efektif Juni 2014Jurnal Bisnis dan Ekonomi Firda Amalia dan Siti Rochmah Ika
73
Vol. 5, No 1, Juni 2014, 73 - 84
KINERJA BANK DI INDONESIA SETELAH MELAKUKAN MERGER DAN AKUISISI DENGAN KEPEMILIKAN ASING: APAKAH LEBIH BAIK? Firda Amalia email: firda
[email protected] Siti Rochmah Ika
email:
[email protected]
Fakultas Ekonomi, Universitas Janabadra Yogyakarta ABSTRACT This article aims to discuss whether there is any difference in the performance of banks in Indonesia before and after doing cross border merger and acquisition. Performance was measured using 6 financial ratios, i.e. Return on Assets (ROA), Operating Expenses Operating Income divided (ROA), Non-Performing Loans (NPLs), Net Interest Margin (NIM), Non-Performing Loans (NPLs), Capital Adequacy Ratio (CAR), and the loan to deposit ratio (LDR). There are 7 banks which have done cross border merger and acquisition during the observation period (2002-2010). Results from descriptive analysis indicated that after cross border merger and acquisition, the sample banks had better financial ratios than those of prior mergers and acquisitions. Mean while the nonparametric Wilcoxon sign rank test indicates that the ratio of NPL, NIM, and LDR were significantly different between pre and post mergers and acquisitions. These indicated that cross border mergers and acquisitions have given positive impact to the company’s performance. Keywords: Merger, Acquisition, Financial Performance, Cross Border Merger and Acquisition. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Ketatnya persaingan di era global mendorong perusahaan-perusahaan pada industri perbankan melakukan dan mengembangkan strategi bisnis baik secara internal maupun eksternal. Stategi secara internal dilakukan dengan memperluas perusahaan dari dalam, seperti misalnya peningkatan kapasitas produksi atau operasional, menambah dan menciptakan produk baru (inovasi produk), melakukan efisiensi terhadap biaya, serta mencari pangsa pasar baru. Sedangkan strategi eksternal dilakukan dengan cara meningkatkan nilai perusahaan melalui kebijakan menggabungkan dua atau lebih
perusahaan yang sering disebut merger atau akuisisi. Menurut Moin (2004) merger diartikan sebagai penggabungan dua badan usaha, dimana status salah satu badan usaha tersebut melebur sebagai entitas hukum, sehingga hanya dipertahankan satu badan usaha. Aset serta hak dan kewajiban badan usaha yang melebur beralih kepada badan usaha yang dipertahankan. Sedangkan akuisisi adalah pengambilalihan kendali suatu perusahaan oleh perusahaan lain, dan masing-masing perusahaan, baik yang mengambilalih maupun yang diambilalih, masih tetap beroperasi sebagai badan hukum yang terpisah.
74
efektif Jurnal Bisnis dan Ekonomi
Merger dan akuisisi terjadi pada industri perbankan di berbagai negara, termasuk di Indonesia. Perkembangan merger dan akuisisi di Indonesia terbagi menjadi dua periode, yaitu sebelum terjadinya krisis moneter 1998 (sebelum Pakto 1998) dan sesudah terjadi krisis (sesudah Pakto 1998). Sebelum Pakto 1998, sektor perbankan di Indonesia mengalami peningkatan jumlah, dari 111 bank menjadi 240 bank. Peningkatan terjadi setelah dikeluarkannya Paket Deregulasi Sektor Keuangan pada 27 Oktober 1988, yang memberikan kemudahan izin kepada investor untuk mendirikan bank. Pada tahun 1997, krisis moneter mulai menerpa dunia perbankan Indonesia. Banyak bank-bank yang berjatuhan karena berkinerja sangat buruk sehingga Bank Indonesia melakukan likuidasi terhadap bank-bank tersebut. Selanjutnya, merger dan akuisisi menjadi kebijakan Bank Indonesia dalam upaya menyelamatkan perbankan di Indonesia. Sampai dengan tahun 1998, dari 101 bank yang melakukan merger dan akuisisi hanya tersisa 30 bank, sisanya 71 bank dilikuidasi oleh Bank Indonesia. Tahun 2001, dari 30 bank tersebut hanya tersisa 12 bank (Taswan, 2011). Setelah Pakto 1998, Bank Indonesia terus melakukan pembenahan dalam mengatur perbankan di Indonesia. Hingga tahun 2013 terdapat 120 bank umum yang beroperasi di Indonesia, 13 bank diantaranya adalah bank-bank hasil merger dan akuisisi (Bank Indonesia, 2014). Djalil (2001) mengemukakan bahwa dorongan merger dan akuisisi tidak hanya muncul pada industri perbankan di negara-negara berkembang atau yang baru mengalami krisis, maupun perbankannya direstrukturisasi, namun di negara-negara industri majupun juga mengalami tren yang sama, bahkan dengan melibatkan
Juni 2014
dana yang besar. Bank-bank di negara industri maju melakukan merger bukan hanya untuk restrukturisasi tetapi untuk meraih keuntungan. Di Indonesia merger diharapkan membentuk core banks yang mempunyai daya saing kuat dan mampu menggerakkan perekonomian nasional. Merger dan akuisisi merupakan keputusan yang diambil oleh bank sebagai langkah strategis yang dapat dilakukan untuk memperbaiki kinerjanya (Purweningtyas, 2002). Bank diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dalam menjalankan usahanya. Bank yang sehat akan mendapat dukungan dan kepercayaan dari masyarakat, serta mampu menghasilkan laba yang optimal. Di sisi lain, pengukuran kinerja memperoleh hasil yang efisien dapat memberi arah pada keputusan strategis menyangkut perkembangan bank tersebut di masa mendatang. Menurut Payamta dan Setiawan (2004), salah satu tujuan dilakukan merger dan akusisi adalah mendapatkan sinergi atau nilai tambah. Merger dan akuisisi diharapkan bukan hanya memberikan perubahan positif terhadap kinerja usaha, tetapi juga untuk dapat menghasilkan suatu nilai tambah yang bersifat jangka panjang atas penggabungan perusahaan tersebut. Chebab (2002) mengatakan bahwa merger menjadi pilihan untuk menjaga daya saing perusahaan. Selain bertujuan untuk memenuhi ketentuan minimum kecukupan modal bank yang telah ditetapkan Bank Indonesia, juga untuk menciptakan suatu bank dengan permodalan yang kuat, kondisi keuangan yang sehat, dan berdaya saing tinggi dalam menjalankan fungsi intermediasi. Merger dapat meningkatkan konsentrasi kekuatan pasar, mengurangi persaingan, dan meningkatkan harga jasa pelayanan keuangan.
Juni 2014
Firda Amalia dan Siti Rochmah Ika
Beberapa penelitian terdahulu telah menguji pengaruh merger dan akuisisi terhadap kinerja perusahaan. Penelitian tersebut ada yang dilakukan di Indonesia dan ada pula yang dilakukan di arena internasional. Hasil penelitian di Indonesia mayoritas konsisten yaitu mendokumentasikan bahwa tidak ada perbedaan kinerja yang signifikan antara sebelum dan sesudah merger dan akuisisi. Sebagai contoh, Payamta dan Setiawan (2004) menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kinerja perusahaan manufaktur yang melakukan dan tidak melakukan merger dan akuisisi. Temuan yang sama juga diungkapkan dalam penelitian Kusmargiani (2006), Kusumaningsih (2010), Maradona (2013), dan Restika (2013). Bahkan hasil penelitian Restika (2013) mendokumentasikan bahwa kinerja keuangan sebelum dan sesudah merger tidak ada perbedaan dan terjadi penurunan secara umum pada post merger. Di arena internasional, hasil penelitian terdahulu mengenai kinerja setelah merger dan akuisisi menunjukkan temuan yang lebih bervariasi. Chouliaras dan Stergios (2013) misalnya menyatakan bahwa merger dan akuisisi dalam sistem perbankan Yunani memberikan kontribusi terhadap peningkatan profitabilitas bank, namun tidak menyebabkan peningkatan efisiensi. Sedangkan Altunbas dan Marques (2008) menemukan bahwa bank-bank di Eropa mengalami peningkatan kinerja setelah melakukan merger, terutama pada bankbank yang melakukan merger dengan bank di luar negeri (cross border merger and acquisition). Di Amerika, Fraser dan Zhang (2009) meneliti perbandingan kinerja bank yang diakuisisi oleh bank asing sebelum dan sesudah akuisisi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja operasi bank yang diakuisisi meningkat,
75
yaitu pada arus kas laba operasi dan laba operasi. Peningkatan kinerja secara signifikan terjadi pada 3 tahun setelah akuisisi. 2. Rumusan Masalah Hasil penelitian terdahulu di Indonesia sepertinya bertentangan dengan teori dan harapan bahwa merger dan akuisisi memiliki pengaruh positif dalam kinerja bank. Akan tetapi terdapat beberapa bank di Indonesia setelah diakuisisi, tren kinerjanya menjadi positif. Bank NIAGA mengalami peningkatan rasio profitabilitas setelah melakukan merger dengan CIMB Group dari Malaysia pada tahun 2008. Profitabilitas bank tersebut menunjukkan adanya kenaikan pada nilai rasio Return on Assets (ROA) yaitu sebesar 2,11% tahun 2009, naik menjadi 2,66% tahun 2010, naik menjadi sebesar 2,78% tahun 2011, dan di tahun 2012 menjadi sebesar 3,11%. Bank Swadesi yang melakukan merger dengan Bank of India pada tahun 2007 dapat meningkatkan efisiensi operasionalnya. Efisiensi operasional yang diukur dengan rasio Biaya Operasi per Pendapatan Operasi. BOPO menunjukkan tahun 2008 sebesar 80,52%, tahun 2009 sebesar 74,57%, tahun 2010 sebesar 73,35%, tahun 2011 sebesar 67,51%, tahun 2012 sebesar 72,31%. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti ingin melakukan analisis penilaian kinerja bank sebelum dan sesudah melakukan merger dan akuisisi pada bank di Indonesia, dengan memfokuskan pada bank yang bermerger dan akuisisi dengan pihak asing. Adapun rumusan permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut: Apakah terdapat perbedaan kinerja keuangan sebelum dan sesudah dilakukannya merger dan akuisisi terhadap bank yang melakukan merger
76
efektif Jurnal Bisnis dan Ekonomi
dan akuisisi dengan pihak asing di Indonesia? Kontribusi penelitian terhadap ilmu pengetahuan adalah memberikan bukti ilmiah mengenai apakah terdapat perbedaan kinerja bank di Indonesia sebelum dan sesudah merger dan akuisisi, terutama apabila merger dan akuisisi tersebut berhubungan dengan pihak asing. Sepanjang yang penulis ketahui, penelitian terdahulu tentang merger dan akuisisi di Indonesia belum ada yang memfokuskan pada peristiwa merger dan akuisisi dengan pihak asing. TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk menguji secara empiris perbedaan kinerja bank di Indonesia sebelum dan sesudah melakukan merger dan akuisisi dengan pihak asing. Kinerja keuangan bank diukur dengan menggunakan rasio profitabilitas, yaitu Return on Asset (ROA); rasio efisiensi Operasi yang diukur dengan rasio Biaya Operasi dibagi dengan Pendapatan Operasi (BOPO); risiko kredit yang diukur dengan rasio Non Performing Loan (NPL); risiko pasar yang diukur dengan rasio Net Interest Margin (NIM); serta kecukupan modal yang diukur dengan Capital Adequacy Ratio (CAR); serta likuiditas yang diukur dengan Loan to Deposit Ratio (LDR). PENELITIAN TERDAHULU Penelitian terdahulu yang mengambil tema mengenai merger dan akuisisi biasanya membandingkan kinerja perusahaan sebelum dan sesudah merger dan akuisisi, seperti misalnya Payamta dan Setiawan (2004), Kusmargiani (2006), Kusumaningsih (2010), Maradona (2013), dan Restika (2013).
Juni 2014
Payamta dan Setiawan (2004) meneliti pengaruh merger dan akuisisi terhadap kinerja 16 perusahaan manufaktur yang melakukan merger dan akuisisi pada periode 1990-1996 dengan menggunakan rasio keuangan. Hasil dari uji beda menunjukkan bahwa, kinerja perusahaan manufaktur setelah melakukan merger dan akuisisi ternyata tidak mengalami perbaikan dibanding sebelum melaksanakan merger dan akuisisi Kusmargiani (2006) meneliti tentang efisiensi operasional dan efisiensi profitabilitas pada bank-bank yang melakukan merger dan akuisisi di Indonesia yang masih tetap beroperasi hingga tahun 2005. Sampel penelitian sebanyak 4 bank yang melakukan merger dan akuisisi setelah program penyehatan perbankan berupa rekapitalisasi dan restrukturisasi. Hasilnya, Efisiensi operasional dan profitabilitas bank tidak menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan setelah melakukan merger dan akuisisi. Implementasi merger dan akuisisi yang dilakukan oleh beberapa bank, lebih sering hanya bertujuan untuk menggabungkan beberapa bank yang mengalami kinerja yang tidak sehat, sehingga penggabungan yang terjadi belum menghasilkan kekuatan baru dan efisiensi. Kusumaningsih (2010) meneliti perbedaan kinerja keuangan sebelum dan sesudah merger pada PD BPR BKK Kabupaten Kendal menggunakan rasio CAMEL.Variabel yang digunakan adalah Return On Asset (ROA), Return On Equity (ROE), Net Interest Margin (NIM), Loan To Deposit Ratio (LDR). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perubahan pada kinerja keuangan setelah bank melakukan merger. Kasus pada PD BPR BKK Kabupaten Kendal adalah setelah melakukan merger justru modal dan
Juni 2014
Firda Amalia dan Siti Rochmah Ika
aset mengalami penurunan, meskipun rentabilitas dan likuiditas mengalami kenaikan. Maradona (2013) menguji beda kinerja perbankan pre-merger dan postmerger pada bank-bank umum nasional dengan menggunakan rasio keuangan. Sampel penelitian adalah Bank Mandiri, Bank Permata, Bank Danamon, Bank Century, Bank IFI. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ROA, ROE, NIM tidak mengalami perbedaan yang signifikan antara sebelum dan sesudah dilakukannya merger dan akuisisi, sedangkan rasio keuangan LDR malah mengalami penurunan. Hal tersebut menunjukkan bahwa fungsi intermediasi yang dilakukan bank setelah melakukan merger kurang berjalan baik. Salah satu penyebabnya adalah karena bank hanya menampung dana pihak ketiga, kemudian melakukan penempatan dananya di pasar uang untuk mencari profit tanpa menyalurkan kredit. Restika (2013) menganalisa kinerja keuangan sebelum dan sesudah merger pada industri perbankan Indonesia dengan rasio CAMEL. Sampel penelitian adalah Bank CIMB Niaga, Bank Artha Graha Internasional, dan Bank Windu Kentjana Internasional. Hasil pengujian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan pada kinerja keuangan sebelum dan sesudah merger. Bila dilihat statistik deskriptifnya terjadi penurunan secara umum pada kinerja keuangan setelah merger. Rasio CAR, NPM, ROA, ROE, BOPO mengalami penurunan pasca merger, hanya rasio RORA, LDR dan IRR yang mengalami peningkatan. Hasil penelitian terdahulu seperti tersebut di atas pada umumnya mendokumentasikan bahwa tidak terdapat perbedaan kinerja sebelum dan sesudah merger. Di arena internasional, hasil penelitian terdahulu mengenai kinerja
77
setelah merger dan akuisisi menunjukkan temuan yang lebih bervariasi. Chouliaras dan Stergios (2013) misalnya menyatakan bahwa merger dan akuisisi dalam sistem perbankanYunani memberikan kontribusi terhadap peningkatan profitabilitas bank, namun tidak menyebabkan peningkatan efisiensi. Chouliaras dan Stergios (2013) menganalisis rasio profitabilitas dan efisiensi pada laporan keuangan bank. Efisiensi setelah adanya merger dan akuisisi tidak meningkat karena bankbank yang diakuisisi (target bank) pada umumnya memang sudah tidak efisien, dan mempunyai link yang lemah sehingga mereka menjadi target oleh pengakuisisi (acquiring bank). Merger dan akuisisi di Yunani disambut positif oleh pasar sehingga modal bank menjadi bertambah. Bank-bank tersebut melakukan ekspansi dan internasionalisasi pasar terutama pada pasar di negara-negara Balkan. Altunbas dan Marques (2008) meneliti tentang merger dan akuisisi bank-bank di Eropa pada saat proses konsolidasi keuangan Uni Eropa. Hasil statistik deskriptif menunjukkan bahwa pada umumnya bank-bank yang lebih efisien melakukan merger dengan bank yang berukuran lebih kecil namun mempunyai modal yang cukup dan yang mempunyai sumber income yang lebih beragam (more diversified sources of income). Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa bank-bank di Eropa mengalami peningkatan kinerja setelah melakukan merger, terutama pada bankbank yang melakukan merger dengan bank di luar negeri (cross border merger and acquisition). Di Amerika, Fraser dan Zhang (2009) meneliti perbandingan kinerja bank yang diakuisisi oleh bank asing sebelum dan sesudah akuisisi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahwa kinerja
78
Juni 2014
efektif Jurnal Bisnis dan Ekonomi
operasi bank yang diakuisisi meningkat, yaitu pada arus kas laba operasi dan laba operasi. Peningkatan kinerja secara signifikan terjadi pada 3 tahun setelah akuisisi.
Tabel 1. Daftar Sampel No
Nama Bank
1
Bank Internasional Indonesia Tbk.
Sorak Financial Holding dan Maybank
88,29 %
2
Bank CIMB Niaga Tbk.
CIMB Group
97,90 %
3
Bank Of India Indonesia (Bank Swadesi)
Bank Of India
76,00 %
4
Bank UOB Indonesia Tbk.
United Overseas Bank Singapore
98,99 %
5
Bank Ekonomi Raharja Tbk.
HSBC Holding Plc
98,94 %
6
Bank Permata Tbk.
Standard Chartered Bank
44,50 %
7
Bank OCBC NISP Tbk.
OCBC Overseas Pte. Ltd.
85,08 %
METODE PENELITIAN 1. Populasi dan Sampel Populasi penelitian adalah bank-bank yang beroperasi di Indonesia dan telah melakukan merger atau akuisisi selama periode 2002-2010. Tahun 2010 dijadikan sebagai akhir periode kejadian merger dan akuisisi dengan alasan agar penulis dapat memperoleh data laporan keuangan pada periode paling tidak 3 tahun setelah merger untuk dapat dibandingkan dengan kinerja 3 tahun sebelum merger dan akuisisi. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara pemilihan sampel bertujuan (purposive sampling) dengan kriteria sebagai berikut: a. Bank go public. b. Perusahaan perbankan di Indonesia yang melakukan merger dan akuisisi dengan perusahaan asing. c. Laporan keuangan tahunan lengkap dan tersedia selama periode pengamatan, dan telah dipublikasikan oleh Bank Indonesia. Berdasarkan kriteria diatas, terdapat 13 bank yang telah melakukan merger dan akuisisi selama periode tahun 20022010. Dari ke 13 bank tersebut terdapat 4 bank yang laporan keuangannya tidak lengkap; 2 bank melakukan merger dan akuisisi dengan kepemilikan domestik; sehingga sampel akhir yang diperoleh adalah 7 bank yang kesemuanya telah melakukan merger atau diakuisisi oleh kepemilikan asing. Tabel 1 di bawah ini menampilkan daftar sampel penelitian.
Kepemilikan Saham
Pihak Merger atau Pengakuisisi
Sumber: Data diolah dari Indonesia Capital Market Directory dan website bank sampel
2. Sumber Data Penelitian ini menggunakan data sekunder, yakni laporan keuangan publikasi periode 2002-2013 yang dipublikasikan oleh Bank Indonesia melalui situs www.bi.go.id, Buku Direktori Perbankan Indonesia, yang tersedia di perpustakaan Bank Indonesia, dan Indonesia Capital Market Directory yang tersedia di Galery Investasi Universitas Janabadra. Daftar bank yang melakukan merger dan akuisisi diperoleh dari pengumuman emiten Bursa Efek Indonesia (BEI) melalui situsnya www. idx.co.id dengan memasukkan kata kunci merger atau akuisisi. Mengikuti Fraser dan Zhang (2009), periodisasi data penelitian ini adalah H-3 dan H+3 sebelum dan sesudah terjadinya merger dan akuisisi. 3. Definisi Operasional Dan Pengukuran Variabel Kinerja bank sebelum dan sesudah terjadinya merger dan akuisisi diukur dengan rasio berikut ini.
Juni 2014
a. Profitabilitas Profitabilitas diukur menggunakan rasio ROA (Return of Assets) dengan formula membandingkan antara laba sebelum pajak dan total aktiva.
ROA =
Laba Sebelum Pajak
x100%
(1)
Total Aktiva
Semakin besar ROA suatu bank, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank. b. Efisiensi Operasional Sesuai Surat Edaran Bank Indonesia No 6/73/INTERN DPNP tanggal 24 Desember 2004 (SE BI, 2004), efisiensi operasi diukur dengan membandingkan total biaya operasi dengan total pendapatan operasi atau disingkat dengan BOPO. Dengan demikian efisiensi operasi yang dilakukan oleh bank akan mempengaruhi kinerja bank. Semakin kecil BOPO, menunjukkan semakin efisien bank dalam menjalankan aktivitas usahanya. Bank yang sehat memiliki rasio BOPO kurang dari satu, sebaliknya bank yang kurang sehat, memiliki rasio BOPO lebih dari satu. Rumus BOPO adalah sebagai berikut: BOPO =
Total Biaya Operasional Total Pendapatan Operasional
x100%
(2)
c. Risiko Kredit Risiko Kredit diukur menggunakan rasio NPL (Non Performing Loan) dengan rumus perbandingan antara total kredit bermasalah dan total kredit yang diberikan.
NPL =
79
Firda Amalia dan Siti Rochmah Ika
Total Kredit Bermasalah Total Kredit Yang Diberikan
x 100%
(3)
Apabila kondisi Non Performing Loan (NPL) suatu bank tinggi, maka akan memperbesar pembiayaan bank, sehingga berpotensi terhadap kerugian bank. Standar yang ditetapkan oleh Bank Indonesia adalah NPL <5% termasuk dalam bank sehat (SE BI, 2004). d. Risiko Pasar Risiko Pasar diukur menggunakan rasio NIM (Net Interest Margin) dengan formula memperbandingkan antara pendapatan bunga bersih dan ratarata aktiva produktif. NIM merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengelola aktiva produktifnya untuk menghasilkan pendapatan bunga bersih, sehingga terlihat kemampuan bank dalam memperoleh pendapatan operasionalnya dari dana yang ditempatkan dalam bentuk pinjaman (kredit). Dengan demikian, semakin tinggi NIM menunjukkan semakin efektif bank dalam penempatan aktiva produktif dalam bentuk kredit yang akan berdampak pada peningkatan laba. Rumus NIM adalah sebagai berikut:
NIM =
Pendapatan Bunga Bersih Rata-Rata Aktiva Produktif
x 100%(4)
e. Kecukupan Modal Aspek permodalan didasarkan pada kewajiban penyediaan modal minimum bank. Penilaian tersebut didasarkan pada Capital Adequaty Ratio (CAR) yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia. CAR adalah rasio kinerja bank untuk mengukur kecukupan modal yang dimiliki bank untuk menunjang aktiva yang mengandung atau menghasilkan risiko (Taswan, 2011). Sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia, besarnya CAR yang harus
80
dicapai oleh suatu bank, minimal 8%. Rumus CAR adalah sebagai berikut:
simpanan berjangka, dan sertifikat deposito. Standar yang digunakan Bank Indonesia untuk rasio LDR adalah 80% hingga 110%. Semakin tinggi likuiditas suatu bank maka kinerja bank semakin meningkat.
Modal CAR =
Juni 2014
efektif Jurnal Bisnis dan Ekonomi
Aktiva Tertimbang Menurut Resiko
x 100%
(5)
5. Metode Analisis Data Data dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif dan uji beda sampel berpasangan. Karena jumlah sampel yang kecil (kurang dari 30), maka digunakan uji beda nonparametrik yaitu Wilcoxon’s Signed Rank test. Tingkat signifikansi (α) ditetapkan 5%.
4. Likuiditas Likuiditas diukur menggunakan rasio LDR (Loan to Deposit Ratio) dengan formula memperbandingkan antara total kredit dan DPK (Dana Pihak Ketiga).
LDR =
Total Kredit DPK
x 100%
(6)
HASIL DAN PEMBAHASAN
SE BI (2004) menyatakan bahwa kemampuan likuiditas bank dapat diproksikan dengan Loan to Deposit Ratio (LDR) yaitu perbandingan antara total kredit dengan Dana Pihak Ketiga (DPK). DPK meliputi giro, tabungan,
1. Hasil Analisis Deskriptif Tabel 2 menyajikan nilai mean (ratarata) rasio keuangan setiap bank 3 tahun sebelum dan sesudah merger dan akuisisi.
Tabel 2. Rata-rata rasio keuangan bank sampel isisi Rasio Nama Bank Bank Internasional Indonesia Bank CIMB Niaga Bank Of India Indonesia Bank UOB Indonesia Bank Ekonomi Raharja Bank Permata Bank OCBC NISP MEAN Sumber: Data diolah
CAR
NPL
ROA
NIM
BOPO
LDR
Pre 10.75
Post 13,08
Pre 3,86
Post 2,11
Pre 1,69
Post 0,93
Pre 5,07
Post 5,48
Pre 86,21
Post 93,37
Pre 58,08
Post 84,37
9,34
13,64
3,92
2,65
2,38
2,67
5,71
6,17
81,77
76,92
87,01
91,86
13,70
18,14
3,10
1,81
2,33
3,16
5,07
6,04
85,33
73,65
55,73
86,10
13,18
16,60
1,99
2,24
2,89
2,69
6,19
6,28
77,34
76,19
59,29
94,20
6,43
10,26
1,55
0,58
1,86
1,63
4,19
4,22
81,37
81,28
48,42
64,97
6,67 10,88
8,70 11,16
15,05 2,95
5,85 1,09
-1,43 1,67
1,25 1,85
3,42 5,47
6,15 4,49
112,35 85,18
89,80 79,39
40,90 74,54
80,80 86,92
10,14
13,08
4,63
2,33
1,63
2,02
5,01
5,55
87,08
81,51
60,57
84,17
Juni 2014
Firda Amalia dan Siti Rochmah Ika
Seperti terlihat pada Tabel 2, nilai kecukupan modal yang dihitung dengan rasio CAR pada ke 7 bank sampel, menunjukkan pergerakan positif, artinya bank-bank tersebut mengalami peningkatan nilai rasio CAR setelah melakukan merger dan akuisisi dengan bank asing. Hal ini dimungkinkan karena adanya penambahan modal sebagai dampak aktivitas penggabungan usaha, sehingga angka ketersediaan modal mengalami kenaikan. Secara agregat, mean CAR sesudah merger dan akuisisi mengalami kenaikan bila dibandingkan dengan sebelum merger, yaitu naik dari 10,14% menjadi 13,08%. Nilai rata-rata risiko kredit yang diukur dengan rasio NPL (Non Performing Loan) pada bank sampel secara keseluruhan juga mengalami kinerja semakin baik, turun dari 4,63% menjadi 2,33%. Hal ini berarti rata-rata risiko kredit macet bank sampel menjadi turun setelah melakukan merger dan akuisisi dengan bank asing. Seluruh bank sampel mengalami penurunan risiko kredit macet, kecuali Bank UOB Indonesia yang mengalami kenaikan sebesar 0.25% setelah dilakukan merger dan akuisisi. Profitabilitas bank yang diukur dengan rasio ROA, secara agregat menunjukkan kenaikan. Apabila dibandingkan dengan nilai rata-rata pada saat sebelum merger dan akuisisi, rata-rata ROA naik dari 1,63% menjadi 2,02%. Namun apabila dilihat secara individual, tidak semua bank mengalami kenaikan ROA. Dari ke 7 bank sampel, 4 bank mengalami kenaikan profitabilitas, sedangkan 3 bank lainnya mengalami penurunan profitabilitas. Rata-rata rasio NIM (Net Interrest Margin) juga mengalami pergerakan positif. Rasio NIM digunakan sebagai
81
pengukur kinerja bank dalam memperoleh pendapatan bunga dari kredit yang telah diberikan. Secara keseluruhan, nilai rata-rata rasio NIM setelah merger dan akuisisi naik sebesar 0.54% dari 5,01% menjadi 5,55%. Tabel 2 menyajikan data bahwa seluruh bank sampel mengalami peningkatan rasio NIM kecuali Bank OCBC NISP. Kinerja efisiensi operasional yang diukur dengan rasio BOPO pada bank sampel menunjukkan kinerja yang membaik. Seperti yang terlihat pada Tabel 2, rasio BOPO mengalami penurunan dari 87,08% sebelum merger menjadi 81, 51% setelah merger. Hal ini berarti biaya operasional bank menurun atau pendapatan operasinya meningkat setelah merger dan akuisisi. Sedangkan likuiditas bank yang diukur dengan rasio LDR (Loan to Deposit Ratio) juga menunjukkan pergerakan positif. Nilai rata-rata LDR bank sampel secara keseluruhan naik cukup tinggi, sebesar 23,3% yaitu dari 60,57%, sebelum merger dan akuisisi, menjadi 84,17%, setelah merger dan akuisisi. Tabel 2 menunjukkan bahwa semua bank sampel mengalami kenaikan likuiditas setelah melakukan merger dan akuisisi dengan kepemilikan asing. Berdasarkan data yang tersaji pada Tabel 2, secara agregat, semua indikator kinerja (rasio keuangan) menunjukkan semakin baik setelah terjadinya merger dan akuisisi. Tabel 3 di bawah ini menyajikan statistik deskriptif (sebaran data) setiap rasio keuangan baik sebelum dan sesudah merger dan akuisisi.
82
Juni 2014
efektif Jurnal Bisnis dan Ekonomi
Tabel 3. Statistik Deskriptif Rasio Keuangan Bank Sampel Sebelum dan Sesudah Merger dan Akuisisi Rasio NILAI CAR
NPL
ROA
NIM
Pre
Post
Pre
Post
Pre
Post
Pre
MIN
6,43
8,70
1,55
0,58
-1,43
0,93
3,42
MAX
13,70
18,14
15,05
5,85
2,89
3,16
6,19
MEAN
10,14
13,08
4,63
2,33
1,63
2,02
STD DEV
2,86
3,398
4,67
1,70
1,42
Skewness
-0,187
0,353
2,448
1,702
Kurtosis
-1,381
-0,994
6,232
3,732
Post
Pre
Post
77,34
73,65
40,90
64,97
6,28
112,35
93,37
87,01
94,20
5,01
5,55
87,08
81,51
60,57
84,17
0,83
2,87
3,39
11,55
7,36
2,86
3,39
-2,110
0,070
-0,187
0,353
2,246
0,873
-0,187
0,353
5,046
-1,612
-1,381
-0,994
5,546
-0,700
-1,381
-0,994
Tabel 4. Hasil Pengujian Wilcoxon’s Signed Rank TestRasio Keuangan Bank Sebelum dan Sesudah Merger dan Akuisisi
CAR NPL ROA NIM BOPO LDR
Pre 10,14 4,63 1,63 5,01 87,08 60,57
Mean Post 13,08 2,33 2,02 5,55 81,51 84,17
Z
Sig.
-2,366 -2,197 -6,76 -1,352 -1,521 -2,366
0,018 0,028 0,499 0,176 0,128 0,018
* signifikan pada taraf α 5%.
Seperti yang tersaji dalam Tabel 4, terdapat 3 rasio keuangan yang berbeda secara signifikan antara sebelum dan sesudah merger dan akuisisi karena nilai sig.-nya di bawah 0,05. Tiga rasio ini adalah CAR, NPL, dan LDR. Hal ini berarti kinerja bank yang diukur dari
Post
LDR
Pre
2. Hasil Analisis Wilcoxon’s Signed Rank Test Analisis Wilcoxon Signed Ranks Test digunakan untuk menguji apakah terdapat perbedaan mean rasio keuangan yang signifikan antara sebelum dan sesudah merger dan akuisisi. Analisis ini digunakan untuk uji beda dua kelompok sampel yang independen dan tidak menuntut sampel berdistribusi normal. Hasil uji Wilcoxon Signed Ranks Test disajikan pada Tabel 4 berikut ini.
Rasio
BOPO
4,22
rasio kecukupan modal, risiko kredit bermasalah, dan likuiditas bank berbeda secara signifikan pada periode sebelum dan sesudah merger dan akuisisi. Temuan ini mengindikasikan bahwa dengan adanya merger dan akuisisi, modal bank menjadi naik, risiko kredit bermasalah menjadi turun, dan likuiditasnya naik karena nasabah deposannya juga naik. Sedangkan tiga rasio keuangan lainnya yaitu ROA, NIM, dan BOPO walaupun mean nya menunjukkan kinerja yang positif setelah adanya merger dan akuisisi, namun perbedaannya bila diuji secara statistik tidak signifikan. Hal ini berarti tidak terdapat perbedaan kinerja yang diukur dari tingkat profitabilitas, pendapatan bunga, dan efisiensi operasi antara sebelum dan sesudah merger dan akuisisi. Hasil penelitian ini secara umum mendukung penelitian Altunbas dan Marques (2008) yang menyatakan bahwa terdapat kenaikan kinerja pada bank yang melakukan merger dan akuisisi dengan kepemilikan asing (cross border merger and acquisition), terutama pada kinerja yang terkait dengan risiko kredit dan
Juni 2014
Firda Amalia dan Siti Rochmah Ika
likuiditas. Sebaliknya, hasil penelitian bertentangan dengan mayoritas temuan penelitian terdahulu di Indonesia yang menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan kinerja bank sebelum dan sesudah dilakukannya merger dan akuisisi (Payamta dan Setiawan, 2004, Kusmargiani, 2006, Kusumaningsih, 2010, Maradona, 2013, dan Restika, 2013). Bila dilihat dari hasil rasionya penelitian ini juga mendukung penelitian Chouliaras dan Stergios (2013) yang menyatakan bahwa merger dan akuisisi tidak menyebabkan peningkatan efisiensi. KESIMPULAN Penelitian ini bertujuan menguji secara empiris perbedaan kinerja bank di Indonesia sebelum dan sesudah melakukan merger dan akuisisi dengan pihak asing. Kinerja bank diukur dengan menggunakan 6 rasio keuangan yakni CAR, NPL, ROA, NIM, BOPO, dan LDR. Hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa semua rasio keuangan mengalami peningkatan kinerja pada periode setelah merger dan akuisisi bila dibandingkan dengan sebelum merger dan akuisisi. Namun sesuai dengan hasil analisis uji beda, terdapat tiga rasio yakni CAR, NPL, dan LDR yang berbeda secara signifikan antara sebelum dan sesudah merger dan akuisisi. Hal ini berarti kinerja bank dalam mencukupi kebutuhan modalnya, menurunkan risiko kreditnya, dan menaikkan likuiditasnya menjadi semakin baik dengan adanya merger dan akuisisi dengan kepemilikan asing. Ada beberapa kelemahan penelitian yang harus diperhatikan dalam mengintepretasi hasil penelitian, yaitu (1) sampel penelitian yang mengambil sektor perbankan membuat hasil penelitian tidak bisa digeneralisasikan pada sektor industri yang lain. (2) Penelitian ini
83
mengambil periode pengamatan H-3 dan H+3 karena alasan terlalu dekatnya event merger dengan laporan keuangan sesudahnya yang bisa diperoleh. Hasil penelitian kemungkinan akan berbeda, terutama rasio-rasio yang signifikan bila di uji beda, jika periode pengamatan lebih panjang. (3) Penelitian ini hanya mengambil sampel bank-bank yang melakukan merger dan akuisisi dengan kepemilikan asing (cross border merger and acquisition), sehingga hasilnya kemungkinan akan berbeda jika sampel yang diambil adalah seluruh merger baik asing maupun domestik. Oleh karena itu, kelemahan-kelemahan ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan pada peneliti berikutnya. DAFATAR PUSTAKA Altunbas, Y dan Marques, D. 2008. Mergers and acquisitions and bank performance in Europe: The role of strategic similarities. Journal of Money, Credit, and Banking. 41(7): 1503-1513. Bank
Indonesia. 2014. Statistik Perbankan- Januari 2014. http: //www.bi.go.id/id/statistik/ perbankan/indonesia/Pages/ spi_0114.aspx. Diakses tanggal 18 Februari 2014.
Chehab, A. 2002. Market reaction to large bank merger announcements in oligopolies. Journal of Economics and Finance. 26 (1): 63-76. Chouliaras, V. dan Stregios, A. 2013. Mergers and acquisitions in the Greek banking sector: Addressing the profitability question. Journal of Social Science. 9 (1): 35-41.
84
efektif Jurnal Bisnis dan Ekonomi
Djalil, M. 2001. Jadi nomor wahid lewat merger dunia. Infobank. Januari (251): 25-32. Fraser, D. R dan Zhang, H. 2009. Mergers and acquisitions and long term corporate performance: Evidence from cross-border bank acquisition. Journal of Economics and Business. 60 (3): 204-222. Kusmargiani, I.S. 2006. Analisis efisiensi operasional dan efisiensi profabilitas pada bank yang merger dan akuisisi di Indonesia. Tesis Magister Sains Univeristas Diponegoro, Semarang. Kusumaningsih, Y. 2010. Analisis perbedaan kinerja keuangan sebelum dan sesudah merger pada BPR BKK Kabupaten Kendal. Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro, Semarang. Maradona, D. 2013. Analisis rasio kinerja perbankan premerger dan post-merger pada bank-bank umum nasional. Tesis. Magister Manajemen Universitas Gunadarma, Jakarta Moin, A. 2004. Merger, akuisisi, dan divestasi. Edisi 1. Ekonisia. Yogyakarta
Juni 2014
Payamta dan Setiawan, D. 2004. Analisis pengaruh merger dan akuisisi terhadap kinerja perusahaan publik di Indonesia. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia. 7(3): 256-282. Purweningtyas, S. 2002. Analisis efisiensi operasional, kualitas pelayanan dan profitabilitas BPR dan BPR BKK sebagai dasar strategi benchmarking Studi kasus pada 10 BPR dan BPR BKK di Kabupaten Semarang. Tesis. Magister Manajemen Universitas Diponegoro. Semarang. Restika, S M. 2013. Kinerja keuangan sebelum dan sesudah merger: Bukti empiris dari industri perbankan Indonesia. Jurnal Ilmu dan Riset Akuntansi. 1 (2): 34-42. Surat Edaran Bank Indonesia No 6/73/ INTERN DPNP tanggal 24 Desember 2004 Perihal Pedoman Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum (CAMELS Rating). Bank Indonesia, Jakarta. Taswan. 2011. Manajemen Perbankan. Edisi 3. Penerbit STIM YKPN, Yogyakarta.