VOLUME IV, DESEMBER 2013
Majalah Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia
Dewan Pengurus Dan Direktorat Eksekutif APEKSI
M engucapkan Selamat K epada:
PEMERINTAH KOTA SURABAYA PEMERINTAH KOTA PAYAKUMBUH PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA PEMERINTAH KOTA SURAKARTA PEMERINTAH KOTA BATU
Yang Telah Berhasil M eraih INDONESIA GREEN REGION AWARD (IGRA) 2013
Profil :
Membangun Madiun Kota Ramah Investasi
Sawahlunto Reinkarnasi Kota Tambang Membuka Keterbukaan
Keuangan Daerah Cover KotaKita 4.indd 1
06/01/14 09:40
Dewan Pengurus Dan Direktorat Eksekutif APEKSI
M engucapkan
Selamat Tahun Baru 2014
Harga Pemasangan Iklan di KOTAKITA Keterangan
Ukuran
Pilihan Paket
1X
2X
3X -
Cover IV (back cover)
1 hl
10 jt
-
Cover II (inside front cover)
1 hl
8 jt
-
12 jt
15 jt
Cover II (inside front cover)
1/2 hl
3,5 jt
-
6 jt
8 jt
Cover III (inside back cover)
1 hl
Cover III (inside back cover)
1/2 hl
Di tengah majalah
1 hl
Di tengah majalah
1/2 hl
23 jt
7 jt
10 jt
10,5 jt
16 jt
3,5 jt
5 jt
6,5 jt
9,5 jt
5 jt
6 jt
7,5 jt
10 jt
2,5 jt
3,5 jt
5 jt
7 jt
Pembayaran melalui rekening Bank Mandiri Cabang Graha Irama Kuningan Jakarta, No.124-000-4350147 atas nama Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI).
Cover KotaKita 4.indd 2
4X
Bagi Pemerintah Daerah, SKPD, Dinas, Badan, Lembaga yang berada di pemerintah daerah atau Perusahaan yang berminat memasang iklan atau sponsor di Majalah kota Kita, harap mengisi formulir pemasangan iklan dan mengirimkan formulir tersebut ke bagian iklan Majalah Kota Kita. Bagian iklan menerima materi iklan jadi sesuai dengan ukuran yang di pesan. Untuk informasi pemasangan iklan harap menghubungi: Imam Yulianto: 0812 9859 529 Alamat Redaksi dan Iklan: Rasuna Office Park III WO. 06-09, Komplek Rasuna Epicentrum Jl. Taman Rasuna Selatan, Kuningan, DKI Jakarta, 12960, Indonesia T +62-21 8370 4703 F +62-21 8370 4733 http://www.apeksi.or.id
06/01/14 09:40
D A F T A R
I S I
WAWANCARA
15
MOHAMAD BASYIR AHMAD
5
9
Membuka Keterbukaan Keuangan Daerah Komitmen pemerintah hd daerah hd dalam l transparansi pengelolaan l l kkeuangan daerah masih rendah. Diperlukan keterlibatan pengawasan publik untuk menekan potensi penyimpangan demi efektivitas pengelolaan anggaran.
“Perubahan Iklim Bukan Bencana”
Kota-kota yang Mencoba Transparan
Pekalongan termasuk salah satu kota yang rentan terhadap dampak perubahan iklim. Banjir dan rob sering menghantam areal persawahan, usaha tambak, usaha batik, serta permukiman. Layanan publik dan kesehatan masyarakat pun terganggu.
Hasil survei Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) menyebutkan komitmen pemerintah daerah (pemda) untuk terbuka dalam pengelolaan anggaran masih rendah. Namun, beberapa pemerintah kota (pemko) sejak dini sudah mencoba untuk transparan. Bagaimana hasilnya?
LAPORAN KHUSUS 28
18
JEJAK
Awas, Jebakan Bansos… Banyak pejabat dan kepala daerah terjerat kasus korupsi dana hibah dan bantuan sosial (bansos). Diperlukan kehati-hatian, ketelitian, dan kejujuran agar selamat dari jebakan penyaluran dana hibah dan bansos.
X X X X X X X X X X X
Solo Operasikan Bus Ramah Difabel Surabaya Kota TI Palopo Cetak 100 Wirausahawan Sukses Makassar Marathon Pemkot Liverpool Kunjungi Manado Pontianak Raih Dua Penghargaan Nasional Menyiapkan Daerah Memungut PBB-P2 Optimalisasi Pelayanan Publik melalui Kerja Sama Daerah Rakor Pokja Lintas Sektoral APEKSI APEKSI Gelar Seminar Perubahan Iklim Pengalaman Pemasaran Regional di Kawasan Danau Constance
Diterbitkan oleh:
Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) Alamat: Rasuna Office Park III WO. 06-09, Komplek Rasuna Epicentrum Jl. Taman Rasuna Selatan, Kuningan, DKI Jakarta, 12960, Indonesia Telpon: +62-21 8370 4703 Fax: +62-21 8370 4733 http://www.apeksi.or.id
21 22 23 24 25 26 32 36 38 39 40
Sawahlunto, Reinkarnasi Kota Tambang Dalam sekejap, Sawahlunto menyihir diri: dari puing-puing tambang batu bara di masa kolonial menjadi kota wisata yang menghadirkan keindahan masa lalu. Perekonomian warga mulai menggeliat, menjanjikan kejayaan masa lalu.
Penanggung Jawab: Ketua Dewan Pengurus Apeksi Pemimpin Redaksi: Dr. Sarimun Hadisaputra, MSi Wakil Pemimpin Redaksi: H. Soeyanto, Sri Indah Wibi Nastiti Dewan Redaksi: Drs. H. Rahudman Harahap, MM (Komwil – I, Kota Medan), Drs. Herman, H.N., MM. (Komwil – II, Kota Bandar Lampung), Hj. Airin Rachmi Diany, SH.,MH. (Komwil - III, Kota Tangerang Selatan), dr. H. Samsul Ashar, Sp.Pd. (Komwil – IV, Kota Kediri), H.M. Riban Satia, S.Sos. (Komwil – V, Kota Palangkaraya), Drs. H. Burhan Abdurahman, MM. (Komwil – VI, Kota Ternate), M. Abdurrahman, Tri Utari dan Dian Anggreini, Suharto, Mukhlisin Iklan: Imam Yulianto Administrasi & Distribusi: Teguh Ardhiwiratno
Volume IV
Kota Kita ed4B.indd 3
DESEMBER 2013
3
06/01/14 09:42
D A R I
R E D A K S I
Tahun Baru & Tahun Politik
Foto cover : Keterbukaan Akses Informasi Keuangan Daerah di Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
4
Kota Kita ed4B.indd 4
Volume IV
S
AAT Majalah ini sampai ke tangan Anda, Pembaca, kita te-
ngah menyambut datangnya tahun baru . Sudah menjadi tradisi, pergantian tahun menjadi momentum yang pas untuk melakukan evaluasi dan instrospeksi terhadap apa yang telah kita kerjakan dan hasilkan sepanjang tahun yang kita lalui. Evaluasi dan instrospeksi diperlukan agar kita tak mengulangi kesalahan dan untuk melakukan perbaikan-perbaikan di masa-masa yang akan datang. Pergantian tahun juga menjadi momentum bagi untuk menyusun serangkaian rencana, program, target-target baru yang diharapkan tingkat pencapaiannya harus lebih baik dari sebelumnya. Pergantian tahun saat ini menjadi terasa istimewa karena tahun 2014 disebut-sebut sebagai “tahun politik”. Disebut demikian, lantaran pada tahun 2014 ini bangsa Indonesia akan menyelenggarakan Pemilihan Umum Legislatif dan Pemilihan Umum Presiden. Keduanya akan menentukan masa depan perjalanan bangsa. Tentu, sebagai “tahun politik”, akan terjadi peningkatan dinamika dan bahkan mungkin kegaduhan politik yang sangat tinggi. Tapi kita berharap semuanya akan berjalan baik. Nah, dengan latar belakang itu, Majalah Kota Kita edisi ini menurunkan serangkaian laporan penting yang diharapkan dapat menjadi referensi kita dalam menyambut datangnya tahun baru 2014, yang juga kita maknai sebagai tahun politik. Pesannya sangat jelas: meskipun kita akan memasuki tahun politik, jangan pernah mengabaikan atau bahkan menelantarkan pelayanan publik. Jangan pernah mengabaikan atau bahkan menelantarkan kepentingan masyarakat luas dan menukarnya dengan kepentingan kelompok politik tertentu. Pesan itu tersirat dalam Laporan Utama yang kami turunkan pada edisi ini, yaitu tentang keterbukaan pemerintah daerah (pemda), termasuk pemerintah kota (pemko), dalam pengelolaan keuangan atau anggaran daerah. Berdasarkan hasil survei Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), komitmen pemda untuk menjalankan keterbukaan pengelolaan anggaran daerah sesuai dengan amanat Undang-Undang (UU) Keterbukaan Informasi Publik (KIP) ternyata masih sangat rendah. Ini, tentu saja, sangat mengkhawatirkan. Hasil survei itu sengaja kami angkat agar menjadi bahan bagi untuk melakukan perbaikan. Dan, upaya kita untuk memperbaiki dan meningkatkan pelayanan publik jangan sampai terganggu oleh “tahun politik”. Itu pesannya. Selain itu, pada rubrik-rubik lain kami juga menurunkan sejumlah laporan tak kalah penting, di antaranya hasil Rapat Koordinasi Teknis dan Diskusi Panel Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI) tentang implementasi dan permasalahan dalam penyaluran dana hibah dan bantuan sosial (bansos) yang bersumber dari APBD. Apa permasalahan dan rekomendasi kami turunkan pada rubrik Laporan Khusus, dengan harapan agar ke depan pengelolaan dan penyaluran dana hibah dan bansos lebih baik dan lebih berkualitas. Jangan sampai penyaluran dana hibah dan bansos menjadi kasus hukum, lebih-lebih jika penyalurannya di “tahun politik”. Selain itu, masih banyak laporan lain yang kami turunkan terutama berkaitan dengan dinamika perkotaan dan agenda-agenda APEKSI. Semoga sajian Majalah Kota Kita edisi lebih baik dari edisi-edisi sebelumnya. Selamat membaca.
DESEMBER 2013
06/01/14 09:42
L A P O R A N
U T A M A
Membuka Keterbukaan Keuangan Daerah Komitmen pemerintah daerah dalam transparansi pengelolaan keuangan daerah masih rendah. Diperlukan keterlibatan pengawasan publik untuk menekan potensi penyimpangan demi efektivitas pengelolaan anggaran. Volume IV DESEMBER 2013
Kota Kita ed4B.indd 5
5
06/01/14 09:42
L A P O R A N
U T A M A
Kantor Wali Kota Blitar, Jawa Timur.
Gubernur DKI Jakarta Basuki T Purnama alias Ahok belum lama ini dibuat masygul. Gara-garanya, banyak anggaran siluman tiba-tiba muncul ketika Peraturan Daerah (Perda) tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) baru saja disahkan DPRD. Padahal, sebelumnya, sejumlah mata anggaran yang dianggap tidak perlu sudah dicoret. Tapi, begitu APBD disahkan, apa lacur, anggaran-anggaran tersebut muncul lagi. Dan, Ahok pun meradang. Munculnya anggaran-anggaran siluman di DKI Jakarta tersebut hanya salah satu contoh kecil betapa masih rendah komitmen pemerintah daerah (pemda), baik di tingkat provinsi, kabupaten, maupun kota, dalam keterbukaan atau transparansi pengelolaan keuangan daerah. Hasil survei yang dilakukan Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) menguatkan hal tersebut. “Komitmen pemerintah daerah untuk keterbukaan informasi pengelo-
W
6
Kota Kita ed4B.indd 6
AKIL
Volume IV
laan anggaran sangat rendah,” ujar Koordinator Investigasi dan Advokasi Seknas FITRA Uchok Sky Khadafi. Pada September 2013, FITRA merilis hasil survei tentang keterbukaan informasi anggaran di lingkungan pemda. Pemda, berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Nomor 188.52/1797/ SJ tentang Peningkatan Transparansi Pengelolaan Anggaran Daerah, wajib mempublikasikan pengelolaan anggaran melalui website resmi masing-masing daerah. Instruksi ini merupakan tindak lanjut dari Instruksi Presiden Nomor 17 Tahun 2011 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2012 sebagai bagian dari pelaksanaan amanat Undang-Undang (UU) Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Berdasarkan Instruksi Mendagri tersebut, terhitung mulai Mei 2012 semua pemda sudah harus mempublikasikan informasi yang berkaitan dengan pengelolaan anggaran yang memang masuk kategori informasi publik. Untuk kepentingan tersebut, pemda harus membuat website dengan konten “ Transparansi
Pengelolaan Keuangan Daerah. Ada 12 dokumen anggaran yang harus dipublikasikan melalui website, yaitu Ringkasan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dan Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) atau RKASKPD; Ringkasan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dan Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD) atau RKAPPKD; Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) APBD; Ranperda tentang Perubahan APBD; Perda tentang APBD; Ringkasan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) SKPD; Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) PPKD; Lampiran Realisasi Anggaran Seluruh SKPD; Lampiran Realisasi Anggaran Seluruh PPKD; Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) yang sudah diaudit; dan Opini atas Laporan Keangan Pemda. Ke-12 dokumen tersebut oleh FITRA kemudian dijadikan indikator untuk mengukur tingkat keterbukaan atau transparansi pemda pada pengelolaan anggaran daerah. Hasilnya sungguh memprihatinkan. Bukan hanya pada substansi dan kadar informasinya, bah-
DESEMBER 2013
06/01/14 09:42
10 Kota Paling Terbuka versi Fitra Tahun 2012
Tahun 2013
Kota
Skor
Kota
Skor
Semarang
45,53
Blitar
54,39
Pontianak
41,66
Probolinggo
51,31
Salatiga
38,52
Surabaya
50,07
Banda Aceh
31,97
Kediri
48,84
Surakarta
25,58
Semarang
45,53
Sabang
24,44
Pontianak
41,66
Madiun
23,89
Salatiga
38,52
Pekalongan
21,35
Banda Aceh
31,97
Singkawang
19,73
Mataram
29,47
Binjai
17,66
Madiun
26,83
10 Kabupaten Paling Terbuka versi Fitra Tahun 2012
Tahun 2013
Kabupaten
Skor
Kabupaten
Kebumen
48,25
Kebumen
48,25
Jepara
41,76
Banyuwangi
43,53
Nagan Raya
37,23
Lumajang
42,76
Kudus
35,97
Jepara
41,76
Labuhan Batu
35,36
Malang
41,56
Purworejo
33,10
Nagan Raya
37,23
Sikka
32,22
Kudus
35,97
Magelang
30,56
Labuhan Batu
35,36
Cilacap
30,25
Magetan
34,97
Pemalang
28,38
Pamekasan
34,87
kan tingkat kepatuhan pada instruksi penerapan keterbukaan informasinya pengelolaan anggaran daerah juga sangat rendah. Dari penelusuran yang dilakukan hingga awal September 2013, misalnya, FITRA menemukan fakta, hanya 193 dari total 508 pemerintah kabupaten/kota yang sudah mempublikasikan informasi tentang pengelolaan anggaran daerah melalui website. Artinya, tak lebih dari 25 persen pemerintah kabupaten dan pemerintah kota yang telah melaksanakan instruksi Mendagri tersebut. Fakta ini saja sudah menggambarkan betapa rendah tingkat kepedulian pemda pada pelaksanaan keterbukaan informasi publik.
Skor
Bagaimana dengan pemda-pemda yang sudah merilis informasi pengelolaan anggaran melalui website? Menurut Uchok, juga masih jauh dari harapan. Sebagai gambaran, dari 193 pemda tersebut, hanya 71 pemda atau 37 persen yang mengunggah informasi tentang pengelolaan anggaran. Selebihnya, 122 pemda atau 63 persen masih sangat tertutup dalam urusan publikasi informasi anggaran. “Yang mereka publikasikan hanya informasi lelang barang dan jasa. Tidak ada publikasi satu pun dokumen anggaran,” katanya. Maka dari itu, dengan skala penilaian 10-100, menurut hasil survei FITRA, tak ada pemda yang mempero-
leh skor 100. Kota yang menduduki peringkat teratas dari “10 Kota Paling Terbuka”, yaitu Blitar, pun hanya memperoleh skor 54,39. Malahan, Kebumen yang menduduki peringkat teratas dari “10 Kabupaten Paling Terbuka”, skornya di bawah 50, yaitu 48,25. Data tersebut, menurut Uchok, menunjukkan bahwa dari segi substansi, kualitas dan kualifikasi informasi pengelolaan anggaran daerah yang sudah diunggah di website tersebut masih rendah atau buruk. Memang, diakui Uchok, dari survei yang dilakukan, FITRA kemudian membuat pemeringkatan berdasarkan skor tertinggi. Seperti terlihat pada tabel, misalnya, maka muncul peringkat “10 Kota Paling Terbuka” dan “10 Kabupaten Paling Terbuka” versi FITRA. “Pada dasarnya, semua informasi tentang pengelolaan anggaran daerah yang dipublikasikan masih berkualitas buruk. Kami merilis sepuluh peringkat teratas tersebut hanya mengambil yang terbaik dari yang buruk-buruk itu,” jelas Uchok. Fakta tersebut, menurut Uchok, menunjukkan bahwa hampir semua pemda, baik di lingkungan kabupaten maupun kota, masih setengah hati dalam hal keterbukaan informasi pengelolaan keuangan daerah. Padahal, sesuai dengan amanat UU KIP, seperti halnya diinstruksikan oleh Mendagri, informasi pengelolaan anggaran termasuk kategori informasi publik, dan masyarakat memiliki hak untuk dapat mengakses dan mengetahui semua informasi yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan daerah. Dijelaskan, ada sejumlah kemungkinan kenapa pemda masih belum sepenuhnya mau terbuka soal pengelolaan keuangan daerah ini. Pertama, menurutnya, banyak pejabat di lingkungan pemda yang masih menganggap bahwa data atau dokumen yang berkaitan dengan anggaran dan pengelolaan keuangan daerah merupakan rahasia negara/daerah. “Jadi, mereka merasa bahwa hanya mereka yang berhak tahu, dan publik
Volume IV
Kota Kita ed4B.indd 7
DESEMBER 2013
7
06/01/14 09:42
L A P O R A N
U T A M A
tidak boleh mengetahui,” ujar Uchok. Kedua, memang masih ada kesengajaan di lingkungan pejabat pemda untuk tidak mempublikasikan data dan dokumen pengelolaan anggaran meskipun mereka sudah mengetahui bahwa hal tersebut merupakan informasi publik. Menurut penelusuran FITRA, masih banyak pemda yang dengan sengaja menutup-nutupi informasi yang berkaitan dengan pengelolaan anggaran karena khawatir potensi penyimpangannya diketahui publik. Atau, mereka khawatir tidak bisa lagi leluasa dalam pengelolaan anggaran lantaran merasa terus-menerus akan dipantau oleh masyarakat. “Memang masih banyak yang menutupinutupi informasi soal pengelolaan anggaran ini. Mereka takut kebobrokannya diendus publik,” tandas Uchok. Jika pemda masih tertutup atau tidak transparan soal informasi pengelolaan anggaran, menurut Uchok, akan berakibat buruk pada program pembangunan di daerah. Sebab, masyarakat tidak dilibatkan dan tidak bisa mengontrol jalannya pemerintahan di daerah. Selain itu, potensi adanya penyimpangan dan korupsi anggaran akan sulit ditekan karena minimnya kontrol publik. Dengan demikian, jika tidak transparan dalam pengelolaan anggaran, akan sulit terbangun pemerintahan daerah yang bersih dan akuntabel. Karena itu, berdasarkan hasil surveinya, FITRA kemudian mengusulkan agar Kementerian Dalam Negeri memberikan reward kepada pemda yang telah menjalankan transparansi pengelolaan anggaran dengan baik dan, sebaliknya, memberikan sanksi atau punishment kepada pemda yang masih tidak mau transparan. “Reward and punishment diperlukan untuk mendorong semua pemda mau transparan,” tegas Uchok. Diakui Wali Kota Pontianak Sutarmidji, sudah bukan zamannya saat ini pemerintah tidak transparan dalam hal pengelolaan anggaran. Dan, menurutnya, sebenarnya tidak ada kendala berarti bagi pemda untuk membuka semua informasi terkait pengelolaan anggarannya. Hanya, masalahnya, belum semua ma-
8
Kota Kita ed4B.indd 8
Volume IV
12 Indikator Transparansi Pengelolaan APBD 1
Ringkasan RKA-SKPD
2
Ringkasan RKA-PPKD
3
Ranperda tentang APBD
4
Ranperda tentang Perubahan APBD
5
Perda tentang APBD
6
Perda tentang Perubahan APBD
7
Ringkasan DPA-SKPD
8
Ringkasan DPA-PPKD
9
Lampiran Realisasi Anggaran Seluruh SKPD
10
Lampiran Realisasi Anggaran Seluruh PPKD
11
LKPD yang Sudah Diaudit
12
Opini atas Laporan Keuangan Pemda
Catatan: O RKA-SKPD: Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dan Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD). O RKA-PPKD: Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dan Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD). O DPA-SKPD: Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). O DPA-PPKD: Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD). O LKPD: Laporan Keuangan Pemerintah Daerah.
syarakat dapat memahami pesan dari informasi pengelolaan anggaran yang dipublikasikan. “Jika publik tidak bisa membaca atau memahami struktur APBD, maka bisa timbul opini-opini yang kurang baik untuk kredibilitas pemerintah. Hal itulah yang sebenarnya menjadi kekhawatiran Pemerintah Kota Pontianak dalam membuka informasi terkait anggaran,” Sutarmidji. Meskipun ada kekhawatiran seperti itu, Pemerintah Kota Pontianak tetap mempublikasikan informasi pengelolaan anggarannya baik melalui website maupun media-media lain. Hanya, Sutarmidji berharap masyarakat dapat membaca dan memahami struktur APBD secara benar dan tidak menyalahgunakan informasi tersebut untuk tujuan-tujuan yang tidak baik. “Agar terbangun trust antara pemda dan masyarakat, sehingga penggunaan anggaran dapat dimaksimalkan untuk kesejahte-
raan masyarakat sendiri,” ujarnya. Hal yang sama juga diungkapkan Wali Kota Banda Aceh Mawardy Nurdin. Menurutnya, transparansi dalam pengelolaan anggaran memang diperlukan baik untuk kepentingan masyarakat maupun pemda sendiri. “Dengan transparansi, akan terbangun rasa saling percaya antara masyarakat dan pemda. Kami akan memperoleh feed back dan masukan dari masyarakat, sehingga penggunaan bisa makin maksimal,” ujarnya. Wali Kota Pontianak Sutarmidji menambahkan, jika memang pengelolaan anggaran dilakukan dengan benar dan memang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, maka pemda tidak takut untuk mempublikasikan informasi pengelolaan anggaran dan memberikan akses seluas-luasnya kepada masyarakat. “Kalau memang kita sudah benar, buat apa takut untuk transparan,” tandasnya.
DESEMBER 2013
06/01/14 09:42
Wali Kota Blitar, Samanhudi Anwar.
Kota-kota yang Mencoba Transparan Hasil survei Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) menyebutkan komitmen pemerintah daerah (pemda) untuk terbuka dalam pengelolaan anggaran masih rendah. Namun, beberapa pemerintah kota (pemko) sejak dini sudah mencoba untuk transparan. Bagaimana hasilnya?
ESKIPUN secara umum hasilnya belum memuaskan, FITRA tetap membuat peringkat “ Kota Paling Terbuka” pada ini. Blitar, kota yang berada di Jawa Timur, menduduki posisi teratas dengan skor ,. Blitar meraih predikat sebagai “Kota Paling Terbuka” berkat usaha keras dalam waktu lama untuk mencoba membangun keterbukaan. Bahkan, sebelum diterbitkan Undang-Undang (UU) Nomor Tahun tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP), Pemerintah Kota (Pemko) Blitar sudah memulainya. Pada 2007, Kota Blitar membentuk Unit Layanan Pengaduan dan Informasi Masyarakat (ULPIM). Ini merupakan unit kerja yang khusus menangani pengaduan dan informasi dari masyarakat.
M
Volume IV
Kota Kita ed4B.indd 9
DESEMBER 2013
9
06/01/14 09:42
L A P O R A N
U T A M A
Wali Kota Banda Aceh, Mawardy Nurdin (kiri).
Wali Kota Pontianak, Sutarmidji.
Melalui ULPIM, Pemko Blitar mempublikasikan sejumlah informasi yang diperlukan masyarakat, di antaranya informasi yang berkaitan dengan prinsip dan prosedur pelayanan publik, penyediaan fasilitas sarana prasarana masyarakat, kesempatan dan peluang pengembangan usaha, pengelolaan keuangan, produk hukum, dan kejadian bencana alam. Memang, ketika itu belum ada informasi pengelolaan anggaran yang dipublikasikan secara khusus. Pada 2008, berdasarkan peraturan Wali Kota Blitar Nomor 49 Tahun 2008, tugas pokok dan fungsi ULPIM berada di bawah Dinas Komunikasi Informatika dan Pariwisata. Namun, begitu UU KIP diterbitkan, Pemko Blitar membentuk Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumen lengkap dengan pedoman pelaksanaannya. Hingga saat itu, memang belum juga ada publikasi khusus tentang informasi pengelolaan anggaran. Namun, sudah mulai terbangun mind set keterbukaan di lingkungan Kota Blitar. Baru setelah terbit Instruksi Menteri Dalam Negeri Tahun 2012 Nomor
188.52/1797/SJ tentang Peningkatan Transparansi Pengelolaan Anggaran Daerah pada pertengahan 2012, Pemko Blitar langsung mempublikasikan semua data dan dokumen berkaitan dengan pengelolaan keuangan daerah, yang kemudian menjadi 12 indikator keterbukaan anggaran pemda. Seluruh informasi tersebut dapat diakses melalui website resmi Pemko Blitar www.blitarkota.go.id. “Diharapkan informasi keuangan yang disajikan selalu relevan dan bisa dipahami public,” ujar Wali Kota Blitar Samanhudi Anwar. Memang, diakui Samanhudi Anwar, terdapat sejumlah kendala yang dihadapi ketika harus membangun keterbukaan informasi anggaran. Misalnya, hingga saat ini belum ada keseragaman pemahaman tentang klasifikasi informasi mana yang informasi publik dan mana yang rahasia. Selain itu, pegawai di beberapa satuan kerja perangkat daerah (SKPD) pun belum semua memahami makna dan isi UU KIP. “Sebagian pegawai masih memegang paradigma lama yang beranggapan bahwa terkait anggaran merupakan informasi yang rahasia. Artinya, hanya boleh diketahui oleh orang-orang terten-
10
Kota Kita ed4B.indd 10
Volume IV
tu di instansi tersebut. Dan, membuka anggaran ke publik dilihat sebagai ancaman bagi instansi yang bersangkutan,” Samanhudi menjelaskan. Kendala lain, menurutnya, masih minimnya dukungan infrastruktur yang berkaitan dengan sistem data dan dokumentasi. Selain itu, sumber daya manusia yang terampil dan kompeten di bidang teknologi informasi juga masih minim. Dia memberi contoh, hingga saat ini semua Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) telah membentuk PPID. Tercatat, dari 50 SKPD yang diharuskan membentuk PPID, yang sudah membentuk sekitar 38 SKPD atau 12 SKPD tercatat belum membentuk. “Yang sudah terbentuk pun belum semua paham apa yang harus dilakukan terkait dengan keterbukaan informasi, terlebih soal anggaran,” ujarnya. Karena itu, Pemko Blitar kini terus mengupayakan penyempurnaan pelaksanaan keterbukaan informasi pengelolaan anggaran. Misalnya, meningkatkan kapasitas pemahaman SKPD maupun masyarakat terhadap UU KIP. Juga, menambah dukungan struktur kelembagaan maupun sarana dan prasarana yang memadai. Meskipun begitu, apa yang selama ini sudah mulai Pemko Blitar sudah terasa manfaatnya. Samanhudi Anwar menegaskan, melalui publikasi informasi pengelolaan anggaran, masyarakat dapat mengontrol dan memberikan masukan. “Dengan demikian, potensi penyimpangan bisa ditekan dan kualitas pengelolaan anggaran jadi lebih baik,” ujarnya.
Pontianak dan Banda Aceh SELAIN Blitar, Kota Pontianak dan
Banda Aceh juga masuk peringkat “10 Kota Paling Terbuka” versi FITRA. Pontianak memperoleh skor 41,66 dan berada di posisi 6. Wali Kota Pontianak Sutarmidji mengungkapkan, pihaknya tidak terkejut atas pemeringkatan FITRA tersebut. Bagi Pontianak, sudah tidak asing lagi dengan hasil survei baik yang dilakukan lembaga pemerintahan maupun di luar pemerintahan. Sebab,
DESEMBER 2013
06/01/14 09:42
Alun-alun Kota Pontianak.
sudah sejak lama Pontianak membangun keterbukaan. “Meskipun hasil yang diperoleh sudah baik, tetapi upaya menjadi lebih baik lagi terus dilakukan supaya sesuai dengan kebutuhan dan keinginan masyarakat,” ujar Sutarmidji. Untuk mewujudkan transparansi informasi anggaran kepada publik, selain melalui website, Pemko Pontianak juga telah bekerja sama dengan media massa. Bahkan, ke depannya, segala kegiatan-kegiatan pembangunan yang ada di dalam Rencana Kerja Anggaran (RKA) akan diumumkan. Saat ini, aku Sutarmidji, Pemko Pontianak terus mengembangkan layanan informasi berbasis web dengan mencari pola-pola yang lebih efektif, lebih efisien, dan lebih mudah dipahami masyarakat dan mudah menyebar ke masyarakat dalam mengaksesnya. Yang selama ini dilakukan, menurut Sutarmidji, sudah mulai membuahkan hasil. Salah satunya bisa meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat.
Dia memberi contoh, kualitas pembangunan jalan, drainase, gedung-gedung, dan lainnya menjadi lebih baik. Sebab, dengan adanya keterbukaan informasi ini, keluhan-keluhan masyarakat bisa segera ditangani dengan cepat. “Jadi, pengaruh keterbukaan informasi anggaran terhadap pelayanan publik itu cukup signifikan, dan itu bisa membawa perbaikan dalam pelayanan publik,” tandas Sutarmidji. Adapun Kota Banda Aceh, yang menempati posisi ke-8 dengan skor 31,97, sudah terbilang lama dalam mem bangun transparansi. Bahkan, jauh sebelum keluar Instruksi Mendagri tersebut, Pemko Banda Aceh secara bertahap telah melakukan transparansi pengelolaan keuangan sejak tahun 2007, yang diawali dengan mencetak poster ringkasan APBD dan disebarkan ke seluruh desa. Kemudian, secara bertahap pula, mulai 2008 sudah di-upload di website Pemko Banda Aceh, baik informasi anggaran maupun informasi
lainnya. Wali Kota Banda Aceh Mawardy Nurdin mengakui, ada sejumlah kendala yang dihadapi ketika mulai membangun transparansi informasi pengelolaan anggaran. Misalnya, sedikitnya tenaga yang berkompeten di bidang teknologi informasi (TI). Selain itu, belum semua data dan dokumen terkait anggaran siap diunggah di website. Namun, berkat kerja keras dengan komitmen tinggi, menurutnya, kendalakendala tersebut dapat diatasi. “Sepanjang kita sungguh-sungguh, semua bisa diatasi,” tandas Mawardy. Hasilnya pun, menurutnya, langsung terasa. Pemko Banda Aceh banyak menerima masukan dari masyarakat melalui sms gateway 0811683005. “Kontribusi langsung terhadap pelaksanaan pembangunan di daerah dapat dirasakan melalui dukungan dari masyarakat terhadap pelaksanaan program dan kegiatan sesuai dengan yang sudah dianggarkan,” ujar Mawardy Nurdin.
Volume III SEPTEMBER 2013
Kota Kita ed4B.indd 11
11
06/01/14 09:42
P R O F I L
Alun-alun Kota Madiun (kiri), dan Wali Kota Madiun Bambang Irianto.
Membangun Madiun Kota Ramah Investasi
Untuk kedua kalinya, Kota Madiun di Jawa Timur, dipimpin Bambang Irianto. Ke depan, Madiun akan menjadi kota ramah investasi.
E R PA S A N G A N dengan Sugeng Rismianto sebagai calon wakil wali kota, calon incumbent Bambang Irianto akhirnya memenangi Pemilihan Wali Kota Madiun yang digelar pada Agustus . Kemenangan itu dengan sendiri membuktikan bahwa warga Kota Madiun
B 12
Kota Kita ed4B.indd 12
Volume IV
menilai Bambang Irianto berhasil dalam memimpin selama lima tahun ini. Bambang Irianto dalam periode pertama kepemimpinannya memang sukses mensejahterakan warga Kota Madiun melalui beberapa program, terutama program pendidikan gratis dan kartu sehat. Program ini dinilai berdampak positif pada peningkatan ekonomi
warga. Kondisi ekonomi kota ini lambat laun mulai bangkit menuju perubahan yang cukup menggembirakan. Data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Madiun, misalnya, menunjukkan peningkatan tersebut. Meskipun peningkatannya tidak drastis, upaya yang dirintis Bambang menunjukkan bahwa pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya manusia mulai mengalami peningkatan. Tiga sektor utama yang berkonstribusi terbesar pada PDRB Kota Madiun adalah sektor perdagangan serta hotel dan restoran dengan konstribusi 43,25%. Sedangkan, sektor industri pengolahan dengan konstribusi 15,75% dan sektor jasa-jasa dengan konstribusi 14,60 %. Saat ini, di Kota Madiun beroperasi 6 unit industri besar, 250 industri kecil formal, dan 1.205 industri kecil nonformal. Data ini juga menunjukan bahwa sektor perdagangan dan jasa merupakan penopang utama pertumbuhan ekonomi Kota Madiun. Sektor inilah yang juga menyimpan potensi yang besar untuk terus dikembangkan. Kota Madiun yang berada di ujung sebelah barat wilayah Provinsi Jawa Timur—yang dilewati jalur lalu lintas wilayah selatan Pulau Jawa dari arah Jawa Barat dan Jawa Tengah ke Jawa Timur atau sebaliknya. Posisi ini membuat Kota Madiun menjadi kota transit.
DESEMBER 2013
06/01/14 09:42
Di samping posisinya yang berada di tengah-tengah, Kota Madiun menjadi tempat kedudukan/Kantor Badan Koordinasi Wilayah (Bakorwil) I Madiun. Posisi ini membuat Kota Madiun menyimpan potensi menjadi pusat pengembangan ekonomi, baik industri, perdagangan, dan jasa serta pendidikan. Inilah yang memunculkan motto Madiun Kota Perdagangan, Pendidikan, dan Industri (Gadis), khususnya industri pengolahan. Ini seiring dengan penetapan kota ini menjadi pusat pengembangan perkotaan wilayah barat Provinsi Jawa Timur. Secara administrastif, kota ini memiliki tiga kecamatan yang meliputi 27 kelurahan. Kota Madiun dihuni 203.972 jiwa (Data Statistik 2010), yang terdiri dari 98.601 jiwa laki-laki dan 105.371 jiwa perempuan.
Ramah Investasi PERAN kepemimpinan Bambang Irianto
dalam lima tahun terakhir dinilai cukup berhasil dalam memajukan Kota madiun. Sejak menjabat Wali Kota Madiun periode pertama, Bambang cukup intens membangun kota kelahirannya. BAMBANG sendiri semula dikenal sebagai pengusaha. Sebelum menjadi wali kota, ia dikenal sebagai Presiden Direktur LPG Storage Indonesia. Pada tahun 1971, dia mulai mengembanngkan
Tabel PDRB Tahun 2009-2011 (juta rupiah) Uraian
2009
2010
2011
PDRB ADHB
4.380.550,11
4.996.338,32
5.689.253,62
PDRB ADHK
1.977.780,63
2.114.843,99
2.266.725,63
PDRB per kapita ADHB
25,73
29,22
33,09
PDRB perkapita ADHK
11,62
12,37
13,18
bisnisnya sebagai pengusaha agen minyak di Madiun. Sejak itu, banyak jabatan yang diembannya. Mulai dari Direktur SPBU (1980 – sekarang), Direktur PT Cahaya Terang Satata (1988 – sekarang), Direktur PT Laju/SPBBE (1994 – sekarang), Komisaris PT Antawiryo Adhi Guna (2004 – sekarang), sampai pernah menjabat sebagai Sekretaris DPD Hiswana Migas UPMS V Jawa, Bali, NTB, dan NTT. Alumnus Pascasarjana Universitas
Gajayana Malang tahun 2007 ini juga memiliki banyak pengalaman berorganisasi. Di antaranya, Ketua HIPMI Madiun (1985-1993), Ketua HIPMI Jawa Timur Bidang Pertambangan (1990-1994), Wakil Ketua KADIN Jawa Timur (19921997), Ketua Hiswana Migas Madiun (1994-2004), Wakil Ketua KADIN Jawa Timur Bidang Pertambangan (2007-sekarang), dan Ketua Dewan Pertimbangan KADIN Madiun (2007-sekarang). Sejak dilantik sebagai Wali Kota
Volume IV
Kota Kita ed4B.indd 13
DESEMBER 2013
13
06/01/14 09:42
P R O F I L
pun menetapkan Kota Madiun sebagai pusat perekonomian di wilayah bagian barat provinsi setempat. Kota Madiun merupakan salah satu wilayah pusat pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Timur. Kota ini pun mulai banyak didatangi investor dari luar daerah. Investasi yang masuk merupakan stimulus untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian setempat yang secara tidak langsung mendongkrak ekonomi Jawa Timur nasional. Contohnya adalah pembangunan Suncity Festival, yang terdiri dari pertokoan, mal, hotel, waterpark, themepark, dan convention hall.
Madiun periode 2009-2014, Bambang Irianto langsung tancap gas menjadikan Madiun sebagai kota yang ramah investasi. Ini dilakukan untuk mendongkrak kesejahteraan ekonomi warga Kota Madiun. Di periode kepemimpinan sebelumnya, Bambang Irianto menetapkan visi “Bekerja untuk Kemajuan Kota Madiun Sejahtera“. Visi itu dicapainya dengan misi mewujudkan pembangunan berbasis pada partisipasi masyarakat, mewujudkan pemerintahan yang bersih, berwibawa, dan transparan (Good and Clean Governance) melalui penegakan Pakta Integritas sebagai upaya pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme, mewujudkan pelayanan publik, dan mewujudkan tatanan sosial yang dinamis. Ayah satu putra dan dua putri ini menunjukkan prestasi yang cukup mengembirakan selama memimpin
14
Kota Kita ed4B.indd 14
Volume IV
Kota Madiun periode pertama. Berbagai penghargaan diraih. Seperti, di bidang pendidikan, Kota Madiun mampu meraih nilai ujian tertinggi tingkat SMK se-Provinsi Jawa Timur. Di bidang lingkungan hidup, Kota Madiun menyabet Piala Adipura untuk keenam kalinya. Di bidang perhubungan, diraih Piala Wahana Tata Nugraha. Di bidang ketenagakerjaan diraih Zero Accident Award 2010. Di bidang penanaman modal diraih Invesment Award 2010, dan masih banyak lagi prestasinya. Melihat perkembangan Kota Madiun yang menggembirakan, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Timur
Bagi Bambang Irianto, dibangunnya Suncity Festival dapat meningkatkan kesejahteraan warga Kota Madiun. Dengan Suncity Festival, misalnya, banyak tenaga kerja terserap. Kegiatan perdagangan, industri, dan industri pariwisata pun meningkat. “Kontrak saya dengan PT Indraco adalah menyerap tenaga kerja dari warga Kota Madiun sebanyak-banyaknya, mendukung makanan khas Madiun, dan memajukan Kota Madiun. Aset tanah Pemko Madiun seluas 7 hektare ini akan disewa selama 30 tahun dan bisa diperpajang jika hasilnya samasama menguntungkan,” kata Bambang Irianto.
DESEMBER 2013
06/01/14 09:42
W A W A N C A R A
“Perubahan Iklim Bukan Bencana”
Wali Kota Pekalongan, Mohamad Basyir Ahmad.
OTA Pekalongan termasuk salah satu kota yang rentan terhadap dampak perubahan iklim di wilayah Provinsi Jawa Tengah. Di kota ini terus terjadi peningkatan suhu dan tekanan udara, curah hujan yang tinggi, serta kenaikan permukaan air laut. Intensitas curah hujan pun cenderung lebih tinggi dan terjadi kenaikan permukaan air laut. Dampak perubahan iklim itu sering menyebabkan banjir dan rob ketika gelombang laut pasang. Banjir bisa terjadi beberapa kali dalam setahun, dan rob bisa terjadi setiap bulan. Rob dan banjir pun sering menghantam areal persawahan, usaha tambak, permukiman, dan layanan publik jadi terganggu. Usaha batik pun terhenti. Kesehatan masyarakat juga terganggu. Namun, bagi Wali Kota Pekalongan Mohamad Basyir Ahmad, perubahan iklim ini bukanlah bencana semata. Dengan memutar akal dan kerja keras, dampak perubahan iklim itu ternyata bisa diubah menjadi sesuatu yang menguntungkan bagi warga Pekalongan. Tokoh yang sering dijuluki “Wali Kota Cowboy” ini membuat kebijakan dan
K
program adaptasi perubahan iklim. Program kegiatan adaptasi dilakukan pun mengadopsi ketahanan warga sekitar. Untuk mengetahui langkah Kota Pekalongan mempersiapkan diri terhadap perubahan iklim, Majalah Kota Kita, mewawancarai Wali Kota Mohamad Basyir Ahmad di sela-sela acara Forum Nasional Adaptasi Perubahan Iklim, 29 November 2013, di Jakarta. Berikut petikannya: Bagaimana implementasi aksi adaptasi perubahan iklim di Kota Pekalongan? Kita punya rencana aksi, mulai dari bagaimana mitigasi sampai adaptasi. Saat ini fokus ke adaptasi. Pekalongan terkena rob, dan sudah kita lakukan antisipasi. Kita lihat, 20 tahun lalu seperti apa, sekarang seperti apa, dan ke depan seperti apa. Dari situ kita punya langkah program mitigasi dan adaptasinya. Untuk mitigasi, kita membuat bendungan, sebab daratan Pekalongan satu meter di bawah dan 7 meter di atas permukaan air laut. Kata kuncinya adalah kita membentengi air laut, dengan cara membuat pemecah gelombang (breakwater) dan revetment (tanggul). Kemudian, untuk menangkal banjir di daratan kita bentengi pinggir sungai. Di Pekalongan ada tiga sungai yang ada parapet di pinggirnya. Ini membuat air bila membludak tidak ke mana-mana. Untuk menampung air hujan, kita buat embung yang kita beri pompa air untuk dibuang ke laut. Meski tidak bisa sekaligus, kita lakukan secara bertahap dan terencana. Ini gambaran sepintas yang apa yang dilakukan. Ada rumah tahan bencana, hutan mangrove, juga kita bangun rusunawa untuk warga yang terkena abrasi. Strategi seperti apa yang dilakukan untuk menghadapi perubahan iklim ini? Ada delapan strategi yang kita jalankan. Pertama, penyediaan dan pemanfaatan informasi cuaca sebagai referensi bagi kesiagaan bencana, budidaya pertanian, dan perikanan. Kedua, pengendalian banjir dan rob akibat peningkatan intensitas curah hujan dan kenaikan permukaan air laut serta penyakit-penyakit terkait perubahan iklim. Ketiga. peningkatan akses air bersih bagi daerah dan masyarakat yang potensial terpapar rob dan banjir. Keempat, meningkatkan efisiensi
Volume IV
Kota Kita ed4B.indd 15
DESEMBER 2013
15
06/01/14 09:42
W A W A N C A R A
Peserta Forum Nasional Adaptasi Perubahan Iklim tgl 28-29 November 2013 yang diselenggarakan KLH, DNPI, APEKSI dan Mercy Corps.
energi pada bangunan pemerintah, masyarakat, dan swasta serta fasilitas umum. Kelima, memperbaiki sistem transportasi melalui pengendalian moda transportasi bermotor dan memperbaiki manajemen angkutan umum. Keenam, peningkatan efisiensi energi dan bahan baku pada proses produksi serta pengolahan limbah cair industri dan klaster industri. Ketujuh, perbaikan pengelolaan sampah untuk mengurangi emisi dan meningkatkan ketahanan terhadap risiko banjir dan genangan. Dan, kedelapan, peningkatan ruang terbuka hijau dan taman kota untuk menciptakan iklim mikro yang lebih baik dan menyerap emisi. Seperti apa konkretnya implementasi aksi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim di daerah pesisir seperti pantai Kota Pekalongan ini? Kita bangun pintu-pintu air dan tanggul muara sungai. Kita buat pemecah gelombang dan revetment (turab-tembok) sepanjang 3,478 km dengan panjang garis pantai mencapai 6,15 km. Ini dilakukan tahun 2012 dan sudah selesai dibangun. Lalu dibuat pula sabuk hijau dengan mangrovisasi. Untuk warga yang kena dampak langsung, kita bangun rumah ramah bencana. Selain itu, juga kita bangun master plan drainase dengan penyusunan Detail Engineering Design (DED) Sistem Bandengsari, Sistem Loji, dan Sistem Sibulanan. Pembangunan infrastruktur subsistem Sibulanan dan subsistem Banger Lama pada tahun 2011. Pembangunan infrastruktur drainase (saluran sekunder) melalui DPU untuk skala teknis tinggi dan melalui program akselerasi untuk pembangunan drainase skala lingkungan dengan sistem pemberdayaan masyarakat dan pembentukan kelompok pemuda tanggap bencana. Apa kendala yang dihadapi Pemerintah Kota Pekalongan dalam implementasi adaptasi perubahan iklim ini? Yang jelas masalah pendanaan dan partisipasi masyarakat yang belum maksimal. Selama ini kami membiayai sendiri penanggulangan bencana ini. Kita anggarkan sebesar 3 persen per tahun dari total APBD. Di Pekalongan kita tidak membuat Badan Penanggulangan Bencana Daerah, meskipun pusat mendorong untuk membuat, kami tidak membuat. Penanggulangan bencana
16
Kota Kita ed4B.indd 16
Volume IV
ini secara langsung di bawah kendali wali kota. Kenapa begitu? Orang pusat sok memahami bencana di daerah, padahal orang daerahlah yang paham akan bencana yang akan menimpa. Yang paling mengerti bencana orang daerah bukan orang pusat. Kita disuruh buat badan, kami tetap tidak mau, yang penting buktinya untuk penanganan beres. Pembentukan badan hanya seremonial saja. Meski belum ada badan, kami tidak mendapat anggaran dan tidak berharap anggaran dari pusat. Orang pusat ngotot meminta Kota Pekalongan buat badan. Padahal, kebijakan, pengangangaran, komitmen, sudah kita jalankan. Badan tidak dibuat sebab risikonya ada pengangaran belanja pegawai meningkat. Bagaimana dengan pelaksanaan penanggulangan air laut pasang? Revetment dan reklamasi untuk menahan gelombang pasang dan dimanfaatkan sebagai lahan rekreasi. Ini kita bangun tahun 2010 , yaitu revetment Pantai Timur Pekalongan yang menghabiskan anggaran Rp 3,5 miliar. Pada tahun 2011 kita lakukan perbaikan revetment Pantai Sari yang menghabiskan anggaran Rp 945 juta. Pada 2012 kita melakukan pembangunan revetment sebelah barat Pantai Pasir Kencana, pembangunan pemecah ombak, pembangunan parapet Kali Pekalongan, dan pembangunan subsistem Loji. Semua ini menghabiskan anggaran sebesar Rp 8,5 miliar. Seperti, Geo Cup yang kita bangun bisa untuk reklamasi, dan bisa menambah wilayah daratan kita. Geo Cup ini bisa tahan sampai 25 tahun. Geo cup ini terbuat dari karung plastik yang kita isi pasir di pantai dan bisa dipakai reklamasi dengan biaya murah. Ketika gelombang datang, pasir akan tertinggal di situ, yang lama-lama pasir urukan menjadi bertambah. Semua ini memakai uang daerah, bukan dana pusat. Sebab, untuk mencairkan uang dari pusat untuk penanggulangan bencana, cukup lama. Kalau ingin cepat harus memakai makelar. Ini saya tidak mau. Bagaimana dengan masyarakat yang kena dampak langsung dari rob? Yang kena dampak seperti pemilik sawah dan warga sekitar pantai. Kita buat program sawah yang kena erupsi kita
DESEMBER 2013
06/01/14 09:42
ubah menjadi tambak udang vaname. Areal tambak udang vaname yang kita bangun sudah cukup luas, mencapai 400 ha. Jenis udang ini berbeda dengan udang windu yang hanya bisa hidup sendiri. Udang vaname ini hidupnya bisa berlapis. Harganya sekarang sudah mencapai Rp 90 ribu per kg. Setelah dibuat tambak udang vaname, petani untungnya bisa mencapai 10 kali lipat. Selain itu apalagi? Kita juga membuat tambak bandeng, jaring tangkap. Kita melangkah ke semua lini, yang sebelumnya tidak optimal, kita optimalkan. Bagi rumah tangga di pesisir, dibuat tanaman sayur di polibek. Sehingga, ketika kita kena bencana seperti rob, bukan musibah lagi, tetapi menjadi sesuatu yang memberikan untung. Ini kita lakukan bersama warga untuk bersahabat dengan perubahan iklim, ini seperti musibah menjadi barokah. Inilah yang kita lakukan. Hanya sedikit berpikir dan kerja keras bisa menghasilkan dan menguntungkan. Kita mengaturnya seperti itu. Yang penting kita berbuat dalam perubahan iklim ini, seperti upaya bagaimana sayuran bisa ditanam di rumah warga yang tergenang air. Kita buat rumah tahan bencana, kita ajari menanam sayuran dengan memakai polibek. Juga, dikembangkan peternakan lele. Kita juga bisa mengembangkan dan memelihara bebek di pinggir laut. Di pinggir laut ada enceng gondok yang bisa dimakan bebek. Ini sudah kita buktikan dan berhasil. Perubahan iklim ini dari Tuhan. Kalau kita mau berpikir bisa jadi berkah, bukan lagi bencana. Yang penting, semua pihak kita libatkan. Sebab, bencana urusan bersama, bukan hanya urusan pemerintah. Lalu, program pemberdayaan masyarakat seperti apa yang Anda kembangkan? Komunitas Pesona Swadaya Hijau. Program ini untuk penguatan ketahanan pangan keluarga berbasis ibu rumah tangga di daerah terdampak rob melalui budi daya sayuran dan perikanan organik, seperti di wilayah Kandang Panjang. Sebab, daerah ini menjadi langganan banjir air pasang laut. Secara ekonomi, mayoritas masyarakat bekerja di sektorl informal dan buruh serabutan dengan tingkat pendidikan
rendah. Ketika rob datang, mereka harus direlokasi. Tapi ada yang bertahan karena ketiadaan biaya untuk meninggikan rumah. Budi daya sayuran dan perikanan organik ini bisa memperkuat daya tahan (ketahanan pangan) ekonomi, sebab mendorong penghematan pos belanja harian rumah tangga. Hal ini bisa dilakukan tanpa harus meninggalkan rumah. Di daerah ini potensi lahannya cukup luas untuk dimanfaatkan bersama. Di situ kita juga membangun solidaritas kelompok melalui pembentukan usaha ekonomi bersama. Bagaimana Anda bisa tidak menuruti keinginan pusat untuk membuat badan bencana? Jangan terlalu bergantung ke pusat, dan kita tidak terlalu berharap. Kita jalankan apa yang bisa kita lakukan. Sebenarnya rakyat sudah pintar. Orang pusat bilang orang daerah tidak mampu. Padahal kebalik, lebih pintar orang daerah dibandingkan dengan orang pusat. Makanya, di pemerintahan saya, hibah setiap tahun kita berikan ke desa sebesar Rp 750 juta. Tahun depan akan kita tingkatkan menjadi Rp 1,5 miliar. Ini setara 10 persen anggaran Kota Pekalongan yang digelontorkan langsung ke desa. Musrenbang itu bohong, tidak menyelesaikan masalah pembangunan. Yang benar kita salurankan langsung ke masyarakat. Meski saya kena temuan audit BPK, seperti hibah yang selalu diberikan ke satu LPM. Padahal satu desa itu memiliki satu rekening di LPM dan setiap tahun anggaran itu digulirkan ke RW yang lain. Bagi saya itu tidak masalah, yang penting ada rencana, ada pelaksanaan, dan ada harganya. Anda termasuk pekerja keras. Seperti menghasilan perda cukup banyak dalam satu tahun. Bisa diceritakan? Yang penting bagi kami telah memiliki segala aturan di daerah. Kami mampu membuat sekitar 50 perda dalam satu tahun yang tidak menghabiskan dana sampai Rp 2 miliar. Ini strategi kami kerja sama dengan dewan. Kita tanya dewan, untuk membuat perda butuh dana berapa, kita siapkan dananya, dan kita minta untuk diselesaikan sekian, misalnya. Kita lakukan negosiasi maunya pemda sekian perda jadi. Menurut kabar, Anda telah membentuk badan baru, apa itu? Satu perda, menurut saya ugal-ugalan, yaitu kita mendirikan Badan Ristek dan Inovasi. Menurut saya, Kementerian Ristek yang tidak memiliki anak di daerah. Selama ini nebeng di litbang, padahal riset dan litbang jauh berbeda. Makanya, inovasi selama ini tidak bisa berkembang di daerah. Kalau ada apa-apa, ya litbang yang diikutkan. Masuknya ke litbang. Ini beda sama sekali, yang bagian dari Kementerian Dalam Negeri. Tahun ini di Kota Pekalongan kita buat Badan Ristek dan Inovasi. Ini untuk mendukung Kota Pekalongan menjadi Smart City berdasarkan IPTEK dan menciptakan SDM unggul ke depan. Dalam, selama ini Kota Pekalongan juga telah banyak memperoleh penghargaan. Artinya apa? Yang kita lakukan sudah on the track. Saat ini kota ini menjadi kota kreatif di Indonesia. Ke depan harus menjadi kota kreatif di tingkat dunia.
Volume IV
Kota Kita ed4B.indd 17
DESEMBER 2013
17
06/01/14 09:42
J E J A K
Sawahlunto, Reinkarnasi Kota Tambang Dalam sekejap, Sawahlunto menyihir diri: dari puing-puing tambang batu bara di masa kolonial menjadi kota wisata yang menghadirkan keindahan masa lalu. Perekonomian warga mulai menggeliat, menjanjikan kejayaan masa lalu.
Wali Kota Sawahlunto, Amran Nur.
S
EJAK PT Bukit Asam hengkang
pada , roda perekonomian Kota Sawahlunto yang berada di Provinsi Sumatera Barat ini nyaris mati suri. Sebab, hampir semua warga kota menggantungkan pendapatan dan pekerjaan dari beroperasinya perusahaan tersebut. Sawahlunto tak ubahnya seperti kota hantu, karena yang tinggal hanyalah puing-puing galian tambang batu bara dari masa kolonial. Di masa sulit itu, Amran Nur dipercaya masyarakat untuk memimpin Kota Sawahlunto. Dua tahun, waktu yang cukup bagi Amran Nur untuk melakukan kajian strategis guna menentukan arah pembangunan kota yang bisa memakmurkan kembali warganya. Bisa di-
18
Kota Kita ed4B.indd 18
Volume IV
bilang, Amran Nur mampu membalikkan keadaan, memberikan harapan. Sawahlunto awalnya merupakan kawasan hutan belantara di Bukit Barisan, Sumatera Barat dan menjadi daerah tambang batu bara pertama di Indonesia. Menurut cerita masyarakat Sawahlunto, penemuan batu bara terjadi secara kebetulan. Itu berluma dari pencarian orang Belanda yang hilang terbawa arus Sungai Ombilin pada tahun 1858. Tanpa sengaja, tim pencari menemukan bongkahan batu yang ternyata batu bara. Pada 1867, Willem Hendrik de Greve, seorang geolog berkebangsaan Belanda, melanjutkan penelitian sepanjang Sungai Ombilin. Benar adanya, dia menemukan cadangan batu bara yang cukup besar. Lalu, pada 1887 Pemerintah
Kolonial Belanda pun mulai serius membangun infrastruktur penunjang penambangan batu bara. Jalur kereta api yang melintasi Sawahlunto, Padang Panjang, sampai Teluk Bayur dibangun awal tahun 1888 dan bisa diselesaikan tahun 1894. Selain itu, juga dibangun pelabuhan laut untuk mengangkut batu bara di Teluk Bayur (Padang). Dana yang digelontorkan pemerintah Belanda pun cukup fantastif, mencapai 5,5 juta gulden kala itu. Lima tahun kemudian, pada 1892, Belanda sudah bisa menikmati produksi batu bara pertama di Sawahlunto. Untuk menggenjot produksi, kala itu Pemerintah Belanda melibatkan pekerja dari luar Sawahlunto. Mereka rata-rata tawanan perang dari berbagai daerah di
DESEMBER 2013
06/01/14 09:42
Nusantara yang dijadikan pekerja paksa di tambang. Saat bekerja kaki mereka di rantai. Tak heran di penambangan itu muncul istilah “orang rantai”. Di tahun 1894, produksi batu bara meningkat dari puluhan ton menjadi ratusan ribu ton dengan keuntungan mencapai 4,6 juta gulden. Bisa dikatakan baru beroperasi tujuh tahun, Pemerintah Kolonial sudah bisa kembali modal. Dari keberadaan para pekerja tambang itulah terbentuk kultur masyarakat majemuk di Sawahlunto hingga sekarang. Sebagai kota yang berkembang dari area pertambangan Pemerintah Kolonial Belanda, Sawahlunto mewarisi berbagai macam peninggalan infrastruktur pertambangan dan bangunan-bangunan tua Belanda. Hampir semua bangunan yang dibangun saat itu berfung-
si sebagai pusat administrasi dan penunjang operasional pertambangan. Ini mewarnai perjalanan sejarah masyarakat pertambangan di kota ini. Peninggalan infrastruktur penambangan batu bara zaman Belanda memberikan warna dan identitas tersendiri bagi Kota Sawahlunto. Karena itu, sesungguhnya Kota Tua Sawahlunto yang memiliki luas 779,6 ha ini memiliki daya tarik wisata tersendiri. Misalnya, sisa lubang bekas penambangan batu bara yang dikenal dengan nama Lobang Mbah Soero. Selain itu, ada dapur umum untuk memproduksi makanan bagi para pekerja dalam jumlah besar, Goedang Ransoem, serta beberapa gedung pemerintahan peninggalan masa kolonial yang masih berdiri kokoh. Selain itu, masih banyak kisah
yang melatarbelakangi bekas tambang penggalian batu bara yang bisa dikomodifikasi menjadi daya tarik otentik wisata tambang di Kota Tua ini.
Wisata Tambang SEBAGAI Wali Kota, Amran Nur tak ting-
gal diam melihat kota tambang batu bara ini kehabisan energi. Ia pun membuat gebrakan untuk menyulap Sawahlunto menjadi kota wisata tambang yang berbudaya. Maka, Amran Nur mulai memformat ulang kota tua yang kusam menjadi kota yang penuh energi. UPAYA revitalisasi kota dilakukan melalui berbagai program dan kegiatan. Misalnya, penataan fisik dilakukan mulai dari pelestarian bangunan atau lingkungan tua, tata bangunan, pengolahan
Volume IV
Kota Kita ed4B.indd 19
DESEMBER 2013
19
06/01/14 09:42
J E J A K
ruang terbuka hijau dan lingkungan, penataan ruang publik dan jalur pedestrian, dan strategi pengembangan kepariwisataan. Sebelumnya, kota lama Sawahlunto yang cenderung telantar, dan terjebak hanya menjadi museum peninggalan kejayaan pertambangan batu bara Ombilin masa lalu. Kondisi ini juga diperburuk dengan merosotnya komponen fisik kota. Fasilitas serta pelayanan kota yang tidak dapat lagi memenuhi kebutuhan warga. Banyak perumahan peninggalan masa lalu merosot kualitasnya tanpa mengalami perbaikan atau bahkan perawatan. Bahkan, sungai Batang Ombilin yang seharusnya dapat menjadi tengaran kota yang menarik, mengalami penyempitan, pendangkalan, dan penurunan debit air. Lingkungan perbukitan di sekitar kota juga mengalami keru-
20
Kota Kita ed4B.indd 20
Volume IV
sakan. Padahal, ketika perusahaan tambang masih beroperasi, segala perlengkapan kota tersedia dengan baik. Kini, kejayaan itu akan diwujudkan kembali. Sawahlunto pun punya jargon baru: “Sawahlunto 2020 menjadi Kota Wisata Tambang yang Berbudaya”. Konsekuensinya, infrastruktur perkotaan dan kepariwisataan harus dibangun dan dikembangkan. Revitalisasi dan konservasi pertama, tahun 2005, mencakup rehabilitasi instalasi gawat darurat (RSUD), mess antarsita, rumah jaksa, rumah dokter, konservasi stasiun kereta api menjadi museum kereta api ke-2 di Indonesia, konservasi kawasan gudang ransum atau dapur umum pekerja tambang menjadi museum Goedang Ransoeum, dan taman segitiga. Adapun revitalisasi tahap kedua, melanjutkan penataan Taman Segitiga,
Plaza GPKS, pembuatan taman parkir pedestrian sepanjang jalan A Yani dan Yos Sudarso dan sampai penataan ruang terbuka, terminal, dan pasar. Revitalisasi tahap ketiga meliputi pekerjaan penataan dan pemugaran situs bangunan tua dan kawasan lama, lanjutan pemugaran fasade bangunan sepanjang koridor Jalan A Yani-Yos Sudarso, pemugaran gudang padi untuk galeri iptek dan taman iptek, pembangunan pedestrian sepanjang Jalan Abdul Rahman Hakim menuju museum gudang ransum, penataan dan pemugaran situs tambang batu bara sebagai embrio museum tambang– Lubang Mbah Soero, penelitian dan penerbitan buku – buku yang berkaitan dengan kota lama Sawahlunto, dan pemugaran beberapa bangunan kolonial di pusat kota. Fokus rencana pengembangan berada kota (lama) Sawahlunto, mengingat daerah kota lama memiliki potensi untuk memikat pengunjung datang. Kota Sawalunto juga masih memiliki situs pertambangan,instalasi pemrosesan dan pengolahan batu bara, sarana dan stasiun pengangkutan dan bangunan peninggalan zaman kolonial, serta fasilitas kelengkapan kegiatan pertambangan seperti Gedung Societeit, kantor PTBA-UPO, permukiman pekerja tambang, Gudang Ransoem, dan lainnya. Pemanfaatan artefak itu dijadikan bagian strategi pengembangan kegiatan wisata sejarah dan wisata budaya. Wisata Tambang yang direncanakan adalah wisata dalam rangka menelusuri dan merekonstruksi masa lampau, membangun imajinasi masa lampau untuk menumbuhkan inspirasi bagi masa depan. Jadi, semua peninggalan kegiatan pertambangan harus dipandang sebagai pelajaran signifikan yang memberikan kearifan bagi kehidupan masa kini dan masa datang. Singkatnya, wisata tambang adalah wisata sejarah dan budaya. Sawahlunto telah merintis dan melakukan inovasi untuk memperkaya khasanah pariwisata Indonesia. Ia akan mengembalikan kejayaan masa lalunya.
DESEMBER 2013
06/01/14 09:42
D I N A M I K A
Solo Operasikan Bus Ramah Difabel PEMERINTAH (Pemko) Kota Solo, Jawa Tengah, terus
membuat gebrakan. Pada awal Desember 2013, Pemko Solo meluncurkan dua unit bus yang didesain sedemikian rupa sehingga mudah digunakan untuk penumpang yang menggunakan kursi roda. Namanya bus “Begawan Abiyoso”, yang didesain khusus untuk melayani kaum difabel. Sebagai bus yang didesain khusus difabel, bus bus “Begawan Abiyoso memang berbeda dengan bus-bus pada umumnya. Di pintu masuk bus tersebut terdapat lempengan besi sehingga para siswa Yayasan Penyandang Anak Cacat Solo, misalnya, dapat dengan mudah masuk ke dalam bus. Desain interiornya pun berbeda. Terlihat, deretan sabuk pengaman dengan tanpa kursi penumpang tersedia bagi penumpang berkursi roda. Hal itu untuk menjamin keamanan dan kenyamanan penumpang saat bus melaju di jalan raya. Namun begitu, beberapa penumpang yang ikut
dalam test drive peluncuran bus ramah difabel ini mengeluhkan beberapa hal, di antaranya masih tingginya ramp (lerengan) yang ada di pintu masuk bus. Hal itu membuat penumpang harus meminta bantuan untuk mendorong kursi roda. Kepala Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kota Solo Yosca Herman, mengatakan, dua bus tersebut akan diperuntukkan bagi wisata dan sekaligus melayani penyandang difabel. Bus itu secara bertahap akan diperbaiki dan ditingkatkan untuk penyandang tunarungu dan tunanetra. “Secara bertahap akan kami evaluasi. Perkembangannya, dua bus bisa digunakan untuk wisata dan juga bisa dinikmati para penyandang difabel,” kata Yosca. Bus tersebut berkapasitas 30-40 orang, terdiri dari 10 deret kursi di bagian depan, 10 sabuk pengaman tanpa kursi, lalu 10 kursi lagi di bagian belakang untuk penyandang tunarungu dan tunanetra.
Volume IV
Kota Kita ed4B.indd 21
DESEMBER 2013
21
06/01/14 09:42
D I N A M I K A
Depok Kota Sehat
Surabaya di waktu malam hari.
Surabaya Kota TI KOTA Surabaya memperoleh dua penghargaan di bidang teknologi dan informasi (TI). Belum lama ini, penghargaan dari Future Government Magazine diterima Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini di Angsana Laguna Phuket, Thailand. Surabaya mampu menyisihkan ratusan kota di Asia Pasifik. Kota Surabaya dinilai sukses dalam mengembangkan data center melalui Media Center dan data inclusion melalui Broadband Learning Center (BLC). Media Center Pemko Surabaya merupakan implementasi dari program open government dan dirancang agar masyarakat bisa berkeluh kesah soal berbagai masalah seputar pelayanan publik. Adapun Broadband Learning Center (BLC) merupakan fasilitas pembelajaran TI yang dapat dinikmati masyarakat Surabaya secara gratis agar warga melek teknologi informasi. Hal itu dilakukan Pemko Surabaya dalam rangka menuju percepatan menjadi ibu kota Provinsi Jawa ini sebagai Surabaya Cyber City. Di Surabaya, BLC dibangun di lokasi-lokasi dekat taman kota dan rumah susun sehingga mudah diakses masyarakat. Pada kategori data center disebutkan, Kota Surabaya dinilai telah melakukan inovasi, efisiensi, dan unggul dalam manajemen proyek pusat data. Dalam kategori digital inclusion, Kota Surabaya dinilai memiliki program yang unggul dalam menjembatani kesenjangan digital.
22
Kota Kita ed4B.indd 22
Volume IV
KEMENTERIAN Kesehatan menetapkan Kota Depok sebagai salah satu Kota Sehat di Indonesia. Bersama 94 kota/kabupaten lainnya, Depok dinilai memenuhi indikator minimal dua tatanan kesehatan, yakni sarana dan prasarana umum dan kehidupan masyarakat sehat yang mandiri. Atas terpenuhinya dua tatanan kesehatan tersebut, Kota Depok berhak atas penghargaan Swastisaba Padapa. Penghargaan ini diberikan Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi kepada Wali Kota Depok Nur Mahmudi Ismail, di Jakarta, 14 November 2013. Kota Sehat merupakan penghargaan yang diberikan kepada kabupaten/kota yang telah banyak memberikan kontribusi dan komitmen besar terhadap tujuan pembangunan kesehatan. “Melalui penghargaan ini, diharapkan mampu memberikan motivasi bagi seluruh komponen masyarakat yang ada di kabupaten/kota untuk secara bersama membangun kepedulian di bidang kesehatan,” ujar Nafsiah. Penetapan penghargaan Kota Sehat dilakukan melalui tahapan verifikasi, mulai dari tingkat provinsi, untuk selanjutnya dilakukan verifikasi ulang oleh Kementerian Kesehatan berdasarkan indikator khusus. Indikator khusus tersebut adalah kawasan permukiman; sarana dan prasarana umum; kawasan sarana lalu lintas tertib dan pelayanan transportasi; kawasan pertambangan sehat; kawasan hutan sehat; kawasan industri dan perkantoran sehat; kawasan pariwisata sehat; kawasan pangan dan gizi;
Kegiatan lingkungan hidup di Depok.
DESEMBER 2013
06/01/14 09:42
kehidupan masyarakat sehat yang mandiri; dan kehidupan sosial yang sehat. Di tingkat Kota Depok, sebelum dilakukan verifikasi oleh tim provinsi, terlebih dahulu dilakukan lomba Kecamatan Sehat tingkat Kota Depok, dan persiapannya meliputi pembinaan di tingkat kelompok kerja (POKJA) Kelurahan Sehat, dan Forum Komunikasi Kecamatan Sehat (FKKS) oleh Tim Pembina Kota Sehat dan Forum Kota Depok Sehat (FKDS) yang dipimpin Wali Kota Depok dan Ketua Tim Penggerak PKK Kota Depok. “Kami akan terus berupaya melakukan perbaikan-perbaikan dan penambahan sarana dan prasarana kesehatan, melatih sumber daya manusia di bidang kesehatan, dan juga menciptakan lebih banyak lagi komunitas masyarakat sehat mandiri. Kami juga akan memaksimalkan anggaran kesehatan sebesar 10 persen dari total APBD Kota Depok,” ujar Nur Mahmudi. Kota Depok saat ini masih berada di posisi ketiga tingkat nasional dalam pencapaian Indeks Pembangunan Manusia (IPM), yang salah satu indikator utamanya adalah pembangunan kesehatan. Swastisaba Padapa menggenapi penghargaan sebelumnya yang telah diraih Kota Depok, yakni Pembina dan Wali Kota Teladan dalam Bidang Diversifikasi Pangan yang diberikan Menteri Pertanian dalam Peringatan Hari Pangan Sedunia pada 31 Oktober 2013. Penghargaan lainnya adalah MDG’s Award di bidang Nutrisi pada 2011. Penghargaan ini diberikan atas dasar kinerja positif Kota Depok dalam mengentaskan problema gizi buruk. Penderita gizi buruk menurun signifikan dari sebelumnya 0,18 persen pada 2010 menjadi 0,10 persen pada 2012.
sehingga mereka tidak hanya memiliki ilmunya, juga terampil dalam prakteknya. “Mereka diberikan ilmu secara teori dan ilmu dengan praktik langsung di lapangan. Jadi, 20 persen teori dan 80 persen praktek,” ungkap Wali Kota Palopo. Sebelumnya, Pemerintah Kota Palopo sendiri telah melakukan beberapa kali pertemuan dengan Direktur LPTTG Malindo, Sakaruddin, termasuk menggelar sosialisasi dan memamerkan beberapa hasil olahan tangan Malindo ke beberapa satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) dan masyarakat. Alasan HM Judas memilih Malindo, dikarenakan lembaga ini dinilai memiliki keunggulan dalam memberikan pelatihan kewirausahaan dan life skills. Bukan hanya masyarakat di kabupaten/kota Sulawesi Selatan saja. Banyak masyarakat dari provinsi lain, seperti Bali, Sumatera, dan Kalimantan yang mengikuti pelatihan di Malindo ini. “Puluhan kabupaten/kota di Indonesia telah mengirim masing-masing hingga ribuan warganya ke LPTTG Malindo untuk menimba ilmu dan mengikuti pelatihan dan keterampilan life skills di sini,” teranf Judas. “Palopo sendiri banyak memiliki potensi alam, seperti pertanian, perikanan, kelautan, perkebunan, dan peternakan. Kenapa tidak kita manfaatkan hal tersebut, kita kelola sendiri menjadi bahan makanan yang siap dijual,” ujar Wali Kota. Warga yang sudah mengikuti pelatihan, menurut Wali Kota, nantinya akan diberdayakan dengan cara memberikan dana stimulan sebagai modal awal. Dengan suntikan modal tersebut, diharapkan mereka akan lahir sebagai entrepreneur muda.
Palopo Cetak 100 Wirausahawan PEMERINTAH Kota Palopo, Provinsi Sulawesi Selatan, sedang
menggulirkan program untuk mencetak 100 wirausahawan muda. Para entrepreneur muda tersebut nantinya diharapkan bisa menjadi penggerak ekonomi dan pertumbuhan kota. Wali Kota Palopo HM Judas Amir, 30 September 2013, di Palopo, melepas 100 warganya untuk mengikuti pelatihan wirausaha di Lembaga Pengembangan Teknologi Tepat Guna Masyarakat Lokal Indonesia (LPTTG-Malindo). Program ini merupakan wujud dari janji Wali Kota dan Wakil Wali Kota Palopo melalui 23 Program Prioritas saat kampanye pencalonannya sebagai wali kota. Pelatihan berlangsung 1-10 Oktober 2013. Wali Kota Palopo mengatakan, selama pelatihan, 100 orang peserta tersebut memperoleh pendidikan bidang usaha, baik melalui teori maupun praktek. Misalnya, peserta diberi ilmu tentang tata cara mengolah bahan baku, seperti ikan, rumput laut, dan bahan baku lainnya menjadi bahan jadi yang siap konsumsi. Peserta juga memeperoleh bimbingan langsung mengenai tata cara atau proses pengerjaannya,
Palopo di malam hari.
Volume IV
Kota Kita ed4B.indd 23
DESEMBER 2013
23
06/01/14 09:42
D I N A M I K A
Sukses Makassar Marathon KOTA Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan, sukses menggelar lomba lari internasional bertajuk Makassar Semi Marathon. Diikuti 3.116 peserta, 38 di antaranya adalah atlet pelari tingkat dunia. “Ini menunjukkan Makassar bisa menjadi magnet atlet internasional. Mereka ramairamai datang ke Kota Makassar,” ujar Wali Kota Makassar Ilham Arief Sirajuddin. Makassar Marathon yang dihelat pada 8 Agustus 2013 itu merupakan rangkaian kegiatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-406 Kota Makassar. Lomba marathon taraf internasional ini dinilai cukup berhasil yang pertama kali diselenggarakan di Kota Makassar. Sebab, diikuti sekitar 3000 pelari dari 18 negara, termasuk pelari dari Indonesia. Tujuan Makassar Marathon ini salah satunya
24
Kota Kita ed4B.indd 24
Volume IV
sport tourism di Indonesia bukan hanya di Jakarta, tetapi Makassar bisa juga dijadikan tujuan olah raga internasional. Ke-18 negara yang mengirimkan atletnya mengikuti Makassar Marathon ini adalah Amerika Serikat, China, Australia, Singapura, Afrika Selatan, Malaysia, Vietnam, Kamboja, Kenya, Thailand, Filiphina, Nigeria, Ethiopia, Jepang, Belanda, Denmarks, Austria, dan Korea Selatan. Pelaksanaannya berjalan meriah. Ratusan aparat dari personel TNI, Polri, dan Satpol PP berjaga-jaga di sepanjang rute. Seribuan relawan dari kalangan mahasiswa dan pelajar jadi panitia. Beberapa kategori kejuaraan yang diperlombakan adalah semi maraton 21 kilometer, 10 kilometer, 5 kilometer, dan kelas pelajar.
DESEMBER 2013
06/01/14 09:42
Pemkot Liverpool Kunjungi Manado Sorong Kembangkan Pengolahan Ikan WALI Kota Manado G S Vicky Lumentut, 30 November 2013, menerima kunjungan utusan pemerintah Liverpool, Profesor Alexander Melbourne, sebagai penghubung rencana kerja sama Sister City Manado-Liverpool. Staf khusus Wali Kota Bidang Kerja Sama Luar Negeri, Adolf Lucky Longdong, mengatakan, kedatangan utusan Liverpool tersebut untuk mengidentifikasi rencana kegiatan Sister City. “Tahun 2014 program kerja sama Sister City akan berjalan. Pertemuan ini sengaja digelar untuk mengidentifikasi rencana kegiatan sister city tersebut,” tuturnya. Menurut Walikota Manado Vicky Lumentut, kerja sama Sister City Manado-Liverpool lebih fokus ke bidang pendidikan dan olah raga, khusunya sepakbola. “Untuk bidang pendidikan, akan dilakukan tukar menukar siswa, bantuan program beasiswa, dan bantuan guru bahasa Inggris dari Liverpool,” ujar Vicky Lumentut. Khusus bantuan guru bahasa Inggris, menurutnya, dijalankan untuk mendukung program pembangunan laboratorium bahasa Inggris yang akan dibangun Pemko Manado pada 2014. Sedangkan, untuk kerja sama di bidang olahraga, rencananya akan dibangun akademi sepak bola. “Kerja sama di bidang olahraga akan berupa pembangunan akademi sepak bola yang akan mendapat pelatihan langsung dari pihak Livepool. Diharapkan, nanti akan muncul bibit-bibit unggul yang bisa mengharumkan nama Manado khususnya, dan terlebih untuk Sulawesi Utara serta Indonesia,” ujar Wali Kota. Selain kerja sama dengan Sister city Manado-Liverpool, Pemko Manado juga mendapat tawaran kerja sama dari Kota Anyang, Korea Selatan.
Sudut Kota Manado.
MENTERI Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan dan Wali Kota Sorong Ec L Jitmau meresmikan pengoperasian unit pengolahan ikan PT Perikanan Nusantara (Persero) Cabang Sorong, 27 September 2013, di Usaha Mina, Sorong, Papua Barat. Wali Kota Jitmau menyambut baik peresmian unit pengolahan ikan PT Perikanan Nusantara ini. Menurutnya, usaha ini bisa menyediakan lapangan kerja bagi masyarakat setempat dan mengangkat ekonomi Kota Sorong. Lebih lanjut, Jitmau menjelaskan, jauh sebelum ini pernah dibuka usaha sejenis milik PT Usaha Mina (1970), yang mempekerjakan sekitar 150 ribu pekerja. Namun, perusahaan ini mengalami kebangkrutan yang menyebabkan semua karyawan dirumahkan. “Dengan bangkitnya kembali perusahaan ini, diharapkan dapat membantu masyarakat untuk mendapatkan mata pencaharian, khususnya bagi putra daerah, dan mudah-mudahan unit ini punya kontribusi dalam membangun tanah Papua,” terangnya. Direktur Utama PT Perikanan (Persero) Abdul Salam Konstituanto, mengatakan, Kota Sorong merupakan “kolam ikan” Indonesia. Menurut dia, potensi ikan di Kota Sorong sangat besar dan bila dikelola dengan baik, sektor perikanan akan menjadi faktor utama pendukung pendapatan Indonesia. “Sangat fiasibel dibangun industri perikanan terpadu, yang mana perusahaan akan bekerja sama dengan mitranya, yaitu para nelayan,” terangnya. Menteri BUMN, Dahlan Iskan, mengatakan, perusahaan ini harus hidup dan berjaya kembali. Ia meminta pihak-pihak terkait tidak khawatir dan berkecil hati. Sebab, menurutnya, meskipun luas kota yang tidak begitu besar, namun jika warganya terus berusaha dengan sungguh-sungguh, Sorong menjadi kota yang maju. Setelah memberikan sambutannya, Menteri BUMN menandatangani prasasti peresmian unit pengolahan ikan PT Perikanan Nusantara (Persero) yang disaksikan Wali Kota Sorong serta Direktur Utama PT Perikanan.
Volume IV
Kota Kita ed4B.indd 25
DESEMBER 2013
25
06/01/14 09:42
D I N A M I K A
Pontianak Raih Dua Penghargaan Nasional DI PENGUJUNG tahun 2013, Pemerintah Kota (Pemko)
Pontianak, Kalimantan Barat, memperoleh dua penghargaan sekaligus. Masing-masing untuk Penilaian Kinerja Pemerintah Daerah bidang Pekerjaan Umum (PKPD PU) bidang Cipta Karya dari Kementerian Pekerjaan Umum dan penghargaan Langit Biru dari Kementerian Lingkungan Hidup. Wali Kota Pontianak Sutarmidji mengatakan, penghargaan Langit Biru diterima Pontianak karena kota ini termasuk salah satu kota besar yang kualitas udaranya masih cukup bagus. “Saya mengajak seluruh warga kota untuk ikut menjaga lingkungan agar udara di Kota Pontianak tetap sehat,” terang Wali Kota. Wali Kota juga mengajak warga kota untuk melakukan uji emisi gas buang kendaraannya yang sudah melampaui ambang batas. Tak hanya itu, untuk menjaga lingkungan supaya tetap hijau, masyarakat juga diimbau untuk melakukan penanaman pohon sebanyak mungkin dan menghindari penebangan pohon semaksimal mungkin. Penghijauan di beberapa lahan juga akan dilakukan Pemko Pontianak, terutama untuk taman. “Saya minta ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk tidak menerbitkan sertifikat di lahan-la-
26
Kota Kita ed4B.indd 26
Volume IV
han yang termasuk ruang terbuka hijau. Di lahan-lahan itu tidak boleh ada sertifikat hak miliknya,” tegas Sutarmidji. Tak terkecuali, lingkungan sekolah pun menjadi target penghijauan. Bahkan, Sutarmidji menargetkan semua sekolah akan menjadi sekolah Adiwiyata. “Artinya, semua sekolah harus ditanami pohon-pohon yang rindang. Nanti kita adakan penghijauan semua lahan sekolah semaksimal mungkin,” jelasnya. Sedangkan, penghargaan di bidang Cipta Karya dari Kementerian PU diberikan karena Pemko Pontianak berhasil meraih peringkat ketiga nasional untuk PKPD PU. “Penilaian itu didasarkan pada berbagai program yang kita gulirkan, seperti perbaikan jalan lingkungan, penataan rumah tidak layak huni, sanitasi, perbaikan toilet masyarakat, drainase lingkungan, dan banyak lagi yang telah kita lakukan,” paparnya. Dengan prestasi tersebut,Wali Kota berharap bisa menjadi semangat semua pihak untuk berbenah dalam membangun Kota Pontianak. “Kita akan terus berbenah dan akan terus berbenah supaya Pontianak semakin nyaman, semakin menjadi kota yang maju, modern,” tambahnya.
DESEMBER 2013
06/01/14 09:42
Lima Kota Peraih Langit Biru
K
EMENTERIAN Lingkungan Hidup mengumum-
kan hasil program Langit Biru di Jakarta, Desember . Ada kota dengan kategori kota metropolitan, kota besar, dan kota sedang yang dinilai berhasil menjalankan program Langit Biru. Langit Biru merupakan program penurunan pencemaran udara dari sektor transportasi melalui promosi dan penerapan kebijakan transportasi berkelanjutan di daerah perkotaan yang dijalankan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH). Program ini diterapkan di 44 kota di 32 wilayah provinsi. Program ini juga sebagai upaya untuk menurunkan konsumsi bahan bakar minyak, sekaligus mengurangi emisi gas rumah kaca yang merupakan penyebab terjadinya perubahan iklim dari sektor transportasi. Implementasi kebijakan ini merupakan tindak lanjut dari Kesepakatan Asia Timur dalam Forum Environmentally Sustainable Transport di Bali 2013. Dalam kesepakatan tersebut ditegaskan bahwa kebijakan yang paling mendesak dilaksanakan untuk kota-kota metropolitan dan besar di Indonesia adalah pengurangan penggunaan kendaraan pribadi yang dampaknya akan mengurangi pergerakan kendaraan dan selanjutnya akan mengurangi beban emisi sektor transportasi. Hasil evaluasi dari Program Langit ini diumumkan awal Desember 2013. Evaluasi meliputi kualitas udara perkotaan di 44 kota dari 32 provinsi dan penataan baku mutu emisi gas buang kendaraan tipe baru 2013 yang diikuti oleh agen pemegang merek yang ada di Indonesia. Evaluasi terakhir ini dilaksanakan untuk mendorong industri otomotif memproduksi kendaraan bermotor rendah emisi dan rendah konsumsi bahan bakar. Pelaksanaan evaluasi kualitas udara perkotaan yang dilakukan berupa pengisian formulir data kota dan kegiatan fisik yang mencakup uji emisi “spotcheck” kendaraan bermotor selama 3 (tiga) hari yang dilakukan terhadap 500 (lima ratus) kendaraan pribadi per hari. Kegiatan lain, ada pemantauan kualitas udara di jalan raya dan penghitungan kinerja
lalu lintas yang dilakukan secara serentak di tiap kota di tiga ruas jalan arteri yang dipilih bersama dan dianggap mewakili kota tersebut. Di samping itu, sebagai salah satu upaya untuk menurunkan pencemaran udara di kota juga dilakukan pemantauan kualitas bahan bakar di SPBU. Lima Peserta Terbaik Program Langit Biru Kota Metropolitan Tahun 2013 Bandung
Metropolitan
Jakarta Barat
Metropolitan
Jakarta Pusat
Metropolitan
Surabaya
Metropolitan
Tangerang
Metropolitan
Lima Peserta Terbaik Program Langit Biru Kota Besar Tahun 2013 Bandar Lampung
Besar
Malang
Besar
Manado
Besar
Padang
Besar
Pontianak
Besar
Lima Peserta Terbaik Program Langit Biru Kota Sedang dan Kecil Tahun 2013 Ambon
Sedang
Banda Aceh
Sedang
Palangka Raya
Sedang
Palu
Sedang
Serang
Sedang
Sumber: menlh.go.id/ programlangit-biru-evaluasi-kualitasudaraperkotaan-2013
Volume IV
Kota Kita ed4B.indd 27
DESEMBER 2013
27
06/01/14 09:42
L A P O R A N
K H U S U S
Peserta Rapat Kerja Teknis APEKSI, Jakarta.
ARA-GARA dana bantuan sosial (bansos), Dada Rosada harus mengakhiri jabatannya sebagai Wali Kota Bandung dengan pahit. Di ujung masa jabatannya sebagai Wali Kota Bandung ia justru ditetapkan sebagai tersangka korupsi dana bansos. Bahkan, ia tak bisa menghadiri acara serah terima jabatan kepada penggantinya, Ridwan Kamil, pada September , lantaran meringkuk dalam tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Apa yang dialami Dada Rosada hanya salah satu contoh dari sekian banyak kepala daerah atau pejabat yang terjerat kasus korupsi dana bansos. Sebab, menurut hasil berbagai penelitian dan pemeriksaan baik yang dilakukan oleh lembaga-lembaga swadaya masyarakat maupun penegak hukum, pengelolaan dan penyaluran dana hibah dan bansos, baik yang bersumber dari APBN maupun APBD, sangat rawan penyimpangan. Apalagi, alokasi dana bansos yang bersumber dari APBN jumlahnya sangat besar. Pada 2013 nilainya Rp 69,6 triliun dan melonjak menjadi Rp 75 triliun pada 2014. Itu belum termasuk dana bansos yang bersumber dari APBD. Menurut hasil investigasi Badan Pe-
G
28
Kota Kita ed4B.indd 28
Volume IV
Awas,
Jebakan Bansos...
Banyak pejabat dan kepala daerah terjerat kasus korupsi dana hibah dan bantuan sosial (bansos). Diperlukan kehati-hatian, ketelitian, dan kejujuran agar selamat dari jebakan penyaluran dana hibah dan bansos. meriksa Keuangan (BPK), di banyak daerah, ada kecenderungan dana bansos membengkak setiap menjelang pelaksanaan Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada). Tidak tanggung-tanggung, kenaikannya bisa mencapai 200 persen. “Ini rawan sekali penyimpangan. Karena itu kami melakukan pemeriksaan dengan tujuan tertentu di daerah sebelum Pemilukada karena belanja bansos naik tinggi
sekali,” ujar Anggota V BPK RI Agung Firman Sampurna kepada wartawan. Temuan BPK menunjukkan, pada tahun 2010 penyimpangan dana bansos sebesar Rp 2,4 triliun terjadi di 8 kementerian. Selanjutnya, pada tahun 2012, penyimpangan meningkat menjadi Rp 31,6 triliun dan terjadi di 12 kementerian. Tak hanya terjadi di pusat, penyelewengan dana bansos pun terjadi di ber-
DESEMBER 2013
06/01/14 09:42
Wali Kota Solo, FX Hadi Rudyatmo.
bagai daerah. Tahun 2010, misalnya, BPK menemukan penyimpangan dana bansos di 19 provinsi yang nilainya mencapai Rp 765 miliar. Penyimpangan terbesar terjadi di Jawa Tengah, Sumatera Utara, dan Jawa Timur. Pada 2011, ditemukan kasus serupa di Provinsi Banten dan Sumatera Selatan. Karena itu, menurut Agung Firman , BPK pun kemudian melakukan audit investigasi dana bansos di kedua provinsi tersebut. Hasil riset Indonesia Corruption Watch (ICW) pun menunjukkan tren yang sama. Data yang pernah dilansir ICW menyebutkan, selama periode 2007-2012 terjadi 120 kasus dugaan penyelewengan dana bansos yang sudah dan sedang ditangani oleh aparat penegak hukum. Dari 120 kasus itu, sebagian penyeleweng dana tersebut telah divonis pengadilan. Mengutip hasil penyelidikan penegak hukum, ICW menyebut total dana bansos yang diduga diselewengkan mencapai Rp 411 triliun. Modus penyelewengannya, menurut ICW, beragam di tiap-tiap daerah. Misalnya, ada lembaga swadaya masyarakat (LSM) fiktif sebagai penerima dana. Selain itu, bansos juga sering digunakan untuk biaya kampanye. Atau, dana bansos disalurkan ke lembaga-lembaga sosial yang dipimpin atau dikelola kerabat dan kroni pejabat.
Wali Kota Sukabumi, Mohamad Muraz.
Permendagri MAKIN seringnya kasus dugaan penyim-
pangan dana bansos diungkap aparat penegak hukum membuat banyak kepala daerah dan pejabat di lingkungan pemerintah daerah (pemda) risau dan gusar. Salah satunya, kerisauan dan kegusaran tersebut terungkap dalam Rapat Kerja Teknis (Rakernis) 2013 Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI) di Jakarta, 7-8 Oktober 2013, yang diisi diskusi panel dengan tema “Implementasi dan Permasalahan Pemberian Dana Hibah dan Bansos yang Bersumber dari APBD”. Diskusi panel menghadirkan tiga nara sumber, yaitu Ach Bakir Al Afif Haq dari Direktorat Anggaran Daerah Direktorat Jenderal Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Kepala Direktorat Konsultasi Hukum dan Kepaniteraan Kerugian Negara atau Daerah BPK Eledon Simanjuntak, dan Wali Kota Sukabumi Mohamad Muraz. Kegiatan ini dihadiri sejumlah wali kota dan para pejabat dari lingkungan pemerintah kota. Diskusi panel dalam Rakernis ini dimaksudkan sebagai forum untuk mencari solusi guna penyempurnaan penyaluran dana hibah dan bansos agar tidak terjadi penyimpangan atau masalah hukum dalam implementasi. Hasil diskusi panel akan dirumuskan sebagai re-
komendasi yang disampaikan kepada Kemendagri, Kemenkeu, dan BPK. Suasana diskusi panel berlangsung panas lantaran banyak pejabat dan kepala daerah yang menumpahkan kerisauan dan kegusaran mereka terkait pengelolaan dan penyaluran dana hibah dan terutama bansos. Banyak yang meminta agar pemerintah pusat mencabut atau menghapus peraturan tentang penyaluran dana hibah dan bansos terutama yang sumbernya dari APBD. Peraturan yang dimaksud adalah Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 39 Tahun 2012 tentang Perubahan atas Permendagri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber dari APBD. Melalui Permendagri ini, pemda dapat mengalokasikan dana untuk hibah dan bansos kepada anggota dan atau kelompok masyarakat dan lembaga nonpemerintah yang membutuhkan dan memenuhi kriteria. Berdasarkan Permendagri ini, pihak yang menjadi obyek bansos dapat mengajukan proposal kepada pemda. Wali Kota Solo Fransiskus Xaverius Hadi Rudyatmo adalah satu kepala daerah yang dengan sangat tegas mendesak Mendagri untuk mencabut Permendagri tersebut. Sebab, dalam implementasi, penyaluran dana bansos justru banyak menimbulkan masalah. “Terasa ada je-
Volume IV
Kota Kita ed4B.indd 29
DESEMBER 2013
29
06/01/14 09:42
L A P O R A N
K H U S U S
di belakang hari tidak ada masalah hukum. “Ini masalah yang pelik dan dilematis,” ujarnya.
Rekomendasi NAMUN, meskipun banyak mene-
bakan di sini. Saya usul Permendagri ini dicabut saja,” kata Hadi Rudyatmo. “Kalau kondisinya terus seperti ini, semua kepala daerah akan masuk penjara,” imbuhnya. Hadi Rudyatmo menjelaskan, dengan adanya Permendagri ini, pemda seakan “dipaksa” atau “wajib” mengalokasikan anggaran untuk bansos. Di saat yang sama, dengan adanya Permendagri ini, anggota atau kelompok-kelompok masyarakat saling merasa berhak untuk memperoleh kucuran dana bansos. Maka, demikian Hadi Rudyatmo, kepala daerah berada dalam posisi yang serba sulit. “Tidak memberi salah. Menyalurkan dana bansos pun bisa masuk penjara,” tandas Rudyatmo. Lebih dari itu, Hadi Rudyatmo menambahkan, peraturan tersebut juga tidak memberi batasan besarnya persentase alokasi dana bansos terhadap APBD. Artinya, sangat dimungkinkan terjadi alokasi dana bansos justru lebih besar daripada anggaran untuk belanja modal atau pembangunan infrastruktur. Dengan pengaturan seperti ini, wajar jika kemudian BPK menemukan fakta di sejumlah daerah alokasi dana bansos bisa melonjak hingga 200 persen terutama setiap kali musim Pemilukada datang. “Seharusnya dibatasi saja maksimal berapa persen dari nilai total APBD atau yang penting ada pembatasan. Sekarang ini tidak ada batasannya, bisa semua
30
Kota Kita ed4B.indd 30
Volume IV
untuk bansos,” Hadi Rudyatmo menjelaskan. Kondisi seperti itu, menurutnya, memang berpotensi terjadinya penyimpangan, penyalahgunaan, atau akal-akalan dari kelompok-kelompok masyarakat untuk mencari keuntungan melalui dana bansos. Dicontohkan, banyak kelompok masyarakat atau lembaga nonpemerintah mengajukan proposal untuk memperoleh dana bansos. Padahal, mereka sebenarnya konstituen atau berafiliasi dengan atau bahkan dibentuk oleh partai-partai politik tertentu. Dalam kasus seperti ini, tak sedikit kepala daerah yang ditekan oleh kekuatan politik tertentu agar meloloskan pengajuan proposal dana bansos dari mereka. Jika proposal mereka ditolak, program-program kepala daerah akan diganjal. “Menghadapi kondisi seperti ini, kepala daerah terpojok, posisinya serba sulit,” ujar Hadi Rudyatmo. Hal yang sama juga diungkapkan Wali Kota Sukabumi Mohamad Muraz. Menurut Muraz, pihaknya harus sangat berhati-hati dan cermat dalam mengelola dan menyalurkan dana bansos. Ia pun sering berhadapan dengan kekuatan-kekuatan politik yang ingin memanfaatkan alokasi anggaran bansos. Karena itu, selaku Wali Kota, Muraz harus menyiapkan perangkat dan infrastruktur yang memadai agar
rima masukan dari kritik, Kemendagri tampaknya bergeming. Kepala SubDirektorat Anggaran Daerah Direktorat Jenderal Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri ) Ach Bakir Al Afif Haq menegaskan, Kemendagri tidak akan mencabut Permendari yang mengatur dana bansos ini. “Menurut saya, ini peraturan yang paling clear,” tandas Ach Bakir. Ach Bakir juga mengisahkan proses penyusunan Permendagri ini yang memakan waktu cukup lama, dan melalui studi banding serta kajian akademis. Bahkan, menurutnya, inilah satu-satunya Permendagri yang dalam proses penyusunannya memperoleh pendampingan atau supervisi dari KPK. Dengan demikian, dia menegaskan, para pejabat dan kepala daerah tak perlu khawatir dengan Permendagri ini. “KPK menegaskan Permendagri ini juga clear, tidak ada masalah hukum di dalamnya,” Ach Bakir. Ditambahkan, berdasarkan Permendagri ini, pengelolaan dan penyaluran dana bansos yang bersumber dari APBD sepenuhnya kewenangan kepala daerah. Sebab, kepala daerah-lah yang mengetahui persis kondisi di lapangan, siapa saja anggota atau kelompok masyarakat dan lembaga nonpemerintah yang memang layak dan membutuhkan dana bansos, dan berapa besar dana bansos yang diperlukan. Diakui Ach Bakir, Permendagri ini memang tidak memberikan batasan rasio atau persentase alokasi dana bansos terhadap nilai total APBD. Hal itu sepenuhnya juga menjadi kewenangan kepala daerah. Ach Bakir menjelaskan, dalam suatu studi banding, dia menemukan fakta bahwa di suatu daerah di Amerika Serikat, dalam periode tertentu seluruh dana di APBD dialokasikan untuk bansos.
DESEMBER 2013
06/01/14 09:42
MATRIK PERUBAHAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TENTANG BANTUAN SOSIAL
Peraturan Menteri Dalam Negeri 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana dirubah terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011
Peraturan 32 tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah
Peraturan Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2012 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri dalam negeri nomor 32 Tahun 2012 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah
Objek Bantuan Sosial
Pasal 45 ayat (1) : Belanja Bantuan sosial digunakan untuk mengganggarkan pemberian bantuan bersifat sosial dalam bentuk uang dan barang kepada kelompok/anggota masyarakat
Pasal 22 ayat (1) : anggota/kelompok masyarakat meliputi individu,keluarga masyarakat yang mengalami akibat tidak stabil sebagai akibat krisis ekonomi, Penambahan Pasal 23 A : Bantuan Sosial kepada Individu dan atau keluarga politik, bencana fenomena alam dan lembaga non pemerintahan bidang terdiri dari bantuan sosial kepada individu /keluarga yang direncanakan dan yang pendidikan,keagamaan dan bidang lain yang berperan untuk melindungi individu, tidak direncanakan sebelumnya kelompok/masyarakat dari resiko sosial Kriteria Pemberian
Pasal 45 ayat (2) : bantuan sosial diberikan secara selektif, tidak terus menerus, tidak mengikat serta memiliki kejelasan penggunaannya dengan mempertimbangkan kemampuan daerah
Pasal 24 : Selektif, memenuhi persyaratan penerima bantuan, sementara tidak terus menerus, kecuali keadaan berkelanjutan dan sesuai tujuan penggunaan
Tidak ada Perubahan
Prosedur
Pasal 27 : anggota/kelompok masyarakat menyamopaikan usulan tertulis, Pasal 133 ayat (3) : Tata cara pemberian dan pertanggungjawaban subsidi, hibah, kemudian kep[ala daerah menunjuk kepala SKPD untuk melakukan evaluasi bantuan sosial, dan bantuan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa rekomendasi kepada kepala daerah melalui TAPD dan TAPD memberikan ditetapkan dalam peraturan kepala daerah. pertimbangan kemudian dianggarkan dalam rancangan KUA dan PPAS
Tidak ada Perubahan
Pertanggungjawaban
PasaL 34 bahwa Penerima bantuan sosial menyampaikan laporan penggunaan
Pasal 36 bahwa Pertanggungjawaban pemerintah daerah atas pemberian bantuan
sosial meliputi usulan tertulis dari calon penerima bantuan sosial atau surat Pasal 132 ayat (1) : Setiap pengeluaran belanja atas beban APBD harus bantuan sosial pada PPKD,. Pasal 36 pertanggungjawaban pemerintah daerah atas keterangan dari pejabat yang berwenang kepada kepala daerah, keputusan kepala didukung dengan bukti yang lengkap dan sah. Pasal 133 ayat (3) : Tata cara pemberian bantuan sosial meliputi usulan daricalon penerima bantuan sosial pemberian dan pertanggungjawaban subsidi, hibah, bantuan sosial, dan daerah tentang penetapan daftar penerima bantuan sosial, pakta integritas dari kepada kepala daerah, keputusan kepala daerah tentang penetapan daftar bantuan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam penerima bantuan sosial bahwa bantuan sosial yang diterima akan digunakan penerima bantuan, pakta integritas dari penerima bantuan sosial, bukti peraturan kepala daerah. sesuai dengan usulan, bukti transfer atas pemberian bantuan berupa uangberupa transfer/penyerahan uanga
“Kalau keadaannya memang memaksa begitu, tidak masalah. Itu jadi kewenangan kepala daerah. Jadi, tidak ada yang salah dengan Permendagri ini,” tandasnya. Jika di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir banyak pejabat dan kepala daerah yang tersangkut perkara dugaan korupsi dana bansos, menurutnya, itu bukan karena Permendagri ini, melainkan karena dari awal memang diniatkan untuk dana bansos. “Lihat saja, dalam semua kasus yang ditangani penegak hukum, penyalurannya memang bermasalah. Misalnya, penerimanya fiktif, alamat penerimanya juga fiktif, besaran dana yang disalurkan juga tidak masuk akal. Lihat saja kasus di Banten itu,” ujarnya. “Itu artinya, dari awal memang diniati untuk korupsi,” tandasnya. Dipertegas oleh Ach Bakir, sepanjang penyalurannya mengikuti peraturan dan memang tidak diniatkan untuk penyimpangan, kepala daerah tak perlu khawatir dengan masalah hukum. “Kalau memang niatnya baik dan pelaksanannya benar, apa yang ditakutkan,” katanya.
Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi sendiri, dalam berbagai kesempatan, juga menegaskan dirinya tidak akan mencabut Permendagri tersebut. “Permendagri ini justru untuk memberikan perlindungan hukum bagi kepala daerah dalam hal penyaluran dana bansos,” ujar Mendagri. Namun demikian, berdasarkan hasil diskusi panel, Rakernis APEKSI akhirnya merumuskan beberapa rekomendasi yang dipandang perlu untuk penyempurnaan penyaluran dana hibah dan bansos yang bersumber dari APBD. Di antaranya, APEKSI merekomendasikan agar bantuan keuangan bagi partai politik pertanggungjawabannya tidak lagi kepada kepala daerah, melainkan diubah kepada BPK. Dengan demikian, yang berwenang untuk menyatakan bahwa pertanggungjawaban tersebut clear atau tidak bukan lagi kepala daerah, melainkan BPK. Dan, rekomendasi bantuan keuangan parpol harus disampaikan paling lambat dua bulan setelah laporan pertanggungjawaban bantuan sebelumnya diterima oleh BPK.
uang atau bukti serat terima barang atas pemberian bantuan sosial berupa barang
Kedua, APEKSI merekomendasikan agar ketentuan tentang pemberian bansos yang direncanakan untuk diusulkan dimasukkan ke dalam kegiatan Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) terkait ditinjau kembali. Ketiga, diusulkan agar pemberian bansos yang tidak direncanakan tetap dipertahankan dengan kriteria tertentu yang besarannya sesuai dengan kemampuan keuangan daerah (atau maksimal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD). Selain itu, APEKSI meminta kepada Mendagri agar membuat ketentuan atau peraturan yang tegas tentang larangan kota/kabupaten memberikan dana bantuan kepada instansi vertikal di daerah. Juga diminta adanya peraturan yang tegas tentang pemberian sanksi bagi penerima hibah yang tidak menyampaikan laporan penggunaan dana dan menjadi tanggung jawab mutlak pada penerima hibah. APEKSI juga meminta agar kepala daerah diberikan diskresi untuk besaran pemberian dana hibah dan bansos yang bersumber dari APBD.
Volume IV
Kota Kita ed4B.indd 31
DESEMBER 2013
31
06/01/14 09:42
I N F O
A P E K S I
Menyiapkan Daerah Memungut PBB-P2 Para peserta workshop Perubahan iklim.
Banyak daerah yang belum siap mengelola Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2). Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI) akan bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan membantu kesiapan pemerintah kota (pemko) mengelola sendiri PBB-P2 mulai 2014. ER Januari ini, pengalihan kewenangan pengelolaan PBB-P dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah (pemda) mulai berlaku efektif. Sayangnya, hingga kini tercatat baru persen dari total jumlah kabupaten/kota yang sudah siap untuk mengelola dan memungut sendiri PBB-P. Hal tersebut terungkap dalam workshop “Pengalihan PBB-P2 menjadi Pajak Daerah yang digelar DJP di Jakarta pada 13 November 2013. Workshop ini diikuti 118 peserta yang merupakan utusan
P 32
Kota Kita ed4B.indd 32
Volume IV
dari sekitar 90 pemda. Berdasarkan data DJP per 19 September 2013, di tahun 2014 masih terdapat sekitar 369 pemda yang masih dalam proses persiapan diri untuk memungut PBB-P2 sendiri. Dari jumlah itu, 332 di antaranya sedang menyusun peraturan daerah (perda) dan rancangan perda (ranperda), dan ada 37 pemda yang masih belum membuat raperda untuk pengelolaan PBB-P2. Padahal, menurut Direktur Ekstensifikasi dan Penilaian DJP Hartoyo, sebenarnya DJP sudah mempersiapkan dan mengawal proses peng-
alihan ini dengan cukup terencana. Mulai dari mempersiapkan peraturan pelaksanaan PBB P2, standard operating procedure (SOP), struktur tugas dan fungsi unit kerja, data piutang, data nilai jual obyek pajak (NJOP), salinan peta, salinan berbasis data PBB-P2, hingga sistem aplikasi PBB-P2. “Semua sudah kami berikan ke pemda, bahkan dengan pendidikan dan pelatihannya, agar pemda siap sesuai amanat undang-undang,” ujar Hartoyo. Sayang, imbuhnya, hingga akhir Desember 2013 masih juga banyak pemda yang belum siap. “Alasan dan kendalanya macam-macam. Ini disayangkan, padahal potensinya sangat besar,” jelas Hartoyo. Sebagai gambaran, dari 17 pemda yang sudah melakukan pemungutan sendiri pada 2012, terjadi peningkatan perolehan PBB-P2 rata-rata 17,79 persen dibandingkan dengan ketika masih dipungut pemerintah pusat. “Semua kewenangan pengelolaan PBB-P2 sudah dialihkan ke pemda,” kata Hartoyo. Kewenangan tersebut, imbuh-
DESEMBER 2013
06/01/14 09:42
nya, mulai dari penghimpunan data obyek dan subyek pajak, penentuan besarnya pajak terutang, penagihan, sampai pengawasan penyetorannya. “Pemda hanya harus mempersiapkan diri terkait dengan peraturan teknis, sumber daya manusia, peralatan teknis, sampai membentuk satuan kerja (satker) baru atau bagian satker,” terangnya. Bagi pemda yang belum sumber daya manusia (SDM) atau tenaga yang memadai untuk kegiatan pendataan dan penilaian obyek pajak, menurut Hartoyo, ada beberapa opsi bisa ditempuh. Misalnya, pemda bisa membuat kerja sama dengan lembaga-lembaga yang memiliki program pendidikan penilaian, seperti Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) atau Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (MAPPI). Sementara itu, khusus untuk bidang informasi dan teknologi PBB-P2 bisa bekerja sama dengan STAN atau universitas yang memiliki kompetensi dan untuk penagihan bisa dilakukan kerja sama pendidikan dengan Pusat Pendidikan dan Latihan Pajak di DJP.
Bagi pemda, menurut Hartoyo, pengalihan kewenangan ini sekaligus merupakan tantangan dan peluang. Di antaranya, pemda ditantang untuk membuat kebijakan yang tepat dan pelayanan yang baik untuk menghasilkan perolehan pajak yang maksimal. “Tapi, ini peluang besar untuk mendongkrak pendapatan asli daerah (PAD),” ujar Hartoyo. Dengan kewenangannya, imbuh Hartoyo, pemda bisa mengoptimalkan PBB-P2 tersebut dengan fungsi yang beragam. Misalnya, dengan melakukan penyesuaian besaran NJOP sesuai harga pasar atau memfungsikan PBB-P2 sebagai instrumen hukum penataan daerah. Dengan penyesuaian NJOP, misalnya, penerimaan pemda dari PBB-P2 dan BPHTB pun akan meningkat signifikan. Menurut Hartoyo, banyak bisa dilakukan untuk mengoptimalkan PAD melalui PBB-P2. Misalnya, mulai dari penentuan target perolehan PBB-P2 yang terukur, pemutakhiran data NJOP, hingga penagihan piutang. Untuk itulah,
menurut Hartoyo, diperlukan keterlibatan profesi penilai dalam mengoptimalkan pengelolaan PBB-P2 ini. DJP punya target minimal setiap pemda memiiki 2 penilai. Tenaga penilai tersebut diperlukan untuk melakukan kegiatan penilaian massal (mass appraisal) dengan obyek tertentu, misalnya rumah atau rumah toko (ruko). Untuk memenuhi kebutuhan itu, dilakukan kerja sama dengan STAN agar pegawai pemda bisa mengikuti pendidikan penilaian program Diploma 1. Selain itu, DJP juga akan bekerja dengan Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (MAPPI) guna menyiapkan program pendidikan untuk penilai internal di lingkungan pemda. Namun, imbuh Hartoyo, untuk melakukan penilaian terhadap obyekobyek pajak atau aset-aset dengan tingkat kesulitan yang relatif tinggi, tidak lagi menggunakan cara mass appraisal dan harus melibatkan penilai publik. Misalnya, untuk penilaian hotel, pelabuhan, bandara, gedung-gedung berting-
Volume IV
Kota Kita ed4B.indd 33
DESEMBER 2013
33
06/01/14 09:42
I N F O
A P E K S I
No.
Relisasi Penerimaan PBB-P2 sampai dengan 2012 Realisasi Penerimaan PBB-P2
Daerah
Tahun 2011
1
Kota Surabaya
2
Tahun 2012
Keterangan
498,640,108,489
571,157,312,919
114,54
Kota Medan
198,314,450,126
275,138,356,001
138,74
3
Kab Deli Serdang
58,244,706,402
81,677,320,000
140,23
4
Kota Pekan Baru
38,545,769,091
40,845,000,000
105,96
5
Kota Palembang
62,585,012,180
76,134,848,215
121,65
6
Kota Bandar Lampung
32,610,204,147
39,090,000,000
119,87
7
Kab Bogor
139,097,153,017
141,107,889,293
101,45
8
Kota Depok
84,155,498,802
102,889,490,965
122,26
9
Kota Semarang
143,018,587,678
161,333,156,112
112,81
10
Kab Sukoharjo
21,109,172,073
25,063,731,460
118,73
11
Kota Yogyakarta
34808719,512
44,118,519,712
126,75
12
Kab Sidoarjo
106,851,148,830
111,326,978,118
104,19
13
Kab Gresik
59,497,059,239
61,509,798,482
103,38
14
Kota Pontianak
15,363,417,223
14,766,277,121
95,11
15
Kota Balikpapan
52,688,726,629
56,670,104,825
107,56
16
Kota Samarinda
17,089,783,722
22,741,120,687
133,07
17
Kota Gorontalo
3,893,457,610
3,605,672,156
92,61
18
Kota Palu
6,364,040,067
7,319,461,632
115,01
1,572,877,014,837
1,836,495,037,698
116,76
Total
Sumber: Kementerian Keuangan Keterangan: kenaikan dan penurunan realisasi penerimaan.
kat, atau aset-aset lain yang bernilai tinggi. “Untuk itu, pemda sebaiknya bekerja sama dengan MAPPI,” ujar Hartoyo. Guna meningkatkan kesiapan daerah dalam pengelolaan dan pemungutan PBB-P2 di wilayah perkotaan, DJP akan bekerja sama dengan APEKSI. Melalui kerja sama ini, DJP-APEKSI akan menyiapkan berbagai kegiatan, seperti sosialisasi, workshop, seminar, atau pelatihan-pelatihan yang berkaitan dengan pengelolaan dan pemungutan PBB-P2 di wilayah perkotaan. Direktur Eksekutif APEKSI
34
Kota Kita ed4B.indd 34
Volume IV
Sarimun Hadisaputra menyambut baik ajakan DJP Kemenkeu tersebut. Ia sependapat bahwa pengalihan kewenangan pengelolaan PBB-P2 dari pusat ke daerah ini sebenarnya bisa menjadi peluang yang sangat besar bagi pemko untuk meningkatkan PAD. “Ini penting dan strategis. Karena itu, pada tahun 2014, kami akan segera menyiapkan program agar semua kota siap dan secara maksimal bisa memanfaatkan peluang ini. Kegiatan workshop dan pelatihan pengelolaan PBB-P2 akan segera kami adakah,” ujarnya.
Di tengah proses pengalihan kewenangan pengelolaan dan pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Perkotaan dan Perdesaan (PBB-P2), piutang pajak di daerah ternyata sangat besar. Sayang, tak semua pemerintah daerah (pemda) mau menagihnya.
F
AKTA bejibunnya piu-
tang pajak daerah itu terungkap dalam workshop Pengalihan Kewenangan Pengelolaan PBB-P yang digelar Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan di Jakarta, November . Berdasarkan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) per Desember , tercatat nilai piutang PBB-P sebesar Rp , triliun, terdiri dari Rp , triliun PBB Perdesaan dan Rp , triliun PBB Perkotaan. Untuk tahun , LKPP sudah tidak lagi mencantumkan potensi pendapatan dari piutang PBB-P dalam neraca keuangannya karena dianggap sudah menjadi hak dan kewenangan daerah. Secara kumulatif, total nilai piutang PBB-P2 senilai Rp 14,58 triliun yang dialihkan tersebut memang cukup besar lantaran mencakup piutang lebih dari lima tahun. Sementara, pelimpahan piutang yang rencananya dilakukan pada 2013 sebesar Rp 9,83 triliun, yang
DESEMBER 2013
06/01/14 09:42
Piutang yang Bejibun…
Hartoyo.
terdiri dari piutang di 20 pemda dengan nilai di atas Rp 100 miliar, termasuk dua pemda dengan nilai Rp 700 miliar dan Rp 3,8 triliun. Jadi, total piutang yang belum teralihkan sampai 31 Desember 2013 diperkirakan masih terdapat piutang PBB-P2 sebesar Rp 4,75 triliun. Sayangnya, piutang yang sangat besar tersebut hingga kini tak tertagih. Sebagai gambaran, dari 123 pemda yang telah melaksanakan pungutan sendiri pada 2013, misalnya, ada 19 pemda yang masih enggan menerima pelimpahan piutang PBB-P2 dari pemerintah pusat. Diperkirakan, piutang sebesar itu akan tetap tercatat di neraca pemerintah pusat, namun tidak bisa ditagih. “Inilah yang mengkhawatirkan pemerintah pusat. Sebab, ini bisa berpengaruh terhadap kewajaran penyajian laporan keuangan pemerintah pusat,” ujar Direktur Ekstensi dan Penilaian DJP Kemenkeu Hartoyo. Keengganan pemda menerima piutang, salah satu alasannya, karena data piutang dianggap tidak valid. Selain itu, ada ketakutan dari pemda karena jika menerima data piutang tersebut juga akan berpengaruh terhadap kinerja
Laporan Keuangnan Pemerintah Daerah (LKPD) bila nanti menjadi temuan dalam audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK0. Alasan lain, jumlah piutang dianggap terlalu besar dan sesuai dengan administrasi pemda. Kebanyakan pemda hanya mau menerima piutang PBB-P2 yang umurnya tidak lebih dari 5 tahun terakhir. Umur piutang yang lebih dari 5 tahun di anggap kadaluwarsa. Banyak pemda yang minta piutang dengan umur lebih dari 5 tahun di-write off atau dihapusbukukan saja. “Ini sulit, sebab untuk menghapuskan piutang prosedurnya cukup panjang,” jelas Hartoyo. Padahal, menurutnya, dengan pengalihan pengelolaan PBB-P2 beserta piutangnya, pemda memiliki kewenangan penuh untuk mencari jalan bagi penananganan piutang tersebut. Pemda bisa menagih, menghapus, menghilangkan denda, atau mendiskon. Kebijakan itu menjadi kewenangan penuh kepala daerah. “Banyak cara bisa dilakukan. Piutang itu nilainya sangat besar, dan bisa dioptimalkan oleh pemda,” kata Hartoyo.
Nilai piutang PBB-P2 per September 2013 (Rp) Kab Karimun
626.182.634.455,57
Kota Tangerang
575.533.584.088,00
Kab Tangerang
554.047.121.834,33
Kota Tangerang Selatan
342.556.720.746,21
Kota dan Kab Serang
166.094.677.781,53
Cianjur
131.708.771.345,00
Kab. Cirebon
112.569.974.635,00
Manado
89.905.841.569,25
Subang
88.840.765.416,38
Kab. Gianyar
68.932.297.828,00
Total
6.293.680.076.481,84
Pemda yang Belum Menandatangani Berita Acara Serah Terima Piutang PBB-P2 Kab. Rokan Hilir Kota Payakumbuh Kota Bogor Kab. Bogor Kab. Majalengka Kota Pemalang Kab. Pekalongan Kab. Batang Kab. Klaten Kota Surakarta Kab. Cilacap Kota Magelang Kab. Magelang Kab. Purworejo Kota Pasuruan Kab. Bandung Kota Denpasar Kab. Jembrana Kab. Tabanan
Volume IV
Kota Kita ed4B.indd 35
DESEMBER 2013
35
06/01/14 09:42
I N F O
A P E K S I
Optimalisasi Pelayanan Publik melalui Kerja Sama Daerah Untuk meningkatkan pelayanan publik dan penguatan ekonomi lokal diperlukan adanya kerja sama antardaerah. Persoalannya, masih banyak persoalan yang dihadapi untuk membangun kerja sama antardaerah.
Peserta Lokakarya KAD, Jakarta.
AL tersebut terungkap dalam loka karya “Kerja Sama Antar-Daerah” yang diselenggarakan oleh Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI) di Jakarta pada November . Loka karya ini bertujuan untuk mendorong pemerintah kota (pemko) di seluruh Indonesia membangunan kerja sama antardaerah guna meningkatkan pelayanan publik demi peningkatan kesejahteraan masyarakat perkotaan.
H 36
Kota Kita ed4B.indd 36
Volume IV
Disadari, APEKSI lebih banyak menyelenggarakan berbagai kegiatan seperti seminar, workshop, dan pendokumentasian best practice yang jarang bersentuhan dengan masalah KAD. Padahal, kerja sama antardaerah sangat penting dilakukan lantaran pemerintah daerah (pemda) tak bisa sendirian mengatasi berbagai masalah yang dihadapi. Karena itulah, pada Musyawarah Nasional 2012, APEKSI memutuskan untuk mulai bergiat pada kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan KAD. Salah satunya melalui loka karya KAD
yang untuk kali pertama dilaksanakan di Jakarta, 21 November 2013. Loka karya KAD yang mengusung tema “Untuk Peningkatan Pelayanan Publik dan Penguatan Ekonomi Lokal” ini diikuti 30 perserta yang merupakan utusan dari 20 kota. Diskusi ini di bagi dalam dua panel. Panel pertama tampil sebagai pembicara adalah Direktur Otonomi Daerah Bappenas, Wariki Sutikno; Kasi Wilayah I, Subdit Kerjasama Daerah, Direktorat Dekonsentrasi dan Kerjasama, Dirjen PUM, Kementrian Dalam Negeri, Bob Ronald Fretsy Sagala. Sementara diskusi panel dua membahas pengalaman kerjasama antar daerah untuk peningkatan pelayanan publik, Ketua Sekber Kartamantul, Nasa ujiarto Aji. Dalam sesi ini juga membahas pengalaman Kerjasama Antar Daerah (KAD) Subosukawonosraten (Surakarta, Boyolali, Sukoharjo, Karanganyar, Wonogiri, Sragen, Klaten), Kabag Kerjasama Kota Surakarta, Joni Hari Sumantri. Dan dilanjutkan pembahasan Kerjasama Sister City Kota Surabaya dengan Kota-kota di dalam dan di luar Negeri, Ifron Hady Susanto. Acara berikutnya adalah diskusi Kelompok (berdasarkan komwil), dengan bahasan tantangan yang dihadapi dalam proses pengembangan KAD. Melakukan kajian terhadap Kebutuhan daerah yang menjadi kebutuhan bersama. Model kerjasama yang potensi dikembangkan dan tantangan yang akan dihadapi. Sampai tindak lanjut yang dilakukan pengembangan KAD. Dari diskusi terungkap bahwa untuk membuat suatu program KAD, ternyata banyak tantangan yang dihadapi. Tantang yang paling sering disebut adalah seberapa besar Komitmen dan konsistensi kepala daerah dan pemangku kepentingan (DPRD) dalam membangun KAD. Di saat yang sama, masih sering muncul adanya egoisme daerah. Egoisme daerah ini biasanya berkenaan dengan masalah potensi dari kerja sama, peluang menghibahkan dan aset serta bagaimana melakukan pemeliharaannya. Tantang lain, misalnya, terlalu banyak regulasi sehingga sulit bagi daerah untuk
DESEMBER 2013
06/01/14 09:42
Pembicara Lokakarya Nasional Kerjasama Daerah (KAD), di Jakarta.
memahami dan menjalankannya dalam sebuah kerja sama antardaerah secara efektif. Di saat yang sama, sosialisasi regulasi dari pemerintah pusat kurang efektif. Selain itu, program KAD juga terbentur dengan adanya ketidakseimbangan manfaat dan dampak yang mendorong perilaku free rider. Misalnya, dalam kasus adanya tambang di daerah A, daerah B terkena dampak negatif lalu lintas hasil tambang yang merusak jalan. Namun, tidak mendapatkan manfaat penambahan pendapatan. Ini sering menjadi masalah tersendiri bagi program KAD. Meskipun begitu, peluang bagi adanya program KAD juga cukup banyak. Peluang ini juga akan menentukan bentuk-bentuk kerja sama yang diperlukan. Misalnya, antardaerah bisa membangun kerja sama untuk pengaturan tata ruang, penyediaan transportasi publik/massal untuk mengatasi kemacetan. Selain itu, misalnya, antardaerah bisa melakukan kerja sama di bidang perubahan iklim dan penanggulangan bencana, penanganan tenaga kerja di luar negeri, penanganan masalah-masalah sosial, serta penyediaan dan atau perbaikan infrastruktur seperti jalan-jalan yang berbatasan antara kota dengan kabupaten sekitar atau lainnya. Untuk mendukung program KAD tersebut, peserta diskusi mencatat ada
sejumlah hal yang direkomendasikan. Di antaranya, perlu adanya sinkronisasi kebijakan. Selain itu, diperlukan adanya kejelasan badan hukum KAD yang lebih efektif guna menjawab masalah yang ada di lapangan. Peserta diskusi juga meminta agar ada pengaturan penganggaran KAD yang lebih sesuai dengan kebutuhan. Perlu juga dilakukan review atas Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2007 dan Permendagri Nomor 22 pada pasal yang mengatur prakarsa daerah. Di luar itu, peserta loka karya juga merumuskan sejumlah rekomendari lain yang tidak berhubungan dengan KAD. Pertama, perlunya pengaturan yang tegas bahwa iuran untuk Asosiasi boleh berasal dari APBD, kendati bukan pos hibah dan bansos. Kedua, perlu dipertimbangkannya perubahan ART APEKSI untuk mendorong adanya staf profesional di tingkat Komwil (bukan PNS), mengingat Komwil mengelola dana, dan ini bisa “membahayakan” teman-teman yang berstatus PNS. Ketiga, sosialisasi rutin oleh pemerintah kepada pimpinan daerah tentang kerja sama antardaerah, dengan memasukkan kerja sama antardaerah ke dalam silabus diklat pimpinan daerah. Rekomendasi keempat, mendorong agar revisi UU Nomor 32/2004 tentang Pemerintah Daerah agar memasukkan kerja sama antardaerah menjadi BAB
yang diatur secara jelas dan tegas. Kelima, menguatkan peran provinsi dalam koordinasi dan fasilitasi kerja sama antardaerah. Keenam, mendorong Kementerian Dalam Negeri untuk membuat kerangka aturan pembiayaan program/kegiatan badan kerja sama antardaerah. Ketujuh, mendorong Kementerian Dalam Negeri menyediakan promosi dan fasilitasi inkubator-inkubator kerja sama antardaerah sebagai bentuk fasilitas bagi daerah yang akan memulai kerja sama antardaerah. Kedelapan, harus ada kejelasan siapa idealnya yang melakukan fungsi pengawasan untuk pelaksanaan kegiatan/program. Secara khusus, peserta loka karya juga memberikan catatan-catatan penting mengenai apa yang dapat dilakukan APEKSI dalam mendorong program KAD. Pertama, APEKSI harus terus mendorong agar bagaimana pemerintah/kementerian dapat membuka pola pikir atau mind set kepala daerah tentang pentingnya melakukan kerja sama antardaerah. Kedua, APEKSI dapat menyusun di sektor program kerja sama internasional yang menangani isu dan memfasilitasi kerja sama antardaerah. Ketiga, APEKSI dapat mengadakan advokasi untuk sinkronisasi regulasi. Keempat, APEKSI dapat mengadakan kajian mengenai operasional KAD, termasuk konsekuensi pembentukan konsorsium. Kelima, APEKSI dapat memastikan adanya dokumentasi dan sharing best practices atau success stories tentang KAD. Keenam, APEKSI mengupayakan adanya joint forum dengan kabupaten, mengingat KAD yang dilakukan kota anggota Asosiasi hampir pasti dilakukan dengan kabupaten, terutama kabupaten di sekitarnya. Ketujuh, APEKSI mengupayakan diadakannya capacity building untuk TKKSD (atau untuk daerah mengenai TKKSD). Kedelapan, APEKSI mengadakan sosialisasi dan tukar pengalaman mengenai manajemen aset daerah, terutama yang terkait dengan kerja sama. Dan, kesembilan, APEKSI perlu mengadakan capacity building tentang analisis potensi wilayah (anpotwil) daerah untuk keperluan KAD.
Volume IV
Kota Kita ed4B.indd 37
DESEMBER 2013
37
06/01/14 09:42
I N F O
A P E K S I
Rakor Pokja Lintas Sektoral APEKSI SOSIASI Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI) menyelenggarakan Rapat Koordinasi (Rakor) Kelompok Kerja (Pokja) Pengarusutamaan Gender Lintas Sektoral di Hotel Santika, Jakarta, - Desember . Rakor ini dihadiri beberapa perwakilan pemerintah kota di Indonesia. Ini merupakan kali pertama pertemuan beberapa pokja di APEKSI untuk membahas isu Pengarusutamaan Gender (PUG) lintas sektoral. Hari pertama, 9 Desember 2013, Rakor Pokja membahas topik pengintegrasian, pencapaian target, dan best practice PUG. Sesi ini menghadirkan nara sumber Kepala Bidang Data Gender dalam Sumber Daya Alam (SDA) & Lingkungan, Deputi Pengarusutamaan Gender Bidang Politik, Sosial dan Hukum, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. (KPPPA) Siwi Lestari dan Manager Program Pusat Telaah dan Informasi Regional (PATTIRO) Agus Salim. Siwi Lestari berbicara mengenai pengintegrasian PUG lintas sektoral, sedangkan Agus Salim berbicara soal pengalaman PATTIRO dalam mendukung program pengintegrasian PUG dalam pembangunan di daerah. Dalam sesi diskusi, terungkap sejumlah masalah bagaimana setiap daerah melakukan penganggaran yang memadai di semua lini yang melibatkan PUG. Seperti Kota Denpasar, sudah memasukkan PUG yang mencapai 60%, namun masih terbatas di bidang building capasity. Denpasar mengalami kesulitan bagaimana meningkatkan penganggaran yang kreatif untuk PUG lintas sektoral. Sementara itu, di Kota Padangsidempuan sistem penganggaran sudah dimulai dari bawah. Namun, bagaimana mengikutsertakan tokoh perempuan di pedasaaan agar bisa menjadi vocal point dalam program gender masih jadi masalah. Jika dibandingkan pencapaian PUG antara kabupaten dan kota, pencapaian kota lebih baik. Namun, sampai
A
38
Kota Kita ed4B.indd 38
Volume IV
Pembicara Rakor Pokja Lintas Sektoral APEKSI
saat ini belum ada apresiasi dari lembaga dan kementerian. Kota Banda Aceh, misalnya, cukup memiliki komitmen untuk melibatkan perempuan dalam perencanaan pembangunan kota sejak tahun 2004. Di Banda Aceh, gender vocal point sudah dibekali kemampuan menganalisis program perencanaan gender. Siwi Lestari mengakui, memang PUG harus dijalankan sesuai prinsip keadilan, pro kepada masyarakat miskin dan komunitas marjinal. Siwi juga mengakui, building capacity memang penting untuk mempersiapkan wanita bisa berperan lebih jauh dalam pembangunan. Sebab, lebih dari separo masyarakat Indonesia adalah kaum perempuan. “PUG sudah menjadi mainstreaming dalam pembangunan. Karena itu, setiap kementerian dan lembaga harus menggunakan pendekatan gender. Namun, sampai saat ini belum menjadi skala prioritas. Di lembaga eksekutif maupun legislatif juga masih kekurangan info terkait PUG,” ujar Siwi Lestari. Sejak tahun 2000, sebenarnya penganggaran di tingkat pemerintah sudah mensyaratkan adanya PUG. Namun, bongkar pasang aturan masih kerap di-
lakukan. Pada 2003 terdapat Permendagri yang konstruksinya masih bias antara keterlibatan atau kehadiran perempuan. Lalu dilakukan uji coba di kementerian di lima kelompok. Tahun 2009 lahir Permendagri yang menegaskan bahwa PUG bisa dimasukkan pada penganggaran sehingga seluruh program harus dilakukan melalui gender analisis. Saat melakukan pembangunan infrastruktur, misalnya, dimasukkan dalam analis sembilan langkah prasyarat gender. Namun, yang terpenting sebenarnya adalah bahwa keberhasilan PUG terlihat pada dampaknya, bukan pada jumlah anggarannya. Artinya, yang terpenting adalah seberapa besar program gender dapat memberikan dampak pada laki-laki dan perempuan. Usai rehat siang, kegiatan Rakor Pokja hari pertama, dilanjutkan dengan sesi kedua yang membahas tema “Pengintegrasian Pengarusutamaan Gender dalam Isu Reformasi Birokrasi”. Tema ini dibawakan oleh Kepala Bagian SDM Badan Kepegawaian Daerah Kota Yogyakarta, Ari Sulistyaningsih dan Kasubag Organisasi Setda Kota Yogyakarta, P. Heni. Sesi berikutnya membahas tema “Pengarusutamaan Gender ke dalam Isu Perubahan Iklim”, yang dibawakan, Gender Advisor GIZ – PAKLIM, Riana Puspasari. Sementara, hari kedua 10 Desember 2013 yang berlangsung setengah hari, menampilkan 3 pembicara yaitu Syamsidar Thamrin, Kasubdit Cuaca dan Iklim - Bappenas/Kepala Sekretariat ICCTF, yang menyampaikan keberadaan Indonesian Climate Change Trust Fund (ICCTF). Tema berikutnya “Tata Ruang Dengan Memperhatikan Aspek Perubahan Iklim Dan Bencana” yang dibawakan oleh Direktur Penataan Ruang Wilayah Na sional Ditjen Penataan Ruang, Kementerian Pekerjaan Umum, Ir. Iman Soedrajat, MPM. Dan Pembicara berikutnya adalah Indira Darmoyono, Technical Project Professional GIZ Transport & Climate Change ASEAN, yang menyampaikan “Transportasi Berkelanjutan”.
DESEMBER 2013
06/01/14 09:42
sama dengan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), Asian Cities Climate Change Resilience Network (ACCCRN), dan Dewan Nasional Perubahan Iklim, Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI) menggelar Forum Nasional Adaptasi Perubahan Iklim dengan tema "Sinergi Nasional untuk Mewujudkan Indonesia yang siap Beradaptasi terhadap Perubahan Iklim", di Jakarta, - November . Seminar yang berlangsung dua hari ini dihadiri 75 peserta dari berbagai daerah. Pada hari pertama seminar dibagi dalam dua sesi. Sesi pertama menampilkan pembicara dari Kementerian Dalam Negeri, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), dan KLH. Sesi kedua menampilkan pembicara Kementerian Kesehatan, Kementerian Pertanian, dan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). Di hari kedua, seminar juga berlangsung dalam dua sesi. Sesi pertama berupa pemaparan pengalaman Provinsi Jawa Barat, Kota Pekalongan, dan Kota Bandar Lampung dalam proses adaptasi perubahan iklim. Sedangkan, sesi kedua menampilkan pembicara dari ACCCRN, Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF), dan peniliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Deputi Bidang Pengendalian. Deputi Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan Hidup dan Perubahan Iklim KLH Arief Yuwono, dalam sambutannya mengungkapkan, perubahan iklim 95 persen sudah nyata terjadi. Menurutnya, perubahan iklim disebabkan oleh ulah manusia atau berasal dari manusia. Maka, penyelesaiannya pun harus dilakukan manusia. “Untuk itu, ke depan, kalau memilih pemimpin harus yang memahami lingkungan,” ujar Arief Yuwono. Dijelaskan lebih lanjut, perubahan iklim sangat berpengaruh pada sumber daya air, pertanian, data dan informasi cuaca ikllim, perikanan, pesisir dan laut, infrastruktur dan pemukiman, kesehatan, kehutanan, dan lain-lain. Untuk itu, Kedeputian Bidang Pengendalin
B
EKERJA
APEKSI Gelar Forum Nasional Adaptasi
Pembicara Forum Nasional Adaptasi Perubahan Iklim, Jakarta.
Kerusakan dan Perubahan Iklim KLH telah melakukan Kajian Risiko dan Adaptasi Perubahan Iklim (KRAPI). KRAPI dilakukan di wilayah berbeda, seperti Lombok, Sumatera Selatan, Malang Raya, dan Tarakan. Selain itu, juga sudah dilakukan di daerah aliran sungai Citarum yang mencakup 8 kabupaten/kota. Menurutnya, studi yang dilakukan di tiga daerah berbeda ini untuk mengetahui adanya pengaruh perubahan iklim. Di Tarakan, Kalimantan Timur, misalnya, selama 24 tahun terakhir diketahui ekosistemnya mulai bermasalah, terutama di antara pantai barat dan timur Tarakan. Hal ini sudah disampaikan kepada pemda setempat agar dilakukan relokasi atau mencoba bertahan dengan melakukan rekayasa lingkungan. Menurutnya, Kementerian LH juga sudah menyiapkan tool untuk mengukur/mengetahui tingkat kerentanan wilayah terhadap bahaya dan risiko dampak perubahan iklim. Hasil KRAPI menjadi masukan dan pertimbangan dalam penyusunan rencana dan program pembangunan daerah. “Supaya
program berjalan tepat sasaran dan bermanfaat. Selain itu, kementerian ini juga sedang menyusun indeks kerentanan daerah,” ujarnya. Lebih lanjut Arief menjelaskan, ada empat fokus utama yang dikerjakan KLH terkait dengan perubahan iklim. Di antaranya, KRAPI, sistem inventori data indeks kerentanan (sidik), RPP pengendalian dampak perubahan iklim, dan program kampung iklim (Proklim). Proklim merupakan bentuk pengakuan dan apresiasi terhadap partisipasi masyarakat dalam melaksanakan upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Proklim ini cakupan lokasinya bisa setingkat RW dan maksimal setingkat desa/kelurahan. Pada tahun 2012, terdapat 11 desa/kelurahan yang mendapat penghargaan. Tahun 2013 pengusulan yang masuk sebanyak 180 lokasi. “Ternyata, di Indonesia Kampung Iklim (proklim) sudah menjadi solusi dan bermanfaat. Ini menjadi jualan kita. Tolong dipraktikkan ke lain agar perubahan iklim memberikan bentuk nyata,” jelasnya.
Volume IV
Kota Kita ed4B.indd 39
DESEMBER 2013
39
06/01/14 09:42
I N F O
D
A P E K S I
ANAU Constance ada-
lah danau terbesar ketiga di Eropa dan terletak di perbatasan (tiga) negara yaitu Jerman, Austria dan Swiss. Negara kecil Liechtenstein, walau tidak berbatasan langsung dengan danau tersebut, tetapi juga masuk wilayah Danau Constance. Jadi danau tersebut merupakan milik keempat negara tersebut. Danau ini sangat indah , terletak di jantung Eropa, namun hanya dikenal sebagai tempat wisata saja, dan bukan sebagai tempat kerja, meskipun di sekitar daerah tersebut banyak perusahaan besar dengan aktivitas ekonomi yang cukup tinggi. Pemerintah daerah di sekitar Danau Constance seperti kota dan kabupaten Jerman, dan Swiss, termasuk masyarakatnya merasa kurang kuat untuk berkompetisi di skala internasional. Dengan pendekatan regional dianggap lebih menjanjikan, karena dapat memberikan semua keuntungan bersama dengan memasarkan daerah tersebut dalam skala regional tersebut. Dengan kesadaran bersama agar bisa mempromosikan daerahnya beberapa pemerintah daerah dari keempat Negara
Pengalaman Pemasaran Regional di Kawasan Danau Constance (JERMAN-SWISS-AUSTRIA-LIECHTENSTEIN)
Kawasan Danau Constance di perbatasan Negara Jerman, Austria, Swiss dan Liechtenstein.
40
Kota Kita ed4B.indd 40
Volume IV
Daerah-daerah yang melakukan kerjasama dalam BSM
DESEMBER 2013
06/01/14 09:42
Gabriella ketika masih bekerja untuk BSM dalam suatu expo yang diikuti BSM.
tersebut bersepalat untuk membangun kerjasama, kerjasama antar daerah. Kerjasama antar daerah (KAD) memang suatu tantangan besar tetapi hampir semua orang sepakat bahwa KAD ini sangat penting. Dengan KAD diharapkan permasalahan yang dihadapi oleh masing-masing daerah bisa mulai diatasi dengan usaha bersama. Memang tidak mudah, terutama memulainya, namun sangat menjanjikan. Keempat Negara tadi ingin mempromosikan diri secara bersama-sama sebagai area ekonomi lintas batas yang
kuat, sehingga mereka kemudian mendirikan lembaga “Bodensee Standort Marketing (BSM)” atau “ Daerah Pemasaran Danau Constance”. BSM didikiran pada bulan Desember tahun 2000 untuk menjawab tantangan dinamika ekonomi. Pada awal terbentuknya BSM, terdiri dari 3 kabupaten Jerman districts, 5 kabupaten Swiss, negara federal Land Vorarlberg di Autria dan Liechtenstein. Setidaknya ada 40 anggota pendiri yang mereka terdiri dari para pemerintah daerah, kamar dagang industry, perdagangan dan kerajinan
serta beberapa perusahaan. Kerjasama ini lebih difokuskan kepada pengembangan pengetahuan dan sumberdaya. Adalah Walikota Constance yang menginisiasi awal terbentuknya kerjasama ini. BSM mendapat modal awal oleh Kabupaten Constance dan dibiayai oleh iuran anggota tahunan yang besarannya tergantung dari jumlah penduduk masing-masing anggotanya. Dana ini digunakan untuk kegiatan BSM, sedangkan untuk operasional seperti gaji staf dibayar oleh Kabupaten Constance. Tujuan BSM didirikan adalah mempromosikan dan memasarkan empat kawasan nasional ekonomi dan bisnis daerah Danau Constance sebagai lokasi bisnis penting pada skala internasional, ingin menyatukan para aktor-aktor kunci politik dan ekonomi dalam usaha bersama dengan anggota BSM, dan untuk lebih mengembangkan profil daerah. Strategi yang dilakukan adalah fokus pada area analisa kekuatankelemahan, hubungan masyarakat pengelolaan klaster, pengembangan merek untuk Kawasan Danau Constance. Penting untuk memulai dengan melakukan analisa kekuatan–kelemahan yang tepat. Analisis ini manghasilkan kekuatan-kekuatan berikut: daerah Danau Constance sebagai kawasan ekonomi dengan banyak usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang sangat beragam bahkan diantaranya adalah merek yang sudah cukup mendunia. Namun terjadi deficit image atau rendahnya reputasi Kawasan Danau Constance karena daerah ini hanya dikenal sebagai tempat wisata dan kebudayaan saja. Kawasan Constance ini terdiri dari klaster-klaster kuat, seperti universitas dengan reputasi yang hebat pada penelitian dan pengembangan (Research & Development), pendidikan kejuruan dan pelatihan lanjutan, tenaga kerja yang berkualitas, angka pengangguran rendah dan lebih dari 200 hak paten per 100.000 yang dipekerjakan. Berdasarkan landscape perusahaan, terdir dari dari klaster : teknologi lingkungan, teknologi pengemasan, farmasi
Volume IV
Kota Kita ed4B.indd 41
DESEMBER 2013
41
06/01/14 09:42
I N F O
A P E K S I
dan bioteknologi, penerbangan dan antariksa, teknologi pengenalan, dan nanoteknologi. Bidang penting lainnya adalah pariwisata, teknik mesin, bank dan asuransi, IT, kesehatan, konsultan, pendidikan, advertising dan hubungan masyarakat. Terdapat 30 perguruan tinggi terkemuka termasuk sekolah kejuruan dan beberapa sekolah internasional. Diantaranya seperti Universitas terkenal Danau Constance (salah satu dari beberapa “University of Excellence” di Jerman), St Gallen di Swiss (terkenal dengan konsep manajemen) dan University of Zeppelin di Friedrichshafen. Perusahaan teknologi tinggi internasional dan menengah tradisional saling melengkapi. Dengan lebih dari 350 perusahaan dan kantor, kawasan Danau Constance adalah salah satu lokasi yang paling penting untuk rekayasa. Inovasi adalah ciri khas dari kawasan Danau Constance. Itu menjadi jelas dalam jumlah yang sangat tinggi dari paten yang terdaftar, jauh melebihi rata-rata nasional, dan tingkat penguasa pasar dari banyak perusahaan, seperti Nestle / Maggi, Alcan, Georg Fischer, MTU, Dornier dan Nycomed (mantan Altana). Dari analisa kelemahan-kekuatan maka disimpulkan bahwa Kawasan Doanu Constance merupakan kawasan utama untuk pendidikan dan penelitian ilmiah. Ada empat pasar penjualan internasional dengan tenaga kerja international dan berkualitas tinggi. Merupakan campuran budaya untuk mendorong vitalitas, kreativitas dan kompleksitas. Untuk itu slogan yang dipakai adalah high-tech dan high-touch location. Untuk bisa menangkap tujuan di atas dan membawa dalam slogan yang marketable maka diciptakan merek dagang BSM yaitu Bodenseeland UNITED INNOVATIONS sebagai logo untuk kerjasama kami. Yang artinya: Bodenseeland: menunjukkan kawasan sebagai tempat bisnis, tenaga kerja dan kehidupan sehari-hari, dan sebagainya. UNITED: kerjasama internasional dan jaringannya, bergerak sebagai pasu-
42
Kota Kita ed4B.indd 42
Berbagai merek dagang perusahaan yang berada di bahwa payung BSM
kan gabungan, mengatasi tantangan bersama-sama. INNOVATIONS: kreativitas, kemampuan, semangat penelitian, dinamika berjuang menuju pengembangan bisnis, ilmu pengetahuan dan masyarakat. Menggunakan merek dagang/logo adalah penting agar mampu menyampaikan pesan dan isi yang jelas termasuk menyampaikan substansi dan janji dibuat harus ditepati. Dengan payung bendera logo ini, tidak bermaksud mengganti merek dagang yang sudah ada, tetapi logo ini akan menunjukkan identitas kualitas dan inovasi. BSM mewakili sekelompok perusahaan lingkungan di wilayah Danau Constance, di pameran dagang seperti Pollutec dan Ecomondo, BSM bertindak sebagai penyedia layanan untuk perusahaan yang mencari kontak bisnis baru. BSM juga hadir di Expo Real terbesar pameran perdagangan Eropa untuk real estate komersial. Dengan ini, BSM dan mitra komunal dan swasta menawarkan platform untuk komunikasi antara pemasok dan pembeli real estat komersial. BSM juga menjadi penyedia informasi bagi para wartawan dari berbagai belahan dunia dan selalu mencoba untuk memberikan informasi secara maksimal dari banyak kekuatan tentang daerah ini sebagai lokasi usaha. Hasil yang sangat baik ini merupakan
presentasi karena kami bergabung bersama sama sebagai satu kawasan ekonomi. Dengan kerjasama antar daerah ini telah menjadikan kawasan tersebut membuktikan lebih solid dan lebih mampu tampil mengemuka di pasar dunia. Untuk itu sekitar tahun 2006 para pimpinan daerah dari Jawa Tengah melakukan study tour teknis ke negara federal Jerman Baden Württemberg dari untuk mendapatkan gambaran yang komprehensif tentang lembaga, alat-alat dan instrumen pengembangan bisnis di Baden Württemberg. Dan terbangun kesepakatan kerjasama lebih lanjut antara BSM dan PT Solo Raya Promosi (SRP) atau Subosukawonosraten (Sukoharjo, Boyolali, Surakarta, Karanganyar, Wonogiri, Sragen dan Klaten). SRP bertujuan untuk meningkatkan daya saing lokasi bisnis dari wilayah Solo dam sekitarnya. SRP penggabungan berbagai aspek pengembangan ekonomi lokal seperti pemasaran regional dan membangun citra, kerjasama antar-kabupaten dan penciptaan lingkungan bisnis yang konduktif. Penulis adalah Gabriella Kristoffersen, Adviser CIM/GIZ untuk Kerjasama Antar Daerah dan Lingkungan yang bekerja untuk APEKSI hingga April 2015. Dia pernah bekerja pada BSM pada tahun 2002. Pengalamanketika bekerja di BSM inilah menjadi sharing pengalaman sekaligus saat ini membantu APEKSI untuk program pengembangan kerjasama antar daerah.
Volume III SEPTEMBER 2013
06/01/14 09:42
VOLUME IV, DESEMBER 2013
Majalah Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia
Dewan Pengurus Dan Direktorat Eksekutif APEKSI
M engucapkan Selamat K epada:
PEMERINTAH KOTA SURABAYA PEMERINTAH KOTA PAYAKUMBUH PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA PEMERINTAH KOTA SURAKARTA PEMERINTAH KOTA BATU
Yang Telah Berhasil M eraih INDONESIA GREEN REGION AWARD (IGRA) 2013
Profil :
Membangun Madiun Kota Ramah Investasi
Sawahlunto Reinkarnasi Kota Tambang Membuka Keterbukaan
Keuangan Daerah Cover KotaKita 4.indd 1
06/01/14 09:40
Dewan Pengurus Dan Direktorat Eksekutif APEKSI
M engucapkan
Selamat Tahun Baru 2014
Harga Pemasangan Iklan di KOTAKITA Keterangan
Ukuran
Pilihan Paket
1X
2X
3X -
Cover IV (back cover)
1 hl
10 jt
-
Cover II (inside front cover)
1 hl
8 jt
-
12 jt
15 jt
Cover II (inside front cover)
1/2 hl
3,5 jt
-
6 jt
8 jt
Cover III (inside back cover)
1 hl
Cover III (inside back cover)
1/2 hl
Di tengah majalah
1 hl
Di tengah majalah
1/2 hl
23 jt
7 jt
10 jt
10,5 jt
16 jt
3,5 jt
5 jt
6,5 jt
9,5 jt
5 jt
6 jt
7,5 jt
10 jt
2,5 jt
3,5 jt
5 jt
7 jt
Pembayaran melalui rekening Bank Mandiri Cabang Graha Irama Kuningan Jakarta, No.124-000-4350147 atas nama Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI).
Cover KotaKita 4.indd 2
4X
Bagi Pemerintah Daerah, SKPD, Dinas, Badan, Lembaga yang berada di pemerintah daerah atau Perusahaan yang berminat memasang iklan atau sponsor di Majalah kota Kita, harap mengisi formulir pemasangan iklan dan mengirimkan formulir tersebut ke bagian iklan Majalah Kota Kita. Bagian iklan menerima materi iklan jadi sesuai dengan ukuran yang di pesan. Untuk informasi pemasangan iklan harap menghubungi: Imam Yulianto: 0812 9859 529 Alamat Redaksi dan Iklan: Rasuna Office Park III WO. 06-09, Komplek Rasuna Epicentrum Jl. Taman Rasuna Selatan, Kuningan, DKI Jakarta, 12960, Indonesia T +62-21 8370 4703 F +62-21 8370 4733 http://www.apeksi.or.id
06/01/14 09:40