD 1945 itu,” papar Sumarlin.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
155
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PEMERINTAHAN & POLITIK (Purna Bhakti)
Jimly Asshiddiqie (FHUI 1982) Ketua Mahkamah Konstitusi (2003-2006) (2006-2008)
The Guardian of The Constitution Putra Palembang kelahiran 17 April 1956, Jimly Asshiddiqie dikenal sebagai pakar hukum tata negara yang memiliki integritas tinggi dan konsisten menjaga independensi. Dia bergaul erat dengan para politisi, tetapi tetap mampu bersikap netral. Dia berada di dalam lingkar kekuasaan, tetapi pendapat-pendapat hukumnya tetap imparsial dan tegas. Lulusan FHUI tahun 1982 ini memulai karir sebagai staf pengajar di almamaternya. Keterlibatan dibidang pemerintahan dimulai ketika dia dipercaya sebagai Staf Ahli Menteri Pendidikan (1993-1998) dan kemudian diangkat menjadi Asisten Wakil Presiden RI B.J. Habibie. Pada masa pemerintahan Presiden Gus Dur dan Presiden Megawati, Jimly kembali dipercaya menjadi Penasihat Ahli Menteri Perindustrian dan perdagangan (2001-2003), Tim Ahli PAH I BP-MPR (20012002) dan Penasihat Ahli Setjen MPR-RI dalam rangka Perubahan UUD 1945 (2002-2003). Sebelumnya, ketika Presiden B.J. Habibie membentuk Tim Nasional Reformasi Menuju Masyarakat Madani pada tahun 1998. Jimly dipercaya menjadi Ketua Kelompok Reformasi Hukum sedangkan Soesilo Bambang Yudhoyono sebagai Ketua Kelompok Kerja Reformasi Politik. Selain menyiapkan pelbagai bahan untuk RUU, pokja juga ditugasi untuk melakukan kajian Perubahan UUD 1945 dan kemungkinan Sistem Pemilihan Presiden secara langsung oleh rakyat. Di saat genting pasca mundurnya Presiden Soeharto dan B.J. Habibie menjadi Presiden, ia dipercaya menjadi Sekretaris Dewan Penegakan Keamanan dan Sistem Hukum yang langsung diketuai oleh Presiden dengan Ketua Harian Menkopolkam. Jimly banyak terlibat dalam perancangan UU bidang politik dan hukum, dan terakhir ia aktif sebagai penasihat Pemerintah dalam penyusunan RUU tentang Mahkamah Konstitusi. Setelah RUU mendapat persetujuan bersama tanggal 13 Agustus 2003, ia dipilih oleh DPR menjadi hakim konstitusi generasi pertama pada tanggal 15 Agustus 2003, dan kemudian terpilih menjadi Ketua pada tanggal 19 Agustus 2003. Ia dipercaya memimpin MK selama 2 periode (20032006, dan 2006-2008). Kiprahnya sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi menjadikannya sebagai sosok sentral dalam reformasi hukum di Indonesia. Jimly membuktikan kapasitas dirinya dalam memimpin kolega-koleganya untuk meletakkan dasar-dasar yang kokoh dalam membangun MK. Atas dedikasi dan integritasnya, pada tahun 2007 Jimly Asshiddiqie terpilih
156
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
sebagai “Man of The Year” versi majalah internasional, GlobeAsia. Berhasil menyisihkan lebih dari 100 kandidat “Man of The Year” yang terdiri dari para pejabat eksekutif dan yudikatif, aktivis hak asasi manusia, pendidik, hingga entrepreneur, GlobeAsia menjatuhkan pilihan pada Jimly dengan alasan antara lain karena Jimly Asshiddiqie dan para koleganya telah terbukti memiliki track record bagus dengan menjadi kontributor bagi terwujudnya reformasi hukum di Indonesia yang memperkuat berlangsungnya proses demokrasi di Indonesia. GlobeAsia juga menilai Jimly berhasil membuktikan diri mampu membangun institusi yang membawa kebaikan bagi pembaruan birokrasi. Selain itu, dalam kultur hukum yang selama ini dikenal lamban, Jimly berhasil membuktikan berjalannya prinsip peradilan yang cepat. Dan berdasarkan produktivitas, proses dan putusan yang dihasilkan MK, Jimly terbukti berhasil mewujudkan pelayanan publik yang prima. Hal inilah yang membedakannya dari para kandidat lainnya. Lebih lanjut, dari putusan-putusan yang dikeluarkan oleh MK, Jimly dan para Hakim Konstitusi dinilai berhasil menjalankan peradilan yang imparsial. Hal-hal inilah yang menjadikan Jimly Asshiddiqie sebagai sosok penting dalam proses reformasi hukum di Indonesia. GlobeAsia menyebut Jimly Asshiddiqie sebagai “The Guardian of The Constitution”, sang penjaga konstitusi Indonesia. Pada seleksi Hakim Konstitusi periode ketiga, Jimly tidak mendaftarkan diri dan menganggap tugasnya sudah selesai. Namun, atas desakan semua partai, ia akhirnya bersedia meskipun untuk itu masa pendaftaran calon hakim terpaksa diperpanjang. Dalam pemilihan Ketua MK, Jimly tidak terpilih untuk periode ketiga. Ia digantikan hakim baru, yaitu Mahfud MD. Beberapa bulan kemudian, Jimly mengundurkan diri dari jabatan hakim konstitusi dan mulai sejak 1 Desember 2008 tidak lagi berstatus sebagai hakim. Ia merasa telah selesai melaksanakan tugas sejarah dalam membangun dan mengokohkan keberadaan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia sebagai lembaga peradilan yang modern dan tepercaya. Bahkan ketua yang baru sudah terpilih sebagaimana mestinya untuk meneruskan estafet tugas konstitusional mengawal konstitusi. Banyak kritik yang dilontarkan atas pengunduran dirinya itu dari para anggota DPR. Namun, Pemerintah sangat menghargai jasa-jasanya dalam membangun lembaga Mahkamah Konstitusi dan Presiden RI memberinya anugerah Bintang Mahaputera Adipradana bulan Agustus 2009. Sesudah tidak lagi sebagai hakim, dia dipercaya menjadi Ketua Panitia Seleksi Penasihat KPK (2009) dan Ketua Dewan Kehormatan Komisi Pemilihan Umum (2009-2010). Selain itu, ia juga diangkat menjadi Anggota Dewan Pertimbangan Presiden(Wantimpres) Bidang Hukum dan Ketatanegaraan. Dia juga aktif menjadi Penasihat Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (2009-sekarang). Dan kini di samping mengajar, Jimly aktif mendirikan sekolah kepemimpinan politik dan hukum yang diberi nama “Jimly School of Law and Government”.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
157
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PEMERINTAHAN & POLITIK (Purna Bhakti)
Juwono Sudarsono (FISIP 1965) Menteri Pertahanan RI (2004-2009)
Menteri Kabinet Untuk 4 Presiden RI Tutur katanya santun dan terukur, Prof Juwono Sudarsono dikenal piawai dalam mengkomunikasikan gagasan dan pemikiran, pendapat dan nasehat. Sosok yang rendah hati ini mampu mengajak lawan bicaranya berpikir secara substansial secara bijak dan obyektif. Ditambah wawasan dan pengetahuannya luas, tidak mengherankan bila ia dipercaya oleh 5 presiden RI, mulai dari Suharto hingga Susilo Bambang Yudhoyono, empat diantaranya mengangkat Juwono sebagai menteri kabinet. Dilahirkan pada tanggal 5 Maret 1942 di Banjar Ciamis, Juwono adalah putra dari Dr. Sudarsono (alm.) yang merupakan Menteri Dalam Negeri dan Menteri Urusan Sosial pada akhir 1940-an, yang namanya diabadikan sebagai nama jalan di kawasan Menteng Jakarta. Penggemar fotografi dan novel klasik Inggris ini meraih gelar Sarjana Publisistik dari Universitas Indonesia (UI) pada 1965. Selepas itu, ia sempat belajar di Institute of Social Studies, Den Haag, Belanda sampai tahun 1969. Selanjutnya Juwono kuliah di Jurusan Ilmu Politik dan Studi Asia di Universitas California, Barkeley, Amerika Serikat hingga memperoleh gelar MA pada 1971. Dan gelar doktornya (PhD, tahun 1978) ia raih di London School of Economics and Political Science, Inggris dengan disertasi berjudul ‘Politik Luar Negeri Indonesia 19651975: Studi Kasus Hubungan Indonesia Amerika Serikat’. Ia juga mendapat gelar PhD dari Universitas Georgetown, Washington DC, Amerika Serikat pada tahun 1985. Mengabdi sebagai dosen di almamaternya, Juwono dipercaya sebagai Dekan FISIP UI tahun 1988 dan pada tahun yang sama ia dikukuhkan sebagai Guru Besar. Ia juga pernah mengajar di The School of Public and International Affairs di Universitas Columbia, New York pada 1986-1987. Memiliki ketertarikan pada isu strategi, manajemen, dan perencanaan pertahanan, Juwono Sudarsono sangat percaya pada “pertahanan nonmiliter”, termasuk pertahanan sumber daya manusia dan skil, pertahanan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta pertahanan keadilan sosial dan nilai-nila budaya sebagai proses yang terus menerus dalam sebuah negara serta pembangunan karakter. Karirnya di pemerintah berawal ketika ia diangkat sebagai Wakil Gubernur Lemhanas pada tahun 1995. Kemudian tahun 1997, Presiden Suharto mengangkatnya sebagai Menteri Negara Lingkungan Hidup dalam Kabinet Pembangunan VII. Memasuki masa pemerintahan transisi pasca reformasi, ia ditunjuk Presiden BJ Habibie menjabat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
158
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
(Mei 1998 - Oktober 1999) dalam Kabinet Reformasi. Pada tanggal 26 Oktober 1999, Presiden berikutnya Abdurrahman Wahid mengangkatnya sebagai Menteri Pertahanan (Menhan) di Kabinet Persatuan Nasional. Di sini sejarah mencatat namanya sebagai Menhan pertama dari kalangan sipil, setelah sebelumnya selalu dipegang oleh kalangan militer. Namun sayang, karena alasan kesehatan setelah terserang stroke, Juwono mengundurkan diri sebagai Menhan pada tanggal 23 Agustus 2000. Dan setelah sekitar 3 tahun istirahat, tahun 2003 Presiden Megawati Soekarnoputri memberinya amanah sebagai Duta Besar Republik Indonesia untuk Kerajaan Inggris. Ketika Susilo Bambang Yudhoyono terpilih sebagai Presiden RI tahun 2004 dan berniat mengisi Departemen Pertahanan dengan orang sipil yang memahami betul soal pertahanan dan reformasi TNI, para pengamat pun lantas menyebut Juwono sebagai figur tepat. Dan terbukti, SBY memberi kepercayaan kepada Juwono sebagai Menteri Pertahanan RI periode 2004-2009 dengan salah satu tugas pentingnya adalah menuntaskan reformasi di tubuh TNI. Sebagai orang berpengalaman memimpin departemen, Juwono dinilai sangat cerdas dalam mengajukan kebijakan yang sesuai dengan tuntutan zaman. Setelah lima tahun reformasi bergulir, perlahan Juwono mulai mengisyaratkan tahap akhir reformasi di tubuh TNI. Agendaagenda penting yang harus segera diselesaikan diantaranya adalah integrasi TNI-Polri di bawah departemen yang dipimpinnya dan juga masalah bisnis tentara. Selain itu, yang tak kalah pentingnya adalah penerapan sistem pengelolaan dan penganggaran yang demokratis, akuntabel. Juwono berusaha semaksimal mungkin untuk menertibkan pengadaan alutsista (alat utama sistem persenjataan) untuk mengurangi dua ‘penyakit kronis’; bocor dan boros. Yang dimaksud dengan bocor adalah penggelembungan anggaran, sementara boros adalah pembelian yang tak perlu seperti program yang disebut repeated order (pesanan ulangan). Tak heran, bila Juwono merasakan ada banyak pihak yang tidak puas terhadap kebijakannya, khususnya mereka yang menikmati dari hal-hal yang bocor dan boros itu. Beberapa penghargaan pernah disematkan kepada anak bungsu dari empat bersaudara ini, ialah Bintang Mahaputra Adipradana, Bintang Jasa Utama, dan Satya Lencana Dija Sistha. Dan pada tahun 2012 bersamaan dengan Dies Natalis FISIP UI ke-44, FISIP UI meresmikan nama Auditorium Juwono Sudarsono untuk menghormati prestasi dan jasa-jasanya.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
159
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PEMERINTAHAN & POLITIK (Purna Bhakti)
Kustantinah (FF UI 1978)
Lucky S Slamet (FF UI) Kepala Badan POM (2012 - 2013)
Kepala Badan POM (2010 - 2012)
Dalam kurun waktu 2010-2012, Kustantinah merupakan orang yang paling bertanggung jawab didalam pengawasan peredaran obat dan makanan di seluruh wilayah Indonesia. Badan POM yang dipimpinnya tidak hanya sebagai tempat mengadu ketika masyarakat menemukan kejanggalan terhadap produk obat dan makanan, tetapi juga menjadi sasaran kritik berbagai pihak yang tidak puas. Tantangan kian berat di era perdagangan bebas dengan maraknya produk impor serta luasnya ruang pengawasan terutama di daerah yang berbatasan langsung dengan Malaysia. Tantangan lain yang dihadapi adalah beredarnya jajanan anak sekolah yang mengandung boraks dan zat-zat berbahaya lainnya. Berbeda dengan produk makanan yang diproduksi produsen besar yang lebih mudah dikenakan sanksi, produk jajanan anak-anak sekolah sebagian besar justru diproduksi secara rumahan. Karena itu, ia lebih mengedepankan strategi pembinaan kepada industri-industri rumahan yang memproduksi jajanan anak-anak, disamping mensosialisasikan kepada masyarakat luas ciri-ciri makanan yang mengandung zat-zat berbahaya.
Lucky S Slamet diangkat sebagai Kepala Badan POM menggantikan seniornya, Kustantinah, yang memasuki masa pensiun pada 2012. Sebelum ditunjuk sebagai Kepala Badan POM, Lucky S Slamet menjabat sebagai Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA - Badan POM. Ia pun merupakan orang yang sangat mengenal seluk beluk pengawasan obat dan makanan, mengingat sudah lebih dari 32 tahun ia mengabdi di institusi tersebut. Untuk meningkatkan kinerja pengawasan obat dan makanan di seluruh wilayah Indonesia, Lucky S Slamet menekankan pentingnya kerja keras Balai/Balai Besar POM di seluruh provinsi untuk berperan secara maksimal. Salah satu program pentingnya adalah meningkatkan daya saing produk obat dalam negeri yang bertumpu pada peningkatan kualitas dan kompetensi SDM. Hal ini dinilai sangat mendesak agar produk-produk obat dan makanan dalam negeri dapat bersaing di era globalisasi.
Kustantinah mengawali kariernya di Kantor Urusan (Balai) POM DKI Jakarta pada tahun 1978 setelah lulus dari Universitas Indonesia Jurusan Farmasi. Baru sejak tahun 1994, dia bekerja di Kantor Pusat Badan POM. Sempat pada tahun 2008, Departemen Kesehatan memintanya menjadi Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Dan kemudian pada Januari 2010, Kustantinah kembali untuk memimpin Badan POM.
160
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
161
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PEMERINTAHAN & POLITIK (Purna Bhakti)
Mari’e Mohammad (FE UI) Menteri Keuangan (1993 - 1998)
Mr. Clean di Tengah Maraknya Korupsi Dianggap sebagai sosok yang bersih dari korupsi membuat mantan Menteri Keuangan di era Orde Baru yaitu Mari’e Muhammad dijuluki sebagai Mr.Clean. Kejujuran dan komitmennya yang tinggi pada nilai-nilai pengabdian membuatnya tidak pernah tergiur dengan berbagai godaan. Hebatnya lagi, ia berada di lahan yang ”sangat basah”. Lebih hebat lagi, ia berada didalam sistem dan kondisi pemerintahan yang sangat korup. Putra bangsa kelahiran Surabaya, 3 April 1939, ini memulai karirnya di Departemen Keuangan setelah ia lulus dari Fakultas Ekonomi UI tahun 1969 dan ditempatkan di Direktorat Jenderal Pengawasan. Kemudian ia ditugaskan di Direktorat Jenderal Pembinaan BUMN Departemen Keuangan RI dari tahun 1972 hingga tahun 1988 dengan jabatan terakhir sebagai Direktur. Karirnya terus menanjak, ia lalu ditunjuk sebagai Direktur Jenderal Pajak. Dan selanjutnya, tahun 1993 Mari’e diberi kepercayaan untuk menjadi Menteri Keuangan Kabinet Pembangunan VI. Perihal latar belakang mengapa perlu membangun masyarakat transparansi, Mari’e melihat dalam kaitannya dengan tiga hal fundamental. Pertama adalah bagaimana cara seseorang mencapai kekuasaan? Disini kekuasaan diperoleh secara legitimate, demokratis dan manusiawi tanpa adanya pelanggaranpelanggaran. Kedua bagaimana kekuasaan itu dijalankan, kekuasaan harus betul-betul digunakan untuk kepentingan publik. Jangan sampai kekuasaan digunakan berlebihan, excessive use of power sehingga semua ditekan ke bawah atau kekuasaan disalahgunakan (abuse of power). Mari’e mengatakan, “Negara-negara di Asia Tenggara biasanya memperoleh kekuasaannya secara legitimate, sah kekuasaannya, pemilihannya demokratis, tapi kekuasaan digunakan berlebihan. Nah di Indonesia berlaku abuse of power, kedua excessive use of power untuk melanggengkan kekuasaan.” Sementara untuk hal yang ketiga adalah bagaimana pertanggungjawaban ke publik selama menjalankan kekuasaan. Disini pertanggungjawaban kekuasaan harus dijelaskan secara transparan. Tujuannya agar publik tahu kekuasaan itu dijalankan untuk kepentingan umum. Secara umum, transparansi sangat penting dalam rangka menciptakan Good Governance. Good Governance itu ada jika ada pembagian kekuasaan. Selain eksekutif, harus ada lembaga legislatif, yudikatif, dan eksaminatif (lembaga yang mengontrol tanggung jawab keuangan negara). Jadi tidak ada lagi trias politika. Mari’e menilai pemisahan kekuasaan itu sebaiknya dilembagakan dengan
162
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
oposisi. Partai oposisi selalu menjadi bayangan pemerintah. Jika pemerintah tidak berkuasa lagi, maka oposisi akan naik. Pelembagaan oposisi merupakan cara berpikir demokratis, karena ada kerangka alternatif. Tapi bila berpikir otoriter tidak akan ada kerangka alternatif. Kerangka berpikir seperti itulah yang diterapkan Mari’e saat menjabat sebagai Dirjen Pajak dan Menteri Keuangan era Orde Baru. Dia menerapkan sistem yang bersih di lingkungan kerjanya. Tak heran jika Mari’e dikenal sebagai Dirjen Pajak yang ditakuti para pengusaha, tak pernah ada kongkalikong antaranya dirinya dan pengusaha. Jangankan pengusaha, Soeharto pun yang saat itu merupakan presiden tetap harus menyetor pajak ke negara sesuai dengan data realitasnya. Pada tahun 1989, Direktorat Jenderal Pajak mengumpulkan data untuk Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Mari’e datang dan memimpin tim ke kediaman Presiden Soeharto di Jl.Cendana. Ia membawa pita ukur dan mengukur sendiri luas rumah Presiden Soeharto. “Tak peduli Presiden atau pengusaha, soal keharusan membayar pajak tidak ada pengecualian. Paling tidak selama saya jadi Dirjennya,” Ujar Mari’e secara tegas. Berkat upaya bersih-bersih Mari’e itulah maka selama lima tahun Dirjen Pajak berhasil mengumpulkan uang pajak sebesar 19 Triliun padahal targetnya hanya 9 Triliun. Presiden Soeharto pun takjub dan mengangkatnya menjadi Menteri Keuangan pada tahun 1993. Saat menjadi Menteri, Mari’e langsung melakukan pemangkasan anggaran. Dia menolak dana taktis dan anggaran perjalanan dinas yang dinilainya terlalu besar. Mari’e berpendapat, “Corrupt itu selalu abuse of power. Semakin tinggi kualitas good governance, semakin rendah korupsi. Namun sebaliknya, semakin rendah kualitas good governance korupsi akan semakin tinggi. Reformasi tanpa transparansi adalah sia-sia. Kerja keras untuk memberantas korupsi tidak akan berjalan buktinya Indonesia saat ini, korupsi masih terus mengalir dan tidak pernah berakhir.” Setelah berada di luar pemerintahan, bersama kolega-koleganya, Mari’e mendirikan Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI) untuk mempelopori terwujudnya Sistem Integritas nasional, dengan mendorong praktek- praktek yang bersih dan sehat di bidang bisnis, pemerintahan, dan masyarakat dalam arti seluas-luasnya. Selain itu, ia juga diminta menjadi Oversight Committee (OC) Badan Penyehatan Perbankan Nasional BPPN dari tahun 2001 hingga 2004. Pengabdiannya dibidang sosial kemasyarakatan terus berlanjut. Dalam musyawarah Nasional Palang Merah Indonesia (PMI) ke XVII tahun 1999, Mari’e terpilih sebagai Ketua Umum dan pada tahun 2004 ia kembali mendapat mandat untuk memimpin PMI hingga tahun 2009. Selanjutnya ia juga dipercaya sebagai Ketua Komite Kemanusiaan Indonesia (KKKI).
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
163
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Marsilam Simanjuntak (FKUI 1971 - FHUI 1990) Menteri Kehakiman (2001)
Idealisme Tokoh Aktivis Marsilam Simanjuntak lahir di Yogyakarta tanggal 23 Februari 1943. Dia menempuh pendidikan di Fakultas Kedokteran UI dan lulus tahun 1971. Karier awalnya adalah sebagai dokter penerbangan di Maskapai Penerbangan Garuda. Dia sempat berhenti bekerja selama 17 bulan, karena pada tahun 1974 ia harus mendekam di rumah tahanan Militer disangka terlibat Peristiwa Malari. Penahanannya berakhir tanpa pernah diadili. Selepasnya dari tahanan (1975) ia diangkat Sebagai Kepala Kesehatan. Hanya saja, ia harus menerima keputusan Percepatan masa pensiun karena menolak menjadi anggota Korps Pegawai Negeri (Korpri) dan indoktrinasi P-4. Sikapnya itu menunjukkan betapa kuatnya idealisme dan konsistensinya berpegang teguh pada keyakinan. Aktivis pemberani yang tak pernah takut berhadapan dengan siapapun ini memang dikenal tegas sekaligus piawai dalam berdiplomasi. Jiwa aktivisnya sepertinya lebih dominan dalam dirinya. Tahun 1982 Marsilam mulai kuliah di Fakultas Hukum UI dan merasa menemukan jati dirinya. Berhasil meraih gelar Sarjana Hukum tahun 1990, dia mulai bergiat dalam gerakan pro demokrasi. Marsilam kemudian aktif sebagai aktivis demokrasi di Forum Demokrasi (Fordem) bersama-sama dengan KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) untuk mendobrak demokrasi semu rezim orde baru. Ketika Gus Dur terpilih menjadi Presiden (1999-2001), Marsillam diangkat menjadi Sekretaris Kabinet dan sempat menjabat Jaksa Agung setelah pejabat sebelumnya Baharuddin Lopa wafat. Dia pun sempat menjabat Menteri Kehakiman menggantikan Yusril Ihza Mahendra yang diberhentikan Presiden Wahid. Sejak bulan Oktober 2006 Marsillam diangkat oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, bersama Agus Widjojo dan Edwin Gerungan, sebagai staf presiden yang dinamakan Unit Kerja Presiden Pengelolaan Program dan Reformasi (UKP3R). UKP3R mendapat tugas dan kewenangan yang cukup besar dalam membantu tugas presiden. Fungsi UKP3R dalam keppres itu, antara lain, membantu presiden menetapkan sasaran perubahan dan prioritas pencapaian kemajuan yang harus dilakukan dalam waktu tertentu, membantu presiden menemukan kelemahan dalam pelaksanaan program dan reformasi serta cara mengatasinya, menampung saran dan keluhan masyarakat dan dunia usaha. Selain itu, UKP3R ditugaskan memantau dan menganalisis kelemahan pelayanan publik yang terjadi serta membantu presiden menetapkan perbaikan mutu administrasi publik dan pelaksanaan pembaruan tata kelola pemerintahan.
164
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PEMERINTAHAN & POLITIK (Purna Bhakti)
Meutia Farida Hatta (FISIP UI 1974) Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan RI (2004–2009)
Nilai-Nilai Kesederhanaan & Pengabdian Sebagai putri Bung Hatta, Meutia Farida Hatta benar-benar menghayati nilai-nilai kesederhanaan dan makna pengabdian. Wanita yang selalu tampil bersahaja ini banyak belajar dari sang ayah bahwa kewajiban seorang pemimpin adalah melayani rakyat dengan sungguh-sungguh. Demikian pula ia berprinsip ketika dipercaya sebagai Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan periode 2004-2009. Seringnya menemani sang ayah mengunjungi berbagai wilayah di Indonesia membuatnya tertarik untuk mempelajari ilmu antropologi. Karena itu, setelah menamatkan SMA, wanita kelahiran 21 Maret 1947 ini pun memutuskan kuliah di Jurusan Ilmu Antropologi FISIP UI dan berhasil meraih gelar sajana tahun 1974. Ia kemudian melanjutkan pendidikannya dan meraih gelar master juga dari FISIP UI tahun 1983 dan gelar doktor pada tahun 1991. Mengabdi sebagai dosen di almamaternya, Meutia akhirnya dikukuhkan sebagai Guru Besar Ilmu Antropologi pada 25 Maret 2006. Kepakarannya dibidang ilmu antroplogi tidak perlu diragukan. Hal ini dibuktikan dengan kiprahnya di berbagai wilayah yang berkaitan dengan bidang ini, seperti menjadi Ketua Manajemen Program Antropologi Kesehatan FISIP UI (1991-1994), sebagai pengajar pada Program Southeast Asian Ministers of Education Organization (SEAMEO) dan Tropical Medicine dan Public Health (Tropmed) Network Regional Center for Community Nutrition (RCCN) Universitas Indonesia. Selain itu, ia juga telah mempublikasikan ratusan karya tulis baik dalam bentuk buku, laporan penelitian maupun makalah. Kiprahnya dibidang politik berawal ketika tahun 1999 Jenderal (Purn.) Edi Sudradjat memintanya langsung untuk membantu membangun Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) yang baru berdiri. Dan sejak itu, ia memulai pengabdian yang lebih luas. Setelah diangkat sebagai Deputi Menteri Kebudayaan dan Pariwisata RI bidang Pelestarian dan Pengembangan Kebudayaan tahun 2003, Meutia kemudian dipercaya sebagai Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan RI. Salah satu prestasinya sebagai menteri adalah penegakan pemberlakuan UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT) yang bertujuan memberikan landasan hukum bagi perempuan agar terlepas dari tindak kekerasan oleh lelaki dalam berumah tangga. Selain itu, ia juga menaruh perhatian besar terhadap masalah perlindungan anak. Pada tahun 2010, Presiden SBY mengangkatnya sebagai anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Bidang Pendidikan dan Kebudayaan. Selama ini tak terbesit di pikirannya untuk mengejar jabatan. Bagi Prof. Dr. Meutia Farida Hatta Swasono, yang terpenting bukan seberapa tinggi jabatan itu, tetapi seberapa mampu dia mengemban dan menjalankan amanat tersebut.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
165
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PEMERINTAHAN & POLITIK (Purna Bhakti)
Mochtar Kusuma-atmadja (FHUI 1955) Menteri Luar Negeri (1978-1983 dan 1983-1988)
Konseptor Wawasan Nusantara Lahir di Jakarta 17 April 1929, Mochtar Kusuma-Atmadja dikenal sebagai pakar hukum internasional. Konsepnya tentang wilayah perairan Indonesia yang dirumuskan dalam Deklarasi Djuanda tahun 1957 menjadi dasar untuk menentukan batas-batas negara sebuah negara kepulauan, yang kemudian menjadi doktrin Wawasan Nusantara. Pemikirannya yang brilian tersebut menjadi landasan penting bagi pembangunan nasional dibidang hukum, sosial politik, ekonomi, dan pertahanan keamanan. Dianugerahi kecerdasan intelektual di atas rata-rata, tahun 1949 Mochtar melanjutkan pendidikannya di Fakultas Hukum dan Ilmu Pengetahuan Masyarakat UI. Tahun 1950, bersama John Karuwin dan Komar, Mochtar mendirikan kantor hukum Mochtar Karuwin Komar (MKK) di Jakarta. Kegiatan sebagai pengacara menjadi “media” untuk mengasah kemampuannya, khususnya dalam mengaplikasikan teori hukum yang diperolehnya kampus. Usai diwisuda tahun 1955, disamping terus berprofesi sebagai pengacara, Mochtar juga mengabdikan diri sebagai dosen di Universitas Padjadjaran dan kemudian menjadi Dekan Fakultas Hukum Unpad. Kepakarannya dibidang hukum internasional semakin dikenal setelah hasil kajiannya menghasilkan rumusan Deklarasi Djuanda tahun 1957, yang menjadi tonggak sejarah penting bagi kedaulatan Indonesia. Sejak itu pula, Mochtar selalu di percaya untuk mewakili Indonesia dalam Konferensi Hukum Laut internasional baik di Jenewa, Colombo dan Tokyo, antara tahun 1958 hingga 1961. Dikenal idealis dan berani, Mochtar sering mengkritik kebijakan pemerintah yang dianggap menyimpang, antara lain mengenai Manifesto Politik Soekarno. Karena kritik pedasnya, dia pun dipecat dari jabatan guru besar Unpad tahun 1962---dilakukan Soekarno melalui telegram langsung dari Jepang. Pemecatan dan ketidaksenangan Soekarno tidak membuat Mochtar gentar, meskipun perannya harus terhenti dalam mewakili Indonesia di berbagai forum internasional. Ketidaknyamanan situasi dia manfaatkan untuk menimba ilmu di Harvard Law School dan Universitas Chicago, Trade of Development Research Fellowship pada tahun 1964 hingga 1966.
Mengingat urgensi kepastian hukum wilayah perairan Indonesia yang belum diakui masyarakat internasional, Mochtar pun diberi amanah menjabat Menteri Luar Negeri pada Kabinet Pembangunan III dan IV. Piawai dalam diplomasi, berpikir cepat dan lugas, Mochtar tanpa kenal lelah memperjuangkan prinsip negara kepulauan di dunia internasional. Prestasi puncaknya adalah ketika konsepsi negara kepulauan (archipelagic state) diterima oleh masyarakat internasional dan ditetapkan pada Konvensi Hukum Laut PBB, United Nation Convention on Law of the Sea (UNCLOS) 1982. Dan pengakuan tersebut menjadi pijakan penting bagi kedaulatan nasional, dimana luas perairan Indonesia membengkak menjadi ¾ dari luas wilayah yang dimiliki. Perpaduan seorang diplomat yang piawai, praktisi yang tangguh dan akademisi yang mumpuni, Mochtar Kusuma-Atmadja menjadi legenda hidup dalam pembangunan hukum nasional. Bukunya yang berjudul Pengantar Hukum Internasional menjadi referensi utama dalam bidang pendidikan hukum internasional, sebuah karya penting yang mengabadikan gagasan dan pemikiran, yang akan terus menginspirasi generasi bangsa untuk memberikan kontribusi terbaiknya bagi pembangunan bangsa. Selesai mengemban tugas sebagai Menteri Luar Negeri pada tahun 1989, Mochtar kembali aktif sebagai advokat di Mochtar Karuwin Komar dan tidak berhenti dalam memberikan pelayanan publik baik di tingkat nasional maupun internasional. Prestasi hebatnya juga menular ke MKK, yang ditasbihkan menjadi standar kualitas konsultan hukum di Indonesia. Mochtar pun tak berhenti memberi pengabdiannya. Diantaranya dia dipercaya sebagai Anggota Dewan Pertimbangan Agung (1988-1998); Anggota Panel of Conciliators and Arbitrators, Center for the Settlement of International Disputes (1990); Ketua Komisi Demarkasi Perbatasan Irak-Kuwait (1991); Anggota Komisi Hukum Internasional selama dua periode berturut-turut (1992-2002); dan Anggota Dewan Editor Ocean Development and International Law Journal, Washington DC. Atas pengabdian dan kontribusinya yang besar bagi bangsa dan negara, Mochtar pun menerima berbagai apresiasi dan penghargaan baik dari dalam maupun luar negeri. Diantaranya adalah Anugerah Pahlawan Nasional Sri Paduka Dr. Ide Anak Agung Gde Agung Untuk Keunggulan Dalam Diplomasi dan Medali Tahun Perdamaian Internasional dari PBB.
Pergantian rezim pemerintahan memberi Mochtar kesempatan ke panggung pengabdian yang lebih besar. Berkat konsistensi sikap dan kepakarannya dibidang hukum, Mochtar dipercaya sebagai Menteri Kehakiman Kabinet Pembangunan II (1973-1978).
166
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
167
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PEMERINTAHAN & POLITIK (Purna Bhakti)
Nugroho Notosutanto (FIB UI 1960) Menteri Pendidikan (1983 - 1985)
Menteri Yang Kaya Ide Terlahir di Rembang Jawa Tengah pada 15 Juli 1930, Nugroho lahir dan tumbuh dewasa di lingkungan keluarga terhormat. Sang ayah bernama R.P Notosusanto seorang ahli hukum Islam Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada dan merupakan seorang pendiri UGM. Kakak Nugroho adalah pensiunan Patih Rembang dan kakak tertua ayah Nugroho adalah pensiunan Bupati Rembang. Dan pada saat itu pangkat Patih apalagi Bupati sangat sulit dicapai rakyat pribumi di daerah pesisiran Rembang. Pendidikan yang ditempuh Nugroho adalah Europeese Lagere School (ELS) dan lulus pada tahun 1944, kemudian menyelesaikan SMP di Pati, dan pada tahun 1951 lulus dari SMA di Yogyakarta. Setelah lulus dari SMA ia masuk Fakultas Sastra, Jurusan Sejarah Universitas Indonesia dan lulus pada tahun 1960. Lalu pada tahun 1962 Nugroho memperdalam pengetahuan dibidang Sejarah dan Filsafat di University of London. Ketika lulus SMA, sebagai seorang prajurit muda ia dihadapkan pada dua pilihan yaitu meneruskan karir militer dengan mengikuti pendidikan perwira atau menuruti apa yang diamanatkan ayahnya untuk menempuh karir akademis. Kemudian sang ayah dengan tekun dan sabar mengamati jejaknya. Ternyata setelah 28 tahun keinginan ayah Nugroho terkabul meskipun sang ayah tidak sempat menyaksikan putranya dikukuhkan sebagai guru besar FSUI karena ayahnya telah wafat pada tanggal 30 April 1979. Sebelum dikukuhkan sebagai guru besar FSUI, pada tahun 1977 Nugroho berhasil meraih gelar doctor dalam ilmu sastra bidang Sejarah dengan tesis, “The Peta Army During the Japanese Occupation in Indonesia”, yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul Tentara Peta pada Zaman Pendudukan Jepang di Indonesia. Diterbitkan oleh penerbit Gramedia pada tahun 1979. Nugroho juga pernah manjadi Pembantu Dekan Bidang Kemahasiswaan, dan pada tahun 1982 Nugroho dilantik menjadi Rektor UI. Pada tanggal 19 Maret 1983, Nugroho dilantik menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI dalam Kabinet Pembangunan IV. Ia dikenal sebagai orang yang kaya ide karena semasa menjadi Menteri, ia mencetuskan banyak gagasan seperti konsep wawasan almamater, Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa dan Pendidikan Humaniora. Selain itu, Nugroho banyak berjasa dalam dunia pendidikan karena ia mengubah kurikulum dan menghapus jurusan di SMA, serta Sistem Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru. Walaupun Nugroho hanya 2 tahun menjabat sebagai Menteri, banyak hal yang telah diraihnya yaitu Universitas terbuka (UT), Program Wajib Belajar, Orang Tua Asuh, dan pendidikan kejuruan di sekolah menengah.
berkiprah di bidang kemiliteran. Ia pernah menjadi anggota Tentara Pelajar Brigade 17 dan TKR Yogyakarta. Sejak Nugroho menjadi anggota redaksi harian Kami, ia semakin intensif mendalami ilmu sejarah dan tulisannya mengenai sejarah semakin banyak. Tahun 1964 , Nugroho menjabat Kepala Pusat Sejarah ABRI. Ia juga menjadi Badan Pertimbangan Perintis Kemerdekaan serta aktif dalam berbagai pertemuan ilmiah di dalam dan diluar negeri. Pada tahun 1967, Nugroho mendapatkan pangkat Tituler berdasarkan SK Panglima AD No.Kep. 1994/12/67 berhubungan dengan tugas dan jabatannya pada Angkatan Darat. Pangkat terakhir Nugroho adalah Brigadir Jenderal yang merupakan pangkat tertinggi yang mungkin diraih dalam karir sipil di kemiliteran saat itu. Selain aktif di bidang kemiliteran dan bidang pendidikan, Nugroho juga berbakat dalam mengarang. Bakat mengarang Nugroho sudah terlihat sejak ia masih kecil, ia mempunyai kesenangan mengarang cerita bersama Budi Darma. Cerita Nugroho selalu bernafas perjuangan, dan pada waktu itu Indonesia memang sedang diduduki oleh Belanda. Dari ceritacerita yang dihasilkan Nugroho waktu itu, tampak benar semangat nasionalismenya. Karena bakatnya itu, Nugroho Notosusanto menjadi salah satu pengarang yang dimasukkan oleh H.B Jassin ke dalam golongan sastrawan Angkatan 66 termasuk juga sastrawan angkatan baru (Periode 1950-an) menurut versi Ajip Rosidi. Tulisan-tulisan yang berisi pembelaan para sastrawan muda, yaitu ketika terdengar suara-suara tentang krisis kesusastraan, menyebabkan Nugroho tertarik dalam dunia sastra Indonesia. Nugroho juga yang memprakarsai simposium sastra FSUI pada tahun 1953 yang kemudian dijadikan tradisi tahunan hingga tahun 1958. Sebagai sastrawan, pada mulanya Nugroho menghasilkan sajak dan sebagian besar pernah dimuat di harian Kompas. Karena tidak pernah mendapat kepuasan dalam menulis sajak, Nugroho kemudian mengkhususkan diri sebagai pengarang prosa, terutama cerpen dan essai. Karyanya pernah dimuat di berbagai majalah dan surat kabar seperti Gelora, Kompas, Mahasiswa, Indonesia, Cerita, Siasat, Nasional, Budaya, dan Kisah. Disamping itu, Nugroho juga menghasilkan karya terjemahan. Hasil terjemahan Nugroho yaitu Kisah Perang Salib di Eropa (1968), dari Dwight D.Eisenhower, Crusade in Europe, Understanding History, A Primer of Historical Method. Selain itu Nugroho juga dikenal sebagai penulis produktif. Disamping sebagai sastrawan dan pengarang, ia juga aktif menulis buku-buku ilmiah dan makalah dalam berbagai bidang ilmu dan terjemahannya yang diterbitkan berjumlah 21 judul. Buku-buku itu sebagian besar merupakan lintasan sejarah dan kisah perjuangan militer. Wawasan yang mendalam tentang sejarah perjuangan ABRI menyebabkan ia mampu mengedit film yang berjudul Pengkhianatan G 30 S/ PKI. Dibidang keredaksian dapat dicatat sejumlah pengalamannya, yaitu memimpin majalah Gelora, menjadi pemimpin redaksi Kompas, anggota dewan redaksi Mahasiswa bersama Emil Salim tahun 1955-1958, menjadi ketua juri harian Sastra dan menjadi pengurus BMKN.
Sebelum memutuskan berkarir dibidang pendidikan, Nugroho lebih banyak
168
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
169
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PEMERINTAHAN & POLITIK (Purna Bhakti)
Nugroho Wisnumurti (FHUI 1965)
Presiden Dewan Keamanan PBB (1995-1996)
Wisnumurti Guidelines Untuk PBB Nugroho Wisnumurti adalah salah satu diplomat Indonesia yang disegani di dunia internasional. Tidak hanya piawai dalam diplomasi, ia juga cerdas dan piawai mengemas gagasan dan pemikiran untuk mensukseskan misi diplomatik yang diembannya. Dan di usia pensiun, diplomat handal ini kembali dipercaya masyarakat internasional sebagai anggota Komisi Hukum Internasional PBB (International Law Commission – ILC) untuk periode 2012-2016. Nugroho Wisnumurti lahir pada 23 maret 1940 di Surakarta. Ia menyelesaikan pendidikannya di Fakultas Hukum Universitas Indonesia pada tahun 1965 dan kemudian memutuskan berkarir di Kementerian Luar Negeri. Pada tahun 1973 ia melanjutkan dan menyelesaikan pendidikan hukumnya di Columbia Law School, New York City. Bakatnya sebagai diplomat semakin terasah melalui berbagai penugasan misi diplomatik. Tahun 1971 hingga 1974 ia dipercaya sebagai Anggota Delegasi Indonesia untuk UN Seabed Committee. Sejak tahun 1974 Nugroho bertugas sebagai Anggota dan Sekretaris Delegasi Indonesia pada Third UN Conference on the Law of the Sea. Dalam kurun waktu 1977 hingga 1989, ia dipercaya sebagai Negosiator/Kepala Negosiator untuk berbagai perundingan demilitasi maritime dengan negara-negara tetangga. Ia kemudian juga dipercaya sebagai Kepala Deputi Delegasi Indonesia pada Conference on Disarmament, Geneva (1982–1986). Selanjutnya Nugroho bertugas sebagai Anggota Group of Experts of the Non-Aligned Movement South Centre on UN’s Role in Promoting International Cooperation dan Anggota UN Group of Experts on Defensive Security (1991–92). Nugroho yang juga merupakan saudara kandung dari salah seorang intelektual terkemuka Indonesia almarhum Soedjatmoko ini selanjutnya mendapat amanah sebagai Presiden Dewan Keamanan PBB untuk periode 1995 - 1996. Ketika ia bertugas di Dewan Keamanan PBB ia merumuskan Panduan Pemilihan Sekjen PBB yang merupakan prosedur pamilihan kandidat Sekjen PBB. Panduan tersebut merupakan gagasan untuk menjadi solusi dalam proses pemilihan sekjend PBB yang selalu mengundang kontroversi karena belum terdapat aturan yang jelas. “Gagasan itu terus saya bicarakan dengan para wakil Negara-negara anggota PBB, terutama dengan pihak-pihak yang bertentangan, dan paper itu terus direvisi,” ujarnya saat diwawancara Koresponden Republika di Washington DC.
meminta anda mengadopsinya, tetapi selama anda bisa menerimanya saya sudah cukup bahagia’, nyatanya mereka dengan tenang menerimanya,” ujar pria penggemar Musik Jazz ini. Ketika Italia memperoleh giliran untuk menjadi Presiden Dewan Keamanan PBB pada 1 Desembar 1996, F. Pablo Fulci duta besar italia yang didaulat untuk mengamban misi tersebut, secara formal memperkenalkan prosedur pemilihan kandidat Sekjend PBB. Panduan itu ia sebut sebagai “Wisnumurti Guidelines” sebuah nama yang dicomot dari pencetus dan pengagasnya, Nugroho Wisnumurti, mantan Duta Besar Indonesia untuk PBB. “Wisnumurti Guidelines merupakan usul dari presiden berikutnya, Dubes Italia, yang didukung oleh anggota. Mereka bersikap begitu karena merasa tertolong, Afrika merasa saya mempertahankan calon dari mereka sampai saat-saat terakhir. Amerika merasa tertolong karena akhirnya Koffi Annan terpilih. Perancis merasa tertolong karena akhirnya dia sudah berani dalam kontroversi itu, dan tidak kehilangan muka untuk mundur,” ujarnya yang mengaku merasa malu dengan pemakaian namanya dalam Wisnumurti Guidelines yang sampai saat ini panduan tersebut masih dipakai oleh PBB. Nugroho merupakan pakar Indonesia kedua di bidang hukum yang menjadi anggota Komisi Hukum Internasional PBB (International Law Commission – ILC). Ia menjadi anggota ILC untuk periode 2007-2011. Sebelumnya mantan Menteri Luar Negeri RI, Mochtar Kusuma-Atmadja pernah menjadi anggota ILC periode 1992-2001. Setelah satu periode diamanahkan sebagai Anggota ILC. Pada 17 November 2011 Nugroho Wisnumurti terpilih kembali menjadi anggota ILC untuk periode 2012-2016. Pada pemungutan suara yang dilakukan oleh Majelis Umum PBB tersebut, Nugroho Wisnumurti meraih 131 suara dukungan dari 190 negara anggota PBB yang memilih. “Dukungan terhadap Nugroho Wisnumurti sebagai Anggota ILC untuk kedua kalinya tersebut mencerminkan tingkat kepercayaan masyarakat internasional yang tinggi terhadap kemampuannya, seorang diplomat senior dengan pengalaman diplomasi dan negosiasi yang luas, disamping itu juga seorang pakar hukum yang disegani,” tutur Deputi Wakil Tetap Indonesia untuk PBB, Duta Besar Yusra Khan. Komisi Hukum Internasional adalah Komisi PBB yang dibentuk pada tahun 1984 dengan tugas memajukan pengembangan progresif hukum internasional dan kodifikasinya. Komisi ini telah menghasilkan sejumlah tatanan hukum hubungan internasional, antara lain Konvensi Wina mengenai Hubungan Diplomatik dan Konvensi Wina Mengenai Perjanjian Internasional.
“Ketika saya menjabat presiden Dewan Keamanan PBB, pada 11 November 1996 saya membawa naskah saya pertama kali di forum. Saya tidak meminta mereka mengadopsi konsep yang saya bawa. Saya hanya bilang, ‘saya tidak
170
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
171
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Nur Hasan Wirajuda (FHUI 1971) Menteri Luar Negeri (2001-2004) (2004-2009)
Diplomasi Total Sang Diplomat Dibalik penampilannya yang sangat kalem dan low profile, Dr Hassan Wirajuda telah mencapai keberhasilan karir di dalam dan di luar negeri. Ia telah membuat diplomasi Indonesia kembali diakui dimata dunia internasional setelah sempat terpuruk karena krisis multidimensi di dalam negeri.
Selain itu, Wirajuda juga menghidupkan kembali posisi Juru Bicara. Namun juru bicara yang dihidupkan kali ini tampak berbeda karena tidak sekedar menyampaikan program yang dijalankan Deplu melainkan juga harus mengantisipasi isu-isu internasional yang mendapat perhatian besar media massa. Berbeda dengan masa sebelumnya ketika juru bicara diletakkan dalam struktur yang jauh jaraknya dari pimpinan maka dalam struktur Deplu yang baru, juru bicara dirangkap oleh Kepala Biro Administrasi Menteri yang sehari-hari terus mengikuti aktifitas dan pertemuan-pertemuan Menlu.
Lahir di Tangerang - Banten, 9 Juli 1948, Wirajuda memulai pendidikan tingginya di Fakultas Hukum UI dan lulus tahun 1971. Ia kemudian meraih gelar master dari Harvard School of Law - Cambridge tahun 1987 dan gelar doktor dibidang hukum internasional dari Virginia School of Law Charlottesville - Virginia - AS tahun 1987.
Wirajuda juga membentuk Direktorat Diplomasi Publik dalam struktur baru Deplu. Direktorat Diplomasi Publik bertugas untuk mendekatkan diri dengan berbagai elemen masyarakat mulai dari pelajar, cendekiawan, pekerja media hingga kaum ulama. Itulah sebabnya Direktorat ini secara berkala menyelenggarakan kuliah tahunan mengenang tokoh-tokoh diplomasi di berbagai universitas. Selain itu Deplu juga menyelenggarakan program Duta Belia yang memperkenalkan dunia diplomasi kepada para pelajar berprestasi. Melalui Direktorat ini juga Deplu melakukan kolaborasi dengan berbagai organisasi masyarakat seperti dengan Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah dan juga dengan media massa.
Keberhasilan Wirajuda dalam pendidikan berbanding lurus dengan keberhasilannya dalam karir. Ia dipercaya untuk menjadi Duta Besar RI untuk PBB dan Organisasi Internasional lainnya di Jenewa pada Desember tahun 1998 hingga Juli tahun 2000. Kemudian Wirajuda juga dipercaya untuk menjabat sebagai Menteri Luar Negeri dalam dua kabinet yaitu Kabinet Gotong Royong pada tahun 2001 hingga tahun 2004 dan Kabinet Indonesia Bersatu pada tahun 2004 hingga tahun 2009.
Hassan Wirajuda pun memasukkan elemen penegakkan HAM dalam struktur baru. Dengan memiliki Direktorat HAM di tubuh Deplu, pemerintah memiliki instrumen khusus untuk menjelaskan kepada masyarakat internasional mengenai penegakkan HAM di dalam negeri yang selama ini menjadi titik sorot masyarakat internasional setiap kali memandang Indonesia. Selain itu, Deplu dibawah Wirajuda juga serius memperhatikan nasib para WNI yang menjadi pekerja imigran di luar negeri. Maka dibentuklah Direktorat Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia di tubuh Deplu.
Bagi Wirajuda, sudah bukan zamannya lagi para diplomat kini hanya duduk dibelakang meja. Maka, para diplomat yang ia pimpin harus bisa mendekatkan jarak antara apa yang terjadi di luar negeri dengan apa yang menjadi aspirasi dan kepentingan domestik. Inilah yang disebut Wirajuda sebagai faktor intermestik. Saat berbicara di berbagai forum pun, Wirajuda juga sering menonjolkan konsep “diplomasi total” pendekatan diplomasi ini memandang setiap isu secara komprehensif dan melibatkan seluruh komponen bangsa. Pendekatan Diplomasi Total dan Faktor Intermestik itulah yang menjadi pijakan bagi Wirajuda dalam melakukan sejumlah perubahan besar selama lebih dari delapan tahun menjadi menteri luar negeri Indonesia.
”Saat kemampuan finansial dan kapabilitas militer kita terbatas, maka yang harus kita andalkan saat ini adalah kekuatan diplomasi,” demikian tutur Wirajuda yang dikutip dari viva news.
Perubahan itu diantaranya keberanian Wirajuda saat melakukan perubahan internal dalam struktur Departemen Luar Negeri yang ia pimpin. Dan setelah melalui pengkajian selama empat tahun, melalui Peraturan Menteri Luar Negeri 19 Agustus 2005 Wirajuda berani melakukan perombakan struktur Deplu. Dulu, struktur Deplu berdasarkan pendekatan fungsional (politik, ekonomi,budaya) kini diubah menjadi pendekatan kewilayahan. Struktur baru yang diadopsi dari jajaran kementrian luar negeri Jepang dan Australia ini menunjukkan bahwa para diplomat kini tidak sekedar menguasai satu fungsi saja namun juga harus memahami semua bidang saat banyak kawasan mulai mengambil peran penting dalam tatanan global.
172
PEMERINTAHAN & POLITIK (Purna Bhakti)
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Dan sejak tahun 2007, Deplu berinisiatif mendirikan fasilitas “Citizen Service” di sejumlah perwakilan di luar negeri di mana banyak warga Indonesia berdomisili. Fasilitas ini terbukti mempersingkat layanan konsuler dan administrasi seperti perpanjangan buku paspor kepada WNI diluar negeri. Wirajuda juga menghadirkan kembali Wakil Menteri Luar Negeri setelah lebih dari 50 tahun terakhir Deplu tidak memiliki pejabat wakil menteri. Maka sejak September 2008, wakil Menlu dijabat oleh Triyono Wibowo dan sesuai Peraturan Presiden No.20 dan 21 tahun 2008 sebagai pejabat eselon satu plus wakil menteri luar negeri harus membantu menterinya mengelola departemen.
Deplu dibawah pimpinan Wirajuda rupanya serius juga dalam menegakkan keseteraan jender. Pribadi Sutiono selaku Staff Badan Administrasi Menteri juga Wakil Direktur Diplomasi Publik mengungkapkan bahwa dalam beberapa tahun terakhir 50% dari keseluruhan pelamar Deplu yang diterima adalah perempuan. Selain itu, melalui Deplu Indonesia juga berhasil membangun pengaruh di tingkat ASEAN yaitu dengan disetujuinya pembentukan Komunitas Keamanan ASEAN. Gagasan awal untuk membentuk komunitas ini diusulkan delegasi Indonesia dalam pertemuan tingkat Menlu ASEAN di Phnom Penh, Kamboja pada tanggal 16 sampai 19 Juni 2003.
Menurut Direktur Eksekutif CSIS yaitu Rizal Sukma, pendekatan diplomasi yang dibangun Wirajuda bersama tim Deplu dalam delapan tahun terakhir mampu memulihkan citra Indonesia yang hancur lebur diterpa krisis multidimensi di panggung Internasional. Selain itu, berkat peran Wirajuda pada akhir 2008 Indonesia bisa menggelar forum di tingkat internasional yaitu Bali Democracy Forum (BDF). Forum ini merupakan prakarsa Indonesia yang bertujuan untuk mempromosikan kerjasama regional dalam isu demokrasi dan pembangunan politik di antara negara-negara di kawasan Asia.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
173
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Priyatna Abdurrasyid (FHUI 1955) Wakil Jaksa Agung (1971) dan Pakar Hukum Ruang Angkasa
Demi Sebuah Kehormatan
Tentara Angkatan Darat pada tahun 1945. Ketika sedang cuti di tahun 1949, sahabatnya, Mochtar Kusumaatmadja, mengajaknya kembali ke bangku sekolah. Dia belajar keras, meskipun bukan siswa SMA, tetapi bisa lulus ujian dan mendapat ijasah SMA. Bersama Mochtar, Priyatna kemudian masuk Fakultas Hukum UI dan berhasil meraih gelar sarjana hukum pada tahun 1955 yang kemudian mengantarkannya berkarir sebagai jaksa.
PADA awal 1950-an, dia dikenal sebagai jaksa yang teguh bertahan terhadap godaan. Dialah pula yang pernah menjebloskan sejumlah menteri rezim Orde Lama ke balik terali besi. Ketika itu bertugas sebagai jaksa di Bandung, Priyatna masuk dalam tim pemberantasan korupsi dibawah Koordinasi Mayor Jenderal Roesli. Bersama timnya, dia menangkap para menteri yang diduga melakukan korupsi dan dikumpulkan di Hotel Telaga Sari – Bandung, diantaranya Mr. Ishak Tjokroadisurjo dan Dr. Ong Eng Djie.
Sempat memperdalam ilmu dibidang kemiliteran di George Washington University, Washington DC, USA (1957), Priyatna kemudian tertarik memperdalam ilmu dibidang hukum luar angkasa. Meskipun sempat dicibir atasannya karena bidang hukum luar angkasa tidak prospektif, Priyatna bersikeras dan kemudian kuliah di Institute of Air and Space Law, McGill University, Montreal, Canada dan lulus tahun 1959.
Ketika hal itu dilaporkan kepada Bung Karno, ia tampak kecewa. Sebab, banyak menteri yang ditangkap berasal dari Partai Nasional Indonesia atau partai kecil lainnya. Menteri dari lawan politik Partai Nasional Indonesia, yakni Masyumi dan Partai Sosialis Indonesia, tidak ada yang ditangkap. Bung Karno sempat bertanya: mana menteri dari Masyumi dan Partai Sosialis Indonesia? Kemudian keluar perintah atasan agar Priyatna menangkap Mohammad Natsir dan Sumitro Djojohadikusumo---keduanya pentolan Masyumi dan Partai Sosialis Indonesia. Ketika Priyatna menanyakan apa kesalahan mereka, jawaban sang atasan: tangkap saja, titik. Priyatna pun berangkat ke Jakarta, tetapi bukan untuk menangkap melainkan justru menyuruh Soemitro kabur keluar negeri. Baginya, kata “tangkap saja, titik!” adalah bentuk keanehan dalam penegakan supremasi hukum. Keteguhan menegakkan supremasi hukum akhirnya menemui tembok besar. Tahun 1971, tanpa kompromi dia memotori pengusutan kasus korupsi di Pertamina, “tambang uang” kroni penguasa. Tak tanggung-tanggung, Direktur Utama Pertamina Ibnu Sutowo berada dalam sasaran bidiknya. Celakanya, Presiden Soeharto memberikan instruksi untuk menghentikan penyidikan dan penyelidikan kasus tersebut. Priyatna berani dengan tegas menolak instruksi Soeharto. Tetapi karena merasa terus diintimidasi, akhirnya Priyatna melepaskan jabatannya sebagai Wakil Jaksa Agung demi sebuah kehormatan. Apakah itu berarti Priyatna putus asa dan menyerah? Tidak! Priyatna sadar dan mampu mengukur kekuatannya. Ia tidak ingin hanya menjadi pelengkap, semangat pengabdian dan jiwa kepeloporannya tidak menemukan tempat di dalam sistem yang korup. Ia tidak ingin menyia-nyiakan hidupnya dengan jabatan tinggi tanpa makna dan tanpa kehormatan. Ia akhirnya lebih memilih berada di luar system pemerintahan untuk memaksimalkan potensi dan kemampuan agar lebih bermanfaat bagi bangsanya. Lahir di Bandung, 5 Desember 1929, Priyatna awalnya merintis karir sebagai
174
PEMERINTAHAN & POLITIK (Purna Bhakti)
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Berkat penguasaan ilmu hukum luar angkasa, pada 1973 Priyatna ditetapkan menjadi Direktur International Institute of Space Law (IISL) dan menjadi orang Asia pertama yang menduduki jabatan tersebut. Gebrakan pertama yang dilakukan Priyatna adalah mengatur orbit geostasioner. Ini adalah orbit yang berada tepat di sepanjang garis khatulistiwa. Orbit ini berguna untuk menempatkan satelit. Bila orbit tersebut tidak pernah diatur, maka di sana berlaku hukum rimba: first come, first served, siapa datang duluan, memiliki hak atasnya. Ini tentu hanya menguntungkan negaranegara maju yang unggul dari sisi teknologi, dengan menempatkan satelit semaunya, baik yang komersial maupun militer. Priyatna lantas mengajukan usul ke International Astronautical Federation, yang membawahkan IISL, dan International Academy of Astronautics. Usul itu mendapat tentangan keras dari beberapa wakil negara maju. Di dalam negeri saya lemparkan juga masalah ini. Indonesia sangat berkepentingan karena merupakan negara yang memiliki orbit geostasioner yang paling panjang. Priyatna tak surut langkah, terus memperjuangkan hak ini di berbagai forum. Sebut saja dari Uncopous (United Nation Committee on The Peaceful Uses of Outer Space), ICSID (International Centre for Settlement of Investment Disputes), sampai ICAO (International Civil Aviation Organization). Dia juga pernah menjadi pemimpin delegasi Indonesia ke Komite Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Penggunaan Angkasa Luar untuk Tujuan Damai (Uncopous). Presiden Soeharto rupanya mengikuti sepak terjangnya dalam perundingan-perundingan internasional soal hukum luar angkasa. Pak Harto mungkin senang karena Priyatna tak pernah neko-neko, meskipun beberapa kali menolak berbagai posisi yang ditawarkan. Di dunia hukum luar angkasa dan berada di luar pemerintahan, Priyatna lebih menemukan kebahagiaan dan kehormatan. Kini, di usianya yang senja, Priyatna tak berhenti mengabdikan diri. Dia tercatat sebagai Ketua Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI), Konsultan Hukum MENKO POLKAM, Tenaga Ahli di Badan Pembinaan Hukum Nasional, Penasehat PANKORWILNAS - Departemen HANKAM, Staf Ahli LAPAN, Staf Ahli DEPANRI dan lain-lain.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
175
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
R Purwoto Suhadi Gandasubrata (FHUI 1956)
Ketua Mahkamah Agung RI (1992-1994)
PEMERINTAHAN & POLITIK (Purna Bhakti)
Rachmat Saleh (FE UI) Menteri Perdagangan (2004–2009)
Hakim Yang Tidak Mempan Disuap Purwoto Suhadi Gandasubrata, ia adalah hakim yang pernah mengajukan orang yang hendak menyuapnya ke pengadilan dengan tuduhan penghinaan. Tindakannya itu mencerminkan integritas dan konsistensinya menjaga kehormatan jabatan yang diembannya. Anak kedua dengan empat saudara ini berasal dari keluarga terpelajar. Ayahnya RAA Sudjiman Gandasubrata, adalah mantan residen di Banyumas, Jawa Tengah sampai tahun 1955. Ibunya, RA Siti Subinjei, pun sempat kuliah sampai tingkat II di Rechtschool (Rechtshogeschool) yang menjadi cikal bakal Fakultas Hukum UI. Pada masa kecil, Purwoto bercita-cita menjadi dokter. Ia mengidolakan kakeknya dari pihak ibu yang memang seorang dokter, yakni dr Taruno, yang namanya diabadikan menjadi nama suatu jalan di Karawang, Jawa Barat. Tetapi, sewaktu di SMA, nilai ilmu pastinya kurang, sehingga dia memilih ingin menjadi hakim, seperti tiga orang adik ayahnya. Bahkan seorang di antaranya, Mr. Soedirman Gandasubrata, merupakan orang Indonesia pertama yang lulus dari Leiden, Negeri Belanda, pada tahun 1918.
Lahir di Surabaya - Jawa Timur, 1 Mei 1930, Rachmat Saleh merupakan salah satu anggota tim ekonomi yang dipercaya Presiden Suharto. Selama pemerintahan orde baru, Rachmat dipercaya sebagai Gubernur Bank Indonesia dan Menteri Perdagangan. Lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia ini mengawali kariernya di Bank Indonesia (BI), sebagai pegawai staf umum Bagian Ekonomi Statistik, 1956. Sempat ditempatkan di Reserve Bank of India, Bombay, ia dipercayai menjadi wakil sementara pada perwakilan BI di AS. Pada tahun yang sama, ia juga dipercaya sebagai sekretaris pembantu pada perwakilan RI di Amsterdam, Negeri Belanda. Nama Rachmat Saleh mulai dikenal publik ketika tahun 1973 ia diangkat menjadi Gubernur Bank Indonesia, menggantikan Radius Prawiro yang diangkat menjadi Menteri Perdagangan. Rupanya ia mengikuti jalan karir senior yang ia gantikan itu. Setelah selesai bertugas sebagai Direktur BI tahun 1983, ia diangkat menjadi Menteri Perdagangan dalam Kabinet Pembangunan IV.
Alumnus Fakultas Hukum Universitas Indonesia (1956) ini mengawali karir sebagai hakim di Pengadilan Negeri Magelang (1956-1958). Pada saat itu terjadi kejadian percobaan penyuapan yang dilaporkan dan dituntutnya ke pengadilan. Ketika itu seseorang tertuduh mendatanginya ke rumah dan bermaksud menyuap sebesar Rp 10 ribu, jumlah yang terbilang besar baginya ketika itu, karena gajinya sebagai hakim hanya Rp 100. Setelah dua tahun bertugas di Pengadilan Negeri Magelang, dia dipromosikan untuk menjabat Ketua Pengadilan Negeri Purwokerto (1958-1964). Pada saat itu dia pernah mengadili seorang kepala polisi. Pada saat bersamaan, Purwoto juga merangkap jabatan sebagai Ketua Pengadilan Tentara di Pekalongan/Banyumas (1959-1961). Kemudian dia dimutasi menjabat Ketua Pengadilan Negeri Semarang (1965-1966). Lalu pada 1966, dia menjadi Hakim Anggota Mahmilub di Jakarta. Selanjutnya Purwoto dipercaya menjadi hakim tinggi di Pengadilan Tinggi Jawa Barat (1967-1969) sebelum diangkat menjabat Ketua Pengadilan Tinggi Jawa Barat (1969-1974). Dari Jawa Barat, dia diangkat menjadi Hakim Agung di Mahkamah Agung (1974-1981). Selanjutnya ia menjabat Wakil Ketua Mahkamah Agung RI (1981-1992) dan mencapai puncak karir sebagai Ketua Mahkamah Agung RI (1992-1994).
176
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
177
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PEMERINTAHAN & POLITIK (Purna Bhakti)
Radius Prawiro (FE UI) Menko Bidang Ekonomi, Keuangan dan Industri dan Pengawasan Pembangunan (1988 - 1993)
From Zero to Hero Ia memiliki perjalanan masa muda yang penuh dengan perjuangan dan pengorbanan. Sebagaimana ditulis di buku ”Apa & Siapa 1985-1986”, ia pernah menjadi penjual rokok ketika masih duduk di Sekolah Menengah Pertama. Hasil dari berjualan rokok itu digunakan untuk sekolah dan memenuhi keperluan sehari-harinya pada saat itu. Memang Tuhan-lah yang maha menjadikan, yang tidak mungkin menjadi mungkin dan yang mungkin menjadi tidak mungkin. Begitu pula perjalanan hidup Dr. Radius Pawiro, siapa sangka 38 tahun kemudian, pada tahun 1966 ia dipercaya sebagai Gubernur Bank Indonesia (1966-1978) dan kemudian menjadi salah satu arsitek perekonomian di era orde baru. Radius merupakan putra seorang guru bernama Prawiro yang lahir di Jogjakarta. Ia menyelesaikan pendidikan dasar sampai menengah atas di Jogjakarta. Ia kemudian melanjutkan pendidikan di Nederlandsche Economicscshe Hogenschool Belanda. Kembali ke Indonesia, Radius melanjutkan pendidikannya di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Karirnya dimulai ketika ia bekerja sebagai Sekertaris Badan Keamanan Rakyat di Yogyakarta pada tahun 1945 dan dilanjutkan sebagai Perwira Markas Tertinggi Perhubungan Tentara Rakyat Indonesia. Karirnya dalam dunia ekonomi dan politik dimulai ketika ia menjabat sebagai Pegawai Tekhnis Direktorat Akuntan Negara (1960-1965), setelah itu ia menjabat sebagai Deputi Mentri Pemeriksa Badan Keuangan Negara (1965), Deputi Urusan Bank Sentral (1965), dan diangkat menjadi Gubernur Bank Negara Indonesia (1966). Berkat kinerjanya di bidang ekonomi, tidak lama berselang ia diamanahkan menjadi Gubernur Bank Indonesia (1966-1973). Ia juga dipercaya menjadi Gubernur Dana Moneter (IMF) dan merangkap Wakil Gubernur Bank Pembangunan Asia (ADB) untuk Indonesia (1967-1971). Ekonom dan politikus ini pada tahun 1971 dipercaya sebagai Ketua Dewan Gubernur Bank Dunia sampai tahun 1973. Kemudian berturut-turut dilantik sebagai Menteri Perdagangan Kabinet Pembangunan II dan III periode 19731978 dan 1978-1983. Kemudian ia dipercaya sebagai Menteri Keuangan Kabinet Pembangunan IV periode 1983-1988. Puncaknya ketika Radius diamanahkan sebagai Menteri Koordinator Bidang Ekonomi dan Keuangan dan Pengawas Kabinet Pembangunan V pada tahun 1988-1993.
di Eropa dengan mengendarai sepeda motor BMW. Kegemaran tersebut masih dilakukannya ketika kembali ke Indonesia, meskipun ia pernah tergelincir. Bahkan sampai menjadi Asisten Ahli pada Direktorat Akuntansi Negara dan merangkap anggota Badan Pengawas Keuangan, ia masih tetap meneruskan kegemarannya itu. Baru kemudian ketika menjadi Gubernur Bank Indonesia pada tahun 1965, ia ”terpaksa” menghentikan naik motor. ”Karena pertimbangan keamanan dari pemerintah, saya lalu disuruh naik mobil sendiri,” ujarnya. Radius menikah dengan Leonie Supit, dan dikaruniai empat anak. Dan seperti ditulis buku Apa & Siapa, bersama isterinya Radius pun suka berkebun. Bertepatan dengan peringatan Dies Natalis ke-150, Theologische Universiteit Kampen, lembaga pendidikan teologi yang cukup dikenal di Belanda, menganugerahkan gelar Doctor Honoris Causa dalam Ilmu Teologi kepada Dr. Radius Prawiro. Beberapa pertimbangan yang menjadi dasar penganugerahan gelar kehormatan bagi promovendus, adalah ia dinilai berperan aktif dalam bidang gerejawi, terlibat aktif dalam pendirian sebuah jemaat di Jakarta, menjadi Ketua Majelis Pertimbangan PGI selama lebih dari satu periode, aktif terlibat di berbagai kepengurusan Lembaga Pendidikan Tinggi Kristen di Indonesia, dan memprakarsai pendirian yayasan yang memusatkan pelayanannya pada bidang faculty development, pengembangan sarana dan prasarana pendidikan, perpustakaan dan laboratorium. Selama 14 tahun melayani, yayasan ini telah membantu puluhan dosen dalam menyelesaikan studi lanjutnya(S-2 dan S-3). Satu catatan penting, Radius sangat memberi perhatian pada upaya kontekstualisasi teologi. Hal ini tidak terlepas dari latar belakang kekristenannya. Nenek moyangnya berasal dari lingkungan Kiai Sadrach, penginjil Jawa kharismatis, yang berusaha memahami Injil dari perspektif kulturalnya. Cara berteologi seperti ini telah membuka wawasan dan memberi perspektif lain bagi gereja-gereja Belanda dalam berteologi. Dalam sambutannya, Dr. Radius antara lain mengatakan bahwa di tengah derasnya arus globalisasi gereja harus mampu memberikan pelayanan terbaiknya bagi masyarakat. Radius Prawiro meninggal dunia di Rumah Sakit Deutsches Herzzentrum, Muenchen, Jerman, Kamis 26 Mei 2005 pukul 11.35 waktu setempat atau pukul 16.35 WIB dalam usia 76 tahun. Ia meninggal dalam proses pemasangan alat pacu jantung di rumah sakit tersebut. Jenazah tiba di Indonesia Selasa 31 Mei 2005 untuk kemudian dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata Jakarta.
Ketika kuliah di Belanda, ia pun sering “melanglang buana” ke berbagai kota
178
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
179
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PEMERINTAHAN & POLITIK (Purna Bhakti)
Retno Wulan Sutantio (FHUI 1956)
Hakim Agung
Hakim Yang Anti Suap Ia adalah hakim perempuan pertama di Kota Bandung. Kariernya dibangun dengan reputasi yang bersih, mulai dari Hakim Pengadilan Negeri sampai Hakim Agung di Mahkamah Agung RI. Tak hanya pandai dan ahli, ia punya nilai yang sudah langka diantara para hakim zaman ini: kejujuran dan hati nurani. “Keluar! Jangan coba-coba bawa amplop pada saya!” Tangannya teracung ke atas, menunjuk pada oknum-oknum yang pernah mencoba menyuapnya. Sesaat ia terdiam, mengingat tahun-tahunnya sebagai pengawal keadilan di negeri ini. Suka dan duka telah ia lewati. Jatuh, bangun, gagal, berhasil, telah ia lalui dengan kepala tegak. Reputasinya sebagai hakim yang jujur, berhasil ia pertahankan selama 39 tahun, sampai masa pensiunnya. “Menjadi hakim, harus jujur dan baik,” tutur Retno tegas. “Hakim harus menerapkan apa yang tertulis dalam Undang-Undang, bukannya mencari keuntungan.” Retno Wulan Sutantio memang terkenal jujur dan bersih. Di antara koleganya, ia dihormati. Para hakim muda mencontohnya sebagai panutan. Murid-muridnya mencintai dia, sebagai guru sekaligus ibu. Semua dimulai pada bulan September 1951. Kala itu, perempuan yang lahir dengan nama Siem Gwee Ing ini baru masuk Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Mendalami bidang hukum memang cita-citanya sejak kecil. Namun baru saja menginjak tahun pertama, kegagalan sudah menghadangnya. Ia gagal ujian selama 9 bulan pertama. “Saya gagal karena hanya belajar teori saja dari buku. Ternyata di bidang hukum, itu tidak cukup. Saya harus tahu banyak praktek yang diajarkan para profesor.” Retnowulan tak patah semangat. Ia mengejar ketinggalannya mulai dari banyak bergaul dengan teman, senior, dosen dan malalap habis buku-buku hukum. Dalam waktu singkat ia dikenal para dosen sebagai mahasiswi yang selalu datang lebih awal dan duduk di depan. Dalam waktu 4,5 tahun ia sudah berhasil lulus dengan gemilang. Saat itulah seorang profesor menyarankannya untuk menjadi hakim. Menjadi hakim? Retno muda tertegun. Ia masih 26 tahun. Bagaimana bisa? Ternyata waktu membuktikannya. Menjadi hakim bukan saja harus pandai dan menguasai hukum. Menjadi hakim harus punya hati nurani, jujur dan tidak cinta uang. “Menjadi hakim adalah panggilan dan pengabdian. Profesi hakim bukan tempat
180
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
mencari uang!” katanya tegas. Istri dari Drs. Tio Tek Hoen ini pun menunjukkannya bukan hanya dengan kata-kata, tapi dengan seluruh kehidupannya. Ia hidup sederhana, sampai masa tuanya pun masih naik kendaraan umum. Ia mengatur semua pengeluarannya dengan baik. “Hakim harus hidup sederhana.” Ini prinsip yang ia pegang teguh. Kasus pertamanya masih ia ingat betul. Ia menangani kasus pencurian ayam dari terdakwa yang mencuri dengan alasan membayar uang sekolah anaknya. “Saya bersimpati padanya, tapi ia tetap bersalah,” tegas ibu dari 4 anak ini. Si terdakwa pun harus mendekam di penjara selama 3 bulan. Ia juga ingat persis bagaimana para terdakwa seringkali mencoba menyuapnya. Mulai dari cara yang paling halus seperti mengirim makanan, mengirim kado sampai memberi uang. Semua ia tolak dengan alasan pendek. “Saya tidak suka uang,” tegasnya. Selama 39 tahun perempuan yang besar dari keluarga pengusaha tahu di Purwekerto ini hilir mudik antara Bandung dan Jakarta. Mulai dari Hakim Pengadilan Tinggi Jakarta, Hakim Pengadilan Tinggi Bandung, Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Bandung, Kepala Departemen Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Peradilan di Mahkamah Agung (MA), sampai akhirnya menjadi Hakim Agung di Mahkamah Agung. Di Bandung ia adalah perempuan pertama yang menjadi hakim. Selama 8 tahun di MA, ia mengajar seluruh hakim di Indonesia, dari sabang sampai Merauke. Prinsip-prinsip kejujuran selalu ia coba tularkan pada murid-muridnya. Tapi ia sendiri mengaku pesimis dengan kondisi peradilan di Indonesia. Ia tahu, ia tak bisa menutup mata terhadap rekanrekannya, yang menerima uang suap dengan gembira. “Yah, itu urusan masing-masinglah, saya tidak bisa marah pada mereka. Yang penting, saya tetap menjaga diri saya untuk jujur. Saya harap murid-murid bisa mencontoh,” katanya. Salah satu murid yang paling dekat dengan Retno adalah mantan Hakim Asep Iwan, SH, MH. Ia pernah mencuat, menjadi kontroversi atas putusannya menghukum mati bandar narkoba di Tangerang. Asep juga menangani beberapa kasus korupsi yang dianggapnya sudah membelit seluruh sistem peradilan. “Saya tidak sekuat Ibu Retno, yang bertahan sampai akhir,” katanya. Pada 2006, karena tekanan yang terlalu tinggi untuk tetap menjadi hakim yang bersih, Asep memilih berhenti dan aktif di jalur akademisi. Dedikasi dan pengabdian seperti tak ada batas. Dalam usianya yang sudah 78 tahun dan duduk di kursi roda, ”Srikandi Hukum” masih aktif mengajar di Universitas Parahyangan dan universitas Padjajaran. Ia percaya, generasi muda yang memilih jalur hukum harus dididik dengan betul. Bukan hanya pandai otaknya, tapi juga punya hati, punya nurani dan kejujuran.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
181
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Ratna Rosita Hendardji (FKUI 1979) Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan (2010-2013)
PEMERINTAHAN & POLITIK (Purna Bhakti)
Saleh Afiff (FE UI 1959) Menko Ekonomi Keuangan dan Pengawasan Pembangunan (1993-1998)
Talk Less Do More Lebih dari 30 tahun menjadi dokter dan cukup lama mengabdi di Kementerian Kesehatan, membuat Ratna Rosita Hendardji, memiliki pengalaman panjang melayani rakyat. Mendukung dan menyempurnakan kerja Menkes Endang R Sedyaningsih, Ratna Rosita gencar menyiapkan dan merealisasikan program kesehatan untuk masyarakat. Karena itu, ia bisa disebut ”dokter rakyat”. Sekjen Kemenkes yang dilantik 12 Januari 2010 ini mengawali karier sebagai Kepala Seksi Registrasi Ditjen Pelayanan Medik Kemenkes tahun 1994. Di bidang itu, ia mengurusi perizinan dan penataan rumah sakit. Sebelum menjabat sekjen, ia dipercaya sebagai Staf Ahli Menteri (SAM) Bidang Teknologi Kesehatan dan Globalisasi. Kiatnya sederhana saja. ”Dalam bekerja saya selalu menekankan kejujuran dan disiplin. Karena memulai karier dari bawah, maka saya banyak meneladani pemimpin, sehingga ketika memimpin, saya berupaya memberikan keteladanan kepada bawahan. Karena itu, menurut saya, leader harus berkarakter,” kata ibunda Adit dan Ica yang masing-masing istrinya adalah dokter spesialis kulit dan kelamin serta dokter umum. Setiap menapaki jenjang kepemimpinan, selalu mengajak anak buahnya bekerja serius dan memiliki motivasi tinggi untuk menyukseskan program pro rakyat. ”Yang perlu kita sadari, ketika jabatan makin ke atas, tanggung jawab dan risiko makin besar. Tapi, nggak boleh banyak mengeluh. Pemimpin harus membuat keputusan dengan pertimbangan matang dan mengambil risiko terkecil,” ujarnya. Karena itu, Ratna ingin tetap low profile dalam bekerja. ”Talk less do more, jujur, tak banyak bicara, tapi banyak bekerja,” ucapnya. Setelah purna tugas sebagai Sekjen Kemenkes tahun 2013, Ratna Rosita tetap sibuk dengan berbagai kegiatan. Diantara ia dipercaya sebagai Komisaris Utama PT Kimia Farma dan juga sebagai Board Member of Public Advice International Foundation (PA International).
Konseptor Harga Dasar Gabah Perhatian terhadap nasib petani ia tunjukkan dalam banyak kesempatan baik lewat tulisan maupun diskusi. Ia dikenal sebagai konseptor harga dasar gabah yang digunakan pemerintah pada 1976, setelah bersama dengan Leon A. Mars mengusulkannya di tahun 1967, untuk merangsang peningkatan produksi dan kontrol harga gabah. Lahir Di Cirebon, 31 Oktober 1930, Saleh Afiff melanjutkan pendidikannya di FE UI yang ditempuhnya selama 9 tahun hingga lulus tahun 1959. Setelah itu pada 1961, ia berhasil meraih Master of Business Administrasion (MBA) dari Universitas California, Barkeley - AS dan gelar doktor (PhD) bidang pertanian dari Universitas Oregon - AS tahun 1967. Saleh Afiff merupakan salah tokoh penting dalam pembangunan ekonomi di masa orde baru. Ia dipercaya selama sekitar 15 tahun untuk duduk di kursi kabinet pemerintahan Presiden Suharto; sebagai Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (1983 –1988), Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (1988 – 1993), Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (1993 –1998). Dalam sikapnya membela kesejahteraan petani, Afiff memperjuangkannya tidak dengan perlawanan frontal, melainkan bergerak dari dalam kepemerintahan dengan ikut merumuskan kebijakan ekonomi negeri. Menurutnya, tidak cukup lagi jika sekedar ikut globalisasi tanpa memberikan manfaat bagi kehidupan bangsa dan negara, melainkan harus bisa memanfaatkan dan bahkan memenangi globalisasi tersebut. Kuncinya, ialah bekerja keras untuk menemukan berbagai inovasi yang dapat meningkatkan produktifitas. Afif yang juga seorang Guru Besar FEUI ini, seringkali mengingatkan kita akan kepedulian dan keberpihakan. Bahwa segala apapun yang dilakukan, khususnya oleh pemerintah pada akhirnya adalah harus mampu menyejahterakan seluruh rakyat termasuk juga tentunya para petani. Ia pun mewanti-wanti kita yang seringkali terjebak dengan yang namanya globalisasi. Jangan hanya karena tidak sudi disebut ketinggalan zaman, kita lalu menerapkan perdagangan bebas yang sebebas-bebasnya, tanpa memperhatikan kondisi bangsa yang sebenarnya. Karena itu hanya akan membuat kita tidak berdaya. Pada tanggal 28 Juni 2005, Prof Dr Saleh Afiff meninggal dunia di usia 75 tahun dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata Jakarta.
182
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
183
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PEMERINTAHAN & POLITIK (Purna Bhakti)
Satrio Budihardjo Joedono (FEUI 1963) Ketua Badan Pemeriksa Keuangan RI (1998-2004)
Selamanya Dua Kali Dua Adalah Empat Kesederhanaannya sempat merisaukan. Ini lantaran Prof. Dr. Satrio Budihardjo Joedono, yang biasa disapa Billy ini, akrab dengan tas kerja cokelat yang warnanya telah memudar. Petugas pun menggantikannya dengan tas baru saat ia menghadap ke Istana. Ia menerima tas pemberian tersebut tetapi tetap membawa tas lusuhnya. Bahkan, ia tidak canggung mengempit tas lusuh ataupun risih dengan menteri perdagangan dari negara lain, saat pertemuan Kerjasama Ekonomi Asia Pasifik, November 1994 Lelaki yang karib dipanggil Billy ini pun dikenal tegas dan lurus. Ia tidak melayani dokumen yang tak memenuhi persyaratan lengkap. Billy pun dikenal cermat dalam mengunyah laporan bawahan. ”Selamanya dua kali dua adalah empat, bukan delapan,” ini prinsip hidupnya. Kesederhanaan pun memayungi rumahnya. Saat masih tinggal di kompleks perumahan menteri, ruang tamunya tidak beraroma kemewahan. Di ruang tamu rumah bernomor 25 itu, hanya terlihat rangkaian bunga di meja tamu. Di garasi, ada tiga mobil. Cuma satu yang dimilikinya, mobil tua. Sedangkan dua lainnya mobil inventaris sebagai menteri dan pinjaman BPPT. Semasa memangku jabatan menteri perdagangan, di ruang kerjanya tersusun guci keramik dan beberapa lukisan. Tapi, ia mengaku membeli secara kredit, terhadap benda kegemarannya. ”Saya tak mampu membelinya,” ujarnya.
mengawali pembangunan kampus UI di Depok. Karirnya di pemerintahan dimulai ketika ia diminta membantu Prof. Dr. Sumitro Djojohadikusumo sebagai Asisten Menteri Perdagangan (1970-1973) dan Asisten Menteri Negara Riset (19731978), kemudian menjadi pembantu Prof. Dr. Ing. B.J. Habibie sebagai Direktur Analisa Sistem BPPTeknologi (1978-1982) dan Asisten Menteri Negara RISTEK (1979-1982) dan Staf Ahli (1986-1988), lalu menjadi staf Drs. Radius Prawiro sebagai ASMENKO IV EKUIN dan WASBANG (1988-1993) dan terlibat dalam deregulasi perekonomian nasional. Ia kemudian dipercaya sebagai Menteri Perdagangan dari tahun 1993 hingga tahun 1995. Sewaktu menjabat Menteri Perdagangan, ia melakukan deregulasi perdagangan, menyelesaikan Perundingan Uruguay dan menandatangani Perjanjian Marrakech 1994. Ia kemudian (1996-1998) menjadi Dutabesar RI untuk Perancis dan Kepangeranan Andorra, lalu terpilih menjadi Ketua Badan Pemeriksa Keuangan RI (1998-2004) dan menjadikan BPK suara vokal anti korupsi di Indonesia. Sebagai Ketua BPK, ia ex officio melanjutkan kedudukan Indonesia sebagai Ketua Governing Board Asian Organization of Supreme Audit Institutions/ASOSAI (1998-2003) dan Anggota Dewan Audit ASOSAI (2003-2004).
Lahir di Pangkal Pinang, Pulau Bangka, 1 Desember 1940, ia menyelesaikan studi strata satunya (S1) di FEUI dengan konsentrasi ekonomi perusahaan (1963), melanjutkan ke University of Pittsburgh dan meraih gelar Master of Public Administration (1966), dan gelar Doctor of Public Administration di State University of New York at Albany (1971).
Kegiatannya sebagai aktivis LSM diantaranya menjadi Anggota Pendiri BINEKSOS (1970), Anggota Pendiri LP3ES (1982), Anggota Pendiri ICMI (1990) dan Ketua Dewan Pengawas The Habibie Center (2002-sekarang). Ia pernah aktif dalam beberapa organisasi profesi antara lain sebagai Sekretaris Umum dan Ketua I Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI); dan Anggota dan Pembina Indonesian Institute of Energy Economics. Tanda Jasa Penghargaan yang diperoleh adalah: Satyalancana Wira Karya (1988), Commander’s Cross Pemerintah Republik Federal Austria (1996), Grootkruis Orde van Oranje Nassau (Belanda, 1996), Bintang Maha Putra Adipradana (1996), dan Satyalancana Karya Satya 30 Tahun (2003).
Ia menjadi Pegawai Negeri Sipil bermula sebagai asisten dosen pada FEUI pada tahun 1963 hingga menjadi Guru Besar dalam Mata kuliah Teori Organisasi pada tahun 1987 dan anggota Senat dan Senat Guru Besar FEUI (1987-1994), anggota Komisi D Senat dan Dewan Guru Besar UI (1987-2000), anggota Dewan Guru Besar FEUI dan anggota Komisi B Dewan Guru Besar UI (2000-2006) sampai pensiun pada tahun 2006. Setelah pensiun, ia tetap mengajar pada Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi .
Tulisannya di bidang administrasi negara, manajemen, dan tekonologi dalam pembangunan diterbitkan dalam berbagai majalah, buku kumpulan karangan atau tersendiri, antara lain yang masih menarik: S.B. Joedono, ”Pengendalian Eksternal Perilaku dalam Teori Organisasi, Pidato Pengukuhan Guru Besar, Universitas Indonesia, 1988; S.B. Joedono, ”Perkembangan Manajemen Indonesia: Survei Sebagian Literatur,” dalam T. Pawitra (editor), Manajemen di Indonesia: Beberapa Isu Kontemporer, Jakarta, Lembaga Penerbit, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1993.
Di lingkungan Universitas Indonesia ia menjabat sebagai Direktur (sekarang Kepala) LPEM-FEUI (1970-1978) dan Pembantu Dekan bidang Akademik FEUI (1978-1982) menata administrasi pengajaran dan kemahasiswaan, sebelum sebagai Pembantu Rektor bidang Administrasi Umum (1982-1986) dan
184
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
185
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PEMERINTAHAN & POLITIK (Purna Bhakti)
Sofyan Abdul Djalil
(FHUI 1985) Menteri Negara BUMN (2007-2009)
Where there is a will there is a way Menyimak perjalanan hidup Sofyan Abdul Djalil tak ubahnya melihat serial “Laskar Pelangi”. Lahir dari keluarga yang pas-pasan di sebuah desa pedalaman terpencil di Perlak-Aceh, orang tuanya adalah petani biasa yang hanya memiliki setengah hektar sawah untuk menghidupi keluarga. Untuk membutuhi keperluan keluarga, ayahnya juga berprofesi tukang pangkas di desa, dan sang ibu memelihara beberapa ekor bebek. Telur-telur bebek peliharaan ibunya inilah yang tiap hari dikumpulkan, dijual ke pasar untuk membiayai sekolah Sofyan di madrasah Ibtidaiyah, Tsanawiyah, hingga Pendidikan Guru Agama (PGA). Ia bisa besar dan bersekolah tak lain karena telur bebek, ditambah doa dan perjuangan ekstra keras sang Ibunda. Begitu lulus PGA, selama dua tahun mengajar sebagai guru agama di Aceh. Karena tak kunjung diangkat menjadi pegawai negeri, Djalil memutuskan keluar lalu menekuni profesi baru bekerja di sebuah pabrik karet selama dua tahun, juga di Aceh. Tahun 1976, ia pindah ke Jakarta untuk mengubah nasib. Kedatangannya ke Jakarta terkait dengan keikutsertaan sebagai delegasi Aceh dalam Muktamar Nasional Pelajar Islam Indonesia (PII), tahun 1976. Usai mukhtamar Sofyan bukannya pulang ke kampung, tetapi justru tinggal dan menetap di Jakarta. Oleh kawan-kawannya dia dijuluki “James”, artinya Penjaga Mesjid, sebab saban hari hanya berkutat hidup dan tidur di lingkungan mesjid Menteng Raya, persis dekat kantor pusat PII. Baru pada tahun 1977 Sofyan memperoleh pekerjaan di Kejaksaan Agung RI. Pekerjaan bantu-bantu mengurus mesjid di Pusdiklat Kejaksaan Agung. Memiliki cukup bekal, usai bekerja, Sofyan kuliah sore di FHUI bidang studi hukum bisnis dan diwisuda tahun 1985. Djalil segera meninggalkan Kejaksaan Agung dan menjadi peneliti pada CPIS (Center for Policy and Implementation Studies), Departemen Keuangan. Ia antara lain berkesempatan ikut terlibat dalam berbagai proyek penelitian seperti Kupedes dan Simpedes dari BRI, masalah Keluarga Berencana, Evaluasi Sekolah Dasar Inpres, Program Restrukturisasi BUMN, Perdagangan Internasional dan Kerjasama Regional dan lain-lain. Ketika tahun 1985 CPIS berencana menyekolahkan beberapa orang penelitinya ke luar negeri, nama Sofyan ikut terpilih dari sekian banyak peminat. Dia pun kemudian berhasil meraih gelar Master dari Tufts University tahun 1989 dan gelar Doktor di universitas yang sama tahun 1993.
Asisten Kepala Badan/Staf Ahli Menneg BUMN bidang Komunikasi dan Pengembangan SDM tahun 1998. Tugas awalnya adalah menghadapi para demonstran yang menolak privatisasi BUMN. Bukan hanya berhasil menangani para demonstran secara persuasif, Sofyan pun turut serta aktif mendinamisir kementerian BUMN untuk langsung berjalan dengan baik walaupun lembaga ini baru seumur jagung. Tak heran, nama Sofyan Djalil seringkali menghiasi halamanhalaman surat kabar nasional. Pun wajah dan pernyataannya kerap muncul di media televisi berbicara lugas menjelaskan visi dan misi kementerian BUMN termasuk menjelaskan philosofi dan cara melakukan privatisasi yang transparan dan akuntabel. Setelah pergantian rezim, sejak Februari 2000, Sofyan kembali menekuni bidang sebagai konsultan profesional dan juga mengajar program pasca sarjana di FHUI. Jelang pemilihan presiden tahun 2004, Sofyan menjadi relawan Tim Sukses Jusuf Kalla yang kemudian dilebur menjadi Tim Sukses SBY-JK. Keberhasilan SBY-JK dalam memenangi Pilpres 2004 mengantarkan Sofyan ke puncak karir. Dia dipercaya sebagai Menteri Komunikasi dan Informasi. Di awal menjabat menteri, Sofyan ikut andil dalam menciptakan sejarah besar di tanah kelahirannya. Bersama Menkumham Hamid Awaludin, Sofyan dipercaya sebagai juru runding pemerintah RI selama proses perdamaian Aceh. Dia kemudian ditunjuk SBY sebagai wakil pemerintah dalam Aceh Monitoring Mission yang mengawasi penarikan pasukan TNI dan pemusnahan senjata anggota GAM. Pada reshusfle kabinet tahun 2007, Sofyan dipindahtugas sebagai Menteri Negara BUMN yang diembannya hingga pemerintahan SBY-JK berakhir tahun 2009. Di tengah kesibukannya, Sofyan masih meluangkan waktunya sebagai Ketua Umum ILUNI UI periode 2007 - 2011. “Where there is a will there is a way”, kata-kata yang diucapkan guru bahasa Inggrisnya semasa sekolah di PGA, Daniel Syarief, terekam kuat dalam benaknya. Sang guru selalu mengucapkan kata-kata itu berulang-ulang untuk menyemangati para siswanya, yang kemudian menginspirasi Sofyan dalam meniti jalan hidupnya. Kini, disamping kembali menekuni profesinya sebagai konsultan dan pengajar, bersama Ratna Megawangi yang juga istrinya, Sofyan aktif dalam kegiatan sosial kemasyarakatan dengan mendirikan Yayasan Nilai Luhur Indonesia, bergerak dibidang pendidikan berbasis karakter. Sebuah impian mulia, Sofyan berharap dapat mewariskan semangat juang dan keberanian untuk berkorban.
Sosoknya semakin dikenal publik ketika Tanri Abeng mengangkatnya sebagai
186
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
187
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Sri Mulyani Indrawati (FEUI 1986) Menteri Keuangan RI (2004-2010)
Ekonom Dunia Yang Lugas Dan Tegas Ia primadona, cerdas, jelita dan populer, Analisisnya kritis, lugas dan jernih. Kiprahnya sudah teruji di birokrasi dan lembaga Internasional. Kurang dari empat tahun tiga jabatan menteri disandangnya, setelah sebelumnya menjadi konsultan di Usaid dan Executive Director IMF. Kemudian ia menjadi Direktur Pelaksana Bank Dunia sejak 1 Juni 2010. Tentu saja sosok Sri Mulyani yang seperti sekarang, tidak lepas dari pengaruh lingkungan keluarga. Bagaimana pasangan Prof.Satmoko dan Prof.Dr. Retno Sriningsih Satmoko membentuk karakter Sri Mulyani dan saudara-saudaranya. Ayah ibunya adalah guru besar Universitas Negeri Semarang. Dan pepatah yang mengatakan “buah tak jatuh dari pohonnya” menggambarkan sebagian perjalanan hidup keluarga itu. Sri Mulyani dan saudara-saudaranya juga tumbuh menjadi orang-orang yang berprestasi dan berpendidikan tinggi. Hebatnya, dibangku sekolah dan kuliah, prestasi mereka selalu menonjol sehingga biaya sekolah gratis dan mendapat beasiswa kuliah di dalam dan diluar negeri. Sri Mulyani menempuh pendidikan di Universitas Indonesia pada tahun 1981 dan lulus dengan gelar Sarjana Ekonomi pada tahun 1986. Kemudian pada tahun 1990 lulus dari University of Illinois Urbana Champaign, USA dan memperoleh gelar Master of Science of Policy Economics. Lalu gelar Ph.D of economics juga di perolehnya dari Universitas yang sama yaitu University of Illinois Urbana Champaign, USA pada tahun 1992. Karena memiliki kemampuan analisis yang tajam dan keberaniannya mengungkapkan kritik dan pemikiran secara terbuka, Sri Mulyani banyak diminta sebagai narasumber di berbagai seminar. Ia pun menjadi acuan narasumber bagi wartawan baik cetak maupun elektronik. Maka tak heran, di paruh kedua dekade 1990-an, gagasan dan pemikiran dosen FEUI ini hampir setiap hari menghiasi media cetak maupun elektronik. Mulai Agustus 2001, Sri Mulyani hijrah ke Atlanta, Georgia Amerika Serikat sebagai Konsultan di Usaid dalam rangka kerjasama dengan lembaga bantuan milik Pemerintah AS, Usaid dengan program otonomi daerah untuk perkuatan institusi didaerah, yaitu memberikan beasiswa S2 untuk pengajar di universitas di daerah Aceh, Kaltim, Sulut, Papua dan Jawa. Sri Mulyani banyak memberikan saran dan nasihat mengenai bagaimana mendesain program S2 untuk penguatan universitas di daerah maupun program Usaid lainnya di Indonesia terutama dibidang ekonomi. Selain itu ia juga mengajar tentang perekonomian Indonesia dan ekonomi makro di Georgia Universuty. Seperti halnya di Indonesia, di Amerika Sri Mulyani juga sering diundang
188
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PEMERINTAHAN & POLITIK (Purna Bhakti)
sebagai pembicara di berbagai seminar, khususnya terkait masalah perekonomian global, oleh berbagai lembaga internasional; diantaranya USINDO, Usaid, University of California San Diego, IMF, World Bank Asia Pasific Department, dan University of Columbia. Topiknya pun bervariasi dari permasalahan ekonomi terkini, desentralisasi dan otonomi, institutional reform, program IMF, governance dan antikorupsi, serta masalah konflik di Indonesia. Kepribadiannya yang lugas dan cerdas telah mengantarkannya kepada pergaulan yang sangat luas. Ia disenangi banyak orang di dalam dan diluar negeri. Tak heran bila pada awal Oktober 2002 lalu ia terpilih menjadi Executive Director Dana Moneter Internasional (IMF) mewakili 12 negara Asia Tenggara menggantikan Dono Iskandar Djojosubroto. Dan ia juga merupakan perempuan pertama dari Indonesia yang menduduki posisi itu. Posisi itu mungkin tak asing baginya karena sebagai ekonom selama ini ia banyak berurusan dengan IMF, kebijakan IMF dan dekat dengan orang-orang IMF. Kemudian pada tahun 2004, Sri Mulyani dipercaya sebagai Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional Kabinet Indonesia bersatu. Setelah setahun menjabat, ia ditunjuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menjabat Menteri Keuangan menggantikan Yusuf Anwar dalam reshuffle Kabinet Indonesia Bersatu tahun 2005. Dan pada tahun 2009, presiden SBY kembali menunjuk Sri Mulyani sebagai pelaksana tugas Menteri Koordinator Perekonomian merangkap jabatan sebagai Menteri Keuangan untuk menggantikan Wakil Presiden RI yaitu Boediono yang terpilih menjadi Gubernur Bank Indonesia. Di awal pemerintahan SBY periode kedua, sosok Sri Mulyani berubah menjadi sebuah kontroversi karena dikaitkan sengan skandal Bank Century. Ia pun menjadi sasaran tembak politisi Senayan yang sebagian besar menuduhnya sebagai salah satu pihak yang bertanggung jawab. Karena kuatnya nuansa politik dalam kasus tersebut, Sri Mulyani akhirnya memilih mundur dari jabatannya tahun 2010 dan menerima pinangan Bank Dunia sebagai Managing Director. Meskipun mundur dari jabatan prestisius di pemerintahan, Sri Mulyani tetap mengaku menang--bukan karena jabatannya sebagai Managing Director Bank Dunia, tapi karena ia tetap berhasil memegang prinsip-prinsip dan etika yang diyakininya. Ia menang karena tidak bisa didikte oleh siapapun, termasuk orang yang menginginkannya. Tentang filosofi hidup, ia mengatakan hidup hanya sementara. Maka jika bisa ia hanya ingin melakukan yang terbaik dan memberikan yang terbaik kepada bangsa, negara, agama dan keluarga. Serta ingin menikmati hidup bahagia, damai dengan diri sendiri dan sekitarnya oleh karena itu ia getol mempelajari psikologi. Ia mengaku sudah sangat lama tertarik pada psikologi karena senang mempelajari tingkah laku dan sifat manusia. Dan ia juga bisa memahami secara lebih baik sifat dan karakternya sendiri maupun anak-anaknya. Sementara menurut Sri Mulyani ekonomi banyak bicara tentang tingkah laku pelaku ekonomi seperti konsumen dan produsen bahkan juga pemerintah. Rasa bangga Sri Mulyani terhadap kedua orang tua membuatnya menerapkan nilai-nilai hidup yang diajarkan dalam mengemban tugas negara. Setidaknya ajaran prinsip hidup untuk tidak mengambil hak orang lain dibuktikannya dengan keberanian memberantas korupsi di departemen yang dipimpinnya. “Kalau kita tidak mau anak buah kita korupsi, kita juga harus contohkan untuk jangan korupsi.” Ujar Sri Mulyani.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
189
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Sri Redjeki Sumaryoto (FHUI 1973) Menteri Pemberdayaan Wanita (2001-2004)
Tak Kenal Lelah Memberdayakan Wanita Wanita kelahiran Surakarta, 10 Oktober 1950, ini dikenal sangat tegas dalam membela kaum perempuan. Terlebih ketika ia dipercaya sebagai Menteri Negara Pemberdayaan Wanita pada Kabinet Gotong Royong tahun 2001. Lulusan Fakultas Hukum UI tahun 1973 ini bahkan dengan tegas meminta agar para penyelundup wanita ke luar negeri untuk dihukum mati. Ia memang sangat gusar dengan banyaknya kasus TKW di luar negeri, mulai penganiayaan, pelecehan seksual dan bahkan terpaksa menjalani prostitusi. Karena itu, Sri Redjeki menggalakkan pemberdayaan wanita melalui berbagai insentif modal dan pelatihan, utamanya di daerah pedesaan. Dengan semakin banyaknya usaha kecil menengah yang dikelola wanita, diharapkan dapat menyediakan lapangan pekerjaan bagi kaum wanita lainnya. Ia pun menggalang kerjasama dengan berbagai pihak, baik instansi pemerintah maupun LSM, untuk mendukung program-program pemberdayaan wanita baik melalui program pelatihan, pendidikan dan permodalan. Setelah purna tugas sebagai Menteri Pemberdayaan Wanita, Sri Redjeki melanjutkan kiprahnya di gedung parlemen sebagai Anggota DPR RI tahun 2004. Pemberdayaan wanita tetap menjadi fokus utamanya. Selain bergerak melalui lembaga legislatif, ia juga dipercaya menjadi Ketua Presidium Nasional Mitra Gender, organisasi nirlaba yang mendukung pemberdayaan industri kecil menengah. Tahun 2010, bersama para koleganya, Sri Redjeki mendirikan Universitas Wanita Internasional (UWI) di Bandung dan menjabat sebagai Rektor. UWI sendiri bertujuan untuk menyiapkan wanita-wanita Indonesia yang berkualitas. ”Kami berkomitmen untuk meningkatkan jumlah perempuan yang berkualitas tidak hanya dilembaga legislatif saja, tapi disemua sektor entah di LSM, eksekutif dan lembaga-lembaga lainnya,” ujar Sri Redjeki.
PEMERINTAHAN & POLITIK (Purna Bhakti)
Subroto (FE UI 1952) Menteri Pertambangan dan Energi (1978-1983) dan (1983-1988)
Arti Hidup Itu Adalah Pengabdian Prof. Dr. Subroto lahir di Kampung Sewu, Solo, 19 September 1923. Tamat dari HIS, ia meneruskan studi di MULO dan Sekolah Menengah Tinggi. Kondisi negara saat itu memaksa remaja Subroto mendaftarkan diri masuk PETA. Sayangnya, ia ditolak karena terlalu kurus. Pada 1 November 1945, ia diterima sebagai kadet (taruna) Militer Academie di Yogya. Ada kebanggaan karena dari 197 angkatan pertama MA Yogya, Subroto lulus dengan predikat Terbaik II dan menyandang pangkat Letnan II. Sebagai tentara Subroto ikut bertempur melawan penjajah hingga tahun 1950 bersama rekan-rekannya. Selepas medan pertempuran, Subroto kuliah di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (UI) hingga meraih gelar Sarjana Muda tahun 1952. Kesempatan terbuka lebar. Subroto melanjutkan kuliah di Mc-Gill University, Montreal, Canada. Pada 1958 ia meraih gelar doktor ekonomi di UI dan kemudian dikukuhkan sebagai Guru Besar Ekonomi Internasional dan Fluktuasi Ekonomi di FEUI. Berbagai kepercayaan terus diberikan. Subroto pernah menjabat Direktur Jenderal Penelitian dan Pengembangan Departemen Perdagangan RI. Tahun 1971-1973 menjabat Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Koperasi Kabinet Pembangunan II. Tahun 1978 menjadi Menteri Pertambangan dan Energi. Program Listrik Masuk Desa adalah program yang ia rintis kala itu. Pada 1988, ia mendapat kepercayaan sebagai Sekjen OPEC yang berkedudukan di Wina, Austria. Dari negeri itu, ia memikirkan nasib anak bangsa yang masih terbelit kebodohan, keterbelakangan, kemiskinan, dan keterpurukan. Setelah tugasnya di pemerintahan selesai, Prof Subroto kemudian mendirikan Yayasan Bina Anak Indonesia (YBAI) yang concern di bidang pendidikan. Tahun 2002, ia memulai pilot project dengan mendirikan Perpustakaan Anak Medco-YBAI di Lengkong Wetan, Tangerang Selatan. Pemilihan desa Lengkong Wetan bukannya tanpa alasan. Ia beralasan, jika mau membangun negara maka desa adalah pilihan tepat untuk memulai membangun negara. Tahun 2004, YBAI yang ia pimpin mulai mendirikan SMP Plus Berkualitas Lengkong Mandiri. Dan pada tahun 2009, YBAI membuka TK dan SMK Plus. Dua lembaga pendidikan ini didukung perpustakaan, laboratorium sains, laboratorium teknologi informasi dan bahasa. Tak terasa, sepuluh tahun yayasan ini mengemban misi di bidang pendidikan bagi masa depan anak-anak. “Dulu, yang dicita-citakan ayah dan ibu saya saat saya besar adalah supaya saya dapat berdharma. Berdharma artinya, berbuat sesuatu bagi orang lain. Setelah kita sudah berbuat sesuatu bagi orang lain, maka hidup kita baru ada artinya. Itu yang disampaikan ayah dan ibu saya,” katanya.
190
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
191
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PEMERINTAHAN & POLITIK (Purna Bhakti)
Sugiharto (FEUI 1986)
Menteri Negara BUMN (2004-2007)
Jadi Menteri, Hartanya Justru Berkurang Bagi Sugiharto, kemiskinan bukanlah dinding yang tak bisa ditembus untuk mencapai masa depan gemilang. Jejak-jejak perjuangan hidupnya adalah untaian inspirasi. Harian Kompas pernah menjulukinya sebagai ”Arsitek Perusahaan Masa Depan” karena keberhasilannya sebagai Direktur Keuangan Group Medco. Hingga kemudian ia dipercaya sebagai Menteri Negara BUMN pada tahun 2004. Dan karir gemilangnya berawal dari gaji sebagai batur (pembantu rumah tangga). Pada saat duduk dibangku kelas dua SMP Taman Siswa, Kemayoran-Jakarta Pusat, Sugiharto bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Saban hari dia bertugas menyiram kebun, mencuci piring dan mencuci baju. Pada saat itulah otak dagangnya mulai berputar.”Saya mulai belajar berdagang, kenangnya. Sembari menjalankan tugas sebagai batur, dia membuat kotak dari bekas peti untuk wadah jualan rokok klobot. Berbekal modal Rp 7.500 dari gaji tiga bulan sebagai pembantu, dia mulai berjualan rokok dekat pangkalan ojek dekat tempatnya bekerja. Menjadi pedagang asongan bukan satu-satunya pekerjaan informal yang pernah digelutinya. Ketika SMA dia menambah penghasilannya dengan menjadi tukang parkir bioskop Taruna, Tanjung Priuk, Jakarta Utara. Dia teringat suatu malam saat musim ulangan, wali kelasnya menonton film bersama suaminya di bioskop Taruna. Sang guru takjub dan berlinang melihat muridnya tengah tekun membaca buku di bawah cahaya lampu seadanya di halaman bioskop. Melihat semangat belajarnya, keesokan harinya sang guru bercerita di depan kelas. Kenangan itu selalu terlintas di benaknya.”Saya tak pernah melupakan jasa para guru,” ujarnya. Setamat SMA baru dia merasakan kerja formal di kantor akuntan publik SGV Utomo dan Drs. Utomo Mulia & Co. Di situlah Sugiharto mulai meniti kariernya sebagai eksekutif. Sembari bekerja dia mengambil kuliah di Universitas Jayabaya. Tamat dari sana dia juga kuliah di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Setelah meraih gelar doktorandus dari FEUI tahun 1986, kariernya sebagai profesional seolah tak terbendung. Tujuh tahun lamanya Sugiharto bekerja di institusi keuangan Chemical Bank dan Bankers Trust Company New York dengan gaji awal US$6.500. Tahun 1991 secara pribadi Arifin Panigoro mengajak Sugiharto bergabung ke Medco. Di grup perusahaan milik Arifin Panigoro itu, Sugiharto kembali menunjukkan kemampuan terbaiknya dalam mengelola keuangan perusahaan. Tak heran bila Harian Kompas memberinya julukan ”Arsitek Perusahaan Masa Depan”.
192
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Karena rekam jejak karir profesionalnya yang gemilang, tahun 2004 Presiden SBY memilihnya untuk menjadi Menteri Negara BUMN. Salah satu tokoh ekonomi syariah inipun berusaha mengaplikasikan pengalaman-pengalamannya untuk memperbaiki kondisi BUMN yang disinyalir sebagai “lahan bancakan” korupsi. Meskipun jabatan yang diembannya adalah jabatan politis, Sugiharto tetap berpegang teguh pada prinsip-prinsip profesionalisme untuk menerapkan nilai-nilai good corporate governance (GCG) di seluruh perusahaan BUMN yang menjadi tanggung jawabnya. Beberapa program penting di awal kepemimpinannya adalah membentuk Biro Inspektorat di Kementerian BUMN untuk menampung keluhan masyarakat dan juga untuk mengawasi kinerja seluruh jajaran di kementerian yang ia pimpin. Sugiharto juga terus berusaha memantau dan mengoptimalkan kinerja BUMN demi pemenuhan setoran dividen BUMN kepada negara. Pemantauan itu dijabarkan dalam tiga strategi; restrukturisasi, profitisasi dan privatisasi. Jabatan politis memang berbeda dengan jabatan profesional. Langkah-langkah strategis Sugiharto mulai mendapatkan tentangan, terutama dari para politisi senayan. Celakanya lagi, sebagai kader PPP, partainya sendiri sempat mengancam akan menarik Sugiharto dari kursi menteri. Seperti yang dilansir Tempo, 6 Januari 2006, Hamzah Haz yang ketika itu menjadi Ketua Umum PPP batal menarik Sugiharto dan meminta sang menteri menjalin komunikasi dengan Fraksi PPP di parlemen. Ternyata, tekanan-tekanan politik terus berlanjut dan semakin menguat. Tahun 2007, tanpa memberi alasan, Presiden SBY memberhentikan Sugiharto dari jabatan Menteri Negara BUMN. Luar biasanya, setelah 3 tahun menjabat sebagai menteri, dalam laporannya ke KPK, harta Sugiharto malah berkurang sebesar 9 miliar rupiah. Sesaat setelah menjadi Menneg BUMN, pada 24 November 2004, Sugiharto melaporkan harta totalnya Rp 32.665.367.331 dan US$ 598.617. Lalu usai di-reshuffle per 6 Juli 2007, Sugiharto melaporkan harta kekayaannya tinggal Rp 23.536.142.456 dan US$ 300.963. Tahun 2010, Sugiharto ditunjuk sebagai Komisaris Utama PT Pertamina. Penunjukannya ini merupakan perubahan drastis setelah sebelumnya jajaran Komut Perseroan selalu diisi oleh seseorang dengan latar belakang militer. Artinya, setelah pucuk pimpinan komisaris utama dipegang oleh seorang Jenderal, kali ini pemerintah kembali menaruh harapannya pada seorang arsitektur jenius. Pemerintah menjatuhkan pilihannya pada seorang Sugiharto, mantan Menneg BUMN, yang bahkan orang sering memanggilnya sebagai arsitektur masa depan.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
193
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PEMERINTAHAN & POLITIK (Purna Bhakti)
Sujudi (FKUI 1959)
Rektor UI (1985-1994) dan Menteri Kesehatan (1993-1998)
Pengabdian Tidak Mengenal Pensiun Seorang ilmuwan, guru besar, dan menteri yang tekun lagi berdedikasi tinggi. Semasa hidup ia dikenal sebagai orang yang pandai bergaul dan bersahaja. Profesor Sujudi, yang terlahir di Bogor pada tanggal 9 September 1930, sampai tiba akhir hayatnya merupakan Guru Besar Emeritus Bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI). Pada tahun 1966-1979, saat menjabat Kepala Bagian Mikrobiologi FKUI, ia melanjutkan upaya pendahulunya mengembangkan budaya riset, hingga institusi yang dipimpinnya tersebut sukses menciptakan banyak hasil penelitian, dan memiliki jejaring (network) internasional yang kuat, terutama dengan Jepang. Kemudian saat menjadi Rektor pada 1985-1994, kemajuan riset tersebut ia coba tularkan ke lingkup yang lebih luas yakni universitas. Sebagai pimpinan tertinggi, ia pun mencanangkan UI menuju universitas riset kelas dunia. Dialah yang pertama kali menggugah untuk melangkah dan mulai memikirkan ukuran-ukuran untuk menjadikan UI menjadi universitas berskala dunia---berapa banyak doktor yang harus dicetak dan berapa riset yang harus dibuat. Dan hal ini menjadi bukti bahwa Sujudi ialah seorang yang mampu membaca situasi saat ini dan berpandangan jauh ke depan. Pada saat yang sama ia juga menjabat sebagai Koordinator Proyek Kerjasama penelitian Bidang Kedokteran Indonesia-Jepang dan Koordinator Program Beasiswa Bidang Kedokteran Takeda Science Foundation.
dari pemerintah beberapa Negara lainnya seperti Perancis, Austria, Australia, Belanda, dan Uzbekistan. Meninggal Saat Simposium Sujudi terjatuh tidak sadarkan diri sesaat sebelum membuka simposium dengan para ahli mikrobiologi yang diselenggarakan Perhimpunan Persahabatan Indonesia-Jepang di Rumah Sakit Pusat Pertamina, Jakarta. Di acara simposium itu, Sujudi sempat bergurau dengan sejumlah peserta. Kemudian saat menyiapkan pidato pembukaan, tiba-tiba jatuh dan tidak lama kemudian meninggal akibat serangan jantung. Jenazahnya kemudian di makamkan Taman Makam Pahlawan Kalibata. Tiga hari sebelum meninggal, Sujudi masih sempat bertemu Siti Fadilah Supari, yang saat itu menjabat Menteri Kesehatan, untuk membicarakan simposium tentang ilmu mikrobiologi tersebut. Menkes Siti Fadilah Supari yang pernah menjadi mahasiswa Sujudi mengatakan: ”Profesor Sujudi adalah guru sejati yang tidak akan pernah saya lupakan.” Siti Fadilah menuturkan bahwa Sujudi adalah guru yang mumpuni, sabar, dan kebapakan yang hingga akhir hayatnya masih memiliki kepedulian besar dengan ilmu pengetahuan.
Sujudi sangat memperhatikan regenerasi di setiap jabatan yang diembannya. Maka dari itu tidaklah mengherankan ia sangat dekat dengan kalangan muda. Saat di UI ia sangat mengakomodasi kegiatan mahasiswanya baik ketika menjadi Pembantu Dekan III, Pembantu Rektor III, maupun Rektor. Karirnya lantas melejit tatkala ia diangkat menjadi Menteri Kesehatan RI pada Kabinet Pembangunan VI pada 17 Maret 1993 hingga 16 Maret 1998. Sujudi yang pandai bergaul ini tidak pernah pensiun. Selepas menjabat menteri, ia aktif di Perhimpunan Persahabatan Indonesia-Jepang; menjadi Ketua Transfusi Darah dan Rumah Sakit PMI; anggota Dewan Penasehat Komite Kemanusiaan Indonesia; serta sebagai Komisaris Utama di sejumlah perusahaan kesehatan. Atas dedikasinya ini wajar bila ia dianugerahi berbagai penghargaan seperti Bintang Mahaputra Adiprana dari pemerintah Indonesia; The Order of the Sacred Treasures Gold and Silver dari Pemerintah Jepang; dan penghargaan
194
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
195
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PEMERINTAHAN & POLITIK (Purna Bhakti)
Suwardjono Surjaningrat (FKUI 1954) Menteri Kesehatan (29 Maret 1978 – 21 Maret 1988)
Membangun Kemandirian Dibidang Kesehatan Pasti kita sama-sama telah mengenal salah satu sistem perawatan kesehatan berbasis masyarakat bernama Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu), yang pertama kali dicanangkan pada masa Presiden Soeharto oleh Menteri Kesehatan-nya kala itu, Suwardjono Surjaningrat. Selain itu, Suwardjono juga tercatat sebagai Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) yang pertama. Pria Jawa ini dilahirkan di Purwodadi, Jawa Tengah, tanggal 3 Mei 1923, dari keluarga priyayi. Mengenai status kebangsawanannya ini ia menyatakan, “Ningrat itu mengutamakan kesopansantunan. Bergaul dengan manusia secara sopan.” Suwardjo kecil hidup terpisah dari kedua orang tuanya saat harus masuk sekolah tingkat dasar untuk orang Eropa, Europese Lagere School di Yogyakarta. Setamatnya dari sana tahun 1937, ia melanjutkan pendidikannya di Hogere Burger School (HBS) selama lima tahun, yang setingkat dengan SMP dan SMA saat ini. Kemudian, ia memilih untuk berkuliah di Sekolah Tinggi Kedokteran Ika Dan Gaku, bentukan Jepang, yang setelah Indonesia merdeka menjadi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), ia pun lulus tahun 1954. “Saya memilih kedokteran karena sewaktu ayah saya menjadi bupati di Yogyakarta (Wates-red), seringkali saya mengikuti beliau kalau malam-malam masuk ke pelosok-pelosok karena ada banjir atau bencana yang lain. Beliau sangat memperhatikan nasib rakyat kecil. Pada saat seperti itu saya perhatikan bahwa figur dokter selalu dilibatkan, saya sangat terkesan pada profesi dokter yang baik sekali, dan saya tertarik pada pengabdian mereka”, kata Suwardjo yang semasa kuliah kelas I dan II, ikut terjun bergerilya melawan Belanda bersama teman-temannya. Sejak masih berkuliah, keponakan Ki Hajar Dewantara ini sudah bertugas di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD). Saat lulus dari FKUI, ia mulai tertarik pada kebidanan, penyakit dalam, dan spesialis anak. Maka ia pun kemudian menjadi Asisten Kepala Bagian Kebidanan di RSPAD. Dan saat atasannya berangkat ke Amerika Serikat, sebagai co-ach ia merasa tertantang untuk membuktikan segenap kemampuannya. Operasi besar telah dapat ia kerjakan, meski masih harus dalam pengawasan Bagian Kebidanan FKUI. Melihat hal ini, tim dokter yang mengawasinya, melaporkannya kepada Prof. Sarwono. Dan karena kemampuannya inilah ia dianugerahi diploma ahli kebidanan pada tahun 1957. Mendengar bahwa Suwardjo telah menjadi Spesialis Obstetri dan Ginekologi, maka Kementerian Hankam memanggil dan memberinya tugas sebagai Kepala
196
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Bagian Kebidanan di Rumah Sakit Dustira, Cimahi, tahun 1958. Kemudian pada tahun 1962 ia dikirim untuk mempelajari reproduksi manusia di Amerika Serikat. Saat menjadi Kepala BKKBN, Suwardjo menghadapi kendala yang justru bukanlah medis teknis semata, melainkan pola pikir masyarakat terhadap tujuan program itu sendiri. Maka ia berupaya meyakinkan masyarakat agar mampu berpikir bukan hanya untuk diri sendiri saja, tetapi juga untuk masyarakat luas. Ia mengakui, bahwa mengubah pola pikir agar masyarakat dapat menerima konsep Keluarga Berencana (KB) sangatlah sulit. Bahkan beberapa tokoh menentangnya, mengecam berdasar ayat-ayat kitab suci agama. Namun walau bagaimana pun ia berkeyakinan kuat, program ini harus dijalankan. Dan setelah mendekati tokoh agama untuk membantu memotivasi tentang pentingnya KB, maka perlahan persepsi masyarakat dapat diarahkan untuk menunjang program ini. Suwardjo memiliki pendapat bahwa kemandirian adalah hal yang pokok dalam ketahanan nasional. Dari itulah saat menjabat Menteri Kesehatan, ia menekankan kemandirian itu dalam sistem kesehatan nasional yang dikembangkannya. Antara lain melalui Posyandu, yang merupakan forum pembimbingan kesehatan dari masyarakat, oleh masyarakat, dan untuk masyarakat, dibawah bimbingan teknis pemerintah. Jadi, Posyandu yang sebelumnya dibangun dan milik Departemen Kesehatan, kini atas nama kemandirian, masyarakatlah yang memimpinnya sendiri. Dokter yang menguasai empat bahasa ini juga bergerak dalam organisasi profesi, seperti di Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia, Coordination in Population and Family Planning in South East Asia (IGCC), Ikatan Dokter Indonesia (IDI), dan International Committee on the Managament of Population Program (ICOMP). Komitmen dan kecintaannya akan profesi dokter amatlah tinggi, terbukti meskipun ia adalah seorang mantan Menteri Kesehatan RI dua periode di Kabinet Pembangunan III dan IV, ia masih bersedia berpraktik dokter pada sebuah rumah sakit swasta di Jakarta. Penyuka olahraga atletik ini ternyata memiliki prestasi pula di bidang kemiliteran, misalnya Satya Lencana Kesetiaan Penumpasan Pemberontakan PRRI tahun 1958, Satya Lencana Kesetiaan VIII, Satya Lencana Sapta Marga, Bintang Mahaputra Utama III, dan Bintang Mahaputra Adiprana II. Dan akhirnya pada 21 Agustus 2011, Suwardjono yang juga seorang purnawirawan Mayor Jenderal Angkatan Darat ini menutup usia. Jenazahnya di makamkan di TMP Kalibata.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
197
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PEMERINTAHAN & POLITIK (Purna Bhakti)
Theo L Sambuaga (FISIP UI 1978) Tokoh Politik & President Director LIPPO Group
Keteladanan Dalam Prinsip Kemajemukan Ia adalah tokoh politik senior yang berpegang teguh pada prinsip bahwa kemajemukan adalah kekuatan dan kebersamaan adalah keniscayaan. Prinsip itulah yang ia jalankan secara sungguh-sungguh dalam meniti jalan hidupnya, baik dalam kehidupan keluarga maupun dalam karir politik. Pria kelahiran Manado 6 Juni 1949 ini, meyakini bahwa kemajemukan adalah kekuatan bangsa dan bukan kelemahan. Perbedaan latar belakang baik keturunan, etnis, budaya, agama maupun berbagai hal lainnya, merupakan unsur-unsur yang saling melengkapi sebagai sebuah bangsa, yang semestinya menjadi energi luar biasa untuk menggerakkan bangsa ini menjadi lebih besar. Dan kemajemukan itu telah terangkai menjadi mozaik Indonesia dan ke-Indonesia-an yang sangat indah sebagaimana tercermin dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Penghayatan Theo L Sambuaga terhadap nilai-nilai dan prinsip kemajemukan bukanlah penghayatan instan, melainkan melalui proses panjang dari pergulatan batin dan tempaan-tempaan pengalaman di dunia organisasi dan pergerakan. Mantan Menteri Negara Perumahan dan Pemukiman ini memang dibesarkan dalam budaya kemajemukan. Ia lahir dari keluarga etnis Minahasa, yang beragama Kristen tetapi sejak kecil ia selalu memilih organisasi yang menampung kemajemukan dan selalu ingin bergaul dengan teman-teman yang memiliki latar belakang berbedabeda. Sejak usia remaja Theo sudah bersentuhan dengan aktivitas organisasi. Pada periode 1962-1967 sejak di bangku SLTP di SMP Negeri I Manado Theo aktif di Gerakan Pramuka, dipilih sebagai Ketua Umum Ikatan Siswa SMA Negeri I (semacam OSIS sekarang), dan kemudian aktif memimpin Gerakan Siswa Nasional Indonesia (GSNI). Kegemarannya berorganisasi dan kecintaan terhadap prinsip kemajemukan semakin menguat ketika ia pindah ke Jakarta dan melanjutkan pendidikannya di FISIP Universitas Indonesia. Theo aktif di lingkungan organisasi intra universitas sebagai Anggota BPM (Badan Perwakilan Mahasiswa) dan Senat Mahasiswa FISIP UI, Anggota MPM (Majelis Perwakilan Mahasiswa) dan Wakil Ketua Umum Dewan Mahasiswa UI (1973-1974). Aktivitasnya di dunia kemahasiswaan UI membawa Theo, yang saat itu sudah naik tingkat V (semester 9, persiapan skripsi ujian akhir), atas tuduhan terlibat peristiwa Malari (Malapetaka lima belas Januari = rangkaian aktivitas/gerakan demo protes terhadap pemerintah yang dimotori mahasiswa yang memuncak pada huru hara 15-16 Januari 1974), ditahan bersama teman-teman mahasiswa dan para senior selama 22 bulan (Januari 1974-November 1975) dan menghuni berbagai rumah tahanan di Jakarta seperti Laksusda Budi Kemuliaan/ Kebon Sirih (sekarang Hotel Millennium), RTM Budi Utomo (sekarang gedung
198
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Kementerian Keuangan) dan Pusdiklat Kejaksaan Ragunan. Disamping pimpinan ex KAPPI, Ketua DM UKI, Ketua DM STO, pimpinan DM UGM, yang paling banyak ditahan adalah dari UI, antara lain: Theo (Waketum DM), Hariman Siregar (Ketum DM), Gurmilang Kartasamita (Waketum DM), Judil Hery (Sekjen DM), Salim Hutajulu (Ketua SM FISIP), Bambang Sulistomo (Pimpinan SM FISIP), Eko Sujatmiko (Ketua SM FKG). Para senior UI (Asisten Dosen/Dosen) yg ditahan antara lain: Syahrir (alm, terakhir Wantipres), Marsilam Simanjuntak (Menkeh, Mensesneg Pemerintahan Gus Dur), Dorodjatun Kuntjorojakti (Menko Ekonomi pemerintahan Megawati, Dubes AS masa Presiden Soeharto), Prof Sarbini Soemawinata, Adnan Buyung Nasution (terakhir Wantimpres), Prof Yap Thian Hien. Dari antara 20 an aktivis yang ditahan selama hampir dua tahun itu, hanya tiga orang yang melalui proses pengadilan dan divonis antara 3-4 tahun, yaitu; Hariman, Syahrier dan Aini Chalid (UGM), selebihnya dibebaskan tanpa tuduhan. Masa kemahasiswaan yang penuh warna juga mempertemukan Theo dengan jodohnya Erna Soedaryati Soekardi, adik kelasnya di FISIP UI, yang setelah pacaran selama lebih dari 5 tahun (termasuk 2 tahun Theo dalam tahanan) mereka menikah pada akhir 1977 yang dikaruniai dua putra; Eddy Khrisna Patria (S2 dari Stanford University Palo Alto-AS) dan Jerry Adithya Ksatria (S2 dari SIPA Columbia University, New York AS). Ruang tahanan atau penjara tidak mengendurkan semangatnya dalam dunia pergerakan. Segera setelah dibebaskan Theo melanjutkan aktivitasnya di organisasi extra universitas yang telah dilakoni sebelumnya yaitu di wadah aktivis/intelektual muda GMNI (Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia) dan sempat menjadi pejabat Sekjen DPP, organisasi yang semakin meningkatkan penghayatannya terhadap prinsip kemajemukan dan nilai-nilai kebangsaan. Setamat dari UI Theo aktif di KNPI, wadah organisasi kepemudaan yang direstui pemerintah, yang kehadirannya pada tahun 1973 ditentang pergerakan kemahasiswaan termasuk Theo. Aktivitasnya di dunia kepemudaan membuat dia terpilih sebagai Wakil Sekretaris Jenderal DPP KNPI (1978-1981), Sekjen DPP KNPI (1981-1984), Ketua DPP Angkatan Muda Pembaharuan Indonesia (AMPI) tahun 1984-1989, dan Anggota Dewan Penasehat Asian Youth Council (AYC), 1984-1989 dan mengantarkannya sebagai anggota DPR RI pada 1982. Pengalamannya yang panjang di dunia kemahasiswaan dan kepemudaan mendorongnya untuk mengabdi melalui jalur politik dan Theo memilih bergabung dengan Golkar dan memulai karir politiknya dari bawah. Pada 1984 diangkat sebagai Wakil Ketua Pokja Departemen Hubungan Luar Negeri dan Cendekiawan, Wakil Sekjen (1993-1998). Ketua DPP Partai Golkar dua periode (1998-2009) dan Wakil Ketua Umum DPP PG (2009-sekarang). Kiprahnya di gedung parlemen dimulai pada tahun 1982 ketika ia diangkat sebagai Anggota DPR/MPR RI mewakili golongan pemuda, dan selanjutnya terpilih sebagai anggota DPR RI melalui pemilu 1987, 1992, dari Golkar Dapil Jawa Timur dan pemilu 1997 melalui dapil Sulut. Sejak 1982-1998 duduk di Komisi I yang membidangi Hankam, Luar Negeri, dan Penerangan, serta dipercaya sebagai Wakil Ketua Badan Kerjasama
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
199
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Antar Parlemen-BKSAP (1987-1990), Wakil Ketua Komisi I (1990-1994), dan Ketua BKSAP (19941997). Pada 1 Oktober 1997, ia terpilih sebagai Ketua Fraksi Karya Pembangunan (sekarang FPG) DPR RI dan mengakhiri masa tugasnya di DPR RI (jilid I) setelah diangkat menjadi Menteri Tenaga Kerja pada Kabinet Pembangunan VII (1998), dan sebagai Menteri Negara Perumahan dan Pemukiman pada Kabinet Reformasi Pembangunan (1998-1999). Theo menjadi Menteri dimasa Krisis Multi Dimensi. Sebagai Menteri Tenaga Kerja yang berlangsung sangat singkat (sekitar 3 bulan) karena mundurnya Presiden Soeharto pada 20 Mei 1998, tidak banyak yang diperbuatnya. Pada bulan April 1998 untuk pertama kalinya sekitar 2 ribuan TKI diusir Malaysia (karena tidak berdokumen). Pemerintah Malaysia tidak menyediakan fasilitas pengangkutan. Meskipun dalam keadaan krisis Pemerintah Indonesia mengambil tindakan cepat dengan mengirimkan puluhan armada kapal termasuk kapal-kapal TNI AL ke pelabuhan Malaysia untuk mengurangi penderitaan para TKI agar tidak terlalu lama menunggu. Sebagian diantara mereka ditolak kembali ke Indonesia oleh aparat keamanan kita karena diduga terkait GAM, tetapi dengan semangat solidaritas dan kebangsaan yang kuat akhirnya saudara-saudara kita itu dapat kembali ke Tanah air termasuk ke Aceh, demikian Menaker Theo Sambuaga pada waktu itu menegaskan. Pada bulan-bulan April dan Mei 1998 itu dengan dana yang sangat terbatas mulai digerakkan pembangunan infrastruktur pedesaan, kecamatan khususnya yang melibatkan banyak tenaga kerja. Program Social Safety Net adalah salah satu upaya prioritas untuk mengatasi meningkatnya pengangguran akibat krisis ekonomi. Di sektor perumahan dan pemukiman program reformasi dilaksanakan sejak masa pemerintahan Presiden Habibie. Pembangunan RSS bersubsidi dapat dipertahankan sekitar 70.000-80.000 unit pada 1998-1999 ditengah masa krisis ekonomi. Lahan tidur yang luas dihindarkan diserobot secara paksa, justru dikembangkan kerjasama antara pengusaha yang memberikan kesempatan kepada rakyat yang menderita krisis untuk memanfaatkan lahan yang belum dimanfaatkan dengan berbagi usaha perkebunan, tanaman dan perikanan darat. Perbaikan lingkungan/kawasan kumuh perkotaan diprioritaskan pembangunannya, serta dimulai pembangunan Rusunawa - Rusuna buat pekerja di dekat kantor/pabrik dipacu. Gerakan Reformasi menjadi babak baru bagi kiprah Partai Golkar yang membesarkan nama Theo L Sambuaga. Ketika partai dihujat sedemikian rupa dan banyak kolega-kolega yang pindah ke partai lain, ia tetap setia dengan keyakinannya bahwa Golkar merupakan aset bangsa yang harus diselamatkan. Karena itu, ia memilih mengundurkan diri sebagai Menteri Negara Perumahan dan Pemukiman pada bulan Agustus 1999 untuk turut berjuang menyelamatkan partai dan bangsa melalui lembaga perwakilan rakyat, dan terpilih sebagai Anggota MPR RI utusan daerah Sulawesi Utara. “Kami yakin seyakin-yakinnya, dukungan publik di mana-mana masih kuat terhadap Partai Golkar yang konsisten sebagai partai berwawasan kebangsaan dan berjuang untuk semua tanpa membedabedakan latar belakang warga, ada penghormatan terhadap kemajemukan bangsa serta komit melaksanakan reformasi dengan tetap berlandaskan Pancasila, Undang Undang Dasar 1945” tegas Theo. Komitmen tersebut dibuktikan dengan kepeloporan Partai Golkar dalam merumuskan dan meloloskan semua legislasi yang melandasi dan mendukung reformasi dalam segala bidang terutama politik, hukum dan ekonomi. Partai Golkar yang masih mendominasi DPR RI pada periode
200
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PEMERINTAHAN & POLITIK (Purna Bhakti)
1997-1999, berperan besar dalam memprakarsai dan melahirkan berbagai UU bernafas Reformasi. Theo yang menjadi Anggota MPR RI, Wakil Ketua FPG MPR, Ketua Komisi A/Panitia AdHoch A pada SU MPR 1999 yang melahirkan GBHN Reformasi, Wakil Ketua PAH I BP dan Wakil Ketua Komisi pada SU dan ST (Sidang Tahunan) MPR pada periode 1999-2004, menyaksikan betapa FPG MPR RI bekerjasama dengan kekuatan reformasi di MPR memperjuangkan produk MPR yang meningkatkan demokratisasi, kebebasan pers, pembentukan partai politik, kesempatan berusaha dan pemberdayaan civil society. Sesudah Pemilu 1999, meskipun kehilangan dominasinya sebagai partai politik no 2 di parlemen, PG bekerjasama dengan partai-partai lain, mengadakan perubahan UUD 1945 dengan memperkuat posisi dan peran DPR RI, mengurangi dominasi MPR, menegakkan penghormatan dan perlindungan HAM, menghapus Dwi Fungsi ABRI, pemisahan organisasi TNI dan Polri, Penegakkan Hukum, pemberantasan Korupsi dan KKN, meniadakan pengangkatan di DPR dan MPR RI, membatasi jabatan Presiden, memilih Presiden dan kemudian Gubernur, Bupati, Walikota secara langsung, Melahirkan MK, DPD, membentuk KPK, memperluas Otonomi Daerah, Independensi BI, membentuk OJK dan berbagai produk fundamental kebangsaan dan kenegaraan lainnya. Theo Sambuaga yang sejak 1996 - sekarang menjabat sebagai Anggota Board of Trustees ICWA (International Council of World Affairs), USINDO (United States and Indonesia Society) 1999-sekarang, IPD (Institute for Peace and Democracy) 2008-sekarang, pada pemilu 2004 kembali terpilih sebagai anggota DPR RI dari dapil Sulut dan menjalankan tugas di Senayan jilid II. Sejak 2004 sampai masa tugasnya berakhir pada 2009, Theo memimpin Komisi I tempatnya berkiprah selama masa DPR RI jilid I. Pada masa itu Komisi I DPR RI melahirkan UU KIP (Keterbukaan Informasi Publik) dan melahirkan KIP (Komisi Informasi Publik), mengembalikan RUU Rahasia Negara ke pemerintah, Meratifikasi Piagam ASEAN, Menolak Ratifikasi Defense Agreement Indonesia-Singapore, memperkuat Perjanjian Lombok Kerjasama Indonesia-Australia dan berbagai ratifikasi konvensi international terkait hak buruh migran dan HAM. Ia kembali menegaskan bahwa kemajemukan harus dihargai dan dimanfaatkan menjadi suatu potensi dan kekuatan untuk membangun bangsa ini. Kepentingan bangsa harus ditempatkan di atas kepentingan golongan atau kelompok, agama, suku, etnik, ras, asal-usul dan budaya. Dalam hal ini harus terbina kebersamaan yang memadukan hal-hal yang baik dari semua unsur-unsur kemajemukan itu menjadi suatu kekuatan. Menurutnya seseorang bukan dilihat dari suku atau agamanya, tetapi dilihat dari kemampuan, komitmen dan idealisme membangun bangsa. Kita harus belajar hidup bersama dalam perbedaan bukan mematikan perbedaan. Sesudah meninggalkan jabatan publik sebagai anggota DPR RI pada akhir 2009, Theo terjun di dunia eksekutif swasta pada tahun 2010 bergabung dengan Lippo Group sebagai Presiden kelompok usaha dengan core business yang mencakup Property, Retail, Media dan Rumah Sakit. Theo mengandalkan pengalaman publiknya dan profesionalime sebagai manager dan terutama gaya berkomunikasinya yang menghargai kemajemukan sebagai kekuatan dalam menjalankan tugastugasnya sebagai Preskom PT Lippo Karawaci Tbk, Preskom PT Multipolar, Komisaris Rumah Sakit Siloam dan Presiden Beritasatu Media Holdings.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
201
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PEMERINTAHAN & POLITIK (Purna Bhakti)
Tubagus Haryono (FMIPA 1984) Kepala BPH Migas (2003 - 2011)
Suka Duka Membangun BPH Migas Tubagus Haryono memimpin ‘generasi’ pertama Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas (BPH Migas), lembaga yang salah satu tugas pokoknya adalah melakukan pengaturan dan pengawasan pendistribusian BBM ke seluruh Indonesia. Padahal ketika BPH Migas didirikan, republik ini tengah menghadapi carut marutnya masalah distribusi BBM, isu kelangkaan, subsidi BBM yang tidak tepat sasaran dan masih banyak lagi. Celakanya, untuk mengemban tugas berat tersebut, BPH Migas yang baru didirikan itu tidak didukung dengan fasilitas memadai. “Untuk rapat kita sering berpindah-pindah. Waktu itu kita memang belum punya kantor. Sekretariat kita ada di kantong kresek, stempel di situ semua,” kelakar lulusan sarjana Fisika Murni UI 1984 ini. Setelah beberapa bulan berjalan, BPH Migas barulah memiliki kantor. Itu pun belum menjadi kantor tetap, alias masih numpang di kantor lain. Sempat bernomaden beberapa kali, barulah pada 2005 BPH Migas menempati kantor permanennya di kawasan Kapten Tendean hingga sekarang. “Luar biasa semangat teman-teman (komite) sembilan orang yang membantu saya membangun BPH Migas. Mungkin nggak banyak yang tahu, sembilan orang itu semua mengumpulkan uang untuk membiayai operasional BHP Migas ketika awal perjalanannya. Memang diganti. Itupun setelah empat tahun bekerja, bareng dengan gajian pertama kami,” ungkap pria kelahiran Jakarta tanggal 16 Januari 1956 ini. Bagi Tubagus, mengelola BPH Migas, membuat keberadaan organisasi ini dari tidak ada menjadi ada, menimbulkan tantangan tersendiri. Sebab, tuturnya, organisasi ini marjinal. Artinya, ketentuan peraturan perundangan belum sepenuhnya mendukung BPH Migas ketika itu. Selain banyak peraturan yang harus diperbaiki, daya dukung SDM juga masih sangat minim. Ungkapan Tubagus itu memang cukup beralasan. Pasalnya, Indonesia sangat luas. Belum lagi kondisi geografis Indonesia yang rumit. Sementara, BPH Migas punya kewajiban untuk mampu mendistribusikan BBM dan harus merata keseluruh Indonesia. Termasuk kepada warga Indonesia yang bermukin di daerah pelosok sekalipun, seperti di Papua misalnya. “Kita tidak boleh membedakan. Masyarakat di pusat maupun di daerah terpencil punya hak yang sama untuk menikmati BBM. Makanya kalau ada kegiatan, kantor langsung kosong. Karyawannya pada ke lapangan semua,” kata mantan Deputy President Youth Council (1998-2003) ini.
202
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Tubagus mengaku, menjadi orang pertama yang memimpin BPH Migas tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Apalagi jika melihat pada perjalanan karirnya. “Tak ada yang linier,” ungkap pria yang ketika mahasiswa semester dua mulai hidup mandiri dengan menjadi guru private ini. Pria yang memiliki hobi berkebun dan olah raga ini mengaku, bahwa dirinya tak pernah bekerja dalam waktu lama. “Saya pernah kerja di catering, di bank, di jual beli mobil. Semua saya lalui dalam waktu tidak lama. Yang paling lama ketika menjadi karyawan Pertamina,” ujarnya. Lantas apa yang dilihat pemerintah sehingga ia dipercaya memimpin BPH Migas? Boleh jadi lantaran background-nya yang pernah bekerja di Pertamina. Memang, disinilah karir profesional pertamanya sejak tahun 1985 dimulai. Menurutnya, selama bekerja di perusahaan minyak milik pemerintah itu, banyak belajar tentang dunia minyak, terutama ketika menangani masalah arus minyak. “Waktu di Pertamina saya jarang pulang cepat. Saya tekuni kerjaan ini. Saya baca semuanya, saya buat review-nya hingga saya ngerti dan bermanfaat hingga sekarang,” jelas mantan anggota Badan Pekerja MPR tahun 1998-1999 ini. Kenyataannya, atas ketekunannya itu memang tidak sia-sia. Setidaknya, manfaat itu mulai dirasakan ketika ia meniti karir di jalur politik. Pada 1997, Tubagus yang juga pernah menjadi Ketua Umum KNPI periode 1993-1996, masuk menjadi anggota DPR. Dua periode ia menjadi wakil rakyat. Di Senayan, pertama menangani bidang lingkungan hidup dan kedua bidang energi. Ketika berada di Komisi VIII sebagai Wakil Ketua, yang membawahi bidang energi inilah manfaat itu sangat dirasakannya. Atas penguasaannya yang luas dan dalam tentang dunia migas itu, ia terpilih sebagai salah satu anggota dewan yang menyusun draft UU Migas yang kemudian menjadi salah satu acuan kerjanya ketika memimpin BPH Migas. Masa jabatannya di DPR sebenarnya baru berakhir pada 2004. Tapi sebelum usai masa jabatannya itu, pada 2003 Tubagus diangkat Presiden untuk menahkodai BPH Migas, sebuah lembaga yang sebenarnya masih bersinggungan dengan Komisi VIII yang membawahi bidang energi. Setelah di BPH Migas, seluruh atribut politiknya ia tinggalkan. Meski begitu, ia tetap menjalin silaturahmi dengan teman-temannya di DPR. “Saya sebatas jaga pergaulan. Kalau tidak akan kerepotan juga menjaga turbulensi politik,” ujar Tubagus, yang mengaku senang bergaul dengan semua kalangan tanpa memilih orang dan status sosialnya. Setelah dua periode memimpin BPH Migas, akhir bulan Desember 2011 Tubagus mengakhiri karirnya dan digantikan oleh Andy Noorsaman Sommeng yang juga alumnus UI.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
203
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PEMERINTAHAN & POLITIK (Purna Bhakti)
Widjojo Nitisastro (FE UI) Menteri Koordinator Ekonomi, Keuangan dan Industri (1973-1983)
Pencetus Repelita Dikenal sebagai arsitek utama perekonomian Orde Baru bersama Ali Wardhana, JB.Sumarlin, Emil Salim, dan Sadeli, Widjojo menyelesaikan berbagai konflikkonflik yang terjadi di bidang ekonomi. Widjojo juga dianggap sebagai pengarah perekonomian Indonesia pada masa Presiden Soeharto.
yang pemikiran ekonominya bertentangan dengan perekonomian Widjojo. Lalu muncullah istilah “Habibienomics Vs Widjojonomics”. Dalam dua pemikiran tersebut terkandung pertentangan antara keunggulan komparatif yang mengandalkan sumber daya alam melawan keunggulan kompetitif yang mengandalkan sumber daya manusia.
Lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia ini, selama menjadi mahasiswa selalu dikenal sebagai pemimpin tim kerja yang inspiratif dan tidak pernah mau menonjolkan atau mementingkan diri sendiri apalagi menggunakan kekuasaan untuk memperkaya diri. Dan setelah lulus dengan predikat Cum Laude, Widjojo mendapat beasiswa untuk melanjutkan pendidikan ke University of California at Berkeley bersama sejumlah dosen dan ekonom muda Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Kemudian setelah menyelesaikan pendidikannya disana, Widjojo diberi tugas untuk mengajar di sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat (SESKOAD) pada tahun 1962. Dan karir Widjojo dibidang politik dimulai ketika ia dan beberapa rekannya yang juga merupakan ekonom-ekonom Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia diangkat sebagai Tim Ahli di Bidang Ekonomi dan Keuangan oleh Presiden Soeharto pada tahun 1966.
Barulah pada masa Presiden Abdurrahman Wahid, Widjojo diminta untuk memimpin Tim Ekonomi Indonesia pada pertemuan Paris Club pertengahan April tahun 2000 untuk membicarakan penjadwalan kembali pembayaran utang Negara Republik Indonesia dalam periode April tahun 2000 hingga Maret tahun 2002 senilai 5,9 miliar dollar AS. Permintaan Negara Republik Indonesia pun disetujui kelompok donor yang beranggotakan 19 negara itu.
Kemudian Widjojo diangkat sebagai Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional pada tahun 1971 hingga tahun 1973 dan Menko Ekuin sekaligus merangkap sebagai Ketua Bappenas pada tahun 1973 hingga tahun 1983. Saat menjadi ketua Bappenas, Widjojo membuat perencanaan ekonomi secara makro, maka lahirlah Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita). Peranan Widjojo yang sangat kuat membuat kebijakan ekonomi yang dibuatnya saat itu kental dengan sebutan “Widjojonomics”. Widjojonomics disebut-sebut sebagai pandangan bahwa dalam menghadapi kekuatan monopolis ekonomi negara maju, negara berkembang hanya bisa memproduksi barang yang memiliki keunggulan komparatif yang kurang diminati negara maju, misalnya tekstil dan produk-produk lain yang kurang memiliki kandungan teknologi maju. Dan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 1980-an dan tahun 1990-an yang rata-rata melaju 8% pertahun dinilai sebagai hasil dari Widjojonomics. Bank Dunia pun menyebut Indonesia sebagai “One of the Asian Miracles”. Namun oleh para pengkritiknya, Widjojo dianggap lebih menekankan pada aspek pertumbuhan dan pasar bebas. Ia dan beberapa ekonom lainnya yang lulusan University of California at Berkeley pun dituduh sebagai Mafia Berkeley yang dibentuk oleh CIA untuk menanamkan paham ekonomi liberalisme di Indonesia. Akhirnya pengaruh Widjojo mulai melemah pada era kepemimpinan Habibie,
204
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Salah satu peninggalan terakhir Widjojo adalah sebuah buku yang berisi kumpulan tulisan dan pidato yang diterbitkan dalam bahasa Inggris berjudul The Indonesian development Experience: Collection of Writing and Speeches By Widjojo Nitisastro. Buku yang diluncurkan pada 23 September 2011 dan bertepatan dengan ulang tahun ke 84 salah satu begawan ekonomi Indonesia ini diharapkan mampu memberikan kontribusi pada sejarah ekonomi dunia. Widjojo juga menambahkan keterangan yang menjelaskan latar belakang setiap tulisan dibuku itu sehingga diharapkan buku itu menjadi semakin bermakna bagi generasi muda untuk lebih mengetahui perekonomian Indonesia, khususnya selama periode tahun 1968 hingga tahun 1993. Selain itu pemilihan dan penyusunan naskah untuk menjadi buku juga dilakukan secara langsung oleh Widjojo Nitisastro. Hingga akhir hayatnya, Widjojo tetap dikenang sebagai seorang teladan dan memiliki ketekunan yang luar biasa. “Dengan suara halus tapi terang, beliau sampaikan ide-ide dan pengarahannya sampai ke atas, ke samping, dan ke lapisan bawahannya. Dengan ketekunan yang luar biasa, beliau bisa persuasif. Dengan sabar, beliau selesaikan konflik-konflik yang terjadi dibidang tugasnya”, Ujar Boediono. Menurut Boediono, keadaan politik dalam dan luar negeri memberi banyak hambatan bahkan musuh karena ada pihak yang dirugikan oleh kebijakan ekonomi yang ditempuh Widjojo. “Kita tidak bisa membayangkan apa jadinya Indonesia di dalam dua dasawarsa sejak akhir 1960an, seandainya tak ada sumbangan tenaga dan pikiran beliau”, kata Boediono. Keadaan ekonomi Indonesia di pertengahan tahun 1960-an sangat mencemaskan dengan tingkat inflasi sampai sekitar 650%. Produk barang kebutuhan masyarakat terhenti, perdagangan praktis tak bergerak, barang-barang menghilang, rakyat harus antri untuk mendapatkan bahan pokok dan transportasi publik tak berfungsi dengan efektif. “Dan dari keadaan yang seperti itulah Widjojo Nitisastro menegakkan ekonomi Indonesia. Siapa pun akan melihat bahwa beliau adalah tokoh yang tepat. The right man, in the right place, at the right time”, Ujar Boediono.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
205
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PEMERINTAHAN & POLITIK (Purna Bhakti)
Yusril Ihza Mahendra (FHUI 1983) Menteri Sekretaris Negara (2004-2007)
Pakar Hukum Dan Kiprahnya Dalam Politik Yusril Ihza Mahendra lahir di Lalang Manggar, Belitung Timur pada 5 Februari 1956. Ia terlahir dari pasangan Idris dan Nursiha. Keluarga dari pihak ayahnya berasal dari Johor, Malaysia. Kakek buyutnya yaitu Haji Thaib merupakan bangsawan Kesultanan Johor, keluarga ayahnya telah menetap di Belitung sejak awal abad ke 19. Sedangkan ibunya berasal dari Aie Tabik, Payakumbuh Sumatera Barat. Pada abad ke 19, neneknya pergi merantau dari Minangkabau dan menetap di Belitung. Yusril menempuh pendidikan tingginya di Fakultas Sastra Universitas Indonesia pada tahun 1982. Kemudian melanjutkan ke Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan mengambil jurusan Hukum Tata Negara pada tahun 1983. Lalu pada tahun 1985 Yusril mengambil gelar Master di University of The Punjab, India dan pada tahun 1993, ia juga mengambil gelar doktor ilmu politik di Universitas Sains Malaysia.
Kabinet Persatuan Nasional, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia pada Kabinet Gotong Royong sejak 26 Agustus 2001 hingga tahun 2004, dan terakhir sebagai menteri Sekretaris Negara pada Kabinet Indonesia Bersatu sejak 20 Oktober 2004 hingga tahun 2007. Selain aktif berpolitik, Yusril juga rajin menulis buku, jurnal, dan kolom di media massa. Tulisannya terutama berkisar masalah hukum tata negara dan politik Islam. Selain itu, bersama adiknya Yaitu Yusron Ihza Mahendra ia mendirikan firma hukum Ihza & Ihza Law Firm. Karya Yusril Ihza Mahendra diantaranya “Dinamika Tata Negara Indonesia: Kompilasi Aktual Masalah Konstitusi, Dewan Perwakilan, dan Sistem Kepartaian” (1996), “Pemerintahan yang Amanah” (1998), “Modernisasi dan Fundamentalisme dalam Politik Islam: Perbandingan Partai Masyumi (Indonesia) dan Partai Jamaat-Islami (Pakistan)”, “Membangun Indonesia yang Demokratis dan Berkeadilan” (2000), dan “Rekonsiliasi Tanpa Mengkhianati Reformasi: versi media massa” (2004).
Yusril memulai karirnya sebagai pengajar di Universitas Indonesia pada mata kuliah Hukum Tata Negara, Teori Ilmu Hukum dan Filsafat Hukum hingga kemudian ia dikukuhkan sebagai Guru Besar Ilmu Hukum. Selain mengajar, Yusril juga aktif dan menjadi pengurus beberapa organisasi seperti Muhammadiyah, Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia dan Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI). Dan dari organisasi tersebut, ia banyak berkenalan dengan tokoh muslim nasional terutama Mohammad Natsir yang banyak mempengaruhi pandangannya. Pada tahun 1966, ia diangkat oleh Presiden Soeharto sebagai penulis pidato presiden. Dan hingga tahun 1998 ia telah menulis pidato untuk presiden sebanyak 204 buah. Saat reformasi 1998, Yusril menjadi salah satu pihak yang mendukung perubahan politik di Indonesia dan pada masa itu Yusril berperan besar terutama ketika ia menuliskan pidato pengunduran diri Presiden Soeharto. Bersama para reformis muslim lainnya, Yusril juga mendirikan partai politik yaitu Partai Bulan Bintang. Partai ini mengklaim sebagai pewaris Partai Masyumi. Dalam partai tersebut, Yusril duduk sebagai ketua umum sejak tahun 1998 hingga tahun 2005. Pada Pemilu tahun 1999, Partai Bulan Bintang meraih suara sebesar 2,84% dan menempatkan 13 wakilnya di parlemen. Dan bersama Amien Rais, Yusril ikut mengusung Abdurrahman Wahid untuk menjadi Presiden Republik Indonesia. Yusril sendiri telah tiga kali menempati jabatan sebagai Menteri dalam kabinet pemerintahan Indonesia, yaitu menteri Hukum dan Perundang-undangan pada
206
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
207
PEMERINTAHAN
&POLITIK
Adnan Pandupraja Agus Martowardoyo Ahmad Fuad Rahmany Akmal Taher Amir Syamsuddin Andy Noorsaman Sommeng Armida Alisjahbana Awang Faroek Ishak Bambang PS Brojonegoro Budi Susilo Supandji Dian Triansyah Djani Dipo Alam Eddy Suseno Eko Prasojo Firdaus Djaelani Harkristuti Harkrisnowo Irwan Prayitno Jero Wacik Kusumaningtuti S Soetiono Kalamullah Ramli Longki L. Djanggola Maria Farida Indrati Mahendra Siregar Mirza Aditiaswara Muhamad Chatib Bisri Muliawan D Hadad Nafsiah Mboi Nurul Elmiyah Sofyan Sitompul Tjandra Yoga Aditama Topan Gayus Lumbuun Valerine J.L.Kriekhoff Yuri Octavian Thamrin
Wakil Ketua KPK (2011 - Sekarang) Gubernur Bank Indonesia (2013 - Sekarang) Direktur Jenderal Pajak (2011 - Sekarang) Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan (2013- Sekarang) Menteri Hukum dan HAM (2011 - Sekarang) Kepala BPH MIgas (2011 - Sekarang) Kepala Bappenas (2009 - Sekarang) Gubenur Kalimantan Timur (2008 - Sekarang Wakil Menteri Keuangan RI (2013 - Sekarang) Gubernur Lemhanas (2011 - Sekarang) Direktur Jenderal Amerika dan Eropa (2012 - Sekarang) Menteri Sekretaris Kabinet (2009 - Sekarang) Inspektur Jenderal Kemendag RI (2008 - Sekarang)
210 212 214 215 216 218 220 222 224 226 228 229 230 Wakil Menteri PAN dan Reformasi Birokrasi (2011 - Sekarang) 231 Anggota Komisioner Otoritas Jasa keuangan (2012 - Sekarang) 232 Direktur Jenderal HAM Kemenkumham (2006 - Sekarang) 233 Gubernur Sumatera Barat (2010 - Sekarang) 234 Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (2011 - Sekarang) 236 Anggota Dewan Komisioner OJK (2012 - Sekarang) 237 Plt. Dirjen PPI Kementerian Kominfo (2013 - Sekarang) 238 Gubernur Sulawesi Tengah (2011 - Sekarang) 240 Hakim Konstitusi (2008 - Sekarang) 242 Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (2013 - Sekarang) 244 Deputi Gubernur Senior BI (2013 - Sekarang) 245 Menteri Keuangan RI (2013 - Sekarang) 246 Ketua Dewan Komisioner OJK (2012 - Sekarang) 248 Menteri Kesehatan (2012 - Sekarang) 250 Hakim Agung (2011 - Sekarang) 252 Hakim Agung (2010 - Sekarang) 253 Dirjen PP dan PL Kemenkes (2009-sekarang) 254 Hakim Agung (2011 - Sekarang) 255 Hakim Agung (2000 - Sekarang) 256 Direktur Jenderal Asia Pasifik dan Afrika (2011 - Sekarang) 257
Duta Besar/ Diplomat Emeria Wilujeng Amir Siregar Esti Andayani Foster Gultom
Dubes RI untuk Republik Ceko Dubes RI untuk Kerajaan Norwegia Duta Besar RI Untuk Republik Kazakhstan
258 259 260
Nurmala Kartini P. Sjahrir PLE Priatna Prianti Gagarin Rezlan Ishar Jenie Rizali Indrakusuma
Dubes RI utk Argentina Kepala Perwakilan RI di KBRI Wellington Dubes RI untuk Venezuela Duta Besar RI Untuk Perancis Duta Besar RI Untuk India
261 262 263 264 265
Fraksi PKS Fraksi PDIP Fraksi PKS Fraksi PKS Fraksi PKS Fraksi PAN Fraksi Golkar Fraksi Demokrat Wakil Ketua Partai Gerindra Fraksi PKS Fraksi PKS Fraksi Demokrat Fraksi Golkar Fraksi Demokrat Fraksi PKS Fraksi PKS Fraksi PKS Fraksi Partai Gerindra Fraksi PKS Fraksi PKS Fraksi Partai Golkar Fraksi Partai Golkar Fraksi PPP Fraksi PDIP Fraksi PDIP Fraksi Partai Demokrat Fraksi PDIP Fraksi Partai Hanura Fraksi Partai Hanura Fraksi PAN Fraksi PKS
266 267 268 269 270 271 272 273 274 276 277 278 280 281 282 283 284 285 286 287 288 289 290 292 294 296 297 298 300 302 303
Politisi/ Anggota DPR RI A Muzammil Yusuf Abidin Fikri Andi Rahmad Aus Hidayat Nur Chairul Anwar Chandra Tirta Widjaya Dewi Asmara Eddy Sadeli SH Fadli Zon Fahri Hamzah Harlini Amran Harry Witjaksono Hernani Hurustiati Himmatul Alyah Setyawaty Ledia Hanifa Amaliah Mahfudz Siddiq Mardani Ali Sera Martin H Hutabarat Mohammad Syahfan Badri S Mustafa Kamal Nurul Qomaril Arifin Nusron Wahid Okky Asokawati Puan Maharani Puti Guntur Soekarno Putri Ramadhan Pohan Rieke Diah Pitaloka IP Soemientarsi Muntoro Susaningtyas NH Kertopati Yahdil Abdi Harahap Zulkieflimansyah
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PEMERINTAHAN & POLITIK
Adnan Pandupraja (FHUI 1987) Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi/KPK (2011 - Sekarang)
Adnan Pandu Praja adalah praktisi hukum kelahiran Jakarta, 14 Januari 1960. Sebelum ia mengajukan diri dan terpilih menjadi salah satu Pimpinan KPK, ia adalah anggota dan SekJen Kompolnas. Minat Adnan terhadap dunia hukum memang sudah mengakar sejak ia muda, hingga ia memilih untuk kuliah di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, yang diselesaikannya pada tahun 1987. Tak hanya itu, ia melanjutkan untuk mempelajari Spesialisasi Notrait dan Pertahanan di universitas yang sama, hingga ia meraih Sp.N pada tahun 1996. Seolah belum cukup, ia merantau ke negeri seberang, yaitu Australia, untuk meraih gelar Master of Law-nya di University of Technology Sidney Australia dan selesai pada tahun 2003. Adnan Pandu Praja, yang kerap disebut APP ini, memang memiliki latar belakang advokat sebelum ia aktif sebagai pengamat Kepolisian. Ia pernah menjabat sebagai Wakil Sekretaris Umum Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal, Editorial Jurnal Hukum dan Pembangunan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, serta beberapa posisi lainnya. Selain aktif dalam berbagai kelembagaan hukum, APP juga aktif dalam beberapa yayasan dan LSM , di antaranya: Yayasan Nurani Dunia, Yayasan Dunia Merdeka, dan Koordinator Koalisi LSM dalam rangka Sosialisasi RUU Polri pada Partnership for Governance Reform in Indonesia (UNDP) (2001). Kini dia terpilih sebagai wakil ketua KPK. Dan ke depannya, KPK akan memprioritaskan kasus-kasus yang menjadi perhatian publik. Selain itu, kerjasama dan koordinasi dengan lembaga-lembaga penegak hukum lainnya harus terus dijaga.
210
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Pelantikan pengurus ILUNI UI Wilayah Jambi periode 2013-2016. Tampak Gubernur Jambi (baju biru) duduk diantara Ketua Umum ILUNI UI dan Ketua ILUNI UI Wilayah Jambi, Iskandar Sulaeman.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
211
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PEMERINTAHAN & POLITIK
Agus Martowardoyo (FE UI)
Gubernur Bank Indonesia (2013 - Sekarang)
Makna Ketegasan dan Integritas Keberhasilannya sebagai Menteri Keuangan dinilai banyak pihak menjadi modal besar bagi Agus Marto untuk menduduki posisi sebagai Gubernur BI. Sebagaimana diungkapkan Ketua Komisi XI DPR RI Emir Moeis, Agus merupakan penjaga dan pengawas fiskal yang sangat luar biasa, tegas dan berani. “Dia adalah herdernya fiskal. Dia benar-benar menjaga fiskal yang sehat, agar tidak boros,” tegas Emir. Keteguhan sikap Agus Marto tersebut juga diamini oleh juniornya, Wakil Menteri Keuangan Mahendra Siregar yang juga alumnus UI. Menurut Mahendra, sosok Agus Marto merupakan seorang yang memiliki ketegasan dan integritas, serta profesional yang memiliki disiplin tinggi. ”Ia menjadi keteladanan dan merupakan tokoh pemimpin yang perlu kita banggakan, dan tiru,” tutur Mahendra mengenai pribadi seniornya yang pernah dinobatkan menjadi Menteri Keuangan terbaik se-Asia Pasifik versi majalah The Banker pada bulan Januari 2012. Seperti apa sebenarnya rekam jejak Agus Marto? Pria bernama lengkap Agus Dermawan Wintarto Martowardojo ini lahir di kota Amsterdam, meski demikian ia memulai pendidikannya di SD Pengudi Luhur Jakarta. Diakuinya, sejak awal minatnya terhadap ilmu ekonomi memang besar, dan karenanya ia memutuskan untuk kuliah di Fakultas Ekonomi UI. Setelah diwisuda sebagai sarjana, Agus Marto melanjutkan pendidikannya dibidang perbankan di State University of New York dan Stanford University di Amerika, lantas melanjutkan ke Institute Banking & Finance di Singapura. Dalam kurun waktu ini, ia tak hanya kuliah sebagaimana biasa, melainkan aktif dalam mengikuti berbagai macam seminar, kursus, pelatihan dan sejenisnya, tentu saja yang berkaitan dengan perbankan. Tak heran jika di usianya yang sangat muda, Agus Marto telah menjadi bankir yang tergolong hebat. Karir dibidang perbankan dimulai sebagai Officer Development Program (ODP) di Bank of America, sebagai International Loan Officer. Keluar dari Bank of America tahun 1986, ia langsung dipinang oleh Bank Niaga, sebagai Vice President, Corporate Banking Group di Surabaya dan Jakarta. Karirnya semakin melejit. Setelah setahun menjadi Deputy Chief Executive Officer Maharani Holding, Agus Marto dipercaya sebagai Presiden Direktur PT Bank Bumiputera (1995), Presiden Direktur PT Bank Ekspor Impor Indonesia (1998).
212
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Sebagai akibat gerakan reformasi dan dipicu krisis global, terjadi peleburan empat bank menjadi Bank Mandiri. Kredibilitas Agus Marto dipertaruhkan untuk membenahi peleburan empat bank tersebut. Dia bertugas menjadi Direktur Bank Mandiri dengan tanggung jawab manajemen risiko dan restrukturisasi kredit, retail banking dan operations, hingga memegang bagian sumber daya manusia (SDM) pada 1999-2002. Setelah sempat menjabat sebagai Penasihat Ketua BPPN (Badan Penyehatan Perbankan Indonesia) pada Oktober 2002,ia diangkat menjadi Presiden Direktur PT Bank Permata Tbk yang merupakan hasil merger lima bank pasien BPPN. Tahun 2005, Agus Marto diangkat menjadi Direktur Utama Bank Mandiri. Keputusannya menerima jabatan Dirut Bank mandiri dianggap banyak kalangan sebagai langkah berani, mengingat jabatan tersebut telah menyeret pejabat sebelumnya ke penjara akibat berbagai kasus korupsi. Ditambah lagi, usia Agus Marto yang masih tergolong muda dan kondisi intern Bank Mandiri yang kurang menguntungkan. Bank Mandiri, saat itu memiliki kredit bermasalah (non-performing loan, NPL) di atas 20%—jauh melewati ambang batas bank sehat yang seharusnya hanya sebesar 5%. Sejumlah kredit bermasalah yang menjadi prioritasnya adalah utang Grup Kiani dan Garuda Indonesia. Agus Marto akhirnya mampu menjawab keraguan banyak pihak. Ia berhasil mengelola dan membenahi Bank Mandiri sehingga menjadi bank yang sehat bahkan menjadi bank yang mempunyai aset terbesar di tanah air (Rp 370 triliun). Indikator lainnya: NPL (Net Performing Loan) dari 26 % (2006) menjadi 0.42% (2009), laba bersih tahun 2006 sebesar Rp 600 milyar menjadi Rp 7,2 triliun pada 2009. Hebatnya lagi, di akhir masa jabatannya, saham Bank Mandiri melesat naik hampir 700%---dari Rp. 1.068 per saham pada Oktober 2008 menjadi Rp. 8.350 per saham pada Agustus 2012. ”Seorang pemimpin dituntut untuk dapat memberikan inspirasi bagi bawahannya, sehingga memiliki rasa percaya diri untuk mendukung pimpinan dalam mencapai tujuannya”, ungkap Agus Marto dihadapan ribuan mahasiswa UI pada kuliah terbuka bulan Agustus 2009. Keberhasilannya memimpin bank terbesar di tanah air itulah yang kemudian membuatnya dipercaya menjadi Menteri Keuangan. Beberapa pihak juga sempat meragukan kemampuannya melanjutkan prestasi seniornya, Sri Mulyani. Dan sekali lagi, Agus Marto berhasil menjawab tuntas keraguan itu.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
213
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Ahmad Fuad Rahmany (FEUI 1981) Direktur Jenderal Pajak (2011 - Sekarang)
Ahmad Fuad Rahmany, atau yang biasa dikenal sebagai Fuad Rahmany merupakan alumnus Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia tahun 1981. Setelah itu, Fuad melanjutkan studinya di bidang ilmu ekonomi di Duke University, AS dan memperoleh gelar Master Of Business Administration pada tahun 1987. Sepuluh tahun kemudian ia berhasil menyelesaikan program doktoral dari Vanderbilt University, AS. Fuad Rahmany berhasil mendapatkan gelar Ph.D dengan sepesialisasi International Economic Finance and Development Economic. Modal keilmuan yang diperolehnya dengan tekun dan kerja keras selama ia menenpuh pendidikan telah menempatkan Fuad Rahmany dalam jajaran ahli ekonomi keuangan pasar modal yang bisa bersanding dengan ekonom kawakan lainnya seperti dengan Darmin Nasution, Anggito Abimanyu, Agus Martowardoyo, ataupun Raden Pardede. Kapasitas dan kompetensi keilmuannya di bidang ekonomi pasar modal membuatnya dipercaya menjabat sebagai Kepala Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) mengantikan Darmin Nasution yang pada saat itu diangkat sebagai Dirjen Pajak oleh Menteri Keuangan saat itu Sri Mulyani pada tahun 2006 lalu. Sebelum dipercaya menjadi Ketua Bapepam-LK Fuad pernah menduduki posisi Deputy for Budgeting and Accountancy pada Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) NADNias dan juga pernah dipercaya sebagai Kepala Pusat Manajemen Obligasi Negara (PMON). Dikenal keseniorannya di lingkungan Kementerian Keuangan, jejak rekamnya yang baik selama memimpin Bapepam-LK diakui banyak pihak. Sosok sederhana tapi disiplin dan tegas ini juga termasuk yang ditunjuk Kementerian Keuangan untuk menyelesaikan sengkarut di PT Antaboga Delta Sekuritas, dimana ada sekitar Rp 1,4 triliun investasi nasabah Bank Century di perusahaan tersebut. ”Sejak awal bekerja, Pak Fuad punya reputasi yang baik, rekam jejak Pak Fuad ketika membangun debt management unit itu bagus sekali. Dia juga jadi wakil ketua BRR Aceh. Kan waktu itu tak banyak yang tugas di Aceh. Tapi Pak Fuad ambil tugas itu. Pak Fuad juga baik di pasar modal, diharapkan Dirjen Pajak lebih baik,” ujar Agus Martowardoyo kepada wartawan usai melantik Fuad sebagai Direktur Jenderal Pajak pada awal bulan Januari 2011 lalu.
214
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PEMERINTAHAN & POLITIK
Akmal Taher (FKUI 1980) Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan (2013- Sekarang)
Prof. Dr. dr. Akmal Taher, SpU (K), mantan Ketua Ikatan Ahli Urologi Indonesia (IAUI) periode 2006-2009 dan juga Guru Besar FKUI ini telah memperoleh berbagai macam penghargaan sepanjang karirnya; diantaranya “Peneliti Muda Terbaik” di Bidang Kesehatan LIPI Indonesia (1993), Grosshardener Innovationpreis, Jerman (1994), All Star Award Galamedika (1996), dan Pemenang terbaik kedua pada “Medika Award” dalam artikel ilmiah dalam majalah Medika (2002). Kinerjanya selama memimpin RSCM juga dinilai berhasil, dan prestasinya itu pula yang menjadi salah satu faktor dirinya dipercaya sebagai Dirjen Bina Upaya Kesehatan Kemkes pada Februari 2013 lalu. Pria kelahiran Jakarta, 27 Juli 1955, ini melanjutkan pendidikannya di FKUI dan lulus tahun 1980. Setelah menjalani wajib kerja di puskesmas, mantan aktivis mahasiswa ini menjalani program training residen Urologi di Universitas Indonesia, dan lulus sebagai Urolog pada tahun 1988. Akmal kemudian menjadi research fellow di Hannover Medical School and Institute for Peptide Research, Hannover, German hingga tahun 1992. Gelar Doktor Medikus dan PhD ia raih dari institusi tersebut pada tahun 1993. Pada tahun yang sama, ia juga meraih gelar Doktor dari FKUI. Selain menjadi dosen di FKUI, Akmal juga menjadi dokter bedah di RSCM dan langsung ditunjuk menjadi Wakil Kepala Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSCM. Penugasan tersebut ia anggap tantangan, yang justru harus dijawab dengan kerja keras. Hasilnya? Beberapa bulan kemudian, posisinya langsung dimantapkan menjadi Kepala IGD RSCM. Setelah dinilai bisa membereskan IGD RSCM, akhir tahun 2005 suami Dr Lenggo Geni Oetomo SpM dan ayah dari Ghifari Ikhwan itu akhirnya diberi tambahan kepercayaan menjadi Direktur Utama RSCM, dilengkapi dengan pengukuhannya sebagai Guru Besar FKUI pada awal tahun 2006. Selama sekitar 7 tahun Akmal Taher membenahi RSCM yang merupakan rumah sakit rujukan nasional sekaligus tempat pendidikan. Dan berkat pengalamannya memimpin rumah sakit terbesar di Indonesia tersebut, Prof. Dr. dr. Akmal Taher, SpU (K) dipercaya sebagai Dirjen Bina Upaya Kesehatan Kemkes dan dilantik oleh Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi pada Februari 2013.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
215
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PEMERINTAHAN & POLITIK
Amir Syamsuddin (FHUI 1978) Menteri Hukum dan HAM (2011 - Sekarang)
Dari Bengkel Motor Ke Kursi Menteri “Siri”, kata dalam bahasa Makasar yang berarti “malu”, adalah kata yang menjadi pegangan hidup Amir Syamsudin. Karena itu, dia selalu berusaha untuk tidak mempermalukan orang lain dan menjaga dirinya untuk tidak dipermalukan oleh orang lain, apalagi dipermalukan masyarakat. Prinsip itu tergambar jelas dari tutur katanya yang terukur dan sikapnya yang selalu tenang, meskipun dalam keadaan tersudut. Dan dengan karakter yang kuat itulah, Amir menapaki langkah demi langkah meraih kesuksesan. Lahir di Makasar, 27 Mei 1946, Amir telah belajar hidup mandiri sejak dini. Usai menamatkan SMP di kota kelahirannya, dia merantau ke Surabaya untuk melanjutkan sekolah. Dia pun harus membiayai hidupnya sendiri, bekerja apapun yang memungkinkan dirinya dapat bertahan---mulai dari juru cetak photo di kamar gelap hingga bekerja di sebuah pabrik roti. Perjuangan di masamasa sulitlah yang turut membentuk karakter pribadi yang militan, tangguh dan penuh determinasi. Menginjakkan kaki di Ibukota tahun 1965, Amir bekerja di sebuah bengkel motor dan kemudian membuka bengkel sendiri. Kegemarannya membaca menariknya ke sebuah tangga mimpi yang lebih tinggi; ADVOKAT. Sambil tetap bekerja, Amir mengambil kuliah di Fakultas Hukum UI tahun 1978. Setahun kemudian, dia kerja magang di kantor hukum OC Kaligis, yang banyak memberinya pelajaran penting tentang profesi seorang advokat. Diwisuda tahun 1983, Amir memutuskan membuka kantor hukum sendiri, Amir Syamsuddin & Partners. Pengagum pemikiran Bung Hatta ini mulai mengembangkan kantor hukumnya dengan menerapkan prinsip-prinsip koperasi. “Minimal 10% dari gross income kami diperuntukan bagi kesejahteraan karyawan. Itu diluar gaji dan bonus mereka,” Amir mencontohkan, kebijakan yang akhirnya mampu menjadi pemacu semangat karyawan dan perekat ikatan emosional antara Amir dan para partner-nya. Peristiwa penting dalam karir advokatnya adalah ketika pada tahun 1987, bersama Albert Hasibuan, Amir dipercaya menjadi pengacara Majalah Tempo dalam menghadapi gugatan keluarga Presiden Soeharto, Probo Sutedjo, yang menuntut Tempo ganti rugi Rp 10 milyar---angka yang mengerikan ketika itu, yang ditodongkan oleh orang di lingkaran kekuasaan. Dan menjadi kebanggaan tersendiri, ketika argumen-argumen Amir dan Hasibuan berhasil memaksa penggugat mencabut gugatannya.
216
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Sejak itu, Amir menjadi penasehat hukum tetap Majalah Tempo dan grupnya, sampai akhirnya Tempo dibredel karena pemberitaan soal pembelian kapal bekas dari Jerman Timur. “Kami menang dua kali. Di Pengadilan Tata Usaha Negara dan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara. Kami harus kalah ketika menghadapi pengaruh kekuasaan di Mahakamah Agung yang cenderung tidak mandiri,” kenang Amir. Selama karirnya sebagai advokat, banyak kasus besar yang pernah dia tangani. Diantaranya Bapindo (19930, Suara Pembaharuan (1999), Zarima, Akbar Tanjung (2003), Harnoko Dewantoro, Beddu Amang, KPKPN (2003), VLCC dengan Pertamina dan KPP, serta perselisihan Texmaco dn Kompas (2003), dan William Nessen (2003). Berhasil sebagai pengacara ternama, Amir kemudian menapaki pengabdian yang lebih besar dengan bergabung di Partai Demokrat. Sikapnya yang tenang dalam menghadapi kritik dan serangan lawan politik menjadikan Amir sebagai tokoh Partai Demokrat yang disegani. Dia selalu mampu mengontrol emosi, mampu mengartikulasikan suara partai secara tepat dan bijak, dengan tutur kata yang sistematis. Tidak heran, dengan karakter yang kuat dan sikap yang konsisten, Amir dipercaya menempati posisi-posisi strategis di Partai Demokrat. Setelah menjabat sebagai Ketua DPP, Amir diberi amanah sebagai Plt. Sekretaris Jenderal Partai Demokrat. Dan ketika terjadi regenerasi pimpinan eksekutif Demokrat, tokoh senior ini dipercaya sebagai Sekretaris Dewan Kehormatan. Tahun 2011, setelah melakukan reshuffel kabinet, Presiden SBY menunjuk Amir sebagai Menteri Hukum dan HAM. Dan sehari sebelum pengangkatannya sebagai menteri, ayah tujuh anak dan kakek sepuluh cucu ini resmi mengundurkan diri dari kantor hukum Amir Syamsuddin & Partners yang didirikannya. Gebrakan pertama yang dilakukan sebagai menteri adalah kebijakan pengetatan pemberian remisi kepada terpidana korupsi. Kebijakannya sontak menjadi kontroversi, tidak hanya mendapat serangan balik dari para koruptor dan pengacara mereka, tetapi juga menjadi “komoditas politik” di gedung parlemen. Apapun akhir dari kontroversi kebijakannya, biarlah sejarah yang menilai. Tetapi jejak Amir dalam berjuang membangun karakter diri dan kompetensi, dari juru cetak photo hingga menteri, tentu layak menjadi inspirasi bagi generasi muda bangsa. Sosok Amir tak ubahnya tokoh dalam serial “Laskar Pelangi”, menyikapi kesulitan sebagai pemicu untuk melakukan “revolusi” atas nasib hidupnya.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
217
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PEMERINTAHAN & POLITIK
Andy Noorsaman Sommeng (FTUI 1984) Kepala BPH MIgas (2011 - Sekarang)
Jalan Berliku Untuk Sampai Ke Industri Migas Cita-citanya bekerja dibidang perminyakan dan gas sempat kandas. Jalan hidup justru menuntunnya mengabdi dibidang pendidikan. Tanpa diduga, ia kemudian malah diangkat menjadi pejabat di Kementerian Hukum dan HAM. Karir insinyur teknik gas ini justru cemerlang di kementerian yang identik dengan ahli hukum ini, bahkan terakhir ia dipercaya sebagai Direktur Jenderal Hak dan Kekayaan Intelektual. Impiannya berkiprah dibidang perminyakan dan gas akhirnya menjadi kenyataan. Tidak tanggung-tanggung, Dr. Andy Noorsaman Sommeng dipilih dan diangkat sebagai Kepala Badan Pengatur Hilir dan Gas Bumi (BPH Migas) periode 2011-2015. Pria kelahiran Jakarta, 31 Maret 1959, ini mulai menempuh pendidikan di Jurusan Teknis Gas dan Petrokimia – FTUI tahun 1979. Kehidupan kampus Salemba dikenangnya sebagai pembentukan karakter. Keaktifannya di organisasi mahasiswa yang ketika itu menentang NKK/BKK memberinya pelajaran berharga bagaimana memperjuangkan keyakinan dan idealisme. Ia juga aktif di Mapala UI dan belajar banyak bagaimana mencintai alam dan lingkungan melalui berbagai kegiatan ekspedisi. Dan kampus Salemba juga ia mengenal Wahyu Susilowati, teman sesama mahasiswa Fakultas Teknik beda jurusan yang kelak kemudian hari menjadi pendamping hidupnya. Ia merupakan mahasiswa angkatan pertama ketika UI dan Pertamina bekerjasama memulai Program Studi Teknik Gas saat ia menginjak semester V. Karena itulah, ia pun berharap bisa bekerja perusahaan migas, khususnya Pertamina. Sayangnya, ketika ia lulus sebagai sarjana teknik gas pertama di FTUI tahun 1984, Pertamina sedang melakukan proses pembenahan dimana tidak ada penerimaan karyawan baru (zero growth). Ketua BKKA, ketika itu dijabat M.A Warga Dalam sebagai penanggung jawab kerjasama UI – Pertamina, sempat berinisiatif menawarkan kepada Andy Noorsaman untuk bekerja di perusahaan migas multinasional yang bekerja di Indonesia sebagai PSC (production sharing contract) seperti Mobil Oil, BP, dan lain-lain. Namun Dekan FTUI waktu itu, Ir. Indradjid Soebardjo, MM meminta kepada Pertamina bahwa UI akan mengirim Andy Noorsaman ke luar negeri untuk studi tingkat doktoral bila Pertamina belum bisa mengangkatnya sebagai pegawai. Atas persetujuan Pertamina, Andy Noorsaman pun berangkat ke Perancis untuk melanjutkan studinya dan berhasil meraih gelar master dibidang teknik kimia dan komputer dari University of Compiegne tahun 1989. Selanjutnya, tahun 1993 ia berhasil meraih gelar doktor dibidang yang sama dari Ecole Centrale Paris.
218
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Kembali ke kampus Salemba, Andy Noorsaman dipercaya sebagai Kepala Laboratorium. Tahun 1995 ia diangkat sebagai Ketua Jurusan Teknik Gas dan Petrokimia. Selanjutnya tahun 1999 ia dipilih sebagai Pembantu Dekan IV FTUI bidang kerjasama hingga tahun 2001. Kiprahnya di pemerintahan dimulai ketika ia dipercaya menjadi Direktur Teknologi Informasi Ditjen HKI Departeman Kehakiman dan HAM tahun 2001. Berkat dedikasinya yang tinggi dan kinerjanya yang baik, tahun 2007 ia dipercaya sebagai Direktur Jenderal HKI sebagai satusatunya insinyur yang menjabat Dirjen di lingkungan Kementerian Hukum dan HAM. Jejak rekamnya sebagai Direktur Jenderal HKI dinilai mengesankan. Andy Noorsaman melakukan berbagai terobosan untuk mensosialisasikan kepada industri nasional tentang pentingnya hak kekayaan intelektual. Selain kepada industri besar, ia juga menaruh perhatian khusus kepada industri kecil menengah untuk mematenkan karya-karya mereka, terutama bagi industri kreatif. Pada tahun 2008, Ditjen HKI yang dipimpinnya untuk pertama kalinya menerbitkan Sertifikat Indikasi Geografis untuk memberi kepastian perlindungan hukum terhadap produk-produk khas di daerah-daerah tertentu. Sertifikat pertama diberikan kepada Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis (MPIG) kopi arabika Kintamani Bali. Dengan adanya sertifikat tersebut, bila ada pengusaha di daerah lain yang menempelkan label kopi arabika Kintamani Bali di produk kopi yang tidak dihasilkan dari wilayah Kintamani, maka hal itu merupakan pelanggaran yang dapat dituntut secara hukum. Sertifikat itu dinilai penting karena Indonesia memiliki banyak produk-produk yang khas, seperti markisa Medan, kopi Gayo, kopi Toraja, salak pondoh, dan lain-lain. Setelah sekitar 4 tahun menjabat sebagai Dirjen HKI, tahun 2011 menjadi babak baru dalam karirnya. Melalui fit and proper test di Komisi VII DPR RI, Andy Noorsaman dinyatakan lulus sebagai komisioner Badan Pengatur Hilir dan Gas Bumi (BPH Migas). Dalam proses selanjutnya, ia dinilai memiliki visi dan kapasitas yang memadai sehingga terpilih sebagai Kepala BPH Migas. Dalam kedudukannya sebagai Kepala BPH Migas, Andy Noorsaman adalah orang yang paling bertanggung jawab didalam melakukan pengawasan terhadap badan usaha yang melakukan kegiatan usaha di sektor hilir migas guna terwujudnya penyediaan dan pendistribusian BBM di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan meningkatnya pemanfaatan Gas Bumi di dalam negeri melalui persaingan usaha yang wajar, sehat, dan transparan bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
219
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PEMERINTAHAN & POLITIK
Armida Alisjahbana (FEUI 1985) Kepala Bappenas (2009 - Sekarang)
Mengalir Seperti Air Semasa SMP dan SMA, pemandangan perumahan kumuh, anak-anak tidak sekolah ataupun pemuda-pemuda yang menganggur, menjadi pemandangan biasa setiap kali ia berangkat dengan kereta api dari Bandung ke Jakarta untuk mengunjugi orang tuanya. Dari pengalaman dan pengamatan yang dialaminya itu muncul keprihatin atas kondisi masyarakat Indonesia yang masih banyak hidup di bawah garis kemiskinan. Sejak remaja, wanita alumni SMA Negari 3 Bandung ini tergugah hatinya untuk mendalami bidang ilmu ekonomi untuk mewujudkan cita-citanya menjadi seorang ekonom Indonesia. Armida Alisjahbana, wanita kelahiran 16 Agustus 1960 merupakan seorang Guru Besar Ilmu Ekonomi Makro dan juga Ekonom Indonesia dengan spesialisasi Ekonomi Internasional. Ia merupakan putri dari Prof. Mochtar Kusumaatmadja yang pernah menjabat beberapa posisi Menteri RI diantaranya Menteri Kehakiman dan Menteri Luar Negeri RI pada medio 1960-an hingga 1980-an. Setelah lulus SMA di Bandung, Armida melanjutkan langkah menuju cita-citanya dengan mengambil Jurusan Ekonomi di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia dan lulus pada tahun 1985. Dua tahun kemudian, ibu dari Arlita Alisjahbana dan Ariana Alisjahbana ini pindah ke Negeri Paman Sam dan meraih gelar Master of Art in Economic dari Northwest University, Evanston, Illinois, USA. Armida menikah dengan Andi Alisjahbana teman semasa sekolahnya ketika duduk di bangku SMA dan kemudian memboyongnya ke AS. Awalnya ia sempat memilih untuk menjadi ibu rumah tangga. Namun panggilan jiwa atas cita-citanya yang begitu kuat untuk menimba dan memperdalam ilmu ekonomi apalagi sang suami telah menyelesaikan sekolahnya dan siap kembali ke Tanah Air, membuat ia akhirnya memutuskan untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang S-3 dengan Beasiswa yang didapatnya untuk sekolah di University of Washington, Seattle, USA. Pada tahun 1984, ia berhasil memperoleh gelar Doctor of Philosophy in Economic dari University of Washington, AS. Sekembalinya menimba ilmu dari Amerika, Armida yang memiliki keahlian spesiallisasi ekonomi internasional ini mengawali kiprahnya sebagai akademisi dengan menjadi salah satu pengajar di Fakultas Ekonomi Universitas Padjajaran Bandung pada tahun 1989. Selain sebagai dosen untuk program sarjana dan master, Beberapa jabatan dalam struktural Fakultas Ekonomi Unpad pernah diamanahkan kepadanya salah satunya yaitu sebagai Ketua Laboraturium Penelitian, Pengabdian pada Masyarakat dan Pengkajian Ekonomi (LP3E FE UNPAD).
220
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Dari sana ia terus mengembangkan keahlian dan kemampuannya sebagai ahli keuangan publik, ekonomi ketenagakerjaan ekonomi pendidikan dan micro econometric. Armida yang pernah mendapatkan penghargaan dari Pemerintah Amerika dalam program Visiting Fellowship dalam melakukan berbagai penelitian dan riset mengenai desentralisasi fiskal ini juga produktif dalam menulis jurnal penelitian dan buku-buku. Berbagai tulisannya telah dipublikasikan di berbagai media massa, serta puluhan hasil penelitiannya juga dimuat dalam jurnal nasional maupun internasional. Alhasil, dari publikasi penelitian dan tulisan-tulisannya semakin melambungkan namanya sebagai pakar ekonomi Indonesia. Ketua Departemen ekonomi dan Studi Pembangunan Universitas Padjajaran sejak tahun 1996 ini diangkat menjadi Guru Besar Fakultas Ekonomi Unpad pada tahun 2005, menjelang usianya yang ke 44. Selain itu, Armida pernah juga dipercaya sebagai konsultan untuk lembaga keuangan seperti World Bank, Japan Bank for International Cooperation (JBIC), Asian Development Bank (ADB), ataupun sebagai konsultan di Australian Agency for International Development (AusID). Keahlian, pengalaman dan pemahamannya di bidang ekonomi khususnya ekonomi makro membuatnya dipercaya oleh presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk menempati jabatan sebagai Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menggantikan Paskah Suzetha di tahun 2009. Sejak lama ia memang memiliki obsesi untuk mendorong program-program pembangunan untuk menjadikan Indonesia sebagai Negara maju terlebih lagi dengan jabatannya sebagai Kepala Bappenas. “Obsesi saya sebagai Warga Negara adalah bagaimana agar kita terus maju. Jangan mundur, biayanya terlalu mahal. Kita punya potensi besar untuk menjadi Negara maju” ujar Armida dikutip dari Investor Dailly. Mengalir Seperti air, demikianlah Armida menyikapi dan menjalani setiap perjalanan kehidupannya, tidak ngoyo tetapi selalu melakukan yang terbaik dengan maksimal. Ia meyakini betul dengan filosofi hidup yang selalu dipegangnya, bahwa jika bekerja dengan hati dan pikiran bersih dengan dilandasi niat yang bersih akan membuahkan hasil yang bersih pula.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
221
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PEMERINTAHAN & POLITIK
Awang Faroek Ishak (Pasca UI) Gubernur Kalimantan Timur (2008 - Sekarang)
Semangat Pengabdian & Leadership Yang Kuat Tidak ada pemimpin sukses yang instan. Ia lahir dan dibesarkan dengan kerja keras, semangat juang, kemauan belajar yang kuat, integritas dan komitmen yang tinggi pada nilai-nilai pengabdian, visi yang kuat dan keberanian melakukan perubahan. Begitu juga dengan Awang Faroek Ishak, karakter kepemimpinannya ditempa melalui pengabdian yang panjang, dan ketokohannya dibangun dengan rasa empati dan semangat pengabdiannya yang besar. Lahir di Tenggarong – Kalimantan Timur, 31 Juli 1948, putra ke-11 dari 13 bersaudara ini dididik disiplin sejak dini. Ayahnya, Awang Ishak, adalah tokoh pamong praja di Kalimantan Timur yang juga merupakan keturunan bangsawan Kutai. Meskipun demikian, ketika sang meninggal saat is duduk di bangku SMA, keturunan darah biru dari salah satu daerah paling kaya di Indonesia ini tidak malu mendorong gerobak dan berjualan kacang merek ‘Awangko’. Semangat kemandirian itu turut membentuk karakternya yang militan. Lulusan Magister Manajemen UI mulai merintis karirnya dari bawah. Setelah lulus dari IKIP Malang, ia memutuskan untuk kembali ke tanah kelahirannya dan memulai pengabdiannya sebagai Staf Biro Pembangunan Kantor Gubernur Kaltim tahun 1973 dan kemudian dipromosikan menjadi Kepala Seksi Perencanaan pada Sub. Dit. Perencanaan Direktorat Pembangunan Kontor Gubernur. Ia kemudian ditugaskan sebagai dosen di Universitas Mulawarman (Unmul) dan dipercaya sebagai Pembantu Dekan III Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) tahun 1976 serta Dekan FKIP tahun 1980. Selain menjalankan tugasnya sebagai dosen, Awang Faroek juga dikenal aktif berorganisasi sejak duduk di bangku SMA. Diantaranya ia tercatat sebagai Wakil Ketua DPD KNPI Kaltim, Wakil Ketua DPD AMPI Kaltim, Ketua Kwarda Gerakan Pramuka Kaltim, Wakil Ketua pengurus cabang PGRI Kotamadya Samarinda, hingga Ketua Bidang Pendidikan Tinggi Pengurus Besar PGRI Kaltim. Dari berbagai kegiatan organisasi itulah, ia mengasah kemampuan menejerial dan mengembangkan bakat kepemimpinannya. Tahun 1987, Awang Faroek mendapat kesempatan untuk berkiprah di tingkat nasional ketika ia diangkat menjadi Anggota DPR/MPR RI periode 1987-1992 dan dilanjutkan pada periode 1992-1997. Ia juga dipercaya sebagai Wakil Ketua Komisi II DPR RI (1994-1997). Kiprahnya di tingkat nasional semakin meningkatkan pengalaman, wawasan dan kemampuan kepemimpinannya.
1997. Dan kemudian ia dipercaya sebagai Kepala Bapedalda Provinsi Kaltim pada tahun 1998. Ketika Kutai Timur dimekarkan menjadi daerah otonom, Awang Faroek ditugaskan sebagai Pejabat Bupati pada tahun 1999. Dengan pengalaman dan wawasannya yang luas, ia berhasil membangun berbagai sarana dan prasarana baik fisik maupun non fisik bagi kabupaten yang baru berdiri tersebut, serta berhasil membangun kerjasama sinergis dengan seluruh elemen masyarakat guna mewujudkan pemerintahan baru yang efektif. Atas keberhasilannya, ia kemudian ditetapkan sebagai Bupati Kutai Timur pada 2001. Pada tahun 2003, Awang Farouk mengambil keputusan berani, mundur dari jabatannya sebagai Bupati dan maju sebagai Calon Gubenur Kaltim. Meskipun belum berhasil memenangkan Pilgub Kaltim 2003, langkah beraninya justru semakin mempertegas ketokohannya. Dan pada Pilkada Langsung Kabupaten Kutai Timur tahun 2006, ketokohan dan populeritasnya tidak mampu terbendung oleh lawan politiknya. Awang Farouk kembali menjabat Bupati Kutai Timur periode 2006-2011. Tidak butuh waktu lama bagi Awang Farouk untuk mengukir prestasi cemerlang. Berkat kerja keras dan komitmennya yang tinggi terhadap nilai-nilai pengabdian, pada tahun pertama kepemimpinannya, ia menerima berbagai perhargaan sebagai apresiasi atas keberhasilannya----diantaranya pemenang Otonomi Award 2006 Bidang pemberdayaan masyarakat, Bhumi Bhakti Adiguna 2006 dari BPN pusat atas keberhasilannya dalam redistribusi lahan lima hektar untuk setiap KK di kabupaten Kutai Timur dan sertifikasi gratis lahan tersebut untuk pertanian dan perkebunan, Leadership Award 2006 dari Menpan RI dengan menyisihkan 21 nomitor dari 440 kepala daerah di Indonesia, dan masih banyak lagi penghargaan-penghargaan lain yang ia terima di tahun pertamanya sebagai Bupati Kutai Timur. Begitu pun di tahun kedua, Awang semakin dibanjiri prestasi dan penghargaan sebagai bukti dari kepemimpinannya yang kuat dan efektif. Atas berbagai keberhasilannya itu, Tanri Abeng sempat menjuluki Awang Faroekn sebagai ‘Bupati CEO’ karena keberhasilannya menggerakkan berbagai potensi daerah dengan manajemen pemerintahan yang profesional. Berbagai keberhasilan itu mendorong pemimpin berintegritas tinggi ini untuk mencari bentuk pengabdian yang lebih luas. Pada Pilgub Kaltim 2008, Awang Faroek kembali maju sebagai Calon Gubenur pada pemilihan gubernur langsung. Ketokohan dan populeritasnya tidak lagi dapat dibendung. Awang Faroek berhasil terpilih sebagai Gubernur Kaltim periode 2008-2013. Jejak rekamnya sebagai Gubenur kembali menuai berbagai prestasi, pujian dan penghargaan. Dan Awang Faroek pun kembali terpilih sebagai Gubernur Kalimantan Timur periode 2013 – 2018.
Kembali ke Kalimantan Timur, Awang Faroek ditugaskan sebagai Pembantu Khusus Gubernur Kaltim Bidang Administrasi Pemerintah dan Kesra tahun
222
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
223
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PEMERINTAHAN & POLITIK
Bambang PS Brojonegoro (FEUI 1985) Wakil Menteri Keuangan RI (2013 - Sekarang)
Ekonom Dibalik Kebijakan Fiskal Nasional Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro merupakan salah satu ekonom terbaik yang dimiliki Indonesia, yang kepakarannya meliputi meliputi bidang ilmu ekonomi regional, desentralisasi fiskal, keuangan negara, ekonomi pembangunan, ekonomi perkotaan dan transportasi serta analisis pengambilan keputusan. Berkat rekam jejaknya yang cemerlang sebagai akademisi, peneliti dan birokrat, ia kemudian dipercaya sebagai Wakil Menteri Keuangan untuk mendampingi Menteri Keuangan yang juga dari FEUI, M Chatib Bisri. Putra bungsu (alm) Prof. Dr. Ir. Soemantri Brodjonegoro (Rektor UI 1964-1973) ini mulai kuliah di Fakultas Ekonomi UI tahun 1985 dan lulus sarjana tahun 1990. Pria yang akrab disapa Pak Bambang ini kemudian melanjutkan pendidikannya di University of Illinois at Urbana– Champaign, Amerika Serikat, dan berhasil meraih gelar Master tahun 1995 serta gelar Doktor (Ph.D) tahun 1997. Kembali ke tanah air, Bambang mulai mengabdi sebagai dosen FEUI. Di tahuntahun awal pengabdiannya, Bambang telah ikut merintis program Pascasarjana Fakultas Ekonomi UI dan menjadikannya program double degree, bekerja sama dengan Australian National University dan satu lagi universitas di Belanda. Dengan peran besarnya itu, tidak heran bila ia kemudian terpilih sebagai Dekan FEUI tahun 2005 dan menjadi dekan termuda di UI ketika itu. Selain jabatan struktural, Bambang juga dikenal sebagai peneliti dan tulisantulisannya banyak dimuat di jurnal-jurnal internasional, diantaranya di Hitotsubashi Journal of Economics. Beberapa tulisannya juga dimuat dalam buku yang diterbitkan oleh The Institute of Southeast Asian Studies (ISEAS) Singapura dan oleh Edward Elgar, Inggris. Selain itu, ia juga aktif mempresentasikan makalahnya pada seminar internasional diantaranya pada International Workshop on Intergovernmental Transfers Including Health and Education Finance di Korea dan pada The UN Conference for MDGs di Australia. Ia sempat menjadi visiting fellow di Australian National University dan Hitotsubashi University. Disamping itu, ia juga pernah mendapatkan ISEAS-World Bank Research Fellowship Award sebagai Visiting Research Fellow dan kemudian mendapatkan Eisenhower Fellow tahun 2002 untuk mendalami masalah desentralisasi di Amerika Serikat. Setelah selesai menjalankan tugasnya sebagai Dekan FEUI tahun 2008, Bambang kemudian menjabat sebagai Direktur Jenderal Islamic Research and Institute di Islamic Development Bank (IDB). Jabatannya di IDB menjadi semacam transisi dari seorang akademisi menjadi seorang birokrat.
(BKF) yang bertugas membantu Menteri keuangan dalam memformulasi kebijakan. Di sinilah Bambang benar-benar belajar bagaimana mengaplikasikan teori dan konsep ekonomi yang biasa ia ajarkan di kampus dapat diimplementasikan di dunia nyata yang sebenarnya. “Ketika membuat kebijakan, seperti memperluas basis pajak dan segala macamnya, itu memang bisa kita pelajari, tapi tentu juga ingin tahu apakah yang ditulis di buku dapat dengan mudah diimplementasikan di lapangan. Justru selama hampir tiga tahun ini, saya belajar banyak. Ilmu saya menjadi lebih banyak di sini karena menghadapi permasalahan ekonomi yang luas. Itu keuntungan di BKF. Selain tidak operasional, kami berinteraksi dengan banyak pihak,” tutur Bambang kepada wartawan Berita Satu. Menurut Bambang, sewaktu di kampus, kebijakan itu seolah-olah tampak linier, padahal di dunia nyata tidak sesederhana itu. Ia mengambil contoh kebijakan menaikan tarif impor, dampaknya impor akan berkurang dan importir akan marah. Maka ketika membuat kebijakan, kebijakan itu harus implementatif. Karena itu, membuat kebijakan tidak hanya dibutuhkan ilmu, tetapi juga seni. “Ada kebijakan yang kelihatannya ideal, tapi tidak bisa dilaksanakan. Misalnya ketika ada diskusi tentang perlunya menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, ada ide pemberlakuan BBM dengan dua harga. Memang kelihatannya ideal, tapi tidak bisa diimplementasikan. Kecuali aspek pengawasannya sulit, secara konsep juga salah, karena tidak boleh dalam teori mana pun satu barang menggunakan dua harga, itu dapat mengacaukan pasar,” tutur pria kelahiran Jakarta Jakarta 3 Oktober 1966 ini. Sebagai orang yang bertanggung jawab menggodok kebijakan fiskal nasional, Bambang harus berinteraksi dengan berbagai stakeholder. Tidak semua kebijakan berasalah dari gagasangagasannya, melainkan juga dari arahan-arahan sidang kabinet atau kebijakan by request. Tidak heran, di lembaga yang dipimpinnya, berbagai kepentingan diusahakan untuk mencapai titik temu. Meskipun Bambang sendiri mengakui, tidak ada kebijakan yang dapat menyenangkan semua pihak. Yang dapat dilakukan adalah bagaimana membuat kebijakan yang memberi manfaat paling besar. Setelah dinilai berhasil sebagai Kepala BKF untuk dua menteri keuangan yang berbeda, tanggal 1 Oktober 2013 Bambang dilantik Presiden SBY sebagai Wakil Menteri Keuangan menggantikan Mahendra Siregar yang diangkat menjadi Kepala Badan koordinasi Penanaman Modal.
Setelah di IDB, Bambang dipercaya sebagai Kepala Badan Kebijakan Fiskal
224
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
225
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PEMERINTAHAN & POLITIK
Budi Susilo Soepandji (FTUI 1980) Gubernur Lemhanas (2011 - Sekarang)
Mewarisi Semangat Nasionalisme Dari Salemba Jiwa kepemimpinannya diasah melalui aktivitas organisasi di kampus Salemba, yang menajamkan kepekaannya terhadap berbagai masalah, yang mengajarkannya nilai-nilai kemajemukan, yang melatihnya untuk bekerjasama dan saling menghormati. Dan idealisme pengabdiannya banyak dipengaruhi oleh tokoh-tokoh nasional di kampus Salemba yang mencurahkan hidupnya untuk kemajuan bangsanya, yang menyulut semangat nasionalisme. Pengalaman batin selama menempuh pendidikan di kampus Salemba itulah yang menjiwai pengabdian Prof. Dr. Ir. Budi Susilo Soepandji DEA, Guru Besar FTUI yang kini dipercaya sebagai Gubernur Lemhanas. Lahir di Yogyakarta, 27 Oktober 1954, dari pasangan dr. Soepandji (alm.) dan Roesmiati. Setelah lulus SMA di kota Magelang tahun 1973, Budi Susilo melanjutkan pendidikannya di Teknik Sipil FTUI. Salah satu kebanggaan terbesarnya ketika ia mulai kuliah di Fakultas Teknik UI tahun 1973 adalah karena dipimpin seorang dekan bernama Prof Roosseno, yang namanya begitu harum dalam dunia konstruksi. Dari Bapak Beton Bertulang itu dan juga dari para dosen lainnya, ia banyak belajar tentang makna pengabdian, tentang bagaimana menjadi agen perubahan. Belum lagi tokoh-tokoh lain yang menegaskan eksistensi Kampus UI sebagai kampus perjuangan, seperti Prof. Soemantri Brodjonegoro dan Prof. Mahar Mardjono, yang banyak memberi inspirasi bagi Budi Susilo. Aktivitas organisasi dan berbaurnya putra-putra bangsa dari berbagai wilayah di tanah air di kampus Salemba juga memberikan andil besar dalam membentuk karakter dan jiwa kepemimpinannya. Kampus Salemba dilihatnya sebagai miniatur Indonesia, betapa nilai-nilai kemajemukan itu sebenarnya merupakan kekayaan dan kekuatan besar. Pergaulannya dengan teman-teman dari berbagai latar belakang dan dari beragam disiplin ilmu itulah yang meyakinkannya bahwa karya besar hanya bisa dicapai ketika semua pihak dapat bekerjasama dan mengurangi ego sektoral. Setelah lulus dari FTUI tahun 1979, dan atas permintaan Prof. Sri Moerni Doelhomid, Budi Susilo memulai karirnya sebagai dosen UI. Tahun 1981 ia dikirim ke Perancis untuk menempuh program S-2 dibidang Mekanika Tanah dan Struktur di Ecole Centrale Paris (ECP) dan lulus tahun 1983. Di universitas yang sama, tahun 1986 ia meraih gelar doktor dibidang geoteknik dengan predikat Cumlaude (Tres Honorable). Kembali ke kampus Salemba, Budi Susilo dipercaya menjadi Kepala Laboratorium Mekanika Tanah Teknik Sipil FTUI. Beberapa karya penyelidikan dan keikut-
226
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
sertaan dalam desain pondasi bangunan tinggi di DKI Jakarta antara lain pembangunan kompleks BI di Jl MH Thamrin, termasuk pondasi untuk menara kembar BI yang penuh tantangan dan hambatan, karena sifat tanah yang kompleks dan sulit. Karirnya terus merangkak naik. Dosen peneliti terbaik UI bidang teknologi 1988 ini kemudian diangkat sebagai Ketua Departemen Teknik Sipil UI tahun 1993 dan tahun 1995 merangkap sebagai Direktur lembaga Teknologi UI. Tahun 1997 ia dipercaya sebagai Wakil Dekan I FTUI Bidang Akademik dan tahun 2000 ditetapkan sebagai Dekan FTUI hingga tahun 2004. ”Saya berusaha menyelesaikan semua tugas dan pekerjaan dengan tuntas, dimulai dari yang kecil dan sederhana, lama kelamaan terbiasa menyelesaikan pekerjaan besar dan rumit serta penuh tantangan yang kompleks,” tutur suami Hera Widayanti SH ini. ”Semua pekerjaan dan rumit diselesaikan dengan ketekunan dan kesabaran, sedikit demi sedikit, sehingga membuat si pemberi pekerjaan merasa puas dan akhirnya karyanya dapat dimanfaatkan oleh orang lain.” Karirnya di pemerintahan dimulai pada tahun 2004 ketika ia ditetapkan oleh Mendiknas sebagai Koordinator Kopertis Wilayah III Jakarta. Tahun 2005, saat masih menjabat sebagai Koordinator Koperti III, Budi Susilo diangkat sebagai Direktur Jenderal Potensi Pertahanan (Dirjen Pothan) Kementerian Pertahanan Republik Indonesia. Selama menjadi Dirjen Pothan, Budi Susilo gigih memperjuangkan pertahanan negara nirmiliter, serta memacu komponen bangsa ikut dalam usaha membela negara, melalui Rancangan Undang-Undang Komponen Cadangan Pertahanan Negara. Selain itu, ia juga terlibat sebagai Ketua Pokja untuk berbagai pembahasan Rancangan Undang-Undang; diantaranya RUU Keamanan Nasional, RUU Industri Pertahanan, RUU Komponen Pendukung dan RUU Bela Negara. ”Ternyata semua ilmu yang benar dan utama berasal dari Tuhan, dapat ditelusuri dan dipelajari,” ungkap ayah dari Wanda Widiastuti ST, MArs dan Kris Wijoyo Soepandji SH, MPP ini. ” Dalam pengalaman saya selama turut serta mendesain bangunan, tata ruang, pondasi gedung dan pelabuhan sangat teknis perhitungan matematik. Namun pada akhirnya karena bentuk tugas yang berbeda-beda telah membawa saya harus bersinggungan dengan kebijakan publik yang berhubungan dengan Dewan Perwakilan Rakyat, misalnya dalam proses membuat UndangUndang. Kemudian bekerja dalam tim multi disiplin ilmu yang saya rasakan manfaatnya. Apalagi lulusan UI sangat cocok untuk bekerjasama dalam tim yang multi disiplin ilmu.” Integritas dan konsistensinya membuka pintu pengabdian yang lebih besar. Tanggal 17 Februari 2011, Prof. Dr. Ir. Budi Susilo Soepandji DEA dilantik Presiden SBY sebagai Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas). Ia mendapat amanah untuk membangun Lemhanas menjadi “Think Tank” negara berkelas dunia----yang selain bertanggung jawab dalam melakukan kajian mendalam tentang Geostrategi dan Geopolitik Republik Indonesia, juga bertanggung jawab melakukan pendidikan kader pimpinan tingkat nasional yang meliputi para akademisi, birokrat, pelaku bisnis, politisi, lembaga swadaya masyarakat serta TNI/ POLRI
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
227
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Dian Triansyah Djani, (FE UI 1986) Direktur Jenderal Amerika & Eropa - Kemenlu (2012 - Sekarang)
Dipo Alam (FMIPA 1978) Menteri Sekretaris Kabinet (2009 - Sekarang)
Dian Triansyah Djani merupakan sosok diplomat penting di Kementerian Luar Negeri RI. Mengawali karier dari bawah, berkat komitmen dan dedikasinya, ia kemudian dipercaya menduduki jabatan-jabatan strategis di Kemlu. Dan sejak tahun 2012, ia diberi amanah sebagai Direktur Jenderal Amerika dan Eropa.
Mantan Ketua Umum Dewan Mahasiswa UI dan lulusan Fakultas MIPA UI tahun 1978 ini telah mengabdi selama 25 tahun baik di Badan Perencanaan Pembangunan Nasional maupun sebagai Deputi Menko Perekonomian, yang banyak berhubungan dengan NGO Internasional seperti World Bank, Development Bank, negara Eropa dan lain-lain.
Penggagas dan pendiri WTO Forum Indonesia ini memulai pendidikannya di Jurusan Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi UI tahun 1980 dan lulus tahun 1986. Setahun sebelum diwisuda, ia diterima sebagai pegawai Departemen Luar Negeri RI melalui Program Rekrutmen Langsung.
Tahun 2006, Dr. Dipo Alam dipercaya Presiden SBY sebagai Sekretaris Jenderal Organisasi Negara-negara Berkembang (Developing Countries) 8 atau D-8 pada tahun 2006, yang bermarkas di Istanbul – Turki, dimana ketika itu Indonesia mendapat giliran memimpin D-8.
Kariernya dimulai dari Staf di Direktorat Kerjasama Ekonomi Multilateral tahun 1987. Setahun kemudian ia dipromosikan sebagai Pjs Kepala Seksi Moneter dan Keuangan, Tahun 1991, ia menjalani penugasan luar negeri pertamanya sebagai Sekretaris Ketiga/ Kedua, Bidang Ekonomi I di Perwakilan Tetap RI (PTRI) New York.
”Kepercayaan dari Presiden ini sungguh penghargaan yang tinggi, dan saya mengucapkan terima kasih. Dengan umur saya yang telah mencapai 59 tahun, saya ingin berbuat tambahan mutu amalan dan bagi saya pekerjaan sesuatu apapun adalah ibadah,” kata pria kelahiran Jakarta 17 Nopember 1949 ini.
Tahun 1994, Djani ditarik kembali ke Indonesia dan dipercaya sebagai Kepala Seksi Kerjasama Ekonomi Sub Regional. Tiga tahun kemudian, ia dikirim lagi bertugas keluar negeri sebagai Sekretaris I/Councelor, Kepala Sub Bidang Ekonomi II di PTRI Jenewa. Setelah 4 tahun di PTRI Jenewa, tahun 2001 ia ditarik kembali ke Indonesia dan diberi tugas sebagai Kasubdit Energi pada Direktorat Hubungan Ekonomi antar Negara Berkembang.
Walaupun penugasan internasional tersebut merupakan tugas yang pertama dilakoninya, berkat pengalamannya berhubungan dengan banyak NGO internasional, Dipo mampu menjalankan tugasnya dengan baik dan mendapat apresiasi tinggi dari negara-negara anggota D-8. Hal itu terbukti ketika kepemimpinan Indonesia berakhir pada Juli 2008 dan tongkat estafet diserahkan ke PM Malaysia Abdullah Ahmad Badawi, secara aklamasi anggota D-8 menunjuk Dipo Alam untuk kembali menjadi Sekjen D-8. Dipo dipilih lagi, karena selama ini ia dianggap berhasil membangun dan memperkuat kelembagaan D-8, dan kegiatan D-8 berjalan sesuai dengan amanah pertemuan di Bali baik ditingkat menteri maupun ditingkat komisioner.
Tahun 2002, Djani dipromosikan sebagai Direktur Perdagangan dan Perindustrian Multilateral, kemudian mulai tahun 2004 ia dipercaya sebagai Direktur Kerjasama Intra Kawasan Asia Pasifik dan Afrika. Tahun 2005, dirotasi dan ditugaskan sebagai Direktur Kerjasama Eknomi ASEAN merangkap sebagai Plt. Dirjen Kerjasama ASEAN. Pada tahun 2005, ia ditetapkan sebagai Direktur Jenderal Kerjasama ASEAN. Tahun 2009, Djani diangkat menjadi Duta Besar/Wakil Tetap RI pada PBB, WTO dan Organisasi Internasional lainnya , PTRI Jenewa. Dan sejak April 2012, ia kembali ke Indonesia untuk menjabat sebagai Direktur Jenderal Amerika dan Eropa. Dalam karirnya sebagai diplomat, Djani tercatat lebih dari 80 kali sebagai anggota delegasi RI di berbagai forum internasional, dan lebih dari 40 kali diantaranya ia dipercaya sebagai Ketua Delegasi RI. Jabatan-jabatan strategis lainnya yang pernah diemban ayah dari Panji Caraka Djani ini diantaranya sebagai Presiden UNCTAD Trade and Development Board (2009), Wakil Presiden Dewan HAM PBB (2009), Wakil Asia di Consultative Group of the Human Rights Council (2011-2012), Chairman ASEAN Committee in Geneva (2011), Ketua Kelompok G-77 dan China di UNCTAD (2012)
228
PEMERINTAHAN & POLITIK
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Setelah berhasil memimpin D-8, tahun 2009 Presiden SBY memberi kepercayaan yang lebih besar dan mengangkat Dipo Alam sebagai Menteri Sekretaris Kabinet periode 2009-2014. Mantan Ketua Mikro Ekonomi ini dikaruniai dua orang anak--- Dian Adiwaskitarini dan Indrika Amalia---dari pernikahannya dengan Ninik Setyawati. Selain gelar sarjana kimia dari FMIPA UI, Dipo Alam juga berhasil meraih gelar Master of Engineering Management, The George Washington University, USA (1983), Professional Degree, Industrial and Engineering Management The George Washington University, USA (1984), Doctor of Science, The George Washington University, USA (1989).
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
229
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Eddy Suseno (FHUI 1980) Inspektur Jenderal Kementerian Perdagangan RI( 2008 – sekarang)
Eko Prasojo (FISIP 1995) Wakil Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (2011 - Sekarang)
Lahir di Pekalongan pada 5 Juli 1954. Eddy Suseno mengabdi sebagai birokrat di lingkungan Kementerian Perdagangan RI. Berkat komitmen dan dedikasinya yang tinggi, ia banyak dipercaya menduduki jabatan-jabatan strategis. Ia pernah menjabat sebagai Inspektur Wilayah III tahun 1997, kemudian dipercaya sebagai Sekretaris BAPPEBTI tahun 2001 dan sebagai Sekretaris Ditjen Perdagangan Dalam Negeri tahun 2005. Selanjutnya sejak tahun 2008, ia diangkat sebagai Inspektur Jenderal Kementerian Perdagangan RI.
Prof. Dr. Eko Prasojo lahir pada tahun 1970 di Kijang, Kepulauan Riau. Menamatkan pendidikan strata 1 di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia pada tahun 1995 dengan predikat cumlaude. Master of Public Administration dan Doctor of Public Administration diselesaikan pada Tahun 2000 dan 2003 di Deutsche Hochschule fuer Verwaltungswissenscaften, Speyer, Jerman atas beasiswa DAAD Jerman keduanya dengan predikat cumlaude. Beliau diangkat sebagai Guru Besar Tetap FISIP UI pada usia 33 tahun.
Komisaris Utama PT Kliring Berjangka Indonesia (Persero) ini juga dikenal sebagai “loyalis” UI. Bapak yang tutur katanya sangat “Jawa” ini adalah alumnus Fakultas Hukum UI (1980), Notariat UI (1996) dan Magister Kenotariatan UI (2012). Sehingga ia tidak asing lagi buat civitas akademika Fakultas Hukum UI. Dan pada akhirnya ia didaulat oleh teman-teman alumni pendidikan notariat untuk memimpin organisasi alumni notariat UI.
Kebijakan Publik merupakan kepakaran dari guru besar Departemen Ilmu Administrasi FISIP UI ini, yang diejawantahkan dalam pengabdian yang dilakukannya selama ini, seperti sebagai Anggota Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD, Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia), anggota tim Desk Pilkada (Depdagri RI), Anggota Tim Penyusunan RUU Administrasi Pemerintahan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara Republik Indonesia, Konsultan dan Advisor Support for Good Governance (SfGG) GTZ Jerman di Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara RI, dan Ketua Studi dan Workshop Pemberdayaan Institusi Lokal, Institute for Science and Technology Studies (ISTECS) Chapter Europe, Jerman.
Jabatan barunya sebagai Ketua Ikatan Alumni Kenotariaatan UI (IKA Notariat UI) memberikan lingkungan baru yang berbeda dengan profesi kesehariannya sebagai pejabat pemerintah. Meskipun demikian, kenotariatan bukanlah hal asing bagi Eddy Suseno karena ia juga banyak bersentuhan dan juga mengaplikasikan ilmunya dalam pekerjaannya sebagai birokrat. Menurut Eddy, ikatan alumni pendidikan kenotariaatan merupakan sarana penting untuk mengabdi kepada masyarakat, khususnya bagi masyarakat notaris. Organisasi ini harus mengedepankan visi keilmuannya dan pengabdiannya bekerja untuk masyarakat luas, termasuk masyarakat notaris. Eddy juga ingin agar IKA Notariat UI senantiasa dapat memberikan kontribusi kepada masyarakat luas, kepada almamater, dan juga kepada masyarakat alumni notariat yang notaris maupun bukan.
230
PEMERINTAHAN & POLITIK
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Mantan Ketua Senat Mahasiswa FISIP UI periode 1993-1994 ini juga banyak melakukan penelitian di bidang Pemerintahan daerah, Pemilu dan Politik serta good governance. Buku-buku hasil karyanya diantaranya adalah Reformasi Birokrasi dalam Praktek (2004), Demokrasi di Negeri Mimpi (2005), Federalisme dan Negara Federal (2005), Desentralisasi dan Pemerintahan Daerah (2006), Reformasi dan Inovasi Birokrasi (2007), State Reform in Indonesia (2007) dan Deregulasi dan Debirokratisasi Perizinan di Indonesia (2007). Pada bulan Oktober 2011, Eko Prasojo dipercaya Presiden SBY sebagai Wakil Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi sejak bulan Oktober 2011 dan mendapat tugas untuk membantu percepatan dan reformasi birokrasi di Indonesia. Selain itu, Presiden juga memintanya untuk melakukan perbaikan terkait pengambilan kebijakan publik di sektor pemerintahan, perbaikan proses pelayanan publik, reformasi kepegawaian, dan lainnya.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
231
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Firdaus Djaelani (FEUI 1981)
Anggota Komisioner Otoritas Jasa keuangan (2012 - Sekarang)
Lulusan Fakultas Ekonomi UI tahun 1981 ini mengawali karirnya sebagai staf Departemen Keuangan. Pada tahun 2000 diangkat sebagai Direktur Asuransi – Ditjen Lembaga Keuangan (DJLK) Departemen Keuangan. Bersama seniornya, Darmin Nasution yang saat itu menjabat Dirjen Lembaga Keuangan, Firdaus dan Darmin merupakan tokoh kunci yang dipercaya Menteri Keuangan untuk melahirkan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang berdiri pada tahun 2004. Pada tahun 2005, Firdaus ditugaskan menjadi anggota dewan direksi LPS. Dan tahun 2008, ia resmi menjabat Kepala Eksekutif LPS. Selama di LPS, Firdaus sangat akrab dan sukses dengan penanganan permasalahan perbankan mulai dari penanganan BPR bermasalah hingga menangani kasus seperti Bank Century. Di industri asuransi, nama besar Firdaus tetap memiliki pijakan yang kuat, setidaknya dia masih dipercaya sebagai salah satu komisaris di beberapa perusahaan asuransi seperti PT Reasuransi Internasional Indonesia. Tahun 2012 Firdaus Djaelani dicalonkan menjadi anggota Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang baru dibentuk bersama 309 nama lainnya dan akhirnya dinyatakan lulus uji kelayakan di Komisi XI DPR RI. Pada tanggal 18 Juli 2012 Firdaus ditetapkan sebagai Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 67/P tahun 2012 dan mengucapkan sumpah di hadapan Ketua Mahkamah Agung untuk masa jabatan 2012 - 2017. Ia kemudian menjabat sebagai Ketua Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank Merangkap Anggota Dewan Komisioner.
232
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PEMERINTAHAN & POLITIK
Harkristuti Harkrisnowo (FHUI 1979) Direktur Jenderal HAM Kemenkumham (2006 - Sekarang)
Sebagai seorang Guru Besar dalam Hukum Pidana, Prof. Dr. Harkristuti Harkrisnowo memiliki perhatian yang besar terhadap masalah-masalah HAM dan perbaikan sistem hukum di Indonesia. Ia sangat aktif melakukan kajian-kajian dan penelitian-penelitian, baik yang diterbitkan di berbagai jurnal ilmiah maupun yang disajikan dalam seminarseminar maupun pertemuan-pertemuan ilmiah lainnya. Selain itu, ia juga aktif di Komisi Hukum Nasional (KHN) Departemen Hukum dan HAM---yang merupakan lembagapengarah reformasi hukum di Indonesia. Atas dedikasi dan kiprahnya tersebut, tahun 2006 Harkristuti diminta Presiden SBY untuk menjabat sebagai Direktur Jenderal HAM di Kementerian Hukum dan HAM. Hingga kini, ia telah mendamping 4 Menkumham---mulai dari Hamid Awaluddin, Mohammad Andi Mattalatta, Patrialis Akbar, dan kini Amir Syamsuddin. Ia mengaku tak pernah punya cita-cita tertentu dan hanya ingin menjalani hidup seperti air mengalir. Pernah gurunya menyarankan agar ia masuk fakultas sastra karena kemampuannya berbahasa Inggris, Perancis dan Sansekerta. Tapi kemudian ia memilih masuk di Fakultas Hukum UI karena ingin menjadi hakim. Setelah mempelajari hokum lebih dalam, Harkristuti justru taku menjadi hakim, karena menurutnya menjadi hakim itu satu kaki ada di kuburan dan satu kaki yang lain ada di neraka. Ia mengaku tidak memiliki cukup keberanian menjadi seorang hakim. Maka ketika lulus FHUI tahun 1979, Harkristuti memutuskan untuk mengabdi di almamaternya sebagai dosen. Setelah selesai menempuh program Pasca Sarjana UI, ia kemudian meraih gelar Master di Sam Houston State University, Huntsville, Texas, USA dan gelar Doktor juga dari Sam Houston State University. Dikenal berani dan vokal dalam menyikapi berbagai tindak pelanggaran HAM, Harkristuti kerap menjadi rujukan media massa karena pikiran-pikiran kritisnya. Ia dikenal berpihak pada korban dan mengedepankan hak-hak wanita. Setelah menjabat sebagai Dirjen HAM, salah satu tugasnya adalah melakukan sosialisasi ke pemerintah daerah dan aparat untuk selalu melakukan penegakan hukum dengan orientasi pada HAM. Dan di samping sebagai birokrat, Harkristuti tetap menjalankan kewajibannya sebagai pendidik dan mengajar di FHUI serta beberapa universitas lainnya.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
233
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PEMERINTAHAN & POLITIK
Irwan Prayitno (FPsi UI 1988) Gubernur Sumatera Barat (2010 - Sekarang)
Dari Guru Ke Kursi Gubernur Dikenal sebagai pribadi yang santun, Dr. Irwan Prayitno, Psi, MSc. mencurahkan perhatiannya untuk mewujudkan obsesi besarnya bahwa pendidikan merupakan ujung tombak bagi bangsa ini dalam mengejar ketertinggalannya dari bangsabangsa lain. Kesungguhannya mengabdi kepada masyarakat membuka peluang untuk berkiprah di tataran yang lebih tinggi. Setelah terpilih sebagai Anggota DPR RI tiga kali berturut-turut, Irwan kemudian terpilih sebagai Gubernur Sumatera Barat periode 2010-2015. Anak Minang kelahiran Jogjakarta, 20 Desember 1963, ini memiliki semangat juang yang layak menjadi inspirasi. Ketika masuk kuliah di Fakultas Psikologi UI tahun 1982, Irwan mulai mewujudkan impiannya untuk menjadi pendidik dengan mengajar di sebuah SMA swasta di Jakarta dan juga menjadi konselor pendidikan di Lembaga Nurul Fikri. Di sela-sela kesibukannya mengajar dan kuliah, ia juga mulai berbisnis buku dan pakaian jadi. Lulus sarjana dari UI tahun 1988, Irwan pulang ke Padang dan bekerja sebagai Konsultan dan Psikolog di LPK Konsultansi ADZKIA sekaligus sebagai Direktur lembaga tersebut. Setelah mendapatkan cukup pengalaman sebagai psikolog, tahun 1991 Irwan mulai terjun lagi ke bidang pendidikan dan bekerja sebagai dosen Psikologi Industri di AKABAH Bukit Tinggi, dosen luar biasa untuk mata kuliah Psikologi Industri di FMIPA Universitas Andalas, dan dosen Psikologi Anak di PGTK-PGTQ ADZKIA Padang. Pria berdarah Minang ini pun sangat paham dengan filosofi guru dalam pepatah Jawa bahwa guru adalah sosok yang digugu omongane lan ditiru kelakuane (dipercaya ucapannya dan dicontoh tindakannya). Baginya menyandang profesi guru berarti harus menjaga citra, wibawa, keteladanan, integritas dan kredibilitasnya. Irwan tidak hanya mengajar di depan kelas tapi juga mendidik, membimbing, menuntun, dan membentuk karakter moral yang baik bagi siswasiswanya. Tahun 1995, Irwan memutuskan melanjutkan pendidikannya dan kuliah di Universitas Putra Malaysia serta berhasil meraih gelar Master dibidang Human Resource Development tahun 1996. Kemudian ia meraih gelar Dokter (Ph.D) bidang Training Management di universitas yang sama tahun 2000. Gerakan reformasi 1998 dan berubahnya peta perpolitikan nasional mendorong Irwan untuk berjuang melalui jalur politik. Aktivis HMI yang sejak muda aktif dibidang dakwah ini dipercaya menjadi Ketua Perwakilan Partai Keadilan (PK) di Malaysia. Pada pemilu 1999, ia berhasil terpilih sebagai Anggota DPR RI dari Dapil Sumatera Barat. Selain itu, ia kemudian juga dipercaya menjabat sebagai
234
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
salah satu Ketua DPP Partai Keadilan. Hijrah ke Jakarta, tekad Irwan Prayitno untuk memberikan kontribusi terbaiknya bagi masyarakat semakin kuat dan tetap fokus pada bidang yang dicintainya; pendidikan dan dakwah. Bagi Irwan, pendidikan adalah modal utama untuk meraih kemajuan bangsa, sedangkan dakwah berperan penting untuk menciptakan keseimbangan antara kecerdasan intelektual dan kecerdasan spiritual. Dan dengan posisinya sebagai wakil rakyat, Irwan sangat berharap perjuangannya di lembaga legislatif bisa mempercepat pencapaian masyarakat madani melalui terbitnya kebijakan-kebijakan secara nasional yang mendukung ke arah itu. Namun terkadang Irwan dihadapkan pada pilihan sulit, saat pemerintah berencana melaksanakan Ujian Nasional yang memicu pro dan kontra. Demi mengatasi kebuntuan, sebagai pimpinan Komisi X yang membidangi masalah itu, Irwan dihadapkan pada posisi harus memilih dan akhirnya diputuskan dengan melihat kecenderungan mana yang paling mungkin. Dan yang paling memungkinkan adalah UN dilaksanakan. Menurutnya, UN itu lebih kepada perbedaan pemahaman dan cara berpikir yang tidak mungkin bisa untuk disamakan. Sebagai anggota legislatif, ia memang tidak mempunyai kuasa dalam menjalankan programprogram pemerintahan yang langsung menyentuh nasib rakyat. Hal maksimal yang bisa dilakukan hanyalah menyampaikan aspirasi masyarakat ke eksekutif dan merekalah yang menjalankannya. Kendati tidak selalu nyaman, berbagai tugas dan kewajibannya selaku politisi itu dirasakan Irwan lebih sebagai suatu kenikmatan tersendiri. “Politisi memang tidak selalu nyaman, kita acapkali berbeda pendapat dengan berbagai pihak, kita mesti berdebat, kita mesti melakukan suatu pembelaan, rasionalisasi, hubungan ke masyarakat yang mendalam untuk memahami berbagai persoalan yang dirasakan masyarakat. Nah, itu semua merupakan perjuangan,” tutur ayah dari 10 orang anak ini. Kesungguhan dan keikhlasannya menjalankan amanah memberinya kekuatan untuk menghadapi berbagai tantangan. Ia juga tidak pernah memilih aspirasi mana yang harus diperjuangkan. Aspirasi dari kelompok manapun, partai manapun, itu adalah sesuatu yang bagus dan sesuatu yang rasional yang harus diperjuangkan. “Menyalurkan aspirasi itu merupakan tanggung jawab seorang politisi. Disitulah penilaian masyarakat tentang bagus atau tidaknya seorang politisi. Kalau dia tidak bisa menyalurkan aspirasi, untuk apa menjadi wakil rakyat,” tegas politisi yang rajin mengunjungi konstituennya paling tidak sebulan sekali selama 3 hari. Karir politiknya begitu cemerlang. Salah satu Ketua DPP PKS dan Anggota Majelis Syuro PKS ini berhasil tiga kali berturut-turut dipercaya masyarakat sebagai Anggota DPR RI. Dan tahun 2010, politisi yang santun ini terpilih sebagai Gubernur Sumatera Barat periode 2010-2015.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
235
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Jero Wacik (FEUI 1983)
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (2011 - Sekarang)
Kusumaningtuti Sandriharmy Soetiono (FHUI 1979) Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) (2012 - Sekarang
Jero Wacik adalah seorang putra Bali kelahiran Singaraja Bali pada 24 April 1949. Sebelum terjun ke dunia politik praktis, ia dikenal sebagai pengusaha sukses dibidang jasa pariwisata. Ia menjadi tokoh penting di Partai Demokrat yang mendapat kepercayaan besar dari Presiden SBY untuk menyukseskan pemerintahan yang dipimpinnya.
Lahir di London UK tahun 1954, wanita yang akrab disapa Tuti ini meraih gelar Sarjana Hukum dari Universitas Indonesia Jakarta pada tahun 1979. Ia kemudian melanjutkan pendidikannya dan meraih Legum Magister (LLM) dari Washington College of Law, The American University USA pada tahun 1984 serta gelar Doktor Ilmu Hukum diraih di Universitas Indonesia Jakarta pada tahun 2008.
Jero Wacik sempat mengenyam pendidikan tinggi di Institut Teknologi Bandung (ITB) dan lulus tahun 1973. Ia kemudian merintis karir profesionalnya di PT United Tractors dan menduduki posisi-posisi strategis di perusahaan otomotif tersebut. Insinyur yang harus berkutat dengan berbagai masalah manajemen ini kemudian memutuskan untuk kuliah di Fakultas Ekonomi UI hingga lulus sebagai sarjana tahun 1983.
Mengawali karirnya sebagai staf di Bagian Pemeriksaan Kredit, Urusan Perencanaan Pengawasan Kredit di Bank Indonesia tahun 1980, pada tahun 2001 Tuti diangkat sebagai Deputi Direktur memimpin Direktorat Hukum Bank Indonesia dan pada tahun 2003 diangkat sebagai Direktur Direktorat Luar Negeri Bank Indonesia. Direktur Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan Bank Indonesia pada tahun 2006. Serta pada tahun 2007 ia menjabat sebagai Direktur Direktorat Sumber Daya Manusia. Selanjutnya pada tahun 2010 Tuti diberi amanat sebagai Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia New York.
Setelah cukup lama berkarir di PT United Tractors, Jero Wacik memutuskan untuk menjadi pengusaha di bidang industri jasa pariwisata pada tahun 1992. Dua dari tiga perusahaan yang dimilikinya bergerak di bidang hotel dan biro perjalanan wisata yaitu PT Griya Batu Bersinar dan PT Pesona Boga Suara yang berkantor di Jakarta dan Bali. Sedangkan satu perusahaan lagi yaitu PT Puri Ayu bergerak dibidang interior dan desain tekstil yang juga berkantor di Jakarta dan Bali. Selain itu, ia juga menyempatkan diri menjadi dosen untuk kuliah pemasaran dan kewirausahaan di Fakultas Ekonomi UI dan aktif menulis buku, diantaranya yang diterbitkan Lembaga Penerbit UI tahun 1998 dengan judul “Cara Mudah Menjadi Wirausaha”. Perubahan konstelasi politik nasional pasca reformasi mendorong Jero Wacik untuk bergabung dengan Partai Demokrat. Dengan terpilihnya Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Presiden RI tahun 2004, Jero Wacik kemudian dipercaya sebagai Menteri Negara Budaya dan Pariwisata. Pasca pemilihan presiden yang kembali dimenangkan SBY tahun 2009, Jero Wacik juga kembali dipercaya sebagai Menteri Negara Budaya dan Pariwisata. Selanjutnya pada perombakan kabinet SBY tahun 2011, Jero Wacik ditugaskan sebagai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral.
236
PEMERINTAHAN & POLITIK
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Pada tahun 2012, Tuti dicalonkan untuk mengisi jabatan di Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan yang baru terbentuk. Keterlibatannya dalam perumusan pelbagai peraturan dan perundang-undangan di bidang ekonomi dan keuangan membuatnya dinilai layak untuk masuk ke dalam Dewan Komisioner OJK. Dan setelah mengikuti proses seleksi bersama 309 nama lainnya yang mendaftar, Tuti kemudian menjalani fit and proper test di Komisi XI DPR RI dan akhirnya dipilih sebagai salah satu Anggota Dewan Komisioner OJK untuk masa jabatan 2012 - 2017. Di OJK, DR. Kusumaningtuti Sandriharmy Soetiono, S.H., LLM membidangi Edukasi dan Perlindungan Konsumen. Ia bertanggung jawab untuk melakukan edukasi kepada masyarakat tentang jasa keuangan, terutama untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang layanan jasa keuangan yang aman dan rasional, sehingga masyarakat tidak dengan mudah tergiur oleh bujukan investasi bodong yang tidak rasional.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
237
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PEMERINTAHAN & POLITIK
Kalamullah Ramli (FTUI 1993) Plt. Direktur Jenderal PPI Kemenkominfo (2013 – Sekarang)
Pakar TI Yang Sarat Prestasi Kalamullah Ramli, yang akrab disapa Muli, adalah Guru Besar FTUI yang juga mengabdi di pemerintahan. Setelah menjabat Staf Ahli Menteri Komunikasi dan Informasi, ia kemudian dilantik sebagai Plt. Direktur Jenderal Penyelenggara Pos dan Informatika (PPI) pada bulan November 2013. Setelah lulus dari FTUI tahun 1983, Muli memutuskan untuk mengabdi di almamaternya sebagai dosen. Ia kemudian melanjutkan pendidikannya di bidang Telecommunication Engineering di University of Wollongong, Australia, tahun 1997. Dan gelar Doktor dibidang Computer Networks dari Universitaet Duisburg-Essen, NRW, Germany, tahun 2003. Di lingkungan Universitas Indonesia, Muli mengajar untuk program sarjana dan pasca sarjana. Umumnya setiap semester ia menjadi dosen pembimbing untuk tujuh mahasiswa S-1, tiga thesis mahasiswa tingkat master dan 3 mahasiswa Ph.D. Ia juga dikenal aktif melakukan penelitian dan telah menerbitkan sekitar 50 journal/paper conference serta menulis 4 buku. Selama karirnya di UI, Muli pernah dipercaya sebagai Wakil Ketua Departemen Teknik Elektro, Ketua Engineering’s Computing Center FTUI, dan sebagai Direktur Join Venture Affairs Departemen Teknik Elektro. Ia juga dipercaya memimpin Pendayagunaan Open Source Software - Universitas Indonesia (POSS-UI), kerjasama antara Universitas dan Kementerian Ristek RI. Kiprahnya di tingkat nasional, Muli sangat aktif mendukung Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kemendiknas sebagai Juri dan Reviewer Program Kreatifitas Mahasiswa (PKM) tahun 2005 - 2008, Reviewer Hibah Kemitraan Industri Pemda - Perguruan Tinggi (Hi-Link, Higher Education Link Grant) tahun 2005 - 2009, Reviewer Penelitian Unggulan Strategis Nasional atau PUSNAS sejak tahun 2009 dan juga Reviewer Riset Andalan Perguruan Tinggi dan Industri or RAPID (Joined Industry and University Advance Research Scheme). Ia juga terus-menerus menjadi Juri Indonesia Robot and Smart Robot Contest yang diselenggarakan Ditjen DIKTI sejak tahun 2004. Selain di Kemendiknas, ia juga diminta menjadi salah satu Panitia Juri diajang Indonesia ICT Award (INAICTA) yang digelar Direktorat Aplikasi Telematika Kementerian Kominfo sejak tahun 2008. Selanjutnya, Muli dipercaya sebagai Staff Ahli Menteri Kominfo dan kemudian dipercaya sebagai Plt. Dirjen PPI.
Engineering Center dengan nama ”UI-UDE Gerhad Mercator Multimedia Lab”. Selanjutnya bersama dengan Prof. Dr.-Ing. Axel Hunger of UDE (Germany) dan Prof. Dr. Abdul Halim Shamsuddin dari Universitas Kebangsaan Malaysia (UKM), Muli juga memprakarsai proposal akademik internasional dan berhasil memperoleh dana pembiayaan dari DAAD. Program-program tersebut diantaranya includes ”German-Indonesia-Malaysia (GIM) Summerschools” yang diselenggarakan setiap tahun di Duisburg, Jakarta, Kuala Lumpur antara tahun 2001-2005, dan program ”Islam and Engineering Workshop” di Duisburg Jerman tahun 2003. Program-program kerjasamanya dengan universitas-universitas di Jerman, ltalia dan Malaysia terus berlanjut. Program kerjasama ini kemudian mendapatkan dana hibah “Asia Link” dari Komisi Eropa antara tahun 2005 hingga 2007 memprakarsai program ”Improving Mobility of Student between Europe and ASEAN” dan berhasil melahirkan prototipe model Credit Transfer System Platform antara ASEAN dan EROPA. Berdasarkan pengalaman tersebut, Muli terpilih sebagai salah satu pembicara dalam ASAIHL Conference di Jakarta pada bulan Desember 2008 di Jakarta. ASAIHL ini dikelola oleh universitas-universitas di ASEAN dalam menerapkan program Credit Transfer System antara universitas-universitas di ASEAN. Antara tahun 2008 hingga 2009, ia juga memperolah dana hibah dari USAID melalui SENADA untuk dua proposalnya, Industry Attachment Program (IAP) dan Rural Internet Centers (RIC). IAP ini dijalankan bersama Cisco Indonesia dengan menugaskan mahasiswa-mahasiswa ICT di 25 usaha kecil menengah untuk meningkatkan pengetahuan mereka terhadap teknologi informasi agar mereka dapat lebih mengembangkan usaha mereka. Sementara program RIC bertujuan untuk menjadi percontohan dalam menjembatani kesenjangan teknologi di daerah-daerah terpencil. Skema ini memfasilitasi dan memberikan pendidikan kepada Pesantren sebagai pusat pengembangan dan pendidikan teknologi digital. Ia juga terus menjaga hubungan baik dengan kalangan industri dan pemerintah guna meningkatan program pengabdian Universitas Indonesia dalam memberikan kontribusi terbaik kepada masyarakat yang lebih luas. Kecintaannya pada Universitas Indonesia begitu mendarah daging dalam diri Kalamullah Ramli. Ditengah kesibukannya yang begitu padat, ia terus berusaha untuk memberikan pengabdian terbaiknya bagi almamater. Tahun 2012, ia terpilih sebagai Ketua ILUNI FTUI. Muli terus berusaha membangun sinergi antar alumni FTUI untuk dapat bersama-sama memberikan sumbangsih terbaik terhadap almamater.
Kiprahnya di tingkat internasional, bekerjasama dengan Prof. Dr.-Ing. Axel Hunger, Muli mendapatkan hibah laboratorium multimedia dari Gerhard Mercator Stiftung – Germany senilai 150,000 Euro, yang kini ditempatkan di Gedung
238
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
239
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PEMERINTAHAN & POLITIK
Longki L. Djanggola (FMIPA UI 1983) Gubernur Sulawesi Tengah (2011 - Sekarang)
Jejak Aktivis Kursi Gubernur Mengawali karir dari tingkat paling bawah tentunya bukan hal yang mudah, dibutuhkan ketahanan mental dan fisik untuk menghadapi berbagai tantangan. Longki L. Djanggola telah membuktikan ketangguhan dan karakter kepemimpinan yang kuat, yang diasahnya sejak muda melalui berbagai kegiatan organisasi.
Dengan bekal pengalamannya yang panjang baik di organisasi sosial kemasyarakatan maupun di jajaran birokrasi pemerintahan, Longki berhasil memimpin daerah pemekaran ini dengan baik. Tokoh yang piawai membangun komunikasi dan kerjasama ini dinilai berhasil membangun sarana prasarana pemerintahan, baik fisik maupun non fisik.
Lulusan Fakultas MIPA UI tahun 1983 ini memang dikenal sebagai aktivis. Ia pernah menjadi Wakil Ketua BPM (Badan Perwakilan Mahasiswa) FMIPA UI dan Ketua Generasi Muda Sulawesi Tengah, di Jakarta (GMST). Kegemarannya berorganisasi ini ia teruskan ketika ia berkarir sebagai PNS di lingkungan Pemda Sulawesi Tengah. Diantaranya ia dipercaya sebagai Ketua Presidium Pemuda Pancasila Sulawesi Tengah, Pengurus Ikatan Cendikiawan Muslim (ICMI) Prov. Sulawesi Tengah, Sekretaris DPD MKGR Sulawesi Tengah, Wakil Ketua DPD IPKI Sulawesi Tengah, Wakil Sekretaris DPD Golkar Sulawesi Tengah, dan berbagai organisasi sosial kemasyarakatan lainnya, termasuk sebagai Wakil Ketua Bidang Pembangunan pada Yayasan Mesjid Raya “BAITURRAHIM” Lolu, Palu.
Pada tahun 2003, Longki maju sebagai Calon Bupati dan berhasil memenangkan Pilkada Parigi Moutong. Sebagai Bupati Parigi Moutong pertama, Longki pun dituntut untuk bekerja keras guna meletakkan pondasi yang kuat bagi pembangunan kabupaten baru, mulai dari pendidikan, kesehatan hingga pemberdayaan masyarakat. Selain itu, ia pun harus melakukan pembangunan fisik, mulai dari gedung-gedung perkantoran pemerintah hingga jalan dan jembatan. Dan berkat keberhasilan kepemimpinannya, tahun 2008 ia kembali memenangkan pilkada Parigi Moutong dan diberi mandat sebagai Bupati untuk periode kedua.
Tidak diragukan, aktivitasnya di berbagai organisasi itu menjadi bukti besarnya semangat dan tekad Longki dalam berusaha memberikan pengabdian kepada masyarakat. Melalui organisasi-organisasi itu pula, ia berhasil menajamkan kepekaannya terhadap berbagai masalah yang di masyarakat, selain tentunya membentuk karakter kepemimpinannya yang kuat. Ia memiliki semangat pantang menyerah, yang ia tunjukkan ketika ia memulai karir dari bawah pada tahun 1983, sebagai staf di Kantor Perwakilan Pemda Sulawesi Tengah di Jakarta. Setahun kemudian ia dipercaya sebagai Kepala Perwakilan Pemda Sulawesi Tengah di Jakarta. Berkat kesungguhannya, perlahan-lahan karirnya di pemerintahan semakin meningkat.
Salah satu prestasinya yang menonjol adalah keberhasilan Longki dalam program pengentasan kemiskinan melalui pemberdayaan masyarakat. Selain bantuan rumah layak huni, ia berhasil merealisasikan bantuan alat tangkat bagi nelayan tradisional yang jumlahnya mencapai lebih dari 1000 unit. Prestasi menonjol lainnya adalah keberhasilannya menjadikan kabupaten Parigi Moutong sebagai ‘lumbung padi’ baru di kawasan Sulawesi Tengah. Dengan total luas lahan sawah sekitar 31 ribu hektar, tahun 2005 kabupaten yang dipimpinnya berhasil memproduksi 224 ribu ton beras sehingga surplus beras mencapai 83 ribu ton lebih. Atas prestasinya, Longki pun memperoleh banyak penghargaan tingkat nasional, diantaranya penghargaan Upakarti Jasa Kepedulian Tahun 2010. Karena berbagai keberhasilan yang ia torehkan di kabupaten yang baru berdiri tersebut, berbagai kalangan mendorong Longki untuk ikut maju dalam pemilihan gubernur Sulawesi Tengah tahun 2011. Dan sosok birokrat yang mengawali karirnya dari bawah akhirnya memenangkan pemilihan gubernur dan dilantik sebagai Gubernur Sulawesi Tengah periode 2011-2016.
Tahun 1989 Longki diminta pulang ke Sulawesi Tengah dan bertugas sebagai Kepala Bagian Tata Usaha Dinas Kesehatan Propinsi Sulteng. Cukup lama menjabat sebagai Kabag TU, tahun 1998 ia dipercaya sebagai Kepala Biro Humas Pemda Sulawesi Tengah dan selanjutnya sebagai Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat Daerah Provinsi Sulawesi Tengah tahun 2001. Berkat pengalamannya yang banyak di jajaran birokrasi, tahun 2002 Longki diangkat sebagai Pejabat Bupati Parigi Moutong, yang merupakan hasil pemekaran wilayah Kabupaten Donggala. Ia pun bertugas untuk mempersiapkan berbagai sarana prasarana pemerintahan Kabupaten Parigi Moutong yang baru terbentuk.
240
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
241
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PEMERINTAHAN & POLITIK
Maria Farida Indrati (FH UI 1975) Hakim Konstitusi (2008 - Sekarang)
Mengabdi di Lahan Yang Kering Guru Besar Fakultas Hukum UI ini merupakan wanita pertama yang menjadi Hakim Konstitusi. Ia hadir tidak hanya untuk memenuhi kuota 30% wanita, melainkan karena ia memiliki pengalaman, kualitas dan integritas yang lebih. Hal ini ditegaskan oleh Dewan Juri Aliansi Jurnalis Independen Indonesia (AJI) yang pada tahun 2010 memberinya SK Trimurti Award: bahwa sepanjang perjalanan hidupnya, Maria Farida selalu memilih jalan yang bersih, dan teguh menegakkan hukum dengan integritas yang tinggi, bekerja di sebuah dunia yang ”sunyi dan keras” sebagai hakim. Ketika remaja, Maria sebenarnya ingin menjadi guru piano. Tetapi setelah melalui berbagai pertimbangan, ia kemudian melanjutkan pendidikannya di Jurusan Hukum Tata Negara, Fakultas Hukum UI pada tahun 1969. Usai ujian skripsi pada tahun 1975 dilewati dengan baik, ia langsung ditawari sebagai Asisten Dosen (Asdos) untuk mata kuliah hukum administrasi negara (HAN) oleh Prof Prajudi Padmo Sudirdjo, yang menjadi dosen pengujinya. Dan sejak itu, ia menjadi asisten dosen Prof Prajudi. “Selain Asdos HAN, tahun 1982, saya juga diminta menjadi Asdos mata kuliah Ilmu Perundang-undangan oleh Prof Hamid Attamimi. Sejak saat itulah saya menekuni profesi sebagai dosen. Saya lebih suka mengajar karena ilmu yang dimiliki akan terus terasah,” ujar perempuan yang pernah meraih predikat mahasiswi teladan FHUI bersama Mochtar Arifin, mantan Wakil Jaksa Agung era Abdul Rahman Saleh pada tahun 1975. Ternyata, pilihannya menekuni profesi dosen khususnya untuk jurusan ilmu perundang-undangan merupakan pilihan yang tepat. Pasalnya, ia kerap dipercaya lembaga negara atas keahliannya sebagai legal drafter. Misalnya, Maria pernah dipercaya menjadi anggota tim perumus dan penyelaras Komisi Konstitusi MPR pada 2003-2004 dan anggota tim pakar hukum Departemen Pertahanan pada 2006-2008. Dalam ranah hukum perundang-undangan, Maria sering merasa sendiri sebagai seorang perempuan. Kesendirian ini ia rasakan ketika menghadiri pertemuan, seminar atau diskusi yang berkaitan dengan bidang hukum. Bidang yang ia tekuni memang jarang diminati.
banyak orang dari berbagai kalangan. Mulai dari orang-orang di departemen negara hingga lembaga swadaya masyarakat (LSM). Karena, ia kerap diminta mengkritisi berbagai produk perundangan-undangan. Keahliannya ini juga membuat Maria terpilih menjadi Ketua Komisi Perundang-Undangan Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara-Hukum Administrasi Negara sejak tahun 2000. “Kalau saya dibutuhkan, saya akan menyediakan diri, asal sesuai dengan bidang saya. Serviam (melayani), itu semangat saya,” tegasnya mantap. Sejak Mahkamah Konstitusi disahkan pada 13 Agustus 2003, kehadiran hakim konstitusi dari kalangan perempuan sangat diharapkan. Ketika pencalonan hakim konstitusi tahun 2003, Maria telah diminta oleh delapan elemen masyarakat agar mengajukan diri. “Saat itu, saya tidak mau. Saya masih senang mengajar,” kisahnya. Namun, lima tahun kemudian, ia mau masuk dalam bursa calon hakim di Mahkamah Konstitusi. Ia mau dicalonkan asal diizinkan untuk tetap mengajar. “Kalau tidak boleh, saya pasti tidak mau!” tegasnya. Sebagai perempuan, ia tak mau hanya memenuhi keterwakilan perempuan semata. “Mewakili namun tak dapat berbuat apa-apa, itu tak ada gunanya. Selain itu, sering sekali perempuan itu dianggap lemah lembut. Kalau di Mahkamah Konstitusi tidak bisa lemah lembut atau lembek. Keputusan Mahkamah Konstitusi tidak boleh lemah lembut. Harus tegas dan cermat. Kalau tidak tegas, nanti tidak ada kepastian hukum,” ucapnya bersemangat. Ia juga berharap, tetap dapat menjaga independensi. Walaupun ia merupakan hakim di Mahkamah Konstitusi, ia masih dapat memiliki pendapat pribadi yang mungkin berbeda dengan pendapat lembaganya. Salah satu cita-cita Maria adalah agar Indonesia memiliki sebuah living constitution, yakni sebuah konstitusi yang dapat mengikuti perkembangan zaman dan memiliki cara pandang ke depan. “Sehingga tidak perlu setiap saat berubah. Konstitusi seharusnya dapat memenuhi keinginan masyarakat dalam jangka waktu yang panjang. Dan, untuk membuat konstitusi yang seperti ini, dibutuhkan para pemimpin yang memiliki visi jauh ke depan. Bukan pemimpin yang hanya memiliki kepentingan sesaat saja,” imbuhnya.
“Sangat jarang yang mau menekuni bidang ini. Tidak hanya perempuan, laki-laki pun begitu. Karena ini lahan kering. Berbeda dengan hukum perdata dan pidana yang dibanjiri peminat,” jelas ibu tiga anak ini. Namun, bidang yang ia tekuni ini justru membawa Maria bertemu dengan
242
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
243
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Mahendra Siregar (FEUI 1986)
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (2013 - Sekarang)
Ia dikenal sebagai sosok birokrat profesional yang piawai dalam diplomasi dan memiliki pengetahuan yang baik dibidang ekonomi. Integritas dan totalitasnya dalam mengemban amanah membuatnya dipercaya untuk menduduki posisi-posisi strategis di pemerintahan. Setelah lulusan dari FEUI tahun 1986, Mahendra memulai karirnya di Departemen Luar Negeri. Dinilai memiliki kemampuan diplomasi yang mumpuni, ia kemudian dipercaya sebagai Sekretaris II Ekonomi di KBRI London (1992-1995) dan selanjutnya sebagai Konselor Penerangan di KBRI Washington DC (1998-2001). Pada tahun 2001, Menko perekonomian saat itu Dorodjatun Kuntjoro-Jakti merekrutnya sebagai staf khusus Menteri Koordinasi Bidang Perekonomian. Tahun 2005, Mahendra dilantik menjadi Deputi Menteri Bidang Koordinasi Kerjasama Internasional. Ia tetap dipertahankan di posisi tersebut selama kepemimpinan Menko Boediono (2006-2008) dan Menko Sri Mulyani Indrawati (2008-2009). Selanjutnya Mahendra ditunjuk menjadi Chairman dan CEO Indonesia Eximbank sejak lembaga pembiayaan ekspor tersebut diresmikan beroperasi bulan September 2009. Kiprahnya di pemerintahan terus berlanjut. Bulan November 2009, Presiden SBY menunjuk Mahendra untuk menjabat sebagai Wakil Menteri Perdagangan mendampingi Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu. Setelah sekitar dua tahun menempati posisi Wakil Menteri Perdagangan, Mahendra dipercaya menempati posisi Wakil Menteri Keuangan pada tahun 2011. Lewat tempaan dan pengalaman selama berkarir di birokrasi pemerintahan, Mahendra dinilai memiliki komitmen dan profesionalisme yang tinggi. Hal itu tergambar dari jabatan dan tugas yang dipercayakan kepadanya senantiasa dilakukan dengan penuh dedikasi dan tanggung jawab. Ia selalu mendapat kepercayaan dari atasannya, dimanapun dirinya ditempatkan bekerja. Dan pada tanggal 1 Oktober 2013, Presiden SBY mengangkat Mahendra Siregar sebagai Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BPKM) menggantikaan M Chatib Bisri yang diangkat menjadi Menteri Keuangan.
PEMERINTAHAN & POLITIK
Mirza Aditiaswara (FEUI 1989) Deputi Gubernur Senior BI (2013 - Sekarang)
Kiprah putra pakar hukum bisnis Sutan Remy Sjahdeini ini memang tak perlu diragukan. Sosok yang dikenal ramah ini fokus menjalani karirnya dibidang perbankan. Setelah lulus dari jurusan Ekonomi Pembangunan FEUI, Mirza mengawali karirnya dengan bergabung di Bank Sumitomo di Jakarta tahun 1989. Tahun 1994, ia kemudian meneruskan pendidikannya di Macquarie University dan selesai tahun 1995. Kembali ke tanah air, Mirza melanjutkan karirnya di sektor keuangan dam bergabung dengan BZW Niaga Securities sebagai banking analist/assistant director hingga tahun 1997. Ia kemudian bekerja di Deutsche Morgan Grenfell sebagai direktur (1997-1998), lalu direktur di Indosuez W.I.Carr (1998-2001) dan selanjutnya sebagai direktur di Credit Suisse Securities (2002-2005). Karirnya di sektor keuangan semakin cemerlang ketika ia dipercaya sebagai Managing Director Mandiri Sekuritas tahun 2005. Ia kemudian ditunjuk sebagai Kepala Ekonomi Bank Mandiri tahun 2008. Dan pada tahun 2012, Mirza diangkat sebagai Kepala Eksekutif Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menggantikan seniornya dari FEUI, Firdaus Djaelani, yang terpilih menjadi anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Bulan Agustus 2013 lalu, Presiden SBY mengirim dua nama kandidat ke DPR RI untuk mengisi jabatan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia yang sudah tiga tahun kosong--yang kebetulan dua-duanya, Anton Gunawan (Kepala Ekonomi Bank Danamon) dan Mirza Adityaswara, sama-sama lulusan FEUI. Dan Mirza yang akhirnya dipilih dan disahkan oleh DPR RI sebagai Deputi Gubernur Senior BI. Dalam keterangannya kepada wartawan, Mirza mengakui bahwa tugas yang diamanahkan kepadanya bukanlah tugas yang ringan, mengingat Indonesia tengah mengalami gejolak ekonomi dengan kondisi yang berbeda dari apa yang pernah terjadi pada tahun 2008. Saat itu, walaupun situasi ekonomi global sangat buruk, Indonesia mampu mengatasinya dengan cukup baik karena kondisi makro ekonomi Indonesia masih sangat baik. “Sedangkan saat ini kondisi global ke arah membaik tapi rasio makro ekonomi Indonesia dalam kondisi yang kurang sehat,” ujarnya di Gedung DPR. Dengan kondisi seperti itu, Mirza berjanji untuk bekerja secara kolektif kolegial dengan seluruh jajaran Bank Indonesia untuk menjaga stabilitas perekonomian nasional dan untuk menyelesaikan berbagai permasalahan yang ada.
244
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
245
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PEMERINTAHAN & POLITIK
Muhamad Chatib Bisri (FEUI 1992) Menteri Keuangan RI (2013 - Sekarang)
Darah Seni Sang Ekonom Dr. Muhamad Chatib Basri, S.E., M.Ec. dikenal sebagai ekonom, peneliti dan profesional dengan gagasan dan pemikiran-pemikiran yang tajam dan jernih. Dan di kancah pemikiran ekonomi di Indonesia, rasanya tidak lengkap bila tidak menyebut ekonom muda yang akrab disapa Dede ini, terutama dibidang makro ekonomi, perdagangan nasional dan ekonomi politik. Berbagai jabatan dan posisi strategis di pemerintahan dipercayakan kepada ekonom tangguh ini. Setelah berhasil memimpin Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Chatib Bisri diangkat menjadi Menteri Keuangan RI menggantikan Agus Martowardoyo. Lahir dari pasangan perantau Minangkabau, Chairul Basri (ayah) dan Nurbaiti (ibu), Chatib menghabiskan masa kecilnya di kawasan Menteng, tepatnya di jalan Prambanan. Seperti halnya anak-anak lainnya, ia pun suka bermain sepak bola bersama teman-temannya, meskipun ia mengaku dirinya bukan pemain sepak bola yang baik. Mengalir darah seni yang kental, Chatib kecil lebih tertarik dengan bidang politik, sastra dan teater. Sejak di SMA dia aktif di teater dan sempat beberapa kali ikut pementasan Teater Cradda di Taman Ismail Marzuki. Ketertarikannya dibidang sastra dan teater rupanya tidak terlepas dari pengaruh dari pamannya, Asrul Sani, seorang sastrawan dan sutradara kenamaan.
World Bank, USAID, AUSAID, OECD, dan UNCTAD,Asian Development Bank serta menjadi anggota Asia and Pacific Regional Advisory Group dari International Monetary Fund. Tahun 2010-2011 Chatib juga menjadi anngota High Level Trade Expert Group yang dipimpin oleh Jagdish Bhagwati dan Peter Sutherland. Sederet tugas penting lainnya yang diemban diantaranya sebagai Penasehat Khusus Menteri Keuangan Republik Indonesia (2006-2010), Sherpa Indonesia untuk G-20 (2008) dan Deputi Menteri Keuangan untuk G-20 (2006-2010). Pendiri CReco Research Institute ini juga dipercaya sebagai Wakil Ketua Komite Ekonomi Nasional, lembaga non-kementerian yang bertugas untuk membantu presiden dalam mempercepat pembangunan perekonomian nasional. Selain dipercaya dengan berbagai tugas negara, Chatib Bisri juga menjabat komisaris di beberapa perusahaan publik dan konsultan untuk berbagai lembaga internasional. Tanggal 14 Juni 2012, Chatib ditetapkan oleh Presiden SBY sebagai Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dengan tugas utama meningkatkan investasi di Indonesia. Dia pun dihadapkan pada tantangan ketika kondisi perekonomian global saat itu mulai terpengaruh krisis Eropa dan Amerika Serikat yang dapat memperlambat laju investasi di tanah air. ”Ini tugas yang tidak mudah. Perlu kerja keras semua pihak agar investasi benar-benar bisa berperan besar dalam penopang pertumbuhan ekonomi,” ungkapnya.
Dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang harmonis, bakatnya sebagai pemikir terasah sejak kecil melalui kegemarannya membaca. Tidak sekedar membaca, Chatib juga terbiasa mendiskusikan isi buku-buku yang dia baca dengan ayah dan kakak-kakaknya yang juga memiliki kegemaran yang sama.
Dalam perjalanannya, Chatib berhasil melakukan upaya-upaya untuk menarik minat investor, diantaranya mempermudah perizinan. Sebagaimana dilansir Tempo, dalam kepemimpinannya, realisasi penanaman modal pada tahun 2012 mencapai Rp313,2 triliun, atau 10,5 persen di atas target yang ditetapkan, yakni Rp 283,5 triliun.
Usai lulus SMA, Chatib melanjutkan pendidikannya di Fakultas Ekonomi UI dan berhasil ia selesaikan tahun 1992. Setelah diwisuda, ia mengabdikan diri di almamaternya dan kemudian mendapat kesempatan melanjutkan studi dibidang ekonomi di Australian National University-Canberra, dan berhasil meraih gelar Master of Economic Development tahun 1996. Sembari menempuh program doktor di universitas yang sama, ia menjabat sebagai asisten peneliti untuk Prof. Hal Hill di departemen ilmu ekonomi Australia National University hingga meraih gelar PhD tahun 2001.
Atas keberhasilannya memimpin BKPM dan mempertimbangkan pengalamannya luas baik di dalam maupun di luar negeri, Presiden SBY akhirnya memilih dan menetapkan Muhamad Chatib Basri sebagai Menteri Keuangan RI pada tanggal 22 Mei 2013.
Kembali ke tanah air, Chatib dipercaya sebagai Associate Director for Research bagi LPEM dan menjadi peneliti tamu untuk The Institute of South East Asian Studies di Singapura. Sejak tahun 2005, Chatib telah bertugas sebagai anggota Advisory Team to the Indonesian National Team on International Trade Negotiation. Chatib juga ditunjuk sebagai konsultan di berbagai lembaga internasional seperti
246
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
247
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PEMERINTAHAN & POLITIK
Muliaman Darmansyah Hadad (FEUI 1984) Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (2012 - Sekarang)
“Kepala Polisi” Jasa Keuangan Dikenal sebagai sosok muda yang cerdas dan taktis dalam bertindak, karir Muliaman Darmansyah Hadad tercatat sangat mengagumkan. Mantan Deputi Bank Indonesia ini sempat dinobatkan sebagai Deputi termuda BI ketika itu, dan sempat pula diangkat untuk periode kedua pada tahun 2011 yang kemudian mengakhiri karir cemerlangnya di BI saat ia terpilih sebagai Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Berkat wawasan yang luas dibidang jasa keuangan dan integritas tinggi yang ia tunjukkan selama berkarir, Muliawan akhirnya dipilih secara aklamasi oleh Komisi XI DPR untuk menjabat Ketua Dewan Komisioner OJK, lembaga baru yang diberi mandat untuk mengawasi dan mengatur aset industri keuangan yang nilainya mencapai lebih dari Rp7.700 triliun. Dianugerahi kecerdasan intelektual diatas rata-rata, pria kelahiran Bekasi tahun 1960 ini sedari kecil kerap kali menamatkan jenjang pendidikannya lebih cepat dari anak sepantarannya. Kemampuan analisisnya cepat dan cerdas memudahkan Muliaman untuk lompat tahun melewati teman-temannya. Begitu pula ketika ia menjalani kuliahnya di Fakultas Ekonomi UI, Muliaman termasuk salah satu mahasiswa yang lulus tercepat di angkatannya. Setelah meraih gelar sarjana dari FEUI tahun 1984, ia memutuskan bekerja di Bank Indonesia. Ia pun harus memulai karirnya dari bawah, sebagai staf umum di Bank Indonesia Mataram. Muliaman kemudian mendapat kesempatan melanjutkan pendidikannya di John F Kennedy School of Goverment, Harvard University, Amerika Serikat dan berhasil menyelesaikan program magisternya tahun 1991. Kemudian pada tahun 1996, ia berhasil meraih gelar doktor dari Business and Economics Monash University, Melbourne, Australia. Karirnya di Bank Indonesia terus menanjak. Ia tidak hanya bergelut dengan bidang perbankan, melainkan juga dikenal aktif pada bidang perencanaan strategis dan program transformasi organisasi. Setelah menjalankan berbagai penugasan, tahun 2003 Muliaman dipromosikan sebagai Kepala Biro Stabilitas Sistem Keuangan. Ia kemudian diangkat menjadi Direktur Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan tahun 2005. Dan setahun kemudian ia dipercaya sebagai Deputi Gubernur Bank Indonesia. Tahun 2011 Muliaman kembali diangkat menjadi Deputi Gubernur BI untuk masa jabatan selama 5 tahun. Disamping karirnya di BI, Muliaman juga dikenal aktif berorganisasi dan menduduki posisi penting. Diantaranya ia tercatat sebagai Sekretaris Jenderal Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) selama dua periode (2003-2006 dan 2006-2009), Sekretaris Dewan Penasehat Indonesian Risk Proffesionals Association (IRPA), dan Ketua Komite Evaluasi Program Pendidikan dan Latihan Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI). Tidak diragukan kecintaan Muliaman kepada almamaternya. Di tengah
248
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
kesibukannya, ia menyempatkan diri menjadi dosen Pasca Sarjana UI dan Ketua ILUNI FEUI untuk dua periode (2007-2010 dan 2010-2013). Selain dikenal aktif dalam manghasilkan tulisan ilmiah yang diterbitkan pada berbagai jurnal, Muliaman juga sering tampil sebagai pembicara di berbagai forum internasional, khususnya untuk topik kerangka regulasi finansial dan kestabilan sistem keuangan. Tahun 2012 menjadi babak baru dalam karir Muliaman. Ia dicalonkan menjadi anggota Komisioner Otoritas Jasa Keuangan yang baru dibentuk bersama 309 nama lainnya yang mendaftar. Melalui tahapan-tahapan seleksi, Muliaman termasuk salah satu dari 14 kandidat yang terpilih untuk mengikuti fit and proper test di Komisi XI DPR RI. Masing-masing calon anggota Dewan Komisioner OJK diberi kesempatan untuk membeberkan pandangannya dalam mengelola industri keuangan selama hampir dua jam, kecuali Muliaman Hadad yang berlangsung selama 4,5 jam. Selama menjalani fit and proper test di Komisi XI DPR RI, Muliaman sangat tangkas menjawab hujan pertanyaan mengenai asas resiprokal. Ia dinilai memiliki visi yang sangat kuat dalam memperjuangkan asas resiprokal. Selain itu, ia juga berpendapat bahwa saham asing di perbankan di Indonesia seharusnya maksimal sebesar 40%. Visinya mengenai revisi Undangundang (UU) Asuransi yang juga lebih berpihak ke nasional. Dan akhirnya, dalam pembahasan pimpinan dan anggota dewan komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang berlangsung tertutup, Muliaman terpilih sebagai Ketua OJK secara aklamasi oleh Komisi XI DPR. Berdasarkan UU No 21 Tahun 2011, keberadaan OJK dinilai sangat penting dan strategis bagi industri keuangan nasional, karena lembaga tersebut akan mengawasi dan mengatur aset industri keuangan yang nilainya mencapai lebih dari Rp7.700 triliun. OJK juga bertugas mengawasi industri perbankan, asuransi, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan pasar modal. Selain itu, OJK juga memiliki fungsi dan tugas serta wewenang dalam hal pemeriksaan dan penyidikan di industri keuangan. Dengan adanya OJK diharapkan kasus-kasus perbankan seperti Bank Century bisa dihindari, karena fungsi pengawasan dan pengaturan akan lebih ketat. Seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Di awal kepemimpinannya, Muliaman memprioritaskan konsolidasi internal OJK yang dianggap penting lantaran OJK merupakan gabungan dari berbagai industri keuangan, yang memiliki latar belakang budaya kerja dan teknik pengawasan berbeda. Dia menekankan pentingnya membangun pengawasan yang lebih terintegrasi. Menurutnya, dalam OJK ada dua karakteristik yang menjadi pilar utama. Pilar pertama, semangat kehati-hatian. Karakteristik ini terutama bagi lembaga keuangan yang mengelola dana, seperti bank, asuransi,dan dana pensiun. Pilar kedua, karakteristik keterbukaan dan perlindungan investor yang merujuk pada industri pasar modal. Kedua pilar tersebut memiliki pendekatan dan perhatian berbeda.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
249
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PEMERINTAHAN & POLITIK
Nafsiah Mboi (FKUI 1971)
Menteri Kesehatan (2012 - Sekarang)
Jejak Aktivis Kesehatan Ke Kursi Menteri Di bidang kesehatan, dedikasi dan kontribusi Dr. Nafsiah Mboi sudah tak diragukan lagi. Tetapi, bagi sebagian masyarakat awam, nama Nafsiah masih belum ‘familiar’. Namun, usai diumumkan menjadi Menteri Kesehatan RI oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, pada tahun 2012, nama Dr. Nafsiah makin sering didengar masyarakat. Kiprah wanita yang sejak pelajar sudah menjadi sukarelawan masyarakat ini sangat menarik untuk di simak lebih mendalam. Dr. Nafsiah Mboi, Sp.A., MPH adalah dokter spesialis anak dan juga ahli kesehatan masyarakat yang pada tahun 2009 dianugerahi penghargaan Soetomo Tjokronogoro oleh Ikatan Dokter Indonesia (PB-IDI). Nafsiah memiliki perjalanan karir yang panjang di bidang kesehatan, ia memulainya sebagai Pegawai Negeri di Departemen Kesehatan RI sejak tahun 1964 hingga 1998. Selama berkarir di Depertemen Kesehatan RI, Nafsiah pernah mengemban beberapa jabatan salah satunya sebagai Kepala Rumah Sakit Umum, Ende, Flores pada periode tahun 1964-1968, kemudian ia dipindah tugaskan di NTT, Kupang pada periode tahun 1979 hingga 1985 yang juga ditugaskan untuk pengembangan dan pelayanan Kesehatan Masyarakat. Nafsiah lahir di Sengkang, Sulawesi Selatan pada 14 Juli 1940. Ia merupakan lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dengan spesialisasi Dokter Anak, pada tahun 1971. Gelar Master of Public Health diperolehnya pada tahun 1990 di Prince Leopold Institute of Tropical Medicine, Antwerp, Belgia. Ia juga sempat menjadi Research Fellow untuk Takemi Program dalam Kesehatan Internasional di Harvard University, Cambridge, AS tahun 1990-1991. Nafsiah menikah degan Bridgen Purn. Dr. Aloysius Benedictus Mboi MPH, atau yang akrab disapa Ben Mboi yang juga alumni Fakultas Kedokteran UI. Nafsiah Bersama suaminya yang menjabat sebagai Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) periode 1978-1988, pada saat itu bahu-membahu berupaya mengangkat derajat kesehatan dan kesejahteraan masyarakat NTT yang ketika itu menjadi salah satu provinsi tertinggal di Indonesia. Atas dedikasi Nafsiah di bidang kesehatan masyarakat, di tahun 1986 ia dianugerahi penghargaan Ramon Magsaysay Foundation Award For Government Service Manila, Philippines dan tiga tahun berselang ia dianugerahi Penghargaan Satya Lencana Bhakti Sosial dari Presiden RI atas kontribusinya bagi peningkatan kualitas pelayanan kesehatan masyarakat khususnya di NTT.
sebagai bentuk sumbangsihnya dalam dunia ilmu kesehatan, 20 diantaranya adalah makalah dan artikel. Di dunia kesehatan internasional, Ibu yang dikaruniai 3 orang putra ini pernah juga menjabat sebagai Ketua Komite PBB untuk Anak-anak pada tahun 1997-1999, yang kemudian dilanjutkan sebagai Direktur Departement Gender and Women’s Health, WHO, Geneva Switzerland, tahun 1999-2002. Hal tersebut membuatnya mendapatkan banyak tambahan ilmu dan pengalaman di bidang kesehatan dari berbagai Negara. Nafsiah juga aktif dalam advokasi penanggulangan HIV dan AIDS di Indonesia, sehingga pada tahun 2004 ia turut mempelopori lahirnya Komitmen Sentani yang menjadi tonggak komitmen pemerintah pusat dan daerah untuk penaggulangan HIV/AIDS di Indonesia dan pada tahun 2006 ia dipercaya sebagai Sekertaris eksekutif Komisi Penanggulangan AIDS. Komitmen Nafsiah dalam bidang kesehatan masyarakat meluas hingga bidang antidiskriminasi dan kesetaraan gender dalam masyarakat yang mengarahkannya menjadi aktivis untuk hak-hak asasi manusia dan menjadi salah satu pendiri Komisi Nasional Perlindungan Anak Indonesia serta dipercaya Menjadi Wakil Ketua Komnas Perempuan di tahun 2006. Puncak karirnya yaitu pada tanggal 13 Juni 2012, ketika ia dipercaya oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk menjadi Menteri Kesehatan Republik Indonesia menggantikan menteri sebelumnya, Endang Rahayu Sedyaningsih yang meninggal pada mei 2012 karena sakit kanker paru. Dalam pernyataannya Presiden menjelaskan bahwa penunjukan Nafsiah didasarkan atas pengalaman, komitmen serta kerja nyata yang telah dibuktikannya selama bertahun-tahun di bidang kesehatan masyarakat. “Saya pandang, beliau tepat dan cakap untuk menjabat Menkes,” ungkap Presiden. Dengan dipercayanya Nafsiah sebagai Menkes, kementerian ini tiga kali berturut-turut selalu dipimpin oleh menteri perempuan yaitu Siti Fadilah Supari, Endang Rahayu Sedyaningsih dan Nafsiah Mboi. Ketiga perempuan ini semuanya berprofesi sebagai dokter, Siti adalah dokter spesialis jantung, Endang dokter di spesialisasi kesehatan masyarakat, dan Nafsiah di spesialis anak.
Nafsiah juga aktif dan produktif dalam hal menuangkan ide dan gagasan ke dalam sebuah tulisan dan karya ilmiah. Lebih dari 70 karya termasuk di bidang kesehatan dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris telah dipublikasikan
250
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
251
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Nurul Elmiyah (FHUI 1985) Hakim Agung (2011 - Sekarang)
PEMERINTAHAN & POLITIK
Sofyan Sitompul (FHUI 1985)
Hakim Agung (2010 - Sekarang)
Dr. Nurul Elmiyah, S.H., M.H adalah lulusan Fakultas Hukum UI tahun 1985 yang mengabdikan diri sebagai dosen di almamaternya. Tahun 1990, ia tercatat sebagai Asisten Ahli Universitas Indonesia (UI), dan tahun 1997 Lektor UI dan selanjutnya sejak tahun 2001 sebagai Lektor Kepala UI. Selain di UI, ia juga mengajar di Universitas Islam Indonesia dan Universitas Jayabaya. Disamping menjadi dosen, Nurul dipercaya menjadi Ketua Unit Penjamin Mutu Akademik Fakultas Hukum UI tahun 2004-2007, Kasub Program S2 Ilmu Hukum Program Pasca Sarjana Fakultas Hukum UI sejak tahun 2009 hingga sekarang, assesor Internal UI sejak tahun 2006, dan assesor Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi sejak tahun 2006. Tahun 2011, dengan semangat untuk berperan dalam penegakan hukum di Indonesia, Nurul mengikuti proses seleksi Hakim Agung. Dalam pandangan yang disampaikan dalam proses seleksi oleh Komisi Yudisial, Nurul menaruh perhatian pada moral justice atau keadilan berdasarkan moral. Menurutnya, moral penegak hukum yang baik harus menjadi kunci untuk membentuk dan mewujudkan hukum yang berpihak pada moral. ”Moral dan moralitas itu penting bagi peran hakim agung dalam menjalankan perannya sebagai pembaharu hukum. Karena, moralitas adalah ukuran baik dan buruk,” demikian tegas ibu dua anak ini. Menurut Nurul, keadilan, kepastian dan kemanfaatan harus menjadi hasil yang ditunjukan dalam putusan hakim. Terlebih, pandangnya, hakim merupakan perumus dan penggali nilai-nilai yang hidup di kalangan masyarakat. ”Karena itu hakim harus menjadi mulut kebenaran dan keadilan, tidak sekadar corong undang-undang.”
Selama karirnya, Sofyan Sitompul selalu berkecimpung dibidang hukum. Sempat berkarir sebagai hakim, ia kemudian pindah dan bekerja sebagai birokrat di Kementerian Hukum dan HAM. Dan pada tahun 2010 ia kembali menjadi hakim ketika ia diangkat sebagai Hakim Agung. Lulusan Fakultas Hukum UI tahun 1985 ini mengawali karirnya sebagai hakim di Pengadilan Negeri Cirebon. Dan pada tahun 2003, Sofyan berpindah tugas di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Tetapi karena merasa ada prinsip yang bertentangan, ia memilih mengundurkan diri sebagai hakim pada tahun 2004. Ia kemudian memulai karir sebagai birokrat di Kementerian Hukum dan HAM dan dipercaya sebagai Pelaksana tugas (Plt) Direktur Litigasi Kemenkum HAM. Pada tahun 2009 sampai saat ini, Sofyan menjadi Inspektur Kepegawaiaan Kementrian Hukum dan HAM. “Ia memiliki pendirian, sehingga dirinya memilih mengundurkan diri menjadi hakim pada waktu itu. Ia temasuk sosok yang heroisme,” kata anggota Komisi III Nudirman Munir kepada wartawan sesaat setelah Sofyan menjalani fit and proper test. Memiliki pengalaman sebagai penegak hukum dan sebagai birokrat, Sofyan Sitompul mengaku mendapat pelajaran penting yaitu belajar proses administrasi, bukan melulu masalah penerapan hukum semata. “Tentu dengan pengalaman saya, dulu pernah jadi hakim. Ditambah lagi terlibat dalam proses administrasi. Tentu saya akan cepat menyesuaikan. Kalau tidak mengikis, mengurangilah. Mempercepat pengurangan tersebut sehingga para pencari keadilan tidak lama lagi menunggu dijatuhkan nasibnya,” janji Sofyan. Namun, dirinya tidak mau muluk-muluk memberikan janji terkait posisinya sebagai hakim agung. “Target saya harus menyesuaikan diri saya, dengan perubahan-perubahan dan keinginan-keinginan yang mulai digerakan di MA ini. Kalau dapat lebih cepat melakukan perubahan-perubahan. Terutama soal kedisiplinan. Bagaimana kita bersikap dan bertindak sebagai hakim pada umumnya,” ucap Sofyan.
252
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
253
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Tjandra Yoga Aditama (FKUI 1980)
Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL), Kemenkes (2009-sekarang)
Sebagai salah satu pejabat penting di lingkungan Kementerian Kesehatan, Prof dr Tjandra Yoga Aditama, SpP(K), MARS, DTM&H, DTCE memang sangat sibuk. Hampir sepanjang tahun ia bepergian ke daerah-daerah maupun ke luar negeri terkait tugasnya sebagai Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL), Kementerian Kesehatan. Pria kelahiran Jakarta, 3 September 1955, ini menempuh pendidikan di Fakultas Kedokteran UI dan lulus tahun 1980. Ia kemudian memulai karirnya sebagai dokter di Rumah Sakit Umum Daerah Pekanbaru Riau tahun 1980. Sekitar setahun kemudian ia ditugaskan sebagai Puskesmas Bukit Batu dan selanjutnya di Puskesmas Bukit Kapur, Bengkalis, Riau. Tjandra kemudian kembali ke kampus FKUI untuk menempuh pendidikan Dokter Spesialis Paru dan lulus tahun 1988. Pria enerjik yang juga dosen di FKUI ini tahun 1992 dipercaya sebagai Kepala Instalasi Laboratorium Mikrobiologi RS Persahabatan. Karirnya terus merangkak naik, lulusan Magister Administrasi Rumah Sakit UI tahun 1998 ini akhirnya dipercaya sebagai Direktur Pelayanan Medis dan Keperawatan RS Persahabatan Jakarta pada tahun 2001 hingga tahun 2006. Kiprahnya di birokrasi pemerintahan dimulai ketika ia diangkat menjadi Direktur Pendengalian Penyakit Menular Langsung. Di Ditjen P2PL tahun 2007. Ia pun segera dihadapkan pada tugas yang berat, ketika kasus flu burung yang mulai merebak tahun 2005 masih terus menghantui masyarakat Indonesia. Berbagai langkah terobosan dilakukan untuk mensosialisasikan pencegahan dan penangan flu burung dengan bekerja sama dengan berbagai pihak, khususnya dinas kesehatan di daerah. Dan tahun 2009, ia kemudian ditunjuk sebagai Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL), Kementerian Kesehatan. Setahun sebelumnya, Tjandra juga dikukuhkan sebagai Guru Besar FKUI.
PEMERINTAHAN & POLITIK
Topane Gayus Lumbuun (Pasca UI)
Hakim Agung (2011-2015)
Gayus Lumbuun merupakan nama populernya yang dikenal publik. Mengawali karir sebagai advokat di Jakarta, Gayus Lumbuun juga merupakan anggota Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN). Selain itu, ia juga aktif mengajar sebagai dosen hingga menjadi Guru Besar Ilmu Hukum Administrasi Negara FISIP UI dan FH Universitas Krisnadwipayana. Gayus Lumbuun kemudian merambah dunia politik setelah bergabung dengan Partai Demokrasi Indonesia (PDI-P). Suami dari Sylvianti ini terpilih dua kali menjadi anggota DPR RI masa periode 2004-2009 dan 2009-2014 dari daerah pemilihan Jawa Timur V. Selain menjadi anggota DPRI RI Komisi III, Gayus Lumbuun juga tercatat pernah menjadi Ketua Badan Kehormatan DPR RI dan juga pernah menjadi Wakil Ketua Panitia Khusus Hak Angket Bank Century. Dan pada tahun 2011, Gayus Lumbuun mundur dari dunia politik setelah terpilih menjadi hakim agung. Ketika mencalonkan diri sebagai calon hakim agung, Doktor Ilmu Hukum UI ini menyatakan siap mengundurkan diri jika tidak mampu atau melakukan kesalahan selama bertugas menjadi hakim agung. Dan Prof. Dr. Topane Gayus Lumbuun, SH, MH akhirnya terpilih menjadi hakim agung setelah memenangkan voting di Komisi III DPR RI pada 29 September 2011. Ia menempati urutan kedua dari 18 calon hakim agung dengan 44 suara. Saat fit dan proper test calon hakim agung, Gayus Lumbuun menjelaskan bahwa seorang hakim harus memperhatikan tiga hal. Pertama, seorang hakim harus menyadari bahwa wilayah hukum atau dominasi hukum adalah yang utama. Kedua, setiap hakim harus menyadari bahwa setiap orang di mata hukum nasional maupun internasional memiliki kedudukan yang sama. Seorang hakim tidak boleh memperlakukan orang yang sedang berperkara lebih istimewa atau lebih buruk dari orang lain. Ketiga, seorang hakim harus menghormati hak asasi individu sesuai konstitusi Negara yang berlaku. Gayus Lumbuun terpilih sebagai hakim agung karena dinilai memiliki kompetensi yang tinggi dibidang hukum pidana. Ia berharap dapat melanjutkan kerja kerasnya selama ini untuk memperjuangkan sistem hukum yang lebih tegas di Indonesia. Mengenai visinya, Gayus Lumbuun mengatakan tidak berbeda dengan visi MA dalam rencana strategi 2010-2013 yaitu menjadikan lembaga tertinggi Negara Indonesia yang bertugas secara independen, imparsial dan memberikan keadilan yang luas terhadap masyarakat. Sedangkan misinya, ia ingin melanjutkan reformasi hukum yang telah berlangsung dengan cara meningkatkan kualitas dan integritas hakim. Gayus Lumbuun meyakini sistem kamar perkara yang baru diberlakukan ini dapat meningkatkan kualitas putusan hakim. Gayus Lumbuun juga menegaskan prinsip bahwa tidak boleh sesuatu pun di Indonesia yang boleh melebihi hukum. Dengan demikian, hukum tetap berlaku bagi hakim, juga kepada orang yang diperiksa dari kalangan manapun.
254
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
255
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Valerine J.L.Kriekhoff (FHUI 1969)
Hakim Agung (2000 - Sekarang)
Hakim agung ini adalah seorang akademisi yang juga merupakan guru besar Fakultas Hukum UI. Prof. Dr. Valerine J.L.Kriekhoff., S.H., MA mengajar pada Program Pascasarjana UI Studi Ilmu Hukum dengan mata kuliah Metode Penelitian Hukum (sejak 1992) serta mengajar di program pascasarjana di beberapa universitas, di antaranya UNTAR dan AHM-PTHM Jakarta. Valerine lahir di Ternate, Maluku Utara, pada tanggal 27 Juni 1944. Ia alumnus FH UI jurusan Hukum Perdata Internasional (1969). Kemudian, meraih gelar Master of Art (MA) di Graduate School University of Texas AS (1974). Wanita yang pernah menjabat Wakil Dekan I FHUI ini juga dikenal aktif menulis karya ilmiah. Karya-karyanya diantaranya adalah Wajah Hukum di Era Reformasi (Kumpulan Karya ilmiah Menyambut 70 Tahun Prof. Dr. T.O. Ihromi,SH,MA) 2000, PT. Citra Aditya Bakti Bandung; Tinjauan Antropologi Mengenai Hak Masyarakat Adat dan Wewenang Negara Dimuat dalam Buku “HUKUM DAN KEMAJEMUKAN BUDAYA” 2000, Yayasan Obor Jakarta; Tinjauan Antropologi Mengenai Hak Masyarakat Adat dan Wewenang Negara. Makalah disampaikan dalam Seminar “Hasil Studi Hak-hak Tradisional Atas Tanah di Indonesia” Diselenggarakan oleh PKPM Unika Atmajaya Jakarta, 1 Desember 1998, UNIKA ATMAJAYA Jakarta; dan Mediasi Tradisional Dalam Masyarakat Adat di Dataran Tinggi Sumatera Selatan. Makalah disampaikan dalam Lokakarya Hasil Penelitian teknik Mediasi Tradisional Dalam Masyarakat Adat, 27 November 1998, ICEL Padang
256
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PEMERINTAHAN & POLITIK
Yuri Octavian Thamrin (FISIP UI 1987) Direktur Jenderal Asia Pasifik dan Afrika (2011 - Sekarang)
Yuri Octavian Thamrin adalah seorang diplomat karir yang saat ini dipercaya menjabat sebagai Direktur Jenderal Asia Pasifik dan Afrika di Kementerian Luar Negeri. Pria kelahiran Jambi tanggal 31 Oktober 1961 memulai karirnya di Kementerian Luar Negeri pada tahun 1987, setelah menyelesaikan pendidikannya di FISIP UI Jurusan Hubungan Internasional. Ia kemudian juga melanjutkan pendidikannya di Australian National University, dan meraih gelar Master of Arts Hubungan Internasional dari universitas tersebut. Selama karirnya di Kementerian Luar Negeri, Yuri pernah menjabat beberapa posisi penting, diantaranya sebagai Kepala Biro Administrasi Menteri merangkap Juru Bicara dan sebagai Direktur Asia Timur & Pasifik Kementerian Luar Negeri. Sedangkan tugas di luar negeri yang pernah diembannya adalah Perwakilan Tetap RI untuk PBB di Jenewa, Swiss dan Perwakilan Tetap RI untuk PBB di New York, Amerika Serikat. Tahun 2008, ia ditunjuk Pemerintah untuk menjadi Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh untuk Kerajaan Inggris merangkap Republik Irlandia dan Organisasi Maritim Internasional dari tahun 2008 sampai 2011, sebelum digantikan oleh T.M. Hamzah Thayeb. Pada bulan Desember 2011, Yuri kembali ke Kementerian Luar Negeri dan diberi amanah sebagai Direktur Jenderal Asia Pasifik dan Afrika Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
257
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Emeria Wilujeng Amir Siregar
(FISIP UI) Duta Besar Indonesia untuk Ceko (2010 - Sekarang)
Esti Andayani (FISIP UI 1983) Duta Besar RI untuk untuk Kerajaan Norwegia dan Republik Islandia (2010 - Sekarang)
Bagi Emeria Wilujeng Amir Siregar, yang akrab disapa Ajeng, kembali ke Praha sebagai Duta Besar Indonesia untuk Ceko tak ubahnya seperti pulang kampung. Ia memang pernah tinggal di Beograd, Yugoslavia, dan juga bertugas sebagai KUAI (Kuasa Usaha Ad Interim) di Bratislava, Slowakia.
Ia adalah salah satu diplomat karier yang memulai pengabdiannya dari bawah. Dari berbagai penugasan yang diterimanya, baik di dalam maupun di luar negeri, membuat Esti Andayani merasa sangat siap ketika ditugaskan sebagai Duta Besar RI untuk untuk Kerajaan Norwegia dan Republik Islandia pada bulan Januari 2010.
Wanita kelahiran Surabaya pada tanggal 27 Desember 1957 ini mengaku terlanjur akrab dengan Kawasan Eropa Tengah dan Timur. Setelah bertugas di Beograd, Ajeng kembali ke Jakarta dan menjabat sebagai Kepala Bagian Data dan Kertas Kerja tahun 2002-2003. Ia kembali mendapat penugasan di luar negeri di Kedutaan Besar RI Bratislava dari tahun 2003 hingga tahun 2006. Pada tahun 2007, ia kembali ke kantor Kementerian Luar Negeri dan dipercaya sebagai Direktur Eropa Tengah dan Timur (ETT) hingga tahun 2010.
Wanita kelahiran Yogyakarta tahun 1957 ini menamatkan pendidikannya di FISIP UI tahun 1983. Ia kemudian bekerja di Kementerian Luar Negeri dan mendapat kesempatan belajar di Sekolah Dinas Luar Negeri tahun 1985.
Penggemar berat traveling ini sudah bolak-balik mengunjungi 16 negara ETT menjalankan fungsi sebagai direktur. Umumnya, penugasan itu berupa kunjungan mempererat hubungan bilateral atau menghadiri Sidang Komisi Bersama atau Forum Konsultasi Antar-Kementerian Luar Negeri. Kurangnya perhatian dan pengetahuan mengenai Eropa Tengah dan Timur menyebabkan kurang tersedianya data akurat menyangkut negara-negara kawasan tersebut di Indonesia. ”Sering kali data yang tersedia masih ditulis sebagai data mengenai Cekoslovakia atau data tentang Yugoslavia, walau kedua negara itu sudah tidak ada lagi,” tutur penggemar segala jenis musik ini. Dan tahun 2010, Ajeng resmi dilantik menjadi Duta Besar RI untuk Ceko. Ia mengaku, dengan semua pengalaman yang diperolehnya, penugasan sebagai Duta Besar untuk Ceko tidak terasa berat mengingat ia tidak asing lagi dengan negara-negara di kawasan ETT tersebut.
258
PEMERINTAHAN & POLITIK
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Mengawali karirnya sebagai Pjs Kepala Seksi Pendaftaran Direktorat Fasilitas tahun 1985, ia kemudian ditugaskan ke luar negeri dan menjabat sebagai Kasub Bidang Konsuler di Konsulat RI di Bombay (1988 -1991). Tahun 1992 Esti kembali ke kantor Kemlu dan dipercaya sebagai Kasubbag Keuangan dan Perbankan – Biro Ekonomi Asean dan kemudian sebagai Pjs. Kabag Perhubungan, Keuangan & Perbankan di Biro ekonomi ASEAN. Tahun 1994, Esti kembali ditugaskan ke luar negeri dan dipercaya sebagai Kasubbid Ekonomi II/Sosial Ekonomi, Perwakilan Tetap RI (PTRI) New York. Tahun 1999 ia kembali ke Jakarta dan menjabat sebagai Kasubdit Kerja Sama Ekonomi OKI Direktorat HENB. Dan setelah penugasan sebagai Kepala Bidang Ekonomi I, PTRI Jenewa (2002-2004), ia diangkat sebagai Direktur Komoditi dan Standarisasi, Ditjen Multilateral Ekubang (2004-2005) dan selanjutnya sebagai Direktur Kerja Sama Teknik, Ditjen Informasi dan Diplomasi Publik (2005-2010). Dengan pengalamannya bertugas di berbagai posisi baik di dalam maupun luar negeri, tahun 2010 Esti Andaya diangkat menjadi Duta Besar RI untuk Kerajaan Norwegia dan Republik Islandia.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
259
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Foster Gultom (FISIP UI 1984) Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh untuk Republik Kazakhstan dan Republik Tajikistan (2012 - Sekarang)
Foster Gultom adalah diplomat karir dengan berbagai pengalaman tugas baik di dalam maupun di luar negeri. Lulusan FISIP UI tahun 1984 ini memulai karirnya di Kementerian Luar Negeri pada tahun 1985. Pengalaman tugasnya di luar negeri diantaranya adalah sebagai Sekretaris Ketiga, KBRI Washington, DC (1989 - 1993), Sekretaris Pertama, Perwakilan Tetap RI (PTRI) Jenewa (1995 - 1998), Counsellor, KBRI Canberra (2001 - 2004), Minister Counsellor, KBRI Seoul (2006 – 2010), dan terakhir sebagai Kuasa Usaha Ad Interim, KBRI Seoul (2008 – 2009). Sementara untuk penugasan di dalam negeri, diantaranya adalah sebagai Kepala Seksi Dekonolisasi, Direktorat Organisasi Internasional (1988), Kepala Seksi Moneter dan Keuangan Internasional, Direktorat Kerja Sama Ekonomi Multilateral (1993), Kasubdit Badan Komoditi, Pangan dan Pertanian Internasional (1999), Kasubdit Badan Perdagangan dan Moneter Internasional (1999), Kasubdit Iptek dan Lingkungan Hidup (2004), Direktur Kerja Sama Ekonomi ASEAN (2010) dan Sekretaris Ditjen Kerja Sama ASEAN (2010). Pada tahun 2012, Foster Gultom diangkat menjadi Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh untuk Republik Kazakhstan dan Republik Tajikistan.
PEMERINTAHAN & POLITIK
Nurmala Kartini P. Sjahrir (FISIP UI 1976) Duta Besar RI untuk Republik Argentina (2010 - Sekarang)
Dr. Nurmala Kartini Pandjaitan Sjahrir (lahir di Simangala Hutanamora, Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara, 1 Februari 1950; umur 63 tahun) adalah seorang doktor di bidang antropologi, ketua Asosiasi Antropologi Indonesia, mantan ketua umum Partai Perjuangan Indonesia Baru, dan istri (alm) Dr. Sjahrir. Anak dari pasangan (alm) Bonar Pandjaitan (Osi Paulina) dan (alm) Siti Frida Br. Naiborhu dari Huta Parranggitingan, Kartini remaja adalah penggemar olahraga, tercatat ia pernah mengikuti kejuaraan renang antar provinsi tahun 1959, menjadi peserta di cabang renang PON V, tahun 1960. Beliau kini menjadi Pengurus PRSI (Persatuan Renang Seluruh Indonesia) Hubungan Luar Negeri. Kartini lulus Sarjana Antropologi dari Universitas Indonesia tahun 1976. Semasa menjadi mahasiswa di Universitas Indonesia pernah menjadi ketua Mahasiswa Pencinta Alam (Mapala) UI. Pada tahun 1974-1975, menempuh pendidikan S2 di Boston UniversityAmerika dan memperoleh gelar Master tahun 1981. Kembali ke Jakarta, Kartini Sjahrir mengabdi sebagai dosen S1 Antropologi di UI, dan sebagai Chief Editor pada penerbitan buku Yayasan Obor Indonesia (1983-1986). Selain itu, ia juga menjadi peneliti bidang sosial-ekonomi pada CPIS (Center for Policy and Implementation Studies) dari tahun 1986 hingga tahun 1992. Tahun 1988, Kartini Sjahrir kembali ke Boston University untuk menyelesaikan program doktoral-nya, dan tahun 1990 dinyatakan lulus. Sejak tahun 1993, Kartini banyak berkiprah di bidang kerja sosial dan politik. Ia adalah Ketua Umum Asosiasi Antropologi Indonesia (AAI). Ketua Yayasan Kebun Binatang Ragunan, Pendiri Suara Ibu Peduli (SIP – gerakan nasional perempuan untuk reformasi), Ketua Yayasan Rumah Ibu (yang menangani masalah-masalah kekerasan dalam rumah tangga), Chief Editor majalah ekonomi-politik “Jurnal”, Ketua Yayasan Lingkungan Sejahtera (Yasalira) yang memusatkan perhatian pada soal-soal lingkungan hidup, juga salah satu pemrakarsa berdirinya Perhimpunan Indonesia Baru (PIB) dan kemudian membentuk partai politik. Kartini juga pernah menjabat sebagai Ketua Umum Partai Perjuangan Indonesia Baru (Partai PIB) periode 2007-2011. Pergantian Ketua Umum Partai PIB dari Dr Sjahrir ke istrinya ini berlangsung secara demokratis sesuai dengan AD/ART partai, melalui Kongres Luar Biasa (KLB) Partai PIB pada 2 Juni 2007 lalu. Sebagai seorang perempuan, Kartini mencoba memberi warna baru bagi Partai PIB. Salah satunya adalah dengan lebih memberdayakan perempuan. Pada tanggal 10 Agustus 2010, Kartini dilantik oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menjadi Duta Besar RI untuk Republik Argentina merangkap Republik Paraguay dan Republik Uruguay yang berkedudukan di Buenos Aires.
260
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
261
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PLE Priatna
(FISIP UI) Kepala Perwakilan RI/Kuasa Usaha Ad Interim KBRI Wellington (2013 - Sekarang)
Wartawan-kolomnis yang berkarir sebagai diplomat ini memiliki pengalaman panjang dibidang diplomasi luar negeri. Setelah sebelumnya dipercaya sebagai Direktur dan Informasi Media kementerian Luar Negeri (2011-2013), bulan Agustus 2013 lalu Priatna dipercaya sebagai Kepala Perwakilan RI/Kuasa Usaha Ad Interim KBRI Wellington Selandia Baru. Selama 25 tahun berkarir di Kementerian Luar Negeri sejak 1988, alumnus FISIP UI ini telah menjalankan berbagai penugasan penting baik di dalam maupun di luar negeri. Ia tercatat pernah ditempatkan di KBRI Maroko, Copenhagen/Denmark, KBRI BrusselBelgia, Luksemburg dan Uni Eropa (UE). Selanjutnya ia dipercaya sebagai Kepala Subdit (Deputi Direktur) Hukum dan HAM Direktorat Politik Keamanan ASEAN (20032006) dan kembali dikirim bertugas ke luar negeri di KBRI Brussel (2006-2010). Ia bertugas sebagai Minister Counsellor Politik Urusan Uni Eropa dan Minister Counsellor Penerangan-Sosial Budaya KBRI Brussel (2007-2010). Selanjutnya, Priatna kembali ke tanah air dan dipercaya sebagai Staf Khusus Urusan Media Dirjen Kerjasama ASEAN (2010-2011). Selama menjalankan tugas diplomatik, beberapa penghargaan yang diperolehnya diantaranya adalah Equity Merit Scholarship Scheme dari Pem Australia (1989) dan Penghargaan dari Gubernur Bali sebagai Duta Budaya (2008) atas sumbangsih mengembangkan Indonesia Cultural Center di Brussel dan kesenian Bali diluar negeri dan mempererat hubungan masyarakat Belgia/Uni Eropa dengan Indonesia. Priatna juga mendapat penghargaan dari Eric Domb Parc Paradaiza (2009) atas kerja kerasnya membawa 2 Gajah Sumatra ke Taman Indonesia di Belgia. Ditengah kesibukannya, hingga kini Priatna aktif menulis kolom opini di harian Kompas, The Jakarta Post, Brunei Times, Nation (Bangkok), Majalah Forum Keadilan dan lainlain. Ia juga pernah menjadi penulis editor buku ”Indonesia Ketua ASEAN 2011” (Kemlu, 2012). Peraih gelar master dari Monash University ini kini juga tercatat sebagai Anggota Dewan Penasehat Board of Adv Council Alumni Monash University.
PEMERINTAHAN & POLITIK
Prianti Gagarin Djatmiko Singgih
(FIB 1984) Duta Besar RI untuk Venezuela (2011 - Sekarang)
Rezlan Ishar Jenie adalah diplomat karier di Kementerian Luar Negeri RI. Berbagai penugasan pada posisi-posisi penting baik di dalam dan luar negeri menjadi bukti integritas dan kemampuan didalam menjalankan tugas dan misi diplomatik Indonesia. Lulusan FISIP UI ini mengawali karier diplomatnya ketika ia ditugaskan di Perwakilan Tetap Republik Indonesia (PTRI) di Jenewa, Swiss (1984-1988). Ia kemudian dipindah tugas ke PTRI New York (1991-1996). Selanjutnya Rezlan ditempatkan sebagai Kepala Kantor Urusan Kepentingan RI di Lisabon, Portugal (1999-2000). Pria kelahiran Jakarta, 6 Januari 1952, ini kemudian ditarik di kantor Kementerian Luar Negeri dan dipercaya sebagai Direktur Amerika pada tahun 2000. Kemudian pada tahun 2004, Rezlan dipercaya sebagai Duta Besar RI untuk PBB di New York merangkap Bahama, Jamaika, Guatemala, dan Nikaragua. Tentang penugasannya di PBB, Rezlan mengaku dirinya sangat beruntung dan bangga karena selama tiga tahun bertugas sebagai Watapri PBB, organisasi dunia tersebut berada dalam proses reformasi menjadi organisasi yang lebih membumi bagi kepentingan dunia dalam menangani masalah. Proses reformasi yang dimaksudnya antara lain mengacu kepada terbentuknya Dewan HAM PBB di Jenewa, Komisi Pembangunan Perdamaian (Peacebuilding Commission) Majelis Umum, perbaikan struktur Sekretariat PBB serta upaya negara-negara untuk memperluas keanggotaan Dewan Keamanan PBB beserta metode kerjanya. “Dan yang membuat saya bangga, pada masa-masa itu banyak sekali pengakuan internasional terhadap kepemimpinan dan peranan Indonesia di berbagai badan dunia, termasuk dua badan utama, yaitu Dewan Keamanan dan Ecosoc,” kata Rezlan. Tahun 2006 disebut-sebut sebagai tahun paling ambisius bagi dunia diplomasi Indonesia di PBB. Sepanjang tahun tersebut, sembilan pencalonan dan pencalonan kembali Indonesia maupun pakar Indonesia di berbagai badan semuanya membuahkan hasil. Pada 2006, Indonesia diterima menjadi anggota Dewan Keamaman PBB, Dewan Ekonomi dan Sosial PBB (Ecosoc), Peacebuilding Comission (badan baru di Majelis Umum yang menangani masalah-masalah pasca konflik), Commission of Crime Prevention and Criminal Justice, serta Dewan Eksekutif UN Habitat. Pada tahun 2007, Rezlan kembali ke kantor Kemlu Jakarta dan diangkat sebagai Direktur Jenderal Multilateral Kementerian Luar Negeri. Dan sejak tahun 2010, ia menjabat sebagai Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Republik Indonesia untuk Perancis merangkap Kepangeranan Monako dan Kepangeranan Andorra. Selain itu, Rezlan juga ditugaskan sebagai Duta Besar/Wakil Tetap RI untuk UNESCO.
262
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
263
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Rezlan Ishar Jenie (FISIP UI 1981) Duta Besar RI untuk Republik Perancis (2010 - Sekarang)
264
PEMERINTAHAN & POLITIK
Rizali Wilmar Indrakusuma (FISIP UI) Duta Besar RI untuk Republik India (2012 - Sekarang)
Rezlan Ishar Jenie adalah diplomat karier di Kementerian Luar Negeri RI. Berbagai penugasan pada posisi-posisi penting baik di dalam dan luar negeri menjadi bukti integritas dan kemampuan didalam menjalankan tugas dan misi diplomatik Indonesia.
Rezlan Ishar Jenie adalah diplomat karier di Kementerian Luar Negeri RI. Berbagai penugasan pada posisi-posisi penting baik di dalam dan luar negeri menjadi bukti integritas dan kemampuan didalam menjalankan tugas dan misi diplomatik Indonesia.
Lulusan FISIP UI ini mengawali karier diplomatnya ketika ia ditugaskan di Perwakilan Tetap Republik Indonesia (PTRI) di Jenewa, Swiss (1984-1988). Ia kemudian dipindah tugas ke PTRI New York (1991-1996). Selanjutnya Rezlan ditempatkan sebagai Kepala Kantor Urusan Kepentingan RI di Lisabon, Portugal (1999-2000).
Lulusan FISIP UI ini mengawali karier diplomatnya ketika ia ditugaskan di Perwakilan Tetap Republik Indonesia (PTRI) di Jenewa, Swiss (1984-1988). Ia kemudian dipindah tugas ke PTRI New York (1991-1996). Selanjutnya Rezlan ditempatkan sebagai Kepala Kantor Urusan Kepentingan RI di Lisabon, Portugal (1999-2000).
Pria kelahiran Jakarta, 6 Januari 1952, ini kemudian ditarik di kantor Kementerian Luar Negeri dan dipercaya sebagai Direktur Amerika pada tahun 2000. Kemudian pada tahun 2004, Rezlan dipercaya sebagai Duta Besar RI untuk PBB di New York merangkap Bahama, Jamaika, Guatemala, dan Nikaragua.
Pria kelahiran Jakarta, 6 Januari 1952, ini kemudian ditarik di kantor Kementerian Luar Negeri dan dipercaya sebagai Direktur Amerika pada tahun 2000. Kemudian pada tahun 2004, Rezlan dipercaya sebagai Duta Besar RI untuk PBB di New York merangkap Bahama, Jamaika, Guatemala, dan Nikaragua.
Tentang penugasannya di PBB, Rezlan mengaku dirinya sangat beruntung dan bangga karena selama tiga tahun bertugas sebagai Watapri PBB, organisasi dunia tersebut berada dalam proses reformasi menjadi organisasi yang lebih membumi bagi kepentingan dunia dalam menangani masalah. Proses reformasi yang dimaksudnya antara lain mengacu kepada terbentuknya Dewan HAM PBB di Jenewa, Komisi Pembangunan Perdamaian (Peacebuilding Commission) Majelis Umum, perbaikan struktur Sekretariat PBB serta upaya negara-negara untuk memperluas keanggotaan Dewan Keamanan PBB beserta metode kerjanya.
Tentang penugasannya di PBB, Rezlan mengaku dirinya sangat beruntung dan bangga karena selama tiga tahun bertugas sebagai Watapri PBB, organisasi dunia tersebut berada dalam proses reformasi menjadi organisasi yang lebih membumi bagi kepentingan dunia dalam menangani masalah. Proses reformasi yang dimaksudnya antara lain mengacu kepada terbentuknya Dewan HAM PBB di Jenewa, Komisi Pembangunan Perdamaian (Peacebuilding Commission) Majelis Umum, perbaikan struktur Sekretariat PBB serta upaya negara-negara untuk memperluas keanggotaan Dewan Keamanan PBB beserta metode kerjanya.
“Dan yang membuat saya bangga, pada masa-masa itu banyak sekali pengakuan internasional terhadap kepemimpinan dan peranan Indonesia di berbagai badan dunia, termasuk dua badan utama, yaitu Dewan Keamanan dan Ecosoc,” kata Rezlan.
“Dan yang membuat saya bangga, pada masa-masa itu banyak sekali pengakuan internasional terhadap kepemimpinan dan peranan Indonesia di berbagai badan dunia, termasuk dua badan utama, yaitu Dewan Keamanan dan Ecosoc,” kata Rezlan.
Tahun 2006 disebut-sebut sebagai tahun paling ambisius bagi dunia diplomasi Indonesia di PBB. Sepanjang tahun tersebut, sembilan pencalonan dan pencalonan kembali Indonesia maupun pakar Indonesia di berbagai badan semuanya membuahkan hasil. Pada 2006, Indonesia diterima menjadi anggota Dewan Keamaman PBB, Dewan Ekonomi dan Sosial PBB (Ecosoc), Peacebuilding Comission (badan baru di Majelis Umum yang menangani masalah-masalah pasca konflik), Commission of Crime Prevention and Criminal Justice, serta Dewan Eksekutif UN Habitat.
Tahun 2006 disebut-sebut sebagai tahun paling ambisius bagi dunia diplomasi Indonesia di PBB. Sepanjang tahun tersebut, sembilan pencalonan dan pencalonan kembali Indonesia maupun pakar Indonesia di berbagai badan semuanya membuahkan hasil. Pada 2006, Indonesia diterima menjadi anggota Dewan Keamaman PBB, Dewan Ekonomi dan Sosial PBB (Ecosoc), Peacebuilding Comission (badan baru di Majelis Umum yang menangani masalah-masalah pasca konflik), Commission of Crime Prevention and Criminal Justice, serta Dewan Eksekutif UN Habitat.
Pada tahun 2007, Rezlan kembali ke kantor Kemlu Jakarta dan diangkat sebagai Direktur Jenderal Multilateral Kementerian Luar Negeri. Dan sejak tahun 2010, ia menjabat sebagai Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Republik Indonesia untuk Perancis merangkap Kepangeranan Monako dan Kepangeranan Andorra. Selain itu, Rezlan juga ditugaskan sebagai Duta Besar/Wakil Tetap RI untuk UNESCO.
Pada tahun 2007, Rezlan kembali ke kantor Kemlu Jakarta dan diangkat sebagai Direktur Jenderal Multilateral Kementerian Luar Negeri. Dan sejak tahun 2010, ia menjabat sebagai Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Republik Indonesia untuk Perancis merangkap Kepangeranan Monako dan Kepangeranan Andorra. Selain itu, Rezlan juga ditugaskan sebagai Duta Besar/Wakil Tetap RI untuk UNESCO.
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
265
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
A Muzammil Yusuf (FISIP UI 1992) Anggota DPR RI/Fraksi PKS (2004 - Sekarang)
Bagi Al Muzzammil Yusuf, yang akrab disapa Zamil, keberadaannya sebagai anggota DPR adalah amanah dakwah dari partai dan masyarakat di daerah pemilihannya (Lampung) untuk memperjuangkan cita-cita dan idealisme dengan kerja keras dan pengorbanan. Konsistensinya dalam menolak suap di DPR dan mendukung pemberantasan korupsi telah membuatnya diamanahkan kembali oleh Fraksi PKS untuk yang kedua kalinya sebagai Wakil Ketua Komisi III DPR RI yang membidangi masalah keamanan, hukum, dan HAM. Perjalanan hidup pria kelahiran Tanjung Karang, 06 Juni 1965, ini memang tidak jauh dari dakwah dan organisasi. Ketika kuliah di Jurusan Ilmu Politik FISIP UI, Zamil aktif di berbagai kegiatan organisasi. Selain menjabat sebagai Ketua Mushola FISIP UI, ia dipercaya menjadi Ketua Senat Mahasiswa. Bergabung dengan PKS, kiprah Zamil sebagai politisi senayan dimulai ketika ia terpilih sebagai Anggota DPR RI dari dapil Lampung I (Kota Bandar Lampung, Kabupaten Lampung Barat, Kabupaten Lampung Selatan, Kabupaten Tanggamus, Kabupaten Pesawaran, dan Kota Metro) pada pemilu 2004. Selanjutnya, pada pemilu 2009, ia tetap dipercaya oleh konstituennya dan kembali menjabat sebagai Anggota DPR RI periode 2009-2014. Selain di politik, Zamil aktif di Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Studi Informasi dan Dunia Islam Kontemporer (SIDIK). Ia sekaligus menjabat sebagai Direktur Center for Middle East Studies (COMES), yang menjadikannya simpul informasi penting antara berbagai kota Timur Tengah dan Jakarta. Detail kejadian dan informasi yang berkembang dari waktu ke waktu di Gaza, Tepi Barat, Damaskus, Tel Aviv, hingga Riyadh selalu diketahuinya. Berita itu tidak dikonsumsi sendiri. Bersama beberapa temannya, berita itu disiarkan kembali lewat situs www.infopalestina.com. Politisi PKS ini juga dikenal vokal dalam pemberantasan korupsi dan diakui bersih karena sering menolak uang suap baik diberikan oleh rekan sejawatnya, mitra kerja komisi, atau dari orang yang pernah ia bantu penyelesaian kasusnya. Banyak kasus yang pernah ia tangani di beberapa daerah mulai dari kasus kecil hingga besar tanpa menerima bayaran sepeserpun.
PEMERINTAHAN & POLITIK
Abidin Fikri (FH UI 2007 Anggota DPR RI/Fraksi PDIP(2013 - Sekarang)
Alumnus Fakultas Hukum UI ini kini duduk sebagai Anggota DPR RI (PAW) dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Ia juga sangat aktif mendukung program dan kegiatan ILUNI UI dan dipercaya sebagai Ketua Bidang Kajian Ke¬bi¬jakan Publik ILUNI UI periode 2011-2014. Politisi muda ini juga dikenal sebagai aktivis di Ge¬rakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) dan sempat menjabat sebagai Ketua Litbang Presidium GMNI 19961999. Bergabung dengan PDIP, ia menjadi ketua Kaukus Muda. Saat ini dia menjabat sebagai Ke¬tua Bidang Kaderisasi dan Pe¬la¬tihan Baitul Muslimin Indonesia (Bamusi), organisasi sayap PDIP. Saat reformasi bergulir, Abidin bergabung dalam kelompok Ci¬payung. Kelompok ini meru¬pa¬kan gabungan dari lima or¬ga¬ni¬sasi mahasisiwa yakni Per¬ge¬ra¬kan Mahasiwa Islam Indonesia (PMII), Himpunan Mahasiswa Is¬lam (HMI), Gerakan Maha¬sis¬wa Nasional Indonesia (GMNI), Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), dan Perhim¬punan Mahasiswa Katolik Re¬publik Indonesia (PMKRI). Kelompok Cipayung yang lahir dari kesadaran mahasiswa atas kondisi bangsa yang karut-marut. Karena itu, kelompok ini mengambil garis politik yang keras terhadap penguasa saat itu. Lantaran sikapnya yang ber¬seberangan dengan pemerintah berkuasa, kelompok ini mendapat simpati dari kalangan kampus. Seiring waktu, kualitas dan kuan¬titas kelompok ini terus ber¬kem-bang. Sejumlah kader terbaik mereka menempati posisi penting di lembaga eksekutif dan legis-latif kampus. Hingga saat ini aktifis Cipayung masih aktif da¬lam mengkritik kebijakan Pre¬siden SBY yang dianggap tidak pro rakyat. Pria kelahiran Lampung, 22 September 1970, ini sebelumnya juga aktif sebagai pengacara dengan mendirikan kantor hukum Abidin Fikri Lobbyist & Law Firm tahun 1986. Keahlian utamanya adalah hukum bisnis dan perusahaan serta tata negara.
“Saya sudah digaji negara. Saya hanya menerima uang resmi yang diberikan oleh negara kepada anggota DPR/MPR dengan kwitansi resmi yang saya tandatangani,” tegas putra dari pasangan Muhammad Yusuf dan Ratna Riana. Ia meyakini bahwa pemberantas korupsi akan lebih efektif bila dimulai sejak dini dan berpendapat bahwa para ibu memiliki peran sentral untuk menanamkan kejujuran dan anti korupsi. Menurutnya, para ibu memiliki pengaruh yang lebih kuat kepada anak-anaknya dibanding para ayah. Karena itu, bersama sang istri, Nurul Hidayati, Zamil kerapkali memberi ceramah kepada para ibu di berbagai majelis ta’lim tentang pentingnya menanamkan sikap anti-korupsi sejak dini.
266
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
267
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Andi Rahmad (FISIP UI) Anggota DPR RI/Fraksi PKS (2004 - Sekarang)
Andi Rahmat adalah anggota DPR RI dari fraksi Partai Keadilan Sejahtera. Dia adalah mantan Ketua Umum Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI). Dia lahir pada 15 Oktober 1975. Andi merupakan salah satu dari sejumlah politisi muda Senayan yang cukup menonjol. Putra Makassar yang juga menjadi anggota DPR dalam dua periode yakni 2004 dan 2009 ini adalah salah satu inisiator pengusulan Hak Angket kasus Bank Century. Sebagai politisi muda menurut dia, umumnya anak-anak muda yang masuk DPR 2004 lalu itu tidak ada pengalaman sama sekali dengan lingkungan DPR yang baru. Jadi mereka sangat junior. Kalau ada terobosan-terobosan pun tidak memiliki efek secara keseluruhan karena belum berpengalaman. Berbeda dengan situasi sekarang, banyak anak muda yang dulu sudah di DPR sekarang masuk kembali. Bagi Andi, hal ini bisa menjadi motor bagi perubahan yang lebih mendasar di DPR. Semua itu bisa dimulai dengan menegakkan kembali fungsi check and balance yang hilang dari periode sebelumnya. Andi menegaskan anggota DPR muda harus bisa menjawab kekhawatiran publik terhadap kemungkinan terciptanya DPR sebagai satu cabang kekuasaan negara oleh eksekutif. Menurut Andi, tugas DPR sekarang adalah mengembalikan fungsi check and balance karena itu mandat konstitusi. Dalam seluruh cara bekerjanya karena itulah esensinya menurut kelembagaan DPR. Bukan dalam gambaran relasi antara oposisi dan koalisi. Tapi, relasinya objektif dengan lembaga-lembaga pemegang kekuasaan lainnya dengan yudikatif atau eksekutif harus begitu. Kalau itu dilembagakan kita akan melihat dinamika perpolitikan nasional kita menjadi baik. Tidak perlu dipaksakan secara berlebihan proses menciptakan politik yang transparan dan akuntabel akan mudah tercipta. Karena, kalau prinsip check and balance tidak ada di DPR, tidak akan ada perubahan.
268
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PEMERINTAHAN & POLITIK
Aus Hidayat Nur (FIB UI 1986) Anggota DPR RI/Fraksi PKS (2009 - Sekarang)
Menjadi anggota DPR RI yang terhormat bukan lantas pergi kemana-mana membawa mobil. Para pejabat di mata masyarakat dipandang sebagai kelas masyarakat yang glamor dan suka menghambur-hamburkan uang. Namun bagi sosok yang aktif di Fraksi PKS ini, pejabat juga harusnya merakyat. Lulusan FIB UI tahun 1986 ini terbiasa bangun pagi dan pergi ke kantor menggunakan jasa transportasi umum. Dari rumahnya yang terletak di Jalan Kelapa Dua Raya di Cimanggis, ia diantar anaknya menggunakan sepeda motor pagi-pagi pukul setengah enam menuju stasiun kereta api terdekat. Jarak dari rumahnya menuju stasiun menggunakan sepeda motor ditempuh kurang lebih dalam waktu 30 menit. Setibanya di stasiun, Aus memesan tiket KRL Eksekutif tujuan Stasiun Tanah Abang seharga Rp 5.500 saja. Sebelum jam 7 ia sudah tiba di stasiun tujuan dan dari situ ia menggunakan jasa tukang ojek yang mengantarnya ke kantor di mana ia bekerja. Aus tercatat sebagai anggota Fraksi PKS yang tergabung dalam komisi II yang mengurusi masalah terkait Pemerintahan Dalam Negeri, Aparatur Negara, Otonomi Daerah, dan Agraria. Ia juga tak segan membeberkan gajinya sebagai pejabat Senayan. Dari pekerjaannya itu, ia mendapat gaji setiap bulannya 64,8 juta rupiah, dipotong sepertiganya untuk masuk ke keuangan partai. Ia tak banyak mengeluh soal potongan tersebut, karena menurutnya partai dan dukungan dari kader-kader bawah lah yang mengantarnya sampai ke posisinya yang sekarang. Sebelum menjabat sebagai anggota DPR, Aus sudah memiliki sumber penghasilan dari usahanya di bidang multi-level marketing (MLM). Dulu, pemasukan dari bisnis MLM nya tersebut bisa mencapai 20 juta rupiah perbulan. Namun sekarang penghasilannya dari bisnis tersebut menurun seiring waktunya yang banyak tersita untuk sidang dan rapat di Senayan. Sosoknya yang sederhana dan low profile ini seharusnya dapat dimiliki oleh semua pejabat negara yang saat ini kurang ramah lingkungan dan kerap menggunakan kendaraan pribadi untuk pergi ke kantor maupun acara lain diluar kepentingan negara.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
269
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Chairul Anwar (Farmasi UI 1989) Anggpta DPR RI/Fraksi PKS (2004 - Sekarang)
Chairul Anwar adalah seorang politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sekaligus anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang aktif sejak 2004 hingga 2014.. Selain memiliki kemampuan di bidang politik, Chairul juga mumpuni di bidang farmasi yang menjadi profesinya sebelum memasuki dunia politik Indonesia. Chairul lahir di Pekanbaru, Riau, pada tahun 1963. Ia hijrah ke Jakarta untuk menuntut ilmu di Universitas Indonesia jurusan Farmasi. Ia berhasil menyelesaikan studi dan mengantongi gelar sarjana pada tahun 1989. Mendapatkan gelar sarjana bukanlah ujung perjalanan akademik Chairul karena setelah itu ia langsung mengambil studi S2 di universitas yang sama dengan spesialisasi Pendidikan Profesi Apoteker. Ayah dari 7 orang anak ini mulai berkiprah di jalur politik melalui Partai Keadilan Sejahtera. Ia kemudian mencalonkan diri sebagai anggota legislatif pada pemilu 2004 di daerah pilihan Riau. Ia berhasil unggul dengan perolehan 36.441 suara. Setelah habis masa jabatan 2004-2009, Chairul kembali mencoba memenangkan hati masyarakat kampung halamannya di pemilu legislatif 2009. Popularitas Chairul di kalangan masyarakat Riau tampaknya semakin tinggi dilihat dari jumlah perolehan suara yang mengalami peningkatan cukup signifikan dari 36.441 menjadi 50.914. Menjalankan fungsinya sebagai anggota fraksi PKS, Chairul juga melakukan kunjungan untuk melihat kemajuan kader-kader partai di wilayah kerjanya. Beberapa waktu yang lalu, ia dan beberapa petinggi partai melakukan kunjungan ke Bengkulu dan Sumatera Selatan. Dalam kunjungan tersebut, ia mengingatkan kader partai untuk selalu memperhatikan dua hal, yaitu orientasi dan kontribusi. Lawatan ini berakhir di gedung DPRD Propinsi Sumsel setelah bertemu dengan 50 kader se-kota Palembang.
270
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PEMERINTAHAN & POLITIK
Chandra Tirta Widjaya
(FTUI 1991) Anggota DPR RI/Fraksi PAN (2009 - Sekarang)
Ir. Chandra Tirta Wijaya merupakan anggota DPR RI dari fraksi Partai Amanat Nasional untuk periode jabatan tahun 2009-2014. Chandra yang memenangkan pemilihan untuk daerah pemilihan Jawa Barat X dan ditunjuk oleh partainya untuk menjadi anggota komisi VII yang fokus pada permasalahan Energi Sumber Daya Mineral, Riset, Teknologi, dan Lingkungan Hidup. Chandra yang merupakan mantan Bendahara Umum BPP Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) ini memiliki seorang istri bernama R. Emmy Sumangkut yang juga terpilih menjadi anggota DPR RI dari fraksi Partai Amanat Nasional untuk periode jabatan tahun 2009-2014 untuk Komisi VI dari daerah pemilihan Jawa Barat X. Dari pernikahannya tersebut, Candra dengan istrinya dikaruniai tiga orang anak yang kesemuanya adalah perempuan. Pada tahun 2009, alumnus Fakultas Teknik Universitas Indonesia ini ditunjuk untuk menjadi anggota panitia khusus menggantikan Ketua Fraksi Amanat Nasional, yaitu Asman Abnoer yang sedang menunaikan Ibadah Haji. Sebelumnya, Chandra merupakan anggota inisiator pengusul hak angket skandal Century (disebut Tim 9). Menjadi anggota Tim 9, Chandra pun turut aktif menemui sejumlah tokoh nasional. Usul angket skandal Bank Century ini dipicu persetujuan Menteri Keuangan dan Bank Indonesia mengucurkan dana talangan pada bank yang bangkrut itu sebesar Rp 6,7 triliun. Angka itu tiga kali lipat dari yang disetujui parlemen. Selain itu, meski dana talangan membengkak, sejumlah nasabah bank tersebut tak bisa mendapatkan tabungannya di bank yang sekarang berganti nama menjadi Bank Mutiara itu.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
271
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Dewi Asmara (FHUI 1987)
Anggota DPR RI/Fraksi Partai Golkar (2004 - Sekarang)
Eddy Sadeli (FHUI 1964) Anggota DPR RI/Fraksi Partai Demokrat (2009 - Sekarang)
Dewi Asmara adalah anggota DPR RI dari fraksi Partai Golkar. Dia merupakan putri mantan Menteri Kehakiman era Orde Baru, yakni Oetojo Oesman, yang juga merupakan putri sulung dari politikus senior Partai Golkar itu. Oetojo yang piawai di bidang hukum, begitu pula putrinya tak luput dari bidang yang pernah digeluti sang ayah.
Di jajaran anggota fraksi Partai Demokrat di Komisi III DPR RI, nama Eddy Sadeli cukup menonjol. Anggota komisi yang membidangi Hukum, HAM, dan Keamanan ini duduk di Senayan sebagai wakil rakyat dari dapil DKI JAKARTA 3 yang meliputi Kodya Jakarta Barat, Kodya Jakarta Utara, dan Kab. Adm. Kep. Seribu.
Alumnus Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) pada 1987 ini juga pernah berkiprah sebagai advokat Lou & Mitra Law Firm. Sejak berkiprah di DPR pada 2004, pos Komisi Hukum tak pernah bergeser hingga periode keduanya di Parlemen.
Eddy Sadeli dapat dibilang merupakan sosok yang unik. Ia adalah pelopor kegiatan membagi-bagi kue keranjang kepada penghuni Komplek Parlemen Senayan saat Hari Raya Imlek. Eddy mengajak 12 anggota DPR dari berbagai fraksi dan komisi serta anggota DPD yang bersuku Tionghoa untuk mentradisikan acara bagi-bagi kue keranjang sejak tahun 2010. Menurutnya, upaya ini mendapat apresiasi dari koleganya di DPR RI.
Posisi ibu tiga anak di Komisi Hukum DPR ini termasuk unik. Karena selama kurang lebih dari delapan tahun, dia berada di komisi yang identik dengan ‘Komisi Laki-laki’ itu. Dinamika dan dialektika yang terbangun di Komisi Hukum ini tak ubahnya persidangan dalam pengadilan yang dituntut adu argumentasi dan landasan hukum. Perempuan kelahiran Jakarta, 29 Juni 1961 ini telah lama berkiprah di Golkar. Dia pernah terlibat dalam kepengurusan DPP Angkatan Muda Pembaharuan Indonesia (AMPI) di pos Departemen Hubungan Luar Negeri pada periode 2004-2009. Dewi juga pernah didapuk sebagai Bendahara di Dewan Pimpinan Nasional Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (SOKSI) pada periode 1998-2004. Selain di jalur politik, Dewi juga pernah tercatat aktif di jalur bisnis. Dia pernah berkiprah di PT Bhakti Investima Tbk (1997-2001), Wakil Direktur di PT Pembangunan Jaya Group (1987-1997), Komisaris PT Swatya Ridzki, dan Komisaris PT Bahtera Ekacita Satya. Di organisasi profesi, Dewi juga pernah tercatat sebagai Wakil Ketua DPP Real Estate Indonesia (REI) periode 1995-1999. Segudang pengalaman baik di jalur hukum, bisnis dan organisasi tak berlebihan bila mendaulat Dewi Asmara sebagai srikandi di Komisi Hukum DPR. Kendati perempuan, Dewi terbukti tak rikuh dan bisa sejajar dengan anggota dewan lainnya dalam kiprah dan peran di Komisi yang identik dengan laki-laki itu. Sebagai anggota Komisi Hukum DPR selama dua periode, Dewi sudah begitu memahami kinerja Polri. Sebagai mitra kerja komisi, Dewi mengakui masih banyak yang harus dibenahi di institusi ini, khususnya terkait independensi dan transparansi dalam penegakan hukum.
272
PEMERINTAHAN & POLITIK
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Pria yang memiliki nama Tionghoa Lie Siang Seng ini merampungkan pendidikannya di Fakultas Hukum UI pada tahun 1985, dan kemudian bergabung dengan Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin) dan PERADI. Pada tahun 1993-1998, ia aktif sebagai anggota Badan Legislasi Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) di Departemen Kehakiman RI. Selain itu ia juga sudah lama berkecimpung dalam aktivisme tentang warga Tionghoa, terutama pada saat reformasi tahun 1998 di mana banyak warga Tionghoa yang menjadi korban kekerasan. Peristiwa Kerusuhan Mei 1998 telah membuat Eddy prihatin, sehingga ia dan rekanrekannya memutuskan untuk membentuk sebuah tim Pembela Korban Kerusuhan Mei 1998 di mana ia menjabat sebagai ketua. Selanjutnya, selewat peristiwa tahun 1998, ia terinspirasi untuk mendirikan Paguyuban Sosial Marga Tionghoa (PSMTI), di mana Eddy duduk sebagai Dewan Pakar dan Ketua Bidang Hukum. Pada tahun 2007, bersama beberapa teman ia mendirikan KOMTAK (Komunitas Tionghoa Anti Korupsi) untuk mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Ayah 2 orang anak ini mempunyai pola hidup sehat terbukti dengan tidak merokok, tidak minum minuman keras, tidak bermain judi, rajin bermeditasi, serta menerapkan pola makan vegetarian. Namun, perjalanan karir politik pria yang senang mengisi waktu luang dengan membaca atau traveling ini tidak bebas dari masalah. Pada oktober 2010 Komisi III DPR RI banyak menuai kritik dan kecaman dari publik, termasuk di dalamnya indikasi praktik percaloan, serta ’jalan-jalan’ ala studi banding. Eddy Sadeli menanggapi isu tersebut dengan sabar, dan sempat bicara pada pers bahwa secara pribadi dirinya sudah berusaha keras mengurangi kegiatan-kegiatan yang memboroskan anggaran DPR.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
273
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PEMERINTAHAN & POLITIK
Fadli Zon (FIB UI) Wakil Ketua Umum Partai Gerindra
Politisi Muda Multi Talenta Cerdas dan enerjik, itulah mungkin kesan sebagian besar orang terhadap sosok Fadli Zon. Tutur katanya yang terukur dan santun menegaskan kepiawaiannya dalam mengkomunikasikan pemikiran dan gagasan. Ia lebih dikenal sebagai sosok politisi muda multi talenta, memiliki hasrat dan kepedulian yang tinggi terhadap pendidikan, seni dan budaya, aktivis sosial, pemikir dan penulis, serta bakat entrepreneurship. Lahir di Jakarta dan dibesarkan di Bogor, putra pasangan Zon Harjo (alm) dan Hj. Ellyda Yatim ini sejak kecil dikenal gemar membaca, suka berorganisasi dan karya tulis. Bakatnya semakin terasah ketika ia menempuh pendidikan jenjang SMA di Jakarta. Ia aktif dan sering memenangkan berbagai kompetisi siswa berprestasi, mulai dari lomba pidato, baca puisi, tulis puisi, drama, karya tulis, karya ilmiah dan matematika. Kegiatan mengikuti berbagai ajang kompetisi itu rupanya telah membentuk kepribadiannya yang suka tantangan, semangat berkreasi dan dorongan untuk terus mengembangkan diri. Melanjutkan pendidikannya di program Studi Rusia, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB) UI, lingkungan kampus memberinya kesempatan luas untuk meningkatkan kemampuannya. Ia aktif di berbagai organisasi intra maupun ekstra kampus, antara lain pernah menjadi Ketua Biro Pendidikan Senat Mahasiswa FSUI (1992-1993), Sekretaris Umum Senat Mahasiswa FSUI (1993), Ketua Komisi Hubungan Luar Senat Mahasiswa UI (1993-1994). Fadli Zon juga berkali-kali memimpin demonstrasi mahasiswa UI dalam isu-isu nasional dan internasional. Ia ikut memimpin jaringan aktivis mahasiswa di Jawa dan mengusung gagasan ”Gerakan Mahasiswa 1990-an”. Selain mendukung gerakan parlemen jalanan, dia juga turut membentuk dan menghidupkan kelompok-kelompok studi di dalam kampus UI era awal 1990-an.
Organisasi sepertinya tidak bisa dilepaskan dari kehidupan Fadli Zon. Direktur Eksekutif Institute for Policy Studies sejak tahun 1997 ini terpilih sebagai Ketua Dewan Pimpinan Nasional Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (DPN HKTI) periode 2004-2010, dan kemudian dipercaya sebagai Sekretaris Jenderal DPN HKTI periode 2010-2015. Ia juga menjadi anggota Globalise Resistance di London; anggota Association for the Study of Ethnicity and Nationalism (ASEN) dan Development Studies Institute Alumni Association. Selain itu ia diangkat sebagai Dewan Pakar Gebu Minang periode 2005-2009 dan beberapa organisasi lain. Selain dibidang politik dan organisasi, Fadli Zon juga memiliki pengalaman panjang dibidang jurnalistik. Dimulai dengan menulis sejumlah artikel di majalah remaja seperti Nona dan Hai (1989-1990), ia kemudian menjadi wartawan di majalah Suara Hidayatullah dan Harian Terbit (1990-1991). Semasa kuliah ia mengasuh majalah Gema (1992-1994) milik DHN Angkatan 45, Redaktur dan Dewan Redaksi majalah sastra Horison (sejak 1993), redaktur majalah Tajuk (1995-1996) dan lain-lain. Pemimpin Redaksi Jurnal VISI (sejak 1997), Dewan Redaksi Majalah Tani Merdeka (sejak 2007), dan juga pemimpin redaksi Tabloid Gema Indonesia Raya (sejak 2011). Tulisan-tulisannya juga banyak dimuat di sejumlah buku, bunga rampai, jurnal dan media massa nasional. Selain itu, Fadli Zon juga aktif dalam dunia bisnis. Karirnya dimulai dengan bergabung di Nusantara Energy Ltd (1999-2001), ia kemudian dipercaya sebagai Direktur Umum Golden Spike Energy Indonesia Ltd (20022005), sebuah perusahaan minyak dan gas swasta. Sejak tahun 2005, ia menjabat sebagai Direktur PT Padi Nusantara. Dan kini ia menjadi Komisaris PT Tidar Kerinci Agung sejak 2009, setelah sebelumnya menjadi direktur di perusahaan kelapa sawit tersebut.
Di luar kampus, dia pernah dipercaya untuk menjadi Sekjen dan Presiden Indonesian Student Association for International Studies (ISAFIS) (1993-1995). Selain itu, Fadli juga sempat diminta untuk menjadi Wakil Ketua Yayasan BESTARI, sebuah LSM bidang anak-anak dengan aktivitas utama Rumah Dongeng Indonesia yang ikut menyebarkan dongeng pada anak-anak dan membina kreativitas anak-anak Indonesia (1991-1994).
Seni dan kebudayaan adalah bagian yang tak terpisahkan dari hidupnya. Setelah mendirikan Rumah Budaya di Aie Angek, Tanah Datar – Sumatera Barat, Ketua Lingkaran Keris Indonesia ini mendirikan Fadli Zon Library pada tahun 2008 di Jakarta Pusat. Selain koleksi buku yang mencapai 45.000 buah, terutama bukubuku tua Hindia Belanda sejak 1700-an, Fadli Zon sering menggelar acara diskusi secara reguler tentang berbagai tema, dari mulai sejarah, budaya, politik, ekonomi, maupun tema-tema lainnya yang aktual, serta menjadi tempat persinggahan tokoh-tokoh intelektual Indonesia dari dalam dan luar negeri.
Tidak diragukan, kehidupannya sebagai aktivis semakin menajamkan kepekaan terhadap berbagai permasalahan yang dihadapi masyarakat dan semakin meningkatkan kepeduliannya untuk bisa memberikan kontribusi terbaik bagi bangsanya. Hal itulah yang kemudian mendorongnya untuk terjun ke jalur politik.
Dari kiprahnya di berbagai bidang, Fadli Zon pun banyak mendapatkan penghargaan dan anugerah. Tahun 2009 ia memperoleh Gelar Tuanku Muda Pujangga Diraja, dari Daulat Yang Dipertuan Raja Alam Minangkabau. Pada tahun yang sama, Strategi Aliansi Komunika memilihnya sebagai Komunikator Terbaik Pilpres 2009 dan Kompas menobatkannya sebagai Tokoh Muda Inspiratif. Dan tahun 2011, ayah dari Shafa Sabila Fadli dan Zara Saladina Fadli ini mendapat Gelar Kanjeng Pangeran Kusumohadiningrat dari Keraton Surakarta Hadiningrat.
Karir politiknya dimulai ketika ia dipercaya sebagai Direktur Eksekutif Center for Policy and Development Studies (CPDS) pada tahun 1995-1997. Tahun 1997 hingga tahun 1999, ia menjadi anggota MPR RI sekaligus aktif sebagai asisten Badan
274
Pekerja Panitia Adhoc I yang membuat GBHN. Pada tahun 1998, Fadli Zon ikut mendirikan Partai Bulan Bintang (PBB) dan menjadi salah satu Ketua hingga akhirnya dia mundur di tahun 2001. Selanjutnya, pada tahun 2008, Fadli beralih dengan menjadi Wakil Ketua Umum Partai Gerakan Indonesia Raya (GERINDRA) dan menjadi Ketua Badan Komunikasi Partai GERINDRA pada tahun 2010.
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
275
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Fahri Hamzah (FEUI 1997) Anggota DPR RI/Fraksi PKS (2004 - Sekarang)
Nama Fahri Hamzah mulai dikenal publik sejak reformasi bergulir awal 1998. Lakilaki kelahiran Utan, Sumbawa, Nusa Tenggara Barat tanggal 10 Nopember 1971 ini merupakan pendiri sekaligus ketua umum pertama organisasi Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI). Bersama organisasi KAMMI, Fahri melancarkan gerakan anti-KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme). Dalam setiap aksinya, KAMMI pimpinan Fahri berbeda dengan aksi unjuk rasa mahasiswa lain yang cenderung sering terlibat bentrok fisik dengan aparat. Sebagai intelektual muda, sejak masih berstatus mahasiswa di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (UI), Fahri telah banyak terlibat dalam kegiatan akademis dan kecendekiawanan. Selain pernah bekerja sebagai salah satu pimpinan di Jurusan Ekonomi Ekstensi UI, Fahri juga pernah aktif sebagai Ketua Departemen Pengembangan Cendekiawan Muda Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) Pusat dan berbagai kegiatan lainnya. Setelah era reformasi bergulir pada tahun 1999, Fahri sempat diangkat menjadi Staff Ahli MPR RI pada tahun 2004. Dia kemudian bergabung dengan Partai Keadilan Sosial yang lantas mendorongnya untuk menjadi anggota DPR RI pada tahun 2004 mewakili daerah kelahirannya, Nusa Tenggara Barat. Saat itu, Fahri Hamzah bergabung dengan Fraksi PKS dan bertugas di Komisi VI yang menangani masalah Perdagangan, Perindustrian, Investasi, Koperasi/UKM, dan BUMN. Perhatiannya yang besar di dunia hukum, membuahkan kepercayaan Fraksi PKS yang menempatkannya sebagai Wakil Ketua Komisi III, yang membidangi Legislasi sejak tahun 2009 lalu. Selain aktif sebagai anggota Dewan, dia juga senang menulis dalam berbagai artikel. Hingga kini telah terbit satu karyanya dengan judul ”Negara, BUMN dan Kesejahteraan Rakyat” yang diterbitkan melalui Yayasan Faham Indonesia (YFI). YFI sendiri merupakan kelanjutan dari Yayasan Pengembangan Sumber Daya Pemuda (CYFIS) yang didirikan saat hari Sumpah Pemuda, setelah aksi-aksi mahasiswa 1998 mereda.
PEMERINTAHAN & POLITIK
Harlini Amran (FIB UI 1990) Anggota DPR RI/Fraksi PKS (2009 - Sekarang)
Herlini Amran merupakan salah satu anggota DPR-RI dari fraksi PKS. Ia kini duduk di kursi komisi VIII DPR-RI yang membidangi masalah agama, sosial, pemberdayaan perempuan dan anak-anak. Lulusan Sastra Arab UI tahun 1990 ini dikenal sebagai ustadzah dan pakar fiqih dan syariah. Ia adalah pengasuh rubrik fiqih di majalah “Ummi”, pembicara pada berbagai kajian dan seminar keislaman, pengasuh berbagai majelis taklim, konsultan di Shariah Consulting Centre (SCC), selain juga sebagai Dosen. Kendati beliau menguasai ilmu fiqih secara umum, kajian-kajian beliau banyak terfokus pada masalah-masalah wanita, anak, dan keluarga. Ibu dari 5 (lima) orang anak ini terlibat aktif dalam gerakan dakwah sejak tahun ’80an, hingga bermetamorfosis menjadi Partai Keadilan (1999) sampai Partai Keadilan Sejahtera (2002). Beliau termasuk deklarator Partai Keadilan, lalu menjadi Staf Departemen Kaderisasi DPP PK. Selanjutnya beliau aktif di bidang Kewanitaan DPP PKS. Sejak tahun 2005 Herlini Amran menjadi anggota Majelis Syuro PKS. Pada tahun 2004, Herlini diajukan menjadi calon anggota DPR-RI dari Kepulauan Riau. Namun Allah swt belum mengizinkan. Perolehan suara PKS di Kepulauan Riau berada di posisi ke-4, padahal kursi DPR dari daerah tersebut hanya 3 kursi. Pada Pemilu 2009, Herlini Amran kembali diajukan menjadi calon anggota DPR-RI dari daerah yang sama. Insya Allah, kali ini PKS akan menjadi pemenang pemilu di Kepulauan Riau, dan ustadzah Herlini Amran akan duduk sebagai anggota DPR-RI. Sebagai seorang anggota DPR, ia mendukung sebuah program bentukan pemerintah yaitu Program Keluarga Harapan (PKH). Program ini diperkirakan dapat membantu terselesaikannya masalah sosial di Indonesia yaitu, kemiskinan. Ia mengungkapkan bahwa 12,49 persen penduduk Indonesia berada di bawah garis kemiskinan bahkan tergolong fakir miskin. Data ini diperolehnya dari Badan Pusat Statistik pada Maret 2011. Herlini bersama anggota komisi VIII lainnya mengadakan sebuah kunjungan kerja ke Kalimantan Barat. Dalam kesempatan itu ia menyarankan pada tahun 2014, pemerintah harus menjalankan PKH kepada 3 juta keluarga. Bahkan ia menegaskan bahwa program yang telah dilaksanakan sejak 2007 ini seharusnya dijadikan program nasional layaknya Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM).
276
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
277
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PEMERINTAHAN & POLITIK
Harry Witjaksono (FHUI 1982) Anggota DPR RI 2009 - 2014
Harus Punya Keinginan Untuk Maju Keberhasilan seseorang dalam mengaktualisasikan dirinya merupakan rangkaian perjuangan yang tidak mudah, dari jerih payah menghadapi berbagai tantangan hidup, dan tidak cepat putus asa ketika mengalami kegagalan. Setidaknya itulah pengalaman batin Harry Witjaksono, alumnus Fakultas Hukum UI yang kini mengabdi sebagai Anggota DPR RI. Laki-laki kelahiran Mojokerto tahun 1956 ini menemukan lingkungan yang tepat untuk mengasah kepercayaan dirinya ketika diterima kuliah di FHUI. Sejak masuk sebagai mahasiswa baru, Harry langsung aktif di berbagai organisasi kemahasiswaan yang mendidiknya bagaimana cara bekerjasama, berkomunikasi, berdemokrasi dan bergaul dengan banyak teman dengan berbagai latar belakang. Organisasi juga yang memberinya kesempatan untuk membentuk karakter diri yang kuat dan untuk mengasah kepekaan terhadap lingkungan dan berbagai permasalahan yang ada di masyarakat. Larut dalam kegiatan organisasi sempat membuatnya tidak naik tingkat, dan pengalaman itu menyadarkannya bagaimana mengontrol diri untuk membuat keseimbangan antara kewajiban belajar menuntut ilmu dan kebutuhan untuk menyalurkan minat. “Tapi pada akhirnya saya tetap merasa berkesan dan tidak menyesal tidak naik tingkat. Karena dengan tidak naik tingkat, saya jadi mengetahui bahwa aktifitas organisasi itu harus kita jaga dan kontrol,” tutur Harry. “Pokoknya semasa jadi mahasiswa jangan jadi kutu buku saja, tapi juga jangan terlalu larut tanpa kejelasan dalam berorganisasi. Buku, pesta, cinta bolehlah.Dulu saya agak kuper (kurang pengaulan) dengan organisasi saya bisa bergaul, banyak kawan bahkan bekas musuh jadi kawan sekarang di DPR.” Ada hikmah yang disyukurinya ketika impiannya menjadi seorang jaksa gagal. Kegagalan justru membuka jalan bagi perjalanan kariernya saat ini menjadi Anggota DPR RI yang membidangi pengawasan Kejaksaan serta institusi penegak hukum lainnya. Mengapa gagal menjadi seorang jaksa, karena pada saat ia datang pada hari terakhir pendaftaran di Kejaksaan Agung, ia belum membawa ijazah yang ketika itu memang belum keluar. Ia sempat kecewa dan akhirnya memutuskan menekuni dunia kepengacaraan yang sudah mulai ia jalankan sejak tingkat terakhir kuliah dengan bergabung sebagai pembela hukum di Pos Bantuan Hukum Peradin Jaya (Posbakum) dan aktif bersidang dalam perkara-perkara pidana yang bersifat prodeo. Setelah sempat bekerja di Kantor Advokat Lukman Wiriadinata, ia kemudian bergabung di Kantor Soemarjono, Herman & Rekan (SHR). Di kantor advokat yang didirikan oleh dua seniornya dari FHUI, Soemarjono dan Herman Zakaria, Harry mengaku banyak mendapat gemblengan bagaimana menjadi seorang pengacara yang tangguh.
278
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Dari Soemarjono yang akrab disapa Opa, Harry belajar banyak bimbingan sebagai corporat lawyer, sementara Herman Zakaria lebih banyak membimbingnya sebagai litigation lawyer terutama dibidang kasus-kasus perdata. Karena kerasnya gemblengan Opa, Harry mengaku sempat berpikir untuk keluar. Tetapi justru dari gemblengan Opa yang keras itulah, ia kemudian meyakini bahwa tidak ada jalur pintas untuk bisa berhasil, semuanya harus diperjuangkan dengan semangat pantang menyerah. Setelah sekitar 6 tahun bekerja di Kantor Soemarjono, Herman & Rekan, tahun 1991 Harry mencoba tantangan baru dengan bergabung di Bank Subentra sebagai Kepala Departemen Penyelesaian Hukum. Tahun 1997 ia bergabung dengan Bank Papan Sejahtera sebagai Kepala Departemen Hukum dan Penyelesaian Kredit. Setahun kemudian, ia bekerja sebagai Kepala Biro Hukum PT Sigma Batara setelah Bank Papan Sejahtera dilikuidasi menyusul krisis moneter 1998. Setelah memiliki pengalaman sekitar tujuh tahun dibidang kepengacaraan dan ditambah pengalaman menangani masalah perbankan dan lembaga sekuritas keuangan, Harry kemudian memutuskan untuk membuka kantor advokat sendiri: Kantor Hukum Hadiwinata, Witjaksono & Partners (20002003), Kantor Hukum Witjaksono & Partners (2003-2005), Kantor Hukum Witjaksono, Sudarso & Partners (2005-2008), dan Kantor Hukum Witjaksono, Karim & Partners (2009 – sekarang/non aktif). Ketika karirnya sudah semakin mapan, Harry rupanya tidak mampu membendung dorongan jiwa aktivisnya untuk memberikan kontribusi yang besar kepada masyarakat. Ia mengambil kesempatan bergabung dengan Partai Demokrat dan menjadi calon legislatif pada Pemilu 2004 untuk daerah pemilihan Banten I namun belum berhasil. Meski belum berhasil tidak menyurutkan niatnya untuk maju kembali mencalonkan diri sebagai calon legislatif. Berbekal pada pengalaman sebelumnya, pada pemilu tahun 2009 ia kembali mencalonkan diri sebagai calon legislatif untuk daerah pemilihan Jawa Barat 6 yang meliputi Kota Bekasi dan Kota Depok. Harry kemudian terpilih sebagai Anggota DPR RI dan ditempatkan di Komisi III yang menangani permasalahan di bidang Hukum, HAM dan Keamanan.Dan didalam kepengurusan Partai Demokrat, sejak tahun 2000 Harry dipercaya sebagai Sekretaris Divisi Advokasi dan Bantuan Hukum mendampingi Denny Kailimang yang menjadi ketuanya. “Harus mempunyai keinginan untuk maju, walaupun untuk mencapai itu kita harus jatuh bangun, bersakit-sakit yang penting jangan menjatuhkan harga diri atau menjual diri dan jangan naik dengan menginjak kepala orang,” tutur suami dari Dra. Hj. Henny S. Widyaningsih, M.Si serta ayah dari Handhika Satrio Ramadhan, Ph.D. dan Hanindya Restiningtyas, M.Psy. ini. “Bekerjalah dan berbuatlah sesuatu yang terbaik untuk kepentingan orang banyak. Pergunakanlah kesempatan yang ada dengan sebaik-baiknya.”
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
279
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Hernani Hurustiati
(FISIP 1976) Anggota DPR RI/Fraksi Partai Golkar (2009 - Sekarang)
Himmatul Alyah Setyawaty (FHUI 1984) Anggota DPR RI/Fraksi Partai Demokrat (2009 - Sekarang)
Hernani Hurustiati adalah anggota DPR RI untuk periode masa jabatan tahun 20092014. Wanita yang lahir di Magelang, 30 Mei 1947 ini mengawali karirnya di dunia politik dengan bergabung sebagai anggota pada Partai Golongan Karya hingga akhirnya dia dipercaya untuk menjabat sebagai Wakil Sekjen DPP Partai Golkar.
Himmatul Alyah Setiawaty merupakan anggota DPR RI Komisi III yang menangani permasalahan Hukum, HAM dan Keamanan untuk fraksi Partai Demokrat. Alyah, begitu panggilan akrabnya, berhasil melenggang ke Senayan setelah mengantongi sebanyak 39.942 untuk daerah pilihan Banten II.
Bersama dengan partai Golkar, Hernani Hurustiati sempat menduduki jabatan penting sebagai Ketua DPRD Kabupaten Sidoarjo pada tahun 1987 hingga tahun 1992. Pada tahun 2001, Hernani Hurustiati berangkat ke Jakarta untuk mengikuti Kursus Singkat Angkatan (KSA) IX Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas).
Sebelum menjadi anggota DPR, istri seorang ekonom bernama Suhartono ini aktif sebagai Konsultan Hukum. Pada tahun 2003, dia juga pernah bekerja sebagai Managing Partner pada SAS Law Firm di Jakarta. Selain itu, Alyah yang merupakan alumnus Fakultas Hukum Universitas Indonesia juga pernah bekerja sebagai konsultan di Antawirya & Associates dan menjadi manager cabang Jakarta Pusat di PT Asuransi Berdikari.
Selain berkecimpung di kepartaian, Hernani Hurustiati pada tahun 2002 ditunjuk untuk menjadi Ketua Himpunan Wanita Karya (HWK) hingga akhir tahun 2007. Sebelum masa akhir jabatannya sebagai Ketua HWK, Hernani Hurustiati juga dipercaya untuk menjadi Sekjen Kongres Wanita Indonesia (Kowani) yang merupakan kongres wanita terbesar dan tertua di Indonesia pada tahun 2004 hingga tahun 2009. Di tahun 2009, dengan dukungan penuh dari partai Golkar, alumnus FISIP Universitas Indonesia Jakarta (1976) ini maju mencalonkan dirinya sebagai anggota DPR RI untuk daerah pemilihan Jawa Timur IX. Dalam pemilihan ini, Hernani Hurustiati memperoleh jumlah pemilih sebanyak 31.259 suara yang membuatnya melenggang ke Senayan. Di dalam DPR RI, Hernani Hurustiati dipercaya untuk menjadi anggota Komisi IX yang fokus pada permasalahan Tenaga Kerja, Transmigrasi, Kependudukan, Kesehatan. Sebelum kembali menjadi anggota DPR RI tahun 2009, Hernani Hurustiati juga merupakan anggota DPR pada tahun 1992 hingga tahun 1999. Selama menjalani aktifitas poltiknya, Hernani Hurustiati selalu menjunjung tinggi loyalitas. Menurutnya untuk menjadi seorang politisi sejati, loyalitas atau kesetiaan terhadap partai mutlak harus dijunjung tinggi. Prinsip inilah yang terus dipegang teguh oleh Hernani Hurustiati hingga saat ini.
280
PEMERINTAHAN & POLITIK
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Sejak menjadi mahasiswa, Alyah memang sudah gemar berorganisasi. Hal ini terlihat dari banyaknya organisasi yang dia ikuti. Pada tahun 1978 hingga tahun 1984, Alyah menjadi anggota Resimen Mahasiswa Universitas Indonesia. Bersamaan dengan itu, dia juga mengikuti kelompok Drumband Universitas Indonesia pada tahun 1979. Wanita kelahiran 1958 ini juga merupakan anggota Persatuan Golf Universitas Indonesia pada tahun 1999-2002. Setelah menjadi alumni pun, Alyah masih tetap aktif di lembaga Ikatan Alumni Fakultas Hukum UI. Anggota DPR yang terpilih di daerah pemilihan Banten III (Kabupaten Tangerang) ini berharap bisa terus mensinergikan di antara organ yang ada di Iluni FHUI, apakah dari eksekutif, pihak swastanya maupun legislatifnya sehingga wadah yang sudah ada ini bisa bermanfaat bagi alumni. Selain itu dia ingin agar Iluni FHUI berkontribusi di dalam produk-produk hukum yang dibahas oleh DPR, khususnya komisi hukum (komisi III). Meski duduk di kursi terhormat sebagai anggota DPR, Alyah tetap dikenal sebagai orang yang terbuka dan familiar, siapapun yang ingin bertemu dengan dirinya pasti diterima asalkan memang ada waktu yang luang. Begitu juga ketika ada undangan acara yang bersifat sosial, di sela-sela persidangan ia juga menyempatkan datang.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
281
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Ledia Hanifa Amaliah (FMIPA 1993) Anggota DPR RI/Fraksi PKS (2009 - Sekarang)
Perempuan yang lahir di Jakarta, 30 April 1969 ini mulai terjun ke dunia politik sejak reformasi 1998 bergulir. Seiring berdirinya Partai Keadilan (PK) yang akhirnya berganti nama menjadi Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Dengan masuk ke dunia politik, banyak hal yang menurutnya bisa dikerjakan, terutama dalam pembuatan produk kebijakan. Sebelum terjun ke politik praktis, Ledia aktif di Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Lulusan FMIPA UI tahun 1993 ini meyakini dengan terjun ke politik, ia dapat lebih luas lagi mengabdikan dirinya untuk publik. Meski baru setahun lebih berkiprah di DPR RI, anggota Komisi IX DPR RI ini mengaku sudah melakukan berbagai upaya untuk kepentingan masyarakat luas. Beberapa kinerjanya seperti mendorong Kementerian Kesehatan untuk menurunkan angka kematian pada ibu. Di bidang ketenagakerjaan, Ketua Bidang Humas Kaukus Perempuan Parlemen Indonesia ini menegaskan, pihaknya mendorong BNP2TKI dengan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi tidak terjadi dualisme dalam mengurus TKI/TKW. Tentu saja, selama setahun lebih berkiprah di parlemen, bagi Ledia masih banyak pekerjaan rumah yang belum dikerjakan. Ia bercita-cita membuat program promotif-preventif di bidang kesehatan. Persoalan lainnya dalam hal kesehatan, Ketua DPP Bidang Kewanitaan PKS ini ini juga menginginkan pendistribusian tenaga kesehatan di daerah dilakukan secara merata. Termasuk revisi UU Kesehatan dan penerbitan UU Keperawatan. Ledia mengaku, soal kesetaraan gender tidak ada masalah di PKS. Menurutnya, dalam praktiknya tidak ada lagi dikotomi laki-laki dan perempuan. Wanita ini berpendapat, semua kembali kepada kapasitas perseorangan. Di PKS sendiri lebih ditekankan kepada kapasitas. PKS sangat menghargai perempuan.
PEMERINTAHAN & POLITIK
Mahfudz Siddiq (FISIP UI 1990) Anggota DPR RI/Fraksi PKS (2009 - Sekarang)
Mahfudz Siddiq adalah politikus Indonesia yang namanya kini tercatat sebagai Anggota DPR RI Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS), dan merupakan Ketua Komisi I DPR RI. Ia terpilih sebagai Anggota DPR RI periode 2009-2014 untuk Dapil Kota Cirebon, Kabupaten Cirebon, dan Kabupaten Indramayu. Bisa dibilang Mahfudz Siddiq akrab dengan politik sejak dia menempuh pendidikan di Fisip UI Jurusan Ilmu Politik. Kemudian, dia melanjutkan pendidikannya dengan mengambil S2 di Fakultas Ilmu Politik UNAS dan mengambil jurusan linear; Ilmu Politik. Dengan bekal pendidikannya tersebut, Mahfudz Siddiq mengasah keterampilan berpolitik dengan menjadi Ketua Kaderisasi PKS 1999-2005. Kemudian, dia terpilih sebagai Ketua Badan perencanaan Dakwah DPP PKS pada tahun 2005 hingga 2009. Kemudian, dia terpilih menjadi anggota Komisi I DPR RI daerah Jabar VIII Kokab. Cirebon dan Indramayu. Sebagai seorang politikus muda, Siddiq sadar bahwa salah satu cara untuk berkomunikasi dengan rakyat---dan pemuda Indonesia tentunya---adalah dengan aktif di berbagai jejaring sosial dan menuliskan kegiatan melalui blog. Ia juga membuat akun facebook untuk mensosialisasikan kegiatan dan berita yang menjadi fokusnya dalam pemerintahan. Selain Facebook, Mahfudz juga memiliki sebuah akun twitter dengan nama @MahfudzSiddiq yang dia gunakan untuk berbagi informasi dan berdakwah. Dalam akunnya, Mahfudz Siddiq memiliki motto hidup untuk berbuat yang terbaik sebagaimana Allah selalu melakukan yang terbaik untuk umatnya. Selain akun Facebook dan Twitter, Mahfudz Siddiq juga memiliki sebuah blog resmi yang berisi tentang berita mengenai politik di Indonesia, Partai PKS, dan jadwal kegiatannya. Blog tersebut dapat di akses di www.mahfudzsiddiq.com.
Jika melihat jejak rekam Ledia, perempuan berkacamata ini tergolong aktif. Saat ini ia juga tercatat sebagai anggota Forum Parlemen Indonesia untuk Kependudukan dan Pembangunan (2009-2014). Ia menjabat Ketua Departemen Kebijakan Kesehatan, Kependudukan, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Bidang Kebijakan Publik DPP Partai Keadilan Sejahtera (2010-2015). Saat ini ia juga anggota Majelis Pertimbangan PP Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia serta Ketua III PP Wanita PUI Ketua Divisi Diklat Kaukus Perempuan Politik Indonesia (2008-2010). Ledia mengaku seabrek aktivitas tidak meninggalkan kodrat dirinya sebagai istri dari Bachtiar Sunasto itu. Menurut dia, suaminya cukup mendukung aktivitas politiknya. Ia menyadari pilihannya terjun ke dunia politik merupakan hasil kesepakatan yang dibangun dirinya dengan dukungan suaminya.
282
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
283
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Mardani Ali Sera (FTUI 1992) Anggota DPR RI/Fraksi PKS (2011 - Sekarang)
Mardani Ali Sera ditetapkan sebagai Anggota DPR RI tahun 2011 melalui proses pergantian antar waktu (PAW) setelah Arifinto mengundurkan diri. Mardani tercatat sebagai Caleg DPR RI Daerah Pemilihan Jawa Barat 7 (Kabupaten Bekasi, Karawang, & Purwakarta) pada pemilu 2009 dan menempati urutan kedua suara terbanyak dibawah Arifinto. Pria kelahiran Jakarta, 9 April 1968, ini berhasil menyelesaikan pendidikannya di Jurusan Teknik Mesin FT UI tahun 1992. Ia kemudian bekerja sebagai dosen di Universitas Mercu Buana dan melanjutkan pendidikannya di Universiti Teknologi Malaysia untuk meraih gelar Master of Engineering (2000) dan gelar Doktor (2002). Aktivis dakwah kampus ini mulai terjun ke organisasi politik tahun 1998 ketika tengah belajar di negeri Jiran dan menjadi pengurus Pusat Informasi Partai (PIP) Partai Keadilan di Johor Baru Malaysia. Setelah meraih gelar Doktor dan kembali ke Indonesia, Mardani menjadi pengurus DPC PKS Pondok Gede Bekasi. Tahun 2005, ia terpilih sebagai Wakil Sekjen DPP PKS Bidang Administrasi. Dan sejak tahun 2011, ia dipercaya sebagai Ketua DPP PKS Bidang Koordinasi Kehumasan. berbagai penugasan yang pernah dijalankannya diantaranya adalah sebagai Da’i utusan DPP PKS (2008) ke Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua, Malaysia, Singapura, Thailand, dan Arab Saudi untuk mensosialisasikan konsep pembangunan umat madani. Tahun 2006 ia juga ditugaskan mewakili PKS dalam program Youth Political Exchange Program dengan Kementerian Luar Negeri Selandia Baru di New Zealand. Dan tahun 2011 ia didaulat sebagai da’i untuk muhibbah dakwah ke Amerika Serikat (Chicago, New York, Los Angeles, Wisconsin, Illinois, Indiana). Selain itu, sejak tahun 2005, Mardani juga aktif sebagai muballigh LPPD IQRA yang melaksanakan tugas sebagai khatib Jumat, pengisi pengajian kantor, training ke-Islaman, dan motivasi. Disamping kesibukannya dibidang dakwah dan politik, Mardani tetap aktif menjalankan profesinya dibidang pendidikan. Selain sebagai dosen di Universitas Mercu Buana, ia juga dipercaya sebagai pengurus Yayasan Islamic Centre IQRO yang melaksanakan pendidikan dari tingkat Taman Kanak-kanak hingga SLTP dan juga Ketua Yayasan Cendekia Ikhlas Madani yang menyelenggarakan pendidikan anak usia dini (PAUD) dan pemberdayaan guru TK. Pengusaha real estate ini juga aktif di organisasi sosial kemasyarakatan. Ia membentuk Kelompok Swadaya Masyarakat Madani yang melaksanakan pemberdayaan ekonomi bagi masyarakat usaha mikro, kecil dan menengah dalam bentuk modal bergulir untuk usaha perikanan, peternakan, garmen dan pertanian serta pelatihan jasa servis handphone, las listrik, komputer dan desain grafis.
284
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PEMERINTAHAN & POLITIK
Martin H Hutabarat (FHUI 1977) Anggota DPR RI/Fraksi Partai Gerindra (2009 - Sekarang)
Martin Hutabarat adalah politisi senior, terpilih sebagai Anggota DPR RI dari Partai Gerindra untuk periode 2009-2014 dari daerah pemilihan (dapil) Sumatera Utara III. Oleh rekan-rekannya di DPR RI, Martin mendapat julukan “Profesor”---selain karena sebagai politisi senior, ia memang dikenal vokal dan teguh memegang prinsip. Panggung politik praktis telah ditekuninya sejak ia masih kuliah di Fakultas Hukum Universitas Indonesia dengan menjadi aktivis kampus hingga lulus pada tahun 1977. Sepuluh tahun kemudian, Martin pun tercatat sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI periode 1987-1992 dari Golongan Karya. Sejak dulu sebagai wakil rakyat sikap politik Martin tak pernah berubah. Bahkan masih ingat dalam benaknya dulu ketika ia diperingatkan oleh partai karena dianggap terlalu vokal. Kini, kesulitan bebas berbicara sudah tak lagi dialaminya seperti waktu dulu. Ia pun mengetahui betul bagaimana menghargai kebebasan yang diraih dalam gerakan reformasi tahun 1998. Hingga detik ini, Martin pun tetap lantang menyuarakan pendapatnya. Bahkan tak ayal, pria yang pernah duduk sebagai staf BP7 Pusat ini kerap menjadi rujukan para wartawan terkait berbagai permasalahan yang ada. ”DPR sekarang ini mengalami banyak perubahan. Sekarang DPR bebas bicara karena berada dalam kondisi masyarakat yang demokratis. Meski kadang ada saja yang kebablasan keluar dari jalurnya,” tandas pria kelahiran Pematang Siantar, 26 November 1951 ini. Ia bahkan pernah melontarkan pernyataan pedas mengkritik rekan-rekannya di DPR, bahwa anggota DPR yang ngantor dengan jam tangan Rolex melingkar di pergelangan tangan merupakan contoh hedonis wakil rakyat yang tak sepatutnya dilakukan. Ia menuturkan bahwa tingkah laku anggota DPR sebaiknya yang biasa saja, mengingat anggota DPR duduk di kursi DPR berkat pilihan rakyat, jadi seharusnya yang diunggulkan adalah ide dan kerja kerasnya sebagai penyampai dari aspirasi rakyat. Tak hanya itu, beberapa waktu yang lalu, Martin juga menuturkan opininya mengenai revisi UU KPK yang dianggapnya belum terlalu perlu dan bersifat tidak mendesak. Ia mengungkapkan bahwa revisi UU KPK jika dilakukan secara otomatis akan membatasi ruang gerak KPK dalam menyelidiki dan menuntaskan kasus korupsi. Tidak hanya itu, ia menambahkan bahwa tindakan merevisi UU KPK sama halnya dengan upaya melemahkan institusi-institusi lembaga hukum. Baginya dengan berpolitik berarti ikut dalam memperjuangkan kepentingan masyarakat luas. Oleh karena itu, kala diminta untuk ikut membidani lahirnya Partai Gerindra, sejak saat itu pula ia memantapkan diri untuk memperjuangkan apa yang menjadi perjuangan Partai Gerindra salah satunya ekonomi kerakyatan. ”Semua itu saya niatkan untuk membela dan memperjuangkan rakyat kecil,” ujarnya.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
285
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Mohammad Syahfan Badri Sampurno (FMIPA UI 1990) Anggota DPR RI/Fraksi PKS (2009 - Sekarang)
Drs. H. Mohammad Syahfan Badri Sampurno adalah Anggota DPR RI Komisi I dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera periode 2009-2014. Saat ini pria yang lahir di Jakarta, 19 November 1964 itu berkantor di Gedung Nusantara 1 lantai 4 No 427. Ia bertugas membidangi Pertahanan, Luar Negeri, serta Informasi. Dalam partainya, Syahfan Badri juga bertindak sebagai Ketua DPP PKS Badan Pemenangan Pilkada 2010-2015 serta Anggota Majelis Syuro PKS (2010-2015). Sebelum itu, sarjana lulusan FMIPA Universitas Indonesia tahun 1990 tersebut menduduki beberapa jabatan penting seperti Koordinator Wilayah Bengkulu, DPP PK dan PKS (1998-2004); Ketua Wilayah Dakwah Sumatera Bagian Selatan, DPP PKS (2004-2009); serta Anggota Majelis Syuro PKS (2004-2009). Sejak duduk di bangku kuliah, Syahfan Badri cukup aktif berorganisasi. Ia terdaftar di Komisariat Senat Mahasiswa Fisika UI dan tergabung dalam Mahasiswa Pecinta Alam (Mapala) UI. Sementara itu, di luar kampus, suami dari Dr. Helda, M, Kes tersebut aktif dibidang dakwah. Syahfan Badri aktif di Yayasan Al-Fida yang bergerak dalam bidang dakwah, sosial, dan pendidikan yang dibentuknya. Ia juga mendirikan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang pendidikan, sosial, dan advokasi, serta TK Auladuna sebagai tempat Bimbingan Belajar Iqra. Sedangkan di bidang ekonomi, Koperasi dan BMT adalah wujud nyatanya untuk memberdayakan ekonomi kecil. Memasuki era reformasi, Syahfan Badri yang juga bertindak sebagai aktivis HMI memilih untuk bergabung dengan Partai Keadilan (PK) yang menjadi cikal bakal Partai Keadilan Sejahtera (PKS) pada Pemilu 2004.
PEMERINTAHAN & POLITIK
Mustafa Kamal (FIB UI 1994) Anggota DPR RI/Fraksi PKS (2004 - Sekarang)
Mustafa Kamal adalah seorang Anggota DPR-RI dari fraksi PKS. Setelah menyelesaikan tugasnya sebagai Anggota DPR RI periode 2004-2009, pada pemilu 2009 ia kembali terpilih sebagai Anggota DPR RI untuk periode kedua. Pria kelahiran Jakarta, 14 Desember 1969, ini telah menunjukkan bakat kepemimpinanya sejak mahasiswa dengan mengetuai banyak organisasi kemahasiswaan, seperti Ketua Senat Fakultas Ilmu Bahasa UI tahun 1993-1994 dan Deklarator Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) pada tahun 1998, selain sering diundang sebagai narasumber pembicara di berbagai daerah di tanah air. Dia menyelesaikan pendidikan sarjananya di Fakultas Ilmu Bahasa (FIB) Universitas Indonesia. Dia kemudian melanjutkan di pasca sarjana Universitas Indonesia program studi Manajemen Pembangunan Sosial pada tahun 1998. Namun dia tidak menyelesaiakan program pasca sarjananya karena mendapatkan tugas dari partainya di komisi pemilihan umum (KPU). Kemudian pada tahun 2001 dia mengikuti kursus regular angkatan XXXIV selama 9 bulan. Ide-ide kebangsaan, kerakyatan dan kenegaraannya telah banyak tercatat dan menghiasai sejumlah media nasional di tanah air, baik media cetak, elektronik maupun media online. Kini, politisi dan tokoh muda Indonesia ini menjadi ketua Bidang Kebijakan Publik dari Partai Keadilan Sejahtera, sekaligus sebagai Ketua Fraksi dari Partai Keadilan Sejahtera. Dari pernikahannya dengan Eko Sri Wahyuni Setyawati, SE. yang juga seorang dosen, Mustafa dikaruniai 4 orang anak.
Dari pernikahannya dengan Dr. Helda, M.Kes, Syahfan Badri sudah dikaruniai enam anak. Mereka adalah Nadiyya Zahratul Jannah, Nabila Tsarwatul Jannah, Athiyya Mardiyah, Mohammad Salman Ramadhan, Mohammad Yahya Ayyash, dan Hanna Tsabita.
286
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
287
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Nurul Qomaril Arifin (FISIP UI 2004)
Anggota DPR RI/Fraksi Partai Golkar (2009 - Sekarang)
PEMERINTAHAN & POLITIK
Nusron Wahid (FIB UI) Anggota DPR RI/Fraksi Partai Golkar (2009 - Sekarang)
Nurul Qomaril Arifin, atau lebih dikenal dengan nama Nurul Arifin, adalah aktris senior yang kemudian mengabdi melalui jalur politik. Melalui Partai Golkar, Nurul Arifin mencalonkan diri sebagai Anggota DPR RI pada pemilu 2004---meski meraih suara terbanyak, ia gagal ke Senayan karena nomor urut. Tidak patah semangat, ia kembali mencalonkan diri pada pemilu 2009 di daerah pemilihan VII Jawa Barat (Kabupaten Bekasi, Kabupaten Karawang, dan Purwakarta) dan berhasil meraih 124 ribu suara yang mengantarkannya berkiprah di Senayan.
Nusron Wahid adalah seorang politisi kelahiran Kota Kudus pada 12 Oktober 1971. Ia merupakan anggota Partai Golkar yang juga memenangkan pemilu legislatif dari partai berlambang pohon beringin tersebut. Bermodalkan dukungan dari 13.157 suara rakyat Kudus, ia berangkat ke Senayan sebagai anggota komisi VI di DPR RI. Di komisi ini ia bertugas sebagai pengawas kebijakan-kebijakan yang berhubungan dengan perdagangan, perindustrian, investasi, koperasi, UKM dan BUMN, dan Standardisasi Nasional.
Lulusan Jurusan Ilmu Politik FISIP UI tahun 2004 ini sebelumnya dikenal sebagai artis yang memiliki kepedulian sosial yang tinggi. Nurul aktif sebagai sukarelawan untuk penanggulangan korban Aids, narkoba dan juga kekerasan kepada perempuan. Karena aktivitasnya itu, ia beberapa kali menerima penghargaan; diantaranya sebagai “Artis perduli AIDS 1999″ dari Yayasan Pelita Ilmu, dan Artis Peduli Narkoba dari Badan Narkotika Nasional (BNN).
Pada Bulan Januari 2011 alumnus Fakultas Ilmu Bahasa UI ini terpilih sebagai Ketua Umum Gerakan Pemuda (GP) Ansor yang berafiliasi dengan organisasi agama terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama.
Pada tahun 2003, namanya tercatat sebagai salah satu perempuan berkualitas untuk kandidat anggota Legislatif versi LSM Cetro. Dari situ, banyak partai politik yang menawari Nurul untuk bergabung---salah satunya Partai Golkar. Dia berharap dengan terjun di dunia politik, semoga bisa dilihat sebagai suatu bentuk pengabdian untuk negara dan bangsa. Karena dia masuk dengan satu idealisme untuk memperjuangkan hak-hak perempuan, terutama pendidikan dan kesehatan untuk perempuan dan anak-anak, serta penghapusan kekerasan terhadap perempuan. Kemudian, dia ingin apa yang dilakukan ini bisa diterima sebagai sumbangsih saya kepada masyarakat, khususnya kaum perempuan. Menurut Nurul, terjun ke dunia politik adalah keputusan yang sangat besar dalam hidupnya. Sekaligus, membawa konsekuensi dan tanggung jawab yang sangat berat. Karena itu, wanita berambut pendek itu juga mengharapkan kontrol dari masyarakat dan teman-teman aktivis agar dirinya tetap konsisten pada komitmen dan tidak larut dengan kepentingan partai yang tidak sesuai dengan misi dan visi Nurul.
Pemilihan ketua organisasi pemuda NU tersebut dilangsungkan sebanyak dua putaran. Putaran pertama terdapat sepuluh kandidat yang maju. Hasilnya, Nusron memperoleh 257 suara, Marwan Ja’far 183 suara, Khatibul Umam Wiranu 40 suara, Syaifullah Tamliha 24 suara, Anwar 1 suara, Choirul Sholeh 1 suara, Malik Haroemen 1 suara, Munawar Fuad 3 suara, dan Yoyo Arifianto 1 suara. Dari hasil itu hanya Nusron dan Marwan yang layak lolos melanjutkan putaran kedua. Di putaran selanjutnya, Nusron Wahid akhirnya terpilih menjadi Ketua Umum PP GP Ansor setelah mengalahkan Marwan Jakfar yang juga merupakan seorang politisi dari PKB. Nusron Wahid mengungguli Marwan Jafar dengan 345 dari jumlah total suara 506 suara. Kemenangannya menimbulkan polemik setelah sebelumnya terjadi perdebatan tentang aturan batasan usia calon ketua umum yang maksimal 40 tahun. Namun masalah tersebut dapat ditangani ketika Ketua Umum PBNU, Said Agil Siradj, turun tangan. Setelah resmi terpilih, ia mencoba untuk mengembangkan unit usaha sebagai pondasi ekonomi dalam menjalankan organisasi. Oleh karena itu, semua unit usaha yang dilakukan oleh kader Ansor digalakkan untuk membangun organisasi yang maksimal. Selain ranah ekonomi, Nusron juga memperkuat kaderisasi anggotanya untuk mempersiapkan kader-kader penerus di organisasinya tersebut. Selain itu, Majelis Dzikir juga ditingkatkan keberadaannya oleh politisi muda dari partai Golkar ini.
288
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
289
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PEMERINTAHAN & POLITIK
Okky Asokawati (FPsi UI 1988)
Anggota DPR RI/Fraksi PPP (2009 - Sekarang)
Mendorong Kemandirian Perempuan Ia termasuk salah satu politisi multi-talenta. Tidak hanya santun dan berwajah cantik rupawan, Okky Asokawati juga dikaruniai kecerdasan dan semangat yang gigih untuk meraih yang terbaik. Setelah berhasil menjadi ikon modelling di Indonesia, juga presenter dan redaktur majalah, kini ia duduk di gedung parlemen sebagai Anggota DPR RI Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) untuk masa bhakti 2009-2014.
buku. Satu buku lainnya berjudul Cantik di Segala Usia Ala Okky Asokawati.
Okky Asokawati mulai dikenal publik sejak namanya disebut sebagai Putri bergaun malam terbaik versi Majalah Gadis pada tahun 1978. Namanya kian melambung ketika perancang busana terkenal sekelas Iwan Tirta menjadikan Okky sebagai model dalam peragaan busananya. Dia makin dikenal publik saat dirinya kerap menghiasi sampul majalah remaja dan wanita.
Usaha Okky untuk menekuni dunia politik tampaknya membuahkan hasil. Pada bulan Oktober 2009, ia terpilih menjadi anggota komisi IX Fraksi Partai Persatuan Pembangunan.
Saking sibuk untuk pemotretan dan show, kuliah Okky di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia sempat terlantar. Akhirnya Okky memutuskan untuk cuti selama dua tahun. Atas nasihat ibunya, Okky kembali lagi ke bangku kuliah dan lulus dengan gelar sarjana psikologi di tahun 1988. Pada tahun yang sama, dirinya membuka sebuah sekolah modelling yang dinamai OQ Modelling. Kini, OQ Modelling yang mempunyai visi membentuk para remaja untuk memiliki konsep diri serta kepercayaan diri yang positif memiliki empat cabang di Jakarta, Bandung, dan Tangerang. Tak puas ’hanya’ merambah dunia modelling dan iklan, Okky mulai merambah dunia presenter dan seni peran. Salah satu sinetron yang diperankan Okky adalah sinetron Senandung yang ditayangkan di salah satu stasiun televisi swasta. Di sisi lain, rating acara Oh Mama Oh Papa yang dipandunya juga semakin meningkat. Kemampuan olah kata yang baik membuat perempuan kelahiran Jakarta, 6 Maret 1961 ini dinilai memiliki nilai lebih dalam dunia pers. Ia juga menjabat sebagai redaktur pelaksana majalah Sarinah (1992-1994) dan Matra (19901994). Aktivitas yang berkecimpung dalam dunia pers ini membuat Okky lantas menerbitkan sebuah buku pada tahun 2005 yang bertajuk ”Jangan Menoleh ke Belakang.” Buku yang diterbitkan oleh salah satu penerbit utama ini berupa buku biografi mengenai dirinya. Banyak hal mengenai jati diri Okky yang diungkap dalam buku yang mulai dikerjakan sejak tahun 2003 sebelum akhirnya terbit pada tahun 2005. Pengalaman adalah guru terbaik bagi kehidupan, tampaknya pepatah tersebut menginspirasi Okky untuk menulis buku kembali pada tahun 2008. Buku yang berisi serba-serbi kreasi berjilbab ini diterbitkan secara berseri yakni Jilbab Permata 1 dan 2. Sampai tahun 2009, Okky sudah menerbitkan empat buah
290
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Dunia modelling, iklan, seni peran, presenter, dan menjadi penulis buku rupanya tak membuat Okky puas dan berbangga diri. Ia mengatakan bahwa dirinya ingin terjun ke dunia politik. Keinginannya tersebut dibuktikan pada tahun 2009, dirinya mencalonkan diri sebagai anggota DPR-RI dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan.
Terpilih menjadi anggota DPR-RI, Okky mengakui keterlambatannya dalam berpolitik. Ia bertutur bahwa selayaknya wanita mulai mengenal politik sejak dini. Tak ingin keterlambatannya tersebut dirasakan oleh banyak perempuan lain, Okky kerap mengajak berdebat remaja-remaja putri dalam topik yang menyangkut isu-isu perempuan dan untuk mengenal lebih jauh tentang dunia politik. Ia mengungkapkan bahwa, semakin banyak remaja perempuan belajar mengenal politik, maka semakin kecil kemungkinan perempuan untuk gagap berpolitik. Kini, Okky tak hanya aktif sebagai anggota Komisi IX bidang kesehatan dan ketenagakerjaan, ibu dari Tanisa Diva dan Queentadira Asokawati ini juga kerap menerima undangan sebagai narasumber dalam seminar-seminar kepribadian. Advokasinya terhadap kaum perempuan juga tinggi. Di berbagai kesempatan, Okky kerap melontarkan isu-isu terkait masalah kaum wanita---mulai dari kesehatan, pendidikan hingga politik. Ia mengharapkan kaum wanita Indonesia dapat lebih mandiri dan memiliki bargaining position baik dalam hal finansial maupun sikap dan kepribadian. Okky juga tidak segan-segan untuk turun menemui konstituennya untuk berbagai informasi dan pemikiran. Seperti misalnya, beberapa waktu lalu ia giat mengkampanyekan kesehatan reproduksi wanita dan langsung bertemu dengan para ibu yang ia buat histeris karena membawa alat peraga berupa alat vital laki-laki dan perempuan. Okky menyadari, kesehatan reproduksi memang masih terbilang tabu untuk dibicarakan sekali pun di kota metropolitan seperti Jakarta. Tetapi, minimnya pengetahuan masyarakat akan kesehatan reproduksi membuatnya tergerak membantu bersama dengan para aktivis lembaga swadaya masyarakat. Selain memberikan pengetahuan tentang fungsi organ vital, menurutnya, para ibu juga penting untuk mulai melakukan komunikasi soal jumlah anak. Okky menilai, selama ini, para ibu tidak punya posisi tawar yang kuat sehingga harus mengalah dengan kemauan laki-laki mengenai jumlah anak.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
291
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PEMERINTAHAN & POLITIK
Puan Maharani (FISIP UI 1997)
Ketua Fraksi PDIP - DPR RI (2012 - Sekarang)
Politisi Muda Yang Kian Bersinar Kiprah Puan Maharani semakin menonjol di tataran politik nasional. Melalui proses yang panjang, ia tidak hanya belajar politik dari buku-buku, melainkan juga mendengarkan dan menyaksikan langsung kiprah dan perjuangan politisi-politisi tangguh, khususnya dari guru politiknya yang juga ibunya sendiri, Megawati Sukarnoputri, dan dari sang ayah, Taufik Kiemas, politisi handal yang piawai dalam berdiplomasi. Tidak hanya mengerti dan memahami, Puan Maharani juga menghayati dan menjiwai gagasan dan sikap politik Megawati. Karena itu, tidak mengherankan bila Puan Maharani sering disebut-sebut sebagai the Next Megawati.
Sebagai cucu Proklamator Bung Karno yang keluarganya disisihkan secara politik di masa orde baru, Puan Maharani sejak kecil sudah mulai bersentuhan dengan politik. Ketika ia duduk di bangku sekolah menengah pertama (SMP) dan Megawati mulai terjun ke kancah perpolitikan Indonesia, Puan mulai menyaksikan bagaimana seorang politisi bekerja ketika sang bunda sering berkeliling Indonesia untuk bertemu dengan rakyat.
Beranjak ke masa sekolah menengah atas (SMA), Puan Maharani mulai mendampingi dan menyaksikan langsung ibunya dalam kegiatan politik. Bahkan Puan Maharani pernah menyaksikan ketika Megawati dikonfrontir langsung oleh utusan penguasa yang melarangnya masuk dalam struktur pengurus Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Di situ Puan Maharani belajar bagaimana guru politiknya itu secara tenang menghadapi tekanan politik dan tetap berpegang teguh pada perjuangan.
Melanjutkan pendidikannya di Jurusan Komunikasi Massa FISIP UI, Puan menjalani aktivitasnya seperti halnya teman-teman kuliah lainnya. Ia pun kemudian berkesempatan magang di majalah Forum Keadilan dan merasakan tantangan dunia jurnalistik seperti mencari nara sumber dan kesibukan di kantor menjelang naik cetak.
Setelah itu Puan Maharani terus mendampingi, menyaksikan dan belajar dari Megawati saat tokoh reformasi itu melewati berbagai peristiwa politik yang akhirnya melahirkan PDI Perjuangan. Begitu juga saat para aktivis dan pejuang reformasi berkumpul di rumah Kebagusan, Puan Maharani ada di situ mendengar berbagai pembicaraan mereka termasuk membantu di dapur umum. Waktu terus bergulir, selain turut menjalankan usaha keluarga, Puan Maharani juga terus mendampingi ibunya, dalam berbagai acara politik, termasuk saat lahirnya PDI Perjuangan.
Daya tahan pikiran dan emosinya terasah dengan berbagai permasalahan politik yang terjadi di awal reformasi, khususnya yang dialami sang ibu. Setia mendampingi Megawati, tentulah Puan ikut merasakan berbagai dinamika politik baik di dalam PDI Perjuangan sendiri maupun manuver-manuver dari para lawan politik. Dari situlah ia banyak belajar bagaimana memperjuangan sikap dan pemikiran dengan tetap berpegang teguh pada prinsip dan keyakinan.
292
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Begitu pula ketika Megawati dilantik menjadi Presiden RI ke-5, Puan Maharani tetap setia mendampingi ibunya di berbagai kegiatan, baik saat melakukan kunjungan resmi ke daerah maupun ke luar negeri, yang membuat Puan semakin familiar di kalangan masyarakat, teristimewa pada masyarakat politisi. Dan tanpa disadari, kegiatannya mendampingi Megawati itu telah memperkenalkannya ke panggung politik. Apalagi ketika kemudian Megawati banyak menugaskan Puan untuk melakukan kegiatan-kegiatan sosial yang bersentuhan langsung dengan rakyat kecil.
Kemampuannya berpolitik semakin ditempa ketika ia ikut terlibat secara aktif dalam Mega Center, lembaga yang menangani pemenangan Megawati sebagai calon presiden pada pemilu 2004. Sebagai observer di lembaga itu, setiap hari, Puan selalu bertemu dengan konstituen, mendengarkan keluhan dan harapan banyak orang. Setelah Megawati gagal sebagai Presiden 2004-2009, Puan Maharani tetap terus mendampinginya. Puan masih sering mendapat jatah mewakili ibunya sebagai ketua umum DPP PDIP untuk memberikan bantuan kepada masyarakat yang mengalami kesusahan.
Pada tahun 2006 Puan Maharani akhirnya mulai secara aktif terlibat dalam organisasi politik. Pertama menjadi anggota DPP KNPI Bidang Luar Negeri. Puan Maharani akhirnya mencalonkan diri sebagai anggota legislatif pada Pemilu 2009 dari Dapil Jawa Tengah V (Surakarta, Sukoharjo, Klaten, dan Boyolali). Puan Maharani akhirnya terpilih dengan suara terbanyak kedua di tingkat nasional yaitu 242.504 suara.
Di internal PDI Perjuangan, Puan Maharani dipercaya menjadi Ketua Bidang Politik & Hubungan Antar Lembaga yang memiliki peran strategis dalam penentuan sikap politik dan komunikasi partai dengan organisasi lainnya dan Puan Maharani juga dikenal mengedepankan pesan bahwa PDI Perjuangan harus menjadi ”Sistematis, Realistis, Ideologis”.
Setelah didaulat menjadi Ketua Fraksi PDIP di DPRI RI, Puan Maharani mendapat ujian berat dari partainya. Megawati menunjuk Puan sebagai pemimpin tertinggi pemenangan pasangan Ganjar Pranowo - Heru Sudjatmoko dalam pemilihan gubernur Jawa Tengah 2013. Selain pengalaman PDIP yang beberapa gagal dalam pilkada, pasangan Ganjar-Heru juga banyak dinilai pengamat tidak sebanding dengan para calon lawan politiknya. Tidak hanya harus mengkonsolidasi kekuatan internal partai, Puan dituntut mampu untuk mendekati wong cilik di akar rumput. Dan kemampuannya menari Jawa dinilai sebagai modal penting bagi Puan untuk mampu mengenal kultur dan budaya masyarakat.
”Ibu yang mengajari sejak saya kecil. Bapak juga mengenalkan pada budaya Palembang tetapi saya kurang bisa menguasai dibandingkan tari Jawa. Saya beruntung dibesarkan oleh orangtua berlatar kebudayaan Jawa dan Palembang, meski saya hanya menguasai tari Jawa,” ujar Puan suatu saat.
Bagi Megawati, kemenangan Pilgub Jateng hukumnya wajib dan bahkan sampai mengatakan, jika sampai kalah maka Puan akan ”disembelih. Karena begitu pentingnya kemenangan pilgub Jateng bagi partainya, Puan pun harus mengerahkan seluruh perhatian dan kemampuannya untuk mendongkrak elektabilitas Ganjar-Heru. Ia memimpin rapat-rapat konsolidasi kader partai di seluruh Jawa Tengah dan menjadi jurkam dalam kampanye-kampanye terbuka di berbagai daerah.
Dan “Sang Penari” lulus ujian, Ganjar-Heru menang Pilgub Jateng secara meyakinkan. Keberhasilannya memimpin pemenangan Pilgub Jatim menjadi bukti kapasitas dan kemampuannya sebagai the Rising Star dalam kancah politik nasional.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
293
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PEMERINTAHAN & POLITIK
Puti Guntur Soekarno Putri (FISIP UI 1998) Anggota DPR RI/Fraksi PDIP (2009 - Sekarang)
Kesederhanaan & Nilai-Nilai Nasionalisme Puti Pramathana Puspa Seruni Paundrianagari Guntur Soekarnoputri, yang akrab dipanggil Puti, adalah anak Guntur Soekarnoputra. Berbeda dengan ayahnya yang menjauh dari dunia politik, Puti memilih terjun ke politik untuk meneruskan cita-cita perjuangan Bung Karno. Ia bergabung dengan PDI Perjuangan dan terpilih sebagai Anggota DPR RI pada pemilu 2009.
”Sejak kecil di keluarga berseliweran soal-soal politik. Papa guru ideologiku, mengajarkan pikiran-pikiran Proklamator Bung Karno,” kata Puti yang tidak sempat bertemu kakeknya yang wafat pada 1970 sementara dia lahir pada 26 Juni 1971. Meskipun ayahnya tidak pernah terlibat dalam aktivitas politik secara formal, semua bibi dan pamannya aktif dalam politik formal sehingga terasa alamiah ketika Puti juga masuk ke dunia politik.
Fatmawati Soekarno diakuinya sebagai orang yang paling berpengaruh dalam hidupnya. Selain mewarisi ajaran-ajaran Bung Karno, ia juga belajar dan menghayati kesederhanaan dan kesahajaan sang nenek yang sangat dekat dengan Puti karena pernah tinggal bersama beberapa tahun di rumah keluarga Guntur Soekarno di Cempaka Putih, Jakarta Pusat.
”Mbu itu orang pertama yang mengajariku untuk senang membaca. Dia membuka wawasan seorang makhluk kecil ini untuk menjadi pintar,” kata Puti yang memanggil sang nenek, Fatmawati, dengan panggilan mesra Mbu.
Fatmawati juga merupakan orang pertama yang mengajarkan pada Puti tentang rasa cinta terhadap tanah air, pemikiran-pemikiran dan ajaran-ajaran Bung Karno, tentang agama dan membimbingnya mengaji. Puti kecil pun menyimak apa yang diajarkan sang nenek, ajaran-ajaran yang tanpa sadar melekat dalam jiwa batinnya.
Puti mengenang Fatmawati sebagai orang yang sederhana. Seorang perempuan yang menghadapi hidup dengan ketulusan hati. Puti teringat ketika Ibu Fat menjemput sang cucu ke sekolah di kawasan Cikini dengan naik bajaj.
”Beliau itu mantan first lady yang tak punya mobil. Aku ingat, Mbu jemput aku ke SMP-ku di Cikini naik bajaj. Dengan naik bajaj kami beli lotek di dekat situ, dan pulang ke Cempaka Putih juga naik bajaj. Aku sih yang berpredikat cucu mantan presiden ini ya biasa-biasa saja naik angkot,” kenang Puti.
Beranjak dewasa, lulusan FISIP UI tahun 1998 ini lebih banyak berkiprah sebagai Wakil Ketua Yayasan Fatmawati dan Ketua Yayasan Wildan yang bergerak dibidang sosial. Ia kemudian juga mengembangkan bisnis dibidang jasa boga. Meskipun demikian, Puti tetap mempelajari dan memperdalam ajaran-ajaran dan pemikiran-pemikiran Bung Karno, baik melalui buku-buku maupun melalui diskusi dengan teman-teman kakeknya yang masih hidup.
294
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Tahun 2009 menjadi awal dari kiprahnya di politik praktis. Mencalonkan diri sebagai Anggota DPR RI dari Daerah Pemilihan X Jawa Barat, terdiri dari Kabupaten Kuningan, Kabupaten Ciamis, dan Kota Banjar dengan 72 kecamatan, sebagian besar daerah pertanian bergununggunung dan desa-desa nelayan.
Puti pun harus blusukan ke daerah pegunungan dan desa-desa nelayan untuk bertemu dan berdialog dengan para marhaen, wong cilik yang kesejahteraannya selalu diperjuangkan Bung Karno. Di dua kecamatan di gunung-gunung di Kuningan, Puti bertemu komunitas pedagang BRI, singkatan dari bubur, rokok dan indomi.
”Mereka berjualan ke Jakarta, Solo, dan Yogya, bergantian tiga bulan sekali. Dari hasil itu bisa bikin rumah tembok, lantai lantai keramik. Sampai sekarang aku masih SMS-an dengan mereka,” tutur Puti.
Kerja keras dan kesungguhannya membuahkan hasil. Puti terpilih sebagai Anggota DPR RI dengan raihan yang meyakinkan, 69.000 suara. Ia kemudian ditugaskan partai sebagai Anggota Komisi X DPR RI yang pendidikan, pemuda, olahraga, pariwisata, ekonomi kreatif, kesenian, dan kebudayaan.
Terjunnya Puti dalam karir politik adalah sebuah proses. Dari sisi akademis, Puti menempuh pendidikan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UI yang pada akhirnya memperkaya wawasan politik. Dia memilih terjun ke politik karena merasa ada kesiapan secara eksternal dan internal. Secara internal keluarga mendukung dan mengerti. Dari hubungan eksternal, dia resmi ikut satu partai, PDIP. Hal tersebut yang membuatnya mantap.
Selain itu alasan yang mendorongnya terjun di bidang politik karena ia merasa masih banyak yang harus diperbuat untuk bangsa ini. Bagi cucu sekaligus pengagum Bung Karno ini, gagasan dan pikiran-pikiran Soekarno sangat relevan untuk kondisi bangsa Indonesia saat ini.
Sementara itu, Puti menganggap PDIP itu mempunyai nilai yang pasti, yang bisa membawa aspirasi untuk rakyat. Wanita yang hobi membaca ini ingin memperjuangkan berbagai permasalahan yang ada di Indonesia---seperti masyarakat yang masih miskin dan berpendidikan rendah, kekayaan alam yang dieksploitasi untuk kepentingan bangsa lain dan kondisi bangsa yang diperlakukan sebagai bangsa kuli. Itu bagian dari perjuangan.
Puti mengaku menyesalkan dengan apa yang dialami bangsa Indonesia belakangan ini. Menurut Puti, seharusnya Bangsa Indonesia tak harus terpuruk, jika semua elemen bangsa lebih mengedepankan kepentingan bangsa dan negara dari pada kepentingan pribadi ataupun golongan tertentu.
“Saya ingin bangsa ini memahami bahwa kita ini hidup di satu tanah air yang terdiri dari keberagaman budaya, suku bangsa, bahasa dan agama dimana kita tidak saling mencederai satu sama lain. Saya ingin bangsa Indonesia bangga akan tanah airnya, dan kemudian mereka bisa berkata kami memang berdaulat, kami bisa sejahtera karena kami bekerja keras untuk diri kami sendiri. Dan bangsa ini memiliki karakter dalam berkebudayaan, memiliki harga diri, sehingga bangsa ini bisa diperhitungkan oleh dunia. Saya rasa itu juga amanah para pendiri bangsa,” tegas Puti.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
295
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Ramadhan Pohan (FISIP UI 1990)
Anggota DPR RI/Fraksi Partai Demokrat (2009 - Sekarang)
Ramadhan Pohan merupakan Wakil Sekjen Partai Demokrat yang saat ini menjabat sebagai anggota Komisi II DPR-RI dari Fraksi Demokrat. Mulai aktif di Partai Demokrat tahun 2005, sebelumnya Pria kelahiran Pematang Siantar, 6 Desember 1966, ini baru memulai karir nya di bidang politik pada tahun 2005. Sebelumnya ia merupakan jurnalis murni yang aktif melaporkan banyak kejadian di luar sana dalam bentuk tulisan dan tayangan live report. Ramadhan memulai karir di bidang jurnalistik saat dirinya duduk di bangku kuliah. Saat itu, ia kerap kali mengirimkan kolom dan opini di berbagai media. Banyak tulisantulisannya yang dimuat di berbagai media yang pada akhirnya mengantarkan dirinya untuk terjun ke bidang jurnalistik lebih lanjut pada tahun 1990. Saat itu, ia tengah duduk di bangku kuliah tingkat dua akhir saat dirinya bergabung dengan Jawa Pos Jakarta sebagai reporter. Karir menjadi reporter di Jakarta ini dilakoninya selama tiga tahun. Pada tahun 1993, pria yang akrab disapa Ramadhan ini ditugaskan ke Bulgaria sebagai koresponden dan beralih ke Turki sejak tahun 1996-1998. Tak hanya singgah di dua negara itu saja, pekerjaannya sebagai reporter mengharuskannya terbang dari satu negara ke negara lain. Tercatat ada sekitar lebih dari dua puluh negara di dunia berhasil ia jujuki sebagai bahan pencarian data mengenai kasus dan isu-isu yang sedang berkembang di dunia. Selama di luar negeri, Ramadhan tak hanya bekerja sebagai koresponden, ia memanfaatkan waktu luangnya dengan mengambil studi S2 di American University, Washington DC pada tahun 2002. Selepas perjalanan hidupnya di negeri orang, pada akhir tahun 2004, Ramadhan bergabung dengan The Blora Institute yang merupakan tempat jujukan para wartawan. Saat itu, ia langsung menjabat sebagai direktur, opini publik, dan studi partai politik. Setahun berikutnya, ia mulai merambah bidang politik. Ia ditunjuk sebagai Ketua Bidang Pusat Informasi, BAPPILU DPP Partai Demokrat. Kemudian pada tahun 2006, ia menjadi redaktur pelaksana website kepresidenan www. presidensby.info. Di tahun yang sama, ia juga menjabat sebagai Pimpinan Redaksi koran Jurnal Nasional Jakarta. Tak hanya itu, pada tahun 2008, pria yang hobby membaca ini ditunjuk sebagai penasihat Forum Harmoni Nusantara (FORSAS) hingga kini sekaligus menjabat sebagai Direktur Program Hubungan dan Kerjasama Luar Negeri, Persatuan Wartawan Indonesia Pusat. Hingga pada tahun 2009, ia mencalonkan diri sebagai anggota DPR-RI periode 2009-2014 dan akhirnya terpilih dari dapil Jatim 7. Ramadhan mengaku bahwa pengetahuannya mengenai bidang politik didapatkan saat ia aktif meliput berbagai macam liputan kenegaraan berbagai negara yang ia singgahi.
296
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PEMERINTAHAN & POLITIK
Rieke Diah Pitaloka IP (FIB UI 2000)
Anggota DPR RI/Fraksi PDIP (2009 - Sekarang)
Rieke Diah Pitaloka Intan Purnamasari adalah seorang penulis buku, pembawa acara, pemain film dan sinetron Indonesia, serta anggota DPR RI periode 2009-2014 dari PDI Perjuangan. Rieke dikenal masyarakat luas karena kemampuan aktingnya sebagai artis. Dari sekian banyak sinetron yang pernah dibintanginya, sitkom Bajaj Bajurilah yang paling mengorbitkan namanya. Dalam sinetron komedi itu, ia beradu akting dengan komedian Mat Solar yang berperan sebagai seorang supir bajaj bernama Bajuri. Semangatnya untuk belajar dan menimba ilmu layak diapresiasi. Ditengah kesibukannya sebagai artis dan presenter, lulusan Jurusan Sastra Belanda FIB UI tahun 2000 ini melanjutkan kuliah di Program Pasca Sarjana FIB UI dan lulus tahun 2004. Bahkan tesisnya yang berjudul Banalitas Kejahatan: Aku yang tak Mengenal Diriku, Telaah Hannah Arendt Perihal Kekerasan Negara sudah dijadikan buku dengan judul Kekerasan Negara Menular ke Masyarakat terbitan Galang Press. Menulis bukanlah hal baru bagi Rieke. Pada Desember 2001, ia mempublikasikan kumpulan puisi-puisinya dalam sebuah buku berjudul Renungan Kloset untuk pertama kali. Dua tahun kemudian, April 2003, Rieke meluncurkan ’sekuel’ buku kumpulan puisi Renungan Kloset yang diberi tajuk Dari Cengkeh sampai Utrecht. Selanjutnya, Rieke kembali meluncurkan karyanya, masih berbentuk kumpulan puisi yang kali ini diberi judul UPS! pada Desember 2005. Setelah eksis di dunia seni peran, Rieke mulai merambah dunia politik. Ketertarikan Rieke pada politik tak main-main atau hanya sekadar latah mengekor jejak rekan seprofesinya yang lebih dulu berkecimpung sebagai politisi. Rieke mengaku, selama aktif dalam bidang politik, ia sering mengalami hal-hal yang tidak menyenangkan lantaran terlalu vokal menyuarakan aspirasi rakyat. Ancaman pun kerap ia dapatkan dari oknum-oknum yang berseberangan pemikiran dengannya. Tapi hal itu tidak pernah menyurutkan semangatnya untuk terus menyuarakan aspirasi rakyat. Sempat menjabat sebagai Wakil Sekjen Partai Kebangkitan Bangsa, Rieke kemudian memilih mengundurkan diri dan bergabung dengan PDI Perjuangan. Wanita yang vokal membela kaum perempuan ini kemudian mencalonkan diri mewakili Daerah Pemilihan Jawa Barat II pada pemilu 2009 dan berhasil lolos ke Senayan.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
297
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PEMERINTAHAN & POLITIK
Soemientarsi Muntoro (FISIP UI 1983) Anggota DPR RI (2009 – Sekarang)
Bila Hati Nurani Masih Jujur ... Soemientarsi Muntoro, yang biasa dipanggil ibu Mien, layak menjadi inspirasi bagi kaum perempuan Indonesia. Bukan hanya karirnya yang mengesankan, melainkan juga perjuangannya yang gigih untuk dapat memberi kontribusi kepada masyarakat dan bangsanya. Ketabahannya menghadapi ujian hidup dan komitmennya yang tinggi untuk memperjuangkan keyakinan akhirnya membukakan jalan pengabdian yang lebih besar, sebagai Anggota DPR RI periode 2009-2014. Lahir di Mojokerto, 27 Agustus 1947, putri dari pasangan R.M. Slamet Sastrosuwiryo dan RA. Mien Sumirah ini akhirnya bisa mewujudkan impiannya kuliah di UI ketika tahun 1976 ia diterima di jurusan Ilmu Politik FISIP. Lingkungan kampus UI memberinya kesan mendalam. Salah satunya ketika mengerjakan tugas kelompok, ketika masing-masing anggota berdebat untuk menyamakan persepsi dan mencari titik temu, sebuah rangkaian sederhana yang menempa kedewasaan berpikir dan rasa saling menghormati. Lulus dari FISIP UI tahun 1983, Mien Muntoro kemudian mengabdi sebagai PNS di Direktorat Sospol DKI yang sekarang bernama Badan Kesatuan Bangsa ( KESBANG). Ia kemudian mendapat tugas belajar pada program S2 Kajian Strategi Ketahanan Nasional di UI dan lulus tahun 1994. Meski mengawali karir PNS di usia 38 tahun, karirnya cukup cemerlang hingga kemudian ia dipercaya sebagai Kepala Badan Kesatuan Bangsa.
298
dan bernegara. Dan berkat pemahaman yang mendalam tentang kehidupan berbangsa dan bernegara, ia pun pernah dipercaya sebagai Manggala BP7 (Badan Pembina Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila) dan juga sebagai ketua Umum Alumni Pasca Sarjana PKN UI. Kiprahnya semakin menonjol di perpolitikan nasional di awal era Reformasi. Ia merupakan salah satu tokoh yang membidani lahirnya organisasi Kaukus Perempuan Politik Indonesia (KPPI), sebagai wadah berhimpunnya aktivis perempuan politik dari beberapa partai politik di Indonesia dengan visi terwujudnya peran politik perempuan dalam kehidupan bermasyarakat,berbangsa dan bernegara. Di KPPI, Mien Muntoro di percaya sebagai Ketua Bidang Diklat, Ketua Bidang Organisasi, Bendahara Umum, dan kini sebagai Penasehat. Tahun 2006, Mien Muntoro mengambil keputusan penting dalam karir politiknya. Ia bergabung dengan Jenderal (Purn) Wiranto di Partai Hati Nurani Rakyat (HANURA). Setelah dipercaya sebagai Koordinator Daerah DKI Jakarta, kemudian ia menjabat sebagai Ketua Pemberdayaan Perempuan Partai HANURA. Pada pemilu 2009, Mien Muntoro diberi amanah menjadi Koordinator Wilayah Jatim – Kaltim dan Koordinator Jatim. Kiprahnya dalam politik mendapat dukungan penuh dari keluarga, khususnya dari sang suami, Ir. Muntoro Mustadjab MSc. Tetapi pada Agustus 2008, sang suami meninggal dunia justru pada saat ia tengah sibuk kampanye Pemilu Legislatif. Cobaan tidak berhenti sampai disitu, ibu dua anak ini pun harus kehilangan putra keduanya (Rachmat Kresno Utomo) yang meninggal 104 hari setelah meninggalnya sang suami.
Kiprahnya di partai politik sebenarnya sudah dimulai dari tahun 1976, ketika ia aktif di organisasi kemasyarakatan yang berafiliasi dengan Partai Golkar--mulai dari Himpunan Wanita Karya (HWK), Gakari, Kosgoro 1957 dan Ormas Kepemudaan AMPI, Sekjen KPPG, Wakil Direktur Pemenangan Pemilu DPP Partai Golkar.
Pengalaman ditinggal orang-orang yang dicintai dan cobaan berat yang ia terima menjadikan Mien Muntoro menjadi perempuan yang lebih tegar, lebih ikhlas dan tabah. Hingga kemudian, mewakili daerah pemilihan Jawa Timur VIII, ia terpilih sebagai anggota DPR RI periode 20092014.
Kegiatan-kegiatan di organisasi kemasyarakatan dan juga kiprahnya sebagai birokrat di Direktorat Sosial Politik di Propinsi DKI Jakarta merupakan sebuah proses pematangan diri dalam menyikapi dan memahami dinamika politik nasional. Pergulatannya di organisasi masyarakat juga mencuatkan kesadaran betapa masih begitu banyak yang seharusnya dapat dilakukan kaum perempuan untuk berperan dan memberikan kontribusi bagi kemajuan bangsa di berbagai bidang, termasuk dibidang politik.
Minatnya terhadap perjuangan pemberdayaan perempuan sangat tinggi, apalagi ketika memahami bahwa Gender Development Indeks atau Indeks Pembangunan Gender, dimana Indonesia pada tahun 2009 berada di posisi 90 dari 156 negara. Hal itu tentunya tidak terlepas dari begitu banyak dan begitu kompleks masalah yang dihadapi Indonesia---mulai dari masalah penegakan hukum, HAM, korupsi, hingga politik dan demokrasi. Dalam kondisi seperti itu, ia yakin bahwa wanita Indonesia sebenarnya mampu berperan dan berkontribusi lebih besar untuk menghadapi berbagai masalah yang dihadapi oleh masyarakat dan bangsa, dengan syarat tetap berpijak pada hati nurani.
Kematangannya dibidang sosial politik juga didukung oleh pendidikannya di program S2 Kajian Strategi Ketahanan Nasional di UI, dimana ia secara intensif mengkaji dan mendalami masalah-masalah terkait dengan kehidupan berbangsa
“Bila hati nurani masih jujur, maka penyelesaian masalah akan bergerak di jalan yang lurus, tapi bila hati nurani telah mati, maka akan disetir oleh nafsu yang sangat pintar berkelit dan bersembunyi dibalik dalih-dalih,” tegas Ketua Yayasan Daya Insani Antar Nusa ini.
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
299
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PEMERINTAHAN & POLITIK
Susaningtyas Nefo Handayani Kertopati (FISIP UI 1990) Anggota DPR RI (2009 – Sekarang)
Pengkritik Dan Pembela Intelijen RI Cantik tapi tegas dan lugas dalam bersikap, Dr Susaningtyas Nefo Handayani Kertopati yang akrab dipanggil Nuning Kertopati merupakan salah satu dari segelintir orang Indonesia yang tertarik dan mendalami ilmu bidang intelijen. Ketertarikan Politisi dari Partai Hanura dibidang intelijen tidak terlepas dari latar belakang keluarga yang banyak terjun ke “dunia abu-abu” ini, apalagi mendiang ayahnya, Kol (purn) R. Sutanto Kertopati, adalah seorang perwira intel pada zaman Presiden Soekarno. Setelah lulus SMA, Nuning melanjutkan pendidikannya di jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP UI tahun 1983. Kampus UI Rawamangun banyak memberinya pelajaran dan inspirasi, baik dari tokoh-tokoh nasional maupun dari lingkungan pergaulan kampus. Seperti misalnya Taman Sastra/BONBIN di kampus Rawamangun, tempat para mahasiswa berkumpul dan membaur, tak perduli kaya atau miskin, tak perduli prestasi akademiknya cemerlang atau biasa-biasa saja. “Bagi saya saat itu komunitas kecil BONBIN/ T.S itu adalah miniatur dari situasi sosial masyarakat besar saat ini, dimana secara sosiologis maupun antrapologis memang masyarakat itu selalu tumbuh dalam sekat-sekat sesuai dengan kohesifitas yang tumbuh,” tutur Nuning Kertopati. “Di situ pun kita belajar bagaimana kita bisa eksis sebagai pribadi apapun caranya. Komunikasi antar pribadi yang terjadi telah memberi framing bagi komunikasi sosial yang ternyata dibutuhkan integritas tinggi seperti yang saya alami kemudian.” Lulus dari FISIP UI tahun 1990, Nuning Kertopati memutuskan terjun ke jalur profesional. Setelah bekerja dibidang marketing dan PR di beberapa perusahaan dan perbankan, tahun 1996 ia bergabung dengan Texmaco Group sebagai PR Manager. Karir profesional melesat cepat, tahun 1997 ia diangkat menjadi Direktur Komunikasi/Advisor Texmaco Group. Gerakan reformasi mengubah jalan hidup Nuning. Ia rela meninggalkan kemapanan profesi untuk mengabdi dalam lingkup yang lebih besar melalui jalur politik “Kesadaran saya terhadap kondisi bangsa membuat saya sangat peduli dan akhirnya tergerak untuk melakukan pembenahan. Melalui jalur politik, saya berharap dapat lebih dekat dan efektif untuk ikut melakukan pembenahan sistem bernegara dan berbangsa,” tegas Nuning.
Wakil Bendahara serta ditugaskan sebagai anggota Komisi I yang membidangi politik, luar negeri, Polri/TNI/Hankam. Pergulatannya dengan berbagai permasalahan bangsa, terutama terkait berbagai ancaman disintegrasi dan berbagai kerusuhan dalam skala masif pada waktu, mendorongnya untuk semakin mendalami “warisan” keluarga besarnya---bidang intelijen, yang semestinya mampu mendeteksi secara dini gejala-gejala gangguan terhadap pertahanan dan keamanan negara. Di sela-sela kesibukannya sebagai wakil rakyat, Nuning kembali ke kampus UI untuk menempuh program Pascasarjana Ilmu Komunikasi dan lulus tahun 2003. Hasratnya untuk mendalami ilmu bidang intelijen tak terbendung, sekalipun ia gagal lolos ke Senayan dalam Pileg 2004. Baginya, pengabdian dibidang politik tidak harus duduk di parlemen, gagasan-gagasan dan pemikiranpemikiran yang konstruktif bagi kemajuan bangsa adalah juga bagian dari perjuangan politik. Hal itu pula yang mendorongnya untuk mengambil program doktoral di Universitas Padjadjaran tahun 2006, yang secara khusus mendalami komunikasi di Intelkam Polri. Pada Pemilu 2009, secara mengejutkan Nuning Kertopati diminta Wiranto untuk maju sebagai calon legislatif dari Partai Hanura. Permintaan orang yang sudah dianggapnya seperti orang tuanya sendiri itu tidak dapat ia tolak, apalagi setelah Wiranto dengan santun bilang ke Megawati untuk mengajak Nuning bergabung ke Hanura. Dan akhirnya Nuning berhasil terpilih sebagai anggota DPR RI periode 2009-2014. Kembali ke Senayan dan ditugaskan sebagai Anggota Komisi I yang membidangi pertahanan, luar negeri, intelijen, komunikasi dan informasi, Nuning pun berkesempatan untuk memberikan sumbangsih pemikiran dan gagasan sesuai bidang keahliannya. Ia turut berperan dalam pembahasan RUU Intelijen Negara yang disahkan menjadi Undang-Undang pada awal bulan Oktober 2011. Sebelumnya, pada Februari 2011, Nuning juga berhasil meraih gelar doktor dari Universitas Padjadjaran dengan desertasi tentang komunikasi di Baintelkam Polri. Dengan pengetahuannya yang mendalam tentang intelijen, tidak heran bila Nuning Kertopati sering menjadi nara sumber dan rujukan bagi wartawan terkait masalah hankam dan intelijen. Dengan gaya bicaranya yang lugas, Nuning Kertopati tak segan mengkritik intelijen tajam intelijen Indonesia pada titik-titik tertentu, tetapi juga membela intelijen pada titik-titik yang lain. Dan akhir bulan Agustus 2013 lalu, Nuning berhasil meluncurkan buku hasil karyanya berjudul “Komunikasi dalam Kinerja Intelijen Keamanan”.
Bergabung dengan PDI Perjuangan, Nuning berhasil terpilih sebagai Anggota DPR RI tahun 1999, dipercaya sebagai Sekretaris Fraksi dan kemudian sebagai
300
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
301
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Yahdil Abdi Harahap (FHUI 2002)
Anngota DPR RI/Fraksi PAN (2009 - Sekarang)
Yahdil Abdi Harahap lolos melangkah sebagai Anggota DPR-RI Fraksi PAN periode 2009-2014 setelah meraih 22.203 suara pada Pemilihan Umum 2009 dari Daerah Pemilihan Sumatera Utara II. Diawali kekaguman terhadap Prof. Amien Rais MA membuat Yahdil terlibat aktif menghadiri dan ikut mempersiapkan deklarasi Berdirinya PAN, 28 Agustus 1998. Kemudian aktif sebagai Ketua DPD BMPAN Jakarta Barat,Wakil Sekjen DPP BMPAN dan akhirnya menjadi orang nomor 1 (Ketua Umum) di BMPAN. Sedangkan di PAN, Yahdil yang telah mengantongi sertifikat Kader Utama dan Instruktur Nasional ini pernah menjadi Ketua Komisi di DPP PAN, MPP DPD PAN Deli Serdang dan sekarang dipercaya oleh Ir. Hatta Rajasa, Ketua Umum DPP PAN sebagai Wakil Sekjen DPP PAN bidang Advokasi. Sikap kritis senantiasa dilakukan Yahdil, sebagai Anggota Komisi III DPR RI terhadap mitra kerjanya, bahkan terhadap Kementerian Hukum & HAM yang dipimpin oleh Patrialis Akbar yang merupakan sejawat di PAN.Baginya kebenaran harus disampaikan, walaupun pahit, namun dengan cara yang santun. Sebagai Anggota DPR RI, Yahdil sering mengeluarkan pemikirannya terhadap persoalan kebangsaan, politik, partai dan berkenaan dengan kinerja mitra kerjanya di bidang Hukum.Pemikiran dalam bentuk komentar, saran dan usulan, baik langsung maupun tertulis bisa jumpai di media massa Nasional maupun lokal di Sumatera Utara. Kini selain sebagai Anggota Komisi III DPR RI, Yahdil juga dipercaya sebagai Anggota Badan Anggaran DPR RI, Tim Advokasi DPR RI dan menjadi beberapa anggota Panja antara lain Panja Pemerintahan Pusat, Panja RUU Penanganan Konflik Sosial, Panja RUU Tindak Pidana Korupsi, Panja RUU Sistem Peradilan Anak, Tim Pengawas RUU Agraria dan lainnya. Segala kesibukan diatas tidak membuat Yahdil lupa akan konstituennya. Anggota Legislatif dari daerah pemilihan Sumut II ini, bukan hanya disetiap reses menjumpai konstituennya. Setiap ada waktu dan kesempatan Yahdil selalu berusaha mendatangi dapilnya, apalagi jika ada undangan, jika tidak bentrok dengan jadwal di DPR. Tak pernah sepi, itulah gambaran ruangan kerja Yahdil di Lt. 19 ruangan 1917. Tamu dari berbagai golongan, berbagai keperluan dan berbagai permintaan selalu dilayani Yahdil dengan ramah. Tak pernah ada tamu yang ditolak atau diterima jika Yahdil berada di ruangan. Terkadang jika Yahdil sedang rapat atau diluar kantor, selalu memerintahkan kepada sekretaris pribadinya Jannah untuk melayani tamu tersebut.
302
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PEMERINTAHAN & POLITIK
Zulkieflimansyah (FEUI 1995) Anggota DPR RI/Fraksi PKS (2004 - Sekarang)
Akrab disapa Bang Zul, pria satu ini tidak hanya sebagai politisi handal, namun juga orang yang sukses urusan pendidikan. Lahir di Sumbawa Besar pada 18 Mei 1972 lalu, tercatat sudah banyak prestasi yang diukirnya sejak usia muda. Hingga akhirnya membawanya duduk menjadi wakil rakyat hingga saat ini. Berawal dari kemenangannya di berbagai lomba di kota kelahirannya, Zulkieflimansyah akhirnya terpilih menjadi wakil pertukaran pelajar antara Indonesia dan Australia. Dari sinilah wawasannya kian terbuka. Terbukti, setelah hampir setahun mengeyam pendidikan di Darwin High School di Darwin dan Sadadeen Secondary College di Alice Springs tahun 1989, Zulkieflimansyah juga sempat menjalankan Outback Freight Business Service yang memungkinkan dirinya mengenal Australia hingga berinteraksi dengan suku asli aborigin. Pulang dari Australia, Zulkieflimansyah langsung masuk Universitas Indonesia dan meraih gelar Sarjana Ekonomi tahun 1995. Dua tahun kemudian, ia memperoleh gelar Masternya di bidang marketing di Strathlyde Business School, University of Strathclyde di United Kingdom (UK). Tak berhenti sampai di situ, tahun 1998, Zulkieflimansyah kembali ‘mengoleksi’ gelar Master di bidang Industrialization, Trade and Economic Policy di Departement of Economics, yang berlanjut ke jenjang Doktoral di departemen yang sama di 2001. Bukan hanya di UK, Zulkieflimansyah juga sempat merasakan bangku pendidikan di Sophia University Tokyo, Jepang untuk mempelajari Comparative Asian Industrial System, yang didapatnya dari dukungan Japan Airlines setelah memenangkan lomba menulis mahasiswa dalam bahasa Inggris di tingkat Universitas Indonesia maupun tingkat nasional. Pria yang pernah diangkat sebagai Ketua Senat Mahasiswa UI ini juga menempuh pendidikan lanjutan di Kennedy School of Government, Harvard University (US), Institute for New Technology, Maastricht (The Netherlands), Science and Policy Research Unit di University of Manchester (UK) serta di University of Dundee (Scotland). Hingga saat ini ia masih dipercaya menjadi Senior Research Fellow, Kennedy School of Government, Harvard University. Terjun ke ranah politik, Zulkieflimansyah mendapat banyak dukungan. Ia dipercaya untuk duduk menjadi wakil rakyat di DPR RI periode 2004-2009. Selanjutnya, digandeng Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Zulkieflimansyah diangkat lagi mewakili daerah pemilihan Banten 2. Selain menjadi sekretaris Fraksi PKS MPR, Zulkieflimansyah juga tergabung di Komisi VII yang membahas sumber daya energi dan mineral, riset serta teknologi dan lingkungan hidup. Kemudian, per November 2011, Peneliti Muda Terbaik Indonesia bidang Ekonomi dan Manajemen tahun 2003 ini diamanatkan untuk menjadi Wakil Ketua di Komisi XI.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
303
PENDIDIKAN & IPTEK SENI & KEBUDAYAAN Pendidikan & Ipteks (Purna Bhakti) Abdul Bari Azed Abdul Mu’nim Idris Anton Moeliono Djunaedi Hadisumarto Gorys Keraf Koentjaraningrat Mahar Mardjono Mardjono Reksodiputro Masfar Salim M Kamil Tadjudin Miriam Budihardjo Mohammad Arsjad Anwar Oeripan Notohamidjojo Safri Nugraha Selo Sumardjan Sjahrir Usman Chatib Warsa Wagiono Ismangil
Dekan FH UI (1999 - 2003) Pakar Forensik Pakar Bahasa Dekan Fakultas Ekonomi (1978-1984) Pakar Bahasa Pakar Antropologi Rektor Universitas Indonesia (1974 - 1982) Dekan FH UI (1984 - 1990) Wakil Rektor Universitas YARSI (1993-1997) Rektor Universitas Indonesia (1994-1998) Dekan FISIP UI (1974-1979) Dekan Fakultas Ekonomi UI (1988-1994) Rektor Universitas Kristen Satya Wacana (1959 - 1970) Dekan Fakultas Hukum UI (2008 - 2011) Dekan FISIP UI (1968-1974) Ekonom Rektor Universitas Indonesia (2002-2007) Dekan Fakultas Ekonomi UI (1984-1988)
308 309 310 312 314 316 318 320 322 323 324 326 328 329 330 332 334 336
Pakar Kriminologi Wakil Rektor UI (2013 - Sekarang) Pakar Hukum Pidana Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat (1998 - 2008) Dekan Fakultas Kedokteran Gigi UI (2008-Sekarang) Dekan FISIP UI (2008 - 2013) Dekan Fakultas Teknik UI (2008-2013) Wakil Rektor UI (2013 - Sekarang) Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat (2008-2013) Ketua Dewan Guru Besar UI (2008 - Sekarang) Akademisi & Pengamat Militer Pakar Komunikasi
338 340 341 342 343 344 345 346 347 348 350 351
Pendidikan & Iptek Adrianus Meliala Adi Zakaria Afiff Akhiar Salmi Ascobat Gani Bambang Irawan Bambang Shergi Laksmono Bambang Sugiarto Bambang Wibawarta Bambang Wispriyono Biran Affandi Connie Rahakundini Bakrie Effendi Gazali
Firmanzah Gumilar Rusliwa Somantri Hamdi Muluk Hikmahanto Juwana Lukman Hakim Muhammad Anis Raldi Artono Koestoer Ratna Sitompul Rhenald Kasali Sangkot Marzuki Sarlito Wirawan Sarwono Siti Setiati Terry Mart Taufik Bahaudin Yahdiana Harahap Yohanes Surya
Dekan Fakultas Ekonomi UI (2008 -2012) Rektor Universitas Indonesia (2008 -2012) Pakar Psikologi Politik Dekan Fakultas Hukum UI (2004-2008) Ketua LIPI (2010 - Sekarang) Pejabat Rektor Universitas Indonesia (2013 - Sekarang) Inovator Inkubator Bayi Gratis Dekan Fakultas Kedokteran UI (2008 - Sekarang) Pakar Manajemen Direktur LBM Eijkman (1992 - Sekarang) Dekan Fakultas Psikologi UI (1997 - 2004) Wakil Rektor III Universitas Indonesia (2013 - Sekarang) Fisikawan Internasional Pakar Manajemen & Direktur Utama NCL Dekan Fakultas Farmasi UI (2011 - 2013) Pendiri Surya Institute
352 353 354 355 356 358 360 362 364 366 368 369 370 372 373 374
Budayawan - Sastrawan Novelis Tokoh Pers Musisi Sutradara & Produser FILM Budayawan/Pakar Folklor Indonesia Pekerja Seni & Photographer Komedian Advokad & Musisi Sastrawan dan Pekerja Seni Budayawan Betawi Mantan Ketua DKJ & Kritikus Film Novelis dan Ketua LSFI (2003 - 2009) Penyair - Budayawan Seniman Teater - Artis Komedian
376 378 380 382 384 386 388 390 392 393 394 395 396 398 400 402
Seni & Kebudayaan Achdiat K Mihardja Andre Hirata Djafar Husin Assegaff Erwin Gutawan Garin Nugroho James Danandjaja Jay Subiakto Kasino Hadiwibowo M Kadri Radhar Panca Dahana Ridwan Saidi Salim Said Titi Said Toeti Herawaty Tuti Indra Malaon Wahyu Sardono
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Abdul Bari Azed (FH UI 1975) Dekan FH UI (1999 - 2003)
Sebagai seorang Guru Besar Hukum Tata Negara, Prof. Abdul Bari Azed. SH., MH merupakan seorang yang menaruh perhatian besar terhadap masalah kenegaraan. Ini dapat dilihat dari sejumlah karya ilmiahnya yang menyangkut pemilu, partai politik, dan karya-karya hukum. Karena kepakarannya tersebut, ia dipercaya sebagai Ketua Bagian Hukum Tata Negara FHUI tahun 1998–1999. Kemudian ia terpilih sebagai Dekan Fakultas Hukum Universitas Indonesia tahun 1999 hingga tahun 2003 dan juga sebagai Penanggung Jawab Pendidikan Lanjutan Ilmu Hukum Bidang Hak Kekayaan Intelektual FHUI mulai tahun 1999. Bahri, begitu panggilan akrabnya, lahir di Jambi, 3 Maret 1949. Ia menamatkan program sarjananya di Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) pada tahun 1975 kemudian melanjutkan Program Pasca Sarjana Universitas Padjajaran Ilmu Hukum, tahun 1993. Selain mengabdi di almamaternya, Bahri juga dipercaya menjabat posisi-posisi strategis di Kementerian Hukum dan HAM. Setelah menjalankan amanah sebagai Direktur Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (HKI) selama lima tahun, ia kemudian menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Kementerian Hukum dan HAM. Di lingkungan Kementerian Hukum dan HAM, Ketua Majelis Pengawas Notaris Pusat ini juga dikenal sebagai pejabat spesialis pelaksana tugas (Plt) eselon satu. Hampir setiap jabatan eselon satu yang kosong, Bari ditunjuk sebagai Plt-nya. Bari pernah sebagai Plt Dirjen Peraturan Perundang-undangan (PP), Plt Kepala BPHN dan terakhir Plt Dirjen Administrasi Hukum Umum (AHU) selama satu tahun (2009). Sekjen merangkap Plt Dirjen AHU mengharuskan Bari bekerja keras, utamanya membenahi program sistem administrasi badan hukum (Sisminbakum). Program ini sempat menyeret tiga mantan Dirjen AHU dan beberapa pengusaha ke pengadilan dengan tuduhan korupsi dana sisminbakum. Kerja keras bersama tim restrukturisasi akhirnya melahirkan sisminbakum baru yang disebut SABH. Tiga bulan pertama SABH beroperasi, berhasil memasukkan Rp 23 miliar ke negara. ”Seratus persen langsung masuk ke negara sebagai penerimaan negara bukan pajak (PNBP),” kata Bari.
308
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENDIDIKAN & IPTEKS (Purna Bakti)
Abdul Mu’nim Idris (FK UI 1971)
Pakar Forensik
Abdul Mu’nim Idris, sosok yang sangat khas dengan jaket hitam dan topi, merupakan salah satu pakar forensik terbaik yang dimiliki Indonesia. Idealis, tegas dan selalu berpegang teguh pada prinsip, ia menjadi sosok panutan bagi dunia forensik di tanah air. Dan ketika ia wafat pada hari Jum’at (27/9/2013) dini hari, Indonesia begitu kehilangan ahli forensik yang telah banyak berjasa memecahkan berbagai kasus kriminal yang sulit dan aneh tersebut. Mulai bersentuhan dengan forensik ketika ia terlibat dalam penyeledikan kematian Presiden Soekarno tahun 1970, Mu’nim makin berminat mendalami ilmu forensik. Menurutnya, forensik merupakan ilmu yang dinamis dan berbeda dengan pengetahuan kedokteran lainnya. Forensik, menurut Mun’im, tidak hanya sekedar autopsi tapi juga berperan untuk melindungi suatu kasus dari media apabila berpotensi menimbulkan keresahan di masyarakat. Lulus dari FK UI tahun 1971, Keahlian Mu’nim di bidang forensik mendapatkan “legitimasi” setelah ia meraih gelar Spesialis Forensik (Sp.F) pada 1979, juga dari FKUI. Ia kemudian memilih untuk berkecimpung di Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal serta bekerja sebagai ahli forensik di RSCM. Totalitasnya sebagai ahli forensik sungguh luar biasa. Mu’nim telah menangani dan berhasil memecahkan beragam kasus forensik besar di tanah air yang aneh dan sulit. Diantaranya yang menonjol dan menjadi perhatian publik adalah kasus Marsinah, kematian aktivis Munir, kasus pembunuhan artis cantik Ditje Budimulyono hingga kasus sodomi massal yang dilakukan oleh Robot Gedhek. Mu’nim diakui banyak membantu kepolisian dalam mengungkap kasus-kasus kriminal yang rumit dan aneh. Menurut Ratna Sitompul, Dekan FKUI, Mu’nim adalah ahli forensik dengan gaya detektif---menggabungkan ilmunya sebagai ahli forensik dengan sistematika berpikir dan kemudian menghubungkan dengan barang bukti di lokasi kejadian. Ia juga seorang yang idealis dan teguh dalam prinsip. Dedikasi dalam bidang forensik sungguh besar. Ia terus berusaha untuk mewariskan ilmu dan berbagai pengalaman di lapangan kepada generasi penerusnya. Bahkan ketika sudah mulai pensiun tahun 2012, ia meminta kepada Yuli Budiningsih (mantan muridnya yang menjadi Kepala Departeman Forensik dan Medikolegal FK UI) agar diberikan izin untuk kembali mengajar. Pakar forensik yang telah menulis lebih dari 30 buku ini, pada bulan Juli 2013, meluncurkan buku terakhirnya, yang berjudul Indonesia X-Files. Dalam buku tersebut, Mu’nim membedah 20 kasus kriminal dan membagi pengalaman serta pengetahuannya tentang fakta mengejutkan di balik kasus-kasus kriminal besar. Dan ditambah beberapa uraian mengenai seluk beluk pemecahan kasus kriminal dari kacamata kedokteran, buku terakhirnya itu menjadi sumbangan penting baik bagi dunia pendidikan maupun bagi masyarakat umum.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
309
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENDIDIKAN & IPTEKS (Purna Bakti)
Antonius Moeliono (FIB - 1956) Pakar Bahasa Indonesia
Sang Penjaga Bahasa Indonesia Anton Moeliono ialah tokoh penting dalam kemajuan Bahasa Indonesia modern. Berbagai capaian penting dalam perkembangan Bahasa Indonesia, menempatkannya pada peran-peran yang penting dan utama. Seperti memimpin proses pembakuan Bahasa Indonesia melalui Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) pada tahun 1972. Kemudian, pada saat kepemimpinannya pula, Pusat Bahasa berhasil menerbitkan Kamus Besar Bahasa Indonesia untuk pertama kalinya di tahun 1988. Ditambah lagi masih di tahun yang sama, Pusat Bahasa berhasil menyusun dan menerbitkan Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Di masa mudanya secara kebetulan, Anton membaca iklan mengenai beasiswa ikatan dinas untuk menjadi pegawai bidang bahasa di Fakultas Sastra Universitas Indonesia (kini FIB UI). Ia pun kemudian mengambilnya dan lulus menjadi Sarjana Bahasa di tahun 1956. Selanjutnya pada 1965 gelar Master of Arts in General Linguistics ia peroleh dari Cornell University, AS. Dan pada tahun 1981, ia berhasil meraih gelar Doktor Ilmu Sastra Bidang Linguistik dari FSUI. Di almamaternya, UI, pada 1958 ia mulai meniti karir di bidang kebahasaan dengan menjadi Asisten Ahli. Kemudian menjadi Ketua Jurusan Bahasa Indonesia dari 1960-1963. Dan pada 1982, ia diangkat sebagai Guru Besar Bahasa Indonesia dan Linguistik di FSUI. Setelah itu pada tahun 1982-1983, ia menjabat Ketua Program Pascasarjana FSUI. Lalu di tahun 1987-2000 menjadi Ketua Program Studi Linguistik Pascasarjana FSUI. Selanjutnya ia juga dipercaya sebagai Ketua Jurusan Jurusan Sastra Germania FSUI tahun 1989-1990, serta Ketua Program Studi Sastra Belanda FSUI tahun 1991-1995. Selain di UI, Anton pun berkiprah di Universitas Atma Jaya. Ia merupakan salah satu perintis dan pendiri Yayasan Atma Jaya pada 1960. Dan menjadi anggota yayasan dari 1962 sampai 1999. Di sini ia juga pernah menjabat Ketua Badan Harian Yayasan Atma Jaya, dan Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan. Pada tahun 2000 ia diangkat menjadi guru besar tetap FKIP Atmajaya merangkap sebagai Ketua Program Studi Linguistik Terapan. Bahkan pada tahun 2001 ia memperoleh kehormatan menjadi warga Adipurna Atma Jaya. Dan dari kiprahnya di Atma Jaya inilah ia sempat dipercayakan untuk memegang jabatan Ketua Asosiasi Perguruan Tinggi Katolik. Anton juga mengabdikan ilmunya di Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional sejak 1960. Posisi yang pernah dijalani diantaranya sebagai Kepala Bidang Perkamusan (1960-1963). Lalu menjadi Ketua Komisi Istilah Seksi Linguistik pada tahun 1962-1967. Dan menjadi Ketua Panitia Ejaan Baru pada 1966-1972, yang pada akhirnya berhasil melahirkan EYD sebagai pembaku dari
310
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Bahasa Indonesia yang paling mutakhir. Dan karirnya di lembaga ini mencapai puncaknya saat ia diangkat sebagai Kepala Pusat Bahasa dari tahun 1984-1989. Penggemar Andrea Bocelli ini juga aktif di organisasi profesi seperti di Ikatan Sarjana Katholik (ISKA) sebagai Wakil Ketua tahun 1959-1963, Ikatan Sarjana Sastra Indonesia sebagai sebagai Wakil Ketua tahun 1961-1966, Ikatan Linguistik Indonesia sebagai Ketua tahun 1967-1975, dan Masyarakat Linguistik Indonesia sebagai Wakil Ketua tahun 1975-1979. Sosoknya yang tinggi besar sempat sangat familiar di rentang tahun 1973-1977 melalui sekitar 200 siaran Pembinaan Bahasa Indonesia di TVRI yang ia asuh. Sebelumnya, pria yang lahir di Bandung, 21 Februari 1929, ini juga sempat mengasuh rubrik Santun Bahasa di harian Kompas tahun 1968-1971. Keahliannya di bidang kebahasaan tidak hanya diakui dalam negeri, melainkan juga luar negeri. Terbukti dari Universitas Melbourne, Australia, yang menganugerahi gelar kehormatan Doctor Honoris Causa Ilmu Sastra kepada Anton Moeliono. Sang Perawat Bahasa ini mengatakan, sebuah bahasa berpeluang menjadi bahasa internasional bukan karena banyaknya penutur melainkan karena kecendekiaan dan kemahiran para penutur itu berbahasa. Bahasa Inggris contohnya, menjadi bahasa internasional utama karena para penuturnya cendekia dan mahir berbahasa sehingga menjadi pelopor ilmu pengetahuan. Anton juga dijuluki sebagai perekayasa istilah, karena kelihaiannya menemukan padananpadanan kata yang memadai. Baik yang berasal dari khazanah lama maupun rekaciptanya dari istilah asing atas sesuatu yang baru bagi masyarakat Indonesia. Sehingga darinyalah banyak masukan istilah baru yang makin memperkaya bahasa Indonesia. Pria Jawa ini selalu mengajarkan dan menegakkan trilogi bahasa Indonesia: aku cinta Bahasa Indonesia, aku bangga pada Bahasa Indonesia, dan aku setia pada Bahasa Indonesia tanpa pernah melakukan selingkuh. Trilogi ini secara konsisten ia implementasikan dalam kesehariannya, yakni meskipun ia fasih berbahasa Sunda dan Jawa, namun logat dan dialek kedua bahasa tersebut tak pernah terlontar dari setiap tutur katanya. Semangat berbahasa Indonesia ini diakuinya terinspirasi dari guru bahasa sekolah menengahnya di Bandung. Tetapi meskipun selalu berbahasa Indonesia dalam kesehariannya, Anton yang gemar mendengar dan menonton musik ini, tetap bersyukur karena berkesempatan mempelajari 9 bahasa selama hidupnya, baik bahasa dalam negeri maupun bahasa luar negeri. Setelah sempat menderita komplikasi penyakit, akhirnya tokoh yang ingin agar bangsa Indonesia bangga dengan Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional ini wafat pada 25 Juli 2011 di Jakarta, dalam usia 82 tahun.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
311
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENDIDIKAN & IPTEKS (Purna Bakti)
Djunaedi Hadisumarto (FE UI 1962) Dekan Fakultas Ekonomi (1978-1984)
Di lingkungan Fakultas Ekonomi, Djunaedi Hadisumarto dikenal sebagai figur kebapakan yang mau mengayomi, memberikan saran/pendapat tanpa maksud menggurui, serta figur yang sangat loyal dalam mendukung LM FEUI yang pernah dipimpinnya, dalam situasi apapun. Pak Djun, demikian ia akrab disapa, lahir di Semarang pada 15 Juni 1938. Ia lulus dari FEUI tahun 1962. Ia melanjutkan pendidikannya dan meraih gelar Master of Public Administration dari University of California, sementara gelar Doktor dalam bidang administrasi publik diraihnya dari University of Southern California pada tahun1974. Ia menjabat Dekan FEUI pada periode 1978-1984, sementara pada periode yang sama ia juga menjabat sebagai Kepala LM FEUI. Di birokrasi pemerintahan, Djunaedi pernah dipercaya sebagai Sekretaris Jenderal Departemen Perhubungan pada periode 1983-1991. Selanjutnya, ia diangkat sebagai Asisten Bidang Ekonomi untuk Menteri Koordinator Perekonomian, Keuangan dan Pengawasan Pembangunan/EKUWASBANG (1993-1998). Dan pada periode 1993-1998, ia menjabat sebagai Ketua Bappenas pada 1999-2001. Beberapa aktivitas dan jabatan lainnya di pemerintahan maupun di dunia usaha yang pernah diemban oleh almarhum diantaranya adalah : Anggota Kelompok Kerja pada Economic Research Institute for ASEAN and East Asia (ERIA), Tim Penasehat Ahli pada Joint Forum on Investment (JIF) dan Penasehat Korporasi PT (Persero) Garuda Indonesia, Sekretaris Dewan Pengawas Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD)-Nias, Sumatera Utara (2005-2009), anggota Kelompok Kerja Kerjasama Ekonomi Indonesia-Jepang (2002-2005), Komisaris PT (Persero) Garuda Indonesia (1984-2005), Komisaris Bank BCA (1999-2002), Komisaris Perwakilan Pemerintah Indonesia di Pertamina (1999-2001), Komisaris Bank Pembangunan Indonesia/ BAPINDO (1994-1998), dan Komisaris Independen PT Astra Internasional Tbk (2003-2012).
Merajut Kebersamaan. PP ILUNI UI juga aktif membangun kebersamaan antar alumni UI melalui berbagai kegiataan keagamaan. Diantaranya adalah acara buka puasa bersama 2013 di Hotel Sahid Jakarta, yang dihadiri mantan Wakil Presiden M Jusuf Kalla dan ratusan alumni UI.
Pada tahun 2007 Djunaedi Hadisumarto mendapatkan bintang jasa ”The Order of the Rising Sun, Gold Rays with Neck Ribbon” dari pemerintah Jepang. Ia dinilai memberi kontribusi bagi lebih memperkokoh hubungan ekonomi antara Jepang dan Indonesia dan saling pengertian yang semakin mendalam antar dua negara.
312
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
313
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENDIDIKAN & IPTEKS (Purna Bakti)
Gorys Keraf (FIB - 1964) Pakar Bahasa Indonesia
Karyanya Paling Banyak Dibajak Prof. Dr. Gregorius Keraf atau lebih dikenal dengan Gorys Keraf merupakan salah satu pakar dibidang ilmu bahasa dan tata bahasa Indonesia. Gorys Keraf lahir pada 17 November 1936 di Kampung Lamalera, Lembata, Nusa Tenggara Timur, dan menempuh pendidikan dasar hingga menengah di kampung halamannya. Setelah tamat sekolah Menengah Atas, Gorys melanjutkan pendidikannya di Fakultas Sastra Universitas Indonesia, dan lulus pada tahun 1964. Setelah lulus, Gorys memutuskan mengabdi sebagai dosen di almamaternya. Disamping itu, ditahun yang sama ia juga menjabat sebagai Koordinator Mata Kuliah Bahasa Indonesia dan Retorika di Fakultas Hukum dan Fakultas IlmuIlmu Sosial. Kepakarannya ilmu tata bahasa dan bahasa Indonesia semakin lengkap setelah ia menyelesaikan Program Doktor dalam bidang linguistik dengan judul disertasi ‘Morfologi Dialek Lamalera’ dari Universitas Indonesia pada tahun 1978. Bagi masyarakat Lembata dan Flores sosok Gorys menjadi sosok yang inspiratif yang membanggakan. Maklum, pada periode tahun 1980an hingga 1990an masih sangat sedikit orang Flores yang bisa meraih gelar doktor dan profesor bahkan menjadi intelektual ternama Indonesia pada saat itu. Gorys menjadi sangat dikenal luas masyarakat setelah mengeluarkan buku yang monumental dan bersejarah bagi ilmu bahasa Indonesia. Buku “Tata Bahasa Indonesia” yang dirilis tahun 1970 dilanjutkan dengan peluncuran buku “Komposisi” di tahun 1971, menjelaskan bagaimana tekhnik seorang penulis ataupun peneliti melengkapi sebuah karya ilmiahnya.
1989 mensinyalir bahwa buku yang paling banyak dibajak dan dijual secara illegal di pasar bebas pada kurun waktu 1970-an hingga tahun 1980-an adalah buku Tata Bahasa Indonesia Karya Gorys Keraf. Gorys Keraf yang pernah menjadi pengasuh tetap rubrik “Pembinaan Bahasa Indonesia” di harian Surya Surabaya, serta sesekali tampil di Layar TVRI membawakan acara “Pembinaan Bahasa Indonesia”. Gorys Keraf bisa dibilang sebagai ilmuwan bahasa. Dalam buku-bukunya, ia menciptakan rumus-rumus ketatabahasaan yang manfaatnya masih dirasakan hingga saat ini. Tidak hanya itu, berdasarkan penelitian yang mendalam atas bahasa-bahasa Nusantara sebagaimana dijelaskan dan dipaparkan dalam bukunya Linguistik Bandingan Historis (1984) melahirkan sebuah “teori baru“ tentang asal usul bahasa Indonesia yang banyak mengejutkan ahli antropologi Indonesia. Ia melandasi teorinya tentang asal usul bahasa Indonesia berdasarkan tinjauan situasi geografis masa lampau, pertumbuhan dan penyebaran umat manusia dan teori migrasi bahasa leksikostatikal. Teori Keraf, demikian teori baru itu dinamakan, dijelaskan bahwa asal usul bahasa dan bangsa Indonesia berasal dari wilayah Indonesia sendiri bukan dari mama-mana, bukan pula dari Asia Tenggara Daratan atau dari Semenanjung Malaka sebagaimana dipahami masyarakat umum selama ini. Doktor linguistik yang dikagumi dan menjadi inspirasi bagi guru-guru di Flores Timur ini meninggal di Jakarta pada 30 Agustus 1997. Semasa hidupnya ia banyak membagi ilmunya dengan cara menjadi guru dan dosen di sejumlah sekolah dan universitas, terutama bagi almamaternya Universitas Indonesia.
“Pengaruhnya begitu mendalam merasuki relung-relung pangajaran bahasa Indonesia,” ujar Bambang Kaswati Purwo (1987) dalam menilai buku karangan Gorys Keraf berjudul Tata Bahasa Indonesia. Bambang Kaswati Purwo, seorang ilmuwan bahasa dari Unika Atma Jaya yang melakukan penelitian terhadap ratusan buku tata bahasa yang terbit pada tahun 1900 hingga 1982 (selama 82 tahun). Dari 174 buku tata bahasa Indonesia yang diteliti oleh Bambang, buku Tata Bahasa Indonesia karangan Gorys menjadi salah satu buku yang paling banyak dibaca dan berpengaruh luas di kalangan pelajar dan mahasiswa Indonesia selama lebih dari 25 tahun selain buku Tata Bahasa Baru Bahasa Indonesia (jilid 1 dan 2) karangan Sutan Takdir Alisjahbana. Pengaruh besar dari buku Tata Bahasa Indonesia Karangan Gorys membuat sebagian orang yang tidak bertanggung jawab mencari peruntungan rejeki illegal dari buku karangannya. Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) pada tahun
314
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
315
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENDIDIKAN & IPTEKS (Purna Bakti)
Koentjaraningrat (FIB - 1952)
Pakar Antropologi
Bapak Antropologi Indonesia Alumnus Fakultas Sastra/ FIB UI (1952) yang akrab dipanggil Pak Koen ini adalah seorang ilmuwan yang sangat berjasa meletakkan dasar-dasar perkembangan ilmu antropologi di Indonesia. Hampir sepanjang hidupnya, Koentjaraningrat berjuang untuk pengembangan ilmu antropologi, pendidikan antropologi, dan apsek-aspek kehidupan yang berkaitan dengan kebudayaan dan kesuku-bangsaan di Indonesia. Ia merintis berdirinya sebelas jurusan antropologi di berbagai universitas dan beberapa karya tulisnya telah menjadi rujukan bagi dosen dan mahasiswa di Indonesia. Dan atas jasa-jasanya itu, ia mendapat gelar kehormatan sebagai Bapak Antropologi Indonesia. Pria kelahiran Yogyakarta, 15 Juni 1923, ini dibesarkan di lingkungan keraton. Ayahnya, RM Emawan Brotokoesoemo, adalah seorang pamong praja di lingkungan Pakualaman dan ibunya, RA Pratisi Tirtotenojo, sering diundang sebagai penerjemah bahasa Belanda oleh keluarga Sri Paku Alam. Meskipun terlahir sebagai anak tunggal, Koentjaraningrat mendapat didikan ala Belanda dari sang ibu untuk menjadi pribadi yang disiplin dan mandiri. Ketertarikan Koentjaraningrat dibidang ilmu antropologi berawal ketika ia menjadi asisten Prof GJ Held, guru besar antroplogi UI, yang mengadakan penelitian lapangan di Sumbawa. Ia kemudian melanjutkan pendidikannya di Yale University Amerika Serikat dan meraih gelar MA dibidang antropologi tahun 1956. Selanjutnya, tahun 1958 ia meraih gelar doktor antroplogi dari Universitas Indonesia. Pengabdiannya dibidang antroplogi dimulai ketika ia ditugaskan untuk mengembangkan pendidikan dan penelitian antropologi. Ia pun menyiapkan dan menyediakan bahan untuk pengajaran. Dalam rangka pemenuhan tugas-tugas itu, ia tidak hanya produktif menulis buku-buku acuan pendidikan antropologi, melainkan dia juga menulis buku-buku dan artikel ilmiah lainnya berkenaan dengan kebudayaan, suku bangsa, dan pembangunan nasional di Indonesia. Beberapa karya tulisnya telah menjadi rujukan bagi dosen dan mahasiswa di Indonesia. Ia banyak menulis mengenai perkembangan antropologi Indonesia. Sejak tahun 1957 hingga 1999, ia telah menghasilkan puluhan buku serta ratusan artikel. Melalui tulisannya, ia mengajarkan pentingnya mengenal masyarakat dan budaya bangsa sendiri. Buah-buah pikirannya yang terangkum dalam buku
316
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
kerap dijadikan acuan penelitian mengenai kondisi sosial, budaya, dan masyarakat Indonesia, baik oleh para ilmuwan Indonesia maupun asing. Salah satu bukunya yang menjadi pusat pembelajaran para mahasiswanya adalah “Koentjaraningrat dan Antropologi Indonesia”, yang diterbitkan pada tahun 1963. Dalam buku itu, diceritakan kegiatan Prof Dr Koentjaraningrat dalam menimba ilmu. Juga di dalamnya, dia menjadi tokoh pusat dalam perkembangan antropologi. Selain itu, bukunya Pengantar Antropologi yang diterbitkan pada tahun 1996 telah menjadi buku pegangan para mahasiswa di berbagai universitas dan berbagai jurusan yang ada di Indonesia. Buku lainnya yang pernah diterbitkannya adalah hasil penelitian lapangan ke berbagai wilayah di Indonesia seperti Minangkabau, daerah Batak hingga pelosok Irian Jaya. Buku itu berjudul Keseragaman Aneka Warna Masyarakat Irian Barat (1970), Manusia dan Kebudayaan di Indonesia (1971), Petani Buah-buahan di Selatan Jakarta (1973), Masyarakat Desa di Indoensia (1984), Kebudayaan Jawa (1984), Masyarakat Terasing di Indonesia (1993), dan sebagainya. Kepribadiannya yang khas, meninggalkan kesan tersendiri dalam ingatan para mahasiswanya. Kesan dan pandangan para mahasiswa, kerabat, sahabat dan koleganya, sepertinya dapat mengungkapkan jati diri seorang tokoh dalam berbagai aspek kehidupannya di kelas, di rumah, dan di dalam kehidupan sehari-hari. Karier yang pernah dijabatnya yakni menjadi Guru Besar Antropologi pada Universitas Indonesia. Kemudian menjadi Guru Besar Luar Biasa pada Universitas Gadjah Mada, dan juga Guru Besar di Akademi Hukum Militer di Perguruan Tinggi Ilmu KeKapolri (1968-1971). Selain itu, Begawan Antropologi Indonesia ini juga pernah diundang sebagai guru besar tamu di Universitas Utrecht, Belanda, Universitas Columbia, Universitas Illinois, Universitas Ohio, Universitas Wisconsin, Universitas Malaya, Ecole des Hautes, Etudes en Sciences Sociales di Paris dan Center for South East dan Asian Studies di Kyoto. Berbagai penghargaan telah dianugerahkan padanya atas pengabdiannya dalam pengembangan ilmu antropologi. Di antaranya, penghargaan ilmiah gelar doctor honoris causa dari Universitas Utrecht, 1976 dan Fukuoka Asian Cultural Price pada tahun 1995. Pak Koen juga mendapat penghargaan Satyalencana Dwidja Sistha dari Menhankam RI (1968 dan 1981). Pada tanggal 23 Maret 1999, antropolog pertama Indonesia ini meninggal dunia di usia 75 tahun karena sakit. Dari pernikahannya dengan Kustiani, yang dikenalnya sejak kuliah di UI, Koentjaraningrat dikaruniai tiga anak: Sita Damayanti, Rina Tamara, dan Inu Dewanto.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
317
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENDIDIKAN & IPTEKS (Purna Bakti)
Mahar Mardjono (FK UI 1952)
Rektor Universitas Indonesia (1974 - 1982)
Keteladanan dan Nilai-Nilai Kemanusiaan Ahli syaraf Indonesia ini memang telah pergi. Namun, ilmu dan prinsip-prinsip kedokterannya masih menjadi panutan bagi para dokter Indonesia hingga kini. Salah satunya adalah bahwa masalah syaraf merupakan penyakit mematikan dan harus segera ditangani, karena hak pasien untuk hidup merupakan hal yang utama. Setelah lulus HBS di Malang tahun 1941, Mahar melanjutkan pendidikannya di Geneeskundige Hogeschool (GHS). Dengan masuknya tentara Jepang ke Indonesia tahun 1942, bersama kawan-kawannya di GHS, Mahar pun ikut dalam perjuangan kemerdekaan. Perang kemerdekaan dengan begitu banyak korban membuatnya sampai pada titik kesadaran bahwa nilai-nilai kemanusiaan harus diperjuangkan. Dari situlah dia memantapkan pilihan untuk mengabdi di bidang kedokteran, bidang yang sarat dengan aspek kemanusiaan. Setelah perang usai, ia kembali ke bangku kuliah dan berhasil lulus dari FKUI tahun 1952. Mahar kemudian melanjutkan pendidikan spesialisasi neurologi di Department of Neurology, University of California Medical Center San Fransisco pada tahun 1955. Pada tahun 1961, setelah pemisahan neurologi dan psikiatri diakui dan diterima oleh FKUI, berdirilah Departemen Neurologi FKUI yang dipimpin oleh Mahar Mardjono. Semangatnya untuk mengabdikan diri pada nilai-nilai kemanusiaan semakin menguat. Ia begitu peduli kepada orang-orang yang membutuhkan pertolongan atas ilmunya terutama para pengidap penyakit syaraf. Selain itu dia juga tidak mau dunia kedokteran di Indonesia khususnya neurologi hanya dimiliki oleh beberapa gelintir orang saja. Dia ingin neurologi berkembang di Indonesia, karenanya pada 1961, Mahar mendirikan Perhimpunan Neurologi, Neurochirurgi, dan Psikiatri. Pengembangan ilmu syaraf kemudian dilanjutkan dengan mengirimkan beberapa orang belajar ke luar negeri. Diantaranya dr.T. Liman, Sps dikirim ke San Framsisco untuk belajar neuroradiologi. Kemudian dr. Soemargo Sastrodiwirjo pada tahun 1962 mempelajari neurologi klinis di Montreal, Canada. Dan dr.Soemarmo Markam dikirim ke Phiadelphia untuk mempelajari Neuropatologi serta dr.Priguna Sidarta mempelajari neurologi eksperimental di Montreal Canada.
Epilepsi Indonesia (Perpei), yang anggotanya tidak hanya dari kalangan dokter, namun juga masyarakat. Guru Besar FKUI yang pernah menjadi anggota tim dokter Presiden Soekarno ini kemudian dipercaya menjadi Rektor Universitas Indonesia selama dua periode (1974 - 1982). Saat awalawal menjabat sebagai Rektor UI, dia menghadapi sebuah peristiwa yang kemudian dikenal sebagai Malari (Malapetaka 15 Januari) pada 1974. Meskipun tekanan penguasa begitu kuat, Mahar tetap mampu menghadapi dan mengejawantahkan ide-ide mahasiswa baik dalam keilmuan ataupun pergerakan. Ia tidak pernah menyalahkan mahasiswa UI dalam peristiwa Malari. Ia tetap bersikap demokratis dalam menghadapi gejolak mahasiswa. Ia ingin mahasiswanya kritis. Mahasiswa boleh melakukan demonstrasi asal tidak disisipi oleh kepentingan pihak luar yang memanfaatkan nama UI. Mahar ingin freedom of voice tetap terpelihara di UI. Atas sikapnya tersebut, ia pun sering berseberangan dengan penguasa. Demikian juga ketika terjadi pergolakan mahasiswa yang menentang Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan (NKK/BKK), Mahar berusaha membela para mahasiswanya dari ancaman pemecatan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan menahan SK pemecatan tersebut. Selesai menjalankan amanah sebagai Rektor UI, tahun 1982 Mahar dipercaya sebagai Ketua Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) hingga tahun 1985. Dalam masa kepemimpinannya, PB IDI menghadapi masalah 45 dokter yang dituduh menerima suap dari pabrik obat. Tiga dokter mendapat peringatan keras dan seorang dokter dicabut izin praktiknya. Selain menjabat Ketua PB ID, Mahar Mardjono juga diminta oleh Dirjen Dikti Dep P dan K, menjadi Ketua Konsorium Ilmu-ilmu kesehatan. Ia juga aktif sebagai Direktur Pusat Kajian Otak Indonesia, anggota Tim Dokter Kepresidenan, Ketua Komisi Kedokteran Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia, dan anggota Badan Pertimbangan Kesehatan Nasional. Hingga akhir hayatnya pada tahun 2002, Mahar masih aktif sebagai dosen di UI dan beberapa universitas lainnya, Penasehat Majalah Ilmiah IDI dan berpraktek sebagai dokter ahli neurologi dan syaraf di beberapa rumah sakit di Jakarta.
Tak berhenti sampai di situ, ahli pertama dalam dunia kedokteran syaraf Indonesia ini juga memperhatikan perkembangan penyakit epilepsi di tanah air. Sebagai dukungannya, Mahar mendirikan Perhimpunan Penanggulangan
318
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
319
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENDIDIKAN & IPTEKS (Purna Bakti)
Mardjono Reksodiputro (FH UI 1961)
Dekan FH UI (1984 - 1990)
Guru Besar Fakultas Hukum UI kelahiran Blitar, 13 Maret 1937, ini sejak tahun sejak tahun 1959 bekerja di Lembaga Kriminologi Universitas Indonesia di kampus Salemba, sekaligus Asisten pada Paul Moedikdo Moeliono, SH, yang menjadi guru dan kemudian teman baiknya. Setelah meraih gelar Sarjana Hukum dari FHUI tahun 1961, Mardjono melanjutkan pendidikannya dalam bidang Kriminologi di University of Pennsylvania, USA, dan meraih gelar Master of Arts pada tahun 1967. Ia kemudian dipercaya sebagai Direktur Lembaga Kriminologi UI selama 24 tahun (1970-1994) dan Direktur Pusat Dokumentasi Hukum (1972-1984). Karena kontribusinya yang besar bagi pengembangan Lembaga Kriminologi UI, sekarang gedung lama Lembaga Kriminologi menjadi Gedung Pascasarjana FISIP-UI dan diberi nama Gedung Mardjono Reksodiputro. Pendidik yang tegas dan santun ini juga aktif mengajar Kriminologi di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (1982-2002). Pada tahun 1984, ia dipercaya sebagai Dekan Fakultas Hukum Universitas Indonesia hingga tahun 1990. Selama memimpin FHUI, Mardjono banyak melakukan pengawasan terhadap implementasi pembaharuan kurikulum pendidikan tinggi hukum di indonesia. Selesai menjabat dekan, ia dipilih sebagai Sekretaris dan kemudian Ketua Konsorsium Ilmu Hukum Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1990-2002). Selanjutnya pada tahun 1996, Mardjono dipercaya sebagai Ketua Program Kajian Ilmu Kepolisian pada Program Pascasarjana Universitas Indonesia hingga tahun 2006.
Perekonomian, Ilmu Kepolisian Indonesia, dan Pemolisian Alternatif (Pemolisian Komuniti). Pakar dibidang kriminologi ini juga aktif menulis buku. Tulisan-tulisannya di berbagai kesempatan terkumpul dalam 5 jilid buku : Kemajuan Pembangunan Ekonomi dan Kejahatan; Kriminologi dan Sistem Peradilan Pidana: Hak Asasi Manusia dalam Sistem Peradilan Pidana; Pembaruan Hukum Pidana; dan Bunga Rampai Permasalahan Dalam Sistem Peradilan Pidana (Cetakan Pertama 1994; Cetakan Kedelapan 2007), dan terakhir dalam buku Menyelaraskan Pembaruan Hukum (Cetakan Pertama Desember 2009). Selain aktif dibidang pendidikan dan penelitian, sejak tahun 1967 Mardjono juga aktif berpraktik hukum dengan bergabung dengan Kantor Konsultan Hukum Ali Budiardjo, Nugroho, Reksodiputro (ABNR), salah satu kantor konsultan hukum terbaik di Indonesia.
Kiprahnya tidak hanya di kampus UI. Pada tahun 1981, Mardjono menjadi Anggota dan kemudian Ketua Panitia Penyusunan Rancangan KUHP Nasional hingga tahun 1993. Kemudian pada tahun 1996, untuk membantu proyek Bappenas dan Bank Dunia, Mardjono bertindak sebagai peneliti utama bersama Mochtar Kusumaatmadja. Selanjutnya ia juga membantu program pembaruan hukum proyek International Monetary Fund (IMF) bersama Dr Sebastian Pompe dan Gregory Churchill, J.D. (2000-2004) dan (2008-2010). Pada tahun 2012, Mardjono tercata sebagai Ketua Program Peminatan Hukum Pidana pada Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan Ketua Program Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Pancasila dan Sekretaris Komisi Hukum Nasional Republik Indonesia. Selain mengajar di Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Mardjono juga menjadi dosen di Program Kajian Ilmu Kepolisian Program Pascasarjana UI, Program Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Pancasila dan Program Magister Ilmu Hukum Universitas Batanghari Jambi; dalam matakuliah Sistem Peradilan Pidana, Hukum Pidana dan Kegiatan
320
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
321
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Masfar Salim (PascaUI 1988)
Wakil Rektor 1 Universitas YARSI (1993 -1997)
Pria kelahiran Sawah Lunto, 1 Juli 1950, ini berhasil menyelesaikan pendidikannya di Magister Sains Farmakologi FKUI tahun 1988 dan Spesialis Farmakologi FKUI tahun 1995. Mengawali karirnya sebagai dosen Fakultas kedokteran Universitas YARSI tahun 1978, Masfar Salim kemudian dipercaya sebagai Wakil Rektor 2 pada tahun 1989. Kemudian pada tahun 1993, ia diangkat sebagai Wakil Rektor Universitas YARSI hingga tahun 1997. Selain mengajar dan menjalankan praktik dokter, Masfar Salim juga aktif di organisasi profesi. Ia tercatat sebagai Anggota Majelis Kode Etik Kedokteran ( MKEK ) Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Wilayah DKI, Anggota Majelis Pengembangan Pelayanan Keprofesian (MPPK) - PB IDI, dan kini dipercaya sebagai Ketua Bidang Kajian Obat dan Farmakoterapi- Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI). Selain itu, ia juga didaulat menjadi Perhimpunan Dokter Spesialis Farmakologi Klinik Indonesia (PERDAFKI). Sebagai Ketua Kajian Obat dan Farmakoterapi PB IDI, Masfar Salim menjadi rujukan masyarakat terkait dengan permasalahan obat-obatan, diantaranya mengenai kontrovesi obat halal. Ia juga aktif memberikan advokasi dan edukasi baik kepada para dokter spesialis farmakologi klinik maupun masyarakat mengenai berbagai isu-isu terkait penggunaan produk obat-obatan.
322
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENDIDIKAN & IPTEKS (Purna Bakti)
M Kamil Tadjudin (FK UI 1962) Rektor Universitas Indonesia (1994-1998)
Lahir di Jakarta tahun 1937, Muhammad Kamil Tadjudin lulus dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia pada tahun 1962. Memilih mengabdi di almamaternya dan diangkat menjadi seorang staff di Departemen Biologi FKUI, ia kemudian melanjutkan pendidikannya di McGill University dan meraih gelar Ph.D dibidang Human & Medical Genetics. Dikukuhkan sebagai Guru Besar Fakultas Kedokteran UI tahun 1984, ia kemudian dipercaya sebagai Rektor Universitas Indonesia periode 1994-1998. Setelah selesai bertugas sebagai rektor, Tadjudin dipercaya sebagai Kepala Badan Akreditasi Perguruan Tinggi. Ia juga aktif di berbagai organisasi baik nasional maupun internasional; diantaranya South East Asian Ministers of Education Organization Center for Tropical Medicine and Public Health (SEAMEO-TROPMED), International Bioethics Committee of UNESCO, International Advisory Council of the Scholarship Division of the Tokyo Foundation, UNESCO Southeast Asia Regional Forum for Higher Education, dan anggota Komisi Bioetika Nasional. Pada tahun 2005, Tadjudin mendapatkan gelar Doctor Honoris Causa dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Seiring dengan itu, ia kemudian diangkat menjadi Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) UIN syarif Hidayatullah Jakarta.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
323
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENDIDIKAN & IPTEKS (Purna Bakti)
Miriam Budihardjo (FISIP UI)
Dekan FISIP UI (1974 -1979)
Ungkapkan Kebenaran Walaupun Pahit Pakar politik yang akrab disapa Ibu Mir ini pernah menjabat Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UI tahun 1974 -1979. Penulis buku Pengantar Ilmu Politik, yang menjadi buku wajib mahasiswa politik, itu dikenal sebagai seorang dosen yang cantik berkacamata, berpakaian rapi, dan bersuara lunak tetapi tegas, tetapi tetap bersahaja. Penampilannya yang tegas dan bersahaja itu membuat mahasiswa dan rekan kerjanya menjadi segan dan menghormatinya. Miriam juga dikenal sebagai peminat fotografi dengan hasil-hasil jepretan yang cukup istimewa. Sampai menjelang akhir hayatnya dia masih sibuk dengan dunia akademis. Terakhir sedang mengerjakan revisi buku Dasar-dasar Ilmu Politik yang telah 20 kali lebih dicetak ulang. Menurut putri tunggalnya, Gitayana, sebenarnya revisi sudah hampir selesai. Selain itu, menurut Gitayana, Miriam juga sedang menyelesaikan kata pengantar buku klasik lainnya, Kuasa dan Wibawa, ketika akhirnya harus dirawat di RS Medistra dan kemudian meinggal dunia pada 8 Januari 2007. Pada masa pergerakan Miriam juga ikut aktif dalam perjuangan kemerdekaan dan dekat dengan kelompok ”pemuda Sjahrir” yang belakangan mendirikan Partai Sosialis Indonesia. Setelah Indonesia merdeka, ia antara lain menjadi Sekretariat Delegasi Indonesia dalam Perundingan Renville (1947-1948). Sebentar dia berkarier sebagai diplomat, bertugas di New Delhi, India, dan Washington DC, Amerika Serikat (AS). Dia perempuan diplomat pertama di Indonesia. Kemudian, alumni program S-2 di Georgetown University, Washington DC, AS, itu memilih berkecimpung di dunia pendidikan dan keilmuan. Dia sempat mengikuti program S-3 di Harvard University, Cambridge, AS, namun tak sampaih diselesaikannya. Namun pada tahun 1990-an, dia dianugerahi gelar doctor honoris causa oleh almamaternya, FISIP UI. Selain menjadi dosen, Miriam juga dikenal sebagai aktivis perempuan yang giat memperjuangkan nasib perempuan pada jamannya. Kegiatannya sebagai aktivisnya itu pula yang kemudian membuatnya terpilih sebagai Wakil Ketua Komnas HAM pada tahun 1994. Miriam juga dikenal teguh dalam pendirian dan konsisten dalam prinsip. Gitayana mengungkapkan bagaimana sang ibu berusaha menanamkan keteguhan dan konsistensi itu. “Ibu mengajarkan kami seperti itu. Ungkapkan kebenaran itu walaupun terasa pahit,” tuturnya. Salah satu karya besarnya sebagai pakar dan akademisi adalah buku klasik
324
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Pengantar Ilmu Politik dan Dasar-Dasar Ilmu Politik yang menjadi buku wajib bagi mahasiswa FISIP di Indonesia dan telah dicetak ulang lebih dari 20 kali. Karya penting Miriam lainnya adalah buku berjudul The Provisional Parliament in Indonesia yang diterbitkan tahun 1956. Bersama rekan-rekannya, antara lain Sujono Hadinoto, Selo Soemardjan, Sulaiman Sumardi, Ibu TO Ihromi, dan G Pringgodigdo, Miriam mendirikan Fakultas Ilmu-ilmu Sosial (FIS) Universitas Indonesia. Dia menjadi dekan dua periode tahun 1974-1979 menggantikan Selo Soemardjan. Dia telah menjadi guru bagi banyak pakar politik di Indonesia, di antaranya Juwono Sudarsono, Arbi Sanit, Maswadi Rauf, dan Isbodroini Suyanto. Sebagai pengamat ilmu politik, Miriam sering mengoreksi kekuasaan dengan cara yang sopan namun tetap kritis. Salah satu yang bersejarah adalah ketika bersama Rektor UI Prof Dr dr Asman Boedisantoso dan rekan-rekan Rektorat UI menemui Presiden Soeharto di Jalan Cendana tanggal 16 Mei 1998. Ketika itu dalam situasi politik telah panas, menyampaikan hasil Simposium Kepedulian UI terhadap Tatanan Masa Depan Indonesia. Berhubung Miriam sudah sangat senior, dialah yang membacakan hasil simposium itu di hadapan Pak Harto. Intinya, mereka menyarankan agar Pak Harto dengan sukarela lengser ing keprabon. Butir pertama yang dibacakan Miriam berbunyi, ”Menyambut baik kesediaan Bapak (Soeharto) untuk mengundurkan diri dari jabatan presiden...”. Namun, kalimat tambahan ”mendesak agar dilaksanakan dalam waktu sesingkat-singkatnya” batal dia bacakan. Tak lama setelah itu, Miriam mundur dari berbagai kegiatan politik, termasuk dari jabatan Wakil Ketua Komnas HAM yang dijabatnya sejak tahun 1994. Memilih melanjutkan pengabdian dari ruangan kerja berjendela geser yang terbuka menghadap ruang makan di rumahnya di Jalan Proklamasi No 37, Jakarta Pusat. Keberhasilan Miriam dalam karirnya tak terlepas dari dorongan orang tuanya, Saleh Mangundiningrat dan Isnadikin Citrokusumo. Bersama saudara-saudaranya didorong untuk mengejar pendidikan setinggi-tingginya. Mereka pun berhasil menjadi putera-puteri bangsa yang berguna. Kakaknya, Soedjatmoko, merupakan salah seorang pemikir Indonesia modern. Adiknya, Nugroho Wisnumurti, pernah menjadi Duta Besar RI untuk PBB dan kakak perempuannya, Siti Wahyunah (Poppy), menikah dengan Sutan Sjahrir. Miriam menerima Bintang Mahaputra Utama tahun 1998 dan Doktor Kehormatan Ilmu Politik dari UI (1997) dan menerima Bintang Jasa Utama Pengabdian kepada Republik Indonesia selama Masa Perjuangan Kemerdekaan (1995). Untuk menghormati jasa-jasa Ibu Mir, Universitas Indonesia menetapkan nama Miriam Budiardjo sebagai salah satu nama jalan di kampus UI Depok. Selain itu, namanya juga diabadikan sebagai Miriam Budiardjo Research Center di kampus FISIP UI Depok.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
325
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENDIDIKAN & IPTEKS (Purna Bakti)
Mohammad Arsjad Anwar (FEUI 1974) Dekan Fakultas Ekonomi UI (1988-1994)
Setiap Jabatan adalah Amanah Pengalaman di bidang pendidikan dimulai sejak tahun 1956 sebagai guru SMP Muhammadiayah, Kramat Raya, Jakarta. Mulai bekerja di FEUI sebagai asisten Dosen dalam mata pelajaran Statistik pada tahun 1960 dan 24 tahun kemudian diangkat sebagai Guru Besar Tetap FEUI dengan pidato pengukuhan “Transformasi Struktur Produksi, Pertumbuhan Ekonomi, dan Perencanaan Pembangunan” disampaikan pada tahun 1985. Selain sebagai dosen FEUI berturut-turut pernah menjabat Koordinator Penelitian (1970 - 1973). Wakil Direktur Penelitian (1973 - 1978) dan Direktur LPEM FEUI (1978 – 1982 dan 1988 - 1989); Pembantu Dekan bidang Akademik FEUI (1984 - 1988); Koordinator Ilmu Ekonomi Program Pasca Sarjana UI (1984 - 1995); Direktur Pusat Antar Universitas Ekonomi UI (1985 - 1987); Ketua Komisi A – Tri Dharma Perguruan Tinggi (1985 - 1993) dan Ketua Komisi C – Pengembangan Universitas (1993 1998) pada Senat UI; dan Dekan FEUI (1988 - 1994). Sementara kegiatan di bidang pendidikan tinggi di luar UI, antara lain, menjabat Direktur Akademi Bank Muhammadiyah di Jakarta (1968 – 1970); Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Sriwijaya dan Lampung (1968 – 1973); Dosen Tamu SESKOAD, SESKOAL, dan LEMHANAS (1968 - 1993); Anggota Tim Ahli (1985 - 1994) dan selanjutnya menjabat Ketua Konsorsium Ilmu Ekonomi Indonesia (1994 - 1999), dan Anggota Dewan Pendidikan Tinggi (1994 - 2000). Pria yang lahir di Kuningan, Jawa Barat, pada 6 Maret 1936 ini menyelesaikan Sarjana Ekonomi, Ekonomi Internasional, di FEUI tahun 1962; MBA, Operation Research, University of California Berkeley, California, Amerika Serikat tahun 1966; dan meraih gelar Doktor bidang Ekonomi dari UI tahun 1983 dengan disertasi “Pertumbuhan Pertanian dilihat dari Pertumbuhan Produk Domestik Bruto di Indonesia, 1960 - 1980” (Yudicium Summa Cum Laude).
Ekuin Bidang Ekonomi Keuangan dan sejak pension PNS tahun 2001 menjadi Penasehat Menneg PPN/ Kepala Bappenas. Atas pengabdiannya tersebut oleh pemerintah dianugrahi antara lain, Bintang Jasa Utama (1977) dan Bintang Mahaputra Utama pada tahun 1999. Adapun penelitiannya yang sangat penting dan berlangsung cukup lama, antara lain adalah “Proyeksi Permintaan dan Penawaran 13 Komoditi Hasil Pertanian 1973 -1990 (kerjasama antara LPEM FEUI dengan Departemen Pertanian Amerika Serikat, 1969 - 1973) dan “Perspektif Ekonomi Indonesia 1975 - 2000” (kerjasama antara LPEM FEUI dengan Menneg Riset 1973 - 1978). Kerjasama yang pernah dilakukan antara lain dengan Institute of Developing Economies (IDE), Tokyo; Research School of Pacific and Asian Studies, A.N.U, Canberra; Institute of Local Government Studies (ILGS), University of Birmingham, Research Division World Bank, Washington DC, dan Harvard Institute for International Development (HIID), Cambridge, Massachusetts.
Pengetahuan tentang permasalahan sosial ekonomi Indonesia diperkaya dengan keterlibatannya sebagai anggota Policy Research Team (1968 - 1973) dan Konsultan Badan Litbang Depertemen Perdagangan (1973 - 1982); Anggota Panitia Teknis Energi (1977 - 1993); Anggota Tim Inti Wawasan Nasional pada Wanhankamnas (1979 - 1982); Anggota Dewan Riset Nasional (1983 - 1993); Direktur CPIS (Center for Policy and Implementation Studies) (1986 - 1988); Ketua Tim Konsultasi FEUI pada Departemen Perindustrian (1987 1993); Anggota Tim Ahli Bimas (1988 - 1998); Ketua FMS (Forum Masyarakat Statistik) (1999 - 2004) dan kemudian sebagai anggota sejak tahun 2004; serta sebagai Anggota Dewan Ekonomi Nasional (1999 - 2001). Tahun 1967 – 1968 bekerja sebagai staf pada Deputi Ketua Bappenas bidang Moneter dan Fiskal; selanjutnya selama 1994 – 1998 menjadi Staff Ahli Menneg PPN/ Kepala Bappenas bidang Pengkajian Ekonomi; 1998 – 2001 menjabat Deputi Menko
326
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
327
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Oeripan Notohamidjojo
(FH UI 1958) Rektor Universitas Kristen Satya Wacana (1959 - 1970)
Dilahirkan dikota kecil Blora pada tahun 1915, Oeripan Notohamidjojo menghabiskan seluruh karirnya dibidang pendidikan. Setelah lulus dari Christelijke Holland Inlandse Kweekschool di Solo tahun 1935, ia menempuh pendidikan di Hoofdactecursus di Bandung untuk memperoleh akte sekolah dasar. Ia kemudian mulai bekerja sebagai guru sekolah dasar di ‘Prins Bernhard School’ Solo tahun 1938. Pada masa pendudukan Jepang, setelah menjadi kepala Sekolah Dasar Kristen Banjarsari Solo, lalu Notohamidjojo diangkat menjadi guru tetap untuk mata pelajaran Sejarah pada Shihang Gakko di Solo, suatu sekolah guru laki-laki yang melebur sekolahsekolah guru Kristen dan Katolik di Jawa Tengah menjadi satu sekolah pendidikan guru model Jepang. Dan pada tahun 1949 hingga tahun 1956 sambil mengajar dan memimpin asrama di Sekolah Guru Atas Kristen di Salemba Jakarta dibawah pimpinan Bapak I.P Simanjuntak, M.A, Notohamidjojo mengusahakan waktu untuk berkuliah pada Fakultas Hukum dan Pengetahuan Masyarakat di Universitas Indonesia. Setelah lulus dari FHUI tahun 1956, Notomihardjo menerima tawaran untuk memimpin PTPG Kristen Indonesia di Salatiga. Kemudian pada tahun 1959 PTPG Kristen Indonesia disempurnakan menjadi universitas dengan nama Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) dan Oeripan Notohamidjojo diangkat sebagai rektor pertama. Perkembangan perguruan Satya Wacana tak sesuai dengan gambaran luar yang berupa gedung-gedung yang serba megah dan fasilitas yang mencukupi untuk belajar. Seringkali Notohamidjojo menghadapi kesulitan dibidang finansial, materiil akademis dan politis. Sebagai Rektor dan Educational Stateman terbukalah ia membicarakan segalanya dengan teman-teman kerjanya. Segala upaya untuk mengatasi kesulitan dilandaskan pada doa karena Notohamidjojo percaya akan kekuatan doa. Dalam situasi yang depresif ia mampu menggairahkan staf pembantunya ataupun dosen-dosen dan pegawai-pegawai untuk tetap menunjukkan dan membuktikan sikap dedikasi. Sebagai sarjana hukum yang berspesialisasi filsafat hukum, Notohamidjojo memahami dan mengembangkan filsafat wetside dari Dooyeweerd bersama-sama dengan Dr.Sj. Roosjen. Gagasan yang banyak diwarnai filsafat tersebut mempengaruhi pula visinya yang tampak dalam penulisan kertas kerjanya dalam konferensi atau seminar akademis antar perguruan tinggi Kristen di Hongkong, Tokyo, manila, New York, Nederland dan Wina antara tahun 1964 hingga tahun 1970. Hingga akhirnya ia mendapat gelar Doctor Honoris Causa dalam ilmu hukum oleh Vrije Universiteit di Amsterdam tahun 1972.
PENDIDIKAN & IPTEKS (Purna Bakti)
Safri Nugraha (FK UI 1962) Dekan Fakultas Hukum UI (2008 - 2011)
Sebagai seorang Guru Besar dalam Hukum Administrasi Negara, Safri Nugraha merupakan seorang pakar yang memiliki perhatian besar mengenai masalah Good Governance di Indonesia. Ia sering kali diminta sebagai penasehat Tim Pakar Hukum Departemen Hukum dan HAM, sebagai anggota Komite Nasional Kebijakan Governance di Indonesia, konsultan dan Legal Expert di bank Dunia dalam Public Procurement & National Remuneration Commission. Lahir di Jakarta, 24 April 1963, setelah lulus Sarjana di FHUI pada tahun 1987, Safri kemudian meneruskan studinya di Faculteit der Rechtsgeleerdheid Rijksuniversiteit Groningen, Netherlands pada tahun 1998 untuk mendapatkan gelar LLM, dengan judul thesis Privatisation of State Telecommunications Enterprises in UK, US and Indonesia. Selanjutnya, pada tahun 2002, ia meraih gelar PhD dari universitas yang sama. Karya-karya ilmiah yang ditulisnya tersebar di berbagai jurnal ilmiah, seminar, dan pertemuan-pertemuan ilmiah lainnya, terutama mengenai masalah Good Governance, antara lain Perilaku Pejabat Negara (2006), Pengkajian tentang Masalah Fit & Propertest Dalam Proses Pemilihan Pejabat Negara ( 2005), Pengkajian tentang Perbuatan Melawan Hukum Oleh Penguasa di Era Otonomi Daerah (2004). Selain terlibat dalam penelitian, ia juga diminta sebagai tim ahli dalam pembuatan Peraturan Perundang-Undangan misalnya dalam pembuatan Kajian Naskah Akademis & Perancangan Peraturan Pemerintah tentang Kewajiban Pemberian Subsidi & Iuran Pemerintah pada Program Pensiun PNS (2004). Sebagai Konsultan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dalam Evaluasi Badan Hukum Milik Negara (2004), sebagai ketua harian Tim Penyusun Rancangan Undang-Undang Administrasi Pemerintahan, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara (2004-2011), melakukan Kajian Tentang Pembentukan dan Pemekaran Wilayah dalam Era Otonomi Daerah, misalnya mengenai Penelitian Tentang Pembentukan Kabupaten Caringin Banten (2004). Prof. Safri Nugraha meninggal pada tahun 2011, ketika tengah menjalankan tugasnya sebagai Dekan Fakultas Hukum UI periode 2008-2012.
Namun penyakit tekanan darah tinggi membuat kondisi kesehatan Notohamidjojo menurun sehingga pada tahun 1972 atas kemauan sendiri ia menyerahkan tugasnya sebagai pengasuh perguruan tinggi kepada anak asuhannya yang telah ia percaya.
328
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
329
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENDIDIKAN & IPTEKS (Purna Bakti)
Selo Sumardjan (FISIP UI) Dekan Pertama FISIP UI (1968-1974)
Makna Keteladanan Dalam Pengabdian Bapak Sosiologi Indonesia ini dibesarkan di lingkungan abdi dalem Kasultanan Yogyakarta Hadiningrat. Kakeknya, Kanjeng Raden Tumenggung Padmonegoro, adalah pejabat tinggi di kantor Kasultanan Yogyakarta. Berkat jasa sang kakek, Soemardjan mendapat pendidikan Belanda.
Ia dikenal sangat disiplin dan selalu memberi teladan konkret. Ia ilmuwan yang meninggalkan banyak bekal ilmu pengetahuan. Sebetulnya ia sudah purnatugas di Universitas Indonesia (UI). Tapi, karena masih dibutuhkan, ia tetap mengajar dengan semangat tinggi. Ia memang seorang sosok berintegritas, punya komitmen sosial yang tinggi dan sulit untuk diam.
Nama Selo dia peroleh setelah menjadi camat di Kabupaten Kulonprogo. Ini memang cara khusus Sultan Yogyakarta membedakan nama pejabat sesuai daerahnya masing-masing. Saat menjabat camat inilah ia mengawali kariernya sebagai sosiolog. ”Saya adalah camat yang mengalami penjajahan Belanda, masuknya Jepang, dilanjutkan dengan zaman revolusi. Masalahnya banyak sekali,” tuturnya suatu ketika sebagaimana ditulis Kompas.
Pada masa hidupnya, ia juga dikenal sebagai orang yang tidak suka memerintah, tetapi memberi teladan. Hidupnya lurus, bersih, dan sederhana. Ia juga seorang dari sedikit orang yang sangat pantas menyerukan hentikan praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Pantas karena ia bukan tipe maling teriak maling. Ia orang bersih yang dengan perangkat ilmu dan keteladanannya bisa menunjukkan bahwa praktik KKN itu merusak tatanan sosial. Ia pantas menjadi teladan kaum birokrat karena etos kerjanya yang tinggi dalam mengabdi kepada masyarakat.
Pengalamannya sebagai camat membuat Selo menjadi peneliti yang mampu menyodorkan alternatif pemecahan berbagai persoalan sosial secara jitu. Ini pula yang membedakan Selo dengan peneliti lain. Baharuddin Lopa dalam salah satu tulisannya di Kompas (1993) menulis, ”Pak Selo menggali ilmu langsung dari kehidupan nyata. Setelah diolah, dia menyampaikan kembali kepada masyarakat untuk dimanfaatkan guna kesejahteraan bersama.” Lopa menilai Selo sebagai dosen yang mampu mendorong mahasiswanya berpikir realistis dan mengerti serta menghayati apa yang diajarkannya. ”Pendekatan realistis dan turun ke bawah untuk mengetahui keadaan sosial yang sesungguhnya inilah yang dicontohkan juga oleh para nabi dan kalifah,” tulis Lopa.
Meski lebih dikenal sebagai guru besar, Selo jauh dari kesan orang yang suka ”mengerutkan kening”. Di lingkungan keluarga dan kampus, dia justru dikenal sebagai orang yang suka melucu dan kaya imajinasi, terutama untuk mengantar mahasiswanya pada istilah-istilah ilmu yang diajarkannya. ”Kalau menjelaskan ilmu ekonomi mudah dimengerti karena selalu disertai contoh-contoh yang diambil dari kehidupan nyata masyarakat,” kenang Baharuddin Lopa. Sebagai ilmuwan, karyanya yang sudah dipublikasikan adalah Social Changes in Yogyakarta (1962) dan Gerakan 10 Mei 1963 di Sukabumi (1963). Penelitian terakhirnya berjudul Desentralisasi Pemerintahan.
Selama hidupnya, Selo pernah berkarier sebagai pegawai Kesultanan/ Pemerintah Daerah Istimewa Wakil Presiden Republik Indonesia (1972-1978) Yogyakarta, Kepala Staf Sipil Gubernur Militer Jakarta Raya, dan Kepala Sekretariat Staf Keamanan Kabinet Perdana, Kepala Biro III Sekretariat Negara merangkap Sekretaris Umum Badan Pemeriksa Keuangan, Sekretaris Wakil Presiden RI Sultan Hamengku Buwono IX (1973-1978), Asisten Wakil Presiden Urusan Kesejahteraan Rakyat (1978-1983) dan staf ahli Presiden Republik Indonesia Kedua (1966-1988) Soeharto. Selain itu, Selo juga menjadi pendiri sekaligus dekan pertama (1968-1974) Fakultas Ilmu Pengetahuan Kemasyarakatan (sekarang FISIP) UI. Ia kemudian memperoleh gelar profesor dari Fakultas Ekonomi UI dan sampai akhir hayatnya justru mengajar di Fakultas Hukum UI. Penerima Bintang Mahaputra Utama ini banyak meninggalkan contoh yang baik, teladan, bukan hanya bgi keluarga tetapi bagi kerabat dan masyarakat umum.
330
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
331
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENDIDIKAN & IPTEKS (Purna Bakti)
Sjahrir (FEUI 1974) Ekonom
Jiwa Militan Seorang Aktivis Ekonom yang dikenal tegas, memiliki analisis yang tajam dan tidak mengenal kata kompromi ini banyak berjasa untuk negara terutama dalam mengawasi keputusan-keputusan pemerintah atas suatu kebijakan. Sjahrir menjadi seorang ekonom yang kesehariannya tidak pernah lepas dari persoalan politik. Ekonomi dan politik menjadi pisau analisisnya dalam membedah suatu kebijakan pemerintah yang menyangkut kebutuhan pokok masyarakat. bahkan saat krisis moneter mengguncang Indonesia pada tahun 1997 dan berkelanjutan menjadi krisis ekonomi dan politik, Sjahrir terdorong untuk menawarkan solusi untuk negeri ini. Lulusan Fakultas ekonomi UI tahun 1974 ini selama menjadi mahasiswa sangat aktif di kegiatan kemahasiswaan yang tergabung dalam Ikatan Mahasiswa Djakarta (IMADA). Aktivitasnya di IMADA membuatnya terpilih menjadi ketua Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI). Selain itu aktivitasnya di badan kemahasiswaan kampus membuatnya terpilih sebagai Sekretaris Jenderal Senat Mahasiswa, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Namun kegiatannya sebagai aktivis pernah membuat Sjahrir harus merasakan menginap di hotel Prodeo selama 4 tahun sebagai tahanan politik, karena atas keterlibatannya dalam peristiwa Malari dimana pada saat itu para mahasiswa memprotes kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan peran investasi asing di Indonesia, namun ternyata demontrasi tersebut bergejolak menjadi kerusuhan. Setelah keluar dari penjara, Ford Foundation yang menjadi sponsor beasiswanya, masih memberikan kesempatan kepada Sjahrir untuk mengenyam pendidikan S2-nya. Dan ia lulus pada tahun 1983 dari Universitas Harvard dengan gelar doktor di bidang Ekonomi Politik dan Pemerintahan.
332
Kepedulian Sjahrir terhadap keadaan ekonomi negara sangat besar. Terbukti pada tahun 2001, pada masa reformasi Sjahrir mendirikan Perhimpunan Indonesia Baru. Aktivitas utama perhimpunan itu adalah menyelenggarakan Cabinet Watch yang mengawasi keputusankeputusan atas suatu kebijakan tertentu, dan mengumumkan hasil pengawasan itu ke masyarakat. Merasa tidak puas dengan proses reformasi setelah jatuhnya Soeharto, Sjahrir dan rekanrekannya di Perhimpunan Indonesia Baru mengumumkan berdirinya Partai Perhimpunan Indonesia Baru. Partai ini mencoba menawarkan solusi alternatif pada era reformasi melalui partisipasi di pemilihan umum 2004. Sjahrir sendiri berkesempatan mencalonkan diri di pemilihan presiden saat itu, namun tidak memperoleh jumlah suara yang cukup untuk maju ke tahap berikutnya. Meskipun demikian, mengetahui bahwa keahlian ekonomi Sjahrir dapat bermanfaat bagi pemerintah yang baru, Susilo Bambang Yudhoyono menunjuk Sjahrir sebagai penasehat ekonomi presiden. Tugas Sjahrir sebagai penasehat ekonomi presiden diantaranya termasuk menjadi duta khusus Presiden RI ke negara-negara lain untuk menjalankan misi kepresidenan. Ditunjuknya Sjahrir sebagai Dewan Pertimbang Presiden oleh Susilo Bambang Yudhoyono membuat Sjahrir dekat dengan kalangan istana. Walaupun begitu sifat kritisnya masih tetap melekat, solidaritas antar teman juga tidak perlu dipertanyakan lagi. Saat memperingati peristiwa Januari 1974 atau dikenal dengan peristiwa Malari bersama teman dekatnya Hariman Siregar, Sjahrir melakukan unjuk rasa mengkritisi berbagai kebijakan pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Sjahrir juga merasa prihatin melihat bahwa berdasarkan laporan Transparancy International (TI) mengenai Korupsi Global 2007 menyebutkan bahwa tingkat korupsi peradilan di Indonesia dinilai paling tinggi. Menurut laporan TI ketika itu, korupsi lembaga peradilan negeri ini dinilai sejajar dengan negara Albania, Yunani, Meksiko, Moldova, Maroko, Peru, Taiwan dan Venezuela. Laporan juga menyebutkan, di Indonesia setidaknya 5 diantara 10 keluarga harus membayar suap untuk mendapat keadilan di lembaga peradilan.
Kecintaan Sjahrir kepada almamaternya membuat Sjahrir kembali dan membagi ilmunya dengan mengabdi sebagai dosen. Kemudian ia mendirikan Yayasan Padi dan Kapas yang kegiatan utamanya adalah melakukan penelitian, pendidikan, dan kesehatan masyarakat. Sjahrir juga mendirikan lembaga lain yang bernama Institute for Economic and Financial Research (ECFIN) bersama rekan-rekan ekonom lainnya.
Menurut Sjahrir, “untuk menegakkan keadilan dibutuhkan lembaga peradilan yang kuat yang berwibawa. Namun jika lembaga peradilan bak pasar gelap (black market of justice) dan terdapat komersialisasi hukum, maka jangan heran jika keadilan hanyalah milik orang berduit. Sedangkan bagi masyarakat miskin, keadilan hanya ada di angan-angan”. Sjahrir juga memandang bahwa selama ini reformasi baru menyentuh bidang politik. Lembaga eksklusif dan legislatif menjadi sorotan publik karena banyak terkait berbagai dugaan korupsi. Tetapi untuk bidang hukum yang seharusnya sama-sama dibenahi, masih dilakukan pembiaran. Sehingga menurut Sjahrir, “Pada tataran yudikatif, praktis sangat jauh tertinggal.”
Banyaknya seminar ekonomi yang dihadirinya sebagai pembicara, serta lebih dari selusin buku yang diterbitkannya, memantapkan namanya sebagai kritikus dan analis ekonomi yang disegani di Indonesia. Dan sejak tahun 1994, Sjahrir menjadi narasumber di Dewan Sosial dan Politik Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI). Hingga akhir hayatnya pun Sjahrir aktif sebagai konsultan dan penasehat untuk bank-bank dan perusahaan-perusahaan publik.
Kini gerakan pemberantasan korupsi sedang berada dalam titik kritis. Semua unsur masyarakat sipil harus bersatu agar gerakan antikorupsi tak berhenti. Budaya ewuh pakewuh yang selama ini menjadi hambatan seharusnya ditinggalkan. “Kalau ada maling, jangan dihormati hanya karena punya banyak uang. Orang seperti itu harus langsung dikucilkan dan yang harus diperjuangkan adalah membuat situasi kondusif bagi berjalannya reformasi peradilan.” Tegas Sjahrir.
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
333
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Usman Chatib Warsa (FK UI 1972) Rektor Universitas Indonesia (2002-2007)
Prestasi Cemerlang di ”Lahan Kering” Lahir Jakarta pada 25 Juni 1947, Usman Chatib Warsa merupakan dokter sekaligus akademisi yang ahli dibidang mikrobiologi. Sang ayah adalah seorang analis di bidang biologi, dan sang ayah juga yang memberi semangat kepada Usman untuk memilih mikrobiologi karena tidak banyak yang mau masuk ke bidang yang dianggap “kering” itu. Lulusan dari Fakultas Kedokteran UI tahun 1972, Usman mengabdikan diri sebagai dosen di almamaternya. Tahun 1976, ia mengambil brevet mikrobiologi di FKUI dan menyelesaikan program spesialis mikrobiologi di FKUI tahun 1990. Selanjutnya, ia meraih gelar doktor dari Kobe University tahun 1997 dengan penelitian resistensi bakteri Staphilococcus aureus terhadap antibiotik metisilin dari golongan penisilin. Karirnya di jabatan struktural tergolong menonjol. Berkat keahliannya dibidang mikrobiologi maka pada tahun 1985 hingga tahun 1994, ia diangkat menjadi Kepala Bagian Mikrobiologi. Selanjutnya, pada tahun 1996 hinggga tahun 1997, Usman kembali dipercaya menjadi KSFM Mikrobiologi RSCM. Kemudian pada tahun 1997 hingga tahun 1998, Usman sempat menjabat sebagai Pembantu Dekan 1 FKUI. Setelah itu, Usman juga dipercaya menjadi Wakil Rektor I pada tahun 1998 hingga tahun 2002 dan merangkap sebagai Pejabat Rektor VI UI (2001-2002). Pada tanggal 14 Agustus 2002 merupakan salah satu hari bersejarah bagi Usman. Karena pada tanggal itu, ia terpilih sebagai orang nomor satu di Universitas Indonesia. Sebelum terpilih menjadi rektor, Usman menjabarkan obsesinya yang kemudian menjadi program utamanya sebagai rektor UI, yakni berupaya mengubah budaya akademik UI secara egaliter dan profesional, bersih, tertib, dan akrab. Strategi yang diterapkan adalah dengan memperbaiki sistem administrasi UI yang dimulai dengan pembentukan Pusat Administrasi Universitas. Langkah tersebut berhasil mewujudkan administrasi UI ke sistem yang lebih terpusat sesuai standar internasional. Dengan dibantu oleh civitas akademika UI lainnya, Usman berhasil meningkatkan pendapatan kampus dari usaha atau kerjasama dengan pihak lain sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan karyawan dan meningkatkan pemberian beasiswa bagi mahasiswa dari keluarga. Ketika menjabat sebagai rektor, Usman juga membuat sebuah gagasan baru untuk Universitas Indonesia, yakni mulai awal tahun akademik 2005/2006 UI menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar. Terobosan ini dimaksudkan sebagai bagian dari upaya untuk meningkatkan daya saing para lulusan UI di dunia global.
334
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENDIDIKAN & IPTEKS (Purna Bakti)
Selama menjadi rektor UI, Usman juga terus berupaya mewujudkan visi UI sebagai universitas riset. Ia mengatakan, pihaknya terus berusaha menyiapkan semua landasan agar UI menjadi universitas kelas dunia melalui riset. Salah satu contohnya, pada tahun 2007 dalam rangka dies natalis ke-57, UI menyelenggarakan “Gelar Ilmu dan Inovasi 2007” dengan tema “Pengembangan UI sebagai Science Park”. Dalam kesempatan itu diperkenalkan pula berbagai hasil riset UI dan bentuk pengabdian kepada masyarakat dalam bidang iptek. Sebagai rektor UI, Usman juga sempat menanamkan kebiasaan baik dikampusnya, yakni dengan membentuk Komunitas Bersepeda (Kobe) UI. Dengan gagasan tersebut, ia berharap kawasan UI bebas pencemaran udara. Peluncuran komunitas ini ditandai dengan “Tour de UI Depok”. Acara tur sepeda ini berlangsung dengan rute mengelilingi kampus UI Depok. Usman juga berpendapat bahwa UI sudah melihat pentingnya otonomi perguruan tinggi sejak tahun 1990 yang dituangkan dalam rencana jangka panjang UI. Ketika itu, pimpinan UI banyak dikirim ke berbagai negara untuk mencari tolak ukur dari perguruan tinggi di berbagai negara. Dari sana semain diyakini ilmu hanya bisa berkembang bila ada kebebasan akademis yang diikuti dengan kebebasan mengelola dana. Tujuan akhirnya adalah meningkatkan kualitas, baik dalam dunia keilmuan maupun melahirkan lulusan, ilmuwan ataupun profesional yang dapat menjadi agen perubahan di masyarakat. Otonomi perguruan tinggi itu sendiri menurut Usman yaitu kebebasan dari perguruan tinggi untuk melaksanakan operasional akademis melalui kebebasan akademis dan juga diberi kebebasan dalam menyelenggarakannya. Artinya kebebasan yang bertanggung jawab, misalnya bila BHMN ingin mendirikan gedung, boleh mencari yang murah dan baik serta tidak diproyekkan. Perguruan tinggi itu dapat menentukan sendiri standarnya dan tidak ada KKN. Pada masa kepemimpinannya, Usman Chatib Warsa memulai perencanaan pendirian rumah sakit pendidikan UI. Ia menegaskan bahwa pendidikan Dokter Umum harus lebih banyak mendapatkan wahana untuk mempraktekkan ilmunya. Sementara, seiring perkembangan, RSCM dirasakan semakin sempit karena besarnya jumlah pasien dan juga luas bangunan yang semakin tidak seimbang dengan pertambahan jumlah mahasiswa kedokteran di UI. Dan mimpi besarnya itu kemudian menjadi kenyataan ketika pada bulan September 2013 dilakukan peresmian pembangunan RS Pendidikan UI di kampus Depok oleh Pejabat Rektor UI, Prof. Muhammad Anis. Setelah selesai menunaikan tugasnya sebagai Rektor UI tahun 2007, Usman kembali ke habitatnya sebagai pengajar di Fakultas Kedokteran UI. Selain mengajar dan meneruskan pembangunan rumah sakit pendidikan, Usman juga kembali ke dunia penelitian yaitu bidang yang telah digelutinya jauh sebelum menjabat sebagai rektor. ”Saya sekarang lebih membantu dosen muda mendapatkan fokus riset yang akan terus berkembang karena setiap hari kita makan obat. Akan terus berkejaran antara obat baru dan munculnya resistensi pada obat. Pendekatannya surveilens, mencari data epidemiologi untuk bisa melakukan pencegahan dan mencari data untuk pengobatan yang baru. Pengembangan ilmu dasarnya untuk mencari vaksin,” ujar Usman Chatib Warsa, yang pernah dinobatkan sebagai dosen terbaik nasional 1985.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
335
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENDIDIKAN & IPTEKS (Purna Bakti)
Wagiono Ismangil
(FE UI 1960) Dekan Fakultas Ekonomi UI (1984-1988)
Implementasi dari suatu perubahan dalam organisasi hanya dapat dilakukan dengan efektif apabila telah memperhitungkan pengaruh budaya dan sumber daya manusia. Guru Besar FEUI yang juga merupakan konsultan senior dari The Jakarta Consulting Group ini, Prof. Dr. Wagiono Ismangil, MBA mengkhususkan spesialisasi dalam bidang Manajemen Organisasi dan Perubahan. Sebagai seorang akademisi, ia pernah dipercaya menjadi Wakil Dekan II, Wakil Dekan I, dan Dekan FEUI. Wagiono memperoleh gelar Drs/SE dari FEUI pada tahun 1960, Tiga tahun kemudian meraih gelar MBA dari University of California Berkeley, dan pada tahun 1975 beliau meraih gelar Doctor in Business Administration (DBA) dari University of Southern California, Los Angeles, USA. Pengajar Program Pascasarjana FEUI ini mengkhususkan bahasan pada Teori Organisasi dan telah menjadi promotor untuk puluhan Disertasi Doktor. Pengalaman karir yang pernah dijalani cukup bervariasi. Pernah menjabat sebagai Komisaris PT Aneka Tambang, Staf Ahli Bulog, dan Direktur Eksekutif IPMI ( Insitut Pengembangan Manajemen Indonesia). Ia juga dikenal dikalangan Perkoperasian sejak Tahun 70 an sebagai Pembina, mulai dari Peneliti, Konsultan, Pejabat dan pernah dipercaya sebagai Ketua Umum Induk Koperasi Pegawai RI (IKPRI). Induk Koperasi Pegawai merupakan Koperasi yang memiliki sebuah Bank yang menngkhususkan diri membina Koperasi Pegawai RI dalam usaha Simpan Pinjam diseluruh Indonesia yaitu Bank Kesejahteraaan Ekonomi, dimana ia pernah bertindak selaku Komisaris Utama. Dikalangan pemerintahan Wagiono pernah menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Departemen Koperasi RI (1988 – 1993) dan Kepala Badan Litbang Departemen Koperasi RI (1993 – 1995). Untuk Jasa-jasanya menerima penghargaan dari Pemerintah berupa Satya Lancana Karya Satya, Tingkat II , Satya Lancana Karya Satya 30 Tahun, Satya Lancana Pembangunan dan Tanda Kehormatan Bintang Jasa Utama (Pada 7 Agustus 1995) untuk jasa-jasanya dibidang pembangunan Koperasi.
336
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Pelantikan pengurus ILUNI UI Wilayah Sulawesi Tengah periode 2013-2016. Tampak Ketua Umum ILUNI UI bersama pengurus dan Ketua ILUNI Wilayah Sulawesi Tengah, Longki D Djanggola.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
337
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENDIDIKAN & IPTEKS
Adrianus Meliala (FISIP UI 1990) Pakar Kriminologi
Dari Kejahatan Jalanan Hingga Kejahatan Negara Adrianus Meliala, pakar kriminologi yang menjadi rujukan utama bagi media ketika terjadi peristiwa kriminalitas besar di negeri ini. Tulisan-tulisannya banyak dimuat di berbagai surat kabar, membedah berbagai tindak kejahatan dengan analisis yang tajam. Tak jarang tulisan-tulisannya membuat gerah aparat penegak hukum, terutama kepolisian, meskipun ia sendiri menjadi salah satu pengajar di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian dan bahkan menjadi penasehat ahli Kapolri. Idealisme dan obyektifitasnya yang selalu terjaga itu membuat Adrianus tetap tegak dengan kredibilitasnya. Pilihannya kuliah di Jurusan Kriminologi FISIP UI sebenarnya bukan karena minat, tetapi karena peluang masuk UI di jurusan tersebut lebih besar karena tidak banyak saingan. Ia bahkan sempat ingin meninggalkan kuliahnya karena tidak bisa menghilangkan ketidaksukaannya pada bidang yang dicibir sebagian orang karena dekat dengan dunia hitam. Beruntung, ia mau mendengar nasehat teman-teman kuliahnya untuk tetap bertahan. Satu lagi alasan utamanya adalah kuliah di universitas negeri relatif lebih murah. Anak pensiunan jaksa ini menyadari betul betapa berat beban orang tuanya. Apalagi bila ia mengingat sang ibu menenteng dagangan berat, berjualan ke sana kemari tanpa kenal lelah, mencari uang siang malam dengan tujuan agar anak-anaknya dapat menikmati pendidikan. Selama kuliah, Adrianus sempat menjadi wartawan koran kampus Warta UI dan kemudian bekerja di majalah berita mingguan Editor. Anehnya, mahasiswa kriminolog ini tidak ditugaskan mengurusi rubrik kriminalitas. Ia dianggap kurang pas, karena wartawan harusnya hanya melaporkan fakta-fakta, sementara Adrianus cenderung membuat kesimpulan fakta. Lulus dari FISIP UI tahun 1990, Adrianus memutuskan mengabdikan diri sebagai staf akademik di almamaternya. Ia kemudian menempuh program S-2 di Fakultas Psikologi UI dan lulus tahun 1994. Di tahun yang sama ia mendapat beasiswa untuk kuliah di The Manchester Metropolitan University, U.K dan berhasil meraih gelar master dibidang Criminological & Legal Psychology tahun 1995. Di luar bidang akademik, tulisan-tulisannya tentang dunia kriminalitas dimuat di berbagai media massa. Ulasan-ulasannya yang tajam membuatnya semakin dikenal sebagai kriminolog. Apalagi setelah ia menguasai ilmu forensik – penerapan fakta medis pada kasus hukum - yang ia timba di The Manchester Metropolitan University, tulisan-tulisannya tentang kriminalitas makin dianggap berbobot.
338
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Ketika menjadi pengajar di Program Pascasarjana Kajian IImu Kepolisian UI, Adrianus makin menggeluti studi kepolisian. Ketajamannya menganalisis dan mengkritisi institusi kepolisian bahkan acap kali membuat gerah. Meskipun begitu, Adrianus pernah menjadi dosen favorit Perguruan Tinggi IImu Kepolisian (PTIK) selama lima tahun berturut-turut. ”Menjadi pengajar polisi-polisi muda di PTIK sungguh membawa kenikmatan tersendiri,” ungkap peraih gelar Doktor dari University of Queensland, Brisbane Australia ini. Kepakaran Adrianus dibidang kriminologi semakin dikenal luas. Selain menjadi rujukan media terkait berbagai masalah kejahatan, mulai dari kejahatan jalanan hingga kejahatan yang dilakukan negara, ia juga kerap didaulat menjadi nara sumber di berbagai seminar. Berkat kepakarannya itu, Adrianus juga dipercaya menjadi tim ahli di lembaga penegak hukum. Antara tahun 2000 hingga 2006, Adrianus dipercaya menjadi salah satu penasihat ahli Kepala Kepolisian Negara RI (Polri) di bidang kriminologi---sejak kepemimpinan Jenderal (Pol) S Bimantoro, Jenderal (Pol) Da’i Bachtiar hingga Jenderal (Pol) Sutanto. Kemudian tahun 2003, ia menjadi anggota Tim Ahli Jaksa Agung RI terkait dengan program reformasi organisasi. Selanjutnya pada tahun 2009 hingga 2011, ia dipercaya sebagai Badan Pertimbangan Pemasyarakatan, Ditjen Pemasyarakatan Kemenkumham. Adrianus merupakan figur yang kaya pengalaman. Guru besar FISIP UI ini pernah menjadi anggota Tim Pakar Jaksa Agung untuk Penyidikan Pelanggaran HAM Berat (2000), Tim Ahli Badan Pekerja MPR untuk Penyiapan Ketetapan NIPR tentang Rekomendasi Pemberantasan KKN (2001), konsultan Komnas HAM untuk Penyidikan Dugaan Pelanggaran HAM Berat (2004), serta Penasihat Senior pada Kemitraan untuk Pembaruan Tata Pemerintahan di Indonesia (2001-2006). Berbagai pengalaman itu mem¬buatnya makin matang sebagai akademisi dan praktisi. Dia menekuni bidang yang memang jarang ditekuni orang pada umumnya. Dia telah menulis 12 buku, 4 jurnal internasional, serta ratusan jurnal nasional dan artikel di media massa. Keberhasilan yang diraihnya kini tak lepas dari dorongan istri dan ibunya. Sebelum menikah dengan Rosari Ginting, ibunya yang terus menerus memberikan semangat menempuh pendidikan. Dan setelah menikah, istrinya yang lebih banyak memberi dorongan. Tanpa itu, ia tak tahu apa yang terjadi dengan dirinya. Ayah empat anak (satu di antaranya meninggal) menyebut istrinya sebagai teman hidup di kala susah dan senang, sekaligus penyeimbang hidupnya. Berbagi dengan sang istri membuat hidupnya damai dan tak ada masalah yang dianggap sangat berat.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
339
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENDIDIKAN & IPTEKS
Adi Zakaria Afiff (FK UI 1962)
Akhiar Salmi
(FHUI 1983) Pakar Hukum Pidana
Wakil Rektor UI Bidang SDM, Keuangan dan Administrasi Umum (2013 - Sekarang)
Adi Zakaria Afiff lahir di Bandung pada 28 Agustus 1961. Ia menyelesaikan pendidikan sarjananya di Departemen Akuntasi, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia pada tahun 1985. Adi Zakaria Afiff kemudian melanjutkan pendidikannya di University of Wisconsin, Amerika Serikat, dan meraih gelar MBA dibidang Management Information System dan Marketing pada tahun 1989. Selanjutnya, Gelar Doktor di bidang Marketing diperolehnya dari Universitas Indonesia di tahun 2003. Sebelum bekerja penuh waktu di Fakultas Ekonomi UI, Adi Zakaria Afiff pernah bekerja di PT USI IBM Indonesia, PT Procter and Gamble Indonesia dan Karim Business Consulting. Pada tahun 2005, ia dipercaya sebagai Wakil Dekan Bidang Non Akademik di FEUI dan selanjutnya menjabat sebagai Kepala Program Pascasarjana Manajemen, FEUI, sampai dengan bulan Juni 2013.Selanjutnya, Adi Zakaria Afiff dipercaya untuk menjabat sebagai Wakil Rektor Bidang SDM, Keuangan dan Administrasi Umum Universitas Indonesia. Saat ini, Adi Zakaria Afiff mengajar mata kuliah marketing untuk tingkat sarjana, master, dan doktoral di Universitas Indonesia. Sedangkan dibidang penelitian, ia banyak mengangkat pokok-pokok masalah terkait Social Marketing, Service Marketing, Brand Management, Marketing Communication dan Consumer Behavior.
Pria kelahiran Solok - Sumatera Barat, 6 Oktober 1957, ini dikenal sebagai pakar hukum pidana yang kerap kali menjadi rujukan media massa baik cetak maupun elektronik. Pendapat, pemikiran dan gagasannya jernih dan banyak dijadikan referensi oleh berbagai pihak. Akhiar Salmi menyelesaikan pendidikannya di Fakultas Hukum UI tahun 1983. Ia kemudian memutuskan mengabdi sebagai dosen di almamaternya dan sempat bekerja di kantor pengacara Minang Warman Sofyan & Associates di awal karirnya sebagai dosen. Ia pernah mengikuti pendidikan non gelar Summer Program di United States Law and Legal Institutions University of Wisconsin, Amerika Serikat. Dan gelar Master Hukum ia raih dari almamaternya pada tahun 2004. Di lingkup Universitas Indonesia, Akhiar Salmi pernah menjabat sebagai Plh. Pembantu Dekan FHUI Bidang Kemahasiswaan (1990-1991), Pembantu Dekan FHUI (1996-1999), Ketua Program Notariat FHUI (1999-2004), Ketua Bidang Studi Hukum Pidana FHUI (2004), Sekretaris Senat Akademik FHUI (2004) dan Wakil Dekan bidang non akademis FHUI (2004-2008). Selain itu, ia juga menjadi dosen MPKP (Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik) FEUI dari tahun 2007 hingga sekarang. Kiprah Akhiar di luar UI diantaranya sebagai Majelis Pengawas Pusat Notaris (20052007), Anggota Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (2005-2010), dan sebagai Anggota Panitia Pemilihan Seleksi Calon Pengganti Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada tahun 2011 dan 2012. Akhiar Salmi juga aktif menulis artikel ilmiah yang dimuat di Majalah Hukum dan Pembangunan FHUI. Karyanya dalam bentuk buku diterbitkan pada tahun 1985 dengan judul ”Eksistensi Hukuman Mati”. Selain itu, ia juga kerap menjadi pembicara di berbagai forum seminar di tingkat nasional. Ia pun aktif terlibat dalam forum-forum diskusi di berbagai media, khususnya di media televisi.
340
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
341
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Ascobat Gani (FK UI 1975) Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat (1998 - 2008)
Prof. Ascobat Gani, MPH, DrPH memfokuskan diri ke dalam Analisa kebijakan Kesehatan dan Administrasi Pelayanan Kesehatan. Ia terlibat dalam pengembangan sistem asuransi kesehatan di Indonesia semenjak tahun 1982. Selain itu, ia juga terlibat dalam pelbagai kegiatan konsultasi untuk organisasi internasional, seperti WHO, Unicef, WB and ADB, USAID, GTZ, AusAID dan JICA, meliputi bidang ekonomi kesehatan seperti pembiayaan sektor kesehatan termasuk pembiayaan kesehatan untuk penduduk miskin/rentan, pembiayaan dan manajemen keuangan rumah sakit dan Puskesmas. Sejak tahun 1997, perubahan besar terjadi dalam sistem pemerintahan Indonesia, yaitu upaya intensif untuk melaksanakan desentralisasi, yang kemudian diundangkan pada tahun 1999 (UU No.22 dan 25/1999). Pemerintah daerah memperoleh otoritas lebih besar merencanakan, melaksanakan, dan mendanai program pembangunan. Sebagai upaya untuk meningkatkan kapasitas daerah dalam melaksanakan otonomi, khususnya di bidang kesehatan, Ascobat Gani mengadakan seminar advocacy di hampir seluruh propinsi di Indonesia dihadapan para Kepala Daerah dan DPRD untuk meningkatkan komitmen daerah dalam pembangunan kesehatan. Kegiatan ini didukung oleh UNICEF, WHO, ADB dan John Hopkins Center for Communication Program. Ia mengembangkan sistem perencanaan kesehatan daerah dan menyampaikan konsep pembiayaan kesehatan daerah dalam konteks desentralisasi diberbagai forum, baik di pusat maupun didaerah. Pada pertengahan tahun 1980-an, Ascobat Gani aktif dalam beberapa pertemuan WHO di Mexico dan Geneva untuk merumuskan strategi mempromosikan “public-private mix” dalam pembiayaan dan pelayanan kesehatan. Dalam kegiatan WHO beliau terlibat sebagai anggota The Global Advisory Group on Nursing and Midwifery, WHO Geneva (2000-2005), sebagai anggota Senior Advisory Group for Public Health Education, SEARO (2004 – hingga sekarang), sebagai “temporary advisor” dalam sejumlah diskusi mengenai ekonomi kesehatan dan SDM kesehatan yang diselengarakan oleh WHO Geneva and SEARO, New Delhi. Penelitian yang dilakukan Ascobat Gani diantaranya adalah kebutuhan akan pelayanan kesehatan di daerah terpencil, administrasi kesehatan tingkat daerah, sistem pelayanan dan pembiayaan kesehatan bagi penduduk miskin. Beliau juga aktif dalam mengembangkan konsep otonomi RS (RS Swadana dan RS Badan Layanan Umum atau BLU) dan melakukan riset operasional untuk menilai implementasi konsep tersebut. Beliau juga melakukan “Cost Effectiveness Analysis” dan “Cost Benefit Analysis” berbagai program dan intervensi kesehatan serta KB, yang hasilnya dipergunakan dalam advocacy kesehatan dan KB di berbagai forum Pemda dan DPR/DPRD.
342
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENDIDIKAN & IPTEKS
Bambang Irawan (FKG UI 1979) Dekan Fakultas Kedokteran Gigi UI (2008-Sekarang)
Pakar di bidang Material Kedokteran Gigi, Prof. drg. Bambang Irawan PhD dilahirkan di Jakarta pada 15 Juni 1953. Setelah diwisuda sebagai dokter gigi dari FKG UI tahun 1979, ia menyelesaikan pelatihan di Nagasaki University School of Dentistry dan di Osaka University of Foreign Studies pada tahun 1983. Selanjutnya ia meraih gelar Doktor dibidang Ilmu Dental Materials Science di Hiroshima University pada tahun 1989. Dan pada tahun 2007, Bambang Irawan dikukuhkan sebagai guru besar Fakultas Kedokteran Gigi. Bambang Irawan memulai pengabdiannya sebagai pengajar Ilmu Material Kedokteran Gigi FKG UI sejak 1 Maret 1980, dan asisten ahli di departemen yang sama mulai 1 April 1988. Ia kemudian pernah menduduki posisi Anggota Senat Akademik Fakultas Kedokteran Gigi (2007), pemimpin tim uji kompetensi untuk dokter gigi dari Kolegium Kedokteran Gigi Indonesia (2007), anggota tim Monitoring dan Evaluasi Internal/ Monevin dan Ketua Masyarakat Indonesia Ilmu Material dan Pengguna Peralatan Kedokteran Gigi (2005-2007). Kemudian sejak tahun 2008, ia dipercaya sebagai Dekan Fakultas Kedokteran Gigi UI. Bambang Irawan aktif menjadi pembicara dalam sejumlah seminar, antara lain dalam Seminar Ilmiah: ”Menuju Kemandirian & Profesionalisme”dalam rangka HUTIII Prodi Kedokteran Gigi FK Unsyiah tahun 2009 di Banda Aceh; KONGRES PERSI XI Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Indonesian Hospital Association) Seminar & Laokakarya ARSPI 3rd Teaching Hospital Expo : Peningkatan Mutu Pelayanan dan Pendidikan Dokter Melalui 3 Pilar pada tahun 2009 di Jakarta; Temu Ilmiah Tahun Emas Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjajaran pada tahun 2009 di Bandung; Faculty of Dentistry University of Sumatera Utara : ”The 4th Regional Dental Meeting and Exibition RDM & E-IV pada tahun 2009 di Medan. Sejumlah karya ilmiah yang pernah dipublikasikannya diantaranya adalah Chitosan dan Aplikasi Klinisnya Sebagai Biomaterial yang dipublikasikan dalam Indonesian-Journal of Dentistry vol. 12 No.3 pada tahun 2005; Karakteristik Komposit Resin Berkemampuan Mengalir yang dipublikasikan dalam Indonesian-Journal of Dentistry vol. 12 No.1 pada tahun 2005; Komposit Berbasis Resin Untuk Restorasi Gigi Posterior yang dipublikasikan dalam Dentika dental Journal Vol.10/No.2 pada tahun 2005; Metal Bioaktif di Bidang Kedokteran Gigi yang dipublikasikan dalam Majalah Ilmiah FKG Trisakti No. 62 pada tahun 2005; Pengaruh Pemakaian Desinfektan Terhadap Mikroorganisma pada Bahan Cetak Alginat yang dipublikasikan dalam Seminar Nasional Minangkabau Dentistry 2005 (PDGI SUMBAR) Bukittinggi pada tahun 2005; Perkembangan Terkini Material Kedokteran Gigi yang dipublikasikan dalam Jurnal Kedokteran Gigi FKG UNPAD Vol. 10 no. 18 pada tahun 2006.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
343
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Bambang Shergi Laksmono (FISIP UI 1986)
Dekan FISIP UI (2008 - 2013)
Lahir di Rabat, 29 Agustus 1961, Bambang Shergi Laksmono menyelesaikan pendidikannya di Jurusan ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP UI tahun 1986. Ia kemudian meraih gelar Master of Science in Economy dari University of London tahun 1987 dan gelar Doktor Sosiologi dari FISIP UI tahun 1999. Mengabdi sebagai dosen di almamaternya, Bambang Shergi dipercaya menduduki posisi-posisi penting dalam jabatan struktural. Pada periode 1992-1995, ia bertugas sebagai Ketua Jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP UI. Kemudian pada tahun 2003, ia dipercaya sebagai Wakil Dekan FISIP UI Bidang Akademik dan merangkap Pejabat Dekan pada tahun 2007-2008 setelah Gumilar Rusliwa Somantri terpilih sebagai Rektor UI. Di luar kampus UI, Bambang Shergi juga aktif berkiprah. Diantaranya ia pernah menjadi Anggota Kelompok Kerja untuk Isu Anak Jalanan pada Proyek kerjasama UNDP dan Departemen Sosial RI dalam Kajian Penerapan Model Kebijakan dan Program Bidang Sosial, tahun 1995-1996. Kemudian ia menjadi NGO-Specialist dalam program Management Systems International-Washington DC-USAID Jakarta (1999-2000) dan menjadi Program Development Specialist pada program Development Alternatives Institute-Office of Transition Initiatives – USAID Jakarta (2000-2001). Selanjutnya, pada tahun 2002-2003, Bambang Shergi bertindak sebagai Social Economics Specialist dalam program National Project on Gender Mainstreaming Program, kerjasama antara UNDP & Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan. Bambang Shergi juga ikut terlibat dalam Yayasan Peduli Pendidikan Anak Aceh untuk mendukung pendidikan anak pasca tsunami, program Academic Recovery Intiative untuk rehabilitasi pendidikan perguruan tinggi pasca konflik di Ambon (2004), ikut mendirikan Pusat Kajian Disabilitas FISIP UI (2006) dan revitaliasi Komunitas Forensik Indonesia (2007). Pada beberapa kesempatan ia juga ikut membangun program di Yayasan Dompet Dhuafa (2004). Pada bulan Juni 2009, Bambang Shergi dikukuhkan sebagai Guru Besar FISIP UI. Dalam pidato yang berjudul Agenda Kesejahteraan di Persimpangan Jalan, Bambang Shergi mengungkapkan, gugatan tentang kesejahteraan bangsa, sesungguhnya merupakan sebuah panggilan hati bagi orang yang berusaha bertanggungjawab terhadap amanah perjuangan pendiri bangsa. “Meski sebetulnya kita tidak perlu saling menggugat, karena bagaimanapun, membangun bangsa dan kesejahteraannya adalah tanggungjawab kita semua, terutama kalangan akademisi,” tegas Bambang Shergi.
344
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENDIDIKAN & IPTEKS
Bambang Sugiarto (FT UI 1985)
Dekan Fakultas Teknik UI (2008-2013)
Bambang Sugiarto, Bangsugi atau BSG, panggilan akrabnya karena banyak nama Bambang di FTUI, adalah Guru Besar di Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Lahir di Jakarta pada 13 Juli 1961, ia meraih gelar sarjana Teknik Mesin di FTUI pada tahun 1985. Ia kemudian berhasil menyelesaikan n pendidikan master dan doctoral di Mechanical Engineering Dept, Hokaido University, Jepang pada tahun 1991 dan 1994. Kegemarannya bongkar pasang mesin dimulai ketika ia duduk di bangku SMA, menjadi ‘montir amatiran’ untuk sepeda motornya sendiri, CB100 keluaran tahun 1972. Semangatnya menjadi ‘montir’ makin menggebu ketika kuliah di Teknik Mesin FTUI, membongkar pasang VW kodok 1300 keluaran tahun 1964, memperbaiki sendiri dengan peralatan seadanya serta dengan feeling sebagai montir amatiran. Setelah lulus FTUI, Bangsugi memutuskan mengabdi sebagai dosen di almamaternya. Beberapa mata kuliah beliau ajarkan antara lain Motor Pembakaran Dalam. Banyak sekali karyanya yang tersebar di berbagai Jurnal dan Presentasi Nasional serta Internasional, diantaranya, Fire Safety Improvement Of Rumah Toko Building By Smoke Shaft Systems, Flame Height of The Propane Flame Lift-Up, Pengaruh penambahan gas elpiji pada kinerja mesin sepeda motor 4 langkah, Study of Biodiesel of Coconut and Corn Ethyl Ester Use by Processing With the Processor Series Type In Diesel Engine Performance, The Influence of additive fuel and lubrication for gasoline engine performance and exhaust emissions”, The 7th QIR 2004, QIR- FTUI – 2004. “Analisa Hasil Uji Petik Emisi kendaraan lama di Jakarta”, Jurnal Teknologi Desember 2004, FTUI – 2004. Study Of Energy Alternative and Low Emissions Vehicle for Dual fuel Indirect Fuel Injection System”, Proc.Indonesia-Japan Joint scientific Symp.2004, Chiba University 20-22 Oct.2004. “Effect of Oxygenate as a Fuel Additive on VCR Engine Performance”, ICEE-2007,10-11 May 2007, Phuket Thailand. Buku Motor Pembakaran Dalam, Bambang Sugiarto ISBN: 979 97726-7-2. Beberapa Kegiatan riset serta studi dimulai dengan mendapat dana dari studi mengenai profile produk pelumas Pertamina (1995) dan dana penelitian dari Osaka Gas foundation (1995). Pada tahun 2000 dimulailah penelitian-penelitian mengenai BIOFUEL bersama dengan teman-teman BTMP- PPT, pada tahun 2004 bersama teman-teman dari Teknik Gas Petrokimia BIOADDITIVE dan dilanjutkan lagi dengan BIOGASOLINE. Selanjutnya pada tahun 2006 dengan teman-teman dari Lab.Transportasi Teknik sipil, dimulai kembali studi-studi mengenai kebijakan master plan untuk SPBU-SPBG dari Dinas Tata kota DKI.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
345
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Bambang Wibawarta (FIB UI 1989) Wakil Rektor UI Bidang Akademik dan Kemahasiswaan (2013 - Sekarang)
346
PENDIDIKAN & IPTEKS
Bambang Wispriyono (FFar UI 1991) Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat (2008-2013)
Bambang Wibawarta adalah Guru Besar Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Indonesia. Pria kelahiran Yogyakarta, 23 Oktober 1965, ini meraih gelar sarjana Sastra Jepang dari FIB UI dan gelar Master Sastra Jepang dari Tohuku University, Jepang. Sedang gelar Doktor diraihnya dari International Christian University, Tokyo – Jepang. Setelah menjabat sebagai Direktur Pusat Studi Jepang, Universitas Indonesia pada tahun 2006-2008, Wibawarta dipercaya sebagai Dekan FIB periode 2008 – 2012 dan selanjutnya diberi amanah untuk menjabat Wakil Rektor UI bidang Akademik dan Kemahasiswaan.
Bambang Wibawarta adalah Guru Besar Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Indonesia. Pria kelahiran Yogyakarta, 23 Oktober 1965, ini meraih gelar sarjana Sastra Jepang dari FIB UI dan gelar Master Sastra Jepang dari Tohuku University, Jepang. Sedang gelar Doktor diraihnya dari International Christian University, Tokyo – Jepang. Setelah menjabat sebagai Direktur Pusat Studi Jepang, Universitas Indonesia pada tahun 2006-2008, Wibawarta dipercaya sebagai Dekan FIB periode 2008 – 2012 dan selanjutnya diberi amanah untuk menjabat Wakil Rektor UI bidang Akademik dan Kemahasiswaan.
Selama 8 tahun bolak-balik belajar dan melakukan penelitian tentang budaya ke Jepang, Wibawarta mengaku banyak belajar sisi positif budaya negeri matahari terbit itu. Jepang, menurutnya, sangat detail dalam banyak hal, termasuk membuat sesuatu. Jepang bagus dalam kemasan, memiliki semangat, dan muara dalam kepentingan nasional. “Itu kelebihan mereka bisa berhasil. Kekhawatiran sekarang, generasinya kini tak lagi beretos kerja seperti pendahulunya.”
Selama 8 tahun bolak-balik belajar dan melakukan penelitian tentang budaya ke Jepang, Wibawarta mengaku banyak belajar sisi positif budaya negeri matahari terbit itu. Jepang, menurutnya, sangat detail dalam banyak hal, termasuk membuat sesuatu. Jepang bagus dalam kemasan, memiliki semangat, dan muara dalam kepentingan nasional. “Itu kelebihan mereka bisa berhasil. Kekhawatiran sekarang, generasinya kini tak lagi beretos kerja seperti pendahulunya.”
Setelah dilantik menjadi Dekan FIB UI tahun 2008, Wibawarta berusaha memberikan inspirasi baru yang melibatkan seni budaya dalam lintas rumpun berbagai ilmu secara sistematis dan sinergi. Dia menyadari, di tempatnya terdapat jurusan sastra atau budaya global, seperti Jepang, Rusia, Belanda, Jerman, dan Prancis. “Yang sedang saya kerjakan menguatkan potensi budaya lokal dan siap menjemput tantangan global,” tuturnya ketika itu.
Setelah dilantik menjadi Dekan FIB UI tahun 2008, Wibawarta berusaha memberikan inspirasi baru yang melibatkan seni budaya dalam lintas rumpun berbagai ilmu secara sistematis dan sinergi. Dia menyadari, di tempatnya terdapat jurusan sastra atau budaya global, seperti Jepang, Rusia, Belanda, Jerman, dan Prancis. “Yang sedang saya kerjakan menguatkan potensi budaya lokal dan siap menjemput tantangan global,” tuturnya ketika itu.
Baginya, budaya tak hanya memiliki aspek budi pekerti, empati, etika, dan estetika. “Saya yakin, bila budaya bersinergi dengan lintas rumpun ilmu yang diterapkan secara sistematis, maka kita akan percaya diri dalam menghadapi globalisasi atau apa pun.” Penyuka batik ini yakin budaya, yang menjadi akar dasar pendidikan, bakal berperan penting dalam pembentukan karakter dan gaya kepemimpinan seseorang. “Melalui kemampuan asah budaya, setidaknya orang akan lebih beradab dan bermartabat.”
Baginya, budaya tak hanya memiliki aspek budi pekerti, empati, etika, dan estetika. “Saya yakin, bila budaya bersinergi dengan lintas rumpun ilmu yang diterapkan secara sistematis, maka kita akan percaya diri dalam menghadapi globalisasi atau apa pun.” Penyuka batik ini yakin budaya, yang menjadi akar dasar pendidikan, bakal berperan penting dalam pembentukan karakter dan gaya kepemimpinan seseorang. “Melalui kemampuan asah budaya, setidaknya orang akan lebih beradab dan bermartabat.”
Pada tahun 2013, Wibawarta dikukuhkan sebagai Guru Besar FIB. Dalam pidato pengukuhan yang berjudul “Kotak Pandora Kebijakan Nasional Kebudayaan”, ia menegaskan bahwa strategi kebudayaan terkait berbagai sektor budaya, politik, pemerintah, hukum, ekonomi, pendidikan, moral, etika, lingkungan, kesenian, bahasa, serta sektor-sektor budaya lainnya.
Pada tahun 2013, Wibawarta dikukuhkan sebagai Guru Besar FIB. Dalam pidato pengukuhan yang berjudul “Kotak Pandora Kebijakan Nasional Kebudayaan”, ia menegaskan bahwa strategi kebudayaan terkait berbagai sektor budaya, politik, pemerintah, hukum, ekonomi, pendidikan, moral, etika, lingkungan, kesenian, bahasa, serta sektor-sektor budaya lainnya.
Selain memiliki prestasi cemerlang di dunia akademik, Wibawarta juga dikenal sebagai pelukis. Penganut aliran abstrak ini kerap menggelar pameran karya-karya lukisnya baik di dalam maupun luar negeri. Dan tahun 2003, pria yang piawai memainkan piano dan gitar klasik ini menerbitkan buku “Buah Tangan dari Jerman, Terjemahan Tiga Karya Awal Mori Ogai”.
Selain memiliki prestasi cemerlang di dunia akademik, Wibawarta juga dikenal sebagai pelukis. Penganut aliran abstrak ini kerap menggelar pameran karya-karya lukisnya baik di dalam maupun luar negeri. Dan tahun 2003, pria yang piawai memainkan piano dan gitar klasik ini menerbitkan buku “Buah Tangan dari Jerman, Terjemahan Tiga Karya Awal Mori Ogai”.
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
347
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Biran Affandi (FK UI 1970)
Ketua Dewan Guru Besar UI (2008 - Sekarang)
Komitmen dan Semangat Pengabdian Yang Tinggi Prof. Dr. Biran Affandi, SpOG(K), FAMM yang lahir di Manna, 22 Februari 1946, merupakan Guru Besar Ilmu Obstetri dan Ginekologi di Fakultas Kedokteran UI dan dipercaya sebagai Ketua Dewan Guru Besar UI sejak tahun 2008. Keteladanan profesor senior ini tidak hanya karena komitmennya yang tinggi dalam memajukan Ilmu Obstetri dan Ginekologi di Indonesia, melainkan juga karena semangat pengabdiannya yang tinggi dalam mendukung pembangunan kesehatan masyarakat, khususnya dalam program Keluarga Berencana. Reputasi kepakarannya tidak hanya diakui di Indonesia, ia pernah dipercaya menjadi konsultan Keluarga Berencana di berbagai negara di dunia, termasuk India, China, Banglades, Malaysia, Philiphina, Papua Nugini dan Fiji. Atas komitmen dan dedikasinya yang tinggi, ia telah menerima berbagai penghargaan dari dalam maupun luar negeri, salah satunya adalah penghargaan ”The 5th Diczfalusy Medal” sebagai a lifetime of scientific achievements pada acara ”5th Meeting of the Egen and Ann Diczfaluzy Foundation” di Hongaria tahun 2011. Pendidikan kedokteran ia tempuh di FKUI dan lulus pada tahun 1970. Ia kemudian melanjutkan ke program spesialis dengan mengambil spesialis Ilmu Obstetri dan Ginekologi di FKUI, lulus tahun 1976. Selanjutnya, gelar Doktor diperolehnya tahun 1987 melalui ”sandwich program” antara Universitas Indonesia dan Karolinska Institute (Stockholm, Sweden). Peraih anugerah Adi Satya Utama dari Ikatan Dokter Indonesia ini merupakan penulis utama pada 79 buah karya ilmiah yang dipublikasikan dalam jurnal ilmiah, terdiri dari 43 jurnal ilmiah internasional dan 36 jurnal ilmiah nasional. Ia juga terlibat dalam penulisan 38 buah karya ilmiah sebagai penulis pembantu. Selain itu, ia aktif di berbagai organisasi, baik nasional maupun internasional, diantaranya Ikatan Dokter Indonesia (sebagai Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia 1975-1978 dan Ketua Majelis Kolegium Kedokteran Indonesia 2003-2009), Perkumpulan Kontrasepsi Indonesia (Ketua 2007-2012), Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (sebagai Ketua Umum Pengurus Besar Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia 19932000 dan Ketua Kolegium Obstetri dan Ginekologi 2000-2009), Asia Oceania Federation of Obstetrics and Gynecology (Chairman of Population Dynamics Committee1999-2005), American Fertility Society dan International Federation of Obstetrics and Gynecology. Dalam perjalanan karirnya, Biran Affandi menaruh perhatian yang sangat besar terhadap program Keluarga Berencana (KB) dan sangat aktif memperjuangkannya melalui berbagai aksi. Menurutnya, KB menjadi faktor penting dalam pembangunan suatu bangsa untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat, mulai dari masalah kesehatan hingga masalah ekonomi. Dan dari
348
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENDIDIKAN & IPTEKS
sekian banyak persoalan terkait KB, salah satunya yang mendasar adalah masih kurangnya pemahaman masyarakat tentang penggunaan kontrasepsi, khususnya bagi kaum laki-laki. “Orang yang tidak menggunakan kontrasepsi atau penggunaan yang tidak tepat merupakan masalah besar. Ketika seorang wanita menyadari bahwa ia secara tidak sengaja hamil, maka ia akan masuk ke dalam suatu krisis, baik secara psikologis, sosial, dan keuangan,” kata Biran Affandi kepada bee-health ketika ditanyakan tentang problematika penggunaan kontrasepsi di Indonesia. Di seluruh dunia, angka kehamilan yang tidak direncanakan mencapai 80 juta per tahun. Ketika 51 juta kehamilan yang tidak direncanakan tiap tahunnya pada wanita yang tidak menggunakan metode kontrasepsi, 25 juta kehamilan yang tidak direncanakan lainnya terjadi akibat penggunaan kontrasepsi yang salah atau tidak konsisten atau kegagalan metode. Biran Affandi menambahkan, kontrasepsi adalah cara yang efektif mencegah kehamilan yang tidak direncanakan. Tingkat kehidupan yang berbeda akan memunculkan kebutuhan kontrasepsi yang berbeda pula. Karenanya kontrasepsi merupakan pilihan individu. Diperlukan sosialisasi dan edukasi untuk memberdayakan masyarakat dengan informasi yang benar agar masyarakat dapat membuat pilihan kontrasepsi dengan penuh kesadaran. Sebagai suatu kebutuhan, kontrasepsi terkait dengan kebutuhan fisik dan sosial. Sebagai kebutuhan fisik, kontrasepsi memiliki peranan dalam setiap fase reproduksi, yaitu untuk menunda kehamilan, menjarangkan atau mengakhiri kesuburan, sehingga kontrasepsi yang digunakan sesuai dengan tujuan pengaturan kelahirannya dan kondisi fisik biologisnya. “Sebagai kebutuhan sosial, kontrasepsi terkait dengan upaya mewujudkan program pembangunan suatu negara. Di Indonesia, program pembangunan sosial Keluarga Berencana (KB) mempunyai arti yang sangat penting dalam upaya mewujudkan manusia Indonesia sejahtera, di samping program pendidikan dan kesehatan,” ujar dokter kelahiran Bengkulu, 65 tahun silam ini. Di samping itu pula, lanjut Biran Affandi, program KB dapat menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) 2-3 kali lipat, yakni dengan mengatasi 4 T: hamil dalam usia tua (Terlalu Tua), hamil dalam usia muda (Terlalu Muda), terlalu sering hamil (Terlalu Rapat), dan banyak anak (Terlalu Banyak). Menurutnya, apabila semua keluarga di Indonesia hanya memiliki 2 orang anak, secara otomatis risiko kematian ibu akibat kehamilan, melahirkan dan nifas hanya terjadi dua kali. Kematian ibu yang terbesar terjadi pada ibu-ibu yang hamil pada usia tua dan hamil pada usia terlalu muda. Oleh sebab itu masyarakat perlu disadarkan untuk menunda menikah di usia muda dan mencegah kehamilan di atas usia 35 tahun. Keduanya dapat menekan AKI. Perkembangan dan kemajuan riset dalam bidang kontrasepsi memberikan kontribusi positif terutama dalam meningkatkan kualitas hidup wanita sehingga para wanita di dunia tidak perlu khawatir atas dampak dari penggunaan kontrasepsi. “Selain itu dari hasil riset yang kami lakukan, saat ini kontrasepsi tidak lagi hanya mencegah kehamilan, namun juga dibutuhkan untuk memberikan manfaat non kontraseptif seperti menjaga kestabilan berat badan dan membuat kulit tetap terawat,” tegas Ketua Dewan Pertimbangan Pengurus Besar Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) ini.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
349
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Connie Rahakundini Bakrie (FISIP UI)
Akademisi & Pengamat Militer
Masyarakat awalnya hanya mengenal Connie yang seorang dosen di UI, dan juga seorang istri dari Letjend (Purn) Djaja Suparman. Namun sekarang masyarakat lebih mengenal Connie sebagai seorang pengamat militer. Yang istimewa, ia bukan saja menjadi satu-satunya perempuan di Indonesia yang menjadi seorang pengamat militer, tapi juga karena fokus studinya pada Defense Economic yang jarang dilirik orang. Dan jauh sebelum dikenal sebagai pengamat militer, Connie telah berkutat di dunia desain. Karya alumnus Billy Blue School of Graphic Design, Sydney Australia itu pernah memperoleh penghargaan internasional. Ia juga sempat malang melintang sebagai pengusaha. Menurut pemilik hobi membaca dan memotret ini, tekadnya menjadi pengamat militer tidak ia khususkan. “Kalau akhirnya karena buku Pertahanan Negara dan Postur TNI Ideal, kemudian saya diberi predikat demikian ya saya syukuri saja,” ujar Connie singkat. Diakuinya, rasa cintanya terhadap tanah air dan TNI-lah yang memotivasi untuk terus berkarya dengan memberikan berbagai pemikiran agar Indonesia dan TNI bisa menjadi kuat dan disegani. “Karena menurut saya seindah-indahnya rumah orang, lebih indah rumah kita sendiri dan itulah Indonesia di mata saya. Begitu berartinya rumah dan segenap isi dan halamannya, maka saya juga tidak segan membayar anggota pengaman yang didukung oleh sistem dan aturan yang berlaku dimulai dari gerbang depan sampai kegiatan keseharian didalamnya. Terkait dengan TNI, demikianlah saya juga melihatnya sebagai garda terdepan penjaga bangsa yang organisasi dan individunya tidak akan pernah berubah baik komitmen dan tujuannya dalam menjaga rumahnya,” papar Connie. Connie sendiri enggan disebut pengamat politik, ia lebih nyaman disebut pengamat militer. Begitupun di dunia pendidikan, Connie yang juga dosen FISIP UI ini memilih fokus mengajar 3 mata kuliah yang berhubungan dengan militer yaitu Pemikiran Politik Indonesia, Pembangunan Politik dan Geopolitik. Saat ini, tak hanya berkutat di dunia pendidikan, lulusan APCSS (Asia Pacific Center for Security Studies) Honolulu, Hawai ini juga disibukkan dengan sejumlah penelitian di IDSPS (Institute of Defence and Peace Studies). ”Saya kira saya belum memberikan kontribusi apa-apa yang berarti,” kata Connie merendah. Kalaupun buku terbarunya---tentang dunia militer tersebut---menjadi kontribusi penting di kalangan militer. “Kalau apa yang saya tuliskan dalam thesis saya yang kemudian dibukukan, kemudian disebut-sebut sebagai salah satu kontribusi penting untuk dunia pertahanan, sebenarnya dari saya pribadi lebih kepada himbauan agar kita semua ‘aware’ akan tantangan dan ancaman apa yang sedang menunggu tepat dihadapan kita. Globalisasi membawa dunia kepada ketidakseimbangan kekuatan disegala bidang, ekonomi khususnya, yang semakin hari semakin besar jaraknya,” ujarnya tegas.
350
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENDIDIKAN & IPTEKS
Effendi Gazali (FISIP UI 1990)
Pakar Komunikasi
Effendi Gazali adalah pakar komunikasi yang wajahnya kerap menghiasi layar televisi, menjadi moderator dan pembicara di berbagai forum. Ia dikenal masyarakat luas dengan program televisi yang digagasnya, Republik Mimpi, yang merupakan parodi dari Indonesia dan para presidennya. Dengan tutur katanya yang terukur dan pemikiranpemikirannya yang kritis, ia pun sering sekali menjadi rujukan media massa terkait permasalahan politik dan isu-isu lainnya. Pria kelahiran Padang, 5 Desember 1966, ini lulus sarjana dalam bidang Komunikasi tahun 1990 dan gelar Master dalam bidang Komunikasi pada tahun 1996 dari Universitas Indonesia. Effendi juga meraih gelar Master dalam bidang International Development (konsentrasi: International Communication) dari Universitas Cornell Ithaca, New York tahun 2000. Sedangkan gelar Ph.D. dalam bidang Komunikasi Politik kemudian ia raih dari Radboud Nijmegen University Belanda tahun 2004 dengan disertasi ”Communication of Politics & Politics of Communication in Indonesia: A Study on Media Performance, Responsibility, and Accountability” (diterbitkan oleh: Radboud University Press, Belanda, 2004). Beberapa penghargaan yang diperolehnya antara lain sebagai salah satu Peneliti Terbaik UI 2003 di bidang Social & Humanity berdasarkan publikasi di jurnal internasional. Effendi juga meraih ICA (International Communication Association) Award, pada ICA Annual Conference, di New Orleans Mei 2004 untuk Research, Teaching & Publication (dari the ICA Instructional & Developmental Division). Effendi Gazali juga aktif menuangkan pemikiran dan gagasan dalam bentuk tulisan. Artikel-artikel Komunikasi Politik-nya banyak dimuat di berbagai surat kabar nasional, seperti Kompas, Media Indonesia, Tempo dan lain-lain. Selain itu, banyak karya tulisnya yang dimuat di jurnal internasional atau diterbitkan dalam bentuk buku, diantaranya ”In Search of Quality Measures for Indonesian Television News” dalam buku Television in Conterporary Asia (California-London: Sage Publications, 2000), ”The Suharto Regime and Its Fall through the Eyes of the Local Media”, Gazette, the International Journal for Communication Studies (2002), ”Establishing a Middle Ground for Public and Community Broadcasting in Indonesia: An Action Research Project” (ditulis bersama L. d’Haenens, E. Hollander, D.N. Hidayat, V. Menayang; 2003), ”Negotiating Public and Community Media in Post-Suharto Indonesia”, Javnost-the Public, Journal of the European Institute for Communication and Culture X (2004), ”Communication of Politics and Politics of Communication in Indonesia: A Study on Media Performance, Responsibility and Accountability” (The Nerherlands: Radboud University Press, 2004), dan “Political Communication in Indonesia: Media Performance in Three Eras” dalam buku “Political Communication in Asia: Challenges & Opportunities” (Washington DC: McGraw Hill, 2006).
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
351
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Firmanzah (FE UI 1998) Dekan Fakultas Ekonomi UI (2008 -2012)
Gumilar Rusliwa Somantri
(FISIP UI 1989) Rektor Universitas Indonesia (2008 -2012)
Ia dinilai sebagai tokoh muda yang brilian dengan prestasi yang cemerlang. Sejak kecil memiliki cita-cita sederhana tetapi mulai dan butuh perjuangan besar untuk mewujudkannya: menjadi orang yang berguna bagi masyarakat. Dan itu benar-benar diwujudkan; ketika ia memilih meninggalkan kenyamanan dan karir cemerlang sebagai dosen di universitas ternama di Perancis untuk pulang ke Indonesia dan mengabdikan diri untuk bangsanya.
Ia dinilai sebagai tokoh muda yang brilian dengan prestasi yang cemerlang. Sejak kecil memiliki cita-cita sederhana tetapi mulai dan butuh perjuangan besar untuk mewujudkannya: menjadi orang yang berguna bagi masyarakat. Dan itu benar-benar diwujudkan; ketika ia memilih meninggalkan kenyamanan dan karir cemerlang sebagai dosen di universitas ternama di Perancis untuk pulang ke Indonesia dan mengabdikan diri untuk bangsanya.
Firmanzah berhasil menyelesaikan pendidikannya di FEUI dalam waktu 3,5 tahun pada 1998. Ia sempat bekerja sebagai analis pasar pada sebuah perusahaan asuransi dan menjadi asisten dosen di UI. Ia kemudian meneruskan pendidikannya ke Universitas Lille di Prancis dan sekaligus menjalani studinya pada tingkat doktoral dalam bidang manajemen internasional dan strategis di Universitas Pau and Pays De l’Adour yang ia selesaikan pada 2005. Karena lulus dengan lebih cepat dibandingkan orang Prancis, ia diminta mengajar di tempat ia belajar. Setahun ia mengajar, sebelum akhirnya kembali ke Indonesia atas permintaan Dekan FE UI saat itu, Bambang PS Brodjonegoro.
Firmanzah berhasil menyelesaikan pendidikannya di FEUI dalam waktu 3,5 tahun pada 1998. Ia sempat bekerja sebagai analis pasar pada sebuah perusahaan asuransi dan menjadi asisten dosen di UI. Ia kemudian meneruskan pendidikannya ke Universitas Lille di Prancis dan sekaligus menjalani studinya pada tingkat doktoral dalam bidang manajemen internasional dan strategis di Universitas Pau and Pays De l’Adour yang ia selesaikan pada 2005. Karena lulus dengan lebih cepat dibandingkan orang Prancis, ia diminta mengajar di tempat ia belajar. Setahun ia mengajar, sebelum akhirnya kembali ke Indonesia atas permintaan Dekan FE UI saat itu, Bambang PS Brodjonegoro.
Ketika itu, ia sempat bimbang. Kalau tetap di Prancis, ia akan menjadi dosen terbang di berbagai negara di dunia, antara lain Maroko dan Inggris. Fasilitas perpustakaan yang lengkap merupakan surga baginya. Pada titik inilah ia kemudian disadarkan bahwa kehidupan di Prancis akan terlalu mudah baginya. Sementara kalau kembali ke Indonesia, banyak hal yang bisa ia kerjakan. Firmanzah kemudian ditugaskan sebagai Sekretaris Departemen Manajemen, FEUI (2005-2007) dan selanjutnya sebagai Direktur Program Pasca Sarjana Ilmu Manajemen FEUI (2007-2008). Pada pemilihan Dekan FEUI periode 2008-2013, ia terpilih dan menjadi dekan termuda dalam sejarah Universitas Indonesia. Ia pernah menjadi visiting professor di University of Nanchang, Cina (2005); University of Pau et Payas de l’Adour, Prancis (2006-2008); University of Science and Technology of Lille 1, Prancis (2006); dan IAE de Grenoble, Prancis (2007), serta menjadi pembicara Leadership Program Development, Amos Tuck Business School, AS (2006). Pada Juni 2012, Firmanzah mendapat kepercayaan dari Presiden SBY sebagai Staf Khusus Presiden bidang Ekonomi. Ia bertugas untuk memberikan rekomendasi untuk Presiden SBY terkait masalah ekonomi baik di dalam maupun di luar negeri. Bagi Firmanzah, ini merupakan sebuah pengalaman yang sangat berharga. Sebagai staf khusus bidang ekonomi, Firmanzah akan memberikan rekomendasi untuk Presiden SBY terkait masalah ekonomi baik di dalam maupun di luar negeri. Dan semenjak dirinya diangkat menjadi staf khusus Presiden bidang ekonomi, ia kemudian mengajukan pengunduran diri dari jabatan sebagai Dekan FE UI. ”Ini sebuah dunia baru selama ini besar di kampus. Sekarang mendampingi Presiden memberikan masukan dan data perekonomian dalam dan luar negeri,” tutur tokoh muda asal Surabaya ini.
352
PENDIDIKAN & IPTEKS
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Ketika itu, ia sempat bimbang. Kalau tetap di Prancis, ia akan menjadi dosen terbang di berbagai negara di dunia, antara lain Maroko dan Inggris. Fasilitas perpustakaan yang lengkap merupakan surga baginya. Pada titik inilah ia kemudian disadarkan bahwa kehidupan di Prancis akan terlalu mudah baginya. Sementara kalau kembali ke Indonesia, banyak hal yang bisa ia kerjakan. Firmanzah kemudian ditugaskan sebagai Sekretaris Departemen Manajemen, FE-UI (2005-2007) dan selanjutnya sebagai Direktur Program Pasca Sarjana Ilmu Manajemen FEUI (2007-2008). Pada pemilihan Dekan FEUI periode 2008-2013, ia terpilih dan menjadi dekan termuda dalam sejarah Universitas Indonesia. Ia pernah menjadi visiting professor di University of Nanchang, Cina (2005); University of Pau et Payas de l’Adour, Prancis (2006-2008); University of Science and Technology of Lille 1, Prancis (2006); dan IAE de Grenoble, Prancis (2007), serta menjadi pembicara Leadership Program Development, Amos Tuck Business School, AS (2006). Pada Juni 2012, Firmanzah mendapat kepercayaan dari Presiden SBY sebagai Staf Khusus Presiden bidang Ekonomi. Ia bertugas untuk memberikan rekomendasi untuk Presiden SBY terkait masalah ekonomi baik di dalam maupun di luar negeri. Bagi Firmanzah, ini merupakan sebuah pengalaman yang sangat berharga. Sebagai staf khusus bidang ekonomi, Firmanzah akan memberikan rekomendasi untuk Presiden SBY terkait masalah ekonomi baik di dalam maupun di luar negeri. Dan semenjak dirinya diangkat menjadi staf khusus Presiden bidang ekonomi, ia kemudian mengajukan pengunduran diri dari jabatan sebagai Dekan FE UI. ”Ini sebuah dunia baru selama ini besar di kampus. Sekarang mendampingi Presiden memberikan masukan dan data perekonomian dalam dan luar negeri,” tutur tokoh muda asal Surabaya ini.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
353
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Hamdi Muluk (FISIP UI) Pakar Psikologi Politik
PENDIDIKAN & IPTEKS
Hikmahanto Juwana (FH UI 1987)
Dekan Fakultas Hukum UI (2004-2008)
Pria kelahiran Padangpanjang – Sumatera Barat, 31 Maret 1966, ini dikenal sebagai pakar psikologi politik yang sangat aktif melakukan riset terkait kepemimpinan nasional dan permasalahan-permasalahan politik lainnya. Pada tahun 2010, ia dikukuhkan sebagai Guru Besar Fakultas Psikologi Universitas Indonesia dengan pidato pengukuhannya yang berjudul ”Menghidupkan Kembali Publik: Perspektif Psikologi Politik.” Saat ini Hamdi Muluk dipercaya memegang jabatan sebagai Ketua Program Doktor Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Berkat kepakarannya dibidang psikologi politik, ia kerap diminta menjadi pembicara di forum-forum seminar baik di dalam maupun di luar negeri dan sering menjadi narasumber di media massa baik cetak maupun elektronik. Hamdi Muluk juga aktif menuangkan gagasan-gagasan dan pemikiranpemikirannya dalam bentuk artikel yang dimuat di jurnal-jurnal ilmiah maupun di surat kabar-surat kabar nasional. Sedang karya tulisnya dalam bentuk buku diantaranya adalah “Soeharto: Ramuan Kecerdasan dan Masa Kecil yang Liat” (2001), “Budaya Keselamatan dan Industri Berisiko Tinggi” (2009), “Mozaik Psikologi Politik Indonesia” (2010) dan “Pengelolaan Warisan Budaya di Indonesia” (2011).
Hikmahanto Juwana yang akrab dipanggil ‘Gihik’ atau ”Bang Hik” dikenal sebagai pakar hukum internasional dan juga Guru Besar FHUI. Ia aktif melakukan riset dan karya tulisnya banyak dimuat di berbagai jurnal baik dalam maupun luar negeri. Selain itu, ia juga aktif menulis buku dan banyak artikel populernya yang dimuat di berbagai media massa di tanah air. Berkat kepakarannya, Hikmahanto kerap menjadi pembicara di berbagai forum seminar dan menjadi narasumber bagi media baik cetak maupun elektronik. Usai diwisuda sebagai Sarjana Hukum tahun 1987, Hikmahanto menetapkan pilihan untuk berkarir menjadi dosen di almamaternya. Ia memperoleh kesempatan untuk melanjutkan program Magister (S-2) di bidang hukum internasional di Keio University (1990-1992), Jepang dan Doktor (S-3) di University of Nottingham, Inggris (1993-1997). Puncak prestasinya dibidang akademik dicapainya pada saat ia dikukuhkan sebagai Guru Besar Hukum Internasional pada tahun 2001 ketika ia masih berusia 35 tahun. Dan pada tahun 2004, ia dipercaya sebagai Dekan Fakultas Hukum UI hingga tahun 2008. Pengalaman kerja yang tak pernah ia lupakan adalah ketika diajak Prof. Mochtar Kusuma-Atmadja, tokoh panutannya, menjadi asisten dan peneliti di Pusat Studi Wawasan Nusantara yang didirikan oleh Prof. Mochtar. Selain itu, Hikmahanto juga pernah mengabdi di pemerintahan. Ia pernah dipercaya sebagai Staf Ahli Menteri pada Kantor Menteri Perekonomian. Ia juga tercatat sebagai Staf Khusus Menteri Luar Negeri ketika dijabat oleh Dr. Alwi Shihab dan anggota Dewan Pakar Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia. Saat ini ia menjadi penasehat untuk Menteri Luar Negeri dalam urusan perbatasan, penasehat untuk Jaksa Agung dalam urusan hukum internasional dan anggota Dewan Pakar Kementerian Pertahanan. Ia juga adalah anggota Komite Pengawas Perpajakan, Kementerian Keuangan. Dan dalam organisasi kemasyarakatan, saat ini Hikmahanto menjabat sebagai Ketua Umum Ikatan Sarjana Hukum Indonesia (ISHI). Meski memiliki sejumlah jabatan, Hikmahanto tidak melupakan jati dirinya sebagai dosen. Tugas mengajar dan membimbing skripsi, tesis dan disertasi tidak pernah ia tinggalkan. Bahkan ia aktif melakukan kegiatan akademis di berbagai universitas, diantaranya Universitas Sumatera Utara, Universitas Hassanudin, Universitas Pancasila, Universitas Triksakti, Universitas Surabaya, Universitas Islam Indonesia dan banyak lagi. Membagi ilmu dianggapnya sebagai pengabdian dalam hidup.
354
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
355
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENDIDIKAN & IPTEKS
Lukman Hakim (FFar UI 1919) Ketua Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), 2010 - Sekarang
Menuntut Ilmu Hingga Ke Liang Lahat Lukman Hakim menyelesaikan studi di Departemen Farmasi FMIPA (sekarang Fakultas Farmasi) Universitas Indonesia pada tahun 1979. Selama menjadi mahasiswa, ia aktif di organisasi kemahasiswaan dan bahkan kemudian menjadi Ketua Dewan Mahasiswa (Dema) UI tahun 1977/1978. Setelah lulus sarjana, ia mulai bergabung di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) tahun 1980 sebagai peneliti dan terus setia meniti karir di lembaga ini. ‘Menuntut ilmu hingga ke liang lahat’ menjadi motivasi terbesarnya untuk terus belajar. Tahun 1984, sesaat setelah menjabat Asisten Deputi Teknologi, ia berangkat ke Jepang untuk menempuh program S2 dengan biaya JSPS. Setelah menyelesaikan studi S2 pada bidang Ilmu Kebijakan di Saitama University pada tahun 1986, Lukman mengembangkan kerjasama erat dengan Jepang dan komunitas ilmu pengetahuan serta teknologi Jepang. Selanjutnya ia melanjutkan studi S3 di Universitas Tokyo sampai dengan mendapat gelar doktor di bidang Kajian Sistem Umum pada tahun 1993. “Sesuatu yang umum diperlukan untuk menghubungkan berbagai hal yang telah terspesialisasi. Oleh karena itu, saya mengambil studi yang bergerak dari ranah khusus ke umum,” kata Lukman. Berkat kegigihannya, ia berhasil memenangkan Research Assistance for ASIAN Scholars (RAPAS Fellowship) sehingga menjadi research fellow pada Japan Institutes of International Affairs pada 1988. Keberhasilan tidak lantas membuatnya mudah berpuas diri. Ia terus gigih dalam penelitian sehingga pada tahun 1990 -1992, ia menjadi fellow pada Japan Indonesia Science and Technology Forum.
pemerintah terkait kebijakan ilmu pengetahuan dan teknologi. Lukman Hakim akhirnya berhasil meraih puncak karir di LIPI ketika pada bulan Juni 2010 ia dilantik sebagai Ketua LIPI menggantikan Prof. Dr. Umar Jenie. “Kajian penelitian tidak dilakukan seperti pemadam kebakaran. Ada bahaya, baru bergerak. Mindset (pola pikir) itu yang harus diubah. Membangun berdasarkan ilmu pengetahuan,” tegas Prof. Dr. Lukman Hakim. Pria yang memiliki hobi fotografi ini menyampaikan sebuah pesan untuk para peneliti. “There is no man in all seasons,” tegas Lukman. Ia menginginkan agar para peneliti mampu menjadikan peneliti sebagai profesi yang berwibawa. Peneliti harus disiplin di jalur kajiannya dan berhatihati ketika memberikan pernyataan, terutama pernyataan yang berkaitan dengan kepentingan publik. “Sebuah kebanggaan ketika peneliti berhasil menjaga integritasnya,” kata Lukman. Di luar LIPI, suami Jullie L Hakim yang dikarunia dua orang anak ini sejak tahun 1996 Lukman Hakim juga mengajar Kebijakan Publik, Kebijakan Iptek serta Manajemen Teknologi di Universitas Indonesia dan beberapa universitas lain. Lukman yang juga tergabung sebagai anggota Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia ini telah menghasilkan 60 tulisan dalam bentuk buku, prosiding dan jurnal ilmiah dalam bahasa Indonesia dan Inggris serta artikel ilmiah di banyak majalah dan surat kabar.
Tahun 1998, ia ditugaskan sebagai Direktur Kebijakan Pengembangan dan Penguasaan Teknologi BPP Teknologi hingga tahun 2001. Selanjutnya ia dipercaya sebagai Deputi Ketua LIPI bidang Jasa llmiah (2001-2003). Sedangkan jabatan fungsionalnya adalah Profesor Riset bidang Studi Kebijakan llmu Pengetahuan dan Teknologi yang diraihnya pada 2003. Pada tahun 2003 Lukman Hakim ditunjuk sebagai Wakil Kepala LIPI. Sebagai organisasi besar dengan beberapa kampus serta hampir 5000 staf di 21 Pusat Penelitian, LIPI menawarkan riset, jasa ilmiah serta aneka program terkait dengan pengembangan dan aplikasi ilmu pengetahuan di Indonesia. LIPI juga berperan sebagai focal point untuk kegiatan riset dan pengembangan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, serta pemasyarakatannya pada level nasional dan internasional. LIPI juga memberikan berbagai rekomendasi kepada
356
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
357
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Muhammad Anis (FT UI 1983)
Pejabat Rektor Universitas Indonesia (2013 - Sekarang)
Tak Pernah Bisa Menolak Panggilan Tugas Lahir dan dibesarkan di lingkungan wirausahawan yang menjunjung tinggi norma dan nilai-nilai agama, Muhammad Anis tumbuh menjadi sosok pemimpin yang berkarakter dan teguh berpegang pada prinsip. Rekam jejaknya dalam mengemban jabatan struktural di lingkungan Universitas Indonesia menunjukkan besarnya komitmen dan jiwa pengabdian. Ia dinilai sebagai pekerja keras yang jujur, disiplin, berdedikasi, profesional, perfeksionis, tegas, dan berani mengambil resiko dalam melaksanakan tugas yang diembannya, serta sangat mencintai keluarganya. Bercita-cita menjadi insinyur, pria kelahiran Jakarta, 26 Juni 1957, ini memutuskan kuliah di Jurusan Metalurgi FTUI pada tahun 1977. Pada saat itu tidak banyak informasi tentang apa itu Metalurgi. Ia memilih jurusan tersebut karena diyakininya masih jarang lulusan Metalurgi di Indonesia dan ia pun menjadi mahasiswa pertama dari angkatannya yang berhasil menyelesaikan studinya di jurusan Metalurgi FT UI, pada Agustus 1983. Setelah lulus menjadi Insinyur, Anis mendapat tugas untuk menjadi asisten dosen pada Jurusan Metalurgi FTUI. Pada Januari 1984, ia memutuskan untuk terjun ke dunia industri dengan bergabung di perusahaan swasta asing di Jakarta sebagai engineering staff. Belum genap setahun bekerja di dunia industri, Ketua Jurusan Metalurgi FTUI waktu itu, alm Todung BLR, meminta Anis untuk kembali ke almamaternya. Akhirnya sejak Januari 1985, ia resmi menjadi staf pengajar pada Jurusan Metalurgi FTUI. Dalam selang waktu yang tidak lama, Anis ditugaskan untuk menjabat sebagai Sekretaris Jurusan Metalurgi FTUI. Tahun 1986, Anis melanjutkan studinya ke UK, mengambil Master Metalurgi, lulus 1988 dengan predikat distinction. Ia langsung melanjutkan ke jenjang doktoral bidang metalurgi, lulus November 1991 dan merupakan alumni Jurusan Metalurgi FTUI pertama yang menjadi doktor. Kembali dari UK, Anis bercita-cita menjadi seorang peneliti dan menargetkan untuk menjadi profesor pertama di Jurusan Metalurgi FTUI. Rupanya takdir berkata lain, Anis tak kuasa menolak panggilan tugas untuk mencurahkan sebagian besar waktu dan perhatiannya dalam mengemban jabatan struktural.
358
PENDIDIKAN & IPTEKS
melakukan perubahan besar pada program pendidikan sarjana teknik, dimana ia mengubah program pendidikan sarjana teknik dari 5 tahun (160 sks) menjadi 4 tahun (144 sks) dengan berbagai peraturan transisinya. Pada kepemimpinan Dekan berikutnya (1997-2000), Prof Djoko Hartanto, Anis ditugaskan menjabat sebagai Pembantu Dekan V (bidang kerjasama) dengan fokus pada internasionalisasi FTUI melalui kerjasama dengan berbagai lembaga pendidikan di luar negeri. Setelah selesai masa bakti sebagai Pembantu Dekan V, ia kembali ke Jurusan Metalurgi FTUI untuk menjadi dosen. Pada saat yang bersamaan, Anis didaulat oleh para staf pengajar Jurusan Metalurgi FTUI menjadi Ketua Jurusan. Pada posisinya sebagai Ketua Jurusan, langkah pertama yang diambil Anis adalah mengusulkan perubahan nama Jurusan Metalurgi menjadi Jurusan Metalurgi dan Material. Usulan ini disetujui oleh Senat Akademik Universitas. Berikutnya, berdasarkan ART UI nama Jurusan diubah menjadi Departemen sehingga Jurusan Metalurgi dan Material berubah menjadi Departemen Metalurgi dan Material. Dalam rangka meningkatkan interaksi Departemen dengan dunia industri, Anis bersama kolega-koleganya berinisiatif membentuk “Centre for Material Processing and Failure Analysis” (CMPFA). Dengan adanya CMPFA, banyak aktivitas di Departemen Metalurgi dan Material yang berinteraksi dengan industri-industri terkait, dan hal ini berdampak signifikan dalam peningkatan kualitas proses belajar mengajar di Departemen Metalurgi dan Material. Belum selesai menjalankan masa bakti sebagai Ketua Departemen, Anis mendapat tugas baru dari Rektor UI 2002-2007, Prof Usman Chatib Warsa, untuk menjabat Direktur Pendidikan Universitas Indonesia. Langkah pertama yang dilakukannya adalah antara lain penataan legalitas program studi yang ada di UI yang sangat diperlukan untuk menerapkan penjaminan mutu pada setiap program studi. Langkah berikutnya, Anis memimpin pengembangan sistem informasi akademik untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan, yang dikenal dengan SIAKNG sehingga para mahasiswa di semua fakultas di lingkungan UI dapat melakukan registrasi akademik secara online dan dosen dapat memasukkan nilai dengan tepat waktu. Pada tahun 2007, Rektor UI periode 2007-2012, Prof Gumilar Rusliwa Somantri, memberikan amanah yang lebih besar kepada Anis untuk menjabat Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan. Dan untuk pertama kalinya di Universitas Indonesia dilakukan penataan legalitas kurikulum pada semua program studi dan memimpin pengembangan kurikulum berbasis kompetensi.
Tidak lama setelah pulang ke tanah air, bulan Januari 1992 Anis langsung ditugaskan Dekan FTUI (alm Todung Barita LR) untuk memimpin tim pendirian Pascasarjana FTUI yang sudah lama direncanakan namun belum terwujud. Pada Agustus 1992, Pascasarjana FTUI mulai menerima mahasiswa baru, dan disinilah awal tugas jabatan struktural Anis.
Karena konflik internal dan gagalnya pemilihan rektor baru tahun 2012, jabatan Anis sebagai Wakil Rektor diperpanjang. Sementara, untuk mengisi kekosongan kepemimpinan, Dirjen Pendidikan Tinggi Kemdikbud Djoko Santoso merangkap sebagai Pejabat Sementara (Pjs) Rektor UI. Karena kesibukan Djoko Susilo sebagai Dirjen Dikti sehingga tidak maksimal memimpin UI, Majelis Wali Amanat UI akhirnya bersidang pada tanggal 2 Mei 2013 dan memilih Muhammad Anis sebagai Pejabat Rektor UI menggantikan Djoko Susilo. Sebelumnya, pada tanggal 16 Januari 2013, Muhammad Anis dikukuhkan sebagai Guru Besar bidang metalurgi las.
Anis ditugaskan menjadi Koordinator Program Pascasarjana FTUI dan juga sebagai Sekretaris Program Studi (SPS) Teknik Metalurgi FTUI. Pada tahun 1993, ia ditugaskan oleh almarhum Todung Barita LR menjadi Pembantu Dekan 1 (bidang akademik) hingga tahun 1997. Pada kurun waktu tersebut Anis telah
Paska konflik internal UI, Prof. Dr. Muhammad Anis, M.Met. berusaha untuk kembali membangun kebersamaan yang sinergis di seluruh jajaran Universitas Indonesia. Diantara tugas pentingnya adalah mengawal pemilihan dekan di seluruh fakultas, dan kemudian melakukan persiapan pemilihan rektor UI yang baru.
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
359
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENDIDIKAN & IPTEKS
Raldi Artono Koestoer (FT UI 1972) Inovator Inkubator Bayi Gratis
Inovasi Teknologi Untuk Kerja Kemanusiaan Indahnya hidup adalah ketika dapat berbagi, ketika karya kita dapat bermanfaat dan meringankan beban orang lain. Begitu pula dengan Prof. Raldi Artono Koestoer, Guru Besar FTUI yang penuh semangat membangun kerja kemanusiaan melalui inovasi inkubator bayi prematur. Gerakan yang dilakukannya menjadi inspirasi bagi generasi bangsa untuk memberikan kontribusi terbaik, melalui pengembangan ilmu dan teknologi yang bersentuhan dengan kebutuhan masyarakat, khusus bagi kalangan menengah ke bawah. Raldi mulai menempuh pendidikan di Teknik Mesin FTUI tahun 1972 dan aktif mengikuti organisasi kemahasiswaan, mulai dari KAPA (Kamuka Parwata) hingga mengikuti kegiatan Go – Kart di kampus. Setelah lulus sebagai insinyur tahun 1978, ia memutuskan mengabdi di almamaternya sebagai dosen. Tahun 1981 ia mendapat kesempatan menempuh pendidikan di Ecole Nationale Superieure de Mecanique et Aeronautique – ENSMA, Perancis, dan dilanjutkan menempuh program doktor di Universite de Paris XII Val de Marne, Perancis, hingga meraih gelar doktor bidang Perpindahan Kalor tahun 1985. Kembali ke Indonesia, Raldi merasa agak janggal karena ilmu yang dibawanya berlainan dengan apa yang ada. Ia pun mulai memperkenalkan penelitian di Fakultas Teknik dan mulai melakukan penelitian dengan mahasiswa yang tengah menyusun skripsi. Dari kegiatan-kegiatan penelitian itu ia kemudian banyak menulis makalah untuk seminar-seminar baik di dalam maupun di luar negeri. Ia kemudian juga menyabet Juara Pertama Peneliti Terbaik Universitas Indonesia tahun 1988, Juara III pada Kompetisi Riset UI tahun 1989, Runner-up Peneliti Terbaik Universitas Indonesia tahun 1990, dan kemudian meraih penghargaan sebagai Runner-up Dosen Terbaik Universitas Indonesia tahun 1995. Pada tahun 1989, saat Raldi berkunjung ke rumah kakaknya yang berprofesi sebagai dokter anak, ia melihat inkubator bayi yang rusak. Menurut keterangan, sebelumnya ada bayi terpanggang di inkubator tersebut karena suhu yang terlalu tinggi yang menyebabkan overheating. Jiwa penelitinya serta merta menganalisa apa yang menyebabkan hal itu terjadi dan akhirnya membuatnya tertantang. Pada 1994, ia mulai membuat penelitian dengan bahan kardus dan triplek yang dirancang sebesar ukuran inkubator bayi. Kendala yang dihadapi pada saat itu adalah dalam mengendalikan suhu di inkubator, sementara alat pengontrol elektronik buatan Eropa dan Jepang harganya cukup mahal. Pada 2006, ia melanjutkan penelitian tersebut di Laboratorium Perpindahan Kalor Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Indonesia (FT UI) untuk program
360
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Appropriate Technology Implementation (ATI) IMHERE yang didanai oleh DIKTI. Banyaknya keluhan masyarakat akan mahalnya biaya perawatan rumah sakit, khususnya untuk pasien bayi prematur, semakin memacu semangat Raldi untuk menyempurnakan inovasinya agar dapat dimanfaatkan masyarakat, khususnya bagi masyarakat menengah ke bawah. Ia pun kemudian membentuk Tim Inkubator UI. Melalui serangkaian rekayasa teknologi dan uji kelayakan, inkubator bayi hasil inovasinya siap untuk digunakan. Bekerja sama dengan Yayasan Bayi Prematur Indonesia, Tim Inkubator UI mulai meminjamkan inkubator bayi secara gratis kepada masyarakat di sekitar Jakarta. Hebatnya, tim yang dipimpinnya dengan senang hati mengantarkan mesin inkubator ke rumah orang tua bayi dan terus memantau perkembangan bayi dari hari ke hari melalui komunikasi dengan orang tua pasien. Sejak peminjaman gratis dimulai bulan Januari 2012, mulai banyak bayi-bayi prematur di sekitar Jakarta merasakan manfaatnya. Para orang tua bayi prematur yang umumnya dari kalangan menengah ke bawah juga banyak terbantu. Dapat dibayangkan, bila biaya perawatan di rumah sakit minimal 500 ribu rupiah per hari, sementara perawatan bayi prematur membutuhkan waktu berminggu-minggu. Gerakan kemanusiaan inipun mulai banyak mendapatkan sorotan media. Menurut Raldi, bayi yang lahir prematur mengalami hipotermia sehingga harus langsung diletakkan di inkubator bayi untuk dihangatkan. Bayi memerlukan temperatur suhu lingkungan yang mendekati suhu kandungan ibunya. Berat bayi prematur, rata-rata 1,2 kg, sangat kecil dibandingkan bayi normal. Saat baru dilahirkan, bayi belum memiliki energi yang cukup untuk beradaptasi dengan perubahan suhu tersebut. Jika tidak cepat ditangani, bayi akan gemetar kedinginan. Selanjutnya ide pengembangan inkubator ditingkatkan lagi dengan merancang dan memanufaktur Inkubator Grashof yang khusus didisain untuk kepentingan home inkubator. Selain hemat energi, produk ini menggunakan sistem Natural Convection dan Natural Circulation, tanpa kipas angin, sehingga sangat silent---dimana deru kipas inkubator biasa itu seringkali melebihi 60 decibel yang sangat mengganggu bayi. Profesor yang gemar bermain musik dan menyanyi ini tidak mempermasalahkan jika inkubator bayi miliknya ditiru orang lain. Ia justru senang karena berarti semakin banyak bayi yang mendapat manfaat inkubator bayi yang harganya terjangkau. Tim Inkubator UI yang dipimpinnya pun terus berusaha menggalang kerja kemanusiaan ini dengan berbagai pihak untuk mewujudkan mimpi terdistribusinya inkubator gratis di 33 propinsi di Indonesia.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
361
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENDIDIKAN & IPTEKS
Ratna Sitompul (FK UI 1986)
Dekan Fakultas Kedokteran UI (2008 - Sekarang)
Mendidik Dokter Yang Pandai Berkomunikasi Sosok wanita bersahaja yang memiliki komitmen dan integritas tinggi, Dr. dr. Ratna Sitompul, SpM(K) memaknai hidupnya sebagai sebuah pengabdian. Ia juga dikenal karena keberaniannya mengungkapkan kebenaran dan berani menanggung resiko dari tindakannya. Baginya, pengabdian harus dijalankan dengan cara-cara yang benar, karena cara-cara yang salah akan mencederai tatanan nilai-nilai yang telah dibangun para pendahulu.
Dr. dr. Ratna Sitompul, SpM(K) menjadi wanita pertama yang menjadi dekan di fakultas kedokteran tertua di Indonesia tersebut. Ia menjalani proses seleksi yang ketat, bersama 8 calon dekan lainnya, dihadapan empat stakeholder utama FKUI---mahasiswa, staf pengajar, alumni dan karyawan. Lolos bersama dua kandidat lainnya, ia kemudian menghadapi tim penguji yang terdiri dari Rektor UI, Wakil Rektor II, Wakil Rektor III. Hingga akhirnya Ratna terpilih sebagai Dekan FKUI periode 2008-2012, bertepatan dengan peringatan Hari Kartini, 21 April 2008.
Sejak kecil bercita-cita menjadi dokter, Ratna mengaku seringkali sakit ketika masih kanak-kanak dan diajak orang tuanya untuk bertemu dokter. “Tapi entah mengapa saya merasa dokter pada saat itu kurang komunikatif dengan pasien dan kurang bisa menjelaskan dengan baik kepada pasien. Hal inilah yang kemudian mendorong saya untuk menjadi dokter.” kenang ibu dari Ravianda dan Wibisono Firmanda ini.
Menjadi orang yang paling bertanggung jawab di FKUI, Ratna menyadari proses pendidikan dokter yang berat bagi mahasiswa, materi-materi yang ‘dicekoki’ ke calon dokter barulah sekian persen bagian dari badan keseleruhan ilmu kedokteran. Mereka dituntut lagi aktif mengikuti seminar dan pelatihan medis lainnya untuk mengasah kompetensi mereka secara berkala. Dengan berbagai beban berat itu, Ratna menyadari para calon dokter masih memiliki kendala dalam kurikulum komunikasi, baik itu kepada pasien maupun sesama rekan sejawat kesehatan. Komunikasi yang kurang efektif inilah yang menyebabkan gangguan hubungan dokter dengan berbagai pihak.
Ia kemudian memutuskan kuliah di Fakultas Kedokteran UI dan berhasil lulus pada tahun 1986. Setahun kemudian ia mengabdi sebagai dokter umum di RSU Kuala Kapuas, Kalimantan Tengah. Ia mengaku ada passion tersendiri dan motivasi yang kuat dalam menjalani profesi sebagai seorang dokter. “Salah satu senior saya sewaktu masuk di fakultas kedokteran pernah mengatakan bahwa menjalani profesi sebagai seorang dokter berarti berhubungan dengan pasien dan itu berarti berkaitan dengan nyawa orang lain. Oleh karena itu kita harus selalu fokus dan berkomitmen dengan profesi ini seumur hidup,” Ratna mengenang kembali masa kuliahnya. Dua tahun di Kalimantan Tengah, Ratna kembali ke Jakarta untuk menempuh program spesialis. Pada awalnya ia ingin mengambil spesialisasi bedah karena ia menyukai untuk melakukan tindakan dan membuat keputusan yang cepat dan tepat. Tapi kemudian minatnya berubah ketika ia membantu menangani pasien katarak. Saat itu ia meyakini bahwa kasus katarak di Indonesia sangat banyak dan belum banyak yang tertangani. Ratna akhirnya menempuh Program Pendidikan Dokter Spesialis Mata di FKUI dan berhasil lulus pada tahun 1994. Ia kemudian mulai mengajar sebagai dosen di FKUI dan merangkap bekerja di Sub Bagian Infeksi dan Imunologi Bagian Ilmu Kesehatan Mata RSUPN-CM. Tahun 1999 ia dipromosikan sebagai Kepala Divisi Sub Bagian Infeksi dan Imunologi Bagian Ilmu Kesehatan Mata FKUI / RSUPN-CM. Dan pada tahun 2005, ia dipercaya sebagai Ketua Program Studi (KPS) Ilmu Kesehatan Mata FKUI / RSUPN-CM. Selanjutnya, pada tahun 2008 Ratna terpilih sebagai Dekan FKUI.
362
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Karena itu, ia menekankan pentingnya keterampilan komunikasi para calon dokter terhadap sesama sejawat, senior maupun pasien. Ratna juga menekankan pentingnya peran pengajar sebagai role model dalam berinteraksi selama pendidikan, yang tidak hanya menjalankan fungsi tugas melainkan juga bisa menjadi contoh norma-norma kesantunan. Pada suatu ketika, di hadapan para calon dokter, Ratna menyisipkan satu cerita yang membangkitkan rasa bangga. Pada bulan Juni 2009 ia menerima surat tulisan tangan dari seorang mantan pasien yang dirawat oleh mahasiswa kedokteran yang sedang menjalani proses co-as. Dalam suratnya tersebut, sang mantan pasien mengutarakan rasa terimakasih atas pelayanannya yang sangat memuaskan. Ia menegaskan betapa berartinya makna surat ini bagi dirinya. Tidak hanya menjadi sebuah aktualitas identitas jati diri bagi sebagian komunitas, namun bagi dunia kesehatan. “Anda bisa cari di buku teori kesantunan manapun, rumus sederhana untuk mendapatkan kehormatan adalah hormati orang lain dulu sebagaimana Anda ingin dihormati,” tutur istri dari dr. Dody Firmanda, Sp.A(K) ini. Selain kiprahnya di kampus Salemba, Ratna juga aktif dalam berbagai organisasi profesi, di antaranya sebagai Associate Editor Majalah Opthalmologica Indonesia, ketua sertifikasi PERDAMI, Ikatan Dokter Indonesia, anggota komisi akreditasi Majelis Kolegium Kedokteran Indonesia (MKKI), executive International Council of International Ocular Inflammation Society, dan anggota Mitra Bestari, Jurnal Kedokteran Yarsi.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
363
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Rhenald Kasali
Pakar Manajemen
PENDIDIKAN & IPTEKS
(FE UI )
Change ! Rhenald Kasali merupakan Guru Besar FEUI, praktisi manajemen dan penulis serangkaian buku perubahan dan manajemen. Pemikiran-pemikiran orisinalnya yang dituangkan dalam buku berjudul CHaNgE! dengan tagline ”Tak peduli seberapa jauh jalan salah yang Anda jalani, putar arah sekarang juga” dan menjadi national best seller, perusahaan-perusahaan besar dan institusi-institusi publik kemudian tergerak melakukan transformasi besar-besaran. Banyak yang berhasil, tetapi banyak juga yang gagal, Rhenal Kasali terus melakukan eksplorasi dan menuangkan pemikiran-pemikirannya dalam sejumlah buku bertemakan perubahan. Ia pun kemudian menjadi trainer untuk top executive di berbagai perubahan besar dan pembicara di berbagai forum seminar. Untuk mengakselerasi semangat perubahan bagi bangsanya, tahun 2007 ia mendirikan Yayasan Rumah Perubahan yang fokus memberikan pelatihan entrepreneurship dan melakukan kegiatan sosial dalam tiga bidang: pendidikan, kesejahteraan sosial, dan lingkungan hidup. Masa kecilnya memprihatinkan. Saat kelas 3 SD, ayahnya di-PHK dan keluarganya pun mengalami masa-masa pahit. Ia harus memakai sepatu bekas dengan ujung sepatu menganga seperti mulut buaya. Seragam sekolahnya cuma satu pasang dan ibunya harus mencuci seragamnya setiap malam agar esoknya bisa dipakai. Tetapi itu belum apa-apa, seringkali ia dan keluarganya tidak memiliki makanan sampai ada tetangga datang membawa nasi. Makan nasi dan garam adalah hal yang biasa bagi Rhenald Kasali. Pada saat kelas V SD, ia tidak naik kelas. Saat itu Rhenald Kasali merasa sangat terpukul saat melihat orang tuanya menangis, dan ia merasa semua orang melihatnya seperti seorang anak yang bodoh. Tetapi justru itulah titik balik dimana Rhenald Kasali bertekad untuk merubah kehidupannya dan bertekad untuk menuntut ilmu sampai ke jenjang tertinggi. Setelah lulus SMA, akhirnya ia diterima di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Untuk membayar uang kuliah dan biaya hidup sehari-hari ia memberikan les privat untuk anak-anak SD. Untuk kebutuhan buku kuliah ia mendekati para seniornya dan meminjam buku dari teman-temannya. Pada tingkat dua barulah ia mendapatkan beasiswa. Lulus kuliah tahun 1985 dan bekerja sebagai reporter sejak tahun 1984. Pada waktu itu ia mendapatkan tawaran dari salah satu seniornya untuk menulis case study. Di situ peluang untuk mengajar terbuka lebar karena ia ditawari untuk mengajar. Sebenarnya ia tidak memenuhi kualifikasi sebagai pengajar karena IP-nya hanya 2.49.
364
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Pada saat Rhenald Kasali mulai mengajar ia melihat junior juniornya mulai kembali dari luar negeri dan mereka mempunyai gelar yang lebih baik. Ia menjadi tertantang dan bertekad mengejar ketertinggalannya. Ia berangkat ke Amerika untuk belajar bahasa Inggris. Balik ke Indonesia, ia berjuang untuk mendapat sponsor kuliah S2 ke luar negeri. Akhirnya ia berhasil mendapat bea siswa untuk kuliah program Master dan Doktor di University of Illinois, Amerika Serikat. Bagi Rhenald Kasali, “Pendidikan adalah tangga untuk keluar dari kemiskinan. Tanpa pendidikan kita tidak bisa memperbaiki hidup kita. Tanpa pendidikan kita tidak bisa mendidik orang lain. Tanpa pendidikan kita tidak bisa mendidik anak-anak kita. Maka kalau saya mau keluar dari belenggu itu, saya harus fight. Karena belenggu itu adanya di sekitar diri kita sendiri. Tidak dimana-mana. Saya melihat teman saya banyak yang pintar tetapi mereka justru mengabaikan itu. Mereka merasa selalu didatangi dan hampir semua teman saya yang pintar itu ternyata tidak selesai doktornya di Amerika. Sedangkan saya yang tidak pernah merasa pintar waktu itu bisa selesai dan ketika teman saya mengatakan “Saya nggak percaya” dan saya juga mengatakan “Eh, gua juga nggak percaya”. Seperti kata Michael Angelo, pada setiap batu cadas selalu terkandung patung yang indah. Karena itu tugas kita adalah membebaskan patung itu dari belenggu-belenggu yang mengikatnya.” Rhenald Kasali akhirnya memang mampu membebaskan dirinya dari belenggu-belenggu itu, ‘mengikis batu cadas’ yang mengungkung dirinya. Ia terus mengekplorasi, tak pernah berhenti belajar dan secara cerdas mampu menerjemahkan berbagai masalah yang menghambat kemajuan ekonomi Indonesia pada tataran yang praktis dan menawarkan konsep-konsep yang membumi. Ia seakan menjadikan perjalanan hidupnya sebagai ‘subyek penelitian’ bahwa kesuksesan itu berawal dan niat dan tekat yang kuat untuk berubah. Dalam bukunya, Myelin Rhenald Kasali menyatakan bahwa myelin (muscle memory) sebagai faktor penting untuk menjembatani gagasan yang dihasilkan “brain memory” bisa sampai di tujuan dengan “mengendarai” myelin yang terlatih. Artinya, tidak ada keraguan atas kecerdasan sumber daya manusia Indonesia. Sebagai contoh, sudah banyak anak-anak Indonesia yang memenangi olimpiade fisika atau matematika dunia.Namun, Rhenald Kasali menegaskan bahwa pengetahuan saja tidaklah cukup untuk meraih kesuksesan. Kunci kesuksesan adalah terus berlatih. Semakin sering berlatih maka jaminan untuk sukses semakin nyata. Kita semua mempunyai pilihan. Ingin menjadi telur atau menjadi bola tenis. Kalau menjadi telur, lebih keras tetapi kalau jatuh kebawah pecah dan tidak mempunyai daya membal. Kalau bola tenis, dia begitu jatuh dan semakin dia di tekan semakin tinggi dia naik ke atas. Perubahan tidak akan terjadi sebelum kita sendiri melakukannya. Syaratnya adalah kita harus action, harus bertindak. Harus mendatangi. Harus melangkah. - Rhenald Kasali -
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
365
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENDIDIKAN & IPTEKS
Sangkot Marzuki (FK UI 1968)
Direktur LBM Eijkman (1992 - Sekarang)
Ilmuwan Brilian Berjiwa Nasionalis Prof. Dr. Sangkot Marzuki Batubara adalah tokoh dibalik bangkitnya Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman dan kembali menjadi lembaga penelitian terkemuka di Indonesia dan disegani di tingkat internasional. Di lembaga ini, Christiaan Eijkman, sebagai direkturnya yang pertama, mengawali penelitiannya yang berakhir dengan suatu penemuan besar mengenai hubungan antara defisiensi vitamin B1 dan beri-beri, yang menjadi landasan konsep modern ilmu vitamin. Berkat penemuannya itu, Eijkman diganjar hadiah Nobel pada tahun 1929. Di puncak kejayaannya pada awal abad ke-20, Lembaga Eijkman menjadi pusat penelitian kedokteran tropis terkemuka dunia, namun terpaksa ditutup pada tahun 1960-an di tengah kemelut politik dan ekonomi. Adalah Prof. Dr. Ing. B.J. Habibie, yang ketika itu menjadi Menteri Riset dan Teknologi, yang menggagas menghidupkan kembali Lembaga Eijkman pada tahun 1990, sebagai upaya membangun sebuah lembaga penelitian terpandang di dunia dalam bidang biologi molekul. Untuk itu, B.J. Habibie khusus memanggil Sangkot dari Monash University, Melbourne, Australia, tempat Sangkot membangun karir ilmiah selama bertahun-tahun sampai menjadi ilmuwan yang memiliki reputasi internasional. Habibie meminta Sangkot untuk kembali ke Indonesia guna membantu beliau membangun sebuah lembaga penelitian biologi molekul baru. Sangkot pun dengan senang hati menerima tawaran untuk memimpin pembangunan kembali Lembaga Eijkman sebagai sarana pengembangan biologi molekul di Indonesia, terutama dalam kaitannya dengan ilmu kedokteran, tanpa pernah menyadari sebelumnya bahwa upaya tersebut memiliki tantangan dan hambatan yang besar. Sangkot kembali ke Indonesia pada pertengahan tahun 1992. Dan, Lembaga Biologi Molekul Eijkman dibuka kembali secara formal pada Juli 1992, yang dipimpin oleh Sangkot. Lembaga ini mulai beroperasi pada April 1993 dan diresmikan oleh Presiden Republik Indonesia pada 19 September 1995. Perkenalan Sangkot secara langsung dengan dunia penelitian biologi modern terjadi waktu tiba di Monash University, Melbourne, sebagai seorang kandidat Ph.D. di pertengahan tahun 1971. Sebelumnya, setelah lulus menjadi dokter di tahun 1968, ia sudah dua tahun dipersiapkan menjadi ilmuwan dalam suatu program M.Sc. di bidang biokimia di Mahidol University, Bangkok, yang pada waktu itu masih dibawah binaan Rockefeller Foundation. ”Saya beruntung, karena program pascasarjana di Department of Biochemistry Mahidol University waktu itu merupakan program yang sangat maju, dengan pengajar ilmuwan aktif yang sebagian besar datang dari Amerika. Di sinilah saya diperkenalkan dengan konsep-konsep kimia dan fisika yang mendasari proses biologis, yang merupakan konsep mutakhir biokimia saat itu,” tuturnya.
366
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Sangkot di Monash University bergabung dengan kelompok penelitian Profesor Anthony W. Linnane, yang pada waktu itu merupakan kelompok utama dunia dalam mempelajari proses bagaimana suatu sel makhluk hidup membangun aparatus sel yang diperlukan untuk proses transduksi energi. Waktu itu, Sangkot sudah memahami bahwa makhluk hidup memerlukan energi untuk berbagai fungsinya, termasuk untuk pergerakan mekanik, untuk pertumbuhan dan reparasi dan untuk mempertahankan suhu tubuh. Ia juga menemukan bahwa sumber energi yang dapat digunakan secara langsung oleh sel hidup untuk proses-proses ini hanyalah suatu molekul berenergi tinggi yang dinamakan adenosine triphosphate atau ATP. Di Monash University inilah Sangkot merintis karir ilmiahnya sampai akhirnya dikenal sebagai ilmuwan terpandang di dunia, meskipun sempat kembali ke almamater awalnya, Universitas Indonesia. Sangkot termasuk ilmuwan yang sangat produktif menuliskan pemikiran dan hasil-hasil risetnya di berbagai publikasi ilmiah internasional bergengsi, yang sebagian di antaranya kemudian ia bukukan dengan judul Mitochondrial Respiratory Chain Disorders: From Yeast to Human. Buku inilah yang membuat Sangkot dianugerahi gelar higher doctorate oleh Monash University pada tahun 1998. Semua pengujinya memberikan pujian tinggi pada karya ilmiah Sangkot tersebut. Sangkot termasuk ilmuwan pertama yang membuktikan bahwa akumulasi mutasi dalam DNA mitokondria memiliki peran penting dalam proses penuaan. Beberapa penemuan di bidang ilmu kedokteran juga mengangkatnya sebagai salah satu pakar di bidang kloning dari Indonesia. Salah satu hasil kajiannya yang paling monumental di bidang kedokteran adalah penemuan tentang sistem konversi energi tubuh. Selain itu, ia juga berhasil menemukan peta gen untuk penyakit thalassemia. Bangsa Indonesia pun makin harum di bidang ilmu pengetahuan setelah Sangkot Marzuki menjadi salah seorang dari 4 ilmuwan terkemuka Asia yang menjadi arsitek proyek studi genetik Pan Asian Single Nucleotide Polymorphism tahap 1. Sayang, setelah dilanda krisis moneter disusul krisis multi dimensional di akhir 1990-an, LBM Eijkman seperti kehilangan tajinya. Para penelitinya banyak yang dipindahkan ke luar negeri untuk menghemat biaya. Dana penelitianpun dipangkas habis-habisan, apalagi dengan terjadinya peralihan kekuasaan di tengah gonjang-ganjing politik. Keterbatasan dana ini pula yag membuat Indonesia terpaksa tidak turut lagi dalam studi genetik tahap 2. Sebagai ilmuwan bereputasi internasional, Sangkot dibanjiri tawaran pindah dari negeri tetangga. namun, Sangkot selalu menolak. Tekadnya mantap untuk terus mengembangkan ilmu Biologi Molekuler dan kembali membangkitkan LBM Eijkman sebagai salah satu lembaga penelitian terkemuka dunia. Penghargaan atas reputasi ilmiah yang pernah diterima Sangkot antara lain Exchange Fellow–Australian Academy of Sciences 1981; ASEAN Achievement Award (Science-Biology) 1992; Penghargaan M. Kodijat–Ikatan Dokter Indonesia 1994; Outstanding Science Alumnus Award–Mahidol University, Thailand 1999, dan; Eijkman Medal dari University of Utrecht, Belanda 2001. Pada tahun 2007 lalu, Prof. Dr. Sangkot Marzuki juga menerima Penghargaan Hamengkubuwono IX dari Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Pada tahun yang sama, ia juga mendapat Penghargaan Achmad Bakrie untuk bidang kedokteran.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
367
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Sarlito Wirawan Sarwono
(FPsi UI 1968) Dekan Fakultas Psikologi UI (1997 - 2004)
Prof. Dr. Sarlito Wirawan Sarwono, yang akrab dipanggil Mas Ito, adalah Guru Besar Psikologi yang mendalami bidang Psikologi Sosial. Guru Besar yang juga seorang psikolog ini juga aktif pada berbagai organisasi, antara lain : APA (American Psychological Association), ICP (International Council of Psychologists), SPSSI (Society of Psychological Studies on Social Issues), IPS (Ikatan Psikologi Sosial), ApsyA (Asian Psychological Association), ASI (Asosiasi Sexologi Indonesia). Kesibukan tersebut dilakukan Mas Ito di samping tugas utamanya sebagai pengajar. Mata kuliah yang diajarnya antara lain Logika,Psikologi Perilaku Seksual, Psikologi Sosial, Psikologi Lintas Budaya di Indonesia untuk Sarjana S1 dan mata kuliah Seminar Proposal Tesis, Teori-Teori Psikologi Sosial, Aliran-aliran dan Teori-teori Psikologi untuk Sarjana S2. Guru Besar yang lahir di Purwokerto pada tanggal 2 Februari 1944 ini menempuh Pendidikan Sarjana S1-nya di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia dan lulus pada tahun 1968, kemudian mengambil Diploma in Community Development, University of Edinburg, Scotland pada tahun 1973. Setelah itu, ia mengambil program doktor di UI dan University of Leiden. Disertasinya yang berjudul “Perbedaan Antara Pemimpin & Aktivitas dalam Gerakan Protes Mahasiswa” mengantarkan Mas Ito mengambil gelar doktor pada tahun 1978. Mas ito merupakan salah satu guru besar yang memiliki banyak karya. Karya-karyanya yang telah dibukukan antara lain : Perbedaan Antara Pemimpin & Aktivitas dalam Gerakan Protes Mahasiswa (1978), Pergeseran Norma-Norma Perilaku Sex (1980), Sexualitas dan Fertilitas Remaja (1980), Menuju Keluarga Bahagia Jilid I-IV (1982), Bimbingan dan Konseling Dalam Praktek Dokter (1982), Sybil (terjemahan) (1982), Membina Keluarga yang Bahagia (1983), Bengkel Keluarga “cetakan II” (1985), Psikologi Lingkungan (1992), Psikologi Sosial (1997). Selain dalam bentuk buku, karyakaryanya juga banyak dipublikasikan dalam jurnal-jurnal ilmiah baik di dalam maupun di luar negeri.
PENDIDIKAN & IPTEKS
Siti Setiati (FK UI 1986) Wakil Rektor III Universitas Indonesia (2013 - Sekarang)
Lahir di Bandung tanggal 15 Oktober 1961, Siti Setiati mulai menempuh pendidikan dokter di FKUI tahun 1980 dan lulus tahun 1986. Ia kemudian menyelesaikan pendidikan spesialis Penyakit Dalam di FKUI tahun 1996 dan kemudian mengikuti pendidikan pasca-sarjana kedokteran geriatrik dan rehabilitasi di Departemen Kedokteran Geriatrik dan Rehabilitasi di rumah sakit Royal Adelaide, Australia (1996-1997). Selanjutnya ia menempuh pendidikan SP2 Konsultan Geriatri Penyakit Dalam, Kolegium Ilmu Penyakit Dalam FKUI (1997-2000) dan Program Pasca Sarjana Epidemiologi Klinik, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKMUI) pada tahun 2001 hingga 2003. Sedangkan gelar Doktor Epidemiologi Klinik diraihnya dari FKMUI pada tahun 2006. Dan pada bulan September 2013, ia dikukuhkan sebagai Guru Besar FKUI. Setelah lulus dokter umum dari FKUI, Setiati mengawali karirnya sebagai Kepala Puskesmas Sei Purun dan Batu Ampar, Kabupaten Pontianak, Kalimantan Barat (19871990). Ia kemudian dipercaya sebagai Penanggung Jawab Klinik Layanan Terpadu Usia Lanjut RSCM (1998-2004), Tim Editor Majalah Kedokteran Indonesia (2002-2003) dan Anggota Program Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan FKUI (2000-2005). Selain itu, jabatan-jabatan lain yang pernah diembannya antara lain Ketua Bidang Ilmiah Pengurus Besar Perhimpunan Gerontologi Medik Indonesia, Koordinator Penelitian dan Administrasi Keuangan Divisi Geriatri, Ketua Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Sekretaris Unit Epidemiologi Klinik Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Sekretaris Kolegium Ilmu Penyakit Dalam, dan Koordinator pendidikan PPDS tahap I Program Studi Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Pada bulan Juni 2013, Prof. Dr. dr. Siti Setiati, Sp. PD-KGer, MEPid, FINASIM ditetapkan sebagai Wakil Rektor III Universitas Indonesia yang membidangi penelitian, pengembangan, dan kerja sama industri. Ia kini merupakan perwakilan unsur dari Rektor yang menangani proses pemilihan Dekan di beberapa Fakultas di Universitas Indonesia.
Di samping berbagai kesibukannya sebagai pengajar dan peneliti, Mas Ito juga pernah dipercaya sebagai Dekan Fakultas Psikologi UI (1997-2004) dan kemudian menjadi Ketua Program Studi Ilmu Kepolisian UI (2007-2012). Sebagai dosen, ia dikenal dengan ciri khasnya dalam menerjemahkan ilmu psikologi dari ilmu yang sulit menjadi ilmu yang mudah dicerna dan dipahami.
368
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
369
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENDIDIKAN & IPTEKS
Terry Mart (FMIPA 1988) Fisikawan Internasional
Tiada Hari Tanpa Penelitian Terry Mart, Ilmuwan Fisika Nuklir dan Partikel dari UI yang kapakarannya diakui oleh dunia internasional. Ia adalah salah satu dari segelintir ilmuwan yang setia menekuni riset fisika dasar yang “rumit” dan selama ini dianggap tidak memiliki prospek ekonomis yang baik bagi penelitinya. Dan Guru Besar UI ini mampu mematahkan anggapan tersebut, setelah menekuni bidang Fisika Nuklir dan Partikel Teoretis sejak 20 tahun lalu, Terry kini menjadi orang yang kaya ilmu dan dipandang oleh komunitas ilmuwan fisika di tingkat dunia. Kekayaannya itu terlihat pada makalahnya yang terbit di jurnal dan prosiding internasional, jumlahnya mencapai sekitar 100 makalah. Pria kelahiran Palembang, 3 Maret 1965, ini menempuh pendidikan S1 di Fakultas MIPA UI dan lulus pada tahun 1988 dengan predikat cum laude. Kemudian ia melanjutkan pendidikannya dengan menempuh program S3 di Universitas Mainz, Jerman, dan lulus pada tahun 1996 juga dengan predikat cum laude. Bidang riset yang membesarkan namanya dimulai tahun 1987 ketika ia menyusun skripsi sarjana dan terobsesi dengan partikel kaon, yang berada dalam skala femtometer (femi), yaitu sama dengan 10 pangkat minus 15 meter atau perseribu nanometer. Ia kemudian berhasil menciptakan model produksi partikel kaon. Model itu kemudian dipasangnya dalam situs web sehingga peneliti dari seluruh dunia dapat mengacu pada model tersebut. Kaon disebut partikel aneh karena bila diproduksi, partikel itu selalu berdampingan dengan hyperon. Dengan temuan partikel berukuran femi ini, memungkinkan partikel ini disusupi dalam nukleus atau inti atom. Dua sejoli partikel itu kini tengah dikembangkan untuk meneliti inti atom. Sebenarnya dalam lingkup astronomi, ada tata surya yang disebut bintang netron yang juga tersusun oleh netron dan hyperon. Munculnya hyperon ini memungkinkan sebuah bintang dipadatkan dalam ukuran yang jauh lebih kecil namun berenergi sangat dahsyat. Fenomena ini dapat mengilhami pengembangan kaon-hyperon selanjutnya. Penelitian kaon mulai dilakukannya ketika mengambil program doktor di Jerman. Namun kemudian ia mendapat peluang emas ketika Amerika Serikat mulai mengoperasikan Akselerator pada tahun 1996 untuk meneliti partikel asing itu. Ia menjadi salah satu orang pertama yang dapat memanfaatkan fasilitas canggih itu. Dalam ilmu partikel skala femi, nama Terry di dunia kini sangat dikenal sehingga ia kerap diundang sebagai pembicara tamu pada pertemuan ilmiah internasional di sejumlah negara. Tiada hari tanpa penelitian, prinsip itu ia terapkan secara konsisten, bukan hanya
370
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
untuk dirinya sendiri tetapi juga mahasiswa dan peneliti lain di kelompok Peminatan Fisika Nuklir & Partikel UI yang dipimpinnya sejak tahun 1998. ”Dengan begitu dapat tumbuh budaya riset, yaitu seorang dosen dan mahasiswa merasa malu dan ketinggalan jika tidak ikut melakukan penelitian. Saat ini di Jurusan Fisika sudah mulai mengarah ke situ,” urainya. Namun bagi Terry, suasana kampus di Indonesia memang belum kondusif untuk kegiatan riset karena rendahnya proses kreatif, sikap santai, bahkan cenderung malas yang melekat di sebagian masyarakat kampus. Inilah yang menyebabkan terjadinya scientific decomposition atau pembusukan ilmiah. Karena itu, secara periodik Terry harus ”menyetrum” kembali semangatnya dengan mengadakan penelitian di luar negeri. Ini dijalaninya selama tiga bulan setiap dua tahun. ”Bila ingin maju, peneliti ilmu dasar memang harus ’keluar’ dan bersaing dengan peneliti dunia lainnya. Jangan hanya bermain di tingkat nasional,” ujar salah satu pendiri Grup Fisika Teoritik di Indonesia pada tahun 2004 ini. Baginya tidak sulit mendapat dukungan dana dari universitas terkemuka yang membuka peluang baginya melakukan kerja sama riset di luar negeri. Paling tidak ada lima universitas dari empat negara maju yang menerimanya sebagai peneliti tamu dan menanggung semua biaya riset dan perjalanan. Meski penelitiannya kerap dilakukan di luar negeri, Terry sangat mencintai Indonesia sehingga tidak tebersit sedikit pun untuk hijrah ke negeri orang. Justru hasil penelitian di luar negeri menjadi ”oleh-oleh” untuk diteliti lebih lanjut para mahasiswanya menjadi bahan tesis. Selain sebagai Ketua Peminatan Fisika Nuklir & Partikel UI, Terry Mart juga menjadi peneliti tamu di di George Washington University, AS; Okayama University of Science, Jepang; Tohoku University, Jepang; Universitat Mainz, Jerman; Univeristy of Stellenbosch, Afrika Selatan. Dalam berorganisasi, Terry menjadi Anggota Dewan Pendidikan Tinggi Indonesia sejak tahun 2009, Anggota Komite Pengarah Internasional IUPAP & Asia Pacific Few-Body Conference sejak tahun 2005, Anggota Komite Seleksi Bersama Lembaga Pertukaran Akademik Jerman/DAAD sejak tahun 1998, serta Editor dan Referee pada beberapa jurnal nasional dan internasional sejak tahun 2005. Selain itu, Prof Dr Terry Mart juga pernah menerima penghargaan berupa Mahasiswa Teladan FMIPA UI (1987), Penghargaan publikasi internasional UI (1998-2010), Habibie Award (2001), Dosen berprestasi III UI (2004), Satyalancana Karya Satya 10 tahun (2007), Leading Scientist dari COMSTECH/Organisasi Konferensi Islam (2008), Ganesa Widya Jasa Adiutama ITB (2009), Anugerah Kekayaan Intelektual Luar Biasa dari Departemen Pendidikan Nasional (2009), dan Excellent Researcher dari SEA EU NET (2009).
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
371
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENDIDIKAN & IPTEKS
Taufik Bahaudin (FF UI)
Yahdiana Harahap (FF UI) Dekan Fakultas Farmasi UI (2011 - 2013)
Pakar Manajemen dan Direktur Utama National Leadership Center (NLC)
Brainware Management Taufik Bahaudin dikenal luas sebagai motivator dan konsultan manajemen dalam lingkup manajemen sumberdaya manusia. Dengan tutur katanya yang khas, tegas dan kritis, ia berhasil memberi inspirasi bagi banyak orang dengan gagasan-gagasan dan pemikiran-pemikirannya yang menyadarkan pentingnya mengenali potensi diri dan perubahan pola pikir. Ia pun semakin dikenal masyarakat luas ketika mengasuh program acara Leadership Perspektif di TVRI. Alumnus FEUI dan dosen senior di almamaternya ini juga dikenal kepakaran dibidang Brain and Mind Management, Mind Setting EQ and SQ Development. Ia merupakan sosok cendikiawan yang idealis dan melakukan banyak penelitian atas biayanya sendiri. Diantara penelitian yang telah dilakukan adalah Identifikasi Nilai-nilai yang berlaku saat ini dalam suatu organisasi ( das Sein), Rumusan das Solen (expected values), Proses membangun Budaya Baru (Road Map), Individual Brainware Assessment, EQ dan SQ Development Technique, dan Mind Management (Segitiga Modal Spiritual). Dari berbagai riset yang telah dilakukan, Bahaudin setidaknya telah memiliki 20 hak paten. Pria kelahiran Jakarta, 10 April 1945, ini juga aktif menuliskan gagasan dan pemikirannya dalam bentuk buku. Salah satu bukunya yang terkenal adalah yang berjudul “Brainware Management Generasi Kelima Manajemen Manusia”, yang merupakan satu-satunya buku brainware management (manajemen perangkat otak) yang ditulis orang Indonesia, berbahasa Indonesia, dan digali dari bumi Indonesia berdasarkan perkembangan ilmu manajemen muktakhir dunia. Dalam Brainware Management, Direktur Utama National Leadership Center (NLC) ini mengungkapkan ada 5 generasi manajemen, yaitu: Pra Manajemen Personalia (generasi pertama), Manajemen Personalia (generasi kedua), Manajemen Sumber Daya Manusia (generasi ketiga), Manajemen Strategik Sumber Daya Manusia (generasi keempat), dan Brainware Management (generasi kelima). Secara singkat, Brainware Management meletakkan kemampuan otak sebagai titik sentral untuk mencapai visi dengan melakukan misi. Karena otaklah yang menentukan kemampuan daya saing seseorang, yaitu melalui kemampuan belajarnya. Brainware Management mendasarkan pengelolaan manusia pada model aktual yaitu pikiran, tubuh dan emosi sebagai satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, saling mempengaruhi satu sama lain. Muncul bukan hanya intelligent quotient tapi juga emotional quotient.
372
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Dekan Pertama Fakultas Farmasi UI Yahdiana Harahap mendapat pengakuan global melalui banyaknya jurnal internasional yang dipublikasikannya. Ia juga banyak mendapat penghargaan, diantaranya sebagai Dosen Berprestasi Bidang Akademik Departemen Farmasi Falkutas MIPA–UI, Dosen Berprestasi Bidang Akademik Departemen Farmasi Fakultas MIPA – UI (Pemenang III); Dosen Berprestasi Tingkat Universitas Tahun 2009 Peringkat II, Universitas Indonesia; Penghargaan Penulisan Jurnal Internasional Dikti, 2 (dua) Penghargaan Jurnal Internasional Dalam Rangka Dies Natalis ke-59. Selain itu, ia juga masuk dalam buku Mahakarya Indonesia Emas 2007 dan dalam buku Who’s Who In The World 2008. Sebagai dosen Fakultas Farmasi UI, Yahdiana mengajar mata kuliah Kimia Organik, Kimia Analisis, Kimia Farmasi Analisis, Kapita Selekta Kimia Farmasi, Analisis Farmasi, Metabolisme Obat, Analisis dalam Matriks Biologi, Kimia Medisinal, Biologi Molekuler, Kimia Zat Toksik, dan Biokimia. Baginya, mendidik merupakan suatu ibadah dan hobi. Ia juga pernah mendapatkan penghargaan sebagai dosen terfavorit dari mahasiswanya dalam Rangka Dies Natalis FMIPA-UI pada tahun 2007. Selain itu, beliau juga menjadi Trainer pada pelatihan-pelatihan BA-BE yang dilakukan di Universitas Indonesia maupun BA-BE Working Group Indonesia, Asisten Teknikal dalam Program Hibah PHK – I di Universitas Lampung pada tahun 2009, Reviewer Hibah Penelitian Strategi Nasional di DRPM UI, dan Reviewer artikel di Jurnal Internasional. Sejak tahun 1995 Yahdiana telah mempublikasikan banyak jurnal penelitian dan menghadiri sejumlah pelatihan, seminar, simposium baik sebagai peserta, pembicara, pemakalah, moderator, dan pengajar, salah satunya yaitu menjadi peserta 68th International Congress of FIP yang diadakan pada September 2009 di Istambul, Turki, selain itu beliau juga merupakan anggota FIP, dan Anggota Pengurus Asosiasi Kimia Medisinal Indonesia. Selain itu, ia juga memberikan banyak pengabdian kepada masyarakat. Pengabdian-pengabdiannya yang ia berikan salah satunya menjadi tim ahli di badan POM untuk standarisasi pangan, tim ahli di badan POM untuk standarisasi produk Terapeutik dan PKRT. Pada tahun 2011, Departemen Farmasi FMIPA berubah menjadi Fakultas Farmasi UI. Ketika itu, Yahdiana yang menjabat sebagai Ketua Departmen Farmasi diangkat menjadi Dekan Fakultas Farmasi UI yang pertama. Selama menjadi Ketua Departemen Farmasi, Yahdiana menjadi tokoh dibalik berdirinya Laboratorium BA-BE yang merupakan satu-satunya laboratorium Perguruan Tinggi yang terakreditasi ISO 17025 di seluruh Indonesia. Ia juga memimpikan suatu saat Farmasi UI menjadi tempat acuan bagi sekolah-sekolah farmasi lainnya di Indonesia maupun Internasional.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
373
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Yohanes Surya
Pendiri Surya Institute
(FMIPA UI 1986)
Go Get Gold Yohanes Surya adalah tokoh dibalik keberhasilan putra-putri Indonesia meraih prestasi mengagumkan dalam berbagai ajang olimpiade Sains Internasional. Pengabdiannya dalam mencerdaskan anak bangsa sungguh inspiratif. Ia bekerjasama dengan pemda-pemda daerah tertinggal mengembangkan matematika GASING (Gampang Asyik dan menyenangkan), dimana anakanak daerah tertinggal itu dapat belajar matematika dengan mudah. Siswa yang dianggap ”bodoh” ternyata mampu menguasai matematika kelas 1-6 SD dalam waktu hanya 6 bulan. Program ini sekarang sedang diimplementasikan diberbagai daerah tertinggal terutama di Papua. Lulusan Departemen Fisika FMIPA UI tahun 1986 ini kemudian melanjutkan pendidikannya di College of William and Mary, Virginia, Amerika Serikat. Program masternya diselesaikan pada tahun 1990 dan program doktornya di tahun 1994 dengan predikat cum laude. Setelah mendapatkan gelar Ph.D., Yohanes Surya menjadi Consultant of Theoretical Physics di TJNAF/CEBAF (Continous Electron Beam Accelerator Facility) Virginia–Amerika Serikat (1994). Walaupun sudah punya Greencard (ijin tinggal dan bekerja di Amerika Serikat), Yohanes Surya pulang ke Indonesia dengan tujuan ingin mengharumkan nama Indonesia melalui olimpiade fisika (semboyannya waktu itu adalah “Go Get Gold”) serta mengembangkan fisika di Indonesia. Pulang dari Amerika, disamping melatih dan memimpin Tim Olimpiade Fisika Indonesia (TOFI), Yohanes Surya menjadi pengajar dan peneliti pada program pasca sarjana UI untuk bidang fisika nuklir (tahun 1995–1998). Dari tahun 1993 hingga 2007 siswa-siswa binaannya berhasil mengharumkan nama bangsa dengan menyabet 54 medali emas, 33 medali perak dan 42 medali perunggu dalam berbagai kompetisi Sains/Fisika Internasional. Pada tahun 2006, seorang siswa binaannya meraih predikat Absolute Winner (Juara Dunia) dalam International Physics Olympiad (IphO) XXXVII di Singapura. Sejak 2000, Yohanes Surya banyak mengadakan pelatihan untuk guru-guru Fisika dan Matematika di hampir semua kota besar di Indonesia, di ibukota kabupaten/kotamadya, sampai ke desa-desa di seluruh pelosok Nusantara dari Sabang hingga Merauke, termasuk pesantren-pesantren. Untuk mewadahi pelatihan-pelatihan ini Yohanes Surya mendirikan Surya Institute. Surya Institute kini sedang membangun gedung TOFI center yang akan menjadi pusat pelatihan guru maupun siswa yang akan bertanding di berbagai kejuaraan sains/fisika. Yohanes Surya merupakan penulis produktif untuk bidang Fisika/Matematika. Ada 68 buku sudah ditulis untuk siswa SD sampai SMA. Selain menulis buku, ia
374
PENDIDIKAN & IPTEKS
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
juga menulis ratusan artikel Fisika di jurnal ilmiah baik nasional maupun internasional, harian KOMPAS, TEMPO, Media Indonesia dan lain-lain. Ia juga pencetus istilah MESTAKUNG dan tiga hukum Mestakung, serta pencetus pembelajaran Gasing (Gampang, Asyik, Menyenangkan). Selain sebagai penulis, Yohanes Surya juga sebagai narasumber berbagai program pengajaran Fisika melalui CD ROM untuk SD, SMP dan SMA. Ia juga ikut memproduksi berbagai program TV pendidikan diantaranya “Petualangan di Dunia Fantasi”, dan “Tralala-trilili” di RCTI. Di luar aktifitasnya di atas, Yohanes Surya berkiprah dalam berbagai organisasi internasional sebagai Board member of the International Physics Olympiad, Vice President of The First step to Nobel Prize (1997-sekarang); Penggagas dan President Asian Physics Olympiad (2000-sekarang); Chairman of The first Asian Physics Olympiad, di Karawaci, Tangerang (2000); Executive member of the World Physics Federation Competition; Chairman of The International Econophysics Conference 2002; Chairman the World Conggress Physics Federation 2002; Board of Experts di majalah National Geographic Indonesia serta menjadi Chairman of Asian Science Camp 2008 di Denpasar, Bali. Selama berkarir di bidang pengembangan fisika, Yohanes Surya pernah mendapatkan berbagai award/fellowship antara lain CEBAF/SURA award AS ’92-93 (salah satu mahasiswa terbaik dalam bidang fisika nuklir pada wilayah tenggara Amerika), penghargaan kreativitas 2005 dari Yayasan Pengembangan Kreativitas, anugerah Lencana Satya Wira Karya (2006) dari Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono. Pada tahun yang sama, ia terpilih sebagai wakil Indonesia dalam bidang pendidikan untuk bertemu dengan Presiden Amerika Serikat, George W. Bush. Pada tahun 2007, ia menulis buku ”Mestakung: Rahasia Sukses Juara Dunia” yang mendapatkan penghargaan sebagai penulis Best Seller tercepat di Indonesia. Dan tahun 2008 mendapat award sebagai Pahlawan Masa Kini pilihan Modernisator dan majalah TEMPO. Yohanes Surya juga mendapatkan banyak penghargaan dari Menpora, Radio Elshinta, Harian Merdeka, Metro TV Award, Penghargaan ”Icon anak Muda” dari Radio Trax FM, Koran Jakarta Award, Penghargaan Harian Republika sebagai ”Tokoh perubahaan 2009, Penghargaan Seputar Indonesia Social Transformer 2011, Sakti Award 2012, BNSP Competency Award 2012 kategori Tokoh Pendidikan Akademisi dan Soegeng Sarjadi Award on Good Governance 2013 kategori Tokoh Inspirator Publik untuk Kemajuan Sains. Yohanes Surya adalah guru besar fisika dari Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga. Ia pernah menjadi Dekan Fakultas Sains dan Matematika Universitas Pelita Harapan; Kepala Promosi dan Kerjasama Himpunan Fisika Indonesia (2001-2004), juri berbagai lomba sains/ matematika (XL-com, L’oreal, UKI dsb), anggota Dewan Kurator Museum Iptek Taman Mini Indonesia Indah, salah satu founder The Mochtar Riady Institute, anggota Dewan Wali Amanah Sekolah Tinggi Islam Assalamiyah Banten dan kini Prof. Yohanes Surya menjabat sebagai Rektor Universitas Multimedia Nusantara (Kompas Gramedia Group) serta aktif mengkampanyekan Cinta Fisika (Bali Cinta Fisika, Kalbar Cinta Fisika dsb) diseluruh Indonesia.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
375
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
SENI & KEBUDAYAAN
Achdiat K Mihardja (FIB UI)
Budayawan - Sastrawan
”Atheis” Kiprah Achdiat Karta Mihardja dalam dunia kesusastraan dan kepenulisan tidak perlu diragukan lagi. Sastrawan yang pernah menjadi pemimpin redaktur beberapa media cetak ini berhasil menggebrak dunia kepenulisan di Indonesia setelah ia menyelesaikan Novelnya yang berjudul ‘Atheis’. Meski sempat menerima beberapa kecaman atas judulnya yang kontroversial, Novel garapan achdiat Karta Mihardja ini berhasil meraih beberapa penghargaan dari berbagai pihak yang kagum terhadap teknik dan sastra dari karya tersebut. Popularitas Atheis terus menanjak bahkan Atheis sempat diterbitkan di luar negeri dengan bahasa Inggris dan puncaknya Atheis diangkat menjadi sebuah film dengan judul yang sama, ‘Atheis’.
Atheis. Roman Atheis ini menggambarkan pergeseran nilai – nilai yang terjadi di dalam masyarakat yang terus mengalami proses transisi. Dalam Novel ‘Atheis’ Achdiat mencoba untuk keluar dari ritme kebesaran novel – novel sebelumnya. Novel yang terbit pada tahun 1949 tersebut memiliki warna sastra yang begitu tinggi. Hal itu terlihat dari strukturnya yang sangat komplek dan bahasanya yang simpatik. Buku tersebut berhasil membuahkan penghargaan dari pemerintah RI pada tahun 1969 dan kemudian diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris. Bahkan pada tahun 1974 Syuman Djaya mengangkat karya ini ke layar putih dengan judul yang sama ‘Atheis’. Achdiat berhasil menciptakan sebuah karya yang terus menjadi buah bibir dan bahkan diakui keindahannya oleh Paus Sastra Indonesia H.B Yassin dan kritikus sastra Indonesia lainnya.
Pria kelahiran Garut 6 Maret 1911 ini telah memiliki minat terhadap bidang sastra dan filsafat sedari ia masih kecil. Pria yang memiliki nama pena Achdiat K. Miharja ini sempat mempelajari tarikat aliran Qadariah Naqsabandiyah dari Kiai Abdullah Mubarak yang terkenal juga dengan nama Ajengan Gedebag.
Di dunia internasional, Profesor A.H Johns dari Australia mengatakan bahwa karya Achdiat ini adalah salah satu dari novel modern Indonesia yang terbaik. Nama Achdiat bahkan tercantum dalam buku ‘Pokok dan Tokoh’ karangan Profesor A. Teeuw sebagai salah satu penulis terbaik pada masa itu.
Kecintaannya pada dunia sastra membuat Achdiat melanjutkan pendidikannya ke Fakultas Sastra dan Filsafat UI. Di sini Achdiat bertemu dengan Dr. Jacobs S.J dan darinya ia mendalami perihal Filsafat Thomisme. Setelah mendapatkan gelar sarjana sastranya Achdiat mulai membagi ilmunya dengan mengajar di beberapa tempat mulai dari perguruan Taman siswa, dosen Fakultas Sastra dan Filsafat UI (1956-1961), hingga menjadi pengajar di Australian National University, Canberra, Australia.
Achdiat telah wafat tahun 2010 lalu di Canberra, tempat ia mengajar, namun karya dan kontribusinya bagi dunia kususastraan Indonesia akan selalu membuat namanya terus dikenang oleh para pecintanya.
Pengalamannya dalam dunia kepenulisan media tidak perlu diragukan lagi. Kakek dari presenter MTV, Jamie Aditya ini tercatat pernah menjabat sebagai redaktur di beberapa media seperti Bintang Timur, Gelombang Zaman, Spektra, dan Balai Pustaka. Selain aktif di berbagai media cetak, dalam dunia organisasi Achdiat pernah menjabat sebagai ketua PEN Club Indonesia, Wakil Ketua Organisasi Pengarang Indonesia, dan juga mewakili Indonesia dalam berbagai kongres kepenulisan internasional diantaranya adalah kongres internasional PEN Club di Lausanne, Swiss (1951).
“Di dalam karya itu, Achdiat melihat sebuah krisis, yakni hilangnya cinta kasih. Pada roman Atheis tampak bahwa kegelisahan itu membuat ia tidak berpihak kepada satu faham atau aliran manapun, Baginya, beragama atau atheis menjadi sama saja jika tidak ada cinta kasih,” ungkap Acep Iwan Saidi dalam peringatan 100 tahun Achdiat K. Mihardja.
Achdiat telah menulis lebih dari 13 buku, dan buku terbarunya yang berjudul Manifesto Khalifatullah terbit pada tahun 2006. Dari karya – karyanya ini Achdiat berhasil meraih beberapa penghargaan seperti Penghargaan Sastra BMKN (1957), Penghargaan Tahunan Pemerintah RI(1969), dan beberapa penghargaan penting yang lainnya. Salah satu karyanya yang paling fenomenal adalah Novelnya yang berjudul
376
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
377
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
SENI & KEBUDAYAAN
Andre Hirata (FE UI) Novelis
Laskar Pelangi Seluruh pecinta Novel di Indonesia pasti mengenal nama Andrea Hirata. Andrea Hirata dengan Novelnya “Laskar pelangi” berhasil meraih prestasi yang fantastis dengan menjual lebih dari satu juta eksemplar hanya dalam kurun waktu beberapa tahun. Lulusan Fakultas Ekonomi UI ini ternyata tidak pernah menyangka bahwa tulisan setebal 700 halamannya akan dapat menjadi Novel best seller karena pada awalnya tulisan ini hanya dibuat sebagai pemenuhan janjinya kepada Guru masa sd nya di Belitong. Namun ternyata nasib berkata lain, salah satu kopi naskah yang berada dalam laptop Andrea dibaca oleh salah satu rekannya dan kemudian dikirim ke penerbit dan akhirnya berhasil menjadi Novel yang laris manis dan masih terus diburu penggemarnya hingga saat ini. Ide awal dari Laskar pelangi sebenarnya berawal dari kisah masa kecilnya yang sangat ironis dimana sangat sulit sekali akses pendidikan yang harus ditempuh bagi anak – anak yang tinggal di salah satu pulau terkaya di dunia tersebut. Pria kelahiran Belitong ini menuturkan bahwa pada waktu itu ia harus menempuh jarak 30 km untuk dapat mencapai SD Muhammadiyah yang bangunannya mungkin lebih mirip dengan kandang kambing dibandingkan dengan bangunan sekolah. Di SD Muhammadiyah ini Andrea bertemu dengan seorang guru yang hingga kini sangat dihormatinya, Nyi Ayu Muslimah. Kegigihan Bu Muslimah untuk mengajar murid yang tak lebih dari 11 orang ini ternyata sangat berarti besar bagi kehidupan Andrea. Sosok Bu Muslimah ini ternyata sangat menginspirasi pria yang pernah dipanggil Wahdud ini. Andrea bahkan telah membulatkan niat untuk menjadi penulis yang akan menggambarkan perjuangan ibu Muslimah sebagai seorang guru.” Kalau saya besar nanti, saya akan menulis tentang Bu Muslimah”, ungkap penggemar penyanyi Anggun ini. Sejak saat itu, Andrea tak pernah berhenti mencoret – coret kertas untuk belajar menulis cerita dengan baik. Pria yang bercita – cita untuk mengelilingi dunia ini, akhirnya memberanikan diri untuk merantau ke Jakarta selepas lulus dari SMA. Meski sempat terdampar di Bogor selama beberapa waktu, berkat kerja keras dan ketekunannya Andrea Hirata pun berhasil melanjutkan pendidikannya di Fakultas Ekonomi UI Jakarta.
Sekembalinya ke tanah air, pria yang suka menulis ini bekerja di PT Telkom sebagai seorang instruktur. Niat Andrea untuk menulis semakin menggelora setelah ia menjadi relawan di Aceh untuk para korban Tsunami. Kondisi sekolah – sekolah yang telah hancur lebur mengingatkannya terhadap kenangan sekolahnya yang hampir rubuh dan tentu saja terhadap sosok Bu Muslimah. Setelah kejadian itu Andrea mulai menulis dan berhasil merampungan tulisannya dalam waktu tidak lebih dari enam bulan. Tak disangka, tulisan yang tak pernah diniatkannya untuk diterbitkan itu justru dibawa ke penerbitan oleh temannya dan mendapat respons positif. Buku Laskar Pelangi diterbitkan pertama kali pada Desember 2005 dan mendapatkan sambutan yang fantastis, penjualannya bahkan mencapai lebih dari satu juta kopi. Sukses dengan Laskar Pelangi, Andrea kembali meluncurkan Sang Pemimpi pada Juli 2006 dan Edensor pada Agustus 2007. Andrea juga meraih penghargaan sastra Khatulistiwa Literary Award pada tahun 2007. Keberhasilan pria yang selalu menyempatkan pulang kampung di setiap lebaran ini terus melambung terutama ketika pada tahun 2008 Novel Laskar Pelanginya digarap menjadi film dan dinikmati oleh 4,6 juta penonton. Torehan prestasi ini menjadikan Laskar Pelangi sebagai “The most – viewed Indonesian film all of time”. Di tahun 2010, Kathleen Anderson Literary Management membeli Hak paten untuk menerbitkan Laskar Pelangi dalam versi bahasa Inggris. Pada tahun yang sama, Andrea juga diundang untuk menghadiri workshop kepenulisan di University of Lowa. Pada tahun 2012 Andrea juga menjadi pembicara di “Byron Bay Writers Festival”, dan pada tahun yang sama versi bahasa Inggris dari Novel Laskar Pelangi akhirnya diterbitkan oleh penerbit luar negeri seperti FSG dan Penguin books untuk dijual di 20 negara. Andrea Hirata adalah penulis Indonesia pertama yang berhasil menerbitkan bukunya bersama dengan FSG dan berhasil menerbitkan hingga sampai dengan 15 juta eksemplar. Menjadi seorang penulis novel mungkin tak pernah ada dalam pikiran pria yang tak pernah mau disebut sebagai seorang sastrawan ini. Berjuang untuk meraih pendidikan tinggi saja dirasa sulit kala itu. Namun, seiring dengan perjuangan dan kerja keras tanpa henti, Andrea mampu meraih sukses sebagai penulis memoir kisah masa kecilnya yang penuh dengan duka dan keprihatinan. Berkat perjuangannya pula Andrea mampu mengubah mimpi masa kecilnya menjadi kenyataan di masa sekarang.
Tak mau berhenti sampai disitu, setelah lulus dari UI, Andrea berhasil mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan pendidikan S2 di Sorbonne, Prancis dan Sheffield Hallam University, Inggris. Berkat kecerdasan dan ketekunannya, Andrea berhasil menyandang gelar Master of Economy lewat Thesisnya yang bertemakan Telekomunikasi dan Ekonomi dengan status cum laude.
378
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
379
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Djafar Husin Assegaff (FISIP UI
Tokoh Pers
SENI & KEBUDAYAAN
1964)
Wartawan Yang Tak Kenal Pensiun Dikenal sebagai wartawan senior Indonesia, Djafar Husin Assegaff dilahirkan pada tanggal 12 Desember 1932. Pria muslim tersebut berasal dari Tanjungkarang, Lampung. Dikenal “Senior” karena pengabdiannya yang telah ia berikan untuk dunia jurnalistik hingga berpuluh-puluh tahun, dari masih berstatus pelajar hingga menginjak usia tua berkepala 7. Djafar mulai tertarik dalam kegiatan menulis ketika ia masih menjadi murid di Sekolah Dagang Menengah Jakarta, dengan tergabung sebagai anggota dalam ikatan Pemuda Pelajar Indonesia (PPI). Ormas tersebut memiliki majalah “Pemuda Masyarakat” sehingga ia bisa belajar banyak dalam menulis artikel-artikel. Dari catatan karir yang dilaluinya, sebuah prestasi sulit dicari padanannya khususnya dalam hal beralih tempat tugas. Assegaff pernah menjadi Redaktur Politik Harian Indonesia Raya pada tahun 1956 hingga tahun 1959. Namun ia harus menerima kenyataan bahwa koran tersebut mulai tidak berproduksi lagi setelah ditutup oleh Bung Karno sehingga ia harus mencari tempat pijakan baru, diterima sebagai Wakil Pemimpin Redaksi Harian Abadi pada tahun 1959 hingga tahun 1960. Ternyata Abadi juga ditutup dan mau tidak mau Assegaff lantas menganggur. Sesudah menjalani masa istirahat sebagai wartawan kurang lebih 12 tahun dan setelah Presiden Republik Indonesia Kedua Orde Baru menumbangkan Orde Lama, Assegaff kembali lagi terjun ke media massa. Ini dilakukannya karena Indonesia Raya diizinkan terbit kembali pada tahun 1968, dan ia bekerja sebagai Redaktur Pelaksana.
etik profesi, akurasi pemberitaan, penyiaran polling pendapat umum, dan juga mengenai pembajakan wartawan. Menurut Assegaff, “Wartawan bisa saja terancam kebebasannya dalam menyiarkan sesuatu berita akibat datangnya intervensi dari pemilik. Ini lebih terasa sebab bagi wartawan profesional, keinginan mereka adalah keinginan mengabdi kepentingan publik. Diatas segala-galanya seorang wartawan harus berjuang untuk menegakkan kebenaran dan memenuhi hasrat rasa ingin tahun khalayak pembacanya.” Kiprah Assegaff memang tidak hanya wartawan, sejak tahun 1964 ia sudah menjadi dosen di almamaternya. Ia kemudian diperbantukan di seksi penerangan Komando Operasi Tertinggi (Koti) antara tahun 1964-1968. Sebagaimana ia akui, “Pada masa-masa itulah saya mulai akrab dengan sejumlah tokoh militer, sebab di Koti setiap hari harus bergaul dengan mereka.” Kedekatan inilah yang mungkin telah melapangkan jalan bagi Assegaff naik memimpin Suara Karya, selain dipercaya ikut dalam kegiatan tim diplomasi non-Deplu. “Pertama, pada tahun 1970-an ke Eropa Barat dan Inggris, untuk meyakinkan pemerintah dan masyarakat setempat mengenai kebijakan baru Pemerintah Indonesia. Kemudian tahun 1980-an ke Uni Soviet dan Eropa Timur untuk meyakinkan mereka apa alasan Timor Timur harus dibebaskan dari penjajahan Portugal.” Dan dalam rangkaian acara untuk memperingati Hari Pers Nasional tahun 2008 dan ulang tahun Persatuan Wartawan Indonesia yang ke 62 Assegaff diberi penghargaan Lifetime Achievement Award atas pengabdian yang telah ia berikan untuk dunia jurnalistik tanah air.
Kemudian pada tahun 1972 Harian Suara Karya disegarkan, Ali Moertopo selaku god father Golongan Karya langsung menunjuk Assegaff sebagai pimpinan redaksi di koran resmi Ketua Dewan Pembina Partai Golkar tersebut. Dua dasawarsa kemudian Assegaff tercatat sebagai Pemimpin Redaksi Majalah Warta Ekonomi (1990-1993), sebelum nantinya dipercaya menjabat Pemimpin Redaksi Harian Media Indonesia (1997-2001). Djafar Husin Assegaff merupakan alumnus Universitas Indonesia Fakutas Ilmu Sosial dan Politik jurusan Publisistik. Terlepas dari dunia jurnalistik yang melekat dalam dirinya, Assegaff pernah dilantik sebagai Duta Besar mewakili Indonesia di Vietnam dari tahun 1993 hingga tahun 1997. Untuk menandai semua pengalamannya pada tahun 2002 Assegaff meluncurkan dua buku salah satunya bertajuk Perlawanan dalam Kungkungan. Didalam buku tersebut ia mengemukakan penilaiannya soal kebebasan redaksional, penegakan kode
380
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
381
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
SENI & KEBUDAYAAN
Erwin Gutawa (FT UI 1986)
Musisi
Di Atas Rata-Rata Erwin Gutawa merupakan salah satu musisi papan atas di Indonesia. Karyakaryanya berhasil mengantarkannya meraih penghargaan bergengsi baik di tingkat nasional maupun internasional. Ia juga merupakan salah satu musisi yang memiliki semangat nasionalisme, yang memiliki keperdulian tinggi untuk kemajuan musik Indonesia. Melalui proyek ‘Diatas Rata-Rata’, Erwin Gutawa bersama sang putri tunggalnya, Gita Gutawa, berusaha mengorbitkan tunastunas bangsa yang berpotensi untuk dapat pentas di panggung dunia. Jejak karirnya sendiri dalam musik dimulai sejak remaja. Setelah meraih predikat bassis terbaik di band SMA-nya, Erwin Gutawa memasuki dunia musik profesional, dan bergaul dengan sejumlah musisi senior seperti Fariz RM. Musik akhirnya benar-benar menjadi pilihan hidupnya. Setelah lulus dari Arsitektur FTUI tahun 1986, ia mencurahkan seluruh hidupnya. Setahun sebelum lulus, bersama kawan-kawannya ia mendirikan grup band Karimata. Grup ini dikenal sebagai pengusung aliran fussion jazz terkemuka di Indonesia. Bersama Karimata, Erwin tampil di Nort Sea Jazz, Den Haag Belanda. Pernah pula berkolaborasi dengan musisi jazz mancanegara seperti, Bob James, Phill perry, serta Lee Ritenour. Sebelum akhirnya bubar pada tahun 1993, Karimata setidaknya telah merilis lima album. Bubarnya grup band Karimata justru menjadi tonggak penting dalam karirnya. Ia kemudian mendirikan Erwin Gutawa Orkestra. Pertama kali memimpin orkestra, ketika dipercaya menjadi konduktor dalam acara Citra Adi pariwara (1993). Khusus ajang rockestra, Erwin tak hanya tampil sebagai konduktor, namun juga sebagai produser. Melalui orkestranya, sejumlah artis pernah ia “sentuh” dalam event konser tunggal. Sebut saja antara lain, Ruth Sahanaya from Finlandia to Cafe (1992), Harvey Malaiholo (1992) BASF Award (1993), Chrisye Badai Pasti Berlalu (2000), Konser Krisdayanti (2001), SCTW Award (2001), dan masih banyak lagi konser-konser besar yang pernah ia dan ”Erwin Gutawa Orkestra” pertunjukan.
Selama beberapa tahun, bersama beberapa musisi lainnya, Erwin aktif menjadi juri ajang pencarian bakat di beberapa stasiun televisi. Dengan pengalaman dan pemahaman yang mendalam dibidang seni musik, ia pun banyak memberikan advis bagi anak-anak berbakat di berbagai daerah di Indonesia. Ditengah-tengah kesibukannya sebagai komposer dan produser, Erwin Gutama meluncurkan proyek ‘Diatas Rata-Rata’ yang bertujuan untuk memberikan sarana atau wadah bagi anakanak Indonesia yang memiliki talenta luar biasa di bidang musik. Istilah ’Di atas rata-rata’ ini selain bertujuan untuk mencari anak-anak berbakat dengan kualitas dan kemampuan di atas rata-rata anak seusianya, juga untuk menjaga etos kerja dan cara berkreasi dalam membuat project ini. Setelah proses audisi selama berbulan-bulan dan diikuti oleh ratusan anak dari berbagai kota, terkumpullah 13 anak (7 penyanyi solo dan 1 grup trio anak laki-laki serta 1 grup trio anak perempuan). Mereka adalah Ari, Dea, Dian, Kanya, Noni, Rafi, Sensen, Woro, Trio Boy Sopranos (Christo, Sabian, Moses) dan AOREA (Naomi, Dea, Rara). Berkisar antara umur 9 hingga 14 tahun, mereka sudah memiliki teknik bernyanyi dan musikalitas yang begitu tinggi dengan karakter yang kuat sesuai dengan genre musik yang mereka bawakan, ada yang bernyanyi pop, jazz, klasik, RnB, country, bahkan musik tradisional Indonesia. Tidak hanya sampai disitu. Erwin melanjutkan dengan menggelar konser ‘Di Atas Rata-Rata’ dengan anak-anak belia ini. Cukup beresiko, karena umumnya konser musik menampilkan penyanyi-penyanyi yang sudah mapan dengan nilai jual tinggi. Dan perhitungan Erwin ternyata brilian, tiket konser yang harganya antara 250 ribu hingga 700 ribu rupiah ternyata terjual habis. Konser nekat ini sekaligus menjadi jawaban industri musik tanah air yang miskin kreatifitas dalam menyuguhkan lagu-lagu anak-anak yang berkualitas. ”Industri musik kita terlalu underestimate sama kemampuan musik anak. Waktu bikin album agak susah cari radio yang mau mutar, toko yang mau jual. Tapi saya percaya anak Indonesia lebih hebat dan bisa tampil dengan treatment yang sama dengan panggung untuk penyanyi terkenal,” ungkap Erwin Gutawa.
Dalam karir musiknya, Erwin menerima berbagai penghargaan baik di dalam maupun di luar negeri. Diantara ia dinobatkan sebagai Penata Musik Terbaik Versi BASF (1989), Penata Musik Terbaik Midnight Sun Song Festival Finlandia (1992), Penata Musik dan Produser Terbaik AMI untuk Album Kala Cinta Menggoda (1997-1998), Penata Musik Terbaik AMI Album Badai Pasti Berlalu (2000), Penata Musik Terbaik AMI Album Instrumentalia (2001), Penata Musik Terbaik AMI Lagu Biarlah Menjadi Kenangan (2001), dan Penata Musik Terbaik versi Majalah News Musik (2001).
382
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
383
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
SENI & KEBUDAYAAN
Garin Nugroho (FHUI 1991) Sutradara & Produser FILM
Antara Seni dan Isu Sosial-Politik Garin Nugroho Riyanto atau yang akrab disapa Garin, lahir di Yogyakarta 6 Juni 1961. Ia dikenal sebagai sutradara dan produser film yang berprestasi dalam dunia sinematografi. Tidak sedikit penghargaan bergengsi ia ‘sabet’ dari film yang diproduksi atau disutradarainya baik pada festival film nasional maupun skala internasional dengan atas nama Indonesia. Dimasa kecilnya, Garin dikenal sebagai seorang soliter. Perhatiannya sangat mudah teralihkan oleh hal-hal yang dianggapnya menarik. Kebiasaan itu membawanya pada kegemaran mengkoleksi benda-benda unik dan antik mulai dari lukisan-lukisan atau pajang-pajangan ‘khas’ dari berbagai tempat yang ia kunjungi di Indonesia maupun di luar negeri. Selain itu Garin adalah seorang yang gemar membaca, hal itu dipengaruhi oleh lingkungan keluarga yang pencinta dan gemar membaca buku. Semasa kecil ia juga suka mandi di sungai Code yang sering dialiri lahar dingin dari gunung merapi. Ia mengungkapkan bahwa lahar dingin gunung Merapi yang mengalir di Kali Code mengandung sulful yang baik bagi kesehatan kulit. Profesi Sutradara dan Produser yang ditekuninya merupakan hasil ‘berguru’ dan menimba ilmu di Institut Kesenian Jakarta (IKJ) Fakultas Sinematografi, dan lulus di tahun 1985. Sutradara ini telah banyak menerima penghargaan dari festival film dalam dan luar negeri. Penghargaan-penghargaan tersebut antara lain Asia Best Film di Ocean’s Cinefan Festival ke-7 tahun 2006 lewat Film Rindu Kami Padamu, Penulis Skenario Cerita Adaptasi Terbaik pada Festival Film Indonesia tahun 2006, Silver Leopard Video di Festival Film International Tokyo untuk Filmnya Daun Diatas Bantal, dan masih banyak penghargaan lain yang ia terima.
‘kaca mata’nya dan gaya kepenulisan yang kritis, dengan bahasa akrab untuk rakyat bahkan mengundang kontroversi. Sebut saja sebuah artikel yang diterbitkan oleh Media Indonesia dengan judul “Awas, Komunikasi Politik SBY”. Tidak banyak masyarakat yang tahu bahwa Garin juga Lulusan Fakultas Hukum Universitas Indonesia tahun 1991. “Saya juga lulus dari Fakultas Hukum dan saya juga mendirikan banyak organisasi dan memimpin 20-an NGO (Non Government Organization). Orang kan nggak tahu aja,” ujar putra dari seorang ayah yang memiliki Perpustakaan. Pada Mei 2013 lalu dirinya memberanikan diri untuk bertempur manjadi calon Wakil Gubernur Jawa Tengah, mendampingi Rustriningsih, srikandi Kebumen yang menjabat sebagai Wakil Gubernur Jawa Tengah pada saat itu. Diakui oleh sutradara film My Family, My Film and My Nation ini bahwa politik bukan merupakan hal baru dan ia sudah tidak asing dengan dunia politik. Ia memfokuskan perhatiannya pada pengembangan generasi muda guna melahirkan generasi muda Indonesia yang terampil, “Politik adalah pengembangan. Anak muda itu ada 30 persen dari jumlah penduduk. Program menjadikan anak muda terampil dengan memberikan workshop pengembangan budaya kepada anak muda. Kalau anak-anak muda terampil bisa membuat orang tuanya senang dan negara kuat,” tandasnya.
The Jakarta Post menyatakan bahwa film-film yang diproduseri dan disutradarai Garin Nugroho menekankan pada estetika yang juga berisi pesan sosial politik atas permasalahan yang terjadi, bagi sebagian masyarakat awam, film Garin sulit untuk dipahami. Selain isu-isu sosial politik tak jarang menceritakan tentang harapan dan keinginannya untuk ‘Indonesia Baru’. Garin juga menaruh kepedulian terhadap permasalahan lingkungan. Hal ini terbukti dengan karya filmnya yang ke-10, bertemakan lingkungan ‘Under The Tree’. Kiprahnya di dunia film Indonesia sudah tidak diragukan lagi, tetapi ia juga menaruh perhatian pada perkembangan perpolitikan Indonesia, hal ini ditunjukannya pada masalah dan fenomena sosial budaya yang terjadi di Indonesia. Garin kerap menulis kolom di berbagai media, untuk menunjukan kepeduliannya terhadap permasalahan yang terjadi pada bangsa ini melalui
384
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
385
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
SENI & KEBUDAYAAN
James Danandjaja (FISIP UI 1963) Budayawan/Pakar Folklor Indonesia
Dibalik Ensiklopedia Folklor Indonesia Pria yang memiliki nama asli James Tan ini adalah seorang antropolog asal Indonesia. Gelar sarjana Antropologi diperolehnya pada tahun 1963 dari fakultas Sastra Universitas Indonesia. Ia juga seorang ahli folklor Indonesia yang pertama, menurut James folklor merupakan bagian budaya berupa bahasa rakyat, ungkapan tradisional, teka teki, legenda, dongeng, lelucon, nyanyian rakyat, seni rupa dan sangat erat kaitannya dengan kebudayaan suatu masyarakat. James mulai menekuni ilmu itu sejak ia belajar di Universitas California, Berkeley pada tahun 1969. Pembimbingnya pada saat itu adalah Alan Dundes, seorang ahli folklor terkemuka dari Amerika Serikat. Dengan karya tulis berjudul An Annotated Bibliography of Javanese Folklore yang kemudian dijadikan buku, ia memperolah gelar master dalam bidang folklor dari universitas itu pada tahun 1971. Keinginannya untuk mengembangkan ilmu folklor di tanah air membuatnya kembali ke Indonesia pada tahun 1972. Kemudian James mengajarkan ilmu folklor di jurusan Antropologi FISIP Universitas Indonesia. Barulah pada tahun 1977 James meraih gelar doktor dalam bidang Antropologi Psikologi di Universitas Indonesia. Karena folklor erat kaitanya dengan kebudayaan suatu masyarakat, maka James sering menugaskan para mahasiswanya untuk mengumpulkan folklor yang ada di tanah air. Bahan-bahan tulisan tersebut kemudian dijadikannya buku dengan judul Folklor Indonesia pada tahun 1984. Selain itu ia juga menulis beberapa buku lain yang berhubungan dengan folklor seperti Penuntun Cara pengumpulan Folklore bagi Pengarsipan pada tahun 1972 dan Beberapa Masalah folklor pada tahun 1980. James juga sering mengadakan penelitian kebudayaan yang dilakukan pada kebudayaan suku bangsa di Indonesia, seperti Dayak Ngaju dan Ot Danum di Kalimantan Tengah, Nias bagian Barat dan Trunyan di Bali. Bahkan penelitiannya di Trunyan Bali, menghasilkan sebuah buku Kebudayaan Petani Desa Trunyan di Bali yang diterbitkan pada tahun 1980. Pria yang dikenal sebagai pribadi yang tekun, rajin dan berdisiplin tinggi ini juga seorang penari. Di dunia tari, ia mengawali karirnya dengan menjadi penari ballet pria pertama di Indonesia, dengan spesialisasi ballet klasik. James mendalami tari ballet di Royal Ballet School London, Inggris atas beasiswa dari British Council pada tahun 1950. James juga dikenal sebagai guru tari dan koreografer dengan karya fenomenalnya The Gamelan Player pada tahun 1960. Dan pada tahun 1959, ia mendirikan Perkumpulan Ballet Nasional bersama dengan Leska Ong, Yulianti Parani dan Farida Utoyo. Selain menjadi pengajar Antropologi di Universitas Indonesia sejak tahun 1960 dan pengajar tamu di University of California, Berkeley Amerika Serikat untuk mata kuliah folklor Indonesia dan Etnografi Bali ini juga menjadi pengajar di
386
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Fakultas Psikologi Universitas Kristen Krida Wacana Jakarta untuk mata kuliah folklor Indonesia dan Antropologi Psikologi. Selain itu James juga aktif terlibat dalam Paguyuban Marga Tionghoa (PMTI). Menurut Pak Jimmy, begitu James biasa dipanggil para mahasiswanya,”Folklor itu penting dipelajari, tradisi lisan merupakan cerminan identitas masyarakat atau golongan dimana ia hidup. Masakan padang yang pedas dan berbumbu keras misalnya mencerminkan karakter orang Minang yang penuh semangat.” Sejak awal menjadi antropolog James sudah giat melakukan penelitian kepustakaan dan mengumpulkan cerita rakyat langsung dari berbagai daerah di Indonesia dan negara-negara lain. Dibantu mahasiswa ribuan naskah dongeng, teka teki, cerita humor, sampai permainan rakyat juga dikumpulkannya selama lebih dari 30 tahun mengajar di Jurusan Antropologi Universitas Indonesia. Setiap mahasiswa peserta kuliah folklor ia tugasi mengumpulkan cerita rakyat apa saja. Dari laporan tugas para mahasiswa nya itulah, James menghasilkan sejumlah buku kumpulan cerita humor antara lain Humor Mahasiswa Jakarta pada tahun 1988 dan Humor dan Rumor Politik Masa Reformasi pada tahun 1999. Naskah-naskah cerita rakyat dari berbagai daerah khusus ia rangkum dan terbitkan sebagai serial buku anak-anak, yakni Cerita Rakyat dari Bali, Cerita Rakyat dari Jawa Tengah, Cerita Rakyat dari Kalimantan, dan Cerita Rakyat dari Sumatera yang semua terbit pada tahun 1992. Pada tahun 1999 James mulai memasuki masa pensiun. Namun sampai hari ini ia masih tetap aktif mengajar sebagai guru besar emeritus di Universitas Indonesia dan Universitas Kristen Krida Wacana. Dimasa senjanya James juga tetap giat meneliti dan menulis. Setelah menulis buku berjudul Folklor Amerika yang diterbitkan pada tahun 2003, James juga menerbitkan buku barunya yaitu Folklor Tionghoa. James berharap buku barunya itu bisa berfungsi sebagai obat yang menyembuhkan warga keturunan Tionghoa dari penyakit Amnesia yang sudah lama diderita akibat indoktrinasi yang dilakukan rezim Presiden Republik Indonesia Kedua. Orde Baru yang tak ingin mengakui eksistensi mereka, menurut James banyak warga keturunan Tionghoa sadar atau tidak berusaha melupakan jati diri suku bangsanya. “Tekanan rezim Orde Baru yang mengakibatkan banyak warga keturunan Tionghoa mengalami autohypnotic amnesia, yakni proses melupakan jati diri atas kemauan sendiri agar bisa diakui sebagai orang Indonesia,” ujar James. Dan atas pengabdiannya di dunia pendidikan dan jasanya dalam megembangkan ilmu folklor di tanah air, James pernah meraih beberapa penghargaan diantaranya Anugerah Senaka Winayaroha ( Penghargaan Pengabdian Pendidikan Tinggi ) dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Depdiknas pada tahun 2008, Satyalencana Kebudayaan untuk jasa dalam pengembangan dan penulisan di bidang antropologi budaya dan ilmu folklor pada tahun 2002, Satyalencana Karya Satya Tingkat I pada tahun 1998 atas pengabdiannya sebagai PNS lebih dari 30 tahun, serta Buku Terbaik dari Yayasan Buku Utama untuk buku Folklor Indonesia pada tahun 1987.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
387
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Jay Subiakto (FTUI 1981) Pekerja Seni & Photographer
sudah siap diberhentikan dari tim ini, karena awalnya semua penari merasa keberatan dengan konsep yang saya tawarkan,” cerita Jay.
Membangkitkan Cinta Pada Kebudayaan Pria kelahiran Ankara, Turki pada 24 Oktober 1960 ini adalah seorang pekerja seni yang memiliki daya kreasi tinggi. Jay merupakan anak ketiga dari Kepala Staf Angkatan Laut Republik Indonesia tahun 1948-1959 yaitu Laksamana Subiyakto. Jay menamatkan pendidikan sarjana arsitekturnya dari Fakultas Teknik Universitas Indonesia angkatan 1981. Bagi seorang Jay Subiakto, membangkitkan kecintaan manusia Indonesia pada kebudayaan sendiri sepertinya adalah sebuah pekerjaan. Dan belum ada titik akhirnya, sejauh ini. Dalam kolaborasi kreatif mana pun yang ia jalani, elemen kebudayaan lokal selalu mendapat bagian terbesar dan terpenting yang ia tunjukkan. Sang Ayah yang menginginkannya menjadi arsitek mungkin tidak menyangka bahwa seorang Jay Subiakto akan menjadi seorang yang fully berkesenian saat ini. Meski sang Ayah juga yang memaksanya untuk masuk ke jurusan teknik di masa kuliah, sosok si Ayah jugalah yang menjadi inspirasi laki-laki ini dalam mencintai seni, dan juga mencintai Indonesia.
388
SENI & KEBUDAYAAN
Semua berubah saat konsep tersebut justru menjadi salah satu elemen kesuksesan “Matah Ati” yang lebih dulu dipentaskan di Singapura. “Para pemainnya malah kangen dengan panggung miring itu,” tambah Jay kemudian. Walaupun namanya sudah besar di dunia seni Indonesia, tapi ia sendiri tidak ingin disebut sebagai seniman. Harus diakui matanya cukup tajam untuk urusan menciptakan kekayaan visual. Di manapun itu. Bagi yang sudah pernah melihat “Laskar Pelangi” pasti melihat detaildetail yang mengagumkan yang ia bawa ke atas panggung. Ketangkasan mata seorang Jay Subiakto dalam menciptakan detail-detail mengagumkan pastinya tidak lepas dari hobi lainnya yaitu fotografi. Jay sudah menggeluti bidang tersebut sejak masih SMU dan ia masih memiliki kamera pertamanya. “Saya selalu mencoba untuk nggak membuat apa yang orang lain sudah buat. Saya nggak mau. Jangan buat apa yang orang banyak sudah buat, baik itu di film, pertunjukkan, maupun fotografi,” tegas Jay yang sedang mempersiapkan sebuah buku fotografi tentang alam Indonesia itu.
“Ayah saya mantan duta besar. Kalau sedang ada waktu luang ayah mengajak saya untuk melihat apa yang tidak ada di Indonesia. Jarang sekali kita ke tempattempat hiburan. Jadi saya bisa melihat masalah-masalah sosial yang ada di sana. Rasialisme, individualisme. Kami anak-anaknya nggak boleh kehilangan identitas sebagai orang Indonesia” jelas Jay.
Dengan sifat dasar yang mudah jenuh, Jay mengaku melakukan banyak hal yang berbeda. Bila ia bosan dengan fotografi ia akan menangani proyek iklan. Bila sedang bosan dengan keduanya ia pindah ke penataan artistik pementasan. “Saya bisa saja melakukan tiga hal yang hampir mirip di saat bersamaan. Tapi asalkan masing-masing dari proyek memiliki filosofi yang berbeda maka itu akan menyenangkan,” tambahnya. Maksud Jay adalah saat ia menangani (musikal) “Laskar Pelangi,” (tradisi) “ Matah Ati,” dan (Avant Garde, kontemporer) “Karna” (dari tulisan Goenawan Mohammad) di periode waktu yang berdekatan. “Proyek apa pun yang saya kerjakan pasti dimulai dengan riset. Saya menyenangi sejarah, dan fakta-fakta seperti itu nggak boleh salah. Kita harus jadi diri sendiri, orisinal dan memulai semuanya dengan apa yang ada di negeri kita sendiri.” lanjutnya.
Kiprahnya di bidang seni berawal pada tahun 1990 dengan menjadi seorang sutradara video klip. Video klip garapannya yang bertajuk Pergilah Kasih milik alm. Chrisye menjadi video musik Indonesia pertama yang ditayangkan di channel MTV Asia yang pada waktu itu bermarkas di Hongkong. Selain itu pada tahun 2008, Jay juga menyutradarai video musik Anggun yang berjudul Berganti Hati. Video itu juga merupakan video pertama di Indonesia yang menggunakan kamera DSLR (Digital Single Lens Reflex).
Ia tercatat sudah beberapa kali mengikuti pameran fotografi. Baik dalam maupun luar negeri. Bila ditelusuri pun sebenarnya ia memulai karirnya dengan menjadi fotografer untuk pertunjukan panggung grup musik. Kelompok pertama yang ia abadikan dengan kameranya adalah Karimata di tahun 1985. Tahun lalu ia bahkan berkolaborasi dengan desainer Stella Rissa dalam pameran “Dysfashional” yang diselenggarakan oleh Pusat Kebudayaan Perancis di Jakarta. Sebuah pameran berskala internasional yang tidak mempertunjukkan produk fashion, melainkan ‘imajinasi’ yang berhubungan dengan fashion itu sendiri.
Kemudian, pada tahun 1994, ia bersama Erwin Gutawa membuat sebuah terobosan yang belum pernah dilakukan oleh orang Indonesia di masa itu. Sebuah konser tunggal yang menghadirkan penyanyi lokal. Kala itu, banyak promotor menghadirkan konser-konser penyanyi mancanegara. Dan pada tahun 2012 Jay pun terpilih sebagai Tokoh Seni 2011 pilihan Majalah Tempo.
“Fotografi memang agak berat. Karena gambar-gambar tidak bergerak. Berdiri sendiri,” jelas Jay. Itu yang membuatnya senang berkesplorasi dengan gambar bergerak. Hal ini juga yang menjelaskan niatnya untuk menangani proyek visual bergerak (dalam hal ini film). “Mungkin film saya nanti nggak akan banyak dialognya. Karena saya ingin dengan dengan gambar saja cerita sudah bisa tersampaikan. Film saya pasti nggak akan bisa Box Office dan aneh,” kelakarnya.
Keindahan visual di panggung dalam pementasan-pementasan yang ia tangani memang selalu bisa dipercayakan padanya. Ia selalu hadir dengan terobosanterobosan yang membuat setiap pementasan selalu memiliki ciri khas. Misalnya saja “Matah Ati” yang kerap ditampilkan dengan panggung miring itu. “Saya
Dengan semua kemahiran yang ia miliki dan terus berevolusi, susah memberi cap khusus akan siapa dan apa yang dikerjakan oleh seorang Jay Subiakto. Tapi memanggilnya seorang maestro mungkin sudah tidak lagi berlebihan. Dengan pengalaman yang panjang, Jay tidak pernah lelah bereksplorasi. Sambil terus mengangkat dan memajukan kearifan lokal.
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
389
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
SENI & KEBUDAYAAN
Kasino Hadiwibowo (FISIP UI) Komedian
Legenda Film Komedi Indonesia Sangat populer bersama grup lawak legendaris Indonesia yang saat kemunculannya menghadirkan rasa baru sebagai grup lawak terpelajar, Warkop DKI. Kasino banyak menghibur masyarakat mulai dari siaran radio, panggung, layar televisi, hingga bioskop. Lahir di Kebumen, Jawa Tengah pada 15 September 1950. Kasino bersekolah di SDN Budi Utomo, Jakarta; SMPN 51 Jakarta; dan SMAN 22 Jakarta. Lalu ia melanjutkan studinya di Fakultas Ilmu Sosial Universitas Indonesia, Jurusan Ilmu Administrasi Niaga. Kasino mengaku bahwa sejak kecil ia telah memiliki sense of humour. Sedari dulu pria yang akrab disapa Seky (si pesek) ini memang gemar menjahili orang. Di kampus tempatnya berkuliah, ia bertemu Nanu dan Dono, mereka sering membanyol beradu jokes. Saat sedang kongkow bersama teman-temannya di radio Prambors, seperti biasa anggota Mahasiswa Pecinta Alam (Mapala) UI ini berkicau sekenanya seperti obrolan-obrolan di sebuah warung kopi. Dari sinilah nama ‘Warkop’ berasal. Melihat hal ini, Kepala Bagian Programming Radio Prambors kala itu mendapatkan sebuah ide untuk mengudarakan obrolan ala warung kopi ini. Dengan segera gagasan ini didukung dan dieksekusi oleh Kasino, Nanu dan Rudy, yang kemudian disusul oleh Dono dan Indro. Acara lawak yang disiarkan tiap hari jumat pukul 20.30 - 21.15 malam ini mendulang sukses dan melambungkan nama grup Warkop Prambors.
dunia. Maka Warkop Prambors pun menjadi format trio Dono, Kasino, dan Indro. Dalam perjalanannya, untuk menghentikan kewajiban membayar royalty kepada Radio Prambors akibat pemakaian nama Warkop Prambors. Mereka pun bersepakat menggantinya dengan Warkop DKI. Di mana DKI merupakan plesetan dari Daerah Khusus Ibukota sekaligus gabungan huruf depan nama ketiga personelnya. Setelah sukses besar di radio dan panggung, Warkop DKI merambah ke dunia film. Jalan yang dipilih ini sangatlah tepat, sebab film-film komedi mereka selalu laris ditonton oleh masyarakat. Dalam satu tahun pada dekade 1980-an sampai 1990-an, minimal mereka bermain dalam dua judul film dengan bayaran mencapai 15 juta rupiah per film-nya. Bahkan untuk peran mereka dalam ‘Maju Kena Mundur Kena’, Kasino bersama kedua rekannya pun masuk dalam jajaran artis film dengan bayaran termahal kala itu. Berikut judul film yang pernah ia bintangi bersama Warkop DKI: Mana Tahan (1980), Gengsi Dong (1980), Gede Rasa (1981), Pintar-pintar Bodoh (1981), Manusia Enam Juta Dolar (1982), IQ Jongkok (1982), Setan Kredit (1982), Dongkrak Antik (1982), Chip (1983), dan Maju Kena Mundur Kena (1983). Bersamaan dengan menurunnya produktifitas film nasional dan mulai masuknya era televisi swasta. Warkop pun menggeser diri memproduksi serial televisi berjudul ‘Warkop DKI’ pada 1995 yang bertahan beberapa lama. Seiring berjalannya waktu, usia personel Warkop menua. Bahkan Kasino sendiri harus bergulat melawan penyakit tumor otak, sampai akhirnya Warkop dan dunia lawak Indonesia harus mengalami kehilangan besar dengan kewafatan dirinya pada 16 Desember 1997.
Kemudian, selain siaran di radio, Warkop Prambors juga menjajal lawak panggung. Namun salah seorang personelnya, yakni Rudy urung bergabung karena tidak berani. Pertunjukan perdana mereka di panggung ialah dalam pesta perpisahan SMA IX di Hotel Indonesia tahun 1976. Pada pertunjukan tersebut dan beberapa penampilan selanjutnya mereka tidak tampil cukup meyakinkan sebab mengalami demam panggung. Barulah dalam acara Terminal Musikal, Warkop Prambors tampil memukau dan terlahir sebagai bintang baru dalam dunia lawak Indonesia. Sejak itu honor mereka meroket dari 20 ribu rupiah saat pertunjukan perdana, mejadi sekitar 1 juta rupiah. Pada 1983, salah seorang anggota Warkop Prambors, yakni Nanu meninggal
390
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
391
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
M Kadri (FHUI 1988)
Radhar Panca Dahana (FISIP UI 1993)
Advokat & Musisi
Sastrawan dan Pekerja Seni
Kecintaannya pada musik begitu mendarah daging. Keberhasilannya sebagai lawyer rupanya tidak pernah bisa mengendurkan semangatnya untuk bermusik. Ia mengusung prinsip hidup; work hard, play harder, but still profitable. Kadri mulai serius menekuni dunia musik ketika ia berumur 9 tahun, mengasah talentanya dengan mengikuti sekolah vokal di Pranajaya yang merupakan musisi seriosa yang telah melegenda di negeri ini. Dengan bekal ketrampilannya berolah vokal, ia berkesempatan tampil di televisi nasional, TVRI. Beranjak remaja, Kadri terus menggeluti dunia musik. Ketika berseragam abu-abu, Kadri mengaktualisasikan bakat musiknya dengan membentuk beberapa band. Lalu, memasuki masa kuliah sekitar tahun 1982, aktivitas bermusik Kadri tidak surut. Mengaku terinspirasi band seniornya di Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) yakni Solid 80 yang dipimpin oleh Tony Wenas, Kadri pun bergabung dengan Makara Band yang komposisi anggotanya juga mahasiswa FHUI. “Kami mainkan musik-musik hardrock, musik rock yang sebenarnya bikin agak mikir. Terus, sampai dikenal kami sebagai second generation-nya musik hardrock di Indonesia. Yang pertama kan God Bless dan AKA. Kami (Makara Band,-red), Cockpit Band dan Solid 80,” kenang Kadri yang pernah menyabet predikat The Best Vocalist pada Festival Rock 1984 dan malang melintang bersama Harry Mukti dalam Makara Band. Tahun 2007, Kadri membetuk band sendiri yang diberi nama Kadri Jimmo The Prinze of Rhythm atau populer disingkat KJP dengan mengusung aliran rock progressive. Dua tahun berselang, KJP menelurkan album perdana bertitel “Indonesia Memang Hebat”. Meskipun menggunakan jalur indie label---tidak melalui label perusahaan rekaman ternama---, albumnya digarap secara serius dan profesional. Untuk video klip, misalnya, KJP melibatkan artis papan atas Dian Sastrowardoyo sebagai model, Citra Subiakto sebagai Hair stylist, dan Ray Bachtiar sebagai penggarap video. Di luar KJP, Kadri juga beberapa kali berkolaborasi dengan musisi lain. Ketika kasus Cicak vs Buaya ramai, misalnya, Kadri berkolaborasi dengan mantan vokalis Dewa Once dan vokalis Efek Rumah Kaca Cholil Mahmud. Sebagai bentuk dukungan terhadap KPK, mereka bertiga menyanyikan lagu “KPK di Dadaku”. Kerjasamanya berlanjut dengan menggarap single berjudul “Srikandi” yang didedikasikan untuk mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani.
392
SENI & KEBUDAYAAN
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Radhar Panca Dahana adalah sastrawan, esais, kritikus sastra dan jurnalis. Ia juga dikenal sebagai pekerja dan pengamat teater. Puluhan esai, kritik, karya jurnalis, kumpulan puisi, naskah drama, pertunjukan teater, dan beberapa buku tentang teater telah dihasilkannya. Budayawan yang tulisan maupun tutur sapanya sama-sama fasih ini memulai debutnya sebagai sastrawan pada usia 10 tahun, lewat cerpennya Tamu Tak Diundang di harian Kompas. Tahun 1990, Radhar mulai kuliah di Jurusan Sosiologi FISIP UI. Hebatnya, dia hanya butuh waktu 2,5 tahun untuk menyelesaikan kuliahnya dan lulus tahun 1993. Teater dan kerja jurnalistik kembali menggodanya sehingga ia tidak acuh pada tata adminitrasi di kampusnya. Baru saat hendak pergi ke Paris untuk menempuh program S2, barulah ia mengurus masalahnya itu. Tahun 1997, Radhar melanjutkan studi di Ecole des Hautes Etudes en Science Sociales, Prancis, dengan meriset postmodernisme di Indonesia, hingga tahun 2001. Sepulang dari Prancis, Radhar divonis gagal ginjal kronis, acute renal failure dan chronic renal failure, pembunuhan sel ginjal secara perlahan. Dua buah ginjalnya dinyatakan sudah mati. Tetapi ia tidak pernah mau menyerah, semangat untuk berkarya tetap berapi-api. Radhar telah melahirkan puluhan karya, berupa cerpen, esai, buku, hingga kumpulan drama. Karya-karya nya itu antara lain, Menjadi Manusia Indonesia (esai humaniora, 2002), Lalu Waktu (kumpulan sajak, 2003), Jejak Posmodernisme (2004), Cerita-cerita Dari Negeri Asap (kumpulan cerpen, 2005), Inikah Kita: Mozaik Manusia Indonesia (esai humaniora, 2006), Dalam Sebotol Coklat Cair (esai sastra, 2007), Metamorfosa Kosong (kumpulan naskah drama, 2007), dan buku eksklusif limited edition: Cerita Belum Selesai (2013). Tahun 1996, Radhar terpilih sebagai satu diantara lima Seniman Muda Masa Depan Asia versi Nippon Hoso Kyokai (NHK), Jepang. TV NHK pernah membuat dan menyiarkan profil Radhar. Tahun 2005, Radhar memperoleh penghargaan Paramadina Award. Tahun 2007, ia menerima Medali Frix de le Francophonie dari 15 negara berbahasa Perancis. Tahun 2009, menerima Kuntowijoyo Award. Meskipun mengalami gagal ginjal dan harus melakukan cuci darah sejak tahun 2001, Radhar tak pernah menyerah dan berhenti berkarya. Saat Pertemuan Pengarang Indonesia di Makassar, pada 25-27 November 2012, Radhar menggagas berdirinya organisasi pengarang, dan menjadi penanggung jawab organisasi tersebut. Organisasi ini bertujuan untuk melindungi hasil karya pengarang dan melindungi pengarang. Penyakit tak pernah melunturkan semangat dan pemikirannya yang cemerlang. Itu yang selalu dapat ditangkap oleh sahabat-sahabatnya. Ia pernah berkata, “Mari melebur dalam satu, lupakan tradisi, lupakan golongan, lupakan keberadaan kita, dan sambutlah Indonesia kita.”
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
393
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Ridwan Saidi (FISIP UI 1976)
Salim Said (FISIP UI 1976) Mantan Ketua Dewan Kesenian Jakarta & Kritikus Film
Budayawan Betawi
Selama ini, ia banyak terlibat dalam kegiatan pelestarian budaya, dan menulis mengenai masyarakat Betawi. Keseriusan Ridwan ini membuat ia dikenal sebagai kamusnya budaya Betawi, maka ketika ada permasalahan terkait Betawi atau juga Jakarta, ia hampir selalu dicari untuk dimintai pendapatnya. Alumnus FISIP UI ini sejak masih kuliah telah membuktikan tekadnya untuk melestarikan budaya Betawi. Ia seringkali menggelar diskusi mengenai Betawi bersama dengan teman-temannya. Selain itu, pecinta seni ini juga aktif berorganisasi dan berkegiatan sewaktu mahasiswa, contohnya mengikuti White House Conference on Youth di Colorado, Amerika Serikat tahun 1971. Berbagai posisi penting organisasi pernah ia pegang di antaranya Kepala Staf Batalion Soeprapto Resimen Mahasiswa Arief Rahman Hakim (1966) dan Ketua Umum PB HMI (1974-1976). Bahkan dalam organisasi yang bersifat internasional pun ia pernah menjabat sebagai Sekretaris Jenderal yaitu di Persatuan Mahasiswa Islam Asia Tenggara pada 1973-1975. Penyuka musik jazz ini di samping budayawan ialah juga seorang politisi. Dalam hal ini ia bergabung dengan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Melalui partai hijau ini, Ridwan melenggang ke senayan menjadi Anggota DPR RI selama dua periode (19771982 dan 1982-1987). Sebagai wakil rakyat, penggemar sastra ini mengaku sering mendapatkan tekanan dari pemerintah orde baru, sebab ia sangat vokal menyuarakan harapan masyarakat Betawi, yang menurutnya banyak kebijakan yang merugikan warga asli Betawi. Karir politiknya kemudian dilanjutkan di Partai Masyumi Baru di mana Ridwan sempat berada di pucuk kepemimpinan sebagai Ketua Umum tahun 1995-2003. Pria yang suka bicara blak-blakan ini juga seorang penulis yang produktif. Ia banyak menulis untuk berbagai media massa dan juga buku, misalnya Golkar Pasca Pemilu 1992 (1993); Anak Betawi Diburu Intel Yahudi (1996); Profil Orang Betawi: Asal Muasal, Kebudayaan, dan Adat Istiadatnya (1997); Status Piagam Jakarta: Tinjauan Hukum dan Sejarah (2007); dan Fakta dan Data Yahudi di Indonesia (2008). Kiprah dan pengalamannya di ranah politik tidak menyurutkan pergerakannya pada bidang lainnya, terbukti ia masih bersemangat saat menjalani peran sebagai Ketua Steering Comitte Kongres Kebudayaan, Direktur Eksekutif Indonesia Democracy Watch, maupun Ketua Komite Waspada Komunisme. Aktifitas Ridwan tidak terbatas hanya di level nasional saja, melainkan juga internasional. Beberapa kegiatan yang pernah ia ikuti adalah Australia-Indonesia Dialogue di Canberra, Australia (1981), International Parliament Union Conference di Manila, Filipina (1982), ASEAN Parliament Conference di Singapura (1983), Muktamar Rakyat Islam se-Dunia di Irak (1993), dan Babylonian Cultural Festival di Irak (1994).
394
SENI & KEBUDAYAAN
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Lulusan Jurusan Sosiologi FISIP UI ini mungkin memang lebih dikenal sebagai pengamat militer. Namun jauh sebelum itu, Salim Said lebih dulu malang melintang di bidang jurnalistik dan kritikus film. Ketajaman tulisannya dalam mengulas film Indonesia menyebabkan dia ‘kurang disukai’ oleh para produser film. Ia aktif dalam berbagai kegiatan yang berhubungan dengan dunia film dan sebagai Kepala Urusan (desk) Film & Luar Negeri majalah Tempo hingga awal tahun 1980-an. Meskipun ‘kurang disukai’ oleh para produser film, berkat dedikasi dan integritasnya yang tinggi, Salim Said tetap mampu memberikan kontribusi terbaiknya bagi perkembangan perfilman dan seni kebudayaan. Tahun 1988, ia dipercaya sebagai Ketua Bidang Luar Negeri Pantap Festival Film Indonesia (FFI) hingga tahun 1992. Ia juga pernah menjabat sebagai anggota Dewan Film Nasional selama 2 periode (19891995). Selanjutnya pada tahun 1990, ia terpilih sebagai Ketua Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) dan dipilih kembali untuk periode kedua pada tahun 1993. Tulisan-tulisannya mengenai sastra dimuat dalam Mimbar Indonesia, Bahasa dan Budaya, Horison, Budaya Jaya, dan lain-lain. Selain itu, ia juga banyak menulis tentang film. Bukunya yang tentang film berjudul Profil Dunia Perfilman Indonesia (1982). Dengan pengetahuan yang luas itu, Salim Said kerap kali menjadi pembicara dan aktif berpartisipasi dalam forum-forum seminar tentang tentang film, sejarah, sosial dan politik Indonesia dalam tingkat nasional maupun internasional. Pria kelahiran Pare-Pare ini meraih gelar MA dari jurusan Hubungan Internasional di Ohio State University – Amerika Serikat (1980) dan dari jurusan Ilmu Politik di universitas yang sama tahun 1983. Sedang gelar PhD ia raih dari Jurusan Ilmu Politik tahun 1983, juga di Ohio State University. Dengan bekal pendidikan serta pengalamannya sebagai redaktur Pelopor Baru, Angkatan Bersenjata, dan redaktur majalah Tempo, Salim Said juga menaruh perhatian terhadap isu-isu sosial, politik dan kemiliteran. Melalui analisis-analisisnya yang tajam, ia kerap menjadi rujukan bagi kalangan media massa baik cetak maupun elektronik dan juga sering menjadi pembicara di berbagai forum terkait isu-isu politik dan kemiliteran. Dan pada bulan Januari 2007, Prof DR Salim Said mendapat amanah sebagai Duta Besar Republik Indonesia untuk Republik Ceko. Atas dedikasi dan kontribusinya, suami dari Herawaty Said ini kemudian menerima penghargaan Satya Lencana Penegak RI dan Satya Lencana Dwidyasista.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
395
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
SENI & KEBUDAYAAN
Titi Said (FIB UI 1959) Novelis dan Ketua Lembaga Sensor Film Indonesia (2003 - 2009)
Novelis Produktif Yang Humoris Bernama lengkap Titie Said Samadikun. Ia dikenal sebagai penulis novel yang sangat produktif dan juga pernah bekerja sebagai jurnalis. Wanita yang juga pernah menjadi Anggota DPRD Propinsi Bali ini terakhir dipercaya sebagai Ketua Lembaga Sensor Film Indonesia selama dua periode. Wanita kelahiran Bojonegoro, 11 Juli 1935, mulai gemar menulis sejak di bangku sekolah dasar. Setelah lulus SMA, ia melanjutkan pendidikannya di Fakultas Sastra (sekarang Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya) UI dan berhasil meraih gelar Sarjana Muda Arkeologi pada tahun 1959. Ia kemudian menjadi wartawan di Majalah Wanita. Dalam perjalanan selanjutnya, Titie Said dipercaya sebagai Managing Editor pada Majalah Kartini hingga tahun 1980, lalu menjadi pemimpin redaksi majalah Family. Selain sebagai wartawan, ia juga sangat produktif dalam menulis novel. Karya novelnya yang diangkat ke layar lebar adalah Bukan Sandiwara (1980). Novelnya yang ketujuh, Perasaan Perempuan di layar-lebarkan pada tahun 1990. Beberapa novel karyanya, antara lain Jangan Ambil Nyawaku (1977), Reinkarnasi, Fatima, Ke Ujung Dunia, dan Prahara Cinta (2008). Dan hingga tahun 2008, ia telah menulis 25 novel. Sedangkan kumpulan cerita pendeknya adalah Perjuangan dan Hati Perempuan (1962). Setelah menikah, Titie Said ikut suaminya pindah ke Bali. Wanita yang juga aktif di KOWANI dan Kosgoro ini kemudian dipercaya menjadi Anggota DPRD Bali selama dua periode. Setelah itu, ia kembali ke Jakarta pada awal tahun 2000. kolumnis dan kritikus film ini ini kemudian dipercaya sebagai Ketua Lembaga Sensor Film (LSF). Penulis yang yang konsisten memperjuangkan hak perempuan juga kerap diundang sebagai pembicara di forum-forum seminar baik di dalam maupun di luar negeri.
sangat keibuan dan sangat teliti dalam menyeleksi film sewaktu di LSF. Sewaktu masih di LSF, kalau ada hal yang menurut beliau kurang jelas, beliau pasti memanggil sutradara atau produser filmnya,” ujar Lukman Sardi, aktor utama film Sang Pencerah, kepada Antara. Selain itu, banyak juga sinetron yang menurut LSF dikategorikan sebagai tayangan untuk orang dewasa (yang harus ditayangkan setidaknya pukul 22.00 WIB), ternyata kemudian ditayangkan sebagai tontonan untuk anak atau remaja. Yang termasuk dalam kategori ini, antara lain adalah film kartun Sinchan dan sinetron Bawang Merah, Bawang Putih. Menurut Titie, menghadapi pelanggaran-pelanggaran seperti itu, LSF tidak bisa berbuat banyak. Yang dilakukan LSF selama ini hanya mengirim surat teguran kepada pihak yang melanggar. Tindakan yang lebih tegas, lanjut Titie, seharusnya dilakukan oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) karena komisi itulah yang memiliki wewenang. Lantaran begitu derasnya kemajuan teknologi dan informasi, Titie berharap masyarakat juga harus turut aktif dalam melakukan self censorship. ”Masyarakat harus punya sikap terhadap tayangan-tayangan di televisi. Misalnya ada yang merasa dirugikan, atau ada tayangan yang dianggap negatif bagi moral masyarakat, maka masyarakat harus menunjukan sikap ketidaksetujuannya. Namun jangan berbondong-bondong, melainkan harus melalui prosedur yang ada, misalnya melalui perangkat hukum yang ada. Jadi lebih santun dalam menyikapinya”, tutur Titie Said. Tanggal 24 Oktober 2011, Titie Said meninggal dunia pada umur 76 tahun. Dari pernikahannya dengan Sadikun Sugihwaras (almarhum), ia dikarunia dua putri dan tiga putra yang telah memberinya 10 cucu.
Selama bekerja di LSF, perempuan cantik ini dikenal humoris dan tidak pernah marah. Bahkan kolega-koleganya mengaku tidak pernah mendengar Titie mengeluh, baik tentang pekerjaan, kesehatan, maupun keluarganya. Saat bekerja, Titie sama seperti anggota LSF lainnya. Keras terhadap film yang beradegan vulgar. ”Saat menyensor film, beliau suka berkata, ciuman plintir itu, potong..potong,” cerita Nunus Supardi, koleganya di LSF. Istilah ciuman plintir, lanjut dia, dimunculkan oleh Titie. Yang dimaksud ciuman plintir itu sendiri adalah adegan ciuman bibir dengan gambar close up dan durasi lama. Sejumlah aktor film mengaku terkesan dengan sosok Titie Said. ”Ibu Titie itu
396
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
397
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
SENI & KEBUDAYAAN
Toeti Herawaty (FPsi UI 1962) Budayawan - Penyair
Pengabdian Untuk Budaya Wanita kelahiran Bandung pada 27 November 1933 ini mengawali karir sebagai staf pengajar di Jurusan Filsafat Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya UI ( dahulu Fakultas Sastra UI-FSUI) dan pernah menjabat sebagai Ketua Jurusan Filsafat FSUI serta Ketua Departemen Filsafat di FIB UI. Selain disibukkan dengan kegiatan bimbingan akademis bidang filsafat, Toeti juga tercatat sebagai anggota Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) untuk bidang budaya. Ia juga aktif dalam kegiatan feminis sebagai Dewan Penasehat di Yayasan Suara Ibu Peduli dan Koalisi Perempuan Indonesia dan Solidaritas Perempuan. Karir Toety Heraty yang terbilang sukses sebagai akademisi tentu saja diiringi dengan kesuksesannya dalam menempuh pendidikan tinggi dimana semua itu berawal saat Toety mendapat gelar Sarjana Muda Kedokteran dari Universitas Padjajaran Bandung pada tahun 1955, kemudian pada tahun 1962 lulus sebagai Sarjana Psikologi dari Universitas Indonesia dan Sarjana Filsafat dari Rijks Universiteit, Leiden pada tahun 1974. Selain itu pada tahun 1979, Toeti Heraty juga berhasil meraih gelar Doktor Filsafat dari Universitas Indonesia yang pada akhirnya membawa Toeti menjadi Guru Besar Luar Biasa dari Universitas Indonesia pada tahun 1994. Sebagai budayawan, Toeti Heraty telah menerbitkan sajak-sajak dan puisinya dalam bentuk buku, dan selama 30 tahun terakhir aktif di kegiatan Taman Ismail Marzuki sebagai Ketua Dewan Kesenian Jakarta pada tahun 1968 hingga tahun 1971 dan anggota Yayasan Kesenian Jakarta. Toety Heraty juga tercatat sebagai Rektor Institut Kesenian Jakarta pada tahun 1990 hingga tahun 1996. Selain itu ia juga aktif diundang untuk berbagai kesenian di mancanegara seperti Poetry International di Rotterdam pada tahun 1981, memberikan ceramah sastra di PEN Club Internastional Tokyo pada tahun 1984, International Writers Program di Lowa State University pada tahun 1985, pembacaan sajak di School Oriental and African Studies serta tampil pada sejumlah seminar internasional untuk bidang sastra dan filsafat di Den Haag, Toronto, Kualalumpur, dan Berlin.
Property Association (AIPA) dan anggota Indonesia Intelectual Property Society (IIPS). Untuk pengabdiannya kepada masyarakat, Toeti Heraty juga sering menjadi pembicara dalam seminar-seminar baik di dalam maupun di luar negeri. Sebagai bukti pengabdiannya tersebut, ia banyak mendapat penghargaan dari dalam dan luar negeri. Dan tepat dua bulan menjelang ulang tahunnya yang ke 80, untuk menghargai jasa dan kiprahnya dalam pengembangan bidang pendidikan khususnya filsafat, seni dan budaya, civitas akademika FIB UI khususnya dari Departemen dan Program Studi Filsafat menggelar acara Purnabakti bagi Prof. Dr. Toeti Heraty yang dilaksanakan di Auditorium Pusat Studi Jepang UI. Acara Purnabakti tersebut diisi pula dengan Peluncuran Buku Karya Prof.Dr. Toeti Heraty yang berjudul “Aku Dan Budaya” cetakan kedua diterbitkan oleh PT.Gramedia, “Calon Arang” edisi dua bahasa diterbitkan oleh Yayasan Pustaka Obor Indonesia, dan “Berpijak Pada Filsafat : Kumpulan Sinopsis Disertasi Program Pascasarjana Filsafat FIB UI” yang diterbitkan oleh Penerbit Komunitas Bambu. Toeti Heraty juga akan disemati bintang penghargaan Chevalier dans I’ardre des Art et Letters (orang terkemuka di bidang seni dan sastra) oleh renaud Vignal, Duta Besar Perancis untuk Indonesia di Jakarta. Penyematan bintang penghargaan ini diberikan kepada mereka yang memiliki prestasi menonjol di bidang seni dan sastra atau yang berjasa dalam penyebaran seni dan sastra di Perancis dan di dunia, penyematan bintang penghargaan ini dilaksanakan di rumah kediaman Duta Besar Vignal di Jakarta. Sebagai filsuf dan penyair yang dikenal secara internasional, karya-karya tulis Toeti telah diterbitkan di seluruh dunia. Selain itu, aktifitasnya di lembaga-lembaga kesenian terkemuka di Indonesia menjadikan Toeti sebagai tokoh intelektual papan atas Nusantara. Sementara itu, Toeti juga tercatat aktif berperan sebagai mitra Perancis. Ia memberikan dukungan bagi berbagai kegiatan budaya Perancis-Indonesia, seperti pameran foto Cartier-Bresson, Bulan Puisi, Pameran Salim, dan pemberian beasiswa bagi para mahasiswa Universitas Indonesia.
Dan sejak 4 Maret 1999, Toeti Heraty dipercaya menjadi Ketua Yayasan Mitra Budaya menggantikan Herawati Diah. Dan sejak saat itu Wisma Mitra Budaya menjadi kantor majalah Mitra Jurnal Budaya dan Filsafat. Toeti Heraty juga aktif dalam kegiatan bisnis, sejak tahun 1966 hingga saat ini ia menjabat sebagai pimpinan Biro Oktroi Roosseno yang merupakan perusahaan yang bergerak dibidang Patent, Trademark dan Copyright. Dan berkat bisnisnya ini, Toeti sempat menjadi Ketua Asian Patent Attorney Association untuk Grup Indonesia, dan saat ini masih menjabat sebagai Ketua Association Internationalle Pour La Protection De La Propertie Industrielle (AIPPI), anggota Asean Intellectual
398
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
399
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
SENI & KEBUDAYAAN
Tuti Indra Malaon (FIB UI 1965) Seniman Teater - Artis
Sang Primadona Teater Terlahir dengan nama Pudjiastuti di Jakarta pada 1 Desember 1939, Tuti merupakan seorang aktris panggung dan film yang memiliki banyak talenta. Namun Tuti tumbuh dari keluarga yang justru tidak berminat pada seni apapun, ayahnya adalah seorang republikan sejati sehingga kerapkali harus memboyong keluarganya ke berbagai kota termasuk Yogyakarta. Tuti sendiri sejak kecil telah tertarik pada seni dan minatnya pada seni terus berkembang ketika remaja. Perhatian dan minat Tuti yang besar pada seni tari mulai tampak pada tahun 1942. Saat itu ia selalu terpesona menyaksikan orang berlatih menabuh perangkat gamelan dan menari di rumah kenalan orang tuanya. Minat dan bakatya terus tumbuh walaupun kedua orang tuanya serta saudara kandungnya tidak ada yang tertarik pada bidang seni apapun. Kesempatan besar untuk menari di Istana Negara dan dihadapan Presiden Soekarno beserta pejabat tinggi RI lain pun tidak disia-siakan. Dan sejak itu ia kerap diminta untuk menari di Istana Negara. Kegemaran Tuti menari akhirnya berkembang menjadi karir setelah ia menjadi anggota Ikatan Seni Tari Indonesia dan namanya pun kian dikenal orang.
Tuti juga sempat tampil berteater dengan bermain di sejumlah pementasan, salah satunya pentas Opera Kecoa yang digarap Teater Koma. Ia juga memiliki kesibukan dengan mengelola usaha jasa Humas PEN, dan melalui PEN Tuti mencari sponsor untuk membuat kandang harimau putih di kebun binatang Ragunan, Jakarta. Sampai akhirnya Tuti wafat di Jakarta pada 20 September 1989 karena sakit namun karya dan dedikasinya tetap dikenang, terbukti dua bulan setelah wafat Tuti dianugerahi Piala Citra sebagai Aktris Utama Terbaik dalam film Pacar Ketinggalan Kereta dan pada Festival Film Indonesia 2010, Tuti juga mendapat Lifetime Achievement Award yang diterima oleh anak dan cucunya. Dan sampai hari ini Tuti Indra Malaon tetap dikenang sebagai aktris yang lengkap karena akting mumpuninya dilengkapi oleh ilmu dan wawasan yang tinggi.
Kemudian pada tahun 1959, Tuti kuliah di jurusan Bahasa Inggris FSUI sekaligus bekerja di sebuah kantor asuransi. saat itulah ia terpilih menjadi salah satu penari yang akan dikirim pemerintah Indonesia menjadi duta bangsa ke berbagai negara antara lain RRC, Jepang dan Uni Soviet. Selain itu Tuti juga tertarik pada seni drama atau teater modern. Minat serta kegemarannya berteater berkembang seiring dengan perkembangan kehidupan teater di fakultasnya. Lalu pada tahun 1965, Tuti lulus dari FSUI dan kemudian menjadi Nyonya Indra Malaon. Tiga tahun setelah lulus, ia diangkat menjadi dosen Fakultas Sastra UI. Tuti juga mendalami black theatre di Amerika Serikat, lalu mendapat kepercayaan mengajar mata kuliah drama absurd Amerika di FSUI. Selain sebagai seorang akademisi di almamaternya Tuti juga merupakan seorang anggota Dewan MPR dan pemimpin majalah “Zaman”. Selain itu, perkenalan Tuti dengan Teguh Karya sejak masih duduk di bangku kuliah juga menjadi awal perkenalan Tuti dengan dunia film karena saat Teguh membuat film bioskop pertama yang berjudul Wajah Seorang Lelaki, Tuti ikut membintangi film tersebut. Tidak banyak jumlah film yang ia bintangi dan Tuti termasuk selektif dalam memilih peran karena ia memiliki sejumlah kesibukan di luar film dan tentunya untuk menjaga kualitas akting. Walaupun hanya membintangi sedikit film namun Tuti sempat meraih dua Piala Citra untuk film Ibunda (FFI 1986) dan Pacar ketinggalan Kereta (FFI 1989). Kedua film tersebut juga disutradarai Teguh Karya.
400
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
401
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Wahyu Sardono Komedian
SENI & KEBUDAYAAN
(FISIP UI)
Legenda Film Komedi Indonesia Siapa yang tak kenal nama “Dono” dari Warkop DKI. Wajahnya yang “ndeso” mungkin membuat kita tak mengira bahwa Dono adalah seorang intelektual yang mumpuni dalam bidang Sosiologi. Mantan penyiar radio Prambors ini berperan besar dalam menciptakan gebrakan baru dalam dunia komedi dengan mendirikan grup lawak yang fenomenal “Warkop DKI”. Grup yang memulai karirnya dari sebuah acara radio ini telah berhasil menyegarkan wajah perkomedian di Indonesia dengan ide – ide baru. Grup yang dinahkodai Dono, Kasino, dan Indro ini menjadi grup lawak tersukses pada dekade 1980 – 1990an. Pada puncak karirnya Dono dan Warkop DKI berhasil membintangi puluhan judul film komedi yang laris manis dan meraup pembayaran sebesar 15 juta rupiah lewat pertunjukan tersebut. Pria kelahiran Solo, 30 September 1951 ini memiliki nama lengkap Wahyu Sardono atau lebih akrab dengan panggilan Dono. Menghabiskan masa kecilnya di Jawa Tengah, Dono pun berangkat ke Jakarta setelah lulus dari SMA untuk melanjutkan pendidikannya dalam bidang sosiologi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UI. Selain kesibukannya sebagai Mahasiswa UI, mantan ketua OSIS SMAN 3 Surakarta ini juga terdaftar di dalam organisasi pecinta alam, Mapala UI. Semasa Mahasiswa, Dono juga dikenal sebagai pembawa acara pada acara kampus dan acara perkawinan rekan kampusnya. Diluar aktivitas kampusnya, Dono juga mengisi waktu luangnya dengan menjadi penyiar radio Prambors yang bermarkas di bilangan Menteng. Setelah lulus dari almamaternya, Dono dipercaya sebagai Asisten Dosen jurusan Sosiologi di FISIP UI. Di universitas yang sama, Dono juga dipercaya untuk menjadi Dosen Sosiologi hingga akhirnya ia harus berhenti untuk melanjutkan karirnya bersama teman – temannya di Warkop DKI. Grup yang awalnya beranggotakan lima orang ini pertama kali meraih kesuksesannya lewat acara “Obrolan Santai di Warung Kopi” yang merupakan garapan dari Temmy lesanpura, Kepala bagian Programming, Radio Prambors. Acara lawakan yang disiarkan setiap Jumat malam antara pukul 20.30 – 21.15 ini berawal dari permintaan Temmy kepada Hariman siregar untuk mengisi acara di radio Prambors. Hariman pun menunjuk Nanu dan Kasino, pelawak di kalangan kampus untuk mengisi acara ini. Ide ini pun segera didukung oleh Kasino, Nanu dan Rudy Badil lalu disusul oleh Dono dan Indro.
lawak yang dulu bernama Warkop Prambors ini mulai memberanikan diri untuk menampilkan lawakan panggung. Rudy yang semula ikut dalam siaran radio, akhirnya mundur dari Warkop karena tidak berani tampil di panggung. Warkop DKI muncul pertama kali dalam acara perpisahan SMA IX yang diadakan di Hotel Indonesia. Semua personil terlihat gemetar dan gugup dalam penampilan pertamanya, dan hasilnya hanya bisa dibilang lumayan saja. Namun, dalam peristiwa tahun 1976 inilah Warkop pertama kalinya menerima honor sebesar 20 ribu rupiah yang mereka rasakan sangat besar pada waktu itu. Nasib baik datang ketika Warkop diundang untung tampil dalam acara Terminal Musikal. Sejak tampil pada acara Terminal Musikal, honor mereka pun meroket menjadi sekitar 1 juta rupiah per pertunjukan. Terminal musikal sendiri tidak hanya melahirkan Warkop tetapi juga membantu memperkenalkan grup PSP, yang bertetangga dengan warkop. Mereka juga dikenal lewat nama DKI ( Dono – Kasino – Indro). Hal ini dikarenakan selama memakai nama Warkop Prambors, mereka diwajibkan untuk membayar royalty kepada radio Prambors. Akhirnya, untuk menghentikan praktek upeti tersebut Warkop Prambors pun merubah namanya menjadi Warkop DKI. Setelah puas manggung dan mengobrol di udara, Warkop pun mulai membuat film – film komedi yang selalu laris ditonton oleh masyarakat. Dari film inilah personel Warkop mulai meraup kekayaan yang berlimpah. Dengan honor 15 juta rupiah per satu film, mereka pun kebanjiran uang dan nama mereka pun semakin tenar. Mereka membintangi 2 judul film setiap tahun selama dekade 1980 – 1990-an yang pada masa itu selalu diputar sebagai film untuk menyambut Tahun Baru Masehi dan Hari Raya Idul Fitri di hampir seluruh bioskop di Indonesia. Dari semua personil warkop, mungkin Dono-lah yang paling intelek walau ini agak bertolak belakang dengan wajah dan sifatnya yang terlihat polos. Bagi suami dari Titi Kusumawardhani dan ayah dari tiga orang anak ini, kecerdasan bukanlah untuk disombongkan melainkan untuk dimanfaatkan. Meskipun ia cerdas, namun akhirnya ia lebih memilih untuk menggunakan kecerdasannya untuk menghibur orang lain lewat komedi. Wahyu sardono telah menorehkan tinta emas dalam sejarah perkomedian di Indonesia. Kini, meski Dono telah wafat pada 30 Desember 2001, namun lawakan dan film – filmnya masih terus dinanti dan ditonton oleh seluruh penggemar komedi di Indonesia.
Melihat respons yang begitu tinggi dari para pendengar radio Prambors, grup
402
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
403
Pengabdi & Pemberdaya Masyarakat Aries Muftie Boyke Dian Nugraha Dewi Motik Erie Sudewo Faizal Iskandar Motik Gadis Arivia Imam B Prasodjo Kemala Motik Nila J Moeloek Ryad Chairil S.K. Trimurti Saparinah Sadli Seto Mulyadi Suryani Sidik Motik Yasril Ananta Baharudin
Ketua Umum Asosiasi BMT Se-Indonesia (2005 - Sekarang) Konsultan Kesehatan & Seksolog Pendiri IWAPI & Ketua Umum KOWANI Social Entrepreneur & Mantan Chairman Dompet Duafa Pendiri dan Ketua Umum Yayasan Swarna Bhumy Aktivis Feminisme Pendiri Yayasan Nurani Dunia Pendiri IWAPI dan Pendiri Universitas Esa Unggul Ketua Dharma Wanita Pusat (1999 - Sekarang) Ketua Umum Asosiasi Metalurgi dan Mineral Indonesia Pejuang Kemerdekaan dan Aktivis Buruh Pendidik & Aktivis Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak (1998 - 2010) Ketua Umum IWAPI dan Ketua Umum HIPPI Politisi Senior dan Deputi Sekjen CAPDI
408 410 412 414 416 418 420 422 424 426 428 430 432 434 436
Pendiri Yayasan RS MH Thamrin Pendiri PT kalbe Farma Pendiri Para Group Entrepreneur & Pelopor Konsultan Politik Pendiri & President Director Moratelindo Group Pendiri & Presiden Direktur PT Avrist Assurance Pendiri Group Mahakam Pendiri Majalah Femina Group Pendiri Kompas Gramedia Group President Director & CEO Blue Bird Group Pendiri dan Chairman Rhadana Group Pendiri dan President Director PT Ristra Indolab Pendiri Klinik Mata Nusantara Pendiri PT Aqua Golden Mississippi Tbk
438 440 442 444 446 448 450 452 454 456 458 460 462 464
Entrepreneur Bhakti Sosial: PP ILUNI UI senantiasa berusaha untuk dapat hadir di tengah-tengah masyarakat kurang mampu dan yang tengah mengalami musibah, khususnya di daerah Jakarta dan sekitarnya, untuk memberi bantuan dan dorongan semangat---mulai dari bencana banjir hingga kebakaran. Tampak Ketua Umum ILUNI UI bersama Tim ILUNI UI diantara korban banjir Jakarta 2013.
Abdul Radjak Boenjamin Setiawan Chaerul Tandjung Denny Januar Ali Galumbang Menak Harry Harmain Diah Kahar Tjandra Pia Alisjahbana PK Ojong Purnomo Prawiro Rainier H Daulay Retno Iswari Tranggono Sjakon G.Tahija Tirto Utomo
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Aries Muftie
(FE UI 1987) Ketua Umum Asosiasi BMT Se-Indonesia (2005 - Sekarang)
Berjuang Memperdayakan Ekonomi Rakyat Aries Muftie adalah salah satu tokoh perintis dalam pengembangan ekonomi syariah di Indonesia, khususnya dibidang lembaga keuangan mikro. Ia banyak berperan dalam mengkonsep lembaga keuangan mikro syariah yang kini dikenal dengan nama BMT (Baitul Maal wat-Tamwil), atau semacam koperasi syariah. Tahun 2005, ia dipilih sebagai Ketua Umum Asosiasi BMT Indonesia (Absindo) yang kini menaungi sekitar 5000 BMT di seluruh Indonesia. Dikarunia otak yang cerdas, Aries Muftie mengakui dirinya adalah orang sangat sombong di awal masa kuliah. Betapa tidak, ia kuliah di dua perguruan tinggi terbaik di Indonesia sekaligus, di UI dan ITB. “Saya merasa menjadi orang yang top, pinter, the best, dan merasa semuanya bisa,” kenangnya. Tuhan pun menegur Aries dengan cara di mana Aries harus mengalami kegagalan kuliah di tahun kedua. Ia pun merasa syok ketika dinyatakan gagal dan cenderung menyalahkan orang lain, bahkan Tuhan. Namun itu tak berlangsung lama, lakilaki yang terbiasa puasa Senin Kamis dan tahajud ini kemudian memperdalam ilmu agama dibantu oleh seorang Ustad. “Saya membaca buku mengenai takdir, tawakal, dan nasib. Di situ saya menemukan pencerahan bahwa nasib kita itu kita yang memilih sendiri, Tuhan hanya menyediakan pilihan,” ujar Aries. “Setelah itu saya mendapat pemahaman bahwa manusia hanya punya dua tugas dalam hidupnya. Pertama, taqwa kepada Tuhan dan yang kedua adalah selalu berbuat kebajikan karena jika kita tidak berbuat kebajikan maka kita kafir,” terang Aries seraya mengungkapkan bahwa kebajikan itu adalah ketika kita tidak menjadi gangguan bagi orang lain dan lingkungan, tetapi justru bisa bermanfaat. Ia kemudian meneruskan pendidikannya di Fakultas Ekonomi UI dan berhasil lulus sarjana tahun 1987. Setelah itu, ia memulai karir profesionalnya di Bank Niaga. Tetapi ketika karirnya menanjak dan dipercaya sebagai kepala divisi, ia merasa jurang antara idealisme yang diusung dengan kenyataan makin menganga lebar. ’’Saya bekerja di divisi semacam pengembangan produk.’’ Pekerjaannya berkaitan dengan marketing. Ia dan tim di divisinya mendisain bagaimana kredit yang ditawarkan menjadi sangat menarik yakni membuat bunga tinggi terkesan rendah. Karir dan hidupnya yang mapan ia tinggalkan setelah mempelajari filosofi BMT dan pendirian bank syariah pertama (Bank Muamalat Indonesia). ’’Sebetulnya tidak ada alasan untuk pindah ke BMI dari sisi lingkungan dan pendapatan. Hanya masalah di hati saja,’’ tutur Aries Muftie. Keluarganya sempat meragukan niatnya semata karena kemapanan yang telah diperoleh. Manajemen Bank Niaga ketika itu memberi kesempatan Aris untuk kembali jika nanti tidak kerasan di BMI.
408
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGABDI & PEMBERDAYA MASYARAKAT
Berhasil meyakinkan keluarga, ia pun hijrah. Kendati kehidupan ekonomi sempat oleng karena pendapatan menurun dan tak mendapat fasilitas, Aries merasa hatinya lebih tenang. Berlatar belakang ekonomi konvensional dan sedikit filosofi, operasional Bank Muamalat pun dibuat. Dari kepala sub divisi, Aries kemudian menapaki karir hingga jadi direktur BMI. Bersama tokoh-tokoh lainnya, Aries Muftie kemudian banyak terlibat dalam mengembangkan ekonomi syariah di tanah air. Tahun 1995, ia menjadi pengurus Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (PINBUK) yang didirikan oleh ICMI dan ikut berperan besar dalam mengkonsep lembaga keuangan mikro atau semacam koperasi simpan pinjam syariah yang kemudian dikenal dengan nama Baitul Maal wat Tamwil (BMT) untuk menjangkau dan melayani kebutuhan permodalan usaha kecil yang tidak mungkin dijangkau langsung oleh perbankan umum. Konsep lembaga keuangan mikro yang dirancang Aries Muftie adalah adalah dengan menerapkan pemberian bantuan modal bagi rakyat miskin dengan sistem bagi hasil, bukan dengan sistem bunga. Sebagai contoh adalah pemberian modal kepada petani dengan sistem bagi hasil yang dibayar setelah panen. Dengan cara seperti itu, kedua belah pihak sama-sama diuntungkan dan penerima modal tidak dibebankan bunga yang relatif memberatkan. Setelah PINBUK dan juga Dompet Duafa berhasil merintis pendirian BMT, banyak lembaga dakwah dan pondok pesantren mulai mengikuti. Aries Muftie pun banyak berperan dalam memberikan konsultasi, pelatihan dan pendampingan bagi lembaga-lembaga dakwah dan pondok-pondok pesantren yang mulai merintis BMT di berbagai daerah. Dan puncaknya ketika terjadi krisis ekonomi 1998, BMT berkembang sangat pesat dan menjadi kekuatan baru dalam perekonomian nasional. Pada awal bulan Desember 2005 digelar Kongres Nasional Lembaga Keuangan Mikro Syariah – BMT yang dihadiri 600 unit perwakilan BMT dari sekitar 3000 BMT di Indonesia. Pada kongres tersebut dibentuklah Asosiasi BMT Se-Indonesia (ABSINDO) dan Aries Muftie terpilih sebagai Ketua Umum yang pertama. Kerja keras Aries Muftie dan tokoh-tokoh ekonomi syariah lainnya berhasil melejitkan pertumbuhan BMT di Indonesia. Menurut penelitian Bank Indonesia, kini ada sekitar 100 BMT besar di Indonesia yang jika dikumpulkan asetnya mencapai 10 triliun Rupiah. Sementara jumlah keseluruhan ada sekitar 5500 BMT. Aries Muftie menargetkan pada tahun 2020, setidaknya ada satu BMT di setiap desa di Indonesia dengan jumlah sekitar 78.000 desa. Tahun 2010, ABSINDO yang dipimpinnya mulai memperkenalkan sistem interkoneksi antar BMT dan kerja sama host to host dengan perbankan syariah. Ia menargetkan tahun 2015 seluruh BMT sudah terinterkoneksi dan diharapkan pada 2020 jumlah jaringan BMT akan melebihi industri perbankan dan seluruhnya terinterkoneksi. Untuk melengkapi interkoneksi antar-BMT ini, ABSINDO pun menerbitkan simpanan bersama bernama Simpanan Taawun Sejahtera (Sitara) yang juga memiliki penjaminan seperti halnya dana di perbankan yang dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan. Dana simpanan yang dijamin adalah dana di bawah Rp 25 juta. Selain kiprahnya di BMT Indonesia, Aries Muftie juga pernah mengemban beberapa jabatan penting baik di lembaga pemerintah maupun non-pemerintah; diantaranya sebagai Ketua Bidang Ekonomi PP Muhammadiyah, Ketua Umum Masyarakat Ekonomi Syariah, Dewan Pakar ICMI Pusat, Ketua Umum Asosiasi Pedagang Pasar Indonesia, Staf Ahli Menteri BUMN (Soegiarto), dan komisaris di beberapa perusahaan.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
409
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGABDI & PEMBERDAYA MASYARAKAT
Boyke Dian Nugraha (FK UI 1981) Konsultan Kesehatan & Seksolog
Pencerahan Membongkar Tabu Boyke Dian Nugraha, tutur katanya lemah lembut dan suka blak-blakan. Keberanian dokter spesialis kandungan ini dalam membongkar permasalahan seksualitas yang ditabukan menjadikannya salah satu tokoh yang mampu memberi pencerahan kepada jutaan masyarakat Indonesia melalui berbagai konsultasi di media massa dan forum-forum seminar.
baginya. Di Lampung, Boyke kerap menemui para siswinya yang dinikahkan karena hamil. Sedangkan, di Sulawesi Selatan, Boyke sering berhadapan dengan kasus perselingkuhan yang dialami pasiennya. Karena pengalaman-pengalaman berharga ini, Boyke terinspirasi untuk mendalami masalah seksual sekaligus kandungan, yang banyak melatarbelakangi kasus-kasus pasiennya.
Dibalik tutur katanya yang lemah lembut, mungkin banyak orang tak menyangka bahwa Boyke adalak ‘anak kolong’. Ayahnya adalah seorang tentara yang mendidik anak-anaknya dengan disiplin tinggi. Dan didikan disiplin itulah yang menjadi faktor penting dalam meraih keberhasilannya.
Kesempatan datang padanya saat kembali ke Jakarta dan menjabat sebagai Kepala Humas Rumah Sakit Kanker Dharmais. Di Jakarta, tepatnya tahun 1998, Boyke mendirikan sebuah klinik yang dikhususkan untuk menangani masalah keharmonisan rumah tangga, khususnya masalah hubungan suami istri. Kliniknya mewadahi para pasien yang tak tahu ke mana harus mengadu mengenai masalah yang sangat pribadi dan sensitif ini. Agar dapat melayani para pasien dengan baik, ayah tiga anak ini kembali memperdalam ilmu dengan menghadiri berbagai seminar dan kongres di negara-negara Asia, Amerika dan Eropa.
Dengan prestasi akademik yang cemerlang, Boyke diterima di 3 perguruan tinggi bergengsi, yaitu Fakultas Kedokteran UI, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga dan Teknologi Industri ITB. Setelah menjajal kuliah di ITB selama beberapa bulan, Boyke akhirnya menyadari bahwa dirinya lebih tepat untuk mendalami bidang medis, hingga akhirnya pria ini memilih untuk menjalani kuliah di Fakultas Kedokteran UI. Gelar dokter disandangnya setelah lulus kuliah di tahun 1981, yang membawanya ke Lampung sebagai dokter wajib kerja sarjana di Puskesmas Palas, Lampung Selatan. Di daerah ini, Boyke tak hanya mengabdikan diri sebagai tenaga medis namun juga sebagai tenaga pengajar. Dokter muda ini mendirikan sebuah sekolah yang diberinya nama SMA Pancaputra, di mana dirinya mengabdi sebagai Guru Kimia dan Bahasa Inggris. Dan berkat dedikasinya untuk masyarakat Lampung tersebut, Boyke mendapatkan anugerah sebagai Dokter Puskesmas Teladan seProvinsi Lampung pada tahun 1985.
Selain melayani pasiennya di Klinik Pasutri, Boyke juga kerap memberikan ceramah dan seminar seputar seks di berbagai wilayah di Indonesia. Berbagai sekolah, universitas dan organisasi mengundangnya untuk memberikan arahan mengenai masalah seksual dan keharmonisan suami istri. Sayangnya, hal ini sering mendapat kecaman karena seks masih dianggap tabu oleh masyarakat umum. Namun Boyke tak gentar, dan semakin gencar mengkampanyekan seks sehat bagi para suami istri yang mendambakan keharmonisan. Dibalik beberapa kontroversi dalam perjalanan karirnya, Boyke Dian Nugraha telah berjasa memberikan pendidikan seks dan kesehatan reproduksi kepada jutaan masyarakat Indonesia---jauh sebelum berbagai kalangan meneriakkan pentingnya sex education. Bagi orang-orang yang memiliki masalah seksual yang tidak tahu harus bertanya kemana, rubrik-rubrik konsultasi yang digawangi dr. Boyke tak ubahnya cahaya di tengah kegelapan.
Dengan banyak bergaul bersama anak-anak remaja, Boyke mendapatkan pelajaran berharga. Ia menjadi lebih banyak tahu mengenai problema remaja khususnya seputar seks. Dan masalah-masalah tersebut pada akhirnya mendorong Boyke untuk mengambil spesialisasi dibidang kebidanan dan penyakit kandungan. Selain itu berkat aktivitasnya di daerah Lampung tersebut, Boyke mendapatkan anugerah sebagai Dokter Puskesmas Teladan se-Provinsi Lampung pada tahun 1985. Tak cukup sebagai dokter umum, Boyke melanjutkan pendidikannya dan diresmikan sebagai Dokter Spesialis Kandungan. Dengan status baru, Boyke bertugas sebagai dokter spesialis di RSU Masamba, Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan. Selain menjadi dokter, sekali lagi Boyke mengabdikan diri sebagai tenaga pengajar, namun kali ini untuk para calon bidan desa di SPK Palopo. Kedua pengalaman di daerah ini membawa kesan yang sangat mendalam
410
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
411
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Dewi Motik Pramono (PPS UI ) Pendiri IWAPI & Ketua Umum KOWANI
Tokoh Pemberdayaan Wanita Indonesia Ia adalah wanita pengusaha yang hebat. Kehebatannya bukan karena berhasil membangun bisnis profesional, melainkan juga karena perjuangannya mendidik, membimbing dan membangkitkan semangat kaum wanita Indonesia untuk menjadi pengusaha tangguh dan berani berdiri sejajar dengan kaum laki-laki. Melalui organisasi Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia (IWAPI) yang ia dirikan bersama kakak sulungnya, Kemala Motik, ia menjadi figur sentral yang memiliki kontribusi besar dalam membangun jiwa entrepreneurship kaum wanita Indonesia. Terlahir di Jakarta, 10 Mei 1949, dengan nama Cri Puspa Dewi Motik, sejak kecil ia telah menunjukkan bakat kewirausahaan yang ia warisi dari sang ayah, seorang pengusaha pejuang bernama BR Motik. Kegemaran memasak membantu sang bunda menjadi pemantik jiwa entreprenership-nya ketika tamu-tamu ayah dan bundanya yang datang ke rumah sering memuji kue buatannya, seperti cake, chocollate brownies, dan lainnya. Pujian para tamu itu membuat ia spontan menawarkan kue buatannya. Dan dari situlah ia mulai berbisnis kue. Pandai membaca peluang dan berani mengambil resiko. Ketika duduk di bangku SMA, ia sering mendapat kiriman majalah “Seventeen” dari kakaknya (Kemala Motik) yang tengah kuliah di Amerika Serikat. Ia terkesan dengan model-model sepatu yang ditampilkan di majalah tersebut dan ia melihatnya sebagai peluang. Dewi Motikpun mencari tukang sepatu dan menghitung berapa biaya yang dibutuhkan. Ia mengambil tabungan dan memberi modal kepada tukang sepatu itu. Dengan modal Rp 2500 per pasang, ia berhasil menjual puluhan pasang sepatu kepada teman-temannya dengan harga Rp 5000 per pasang. Berbagai usaha itu juga terus ia jalankan ketika kuliah di IKIP Jakarta. Tahun 1971 Dewi Motik melanjutkan kuliah ke Amerika Serikat dan juga melanjutkan kegiatan berdagang. Ia menjual benda-benda souvenir seperti gelang kenari, bros kenari, cincin tulang dan lain-lainnya kepada teman-teman barunya. Dagangannya laris manis, sampai-sampai tempat tidurnya di apartemen Dupont Plaza ia jadikan tempat untuk menggelar barang dagangan. Tidak hanya berdagang, Dewi Motik juga sempat menjadi baby sitter dan waitress di restoran untuk mengisi liburan kuliah. Bukan hanya uang, ia pun dapat belajar banyak dari kebiasaan dan pola pikir masyarakat di sana. Kembali ke tanah air tahun 1974, Dewi Motik diminta ayahnya untuk membantu mengurus perusahaan keluarga dibidang ekspor-impor, mulai dari semen, sepeda sampai dengan mobil Datsun. Dan kemudian ia memegang kendali perusahaan ketika sang ayah beralih ke bisnis sewa menyewa rumah. Disamping berbisnis, ia juga meluangkan waktunya untuk mengajar di lembaga pendidikan milik Ikatan Sarjana Wanita Indonesia. Kemauannya yang kuat untuk berbagi ilmu membuatnya diminta menjadi pembicara di berbagai forum, khususnya tentang kewirausahaan, kemandirian, etika berbusana, dan lain-lain. Tahun 1975 menjadi tonggak sejarah penting dalam hidup Dewi Motik. Bersama
412
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGABDI & PEMBERDAYA MASYARAKAT
kakaknya, Kemala Motik, ia mendirikan Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia (IWAPI), sebuah organisasi yang menjadi wadah bagi wanita pengusaha untuk berperan aktif dalam menyebarluaskan “virus” kewirausahaan, untuk menggalang kebersamaan didalam memberdayakan kaum perempuan dibidang kewirausahaan dengan memberikan berbagai pelatihan teknis dan manajemen, khsususnya yang bergerak di sektor UKM. Selanjutnya, pada konggres kedua IWAPI tahun 1982, Dewi Motik terpilih sebagai Ketua Umum. Dibawah kepemimpinannya, IWAPI terus melakukan berbagai terobosan untuk memperluas jejaring organisasi dengan membuka kepengurusan di tingkat wilayah, cabang dan ranting di seluruh Indonesia. IWAPI pun kemudian ditetapkan pemerintah sebagai satusatunya organisasi wanita pengusaha di Indonesia. Ikut dalam delegasi perdagangan Indonesia ke Eropa bersama Menteri JB Sumarlin dan berkesempatan melihat pabrik garmen di kota Menchester Inggris, ia berkeyakinan bahwa bahan yang diolah di pabrik garmen tersebut juga dapat diproduksi di Indonesia. Dan sekembalinya dari kunjungan itu, ia pun mendirikan pabrik garmen (PT Arrish Rulan) yang memproduksi jeans dan jaket di atas tanah seluas 5000 meter persegi di Pulogadung dengan karyawan sekitar 700 orang. Tujuh tahun kemudian, ia kembali mendirikan pabrik garmen (PT Fauzi Dewi Motik) di Tanjung Priuk dengan mempekerjakan sekitar 300 karyawan. Kiprah pengusaha sukses, guru dan pembicara di berbagai forum seminar, penulis buku dan kolumnis di beberapa surat kabar nasional, aktivis dan pemimpin organisasi ini tidak hanya berhenti sampai di situ. Dewi merasa risau melihat banyaknya sarjana yang masih menganggur. Banyak sarjana mengirim “surat cinta” untuk mendapatkan pekerjaan dan bahkan banyak orang tua yang menitipkan kepadanya untuk dicarikan pekerjaan. Kerisauannya semakin memuncak ketika ia diminta menjadi narasumber untuk seminar di hadapan sekitar 200 sarjana yang masih menganggur. Dari pengalamannya mendidik dan membina ibu-ibu rumah tangga menjadi pengusaha kecil, Dewi Motik berkeyakinan bahwa para sarjana seharusnya mampu berdikari dan membuka lapangan kerja. Maka, bertepatan hari ulang tahunnya ke 40, 10 Mei 1989, Dewi Motik mendirikan De Mono, lembaga pendidikan ketrampilan dan kewirausahaan terpadu untuk mendidik dan mempersiapkan calon-calon wirausaha baru. Dan keyakinannya terbukti, De Mono kini telah berhasil melepas ribuan alumni yang sebagian besar berhasil menjadi wirausahawan. “Adalah kebahagiaan tersendiri bagi saya ketika saya sedang meresmikan usaha rintisan alumni De mono,” ungkap ibu dari Moza Pramita Pramono dan Adimaz Prarezeki Indramuda Pramono ini. Berkat dedikasi dan komitmennya yang tinggi, alumnus Pasca-sarjana bidang Pengkajian Ketahanan Nasional UI memperoleh berbagai penghargaan baik dari dalam maupun luar negeri. Diantaranya ia dianugerahi penghargaan ”Orang Muda Yang Berkarya” yang diberikan langsung oleh Presiden RI 28 Oktober 1988; The Golden Award dari Kadin Udine Friuli Vanesia Italy di bidang Ekonomi, 24 Mei 1992; Women’s of The Year, 17 Juni 1992; Special Honour dari World Assembly of Small and Medium Enterprises, 18 Desember 1993; dan “Citra Wanita Orde Baru” sebagai wanita yang berperan dalam perkembangan pengusaha kecil dan menengah, 27 April 1995. Selain pernah menjabat Ketua Umum IWAPI, istri Pramono Soekasno ini juga pernah memimpin berbagai organisasi, diantaranya sebagai Ketua Umum DPP Ikatan Sarjana Ilmu Kesejahteraan Keluarga Indonesia (ISIKKI), Ketua Umum DPP IKABOGA Indonesia (Ikatan Ahli Boga Indonesia), Wakil Komisi Umum di Dewan Latihan Kerja Nasional Depnaker, dan Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia periode 1988-1993. Dan sejak tahun 2009 lalu, Dewi Motik dipercaya sebagai Ketua Umum Kongres Wanita Indonesia (KOWANI) menggantikan Linda Agum Gumelar yang diangkat menjadi Menteri Pemberdayaan Perempuan.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
413
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGABDI & PEMBERDAYA MASYARAKAT
Erie Sudewo
(FIB UI 1985) Social Entrepreneur
Dibalik Sukses Dompet Duafa Saat ini siapa yang tidak mengenal atau tidak pernah mendengar organisasi yang bernama Dhompet Dhuafa. Sejek awal kemunculannya di Indonesia Dhompet Dhuafa memberikan diferensiasi dan warna berbeda diantara NGO (Non Government Organization) dari berbagai NGO yang telah Eksis di Indonesia, dan kini Dompet Dhuafa menjelma menjadi salah satu NGO dalam pengelolaan Dana Ziswaf terbesar di Indonesia. Dibalik nama besar dan reputasi Dhompet Dhuafa saat ini, ada nama Erie Sudewo yang jatuh bangun merintis dan mengembangkan Dhompet Dhuafa yang awalnya merupakan lembaga Amil Zakat Harian Umum Republika Group.
Misinya. Baginya penghargaan yang diterimanya tidak akan ada artinya apabila masyarakat tidak turut merasakan manfaat dari program kemanusiaan dari Dompet Dhuafa.
Erie Sudewo yang pada tahun 2008 mendapat penghargaan Ikon Sosial dari majalah Gatra ini merupakan Alumnus Universitas Indonesia Fakultas Arkeologi (1985). Pada 4 September 1994, Yayasan Dompet Dhuafa Republika pun didirikan. Erie sudewo yang menjadi salah satu pendirinya ditunjuk untuk mengawal Yayasan Dompet Dhuafa dalam menghimpun dan menyalurkan dana Ziswaf dalam wujud aneka program kemanusiaan, antara lain untuk kebutuhan kedaruratan (emergency rescue), bantuan ekonomi, kesehatan, dan penyediaan pendidikan bagi kalangan dhuafa.
Beberapa penghargaan yang pernah diterimanya yaitu People Of The Year 2009 dari Harian Umum Seputar Indonesia dan Tokoh Perubahan 2009 dari Harian Umum Republika.
Erie Sudewo meceritakan sejak awal berdirinya Dhompet Dhuafa, banyak menemukan tantangan dan kendala dalam prosesnya. “Dulu, kita menggumpulkan infaq dari karyawan Harian Umum Republika, lambat laun kita terus bergerak dan berkembang. Pertanyaan selanjutnya adalah, setelah dana didapatkan, dana mau diapakan?, itulah tantangan bagi kita, Dompet Dhuafa harus membuat program kemanusiaan yang kreatif sambil tetap menjaga kejujuran dan profesionalitas lembaga,” tutur Erie yang dikenal ramah.
Erie Sudewo yang memperoleh gelar Master In Development Management (MDM) dari Asian Institute of Management pada tahun 1997 lalu ini juga aktif dalam menulis buku sebagai medianya dalam berbagi pengalaman, ilmu pengetahuan dan pemikirannya selama ini. Beberapa buku yang dikarangnya bertemakan Ziswaf seperti buku yang berjudul Politik Ziswaf, Manajemen Zakat dan Keserakahan Pemulung Zakat ataupun buku bertema Character Building berjudul ‘Best Practice Character Building : Menuju Indonesia Lebih Baik’.
Walaupun latar belakang pendidikannya dibidang arkeologi tetapi pengalaman dan perjalanan kehidupan yang ia alami membuatnya banyak belajar dan berani keluar pakem dan keluar sebagai pemenang di bidang Social Entrepreneur. Erie Sudewo memimpin Dhompet Dhuafa Selama 10 tahun. Berkat kontribusinya, pada tahun 2009 ia dianugerahi sebagai penghargaan Social Entrepreneur dari Ernst & Young. Erie tidak hanya dinilai pernah membawa Dompet Dhuafa menjadi The Biggest NGO in Indonesia tertapi Erie juga berkontribusi bagi penyediaan program pengembangan yang lebih variatif, kreatif serta bermanfaat bagi masyarakat.
Erie menuturkan bahwa saat ini profesi sebagai amil zakat sudah naik kelas. “Dahulu ketika ditanya apakah mau anda punya menantu yang pekerjaannya sebagai Amil Zakat?. Jawabannya tentu banyak yang menolak. Namun, hari ini, Insya Allah profesi sebagai Amil Zakat sudah mendapatkan tempat tersendiri di masyarakat. Profesi inilah yang menuntut rasa pembelaan kepada yang lemah, mengerti dan memperjuangkan kepentingan mereka,” Tutur Mas Erie yang beristrikan Alumnus Universitas Indonesia Fakultas Sastra Arab.
Setelah pengabdiannya di Dompet Dhuafa selesai, semangat dan konsistensi Erie sebagai Social Entrepreneur tidak berhenti sampai disitu, bersama rekan rekannya ia mendirikan lembaga Social Entrepreneurship Leader (SEL) Indonesia. Sebuah lembaga yang dikhidmat untuk membantu mengatasi persoalan masyarakat melalui Program Pemberdayaan Desa Produktif.
Erie menuturkan dalam bukunya Best Practice Character Building bahwa terdapat tujuh buah sifat karekter unggul yang harus dimiliki oleh setiap insan manusia unggul atau ingin menjadi pribadi yang unggul. Ketujuh kepribadian tersebut adalah ikhlas, sabar, bersyukur, tanggung jawab, bersedia berkorban, selalu memperbaiki diri, dan sungguh-sungguh dalam melakukan sesuatu.
Dengan merendah, ia menjelaskan bahwa apa yang dicapai Dompet Dhuafa saat ini merupakan hasil kolaborasi atas kerjasama yang erat dan komitmen dari banyak pihak dalam membangun Dompet Dhuafa sesuai dengan Visi dan
414
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
415
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGABDI & PEMBERDAYA MASYARAKAT
Faizal Iskandar Motik (FH UI 1987) Pendiri & Ketua Umum Yayasan Swarna Bhumy
”Kita Satu Bangsa, Semua Saudara Kita” Seperti kata pepatah, buah jatuh tidak jauh dari pohonnya. Begitu pula dengan Faizal Iskandar Motik, putra ketujuh dari H Basyarudin Rahman (HBR) Motik, salah satu tokoh pejuang pergerakan kemerdekaan yang namanya dijadikan nama jalan di Palembang dan Jakarta. Seperti halnya saudara-saudaranya (Kemala Motik, Dewi Motik dan Chandra Motik), ia juga mewarisi semangat juang, rasa nasionalisme, nilai-nilai kebangsaan dan pluralisme dari mendiang sang ayah. Pria kelahiran Jakarta, 11 Oktober 1956, yang akrab disapa Faizal ini dikenal sebagai aktivis, pengusaha, ustadz dan pemimpin organisasi sosial kemasyarakatan. Dibesarkan dalam lingkungan yang taat beragama dan juga aktif dalam dakwah Islam, ia nampaknya meyakini betul bahwa perbedaan adalah sebuah rahmat Tuhan Yang Maha Esa, bahwa kepandaian dan kekayaan adalah amanah yang seharusnya digunakan untuk membantu sesama. Kepekaannya terhadap masalah-masalah sosial mulai diasah sejak remaja. Ia aktif di organisasi Remaja masjid Sunda Kelapa (RISKA) dan pernah dipercaya menjadi Ketua Umum periode 1976-1980. Kegemarannya berorganisasi berlanjut ketika ia kuliah di Fakultas Hukum UI dan sempat menjadi Ketua II SM FHUI. Tahun 1984, bersama teman-teman aktivisnya, Faizal mendirikan ISAFIS (Indonesia Student Association for International Studies) dan kerap mewakili Indonesia dalam konferensi pemuda di tingkat internasional. Pada tahun 1986, ISAFIS yang dipimpinnya mendapat penghargaan “PEACE Messanger Award” dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam rangka Tahun Perdamaian International. Lulusan FHUI tahun 1987 yang sempat bekerja sebagai pengacara di Gani Djemat & Partners ini tidak pernah lelah untuk memberikan kontribusi bagi masyarakat melalui berbagai kegiatan organisasi. Tahun 1993, ia mendirikan Yayasan Swarna Bhumi yang menaungi pondok pesantren Abdurrohman di Lahat, koperasi dan penerbitan buku. Sejak tahun 1995, yayasan yang dipimpinnya bekerjasama dengan Universitas Gajah Mada untuk menjalankan fungsi konsultatif pengembangan Studi Islam Kontekstual di 18 Fakultas UGM untuk dikembangkan di seluruh perguruan tinggi di Indonesia. Untuk mengembangkan ekonomi kerakyatan, tahun 1997 Faizal juga menjadi pendiri dan pembina Koperasi Bina Agro Utama di Yogyakarta. Selain sebagai Pendiri dan Ketua Umum Yayasan Swarna Bhumy, Faizal juga tercatat sebagai Dewan Pembina Badan Komunikasi Pemuda Remaja Masjid Indonesia (BKPRMI), Ketua II Pengurus Masjid Sunda Kelapa – Menteng
416
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Jakarta. Tahun 2003, bersama tokoh-tokoh nasional lainnya, ia juga mendirikan Yayasan Dunia Merdeka yang berkantor di kompleks Masjid Istiqlal Jakarta dan dipercaya sebagai Ketua Umum. Dan tahun 2007, ia mendirikan dan menjadi Ketua Umum Masyarakat Indonesia Tanpa Rokok untuk mengkampanyekan bahaya rokok bagi kesehatan dan kesejahteraan masyarakat melalui berbagai media, termasuk penerbitan buku. Pemilik Famoza Gallery ini juga tercatat sebagai Presiden Direktur PT Prima Indo Security, Presiden Direktur PT Prima Purosani, Komisaris Utama PT Indoprima Advisa Management dan Komisaris Utama PT Pratama Griya Persada. Dari pengalamannya berwirausaha, pria yang suka bicara blak-blakan ini kerap berbagai ilmu dan pengalaman, memberi motivasi dan dorongan kepada anak-anak muda untuk berwirausaha. Sementara bagi kalangan aktivis muda, ia dikenal sebagai mentor dan motivator yang dikagumi karena kepedulian dan dukungannya. Untuk membangun rasa persaudaraan dan perdamaian, Faizal juga memanfaatkan seni musik. Komposer 10 lagu terbaik daerah Sumatera Selatan ini pernah menjadi inisiator dan Ketua Panitia Jambore Music country Universitas di Cibodas – Jawa Barat pada tahun 1981 dan 1982. Pemenang lagu Mars BPTKI ini juga menjadi inisiator dan Ketua Panitia Festival Musik dan Diskusi panel Persahabatan Indonesia – Australia “Jakarta Kookaburra Gathering” pada tahun 1988 dan 1989. Jelang Pemilu 2009, kecintaannya pada tanah air dan rasa persaudaraan mendorongnya untuk menciptakan sebuah lagu berjudul “Kita Satu Bangsa, Semua Saudara Kita, Ini Pemilu Kita” yang kemudian dijadikan lagu resmi Pemilu 2009. Lewat lagu tersebut, Faizal mengajak masyarakat untuk bersama-sama mensukseskan pemilu presiden 2009. Siapapun dan nomor berapa pun pilihan kita, yang terpenting adalah menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Selain pesan persatuan, lagu ini juga mensosialisasikan contreng satu kali pada pilihan, sehingga suara masyarakat dapat dihitung. Pesan lainnya adalah agar pemilih menjadi pemilih yang cerdas, dengan mencermati program yang ditawarkan oleh para kandidat. Lagu pemilu ciptaannya itu dikumandangkan dan diluncurkan pertama kali saat Deklarasi Pemilu Damai dihadapan tiga pasang capres dan cawapres periode 2009-2014 di Hotel Bidakara – Jakarta. Sekaligus sebagai lagu pengiring penandatanganan prasasti kampanye damai oleh tiga pasang capres dan cawapres dan disiarkan langsung oleh sejumlah televisi nasional. Lagu yang dinyanyikan artis-artis papan atas----seperti Titiek Puspa, Memes, Trio komedian Bajaj, Elly Kasim, Koes Hendratmo, Sundari Sukoco, Indi Barends dan Hedi Yunus---itupun hampir setiap hari disiarkan beberapa televisi nasional untuk mengkampanyekan pemilu damai. Satu lagu dengan syair enam bahasa itupun dinilai dapat mewakili beragam suku di tanah air. “Ada lima bahasa daerah yang digunakan dalam lagu ini, Palembang, Jawa, Batak, Ambon, dan Betawi, tujuannya adalah agar lagu ini dapat dihayati oleh anak bangsa dalam bahasa yang lebih akrab dan hangat,” tutur suami Suryani Sidik Motik ini.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
417
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Gadis Arivia
Aktivis Feminisme
PENGABDI & PEMBERDAYA MASYARAKAT
(FIB UI)
Pejuang Kebebasan Pers Aktifis perempuan ini mulai dikenal publik sejak berdemonstrasi dengan bernyanyi sambil membagikan bunga mawar bersama puluhan ibu yang tergabung dalam Suara Ibu Peduli. Mereka turun ke jalan dengan dandanan rapi dan berkacamata hitam, guna menyuarakan isu kelangkaan susu bayi di Bundaran HI, Jakarta, pada 1998.
yang berjuang untuk membebaskan total semua perempuan.
Kala kontroversi RUU Anti Pornografi dan Pornoaksi sedang mencuat di tahun 2006, anak ke tujuh dari sembilan bersaudara ini juga kerap menulis dan diundang menjadi pembicara terkait hal tersebut.
Ibu dua anak ini juga telah memperoleh gelar Doktor di filsafat dari UI dengan disertasinya ‘Dekontruksi Filsafat Barat, Menuju Filsafat Berperspektif Feminis’.
Gadis lahir di New Delhi, India, 4 Spetember 1964. Masa kecilnya berpindahpindah banyak negara mengikuti pekerjaan Ayahnya. Saat sudah memasuki usia sekolah dasar, keluarganya sedang tinggal di Budapest, Hongaria. Maka ia pun disekolahkan di British Embassy School yang terdapat di kota itu. Empat tahun berselang, ia sekeluarga pulang ke Indonesia. Di tanah air ia masuk SMP di Tebet, namun hanya satu tahun. Setelah Ayahnya meninggal pada Juli 1977, ia mengikuti kakaknya yang diplomat di Washington, AS. Di sana ia melanjutkan sekolah menengah di McLean High School, Virginia. Dan saat itu, ia mulai banyak membaca buku filsuf Perancis seperti Albert Camus, Simone de Beauvoir, dan Jean Paul Sartre. Kemudian ia melanjutkan pendidikan di Universitas Indonesia (UI), Program Diploma III Sastra Perancis. Saat itu awal 1980-an, ia sering mengunjungi perpustakaan Centre Culturel Francais, tempat di mana ia dapat meneruskan hobinya membaca buku para filsuf Perancis. Lulus dari Sastra Perancis, ia kemudian mengambil Studi Filsafat di universitas yang sama. Pada awal 1990-an Gadis mulai tertarik pada pemikiran baru pascamodernisme yang dimotori salah satunya oleh Jacques Derrida dari Perancis, seorang yang dikenal dengan teori dekontruksi dalam filsafat Barat. Pemikiran ini berawal dari kritik seni, arsitektur dan filsafat, yang berkembang menjadi skeptisisme yang sistematis terhadap teori-teori lama tentang modernisasi dan industrialisasi. Karena itu ia pun berangkat ke Perancis untuk belajar filsafat di Ecole Des Hautes Etudes En Sciences Sociales, tempat Jacques mengajar. Selama 19921994 itulah ia dapat belajar langsung dari tokoh yang dikaguminya tersebut.
Selulusnya dari Perancis, Gadis mengajar studi feminisme dan filsafat kontemporer di UI. Sebab saat itu feminisme merupakan teori dan wacana yang baru, sehingga bahan bacaan berbahasa Indonesia mengenai studi tersebut sulit didapatkan, maka ia pun menerbitkan buletin.
Demi mengamati bahwa demokrasi bagi kaum perempuan di Indonesia masih sangat perlu diperjuangkan. Betapa kaum perempuan yang tinggal di pelosok wilayah Indonesia sangat membutuhkan bantuan, baik itu masalah pendidikan ataupun masalah lain yang belum tersentuh oleh pemerintah. Pada 1996 bersama dua rekannya, ia pun mendirikan Yayasan Jurnal Perempuan, yang kemudian ia juga dipercaya sebagai direktur. Lembaga ini menerbitkan sebuah jurnal feminisme yaitu Jurnal Perempuan, yang ditujukan lebih untuk melengkapi bahan perkuliahan feminisme di Fakultas Sastra UI. Di sini meskipun ia mengabdi lama sampai 2004 memimpin lembaga ini, ia tidak pernah menerima gaji, karena menurutnya bekerja sebagai pimpinan di LSM adalah harus siap untuk tidak dibayar. Di tengah berbagai kesibukannya, wanita yang selalu berpenampilan menarik ini masih menyempatkan diri untuk menulis. Selain itu banyak menulis untuk media massa, jurnal, dan buletin dalam maupun luar negeri. Ia juga menghasilkan buku ‘Menuju Filsafat Berperspektif Feminis’ yang terbit tahun 2003. Atas segala dedikasinya tersebut, bersama Gusdur ia dianugerahi Tasrif Award sebagai Pejuang Kebebasan Pers pada 11 Agustus 2006. Gadis dinilai memiliki semangat, visi, dan komitmen dalam memperjuangkan kebebasan berekspresi, persamaan hak, semangat keberagaman, dan demokrasi di Indonesia oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI).
Selain Jacques yang poster besarnya terpajang di belakang meja kerjanya, pemikir feminisme lainnya yang dikagumi Gadis ialah Barbara Smith, penulis buku ‘All the Women are White, All the Blacks are Men, But Some of Us are Brave’. Dalam buku ini tertuang bahwa feminisme adalah teori dan praktik politik
418
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
419
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGABDI & PEMBERDAYA MASYARAKAT
Imam B. Prasodjo
(FISIP UI) Pendiri Yayasan Nurani Dunia
Menggugah Nurani Dunia Imam Prasodjo dikenal sebagai aktivis dan sangat aktif diberbagai kegiatan dan gerakan sosial kemasyarakatan di Indonesia. Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) Universitas Indonesia ini adalah penggagas sekaligus penggerak Yayasan Nurani Dunia, yaitu sebuah lembaga sosial dan pendidikan yang bertujuan membantu kalangan kurang mampu. Sejak 1999, Yayasan Nurani Dunia telah menyita hampir seluruh waktu, tenaga, dan pikiran pejuang sosial ini. Dengan segala jerih payah Prasodjo bersama yayasannya, ia berhasil memberikan kontribusi dan upaya kemanusiaan untuk membantu anak-anak korban gempa atau konflik khususnya terkait program pembangunan sekolah dan klinik kesehatan.
yang melibatkan beberapa suku yang berseteru tersebut memang mengakibatkan banyak korban yang luka dan tewas. Tak hanya itu, anak-anak yang tak berdosa pun ikut menjadi korban akibat konflik, khususnya anak-anak dari keluarga yang menjadi korban.
Jika mau bertanya kepada sebagian besar orang, mungkin tidak banyak yang mau melakukan perjalanan ke daerah-daerah yang terkena bencana atau daerah-daerah konflik. Namun tidak demikian dengan Imam Prasodjo, ia justru melakukan perjalanan yang sangat beresiko tersebut. Sudah sejumlah daerah dirambahnya untuk membantu korban bencana. Seperti Ambon, Papua, Poso dan Aceh tak luput menjadi daerah sasaran misi sosial yang diembannya bersama Yayasan Nurani Dunia.
Dan sampai saat ini, banyak kegiatan yang telah diprogramkan oleh Imam bersama Yayasan Nurani Dunia. Diantaranya adalah dalam bentuk kampanye untuk memasyarakatkan kepedulian sosial. Kampanye tersebut dapat terlihat dengan banyaknya standing banner yang dipasang di beberapa tempat umum, yang isinya mengajak masyarakat untuk bersama-sama peduli terhadap masalah-masalah sosial yang terjadi dilingkungan sekitar.
Ditengah-tengah konflik antar agama di Poso, Imam dengan tekadnya yang bulat membantu anak-anak yang menjadi korban di daerah tersebut. Ia berusaha untuk mendamaikan dan memberi bantuan kepada para korban konflik, terutama anak-anak putus sekolah. Selain itu, Imam tetap berusaha memberikan bantuan kepada masyarakat korban konflik dengan berbagai cara. Salah satunya adalah dengan memberikan beasiswa kepada anak-anak korban konflik Poso agar mereka dapat menikmati bangku sekolah lagi. Terjunnya Imam Prasodjo ke dalam kegiatan sosial bermula ketika ia dan rekanrekannya berdiskusi mengenai keadaan politik di Indonesia pada masa runtuhnya pemerintahan Soeharto. Dikatakan Imam, ternyata masyarakat Indonesia mengalami kesulitan ekonomi setelah turunnya Soeharto dan akibatnya, banyak rakyat Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan. Terlebih lagi, banyaknya kerusuhan serta konflik antar masyarakat Indonesia yang telah memperparah keadaan ekonomi. Sosiolog UI ini tak hanya mengumbar teori-teori sosial saja. Akan tetapi, ia juga mengaplikasikan ilmu dalam kegiatan sosial di masyarakat, khususnya bagi masyarakat korban konflik ataupun bencana. Dan sekitar tahun 1999, pada saat terjadi kerusuhan di kawasan Timur Indonesia, Imam langsung mengadakan kunjungan ke beberapa daerah, salah satunya adalah Maluku Utara. Kerusuhan
420
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
“Dari situ, saya tergugah melihat banyak orang yang terluka, dan trauma,” kenang pria kelahiran 15 Februari 1960 ini. Seperti diakuinya pula, sejak itulah Yayasan Nurani Dunia terbentuk dengan komitmen membantu korban-korban bencana dan konflik. “Mayoritas pendirinya adalah kalangan wartawan dan akademisi,” ujar Imam. Sejak itu pula, Imam terjun dalam kegiatan sosial bersama rekan-rekannya di Yayasan Nurani Dunia. “Yayasan Nurani Dunia merupakan hasil kerja kolektif,” ujar ayah dia anak ini.
Selain itu, Imam juga merancang program sosial yang mampu membentuk suatu jaringan. Dengan begitu, masyarakat mampu membantu diantara sesamanya. Imam menyebutnya sebagai social entrepreneur atau kewirausahaan sosial. Masyarakat diharapkan dapat memperluas jaringan sosial tersebut ke kalangan masyarakat lainnya yang belum tersentuh. Salah satu caranya adalah dengan membentuk yayasan sendiri diluar Yayasan Nurani Dunia. “Sehingga kita memfasilitasi mereka untuk melakukan kegiatan sosial.” ujar Imam. Namun perhatian dan dedikasi pria asal Purwokerto ini tidak hanya disalurkan melalui satu yayasan kemanusiaan. Imam juga aktif dalam banyak lembaga sosial dan kemasyarakatan sejenis, seperti Yayasan Pena Hijau, Yayasan Cahaya Guru, Yayasan Pondok Nurani dan Yayasan Naga Sastra. Dan tentu saja, segenap peran dan kinerja dosen sekaligus pejuang sosial kelahiran 1960 silam ini tidak luput dari dukungan dan semangat sang istri, yaitu Gitayana Budiardjo, yang juga turut aktif dan memberi banyak andil dalam berbagai kegiatan social sejenis. Lulusan Brown University, Amerika Serikat, ini juga menjabat sebagai direktur CERIC (Central for Research on Inter Group Relations and Conflict Resolution). Kepekaan dan jiwa kemanusiaan yang tinggi membuat Prasodjo tidak pernah ragu turun langsung ke lokasi pemberian bantuan, sekalipun wilayah tersebut masih berstatus siaga, seperti membantu anak-anak korban konflik agama di Poso dan Maluku Utara.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
421
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGABDI & PEMBERDAYA MASYARAKAT
Kemala Motik (FE-UI 1972) Pendiri IWAPI dan Pendiri Universitas Esa Unggul
Nasionalisme Yang Tak Pernah Mati Ia merupakan salah satu wanita terbaik Indonesia yang memiliki semangat juang tinggi untuk memberikan kontribusi terbaik bagi negaranya, yang memiliki kepedulian besar untuk memajukan kehidupan bangsanya. Ia adalah penggagas dan pendiri Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia (IWAPI) yang berperan besar dalam mendidik dan membina para wanita Indonesia untuk berkarya dan berdikari. Kiprahnya berlanjut di bidang pendidikan dan kemudian mendirikan Universitas Esa Unggul untuk mentransformasikan cita-citanya dalam membangun jiwa intelektual dan entrepreneurship anak-anak bangsa. Dan kini ia memfokuskan perjuangannya melalui jalur politik sebagai Anggota DPD RI. Sebagaimana anak pertama dari delapan bersaudara, Kemala Motik memiliki kewajiban untuk dapat menjadi contoh bagi adik-adiknya, menjadi pewaris dari semangat perjuangan sang ayah---seorang pengusaha pejuang bernama BR Motik. Sang ayah merupakan salah satu tokoh pergerakan kemerdekaan, yang sudah aktif berjuang sejak gerakan sumpah pemuda. Karena kebanggaan dan kecintaan sang ayah terhadap cita-cita terbentuknya sebuah bangsa dan negara yang pada waktu itu belum ada nama Indonesia, Sang Ayah mengubah nama dari Baharuddin Rahman menjadi Motik yang artinya ”Majukan Olehmu Tanahair Indonesia Kita”. Dan semangat “Motik” itulah yang ditanamkan sejak kecil, yang kemudian menjadi jiwa batin Kemala Motik. Lulus sarjana dari FE UI tahun 1972, Kemala Motik dipercaya untuk memimpin perusahaan ekspor-impor yang didirikan ayahnya, PT Rulan Jaya. Bergelut dengan dunia bisnis tidak mengurangi perhatian dan semangat pengabdiannya untuk kemajuan bangsa. Ia membuka mata lebar-lebar untuk menemukan jalan pengabdian, menajamkan kepekaan sosial untuk menemukan apa yang benarbenar dibutuhkan masyakatnya. ”Saya saksikan ketika pergi ke pasar, di mana-mana di seluruh pelosok nusantara ini terlihat pelaku ekonomi di garis paling bawah adalah perempuan,” ungkapnya mengenang gagasan untuk mendirikan sebuah organisasi gerakan pemberdayaan perempuan. Tahun 1975, bersama 10 rekannya termasuk sang adik, Dewi Motik, Kemala Motik mendirikan Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia (IWAPI) yang bertujuan untuk mendidik dan memberdayakan kaum perempuan sebagai pelaku ekonomi yang handal dalam mendukung pembangunan nasional. Organisasi yang ia motori mendapat dukungan dari berbagai pihak dan terus memperluas jaringan ke seluruh wilayah Indonesia. Wanita menjadi pengusaha kecil ketika itu lebih disebabkan karena keterpaksaan untuk menopang hidup keluarga dan kebanyakan tidak bersekolah. Hal itu mendorong Kemala Motik untuk mendirikan pusat pelatihan bagi kaum wanita didalam mengembangkan berbagai ketrampilan, mulai dari ketrampilan
422
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
memasak, menjahit, membuat beragam kerajinan tangan, interior, dan lain-lain. ”Dengan upaya tersebut kami dapat melatih dan membangkitkan sepuluh ribu pengusaha wanita di Indonesia pada tahun 1985,” istri dari Dr. Abdul Gafur ini mengungkapkan. Pendidikan kemudian menjadi basis dari perjuangannya. Keputusannya itu dipicu oleh banyaknya sarjana di Indonesia yang berorientasi sebagai pekerja atau dipekerjakan, baik sebagai pegawai negeri atau pegawai swasta. Sementara ia memiliki keyakinan bahwa kemajuan jaman yang bergerak cepat menuntut kemampuan daya saing anak-anak muda untuk berkompetisi dengan bangsa lain. Maka, ketika isu globalisasi belum terdengar ketika itu, Kemala Motik sudah memikirkannya. Dan untuk merealisasikan gagasannya, tahun 1986 ia mendirikan IEU of Management dan bekerjasama dengan lembaga-lembaga pendidikan luar negeri, dengan target dapat menyelenggarakan program pendidikan BBA-MBA. Harapannya untuk menyelenggarakan program BBA-MBA pertama di Indonesia menemui kendala. Selain karena Depdiknas belum siap, Depdiknas juga mengharuskannya untuk mendirikan universitas terlebih dahulu. Hal itulah yang mendorong Kemala Motik mendirikan Universitas Esa Unggul (UEU) pada tahun 1993 dan menjabat sebagai rektor. Kepemimpinannya yang visioner berhasil membawa UEU berkembang pesat dan menjadi salah satu perguruan tinggi papan atas di tanah air. Ketika banyak perguruan tinggi baru belakangan ini menerapkan konsep entrepreneur university, Kemala Motik sudah menetapkan kewirausahaan sebagai pilar utama program pendidikan di UEU. Ia mengharapkan UEU mampu melahirkan wirausaha-wirausaha tangguh yang dapat menciptakan lapangan kerja baru disamping mendidik calon-calon profesional handal yang dapat bersaing di tataran global. Kiprah dan pengabdiannya dalam meningkatkan kualitas pendidikan tinggi di Indonesia semakin besar. Tahun 1995 ia dipercaya sebagai Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri Badan Musyawarah Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (BM-PTSI) hingga tahun 1999, setelah sebelumnya menjabat sebagai Ketua Presidium Forum Komunikasi Program BBA-MBA dan PPM (1987-1997). Pemikirannya tentang dunia pendidikan memang terbilang inovatif. Ketika dunia perguruan tinggi nasional sedang oleng dan nyaris kehilangan arah, dia menyerukan kepada jajaran perguruan tinggi nasional agar merubah paradigmanya. Perguruan Tinggi sebagai lembaga pendidikan, ujarnya, sudah sepatutnya mengganti paradigma yang selama ini dipakai, dari teaching university menjadi research university. ”Hanya dengan perubahan itulah, sebuah perguruan tinggi tetap eksis dan mampu mempertahankan eksistensinya,” ujar Kemala Motik ketika menyampaikan pidato ilmiah pengukuhannya sebagai Guru Besar Ilmu Manajemen di Universitas Indonesia Esa Unggul, 25 Pebruari 2003. Setelah sekitar 15 tahun membangun UEU, dari awalnya hanya 2 fakultas dan kini menjadi menjadi 10 fakultas dengan 23 program studi serta sudah meluluskan ribuan alumninya dari berbagai disiplin ilmu, Kemala Motik memutuskan mengundurkan diri sebagai rektor UEU untuk menjalankan bidang pengabdian baru sebagai Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD RI) pada tahun 2009.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
423
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGABDI & PEMBERDAYA MASYARAKAT
Nila J Moeloek (FK UI 1974) Ketua Dharma Wanita Pusat (1999 - Sekarang)
Tokoh Dibalik Pemberdayaan Dharma Wanita Nila Djuwita Anfasa Moeloek adalah Guru Besar UI dan tokoh yang berhasil memberdayakan istri-istri pegawai negeri sipil yang tergabung dalam Dharma Wanita. Seorang profesor mau memimpin Dharma Wanita? Pertanyaan itu sangat wajar, karena Dharma Wanita lebih dikonotasikan dengan media kumpulkumpul para istri PNS. Tetapi Nita mampu melihat sisi lain yang jauh lebih besar, organisasi perempuan dengan jutaan anggota di seluruh Indonesia itu adalah aset yang luar biasa bagi pembangunan bangsa apabila dapat diberdayakan. Karena itu, ketika Dharma Wanita akan dibubarkan, Nila menentang keras rencana itu. Ia pun kemudian terpilih sebagai Ketua Umum Dharma Wanita Pusat selama tiga periode mulai tahun 1999. Wanita kelahiran Jakarta, 11 April 1949, menempuh pendidikan dokter di FKUI dan berhasil lulus pada tahun 1974. Ia meraih gelar Spesialis Mata di FKUI pada tahun 1979 dan selanjutnya gelar Doktor juga diraihnya dari FKUI dengan disertasi tentang Model Diagnostik Pemeriksaan Tumor Orbita, Dalam Upaya Penemuan Tumor Orbita lebih dini. Kiprahnya dibidang pendidikan dan riset tidak perlu diragukan lagi. Salah satu prestasinya adalah ketika ia ditugaskan sebagai Ketua Medical Research Unit FKUI sejak 2007, wanita cantik ini menjadi motor penelitian-penelitian di Fakultas Kedokteran UI. Dia dinilai turut berperan untuk peningkatan peringkat UI menjadi posisi 201. Pada tahun 2009, Universitas Indonesia berada di peringkat 201 Times Higher Education – QS World University Ranking atau terbaik di Indonesia. Peringkat UI naik tajam dari posisi 287 pada tahun 2008. Awal keterlibatannya dalam organisasi Dharma Wanita dimulai ketika sang suami, Faried Anfasa Moeloek, diangkat menjadi Menteri Kesehatan Kabinet Pembangunan VII pada tahun 1998. Seperti orang kebanyakan lainnya, Nila awalnya juga tidak menganggap penting organisasi Dharma Wanita. Tetapi setelah dengan ‘terpaksa’ menjadi Ketua Dharma Wanita Kementerian Kesehatan, ia menyadari bahwa Dharma Wanita memiliki peran strategis dalam pembangunan bangsa. Karena itu, ketika ada rencana pembubaran Dharma Wanita departemen di awal reformasi, Nila bersikeras untuk mempertahankannya. Selanjutnya, tahun 1999, ia terpilih sebagai Ketua Umum Dharma Wanita Pusat. Salah satu program prioritasnya adalah meningkatkan wawasan dan intelektualitas para istri PNS, khususnya dari golongan I dan II. Nila mendorong agar istri-istri PNS dapat lebih mandiri dalam berpikir dan bersikap, sehingga tidak selalu bergantung kepada suami. Pemahaman dan dukungan istri yang mandiri dan aktif dinilai sangat penting agar para suami dapat lebih fokus dalam
424
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
menjalankan tugas negara. Program berikutnya adalah mendorong seluruh anggota untuk menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Nila meyakini bahwa dengan tingkat kesehatan yang prima yang dimotori kaum ibu, maka kehidupan keluarga Indonesia akan lebih bekerja dan berkarya secara lebih optimal. Bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan, Dharma Wanita Pusat (DWP) melakukan berbagai sosialisasi dan seminar di berbagai daerah. Dengan berbagai kegiatan yang dilakukan, Nila berharap agar istri-istri PNS dalam menjadi pelopor perilaku hidup bersih dan sehat baik di keluarga maupun di lingkungannya. Bidang pendidikan juga menjadi prioritas dalam kepemimpinannya. Bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Nila berusaha agar anggota Dharma Wanita mampu menjadi motor dalam menyukseskan Program Wajib Belajar 9 tahun. Berbagai program lain juga berhasil dilaksanakan. Diantaranya program Pembinaan Kesaaran Bela Negara yang dilakukan melalui kerjasama denga Kementerian Pertahanan, Program Gerakan Perempuan Tanam dan Pelihara dibidang lingkungan hidup, program Uplift untuk pemberian makanan sehat, hingga pemberdayaan ekonomi keluarga melalui berbagai pendidikan dan pelatihan. Dengan kecerdasan, pengalaman dan wawasannya yang luas, Nila mampu membangun kerjasama sinergis dengan seluruh jajaran pengurus. Ia menjadi role model yang menginspirasi kolega-koleganya untuk memberikan kontribusi terbaik bagi kemajuan organisasi. Dengan dedikasinya yang tinggi dan kepemimpinannya yang efektif, tidak mengherankan bila Nila kemudian terpilih kembali sebagai Ketua Umum Dharma Wanita Pusat untuk periode 20042009 dan 2009-2014. Ia juga merupakan wanita tangguh yang berjiwa besar. Tahun 2009, ia pernah dipanggil Presiden SBY yang berencana mengangkatnya menjadi Menteri Kesehatan, hingga menjalani tes kesehatan di RSPAD Gatot Soebroto bersama para calon menteri lainnya. Tetapi pada saat pengumuman kabinet, nama yang disebut sebagai Menteri Kesehatan adalah Endang Rahayu Sedianingsih. Nila menanggapinya dengan biasa saja, karena ia memang tidak pernah meminta jabatan. Baginya, nilai pengabdian bukan terletak pada tinggi rendahnya jabatan, melainkan pada kesungguhan dan keikhlasan. Selanjutnya, wanita bernama lengkap Prof. Dr. dr. Nila Djuwita F. Moeloek, SpM (K) ini ditunjuk SBY sebagai Utusan Khusus Presiden Indonesia untuk Millennium Development Goals (MDGs).
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
425
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGABDI & PEMBERDAYA MASYARAKAT
Ryad Areshman Chairil
(FTUI 1990) Ketua Umum Asosiasi Metalurgi dan Mineral Indonesia (AMMI)
Menggugah Kemandirian
Industri Energi Dan Sumberdaya Mineral Nasional Ryad Areshman Chairil, yang akrab dipanggil Ade Ryad, adalah ahli dibidang energi, aktivis dan pemimpin organisasi yang menaruh perhatian besar bagi terwujudnya kemandirian bangsa dalam pengusahaan dan pengelolaan kekayaan energi dan sumberdaya mineral (ESDM) nasional. Ia berusaha memberikan kontribusi terbaiknya melalui kiprahnya di berbagai lini---di pemerintahan, di lembaga-lembaga swadaya masyarakat dan di berbagai forum. Dengan keahlian dan wawasannya yang luas, ia pun menjadi rujukan bagi banyak pihak, termasuk media massa baik cetak maupun elektronik----khususnya terkait dengan isu-isu pertambangan dan migas. Pria kelahiran Jakarta, 15 Oktober 1967, ini memulai pendidikannya di Jurusan Metalurgi FTUI tahun 1985 dan berhasil lulus tahun 1990. Sembari bekerja paruh waktu di perusahaan swasta, ia menempuh pendidikan Program Ekstensi di FEUI pada tahun 1990. Sempat bekerja sekitar 2 tahun di Caterpillar Inc., tahun 1994 ia memulai karir di Departemen Pertambangan dan Energi (kini Kementerian ESDM) sebagai staf di Direktorat Pembinaan Pengusahaan Pertambangan. Ia kemudian mendapat kesempatan menempuh program Master dibidang Mining Management di Western Australia School of Mines. Pada saat yang sama, ia juga kuliah di Curtin University of Technology dibidang Energy and Mineral Economics. Pada tahun 1998, Ryad Chairil berhasil meraih dua gelar master sekaligus, MEng dari Western Australia School of Mines dan MSc dari Curtin University of Technology. Belum puas dengan dua gelar master, tahun 1998 Ryad menempuh program Doktor bidang hukum di The Centre for Energy and Resources Law, Faculty of Law, The University of Melbourne. Selain itu, ia juga bekerja paruh waktu sebagai paralegal di Asian Law Group Pty, Ltd., dan sebagai konsultan untuk Australian Government Aid (AUS AID). Pada tahun 2002, Ryad berhasil meraih gelar doktor hukum (PhD) dari The University of Melbourne. Kembali ke tanah air pada tahun 2002, Ryad dipercaya menjadi salah satu pejabat di Biro Hukum dan Humas Kementerian ESDM. Ia kerap ditugaskan sebagai negosiator untuk Kontrak-Kontrak Pertambangan Mineral, Batubara dan Kontrak Bagi Hasil Migas serta perjanjian-perjanjian lainnya dibidang energi. Ryad juga menjadi anggota tim perumus peraturan perundang-undangan dibidang mineral, batubara, migas dan panas bumi. Namun bekerja sebagai birokrat sepertinya tidak dapat memenuhi semangat idealisme dan jiwa aktivisnya. Tahun 2005, Ryad Chairil memutuskan mengundurkan diri dari jabatannya di Kementerian ESDM dan memfokuskan diri dalam usaha-usaha pemberdayaan masyarakat, khususnya terkait bidang energi dan sumberdaya mineral Tahun 2006, Ryad Chairil dipercaya sebagai Sekjen Badan Kerjasama Pemerintah Daerah Penghasil Batu Bara Seluruh Indonesia yang beranggotakan
426
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
175 kabupaten. Ia banyak terlibat sebagai penasehat ahli bagi para bupati terkait dalam hal pembuatan peraturan perundang-undangan yang menjamin keseimbangan antara kepentingan daerah dan aspek-aspek komersial, memberikan solusi yang saling menguntungkan atas masalah pertambangan di daerah, serta memberikan advokasi dan mediasi kepada pemerintah daerah terkait pendistribusian pendapatan dari hasil pertambangan batubara. Disamping itu, ia juga sempat menjadi advisor untuk dewan direksi PT Antam Tbk, PT Timah Tbk dan PT PLN (Persero). Mengingat kompleksnya persoalan pertambangan di daerah, pada tanun 2007, Ryad mendirikan The Centre for Energy and Resources Law, sebuah lembaga swadaya masyarakat yang memfokuskan pada penelitian dan pengkajian hukum energi dan sumberdaya alam nasional. Melalui lembaga ini, Ryad banyak memberikan advokasi dan penguatan struktur kebijakan dan hukum energi dan sumberdaya mineral di daerah seperti Pemkab Kutai Timur, Pemkab Kutai Kartanegara, Pemkab Sumbawa Barat dll. Disamping itu, Ryad Chairil sempat diminta menjadi advisor untuk Pemerintah Timor Leste dan Malaysia di bidang Pertambangan dan Energi. Di sisi nasional, Ryad banyak memberikan pandangan kritis terhadap kebijakan energi nasional yang tidak efisien dan tidak berpihak kepada kepentingan nasional. Pada tahun 2008, bersama tokoh-tokoh nasional lainnya, ia tercatat sebagai pendiri Komite Penyelamat Kekayaan Negara (KPKN) sebagai respon terhadap praktek-praktek salah urus dalam pengelolaan kekayaan alam, khususnya dibidang pertambangan mineral, batubara dan migas. Selain itu, Ryad juga dipercaya sebagai Ketua Umum Asosiasi Metalurgi dan Mineral Indonesia (AMMI). Melalui berbagai organisasi yang dipimpinnya dan jejaring yang ia bangun, Ryad terus berusaha menggugah kesadaran kolektif bangsa Indonesia untuk membangun kemandirian dalam pengelolaan industri pertambangan dan energi nasional. Dalam berbagai kesempatan, di forum-forum seminar maupun melalui media massa, ia terus berusaha mendesak agar pemerintah Indonesia membuat kebijakan yang komprehensif bagi pengelolaan sumberdaya alam nasional dan memberi kesempatan lebih luas bagi ahli-ahli pertambangan nasional serta penggunaan produk dan teknologi nasional di industri energi dan sumberdaya mineral.. Walaupun sudah meninggalkan status pegawai negeri sipilnya, Ryad tetap konsisten memberikan kontribusi positif di pemerintahan. Di lembaga pemerintah, ia diminta menjadi Staf Khusus Kementerian Lingkungan Hidup, Staf Khusus Kementerian Riset dan Teknologi, tenaga ahli di Badan Pengatur Hilir Minyak Bumi dan Gas dan staf ahli Dirjen Mineral dan Batubara. Banyak kontribusi nyata atas kiprahnya, antara lain restrukturisasi kebijakan pertambangan mineral dan batubara yang lebih memfokuskan pada peningkatan nilai tambah produk-produk tambang. Disamping itu, Ryad juga aktif menuliskan gagasan dan pemikirannya dalam bentuk artikel, diantaranya 64 tulisan yang diterbitkan baik didalam maupun di luar negeri, khususnya terkait mineral, batubara dan migas. Tidak hanya itu, Ryad Chairil tercatat sudah 96 kali menjadi menjadi pembicara di forum seminar/konferensi internasional dan 154 kali di forum seminar/konferensi di tingkat nasional untuk berbagai topik terkait mineral, batubara, migas dan isu-isu otonomi daerah. Ia juga tercatat pernah menjadi dosen di Universitas Al Azhar (2004-2006), dosen tamu di Lembaga Ketahanan Nasional (2010), dan dosen tamu di University of Melbourne (2002 hingga sekarang). Di bidang bisnis, pada tahun 2009 majalah bisnis SWA menobatkan Ryad Chairil sebagai Top Ten Future CEO Leader atas dedikasi serta komitmennya yang tinggi pada pengembangan energi dan sumberdaya mineral yang berkesinambungan.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
427
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGABDI & PEMBERDAYA MASYARAKAT
S.K. Trimurti
(FE UI 1961) Pejuang Kemerdekaan dan Aktivis Buruh
Totalitas Pengabdian Bagi Bangsa Surastri Karma Trimurti, atau S.K. Trimurti, adalah tokoh wanita pejuang yang rela mengorbankan apapun yang dimilikinya untuk bangsanya. Wanita pemberani dan berhati baja ini selalu berpegang teguh pada prinsip, memberikan pengabdiannya yang tulus tanpa pamrih. Hingga akhir hayatnya, pejuang kemerdekaan ini tak pernah berhenti berjuang dan harus menerima kenyataan dikucilkan dari kancah politik selama rezim Orde Baru. ”Tri, tulislah karangan, nanti kami muat dalam majalah Fikiran Ra’jat,” kata Bung Karno, yang menggugah semangat Trimurti untuk pertama kali menulis, dan sejak itulah ia berjuang sebagai seorang jurnalis. Tidak lama kemudian, harian Fikiran Ra’jat yang radikal dan anti-imperialis berhenti terbit setelah Bung Karno sebagai pemimpin redaksi ditangkap kolonial. Lulusan sekolah guru wanita (Normaalschool) Solo akhirnya memutuskan berhenti menjadi guru dan memilih untuk berjuang. Masa pahit perjuangan ia alami ketika dirinya dipercaya sebagai Ketua Persatuan Marhaeni Indonesia (PMI) di Semarang dan menyebarkan pamflet gelap untuk menyebarluaskan cita-cita perjuangan kemerdekaan. Ia ditangkat polisi rahasia Belanda (PID) dan dipenjara selama 9 bulan. Keluar dari penjara, ia bekerja untuk majalah “Suluh Kita” dan membantu beberapa surat kabar lainnya, diantaranya “Sinar Selatan” dimana ia berkenalan dengan Sayuti Melik yang kemudian menjadi suaminya. Saat memimpin majalah “Suluh Kita”, ia ditangkap PID karena dianggap bertanggungjawab atas artikel anti-imperialisme yang ditulis Sayuti Melik yang baru balik dari pembuangan di Boven Digul. Sayuti Melik yang memimpin majalah “Pesat” kemudian juga ditangkap PID karena tulisan Sri Bintara. Sekeluarnya dari penjara, Trimurti melanjutkan majalah “Pesat”. Tetapi tak lama setelah Sayuti Melik keluar penjara, Trimurti kembali ditangkap PID karena dianggap memihak Jepang. Pada masa pendudukan Jepang, ia juga ditangkap Kenpeitai setelah lima bulan kelahiran anaknya yang kedua, Heru Baskoro. Ia diinterogasi oleh Nedaci yang menuduhnya melawan Jepang. Trimurti menjawab bahwa ia tidak memusuhi Belanda atau Jepang, tetapi memusuhi sikap penjajah bangsa-bangsa itu. Jika Jepang datang untuk bersaudara, tentu akan disambut baik. Tetapi kalau kedatangan mereka ke sini untuk menjajah, maka dia akan melawan. Kontan Nedaci marah dan menghantam kepala Trimurti dengan pentungan. Karena kerasnya pukulan itu, wanita tangguh ini tidak bisa menggerakkan sekujur tubuhnya sampai-sampai ia tak lagi merasakan sakit, tapi matanya tetap terbuka.
428
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Dan ketika pentungan dipukulkan tepat diubun-ubunnya, kepala Trimurti seketika jatuh ke atas meja dan ia tetap membuka matanya. Di puncak kekejaman itulah, Sayuti Melik, suaminya, yang telah lebih dulu ditahan, dipanggil dan dipaksa menyaksikan kondisi istrinya. Trimurti semakin memendam amarah, tetapi ia tidak kuasa bergerak dan hanya mampu memelototkan mata. Setelah enam jam dalam ruang itu, ia dipindah ke kamar lain. Teringat anak lakinya yang seharusnya ia susui per tiga jam, Trimurti nekat minta izin pulang, dan diperbolehkan dengan pengawalan dua orang resisir. Dan ia tetap kembali ke penjara dan baru pulang ke rumah sore hari. Setiap pagi pada hari-hari berikutnya, ia mesti menjalani pemeriksaan. Mendengar kisah pasangan pejuang ini, Soekarno kemudian memindahkan Sayuti dan Trimurti ke Jakarta untuk ditempatkan di Pusat Tenaga Rakyat. Dan menjelang Proklamasi, Trimurti banyak mengambil peran bersama suaminya, Sayuti Melik, sang pengetik naskah Proklamasi. Setelah kemerdekaan, Trimurti menjadi anggota Pengurus Besar Partai Buruh Indonesia (PBI) dan berhasil dibujuk Setiajid untuk menjadi Menteri Perburuhan kabinet Amir Syarifuddin. Tetapi kabinet Amir hanya seumur jagung, tujuh bulan kemudian jatuh. Dan setelah itu, ia lebih memilih berjuang di organisasi buruh. Tahun 1953, Trimurti mulai kuliah di Fakultas Ekonomi UI ketika usianya sudah 41 tahun. Selama kuliah di FE UI, Trimurti terus menjalankan kegiatannya sebagai aktivis dan semakin aktif menuangkan gagasan-gagasan dan pemikiran-pemikirannya diantaranya untuk majalah Gerwis dan Api Kartini. Dan pada tahun 1959, ia sempat diminta menjadi Menteri Sosial, tetapi Trimurti tegas menolak dengan alasan ingin segera menyelesaikan kuliahnya, dan saat itu tidak ada satupun yang bisa membujuknya. Ia lebih suka berada di luar kekuasaan, menjadi aktivis buruh dan berjuang melalui tulisan-tulisannya. Setelah era Orde Lama berakhir, Trimurti menghadapi masa-masa pahit. Pejuang militan ini disisihkan oleh rezim Orde Baru karena dianggap kekiri-kirian sehingga tidak lagi leluasa untuk bergerak. Namun ia tetaplah seorang pejuang tanpa rasa takut. Ia bergabung bersama Ali Sadikin dan kawan-kawan untuk mengkoreksi rezim Orde Baru. S.K. Trimurti, seorang pejuang tanpa pamrih. Dua kali menolak tawaran menjadi menteri karena ia berpegang teguh pada pendirian bahwa jabatan tidak seharusnya diberikan karena balas budi perjuangan. Ia menyadari bahwa kemampuannya bukanlah dibidang birokrasi, melainkan aktivis pejuang yang selalu ingin berada bersama-sama rakyat. Begitu pula ketika ia menjadi menteri yang seharusnya berhak mendapatkan rumah yang layak di Menteng, tetapi ia memilih tinggal di jalan Kramat Lontar dengan alasan ingin dekat dengan rakyat. Ia menjalani kesederhanaan hidup di sebuah kontrakan sempit di Bekasi, hingga akhirnya wafat pada tahun 2008.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
429
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Saparinah Sadli
Pendidik & Aktivis
(FPsi UI 1961)
Aktivis & Pejuang HAM Kerap terlibat dalam berbagai peristiwa penting yang menjadi tonggak perjuangan perempuan untuk terbebas dari segala bentuk kekerasan dan diskriminasi membuat Saparinah dikenal sebagai sosok ilmuwan dan pekerja hak asasi manusia yang tak pernah pensiun. Saparinah Sadli dilahirkan di Tegalsari, Jawa Tengah pada 24 Agustus 1927 dari pasangan Bapak R.M. Soebali yang seorang Bupati Kudus dengan Ibu R.A Mintami. Ia menempuh pendidikan di Sekolah Asisten Apoteker (AA) di Yogyakarta dan kemudian bekerja di Apotek Wisnu Yogyakarta. Tak sempat menyelesaikan kuliahnya di Fakultas Farmasi UGM, Saparinah meminta ijin orang tuanya untuk merantau ke Jakarta. Di ibukota, Saparinah bekerja di apotek Van Gorkom sampai dengan awal tahun 1954. Pada titik ini dirinya sadar bahwa apotek dan farmasi bukanlah dunianya yang sesungguhnya, sehingga ia memutuskan untuk belajar psikologi di Universitas Indonesia. Dalam masa-masa peralihan ini, Saparinah menikah di tahun 1954 dengan Mohammad Sadli, seorang dosen muda Fakultas Ekonomi UI. Berhubung Sadli mendapatkan beasiswa ke Massachusetts Institute of Technology yang terkemuka di Amerika Serikat maka Saparinah meninggalkan kuliahnya. Sekembalinya di Indonesia pada tahun 1957,Saparinah meneruskan studi psikologi hingga selesai ditahun 1961. Awalnya Saparinah dikenal sebagai psikolog, dosen, dan peneliti dengan minat pada penelitian perilaku menyimpang. Topik ini kemudian diangkatnya sebagai disertasinya serta dipertahankannya. Diusianya yang ke 49 karirnya dalam disiplin ilmu yang digelutinya semakin meningkat. Kemudian pada tahun 1976 hingga tahun 1981 Saparinah diberi amanat untuk menjadi Dekan Fakultas Psikologi UI. Empat tahun setelah meraih gelar doktor, Saparinah dikukuhkan menjadi Guru Besar di almamaternya dengan pidato pengukuhan yang berjudul Psikologi di Indonesia: Sumbangannya kepada masyarakat serta masalahmasalah dalam perkembangannya. Ketertarikan Saparinah pada isu perempuan mulai menguat ketika pada awal 1980-an ia membaca berbagai buku tentang psikologi perempuan. Dan setelah menemukan arti penting isu perempuan, Saparinah bersama rekan-rekan akademisi mendirikan Kajian Wanita UI. Dan Saparinah sendiri yang memimpn institusi tersebut dari awal didirikan yaitu pada tahun 1990 hingga tahun 1998. Beruntunglah bagi Saparinah, karena ia memperoleh dukungan dari rekanrekannya yang duduk dalam posisi struktural di UI dan pemerintahan. Dukungan mereka semua membuat dirinya berani menerima tantangan untuk mengembangkan kurikulum women’s studies di Indonesia. Bersama Prof.T.O
430
PENGABDI & PEMBERDAYA MASYARAKAT
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Ihromi, Saparinah meletakkan dasar yang kuat pada bentuk kajian perempuan khas Indonesia sebagai salah satu kajian multidisiplin ditingkat pascasarjana. Dan mata kuliah “Psikologi Perempuan” adalah salah satu mata kuliah pilihan yang digagas dan diasuh oleh Saparinah Sadli. Selain itu Saparinah Sadli juga membantu merumuskan dan mengembangkan berbagai program pada Kementrian Negara Pemberdayaan Perempuan. Salah satu produknya yang terkenal yaitu Program Bina Keluarga dan Balita (BKB) yang merupakan program nasional untuk ibu yang mempunyai anak dengan usia dibawah lima tahun. Kiprah Saparinah yang lebih luas dimulai akhir tahun 1996, saat itu ia terpilih menjadi anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Subkomisi Pendidikan dan Penyuluhan. Saat itu Saparinah bertekad menjadikan sub komisi ini sebagai ujung tombak dalam menyiapkan individu maupun masyarakat luas untuk memahami dan menjalankan hak asasi manusia. Sisi aktivisme Saparinah dalam perjuangan menentang kekerasan terhadap perempuan memuncak setelah meletusnya tragedi Mei 1998. Ketika itu mulai bermunculan kabar tentang adanya perkosaan terhadap perempuan etnis Tionghoa dan para aktivis perempuan merasakan urgensi untuk segera menindaklanjuti kabar tersebut. Saparinah memimpin 22 orang tokoh perempuan yang tergabung dalam Masyarakat Anti Kekerasan untuk menghadap presiden BJ.Habibie pada tanggal 15 Juli 1998 dan memaksa pemerintah meminta maaf atas kekerasan seksual yang dialami banyak perempuan ditengah kerusuhan itu. Akhirnya Saparinah mampu menjadi magnet perekat bagi 22 tokoh perempuan yang datang dari berbagai latar belakang yang berbeda. Lalu Saparinah bergabung dalam Tim Gabungan Pencari Fakta kasus kerusuhan 13-15 Mei 1998. Dan didalam menangani persoalan perkosaan ini, latar belakang Saparinah sebagai seorang psikolog ikut berperan penting. Tak lama kemudian, pada tanggal 15 Oktober 1998 Habibie membentuk Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan dan Saparinah diangkat menjadi ketua pertamanya. Hingga tahun 2004, orang masih mengingat Saparinah ada digaris depan dalam memperjuangkan kuota 30 persen perempuan di lembaga legislatif. Dan menindaklanjuti ketidakjelasan kekerasan seksual terhadap perempuan dalam peristiwa Mei 1998, maka pada tanggal 8 Mei 2007 Komnas Perempuan menunjuk Saparinah sebagai pelapor khusus. Yang lengkapnya dinamakan “Pelapor Khusus tentang Kekerasan Seksual Mei 1998 dan Dampaknya.” Totalitas dan dedikasi Saparinah baik sebagai seorang akademisi maupun aktivis yang gigih memperjuangkan hak-hak perempuan dan isu gender serta Hak Asasi Manusia telah memperoleh beberapa penghargaan diantaranya adalah “Cendikiawan Berdedikasi Harian Kompas” pada tahun 2009, “The Asia Special Lifetime Achievement Award” pada tahun 2008 dan “Anugerah Hamengkubuwono IX” dari UGM pada tahun 2004. Selain itu sejak tahun 2002 nama Saparinah juga diabadikan sebagai nama salah satu award yang diberikan kepada perempuan mumpuni yang telah berkiprah dalam berbagai bidang yang oleh juri kiprahnya dinilai sekuat dan sedalam apa yang dilakukan Saparinah Sadli dalam kerja aktivismenya yang tidak kenal lelah. Sejauh ini, “Anugerah Saparinah Sadli” telah 3 kali diselenggarakan masing-masing di tahun 2004, 2007 dan 2010.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
431
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGABDI & PEMBERDAYA MASYARAKAT
Seto Mulyadi (FPsi UI 1981) Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak (1998 - 2010)
Pengabdian Bagi Anak-Anak Bangsa Hampir setiap anak-anak di tahun 1980-an awal mengenal pria yang terkenal dengan nama Kak Seto ini, yang selalu menunggunya lewat tayangan televisi Aneka Ria Taman Kanak-Kanak. Dan dedikasinya pada dunia anak turut mengantarkannya meraih berbagai penghargaan bertaraf nasional dan internasional. 28 Agustus 1951 di Klaten ia terlahir kembar bersama dengan Kresno Muljadi yang saat ini menjadi psikolog anak di Surabaya. Seto yang semasa kecilnya dipanggil Tong ini melewati pendidikan SD (lulus 1963) dan SMP (lulus 1966) di kota kelahirannya. Barulah saat ayahnya meninggal, dan keluarganya kehilangan tiang ekonomi, ibunya terpaksa menitipkan ia dan kedua saudaranya ke bibinya di Surabaya. Di kota pahlawan itulah ia melanjutkan pendidikannya di SMA St. Louis (lulus 1969). Setelah itu ia berhasil meraih gelar sarjana (1981), magister (1989), dan doktor (1993) semuanya di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Bagi Seto, 4 April 1970 adalah tanggal yang bersejarah baginya. Sebab di hari itu, ia diterima Pak Kasur untuk menjadi asistennya, di mana ia mulai merintis kiprahnya di dunia anak-anak. Dari Pak Kasur ia belajar cara-cara mendidik anak, guna membentuk pribadi yang mandiri dan bangga akan dirinya. Ada satu pesan dari Pak Kasur yang tak ia pernah dilupakan, dan menjadi peneguh hatinya menekuni dunia anak-anak, “Dik, kalau saya mati. Adik yang harus melanjutkan perjalanan saya.” Semasa mahasiswa, Seto sudah memberanikan diri mengelola Istana AnakAnak di Taman Ria Remaja pada tahun 1975. Setiap sore pulang kuliah, dibantu dua temannya ia menemani dan menghibur anak-anak yang datang ke istana tersebut. Kemudian di tahun 1978, Seto mulai mengasuh program Aneka Ria Taman KanakKanak di TVRI. Di sini ia mendongeng, mengajak belajar sambil bernyanyi, dan bermain sulap bersama anak-anak. Lalu, dengan kreatifitasnya yang tinggi, ia menciptakan tokoh boneka Si Komo yang selalu setia menemaninya di berbagai kegiatan. Dalam mendongeng ia memegang prinsip untuk bisa mengajarkan pendidikan moral dan akhlak, “Dari dongeng tersebut membangun suatu kecredasan moral kepada mereka, bahwa ada yang bisa dilakukan tapi tidak boleh dilakukan. Jadi ada larangan atau aturan-aturan/norma-norma yang dikenalkan lewat dongeng.”
432
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Ia kemudian mendirikan TK Mutiara Indonesia pada 16 Juni 1982. Dan dua tahun kemudian membentuk Yayasan Nakula Sadewa, sebagai wadah para anak kembar. Segala sepak terjang Seto tersebut, mengundang simpati Ibu Tien Soeharto, hingga akhirnya Istana Anak-Anak di Taman Mini Indonesia Indah yang merupakan prakarsanya terwujud pada tahun 1984. Atas segala pengabdian dan perhatiannya pada anak-anak, Seto yang gemar memakai baju batik ini diganjar beberapa penghargaan antara lain Orang Muda Berkarya Indonesia (1987) dari Presiden RI, The Outstanding Young Person of the World (1987) dari Jaycess International, Peace Messenger Award (1987) dari Sekjen PBB, dan The Golden Ballon Award (1989) dari World Children’s Day Foundation & Unicef. Di tahun 1998, mantan Dekan Fakultas Psikologi Universitas Tarumanegara ini dipercaya sebagai Ketua Umum Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA). Dengan perannya itu, ia bersama pemerintah mewujudkan Trauma Center yang ditujukan untuk menangani gangguan traumatis anak-anak korban tsunami Aceh. Ia mengatakan, “Apa yang paling cepat membantu menyembuhkan trauma anak? Adanya cinta, perhatian, dan dunia indah untuk bermain.” Pasca Sumatera Barat diguncang gempa 7,6 SR tanggal 30 September 2009, Seto juga membangun Trauma Center Pondok Ceria di tujuh titik lokasi terdampak gempa, di sini anakanak diajak bermain mengekspresikan perasaannya dengan bernyanyi keras, yang berfungsi memberikan terapi, meledakkan emosinya disertai aneka permainan. “Pencerahan pada anak-anak pasca gempa perlu dilakukan lebih cepat agar anak bisa pulih dari traumanya dan kembali bisa belajar dengan baik”, ujarnya. Seto tidak pernah lepas dari mencintai anak-anak, bahkan di hari pernikahannya ia masih harus mengunjungi panti asuhan anak yatim untuk mendongeng bersama isterinya, ia mengisahkan, “Usai para tamu pulang, kita langsung melepas pakaian dan berganti dengan kostum biasa. Bahkan, isteri saya masih menggunakan sanggul dan langsung menuju Panti Asuhan Muslimin di Kawasan Kramat Raya untuk melaksanakan nazar saya.” Pemerhati masalah anak ini juga membagikan gagasannya lewat buku ‘Anakku, Sahabat, dan Guruku’ yang menceritakan hubungan baik dirinya dengan keempat buah hatinya. Ia menulis bahwa betapa anak dapat menjadi sahabat dalam berbagi masalah. Anak juga bisa menjadi guru untuk belajar tentang kreatifitas, spontanitas, kebebasan berpikir, pemaaf, tidak pendendam, dan mempunyai kasih sayang yang tulus. Pengagum Gandhi dan Napoleon ini memiliki motto hidup menarik, yang membuatnya konsisten menggeluti dunia anak-anak, “Bangsa yang besar adalah bangsa yang mencintai anak-anak.”
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
433
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGABDI & PEMBERDAYA MASYARAKAT
Suryani Sidik Motik
(PPS UI) Ketua Umum IWAPI (1997-2007) dan Ketua Umum HIPPI (2010 - Sekarang)
Konsisten Memperjuangkan UKM Keberpihakan Suryani Sidik Motik, yang akrab disapa Yani, dalam memperjuangkan nasib UKM tidak terlepas dari latar belakang kehidupannya sebagai pengusaha dan juga sebagai aktivis. Selama dua periode ia dipercaya sebagai Ketua Umum Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia (IWAPI). Pengusaha tangguh ini kemudian terpilih sebagai Ketua Umum Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) yang dari 4 juta anggotanya sebagian besar UKM. Ia mengenal UKM dari ayahnya sendiri, Mohamad Sidik, yang pernah menjadi manajer toko Bata dan kemudian banting setir menjadi pengusaha becak. Di awal usahanya, sang ayah juga sempat menjual sepatu-sepatu Bata sisa gudang dalam jumlah besar. Yani, yang ketika itu masih duduk di bangku SMP, sering menemani ayahnya keluar masuk pasar dan toko untuk menawarkan sepatusepatu itu. ”Semangat yang ditularkan Ayah secara tidak langsung membuat saya kagum dan tertular prinsip yang dianutnya. Ayah bilang kepada saya, lakukan apa pun dan jangan malu-malu asalkan bermanfaat dan tidak merugikan orang lain. Sebab, ayah saya jadi tahan banting dan mencicipi pahit-manisnya sebagai pengusaha,” kenang Yani. Bakatnya sebagai pengusaha mulai disadari Yani ketika ia duduk di bangku SMA 8 Jakarta. Di masa itu, ayahnya merupakan pengusaha becak terbesar di seluruh Jakarta dan mempercayai Yani untuk membantu mengelola bisnisnya. Ia tak menghiraukan ledekan teman-temannya yang selalu mengatakan juragan becak, bandar becak, bau becak--karena setiap hari menyapa semua becak yang dijumpai di jalan. Selain membantu mengelola bisnis ayahnya, Yani juga sering membantu membuatkan karya tulis atau paper untuk teman-temannya. Tak jarang ia juga membawa dagangan baju dari tantenya. “Pokoknya segala sesuatu yang menghasilkan uang, saya tekuni,” imbuhnya. Lulus SMA, Yani melanjutkan kuliah di IKIP Jakarta atas inisiatif gurunya. Maklum, ketika itu ayahnya meninggal dan Yani sendiri malas untuk kuliah. Celakanya lagi, karena aturan Pemprov DKI Jakarta soal angkutan umum, usaha becak yang ia warisi dari ayahnya terpaksa harus tutup. Yani kemudian aktif di berbagai organisasi kemahasiswaan. Bersama beberapa aktivis lainnya, termasuk Faisal Iskandar Motik yang kemudian menjadi suaminya, ia mendirikan Indonesian Student Assosiacion for International Studies (ISAFIS). Pada masa itu, ia lebih fokus di kegiatan organisasi yang membuatnya dikenal oleh kalangan elit politik, seperti Sarwono Kusumaatmadja dan Soebroto. Dan berkat pergaulannya itu, ia kemudian bisa melanjutkan kuliah S-2 di Universitas Maryland dan kursus Administrasi Pendidikan di Universitas Katolik Washington
434
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
DC, AS. Belum puas dengan pendidikan yang diperolehnya, Yani kemudian menempuh Program Doktor Bidang Administrasi di Universitas Indonesia. Setelah menikah dengan Faisal Iskandar Motik, Yani kembali terjun sebagai pengusaha dan merintis usaha melalui kerja sama dengan perusahaan Korea Selatan di bidang alas kaki. Karena pabriknya kecil, usahanya tutup. Yani tak menyerah dan menerima ajakan salah satu rekannya untuk berbisnis ular, ular-ular dari Papua yang diekspor ke AS dan Eropa. Bisnisnya sukses tapi mendadak berhenti karena masalah perizinan. Ia kemudian banting setir usaha batu kuarsa. Di bawah bendera PT Prima Group, kini bisnisnya berkembang ke pembuatan tangki minyak dan green energy di Jambi dan Riau. Keberhasilannya dalam bisnis dan pengalamannya jatuh bangun membuatnya terdorong untuk ikut memberikan sumbangsih bagi kemajuan UMKM. Yani yang aktif di Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia (IWAPI) ini kemudian dipercaya sebagai Sekjen mendampingi Dewi Motik Pramono. Ia mulai memberikan pemikiran-pemikiran segar untuk menggairahkan organisasi yang menghimpun wanita-wanita pengusaha di seluruh Indonesia, yang sebagian besar bergerak di sektor industri kecil menengah. Tahun 1997, Yani terpilih sebagai Ketua Umum IWAPI dan berhasil melakukan terobosanterobosan penting dalam memberdayakan UKM di daerah. Salah satu prioritas utamanya adalah meningkatkan wawasan kewirausahaan bagi anggota-anggota di daerah---misalnya, masih banyak wanita pengusaha yang mendaftarkan usahanya atas nama suami yang menimbulkan masalah rumit ketika terjadi konflik. Ia kemudian juga mendorong IWAPI untuk membuat pusatpusat pendidikan dengan standarisasi IWAPI di daerah-daerah. Wanita ulet ini juga tak segan berteriak lantang agar pemerintah mau berpihak kepada UKM dengan memberikan berbagai kemudahan mulai dari perizinan hingga permodalan. Selain itu, ia juga aktif mendesak perusahaan-perusahaan besar, khususnya BUMN, agar mengarahkan dana-dana CSR untuk mendukung kemajuan UKM. Tidak hanya di dalam negeri, Yani juga aktif membangun jejaring dengan lembaga internasional, diantara melalui pengiriman delegasi/ anggota IWAPI ke “Canada Training Mission” yang bertujuan untuk studi banding ke beberapa perusahaan di Kanada, dan aktif mengirimkan delegasi di berbagai forum internasional. Pada tahun 2005, IWAPI bekerjasama dengan Komisi Uni Eropa dalam Small Projects Facility in Economic Co-operation. Pada proyek itu 25% dari 223.215.15 Euro didanai oleh IWAPI untuk meningkatkan ekspor Indonesia ke Eropa dan menarik investasi dari Eropa untuk usaha kecil menengah di Indonesia. Selanjutnya, IWAPI bekerjasama dengan Yayasan Manulife Peduli dan Private Enterprise Participation (PEP) dalam Program kredit Mikro (Credit Circle Micro Credit Program) untuk membantu pengusaha-pengusaha kecil korban tsunami Aceh, berupa penyaluran kredit mikro senilai 100.000 dollar Kanada. Selesai memimpin IWAPI tahun 2007, Yani kemudian terpilih sebagai Ketua Umum Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI). Permasalahan yang dihadapi tidak jauh berbeda dengan IWAPI, permodalan dan dukungan pemerintah, karena sebagaian besar dari sekitar 4 juta anggota HIPPI adalah UKM. Ia berusaha membangun kerjasama dengan berbagai pihak---mulai dari pelatihan, permodalan hingga pemasaran---agar UKM dan produk-produknya mampu bersaing dengan baik dan menjadi tuan di negeri sendiri.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
435
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGABDI & PEMBERDAYA MASYARAKAT
Yasril Ananta Baharuddin
(FISIP UI 1983) Politisi Senior dan Deputi Sekjen CAPDI
Bergerak Dari ”Belakang Layar” Pengabdian memang tidak mengenal ruang dan waktu. Semangat untuk berbuat sesuatu, untuk memberikan kontribusi bagi masyarakat luas, mendorong seseorang untuk mengoptimalkan potensi dan kemampuan dirinya tanpa memikirkan apa yang ia peroleh secara pribadi dari apa yang ia lakukan. Karena memang itu bagian dari aktualisasi diri. Begitu pula dengan Yasril Ananta Baharuddin, politisi senior yang pernah memimpin posisi strategis di DPR RI, yang berusaha turut membangun perdamaian dari ‘balik layar’.
pada tahun 2001, ia ditugaskan sebagai Wakil Ketua Fraksi Partai Golkar yang membidangi politik, keamanan dan luar negeri.
Pria keturunan Bugis Makassar yang lahir di Jakarta, 3 Juni 1956, ini memulai pendidikannya di Jurusan Hubungan Internasional FISIP UI tahun 1976. Ia mengakui dirinya sejak kecil memiliki ketertarikan dibidang politik dan hubungan luar negeri. Ketika masih sekolah di SD, Yasril mengaku sudah mengagumi tokoh-tokoh politik nasional maupun internasional seperti Bung Karno, Bung Hatta, John F Kennedy hingga Fidel Castro.
Risau dengan sikap bangsa-bangsa Eropa dan Amerika yang ‘banyak maunya’, bersama Letjen Sous Yara (kini anggota Parlemen Kamboja) dan Francis Manglapus (anak mantan Menlu Manglapus dari Phillipina yang kemudian menjabat Sekjen Lakas-Kampi-CMD), Yasril menggagas berdirinya organisasi nirlaba untuk mengumpulkan tokoh-tokoh politik di Asia Pasifik guna memberikan solusi terhadap banyak konflik yang terjadi di negara-negara Asia Pasifik. Organisasi itu kemudian diberi mana Centrist Asia Pacific Democrats International (CAPDI).
Setelah lulus dari FISIP UI tahun 1983, Yasril mulai menapaki karirnya sebagai diplomat di Kementerian Luar Negeri. Sebelum resmi menjadi staff Kemenlu tahun 1984, ia sempat mengikuti Penataran BP7 angkatan ke-25 dan menjadi 10 peserta terbaik diantara sekitar 200 orang.
Pada pertemuan pertama CAPDI di Manila tahun 2006, Jusuf Kalla didapuk sebagai Chairman dan Yasril menjabat sebagai Deputi Sekjen. Organisasi ini kemudian berkembang. Yang awalnya beranggotakan tokoh-tokoh politik dan para mantan pemimpin negara di Asia Pasifik, CAPDI kemudian juga mengajak tokoh-tokoh masyarakat, akademisi dan aktivis LSM untuk bergabung.
Politik rupanya memang sulit dipisahkan dari hidupnya. Di awal karirnya sebagai diplomat, Yasril berinisiatif mendirikan Pokja Hubungan Luar Negeri DPP Golkar tahun 1983. Ia sendiri kemudian pernah dipercaya sebagai Sekretaris Pokja mendampingi Marzuki Darusman sebagai Ketua dan Theo L Sambuaga sebagai Wakil Ketua. Karir diplomatnya pun cukup mengesankan, ia banyak mendapat penugasanpenugasan penting baik di dalam maupun di luar. Dalam kurun waktu 1989 hingga 1992, ia menduduki jabatan bidang politik multilateral di KBRI/PTRI di Wina, Austria. Tahun 1997 ayah tiga puteri---Ananda Astria, Andini Sitinovia dan Anisa Trimasukti dari pernikahannya dengan Umi Masdiati---ini terpilih menjadi anggota DPR mewakili Partai Golkar dari daerah pemilihan Sulawesi Selatan. Berkat pengalamannya sebagai diplomat, Yasril ditugaskan di Komisi II DPR RI yang ketika membawahi bidang hubungan politik luar negeri. Selanjutnya pada tahun 1999, ketika bidang hubungan politik luar negeri ditarik ke Komisi I, ia ditunjuk sebagai Ketua Komisi I DPR RI yang juga membwahi bidang pertahanan keamanan, intelijen, Informasi dan lembaga kepresidenan. Dan
436
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Pada tahun 2004, ketika Jusuf Kalla didaulat menjadi Ketua Umum Partai Golkar, Yasril dipercaya sebagai Ketua Departemen Hubungan Luar Negeri dan Pertahanan Keamanan. Dengan posisi itu, ia aktif menjalin komunikasi dengan tokoh-tokoh politik di luar negeri, khususnya di kawasan Asia.
Dalam Konferensi CAPDI di Makassar tahun 2013, Yasril yang ditugaskan sebagai Deputi Sekjen CAPDI dan Steering Committee Second Generally Assembly Meeting menegaskan bahwa negara-negara Asia Pasifik saat ini tengah memasuki tahap baru di percaturan politik dan perekonomian dunia, sehingga setiap negara anggota harus bisa saling menguatkan. Dalam konferensi tersebut juga dibahas secara mendalam mengenai beberapa konflik di negara-negara Asia Pasifik---seperti konflik Rohingya di Myanmar, konflik di Nepal, hingga permasalahan di Laut China Selatan. Secara umum konferensi CAPDI tersebut mengutamakan solusi perdamaian dunia, rekonsiliasi, demokratisasi perekonomian, dan dampak perubahan iklim di kawasan Asia Pasifik. “Kami bergerak secara diam-diam dengan melakukan berbagai lobi-lobi kepada pihak-pihak yang bertikai. Apa saja yang tengah kami jalankan memang tidak banyak diekspos media, karena sifatnya memang lobi-lobi politik. Jadi kami lebih banyak bekerja di belakang layar,” tutur pria yang aktif mendamping Jusuf Kalla dalam berbagai misi perdamaian bersama CAPDI ini.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
437
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
ENTREPRENEUR
Abdul Radjak (FKUI 1969)
Pendiri Yayasan RS MH Thamrin & Yayasan Pendidikan MH Thamrin
Internal Drive: Sebuah Energi Untuk Sukses Ia dikenal sebagai tokoh Betawi. Ketokohannya dinilai bukan hanya dari keberhasilannya dibidang bisnis, melainkan lebih pada kepedulian dan semangat yang tinggi untuk memberikan kontribusi terbaik di tanah kelahirannya. Semangat dan kepeduliannya itu pula yang sebenarnya menjadi akar dari keberhasilannya sebagai entrepreneur. Dialah Abdul Radjak, pendiri Yayasan MH Thamrin yang memayungi berbagai usaha dibidang kesehatan dan pendidikan, salah satunya adalah Rumah Sakit MH Thamrin. Mengenali diri sendiri dan memahami hasrat yang ada di dalam dirinya adalah kunci dari keberhasilan Abdul Radjak. Dan untuk itu dibutuhkan usaha keras, melalui jalan berliku, hingga akhirnya sampai pada puncak kesadaran untuk meniti jalan hidup yang sesuai dengan dorongan batinnya. “Setiap orang memiliki internal drive, seperti cita-cita atau hasrat,” tutur Abdul Radjak. ”Kalau internal drive saya adalah berorganisasi, bermasyarakat, dan berbisnis.” Rupanya ia telah mulai mengasah jiwa bisnisnya sejak kecil. Ia mengawalinya dengan menjadi loper koran ketika duduk di Sekolah Rakyat (SR) sampai kemudian menjadi makelar tanah ketika kuliah. Dari kegiatannya itu, ia meyakini bahwa seseorang harus jujur pada diri sendiri, hemat dan memiliki wawasan yang jauh ke depan. Meski sibuk belajar berbisnis, prestasi belajarnya dinilai cemerlang. Hal itu terbukti dengan terpilihnya Radjak untuk mengikuti program American Field Service (AFS) atau program pertukaran pelajar Indonesia-Amerika selepas SMA. Selama di negeri Paman Sam, Radjak terpesona dengan tata kehidupan masyarakat yang modern, santun, jujur dan demokratis. Kesan itu begitu mendalam, yang kemudian menjadi semacam impian untuk berbuat sesuatu guna ikut memajukan bangsanya.
438
Direktur Rumah Sakit Bekasi. Kondisi RS Bekasi sangat memprihatinkan ketika itu, sampai-sampai Radjak sempat menyebutnya mirip kandang kambing. Kondisi itu membuatnya terpanggil dan melakukan berbagai upaya untuk merenovasi dan melakukan perubahan besaran-besaran. Hasilnya, RS Bekasi berubah menjadi rumah sakit dengan fasilitas memadai---yang semula 40 kamar menjadi 110 kamar, peningkatan daya listrik dari 2200 watt menjadi 220,000 watt. Pengalaman mengelola RS Bekasi mengilhaminya untuk memulai berbisnis dibidang layanan kesehatan. Ia memulainya dengan mendirikan Rumah Bersalin di Tegalan, Jakarta Pusat, tahun 1976---yang membuatnya menjadi orang Betawi pertama yang memiliki rumah bersalin. Karena jumlah pasien yang semakin meningkat dan mengharuskan ada pengembangan, rumah bersalin itu berubah nama menjadi Rumah Sakit MH Thamrin. Selanjutnya, tahun 1981 RS MH Thamrin dipindahkan ke jalan Salemba Tengah dan terus berkembang sampai akhirnya kini menempati gedung berlantai 10 dengan kapasitas 183 kamar. Tidak hanya sampai di situ, untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, Yayasan RS MH Thamrin kemudian mendirikan RS MH Thamrin Cileungsi tahun 2001, RS MH Thamrin Purwakarta tahun 2009 dan 15 Health Centre yang tersebar di Jabodetabek. “Kalau jadi dokter, jangan hanya jadi dokter saja, pelajari juga hal lain seperti ekonomi dan teknologi,” tutur suami Dr Sudinaryati MARS ini. Radjak membuktikannya dengan memformulasikan suatu sistem rumah sakit yang terintegrasi, sistem yang belum pernah diterapkan di rumah sakit manapun di Indonesia. Konsep yang diterapkannya mampu membuat Microsoft tertarik dan membantunya menyempurnakan sistem informasi keuangan di MH Thamrin. Berhasil dibidang layanan kesehatan, Abdul Radjak termotivasi untuk mulai terjun dibidang pendidikan. Diawali dengan membuka kursus “Penolong Orang Sakit” pada tahun 1982, ia kemudian mengembangkannya menjadi sekolah formal setingkat diploma dibawah Yayasan Pendidikan MH Thamrin; yaitu. Akademi Keperawatan, Akademi Gizi, Akademi Analis Kesehatan, Akademi Analis dan Farmasi, Akademi Manajemen Pelayanan Rumah Sakit, Akademi Kebidanan. Dan mulai tahun 2000, seluruh akademi tersebut dilebur menjadi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) MH. Thamrin.
Pulang ke tanah air, Radjak melanjutkan pendidikannya di Fakultas Kedokteran UI tahun 1963. Kehidupan kampus memberinya kesempatan luas untuk mengembangkan diri, untuk menyalurkan hasratnya yang besar dalam beroganisasi. Ia tercatat sebagai Ketua Senat Mahasiswa FKUI (1963-1967), Ketua KAMI FKUI (1966-1967), Ketua III Dewan Mahasiswa UI (1967-1969) dan Vice President Asian Regional Medical Student Association (1969-1970).
Tidak hanya pendidikan bidang kesehatan, Abdul Radjak kemudian juga mendirikan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) MH. Thamrin tahun 1996 dan Sekolah Tinggi Manajemen dan Informatika (STMIK) MH. Thamrin tahun 2000. Dan selanjutnya, untuk mempertegas kiprahnya di dunia pendidikan, Abdul Radjak tengah berencana menyatukan ketiga sekolah tinggi tersebut menjadi Universitas MH Thamrin.
Setelah diwisuda sebagai dokter tahun 1969, ia mengambil program spesialis kebidanan dan kandungan serta memulai karir profesionalnya di FKUI RSCM Jakarta sampai dengan tahun 1975. Setahun kemudian, Radjak diangkat sebagai
Ditengah kesibukannya mengelola usahanya, hasratnya untuk berorganisasi tidak pernah luntur. Selain aktif di berbagai organisasi profesi kedokteran, Abdul Radjak tercatat sebagai salah satu pendiri Badan Musyawarah (Bamus) Betawi yang menjadi wadah aspirasi masyarakat Betawi.
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
439
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Boenjamin Setiawan
Pendiri Group Kalbe
ENTREPRENEUR
(FK UI 1958)
Sosok Pengusaha Yang Visioner bisnis pengepakan, distribusi, pergudangan, dan sarana riset modern. Boenjamin Setiawan, yang akrab dipanggil dr. Boen, adalah sosok pengusaha yang berdedikasi tinggi bagi kemajuan industri farmasi nasional. Ia merintis berdirinya PT Kalbe Farma Tbk dari nol dan kini berubah menjadi salah satu grup farmasi terbesar di Indonesia. Kecerdasan intelektual dan visi yang tajam serta kecintaannya terhadap dunia farmasi mengantarnya sebagai salah satu tokoh industrialisasi farmasi modern nasional. Maka tidak mengherankan bila pada tahun 2005 Warta Ekonomi menobatkannya sebagai salah seorang Tokoh Bisnis Paling Berpengaruh. Boenjamin mengenyam pendidikan dokter di Fakultas Kedokteran UI dan lulus tahun 1958. Ia kemudian menjadi asisten dosen di almamaternya dan mendapat kesempatan untuk melanjutkan pendidikannya di University of California, AS, serta berhasil meraih gelar Doktor (Ph.D) di bidang farmakologi tahun 1961. Kembali ke tanah air, Boenjamin melanjutkan pengabdiannya sebagai dosen di FKUI. Di sela-sela kesibukannya mengajar, bersama rekan-rekannya, tahun 1963 ia mulai merintis perusahaan farmasi kecil dan mendirikan PT Farmindo yang ternyata hanya bertahan selama tiga tahun. Kecintaannya pada industri farmasi membuatnya tak menyerah, tahun 1966 ia mendirikan PT Kalbe Farma. Dengan keahliannya dibidang farmasi dan berkat keuletannya, Boenjamin akhirnya berhasil mengembangkan dan memasarkan jenis obat-obatan bermutu. Kalbe terkerek berkat strategi penetapan harga produk-produk obat etikal bermerek yang dipatok lumayan tinggi tapi tidak kelewatan, sehingga Kalbe tidak terlihat serakah di mata masyarakat. Bahkan, tidak sedikit orang yang melihat hal ini sebagai niat baik Kalbe untuk tidak terlalu berkolusi dengan para dokter sebagai otoritas yang sangat menentukan preferensi pembelian obat oleh masyarakat sebagai konsumen akhir. Setelah sukses menggarap obat-obat etikal (obat dengan resep dokter), Kalbe melangkah lebih jauh dengan memproduksi obat-obat bebas (over the counter/OTC). Di sini pun Kalbe mencatat sukses. Beberapa produk yang dikembangkan bahkan berhasil menjadi raja di kategorinya. Promag, misalnya, mampu mengalahkan Mylanta yang merupakan raja obat maag dunia. Meski tak sehebat Promag, merek-merek obat OTC lain keluaran Kalbe dikenal luas oleh masyarakat, seperti obat batuk Wood’s dan Neuralgin. Dibawah kepemimpinannya, Kalbe Group menjadi salah satu industri raksasa di Indonesia. Perusahaan farmasi lokal ini ditaksir memiliki aset di atas Rp 5 triliun. Selain bidang farmasi, group Kalbe juga masuk ke industri makanan kesehatan,
440
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Boenjamin yang terkenal low profile di panggung bisnis ini tiba-tiba membikin kejutan. Kali ini di lantai bursa: PT Kalbe Farma Tbk. mengakuisisi dua anak perusahaannya yang juga sudah tercatat di bursa, yakni PT Dankos Laboratories Tbk. dan perusahaan yang membidangi distribusi produk farmasi, PT Enseval Putera Megatrading Tbk. Langkah ini menobatkan Kalbe Farma sebagai perusahaan farmasi beromset terbesar di Indonesia (bahkan di Asia Tenggara), menyalip PT Sanbe Farma yang selama bertahun-tahun bercokol di puncak. Lebih dari itu, akuisisi ini sekaligus mengukuhkan Kalbe Farma sebagai perusahaan farmasi yang terintegrasi secara vertikal, mulai dari produksi dan pemasaran hingga penjualan dan distribusi produkproduk farmasi. Sebetulnya, sebagai kelompok usaha farmasi, Grup Kalbe selalu menjadi yang terbesar. Sebab, di bawah payung Grup Kalbe, di samping ketiga perusahaan tersebut di atas, masih ada PT Bintang Toedjoe yang masuk jajaran 10 Besar Perusahaan Farmasi di Indonesia, Hexapharm (produsen obat generik), serta PT Sanghiang Perkasa yang memproduksi susu dan makanan kesehatan. Langkah-langkah strategis dan visioner tersebut telah mengantarkan Kalbe -- baik sebagai perusahaan tunggal maupun kelompok usaha -- menjadi satu dari sedikit kelompok bisnis Indonesia yang paling siap menyongsong era AFTA yang sering didengung-dengungkan itu. Dari sekian banyak faktor sukses itu, salah satu ciri menonjol yang mengantarkan Kalbe berhasil menjadi nomor satu di pentas bisnis farmasi nasional seperti sekarang adalah sosok Boen sendiri. Sedari awal, Boenjamin selalu menandaskan bahwa perusahaan farmasi harus didukung riset yang kuat. Dan ia tidak berhenti pada kata-kata, melainkan langsung mewujudkannya dengan memperkuat divisi riset dan pengembangan -- hal yang tidak mungkin dilakukan perusahaan Indonesia di era 1960-an. Ciri menonjol lainnya, sejak dini (awal 1970-an) Boenjamin juga menyadari bahwa jika ingin bergerak lincah dan sehat, perusahaan harus dijalankan para profesional yang andal. Andal dalam pengertian Boenjamin adalah bahwa profesional tersebut bukan semata-mata encer otaknya, melainkan juga harus dipadu dengan sikap dan perilaku yang baik. Dalam bahasa Boenjamin, mereka harus the brightest dan the best. Untuk mendapatkan kandidat seperti ini, Kalbe menjalin kerja sama dengan LPPM sebagai konsultan manajemennya. Kesadaran seperti ini, lagi-lagi, masih langka bagi generasi pebisnis seangkatannya. “Seorang entrepreneur harus bisa membaca peluang dengan bekal pemikiran yang tepat sehingga ia akan tetap eksis meskipun terjadi banyak perubahan. Kedua, harus berani mengambil resiko dan ketika harus inovatif dan kreatif sehingga perusahaan akan tampil dengan produk-produk yang sesuai dengan situasi,” tutur Boenjamin.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
441
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Chaerul Tandjung Pendiri Para Group
(FKG UI 1980)
Menjadi Pengusaha Itu Juga Penting Pada awal tahun 2000-an, nama Chairul Tanjung mulai dikenal sebagai ‘The Rising Star’ dalam dunia bisnis nasional, ketika konglomerat-konglomerat lama menjadi pasien Badan Penyehatan Perbankan Nasional. Ia kemudian berhasil membangun kerajaan bisnis dibawah bendera Para Group yang meliputi usaha dibidang keuangan (diantaranya Bank Mega), media (diantaranya Trans TV dan Trans 7) hingga properti (diantaranya Bandung Supermall) dan bisnis retail (Carefour). Perjuangan hidupnya menjadi inspirasi nyata bagi generasi Indonesia. Pria kelahiran 1962 ini bersama 6 saudaranya dibesarkan di Gang Labu, gang sempit di pedalaman Jakarta, dengan kondisi ekonomi keluarga yang sulit. Tetapi justru kesulitan ekonomi itulah yang mengasah karakternya yang pantang menyerah, dimulai dengan jualan es mambo ketika sekolah. Karena ekonomi keluarganya yang sulit itu pula, ia dijuluki ‘anak singkong’ oleh teman-temannya. Lulus SMA, Chaerul melanjutkan pendidikannya di Fakultas Kedokeran Gigi UI tahun 1981. Untuk menambah bayaran uang kuliah, sang ibu harus menjual kain tenun kesayangan. Dari kampus perjuangan inilah naluri bisnisnya mulai berkembang. Ketika teman-teman kuliahnya sibuk fotokopi diktat, ia malah melihatnya sebagai peluang usaha; ada selisih yang besar antara biaya fotokopi dan biaya cetak stensil. Ia pun mendatangi percetakan teman sekolah masa SMP-nya di kawasan Senen untuk mencetak buku diktat stensilan. Dia berani mengambil resiko dan menawarkan buku diktat stensilan kepada temantemannya dengan harga yang lebih murah. Chaerul terus berusaha mengeksplorasi peluang dan mencari tantangan. Ia kemudian membuka toko peralatan kedokteran dan laboratorium di bilangan Senen Raya, Jakarta Pusat, namun tidak berhasil dan tutup. Tetapi ia tidak pernah menyerah dan berani menghadapi tantangan. Ia kemudian berbisnis jual beli mobil bekas hingga menjadi kontraktor kecil-kecilan.
442
ENTREPRENEUR
membaca kesempatan serta ilmuwan harus bisa melihat celah apa yang sudah diteliti dan yang masih menjadi masalah. Namun, mampu membaca saja tidak menjadikan Anda manusia beruntung. Manusia harus bergerak, mengeksplorasinya, yang berarti melakukan persiapan sampai ia didatangi oleh kesempatan-kesempatan yang lebih besar. Namun, siapa yang bisa didatangi kalau tidak ada kepercayaan?” Tidak ada keberhasilan yang instan. Ia membangun kerajaan bisnisnya benar-benar dari nol, dari usaha-usaha kecil yang memberinya pengalaman-pengalaman besar tentang bagaimana mengeksplorasi kemampuan diri, bagaimana caranya harus bangkit ketika jatuh, bagaimana membaca peluang, hingga bagaimana menjaga kepercayaan dengan kesungguhan dan tanggung jawab. Akumulasi pengalaman-pengalaman itulah yang menjadi pondasi kokoh bagi Chairul Tanjung untuk membangun kerajaan bisnisnya. Beberapa tahun sebelum krisis ekonomi 1998, Chairul Tanjung semakin mantap untuk melakukan ekspansi bisnisnya. Tahun 1996, Para Group yang dipimpinnya mengambil alih Bank Mega ‘atas tawaran’ pejabat senior Bank Indonesia dan Bapindo melalui proses due diligence. Dan selama krisis ekonomi, Para Group yang dipimpimnya menjadi salah satu dari sedikit perusahaan besar yang terbebas dari dampak buruknya. Tahun 1998, ketika perusahaan-perusahaan besar kehilangan kepercayaan publik dan disibukkan dengan berbagai masalah, Chairul Tanjung berani melakukan gebrakan berani dengan Gerakan Mega Berbagi yang membagi-bagikan paket sembako kepada 100.000 orang. “ Apa komentar orang saat itu, Chairul Tanjung orang gila, lagi susah kok dia malah bagi-bagi. Mungkin karena saya banyak memberi, maka Tuhan bilang boleh juga ini anak baik juga kalau diberikan banyak lagi biar dia bisa bagi-bagi lagi. Itu tahun 1998, 12 tahun dari sekarang. Waktu itu belum apa-apa, apalagi sekarang,” kenang Chairul Tanjung. Para Group yang dipimpinnya semakin mendapat kepercayaan masyarakat. Bank Mega yang semula kecil berubah menjadi salah satu bank swasta besar nasional dan menjadi satusatunya bank swasta besar yang 100% sahamnya dimiliki oleh orang Indonesia. Ia juga berhasil mengembang bisnis media dengan dua stasiun televisi, Trans TV dan Trans 7. Selain itu, berbagai lini bisnis lainnya juga berkembang pesat, mulai dari bisnis properti, bisnis pekerbunan hingga bisnis retail. Dan hebatnya, hingga saat ini ia tetap konsisten untuk mengabdikan diri bagi bangsanya sebagai pengusaha.
Chaerul mengaku selalu didatangi tawaran untuk masuk ke bisnis-bisnis baru dan ia mau melakukannya serta berani menghadapi resiko. Begitu pula ketika ia ditawari orang Taiwan untuk membuat sepatu, meskipun kemudian pabriknya berubah menjadi pabrik sandal, ia tak menyerah dan terus berusaha menjalankan usahanya dengan kesungguhan. Dan dari kesungguhannya itulah, ia mendapat banyak kepercayaan dari teman dan rekan bisnis.
“Apakah ingin menjadi penguasa? Saya demonstran, juga mahasiswa teladan, dan kini pengusaha. Sampai hari ini saya selalu bisa mengendalikan diri saya untuk tetap sebagai seorang pengusaha, walaupun dorongan dan ajakan dari pihak lain untuk ke politik sangat kuat. Syukur sampai saat ini saya bisa meyakinkan semua pihak bahwa menjadi pengusaha itu juga penting,” tegas Chairul Tanjung kepada wartawan Kompas.
Dalam ulasannya tentang buku otobiografi Chaerul Tanjung, Prof. Rhenald Kasali menulis, “ …dalam kewirausahaan, keberuntungan seseorang hanya terjadi apabila kedua hal di atas terpenuhi: mampu membaca gap (peluang) dan mempersiapkan diri. Jangankan wirausaha, calon presiden saja harus mampu
Tidak diragukan, sumbangsih Chairul Tanjung untuk negara memang sangat besar. Ia menjadi inspirasi bagi generasi muda bagaimana membangun bangsa dengan kerja keras, kerja cerdas dan ikhlas. Disamping pajak dalam jumlah besar yang ia bayarkan kepada negara, perusahaan yang dipimpinnya kini juga telah memberi pekerjaan kepada lebih dari 50.000 orang, belum lagi dari perusahaan-perusahaan yang terafiliasi.
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
443
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
ENTREPRENEUR
Denny Januar Ali (FHUI – 1989)
Entrepreneur & Pelopor Konsultan Politik
Intelektual Entrepreneur & Entrepreneur Intelektual Ia disebut-sebut sebagai “king maker” di jagat politik Indonesia, berkat perannya membantu kemenangan Presiden SBY dua kali (2004 & 2009), 23 gubernur dari 33 provinsi di Indonesia dan 51 bupati/walikota. Dan melalui kemampuan entrepreneurshipnya, ia membuat konsultan politik menjadi profesi baru yang berpengaruh. Tidak hanya dibidang politik, pria yang akrab disapa Denny JA ini juga banyak membuat tradisi baru dan rekor di dunia akademik, politik, media sosial, sastra dan budaya di Indonesia. Sejak masih di SMA, anak Palembang ini begitu terkesan dengan buku Michael Heart “The 100: A Ranking of the Most Influential Persons in History”. Kepeloporan para tokoh sejarah itu menjadi inspirasi bagi Denny JA untuk membuat tradisi-tradisi baru. Dan dalam perjalanan hidupnya kemudian, semangat kepeloporan itu menjadi engine untuk meraih prestasi. Semasa kuliah di Fakultas Hukum UI, Denny JA mulai menampakkan bakat entrepreneurshipnya ketika mendirikan dan memimpin kelompok studi mahasiswa di tahun 1980-an. Ia menyamakan Kelompok Studi Proklamasi yang ia dirikan dengan dengan kelompok studi mahasiswa di tahun dua puluhan era Bung Karno dan Bung Hatta. Di puncak politik represif kolonial, kedua Proklamator itu tidak melawan secara frontal, melainkan melawan secara intelektual dengan menggali dan menyebarluaskan ideologi modern yang radikal, yaitu nasionalisme. Demikian juga pada tahun 80-an, menurut Denny, rezim Soeharto tengah berada di puncak represi. Denny JA dan kawan-kawannya menghidupkan tradisi intelektual melalui kelompok studi mahasiswa. Sebagaimana Bung Karno yang memanfaatkan media massa untuk membakar semangat nasionalisme, Denny JA mensosialisasikan gagasangagasannya di media massa dengan menjadi kolumnis di surat kabar nasional sejak tahun 1986. Setelah tahun 1994 memperoleh gelar Master of Public Administration dari University of Pittsburgh (AS), Denny JA berhasil meraih gelar Ph.D dibidang Comparative Politics and Business History didapatkan dari (Ohio State University) pada tahun 2001. Sempat mengawali karir sebagai Direktur Eksekutif Universitas Jayabaya Jakarta (2000-2003) dan kemudian dipercaya menjadi host untuk program politik di Metro TV dan Radio Delta FM (2002-2004), Denny kemudian memperkenalkan dan mempopulerkan riset politik kuantitatif dengan mendirikan Lembaga Survey Indonesia (LSI, 2003), Lingkaran Survey Indonesia (LSI, 2005) sebagai sebuah lembaga penelitian dan konsultan politik pertama berskala nasional di Indonesia, memprakarsai berdirinya Asosiasi Riset Opini Publik (AROPI, 2007), serta Asosiasi
444
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Konsultan Politik Indonesia (AKOPI, 2009). Melalui empat organisasi ini, Denny JA dianggap founding father tradisi baru survei opini publik dan konsultan politik Indonesia. Keberhasilan Denny JA mempelopori tradisi ilmu sosial kuantitatif yang mampu memprediksi kemenangan calon pemimpin dalam pemilu atau pilkada dimulai ketika ia dipercaya mendukung kemenangan SBY-JK tahun 2004. Untuk menegaskan kemampuan lembaganya, beberapa kali ia berani mengiklankan prediksinya di media nasional sekitar 10 hari sampai sebulan sebelum pemilu/pilkada. Yang paling menghebohkan, ia memprediksi pemenang pemilu presiden 2009 sebulan sebelumnya. Calon Presiden SBY, prediksi Denny JA, akan menang satu putaran saja. Prediksi itu ia iklankan secara massif di koran dan TV nasional. Prediksinya menjadi wacana paling hangat dalam pemilu presiden 2009. Bahkan prediksi ini menjadi bahan debat resmi calon presiden yang disiarkan aneka TV nasional. Prediksinya akurat. Denny JA dianugrahi News Maker of Election 2009 oleh Persatuan Wartawan Indonesia. Di dunia sosial media, Denny JA mendapatkan rekor MURI karena akun twiternya, @DennyJA_WORLD. Akun ini diakui sebagai akun pertama yang membawa pemilu ke era sosial media. Melalui akunnya, publik dapat mengikuti quick count dari mobile-phone, yang diup-date setiap 10 menit. Hanya 4 jam setelah TPS ditutup, melalui akunnya, publik sudah mengetahui siapa pemenang pemilu. Pilkada gubernur Aceh di tahun 2012 menjadi awal quick count di sosial media. Akun twitter Denny JA mampu menarik follower di atas sejuta, yang merupakan jumlah follower tertinggi di Indonesia untuk intelektual/aktivis/politisi di tahun 2012. Ia juga mendapatkan rekor MURI di dunia sastra karena yang pertama membawa sastra ke era sosial media. Buku puisinya, Atas Nama Cinta (2012) menjadi buku pertama yang bisa diakses melalui akun twitter dan smartphone. Hanya dalam waktu kurang dari sebulan, HITs websitenya di www.puisi-esai.com, sudah di atas sejuta. Dalam waktu kurang dari enam bulan, HITSnya melampaui 4 juta. Ini belum pernah terjadi di buku umum sekalipun, apalagi di buku sastra. Sejak tahun 2012, Denny JA aktif dalam gerakan anti-diskriminasi. Ia mendirikan Yayasan Denny JA untuk Indonesia Tanpa Diskriminasi. Yayasan ini bergerak mempublikasi aneka karya budaya: puisi, teater, lagu, foto, lukisan dan film, untuk menularkan gagasan modern: equality dan perlindungan hukum warga negara, apapun identitas sosialnya. Denny JA juga mendirikan Yayasan Abad Demokrasi yang didedikasikan untuk mempopulerkan interpretasi agama Islam untuk demokrasi. Yayasan ini memiliki library online: memuat aneka informasi Islam dan Demokrasi. Aneka jurnal internasional diringkas. Aneka buku strategis yang sudah tak beredar soal Islam dan Demokrasi dibeli hak royaltinya. Buku itu diterbitkan online untuk bisa diakses publik secara gratis di www.abad-demokrasi.com. Aneka kegiatan sosialnya ia biayai sendiri. Berbeda dengan tradisi intelektual sebelumnya, Denny JA justru menganjurkan Intelektual harus kaya raya. Karena dengan berkelebihan secara ekonomi, Intelektual mampu membiayai sendiri kegiatan sosialnya dan tidak tergantung pada kekuatan politik lain. Ia mempopulerkan istilah intelektual enterpreneur dan enterpreneur intelektual. Denny JA pun menjadi pengusaha, mulai dari properti, food and beverage, konsultan sampai tambang.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
445
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
ENTREPRENEUR
Galumbang Menak (FTUI – 1992)
Pendiri & President Director Moratelindo Group
Galombang Bisnis Jaringan Fiber Optic Indonesia pantas berbangga memiliki salah satu putra terbaik yang berhasil melakukan terobosan penting dalam sejarah telekomunikasi di tanah air. Ia adalah Galumbang Menak, alumnus Fakultas Teknik UI, keberanian dan kegigihannya membangun infrastruktur telekomunikasi menjadi berkah bagi kemajuan teknologi informasi di Indonesia. Melalui Moratelindo Group yang ia dirikan, Galumbang menjadi pionir dalam pengembangan jaring fiber optic di Indonesia dan kawasan regional. Diakuinya, perjalanan hidupnya penuh liku. Keberhasilannya membangun kerajaan bisnis telekomunikasi membutuhkan perjuangan panjang. Dibutuhkan keberanian, peka menangkap peluang, visi jauh ke depan, semangat dan komitmen tinggi untuk memajukan bangsanya. Setelah lulus dari FTUI, tahun 1992 Galumbang mengawali karirnya di PT Telkom di bagian riset dan pengembangan. Empat tahun kemudian ia bergabung di Grup Rajawali, PT Excelcomindo Pratama (kini PT XL Axiata), sebagai Manajer Senior Pengembangan Bisnis XL. Di Group Rajawali inilah ia banyak belajar, terutama dalam membangun dan mengimplementasikan rencana pengembangan bisnis. Tahun 2000, Galumbang diminta menjadi Direktur Operasional PT Wahana Lintas Sentral Telekomunikasindo (WLST), yang bergerak dibidang menara base transceiver station (BTS) dan SIM card. Pada masa itu, industri telekomunikasi tengah booming dan bahkan nyaris tidak terpengaruh oleh krisis moneter. Momen itu menjadi peluang emas sekaligus tonggak bersejarah dalam hidup Galumbang. Selain tetap bekerja sebagai eksekutif di WLST, ia memutuskan untuk memulai bisnis sendiri dengan mendirikan PT Indonusa Mora Prakarsa (IMP), perusahaan konsultan desain teknologi, business plan hingga yang terkait dengan regulasi, kliennya antara PT Telkom dan Ditjen Pos dan Telekomunikasi. IMP pun berkembang cukup pesat. Tak puas hanya sebagai konsultan, tahun 2002 Galumbang mendirikan PT Indo Pratama Teleglobal (IPT) yang bergerak dalam bisnis data komunikasi. “Bisnis konsultan saya tinggalkan karena saya sudah menjadi pelaku bisnis dan klien tentu tidak mau bersaing,” kenang pria kelahiran Taruntung ini. Alasan didirikannya IPT adalah tingginya kebutuhan para konsultan untuk mengakses Internet dalam mencari data, sementara koneksinya sering lambat. Selain itu, jika konsultan atau masyarakat menelepon ke luar negeri, tarifnya sangat mahal. Peluang itu ia tangkap dan memulai bisnis dibidang ISP dan VoIP, penyedia jasa telepon murah. Bisnis ISP dan VoIP membutuhkan modal besar. Sebagai gambaran, untuk membuka jaringan VoIP di Bali dengan kapasitas 128 Kbps, biaya sewanya US$ 20 ribu/bulan. Padahal, ia menjual cuma US$ 100 untuk 1 Mbp. Namun, ia tidak
446
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
putus asa karena potensi telepon murah di Bali sangat cerah mengingat pulau itu menjadi tujuan wisata internasional. Modal investasi ISP sekitar Rp 10 miliar. Dana sebesar itu diperoleh dari pendapatan selama menjadi konsultan TI. Untuk target pasarnya, IPT membidik pasar korporat serta warung Internet di Jakarta dan Bali. Tahun 2004 Galumbang berekspansi ke bisnis infrastruktur dengan membuat menara bersama (BTS), dengan bendera PT Indonusa Mora Prakarsa (IMP). Berkat kegigihannya, dalam perkembangannya, IMP berhasil membangun lebih dari 400 BTS di pulau Jawa. Persaingan di bisnis BTS semakin ketat, biaya konstruksi semakin tinggi sementara harga sewa semakin turun. Kenyataan itu mendorong Galumbang untuk membidik bisnis jaringan. Proyek perdana yang ia tangani adalah membangun jaringan internasional Jakarta-Batam-Singapura melalui microwave dengan kapasitas 2xSTM-1. Tahun 2007, Galumbang mulai membangun jaringan kabel fiber optic. Untuk memuluskan usahanya, ia pun mendirikan Mora International Pte (Moratel Singapore) sebagai operator sekaligus pemegang lisensi jaringan kabel di Singapura. Dan Januari 2008, jaringan MIC-1 berhasil diluncurkan secara komersial, jaringan fiber optic bawah laut sepanjang 70 km yang menghubungkan Batam dan Singapura dengan kapasitas lebih dari 160 Gbps. Galumbang pun menjadi orang Indonesia pertama yang berhasil memasang jaringan fiber optic di Orchard Road. Proyek berikutnya adalah jaringan BDM (Batam-Dumai-Malacca), jaringan fiber optik darat dan bawah laut sepanjang 330 km yang menghubungkan Batam–Dumai–Malaka (Malaysia). Selanjutnya, Galumbang membangun proyek prestisius, jaringan B3JS (Jakarta-BangkaBintan-Batam-Singapore), jaringan kabel darat dan bawah laut sepanjang 1000 km dengan kapasitas 380 Gbps. Dengan kekuatan jaringan yang dibangunnya, Moratelindo pun menjadi pemain besar dengan klien-klien operator seluler papan atas. Selain memenuhi kebutuhan perusahaan-perusahaan besar, Moratelindo Group juga menggarap pemenuhan kebutuhan jaringan telekomunikasi gedung seperti telepon PABX, Internet dan Wi-Fi. Gebrakannya memberikan dampak sangat signifikan bagi kemajuan teknologi informasi di tanah air. Jaringan yang ia bangun berhasil memicu persaingan ketat dibidang infrastruktur TI, yang menurunkan secara drastis biaya jasa layanan broadband di tanah air. Semakin ketatnya persaingan dengan banyak pemain baru, Galumbang memilih untuk menahan diri. “Bisnis ini banyak yang meniru, tetapi yang penting kami bertahan,” ujar Galumbang. “Telekomunikasi bukan bisnis yang mudah. Harus sabar, tidak cukup dangan modal investasi yang besar, tetap butuh pengalaman dan keahlian.” Selain tetap melakukan pengembangan di bisnis telekomunikasi secara hati-hati, tahun 2008 Galumbang mendirikan PT Gema Lintas Benua (GLB) untuk melebarkan sayap bisnisnya dibidang properti, pertambangan dan energi. Anak perusahaan GLB, PT Pakkodian, berhasil membangun 570 unit apartemen mewah Cervino Village Apartment on Casablanca. Dibidang energi, GLB juga telah berhasil membangun beberapa pembangkit listrik minihidro di Bengkulu dan pembangkit tenaga uap di Medan.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
447
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
ENTREPRENEUR
Harry Harmain Diah (FE-UI)
Tokoh Asuransi Jiwa Nasional dan Presiden Direktur PT Avrist Assurance
Resep di Bisnis Asuransi:
Sabar & Jangan Serakah
Ia dikenal sebagai tokoh senior asuransi di industri asuransi jiwa Indonesia. Perjuangan dan kesabarannya dalam mengembangkan industri asuransi di Indonesia layak mendapat apresiasi. Pendiri dan Presiden Direktur PT Avrist Asssurance ini juga merupakan seorang entrepreneur handal yang tidak pernah menyerah ketika usahanya ada di titik nadir. Alumni Fakultas Ekonomi UI ini mulai menggeluti bidang asuransi tahun 1975, dengan mendirikan PT Asuransi Jiwa Ikrar Abadi (AJIA). Pengetahuan dan kesadaran masyarakat yang rendah terhadap asuransi menjadi tantangan tersendiri. “Ini pekerjaan gila. Berbisnis asuransi memang perlu keberanian dan kadangkala harus nekat,” tutur Harry kepada salah satu media beberapa tahun lalu. Salah satu contoh kenekatan yang dimaksud Harry adalah dengan premi yang dibayarkan nasabah tidak lebih dari Rp 1 juta, perusahaan asuransi sanggup memenuhi janji dengan memberikan pertanggungan sebesar Rp 100 juta. Meskipun demikian, tidak mudah meyakinkan masyarakat. Bahkan ketika itu, untuk mencari agen asuransi atau penjual polis pun susahnya luar biasa. ”Kami terpaksa berdiri di halte bis. Setiap ada orang yang turun dari bis, kami ajak menjadi agen untuk menjual asuransi. Susahnya setengah mati,” kenang Harry. Ia bahkan memberi penawaran makan siang gratis, cara itu sedikit berhasil menarik minat orang namun banyak dari calon agen yang hanya beberapa hari saja datang ke kantor, setelah itu tidak kembali lagi. Pada tahun keenam, usahanya nyaris bangkrut. Modal awal Rp 100 juta sudah tergerus hingga tersisa sekitar Rp 23 juta. Meskipun menurut aturan akuntansi ketika itu, bila modal tersisa 25% maka usaha itu sudah dikategorikan bangkrut, Harry memilih bertahan untuk melanjutkan bisnisnya. “Kami jalan terus. Karena resep utama menjalankan bisnis asuransi hanya dua. Sabar dan jangan serakah,” tutur Harry. Kesabaran dan ketangguhannya menghadapi masa-masa sulit berbuah manis, AJIA berhenti merugi dan mulai stabil melaju. Harry yang juga menggeluti bisnis ekspor berkenalan dengan praktisi dari American International Assurance (AIA). Pada saat itu, Menteri Keuangan Ali Wardhana membuka pasar asuransi nasional bagi perusahaan asing. Investor asing diizinkan masuk ke Indonesia dengan syarat menggandeng pengusaha lokal. Bak gayung bersambut, perkenalan itu kemudian membuka jalan untuk kerja
448
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
sama. Dan pada tahun 1984, AJIA resmi menggandeng AIA Group Ltd dengan bendera PT Asuransi AIA Indonesia dan menjadi perusahaan asuransi jiwa multinasional pertama di Indonesia. Harry pun hingga kini dikenal sebagai perintis industri asuransi di Indonesia. Perusahaan yang dipimpinnya melaju cepat. Berbagai inovasi produk asuransi ditawarkan kepada masyarakat. Tahun 2003, PT Asuransi AIA Indonesia berhasil meraih penghargaan sebagai Perusahaan Asuransi Jiwa Terbaik dengan kategori aset lebih dari Rp 1 triliun dalam Investor Awards 2003. Setahun kemudian, perusahaannya meraih penghargaan Perusahaan Asuransi Terbaik 2004 dari Bisnis Indonesia. Dan di tahun berikutnya, perusahaannya juga berhasil memperoleh izin dari Kementerian Keuangan Republik Indonesia untuk memasarkan produk asuransi syariah. Akibat krisis global tahun 2008, AIA Group yang sudah memiliki tiga perusahaan asuransi di Indonesia menawarkan menjual saham yang dimiliki sebesar 60% di AIA Indonesia dengan syarat penggantian nama perusahaan. Harry akhirnya membeli saham AIA Indonesia dan merubah nama perusahaan menjadi Avrist Assurance pada tahun 2009. Berbagai terobosan dan inovasi produk terus dilakukan untuk menyesuaikan dengan perkembangan pasar. Salah satu strateginya adalah membidik pasar masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah, pasar yang dinilai banyak kalangan tidak banyak mendatangkan untung dari sisi premi. “Saya pikir ini harus jadi perhatian kita, karena jumlah masyarakat middle low di Indonesia sangat besar. Tentunya berat bagi pemerintah untuk memenuhi kebutuhan proteksi untuk seluruh lapisan masyarakat,” tegas peraih gelar master dari New York University ini. Hingga pertengahan tahun 2013, Avrist telah memiliki agen aktif lebih dari 6.700 orang, dengan jumlah nasabah Avrist sekarang berjumlah lebih dari 1 juta orang. “Avrist memiliki visi agar di setiap rumah tangga, minimal punya satu polis Avrist,” tutur mantan dosen Fakultas Ekonomi UI ini. Dengan terobosan-terobosan cerdas dan berbagai inovasi produk, Avrist berhasil meningkatkan kinerjanya secara signifikan. Hal ini setidaknya dapat dilihat dari berbagai penghargaan bergengsi; diantaranya sebagai Perusahaan Asuransi Jiwa Terbaik di Indonesia Euromoney’s Insurance Survey 2009, Asuransi Pelayanan Terbaik (pilihan Broker) pada Investor Awards 2010, dan meraih penghargaan Manajemen Risiko Terbaik tahun 2011, serta Penghargaan Syariah Terbaik Tahun 2012 (Investor Award). Sejak tahun 2011 hingga saat ini, Avrist telah empat kali berturut-turut meraih Peringkat Nasional Insurer Financial Strength (IFS) ‘AA-(idn)’ dengan kondisi keuangan stabil dari Fitch Ratings.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
449
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
ENTREPRENEUR
Kahar Tjandra (FK UI 1960) Pendiri Group Mahakam
Pelit Pada Diri Sendiri, Royal Pada Orang Lain Lahir di Padang tahun 1929, Kahar Tjandra dibesarkan dalam keluarga dengan ekonomi yang pas-pasan. Karena kondisi demikian, sejak kecil ia sudah berusaha untuk mencukupi kebutuhannya sendiri dengan jualan kacang asin, daun pisang dan buah-buahan hasil kebun neneknya. Kegiatannya berdagang juga terus ia lakukan ketika pindah ke Jakarta untuk meneruskan pendidikannya di SMA. Demikian juga ketika ia kuliah di Fakultas Kedokteran UI, Tjandra jualan alat-alat photografi sampai buku stensilan.
untuk toko kuenya, Rumah produksi untuk mendokumentasikan acara-acara di Hotel Grand Mahakam, PT Beta Gasindo Agung yang memproduksi gas untuk kebutuhan medis, serta PT Inkenas Agung yang meluncurkan saus, sirup, kecap, dan vetsin. Toko kuenya Le Gourmet menjadi toko kue papan atas yang produknya banyak digemari oleh pejabat-pejabat negara. Saat ini total karyawannya diseluruh lini bisnis berkisar 2.000-3.000 orang. Selain memiliki apotek, klinik, perusahaan obat, dan perusahaan makanan-minuman, Tjandra juga menjadi pemilik hotel butik Grand Mahakam.
”Saya melakukan sesuatu itu harus jadi. Jadi, saya ngotot belajar untuk jadi dokter meskipun belajarnya pengin nangis,” kata Tjandra yang setelah lulus kedokteran melanjutkan spesialisasi laboratorium.
Keberhasilan dan kekayaan berlimpah ternyata tak mengubah kepribadian dan gaya hidup Tjandra. Masa kecil yang sulit di Sawah Lunto begitu membekas dan dirinya. Tjandra pernah bercerita bahwa semua yang ia pakai adalah pemberian istri dan anak-anaknya---mulai dari sepatu, kemeca, celana, kacamata, sampai dengan mobil.
Sempat menjadi dokter Departemen Kesehatan, Tjandra kemudian masuk wajib militer dan menjadi dokter berpangkat letnan satu di Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD/sekarang Koppasus). Setelah itu, ia berkarya di RSCM Cipto Mangunkusumo selama 20 tahun sembari mengajar di FKUI. ”Pagi jam enam saya praktik di rumah, jam tujuh ke RSCM. Siang kerja di BNI. Sore buka praktik di Palmerah. Malam masih dapat panggilan ke rumah pasien,” kenang Tjandra. Tahun 1967, Tjandra memulai bisnis pertamanya dengan membuka Apotik Mahakam di ruang tamu rumahnya. Idenya pun bukan dari dirinya, melainkan todongan seorang temannya yang seorang pejabat sekaligus apoteker. Meskipun ia tidak paham bagaimana menjalankan bisnisnya, ia tetap melakoni. Tjandra mengaku belajar segala sesuatu secara otodidak. “Dulu apotek cuma dengan bookkeeping, tidak ada akuntansi. Belakangan melihat yang lain memakai pemasaran, baru saya ikuti,” paparnya. Menjadi seorang otodidak tak ada hubungannya dengan banyak membaca buku. “Saya tidak suka baca dari dulu.” Bahkan, semasa di Sekolah Dasar hingga lulus kuliah, dirinya juga jarang membaca. Kebiasaan ini berlanjut sampai menjadi pengusaha. “Ilmu saya dari hasil observasi. Dan tanya kiri-kanan.”
“Kalau tidak, saya akan terus pakai baju atau sepatu yang lama meskipun sudah bolong,” katanya. Diceritakan Tjandra, suatu hari sang istri membuang sepatunya yang sudah bolong. Tak lama Tjandra mengambilnya kembali, tapi begitu ketahuan, dibuang kembali oleh istrinya, Evy Tjandra. Pelit pada dirinya sendiri, tapi begitu royal kepada orang lain. Ia juga sangat peduli dengan orang lain yang kekurangan, termasuk kepada adik-adik kelasnya di Fakultas Kedokteran UI. Sejak tahun 1984, ia membantu biaya kuliah puluhan mahasiswa FKUI dari keluarga yang tidak mampu. Awalnya ia lakukan secara diam-diam, bahkan si penerima beasiswa tidak tahu siapa yang membantunya, hingga akhirnya ia mau terbuka. ”Tadinya saya tidak mau dia ketemu saya, takut dibilang pamrih,” katanya. Sebelumnya Tjandra memilih mahasiswa yang aktif di Senat FKUI, tapi kemudian ia memilih mahasiswa pintar tingkat II dengan indeks prestasi minimal 3 dan berasal dari keluarga kurang mampu. ”Mereka dari berbagai macam agama, bermacam etnis. Saya ingin menyatukan supaya jangan sampai mereka didiskriminasi. Ada anak satpam, sopir angkot, tukang kayu, macam-macam pekerjaan orangtuanya. Saya tergerak membantu karena saya dulu sekolah susah,” kenangnya.
Bisnisnya terus berkembang. Tahun 1977, ia mendirikan PT Mahakam Beta Pharma yang memproduksi anseptik merek dagang Betadine---yang kemudian menjadi cikal bakal konglomerasi Group Mahakam. Untuk melengkapi bisnisnya di industri farmasi, Tjandra membangun Laboratorium Klinik Utama, Johar Exclusive Clinic, PT Daya Muda Agung yang bergerak di bidang distributor obat dan snack, PT Garis Kreasi Hijau yang mengerjakan percetakan kardus
450
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
451
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
ENTREPRENEUR
Pia Alisjahbana (FIB UI 1959) Pendiri Majalah Femina Group
Menembus Zaman Terlahir di Bondowoso pada 26 Juli 1933, Pia Alisjahbana yang bernama asli Suftalasifah adalah seorang tokoh wartawan dan akademisi Indonesia. Ia bersama Mirta Kartohadiprodjo dan Widarti Gunawan dikenal sebagai pendiri majalah Femina pada tahun 1972 dan majalah Gadis setahun kemudian. Anak bungsu dari pasangan Prof.Ir.R.Soerdjomihardjo dan Hisnat Djajadiningrat ini menempuh pendidikan terakhirnya di Universitas Cornell, Amerika Serikat jurusan Kesusastraan Inggris Modern pada tahun 1963. Semasa kecil berkat orang tuanya yang berpikiran maju, Pia mendapat didikan gaya Barat. Masa kecilnya berpindah-pindah mengikuti ayahnya yang insinyur dan banyak mengerjakan proyek. Pia dikenal sebagai sosok dibidang media yang disegani. Padahal, Pia sama sekali tidak memiliki latar belakang dibidang media. Pia memulai karirnya di Fakultas Sastra (kini Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya - FIB)Universitas Indonesia. Pada tahun 1960-an Pia dipercaya untuk memimpin Jurusan Bahasa Inggris Fakultas Sastra Universitas Indonesia kemudian Pia juga mendirikan program pascasarjana Kajian Wilayah Amerika dan Pusat Kajian Amerika di Universitas Indonesia. Pia juga dikenal sebagai salah satu sosok penting dalam pertumbuhan dunia pendidikan dan gaya hidup di Indonesia. Karena Pia dekat dengan mahasiswanya, Pia mempunyai ide untuk membuat majalah mode. Pada tahun 1973, ia merintis berdirinya Femina. Satu tahun kemudian, ia menerbitkan majalah Gadis yang merupakan majalah remaja pertama di Indonesia. Dan disusul majalah Dewi, yang awalnya ditujukan untuk perempuan berkerja tetapi kemudian berkembang menjadi majalah gaya hidup premium. Pia berharap Gadis bisa memberi tambahan pengetahuan bagi remaja. Paling tidak bisa ikut memberi sumbangan bagi perkembangan remaja menuju alam dewasa. Itu sebabnya Gadis tak hanya informatif tapi juga edukatif, tentu dengan kemasan yang tidak menggurui.
sebagai majalah remaja putri pertama di Indonesia,” tuturnya. Berbagai perjalanan gaya hidup Pia dalam konteks Indonesia relah dituliskan Pia melalui memoarnya yang bertajuk “Menembus Zaman”. Hal yang menarik dari memoar ini yaitu bahwa Pia sendiri bisa dikategorikan sebagai “Spesies Langka”, jajaran perempuan kelas menengah atas Indonesia yang hidup dalam 3 zaman dari zaman Belanda, Jepang, Indonesia mulai dari kemerdekaan hingga reformasi. Berbagai kisah yang dituliskan dalam sudut pandang “aku” itu terasa begitu personal. Kisahnya sama sekali jauh dari puja-puji diri melainkan lebih kepada bagaimana Pia mengarungi kehidupan sosial, khususnya gaya hidup kelas atas dari masa ke masa. Pia juga tak melulu hanya bergelut dengan bisnis, dibidang sosial istri Sofjan Alisjahbana itu menduduki posisi penting dari beragam organisasi dibidang seni, pendidikan, lingkungan dan pustaka. Ia juga aktif di berbagai yayasan antara lain Yayasan Gedung Arsip Nasional RI, Yayasan Kesenian Jakarta, World Wild Life Fund, Yayasan Nusantara Symphony Orchestra, Yayasan Pendidikan Sunda Kelapa, dan Organisasi AS-Indonesia. Karena jejak rekamnya tersebut, maka pada tahun 2009 Pia terpilih sebagai salah satu finalis Entrepreneur of The Year 2009 versi Ernst & Young Indonesia. Dan diajang tersebut Pia mendapat penghargaan untuk kategori “lifetime achievement.” Saat ini Pia mengaku menikmati hari tuanya dengan banyak kegiatan yang membuatnya tetap bugar tak hanya soal fisik tapi juga jiwa dan pikiran. Selain itu bergaul dengan orang muda membuatnya tertular semangat dan energi mereka juga memacunya untuk tetap mengasah kemampuan dan menyerap hal-hal baru.
Sambutan masyarakat sangat bagus terhadap kehadiran majalah-majalah tersebut. Sebab saat itu, Indonesia belum mempunyai media yang membahas masalah mode dan membidik segmen kaum perempuan. Dan majalah Gadis semakin menunjukkan eksistensi dan kepeloporannya ketika menyelenggarakan pemilihan Putri Remaja pada tahun 1977. Saat itu, oplah majalah Gadis mencapai 90.000 eksemplar. Sebuah pencapaian yang fenomenal, hanya dalam tempo sekitar 3 tahun, majalah Gadis berhasil berkembang sedemikian pesat. “Bahkan Museum Rekor Indonesia memberikan penghargaan kepada Gadis
452
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
453
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
P.K. Ojong (FH UI 1952)
Pendiri Kompas Gramedia Group
Makna Sebuah Idealisme Dikenal sebagai seorang jurnalis yang berpikir mulia, Peng Koen Auw Jong yang kemudian lebih dikenal dengan nama PK Ojong (Petrus Kanisius Ojong) ini adalah salah satu pendiri Kelompok Kompas-Gramedia. Baginya idealisme tak boleh berjalan sendirian, tapi harus didampingi kecerdasan, kepiawaian berusaha dan watak yang indah. Terlahir di Bukittinggi pada 25 Juli 1920 dengan nama Auw Jong Peng Koen, PK Ojong merupakan salah satu pendiri surat kabar Kompas selain Jakob Oetama. Ayahnya yaitu Auw Jong Paw, sejak dini giat membisikkan kata hemat, disiplin dan tekun kepadanya. Auw Jong Paw awalnya adalah petani di Pulau Quemoy (kini wilayah Taiwan) yang kemudian merantau ke Sumatera Barat. Meski sudah menjadi juragan tembakau, trilogi hemat, disiplin dan tekun tetap diterapkan dikeluarga besarnya. Dan sang ayah pun selalu berpesan, nasi dipiring harus dihabiskan sampai butir terakhir. Sampai akhir hayat, Ojong tak pernah mengambil nasi lebih dari yang kira-kira dapat dihabiskan. Lulus dari HCK Meester Cornelis pada Agustus 1940, ia mengajar di kelas I Hollandsch Chineesche Broederschool Dt. Johannes di kawasan Jakarta Kota. Saat Jepang menyerbu Hindia Belanda, sekolah-sekolah ditutup dan seperti guru-guru lain, Ojong kehilangan mata pencaharian. Dan tamatlah karirnya dibidang pendidikan. Waktu bergulir, Ojong semakin lihai memainkan pena. Kepercayaan besar datang menyusul pengangkatannya sebagai redaktur pelaksana Star Weekly. Dan ditengah kesibukan mencari berita, ia menyempatkan diri menimba ilmu di Rechts Hoge School yang kini Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Ojong juga aktif membantu kegiatan sosial yang diadakan Sin Ming Hui (kini Candra Naya), perkumpulan sosial yang didirikan Khoe Woen Sioe dan Injo Beng Goat. Pada tahun 1952, Ojong lulus dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan ia segera diangkat menjadi pemimpin redaksi Star Weekly. Ia meminta para ahli menulis tentang masalah yang hangat. Misalnya saat Amerika meledakkan bom hidrogen, Ojong mencari orang yang bisa menjelaskan secara populer kepada pembaca agar ceritanya tidak terlalu ilmiah ia menyiapkan dulu pertanyaanpertanyaan yang lazim muncul dibenak awam. Ojong juga termasuk kutu buku, buku hariannya penuh judul buku, tanggal dan harga pembeliannya. Bahkan selama perjalanan berangkat atau pulang kantor pun ia membaca buku. Dari koleksi bukunya, tercermin luasnya minat Ojong. Dari yang berbau hukum, sejarah, kesenian, kesusasteraan, kebudayaan, sosiologi, sains, jurnalistik, filsafat, cerita kriminal, psikologi, tanaman, kesehatan hingga buku masakan.
454
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
ENTREPRENEUR
Cerita tentang Perang Eropa dan Pasifik yang dimuat Star Weekley pada tahun 1950-an merupakan buah kesukaan Ojong dalam membaca. Sebagai pemimpin majalah yang cukup disegani, Ojong tidak bisa menutup mata dari aktivitas berbau politik. Akhir tahun 1953, ia termasuk orang yang prihatin pada nasib golongan Tionghoa peranakan yang terancam kehilangan kewarganegaraan Indonesianya. Karena saat itu pemerintah membuat RUU yang menganggap peranakan Tionghoa di Indonesia memiliki kewarganegaraan rangkap. Dan kalau mau menjadi WNI, mereka harus aktif menolak kewarganegaraan RRC. Aturan ini sangat tidak menguntungkan untuk peranakan Tionghoa yang tinggal dipelosok dan tidak terpelajar. Puncaknya, dalam pertemuan di Gedung Sin Ming Hui berkumpul sejumlah tokoh peranakan Tionghoa. Mereka membentuk panitia yang bertugas meneliti masalah kewarganegaraan Indonesia bagi keturunan Tionghoa dengan Siauw Giok Tjhan menjadi ketua. Panitia ini juga melahirkan Badan Permusyawaratan Kewarganegaraan Indonesia, bersama sembilan tokoh peranakan Tionghoa lainnya dia menandatangani pernyataan berisi dukungan terhadap proses asimiliasi, namun menghimbau agar prosesnya berjalan tanpa paksaan. Pada saat bersamaan, isi Star Weekly makin menasional, namun hal itu bertolak belakang dengan nasib Keng Po. Pada 1 Agustus 1957, surat kabar antikomunis itu dihancurkan pemerintah tanpa alasan yang jelas. Namun bisa diduga, penghancuran ini tidak lepas dari peran PKI yang saat itu besar pengaruhnya di pemerintahan. Akhirnya PT Keng Po mengubah nama menjadi PT Kinta ( Kependekan dari Kertas dan Tinta). Hal itulah yang menjadi penyebab Ojong semakin hati-hati. Rubrik “Gambang Kromong” yang berisi sentilan dihilangkan. Sedangkan “Timbangan” berganti menjadi “Intisari”. Benar saja Star Weekly tak luput dari peringatan. Misalnya rubrik ‘Tinjauan Luar Negeri”, kerap dianggap menyentil kebijakan luar negeri Indonesia. Puncaknya, Ojong dipanggil pihak yang berwenang. Satu kalimat yang ia ucapkan sekembali dari sana adalah “Wij Zijn dood”, “Kita Semua Mati”, dan seisi kantorpun terdiam. Pemerintah tidak pernah menyebut dengan jelas alasan penutupan majalah bertiras 60.000 itu. Meski dihancurkan, Ojong dan para karyawan tetap masuk seperti biasa. Khoe Woen Sioe, direktur Keng Po dan pimpinan Star Weekly berusaha menyalurkan mereka ke unit usaha lain. Khoe sadar, kepandaian sebagian besar anak buahnya hanya tulis-menulis dan cetakmencetak. Oleh karena itu, didirikanlah PT Saka Widya yang menerbitkan buku-buku dan sejak saat itu Ojong punya jabatan baru yaitu sebagai direktur perusahaan penerbitan buku. Saat PT Kina dilanda kemunduran pada tahun 1963, Ojong dan Jakob Oetama menerbitkan majalah yang diniatkan untuk membebaskan masyarakat dari keterkucilan informasi. Sejak awal 1960-an, Ojong dan Jakob keduanya sama-sama memiliki minat pada sejarah. Seperti Star Weekly, Intisari juga melibatkan banyak ahli, diantaranya ahli ekonomi Prof.Widjojo Nitisastro, Drs. Sanjoto Sastrimihardjo atau sejarawan muda Nugroho Notosusanto. Intisari terbit 17 Agustus 1963, seperti Star Weekly, ia hitam putih dan telanjang tanpa kulit muka. Ukurannya 14x17,5 cm, dengan tebal 128 halaman. Logo “intisari” sama dengan logo rubrik senama yang diasuh Ojong di Star Weekly. Kira-kira dua tahun umur Intisari, Ojong dan Jakob menerbitkan harian Kompas. Saat itu hubungan antara Intisari dan Kompas mirip seperti Star Weekly dan Keng Po. Mereka saling membantu, berkantor sama bahkan wartawannya pun merangkap. Setelah beberapa pengurus Yayasan Bentara Rakyat bertemu Bung Karno, beliau mengusulkan nama “Kompas”.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
455
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Purnomo Prawiro (FK-UI 1974) President Director & CEO Blue Bird Group
Servant Leadership & Nilai-Nilai Kemanusiaan Dibesarkan oleh keluarga akademisi, bakat entrepreneurshipnya disemai oleh “keterpaksaan karena keadaan”. Ayahnya, Prof Djokosoetono,SH adalah tokoh pendidikan hukum di Indonesia yang menjadi salah satu pendiri UGM, dekan pertama Fakultas Hukum UI, memprakarsai berdirinya Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian, hingga merintis berdirinya Perguruan Tinggi Hukum Militer. Sedangkan sang Ibu, Mutiara Djokosoetono, sebagai asistennya. Karena kejujuran dan idealisme perjuangan, dengan jabatan dan posisi strategis di berbagai lembaga, Prof Djokosoetono, SH tidak meninggalkan materi yang cukup untuk menyokong ekonomi keluarga ketika ia wafat pada tahun 1965. Bahkan sang suami meninggal, Mutiara Djokosoetono, SH harus mencari tambahan penghasilan dengan menjual batik dari Pekalongan dan berdagang telor dari Wonosobo guna membiayai pendidikan anak-anaknya. Atas jasa-jasa Prof Djokosoetono,SH keluarganya kemudian mendapat hibah rumah di JL HOS Cokroaminoto, satu mobil sedan dari kepolisian dan satu mobil sedan dari TNI Angkatan Darat. Dengan dua mobil itulah Mutiara memulai bisnis taksi dengan motivasi yang sederhana, untuk membiayai pendidikan ketiga anaknya, karena gajinya sebagai dosen kurang mencukupi. Ketika itu Purnomo tengah menempuh pendidikan di SMA dan dilanjutkan ke Fakultas Kedokteran UI. Ia pun menjadi saksi dan mendampingi sang ibu menjalankan bisnis taksi gelap, karena belum ada ijin taxi ketika itu. Berbeda dengan taksi gelap lain yang mangkal di beberapa titik di daerah Menteng, keluarganya lebih memilih mendekati hotel-hotel di Jakarta untuk mendapat order dan memberi komisi kepada bagian resepsionis hotel. Kebanyakan mendapat order mengantar tamu ke bandara Kemayoran. Di bandara pun, Purnomo sempat menjadi calo taksi gelap. Karena penghasilan taksi gelap tidak menentu, Purnomo pun juga mencari tambahan dengan menjadi calo karcis bioskop-bioskop di Jakarta. “Kami tidak ada pikiran akan menjadi pengusaha besar, karena hidup kami sulit sekali. Kalau sarapan saja kami hanya pakai dua kentang rebus dan ikan asin. Itu level kehidupan kami saat itu. Kalau malam kami tidak ada makanan, ada sate keliling sepuluh tusuk dibagi empat orang. Yang paling berat, tetangga itu orang kaya semua. Kami tinggal di Menteng, saya bergaul dengan anak Menteri Adam Malik dan lainnya,” kenang Purnomo. Tahun 1971, Pemda DKI membuka perizinan taksi. Itupun tidak mudah. Pertama kali mengajukan izin, permohonan Mutiara Djokosoetono ditolak karena dianggap tidak berpengalaman dan mungkin juga karena seorang perempuan mengingat bisnis angkutan dianggap identik dengan laki-laki. Beberapa bulan kemudian, Gubernur Ali Sadikin akhirnya memberikan izin, yang kemungkinan besar atas
456
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
ENTREPRENEUR
pertimbangan belas kasihan karena sebagai janda pahlawan. Mengambil nama “Blue Bird” dari legenda di Eropa tentang gadis kecil yang ingin mencari kebahagiaan, keluarganya mulai mengembangkan bisnis taksi. Dengan usaha yang keras, keluarganya pun akhirnya memperoleh kredit bank untuk membeli 25 mobil. Bisnis keluarganya terus berkembang, dari 25 mobil menjadi 100 mobil. “Dengan menjadi 100 unit kami terus kembangkan. Moto kami, Harus Kerja Keras dan Konsisten. Filosofinya mau menjadi pengusaha bagus, tentara, dan wartawan bagus ya harus kerja benar. Kerja keras full konsentrasi,” tutur Purnomo. Lulusan Fakultas Kedokteran UI yang sempat menjadi Direktur Rumah Sakit Karya Bhakti Bogor ini akhirnya memutuskan mengundurkan diri sebagai pegawai Departemen Kesehatan dan memilih terjun sepenuhnya untuk mengembangkan bisnis taksi yang dirintis sang Ibu. Dibawah kepemimpinan Purnomo, bisnis Blue Bird Group (BBG) pun berkembang pesat hingga menjadi operator taksi terbesar di Indonesia. Dari 25 mobil, kini BBG memiliki 30.000 unit taksi/kendaraan sewa. Dari awalnya 30 orang karyawan, kini BBG mempekerjakan lebih dari 36.000 orang. Dan dari outlet di 5 hotel, kini BBG memiliki >500 counter dan outlet dengan 52 pool. Atas keberhasilannya tersebut, Purnomo pun memperoleh berbagai penghargaan prestisius; diantaranya sebagai Marketer of the year 2009 dari Markplus.Inc, CEO Idaman 2009 dari Warta Ekonomi, The Best CEO 2006 dari SWA Magazine, dan Entrepreneur of the Year dari Ernst and Young tahun 2003. Lantas apa kiat-kiat dibalik keberhasilannya mengembangkan BBG? Selain berbagai terobosan yang dilakukan dengan mengikuti perkembangan teknologi yang memudahkan akses pelanggan memperoleh layanan, Purnomo menggarisbawahi pentingnya nilai-nilai kejujuran yang menjadi ruh bisnis BBG, bagaimana pelanggan merasa nyaman dan aman ketika menggunakan jasa layan Blue Bird. Tentu tidak mudah mengelola perusahaan dengan 36.000 karyawan, apalagi sebagian besar mereka berada di lapangan. Untuk itu, Purnomo menerapkan konsep kepemimpinan demokratis kekeluargaan yang menekankan pentingnya nilai-nilai kemanusiaan. Ia menjadi pemimpin teladan yang dekat dengan anak buah, selalu berusaha memahami kesulitan-kesulitan yang dialami karyawannya. “Kemudian saya terapkan Blue Bird Peduli, setiap semester memberikan beasiswa Rp2 miliar lebih untuk lebih dari 1.000 orang pengemudi. Moto kita disini adalah kami semua sama. Kami menganut servant leadership, semua atasan disini harus melayani anak buahnya. Kalau mereka mengalami kesulitan, pimpinan harus turut menyelesaikan,” ungkap pria yang juga dipercaya sebagai ketua Majelis Wali Amanat UI ini. Sentuhan nilai kemanusian, diakui Purnomo, menjadi salah satu kunci utama keberhasilan mengelola bisnis taksi dengan 36.000 karyawan dari berbagai latar belakang. Berbagai program peduli dijalankan; mulai dari pengobatan gratis, bantuan bagi karyawan yang terkena musibah bencana alam atau meninggal, sampai dengan bantuan untuk hajatan pernikahan. Dan keperdulian perusahaan yang besar terhadap karyawan mendorong semangat karyawan untuk peduli kepada perusahaan.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
457
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Rainier H Daulay (FT UI 1986)
Pendiri dan Chairman Rhadana Group
Dari “Diskotik Panggilan” ke Entertainment & Hospitality Industry Keberhasilan diraih melalui doa, mimpi-mimpi besar, perjuangan, kerja keras, optimisme, ide-ide kreatif dan inovatif serta keberanian melakukan terobosan yang dipadukan dengan kepemimpinan yang tegas. Itulah setidaknya yang tercermin dari perjalanan hidup seorang Rainier H Daulay yang oleh partner bisnis serta teman-teman dekatnya biasa dipanggil RHD atau si Abang. Dimulai dari “diskotik panggilan”, kini RHD berhasil membangun jaringan bisnis perhotelan, entertainment dan media bahkan mulai merambah ke usaha pendidikan khusus, yaitu Rhadana Hospitality Academy. Pria kelahiran Medan, 26 April 1956, ini sudah menunjukkan bakat kepemimpinannya sejak kecil. Ketika duduk di kelas 3 SMP di Jakarta, ia terpilih sebagai Ketua Regu Pasukan Garuda 2 Kontingen Pramuka untuk 13th World Scouts Jamboree di Jepang. Setahun kemudian, ia mendapat undangan kehormatan untuk mewakili Indonesia sekaligus Asia di Benelux Scouts Jamboree di Belgia dan Belanda. Seperti umumnya anak remaja Jakarta ketika itu, RHD juga mendirikan “genk” yang ia namakan “Baden Powell Club”. Bersama teman-temannya mendirikan “diskotik panggilan” yang bisa diundang untuk pesta-pesta ulang tahun bahkan 5 tahun berturut-turut sebagai pedamping pemilihan Putri Remaja versi majalah Gadis. Saat itulah naluri bisnisnya mulai terbentuk. Si Abang selalu ingin menyuguhkan sesuatu yang berbeda dengan mengusung musik latin & energik untuk diskotiknya. Kiatnya berhasil, Baden Powell sering “ditanggap” dan mulai membentuk komunitasnya sendiri. “Kelas 1 STM, saya sudah menghasilkan uang sendiri lho,” ujar mantan Ketua Umum OSIS pertama STM Pembangunan Jakarta ini. “Nasehat Ayah yang tidak pernah saya lupakan, jujur, simpan dan bagikan. Simpanlah milikmu dan cepat bagikan yang menjadi hak orang lain. Jangan lama-lama hak orang lain dipegang, karena akan banyak setannya,” ujarnya dengan santai. Kemampuan dan kejeliannya menghadirkan inovasi baru membuat Baden Powell Club semakin dikenal luas, hingga kemudian datang tawaran dari Atlantic Records (perusahaan rekaman besar saat itu) yang mengajaknya bekerjasama. Lagi-lagi RHD mampu menghadirkan sesuatu yang beda. Selain pilihan lagu musikal yang digarapnya secara apik, ia sengaja membuat sampul kasetnya dengan sederhana & tampil beda dengan yang lain. Kotak merah menyilang dari sudut kiri bawah ke sudut kanan atas dengan tulisan besar “Baden Powell”. Berhasil, album musikal pertamanya meledak di pasaran. Disusul album kedua dan seterusnya yang semua juga laris manis di pasaran. Lulus STM tahun 1977, ikut tes masuk UI. Gagal, karena banyak soal ujian yang tidak diajarkan di STM, ujarnya. Tak menyerah, ia pun ikut bimbingan belajar dan akhirnya diterima di Jurusan Elektro FTUI tahun 1978. Selama kuliah di FTUI, karirnya di industri rekaman semakin meningkat. Dengan ide-ide kreatif yang ia tawarkan dan kemudian terbukti berhasil di pasaran, membuatnya menjadi “anak emas” di industri rekaman. Booming industri rekaman saat itu juga membuat penghasilannya meningkat tajam. Akhir 1979, bersama rekan-rekan bisnisnya, ia mendirikan Varia Nada Records & RCA Records. Tidak butuh waktu lama, ia berhasil menghadirkan produk-produk inovatif yang mampu menggebrak pasar. Tahun 1982, Rainier meluncurkan album musikal Senam Kesegaran Jasmani (SKJ) yang menghentak pasar. Jutaan kaset SKJ terjual dan setiap pagi wajib diputar di sekolah dan instansi-instansi lain dari Sabang sampai Merauke. Perusahaannya sebagai producer maupun distributor tunggal dari ratusan album musik antara lain “Madu & Racun - Singkong & Keju - Anita Sarawak - Petunjuk Bagi Penataran P.4 & Lagu-lagu Pramuka membuat posisinya di
458
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
ENTREPRENEUR industri rekaman kian kokoh. RHD tercatat selama dua periode (1980-1990) dipercaya sebagai Wakil Ketua Umum Asosiasi Industri Rekaman Indonesia (ASIRI). RHD pun mulai mengembangkan usahanya menjadi kontraktor dan suplier berbagai jenis barang kebutuhan instansi pemerintah maupun swasta. Pesatnya perkembangan teknologi rupanya semakin mengancam eksistensi industri rekaman nasional. Puncaknya terjadi pada tahun 1990, ketika perusahaan yang dipimpinnya dinyatakan bangkrut dan gedung kantornya disegel. Ia harus menelan pil pahit itu sendirian, ketika para pemegang saham lainnya sudah kabur duluan. Disitulah jiwa kepemimpinannya diuji, saat gaji sekitar 126 karyawannya belum dibayar. Ia pun meminta agar segel kantornya dapat dibuka supaya stok kaset dapat dijual untuk membayar gaji karyawannya. Upayanya berhasil, dari ratusan ribu stok kaset yang ia jual seribu tiga, RHD dapat membayar gaji satu per satu karyawannya di emperan ruko bekas kantornya di Glodok Plaza, Jakarta. Nikmatnya berusaha dan selalu “tidak pernah puas” membuat RHD menjadi “mahasiswa abadi”. Namun demi membahagiakan orang tua dan dengan upaya serta kerja keras ahirnya tahun 1986 ia di wisuda sebagai sarjana elektro FTUI. Tahun 1990, bersama rekan bisnisnya berhasil menyulap bangunan tak terawat di kawasan Blok M Jakarta menjadi Hotel Ambhara yang prestisius. “Jika sudah duduk jangan lupa berdiri” katanya. Maksudnya jika sudah mulai berhasil jangan terlena. Menciptakan lapangan kerja baru adalah ibadah bagi “ane” kata RHD yang menerapkan filosofi “Bersih-Ichlas-Tulus-Loyal & Tuntas” untuk semua staf dan karyawannya. “Modal utama dalam bisnis bukan uang tapi Doa-Niat-Trust-Fokus-Kerja keras-Saling menghargai-Saling percaya dan Komunikasi dua arah,” tegas RHD. “Jangan pernah menipu apalagi makan keringat orang!“ “Akhir 2011, karena satu dan lain hal, saya dengan berat hati melepas kepemilikan di Ambhara Hotel,” ujar RHD dengan bergetar dan raut muka yang sedih. Awal 1996, RHD mendirikan Rhadana Dhiptya sebagai holding company dari berbagai lini usaha yang tengah dan terus dikembangkannya. RHD dengan satu sahabatnya, kini memiliki The Oasis Beach Benoa, The Oasis Lagoon Sanur & The Rhadana Kuta serta baru saja mulai menggarap pembangunan The Royal Oasis Ubud, hotel bintang 5 boutique ditengah sawah di Ubud, Bali. Semua hotel yang di manage oleh Oasis Hospitality Management ini selain memiliki Mushollah juga pada setiap kamarnya dilengkapi Al Quran 3 bahasa dan peralatan sholat lengkap. Bahkan The Rhadana Kuta Bali adalah hotel pertama yang memperoleh serifikat halal dari MUI di Bali. Keberaniannya membuat hotel bintang dengan konsep halal di kawasan wisata Bali cukup mengherankan dari kepentingan bisnis. Namun ternyata semua berjalan lancar, tamu-tamu yang datang dari berbagai penjuru dunia tidak ada yang mempermasalahkan. Sementara bagi keluarga muslim yang ingin berlibur di Bali, The Rhadana Kuta kini menjadi pilihan utama. Di awal 2014 ini, RHD bersama beberapa strategic partner nya baru saja mulai menggarap lahan 400 HA dengan concept “back to nature-eco green & modern traditional” sebagai “one stop holiday destenation resorts” di Lembah Anai Sumatera Barat. Ternyata mantan Deejay Baden Powell Disco ini tidak bisa jauh-jauh dari musik. Tahun 2000, RHD memperoleh frekwensi yang jadikannya sebagai RADIO A-96.7FM Jakarta. Radio A dikenal sebagai radio unik yang tampil beda dengan pesaingnya. Studio nya dibuat persis sama dengan cockpit pesawat Boeing 747 lengkap dengan kursi duduk asli pesawat ini tercatat pada Rekor MURI. Dengan tag line “more music less talk” yang dikemas dengan nuansa aviasi membuat Radio A tampil beda. Dengan beberapa rekan bisnisnya, RHD pun tercatat sebagai pemilik X2 (salah satu disco club papan atas Asia) di Plaza Senayan serta XKTV ( family karaoke ) di Senayan City Jakarta. Keberhasilannya membangun jaringan bisnis tidak lepas dari jiwa entrepreneurship dan pengalamannya yang panjang serta berliku dan dikenal sebagai pengusaha yang ramah, jujur dan selalu low profile namun tegas ini mampu membangun sinergi dan kebersamaan dari sekitar 700 karyawan yang bekerja di berbagai bidang usaha yang dikembangkannya dengan konsep dan tampil beda dengan pesaing. “One dream, one team, one vision, one commitment, one goal ”, merupakan motto dan tekad kami, tegas RHD yang memiliki hobby musik, travelling dan gowez. Disamping memiliki koleksi miniatur ratusan pesawat terbang dan kereta api ini, ternyata Rainier juga selama 14 tahun pernah aktif sebagai pengurus inti PB. IPSI (Pengurus Besar Ikatan Pencak Silat Indonesia).
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
459
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
ENTREPRENEUR
Retno Iswari Tranggono (FKUI 1964)
Pendiri dan President Director PT Ristra Indolab
Pelopor “Science of Beauty” Kiprahnya dibidang kosmetik medis menempatkannya sebagai salah satu tokoh yang disegani. Alumnus FKUI yang akrab dipanggil dr Retno ini meyakini bahwa semangat dan kesungguhan hati untuk memberikan yang terbaik bagi masyarakat akan menjadi energi yang besar dalam menemukan dan menciptakan karyakarya yang berkualitas tinggi. Dan terbukti, PT Ristra Indolab yang dia dirikan diakui sebagai pelopor kosmetik medis dengan produk-produk yang berkualitas, aman dan dapat dipertanggung-jawabkan. Ketertarikannya dengan bidang kosmetika bermula ketika pada tingkat V Retno bekerja sebagai pengajar di sebuah institut kecantikan. Dari kegiatannya itu, dia mulai mengenal seluk beluk masalah kosmetika dan semangatnya untuk mendalami bidang kosmetik dermatologi semakin menggebu setelah menyaksikan begitu banyaknya produk-produk kosmetik yang tidak memenuhi standar ilmiah dan bahkan banyak mengandung bahan-bahan berbahaya. Ditambah lagi, penanganan medis terkait kesehatan kulit ketika itu masih merujuk pada referensi peninggalan Belanda yang lebih cocok diterapkan untuk orang Eropa yang memiliki iklim sub-tropis. Hal-hal itulah yang mendorong Retno mengambil program spesialis Penyakit Kulit dan Kelamin di FKUI---program spesialis yang tidak favorit, karena dianggap tidak ada duitnya, dimana kata “kelamin” seringkali membuat pasien harus sembunyi-sembunyi bertemu dokter. Minimnya referensi ilmiah terkait kecantikan kulit memaksa Retno harus berusaha keras. Beruntung, Suharto Tranggono, sang suami yang juga alumnus FKUI dan berprofesi sebagai dokter TNI AU, ketika itu bertugas di Beograd ,Yugoslavia, memberinya hadiah kejutan yang sangat berharga, buku berjudul “The Structure and Function of the Skin” karya William Montagna. Buku hadiah dari suami itulah yang menjadi referensi utama bagi Retno untuk mempelajari dan mendalami reaksi kulit pada umumnya dan beragam jenis kulit khususnya terhadap bahanbahan obat tertentu. Visinya jauh ke depan, selalu tertantang untuk mewujudkan gagasan-gagasannya yang luput dari perhatian orang lain. Hal itu dibuktikan ketika ia memperjuangkan berdirinya suatu jurusan yang khusus menangani masalah kosmetik dan kecantikan. Ia meyakini di masa depan, kesehatan kulit dan kecantikan akan menjadi sesuatu yang penting bagi masyarakat khususnya bagi kaum wanita. Meskipun diejek dan ditertawakan oleh para koleganya yang menganggap kosmetik dan kecantikan kulit itu urusan tukang salon yang tidak layak masuk ke ranah ilmiah, Retno tetap berkeras dan berhasil meyakinkan Prof. M Djoewari yang ketika itu menjabat Kepala Bagian Kulit dan Kelamin FKUI. Dan pada tanggal 1 April 1970, Sub-Bagian Kosmetik dan Bedah Kulit (kini dikenal sebagai Cosmetodermatologi) diresmikan dan Retno dipercaya untuk memimpinnya.
460
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Dengan posisinya itu, Retno pun memiliki kesempatan untuk membenahi seluruh sistem yang ada dan akhirnya menyusun sebuah proyek dengan dukungan Departemen Kesehatan untuk meningkatkan kualitas salon-salon kecantikan. Pada tahun 1975-1976, Retno juga dipercaya untuk menyempurnakan kurikulum pendidikan bagi para ahli kecantikan melalui organisasi Konsorsium Pendidikan Tata Kecantikan Kulit dan Rambut hasil kerjasama Persatuan Dokter Spesialis Kulit Indonesia (Perdoski) dan Departmen Pendidikan. Sebagai dosen dan dokter kulit di FKUI/RSCM, Retno banyak menerima keluhan dari masyarakat mengenai ketidak-cocokan pemakaian produk kosmetika. Merasa memiliki tanggung jawab profesi, ia pun mengirim produk-produk kosmetik yang banyak digunakan dokter kulit ke Ditjen Pengawas Obat dan Makanan (sekarang Badan POM) untuk diuji. Hasilnya diketahui bahwa produk-produk tersebut mengandung bahan merkuri dan logam-logam lain yang berbahaya. Ia pun menjadi orang pertama yang berinisiatif menguji produk kosmetika yang kemudian menyadarkan pejabat Ditjen POM untuk memasukkannya sebagai produk kesehatan yang harus diawasi peredarannya. Sejak itu pula, Retno terlibat sebagai wakil ketua dan penasehat panitia Pemantauan Efek Sampingan Kosmetika di Ditjen POM. Banyaknya keluhan dari pasien dan fakta banyaknya produk kosmetik berbahaya membuat Retno menghabiskan sebagian besar waktunya melakukan penelitian untuk mencari solusi terbaik dibidang perawatan kulit. Awalnya, Retno membuat resep bagi pasien-pasiennya untuk pembuatan obat yang harus diracik dan diramu oleh apoteker. Karena masih tetap ada keluhan dari pasien, dia kemudian memutuskan meracik sendiri produk-produk kosmetika yang dia berikan kepada para pasiennya. Hasilnya mengagumkan, para pasien merasa cocok dengan ramuan produk kosmetik yang diraciknya. Tahun 1982, Retno akhirnya meluncurkan produk kosmetik komersialnya dengan merek RISTRA (akronim dari Retno Iswari-Suharto Tranggono), yaitu Acne Lotion dan JJ Foundation. Untuk mendukung gagasan besar sang istri, Suharto Tranggono kemudian memutuskan pensiun dini untuk memimpin menejemen perusahaan. Retno yang fokus di pengembangan produk berhasil melakukan inovasi penting dengan mempelopori konsep ph balance dan teknologi nano untuk produk-produk Ristra yang belakangan banyak diikuti produsen-produsen kosmetik lain. Dan berkat kerja keras dan dedikasinya yang tinggi, melalui PT Ristra Indolab yang ia dirikan, wanita yang meraih penghargaan Entrepreneur of The Year 2001 dari Ernst & Young ini berhasil mengembangkan jaringan gerai kecantikan bernama House of Ristra yang tersebar di berbagai kota di Indonesia--- antara lain di Bandung, Purwokerto, Bogor, Bangka, Jogjakarta, Samarinda, Solo, Bengkulu, Medan dan Jayapura. Mengusung filosofi The Science of Beauty, kerja keras dan dedikasinya membuat wanita yang tampil penuh semangat ini mendapat berbagai penghargaan baik dari dalam maupun luar negeri sebagai pelopor kosmetik medis, sebagai pakar kesehatan kulit tropis, dan sebagai technopreneur handal yang visioner.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
461
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
ENTREPRENEUR
Sjakon George Tahija (FKUI 1980) Pendiri Klinik Mata Nusantara
Komitmen Menjadi Yang Terbaik Dibidangnya Setiap manusia memiliki jalan hidup sendiri-sendiri. Dan mungkin yang paling penting adalah bagaimana seseorang bisa mengaktualisasikan diri secara maksimal dibidang yang ia geluti. Demikian juga halnya dengan Sjakon Georga Tahija, putra almarhum Jullius Tahija yang merupakan salah satu pengusaha terbaik Indonesia, yang lebih memilih profesi dokter sebagai jalan pengabdian. Sang ayah yang sejak kecil mengagumi lakon dalam kisah wayang berpendapat, “…...tak seorang pun bisa menebak, lakon apa yang nanti harus kita jalani. Tetapi, apa pun lakon itu, semuanya harus dimainkan dengan maksimal.” Karena itulah ia menekankan pentingnya pendidikan. Dan sebagai seorang nasionalis, rupanya Julius sangat percaya, pendidikan di Tanah Air tidak kalah bagus dari pendidikan luar negeri. Menimba pendidikan ke luar negeri baru boleh setelah menyelesaikan program S-1 di Indonesia. Sjakon akhirnya menjatuhkan pilihan untuk kuliah di Fakultas Kedokteran UI dan diwisuda sebagai dokter umum tahun 1980. Bisnis ayahnya yang semakin berkembang, termasuk Bank Niaga yang ketika itu masih dikendalikan keluarganya, tidak menyurutkan langkah Sjakon untuk mengabdi sebagai seorang dokter. Ia memulai karir profesionalnya sebagai seorang dokter di Puskesmas di Flores selama dua tahun (1981-1983). Setelah itu, ia kembali ke bangku kuliah untuk mengambil spesialisasi mata di Fakultas Kedokteran UI. Tak berhenti di situ, ia kemudian melanjutkan pendidikannya sebagai Research Fellowship in Cornea and External Eye Diseases di University of Wisconsin, Madison, USA (1988 – 1990). Dan tahun 1993, ia memperdalam ilmu bedah retina di Lions Eye Institute, Perth Australia hingga tahun 1994. Usai menimba ilmu di Australia, Sjakon membuat komitmen bahwa 6 bulan ke depan ia harus dikenal oleh seluruh dokter mata di Jakarta. Dalam setahun dikenal oleh dokter mata di seluruh Indonesia dan dalam waktu tiga tahun dikenal secara regional. Ia yakin bisa mencapai target itu karena subspesialisasi retina masih langka. “Saya kejar bidang ini dan saya terus berusaha ada di depan,” katanya.
“Terus terang, personality saya kurang bagus sebagai dokter mata biasa. Saya lebih cocok dikasih pasien yang keadaan matanya parah sehingga harus ada tindakan cepat,” kata pria yang pernah menjadi staf pengajar FKUI ini. Setelah sekitar 10 tahun di JEC dan berhasil melakukan operasi retina terhadap sekitar 2.000 pasien, tahun 2004 Sjakon memutuskan keluar dan mendirikan Klinik Mata Nusantara (KMN). “Saya putuskan membuat klinik-klinik mata yang pelayanannya bagus, pengobatannya bagus, dan menyebarkannya ke seluruh Indonesia. Itu sebabnya, saya pilih nama Klinik Mata Nusantara karena memang akan saya sebarkan ke seluruh Nusantara,” papar pria kelahiran Desember 1952 ini. Dan di usianya yang ke 52 tahun ketika itu, ia merasa sudah tiba saatnya menyosialiasi bidang retina kepada dokter-dokter muda yang belajar ke luar negeri untuk mengikuti jejaknya. Sebagai spesialis retina, Sjakon ingin menghapus anggapan bahwa penyakit retina sukar disembuhkan sehingga banyak orang malas operasi retina. Ceruk pasar inilah yang dibidik Sjakon karena pesaingnya sedikit. Pasarnya justru para dokter mata yang merujukkan pasien mereka kepadanya untuk kasus-kasus parah seperti operasi retina. “Penyakit retina beda dengan penyakit mata yang lain. Retina kalau tidak cepat ditangani bisa buta,” tutur pria bertubuh tinggi besar ini. Dia tak memungkiri bahwa jiwa entrepreneurship itu tetap terwariskan dalam dirinya. KMN yang ia dirikan merupakan divisi layanan kesehatan Group Austindo yang dimiliki keluarganya. Meski terbilang cukup konservatif dalam pengembangannya, kini KMN telah memiliki 6 cabang di seputar Jakarta, Bekasi dan Semarang. “Saya mengawinkan antara kesenangan saya dan bisnis keluarga,” ungkap Sjakon. “Saya pikir ada rasa tanggung jawab kepada orang tua, meski ayah saya tidak pernah meminta anaknya masuk ke bisnis. Terserah, anaknya mau ngapain.” Komitmen Sjakon untuk menghadirkan klinik mata terbaik bertaraf internasional semakin menjadi kenyataan. KMN dikenal sebagai salah satu klinik mata terbesar di tanah air, memiliki teknologi terkini dengan dukungan dokter spesialis mata berpengalaman. Dan oleh majalah SWA, KMN dinobatkan sebagai Indonesia Healthcare Most Reputable 2013.
Dengan kerja keras disertai komitmen pribadi yang kuat, nama Sjakon bergung keras di kalangan dokter mata, khususnya spesialis retina. Selama sekitar 10 tahun menjadi konsultan penyakit selaput syaraf mata di Jakarta Eye Center (JEC), namanya menggema hingga ke Singapura dan Malaysia.
462
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
463
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
ENTREPRENEUR
Tirto Utomo
(FHUI 1960) Pendiri PT Aqua Golden Mississippi Tbk
Pelopor Air Minum Dalam Kemasan Aqua telah menjadi merk yang terkenal dalam industri air kemasan. Merek ini sangat terkenal di seluruh daerah dari perkotaaan hingga pedesaan. Kesohoran Aqua tidaklah terlepas dari ide gila Tirto Utomo yang tidak lain adalah pendiri Aqua. Lulusan FH UI ini memberanikan diri untuk membentuk sebuah perusahaan air kemasan di saat minuman bersoda sedang meraja-lela di pasar Indonesia. Mantan Deputy Head Legal dan Foreign Marketing pertamina ini berhasil merubah paradigma pasar dengan memunculkan produk baru berupa air mineral kemasan. Berkat kerja keras dan kejelian Tirto Utomo, Aqua berhasil menjadi merek air minum kemasan terbesar di Asia Pasifik, dan air minum dalam kemasan terbesar nomor dua di dunia. Pria kelahiran Wonosobo tahun 1930 ini menempuh pendidikannya di Fakultas Hukum UI sembari bekerja sebagai pemimpin redaksi harian Sin Po dan majalah Pantja Warna. Musibah datang pada tahun 1959 dimana Tirto diberhentikan dari jabatannya sebagai pemimpin redaksi Sin Po. Hal ini mengakibatkan sumber pemasukan keluarga pun menjadi tidak jelas. Namun, akibat peristiwa inilah Tirto Utomo memiliki kemauan yang bulat untuk menyelesaikan kuliahnya di Fakultas Hukum UI. Suami dari Kwee Gwat Kien ini berhasil menyandang gelar Sarjana Hukum dari UI pada tahun 1960. Setelah lulus, Tirto memulai karirnya di Permina (Cikal bakal Pertamina) dan Tirto ditempatkan di pangkalan Brandan. Berkat ketekunan dan kecerdasannya, Tirto menanjaki karirnya hingga diberi kepercayaan sebagai ujung tombak pemasaran minyak. Ide mendirikan perusahaan air minum dalam kemasan ternyata muncul dari pekerjaannya sebagai Deputy Head Legal & Foreign Marketing. Pada tahun 1970 – an Tirto bertugas menjamu delegasi sebuah perusahaan Amerika. Namun jamuan itu terganggu ketika istri ketua delegasi mengalami diare yang disebabkan karena air yang tidak bersih. Tirto kemudian mengetahui bahwa tamu – tamunya yang berasal dari Negara Barat tidak terbiasa meminum air minum yang direbus, tetapi air yang telah disterilkan. Berangkat dari peristiwa tersebut, inisiatif bisnispun segera datang. Tirto Utomo bersama adik iparnya, Slamet Utomo mendirikan pabrik di Bekasi pada tahun 1973 dengan nama PT. Golden Mississippi dan merek produk Aqua. Perusahaan yang awalnya beranggotakan 38 karyawan ini berhasil mengeluarkan produk pertamanya pada 1 Oktober 1974. Tahun 1974 hingga tahun 1978 merupakan masa yang sulit bagi perusahaan
464
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
yang dibangun dengan modal 150 juta ini. Tidah heran bila Tirto Utomo sendiri mengakui hampir menutup perusahaannya karena meski telah lima tahun berdiri tetapi titik impas belum juga dapat diraih. Tetapi selalu ada jalan bagi orang yang ulet dan tabah. Tirto Utomo bersama manajemennya akhirnya mengeluarkan jurus pamungkas dengan menaikkan harga jual hingga tiga kali lipat. Waktu itu ide ini bisa dibilang sebagai ide yang gila karena ditengah rendahnya permintaan pasar Tirto malah menaikkan harga produk Aqua. Namun, pasar berbicara lain. Omset penjualan terus bertambah naik setelah diterapkannya kebijakan ini. Agaknya orang menilai bahwa harga tinggi sama dengan mutu yang tinggi. Pada tahun 1982, Aqua mengganti bahan baku air yang semula berasal dari sumur bor ke mata air pegunungan karena dianggap mengandung komposisi mineral alami yang lebih kaya nutrisi. Aqua pun mulai melayani segmen yang tertarik untuk berlangganan. Salah satu pelanggan setia Aqua adalah kontraktor pembangunan jalan tol Jagorawi, Hyundai. Dari para insinyur Korea Selatan itulah kebiasaan meminum air mineral pun menular kepada rekan kerja pribumi mereka. Dengan penularan semacam ini lah akhirnya air minum dalam kemasan diterima di masyarakat. Keberhasilan Aqua dilanjutkan dengan mendirikan Pabrik keduanya di Pandaan, Jawa timur pada tahun 1984. Berkat kerja keras dan kepemimpinan Tirto, pada tahun 1987 Aqua mulai mengekspor produknya ke mancanegara dan berhasil mendapatkan sambutan yang positif. Dari sisi kemasan, Aqua juga menjadi pelopor bagi perusahaan air mineral lainnya, bahkan botol PET ciptaan Aqua ini telah dijadikan standard dunia. Tirto dikenal sebagai pribadi yang sangat sederhana namun cerdas berfikir. Dalam hubungannya dengan bawahan Tirto menganut gaya manajemen kekeluargaan dan mempercayai kemampuan karyawannya. Tirto yakin bahwa semua keberhasilan ini tidak akan terjadi tanpa keberadaan seluruh karyawannya. “Dulu bukan main sulitnya. Dikasih saja orang tidak mau.’untuk apa minum air mentah’, itulah celaan yang tak jarang kami terima” ujar Willy Sadharta. Saat itu minuman ringan berkabonasi memang sedang naik daun sehingga gagasan menjual air putih tanpa warna dan rasa bisa dianggap gagasan gila. Namun, ide gila Tirto Utomo berhasil membawa namanya masuk ke dalam “Hall of Fame” sebagai pencetus air minum dalam kemasan. “Banyak orang mengira bahwa memproduksi air kemasan adalah hal yang mudah. Mereka pikir yang dilakukan hanyalah memasukkan air keran ke dalam botol. Sebetulnya, tantangannya adalah membuat air yang terbaik, mengemasnya dalam botol terbaik dan menyampaikannya dengan cara yang baik.” Tirto Utomo memang sudah wafat pada tahun 1994, namun prestasi Aqua sebagai produsen air minum dengan merek tunggal terbesar di dunia tetap dipertahankan sampai sekarang.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
465
Call Center : 021 - 751 6699 www.klinikmatanusantara.com Email :
[email protected] @MyKMN
Klinik Mata Nusantara (KMN) Klinik Mata Nusantara adalah jaringan klinik spesialis mata terbesar di Indonesia, yang memiliki layanan dan fasilitas berstandar internasional dengan didukung teknologi diagnostik dan pengobatan terkini. KMN - Kebon Jeruk, Jl. Arjuna Utara No. 50, Kebon Jeruk 11510 | KMN - Jakarta Selatan, Jl. R.A. Kartini No. 99, Lebak Bulus 12440 | KMN - Kemayoran, Kawasan Niaga Selatan Blok B-15, Bandar Kemayoran 10610 | KMN - Jakarta Timur, Jl. Dewi Sartika No. 239A Cawang 13630 | KMN - Bekasi, Sentra Niaga Kalimalang Blok A9-16, Jl. Ahmad Yani, Bekasi 17144 | KMN - Semarang, Jl. Ahmad Yani No. 146, Semarang 50136.
Klinik Mata Nusantara
PRAKTISI & PIMPINAN PERUSAHAAN
Konstruksi & Real Estat
Perbankan Jahja Setiaatmadja Arwin Rasyid Adrian Asharyanto Gunadi Evi Firmansyah Hendiarto Joseph F.P. Luhukay Muliadi Rahardja Pahala N. Mansury Yuslam Fauzi
President Director PT Bank Central Asia Tbk President Director PT Bank CIMB NIaga Tbk Direktur PT Bank Muamalat Wakil Dirut PT Bank Tabungan Negara
Direktur PT Bank Muamalat
Mantan Wakil Dirut PT Bank Danamon International Tbk
Direktur PT Bank Danamon Tbk Direktur PT Bank Mandiri Tbk Direktur Utama PT Bank Syariah Mandiri
470 472 474 475 476 477 478 479 480
Jasa Keuangan Non Bank Edgar Ekaputra Erry Firmansyah Hendrisman Rahim Hotbonar Sinaga Parman Nataatmadja Sinthya Roesly Zaafril Razief Amir
Mantan Direktur Utama PT Danareksa Mantan Direktur Utama PT BEI Direktur Utama PT Asuransi Jiwasraya (Persero) Mantan Direktur Utama PT Jamsostek Direktur Utama PT Penanaman Modal Madani Direktur Utama PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia Direktur Utama PT Asuransi Ekspor Indonesia
482 483 484 486 488 190 492
Pertambangan & Energi Darwin Silalahi Eddy D. Erningpraja Evita M. Tagor Moch. Harry Jaya Pahlawan Moh Syah Indra Aman Murtaqi Syamsuddin Setio Anggoro Dewo Sofwan Farisyi Yuanita Rohali
Presiden Direktur PT Shell Indonesia Direktur PT PLN (Persero) Direktur SDM PT Pertamina Direktur PT PLN (Persero) Director & Chief Legal Officer PT Adaro Energy Tbk. Direktur PT PLN (Persero), 2009 - Sekarang Direktur PT PLN (Persero), 2008 - Sekarang President Director Radiant Utama Group Chief Financial Officer PT Bumi Resources Minerals Tbk
494 496 498 500 502 504 505 506 508
Infokom & Perhubungan Abdulgani Dayu P Rengganis Emirsyah Satar Joris de Fretes Karni Ilyas Oerianto Guyandi
Mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia Direktur PT INTI (Persero) CEO & President Director PT Garuda Indonesia Tbk Direktur Human Resources PT Huawei Services Direktur Pemberitaan TVOne Chief Financial Officer PT Global Mediacom Tbk.
510 512 514 516 518 520
Achmad Noerzaman Gregorius Antar Awal Hendrajaya Isnaeni Husin Widjajakusuma
Presiden Direktur PT Arkonin Principle Architect di PT Han Awal & Partners Direktur Utama PT Arkitekton Limatama Presiden Direktur PT Metropolitan Kentjana Tbk
522 524 525 526
Direktur Sinar Mas Group President Director PT London Sumatra Plantations Tbk Direktur Utama PT Perkebunan Nusantara VI (Persero) Direktur Utama PT Rajawali Nusantara Indonesia
528 530 532 534
Industri Perkebunan Agustian R Partawidjaja Benny Tjoeng Iskandar Sulaiman Ismed Hasan Putro
Industri Pengolahan dan Manufaktur Eva Riyanti Hutapea Ira Noviarti Irvan Kamal Hakim Junino Jahja Maurits D Rudolf Lalisang Paulus Moleonoto Sabri Ramdhany
Mantan CEO PT Indofood Sukses Makmur Tbk Director PT Unilever Indonesia Tbk President Director PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. Mantan Direktur Utama Perum Peruri Presiden Direktur PT Unilever Indonesia Tbk Direktur PT Indofood Sukses Makmur Tbk Direktur Utama Perusda MBS Kalimantan Timur
536 538 540 542 544 546 548
Konsultan Hukum AH Garuda Nusantara Adnan Buyung Nasution Al Hakim Hanafiah Dyah Wijayawati Soewito Felix Oentoeng Subagio Gani Djemat GP Aji Widjaja Humphrey H Djemat Insan Budi Maulana Kartini Muljadi M Husseyn Umar Nono Anwar Makarim Pradjoto Rahmat S.S. Soemadipradja Sri Indrastuti Hadiputranto Todung Mulya Lubis Yan Apul Yozua Makes
Pendiri A Hakim G Nusantara, Harman & Partners 550 Pendiri Adnan Buyung Nasution & Partners Law Firm 552 Managing Partner di Hanafiah Ponggawa & Partners 554 Pendiri Kantor Hukum SSEK 556 Partner Pendiri Kantor Hukum Soebagjo, Jatim, Djarot. 557 Pendiri Kantor Hukum Gani Djemat & Partners 558 Pendiri Kantor Hukum Aji Wijaya, Sunarto Yudo & Co 559 Chairman Gani Djemat & Partners 560 Partner Pendiri Kantor Hukum Maulana & Partners 562 Pendiri Kantor Hukum Kartini Muljadi & Rekan 564 Wakil Ketua Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) 566 Partner Pendiri Kantor Hukum Makarim & Taira S 568 Partner Pendiri Kantor Hukum Pradjoto & Associates 570 Partner Pendiri Kantor Hukum Soemadipradja & Taher 572 Partner Pendiri Kantor Hukum HHP 574 Aktivis dan Pendiri Lubis Santosa & Maramis Law Firm 576 Pendiri Kantor Hukum Yan Apul & Rekan 578 Pendiri Kantor Hukum Makes & Partners 580
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Jahja Setiaatmadja (FEUI 1980) President Director PT Bank Central Asia Tbk (2011 - Sekarang)
Inspiring CEO with Inspirational Achievements Keberhasilan seseorang dapat diraih ketika ia mau dan mampu belajar dari pengalaman hidup dan berani untuk melakukan perubahan. Demikian juga dengan Jahja Setiaatmadja, kondisi kehidupan keluarga yang pas-pasan justru menjadi pemicu semangatnya untuk memperjuangkan hidup. Ayahnya bekerja di Bank Indonesia yang setelah 35 tahun bekerja hingga pensiun jabatannya sebagai kepala kasir. Kesempatan kuliah di Jurusan Akuntansi FEUI tidak disia-siakan, meski harus turun naik kendaraan umum untuk pergi dan pulang kuliah. Baru ketika menjadi mahasiswa tingkat 3, ia bisa mencoba motor Honda CB 100 karena sang ayah diberi kesempatan untuk kredit motor di tempat kerjanya. Jelang akhir kuliah, ketika tengah menyusun skripsi, Jahja memutuskan untuk mencari kerja dan diterima sebagai Junior Accountant di kantor akuntan publik Pricewaterhouse. Selain bekerja di kantor, ia kerja sambilan di sebuah rental kaset untuk mendapatkan tambahan uang saku. Tak disangka, justru dari kerja sambilan di rental kaset itu peruntungan karirnya berawal. Salah satu pelanggan setianya, Rudy Capelle, mengajaknya bergabung dengan Kalbe Farma yang ketika itu tengah melakukan peremajaan sistem akuntansi. Memulai karir di Kalbe Farma sebagai Asistant Manager Cost Accounting tahun 1980, 4 tahun kemudian ia dipercaya sebagai Senior Finance Manager. Dan tahun 1988, Jahja dipromosikan sebagai Direktur Keuangan dan bertugas mengelola seluruh keuangan dari Grup Kalbe yang memiliki bisnis di berbagai bidang, mulai dari farmasi, properti, distributor, kosmetik, Kodak film, travel, hingga bank. Awal tahun 1989 Jahja mendapat tawaran dari Kornferry, sebuah perusahaan headhunter dari Singapura, untuk bekerja di Indomobil. Setelah dipertemukan dengan sejumlah pejabat senior di Indomobil dan diyakinkan karirnya dapat lebih berkembang, Jahja akhirnya memutuskan bergabung dan ditugaskan sebagai Direktur Keuangan. Tidak lama di Indomobil, tahun 1990 Andree Halim mengajaknya untuk memasuki dunia perbankan dan mengatakan bahwa sejak tahun 1988 dunia perbankan tengah mengalami perkembangan yang luar biasa. Sementara BCA, yang ketika itu satu group dengan Indomobil, tengah membutuhkan tenaga untuk melengkapi formasi timnya. Meskipun dari segi pangkat mengalami down grade, Jahja menerima tantangan itu dan bergabung dengan BCA tahun 1990 sebagai Wakil Kepala Divisi. Selain alasan peluang, rupanya Jahja akhirnya juga ingin berkiprah dibidang perbankan sebagaimana sang ayah. Tak berbeda dengan perjalanan karir sebelumnya, jejak rekamnya di BCA juga tercatat meyakinkan. Setelah 5 tahun menjabat sebagai Wakil Kepala Divisi, Jahja
470
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PRAKTISI & PIMPINAN PERUSAHAAN (Perbankan)
dipromosikan sebagai Kepala Divisi. Tahun 1999, ia diangkat menjadi Direktur dan tahun 2005 dipercaya sebagai Wakil Presiden Direktur. Akhirnya, setelah 21 tahun berkarir di perbankan, Jahja meraih posisi puncak di BCA sebagai President Director pada tahun 2011. Dari perjalanan karirnya, Jahja sempat menganalogikannya dengan permainan golf yang ia gemari. Menurutnya, dalam permainan golf, ada kalanya seseorang dapat bermain bagus dan ada kalanya pula bermain jelek, ada kalanya dihinggapi nasib bagus dan ada kalanya pula dihinggapi nasib jelek. Dia mencontohkan saat seseorang bermain bagus, kadang tiba-tiba bolanya melenceng mengenai pohon dan batu, akhirnya jauh dari sasaran. Namun kadang kala, seseorang bermain jelek, tibatiba bolanya mengenai pohon dan arah bola malah mendekati sasaran. “Itu menandakan bahwa dalam kehidupan ini ada naik dan ada turun. Jadi, mau memaksa tapi belum waktunya tidak akan bisa. Namun, yang tidak disangka-sangka bisa terjadi. Itulah kehidupan,” kata Jahja. Meskipun begitu, Jahja menggarisbawahi, untuk bisa berhasil dalam berkarir, seseorang harus memiliki semangat pantang menyerah, kemauan untuk terus belajar dan meningkatkan kapasitas diri, serta kemampuan bekerjasama secara sinergis dalam sebuah tim kerja. Kuncinya, menurut Jahja, seseorang harus mencintai dan menghayati pekerjaannya sehingga ia dapat menikmati setiap tugas pekerjaan yang diberikan. Pada puncaknya, Jahja meyakini betapa pentingnya pemimpin perusahaan membangun sebuah kerja sama tim yang solid sehingga dapat bekerja secara efektif. “Tak ada perusahaan yang bisa berdiri hanya karena pemimpinnya yang hebat. Tak ada superhero dalam perusahaan. Dibutuhkan kerja sama yang baik antara satu sama lain,” tegas Jahja. Ketika seorang pemimpin mengambil keputusan, kebijakan dan strategi, Jahja menekankan pentingnya mendengarkan masukan dari staff yang berada di lapangan, mendengar berbagai feedback yang didapat. Selain itu, seorang pemimpin harus bisa mencari terobosan-terobosan baru yang bisa membawa perusahaan naik tingkat menjadi lebih baik dan mampu menjadi inspirasi bagi seluruh karyawan dengan semangat dan hasrat yang besar untuk meraih prestasi terbaik. Atas reputasi, totalitas dan kepemimpinan yang inspiratif, Jahja mendapat banyak penghargaan dari berbagai lembaga baik nasional maupun internasional. Diantaranya adalah Best of Chief Finance Officer (CFO) di Indonesia tahun 2005 (Institutional Investor Magazine, London), Runner Up of Best CFO Award 2008 (Finance Asia), CEO of the Year 2011 (Indonesia Property & Bank Award 2011), CEO of the Year 2012 ( Indonesia Property & Bank Award 2012), dan Best CEO Indonesia 2012 (Finance Asia). Awal tahun 2013, Jahja kembali memperoleh penghargaan bergengsi sebagai pengakuan atas prestasi yang ia capai. Setelah Men’s Obsession Magazine memberinya penghargaan sebagai “The Amazing Stars: Men’s Obsession’s Though CEO’s from 2012-2013 di bulan Januari 2013, Majalah Warta Ekonomi menobatkan Jahja sebagai “Indonesia Most Admired CEO (IMAC) 2013 dibidang industri perbankan, pada tanggal 26 Februari 2013. IMAC 2013 sendiri melakukan riset keunggulan-keunggulan para CEO di Indonesia dari sisi kepemimpinan, profesionalisme, kepribadian, prestasi (performance), dan juga shared values.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
471
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PRAKTISI & PIMPINAN PERUSAHAAN (Perbankan)
Arwin Rasyid (FEUI 1980)
President Director PT Bank CIMB NIaga Tbk (2008 - Sekarang)
Dibalik Keberhasilan Merger Bank Nasional Kiprah Arwin Rasyid di industri perbankan tidak perlu diragukan lagi. Bankir senior ini banyak menorehkan prestasi yang turut mewarnai sejarah industri perbankan nasional. Diantara prestasi itu adalah keberhasilannya memimpin Bank Danamon, hasil merger 11 bank, dan dalam tempo singkat mengubah bank yang merugi tersebut menjadi untung. Keberhasilan itu memiliki makna penting dalam sejarah perjalanan industri perbankan nasional, mengingat berhasil tidaknya merger 11 bank tersebut akan berpengaruh terhadap program restrukturisasi perbankan paska krisis moneter. Keberhasilan serupa kembali ditorehkan Arwin Rasyid ketika ia dipercaya menjadi President Director Bank CIMB Niaga, hasil merger Bank Niaga dan Bank Lippo, dan berhasil membangun sinergi positif dari dua bank besar swasta nasional yang digabungkan tersebut. Lulusan Fakultas Ekonomi UI tahun 1980 ini sempat menjadi asisten dosen sejak tahun 1977. Persentuhan dengan industri perbankan bermula ketika pada tahun 1980 ia diminta untuk menjadi moderator sebuah seminar yang diselenggarakan Bank of Amerika (BoA) di FEUI untuk memperkenalkan kepada calon lulusan FEUI agar tertarik melamar ke BoA. Tak disangka, setelah seminar usai, BoA mendekati Arwin Rasyid dan mengajaknya untuk bergabung. Mengawali karir dari bawah, sebagai lulusan Studi Pembangunan yang lebih banyak berkutat dengan ekonomi makro, ia merasa kurang cepat tanggap terhadap aspek-aspek mikro. Hal itu mendorongnya mencari beasiswa untuk kuliah di luar negeri dan akhirnya mendapatkan beasiswa dari East-West Center. Arwin Rasyid kemudian melanjutkan pendidikannya di University of Hawaii dan meraih dua gelar sekaligus, MA (1981) dan MBA (1982). Tahun 1988 Arwin Rasyid memutuskan mundur dari BoA. Ia merasa sudah tiba waktunya untuk mengabdikan diri bagi bangsanya sendiri, untuk ikut berperan dalam memajukan industri perbankan nasional. Pada tahun itu juga ia bergabung dengan Bank Niaga dan dipercaya sebagai Asistant Vice President. Bekerja di lingkungan yang tepat membuat Arwin Rasyid dengan cepat mampu bersinergi dengan kolega-koleganya dan mengoptimalkan kemampuannya. Karirnya di Bank Niaga terbilang cemerlang, setelah penugasan di berbagai posisi strategis, tahun 1994 ia diangkat menjadi Direktur Korporat Perbankan dan tahun 1998 dipercaya sebagai Wakil Direktur Utama Bank Niaga. Akibat krisis moneter, tahun 1999 Bank Niaga menjadi salah satu bank di bawah pengawasan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) karena dana pemegang saham untuk rekapitalisasi kurang dari 20%. Pada tahun yang sama Arwin Rasyid diminta bergabung ke BPPN sebagai Wakil Ketua. Bulan Oktober 2000, ia ditugaskan sebagai Direktur Bank Danamon yang merupakan hasil merger
472
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
dari 11 bank dibawah pengawasan BPPN. Dan Arwin Rasyid berhasil meningkatkan kinerja Bank Danamon secara signifikan, dari yang sebelumnya masih merugi hingga berhasil mendapatkan keuntungan sekitar Rp 1,5 triliun setelah 3 tahun kepemimpinannya. Tahun 2003 ia diangkat diangkat menjadi Wakil Direktur Utama BNI. Dan sekitar dua tahun kemudian, ia terpilih sebagai Direktur Utama Telkom hingga akhirnya mengundurkan diri tahun 2007. Setelah mundur dari Telkom, Arwin Rasyid sempat mencoba usaha sendiri sebagai konsultan. Tetapi tidak lama, ia kemudian kembali melanjutkan karirnya di perbankan. Tahun 2008, menjelang proses merger Bank Niaga dan Bank Lippo, Arwin Rasyid mendapat tawaran untuk memimpin bank hasil merger tersebut. Selanjutnya, Ia diangkat menjadi President Director Bank CIMB Niaga pada tahun 2008 dan berlanjut hingga sekarang. Memimpin bank hasil merger tentu bukanlah hal yang mudah. Ia harus berusaha untuk menciptakan kepastian guna mengurangi kadar kegelisahan para karyawan yang dapat mempengaruhi motivasi kerja. Selain itu, ia juga harus mampu menjaga agar tidak terjadi kubu-kubuan antar karyawan dari dua bank yang dimerger. Dan akhirnya, Arwin Rasyid berhasil mengemban misi penting didalam mensinergikan dua kekuatan bank besar swasta nasional yang dimerger tersebut. Prestasinya memimpin Bank CIMB Niaga semakin menegaskan kiprah Arwin Rasyid di industri perbankan nasional. Lalu apa sebenarnya kiat-kiatnya dalam meniti jalan karir dan meraih keberhasilan? “Orangtua mengingatkan kepada saya dan kakak saya bahwa kita harus selalu mencari prestasi, bukan jabatan. Karena, kalau kita mengejar prestasi, kita mau bekerja keras dan melakukan sesuatu yang positif di mana pun kita berada. Orangtua mengingatkan saya, kalau kamu berprestasi, jabatan atau gaji datang dengan sendirinya. Sebaliknya, kalau kita mengejar jabatan atau gaji, kita justru menjadi tidak fokus, “ungkap Arwin Rasyid, mengingat lagi petuah sang ayah, Mr. Sutan Mohammad Rasjid, salah satu diplomat ulung pada masa perjuangan kemerdekaan. Lebih lanjut, Arwin Rasyid mengaku memiliki dua “kompas”, referensi yang menjadi rujukan. Pertama adalah nasehat orang tuanya: lebih baik “tidur enak” daripada “makan enak”. Kira-kira artinya adalah ketika seseorang bekerja sebaik-baiknya dan tidak memiliki sedikit pun agenda tersembunyi, maka ia dapat menjalankan tugas tanpa beban. Referensi kedua datang dari seorang pengusaha senior dalam sebuah presentasi yang membuatnya begitu terkesan: bahwa keputusan yang baik itu diambil atas dasar kebenaran, bukan atas dasar cari untung. “Bagaimana kita mengejar keuntungan kalau dasarnya salah? Saya merasa bersyukur dengan adanya dua kompas ini, karena pengambilan keputusan menjadi lebih mudah. Saya sering berhadapan dengan keputusan pelik, tapi saya tidak butuh waktu lama untuk memutuskan dan tidak ada penyesalan setelah itu,” tutur suami Dotty Suraida dan ayah dari tujuh orang anak ini. Arwin Rasyid menegaskan bahwa “kompas” itu tak ubahnya cahaya yang membimbingnya untuk tetap melangkah di jalan yang tepat ketika dirinya dihadapkan pada masalah-masalah yang rumit. Dan ketika seseorang tidak memiliki agenda tersembunyi dan berpegang pada nilai-nilai kebenaran, maka ia memiliki kekuatan moral yang besar untuk mengambil sikap dan keputusan.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
473
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Adrian Asharyanto Gunadi (FE UI 1999) Direktur PT Bank Muamalat (2010 - Sekarang)
Lahir di Jakarta, 3 Januari 1976, Adrian meraih gelar Sarjana Ekonomi dari Universitas Indonesia (1999) dan gelar Master Business of Administration dalam bidang finance dari Rotterdam School of Management Erasmus Graduate School of Business, Netherlands (2003). Adrian mengawali karir perbankan di Citigroup sebagai Management Associate, Corporate Banking, Local Corporate Group (1999-2001). Ia kemudian bergabung sebagai Cash Management Product Manager (2001-2002) dan Assistant Director, Financial Institution Relationship di Standard Chartered Bank Jakarta (2004-2006). Pada tahun 2006 mendapat penugasan internasional sebagai Associate Director bidang Islamic Products di Standard Chartered Saadiq, Dubai, UAE. Ia juga pernah menjabat sebagai Head of Sharia Banking, PT Permata Bank Tbk pada Juli 2009 sebelum kemudian bergabung di Bank Muamalat Indonesia sebagai Retail Banking Director. Adrian aktif mengikuti berbagai training, lokakarya serta simposium di tingkat nasional dan internasional; diantaranya dalam Global Forum, Islamic Financial Market (Jakarta, 2008), Islamic Sukuk, Bringing Into Markets (Singapore, 2008), Islamic Finance, Structured Products (Dubai, 2007), Derivates Academy (Abu Dhabi, 2007) Oxford Leadership Program (UK, 2007) dan Corporate Finance Structuring Workshop (Hong Kong, 2006).
PRAKTISI & PIMPINAN PERUSAHAAN (Perbankan)
Evi Firmansyah (FE UI 1983 Wakil Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara (2007- Sekarang)
Sejak dipercaya untuk menduduki posisi Wakil Direktur PT Bank Tabungan Negara (BTN) pada Desember 2007 lalu, Evi Firmansyah bersama jajaran direksi lainnya mulai melakukan berbagai gebrakan. Di antaranya, BTN tengah menyiapkan layanan cepat kredit pemilikan rumah maupun kredit pemilikan apartemen (KPR/KPA). Layanan cepat ini memungkinkan KPR/ KPA dapat diproses dalam waktu yang singkat, hanya lima hari kerja saja. Inovasi ini boleh dikatakan sebagai bentuk kepedulian BTN untuk terus meningkatkan pelayanan kepada para nasabah. “Persetujuan KPR/KPA kini hanya membutuhkan waktu sepekan. Ini karena BTN menyiapkan layanan cepat KPR. Kami memiliki layanan cepat yang memungkinkan KPR dan KPA dapat diproses dalam waktu lima hari saja,” kata sang inovator itu. Kepiawaian Evi dalam dunia perbankan tidak perlu diragukan. Sebelum duduk di jajaran direksi BTN, Evi pernah menjabat sebagai direktur PT Bank Ekspor Indonesia. Selain itu, adik dari Direktur Utama PT Bursa Efek Indonesia Erry Firmansyah ini, juga pernah menjabat sebagai Direktur BNI Sekuritas pada tahun 2004, Komisaris PT Bank Bumiputera Tbk pada tahun 2003, Direktur Eksekutif PT Danareksa (Persero) pada tahun 2002, dan Wakil Direktur PT Danareksa (Persero) sejak 1996 sampai dengan 2002. Evi yang sarjana ekonomi lulusan Universitas Indonesia tahun 1983 itu, juga pernah mengikuti PRBP program di Amerika pada tahun 2006 dan Eksekutif Pengelolaan Risiko di Singapura pada tahun 2005. Karenanya, dengan berbagai pengalaman dan sepak terjangnya dalam dunia perbankan, maka kredibilitas dan profesionalisme Evi Firmansyah tidak perlu diragukan lagi. Dapat dipastikan, BTN yang merupakan bank dengan core bisnis di bidang perumahan itu dapat dijadikan tumpuan bagi pemerintah atau masyarakat menengah kecil untuk tetap concern dalam penyaluran KPR/KPA bersubsidi.
474
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
475
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Hendiarto (FE UI 1999) Direktur PT Bank Muamalat (2010 - Sekarang)
Lahir di Jakarta, 3 April 1962, alumnus Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FEUI) bidang studi pembangunan ini menempuh pendidikan dasar hingga lulus perguruan tinggi di Jakarta. Saat ini Hendiarto menjabat sebagai Finance and Operations Director di Bank Muamalat Indonesia sejak 28 Juni 2010, yang didukung oleh pengalaman kerja di perbankan selama 20 tahun di berbagai bidang, antara lain bidang Finance, Treasury dan Wholesale Banking. Berangkat dari Management Trainee di Bank Universal di awal tahun 1990, beberapa peran kerja strategis yang pernah dikelolanya antara lain adalah Merger Integration Team Universal Bank menjadi Bank Permata, membangun beberapa kegiatan bisnis strategis seperti Transaction Banking Service dan Micro Finance. Selain itu juga aktif dalam implementasi Core Banking System di Bank ICB Bumiputera. Berbagai jenis pelatihan dan sertifikasi telah diikuti sebagai bagian dari pengembangan diri untuk tetap meningkatkan profesionalisme, antara lain adalah Astra General Management Program 1990, Short Course Strategic Management Program dari National University of Singapura 1996, Risk Management BSMR level 1-5 dan beberapa program Train The Trainer (TTT) lainnya.
PRAKTISI & PIMPINAN PERUSAHAAN (Perbankan)
Joseph F.P. Luhukay (FT UI 1972) Wakil Direktur Utama PT Bank Danamon International Tbk (2008- 2011)
Joseph F.P. Luhukay, yang akrab dipanggil Jos Luhukay, ini adalah alumni Teknik Elektro FTUI tahun 1972. Ia memulai karirnya di Departemen Keuangan RI sebagai anggota kelompok kerja yang ditugasi mengembangkan sistem informasi, antara lain dibidang perpajakan, bea cukai dan anggaran. Ia kemudian mendapatkan bea siswa untuk program pascasarjana dibidang ilmu computer di University of Illinois – USA dan berhasil meraih gelar MSc serta PhD. Kembali ke Indonesia tahun 1983, Jos membantu pendirian program S1 dan S2 dibidang Ilmu Komputer di UI. Kemudian pada tahun 1989 ia diangkat menjadi Information Technology Group Head di Bank Niaga dengan pangkat Vice President hingga tahun 1994 dengan jabatan terakhir sebagai Senior Vice President yang membidangi System & Operations. Antara lain, Jos Luhukay berhasil membawa Bank Niaga menjadi bank nasional pertama yang fully online dan mengembangkan himpunan buku pedoman yang menggariskan tatanan dan pola implementasi corporate governance. Setelah itu ia menjadi anggota Dewan Penasehat bank tersebut sampai tahun 1995. Tahun 1996, Jos Luhukay ikut memimpin Universitas Bina Nusantara, sekaligus mengajar mata kuliah system informasi dan entrepreneurship. Karena kesibukannya, ia mengundurkan diri dari tim manajemen Binus pada awal tahun 2006. Jos Luhukay juga pernah bergabung dengan Ernst & Young sebagai partner pada Februari 2000. Ia memimpin Divis Business Risk Consulting yang menangani jasa konsultasi dibidang corporate governance, manajemen resiko, penasehat dan audit system informasi, audit intern dan pengembangan kebijakan dan proses operasional. Pada tahun 2004, Jos Luhukay dipercaya sebagai Direktur Utama PT bank Lippo Tbk hingga tahun 2006. Setelah itu, ia bergabung dengan PT bank Danamon International Tbk tahun 2008 sebagai Wakil Direktur Utama sampai dengan tahun 2011.
476
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
477
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Muliadi Rahardja (FEUI 1983) Direktur PT Bank Danamon Tbk (1999 - Sekarang)
Pahala N. Mansury (FE UI 1994) Direktur PT Bank Mandiri Tbk (2010 - Sekarang)
Alumni Fakultas Ekonomi UI ini memulai karir profesionalnya sebagai konsultan pada sebuah perusahaan konsultan manajemen di Jakarta pada tahun 1983 dan bergabung dengan PT Sepatu Bata Indonesia Tbk pada tahun 1984. Selanjutnya pada tahun 1985 ia bergabung dengan Grup Lippo dan bertanggung jawab atas Asuransi, Garmen dan Perbankan setelah sebelumnya menjabat sebagai Deputy Group Head Sistem Informasi Manajemen.
Di usianya yang terbilang masih muda, lulusan Akuntansi FEUI ini telah berhasil menorehkan prestasi yang membanggakan. Ia dipercaya sebagai Managing Director Finance and Strategy Bank Mandiri, bank dengan aset terbesar di tanah air, ketika usianya baru menginjak angka 40. Tentu bukan sekedar keberuntungan, kemampuannya dibidang manajemen keuangan telah memberinya banyak perhargaan baik dari dalam maupun luar negeri.
Pada tahun 1989, Muliadi memutuskan bergabung dengan Bank Danamon dan ditugaskan sebagai Pimpinan Cabang Tangerang. Karirnya terus menanjak. Setelah menjabat sebagai Kepala Divisi Perencanaan dan Strategi, tahun 1999 ia dipercaya sebagai Direktur Bank Danamon yang dijabatnya hingga sekarang.
Lulusan Akuntansi FEUI tahun 1994 ini memulai karir profesional sebagai change management consultant di Andersen Consulting Jakarta hingga tahun 1997. Pahala kemudian memutuskan untuk melanjutkan pendidikannya di from Stern School of Business, New York University (NYU) - USA. Selain kuliah, ia juga bekerja paruh waktu di sebuah perusahaan sekuritas yang berbasis di New York.
Satu dari sekian banyak pengalaman penting dalam karirnya adalah ketika ia ditugaskan sebagai Direktur SDM, yang mana ia bertanggung jawab mengidentifikasi dan menyesuaikan kompetensi inti yang diperlukan oleh bank untuk mencapai prioritas bisnis memastikan bahwa manajemen dan karyawan memiliki kompetensi inti tersebut melalui program-program pengembangan keterampilan dan pelatihan. Muliadi mengakui bahwa masalah kepemimpinan merupakan isu HR yang krusial dihadapi oleh banyak perusahaan, termasuk juga Bank Danamon. Karena itulah, sebagai Direktur SDM, ia bertanggung jawab dalam mengembangkan Danamon Leadership Academy untuk melatih karyawan agar mampu menjadi pemimpin yang tangguh. Menurut Muliadi, untuk berhasil dalam karir, seseorang harus memiliki komitmen yang kuat terhadap dirinya sendiri dan terhadap tugas-tugas yang dipercayakan. “Berbicara tentang komitmen, sejenak kita mengingat komitmen apa saja yang sudah kita buat dalam hidup ini. Secara tidak sadar, sebenarnya sejak kecil kita sudah diajarkan tentang komitmen oleh orang tua kita, misalnya komitmen dalam mengerjakan tugas-tugas sekolah dan pekerjaan rumah,” tulis Muliadi di majalah internal Danamon, Spirit Magazine. “Makin kita besar, makin banyak komitmen yang harus kita buat untuk menjaga segala sesuatu tetap berjalan seperti yang sudah direncanakan; kuliah, bekerja, menikah, memiliki keturunan, menjaga orang tua, dan seterusnya. Tanpa komitmen yang kuat, kita akan dengan mudah mengabaikan tugas dan tanggung jawab.”
478
PRAKTISI & PIMPINAN PERUSAHAAN (Perbankan)
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Usai meraih gelar Master of Business Administration dibidang Keuangan dari NYU tahun 1999, Pahala pulang ke tanah air dan bekerja di Booz Allen & Hamilton sebagai senior consultant selama satu tahun. Karirnya semakin menjanjikan ketika ia bergabung dengan The Boston Consulting Group. Di perusahaan bergengsi ini, ia dipromosikan sebagai project leader yang berhubungan dengan perbankan tahun 2003. Tertarik dengan potensinya yang besar dibidang keuangan, manajemen Bank Mandiri mengajaknya bergabung di bank plat merah tersebut pada tahun 2003. Pahala pun dipercaya menduduki berbagai posisi strategis, termasuk sebagai Group Head Corporate Development Bank Mandiri. Pada tahun 2006, ia dipromosikan sebagai EVP Koordinator Finance & Strategy dan Chief Financial Officer (CFO). Tidak butuh lama untuk membuktikan kemampuannya, tahun 2007 pendatag baru di bisnis perbankan ini berhasil menduduki peringkat 2 Best CFO 2007 dari Majalah Finance Asia. Karirnya melesat tajam. Hanya butuh waktu sekitar 7 tahun, pada Mei 2010 Pahala dipercaya sebagai Managing Director Finance & Strategy. Dia turut berperan besar pada “hajatan” Bank Mandiri melakukan right issue pada Januari 2012, yang tercatat sebagai right issue terbesar industri perbankan nasional, yang berhasil meraup dana segar dari masyarakat hingga Rp 11,68 trilliun. Berkat kinerjanya yang cemerlang dan komitmennya yang kuat, Pahala kemudian dinobatkan sebagai Best CFO di Indonesia dalam 6th Annual Best Financial Institution Awards 2012 yang diselenggarakan Alpha Southeast Asia. Setahun kemudian, dalam 3rd Asian Excellence Recognition Award 2013 yang diadakan oleh Corporate Governance Asia, Pahala mendapat penghargaan sebagai Asia’s Best CFO 2013 dibidang Investor Relation.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
479
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PRAKTISI & PIMPINAN PERUSAHAAN (Perbankan)
Yuslam Fauzi (FEUI 1986) Direktur Utama PT Bank Syariah Mandiri (2005 - Sekarang)
Antara Khotbah dan Brankas Bank Syariah
Langkah strategis pertama yang ia lakukan ketika mulai memimpin BSM adalah melakukan due diligence bersama seluruh jajaran senior BSM dalam rangka membedah kondisi BSM secara jujur dan objektif untuk mengetahui apa yang harus dilakukan ke depan.
Bila hidup adalah pilihan, maka Yuslam Fauzi memilih hidup dalam keseimbangan. Ia selalu berusaha menyeimbangkan hidupnya antara nilai-nilai spiritual dan nilainilai profesional, nilai-nilai duniawi dan nilai-nilai ukhrawi, antara kebahagiaan jasmani dan rohani. Dan ditengah kesibukannya mengurus brankas Bank Syariah Mandiri, Yuslam tetap berusaha memelihara jalan dakwah dengan memberikan khotbah di masjid-masjid.
“Saya hanya memimpin, merekalah yang melakukan. Kami lakukan bedah aspek likuiditas, kualitas pembiayaan, kualitas SDM, corporate governance, komposisi pendanaan dan pembiayaan, dan sebagainya, hingga akhirnya kami dapat menyimpulkan adanya the seven problems dan mencanangkan the seven solutions untuk mengatasinya. Setelah itu, kami semua bekerja berdasarkan the seven solutions sudah kami sepakati itu, hasilnya baik,” tutur peraih gelar MBA dari Arizona State University tahun 1992 ini.
Alumnus Fakultas Ekonomi UI tahun 1986 ini memang lahir dan dibesarkan dalam keluarga yang taat beragama. Pemahamannya yang mendalam tentang nilai-nilai agama mendorongnya untuk berusaha menjadi seseorang yang bermanfaat dan sebisa mungkin mempengaruhi orang-orang di sekitarnya untuk bisa menjadi orang-orang yang bermanfaat juga.
Salah satu contohnya adalah melakukan pembaruan terhadap nilai-nilai perusahaan, dari yang sebelumnya disebut SIFAT (sidiq, istiqomah, fathonah, amanah, tabligh) diubah menjadi ETHIC (excellent, teamwork, humanity, integrity customer focus).
Usai diwisuda dari FEUI, pria yang mulai aktif berkhotbah sejak tahun 1983 ini bekerja di Bank Bumi Daya (BBD) dan meneruskan karirnya di Bank Mandiri yang merupakan peleburan BBD dan tiga bank pemerintah lainnya. Gelombang pengaruh ekonomi syariah pada tahun 1998 dalam karir profesionalnya. Ia pun termasuk tokoh yang giat mempromosikan dan mengedukasi masyarakat tentang ekonomi syariah melalui berbagai seminar, simposium dan workshop. Maka, ketika tahun 1999 Bank Mandiri memutuskan membentuk anak perusahaan, PT Bank Syariah Mandiri (BSM), Yuslam pun ikut membidani dan dipercaya sebagai Direktur Kepatuhan dan Manajemen Risiko. Sempat ditarik lagi ke Bank Mandiri sebagai Regional Manager Wilayah IX Banjarmasin, akhirnya tahun 2005 ia ditempatkan kembali ke BSM dan dipercaya sebagai Direktur Utama. Memimpin bank syariah bukan hanya merupakan tantangan bagi Yuslam, tetapi juga sebuah pertaruhan. Kegigihannya mempromosikan ekonomi syariah harus mampu ia buktikan dengan wujud nyata, bukan sekedar pemikiran dan gagasan. Dan ia benar-benar berhasil membuktikannya. Aset BSM yang pada tahun 2005 baru Rp 28,07 triliun naik tajam mencapai Rp 20,07 triliun pada September 2010. Tak hanya itu, berbagai perbaikan pun terjadi, seperti penurunan non performing financing secara signifikan, peningkatan laba bersih, dan penambahan jaringan yang cukup pesat. Dan Februari 2013 lalu, BSM memperoleh Platinum Trophy sebagai bank syariah terbaik selama lima tahun berturut-turut pada ajang Islamic Finance Award 2013. Pada ajang tersebut, BSM juga menerima penghargaan The Best Islamic Full Pledged Bank, The Most Expansive Financing dan The Most Profitable.
“Kata ulama, itu sifat nabi. Bukannya kami tidak mau bersifat seperti itu, tapi karena ini lembaga bisnis yang values-nya harus benar-benar mudah dibumikan dalam tataran bisnis di perusahaan, kami menggantinya menjadi ETHIC, yang sesungguhnya kami ambil dari ajaran agama juga,” ungkapnya seraya menegaskan bahwa nilai-nilai itu dirumuskan dengan melibatkan seluruh jajaran BSM hingga yang berada di cabang-cabang. Setelah berhasil menyeleraskan unsur-unsur di dalam BSM untuk berada dalam satu visi misi, Yuslam kemudian menekankan pentingnya pemberdayaan organisasi. Ia mengaku dirinya menyukai segala sesuatu yang excellent, yang berarti berusaha mendekati kesempurnaan dengan cara menetapkan standar kualitas kerja setinggi-tingginya. “Saya sangat menghormati anak buah yang serius dan memberikan output yang bagus dalam bekerja. Sebaliknya, saya cukup keras pada karyawan yang kerjanya tidak serius yang nampak pada output yang berantakan, terjadi kesalahan berulang, dan sebagainya. Ini contoh tentang bagaimana kami membina nilai excellence di dalam bekerja,” tegas peraih The Best CEO tahun 2010 dari Majalah Swa. Kiat berikutnya adalah kesungguhannya untuk bisa menjadi contoh. Ia tidak hanya menetapkan prasyarat yang harus diikuti anak buah, tetapi ia juga melakukannya. Tidak jarang Yuslam dan para direksi BSM rapat hingga dini hari. Awal tahun 2010 misalnya, selama empat bulan berturutturut, hampir tidak ada akhir pekan yang ia nikmati bersama keluarga, karena setiap akhir pekan selama empat bulan itu ia habiskan untuk berkeliling ke cabang-cabang BSM di seluruh Indonesia untuk menjelaskan kepada para pegawai apa saja yang sudah, sedang, dan akan dilakukan, serta apa saja hasil yang telah dicapai. Kerja keras dan komitmennya yang tinggi dalam memimpin BSM sepertinya menjadi puncak aktualisasi dari khotbah-khotbah yang ia jalankan. Ia seorang pakar perbankan syariah dan sekaligus praktisi yang telah mewarnai perjalanan industri perbankan syariah di tanah air.
Lalu apa kiat keberhasilan Yuslam Fauzi memimpin BSM?
480
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
481
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Edgar Ekaputra (FEUI 1984)
Direktur Utama PT Danareksa (2007-2013)
Edgar Ekaputra, pria kelahiran Jakarta tahun 1958 ini menempuh pendidikan sarjana di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia dan berhasil menyelesaikannya dengan baik pada tahun 1984. Ia kemudian meraih gelar Master di Bidang Manajemen Umum dari FEUI pada tahun 2003. Karir profesionalnya dimulai ketika ia bergabung dengan Chase Manhattan Bank tahun 1985 hingga tahun 1995 dengan jabatan terakhir sebagai Vice President Head of Syndication. Kemudian karirnya berlanjut sebagai Director, Head of Corporate Finance & Advisory di American Express Bank (1993–1995). Pada tahun 1995, Edgar mulai bergabung dengan kelompok usaha PT Danareksa (Persero). Dalam kurun waktu 1995-2001, ia dipercaya mengemban berbagai posisi---diantaranya sebagai Direktur Eksekutif PT Danareksa (Persero), Direktur Utama PT Danareksa Finance, Komisaris PT Danareksa Sekuritas, Komisaris PT Danareksa Futures, Komisaris PT Danareksa Investment Management, Komisaris PT Danareksa Daiwa Ventures, Komisaris PT Danareksa Jakarta International, Dewan Pengawas Yayasan Danareksa dan Koperasi Danareksa. Pada tahun 2001 hingga 2006 Edgar juga dipercaya memegang jabatan Komisaris di beberapa perusahaan sekuritas dengan posisi terakhirnya adalah Direktur Utama PT NC Securities (2006–2007). Pada tahun 2007, Edgar kembali ke PT Danareksa (Persero) dan diangkat sebagai Direktur Utama. Jabatan Dirut Danareksa terbilang panas, karena dalam kurun waktu 7 tahun ada sekitar lima orang yang turun naik di posisi puncak itu seiring berubahnya rezim pemerintahan. Ketika Gus Dur menjadi Presiden, dirinya mencopot Glenn Yusuf pada tahun 2000 dan mengangkat Dian Wiryawan sebagai dirut Danareksa. Lantas Presiden Megawati, melalui Menteri Negara BUMN Laksamana Sukardi mencopot Dian Wiryawan pada tahun 2002 yang digantikan Zas Ureawan. Di era Presiden SBY melalui Menneg BUMN Sugiharto, mencopot Zas Ureawan pada tahun 2005 yang digantikan Lin Che Wei. Namun Lin Che Wei pun tak bertahan lama karena pada Juni 2007 mengundurkan diri dengan alasan pribadi.
PRAKTISI & PIMPINAN PERUSAHAAN (Jasa Keuangan Non-Bank)
Erry Firmansyah (FE UI 1981) Direktur Utama PT BEI (2002-2009) & Pendiri PT Eagle Capital (2009 - Sekarang)
Erry Firmansyah lulus dari Fakultas Ekonomi UI tahun 1981 dan memulai karir profesional sebagai auditor di kantor akuntan Drs. Hadi Susanto dari tahun 1982 hingga tahun 1984. Selanjutnya ia bekerja di PT Sumarno Pabottinggi Management sampai tahun 1990 dan kemudian mulai berkarir di Lippo Group sebagai Direktur Ekskutif hingga tahun 1998. Pada kurun waktu 1998 hingga 2002, Erry dipercaya sebagai Direktur Utama Kustodian Sentral Efek Indonesia. Namanya semakin dikenal luas ketika ia dipercaya sebagai Direktur Utama PT Bursa Efek Jakarta tahun 2002. Program utama Erry ketika itu adalah meninjau kembali keberadaan perusahaan anggota bursa (emiten) dan syarat perusahaan untuk masuk bursa dipermudahnya asal perusahaan tersebut sehat. Bagi Erry belum untung tidak apa-apa yang penting prospektif memperoleh laba dan akhirnya terobosannya tersebut mampu melesatkan BEJ. Kemudian setelah Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya dilebur menjadi Bursa Efek Indonesia (BEI), Erry terpilih sebagai Direktur Utama BEI hingga tahun 2009. Setelah selesai tugasnya di BEI, Erry Firmansyah kemudian mendirikan PT Eagle Capital, sebuah perusahaan jasa konsultan keuangan. Eagle Capital adalah perusahaan jasa konsultan keuangan dengan layanan lengkap yang memfokuskan diri untuk memberikan solusi keuangan perusahaan dan pasar modal yang di formulasikan khusus bagi setiap klien-kliennya dari berbagai industri. Para ahli keuangan perusahaan dan pasar modal Eagle Capital dapat menawarkan perspektif mendalam yang perlu diketahui oleh para klien, tidak hanya berupa pandangan yang ingin diketahui klien. Mereka juga dapat membantu para klien untuk dengan teliti mengenali tren pasar dan kebutuhan-kebutuhan yang timbul. Selain itu, mereka secara terus terang dan berani dapat memberikan strategi inovatif yang sesuai dengan kebutuhan klien. Selain itu, ia juga menjabat sebagai komisaris di PT Unilever Indonesia Tbk, PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero), PT Astra International Tbk, PT Pefindo, dan sebagai Komisaris Utama PT Kustodian Sentral Efek Indonesia.
Dan setelah 5 tahun 4 bulan menjabat sebagai Direktur Utama PT Danareksa (Persero), Edgar Ekaputra mengakhiri masa jabatannya dan digantikan oleh Heru D. Adhiningrat pada tanggal 27 Maret 2013.
482
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
483
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PRAKTISI & PIMPINAN PERUSAHAAN (Jasa Keuangan Non-Bank)
Hendrisman Rahim (FMIPA UI 1983)
Direktur Utama PT Asuransi Jiwasraya (Persero), 2008 - Sekarang.
Tantangan Untuk Sebuah Keberhasilan Untuk meraih keberhasilan, kerja keras saja tidaklah cukup. Keberhasilan seseorang harus juga diraih dengan konsistensi sikap dan integritas yang tinggi, keuletan dan kegigihan menghadapi berbagai tantangan dalam perjalanan karir. Dan yang mendasari semua itu adalah motivasi---sebuah tantangan yang menjadi penyemangat, yang menjadi dorongan untuk berusaha keras membuktikan diri. Terlebih bila motivasi itu datang dari seorang ibu tercinta yang ‘menantang’ anaknya; “Kamu disebut sukses bila bisa mengalahkan ayahmu.”
Pada saat itu, banyak yang memberikan komentar negatif. Ia bahkan dikatakan gila, karena mengirim pegawai sekolah ke luar negeri di saat kondisi asuransi masih sepi disamping kondisi keuangan perusahaan yang kembang-kempis. Tapi ia tetap saja nekad. Dan ia berhasil membuktikan keyakinannya dan visi “gilanya” yang kemudian terbukti menjadi titik awal kejayaan ReIndo. Setelah tiga tahun belajar di luar negeri, anak-anak muda itu pulang dan menjadi motor penggerak ReIndo---yang semula dipandang sebelah mata berubah menjadi salah satu perusahaan asuransi terbesar di tanah air.
Motivasi itu pula yang melatari keberhasilan Hendrisman Rahim, Direktur Utama PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Dan tentu keberhasilannya bukan sematamata terletak pada tantangan itu, melainkan lebih ditentukan oleh kemampuan Hendrisman dalam menyikapi dan memaknai tantangan sang Bunda.
Dalam konteks membangun perusahaan, Hendrisman selalu mengajak semua karyawan untuk bekerja keras. Dia mengibaratkan perusahaan seperti sawah ladang dan karyawan adalah petani penggarap. Jika hasil panennya bagus tentunya akan membawa kesejahteraan kepada para petaninya.
Lantas apa yang harus dikalahkan Hendrisman dari ayahnya? Hendrisman seorang ahli asuransi, sedangkan ayahnya adalah seorang polisi. Bentuk kemenangan apa yang harus ia capai?
“Karena itu, kesejahteraan datangnya dari diri sendiri. Mau gak mau semua harus bekerja keras agar dapat menikmati hasilnya. Itu prinsip yang saya pegang dan mereka menyadari hal itu,” papar mantan Ketua Umum Persatuan Aktuaris Indonesia ini.
Hendrisman secara bijak memakna kata “menang” dengan “lebih”. Ia menekankan pada dirinya sendiri untuk lebih keras berjuang, disiplin, bersikap konsisten dan berpegang teguh pada prinsip, serta menjaga integritas.
Setelah berhasil memimpin ReIndo, tahun 2008 Hendrisman dipilih untuk menjadi Direktur Utama PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Ia pun dihadapkan pada tantangan baru untuk membenahi perusahaan yang saat itu tidak dalam kondisi terbaik dengan berbagai persoalan yang membelit. Ia pun dituntut bekerja ekstra keras untuk membangkitkannya, dan membawanya menjadi perusahaan asuransi yang unggul di sektornya.
Dan itulah yang ia jalankan selama merintis karir. Sarjana Matematika dari Fakultas MIPA UI tahun 1983 ini akan tetap secara konsisten menjalankan program yang ia yakini membawa manfaat besar bagi perusahaannya, meskipun mendapat tentangan dari banyak pihak. Contohnya adalah ketika ia dipercaya sebagai Direktur Utama PT Reasuransi Indonesia (ReIndo). Ia membuat gebrakan yang dimata orang lain cukup mengandung risiko. Saat itu, Hendrisman mengirimkan sejumlah pegawai muda untuk belajar asuransi di luar negeri, padahal kondisi asuransi masih sepi dan tidak bergairah. Di samping itu posisi keuangan perusahaan juga dalam keadaan yang berat. Namun Hendrisman tak bergeming. Ia nekad mengirim pegawai-pegawai muda ReIndo keluar negeri. Alasanya untuk meningkatkan kinerja ReIndo yang saat itu masih tergolong sebagai perusahaan baru dan perlu ada peningkatan di segala bidang. “Kami perlu menyiapkan orang-orang yang paham asuransi. Jadi meski berat, mereka tetap saya kirim, karena pengembangan pegawai merupakan investasi paling penting dan memiliki nilai strategis bagi perusahaan,” jelas pria kelahiran Palembang tanggal 18 Oktober 1955 ini.
484
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Modal untuk itu adalah integritas dan profesionalitas para karyawan dan seluruh jajaran manajemen, karena kinerja perusahaan sangat ditentukan dengan kualitas dan kompetensi para karyawannya. Untuk mewujudkannya, beragam cara ditempuh agar karyawan bisa meningkatkan kinerja. Salah satunya dengan kegiatan informal yang efektif untuk menyampaikan pesan sekaligus membangun kebersamaan. Kegiatan informal yang dipilih sebagai sarana untuk mendekatkan diri dengan karyawan adalah bermusik. Kegiatan ini mampu mencairkan sekat golongan, pangkat, dan jabatan. Tidak ada karyawan dan direksi dalam musik. Beberapa indikasi keberhasilannya dalam memimpin Asuransi Jiwasraya diantaranya adalah berhasil menempatkan perusahaan plat merah tersebut di peringkat keempat untuk The Best Corporate 2011. Pada tahun itu, Hendrisman sendiri meraih penghargaan sebagai peringkat pertama The Best CEO 2011. Dengan berpegang teguh pada prinsip dan konsisten menjaga integritas, Hendrisman kini dapat berbangga karena telah berhasil menjawab tantangan Ibundanya. Tidak saja berhasil mengalahkan sang ayah dalam jabatan karir, tetapi juga berhasil mengaktualisasikan diri untuk memberikan kontribusi besar dibidangnya dalam arti yang luas.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
485
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PRAKTISI & PIMPINAN PERUSAHAAN (Jasa Keuangan Non-Bank)
Hotbonar Sinaga (FE UI 1980)
Direktur Utama PT Jamsostek (2007 - 2012)
Guard of the Hopeless Hotbonar Sinaga semula tidak pernah membayangkan terjun dibidang asuransi. Tetapi dalam perjalanannya, hampir sepanjang karirnya pria kelahiran Cipanas tahun 1949 ini justru mengabdikan diri di industri asuransi. Ia kemudian sampai pada puncak karirnya ketika dipercaya sebagai Direktur Utama PT Jamsostek pada tahun 2007, perusahaan plat merah dengan asset ratusan triliun rupiah. Lulus sarjana dari Fakultas Ekonomi UI tahun 1980, Hotbonar kemudian memulai karirnya sebagai pengajar di almamaternya. Selain di FE UI, ayah dua anak ini juga pernah mengajar di Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Universitas Ibnu Khaldun, Bogor Jawa Barat. Karirnya di industri asuransi berawal ketika ia mendapat tawaran dari Sonny Dwi Harsono, mantan Dirut PT Tugu Pratama Indonesia dan juga teman Hotbonar sewaktu menjadi dosen di UI. Saat itu Sonny memperkenalkan Hotbonar kepada Julius Tahija. Lalu mantan Presiden Direktur PT Caltex dan pemilik Bank Niaga itu kemudian menawarinya menjadi Managing Director PT Johnson & Higgins Indonesia (J&HI) yang merupakan perusahaan pialang asuransi. Tawaran itu tentu saja membuat Hotbonar bingung karena ia tidak pernah bersinggungan secara langsung dengan dunia asuransi. Namun, saat itu Julius meyakinkannya dan akhirnya Hotbonar pun menerima tawaran Julius. Ternyata pilihan Julius tidak salah, di J&HI Hotbonar belajar selama lima tahun yaitu sejak tahun 1986 hingga tahun 1991 dan lulus dengan sangat memuaskan. Keberhasilan di awal karirnya memang membutuhkan perjuangan. Untuk meningkatkan kemampuannya, Hotbonar menempuh pendidikan non-gelar baik di dalam maupun di luar negeri. Diantaranya adalah pendidikan Non DegreeShipping (Professional Shipping Management) di Norwegian Shipping Academy, Insurance Broking (Certified Indonesian Ins.& Reinsurance Brokers) & APAI (Ahli Pialang Asuransi Indonesia) ABAI Jakarta dan Perencanaan Keuangan CHFC (Chartered Financial Consultant) The American College & Singapore College of Insurance.
Selain itu, ia juga pernah menjabat sebagai Komisaris Independen di beberapa perusahaan seperti PT Asia Pratama General Insurance, PT Sarana Proteksi Broker Asuransi, PT Sinar Mas Multi Artha Tbk, PT Asuransi Sinar Mas, PT Asuransi Eka Life, PT Asuransi Mega Life, dan Komisaris Utama PT Mitra Finansial Wicaksana. Hotbonar Sinaga juga pernah menjadi Komite Audit di PT Pindo Deli, PT Lontar Papirus Pulp & Paper. Bahkan di sela kesibukannya, Hotbonar juga aktif di dunia organisasi. Kiprahnya antara lain sebagai Sekjen Asosiasi Dana Pensiun Lembaga Keuangan (ADPLK) sejak tahun 1997 hingga tahun 2000 dan Ketua Dewan Asuransi Indonesia (DAI) sejak tahun 2000 hingga tahun 2005. Dan pensiun sepertinya tidak ada dalam kamus Hotbonar. Bagi orang lain, usia 58 tahun mungkin merupakan usia pensiun. Tetapi tidak bagi Hotbonar, justru ia menerima tantangan baru memimpin BUMN yang memiliki aset ratusan triliun rupiah, yaitu PT Jamsostek, pada tahun 2007. Ia menggantikan Iwan Pontjowinoto dan ditugaskan untuk membenahi Jamsostek serta membawanya menjadi BUMN berwibawa. Kini dunia asuransi sudah mendarah daging dalam tubuhnya. Setiap langkah dan helaan nafasnya seakan dilakukan hanya untuk memberikan manfaat bagi para pekerja di seluruh Indonesia. Terbukti kerja keras Hotbonar telah mengubah wajah Jamsostek menjadi BUMN yang terpercaya. Ia berhasil meningkatkan kepercayaan masyarakat yang terlihat dari naiknya tingkat kepesertaan Jamsostek atas dasar kerelaan. Berkat kerja keras, totalitas dan komitmennya yang tinggi, Hotbonar dinilai berperan besar dalam meningkatkan kinerja PT Jamsostek yang menjadi pelindung para pekerja di seluruh Indonesia. Dan atas keberhasilannya tersebut, pada tahun 2010 Rakyat Merdeka Online memberinya penghargaan Man of The Year dengan predikat Guard of the Hopeless. Dan pada tahun 2012, setelah selesai bertugas di Jamsostek, pria keturunan Batak yang fasih berbahasa Sunda ini terpilih menjadi Anggota Dewan Audit Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Sesuai dengan pasal 26 ayat 2 UU OJK, Dewan Audit OJK ini diperlukan untuk mendukung kelancaran pelaksaan fungsi, tugas dan wewenang OJK.
Tahun 1991, Hotbonar bergabung dengan PT Asuransi Jiwa Tugu Mandiri yang merupakan perusahaan asuransi jiwa milik Pertamina dan dipercaya sebagai Direktur Produksi dan Pemasaran hingga tahun 1997. Ia kemudian pindah ke PT Metlife Sejahtera dengan jabatan Direktur Operasi (1997-2000). Dan selanjutnya Hotbonar dipercaya sebagai Direktur Utama PT Asuransi Berdikari sejak tahun 2000 hingga tahun 2005.
486
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
487
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PRAKTISI & PIMPINAN PERUSAHAAN (Jasa Keuangan Non-Bank)
Parman Nataatmadja (FEUI 1985)
Direktur Utama PT Penanaman Modal Madani (2008 - Sekarang)
Dibalik Transformasi Bisnis PNM Seorang profesional yang idealis, cita-cita terbesar Parman Nataatmadja adalah bagaimana dirinya berguna bangsanya, bagaimana bisa berbuat yang terbaik untuk masyarakat. Karena itulah, ia lebih senang bekerja untuk perusahaan nasional dibanding bekerja untuk perusahaan asing. Hal itu pula yang membuatnya memutuskan segera pulang ke tanah air ketika bekerja di cabang sebuah bank di New York tahun 1989. Sempat bekerja selama 6 bulan di Chase Manhattan Jakarta sebagai Credit Analyst, Parman kemudian bergabung ke PT Danareksa tahun 1991. Setelah menjadi manajer sekitar 1,5 tahun, ia dipercaya sebagai Managing Director PT Danareksa Finance untuk menangani bidang leasing, factoring, dan consumer finance. Meski menyukai pekerjaannya, Parman akhirnya tak kuasa menolak pinangan Bank Niaga yang menawarkan gaji yang jauh lebih besar. Ia dipercaya sebagai Managing Director PT Niaga Leasing merangkap sebagai Presiden Direktur PT Niaga International Factors tahun 1996. Ia kemudian memutuskan bergabung di Bahana Group tahun 2005 dan dipercaya sebagai Presiden Direktur PT Bahana Artha Ventura. Setelah malang melintang di bidang leasing, factoring, dan consumer finance, tahun 2008 keinginan Parman untuk memimpin perusahaan BUMN terkabul ketika ia terpilih sebagai Presiden Direktur PT Permodalan Nasional Madani (PNM). Sayangnya, ia datang ketika PNM nyaris kolaps. Laba bersih PNM terjun bebas sejak tahun 2005, yang semula sekitar Rp 40 Milyar anjlok menjadi sekitar 12,5 milyar tahun 2008. Bila tetap mengandalkan model bisnis yang sama, dipastikan laba PNM akan minus di tahun 2012. Selain itu, anak perusahaan PNM, PT PNM Venture Capital (PNMVC), memiliki non performing loan (NPL) atau kredit bermasalah tinggi sekali, sebesar 95%. Sementara anak usaha lainnya, PT PNM Investment Management (PNMIM), yang semula memiliki aset Rp 200 miliar tergerus habis tinggal Rp 1 Milyar. Celakanya, baru 6 bulan menjabat, PNMIM kesandung kasus dengan Bakrie yang sempat menghebohkan pasar modal ketika itu. Ditambah lagi, krisis keuangan global tahun 2008 yang turut mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Bisnis utama PMN sendiri adalah menjalankan tugas sebagai koordinator pengelola 16 skim kredit program eks Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) yang ditargetkan berakhir pada tahun 2011 dan seluruh kredit program yang tadinya disalurkan harus mulai dikembalikan pada tahun 2012. Artinya, Parman hanya memiliki waktu yang singkat untuk menemukan bisnis baru yang bisa langsung “menghidupkan” perusahaan.
488
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Menghadapi situasi pelik itu, Parman mengumpulkan seluruh jajaran PNM untuk membahas masa depan perusahaan plat merah tersebut. Dengan gaya kepemimpinannya yang fleksibel, ia menjaring ide untuk menentukan bisnis baru yang bisa diandalkan. Dari situlah muncul ide yang kemudian menjadi cikal bakal ULaMM (Unit Layanan Mikro Menengah). “Biasanya kalau orang terpojok itu, pasti ada saja muncul idenya,” tutur alumnus Fakultas Ekonomi UI 1985 ini. Gagasan awal meluncurkan ULaMM, menurut Parman, sebenarnya cukup sederhana. Bila sebelumnya PNM hanya sebagai penyalur kredit program dari pemerintah atau BI ke sejumlah bank atau BPR untuk disalurkan lagi ke usaha kecil mikro (UKM), maka dengan ULaMM, PNM memilih langsung menyalurkan kredit ke UKM. Konsekwensinya, PNM harus bisa mencari dana sendiri karena kredit program dari pemerintah tidak bisa dipakai di ULaMM. “Tantangan utamanya ketika itu adalah mengubah mindset (pola pikir) karyawan, dari yang sebelumnya mengurusi miliaran rupiah setiap transaksinya, sekarang mereka harus berkotorkotor untuk menyelesaikan maksimal 200 juta rupiah setiap transaksinya,” kenang Parman yang mengaku cukup banyak mendapat resistensi dari karyawan. Bukan hanya tantangan dari internal, Parman juga harus bisa meyakinkan perbankan agar mau memberikan dana untuk disalurkan. Meski menawarkan selisih 16 persen ke UKM, di tahap awal, perbankan masih ragu-ragu dengan kiprah PNM yang belum teruji ketika itu. Untuk meyakinkan dan membangkitkan semangat para karyawannya, Parman turun langsung untuk menangani proses pembentukan kantor-kantor cabang di daerah-daerah. Sikapnya yang low profile ini akhirnya berhasil meyakinkan seluruh awak PNM untuk mengembangkan ULaMM. “Saya waktu itu tertantang aja. Masa BUMN tidak bisa jadi bagus, wong orangnya bagus-bagus kok. Jadi hanya tinggal kemauan saja, bagaimana men-drive langsung. Saya terjun langsung sampai mencari lokasi di daerah-daerah,” jelas ayah dua anak ini. Berkat kerja keras dan komitmennya yang tinggi, ULaMM berkembang pesat dan menjadi bisnis andalan PNM. Hanya dalam tiga tahun, bisnis baru itu telah memberi kontribusi 69 persen terhadap total pendapatan konsolidasi PNM. Bukan hanya itu, dari hanya sekitar 13 kantor cabang dan 400 karyawan pada 2008, saat ini PNM telah memiliki 22 kantor cabang, 5 cabang pembantu, 76 klaster, dan 477 unit ULaMM yang melayani 2.247 kecamatan di 22 provinsi seIndonesia dengan jumlah karyawan tidak kurang dari 3.300 orang. “Saya ingin PNM menjadi perusahaan unik, yang tidak hanya menyalurkan pembiayaan, tapi juga pendampingan, pembinaan, dan pengembangan usaha mikro. Tujuannya agar usaha mikro mempunyai nilai lebih, memiliki produk berkualitas, dan mampu menembus pasar yang lebih baik,” tutur peraih gelar MBA dari State University of New York ini.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
489
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Sinthya Roesly (FT UI) Direktur Utama PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero), 2009 - Sekarang
Emansipasi & Pembuktian Diri Perempuan Indonesia semakin menunjukkan jati diri dan kemampuannya dalam berkiprah dan memberikan kontribusi bagi pembangunan bangsa. Dalam aspek-aspek tertentu, perempuan juga memiliki keunggulan-keunggulan yang membuatnya mampu bersaing dalam menduduki kursi kepemimpinan tertinggi baik di pemerintahan maupun di dunia usaha. Salah satu contohnya adalah Sinthya Roesly yang saat ini menjabat sebagai Direktur Utama PT . Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero). “Keberhasilan banyak perempuansaat ini menaklukkan lingkungan kerja yang semula didominasi laki-laki antara lain karena perempuan memiliki hati yang lembut, yang membuat mereka lebih bisa berempati dan menjalin relasi. Kemampuan perempuan mengorganisasi risiko dan menciptakan peluang saat darurat juga patut diakui. Selain itu, perempuan cenderung penuh persiapan dan memperhatikan detail, dan cenderung membuat segala sesuatunya terencana dengan baik. Perempuan juga memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan bisnis dengan tepat, mengelola perusahaan dengan baik, dan memiliki kemampuan memimpin, sehingga secara tak langsung memberikan keuntungan lebih kepada perusahaan,” tegas Sinthya Roesly, yang pernah menjadi Ketua Kelompok Kerja untuk Reform - World Energy Council, Indonesia National Committee. Lulusan Teknik Elektro FT UI ini memulai karir profesionalnya ketika bergabung dengan PT PLN (Persero). Sebelum pensiun setelah 19 tahun berkarya di PLN, ia ditugaskan di berbagai posisi mulai dari keuangan korporat, pendanaan, perencanaan korporat dan strategi, komersial, operasi sistem tenaga listrik dan transmisi, serta konstruksi proyek. Selain penugasan di berbagai bidang untuk mengasah kemampuan dan meningkatkan kapasitas kepemimpinannya, Sinthya juga berusaha memperdalam ilmu melalui pendidikan formal. Ia kemudian meraih gelar Master of Management dari IPMI Business School dan MBA dari Monash University – Australia serta gelar MEngSc dalam Power Systems dari University of New South Wales – Australia. Berkat integritas dan komitmennya yang tinggi, Sinthya kerap mendapatkan tugas-tugas penting dan strategis dalam pengembangan infrastruktur PLN. Diantaranya ia secara penuh terlibat dalam mendapatkan pembiayaan untuk proyek-proyek PLN baik dari lembaga multilateral dan bilateral, termasuk program percepatan pembangkit 10,000 MW, serta pembiayaan dari perbankan domestik dan internasional melalui pasar obligasi. Selain itu, ia juga terlibat secara aktif dalam pengembangan electricity trading mechanism untuk sistem Jawa-Bali, penyiapan sistem operasi untuk IPP generasi pertama di Indonesia pada akhir
490
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PRAKTISI & PIMPINAN PERUSAHAAN (Jasa Keuangan Non-Bank)
tahun 1990, selain keterlibatannya dalam berbagai proses restrukturisasi korporasi dan sektor ketenagalistrikan di Indonesia pada tahun 1990-an sampai awal 2000-an. Karena pengalaman-pengalamannya dibidang pembiayaan dan pengembangan infrastruktur di PLN tersebut, Sinthya Roesly kemudian dipercaya sebagai Direktur Utama PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero), atau PT PII, yang didirikan Pemerintah pada akhir tahun 2009. PT PII sendiri didirikan sebagai respon Pemerintah Indonesia terhadap kebutuhan akan adanya penjaminan pemerintah terhadap risiko politik yang melekat pada investasi di bidang infrastruktur. Melalui keberadaan penjaminan pemerintah , diharapkan dapat mendorong keikutsertaan pihak swasta yang lebih luas dalam pembangunan infrastruktur khususnya yang menggunakan skema Kerjasama Pemerintah Swasta/KPS (Public Private Partnership, PPP). Tugas utama yang diembannya sebagai pimpinan puncak perusahaan yang baru berdiri diantaranya adalah untuk menjadikan PT PII sebagai lembaga penjaminan yang kredibel melalui struktur tata kelola perusahaan yang baik, dengan meminimalisir risiko campur tangan politik, standar yang sangat tinggi dalam pengelolaan risiko infrastruktur, serta penciptaan transparansi dan keterbukaan. Rasa aman yang dijanjikan PT PII diantaranya menyediakan penjaminan pada proyek kerjasama pemerintah dan badan usaha atau swasta di bidang infrastruktur. Kemudian meningkatkan kelayakan kredit, atau bankability proyek-proyek KPS infrastruktur. Lalu meningkatkan tata kelola, konsistensi, dan transparansi dalam proses pemberian penjaminan serta meminimalkan kemungkinan terjadinya sudden shock terhadap APBN sehubungan dengan adanya penjaminan pemerintah. “Jaminan yang diberikan berupa penjaminan terhadap janji atau kewajiban kontraktual dari pihak pemerintah yang berkontrak kepada pihak swasta yang dimuat dalam perjanjian KPS. Sebagai contoh PLN sebagai contracting agency dalam suatu kontrak KPS Jual Beli Listrik dengan pengembang listrik swasta menyatakan akan melakukan pembebasan tanah pada waktu enam bulan. Namun ternyata tidak dapat diwujudkan sesuai waktunya maka akan ada perhitungan kompensasi oleh PLN. Apabila kemudian PLN wanprestasi (default) dalam melakukan pembayaran, maka PT PII yang akan membayar kewajiban PLN tersebut kepada investor. Setelah dilakukan pembayaran, PT PII kemudian akan menagih kepada PLN atas biaya yang telah dikeluarkan untuk menunaikan kewajiban finansial PLN tersebut,” tutur Sinthya. Dalam sekitar 4 tahun kepemimpinannya, PT PII telah memberikan penjaminan terhadap proyek-proyek strategis dibidang infrastruktur---diantaranya proyek PLTU Jawa Tengah senilai sekitar 40 triliun rupiah, dan memproses proyek PLTU Mine Mouth di Sumatera Selatan, proyek penyedian air minum dengan total nilai mencapai sekitar Rp 4 triliun (Lampung, Umbulan dan Semarang Barat, dan proyek Jalan Tol Medan-Kualanamu-Tebing Tinggi di Sumatera Utara senilai lebih dari Rp 2 triliun. Tidak diragukan lagi, kiprah Sinthya Roesly semakin menegaskan peran perempuan dalam pembangunan bangsa. Dan bagi Sinthya, makna emansipasi bukanlah sekedar tuntutan kesetaraan jender melainkan juga semangat juang untuk meraih prestasi terbaik, untuk memberikan kontribusi terbaik bagi masyarakat, bangsa dan negara.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
491
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PRAKTISI & PIMPINAN PERUSAHAAN (Jasa Keuangan Non-Bank)
Zaafril Razief Amir(FEUI 1980)
Direktur Utama PT Asuransi Ekspor Indonesia (Persero), 2008 - 2013
Inspirator Bangkitnya ASEI Memasuki masa pensiun seringkali menjadi momok bagi pejabat dimana banyak pihak menganggap sudah masanya untuk “beristirahat”. Tetapi hal itu rupanya tidak berlaku bagi Zaafril Razief Amir, ia merasa tertantang ketika ditawari menjadi Direktur Utama PT Asuransi Ekspor Indonesia (ASEI). Dan ia berhasil membuktikan dirinya mampu menjadi inspirator perubahan perusahaan plat merah tersebut untuk kembali bangkit menghadapi tantangan. Setelah diwisuda dari FEUI tahun 1980 sebagai lulusan pertama untuk konsentrasi asuransi, Zaafril memulai karir di Kementerian Keuangan dan ditugaskan di bagian yang menjadi embrio Badan Kebijakan Fiskal. Saat terbentuk Ditjen Lembaga Keuangan, ia dipercaya menjadi Direktur Perbankan. Setelah ditugaskan di bagian pendidikan, ia lalu ditempatkan di ASEI sebagai Direktur Operasional. Sempat kembali ke Kemenkeu, Zaafril kembali ditugaskan di ASEI sebagai Direktur Utama tahun 2008. Dan tahun 2010, ia mendapat pilihan kembali ke Kemenkeu atau tetap di ASEI dengan status pensiun. Pilihannya untuk tetap di ASEI, diakui Zaafril, karena dirinya merasa karakter dirinya lebih cocok sebagai praktisi. Menurutnya, sebagai birokrat, ia merasa ruang gerak untuk berinovasi, berkreasi dan berimprovisasi cenderung dibatasi. “Jauh lebih menantang di sini. Semuanya jelas. Tanggung jawab saya jelas. Hasilnya juga jelas. Misalnya kalau saya melakukan sesuatu maka hasilnya seperti apa dan kalau saya tidak melakukan hasilnya seperti apa. Saya suka itu, semuanya terukur, nyata. Saya jadi dapat melihat perkembangan seperti apa. Ketika menjadi birokrat tidak dapat seperti itu,” tutur Zaafril. ASEI sendiri dibentuk pemerintah untuk mengemban tugas sebagai penjamin ekspor guna mendorong dan meningkatkan ekspor nasional untuk melakukan penetrasi pasar internasional, tugas yang di luar negeri dikenal sebagai ECA (export credit agency). ASEI juga menjadi satu-satunya lembaga penjamin ekspor di Indonesia, dan hal itu menyebabkan ASEI menjadi “manja” karena tanpa saingan. Kondisi tersebut menyebabkan karyawan ASEI pun ikut menjadi “manja” dan tidak terangsang untuk melakukan inovasi-inovasi terhadap produkproduk layanan kepada konsumen. Dan karena itu pula, gerak ASEI dinilai statis, kurang dikenal masyarakat, sehingga jumlah eksportir yang mau dilindungi ASEI pun sangat terbatas. Itulah tantangan terbesar yang dihadapi Zaafril ketika masuk sebagai Direktur Utama ASEI, bagaimana mengubah perusahaan yang statis menjadi dinamis. Ia mengakui, ketika itu banyak pihak yang skeptis apakah dirinya mampu mengubah kultur perusahaan dengan kondisi yang belum maksimal.
492
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Untuk mengubah pola pikir karyawan, Zaafril menerapkan konsep ahli manajemen yang mengatakan seorang pemimpin pada tahap awal cukup mengajak 20 persen saja seluruh pegawainya untuk bekerja, karena 20 itu diharapkan bisa menggerakkan yang 80 persen pegawai lainnya. Dan hasilnya luar biasa, dalam waktu singkat ia mampu mengubah sikap sebagian besar pegawai ASEI. “Mengubah sikap mental sebagian besar pegawai itu sangat membanggakan. Terlepas dari hasilnya, tim ini cukup kuat dan penuh dengan rencana kerja,” ungkap pria peraih gelar Master of Economic University of New England, Australia tahun 1986 ini. Zaafril rupanya cukup diuntungkan dengan besarnya jumlah pegawai yang masih muda dan produktif, dimana sekitar 70 persen berusia 25 – 40 tahun. Ia mengakui pegawai berusia muda lebih mudah menerima perubahan dan lebih mudah didorong untuk melakukan inovasi dan improvisasi. Setelah berhasil mengubah sikap dan pola pikir karyawan, tantangan berikutnya adalah bagaimana dapat meningkatkan kepercayaan para eksportir untuk menggunakan jasa penjaminan ASEI. Hal itu sangat mendesak untuk dilakukan guna menghadapi tantangan ke depan. Meskipun secara kelembagaan tidak ada asuransi ekspor di Indonesia selain ASEI, tetapi pada prakteknya ada eksportir Indonesia yang menggunakan asuransi ekspor dari perusahaan asuransi di Singapura. Zaafril pun bergerak cepat untuk membangun kepercayaan masyarakat di dalam negeri maupun masyarakat internasional. Satu demi satu ECA (export credit agency) di luar negeri didekati dan diajak bekerja sama. Kerja kerasnya membuahkan hasil. Saat ini ASEI telah bekerjasama dengan hampir semua ECA di Asia seperti Jepang, Korsel, China, India, Taiwan, Hong Kong, Malaysia, Thailand, serta Uni Emirat Arab dan ECA-ECA di Timur Tengah. “Salah satu contohnya, ASEI kini bekerja sama dengan NEXI, ECA-nya Jepang. Wilayah kerjanya sudah dunia. Saat saya datang sendiri untuk menjamin ekspor perusahaanperusahaan Jepang di sini, mereka bertanya, kamu siapa. Tetapi ketika saya gandeng NEXI, mereka menjadi yakin. ‘Oo, NEXI.. NEXI..’,” tutur Zaafril. Kerja keras Zaafril bersama jajarannya membangun ASEI membuahkan hasil. Kinerja perusahaan sejak dipegang Zaafril hingga kini terus merangkak naik. Tahun 2012 laba perusahaan mencapai Rp 93 miliar, naik dari tahun sebelumnya (2011) sebesar Rp 67 miliar. Sedangkan pertumbuhan ASEI 2012: Premi mencapai 37,31 Persen, hasil UW 43,07 persen, Laba 36,78, Pokok Investasi 9,85 persen, Total Aktiva 34,77, dan Ekuitas 12,17 persen. Sejumlah langkah strategis ditempuhASEI untuk meningkatkan pendapatan dan mengembangkan perusahaan. Antara lain, memperbanyak jaringan, membuka 4 cabang baru, menargetkan pembukaan kantor perusahaan minimal 60 kantor di akhir 2013, menambah kerjasama dengan perbankan, penutupan akseptasi asuransi melalui online, serta memperbanyak produk yang sesuai dengan kebutuhan nasabah.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
493
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PRAKTISI & PIMPINAN PERUSAHAAN (Pertambangan & Energi)
Darwin Silalahi (FMIPA UI)
Presiden Direktur PT Shell Indonesia (2007 - Sekarang)
Capacity, Achievement, Relationship Sempat bercita-cita menjadi dokter, tetapi Darwin justru melanjutkan kuliah di Fakultas MIPA UI lantaran menyukai pelajaran fisika dan matematika. Konsekuensinya, profesi yang bisa ditekuni lebih sempit: kalau tidak jadi guru, ya peneliti. Akhirnya, di pertengahan kuliah, ia mengambil jurusan Geofisika, dengan pertimbangan bisa bekerja di perusahaan minyak dan lebih menjanjikan masa depannya. Karena itu, setelah lulusan dari UI, Darwin dapat memulai karir profesionalnya di British Petroleum Indonesia (BP). “Sebenarnya, saya tidak pernah berpikir harus menjadi orang terbaik, tapi saya melakukan yang terbaik apapun yang saya pegang,” tuturnya. Pandangan inilah yang membuatnya mendapat peluang untuk masuk dalam daftar pegawai yang diidentifikasi sebagai pegawai berpotensi. Bukan untuk dijadikan Geofisis yang ahli saja, tapi Darwin diarahkan dan diasah kemampuan manajerial dan leadershipnya. “Saya dinominasikan untuk mengikuti assessment dan development. Saya pikir itulah titik balik saya, ternyata ada jalur lain bukan saja menjadi geofisis,” dia menegaskan. Untuk mengikuti program itu, Darwin menjalani simulasi manajerial dan memecahkan kasus-kasus bisnis dan ekonomi di Australia. Dia termasuk dalam 30 orang yang tersaring dari berbagai kantor BP di regional Asia. Setelah hampir 10 tahun Darwin bekerja di BP, akhirnya Darwin memutuskan untuk keluar. Dia berpikir jenjang karier bidang yang digelutinya, geofisis, kala itu sangat flat, padahal dia ingin tumbuh. Meski saat itu di sempat ditempatkan di Amerika selama 2,5 tahun. “Jabatan terakhir saya senior geofisis,” tutur pria yang menyelesaikan master degree-nya di Harvard Business School, Amerika. Darwin percaya orang akan bisa memiliki karier yang baik jika memiliki 3 kriteria yang disingkat menjadi CAR, yaitu Capacity, Achievement, Relationship. Setelah memiliki kapasitas dan pencapaian-pencapaian yang baik, seseorang harus mampu membangun jejaring relasi yang luas.
494
organisasi perusahaan tempat bekerja tapi juga dengan kalangan luar perusahaan. “Saya percaya posisi vice president ke atas yang lebih berperan ya di relationship itu,” tukasnya. Keluar dari BP, Darwin berani mengambil resiko untuk bekerja di Grup Dharmala, dari perusahaan asing yang mapan pindah ke perusahaan keluarga dan gaji yang diterimanya pun tak sebesar di BP. Pilihannya tidak salah. Dipercaya sebagai Asisten CEO Group Dharmala, Darwin banyak belajar tentang bagaimana sebuah grup usaha dikelola, ia juga dipercaya untuk melakukan upaya restrukturisasi di anak-anak usaha yang kurang sehat. Selanjutnya, Darwin dipinang Tanri Abeng untuk pindah ke Grup Bakrie & Brothers dan dipercaya sebagai asisten Tanri Abeng. Berkat kinerjanya yang baik, ia kemudian dipromosikan menjadi direktur di Grup Bakrie. Dengan posisinya itu, jejaring relasi yang dibangunnya pun semakin luas. Ia juga kembali berhubungan dengan BP Indonesia terkait dengan bisnis baru Grup Bakrie. Pada pertengahan tahun 1998, ia mendapat tawaran jabatan sebagai direktur utama BP Indonesia. Pada saat yang sama, Tanri Abeng diangkat oleh Presiden BJ Habibie sebagai Menteri Negara BUMN, sebuah kementerian baru yang bertugas mengurus seluruh badan usaha milik negara. Dan saat itu, Darwin menerima tawaran Tanri Abeng untuk bergabung di kementerian yang dipimpinnya. “Saya pikir menerima tawaran Pak Tanri hal langka, mungkin tidak akan datang dua kali dalam hidup saya. Kesempatan bersama dalam satu tim untuk men-set up satu entitas baru di pemerintahan Indonesia,” tuturnya. Padahal, kala itu dia harus rela turun gaji luar biasa jauh dari tawaran BP dan juga posisi terakhirnya di Grup Bakrie. “Bagi saya justru itulah kesempatan untuk terekspose, mengelola ratusan BUMN. Tidak hanya membawa pendewasaan diri yang sangat berarti dan cepat, karena kita bisa berinteraksi dengan stakeholder penting di negeri ini, kita juga membangun relationship lebih luas,” jelas pria yang mendampingi Tanri selama 1,5 tahun sebagai asisten Menneg BUMN itu. Selesai bertugas di Kementerian BUMN, Darwin mendapat tawaran sebagai Direktur Booz Allen & Hamilton (BAH), sebuah perusahaan konsultan manajemen. Dengan posisinya di BAH, ia pun banyak pendampingan bagi perusahaan yang sedang melakukan restrukturisasi dan itu berarti exposure dirinya di berbagai perusahaan blue chip pun makin luas.
“Kita harus membangun reputasi diri kita dan membuat setiap orang ingin bekerja dengan kita, setiap orang ingin menjadikan kita sebagai tim member bahkan leader dari tim tersebut,” ujarnya menyarankan.
Tahun 2007, setelah berhubungan kembali dengan alumni Harvard Business School dan melakukan kontak dengan eksekutif top di Shell regional Asia, Darwin kemudian dipercaya sebagai Country Chairman of Shell Companies in Indonesia and Presiden Direktur PT Shell Indonesia. Menurutnya, membangun relationship menjadi bagian yang tidak bisa dinafikkan dalam proses karier seseorang.
Darwin meyakini setelah berada di posisi manajer menengah ke atas, pekerjaan baru itu ditawarkan justru karena relationship yang dibangun. Bukan saja dalam
“Saya meyakini apa yang diingat orang adalah apa yang baik dari diri kita. Setelah kita tidak menjabat, seberapa orang mengenal kita,” tuturnya.
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
495
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PRAKTISI & PIMPINAN PERUSAHAAN (Pertambangan & Energi)
Eddy D. Erningpraja (FTUI 1986) Direktur PT PLN (Persero), 2009 - Sekarang
Motor Transformasi SDM di PT PLN Jalan karir kadang tidak sejalan dengan latar belakang pendidikan. Tetapi dengan semangat yang besar, kemauan yang kuat dan kesungguhan hati, seseorang akan tetap mampu memberikan konstribusi terbaik. Setidaknya itulah ditunjukan Eddy Denastiadi Erningpraja, seorang insinyur yang menjadi motor transformasi SDM di PLN. Dan justru dibidang SDM, karirnya menanjak cepat. Setelah menduduki jabatan sebagai Ahli Pengembangan Sistem SDM, Sekretaris Eksekutif Direksi dan Deputi Direktur Pengembangan Sistem SDM, sejak tahun 2009 ia dipercaya sebagai Direktur SDM dan Umum PT PLN. Tidak lama setelah meraih gelar sarjana teknik listrik dari UI tahun 1986, Eddy mengawali karirnya sebagai engineer di PT PLN dan bekerja sebagai petugas urusan gardu induk. Selanjutnya ia pun digembleng untuk menguasai segala urusan operasional kelistrikan. Dalam kurun waktu sekitar 11 tahun, ia menapaki 5 jenjang jabatan dan unit kerja, hingga ia dipercaya sebagai Kepala Sektor Pulogadung PT PLN (Persero) Penyaluran dan Pusat Pengatur Beban Jawa Bali dari tahun 1995 sampai tahun 1999. Untuk meningkatkan kompetensinya, Eddy juga aktif mengikuti berbagai kursus baik di dalam maupun luar negeri, seperti di Perancis dan Swiss. Setelah sekitar 14 tahun menjadi engineer, Eddy memutuskan mengubah “kiblat” karirnya, menanggalkan kebanggaan sebagai insinyur dan beralih bergelut dengan bidang sumber daya manusia (SDM). Dimulai tahun 1999 ketika ia diangkat menjadi Ahli Madya II Pengelolaan Sistem Informasi pada Dinas Organisasi dan SDM. Hingga 2001, Eddy sempat menduduki Kepala Bagian Sistem Informasi SDM & Administrasi dan kemudian sebagai Kepala Bidang Sumberdaya Manusia dan Organisasi. “Jujur karir saya terbengkalai, padahal saya merasa bekerja cukup intens dan kalau ada masalah-masalah kita ini hampir selalu ditunjuk sebagai orang yang men-solve. Atas kenyataan inilah, saya melihat ada semacam black box dalam pengelolaan HR PLN, dan untuk membenarkan anggapan tersebut, jalan satusatunya kita harus masuk ke sistem. Sejak saat itu saya beralih kiblat, saya sekolah lagi, mencari ilmu tentang HR dan akhirnya saya memang kemudian masuk ke bagian HR,” kenangnya.
menjadikan pengelola HR waktu itu punya ‘kekuatan’ untuk menentukan karyawan itu bisa maju atau tidak. It’s crazy,” tambahnya. Tentu tidak mudah untuk merubah kebiasaan dan juga sistem yang telah dijalankan puluhan tahun di PLN. Eddy memulainya melalui pendekatan dari sisi kompetensi dengan membuat sistem leveling ada pembinaan kompetensi. “Waktu itu tantangannya memang sangat besar, namun alhamdulillah setelah setahun semua karyawan PLN dari top sampai bawah bisa menerima konsep ini,” tutur ayah tiga anak ini. Eddy mencontohkan, misalnya, di level advanced, insan PLN harus bisa menguasai secara mendalam pengetahuan dan keterampilan pada bidang tugasnya, membuat berbagai terobosan dan inovasi. Sedangkan di level integration, yang merupakan level tertinggi insan PLN, tuntutannya adalah inovation breakthrough yang dilakukannya harus mendapat apresiasi dari para pemangku kepentingan dan diakui di lingkungan global. “Ini semua terdokumentasikan sehingga setiap karyawan PLN tahu, kalau dia kemampuan segini, maka posisi kompetensinya ada di mana. Kenapa karyawan ada di sini, kenapa ia tidak naik, atau kenapa naiknya bisa cepat. Sekarang ini semua orang sudah tahu,” ujarnya sambil menambahkan langkah-langkah tersebut sebagai jawaban bagaimana insan PLN bisa mempunyai kemampuan terbaik dalam bidang yang ditekuninya. Perjuangan Eddy selanjutnya adalah bagaimana menggugah dan menggerakkan insan PLN untuk tidak lagi sekadar bekerja karena ada arahan, atau hanya sesuai dengan job desc semata. “Merujuk hasil survey dan engagement, rata-rata karyawan PLN sudah mulai haus dengan extra job performance dari sebelumnya yang hanya istilahnya menggugurkan kewajiban saja. Semua ini sudah kita buat sistemnya berbasis IT, dan inilah yang membuat culture di PLN berubah. Sekarang ini everybody knows,” tegasnya. Selain membangun sistem yang transparan dan akuntabel, Eddy juga tak segan melakukan tindakan tegas untuk menegakkan aturan kepada siapapun. Misalnya, dia pernah menindak tegas dengan mengeluarkan pengurus serikat pekerja yang sangat vokal tetapi terbukti tidak masuk kerja selama 3 bulan. “Pertentangannya sangat luar biasa, but I don’t care. Harus ada pesan yang jelas akan konsistensi penerapan sistem, dan setelah ini diterapkan, nyatanya saat ini baik-baik saja,” terangnya.
Dia pun kemudian melihat sesuatu yang sangat janggal dalam manajemen SDM di PLN ketika itu, dimana PLN memiliki ketentuan tentang HR namun yang boleh tahu hanyalah pengelola HR. “Sedangkan karyawan tidak boleh tahu. Inilah yang
496
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
497
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PRAKTISI & PIMPINAN PERUSAHAAN (Pertambangan & Energi)
Evita Maryanti Tagor (FEUI 1986) Direktur SDM PT Pertamina (2012 - Sekarang)
Follow Where the Water Flows Tantangan menjadi seorang wanita karir yang berhasil, harus diakui, memang lebih berat. Ia harus mampu membuat keseimbangan antara kepentingan profesi dan kepentingan rumah tangga. Untuk berhasil dalam karir profesional, ia harus fokus pada pekerjaan dan terus berusaha meningkatkan kompetensi dan kapasitas. Sementara untuk jadi istri dan ibu yang berhasil, ia mampu menjadi manajer rumah tangga yang baik. Disamping berbagai kiat untuk sukses, Evita Maryanti Tagor menegaskan kunci utamanya adalah sabar dan ikhlas. Lahir di Jakarta, 9 Juni 1960, putri pasangan Dr. Tagor Gumanti Muda Siregar dan Eva Ramola Hakim ini mulai kuliah di jurusan Akuntansi FEUI tahun 1979. Aktif di Senat Mahasiswa dan juga Paduan Suara UI, Evita banyak belajar bagaimana berkomunikasi dan menyampaikan gagasan, serta bersosialisasi dengan temanteman dari berbagai latar belakang dan dari berbagai daerah. Ia begitu terkesan dengan kesederhanaan teman-teman kampus, meski latar belakang ekonomi keluarga berbeda-beda, tetap membaur dan makan di tempat yang sama--bahkan di “bengkel” dan tak ada yang mau curang dengan tidak membayar. Rasa kebersamaan dan kesederhaan itulah yang turut mempengaruhi jalan hidupnya di kemudian hari. Kesan mendalam lainnya datang dari para dosen, meskipun banyak kesibukan di luar, mereka tetap memiliki komitmen yang tinggi untuk mengajar dengan baik. Komitmen dan integritas para dosennya itu memberinya banyak inspirasi bahwa memiliki dua profesi itu bukanlah masalah selama ia mampu menjalankan dengan baik dan dengan komitmen yang kuat. Dinyatakan lulus pada Desember 1985, Evita berniat untuk bekerja di bank pemerintah dan mulai mengirim surat lamaran. Karena setiap hari melewati kantor Pertamina di jalan Perwira, lama-kelamaan terpikir untuk memasukkan lamaran ke Pertamina dan ternyata ia diterima. Setelah lulus tes, bulan Juni 1986 Evita resmi menjadi pegawai tetap dan ditempatkan di kantor pusat Pertamina.
Berkat komitmen dan integritasnya menjalankan tugas, Evita berhasil mengukir karir yang cemerlang. Setelah sekitar 20 tahun mengabdi, tahun 2006 ia dipercaya sebagai Deputi Direktur Perbendaharaan & Pendanaan - Direktorat Keuangan, dimana jabatan deputi direktur adalah jabatan karier struktural tertinggi di Pertamina. Tahun 2008, ia dipindah tugas sebagai Deputi Direktur Operasi Keuangan dan kemudian sebagai Deputi Direktur Pendanaan & Manajemen Risiko. Ketika menjabat sebagai Senior Vice President Treasury & Corporate Finance tahun 2010, Evita berikan amanat sebagai Presiden Direktur PT Tugu Pratama Indonesia---anak perusahaan Pertamina. Dan pada bulan April 2012, ia kembali ke Pertamina dan dipercaya sebagai Direktur Sumber Daya Manusia. Evita mengakui, salah satu tantangan terbesarnya adalah isu gender yang ketika di awal karirnya masih begitu kental. Selain itu, masih ada masalah senioritas karena memang di BUMN masih ada jenjang tersebut. “Follow where the water flows,” tutur Evita tentang kiatnya. “Selain berupaya untuk ikhlas dan sabar, saya mengedepankan kebersamaan dan selalu berusaha menjaga kepercayaan. Apapun yang dilakukan akan terasa ringan apabila dikerjakan dengan ikhlas, penuh kesabaran, serta mendapat restu dan dukungan orang-orang terdekat kita, baik di rumah maupun di kantor. Yang penting, kita harus dapat menempatkan diri sesuai peran yang dijalani dan jangan membawa masalah kantor ke rumah atau sebaliknya.” Tantangan terbesar lainnya tentulah masalah keluarga, posisinya sebagai ibu bagi anakanaknya dan istri bagi suaminya. Ia dituntut untuk mampu menjaga keseimbangan, membangun rasa saling percaya dan saling pengertian. Dan diakuinya, dukungan suami dan anak-anaknya adalah salah penting dari keberhasilannya. “Apa yang diperoleh atau dijabat hari ini merupakan ujian dari Allah SWT. Pada akhirnya, kepada Tuhanlah kita harus bertanggung jawab atas semua tindakan kita,” ujar ibu dari Ardyan Humala Gumanti dan Ardita Febrini Asweva ini.
Ditugaskan pertama kali di Direktorat Keuangan sebagai staf keuangan, Evita mulai meniti jalan karirnya di Pertamina, setapak demi setapak, dan tidak pernah berhenti untuk belajar meningkatkan kemampuannya. Bagi Evita, setiap tugas yang diberikan adalah juga media untuk belajar dan menempa diri. Ia selalu menganggap bahwa tugas pekerjaan adalah sebuah kepercayaan---yang bila dijalankan dengan baik, maka akan ada kepercayaan yang lebih besar yang akan diberikan.
498
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
499
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PRAKTISI & PIMPINAN PERUSAHAAN (Pertambangan & Energi)
Moch. Harry Jaya Pahlawan (FTUI 1977) Direktur PT PLN (Persero), 2009 - Sekarang
Untuk Bisa Sukses, Anda Harus “Nyeleneh” Lahir dan dibesarkan sebagai anak kolong, sebutan yang biasa disematkan bagi anak tentara, sudah tentu sejak dini Harry dididik untuk hidup disiplin dan pandai menghargai waktu. Dari pendidikan keluarga yang keras itulah, ia justru tumbuh menjadi pribadi yang tangguh. Memutuskan kuliah di Fakultas Teknik UI tahun 1977, Harry pun mulai menempa potensi dan kemampuannya. Ia tidak hanya belajar di bangku kuliah, melainkan juga aktif berorganisasi baik di tingkat fakultas maupun di tingkat universitas. Ia tercatat sebagai Pengurus Senat Mahasiswa FTUI, Badan Perwakilan Mahasiswa FTUI dan Pengurus Dewan Mahasiswa UI. Selain itu, ia juga menjadi anggota inti pecinta alam “KAPA UI” disamping juga menjadi anggota Resimen Mahasiswa UI. Di organisasi kemahasiswaan, Harry tidak sekedar meluaskan pergaulan, melainkan juga berlatih dan menajamkan kepekaannya terhadap berbagai masalah yang dihadapi masyarakat melalui diskusi-diskusi, penalaranpenalaran sampai pada aksi-aksi sosial. Dia pun banyak belajar bagaimana mengkomunikasi gagasan-gagasan, merumuskan rencana kegiatan sampai pada pelaksanaannya. Dari kegiatan-kegiatan itulah, dia mengasah kemampuan leadership, membangun integritas diri dan kepekaan terhadap perubahan. Dan melalui organisasi kemahasiswaan itulah, Harry mengaku banyak belajar dari tokoh-tokoh mahasiswa seniornya seperti Akbar Tandjung, Dipo Alam dan Lukman Hakim. “UI membentuk jiwa dan karsa saya menjadi manusia yang profesional dan mempunyai jati diri,” tutur putra pasangan Brigjend (Purn) Drs. H. Goenawan Aman Prabukesuma (alm) dan Letda (Purn) Hj. Siti Maryam Goenawan (alm). Setelah diwisuda sebagai sarjana teknik listrik tahun 1984, Harry memulai karirnya sebagai insinyur muda di PLN. Pengalaman berorganisasi menjadi bekal berharga, ia dengan cepat dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan kerja dan mampu bersinergi dengan baik.
Surrey di Inggris dan berhasil meraih dua gelar master dibidang Ekonomi Pembangunan (1991) dan dibidang Energi Ekonomi (1992). Setia mengabdi di PLN, karir Harry pun semakin menanjak. Setelah menjabat sebagai Kadiv Umum dan Hubungan Investor di PT Pembangkitan Jawa Bali (1997-1999), ia dipercaya sebagai Manajer Pengawasan Manajemen di anak perusahaan PT PLN tersebut. Tahun 2001 ia diangkat menjadi Asisten Sekretaris Perusahaan di kantor pusat PLN dan tahun 2002 dipromosikan sebagai General Manager PLN Area Sumatera Selatan, Jambi dan Bengkulu. Tahun 2005 Harry kembali ditarik ke kantor pusat dan menjabat sebagai Sekretaris Perusahaan hingga tahun 2008. Setelah bertugas sebagai VP Property dan VP Hubungan Internasional, ia kemudian ditunjuk sebagai Direktur Operasi Indonesia Barat pada Desember 2009. Dan Maret 2013, ia kembali duduk di dewan direksi PLN sebagai Direktur Niaga, Manajemen Risiko dan Kepatuhan. Untuk sukses berkarir sebagai profesional, menurut Harry, seorang karyawan harus “nyeleneh” dalam arti yang positif. Ia harus memiliki kelebihan yang tidak semua orang memilikinya. Dan untuk memiliki kelebihan itu, seseorang tentunya harus bekerja keras untuk mengasah potensi diri, memiliki kemauan kuat untuk terus belajar, berpendirian teguh dan berintegritas tinggi. Berorganisasi rupanya sulit dilepaskan dari sosok harry Jaya Pahlawan. Ditengah kesibukannya yang padat, suami Elizabeth ini dipercaya sebagai Wakil Ketua Umum PB Gabungan Bridge Seluruh Indonesia (GABSI). Di organisasi profesi, ia menjabat sebagai Ketua Bidang Energi dan Ketenagalistrikan Persatuan Insinyur Indonesia (PII). Dan sejak tahun 2011, Harry mendapat kepercayaan untuk menjadi Ketua Umum Masyarakat Ketenagalistrikan Indonesia (MKI) yang menjadi wadah bagi seluruh stakeholder dibidang ketenagalistrikan. “Mahasiswa, pemuda/pemudi Indonesia harus dapat mengasah jiwa kepemimpinan. Selain mengasah otak kiri (hard skill), juga harus mengasah otak kanan (soft skill),” pesan ayah dari M Rezky Putera Jaya, Siti Nurizka Puteri Jaya dan M Rezha Putera Jaya ini. “Syarat untuk menjadi pemimpin adalah salah satunya keteladanan, harus memiliki integritas moral yang baik.”
Ia mempunyai prinsip untuk berupaya mewujudkan kinerja yang optimal di setiap tugas jabatan yang diamanatkan. Kuncinya, melaksanakan tugas secara ikhlas, berpegang teguh pada nilai-nilai moral dan menjaga integritas. Atas biaya dari perusahaan, Harry melanjutkan pendidikannya di University of
500
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
501
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Mohammad Syah Indra Aman (FHUI 1990)
Director & Chief Legal Officer PT Adaro Energy Tbk. (2005 - Sekarang)
Keberhasilan Itu Tidak Ada Yang Instan Ibarat dalam sebuah turnamen, untuk menjadi juara, seorang atlet harus mempersiapkan diri dengan menempa kemampuan diri, membangun karakter yang kuat dan memiliki semangat juang yang tinggi. Demikian juga halnya untuk bisa sukses berkarir sebagai profesional, seseorang harus mempersiapkan diri dengan baik. Dan itulah yang dijalani Mohammad Syah Indra Aman, alumnus FHUI yang kini dipercaya sebagai Director and Chief Legal Officer PT Adaro Energy Tbk. Masa perkuliahan di Fakultas Hukum menjadi momen sangat berharga bagi Indra Aman. Ia tidak hanya menempa kecerdasan intelektual, melainkan juga membangun karakter diri dan mengasah kepekaan dan kepedulian terhadap lingkungan sekitar melalui kegiatan organisasi kemahasiswaan. Di organisasi itulah ia memperdalam kemampuan berkomunikasi, berinteraksi dengan sesama mahasiswa maupun para anggota civitas akademika lainnya yang majemuk, yang berbeda latar belakang, status sosial, kemampuan dan lain-lain. Dan dari kemajemukan itu, Indra Aman belajar bagaimana membangun kebersamaan yang sinergis untuk memberi kontribusi terbaik. Ketika kuliahnya tinggal menyisakan tugas skripsi tahun 1988, karena kemampuan bahasa Inggrisnya yang baik, Indra Aman mendapat tawaran untuk menjadi asisten pribadi pengacara senior Minang Warman Sofyan, SH. Kesempatan baik itu tidak ia sia-siakan. Indra Aman bertugas mendampingi Minang Warman Sofyan setiap bertemu dengan klien, mencatat segala pembicaraan dan mengingatkan akan tindak lanjut pekerjaan yang sudah dilakukan. Selanjutnya ia mulai ditugaskan untuk membuat perumusan surat-surat dan gugatan-gugatan yang sederhana serta diikut-sertakan dalam diskusi penanganan perkara-perkara, sampai mengisi rubrik di majalah yang dibina sang mentor. Pada saat bersamaan, oleh Prof. Erman Rajagukguk yang baru menyelesaikan S-3 di University of Washington – Seattle, Indra Aman diminta sebagai asisten untuk membantu mempersiapkan berbagai materi perkuliahan, tulisan, seminar dan penelitian. Tidak hanya itu, ia pun diminta hadir mengikuti kuliah sang mentor dan bahkan menggantikan untuk mengajar ketika sang mentor berhalangan. Tahun 1991 Indra Aman melanjutkan pendidikannya di University of Washington, School of Law di Seattle. Selain terinspirasi oleh Prof Erman Rajagukguk, semangatnya juga terpacu untuk memberi contoh kepada adik kelasnya, Dhira Diantari Juzar (angkatan 1988), teman berbagi impian untuk kuliah S-2. Dan tahun 1992, ia berhasil meraih gelar LL.M dengan thesis tentang Hukum Anti-Monopoli. Kembali ke tanah air, Indra Aman diminta Prof Erman untuk membuka dan mengajar matakuliah baru, yaitu Hukum Persaingan Usaha, yang ketika itu merupakan bidang hukum yang sangat baru. Selain mengajar, terinspirasi oleh pemikiran Dhira Diantari Juzar tentang pentingnya memperluas pengetahuan dan pengalaman praktis sebagai konsultan hukum non-litigasi, Indra Aman kemudian bergabung
502
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PRAKTISI & PIMPINAN PERUSAHAAN (Pertambangan & Energi)
dengan Law Firm Lubis, Ganie, Surowidjoyo (LGS) yang didirikan oleh tiga alumni FHUI. “Bekerja sebagai konsultan hukum memerlukan komitmen waktu yang tinggi, dedikasi untuk memberikan pelayanan terbaik kepada klien sambil terus menerus menambah pengalaman dan memperkaya pengetahuan baik di bidang hukum maupun bidang-bidang lainnya. Rasanya tidak ada guru dan mentor yang lebih baik dalam hal berpraktek sebagai konsultan hukum dari ketiga alumnus FHUI tersebut,” tutur Indra Aman. Dari ketiga mentornya itu, Indra Aman memahami bahwa tidak ada jalan pintas untuk menjadi praktisi hukum yang baik. Tidak hanya kemauan dan pengetahuan, tetapi juga dibutuhkan pengalaman. Dan untuk mendapatkan pengalaman, tidak ada jalan lain kecuali menangani perkara atau transaksi sebanyakbanyaknya dalam kurun waktu sesingkat-singkatnya tanpa mengorbankan kualitas pelayanan kepada klien. Pada tahun 1996, Indra Aman akhirnya menikah dengan Dhira Diantari Juzar, juniornya di FHUI yang banyak memberinya inspirasi. Peristiwa itu menjadi babak baru yang mempengaruhi jalan karirnya. Ia berkeyakinan bahwa membangun dan membina keluarga membutuhkan waktu yang cukup, baik kualitas maupun kuantitas. Karena merasa tidak akan dapat memenuhi komitmen yang dituntut oleh profesi konsultan hukum, ia pun memutuskan mengundurkan diri dari LGS sebagai senior lawyer. Indra Aman kemudian bekerja sebagai General Counsel di PT Swabara Mining and Energy (Swabara Group) pada tahun 1996, grup kemitraan asing yang bergerak di bidang pertambangan batubara dengan aset utamanya PT Adaro Indonesia. Selanjutnya, ia juga dipercaya menjabat direktur dan komisaris di beberapa anak perusahaan Swabara Group. Menurut Indra Aman, ada perubahan tuntutan kompetensi sebagai akibat peralihan pekerjaan menjadi konsultan hukum didalam perusahaan (in-house legal counsel). Jika konsultan hukum fokus dari satu transaksi ke transaksi lainnya, maka in-house legal counsel secara terus menerus mengikuti jejak usaha perusahaan dalam segala perbuatannya. Karena itu, ia dituntut memiliki pemahaman yang baik tentang tujuan, target dan proses bisnis perusahaan, selain harus juga mengerti tentang aspek-aspek lainnya seperti aspek keuangan, akuntansi, perpajakan, manajemen, teknologi, politik, sosial dan lain-lain. Setelah melalui restrukturisasi, tahun 2005 PT Adaro Indonesia berubah menjadi PT Adaro Energy yang merupakan holding company Adaro Group dengan lebih dari 40 anak perusahaan. Sejak saat itu, Indra Aman dipercaya sebagai Director dan Chief Legal Officer untuk Adaro Group serta menjabat posisi direktur dan komisaris di beberapa anak perusahaan. Ia pun tetap dipertahankan pada posisinya ketika Adaro Group memutuskan go public dan berubah menjadi PT Adaro Energy Tbk pada tahun 2008. Posisi strategis di salah satu grup perusahaan pertambangan terbesar di Indonesia itu setidaknya merupakan bukti atas integritas dan komitmennya yang tinggi sebagai seorang profesional. Ia dinilai berhasil dalam menyeimbangan aspek hukum dan aspek komersial, memastikan perusahaan dapat meningkatkan kinerjanya secara komersial sejalan dengan aturan-aturan hukum yang berlaku. “Keputusan bisnis yang terbaik dan sustainable adalah keputusan yang dapat memadukan dan menyerasikan segala kepentingan dan pertimbangan dari beragam aspek tersebut. Dengan disadarinya persamaan atau kesetaraan tersebut good corporate governance dapat dilaksanakan secara konsisten dan konsekwen,” ungkap ayah dari Aisha Adilla Syahindra, Kianda Dhipatya Syahindra, dan Athyana Kamila Syahindra ini. Dari kerja keras dan kemauan kuat yang ditunjukkannya sejak di bangku kuliah dan hasil belajar dari mentormentor terbaik sebagai akademisi dan praktisi, Indra Aman meyakini bahwa untuk berhasil dalam karir, setidaknya seseorang harus memiliki kompetensi yang tinggi dan karakter yang kuat. Dan itu harus dibangun tahap demi tahap, tidak mungkin secara instan.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
503
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Murtaqi Syamsuddin
(FTUI 1981) Direktur PT PLN (Persero), 2009 - Sekarang
Lulusan Teknik Elektro FTUI tahun 1981 ini awalnya sempat ragu untuk merintis karir dari perusahaan listrik negara, meskipun menjelang akhir kuliah ia memperoleh bea siswa ikatan dinas dari PT PLN (Persero). Alasannya, ia berangan-angan bisa menjadi seorang pengusaha. Tetapi sang ibu kemudian memberinya nasehat untuk tidak sekedar mencari kekayaan dan meyakinkan bahwa PLN merupakan perusahaan negara yang besar yang memberi pelayanan kepada masyarakat luas. Berkat dorongan dari ibunya itulah Murtaqi Syamsuddin akhirnya memulai pengabdiannya di PT PLN (Persero). Setelah melalui berbagai penugasan, tahun 1996 Murtaqi dipercaya sebagai Deputi Manajer Perencanaan pada PLN Wilayah Sumatera Utara. Tahun 1998 ia ditarik ke kantor pusat dan ditugaskan sebagai Kepala Divisi Sistem Informasi Kepegawaian dan selanjutnya dipercaya sebagai Sekretaris Perusahaan pada tahun 2000.
PRAKTISI & PIMPINAN PERUSAHAAN (Pertambangan & Energi)
Setio Anggoro Dewo (FEUI 1986)
Direktur PT PLN (Persero), 2008 - Sekarang
Setio Anggoro Dewo dipercaya sebagai Direktur Keuangan PT PLN (Persero) sejak bulan Maret 2008. Sebelumnya, ia merintis karir sebagai pengajar di Fakultas Ekonomi UI, peneliti di LPEM dan dipercaya sebagai Ketua Program Magister Akuntansi Universitas Indonesia. Selain itu, ia juga menjabat sebagai Komisaris Independen di PT Indonesia Power dan PT Indosat (Tbk). Anggoro juga sempat menjadi Vice Chairman dari Indonesian Institute for Corporate Directorship (IICD), Advisor pada Transparency International Indonesia dan juga konsultan di Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Selain gelar sarjana dari FE UI, Anggoro juga meraih gelar MBA bidang ekonomi dari Katholik di Leuveun - Belgia pada tahun 1990 dan gelar doktor ekonomi dari University of Melbourne, Australia, pada tahun 2003.
Murtaqi kemudian diangkat sebagai Ahli Pemasaran dan Pengembangan Unit Bisnis pada tahun 2001. Kemudian pada periode 2003-2008, ia dipercaya sebagai General Manager PLN Distribusi Jawa Barat dan Banten. Pada bulan Maret 2008 Murtaqi dilantik sebagai Direktur Jawa Madura dan Bali sampai dengan Desember 2009 ketika ia terpilih sebagai Direktur Bisnis & Manajemen Risiko PT PLN (Persero). Menurut Murtaqi, keberhasilannya merupakan hasil dari kerja keras dan komitmen untuk memberikan yang terbaik bagi perusahaan. Ia menandaskan pentingnya seorang profesional mencintai pekerjaannya. Karena dengan itu, seseorang mampu mengoptimalkan kemampuan yang dimilikinya.
504
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
505
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Sofwan Farisyi (FTUI 1992) President Director Radiant Utama Group (2006 - Sekarang)
Siap & Berani Mengambil Tantangan Profesional muda ini memiliki karir yang cemerlang. Ketika baru berusia 36 tahun, Sofwan Farisyi berani menerima tantangan sebagai chief executive officer (CEO) pada tahun 2006 dan ia mampu menjawab tantangan itu dengan baik. Saat ini, dia memimpin tujuh perusahaan di bawah Radiant Group, yaitu PT Radiant Bukit Barisan E&P, PT Radiant Tunas Interinsco, PT Supraco Lines, PT Supraco Indonesia, PT Supraco Mitra Energie, PT Supraco Deep Water, dan PT Sorik Marapi Geothermal Power. Ia memulai kariernya dari bawah. Setelah diwisuda sebagai sarjana teknik mesin dari Universitas Indonesia pada 1992, dia bergabung di PT Bangun Panca Sarana Abadi hingga menjabat general manager. Tahun 1998, ia memutuskan bergabung dengan PT Supraco Indonesia, salah satu anak perusahaan Radian Utama Group, dan ditugaskan sebagai Project Operation Manager. Karirnya terus menanjak hingga kemudian ia dipercaya sebagai President Director perusahaan yang bergerak di bidang operation support services untuk perusahaan minyak dan gas tersebut. “Tantangan bisnis support services adalah risiko tidak besar, tapi profit juga tidak besar. Itu yang membuat kami berpikir men-develop bisnis lain,” ungkap lulusan Pascasarjana Management Universitas Indonesia ini. Akhirnya, pada 2008 Radiant Utama Group mendirikan perusahaan baru bernama PT Radiant Bukit Barisan E&P (RBB). Sofwan pun diberi amanah untuk memimpin RBB dengan jabatan sebagai direktur. RBB memiliki blok minyak di Sumatera Barat dengan model bisnis production sharing contract (PSC) selama 30 tahun. Dari bisnis minyak dan gas, Radiant juga masuk ke usaha pelayaran dengan mendirikan PT Supraco Lines (SL). Lagi-lagi Sofwan dilibatkan di sini dan dipercaya sebagai president director. SL adalah perusahaan pelayaran yang menangani kapal berbendera Indonesia. Dan kini, SL tak hanya memiliki aset kapal, tetapi juga memiliki fasilitas produksi lepas pantai (mobile offshore production unit/MOPU) di Selat Madura, yang memasok gas 100 mmscfd untuk Jawa Timur. “Wilayah minyak di Indonesia untuk masa yang akan datang akan banyak di lautan, sehingga bisnis marine adalah bisnis masa depan untuk Radiant,” tegas Sofwan.
506
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PRAKTISI & PIMPINAN PERUSAHAAN (Pertambangan & Energi)
Ke depan, perusahaan yang dipimpinnya akan terus mengembangkan bisnis marine sejenis MOPU tapi dengan basis floating. Ada tiga lini bisnis yang akan dikembangkan, yaitu floating production unit (FPU), floating production storage offloading (FPSO), dan floating storage offloading (FSO). Menurut Sofwan, energi adalah pasar yang tak ada habisnya. Namun minyak pada akhirnya akan habis dan akan muncul energi alternatif. Sementara itu, bisnis Radiant berada di situ dan memiliki skill di situ, sehingga harus dicari alternatifnya. “Geotermal dan biodiesel itu energi alternatif. Ini adalah salah satu cara kita untuk mempersiapkan bisnis masa depan bagi perusahaan,” ujarnya. Lalu apa kunci sukses Sofwan Farisyi? Sofwan meyakini bahwa kesempatan tidak datang dua kali. Terkesan klise, karena ungkapan itu sudah berulang-ulang ditulis dan diucapkan. Tetapi mungkin tidak banyak yang benar-benar memahami dan mau menghayatinya. Dan Sofwan mengakui, bahwa itulah filosofinya dalam menempuh karir. Ia menyadari betul bahwa tak ada kesuksesan yang datang tiba-tiba. Semua dimulai dari bawah, terus belajar, mengambil peluang, dan tak ragu melakukan hal terbaik. Setiap penugasan ia anggap sebagai kesempatan untuk meningkatkan kompetensi dan kapasitas. Dan karenanya, ia selalu berusaha secara maksimal untuk menjalankan tugas sebaik mungkin, menganggap setiap tugas merupakan momentum terbaik layaknya satu anak tangga untuk anak tangga berikutnya. Dengan kompetensi yang terus diasah dan kapasitas diri yang terus ditingkatkan, Sofwan meyakini bahwa seseorang akan siap ketika menghadapi sebuah tantangan. “Tidak ada yang kebetulan di dunia ini. Semua sudah diatur. Tinggal kita siap dan berani atau tidak mengambil tantangan. Soal benar atau salah, itu tergantung perspektif orang,” ungkap Sofwan. Dan memimpin sejumlah perusahaan tentunya bukanlah tugas yang mudah, apalagi di perusahaan migas yang memiliki tingkat resiko yang tinggi. Dan Sofwan memilih gaya kepemimpinan yang terbuka, partisipatif dan mengutamakan diskusi untuk dapat memecahkan masalah yang kerap ditemui di pekerjaannya. “Saya selalu mendiskusikan secara terbuka untuk mengatasi masalah secara bersama-sama dan selalu mendengarkan saran dari orang-orang yang terlibat, hingga kembali bertanya kepada founder perusahaan, terutama untuk proyek-proyek pengembangan di marine dan geotermal karena itu adalah keputusan yang strategis,” kata lulusan teknik mesin Universitas Indonesia. Dan terakhir, Sofwan secara konsisten menjaga kesehatan tubuh dengan berolahraga secara teratur. “Menjaga kesehatan itu tanggung jawab saya kepada Tuhan, kepada keluarga, dan kepada perusahaan,” kata lelaki yang gemar bangun pagi.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
507
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PRAKTISI & PIMPINAN PERUSAHAAN (Pertambangan & Energi)
Yuanita Rohali
(Fasilkom UI 1991) Chief Financial Officer PT Bumi Resources Minerals Tbk (2010 - Sekarang)
Menjaga Keseimbangan Hidup Sosok yang rendah hati dan murah senyum, Yuanita Rohali merupakan salah satu wanita yang memiliki karier profesional yang cemerlang. Dalam usia yang realtif muda, ia dipercaya menduduki prosisi sebagai Chief Financial Officer PT Bumi Resources Minerals Tbk, perusahaan milik Grup Bakrie yang bergerak di industri mineral. Wanita kelahiran Bandung tahun 1967 ini meneruskan kuliahnya di Jurusan Ilmu Komputer Fasilkom UI dan lulus tahun 1991 dengan predikat lulusan terbaik kedua. Ia kemudian bekerja di PT Gajah Tunggal sebagai salah satu karyawan di bagian IT. Merasa belum puas dengan gelar sarjana yang diperolehnya, ia memutuskan kembali ke bangku kuliah untuk menempuh S2 Manajemen Internasiona di UI. Keinginannya untuk bisa kuliah ke luar negeri terpaksa harus dipendam karena faktor biaya. Tapi, tak lama setelah ia merampungkan gelar master pada September 1992, keinginannya untuk melanjutkan S2 di luar negeri menjadi kenyataan. Nita berhasil meraih beasiswa ke Australia dari sebuah Institusi. Ia pun menyeberang ke negeri Kangguru dan berhasil meraih gelar Master of Commerce in Advance Finance dari University of South Wales, Sidney, Australia, pada tahun 1994. Kembali ke Jakarta dengan gelar Master dibidang keuangan, Nita kemudian bekerja di Bank Credit Lyonnais Indonesia sebagai corporate banking officer. Seiring berjalannya waktu, karir Nita merangkak naik hingga menjabat sebagai Head of Corporate Banking and Correspondent Banking pada tahun 2000. Sayangnya, karirnya di industri perbankan yang mulai berkembang justru harus terhenti pada tahun 2002 ketika kantor pusat Bank Credit Lyonnais menutup kantor perwakilannya di Jakarta. Kemampuan dan pengalaman Nita dibidang keuangan rupanya membuat Bobby Gafur S. Umar (Presiden Direktur PT Bakrie & Brothers) tertarik mengajaknya bergabung. Padahal, Nita mengaku, setelah 6 bulan berhenti bekerja dari bank asing tersebut, ia berniat membantu usaha suaminya. Maklum, suaminya, Pramono Dewo, merupakan pemilik dan pengelola PT Natura Bina Mitra dan Petromine Energy Trading Ltd. Tetapi kemudian justru suaminya mendukung agar Nita menerima tawaran Bobby. “Suami saya bilang, ‘kamu punya personality yang lebih baik justru kalau jadi profesional’,” ujar Nita.
508
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Sebagai Manajer Senior Pengembangan Bisnis PT Bakrie & Brothers Tbk (BB), tugas pertama Nita adalah membuat cetak biru Grup Bakrie. Nita yang ditunjuk sebagai ketua tim harus bekerja sama dengan konsultan BB, Price WaterhouseCooper. Pekerjaan ini bisa ia selesaikan pada akhir 2003, sehingga di awal 2004 BB mulai mengimplementasi. Untuk itu, ia ditunjuk sebagai Deputi Direktur Keuangan BB. Pada posisi ini, tugas berat kembali dibebankan padanya, yakni membeli kembali Bakrie Plantation. Tugas selanjutnya yang tak kalah berat adalah mempersiapkan program rights issue BB. Berkat deretan prestasi kerjanya yang baik inilah, Nita kemudian dipercaya menduduki posisi Direktur Keuangan BB. Pada tahun 2010, Nita ditugaskan sebagai Chief Financial Officer PT Bumi Resources Minerals Tbk, perusahaan baru milik Grup Bakrie yang bergerak di industri mineral. Kegigihan dan keteguhan wanita cantik ini tidak terjadi begitu saja, melainkan melalui banyak ujian yang sempat menguras emosi. Ketika karirnya baru mulai berkembang, tahun 1999, sang ibu yang begitu ia cinta divonis mengidap kanker ovarium. Ia mengaku itulah salah satu ujian terberatnya. Tetapi disitulah ia belajar dan terilhami oleh ketegaran sang ibu yang berjuang melawan ganasnya kanker ovarium. Setelah sang ibu berhasil menjalani operasi dan kembali sehat, tahun 2005 giliran ayah yang begitu dicintainya divonis dokter mengidap kanker kelenjar ludah, sampai-sampai telinga ayahnya harus diamputasi karena ganasnya kanker tersebut. Lagi-lagi, sang ayah juga memperlihatkan ketegarannya untuk menghadapi cobaan. “Saya banyak belajar tentang ikhtiar dan ketabahan dari bapak dan ibu saya,” akunya. Selain itu, ketakutan akan kanker yang bisa saja hinggap di tubuh Nita dan keluarga semakin membuatnya lebih menghargai hidup. Perasaan itu pulalah yang menjadi pertimbangan Nita untuk menerima tawaran dari sebuah perusahaan farmasi sebagai seorang duta kanker serfiks. “Bagi saya ini adalah sebuah tawaran menarik agar masyarakat lebih tahu bahwa kanker serfiks merupakan pembunuh nomor satu bagi wanita di dunia,” tuturnya dengan bersemangat. “Setiap jam, ada satu orang wanita yang meninggal akibat dari kanker leher rahim ini,” lanjut Nita. Bagi Nita, hidup harus dijalani secara seimbang. Karena, disamping kesibukannya sebagai profesional sukses, ia juga tak melupakan perannya sebagai ibu dari ketiga anaknya, Alika, Mahesa M Abhiprama dan Kalya Sabina Islamadina, serta perannya sebagai istri. Meski disibukkan dengan kepadatan waktu di kantor, Nita selalu meluangkan waktu bersama anakanak dan suaminya. Tak heran, Nita selalu menyekolahkan anak-anaknya tak jauh dari rumah atau kantornya. Dengan begitu, ia dapat mengontrol dan mudah bertemu anak-anaknya tersebut. “Saya selalu mengharapkan kehidupan yang balance antara keluarga dan karir, spiritual dan duniawi, hubungan dengan Allah dan manusia,” tutur Nita.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
509
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PRAKTISI & PIMPINAN PERUSAHAAN (Infokom & Perhubungan)
Abdulgani
(FE UI 1969) Direktur Utama PT Garuda Indonesia (1998 - 2002)
Bankir “Penyelamat” Garuda Indonesia Atas jasanya, maskapai penerbangan kebanggaan negeri ini, Garuda Indonesia, dapat keluar dari masa kritisnya di awal era reformasi. Dalam waktu cukup singkat, selain berhasil menyelamatkan Garuda Indonesia yang nyaris gulung tikar menjadi perusahaan yang menguntungkan, Abdulgani juga berhasil mengubah kultur perusahaan yang berorientasi bisnis profesional. Lulusan sarjana dari Fakultas Ekonomi UI tahun 1969 ini sempat magang di People National Bank of Washington, Seattle, AS, tahun 1966. Setelah lulus ia mulai bekerja di Bank Ekspor dan Impor (Bank Eksim) pada tahun 1970. Akhir tahun 1971, Gani ‘dipinjamkan’ untuk melakukan penelitian pada Bank Dharma Ekonomi yang tengah kesulitan. Bank yang kemudian berganti nama menjadi Bank Duta Ekonomi (BDE) itu, sesuai hasil penelitian, kesulitan menemukan pemimpin yang tepat. Gani pun ditugaskan untuk memimpin konsolidasi BDE. Setelah konsolidasi selesai, ternyata belum juga ditemukan pemimpin yang tepat. Karena itu, Gani pun diminta mengisi lowongan tersebut. Sempat bimbang memilih berkarir di Bank Eksim yang mapan atau di BDE yang tidak jelas masa depannya. Tahun 1972 Gani menerima tawaran memimpin BDE, dengan target 2 tahun pertama sudah dapat menyimpulkan dirinya berhasil atau gagal. Ia hanya mempertahankan 8 pegawai lama karena tak ada dana untuk membayar gaji. Sementara tenaga-tenaga muda yang pernah direkrut hanya bertahan satu atau dua hari karena masa depan BDE yang dianggap tidak jelas. Dalam kondisi seperti itu Gani berusaha berjuang untuk menyelamatkan BDE. Dan berkat kerja keras dan integritasnya yang tinggi, BDE berhasil diselamatkan. Bahkan per 31 Desember 1984, dengan passiva Rp 392.173.052.000, BDE meraih laba sebelum dipotong pajak Rp 11.527.285.000. Keberhasilannya menyelamatkan Bank Duta menarik perhatian Presiden BJ Habibie. Abdulgani diminta Presiden RI ketiga itu untuk menyelamatkan Garuda Indonesia dari lilitan utang sebesar 1,8 miliar dolar AS. Dengan bijak Gani menawarkan dua opsi; pilihan pertama meneruskan kegiatan operasional Garuda Indonesia, atau kedua mempailitkan perusahaan dengan konsekuensi Pemerintah segera mengeluarkan dana segar 800 juta dolar AS untuk membayar utang-utang Garuda. Dan pemerintah memilih alternatif pertama, melanjutkan operasional Garuda Indonesia. Gani segera memulai langkah-langkah penyelamatan Garuda dengan menghentikan perdarahan yang dapat mematikan Garuda yaitu cash flow yang negatif, jumlah utang yang besar (4,913 miliar rupiah atau 1,8 miliar dolar), dan
510
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
modal perusahaan yang negatif. Selama lima tahun beroperasi (1993-1997), net operating cash flow-nya negatif terus-menerus. Pada tahun 1993, negatif 408 juta dolar, dan pada 1997 negatif US$161 juta, sehingga totalnya mencapai 1,400 juta dolar (negatif). Gani bertindak cepat untuk segera melakukan pembenahan ke luar dan ke dalam. Ia meneruskan langkah perpindahan kantor dari Merdeka Selatan ke Cengkareng sehingga lebih memudahkan pengawasan dan pengendalian. Ia juga mengubah paradigma berpikir di seluruh jajaran bahwa Garuda bukan sekedar bisnis angkutan udara, melainkan travel business yang harus berorientasi pada bisnis layanan dan juga sebagai perusahaan penerbangan komersial yang harus mematuhi seluruh norma bisnis secara konsisten. Ibarat kanker, penyakit yang diderita oleh manajemen Garuda itu memang sudah menyerang ke mana-mana. Sehingga dengan terpaksa, di zaman Abdul Gani, seluruh karyawan harus rela menelan pil-pil pahit agar perusahaan kembali sehat. Pemakaian jatah tiket gratis ditata kembali, praktik-praktik KKN dibersihkan, koordinasi dan reposisi jabatan ditingkatkan. Tentu tak seorang pun yang rela melakukannya. Tapi itulah pilihan yang harus diambil kalau Garuda tidak mau dibubarkan. Langkah berani lainnya yang diambil Abdulgani adalah memutus kontrak-kontrak bisnis dengan perusahaan-perusahaan yang terkait dengan keluarga Cendana. Abdulgani segera mereorganisasi secara sempurna rute-rute penerbangan domestik dan internasional. Ia juga memberdayakan sekaligus memberlakukan skema insentif terhadap karyawan. Selain itu, skema langkah-langkah restrukturisasi sesuai business plan juga mulai diimplementasikan. Pada tahun kedua, Gani mencanangkan program ketepatan waktu (On-time Performance). Setiap pesawat yang terlambat pergi selalu diawasi dan dievaluasi. Selain itu, pihak-pihak yang menghambat diberi teguran. Tetapi masih ada sesuatu yang tersisa, yaitu kebiasaan yang masih melekat dari para konsumen elite (pejabat-pejabat tinggi) yang minta agar pesawat “menunggu” sampai mereka tiba di bandara. Kebiasaan-kebiasaan itu dihapuskan dan Gani menegaskan pentingnya perubahan paradigma berpikir seluruh jajaran Garuda. Dengan ketegasan dan integritasnya yang tinggi, Gani berhasil mengantar maskapai pelat merah ini meraih penghargaan dari Bandara Schipol, Amsterdam - Belanda, sebagai The Most Punctual Airline dua tahun berturut-turut. Dan setelah Garuda Indonesia mampu bangkit dari keterpurukan, tahun 2002 Gani menghadap Menteri BUMN Laksamana Sukardi dan mengatakan siap untuk diganti karena merasa tugasnya sudah ia tunaikan dengan baik. Abdulgani kemudian dipercaya sebagai Komisaris Utama Garuda Indonesia untuk memastikan laju kebangkitan perusahaan penerbangan milik negara tersebut. Pada 2008 masa baktinya di Garuda Indonesia berakhir, ia kemudian menjadi Komisaris Utama PT Mahaka Media Tbk dan PT Abdi Bangsa Tbk. Selain itu, selama berkarir, ia juga tercatat pernah memegang jabatan sebagai Pejabat Sementara Sekretaris Menteri Negara BUMN, anggota dewan Komisaris Duta IBJ Bank (Industrial Bank of Japan), Komisaris Utama Bank Bukopin dan Dewan Direksi The ASEAN Finance Corporation Singapore.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
511
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PRAKTISI & PIMPINAN PERUSAHAAN (Infokom & Perhubungan)
Dayu Padmara Rengganis (FH UI 1983) Direktur PT INTI (Persero), 2009 - Sekarang
Keseimbangan Antara Karier dan Keluarga
“Tidak bisa-tidak bisa itulah yang menghantui kami para wanita karier. Padahal, sebenarnya para wanita karier mampu, sehingga harus menunjukan kelebihan kita,” tegasnya.
Tidak mudah menjadi wanita karier, apalagi di perusahaan berbasis teknologi yang sering diidentikkan dengan laki-laki. Tidak hanya itu, secara kultural wanita memiliki kewajiban untuk memikirkan dan mengurus rumah tangga, dan diantaranya yang paling menguras energi adalah memastikan tumbuh kembang anak-anak dan pendidikan mereka. Kenyataan itu justru menjadi motivasi bagi Dayu Padmara Rengganis untuk membuktikan diri bahwa wanita dapat meraih keberhasilan dalam karier profesional seperti halnya laki-laki tanpa mengorbankan amanah sebagai istri bagi suami dan ibu bagi anak-anaknya. Dan ia berhasil, setelah menempati posisi-posisi strategis di beberapa perusahaan, kini Dayu dipercaya sebagai Direktur PT INTI.
Karena itu, untuk meraih sukses dalam karier, wanita harus berupaya tiga kali atau empat kali lebih kuat. Ia tidak hanya harus fokus pada tugas pekerjaan, tetapi juga harus mampu membagi waktu dan perhatian untuk keluarga.
Mengawali karier profesionalnya sebagai Asisten Manajer di PT Gratika, lulusan Fakultas Hukum UI ini kemudian bekerja di PT Surveyor Indonesia sebagai Manajer Umum. Selanjutnya ia bergabung di PT Indosat dan ditempatkan di bagian SDM. Kariernya di Indosat terbilang cemerlang, hingga akhirnya ia dipercaya sebagai Senior Vice President Regulatory PT Indosat dan kemudian Group Head Regulatory PT Indosat, yang merupakan jabatan karier tertinggi di perusahaan teknologi informasi tersebut, dibawah direktur yang merupakan jabatan politis. Diantara tugas-tugas penting yang pernah ditanganinya ketika itu adalah menjadi penghubung antara Indosat dengan BRTI (Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia) dan Dirjen Postel. Tidak ada naik kelas tanpa ujian, Dayu pun mengalami masa-masa penuh tantangan selama berkarier di Indosat. Salah satunya ketika ia diterpa isuisu tidak menyenangkan saat dipercaya memimpin bagian SDM yang banyak mengurusi renumerasi (mulai dari gaji dan stock option karyawan, bonus, insentif sampai dengan uang koperasi). “Saya dicap sebagai orang yang mengambil keuntungan sendiri, tangan kanan direkturlah. Tapi saya berprinsip saya tidak boleh menghadapinya secara emosional, harus profesional,” kenangnya. Setelah ada pergantian direktur, Dayu mengambil langkah berani dengan meminta audit internal untuk memeriksa bagian SDM secara transparan. Dan hasilnya tidak ditemukan adanya penyimpangan di bagian SDM yang dipimpinnya. Langkahnya itu akhirnya dapat membuka mata pihak-pihak yang sebelumnya meragukan kredibilitasnya. Menurut Dayu, sebagai wanita karier, ia harus membuktikan bahwa dirinya memiliki kemampuan dan kapasitas yang teruji. Ia mengakui bahwa umumnya wanita dipersepsikan akan sulit jika diberi tanggung jawab yang lebih berat--misalnya tidak bisa kerja hingga malam, tidak bisa dimutasi, tidak bisa mengirim dia perjalanan dinas, dan lain-lain.
512
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
“Bagi wanita yang memilih bekerja, tidak perlu ditanyakan, mana yang lebih penting karier atau keluarga. Keduanya penting, yang ada adalah skala prioritas,” tutur ibu dari Rangga Lanang Pamekar, Lintang Tunjung Manik dan Gandang Nur Panuluh ini. Bukan hanya sebagai tantangan, Dayu justru menganggap itulah seninya menjadi wanita karier. Ia harus mampu menciptakan harmonisasi dengan banyak pihak untuk bisa memudahkan tugasnya. Sebagai contoh, untuk pendidikan ketiga anaknya, Dayu memilih SD yang sama, SMP yang sama dan SMU yang sama untuk ketiga anaknya. Selain memudahkannya untuk berkomunikasi para guru yang sudah dikenal, ia juga lebih mudah mengontrol karena sudah mengenal lingkungan sekolah anaknya dengan baik mulai dari penjaga kantin sampai tukang parkir. “Jika ada waktu luang, saya selalu menyempatkan ke sekolah anak-anak, digilir saja, kapan waktunya,” ujar wanita berusia 50-an tahun yang tetap cantik dan ramping ini. Apalagi waktu anak-anak masih kecil, saat ia bekerja di Indosat, hari Jumat adalah hari panjang, sebab ia bisa keluar cepat. Jika orang lain pergi ke mal, Dayu justru memilih pergi ke sekolah anak-anaknya. Dan ketika kebanyakan orang mengambil jatah cuti untuk berlibur, Dayu justru mengambil jatah cuti ketika anak-anaknya tengah menghadapi ujian sekolah. Tidak diragukan, kemampuan Dayu menjaga keseimbangan antara karier dan keluarga menjadi kunci keberhasilannya. Ia tidak hanya pandai membuat skala prioritas, melainkan juga pandai mengatur ritme. Apalagi berbagai kemudahan alat komunikasi yang semakin canggih, jarak ruang tidak lagi menjadi masalah besar, ia dapat menjalin komunikasi yang intens dengan anak-anak dan suaminya, berbagi banyak hal dengan orang-orang yang dicintainya itu. Tahun 2009 menjadi babak baru dalam karir profesionalnya. Dayu mendapat tawaran dari Kementerian BUMN untuk menjadi Direktur di PT Industri Telekomunikasi Indonesia (INTI). Dan bekerja di perusahaan milik negara itupun menjadi kesempatan emas bagi Dayu untuk memberikan pengabdian dan kontribusi terbaiknya. Ketika kini putra-putrinya semakin dewasa dan mandiri, Dayu dapat memulai bentuk pengabdian lain yang cukup lama ia pendam. Ia mendirikan sanggar seni Laksita Mardhawa sebagai usaha untuk melestarikan seni dan kebudayaan Jawa. Di sanggar seni yang ia pimpin, anak-anak muda dapat belajar gamelan, menari hingga membatik dengan guru-guru yang ia datangkan dari Jogja dan Solo. Khusus untuk gamelan, seniman yang masih aktif bermain ketoprak ini tengah berusaha untuk mendaftarkannya ke UNESCO agar seni musik tradisional Jawa tersebut diakui sebagai warisan budaya asli Indonesia.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
513
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Emirsyah Satar (FE UI 1985) CEO & President Director PT Garuda Indonesia Tbk (2005 - Sekarang)
Membawa Garuda Menuju Bintang Lima Menyebut nama Emirsyah Satar seakan tidak bisa dilepaskan dengan Garuda Indonesia. Berkat kepemimpinannya yang efektif, komitmen dan integritasnya yang tinggi, manajemen yang dipimpinnya mampu menyelematkan Garuda yang terpuruk hingga bangkit dan terbang tinggi sejajar dengan maskapai-maskapai internasional papan atas lainnya. “Walk the talk. Apa yang saya katakan pada staf ya, saya lakukan. Jangan cuma bilang, ‘Anda mesti begini, Anda mesti begitu’,” tegas Emirsyah tentang salah satu kiatnya memimpin. Emir memulai karir profesionalnya sebagai auditor di kantor akuntan Pricewaterhouse Coopers pada 1983 ketika ia masih menjadi mahasiswa di Fakultas Ekonomi UI. Setelah lulus sarjana tahun 1985, ia kemudian bekerja sebagai Assistant of Vice President of Corporate Banking Group Citibank. Dan pada tahun 1990 ia menjabat sebagai General Manager Corporate Finance Division Jan Darmadi hingga tahun 1994. Karirnya di industri jasa keuangan terus berlanjut. Pada periode 1994-1996, ia dipercaya sebagai Presiden Direktur PT Niaga Factoring Corporation. Dan tahun 1997 ia diangkat sebagai Managing Director (CEO) Niaga Finance Co. Ltd yang berkantor di Hong Kong. Tahun 1998 Emirsyah mulai bergabung dengan PT Garuda Indonesia ketika seniornya Abdulgani mendapat tugas menyelamatkan perusahaan plat merah yang nyaris bangkrut tersebut. Ia dipercaya sebagai Executive Vice President of Finance dan bertugas untuk melakukan restrukturisasi keuangan Garuda secara menyeluruh. Setelah berhasil menjalankan tugas restrukturisasi finansial Garuda, tahun 2003 Emirsyah dipercaya sebagai Wakil Direktur Utama Bank Danamon. Dalam perjalanannya, program penyelamatan Garuda Indonesia ternyata tidak berjalan baik. Perusahaan penerbangan tersebut masih kesulitan untuk ‘lepas landas’ dari krisis, dalam kondisi rugi besar, masih dililit hutang dalam jumlah besar, dan banyak pesawat yang sudah tua. Dalam keadaan seperti itu, tahun 2005 Emirsyah Satar ditugaskan kembali ke Garuda Indonesia sebagai Direktur Utama. Bersamaan dengan itu, seniornya Abdulgani ditunjuk sebagai Komisaris Utama. “Di 2005 secara legally bangkrut. Merah semua. Hampir 12 tahun cuma 3 tahun untung. Kita secara legally bangkrut. Saat diangkat saya minta melepaskan liability bangkrut ini,” ucap Emir di acara Seminar Internasional yang diadakan di Hotel Pullman Jakarta, 17 September 2013.
514
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PRAKTISI & PIMPINAN PERUSAHAAN (Infokom & Perhubungan)
Melihat kondisi itu, Emir bersama jajaran manajemen merancang program revatilisasi. Pertama kali yang dilakukan adalah restrukturisasi utang, memperbaiki layanan, hingga memperkecil lini bisnis. Ketika kondisi keuangan mulai positif, Garuda kemudian melakukan program revitalisasi atau peremajaan armada, kru kabin, hingga IT. “Diperbarui pramugari akan pensiun 36, yang lama itu 56 (tahun),” sebutnya. Meskipun Garuda telah melakukan revitalisasi untuk layanan, kru kabin hingga armada. Para penumpang internasional kerap tidak percaya kalau armada Garuda telah diperbaharui. Khususnya terkait armada. “Ini cerita beneran. Pengalaman di Sydney ada orang sana masuk, lalu keluar lagi untuk memastikan bahwa itu Garuda soalnya identik dengan segala oldies, kotor,” jelasnya. Emirsyah menegaskan bahwa perbaikan Garuda tidak mungkin hanya dilakukan seorang diri. Semua jajaran harus terlibat aktif, mulai dari pimpinan tertinggi sampai karyawan paling bawah. Semua bagian memiliki peran. Menurut Emirsyah, ibarat orkestra, dirinya adalah seorang dirigen yang harus berusaha bagaimana seluruh musisi mampu memainkan alat musiknya secara bersama-sama untuk menciptakan sebuah harmoni. “One team, one spirit, one goal. Keselarasan bisa dijalankan, pertama, dengan keterbukaan. Kedua, jujur. Harus mau memberi tahu problem masing-masing. Lewat rapat tiga bulanan, kami bisa menilai kinerja, termasuk kekurangan, bersama-sama. Dua hal tadi membuat tim kuat,” tegas pria kelahiran Jakarta tahun 1959 ini. Dengan dukungan tim yang solid, Emirsyah mampu melakukan berbagai langkah-langkah terobosan untuk meningkatkan kualitas layanan. Dan dengan kualitas layanan yang prima, berbagai promosi untuk melakukan branding dapat dijalankan dengan lebih baik. Untuk mampu bersaing dengan maskapai internasional, Garuda harus memiliki positioning yang kuat, yang menegaskan Garuda beda dengan yang lain. Secara cerdas Emirsyah mendefinisikan “Garuda berbeda karena Indonesia”. Kelebihan-kelebihan Indonesia, seperti keramahan dan keberagaman seni budaya, ia jadikan sebagai selling point Garuda. Sebagai langkah konkrit, tahun 2009, diluncurkan Garuda Indonesia Experience. Dengan berbagai terobosan yang dilakukan, Garuda Indonesia yang lima tahun lalu tidak masuk peringkat dalam daftar World Airlines versi Skytrax, tahun 2011 berhasil menembus peringkat 19 dan setahun kemudian naik ke peringkat 11. Bahkan untuk kategori World Regional Airlines Skytrax, Garuda dinobatkan sebagai The World Best Regional Airline. Hebatnya lagi, dalam Langkawi International Maritime and Aerospace Exhibition yang didukung Frost and Sullivan bulan Maret 2013, Garuda Indonesia dikukuhkan sebagai “The ASEAN Premium Airline of the Year” dan mengalahkan maskapai kenamaan di Asia seperti Singapore Airlines, Malaysian Airlines, Vietnam, Thai Airways. Dan atas berbagai keberhasilannya, Emirsyah menerima penghargaan sebagai “Best of the Best CEO 2013” oleh Majalah Swa. Tidak diragukan, kepemimpinannya yang tegas dan penuh integritas tidak hanya mampu mengentaskan Garuda Indonesia dari keterpurukan, melainkan juga mampu membawa Garuda terbang tinggi. Dan setelah Garuda berhasil meraih rating bintang empat, Emirsyah terus berusaha untuk membawa perusahaan penerbangan kebanggaan Indonesia ini terbang lebih tinggi untuk meraih peringkat bintang lima.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
515
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PRAKTISI & PIMPINAN PERUSAHAAN (Infokom & Perhubungan)
Joris de Fretes (FPsi UI 1978) Direktur Human Resources PT Huawei Services (2010 - Sekarang)
Manajemen Kemanusiaan Karyawan adalah aset yang turut menentukan maju tidaknya sebuah perusahaan. Dan dibanding aset-aset yang lain, karyawan adalah aset yang unik, sangat dinamis, butuh perhatian dan sentuhan-sentuhan kemanusiaan agar mereka dapat memerankan fungsinya secara optimal. Hal itulah yang dilakukan Joris De Fretes, dengan ‘manajemen kemanusiaan’, ia berhasil menyeimbangkan antara tuntutan perusahaan dan kebutuhan karyawan. Mulai kuliah di Fakultas Psikologi tahun 1972, begitu lulus tahun 1978 Joris harus membayar “utang” beasiswa yang diterimanya selama kuliah dengan bekerja di BUMN, yakni PT Pupuk Kaltim di Bontang yang kala itu baru dibuka. Setelah lima tahun di pabrik pupuk terbesar di dunia waktu itu, Joris kemudian pindah ke Indofood. Salah satu yang masih terus dikenangnya sampai sekarang adalah ketika pertama kali bekerja di perusahaan penghasil makanan instan tersebut dan tertegun melihat ribuan buruh yang harus dibeda-bedakan dalam tingkatantingkatan, di mana jatah makan mereka pun berbeda-beda. Keprihatinan atas apa yang dilihatnya, mendorong Joris melakukan banyak perubahan menuju perbaikan dengan pendekatan kemanusiaan. “Sejak saya di situ, buruh harian dan buruh tetap tak lagi dibedakan makannya, semua bareng jadi satu dalam satu ruangan dengan menu yang sama,” kenang pria kelahiran Tasikmalaya ini. Pendekatan kemanusiaan semacam itulah yang juga dibawanya ketika ia pindah ke PT Nasional Gobel setelah 7 tahun memperkokoh SDM di Indofood. “Saya sudah jadi orang nomer dua di departemen HR di Indofood dan pindah ke Gobel selama setahun tidak punya meja kerja,” kenangnya. Namun, hal itu dilakoninya karena sebagai seorang profesional yang memiliki idealisme, ia merasa tertantang melihat perusahaan yang menawarinya itu dalam kondisi hidup segan mati tak mau. “Saya tersentuh melihat karyawan yang tak jelas nasibnya, Saya berpikir, siapa yang akan ngurusi mereka?” Ketika mengatakan itu, Joris seperti masih bisa merasakan getaran hatinya saat itu. Di Gobel, lagi-lagi, gebrakan-gebrakan kreatifnya bekerja untuk menyejahterakan karyawan. Ia berhasil memangkas biaya-biaya di HRD yang tidak perlu, seperti uang pengganti cuti, dan terkumpul jumlah yang tak tanggung-tanggung, Rp 1 miliar. “Itu saya gunakan untuk memberi asuransi kesehatan karyawan termasuk keluarganya, yang sudah 10 tahun lebih menuntut itu dan tak pernah tembus,”
516
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
tandasnya. Pada tahun 2003, Joris De Fretes pindah ke PT Excelcomindo Pratama Tbk (kini PT. XL Axiata Tbk) atau XL dan dipercaya sebagai Direktur SDM. Berbeda dengan dua perusahaan sebelumnya, yang ia hadapi bukan lagi buruh yang mendapat perlakuan diskriminatif soal jatah makan atau karyawan yang bertahun-tahun berjuang menuntut jaminan kesehatan, di XL ia berhadapan dengan karyawan yang pintar, cerdas dan kreatif. Tuntutannya bukan lagi soal kenaikan gaji, melainkan lebih pada kesempatan-kesempatan baru dalam hal karir. Dan karena itu, ia pun menerapkan 70-75% kesempatan promosi diberikan kepada karyawan dan hanya sekitar 20-25% ditarik dari luar. Untuk meningkatkan rasa kebersamaan, Joris mencoba mengembangkan lingkungan yang cenderung “bebas”, yang memungkinkan atasan dan bawahan berbaur menjadi satu tanpa jarak dan tetek-bengek birokrasi. “Kita punya kantin dan boleh dibilang direktur-direktur di sini lebih banyak makan di kantin daripada di luar, dan kalau sudah duduk ya campur.” Selain itu, orang HR memfasilitasi program-program untuk memotivasi karyawan dan membuat perusahaan jadi “hidup”. Dua minggu sekali misalnya diadakan speak up program yang mengumpulkan 20 orang karyawan untuk “ngobrol aja”. Di forum ini, karyawan bisa mengajukan usul, atau memprotes suatu kebijakan. Program lain adalah Video Cafe dan Happy Hours. “Video Cafe itu training dengan pemutaran film atau video, lalu didiskusikan,” jelas Joris seraya menyebut “Remember the Titan” sebagai film yang paling sering diputar untuk dipelajari bagaimana satu tim yang kompak bisa menjadi satu target yang tinggi. Sedangkan Happy Hours digelar tiap Jumat akhir bulan di kantin untuk memberi kesempatan tampil band-band yang dibentuk oleh karyawan. Salah satu terobosannya adalah ketika Joris dan timnya pada tahun 2005 melakukan perubahan besar-besaran dalam strategi marketing. Yakni, dengan merekrut orang-orang yang basisnya justru bukan teknologi, tapi lebih ke consumer good. “Di situ peranan kita, orang HR cukup dalam, dan sejak itu komunikasi dengan pasar berubah, dulu terlalu teknologi sehingga orang nggak ngerti,” tuturnya. Dari berbagai pengalamannya, mulai dari mengurus buruh pabrik hingga mengurus karyawan di perusahaan hi-tech, Joris berkali-kali menegaskan bahwa bekerja di bagian HR itu sangat menarik dan penuh tantangan dengan syarat tidak hanya duduk di pinggir dan mengurusi gaji. “Itulah yang sekarang saya selalu bicara dengan anak buah saya, jangan kalau jadi orang HR ngertinya cuma rekrutmen, psikotes, harus lebih luas lagi. Marketing kita seperti apa, produk kita seperti apa,” Joris menjelaskan. Setelah sekitar 7 tahun bekerja di XL, tahun 2010 Joris De Fretes mengundurkan diri dan mengawali ‘petualangan’ baru dengan bergabung sebagai Direktur Human Resources di PT Huawei Services.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
517
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Karni Illyas (FH UI 1978)
dan ada berita yang tidak ada di sana. “Tidak ada berita hukum,” papar Karni tegas. Tanpa diduga, Karni langsung diminta kerja keesokan harinya. “Proses saya jadi wartawan enggak bakalan terjadi lagi pada orang lain,” ujar Karni.
Direktur Pemberitaan TVOne
Lahir Untuk Berita Dunia jurnalistik sepertinya menjadi cinta pertama dan terakhir bagi Karni Ilyas. Ia memulainya sejak usia remaja kecil, menjadi wartawan ‘freelance’ tanpa honor. Dengan cinta yang begitu besar itu, ia tak pernah menyerah dan tak pernah lelah mengejar. Bagi karni, berita adalah hidupnya. Dan tanpa berita, hidupnya tak ada arti. Lahir di Bukittinggi, 25 September 1952, masa kecil dilaluinya dengan keprihatinan. Ketika umurnya belum genap 6 tahun, Karni menyaksikan perang antara pusat dan daerah, APRI (Angkatan Perang Republik Indonesia) menyerbu Padang dan membombardir daerah-daerah pedalaman dengan bazooka dan mortar. Belum genap 8 tahun usianya, ibu yang cintainya meninggal dunia karena pendarahan hebat usai melahirkan anak yang sudah meninggal di rahimnya. Sepeninggal ibunda, Karni menjadi “anak pasar”. Usai sekolah dan mengaji, ia menyusul ayahnya ke tempat kerjanya sebagai penjahit yang berlokasi di lingkungan pasar. Namun lingkungan pasar tak membuat sekolahnya terbengkalai. Bahkan, ketika tamat SD, ia ranking dua di kelasnya. Ia pun masuk SMP Negeri V. Yang menarik ketika ia mulai hidup di lingkungan pasar, “Saya bergaul dengan kuli angkut, sopir, tukang parkir. Bahkan, saya pernah main judi bersama para kuli. Pernah pula saya ikut-ikutan menjual kode buntut,” katanya. Demi memenuhi kebutuhan sekolahnya, Karni pun kerja apa saja, termasuk menjual koran. Tidak sekadar menjajakan koran, Karni juga melahap berita yang disukainya. Baik berita dalam maupun luar negeri. Kesukaan pada dunia baca terus berlanjut sampai Karni masuk SMEA jurusan Tata Niaga. Kesukaan membaca koran disertai upaya terus belajar, membuatnya sanggup menulis dengan baik. “Saya juga tertarik menulis puisi dan cerpen. Puisi saya pertama kali dimuat di koran Haluan saat saya SMP. Judulnya Malam Bagaikan Jelaga,” kenang Karni.
518
PRAKTISI & PIMPINAN PERUSAHAAN (Infokom & Perhubungan)
Awalnya Karni dicuekin oleh wartawan lain, dianggap layaknya anak magang. Ia hanya dikenalkan ke redaktur dan tidak diberi meja untuk mengetik. Pertama kali Karni ditugaskan untuk liputan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. “Saya berangkat liputan tanpa bekal. Pengadilan itu seperti apa, saya juga enggak tahu. Tapi saya mulai meliput sidang. Ternyata, masalah hukum sangat menarik perhatian saya,” tutur Karni. Liputan pertama Karni dimuat di halaman paling akhir. Tulisannya sudah diedit menjadi hanya dua alinea pendek saja. Kendati begitu, Karni tetap bergirang hati. Karni pun menunjukkan kemampuannya sebagai wartawan tangguh. Sebagai reporter bidang hukum dan kriminal, ia kerap meliput banyak peristiwa yang menjadi sorotan media massa. Kerap pula ia mendapatkan berita eksklusif, antara lain kisah Syarifa Sifa, seorang gadis yang dipaksa kawin cerai. Umur 12 tahun ia dipaksa kawin oleh neneknya. Nama Karni saat menulis berita diberi kode 018, dan kode ini dikenal kalangan pers berkat liputan eksklusifnya. Setelah menyandang profesi sebagai wartawan, Karni kemudian melanjutkan pendidikannya di Fakultas Hukum UI tahun 1975 dan meraih gelar Sarjana Hukum tahun 1984. Perjalanan karirnya berlanjut ketika seorang wartawan Majalah Tempo bernama Harun Musawa mengajaknya bergabung. Lewat sejumlah tes, November 1978 Karni mulai bekerja di Tempo. Kariernya cemerlang, sampai ia menjabat posisi Redpel. Ia kemudian mendapat tantangan untuk Pemred Majalah Forum Keadilan dari Eric Samola, owner sekaligus direktur utama. Kala itu, Forum Keadilan merupakan majalah bulanan yang terbitnya tersendat-sendat. Di bawah kepemimpinannya, Forum Keadilan justru berkembang pesat. Dalam waktu setahun, tirasnya sudah menembus 50 ribu eksemplar. Di tahun pertama kepemimpinannya, Forum berhasil terbit dua kali dalam sebulan. Bahkan, akhirnya bisa terbit seminggu sekali. Karni kemudian sempat memegang posisi sebagai komisaris majalah tersebut.
Begitu karyanya dimuat, semangatnya menulis semakin menggebu-gebu. Apalagi ia mulai berkenalan dengan seorang wartawan Haluan saat sedang berada di pasar. Ia mendapat kesempatan menitipkan tulisannya kepada sang wartawan. Berita apa saja ia tulis. Beberapa tulisannya berhasil dimuat, tapi ada juga yang tidak lolos.
Tahun 1996, Karni mengawali karirnya di media televisi ketika bergabung dengan stasiun televisi SCTV. Meskipun SCTV bukanlah stasiun televisi khusus berita, Karni mampu membawa Program Liputan 6 sebagai program berita yang mampu bersaing dengan Metro TV yang lahir pada tahun 2000. Dengan tagline ‘Aktual Tajam Terpercaya’, beberapa karya jurnalistik Liputan 6 SCTV mendapat penghargaan bergengsi dan menjadi program berita terkemuka di Tanah Air. Hanya enam tahun, Karni menggawangi SCTV. Pada tahun 2005, ia bergabung di ANTV. Di televisi milik keluarga Bakrie ini, lagi-lagi Karni menunjukkan tangan emasnya. Berkat akses dan hubungan dekat yang dibangunnya dengan Polri, banyak tayangan-tayangan eksklusif terutama penggerebekan teroris menarik pemirsa. Hanya dua tahun Karni memimpin program news ANTV. Pada 2007, Lativi yang diambil alih oleh Bakrie dibenahi. Konsep televisi berita dilahirkan. Lativi yang semula berisi siaran hiburan diubah total menjadi televisi berita yang bersaing langsung dengan Metro TV. Tanggal 14 Februari 2008, tvOne resmi mengudara.
Lulus SMEA tahun 1971, Karni berangkat ke Jakarta dengan tujuan menjadi wartawan. Ia membidik harian Suara Karya. Untuk memudahkan bertemu pimpinan Suara Karya, ia membawa katabelece dari rekan ayahnya yang jadi anggota MPR/DPR mewakili Sumatera Barat. Dengan ‘surat sakti’ itu ia menemui Pemred Suara Karya, Rahman Tolleng. Tak disangka, Rahman membuang ‘surat sakti’ Karni dan membuangnya ke bak sambil seraya menegaskan tidak ada lowongan. Rahman bahkan tidak memandang Karni dan malah memunggunginya. Namun Karni tetap tegar. Ia mengatakan, sudah kerap membaca Suara Karya
Mengusung konsep news+sport, tvOne menjual program berita sebagai jualan utama. Berbagai karya dan ide-ide Karni Ilyas diwujudkan dalam berbagai program baik berita maupun tayangantayangan menarik. Yang paling fenomenal adalah program bincang-bincang atau talkshow ‘Jakarta Lawyers Club’ yang kemudian menjadi ‘Indonesia Lawyers Club’ atau ILC. Banyak tema menarik terutama seputar kasus korupsi yang membuat ILC menjadi acara talkshow di televisi yang ratingnya mampu mengalahkan sinetron. Dan atas kiprahnya selama ini, Karni Ilyas dianugerahi Panasonic Gobel Awards untuk kategori Lifetime Achievement Award pada bulan Maret 2012.
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
519
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PRAKTISI & PIMPINAN PERUSAHAAN (Infokom & Perhubungan)
Oerianto Guyandi (FE UI 1991) Chief Financial Officer PT Global Mediacom Tbk. (2008 - Sekarang)
Akuntan lulusan dari Fakultas Ekonomi UI tahun 1991 ini merupakan salah satu profesional muda yang memiliki karir cemerlang. Selain dipercaya sejak tahun 2009 sebagai Direktur PT Media Nusantara Citra Tbk., yang diantaranya menaungi 3 stasiun televisi swasta di Indonesia, Oerianto Guyandi juga dipercaya sebagai Chief Financial Officer PT Global Mediacom Tbk., group media terbesar di tanah air yang bergerak diantaranya dibidang pertelevisian dan radio, surat kabar, majalah, tabloid hingga operator telekomunikasi. Oerianto mengawali karirnya di Kantor Akuntan Publik Prasetio Utomo & Co (Arthur Andersen). Ia kemudian bekerja sebagai manajer keuangan di Salim Group--- PT Indomulti Inti Indonesia, PT Indosiar Visual Mandiri, rumah sakit Pantai Indah Kapuk, dan PT Indovisual Citra Persada. Pada tahun 1999, Oerianto mulai bergabung di PT Bhakti Investama dan dipercaya sebagai Senior Manager (Head of Investment Banking). Di group perusahaan milik Hary Tanoesoedibjo inilah karirnya semakin berkilau. Tahun 2000 ia diangkat menjadi Direktur di PT Bhakti Capital Indonesia hingga tahun 2002. Sebelumnya, pada tahun 2001, ia juga dipercaya sebagai Direktur Operasional RCTI yang dijabatnya hingga tahun 2004. Oerianto kemudian ditugaskan sebagai Direktur Keuangan PT MNC Sky Vision (Indovision) dan Direktur di PT Bhakti Investama pada tahun 2004 hingga tahun 2008. Setelah itu, ia dipercaya sebagai Wakil Direktur Utama RCTI sejak bulan Mei 2008, Chief Financial Officer PT Global Mediacom Tbk., dan Direktur PT Media Nusantara Citra Tbk sejak tahun 2009.
520
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
ILUNI UI aktif melakukan pengkajian terhadap berbagai permasalahan kebangsaan melalui diskusi panel, workshop dan seminar. Tampak Ketua Umum ILUNI bersama Menteri Hukum dan HAM, Amir Syamsuddin, dalam diskusi panel di Hotel Grand Melia Jakarta, 5 Februari 2013.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
521
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PRAKTISI & PIMPINAN PERUSAHAAN (Konstruksi & Real Estat)
Achmad Noerzaman (FT UI 1987) Direktur Utama PT Arkonin (2004 – Sekarang)
Berani Menantang Diri Sendiri Integritas, komitmen, disiplin, motivasi dan keadilan adalah nilai-nilai yang diyakini Achmad Noerzaman dalam merintis karir. Menurutnya, nilai-nilai itu juga perlu didukung dengan budaya kreatif dan inovatif, kesederhanaan dan kearifan. Setidaknya ia telah membukti itu. Merintis karir dari nol, Noerzaman akhirnya berhasil memimpin salah satu konsultan perancang arsitektur terbaik di Indonesia, PT Arkonin. Pria kelahiran Gresik, Jawa Timur, 20 Februari 1963, ini memulai pendidikan di Jurusan Arsitektur FTUI pada tahun 1981. Aktif di kegiatan organisasi kemahasiswaan, Noerzaman diantaranya menjadi anggota Pecinta Alam KAPA FTUI dan ikut terlibat dalam mengelola Majalah Arsitektur Architrave. Aktifitasnya di organisasi kemahasiswaan memberinya banyak pelajaran, menempa kemampuannya dalam berinteraksi di berbagai forum, mengenal dan menyelami kehidupan masyarakat terutama yang tinggal di pelosok-pelosok. Pendidikan di Kampus Perjuangan juga banyak memberinya inspirasi. Diantaranya adalah Han Awal, dosen yang mengajarkannya tentang kearifan, kesederhanaan, ketelitian dan kesabaran. Dan juga tokoh-tokoh seperti Emil Salim yang ia kagumi karena keilmuannya, kecintaannya pada lingkungan dan konsistensinya berpegang pada prinsip. Pengalaman-pengalaman batin di Kampus Perjuangan itulah yang turut membentuk karakter kepribadiannya. Setelah diwisuda tahun 1987, Noerzaman mulai mencari batu pijakan untuk karirnya. Ia sempat bekerja sebagai pengawas di sebuah perusahaan kontraktor serta merangkap sebagai asisten dosen di UI dan di Universitas Mercu Buana. Pekerjaan sebagai pengawas rupanya tidak dapat memuaskan batinnya, ia begitu merindukan pekerjaan sebagai perencana/designer yang dianggapnya lebih menantang. Hanya bertahan setengah tahun sebagai pengawas, Noerzaman kemudian bergabung di Seniwono Maulana Architects. Lagi-lagi ia menginginkan tantangan yang lebih besar untuk dirinya. Dan tahun 1988, ia memulai karirnya di PT Arkonin, anak perusahaan PT Pembangunan Jaya Group, sebagai arsitek yunior. Noerzaman mendapatkan tantangan yang ia cari. Meskipun statusnya masih sebagai arsitek junior, ia dipercaya untuk mendesign Masjid Raya Bengkulu dalam waktu 3 bulan. Ia pun harus bekerja keras dan belajar banyak dengan sangat detil serta bersinggungan dengan pejabat, instansi pemerintah, kontraktor, rekan-rekan kerja dari berbagai disiplin ilmu dan pihak-pihak lain terkait. Dengan kemauan dan semangatnya yang kuat, ia menganggap bahwa setiap penugasan adalah juga media belajar untuk mengembangkan diri dan
522
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
meningkatkan kemampuan. Ia pun semakin matang sebagai arsitek maupun project leader dan terus diberi kepercayaan untuk menangani proyek-proyek gedung mulai dari low rise hingga high rise. Hingga tahun 1995, ia bersama tim berangkat ke USA untuk berpartner dengan konsultan asing mendesign proyek superblok Plaza Indonesia. Karirnya di PT Arkonin menanjak cepat. Tahun 1998, ia dipercaya sebagai Kepala Divisi Proposal/Konsep Arsitektur. Dua tahun kemudian ia dipromosikan sebagai Wakil Direktur dan tahun 2002 ia angkat sebagai Direktur. Setelah berkarir selama 16 tahun, Noerzaman akhirnya mencapai puncak karirnya di PT Arkonin sebagai Presiden Direktur tahun 2004. Dengan pengalamannya yang luas dan visinya yang tajam, Noerzaman berhasil mewujudkan cita-citanya untuk menjadikan Arkonin sebagai salah satu konsultan terbaik di Indonesia. Berbagai proyek-proyek besar yang prestisius baik di Jakarta maupun di daerah, juga di Brunei, berhasil dikerjakan dengan baik----diantaranya Gedung Bursa Efek Jakarta, Terminal 3 Soekarno-Hatta, Ciputra World Jakarta dan Surabaya, Airport Samarinda, Karebosi Trade Center Makasar, hingga 2000 unit kompleks hunian di Brunei. Selain itu, Arkonin juga berhasil memenangkan berbagai sayembara desain arsitektur dan meraih banyak penghargaan, diantaranya Arkonin terpilih sebagai Best 10 BCI Asia Awards selama 9 kali berturut-turut sejak 2004. “Ketekunan, menerima semua tantangan,” tutur Noerzaman berbagi kiat. “Kesabaran, kita harus sabar menyelesaikan semua pekerjaan. Kemudian Passion, kecintaan dengan sepenuh hati apapun yang dikerjakan. Selanjutnya Motivasi, yaitu selalu punya dorongan untuk maju dan berkembang. Dan terakhir adalah kejujuran, berani jujur pada diri sendiri dan orang lain demi tegaknya kebenaran dan keadilan.” Di tengah kesibukannya memimpin perusahaan, Noerzaman tetap menaruh perhatian besar dan berusaha untuk memberikan kontribusi kepada almamaternya. Ia tercatat sebagai Ketua ILUNI Arsitektur FTUI (2005-2011) dan berhasil menggelar Pameran Empat Dekade Arsitektur tahun 2008. Pameran yang dibuka oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla itu menghadirkan karya-karya arsitektur alumni UI sejak 1965 hingga 2008. Tidak hanya memamerkan karya-karya arsitektur, gelar pameran itu juga menjadi media untuk memicu semangat arsitek-arsitek muda UI untuk menghadirkan karya-karya yang lebih hebat di masa depan. Di penghujung kepemimpinan sebagai Ketua ILUNI Arsitektur, untuk menegaskan kiprah dan karya arsitek UI, Noerzaman kembali meluncurkan buku dengan judul “Arsitektur 4D: 72 Karya + 10 Sayembara Arsitektur Universitas Indonesia”, yang diterbitkan oleh Gramedia. Tidak hanya berhenti sampai disitu. PT Arkonin yang dipimpinnya juga banyak terlibat dalam pembangunan kampus UI Depok---diantaranya Gedung Pusat Perpustakaan UI, Manufacturing Research Center FTUI, Student Housing UI Depok, 2 Stagium KA Kampus UI, Integrated Faculty Club dan rencana gedung kampus International Program di Bali.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
523
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Gregorius Antar Awal (FTUI 1989) Principle Architect di PT Han Awal & Partners Architecture
Gregorius Antar Awal atau Yori Antar merupakan salah satu arsitek Indonesia yang mencintai local wisdom, yang berusaha melestarikan karya-karya arsitektur tradisional Indonesia yang memiliki keberagaman dan yang ramah terhadap lingkungan. Maka tidak heran bila di kantornya banyak ia pajang maket-maket rumah adat nusantara seperti dari Nias, Batak, Minangkabau, Toraja, Flores, Bali, Papua, Banjar, Dayak dan Joglo yang ia maksudnya sebagai tribute to our local genius. Lulus dari Arsitektur FT UI tahun 1989, bersama rekan-rekan sesama arsitek Yori Antar membentuk forum diskursus dengan nama Arsitek Muda Indonesia (AMI). Selain didasari keresahan Yori dan kawan-kawan melihat dunia arsitektur di Indonesia yang tidak menawarkan pemikiran baru dan didominasi arsitek asing, AMI juga diharapkan dapat memasyarakatkan arsitektur. Bersama rekan-rekannya, Yori Antar aktif memperkenalkan dan mengkomunikasikan arsitektur kepada masyarakat luas, baik melalui media massa maupun lewat forum-forum diskusi. Sejak itu, AMI menjadi sebuah gerakan arsitek-arsitek muda untuk memasyarakatkan arsitektur, meskipun pada awalnya mendapat ejekan dari kalangan perguruan tinggi. Menurut Yori Antar, masyarakat sangat perlu memahami arsitektur, karena arsitektur harus menjadi problem solving. Semua masalah yang kompleks bisa diselesaikan dengan desain yang baik. Tidak hanya rumah tinggal, tapi juga lingkungan, budaya, sosial, dan lain-lain. Jauh sebelum dunia merisaukan dampak global warming, Yori Antar menambahkan, sebenarnya nenek moyang Indonesia sudah lama mengadopsi sustainable architecture dan eco architecture---seperti yang ditemukan dalam bangunan-bangunan tradisional mulai dari Aceh hingga Papua. Desaindesainnya memberikan satu kearifan lokal, bagaimana cara membangun, bersikap terhadap iklim dan kelembaban tanah.
524
PRAKTISI & PIMPINAN PERUSAHAAN (Konstruksi & Real Estat)
Hendrajaya Isnaeni
(FTUI 1982) Direktur Utama PT Arkitekton Limatama
Hendrajaya Isnaeni adalah seorang akademisi dan juga praktisi dibidang arsitektur. Dua profesi yang saling menunjang. Bidang akademik memberinya penguasaan ilmu dan teori yang dapat ia uji dan terapkan dalam praktek di lapangan, sedang berbagai pengalaman di lapangan dapat ia transformasikan kepada anak-anak didik. Setelah sekitar tujuh tahun kuliah di Arsitektur FT UI, Hendrajaya berhasil lulus sebagai insinyur pada tahun 1982. Aktivis kampus yang juga aktif berolah raga ini kemudian bekerja sebagai arsitek di sebuah perusahaan enjineering. Setelah satu tahun bekerja dan berkutat dengan bangunan-bangunan pergudangan yang dari segi desain terasa monoton, ia bertekad mencari tantangan baru. Hendraja kemudian bergabung dengan PT Tetra Hedra, sebuah konsultan arsitektur, yang banyak mengerjakan proyek-proyek kedutaan besar, kantor, hotel, rumah tinggal, dan berbagai proyek lainnya. Saat itulah ia mulai merasa menemukan apa yang selama itu dicarinya sebagai seorang arsitek professional. Selain diberi kesempatan luas untuk berkreasi, ia pun banyak mendapatkan berbagai pengalaman dalam segi desain arsitektur. Dan disamping bekerja sebagai arsitek profesional, ia juga menjadi asisten dosen di almamaternya. Ketertarikannya terhadap fenomena tingkah laku manusia dalam hubungannya dengan arsitektur mendorong keinginannya untuk mengambil Program Master di bidang Environmental Psychology. Pada tahun 1987 Hendrajaya mulai kuliah di University of Surrey, England, dan berhasil meraih gelar Master of Science dibidang Environmental Psychology tahun 1989. Kembali ke tanah air, ia kemudian diminta menjadi sekretaris jurusan di Departemen Arsitektur Universitas Indonesia. Selanjutnya tahun 1991 ia memperoleh bea siswa untuk mengambil Program Doktor di University of Melbourne, Australia, dan berhasil meraih gelar Ph.D pada tahun 1997.
Kecintaannya terhadap arsitektur tradisional Indonesia tidak perlu diragukan. Melalui Yayasan Rumah Asuh yang ia dirikan bersama para arsitek di perusahaannya, Yori Antar mengajak arsitek-arsitek muda untuk terjun ke daerahdaerah pedalaman dimana masyarakatnya berjuang mempertahankan rumahrumah tradisional mereka. Didukung oleh Tirto Foundation, Yori menjelajahi daerah-daerah terpencil untuk membantu masyarakat lokal membangun kembali atau merenovasi rumah-rumah tradisional mereka.
Pulang dari Australia, selain meneruskan pengabdiannya sebagai dosen di UI, Hendrajaya juga bergabung dengan rekan-rekannya sejak mahasiswa di PT Arkitekton Limatama yang baru setahun didirikan. Perusahaan yang baru berdiri itu pun harus menghadapi ujian berat ketika krisis moneter terjadi tahun 1998 dan sektor properti menerima dampak paling parah. Ujian berat itupun dapat dilewati. Proyek demi proyek, dari yang sangat sederhana sampai yang rumit dikerjakan tanpa meninggalkan idealisme profesi arsitek.
Bagi Yori Antar, dunia arsitektur adalah sebuah pengembaraan dan pergulatan tanpa akhir. Meskipun karya-karya arsitekturnya telah banyak meraih penghargaan, ia sendiri mengaku masih terus belajar dari kearifan lokal yang tercermin dalam bangunan-bangunan tradisional nusantara, tentang bagaimana merancang dan menghasilkan karya arsitektur yang baik dan benar.
“Arsitektur memiliki karakter enjinering disatu sisi dan karakter seni disisi lainnya. Enjinering berkembang sangat pesat sehingga selalu mendorong terjadinya perubahan dalam kehidupan manusia. Seni selalu menampilkan dinamisme keindahan yang juga sering merupakan ekspresi emosi dari penciptanya,” kata Hendrajaya yang kini dipercaya sebagai Direktur Utama PT Arkitekton Limatama.
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
525
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PRAKTISI & PIMPINAN PERUSAHAAN (Konstruksi & Real Estat)
Husin Widjajakusuma (FTUI 1979)
Presiden Direktur PT Metropolitan Kentjana Tbk (2002 - Sekarang)
Totalitas & Kesetiaan CEO Pondok Indah Group Bidang properti sepertinya sudah mendarah-daging bagi Husin Widjajakusuma. Ia tidak hanya mencintai bidang yang ia geluti itu, tetapi juga menghayatinya. Ia juga sosok profesional yang sangat setia dengan perusahaan tempat ia bekerja, selama 33 tahun karirnya ia dedikasikan untuk Group Pondok Indah dan sejak 11 tahun lalu ia dipercaya sebagai Presiden Direktur salah satu perusahaan properti papan atas tersebut. Pria kelahiran Jakarta, 20 Agustus 1952, ini mengaku terinspirasi oleh dedikasi dan komitmen dosen-dosennya ketika menempuh pendidikan di Teknik Sipil FTUI. Salah satunya adalah almarhum Prof Rooseno yang dijuluki Bapak Beton Indonesia, pendidik dan pakar konstruksi yang dikenal brilian. “Selama masa kuliah datang dari pagi sampai malam ke kampus, karena jam-jam kuliah dari dosen-dosen bervariasi untuk 16 mata pelajaran dalam 1 semester,” kenang Husin, yang meraih gelar insinyur tahun 1978 dan sempat bekerja di sebuah perusahaan kontraktor. Husin memulai karir profesionalnya dari bawah ketika pada tahun 1980 ia bergabung dengan PT Metropolitan Kencana Tbk dan ditugaskan sebagai pengawas lapangan untuk pekerjaan-pekerjaan teknik sipil. Selanjutnya ia dipercaya sebagai project manager di PT Metropolitan Kentjana Tbk, PT Antilope Madju Puri Indah, PT Mandara Permai dan PT Bukit Cinere Indah. Keempatnya merupakan anak usaha Grup Pondok Indah. Keuletan dan kemauan yang kuat untuk belajar membuat Husin dipercaya untuk menangani tugas-tugas yang lebih besar. Karirnya pun semakin menanjak. Setelah ditugaskan sebagai Kepala Departemen Teknik, ia dipromosikan menjadi General Manager. Dan sejak tahun 2002, ia diangkat sebagai Presiden Direktur PT Metropolitan Kentjana Tbk, holding company untuk perusahaan Grup Pondok Indah. Berbeda dengan kebanyakan profesional yang sering berpindah dari satu perusahaan ke perusahaan lain untuk mendapatkan posisi yang lebih baik, kesetiaan Husin Widjajakusuma untuk terus berkarir di Grup Pondok Indah rupanya menyiratkan karakternya yang tenang dan bervisi tajam. Ia lebih memilih mencintai dan menghayati pekerjaannya semaksimal mungkin untuk mengeksplorasi daya kreatifitas dan inovasi. Pendiriannya itu rupanya sejalan dengan kultur bisnis Grup Pondok Indah yang dikenal sebagai pengembang yang cukup konservatif. Di saat para pesaingnya
526
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
secara gencar membangun proyek-proyek pemukiman di berbagai tempat, Grup Pondok Indah lebih memilih orientasi bisnis terhadap penambahan dan peningkatan aset serta nilainya. “Saya ingin produk properti yang dikembangkan, bernilai tinggi. Di lokasi yang juga bernilai tinggi. Tidak asal jual, namun bernilai di kemudian hari. Untuk itulah saya tidak latah mengikuti tren pasar yang ada; bangun ini itu dengan skema penjualan cenderung massif,” ujarnya membuka kiat dan strategi. Dan disitulah letak tantangannya. Sebagai pemimpin eksekutif, Husin dituntut untuk mampu melakukan inovasi-inovasi dan terobosan-terobosan untuk memperkuat brand positioning sebagai pengembangan yang mengutamakan kualitas dengan produk-produk bernilai investasi tinggi. Karena itu, ketajaman visi dan kemampuan membaca peluang menjadi keharusan. “Kami memilih mengoleksi banyak lahan untuk kemudian membangun properti-properti bersifat investasi jangka panjang di atasnya. Seperti membangun mal sewa, apartemen sewa, hotel atau perkantoran sewa. Ini berkontribusi positif terhadap recurring income,” tegas Husin. Salah satu prestasinya yang mengagumkan adalah keberhasilannya membangun Pondok Indah Mall II (PIM II) yang dihubungkan dengan PIM I, justru ditengah menjamurnya pusatpusat perbelanjaan di Jakarta Selatan, serta perluasan PIM I yang dinamakan Street Gallery. Gebrakannya menuai hasil positif, kehadiran PIM II dan Street Gallery yang super megah semakin menegaskan posisi Pondok Indah sebagai landmark di kawasan selatan Jakarta. Demikian juga dengan pembangunan apartemen twin tower The Windsor di dalam kompleks pengembagan integral Puri Indah Town Center yang bersebelahan dengan Puri Indah Mall I. Strategi itu cukup mengejutkan ketika pengembang lain justru tengah berbulan madu dengan sub-sektor perkantoran. Dan saat ini juga sedang dipersiapkan pembangunan Puri Indah Financial Tower, Puri Indah Mall II beserta 5 Menara Apartemen Stratanya. “Justru kami ingin menciptakan tren baru di lokasi pengembangan yang lahannya sudah kami miliki bertahun-tahun. Dengan begitu, visi pengembangan kami menjadi lebih tajam. Kami menawarkan produk dengan proyeksi pengembalian investasi yang tinggi,” ungkap ayah dari Doddy Widjajakusuma dan Della Widjajakusuma ini. Pengembangan Pondok Indah Town Center menjadi prioritas Husin berikutnya, yaitu Hotel Bintang 5 berikut fasiltas penunjangnya, PIM III, 3 Menara Perkantoran dan 3 Menara Apartemen Strata. Keberhasilan Husin Widjajakusuma menghadirkan inovasi dan kreatifitas tidak lepas dari totalitasnya dalam berkarya. Kesetiannya berkarir di Grup Pondok Indah membuatnya mampu secara total bersinergi dengan visi dan karakter perusahaan. “Belajarlah ilmu sebanyak-banyaknya dan hayati diri kita, apa yang cocok untuk kita geluti dalam berkarir,” pesan suami Livia Kartika ini.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
527
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Agustian Rachmansjah Partawidjaja Direktur Sinarmas Group
(FE UI)
Antara Karir Profesional dan Aksi Sosial Kelebihan yang dimiliki seseorang adalah amanah Tuhan agar orang tersebut dapat memanfaatkan kelebihannya untuk memberi manfaat bagi orang lain. Ajaran itu rupanya dijalankan dengan baik oleh Agustian Rachmansjah Partawidjaja atau yang akrab disapa Yan Partawidjaja. Direktur Sinarmas Group ini pun meyakini bahwa seseorang akan mampu merasakan kebahagiaan hidup yang sebenarnya ketika ia mau dan mampu berbagi dengan sesama. Mengawali karir sebagai penyiar radio swasta Suara Kejayaan (SK) yang dimiliki ayahnya sendiri, Yan Partawidjaja mengaku begitu bersemangat menggeluti dunia siaran. Merangkap sebagai Kepala Siaran, hampir setiap hari suara khasnya menyapa para pendengar radio SK ketika itu. Seiring berjalannya waktu, lulusan Fakultas Ekonomi UI ini merasa tidak puas hanya bersiaran di radio. Ia kemudian memutuskan bergabung di TVRI sebagai pembawa berita. Sosok Yan Partawidjaja dengan suara dan kumisnya yang khas merupakan salah satu pembawa berita TVRI yang banyak ditunggu pemirsa, khususnya di acara Dunia Dalam Berita yang ditayangkan mulai pukul 9 malam. Ketenarannya sebagai pembawa berita TVRI membuatnya banyak menerima tawaran, diantaranya dari Bank Duta. Ia sempat dipercaya menjabat posisi-posisi strategis di bank milik Bob Hasan tersebut, di antaranya sebagai Kepala Urusan Promosi dan Hubungan Masyarakat Bank Duta hingga sebagai Pemimpin Bank Duta cabang Hotel Indonesia. Setelah cukup lama berkarir di perbankan, tahun 2000 Yan Partawidjaja mendapat tawaran dari Group Sinarmas dan dipercaya sebagai Division Head Corporate Communications & Public Relations. Karirnya terus menanjak, hingga kemudian ia mendapat kepercayaan sebagai Direktur Sinarmas Group. Tidak hanya karir profesional yang cemerlang, Yan Partawidjaja juga menemukan media untuk menyalurkan jiwa sosialnya. Melalui Eka Tjipta Foundation yang didirikan pemilik Sinarmas, ia terjun dalam kegiatan-kegiatan sosial untuk membantu masyarakat kurang mampu, membangun sarana pendidikan hingga memberi bantuan untuk korban bencana alam. Kesungguhan Yan Partawidjaja di Eka Tjipta Foundation terlihat dari keterlibatannya pada setiap kegiatan sosial yayasan. Ia tak canggung terjun langsung ke lokasi-lokasi bencana untuk memberikan bantuan kepada para korban, berinteraksi dan berbagi empati. Tak jarang ia harus merogoh koceknya sendiri. Seperti misalnya ketika ia ditugaskan perusahaan untuk membantu korban gempa Yogyakarta, ia menggalang dana pribadi bersama rekan-rekannya
528
PRAKTISI & PIMPINAN PERUSAHAAN (Industri Perkebunan)
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
untuk membangun mushola yang hancur karena dana yayasan hanya dialokasikan untuk pembangunan gedung-gedung sekolah yang luluh lantak akibat gempa. Terjun dari satu lokasi bencana ke lokasi bencana yang lain semakin memperkuat kepekaan sosial dalam dirinya. Ia merasa kebahagiaan ketika dapat mengulurkan tangan meringankan beban masyarakat yang membutuhkan. Ia merasa selalu terpanggil untuk berbuat suatu kebaikan. Selain bergiat di organisasi Eka Tjipta Foundation, Yan Partawidjaja juga menjalankan kegiatan sosial dari dana milik pribadinya. Selain itu, ia juga tak segan untuk menghimpun dana dari rekan-rekannya ketika memerlukan dana besar untuk kegiatan sosialnya. Sepertinya misalnya ketika ia dimintai tolong oleh Pesantren Nurul Ikhlas di Sukabumi yang tengah mendirikan bangunan panti asuhan yatim piatu. Begitu pula dengan sebuah pesantren di daerah Kuningan Jawa Barat yang juga membangun panti asuhan yatim piatu. Tidak hanya berhenti disitu, Yan Partawidjaja juga mengalokasi dana pribadinya setiap bulan untuk membantu operasional dua pesantren di Sukabumi dan satu pesantren di Kuningan. Selain secara rutin menjadi penyantum ketiga pesantren tersebut, ia juga mengaku mengalokasikan dana khusus untuk kebutuhan-kebutuhan insidentil dari kegiatan sosialnya. Demikian juga aksi sosial dibidang pendidikan. Bersama rekan-rekan alumni FEUI, Yan yang pernah menjabat sebagai Wakil Ketua ILUNI FEUI berusaha menggalang dana dan mengkoordinir para alumni FEUI yang tersebar di berbagai perusahaan. Jumlah dana yang terkumpul cukup besar, dimana hasil dari pengelolaan dana tersebut digunakan untuk membantu para mahasiswa dari keluarga yang kurang mampu. Yan Partawidjaja mengakui bahwa aktivitas sosialnya tidak lepas dari didikan orang tua. Ayahnya yang seorang tentara, selain menanamkan kedisiplinan juga mengajarkan pentingnya membantu sesama. “Ayah dan Ibu saya memang mengajarkan jiwa sosial kepada anak-anaknya,” kenang suami dari RA Heruma Wiyarti ini. “Waktu itu Lebaran, kita dikasih uang Rp 1000-an lumayan banyak, dan kita disuruh membagi-bagikan uangnya kepada anak-anak kurang mampu.” Kebaikan berbalas kebaikan. Ketulusannya membantu sesama kian memupuk kebesaran jiwa yang penuh kasih sayang, yang memberinya kekuatan untuk menghadapi tantangan hidup. Seperti misalnya, ketika anak keduanya lahir dengan kelainan fisik, tunarungu dan tunawicara, Yan Partawidjaja mampu menerima kehadirannya dengan ketulusan, dengan kebesaran jiwa dan rasa kasih sayang. Karena baginya, apapun yang diberikan Tuhan kepadanya, baik harta, kedudukan maupun keluarga, adalah amanah untuk berbuat kebaikan.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
529
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Benny Tjoeng (FEUI 1987)
President Director PT London Sumatra Plantations Tbk (2000 - Sekarang)
3 Elemen untuk Meraih Keseimbangan Hidup Banyak formula yang disampaikan para pakar untuk menjadi seorang yang sukses berkarir sebagai profesional. Bagaimanapun, tidak ada resep yang membuat seseorang berhasil secara instan. Semua butuh perjuangan dan kerja keras, bahkan harus dimulai sejak kecil untuk membangun karakter militan yang siap menghadapi tantangan. Hal itu setidaknya dapat kita simak dari perjalanan hidup Benny Tjoeng, yang kini menjabat sebagai President Director PT London Sumatra Plantations Tbk. Pria kelahiran Lampung ini harus bekerja keras sejak dini untuk memperjuangkan hidup. Ayahnya adalah seorang pedagang sepatu dan Benny kecil pun harus membantu pekerjaan orang tuanya sepulang sekolah. Sang ayah mendidiknya untuk bekerja keras dan mengikuti filosofi hidup ayahnya, “Che Ai”, agar ia dapat hidup sejahtera. Che Ai berarti “mencintai diri sendiri”, tapi tidak dalam pengertian egois, melainkan “menerima diri sendiri apa adanya.” “Bila Anda dapat menerima diri Anda sendiri apa adanya, itu lebih mudah bagi Anda untuk mencintai dan menerima orang lain. Cinta inilah yang menggugah hasrat dan mendorong kami bekerja keras untuk meraih tujuan hidup kami,” tuturnya. Setelah diwisuda dari Fakultas Ekonomi tahun 1987, ia memulai karir profesionalnya sebagai auditor di Kantor Akuntan Publik Prasetyo Utomo & Co (kini Arthur Andersen Consulting). Tahun 1989 ia mendapat musibah, seluruh harta bendanya ludes karena api yang menghanguskan rumahnya hingga rata dengan tanah. “Apa yang tersisa adalah baju yang saya pakai. Dan keesokan harinya saya pun berangkat kerja dengan baju yang sama,” kenangnya. Salah satu kliennya mendengar musibah yang menimpanya, merasa iba dan menawarkan bantuan finansial. Tetapi Benny menolaknya. “Menurut kode etik auditor, seorang auditor tidak boleh menerima bantuan apapun dari seorang klien dalam kondisi apapun,” tegasnya. Komitmennya yang tinggi sebagai seorang profesional menarik perhatian Frans Y Santosa, yang kemudian menjadi direktur keuangan PT United Tractors Tbk (UT), perusahaan yang menjadi salah satu klien Benny. Frans meminta Benny untuk menghubunginya bila ia ingin pindah ke sebuah perusahaan baru. Sekitar setahun kemudian, setelah merasa cukup berkarir sebagai akuntan publik, Benny pun menghubungi Frans. Hanya butuh negosiasi selama 15 menit, Benny
530
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PRAKTISI & PIMPINAN PERUSAHAAN (Industri Perkebunan)
pun bergabung di UT sebagai Manajer Akunting tahun 1990. Tiga tahun kemudian, ia dipindah ke PT Astra International Tbk (AI) sebagai Kepala Divisi Akunting. Karirnya terus menanjak. Ia kemudian dipromosikan sebagai Direktur Keuangan PT Astra Graphia. Setahun kemudian ia dipindah sebagai Direktur Keuangan PT Astra Agro Lestari Tbk (AAL). Dan tahun 2000, ia dipercaya sebagai Wakil Direktur Utama AAL dimana ia harus berhadapan dengan banyak hal yang tak terkait dengan latar belakang pendidikannya, khususnya dibidang pemasaran dan sumber daya manusia. Berkat kerja keras, kemauan yang kuat untuk belajar dan komitmennya yang tinggi untuk menjalankan tugas sebaik mungkin, Benny akhirnya mampu menjawab tantangan yang diberikan perusahaan. Dengan kemampuan yang semakin komprehensif sebagai eksekutif, ia pun berhasil menaiki tangga karir yang lebih tinggi. “Pertama, kita harus menjadi spesialis, tapi semakin tinggi kita menaiki tangga karir, kita harus menjadi generalis,” tegas Benny. Pada bulan Mei 2006, Benny diangkat sebagai Presiden Direktur PT Astra Sedaya Finance, yang lebih dikenal dengan nama Astra Credit Companies (ACC). Perpindahan tugas dari bidang akunting ke perusahaan perkebunan dan perusahaan leasing telah menunjukkan kemampuannya yang baik dalam beradaptasi di lingkungan kerja baru dan tugas-tugas baru. Selain di ACC, ia juga menjabat posisi direksi dan komisaris di beberapa anak perusahaan Group Astra. Dan tahun 2009, ia dipercaya sebagai Presiden Direktur PT London Sumatra Plantations Tbk. “Ketika Anda berada di top level, saya pikir tidak ada perbedaan yang signifikan. Mungkin karena di posisi ini Anda lebih banyak berhadapan dengan hal-hal terkait kebijakan, bukan halhal yang bersifat teknis,” tutur Benny. Meraih posisi sebagai presiden direktur tentu bagi banyak orang memberikan rasa kepuasan. Dan bagi Benny, ia merasa bahagia ketika melihat orang-orang di sekitarnya mampu meningkatkan kompetensi mereka dan berhasil dalam karir. Ia mengakui bahwa tantangan terbesar untuk mencapai hasil maksimun adalah komunikasi yang efektif. “Ini mungkin komunitasi dengan para bawahan atau dengan para kolega. Hal paling penting sebagai seorang pemimpin, Anda harus memiliki visi yang jelas tentang arah perusahaan. Bila Anda memiliki visi yang sangat jelas, tapi Anda tidak dapat mengkomunikasikannya, hasilnya tidak akan baik,” ungkap Benny. Ia meyakini kekuatan 3 C, yairu Character, Competency dan Calling. Tiga elemen ini, menurutnya, sangat penting untuk mencapai keseimbangan dalam hidup. “Jadi kita harus mampu menggabungkan 3 C itu secara sungguh-sungguh. Bila Anda hanya memiliki Character dan Competency, Anda akan menjadi seseorang tanpa tujuan. Sementara, bila Anda memiliki Character dan Calling, Anda akan berubah menjadi pemimpi. Dan yang paling berbahaya dari semua itu adalah jika Anda hanya memiliki Competency dan Calling, maka Anda akan menjadi seseorang yang akan menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan,” Benny menjelaskan.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
531
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Iskandar Sulaiman (Magister FISIP UI - 1999)
Direktur Utama PT Perkebunan Nusantara VI (Persero), 2007 - Sekarang
Jangan Pernah Berhenti Belajar Kondisi ekonomi keluarga yang sulit seringkali dianggap menjadi titik lemah untuk merintis jalan kesuksesan. Tentu itu dapat dimaklumi. Tetapi bagi sebagian orang, hal ini justru menjadi motivasi untuk mengubah keadaan dan akhirnya berjuang dari titik nol. Salah satunya adalah Iskandar Sulaiman, putra seorang pegawai perkebunan biasa yang kemudian berhasil menjadi Direktur Utama PTPN VI, perusahaan perkebunan besar milik negara. Lahir dari sebuah keluarga sederhana di Aceh dan dibesarkan di Sumatera Utara, Iskandar merasakan betul makna kesederhanaan dan keterbatasan. Namun hal tersebut tidak mampu membendung hasratnya untuk maju dan meraih kesuksesan. Ayahnya bekerja di perkebunan sejak jaman kolonial Belanda dan harus membesarkan kesembilan anaknya. Karenanya, sejak kecil ia pun dididik untuk bekerja keras dan disiplin tinggi. Usai tamat SMA, Iskandar merantau ke Jakarta untuk ikut seleksi masuk AKABRI. Selain merasa bangga menjadi polisi, alasan lainnya karena gratis. Sayangnya, setelah mengikuti serangkaian tes, ia gagal. Hingga kemudian ia ikut seleksi PNS di lingkungan Kementerian Keuangan dan diterima. “Selain kerja keras dan menjaga integritas, kita harus bisa berkomunikasi secara baik dengan semua orang di semua tingkatan, mulai dari tukang sapu sampai direktur jenderal. Dan yang lebih penting lagi, kita harus terus belajar untuk meningkatkan kompetensi dan kapasitas,” tutur alumnus Magister Administrasi dan Kebijakan Bisnis FISIP UI ini. Karirnya di Kementerian Keuangan dimulai dari nol. Keuletan dan keinginan untuk belajar kapanpun dan dimanapun mampu mengantarnya ke jenjang karir yang lebih tinggi. Dengan berbekal Kemampuan berkomunikasi yang baik membuatnya di percaya sebagai sekretaris komisaris di perusahaan perkebunan dan umumnya komisaris BUMN diisi oleh pejabat eselon II atau eselon I. Dengan bekal pengalaman yang diperoleh dibidang perkebunan, disamping bidang keuangan, Iskandar kemudian mendapat tawaran untuk dipindahkan ke PT Perkebunan Nusantara IV, perusahaan perkebunan terbesar di Sumatera Utara. “Awalnya saya keberatan. Karena jabatan yang ditawarkan adalah kepala bagian, biasanya dari Kementerian Keuangan itu di level direksi. Tapi akhirnya saya menerima dan bertekad untuk memulai karir dari bawah,” kenangnya. Keputusan yang tepat. Bekerja di sebuah perusahaan perkebunan besar memberinya banyak pengalaman berharga. Selain menjabat Kepala Bagian Keuangan, Iskandar juga merangkap jabatan sebagai Corporate Secretary yang bertugas menyampaikan ke publik berbagai kebijakan dan rencara strategis perusahaan, disamping melakukan koordinasi di internal perusahaan. Tahun 1999, setelah melalui fit and proper test, Iskandar diangkat sebagai Direktur
532
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PRAKTISI & PIMPINAN PERUSAHAAN (Industri Perkebunan)
Keuangan PT Perkebunan Nusantara I di Aceh pada saat kondisi keamanan di Aceh tengah memanas. Iskandar pun harus mendapat pengawalan TNI setiap kali melakukan perjalanan dinas. Dalam situasi demikian, apa yang dapat ia lakukan bersama manajemen PTPN I adalah memastikan perusahaan tetap bisa beroperasi dan karyawan tetap menerima gaji. Tahun 2007, Iskandar diminta untuk ikut fit and proper test di Kementerian BUMN. Ia mengaku tidak memiliki target berlebihan, karena kemungkinannya dari jabatan direktur keuangan perusahaan kecil akan ditugaskan sebagai direktur keuangan di perusahaan yang lebih besar. Tetapi proses seleksi itu memutuskan hasil di luar dugaan, ia dipercaya sebagai Direktur Utama PT Perkebunan Nusantara VI yang berkantor pusat di Jambi. Iskandar memulai kepemimpinan di PTPN VI (Persero) melalui pengenalan karakteristik perusahaan. PTPN VI (Persero) ini merupakan PTPN yang memiliki perbedaan signifikan dengan BUMN Perkebunan lainnya. PTPN VI (Persero) merupakan BUMN Perkebunan yang memiliki keterikatan erat dengan masyarakat luas. Hal ini disebabkan karena luasan areal inti jauh lebih kecil dari areal lahan plasma, perbandingannya hampir mencapai 35% : 65%. Berdasarkan karakteristik unik inilah ia memetakan tantangan dan jalan keluar sehingga berhasil menjadikan PTPN VI sebagai salah satu perusahaan yang memberikan kontribusi bagi masyarakat. Tidak butuh waktu lama untuk meningkatkan kinerja perusahaan, Iskandar segera melakukan berbagai langkah terobosan. Dengan background dibidang keuangan dan pengalaman yang panjang dibidang perkebunan, ia memang dapat dengan cepat memetakan kekuatan dan kelemahan perusahaan yang baru dipimpinnya. “Dalam dua minggu pertama, kita bisa menuntaskan masalah pendanaan dari bank. Kita lunasi pinjaman di salah satu bank dan bekerja sama dengan bank lainnya untuk mendapatkan pinjaman yang lebih besar dengan jangka waktu pengembalian yang lebih lama,” Iskandar menjelaskan. “Selanjutnya, kita lakukan efisiensi di setiap sektor. Dengan beackground saya dibidang keuangan, ibarat sebuah kapal, kita bisa dengan cepat mengetahui dimana saja yang bocor.” Langkah-langkah strategis yang diambilnya berhasil melambungkan kinerja PTPN VI. Indikasinya, pada saat Iskandar diangkat menjadi direktur utama tahun 2007, PTPN VI hanya membukukan keuntungan Rp 16 milyar. Dan pada tahun 2012, keuntungan perusahaan plat merah itu meningkat 10 kali lipat, atau sekitar Rp 160 milyar. Atas keberhasilannya tersebut, Iskandar kemudian dipercaya kembali menjadi Direktur Utama PTPN VI untuk periode kedua. Menurut Iskandar, keberhasilan lahir dari sebuah proses dimana seseorang berusaha memberikan kontribusi yang terbaik kepada perusahaan, lingkungan dan masyarakat. Ia yakin, seseorang tidak akan menjadi besar bila ia hanya memikirkan dirinya sendiri atau karirnya sendiri, ia hanya akan menjadi besar ketika berpikir dan berbuat untuk tujuan yang lebih besar. Di tengah kesibukannya sebagai profesional, disamping membantu dan membimbing masyarakat di sekitar area perkebunan, Iskandar juga aktif sebagai pengurus Dewan Masjid Indonesia. Kegiatan sosial keagamaan diakuinya dapat memberi keseimbangan hidup, memberi energi positif ditengah rutinitas yang padat. Hal ini dilakukan sejalan dengan tujuan hidup yang ia pegang teguh yaitu ingin bermanfaat bagi banyak orang. Dari perjalanan karirnya dan dari pengalaman kegiatan sosial kemasyarakat yang ia jalani, ada kegalauan yang ia rasakan karena masih tingginya minat lulusan perguruan tinggi untuk berkarir sebagai pegawai pemerintah atau pegawai swasta. “Pemerintah tidak akan pernah mampu menyediakan lapangan kerja yang cukup, tidak akan bisa. Karena itu, lulusan perguruan tinggi harus didorong untuk menjadi entrepreneur yang dapat membuka lapangan kerja baru bagi masyarakat,” pesan Iskandar, yang awal tahun 2013 lalu terpilih sebagai Ketua ILUNI UI Wilayah Jambi.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
533
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PRAKTISI & PIMPINAN PERUSAHAAN (Industri Perkebunan)
Ismed Hasan Putro (FIB-UI 1980)
Direktur Utama PT Rajawali Nusantara Indonesia (2012 - Sekarang)
Dibalik Bangkitnya Sang Rajawali Namanya sontak menjadi perhatian publik ketika ia mendukung gerakan Menteri BUMN Dahlan Iskan untuk “bersih-bersih” perusahaan negara dan mengungkapkan adanya anggota DPR yang meminta “fasilitas” untuk kepentingan politik. Sudah menjadi rahasia umum bahwa sejak dulu BUMN menjadi “sapi perah” penguasa dan politisi, tetapi sulit dibuktikan---bak siluman, baunya ada dimana-mana, tetapi wujudnya sulit ditemukan. Langkah alumnus Fakultas Ilmu Budaya UI ini untuk buka-bukaan menjadi sebuah kejutan, karena umumnya orang lebih mencari aman dan selamat. Hal itu setidaknya menunjukkan bahwa, bagi Ismed, jabatan bukan segala-galanya dan lebih memilih menjunjung tinggi idealisme serta nilai-nilai kehormatan. Ketika diangkat menjadi Direktur Utama PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) pada 2 Maret 2012, Ismed dihadapkan pada permasalahan pelik. Dalam sejarahnya, RNI lebih sering terpuruk dibekap kerugian dan tahun 2011 dilaporkan perusahaan plat merah tersebut merugi hingga Rp 68,4 Milyar. Dan tugas berat Ismed adalah bagaimana menyembuhkan “Rajawali” yang sakit-sakitan itu untuk bisa terbang tinggi. Sentuhan tangan dingin Ismed bak tangan penyihir. Hanya dalam tempo 9 bulan kepemimpinannya, RNI berhasil meraup laba kotor Rp 450 Milyar tahun 2012. Dan itu merupakan pencapaian tertinggi kinerja bisnis RNI, yang selama 48 tahun laba perusahaan tidak pernah melewati angka Rp 100 Milyar dan bahkan seringkali merugi. Apa sebenarnya kiat Ismed, hingga ia mampu mengubah “Rajawali” yang sakitsakitan menjadi begitu perkasa untuk terbang melesat begitu tinggi? Pertama, Ismed berusaha untuk menjadi pemimpin yang tidak hanya ingin didengar perkataannya, tetapi ingin sepak terjangnya juga bisa diteladani. Dia berusaha untuk tidak hanya memerintah, tetapi juga memberi contoh konkrit. Mantan Ketua Masyarakat Profesional Madani (MPM) mengajak seluruh karyawan RNI untuk prihatin dan tidak bermewah-mewah ditengah kondisi perusahaan yang sedang “sakit”. Untuk menegaskan komitmennya, Ismed memilih tidak memakai berbagai fasilitas mewah yang biasa dinikmati anggota dewan direksi. Dia tidak mengambil fasilitas rumah dinas dan bahkan mengubahnya untuk mess bagi direksi anak perusahaan ketika bertugas di Jakarta. Di mess itu pula Ismed
534
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
sesekali mampir dan tidur meskipun ada fasilitas penginapan kelas hotel berbintang. Ismed juga tidak memakai mobil dinas, bahkan sopir peribadi ia gaji dari koceknya sendiri. Fasilitas pesawat untuk direksi tidak lagi di kelas bisnis, tetapi kelas ekonomi. Bahkan uang SPJ (uang saku) yang disediakan kantor pun tidak ia ambil. “Saya cuma makan gaji aja,” tegas mantan wartawan ini. Komitmennya yang kuat itulah yang kemudian memicu karyawan RNI untuk memiliki semangat dan tekad yang sama. Konsistensinya menggugah kesadaran para anak buah untuk dapat bersama-sama bangkit memajukan perusahaan, untuk merasa malu menerima gaji tetapi tidak memberi kontribusi. “Saya sebut sebagai penghilangan lemak-lemak agar lebih ramping. Dulu ada tujuh deputi direksi dan tujuh asisten deputi. Saya hapus 14 posisi itu, dan lebih memaksimalkan peran kepala divisi dan kepala bagian,” tutur Ismed. Ismed meyakini semangat anak-anak muda menjadi kekuatan besar untuk membuat perubahan. Dengan kekuatan anak muda itu, Ismed tidak risau bila masih ada yang tidak mendukung strategi dan kebijakannya. Ia yakin, para pengganggu dipastikan tidak bakal sanggup melawan arah perubahan dan arus transformasi yang berlangsung di tubuh perseroan yang memiliki 15 anak usaha itu. “Tidak bisa. Anda tidak bisa melawan anak-anak muda yang turut berperan aktif dalam RNI. Mereka adalah anak muda yang idealis, yang selama ini risau dan marah namun tidak mendapat kesempatan untuk menyampaikan aspirasi dan mendapat peran,” tegasnya. Kesungguhan dan komitmennya yang tinggi akhirnya membuahkan hasil gemilang, dan dukungan penuh jajaran karyawan membuat RNI menjelma bak Rajawali perkasa yang terbang melesat ke langit tinggi. Kinerja RNI yang baik berimbas pula pada kesejahteraan karyawan, dimana RNI telah menetapkan kebijakan yang memastikan bahwa setiap keuntungan yang diraih perusahaan bakal dirasakan juga oleh karyawan yang kini berjumlah 7.339 orang. Dari keuntungan perusahaan yang diraih, karyawan akan menerima kenaikan jasa produksi atau jasprod. Bahkan, karyawan pabrik gula di Malang yang berada dibawah manajemen PT Rajawali I memperoleh jasprod 15 kali gaji. Berbeda dengan kebanyakan direksi pada umumnya, ditengah geliat RNI, Ismed justru menegaskan komitmennya untuk tidak berlama-lama menjadi bos RNI. Dia menghitung, paling lama duduk di kursi direktur utama hanya 4 tahun. “Idealnya, malah hanya 3 tahun dan tidak mau jika sampai 5 tahun,” ujarnya.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
535
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PRAKTISI & PIMPINAN PERUSAHAAN (Industri Manufaktur dan Lainnya)
Eva Riyanti Hutapea (FE UI 1973) CEO/Direktur Utama PT Indofood Sukses Makmur Tbk (1997 - 2004)
Keberuntungan Adalah Anugerah Tuhan Lulusan Fakultas Ekonomi UI ini merupakan salah satu CEO terbaik yang dimiliki Indonesia. Kisah heroiknya ketika berhasil menyelamatkan PT Indofood Sukses Makmur (ISM) yang oleng dihantam badai krisis moneter 1998 menjadi salah satu bukti kemampuan dan kepiawaiannya. Dan ketika sebagian besar bangsa Indonesia berada dalam kepanikan karena krisis multi-dimensi, Eva Riyanti menjadi salah satu sosok yang dapat memberi inspirasi dan membangkitkan kembali rasa percaya diri. Eva Riyanti Hutapea yang sebelumnya berkarir sebagai auditor di Drs. Sidharta & Co, United Tractors dan Salim Group ini ditunjuk sebagai Direktur Utama PT Indofood Sukses Makmur (ISM) pada tahun 1997 ketika nilai tukar rupiah terus terjun bebas dari hari ke hari. Kondisi ISM pun semakin memprihatinkan. Pada akhir tahun 1997, perusahaan publik itu tekor sampai Rp1,2 triliun. Kerugian ini adalah akibat krisis moneter yang meluluh-lantakkan ekonomi negeri ini. Krisis itu mengakibatkan daya beli masyarakat turun drastis serta beban perusahaan yang melonjak tinggi. Penjualan Indomie, produk andalan ISM, menurun drastis dari sekitar 8,5 bungkus pada akhir 1997 menjadi 7,8 miliar bungkus pada 1998. Apalagi saat itu, utang ISM dalam dolar AS yang diperlukan untuk investasi---bukan untuk working capital— juga tidak diasuransikan. Belum lagi ditambah beban politis pasca tumbangnya orde baru dimana Group Salim sangat rentan dengan isu KKN dan monopoli. Langkah cerdas yang dilakukan Eva Riyanti adalah melakukan konsolidasi memperkuat komitmen seluruh karyawan Indofood. Ia rajin memberikan motivasi agar para karyawannya dapat memberikan dharma bhaktinya yang terbaik kepada bangsa dan negara melalui perusahaan tempat mereka bernaung. “Kami berusaha menciptakan lagu-lagu berirama mars, untuk dinyanyikan bersama yang kemudian berhasil menggugah karyawan untuk bekerja lebih berprestasi kagi,” kenang wanita yang juga tercatat aktif sebagai dosen di FE UI ini.
Langkah cerdas selanjutnya adalah menciptakan brand Indomie Selera Nusantara dengan produk-produk mie instan rasa masakan khas berbagai daerah di Indonesia. Dan untuk mempertegas branding Indomie yang “Indonesia”, berbagai iklan promosi dikemas dengan lantunan nada syair yang menggugah rasa nasionalisme. Selain itu, Indofood meningkatkan proses branding tepung terigu produksi anak perusahaannya, Bogasari, minyak goreng Bimoli, makanan bayi, minuman ringan, hingga susu yang industrinya tengah dikembangkan. Dan hasilnya begitu fantastis. ISM berhasil membukukan keuntungan Rp 150 miliar pada akhir tahun 1998. Bahkan pada tahun 1999, dengan nilai penjualan Rp 8,4 triliun, laba perusahaan naik 550 persen menjadi Rp 825 miliar. Keberhasilan Eva Riyanti tidak hanya sebatas menyelamatkan Indofood, tetapi keberhasilan itu juga menjadi inspirasi dan mencuatkan optimisme bagi pelaku usaha di Indonesia bahwa mereka juga dapat mengatasi berbagai dampak krisis moneter. Dan tidak mengherankan bila Eva Riyanti kemudian dinobatkan sebagai CEO Terbaik di Indonesia oleh lembaga riset Asia Market Intelligence (AMI) yang bekerja sama dengan majalah Swa. Meskipun kiprahnya menyedot perhatian masyarakat luas, sosok rendah hati ini lebih suka mengatakan bahwa keberhasilannya ditopang oleh faktor keberuntungan. Definisi keberuntungan bukanlah nasib yang kebetulan, melainkan anugerah Tuhan yang harus selalu disampaikan dan bawakan di dalam doa. Di akhir masa tugasnya pada tahun 2004, Eva Riyanti mengajukan surat pengunduran diri ke dewan komisaris Indofood. Ia kemudian menjabat sebagai Direktur Utama PT UKM Indonesia yang didirikan KADIN Indonesia untuk membantu pemasaran produk-produk UKM di seluruh Indonesia. Selain itu, ia juga dipercaya sebagai komisaris di beberapa perusahaan seperti PT Indosat Tbk, PT Panca Global Securities Tbk, dan PT Fortune Indonesia Tbk.
Pada saat bersamaan, ia segera melakukan berbagai langkah penting, mulai dari efisiensi, penyesuaian harga jual produk, hingga mencari terobosan pasar baru di manca negara. Ia pun sering turun langsung ke pusat-pusat penyaluran makanan seperti koperasi dan pesantren untuk mendistribusikan produk-produk mie, makanan bayi, dan susu dalam program Indofood Peduli, terutama ketika sebagian besar masyarakat Indonesia dilanda krisis pangan.
536
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
537
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PRAKTISI & PIMPINAN PERUSAHAAN (Industri Manufaktur dan Lainnya)
Ira Noviarti (FE UI 1995) Director PT Unilever Indonesia Tbk (2011 - Sekarang)
Berikan Yang Terbaik, Dapatkan Yang Terbaik Cantik dan cerdas, Ira Noviarti merupakan salah satu profesional muda yang memiliki karir cemerlang. Wanita yang selalu tampil modis ini dinilai sebagai pemimpin ramah yang selalu berusaha menjadi teladan bagi bawahannya. Dengan integritas dan komitmen yang tinggi terhadap tugas dan pekerjaan, wanita yang memulai karirnya dari bawah ini kemudian dipercaya sebagai Ice Cream & Marketing Services Director PT Unilever Indonesia Tbk. Setelah lulus sarjana akuntansi dari Fakultas Ekonomi UI tahun 1995, Ira bergabung dengan Unilever dan mengawali karirnya sebagai management trainee. Berkat kemauannya yang kuat untuk terus belajar dan komitmennya yang tinggi pada tugas pekerjaan, Ira pun semakin dipercaya untuk mengemban jabatan-jabatan yang strategis. Ia dinilai memiliki kemampuan yang baik dalam kerjasama tim, piawai berkomunikasi dan memiliki kecakapan leadership. Setelah dipercaya sebagai Marketing Manager di divisi Face & Body Care, ia dipindah tugas sebagai Marketing Manager di divisi Foods dan kemudian Marketing Manager di divisi Ice Cream. Setelah itu, Ira dipromosikan sebagai SEAA & NEA Regional Senior Brand Manager untuk Pond’s. Dan pada tahun 2011, setelah sekitar 16 tahun berkarir di Unilever, Ira Noviarti diangkat menjadi Ice Cream & Marketing Services Director PT Unilever Indonesia Tbk. Berkarir di perusahaan besar dengan fasilitas dan gaji yang tinggi, tentu menjadi dambaan bagi para profesional muda. Di sisi lain, pengalamannya memegang posisi-posisi strategis di perusahaan consumer goods terbesar di Indonesia, ia tentu memiliki nilai tawar yang sangat tinggi bila mau menerima pinangan dari perusahaan lain.
posisi yang lebih baik dengan gaji yang lebih baik akan sangat tergantung pada performa kerja masing-masing karyawan. Unilever, lanjut Ira, memiliki sistem reward yang sangat fair. Ini tercermin dari sistem reward yang diberikan kepada orang-orang yang memberikan kontribusi terbaiknya bagi perusahaan. Sementara orang-orang yang underperform (low-performer) akan memperoleh reward yang juga rendah. “Sistem ini membuat setiap manajer di Unilever berusaha memberikan performa terbaiknya untuk mencapai target perusahan,” Ira berujar. Bagi Ira Noviarti, terkait kepuasan atas gaji yang diterimanya sangat tergantung pada standar dan gaya hidup yang dijalankan. Dan tentunya hal itu juga tergantung kemampuan bagaimana seseorang mampu memenej keuangan secara bijak. “Kalau kita mempunyai standar hidup yang tinggi dan gaya hidup yang mahal, seberapa pun gaji yang kita dapat tentu tidak akan pernah cukup,” tutur ibu dua putra ini. Ia mengaku mengalokasikan sebagaian besar dari pendapatannya untuk investasi pendidikan buah hatinya di masa depan. Sementara untuk memanjakan diri dan keluarganya, ia mengalokasikan sekitar 20% dari gajinya. “Saya memiliki keinginan agar anak-anak saya bisa kuliah S-1 di universitas negeri terbaik di sini, lalu melanjutkan master degree di universitas terbaik di Amerika Serikat atau Jerman,” tutur wanita yang dikenal ramah ini.
“Gaji bukan daya tarik utama saya untuk bergabung dan bertahan di Unilever,” ia menegaskan. Prinsip Ira, kompensasi yang diterima seiring dengan performa kerja yang diberikan pada perusahaan. Ia memandang tantangan dan peluang terbaik yang diberikan perusahaan membuat semua karyawan berusaha memberikan yang terbaik pula untuk perusahaan. “Memberikan yang terbaik dan mendapatkan yang terbaik, membuat energi untuk bekerja tetap tinggi,” ungkap Ira. Menurut Ira, di perusahaan tempatnya berkarir, kesempatan untuk memperoleh
538
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
539
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PRAKTISI & PIMPINAN PERUSAHAAN (Industri Manufaktur dan Lainnya)
Irvan Kamal Hakim (FTUI 1987) President Director and CEO PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. (2012 - Sekarang)
‘To get something you got to fight for it’ Ibarat menaiki anak tangga menuju puncak karir, dari ribuan kompetitor, hanya ada satu yang mampu mencapai anak tangga tertinggi. Ia tidak hanya dituntut memiliki stamina fisik dan mental yang kuat, melainkan juga harus memiliki komitmen yang tinggi, konsistensi dan daya juang yang hebat. Demikian pula halnya dengan Irvan Kamal Hakim, yang meniti karir dari bawah, hingga akhirnya dipercaya menjadi President Director and CEO PT Krakatau Steel (Persero) Tbk., salah satu industri strategis nasional dan pabrik baja terintegrasi terbesar di Asia Tenggara (dengan 11 Anak Perusahaan dan 9 Perusahaan Joint Venture).
Menurut Irvan, setiap pemimpin pasti mencari anak buah yang dapat diandalkan, anak buah yang dapat membantunya untuk merealisasikan target-target kepemimpinannya. Tidak hanya cerdas dan mau bekerja keras, tetapi harus juga memiliki komitmen dan integritas yang tinggi. Karena itu, bila ingin berhasil dalam karir, seorang karyawan harus mau dan mampu menjadi anak buah yang dapat diandalkan.
Pendidikan keluarga diakuinya memiliki andil besar dalam membentuk karakter pribadinya. Sebagai anak tentara, ia dididik keras untuk bisa bersikap dan bertindak mandiri, berani menghadapi tantangan dan tidak gampang menyerah. Sang punya prinsip tidak ada itu hadiah atau sesuatu yang gratis datang tibatiba. Bila menginginkan sesuatu, seseorang harus berusaha bagaimana bisa mendapatkannya.
Setelah sekitar 20 tahun berkarir dan dipercaya menjabat berbagai posisi strategis di PT Krakatau Steel, tahun 2007 Irvan dilantik sebagai Direktur Pemasaran. Awalnya semua berjalan normal, hingga ketika krisis global tahun 2008 yang melumpuhkan perekonomian dunia. Penyerapan produk baja dari industri manufaktur turun drastis karena melemahnya permintaan pasar. “Perang” di pasar domestik pun semakin sengit karena ancaman produk baja dari luar negeri.
“Saya ini kurang jiwa seni, walau nyanyi hobby juga, orang tua saya anti kalau saya main musik karena takut saya ikut band-band-an Tapi akhirnya saya bisa main gitar klasik sampai sekarang. Saya belajar gitar sama teman saya yang kursus di Yamaha. Akhirnya ayah saya bilang : ‘Saya belikan kamu gitar kalau kamu bisa main gitar’. Akhirnya saya pinjam gitar teman saya selama seminggu dan saya tunjukan pada ayah saya. ‘To get something you got to fight for it’. Nggak ada itu yang namanya hadiah, nggak ada angin nggak ada hujan, tibatiba datang sendiri,” kenang Irvan.
“Jadi pemasaran harusnya hanya berpikir jualan, namun dengan itu saja tidak bisa jalan, jadi saya harus berfikir dua, mikro dan makro. Karena ini pertempuran memperebutkan kue yang sudah sangat kecil. Import juga demikian, pesaing saya di negara sekitar, semua bingung mau buang barang kemana, Korea Selatan berhenti operasi, Rusia kemarin juga berhenti, Jepang juga berhenti produksi karena stok bahan baku dan barang jadinya tinggi. Dia mau buang semua kesini. Jadi saya mesti bilang ‘jangan’, atau ‘tunda’ dulu,” tutur peraih gelar MBA dari Maastricht School of Management ini.
Semangat juang tinggi dan kemauan yang kuat untuk belajar, menurut alumnus Teknik Metalurgi FTUI ini, merupakan modal berharga ketika ia memulai karir profesionalnya. Ia tidak pernah “pakai kalkulator” dalam bekerja, tidak hitunghitungan. Setiap tugas pekerjaan dianggap sebagai media untuk belajar, untuk meningkatkan kompetensi dan kapasitas diri. Maka ia pun berusaha menyelesaikan tugas secepat dan sebaik mungkin, memaksimalkan potensi yang dimiliki, untuk dapat segera mendapatkan tugas baru untuk dapat segera meningkatkan kemampuannya. “Waktu saya ditanya saat test mengenai pendapatan di PT Krakatau Steel, saya merasa pendapatan saya kecil. Ini kontradiktif menurut psikolog dari UGM. Bagaimana mungkin di sini mengatakan ngotot kalau menyatakan kalau gaji saya kecil,“ ungkap Irvan mengenang masa awal karirnya. “Menurut saya hidup itu tidak bisa untung terus, pendapatan saya kecil dan karena itu merupakan
540
pertanyaan dalam test maka saya jawab jujur tapi Insya Allah saya tidak pernah barter pendapatan saya kecil dengan kerja biasa-biasa saja. Apabila gaji saya dipotong separuh, apakah saya mengurangi kinerja saya jadi separuh? Insya Allah tidak, biasanya saya hanya butuh dua malam untuk merenung, dan besoknya saya harus jadi orang baru dengan gaji yang dipotong separuh dan dengan kinerja tetap 100%. Karena gaji itu saya anggap sebuah rezeki dan tidak pernah saya trade off/barter dengan etos kerja.”
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Selain mendesak pemerintah untuk memberikan insentif guna menyelamatkan industri baja nasional, Irvan pun bersama jajarannya berusaha keras untuk memaksimalkan pasar dalam negeri, khusus proyek-proyek yang menjadi program pemerintah---salah satunya pengadaan tabung gas LPG. Dan berkat kerja keras jajaran Direktorat Pemasaran yang dipimpinnya dan juga karena membaiknya perekonomian nasional di tahun 2009, perlahan-lahan PT Krakatau Steel dapat mengatasi tekanan krisis global. Kunci sukses sebuah perusahaan, menurut Irvan, adalah ketika pemimpin mampu membangun sinergi dan mampu menggerakkan semua potensi yang dimiliki perusahaan untuk mencapai tujuan bersama. “Saya senang mendayagunakan semua orang dan bekerja dalam tim. Kalau saya melakukan nya sendiri, saya bisa populer, tapi saya berusaha untuk tidak memasuki wilayah yang bukan milik saya,” tegas pria yang resmi dilantik sebagai President Director and CEO PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. tanggal 14 Juni 2012 lalu.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
541
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Junino Jahja (FE UI 1985)
PT Indosat hingga tahun 2003.
Direktur Utama Perum Peruri (2008 - 2012)
Jiwa Aktivis Yang Mendarah Daging Dunia aktivis bagi Nino, panggilan akrab Junino Jahja, adalah sesuatu yang mendarah daging. Semangat ‘pemberontakannya’ terhadap ketidakadilan sepertinya dapat mengalahkan apapun, termasuk masa depannya sendiri bila perlu. Hal itu didasari atas kecintaannya pada bangsanya, terhadap nilai-nilai yang ideal. Karena itu pula, kuliahnya di Fakultas Ekonomi UI sempat molor karena intensitasnya yang tinggi sebagai aktivis, hingga pernah menjadi tahanan kota dan bahkan sempat nyaris dipecat sebagai mahasiswa UI. Dikenal vokal dan tak pernah takut berhadapan dengan siapa pun, Nino menjadi salah satu mahasiswa UI yang paling ‘dicari’ ketika itu. Pada saat demo besarbesaran menolak kebijakan NKK/BKK, ia dianggap sebagai salah satu tokoh mahasiswa yang paling bertanggung jawab. Gerakan mahasiswa yang sporadis itu akhirnya harus berhadapan dengan tentara yang menenteng senjata berpeluru tajam, bukan peluru karet apalagi peluru hampa. Mahasiswa UI yang tidak menerima diintimidasi kemudian melakukan mogok kuliah. Lagi-lagi Nino dianggap sebagai provokator yang menjadi motor pemogokan mahasiswa, yang menyebabkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (almarhum) Prof. Nugroho Notosusanto, yang saat itu juga merangkap sebagai Rektor UI, berang dan mengancam memecat tokoh-tokoh mahasiswa UI, termasuk Nino. Beruntung ia mendapat pembelaan dari Dr. Djunaedi Hadisoemarto (almarhum), Dekan FEUI ketika itu, yang berani menganulir SK pemecatan dari rektor UI, hingga ia pun selamat dan dapat menyelesaikan kuliahnya. “Cuma satu yang saya sesali sampai saat ini, waktu kita terus mogok, kita nggak berpikir bahwa daya tahan mahasiwa sampai di mana sih. Kita nggak perhitungkan sama temen-temen, lebih banyak emosi. Ternyata kita diintimidasi, ditakut-takuti oleh pimpinan universitas. Hingga satu per satu berguguran, balik kuliah lagi, dan terpecah-belah. Sejak tahun ‘80 sampai ‘98 kegiatan mahasiswa vakum ,” kenang Junino. Setelah lulus dan sempat bekerja sebagai auditor di kantor akuntan Drs. Utomo & Co., Nino kemudian mulai merintis karir di PT Indosat pada tahun 1985. Meskipun telah menjadi pegawai di perusahaan milik pemerintah, jiwa aktivisnya tak pernah padam. Ia tetap aktif membangun jejaring dan bergabung di ILUNI UI. Dan ketika gerakan mahasiswa yang secara masif menuntut reformasi, Nino dan kawan-kawan secara penuh mendukung gerakan mahasiswa yang akhirnya berhasil menumbangkan rezim orde baru. Karir profesionalnya pun terbilang cemerlang. Setelah melalui berbagai penugasan di posisi-posisi strategis, ia kemudian diangkat menjadi Direktur MIDI
542
PRAKTISI & PIMPINAN PERUSAHAAN (Industri Manufaktur dan Lainnya)
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Pada tahun 2004, Nino kembali terjun ke ‘zona berbahaya’ ketika ia dipercaya sebagai Deputi Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Komisi anti rasuah yang baru berdiri ketika itu dan harus berhadapan dengan para koruptor baik petinggi negara maupun konglomerat. Tetapi berada dalam ‘zona berbayaha’ yang memberinya banyak tantangan justru ia rasakan sebagai sebuah ‘kenikmatan’. Ia pun kembali menerima hujatan dan ancaman seperti halnya ketika ia masih menjadi aktivis mahasiswa---bedanya, godaannya lebih banyak dan beragam, seperti tawaran sejumlah uang pernah disodorkan padanya. Dia pun mengakui, berada di lingkungan KPK juga membuatnya seolah tak bisa bernapas. Setiap hari, ia disibukkan dengan kasus-kasus besar yang menuntutnya untuk stand by 24 jam penuh. Setelah sekitar 3 tahun mengabdikan dirinya di KPK, tahun 2008 Nino diminta oleh Menteri BUMN Sofjan Djalil sebagai Direktur Utama Perum Peruri. Dipilihnya Nino untuk memimpin perusahaan percetakan uang negara tentulah dengan alasan sangat kuat, setidaknya track record dan militansi Nino tak perlu diragukan. Merasa berat hati meninggalkan KPK, di sisi lain ia tidak bisa menolak tugas negara. Apalagi setelah tahu, selama dua tahun, pemerintah belum menemukan figur yang cocok untuk memimpin Perusahan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia. Memimpin BUMN yang konon menjadi ‘sapi perah’ para politisi, Nino pun mengalami sendiri tindakan ‘pemerasan’ yang telah menjadi rahasia umum itu. Seperti dilansir majalah GATRA edisi 19/01, yang terbit pada tanggal 8 Nopember 2012, Nino sempat bertemu dengan lima anggota Pansus DPR RI yang meminta upeti terkait pembahasan RUU Mata Uang. Lima anggota DPR RI itu kabur setelah Nino mengaku kalau dirinya sebelum menjadi Dirut Peruri menjabat sebagai Deputi Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat KPK. Selama menjabat Dirut Peruri, permintaan upeti dari pihak luar, baik itu anggota DPR, pemerintah daerah, supplier, maupun masyarakat, jamak terjadi. Anggota DPR RI umumnya datang sendiri meminta sumbangan untuk dibagikan ke daerah asal pemilihan mereka atau membawa supplier agar dimenangkan dalam proses tender proyek Peruri. “Kalau mau ketemu, ya, temui saja. Kalau merasa ada ancaman, lapor ke aparat penegak hukum seperti KPK, polisi, atau kejaksaan,” ujar Nino memberi saran kepada para direksi BUMN. Tahun 2012, Nino mengakhiri tugasnya sebagai Dirut Perum Peruri. Ia kemudian ditugaskan sebagai Komisaris PT PLN Batam, Komisaris PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI), Komisaris PT ALTO dan juga sebagai Komisaris di Bond Research Institute (BondRI). Selain itu, peraih 2 gelar MBA (dari University of Southern California Marshall School of Business Administration, USA, dan University of Exeter, England) ini juga aktif mengajar di FE UI dan UIN Syarif Hidayatullah.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
543
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PRAKTISI & PIMPINAN PERUSAHAAN (Industri Manufaktur dan Lainnya)
Maurits Daniel Rudolf Lalisang (FISIP UI 1978)
Presiden Direktur PT Unilever Indonesia Tbk (2004 - Sekarang)
Try Your Best Every Time Sederhana tapi penuh wibawa, itulah gambaran umum tentang Maurits Daniel Rudolf Lalisang, president director PT Unilever Indonesia Tbk. Keberhasilannya meraih posisi puncak di perusahaan consumer goods terbesar di Indonesia itu dimulai dari titik terbawah, sebagai salesman. Berkat Kerja keras dan kemauannya yang kuat untuk menempa diri, disertai komitmen dan integritas tinggi, Maurits meniti karirnya setapak demi setapak hingga akhirnya sampai di puncak. Pria kelahiran Jakarta tahun 1955 ini dibesarkan dalam keluarga sederhana di Kali Pasir – Cikini. Setelah lulus SMA, ia melanjutkan pendidikannya di Jurusan Administrasi Niaga, FISIP UI dan mengaku menjadi bagian dari komunitas Warung Kopi (Warkop) yang digawangi Dono, Kasino, Indro dan Nanu. Usai diwisuda tahun 1978, Maurits lebih dulu bekerja di perusahaan asuransi dan perusahaan Jepang selama sekitar 1,5 tahun. Ia kemudian bergabung dengan Unilever pada tahun 1980 sebagai salesman. Pekerjaan sebagai salesman tentu bukan pekerja prestisius, apalagi untuk seorang lulusan UI. Tetapi Maurits justru mengaku bahwa itulah masa paling indah dalam perjalanan karirnya. Keluar masuk di hampir seluruh pasar tradisional besar di Jakarta, menjajakan produk-produk Unilever seperti misalnya margarin dan sabun cuci, bertemu dan berinteraksi dengan banyak orang yang memiliki berbagai macam karakter dan latar belakang. Dari situlah ia banyak belajar bagaimana menerapkan strategi yang jitu dalam pemasaran, mengenalkan dan mengkomunikasikan produk-produk secara tepat kepada konsumen.
544
dan ditunjuk sebagai Foods Director. Di bawah kepemimpinannya, divisi produk makanan Univeler berkembang pesat. Ia juga berhasil merampungkan akuisisi produk-produk makanan lokal seperti Bestfoods, Bango dan Taro. Tahun 2003, ia kembali mendapat tantangan baru sebagai Corporate Relation Director. Dan setahun kemudian, setelah 23 tahun meniti karir, Maurits diangkat sebagai President Director PT Unilever Indonesia Tbk. “I just try my best every time,” tegas Maurits tentang kiatnya meniti karir. Selama karir profesionalnya, ia mengaku tidak pernah minta naik pangkat atau minta jabatan tertentu, ia hanya berusaha menikmati tugas pekerjaan yang dipercayakan perusahaan dan selalu berusaha untuk memberikan kontribusi terbaik. Menurut Maurits, para karyawan merupakan pusat dari segala kegiatan perusahaan. Karena itu, ia menekankan agar perusahaan yang dipimpinnya dapat memberi kesempatan yang adil bagi seluruh karyawan dalam mengembangkan profesionalisme serta memastikan terciptanya keseimbangan antara kehidupan mereka dan kontribusi mereka terhadap perusahaan. Maurits meyakini, untuk mencapai kinerja yang baik, seseorang harus mencintai pekerjaannya dan merasa seperti di rumah sendiri ketika berada di kantor. Karena itu, ia menaruh perhatian besar untuk membuat para karyawan merasa nyaman ketika bekerja. Misalnya, dengan menyediakan pusat kebugaran yang ditangani seorang profesional, fasilitas bermusik dan ruangan santai. Para karyawan juga diberi kebebasan untuk mendesain interior ruang kerja sesuai selera mereka untuk menimbulkan perasaan nyaman seolah-olah berada di rumah sendiri. Tak heran, di kantor pusat Unilever di Jakarta, hampir setiap ruang masing-masing divisi memiliki karakternya sendiri. Contohnya, divisi IT terkesan begitu unik dengan desain interior seperti ruang pesawat luar angkasa. Tidak hanya itu, di basement juga tersedia nursery room untuk karyawan perempuan menyusui anak-anak mereka. Dan pada saat lebaran, ketika para pembantu rumah tangga pulang kampung, perusahaan mendatangkan pengasuh untuk menjaga anak-anak para karyawan.
Setelah 2,5 tahun sebagai salesman, karir profesionalnya menanjak cepat. Ia kemudian dipercaya sebagai supervisor, brand manager, area sales manager, marketing manager, general sales operations manager and branch manager. Dan setelah 11 tahun mengabdi, tahun 1991 Maurits diangkat sebagai Sales Director ketika usianya baru menginjak 37 tahun dan merupakan direktur termuda di Unilever ketika itu.
Perhatian dan kepedulian yang begitu besar tentu memperkuat hubungan emosional para karyawan terhadap perusahaan. Disamping itu, kenyamanan di tempat kerja juga menciptakan keharmonisan dan rasa kebersamaan yang kuat. Dan pada akhirnya, masing-masing individu dapat mengoptimalkan daya kreasi dan inovasinya. Tidak mengherankan, dalam persaingan pasar yang semakin ketat, Unilever yang dipimpinnya tetap mampu mempertahankan dominasinya sebagai pemimpin pasar dibidang consumer goods. Kinerja perusahaan pun semakin meningkat, dimana saham Unilever menempati peringkat keenam kapitalisasi pasar terbesar di Bursa Efek Indonesia.
Setelah 5 tahun menjabat sebagai Sales Director, Maurits mencoba peruntungan dan bergabung dengan sebuah perusahaan ritel. Tetapi tidak bertahan lama, bulan Maret 1997 ia kembali ke Unilever dan ditugaskan di kantor pusat di London. Tahun 1998, ditengah gejolak krisis moneter, Maurits diminta pulang ke Indonesia dan diangkat sebagai Home Care Director. Keberhasilannya dalam mengembangkan bisnis home care membuat perusahaan memberinya tantangan baru. Ia kemudian ditugaskan untuk mengembangkan bisnis makanan
Dan akhirnya Maurits merasa berbesar hati bahwa seorang Indonesia lulusan dalam negeri sepertinya bisa memimpin suatu perusahaan multinasional. Bahkan saat ini, semakin banyak karyawan dari Unilever Indonesia yang ditugaskan di kantor-kantor Unilever di luar negeri, sementara di Unilever Indonesia sendiri, jumlah ekspatriat dapat dihitung dengan jari. Hal ini membuktikan bahwa SDM Indonesia sangat mampu bersaing dengan SDM dari negara lain, selama diberi kesempatan pengembangan diri yang memadai serta diberi kepercayaan dan wewenang yang cukup.
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
545
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PRAKTISI & PIMPINAN PERUSAHAAN (Industri Pengolahan dan Manufaktur)
Paulus Moleonoto (FE UI 1990) Direktur PT Indofood Sukses Makmur Tbk (2009 - Sekarang)
Lulusan Fakultas Ekonomi UI ini mulai bergabung di Salim Plantations Group tahun 1990 dan dipercaya sebagai manajer dan kemudian dipromosikan sebagai Assistant Vice President (Commercial and Accounting) pada tahun 1993. Masih di Salim Plantations Group, tahun 1996 ia ditugaskan sebagai Vice President (Finance). Pada tahun 2001, Moleonoto dipercaya sebagai Chief Financial Officer (CFO) di PT ISM Group’s Plantations Division. Selain itu, sejak tahun 2004, ia juga diangkat sebagai Wakil Direktur Utama PT Salim Ivomas Pratama. Jabatan lain yang diembannya adalah sebagai Deputy Head of Corporate Treasury PT ISM Group pada tahun 2003. Dan kini Moleonoto setidaknya memegang jabatan direktur di Group Salim; sebagai Direktur PT Indofood Sukses Makmur Tbk (sejak 2009), Direktur PT Perusahaan Perkebunan London Sumatra Indonesia Tbk dan Direktur Indofood Agri Resources Ltd (sejak 2006), dan Wakil Direktur Utama PT Salim Ivomas Pratama (sejak 2004). Selain itu, ia juga menjabat sebagai Komisaris PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk sejak bulan September 2009.
PP ILUNI UI juga aktif menggalang kebersamaan antar alumni UI melalui kegiatan olahraga. Diantaranya dengan menggelar Tournament Golf ILUNI UI 2013 dan Funbike yang diikuti sekitar 400 orang peserta. (Atas) Ketua Umum ILUNI UI dan Rektor UI bersama Tim Golf ILUNI UI. (Bawah) Ketua Umum ILUNI UI bersama Rektor UI dan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo start pertama dalam funbike ILUNI UI, 12 Desember 2013, dalam rangka menyongsong Homecoming Day UI 2014.
546
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
547
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PRAKTISI & PIMPINAN PERUSAHAAN (Industri Manufaktur dan Lainnya)
Sabri Ramdhany (FMIPA UI 1983)
Direktur Utama Perusda Melati Bhakti Satya - Kalimantan Timur (2006 – Sekarang) parkir juga belum menunjukkan tingkat pendapatan yang memadai.
Berani Menantang Diri Sendiri Bila banyak orang betah berada dalam comfort zone, maka Sabri Ramdhany termasuk golongan yang sedikit yang menyukai tantangan. Ketika karirnya di sebuah perusahaan BUMN mulai menanjak, ia memilih mundur untuk memulai bisnis sendiri. Ketika usaha mulai berkembang pesat, ia menginginkan tantangan lain sebagai Direktur Utama perusahaan daerah yang nyaris bangkrut. Pria kelahiran Pekanbaru, 13 April 1957, ini memulai pendidikannya di Jurusan Farmasi FMIPA tahun 1976. Ia dikenal aktif dalam organisasi kemahasiswaan. Sabri tercatat pernah menjadi Ketua Komisariat Senat Mahasiswa (KSM) Farmasi (1979-1980), Ketua Presidium SM FMIPA UI (1980), dan Ketua Senat Mahasiswa FMIPA UI (1980-1981). Berbagai kegiatan organisasi itu diakuinya memberi banyak pelajaran bagaimana bekerjasama dalam tim, menghargai perbedaan dan meningkatkan kapasitas kepemimpinan. Setelah diwisuda tahun 1983, Sabri berhasil menyelesaikan pendidikan apoteker di FMIPA UI tahun 1984. Ia kemudian bergabung dengan PT Kimia Farma dan karirnya cukup cemerlang. Setelah sekitar 7 tahun bekerja, ia dipercaya sebagai Kepala Cabang Kimia Farma Balikpapan, yang ketika menjadi cabang terbesar nomor 4 dari sekitar 200 cabang di Indonesia. Tetapi ketika tahun 1993 ia mendapat promosi dan akan ditarik ke kantor pusat Jakarta, Sabri memilih mundur karena ingin menetap di Balikpapan. Dari bantuan seorang teman, Sabri kemudian merintis usaha mendirikan apotik. Disinilah kemampuan dan ketangguhannya benar-benar diuji. Dan ia berhasil melewati ujian itu dengan baik. Satu per satu apotik dan klinik kesehatan ia dirikan hingga berhasil membangun jaringan apotik dan klinik yang tersebar di Kalimantan Timur. Tidak berhenti sampai di situ. Dengan bendera PT Sadena Mitra Bahari Group yang ia dirikan, Sabri kemudian merambah ke lini-lini bisnis lainnya, mulai dari usaha tour & travel, property hingga perusahaan pelayaran yang mengoperasikan kapal-kapal ro-ro di Balikpapan. Berhasil dengan bisnis yang ia bangun, Sabri justru menemukan tantangan baru. Perusahaan daerah di salah satu provinsi terkaya yang selalu merugi membuatnya terusik. Tahun 2006, melalui fit and proper test, Sabri terpilih sebagai Direktur Utama Perusahaan Daerah Melati Bhakti Satya (MBS). Ketika mengawali kepemimpinannya di MBS, perusahaan daerah tersebut nyaris diambang kebangkrutan. Saat itu MBS mengalami masalah internal yang akut, terbelit penyelesaian kasus hukum terhadap 1 dari 5 pesawat GA8 Airvan kapasitas 8 tempat duduk yang dibeli dari Australia. Selain satu pesawat yang akhirnya dikembalikan ke Australia, 4 pesawat yang lain tidak dapat beroperasi, sekaligus tidak menghasilkan apa-apa bagi perusda. Unit usaha lainnya, seperti divisi pariwisata, devisi jasa umum berupa usaha percetakan dan pengelolaan
548
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Modal perusda MBS saat itu sebesar Rp 32,5 miliar, terdiri modal dasar Rp 5 miliar dan sisanya Rp 27,5 miliar merupakan pembelian 4 pesawat Airvan. Masalahnya, modal dasar Rp 5 miliar itu pun disita aparat hukum terkait penyelesaian kasus hukum pembelian pesawat Airvan itu. Dapat dibayangkan jika modal dasar perusda saja ternyata tidak dapat dimanfaatkan dan bermasalah, betapa rumitnya manajemen baru mengambil langkah-langkah. Sabri melihat bahwa permasalahan rumit menjadi tantangan besar dalam karirnya, juga sebuah pertaruhan kredibilitas. Dan dia sangat yakin, di provinsi sekaya Kalimantan Timur dengan berbagai potensi yang dimiliki, tidak seharusnya perusahaan daerah merugi apabila dikelola secara profesional. Untuk memperbaiki imej dan citra perusahaan, Sabri segera membuat logo perusahaan dengan gambar seperti sayap-sayap terbang. Kemudian dia membenahi kapasitas staf dan pegawai MBS, membuka jaringan kerja dan peluang usaha, meningkatkan lobi dan komunikasi, memperbaiki sistem pelaporan keuangan, dan lain-lain. Untuk menerapkan prinsip-prinsip good corporate governance, MBS yang dipimpinnya juga mendapat pendampingan dari dari BPKP (Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan). Semua masalah di perusda MBS berhasil diurai, dibenahi dan ditata ulang satu per satu. Dari hal kecil, sampai yang besar-besar. Salah satu konsep yang dipakai untuk memacu perusda MBS adalah memperkenalkan dan melaksanakan nilai-nilai perusahaan, yakni aspek orientasi konsumen, pentingnya arti sebuah komunikasi, mendorong sikap profesional, membangun tim kerja yang kuat, memperhatikan reward dan tegaknya integritas. MBS yang sejak berdirinya selalu merugi mulai bangkit. Geliat bisnisnya yang positif mulai direspon oleh Pemprov Kaltim. Pada tahun 2008, Pemprov Kaltim meningkatkan penyertaan modal dari yang sebelumnya Rp 32,5 milyar menjadi Rp 3 triliun dalam bentuk aset yang diberikan secara bertahap dan itu menjadikan MBS sebagai salah satu perusahaan daerah dengan modal dasar terbesar di tanah air. Melalui kerjasama dengan beberapa pihak, dibawah kepemimpinan Sabri Ramdhany, MBS terus melakukan ekspansi bisnis. Proyek-proyek yang tengah digarap diantaranya pembangunan superblok Balikpapan City Center yang dilengkapi dengan mall, hotel dan berbagai fasilitas bisnis lainnya, pembangunan Trans Studio di Samarinda, kawasan industri, pembangunan bandara baru di Samarinda, Kaltim Park hingga penggelolaan jalan tol. Selain itu, MBS juga merintis pendirian Kaltim Air yang akan menjadi duta Kalimantan Timur di industri penerbangan nasional. “Kita perlu mengembangkan kawasan pertumbuhan ekonomi baru, sekaligus memacu ekonomi rakyat Kaltim yang jauh di pedalaman dan perbatasan itu. Infrastruktur penerbangan seperti peningkatan kualitas bandara perintis dan jasa usaha penerbangan sangat penting sekali dibenahi. Mimpi kita perusda MBS mampu menyetor ke kas daerah ratusan miliar ke atas, bukan hanya ratusan juta setahun. MBS tidak ingin membebani APBD dan tidak ingin merugi,” tandas Sabri Ramdhany, yang meraih gelar MM dari Universitas Mulawarman (2002) dan gelar Doktor Ilmu Ekonomi dari Universitas Airlangga (2010).
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
549
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PRAKTISI & PIMPINAN PERUSAHAAN (Konsultan Hukum)
Abdul Hakim Garuda Nusantara
(FH UI 1978) Ketua Komnas HAM (2002-2007) dan Partner Pendiri A Hakim G Nusantara, Harman & Partners
Jiwa Aktivis Yang Tak Pernah Redup Kegiatannya sebagai aktivis sudah dimulai ketika Abdul Hakim duduk di bangku SMA, bergabung dengan Pelajar Islam Indonesia (PII) cabang Pekalongan. Ia lahir dan dibesarkan dari keluarga pedagang batik yang taat beragama. Ayahnya merupakan tokoh Muhammadiyah yang berlangganan lima hingga tujuh surat kabar. Karena itu, sejak muda ia sudah terbiasa membaca informasi politik dan pemerintahan. Berbagai informasi yang ia baca semakin memberinya motivasi untuk giat belajar walaupun ekonomi keluarganya hanya pas-pasan. Bahkan ketika di sekolah dasar, anak ketujuh dari 14 bersaudara ini harus berjalan kaki sejauh delapan kilometer pulang-pergi. Sempat menganggur setahun setelah lulus SMA, tahun 1973 Abdul Hakim mulai kuliah di Fakultas Hukum UI. Semasa kuliah, ia sudah aktif sebagai relawan di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Divisi Hak Asasi Manusia. Dan setelah meraih gelar sarjana dari FHUI, ia kemudian melanjutkan pendidikannya di University of Washington, AS dengan meraih gelar LLM pada tahun 1981. Kembali ke tanah air, Abdul Hakim kembali melanjutkan kiprahnya sebagai aktivis. Karirnya terus menanjak, tahun 1984 ia dipercaya sebagai Direktur Lembaga Bantuan Hukum Jakarta hingga tahun 1987, dan kemudian menjabat Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (1987-1993). Selain itu, Abdul Hakim juga menjabat sebagai Ketua Yayasan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (1986-1992). Hampir sepanjang karier dia mengabdi dalam bidang advokasi dan hak asasi manusia serta pernah menangani kasus-kasus besar yang menyita perhatian publik, seperti kasus Tanjung Priuk (1985) dan juga Peristiwa 27 Juli 1996.
keuangan, investasi, pasar modal, dan bidang-bidang lainnya. Hebatnya lagi, di tengah-tengah kesibukannya, ia masih menyempatkan diri sebagai dosen luar biasa bidang hukum ekonomi di Fakultas Ekonomi UI. Baru sekitar lima tahun terjun sebagai pengacara profesional, tahun 2001 Pengurus Pusat Muhammadiyah mencalonkan Abdul Hakim sebagai anggota Komisi Nasional HAM (Komnas HAM). Awalnya Hakim merasa keberatan atas pencalonan ini karena kesibukan yang telah dia jalani,namun setelah dirinya diyakinkan bahwa kegiatan di Komnas tidak memberatkan akhirnya Hakim pun luluh. Dan Abdul Hakim harus menerima bahwa dirinya seakan memang ditakdirkan untuk memperjuangkan HAM. Pada pemilihan Ketua Komnas HAM bulan September 2002, Abdul Hakim terpilih sebagai ketua periode tahun 2002 hingga 2006 menggantikan Djoko Soegianto. Dia meraih 12 suara dari 23 anggota Komnas HAM. Menurut Abdul Hakim, Indonesia sebenarnya sudah memiliki perangkat hukum baik tentang HAM maupun peraturan perundangan lain yang cukup. Yang kemudian menjadi masalah adalah bagaimana mengimplementasikan perangkat hukum dan peraturan perundangan tersebut secara jujur dan konsisten. Setelah selesai menjalankan tugas sebagai Ketua Komnas HAM tahun 2007, Abdul Hakim kembali berkonsentrasi penuh menjalankan profesinya sebagai advokat. Dan meskipun telah menyerahkan tongkat estafet ke generasi yang lebih muda untuk terus memperjuangkan HAM di Indonesia, tak pelak sewaktu-waktu Abdul Hakim mungkin sekali akan diminta lagi untuk kembali terlibat---khususnya ketika ada kasus HAM besar yang melibatkan kekuatan besar--karena jiwa aktivis itu tak pernah redup.
Selain di LBH dia juga menjabat Ketua International NGO Forum in Indonesian Development (INFID) (1989-1994). Dia pun mendirikan Yayasan Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) dan menjadi ketua untuk pertama kalinya (1993-1999). Setelah sekitar 20 tahun mengabdi di LBH Jakarta, pada tahun 1996, bersama Benny K Harman yang juga aktivis di LBH, Abdul Hakim mendirikan kantor hukum A. Hakim G. Nusantara, Harman & Partners (NHP). Kantor hukum yang dirikan pun berkembang pesat dan dipercaya perusahaan-perusahaan besar nasional maupun multinasional yang membutuhkan advis-advis hukum, khususnya terkait permasalahan hukum korporasi/bisnis dibidang perbankan dan jasa
550
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
551
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PRAKTISI & PIMPINAN PERUSAHAAN (Konsultan Hukum)
Adnan Buyung Nasution
(FHUI 1964) Pendiri Adnan Buyung Nasution & Partners Law Firm
Militansi Pejuang HAM dan Demokrasi Jiwa aktivisnya tak pernah padam, dia akan menyeruak tampil ke depan ketika hukum yang menjadi pilar utama demokrasi dipermainkan. Rasa empatinya yang besar bagi orang-orang yang tak beruntung, yang dizalimi kekuasaan, menjadikannya ikon bagi penegakan HAM di Indonesia. Sikapnya yang konsisten, komitmen yang tinggi dan hasratnya yang luar biasa besar bagi pembangunan hukum yang berkeadilan membuatnya menjadi legenda hidup bagi penegakan HAM dan demokrasi. Dialah Adnan Buyung Nasution (ABN), suaranya yang lantang tanpa rasa takut seakan menjadi “teror” bagi aparat penguasa yang membungkus kezaliman mereka dengan hukum kekuasaan. Dia bukan orang yang mendadak terkenal karena keberanian sesaat, ketokohannya dibangun melalui proses panjang, penuh tantangan dan pengorbanan. Lahir di Jakarta tanggal 20 Juli 1934, jiwa aktivisnya mulai tampak ketika sekolah SMP di Yogyakarta ABN ikut Mopel (Mobilisasi Pelajar) dan melakukan protes pendirian sekolah NICA, ikut merusak sekolah dan melempari guru-guru di sekolah tersebut. Sikap patriotis itu, diakuinya, menurun dari ayahnya yang begitu dia banggakan. Sang ayah, H. Rachmat Nasution, adalah pejuang kemerdekaan yang aktif dalam perang gerilya membela Republik. Tidak hanya dengan senjata, Rachmat Nasution juga aktif dalam kewartawanan, tercatat sebagai salah satu pendiri kantor berita Antara dan harian Kedaulatan Rakyat. Setelah hanya setahun bertahan di Teknik Sipil ITB dan sempat kuliah di Fakultas Gabungan Hukum, Ekonomi dan Sosial Politik UGM, tahun ajaran 1954/1955 ABN memilih kuliah di Fakultas Hukum dan Ilmu Pengetahuan Masyarakat UI. Lulus sarjana muda tahun 1957, sambil meneruskan kuliah, ia bekerja sebagai jaksa di Kejaksaan Negeri Istimewa Jakarta. Keputusan masuk kejaksaan karena jiwanya merasa terpanggil oleh adanya gerakan anti korupsi yang pada waktu itu dipimpin oleh Kolonel Zulkifli Lubis (Pendiri/Kepala Intelijen) dan didukung oleh Panglima Siliwangi Kolonel Kawilarang. Ketika itu Kejaksaan membutuhkan tenaga-tenaga muda untuk turut membantu dalam proses penuntutan terhadap para tertuduh koruptor, seperti antara lain: Lie Hok Tai, Piet de Quelyu (Direktur Percetakan Negara), Mr. Djodi (Menteri Kehakiman) Gondokoesoemo, Mr. Syamsudin Sutan Makmur (Menteri Penerangan), dll. Meski sudah menjadi jaksa, tetapi semangatnya sebagai aktivis tidak pudar. Tahun 1964 ia sempat mendirikan sekaligus menjadi ketua Gerakan Pelaksana Ampera. Selain itu,dia juga mendirikan Kesatuan Aksi Sarjana Indonesia (KASI) serta menjadi anggota Komando Aksi Penggayangan Gestapu. Bersama Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) dia ikut turun ke jalan sehingga diinterogasi oleh atasannya. Dia dituduh antirevolusi, anti-Manipol-Usdek. Hingga akhirnya ABN memilih berhenti sebagai jaksa.
552
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Pengalamannya sebagai jaksa menyadarkannya, menggugah keprihatinnya, atas nasib rakyat kecil yang tak berdaya di hadapan hukum. Saat bertugas di daerah-daerah terpencil, dia melihat orang-orang yang menjadi terdakwa pasrah saja menerima dakwaan yang ditimpakan kepadanya. Dari sana ia berpikir, orang-orang kecil yang buta hukum itu perlu dibantu. Tetapi niat itu dipendamnya. Dia memilih kuliah di Universitas Melbourne, Australia, dan melihat bahwa di negeri Kanguru itu terdapat lembaga bantuan hukum yang pola, model dan bentuknya sendiri. Segera setelah pulang ke tanah air, ABN menyampaikan gagasan pendirian LBH ke rekan-rekannya, diantaranya Gubernur DKI Ali Sadikin. Tahun 1970, berdirilah LBH Jakarta yang digagasnya dan ABN ditunjuk sebagai ketua yang pertama. Sejak itu, ABN berdiri di garda terdepan untuk mengontrol pelaksanaan hukum, memberi bantuan hukum bagi siapapun yang membutuhkan tanpa pandang bulu---mulai dari korban penggusuran yang menuntut hak mereka, para buruh yang di-PHK secara sepihak, hingga kasus-kasus HAM dan politik yang para pengacara umumnya tak berani menyentuh. LBH yang dipimpinnya tetap independen, konsisten dan memiliki komitmen kuat dalam penegakan hukum. Bahkan pemerintah DKI Jakarta, yang atas prakarsa Ali Sadikin, memberi subsidi untuk operasional LBH, tercatat lebih dari 200 kali digugat LBH---kenyataan yang membuat Bang Ali geleng-geleng kepala. Pernah ditahan selama 2 tahun tanpa melalui proses hukum atas tuduhan subversive karena terlibat Peristiwa Malari 1974, ABN tak pernah surut langkah. Sebagai pengacara, kegigihannya terus diuji, hingga puncaknya ketika dia membela tokoh oposisi HR Dharsono tahun 19861987. Dituduh melakukan contempt of court, hak ijin advokatnya dicabut pemerintah---yang memaksanya mengasingkan diri ke Belanda dan baru kembali ke tanah air tahun 1993 setelah berhasil meraih gelar Doktor Ilmu Hukum Tata Negara (PhD) dari Universiteit Utrecht. LBH yang dia dirikan pun menjadi “kawah candradimuka” yang berhasil melahirkan aktivisaktivis militan, akademisi, pengacara profesional, politisi, maupun birokrat: diantaranya adalah Abdul Rahman Saleh, Abdul Hakim Garuda Nusantara, Bambang Widjojanto, Benny K. Harman, Prof. Erman Rajagukguk, Fauzi Abdullah, Hotma Sitompoel, Luhut Pangaribuan, Mohammad Assegaf, Munir, Nazaruddin Nasution, Nursyahbani Katjasungkana, Rita Serena Kalibonso, Syamsul Rakan Chaniago, Todung Mulya Lubis, Tuti Hutagalung, Prof. Zaidun, Prof. Zen Umar Purba, dan masih banyak lagi lainnya yang tidak kurang kontribusinya, namun sayangnya tidak dapat disebut satu per satu namanya di sini. Dibawah ini pernyataan Mochtar Pakpahan, menanggapi cibiran Ruhut Sitompul atas kritik tajam ABN terhadap Presiden SBY, menggambarkan bagaimana kesan para aktivis HAM dan demokrasi terhadap kiprah ABN: “Jutaan orang yang dizalimi oleh Orde Baru merasakan sejuknya kehadiran ABN Cs dan kehadiran YLBHI. ABN adalah sinar bagi kegelapan hati nurani selama Orde Baru. Setiap orang yang merasakan gelapnya pemerintah Orde Baru akan merasakan secercah terang bila datang ke YLBHI. Sebutlah tanah orang dirampas demi pembangunan; aktivis yang menyatakan pikirannya yang berbeda dengan Orde Baru; akan mengalami kezaliman, dibunuh, dianiaya, dan dipenjarakan. Buruh yang di-PHK dengan mudah tanpa alasan dan kasus hukum lainnya.”
Bulan Juli 2011, atas segala komitmen dan pengabdiannya, ABN diangkat sebagai Professsor of Constitutional Law di Melbourne Law School, University of Melbourne, Australia .
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
553
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PRAKTISI & PIMPINAN PERUSAHAAN (Konsultan Hukum)
Al Hakim Hanafiah (FHUI 1985) Managing Partner di Hanafiah Ponggawa & Partners
Enjoy The Game “Just play. Have fun. Enjoy the game.” (Michael Jordan) Enjoy the game. Tampaknya prinsip sang legenda bola basket dunia, Michael Jordan, inilah yang diyakini seorang Al Hakim Hanafiah (lahir pada 9 Mei 1960) yang juga penggemar bola basket dalam membangun karier profesionalnya sebagai advokat dan konsultan hukum. Ya, dengan kata lain, menikmati proses pertumbuhan karier dalam setiap fasenya, termasuk saat harus melakukan beberapa kali reorganisasi kantor konsultan hukum yang dipimpinnya, Hanafiah Ponggawa & Partners (HP&P), pada kurun waktu 1990-an. Berawal dari salah satu kantor konsultan hukum pertama di Republik ini yang didirikan pasca-kemerdekaan Indonesia pada 1953 oleh Lukman Hanafiah, seorang pengacara terkemuka saat itu (yang juga ayah Al Hakim Hanafiah), HP&P dibangun ulang pada 14 Februari 1990 dengan nama Hanafiah Soeharto Ponggawa. Situasi internal dan perubahan kondisi Indonesia yang terus berubah memaksa terjadinya reorganisasi struktur HP&P sebelum berbentuk seperti sekarang ini pada 2004. Dan pada tahun 2012 kantor konsultan hukum yang dinobatkan sebagai The Indonesian Rising Star Law Firm pada ajang the 4th International Legal Alliance Summit & Awards 2011, Paris, Prancis, ini genap berusia 22 tahun. Suatu bilangan usia yang jelas menunjukkan bukti kematangan dan kerja keras sebuah kantor konsultan hukum yang juga ditahbiskan sebagai Sharia Law Firm of the Year 2008 oleh sebuah majalah berbasis di Inggris, ACQ Global. Seperti buah di pohon, kematangan tidak hadir dengan sendirinya. Ia lahir dari suatu proses panjang yang kompetitif. Demikian juga perjalanan karier Al Hakim Hanafiah, pemegang gelar L.L.M dari School of Law, University of Washington, USA (1985-1986), yang diawali sebagai Associate Lawyer pada kantor konsultan hukum Lubis Hadiputranto Ganie Surowidjojo pada 1985-1989. Selanjutnya alumnus FH-UI (1979-1985) dan Robert Kennedy University, Zurich (1999) dalam International Tax Law ini mendirikan HP&P yang saat ini dijalankan bersama tiga equity partner lainnya yakni Constant Marino Ponggawa, Fabian Buddy Pascoal, dan Andre Rahardian. Kompetisi sendiri, sebagaimana lumrahnya dalam banyak olahraga yang digemari Al Hakim Hanafiah mulai dari bola basket, bersepeda, cross-country, ski, tenis hingga menyelam, adalah hal esensial dan oksigen yang memberikan kehidupan. Dengan spirit tersebut, di bawah kepemimpinan Al Hakim Hanafiah, HP&P mampu bersaing di level prestisius dan signifikan dalam situs www. legal500.com, yang memuat daftar kantor konsultan hukum papan atas di dunia,
554
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
terutama di sektor hukum sumber daya alam (natural resources law), yang merupakan bidang spesialisasi Al Hakim Hanafiah yang pernah menulis buku (bersama Dan Fenno Henderson) berjudul Legal Problems in Foreign Mining Ventures in Indonesia (1987). Di lingkup internal HP&P, semangat kompetisi untuk berprestasi (selain semangat kekeluargaan melalui banyaknya digelar acara keakraban dan outing bagi para lawyer dan staf) salah satunya digelorakan melalui olahraga. Tak heran, dalam ajang PPAKH (Pertandingan Persahabatan Antar Kantor Hukum), yang merupakan ajang pesta olahraga bergengsi tahunan antar kantor hukum di Jakarta, prestasi HP&P cukup menonjol terutama dalam cabang olahraga futsal dan basket, antara lain sebagai Juara Umum PPAKH ke-17 (2011) untuk semua cabang olahraga yang dipertandingkan dan Juara Bertahan untuk cabang bola basket selama tiga tahun berturutturut pada 2009, 2010 dan 2011. Untuk cabang olahraga yang terakhir ini, Pak Al – demikian panggilan akrab Al Hakim Hanafiah di HP&P – turut bermain memperkuat tim bola basket HP&P. Sebagai catatan, Al Hakim Hanafiah adalah mantan pebasket di salah satu klub basket di Indonesia dan juga pernah menjabat sebagai pembina klub bola basket Indonesia Muda yang berlaga di Kobatama (Kompetisi Bola Basket Utama), suatu liga basket profesional Indonesia, pada era 2000-an. John Fitzgerald Kennedy (mantan presiden Amerika Serikat) pernah berkata,“Leadership and learning are indispensable to each other.” Alhasil, kepemimpinan yang tidak menghasilkan pembelajaran dan pengkaderan yang baik bukanlah kepemimpinan yang mumpuni. Dalam hal ini, HP&P, dalam berbagai forum alumni fakultas hukum termasuk di dunia maya, banyak disebut-sebut sebagai kantor konsultan hukum incaran karena banyak menghasilkan advokatadvokat muda yang profesional dan tangguh. Artinya ada proses pembelajaran yang sistematis dan tertata di HP&P, baik melalui praktik lapangan atau pelatihan, yang seiring waktu dapat mengubah seorang fresh graduate yang hijau menjadi advokat profesional yang tangguh teruji. Enjoy the game, menikmati proses, barangkali itu kuncinya. Juga, gigih berusaha dan tak lelah mencoba, seperti yang dicontohkan Al Hakim Hanafiah selama puluhan tahun dalam membangun karier profesionalnya sebagai advokat dan konsultan hukum termasuk dalam bisnis lainnya.
“I can accept failure, everyone fails at something. But I can’t accept not trying.” (Michael Jordan)
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
555
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Dyah Wijayawati Soewito (FH UI 1976) Pendiri Kantor Hukum Soewito Suhardiman Eddymurthy Kardono (SSEK)
Dyah Wijayawati Soewito adalah salah satu pendiri kantor hukum Soewito Suhardiman Eddymurthy Kardono (SSEK), yang merupakan salah satu kantor hukum papan atas di Indonesia. Dyah Soewito merupakan konsultan hukum senior khususnya dibidang minyak dan gas, investasi asing, maritim, real estat, konstruksi, korporasi dan bisnis. Ia kerap diundang sebagai pembicara di berbagai forum seminar di dalam maupun di luar negeri, juga terlibat dalam persiapan Rancangan Undang-Undang Penanaman Modal Asing. Dari tahun 1995 hingga tahun 1999, Dyah Soewito membantu klien sektor swasta dengan mempersiapkan rekomendasi-rekomendasi terkait kebijakan pemerintah Indonesia dibidang pengembangan proyek gas berskala besar. Wanita kelahiran Yogyakarta tahun 1953 ini dinilai oleh Asialaw & Practice sebagai salah satu praktisi hukum terbaik Indonesia dibidang merger dan akuisisi, properti, shipping, maritim dan aviasi. Sedangkan International Financial Law Review menilai Dyah Soewito sebagai salah satu praktisi hukum terbaik dibidang merger dan akuisisi, properti, maritim dan aviasi. Menyelesaikan pendidikannya di Fakultas Hukum UI tahun 1977, Dyah Soewito sempat belajar di Academy of American and International Law in Dallas, Texas, in 1988. Pada tahun yang sama, ia mengikuti kuliah tamu di University of California, Berkeley (Boalt Hall) School of Law.
556
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PRAKTISI & PIMPINAN PERUSAHAAN (Konsultan Hukum)
Felix Oentoeng Soebagjo (FH UI 1976) Partner Pendiri Kantor Hukum Soebagjo, Jatim, Djarot.
Lahir di Cilacap, 13 Maret 1948. Lulusan Fakultas Hukum Universitas Indonesia (1976), meraih master bidang hukum dari University of California School of Law (1980), serta Doktor bidang Hukum Universitas Gadjah Mada pada tahun 2004. Felix Oentoeng Soebagjo kemudian dikukuhkan sebagai Guru Besar FHUI pada tahun 2004. Saat ini ia menjadi pengajar pada beberapa universitas, seperti di FHUI dan Program Pasca Sarjana FHUI, Pasca Sarjana FH UGM, program Magister Hukum di Fakultas Hukum Universitas Tarumanegara dan di Universitas Pelita Harapan. Ia juga merupakan salah satu Partner pendiri kantor hukum Soebagjo, Jatim, Djarot. Selain itu, Felix juga menjabat sebagai Ketua Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (2006-sekarang), Sekretaris Jenderal Badan Arbitrase Pasar Modal (BAMPI) sejak 2002, Ketua HKMPH dan Komisaris PT. Bursa Efek Indonesia sejak 2008. Ia juga tercatat sebagai anggota dari International Bar Association. President Inter Pasific Bar Association, Wakil Ketua Yayasan Pengkajian dan Penelitian Hukum Perseroan Terbatas dan Kenotariatan (2002-sekarang).
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
557
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Gani Djemat (FH UI 1959) Pendiri Kantor Hukum Gani Djemat & Partners
Lahir tanggal 18 Agustus 1932, Gani Djemat meraih gelar Sarjana Hukum dari Universitas Indonesia tahun 1959, setelah sebelumnya sempat menjadi asisten dosen sejak tahun 1954. Usai lulus dari FHUI, Gani sempat mengajar di Fakultas Hukum Universitas Trisakti tahun 1959. Pada tahun yang sama, dia menempuh pendidikan di Naval Justice School, Rhode Island, USA dan juga memperoleh Honorary Degree di Court of Military Appeal - Washington. Gani kemudian memulai karir sebagai Jaksa Peradilan Militer yang bertugas di Markas Besar TNI Angkatan Laut Jakarta (1959-1960). Tahun 1962, dia diangkat menjadi Hakim Peradilan Militer di Markas Besar TNI Angkatan Laut Jakarta hingga tahun 1964. Kemudian Gani dipercaya sebagai Kepala Bidang Hukum dan Politik di Markas Besar TNI Jakarta sampai dengan tahun 1966. Dan sejak tahun 1966 hingga 1971, dia ditugaskan sebagai Atase Pertahanan Kedutaan RI di Singapura. Mengakhiri karir di lingkungan militer tahun 1971, Gani kemudian mendirikan kantor konsultan hukum Gani Djemat & Partners (GDP) pada tahun 1972. Memfokus diri dibidang Civil Litigation, Commercial Law, and Intellectual Property Rights, Gani Djemat berhasil mengukuhkan kantor hukum yang dibangunnya sebagai kantor konsultan hukum papan atas di tanah air. Sebagai Chairman, dia memprioritaskan pentingnya integritas dan dedikasi bagi para pengacara muda yang bergabung di GDP dalam memberikan pelayanan jasa konsultan.
PRAKTISI & PIMPINAN PERUSAHAAN (Konsultan Hukum)
GP Aji Wijaya (FH UI 1985) Partner Pendiri Kantor Hukum Aji Wijaya, Sunarto Yudo & Co
G.P. Aji Wijaya mulai kuliah di Fakultas Hukum UI tahun 1981 dan berhasil lulus pada tahun 1985. Ia kemudian juga menyelesaikan pendidikannya dibidang Advance Accounting di Lembaga Pendidikan dan Pengembangan Manajemen (LPPM) tahun 1988. Selanjutnya pada tahun 1998, Aji Wijaya juga mengikuti berbagai kursus diantaranya dibidang pasar modal dan hukum kepailitan. Memulai karir profesionalnya sebagai Deputy Legal Counsel di sebuah kelompok usaha konglomerasi mulai tahun 1986 hingga tahun 1990. Pada saat yang sama ia juga melakukan praktek hukum sebagai Advocate, Solicitor & Legal Consultant. Dan mulai tahun 1990 hingga sekarang, ia menjadi Legal Trainer dibidang hukum korporat di beberapa perusahaan multinasional dan juga menjadi pengajar di berbagai pelatihan dan kursus dibidang hukum. Pada tanggal 2 Mei 2001, bersama rekannya, Sunarto Yudo, Aji Wijaya mendirikan Kantor Hukum Aji Wijaya, Sunarto Yudo & Co. Sebagai konsultan hukum, ia mengkhususkan diri dibidang merger dan akuisisi, corporate structuring & restructuring, kepailitan, pasar modal, perbankan, dan bidang-bidang lain terkait hukum komersial. Aji Wijaya tercatat sebagai anggota Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal, Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia, Jakarta Lawyers Club, Indonesian Mining Association, dan sebagai Komisioner Advokat Indonesia.
Pada tahun 1990, bersama Yan Apul dan kawan-kawan, Gani Djemat mendirikan Asosiasi Advokat Indonesia dan dirinya diangkat sebagai Ketua Umum hingga tahun 1995. Pada periode 1993 - 1998, dia dipercaya sebagai anggota Komnas HAM. Selain bergelut dibidang pelayanan hukum, Gani Djemat adalah pecinta seni bonsai. Dia menjadi Ketua Umum (1991-1994) dan Penasehat (1994-1998) pada Indonesian Bonsai Association dan Indonesian Suiseki Association.
558
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
559
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PRAKTISI & PIMPINAN PERUSAHAAN (Konsultan Hukum)
Humphrey R Djemat
(FHUI 1983) Chairman Gani Djemat & Partners dan Ketua Umum AAI (2010 - Sekarang)
Membangun Advokat Pejuang Keberhasilannya sebagai advokat tak lepas dari peran sang ayah, Gani Djemat (alm.), salah satu advokat ternama dan disegani pada jamannya. Meskipun demikian, sejak kecil Humphrey dididik dengan keras untuk bisa mandiri. Bahkan ketika kuliah di Fakultas Hukum UI, ketika banyak teman-teman remajanya memperoleh banyak fasilitas mewah, ia justru dituntut harus belajar keras untuk memaksimalkan masa mudanya. Tak heran, ketika teman-temannya asyik bermalam-mingguan, Humphrey justru menghabiskan waktu dengan buku-buku kuliahnya. Begitu pun ketika ia lulus dari FHUI tahun 1983 dan bekerja di kantor hukum milik ayahnya, Gani Djemat & Partners, Humphrey harus memulai karirnya dari bawah. Dari ayahnya, yang biasa ia panggil “Pak Bos” ketika di kantor, ia mendapatkan pelajaran sangat berharga yang menjadi pijakan langkahnya ke depan, bahwa profesi advokat harus dijalankan dengan nilai-nilai profesionalisme, integritas tinggi dan juga pengabdian. Tuntutan kerja keras dan profesional justru membuat Humphrey merasa semakin termotivasi untuk meningkatkan kemampuannya. Selain mulai terlibat dalam menangani perkara-perkara hukum, ia juga rajin memperdalam ilmu dan wawasannya dengan membaca koleksi buku-buku ayahnya yang begitu banyak. Dan ketika sang ayah mengangkatnya sebagai Managing Partners, kepercayaan itu menambah motivasinya untuk menempa diri. Tahun 2001, ketika Gani Djemat meninggal dunia, Humphrey pun sepenuhnya memegang tanggung jawab memimpin perusahaan. Meski mengaku sempat kaget memikul tanggung jawab besar, komitmennya untuk meneruskan perjuangan sang ayah mendorongnya untuk mencurahkan seluruh perhatiannya. Dan untuk memastikan semua berjalan dengan baik, ia pun mempertahankan prinsip-prinsip sang mentor; profesionalime, integritas dan nilai-nilai pengabdian. Peraih gelar LL.M dari Southern Methodist University, Dallas, Texas – AS ini pun kemudian kerap kali menangani perkara-perkara hukum masyarakat kurang mampu yang terbelit perkara hukum. Dari pengalaman-pengalamannya itu, Humphrey semakin menyadari bahwa begitu banyak yang sebenarnya dapat dilakukan advokat untuk memberikan kontribusi kepada masyarakat. Apalagi adanya stigma di masyarakat bahwa advokat sebagai bagian dari penegakan hukum juga menjadi bagian dari carut-marut kondisi penegakan hukum di Indonesia. Hal itu pula yang semakin memotivasi Humphrey untuk lebih aktif di organisasi
560
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Asosiasi Advokat Indonesia (AAI). Selain memperluas jaringan untuk memberi pelayanan hukum kepada masyarakat yang membutuhkannya, melalui AAI ia berharap dapat lebih berkontribusi dalam membina advokat-advokat muda yang profesional, berintegritas dan memiliki semangat pengabdian. Dan ketika kemudian ia terpilih sebagai Ketua Umum AAI tahun 2010, Humphrey pun mencanangkan motto “AAI membangun Advokat Pejuang”. Selain melalui pendidikan dan pelatihan advokat, ia juga membawa AAI untuk terjun ke masyarakat guna memberikan pelayanan hukum bagi kalangan tidak mampu yang membutuhkan bantuan hukum. Humphrey mengambil langkah cepat. Ketika tahun 2011 ia terpilih sebagai anggota dan juru bicara Satgas TKI (Satuan Tugas Penanganan Kasus WNI/TKI di luar negeri yang terancam hukuman mati), ia segera menggerakan AAI untuk memberi bantuan hukum secara cuma-cuma kepada para TKI dan bekerjasama dengan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI). Pada akhir Mei 2012, AAI dibawah kepemimpinannya juga kembali memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma kepada 5.889 TKI Bermasalah (TKIB) dengan membuka posko AAI di Balai Pendataan Kepulangan (BPK) TKIB di Selapanjang, Bandara Soekarno-Hatta, selama tiga bulan berturut-turut dalam waktu 24 jam/hari tanpa jeda. Dan dalam program pendampingan itu, para TKIB berhasil memperoleh total klaim asuransi senilai hampir 5 milyar rupiah. Sebagaimana sering diberitakan, banyak TKI yang mengalami perlakuan tidak manusiawi ketika tiba di tanah air setelah diperlakukan tidak manusiawi pula di luar negeri. Pendidikan TKI yang rendah memang menjadi masalah utama. Misalnya, ketika tiba di tanah air dan melakukan wawancara dengan pihak asuransi, mereka menjadi pusing dan memilih segera bisa pulang untuk bertemu keluarga. Dengan didamping anggota AAI, klaim asuransi cair hanya dalam waktu 5 – 10 menit, karena posisinya menjadi seimbang antara pihak asuransi dan TKI yang didampingi advokat. “Sebagai bentuk terima kasih, mereka ada yang ingin memberikan sesuatu seperti kurma yang dibawa dari Arab Saudi atau membagi uang hasil klaim asuransi. Tetapi, saya tegas menyatakan ‘jangan, kita zero menerima sesuatu!’ Ini untuk menunjukkan komitmen kuat dari AAI dan supaya tidak ada fitnah,” tutur Humphrey. Setelah berhasil mendampingi TKI Bermasalah, AAI yang dipimpinnya kemudian bekerjasama dengan KADIN untuk melakukan pendampingan bagi pelaku usaha kecil menengah (UKM), baik dalam hal pemberian konsultasi hukum maupun pembelaan hukum. Berikutnya, AAI juga akan memberikan bantuan hukum cuma-cuma kepada para petani, nelayan dan buruh. “Untuk mewujudkan advokat pejuang di dalam tubuh AAI harus ada sinergitas antara pendidikan, kaderisasi, bantuan hukum, dan pengabdian. Dengan konsepsi ini, AAI tidak akan menjadi sekadar organisasi pengelola kursus pendidikan atau hanya legitimasi pendidikan advokat. AAI adalah kawah candradimuka, pencetak dan pembangun advokat-advokat muda bermental pejuang,” pungkas Humphrey Djemat penuh optimisme.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
561
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PRAKTISI & PIMPINAN PERUSAHAAN (Konsultan Hukum)
Insan Budi Maulana (FHUI 1986)
Partner Pendiri Kantor Hukum Maulana & Partners
Membangun Kesadaran Pentingnya HKI Prof. Dr. Insan Budi Maulana SH, LLM adalah seorang pakar dibidang hak kekayaan intelektual (HKI) dan hukum persaingan usaha. Kiprahnya dalam membangun kesadaran publik terhadap pentingnya HKI ditempuh melalui berbagai cara---sebagai advokat yang merupakan salah satu elemen penegakan hukum, sebagai Staf Ahli perumus RUU dibidang HKI, sebagai pendidik di berbagai universitas, sebagai nara sumber di berbagai forum seminar, dan sebagai penulis produktif dalam bentuk artikel dan buku. Sebagai advokat, Insan Budi adalah partner pendiri kantor hukum Maulana & Partners. Ia merupakan salah satu advokat terbaik Indonesia dibidang Hak Kekayaan Intelektual (HKI), dan sangat berpengalaman menangani pekerjaan terkait HKI, diantara perlindungan merek dagang (trademark), desain industri, hak cipta dan paten, termasuk juga penegakan hukum hingga ke proses pengadilan. Dan pada edisi 2006/2007, The Asia Pacific Legal 500 memilih Insan Budi Maulana sebagai ‘leading individual’ dalam praktek hukum dibidang Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia. Sebagai seorang advokat dan konsultan HKI, Insan Budi tercatat sebagai anggota Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN), anggota Asosiasi Konsultan HaKI Indonesia, anggota International Association for the Protection of Industrial Property (AIPPI), anggota Asian Patent Attorneys Association (APAA), anggota Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM) dan anggota Inter-Pacific Bar Association. Selain itu, ia juga tercatat sebagai pendiri Indonesian Intellectual Property Society (IIPS), Foundation of IP Studies in Indonesia (FIPSI) and Yayasan Klinik HAKI. Mengenyam pendidikan di Fakultas Hukum UI dan lulus sarjana tahun 1986, Insan Budi kemudian memperoleh bea siswa monbusho dari pemerintah Jepang sebagai research student di Fakultas Hukum Universitas Kagawa, Takamatsu, Jepang (September 1998-Maret 1990). Kemudian ia menyelesaikan program Lex Legibus Master (L.L.M) dari Fakultas Hukum Universitas Kobe, Jepang, pada tahun 1992. Pada tahun 1998, ia berhasil menyelesaikan program doktornya juga dari Fakultas Hukum Universitas Kobe (Kobe Daigaku). Selain itu, Insan Budi juga beberapa kali menerima beasiswa dari Max Planck Institut, Munich, Jerman sebagai guest researcher dibidang hak kekayaan intelektual dan antimonopoli pada tahun 1994, 1996, dan 1997. Berkat kepakaran dan pengalamannya yang luas tentang HKI, Insan Budi diminta menjadi Staf Khusus Menteri Hukum Dan HAM dan anggota Tim Pakar Kementerian Hukum dan HAM untuk bidang hak kekayaan intelektual dari tahun
562
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
1998 sampai tahun 2004. Pada kurun waktu tersebut, ia juga pernah menjadi anggota Tim Perancang RUU Rahasia Dagang, RUU Desain Industri, dan RUU Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu yang kemudian menjadi UU Rahasia Dagang Nomor 29 Tahun 2000, UU Desain Industri Nomor 30 Tahun 2000, dan UU Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu Nomor 31 Tahun 2000. Beliau pun pernah menjadi anggota Tim Perancang Revisi UU Hak Cipta Nomor 12 Tahun 1997, UU Paten Nomor 13 Tahun 1997, dan UU Merek Nomor 14 Tahun 1997. UU itu kemudian menjadi UU Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002, UU Paten Nomor 14 Tahun 2001, dan UU Merek Nomor 15 Tahun 2001. Selain sebagai advokat, konsultan HKI dan pernah menjadi Staf Khusus Menkumham serta anggota tim pakar hukum Menkumham (1999-2004), Insan Budi juga giat mentrasfer ilmu dan pengalaman melalui bidang pendidikan. Ia tercatat sebagai dosen di Program Notariat Fakultas Hukum UI sejak tahun 1999 untuk mata kuliah HKI, sejak tahun 2001 mengajar mata kuliah Hukum Bisnis di Program Magister Akuntansi Pendidikan Profesi Akuntansi Fakultas Ekonomi UI, sejak tahun 2000 mengajar HKI dan Persaingan usaha tidak sehat di Fakultas Hukum Universitas Krisnadwipayana, program Magister Hukum di Fakultas Hukum Universitas Surabaya, Program Doktoral di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, dan pernah juga mengajar di Program MAKSI Fakultas Ekonomi Universitas Riau dan IBII, Jakarta. Selanjutnya pada tahun 2007, Insan Budi dikukuhkan sebagai Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Krisnadwipayana. Selain di Indonesia, Insan Budi juga memberikan kuliah umum di Fakultas Hukum Universitas Doshisha, Kyoto pada tanggal 30 September 2013 dan di Fakultas Hukum Universitas Hanyang, Seoul pada tanggal 16 Desember 2013. Perjuangannya untuk membangun kesadaran masyarakat tentang HKI terus ia jalankan melalui berbagai cara. Ia kerap menjadi narasumber di berbagai seminar, khususnya tentang HKI dan hukum persaingan usaha. Ia juga sangat aktif menyampaikan gagasan-gagasan dan pemikirannya baik dalam bentuk artikel ilmiah yang dimuat di jurnal dalam maupun luar negeri maupun dalam bentuk buku. Diantara sekitar 20 judul buku yang telah diterbitkan adalah Problematika Bisnis Hak Cipta, Paten, Merek, dan Franchise (1993), Undang-Undang HaKI Indonesia (2004), Lindungi HaKI Sekarang Juga (2005), Politik dan Manajemen Hak Kekayaan Intelektual (2009), A-B-C Desain Industri: Teori dan Praktek di Indonesia(2010). Selain itu, Insan Budi juga salah satu kontributor pada buku Patent Claim, Interpretation, Global Edition 2012/2013 dengan Edward E. Manzo sebagai pimpinan editornya, dan salah satu kontributor pada buku Kyōsōhō no Riron to Kadai (Teori Persaingan dan Masalah) dalam rangka 70 tahun Prof. Akira Negishi, Guru besar Fakultas Hukum Universitas Kobe, Jepang yang diterbitkan oleh Yuhikaku, Jepang, 2013, dengan judul: The Implementation of Antimonopoly Law in Indonesia, First Decade -Thereafter.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
563
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Kartini Muljadi (FH UI 1958) Pendiri Kantor Hukum Kartini Muljadi & Rekan
Antara Karir dan Pengabdian Sosial Kesuksesan bukan hanya diukur dengan seberapa tinggi seseorang mampu meraih prestasi, atau seberapa banyak seseorang dapat mengumpulkan kekayaan, melainkan semestinya juga diukur seberapa tinggi kemanfaatan dan kepeduliannya pada masyarakat. Kartini Muljadi sangat pantas disebut sebagai wanita sukses, bukan hanya karena banyak prestasi yang telah dia capai, melainkan juga karena banyak kegiatan sosial kemasyarakatan yang terus dia lakukan. Sejak beberapa lama dia menjabat Ketua Pengurus Yayasan Kesehatan Sumber Waras yang berdiri sudah lebih dari 50 tahun dan sekarang mengusahakan untuk mendirikan rumah sakit baru untuk menggantikan Rumah Sakit Sumber Waras yang lama. Lahir di Surabaya pada tanggal 17 Mei 1930. Ayah Kartini, Bapak Budi Tjahjono, menjabat sebagai kepala pembukuan di Algemene Nederlandsch Indische Electriciteit Maatschappij (ANIEM) yang sekarang bernama Perusahaan Listrik Negara dan ibunya yang bernama Ibu Marianne Han, adalah seorang guru. Sebagai seorang keturunan Tionghoa, ayahnya memutuskan untuk memenuhi prosedur hukum untuk disamakan haknya dengan orang Eropa dengan maksud agar putera-puterinya dapat masuk sekolah yang pada waktu itu dikhususkan untuk anak keturunan Belanda. Karenanya, Kartini dan adiknya diperkenankan untuk masuk sekolah yang hanya menerima anak-anak Belanda. Maksud dan tujuannya antara lain dalam cara pendidikan anak-anaknya terekam kuat di ingatan Kartini, yang kemudian memotivasi dirinya untuk membuktikan bahwa dirinya pun dapat memberi kontribusi berguna bagi masyarakat dan bangsa Indonesia. Sempat kuliah di perguruan tinggi di Surabaya dan Yogyakarta, Kartini kemudian pindah ke Jakarta untuk masuk Fakultas Hukum dan Ilmu Pengetahuan Kemasyarakatan Universitas Indonesia. Di sela-sela kuliahnya, dia bekerja di Perhimpunan Sosial Tjandra Naya yang maksud tujuannya adalah menyelenggarakan pendidikan serta pelayanan kesehatan bagi masyarakat yang kurang mampu. Dan aktivitasnya dalam kegiatan sosial di Tjandra Naya tidak hanya menajamkan kepekaannya terhadap kesulitan-kesulitan yang dihadapi masyarakat Indonesia, melainkan juga memperluas pengalaman pengabdiannya kepada masyarakat. Kartini meraih gelar sarjana hukum dalam tahun 1958, pada saat itu Kartini telah mempunyai 2 anak. Kartini kemudian memutuskan berkarir di bidang Kehakiman dan diangkat sebagai Hakim pada Pengadilan Negeri Istimewa Jakarta, dimana dia ditugaskan untuk menangani perkara pidana, perdata dan kepailitan. Pada saat Kartini mulai tugasnya di Pengadilan, para Hakim warga negara Belanda baru mengundurkan diri dan digantikan oleh Hakim warga negara Indonesia. Setelah suaminya yang bernama Djojo Muljadi SH, semasa hidupnya Notaris, berkedudukan di Jakarta, meninggal dunia dalam tahun 1973, Kartini mengundurkan diri sebagai Hakim, karena merasakan bahwa pendapatannya sebagai Hakim yang berstatus Pegawai Negeri Sipil tidak akan cukup untuk
564
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PRAKTISI & PIMPINAN PERUSAHAAN (Konsultan Hukum)
membiayai keluarganya. Setelah menempuh dan lulus ujian negara untuk notariat, Kartini diangkat sebagai Notaris berkedudukan di Jakarta dan mulai mengajar mata kuliah perdata dan hukum acara perdata di beberapa fakultas hukum di Jakarta. Konsistensi dan komitmennya yang tinggi dalam memberi pelayanan terbaik sebagai Notaris, menjadikannya sebagai notaris papan atas, yang menjadi rujukan perusahaan-perusahaan besar pada tahun 1970-an dan 1980-an. Tahun 1990, setelah mengundurkan diri lebih dini dari jabatannya sebagai Notaris, Kartini mendirikan kantor pengacara dan konsultan hukum dengan nama Kartini Muljadi & Rekan. Kantor hukumnya pun berkembang pesat; tidak hanya perusahaan-perusahaan besar nasional namun juga perusahaan multinasional, yang menjadi langganannya. Demikian juga Kartini bertindak sebagai konsultan hikum bagi instansi dan lembaga pemerintah maupun lembaga internasional yang berkantor di Jakarta. Ketika terjadi badai krisis keuangan tahun 1997/1998, Kartini terlibat aktif dalam memberikan bantuan hukum untuk membangkitkan sektor perbankan yang terpuruk. Dia diangkat sebagai anggota tim yang bertugas memberikan nasehat hukum pada Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) serta memberikan pendapat hukum dan rekomendasi kepada instansi pemerintah terkait, memprakarsai Master Settlement dan Master Refinancing Agreement antara BPPN dan para pemegang saham bank-bank bermasalah. Karena kerja kerasnya Kartini turut membangkitkan kembali sektor keuangan, khususnya menggiatkan kembali pasar modal di Indonesia. Kartini menerima penghargaan dari Ibu Megawati Soekarno Putri yang pada saat itu menjabat Presiden Republik Indonesia dengan memberikan kepada Kartini penghargaan Capital Market Life Time Achievement Award pada tahun 2004. Kini, di usianya yang menginjak 82 tahun, dia tetap bersemangat menjalankan kegiatan-kegiatan sosial kemasyarakatan. “Tuhan menciptakan manusia dengan tujuan yang baik. Maka kita, manusia, harus melakukan hal-hal yang baik,” ungkap ibu empat orang anak dan nenek sembilan cucu ini. Kartini masih ikut merencanakan pendirian rumah sakit baru yang memenuhi persyaratan ilmu kedokteran yang terkini agar dapat memberi manfaat bagi masyarakat luas, khususnya masyarakat Indonesia. Kegiatannya di Perhimpunan Sosial Tjandra Naya memberinya ruang untuk menyalurkan jiwa sosialnya --- khususnya di Yayasan Kesehatan Sumber Waras yang menaungi Rumah Sakit Sumber Waras, yang salah satu pendirinya adalah suami Kartini. Rumah Sakit Sumber Waras didirikan dengan tujuan untuk memberi pertolongan medis kepada mereka yang membutuhkan tanpa memandang golongan atau kaya-miskinnya. Pada masa sulit tahun 1960-an dan hingga kini tujuan itu tetap dipertahankan. Rumah Sakit Sumber Waras juga berfungsi sebagai “teaching hospital” untuk Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanegara. Terakhir Kartini tercatat sebagai Ketua Pengurus Yayasan Kesehatan Sumber Waras. Di organisasi profesi, Kartini juga aktif dalam berbagai aksi sosial, diantaranya sebagai Ketua Dewan Penasehat Bantuan Hukum PERADI, yang banyak memberikan bantuan hukum kepada masyarakat tidak mampu yang terlibat kasus hukum. Ikatan emosionalnya yang kuat terhadap almamater layak dicontoh. Kartini aktif mendukung programprogram untuk kemajuan Universitas Indonesia. Diantaranya Kartini pernah menjabat anggota Majelis Wali Amanat Universitas Indonesia (2002-2007) dan menjadi Ketua Majelis Wali Amanat Universitas Indonesia (2004-2007). Bersama Rektor Universitas Indonesia Prof Usman Chatib Warsa dan Guru Besar Universitas Indonesia lainnya, Kartini mendirikan Yayasan Daya Bhakti Pendidikan Universitas Indonesia yang bergerak di bidang sosial kemanusiaan, terutama membimbing calon-calon pemimpin bangsa. “Jangan sampai kacang lupa akan kulitnya,” Kartini titip pesan. “Alumni Universitas Indonesia harus selalu ingat almamaternya. Setelah lulus, bekerja dan berhasil, ingatlah kelangsungan kehidupan Universitas Indonesia dan berbuatlah sesuatu yang berguna bagi peningkatan mutu dan kelangsungan Perguruan Tinggi Universitas Indonesia. Itu pasti membuat hidup Anda berarti.”
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
565
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PRAKTISI & PIMPINAN PERUSAHAAN (Konsultan Hukum)
M Husseyn Umar (FH UI 1957)
Wakil Ketua dan Arbiter Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI)
Buku, Pesta dan Cinta Lahir di Medan, 21 Januari 1931, Husseyn Umar diterima masuk Fakultas Hukum UI tahun 1952. Kecintaannya pada dunia sastra dan kerja jurnalistik membuat Husseyn aktif sebagai redaksi koran MAHASISWA. Selain itu, dia juga dikenal sebagai sastrawan yang produktif, karya-karyanya banyak menghiasi majalahmajalah sastra, disamping aktif sebagai penyiar radio RRI studio Jakarta. Aktivitasnya sebagai jurnalis kampus semakin menjadi, diantaranya karena mendapat dukungan penuh Presiden UI Prof Bahder Djohan untuk menghidupkan kegiatan-kegiatan intra-universiter mahasiswa yang bersifat sosial kultural. Koran kampus diharapkan dapat menjadi media efektif untuk mempromosikan kegiatan intra-universiter, mengingat ketika itu kegiatan-kegiatan mahasiswa umumnya dilakukan di luar lingkungan kampus di organisasi-organisasi yang beberapa diantaranya berafiliasi dengan partai politik. Husseyn menjiwai dan mencintai betul kehidupan mahasiswa. Ketika Dewan Mahasiswa dipimpin Emil Salim, Husseyn menjadi Ketua Bagian Kesenian. Untuk menciptakan rasa persatuan intra-universiter, dia menyarankan kepada rekan-rekannya di Dewan Mahasiswa untuk menciptakan mars dan himne kemahasiswaan. Gagasannya disambut baik oleh rekan-rekannya dan juga didukung oleh Prof Bahder Djohan. Maka dia pun menciptakan dua buah puisi yang dijadikan lirik lagu “Genderang Mahasiswa” dan “Himne Mahasiswa”, yang kemudian diperkenalkan pada Dies Natalis UI bulan Februari 1957. Mars “Genderang Mahasiswa” begitu fenomenal ketika itu dan dianggap mencerminkan kehidupan kemahasiswaan yang sebenarnya. Salah satu liriknya, “Buku, pesta, dan cinta, itulah hidup mahasiswa” terasa menggugah semangat, bahwa sebagai mahasiswa harus penuh dengan intelektualitas yang disertai dengan keceriaan hidup dan optimisme. Sayang, lirik yang melegenda itu kemudian harus dihapus dan diganti dengan kata-kata yang menyangkut Ampera. Konon Presiden Soekarno tidak menyukai kata “pesta dan cinta” yang dianggap kebarat-baratan.
Pada tahun 1969–1974, Husseyn menjadi Atase Maritim dan Perhubungan pada Kedutaan Besar RI di Negara Belanda dan kemudian diangkat sebagai Direktur Utama PT (Persero) Pengembangan Armada Niaga Nasional (PT PANN) 1974–1979 dan sebagai Direktur Utama PT (Persero) Pelayaran Nasional Indonesia (PELNI) 1979–1984. Kemudian tahun 1986–1988, dia bertugas pada Sekretariat United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD) di Jenewa sebagai Sectoral Adviser on Shipping, Ports, Multimodal Transport and Maritime Legislation.Husseyn juga tercatat sebagai anggota Panel of Arbitrators and Conciliators pada International Center for Settlement of Investment Disputes (ICSID), Washington D.C. Memasuki masa pensiun di Departemen Perhubungan, Husseyn berencana menghabiskan waktunya untuk menulis tentang pengalaman dan keahliannya dibidang hukum maritim, serta kecintaannya pada dunia sastra. Tetapi dia tidak bisa menolak ketika Sanitioso SH yang juga pensiunan Departmen Perhubungan mengajaknya bergabung di Ali Budiardjo, Nugroho, Reksodiputro (ABNR) yang dilakoninya hingga sekarang. Saat ini, selain dipercaya sebagai Wakil Ketua dan Arbiter Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI), Husseyn juga pernah menjadi pengajar Hukum Maritim pada Fakultas Pasca Sarjana Universitas Indonesia dan Hukum Pengangkutan pada Fakultas Hukum Universitas Tarumanegara. Dia merupakan anggota Ikatan Konsultan Hukum Indonesia dan Inter Pacific Bar Association (IPBA), anggota Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI), Penasehat PERADIN dan Anggota Kehormatan Ikatan Nakhoda Niaga Indonesia. Di samping itu, Husseyn juga menjadi Penasehat Persatuan Pelayaran Niaga Indonesia (INSA), Lembaga Bina Hukum Laut Indonesia, dan Dewan Pengapalan Indonesia (Depalindo), Ketua Departemen Perhubungan Kompartemen Jasa KADIN Indonesia (1980–1983), Anggota Panitia Pertimbangan Bursa Komoditi Indonesia (1989–1995), Wakil Ketua II Forum Pemerhati Perhubungan Laut dan Ketua Dewan Pengurus Yayasan Pusat Dokumentasi Sastra H. B. Jassin.
Karena ikatan dinas, usai diwisuda tahun 1957, Husseyn harus bekerja di pemerintahan dan memilih Departemen Perhubungan untuk memulai karir. Pada kurun waktu 1960–1969 memangku berbagai jabatan di Departemen Perhubungan, khususnya di Direktorat Jenderal Perhubungan Laut antara lain sebagai Kepala Bagian Hukum, Direktur Badan Pimpinan Umum Perusahaan Maritim Negara, Direktur Bina Usaha Dlrektorat Jenderal Perhubungan Laut dan Asisten Utama Pembantu Menteri Perhubungan Laut Urusan Khusus.
566
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
567
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PRAKTISI & PIMPINAN PERUSAHAAN (Konsultan Hukum)
Nono Anwar Makarim (FH UI 1973) Partner Pendiri Kantor Hukum Makarim & Taira S
Bukan Kelerengnya, Tapi Permainannya “Saya bilang, ‘kamu ingin menyetir Mercedez?’ Saya tunjukkan gambargambarnya. Saya bilang, ‘ BMW juga bagus. Kalau kau suka barang-barang ini dan kau cerdas dan pintar kau akan dapat dan jadi lawyer yang baik. Tapi kau tidak akan jadi bintang. Kau akan jadi bintang hanya kalau ini tidak penting lagi karena kau menikmati proses, kau betul-betul terkesima pada kreativitas dalam penelitian dan pengungkapan nasihat-nasihat kepada klien. Jadi yang mesti dikejar bukan tujuannya, tapi perjalanannya. Bukan kelerengnya, tapi permainannya.”
dan eksistensinya. Nono memang tidak lagi “bermain kelereng”, dia kini menikmati hasil dari “permainannya” yang gemilang.
Itulah kata-kata yang rutin disampaikan Nono Anwar Makarim setiap menghadapi lawyer-lawyer baru di kantor hukum Makarim & Taira S. Bagi Nono, cinta pada profesi adalah sebuah keharusan, dan tujuan menjadi lawyer bukanlah sekedar ingin mendapat penghasilan besar. Rasa cinta pada profesi akan membuat seseorang menghayati dan terus termotivasi untuk menggali potensi diri, untuk mengaktualisasikan kemampuan, untuk memberi pelayanan sepenuh hati.
Dengan harapan bisa menjadi dosen di almamaternya, FHUI, Nono segera berangkat ke AS untuk kuliah di Harvard Law School. Setelah berhasil meraih gelar master (LL.M) tahun 1975 dan gelar doktor (SJD) tahun 1978 dari universitas terkemuka di dunia, Nono pun pulang ke Indonesia dan berharap bisa diterima menjadi dosen di FHUI. Harapannya kandas, terbentur aturan birokrasi bahwa untuk menjadi dosen harus berstatus pegawai negeri.
“Kalau ada klien kirim faks dengan problemnya, meski kita belum punya jawabannya itu wajib kita jawab. Bilang bahwa kita sudah terima you punya faks, kita sudah mengerti maksudnya dan sekarang belum bisa memberikan jawaban karena harus melakukan riset. Pada hari itu kira-kira minggu depan kita akan berikan opini. Kalau terdesak waktu dua hari sebelumnya klien akan diberi tahu. Seseorang yang punya problem dalam keadaan ‘susah’ kalau jawaban begitu meyakinkan dia merasa tentram. Empati!” tegas Nono. Selain itu, ada lagi satu prinsip yang dia pegang teguh, yaitu menepati janji. Dia pantang melanggar janji menyelesaikan pekerjaan kepada kliennya. Prinsip itu dia pelajari dari pengacara Australia, Peter Church. “Ini adalah etika dari praktik (hukum), kalau janji jam sekian mesti jam sekian...biar blood and tears”. Prinsip-prinsip itulah yang dia terapkan secara konsisten dalam membesarkan kantor hukum Makarim & Taira, yang dia dirikan bersama Frank Taira pada tahun 1980, setelah berkarir sebagai lawyer setahun sebelumnya di Adnan Buyung Nasution & Partners. Hebatnya, hanya dalam tempo satu tahun, Makarim & Taira sudah mulai bisa mengekor MKK yang menjadi barometer dan standar kualitas kantor hukum ketika itu.
Putra Drs. Anwar Makarim yang lahir di Pekalongan tahun 1939 ini awalnya tidak bermimpi menjadi seorang pengacara. Aktivis angkatan 66 dan pemimpin redaksi sekaligus penerbit Harian KAMI ini bercita-cita menjadi penulis dan peneliti. Kegiatan jurnalis dan penelitian itu pula yang membuat Nono menjadi “mahasiswa abadi” di Fakultas Hukum UI, baru bisa merampungkan studinya tahun 1973, setelah 15 tahun tercatat sebagai mahasiswa.
Setelah mengurangi kegiatan sebagai pengacara, jiwa aktivis Nono kembali tergugah. Dia kembali aktif bergiat dibidang sosial kemasyarakatan. Tahun 1993, Nono bersama rekanrekannya mendirikan Yayasan Bambu Indonesia, bertujuan untuk memberdayakan lahan-lahan kritis dan tandus menjadi kawasan hijau. Masih dibidang lingkungan, pada tahun yang sama, Nono memprakarsai berdirinya Yayasan Biodiversitas Indonesia. Kekaguman Nono pada para mahasiswa Harvard yang cerdas mendorongnya untuk berusaha membesarkan Yayasan Aksara, yang bertujuan menjadi tempat berkumpulnya para intelektual dan orang-orang cerdas untuk berpikir, berdiskusi dan berbagi ilmu pengetahuan. Dibalik semua kesuksesan yang telah diraih, di usianya yang mulai senja, Nono merasa terobsesi untuk mewujudkan impian lamanya; menulis buku. Dari pengamatannya, hampir semua buku yang ditulis orang Indonesia merupakan kumpulan artikel dan antologi. “Saya inginnya berkesinambungan, sustain mengenai suatu masalah. Mudah-mudahan berhasil”, pengagum komposer klasik Mozart ini berharap.
Kemampuan Nono meyakinkan dan memotivasi para lawyer di kantornya berhasil menempatkan Makarim & Taira sebagai kantor hukum papan atas di Indonesia. Dan kini, meskipun tidak lagi aktif sebagai pengacara, pondasi kokoh dibangunnya membuat Makarim & Taira mampu mempertahankan kredibilitas
568
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
569
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PRAKTISI & PIMPINAN PERUSAHAAN (Konsultan Hukum)
Pradjoto (FH UI 1981)
Partner Pendiri Kantor Hukum Pradjoto & Associates
Pendobrak Mega Skandal Bank Bali Pradjoto adalah nama yang tidak asing lagi, sosoknya kerap muncul di berbagai media massa dengan pernyataan-pernyataan lugas, tajam dan bernyali--khususnya apabila ada permasalahan dibidang hukum perbankan. Namanya melejit dan menjadi ikon perubahan didalam tata kelola perbankan nasional ketika dengan nyali besarnya membongkar kasus Skandal Bank Bali pada tahun 1999. Lahir di Bandung, 7 Maret 1953, Pradjoto dibesarkan dalam keluarga sederhana. Ayahnya, Djamal Ali, adalah salah seorang pendiri Harian Pikiran Rakyat, Bandung, dan menjadi dosen di Fakultas Hukum Unpad. Dari sang ayah, Pradjoto banyak memperoleh bekal filosofi hidup. “Setiap saya bertanya, ayah menjawabnya seperti seorang dosen. Apa adanya, penuh filsafat, disertai tutur bahasa yang indah,” kenang Pradjoto. Usai tamat SMA tahun 1973, Pradjoto memilih melanjutkan kuliah di Fakultas Hukum UI. Diwisuda tahun 1981, dia mengawali karir di Bank Pembangunan Daerah (BAPINDO). Saat itulah dia mulai tertarik dengan bidang ekonomi. Tahun 1985, memperoleh beasiswa dari Monbusho, Pradjoto kuliah di Kyoto University dan berhasil meraih gelar Master of Arts dibidang Foreign Direct Investment pada tahun 1988. Kemudian dia mendapat beasiswa lanjutan dari Japan Society for the Promotion of Science untuk mengambil program doktor di universitas yang sama. Sempat pulang ke Indonesia dan meminta keringanan kepada BAPINDO agar dia bisa menyelesaikan disertasinya. Awalnya BAPINDO tidak keberatan, tetapi dia hanya menerima gaji pokok. Namun 3 bulan kemudian, gaji pokok itu tidak diberikan lagi alias diberhentikan. Dia pun harus berjuang sendiri membiayai hidup, yang membuat penyelesaian disertasinya terus tertunda. Tahun 1994, dengan modal bantuan dari seorang temannya sebesar Rp 10 juta, Pradjoto mendirikan kantor konsultan hukum Pradjoto & Associates dan menyewa ruang seluas 25 meter persegi di gedung Kartika Chandra. Klien pertamanya adalah seorang ibu rumah tangga yang meminta bantuan mengurusi sejumlah perjanjian bisnis yang terpaksa dia terima di lobby gedung karena merasa kantornya tidak memadai. Mengandalkan semangat, komitmen tinggi dan kerja keras, konsultan hukum yang didirikannya berkembang pesat. Perannya pun tidak sebatas sebagai konsultan hukum, Pradjoto berusaha memberikan kontibusi terbaiknya bagi masyarakat melalui pemikiran-pemikiran dan analisis-analisisnya yang tajam dibidang hukum perbankan.
570
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Tonggak sejarah penting dalam hidupnya adalah ketika terjadi penyimpangan hukum kasus Bank Bali. Dia tidak serta merta bertindak, butuh waktu dua minggu untuk merenungkannya. Dia paham betul bahwa dia akan mempertaruhkan keselamatan dirinya dan keluarga, mengingat yang terlibat adalah orang-orang kuat di lingkar kekuasaan, diantaranya adalah Djoko S Tjandra dan Setya Novanto yang menjadi Wakil Bendahara Golkar. Akhirnya, kecintaannya pada nasib bangsa melebihi kecintaannya pada diri sendiri dan keluarga. “Saya tidak punya pretensi apa-apa, lebih-lebih pretensi politik. Saya ingin perbankan dibersihkan dari praktik-praktik mediasi seperti itu,” katanya kepada Majalah Tempo. “Kalau pun saya harus menghadapi kematian. Maka saya tahu persis bahwa Ibu Pertiwi akan memeluk jasad saya dengan senyum kebahagiaan” Dalam sebuah seminar di Hotel Millenium, hari Jum’at tanggal 30 Juli 1999, pukul 10 pagi, sebagai pembicara Pradjoto membongkar habis praktek kotor percaloan tagihan antar bank yang terjadi di Bank Bali dan melibatkan perusahaan yang diduga melibatkan beberapa tokoh. Praktek seperti ini, menurut Pradjoto harus segera dihentikan karena memberikan gangguan yang luar biasa terhadap pengorbanan bangsa dalam program rekapitalisasi perbankan. Lagipula, apabila tidak segera dibongkar, direncakan pada hari Senin (2 Juli 1999), beberapa orang makelar tersebut akan menandatangani perjanjian “percaloan” serupa dengan bankbank bermasalah lainnya, yang total tagihannya mencapai Rp 38 triliun. Seperti yang diperkirakan, “nyanyian” Pradjoto tak ubahnya bom dahsyat yang meledak tibatiba, Indonesia pun goncang. Di awal era Reformasi dan masa-masa sulit, skandal yang dilakukan orang-orang di sekitar istana itu sungguh menjadi ironi besar. Juga seperti yang diperkirakan, Pradjoto dan keluarganya menerima berbagai macam teror dan intimidasi. Bahkan dia harus berkantor di rumah berhari-hari, karena jiwa keluarganya yang terancam. Tetapi kemudian dukungan masyarakat yang luar biasa mampu menyelamatkan Pradjoto dan keluarganya. Dan tindakannya yang berani berhasil menyelamatkan uang negara hingga Rp 19 triliun. Pada tahun itulah ILUNI UI memberikan penghargaan sebagai alumni UI yang membanggakan. Berkat komitmennya yang tinggi terhadap penegakan hukum dan kompetensinya dibidang hukum perbankan, tahun 2000 Pradjoto dipercaya sebagai Anggota Komisi Hukum Nasional RI dan Anggota Komisi Ombudsman Nasional. Tahun 2001, dia diangkat menjadi Anggota Tim Gabungan Tindak Pidana Korupsi dan Ketua Ombudsman BPPN. Tahun 2003 dan 2004, menjadi anggota Tim Independen Divestasi Bank Danamon dan Bank Permata serta anggota Tim Panel Arsitektur Perbankan Indonesia (API). Pada tahun 2005, ditunjuk sebagai tenaga ahli Kejaksaan Agung RI. Pada periode tahun 2002 sampai dengan bulan September 2006 beliau menjabat sebagai Komisaris di Bank International Indonesia kemudian mengundurkan diri untuk melanjutkan tugas menjadi Komisaris di Bank Mandiri sejak 2005 sampai dengan saat ini.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
571
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PRAKTISI & PIMPINAN PERUSAHAAN (Konsultan Hukum)
Rahmat S.S. Soemadipradja (FH UI 1964)
Partner Pendiri Kantor Hukum Soemadipradja & Taher
Mengawal Industri Pertambangan Rahmat Sadeli Soebagia Soemadipradja menyelesaikan kuliahnya di Fakultas Hukum UI tahun 1983 dan kemudian meraih gelar Master of Laws (LLM) dari University of Virginia School of Law, USA. Setelah selama sekitar 4 tahun mengawali karirnya di salah satu kantor hukum papan atas di Indonesia, Rahmat kemudian bergabung sebagai secondment lawyer di salah satu kantor hukum terbaik di Australia, Freehills, yang berkantor pusat di Sidney. Pada tahun 1991, bersama rekannya sesama alumni FH UI yang juga bekerja di Freehills, Hafzan Taher (FHUI 1981), Rahmat mendirikan kantor hukum Soemadipradja & Taher. Dua sekawan ini pun bekerja keras untuk membangun kantor hukum yang benar-benar memahami hukum dan peraturan perundangundangan di Indonesia, termasuk adat dan budaya, lingkungan bisnis dan komersial setempat. Soemadipradja & Taher juga bekerja sama dengan Freehills Australia untuk memberikan bantuan hukum kepada perusahaan-perusahaan multinasional di Indonesia.
panduan yang jelas dan pasti dalam melakukan usahanya. Reputasi Rahmat Soemadipradja dalam menjalankan profesinya diakui baik di dalam maupun di luar negeri. International Who’s Who of Business Lawyers menyebutnya sebagai leading mining lawyer, Chambers Global mencatatnya sebagai leading lawyer dibidang hukum bisnis dan korporat, dan Chambers Asia mengakuinya sebagai salah satu lawyer terbaik dibidang Projects & Natural Resources. Selain itu, The Asia Pacific Legal 500 juga menyebutnya sebagai leading lawyer dibidang korporat, ketenagakerjaan dan energi, sedangkan PLC Which Lawyer menyebutnya sebagai leading lawyer dibidang korporat, restrukturisasi dan kepailitan. Selain sebagai anggota PERADI, Rahmat juga tercatat sebagai anggota Indonesian Mining Association (IMA), International Bar Association, Inter-Pacific Bar Association and Australian Mining and Petroleum Law Association.
Setelah berkarir sebagai lawyer selama lebih dari 26 tahun, Rahmat dikenal sebagai salah satu lawyer terbaik di Indonesia dibidang energi dan sumber daya mineral, khususnya pertambangan. Ia telah banyak memberikan advis-advis hukum baik kepada perusahaan pertambangan nasional maupun internasional untuk seluruh aspek bisnis; termasuk perjanjian kontrak kerja, otorisasi pertambangan dan ijin usaha pertambangan, merger dan akuisisi, divestasi, joint ventures, project financing, akuisisi lahan, kehutanan, dan perlindungan lingkungan hidup. Karenanya, Rahmat banyak mendampingi klien dan pelaku usaha untuk memahami berbagai implikasi dan perubahan kebijakan dan regulasi terkait peraturan perundang-undangan dibidang pertambangan. Tidak dipungkiri, pertambangan merupakan industri yang strategis, keuntungan besar yang juga dibayang-bayangi resiko besar. Dan yang sering menjadi persoalan adalah terkait kepastian hukum, apalagi setelah diberlakukannya desentralisasi dan otonomi daerah. Bagi pemerintah, berbagai persyaratan ketat diberlakukan untuk menghindari berbagai dampak negatif dari usaha pertambangan dan bagaimana usaha pertambangan memberikan kontribusi yang signifikan bagi negara. Dan disitulah pentingnya peran Rahmat Soemadipradja sebagai lawyer, memberikan advis-advis hukum kepada para investor tentang berbagai peraturan perundang-undangan dan berbagai aspek lainnya, agar para investor memiliki
572
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
573
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PRAKTISI & PIMPINAN PERUSAHAAN (Konsultan Hukum)
Sri Indrastuti Hadiputranto (FH UI 1964)
Partner Pendiri Kantor Hukum Hadiputranto Hadinoto & Partners (HHP)
Yang Tidak Disukai Belum Tentu Tidak Hoki Sri Indrastuti Hadiputranto, atau sering dipanggil Tuti Hadiputranto, dikenal sebagai pionir dan pakar dibidang hukum pasar modal di Indonesia. Anehnya, wanita tangguh ini sebenarnya tidak pernah bercita-cita menjadi pengacara atau advokat, melainkan ingin menjadi insinyur, dokter atau ekonom. Tapi impiannya tidak didukung sang ayah, dan akhirnya Tuti harus “kawin paksa” dengan Fakultas Hukum UI pada tahun 1964.
kemudian tercatat sebagai orang pertama yang memperoleh lisensi sebagai konsultan hukum pasar modal pada tahun 1992.
“Bapak bilang kita tak perlu dua insinyur wanita di keluarga,” kenang Tuti, karena kakaknya sudah menjadi insinyur. Celakanya, pendaftaran di Fakultas Ekonomi dan Fakultas Kedokteran sudah ditutup. “Terus terang, masuk sekolah hukum di dua tahun pertama sama sekali nggak enjoy. Tapi saya paksakan, ya sudahlah ini kan kemauan orangtua, sampai saya bilang kalau saya lulus, sertifikatnya buat bapak,” selorohnya.
Tuti mengaku begitu mencintai pekerjaannya, khususnya dibidang pasar modal yang biasanya bekerja dalam satu tim. Selain dapat berbagi beban, bekerja dalam satu tim menjadi menarik karena dia harus bisa bersinergi dengan anggota tim lainnya.
Diwisuda sebagai Sarjana Hukum tahun 1970, Tuti pun tidak tahu harus bekerja apa. Dia merasa tidak mungkin menjadi pengacara, membela klien bersengketa dan beradu mulut di sidang pengadilan. Maka dia sempat berpikir untuk menjadi notaris, hingga kemudian jalan hidup membimbingnya ke kantor hukum Adnan Buyung Nasution & Partners (ABNP). Di ABNP Tuti menemukan cercah harapan, perkara-perkara yang ditangani fokus pada hukum bisnis. “Karena bidangnya benar-benar sangat baru di Indonesia. Bagi saya sangat menantang. Very interesting. Dan tidak berhubungan dengan sengketa. Ini hubungannya dengan bisnis,” ujarnya. Itulah titik awal karir Tuti sebagai commercial lawyer, yang memberinya ruang untuk berkecimpung dibidang ekonomi yang pernah dia impikan, dimana menemukan kembali gairah untuk mencurahkan kemampuan terbaiknya. Tidak lama setelah meraih gelar master dari University of Washington – AS, Tuti mendirikan lawfirm Lubis, Hadiputranto, Ganie, Surowidjojo (LHGS) dan memimpin kantor cabang LHGS di Seattle, Washington, Amerika Serikat pada periode 1986-1989. Pulang kembali ke tanah air, bersama almarhumah Tuti Dewi Hadinoto, dia kemudian mendirikan law firm Hadiputranto Hadinoto & Partners (HHP) tahun 1989 yang memfokuskan diri dibidang hukum korporat dan bisnis. Mulai berkembangnya industri pasar modal pada awal 1990-an merupakan peluang besar bagi Tuti dan HHP dalam membangun eksistensi. Tuti pun
574
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
Berkat kerja keras dan kemampuan menjaga integritas dan independensi, duo Tuti akhirnya berhasil mengokohkan HHP sebagai salah satu law firm terbaik di Indonesia, menjadi mitra yang kredibel bagi pemerintah dan sektor swasta dalam mengembangkan industri pasar modal.
Pengalaman paling berkesan adalah ketika dia terlibat menangani Telkom pada saat melaksanaakan penawaran umum perdana pada 1995-an. Melibatkan 17 konsultan, Tuti dan rekan-rekannya harus bekerja maraton selama sekitar 6 bulan, saling debat dan beradu argumentasi siang malam. Bahkan, dia harus menyediakan vitamin khusus kepada para anggota tim agar tidak ada yang sakit. “Telkom adalah satu-satunya perusahaan Indonesia yang listing di bursa Surabaya, bursa Jakarta, bursa new york, bursa London, dan penawaran umum tanpa listing di Jepang. Itu lima sekaligus pada saat yang sama,” jelas wanita yang dinobatkan sebagai an AsialawLeading Lawyer dibidang capital market and corporate finance dalam Asialaw Leading Lawyers Survey 2005. Kredibilitas dan integritasnya yang tinggi membuat banyak rekannya mendorong Tuti untuk masuk ke Mahkamah Agung, termasuk Dr Daniel S Lev---Indonesianis dari University of Washington. Ada pula pihak yang menawarinya untuk menjadi calon legislatif. Tetapi dia lebih memilih untuk tetap konsisten dengan jalur profesi yang telah dibangunnya sejak 40 tahun lalu. Selain beralasan bahwa hidup yang dijalaninya sangat terbatas, dia mengaku tak akan mampu melawan arus ketika berkiprah di MA atau di legislatif. Namun Tuti tetap berharap bahwa MA dapat melaksanakan diseminasi semua keputusan MA tanpa terkecuali agar mahasiswamahasiswa dan masyarakat dapat membaca dan mengevaluasi keputusan-keputusan tersebut. Dengan transparansi seperti ini semoga mutu keputusan dapat membaik. Bagaimanapun, Tuti senantiasa berusaha memberikan kontribusi terbaiknya dan turut berperan dalam membangun industri pasar modal di tanah air. Sikapnya yang konsisten layak menjadi contoh, khususnya dalam menjaga integritas dan independensi. Hikmah lain yang bisa dipetik, bahwa sesuatu yang tidak kita sukai belum tentu merupakan sesuatu yang sia-sia dan tidak memiliki potensi. Tuti telah mencontohkan, dibidang hukum yang tidak disukai, dia mampu menemukan celah yang menjadi pintu besar bagi karir profesionalnya.
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
575
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PRAKTISI & PIMPINAN PERUSAHAAN (Konsultan Hukum)
Todung Mulya Lubis (FHUI 1974) Aktivis dan Pendiri Lubis Santosa & Maramis Law Firm
Berjuang Dengan “Payung Kemuliaan” Ia dikenal sebagai salah satu pengacara bisnis terkemuka dalam penyelesaian sengketa di Indonesia. Namun demikian, publik lebih mengenalnya sebagai aktivis hukum dan HAM karena keberaniannya membela orang-orang terpinggirkan dan teraniaya yang terjebak dalam “permainan” elit kekuasaan, yang kemudian menjadi inspirasi bagi aktivis-aktivis muda untuk berani melawan kesewenang-wenangan. Pria kelahiran Tapanuli Selatan 4 Juli 1949 ini pada masa remajanya lebih senang belajar seni dan sastra yang diakui mampu menajamkan kepekaan rasa terhadap berbagai hal yang dihadapi. Pengagum Mahatma Gandhi ini pun sempat menerbitkan antologi puisi “Pada Sebuah Lorong” tahun 1968 bersama penyair wanita Rayani Sriwidodo. Tahun 1969, ketika memulai kuliah di Fakultas Hukum UI, jiwa aktivisnya semakin menguat. Debut perlawanannya pada hegemoni kekuasaan dimulai ketika ia dan kawan-kawannya melakukan protes dan menentang pembangunan Taman Mini Indonesia Indah. Ia meyakini ketika itu bahwa meningkatkan taraf hidup guru dan pelayanan publik jauh lebih mendesak dibandingkan taman yang hanya merupakan tiruan dari apa yang telah dibangun Thailand. Ketika peristiwa Malari awal tahun 1974 terjadi, Todung semakin tergugah untuk memperjuangkan idealismenya. Mulai Desember 1973 hingga 14 Januari 1974, ia mengikuti “Asia Pacific Student Leaders Program” yang diselenggarakan Departemen Luar Negeri Amerika Serikat dan pulang ke tanah air ketika temanteman aktivisnya banyak ditangkap dan dipenjara. Jelang lulus kuliah pada tahun yang sama, Todung memutuskan magang di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta. LBH Jakarta diakuinya sebagai almamaternya yang kedua, tempat dimana hati dan jiwanya tersentuh dan terobsesi untuk bergumul secara intens dengan permasalahan-permasalahan hukum, keadilan dan hak asasi manusia. Salah satu teman kuliah yang tak pernah ia lupakan bernama Fauzi, yang tanpa lelah mengunjungi para buruh dari rumah ke rumah untuk menyadarkan akan hakhak mereka, jauh dari publikasi, jauh dari pamrih, yang kemudian meninggal karena sakit. Ruh perjuangan sahabatnya itu yang membuatnya merasa betapa agungnya perjuangan untuk menyadarkan dan membela hak-hak orang-orang yang terpinggirkan. Selama sekitar 18 tahun ia mengabdi di LBH dan menangani berbagai kasus hukum mulai dari perburuhan hingga penggusuran.
Pengacara Lubis Santosa & Maramis dan kemudian banyak terlibat dalam praktek korporasi dan komersial serta penyelesaian sengketa karya perusahaan. Berkat komitmennya yang kuat dan integritas yang tinggi, The Asia Pacisif Legal tahun 2006 memilih Todung sebagai pengacara terkemuka yang berpengaruh besar dalam praktek penyelesaian sengketa di Indonesia. Keberhasilannya sebagai pengacara ternama tidak melemahkan semangatnya untuk tetap berperan dalam pembangunan hukum dan HAM di Indonesia. Ia tak berhenti untuk menyumbangkan pemikiran-pemikiran dan pandangannya melalui tulisan dalam bentuk buku maupun artikel yang dimuat di berbagai media massa nasional. Kegemarannya untuk berbagi ilmu juga tetap ia jalankan dengan menjadi narasumber di berbagai seminar baik dalam maupun luar negeri. Tidak hanya sampai disitu, Todung juga mengabdikan diri sebagai dosen di FHUI dan FEUI serta universitas-universitas lain untuk menstransfer ilmu, pengalaman dan semangatnya kepada generani muda. Kesibukannya dibidang hukum bisnis korporasi dan pendidikan juga tidak pernah memadamkan semangatnya sebagai aktivis. Selain tetap aktif di berbagai organisasi hukum dan HAM, ia tak segan untuk turun gunung. Tahun 1993 ia ikut terlibat menangani kasus pembunuhan aktivis buruh Marsinah di Sidoarjo dan puncaknya ialah ketika ia menerima kepercayaan untuk menangani kasus Majalah Times vs Soeharto, dimana Times diputus pengadilan untuk membayar denda Rp 1 triliun kepada Soeharto. Melawan Soeharto tentu bukan hanya mempertaruhkan reputasi, Todung pun harus menerima berbagai ancaman dan intimidasi. Bahkan kantornya sempat digarong untuk mendapatkan dokumen-dokumen yang dimiliki terkait kasus yang ditangani. Dan akhirnya, dalam Peninjauan Kembali, Todung berhasil memenangkan perkaranya dan itu seakan menjadi pucak karirnya karena mantan pemimpin rezim Orde Baru itu tidak pernah terkalahkan sebelumnya. ”Saya hanya pasrah kepada yang di Atas. Kalau tidak merasa melakukan kesalahan tidak perlu takut,” kenang peraih gelar master (LL.M) dari University of California - Berkeley (1978) dan Harvard University (1980) serta Doktor Ilmu Yuridis (SJD) dari University of California Berkeley (1990). Perjuangan tidak hanya membutuhkan keberanian dan nyali, tetapi juga keikhlasan dan ketulusan hati. Dan seakan ingin memaknai amanat orang tua yang tercermin pada namanya, Todung Mulya Lubis, ia telah berjuang menempuh jalan hidup dengan “Payung Kemuliaan” yang memiliki kekuatan jauh lebih besar daripada teror dan ancaman.
Selesai menjabat sebagai Direktur LBH tahun 1986, Todung mendirikan Kantor
576
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
577
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PRAKTISI & PIMPINAN PERUSAHAAN (Konsultan Hukum)
Yan Apul Hasiholan Girsang (FH UI 1963)
Pendiri Kantor Hukum Yan Apul & Rekan
Penggagas dan Pendiri POSBAKUM Yan Apul, nama yang akrab di telinga masyakarat, khususnya bagi mereka yang terkait dengan bidang profesi advokat. Kiprahnya di organisasi advokat menunjukkan perhatiannya yang besar dalam usaha mewujudkan profesi advokat sebagai pilar penting penegakan hukum di Indonesia. Selain secara intens memfasilitasi para calon advokat melalui program-program pelatihan dan kursus-kursus, Yan Apul juga menjadi penggagas dan pendiri Pos Bantuan Hukum (POSBAKUM) dan juga sebagai salah satu pendiri Asosiasi Advokat Indonesia (AAI). Lahir di kaki pegunungan Dolok Singgalang – Sumatera Utara tanggal 24 November 1938, Yan Apul dibesarkan dalam keluarga yang bersahaja. Ayahnya, Hiteradja Benjamin Girsang, bekerja sebagai kepala Pasar Seribu Dolok, sedang sang ibu, Dameria Ginting, adalah seorang pedagang batik. Kedua orang tuanya menginginkan sang anak bisa menjadi pejabat tinggi, sementara Yan Apul kecil justru bercita-cita menjadi seorang pendeta. Setelah Yan Apul lulus SMA “Jalan Seram” di Medan tahun 1957, atas saran dan fasilitas dari Ketua Pengadilan Negeri Djariaman Damanik SH yang masih kerabatnya, Yan Apul berangkat ke Jakarta untuk kuliah di Fakultas Hukum UI. Mulai kuliah di Salemba 4 pada Agustus 1957, laki-laki bershio macan ini menghayati benar makna Mars “Genderang UI”, khususnya pada bait “buku, pesta dan cinta”. Potret seorang mahasiswa tekun yang tak lepas dengan buku. Bersama teman-temannya dia membentuk kelompok belajar PORTALIS yang dipimpin Teuku Amir Hamzah, menghabiskan banyak waktunya di perpustakaan. Seringkali setelah perpustakaan tutup, Yan Apul dan teman-temannya pindah ke ruang III, belajar dan berdebat sambil berkelakar hingga larut malam, sampaisampai terpaksa menginap disana. Itulah pestanya mahasiswa ketika itu. Di kampus Salemba 4 pula, Yan Apul menemukan cintanya, Bhe Kiem Lan Nio, seorang putri keturunan dari Purworejo, yang kemudian dinikahinya dan berganti nama menjadi Serri Ulina Tunggadewi.
578
PERADIN, Yan Apul terpilih sebagai Ketua Cabang Jakarta tahun 1979. Menyadari pentingnya pembekalan terhadap para calon advokat, tahun 1980 Yan Apul melontarkan gagasan pendirian pendidikan advokat. Gagasannya disambut baik oleh Ketua Umum Peradin, R Soenarto Soerodibroto, S.H., dan kemudian bersama-sama mendirikan lembaga bernama Kursus Advokat Peradin DKI Jakarta. Selain itu, dibawah kepemimpinannya, Peradin Jakarta juga mendirikan Kursus Asisten Advokat. Kiprahnya berlanjut. Berawal dari kunjungan Ketua Asosiasi Advokat dari Jepang di PN Jakarta Barat. Pada saat bersamaan, advokat Jepang melihat para terdakwa berkepala plontos digiring ke ruang sidang dan bertanya ke Yan Apul, “Mana pembelanya?” Dengan jujur Yan Apul menjawab, “Tidak ada.” Peristiwa memalukan itu mengusik hati nurani Yan Apul, dimana pengabdian para advokat kepada masyarakat. Dia pun segera menggagas untuk mendirikan Pos Bantuan Hukum (POSBAKUM), sebagai tempat para advokat memberikan pengabdian kepada masyarakat dengan bantuan hukum secara cuma-cuma. Dengan cerdas Yan Apul melobi Bismar Siregar SH yang menjadi Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Utara/Timur untuk menyediakan tempat praktek POSBAKUM. Bismar pun menyambut gembira, menyediakan satu ruangan di bawah tangga sebagai pos dan dilengkapi dengan 1 mesin ketik. Tonggak pertama POSBAKUM dimulai dengan dilantiknya 16 anak didik Yan Apul oleh Bismar Siregar. Gagasannya yang berilian itu mendapatkan apresiasi yang luas dan kemudian menjadi “embrio” berdirinya POSBAKUM di seluruh Indonesia. Itulah capaian monumental yang diberikan Yan Apul dalam mendukung penegakan hukum di Indonesia. Dengan adanya POSBAKUM, masyarakat miskin dapat memperoleh bantuan hukum secara gratis. Bukan hanya masyarakat, para hakim pun layak berterima kasih kepada Yan Apul. Ketika memimpin sidang dengan terdakwa tanpa didampingi penasehat hukum, hakim tinggal tunjuk anggota POSBAKUM untuk mendampingi terdakwa guna menciptakan proses peradilan yang akuntabel.
Usai diwisuda tahun 1963, Yan Apul kembali ke Medan dan merintis karir sebagai jaksa. Tetapi tidak bertahan lama, dia mengundurkan diri dari jabatan jaksa dan banting setir menjadi pengusaha ekspor-impor. Dia pun hanya bertahan dua tahun.
Pada tahun 1990, bersama dengan Gani Djemat, Yan Apul mendirikan Asosiasi Advokat Indonesia yang hingga kini masih bertahan dengan jumlah anggota sekitar 4.000 advokat. Meskipun demikian, dia sebenarnya berharap para advokat Indonesia dapat memiliki satu organisasi tunggal, PERADI. Namun, Yan Apul mengakui sulitnya mewujudkan hal itu. Dia melihat “chemistry” dari Advokat itu tidak bisa bersatu, sehingga organisasi Advokat, sampai sekarang masih ada 10 organisasi. Dan yang membuatnya semakin sedih adalah masih banyaknya advokat yang menjadi “MARKUS” yang merusak idealisme pembangunan dan penegakan hukum di Indonesia.
Tahun 1974, Yan Apul kembali ke Jakarta dan membuka kantor pengacara “Yan Apul & Rekan.” Dia mulai merasa menemukan jalan pengabdian dan mulai terlibat aktif di organisasi PERADIN. Setelah dipercaya sebagai sekretaris
Dan Yan Apul berharap, alumni muda FHUI mampu membangun kerjasama yang sinergis untuk berperan aktif dalam penegakan hukum dan pemberantasan korupsi. Dia mengingatkan akan pesan Prof R. Djokosoetono, S.H. bahwa FHUI adalah “Sekolah Menteri.”
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
579
Kiprah & Pengabdian ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PRAKTISI & PIMPINAN PERUSAHAAN (Konsultan Hukum)
Yozua Makes (FH UI 1980) Pendiri & Managing Partner Kantor Hukum Makes & Partners
Peduli Pada Almamater YOZUA MAKES, keberhasilannya sebagai pengacara papan atas di Indonesia tidak membuatnya lupa pada almamater. Ditengah kesibukannya, dia berusaha meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk mendukung program-program di FHUI. Kepedulian yang layak menjadi inspirasi bagi generasi muda FHUI. Yozua masuk ke Fakultas Hukum UI pada tahun 1980 dan lulus pada tahun 1984. Setelah berpengalaman sebagai partner di beberapa kantor hukum ternama di Jakarta dan terakhir sebagai partner di Kantor Hukum Kartini Muljadi & Rekan dimana senior partnernya (Ibu Kartini Muljadi, S.H.) merupakan alumni FHUI yang senior dan sangat disegani di dunia hukum di Indonesia, maka pada tahun 1993 Yozua mendirikan Makes & Partners Law Firm, kantor konsultan hukum dengan spesialiasi di bidang pasar modal, mergers & acquisitions, corporate finance dan general corporate matters. Pada saat ini, Makes & Partners merupakan kantor konsultan hukum dengan reputasi internasional. Dengan didukung oleh sumber daya domestik, yang juga banyak diisi juga oleh lulusan FHUI, serta fakultas-fakultas hukum terkemuka lainnya di Indonesia, Makes & Partners secara independen mampu bersaing dengan berbagai kantor hukum internasional yang masuk ke pasar Indonesia. Selain berpraktek hukum, Yozua juga menjadi penasehat untuk berbagai kementerian, Bapepam dan LK, dan lembaga negara, di samping menjadi Distinguished Associate Professor of Law di Universitas Pelita Harapan. Sejak berkuliah di Fakultas Hukum UI, Yozua sudah menunjukkan prestasinya di bidang hukum. “Darah” hukum-nya memang sudah mengalir sejak kecil, mengingat ia merupakan cucu dari Mr. Besar Martokoesoemo, yang merupakan “lawyer” pertama di Indonesia. Yozua juga merupakan lulusan pertama tercepat pada saat FHUI pertama kali memperkenalkan Sistem Kredit Semester (SKS) pada tahun 1982, juga dengan nilai yang sangat memuaskan. Pendidikan lanjutan ia tempuh di University of California at Berkeley dimana ia memperoleh gelar Master of Laws (LL.M.), Asian Institute of Management yang memberikan gelar Master of Management, dan Harvard Business School ketika ia mengambil Advanced Management Program.
Di bidang non akademik, Yozua juga kerap membantu kegiatan ILUNI dan kegiatan kemahasiswaan. Salah satu sumbangsihnya bersama kolega-koleganya alumni FHUI di kantornya baru-baru ini adalah pembangunan ruang Makes & Partners Faculty Hall, dengan kapasitas 110 mahasiswa. Ruang ini juga didedikasikan kepada (Alm.) Dekan Prof. Safri Nugraha, S.H, LL.M., Ph.D, yang mana rapat terakhir beliau sebelum wafat adalah dengan Yozua membahas pembangunan Makes & Partners Faculty Hall ini serta beberapa programprogram dari FHUI. Yozua meyakini kualitas pendidikan sangat ditentukan oleh kualitas pendidik. Untuk itu, melalui kantor hukumnya, Yozua memberikan beasiswa “Makes Doctorate Fellowship Program” bagi dosen-dosen FHUI untuk melanjutkan pendidikan program S-3, dan tidak hanya memperoleh dana untuk biaya operasional pendidikan tetapi juga akses untuk melakukan joint research dengan Makes & Partners Law Firm selama menempuh pendidikan Doktor (S-3) di Program Pasca Sarjana FHUI. Dan Makes & Partners Law Firm pun menjadi institusi pertama yang memberikan program fellowship bagi para Dosen FHUI untuk menempuh pendidikan Doktor (S-3). Kegigihannya untuk menuntut ilmu juga layak diapresiasi. Yozua kini sedang menempuh program doktoral dual degree antara Fakultas Hukum UI dengan Maastricht University, Belanda. Ia merupakan peserta pertama dari program ini, dan merupakan yang tercepat untuk lulus ujian proposal dan memuat artikel di jurnal internasional di School of Law terkenal di Amerika Serikat. Setelah lebih dari 25 tahun berpraktek hukum, Yozua akan mendedikasikan waktunya lebih banyak di bidang sosial, pendidikan, dan akademik serta aktif diberbagai lembaga-lembaga sosial non profit, termasuk duduk sebagai anggota board dari suatu organisasi internasional non profit yang menyantuni lebih dari 100.000 anak-anak di Indonesia. Yozua memiliki 4 orang anak dan seorang istri yang juga mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Program Studi Prancis Universitas Indonesia. “True Indonesian Lawyers” adalah cita-citanya dalam mengembangkan pendidikan sarjana hukum di Indonesia.
Kecintaan Yozua terhadap almamaternya dibuktikan dengan keterlibatan aktif dalam berbagai kegiatan baik akademik maupun non akademik. Di bidang akademik, Yozua mengajar kelas contract drafting untuk Kelas Khusus Internasional di UI, suatu program sarjana reguler khusus yang dibuka pada tahun 2010 dengan pengantar bahasa Inggris dan bekerjasama dengan beberapa universitas di luar negeri.
580
PENGURUS PUSAT IKATAN ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
PENGURUS PUSAT ALUMNI UNIVERSITAS INDONESIA
581
LAW OFFICE
CHANDRA MOTIK YUSUF & ASSOCIATES Advocates & Solicitors (Legal Consultants)
“WE SERVE WITH EXPERIENCE, EXPERTISE AND CARE”
Chandra Motik Yusuf & Associates is one of Indonesia’s leading legal consultant companies specializing in maritime law. With more than two decades of legal experience, our law firm has grown well known – both in the national and international arenas - and respected for our reputation and resources. Since then, we have handled a myriad of local and international maritime related cases and helped anyone in need to find justice and welfare through the system. We are able to deliver strategic solutions to various clienteles such as Shipping Companies, Freight Forwarders, Property Companies, Telecommunication and Medias, Trading Companies, Financial Institutions and International Organizations. The Firm also provides legal consulting and litigation services in the areas such as Corporate Matters, Civil Affairs, Human Rights, Intellectual Property Rights, Land Disputes, and other legal matters.
Area of Expertise Agriculture Aviation Civil Contract Corporate Environmental Family Finance and Banking Foreign Investment and Joint Venture Intellectual Property Rights Labor Litigation and Arbitration Maritime and Marine Mergers and Acquisition Trade and Industry Transport and Communication
Office: Jl. Yusuf Adiwinata no.33 Menteng, Jakarta Pusat Indonesia 10310
Phone: +62-21-31923340 +62-21-3905755 Fax : +62-21-31927196
www.chandramotikyusuf.com
[email protected]