KINERJA DINAS PENDAPATAN, PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DAERAH (DPPKAD) DALAM PENGELOLAAN ASET DAERAH (Studi Kasus di Pemerintah Kabupaten Boyolali)
Oleh : HAFNI KHAIRUNNISA D 0106061
Skripsi Disusun Untuk Melengkapi Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Ilmu Administrasi
[
JURUSAN ILMU ADMINISTRASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010
PERSETUJUAN
Disetujui Untuk Dipertahankan di Hadapan Penguji Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta
Pembimbing Skripsi
Dra. Hj. Lestariningsih, M.Si NIP. 195310091980032003
HALAMAN PENGESAHAN Telah diterima dan disahkan oleh Panitia Penguji Skripsi Jurusan Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret
Pada hari
: Senin
Tanggal
: 05 Juli 2010
Panitia Penguji
Ketua
: Drs. Marsudi , M.S NIP 195508231983031001
(
)
Sekretaris
: Herwan Parwiyanto, S.Sos, M.Si NIP 197505052008011033
(
)
Penguji
: Dra. Hj. Lestariningsih, M.Si NIP 195310091980032003
(
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Dekan
Drs. Supriyadi SN., SU NIP. 195301281981031001
)
MOTTO Ø Sesungguhnya sembahyangku, ibadahku, hidupku dan matiku hanya untuk Allah, Tuhan semesta alam. (Q.S.Al-An’am :162) Ø Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan) kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain, dan hanya kepada Tuhanmu lah hendaknya kamu berharap. (Q.S Al-Insyirah : 6-8) Ø Ya Allah aku berlindung kepadaMU dari sifat lemah dan malas dan penakut (pengecut) dan aku berlindung kepadaMU dari siksa kubur, ujian hidup dan ujian mati. (Hadist Riwayat Muslim) Ø Kebenaran itu terdepan dan tidak dibatalkan oleh apapun. Kembali kepada kebenaran itu lebih baik daripada terus menerus dalam kebatilan. (Khalifah Umar Bin Khatab) Ø Bila engkau mengalami kegagalan, janganlah menyebutnya sebagai suatu kesalahan, Tetapi jadikanlah pelajaran. Banyak orang yang sebenarnya sudah mendekati sukses tetapi kemudian mereka menyerah. (Thomas Alva Edison) Ø Bermimpilah karena Tuhan akan memeluk mimpi-mimpi itu (Andrea Hirata) Ø Fly... open up the part of you that wants to hide away, you can shine forget about the reason why you can in life and start to try coz it’s your time.. time to FLY. And we are down and feel alone just wanna runaway... trust yourself and dont give up you know you better than anyone else. (Hillary Duff_Fly_2004) Ø God i want to dream again take me where i’ve never been i want to go there this time i’m not scared now i am unbreakable it’s unmistakable no one can touch me nothing can stop me. Forget the fear, it’s just a crutch that tries to hold you back until you dreams are dust all u need to do is just try,, try,, try,, try,, (Fireflight_Unbreakable_2008) Ø Pandanglah masa depanmu seluas kau mampu, jangkaulah cita-citamu sejauh kau dapat dan genggam erat impian dan harapanmu (Penulis)
HALAMAN PERSEMBAHAN
Dengan penuh hormat dan setulus hati, karya ini kupersembahkan kepada : d Ayahku Sujoko dan ibu ku Sri Mulyantiningsih yang selama ini selalu mendukung baik spirituil maupun materiil,,,,, terimakasih atas pengorbanan selama ini d Adik2ku Rifa’atul Mahmudah dan Trias Shofi Nur’aini dan segenap keluarga yang telah memberikan semangat dan dukungan buat aku d Semua sahabat2 ku di FISIP Administrasi Negara khususnya kelas A angkatan 2006, senang dapat bertemu dan bersama-sama melewati masa perkuliahan dengan kalian,, tetap jaga kekompakan dan semangat kalian ya….. !!!!!! Special buat Dyah, Anna, Dewi, Dany, Agata, Anggi, Rara ….. empat tahun bersama dan melewatkan waktu bersama kalian adalah saat yang berwarna, terima kasih buat perhatian dan kebersamaan selama ini, aku nothing tanpa kalian J J J d All crew of Kos Marganingsih : Rika Wastika.A, Wulan Roofiah (makasie bul buat jurnal dan masukan2nya selama ini, he,,he,,), Busrini A.P, Sri Purwanti, Yulia Ery.K, dan Fitri Listyaningrum..... terima kasih buat dukungan, bantuan dan kebersamaan selama ini,,, tetap kompak yaw !!!!! d Mereka yang selalu mengatakan “semangat Haf”,,,,, “Hafni pasti bisa”,,,,, “jangan males lagi haf”,,,,, “ndang digarap Haf”,,,,, “ayo ndang dirampungke”…… terimakasih buat support selama ini d Almameter ku Administrasi Negara 2006
KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Wr, Wb Dengan mengucapkan syukur Alhamdullilah segala puji hanya untuk Allah Swt yang maha pengasih dan maha penyayang, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Kinerja Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) dalam pengelolaan aset daerah (Studi kasus di Pemerintah Kabupaten Boyolali)”. Penyusunan skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi di Program Studi Administrasi Negara, Jurusan Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), Universitas Sebelas Maret Surakarta. Terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan beberapa pihak yang secara langsung maupun tidak langsung memberikan bantuannya sehinga skripsi ini bisa diselesaikan.
Maka pada kesempatan ini dengan kerendahan hati penulis
mengucapkan terima kasih dan penghargaan khusus kepada: 1. Dra. Hj. Lestariningsih, M.Si, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 2. Drs. Budiharjo, M.Si selaku pembimbing akademis, atas bimbingan akademis yang telah diberikan selama ini. 3. Bapak Drs. Sudarto, M.Si dan Bapak Agung Priyono, M.Si selaku Ketua dan Sekretaris Jurusan Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta. 4. Drs. Supriyadi SN. , SU, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
5. Bapak Drs. Sugiyanto, M.Si selaku Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Kabupaten Boyolali atas ijinnya untuk melakukan penelitian di DPPKAD Kabupaten Boyolali. 6. Ibu Sri Sukatmi, SE dan Bapak Drs. Mudzakir selaku Kepala Bidang Akuntansi dan Perbendaharaan dan Kepala Bidang Pembiayaan dan Pengelolaan Aset Daerah DPPKAD Kabupaten Boyolali, yang memberikan kemudahan dalam penyusunan skripsi ini. 7. Bapak dan ibu karyawan Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Kabupaten Boyolali yang banyak memberikan bantuan dalam pengerjaan skripsi ini. 8. Bapak Amien Wahyudi (Fraksi PPP), Bapak Edi Nirmolo (Fraksi Golkar) dan Ibu Dewi Puspandari (Fraksi PDI-P) selaku anggota komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Boyolali yang telah bersedia menjadi informan dalam penyusunan skripsi ini. 9. Kedua orang tua penulis, yang selalu mendukung dalam do’a dan pengorbanan. 10. Seluruh dosen Administrasi Negara FISIP UNS yang selama empat tahun ini telah memberikan ilmu nya kepada penulis.
11. Semua pihak yang telah membantu dan mendukung dalam proses penyusunan skripsi ini, yang tidak dapat penulis tuliskan satu-persatu. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini jauh dari kesempurnaan, hal ini dikarenakan keterbatasan pengetahuan yang penulis miliki. Sebagai kata penutup, penulis percaya skripsi ini dapat bermanfaat bagi
perkembangan Prodi Ilmu Administrasi Negara, serta bagi pihak-pihak yang memerlukannya .
Surakarta,
Mei 2010
Penulis
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL………………………………………………………….
i
HALAMAN PERSETUJUAN ………………………………………………...
ii
HALAMAN PENGESAHAN ………………………………………………..
iii
HALAMAN MOTTO…………………………………………………………
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN……………………………………………....
v
KATA PENGANTAR………………………………………………………..
vi
DAFTAR ISI………………………………………………………………….
ix
DAFTAR TABEL…………………………………………………………….
xi
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………….....
xii
ABSTRAK……………………………………….……………………………
xiii
ABSTRACT....................................................................................................... xiv BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah………………….………………………..
1
B. Rumusan Masalah…………………………….……………………
9
C. Tujuan Penelitian……………………………………….………….
9
D. Manfaat Penelitian……………………………….………………… 10 E. Tinjauan Pustaka……………………………………………..........
11
F. Kerangka Pemikiran………………………………………………..
38
G. Metode Penelitian............................................................................
40
1. Jenis Penelitian…………………………………………….......
40
2. Lokasi Penelitian .......................................................................
41
3. Metode Penarikan sampel……………………………………...
41
4. Sumber Data……………………………………………………
43
5. Teknik Pengumpulan Data…………………………………......
45
6. Validitas Data…………………………………………………..
47
7. Teknik Analisis Data………………………………………….
48
BAB II DESKRIPSI LOKASI A. Gambaran Umum Kabupaten Boyolali.............................................
51
B. Gambaran Umum DPPKAD Kabupaten Boyolali............................
55
C. Struktur Organisasi DPPKAD Kabupaten Boyolali.........................
59
D. Uraian Tugas Pokok dan Fungsi DPPKAD Kabupaten Boyolali.....
62
E. Keadaan Pegawai DPPKAD Kabupaten Boyolali............................
70
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kinerja Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset daerah
dalam Pengelolaan Aset Keuangan Daerah...........................................
72
1.
Akuntabilitas...................................................................................
73
2.
Transparansi....................................................................................
91
3.
Ekonomi.........................................................................................
100
4.
Efisiensi..........................................................................................
106
5.
Efektivitas......................................................................................
111
BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan……………………………………………………….
116
B. Saran ..……………………………………………………………
119
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
DAFTAR TABEL Tabel
I.1
Judul Tabel
Laporan realisasi APBD Pemerintah Kabupaten Boyolali tahun 2008…………………………………………………………….
I.2
Halaman
5
Neraca komparatif (aset) Pemkab Boyolali per 31 Desember 2007 dan 2008.............................................................
7
I.3
Neraca komparatif (kewajiban) Pemkab Boyolali Per 31 desember 2007 dan 2008...................................................
II.1
8
Jumlah dan kepadatan penduduk di Kabupaten Boyolali menurut Kecamatan dan jenis kelamin Tahun 2008....................................
54
II.2
Sarana Prasarana DPPKAD Boyolali tahun 2008 dan 2009.........
58
II.3
Data jumlah pegawai DPPKAD Kabupaten Boyolali berdasarkan tingkat pendidikan tahun 2009.......................................................
II.4
70
Data jumlah pegawai DPPKAD Kabupaten Boyolali berdasarkan golongan tahun 2009......................................................................
71
DAFTAR GAMBAR Gambar
Judul Gambar
Halaman
I. 1
Skema Kerangka Berpikir………………………………..
39
I.2
Model Analisis Interaktif………………………………..
50
II.1
Struktur organisasi DPPKAD Kabupaten Boyolali……...
61
III.1
Alur laporan pertanggung jawaban laporan keuangan DPPKAD Kabupaten Boyolali…………………………...
91
ABSTRAK HAFNI KHAIRUNNISA. D0106061. KINERJA DINAS PENDAPATAN, PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DAERAH (DPPKAD) DALAM PENGELOLAAN ASET DAERAH (Studi kasus di Pemerintah Kabupaten Boyolali). Skripsi. Program Studi Administrasi Negara. Jurusan Ilmu Administrasi. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2010. 120 Hal. Otonomi daerah menuntut kemandirian daerah dalam pembiayaan daerah, maka Pemerintah daerah harus mengoptimalkan pendapatan asli daerah untuk membiayai kegiatan daerah sehari-hari. Pada tahun anggaran 2008, pendapatan asli daerah kabupaten Boyolali menurun dan berbanding lurus dengan kekayaan lancar Pemerintah Kabupaten Boyolali juga menurun. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui dan menggambarkan kinerja DPPKAD Kabupaten Boyolali dalam pengelolaan aset lancar. Untuk mengetahui kinerja DPPKAD, dilaksanakan penilaian kinerja berdasarkan indikator yang telah ditetapkan. Dengan dilakukannya penilaian kinerja, diharapkan dapat menjadi informasi bagi DPPKAD untuk meningkatkan kinerja organisasi. Dengan adanya peningkatan kinerja maka dapat tercipta kinerja organisasi yang lebih baik di DPPKAD Kabupaten Boyolali. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif kualitatif. Adapun sumber data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dengan informan. Sedangkan data sekunder berasal dari dokumen-dokumen yang berkaitan dengan penelitian. Metode penarikan sampel menggunakan purposive sampling dan snowball sampling. Purposive sampling digunakan ketika peneliti mengambil informan dari DPRD, peneliti menetapkan bahwa informan adalah anggota komisi II DPRD Boyolali. Snowball sampling digunakan ketika peneliti menetukan informan dari DPPKAD. Teknik pengumpulan data yaitu dengan cara wawancara, observasi dan dokumentasi. Validitas data dilakukan dengan trianggulasi data. Analisis data pada penelitian ini menggunakan metode analisis interaktif yaitu reduksi data, sajian data serta penarikan simpulan dan verifikasi. Penilaian kinerja pada penelitian ini menggunakan lima indikator, yaitu akuntabilitas, transparansi, ekonomi, efisiensi, dan efektivitas. Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa kinerja DPPKAD Kabupaten Boyolali dalam pengelolaan aset lancar belum baik, sehingga perlu dilakukan perbaikan untuk meningkatkan kinerja DPPKAD Kabupaten Boyolali. Perbaikan tersebut dapat dilakukan seperti, berkoordinasi dengan pihak-pihak internal (pegawai DPPKAD) maupun eksternal (SKPD-SKPD, BUMD, dsb) yang ikut terlibat dalam pengelolaan aset lancar.
ABSTRACT HAFNI KHAIRUNNISA. D0106061. THE PERFORMANCE OF SERVICE REVENUE, FINANCE AND ASSET MANAGEMENT OFFICIAL (DPPKAD) IN LOCAL ASSET MANAGING (A CASE STUDY IN REGENCY BOYOLALI’S GOVERNMENT). Thesis. Public Administration Study Program. Administration
Science Department. Faculty of Social and Political Science. Sebelas Maret University. Surakarta. 2010. 120 Page. Regional autonomy demanding local independence in local finance, the local government must optimize revenue to finance the activities of everyday life. In budget year 2008, local genuine revenue Boyolali regency declined and is proportional to the current wealth of Boyolali Government also declined. This study
aims to identify and describe performance DPPKAD Boyolali about the management of current assets. To find out DPPKAD performance, executed performance appraisals be based on indicator which have been specified. Expected with performance appraisal, can be reference to DPPKAD Boyolali regency to increase organizational performance. With the increase in performance, it can create better organizational performance at DPPKAD Boyolali The research method employed in this research was a descriptive qualitative methods. As for the sources of data are primary and secondary data. The primary data obtained interviews with informant. While secondary data derived from the documents relating to the research. The sampling method use purposive sampling and snowball sampling. Purposive sampling is used when the researcher took the informant from DPRD, the researcher determined that informant was a member of commission II DPRD Boyolali. Snowball sampling is used when the researchers took the informant in DPPKAD. Data collection techniques that is by interview, observation and documentation. The validity of the data was done by triangulation of data. Data analysis in qualitative research using an interactive analysis model that is data reduction, data and drawing conclusions and verification. Performance appraisals in this study use five indicator , there are accountability, transparency, economic, efficiency, and effectiveness. Based on this research, it can be concluded that the performance DPPKAD Boyolali regency in the management of current assets was not good, so we need to improve the performance DPPKAD Boyolali. Improvement can be done, Such as coordination with internal DPPKAD (DPPKAD official) and also externally (such as SKPD – SKPD, BUMD, etc) are involved in the management of current asset.
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Era reformasi ditandai dengan pergantian pemerintahan dari Orde baru ke Orde reformasi pada tahun 1998. Salah satu bentuk reformasi yang terjadi di Indonesia adalah reformasi pemerintahan yang ditandai dengan pemberian otonomi daerah yang luas kepada pemerintah daerah. Otonomi daerah merupakan kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan (Indra Bastian 2006 : 338). Dari pengertian otonomi daerah tersebut, dapat difahami bahwa daerah memiliki kewenangan yang besar dalam mengurus rumah tangganya sendiri tanpa campur tangan dari pemerintah pusat. Pemberlakuan otonomi daerah dimulai pada tahun 1999 dengan dikeluarkannya Ketetapan MPR yaitu Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang “Penyelenggaraan Otonomi Daerah; Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang berkeadilan serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia” (Mardiasmo, 2002:4-5). Tap MPR ini merupakan landasan hukum dikeluarkannya UU No.22 Tahun 1999 tentang pemerintah Daerah dan UU N0.25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Berlakunya Undang-undang No. 22 Tahun 1999 merupakan langkah awal pelaksanaan otonomi daerah. Mardiasmo menjelaskan bahwa dalam undang-undang No.22 tahun 1999 disebutkan bahwa pengembangan otonomi pada daerah kabupaten dan kota diselenggarakan dengan memperhatikan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan, dan keadilan, serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman Daerah (2002:102). Sejalan dengan perkembangan tata pemerintahan baru di Indonesia, maka pada tahun 2004 dikeluarkan undang-undang RI nomor 32 tahun 2004 yang menggantikan UU No.22 Tahun 1999 yang dianggap tidak lagi sesuai dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan, dan tuntutan penyelenggaraan
otonomi daerah sehingga perlu diganti. Begitu juga dengan UU No.25 Tahun 1999 yang mendapat penyesuaian dan diganti dengan UU No.33 Tahun 2004. Secara umum ada dua faktor yang mendorong perubahan UU No. 22 dan 25 tahun 1999 menjadi UU No. 32 dan 33 tahun 2004, yaitu :
Pertama, Amandemen UUD 1945 dan UU No. 20 tahun 2003 tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPRD, dan DPD telah mengakibatkan beberapa pasal dalam UU No. 22/1999 sudah tidak relevan lagi, misalnya pengeturan tentang pengangkatan kepala daerah. Dalam UU pemilihan presiden, pemilihan presiden dilakukan secara langsung. Hal ini menjadi preseden dalam pemilihan kepala daerah baik gubernur, bupati atau walikota. Kedua, UU No. 22/1999 yang direvisi menjadi UU no 32/2004, sebetulnya masih jauh sempurna sebagai kerangka acuan pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia alasannya, UU ini lahir dalam memenuhi tuntutan kaum reformis. UU otoda ini sebetulnya merupakan kompromi dari rezim yang berkuasa untuk menyelamatkan dirinya. Pembuatan UU ini hanya memakan waktu tiga bulan-an. UU ini perlu diperbaiki dengan mengakomodasi aspirasi daerah. (Indra Bastian, 2006 : 347-348)
Dikeluarkannya UU RI nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan UU RI nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah daerah
membawa perubahan yang besar
terhadap kehidupan pemerintahan di daerah. Salah satu perubahan yang menonjol adalah perubahan dalam pola pengelolaan keuangan pemerintah daerah yang diatur dalam PP No 58 tahun 2005. Dalam PP ini dijelaskan bahwa Pengelolaan Keuangan Daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan daerah. Pengelolaan keuangan daerah yang disebutkan
dalam PP ini antara lain meliputi pengelolaan kas umum daerah, pengelolaan piutang daerah, pengelolaan investasi daerah, pengelolaan barang milik daerah, pengelolaan dana cadangan, dan pengelolaan utang daerah. Sesuai dengan PP No 58 Tahun 2005, maka Pemerintah Daerah dituntut kemandiriannya untuk mengurus pembiayaan kebutuhan rumah tangganya. Salah satu yang dapat dilakukan adalah dengan mengoptimalkan sumber-sumber penerimaan daerah untuk meningkatkan pendapatan daerah. Pendapatan daerah sebagaimana disebutkan di dalam PP No 58 tahun 2005 meliputi semua penerimaan uang melalui Rekening Kas Umum Daerah, yang menambah ekuitas dana lancar, yang merupakan hak daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak perlu dibayar kembali oleh daerah. Penerimaan daerah yang bersumber dari pendapatan daerah nantinya akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan belanja daerah. Belanja daerah sebagaimana dimaksud pada PP no 58 tahun 2005 meliputi semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum Daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar, yang merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh Daerah. Belanja daerah digunakan untuk membiayai kegiatan operasional sehari-hari di lingkup Pemkab. Selain itu Belanja daerah juga digunakan untuk urusan yang berkaitan dengan hak dan pelayanan kepada masyarakat. Hal ini tentunya bertujuan untuk kesejahteraan masyarakat sebagaimana tujuan otonomi daerah. Dalam penerimaan maupun pengeluaran uang dalam satu kabupaten menjadi tugas utama dari Bendahara Umum Daerah (BUD). BUD merupakan
satuan kerja pengelola keuangan daerah yang mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan APBD, dan segala bentuk kekayaan daerah lainnya (Nurlan Darise, 2008:20). Kekayaan daerah dapat juga disebut dengan aset daerah. Mahmudi dalam Analisis Laporan Keuangan Pemerintah Daerah menjelaskan bahwa Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (PP No. 24 Tahun 2005) definisi aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan darimana manfaat ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan uang, termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang dipelihara karena alasan sejarah dan budaya (2007 : 78). Kekayaan atau aset daerah secara umum dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu aset keuangan (current assets) dan aset non keuangan (non-current assets). Aset keuangan merupakan segala bentuk kekayaan pemerintah yang berupa kas, setara kas dan aset lainnya yang dapat diubah menjadi kas dan setara kas dalam jangka waktu dua belas bulan sejak tanggal pelaporan. Sedangkan aset non keuangan berwujud berupa aset persediaan dan aset tetap. Aset tetap sendiri biasanya lebih dikenal sebagai barang milik daerah atau negara. Kabupaten Boyolali merupakan salah satu daerah otonom yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengelola rumah tangganya sendiri termasuk dalam keuangan daerah. Laporan keuangan pada tahun 2008 memperlihatkan laporan realisasi APBD kabupaten Boyolali sebagaimana berikut :
Tabel 1.1 Laporan Realisasi APBD Pemerintah Kabupaten Boyolali Tahun 2008 Uraian PENDAPATAN Pendapatan Asli Daerah Pendapatan Transfer Lain-lain Pendapatan yang sah
Target tahun 2008 768.845.762.000,00 58.623.725.000,00 693.104.260.000,00 17.117.777.000,00
Realisasi tahun 2008 782.528.354.413,00 63.733.408.461,00 699.147.168.702,00 19.647.777.250,00
BELANJA
845.747.630.000,00
793.262.107.869,00
SURPLUS/DEFISIT
(76.901.868.000,00)
(10.733.753.456, 00)
( Sumber : www.boyolalikab.go.id ) Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa pada tahun 2008 di Kabupaten Boyolali masih terjadi defisit anggaran sebesar Rp 10.733.753.456,00. Dari laporan di atas juga terlihat bahwa sumber pendapatan yang paling besar berasal dari pendapatan transfer atau sebesar 89,345 % dari total pendapatan sedangkan PAD hanya mampu menyumbang 8,145 %. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat ketergantungan Kabupaten Boyolali terhadap pemerintah pusat atau provinsi masih sangat tinggi.
Pendapatan asli daerah pun juga menurun jika
dibandingkan PAD tahun 2007 yaitu sebesar Rp.3.728.114.767, 00. Dari laporan realisasi APBD tersebut juga terlihat bahwa di lingkup Pemkab Boyolali masih belum mampu dalam mengoptimalkan pendapatan daerah sehingga bergantung dengan pendapatan dari pusat maupun provinsi. Secara umum jumlah pendapatan di Kabupaten Boyolali pada tahun anggaran 2008 meningkat dibandingkan tahun 2007 namun pendapatan yang meningkat juga diikuti dengan jumlah belanja yang juga meningkat. Dari fakta ini, maka realisasi APBD di Kabupaten Boyolali masih defisit dan untuk
menutup defisit tersebut maka harus ada pembiayaan untuk menutup defisit tersebut. Defisit anggaran biasanya ditutup dengan dana yang bersumber dari SILPA (sisa lebih perhitungan anggaran). Dalam PP No 25 Tahun 2005 desebutkan bahwa Sisa Lebih Perhitungan Anggaran yang selanjutnya disingkat SiLPA adalah selisih lebih realisasi penerimaan dan pengeluaran anggaran selama satu periode anggaran. Dalam hal pengelolaan keuangan daerah di Kabupaten Boyolali menjadi tanggung jawab dari Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) yang memiliki kewenangan urusan pemerintahan di bidang Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan dan bertanggung jawab sepenuhnya terhadap pengelolaan seluruh keuangan dan aset dalam suatu daerah yang nantinya dipergunakan
untuk
menciptakan
kesejahteraan
masyarakat.
DPPKAD
merupakan pejabat pengelola keuangan daerah yang juga bertindak sebagai bendahara umum daerah. Sebagai Bendahara Umum Daerah, maka DPPKAD merupakan dinas teknis yang bertanggung jawab dalam menerima pendapatan daerah dan mengeluarkan uang untuk kebutuhan daerah melalui kas umum daerah. Dengan adanya kas daerah maka suatu daerah dapat mengatur ketersediaan dana yang cukup untuk mendanai pengeluaran-pengeluaran daerah. Di dalam kas umum daerah juga dapat diketahui berapakah kekayaan yang dimiliki suatu daerah. Kas daerah sendiri termuat dalam neraca komparatif yang merupakan bagian laporan keuangan.
Di dalam neraca komparatif Pemerintah Kabupaten Boyolali pada tahun 2008, dapat diketahui berapakah kekayaan Pemkab Boyolali baik yang berupa aset lancar maupun aset tetap sebagaimana dapat dilihat pada tabel di bawah ini : Tabel 1.2 Neraca Komparatif (Aset) Pemerintah Kabupaten Boyolali per 31 Desember 2007 dan 2008 Judul Tahun KD.REK URAIAN 2008 2007 1 2 3 4 1 ASET 1.1 Aset Lancar 82.521.245.336,62 110.417.756.255,41 1.2 Investasi Jangka Panjang 47.086.208.801,50 37.239.835.801,50 1.3 Jumlah Aset Tetap 1.600.217.460.891,00 853.853.797.280,00 1.4 Jumlah Dana Cadangan 0,00 0,00 1.5 Jumlah Aset Lainnya 22.419.088.080,95 13.888.760.323,36 JUMLAH ASET
1.752.244.003.110,07 1.015.400.149.660,27
( Sumber : www.boyolalikab.go.id) Sedangkan jumlah Kewajiban Pemkab Boyolali adalah sebagai berikut :
Tabel 1.3 Neraca Komparatif (Kewajiban) Pemerintah Kabupaten Boyolali per 31 Desember 2007 dan 2008 NO 1 1 2
1 2
Judul Uraian 2 KEWAJIBAN Kewajiban Jangka Pendek Kewajiban Jangka Panjang
147.728.485,36 284.359.868,
5.213.107.69 328I. 0 7.514. 00
JUMLAH KEWAJIBAN
432.088.353.62
5.541.215.231,00
82.373.516.851, 26 1.669.4 38.39.79 05,1
105.204.648.565, 41 904.654.285.86
EKUITAS DANA Ekuitas Dana Lancar Ekuitas Dana Investasi
Tahun 2008 3
2007 4
JUMLAH DANA
EKUITAS
JUMLAH KEWAJIBAN EKUITAS DAN
DAN
1.751.811.9 14.75 1.009.858.934.429,27
1.752.244.003.110,07 1.015.400.149.660,27
( Sumber : www.boyolalikab.go.id ) Dari neraca komparatif di atas, posisi aset dan kewajiban di Pemkab Boyolali seimbang. Nilai aset pada tahun 2008 meningkat dari tahun 2007 sebesar Rp 1.015.400.149.660,27. Peningkatan tersebut sebesar sebesar Rp 736.843.853.449,8,00 menjadi Rp 1.752.244.003.110,07. Namun jika melihat nilai aset lancar yang dimiliki oleh Pemerintah Kabupaten Boyolali pada tahun 2008 justru mengalami penurunan. Penurunan aset lancar secara tidak langsung juga karena pendapatan daerah yang turun sehingga penerimaan ke kas daerah pun berkurang. Dari paparan tersebut, penulis tertarik untuk mengetahui bagaimanakah kinerja Dinas Pendapatan, Pengelolaan, Keuangan dan Aset Daerah dalam pengelolaan aset daerah yang dikhususkan dalam pengelolaan aset lancar. Di dalam aset lancar terbagi menjadi kas daerah, piutang daerah, investasi jangka pendek dan persediaan. Di dalam PP no 58 Tahun 2005 disebutkan bahwa pengelolaan kas daerah, piutang daerah, investasi jangka panjang dan persediaan merupakan bagian dari pengelolaan keuangan daerah.
B. RUMUSAN MASALAH Dari latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut “Bagaimanakah Kinerja Dinas Pendapatan, pengelolaan
keuangan dan aset daerah (DPPKAD) dalam pengelolaan aset keuangan di Pemkab Boyolali ?”
C. TUJUAN PENELITIAN 1. Tujuan Operasional : Untuk mengetahui gambaran mengenai
kinerja Dinas Pendapatan,
Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Kabupaten Boyolali dalam pengelolaan aset daerah. 2. Tujuan Fungsional : a. Hasil penelitian ini dapat memberikan menfaat bagi penulis dan pembaca untuk mengetahui tentang kinerja Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Kabupaten Boyolali dalam pengelolaan aset daerah. b. Hasil penelitian ini dapat memberikan masukan dan manfaat bagi Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Kabupaten Boyolali dalam pengelolaan aset daerah. 3. Tujuan Individual : Untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar sarjana strata I (S I) Ilmu Sosial dan Ilmu politik Jurusan Ilmu Administrasi Universitas Sebelas Maret Surakarta Surakarta.
D. MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat menghasilkan informasi yang rinci, akurat, dan aktual yang dapat memberikan manfaat dalam menjawab permasalahan yang sedang diteliti. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Dapat memberikan gambaran mengenai sejauh mana kinerja Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Kabupaten Boyolali dalam pengelolaan aset daerah. 2. Dapat menambah wawasan atau pengetahuan tentang pengelolaan aset daerah yang dilaksanakan oleh DPPKAD Kabupaten Boyolali. 3. Bagi Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Kabupaten Boyolali penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan dan pertimbangan untuk menentukan kebijakan-kebijakan dalam pengelolaan aset daerah dalam upaya meningkatkan kinerja selanjutnya.
E. TINJAUAN PUSTAKA 1. Kinerja Secara
etimologi,
kinerja
berasal
dari
kata
“performance”.
Performance berasal dari kata to perform. performance sering diartikan oleh para cendekiawan sebagai “penampilan”, “unjuk kerja”, atau “prestasi” (Yeremias T. Keban, 2008:209). Dalam kamus Illustrated Oxford Dictionary (dalam Yeremias T. Keban, 2008:209), istilah Performance menunjukkan “the execution or fulfillment of a duty” (pelaksanaan atau pencapaian dari suatu tugas), atau a person’s achievement under test
condition etc. (pencapaian hasil dari seseorang ketika diuji, dsb). Menurut The Scibner Bantam English Dictonary terbitan Amerika Serikat dan Kanada tahun 1979 (dalam Joko Widodo, 2008:77-78) kinerja atau “to performance” diartikan sebagai berikut :
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
To do or carry out ; execute (melakukan, menjalankan, melaksanakan) To discharge or fulfill; as a vow (memenuhi atau menjalankan kewajiban satu nazar) To portray, as a character in a play (menggambarkan suatu karakter dalam suatu permainan) To render by the voice or a musical instrument (menggambarkannya dengan suara atau alat musik) To execute or complete an undertaking (melaksanakan suatu kegiatan dalam suatu permainan) To perform music (memainkan/pertunjukkan musik) To do what is expected of a person or machine (melakukan sesuatu yang diharapkan oleh seseorang atau mesin)
Menurut kamus The New Webster Dictionary ( dalam Achmad S. Ruky, 2001:14-15) memberikan tiga arti kata bagi kata “performance’, yaitu sebagai berikut : 1.
2.
3.
Adalah “prestasi” yang digunakan dalam konteks atau kalimat misalnya tentang “mobil yang sangat cepat” (“high performance car”). Adalah “pertunjukkan” yang biasanya digunakan dalam kalimat “folk dance performance”, atau “pertunjukkan tari-tarian rakyat”. Adalah “pelaksanaan tugas” misalnya dalam kalimat “in performing his/her duties”.
Bernardin dan Russel dalam Achmad S. Ruky (2001 : 15) memberikan definisi tentang performance sebagai berikut :
“performance is defined as the record of outcomes produced on a specified job function or activity during a specified time period (prestasi adalah catatan tentang hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi pekerjaan tertentu atau kegiatan tertentu selama kurun waktu tertentu)”. Dalam definisi tersebut, kedua penulis tersebut jelas menekankan pengertian kinerja sebagai prestasi atau sebagai “hasil” atau “apa yang keluar” (outcomes) dari sebuah pekerjaan dan kontribusi mereka pada organisasi (2001:16). Kinerja juga dapat didefinisikan sebagai hasil akhir dari pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dalam sebuah organisasi. Hal ini sesuai dengan definisi kinerja yang termuat dalam literatur manajemen sumber daya manusia. Kinerja diartikan sebagai “… the record of outcomes produced on a specified job function or activity during a specified time period …” dalam definisi ini , aspek yang ditekankan adalah catatan tentang outcome atau hasil akhir yang diperoleh setelah suatu pekerjaan atau aktivitas dijalankan selama kurun waktu tertentu. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja hanya mengacu pada serangkaian “hasil” yang diperoleh seorang pegawai selama periode tertentu dan tidak termasuk karakteristik pribadi pegawai yang dinilai (Yeremias T. Keban 2008 : 210). Definisi lain dari performance atau kinerja disampaikan oleh Suyadi Prawirosentono yaitu sebagai berikut : “Performance adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dalam rangka upaya mencapai
tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hokum dan sesuai dengan moral maupun etika” (Suyadi Prawirosentono, 1999:2) Pengertian lain kinerja adalah sebagai berikut, Joko Widodo menjelaskan bahwa Kinerja adalah melakukan suatu kegiatan dan menyempurnakannya sesuai dengan tanggung jawabnya dengan hasil seperti yang diharapkan (2008:78). Definisi kinerja yang lain datang dari Withmore dalam Lijan Poltak Sinambela mengemukakan kinerja merupakan ekspresi potensi seseorang dalam memenuhi tanggung jawabnya dengan menetapkan standar tertentu (2008:138). Definisi ini menekankan bahwa kinerja lebih menekankan pada tanggung jawab dalam melakukan sebuah pekerjaan. Kinerja sebagai pencapaian dari sebuah organisasi sebagaimana definisi dari Lembaga Administrasi Negara dalam Joko Widodo (2008 : 7879) yang menjelaskan bahwa kinerja merupakan gambaran mengenai tingkat pencapaian
pelaksanaan
suatu
kegiatan
/program/kebijakan
dalam
mewujudkan sasaran, tujuan, misi, visi, organisasi. Secara umum Indra Bastian menjelaskan bahwa kinerja merupakan prestasi yang dicapai oleh organisasi dalam periode tertentu (2006 : 274). Dari definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa kinerja merupakan (1) hasil kerja yang dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam sebuah organisasi, (2) Dalam melaksanakan tugas, orang atau organisasi mempunyai tanggung jawab sehingga harus melaksanakan tugas sesuai dengan tanggung jawab tersebut, (3) kinerja juga dapat diartikan sebagai
pencapaian sebuah organisasi terutama untuk mencapai tujuan organisasi tersebut. Xingjie
Ma
dalam
Discussion
on
the
Quantification-Based
Performance Evaluation of Rural County Government : International Journal of Bussiness and Management (2008:2) menyatakan bahwa :
In western countries, the government performance is also named as “public productivity”, “national productivity”, “public organization performance”, “government achievement”, and “government behavior”. In the literal meaning, it means the achievement and effect gained by the government. It has rich connotation. On one hand, it includes the government’s “output” performance, namely the performance of government in providing with public service and arranging social management. On other hand, it includes the government’s “process” performance, namely the performance of government in exercising its function. The government performance can be divided into organizational performance and individual performance. The formers includes the overall performance of government at certain level, the performance of the government’s functional department, and the team performance. (Di negara barat, kinerja pemerintah juga dikenal sebagai “produktivitas publik”, “produktivitas nasional”, “kinerja organisasi publik, “prestasi pemerintah”, dan “perilaku pemerintah”. Dalam arti harfiah, hal ini berarti pencapaian dan efek yang diperoleh pemerintah. Kinerja pemerintah mempunyai konotasi yang banyak. Di satu sisi, kinerja pemerintah termasuk hasil kinerja pemerintah, yaitu berupa kinerja pemerintah dalam pelayanan publik dan penyusunan manajemen sosial. Di sisi lain, kinerja pemerintah termasuk proses kinerja pemerintah, yaitu kinerja pemerintah dalam pelatihan fungsinya. Kinerja pemerintah dapat dibagi menjadi kinerja organisasi dan kinerja individu. Terlebih dahulu memasukkan keseluruhan kinerja pemerintah pada tingkat yang pasti, kinerja departemen fungsional pemerintah, dan kinerja tim)
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa kinerja pemerintah dapat dibagi menjadi dua yaitu kinerja organisasi dan kinerja individu. Swanson dan Holton dalam Yeremias T. Keban (2008:211) lebih jauh membagi kinerja atas tiga tingkatan yaitu kinerja “organisasi”, kinerja “proses”, dan kinerja “individu”. Kinerja organisasi dalam Encyclopedia of Public Administration and Public Policy, dijelaskan bahwa kinerja organisasi menggambarkan sampai seberapa jauh organisasi tersebut mencapai hasil ketika dibandingkan dengan kinerjanya terdahulu (previous performance), dibandingkan dengan organisasi lain (benchmarking), dan sampai seberapa jauh pencapaian tujuan dan target yang telah ditetapkan (2008:211). Kinerja proses sebagaimana dikatakan oleh Swanson dalam Yeremias T. Keban (2008:211) menggambarkan apakah suatu proses yang dirancang dalam organisasi memungkinkan organisasi tersebut mencapai misinya dan tujuan para individu, didesain sebagai suatu sistem, memiliki kemampuan untuk menghasilkan baik secara kuantitas, kualitas dan tepat waktu, memiliki informasi dan faktor-faktor manusia yang dibutuhkan untuk memelihara sistem tersebut, dan apakah proses pengembangan keahlian telah sesuai dengan tuntutan yang ada. Kinerja individu mempersoalkan apakah tujuan individu sesuai dengan misi organisasi, apakah individu menghadapi hambatan dalam bekerja dan mencapai hasil, apakah para individu memiliki kemampuan mental, fisik dan emosi dalam bekerja, dan apakah mereka memiliki
motivasi tinggi, pengetahuan, keterampilan dan pengalaman dalam bekerja (Yeremias T. Keban 2008:211). Suyadi Prawirosentono menyatakan bahwa sebenarnya terdapat hubungan yang erat antara kinerja perorangan (individual performance) dengan kinerja lembaga (institusional performance) atau kinerja perusahaan (corporate performance). Hubungan tersebut adalah bila kinerja karyawan (individual performance) baik maka kemungkinan besar kinerja perusahaan (corporate performance) juga baik (1999:3). Dalam penelitian ini, yang akan diteliti adalah kinerja organisasi dan tentu saja juga melibatkan individuindividu atau pegawai yang ada dalam organisasi. Mardiasmo dalam buku Akuntansi Sektor Publik (2004:130) Menyatakan agar dalam menilai kinerja organisasi dapat dilakukan secara obyektif, maka diperlukan indikator kinerja. Bastian dalam Hessel Nogi S.Tangkilisan (2005:175), menjelaskan bahwa indikator kinerja organisasi adalah ukuran kuantitatif dan kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian
sasaran
atau
tujuan
yang
telah
ditetapkan
dengan
memperhatikan elemen-elemen seperti masukan (inputs), keluaran (outputs), hasil (outcomes), manfaat (benefits), dan dampak (impacts). Mardiasmo dalam buku Akuntansi Sektor Publik menjelaskan bahwa Value for money merupakan inti pengukuran kinerja pada organisasi pemerintah. Kinerja pemerintah tidak dapat dinilai dari sisi output yang dihasilkan saja, akan tetapi harus mempertimbangkan input, output, dan outcome secara bersama-sama (2004:127). Mardiasmo (2004:130-131)
membagi indikator value for money menjadi dua bagian, yaitu: (1) indikator alokasi biaya (ekonomi dan efisiensi), dan (2) indikator kualitas pelayanan (efektivitas).
Dari
pernyataan
tersebut,
dapat
disimpulkan
bahwa
pengukuran atau penilaian kinerja menurut Mardiasmo terdiri atas tiga indikator yaitu ekonomi, efisiensi dan efektivitas. Bastian dalam Hessel Nogi S. Tangkilisan (2005:175-176) juga menyatakan bahwa ada tiga indikator yang umumnya digunakan sebagai ukuran kinerja organisasi, yaitu : 1. Efisiensi, yaitu hubungan antara input dan output, di mana penggunaan barang dan jasa dibeli oleh organisasi untuk mencapai output tertentu. 2. Efektivitas, yaitu hubungan antara output dan tujuan, di mana efektivitas diukur berdasarkan seberapa jauh tingkat output, kebijakan, dan prosedur dari organisasi mencapai tujuan yang telah ditetapkan. 3. Ekonomis, yaitu hubungan antara pasar dan input, di mana pembelian barang dan jasa dilakukan pada kualitas yang diinginkan dan harga terbaik yang dimungkinkan. Sementara itu, Abdul Halim dan Theresia Damayanti juga menyatakan bahwa kinerja yang baik bagi suatu organisasi dicapai ketika administrasi dan penyediaan jasa oleh organisasi yang bersangkutan dilakukan pada tingkat yang ekonomis, efisiensi dan efektivitas (2007:73). Mandy Mok Kim Man dalam ”The Relationship Between Distinctive Capabilities, Innovativeness, Strategy Types and The Performance of Small
and Medium-Size Enterprises (SMEs) of Malaysian Manufacturing Sector” (2009:23) menjelaskan bahwa :
“Organisational performance can be measured by many criterias. In general, the literature suggest that organizational performance is commonly measured in terms of effectiveness, efficiency, growth and productivity”(kinerja organisasi dapat diukur berdasarkan banyak kriteria. Secara umum, literatur menyarankan bahwa kinerja organisasi biasanya diukur dalam hal efektivitas, efisiensi, pertumbuhan dan produktivitas)
Lebih jauh Mandy Mok Kim Man juga menjelaskan : “However, according to robinson (1982); Montanari, Morgan and Bracker (1990), firms tend to focus on effectiveness when measuring their organizational performance. Montanari, Morgan and Bracker (1990) suggested that organizational effectiveness may be measured in terms of financial measures” (Bagaimanapun, menurut Robinson (1982); Montanari, Morgan dan Bracker (1990), perusahaan cenderung memusatkan pada efektivitas ketika mengukur kinerja organisasi mereka. Montanari, Morgan dan Bracker (1990) menyarankan bahwa efektivitas organisasi dapat diukur terkait dengan pengukuran keuangan)
Mandy Mok Kim Man menyatakan bahwa efektivitas, efisiensi, pertumbuhan dan produktivitas banyak digunakan untuk mengukur kinerja sebuah organisasi. Mandy Mok Kim Man mengacu pada Montanari, Morgan dan bracker (1990) menjelaskan bahwa dalam pengukuran keuangan lebih tepat menggunakan indikator efektivitas. Dari pendapat-pendapat di atas, maka untuk menilai kinerja organisasi DPPKAD dalam pengelolaan aset lancar dapat menggunakan indikator ekonomi, efisiensi dan efektivitas. Mohammad Mahsun, dkk
menyatakan bahwa organisasi sektor publik memerlukan ukuran penilaian kinerja yang lebih luas, tidak hanya tingkat laba, tidak hanya efisiensi dan juga tidak hanya ukuran finansial (2007:163). Dari pendapat tersebut, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa untuk menilai kinerja DPPKAD dalam pengelolaan aset lancar tidak hanya berdasarkan ekonomi, efisiensi dan efektivitas, tetapi juga penilaian kinerja organisasi secara luas. BPKP dalam Mohammad Mahson, dkk (2007, 163-164) menyatakan bahwa cakupan pengukuran kinerja sektor publik harus mencakup pertanggungjawaban (accountability). Pertanggungjawaban (accountability) untuk meningkatkan pengendalian dan mempengaruhi pembuatan keputusan. Dor R. Hansen dan Maryane M. Mowen juga menyatakan bahwa akuntabilitas secara tidak langsung mencerminkan pengukuran kinerja, yang berarti bahwa hasil actual dibandingkan dengan hasil yang diperkirakan atau dianggarkan (1997:64). Selain akuntabilitas, penilaian kinerja dalam penelitian ini dapat dinilai dengan menggunakan indikator transparansi. Sony Yuwono, dkk menerangkan bahwa transparansi dalam pengelolaan keuangan daerah merupakan keterbukaan dalam proses perencanaan, penyusunan, dan pelaksanaan anggaran daerah. Dalam prinsip ini, anggota masyarakat memiliki hak dan akses yang sama untuk mengetahui proses anggaran karena menyangkut aspirasi dan kepentingan bersama, terutama pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat (2008:54). Sedangkan Abdul Halim dan Theresia Damayanti menjelaskan bahwa transparansi dilakukan pada saat
proses anggaran dimana proses anggaran mulai dari perencanaan sampai pertanggungjawaban, disosialisaikan pada publik sehingga ada mekanisme atau kegiatan yang memberikan kesempatan kepada publik di daerah untuk mencermati, mengkritisi atau mengevaluasi rincian alokasi penggunaan dana dalam APBD untuk setiap sektor atau kegiatan pembangunan (2007:58). Berdasarkan uraian di atas, maka indikator yang dapat digunakan untuk melakukan penilaian terhadap kinerja DPPKAD dalam pengelolaan aset lancar yaitu Akuntabilitas, Transparansi,
Ekonomi, Efisiensi dan
Efektivitas yang dipaparkan sebagai berikut : a) Transparansi. Secara
umum,
transparasi
adalah
prosedur/tatacara,
penyelenggaraan pemerintahan dan hal-hal lain yang berkaitan dengan proses pelayanan umum wajib diinformasikan secara terbuka agar mudah diketahui dan dipahami oleh masyarakar, baik diminta maupun tidak diminta (Ratminto&Atik Septi Winarsih, 2005 :182). Mardiasmo menjelaskan bahwa transparansi dalam pengelolaan keuangan daerah diartikan sebagai keterbukaan pemerintah dalam membuat kebijakan-kebijakan keuangan daerah sehingga dapat diketahui dan diawasi oleh DPRD dan masyarakat (Mardiasmo, 2002 : 30). b) Akuntabilitas.
Ratminto dan Atik Septi Winarsih (2005:181), menjelaskan bahwa akuntabilitas merupakan suatu ukuran yang menunjukkan seberapa
besar
tingkat
kesesuaian
antara
penyelenggaraan
pemerintahan dengan ukuran-ukuran eksternal yang ada di masyarakat dan dimiliki oleh stake holders, seperti nilai dan norma yang berkembang di masyarakat. Lijan Poltak Sinambela menjelaskan bahwa akuntabilitas merujuk pada seberapa besar dan kebijaksanaan dan kegiatan organisasi publik tunduk kepada para pejabat politik yang dipilih oleh rakyat. Operasionalisasi indikator ini dapat dilihat apabila semakin besar kegiatan-kegiatannya didasarkan pada upaya-upaya untuk memenuhi harapan dan keinginan masyarakat berarti kinerjanya baik (2008:151). Akuntabilitas mensyaratkan bahwa pengambil keputusan berperilaku sesuai dengan mandat yang diterimanya. Untuk ini, perumusan kebijakan, bersama-sama dengan cara dan hasil kebiajakan tersebut harus dapat diakses dan dikomunikasikan secara vertical maupun horizontal dengan baik (Mardiasmo, 2002:29). Akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan daerah, adalah prinsip pertanggungjawaban publik yang berarti bahwa proses penganggaran mulai dari perencanaan, penyusunan dan pelaksanaan harus benar-benar dapat dilaporkan dan dipertanggungjawabkan kepada DPRD dan masyarakat. Masyarakat tidak hanya memiliki hak
untuk mengetahui anggaran tersebut tetapi berhak untuk menuntut pertanggungjawaban anggaran tersebut (2002:105). c) Ekonomi. Salim & Woodward dalam Ratminto dan Atik Septi Winarsih, menjelaskan bahwa Economy atau ekonomis adalah penggunaan sumberdaya yang sesedikit mungkin dalam proses penyelenggaraan pelayanan publik (2005:174). Hal ini sesuai dengan definisi dari Mardiasmo, dimana Ekonomi bekaitan dengan pemilihan dan penggunaan sumber daya dalam jumlah dan kualitas tertentu pada harga yang paling murah (2002:105). Abdul Halim dan Theresia Damayanti (2007:74) menjelaskan bahwa ekonomi berarti pemerolehan input dengan kualitas tertentu pada harga yang terendah. Ekonomi merupakan perbandingan input dengan input value yang dinyatakan dalam satuan moneter. Ekonomi terkait
dengan
sejauh
mana organisasi
sektor publik
dapat
meminimalisir input resources yang digunakan, yaitu dengan menghindari pengeluaran yang boros dan tidak produktif. Dari ketiga definisi di atas, maka ekonomi dapat diartikan dalam prinsip ekonomi dimana aset lancar digunakan atau dikeluarkan dengan baik sesuai dengan prosedur yang ditetapkan dan penggunaan aset lancar digunakan serendah mungkin. d) Efisiensi.
Mardiasmo, menjelaskan bahwa, efisiensi berarti bahwa penggunaan
dana masyarakat
(public money) tersebut
dapat
menghasilkan output yang maksimal (berdaya guna) (2002:105). T.Hani Handoko (1995:7) menjelaskan bahwa Efisiensi adalah kemampuan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan dengan benar. Ini merupakan konsep matematik, atau merupakan perhitungan ratio antara keluaran (output) dan masukan (input). Penjelasan lain dari efisiensi seperti dijelaskan Ratminto dan Atik Septi Winarsih, (2005:174) efficiency atau efisiensi adalah suatu keadaan yang menunjukkan tercapainya perbandingan terbaik antara masukan dan keluaran dalam suatu penyelenggaraan pelayanan publik. I Gusti Agung Rai, secara sederhana, mendefinisikan efficiency (efisiensi) merupakan perbandingan antara output dan input. Suatu organisasi dapat dikatakan efisien apabila organisasi tersebut: (1) menghasilkan output yang lebih besar dengan menggunakan input tertentu; (2) menghasilkan output tetap untuk input yang lebih rendah dari yang seharusnya; (3) menghasilkan produksi yang lebih besar dari penggunaan sumber dayanya; dan (4) mencapai hasil dengan biaya serendah mungkin (I Gusti Agung Rai, 2008:22).
Dari definisi-definisi di atas, maka efisiensi dapat dicapai jika penggunaan aset lancar digunakan dengan tepat dan sesuai dengan kebutuhan. e) Efektivitas.
Mardiasmo menjelaskan bahwa efektivitas berarti penggunaan anggaran
tersebut
harus
mencapai
target-target
atau
tujuan
kepentingan publik (2002:105). Sedangkan definisi lain menjelaskan bahwa efektivitas merupakan kemampuan untuk memilih tujuan yang telah tepat untuk pencapaian tujuan yang telah ditetapkan (T. Hani Handoko, 1995:7). Menurut Peter Drucker dalam T. Hani Handoko (1995:7), efektivitas adalah melakukan pekerjaan dengan benar (doing the right things), sedang efisiensi adalah melakukan pekerjaan dengan benar (doing thing right). Ratminto dan Atik Septi Winarsih (2005:179) menjelaskan bahwa efektivitas adalah tercapainya tujuan yang telah ditetapkan, baik itu dalam bentuk target, sasaran jangka panjang maupun misi organisasi. Akan tetapi pencapaian tujuan ini harus juga mengacu pada visi organisasi. I
Gusti
Agung
Rai
menjelaskan
bahwa
Effectiveness
(efektivitas) merupakan hubungan antara outcome dan output (2008:23). I Gusti Agung Rai juga menambahkan bahwa pengertian efektivitas mengacu pada hubungan antara output dengan tujuan yang telah ditetapkan. Suatu organisasi, program, atau kegiatan dikatakan efektif apabila output yang dihasilkan dapat memenuhi tujuan yang ditetapkan (2008:24).
2. Pengelolaan Aset daerah
Pengelolaan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berasal dari kata dasar kelola yang berarti mengendalikan; menyelenggarakan (pemerintahan, dsb) atau mengurus. Pengelolaan sendiri diartikan sebagai proses, cara, perbuatan,
mengelola;
proses
melakukan
kegiatan
tertentu
dengan
menggerakkan tenaga orang lain; proses yang membantu merumuskan kebijaksanaan dan tujuan organisasi; proses yang memberikan pengawasan pada semua hal yang terlibat dalam pelaksanaan kebijaksanaan dan pencapaian tujuan (1995:470). Pengelolaan
aset
daerah
dapat
diartikan
sebagai
proses
menyelenggarakan dengan mengerahkan segenap usaha dan sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan tertentu atau melaksanakan kegiatan tertentu. Dalam hal ini untuk melaksanakan kegiatan tertentu yaitu dalam hal penggunaan atau pemanfaatan aset daerah untuk tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Dimana tujuan dari pengelolaan aset daerah adalah untuk terwujudnya kesejahteraan masyarakat. Aset daerah tidak dapat terlepas dari keuangan negara. Abdul Halim (2004:10) menyebutkan bahwa menurut pasal 1 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, yang dimaksud dengan Keuangan Negara adalah :
“Semua hak dan Kewajiban Negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Hakhak negara adalah segala hak atau usaha yang dilakukan oleh pemerintah dalam rangka mengisi kas negara, misalnya hak mencetak uang, menarik pajak dan retribusi,
serta menagadakan pinjaman. Kewajiban negara adalah kewajiban pemerintah untuk menyelenggarakan tugas negara, sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, GBHN, dan Undang-undang APBN yang pada prinsipnya adalah untuk menyejahterakan rakyat, melayani masyarakat umum, dan sebagai aparat pembangunan (agent of development)”
Aset daerah merupakan komponen keuangan negara sehingga ruang lingkup pengelolaan aset daerah dapat dikatakan sama dengan ruang lingkup pengelolaan Keuangan Negara. Pengelolaan keuangan negara dapat dibedakan menjadi dua. Sebagaimana dalam Abdul Halim (2004:10), yaitu yang
dikelola
langsung
oleh
pemerintah
dan
yang
dipisahkan
pengurusannya. Dalam penelitian ini akan memfokuskan pada pengelolaan aset keuangan yang dikelola langsung oleh pemerintah. Abdul Halim menjelaskan bahwa :
“Keuangan negara yang dikelola langsung oleh pemerintah pusat adalah komponen keuangan negara yang mencakup seluruh penerimaan dan pengeluarannya. Dalam hal ini adalah anggaran pendapatan dan belanja negara yang tercantum dalam Undang-undang APBN dan barang-barang inventaris kekayaan milik negara. Keuangan negara yang dikelola langsung oleh pemerintah pusat ini meliputi seluruh pemerintah pusat dan instansiinstansi di bawahnya, yaitu : Lembaga Tertinggi Negara, Lembaga Tinggi Negara, Departemen, Lembaga Non Departemen, dan Bagian Anggaran Pembiayaan dan Perhitungan. Sedangkan keuangan negara yang dipisahkan kepengurusannya adalah komponen keuangan negara yang pengurusannya dipisahkan dan cara pengelolaannya berdasarkan hukum publik atau hukum perdata. Keuangan negara yang dipisahkan ini adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang dapat berbentuk: Perusahaan Jawatan, Perusahaan Umum, Perusahaan Perseroan, Bank-
bank Pemerintah, dan Lembaga-lembaga Keuangan Pemerintah ” (Abdul Halim, 2004:10).
Berdasarkan penjelasan di atas, maka yang akan menjadi fokus dari penelitian ini adalah aset daerah yang dikelola langsung oleh pemerintah daerah
yang terdapat dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD). Untuk dapat disebut aset atau aktiva, suatu objek atau pos harus memenuhi karakteristik sebagai berikut (Mahmudi 2007 : 78) : a) Sumber daya ekonomi tersebut dikuasai atau dimiliki oleh pemerintah daerah. b) Sumber daya ekonomi tersebut mempunyai manfaat ekonomik yang cukup pasti di masa datang. c) Manfaat ekonomik di masa datang tersebut dapat diukur dengan tingkat kepastian yang masuk akal. d) Sumber daya ekonomi tersebut timbul karena transaksi masa lalu. Aset dalam akuntansi disebut sebagai aktiva. Aktiva sendiri dapat dimasukkan dalam tiga kategori yaitu aktiva lancar, aktiva tetap, dan aktiva lain-lain (Arthur J.Keown, et all, 2008 : 36). Sedangkan Mahmudi (2007 : 63) membagi aset ke dalam empat jenis, yaitu aset lancar, investasi jangka panjang, aset tetap dan aset lainnya. Abdul Halim dalam buku Akuntansi Sektor Publik Akuntansi Keuangan Daerah , mengklasifikasikan kelompok
aset atau aktiva yaitu Aktiva lancar, investasi jangka panjang, aktiva tetap, dana cadangan dan aktiva lain-lain (2004:77). Klasifikasi aset tersebut akan diuraikan sebagai berikut : a) Aktiva lancar (current assets) Aktiva lancar adalah sumber daya ekonomis yang diharapkan dapat dicairkan menjadi kas, dijual atau dipakai habis dalam satu periode akuntansi (Abdul Halim, 2004:78). Aktiva atau aset lancar dapat disebut juga modal kerja kotor, meliputi aset-aset yang relatif mudah untuk dicairkan, yaitu yang diharapkan dapat diubah menjadi kas dalam 1 tahun. Mahmudi menjelaskan bahwa aset lancar merupakan kas dan setara kas yang siap digunakan dan tidak terikat penggunaannya serta aset lainnya yang dapat segera diubah menjadi kas dan setara kas dalam jangka waktu dua belas bulan sejak tanggal pelaporan (2007 : 63). Sony Yuwono, dkk (2008:436) menyatakan bahwa suatu aset dapat diklasifikasikan ke dalam aset lancar jika dapat segera direalisasikan / dimiliki untuk dipakai atau dijual dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak tanggal pelaporan. Abdul Halim juga menjelaskan bahwa aktiva lancar meliputi kas, piutang, persediaan, belanja dibayar di muka, dan lain-lain (2004:78). Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Arthur J. Keown, et all dalam buku manajemen keuangan : prinsip dan penerapan, yang menjelaskan jenis-jenis aktiva lancar terdiri dari
kas, piutang usaha, persediaan, dan beban dibayar di muka (2008:36) dan penjelasannya adalah sebagai berikut : i. Kas Abdul
Halim
mendefinisikan
kas
sebagai
alat
pembayaran sah yang setiap saat dapat digunakan (2004:78). Kas daerah merupakan tempat penyimpanan uang daerah yang ditentukan oleh bendaharawan umum daerah untuk menampung seluruh penerimaan dan pengeluaran pemerintah daerah. Kas dan bank merupakan rekening yang digunakan untuk mencatat transaksi penerimaan dan pengeluaran kas (Wuryan Andayani 2007:90). Kas dan setara kas antara lain berupa Kas di Rekening Kas Umum Daerah (di BUD), Kas di Bendahara Pengeluaran, Kas di Bendahara Penerimaan (Mahmudi, 2007 : 63). ii. Piutang Piutang merupakan hak atau klaim kepada pihak ketiga yang diharapkan dapat dijadikan kas dalam satu periode akuntansi (Abdul Halim, 2004:78). Wuryan Andayani mendefinisikan
Piutang
merupakan
hak
suatu
entitas
pelaporan menerima pembayaran dari entitas pelaporan lain akibat kejadian ekonomi atau suatu transaksi. Pos-pos piutang antara lain piutang pajak, retribusi, denda, penjualan, angsuran, tuntutan ganti rugi, dan piutang lain yang
diharapkan diterima dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan (2007:91). Sedangkan Mahmudi (2007 : 63) menjelaskan jenis-jenis piutang yaitu sebagai berikut : -
Piutang Pajak
-
Piutang Retribusi
-
Piutang Denda
-
Bagian Lancar Tagihan penjualan Angsuran
-
Bagian Lancar Tuntutan perbendaharaan
-
Bagian Lancar Tuntutan Ganti Rugi
-
Bagian Lancar Pinjaman kepada Perusahaan Negara
-
Bagian Lancar Pinjaman kepada Perusahaan Daerah
-
Bagian Lancar Pinjaman kepada Pemerintah Daerah Lain
-
Piutang Lainnya
iii. Persediaan Persediaan adalah barang yang dijual atau dipakai habis dalam satu periode akuntansi (Abdul Halim, 2004:78). Arthur J. Keown menjelaskan bahwa persediaan terdiri dari bahan baku, bahan yang sedang dikerjakan dan produk akhir yang ada dalam perusahaan yang siap untuk dijual (2008:37). Wuryan Andayani menjelaskan, Persediaan diatur dalam standar akuntansi pemerintah no. 5. Persediaan adalah aset
lancar dalam bentuk barang atau perlengkapan yang digunakan untuk mendukung kegiatan operasional pemerintah dan barang-barang yang digunakan untuk dijual atau disahkan dalam rangka pelayanan kepada masyarakat. Persediaan mencakup barang atau pelengkapan yang dibeli dan disimpan untuk digunakan, misalnya barang habis pakai seperti alat tulis kantor, barang tidak habis pakai seperti komponen peralatan, pipa dan barang bekas seperti komponen bekas (Wuryan Andayani 2007 : 91). Persediaan merupakan aktiva berwujud, yang terdiri dari (Wuryan Andayani 2007 : 91) : 1. Barang atau perlengkapan (supplies) yang digunakan untuk kegiatan operasional. 2. Bahan atau perlengkapan yang digunakan dalam proses produksi. 3. Barang dalam proses produksi dan barang yang disimpan untuk dijual. Contoh persediaan adalah : barang konsumsi, amunisi, bahan untuk pemeliharaan, suku cadang, persediaan untuk, tujuan strategis atau berjaga-jaga, pita cukai, bahan baku, barang dalam proses atau setengah jadi, tanah atau bangunan untuk dijual atau diserahkan kepada masayarakat, serta hewan dan tanaman untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat.
Persediaan diakui pada saat potensi manfaat ekonomi masa depan diperoleh pemerintah dan mempunyai nilai atau biaya yang dapat diukur dengan andal. Persediaan juga diakui pada
saat
diterima
atau
hak
kepemilikannya
atau
kepenguasannya berpindah. Pada akhir periode akuntansi, persediaan dicatat berdasarkan hasil inventarisasi fisik. Persediaan bahan baku dan perlengkapan yang dimiliki proyek swakelola dan dibebankan ke suatu perkiraan aset untuk konstruksi dalam pengerjaan, tidak dimasukkan sebagai persediaan (2007 : 90-92). Wuryan Andayani (2007:92) menambahkan bahwa Persediaan disajikan sebesar: 1. Biaya perolehan jika diperoleh dengan pembelian. 2. Biaya standar jika diperoleh dengan memproduksi sendiri. 3. Nilai wajar jika diperoleh dengan cara lain seperti donasi atau hasil rampasan. iv. Belanja dibayar di muka Abdul Halim menjelaskan bahwa belanja di bayar di muka merupakan penurunan aktiva yang digunakan untuk uang muka pembelian barang atau jasa dan belanja yang maksud
penggunaannya
kemudian (2004:78).
akan
dipertanggungjawabkan
Abdul Halim juga menambahkan bahwa kelompok Aktiva Lancar meliputi Jenis Aktiva berikut (2004:78) : -
Kas dan Bank.
-
Surat Berharga.
-
Piutang Pajak.
-
Piutang Retribusi.
-
Piutang Dana Perimbangan.
-
Piutang Fasos/Fasum.
-
Piutang Lain-lain.
-
Persediaan Bahan Pakai Habis/Material.
-
Belanja Dibayar di Muka.
b) Investasi Jangka Panjang. Investasi Jangka Panjang adalah penyertaan modal yang dimaksudkan untuk memperoleh manfaat ekonomis dalam jangka waktu lebih dari satu periode akuntansi (Abdul Halim, 2004:78). Abdul Halim juga menjelaskan bahwa Investasi Jangka Panjang antara lain terdiri atas : a) Penyertaan modal Pemerintah kepada Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), lembaga keuangan daerah, badan internasional dan badan usaha lainnya yang bukan milik daerah.
b) Pinjaman kepada BUMD, lembaga keuangan daerah, Pemerintah Daerah Otonom atau sebaliknya dan pihak lainnya yang diteruspinjamkan. c) Investasi jangka panjang lainnnya yang dimiliki untuk menghasilkan pendapatan. Kelompok ini terdiri atas Jenis Aktiva berikut : 1). Investasi dalam saham. 2). Investasi dalam obligasi. Mahmudi membagai investasi jangka panjang menjadi dua meliputi investasi nonpermanen dan investasi permanen (2007 : 64). Menurut Mahmudi ketiga jenis investasi jangka panjang yang telah dijelaskan oleh Abdul Halim di atas masuk ke dalam jenis investasi permanen
yang
merupakan
investasi
jangka
panjang
yang
dimaksudkan untuk dimiliki secara berkelanjutan. Sedangkan investasi nonpermanen adalah investasi jangka panjang yang dimaksudkan untuk dimiliki secara tidak berkelanjutan. Sedangkan investasi nonpermanent meliputi : 1. Pinjaman Jangka Panjang Kepada perusahaan negara 2. Pinjaman jangka panjang kepada perusahaan daerah 3. Pinjaman jangka panjang kepada pemerintah daerah lain. 4. Investasi dalam surat obligasi peemrintah daerah lain. 5. Investasi dalam surat utang negara 6. Investasi dalam proyek pembangunan
7. Investasi Nonpermanen lainnya. c) Aktiva tetap Abdul Halim menjelaskan bahwa Aktiva tetap adalah aktiva berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu periode akuntansi dan digunakan untuk penyelenggaraan kegiatan pemerintah dan pelayanan publik. Aktiva tetap dapat diperoleh dari dana yang bersumber dari sebagaian atau seluruh APBD melalui pembelian, pembangunan, donasi dan pertukaran dengan aktiva lainnya (2004:78). Wuryan Andayani dalam Akuntansi Sektor Publik menjelaskan bahwa Aset tetap merupakan bagian utama asset pemerintah, termasuk asset tetap yang dimiliki oleh entitas pelaporan namun dimanfaatkan oleh entitas lainnya, misalnya instansi pemerintah lainnya, universitas, dan kontraktor serta hak atas tanah. Aktiva tetap merupakan aktiva yang bersifat jangka panjang dan aktiva tidak berwujud yang digunakan secara langsung atau tidak langsung untuk kegiatan pemerintah atau digunakan untuk masyarakat umum. Aktiva tetap berwujud mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (duabelas) dan bulan digunakan dalam kegiatan pemerintah. Agar diakui sebagai asset tetap, suatu asset harus berwujud dan memenuhi kriteria berikut ( Wuryan Andayani 2007 : 93-94) : 1) Mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan. 2) Biaya perolehan asset dapat diukur secara andal.
3) Tidak dimaksudkan untuk dijual dalam operasi normal entitas. 4) Diperoleh atau dibangun dengan maksud untuk digunakan. 5) Pengakuan aktiva tetap sangat andal jika asset telah diterima atau
diserahkan
hak
kepemilikannya
atau
pada
saat
penguasaannya berpindah. Aset tetap antara lain terdiri atas : Tanah, Jalan dan jembatan, Bangunan air (instalasi air minum, instalasi pengolahan bahan bangunan, jariungan aiar, jaringan listrik, dan lain-lain), Gedung, Mesin dan Peralatan, Kendaraan, Meubelair dan perlengkapan (meliputi inventaris dan perlengkapan kantor, barang bercorak kesenian seperti lukisan, pahatan, tanda penghargaan, dan lain-lain), Buku Perpustakaan (Abdul Halim 2004:78-79). d) Dana cadangan Di dalam Abdul Halim, Dana cadangan adalah dana yang disisihkan untuk menampung kebutuhan yang memerlukan dana relatif cukup besar yang tidak dapat dibebankan dalam satu periode akuntansi (2004:79). e) Aktiva atau aset lain Adalah semua aktiva yang bukan termasuk aktiva lancar atau aktiva tetap, sebagai contoh aset tidak berwujud seperti hak paten, hak cipta dan good will (Arthur J. Keown 2008 : 38). Abdul Halim mendefinisikan bahwa aktiva lain-lain adalah aktiva yang tidak dapat
dikelompokkan ke dalam aktiva lancar, investasi jangka panjang, aktiva tetap dan dana cadangan (2004:79). Abdul Halim kemudian juga menjelaskan kelompok Aktiva Lain-lain ini meliputi jenis aktiva berikut (2004:79) : 1) Piutang angsuran, adalah jumlah yang dapat diterima dari penjualan rumah, kendaraan, aktiva tetap yang lain, atau hak lainnya kepada pegawai daerah. 2) BOT (build, operate, transfer), adalah hak yang akan diperoleh atas suatu bangunan atau aktiva tetap lainnya yang dibangun dengan cara kemitraan pemerintah dan swasta berdasarkan perjanjian. 3) Bangunan dalam pengerjaan, adalah bangunan yang sampai dengan akhir periode akuntansi belum selesai pengerjaannya sehingga belum dapat digunakan. Sementara Mahmudi menjelaskan jenis-jenis aset lain, yaitu Tagihan penjualan angsuran, Tuntutan perbendaharaan, Tuntutan ganti rugi, Kemitraan dengan pihak ketiga, Aset tak berwujud, Aset lain-lain (2007 : 65). Dari penjelasan aset di atas, maka yang menjadi fokus dari penelitian ini adalah aset lancar, aset lancar sendiri merupakan bagian dari aset daerah. Aset lancar disini adalah aset lancar yang termasuk APBD, dalam hal ini meliputi pengelolaan kas daerah, piutang, dan persediaan yang merupakan satu kesatuan dalam aset lancar.
E. KERANGKA PEMIKIRAN Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) merupakan dinas yang memiliki tugas pokok melaksanakan urusan pemerintah daerah di dalam pengelolaan keuangan dan aset daerah. Otonomi daerah menuntut kemandirian daerah dalam pembiayaan daerah. Hal tersebut dapat dilakukan dengan pengotimalan atau peningkatan pendapatan daerah. Begitu juga dengan Kabupaten Boyolali, sebagai salah satu daerah otonom maka Pemerintah Kabupaten Boyolali juga dituntut untuk meningkatkan pendapatan daerah. Dalam tuntutan untuk meningkatakan pendapatan daerah, ternyata pendapatan Kabupaten Boyolali pada tahun anggaran 2008 masih rendah jika dibandingkan dengan belanja yang dikeluarkan. Bahkan PAD pada tahun anggaran 2008 mengalami penurunan jika dibandingkan tahun anggaran 2007. Pendapatan daerah yang menurun berakibat pada kekayaan daerah yang berupa aset lancar yang berada di kas daerah menurun. Melihat kenyataan tersebut, maka bagaimanakah kinerja dari Dinas Pendapatan, Pengelolaan, Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Pemerintah Kabupaten Boyolali dalam pengelolaan aset daerah dalam hal ini dikhususkan pada aset lancar. peSebagaimana dalam bagan berikut :tersebut tentunya jugtemui fakfak tor Gambar 1.1 pendukung Skema Kerangka Berpikir
Kinerja DPPKAD Kabupaten Boyolali sebagai dinas yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan keuangan dan aset di Kabupaten Boyolali di nilai berdasarkan indikator :
Terciptanya Kinerja organisasi yang lebih baik di DPPKAD Kabupaten Boyolali dalam pengelolaan aset lancar.
G. METODE PENELITIAN Penelitian pada hakikatnya merupakan wahana untuk menemukan kebenaran atau untuk lebih membenarkan kebenaran (Lexy J. Moleong, 2000:30). Mukhtar dalam Iskandar (2009:8) menjelaskan bahwa penelitian merupakan suatu kegiatan untuk memilih judul, merumuskan persoalan, kemudian diikuti dengan pengumpulan, pengolahan, penyajian, dan analisa data yang dilakukan dengan metode ilmiah secara efisien dan sistematis, yang hasilnya berguna untuk mengetahui suatu keadaan/persoalan dalam usaha
pengembangan ilmu pengetahuan atau untuk membuat keputusan dalam rangka pemecahan persoalan. 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif-kualitatif. Menggunakan deskriptif-kualitatif dikarenakan dalam penelitian ini berusaha untuk mengungkapkan keadaan sebagaimana adanya. Hasil penelitian ini ditekankan pada pemberian gambaran secara obyektif tentang keadaan yang sebenarnya dari obyek yang diteliti. Menggunakan deskriptif-kualitiatif juga karena data yang penulis kumpulkan adalah data dalam bentuk kata-kata, kalimat, pencatatan dokumen, maupun arsip. Bogdan dan taylor dalam Lexy J. Moleong (2000:3), mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Sedangkan menggunakan penelitian deskriptif, hal ini dikarenakan data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka (Lexy J. Moleong, 2000:6). Laporan penelitian nantinya, akan berisi kutipankutipan data untuk memberi gambaran penyajian laporan tersebut (2000:6). Sesuai dengan judul penelitian, maka nantinya penelitian ini hanya meneliti satu masalah saja yaitu tentang bagaimanakah kinerja Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Kabupaten Boyolali dalam pengeolaan aset daerah dalam hal ini aset keuangan. 2. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian merupakan obyek yang menjadi fokus penelitian. Dalam penelitian ini, yang menjadi lokasi penelitian adalah di Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Kabupaten Boyolali, Jalan Teratai No.6 Boyolali Kota, Boyolali, Jawa Tengah. Adapun yang menjadi alasan penulis memilih lokasi penelitian di Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Kabupaten Boyolali adalah, karena : Lokasi tersebut merupakan dinas yang berwenang dalam pengelolaan aset daerah sehingga berkompeten dalam menjawab permasalahan seputar pengelolaan aset daerah. Selain itu masih minimnya penelitian mengenai pengelolaan keuangan dan aset daerah di Kabupaten
Boyolali,
sehingga
penulis
tertarik
untuk
mengangkat
permasalahan pengelolaan keuangan dan aset daerah. 3. Metode Penarikan Sampel Metode Penarikan sampel yang digunakan oleh penulis adalah purposive sampling. Purposive sampling adalah mengambil sampel dengan cara menetukan key informant atau informasi kunci yang dipandang paling tepat sebagai sumber data sesuai dengan permasalahan yang diteliti. Hal ini berarti memilih informan yang dianggap mengetahui permasalahan secara mendalam dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber data (H.B. Sutopo, 2002:56). Sugiyono (2006:96) menyatakan bahwa purposive sampling cocok digunakan untuk penelitian kualitatif, karena tidak memerlukan generalisasi. Menurut Lexy J. Moleong (2001:165) ”Dengan teknik purposive sampling
ini terkandung maksud untuk menjaring sebanyak mungkin informasi dari berbagai macam sumber dan bangunannya (construction)”. Peneliti juga menggunakan teknik bola salju (snowball sampling), Sugiyono (2006:97) menjelaskan bahwa Snowball sampling adalah teknik penentuan sampel yang mula-mula jumlahnya kecil, kemudian membesar. Lee dan Berg dalam Syah (Iskandar, 2009:115-116) menyatakan : ”Strategi dasar teknik bola salju (snowball) ini dimulai dengan menetapkan satu atau beberapa orang informan kunci (key informants) dan melakukan interview terhadap mereka secara bertahap atau berproses, dalam pelaksanaan penelitian ini peneliti akan menetapkan satu atau dua beberapa orang informan kunci (key informants) dan mengadakan interview atau wawancara terhadap mereka, kepada mereka kemudian diminta arahan, saran, petunjuk siapa sebaiknya yang menjadi informan berikutnya yang menurut mereka memiliki pengetahuan, pengalaman, informasi yang dicari, selanjutnya penentuan informan berikutnya dilakukan dengan teknik yang sama sehingga akan diperoleh jumlah informan yang semakin lama semakin besar” Dalam teknik ini untuk memperoleh data yang mendalam diperlukan informan yang mengetahui permasalahan yang sedang diteliti, yaitu dengan cara menunjuk seorang informan kemudian informan yang terpilih dapat menunjuk informan yang lebih tahu, sehingga akan didapat data yang lebih lengkap. Penarikan sampel bola salju ini mempunyai beberapa tahapan. Tahap pertama, menentukan satu atau beberapa orang informan untuk diwawancarai. Informan tersebut berperan sebagai titik awal penarikan sampel. Tahap kedua, dari informan yang pertama selanjutnya menunjuk informan yang dirasa lebih mengetahui tentang permasalahan yang sedang diteliti. Kemudian peneliti mewawancarai informan tersebut dan demikian
selanjutnya sampai diperoleh data yang mendalam dan data yang dikumpulkan benar-benar mendukung tercapainya tujuan penelitian. 4. Sumber Data Menurut Lexy J. Moleong (2000:112) mengutip Lofland dan Lofland, sumber data di dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Moleong juga menegaskan bahwa kata-kata dan tindakan orang-orang yang diamati atau diwawancarai merupakan sumber data utama (2000:112). Jadi di dalam penelitian ini sumber data yang utama adalah informan (manusia). Selain itu HB Sutopo (2002 : 50-54) menjelaskan bahwa sumber data dapat berupa narasumber (informan), Peristiwa atau aktivitas, tempat atau lokasi, benda beragam gambar, rekaman dan juga dokumen atau arsip. Maka di dalam penelitian ini sumber datanya adalah: a) Informan (manusia) : Dalam penelitian kualitatif, informan sangat penting peranannya yaitu sebagai individu yang memiliki informasi. Informan sendiri dipandang sebagai individu yang mengetahui tentang permasalahan yang akan diteliti dan bersedia memberikan informasi kepada peneliti. Informan utama dalam penelitian ini adalah : i.
Kepala Bidang di Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Boyolali yang berkaitan dengan permasalahan yang akan diteliti.
ii.
Pegawai Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah
Kabupaten
Boyolali
yang
berkaitan
dengan
permasalahan yang akan diteliti. iii.
DPRD
iv.
Perwakilan tokoh masyarakat yang merupakan pengguna.
b) Tempat penelitian : Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Kabupaten Boyolali. c) Dokumen dan arsip : Dokumen dan arsip menurut H.B Sutopo (2002:54) merupakan bahan tertulis yang bergayutan dengan suatu peristiwa atau aktivitas tertentu. Ia merupakan rekaman tertulis (tetapi juga berupa gambar atau benda peninggalan yang berkaitan dengan suatu aktivitas atau peristiwa tertentu). H.B Sutopo juga menambahkan bahwa catatan rekaman yang lebih bersifat formal dan terencana dalam organisasi, ia cenderung disebut arsip. Namun keduanya dapat dinyatakan sebagai rekaman atau sesuatu yang berkaitan dengan suatu peristiwa tertentu, dan dapat secara baik dimanfaatkan sebagai sumber data dalam penelitian (2002:54). Dalam penelitian ini, peneliti mengumpulkan data dengan mempelajari dokumen, arsip, laporan, catatan yang ada di Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Boyolali (DPPKAD) Kabupaten Boyolali. Dokumen yang dimaksud antara lain adalah struktur organisasi, susunan tugas pegawai dan dokumen lain yang relevan dengan kajian penelitian. 5. Teknik Pengumpulan Data
Di dalam Teknik Pengumpulan Data menurut HB. Sutopo (2002 : 144) dijelaskan bahwa teknik pengumpulan data sangat tergantung dari jenis sumber datanya. Dari sumber data di atas, maka dapat ditentukan teknik pengumpulan data sebagai berikut : a) Wawancara Teknik wawancara merupakan teknik pengumpulan data kualitatif dengan menggunakan instrumen yaitu pedoman wawancara (Iskandar : 2009:129). Sugiyono (2006:157) mengatakan bahwa wawancara dilakukan apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam. Iskandar juga menjelaskan bahwa wawancara dilakukan oleh peneliti dengan subjek penelitian yang terbatas. Untuk memperoleh data yang memadai sebagai cross check, seorang peneliti dapat menggunakan teknik beberapa teknik wawancara yang sesuai dengan situasi dan kondisi subjek yang terlibat dalam interaksi sosial yang dianggap memiliki pengetahuan, mendalami situasi dan mengetahui informasi untuk mewakili informasi atau data yang dibutuhkan untuk menjawab fokus penelitian (2009:129). Dalam penelitian ini nantinya akan menggunakan metode terbuka dan mendalam. HB Sutopo menjelaskan bahwa wawancara mendalam dilakukan dengan pertanyaan yang bersifat ”open-ended”, dan mengarah pada kedalaman informasi, serta dilakukan dengan cara yang tidak secara formal terstruktur, guna menggali pandangan subjek yang diteliti tentang banyak hal yang sangat bermanfaat untuk menjadi dasar bagi penggalian
informasinya secara lebih jauh dan mendalam (2002:59). Wawancara ini nantinya menghendaki jawaban yang tidak terbatas dan pelaksanaan wawancara akan dilakukan secara berulang-ulang dengan intensitas yang tinggi sehingga nantinya informasi yang diperoleh dapat akurat dan mampu memenuhi kebutuhan peneliti untuk melakukan penelitian. b) Pengamatan (observasi) Sugiyono (2006:166) mengemukakan bahwa teknik pengumpulan data dengan observasi digunakan bila, penelitian berkenaan dengan perilaku manusia, proses kerja, gejala-gejala alam dan bila responden yang diamati tidak terlalu besar. Dalam hal ini, Metode yang digunakan adalah pengamatan langsung. Dengan metode pengamatan ini, nantinya peneliti terjun langsung ke lokasi penelitian untuk mencari data-data yang ada di lapangan sehingga peneliti dapat lebih detail mengetahui dan memahami tentang objek yang ditelitinya. Untuk Pengumpulan data dengan melakukan pencatatan secara sistematis mengenai objek yang diamati.
c) Dokumentasi Dokumen tertulis atau arsip merupakan sumber data yang memiliki posisi penting dalam penelitian kualitatif (HB Sutopo, 2002:69). Lebih jauh HB Sutopo menjelaskan bahwa dokumen memiliki beragam bentuk, dari yang tertulis sederhana sampai yang lebih lengkap. Demikian juga dengan arsip yang pada umumnya berupa catatan-catatan
yang lebih formal jika dibandingkan dengan dokumen (2002:69). Jadi, dapat dikatakan metode dokumentasi merupakan metode yang digunakan untuk memperoleh data dimana data tersebut berbentuk tulisan atau catatan-catatan. Untuk melengkapi data yang diperlukan dalam penelitian ini digunakan metode dokumentasi sebagai alat bantu dan alat penunjang. Iskandar (2009:135) menjelaskan adapun jenis-jenis dokumen yang berkenaan dengan studi dokumnetasi sebagai berikut : Dokumen pribadi dan buku harian, surat pribadi, autobiografi, dokumen resmi, fotografi, dan data statistik. Jadi, dalam penelitian ini selain menggunakan dokumen yang berupa tulisan juga akan menggunakan dokumen berupa foto atau gambar yang menunjang dalam penelitian ini. 6. Validitas Data Pengembangan validitas data dapat digunakan dengan pemilihan teknik trianggulasi. Trianggulasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah trianggulasi data. Patton dalam HB Sutopo, (2002:79) menyatakan bahwa pada Trianggulasi Data (Trianggulasi Sumber), cara ini mengarahkan peneliti agar di dalam mengumpulkan data, ia wajib menggunakan beragam sumber data yang tersedia. Dalam trianggulasi data (trianggulasi sumber), peneliti menggunakan beberapa data yang berbeda untuk mengumpulkan data yang sama. Dalam penelitian ini, trianggulasi data dilakukan dengan menggunakan sumber data yang berbeda-beda di dalam penelitian sehingga sumber data
yang satu dan yang lainnya dapat melengkapi untuk kemudian dapat dibandingkan dan diuji. Misalnya, membandingkan data hasil pengamatan dan wawancara atau membvandingkan wawancara satu dengan wawancara lainnya. 7. Teknik Analisis Data Di dalam Analisis data dalam penelitian kualitatif terdapat tiga tahapan, yaitu reduksi data, sajian data dan penarikan simpulan dan verifikasi yang masing-masing dapat dijelaskan sebagai berikut : a) Reduksi Data Reduksi data merupakan komponen pertama dalam analisis yang merupakan proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan, dan abstraksi data dari fieldnote (HB Sutopo, 2002:91). HB Sutopo juga menambahkan bahwa reduksi data berlangsung terus sepanjang pelaksanaan penelitian. Bahkan prosesnya diawali sebelum pelaksanaan pengumpulan data (2002:91). HB Sutopo lebih lanjut menyatakan bahwa reduksi data adalah bagian dari proses analisis yang mempertegas, memperpendek, membuat fokus, membuang hal-hal yang tidak penting, dan mengatur data sedemikian rupa sehingga simpulan penelitian dapat dilakukan (2002:92). b) Sajian Data Kegiatan kedua dalam kegiatan analisis data adalah penyajian data. Iskandar (2009:141-142) menjelaskan bahwa biasanya dalam penelitian, peneliti akan mendapat data yang banyak. Data yang didapat
tidak mungkin dipaparkan secara keseluruhan. Untuk itu, dalam penyajian data, data dapat dianalisis oleh peneliti untuk disusun secara sistematis, atau simultan sehingga data yang diperoleh dapat menjelaskan atau menjawab masalah yang diteliti. c) Penarikan Simpulan dan Verifikasi Menarik simpulan dan verifikasi merupakan kegiatan analisis yang ketiga. Iskandar (2009:142) menjelaskan bahwa mengambil kesimpulan merupakan analisis lanjutan dari reduksi data, dan display data sehingga data dapat disimpulkan. HB Sutopo (2002:93 menjelaskan bahwa simpulan perlu diverifikasi
agar
cukup
mantap
dan
benar-benar
bisa
dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu perlu dilakukan aktivitas pengulangan untuk tujuan pemantapan, penelusuran data kembali dengan cepat. HB Sutopo kemudian menegaskan bahwa pada dasarnya makna data harus diuji validitasnya supaya simpulan penelitian menjadi lebih kokoh dan lebih bisa dipercaya (2002:93). Iskandar menambahkan bahwa penarikan kesimpulan sementara, masih dapat diuji kembali dengan data di lapangan, dengan cara merefleksi kembali, peneliti dapat bertukar fikiran dengan teman sejawat, trianggulasi sehingga kebenaran ilmiah dapat tercapai. Untuk lebih jelasnya proses analisa data dapat dilihat dari gambar di bawah ini :
Pengumpulan Data
Reduksi Data
Sajian Data
Penarikan
Gambar 1.2 Model Analisis Interaktif (HB Sutopo, 2002:96)
BAB II DESKRIPSI LOKASI A. GAMBARAN UMUM KABUPATEN BOYOLALI 1. Kondisi Geografis Kabupaten Boyolali Kabupaten Boyolali sebagai salah satu dari 35 Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Tengah, terletak antara 110 22 ‘ – 110 50’ Bujur Timur dan
7 36’ – 7 71’ Lintang Selatan, dengan ketinggian antara 75 sd 1.500 meter dari permukaan laut dan memiliki jarak bentang: -Barat – Timur : 48 Km, Utara – Selatan : 54 Km. Adapun yang menjadi batas-batas wilayah Kabupaten Boyolali adalah: a. Sebelah Utara
: Kabupaten
Grobogan
dan
Kabupaten
Semarang b. Sebelah Timur
: Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Sragen dan Kabupaten Sukoharjo
c. Sebelah Selatan : Kabupaten Klaten dan Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta d. Sebelah Barat
:
Kabupaten
Magelang
dan
Kabupaten
Semarang Kabupaten Boyolali memiliki luas wilayah sebesar 101.510,1 hektar yang terdiri dari 22.119 ha (21,79%) lahan sawah dan 79.371,1 ha (78,21%) bukan lahan sawah. Ditinjau dari sisi penggunaan lahan, luas lahan sawah terbesar berpengairan teknis (23,98%), lainnya berpengairan setengah teknis, sederhana, tadah hujan dan lain-lain. Sedangkan lahan kering yang digunakan untuk bangunan atau pekarangan sebesar 25.023,2 ha (31,52%), tegal atau kebun atau ladang atau huma sebesar 30.608,9 ha (38,55%), hutan negara seluas 14.454,7 ha (18,21%) dan selebihnya dipergunakan untuk padang gembala, tambak/kolam dan lainnya yang mencapai 11,72% dari total bukan lahan sawah.
Secara administratif Kabupaten Boyolali terdiri dari 19 Kecamatan yang terbagi menjadi 262 desa dan 5 kelurahan. Dari seluruh desa dan kelurahan yang ada, 224 desa/kelurahan merupakan desa yang berada di dataran rendah atau sekitar 83 persen dari seluruh desa/kelurahan dan selebihnya merupakan desa di dataran tinggi. (Sumber : www.boyolalikab.go.id Akses Tanggal 19 Mei 2009 Pukul 10.34 WIB). 2. Visi dan Misi Kabupaten Boyolali Kabupaten Boyolali sebagai salah satu daerah otonom, mempunyai visi dan misi sebagaimana sebagaimana tertuang dalam Rencana Strategi Daerah Kabupaten Boyolali (www.boyolalikab.go.id Akses Tanggal 05 Februari 2010 Pukul 10.33 WIB) ditetapkan sebagai berikut : Visi Kabupaten Boyolali adalah “Terwujudnya masyarakat Boyolali yang sejahtera lahir batin, mandiri, dan berdaya saing berbasis pada pertanian, industri dan pariwisata “ Untuk mewujudkan visi Kabupaten Boyolali ke depan dan dalam rangka merealisasikan otonomi daerah, dirumuskan misi sebagai berikut: a.
Peningkatan kualitas sumber daya manusia agar lebih menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, mampu berkompetisi dan profesional.
b.
Pemberdayaan masyarakat dalam rangka membentuk manusia yang berbudi luhur, disiplin, mandiri, kreatif, produktif dan demokratis
c.
Pengembangan industri kecil dan menengah yang berbahan baku lokal, berpotensi menyerap tenaga kerja, dan memberi nilai tambah serta didukung dengan pengembangan teknologi tepat guna.
d.
Pengembangan sektor pertanian melalui diversifikasi dan intensifikasi untuk meningkatkan kesejahteraan petani.
e.
Pengembangan pariwisata dan pemberdayaan masyarakat sebagai pelaku utama bisnis pariwisata.
f.
Meningkatkan kerjasama pariwisata wilayah Solo, Selo dan Borobudur.
g.
Membangun sistem pemerintahan yang bersih dan baik serta berorientasi pada pelayanan publik.
h.
Membangun sarana dan prasarana publik yang mendukung kelancaran perekonomian, pemerataan pembangunan dan memperlancar pelayanan publik.
i.
Memperluas jaringan kerjasama dalam pembangunan dengan prinsip saling menguntungkan, berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
j.
Mengembangkan sistem ketentraman dan ketertiban yang semakin memperkuat prakarsa, peran serta dan tangunggjawab masyarakat.
3. Keadaan Penduduk di Kabupaten Boyolali Secara umum jumlah penduduk di Kabupaten Boyolali pada tahun 2008 berjumlah 949.594 jiwa. Jumlah penduduk paling banyak berada di Kecamatan Ngemplak sebesar 70.502 jiwa. Sedangkan jumlah penduduk terkecil berada di Kecamatan Selo dengan total penduduk sebesar 26.855 jiwa. Untuk kepadatan penduduk, Kepadatan penduduk paling banyak di
Kecamatan Boyolali dengan kepadatan penduduk sebanyak 2257 jiwa/km2 dan paling sedikit berada di Kecamatan Juwangi sebesar 438 jiwa/km2. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut ini : Tabel 2.1 Jumlah dan Kepadatan Penduduk di Kabupaten Boyolali Menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin Tahun 2008 Kecamatan
(1) 01.Selo 02.Ampel 03.Cepogo 04.Musuk 05.Boyolali 06.Mojosongo 07.Teras 08.Sawit 09.Banyudono 10.Sambi 11.Ngemplak 12.Nogosari 13.Simo 14.Karanggede 15.Klego 16.Andong 17.Kemusu 18.Wonosegoro 19.Juwangi Jumlah
Luas (km²) (2) 56,0780 90,3910 52,9980 65,0410 26,2510 43,4110 29,9360 17,2330 25,3790 46,4950 38,5270 55,0840 48,0400 41,7560 51,8770 54,5280 99,0840 92,9980 79,9940 1.015,101 0
Laki-laki (3) 13.025 33.474 25.802 29.177 29.088 25.104 22.520 16.347 21.777 24.087 34.681 29.469 21.036 19.597 22.513 30.247 22.743 26.847 17.303 464.837
Jumlah Penduduk Perempuan (4) 13.830 35.046 26.698 31.109 30.149 26.070 22.847 16.700 23.499 24.443 35.821 31.276 22.497 21.143 23.337 31.466 23.494 27.622 17.710 484.757
Jumlah (5) 26.855 68.520 52.500 60.286 59.237 51.174 45.367 33.047 45.276 48.530 70.502 60.745 45.533 40.740 45.850 61.713 46.237 54.469 35.013 949.594
Kepadatan Penduduk (jiwa/km²) (6) 479 758 991 927 2257 1179 1515 1918 1784 1044 1830 1103 906 976 884 1132 467 586 438 935
Sumber : Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah Kabupaten Boyolali (LAKIP) Tahun 2009
B. GAMBARAN UMUM DPPKAD KABUPATEN BOYOLALI 1. Sekilas DPPKAD Kabupaten Boyolali Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Kabupaten Boyolali berlokasi di Jalan Teratai No. 6 Boyolali. DPPKAD dulunya bernama Dinas Pendapatan Daerah (DIPENDA). Kemudian pada tahun 2008 Dinas Pendapatan Daerah (DIPENDA) berubah
nama menjadi Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) sesuai dengan Perda No. 3 Tahun 2008 Tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja (SOTK). DPPKAD sendiri merupakan gabungan dari empat instansi, yaitu Dinas Pendapatan Daerah, Kantor Pemegang Kas Daerah, Bagian Keuangan Setda, Bagian Perlengkapan Setda. Di dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya, maka DPPKAD mempunyai visi, misi, dan Nilai-nilai yang dikembangkan untuk mencapai tujuan organisasi. Adapun Visi, Misi, dan Nilai-nilai tersebut antara lain : a. Visi Terwujudnya manajemen Pendapatan, Pengelolaan Keuangan, dan Aset Daerah yang Professional, Transparan dan Akuntabel. b. Misi i. Mewujudkan keadilan antar bidang/sektor sesuai kemampuan daerah dan masyarakat. ii. Meningkatkan/mengoptimalkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). iii. Menerapkan sistem pengelolaan keuangan dan aset daerah yang efektif dan transparan. iv. Menetapkan koordinasi perencanaan anggaran dalam menjamin likuiditas anggaran daerah. c. Nilai-nilai Nilai-nilai yang yang menjadi pedoman oleh Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) adalah : Profesional,
Jujur, Disiplin, Togetherness, Organizational, Responsif, dan Tanggung Jawab. d. Kedudukan Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Kabupaten Boyolali dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah No. 3 Tahun 2008 tentang Pembentukan Susunan Organisasi, Kedudukan dan Tugas Pokok Dinas Daerah Kabupaten Boyolali. e. Tugas Pokok Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Kabupaten Boyolali mempunyai tugas pokok melaksanakan urusan pemerintahan daerah berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan di bidang pendapatan, pengelolaan keunangan dan aset daerah. f. Fungsi Dalam menyelenggarakan tugas pokok tersebut, Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) mempunyai fungsi : i.
Pelaksanaan perumusan kebijakan teknis di bidang Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah.
ii.
Pengordinasian dan perencanaan dalam upaya pengelolaan Pendapatan, Anggaran, Akuntansi, dan Perbendaharaan serta Pembiayaan dan Pengelolaan Aset Daerah.
2. Kondisi Fisik dan Sarana-Prasarana Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Kabupaten Boyolali, menempati gedung di Jalan Teratai nomor 6 Boyolali. Kondisi fisik bangunan DPPKAD terdiri dari tiga lokal dan satu
lokal diantaranya terdiri dari dua lantai. Dimana terdapat beberapa ruangan perkantoran yang terdiri dari ruang Kepala Dinas, Sekretariat, Bidang Pendapatan, Bidang Anggaran, Bidang Akuntansi, dan perbendaharaan, dan Bidang Pembiayaan dan Aset daerah. Sedangkan sarana dan prasarana sebagai alat bantu pelaksanaan pekerjaan juga turut berpengaruh terhadap pelaksanaan tugas pokok dan fungsi DPPKAD Kabupaten Boyolali, dengan tersedianya sarana dan prasarana yang memadai dapat memperlancar pelaksanaan kegiatan. Adapun Sarana dan Prasarana Kerja yang menunjang DPPKAD Kabupaten Boyolali dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 2.2 Sarana Prasarana DPPKAD Boyolali Tahun 2008 dan 2009 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
Jenis Sarana kerja Sepeda motor Mobil Maja staf Meja staf ½ biro Meja ½ biro Meja tulis Meja Custemer Meja tulis Jam dinding Dispenser Kursi lipat Kursi besi
2008 12 4 104 6 6 9 1 6 19 2 126 95
2009 5 2
Total 17 4 106 6 6 9 1 6 19 2 126 95
13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42. 43. 44. 45. 46. 47. 48. 49. 50. 51. 52.
Televisi Kotak surat Kotak PPPK Papan struktur Podium Almari kayu Almari arsip Komputer Printer Filling cabinet Rak besi Mesin ketik Brankas Meja komputer Meja telepon Kursi putar Kursi kerja Almari besi Rak kayu Kipas angin Kursi eselon Kursi tamu Almari kaca Mesin porporasi AC Mesin hitung Sound system Vakum cleaner Meeting amplifer Cash box Kompor gas Board tulis roda Laptop OHP MH proyektor Mesin roneo Scan Telepon Faximile Tabung Gas Kamera
1 1 1 1 1 22 2 48 22 20 6 16 3 46 1 8 54 3 18 6 10 7 8 1 8 3 2 1 1 1 1 1 5 1 1 1 18 1
3 6 2
1
1 1 2
1 1 1 1 1 22 2 51 28 20 8 16 3 46 1 8 54 3 18 6 10 7 8 1 8 3 2 1 1 1 1 1 6 1 1 1 18 2 1 2
Sumber : DPPKAD Kabupaten Boyolali
C. STRUKTUR ORGANISASI DPPKAD BOYOLALI Susunan organisasi Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Kabupaten Boyolali adalah sebagai berikut : 1. Kepala 2. Sekretariat, terdiri dari :
a. Sub Bagian Umum dan Kepegawaian b. Sub Bagian Keuangan c. Sub Bagian Perencanaan, Penelitian dan Pelaporan 3. Bidang Pendapatan, terdiri dari : a. Seksi Pendapatan Asli Daerah b. Seksi Dana Perimbangan dan Pendapatan Lain-lain Yang Sah c. Seksi Pengendalian Operasional dan Pendapatan 4. Bidang Anggaran, terdiri dari : a. Seksi Penyusunan APBD b. Seksi Pembinaan dan Pengelolaan Dana Bantuan Daerah c. Seksi Evaluasi dan Administrasi APBD 5. Bidang Akuntansi dan Perbendaharaan, terdiri dari : a. Seksi Pembukuan dan pelaporan b. Seksi Perbendaharaan c. Seksi Pengelolaan Kas Daerah 6. Bidang Pembiayaan dan pengelolaan Aset Daerah, terdiri dari : a. Seksi Pengelolaan Aset Daerah b. Seksi Pendapatan Aset Daerah c. Seksi Utang Piutang dan Investasi 7. Unit Pelaksana Teknis 8. Kelompok Jabatan Fungsional Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali Tahun 2008 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja (SOTK) Perangkat Daerah
Kabupaten Boyolali, maka struktur organisasi dari Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Kabupaten Boyolali adalah sebagai berikut :
Gambar 2.1 STRUKTUR ORGANISASI DPPKAD KABUPATEN BOYOLALI KEPALA
SEKRETARIAT
KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL
SUBBAG UMUM & KEPEGAWAIAN
SUBBAG KEUANGAN
SUBBAG PERENCANAAN, PENELITIAN & PELAPORAN
BIDANG PENDAPATAN
BIDANG ANGGARAN
SEKSI PENDAPATAN ASLI DAERAH
SEKSI PENYUSUNAN APBD
SEKSI DANA PERIMBANGAN& PENDAPATAN LAIN YANG SAH
SEKSI PEMBINAAN& PENGELOLAAN DANA BANTUAN DAERAH
SEKSI PENGENDALIAN OPERASIONAL PENDAPATAN
SEKSI EVALUASI ADMINISTRASI APBD
BIDANG AKUNTANSI & PERBENDAHARAAN
SEKSI PEMBUKUAN DAN PELAPORAN
SEKSI PERBENDAHARAAN
SEKSI PENGELOLAAN KAS DAERAH
BIDANG PEMBIAYAAN PENGELOLAAN ASET DAERAH
SEKSI PENGELOLAAN ASET DAERAH
SEKSI PENDATAAN ASET DAERAH
SEKSI UTANG PIUTANG & INVESTASI
UPT
Sumber : DPPKAD Kabupaten Boyolali D. URAIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI DPPKAD KABUPATEN BOYOLALI 1. Kepala Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaaan Keuangan, dan Aset Daerah mempunyai tugas pokok memimpin dan mengoordinasikan pelaksanaan
urusan pemerintahan daerah berdasarkan asas otonomi daerah dan tugas pembantuan di bidang pendapatan, pengelolaan keuangan dan aset daerah. Penjabaran tugas pokok kepala dinas adalah sebagai berikut : a.
Merumuskan kebijakan teknis di bidang pendapatan, pengelolaan keuangan dan aset daerah.
b. Menyusun rencana, program kerja, kegiatan, laporan kinerja dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas. c. Memimpin dan mengoordinasi pelaksanaan tugas Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah. d. Memberikan saran, pendapat, dan pertimbangan kepada atasan. e. Mendistribusikan tugas, memberikan petunjuk, dan arahan kepada bawahan. f. Menelaah
peraturan
perundang-undangan
di
bidang
pendapatan,
pengelolaan keuangan dan aset daerah. g. Mengelola program dan kegiatan Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah. h. Melaksanakan kegiatan kerjasama dengan dinas terkait, atau pihak lain dalam upaya peningkatan Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah. i. Melakukan monitoring dan evaluasi kinerja Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah j. Membina, mengawasi dan menilai kinerja bawahan serta memberikan DP 3 kepada bawahan.
k. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh atasan sesuai bidang tugasnya. 2. Sekretariat Sekretariat mempunyai tugas pokok melaksanakan urusan suratmenyurat, rumah tangga hubungan masyarakat, keprokotolan, barang, urusan umum dan kepegawaian, keuangan, perencanaan, penelitian dan pelaporan. Dalam menyelenggarakan tugas pokok sebagaimana di atas, Sekretariat mempunyai fungsi : a. Pengelolaan urusan umum dan kepegawaian. b. Pengelolaan keuangan c. Pengelolaan perencanaan, penelitian dan pelaporan. Dalam menyelenggarakan tugasnya, Sekretariat dibagi menjadi tiga sub bagian yaitu yang terdiri sebagai berikut : a. Sub Bagian Umum dan Kepegawaian Sub Bagian Umum dan Kepegawaian mempunyai tugas pokok melaksanakan pengelolaan dan pengolahan administrasi umum meliputi surat-menyurat, kearsipan, rumah tangga, hubungan masyarakat, keprokotolan, pelayanan umum dan administrasi kepegawaian serta pengelolaan barang. b. Sub Bagian Keuangan Sub
Bagian
Keuangan
mempunyai
tugas
pokok
melaksanakan
administrasi penatausahaan keuangan, pengelolaan keuangan dan pertanggungjawaban administrasi keuangan.
c. Sub Bagian Perencanaan, Penelitian dan pelaporan Sub Bagian Perencanaan, Penelitian dan Pelaporan mempunyai tugas pokok melaksanakan pengumpulan data penyusunan dokumen satuan kerja dan rencana anggaran, meneliti dan menilai serta menyusun laporan. 3. Bidang Pendapatan Bidang pendapatan mempunyai tugas pokok melaksanakan pendataan, penetapan wajib pajak, menyusun target atau menghitung realisasi, melaksanakan kegiuatan intensifikasi dan ekstensifikasi Pendapatan Daerah serta menyusun dan menyiapkan naskah rancangan peraturan perundangan yang berkaitan dengan pendapatan daerah. Dalam menyelenggarakan tugas pokoknya, Bidang Pendapatan mempunyai fungsi : a. Perencanaan, Pendapatan, penetapan, pemungutan, penerimaan dan pengihan yang meliputi pajak daerah, retribusi daerah, serta pendapatan lain-lain yang sesuai dengan kewenangannya. b. Perencanaan, pengawasan, penelitian, pengembangan guna peningkatan kinerja yang berdaya guna dan berhasil guna di bidang pendapatan daerah dan pelayanan masyarakat. c. Pelaksanaan pekerjaan yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Pajak dalam hal pendataan dan pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan. d. Pelaksanaan konsultasi, koordinasi, komunikasi dan kerjasama dengan pihak lain dalam upaya peningkatan Pendapatan daerah.
e. Pemantauan realisasi sumber pendapatan daerah dari bagi hasil pajak bumi dan bukan pajak serta pendapatan daerah lainnya. f. Pelaksanaan penyuluhan dan sosialisasi secara teknis mengenai pajak daerah, retribusi, PBB, dan pendapatan lainnya yang sesuai dengan kewenangannya. Dalam menyelenggarakan tugas pokoknya, Bidang Pendapatan, dibagi menjadi tiga seksi yaitu : a. Seksi Pendapatan Asli Daerah Seksi Pendapatan Asli Daerah mempunyai tugas pokok merencanakan, mengawasi dan mengendalikan di bidang pendapatan asli daerah. b. Seksi Dana Perimbangan dan Pendapatan Lain-Lain Yang Sah Seksi dana Perimbangan dan Pendapatan Lain-Lain Yang Sah mempunyai tugas pokok merencanakan, memantau dan mengawasi dana perimbangan dan pendapatan lain-lain yang sah.
c. Seksi Pengendalian Operasional pendapatan Seksi Pengendalian Operasional Pendapatan mempunyai tugas pokok merencanakan, mengawasi dan melaksanakan kegiatan pengendalian operasional pendapatan. 4. Bidang Anggaran
Bidang
Anggaran
mempunyai
tugas
pokok
melaksanakan
perencanaan, pengordinasian dan pengendalian program/kegiatan di bidang anggaran. Bidang Anggaran mempunyai fungsi : a. Perencanaan, pengordinasian penyiapan dan penyusunan rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD) dan rancangan
perubahan APBD. b. Pengesahan DPA-SKPD/DPPA SKPD c. Penyusunan APBD, pedoman keputusan APBD, pedoman pelaksanaan APBD. d. Kebijakan teknis dan pelaksanaan administrasi pengelolaan dana bagi hasil dan bantuan keuangan serta belanja tak terduga. Dalam menyelenggarakan tugas pokoknya, Bidang Anggaran dibagi menjadi tiga sub bagian, yaitu : a. Seksi Penyusunan APBD Seksi Penyusunan APBD mempunyai tugas pokok merencanakan dan menyiapkan bahan rancangan penyusunan APBD, menyiapkan DPASKPD/DPPA-SKPD, menyiapkan anggaran kas dan SPD.
b. Seksi Pembinaan dan Pengelolaan Dana Bantuan Daerah Seksi Pembinaan dan Pengelolaan Dana Bantuan Daerah mempunyai tugas pokok melaksanakan, mengelola dana belanja tidak langsung SKPD, monitoring, pengendalian, pembinaan dan analisa pelaksanaan dana bantuan daerah.
c. Seksi Evaluasi Administrasi APBD Seksi
Evaluasi
Administrasi
APBD
mempunyai
tugas
pokok
melaksanakan penyiapan bahan penyusunan, pedoman realisasi APBD dan petunjuk teknis di bidang evaluasi administrasi APBD. 5. Bidang Akuntansi dan Perbendaharaan Bidang Akuntansi dan Perbendaharaan mempunyai tugas pokok melaksanakan
perencanaan,
pengordinasian
dan
pengendalian
program/kegiatan di bidang akuntansi dan perbendaharaan. Dalam
menyelenggarakan
tugas
pokok,
Bidang
Akuntansi
dan
Perbendaharaan mempunyai fungsi : a. Pelaksanaan sistem Akuntansi dan Petunjuk Teknis pengelolaan kas daerah dan melaksanakan fungsi pengelolaan dan perbendaharaan daerah serta menyiapkan bahan penyusunan pertanggungjawaban APBD dan pemeriksaan terhadap realisasi anggaran belanja langsung dan tidak langsung. b. Menerbitkan SP2D Belanja Langsung dan Tidak Langsung. Dalam menyelenggarakan tugas pokoknya, Bidang Akuntansi dan Perbendaharaan, dibagi menjadi tiga seksi yaitu : a. Seksi Pembukuan dan Pelaporan Seksi Pembukuan dan Pelaporan mempunyai tugas pokok melaksanakan pembukuan dan pelaporan secara sistematis dan kronologis serta menyiapkan bahan penyusunan laporan keuangan daerah dalam rangka pertanggungjawaban APBD.
b. Seksi Perbendaharaan Seksi Perbendaharaan mempunyai tugas pokok melaksanakan pengujian kebenaran data urusan kepegawaian dan meneliti data gaji pegawai, rutin non
gaji,
mambina
ketatalaksanaan
keuangan,
penyelesaian
perbendaharaan khusus gaji pegawai dan belanja pegawai. c. Seksi Pengelolaan Kas daerah Seksi Pengelolaan Kas daerah mempunyai tugas pokok melaksanakan pengelolaan, penerimaan dan pencatatan pendapatan secara tunai maupun surat berharga dan penyimpanan uang daerah di bank yang ditunjuk oleh pemerintah yang ditentukan dalam bentuk rekening giro maupun deposito. 6. Bidang Pembiayaan dan Pengelolaan Aset Daerah Bidang Pembiayaan dan Pengelolaan Aset Daerah mempunyai tugas pokok melaksanakan pengelolaan barang milik daerah, utang piutang akibat Tuntutan Ganti Rugi (TGR), investasi Barang Milik Daerah (BMD) dan penyertaan modal BMD. Dalam menyelenggarakan tugas pokok sebagaimana di atas, Bidang Pembiayaan dan Pengelolaan Aset Daerah mempunyai fungsi: “Perencanaan, pengordinasian dan pengendalian program/kegiatan dibidang pengelolaan barang milik daerah, utang piutang akibat TGR, investasi BMD dan penyertaan modal BMD” Dalam menyelenggarakan tugas pokonya, Bidang Pembiayaan dan pengelolaan Aset Daerah,dibagi menjadi tiga seksi, yaitu :
a. Seksi Pengelolaan Aset Daerah Seksi
Pengelolaan
Aset
Daerah
mempunyai
tugas
pokok
mempunyai
tugas
pokok
melaksanakan pengelolaan BMD. b. Seksi Pendapatan Asli Daerah Seksi
Pendapatan
Asli
Daerah
melaksanakan pendataan BMD. c. Seksi Utang Piutang dan Investasi Seksi Utang Piutang dan Investasi mempunyai tugas pokok melaksanakan penatausahaan utang piutang akibat TGR dan investasi BMD. 7. Kelompok Jabatan Fungsional Kelompok Jabatan Fungsional adalah sejumlah tenaga fungsional yang terbagi dalam berbagai kelompok sesuai dengan keahliannya dan dipimpin oleh seorang koordinator yang mempunyai tugas pokok melaksanakan kegiatan fungsional di bidang masing-masing sesuai dengan keahliannya.
E. KEADAAN PEGAWAI DPPKAD KABUPATEN BOYOLALI 1. Berdasarkan Tingkat Pendidikan Secara umum pegawai Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan, dan Aset Daerah (DPPKAD) Kabupaten Boyolali berjumlah 87 orang. Untuk tingkat pendidikan bagi pegawai DPPKAD terdiri dari 1 orang lulusan SD, 2
orang lulusan SLTP, 13 orang lulusan SLTA, 14 orang lulusan D3, 46 orang lulusan SI, dan 11 orang lulusan S2. Secara lebih jelas, dapat dilihat dari tabel di bawah ini : Tabel 2.3 Data Jumlah Pegawai DPPKAD Kabupaten Boyolali Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tahun 2009 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Tingkat Pendidikan S2 SI D3 SLTA SLTP SD
Jumlah 11 46 14 13 2 1
Prosentase 12,6 % 52,9 % 16,1 % 15,0 % 2,3 % 1,1 %
Dari Tabel di atas, terlihat bahwa mayoritas pegawai di DPPKAD
kabupaten
Boyolali
atau
sebesar
52,9%
tingkat
pendidikannya adalah SI, disusul D3 (16,1%), SLTA (15,0%), S2 (12,6%), SLTP (2,3%), dan yang terakhir adalah SD (1,1%). 2. Berdasarkan Golongan Kepegawaian/ Jabatan Struktural Secara umum pegawai Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan, dan Aset Daerah (DPPKAD) Kabupaten Boyolali berdasarkan golongan, terdiri dari Golongan I berjumlah 1 orang, Golongan II berjumlah 11 orang, Golongan III berjumlah 60 orang, dan Golongan IV berjumlah 7 orang. Sedangkan menurut jabatan struktural, Eselon I berjumlah 0 jabatan, Eselon II berjumlah 1 jabatan, Eselon III berjumlah 5 jabatan, Eselon IV berjumlah 15 Jabatan. Staff berjumlah 58 orang dan pegawai Tidak tetap (PTT)
berjumlah 8 orang. Berikut ini merupakan Data Jumlah Pegawai berdasarkan Golongan : Tabel 2.4 Data Jumlah Pegawai DPPKAD Kabupaten Boyolali Berdasarkan Golongan Tahun 2009 NO 1. 2. 3. 4. 5.
Golongan Golongan IV Golongan III Golongan II Golongan I PTT Jumlah
I -
Eselon II III 1 4 1 1 5
IV 2 13 15
Fungsional
Staf
Jumlah
-
46 11 1 8 66
7 60 11 1 8 87
Sumber : DPPKAD Boyolali
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Kinerja Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) dalam Pengelolaan Aset Keuangan Daerah
Kinerja organisasi publik merupakan gambaran hasil kerja suatu organisasi dalam bidang tertentu. Untuk mengetahui tentang kinerja organisasi publik, maka dapat dilakukan dengan melakukan penilaian kinerja pada sebuah organisasi publik dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi yang menjadi tanggung jawab dari sebuah organisasi. Dengan demikian, maka dapat diketahui atau diukur tingkat pencapaian hasil kerja suatu organisasi publik dalam pelaksanaan tugasnya. Sehingga dapat diketahui sejauh mana sebuah organisasi publik telah bekerja untuk masyarakat. Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD), merupakan organisasi publik yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan keuangan dan aset suatu daerah. Dengan melakukan penilaian kinerja DPPKAD, maka dapat diketahui bagaimanakah hasil kerja DPPKAD dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya. Seperti telah dijelaskan di awal, penelitian ini difokuskan pada kinerja DPPKAD dalam pengelolaan aset lancar di DPPKAD Kabupaten Boyolali. Dengan melakukan penilaian kinerja, maka diharapkan dapat diketahui sejauh mana kinerja DPPKAD Kabupaten Boyolali dalam pengelolaan aset lancar. Penilaian kinerja dalam hal ini dilakukan dengan melihat kinerja DPPKAD berdasarkan indikator-indikator yang telah ditetapkan, yaitu Akuntabilitas, Transparansi, Ekonomi, Efisiensi dan Efektivitas. 1) Indikator Akuntabilitas Akuntabilitas merupakan kesesuaian pelaksanaan tugas pokok dan fungsi (TUPOKSI) DPPKAD selaku dinas teknis pengelola aset lancar
dengan aturan yang telah ditetapkan. Selain itu dalam akuntabilitas juga dinilai berdasarkan pertanggungjawaban DPPKAD dalam pengelolaan aset lancar. Pengelolaan aset lancar yang dilaksanakan oleh DPPKAD Kabupaten Boyolali, meliputi pengelolaan kas, piutang dan persediaan. Pengelolaan aset lancar yang dilaksanakan oleh DPPKAD Kabupaten Boyolali dapat dijabarkan sebagai berikut : a) Pengelolaan Kas Pengelolaan kas terbagi menjadi empat bagian, yaitu kas di bendahara umum daerah (kas daerah), kas di bendahara penerimaan, kas di bendahara pengeluaran, dan kas di Puskesmas. Sebagaimana penjelasan dari ibu Sawitri Danik. R selaku Kasi Pembukuan dan Pelaporan berikut : “Kas di Kas Daerah dikelola oleh sie Pengelolaan kas daerah. Kas di Bendahara pengeluaran, itu kas yang ada di bendahara masing-masing SKPD dan bendahara penerimaan juga di bendahara penerimaan masing-masing SKPD. Kas di Puseksmas khususnya askeskin ada di PuskesmasPuskesmas, masing-masing kecamatan yang dikelola oleh DKK Dinas Kesehatan” (wawancara tanggal 18 Maret 2010 pukul 08.02 Wib) Kas Pemkab Boyolali pada setiap akhir tahun anggaran berada di kas daerah, kas di bendahara penerimaan, kas di bendahara pengeluaran, dan kas di puskesmas dimana kas yang berada pada puskesmas merupakan dana askeskin. Kas di kas daerah mencakup kas yang dikuasai, dikelola, dan di bawah tanggung jawab seksi pengelolaan kas daerah sehingga
dapat dikatakan bahwa kas yang dikelola langsung oleh DPPKAD yaitu kas yang berada di kas daerah yang terdiri dari : a.
Saldo rekening kas daerah, yaitu saldo rekening-rekening pada bank yang ditentukan oleh bupati untuk menampung penerimaan dan pengeluaran.
b.
Setara kas, antara lain surat utang negara (SUN)/obligasi dan deposito kurang dari tiga bulan, yang dikelola bendahara umum daerah.
c.
Uang tunai (uang kertas dan logam) di bendahara umum daerah. Kas yang berada pada bendahara penerimaan dan pengeluaran
merupakan kas yang berada pada bendahara penerimaan maupun pengeluaran masing-masing SKPD. Kas yang berada di Bendahara Penerimaan mencakup seluruh kas, baik saldo rekening di bank maupun saldo tunai, yang berada di bawah tanggung jawab bendahara penerimaan. Kas tersebut berasal dari pungutan yang sudah diterima oleh bendahara penerimaan yang belum disetorkan ke kas daerah. Sedangkan kas
yang berada pada bendahara pengeluaran
merupakan kas yang masih dikelola bendahara pengeluaran setiap SKPD yang berasal dari sisa uang muka kerja yang belum disetor ke kas daerah per tanggal neraca. Kas di Bendahara pengeluaran, mencakup seluruh saldo rekening Bendahara Pengeluaran, uang logam, uang kertas dan lain-lain kas yang benar-benar ada pada Bendahara pengeluaran per tanggal neraca. Untuk kas yang berada di puskesmas merupakan saldo
kas per tanggal neraca yang berada pada rekening puskesmas yang berasal dari penerimaan ASKESKIN atau JAMKESMAS. Di dalam tugasnya, seksi pengelolaan kas daerah memiliki tugas melaksanakan pengelolaan, penerimaan dan pencatatan pendapatan secara tunai maupun surat berharga dan penyimpanan uang daerah di bank yang ditunjuk oleh pemerintah yang ditentukan dalam bentuk rekening giro maupun deposito. Berdasarkan tugas tersebut, maka seksi pengelolaan kas daerah bertugas untuk mengelola kas daerah, menerima dan mencatat pendapatan daerah baik secara tunai maupun surat berharga dan menyimpannya dalam rekening yang telah ditentukan pemerintah. Berdasarkan tugas di atas, maka pendapatan daerah akan diterima dan dicatat oleh kas daerah dan kemudian disimpan. Ibu Devi Ismayawati selaku Kasi Pengelolaan Kas Daerah mengungkapkan bahwa :
“Kas umum daerah itu mengkompilasi duit milik se Kabupaten, jadi disini dapat diketahui berapa duit yang dimiliki Kabupaten” (wawancara tanggal 18 Maret 2010 pukul 09.02 Wib).
Seksi pengelolaan kas daerah mengkompilasi atau menerima seluruh pendapatan yang diperoleh oleh kabupaten Boyolali dan kemudian dicatat sebagai penerimaan dalam buku harian kas dan disimpan di rekening bank yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Dalam rekening tersebut disimpan kekayaan Pemkab Boyolali yang berbentuk uang tunai maupun surat berharga. Melalui rekening umum kas daerah tersebut
dapat diketahui seluruh kekayaan yang berupa aset lancar Pemkab Boyolali. Selain menerima dan mencatat seluruh pendapatan yang masuk, seksi pengelolaan kas daerah juga melakukan pengelolaan keuangan yang lain yaitu yang termasuk pencairan dana dan pengelolaan kas yang belum dipakai. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Kasi Pengelolaan Kas Daerah ibu Devi Ismayawati berikut : “Pengelolaan keuangan di kasda itu selain pencairan dana kan juga bagaimana kita mengelola kas yang belum dipakai untuk keperluan pencairan SP2D” (wawancara tanggal 28 Maret 2010 pukul 10.15 wib)
Seksi pengelolaan kas daerah dalam melaksanakan tugasnya, bertugas untuk pencairan dana. Pencairan dana ini digunakan untuk memenuhi kebutuhan dari SKPD-SKPD. Pencairan dana dilakukan berdasarkan DPA-SKPD (Dokumen Penerimaan Anggaran-Satuan Kerja Perangkat Daerah) yang merupakan usulan dari anggaran kas di SKPD yang sudah disetujui ketika penyusunan anggaran. Pencairan dana dapat dilakukan dengan adanya SP2D (Surat Perintah Pencairan Dana). Sedangkan pengelolaan kas yang belum dipakai untuk pencairan dana, maka dalam hal ini seksi pengelolaan kas daerah menyimpan dana yang belum dipakai untuk untuk pencairan SP2D. Penyimpanan dana tersebut, disimpan di rekening umum daerah baik dalam bentuk giro maupun deposito sehingga nantinya sewaktu-waktu dapat dicairkan.
Prosedur
dalam
pencairan
dana
berdasarkan
Pedoman
Penatausahaan Pelaksanaan APBD Kabupaten Boyolali (sumber : DPPKAD Kabupaten Boyolali) adalah sebagai berikut : a. SP2D yang telah diterima langsung diproses pemindahbukuan dengan memberikan cap tanda setuju untuk di Oper Booking. b. SP2D yang telah disetujui untuk di Oper Booking dikirimkan ke PT Bank Jateng untuk dipindahbukukan ke Rekening Giro masingmasing SKPD/Rekanan sesuai dengan Nomor Rekening yang tercantum dalam SP2D. c. Setelah masuk ke Rekening SKPD/Rekanan maka SKPD/Rekanan menerbitkan Cek untuk mencairkan dana sesuai yang dibutuhkan. d. Berkas SP2D yang telah di proses Oper Booking dikembalikan ke Seksi Pengelolaan Kas Daerah untuk didistribusikan kepada seksi Pembukuan dan pelaporan dan bendahara/rekanan.
Pencairan dana yang dilakukan oleh seksi pengelolaan kas daerah akan diterima oleh bendahara pada masing-masing SKPD. Ibu Sawitri Danik selaku Kasi Pembukuan dan Pelaporan menjelaskan : “Kas di Bendahara pengeluaran, itu kas yang ada di bendahara masing-masing SKPD dan bendahara penerimaan juga di bendahara penerimaan masing-masing SKPD” (wawancara tanggal 18 Maret 2010 pukul 08.02 Wib)
Bendahara pengeluaran merupakan bendahara pada masing-masing SKPD sehingga bendahara pengeluaran berada pada masing-masing
SKPD. Untuk bendahara penerimaan berada pada masing-masing bendahara penerimaan SKPD yang memiliki penerimaan. Lebih lanjut tentang bendahara penerimaan dijelaskan oleh Kasi Pengelolaan Kas Daerah ibu Devi Ismayawati berikut : “Kalau Bendahara Penerima itu di SKPD, di SKPD ada di DPPKAD juga ada, tapi bendahara penerimaan di DPPKAD itu menkompilasi seluruh penerimaan tahunan. Tapi Bendahara Penerimaan ini tidak semua SKPD ada yang ada hanya seperti di Dinas Pasar, DPU yang punya sumbersumber pemasukan” (wawancara tanggal 18 Maret 2010 pukul 09.02 Wib) Bendahara penerimaan berada pada SKPD yang memiliki sumber penerimaan sendiri dimana penerimaan tersebut termasuk dalam pendapatan asli daerah (PAD) contohnya adalah Dinas pasar yang mempunyai masukan terutama dari retribusi pasar dan DPU (Dinas pekerjaan umum) yang memperoleh penerimaan dari galian. Bendahara penerimaan di DPPKAD sendiri berfungsi menerima seluruh penerimaan dari SKPD-SKPD untuk kemudian dicatat, disetorkan di kasda dan disimpan di rekening bank yang telah ditetapkan. Penerimaan masing-masing SKPD selain dari sumber-sumber pemasukannya sendiri, juga berasal dari kas daerah, hal ini sesuai pernyataan dari Kasi Pengelolaan Kas Daerah ibu Devi Ismayawati berikut : “Dari Kasda misal keluar Rp100, tapi di SKPD diterima sebagai penerimaan dari Kasda untuk biaya operasional. Di bendahara dicairkan dari giro sebagai penerimaan di sana.
Dari DPPKAD dicatat sebagai pengeluaran, tapi di SKPD dicatat sebagai penerimaan” (wawancara tangga 18 Maret 2010 pukul 09.02 wib)
Dari wawancara tersebut dapat digambarkan bahwa uang yang dikeluarkan dari DPPKAD untuk keperluan SKPD, di DPPKAD dicatat sebagai pengeluaran misalnya dikeluarkan Rp100 untuk SKPD Z. Pada SKPD Z tersebut uang dari DPPKAD merupakan penerimaan yaitu penerimaan dari DPPKAD dan dicatat sebagai penerimaan dari DPPKAD sebesar Rp100. Prosedur penerimaan setoran melalui Bendahara Penerimaan berdasarkan Pedoman Penatausahaan Pelaksanaan APBD Kabupaten Boyolali adalah sebagai berikut : a. Pihak ketiga/bendahara penerimaan mengisi STS berdasarkan SKPDaerah, SKR-Daerah dan tanda bukti lainnya yang sah sesuai dengan ketentuan yang berlaku; b. Bendahara Penerimaan menerima uang dan mencocokkan antara STS dengan SKP/SKR/tanda bukti penerimaan lain yang sah; c. Bendahara Penerimaan mencatat penerimaan di buku kas umum Penerimaan; d. Bendahara Penerimaan mencatat di rekapitulasi penerimaan harian; e. Setoran yang diterima harus disetorkan kembali ke rekening kas umum daerah pada bank pemerintah yang ditunjuk; f. Bendahara Penerimaan harus menyetorkan seluruh penerimaan kas ke rekening kas umum daerah pada bank pemerintah yang ditunjuk;
g. Bukti penerimaan dan bukti setoran harus dipertanggungjawabkan kepada PPKD selaku BUD; h. Bendahara Penerimaan dilarang membuka rekening dengan atas nama pribadi pada bank atau giro pos dengan tujuan pelaksanaan APBD; i. Bendahara Penerimaan dilarang menyimpan uang, cek atau surat berharga lebih dari 1 (satu) hari kerja. Kas yang terdapat pada bendahara penerimaan merupakan saldo kas pada bendahara penerimaan SKPD. Sedangkan Bendahara Pengeluaran ada di setiap SKPD, karena memiliki tugas mengatur setiap pengeluaran masing-masing SKPD. Sebgaimana pernyataan dari Kasi Pengelolaan Kas Daerah ibu Devi Ismayawati dimana beliau mengatakan bahwa : “bendahara pengeluaran harus ada di tiap-tiap SKPD setidaknya untuk bayar listrik, bayar telepon, dll” (wawancara tanggal 18 Maret 2010 pukul 09.02 wib)
Maka dapat diketahui, bahwa bendahara pengeluaran harus ada di masing-masing SKPD tentunya untuk mengatur pengeluaran pada setiap SKPD, baik belanja rutin maupun belanja barang dan jasa. Kas yang berada pada bendahara pengeluaran merupakan sisa dari SP2D (surat perintah pencairan dana) maupun pajak-pajak yang belum disetor ke kas daerah.
b) Pengelolaan piutang Piutang merupakan hak pemerintah Pemkab Boyolali untuk menerima pembayaran dari entitas lain termasuk wajib pajak/wajib bayar atas kegiatan yang dilaksanakan Pemkab Boyolali. Piutang di lingkup Pemerintah Kabupaten Boyolali terdiri dari piutang pajak dan retribusi (piutang yang diakui atas pajak/retribusi yang sudah ada ketetapannya yaitu surat ketetapan pajak daerah dan surat ketetapan retribusi daerah), piutang bagi hasil pajak provinsi, piutang pinjaman yang diberikan Pemkab Boyolali kepada BUMN/D, tagihan penjualan angsuran (penjualan aset tetap Pemkab Boyolali seperti kendaraan dinas kepada pegawai dengan cara mengangsur), Tuntutan ganti rugi (TGR). Piutang yang termasuk dalam aset lancar yang dapat diterima pembayaran dalam jangka waktu dua belas bulan adalah piutang retribusi. Dalam pengelolaan piutang, DPPKAD memiliki fungsi kompilasi dan koordinasi. Fungsi kompilasi yaitu DPPKAD mencatat seluruh piutang yang dimiliki oleh SKPD sedangkan fungsi koordinasi yaitu DPPKAD mengkoordinasikan dengan SKPD tentang penagihan piutang. Hal ini berdasarkan wawancara dengan ibu Sawitri Danik .R selaku Kasi Pembukuan dan Pelaporan berikut : “Di DPPKAD itu kompilasi dan koordinasi. DPPKAD mengkompilasi data-data dari SKPD yang memiliki piutang. Dalam piutang DPPKAD hanya sebagai pencatatan administrasi, sedangkan wewenang untuk menagih piutang menjadi tanggung jawab dari SKPD. Kalau koordinasi, itu koordinasi tentang data piutang yang setiap tahunnya diadakan rekonsiliasi piutang” (wawancara tanggal 18 Maret 2010 pukul 08.02 wib)
Fungsi kompilasi dalam pengelolaan piutang yaitu mencatat dan mengumpulkan data-data dari SKPD-SKPD yang memiliki piutang dari data-data tersebut maka dapat diketahui jumlah piutang Pemkab Boyolali. Sedangkan fungsi koordinasi adalah melakukan rekonsiliasi, yaitu mengkoordinasi tentang penagihan bagi piutang yang belum terbayar dan melakukan kroscek antara data di SKPD dan DPPKAD dan jika ada piutang yang sudah terlunasi, maka hal itu akan mengurangi piutang dan dapat segera disetorkan ke kasda sebagai penerimaan dengan membawa bukti. Fungsi DPPKAD dalam kompilasi data-data tentang piutang juga diungkapkan oleh Kasi Utang Piutang dan Investasi ibu Riptiani, berikut : “Kalau saya mengelola piutang, lihat dulu dari catatan di atas, saya di sini hanya pencatatan administrasi, saya melanjutkan dari SKPD yang ada piutang laporan di sini. Dari SKPD yang ada piutang melaporkan ke sini” (wawancara tanggal 18 Maret 2010 pukul 09.24 Wib)
Fungsi kompilasi berdasarkan yang diungkapkan oleh Riptiani adalah pencatatan administrasi yaitu DPPKAD mencatat piutang yang dimiliki oleh SKPD berdasarkan laporan piutang yang diterima dari SKPD setiap tahunnya. Dengan kata lain dalam fungsi Kompilasi, DPPKAD hanya sebatas mencatat SKPD-SKPD mana yang memiliki piutang dan berapa nominal piutang tersebut.
Fungsi Koordinasi dalam pengelolaan piutang secara lebih jelas diungkapkan oleh Bapak Mudzakir selaku Kabid Pembiayaan dan Pengelolaan Aset Daerah sebagai berikut :
“Kita hanya menerima laporan-laporan dari SKPD. Pelaksananya langsung sana, langsung di SKPD-SKPD. Dari SKPD laporan kita tampung, nek rended ora nyaur utang kita negur hanya itu. Artinya hanya mengkordinasi” (wawancara tanggal 28 Maret 2010 pukul 10.52 wib) Fungsi koordinasi selain DPPKAD menerima laporan piutang dari SKPD yang memiliki piutang. DPPKAD juga memiliki wewenang untuk menegur SKPD-SKPD yang macet dalam menarik atau menagih piutang. Piutang yang termasuk dalam aset lancar terdiri dari piutang retribusi dan piutang lain-lain. SKPD yang memiliki piutang retribusi pada tahun anggaran 2008 adalah : · Kantor Pelayanan Terpadu (KPT) : Piutang retribusi ijin gangguan (HO), piutang retribusi ijin tempat usaha (ITU), Piutang ijin mendirikan bangunan (IMB). · Disperindagsar (Dinas Perindustrian perdagangan dan pasar) : Piutang sewa kios pasar. · Dinas Kesehatan : Piutang ASKES dan piutang pasien rawat inap. · DPU-PK : Piutang parkir dan piutang pemgambilan Golongan C. Untuk piutang lain-lain, berikut merupakan SKPD yang memiliki piutang:
· Disperindagsar (Dinas Perindustrian perdagangan dan pasar) : Piutang kompensasi Pasar Ampel, Pasar Pengging dan Pasar Sunggingan dan piutang kelompok pedagang Selo. · Disnakkan (Dinas Peternakan dan Perikanan) : Piutang kelompok tani (ternak). · DPU-PK : Piutang dispensasi kios terminal Karanggede. · Diparbud (Dinas pariwisata dan budaya) : Piutang sewa kios di lokasi objek wisata, · Piutang UPTD pengolahan kayu, dan · Piutang perusahaan daerah dalam hal ini yaitu piutang PDAM Kabupaten Boyolali. Pembayaran piutang kepada Pemkab Boyolali akan menambah uang yang masuk ke kas daerah dan masuk sebagai pendapatan. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Kabid Pembiayaan Pengelolaan Aset Daerah, bapak Mudzakir : “Semua piutang ya langsung setor, semua muaranya ke DPPKAD, tapi piutang yang dari SKPD dikelola SKPD dulu baru ke sini. Tapi pada akhirnya semua penyetoran piutang ke sini selaku BUD” (wawancara tanggal 28 Maret 2010 pukul 11.15 wib)
Piutang yang merupakan hak dari Pemkab Boyolali untuk menerima pembayaran yang akan masuk ke kas daerah dan menambah kas daerah. SKPD yang memiliki piutang bertugas untuk menagih piutang yang dimiliki oleh SKPD tersebut untuk kemudian distor ke kasda. Sebelum
disetor ke kasda, piutang yang merupakan piutang dari SKPD masuk ke SKPD dulu baru kemudian disetor ke kasda. Kasi Pembukuan dan Pelaporan ibu Sawitri Danik .R
juga
menjelaskan bahwa alur dari piutang adalah menagih, menyetor dan melaporkan dengan bukti, sebagaimana wawancara berikut :
“SKPD memiliki tugas untuk menagih piutang kemudian menyetorkan ke DPPKAD dengan bukti seperti nota, dsb. Oleh DPPKAD maka setoran tersebut akan masuk ke kas dan menjadi pendapatan” (wawancara tanggal 18 Maret 2010 pukul 08.05 wib)
Dari wawancara ini ditegaskan bahwa penagihan piutang terutama piutang retribusi yang merupakan piutang wajib bayar/wajib pajak kepada SKPD yang bersangkutan seperti dinas pasar. Setelah menerima pembayaran piutang maka piutang tersebut disetor ke DPPKAD dengan bukti seperti nota, setoran piutang tersebut masuk ke kas daerah dan menjadi penerimaan. DPPKAD selaku Koordinator, mengkoordinasi piutang yang sudah terbayar dan mengkroscekkan antara nota dengan uang yang sudah disetor. c) Pengelolaan Persediaan Persediaan adalah aset lancar dalam bentuk barang atau perlengkapan dimana barang-barang maupun perlengkapan tersebut dimaksudkan untuk dijual sehingga mampu untuk menambah penerimaan daerah. Untuk persediaan, di Pemkab Boyolali belum ada mekanisme khusus yang mengatur sehingga inventarisasi persediaan hanya dilakukan
setiap akhir tahun, hal ini diketahui berdasarkan wawancara dengan ibu Danik, Kasi Pembukuan dan Pelaporan bahwa : “Persediaan juga menjadi tanggung jawab dari skpd, selama ini di Pemkab Boyolali belum ada mekanisme untuk persediaan, jadi persediaan Cuma diinventaris pada akhir tahun” (wawancara tanggal 18 Maret 2010 pukul 08.28 Wib)
Persediaan di Pemkab Boyolali langsung ditangani oleh SKPD-SKPD. Masing-masing SKPD setiap akhir tahun menginventarisasi persediaan milik mereka dan kemudian dilaporkan ke DPPKAD. DPPKAD menerima laporan tersebut dan mengkompilasikannya menjadi laporan akhir tahun. Karena belum ada mekanisme khusus yang mengatur tentang persediaan, maka persediaan hanya sebatas pada inventarisasi.
d) Pelaksanaan Tupoksi di DPPKAD Kabupaten Boyolali DPPKAD dalam pengelolaan aset lancar telah melaksanakan tugas dan tanggung jawabanya sesuai dengan TUPOKSI yang dimilikinya. Devi Ismayawati selaku Kasi Pengelolaan Kas Daerah, mengatakan bahwa pengelolaan kas daerah selama ini telah sesuai dengan prosedur yang ditetapkan, hal ini berdasarkan hasil wawancara berikut : “ya, sudah sesuai prosedur” (wawancara tanggal 28 Maret 2010 pukul 10.15 wib) Dalam pengelolaan kas selama ini telah menerima pendapatan daerah dan melakukan pencairan dana yang digunakan untuk keperluan belanja daerah. Prosedur penerimaan kas dan pencairan dana yang langsung ditangani oleh
seksi pengelolaan kas daerah diatur di dalam Pedoman Penatausahaan Pelaksanaan APBD Kabupaten Boyolali dan sejauh ini seksi pengelolaan kas sudah melaksanakan tugasnya sesuai dengan pedoman tersebut. Hal ini juga dibenarkan oleh Kasi Pembukuan dan Pelaporan ibu Sawitri Danik.R dimana beliau menyatakan sebagai berikut : “sudah sesuai, sesuai dengan Peraturan Bupati, pedoman penatausahaan, dan pedoman sistem dan prosedur. Dari peraturan tersebut menjadi acuan kita untuk melaksanakan pekerjaan” (wawancara tanggal 28 Maret 2010 pukul 10.00 Wib)
Dalam pengelolaan kas daerah pada khususnya dan aset lancar pada umumnya yang dilaksanakan oleh DPPKAD selalu mengacu pada peraturan yang ada, seperti peraturan bupati, pedoman penatausahaan dan pedoman sistem dan prosedur. Peraturan tersebut merupakan acuan atau pedoman dalam pelaksanaan tugas sehingga dalam pelaksanaan tugas DPPKAD harus mengacu dan berdasarkan dengan peraturan yang ada. Ibu Dewi Puspandari selaku anggota Komisi II DPRD Kabupaten Boyolali dari fraksi PDI-P, menyatakan : “ya, sejauh ini sudah sesuai dengan tupoksi yang ada” (wawancara tanggal 05 April 2010 pukul 11.30 wib)
Dengan pernyataan di atas, DPPKAD dalam pengelolaan aset lancar dalam setiap pelaksanaan tugas telah sesuai dengan Tupoksi yang dimilikinya. Tupoksi DPPKAD dalam pengelolaan aset lancar diatur dalam Perda No. 3 Tahun 2008 Tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja (SOTK).
Hal ini juga ditegaskan oleh anggota komisi II yang lain yaitu Bapak Edi Nirmolo sebagaimana berikut : “ya sudah sesuai, sudah bagus, kan aturan sama Tupoksi nya sudah jelas” (wawancara tanggal 08 April 2010 pukul 10.00 wib)
Pernyataan dari Edi.N di atas, menegaskan bahwa pengelolaan aset lancar di DPPKAD telah sesuai dengan TUPOKSI dan aturan lain yang ditetapkan. Dalam pelaksanaan tugasnya dapat dikatakan DPPKAD sudah bagus karena sudah sesuai dengan aturan yanga ada. Bapak Amien Wahyudi anggota komisi II DPRD Boyolali dari fraksi PPP juga mengatakan bahwa : “Secara umum DPPKAD Kabupaten Boyolali sudah lumayan, sudah bagus. Prosedur dan aturan harus diikuti. Prosedur dan aturan sudah dilakukan saya kira,karena penyelewengan tidak ada di Boyolali”
Prosedur dan aturan yang merupakan acuan dalam pelaksanaan tugas harus diikuti dan dipatuhi. Dalam pengelolaan aset lancar DPPKAD berdasarkan pada prosedur penatausahaan dan pedoman sistem prosedur. DPPKAD dinilai telah melaksanakan tugas berpedoman pada peraturan yang ada, hal ini juga dapat dilihat berdasarkan tingkat penyelewengan yang sama sekali tidak ada.
e) Pertanggungjawaban DPPKAD Kepada Masyarakat Pertanggungjawaban DPPKAD dalam pengelolaan aset lancar adalah dengan membuat laporan. Laporan tersebut berupa neraca komparatif yang
merupakan bagian dari laporan keuangan Pemerintah Kabupaten Boyolali. Laporan tersebut merupakan kompilasi keseluruhan aset lancar pada akhir tahun. Untuk kas daerah Ibu Sawitri Danik.R yang menjabat Kasi Pembukuan dan Pelaporan menuturkan bahwa : {{
“kas daerah, setiap hari dibuat laporan kas, yang meliputi keluar-masuknya kas, dibuat laporan pengeluaran dan penerimaan kas” (wawancara tanggal 18 Maret 2010 pukul 08.02 wib)
Penerimaan dan pengeluaran yang dilakukan oleh seksi pengelolaan kas, setiap hari dibuat laporan pengeluaran dan penerimaan kas. Dengan adanya laporan pengeluaran dan peenrimaan kas maka keluar-masuknya kas setiap harinya dapat diketahui. Hal ini juga sesuai dengan pernyataan dari Kasi Pengelolaan kas daerah ibu Devi Ismayawati berikut : “Dari laporan harian tersebut, nantinya akan dibuat laporan triwulanan dan semesteran oleh bidang akuntansi dan pembukuan. Yang membuat laporan bidang akuntansi dan pembukuan tapi laporan’e dari sini” (wawancara tanggal 18 Maret 2010 pukul 09.05 Wib) Seksi pengelolaan kas daerah dalam aktivitas sehari-harinya
membuat
laporan harian yang berupa laporan penerimaan dan pengeluaran kas setiap hari kemudian dilaporkan ke seksi akuntansi dan pembukuan untuk dibuat laporan triwulan dan semester yang pada akhir tahun laporan tersebut akan termuat dalam neraca komparatif Pemerintah Kabupaten Boyolali. Bahan
penyusunan laporan berasal dari seksi pengelolaan kas tetapi untuk penyusunan laporan dibuat oleh seksi pembukuan dan pelaporan. Berdasarkan wawancara dengan Kasi Pembukuan dan Pelaporan ibu Sawitri Danik. R tanggal 18 Maret 2010 pukul 08.28 Wib : “Laporan itu kita terima laporan dari skpd kemudian DPPKAD melaporkan ke bupati sebagai pertanggungjawaban kita ke bupati, dari bupati diaudit oleh BPK kemudian dilaporkan ke DPRD menjadi perda”
Dari wawancara tersebut, secara singkat dapat dijelaskan bahwa pertanggungjawaban DPPKAD dalam pengelolaan aset lancar kepada masyarakat adalah mengkompilasikan laporan-laporan dari setiap SKPD dan untuk kemudian dibuat laporan keuangan kabupaten pada akhir tahun yang terdiri dari laporan realisasi APBD, neraca komparatif, dan laporan arus kas. Laporan keuangan tersebut memiliki alur sebagai berikut :
Gambar 3.1 Alur laporan pertanggung jawaban laporan keuangan DPPKAD Kabupaten Boyolali
Laporan-laporan dari masing-masing SKPD
DPPKAD : dikompilasi
DPPKAD melaporkan ke Bupati sebagai pertanggungjawaban
Dari Bupati kemudian diaudit oleh BPK
Setelah diaudit BPK, dilaporkan ke DPRD dan menjadi Perda Kabupaten Boyolali nomor 2 Tahun 2009 Tanggal 30 Juli 2009.
2) Indikator Transparansi Transparansi dalam pengelolaan aset lancar, dapat dilihat dari keterbukaan DPPKAD dalam menyediakan informasi kepada masyarakat tentang aset lancar baik diminta maupun tidak diminta oleh masyarakat. Informasi tentang aset lancar yang disediakan oleh DPPKAD adalah melalui neraca komparatif yang merupakan bagian laporan keuangan Pemerintah Kabupaten Boyolali. Aset keuangan daerah atau yang biasa disebut sebagai aset lancar, merupakan bagian dari aset daerah yang tercantum dalam neraca komparatif Kabupaten Boyolali. Neraca komparatif merupakan bagian dari laporan keuangan Pemerintah Kabupaten Boyolali, hal ini berdasarkan wawancara dengan ibu Sawitri Danik. R selaku Kasi Pembukuan dan Pelaporan sebagaimana berikut :
“Aset lancar ini merupakan bagian dari aset yang tercantum dalam neraca Pemerintah Kabupaten Boyolali, neraca ini merupakan bagian dari laporan keuangan Pemerintah Kabupaten Boyolali” (wawancara pada tanggal 18 Maret 2010 pukul 08.03 Wib) Dari wawancara di atas, dapat diketahui bahwa aset lancar yang merupakan bagian dari aset daerah termuat dalam neraca komparatif Pemerintah Kabupaten Boyolali. Dimana aset lancar tersebut terdiri dari kas, piutang, piutang lain-lain dan persediaan. Penyampaian informasi disampaikan melalui media massa Lebih spesifiknya melalui media internet yaitu melalui website Pemerintah Kabupaten Boyolali dan juga melalui surat kabar. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Kasi Pembukuan dan Pelaporan ibu Sawitri danik. R ; “Penyampaian informasi aset lancar ada pada neraca dipublikasikan melalui internet melalui website Pemerintah Daerah Boyolali yaitu boyolali.go.id” (wawancara tanggal 18 Maret 2010 pukul 08.10 Wib) Dalam website Pemkab Boyolali tersebut, keterbukaan informasi kepada masyarakat tentang aset lancar ditampilkan dalam neraca komparatif. Dimana neraca komparatif merupakan bagian dari laporan keuangan daerah. Pada setiap tahunnya laporan keuangan daerah tersebut dipublikasikan melalui website pemkab Boyolali yaitu www.boyolalikab.go.id sehingga masyarakat yang ingin mengetahui informasi tentang nilai aset lancar yang dimiliki oleh Pemkab Boyolali dapat mengakses melalui website Pemkab Boyolali. Selain melalui website Pemkab Boyolali, Kasi Pembukuan dan Pelaporan ibu Sawitri Danik .R juga menambahkan sebagai berikut :
[[
“informasi keuangan juga disampaikan di Koran, terkait laporan pertanggungjawaban bupati. Maka tidak perlu aset lancar disampaikan tersendiri melalui Koran” (wawancara tanggal 18 Maret 2010 pukul 08.10 Wib)
Selain melalui website surat kabar juga menjadi salah satu media untuk menginformasikan aset lancar kepada masyarakat. Penginformasian aset lancar dalam surat kabat bersamaan dengan laporan pertanggungjawaban bupati setiap tahunnya sehingga dengan kata lain aset lancar merupakan bagian dari pertanggungjawaban bupati. Dalam hal ini informasi tentang aset lancar tidak diinformasikan tersendiri tetapi menjadi satu kesatuan dengan laporan pertanggungjawaban. Sama seperti website, penyampaian informasi melalui surat kabar hanya setahun sekali bertepatan dengan laporan pertanggungjawaban bupati. Informasi tentang aset lancar yang disampaikan ke masyarakat melalui
laporan
keuangan
Pemerintah
kabupaten
Boyolali
tersebut
merupakan informasi keseluruhan aset lancar selama satu tahun. Untuk laporan yang lebih mendetail seperti laporan bulanan maupun semesteran tidak dipublikasikan kepada masyarakat umum, namun laporan tersebut ada di DPPKAD sehingga jika masyarakat membutuhkan laporan tersebut dapat melihat langsung di DPPKAD, seperti yang diungkapkan oleh Bapak Mudzakir selaku Kabid Pembiayaan dan Pengelolaan Aset Daerah, berikut : “angggaran itu kan terbuka tho mbak, ya tidak dipublikasikan tapi kan masyarakat bisa mengakses bisa melihat ada berapa ke berapa, itu tetap terbuka tapi tidak dipublikasikan untuk umum, Tidak dipublikasi untuk konsumsi umum jadi siapapun yang ingin melihat, yang kepengen tahu bisa dilihat di laporan disini”
(wawancara tangga 29 Maret 2010 pukul 10.52 wib) Dari wawancara di atas, dapat diketahui bahwa DPPKAD terbuka dalam memberikan informasi tentang aset lancar kepada masyarakat tetapi DPPKAD tidak mempublikasikan informasi aset lancar kepada masyarakat secara luas. Namun jika ada masyarakat yang ingin mengetahui tentang informasi aset lancar dapat bertanya atau datang langsung ke DPPKAD dan melihat laporan yang ada di DPPKAD. Dapat dikatakan bahwa untuk laporan-laporan yang bersifat harian, bulanan, maupun semesteran yang tidak dipublikasikan dalam neraca komparatif laporan tersebut ada di DPPKAD dan dapat diakses oleh masyarakat yang ingin mengetahui. Sementara itu anggota komisi II DPRD kabupaten Boyolali menanggapi sebagai berikut : “Transparansi ya lewat laporan keuangan, masyarakat bisa melihat keuangan Pemkab. Masyarakat dapat memperoleh informasi keuangan dengan melihat laporan yang sudah ada.” (wawancara dengan Dewi Puspandari tanggal 05 April 2010 pukul 11.30 wib)
Dari pendapat anggota komisi II DPRD Kabupaten Boyolali tersebut, transparansi yang dilakukan oleh DPPKAD Kabupaten Boyolali dengan adanya laporan keuangan setiap tahunnya. Berdasarkan laporan tersebut, masyarakat dapat melihat bagaimana posisi keuangan Kabupaten Boyolali. Dengan adanya laporan keuangan menurut Anggota komisi II DPRD Kabupaten Boyolali, ibu Dewi Puspandari tarnsparansi yang dilakukan oleh DPPKAD Boyolali sudah cukup.
Pendapat lain dikemukakan oleh anggota komisi II DPRD Kabupaten Boyolali berikut : “Informasi tentang Keuangan dan Aset kan sudah ada di laporan yang sudah di perda kan, juga sudah diterbitkan di Koran. Kalau masyarakat nggak mau baca Koran ya mereka nggak akan tahu dan kalau masyarakat nggak mau bertanya jan-jan e keuangan Boyolali bagaimana mereka juga nggak akan tahu” (wawancara dengan bapak Edi .N tanggal 08 April 2010 pukul 10.00 wib) Dari wawancara tersebut, dapat dikatakan bahwa transparansi yang dilakukan oleh DPPKAD sudah cukup dengan adanya perda tentang laporan keuangan dan informasi di surat kabar setiap tahunnya. Transparansi yang dilaksanakan oleh DPPKAD sudah cukup, namun semua itu juga tergantung kepada masyarakat, meski transparansi sudah dilaksanakan di surat kabar namun masyarakat tidak peduli untuk mengetahui seperti tidak mau membaca Koran atau bertanya maka masyarakt juga tidak akan tahui tentang laporan keuangan Pemkab. Namun pendapat lain datang dari Bapak Amien.W, selaku anggota komisi II DPRD Boyolali, sebagai berikut : “Informasi publik harus dilakukan tanpa diminta, tentang keuangan daerah, neraca, perusahaan derah, program kegiatan, masyarakat perlu tahu, nah ini yang belum dilakukan. Kalau website, websitenya belum pernah jalan, kadang diakses nggak bisa masuk, kalau bisa diakses informasinya sama saja, tidak pernah diganti nggak ada yang ngurusi. Terus website itu yang ngerti sapa, masyarakat kita itu tradisional masih di pedesaan, harusnya ditempel di papan-papan pengumuman, keuangan daerah itu seperti apa, itu harus. Dalam transparansi masih lemah, padahal itu kewajiban” (wawancara tanggal 05 April 2010 pukul 11.11 wib)
Dari wawancara di atas dapat dikatakan bahwa meski DPPKAD sudah meinformasikan aset lancar kepada masyarakat melalui website pemkab hal ini masih belum cukup. Aset lancar yang hanya diinformasikan melalui website maka tidak semua masyarakat mengetahui keberadaan website tersebut Hal ini disebabkan keadaan masyarakat yang masih tradisional dan rata-rata tinggal di pedesaan sehingga tidak memungkinkan untuk mengakses internet. Masyarakat juga tidak terlalu faham bahwa aset lancar disampaikan melalui website dan kemungkinan hanya sedikit masyarakat yang dapat melihat informasi yang terdapat di website pemkab Boyolali. Dari hal tersebut, maka transparansi melalui website belum sepenuhnya dapat dinikmati oleh masyarakat. Selain itu website Pemkab Boyolali juga tidak selalu mudah diakses bahkan juga dikarenakan website yang tidak di urusi sehingga informasinya jarang diperbarui dan kadang susah diakses. Informasi aset lancar yang disampaikan melalui website selain tidak dapat menyentuh semua lapisan masyarakat juga tidak mudah diakses. Dalam hal ini jika transparansi hanya melalui website hal ini belum cukup untuk memenuhi kebutuhan informasi masyarakat akan aset lancar disamping tidak semua masyarakat dapat mengakses internet website pemkab Boyolali sendiri juga tidak mudah untuk di akses. Bapak Amien Wahyudi, kemudian menambahkan : “Ya ini mungkin bisa dipresentasikan di Koran setiap tahunnya, tapi kan masyarakat ra pati merhatikan, kalau hanya di koran-koran saja belum cukup wong ndeso ra moco Koran. Neng Koran mung setaun pisan, sedino ilang. Jadi belum memenuhi kebutuhan masyarakat hanya formalitas setaun pisan neng Koran”
(wawancara tanggal 05 April 2010 pukul 11.11 wib) Aset lancar memang dapat diinformasikan melalui surat kabar tetapi hal ini juga belum mampu memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap kebutuhan informasi tentang aset lancar. Informasi yang hanya disampaikan setahun sekali belum mampu mengakomodir kebutuhan masyarakat tentang aset lancar. Masyarakat juga tidak banyak yang membaca surat kabar, sehingga disampikan melalui surat kabar bukanlah jaminan bahwa masyarakat mengetahui tentang aset lancar Pemkab Boyolali. Seperti halnya website, informasi yang disampaikan melalui surat kabar juga belum menjamin bahwa masyarakat dapat dengan mudah mengetahui informasi aset lancar. Bahkan kesan yang terlihat informasi yang disampaikan melalui website maupun surat kabar hanya formalitas dan sekedar menggugurkan kewajiban dalam hal transparansi. Bapak Amien juga menyatakan bahwa transparansi seharusnya dilakukan dengan menempel papan-papan pengumuman tentang keuangan daerah minimal di masing-masing balai desa, hal ini terungkap dari wawancara berikut : “Informasi lewat manual, jadi harus bikin itu (menempel papan-papan pengumuman), nggak sulit itu, masyarakat kumpul dibalai desa, o ini ada pengumuman keuangan daerah. Kemudahan informasi kalau di setiap papan pengumuman desa ada nggak perlu orang ke sini, kalau ke dinas belum tentu dijawab dianggap menganggu. Jadi Tanya e rene, transparasi sudah ada upaya tapi belum optimal, masyarakat belum tahu, ora mudeng, camat saja belum tentu tahu, kalo dewan seperti saya tahu, kalau masyarakat umum moso ngerti o” (wawancara tanggal 05 April 2010 pukul 11.11 wib)
Keterbukaan informasi tentang aset lancar lebih baik adalah dengan menempel di papan-papan pengumuman dibalai desa. Jika hal ini dilakukan masyarakat dapat lebih mudah mengakses informasi tentang aset lancar. Dengan ditempel di papan pengumuman maka elemen masyarakat mulai dari masyarakat biasa sampai kepala desa juga dapat mengetahui aset lancar yang dimiliki oleh Pemkab Boyolali. Tetapi pada kenyataannya selama ini hal tersebut belum dilakukan sehingga masyarakat masih kesulitan bahkan tidak tahu tentang informasi aset lancar. Seandainya ada
kemudahan bagi
masyarakat untuk memperoleh informasi tentang aset lancar maka tidak akan ada masyarakat yang bertanya ke DPRD. Masyarakat merasa lebih mudah untuk meminta informasi tentang aset lancar ke DPRD dan ada keengganan bagi masyarakat untuk langsung bertanya ke DPPKAD. Hal ini mungkin terjadi ketika masyarakat hendak melihat informasi aset lancar di DPPKAD tidak diakomodir dengan baik. Dari hal ini, maka transparansi DPPKAD dalam aset lancar belum maksimal karena kemudahan bagi masyrakat untuk mendapatkan informasi belum terakomodir dengan baik. Lebih jauh Bapak Amien Wahyudi, selaku anggota komisi II DPRD Boyolali menambahkan : “Jadi di perda no 4 th 2007 ada kewajiban untuk menyebarkan informasi kepada masyarakat yang bisa diakses oleh masyarakat, seperti ditempel di papan, nah itu belum dilakukan, nggak sulit dilakukan mungkin karena males. Diingatkan tapi ndablek, mungkin karena dianggap nggak terlalu penting. Kalau di Koran, website dinggap sudah menggugurkan kewajiban, padahal perdanya seperti itu. Kemudahan memperoleh informasi masih belum cukup,
masih jauh walaupun nggak banyak masyarakat yang ingin tahu tapi harusnya tetap dibuat” (wawancara tanggal 05 April 2010 pukul 11.11 wib) Kewajiban untuk memberikan informasi kepada masyarakat sebenarnya sudah diatur di Perda no 4 tahun 2007. Dalam perda tersebut juga diatur bahwa informasi yang disampikan ke masyarakat harus mudah diakses oleh masyarakat sehingga masyarakat dapat mengetahui informasi aset lancar sewaktu-waktu tanpa kesulitan.
Namun, selama ini informasi yang
disampaikan hanya melalui surat kabar dan website yang dianggap balum mampu memenuhi kebutuhan masyarakat dan masih susah untuk diakses oleh masyarakat. Seharusnya tanpa diminta pun informasi harus disampaikan terutama
dengan
menempel
pengumuman
di
balai
desa
sehingga
memudahkan masyarakat untuk dapat melihat informasi tentang aset lancar. Kenyataan di lapangan belum ada upaya untuk menempel informasi aset lancar di papan-papan pengumuman. Secara umum sudah ada upaya untuk melaksanakan transparansi dalam pengelolaan aset lancar oleh DPPKAD Kabupaten Boyolali namun belum optimal. Belum optimal, karena kemudahan memperoleh informasi bagi masyarakat masih belum terpenuhi dan upaya transparansi yang dilakukan masih sebatas untuk menggugurkan kewajiban media untuk menginformasikan tidak melalui media yang diatur dalam perda yaitu ditempel di papan-papan pengumuman dan yang selama ini sudah dilakukan hanya melalui website dan surat kabar. Maka transparansi dinyatakan belum memenuhi kebutuhan informasi sebagaimana yang disyaratkan di perda.
3) Indikator Ekonomi Indikator Ekonomi, dapat dilihat berdasarkan nilai aset lancar pada akhir tahun anggaran. Nilai aset lancar pada akhir tahun anggaran terutama nilai kas dapat diartikan bahwa masih terdapat sisa lebih dari penggunaan dana dalam satu tahun anggaran. Dengan adanya sisa anggaran dapat dikatakan bahwa ada upaya penghematan pengeluaran daerah pada tahun anggaran 2008. Secara umum aset lancar yang dimiliki oleh Pemerintah Kabupaten Boyolali yang terdiri dari kas, piutang, dan persediaan sejumlah Rp 82.521.245.336,62 atau menyumbang 47,1 % dari seluruh aset yang dimiliki oleh Pemerintah kabupaten Boyolali yang total memiliki nilai aset sebesar Rp 1.752.244.003.110,07. Jumlah aset lancar pada tahun 2008 sendiri mengalami penurunan sebesar Rp 27.896.510.918,79 dari tahun 2007 yang sebelumnya pada tahun 2007 berjumlah Rp 110.417.756.255,41 turun menjadi Rp 82.521.245.336,62 pada tahun 2008. Rincian aset lancar yang dimiliki oleh Pemerintah Kabupaten Boyolali adalah sebagai berikut : NERACA KOMPARATIF ASET LANCAR PEMERINTAH KABUPATEN BOYOLALI Per 31 Desember 2008 a) Aset a.1. Aset Lancar a.1.1. Kas -
Kas di Kas Daerah
Rp 60.994.519.376,00
-
Kas di Bendahara Pengeluaran
Rp 1.137.368.784,00
-
Kas di Bendahara Penerimaan
Rp
-
Kas di Puskesmas (sisa Askes)
Rp 4.117.184.785,00
-
Kas di Badan Layanan Umum
Rp
125.917.319,21
0,00
Daerah Jumlah
Rp 66.324.990.264,21
a.1.2. Piutang -
Piutang Retribusi
Rp
2.102.444.634,00
-
Piutang Lain-lain
Rp
5.894.595.966,41
Jumlah a.1.3. Persediaan Jumlah Aset lancar
Rp
7.997.040.600,41
Rp
8.199.214.472,00
Rp
82.521.245.336,62
Dari neraca komparatif aset lancar Pemerintah Kabupaten Boyolali pada tahun anggaran 2008 di atas, dapat dijelaskan sebagai berikut : Nilai kas pada akhir tahun yang bernilai Rp 66.324.990.264,21 berasal dari saldo akhir kas pada bendahara umum daerah, kas di bendahara penerimaan dan kas di bendahara pengeluaran. Dengan perincian yang dapat dijelaskan sebagai berikut, Kas di Kas Daerah merupakan saldo kas di Kas daerah per 31 Desember 2008 yang berada pada rekening pemegang kas daerah sebesar Rp.60.994.519.376,00. Kas di bendahara pengeluaran masing-masing SKPD sebesar Rp 1.137.368.784,00 jumlah ini merupakan saldo Kas di Bendahara SKPD per 31 Desember 2008 yang berada pada Bendahara Pengeluaran di 27
unit kerja, yang terdiri dari sisa SP2D (Surat perintah pencairan dana) sebesar Rp 1.017.183.837,00 dan pajak-pajak yang belum disetor ke kas Negara per 31 Desember 2008 sebesar Rp 66.184.947,00. Kas di bendahara penerimaan sebesar Rp 125.917.319,21 merupakan saldo kas per 31 Desember 2008 yang berada pada bendahara penerimaan di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Dinas Pariwisata, Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi dan Sosial, dan Dinas Koperasi dan UKM. Kas di Puskesmas sebesar Rp 4.117.184.785,00 merupakan saldo kas per 31 Desember 2008 pada rekening Puskesmas, dimana saldo tersebut berasal dari penerimaan Askeskin/Jamkesmas. Untuk kas di Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) dalam hal ini yaitu kas di RSUD Pandan Arang berjumlah Rp 0,00. Nilai akhir kas senilai Rp 66.324.990.264,21 merupakan sisa dari penerimaan maupun pengeluaran selama satu tahun anggaran. Kas daerah berasal dari pendapatan daerah. Pendapatan daerah sendiri dibagi menjadi pendapatan asli daerah, pendapatan transfer dan pendapatan lain-lain yang sah.
Sedangkan
penggunaannya
adalah
untuk
membiayai
kegiatan
operasional di lingkup Pemkab Boyolali. Saldo kas di kas Pemerintah Kabupaten Boyolali pada tahun 2008 menurun jika dibandingkan saldo kas pada tahun 2007 yang berjumlah Rp 99.581.934.034,00. Ibu Devi Ismayawati selaku Kasi Pengelolaan Kas Daerah, menyatakan bahwa :
“Kas tidak bisa diprediksi harus naik terus, karena setiap akhir tahun kas yang sisa di kasda itu menjadi silpa, silpa itu sisa lebih paku anggaran, silpa ini ada berbagai macam silpanya yg kas berupa giro dan deposito , Jadi kalo tahun 2007 angkanya 8 terus tahun 2008 7, itu tidak masalah karena Kas fluktuatif, tidak bisa dituntut harus stabil naik terus, Jadi tidak masalah naik atau turun” (Wawancara tanggal 18 Maret 2010 pukul 08.53 Wib)
Saldo kas pada akhir tahun tidak dipermasalahkan apakah naik atau turun karena kas sifatnya adalah fluktuaktif kadang nilai kas bertambah dan kadang nilai kas juga menurun. Kas yang fluktuaktif disebabkan karena pendapatan dan pengeluaran suatu daerah yang tidak dapat selalu dipastikan naik turunnya. Bahkan jika saldo kas lebih rendah dari tahun sebelumnya juga bukanlah sebuah masalah sepanjang daerah tersebut masih memiliki saldo kas pada akhir tahun anggaran karena saldo kas tersebut akan menjadi SILPA. Pernyataan dari Kasi Pengelolaan Kas Daerah ibu Devi ismayawati dibenarkan oleh Bapak Amien Wahyudi anggota komisi II DPRD Kabupaten Boyolali berikut : “Benar kas menurun, SILPA juga menurun jadi dapat dikatakan tidak terlalu banyak idle cash (uang yg berputarputar), kalau terlalu banyak kas yang berputar hanya di rekening bank berarti kemampuan melayani belum baik. Setiap akhir tahun anggaran tidak masalah kas turun terus karena nanti akan ada pendapatan” (wawancara tanggal 05 April 2010 pukul 11.11 wib) Dengan nilai kas yang semakin turun, maka dapat dikatakan bahwa kas yang ada telah digunakan untuk melayani kepentingan masyarakat justru dengan saldo kas yang tinggi maka kas tersebut hanya akan berputar-putar di rekening bank dan tidak digunakan untuk kegiatan Pemda. Maka semakin
kecil saldo kas dapat dikatakan bahwa kas sudah digunakan untuk kegiatan pemda. Nilai kas yang turun tidak bermasalah sepanjang penggunaan kas untuk kepentingan masyarakat apalagi pada tahun anggaran yang baru pemda akan menerima pendapatan dan otomatis akan menambah kas. Ada beberapa hal yang menyebabkan penurunan nilai kas seperti penuturan Kasi Pengelolaan Kas Daerah ibu Devi Ismayawati berikut : “Turunnya kas karena adanya penyerapan anggaran (pencairan dana-dana yang dicairkan oleh seluruh skpd) ya tergantung penyerapan dari skpd” (wawancara tanggal 29 Maret 2010 pukul 10.15 wib)
Penyebab turunnya kas yang paling utama adalah adanya penyerapan dana dari SKPD-SKPD dimana dana tersebut akan digunakan untuk membiayai kegiatan SKPD. Jika ada SKPD yang melakukan pencairan dana maka otomatis hal ini mengurangi nilai kas. Dana yag digunakan untuk pencairan dana SKPD berasal dari pendapatan daerah. Kas daerah menerima pendapatan daerah dan mengeluarakan untuk belanja daerah (pengeluaran SKPD) sehingga kas pada akhir tahun merupakan sisa dari penerimaan setelah dikurangi dengan pengeluaran. Dengan masih adanya saldo kas pada akhir tahun anggaran, dapat diketahui bahwa aset lancar yang berupa kas daerah telah digunakan seekonomis mungkin sehingga tidak terjadi pemborosan dan masih ada saldo pada akhir tahun anggaran. Aset lancar lainnya yaitu piutang, piutang Pemerintah Kabupaten Boyolali pada tahun 2008 berjumlah Rp. 7.997.040.600,41 jumlah ini meningkat jika dibandingkan piutang Kabupaten Boyolali pada tahun 2007
yang berjumlah Rp 2.614.649.076,41 Kasi Pembukuan dan Pelaporan ibu Sawitri Danik. R menyatakan :
“Peningkatan jumlah piutang terjadi karena pada tahun 2008 ternyata setelah dicek lagi bukan hanya pasar Pengging yang mempunyai hutang, tetapi juga pasar Ampel dan pasar Sunggingan” (wawancara tanggal 18 Maret 2010 pukul 08.16 Wib)
Peningkatan piutang disebabkan karena adanya pertambahan piutang yaitu piutang yang terdapat di pasar Ampel sebesar Rp 2.374.303.500 piutang tersebut merupakan piutang kompensasi pasar Ampel yang merupakan piutang atas belum lunasnya pembayaran kompensasi bangunan kios baru di Pasar Ampel dari para pedagang kepada Pemerintah Kabupaten Boyolali. Mengenai nilai aset lancar yang dimiliki oleh Kabupaten Boyolali, Bapak Edi Nirmolo dari komisi II DPRD Kabupaten Boyolali menyatakan bahwa : “secara umum dibilang baik ya nggak baik banget, dibilang buruk ya nggak buruk-buruk banget, kita itu sedengan” (wawancara tanggal 08 April 2010 pukul 10.00 wib)
Nilai aset lancar yang dimiliki oleh Pemkab Boyolali berada pada tahap sedang, meski pendapatan turun tetapi pada akhir tahun anggaran masih ada saldo kas. Selain itu dengan adanya kas pada akhir tahun dapat dikatakan bahwa ketersediaan dana di Pemkab Boyolali masih terjaga dan dengan kas yang dimiliki dapat digunakan pada tahun anggaran berikutnya. Pendapat lain dinyatakan ketua komisi II DPRD Boyolali, bapak Amien Wahyudi berikut :
“Saya kira memang belum begitu baik, neraca kita memang kualitasnya belum begitu baik, karena kita mesti defisit terus, kemampuan memperoleh pendapatan belum bisa menutup kebutuhan selama satu tahun dan itu berulang terus. Secara adminstratif baik karena sudah sesuai aturan dinilai oleh BPK, administrasi bagus sesuai aturan, substansi belum bagus karena pendapatan belum bisa menutup seluruh kebutuhan masyarakat” (wawancara tanggal 05 April 2010 pukul 10.57 wib)
Neraca Kabupaten Boyolali secara administratif bagus karena sudah sesuai dengan aturan yang berlaku. Neraca Pemkab Boyolali sudah meliputi Aset dan Kewajiban pemkab Boyolali pada satu tahun. Berdasarkan substansinya nilai aset lancar belum bagus, karena pada setiap tahun anggaran pengeluaran lebih besar dari pendapatan dengan kata lain pendapatan yang dimiliki oleh Pemkab Boyolali belum mampu menutup pengeluaran daerah selama satu tahun sehingga untuk menutup defisit diambilkan dari SILPA.
4) Indikator Efisiensi Indikator yang kedua yang digunakan untuk melakukan penilaian kinerja DPPKAD Kabupaten Boyolali dalam pengelolaan aset lancar adalah efisiensi. Efisiensi dinilai apakah penggunaan aset lancar telah digunakan sebagaimana mestinya yaitu untuk mencukupi kebutuhan daerah atau belum. Kebutuhan daerah sendiri terdapat dalam DPA (Dokumen Pelaksanaan Anggaran) yang disusun oleh kepala SKPD selaku pengguna anggaran. Di dalam DPA terdapat rencana anggaran SKPD selama satu tahun termasuk pengeluaran. Pengeluaran tiap-tiap SKPD sumber dananya berasal dari kas
daerah dimana kas daerah merupakan bagian dari aset lancar. Dari hal tersebut maka penggunaan aset lancar adalah untuk membiayai kegiatan operasional sehari-hari SKPD di lingkup Pemkab Boyolali. DPPKAD selaku Bendahara Umum Daerah, menerima pendapatan daerah yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan daerah baik itu kebutuhan operasional untuk menyelenggarakan kegiatan pemerintahan sehari-hari. Semua penerimaan daerah pada akhirnya akan bermuara di kas daerah, karena kas daerah merupakan tempat penyimpanan dan pengeluaran uang. Uang yang berada di Kas Daerah digunakan untuk memenuhi seluruh kebutuhan daerah dan pembiayaan hal ini berdasarkan wawancara dengan Kasi Pembukuan dan Pelaporan ibu Sawitri Danik berikut :
“Penggunaan aset lancar kas untuk pembiayaan operasional, kegiatan, pembiayaan” (wawancara tanggal 19 Maret 2010 pukul 08.16 wib)
Yang dimaksud pembiayaan operasional adalah belanja yang dikeluarkan oleh DPPKAD selaku bendahara umum daerah (BUD) Pemkab Boyolali dalam memenuhi kebutuhan dan semua keperluan pengeluaran SKPD (kantor, dinas, badan) di lingkup Pemkab Boyolali. Yang termasuk dalam pengeluaran operasional adalah belanja pegawai, belanja barang, belanja bunga, belanja hibah, belanja bantuan sosial dan belanja bantuan keuangan. Sedangkan pengeluaran untuk kegiatan merupakan pengeluaran yang digunakan untuk membiayai kegiatan maupun program-program yang dilaksanakan oleh seluruh SKPD di lingkup Pemkab Boyolali pada satu tahun
anggaran.
Pembiayaan
sendiri
merupakan
penyertaan
modal
yang
dilaksanakan oleh Pemkab Boyolali, pemberian pinjaman daerah dan pembayaran pokok utang dalam hal ini utang Pemkab Boyolali kepada pemerintah. Seluruh pengeluaran daerah tersebut merupakan pengeluaran daerah yang sudah ditetapkan melalui DPA APBD dan DPPKAD dalam mengeluarkan uang untuk belanja SKPD berdasarkan dengan DPA tersebut. Dalam pengeluaran daerah sudah diupayakan efisiensi sejak pembahasan APBD oleh tim anggaran sebagaimana pernyataan dari Kasi Pengelolaan Kas Daerah ibu Devi Ismayawati berikut Lebih lanjut Devi Ismayawati menuturkan :
“jadi tim anggaran benar-benar menyeleksi pengeluaran yang benar-benar penting dan menekan pengeluaran biar bisa efektif, economi dan efisien. Tim anggaran ada tim independen yg menyeleksi program dan kegiatan. Yang nggak penting dicorek i” (wawancara tanggal 18 Maret 2010 pukul 09.02 wib)
Pengeluaran daerah yang diajukan oleh masing-masing SKPD tidak seluruhnya disetujui tetapi akan diseleksi terlebih dahulu oleh tim anggaran. Hal ini bertujuan agar setiap pengeluaran yang dikeluarkan memang benarbenar digunakan untuk keperluan yang penting dan bermanfaat bagi masyarakat dan tidak terjadi pemborosan anggaran. Setelah diseleksi, maka rencana pengeluaran anggaran tersebut disahkan melalui APBD dan termuat dalam DPA. Semua pengeluaran daerah baik untuk kegiatan operasional maupun untuk sarana-prasarana seperti pembangunan jembatan, dan sebagainya sudah dianggarkan oleh tim anggaran dan ter sehingga
pengeluaran tidak boleh melebihi anggaran dan harus sesuai dengan yang sudah dianggarkan. Selain itu pada pembahasan APBD oleh tim anggaran, sangat memperhatikan efisiensi sehingga pengeluaran daerah benar-benar dioptimalkan untuk pengeluaran daerah yang benar-benar penting. Dengan efisiensi yang dilaksanakan maka dapat dikatakan bahwa dengan jumlah kas yang dimiliki dapat mencukupi kebutuhan semua SKPD, hal ini sebagaimana pernyataan Kasi Pengelolaan Kas Daerah ibu Devi Ismayawati, yaitu :
“semua SKPD tercukupi, semua kebutuhan sesuai dengan DPA di APBD” (wawancara dengan Devi Ismayawati pukul 08.53 wib)
DPPKAD selaku Bendahara Umum Daerah maka mengeluarkan sejumlah uang sesuai dengan DPA (Dokumen Pelaksanaan Anggaran) yang terdapat di APBD. Pengeluaran tersebut sudah dianggarkan di APBD dan tidak boleh melebihi penerimaan daerah sehingga dengan uang yang dikelola di kas daerah dapat mencukupi kebutuhan semua SKPD. Karena pengeluaran yang dikeluarkan berdasarkan DPA, maka kebutuhan masing-masing SKPD sudah terpenuhi karena pengeluaran tersebut sudah dianggarkan. Terkait efisiensi anggota komisi II DPRD Kabupaten Boyolali, Bapak Edi Nirmolo menyatakan: “pendapatan yang berasal dari DAK, DAU maupun PAD digunakan untuk pengeluaran dan sudah sesuai anggaran. semua pengeluaran sudah ada di DPA, dan tiap pembahasan DPA pasti pengeluaran ditekan seminim mungkin” (wawancara tanggal 08 April 2010 pukul 10.00 wib)
Berdasarkan pengawasan dari DPRD, pendapatan daerah baik yang berasal dari pendapatan asli daerah maupun pendapatan transfer seperti Dana alokasi umum (DAU) dan dana alokasi khusus (DAK) sudah digunakan sebagaimana mestinya untuk keperluan pengeluaran daerah yang sudah dianggarkan di APBD. Penghematan pengeluaran sudah dilakukan sejak pembahasan pengeluaran yang terdapat di DPA dan dalam pembahasan DPA pasti dilakukan upaya untuk menghemat anggaran seminim mungkin. Anggota komisi II DPRD Kabupaten Boyolali lainnya, yaitu Bapak Amien Wahyudi terkait efisiensi, menyatakan : “Ya sudah sebagaimana mestinya. Kita sudah memperhatikan efisiensi tidak ada korupsi, tidak ada manipulasi, sudah dilaksanakan sebaik-baiknya dan sudah digunakan sebagaimana mestinya” (wawancara tanggal 05 April 2010 pukul 11.11 wib)
Dari pendapat amien tersebut, efisiensi sudah dilaksanakan di DPPKAD Kabupaten Boyolali, semua pengeluaran sudah digunakan sebagaimana mestinya. Tidak ada penyelewengan dalam pengeluaran daerah kaerna pengeluaran daerah sudah dilaksanakan dengan baik sesuai dengan yang sudah dianggarkan di APBD. 5) Indikator Efektivitas Indikator terakhir yang digunakan dalam penelitian ini yaitu efektivitas. Sebuah organisasi dapat dikatakan efektif jika mampu mencapai tujuan atau memenuhi target dari program kerja yang telah ditetapkan. Tujuan dari setiap pemerintah daerah adalah melayani kepentingan
masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan target yang dimiliki adalah agar kepentingan masyarakat dapat terpenuhi secara baik. Secara khusus tujuan dalam pengelolaan aset juga untuk memenuhi kepentingan masyarakat. Anggaran yang dikeluarkan pastinya akan digunakan untuk membiayai kegiatan-kegiatan atau program-program pemerintah yang memiliki tujuan akhir yaitu melayani kepentingan masyarakat. Tujuan dalam pengelolaan kas daerah adalah untuk memenuhi kebutuhan dari masing-masing SKPD, sesuai dengan penjelasan dari ibu Devi Ismayawati selaku Kasi Pengelolaan Kas Daerah, berikut :
“Tujuan kas itu, yang penting dari APBD yang sudah ditetapkan, itu kalau bisa terserap,jadi semua SKPD tercukupi semua kebutuhan sesuai dengan DPA di APBD. Ya, selama ini semua SKPD sudah cukup” (wawancara tanggal 28 Maret 2010 pukul 10.15 wib)
Tujuan dari pengelolaan kas daerah dapat tercapai jika semua dana APBD dapat terserap sesuai dengan yang sudah dianggarkan dan semua SKPD pada lingkup Pemkab Boyolali dapat tercukupi kebutuhannya dan mampu menjalankan tugasnya untuk melayani kepentingan masyarakat. Kaitannya dengan pemenuhan kebutuhan SKPD tentunya juga ditujukan demi kegiatan SKPD dalam melayani masyarakat agar lebih baik. Bagaimanapun tujuan dari Pemda adalah untuk menyelenggarakan kegiatan pemerintahan demi kebutuhan masyarakat.
Tujuan lain dalam pengelolaan aset lancar diungkapkan oleh bapak Mudzakir yang menjabat Kabid Pembiayaan dan Pengelolaan Aset Daerah DPPKAD Kabupaten Boyolali berikut : “Ya kalau pemda itu fungsinya kan pemberdayaan, fungsi pemda itu kan melayani kegiatan masyarakat, pemberdayaan masyarakat, kita mengadakan penyertaan modal ke bank agar mereka masyarakat itu bisa difasilitasi pinjaman daerah dengan bunga ringan. Yang kedua untuk Meningkatkan perekonomian masyarakat, dengan modal yang mungkin pedagang-pedagang kecil sing modalnya mung sitik tidak punya banyak modal mendapat pinjaman modal dari bank. Dengan mengajukan penyertaan modal ke daerah, sehingga dalam melaksanakan usahanya lebih besar” (wawancara Tanggal 28 Maret 2010 pukul 11.15 wib) Ada dua tujuan yang hendak dicapai dalam pengelolaan aset lancar dalam hal ini spesifiknya adalah dalam pengelolaan piutang yaitu pemberdayaan masyarakat
dan
meningkatkan
perekonomian
masyarakat.
Melalui
pemberdayaan masyarakat, maka masyarakat dalam mengembangkan usahanya dapat memperoleh pinjaman lunak dari bank dalam hal ini pemda melakukan penyertaan modal kepada bank dengan tujuan masyarakat dapat memperoleh pinjaman lunak dari bank. Yang kedua adalah meningkatkan perekonomian masyarakat, untuk hal ini masyarakat dapat mengajukan penyertaan modal ke daerah secara langsung sehingga masyarakat dapat membesarkan usahanya. Pencapaian tujuan yang telah ditetapkan dalam aset lancar, untuk pengelolaan kas daerah dapat dikatakan telah tercapai hal ini dapat dilihat bahwa pada tahun 2008 dana yang terserap untuk SKPD sehingga setiap SKPD dapat tercukupi kebutuhannya. Untuk tujuan yang lain, dapat dilihat
berdasarkan wawancara dengan Kabid Pembiayaan dan Pengelolaan Aset Daerah DPPKAD Kabupaten Boyolali, bapak Mudzakir berikut : “Tujuan tercapai yang lebih tahu bidang perekonomian di SKPD yang membawahi. Tapi kelihatannya belum” (wawancara tanggal 29 Maret 2010 pukul 11.15 wib) Dari pernyataan tersebut, maka secara tidak langsung dapat dikatakan bahwa tujuan dalam pengelolaan piutang belum sesuai dengan yang diharapkan karena dari SKPD-SKPD yang bersangkutan ada beberapa yang belum mampu memenuhi tujuan seperti yang diharapkan. Namun, bapak Amien Wahyudi dari komisi II DPRD Boyolali menyatakan sebagai berikut : “beban pengeluaran cukup tinggi dan habis hanya utk belanja pegawai. Misal untuk belanja pegawai habis 600 milyar sedangkan pendapatan hanya 900 maka pendapatan hanya habis untuk belanja pegawai negeri. Belanja pegawai sudah 75 % dari APBD itu sudah nggak ideal, saya kira di daerah lain juga begitu. Sisanya 25% itu kita bagi-bagi untuk mbangun jalan, pemberdayaan ekonomi, pendidikan, dll semua dapat tapi kecil-kecil. APBD Cuma ngurusi pegawai negeri, rakyat Jadi untuk kebutuhan masyarakat belum terpenuhi” (wawancara tanggal 05 April 2010 pukul 10.57 wib)
Dari pernyataan di atas dapat diketahui meskipun pemda berusaha untuk mengutamakan kepentingan masyarakat, namun di lapangan masih sulit untuk mewujudkan hal tersebut. Hal ini dikarenakan selama ini beban pengeluaran terlalu tinggi untuk belanja pegawai dan yang digunakan benar-benar untuk kepentingan masyarakat hanya 25%. Dengan sisa sebesar 25% tersebut memang pada akhirnya dibagi untuk keperluan masyarakat seperti
pembangunan, pendidikan, ekonomi tetapi dana yang didapat untuk masingmasing program hanya sedikit. Meskipun sudah ada alokasi untuk masyarakat tetapi hal ini belum terlalu optimal digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Senada dengan bapak Amien Wahyudi, anggota komisi II DPRD Kabupaten Boyolali bapak Edi Nirmolo menyatakan sebagai berikut : “anggaran belanja kita itu memang mayoritas untuk belanja pegawai. Misal pendapatan kita 900 milyar, itu yang 700 milyar habis untuk belanja pegawai. DAU yang kita dapat itu kan memang ditujukan untuk belanja pegawai, jadinya kita harus memprioritaskan untuk belanja pegawai nah sisanya yang 200 milyar itu untuk kegiatan masyarakat ” (wawancara tanggal 08 April 2010 pukul 10.00 wib) Dari pernyataan tersebut terlihat bahwa fokus dari pemda selama ini hanya untuk belanja pegawai hal ini karena dalam DAU memang dialokasikan untuk belanja pegawai. Sehingga prioritas utama dalam pengeluaran daerah adalah belanja pegawai. Maka untuk kebutuhan masyarakat adalah prioritas yang kedua setelah belanja pegawai. Dana yang diperuntukkan bagi kegiatan masyarakat merupakan sisa dari pendapatan. Anggota komisi II DPRD Kabupaten Boyolali lainnya ibu Dewi Puspandari menyatakan berikut : “pengeluaran daerah harusnya dapat dioptimalkan untuk kepentingan masyarakat, sehingga untuk ke depannya pengeluaran daerah benar-benar digunakan untuk kebutuhan masyarakat untuk itu harus dikonsultasikan lagi dengan DPRD” (wawancara tanggal 05 April 2010 pukul 11.30 wib)
Dari wawancara tersebut, dapat dilihat bahwa tujuan dalam pengelolaan aset lancar yang ditujukan untuk kepentingan masyarakat masih belum mampu untuk memenuhi kepentingan masyarakat. Hal ini dikarenakan semua belanja habis hanya untuk belanja pegawai. Dari sisi efektivitas dapat dikatakan bahwa DPPKAD kurang efektif karena masih belum mampu memenuhi kebutuhan masyarakat. Dengan tujuan yang masih belum tercapai seluruhya, dapat dikatakan bahwa DPPKAD dalam pengelolaan aset lancar masih kurang efektif. Namun , melihat kinerja secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa kinerja DPPKAD dalam pengelolaan aset lancar sudah cukup baik, seperti dalam pelaksanaan tugas sudah sesuai dengan aturan dan prosedur yang ditetapkan. Pertanggungjawaban sudah sesuai dengan yang seharusnya. Efisiensi belanja yang dilakukan untuk mengurangi pengeluaran yang tidak terlalu penting. Selain itu nilai aset lancar sudah ekonomis, karena kas tidak terlalu banyak berputar-putar di rekening bank sehingga lebih banyak digunakan untuk kegiatan pemerintahan. Untuk Transparansi dan Efektivitas, masih belum optimal sehingga masih perlu dilakukan peningkatan lagi.
BAB IV PENUTUP A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan pada BAB III, maka dapat diambil kesimpulan bahwa aset lancar yang dikelola oleh DPPKAD Kebupaten Boyolali terdiri atas pengelolaan kas, piutang dan persediaan. Untuk persediaan, selama ini di Pemkab Boyolali belum ada mekanisme yang secara khusus mengatur tentang pengelolaan persediaan. Secara umum kinerja DPPKAD Kabupaten Boyolali dalam pengelolaan aset lancar belum dapat dikatakan baik dan masih belum optimal, hal ini dapat dilihat berdasarkan indikator yang digunakan dalam penilaian kinerja DPPKAD dalam pengelolaan aset lancar yang akan diuraikan sebagai berikut : 1.
Akuntabilitas Akuntabilitas yang dilaksanakan oleh DPPKAD dalam pengelolaan aset lancar adalah Pertanggungjawaban DPPKAD kepada bupati dengan membuat laporan keuangan yang terdiri dari laporan realisasi APBD, neraca komparatif, laporan arus kas. Aset lancar termuat di dalam neraca komparatif.
Alur
dalam
pertanggungjawaban
adalah
DPPKAD
bertanggungjawab kepada bupati dan kemudian laporan keuangan tersebut diaudit oleh BPK. Setelah diaudit oleh BPK kemudian dilaporkan ke DPRD dan setelah diterima oleh DPRD maka laporan keuangan tersebut diperdakan. 2.
Transparansi Transparansi DPPKAD Kabupaten Boyolali kepada publik tentang aset lancar disampaikan melalui website Pemkab Boyolali dan surat
kabar. Walaupun sudah diinformasikan melalui website dan surat kabar, tetapi belum memberikan kemudahan bagi masyarakat dalam mengakses informasi tentang aset lancar dan baru sebatas untuk menggugurkan kewajiban. Seharusnya selain website dan surat kabar, informasi tentang aset lancar juga harus dilakukan dengan menempel pada papan-papan pengumuman di setiap balai desa sehingga memudahkan masyarakat untuk melihat dan mengetahui tentang aset lancar. 3.
Ekonomi Ekonomi dalam pengelolaan aset lancar dapat diartikan bahwa setiap pengeluaran yang berasal dari aset lancar, dikeluarkan dengan serendah mungkin sehingga pengeluaran dapat ditekan dan pada akhir tahun anggaran terdapat saldo yang merupakan sisa dana kegiatan operasional yang berada di kas yang menjadi kekayaan Pemkab Boyolali. Jumlah aset lancar di Pemkab Boyolali pada tahun 2008 adalah senilai Rp 82.521.245.336,62 (47,1% dari total nilai aset Pemkab Boyolali pada tahun 2008). Rincian nilai aset lancar tersebut adalah untuk kas berjumlah Rp 66.324.990.264,21. Piutang yang dimiliki pemkab Boyolali pada tahun anggaran 2008 adalah Rp 7.997.040.600,41 dan Jumlah persediaan di Pemkab Boyolali pada tahun anggaran 2008 adalah sebesar Rp 8.199.214.472,00. Secara keseluruhan jumlah aset lancar yang dimiliki oleh Pemkab Boyolali pada tahun 2008 menurun jika dibandingkan pada tahun 2007. Penurunan tersebut sebesar Rp 27.896.510.924,79. Dari beberapa aset
lancar, penurunan terbesar terjadi pada kas daerah. Maka hal ini dapat disimpulkan bahwa DPPKAD Boyolali belum mampu mengoptimalkan sumber-sumber pendapatan daerah, sehingga pendapatan daerah yang masuk ke kas daerah belum terlalu tinggi. 4.
Efisiensi Efisiensi dilakukan melalui seleksi kegiatan maupun program sehingga dengan pendapatan yang diperoleh setiap tahunnya dapat mencukupi kegiatan pemda pada satu tahun. Efisiensi yang dilakukan oleh DPPKAD selaku Bendahara Umum Daerah (BUD) dilakukan sejak penyusunan DPA-SKPD (Dokumen Pelaksanaan Anggaran-Satuan Kerja Perangkat Daerah). Pada saat kepala SKPD mengajukan DPA yang berisi program dan kegiatan selama satu tahun, DPPKAD dari awal sudah melakukan penyeleksian apakah program-program maupun kegiatan tersebut benar-benar penting atau tidak hal ini bertujuan agar dengan pendapatan yang dimiliki dapat mencukupi kebutuhan daerah dan tidak terjadi pemborosan untuk membiayai program maupun kegiatan yang tidak terlalu penting.
5.
Efektivitas DPPKAD selaku dinas teknis Pemkab Boyolali menyelenggarakan fungsi pemerintahan untuk memenuhi kepentingan dan kesejahteraan masyarakat. Untuk efektivitas dapat dikatakan DPPKAD belum efektif karena belum mampu memenuhi aspirasi publik. Kas daerah sebagai bagian dari aset lancar yang bertugas untuk menerima dan mengeluarkan
dana untuk kegiatan pemda pada kenyataannya pengeluaran lebih banyak dan diutamakan untuk belanja pegawai. Dengan pendapatan yang minim dan pengeluaran yang semakin banyak, maka otomatis dana yang digunakan untuk masyarakat hanya kecil sehingga belum mampu memenuhi kepentingan masyarakat.
B. SARAN Melihat dari indikator-indikator yang digunakan untuk menilai kinerja DPPKAD dalam pengelolaan aset lancar, dapat diketahui bahwa kinerja DPPKAD dalam pengelolaan aset lancar belum cukup baik dan masih perlu dilakukan
perbaikan
untuk
meningkatkan
kinerja
DPPKAD
dalam
pengelolaan aset lancar di waktu yang akan datang. Untuk itu, ada beberapa hal yang perlu dilakukan oleh DPPKAD agar dalam pengelolaan aset lancar lebih optimal sehingga dapat meningkatkan kinerja DPPKAD sendiri, antara lain yaitu : 1. DPPKAD Kabupaten Boyolali perlu lebih meningkatkan koordinasi dengan SKPD-SKPD dalam hal pengumpulan laporan keuangan setiap tahunnya. Koordinasi yang dilakukan dengan menetapkan batas waktu pengumpulan laporan keuangan yang disepakati bersama dari pihak DPPKAD dengan masing-masing SKPD. Penetapan batas waktu atau deadline tersebut bertujuan untuk menghindari keterlambatan dari SKPDSKPD dalam mengumpulkan laporan keuangan tiap tahunnya. Jika sampai batas waktu yang ditetapkan masih ada SKPD yang belum juga
mengumpulkan laporan keuangannya, maka sebaiknya diberikan surat peringatan atau memberikan tindakan tegas seperti melaporkan ke Setda atau Bupati untuk selanjutnya agar ditangani oleh langsung oleh Setda atau Bupati. 2. DPPKAD perlu melakukan pengawasan
terhadap SKPD-SKPD yang
memiliki piutang. Cara ini dilakukan untuk mengatasi keterlambatan penyetoran piutang yang dimiliki oleh SKPD atau SKPD yang justru tidak melaporkan piutang yang dimilikinya ke DPPKAD. Pengawasan yang dapat dilakukan oleh DPPKAD antara lain seperti melakukan kroscek antara setoran piutang yang masuk ke kas daerah dicocokkan dengan nota atau bukti penagihan piutang. Hal ini dilakukan untuk menghindari kemungkinan adanya penyalahgunaan.
DAFTAR PUSTAKA Andayani, Wuryan. 2007. Akuntansi Sektor Publik Malang : Banyumedia. Bastian, Indra. 2006. Akuntansi Sektor Publik : Suatu pengantar. Yogyakarta : Erlangga. Darise, Nurlan. 2008. Pengelolaan Keuangan Pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Jakarta : PT Indeks. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia (edisi kedua). Jakarta : Balai Pustaka. Handoko, Hani T. 1995. Manajemen. Yogyakarta: BPFE. Hansen, Don. R & Mowen, Maryanne. M. 1997. Akuntansi Manajemen (edisi 4 Jilid 2). Jakarta : Erlangga.
Halim, Abdul. 2004. Akuntansi Sektor Publik, Akuntansi Keuangan Daerah (edisi revisi). Jakarta : Salemba Empat. Halim, Abdul & Damayanti, Theresia. 2007. Pengelolaan Keuangan Daerah (Seri Bunga Rampai Manajemen Keuangan Daerah). Yogyakarta : UPP STIM YKPN. Iskandar. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif (Aplikasi Untuk Penelitian Pendidikan, Hukum, Ekonomi&Manajemen, Sosial, Humaniora, Politik, Agama dan Filsafat). Jakarta : Gaung Persada Press. Keban, Yeremias T. 2008. Enan Dimensi Strategis Administrasi Publik Konsep, Teori dan Isu. Yogyakarta : Gavamedia. Keown, Arthur J, et all. 2008. Manajemen Keuangan : Prinsip dan Penerapan. Jakarta: PT Indeks. Mahmudi. 2007. Analisis Laporan Keuangan Pemerintah Daerah : Panduan Bagi Eksekutif, DPRD, dan Masyarakat dalam Pengambilan Keputusan Ekonomi, Sosial, dan Politik. Yogyakarta : UPP STIM YKPN. Mahsun, Mohammad. 2007. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta : BPFE Mardiasmo. 2004. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta : Andi. . 2002. Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta : Andi. Moleong, Lexy J. 2000. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Prawirosentono, Suyadi. 1999. Manajemen Sumber Daya Manusia Kebijakan Kinerja Karyawan (Kiat Membangun Organisasi Kompetitif Menjelang Perdagangan Bebas Dunia). Yogyakarta : BPFE. Rai, I Gusti Agung. 2008. Audit Kinerja Pada Sektor Publik. Jakarta : Salemba Empat. Ratminto & Winarsih, Septi Atik. 2005. Manajemen Pelayanan. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Ruky, Achmad S. 2002. Sistem Manajemen Kinerja (Performance Management System) Panduan Praktis untuk Merancang dan Meraih Kinerja Prima). Jakarta : Gramedia. Sinambela, Poltak Lijan. 2008. Reformasi Pelayanan Publik : Teori, Kebijakan, dan Implementasi. Jakarta : Bumi Aksara.
Sugiyono. 2006. Metode Penelitian Administrasi (dilengkapi dengan metode R&D). Bandung : Alfabeta. Sutopo, HB. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif Dasar Teori dan Terapannya dalam Penelitian. Surakarta : Sebelas Maret University Press. Tangkilisan, Hessel Nogi .S. 2005. Manajemen Publik. Jakarta : PT. Gramedia Widodo, Joko. 2008. Membangun Birokrasi Berbasis Kinerja. Malang : Banyumedia. Yuwono, Sony, dkk. 2008. Memahami APBD dan Permasalahnnya : Panduan Pengelolaan Keuangan Daerah. Malang : Bayumedia.
Sumber Per Undang-Undangan : Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Republik Indonesia. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Sumber Jurnal Internasional : Ma, Jingxie. 2008. Discussion on the Quantification-Based Performance Evaluation of Rural County Government (International Journal of Business and Management). Volume 3 Nomor 8. http:// www.ccsnet.orh/journal/index.php/ijbm/article/view/1308/127. Akses tanggal 13 Maret 2010 pukul 10.20 Wib. Mandy Mok Kim Nan. 2009. The Relationship Between Distinctive Capabilities, Innovativeness, Strategy Types and The Performance of Small and MediumSize Enterprises (SMEs) of Malaysian Manufacturing Sector (Intrenational Business and Economics Research Journal). Volume 8 nomor 11. Http://proquest,umi.com/pdqweb?index. Akses tangal 19 April 2010 pukul 12.43 wib
Sumber Lain-lain : Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah Kabupaten Boyolali tahun 2009. www.Boyolalikab.go.id Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Boyolali Tahun 2008. Akses Tanggal 11 Desember 2009 Pukul 14.58 WIB. www.Boyolalikab.go.id Sekilas Tentang Boyolali. Akses Tanggal 19 Mei 2009 pukul 10.34 WIB. www.Boyolali.go.id Visi dan Misi Kabupaten Boyolali. Akses Tanggal 05 Februari 2010 Pukul 10.01 WIB.
PEDOMAN WAWANCARA DPPKAD : Daftar Pertanyaan : 1.
Indikator Akuntabilitas
a. Secara umum bagaimanakah pengelolaan aset lancar (keuangan) yang dilakukan oleh DPPKAD ? b. Fungsi dan tugas DPPKAD dalam pengelolaan aset lancar seperti apa ? c. – Dalam pengelolaan aset lancar, apakah ada prosedur-prosedur atau aturanaturan tertentu ? - Aturan dan prosedur tersebut apa saja ? d. Bagaimanakah mekanisme dalam pengelolaan aset lancar ? e. Selama ini, dalam pengelolaan aset lancar, apakah sudah sesuai dengan prosedur atau aturan yang ditetapkan ? f. Bagaimanakah pertanggungjawaban DPPKAD selaku pengelola aset lancar (keuangan)
kepada
DPRD
dan
masyarakat?
bentuk-bentuk
pertanggungjawaban tersebut seperti apa? g. Faktor-faktor apa saja yang selama ini menjadi penghambat dan pendorang dalam pengelolaan aset lancar (keuangan) ? 2.
Indikator Transparansi : a. Selama
ini,
bagaimanakah
keterbukaan
kepada
masyarakat
dalam
penyampaian informasi tentang aset lancar (keuangan) ? Informasi apa saja yang disampaikan kepada masyarakat terkait dengan aset lancar (keuangan)? b. Upaya apa saja yang dilakukan dalam melaksanakan transparansi tersebut? c. Kendala dan hambatan dalam melaksanakan transparansi? 3.
Indikator Ekonomi a. Sumber-sumber keuangan yang dapat dikategorikan sebagai aset lancar? b. Bagaimanakah posisi aset lancar Pemkab Boyolali pada tahun anggaran 2008? c. Nilai kas yang fluktuaktif, hal-hal apa saja yang mempengaruhi kenaikan atau penurunan nilai kas tersebut ? d. Berdasarkan neraca komparatif tahun 2008, jumlah piutang pada tahun 2008 meningkat dibandingkan tahun 2007 . Hal-hal apa saja yang menyebabkan peningkatan piutang tersebut? e. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kenaikan atau penurunan nilai aset lancar ?
f. Dengan nilai aset lancar (keuangan) yang dimiliki tersebut, usaha-usaha yang dilakukan oleh DPPKAD untuk mengoptimalkan atau meningkatkan? 4.
Indikator Efisiensi a. Penggunaan aset lancar ? b. Apakah dengan nilai aset yang dimiliki, dapat memenuhi atau mencukupi kewajiban daerah ? c. Upaya yang dilakukan untuk menghemat pengeluaran yang bersumber dari kas daerah?
5.
Indikator Efektivitas a. Apa tujuan dalam pengelolaan aset lancar (keuangan) ? Apakah tujuan tersebut sudah tercapai ? dan bagaimanakah pencapaian tersebut ? b. Apakah dengan nilai aset yang dimiliki, sudah sesuai dengan target yang ditetapkan atau justru meningkat atau malah meleset dari perkiraan ? c. Apakah pengelolaan aset lancar (keuangan) sudah memenuhi target dan tujuan yang ditetapkan ? d. Apakah dalam penggunaannya, aset lancar telah digunakan untuk memenuhi kesejahteraan masyarakat ?
6.
Pertanyaan lain : a. Bagaimanakah ketersediaan sarana dan prasarana dalam mendukung kerja DPPKAD dalam pengelolaan aset lancar? b. Apakah jumlah pegawai di DPPKAD a telah mencukupi untuk melaksanakan pekerjaan? c. Apakah pegawai disini memiliki keahlian dan pendidikan yang sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing. d. Kendala dan hambatan yang dihadapi dalam pengelolaan aset lancar?
DPRD Daftar pertanyaan : 1. Berdasarkan laporan keuangan Pemerintah Kabupaten Boyolali dan melihat posisi neraca keuangan pada tahun 2008, apakah posisi keuangan Pemkab Boyolali sudah baik atau belum?
2. Posisi kas kabupaten Boyolali pada tahun 2008 menurun dibandingkan tahun 2007 kurang lebih sebesar 33 milyar, begitu juga dengan SILPA yang turun sebesar Rp 30 milyar. Dari DPPKAD diberitahu bahwa nilai kas turun tidak apaapa karena nilai kas itu fluktuaktif. Tanggapan dari DPRD bagaimana mengingat kas daerah merupakan muara penerimaan dan pengeluaran daerah? 3. Apakah DPPKAD sebagai dinas yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan keuangan dan aset se kabupaten telah bekerja secara optimal dan sesuai dengan Tupoksi yang dimilikinya? 4. Apakah DPPKAD dalam melaksanakan tugasnya telah sesuai dengan prosedur atau aturan yang telah ditetapkan? 5. Pengeluaran kabupaten kan berasal dari uang di kas daerah, apakah pengeluaran kabupaten selama ini telah digunakan sebagaimana mestinya untuk mencukupi kebutuhan daerah dan digunakan sebaik-baiknya untuk kepentingan masyarakat? 6. Dalam pengelolaan keuangan dan aset, apakah selama ini DPPKAD sudah bertanggung jawab kepada DPRD masyarakat? 7. Mekanisme pertanggungjawaban nya sendiri bagaimana? 8. Apakah DPPKAD telah menginformasikan keuangan Pemkab Boyolali telah kepada masyarakat? 9.
Informasi yang disediakan tentang laporan keuangan Pemkab Boyolali (laporan realisasi anggaran, neraca komparatif dan laporan arus kas), apakah sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan informasi masyarakat tentang laporan keuangan?
10. Apakah masyarakat mendapat kemudahan jika sewaktu-waktu ingin mengetahui tentang informasi keuangan Pemkab Boyolali?
.