KEPELOPORAN DAN KEPEMIMPINAN: Peran Pokok Pemuda Dalam Pembangunan Oleh: Ginandjar Kartasasmita Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua Bappenas Disampaikan pada Peluncuran Buku “Peran Pemuda Menuju Indonesia Sesuai Cita-cita Proklamasi 1945” Jakarta, 3 Maret 1997 Pertama -tama, saya menyambut gembira diterbitkannya buku “Peran Pemuda Menuju Indonesia Sesuai Cita -cita Proklamasi 1945” oleh DPP Golkar. Saya mendapat kehormatan untuk turut meluncurkan buku ini. Buku tersebut merupakan hasil Dialog Nasional Pemuda yang diselenggarakan oleh Golkar dalam rangka memperingati 50 tahun Indonesia Merdeka. Dengan demikian, banyak aspek telah dibahas dalam buku, ditinjau dari berbagai sudut. Dengan sendirinya dalam kesempatan ini saya tidak diharapkan untuk memicu diskusi baru, atau memulai lagi suatu seminar. Oleh karena buku itu telah secara lengkap memuat pandangan-pandangan dari para praktisi, pakar, politisi, dan tokoh-tokoh pemuda, sehingga apapun yang akan dikatakan seseorang, tidak mungkin menghindari terjadinya pengulangan-pengulangan. Oleh karena itu, kesempatan ini ingin saya gunakan untuk menggarisbawahi beberapa hal saja, yang kiranya dapat melengkapi dan memperkuat berbagai argumentasi yang ada dalam buku. Pertama, mengenai “menuju Indonesia sesuai cita-cita proklamasi 1945”. Titik tolak ini penting sekali, oleh karena bagi bangsa manapun diperlukan adanya sesuatu yang mengikat, dan yang mempersatukannya sebagai bangsa. Dalam konsep negara bangsa seperti Indonesia, yang bukan negara yang dibentuk oleh suatu identitas tertentu seperti etnik, suku, atau agama, maka faktor pengikat itu adalah gagasan yang melahirkannya sebagai bangsa. Latar belakang geografis memang penting seperti yang dikatakan oleh Bung Karno, tetapi di pihak lain seperti dikatakan oleh Bung Hatta, meskipun faktor geopolitik itu penting “tetapi kebenarannya sangat terbatas”. Karena, kalau atas dasar itu saja, maka seluruh Kalimantan harus masuk Indonesia. Latar belakang sejarah juga penting, tetapi juga tidak mutlak, karena Timor Timur memiliki latar belakang sejarah yang berbeda dari propinsi-propinsi Indonesia lainnya. Oleh karena itu, seperti dikatakan oleh Greenfeld, “the only foundation of nationalism as such, the only condition, that is, without which no nationalism is possible, is an idea”. Bagi kita “idea” itu, gagasan itu, adalah cita-cita proklamasi. Cita-cita proklamasi, gagasan dasar pada waktu negara ini dilahirkan, adalah fondasinya negara kita. Keluar, atau bergeser, dari cita -cita itu, maka negara kita sudah tidak sama lagi. Kita sudah berbicara mengenai negara yang lain, bukan mengenai negara Republik Indonesia yang kita kenal. Kalau kita tidak hati-hati, bisa saja hal seperti itu terjadi, karena di negara-negara lain proses itu terjadi. Kita sudah menyaksikan tidak sedikit negara yang berganti konstitusi, yang berubah falsafahnya, bukan hanya sistemnya, tetapi keseluruhan pandangan hidupnya. Bahkan banyak negara yang wujudnya sama sekali sudah berbeda dengan pada waktu awal didirikannya. Kita tidak ingin hal itu terjadi di Indonesia, karena kita yakin akan kebenaran hakikat bangsa dan negara kita, seperti yang dilahirkan pada tanggal 17 Agustus 1945, dengan gagasan-gagasan besarnya yang ingin kita wujudkan. Perwujudan itu, dilakukan dengan pembangunan. Karena pembangunan adalah upaya mewujudkan cita-cita besar pendiri Republik ini, yang jika diringkas terangkum dalam nilai-nilai Pancasila, maka kita menjalankan pembangunan sebagai pengamalan Pancasila. Saya yakin apa yang menjadi cita-cita proklamasi itu, atau yang lebih penting upaya kita menuju ke sana, telah dibahas secara meluas dan mendalam dalam dialog nasional ini, sehingga rasanya saya tidak perlu memperpanjangnya di sini. Lagi pula, saya yakin kita semua sependapat mengenai tujuan pembangunan kita, dan mekanisme untuk mencapainya, sehingga tidak banyak yang perlu dikutak-katik. Artinya, karena tujuan pembangunan, yang tidak lain adalah cita -cita proklamasi, adalah wujud suatu masyarakat yang ideal, maka pencapaiannya tentu harus bertahap. Pada setiap tahapan itu, kita menyusun strategi untuk mencapai sasaran tahap demi tahap. Dalam sistem konstitusi kita, mekanisme itu ditempuh melalui GBHN, sehingga dalam setiap tahapan itu rakyatlah yang menentukan sasaran-sasaran dan upaya untuk mencapainya. Tahapan jangka panjang pertama telah kita selesaikan dan sekarang kita telah memasuki tahapan jangka panjang kedua. Untuk tahapan jangka panjang kedua, Golkar telah memiliki visi
yang akan diupayakan mewujudkannya dalam sasaran-sasaran pembangunan selanjutnya. Untuk itu, Golkar kembali meminta mandat dari rakyat, meminta kepercayaan dari rakyat, dalam pemilihan umum yang akan datang. Visi pembangunan Orde Baru dari Golongan Karya itu, mencakup berbagai aspek dalam kehidupan, dan sudah berbentuk gambaran yang konkrit mengenai masyarakat Indonesia yang diharapkan dapat terwujud pada akhir PJP II. Gambaran tersebut telah dinyatakan dalam besaran-besaran kuantitatif maupun yang bersifat kualitatif. Saya rasa tidak perlu saya mendalaminya di sini, karena bahan itu saya yakin telah dimiliki oleh semua kader Golkar yang berada di sini. Beberapa pokoknya saja ingin saya kemukakan atau saya kutip, karena kita sedang berbicara mengenai tahap-tahap perjalanan bangsa kita menuju citacita proklamasi 1945. Pada sekitar tahun 2020 Indonesia sudah menjadi negara industri yang maju. Kesejahteraan sudah meningkat dan makin merata. Masalah kemiskinan telah terselesaikan. Struktur ekonomi telah kukuh dengan berbasis industri. Struktur dunia usaha juga kuat, karena ditopang lapisan usaha menengah yang andal, yang saling menunjang dengan lapisan usaha kecil yang juga makin kukuh dan mandiri, dengan lapisan usaha besar yang basisnya makin luas. Bangsa Indonesia telah tumbuh menjadi bangsa yang modern, berpendidikan, sehat, dan dengan demikian, makin cerdas, dan tinggi produktivitasnya. Dengan kata lain bangsa Indonesia, telah menjadi bangsa yang memiliki daya saing kuat, sehingga integrasi dalam ekonomi global dan regional telah sungguh-sungguh mampu dimanfaatkan untuk mendorong pertumbuhan. Kualitas demokrasi akan makin meningkat, sebagai hasil dari peningkatan kualitas lembaga-lembaga sosial politik serta kualitas para pelakunya. Dengan demikian, transformasi masyarakat yang terjadi berlangsung secara struktural maupun kultural. Pada tahun 2020 Indonesia sudah merdeka 75 tahun. Dalam usia itu bangsa Indonesia sudah kukuh kuat ketahanan nasionalnya. Penghayatan ideologi Pancasila sudah meresap, membudaya dan tidak tergoyahkan. Kehidupan nasional telah berjalan di atas landasan konstitusi dengan mantap. Persatuan dan kesatuan bangsa telah terjalin dengan kukuh sehingga kemajemukan telah sungguh-sungguh menjadi modal dan kekuatan bangsa, dan bukan menjadi penyebab perpecahan. Dengan demikian nilai-nilai yang dikandung dalam Wawasan Nusantara telah mewujud dalam budaya bangsa. Hukum telah makin mampu menjamin kepastian, ketertiban, penegakan, dan perlindungan hukum, yang berintikan keadilan dan kebenaran. Birokrasi pemerintah telah meningkat kualitas dan kinerjanya, sebagai hasil dari perbaikan kualitas sumber daya manusianya, kesejahteraannya, serta penyempurnaan dalam kelembagaannya. Dengan wujud masa depan yang demikian, Indonesia sudah akan menjadi bangsa industri yang maju dan modern, dan berdiri di atas landasan kemandirian pada sekitar akhir PJP II. Kita akan mencapai tahap yang memungkinkan bangsa ini untuk tumbuh selanjutnya dengan kekuatannya sendiri, dengan memanfaatkan dinamika perkembangan ekonomi internasional yang terus didorong oleh keterbukaan dan integrasi ekonomi serta kemajuan teknologi. Masalah kesenjangan sosial ekonomi dan kesenjangan antardaerah jelas belum akan dapat terselesaikan secara tuntas. Namun, kecende rungannya diharapkan sudah tidak makin melebar. Kesejahteraan rakyat dengan demikian bukan hanya makin meningkat, melainkan telah makin adil dan merata. Semuanya itu jelas tidak akan terjadi dengan sendirinya. Kita menyadari banyaknya tantangan yang harus dihadapi dan rintangan yang harus diatasi, baik yang berasal dari luar maupun dari dalam, untuk mewujudkan kemajuan yang kita dambakan itu. Namun dengan komitmen yang kuat, disiplin, dan kerja keras, ada harapan kita untuk mencapainya. Di sinilah terletak peran pemuda. Kalau kita berbicara mengenai peran pemuda dalam berkiprah menuju terwujudnya cita-cita proklamasi, menurut hemat saya, tantangan utamanya adalah bagaimana mewujudkan sasaran-sasaran pembangunan pada masanya, yaitu menurut tahapan-tahapannya. Untuk tahapan sekarang ini, adalah mewujudkan sasaran-sasaran pembangunan da lam PJP II. Dengan demikian, maka segenap daya upaya, termasuk pembicaraan-pembicaraan dan diskusi-diskusi harus terarah ke arah itu. Oleh karena pada akhirnya yang paling penting, paling dibutuhkan dan dinanti-nantikan masyarakat adalah kepeloporan dan kepemimpinan dalam upaya memperbaiki kehidupan dan meningkatkan kesejahteraan rakyat menurut cita -cita keadilan sosial. Di sinilah pemuda berperan secara alamiah, yakni dalam kepeloporan dan
kepemimpinan dalam menggerakkan potensi dan sumber daya yang ada pada rakyat. Menurut hemat saya, kalau kita ingin memfokuskan pembicaraan, atau penyusunan strategi mengenai peran pemuda dalam pembangunan, maka konteksnya adalah kepeloporan dan kepemimpinan. Jadi, untuk meningkatkan peran pemuda dalam pembangunan, kita harus membangun kepeloporan dan kepe mimpinannya. Di sini ada beberapa pengertian, yang penting adalah tiga aspek: membangun semangatnya, kemampuannya, dan pengamalannya. Kepeloporan dan kepemimpinan bisa berarti sama yakni berada di muka dan diteladani oleh yang lain. Tetapi, dapat pula memiliki arti sendiri. Kepeloporan jelas menunjukkan sikap berdiri di muka, merintis, membuka jalan, dan memulai sesuatu, untuk diikuti, dilanjutkan, dikembangkan, dipikirkan oleh yang lain. Dalam kepeloporan ada unsur menghadapi risiko. Kesanggupan untuk memikul risiko ini penting dalam setiap perjuangan, dan pembangunan adalah suatu bentuk perjuangan. Dalam jaman modern ini, seperti juga kehidupan makin kompleks, demikian pula makin penuh risiko. Seperti dikatakan oleh Giddens “Modernity is a risk culture”. Modernitas memang mengurangi risiko pada bidang-bidang dan pada cara hidup tertentu, tetapi juga membawa parameter risiko baru baru yang tidak dikenal pada era-era sebelumnya. Untuk itu maka diperlukan ketangguhan, baik mental maupun fisik. Tidak semua orang berani, dapat atau mampu mengambil jalan yang penuh risiko. Sifat-sifat itu ada dalam diri pemuda, karena tugas itu cocok buat pemuda. Kepemimpinan bisa berada di muka, bisa di tengah, dan bisa di belakang, seperti ungkapan “ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, dan tut wuri handayani”. Tidak semua orang juga bisa menjadi pemimpin. Pemimpin juga tidak dibatasi oleh usia, bahkan dengan tambah usia makin banyak pengalaman, makin arif kepemimpinan. Tetapi yang saya bicarakan adalah kepemimpinan di “lapangan”. Kepemimpinan dalam melaksanakan pekerjaan-pekerjaan pembangunan yang dilakukan di tengah-tengah masyarakat, dalam berbagai kegiatan. Kepemimpinan serupa itu sangat sesuai untuk para pemuda, karena ciri pemuda yang dinamis. Kepemimpinan yang dinamis diperlukan oleh masyarakat yang sedang membangun. Apabila dengan bertambahnya usia, kepemimpinan menjadi lebih arif karena bertambahnya pengalaman, namun hal itu bisa dibarengi dengan berkurangnya dinamika. Barangkali itu adalah trade off-nya. Pada lapisan pemimpin-pemimpin muda itulah kita harapkan memperoleh sumber dinamika. Sumber dinamika yang dapat mengembangkan kreativitas, melahirkan gagasan baru, mendobrak hambatan-hambatan, mencari pemecahan masalah, kalau perlu dengan menembus sekat-sekat berpikir konvensional. Oleh karena itu, menjadi tugas kita sekarang, terutama tugas dari para pemimpin pemuda untuk membangun semangat, kemampuan, dan pengamalan kepeloporan dan kepemimpinan. Membangun semangat adalah membangun sikap, karena itu terkait erat dengan pembangunan budaya. Pendidikan merupakan wahana yang paling penting dan mendasar, di samping upaya lain untuk merangsang inisiatif dan membangkitkan motivasi. Keteladanan adalah pendekatan lain untuk membangkitkan semangat. Dorongan masyarakat, atau tantangan dari masyarakat, juga merangsang bangkitnya semangat. Membangun kemampuan juga penting, karena kepeloporan dan kepemimpinan tidak cukup hanya dengan kata-kata. Harus ada perbuatan. Seorang pemimpin harus dapat menunjukkan kepada yang dipimpin, atau seorang pelopor kepada yang dipelopori, apa yang harus dilakukan. Oleh karena itu, profesionalisme atau pengetahuan mengenai suatu bidang tertentu yang relevan dengan kepeloporan dan kepemimpinannya amat diperlukan. Tidak berarti harus menguasai lebih teknis dari yang dipimpin, tetapi sekurang-kurangnya harus mampu memberikan inspirasi, menunjukkan arah, dan mampu mencari jalan untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi. Pengamalan kepeloporan dan kepemimpinan itu adalah muaranya. Walaupun semangat ada, pengetahuan cukup, tetapi tidak berbuat apa -apa, tidak ada gunanya bagi siapapun. Untuk itu selain perlu dirangsang, para pemuda juga perlu diberi kesempatan sebesar-besarnya untuk berpa rtisipasi dan berprakarsa dalam pembangunan. Organisasi-organisasi kemasyarakatan, termasuk organisasi-organisasi kepemudaan, organisasi-organisasi profesi, organisasi-organisasi fungsional merupakan wadah yang tepat untuk membangun kepeloporan dan kepemimpinan seperti yang diharapkan itu. Dengan sendirinya sebagai organisasi sosial politik terbesar, Golkar memikul tanggung jawab yang besar pula dalam mencetak kader-kader pembangunan yang akan memelopori dan memimpin bangsa ini menuju cita-citanya.
Sejarah bangsa Indonesia menunjukkan bahwa pemuda Indonesia memang senantiasa menjadi pelopor dan memimpin bangsanya dalam berbagai tahap perjuangan. Kebangkitan nasional tahun 1908 dipelopori oleh orang-orang muda, sumpah pemuda tahun 1928 yang telah merekat bangsa ini menjadi bangsa yang satu jelas adalah karyanya para pemuda. Proklamasi 1945 dan perjuangan mempertahankan kemerdekaan dipelopori kaum muda. Demikian pula Orde Baru adalah ordenya para pemuda. Tugas kita sekarang adalah memelihara dan melanjutkan tradisi itu, serta memperkuat dan memperkayanya dengan makna dan nilai-nilai baru sesuai dengan tantangan jaman. Dengan kata-kata itu saya akhiri sambutan ini. Saya ucapkan selamat kepada DPP Golkar yang telah menerbitkan buku ini, yang jelas besar manfaatnya bagi para pemuda dan masyarakat Indonesia pada umumnya.
Peran Pemuda Penting Dalam Pembangunan Selasa, 09 Maret 2010 09:24 Pemuda merupakan penerus cita-cita bangsa, apabila pemuda hancur maka hancurlah bangsa ini. Remaja mempunyai potensi dalam berbagai bidang yang dapat dikembangkan melalui berbagai macam kegiatan baik dibidang seni baca Al Qur’an dan sebagainya, olehnya segala bentuk kegiatan kepemudaan patut untuk didukung terlebih lagi para pemuda di Kota Gorontalo banyak meraih juara mulai dari tingkat Kota hingga tingkat Provinsi bahkan Nasional. Pemuda yang mengikuti Pemilihan Putra Putri Islam Berprestasi (PPIB) ini pada tahun lalu mengatakan bahwa pemilihannya digagas oleh Majelis Ta’lim Ma’firah dan saat Ini telah menjadi agenda tetap Pemkot Gorontalo. Ini merupakan wadah yang tepat untuk pengembangan kualitas dan prestasi para remaja yang ada di Kota Gorontalo dan diharapkan Kota Gorontalo mampu mencetak remaja sebagai hasil dari usaha mereka selama ini dalam mengasah kemampuan bakatnya yang pada akhirnya mampu berprestasi.
Peran Serta Generasi Muda dalam Pembangunan Written by bagmanroymanalu Saturday, 06 February 2010 23:59 Disaat kondisi bangsa seperti saat ini peranan pemuda atau generasi muda sebagai pilar, penggerak dan pengawal jalannya reformasi dan pembangunan sangat diharapkan. Dengan organisasi dan jaringannya yang luas, pemuda dan generasi muda dapat memainkan peran yang lebih besar untuk mengawal jalannya reformasi dan pembangunan. Permasalahan yang dihadapi saat ini justru banyak generasi muda atau pemuda yang mengalami disorientasi, dislokasi dan terlibat pada kepentingan politik praktis. Seharusnya melalui generasi muda atau pemuda terlahir inspirasi untuk mengatasi berbagai kondisi dan permasalahan yang yang ada. Pemuda atau generasi muda yang mendominasi populasi penduduk Indonesia saat ini mesti mengambil peran sentral dalam berbagai bidang untuk kemajuan antara lain: 1. Saatnya pemuda menempatkan diri sebagai agen sekaligus pemimpin perubahan. Pemuda harus meletakkan cita-cita dan masa depan bangsa pada cita cita
2.
3.
4.
5.
6.
7.
perjuangannya. Pemuda atau generasi muda yang relatif bersih dari berbagai kepentingan harus menjadi asset yang potensial dan mahal untuk kejayaan dimasa depan. Saatnya pemuda memimpin perubahan. Pemuda atau generasi muda yang tergabung dalam berbagai Organisasi Kemasyarakatan Pemuda memiliki prasyarat awal untuk memimpin perubahan. Mereka memahami dengan baik kondisi daerahnya dari berbagai sudut pandang. Kemudian proses kaderisasi formal dan informal dalam organisasi serta interaksi kuat dengan berbagai lapisan sosial termasuk dengan elit penguasa akan menjadi pengalaman (experience) dan ilmu berharga untuk mengusung perubahan. Pemuda harus bersatu dalam kepentingan yang sama (common interest) untuk suatu kemajuan dan perubahan. Tidak ada yang bisa menghalangi perubahan yang diusung oleh kekuatan generasi muda atau pemuda, sepanjang moral dan semangat juang tidak luntur. Namun bersatunya pemuda dalam satu perjuangan bukanlah persoalan mudah. Dibutuhkan syarat minimal agar pemuda dapat berkumpul dalam satu kepentingan. Pertama, syarat dasar moral perjuangan harus terpenuhi, yakni terbebas dari kepentingan pribadi dan perilaku moral kepentingan suatu kelompok. Kedua, kesamaan agenda perjuangan secara umum Ketiga, terlepasnya unsur-unsur primordialisme dalam perjuangan bersama, sesuatu yang sensitive dalam kebersamaan. Mengembalikan semangat nasionalisme dan patriotisme dikalangan generasi muda atau pemuda akan mengangkat moral perjuangan pemuda atau generasi muda. Nasionalisme adalah kunci integritas suatu negara atau bangsa. Visi reformasi seperti pemberantasan KKN, amandeman konstitusi, otonomi daerah, budaya demokrasi yang wajar dan egaliter seharusnya juga dapat memacu dan memicu semangat pemuda atau generasi muda untuk memulai setting agenda perubahan. Menguatkan semangat nasionalisme tanpa harus meninggalkan jatidiri daerah. Semangat kebangsaan diperlukan sebagai identitas dan kebanggaan, sementara jatidiri daerah akan menguatkan komitmen untuk membangun dan mengembangkan daerah. Keduanya diperlukan agar anak bangsa tidak tercerabut dari akar budaya dan sejarahnya. Perlunya kesepahaman bagi pemuda atau generasi muda dalam melaksanakan agendaagenda Pembangunan. Energi pemuda yang bersatu cukup untuk mendorong terwujudnya perubahan. Sesuai karakter pemuda yang memiliki kekuatan (fisik), kecerdasan (fikir), dan ketinggian moral, serta kecepatan belajar atas berbagai peristiwa yang dapat mendukung akselerasi perubahan. Pemuda menjadi aktor untuk terwujudnya demokrasi politik dan ekonomi yang sebenarnya. Tidak dapat dihindari bahwa politik dan ekonomi masih menjadi bidang eksklusif bagi sebagian orang termasuk generasi muda. Pemuda harus menyadari , bahwa sumber daya (resource) negeri ini sebagai aset yang harus dipertahankan, tidak terjebak dalam konspirasi ekonomi kapitalis. Secara khusus peranan pemuda di Propinsi Kepulauan Bangka Belitung seharusnya lebih berorientasi kepada upaya membangun kualitas sumber daya manusia dan upaya menjaga kualitas sumber daya alam Bangka Belitung agar tetap dapat mempunyai daya dukung bagi pembangunan Bangka Belitung dasawarsa kedepan dan untuk persiapan bagi generasi mendatang. Sebagai suatu propinsi yang baru menginjak usia delapan tahun banyak hal yang harus diperbuat, diperjuangkan dan ditingkatkan agar propinsi ini dapat sejajar serta dapat mengejar ketertinggalan dengan propinsi lainnya di Indonesia. Issue aktual tentang kerusakan lingkungan di Bangka Belitung hendaknya menjadi perhatian serius dan utama mengingat eksploitasi terhadap biji timah yang sudah dimulai sejak masa Kesultanan Palembang Darussalam pada tahun
1710, kemudian dilanjutkan oleh bangsa asing kulit putih yaitu bangsa Inggris tahun 1812 dan bangsa Belanda sejak tahun 1814 hingga kemerdekaan, kemudian dilanjutkan eksploitasinya oleh perusahaan Timah milik negara dan sekarang malah dieksploitasi secara bebas dan besar-besaran oleh rakyat tanpa memperhatikan aturanaturan dan kelestarian lingkungan, akan berakibat pada kerusakan dan kehancuran. Dalam posisi inilah harusnya pemuda atau genersi muda dapat berperan menghentikan kerusakan dan mengajukan alternatif solusi yang cerdas bagi penyelesaiannya dan terutama sekali solusi terbaik bagi penghidupan rakyat pasca timah. Saat ini suara, pemikiran dan tindakan nyata dari generasi muda atau pemuda, mahasiswa, akademisi atau dari golongan elite terpelajar nyaris tak terdengar, sebetulnya banyak kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah daerah yang perlu dikritisi secara arif. 8. Pemuda atau generasi muda harus dapat memainkan perannya sebagai kelompok penekan atau pressure group agar kebijakan-kebijakan strategis daerah memang harus betul-betul mengakar bagi kepentingan dan kemashlatan umat.
PERANAN Oleh: Cecep
PEMUDA Suyudi M
DALAM (Ketua Umum
PEMBANGUNAN PC IMM Ciputat
BANGSA 2007-2008)
Pepatah mengatakan, bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang mengenal sejarahnya. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang selama tiga setengah abad hidup dalam cengkeraman Belanda di tambah lagi hidup dalam penjajahan Jepang selama tiga setengah tahun. Kemudian, kemerdekaan yang kita raih adalah bukti nyata dari sebuah pengorbanan yang sangat besar dari semua komponen bangsa. Pembangunan Nasional dalam rangka mewujudkan bangsa yang adil, makmur serta berdaulat dengan berlandaskan azas pancasila serta UUD 1945 tidak akan pernah tercapai jika tidak di dukung oleh semua rakyat Indonesia. Negara Kesatuan Republik Indonesia menganut asas demokrasi yang bersumber kepada nilai- nilai kehidupan yang berakar pada budaya bangsa Indonesia. Perwujudan dari asas demokrasi itu diartikan sebagai paham kedaulatan rakyat, yang bersumber kepada nilai kebersamaan, kekeluargaan dan kegotongroyongan. Demokrasi ini juga memberikan penghargaan yang tinggi terhadap nilai- nilai musyawarah yang mencerminkan kesungguhan dan tekad dari bangsa Indonesia untuk berdiri diatas kebenaran dan keadilan. Nilai- nilai kesanggupan dan kerelaan untuk berkorban dengan penuh keikhlasan dan kejujuran dalam mengisi kemerdekaan demi kepentingan bangsa dan negara telah digantikan oleh kerelaan berkorban hanya untuk mengisi kesenangan dan kemakmuran pribadi pihak- pihak tertentu. Terjadinya Kolusi Korupsi Nepotisme pada masa pemerintahan Orde Baru merupakan bukti nyata pengingkaran terhadap sikap keikhlasan dan kejujuran. Tidak hanya itu Indonesia mengalami krisis multi dimensi yang demikian pelik, mulai dari krisis moral, krisis ekonomi, krisis kepercayaan, hingga krisis kepemimpinan. Tumbanganya pemerintahan Orde Baru pada 21 Mei 1998 masih segar dalam ingatan kita bahwa pemerintahan yang tidak bersih dan mengabaikan rasa keadilan tidak akan mendapat dukungan dan kepercayaan dari rakyat. Benarlah apa yang dikatakan pujangga Mesir Syauqy Beyq : Suatu bangsa yang kokoh bertahan. Selama akhlak mewarnai kehidupan. Setiap orang pasti merindukan pemerintah yang bersih, jujur, kuat, berani dan berwibawa. Harapan
itu merupakan amanat dari Pancasila dan UUD 1945 yang selalu mendambakan pemerintahan yang memiliki moral kemanusiaan dengan semangat kebangsaan. Disamping itu, peran pemuda dalam mengisi kemerdekaan serta pembangunan nasional telah memberikan dampak positif bagi pertumbuhan bangsa. Kepeloporan pemuda dalam pembangunan bangsa dan negara harus dipertahankan sebagai generasi penerus yang memiliki jiwa pejuang, perintis dan kepekaan terhadap social, politik dan lingkungan. Hal ini dibarengi pula oleh sikap mandiri, disiplin, dan memiliki sifat yang bertanggungjawab, inovatif, ulet, tangguh, jujur, berani dan rela berkorban dengan dilandasi oleh semangat cinta tanah air. Maka hasil dari sebuah refleksi dari kepemimpinan pemerintah selama ini mengatakan generasi terdahulu belum bisa menunjukan dirinya sebagai pemimpin. Dalam berbagai kebijakankebijakannya pemerintah tidak pro rakyat. Kenaikan harga BBM, kenaikan harga bahan-bahan pokok, serta bahan-bahan baku lainnya adalah bukti dari dampak kebijakan pemerintah yang tidak pro rakyat. Mereka masih berpegang teguh pada aturan lama yang selalu memihak kelompok berduit. Kenyataan ini telah disadari oleh kaum muda Indonesia. Kesadaran yang diharapkan mendorong segenap kaum muda untuk segera mempersiapkan dan merancang prosesi pergantian generasi. Karena pada hakikatnya kita membutuhkan wajah-wajah baru. Sehingga muka lama yang hampir usang itu bisa tergantikan dengan muka baru yang lebih muda serta juga memiliki cita-cita dan semangat baru. Indonesia membutuhkan pemimpin dari kaum muda yang mampu merepresentasikan wajah baru kepemimpinan bangsa. Ini bukan tanpa alasan, karena kaum muda dapat dipastikan hanya memiliki masa depan dan nyaris tidak memiliki masa lalu. Dan ini sesuai dengan kebutuhan Indonesia kini dan ke depannya yang perlu mulai belajar melihat ke depan, dan tidak lagi berasyik-masyuk dengan tabiat yang suka melihat ke belakang. Kita harus segera maju ke kepan dan bukan berjalan ke masa lalu. Dan secara filosofisnya, masa depan itu adalah milik kaum muda. Mereka lebih steril dari berbagai penyimpangan orde yang telah lalu. Mereka tidak memiliki dendam masa lalu dengan lawan politiknya. Mereka tidak memiliki kekelaman masa lalu. Mereka juga tidak memiliki trauma masa lalu yang sangat mungkin akan membayang-bayangi jika nanti ditakdirkan memimpin. Lebih dari itu, kaum muda paling memiliki masa depan yang bisa mereka tatap dengan ketajaman dan kecemerlangan visi serta memperjuangkannya dengan keberanian dan energi yang lebih baru. Dalam perjalanan zaman, sejarah baru selalu ditandai dengan lahirnya generasi baru. Dalam kancah sejarah, generasi baru yang mengukir sejarah baru itu adalah dari kalangan kaum muda. Perputaran sejarah juga telah membuktikan bahwa setiap generasi itu ada umurnya. Dengan demikian, namanama yang muncul sekarang sebagai calon pemimpin yang sebenarnya adalah satu generasi, juga ada umurnya. Inilah peluang yang mesti dijemput oleh kaum muda saat ini. Sebuah peluang untuk mempertemukan berakhirnya umur generasi itu dengan muara dari gerakan kaum muda untuk menyambut pergantian generasi dan menjaga perputaran sejarah dengan ukiran-ukiran prestasi baru. Maka, harapannya adalah bagaimana kaum muda tidak membiarkan begitu saja sejarah melakukan pergantian generasi itu tanpa kaum muda menjadi subjek di dalamnya.
Peran Pemuda dalam Akselerasi Pembangunan Posted on November 26, 2007 by aaf artikel Januari 07 Afzalurrahman Assalam, Teknik Geofisika ITB, Peserta PPSDMS Regional II Angkatan 2
Pemuda dalam tiap masa selalu menjadi tulang punggung sebuah perubahan. Apakah itu perubahan menuju lebih baik atau sebaliknya. Pemuda dalam definisi sosial adalah generasi antara umur 20 – 40 tahun ( atau 18- 35 tahun dalam referensi lain). Dalam kajian ilmu sosial, puncak kematangan peran publik seorang manusia ialah antara umur 40 -60 tahun. Dari perbandingan di atas, kita dapat menyimpulkan, bahwa pemuda adalah penerus generasi sebelumnya untuk masa yang akan datang. Akan tetapi peran pemuda dalam keberjalanan roda Negara tetaplah krusial. Banyak contoh di berbagai Negara, dimana titik tolak perubahan justru berawal dari perjuangan pemuda. Sangatlah wajar. Setidaknya ada dua rahasia besar kekuatan pemuda, yaitu kekuatan personal dan keunggulan mengorganisasi kekuatan. Al-qur’an mengabadikan keunggulan personal pemuda yang mempunyai sifat qowiyyun amiin ( kuat dan dapat dipercaya), hafiidzun aliim ( amanah dan berpengetahuan luas), bashthotan fil „ilmi wal jism ( kekuatan ilmu dan fisik ), ra‟uufun rohiim ( santun dan pengasih ). Sifat-sifat unggul tersebut merupakan potensi besar, yang menumpuk pada individu pemuda, dimana masyarakat sangat mengharapkannya. Rahasia berikutnya adalah keunggulan mengorganisasi kekuatan. Ada setidaknya lima faktor prinsip yang dipegang pemuda, dalam mengorganisasi kekuatan mereka, yaitu : 1. 2. 3. 4. 5.
Kekuatan asas perjuangan Kekuatan konsep dan metode perjuangan Kekuatan persatuan Kekuatan sikap dan posisi perjuangan Kekuatan aksi dan opini : memiliki isu sentral, konsistensi misi, imun dalam perjuangan, kesinambungan aksi dan opini.
Pembangunan Hari Ini Lihatlah keadaan hari ini, dimana pembangunan fisik dan mental negeri bergerak sangat lambat. Banyak bangunan sekolah yang sudah tidak layak pakai, masih juga belum
diperbaiki, padahal keadaan itu sudah berlangsung lama. Atau proyek jalan tol yang terbengkalai bertahun-tahun. Belum lagi masalah kualitas pendidikan kita, yang hampir semuanya berorientasi membentuk kuli. Ini hanya secuil bagian dari besarnya masalah dalam pembangunan negeri ini. Lalu bagaimana harusnya sikap pemuda? Setidaknya ada beberapa fakta yang mesti diperhatikan para pemuda, sebagai agen akselerator transformasi. Pemuda, adalah kelompok usia produktif yang memiliki potensi yang sama untuk mendapatkan status sosial ekonomi yang relatif mapan dan akan masuk ke dalam kelas menengah. Padahal, peran elit ( the rulling class ) dan kelas menengah ( middle class) sangat siginifikan dalam menggerakkan dan mengarahkan perubahan sosial, sebagai salah satu pilar pembangunan. Dan, The Rulling Class ini dibentuk dari kelas menengah, yang terdiri dari kelompok-kelompok strategis dari kalangan intelektual, pengusaha, birokrat dan militer. Nah, untuk melakukan mobilitas vertikal dan masuk ke dalam kelas menengah haruslah berbasis kompetensi, bukan patronase politik. Dengan kenyataan di atas, maka ada agenda strategis, dalam rangka memelopori akselerasi pembangunan ini. Yaitu dengan mengelola dengan baik dan profesional seluruh insitusi kepemudaan, sebagai sarana perekrutan pemuda-pemuda potensial Indonesia dalam usia produktif. Selanjutnya, penguatan kelas menengah pemuda sebagai kandidat elit (the rulling class) dalam konteks sirkulasi kepemimpinan lokal dan nasional. Dalam tataran aplikasinya, untuk saat ini, aktivis pelajar dan mahasiswa bisa bergabung dalam organisasi massa. Lebih mengkerucut lagi, bisa ormas politik. Dimulai dari aktivitasaktivitas politik organisasi di kampus. Untuk pemuda yang sudah tidak lagi mahasiswa, mereka bisa berkecimpung lebih dalam di organisasi-organisasi keprofesian yang independen. Ini semua tidak lain adalah untuk mempertajam kompetensi dan profesionalisme, agar ketika mereka sudah menjadi bagian dalam the rulling class, mereka sudah siap. Dengan kesiapan para pemuda menjalani the rulling class, akselerasi pembangunan dapat dimaksimalkan. Harapan ini tentulah bukan sebuah khayalan. Sejarah Indonesia sendiri telah menghasilkan individu seperti ini, contohnya, M. Natsir. Percepatan pembangunan harus dimulai dengan perubahan mental dan cara berfikir. Walaupun pemerintahan saat ini sudah on the track, tapi jalannya masih lambat. Dengan kematangan mental dan perbedaan cara
berfikir yang segar, the next rulling class siap membantu dan mempercepat pembangunan negeri.
PERAN PEMUDA DALAM PEMBANGUNAN HARUS NYATA Samosir,28/10 (ANTARA)-Peran dan partisipasi pemuda dalam pembangunan nasional haruslah merupakan hal yang nyata. Berbagai potensi, bakat, kemampuan, dan keterampilan, dengan semangat dan idealism yang kental dari para pemuda senantiasa memberikan warna yang khas bagi pertumbuhan dan kemajuan bangsa. Demikian sambutan tertulis Menteri Pemuda dan Olah Republik Indonesia Dr. Andi A. Mallarangeng yang dibacakan Bupati Samosir Ir. Mangindar Simbolon pada saat Peringatan Hari Sumpah Pemuda ke- 81 Tingkat Kabupaten Samosir di Tanah Lapang Pangururan, Rabu (28/10). Dengan tema “Pemuda Bersatu, Indonesia Bangkit dan Maju”, Menpora menekankan kepada pemuda-pemudi Indonesia, terutama kepada pemimpin-pemimpin kaum muda, untuk memperkokoh persatuan, menyatukan langkah, bersinergi dalam menggelorakan semangat Merah Putih untuk kejayaan bangsa dan negara. Peringatan Hari Sumpah Pemuda ke-81 diharapkan mampu memberikan inspirasi bagi pemuda untuk bersama-sama memberikan kontribusi yang terbaik demi kemajuan bangsa. Pemuda diharapkan mampu mengembangkan semua potensi dan kreatifitas, semua kualitas dan daya saing dengan peradaban yang unggul dan berkarakter. Beliau juga menekankan generasi muda Tahun 2009 harus berkiprah mengarungi globalisasi, diawal Millenium ketiga ini. Peringatan Hari Sumpah Pemuda ke-81 Tingkat Kabupaten Samosir berlangsung hikmad dan sederhana, dihadiri Ketua DPRD Kab. Samosir Jhony Naibaho, Kapolres Samosir AKBP Aiman Safrudin, Ketua Pengadilan Balige Afrits Siahaan, SH , Pabung 0210/TU di Pangururan, Kapten H. Simanjuntak, Sekdakab. Samosir Drs. Tigor Simbolon, para pimpinan SKPD se- Kabupaten Samosir dan puluhan anggota OKP se- Kab. Samosir.(Humas)
Peranan Pemuda dalam Sosialisasi Bermasyarakat OPINI | 23 February 2010 | 22:00
4587
1 dari 1 Kompasianer menilai Bermanfaat
2
PEMUDA merupakan generasi penerus sebuah bangsa, kader bangsa, kader masyarakat dan kader keluarga. Pemuda selalu diidentikan dengan perubahan, betapa tidak peran pemuda dalam membangun bangsa ini, peran pemuda dalam menegakkan keadilan, peran pemuda yang menolak kekeuasaan. Sejarah telah mencatat kiprah pemuda-pemuda yang tak kenal waktu yang selalu berjuang dengan penuh semangat biarpun jiwa raga menjadi taruhannya. Indonesia merdeka berkat pemuda-pemuda Indonesia yang berjuang seperti Ir. Sukarno, Moh. Hatta, Sutan Syahrir, Bung Tomo dan lain-lain dengan penuh mengorbankan dirinya untuk bangsa dan Negara. Dalam sebuah pidatonya, Sukarno pernah mengorbakan semangat juang Pemuda apa kata Sukarno “Beri aku sepuluh pemuda, maka akan kugoncangkan dunia”. Begitu besar peranan pemuda di mata Sukarno, jika ada sembilan pemuda lagi maka Indonesia menjadi negara Super Power. Satu tumpah darah, satu bangsa dan satu bahasa merupakan sumpah pemuda yang di ikrarkan pada tanggal 28 Oktober 1928. Begitu kompaknya pemuda Indonesia pada waktu itu, dan apakah semangat pemuda sekarang sudah mulai redup, seolah dalam kacamata negara dan masyarakat seolah-olah atau kesannya pemuda sekarang malu untuk mewarisi semangat nasionalisime. Hal tersebut di pengaruhi oleh Globalisasi yang penuh dengan tren. Sukarno, Hatta, Syahrir seandainya mereka masih hidup pasti mereka menangis melihat semangat nasionalisme pemuda Indonesia sekarang yang selalu mementingkan kesenangan dan selalu mementikan diri sendiri. Sekarang Pemuda lebih banyak melakukan peranan sebagai kelompok politik dan sedikit sekali yang melakukan peranan sebagai kelompok sosial, sehingga kemandirian pemuda sangat sulit berkembang dalam mengisi pembangunan ini. Peranan pemuda dalam sosialisi bermasyrakat sungguh menurun dratis, dulu bisanya setiap ada kegiatan masyarakat seperti kerja bakti, acara-acara keagamaan, adat istiadat biasanya yang berperan aktif dalam menyukseskan acara tersebut adalah pemuda sekitar. Pemuda sekarang lebih suka dengan kesenangan, selalu bermain-main dan bahkan ketua RT/RW nya saja dia tidak tahu. Kini pemuda pemudi kita lebih suka peranan di dunia maya ketimbang dunia nyata. Lebih suka nge Facebook, lebih suka aktif di mailing list, lebih suka di forum ketimbang duduk mufakat untuk kemajuan RT, RW, Kecamatan, Provinsi bahkan di tingkat lebih tinggi adalah Negara. Selaku Pemuda kita dituntut aktif dalam kegiatan-kegiatan masyarakat, sosialisasi dengan warga sekitar. Kehadiran pemuda sangat dinantikan untuk menyokong perubahan dan pembaharuan bagi masyarakat dan negara. Aksi reformasi disemua bidang adalah agenda pemuda kearah masyarakat madani. Reformasi tidak mungkin dilakukan oleh orang tua dan anak-anak. Dengan penuh harapan moga pemuda-pemudi dan generasi penerus harapan bangsa dapat menjelma menjadi sukarno-sukarno masa depan dengan samangat juang yang tinggi. Sebagai motor perjuangan bangsa..ammin ya Allah
Peran Pemuda dalam Partisi Pembangunan Modern
Guna Memperlancar kegiatan pembangunan dalam segala bidang kehidupan, sangat diperlukan kesamaan visi dan misi di seluruh kalangan stakeholders. Khususnya di era reformasi dan penerapan Undang-Undang Otonomi Daerah sekarang ini bukan lagi hanya mengharapkan peran lembaga eksekutif dan legislatif semata. Melainkan peran dan keikutsertaan masyarakat menjadi elemen yang sangat penting dalam mengukur barometer pembangunan itu sendiri. Tuntutan yang harus segara dipenuhi adalah, bagaimana masyarakat itu bisa menjadi subjek dari pembangunan, bukan menjadi objek pembangunan seperti yang telah terjadi selama ini. Masyarakat itu sendiri tidak bersifat Homogen, melainkan terdiri dari berbagai macam komponen, salah satu komponen yang menonjol yakni Para Pemuda. Pemuda di dalam masyarakat dikenal sebagai sekelompok orang muda yang energik, dan berintelektualitas. Para kaum muda ini selalu menjadi garda pertama dan utama yang bertindak dalam dinamika pembangunan di berbagai sektor. Namun, dalam pelaksanaannya mereka selalu terkendala pada permasalahan ideologi, mental, dan moral. Di dalam permasalahan ideologi, para pemuda sekarang cenderung bertindak sesuka hati tanpa mempertimbangkan baik dan buruknya tentang apa yang diperbuat serta dampaknya bagi masyarakat umum, yakni mulai dari keluarga, kehidupan masyarakat sekitar tempat tinggal, bangsa, dan negara. Hal ini terjadi karena begitu bebasnya kita dalam mendapatkan akses komunikasi dan informasi dari berbagai penjuru dunia. Sehingga, ideologi (dasar pemikiran dalam bertindak) menjadi berubah bahkan tidak sesuai lagi dengan ideologi asli dan dasar ideologi bangsa kita, yakni Ideologi Pancasila. Sedangkan permasalahan lain yang sering dijumpai di kalangan pemuda itu sendiri seperti yang telah disinggung di atas, yakni mental dan moral. Pemuda merupakan kaum muda usia produktif yang selalu dibelenggu oleh masalah-masalah pribadi yang dialaminya dalam kehidupan sehari-hari, entah itu di sekolah, di kampus, di masyarakat dan dimana saja dia berada. Salah satu contoh kongkrit permasalahan tersebut adalah keterbelenggunya pemuda dalam masalah hubungan percintaan atau asmara. Memang, secara manusiawi hal ini kita akan melaluinya dalam suatu siklus kehidupan. Akan tetapi, justru di sinilah banyak pemuda yang kehilangan jati dirinya sebagai agen pembaharu pembangunan dalam masyarakat. Karena, ketika terjatuh dalam permasalahan atau perselisihan dalam asmara, kebanyakan pemuda larut dalam kesedihan dan frustasi yang berkepanjangan. Belum lagi ditambah dengan sikap Hura-hura yang cenderung tidak membawa manfaat yang berarti.Sehingga, massa-massa yang seharusnya dia tampil dan berkarya dalam pembangunan, justru "terdiam" dan kehilangan rasa percaya. Hanya sedikit yang bisa bangkit dari permasalahan itu, dan sisanya tenggelam menjadi "sampah" agen pembaharu. Dengan kata lain, yang selamat akan memimpin dan yang tidak selamat akan menjadi yang dipimpin. Pertanyaannya, maukah anda menjadi orang yang disuruh-suruh? Jika kita mencermati dan memahami masalah yang telah diuraikan di atas, hal-hal tersebut bisa terjadi dengan ketidak kuasanya kita karena banyak faktor. Salah satunya adalah, faktor seleksi alam, yakni suatu proses pencarian dan penemuan "calon pemimpin" manusia yang dilakukan oleh alam melalui cobaan-cobaan jasmani dan rohani guna mendapatkan "The True Leader". Sedangkan faktor lainnya adalah Faktor buatan, yakni suatu kejadian yang dibuat-buat sendiri oleh manusia guna mencapai tujuan yang dimaksud. Contohnya : Pengaruh globalisasi dan modernisasi budaya yang dilakukan bangsa asing untuk menghilangkan jati diri anak bangsa Indonesia dengan mengubah secara perlahan dan sistematis budaya ketimuran kita. Sehingga, mental dan moral kebangsaan kita pudar.
Dengan demikian, butuh tekad dan semangat yang besar dalam berjuang untuk memerangi masalah-masalah tersebut. Kita tidak mungkin lagi mengharapkan para orang tua kita yang menyelesaikan masalah ini. Karena, kalau bukan kita yang akan menjadi generasi selanjutnya, siapa lagi? Apalagi, keunikan kebudayaan Indonesia pada umumnya dan Papua pada khususnya harus dijaga kelestariannya guna mencegah krisis multidimensi global. Tunjukan pada dunia bahwa kita adalah Pemuda Indonesia yang bisa bersaing dengan pemuda-pemuda negara lain. Asosiasi Pemuda Informatika dan Teknologi Papua, merupakan salah satu organisasi kepemudaan Teknologi Informatika pertama dan satu-satunya di Indonesia cuma ada di Papua yang lahir berdasarkan karya anak bangsa terutama Pemuda Papua, akan bekerjasama dengan pemerintah dan masyarakat untuk memerangi masalah-masalah yang telah diuraikan di atas. Dengan rasa kesadaran dan tanggungjawab bersama demi kemajuan pembangunan khususnya di Papua. Asosiasi Pemuda Informatika dan Teknologi Papua yang selanjutnya disingkat dengan sebutan ASPIP. Memiliki banyak program dalam pencapaian visi dan misi pembangunan bersama antara masyarakat dan pemerintah. Salah satunya adalah, mengoptimalkan jalur penerapan akses intelektualitas kaum muda dalam menyampaikan aspirasi, inspirasi, dan kreatifitas anak Papua di berbagai sektor pembangunan dan Ilmu Pengetahuan serta Teknologi yang bermartabat kedalam satu sistem yang disebut dengan Sistem Jembatan Pembangunan atau Governance Bridge System. Yakni, Sistem yang menjadikan Tenologi dan Informatika sebagai Induk pembangunan di berbagai sektor kehidupan seperti Politik, Ekonomi, Hukum, Sosial dan budaya serta Teknologi dan Informatika itu sendiri demi tercapainya cita-cita bangsa Indonesia sesuai dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yaitu : masyarakat yang adil, dan makmur serta cerdas demi keadilan sosial.
AKTUALISASI PERAN PEMUDA SEBAGAI PENERUS PERJUANGAN BANGSA
Pemuda merupakan suatu potensi bagi negara sebagai armada dalam kemajuan bangsa. Peran pemuda sangatlah penting dalam mengisi pembangunan dan mempertahankan kemerdekaan bangsa, mengingat catatan sejarah peran pemuda senantiasa menjadi pilar dan motor untuk mencapai kemerdekaan bangsa. Di mulai dari Budi Utomo tahun 1908, Sumpah pemuda tahun 1928, Proklamasi Kemerdekaan tahun 1945, hingga saat ini, pada masa reformasi, pemuda yang merupakan tokoh intelektual bangsa senantiasa memberikan pemikiran dan pergerakan demi kedaulatan bangsa.
Dalam situasi yang senantiasa tumbuh dan berkembang di era globalisasi ini, menuntut peran aktif pemuda sebagai kekuatan moral, kontrol sosial dan agen perubahan dalam segala aspek pembangunan nasional. Selain itu, dalam Pembangunan Nasional, pemuda diharapkan mampu bertanggung jawab dalam menjaga Pancasila, keutuhan NKRI, dan memperkokoh
persatuan dan kesatuan bangsa. Dengan demikian kesadaran pemuda akan kecintaan terhadap tanah air dan bangsanya semakin meningkat.
Pemuda diharapkan tetap terus menempa dirinya menjadi pribadi-pribadi yang memiliki kematangan intelektual, kreatif, percaya diri, inovatif, dan memiliki kesetiakawanan sosial dan semangat pengabdian terhadap masyarakat, bangsa dan negara yang tinggi. Pemuda sebagai garda terdepan dalam proses perjuangan, pembaruan dan pembangunan bangsa, diharapkan mampu mempertahankan dan mengisi kemerdekaan yang telah di raih negara ini selama kurang lebih 64 tahun silam dengan berbagai hal. Dalam tataran kampus atau perguruan tinggi, pemuda memiliki tugas pokok untuk melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Pemuda dalam hal ini mahasiswa diharapkan mampu melaksanakan Pendidikan, Penelitian dan Pengabdian terhadap Masyarakat. Pendidikan dalam konteks menerima dan mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang diterima selama menjadi mahasiswa. Penelitian meliputi kajian-kajian strategis baik perbaikan maupun penemuan baru demi kemajuan bangsa. Pengabdian terhadap masyarakat yaitu pengamalan potensi, ilmu dan pengetahuan untuk mengatasi permasalahan-permasalahan yang ada di masyarakat. Situasi negara yang saat ini kurang stabil, dengan banyak terjadinya bencana, konflik kepentingan, degradasi moral dan terorisme, menuntut pemuda khususnya mahasiswa untuk menjadi stabilisator, dinamisator, kreator dan inovator perubahan ke arah yang lebih baik. Melalui tulisan ini, penulis berharap dapat mengingatkan diri pribadi dan mengajak pembaca untuk tetap memiliki semangat kejuangan, sifat kritis, idealis, inovatif, progresif, dinamis dan futuristik tanpa meninggalkan akar budaya bangsa Indonesia yang tercermin dalam kebhinnekatunggalikaan. Semoga negara Indonesia ini tetap jaya dengan para pemuda yang senantiasa berkarya. MERDEKA!!
Friday, October 30, 2009 Peran Pemuda dalam Pembangunan Indonesia
Terbit di Harian Seputar Indonesia Jumat, 30/10/2009 bisa dibaca disini INDONESIA terlahir dari pemikiran para pemuda yang begitu cinta terhadap negeri mereka sendiri. Mereka merupakan tokoh-tokoh muda yang berasal dari kalangan intelektual dan terdidik. Kemampuan serta integritas mereka tidak usah kita ragukan lagi. Di saat para pemuda memikirkan kemerdekaan dan pembangunan Indonesia dengan cara radikal, para tokoh muda seperi Bung Karno, Bung Hatta, Sjahrir, dan berbagai pemuda lain bergerak sambil belajar. Mereka semua belajar semaksimal mungkin dan ketika telah lulus mengaplikasikan semua
yang diperoleh di kampus pada kehidupan nyata. Itulah alasan kenapa pada zaman tersebut lahir generasi emas Indonesia. Golongan yang benar-benar berkualitas serta mencintai Tanah Air mereka. Para pelopor pembangunan tersebut yang membuat Indonesia bisa terlepas dari jajahan asing. Era Orde Baru juga diisi oleh para pemuda yang sangat brilian.Pemudapemuda Indonesia yang berbakat dikirim untuk mengenyam pendidikan di luar negeri.Amerika dan Belanda menjadi tujuan utama para pemuda tersebut. Sekembalinya dari kuliah ,mereka ditarik untuk mengisi pos-pos strategis untuk mengembangkan pembangunan Indonesia dan terkenal sebagai “Mafia Berkeley”yang menjadi maestro pembangunan Indonesia. Suatu ketika di kelas Prof Emil Salim, teman saya bertanya, ”Apa langkah konkret yang bisa dilakukan mahasiswa untuk membangun Indonesia?”Beliau menjawab,“Belajar setinggi-tingginya dan buatlah sebuah pemikiran baru yang segar sehingga ide tersebut bisa dimanfaatkan untuk membangun negeri ini.” Itulah saran Prof Emil yang dulu juga menjadi salah satu tokoh muda yang berperan penting dalam pembangunan Indonesia. Belajar setinggi-tingginya dan implementasikan ilmu yang telah kita dapatkan demi kemajuan Indonesia. Sayangnya realitas di Indonesia berkata lain,penduduk Indonesia yang mengecap pendidikan tinggi begitu rendah. Hanya 15% dari penduduk Indonesia yang mengecap pendidikan tinggi setingkat diploma atau sarjana. Bila dibandingkan dengan Korea Selatan,angka partisipasi dalam perguruan tinggi mereka mencapai 30%. Melihat kondisi ini kita tentu menjadi sangat prihatin karena para pemuda yang seharusnya memanfaatkan waktunya untuk menuntut ilmu malah tidak bisa mengecap pendidikan. Modal dasar pemuda dalam pembangunan Indonesia adalah intelektualitas mereka.Pemuda memiliki ide-ide yang segar dan baru,sebuah pemikiran yang memang menjadi identitas dan ciri khas para pemuda. Akan sulit untuk melihat ide-ide aneh dari golongan tua ketika kita menanyakan pendapat mereka tentang proses pembangunan Indonesia.Karena tiap generasi akan mempunyai cara berpikir yang berbeda serta kondisi yang berbeda. Ketika pemuda nantinya telah dibekali pendidikan yang bagus, kita tentu berharap mereka semua tidak lupa untuk berkontribusi di negeri sendiri. Karena kebanyakan terjadi kondisi di mana para pemuda lupa akan negerinya ketika telah menjadi orang pintar.Lebih memilih menjadi pembantu asing daripada mengabdi untuk bangsa. Memang masalah sistem yang buruk menjadi alasan mereka, tetapi kalau kita ingin mengabdi untuk negara,hal-hal seperti itu harus dipinggirkan. Pada akhirnya mahasiswa yang baik adalah mereka yang tidak mengabaikan nilai-nilai akademis mereka.Tidak harus menjadi yang terpintar, tetapi menjadi mereka yang terkaya dengan ilmu. Menjadi pemuda yang paling lengkap bahan bacaannya serta menjadi pemuda yang paling tinggi kepekaannya terhadap kondisi bangsa. Generasi emas itu akan muncul ketika semua orang tua telah menanamkan nilai-nilai tersebut kepada anakanak mereka serta telah terpatri di dalam hati setiap pemuda Indonesia. Selamat berjuang pemuda Indonesia!(*)
Peran Pemuda sangat Penting Bagi Pembangunan buanasumsel | May 11, 2011 | 0 comments
PALEMBANG, Buanasumsel.com – Komisariat Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Fakultas Hukum UMP Palembang, Rabu (11/5/11) menggelar Seminar Kepemudaan dan Pembangunan yang di selenggarakan di Aula KPA Universitas Muhammadiyah Palembang. Hadir sebagai narasumber sekaligus pembuka seminar Wakil Walikota Palembang, Romi Herton, Ketua DPD KNPI Prov Sumsel,Yudha Mahrom dan anggota DPRD Provinsi Sumsel, H Darmadi Djufri Rektor UMP Muhammad Idris juga mengatakan Seminar ini sangat baik karena di hadiri oleh narasumber yang berkompeten dibidangnya untuk memberikan pengarahan agar pemuda dan pembangunan dapat bersinergi dan tidak kehilangan pemahaman dari perjuangan pemuda sebelumnya. “Pemuda sekarang menuntut hak sulu baru menjalankan kewajiban, seharusnya kewajiban dulu baru hak,” kata Idris Seminar ini sangat penting karena menyentuh peran serta mahasiswa didalam pembangunan . Dalam sambutannya Romi mengatakan bahwa pemuda dan pembangunan merupakan 2 hal yang sangat penting dan saling berkaitan satu sama lain. Semua bisa dilihat dari perjalanan sejarah di mana semua pembangunan yang dirasakan sekarang merupakan hasil kerja keras dari pemuda-pemuda di jaman sebelumnya.“Kita tidak akan merdeka jika tidak ada peran pemuda,” kata Romi Pentingnya peran pemuda bagi pembangunan sekarang harus di selaraskan dengan mengatasi permasalahan yang banyak terjadi pada generasi muda sekarang ini. Generasi pemuda sekarang ini sudah mulai kehilangan pemahaman mengenai makna dari perjuangan pemuda sebelumnya. “Pemuda sekarang lebih cenderung berpikir stagnan atau apa adanya,” . Selain itu juga pemuda sekarang telah banyak di pengaruhi oleh kondisi lingkungan yang kurang baik seperti pergaulan yang sudah mulai menunjukkan kearah negative dengan terlibat kedalam penggunaan obat-obatan terlarang dimana pergaulan seperti itu bisa merusak baik fisik maupun moral. Karena itu sangat penting untuk merubah pola pikir pemuda sekarang agar bisa meningkatkan kualitas dan menjadi sumber daya manusia yang handal yang cerdas secara emosional dan spiritual nantinya dapat meneruskan pembangunan di Palembang.“Pemkot sangat konsentrasi dengan pembinaan generasi pemuda Ini,” ujar Romi Konsentrasi pemerintah kota untuk membina generasi pemuda sekarang dengan mengalokasikan 47%APBD Kota untuk dunia pendidikan, dirasa sangat di perlukan untuk mencetak generasi penerus bangsa yang bukan hanya cerdas secara emosional, spiritual dan intelektual saja tetapi juga dengan menanamkan pemahaman keagamaan yang bisa di dapatkan oleh pemuda melalui pendidikan pengetahuan keagamaan di lingkungan kampus maupun disekolah.
“Jangan sampai ketika memasuki dunia kerja dan pemerintahan berubah menjadi pribadi yang korup karena sebelumnya tidak dibekali dengan kualitas iman dan takwa yang cukup baik,” tegas Romi Karena itulah pemuda sebagai generasi muda harus tampil sebagai garda terdepan dalam setiap kegiatan dan mampu member sinergi untuk membentuk generasi muda yang dapat diandalkan bagi bangsa dan Negara. (Mel)
Optimalisasi Peran Pemuda Dalam Pembangunan Diposting oleh: Jay Kamis, 26 Mei 2011 GISTING - Rencananya Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Kabupaten Tanggamus , Jumat (27/5) akan mengadakan Musyawarah Kabupaten (Muskab) IV dan pemilihan ketua KNPI Kabupaten Tanggamus serta jajaranya pengurus periode 2011-2014 di Hotel 21 Gisting, Kecamatan Gisting. Dalam pemilihan ketua maupun muskab ini, untuk melakukan pembenahan dalam kelembagaan pemuda atau penguatan kelembagaan yang tidak dapat ditunda. Hal ini harus diakui bahwa pran serta pemuda belum dapat optimil. Karena rendahnya kapasitas wadah pemudaan dalam melaksanakan program dan tugas kelembaagannya. ”Insyaallah Muskab IV kali ini akan dihadiri oleh ketua DPD KNPI Provinsi Lampung. Rycko Menoza, SZP serta jajaran Provinsi Lampung lainnya,” kata Zulwani Rusli, selaku Ketua Pelaksana Muskab IV dan pemilihan ketua KNPI Kabupaten Tanggamus, ketika menyambangi kantor Graha Pena Radar Tanggamus, kemarin (25/5). Lebih jauh ia menerangkan, KNPI sebagai wadah berhimpunnya pemuda dan Organisasi Kemasyarakatan Pemuda (OKP) yang memiliki peran penting dalam melakukan pendidikan dan kaderisasi pemuda. ”Sebab kaderisasi itu dituntut untuk dapat melahirkan kader-kader pemuda yang mampu menelan serta mengaji peradaban yang semakin berkembang saat ini dengan penguatan kelembagaan pemuda,” jelasnya. Menurutnya, berangkat dari dasar pemikiran yang jernih, ternyata DPD KNPI Kabupaten Tanggamus memandang sangat penting untuk merumuskan kembali strategis penguatan kelembagaan melalui muskab ini. ”Kali ini kami mengambil tema optimaliasi peranan pemuda dalam pembangunan, sebagaimana yang telah diamanatkan oleh Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) KNPI yang dilaksanakan setiap tiga tahun sekali,” ungkapnya. Kegiatan tersebut, lanjutnya, nantinya akan diikuti oleh unsur DPD KNPI Provinsi Lampung, MPID KNPI Kabupaten Tanggamus, pengurus kecamatan KNPI yang terdiri dari 20 pengurus kecamatan di Tanggamus. Sedangkan untuk OKP akan dihadiri sebanyak 40 orang yang tergabung dalam wadah KNPI. (zep)
Mendefinisikan ulang Peran Pemuda Media Fajar SulSel 20-11-2008 Oleh : Muhammad Asri Anas
Momentum hari Sumpah Pemuda, yang dimaknai pula sebagai momentum Kebangkitan Nasional, memberi pesan kuat kepada kita, bahwa sesungguhnya pemuda adalah pilar kebangkitan dan kemajuan bangsa. Hal ini tidaklah berlebihan, mengingat cacatan sejarah bangsa yang tidak bisa dilepaskan dari peran pemuda dalam kebangkitannya sebagai bangsa berdaulat. Adagium “Jas Merah” (jangan sekali-kali melupakan sejarah) yang dipopuliskan founding father bangsa ini (Soekarno), mengingatkan kepada kita betapa pentingnya memahami sejarah bangsa ini, yang berarti sama pentingnya dengan menempatkan pemuda sebagai pelakunya. Dalam perjalanan bangsa, pemuda senantiasa hadir mewarnai kemerdekaan, meskipun akan sangat berbeda memberi porsi peran dalam konteks yang berbeda. Peran pemuda termanifestasi dalam beragam bentuk, sejalan usia bangsa ini. Inilah konteks, jika difahami akan membawa kita pada pengertian kapan, siapa dan melakukan apa? Dari era reformasi menuju transisi, pemuda juga senantiasa mendefinisikan diri dalam konteksnya. Mengisi masa transisi bangsa, pemuda terus berdialektika dengan zamannya. Ini berarti peran pemuda tidak akan berakhir sepanjang sejarah bangsa ini masih terus berlanjut. Pergeseran arah perpolitikan bangsa saat ini belum sampai pada titik sesungguhnya demokrasi substansial. Itulah yang di definisikan sebagai masa transisi bangsa. Masa dimana semua elemen bangsa terus mengalami perkembangan menuju peradaban bangsa yang lebih maju. Ini merupakan tantangan dan sekaligus peluang bagi pemuda untuk mengambil peran didalamnya. Pra-reformasi yang ditandai dengan semangat de-idiologisasi dan de-politisasi oleh rezim orde baru, terbukti tidak mampu bertahan, sejalan dengan kesadaran masyarakat, terkhusus kesadaran pemuda melihat kemunduran itu, situasi ini kemudian melahirkan gerakan bersejarah yang kita kenal dengan reformasi. Semangat reformasi tidak hanya diikuti oleh semangat perubahan di level masyarakat, namun semangat ini juga diterjemahkan kedalam tata kelolah kenegaraan kita. Reformasi akhirnya memberi angin segar bagi pembangunan daerah dengan perubahan paradigma pembangunan yang dulunya sentralistik berganti menjadi semangat desentralisasi dan didalamnya memberi ruang lebih luas bagi masyarakat daerah, terkhusus bagi pemuda.
Reposisi Gerakan Pemuda Gerakan pemuda sebagai gerakan civil society, akan terus menempatkan pemuda pada posisi pelatuk sekaligus pengawal perubahan. Semangat inilah semestinya terus terjaga dalam setiap gerakan kepemudaan. Indefendensi sebagai pilihan semangat gerakan pemuda dan kemandirian sebagai jiwanya, tidak boleh luntur dalam diri setiap gerakan pemuda. Pemuda jika didefinisikan sebagai masyarakat (social human) yang memiliki kesadaran organik dan senantiasa bergerak dalam kerangka kelembagaan, pada era desentralisasi ini, semestinya pemuda dapat menginternalisasi kembali efektifitas gerakannya. Sebagai jawaban atas peran apa yang semestinya diambil oleh pemuda dalam mengisi pembangunan daerah, pemuda perlu mereposisi dan mendefinisikan ulang gerakannya. Posisi pemuda yang sangat strategis dalam pembangunan daerah, lebih jauh harus diturunkan dalam bentuk lebih nyata. Seperti sifat, “primordialnya” (lahiriahnya) pemuda yang pada
puncak mobilitas gerakan paling tinggi, sangat berpeluang mengisi peran perekat antar wilayah. Peran mengintegrasikan elemen masyarakat daerah dalam pembangunan juga menjadi pilihan yang seharusnya mampu dilakukan dengan baik. Pola gerakan yang memadukan antara mobilisasi kepentingan masyarakat kedalam kebijakan pembangunan daerah (pendampingan/pemberdayaan) politik masyarakat lokal, dan Kontrol sekaligus peningkatan kapasitas aparat pemerintah daerah, tidak mustahil untuk menjadi pilihan gerakan pemuda pada tingkat lokalitas. Pemuda dan pembangunan Daerah Sejalan dengan semangat desentralisasi, dengan pelimpahan kekuasaan dan wewenang yang lebih luas kepada pemerintah daerah, membuka kesempatan bagi setiap masyarakat mengisi pembangunan daerah. Pemuda sebagai elemen penting masyarakat dalam pembangunan daerah, sudah sepatutnya memaknai dan mewarnai setiap kebijakan pembangunan daerah. Disinilah pentingnya pemuda memposisikan diri dan mengambil peran-peran strategis dalam pembangunan daerah saat ini. Dalam jejak rekamnya, pemuda acapkali dalam posisi sebagai pelopor pembaharuan, pelatuk perubahan sekaligus pengawal perubahan. Semangat perubahan yang menjiwai semangat desentralisasi mestinya menemukan titik yang sama dengan peran yang telah melekat dalam diri pemuda. Menterjemahkan peran-peran strategis yang memberi konstribusi bagi percepatan pembangunan daerah menjadi pilihan yang tidak boleh berlalu tanpa pemaknaan dari pemuda. Praktek desentralisasi yang acapkali tidak tepat diterjemahkan oleh pemerintah daerah, perlu terus mendapat kontrol dari masyarakat. Maka, Pilihan sebagai oposisi (pengontrol kebijakan)dalam setiap kebijakan pembangunan daerah juga merupakan pilihan strategis bagi pemuda. Sepatutnya, pemuda tidak lagi hanya dalam posisi berpangku tangan atau menunggu inisiasi dari pemerintah daerah untuk bersama-sama berperan mengisi pembangunan daerah. Menginisiasi dan mendorong konsep pembangunan daerah dalam era desentralisasi ini, sangat terbuka bagi pemuda. Pemuda yang mampu membaca tanda-tanda zamannya, seyogyanya telah berada pada pilihan penguatan kelembagaan lokal, guna mendorong kesadaran semua elemen masyarakat tuk terlibat aktif mendorong percepatan pembangunan daerah. Akhirnya, pemuda harus menyadari bahwa, harapan dan cita-cita kemerdekaan akan kedaulatan sepenuhnya untuk rakyat, dengan semangat demokrasi oleh dan untuk rakyat, di era desentralisasi ini, ada dipundak para pemuda. Selamat hari Sumpah Pemuda!
Peran Pemuda Indonesia Dalam Menghadapi Tantangan Iptek Sesungguhnya pemuda bukan sekedar bagian dari lapisan sosial dalam masyarakat. Akan tetapi, pemuda merupakan agent of change (agen perubah) dan agent of social control (agen kontrol sosial). Dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia, pemuda selalu menempati peran yang sangat strategis dari setiap peristiwa penting yang terjadi. Bahkan dapat dikatakan bahwa pemuda menjadi tulang punggung dari keutuhan perjuangan melawan penjajahan Belanda dan Jepang ketika itu. Sejarah telah membuktikan, bahwa diberbagai belahan dunia, perubahan sosial politik
menempatkan pemuda di garda depan. Peranannya menyeluruh, tak hanya mata air, tapi juga hulu, hilir sampai muara, bahkan pemuda sebagai air atau sumber energi perubahan. Tak tanggung-tanggung pemimpin seperti Bung Karno (Presiden RI Pertama) mengungkapkan kata-kata pengobar semangat “ Beri aku sepuluh pemuda, maka akan kuguncangkan dunia, jika ada sembilan pemuda lagi maka Indonesia pasti berubah”. Sejak era reformasi bergulir tahun 1998, dimana pemuda juga punya peran luar biasa. Banyak orang kecewa karena reformasi tidak jadi katalisator proses pencerahan kehidupan berbangsa dan bernegara, malah sebaliknya. Sekarang pemuda lebih banyak melakukan peranan sebagai kelompok politik, dan sedikit sekali yang melakukan peranan sebagai kelompok sosial dan intelektual pencerahan dalam peningkatan keilmuan, sehingga kemandirian pemuda saat ini sangat sulit berkembangan dalam mengisi pembangunan bangsa dan negara. Menyikapi hal tersebut, menunjukkan bahwa peran pemuda Indonesia mulai menghadapi degradasi dalam sepak terjangnya. Suasana perkembangan IPTEK yang terus mengalami loncatan spektakuler membuat pemuda seakan hanyut didalamnya. Pemuda Indonesia saat ini hanya bisa menikmati hasil inovasi riset yang dilakukan oleh bangsa lain, bahkan dalam pergerakannya hanya bersifat sebagai otokritik tanpa suatu solutif dalam menyikapi berbagai perkembangan IPTEK. Arus Globalisasi IPTEK yang makin deras menghunjam setiap sektor kerja, membuat pemuda Indonesia seakan tidak bergeming untuk menciptakan lapangan pekerjaan. Harapan dan cita-cita pemuda hanya berupa belajar, mendapat nilai, titel dan ijazah, dan selanjutnya mencari kerja. Demikian kondisi dilematis yang dihadapi pemuda Indonesia saat ini. Jika kondisi pemuda Indonesia demikian adanya, maka cita-cita bangsa akan hanya berada pada titik nadir tertentu. Kita mengetahui bahwa persaingan global berlangsung dengan sangat ketat, akibat pesatnya perkembangan IPTEK dalam berbagai sendi kehidupan. Dalam persaingan global tersebut, hanya bangsa-bangsa yang mampu menguasai IPTEK yang dapat memelihara kemandirian bangsanya serta mengambil peran yang berarti dalam berbagai sektor. Selanjutnya, disadari bahwa perkembangan IPTEK telah banyak membantu meningkatkan kualitas dan kesejahteraan kehidupan umat manusia di dunia. Namun bersamaan dengan itu pula, penerapan dan pemanfaatan hasil-hasil perkembangan IPTEK yang pesat selama ini, telah melahirkan tuntutan dan kesadaran baru akan pentingnya landasan etika dan dimensi spiritualitas serta moralitas dalam pengalaman pembangunan dibanyak negara maju. Kemajuan IPTEK yang pesat tersebut, juga ditandai dengan berkembangnya sikap dan gaya hidup global yang glamour. Maka untuk menghadapi perkembangan IPTEK yang dahsyat tersebut, sangatlah penting bagi pemuda Indonesia untuk meningkatkan kualitasnya, baik dari segi Iman dan Takwa (IMTAK) maupun IPTEK dengan berpegang teguh pada nilai-nilai budaya bangsa maupun agama. Karena dengan bermodalkan IMTAK dan IPTEK, maka pemuda Indonesia dapat diharapkan berperan di garis depan dalam upaya pengembangan IPTEK dan perdamaian serta pembangunan yang merata dan berkeadilan secara berkesinambungan di muka bumi. Pemuda Indonesia harus menjadi pilar dan teladan dalam landasan moral, etika dan spiritual masyarakat dan bangsa dalam melaksanakan pembangunan nasionalnya. Pengalaman telah membuktikan, bahwa penguasaan, pengembangan dan pendayagunaan IPTEK yang tidak didasari oleh moralitas, etika dan spiritualitas, akan dapat membawa manusia atau suatu bangsa menuju penderitaan, kesengsaraan dan kehancuran. Oleh karena itu, para pemuda Indonesia harus senantiasa berada didalam jalur nilai-nilai kemanusian dan keagamaan yang luhur. Sehingga dengan menciptakan kewirausahaan dalam pembangunan dan meningkatkan pengetahuan tentang ilmu dan teknologi, serta menumbuhkembangkan jiwa kepeloporan, daya pikir, inovasi, kreativitas dalam mempersiapkan diri menjadi pemimpin masa depan akan melahirkan generasi yang profesionalis dan amanah.
Menata Ulang Pemuda Indonesia Oleh: Seorang Sahabat Muda*)
Indonesia telah melewati separuh perjalananya sebagai sebuah bangsa yang merdeka. Secara biologis, usianya akan menginjak 66 tahun pada 17 Agustus tahun ini. Namun kita perlu mengingat apa yang pernah disampaikan oleh Bung Hatta, bahwa bangsa Indonesia memang telah berhasil mencapai cita – cita revolusinya tetapi Indonesia belum mencapai cita – cita sosialnya.
Kemiskinan, kelaparan, kebodohan dan permasalahan sosial lainya masih menjadi potret buram kondisi Indonesia. Kekayaan sumber daya alam yang melimpah bak fatamorgana ditengah padang pasir ketika berhadapan dengan kondisi Indonesia hari ini. Indonesia, yang oleh Multatuli di ibaratkan sebagai jamrud khatulistiwa tidak mampu memberikan kesejahteraan bagi jutaan penduduknya. Indonesia, negeri yang dikenal dengan kekayaan baharinya dan ketangguhan nelayanya tidak mampu mensejahterakan para nelayanya. Indonesia, yang tanahnya oleh Koes Plus dipuji sedemikian rupa hingga tongkat, kayu dan batu jadi tanaman tidak mampu mensejahterakan petaninya. Indonesia hari ini, adalah amanah yang harus kita pertanggung jawabkan pada generasi yang akan datang. Kita tentu merindukaan kejayaan Indonesia yang saudagarnya melanglang buana hingga ke jazirah arab dan nelayanya mengarungi samudera sedemikian jauhnya. Merindukan nama Indonesia yang pernah dikenang sebagai negara yang tangguh, yang memimpin bangsa Asia dan Afrika menggapai kedaulatanya. Merindukan kejayaan dengan berjuta sumberdaya alam dan sumber daya manusianya. Kejayaan sebuah negara, tidak ditentukan oleh seberapa lama negara tersebut telah berdiri. Mesir yang telah berdiri sejak zaman fir’aun berkuasa, kondisinya tidak lebih baik dari Singapura yang baru berdiri. Kejayaan sebuah negara, juga tidak ditentukan dari seberapa banyak kekayaan alamnya. Kondisi Indonesia dengan kekayaan alam yang melimpah, tidak lebih baik dari Jepang. Lalu mungkinkah Indonesia mencapai kembali kejayaanya? Tentu bisa. Bagaimana caranya? Dengan Menata Ulang Pemuda Indonesia Mengapa Pemuda? ”Berikan padaku sepuluh pemuda, dan akan ku guncang dunia” (Soekarno). Pendar optimisme Soekarno dalam pernyataan diatas masih terngiang dalam benak kita. Menekankan betapa figur pemuda merupakan pilar bagi sebuah bangsa dalam pandangan seorang pemimpin. Ia adalah sekelompok manusia yang menjadi cerminan eksistensi sebuah bangsa. Bukan cuma Soekarno yang menaruh perhatian pada pemuda, setiap pemimpin sejati pasti memberikan perhatian besar pada para pemudanya. Pemuda adalah titik tolak. Ia sangat menentukan jauh dekatnya sebuah kemajuan. Apakah kemajuan dalam skala indivisu maupun dalam skala bangsa. Dalam diri pemuda berhimpun seluruh
momentum kejayaan. Momentum kejayaan fisik, kejayaan intelektual dan momentum kejayaan idealisme. Dan momentum dalam banyak kejadian tidak pernah berulang untuk kedua kalinya. Masa lalu adalah momentum terjauh dalam kehidupan kita karena ia tidak pernah kembali. Masa depan adalah momentum terjauh dalam kehidupan kita karena kita tidak pernah tahu apakah ia akan kita lewati. Masa kini itulah sebenar – benarnya momentum. Pemuda terbaik adalah mereka yang mampu memanfaatkan momentum masa kini. Mereka yang mampu mengolah momentum kejayaanya menjadi ledakan – ledakan prestasi. Tahun 2004 Indonesia memiliki 37 % pemuda yang didalam dirinya berhimpun momentum kejayaan. Bahkan sejak tahun 2000 prosentase itu tidak pernah bergeser yang menandakan sepertiga penduduk Indonesia dipenuhi dengan momentum – moentum kejayaan. Lalu mengapa Indonesia justeru menjadi negara miskin dan terkorup justeru ditengah – tengah momentum – momentum kejayaan yang luar biasa. Mengapa momentum – momenntum itu tidak pernah menjadi ledakan – ledakan prestasi yang membuat bangsa Indonesia tercapai cita – cita kemerdekaanya yang sejati sebagaimana tertuang dalam Pembukaan UUD 1945. Paradoks momentum kejayaan ini semakin memprihatinkan saat kita memiliki realita bahwa negeri kita adalah zamrud khatulistiwa dengan kekayaan laut dan daratan yang melimpah. Menyalakan lilin tentu jauh lebih bermakna daripada mencela kegelapan. Merekayasa momentum – momentum kejayaan yang terpendam dalam diri pemuda menjadi ledakan – ledakan prestasi tentu jauh lebih bermakna daripada kita terus mengeluh dan malu terlahir sebagai bangsa Indonesia. Nelson Mandela, seorang pejuang Afrika, mengatakan tidak ada sesuatu yang hebat selain ketika Anda berhasil mengubah suatu tempat yang sulit berubah, dan menemukan jalan perubahan seperti yang Anda inginkan. Jadi, kita yang hidup dalam zaman ini, dipanggil oleh sejarah untuk melakukan perubahan yang berarti bagi negeri. Mengeluarkan seluruh potensi yang dimiliki untuk bersemi menjadi prestasi. Pemuda dan Potensi Kejayaan Indonesia Seorang pemuda, dalam dirinya berhimpunan isyarat kejayaan sebagai sebuah bangsa. Ada tiga isyarat kejayaan yang dimiliki oleh seorang pemuda yang menjadi sumber daya utama potensi kejayaan sebuah bangsa: 1. Isyarat Pergerakan (Mobilitas) Pemuda, adalah generasi dengan ciri pergerakanya yang sangat dinamis. Jasadnya yang dalam keadaan puncak, memungkinkan dirinya untuk memiliki vitalitas pergerakan yang prima. Secara umum, pemuda adalah generasi yang paling siap untuk menghadapi dinamika perubahan yang bergerak sangat cepat dan persaingan yang semakin kompetitif. Begitupun dengan sebuah negara. Negara yang berjaya adalah negara yang mampu mengelola dan menghadapi perubahan. Negara tersebut tidak menutup dirinya dari perubahan. Begitulah Jepang ketika restorasi Meiji digulirkan mengalami dinamika yang luar biasa. Atau saat tembok berlin runtuh, kita menyaksikan kehidupan Jerman Timur mulai berdenyut. 2. Isyarat Inovasi (Daya Inovasi) Pemuda, adalah generasi dengan akal yang masih cemerlang. Kemampuan akalnya mampu mencipta
berbagai hal yang dulu hampir tidak mungkin dijalankan atau diciptakan. Dengan rasa ingin tahunya yang besar terhadap segala sesuatu, pemuda terus menggerakan okalnya untuk menemukan hal – hal baru, menghadapi tantangan kehidupan dan menyelesaikanya. 3. Isyarat Mental (Ketangguhan Mental) Pemuda, adalah sosok yang memiliki semangat yang membara bahkan dijuluki matahari yang sedang meninggi. Pemuda tidak pernah menyerah terhadap hambatan dan kegagalan. Dia juga tidak mudah tunduk pada perintah yang tidak sesuai dengan gairahnya. Negara tangguh adalah negara yang memiliki ketahanan nasional yang kuat. Negara yang tidak mudah menyerah oleh berbagai krisis, juga tidak tunduk pada kekuasaan manapun yang merugikan bangsanya.
Dengan tiga isyarat kejayaan itulah, maka untuk bangkit dari segala permasalahan yang dihadapinya, agenda mendesak bangsa ini yang tidak kalah pentingnya adalah menata ulang para pemudanya. Hal ini mendesak karena para pemudalah pewaris sah negeri ini dimasa yang akan datang. Para orang tua hari ini, harus memposisikan diri menjadi pengawal bagi para pemuda sehingga mereka mampu mengelola negeri ini. Negara harus mampu memadukan kebijksanaan para orang tua dengan semangat kaum muda. Tidak boleh ada yang memisahkan generasi tua dengan generasi muda karena keduanya adalah tali sejarah yang harus bersambung. Kebijakan yang benar maupun salah yang dilakukan oleh generasi terdahulu harus ditempatkan pada posisinya masing – masing. Problematika Organisasi Kepemudaan Di Indonesia beridiri banyak organisasi kepemudaan (OKP) yang secara umum ditujukan sebagai wadah bagi para pemuda untuk meggali, membina dan mengembangkan potensi yang dimilikinya. Beragam OKP tersebut bergerak sesuai dengan visi, misi dan tujuan didirikannya. Ada yang bergerak dalam ranah – ranah politik, ekonomi, pengembangan teknologi, pendidikan dan sebagainya. Sejak reformasi 1998, berbagai OKP terus bermunculan meskipun kemunculanya dengan beragam motif. Namun apapun motifnya, kemunculan OKP tersebut seharusnya berbanding lurus dengan penyelesaian berbagai masalah yang terjadi ditengah – tengah masyarakat. Bukan justeru sebaliknya, OKP tersebut disibukkan dengan permasalahan – permasalahan internal apalagi sampai terlibat bentrokan fisik sesama angotanya dan berujung pada perpecahan organisasi. Ada beberapa permasalahan yang kerap dialami organisasi kepemudaan yang membuat organisasi tersebut tidak mampu berbuat banyak untuk menyelesaikan berbagai macam permasalahan ditengah – tengah masyarakat. 1. Inkonsistensi perjuangan Masalah pertama ini kerap muncul saat organisasi sudah mulai membesar. Idealisme yang dulu menjadi fondasi gerakan mulai bergeser dan tergantikan dengan kepentingan sesaat. Kebaikan yang dulu menjadi ruh pergerakan dan menjadi penarik simpati massa mulai melemah dan akhirnya menjauhkan organisasi tersebut dari massa. Terlalu banyak contoh organisasi yang kemudian hancur dalam sekejap bukan karena serangan atau tekanan dari luar tetapi karena kebusukan orang – orang didalamnya. Pada dasarnya setiap manusia
menyenangi kebaikan karena itu merupakan fitrah yang dibawanya sehingga perlahan namun pasti organisasi yang berisi dengan keburukan akan hancur. 2. Kelemahan struktural Perubahan – perubahan besar telah terjadi dalam kehidupan kita. Dunia kini menjadi kampung kecil setelah teknologi informasi dan komunikasi berkembang dengan sangat pesat. Perubahan tersebut berdampak pada kebutuhan struktur organisasi yang dapat dengan cepat merespon perubahan. Organisasi – organisasi yang memiliki rantai pengambilan keputusan terlalu panjang akan menyulitkan organisasi tersebut untuk bergerak lebih efektif. Organisasi kepemudaan yang masih menggunakan hierarki organisasi terlalu panjang tentu saja akan mengalami kesulitan terlebih yang telah berskala nasional karena di Indonesia sendiri telah menjalankan otonomi daerah dimana terjadi desentralisasi berbagai kewenangan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. 3. Hambatan finansial Masalah berikutnya yang sering menjadi permasalahan dalam organisasi yaitu masalah keuangan. Masalah ini bahkan cenderung menjadi permasalahan klasik yang seolah – olah pasti ada dalam sebuah organisasi. 4. Kemandegan regenerasi Kemandegan regenerasi merupakan lampu merah bagi sebuah organisasi. Jika regenarasi sudah mandeg, maka organisasi tersebut tinggal menunggu waktu untuk hancur. Membangun OKP dan Membangun Indonesia Manusia adalah faktor terpenting dalam organisasi apapun entah itu negara, lembaga sosial bahkan perusahaan sekalipun. Karenanya untuk membangun kejayaan Indonesia sekaligus menyelesaikan permasalahan organisasi, pertama kali yang harus dibangun adalah manusianya. Dan dari sekian manusia yang harus dibangunkan pertama kali adalah pemudanya oleh karena potensi yang dimilikinya. Dan dari sekian potensi (isyarat kejayaan) yang dimiliki oleh pemuda maka yang harus pertama dan utama dibangun adalah mentalnya. Ketangguhan mental para pemuda sesungguhnya telah termaktub dalam lagu kebangsaan yang senantiasa dikumandangkan dalam berbagai upacara kenegaraan. Bangunlah jiwanya menjadi syarat bagi terbangunya pergerakan (raga). Membangun jiwa pemuda Indonesia itulah yang harus menjadi perhatian bagi OKP. Menjadi program prioritas sebelum program – program lainya. Anhar Gonggong (Sejarawan UI) menyimpulkan bahwa kemerdekaan yang kita nikmati saat ini adalah bukan karena lahirnya kalangan terdidik akibat kebijakan politik etis tetapi karena telah lahir kalangan terdidik dan tercerahkan. Karena inti utama organisasi adalah manusia maka untuk menyelesaikan berbagai macam permasalahan yang dihadapi oleh organisasi yaitu dimulai dengan mencerahkan para aktivis didalamnya. Disinilah kemudian sistem pengkaderan harus dibuat seoptimal mungkin sehingga seluruh potensi yang dimiliki oleh anggotanya dapat berkembang secara seimbang. Ketidakseimbangan pengkaderan dalam salah satu potensi akan membawa organisasi kedalam jurang kehancuran.
Organisasi yang terlalu bertumpu pada pergerakan berpotensi melahirkan kelelahan dan inkonsistensi pergerakan jika tidak diringi dengan pengkaderan yang maksimal dalam inovasi dan mental. Begitu juga jika organisasi bertumpu pada inovasi dan mental tetapi tidak pernah bergerak maka organisasi itu akan kehilangan daya tariknya. Sebagai organisasi sosial kemasyarakatan, OKP menghadapi tantangan dalam mempersiapkan regenerasi kepengurusan. OKP selama ini diasumsikan tidak bisa menawarkan keuntungan finansial bagi para penggiatnya. Disinilah letak dilematisnya karena begitu OKP menawarkan keuntungan finansial, konflik mulai bermunculan. Namun jika tidak ada solusi terahdap permasalahan finansial, maka organisasi ini bukan saja tidak mampu menggerakkan roda organisasinya tetapi juga kehilangan daya tariknya. Sekali lagi, keseimbangan dalam pengkaderan memegang peranan penting. Tranformasi ideologi yang menguatkan mental para aktivis harus terus berjalan seiring organisasi tersebut menghadapi berbagai permasalahan sehingga ketika organisasi mengalami kesulitan keuangan, para anggotanya siap berkorban dan ketika organisasi menawarkan keuntungan secara finansial tidak ada yang merasa menjadi korban. Untuk itulah setiap organisasi membutuhkan sistem keuangan yang rapih, transparan dan sehat. Setiap organisasi harus memiliki manajemen keuangan yang baik sehingga tidak adalagi istilah “Ketua adalah ujung tombak dan ujung tombok”. Selanjutnya untuk memastikan regenerasi dan eksistensi organisasi, organisasi harus melakukan penelitian yang berkesinambungan baik secara internal maupun secara eksternal. penelitian secara internal memungkinkan organisasi mampu memetakan keadaan dirinya yang menjadi alat peringatan dini jika terjadi hal –hal yang membahayakan organisasi seperti motivasi yang rendah, ketidakpercayaan kepada pemimpin dan lain sebagainya. Penelitian eksternal dibutuhkan untuk menjembatani antara visi organisai dengan kebutuhan masyarakat. Penelitian ini akan menciptakan titik yang paling efektif untuk mengkompromikan antara idealitas dengan realitas. Penelitian terkadang tidak mampu dilakukan oleh organisasi padahal ini adalah hal yang penting untuk mendeteksi kondisi. Bahkan dibutuhkan untuk berkomunikasi secara efektif dengan masyarakat. Penelitian tidak selalu harus melalui serangkaian metodologi penelitian yang rumit meskipun seharusnya dengan kapasitas SDM yang dimilikinya, penelitian yang rumit pun tetap bisa dilakukan. Jadi, untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi Indonesia dapat dimulai dengan menata ulang pemuda Indonesia. Untuk menata tersebut, pemuda perlu bergabung dalam berbagai organisasi kepemudaan yang memungkinkan potensi yang dimilikinya tergali dan bersinergi dengan potensi pemuda lainnya. Organisasi kepemudaan yang baik, akan mampu berkontribusi lebih banyak dalam penyelesaian permasalahan bangsa. Untuk itulah, persyaratan organisasi yang baik harus dipenuhi yaitu: Tersedianya sistem pengkaderan yang menyeimbangkan potensi akal (Daya Inovasi), mental (Ketangguhan Mental) dan jasad (Mobilitas), Sistem keuangan yang transparan dan sehat, Penelitian yang berkesinambungan, Struktur yang responsif. Demikian beberapa catatan yang dapat diberikan untuk membangun Indonesia yang lebih baik.
Semoga hari esok adalah hari dimana Indonesia menjelma menjadi negara yang aman, adil dan sejahtera sebagaimana cita – cita sosialnya.
Bantuan KNPI Mandek Karena Masalah Internal 03 Aug 2010
Nasional Pikiran Rakyat
NGAMPRAH, (PR).Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Kabupaten Bandung Barat dipastikan masih tidak akan menikmati dana dari pemerintah daerah untuk mengelola dan mengembangkan kegiatan kepemudaan. KNPI dinilai masih belum "sembuh" dari permasalahan dan perselisihan internal organisasi. Bupati Bandung Barat Abubakar menegaskan, pemerintah daerah tidak akan per-. nah mencairkan.dana yang sudah dianggarkan bagi KNPI selama organisasi kepemudaan itu belum menyelesaikan kisruh internal masalah kepemimpinan yang terjadi sejak beberapa bulan lalu. "Dana itu tidak akan turun selama KNPI masih belum bisa menyelesaikan masalah rumah tangganya sendiri," kata Abubakar di Kecamatan Cililin, Senin (2/8). Meski kasus KNPI ini sudah ditangani DPD KNPI Jawa Barat, Abubakar mengatakan, telah meminta Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olah Raga Kabupaten Bandung Barat untuk memfasilitasi pertikaian internal yang terjadi di tubuh KNPI Kabupaten Bandung Barat. "Saat ini, mereka (KNPI-red.) tidak memiliki program-program yang jelas secara organisasi, program masih sendiri-sendiri dari organisasi kepemudaan di dalamnya. Anggaran akan turun kalau mereka bisa bersatu sebagai organisasi dan menunjukkan program-program yang jelas dalam konteks kebersamaan dan pengembangan pemuda,"kata Abubakar. Tidak mendukung Ketua DPD KNPI Kabupaten Bandung Barat Dadan Supar-dan menilai. Pemerintah Kabupaten Bandung Barat tidak .memperhatikan perkembangan dan pengelolaan organisasi kepemudaan di daerah. Menurut dia, sudah dua kali tahun anggaran, KNPI bersama ormas dan OKP di dalamnya tak mendapat kucuran anggaran meskipun selalu dialokasikan oleh Panitia Anggaran DPRD dalam setiap APBD. Pada APBD 2009, tercantum anggaran KNPI yang masuk dalam pos bantuan sosial sebesar Rp 243 juta, sedangkan pada APBD 2010, anggaran kepemudaan naik menjadi Rp 500 juta. Namun, tidak sepeser pun dana itu bisa dicairkan untuk kegiatan kepemudaan.
"Selama dua tahun ini, berbagai kegiatan KNPI Kabupaten Bandung Barat murni ditanggung para pengurus. Tak seribu rupiah pun Pemkab Bandung Barat memberikan bantuan kepada KNPI, sekalipun untuk biaya pelantikan," kata Dadan. Menurut dia, KNPI Kabupaten Bandung Barat sudah dua "kali mengajukan proposal pencairan anggaran 2009. Namun, setelah ditunggu lama, tak kunjung ada kabar beritanya. "Saya sempat menemui DP-PKAD (Dinas pendapatan, Pengelolaan, Keuangan, dan Aset Daerah) Kabupaten Bandung Barat untuk menanyakan anggaran kepemudaan, jawaban yang kami dapat bahwa anggaran untuk kepemudaan tak jelas pos rekeningnya. (A-168)*-
KNPI: Kemenpora Tak Serius Urus Masalah Kepemudaan Jakarta (ANTARA News) - DPP KNPI menilai Kementerian Pemuda dan Olahraga tidak serius mengurus masalah kepemudaan Indonesia setelah membiarkan berlarut-larutnya konflik internal di kepengurusan organisasi kepemudaan itu. Menurut Ketua Umum DPP KNPI Aziz Syamsuddin di Jakarta, Minggu, saat ini muncul kesan kuat di kalangan organisasi pemuda di seluruh Indonesia bahwa Pemerintah, dengan sikap tak tegasnya, memang sengaja memperpanjang konflik di tubuh organisasi kepemudaan di Indonesia. "Harus ada ketegasan, misalnya semua harus bersatu dalam forum pemuda nasional," ujar Aziz. Menurut Wakil Ketua Komisi III DPR-RI ini, sebagai wakil pemerintah, Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) masih belum menunjukkan sikap tegas terkait adanya kepengurusan ganda di tubuh KNPI. Sikap tegas demikian sebenarnya pernah ditunjukkan Kemenpora saat Adhyaksa Dault masih memimpin di kementerian itu. Saat itu, ujarnya, secara tegas Adhyaksa menyatakan bahwa kepengurusan yang sah adalah yang dipimpin oleh Aziz. Sikap itu kemudian berubah lagi ketika kementerian berganti kepemimpinan di bawah Andi Malarangeng sebagai Menpora. "Kalau di jaman Adhyaksa Dault, sikap pemerintah tegas, sementara di jaman Andi Malarangeng tak ada ketegasan. Ini kan bisa dilihat sebagai bukti sengaja memecah belah," kata Aziz. Ia menyatakan, apabila pemerintah memang ingin pemuda menjadi satu pilar utama pembangunan nasional, sikap tegas serta solusi pemerintah untuk meyelesaikan masalah di internal KNPI diperlukan. "Bila tidak, resiko lebih besar siap menghadang yakni peran serta pemuda dalam pembangunan tak bisa berjalan," katanya.
Sesat Pikir Pemuda Indonesia “PEMUDA adalah harapan bangsa.” Ya, bisa jadi—atau kita sepakati saja—itu betul. Pemuda, dalam banyak literatur disebut sebagai pelopor kebangkitan. Dalam sejarah Indonesia modern, kiprah kaum muda selalu disandingkan dengan perubahan sosial politik. Dari keberanian pemuda untuk bersumpah pada 1928, negeri ini jadi merdeka, pergantian kuasa dari lelaki berakhiran “no” (Soekarno) ke “to” (Soeharto), hingga reformasi dan penjatuhan rezim (sebutlah itu rezim Gus Dur), kiprah pemuda selalu tak ketinggalan. Namun, tak jarang dari predikat pemuda sebagai harapan bangsa itu, ada saja sesat pikir di dalamnya. Syahwat kuasa yang begitu tinggi, meraup duit dengan memanfaatkan posisi juga ada. Setidaknya, sesat pikir yang ada di kalangan pemuda, bisa kita lihat pada pikiran sederhana (simple minded), “pertarungan” antara mempertahankan independensi ataukah dependensi, berorientasi duit (fulus/money), hingga gaya parlente nan konsumtif sebagai tanda ia sukses dan tak ketinggalan jaman. Keempat sesat pikir itu bisa kita lihat dari penjelasan berikut ini. Belum ada penelitian mendalam tentang ini memang, tapi klasifikasi di berikut bisa menjadi asumsi sederhana betapa dalam diri pemuda yang di satu sisi disebut sebagai harapan bangsa, juga terkandung di dalamnya sebuah oposisi biner yang pada titik tertentu malah bisa memperlambat kemajuan bangsa. Simple Minded Dalam Indonesia Kita (2003), Nurcholish Madjid menulis bahwa tak jarang bangsa luar menilai bahwa kita adalah bangsa yang berpikiran sederhana (simple minded). berpikir sederhana itu, menurut Cak Nur, bisa disebabkan karena belum meratanya pendidikan. Tapi selain itu, kita disebut sebagai simple minded, itu karena tak jarang ditemukan gejala premanisme. Ia menulis, “…premanisme itu tidak hanya kita temukan di kalangan orang „pinggir jalan‟, tapi juga di antara mereka yang secara formal menduduki tempat-tempat terhormat” (hal. 122). Lihatlah, pada kasus tawuran antara mahasiswa. Dalam reformasi, para mahasiswa bisa disebut sebagai kekuatan garis depan, rezim otoriter seperti
Soeharto bisa runtuh. Tapi kemudian, ketika kembali ke kampusnya masing-masing, kerap saja mereka saling menghancurkan. Tak jarang tawuran itu terjadi karena masalah sepele, seperti masalah perempuan, atau kesalahpahaman antara pribadi. Malahan, bisa jadi tawurannya pemuda ini lebih elit lagi, dengan saling melaporkan kawannya ke pihak yang berwajib. Coba kita pikir: berapa banyak energi yang keluar sia-sia sekedar untuk menjatuhkan kawan yang dianggap lawan itu? Gejala simple minded ini sangatlah ironis. Mahasiswa, sebagai kaum muda, yang disebut sebagai agen perubahan (agent of change) dan agen perubahan sosial (agent of social change) terjebak dalam tindakan yang jauh dari nalar akademik. Tak hanya mahasiswa, mereka yang sudah alumni dan menempati posisi pada organisasi kepemudaan, juga dihinggapi gejala simple minded itu, yang salah satu sebabnya karena Cak Nur, karena “sangat kurang minat untuk membaca serta belajar secara mendalam dan meluas.” Bisa jadi, pasca belajar di perguruan tinggi, para pemuda itu berpikir bahwa bekal pendidikannya telah cukup untuk menjadikannya sukses di tengah-tengah masyarakat. Mereka yang melupakan buku pasca menjadi alumni itu, sangat besar kemungkinan untuk terjebak dalam lumpur premanisme,
atau
kejahatan
intelektual
lainnya.
Dependen atau Independen? Salah satu masalah dalam organisasi kepemudaan adalah masalah independen atau dependen. KAMMI dianggap oleh kalangan lainnya sebagai underbow (kaki tangan) dari sebuah partai—sebutlah itu PKS. Walau dibantah oleh para aktivisnya karena memang secara struktural tak ada hubungan komando, tapi beberapa literatur seperti wawancara Ali Said Damanik—dalam bukunya Fenomena Partai Keadilan (PK)—dengan petinggi PKS, disebutkan bahwa ada hubungan antara PKS (dulu PK) dengan KAMMI. Beberapa petinggi KAMMI yang selanjutnya berkiprah di PKS seperti Fahri Hamzah dan Andi Rahmat, juga membuktikan bahwa ada hubungan antara kedua organisasi itu.
Antara HMI (Dipo) dan Golkar di masa lalu terkadang sulit untuk dipisahkan. Para tokohnya banyak yang masuk ke ranah politik dan berkiprah di Golkar. Sebutlah itu Akbar Tanjung. Namun sejak Tanjung yang pernah menjadi menteri beberapa kali dan ketua DPR RI itu turun pamor, tampaknya hubungan antara HMI dan Golkar juga mengalami pasang surut. Walau ditepis oleh kalangan HMI, tapi kedekatan yang lebih antara kader HMI ke Partai Golkar—terutama di masa lalu—sulit untuk dinafikan. Begitu juga dengan PMII ke Nahdlatul Ulama atau partai-partai yang berbasis NU. PMII adalah salah satu jejaring dari NU untuk meluaskan dakwahnya di kalangan mahasiswa. Seperti juga KAMMI yang terkadang melakukan kegiatan di lokasi atau basis-basis PKS, PMII juga melakukannya di basis-basis NU—sebutlah itu di gedung NU. Di kalangan yang disebut sebagai “kiri”, juga seperti itu. Mereka yang tergabung dalam Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) juga tak lepas dari Partai Rakyat Demokratik (PRD) yang kini telah vakum dan boss-nya (Budiman Sudjatmiko) pada akhirnya jadi wakil rakyat dari PDIP—mungkin karena dekat secara ideologis. Sewaktu mahasiswa, sekretariat kami tak seberapa jauh dengan kawan-kawan LMND, dan kegiatannya—juga aktivisnya—tak jauh dari ituitu juga. Tampak bahwa gerakan mahasiswa—atau pemuda—sulit sekali berdiri sendiri (independen). Bisa jadi ketergantungan kepada dana dan jaringan yang membuat gerakan mahasiswa atau pemuda itu memilih membangun simbiosis mutualisme dengan gerakan lain yang lebih besar. Masalah independen dan dependen ini, kelak berakibat pada daya kritis. Gerakan yang independen cenderung untuk lebih berani berkata kritis kepada pemerintah, hatta pada mereka yang memerintah itu adalah senior atau qiyadah (pemimpin—istilah dalam jama‟ah Tarbiyah) mereka sendiri. Namun, ini memang berat. Dalam beberapa kasus, ketika gerakan mahasiswa yang notabene memiliki kaitan erat dengan organisasi lain yang lebih besar, selalu ada tarik menarik kepentingan di situ. Kalaupun sebuah organisasi itu dependen di bawah sebuah
ormas, maka baik sekali jika para aktivisnya untuk tetap bersikap kritis kepada atasannya karena dengan begitulah maka kontrol sosial akan terjadi. Fulus Oriented Dalam sebuah pemberitaan di media massa, seorang aktivis mengeluh. Dia berkata, “kalau tanpa dana, mana bisa kegiatan berjalan?” Baiklah, kalau begitu. Kita sepakati bahwa: uang bisa membuat kegiatan berjalan. Tapi, apakah hal seperti layak diucapkan oleh seorang pemuda yang masih kuat secara fisik dan akal? Kenapa tidak berpikir untuk menjadi organisasi yang mandiri? Misalnya, organisasi mereka membuat sebuah usaha pengetikan, dan kelak hasil dari usaha itu mereka bagi secara adil kepada pemilik modal, pekerja, juga untuk organisasi. Bukankah ini lebih kreatif ketimbang hanya berharap dari kucuran pemerintah? Ya, orientasi duit atau fulus itu berbahaya bagi gerakan mahasiswa atau pemuda. Uang itu penting, tapi tidak selamanya harus diharapkan. Berpikir kreatif dengan memanfaatkan potensi yang ada, itu lebih baik ketimbang hanya memintaminta kepada instansi atau pejabat tertentu. “Lebih baik menjadi kepala jangkrik,” kata sebuah kalimat motivatif, “daripada menjadi ekor gajah.” Ini berarti bahwa, kemandirian—walau itu skalanya kecil—lebih baik ketimbang menjadi ekor, pengikut yang hanya puas di posisi belakang kekuatan besar. Gerakan mahasiswa dan pemuda perlu memikirkan ini. Kemandirian perlu sekali untuk dimassifkan dalam gerakan. Artinya, kebiasaan untuk ahli dalam proposal—walau itu juga baik—perlu ditimbang masak-masak. Ada baiknya kita mulai berpikir untuk membuat sesuatu yang kreatif, inovatif, dan mendayagunakan akal dengan berbagai penemuan atau usaha ketimbang hanya menjadi pemintaminta—katakanlah
“Bagaya Saja”
“pengemis
intelektual.”
Peradaban berkembang, style dunia juga tambah maju. Tak terkecuali para aktivis, mereka juga tak ketinggalan. Kebiasaan untuk lebih banyak rapat di mall atau kafe-kafe ketimbang diskusi di perpustakaan, tampaknya menggejala. Kafe rupanya menjadi salah satu solusi yang santai bagi berbagai kalangan untuk mendiskusikan masalah sosial. Pergerakan juga tak jarang hadir dari tempat ini. Kopi, rokok, dan musik, tampaknya tiga kelindan yang dewasa ini menjadi inspirasi besar bagi kalangan pergerakan. Salahkah? Bisa jadi tidak, karena tak bisa dipungkiri ada nilai positif dari situ. Kesan “lebih keren”—selain letak yang strategis—tampaknya diinginkan juga oleh para aktivis yang bergaul dengan kafe itu. Kalau kita pikir-pikir, ini adalah bagian dari gaya konsumtif dunia yang sedang menjalar. Kenapa bukan perpustakaan? Bisa jadi, perpustakaan kita sudah mulai tidak diminati oleh para aktivis pergerakan. Kita bandingkan saja begini: saat diskusi di kafe, kalau ada hal-hal yang tidak diketahui, mereka merujuk kemana? Paling tidak, hal yang masih kurang jelas itu akan ditangguhkan di lain waktu. Kalau di perpustakaan, apa yang dicari bisa jadi diperoleh. Cuma, mungkin saja karena perpustakaan kita saat ini tidak lagi menarik—buku yang kurang dan malas dilengkapi, tidak terawat (ba-abu/banyak debu), dan tak ada pembaruan—sehingga para aktivis memilih untuk berdiskusi di tempat-tempat yang relatif santai tapi tak kehilangan citra “keren.” Dalam masalah makanan juga begitu. Kalau dulunya biasa makan di warung pinggir jalan dengan tahu, tempe, atau ikan cakalang, maka dewasa ini—karena proyek proposalnya berhasil—para aktivis juga sudah mulai meninggalkan cakalang dan kawan-kawannya itu. Mereka lebih senang makan di mall, “tempatnya lebih bersih,” katanya, bisa “cuci mata” (kalau tak terkendali, ini bisa jadi masalah selanjutnya), AC-nya bagus, dan tak ketinggalan jaman. Salahkah? Tentu tidak, namun pergeseran orientasi ini perlu disikapi secara hati-hati. Karena daya kritis itu bisa saja menjadi lemah kuasa ketika berhadapan dengan yang lembut-lembut seperti AC, fashion, dan keinginan sesaat untuk “mencuci mata” itu.
Apa yang dipaparkan di atas, dari simple minded, masalah posisi (dependen atau independen), orientasi fulus, hingga gaya konsumtif itu bisa menjadi sebuah renungan bagi kaum muda—baik secara personal atau kelembagaan. Secara personal, kaum muda perlu meningkatkan grade intelektualnya—agar tidak simple minded! Kebiasaan menjadi “pengemis intelektual”, minta-minta duit kepada orang lain, perlu diakhiri pelan-pelan. Begitu juga trend dunia konsumtif “bagaya saja” (cuma gaya) saat ini, perlu disikapi secara proporsional, karena kemapanan seperti itu kerap saja membuat idealisme menjadi luntur, tumpul dan buntu. ***