Abstract The entry of chromium in the waters can have an impact on aquatic organisms, including periphytic algae. Periphytic algae is a group of an alga which lives attachted on the substrate and has a role as a primary producers, oxygen producers, and as bio-indicators in aquatic ecosystems. The aims of this study is to determine the effect of chromium (VI) to freshwater periphytic algal communities, base on the amount of chlorophyll a, density, species richness, index of species diversity, evenness index, and index of dominance. Aquarium was filled with a liter of water from Rawa Pening lake and which was enriched by foliar fertilizer (0,6 mg/l). The solution of chromium (VI) with concentrations of 0, 0.05, 0.1, 0.2, 0.4, 0.8 mg/l was added into the aquariums and illuminated with 1,522 lux. Object glasses were used as artificial substrates placed in the bottom of the aquarium. The object glasses were taken on the 7th and 14th day after treatment. Measured parameters were the amount of chlorophyll-a, density, species richness, index of species diversity, evenness index, and index of dominance. The data obtained were analyzed using Two Way ANOVA with α 5% and followed by Tukey posterior test to determine the effect of chromium (VI) on the parameters measured. The results of this study indicated that there is an interaction effect of concentrationchromium (VI) and the length of time exposure to the amount of chlorophyll a, density, species richness, evenness index, and dominance index of periphytic algae, but this interaction does not affect on the value of index diversity periphytic algae. Toxicity of chromium (VI) and the length of time exposure affect to the decrease of chlorophyll number, density, and species richness. Keywords: chlorophyll a, density,dominance index, evenness index, index of species diversity, species richness
Pendahuluan Kromium heksavalen merupakan kromium yang paling toksik jika dibandingkan dengan kromium lainnya dan mudah larut dalam air (Marchese dkk, 2008). Menurut Hart (2012), alga, tumbuhan akuatik, invertebrata, dan ikandalam ekosistem akuatik diketahui merupakan bioakumulator kromium. 1
Akumulasi kromium yang berlebih dapat menurunkan laju pertumbuhan dan fotosintesis pada alga dan tumbuhan akuatik, serta memengaruhi reproduksi dan kemampuan hidup invertebrata (Hart, 2012). Keberadaan kromium (VI) di perairan tidak dapat dihindarkan dan dapat berdampak pada berbagai organisme akuatik, salah satunya adalah alga perifiton. Alga perifiton merupakan kelompok alga yang hidup di wilayah perairan yang menempel pada substrat dan merupakan produsen primer yang dominan di wilayah perairan sebagai penghasil oksigen (Rashid dkk, 2013). Selain itu, alga perifiton dapat digunakan sebagai bioindikator yang baik bagi kondisi lingkungan karena distribusinya yang luas dan tidak dapat berpindah tempat (França dkk, 2011). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hörcsik dan Balogh (2002), nilai EC50 kromium (VI) terhadap pertumbuhan alga Chlorella pyrenoidosa adalah 1,6 mg/l, dan konsentrasi kromium (VI) yang mematikan C. pyrenoidosa yaitu 20 mg/l. Kenaikan konsentrasi kromium (VI) yang diberikan pada C. pyrenoidosa akan menyebabkan kepadatan sel dan jumlah sel menjadi berkurang. Bassi dkk (1990) menunjukkan bahwa 10 mg/l kromium (VI) dapat menghambat proses perkecambahan spora pada alga Coccomyxa minor, Scenedemus armatus, S. dimorphus, dan Haematococcus lacustris dan seluruh alga terlihat mengalami kehilangan pigmen dan klorofilnya. Sejauh ini penelitian mengenai efek kromium (VI) terhadap beberapa spesies alga tertentu telah banyak dilakukan (Hörcsik dan Balogh, 2002, Bassi dkk, 1990) tetapi masih jarang studi tentang efek kromium (VI) ke komunitas alga. Komunitas alga perifiton memiliki manfaat yang besar bagi ekosistem akuatik, antara lain sebagai penghasil oksigen, salah satu produsen primer, dan bioindikator di ekosistem perairan. Oleh karena itu, uji toksisitas kromium (VI) terhadap komunitas alga perifiton di ekosistem perairan air tawar perlu dikaji lebih lanjut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kromium (VI) terhadap karakteristik komunitas alga perifiton air tawar yang meliputi jumlah klorofil a, indeks kepadatan, indeks keanekaragaman, indeks keseragaman, dan indeks dominasi komunitas alga perifiton di perairan air tawar. Bahan dan Metode 1. Media Pertumbuhan dan Kondisi Percobaan Penelitian dilakukan pada bulan November 2013 sampai Februari 2014, di Laboratorium Ekologi, Fakultas Biologi, Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga. Media yang digunakan untuk pertumbuhan alga perifiton diambil dari 2
air Rawa Pening pada habitat terbuka. Akuarium dan seluruh peralatan yang terbuat dari kaca dibersihkan dengan direndam dengan asam klorida 10% selama 24 jam, lalu dibilas sampai bersih dengan menggunakan air PDAM. Percobaan dilakukan di akuarium ukuran 25x16x18 cm yang berisi 1 liter media pertumbuhan alga perifiton dan diperkaya dengan 0,6 mg pupuk daun Gandasil D yang mengandung unsur hara makro dan mikro. Seluruh unit percobaan diletakkan dibawah lampu dengan intensitas cahaya 1522 lux (Stein, 1973). Lama penyinaran 10 jam setiap hari yang disesuaikan dengan kondisi di alam. 2.
Perlakuan dan Pengambilan Sampel Larutan kromium (VI) yang berasal dari K2Cr2O7 dengan konsentrasi 0, 0,05, 0,1, 0,2, 0,4, 0,8 mg/l ditambahkan ke dalam masing-masing akuarium dengan 3 ulangan untuk setiap perlakuan. Seluruh perlakuan dengan kromium (VI) ditambahkan pupuk 0,6 mg. Untuk mengetahui pengaruh pemberian pupuk terhadap karakteristik alga perifiton, penelitian ini juga menggunakan kontrol berupa 1 liter air Rawa Pening yang telah disterilisasi dengan menggunakan autoklaf (Hirayama 881191749), tanpa ditambah dengan pupuk daun 0,6 mg, dan 1 liter air Rawa Pening steril ditambah dengan 0,6 mg pupuk daun. Kontrol kedua juga digunakan sebagai blanko dalam pengukuran klorofil a. Gelas benda dengan ukuran 5x2,5cm diletakkan di dasar masing-masing akuarium dengan kemiringan gelas benda 45° untuk mempermudah pengambilan gelas benda dan dapat diperoleh sampel alga perifiton yang tumbuh di kelima sisi gelas benda. Pengambilan sampel dilakukan pada hari ke7 dan hari ke-14 setelah perlakuan sebab hari ke-7 merupakan fase pertumbuhan awal diatom perifiton dan jumlah sel akan konstan mulai pada hari ke-13 atau hari ke-14 (Morin dkk, 2008, Musa dkk, 2013). Parameter yang diukur dalam penelitian ini meliputi jumlah klorofil alga perifiton per area sampel, kepadatan alga perifiton, indeks keanekaragaman, indeks keseragaman, indeks dominansi, dan kekayaan spesies. 3.
Pengukuran klorofil a Pengukuran kandungan klorofil a dilakukan dengan metode Schwoerbel (1972) yang telah dimodifikasi jumlah pengambilan sampel dan volume aseton yang digunakan. Sampel diambil dari 5 sisi gelas benda. Setelah 7 dan 14 hari, sampel diuapkan pada waterbath suhu 80°C selama 45 detik untuk merusak klorofilasenya, dikeringudarakan dan ditambah 25 ml aseton 90% untuk 3
melarutkan klorofilnya. Sampel diletakkan dalam tempat yang tertutup dan disimpan pada suhu 4°C selama 20 jam. Kandungan klorofil dalam aseton diukur dengan dengan spektrofotometer (SHIMADZU UV-Vis spektofotometer 1201) pada panjang gelombang (λ) 664 nm, 647 nm, dan 630 nm. Estimasi kandungan klorofil dilakukan mengikuti rumus Price dkk (1998): y
= 11,85(OD664) – 1,54(OD647) – 0,08(OD630)
Keterangan : y : Kandungan klorofil (mg/l) OD664 : Nilai absorbansi pada λ 664 nm OD647 : Nilai absorbansi pada λ 647 nm OD630 : Nilai absorbansi pada λ 630 nm Kandungan klorofil per area contoh dihitung mengikuti persamaan Price dkk (1998):
Keterangan: Z : kandungan klorofil per area contoh Y : kandungan klorofil (mg/l) V : volume aseton (L) L : luas area contoh (m2) 4.
Identifikasi Alga Perifiton Tiga buah gelas benda masing-masing ulangan dari setiap perlakuan ditetesi larutan FAA pada salah satu sisi 5cmx2,5cm, kemudian ditutup dengan gelas penutup dan diusahakan tidak terdapat gelembung udara di dalamnya (Nicholls dan Wujek, 2003). Preparat alga perifiton diamati di bawah mikroskop dimulai dengan perbesaran 100x hingga perbesaran 400x. Identifikasi hingga takson spesies dilakukan dengan menggunakan buku acuan identifikasi karangan van Heurck (1984), Streble dan Krauter (1974), dan Timotius dkk (1979). 5.
Indeks Kepadatan Alga Perifiton Kepadatan alga perifiton diestimasi dengan menggunakan rumus Smith (1950): 4
JI = Keterangan JI : jumlah individu per mm2 Pi : jumlah total individu yang telah diidentifikasi 5 : jumlah bidang pandang mikroskop A : luas bidang pandang mikroskop (0,786 mm2) Indeks Keanekaragaman Indeks keanekaragaman diestimasi dengan menggunakan rumus Shannon index of general diversity (Odum, 1971): 6.
Keterangan : H’ : indeks keanekaragaman ni : jumlah individu jenis ke-i N : jumlah total individu 7.
Indeks Keseragaman Indeks keseragaman diestimasi dengan rumus Pielou (E) menurut Pielou (1966) dalam Odum (1983):
Keterangan: E : Indeks keseragaman H’ : Indeks keanekaragaman S : Jumlah jenis Menurut Rappe (2010), jika nilai indeks keseragaman semakin tinggi, maka menunjukkan kelimpahan yang hampir seragam dan merata antar jenis.
5
8.
Indeks dominansi Indeks dominansi dihitung dengan menggunakan persamaan Simpson (1949) dalam Odum (1971):
Keterangan : C : indeks dominansi Pi : ni/N ni : jumlah individu jenis ke-i N : jumlah total individu 9.
Kekayaan spesies Kekayaan spesies dilihat dari banyaknya jumlah total spesies dalam suatu komunitas (Brown dkk, 2007). 10.
Analisis data Data dianalisis dengan menggunakan analisis sidik ragam dua arah (Two Way ANOVA) dengan α 5% untuk mengetahui pengaruh kromium (VI) terhadap parameter yang diukur dan diikuti dengan uji posterior Tukey. Jika data tidak memenuhi asumsi analisis sidik ragam meskipun telah ditransformasi, data diuji dengan uji Kruskal-Wallis dilanjutkan dengan uji Mann Whitney U. Hasil dan Pembahasan a.
Efek kromium (VI)terhadap klorofil a dan kepadatan alga perifiton
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa alga perifiton tidak terdeteksi berdasarkan parameter pengukuran jumlah klorofil dalam air Rawa Pening yang telah disterilkan yang ditambah dengan pupuk. Dengan demikian, alga perifiton yang tumbuh dalam percobaan ini berasal dari air Rawa Pening, bukan dari pupuk daun. Hasil analisis menunjukkan adanya efek interaksi konsentrasi kromium (VI) dan lamanya paparan terhadap jumlah klorofil a (p<0,05). Semakin tinggi konsentrasi kromium (VI) maka jumlah klorofil a semakin berkurang (Gambar 1). 6
Gambar 1 dan 2 menunjukkan bahwa kepadatan alga perifiton memiliki pola yang sama dengan pola jumlah klorofil a. 0,02 0,018 0,016 0,014 Klorofil a (mg/m2)
0,012 0,01 0,008
Hari ke-7
0,006
Hari ke-14
0,004 0,002 0 0,00
0,05
0,10
0,20
0,40
0,80
Konsentrasi Cr(VI) (mg/l)
Gambar 1.Efek kromium (VI) terhadap jumlah klorofil a alga perifiton Kepadatan alga perifiton semakin berkurang dengan meningkatnya konsentrasi kromium (VI). Interaksi konsentrasi kromium (VI) dan lamanya paparan berpengaruh signifikan terhadap kepadatan alga perifiton (p<0,05) (Gambar 2).
Kepadatan alga perifiton (mm2)
200 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0
Harike-7 Hari ke-14
01
2 0,05
3 0,1
4 0,2
5 0,4
6 0,8
Konsentrasi Cr(VI) (mg/l)
Gambar 2.Efek kromium (VI) terhadap kepadatan alga perifiton Jika dibandingkan dengan hari ke-7, maka pada hari ke-14 jumlah klorofil a dan kepadatan alga perifiton mengalami peningkatan. Akan tetapi, 7
peningkatan yang terjadi pada media yang mengandung kromium (VI) tidak sebesar peningkatan yang terjadi pada perlakuan kontrol. Hal ini menunjukkan adanya hambatan kromium (VI) terhadap alga perifiton. Walaupun demikian, alga perifiton dapat bertumbuh di konsentrasi kromium (VI) tertinggi, tetapi membutuhkan waktu pertumbuhan yang lebih lama karena jumlah spesies yang bertambah dan karena munculnya beberapa spesies baru. Misalnya pada konsentrasi 0,8 mg/l kromium (VI), Vorticella campanula, Surriella angustata, dan Vampyrella laterilla tidak ditemukan pada hari ke-7, tetapi ditemukan pada hari ke-14 (Lampiran 1). Jumlah klorofil a tergantung pada jumlah kepadatan alga perifiton, sebab setiap individu akan membawa klorofil a. Hal ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan Octhreeani dkk (2014) yang meneliti mengenai pengaruh jenis pupuk terhadap pertumbuhan Nannochloropsis sp. dan memperoleh hasil bahwa semakin tinggi kepadatan Nannochloropsis sp. maka jumlah klorofil a juga semakin tinggi. Kepadatan perifiton berkolerasi dengan klorofi a, biomasa perifiton, dan total karbon organik (Mieczan, 2010). Hörcsik dan Balogh (2002) juga menyebutkan bahwa kenaikan konsentrasi kromium (VI) dapat menyebabkan pengurangan yang signifikan terhadap kepadatan dan jumlah sel dari Chlorella pyrenoidosa. Dengan meningkatnya konsentrasi kromium (VI) yang dipaparkan terhadap alga perifiton, hanya beberapa spesies saja yang diduga dapat bertahan hidup dan menyebabkan berkurangnya jumlah kepadatan dan jumlah kekayaan spesies alga perifiton (Gambar 2 dan 3). Hörcsik dan Balogh (2002) menyatakan bahwa penurunan jumlah klorofil pada alga disebabkan oleh tingginya konsentrasi kromium (VI) pada sel alga meningkat, dan tingginya konsentrasi kromium (VI) pada sel alga tersebut menyebabkan konsentrasi kalsium (Ca) lebih tinggi dari magnesium (Mg) dan besi (Fe), sehingga terjadipertukaran ion. Pertukaran ion tersebut dapat berdampak besar bagi magnesium yang merupakan komponen utama klorofil. Efek kromium (VI) terhadap penurunan jumlah klorofil a pada alga perifitondisebabkan karena toksisitas kromium (VI) berasal dari aksinya sebagai agen oksidasi maupun formasi radikal bebas selama proses reduksi dari kromium (VI) menjadi kromium (III) yang terjadi di dalam sel sehingga menyebabkan terjadinya stres oksidatif (Hörcsik dkk, 2006). Jika kromium (VI) sampai pada kloroplas, maka dapat menyebabkan terjadinya kerusakan ulfastruktur pada kloroplas, selain itu proses transport elektron yang terjadi pada fotosistem II pada membran tilakoid menjadi terhambat, sehingga menyebabkan jumlah klorofil alga berkurang (Volland dkk, 2012, Hörcsik dkk, 2007). 8
b.
Efek kromium (VI) terhadap kekayaan spesies, indeks keanekaragaman, indeks keseragaman, dan indeks dominansi alga perifiton
Kekayaan spesies diestimasi berdasarkan jumlah total spesies yang ada dalam komunitas alga perifiton dari masing-masing perlakuan kromium (VI). Gambar 3 menunjukkan bahwa dengan meningkatnya konsentrasi kromium (VI) dan lamanya waktu paparan kekayaan spesies alga perifiton mengalami penurunan (p<0,05). 50 40 Kekayaan spesies
30 20
Hari ke-7
10
Hari ke-14
0 01
0,05 2
0,1 3
40,2
0,4 5
0,8 6
Konsentrasi Cr (VI) (mg/l)
Gambar 3. Efek kromium (VI) terhadap kekayaan spesies alga perifiton Menurut Indriani (2009), salah satu faktor yang menyebabkan penurunan kekayaan spesies adalah adanya gangguan dari faktor kimia. Pada penelitian ini, kromium (VI) merupakan gangguan faktor kimia bagi komunitas alga perifiton. Jika tingkat gangguan tinggi maka dapat mengakibatkan jumlah jenis yang dapat beradaptasi sedikit dan kekayaan jenisnya menjadi rendah. Selain itu masing-masing spesies memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam merespon kontaminasi logam berat (Indriani, 2009). Dari hasil penelitian ini diperoleh beberapa spesies alga perifiton yang diduga sensitif maupun yang toleran terhadap kromium (VI). Spesies alga perifiton yang diduga toleran karena mampu bertahan hidup atau memiliki kemampuan beradaptasi di konsentrasi kromium (VI) terendah hingga tertinggi antara lain Ankistrodesmus angustus, Botrydiopsis arriza, Chlorella vulgaris, Chrysosphaerella longispina, Crucigenia quardata, Crucigenia tetrapedia, Cyclotella kϋtzingiana, Euastrum denticulatum, Flagilaria crotonensis, Kirchneriella obesa, Melosira crenulata, Pediastrum simplex, Planktosphaeria gelatinosa, Pleurococcus vulgaris, 9
Scenedesmus quadricauda, Scenedesmus dimorphus, Straurastrum tetracerum, Synedra aflinis, Synedra pulchella, Synedra ulna, Campylodiscus clypeus, Campylodiscus limbatus, dan Vorticella campanula. Hasil penelitian juga menunjukkan beberapa spesies alga perifiton yang diduga sensitif karena hanya ditemukan pada kontrol yaitu Euastrum binale, Navicula oblonga, Tribonema vulgare, Acanthoscytis mimetica,Coenocystis planctonica, Pediastrum gracilimum, Gloeocystis ampia, Scenedesmus acustus, Tribonema monochlorn, Coleastrum microsporum, Nitzchia logisima, Navicula amphisbaena, Chodatella quadriseta, Crucigenia rectangularis. Hasil penelitian ini diperoleh spesies S. dimorphus yang di duga toleran. Namun, berdasarkan penelitian Bassi dkk (1990) menyebutkan bahwa S. dimorphus kurang toleran jika dibandingkan dengan Scenedesmus armatus, Haematococcus lacustris, dan Coccomyxa minor. Selain itu, adanya spesies yang mampu hidup di lingkungan tercemar disebabkan karena setiap spesies memiliki mekanisme perlindungan diri untuk bertahan hidup di lingkungan tercemar. Misalnya, salah satu spesies yang ditemukan dalam penelitian ini yaitu Planktosphaeria gelatinosa memiliki selubung gelatin yang berfungsi untuk melekatkan diri dengan substrat, sehingga dapat bertahan hidup sampai konsentrasi 0,8 mg/l (Smith, 1918). Konsentrasi kromium (VI) dan lamanya paparan memberikan efek interaksi terhadap indeks keseragaman dan indeks dominansi alga perifiton (p<0,05), tetapi interaksi ini tidak mempengaruhi nilai indeks keanekaragaman alga perifiton (Tabel 2). Tabel 2. Nilai Indeks Keanekaragaman, Indeks Keseragaman, dan Indeks Dominansi Alga Perifiton Kromium (VI) (mg/l) 0,00
Indeks Keanekaragaman (H') *
*
Indeks Keseragaman (E)
Hari ke-7
Hari ke-14
Hari ke-7
2,51
1,77
0,72
*
Indeks Dominansi (C) *
Hari ke-14
*
Hari ke-7
*
Hari ke-14
0,47
a
0,16
a
0,48
a
a
0,19
a
0,38
a
ab
0,16
b
0,19
0,05
2,36
1,64
0,72
0,48
0,10
2,35
2,08
0,73
0,62
0,20
2,49
1,88
0,80
0,60
b
0,12
c
0,26
b
0,40
2,44
1,78
0,89
0,68
b
0,11
c
0,30
b
0,80
c
c
ab
2,48 2,15 0,92 0,74 0,10 0,18 Catatan: *menunjukkan ada beda signifikan antar waktu (p<0,05) a, b, dan c menunjukkan ada beda signifikan antar konsentrasi kromium (VI) (p<0,05)
10
c
Menurut Insafitri (2010), semakin kecil nilai indeks keanekaragaman (H’) maka indeks keseragaman (E) juga akan semakin kecil dan mengindikasikan adanya dominansi suatu spesies terhadap spesies lain. Indeks dominansi pada hari ke-7 lebih kecil jika dibandingkan dengan indeks dominansi hari ke-14, yang berarti pada hari ke-14 ada spesies yang mendominasi komunitas alga perifiton. Pada hari ke-14, Fragilaria crotonensis memiliki jumlah yang paling tinggi dibandingkan dengan spesies lain sehingga menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan atau ketidakmerataan jumlah antar spesies dalam komunitas alga perifiton. Akibatnya, nilai indeks keanekaragaman dan keseragaman menjadi rendah. F. crotonensis merupakan spesies yang mendominasi sebagian besar perlakuan, terutama pada konsentrasi kromium (VI) 0 sampai 0,1 mg/l (Lampiran 1). Morin dkk (2012) menyatakan bahwa F. crotonensis merupakan spesies yang memiliki kemampuan hidup di lingkungan yang terkontaminasi logam. Dengan demikian, dominansi F. crotonensis pada sebagian besar perlakuan dapat menyebabkan komunitas alga perifiton masuk dalam kondisi tertekan hingga keadaan labil. Kondisi tersebut disebabkan karena ruangyang sempit dan adanya dominansi satu spesies. Ruang yang sempit menyebabkan kompetisi yang kuat dan dapat menyebabkan spesies yang tidak dapat bersaing menjadi punah atau tereliminasi (Campbell dkk, 2004). Pada konsentrasi kromium (VI) 0,2 sampai 0,8 mg/l jumlah F. crotonensis mulai menurun dan pada konsentrasi tersebut didominasi oleh Pleurosigma intermedium (Lampiran 1). Jumlah dari P. intermedium pada konsentrasi tersebut lebih tinggi daripada spesies lainnya. Namun, jumlah dari P.intermedium tidak sebanyak dengan F. crotonensis, sehingga kondisi komunitas alga perifiton masih dalam keadaan tertekan (indeks keseragaman 0,00
jumlah klorofil a, kepadatan, dan kekayaan spesies. Indeks dominansi merupakan parameter yang paling sensitif jika dibandingkan dengan parameter lainnya. Daftar pustaka Bassi M, Corradi MG,Favali MA. 1990. Effects of chromium in freshwater alga and macrophytes. Dalam: Wang W, Gorsuch JW, Lower WR (eds), Plants for toxicity assessment.Philadelphia: American Sosiety for Testing and Material. p 204-224. Brown RL, Jacobs LA, Peet RK. 2007. Species richness: small scale. Dalam: Wiley J (ed), Encyclopedia of life sciences. Canada: John Willey and Sons Ltd. p 1-8. Campbell NA, Reece JB, Mitchell LG. 2004.Biologi Jilid III. Jakarta: Erlangga. França RCS, Lopes MRM, Ferragut C.2011.Structural and successional variability of periphytic algal community in a amazonian lake during the dry and rainy season. Acta Amazonica 41:257-266. Hart R. 2012. Potential Toxic Effects of Chromium, Chromite Mining and Ferrochrome Production: A Literature Review. Ottawa: MiningWatch Canada. Hartati ST, Awwaluddin. 2007. Struktur komunitas makrozoobentos di perairan Teluk Jakarta.Perikanan Indonesia 13:105–124. Hörcsik ZT, Balogh Á. 2002.Intracellular distribution of chromium and toxicity on growth Chlorella pyrenoidosa. Dalam: Proceedings of the 7th Hungarian Congress on Plant Physiology. Hungarian.p 57-58. Hörcsik Z, Oláh, Balogh Á, Mèzáros I, Simon L, Lakatos G. 2006. Effect of chromium (VI) on growth, element and photosiynthetic pigmen composition of Chlorella pyrenoidosa. Acta Biologia Szegediensis 50:1923. Hörcsik ZT, Kovács L, Láposi R, Mèzáros I,Lakatos G, Garab G. 2007. Effect of chromium on photosystem 2 in the unicellular green alga, Chlorella pyrenoidosa.Photosynthetica 45:65-69. Indriani R. 2009. Keanekaragaman Jenis Tumbuhan pada Area Bantaran Kali Pembuangan di Kecamatan Karangtengan Kabupaten Demak. Semarang: IKIP PGRI Press. Insafitri. 2010. Keanekaragaman, keseragaman, dan dominansi Bivalvia di area buangan lumpur lapindo muara sungai porong. Kelautan 3:54-59. 12
Marchese M, Gagneten AM, Parma MJ, Pave PJ. 2008. Accumulation and elimination of chromium by freshwater species exposed to spiked sediments. Spinger 55:603-609. Mieczan T. 2010. Periphytic ciliates in three shallow lakes in eastern poland: a comparative study between a phytoplankton-dominated lake, a phytoplankton-macrophyte lake and a macrophyte-dominated lake. Zoological Studies 49:589-600. Morin S, Coste M, Delmas F. 2008. A comparison of specific growth rates of periphytic diatoms of varying cell size under laboratory and field conditions. Hydrobiologia 614:285-297. Morin S, Cordonier A, Lavoie I, Arini A, Blanco A, Duong TT, Tornѐs, Bonet B, Corcoll N, Faggiano L, Laviale M, Pérès F, Becares E, Coste M, FeurtetMazel A, Fortin C, Guasch H, Sabater S. 2012. Consistency in diatom response to metal-contaminated environments. Dalam: Guasch H, Ginebreda A, Geiszinger A (eds), Emergering and Priority Pollutants in River. New York: Springer. Musa B, Indah R, Seniwati. 2013. Pengaruh penambahan ion cu2+ terhadap laju pertumbuhan fitoplankton Chlorella vulgaris. Unhas 1:1-9. Nicholls KH, Wujek DE. 2003. Chrysosphycean algae. Dalam: Wehr JD, Sheath RG (eds), Freshwaters algae of North America: Ecology and classification. London: Academic Press. p 471-503. Octhreeani AM, Supriharyono, Prijadi S. 2014. Pengaruh perbedaan jenis pupuk terhadap pertumbuhan Nannochloropsis sp. dilihat dari kepadatan sel dan jumlah klorofil a pada skala semi missal. Diponegoro Journal of Maquares 3:102-108. Odum EP. 1971. Dasar-dasar Ekologi. Edisi Ketiga. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. _______. 1983. Dasar-dasar Ekologi. Edisi Ketiga. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Price DJ, Birge WJ, Kercher MD. 1998. Periphyton Monitoring in the Bayou System. Lexington: KRECC. Rappe R. 2010. Struktur komunitas ikan pada padang lamun yang berbeda di pulau barrang lompo. Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis 2: 62-73. Rashid R, Bhat RA, Pandit A, Bhat S. 2013. Ecological study of periphytic algal community of doodh ganga and khansha-mansha strams of yusmarg forest: a healt resort of kasmir valley india. Ecologia Balkanica 5:9-19. Schwoerbel J.1972. Methods of Hydrobiology. Oxford: Pergamon Press. 13
Smith GM. 1918. A second list of algae found in wisconsin lakes.Transactions of the Wisconsin Acadademy of Science Arts and Letters 19: 614-654. ________. 1950. Freshwater alga of the United States of America. 2nded. New York: McGraw-Hill. Stein J.1973. Phycologycal Method. New York: Cambridge University Press. Streble H, Krauter D. 1974.Das Leben im Wasser-tropfen. Frankh’sche Verlagshandlvng: Kosmos Naturführer. Timotius, KH, Kristianto, Widhiasmara.1979. Species Composition and Diversity of Phytoplankton in Rawa Pening Lake.Salatiga: UKSW Press. van Heurck H. 1984. A treatise on the Diatomaceae.London: William Wesley and Son. Volland S, Lütz C, Michalke B, Lütz-Meindl U. 2012.Intracellular chromium localization and cell physiological response in the unicellular alga Micrasterias.Aquat Toxicol 109: 59-69.
14