KETENTUAN PENYELENGGARAAN PEMBUKUAN UNTUK KEPENTINGAN PERPAJAKAN (STUDI KOMPARASI ANTARA INDONESIA DAN SINGAPURA) Irman Putra Fadjar1 dan Ning Rahayu2 1. Departemen Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia 2. Departemen Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia
[email protected] |
[email protected]
Abstrak Pembukuan merupakan bagian dari administrasi perpajakan yang berfungsi sebagai basis untuk penghitungan pajak, pelaporan SPT, dan pemeriksaan pajak. Skripsi ini meneliti tentang perbedaan ketentuan pembukuan untuk tujuan perpajakan dan permasalahan yang dihadapi Indonesia dan Singapura dalam menerapkan ketentuan pembukuan. Penelitian ini bersifat kualitatif deskriptif dengan studi literatur dan wawancara mendalam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan ketentuan pembukuan antara Indonesia dan Singapura terkait pembukuan elektronik, masa penyimpanan, penyimpanan pembukuan softcopy, dan pemeriksaan pajak elektronik. Ketentuan pembukuan Indonesia menghadapi permasalahan terkait masa penyimpanan, pembukuan elektronik, dan pemeriksaan pajak yang merugikan secara ease of administration dan cost of taxation. Kata kunci: Pembukuan, Administrasi Perpajakan, Pemeriksaan Pajak
Abstract Bookkeeping is a part of the tax administration functions as for the base of tax calculation, tax return, and tax audits. This thesis examines the differences in bookkeeping provisions for tax purposes and the problems faced by Indonesia and Singapore in implementing the provisions of bookkeeping. This study is a qualitative descriptive study of the literature and in-depth interviews. The results showed that bookkeeping provisions between Indonesia and Singapore are different to regulate electronic bookkeeping, record keeping time, record keeping in softcopy, and electronic audit. Indonesia bookkeeping provision face obstacle to regulate record keeping time, electronic bookkeeping, and tax audit that inflict loss to ease of administration and compliance cost. Key words: Bookkeeping, Tax Administration, Tax Audit
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di Asia yang memiliki pertumbuhan ekonomi positif di samping China, India, dan Vietnam. Namun, pasca krisis ekonomi global tahun 2008 laju pertumbuhan ekonomi menurun dan kian melamban, juga memunculkan rasa khawatir dan ketidakpastian di masyarakat. Negara seperti Indonesia yang memiliki jumlah
Analisis Ketentuan..., Irman Putra Fadjar, FISIP UI, 2014
penduduk lebih dari 240 juta seharusnya memiliki tax ratio yang ideal pada angka 17% hingga 20%. Upaya Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk dapat meningkatkan tax ratio Indonesia masih mengalami kesulitan, diantara kesulitan dan permasalahan yang dihadapi adalah seperti Wajib Pajak yang berbuat curang dengan tidak mengukuhkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan status Pengusaha Kena Pajak (PKP), serta terdapat wajib pajak orang pribadi dan badan yang ternyata secara sengaja ataupun tidak sengaja tidak menyelenggarakan pembukuan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, sehingga mempersulit proses kepatuhan pajak meliputi penghitungan pajak terutang, pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT), dan pemeriksaan pajak (tax audit). Menyelenggarakan pembukuan secara manual ternyata cukup merugikan dari sisi cost (biaya), time (waktu), dan effort (usaha). Ditambah dengan kewajiban penyimpanan seluruh buku, catatan, dan supporting dokumen pembukuan yang cukup lama yakni 10 tahun dan lamanya masa penyimpanan buku dan dokumen pembukuan akan menimbulkan permasalahan pada masa mendatang khususnya dalam hal penyediaan tempat penyimpanan seperti gudang atau back office dan ketersediaan data perpajakan ketika dimintai otoritas pajak untuk proses pemeriksaan pajak. Dalam rangka meningkatkan kepatuhan pajak secara sukarela dan mengurangi compliance cost dari taxpayers, Inland Revenue Authority of Singapore (IRAS) selaku pihak otoritas pajak Singapura sudah lebih dahulu menerapkan ketentuan pembukuan elektronik (electronic record keeping). IRAS berpandangan bahwa pembukuan manual cocok bagi Wajib Pajak yang memiliki kegiatan usaha dengan volume transaksi rendah. Namun, seiring dengan berkembangnya usaha, maka volume transaksi pun akan meningkat dan pembukuan manual dianggap tidak akan dapat memenuhi kebutuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan penyelenggaraan pembukuan untuk kepentingan perpajakan meliputi penghitungan pajak terutang, pelaporan SPT (tax return), dan pemeriksaan pajak (tax audit). Sistem pembukuan elektronik (electronic record keeping) akan lebih bermanfaat bagi Wajib Pajak yang memiliki volume transaksi tinggi, serta mempermudah Wajib Pajak mengambil keputusan untuk kepentingan usaha dan perpajakan. B. Permasalahan IRAS selaku pihak otoritas pajak Singapura telah menghimbau wajib pajak-nya untuk beralih menyelenggarakan pembukuan elektronik melalui ketentuan pembukuan elektroniknya yakni IRAS e-Tax Guide: Record Keeping Guide for GST-Registered Businesses. Ketentuan
Analisis Ketentuan..., Irman Putra Fadjar, FISIP UI, 2014
tersebut menjelaskan secara jelas tentang kelebihan menyelenggarakan pembukuan elektronik dari sisi pengelolaan, penyediaan, dan penyimpanan data dan dokumen pembukuan untuk kepentingan pajak. Penyelenggaraan
pembukuan
di
Indonesia
relatif
mulai
mengarah
menuju
menyelenggarakan pembukuan secara elektronik. Wajib pajak di Indonesia terutama badan usaha (contoh perusahaan multinasional) sudah menggunakan software akuntansi sebagai alat untuk mencapai efisiensi dan efektivitas dalam mengelola data dan dokumen pembukuannya. Namun, Wajib Pajak Indonesia pada umumnya masih menyelenggarakan pencatatan dan pembukuan secara manual. Dengan menyelenggarakan pembukuan secara manual yakni berbentuk hardcopy akan menjadi masalah bagi wajib pajak pada saat pemeriksaan pajak. Tingginya cost of compliance dalam menyelenggarakan pembukuan manual, masalah-masalah yang timbul karena kewajiban penyimpanan data dan dokumen pembukuan yang cukup lama, kurangnya himbauan dari Direktorat Jenderal Pajak untuk menyelenggarakan pembukuan elektronik, dan mahalnya biaya yang dikeluarkan untuk dapat menyelenggarakan pembukuan secara elektronik. Merupakan beberapa faktor penghambat bagi wajib pajak Indonesia untuk dapat menyelenggarakan pembukuan elektronik. C. Tujuan Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan perbedaan ketentuan pembukuan untuk tujuan perpajakan antara Indonesia dan Singapura. Serta, menganalis permasalahan yang dihadapi Indonesia dan Singapura dalam menerapkan ketentuan pembukuan. TINJAUAN TEORITIS A. Administrasi Perpajakan Kelly dan Oldman menyatakan “tax administration requires the efficient execution and coordination of large number of detailed functions” Administrasi perpajakan menghendaki pelaksanaan efisien dan pengkoordinasian dalam jumlah besar rincian fungsi-fungsi atau bagianbagian. Adapun, dasar-dasar bagi terselenggaranya administrasi perpajakan yang baik menurut Mansury (1996, h.24), meliputi: a. Kejelasan dan kesederhanaan dari ketentuan undang-undang yang memudahkan bagi administrasi dan memberi kejelasan bagi Wajib Pajak.
Analisis Ketentuan..., Irman Putra Fadjar, FISIP UI, 2014
b. Kesederhanaan akan mengurangi penyelundupan pajak. Kesederhanaan dimaksud baik dalam perumusan yuridis, yang memberikan kemudahan untuk dipahami : maupun kesederhanaan untuk dilaksanakan oleh aparat dan untuk dipatuhi memenuhi kewajiban pajaknya oleh Wajib Pajak. c. Reformasi dalam bidang perpajakan yang realistis harus mempertimbangkan kemudahan tercapainya effesiensi dan effektivitas administrasi perpajakan, semenjak dirumuskannya kebijaksanaan perpajakan. d. Administrasi perpajakan yang effisien dan effektif perlu disusun dengan memperhatikan penataan pengumpulan, pengolahan dan pemanfaatan informasi tentang subyek pajak dan obyek pajak. B. Asas Ease of Administration and compliance Berdasarkan prinsip ease of administration and compliance seperti yang dikemukakan oleh Neumark sebagaimana dikutip oleh Nurmantu (2005, h.94), suatu sistem perpajakan yang baik haruslah mudah dalam administrasinya dan mudah pula untuk mematuhinya. Prinsip ini terinci dalam 4 persyaratan yakni: a. The requirement of clarity b. The requirement of continuity c. The requirement of economy d. The requirement of convenience C. Cost of Taxation Menurut Chattopadhyay dan Das-Gupta menukil pendapat Slemrod dan Yitzhaki sebagaimana dikutip oleh Rosdiana dan Irianto (2012, h.178), menyatakan bahwa compliance costs hanya merupakan salah satu dari cost of taxation. Komponen cost of taxation the tax operating cost/Administrative Cost/Compliance cost, adalah biaya-biaya atau beban-beban yang dapat diukur dengan nilai uang (tangible) maupun yang tidak dapat diukur dengan nilai uang (intangible) yang harus dikeluarkan/ditanggung oleh Wajib Pajak berkaitan dengan proses pelaksanaan kewajiban-kewajiban dan hak-hak perpajakan. Cedric Sanford menguraikan tiga indikator atas prinsip costs of compliance, yaitu: a. fiscal cost b. times cost c. psycological cost
Analisis Ketentuan..., Irman Putra Fadjar, FISIP UI, 2014
D. Teknik Pemungutan Pajak Menurut Rosdiana dan Irianto (2012. h.106), dalam pemungutan pajak, ada tiga teknik yang secara teoritis dapat diterapkan, yaitu: a. Self Assessment System Dalam sistem self assessment, Wajib Pajak sendiri yang menghitung, menetapkan, menyetorkan dan melaporan pajak yang terutang. b. Official Assessment System Dalam sistem official assessment, fiskus yang berperan aktif dalam menghitung dan menetapkan besarnya pajak yang terutang. c. Hybrid System/Semi Self Assessment System Hibridasasi antaran self assessment dan official assessment semakin berkembang pesat sejak diperkenalkannya teknik pemotongan/pemungutan pajak yang disebut withholding tax. E. Pengawasan Menurut Atmosudirdjo (1982, h.223), pengawasan (controlling) adalah keseluruhan daripada kegiatan-kegiatan yang membandingkan atau mengukur apa yang sedang atau sudah dilaksanakan dengan kriteria, norma-norma, standards, atau rencana-rencana yang telah ditetapkan sebelumnya. F. Pemeriksaan Secara luas, konsep pemeriksaan sama dengan auditing, ada beberapa pengertian auditing, antara lain menurut Arens dan Beaslev, sebagaimana dikutip oleh Agoes (2004, h.2) bahwa, pemeriksaan dapat dikatakan sebagai serangkaian kegiatan untuk mengumpulkan informasi dan bukti-bukti yang telah ditetapkan dalam standar pemeriksaan yang berlaku. G. Pemeriksaan Pajak Menurut Priantara (2000, h.24), dalam pelaksanaan perpajakan di Indonesia yang menganut sistem self assessment diperlukan pengawasan dari pihak aparat perpajakan, agar pelaksanaan sistem self assessment dapat berhasil. Salah satu bentuk pengawasan yang dilakukan oleh aparat perpajakan adalah pemeriksaan pajak. Pemeriksaan pajak merupakan merupakan instrumen untuk menentukan kepatuhan, baik formal maupun material, yang tujuan utamanya adalah untuk menguji dan meningkatkan tax compliance seorang Wajib Pajak.
Analisis Ketentuan..., Irman Putra Fadjar, FISIP UI, 2014
H. Pembukuan Menurut Mardiasmo (2002, h.219), pengertian pembukuan adalah suatu proses pencatatan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi tentang keadaan harta, kewajiban atau utang, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang dan jasa yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan rugilaba pada setiap tahun akhir pajak berakhir. Menurut Waluyo (2008, h.5) pengertian pembukuan, yaitu menghasilkan laporan keuangan dan lebih mengacu pada kebutuhan informasi keuangan sebagai pertanggungjawaban Wajib Pajak yang dituangkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT). Laporan keuangan yang dihasilkan dari pembukuan harus mampu mendukung atau membuktikan kebenaran angka-angka yang dilaporkan dalam SPT pada saat dilakukan pemeriksaan atau penyidikan sering disebut dengan akuntabilitas pajak. Lebih lanjut menurut Yudkin (1971, h.18-19) pentingnya proses dan penyimpanan pembukuan untuk tujuan perhitungan dan verifikasi perpajakan. Perhitungan pajak berdasarkan suatu proses transaksi finansial dengan berbagai kompleksitas. Pada banyak kasus, transaksi tersebut dilampirkan dengan data, dan banyak contoh, dimana data transaksi disimpan dalam suatu bentuk dokumen. Data dan dokumen pembukuan terkait transaksi / kegiatan usaha dari Wajib Pajak memberikan manfaat besar untuk tujuan verifikasi. I. Pembukuan Elektronik Menurut Pandiangan (2014, h.238), Sejalan dengan perkembangan teknologi digital, maka selain dalam bentuk kertas sebaiknya arsip dibuat juga dalam bentuk digital (digitalisasi), sehingga keberadaan arsip dapat awet, kondisi baik, dan aman hingga waktu yang lama. Digitalisasi dapat dilakukan dengan cara scanning atau foto digital dan lainnya. Memperlihatkan dan meminjamkan segala dokumen yang dipakai sebagai masukan (input) komputer, termasuk keluaran (output) program dalam bentuk kartu punch (punch card), floppy disket, maupun dalam bentuk pita (tape) termasuk pengertian dari pembukuan elektronik sebagaimana diungkap oleh Waluyo (2008, h.15). METODE PENELITIAN Pendekatan yang akan peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan qualitative. Pendekatan kualitatif menurut Creswell (1998: 15) adalah: "Qualitative research is an inquiry process of understanding based on distinct methodological traditions of inquiry that
Analisis Ketentuan..., Irman Putra Fadjar, FISIP UI, 2014
explore a social or human problem. The researcher builds a complex, holistic picture, analyzes words, reports detailed views of informants, and conducts the study in a natural setting". Berdasarkan tujuan penelitian, penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Menurut Neuman (2000: 16), penelitian deskriptif adalah penelitian deskriptif ditujukan untuk menyajikan gambaran yang spesifik, penataan sosial atau hubungan; yang berfokus pada pertanyaan “bagaimana” dan “siapa yang terlibat” merupakan tujuan/fokus dari penelitian deskriptif. Berdasarkan manfaatnya, penelitian ini merupakan penelitian murni. (Prasetyo dan Jannah, 2005: 45), penelitian murni menjadi sumber gagasan dan pemikiran serta mendukung teori menjelaskan bagaimana terjadinya suatu peristiwa. Penelitian murni lebih banyak dilakukan di lingkungan akademik dan biasanya dalam kerangka pengembangan ilmu pengetahuan. Berdasarkan dimensi waktu, penelitian ini tergolong penelitian cross sectional. Menurut Babbie (1992, h.99), penelitian cross sectional adalah: "To study some phenomenon by taking a cross section of it at one time and analyzing that cross section carefully". Penelitian ini dilakukan untuk meneliti suatu fenomena dengan mengambil suatu periode tertentu dan menganalisa waktu tertentu tersebut secara seksama. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Perbedaan Ketentuan Penyelenggaraan Pembukuan Untuk Tujuan Perpajakan Antara Indonesia dan Singapura Penyelenggaraan pembukuan di Indonesia diatur pada Pasal 28 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Selanjutnya disebut dengan UU KUP). Pasal 28 UU KUP mengatur setidaknya tentang kewajiban Wajib Pajak untuk menyelenggarakan pembukuan sesuai dengan kaidah-kaidah yang berlaku yakni Standar Akuntasi Keuangan (SAK). Ketentuan pembukuan untuk tujuan perpajakan di Indonesia mengikuti aturan dari Standar Akuntansi
Keuangan
(SAK)
yang
merupakan
kaidah-kaidah
dan
tata
cara
untuk
menyelenggarakan pembukuan (akuntansi) komersial. Namun, UU pajak lebih sederhana dalam menentukan hal-hal yang perlu dicakup oleh Wajib Pajak ketika menyelenggarakan pembukuan. Sedangkan, penyelenggaraan pembukuan di Singapura diatur pada Income Tax Act (Chapter 134) dan GST Act (Chapter 117A). Penyelenggaraan pembukuan di Singapura sama seperti Indonesia bertujuan untuk menghitung besaran pajak yang terutang untuk Income Tax dan Goods and
Analisis Ketentuan..., Irman Putra Fadjar, FISIP UI, 2014
Services Tax. Adapun, hal-hal yang perlu tercakup pada saat menyelenggarakan pembukuan berdasarkan Income Tax Act Section 67 subsection (5) adalah bukti penerimaan penghasilan dan pengeluaran biaya; invoices, vouchers, receipts, dan dokumen lain sejenisnya yang bisa dijadikan bukti verifikasi oleh otoritas pajak; dan dokumen-dokumen lain yang berhubungan dengan transaksi usaha, bisnis, profesi. Hal pertama, yang membedakan antara Indonesia dan Singapura adalah terdapat suatu panduan penyelenggaraan pembukuan bagi Wajib Pajak Singapura yang bernama IRAS e-Tax Guide: Record Keeping Guide for GST-Registered Businesses. Panduan tersebut merupakan rangkuman ketentuan penyelenggaraan pembukuan yang berasal dari Income Tax Act dan GST Act Singapura yang diterbitkan oleh IRAS agar Wajib Pajak-nya dapat mengerti dan memahami tentang pentingnya menyelenggarakan pembukuan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. IRAS e-Tax Guide: Record Keeping Guide for GST-Registered Businesesses ditujukan agar dapat menjembatani persepsi penyelenggaraan pembukuan yang benar dan sesuai dengan kaedahkaedah yang berlaku antara Wajib Pajak dan otoritas pajak. IRAS e-Tax Guide: Record Keeping Guide for GST-Registered Businesesses selain menjadi panduan untuk menyelenggarakan pembukuan sesuai dengan ketentuan yang berlaku juga mendorong Wajib Pajak Singapura untuk beralih menyelenggarakan pembukuan (dalam bentuk) elektronik diantara kelebihan-kelebihan pembukuan elektronik adalah sbb: i) cara yang cepat, efisien, akurat untuk merekam dan membukukan seluruh transaksi usaha; ii) memiliki informasi terbaru tentang performa bisnis / usaha yang dapat diketahui setiap saat; iii) menyimpan buku, catatan, dan dokumen perpajakan dengan cara yang mudah; iv) mengurangi tempat penyimpanan dokumen pembukuan; dan v) menyediakan tempat cadangan buku, catatan, dan dokumen pembukuan yang aman apabila terjadi pencurian atau bencana alam. Alasan lain untuk menyelenggarakan pembukuan elektronik adalah IRAS memiliki pandangan bahwa menyelenggarakan pembukuan manual masih sesuai bagi Wajib Pajak dengan volume transaksi yang rendah yang bergerak di sektor SMEs (Small Medium Enterprises) tetapi seiring berkembangnya usaha dan volume transaksi yang meningkat IRAS merasa bahwa
Analisis Ketentuan..., Irman Putra Fadjar, FISIP UI, 2014
pembukuan manual sudah tidak dapat memenuhi kebutuhan Wajib Pajak untuk tujuan perpajakannya. Bila IRAS selaku otoritas pajak Singapura sudah mulai mendorong Wajib Pajak-nya untuk menyelenggarakan pembukuan elektronik. Direktorat Jenderal Pajak selaku otoritas pajak Indonesia masih bersifat konservatif tentang penyelenggaraan pembukuan elektronik di Indonesia. Direktorat Jenderal Pajak belum dapat sepenuhnya mendorong penyelenggaraan pembukuan elektronik karena perbedaan kondisi Wajib Pajak antara Indonesia dan Singapura baik dari segi jumlah dan kompleksitas transaksi usaha / bisnis. Dibandingkan dengan Singapura yang jumlah Wajib Pajaknya lebih sedikit, Indonesia memiliki jumlah Wajib Pajak yang lebih banyak dengan bermacam-macam perbedaan atas tingkat kepatuhan, kompleksitas ekonomi, sumber daya untuk menyelenggarakan pembukuan elektronik, dan belum adanya aturan / ketentuan khusus yang mengatur tentang penyelenggaraan pembukuan elektronik. Lebih lanjut, terdapat subsidi bagi Wajib Pajak Singapura yang membeli dan menggunakan software akuntansi (pembukuan) yang telah terdaftar di database IRAS Agar Wajib Pajak Singapura semakin terdorong untuk menyelenggarakan pembukuan dengan penggunaan system accounting dan information technology. Pemberian subsidi bagi Wajib Pajak yang berkenan untuk membeli dan mempergunakan software akuntansi maksimal sebesar $1,500 (The Straits Times, 11 Agustus 2010). Panduan untuk membuat software akuntansi pun dikeluarkan oleh IRAS dengan tujuan software yang dibuat dapat digunakan sesuai kebutuhan dan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak Singapura. Income Tax & Goods and Services Tax: Guide on Accounting Software for Software Developers mengikuti best practice dari OECD (2005), Guidance note: Guidance on Tax Compliance for Business and Accounting Software.
Perbedaan berikut atas ketentuan penyelenggaraan pembukuan antara Indonesia dan
Singapura adalah tentang masa penyimpanan pembukuan. Ketentuan yang mengatur tentang penyimpanan pembukuan di Indonesia adalah Pasal 28 ayat (11) UU KUP yang mengikuti Pasal 11 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan. Sebagaimana diatur Pasal 28 ayat (11) UU KUP bahwa buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau secara program aplikasi on-line wajib disimpan selama 10 (sepuluh) tahun di Indonesia, yaitu di tempat kegiatan atau tempat tinggal Wajib Pajak orang pribadi atau di tempat kedudukan Wajib Pajak badan. Lebih lanjut, Pasal 28 ayat (11) juga mewajibkan Wajib
Analisis Ketentuan..., Irman Putra Fadjar, FISIP UI, 2014
Pajak untuk memperhatikan faktor keamanan, kelayakan, dan kewajaran penyimpanan pembukuan. Dengan memperhatikan faktor-faktor tersebut akan bermanfaat untuk menghasilkan informasi yang lengkap dan dapat dipertanggung jawabkan merupakan kunci dari administrasi perpajakan yang effisien dan efektif (Mansury, 1996, h.24) sehubungan dengan proses penghitungan pajak terutang; pengisian dan pelaporan SPT Masa dan Tahunan; dan verifikasi dan pemeriksaan pajak. Penyimpanan pembukuan untuk tujuan perpajakan Singapura diatur pada Income Tax Act Section 67 (keeping of books of accounts and giving receipts) dan GST Act Section 46 (duty to keep records). Walaupun sama-sama mengatur tentang penyimpanan pembukuan tetapi memiliki tujuan berbeda (untuk kepentingan Income Tax dan Goods and Services Tax). Income Tax Act Section 67 menekankan pada penyimpanan buku, catatan, dan dokumen yang berhubungan dengan penghitungan dan pengurang PPh yang terutang, sedangkan GST Act Section 67 subsection menekankan penyimpanan buku, catatan, dan dokumen untuk kepentingan GST atas penyerahan barang/jasa. Untuk memperjelas dan memberikan pengertian tentang pentingnya penyimpanan pembukuan untuk tujuan perpajakan, IRAS mengeluarkan sebuah panduan yang bernama IRAS e-Tax Guide: Record Keeping Guide for GST-Registered Businesesses yang dengan jelas menjabarkan tentang jenis-jenis buku, catatan, dan dokumen pembukuan yang wajib disimpan oleh Wajib Pajak sehubungan dengan pemenuhan kewajiban perpajakan. Berbeda dengan Pasal 28 ayat (11) UU KUP yang hanya menekankan kewajiban penyimpanan pembukuan untuk menghitung jumlah pajak yang terutang. Masa penyimpanan pembukuan di Indonesia diatur pada Pasal 28 ayat (11) UU KUP, yang menyebutkan bahwa wajib disimpan selama 10 (sepuluh) tahun di Indonesia, yaitu di tempat kegiatan atau tempat tinggal Wajib Pajak orang pribadi, atau di tempat kedudukan Wajib Pajak Badan justru menimbulkan permasalahan dan risiko serius dalam hal penyediaan tempat dan ketersediaan data bagi Wajib Pajak (Yudkin, 1971), serta bagi pemeriksa pajak akan menimbulkan administrative cost (Nurmantu, 2005, h.94) dan time cost (Rosdiana dan Irianto, 2012, h.178) yang besar. Masa penyimpanan pembukuan Singapura sebagaimana diatur Income Tax Act Section 67 subsection (1) dan GST Act Section 46 Subsection (2) adalah selama 5 (lima) tahun. Terjadi pengurangan masa penyimpanan pembukuan per 1 Januari 2007 dari 7 (tujuh) tahun menjadi 5 (lima) Pengurangan tersebut dilakukan karena masa penyimpanan pembukuan yang berlaku pada
Analisis Ketentuan..., Irman Putra Fadjar, FISIP UI, 2014
saat itu yakni 7 (tujuh tahun) sesuai Companies Act dan Income Tax Act, dinilai memberatkan dari sisi hukum dan biaya. Secara administratif pun memberatkan Wajib Pajak Singapura karena harus dapat menyediakan ruang / tempat untuk menyimpan seluruh buku, catatan, dan dokumen pembukuannya Dengan sistem self assessment yang berarti Wajib Pajak sendiri yang menghitung, menetapkan, menyetorkan dan melaporkan pajak yang terutang (Rosdiana dan Irianto, 2012, h.106). Pembukuan merupakan salah satu alat untuk menguji dan meningkatan tax compliance (kepatuhan pajak). Untuk dapat mengumpulkan informasi dan bukti-bukti yang dibutuhkan untuk verifikasi dan pemeriksaan pajak. Pasal 28 ayat (11) UU KUP mewajibkan Wajib Pajak untuk menyimpan seluruh buku, catatan, dan dokumen pembukuan selama 10 (sepuluh) tahun di Indonesia agar bisa diperlihatkan/dipinjamkan untuk tujuan verifikasi dan pemeriksaan pajak. Dasar hukum dan tata cara pemeriksaan pajak sehubungan dengan kewajiban Wajib Pajak untuk memperlihatkan pembukuan dan wewenang peminjaman dokumen pembukuan oleh pemeriksa diatur Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor: 17/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan (PMK 17 Tahun 2013). Untuk mempelancar pelaksanaan pemeriksaan pajak di Singapura, IRAS menerbitkan IRAS Circular: Taxpayer Audit (31 Juli 2007) sebagai panduan proses pemeriksaan pajak. Panduan tersebut menjelaskan tahap-tahap pemeriksaan pajak yang wajib dipatuhi oleh Wajib Pajak dan peran pembukuan ketika pemeriksaan berjalan. terdapat 5 (lima) tahap yang wajib dipatuhi Wajib Pajak terdiri dari: 1) menghubungi Wajib Pajak; 2) wawancara; 3) memeriksa pembukuan; 4) menceritakan penemuan; dan 5) menyelesaikan taksiran. Pada tahap memeriksa pembukuan, IRAS sudah sudah mengakui penyimpanan dan pengumpulan dokumen pembukuan untuk tujuan pemeriksaan dalam bentuk elektronik sebagaimana diatur pada Section 65B Income Tax Act. Serta, data yang dapat diambil dan diakses oleh pemeriksa harus compatible (cocok) dengan format yang telah disetujui oleh IRAS yakni IAF (IRAS Audit File). Direktorat Jenderal Pajak hingga saat ini belum mengatur secara spesifik tentang penyimpanan pembukuan dalam bentuk elektronik. Walaupun nyatanya sebagaimana diatur PMK No. 17 Tahun 2013 terdapat kewajiban bagi Wajib Pajak untuk meminjamkan dan memperlihatkan buku, catatan dan dokumen pembukuan elektronik kepada pemeriksa dan terdapatSurat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE – 25/PJ/2013 (SE DJP No. 25 Tahun 2013) tentang Pedoman e-Audit menjadi
Analisis Ketentuan..., Irman Putra Fadjar, FISIP UI, 2014
pedoman bagi pemeriksa untuk melakukan pemeriksaan pajak elektronik (e-Audit) dan sudah mengakui penggunaan instrumen elektronik untuk menyelenggarakan pembukuan. B. Permasalahan Yang Dihadapi Indonesia dan Singapura Dalam Menerapkan Ketentuan Pembukuan Dengan sistem self assessment yang dianut oleh Indonesia pembukuan memiliki peranan penting untuk dapat menjelaskan mengenai perhitungan besarnya pajak-pajak yang terhutang yang meliputi Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai serta pajak lainnya (Gunadi, 1999, h.16). Wajib Pajak sendiri yang menghitung, menetapkan, menyetorkan dan melaporan pajak yang terutang (Rosdiana dan Irianto, 2012, h.106), maka penyelenggaraan pembukuan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, dan penghasilan atau biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang dan jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba-rugi pada setiap tahun pajak berakhir (Mardiasmo, 2002, h.219) sangat penting sebagai salah satu syarat pemenuhan kewajiban perpajakan. Namun, terdapat permasalahan yang dihadapi Indonesia dan Singapura untuk dapat menyelenggarakan pembukuan sesuai ketentuan yang berlaku. Penyimpanan pembukuan selama 10 (sepuluh) tahun di Indonesia dianggap terlalu lama, sehingga merugikan Wajib Pajak secara compliance cost, yang terdiri dari: fiscal cost, time cost, dan psycological cost. Menyadari akan masalah-masalah yang dapat timbul dari lamanya jangka waktu masa penyimpanan buku Singapura sudah lebih dahulu mengambil langkah antisipatif. Pengurangan masa penyimpanan pembukuan dari 7 (tujuh) tahun menjadi 5 (lima) tahun dengan tujuan untuk mengurangi compliance cost dan meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak menyimpan pembukuan. Pengurangan masa penyimpanan pembukuan disesuaikan juga dengan ketentuanketentuan lain yang mewajibkan untuk menyimpan pembukuannya, diantaranya tentang: companies, limited liability partnership (LLP), charities, customs (bea cukai), pajak penghasilan (PPh), dan Goods and Services Tax (GST). Untuk mengantisipasi masa penyimpanan pembukuan selama 10 (tahun) di Indonesia adalah dengan memiliki teknis penyimpanan yang baik dan melakukan rekonsiliasi untuk mempermudah pencarian dokumen. Direktorat Jenderal Pajak selaku otoritas pajak Indonesia dapat mengambil contoh dari Inland Revenue Authority of Singapore (IRAS) selaku pihak otoritas pajak Singapura yang mengeluarkan panduan penyelenggaraan dan penyimpanan
Analisis Ketentuan..., Irman Putra Fadjar, FISIP UI, 2014
pembukuan yakni IRAS e-Tax Guide: Record Keeping Guide for GST-Registered Businesses. Panduan tersebut dikeluarkan untuk menyamakan persepsi antara Wajib Pajak dan pihak otoritas pajak tentang cara (teknik) menyimpan pembukuan yang benar dan membantu Wajib Pajak memenuhi kewajiban penyimpanan pembukuan dalam bentuk elektronik. Kesadaran masyarakat Indonesia yang masih terpaku pada cash economy menjadi hambatan untuk dapat menyelenggarakan pembukuan elektronik. Penyelenggaraan pembukuan (elektronik) di Singapura terhambat mahalnya beban gaji atas manpower, sehingga Wajib Pajak Singapura sering menggunakan/memperkerjakan outsourcing (jasa) pembukuan. Padahal Indonesia dapat memperkerjakan sumber daya manusia dengan biaya lebih murah tetapi terhambat dengan masalah teknologi informasi dan komunikasi yang belum dapat ter-intergrasi sepenuhnya antara Direktorat Jenderal Pajak dengan Wajib Pajak. Untuk meningkatkan penggunaan pembukuan elektronik pemberian subsidi sebesar $1,500 atas setiap pembelian software accounting yang telah terdaftar di IRAS, sedangkan Indonesia tidak ada pemberian subsidi terhadap pembelian software accounting untuk kepentingan perpajakan demi mendorong banyaknya penggunaan pembukuan elektronik. Faktor lain yang menjadi hambatan penyelenggaraan pembukuan elektronik di Indonesia adalah karena kurangnya pengakuan pembuktian dokumen pembukuan yang dikelola dalam bentuk elektronik. ketidakjelasan dan penafsiran berbeda antara Wajib Pajak dan Direktorat Jenderal Pajak tentang pengakuan pembukuan beserta dokumen-dokumen pendukungnya dalam bentuk elektronik (softcopy). Singapura sudah dapat mengatur dengan baik tentang pengakuan dokumen-dokumen pembukuan dalam bentuk elektronik. Dokumen dasar pembukuan yang telah disimpan dalam bentuk elektronik mempergunakan accounting software, aplikasi Microsoft Office, dan aplikasi sejenis dengan fungsi yang sama diperbolehkan menjadi alat bukti untuk kepentingan perpajakan. Dokumen pembukuan dalam bentuk hardcopy boleh tidak disimpan oleh Wajib Pajak selama tersedia salinan dalam bentuk elektronik (softcopy) yang sesuai dengan ketentuan dan tata cara menyimpan dokumen dalam bentuk elektronik (softcopy), yaitu First Schedule of the Evidence Act (Chapter 97, Section 35(5)), Evidence (Computer Output) Regulations. Belum ada dorongan dari Direktorat Jenderal Pajak untuk beralih menjadi pembukuan elektronik, serta semacam panduan untuk menyelenggarakan pembukuan (elektronik) menjadi suatu hambatan bagi Indonesia untuk dapat menyelenggarakan pembukuan elektronik dalam skala yang besar. Melihat Singapura mendorong Wajib Pajak Singapura untuk beralih menjadi
Analisis Ketentuan..., Irman Putra Fadjar, FISIP UI, 2014
pembukuan elektronik dengan alasan untuk mengurangi compliance cost, serta mengeluarkan panduan penyelenggaraan pembukuan elektronik yang dikeluarkan secara gratis untuk memberi kejelasan menyelenggarakan pembukuan elektronik dapat menjadi referensi bagi pihak otoritas pajak Indonesia untuk di masa mendatang. Pemeriksaan pajak pun terhambat karena masalah penyelenggaraan pembukuan yang salah dan tidak patuh terhadap ketentuan yang berlaku. Di Indonesia Kurang jelasnya peraturan terkait pelaksanaan pembukuan menyebabkan sengketa di lapangan. Sebagai contoh pada saat pemeriksaan masih terdapat dokumen pembukuan yang harus diperlihatkan dalam bentuk hardcopy (contoh perjanjian-perjanjian dengan pihak ke-3). Masih terdapat Wajib Pajak Indonesia yang bersifat menghindar dan tidak jujur kepada pemeriksa pajak ketika dimintai / memperlihatkan dokumen pembukuannya menjadi suatu hambatan bagi pemeriksa untuk melaksanakan proses pemeriksaan pajak. Sedangkan, pemeriksaan pajak di Singapura terhambat karena Wajib Pajak Singapura salah dan tidak menghitung jumlah penghasilan yang sebenarnya karena tidak menyimpan invoice yang telah diterbitkan dan tidak menerbitkan invoice penjualannya sebagai bukti adanya peningkatan penghasilan. Wajib Pajak masih tidak patuh menyimpan pembukuannya walaupun Singapura sudah mengurangi masa penyimpanannya menjadi 5 (lima) tahun. PENUTUP A. Simpulan 1. Perbedaan ketentuan penyelenggaraan pembukuan untuk kepentingan perpajakan antara Indonesia dan Singapura dapat dilihat pada hal-hal berikut: a. Masa penyimpanan pembukuan perpajakan di Indonesia adalah 10 (sepuluh) tahun, sedangkan Singapura selama 5 (lima) tahun. b. Ketentuan penyelenggaraan dan penyimpanan pembukuan Singapura sudah mengatur tentang format elektronik, sedangkan Indonesia belum mengatur lebih lanjut. c. Singapura memiliki panduan praktis penyelenggaraan pembukuan untuk tujuan perpajakan, sedangkan Indonesia belum memiliki hal tersebut.
Analisis Ketentuan..., Irman Putra Fadjar, FISIP UI, 2014
d. Penyelenggaraan pembukuan elektronik di Singapura dipermudah dengan adanya penyederhanaan Undang-Undang dan pemberian subsidi atas pembelian accounting software yang telah terdaftar pada IRAS. e. Penyederhanaan
ketentuan
pembukuan
di
Singapura
dilakukan
agar
mempermudah administrasi perpajakan dan mengurangi compliance cost, sehingga mendorong perekonomian negara. 2. Hambatan-hambatan yang ditemukan pada ketentuan penyelenggaraan pembukuan untuk kepentingan perpajakan antara Indonesia dan Singapura adalah sebagai berikut: a. Masa penyimpanan pembukuan di Indonesia selama 10 (sepuluh) tahun menyulitkan Wajib Pajak secara compliance cost. b. Penyelenggaraan pembukuan (elektronik) di Indonesia terhambat karena masalah sistem IT dan ketentuan yang mengatur, sedangkan Singapura terhambat karena masalah terbatasnya sumber daya manusia dan mahalnya biaya/beban gaji. c. Ketentuan perpajakan Indonesia menimbulkan ketidakjelasan terkait penyimpanan dokumen pembukuan dalam bentuk softcopy untuk kepentingan perpajakan. Singapura sudah mengatur dengan jelas dokumen-dokumen pembukuan yang dibutuhkan dan disimpan dalam bentuk elektronik seperti yang telah diatur pada IRAS e-Tax Guide: Record Keeping Guide for GST-Registered Businesses. d. Pemeriksaan pajak di Indonesia terhambat karena kesalahan menyelenggarakan pembukuan, serta ketidakpatuhan dalam menyimpan pembukuan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Wajib Pajak juga masih menutup diri dan menghindari fiskus ketika dimintai dokumen pembukuannya untuk kepentingan perpajakan. e. Pemeriksaan pajak di Singapura terhambat karena ketidakpatuhan Wajib Pajak terhadap ketentuan penyelenggaraan dan penyimpanan pembukuan yang berlaku, sehingga sering salah dalam menghitung pajak dan menyimpan dokumen pembukuannya. B. SARAN 1. Saran terkait perbedaan ketentuan pembukuan untuk tujuan perpajakan antara Indonesia dan Singapura, antara lain: a. Untuk mengurangi compliance cost, kerusakan dokumen, serta mempermudahkan administrasi perpajakan dan pemeriksaan pajak. Indonesia sebaiknya mengurangi
Analisis Ketentuan..., Irman Putra Fadjar, FISIP UI, 2014
masa penyimpanan pembukuannya seperti yang dilakukan oleh Singapura. Penyesuaian juga perlu dilakukan terkait ketentuan-ketentuan yang mengatur hal serupa seperti UU No. 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan. b. Indonesia mulai mengkaji ulang ketentuan dan peraturan menyangkut penggunaan pembukuan elektronik untuk kepentingan perpajakan dan mengeluarkan panduan (guidance) khusus bagi Wajib Pajak seperti yang dilakukan Singapura terkait penyelenggaraan dan penyimpanan pembukuan sesuai best practice yang berlaku. 2. Saran terkait permasalahan yang dihadapi Indonesia dan Singapura dalam menerapkan ketentuan pembukuan, antara lain: a. Direktorat Jenderal Pajak lebih berperan aktif memberikan pandangan dan panduan yang jelas mengenai penyelenggaraan pembukuan seperti yang dilakukan oleh Singapura. Peran aktif Direktorat Jenderal Pajak sangat penting karena tidak sedikit Wajib Pajak Indonesia yang belum mengerti akan pentingnya peran pembukuan untuk kepentingan perpajakan meliputi penghitungan pajak, pelaporan SPT, verifikasi pajak, dan pemeriksaan pajak. b. Ketentuan penyelenggaraan pembukuan yang saat ini berlaku belum dapat menjelaskan tentang tata cara teknis penyelenggaraan pembukuan yang benar sesuai kaedah-kaedah perpajakan. Oleh sebab itu, sebaiknya Direktorat Jenderal Pajak mengkaji ulang ketentuan pembukuan di Indonesia dan melihat Singapura yang terus melakukan perbaikan terhadap ketentuan pembukuannya, serta mengeluarkan panduan praktis pembukuan bagi Wajib Pajak-nya.
DAFTAR REFERENSI
Agoes, Soekrisno. 2004. (Pemeriksaan Akuntan) oleh Kantor Akuntan Publik Jilid I (Edisi Ketiga). Jakarta: Lembaga Penerbit FEUI. Gunadi. 1999. Akuntansi dan Pemeriksaan Pajak. Jakarta: Abdi Tandur. Mansury, R. 1996. Pajak Penghasilan Lanjutan. Jakarta: Ind-Hill Co. Mardiasmo. 2004. Perpajakan. Yogyakarta: ANDI. Neuman, W. Lawrence. 2012. Metode Penelitian Sosial: Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif (Edisi 7). Terjemahan Edina T. Sofia. Jakarta: PT Indeks. Nurmantu, Safri. 2005. Pengantar Perpajakan (Edisi 3). Jakarta: Granit. Priantara, Diaz. 2000. Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak. Jakarta: Djambatan.
Analisis Ketentuan..., Irman Putra Fadjar, FISIP UI, 2014
Rosdiana, Haula dan Edi Slamet Irianto. 2012. Pengantar Ilmu Pajak: Kebijakan dan Implementasi di Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Santoso, Iman dan Ning Rahayu. 2013. Corporate Tax Management. Jakarta: Observation & Research of Taxation (ortax) Waluyo. 2008. Akuntansi Pajak. Jakarta: Salemba Empat Yudkin, Leon. 1971. Tax Technique Handbook: A Legal Structure for Effective Income Tax Administration. Cambridge: International Tax Program Harvard Law School.
Peraturan Perundang-Undangan Republik Indonesia. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Sebagaimana Telah Diubah dengan UndangUndang Nomor 16 Tahun 2009. -----------------------. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan Sebagaimana Telah Diubah dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008. -----------------------. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan -----------------------. Peraturan Menteri Keuangan 17/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan.
Republik
Indonesia
Nomor
:
-----------------------. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE - 25/PJ/2013 tentang Pedoman e-Audit Direktur Jenderal Pajak. Republic of Singapore. Income Tax Act (Chapter 134) ----------------------------. Goods and Services Tax Act (Chapter 117A) ----------------------------. IRAS e-Tax Guide: Record Keeping Guide for GST-Registered Businesses (3rd Edition: 31 December 2013). ----------------------------. IRAS e-Tax Guide: Simplified Record Keeping Requirements for Small Businesses (With Effect From Jan 2014 / Year of Assessment 2015). ----------------------------. IRAS Income Tax & Goods and Services Tax: Guide on Accounting Software (For Software Developers) (3rd Edition 2009).
Analisis Ketentuan..., Irman Putra Fadjar, FISIP UI, 2014