KINERJA PERTUMBUHAN UJI PROVENANSI-KETURUNAN JABON PUTIH (Neolamarckia cadamba (Roxb.) Bosser) UMUR 24 BULAN DI LIMBANGAN DAN PARUNG PANJANG
I GUSTI AYU KUSUMA WARDANI
DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
1
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kinerja Pertumbuhan Uji Provenansi-Keturunan Jabon Putih (Neolamarckia cadamba (Roxb.) Bosser) Umur 24 Bulan di Limbangan dan Parung Panjang adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2016
I Gusti Ayu Kusuma Wardani NIM E44120035
2
ABSTRAK I GUSTI AYU KUSUMA WARDANI. Kinerja Pertumbuhan Uji ProvenansiKeturunan Jabon Putih (Neolamarckia cadamba (Roxb.) Bosser) Umur 24 Bulan di Limbangan dan Parung Panjang. Dibimbing oleh ISKANDAR Z SIREGAR dan DEDE J SUDRAJAT Jabon putih merupakan tanaman cepat tumbuh dan memiliki daya adaptasi yang tinggi. Upaya pemuliaan jabon putih telah dilakukan dengan membangun uji provenansi-keturunan di Limbangan, Garut dan di Parung Panjang, Bogor yang melibatkan 105 famili dari 12 provenansi. Evaluasi pertumbuhan perlu dilakukan sebagai pertimbangan seleksi bila tanaman pada uji provenansi-keturunan tersebut akan dikonversi menjadi kebun benih semai. Karakterisasi morfologi daun dilakukan untuk mendeteksi parameter-parameter tertentu yang berhubungan dengan pertumbuhan atau karakter tanaman lainnya yang bisa menjadi pembeda antar provenansi atau famili. Hasil analisis ragam menunjukkan perbedaan nyata antara provenansi dan famili di dalam provenansi untuk karakter tinggi dan diameter. Tingkat keragaman genetik jabon ditemukan lebih tinggi antar famili di dalam provenansi daripada antar provenansi yang memberikan indikasi kemungkinan menggunakan famili-famili yang berpenampilan lebih baik sebagai sumber benih untuk kegiatan-kegiatan pembangunan hutan tanaman. Terdapat korelasi genetik yang kuat dan positif antara tinggi dan diameter jabon putih di Limbangan. Hasil analisis kluster menunjukkan bahwa famili GS-13 termasuk outgroup. Hasil analisis CDA, MDA, dan PCA menunjukkan karakter yang berperan utama dalam memisahkan antar famili adalah panjang daun (PD), lebar daun (LMD), leaflet width at three-quarters of leaflet length (LW ¾), keliling daun (K), luas daun (LD), dan jarak antar tulang daun (JATD). Kata kunci: famili, genetik, heritabilitas, jabon putih, morfologi, seleksi.
3
ABSTRACT I GUSTI AYU KUSUMA WARDANI. Growth Performance White Jabon (Neolamarckia cadamba (Roxb.) Bosser) on Provenance-Descendant Test Aged 24 Month in Limbangan and Parung Panjang. Supervised by ISKANDAR Z SIREGAR and DEDE J SUDRAJAT. White Jabon is a fast growing tree species and has high adaptability as reflected in its wide natural distribution. It gains popularity recently due to promotion based on planting success in several places. However, improved seeds to support the planting program is not available due to lack of breeding programs. Initiation of breeding programs has been conducted via provenance-progeny trials in Limbangan, Garut and Parung Panjang, Bogor involving 105 families from 12 provenances. In these trials, growth evaluation needed to be done to determine the genetic parameters as a consideration to determine the performance of the best provenances and or families. The genetic parameters were measured as scientific consideration for selection before converting to seedling seed orchards. In addition, leaf morphology characters were evaluated to detect certain parameters that are related to growth or any other characters that could be used to differ among provenances or families. Analysis of variance showed significant differences among provenances and families with respect to height and diameter characters, respectively. Level of white jabon genetic diversities were found to be higher among families in the provenances than that of among provenances suggesting the possibility of using the best families as seed source for further development activities. There was a strong and positive genetic correlation between the height and diameter in Limbangan. Cluster analysis showed that the GS-13 family was included in the outgroup. Analysis of CDA, MDA and PCA showed characters that played a major role in separating between families, namely the length of leaf, leaf width, leaflet width at three-quarters of leaflet length, around of leaf, leaf area, and the distance between the veins. Kata kunci: family, genetic, heritability, morphology, selection, white jabon.
KINERJA PERTUMBUHAN UJI PROVENANSI-KETURUNAN JABON PUTIH (Neolamarckia cadamba (Roxb.) Bosser) UMUR 24 BULAN DI LIMBANGAN DAN PARUNG PANJANG
I GUSTI AYU KUSUMA WARDANI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Silvikultur
DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
vii
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat, hidayah, serta kasih sayang-Nya sehingga karya ilmiah yang berjudul “Kinerja Pertumbuhan Uji Provenansi-Keturunan Jabon Putih (Neolamarckia cadamba (Roxb.) Bosser) Umur 24 Bulan di Limbangan dan Parung Panjang ” dapat diselesaikan. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Iskandar Z Siregar MForSc, dan Dr Dede J Sudrajat MT, atas kesediaan dan kesabarannya membimbing penulis menyelesaikan karya ilmiah ini, serta terima kasih kepada Bapak Ir Andi Sukendro dan Ibu Dr Arzyana Sunkar MSc selaku ketua sidang dan penguji yang telah memberikan masukan serta saran dalam penulisan karya ilmiah ini. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Ibunda serta adik saya Dra I Gusti Ayu Risani SAg, I Gusti Bagus Wikrama Wardana, kepada paman Ir IGusti Bagus Ariyama, serta kakek dan nenek I Gusti Bagus Biakta dan I Gusti Ayu Sukimi, serta seluruh keluarga yang telah mendoakan dan memberi dukungan baik moral maupun material. Terima kasih kepada jajaran staf di beberapa instansi diantaranya Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan (BPTPTH) Bogor, Dinas Kehutanan Limbangan Garut, Perum Perhutani atas bantuan dalam pengumpulan data-data penelitian, dan teman-teman BEM KM IPB, SVK 49, serta sahabat-sahabat saya yang telah memberi dukungan kepada penulis (Ismi, kak Shynde, dan Mela) Penulis berharap karya ilmiah ini memberikan manfaat yang besar bagi pihak yang membutuhkan dan penulis mengucapkan banyak terima kasih atas semua saran, dukungan serta nasehat-nasehatnya.
Bogor, Desember 2016
I Gusti Ayu Kusuma Wardani E44120035
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
ix
DAFTAR GAMBAR
x
DAFTAR LAMPIRAN
x
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian METODE PENELITIAN
1 1 1 2
Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat
2 3
Tahapan Penelitian Rancangan Percobaan dan Pengukuran Diameter Analisis Data
5 5 8
HASIL DAN PEMBAHASAN
9
Variasi Genetik 9 Variasi Pertumbuhan di Kedua Lokasi 11 Persen Hidup dan Pertumbuhan 11 Pohon Induk 14 Heritabilitas 16 Kemajuan Genetik 17 Korelasi Genetik dan Fenotipik 18 Variasi Morfologi Daun antar Famili Jabon Putih 23 Variasi Morfologi Daun Jabon Putih Berdasarkan Analisis Klaster 24 Sebaran Variasi Morfologi Daun Jabon putih Menggunakan Analisis CDA, PCA, dan MCA 26 Analisis Biplot 29 SIMPULAN DAN SARAN 30 Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA
29 30 30
LAMPIRAN
34
RIWAYAT HIDUP
4
ix
DAFTAR TABEL 1 Karakteristik tapak uji provenansi-keturunan jabon putih
3
2 Deskripsi geografis 12 provenansi dan jumlah famili yang diuji
4
3 Kriteria ukuran cabang
6
4 Formulasi variabel morfologi daun jabon putih
7
5 Kuadrat tengah parameter genetik pada uji provenansi-keturunan jabon putih umur 24 Bulan
10
6 Komponen keragaman total dan kontribusi relatif (angka di dalam kurung) sumber keragaman terhadap keragaman total pertumbuhan 11 7 Tinggi total, diameter pangkal batang dan persentase hidup provenansi jabon putih umur 24 Bulan di dua lokasi di Jawa Barat (nomor di dalam kurung menunjukkan rangking) 8
12
Pendugaan nilai heritabilitas individu dan famili pada jabon putih umur 24 Bulan di Parung Panjang dan Limbangan
16
Dugaan persentase kemajuan genetik harapan dengan intensitas seleksi sebesar 20 %
17
10 Koefisien korelasi genetik (diagonal atas) dan fenotipik (diagonal bawah) antar parameter pada uji provenansi-keturunan
18
11 Rata-rata dan kisaran nilai tiap karakter morfologi daun
19
12 Korelasi antara kondisi geoklimat dengan karakteristik morfologi daun jabon putih
21
13 Korelasi antara karakter pertumbuhan dengan karakter morfologi daun jabon putih
22
14 Pengaruh famili Jabon putih terhadap karakter morfologi daun
23
15 Rata-rata analisis klaster dari varibel kunci pembeda antar famili jabon putih
24
16 Proporsi dari total varian yang dijelaskan oleh variabel sintesis pertama dan kedua dari analisis multivariat
26
17 Korelasi seluruh variabel morfologi daun terhadap variabel sintesis 1 dan 2 dengan analisis multivariat (CDA, PCA, dan MCA)
26
9
DAFTAR GAMBAR 1 Lokasi penelitian plot tanam jabon putih berumur 24 bulan
2
2 Distribusi geografis pprovenansi jabon putih yang diuji
4
3 Diagram alir penelitian
4
4 Kriteria penilaian bentuk batang, pola percabangan, dan serangan hama
5
5 Karakter morfologi variabel pengukuran jabon putih
6
6 Boxplot sebaran nilai tinggi dan diameter tanaman
13
7 Kondisi jabon putih di Parung Panjang dan Limbangan
14
8 Sepuluh famili terbaik berdasarkan parameter tinggi dan diameter di Limbangan, Garut dan Parung Panjang, Bogor
15
9 Sebaran nilai karakter morfologi daun yang berkorelasi dengan geoklimat
20
10 Korelasi karakter pertumbuhan dengan karakter morfologi daun
21
11 Dendogram hasil analisis klaster
25
12 Plot index karakter kunci pembeda antar famili
27
13 Distribusi dari variabel sintesis pertama dan kedua yang terbentuk dari ketiga analisis multivariat 14 Biplot sebaran morfologi daun jabon putih dari 105 famili
28 29
DAFTAR LAMPIRAN 1 Daftar famili yang dalam pembangunan uji provenansi-keturunan
34
2 Letak geografis dan karakteristik tegakan/provenansi yang diteliti
35
3 Peta tanaman uji provenansi- keturunan di Limbangan, Garut
36
4 Peta tanaman uji provenansi-keturunan di Parung Panjang, Bogor
37
5 Output pengolahan data analisis PCA dengan R software
38
6 Output pengolahan korelasi PCA dengan R software
39
7 Output pengolahan analisis CDA dengan R software
39
8 Output pengolahan korelasi CDA
40
9 Output pengolahan nilai eigenvalue analisis MCA
40
10 Output pengolahan nilai wilk’s lamda
41
11 Ouput pengolahan nilai korelasi analisis MCA
42
12 Ouput pengolahan analisis varians di Parung Panjang, Bogor
42
13 Ouput pengolahan analisis varians di Parung Panjang, Bogor
44
14 Foto dokumentasi pengambilan data
45
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Saat ini jabon putih (Neolamarckia cadamba) sudah banyak dibudidayakan oleh masyarakat, namun kenyataannya sengon masih menjadi tanaman dominan dibandingkan jabon putih. Dominasi tersebut, disebabkan sengon merupakan jenis yang sudah lama dikembangkan dan memiliki pasar yang sudah berkembang baik. Jabon putih merupakan jenis yang baru dibudidayakan untuk memenuhi kebutuhan industri kayu yang semakin meningkat dan memiliki potensi yang baik untuk dikembangkan. Kayu jabon putih memiliki keunggulan dibandingkan sengon, di antaranya adalah kayunya memiliki kelas kekuatan yang lebih tinggi (III-IV), berat jenis yang lebih tinggi (0.42 gram/cm³) dibandingkan sengon (0.30 gram/cm³). Kayu jabon putih memiliki kualitas sangat baik sebagai bahan baku kertas karena tingginya kadar selulosa, dan untuk ornamen, kayu jabon putih dapat menerima pewarnaan yang sempurna (GLI 2014). Perkembangan jabon putih mengalami keterbatasan dalam budidayanya yaitu belum adanya sumber benih hasil pemuliaan yang terdiri dari individuindividu superior. Hal ini secara umum menyebabkan lemahnya peningkatan daya saing agribisnis jabon putih sebagai upaya menunjang perekonomian lokal. Data keragaman genetik, dan daya adaptasi dalam hubungannya dengan pertumbuhan merupakan informasi penting untuk seleksi suatu uji genetik seperti uji provenansiketurunan yang dapat dikonversi menjadi sumber benih unggul. Upaya pemuliaan jabon putih yang terstruktur telah dilakukan oleh Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan (BPTPTH) Bogor, yang bekerjasama dengan Fakultas Kehutanan IPB, SEAMEO BIOTROP, Dinas Kehutanan Garut, dan Desa Neglasari, Limbangan, Garut. Uji provenansi-keturunan dilakukan dengan melibatkan 105 famili dari 12 provenansi yang tersebar di Indonesia yang dibangun pada tahun 2013. Jabon putih yang tumbuh pada demplot uji ini perlu di evaluasi pertumbuhannya dengan cara melakukan pengukuran terhadap parameter genetik dan tingkat adaptasi dari setiap famili. Variasi pada morfologi daun dapat digunakan untuk mengkarakterisasi provenansi atau famili dan menjelaskan bentuk adaptasi terhadap kondisi alam atau tekanan lingkungan. Damayanti (2014) melaporkan adanya korelasi antara iklim dan karakter daun sebagai penanda adaptasi. Pengukuran secara berkala dapat menggambarkan pola pertumbuhan dari setiap famili dan provenansi yang selanjutnya menjadi bahan untuk menentukan nilai parameter genetik dari setiap famili yang merupakan salah satu faktor dalam penentuan individu-individu unggul dan pertimbangan untuk kegiatan seleksi.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menduga parameter genetik pertumbuhan uji provenansi-keturunan jabon putih (N. cadamba) pada umur 24 Bulan di Limbangan, Garut dan Parung Panjang, Bogor, dan menganalisis keragaman morfologi daun serta korelasi antar karakter morfologi daun terhadap karakter genetiknya.
2
Manfaat Penelitian Penelitian ini mendukung inovasi program pemuliaan pohon yaitu menghasilkan sumber benih jabon putih yang berkualitas unggul secara genetik yang mampu memperbaiki produktivitas dan keseragaman tanaman jabon putih di masa depan. Penelitian ini akan memberikan data dasar sebagai bahan pertimbangan evaluasi provenansi dan famili yang memiliki sifat superior atau kinerja terbaik yang selanjutnya demplot uji provenansi-keturunan ini dapat dikonversi menjadi kebun benih semai berkualitas melalui penjarangan. Produksi benih serta bibit bermutu juga akan berdampak pada peningkatan pendapatan pembudidaya benih dan bibit juga dalam jangka panjang akan meningkatkan produktivitas hutan rakyat jabon putih.
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2015 sampai dengan Februari 2016. Lahan berlokasi di Desa Neglasari, Kecamatan Blubur Limbangan, Garut dan di Hutan Penelitian Parung Panjang, Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan (BPTPTH), Kecamatan Parung Panjang, Kabupaten Bogor. Peta lokasi penelitian serta karakteristik tapak uji provenansi-keturunan disajikan pada (Gambar 1 dan Tabel 1). Lokasi Pembangunan Uji ProvenansiKeturunan
Parung Panjang, Bogor
Limbangan, Garut
Lokasi: 1. Parung Panjang 2. Limbangan, Garut
Gambar 1 Lokasi penelitian plot tanam jabon putih berumur 24 bulan di plot Parung Panjang, Bogor dan Limbangan, Garut
3
Tabel 1 Karakteristik tapak uji provenansi-keturunan jabon putih Karakteristik
Limbangan, Garut
Parung Panjang, Bogor
Letak geografis
07°02' LS, 108°00' BT 520
06°20' LS, 106°06' BT 52
2580
2440
27 5.1 Sedang, tidak terjadi genangan air
28 4.8 Sedang, meskipun terjadi genangan air yang diamati pada saat hujan deras
Tanah desa dengan kemiringan 5-15%, terdapat gangguan ternak, tanaman pertanian yang tidak teratur pada beberapa areal uji coba
Areal merupakan kawasan khusus untuk penelitian, relatif datar, pertumbuhan gulma sangat cepat setelah pembersihan lahan
Ketinggian tempat (mdpl) Curah hujan (mm/tahun) Suhu rata-rata pH tanah Drainase
Keterangan lain
Sumber: Sudrajat (2015).
Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah tegakan uji provenansiketurunan jabon putih umur 24 Bulan di Limbangan, Garut dan Parung Panjang, Bogor yang dibangun dari 12 provenansi (Tabel 2) dengan 105 famili. Sebaran lokasi geografis provenansi jabon putih disajikan pada (Gambar 2). Bahan lainnya yang digunakan yaitu sampel daun dari tiap famili dengan 10 ulangan sehingga berjumlah 1050 lembar daun. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah laptop, galah berskala numeric, pita ukur, kamera digital, penggaris ukuran 30 cm, kertas label, alkohol, koran, plastik, software R versi 3.1.3 dengan package. Tabel 2 Deskripsi geografis 12 provenansi dan jumlah famili yang diuji Lokasi
Singkatan
Lintang
Bujur
Rimbo Panti, Sumatera Kampar , Riau Ogan Komering Ilir, Sumatera Garut Selatan, Jawa Nusa Kambangan Alas Purwo, Jawa Batu Licin , Kalimantan Kapuas Tengah, Kalimantan Gowa, Sulawesi
SRP SKR SOK JGS JNK JAP KBL KKT CPG
00°19’ U 00°18’ U 03°12’ S 07°26’ S 07°43’ S 08°38’ S 03°19’ S 01°00’ S 05°14‘ S
Pomalaa, Sulawesi Batu Hijau, Sumbawa
CPK NBH PKK
04°03’ S 08°58’ S 04°24’ S
Kuala Kencana, Papua Sumber: Sudrajat (2015)
Jumlah famili
100°05’ E 100°57’ E 104°51’ E 107°42’ E 108°55’ E 114°21’ E 115°41’ E 114°28’ E 119°35’ E
Ketinggian tempat (m dpl) 294 50 23 628 40 33 47 147 119
121°39' E 116°48’ E 136°52’ T
210 53 107
22 8 1
2 14 11 8 7 11 4 2 15
700
3000
600
500
2500
400
2000
300
1500
200
1000
100
500
500 400 300 200 100 PAPUA
SUMBAWA SUMBAR
KALTENG
POMALAA KALSEL
JATIM GOWA
RIAU
RIAU OKI GARUT JATENG JATIM GOWA KALTENG POMALAA KALSEL SUMBAWA SUMBAR PAPUA
JATENG
0
0
OKI GARUT
0
30 29 28 27 26 25 24 23 22
Suhu (°C)
3500
600
Ketinggian (mdpl)
700
CH (mm/th)
Ketinggian (mdpl)
4
Gambar 2 Distribusi geografis provenansi jabon putih yang diuji. Note: CH: curah hujan Tahapan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan melalui beberapa tahapan seperti disajikan pada Gambar 3. Mulai
Parameter genetik
Morfologi daun
Tinggi (m) Diameter (cm)
Variabel dihitung
Variabel dikonversi
Serangan hama Ukuran cabang Bentuk batang Analisis morfologi daun Analisis korelasi, uji Duncan, heritabilitas Tidak
Kinerja terbaik
Dihilangkan
Dipertahankan sebagai sumber benih unggul
Ya
Penyusunan tugas akhir
Selesai
Gambar 3 Diagram alir penelitian
5
Rancangan Percobaan dan Pengukuran Parameter
Pendugaan Analisis Varians Uji provenansi-keturunan ini dibangun dengan rancangan acak lengkap blok dengan 5 blok dan 4-tree plot. Jarak tanam uji provenansi-keturunan ini adalah 3 m x 3 m. Pengukuran parameter genetik jabon putih meliputi pengukuran tinggi, diameter, serangan hama, bentuk batang, pola percabangan, dan ukuran cabang. Penilaian terhadap gejala dan tanda kerusakan yang ditunjukkan tanaman secara visual dilakukan per individu dengan mengikuti kode skor menurut jenis kerusakan, tingkat keparahan tanaman dalam bentuk persen pada bagian pohon khususnya daun untuk melihat secara visual ada tidaknya cacat yang disebabkan oleh serangan hama dan penyakit atau faktor yang lain (Gambar 4).
1 : > 75% lengkung, tinggi tanaman tidak mencapai 1 m, dan daun cenderung berjumlah sedikit 2: Hanya 50% lengkung, tanaman masih bisa berkembang 3 : 25-50% lengkung 4 : Lurus tetapi sedikit lengkungan 5 : Sangat lurus
1 : Ukuran cabang berkisar antara sedang – besar 2 : Ukuran cabang cenderung kecil, cabang berjumlah banyak, dan sudut antar cabang < 90° (sudut lancip) 3 : Ukuran cabang besar, cabang panjang, dan sudut antar cabang membentuk sudut tumpul
1 : Jumlah daun yang terserang sedikit atau defoliasi oleh hama daun <25% 2 : Jumlah daun yang terserang agak banyak yaitu 25%-50% 3 : Jumlah daun yang terserang banyak atau defoliasi oleh hama daun >50%
c a b Gambar 4 Kriteria penilaian (a), bentuk batang (b), pola percabangan (c) serangan hama
Penilaian terhadap ukuran cabang dilakukan dengan menilai ½ cabang terbawah yang dikelompokkan ke dalam beberapa kelas (Tabel 3). Ukuran cabang ini berpotensi terhadap besarnya mata kayu yang terbentuk yang berpengaruh terhadap kualitas kayu. Tabel 3 Kriteria ukuran cabang Skor Diameter Cabang 1 < 2 cm 2 2 cm – 4 cm 3 > 4 cm
Kriteria Kecil Sedang Besar
6
Penilaian terhadap daya sintas dan pertumbuhan menunjukkan kemampuan adaptasi jabon putih yang dihitung dengan menggunakan rumus: DS =
Th ×100% Td
Dimana: DS = Daya sintas Th = Tanaman hidup Td = Tanaman yang ditanam Identifikasi Morfologi Daun Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap. Data yang diperoleh berdasarkan pengukuran kemudian dianalisis menggunakan model linier: = + + ( ) Dimana: Yij = Nilai pengamatan faktor utama taraf ke-i, ulangan ke-j Μ = Nilai rataan umum = Pengaruh utama pada taraf ke-i ε(ij) = Nilai galat percobaan dari perlakuan ke-i pada pengamatan ke-j i = 1, 2, 3, …, n j = 1, 2, 3, …, n Identifikasi morfologi dan pengukuran karakter dimensi (Gambar 5), serta variabel yang dikalkulasi dilakukan dengan merujuk pada (Kremer et al. 2002) dan (Boratynski et al. 2007), dengan beberapa modifikasi yang bertujuan untuk menyederhanakan prosedur. Adapun variabel yang diukur dan diamati untuk setiap daun dibagi menjadi tiga penilaian yaitu: 1. Karakter dimensional meliputi, panjang daun (PD), panjang petiole (PTD), diameter petiole (DTD), lebar daun (LMD), jarak daun terlebar ke petiole (JPDL), sudut pada ujung daun (AA), panjang ujung daun dari sudut terhitung (AL), dan jarak antar tulang daun (JATD). 2. Variabel yang dihitung yaitu jumlah tulang daun sekunder (JTD).
Gambar 5 Karakter morfologi variabel pengukuran jabon putih
7
3. Variabel yang dikalkulasi mengacu pada Wu et al. (2007), Anwar et al. (2015), Kremer et al. (2002) dan Boratynski et al. (2007) yang telah dimodifikasi. Secara detail formulasi variabel yang dikalkulasi disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Formulasi variabel morfologi daun jabon putih Variabel Rasio panjang tangkai daun terhadap panjang daun Persentase rasio panjang tangkai daun terhadap panjang total daun Persentase rasio lebar daun terhadap panjang daun/bentuk daun Persentase rasio jarak antara pangkal daun dengan daun terlebar (OB) Rasio lebar daun terhadap jarak antar tulang daun (LO) Lebar daun dari 3/4 panjang daun (cm) (LW 3/4) Rasio jarak antar tulang daun terhadap jumlah tulang daun (cm/pasang) Rasio antara diameter tangkai daun terhadap panjang tangkai daun Rasio antara panjang daun dari daun terlebar terhadap lebar daun Luas daun (cm²) (LS) Keliling daun (cm) (KL) Aspect ratio (AR) Form factor (FF) Rasio antara keliling daun dengan lebar daun (PR)
Formulasi PTD/PD 100 X PTD/(PTD+PD) 100 x LMD/PD 100 x JPDL/PD LMD/JATD LMD X 3/4 JATD/JTD DTD/PTD JPDL/LMD 0.5 + (3.14 X PD X LMD) 0.5 + (3.14 X (PD + LMD) PD/LMD (4π X LS)/KL² KL/LMD
Analisis Data Penilaian Parameter Genetik Sebelum melakukan analisis, data diuji untuk kesesuaian terhadap distribusi normal dan homogenitasnya. Data pencilan dihilangkan dan analisis ragam untuk setiap parameter mengikuti model statistik sebagai berikut: Y ijkm = m + Ri + Pj + F(P)k(j) + RPij + RF(P)ik(j) + Em(ijk) Dimana: Yijkm adalah nilai fenotipe individu ke-m famili ke-k provenansi ke-j dalam blok (ulangan) ke-i; m= nilai rata-rata keseluruhan; Ri adalah pengaruh acak dari blok (ulangan) ke-i; Pj adalah pengaruh acak dari provenansi ke-j; F(P)k(j) adalah pengaruh acak famili ke-k dalam provenansi ke-j; RPij adalah pengaruh interaksi antara blok ke-i dan provenansi ke-j; RF(P)ik(j) adalah interaksi antara blok ke-i dan famili ke-k di dalam provenansi ke-j; Eijkmadalah pengaruh acak individu ke-m famili ke-k provenansi ke-j dalam blok ke-i; i = 1, …, b (b adalah jumlah blok); j = 1,…., p (p adalah jumlah provenansi); k = 1,…., f (f adalah jumlah famili); m= 1,…, n (n adalah jumlah pohon per famili) (Suleyman & Sultan 2009). Heritabilitas menggambarkan bagian dari ragam fenotipik dalam suatu populasi yang disebabkan oleh hereditas (genetik). Heritabilitas rata-rata individu dan famili untuk setiap karakter diukur menggunakan rumus-rumus sebagai berikut : σ²A 4σ²F(P) σ²f h²i =πr² = ; h²f = σ2bf σ2e σ²U
σ²U
σ²f+
b
+
nb
Dimana h²i= heritabilitas individu, ²A = ragam genetik aditif, 4 ²F(P) = komponen ragam antar famili di dalam provenansi, ²U = ragam fenotipe yang
8
dihitung sebagai, ²U = ²F(P) + ²RF(P) + ² , dimana ² ( ) = ragam yang disebabkan oleh interaksi antara blok dan famili di dalam provenansi (experimental error), ² = ragam antar individu dalam famili (sampling error), h²f = heritabilitas famili, ² = ragam fenotipe famili, = komponen varians interaksi blok dengan famili, σ²e = komponen varians error, n = rerata harmonik jumlah pohon per plot, b = rerata harmonik jumlah plot (Hardiyanto et al. 2007). Untuk membandingkan variasi sifat genetik yang berbeda, maka koefisien variasi genetik diperkirakan dengan rumus : %CVg =
з
ғ(р) ̅
× 100%
Dimana %CVg = koefisien variasi genetik, ғ(р)= ragam antar famili dengan provenan yang berbeda, ̅ = rata-rata sifat. Kemajuan genetik diduga dengan menggunakan rumus Falcone (1989): %KGH =
KGH = i ×H × σp
KGH ×100% μ
Dimana: KGH = kemajuan genetik harapan yang diperoleh sehubungan dengan pemakaian metode seleksi tertentu, I = intensitas seleksi pada tingkat 20%, 30%, dan 40%, H = heritabilitas, σp = Simpangan baku fenotipik. Uji korelasi fenotipik dan korelasi genetik yang diduga dari komponen ragam dan kovarian-nya yang disubstitusi kedalam rumus standar untuk koefisien korelasi moment product: RP(
)=
COVU(xy) σ²P x σ²P(y)
;
(
)=
COVf(x,y) σ²f(x)
σ²f(y)
Dimana x = tinggi tanaman, y = diameter tanaman, ² ( ) dan ² ( )= komponen ragam fenotipe dan genetik (famili dalam provenansi) untuk karakter x, ² ( ) dan ² ( )= komponen ragam fenotipe dan genetik (famili di dalam provenansi) untuk karakter y, U( ) dan ( , )= komponen kovarian fenotipe dan genetik (famili di dalam provenansi) di antara karakter x dan y. Untuk mendapatkan besarnya komponen kovarians dua sifat x dan y menggunakan rumus (O’neill et al. 2001): 2 ( , ) = 0.5(σ2f(x+y) -σf(x) -σ2f(y) ) Dimana
(
= komponen ragam sifat x dan y, ( ) = komponen ragam famili sifat x ( ) = komponen ragam famili sifat y. )
9
Keberhasilan koefisien korelasi di atas dilakukan berdasarkan t-student dari Singh dan Chaundary (1977) pada taraf 5% dan 1% sebagai berikut: =
=
Dimana: = Korelasi fenotipe sifat x dan sifat y = Kuadrat korelasi fenotipe sifat x dan sifat y = Kuadrat korelasi genetik sifat x dan sifat y = Derajat bebas (n-2) Identifikasi Morfologi Daun Variasi morfologi daun jabon putih dianalisis dengan analisis klaster (cluster analisis) menggunakan software R 3.1.3. Hasil dari analisis klaster (cluster analisis) akan ditampilkan dalam bentuk dendogram. Analisis klaster digunakan untuk mengelompokkan sampel jabon putih berdasarkan variasi morfologi daunnya. CA akan mengelompokkan obyek yang memiliki kemiripan ke dalam satu kelompok (group) (Handerson 2006). Analisis multivariate yang digunakan yaitu Canonical Discriminant Analysis (CDA), Principal ComponentAnalysis (PCA), Multiple Correspondence Analysis (MCA), serta analisis biplot. Metode analisis ini digunakan dengan tujuan menganalisis variabel yang memberikan kontribusi terbesar terhadap perbedaan morfologi daun. Seluruh analisis multivariat ini akan dikerjakan menggunakan software R 3.1.3.
HASIL DAN PEMBAHASAN Variasi Genetik Analisis ragam menunjukkan perbedaan nyata dan sangat nyata antar provenansi dan antar famili di dalam provenansi untuk tinggi, diameter, serta karakter pendukung seperti serangan hama, ukuran cabang, dan bentuk batang jabon putih umur 24 Bulan (Tabel 5). Hasil ini mengindikasikan adanya variasi genetik antar famili. Adanya variasi genetik akan memberikan peluang dalam meningkatkan perolehan genetik melalui tindakan seleksi terhadap famili dan provenan terbaik. Tabel 5 juga menunjukkan bahwa sumber variasi blok dan interaksi mempunyai pengaruh yang sangat nyata bagi pertumbuhan jabon putih di Parung Panjang. Hasil interaksi yang sangat nyata mengindikasikan bahwa hasil pertumbuhan tanaman bukan hasil dari kinerja famili atau genetik saja, namun merupakan hasil dari interaksi antara faktor genetik dengan faktor lingkungannya. Adanya variasi antar famili mengindikasikan bahwa terbuka peluang untuk
10
memperoleh peningkatan genetik pada generasi berikutmya. Besarnya peningkatan yang dapat diperoleh, sangat tergantung pada besarnya proporsi sumbangan variasi faktor genetik terhadap variasi total. . Tabel 5 Kuadrat tengah tinggi total, diameter pangkal batang, serangan hama, ukuran cabang, dan bentuk batang pada jabon putih umur 24 Bulan Sumber Derajat Keragaman bebas R P F(P) R*P R*F(P) E
4 11 93 44 304 778
Limbangan, Garut Serangan Tinggi (m) Diameter (m) hama 19.757 ** 22.160 ns 0.400 ns 14.129 ** 688.000 ** 0.713 ns 1.778 ** 43.550 ** 1.219 ** 1.136 ns 4.690 ns 1.148 ** 1.002 ns 3.760 ns 1.158 ** 0.897 24.160 0.668
Ukuran cabang 1.954 ** 0.328 ns 0.726 ns 0.447 ns 0.555 ns 0.551
Bentuk batang 17.089** 1.103 ns 1.111 ns 0.926 ns 0.891 ns 1.005
10.457 ** 5.214 * 28.950 ns 14.638 ns 101.291 ** 168.083
4.036* 7.640 * 43.673 ns 19.521 ns 170.675 ** 247.333
Parung Panjang, Bogor R P F(P) R*P R*F(P) E
4 11 93 44 304 778
323.240 ** 59.920 ** 338.270 ** 182.420 ** 123.350 ** 921.330
0.048 ** 0.009 * 0.076 ** 0.034 ** 0.218 ** 0.268
212.792 ** 11.449 * 95.298 ** 65.710 ** 265.221 ** 285.083
Keterangan: R = blok/ulangan, P = provenansi, F(P) = famili di dalam provenansi, R*P = interaksi blok dengan provenansi, R*F(P) = Interaksi blok dengan famili di dalam provenansi, E = galat/sisa, ** = berpengaruh nyata pada P< 0.01, * = berpengaruh nyata pada P < 0.05, ns = tidak berpengaruh nyata.
Hasil analisis ragam ini berbeda dengan penelitian Sudrajat (2015) terhadap plot uji yang sama pada umur 12 bulan yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang tidak nyata antar provenan untuk sifat tinggi tanaman. Perbedaan nilai kuadrat tengah ini juga dilaporkan oleh Yudhohartono (2013) pada uji provenansi jabon putih asal Sumbawa. Perbedaan ini kemungkinan disebabkan oleh umur tanaman yang masih muda sehingga sifat pertumbuhan belum stabil. Besarnya taksiran komponen varians menggambarkan besarnya proporsi sumbangan (kontribusi) setiap sumber variasi terhadap variasi total. Hasil analisis pada (Tabel 6) menunjukkan bahwa komponen varians antara provenansi dan famili di dalam provenansi (komponen varians genetik) memberikan sumbangan (kontribusi) sangat kecil terhadap variasi total, yaitu masing-masing sebesar 0.40 %, dan 4.15 % untuk karakter tinggi, sedangkan untuk karakter diameter komponen varians sebesar 0.29 % dan 0.39 % di Parung panjang. Sementara komponen varians interaksi masing-masing sebesar 0.11 %, 9.30 % dan 40.79 % untuk karakter tinggi, sedangkan diameter sebesar 8.58 %, 7.90 %, dan 20.78 %. Hasil ini memberikan gambaran bahwa pada umur 2 tahun pengaruh faktor genetik dalam pertumbuhan tanaman masih relatif sangat kecil. Komponen ragam antar famili di dalam provenansi lebih tinggi daripada komponen ragam antar provenansi di kedua tapak untuk karakter diameter dan tinggi. Penelitian yang dilakukan oleh Susanto (2010) pada uji provenansi dan uji keturunan Eusideroxylon zwageri juga melaporkan bahwa komponen keragaman famili di dalam provenansi yang nilainya lebih tinggi dibandingkan komponen keragaman provenansi. Hal ini sangat menguntungkan dalam proses seleksi dimasa
11
datang karena diantara famili didalam provenan mempunyai keragaman genetik yang tinggi. Dengan adanya variasi pertumbuhan atau keragaman genetik tinggi yang terdapat antar famili di dalam provenansi maka semakin banyak potensi sumberdaya genetik tanaman jabon putih (famili) yang bisa dipertahankan. Tabel 6 Komponen keragaman total dan kontribusi relatif (angka di dalam kurung) sumber keragaman terhadap keragaman total pertumbuhan uji provenansi-keturunan jabon putih umur 24 Bulan Limbangan, Garut
Sumber Keragaman Tinggi (m) σ²R σ²P σ²F(P) σ²RP σ²RF(P) σ²E Total σ²R σ²P σ²F(P) σ²RP σ²RF(P) σ²E Total
Diameter (m)
0.094 (8.40%) 0.003 (0.27%) 0.066 (5.95%) 0.015 (1.33%) 0.039 (3.53%) 0.897 (80.52%) 1.114
Serangan hama
0.0000382 (19.29%) 0.000401 (0.02%) 0.00000469 (5.58%) 1.52 (67.78%) 0.0000189 (14.15%) 0.0141 (0.63%) 0.00000684 (6.07%) 0.019 (0.62%) 0.00000768 (4.21%) 0.0418 (1.86%) 24.16 0 (41.10%) 0.668 (28.98%) 24.160 2.51 Parung Panjang, Bogor 0.355 (0.11%) 0.0000560 (8.58%) 0.280 (28.14%) 0.013 (0.40%) 0.0000019 (0.29%) 0.005 (4.45%) 0.136 (4.15%) 0.0000025 (0.39%) 0.051 (14.53%) 0.304 (9.30%) 0.0000510 (7.90%) 0.241 (24.72%) 1.080 (40.79%) 0.00013 (20.78%) 0.207 (20.82%) 1.383 (45.28%) 0.0004 (62.06%) 0.482 (36.86%) 3.291 0.00065 1.161
Ukuran cabang
Bentuk batang
0.014 (2.34%) 0.002 (0.57%) 0.014 (2.39%) 0.011 (1.94%) 0.009 (1.55%) 0.55 (91.21%) 0.6
0.266 (18.26%) 0.004 (0.25%) 0.013 (0.87%) 0.171 (11.71%) 0.012 (0.83%) 1.005 (67.72%) 0.425
0.014 (3.42%) 0.002 (0.61%) 0.004 (0.49%) 0.012 (3.82%) 0.029 (9.55%) 0.252 (82.61%) 0.306
0.0029 (0.60%) 0.0034 (0.73%) 0.002 (0.52%) 0.003 (0.61%) 0.046 (10.72%) 0.371 (87.34%) 0.425
Keterangan: σ²R = komponen ragam blok (ulangan), σ²P = komponen ragam provenansi, σ²RP = komponen ragam interaksi ulangan/blok dengan provenansi, σ²F(P)= komponen ragam famili di dalam provenansi, σ²RF(P) = komponen ragam interaksi ulangan dengan famili di dalam provenansi, σ²e = komponen ragam individu di dalam famili/error.
Keragaman yang tinggi antara famili dan provenansi menunjukkan adanya variabilitas, keragaman pada level famili (bersarang dalam provenansi merupakan hal yang menguntungkan dalam kegiatan seleksi. Hardiyanto et al. (2007) menyatakan bahwa tidak ada hasil seleksi tanpa adanya variasi sehingga analisis varian dalam suatu evaluasi tanaman uji keturunan sangat penting untuk dilakukan karena dapat mengetahui seberapa besar variabilitas antar famili yang diuji. Adanya perbedaan diantara famili dan provenansi yang diuji menunjukkan bahwa di dalam setiap individu pohon terdapat variasi antar provenansi dan antar individu (Zobel dan Talbert 1984). Variasi Pertumbuhan di Kedua Lokasi Variasi pertumbuhan jabon putih di kedua lokasi yaitu Parung Panjang dan Limbangan disajikan pada Tabel 7. Pada lokasi Parung Panjang, variasi untuk sifat tinggi pada kisaran 1.00 m – 9.37 m dengan rerata 4.70 m, sedangkan variasi pertumbuhan di Limbangan untuk sifat tinggi pada kisaran 0.10 m – 6.52 m dengan rerata 1.73 m. Untuk sifat tinggi, jabon putih di Limbangan memiliki variasi yang lebih lebar daripada di Parung Panjang. Jabon putih di Parung Panjang memiliki variasi diameter pada kisaran 0.009 m – 0.172 m dengan rerata 0.075 m, sedangkan di Limbangan berkisar 0.003 m – 0.121 m dengan rerata 0.040 m. Jabon putih di Limbangan memiliki kisaran diameter yang lebih lebar daripada di Parung Panjang.
12
Koefisien keragaman genetik untuk semua sifat baik tinggi maupun diameter di Parung Panjang berkisar antara 5.01% sampai 6.325% menurut Miligan et al. (1996) dalam Sudarmadji et al. (2007) termasuk kategori sedang, kecuali sifat tinggi pada Limbangan yaitu 44.55 % termasuk kategori tinggi. Secara umum keragaman genetik untuk sifat tinggi dan diameter jabon putih pada kedua lokasi berkisar dari rendah-tinggi. Nilai koefisien keragaman genetik dapat memberi gambaran yang lebih luas tentang variasi karakter/sifat yang dapat diwariskan (Burton dalam Singh et al. 2003) dan merupakan penduga yang baik terhadap besarnya respon yang diharapkan dari suatu seleksi (Akhtar et al. 2007). Persen Hidup dan Pertumbuhan Kisaran nilai rata-rata karakter tinggi dan diameter di Parung Panjang lebih tinggi dibandingkan dengan Limbangan (Tabel 7). Provenansi yang memiliki peringkat yang stabil dan terbaik untuk karakter tinggi, diameter, dan persen hidup adalah provenansi Batu Licin di tapak uji Limbangan, sedangkan pada tapak uji di Parung Panjang, provenansi Kuala Kencana menempati rangking 1 untuk sifat tinggi dan diameter, tetapi memiliki persen hidup yang rendah yaitu peringkat 11 (Gambar 6). Tabel 7 Tinggi total, diameter pangkal batang dan persentase hidup provenansi jabon putih umur 24 Bulan di dua lokasi di Jawa Barat (nomor di dalam kurung menunjukkan rangking) Parung Panjang, Bogor Persen Hidup Tinggi (m) Diameter (m) (%) Sumatera Barat 4.19 (11) 0.071 (10) 72.5 (1) Riau 4.69 (8) 0.073 (9) 50.4 (7) Sumatera Selatan 4.65 (9) 0.075 (8) 51.8 (8) Garut 4.96 (4) 0.076 (5) 50.0 (10) Nusa Kambangan 4.75 (7) 0.075 (6) 50.7 (6) Alas Purwo 4.98 (2) 0.078 (2) 51.4 (9) Kalimantan Tengah 4.05 (12) 0.067 (12) 56.3 (2) Kalimantan Selatan 4.97 (3) 0.071 (11) 37.5 (12) Gowa 4.38 (10) 0.075 (7) 54.3 (5) Pomalaa 4.77 (6) 0.078 (3) 55.7 (3) Sumbawa 4.77 (5) 0.077 (4) 54.4 (4) Papua 5.26 (1) 0.083 (1) 40.0 (11) Kisaran Famili 1.00-9.97 0.009-0.172 20-100 % Rata-rata 4.70 0.075 52.8 Covariance (%) 5.01 6.325 Provenansi
Tinggi (m) 1.69 (7) 1.67 (8) 1.81 (3) 1.71 (6) 1.82 (2) 1.54 (10) 1.52 (11) 2.14 (1) 1.81 (5) 1.66 (9) 1.81 (4) 1.50 (12) 0.10-6.52 1.73 44.55
Limbangan, Garut Persen Hidup Diameter (m) (%) 0.040 (7) 60.0 (7) 0.038 (9) 62.5 (4) 0.041 (5) 58.6 (9) 0.040 (6) 59.2 (8) 0.042 (3) 63.6 (2) 0.035 (11) 60.7 (5) 0.036 (10) 62.5 (3) 0.047 (1) 65.0 (1) 0.042 (4) 57.2 (11) 0.039 (8) 58.3 (10) 0.043 (2) 52.6 (12) 0.033 (12) 60.0 (6) 0.003-0.121 10-100% 0.040 59.46 0.082
Adaptabilitas tanaman di suatu lokasi penanaman dicerminkan oleh persen hidup tanaman atau daya survival . Semakin tinggi persen hidup tanaman di suatu lokasi penanaman berarti semakin tinggi daya adaptasi tanaman di lokasi tersebut. Data pada Tabel 7, menunujukkan bahwa daya adaptasi tanaman antar tempat asal populasi bervariasi antara 10 – 100 %. Hal ini menunjukkan bahwa persen hidup tanaman antar tempat asal populasi relatif jauh berbeda. Fenomena ini dapat dimengerti karena kondisi habitat 12 provenansi sangat berbeda dengan kondisi habitat pada lokasi uji, yaitu Parung Panjang dan Limbangan. Kondisi yang cukup
13
berbeda ini diduga sebagai faktor utama yang menyebabkan adaptabilitas populasi Kalimantan Selatan dan Sumbawa paling rendah. Persentase hidup tertinggi di Limbangan adalah provenansi Batu Licin (Kalimantan Selatan), sedangkan di Parung Panjang persentase hidup tertinggi adalah provenansi Rimbo Panti (Sumatera Barat). Persentase hidup dari 12 provenansi pada umur 24 Bulan ini mengalami penurunan dibandingkan pada saat berumur 12 bulan. Hal ini diduga karena kondisi lingkungan yang sangat berat untuk pertumbuhan tanaman jabon putih seperti kekeringan serta adanya penutupan gulma yang cukup rapat. Adinugraha et al. (2014) melaporkan bahwa terjadi penurunan persentase hidup pada uji provenansi-keturunan merbau (Instia bijuga) yang disebabkan karena kekeringan dan persaingan gulma.
A
B
C
D
Gambar 6 Boxplot sebaran nilai tinggi dan diameter dari 12 provenan, A dan B di Parung Panjang; C dan D di Limbangan. Note: A Rimbopanti, B Riau, C Ogan Komering Ilir, D Garut, E Nusa Kambangan, F Alas Purwo, G Kalimantan Tengah, H Kalimantan Selatan, I Sulawesi Selatan, J Sulawesi Tenggara, K Sumbawa, dan L Papua
14
Boxplot pada Gambar 6 menunjukkan bentuk distribusi data dan keragaman untuk karakter tinggi dan diameter di kedua lokasi. Garis tengah yang melewati box merupakan median dari data. Boxplot dari provenansi Ogan Komering Ilir dan Riau memiliki median yang sama untuk karakter tinggi di kedua lokasi. Provenansi Garut dan Nusa Kambangan memiliki media yang sama untuk karakter diameter. Kesamaan nilai median diantara kedua provenansi menjelaskan bahwa kinerja dari kedua provenansi adalah sama. Panjang box ditentukan oleh IQR (interquartile range) menggambarkan ukuran penyebaran data. Semakin tinggi bidang IQR ini, menunjukkan data semakin menyebar, berdasarkan hal tersebut terlihat bahwa provenansi Sumbawa memiliki keragaman yang lebih besar dibandingkan provenansi lainnya untuk karakter tinggi di Parung Panjang. Garis whisker atas boxplot dari seluruh provenansi menunjukkan lebih panjang dibandingkan dengan whisker bawah. Hal ini mengindikasikan bahwa seluruh provenansi memiliki kinerja yang baik karena dominan nilai yang lebih tinggi dari rata-rata untuk karakter tinggi dan diameter lebih banyak dibandingkan nilai di bawah box.
Pohon Induk Rangking famili dalam program pemuliaan merupakan faktor yang sangat penting karena rangking famili merupakan ukuran kinerja dari famili yang diuji dalam suatu uji keturunan yang nantinya dapat digunakan sebagai dasar dalam kegiatan seleksi serta pengembangan program pemuliaan lebih lanjut (Halawane 2013). Gambar 8 menunjukkan sepuluh famili terbaik yang dapat dijadikan kandidat sebagai pohon induk dengan tinggi tanaman tertinggi juga sekaligus memiliki diameter batang terbesar dari seluruh famili yang diuji. Pohon-pohon plus terpilih pada akhir seleksi dapat digunakan sebagai materi untuk memproduksi bibit berkualitas secara vegetatif karena seluruh karakter yang ada pada pohon induk akan diwariskan kepada keturunannya, sehingga potensi pohon induk yang baik akan berdampak baik pada tanaman yang dikembangkan. Kondisi tegakan jabon putih disajikan pada (Gambar 7).
A
B
Ganbar 7 Kondisi jabon putih di (A) Limbangan, Garut dan (B) Parung Panjang, Bogor
15
Gambar 8
A
B
C
D
Sepuluh famili terbaik berdasarkan parameter (A) tinggi, dan (B) diameter di Parung Panjang, Bogor, (C) tinggi, dan (D) diameter di Limbangan, Garut. Garis vertikal di atas tiap plot data menunjukkan galat baku dan huruf-huruf di atas balok data menunjukkan perbandingan nilai tengah antar famili berdasarkan uji Duncan pada taraf nyata 0.05.
Diantara famili-famili yang memiliki kinerja baik dan stabil, terdapat juga famili dengan kinerja yang cukup baik namun kurang stabil seperti pada famili CPG-16. Famili CPG-1 menempati rangking pada sifat tinggi, sedangkan pada sifat diameter, famili tersebut tidak menempati urutan rangking atau dengan kinerja di bawah rata-rata. Famili yang memiliki kinerja terbaik dan stabil di Parung Panjang adalah famili CPK-22, dan SKR-12, sedangkan famili CPK-8, CPK-16, dan JAP-14 memiliki kinerja yang baik namun cukup stabil. Famili NBH-8, JGS25 dan CPG-14 memiliki kinerja yang paling baik dan stabil di antara seluruh famili yang diuji di Limbangan, Garut (Gambar 8). Hal ini disebabkan karena baik terhadap parameter pertumbuhan tinggi, dan diameter famili tersebut menempati urutan rangking yang sama. Famili lainnya yang juga cukup stabil yaitu famili
16
CGS-4, CPK-23, dan JNK-3. Famili-famili tersebut dapat dipertahankan apabila akan dilakukan seleksi di masa yang akan datang.
Heritabilitas Nilai heritabilitas pada penelitian ini dikategorikan rendah hingga tinggi. Hasil penelitian Sudrajat (2015) menyatakan bahwa heritabilitas famili lebih tinggi pada jabon putih umur 12 bulan, yaitu untuk karakter tinggi adalah 0.055, dan diameter 0.054 di Limbangan, sedangkan pada Parung Panjang sebesar 0.150 untuk tinggi dan 0.178 untuk karakter diameter. Nilai heritabilitas yang semakin menurun seiring dengan bertambahnya umur tanaman terjadi karena laju pertambahan varian fenotipe lebih besar dari varian aditif sebagaimana disampaikan oleh (Surles et al. 1995). Penurunan nilai heritabilitas ini juga terjadi pada uji keturunan ulin (Eusideroxylon zwageri) (Prastyono & Susanto 2015) dan penelitian Yudhohartono (2013) pada uji provenansi jabon putih yang melaporkan bahwa nilai heritabilitas famili sifat tinggi dan diameter pada jabon putih semakin kecil dengan bertambahnya umur tanaman jabon putih. Tabel 8 Pendugaan nilai heritabilitas individu dan famili pada jabon putih umur 24 Bulan di Parung Panjang dan Limbangan Parameter pertumbuhan
heritabilitas individu (h²i) Parung Panjang, Bogor
heritabilitas famili (h²f)
Limbangan, Garut Parung Panjang, Bogor Limbangan, Garut
Tinggi (m)
0.209 (Sedang)
0.263 (Sedang)
0.018 (Rendah)
0.325
(Tinggi)
Diameter (m)
0.019 (Rendah)
0.031 (Rendah)
0.045 (Rendah)
0.046
(Rendah)
Serangan hama
0.005 (Rendah)
0.078 (Rendah)
0.031 (Rendah)
0.002
(Rendah)
Ukuran cabang
0.024 (Rendah)
0.099 (Rendah)
0.006 (Rendah)
0.00016 (Rendah)
Bentuk batang 0.004 (Rendah) 0.051 (Rendah) 0.068 (Rendah) 0.0003 (Rendah) Keterangan: Kategori nilai heritabilitas berdasarkan Cotterill dan Dean (1990): heritabilitas <0.1rendah, 0.1-0.3 = sedang, dan >0.3 = tinggi
Menurut Zobel & Talbert (1984), nilai heritabilitas famili biasanya lebih besar daripada nilai heritabilitas individu, karena heritabilitas famili didasarkan pada rata-rata individu setiap famili, sehingga pengaruh lingkungan dapat diimbangi. Nilai heritabilitas pada jabon putih umur 24 Bulan menunjukkan bahwa heritabilitas individu dominan lebih besar dibandingkan dengan heritabilitas famili pada kedua lokasi (Tabel 8). Hal ini diduga karena banyaknya famili yang mati sehingga berpengaruh pada pendugaan nilai heritabilitas. Kematian pada jabon putih tersebut menyebabkan terjadinya penjarangan secara alami. Hal ini sesuai dengan penelitian oleh Sutrisno (2007) pada Acacia mangium yang melaporkan bahwa, heritabilitas individu nilainya lebih tinggi dibandingkan heritabilitas famili setelah dilakukan penjarangan. Demikian pula hasil penelitian pada jenis konifer lainnya (Pinus sylvertris) umur 10 tahun, nilai heritabilitas individu untuk sifat tinggi dan diameter lebih tinggi dibandingkan heritabilitas famili (Adam et al. 2007). Nilai heritabilitas individu yang tinggi menyebabkan seleksi yang tepat untuk diterapkan adalah seleksi masa. Untuk karakter tinggi di Parung Panjang menunjukkan bahwa heritabilitas famili lebih tinggi dibandingkan heritabilitas
17
individu, yang memberi indikasi awal kemungkinan perolehan genetik (genetic gain) akan lebih tinggi dengan melakukan seleksi antar famili daripada seleksi individu/massa (Sudrajat 2015). Nilai heritabilitas yang rendah di tapak Parung Panjang menyebabkan seleksi belum bisa dilaksanakan atau ditunda hingga heritabilitasnya stabil atau ketika jabon putih berumur 3 tahun. Nilai heritabilitas akan bertambah dengan bertambahnya usia tanaman. Hal ini diduga karena adanya efek kompetisi antar jabon putih. Hal ini didukung oleh pernyataan Kien et al. (2009), peningkatan nilai heritabilitas seiring dengan penambahan umur tanaman bisa juga terjadi karena adanya efek kompetisi pada umur tegakan yang lebih tua, yang mana bisa menyebabkan penaksiran heritabilitas yang lebih besar daripada seharusnya. Karakter tinggi jabon putih di tapak Limbangan memiliki heritabilitas yang tinggi karena pengaruh faktor lingkungan yang kecil sehingga mengindikasikan bahwa seleksi dapat diterapkan secara efisien pada karakter tersebut. Karakter dengan nilai heritabilitas tinggi menggambarkan bahwa karakter tersebut mudah diwariskan dan sebagian besar variasi fenotipe disebabkan oleh variasi genetik, maka seleksi akan memperoleh kemajuan genetik (Suprapto & Kairudin 2007). Kemajuan Genetik Pendugaan kemajuan genetik harapan (KGH) disajikan pada (Tabel 9). Pendugaan kemajuan genetik suatu karakter sangat berperan dalam proses seleksi terhadap populasi yakni menduga besarnya pertambahan nilai sifat tertentu pada populasi tersebut. Tabel 9 Dugaan persentase kemajuan genetik harapan dengan intensitas seleksi sebesar 20 % Parameter pertumbuhan
Kemajuan genetik harapan
% kemajuan genetik harapan
Parung Parung Limbangan Kategori Limbangan Kategori Panjang Panjang Tinggi (m) 0.486 0.462 10.366 Sedang 27.021 Tinggi Diameter (m) 0.001 0.0007 0.844 Rendah 0.024 Rendah Serangan hama 0.0006 0.107 0.192 Rendah 6.542 Rendah Ukuran cabang 0.0018 0.104 0.786 Rendah 7.552 Sedang Bentuk batang 0.0004 0.072 0.019 Rendah 4.154 Rendah Keterangan: Kemajuan genetik menurut Begundan Sobhan (1991) dalam Sadiyah 2010 diklasifikasikan rendah 0-7 %; sedang 7,1-14 %; Tinggi >14,1 %.
Nilai duga kemajuan genetik harapan dari karakter yang diamati berkisar antara 0.001 - 27.021%. Pada karakter yang memiliki KGH tinggi dan heritabilitas tinggi (Tabel 9), seleksi akan berlangsung lebih efektif karena pengaruh lingkungan kecil, sehingga faktor genetik lebih dominan dalam penampilan fenotipe tanaman. Nilai heritabilitas tinggi yang diikuti oleh respon seleksi tinggi merupakan hasil kerja gen aditif, sebaliknya suatu sifat yang memiliki nilai heritabilitas tinggi dan diikuti dengan respon seleksi rendah akibat pengaruh gen bukan aditif (dominan dan epistasis). Nilai kemajuan genetik harapan karakter tinggi yang tinggi berarti besar peluang untuk dilakukanya perbaikan karakter tersebut melalui seleksi. Sebaliknya
18
jika nilai kemajuan genetik harapan rendah, maka kegiatan seleksi pada karakter yang bersangkutan dapat dilakukan pada satu kali generasi untuk membentuk populasi yang seragam atau kegiatan seleksi dapat dihentikan karena perbaikan yang akan dicapai relatif rendah.
Korelasi Genetik dan Fenotipik Korelasi fenotipik dan genetik antara karakter tinggi, diameter, serangan hama, ukuran cabang, dan bentuk batang di Limbangan Garut adalah sama, sedangkan korelasi fenotipik di Parung Panjang Bogor memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan korelasi genetiknya (Tabel 10). Tabel 10 Koefisien korelasi genetik dan fenotipik antar parameter pada jabon putih umur 24 Bulan No Karakter
Korelasi fenotipik Parung Panjang
Limbangan
Korelasi genetik Parung Panjang
Limbangan
Tinggi (x) Diameter (y) 0.833 ** 0.891 ** 0.167 ** 0.891 ** Tinggi (x) 2 Serangan hama (y) 0.310 ** 0.329 ** 0.383 ** 0.329 ** Tinggi (x) 3 Ukuran cabang (y) 0.111 ** 0.217 ** 0.106 ** 0.217 ** Tinggi (x) 4 Bentuk batang (y) -0.009 0.001 -0.009 0.001 Diameter (x) 5 Serangan hama (y) 0.259 ** 0.315 ** 0.039 0.315 ** Diameter (x) 6 Ukuran cabang (y) 0.293 ** 0.246 ** 0.034 0.246 ** Diameter (x) 7 -0.057 0.017 -0.007 0.017 Bentuk batang (y) Serangan hama (x) 8 Ukuran cabang (y) 0.012 0.200 ** 0.009 0.200 ** Serangan hama (x) 9 Bentuk batang (y) 0.034 0.056 0.027 0.056 Ukuran cabang (x) 10 Bentuk batang (y) 0.080 0.317 ** 0.048 0.317 ** Keterangan: **berkorelasi nyata pada p<0.01, T=tinggi, D=diameter, UC=ukurang cabang, dan BB=bentuk batang 1
Koefisien korelasi fenotipe dominan menunjukkan nilai yang lebih tinggi dibandingkan koefisien korelasi genetiknya. Hal ini diduga terjadi karena faktor lingkungan dan interaksi genetik dengan lingkungan yang mendukung ekspresi gen-gen dalam pleitropisme (satu gen mengendalikan beberapa karakter) dan linkage (dua atau lebih gen terletak pada kromosom yang sama dan cenderung diturunkan secara bersama). Korelasi fenotipe nyata yang tidak diikuti oleh korelasi genetiknya terjadi antara karakter diameter dengan hama, dan diameter dengan ukuran cabang di lokasi Parung Panjang. Hal tersebut diduga disebabkan faktor lingkungan dapat mendukung ekspresi gen-gen pengendali dari karakter-karakter
19
tersebut. Hasil yang sama juga ditunjukkan oleh Martono (2009) terhadap nilam (Pogostemon sp.). Korelasi fenotipe dan genetik tertinggi di Limbangan ditunjukkan oleh hubungan korelasi antara tinggi dan diameter dengan koefisien 0.891. Korelasi fenotipe yang kuat antara karakter tinggi dan diameter di kedua lokasi sesuai dengan penelitian Sudrajat (2015) pada demplot yang sama saat jabon putih berumur 12 bulan. Hubungan yang positif dan kuat ini menunjukkan bahwa jika karakter tinggi ditingkatkan lewat seleksi, maka karakter diameter akan meningkat juga. Korelasi genetik antara sifat tinggi dan diameter yang tinggi banyak terjadi pada tanaman kehutanan, antara lain Falcataria moluccana (Ismail dan Hadiyan 2008; Hadiyan 2010), Shorea parvifolia (Prasetyawati 2009), Aracauria cunninghamii (Setiadi 2010), Tectona grandis (Hadiyan 2008), dan Intsia bijuga (Mahfudz 2013). Karakteristik Daun Jabon Putih Daun jabon putih merupakan daun tunggal dengan susunan saling berhadapan, bertangkai panjang (2.5-6) cm dengan helaian daun agak besar (panjang (15-50) cm dan lebar (8-25) cm). Permukaan daun jabon putih tidak berbulu dan bertulang daun sekunder jelas (10-16 pasang). Daun jabon putih berbentuk elliptical atau oval, kadang hampir bundar (www.//cwpro. in/onetreemattersartic). Nilai rata-rata berdasarkan pengukuran langsung untuk dimensi morfologi daun jabon putih terhadap provenansi disajikan pada (Tabel 11). Tabel 11 Rata-rata dan kisaran nilai tiap karakter morfologi daun Karakter morfologi Panjang daun (cm) Lebar daun (cm) Panjang tangkai daun (cm) Diameter tangkai daun (cm) Panjang daun terlebar ke tangkai (cm) Jumlah tulang daun Jarak antar tulang daun (cm) Panjang ujung daun (cm) Sudut daun (°) Sudut daun (°) LO LW 3/4 (cm) OB (%)
30.987 17.636 3.133 0.384 14.309 29.024 2.202 1.273 66.118 114.998 8.085 13.227
Rata-rata ± 5.9 ± 3.909 ± 0.61 ± 0.117 ± 2.514 ± 3.431 ± 0.439 ± 0.371 ± 9.248 ± 9.267 ± 1.356 ± 2.931
13.6 9.9 1.7 0.2 8.3 18 1.025 0 5 95 4.88 7.425
Kisaran nilai - 56.3 - 35 - 8.1 - 0.8 - 31.3 - 42 - 4.45 - 2.6 - 85 - 175 - 12.987 - 26.25
LUAS DAUN/LS cm2
46.767 1782
± ±
6.529 738.747
22.244 544.505
-
112.996 6177
KELILING DAUN/KL
153.185
±
30.057
86.536
-
286.868
ASPECT RATIO/AR FORM FACTOR/FF PR
1.775
±
0.164
0.723
-
2.48
0.916 8.744
± ±
0.023 0.518
0.815 5.438
-
0.987 10.955
Penelitian oleh Sudrajat (2015) terhadap karakteristik morfologi daun jabon putih menyatakan, panjang daun jabon putih (23.90-29.70) cm, lebar daun (12.7017.30) cm, panjang tangkai daun (3.20-4.30) cm, serta jumlah tulang daun (26-28
20
buah). Nilai terhadap berbagai variabel tersebut berbeda dengan hasil pengukuran variabel karakter morfologi pada penelitian ini. Perbedaan hasil pengukuran variabel karakter morfologi daun jabon putih dengan literatur ini merupakan indikasi adanya keragaman pada morfologi daun antar famili jabon. Variasi populasi asal yang berbeda tentunya memiliki variasi kondisi geoklimat yang berbeda juga (lintang, bujur, ketinggian tempat, suhu, dan curah hujan). Jabon putih yang berasal dari 12 populasi asal ditanam pada satu lokasi menyebabkan adanya variasi pada karakter morfologi daun.
A
B
C
D
Gambar 9 Sebaran nilai karakter jarak antara tulang daun yang berkorelasi dengan geoklimat (A) suhu, (B) bujur, (C) lintang, dan (D) curah hujan Berdasarkan uji pearson (Tabel 12 & Gambar 9), kondisi geoklimat berkorelasi dengan karakter morfologi dengan kisaran sangat rendah-sedang. Variabel karakter daun yang tidak memiliki korelasi terhadap kondisi geoklimat berarti faktor lingkungan tidak berpengaruh terhadap morfologi daun tersebut. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian terhadap Michelia campaca oleh Bramasto et al. (2010), menunjukkan panjang daun (PD) dan lebar daun (LMD) tidak dipengaruhi oleh kondisi geoklimat, sedangkan panjang tangkai daun (PTD)
21
dan jumlah tulang daun dipengaruhi oleh geoklimat. Hasil ini didukung oleh penelitian (Damayanti 2014) terhadap daun Alstonia scholaris dan Macaranga triloba menunjukkan bahwa variabel panjang daun, tangkai daun, lebar daun, serta jarak daun terlebar ke petiole tidak berpengaruh nyata terhadap lingkungan. Tabel 12 Korelasi antara kondisi geoklimat dengan karakteristik morfologi daun jabon putih Ketinggian Curah hujan Karakter Suhu (º) Lintang Bujur (m dpl) (mm/th) Panjang tangkai daun 0.190 * -0.100 0.063 0.089 0.085 Jumlah tulang daun 0.089 -0.071 0.173 * 0.160 * 0.077 Jarak antar tulang daun 0.185 * -0.479 ** 0.334 * 0.349 * 0.451 ** OB (%) 0.011 0.125 * -0.143 * -0.161 * -0.075 Ket: besarnya korelasi 0-0.199 = sangat rendah, 0.20-0.399 = rendah, 0.40-0.599 = sedang, 0.600.799 = kuat, dan 0.80-1.00 tergolong sangat kuat (Sugiyono 2007).
Kemungkinan keragaman yang terjadi pada morfologi daun jabon putih disebabkan karena interaksi faktor genetik dan lingkungan, namun faktor genetik kontribusinya lebih besar. Hal ini didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Sudrajat (2015), yang menyatakan kemungkinan besar yang terjadi pada keragaman, benih, buah dan daun jabon putih disebabkan karena faktor genetik. Pada tapak uji di Parung Panjang, jabon putih yang pendek cenderung daunnya lebar, serta jabon putih yang memiliki cabang berukuran besar, pola percabangan tipe 1 dominan tidak dapat melakukan self pruning, tingginya cenderung rendah sehingga perlu dilakukan analisis korelasi antara parameter pertumbuhan dengan morfologi daun. Analisis korelasi (Tabel 13) menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang kuat antara karakter pertumbuhan dengan karakter morfologi daun yang diuji. Jabon putih yang tinggi cenderung memiliki panjang daun yang kecil dan daunnya membulat. Pola percabangan 1 cenderung memiliki permukaan daun yang luas (Gambar 10).
A
B
Gambar 10 Korelasi karakter pertumbuhan dengan jarakter morfologi daun, (A) tinggi dengan panjang daun, (B) tinggi dengan luas daun
22
Variabel panjang daun dikonversi menjadi kategori kecil (20.05 cm – 28.84 cm), sedang (28.85 cm – 37.64 cm), dan besar (37.65 cm – 46.44 cm). Variabel luas daun juga dikonversi menjadi kecil (684.392 cm - 1880.776 cm), sedang (1880.777 cm – 3077.260 cm), dan besar (3077.261 cm – 4273.544 cm). Tabel 13 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Korelasi fenotipe dan genetik antara karakter pertumbuhan dengan karakter morfologi daun jabon putih
karakter Tinggi (x) Panjang daun (y) Tinggi (x) Lebar daun (y) Tinggi (x) Luas daun (y) Tinggi (x) Keliling daun (y) Tinggi (x) LW3/4 (y) Tinggi (x) Jarak antar tulang daun (y) Tinggi (x) Kebundaran daun (y) Diameter (x) Panjang daun (y) Diameter(x) Lebar daun (y) Diameter(x) Luas daun (y) Diameter(x) Keliling daun (y) Diameter (x) LW3/4 (y) Diameter (x) Jarak antar tulang daun (y) Pola percabangan (x) Panjang daun (y) Pola percabangan (x) Lebar daun (y) Pola percabangan (x) Luas daun (y) Pola percabangan (x) Keliling daun (y) Pola percabangan (x) LW3/4 (y) Pola percabangan (x) Jarak antar tulang daun (y)
Rp(xy)
t-student (5%, 1%)
Rg(xy)
t-student (5%, 1%)
0.723
4.315**
0.849
6.625**
0.593
3.037**
0.733
4.443**
0.663
3.652**
0.812
5.736**
0.25
1.065 tn
0.4
1.799*
0.12
0.498 tn
0.556
2.758**
0.730
4.404**
0.750
4.675**
0.553
2.737**
0.618
3.241**
0.2
0.841 tn
-0.681
-3.834 tn
0.534
2.604*
0.810
5.695**
0.698
4.019**
0.787
5.259**
0.608
3.157**
0.821
5.929**
-0.149
-0.621 tn
-0.465
-2.166 tn
0.669
3.711**
0.46
2.136*
0.651
3.536**
0.782
5.173**
0.647
3.498**
0.897
8.367**
0.491
2.323*
0.643
3.462**
0.409
1.847*
0.457
2.118*
0.511
2.451*
0.624
3.292**
-0.381
-1.699 tn
-0.397
-1.783 tn
Korelasi genetik yang kuat antara karakter pertumbuhan dengan karakter morfologi menguntungkan untuk produksi sumber benih unggul karena dengan
23
melihat daun pohon induk jabon putih maka pertumbuhan keturunannya dapat diduga, yaitu pohon induk dengan daun panjang keturunannya akan memiliki tinggi dan diameter yang baik. Daun yang permukaannya cenderung luas maka akan memiliki diameter yang tinggi. Korelasi genetik yang tinggi antara karakter morfologi daun terhadap karakter petumbuhan ini berimplikasi terhadap terpilihnya bibit yang berkualitas jika dilakukan seleksi pada tingkat bibit. Seleksi pada tingkat bibit memberikan peluang keberhasilan tumbuh tanaman yang tinggi, serta meminimalkan kerugian akibat tanaman yang tumbuh berkualitas buruk.
Variasi Morfologi Daun antar Famili Jabon Putih Seluruh variabel pengujian karakter morfologi daun berpengaruh nyata terhadap perbedaan famili asal (Tabel 14). Hal tersebut mengindikasikan bahwa variabel tersebut dapat menjelaskan keragaman yang terjadi pada morfologi daun menjadi ciri khas pembeda pada setiap famili. Tabel 14 Pengaruh famili Jabon putih terhadap karakter morfologi daun Karakter Pengukuran Kuadrat Tengah F Hitung Panjang daun (cm) 242.407 20.27** Lebar daun (cm) 110.17 22.85** Panjang tangkai daun (cm) 2.057 11.02** Diameter tangkai daun (cm) 0.099 22.93** Jarak daun terlebar ke tangkai (cm) 33.194 9.87** Jumlah tulang daun 71.389 13.71** Jarak antar tulang daun (cm) 1.41 23.88** Panjang ujung daun (cm) 0.589 6.69** Apex angle (°) 273.055 4.21** Back apex angle (°) 238.196 3.45** LO 12.793 20.25** LW 3/4 (cm) 62.087 22.91** OB (%) 164.224 5.62** DTD-PTD 0.009 16.26** JPDL-LMD 0.119 10.53** Luas daun (cm²) 3848121.8 21.12** Keliling daun cm 64.19.171 21.68** Aspect ratio 0.172 15.7** Form factor 0.0036 17.43** Perimeter ratio of diameter 1.723 15.76** Ket: ** perlakuan berpengaruh nyata pada taraf ɑ = 0.01
Penelitian oleh Sudrajat (2015), menunjukkan bahwa lebar daun, panjang daun, penjang tangkai daun, dan jumlah tulang daun berpengaruh nyata terhadap karakterisasi morfologi daun. Djumali (2011) melaporkan bahwa Sudut daun berkaitan dengan kemampuan tanaman dalam menyerap energi cahaya matahari, semakin besar nilai sudut daun maka energi cahaya yang terserap akan semakin
24
maksimal. Peningkatan ukuran sudut daun ini diduga dapat berpengaruh terhadap kemampuan fotosintesis dari tanaman tersebut. Variasi Morfologi Daun Jabon Putih Berdasarkan Analisis Klaster Pendekatan terhadap morfologi daun merupakan cara yang paling mudah dan sederhana diaplikasikan untuk mengetahui hubungan kekerabatan dari 105 famili jabon putih yang berasal dari 12 provenan. Hasil Cluster Analysis (CA) menunjukkan adanya 2 kelompok (group) berdasarkan variasi morfologi daunnya (Gambar 11). Rata-rata tiap karakter tersaji pada Tabel 15. Kelompok 1 merupakan kelompok dengan anggota paling banyak yaitu sebanyak 89 famili, sedangkan kelompok 2 memiliki anggota paling sedikit yaitu sebanyak 15 famili. Dendogram hasil CA pada jabon putih juga menunjukkan adanya satu famili yang outgroup. Famili tersebut adalah GS-13 provenan asal Sulawesi Selatan. Hal ini berarti berdasarkan variasi morfologi daun famili GS-13 sangat berbeda dengan 104 famili lainnya. Hasil identifikasi kekerabatan ini akan sangat bermanfaat dalam kegiatan pemuliaan jabon putih untuk menghasilkan varietas baru. Menurut Kristamtini et al. (2014), Kekerabatan yang dekat memudahkan untuk memilih tetua persilangan yang mewakili kelompoknya. Semakin jauh jarak genetik antar varietas, maka akan menghasilkan variasi yang lebih tinggi jika disilangkan. Hubungan kekerabatan akan mempermudah dalam mencari varietas pengganti (varietas substitusi) bila suatu varietas tanaman mengalami kendala dalam proses budidayanya (Ashary 2010). Provenan Pomalaa, Kampar, Ogan Komering Ilir, Alas Purwo, dan Gowaa merupakan provenan yang mendominasi dari setiap kelompok kecil. Hal ini di duga ada kemungkinan bahwa benih Pomalaa tersebar ke Kampar, Riau sehingga ada aliran gen (genetic flow) dan ada kedekatan morfologi. Famili yang berasal dari provenansi yang sama tidak tergabung dalam kelompok yang sama. Hal ini diduga karena pengaruh lingkungan serta genetik yang akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang diekspresikan melalui penampilan fenotipenya. Hal ini didukung oleh Irawan dan Purbayanti (2008) yang menyatakan bahwa meskipun suatu kultivar berasal dari daerah yang sama namun bila lingkungan tempat tumbuhnya berbeda akan mempengaruhi diversitas genetik dan juga genotipe yang berasal dari daerah yang sama tidak selalu berada dalam kelompok yang sama. Semakin banyak persamaan ciri, maka semakin dekat hubungan kekerabatannya. Tabel 15 Rata-rata analisis klaster dari variabel kunci pembeda antar famili jabon putih Variabel Kelompok 1 Kelompok 2 Panjang daun (cm) 41.081 30.423 Lebar daun (cm) 27.69 17.334 LW 3/4 (cm) 23.266 12.973 Jarak antar tulang daun (cm) 2.201 2.205 Luas daun (cm²) 1828.827 1735.043 Keliling daun (cm) 163.632 150.343
Pomalaa, Sulawesi Tenggara & Kampar, Riau
Pomalaa, Sulawesi Tenggara
Kampar, Riau & Ogan Alas Purwo, Jawa Komering Ilir, Sumatera Timur Selatan
Gowa, Sulawesi Selatan
Gambar 11 Dendogram hasil analisis klaster menunjukkan bahwa terdapat dua kelompok yang terbentuk dan masing-masing dominasi pada tiap grup
Pomalaa, Sulawesi Tenggara & Kampar, Riau
35 25
25
26
Sebaran Variasi Morfologi Daun Jabon putih Menggunakan Analisis CDA, PCA, dan MCA Analisis kluster yang menghasilkan dendrogram yang terdiri dari dua kelompok, kemudian dilanjutkan dengan analisis multivariate yaitu PCA (Principal Component analysis), MDA (multiple correspondence analysis), CDA ( canonical diskriminant analysis) untuk mencari karakter kunci yang menjadi pembeda antar tiap famili. Analisis multivariate digunakan untuk mereduksi data tanpa mengurangi karakteristik data secara signifikan. Variabel sintesis pertama pada masing-masing metode yang digunakan memiliki persentase kontribusi tertinggi dibandingkan variabel sintesis kedua. Hal ini menunjukkan bahwa variabel sintesis pertama sudah dapat mewakili keragaman yang terjadi pada morfologi daun jabon. Tiga analisis multivariat yang digunakan mampu menjelaskan lebih dari 50% total varian yang ada, sehingga representatif untuk menunjukkan sebaran variasi morfologi daun (Tabel 16). Analisis PCA memberikan kontribusi terbesar dibandingkan kedua analisis lainnya yaitu sebesar 99.94 %. Tabel 16 Proporsi dari total varian yang dijelaskan oleh variabel sintesis pertama dan kedua dari analisis multivariat yang digunakan (CDA, PCA, MCA) Variabel ke-i CDA MCA PCA Variabel sintesis 1 82.90% 91.17% 99.94% Variabel sintesis 2 17.10% 3.78% 0.03% Total 100% 94.95% 99.97% Ukuran nilai korelasi pada satu peubah mengindikasikan kekuatan peranan peubah-peubah tersebut sebagai pembeda antar kelompok atau famili. Pada kasus ini sebagaimana disajikan pada (Tabel 17), dapat dikemukakan bahwa karakter yang paling berperan utama dalam memisahkan antar famili adalah panjang daun (PD), lebar daun (LMD), lebar daun dari ¾ panjang daun (LW ¾), keliling daun (K), luas daun (LD), dan jarak antar tulang daun (JATD). Karakter panjang daun, luas daun, dan LW ¾ memiliki korelasi yang kuat dengan karakter pertumbuhan (tinggi, diameter, pola percabangan, dan ukuran cabang). Korelasi yang kuat ini dapat memudahkan dalam kegiatan produksi sumber benih unggul. Tabel 17 Korelasi karakter kunci pembeda antar kelompok morfologi daun terhadap variabel sintesis 1 dan 2 dengan analisis multivariat (CDA, PCA, dan MCA) Karakter Pengukuran Panjang daun (cm) Lebar daun (cm) Jarak antar tulang daun (cm) LW 3/4 (cm) Luas daun (cm²) Keliling daun cm
CDA 1 -0.916 -0.991 -0.705 -0.991 -0.968 -0.976
CDA 2 -0.164 0.107 -0.037 0.107 0.094 -0.055
Analisis Multivariat PCA 1 PCA 2 MCA 1 -0.94995 -0.094 -0.93271 -0.97102 0.056 -0.92989 -0.73332 -0.065 -0.7081 -0.97102 0.056 -0.92989 -1 0 -0.91892 -0.98822 -0.036 -0.96159
MCA 2 0.073967 -0.08264 0.059276 -0.08264 -0.02227 0.01219
Keterangan: PCA (Principal Component analysis), MDA (multiple correspondence analysis), CDA ( canonical diskriminant analysis)
27
Korelasi antara karakter morfologi daun dengan analisis PCA, CDA, dan MCA termasuk kategori tinggi yaitu ≥ 0.70. Korelasi tertinggi terjadi antara karakter lebar daun dengan ketiga analisis yaitu sebesar -0.991, nilai tersebut menunjukkan bahwa variabel lebar daun dapat mewakili 99.1% keragaman antar famili. Hal ini juga berarti bahwa variabel lebar daun dapat menggantikan keempat variabel asli dari seluruh variabel tanpa banyak kehilangan informasi. Nilai negatif pada korelasi tersebut menjelaskan bahwa variabel asli yang telah direduksi dianggap tidak penting karena nilainya mendekati -1.
A
B
C
D
E
F
Gambar 12 Plot indek karakter kunci pembeda antar famili (A) panjang daun, (B) lebar daun, (C) jarak antar tulang daun, (D) luas daun, (E) keliling daun, dan (F) LW ¾
28
Keragaman morfologi daun yang menjadi karakter kunci disajikan pada (Gambar 12). Plot index menunjukkan bahwa famili GS-13 atau (CPG-13) provenan Gowa, Sulawesi Selatan) termasuk outgroup, karena memiliki ukuran yang berbeda disetiap karakter kunci.
A
B
C
D
E
F
Gambar 13 Distribusi dari variabel sintesis pertama dan kedua yang terbentuk dari tiga analisis multivariat yang berbeda A, C dan E adalah distribusi daun pada dua variabel sintesis yang terbentuk; B, D dan F menjelaskan distribusi dari variabel sintesis pertama; A dan B berdasarkan analisis CDA; C dan D berdasarkan analisis PCA; E dan F berdasarkan analisis MCA.
29
Distribusi dari variabel sintesis pertama dan kedua pada tiga metode analisis multivariat yang digunakan, yaitu CDA, PCA dan MCA, disajikan dalam diagram pencar, sementara distribusi dari variabel sintesis pertama terhadap jumlah spesiemen yang diamati disajikan dalam bentuk histogram (Gambar 13). Berdasarkan hasil diagram pencar, famili jabon putih memiliki rentang plastisitas yang lebar. Analisis Biplot Analisis biplot dapat menggambarkan posisi tiap variabel pengukuran morfologi daun dan posisi tiap famili, seperti posisi relatif dari famili JNK-4, CPG12, JAP-12, CPK-17, CPK-11, CPK-19, dan PKK-1 relatif sama yang dicirikan oleh variabel lebar daun (Gambar 14).
Gambar 14 Biplot sebaran morfologi daun jabon putih dari 105 famili Pada biplot, dua variabel yang memiliki nilai korelasi positif akan digambarkan sebagai dua buah garis dengan arah yang sama atau membentuk sudut sempit, sedangkan dua variabel yang memiliki nilai korelasi negatif akan digambarkan dalam bentuk dua garis dengan arah yang berlawanan atau membentuk sudut lebar (tumpul). Dua variabel yang tidak berkorelasi akan digambarkan dalam bentuk dua garis dengan sudut yang mendekati 90° (siku-siku). Berdasarkan hal tersebut variabel yang berkorelasi positif terdiri dari panjang daun, lebar daun, dan jumlah tulang daun. Korelasi positif menandakan bahwa setiap kenaikan nilai pada variabel panjang daun akan diikuti dengan kenaikan nilai variabel pada lebar daun dan jumlah tulang daun, begitu juga sebaliknya. Hal ini sesuai dengan penelitian terhadap karakter daun macaranga oleh Ruzi (2012) yang menyatakan bahwa setiap kenaikan panjang daun akan menyebabkan kenaikan lebar daun dan tangkai daun.
30
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Pertumbuhan awal karakter tinggi dan diameter jabon putih menunjukkan perbedaan nyata antara provenansi dan antar famili di dalam provenansi di kedua lokasi. Tingkat keragaman genetik jabon ditemukan lebih tinggi antar famili di dalam provenansi daripada antar provenansi yang memberikan indikasi menggunakan famili-famili yang berpenampilan lebih baik sebagai sumber benih untuk kegiatan-kegiatan pembangunan hutan tanaman. Seleksi yang tepat untuk diterapkan di Parung Panjang adalah seleksi massa, sedangkan seleksi yang tepat untuk diterapkan di Limbangan, Garut adalah seleksi famili. Nilai heritabilitas tertinggi terdapat pada karakter tinggi. Nilai heritabilitas yang rendah berpengaruh terhadap kemajuan genetik, sehingga untuk karakter yang memiliki nilai heritabilitas rendah tidak dilakukan seleksi hingga nilai heritabilitas lebih stabil. Seleksi lebih baik dilaksanakan dengan intensitas 20 %. Terdapat korelasi genetik yang kuat dan positif antara karakter tinggi dengan diameter. Karakter morfologi daun berkorelasi kuat secara fenotipik maupun genetik terhadap karakter genetiknya. Famili jabon dikelompokkan menjadi 2 group besar berdasarkan analisis kluster. Melalui analisis PCA, CDA, dan MDA karakter kunci pembeda antar kelompok famili adalah panjang daun, lebar daun, lebar daun dari ¾ panjang daun, keliling daun, luas daun, dan jarak antar tulang daun.
Saran Perlu evaluasi rutin terhadap pertumbuhan jabon putih dan perlu kajian lebih lanjut terhadap pengaruh karakter pertumbuhan dengan karakter morfologi daun. Seleksi lebih baik dilakukan sampai nilai heritabilitasnya tinggi supaya kemajuan genetik harapan juga bernilai tinggi.
31
DAFTAR PUSTAKA Adam JP, Roussea RJ, Adam JC. 2007. Genetic performance and maximizing genetic gain through direct and indirect selection in cherrybark oak. Silvae Genetica. 56 (2): 80-87. Adinugraha HA, Pudjiono S, Ismail B, Mahfudz. 2014. Variasi pertumbuhan tanaman pada kombinasi uji keturunan dan provenans merbau umur 5 tahun di Sobang, Banten. Jurnal Wasian. 1(2): 65-72 Akhtar MS, Oki Y, Adachi T, Khan HR. 2007. Analyses of Genetic Parameters (variability, heritability, genetic adavanced, relationship of yield and yield contributing characters) for Some Plant Traits Among Brassica Cultivars Under Phosphorus Starved Environmental Cues. Journal Faculty Environment Sci. Tech. 12(12): 91 98. Anwar et al. 2015. Variasi morfologi daun dan sekuens its2 pada jelutung darat (Dyera costulata (Miq.) Hook.f) dan jelutung rawa (Dyera polyphylla (Miq.) Steenis) [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Ashary SS. 2010. Studi keragaman ganyong (Canna edulis Ker.) di wilayah ekskaresidenan Surakarta berdasarkan ciri morfologi dan pola pita isozim [Skripsi]. Surakarta (ID): Universitas Sebelas Maret. Boratynski A, Klimko M, Marcysiak K et al. 2007. Morphological variation of juniperus oxycedrus subsp. Oxycedrus (Cupressaceae) in the Mediterranean region. Journal Flora. 7(878): 133-147. Bramasto Y, Rustam E, Pujiastuti E, Widyani N, Zanzibar M. 2010. Variasi morfologi buah, benih dan daun Bambang Lanang (Michelia champaca) dari berbagai kondisi tempat tumbuh. Jurnal Perbenihan Kehutanan. Bogor (ID): Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan Cotteril PP, Dean CA. 1990. Succesfull Tree Breeding with Index Selection. Australia: CSIRO Division of Forestry and Forest Product. Damayanti I. 2014. Variasi morfologi daun jenis pionir pulai (Alstonia scholaris R. Br.) dan macaranga (Macaranga triloba (Bl.) Muell. Arg.) di hutan karet Jambi [Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Djumali. 2011. Karakter agronomi yang berpengaruh terhadap hasil dan mutu rajangan kering tembakau Temanggung. Buletin Tanaman Tembakau, Serat dan Minyak Industri. 3(1):17 – 19. Falcone DS, Mackay TFC. 1989. Introduction to Quantitative Genetics. New York: Longman Inc. [GLI] Greenleaf Indonesia. 2014. Perbandingan sengon dan jabon putih. [Internet]. [diunduh 24 Oktober 2015]. Tersedia pada: http//greenleafindonesia.co.id/blog/2014/10/02/perbandingan-sengon-danjabon putih. Hadiyan Y. 2008. Evaluasi Pertumbuhan Uji keturunan Jati (Tectona grandis Linn.f) pada umur 5 dan 10 tahun di KPH Ciamis Perum Perhutani Unit III Jawa Barat [Thesis]. Yogyakarta (ID): Fakultas Kehutanan UGM. Tidak dipublikasikan. Hadiyan Y. 2010. Pertumbuhan dan parameter genetik uji keturunan sengon (Falcataria moluccana) di Cikampek Jawa Barat. Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan. 4(2):101-108.
32
Halawane J. 2013. Variasi genetik pertumbuhan dan berat jenis kayu tanaman Jati uji keturunan umur 15 tahun di KPH Ngawi dan Bojonegoro [Tesis]. Yogyakarta (ID): Program Pascasarjana Ilmu Kehutana Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada. Handerson N. 2006. Traditional morphometrics in plant systematic and its role in palms systematic. Botanical Journal of the Linneas Society. 151: 103-111. Hardiyanto E, Mujiarto, Sulasmi. 2007. Kekerabatan genetik beberapa spesies jeruk berdasarkan taksonometri. Jurnal Hortikultura. 17(3): 203-216. Irawan B, Purbayanti K. 2008. Karakterisasi dan kekerabatan kultivar padi lokal di Desa Rancakalong, Kecamatan Rancakalong, Kabupaten Sumedang. Prosiding Seminar Nasional PTTI, 21-23 Oktober 2008. Ismail B, Hadiyan Y. 2008. Evaluasi awal uji keturunan sengon (Falcataria moluccana) umur 8 bulan di Kabupaten Kediri Jawa Timur. Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan. 2(3): 1-7. Kien ND, Jansson G, Harwood C, Thinh HH. 2009. Genetic Control of Growth and Form in Eucalyptus urophylla in Northern Vietnam. Journal of Tropical Forest Science 21(1): 50–65. Kremer A, Dupouey JL, Deans JD, Cottrell J, Csaikl U, Finkeldey R, Espinel S, Jensen J, Kleinschmit J, Dam BV et al. 2002. Leaf morphological differentiation between Quercus robur and Quercus petraeais stable across western European mixed oak stands. Ann. For. Sci. 59: 777–787. Kristamtini. 2014. Keragaman genetik dan korelasi parameter warna beras dan kandungan antosianin total sebelas kultivar padi beras hitam lokal. Jurnal Ilmu Pertanian. 17(1): 90-103. Mahfudz. 2013. Variasi pertumbuhan pada kombinasi dua uji keturunan merbau (Intsia Bijuga O. Ktze) di Sobang, Banten dan Bintuni, Papua Barat. Jurnal Info BPK Manado. 3(2):131-145. Martono B. 2009. Keragaman genetik, heritabilitas dan korelasi antar karakter kuantitatif nilam (Pogostemon sp.) hasil fusi protoplas. Jurnal Littri. 15(1): 9 – 15. O’neill G, Adam TW, Aitken SN. 2001. Quantitative genetics of spring and fall cold hardiness in seedling from two Oregon populations of coastal douglas-fir. Forest Ecology and Management. 149: 305-318. [OTM] One Tree Matters. 2015. Kelampaian/Jambon. [Internet]. [diunduh 12 Juni 2016]. Tersedia pada: www. Onetreematters.com/articles/kelampaianjabon/. Prasetyawati CA. 2009. Evaluasi uji keturunan half-sib Shorea parvifolia Dyer umur 24 Bulan di PT. Sarmiento Parakantja Timber Kalimantan Tengah [Thesis]. Yogyakarta (ID): Universitas Gadjah Mada. Prastyono, Susanto M. 2015. Variasi sifat pertumbuhan ulin (Eusideroxylon zwageri T. et B.) pada uji keturunan di Bondowoso. Jurnal WASIAN. 2(2):7986.
33
Ruzi ARM, Khatijah H, Norfaizal GM. 2012. Leaf anatomical study of five macaranga species (Euphorbiaceae). J Trop Agric and Fd Sc. 40(2): 289-296. Sadiyah N, Basoeki TR, Saputra A, Firmansyah, Utomo SD. 2010. Parameter genetik dan korelasi karakter agronomi kacang panjang populasi F4 persilangan test A coklat x coklat putih. Jurnal Agrotropika. 15(2): 73-77. Setiadi D. 2010. Keragaman genetik uji provenans dan uji keturunan Araucaria cunninghamii pada umur 18 bulan di Bondowoso, Jawa Timur. Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan. 4(1):1-8. Singh RK, Chaudary BD. 1977. Biometrical Methods In Quantitative Genetics Analysis. Indiana New Delhi: Kalyani Publishers. Singh Y, Mittal P, Katoch V. 2003. Genetic Variability and Heritability in Turmeric (Curcuma longa L.). Himachal J. Agric. Res. 29 (1&2):31-34. Sudarmadji, R. Mardjono, H. Sudarmo. 2007. Variasi Genetik, Heritabilitas, dan Korelasi Genotipik Sifat-Sifat Penting Tanaman Wijen (Sesamum indicum L.). Jurnal Littri. 13(3):88-92. Sudrajat DJ. 2015. Keragaman populasi, uji provenansi, dan adaptasi jabon putih (Neolamarckia cadamba (Roxb.) BOSSER) [Disertasi]. Bogor (ID): Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Sulayman G, Sultan C. 2009. Genetic variation in Pinus brutia Ten. seed stands and seed orchard for growth, stem form and crown, characteristic. African journal of biotechnology. 8(18) : 4387-4394. Suprapto, Kairudin N. 2007. Variasi genetik, heritabilitas, tindak gen dan kemajuan genetik kedelai (Glysine max Merrill) pada ultisol. Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian Indonesia. 9(2):183-190. Surles SE, White, Hodge GR. 1995. Genetic parameter estimates for seedling dry weight traits and their relationship with parental breeding values in slash pine. Forest Science . 41:546-563. Susanto M. 2010. Variasi genetik pertumbuhan pada uji provenans dan uji keturunan Eusideroxylon zwageri di Bondowoso, Jawa Timur. Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan. 4(3):137-144. Wu SG, Forrest SB, Eric YX, Yu-Xuan W, Yi-Fan C, Qiao-Liang X. 2007. A leaf recognition algorithm for plant classification using probabilistic neural network. In signal processing and Information technology. 11-16. Yudhohartono TP. 2013. Karakteristik pertumbuhan jabon dari provenan Sumbawa pada tingkat semai dan setelah penanaman. Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan. 7(2):85-96. Zobel B, Talbert J. 1984. Applied forest tree improvement. Illinois. (US): Waveland PressInc.
34
LAMPIRAN Lampiran 1 Daftar famili yang digunakan dalam pembangunan uji provenansiketurunan No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53
Kode SRP-1 SRP-2 SKR-1 SKR-2 SKR-3 SKR-4 SKR-5 SKR-6 SKR-7 SKR-8 SKR-9 SKR-10 SKR-11 SKR-12 SKR-13 SKR-14 SOK-1 SOK-2 SOK-3 SOK-4 SOK-5 SOK-6 SOK-12 SOK-13 SOK-14 SOK-15 SOK-18 JGS-4 JGS-7 JGS-8 JGS-11 JGS-16 JGS-17 JGS-24 JGSJ-25 JNK-1 JNK-3 JNK-4 JNK-7 JNK-10 JNK-11 JNK-18 JAP-1 JAP-2 JAP-4 JAP-6 JAP-7 JAP-11 JAP-12 JAP-13 JAP-14 JAP-17 JAP-19
Asal benih C.N. Rimbo Panti, Sumatera Barat C.N. Rimbo Panti, Sumatera Barat Kampar, Riau Kampar, Riau Kampar, Riau Kampar, Riau Kampar, Riau Kampar, Riau Kampar, Riau Kampar, Riau Kampar, Riau Kampar, Riau Kampar, Riau Kampar, Riau Kampar, Riau Kampar, Riau Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan Garut-Jawa Barat Garut-Jawa Barat Garut-Jawa Barat Garut-Jawa Barat Garut-Jawa Barat Garut-Jawa Barat Garut-Jawa Barat Garut-Jawa Barat C.N. Nusa Kambangan C.N. Nusa Kambangan C.N. Nusa Kambangan C.N. Nusa Kambangan C.N. Nusa Kambangan C.N. Nusa Kambangan C.N. Nusa Kambangan T.N. Alas purwo, Jawa Timur T.N. Alas purwo, Jawa Timur T.N. Alas purwo, Jawa Timur T.N. Alas purwo, Jawa Timur T.N. Alas purwo, Jawa Timur T.N. Alas purwo, Jawa Timur T.N. Alas purwo, Jawa Timur T.N. Alas purwo, Jawa Timur T.N. Alas purwo, Jawa Timur T.N. Alas purwo, Jawa Timur T.N. Alas purwo, Jawa Timur
No. 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105
Kode KKT-1 KKT-2 KKT5 KKT-6 KBL-3 KBL-5 CPG-1 CPG-2 CPG-3 CPG-4 CPG-6 CPG-7 CPG-8 CPG-9 CPG-10 CPG-11 CPG-12 CPG-13 CPG-14 CPG-15 CPG-16 CPK-1 CPK-2 CPK-3 CPK-4 CPK-5 CPK-6 CPK-7 CPK-8 CPK-9 CPK-10 CPK-11 CPK-12 CPK-13 CPK-14 CPK-16 CPK-17 CPK-19 CPK-20 CPK-21 CPK-22 CPK-23 CPK-24 NBH-1 NBH-2 NBH-3 NBH-4 NBH-6 NBH-8 NBH-9 NBH-10 PKK-1
Asal benih Kapuas Tengah, Kalimantan Tengah Kapuas Tengah, Kalimantan Tengah Kapuas Tengah, Kalimantan Tengah Kapuas Tengah, Kalimantan Tengah Batu Licin, Kalimantan Selatan Batu Licin, Kalimantan Selatan Gowa, Sulawesi Selatan Gowa, Sulawesi Selatan Gowa, Sulawesi Selatan Gowa, Sulawesi Selatan Gowa, Sulawesi Selatan Gowa, Sulawesi Selatan Gowa, Sulawesi Selatan Gowa, Sulawesi Selatan Gowa, Sulawesi Selatan Gowa, Sulawesi Selatan Gowa, Sulawesi Selatan Gowa, Sulawesi Selatan Gowa, Sulawesi Selatan Gowa, Sulawesi Selatan Gowa, Sulawesi Selatan Pomalaa, Sulawesi Tenggara Pomalaa, Sulawesi Tenggara Pomalaa, Sulawesi Tenggara Pomalaa, Sulawesi Tenggara Pomalaa, Sulawesi Tenggara Pomalaa, Sulawesi Tenggara Pomalaa, Sulawesi Tenggara Pomalaa, Sulawesi Tenggara Pomalaa, Sulawesi Tenggara Pomalaa, Sulawesi Tenggara Pomalaa, Sulawesi Tenggara Pomalaa, Sulawesi Tenggara Pomalaa, Sulawesi Tenggara Pomalaa, Sulawesi Tenggara Pomalaa, Sulawesi Tenggara Pomalaa, Sulawesi Tenggara Pomalaa, Sulawesi Tenggara Pomalaa, Sulawesi Tenggara Pomalaa, Sulawesi Tenggara Pomalaa, Sulawesi Tenggara Pomalaa, Sulawesi Tenggara Pomalaa, Sulawesi Tenggara Batu Hijau, Sumbawa Batu Hijau, Sumbawa Batu Hijau, Sumbawa Batu Hijau, Sumbawa Batu Hijau, Sumbawa Batu Hijau, Sumbawa Batu Hijau, Sumbawa Batu Hijau, Sumbawa Kuala Kencana, Timika, Papua
03°12‟ S 07°26‟ S
08°58‟ S 04°24‟ S
14 20 20 17 20 10 10 17 20 10
5
Rimbo Panti, Pasaman, Sumatera Barat (SRP)
Kampar, Riau (SKR)
OKI-Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan (SOK) Garut Selatan, Jawa Barat (JGS)
Nusa Kambangan, Jawa Tengah (JNK)
Alas Purwo, Banyuwangi, Jawa Timur (JAP)
Batu Licin, Kalimantan Selatan (KBL)
Kapuas Tengah, Kalimantan Tengah (KKT)
Gowa, Sulawesi Selatan (CPG)
Pomalaa, Sulawesi Tenggara (CPK)
Batu Hijau, Sumbawa, NTB (NBH)
Kuala Kencana, Papua (PKK)
Ketinggian tempat (m dpl) 294
04°03‟ S
05°14„ S
01°00‟ S
03°19‟ S
08°38‟ S
07°43‟ S
136°52‟ T 107
116°48‟ T 53
121°39‟ T 210
119°35‟ T 119
114°28‟ T 147
115°41‟ T 47
114°21‟ T 33
108°55‟ T 40
107°42‟ T 628
104°51‟ T 23
00°18‟ U 100°57‟ T 50
Jumlah Lintang Bujur pohon induk 10 00°19‟ U 100°05‟ T
Lokasi provenansi (singkatan)
3600
2290
1780
1820
2970
2340
1500
2500
2580
2500
3000
Curah hujan (mm/tahun) 3100
Lampiran 1. 2Letak geografis dan karakteristik tegakan/provenansi yang diteliti yang diteliti Lampiran Letak geografis dan karakteristik tegakan/provenansi
A (sangat basah)
D (agak basah-sedang)
C (agak basah)
C (agak basah)
A (sangat basah)
B (basah)
D-E (sedang-agak kering)
D (daerah sedang)
B (basah)
B (basah)
A (sangat basah)
Tipe iklim (Smith & Ferguson) A (sangat basah)
Tumbuh di lahan agak berbukit, sebagian tumbuh di pinggir sungai kecil, kawasan Cagar Alam Rimbo Panti. Tumbuh di sepanjang sempadan sungai, sebagian tergenang secara periodik. Tumbuh pada lahan relatif basah, lahan tergenang secara periodik. Tumbuh pada dataran tinggi berbukit, tersebar tidak merata pada hutan rakyat campuran yang dibiarkan tumbuh sendiri, sebagian tumbuh pada lereng landai. Tumbuh di dataran agak kering dikaki bukit-bukit kecil, sebagian tumbuh pada lereng-lereng landai, Kawasan Cagar Alam Nusa Kambangan. Tumbuh di dataran rendah, relatif dekat dengan pantai, hutan campuran agak kering, kawasan Taman Nasional Alas Purwo. Tumbuh pada hutan sekunder yang relatif datar, sebagian di pinggir sungai-sungai kecil. Tumbuh pada hutan alam sekunder, tegakan tumbuh pada di sekitar anak sungai Kapuas. Tumbuh pada dataran sempadan sungai, sebagian pada lereng bukit yang agak kering. Tumbuh pada areal kaki bukit yang agak datar, sebagian tumbuh pada lereng-lereng landai, hutan alam sekunder. Tumbuh pada dataran rendah, agak kering, hutan alam sekunder. Tumbuh pada hutan alam sekunder.
Keterangan lain
35
35
Lampiran 3 Peta tanaman uji provenansi- keturunan di Desa Neglasari, Kabupaten Garut
36
35
36
Blok IV
Blok I
Blok
Blok II
Lampiran 4 Peta tanaman uji provenansi-keturunan di Parung Panjang, Kabupaten Bogor Blok III
36
37
37
38
Lampiran 5 Output pengolahan data analisis PCA (Principal componenet analysis) dengan R software Comp.1 Comp.2 Comp.3 Comp.4 Standard deviation 738.9079514 1.271340e+01 8.1050470047 6.074908e+00 Proportion of Variance 0.99943242.958669e-04 0.0001202496 6.755417e-05 Cumulative Proportion 0.99943249.997283e-01 0.9998485089 9.999161e-01 Comp.5 Comp.6 Comp.7 Comp.8 Standard deviation 4.138276e+00 3.876575e+00 2.995360e+00 1.549463e+00 Proportion of Variance 3.134813e-05 2.750864e-05 1.642369e-05 4.394758e-06 Cumulative Proportion 9.999474e-01 9.999749e-01 9.999913e-01 9.999957e-01 Comp.9 Comp.10 Comp.11 Comp.12 Standard deviation 1.1258877214 8.521842e-01 3.681791e-01 3.016203e-01 Proportion of Variance 0.0000023204 1.329351e-06 2.481366e-07 1.665306e-07 Cumulative Proportion 0.9999980587 9.999994e-01 9.999996e-01 9.999998e-01 Comp.13 Comp.14 Comp.15 Comp.16 Standard deviation 2.847005e-01 9.454206e-02 8.712312e-02 8.157574e-02 Proportion of Variance 1.483710e-07 1.636149e-08 1.389439e-08 1.218133e-08 Cumulative Proportion 1.000000e+00 1.000000e+001.000000e+001.000000e+00 Comp.17 Comp.18 Comp.19 Comp.20 Standard deviation 5.817168e-02 1.073076e-02 6.910356e-03 2.136077e-03 Proportion of Variance 6.194353e-09 2.107820e-10 8.741250e-11 8.352311e-12 Cumulative Proportion 1.000000e+00 1.000000e+001.000000e+001.000000e+00 Comp.21 Comp.22 Comp.23 Comp.24 Standard deviation 8.094918e-04 5.617549e-04 3.126074e-04 2.691277e-06 Proportion of Variance 1.199493e-12 5.776523e-13 1.788840e-13 1.325836e-17 Cumulative Proportion 1.000000e+00 1.000000e+001.000000e+001.000000e+00 Comp.25 Comp.26 Standard deviation 0 0 Proportion of Variance 0 0 Cumulative Proportion 1 1
39
Lampiran 6 Output pengolahan korelasi PCA (Principal componenet analysis) dengan R software PD LMD PTD DTD JPDL JTD JATD AL AA1 AA2 PT.PD PTP.DT LMD.PD JPDL.PD LO LW.3.4 OB PTD.PD JATD.JTD DTD.PTD JPDL.LMD LD K AR FF PR
Comp.1 -0.94994954 -0.97101632 -0.37404208 -0.63833058 -0.61485526 -0.44350039 -0.73331955 -0.14400858 -0.09175845 0.07259207 0.48869709 0.49729434 -0.28073642 0.48752080 -0.39686118 -0.97101632 0.48752080 0.48869709 -0.43964314 -0.41176463 0.52479958 -0.99999996 -0.98822094 0.30818352 -0.35749344 0.31750141
Comp.2 -9.365500e-02 5.573119e-02 -4.082163e-02 3.743722e-03 5.077709e-02 5.581132e-02 -6.507260e-02 -5.389673e-01 -9.430778e-01 9.447376e-01 7.016269e-02 6.618429e-02 3.198666e-01 2.134661e-01 1.541073e-01 5.573119e-02 2.134661e-01 7.016269e-02 -8.657818e-02 4.885584e-02 -1.927177e-02 9.636583e-05 -3.595341e-02 -3.367667e-01 3.305710e-01 -3.352509e-01
Lampiran 7 Output pengolahan analisis CDA (Cannonical diskriminant analysis) dengan R software Canonical Discriminant Analysis for x: CanRsq Eigenvalue Difference Percent Cumulative 1 0.69811 2.31248 1.8356 82.904 82.904 2 0.32289 0.47686 1.8356 17.096 100.000 Test of H0: The canonical correlations in the current row and all that follow are zero LR test stat approx F num Df den Df 1 0.20441 10.6571 214 1882 < 2 0.67711 4.2378 106 942 < --Signif. codes: 0 ‘***’ 0.001 ‘**’ 0.01
Pr(> F) 2.2e-16 *** 2.2e-16 *** ‘*’ 0.05 ‘.’ 0.1 ‘ ’ 1
40
Lampiran 8 Output pengolahan korelasi CDA (Cannonial diskriminant analysis) dengan R software PD LMD PTD DTD JPDL JTD JATD AL AA1 AA2 PT.PD PTP.DT LMD.PD JPDL.PD LO LW.3.4 OB PTD.PD JATD.JTD DTD.PTD JPDL.LMD LD K AR FF PR
Lampiran
Can1 -0.91617371 -0.99149219 -0.36062997 -0.65308042 -0.59105260 -0.44995592 -0.70507355 -0.14646867 -0.07810199 0.07271912 0.48290009 0.49341409 -0.42300160 0.48335848 -0.46878450 -0.99149219 0.48335848 0.48290009 -0.41793792 -0.44469978 0.60049061 -0.96785958 -0.97580938 0.43589659 -0.47436425 0.44527025
9
Can2 -0.16445020 0.10682504 -0.06730855 0.06873693 -0.34514372 -0.14586830 -0.03667021 -0.26501469 -0.15771621 0.18185462 0.19669366 0.18828496 0.48704162 -0.08563504 0.12246975 0.10682504 -0.08563504 0.19669366 0.02160847 0.08420265 -0.32913307 0.09437394 -0.05547397 -0.50575661 0.48373953 -0.50159181
Output pengolahan nilai eigenvalue analisis correspondence analysis) dengan R software
MCA
(Multiple
Principal inertias (eigenvalues): 1 2 3 4 5 6 7 8 Value 0.024147 0.001 0.000518 0.000313 0.000161 0.000145 7e-05 6.8e-05 Percentage 91.17% 3.78% 1.96% 1.18% 0.61% 0.55% 0.26% 0.26% 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 Value 3.2e-05 1.3e-05 9e-06 6e-06 2e-06 1e-06 1e-06 1e-06 0 0 0 0 0 Percentage 0.12% 0.05% 0.03% 0.02% 0.01% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 22 23 24 25 Value 0 0 0 0 Percentage 0% 0% 0% 0%
41
Lampiran 10 Output pengolahan nilai wilk’s lamda dengan R software variabel PD LMD PTD DTD JPDL JTD JATD AL AA1 AA2 PT-PD PTP-DT LMD-PD JPDL-PD LO LW 3/4 OB PTD-PD JATD-JTD DTD-PTD JPDL-LMD LD K AR FF PR
Wilk'sLamda 0.999893 0.999931 0.994181 0.994301 0.999584 0.998163 0.992398 0.995316 0.993105 0.999664 0.999665 0.999853 0.994388 0.998304 0.999893 0.994388 0.999664 0.998094 0.992859 0.997937 0.99996 0.999882 0.999758 0.999752 0.999756 0.999756
approx df1 0.112545 0.071953 6.134499 6.006669 0.436219 1.928443 8.027814 4.93197 7.276076 0.352554 0.351495 0.154451 5.914189 1.780706 0.112545 5.914189 0.352554 2.001146 7.537558 2.16611 0.041881 0.123911 0.254102 0.259718 0.256349 0.256349
df2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
1048 1048 1048 1048 1048 1048 1048 1048 1048 1048 1048 1048 1048 1048 1048 1048 1048 1048 1048 1048 1048 1048 1048 1048 1048 1048
p.value 0.737332 0.788567 0.013414 0.014414 0.509098 0.165224 0.004695 0.026577 0.0071 0.552799 0.553396 0.694398 0.015186 0.182353 0.737332 0.015186 0.552799 0.157477 0.006146 0.141383 0.837886 0.724901 0.614308 0.610421 0.612746 0.612746
ket NS NS S S NS S S S S NS NS NS S S NS S NS S S S NS NS NS NS NS NS
42
Lampiran 11 Output pengolahan nilai korelasi analisis MCA (Multiple correspondence analysis) dengan R software PD LMD PTD DTD JPDL JTD JATD AL AA1 AA2 PT.PD PTP.DT LMD.PD JPDL.PD LO LW.3.4 OB PTD.PD JATD.JTD DTD.PTD JPDL.LMD LD K AR FF PR
Dim1 -0.9327125 -0.9298896 -0.3422775 -0.6167404 -0.5836860 -0.4280047 -0.7080975 -0.2141057 -0.1277861 0.1245158 0.5618718 0.5662005 -0.2294178 0.5625154 -0.3929593 -0.9298896 0.5625154 0.5618718 -0.4376421 -0.4224450 0.5619453 -0.9189239 -0.9615861 0.2701834 -0.3302240 0.2804050
Dim2 0.07396702 -0.08263652 0.04153678 -0.01847708 -0.01694519 -0.08513826 0.05927560 0.51594742 0.93072221 -0.85873438 -0.06507329 -0.05982917 -0.35727326 -0.15488793 -0.18929279 -0.08263652 -0.15488793 -0.06507329 0.09596086 -0.06074357 0.08798834 -0.02227494 0.01218950 0.37608188 -0.36911919 0.37472854
Lampiran 12 Output pengolahan analisis varians di Parung Panjang dengan R software Analysis of Variance Table Response: Tinggi Df SumSq Mean Sq F value Pr(>F) Blok 4 323.24 80.811 58.4156 Povenan 11 59.92 5.447 3.9378 Povenan:Famili 93 338.27 3.637 2.6293 Blok:Povenan 42 182.42 4.343 3.1396 Blok:Povenan:Famili 295 1233.35 4.181 3.0222 Residuals 666 921.33 1.383 --Signif.codes: 0 ‘***’ 0.001 ‘**’ 0.01 ‘*’ 0.05
< 2.2e-16 1.468e-05 1.496e-12 5.273e-10 < 2.2e-16
*** *** *** *** ***
‘.’ 0.1 ‘ ’ 1
Analysis of Variance Table Response: Diameter Df Sum Sq Mean Sq F Blok 4 Povenan 11 Povenan:Famili 93 Blok:Povenan 42 Blok:Povenan:Famili 295
value 0.048341 0.008813 0.076306 0.033683 0.218051
Pr(>F) 0.0120853 30.0086 < 2.2e-16 *** 0.0008011 1.9893 0.0270143 * 0.0008205 2.0373 2.907e-07 *** 0.0008020 1.9914 0.0002748 *** 0.0007392 1.8354 1.059e-10 ***
43
Residuals --Signif.codes:
666 0.268216 0.0004027 0 ‘***’ 0.001 ‘**’ 0.01 ‘*’ 0.05 ‘.’ 0.1 ‘ ’ 1
Analysis of Variance Table Response: Volum Df Sum Sq Mean Sq F value Pr(>F) Blok 4 0.068469 0.0171172 39.7212 < 2.2e-16 *** Povenan 11 0.009276 0.0008433 1.9569 0.03012 * Povenan:Famili 93 0.093135 0.0010015 2.3239 9.495e-10 *** Blok:Povenan 42 0.048087 0.0011449 2.6568 1.785e-07 *** Blok:Povenan:Famili 295 0.262682 0.0008904 2.0663 1.213e-14 *** Residuals 666 0.287002 0.0004309 --Signif.codes: 0 ‘***’ 0.001 ‘**’ 0.01 ‘*’ 0.05 ‘.’ 0.1 ‘ ’ 1 Analysis of Variance Table Response: Hama Df SumSq Mean Sq F value Pr(>F) Blok 4 212.792 53.198 124.2789 < 2.2e-16 *** Povenan11 11.449 1.041 2.4314 0.005659 ** Povenan:Famili 93 95.298 1.025 2.3939 2.222e-10 *** Blok:Povenan 42 65.710 1.565 3.6550 8.207e-13 *** Blok:Povenan:Famili 295 265.221 0.899 2.1003 3.053e-15 *** Residuals 666 285.083 0.428 --Signif.codes: 0 ‘***’ 0.001 ‘**’ 0.01 ‘*’ 0.05 ‘.’ 0.1 ‘ ’ 1 Analysis of Variance Table Response: Batang Df SumSq Mean Sq F value Pr(>F) Blok 4 4.036 1.00892 2.7167 0.02896 * Povenan 11 7.640 0.69455 1.8702 0.04018 * Povenan:Famili 93 43.673 0.46961 1.2645 0.05686 . Blok:Povenan 42 19.521 0.46477 1.2515 0.13672 Blok:Povenan:Famili 295 170.675 0.57856 1.5579 2.044e-06 *** Residuals 666 247.333 0.37137 --Signif.codes: 0 ‘***’ 0.001 ‘**’ 0.01 ‘*’ 0.05 ‘.’ 0.1 ‘ ’ 1 Analysis of Variance Table Response: Cabang Df SumSq Mean Sq F value Pr(>F) Blok 4 10.457 2.61418 10.3582 Povenan 11 5.214 0.47399 1.8781 Povenan:Famili 93 28.950 0.31129 1.2334 Blok:Povenan 42 14.638 0.34852 1.3810 Blok:Povenan:Famili 295 101.291 0.34336 1.3605 Residuals 666 168.083 0.25238 --Signif.codes: 0 ‘***’ 0.001 ‘**’ 0.01 ‘*’ 0.05
3.833e-08 0.0391531 0.0787066 0.0583719 0.0007346
*** * . . ***
‘.’ 0.1 ‘ ’ 1
44
Lampiran 13 Output pengolahan analisis varians di Limbangan dengan R software >datagarut<-read.csv("E:/Kinan/ayu/garut.csv", sep=",", header=TRUE) >garutanova(garut) Analysis of Variance Table Response: Tinggi Df Sum Sq Mean Sq F value Pr(>F) Blok 4 79.03 19.7570 22.0179 < 2.2e-16 *** Provenansi 11 155.43 14.1299 15.7468 < 2.2e-16 *** Provenansi:Famili 93 165.40 1.7784 1.9820 6.016e-07 *** Blok:Provenansi 44 49.97 1.1357 1.2656 0.1196 Blok:Provenansi:Famili 304 304.58 1.0019 1.1166 0.1200 Residuals 778 698.11 0.8973 --Signif. codes: 0 ‘***’ 0.001 ‘**’ 0.01 ‘*’ 0.05 ‘.’ 0.1 ‘ ’ 1
Analysis of Variance Table Response: Diameter Df Sum Sq Mean Sq F value Pr(>F) Blok 4 88.6 22.16 0.9172 0.4533 Provenansi 11 7568.0 688.00 28.4755 < 2.2e-16 *** Provenansi:Famili 93 4049.8 43.55 1.8023 1.764e-05 *** Blok:Provenansi 44 206.3 4.69 0.1941 1.0000 Blok:Provenansi:Famili 304 1143.7 3.76 0.1557 1.0000 Residuals 778 18797.3 24.16 --Signif. codes: 0 ‘***’ 0.001 ‘**’ 0.01 ‘*’ 0.05 ‘.’ 0.1 ‘ ’ 1
Analysis of Variance Table Response: Hama Df Sum Sq Mean Sq F value Pr(>F) Blok 4 1.60 0.40048 0.5999 0.662852 Provenansi 11 7.85 0.71326 1.0684 0.384507 Provenansi:Famili 93 113.33 1.21860 1.8254 1.629e-05 *** Blok:Provenansi 44 50.51 1.14797 1.7196 0.003252 ** Blok:Provenansi:Famili 300 347.48 1.15827 1.7350 5.590e-09 *** Residuals 628 419.25 0.66760 --Signif. codes: 0 ‘***’ 0.001 ‘**’ 0.01 ‘*’ 0.05 ‘.’ 0.1 ‘ ’ 1
>anova(garut) Analysis of Variance Table Response: Cabang Df Sum Sq Mean Sq F value Pr(>F) Blok 4 7.82 1.95435 Provenansi 11 3.61 0.32776 Provenansi:Famili 93 67.54 0.72623 Blok:Provenansi 44 19.68 0.44736 Blok:Provenansi:Famili 300 166.52 0.55506 Residuals 628 345.33 0.54989
3.5540 0.5960 1.3207 0.8135 1.0094
0.007044 ** 0.832834 0.030840 * 0.800345 0.457848
45
--Signif. codes:
0 ‘***’ 0.001 ‘**’ 0.01 ‘*’ 0.05 ‘.’ 0.1 ‘ ’ 1
>anova(garut) Analysis of Variance Table Response: Batang Df Sum Sq Mean Sq F value Pr(>F) Blok 4 68.36 17.0897 17.0107 2.969e-13 *** Provenansi 11 12.13 1.1025 1.0974 0.3605 Provenansi:Famili 93 103.35 1.1113 1.1061 0.2457 Blok:Provenansi 44 40.73 0.9257 0.9214 0.6187 Blok:Provenansi:Famili 300 267.24 0.8908 0.8867 0.8831 Residuals 628 630.92 1.0046 --Signif. codes: 0 ‘***’ 0.001 ‘**’ 0.01 ‘*’ 0.05 ‘.’ 0.1 ‘ ’ 1
Lampiran 14 Foto dokumentasi identifikasi morfologi daun
Pengambilan sampel daun
Sampel daun dari salah satu famili tampak depan dan belakang
Pemilihan daun yang bagus
Pemilihan sepuluh lembar daun yang bagus
Pengawetan sampel daun
Daun yang siap diukur
46
Lampiran 15 Foto dokumentasi pengambilan data parameter genetik
Pengambilan data tinggi dan diameter
Skoring serangan hama
Kenampakan jabon putih yang unggul
Batang jabon putih yang terserang hama/penyakit
Daun yang terserang hama/penyakit
Lokasi pembangunan sumber benih di Limbangan
Lokasi pananaman jabon putih di Parung Panjang, Bogor
Ulat pemakan daun
Lokasi penanaman jabon putih di Limbangan, Garut
47
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 01 Februari 1994 dari pasangan I Gusti Bagus Arya Wardana dan I Gusti Ayu Risani. Penulis merupakan putri pertama dari dua bersaudara yaitu I Gusti Bagus Wikrama Wardana. Tahun 2012 penulis lulus dari SMA N 02 Kotabumi Utara dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) di Departemen Silvikultur melalui jalur SNMPTN jalur undangan. Selama kuliah penulis mendapatkan beasiswa dari Kementerian Pendidikan (DIKTI) yaitu Bidik Misi. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif di organisasi kesatuan mahasiswa Hindu Dharma IPB sebagai staf divisi sosial dan lingkungan pada tahun 2012 dan masa jabatan selanjutnya penulis menjadi bendahara umum. Penulis merupakan anggota dari Karate IPB pada tahun 2013, pada tahun 2014 menjadi calon mahasiswa berprestasi IPB, dan pada tahun 2015 penulis menjadi staf divisi Kebijakan Daerah BEM KM IPB. Pada tahun yang sama penulis menjadi anggota BEM Se-Bogor. Penulis pernah menjadi juara 1 Estafet putri pada semarak bidik misi 2012, semifinal estafet putri pada TPB Cup. Pada tahun 2014 penulis menjadi juara 2 Estafet Putri pada OMI (Olimpiade Mahasiswa IPB), tahun 2015 penulis menjadi juara 4 Marathon Putri pada Forester Cup. Penulis juga menjadi pengajar privat matematika tingkat SD, SMP, dan SMA sejak tahun 2013-Sekarang. Praktek lapang yang pernah penulis ikuti diantaranya Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) jalur Papandayan – Sancang Kabupaten Garut, Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat Kabupaten Sukabumi dan Praktek Kerja Profesi di HTI PT Riau Andalan Pulp And Paper (RAPP) Estate Pelalawan Utara Pekan Baru.