LEMBAR PERSEMBAHAN Karya sederhana ini kupersembahkan untuk yang tercinta, Ayahanda Drs.H.M.Arsyad Ali dan Almarhumah Ibunda Hj. Maswah Arsyad Untuk abang, kaka, dan keponakanku yang ku sayang… Drs. Matsani M.Si, Achmad Basyaruddin M.Si, Mustofa Kamal S.Kom, Achmad Buchori S.E, Siti Ansyoriah M.Pd, Ir.Saefullah M.M, dan Zaenal Muttaqien S.Sos. Sultan, Caesar, Radja, Fathi, Erfan, Aulia, Chatrine, Calysta, Rafli, Rajwa, Ahza, Kamila..
_MOTTO_
• Ketenangan Dalam Diri Sumber Pikiran Yang Jernih Dan Positif • Dan segala nikmat yang ada pada mu (datangnya dari Allah), kemudian apabila kamu ditimpa kesengsaraan, maka kepadaNya lah kamu meminta pertolongan (An-Nahl : 53)
vii
PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Ade Nurmalika NIM : 106070002204
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “HUBUNGAN ANTARA SELF CONTROL DENGAN KECEMASAN PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK DI YAYASAN GINJAL DIATRANS INDONESIA ” adalah benar merupakan karya saya sendiri dan tidak melakukan tindakan plagiat dalam penyusunan skripsi tersebut. Adapun kutipan-kutipan yang ada dalam penyusunan skripsi ini telah saya cantumkan sumber pengutipannya dalam daftar pustaka.
Saya bersedia untuk melakukan proses yang semestinya sesuai dengan Undang-Undang jika ternyata skripsi ini secara prinsip merupakan plagiat atau jiplakan dari karya orang lain.
Demikian pernyataan ini saya buat untuk dipergunakan sebaik-baiknya.
Jakarta, 26 November 2010 Yang menyatakan
Ade Nurmalika NIM : 106070002204
[email protected] iv
ABSTRAK A) Fakultas Psikologi B) 26 November 2010 C) Ade Nurmalika D) Hubungan antara self control dengan kecemasan pasien gagal ginjal kronik di yayasan ginjal diatrans Indonesia. E) xiii + 62 Halaman + Lampiran F) Penyakit gagal ginjal kronik merupakan masalah yang sangat penting dan masih sedikit perhatian yang difokuskan untuk memperdalam pengetahuan mengenai pasien gagal ginjal kronik.Penyakit gagal ginjal kronik menyebabkan pasien mengalami permasalahan-permasalahan yang bersifat fisik, psikologis, dan sosial. Permasalahan-permasalahan tersebut apabila tidak diperhatikan akan menimbulkan kecemasan yang luar biasa. Kecemasan merupakan emosi yang tidak menyenangkan dan tidak mengenakkan yang dimanifestasikan dalam tiga komponen yaitu emosi, kognitif, dan fisiologis. Maka proses mengontrol emosi dapat dilakukan dengan self control, karena self control sendiri berkaitan dengn bagaimana individu mengendalikan emosi serta dorongan-dorongan dari dalam dirinya.
Self Control yang dimaksud adalah kemampuan individu untuk menggunakan kehendak atau keinginannya dalam membimbing tingkah laku sendiri dan menekan atau merintangi impuls-impuls yang tertuang dalam perilaku, kognitif, dan pengambilan keputusan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi antara self control dengan kecemasan pasien gagal ginjal kronik. Jenis penelitian yang digunakan adalah korelasional. Populasi adalah pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa di Yayasan Ginjal Diatrans Indonesia, Jatiwaringin. Pengambilan sampel pada penelitian ini adalah purposive sample sebanyak 35 orang. Instrumen pengumpulan data menggunakan skala likert untuk self control dan kecemasan. Analisis data pada penelitian ini menggunakan metode korelasi (Pearson Correlation) pada taraf signifikansi 0,05 pada two tailed test. Hasil penelitian menyatakan bahwa self control tidak mempunyai hubungan yang signifikan dengan kecemasan pasien gagal ginjal kronik (0,660 > 0,005). Berdasarkan hasil penelitian ini, dan untuk pengembangan penelitian selanjutnya disarankan untuk mengambil subjek yang memiliki rentang usia lebih luas dan juga tahap perkembangan yang berbeda dari yang telah peneliti v
ambil. Selain itu perlu dilakukan kajian mengenai variabel lain yang ikut memberi kontribusi yang signifikan tentang self control dan kecemasan pasien gagal ginjal kronik. G) Bahan bacaan : 19 buku (1969-2010) + 4 jurnal + 2 artikel
vi
KATA PENGANTAR Bismillahirahmanirrahiim Penulis memanjatkan puji syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT, karena berkat segala kekuasaan dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam terlimpahkan kepada Nabi besar Muhammad SAW serta pengikutnya sampai akhir zaman. Terselesaikannya skripsi ini sebenarnya juga tidak luput dari bantuan pihak luar, oleh karena itu, izinkanlah penulis mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Jahja Umar, Ph. D, Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, beserta jajarannya. 2. Neneng Tati Sumiati, M. Si, Psi. dan Zulfa Indira Wahyuni, M.Psi. yang telah membimbing, mengarahkan dan memberikan saran dalam penyusunan skripsi ini. Penulis mendapatkan banyak masukan dan ilmu yang sangat berharga, selain itu penulis mengucapkan terima kasih banyak atas kesediaan kedua dosen pembimbing karena telah meluangkan waktu untuk membimbing penulis hingga skripsi ini selesai. 3. Evangeline I Suaidy M. Psi. Psi, selaku dosen pembimbing akademik. 4. Seluruh Dosen Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu dan pengetahuannya dengan kesabaran dan keikhlasan. 5. Bapak dan Almh. Mamihku, orangtua tercinta yang selalu memberi motivasi dalam pembuatan skripsi ini, baik itu membantu dalam hal moril, materi dan terutama doa yang tak pernah putus. 6. Keluargaku tersayang, abang-abang dan kakakku, serta keponakanku yang senantiasa memberikan keceriaan disaat penulis merasa jenuh. 7. Muhammad Arif, kamulah salah satu orang yang membuat penulis memiliki motivasi sangat besar untuk segera menyelesaikan skripsi ini setelah kedua orang tua dan keluargaku tercinta. Terima kasih atas suport dan kontribusi yang kamu berikan selama ini. 8. Teman-teman angkatan 2006 khususnya kelas A terimakasih atas kebersamaan selama ini. Terutama Novita Barselia (kelas C) yang telah sangat berjasa membantu penulis dalam berbagi ilmu yang dimilikinya (bersedia meluangkan waktunya demi mengajarkan skoring dengan SPSS), kemudian Ega yang berkenan berbagi ilmu SPSS juga kepada penulis, selain itu fido, nisa, acut yang telah memberi support baik langsung maupun tidak langsung (terima kasih untuk kebersamaan kita selama 4 tahun ini, benar-benar waktu kuliah sangat menyenangkan dengan adanya kalian), seluruh teman-teman kuliah saya, dan sahabat-sahabat di masa sekolah (lia, dwi, dine, hani, dita) maafkan jika tidak dapat disebutkan satu-persatu karena sedemikian banyaknya. 9. Teman-teman kelompok KKL RS. Duren Sawit dimana kita telah melewati waktu yang singkat untuk memahami tentang persahabatan dan kerjasama tim. 10. Staff bagian Akademik, Umum, dan Keuangan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
viii
11. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu, karena dukungan moral, doa serta pengertian mereka penulis bisa menyelesaikan laporan ini. Hanya asa dan doa yang penulis panjatkan semoga pihak yang membantu penyelesaian skripsi ini mendapatkan balasan yag berlipat ganda dari Allah SWT, amiin. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangatlah diharapkan untuk menyempurnakan skripsi ini. Akhir kata, besar harapan penulis semoga skripsi ini memberika manfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi siapa saja yang membaca.
Jakarta, 26 November 2010
Penulis
ix
Daftar Isi
Lembar Pengesahan……..………………………...…………………………… ii Pernyataan……………………………………………………………………… iv Abstrak………………………………………………………………………… v Motto dan Persembahan……………………………………………………...… vii Kata Pengantar.................................................................................................... viii Daftar Isi ……………………………………………………………………….. x Daftar Tabel ......................................................................................................... xii Daftar Bagan ........................................................................................................ xiii Bab I Pendahuluan …………………………………………………………… 1 1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1 1.2 Perumusan dan Pembatasan Masalah ................................................. 8 1.2.1 Pembatasan Masalah .................................................................... 8 1.2.2 Perumusan Masalah .................................................................. 9 1.3 Tujuan Penelitian .................................................................................. 9 1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................... 9 1.5 Sistematika Penulisan ..............................................................................10 Bab II Kajian Pustaka .......................................................................................... 12 2.1 Kecemasan ........................................................................................... 12 2.1.1 Definisi Kecemasan .................................................................... 12 2.1.2 Macam-Macam Kecemasan ........................................................ 13 2.1.3 Komponen Kecemasan ............................................................... 14 2.1.4 Penanggulangan Kecemasan ....................................................... 15 2.2 Self Control .......................................................................................... 16 2.2.1 Definisi Self Control ...................................................... ............. 16 2.2.2 Aspek-Aspek Self Control .......................................................... 17 2.2.3 Model Self Control ....................................................................... 19 2.2.4 Faktor Yang Mempengaruhi Self Control ................................... 19 2.2.5 Pengaruh Self Control Terhadap Perilaku ................................... 20 2.3 Gagal Ginjal Kronik ............................................................................. 21 2.3.1 Definisi Gagal Ginjal Kronik ...................................................... 21 2.3.2 Klasifikasi Kerusakan Pada Ginjal ............................................. 21 2.3.3 PenyebabGagal Ginjal ................................................................ 22 2.3.4 Gejala Gagal Ginjal .................................................................... 23 2.3.5 Tahapan Yang Terjadi Pada Pasien Gagal Ginjal ...................... 24 2.3.6 Aspek Psikologis Pasien Gagal Ginjal ....................................... 25 2.3.7 Penanganan Gagal Ginjal Kronik ............................................... 27 2.4 Yayasan Ginjal Diatrans Indonesia ....................................................... 28 2.4.1 Definisi Yayasan Ginjal Diatrans Indonesia ............................... 28 2.4.2 Fungsi Yayasan Ginjal Diatrans Indonesia ................................. 29
x
2.5 Kerangka Berpikir ……………………………………………… ........ 30 2.6 Hipotesis ………………………………………………………… ...... 33
Bab III Metodologi Penelitian ............................................................................. 3.1 Pendekatan dan Metode Penelitian ...................................................... 3.1.1 Pendekatan Penelitian .................................................................. 3.1.2 Metode Penelitian ....................................................................... 3.2 Variabel Penelitian ............................................................................... 3.2.1 Definisi Konseptual ..................................................................... 3.2.2 Definisi Operasional .................................................................... 3.3 Populasi dan Sampel ............................................................................ 3.3.1 Populasi ........................................................................................ 3.3.2 Sampel ......................................................................................... 3.3.3 Teknik Pengambilan Sampel ………………………………….. 3.3.4 Karakteristik Sampel ………………………………………….. 3.4 Instrumen dan Teknik Penggumpulan Data ......................................... 3.4.1 Metode dan Instrumen Pengumpulan Data ................................. 3.4.2 Instrumen Penelitian ................................................................... 3.4.3 Teknik Uji Instrumen Penelitian ………………………………. 3.6 Teknik Analisa Data ............................................................................ 3.7 Prosedur Penelitian ...............................................................................
34 34 34 34 34 35 35 36 36 36 37 37 38 38 39 41 43 43
Bab IV Presentasi Dan Analisa Data ................................................................. 4.1 Gambaran Umum Responden .............................................................. 4.1.1 Gambaran Umum Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ........ 4.1.2 Gambaran Umum Responden Berdasarkan Usia ........................ 4.2 Deskripsi Data ...................................................................................... 4.2.1 Deskripsi Penyebaran Skor ......................................................... 4.3 Hasil Penelitian .................................................................................... 4.3.1 Hasil Uji Hipotesis ...................................................................... 4.3.2 Hasil Analisa Tambahan ……………………………………….
45 45 45 46 46 46 48 48 49
Bab V Kesimpulan, Diskusi dan Saran .............................................................. 5.1 Kesimpulan ........................................................................................... 5.2 Diskusi ................................................................................................. 5.3 Saran .................................................................................................... 5.3.1 Saran Teoritis .............................................................................. 5.3.2 Saran Praktis ...............................................................................
53 53 53 56 57 58
Daftar Pustaka ..................................................................................................... 60 Lampiran
xi
DAFTAR TABEL 1. Tabel 3.1 ………………………………………………………………………………………………………… 2. Tabel 3.2 …………………………………………………………………………………………………………………………. 3. Tabel 3.3 ………………………………………………………………………………………………………… 4. Tabel 3.4 ………………………………………………………………………………………………………… 5. Tabel 3.5 ………………………………………………………………………………………………………… 6. Tabel 3.6 ………………………………………………………………………………………………………… 7. Tabel 4.1 ………………………………………………………………………………………………………… 8. Tabel 4.2 ………………………………………………………………………………………………………… 9. Tabel 4.3 ………………………………………………………………………………………………………… 10. Tabel 4.4 ………………………………………………………………………………………………………… 11. Tabel 4.5 …………………………………………………………………………………………………………
xii
38 39 39 41 41 42 45 46 47 48 49
DAFTAR BAGAN 1. Bagan 2.1 ………………………………………………………………………………………………………… 32
xiii
1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Manusia pada dasarnya menginginkan selalu dalam kondisi yang sehat, baik sehat secara fisik ataupun sehat secara psikis, karena hanya dalam kondisi sehatlah manusia akan dapat melakukan segala sesuatu secara optimal. Tetapi pada kenyataannya selama rentang kehidupannya, manusia selalu dihadapkan pada permasalahan kesehatan dan salah satunya berupa penyakit yang diderita. Jenis penyakit yang diderita bentuknya beraneka ragam, ada yang tergolong penyakit ringan dimana dalam proses pengobatannya relatif mudah dan tidak terlalu menimbulkan tekanan psikologis pada penderita. Tetapi ada juga yang tergolong penyakit berat yang dianggap sebagai penyakit yang berbahaya dan dapat mengganggu kondisi emosional. Adapun salah satu penyakit yang tergolong berat adalah penyakit gagal ginjal kronik. Penyakit gagal ginjal adalah penyakit yang terjadi ketika kedua ginjal gagal menjalankan fungsinya. Adapun fungsi ginjal adalah sebagai tempat membersihkan darah dari berbagai zat hasil metabolisme tubuh dan berbagai racun yang tidak diperlukan oleh tubuh dalam bentuk produksi urine (air seni). Hal ini disebabkan oleh gangguan imunologis yang terjadi akibat penurunan kekebalan tubuh, gangguan metabolik akibat dari Diabetes melitus, hipertensi, infeksi terhadap organ ginjal, prostat, dan lain-lain (medicastore, 2008).
2
Diperkirakan 20 juta orang dewasa di Amerika Serikat mengalami penyakit gagal ginjal kronik. Data tahun 1995-1999 menunjukkan insiden penyakit gagal ginjal mencapai 100 kasus perjuta penduduk per tahun di Amerika Serikat. Pravalensi penyakit gagal ginjal meningkat setiap tahunnya. CDC (Centers for Disease Control) melaporkan bahwa dalam kurun waktu tahun 1999 hingga 2004, terdapat 16.8% dari populasi penduduk usia di atas 20 tahun, mengalami penyakit gagal ginjal kronik. Persentase ini meningkat bila dibandingkan data pada 6 tahun sebelumnya, yakni 14.5%. Di negara-negara berkembang, insiden ini diperkirakan sekitar 40-60 kasus perjuta penduduk per tahun (Firmansyah,2010). Di Indonesia, dari data di beberapa bagian nefrologi (ilmu yang mempelajari bagian ginjal), diperkirakan insiden penyakit gagal ginjal berkisar 100-150 per 1 juta penduduk dan prevalensi mencapai 200-250 kasus per juta penduduk (Firmansyah, 2010). Sedangkan, menurut data dari Yadugi (yayasan peduli ginjal) di Indonesia kini terdapat sekitar 40.000 penderita gagal ginjal kronik, hanya 3.000 diantaranya yang memiliki akses pengobatan. Dari angka yang cukup banyak tersebut, Jawa Barat menduduki urutan pertama dengan jumlah penderita sebanyak 3.000 orang dan disusul DKI Jakarta di tempat kedua (Republika, 2001). Penyakit gagal ginjal termasuk masalah yang sangat penting. Penyakit gagal ginjal yang tidak di tatalaksana dengan baik dapat memperburuk kearah penyakit ginjal stadium akhir yang membutuhkan terapi pengganti ginjal permanen berupa hemodialisis atau transplantasi ginjal. Di seluruh dunia, terdapat
3
sekitar satu juta orang penderita penyakit gagal ginjal kronik yang menjalani terapi pengganti ginjal (dialisis atau transplantasi) pada tahun 1996 jumlah ini akan meningkat menjadi dua juta orang pada tahun 2010 (Firmansyah, 2010). Akan tetapi, karena mahalnya biaya operasi transplantasi ginjal dan susahnya mencari donor ginjal, maka cara yang paling banyak digunakan adalah hemodialisis. Hemodialisis adalah proses pemisahan cairan yang berlebihan dengan retensi zat-zat sisa metabolisme dari dalam darah ke cairan dialisa melalui membran semi permiabel yang ada dalam mesin dialisa dengan cara difusi, ultrafiltrasi dan konveksi sehingga komposisi zat-zat dan cairan dalam darah mendekati normal. Proses pengobatan tersebut dapat membantu memperbaiki homeostasis tubuh, namun tidak mengganti fungsi ginjal yang lainnya, sehingga untuk mempertahankan hidupnya pasien harus melakukan minimal dua kali seminggu sepanjang hidupnya (Iskandarsyah, 2006). Penyakit
gagal
ginjal
kronik
menyebabkan
pasien
mengalami
permasalahan-permasalahan yang bersifat fisik, psikologis, dan sosial yang dirasakan sebagai kondisi yang menekan. Permasalahan fisik yang dialami pasien gagal ginjal kronik yaitu berupa adanya perubahan pada tubuh seperti kelebihan cairan, anemia, tulang mudah rapuh dan penurunan masa otot. Selain itu keluhan fisik lainnya berupa kesemutan, warna kulit hitam kekuningan, perut buncit, kurang gizi, pada beberapa pasien mengalami kelumpuhan, mual, tidak nafsu makan dan penurunan fungsi seksual. Permasalahan psikologis yang dialami pasien gagal ginjal kronis ditujukan dari semenjak pertama kali pasien divonis mengalami gagal ginjal. Beberapa
4
pasien merasa frustasi, putus asa, marah, dan adanya perasaan tidak percaya akan hasil diagnosa dokter, bahkan ada seorang pasien yang menjadi marah pada dokter dan mogok makan ketika dia diberitahu bahwa dia mengalami gagal ginjal dan harus menjalani hemodialisis. Pada beberapa pasien mengaku dirinya diliputi oleh perasaan cemas, khawatir, dan adanya perasaan takut mati dikarenakan kondisi sakitnya yang tidak diramalkan. Mereka enggan untuk melakukan aktivitas dikarenakan adanya anggapan bahwa dirinya sudah tidak berguna lagi karena penyakit yang dideritanya, sehingga mereka lebih banyak mengurung diri di dalam kamar, mengalami gangguan tidur, penurunan nafsu makan dan penurunan minat seksual. Mereka menilai bahwa dari semenjak menderita penyakit, hidupnya selalu dalam keadaan ketidak beruntungan, tidak memiliki harapan dan sangat sensitif terhadap kritik dan saran. Selain itu adanya prognosa yang negatif menyebabkan pada beberapa pasien mengaku dirinya pesimis akan kesembuhannya, bahkan beberapa orang mengaku dirinya sempat berusaha bunuh diri dengan makan berlebihan atau dengan memotong nadi tangannya dikarenakan merasa putus asa dan lelah melakukan hemodialisis (Iskandarsyah, 2006). Adapula penelitian yang meneliti kecemasan pasien dialisis dengan pasien transplantasi ginjal, penelitian tersebut menyatakan bahwa pasien dialisis secara signifikan lebih tinggi mengalami kecemasan daripada kelompok pasien transplantasi ginjal dan kelompok kontrol (Kalay, Raluca, &Balazsi, 2009). Dari hasil penelitian tentang pengalaman hidup pasien gagal ginjal kronis yang melakukan hemodialisis, terdapat enam tema utama muncul, yaitu:
5
kemarahan karena penyakitnya telah membuat dirinya menderita, keputusasaan, ketidak berdayaan, merasa lelah menjalani hemodialisis, merasa lebih baik dengan dukungan keluarga, dan pasrah pada Tuhan yang memberi kekuatan untuk menghadapi penyakitnya (Iskandarsyah, 2006). Adapun dengan adanya dampak dari penyakit gagal ginjal yang dideritanya, menyebabkan para pasien akan berusaha untuk melakukan penilaian terhadap situasi yang menekan dan akan berupaya untuk menanggulanginya. Adanya diagnosa yang negatif, kondisi yang memburuk, dan mengetahui ketidak efektifan terapi yang dijalaninya merupakan suatu stressor. Hal ini akan menimbulkan suatu keyakinan kendali pada diri pasien terhadap kesehatannya. Pada sebagian orang menampilkan perilaku yang lebih positif, dimana mereka termotivasi untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya dengan melakukan hemodialisis secara teratur dan mengikuti prosedur pengobatan yang telah ditentukan. Ada pula pasien yang menderita gagal ginjal kronik merasa bahwa kondisi kesehatannya ditentukan oleh dirinya sendiri, tetapi pada sebagian pasien menampilkan perilaku yang lain, dimana mereka merasa pesimis akan kondisi kesehatannya, sehingga dalam menjalani hemodialisis dan prosedur pengobatan pun harus didorong oleh orang lain karena mereka beranggapan bahwa kondisi kesehatannya sekarang tergantung pada dokter, perawat dan keluarganya ataupun dia beranggapan bahwa dia sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi karena itu telah ditentukan oleh Tuhan.
6
Hal ini sebenarnya bisa diatasi ketika seseorang mampu menggunakan self control
dalam
merespon
semua
stimulus-stimulus
yang
hadir
berupa
ketidakmampuan menghadapi situasi yang akan membahayakan dirinya selama proses kehidupan berlangsung (Wahidin, 2007). Self control dapat dijadikan sebagai pengatur proses-proses fisik, psikologis, dan perilaku seseorang. Dengan kata lain, serangkaian yang membentuk proses dirinya sendiri. Dengan begitu individu dengan self control yang tinggi akan sangat memperhatikan cara-cara yang tepat untuk bagaimana berperilaku dalam situasi yang bervariasi. Ia cenderung untuk mengubah perilakunya sesuai dengan permintaan situasi sosial yang kemudian dapat mengatur kesan yang dibuat (Calhoun dan Acocella,1990). Self control bisa muncul karena adanya perbedaan dalam pengelolaan emosi, cara mengatasi masalah, tinggi rendahnya motivasi, dan kemampuan mengolah segala potensi dan pengembangan kompetensinya. Self control sendiri berkaitan dengan bagaimana individu mampu mengendalikan emosi serta dorongan-dorongan dari dalam dirinya (Hurlock,1980). Ketika seseorang mampu melakukan self control atau self control tinggi terhadap perubahan-perubahan yang terjadi akan peran, nilai, dan pola hidup yang baru, maka kemungkinan individu berhasil dalam mengolah emosinya dan menciptakan pola tingkah laku yang positif bagi lingkungan sekitar, dan mengembalikan kebermaknaan hidup pada diri individu tersebut. Namun sebaliknya, bila individu memiliki self control-nya rendah bahkan gagal dalam melakukan self control terhadap ketidakmampuan melakukan penyesuaian akan
7
perubahan-perubahan yang terjadi, dapat menyebabkan hilangnya kendali emosi, ketergantungan, ketidakberdayaan menjaga diri, emosi yang tidak sehat, dan histeris (dalam Wahidin,2007). Pada penelitian ini, peneliti mengambil sampel penelitian di Yayasan Ginjal Diatrans Indonesia yang di singkat (YDGI) sebuah yayasan yang didirikan oleh Perhimpunan pasien Dialisis dan Transplantasi (Perdiatrin). Tujuannya adalah untuk meringankan beban penderita gagal ginjal kronik serta meningkatkan kualitas hidup dari para penderita gagal ginjal tersebut dan membantu Pemerintah untuk meningkatkan kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, bagi peneliti sangatlah menarik untuk meneliti self control para pasien gagal ginjal kronik yang berada di Yayasan Ginjal Diatrans Indonesia. Walaupun
demikian,
masih
sedikit
perhatian
yang
difokuskan
untuk
memperdalam pengetahuan mengenai pasien gagal ginjal kronik. Selain itu, mengingat keterkaitan antara fungsi-fungsi mental dengan kesehatan tubuh, peneliti merasa perlu meneliti faktor-faktor self control apa saja yang bisa mengurangi kecemasan pasien gagal ginjal kronik, dan juga apakah ada hubungan self control dengan kecemasan pasien gagal ginjal kronik. Alasan yang paling utama diadakan penelitian ini adalah pengalaman pribadi peneliti, yang memiliki orang tua penderita gagal ginjal kronik dan telah meninggal dunia, sehingga peneliti tergerak untuk melakukan penelitian yang dapat membantu pasien tersebut dalam menghadapi penyakitnya. Berdasarkan uraian diatas, maka penting untuk diadakan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan self control dengan kecemasan pasien
8
gagal ginjal kronik. Rumusan judul penelitian yang dilakukan adalah “Hubungan Self Control dengan Kecemasan Pasien Gagal Ginjal Kronik di Yayasan Ginjal Diantrans Indonesia”.
1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah 1.2.1 Pembatasan Masalah Mengingat luasnya permasalahan dalam penelitian ini, maka perlu batasan mengenai “ Hubungan Self Control dengan Kecemasan Pasien Gagal Ginjal Kronik di Yayasan Ginjal Diantrans Indonesia”. Adapun batasan mengenai beberapa hal sebagai berikut: 1. Self Control, dalam penelitian ini adalah kemampuan individu untuk menggunakan kehendak atau keinginannya dalam membimbing tingkah laku sendiri dan menekan atau merintangi impuls-impuls atau tingkah laku impulsif yang tertuang dalam perilaku, kognitif, dan pengambilan keputusan. 2. Kecemasan dalam penelitian ini adalah perasaan takut mengenai masa-masa mendatang tanpa sebab khusus dalam tingkat yang berbeda-beda disertai dengan perubahan keadaan emosi, kognitif, dan fisiologis. 3. Pasien gagal ginjal kronik adalah individu yang mengalami kemunduran pada organ ginjal dan harus melakukan terapi hemodialisa ataupun transplantasi ginjal. 4. Yayasan Ginjal Diatrans Indonesia adalah sebuah yayasan yang bertujuan untuk meringankan beban penderita gagal ginjal kronis serta meningkatkan
9
kualitas hidup dari para penderita gagal ginjal tersebut dan membantu Pemerintah untuk meningkatkan kesehatan masyarakat.
1.2.2 Perumusan Masalah Berdasarkan pembatasan masalah diatas, permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: “ Apakah ada hubungan yang signifikan antara Self Control dengan Kecemasan Pasien Gagal Ginjal Kronik di Yayasan Ginjal Diantrans Indonesia?”
1.3 Tujuan Penelitian Mengacu pada rumusan permasalahan di atas, maka yang menjadi tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk:
Untuk mengkaji hubungan self control dengan kecemasan pada pasien gagal ginjal kronik di Yayasan Ginjal Diatrans Indonesia.
1.4 Manfaat Penelitian Berdasarkan tujuan dilakukannya penelitian, maka diharapkan hasil yang diperoleh dari penelitian ini dapat memberikan beberapa manfaat berikut ini, yaitu:
10
a. Manfaat Teoritis Memberikan informasi yang ilmiah mengenai ada atau tidak adanya hubungan antara self control dengan kecemasan pada pasien gagal ginjal kronik, Sehingga dapat memberikan informasi dibidang psikologi kesehatan.
b. Manfaat Praktis 1. Menjadi bahan masukan untuk pasien gagal ginjal kronik agar bisa melakukan self control yang efektif saat mengalami kecemasan yang akan membuat kondisi fisik maupun psikologis pasien menjadi memburuk. 2. Menjadi bahan informasi bagi pasien gagal ginjal kronik baru dan keluarganya mengenai apa dan bagaimana penyakit gagal ginjal kronik sehingga tidak ada kecemasan yang berlebihan saat pasien harus menerima penyakitnya dan menjalankan terapi pengganti ginjal tersebut. 3. Menjadi acuan dan referensi pembanding bagi penelitian-penelitian sejenis dengan subjek serta objek penelitian yang berbeda.
1.5 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dalam penelitian ini mengacu pada pedoman penyusunan dan penulisan skripsi Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Adapun penulisan penelitan ini diklasifikasikan ke dalam beberapa bab,yang terdiri atas :
11
1. Bab 1 pendahuluan, yang meliputi ; latar belakang masalah, pembatasan masalah dan perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. 2. Bab 2 kajian pustaka, yang meliputi ; deskripsi teoritik tentang teori self control, kecemasan, penyakit gagal ginjal kronik, Yayasan Ginjal Diatrans Indonesia, serta kerangka berfikir, dan pengajuan hipotesis. 3. Bab 3 metodologi penelitian,yang meliputi ; pendekatan dan metode penelitian, definisi konseptual variabel dan operasional variabel, teknik pengambilan sampel, pengumpulan data yaitu metode dan instrumen penelitian, teknik uji instrumen, teknik analisa data dan prosedur penelitian. 4. Bab 4 hasil penelitian, terdiri dari hasil penelitian, uji persyaratan dan pengujian hipotesis. 5. Bab 5 penutup, berisi kesimpulan, diskusi, dan saran.
12
BAB 2 KAJIAN PUSTAKA
Dalam bab ini akan diuraikan deskripsi teoritik tentang teori self control, kecemasan, penyakit gagal ginjal kronik, Yayasan Ginjal Diatrans Indonesia, serta kerangka berfikir, dan pengajuan hipotesis.
2.1 Kecemasan 2.1.1 Definisi Kecemasan Banyak para ahli berupaya menjelaskan kecemasan. Menurut Atkinson (1996) kecemasan adalah emosi yang tidak menyenangkan, yang ditandai dengan istilah-istilah seperti khawatir, rasa takut, yang kita alami dalam tingkat yang berbeda-beda. Dalam kamus psikologi oleh Chaplin (1989:32) bahwa kecemasan adalah perasaan campuran berisikan ketakutan dan kekhawatiran mengenai masa-masa mendatang tanpa sebab khusus untuk ketakutan tersebut. Menurut Priest (1991:10) definisi kecemasan adalah perasaan yang individu alami, ketika berfikir tentang sesuatu yang tidak menyenangkan akan terjadi. Kecemasan mempunyai dua pengertian, yaitu kecemasan sebagai respon dan kecemasan sebagai variabel intervening. Kecemasan sebagai respon mengandung pengertian bahwa kecemasan adalah reaksi seseorang terhadap
13
pengalaman atau situasi tertentu, yang akan tampak dari pembicaraan, tindakan, atau perubahan fisiknya (denyut jantung, tekanan darah, pernafasan dan lain-lain). Kecemasan sebagai variabel intervening, maksudnya adalah kecemasan yang disebabkan oleh kondisi tertentu dan mempunyai pengaruh atau konsekuensi tertentu juga. Kecemasan ini akan menimbulkan aplikasi lain, yaitu munculnya penyesuaian-penyesuaian yang menimbulkan
kecemasan tertentu untuk
memindahkan ancaman (Lazarus, 1969). Calhoun dan Acocella (1990) mendefinisikan kecemasan sebagai perasaan takut disertai dengan perubahan keadaan emosi, kognitif, dan fisiologis. Dari berbagai macam pengertian diatas peneliti menyimpulkan bahwa kecemasan adalah perasaan takut mengenai masa-masa mendatang tanpa sebab khusus dalam tingkat yang berbeda-beda disertai dengan perubahan keadaan emosi, kognitif, dan fisiologis.
2.1.2 Macam-Macam Kecemasan Menurut Freud (dalam Musthafa Fahmi, 1977) berpendapat bahwa cemas ada tiga macam : 1. Cemas objektif (obyektive anxiety), yaitu reaksi terhadap pengenalan akan adanya bahaya luar, atau adanya kemungkinan bahaya yang disangkanya akan terjadi. 2. Cemas penyakit (neurotic anxiety), yang tampak dalam 3 bentuk, yakni : a. Cemas umum yaitu individu merasa takut yang samar dan umum serta tidak menentu.
14
b. Cemas penyakit, yang mencakup pengenalan terhadap objek atau situasi tertentu, sebagai penyebab dari cemas, misalnya takut akan darah atau serangga. c. Cemas dalam bentuk ancaman, yaitu cemas yang menyertai gejala gangguan jiwa, seperti hysteria, dan lain-lain 3. Cemas moral dan rasa berdosa, cemas jenis ini timbul akibat tekanan dan dorongan yang tinggi.
2.1.3 Komponen kecemasan Menurut Maher (dalam Calhoun&Acocella, 1990) reaksi kecemasan memiliki tiga komponen yaitu : 1. Emosional : Individu yang memiliki rasa kesadaran yang kuat akan rasa cemas seperti sangat takut, serasa akan terjadi bahaya atau penyakit, selalu merasa akan terjadi kesuraman, kelemahan dan kemurungan, hilang kepercayaan diri dan ketenangan, dan mudah marah. 2. Kognitif : kecemasan yang berlebihan pada akhirnya mengganggu kemampuan seseorang dalam berfikir jernih, memecahkan masalah dalam menangani tuntutan lingkungan, dan tidak mampu memusatkan perhatian. 3. Fisiologis : Respons tubuh terhadap rasa cemas adalah untuk mengarahkan diri dalam bertindak, baik atau tidak tindakan tersebut. Respons tubuh ini, yaitu ujung-ujung anggota badan terasa dingin (kaki dan tangan), keringat bermunculan, detak jantung meningkat, tidur terganggu, hilang nafsu makan.
15
2.1.4 Penanggulangan Kecemasan Menurut Atkison (1996), ada dua cara utama untuk menanggulangi kecemasan yaitu : a. Menitik beratkan masalahnya : Individu menilai situasi yang menimbulkan kecemasan dan kemudian melakukan sesuatu untuk mengubah atau menghindarinya. Bagaimana individu menerapkan strategi tersebut tergantung pada pengalamannya dan kapasitasnya untuk mengontrol diri (self control). Hal ini bisa dilakukan dengan cara mencari informasi apakah kecemasan tersebut berasal dari keluarga, pekerjaan, hubungan interpersonal yang buruk, atau aturanaturan yang harus ditaati agar kecemasan dapat ditanggulangi. b. Menitik beratkan emosinya : individu berusaha mereduksi perasaan cemas melalui berbagai macam cara dan tidak secara langsung menghadapi masalah yang menimbulkan kecemasan itu, seperti melakukan
self
control
dengan
cara
relaksasi,
desensitiasi,
perencanaan lingkungan, dan self talk. Hal ini bisa dilakukan agar dapat memberikan ketenangan, meredakan ketegangan, dan dengan beberapa tindakan ini individu mampu menyesuaikan diri, dan mampu menghadapinya.
16
2.2 Self Control 2.2.1 Definisi Self Control Dalam Chaplin (2000), dikatakan bahwa self control adalah kemampuan untuk membimbing tingkah laku sendiri, kemampuan untuk menekan atau merintangi impuls-impuls atau tingkah laku impulsif. Calhoun dan Acocella (1990), mendefinisikan self control sebagai pengaturan proses-proses fisik, psikologis, dan perilaku seseorang dengan kata lain serangkaian proses yang membentuk dirinya sendiri. Goldfried dan Merbaum (dalam Kazdin, 1980), mendefinisikan self control sebagai suatu kemampuan untuk menyusun, membimbing, mengatur dan mengarahkan bentuk perilaku yang dapat membawa individu kearah konsekuensi positif. Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan oleh peneliti bahwa self control adalah kemampuan individu untuk menggunakan kehendak atau keinginannya dalam membimbing tingkah laku sendiri dan menekan atau merintangi impuls-impuls atau tingkah laku impulsif yang tertuang dalam perilaku, kognitif dan pengambilan keputusan. Calhoun dan Acocella (1990), mengemukakan dua alasan yang mengharuskan individu untuk mengontrol diri secara kontinyu, yaitu Pertama, individu hidup bersama kelompok sehingga dalam memuaskan keinginannya individu harus mengontrol perilakunya agar tidak mengganggu kenyamanan orang lain.
17
Kedua, masyarakat mendorong individu secara konstan menyusun standar yang lebih baik bagi dirinya, sehingga dalam rangka memenuhi tuntutan tersebut dibuatkan pengontrolan diri agar dalam proses pencapaian standar tersebut individu tidak melakukan hal-hal yang menyimpang.
2.2.2 Aspek-aspek Self Control Berdasarkan Konsep Averill (Sarafino, 1994) terdapat 3 jenis kemampuan mengontrol diri yaitu, a. Behavioral Control Dalam Averill (1973), behavioral control merupakan kesiapan atau tersedianya suatu respon yang dapat secara langsung mempengaruhi atau memodifikasi suatu keadaan yang tidak menyenangkan. Kemampuan mengontrol perilaku ini diperinci menjadi 2 komponen yaitu mengatur pelaksanaan (regulated administration) dan kemampuan memodifikasi stimulus (stimulus modifibiality). Kemampuan mengatur pelaksaan merupakan kemampuan individu untuk menentukan siapa yang mengendalikan situasi atau keadaan, dirinya sendiri atau sesuatu diluar dirinya. Individu yang mampu mengontrol dirinya baik akan mampu mengatur perilaku dengan menggunakan kemampua dirinya dan bila tidak mampu individu akan menggunakan sumber eksternal. b. Cognitive control Merupakan kemampuan individu dalam mengolah informasi yang tidak diinginkan dengan cara menginterpretasi, menilai atau menggabungkan suatu kejadian dalam suatu kerangka kognitif sebagai adaptasi psikologis atau untuk
18
mengurangi tekanan. Aspek ini terdiri atas dua komponen yaitu: memperoleh informasi (information gain) dan melakukan penilaian (appraisal). c. Decisional control Merupakan kemampuan seseorang untuk memilih hasil atau suatu tindakan berdasarkan tindakan pada sesuatu yang diyakini atau disetujuinya. Self control dalam menentukan pilihan akan berfungsi baik dengan adanya suatu kesempatan, kebebasan, atau kemungkinan pada diri individu untuk memilih berbagai kemungkinan tindakan. Menurut Block dan Block (dalam Lazarus, 1969), ada tiga jenis kualitas self control, yaitu over control, under control, dan appropriate control. Over control merupakan self control yang dilakukan oleh individu secara berlebihan yang menyebabkan individu banyak menahan diri dalam bereaksi terhadap stimulus. Under control merupakan suatu kecendrungan individu untuk melepaskan impulsivitas dengan bebas tanpa perhitungan yang matang. Appropriate control merupakan kontrol individu dalam upaya mengendalikan implus secara tepat. Dari uraian dan penjelasan di atas, maka untuk mengukur self control digunakan aspek-aspek sebagi berikut: a. Kemampuan mengontrol perilaku b. Kemampuan mengontrol stimulus c. Kemampuan mengantisipasi suatu kejadian atau peristiwa d. Kemampuan menafsirkan peristiwa atau kejadian e. Kemampuan mengambil keputusan
19
2.2.3 Model Self Control Model dari self control memiliki dua bagian: •
Bagian pertama, memerlukan spesifikasi yang jelas masalah yang mana sebagai perilaku yang harus dikontrol.
•
Bagian kedua, mensyaratkan teknik perilaku yang diterapkan untuk mengelola masalah. Dalam pengertian itu, model self control ini terdiri dari melakukan satu hal untuk meningkatkan peluang melakukan hal lain. Seorang individu harus berperilaku dengan cara tertentu mengatur lingkungan untuk mengelola sendiri perilaku berikutnya. Ini berarti memancarkan perilaku untuk mengendalikan efek perubahan perilaku dikontrol (skinner,1953 dalam Garry Martin Joseph Pear, 2003: 321)
2.2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Self Control Sebagaimana faktor psikologis lainnya self control dipengaruhi oleh beberapa faktor. Secara garis besarnya faktor-faktor yang mempengaruhi self control ini terdiri dari faktor internal (dari diri individu), dan faktor eksternal (lingkungan individu): a. Faktor internal Faktor internal yang ikut andil terhadap self control adalah usia. Semakin
bertambah
usia
seseorang
kemampuan mengontrol diri seseorang itu.
maka
semakin
baik
20
b. Faktor eksternal Faktor eksternal ini diantaranya adalah lingkungan keluarga. Lingkungan
keluarga
menentukan
bagaimana
kemampuan
mengontrol diri seseorang (Hurlock, 1980).
Dalam Calhoun dan Acocella (1990) dikatakan bahwa tiga masalah yang dapat dipengaruhi oleh self control salah satunya adalah kecemasan. Dikatakan juga bahwa seseorang yang tidak mampu memelihara self control-nya akan mempunyai efek negatif berupa depresi, merasa putus asa, ketergantungan, perfeksionis, self image rendah, tidak berdaya, dan emosi tak terkendali.
2.2.5 Pengaruh Self Control terhadap Perilaku Calhoun dan Acocella (1990) menyatakan bahwa self control dapat dijadikan sebagai pengatur proses-proses fisik, psikologis, dan perilaku seseorang. Dengan kata lain, serangkaian yang membentuk proses dirinya sendiri. Dengan begitu individu dengan self controlnya yang tinggi akan sangat memperhatikan cara-cara yang tepat untuk bagaimana berprilaku dalam situasi yang bervariasi. Ia cenderung untuk mengubah perilakunya sesuai dengan permintaan situasi sosial yang kemudian dapat mengatur kesan yang dibuat. Berdasarkan penjelasan diatas, maka self control dapat berfungsi sebagai suatu aktivitas pengendalian perilaku. Pengendalian perilaku mengandung makna yaitu melakukan pertimbangan-pertimbangan terlebih dahulu sebelum mengambil sikap dan memutuskan untuk bertindak.
21
2.3 Gagal Ginjal Kronik 2.3.1 Definisi Gagal Ginjal Kronik Menurut Colvy (2010) mendefinisikan gagal ginjal sebagai sebuah penyakit dimana fungsi ginjal mengalami penurunan hingga akhirnya tidak lagi mampu bekerja sama sekali dalam hal penyaringan pembuangan elektrolit tubuh, menjaga keseimbangan cairan dan zat kimia tubuh seperti sodium dan kalium di dalam darah atau produksi urine. Menurut Hartono (2008) gagal ginjal kronik dapat
diartikan
sebagai
ketidakmampuan
ginjal
untuk
melaksanakan
pekerjaannya. Sedangkan menurut Suciadi (2010) gagal ginjal atau yang sekarang lebih dikenal sebagai end-stage renal disease, merupakan stadium akhir berdasarkan gangguan fungsi dan tingkat keparahan kerusakan penyakit ginjal menahun. Lebih lanjut menurut Rachmach (2007) gagal ginjal kronik yaitu berkurangnya fungsi ginjal dalam tubuh secara bertahap yang diikuti oleh penimbunan sisa metabolisme protein serta gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh.
2.3.2 Klasifikasi Kerusakan Pada Ginjal Klasifikasi membagi penyakit ginjal kronik dalam lima stadium yaitu, Stadium I kerusakan ginjal dengan fungsi ginjal yang masih normal, stadium 2 kerusakan ginjal dengan penurunan ringan fungsi ginjal, stadium 3 kerusakan ginjal dengan penurunan sedang fungsi ginjal, stadium 4 kerusakan ginjal dengan penurunan berat fungsi ginjal, dan stadium 5 adalah gagal ginjal (Susalit, 2002).
22
2.3.3 Penyebab Gagal Ginjal Kronik Colvy (2010:41) mengatakan bahwa penyebab gagal ginjal kronik dapat dibagi dalam tiga kelompok yaitu: 1. Penyebab pre-renal Penyebab pre-renal berupa gangguan aliran darah ke arah ginjal sehingga ginjal kekurangan suplai darah. Kurangnya suplai darah mengakibatkan kurangnya oksigen yang pada gilirannya menyebabkan kerusakan jaringan ginjal. Sederhananya, penyebab pre-renal adalah berkurangnya daya pompa jantung, adanya sumbatan/hambatan aliran darah pada arteri besar yang ke arah ginjal, dan lain-lain. Misalnya, dehidrasi dari kehilangan cairan tubuh (muntah, diare, berkeringat, demam), hypovolemia (volume darah yang rendah). 2. Penyebab renal Penyebab renal berupa gangguan/kerusakan yang mengenai jaringan ginjal sendiri seperti kerusakan akibat penyakit diabetes mellitus, hipertensi, penyakit sistem kekebalan tubuh seperti SLE (Systemic Lupus Erythematosus), peradangan, keracunan obat, kista dalam ginjal, berbagai gangguan aliran darah di dalam ginjal yang merusak jaringan ginjal. 3. Penyebab post-renal Penyebab post-renal berupa gangguan/hambatan aliran keluar (output) urin sehingga terjadi aliran balik urin ke arah ginjal yang dapat menyebabkan kerusakan ginjal. Sederhananya, penyebab post-renal antara lain adalah adanya sumbatan atau penyepitan pada saluran pengeluaran
23
urin antara ginjal sampai ujung saluran kemih, adanya batu pada ureter sampai uretra, penyempitan akibat saluran tertekuk, penyempitan akibat pembesaran kelenjar prostat, tumor, dan lain-lain.
2.3.4 Gejala Gagal Ginjal Kronik Menurut Colvy (2010:42) adapun gejala dari gagal ginjal kronik kerap tanpa keluhan pada stadium awal. Oleh karena itu pasien sebaiknya waspada jika mengalami gejala-gejala berikut: a. Tekanan darah tinggi b. Perubahan jumlah berkemih c. Ada darah dalam urin d. Bengkak pada kaki dan pergelangan kaki (edema) e. Rasa lemah serta sulit tidur f. Sakit kepala g. Sesak dan merasa mual serta muntah h. Urin berubah warna, berbusa, atau sering bangun malam untuk berkemih i. Napas bau, karena adanya kotoran yang mengumpul di rongga mulut j. Gatal-gatal, utamanya di kaki
2.3.5 Tahapan Yang Terjadi Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Kubler&Ross (dalam Taylor, 2009) mengemukakan lima tahapan yang biasanya terjadi pada pasien gagal ginjal kronik yaitu:
24
1. Tahap penyangkalan Reaksi kebanyakan individu saat pertama kali mendengar diagnosa penyakit kronis yang menimpanya adalah pernyataan, “Tidak, bukan saya, itu tidak benar.” Biasanya penyangkalan merupakan pertahanan sementara dan segera akan digantikan dengan penerimaan yang bersifat parsial. 2. Tahap marah. Kalau penyangkalan pada tahap pertama tidak tertahan lagi, maka itu akan digantikan dengan rasa marah, gusar, cemburu, dan benci. Berlawanan dengan tahap penyangkalan, tahap marah ini sangat sulit diatasi dari sisi keluarga dan para staf rumah sakit. 3. Tahap menawar Tahap ini tidak terlalu dikenal, namun sebenarnya sangat menolong pasien, meskipun terjadi hanya beberapa saat. Ketika kita tidak mampu menghadapi kenyataan yang menyedihkan pada awal periode dan menjadi marah terhadap orang-orang sekitar dan Tuhan pada fase kedua, boleh jadi kita akan berhasil membuat perjanjian yang mungkin menunda terjadinya hal yang tidak diharapkan. 4. Tahap Depresi Terdapat dua macam jenis depresi yaitu, depresi reaktif, dan depresi preparatory (persiapan). Pada depresi reaktif, pasien memiliki banyak hal untuk diungkapkan dan memerlukan banyak interaksi verbal serta sering melibatkan interaksi aktif. Seseorang yang penuh pengertian
25
tidak akan menemui kesulitan dalam mengungkapkan penyebab depresi dan meredakan perasaan bersalah atau malu yang tidak realistis, yang biasanya menyertai depresi. Ketika depresi menjadi alat persiapan bagi kehilangan yang harus terjadi atas objek-objek yang dicintai, demi mempermudah sikap menerima, dorongan, dan penentraman hati tidak lagi terlalu berarti. 5. Tahap penerimaan Penerimaan harus dibedakan dari bahagia. Penerimaan lebih merupakan kehampaan perasaan. Ketika pasien menerima kedamaian dan penerimaan, lingkaran minatnya pun hilang. Pasien berharap dibiarkan sendiri atau setidaknya tidak dipusingkan oleh berita-berita dan masalah dunia luar.
2.3.6 Aspek Psikologis Pasien Gagal Ginjal Kronik Secara umum aspek psikologis pasien gagal ginjal kronik dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan eksternal (Rachmach, 2007:103). 1. Faktor Internal, meliputi : a. Komplikasi proses hemodialisa, terkadang hemodialisa menambah ketidaknyamanan karena adanya komplikasi atau kondisi pasien yang drop pasca hemodialisa, seperti hipotensi, kram otot, sindrom ketidakseimbangan dialysis, penyakit yang berhubungan dengan transfusi dan anemia.
26
b. Aturan diet ketat dan pengurangan asupan cairan, dikarenakan diet ketat membuat pasien frustasi dan merasa tidak nyaman, sedangkan pengurangan asupan cairan merupakan stressor psikologis yang tinggi bagi pasien. c. Harapan patah ditengah jalan, dikarenakan pasien merasa hidupnya sudah tidak ada harapan lagi untuk menggapai masa depannya. 2. Faktor Eksternal, meliputi : a.
Beban Ekonomi, dikarenakan salah satunya biaya hemodialisa, konsultasi dokter yang dirasa cukup berat.
b. Mobilitas yang terbatas, karena keterbatasan kegiatan sehari-hari merupakan stressor utama bagi pasien. c. Ketergantungan terhadap mesin, kelangsungan hidup pasien sangat tergantung
pada
mesin
(sebagai
pengganti
mesin)
dan
ketergantungan terhadap orang-orang yang menolongnya saat proses hemodialisa. d. Stressor-stressor lain misalnya, kehilangan pekerjaan, penghasilan, status finansial, efek samping obat, perasaan lelah, perubahan suasana hati, sulit menemukan teman yang mengerti penyakitnya, kekacauan suasana keluarga, dan hubungan social yang kurang baik.
Kedua faktor ini, apabila tidak diperhatikan bisa menimbulkan kecemasan luar biasa dan depresi yang dalam jangka panjang bisa mengakibatkan stress.
27
Apabila pasien sudah mengalami depresi maka akan muncul perasaan sedih, murung, merasa kosong, tidak ada rasa senang, lesu, sulit tidur, selera makan menurun, mudah tersinggung, tidak kooperatif, merasa tidak berharga dan tidak berguna, serta putus asa (Rachmach, 2007).
2.3.7 Penanganan Gagal Ginjal Kronik Selama ini dikenal beberapa terapi pengganti ginjal yaitu, transplantasi ginjal, peritoneal dialisa (PD), dan Hemodialisa (HD). a. Transplantasi Ginjal Menurut Rachmach (2007) transplantasi ginjal adalah proses penggantian ginjal yang rusak dengan ginjal yang baru yang masih sehat. b. Peritoneal dialisa (PD) Menurut Colvy (2010) dialysis peritoneal adalah metode cuci darah dengan bantuan membran peritoneum (selaput rongga perut). c. Hemodialisa (HD) Hemodialisa (HD) adalah dialisis dengan menggunakan mesin dialiser yang berfungsi sebagai “ginjal buatan”. Proses ini dilakukan 1-3 kali seminggu di rumah sakit dan setiap kalinya membutuhkan waktu sekitar 24 jam (Colvy, 2010). Terapi cuci darah ini tidak menyebabkan fungsi ginjal menjadi baik, pasien yang melakukan terapi akan memiliki ketergantungan pada mesin hemodialisis. Ada beberapa gejala umum drop yang dirasakan oleh pasien menjelang hemodialisa, antara lain mual dan
28
muntah, uremik, sesak nafas, tekanan darah yang terlalu tinggi maupun terlalu rendah, dan Hb yang rendah (Rachmach 2007:49).
2.4 Yayasan Ginjal Diatrans Indonesia (YDGI) 2.4.1 Definisi Yayasan Ginjal Diatrans Indonesia YGDI merupakan yayasan yang bergerak di bidang sosial kemanusiaan bagi penderita gagal ginjal dengan memberikan pelayanan dialisis (cuci darah). Pelayanan tersebut merupakan program live saving (penyelamatan hidup bagi pasien). Yayasan tersebut didirikan oleh Perhimpunan Pasien Dialisis dan Transplantasi (PERDIATRIN) pada tanggal 25 Mei 1983. YGDI mendirikan pusat dialisis pertama di atas lahan pinjaman di sisi Rumah Sakit Angkatan Udara Halim Perdana Kusuma. Klinik Dialisis tersebut yang kemudian diberi nama sesuai dengan nama pendiri YGDI merupakan Dialisis Center di luar rumah sakit pertama di Indonesia. Klinik kedua yang berlokasi di Jatiwaringin dioperasikan pada bulan Mei 2005 guna menampung pasien - pasien yang tidak dapat dilayani di Halim karena keterbatasan kapasitas. Hal ini disebabkan banyaknya pasien yang ingin mendapatkan pelayanan di yayasan ini karena faktor biaya yang terjangkau (tarif sosial) dan pelayanan yang baik. Yayasan Ginjal Diatrans Indonesia (YGDI) terdapat dua puluh lima mesin dialisis yang bekerja keras tanpa henti. Saat ini ada 126 penderita gagal ginjal yang harus melaksanakan cuci darah (dialisis) yang dilayani setiap hari di YGDI. Mereka secara bergiliran memanfaatkan mesin cuci darah tersebut.
29
Kegiatan di YDGI berlangsung setiap hari selama 24 jam, kecuali hari Rabu dan Sabtu yang dua kelompok (shift), maka hari-hari lain mesin pencuci darah itu bekerja tiga shift. Dalam hal tiga shift kegiatan berlangsung dari pagi hingga pukul 24.00. Kegiatan di YGDI Halim Perdana Kusuma pada hari minggu libur (depsos, 2008).
2.4.2 Fungsi Yayasan Ginjal Fungsi dari yayasan ginjal adalah sebagai dukungan moral untuk para pasien ginjal dan juga mengurangi biaya-biaya pengobatan selama menjalani terapi atau konsultasi dengan dokter.
30
2.5 Kerangka Berfikir Gagal ginjal kronik adalah satu penyakit kronis dimana fungsi ginjal mengalami penurunan hingga akhirnya tidak lagi mampu bekerja sama sekali dalam hal penyaringan pembuangan elektrolit tubuh, menjaga keseimbangan cairan dan zat kimia tubuh seperti sodium dan kalium di dalam darah atau produksi urine. Menurut data dari Yadugi (yayasan peduli ginjal) di Indonesia kini terdapat sekitar 40.000 penderita gagal ginjal kronik, hanya 3.000 diantaranya yang memiliki akses pengobatan (Republika,09 Oktober 2001). Penyakit gagal ginjal termasuk masalah yang sangat penting. Penyakit gagal ginjal yang tidak di tatalaksana dengan baik dapat memperburuk kearah penyakit ginjal stadium akhir yang membutuhkan terapi pengganti ginjal permanen. Oleh karena itu, ada beberapa permasalahan yang dialami pasien gagal ginjal kronik. Permasalahan tersebut meliputi dua faktor yaitu, faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi komplikasi proses hemodialisa, aturan diet ketat dan pengurangan asupan cairan, serta harapan patah ditengah jalan. Sedangkan faktor eksternal meliputi ketergantungan terhadap mesin, beban ekonomi, mobilitas yang terbatas, serta stressor-stressor lainnya. Kedua faktor ini, apabila tidak diperhatikan bisa menimbulkan kecemasan yang luar biasa dan depresi yang dalam jangka panjang bisa mengakibatkan stress. Agar kondisi diatas tidak membuat emosi menjadi takut serta berbuah kecemasan, maka individu perlu mengontrol emosinya sendiri ketika suatu situasi
31
yang tidak menyenangkan mendekat dengan sikap yang rasional untuk merespon situasi tersebut dan mencegah dari munculnya reaksi yang berlebihan. Proses mengontrol emosi sendiri dapat dilakukan dengan self control karena self control sendiri berkaitan dengan bagaimana individu mengendalikan emosi serta dorongan-dorongan dari dalam dirinya (Hurlock, 1980). Self control dapat dijadikan sebagai pengatur proses-proses fisik, psikologis, dan perilaku seseorang. Dengan begitu individu dengan self control baik akan sangat memperhatikan cara-cara yang tepat untuk bagaimana berperilaku dalam situasi yang bervariasi. Individu cenderung untuk merubah perilakunya sesuai dengan permintaan situasi sosial yang kemudian dapat mengatur kesan yang dibuat. Dengan demikian, dapat diasumsikan bahwa semakin buruk self control pasien maka semakin cemaslah ia dalam menghadapi penyakit dan proses penyembuhannya. Dan sebaliknya, semakin baik self control pasien maka semakin ringan kecemasan yang dialami pasien tersebut, atau bahkan tidak mengalami kecemasan sama sekali. Jadi, diantara kedua variabel tersebut terdapat atau ada hubungan terbalik.
32
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada skema di bawah ini,
Bagan 2.1 Bagan Kerangka Berfikir
Pasien gagal ginjal kronik Yayasan Ginjal Diatrans Indonesia
Self Control pasien gagal ginjal kronik
Baik
Buruk
Kecemasan
Kecemasan
Rendah
Tinggi
33
2.6 HIPOTESIS PENELITIAN Berdasarkan pemaparan di atas, penulis merumuskan hipotesis penelitian ke dalam bentuk pernyataan sebagai berikut:
Hipotesis Alternatif (Ha): Terdapat hubungan yang signifikan antara self control dengan kecemasan pada pasien gagal ginjal kronik di Yayasan Ginjal Diatrans Indonesia.
Hipotesis Nol (Ho): Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara self control dengan kecemasan pada pasien gagal ginjal kronik di Yayasan Ginjal Diatrans Indonesia.
34
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1 Pendekatan dan Metode Penelitian 3.1.1 Pendekatan Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Penelitian kuantitatif banyak menggunakan angka, mulai dari pengumpulan data, penafsiran data, serta penampilan hasil penelitiannya. (Arikunto,2006). 3.1.2 Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah deskripsi dengan jenis penelitian korelasional sesuai dengan tujuan penelitian yang meneliti adakah hubungan antara self control dengan kecemasan pasien gagal ginjal kronik di Yayasan Ginjal Diatrans Indonesia, tanpa diperlukan administrasi dan pengontrolan terhadap perlakuan (Arikunto,2006). Metode korelasional adalah penelitian yang dirancang untuk menentukan tingkat hubungan variabel-variabel yang berbeda dalam satu populasi. Pengukuran dengan metode korelasi ini digunakan untuk menentukan besarnya hubungan antara satu variabel dengan variabel lain (Sevilla, 1993).
3.2 Variabel Penelitian, Definisi Konseptual dan Operasional Sutrisno Hadi (Dalam Arikunto, 2006) mendefinisikan variabel sebagai gejala yang bervariasi yang menjadi objek penelitian. Variabel dibagi atas dua
35
macam, yaitu variabel bebas (independent variable) dan variabel terikat (dependent variable). Arikunto (2006) mendefinisikan variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau mengakibatkan hasil, sedangkan variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau hasil dari penelitian. Adapun kedua variabel tersebut, yaitu: a. Independent Variabel (IV) atau variable bebas, yaitu self control. b. Dependent Variabel (DV) atau variable terikat, yaitu kecemasan.
3.2.1
Definisi Konseptual
Definisi konseptual kedua variabel tersebut adalah sebagai berikut: a. Variabel Bebas (IV) Self Control adalah kemampuan individu untuk menggunakan kehendak atau keinginannya dalam membimbing tingkah laku sendiri dan menekan atau merintangi impuls-impuls atau tingkah laku impulsif yang tertuang dalam perilaku, kognitif, dan pengambilan keputusan. b. Variabel Terikat (DV) Kecemasan adalah perasaan takut mengenai masa-masa mendatang tanpa sebab khusus dalam tingkat yang berbeda-beda disertai dengan perubahan keadaan emosi, kognitif, dan fisiologis.
3.2.2
Definisi Operasional
1. Self Control adalah skor yang diperoleh dari skala self control. Indikator self control dalam penelitian ini didasarkan pada konsep Averill (1973)
36
yaitu kemampuan mengontrol kognitif, kemampuan mengontrol perilaku, dan kemampuan mengambil keputusan. 2. Kecemasan pasien gagal ginjal kronis adalah skor yang diperoleh dari skala kecemasan. Indikator dalam penelitian ini didasarkan pendapat Maher (dalam Calhoun & Accocella, 1990), bahwa kecemasan dapat dimanifestasikan dalam tiga komponen, yakni emosional, kognitif, dan fisiologis.
3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1
Populasi Arikunto (2006) menyatakan populasi adalah jumlah keseluruhan subjek
penelitian. Sebagai suatu populasi, kelompok subjek ini harus memiliki ciri-ciri atau karakteristik sama yang membedakannya dari kelompok subjek yang lain (Azwar,2008). Dalam penelitian ini populasinya adalah pasien gagal ginjal kronik pada rentang umur 30-45 tahun.
3.3.2 Sampel Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu (Sugiyono, 2009).
37
Berdasarkan pendapat diatas, penelitian ini menggunakan sebanyak 35 responden penelitian, hal ini telah sesuai dengan penjelasan Sevilla untuk penelitian ukuran minimum yang ditawarkan dalam penelitian korelasi dapat diambil minimal 30 responden (Sevilla,dkk,1993).
3.3.3 Teknik Pengambilan Sampel Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah menggunakan korelasi Pearson. Adapun metode pengambilan sampel yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah menggunakan teknik nonprobability sampling, dengan metode purposive sampling, yang mana dalam metode ini ditentukan dengan karakteristik sampel berdasarkan tujuan penelitian.
3.3.4 Karakteristik Sampel Berdasarkan metode yang digunakan peneliti berdasarkan tujuan penelitian, karakteristik sampel sebagai berikut : a. Pasien gagal ginjal kronik b. Stadium 4 sampai stadium 5 c. Menjalani Hemodialisa. d. Rentang umur 30-45 tahun.
38
3.4 Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data 3.4.1
Metode dan Instrumen Pengumpulan Data Metode yang digunakan dalam pengumpulan data pada penelitian ini
adalah dengan metode nontes, sedangkan instrumen yang digunakan berupa skala. Yaitu sejumlah pernyataan tertulis untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan mengenai pribadinya atau hal-hal yang ia ketahui (Arikunto, 2006). Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah skala model Likert, di mana variabel yang di ukur dijabarkan menjadi indikator variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item-item instrumen yang dapat berupa pernyataan (Sugiyono, 2009). Skala yang digunakan dalam penelitian ini berupa skala self control dan skala kecemasan pasien gagal ginjal kronik. Kedua skala tersebut disusun oleh peneliti dengan menggunakan pembagian dua kategori item pernyataan, favorabel dan unfavorabel dengan menentukan bobot nilai. Tabel 3.1 Nilai Skor Jawaban Kategori Pilihan
Favorabel
Unfavorabel
Sangat Setuju (SS)
4
1
Setuju (S)
3
2
Tidak Setuju (TS)
2
3
Sangat Tidak Setuju (STS)
1
4
39
3.4.2
Insrumen Penelitian Adapun alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah Skala Self Control dan Kecemasan pasien gagal ginjal kronik. 1. Skala self control Skala self control digunakan untuk mengetahui sejauh mana individu mempunyai kemampuan
untuk
menggunakan
kehendak
atau
keinginannya
dalam
membimbing tingkah laku sendiri dan menekan atau merintangi impuls-impuls atau tingkah laku impulsif yang tertuang dalam perilaku, kognitif, dan pengambilan keputusan. Tabel 3.2 Blue Print Try Out Skala Self Control Aspek Kemampuan mengontrol perilaku
Favorabel 1, 8, 5
Kemampuan 11, 15 kognitif Kemampuan 10, 12, 14, mengambil 17 keputusan Jumlah
9
Unfavorabel 2, 4, 6
Jumlah 6
3, 7, 16
5
9, 13
6
8
17
2. Skala Kecemasan Skala ini digunakan untuk mengukur sejauh mana kecemasan pasien gagal ginjal kronik berlangsung. Komponen yang diukur dari kecemasan ini adalah emosional, kognitif, dan fisiologis.
40
Tabel 3.3 Blue Print Try Out Skala Kecemasan Pasien Gagal Ginjal Kronik Aspek
Emosional
Kognitif
Fisiologis
Indikator 1. Sangat takut 2. Serasa akan terjadi bahaya atau penyakit 3. Selalu merasa akan terjadi kesuraman 4. Kelemahan dan kemurungan 5. Hilang kepercayaan diri 6. Mudah marah 1. Tidak mampu dalam berfikir jernih 2. Tidak mampu memecahkan masalah 3. Tidak mampu memusatkan perhatian 1. Ujung jari tangan dan kaki dingin 2. Keringat bermunculan 3. Detak jantung meningkat 4. Sulit tidur 5. Hilang nafsu makan Jumlah
Favorabel 1 2, 5
Unfavorabel 4 3, 9
Jumlah 2 4
6
8
2
7, 11
10, 12
4
15, 32
13, 14, 33
5
16, 34 17, 35
19 18, 20
3 4
36
21, 37
3
27
28
2
23
29
2
22
31
2
24, 30
38, 41
4
25, 39 26
42 40
3 2
21
21
42
41
3.4.3 Teknik Uji Instrumen Penelitian Dalam penelitian ini teknik uji instrumen penelitian yang dilakukan ialah, a. Uji Validitas skala Dalam menguji validitas skala, peneliti menggunakan Korelasi Pearson dan dalam penghitungan uji validitas menggunakan program SPSS versi 16,0 for Windows yang diinterpretasikan dengan mengacu pada tabel koefisien korelasi Pearson. Adapun beberapa item dari skala self control yang tidak valid dan tidak dipakai kembali pada penelitian sebenarnya ada 6 item yaitu no. 3, 7, 8, 10, 12, dan 15. Tabel 3.4 Skala Self Control Aspek Favorabel Kemampuan 1, 8*, 5 mengontrol perilaku Kemampuan 11, 15* kognitif Kemampuan 10*,12*, mengambil 14, 17 keputusan 9 Jumlah Nb. * item yang tidak valid
Unfavorabel 2, 4, 6
Jumlah 6
3*, 7*, 16
5
9, 13
6
8
17
Sedangkan item pada skala kecemasan yang tidak valid dan tidak dipakai pada penelitian sebenarnya ada 11 item yaitu no. 3, 4, 5, 6, 12, 19, 20, 21, 28, 33, dan 37.
42
Tabel 3.5 Skala Kecemasan Aspek
Emosional
Indikator 1. Sangat takut 2. Serasa akan terjadi bahaya atau penyakit 3. Selalu merasa akan terjadi kesuraman 4. Kelemahan dan kemurungan 5. Hilang kepercayaan diri
6. Mudah marah 1. Tidak mampu dalam berfikir jernih 2. Tidak mampu Kognitif memecahkan masalah 3. Tidak mampu memusatkan perhatian 1. Ujung jari tangan dan kaki dingin 2. Keringat Fisiologis bermunculan 3. Detak jantung meningkat 4. Sulit tidur 5. Hilang nafsu makan Jumlah Nb. * item yang tidak valid
Favorabel 1 2, 5*
Unfavorabel 4* 3*, 9
Jumlah 2 4
6*
8
2
7, 11
10, 12*
4
15, 32
13, 14, 33*
5
16, 34 17, 35
19* 18, 20*
3 4
36
21*, 37*
3
27
28*
2
23
29
2
22
31
2
24, 30
38, 41
4
25, 39 26
42 40
3 2
21
21
42
b. Uji Reliabilitas Selanjutnya dilakukan pengujian reliabilitas dengan menggunakan rumus Alpha Cronbach (Azwar, 2008). Penghitungan uji reliabilitas menggunakan program SPSS versi 16,0 for Windows.
43
Tabel 3.6 Kaidah Reliabilitas Guilford Kriteria
Koefisien Reliabilitas
Sangat Reliabel Reliabel Cukup Reliabel Kurang Reliabel Tidak Reliabel
>0,9 0,7-0,9 0,4-0,7 0,2-0,4 <0,2
3.5 Teknik Analisa Data Untuk menguji instrumen penelitian, peneliti menggunakan rumus Pearson, karena peneliti ingin mengetahui hubungan self control dengan kecemasan pasien gagal ginjal kronik di Yayasan Ginjal Diatrans Indonesia. Dan untuk lebih mempermudah, hasil penghitungan diperoleh dengan menggunakan sistem computer SPSS versi 16,0 for Windows.
3.6 Prosedur Penelitian Secara garis besar, penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap, yaitu: 1. Persiapan teknis penelitian Pada tahap awal ini dilakukan perumusan masalah dan menentukan variabel yang akan diteliti. Kemudian melakukan studi pustaka untuk mendapatkan gambaran dan landasan teori yang tepat mengenai variabel penelitian. Dan dilanjutkan dengan penyusunan skala self control dan skala kecemasan pasien gagal ginjal kronik berdasarkan dengan teori-teori yang bersangkutan.
44
2. Pengujian alat ukur (try out) Setelah alat ukur dibuat berupa skala, peneliti melakukan uji coba (try out). Uji coba dilakukan untuk melihat tingkat validitas dan reliabilitas dari alat ukur. Uji coba dilakukan di Yayasan Ginjal Diatrans Indonesia pada tanggal 1920 Oktober 2010 dengan responden pasien gagal ginjal kronik. Uji coba dilakukan dengan menyebar skala self control dan skala kecemasan pasien gagal ginjal kronik kepada 25 orang responden. Setelah uji coba dilakukan, kemudian dilakukan uji validitas dan reliabilitas dengan menggunakan rumus korelasi Pearson dan alpha cronbach, adapun proses penghitungan dilakukan dengan menggunakan program SPSS versi 16,0 for Windows. Maka diperoleh reliabilitas dari skala self control sebesar 0,737 dan skala kecemasan 0.910. Kedua alat ukur ini dapat disimpulkan memiliki reliabilitas yang baik karena suatu konstruk atau variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai cronbach alpha > 0.60. 3. Pelaksanaan Penelitian Pelaksanaan penelitian dilakukan di Yayasan Ginjal Diatrans Indonesia dengan responden pasien gagal ginjal kronik. Dalam pelaksanaannya, responden diminta untuk mengisi alat ukur yang berupa skala self control dan skala kecemasan pasien gagal ginjal kronik. Pelaksanaan penelitian sesungguhnya dilakukan pada tanggal 27-28 Oktober 2010, melibatkan 35 orang pasien. 4. Pengolahan Data Data yang diperoleh dari hasil pengisian skala kemudian dikumpulkan untuk kemudian dianalisa dan dibuat laporan.
45
5. Pembahasan Dalam tahap ini, penulis melakukan interpretasi dan pembahasan terhadap hasil analisis statistik berdasarkan teori. Kemudian membuat kesimpulan hasil penelitian dengan memperhitungkan data penunjang yang diperoleh.
46
BAB 4 PRESENTASI DAN ANALISA DATA
Pada bab ini akan diuraikan hasil pengolahan dari data yang diambil pada penelitian yang meliputi gambaran umum responden serta hasil penelitian yang telah dilaksanakan. 4.1 Gambaran Umum Responden Penelitian ini dilakukan pada tanggal 27-28 Oktober 2010 di Yayasan Ginjal Diatrans Indonesia di Jatiwaringin, Jakarta Timur. Sampelnya yaitu pasien gagal ginjal yang menjalani hemodialisa. Penelitian ini melibatkan 35 orang pasien. 4.1.1 Gambaran Umum Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Pada Tabel 4.1 berikut digambarkan banyaknya subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin. Tabel 4.1 Gambaran Umum Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin
Jumlah
Persentase (%)
Laki-laki
21
60%
Perempuan
14
40%
35
100%
Total
Dalam penelitian ini, sebanyak 35 orang pasien sebagai responden, 21 orang pasien laki-laki (60%) dan 14 orang pasien perempuan (40%).
47
4.1.2 Gambaran Umum Responden Berdasarkan Usia Pada Tabel 4.2 berikut digambarkan banyaknya subjek penelitian berdasarkan usia. Tabel 4.2 Gambaran Umum Responden Berdasarkan Usia Usia
Jumlah
Persentase (%)
30-35 tahun
10
28,6%
36-40 tahun
14
40%
41-45 tahun
11
31,4%
35
100%
Total
Dari 35 sampel yang diteliti berdasarkan usia pada penelitian ini, dapat diketahui bahwa sampel yang berusia 30-35 tahun sebanyak 10 orang (28,6%), usia 36-40 tahun sebanyak 14 orang (40%) dan 41-45 tahun sebanyak 11 orang (31,4%) .
4.2 Deskripsi Data Berikut ini dijelaskan mengenai presentasi data penelitian. 4.2.1 Deskripsi Penyebaran Skor Berikut ini akan diuraikan deskripsi hasil penelitian statistik skor sampel penelitian self control yang dibantu dengan penyajian dalam bentuk tabel sebagai berikut: Untuk mengetahui skor Self Control yang diperoleh responden tersebut tinggi atau rendah,maka disajikan norma skor skala Self Control diketahui nilai Mean = 41,1
Maka jika subjek memiliki skor di bawah 41,1 dikategorikan
48
termasuk ke dalam self control rendah, sedangkan jika subjek memiliki skor di atas 41,1 maka subjek dikategorikan termasuk ke dalam self control tinggi.
Tabel 4.3 Klasifikasi skor skala Self Control Kategori
Rentang Raw Score
Jumlah Subjek
Persentase (%)
Tinggi
>41,1
14
40%
Rendah
<41,1
21
60%
35
100%
Total
Berdasarkan hasil pengolahan dari persebaran data di atas dapat kita lihat bahwa dari 35 orang responden 14 orang diantaranya (40%) memiliki skor self control yang masuk dalam kategori tinggi, dan 21 orang (60%) masuk dalam kategori rendah. Untuk mengetahui skor kecemasan yang diperoleh responden tersebut tinggi atau rendah,maka disajikan norma skor skala Kecemasan diketahui nilai Mean = 42,5 Maka jika subjek memiliki skor di bawah 42,5 dikategorikan termasuk ke dalam kecemasan rendah, sedangkan jika subjek memiliki skor di atas 42,5 maka subjek dikategorikan termasuk ke dalam kecemasan tinggi.
49
Tabel 4.4 Klasifikasi skor skala kecemasan Kategori
Rentang Raw Score
Jumlah Subjek
Persentase (%)
Tinggi
>42,5
18
51,43%
Rendah
<42,5
17
48,57%
35
100%
Total
Berdasarkan hasil pengolahan dari persebaran data di atas dapat kita lihat bahwa dari 35 orang responden 18 orang diantaranya (51,43%) memiliki skor kecemasan yang masuk dalam kategori tinggi, dan 17 orang (48,57%) masuk dalam kategori rendah.
4.3 Hasil Penelitian 4.3.1 Hasil Uji Hipotesis Selanjutnya untuk menguji apakah terdapat hubungan yang signifikan antara self control dengan kecemasan pasien gagal ginjal kronik. Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka diajukan Hipotesis Penelitian (Ha) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara self control dengan kecemasan pasien gagal ginjal kronik di Yayasan Ginjal Diatrans Indonesia. Untuk menganalisisnya, maka peneliti menggunakan teknik uji korelasi Pearson. Berikut hasil perhitungannya dengan menggunakan SPSS 16,0:
50
Tabel 4.5 Uji Korelasi antara Self Control dengan Kecemasan Correlations Self Control Self Control
Pearson Correlation
Kecemasan 1
Sig. (2-tailed) N Kecemasan
.077 .660
35
35
Pearson Correlation
.077
1
Sig. (2-tailed)
.660
N
35
35
Dengan hasil di atas diketahui bahwa taraf signifikasi sebesar 0,660 maka (dimana 0,660 > 0,05) sehingga keputusannya yaitu Ho diterima karena angka koefisien korelasi lebih besar dari 0,05, maka tidak ada hubungan yang signifikan antara kedua variabel yaitu self control dengan kecemasan pasien gagal ginjal kronik. Dengan demikian hipotesis Ha yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara self control dengan kecemasan pasien gagal ginjal kronik ditolak.
4.3.2 Hasil Analisa Tambahan Tabel 4.6 menggambarkan hasil perhitungan uji t skor untuk variabel self control antara subjek laki-laki dan perempuan.
51
Tabel 4.6 Self Control Berdasarkan Jenis Kelamin Independen Sampel Test Jenis Kelamin Self Control
Mean
Laki-laki
41,4286
Perempuan
40,6429
t
Sig. (2-tailed)
1,684 0,263
Dari hasil perhitungan diketahui tidak terdapat hubungan yang signifikan pada mean skor variabel self control antara subjek laki-laki dengan perempuan dengan indeks signifikansi 0,263 > 0,05. Dengan demikian dapat dikatakan tidak terdapat perbedaan self control yang signifikansi antara subjek laki-laki dan perempuan diterima. Artinya baik responden laki-laki dan perempuan memiliki self control yang sama.
Tabel 4.7 mengambarkan hasil perhitungan uji t skor untuk variabel kecemasan antara subjek laki-laki dan perempuan.
Tabel 4.7 Kecemasan Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin Kecemasan
Mean
Laki-laki
43,8095
Perempuan
40,6429
t
Sig. (2-tailed)
2,381 0,190
52
Dari hasil perhitungan diketahui tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada mean skor variabel kecemasan antara subjek laki-laki dan perempuan dengan indeks signifikansi 0,190 > 0,05. Dengan demikian dapat diartikan tidak terdapat perbedaan kecemasan yang signifikan antara responden laki-laki dan perempuan diterima. Artinya baik responden laki-laki dan perempuan memiliki kecemasan yang relatif sama.
53
BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN Pada bab ini akan diuraikan mengenai kesimpulan hasil penelitian, diskusi tentang penelitian serta hasil penelitian, diskusi tentang penelitian serta saran praktis dan saran untuk penelitian selanjutnya. 5.1 Kesimpulan Berdasarkan analisa data, serta pengujian hipotesa menggunakan perhitungan Pearson Correlation diatas didapatkan indeks signifikansi sebesar 0,660 (dimana 0,660>0,05) maka keputusannya adalah menerima hipotesis penelitian (Ho) yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara self control dengan kecemasan pasien gagal ginjal kronik. Dan dari hasiluji t juga didapatkan hasil bahwa tidakterdapat perbedaan self control dengan kecemasan berdasarkan jenis kelamin. 5.2 Diskusi Hasil utama dalam penelitian ini didapatkan bahwa Hipotesis penelitian (Ho) diterima dikarenakan dari hasil penelitian menyatakan bahwa pasien gagal ginjal mengalami kecemasan yang tinggi dan juga memiliki self control yang tinggi pula. Hal ini tidak sesuai dengan teori dari Calhoun and Acocella (1990) yang menyebutkan bahwa tiga penyebab masalah yang dapat diatasi dengan self control yang salah satunya adalah kecemasan. Begitu pula dalam Hurlock (1980) dijelaskan bahwa proses mengontrol emosi sendiri dapat dilakukan dengan self control karena self control sendiri
54
berkaitan dengan bagaimana individu mengendalikan emosi serta dorongandorongan dari dalam dirinya. Mengontrol emosi berarti mendekati suatu situasi dengan menggunakan sikap yang rasional untuk merespon situasi tersebut dan mencegah munculnya reaksi yang berlebihan. Individu dengan kontrol diri yang tinggi cenderung berusaha untuk mengubah perilakunya sesuai dengan permintaan sosial yang kemudian dapat mengatur kesan yang dibuat. Namun hasil penelitian yang dilakukan bertolak belakang dengan teori dan penelitian terdahulu yang dilakukan. Hal ini mungkin saja disebabkan karena yang diteliti dalam penelitian ini hanyalah dalam hal self control saja, seharusnya dapat juga dilihat dari segi sosial support yang diterima pasien untuk mengatasi kecemasan mereka. Banyak penelitian menyatakan bahwa orang yang memiliki banyak ikatan sosial (pasangan, kawan, kerabat, anggota kelompok) hidup lebih lama dan kurang rentan mengalami penyakit yang berhubungan dengan kecemasan dibandingkan dengan orang yang memiliki sedikit kontak sosial suportif (Cohen & Wills, 1985). Kawan-kawan dan keluarga dapat memberikan dukungan dalam banyak cara. Mereka dapat meningkatkan harga diri dengan mencintai kita apapun masalah kita. Mereka dapat memberikan informasi dan nasehat, dampingan untuk mengalihkan perhatian kita dari kecemasan, dan bantuan finansial atau material. Semua hal itu cenderung menghilangka perasaan tidak berdaya dan mengkatkan percaya diri kita tentang kemampuan kita mengatasi masalah (Atkinson, 1996).
55
Selain sosial support, teknik perilaku seperti latihan kombinasi biofeedback dengan latihan relaksasi juga terbukti efektif dalam menurunkan kecemasan bagi sebagian individu (Tarler-Benlolo, 1978). Dari hasil uji t juga didapatkan hasil bahwa tidak terdapat perbedaan self control dengan kecemasan berdasarkan jenis kelamin. Hal ini sesuai dengan pendapat Wiebe dan McCallum (1986) bahwa pria yang memandang perubahan sebagai suatu tantangan lebih sedikit mengalami kecemasan dan mengubah situasi menjadi menyenangkan. Walaupun penelitian ini dilakukan terhadap pria saja, hasil yang serupa telah ditemukan dalam penelitian terhadap wanita. Ketika dilakukan uji validitas untuk mengetahui koefisien validitas kembali pada hasil field test, ternyata didapatkan lebih sedikit item skala self control yang koefisiennya berada dibawah 0,3 yaitu hanya 3 item dibanding pada hasil try out. Begitu pula skala kecemasan hanya 2 item yang berada dibawah 0,3. Hal ini bisa disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya mungkin saja dikarenakan subjek yang kurang memahami item yang diberikan oleh peneliti, ketika mengisi skala mungkin saja subjek sudah merasa lelah setelah dari pagi hingga siang hari melakukan cuci darah, sehingga bisa jadi selain dikarenakan merasa lelah, mereka juga sudah tidak konsentrasi lagi untuk mengisi skala yang diberikan oleh peneliti karena sudah ingin cepat-cepat untuk pulang ke rumah. Selain itu mungkin saja dalam penyebaran kuesioner, peneliti merasa kurang maksimal dikarenakan waktu penelitian bersamaan dengan waktu subjek sedang melakukan proses cuci darah menyebabkan suasana kurang kondusif, sehingga bisa saja terjadi subjek dalam mengisi jawaban pernyataan dengan asal-
56
asalan dan sebagian subjek justru menunda pengembalian kuesioner setelah selesai melakukan cuci darah. Pasien Gagal Ginjal Kronik yang menjalani hemodialisa di Yayasan Ginjal Diatrans Indonesia sebagai sampel di dalam penelitian ini terdiri atas 35 orang pasien dari jumlah keseluruhan pasien hemodialisa yaitu 126 orang. Peneliti mengambil sampel tersebut, dikarenakan peneliti menggunakan metode purposive sampling yang mengambil sampel sesuai dengan karakteristik sampel. Oleh karena itu untuk memperoleh sampelnya menjadi terbatas. Pada hasil klasifikasi skor skala self control dan skala kecemasan didapatkan subjek yang memiliki skor self control tinggi sebanyak 14 responden, dan terendah 21 responden, untuk skor kecemasan tinggi sebanyak 18 responden, dan terendah 17 responden. Oleh karena itu mungkin saja hal ini juga yang menyebabkan hasil penelitian menjadi tidak ada hubungannya. Dapat dilihat juga dari tahapan yang terjadi pada pasien gagal ginjal kronik menurut teori Kubler&Ross,mungkin saja pada sampel yang peneliti ambil sudah memasuki tahapan penerimaan, maka mungkin saja hal ini juga menyebabkan hasil penelitian tidak ada hubungan. Pendekatan yang digunakan peneliti menggunakan pendekatan kuantitatif dikarenakan peneliti ingin melihat hubungan antara self control dengan kecemasan, oleh karena itu perlu dilakukan pendekatan kualitatif agar dapat dilihat lebih dalam sejauh mana gambaran kecemasan dan self control pasien gagal ginjal kronik. Namun peneliti berharap pada penelitian selanjutnya agar mengambil sampel yang berbeda dari yang pernah peneliti ambil, misalnya mengambil sampel pada masa dewasa awal, dimana pada masa dewasa awal ini dapat lebih
57
fokus dan lebih dapat memberikan banyak informasi seputar kondisi fisik dan psikologis mereka. Sehingga pada akhirnya bisa dilihat apakah ada perbedaan antara self control pasien yang tergolong dewasa madya dengan pasien yang tergolong dewasa awal. Peneliti juga berharap pada penelitian selanjutnya sebaiknya menggunakan pendekatan kualitatif juga, agar hasil yang diperoleh dapat terungkap lebih dalam. Dan peneliti juga berharap pada penelitian selanjutnya sebaiknya memberikan kuesioner kepada pasien saat menunggu giliran untuk melakukan cuci darah, atau mendatangi satu persatu rumah mereka, bukan pada saat mereka melakukan proses cuci darah. Serta peneliti juga menyarankan untuk mengambil sampel pasien gagal ginjal yang baru mengalami penyakit gagal ginjal kronik dan baru menjalani terapi cuci darah (hemodialisa).
5.3 Saran Dari hasil kesimpulan dan diskusi hasil penelitian, maka penulis mengajukan saran teoritis dan saran praktis sebagai berikut : 5.3.1 Saran Teoritis a. Sebaiknya pada penelitian yang di masa yang akan datang dalam mengambil subjek yang memiliki rentang usia lebih luas dan juga tahap perkembangan yang berbeda. b. Untuk penelitian selanjutnya, penulis menyarankan untuk mengambil pendekatan penelitian tidak hanya kuantitatif saja, namun pendekatan kualitatif juga sehingga hasil yang diperoleh dapat terungkap lebih dalam.
58
c. Disarankan kepada peneliti selanjutnya, agar mencari waktu senggang ketika distribusi kuesioner dilakukan, seperti saat menunggu giliran untuk melakukan cuci darah, atau mendatangi rumah subjek satu persatu.
5.3.2 Saran Praktis a. Bagi Pasien Bagi pasien diharapkan untuk dapat meminimalisasi kecemasan yang terjadi dengan mencari berbagai alternatif lain seperti teknik perilaku seperti, relaksasi atau dengan sosial support dari kerabat terdekat, bisa juga dengan mencari informasi sebanyak mungkin tentang penyakit gagal ginjal kronik. b. Bagi keluarga dan masyarakat Bagi keluarga untuk dapat lebih memotivasi pasien agar dapat mengurangi kecemasan yang dialami. Serta memberikan support kepada pasien. Bagi masyarakat untuk dapat lebih peduli dengan keadaan yang dialami pasien gagal ginjal kronik, agar kecemasan pasien dapat diminimalisasi. c. Untuk pengelola Yayasan : Bagi pengelola yayasan untuk membuat program latihan-latihan seperti, kelompok-kelompok kecil setiap minggunya untuk pasien dapat sharing dan berbagi informasi seputar penyakitnya kepada pasien lainnya, agar kecemasan mereka dapat berkurang. Serta memberikan hiburan kepada pasien saat sedang melakukan cuci darah agar pasien tidak merasa jenuh.
59
d. Untuk praktisi kesehatan : Bagi praktisi kesehatan untuk memberikan perhatian yang khusus sebagai upaya memperkecil kecemasan pasien.
60
DAFTAR PUSTAKA Arikunto, S. (2006). Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik. Jakarta: PT. Rineke Cipta. Atkinson, dkk (tt). Pengantar Psikologi, jilid dua edisi kesebelas. Batam: Interaksara. Auliya Rachmach, Lien. (2007). Tuhan, Aku Divonis Cuci Darah. Bandung: PT. Syaamil Cipta Media. Azwar, S. (2006). Penyusunan Skala Psikologi. Jakarta: Pustaka Pelajar. Calhoun, James F.(1990). Psychology of Adjustment Relationships. United States of America: McGraw-Hill.
and
Human
Colvy, Jack. (2010). Gagal Ginjal,Tips Cerdas Mengenali dan Mencegah Gagal Ginjal. Yogyakarta: CV. Solusi Distribusi. Chaplin, James P. (2006). Dictionary of Psychology. Kamus Lengkap Psikologi. Kartini Kartono (Terj) 2001. Jakarta: PT. Raja Grafindo Perkasa. Firmansyah, M. Adi. (2010). Usaha Memperlambat Perburukan Penyakit Ginjal Kronik ke Penyakit Ginjal Stadium Akhir. Jakarta: CDK Edisi 176. Hartono, Andry. (2008). Rawat Ginjal, Cegah Cuci Darah. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Hurlock, Elizabeth. B. Developmental Psychology A Life-Span Approach, Fifth Edition. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan, Edisi ke-5. Istiwidayati & Soedjarwo. 1980. Jakarta: Erlangga. Iskandarsyah, Aulia. (2006). Hubungan Antara Health Locus of Control dan Tingkat Depresi Pada Pasien Gagal Ginjal Kronis di RS. NY.R.A.Habibie Bandung. Joseph Pear, Garry Martin. (2003). Behavior Modification. USA: Pearson Prentice Hall. Kalay, Eva.dkk. (2009). Emotional Profile And Quality Of Life In Chronic Renal Failure And Renal Transplant Patients. Cognition, Brain,
61
Behavior. An Interdisciplinary Journal. Vol XIII, No. 3 (September), 313-328. Kazdin, Alan E. (1980). Behavior Modification in Applied Settings. Ontario: The Dorsey Press. Lazarus, Richard. (1969). Pattern of Adjustment and Human Effectiveness. New York: McGarw-Hill Book Company. Mahmudah, Kurniati. (2009). Hubungan antara Sikap terhadap Menstruasi dengan Kecemasan dalam Menghadapi Menarche Siswi Madrasah Tsanawiyah di Pondok Pesantren At-Takwa Pusat Putri Bekasi. Skripsi Fakultas Psikologi UIN. Priest, Robert. (1991). Anxiety and Depression. Bagaimana Cara Mencegah & Mengatasi Stress & Depresi. Semarang: Dahara Prize. Quinan, Patty. (2007). Control and Coping for Individuals with End Stage Renal Disease on Hemodialysis: A position paper. The CANNT journal. Vol. 17. no. 3. Republika. (2001). Perlu Kerja Sama Atasi Gagal Ginjal. Hal.19 Roro Kinanthi, Melok. (2004). Penilaian Kognitif (cognitive appraisal) Individu Dewasa Awal yang Menjalani Hemodialisa terhadap Kondisi yang Dialaminya (studi kasus terhadap pasien hemodialisa RS. Husada Insani Tangerang). Skripsi Fakultas Psikologi UIN. Sarafino, Edward P. (1994). Health Psychology second edition. New York: John Wiley and Sons, Inc. Suciadi, Leonardo Paskah. (2010). Kesehatan Ginjal dan Saluran Kemih. Jakarta: PT. Buana Ilmu Populer Kelompok Gramedia. Sevilla, dkk. 1993. Pengantar Metode Penelitian. Jakarta: UI Press. Sugiyono. (2009). Metode penelitian bisnis (pendekatan kuantitatif, kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta CV. Susalit, Endang. (2003). Rekomendasi Baru Penatalaksanaan Penyakit Ginjal Kronik. Jakarta: JNHC. Taylor, Shelley E. (2009). Health Psychology Seventh Edition. New York: The McGrw-Hill Companies.
62
Wahid, Muchtar. (2007). Hubungan antara Self Control dengan Kecemasan Menghadapi Masa Pensiun. Skripsi Fakultas Psikologi UIN. http://www.depsos.go.id http://www.medicastore.com
t-test selfcontrol
Group Statistics VAR00002
N
VAR00001 laki-laki perempuan
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
21
41.4286
1.07571
0.23474
14
40.6429
1.69193
0.45219
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
F VAR00001 Equal variances assumed Equal variances not assumed
Sig.
1.296
0.263
t-test for Equality of Means
t
Sig. (2tailed)
df
VAR00001 laki-laki perempuan
Mean
Lower
Upper
33
0.102
0.78571
0.46662
-0.16364
1.73507
1.542
20.006
0.139
0.78571
0.50949
-0.27703
1.84846
Group Statistics N
Std. Error Difference
1.684
t-test kecemasan
VAR00002
Mean Difference
95% Confidence Interval of the Difference
Std. Deviation
Std. Error Mean
21
43.8095
3.10836
0.6783
14
40.6429
4.78149
1.27791
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
F VAR00001 Equal variances assumed Equal variances not assumed
1.791
Sig.
0.19
t-test for Equality of Means
t
Sig. (2tailed)
df
Mean Difference
Std. Error Difference
95% Confidence Interval of the Difference Lower
Upper
2.381
33
0.023
3.16667
1.33015
0.46045
5.87288
2.189
20.309
0.04
3.16667
1.44677
0.15171
6.18163
Correlations Self Control Self Control
Pearson Correlation
1
Sig. (2-tailed) N Kecemasan
Kecemasan .077 .660
35
35
Pearson Correlation
.077
1
Sig. (2-tailed)
.660
N 35
35
Statistics Self Control N
Valid Missing
35 0
Mean
41.1143
Median
41.0000
Mode Std. Deviation
41.00 1.38843
Variance
1.928
Minimum
37.00
Maximum
44.00
Statistics Kecemasan N
Valid Missing
35 0
Mean
42.5429
Median
43.0000
Mode Std. Deviation
41.00 4.11127
Variance
16.903
Minimum
31.00
Maximum
51.00
KATA PENGANTAR
Dalam rangka menyelesaikan skripsi saya,saya mengadakan penelitian yang dimaksudkan untuk pengumpulan data yang berbentuk kuesioner. Kuesioner terdiri dari kuesioner yang berbeda-beda maksud dan tujuannya. Oleh sebab itu, saya meminta kesediaan bapak dan ibu untuk membantu saya mengisi kuesioner yang telah saya buat.
Dibawah ini ada data yang harus diisi terlebih dahulu dan juga ada petunjuk pengisian kuesioner, agar lebih memudahkan pengisian nanti. Semua identitas diri serta kuesioner yang telah anda isi dijamin kerahasiaannya, hingga tidak menjadi konsumsi umum. Sebelum dan sesudah penelitian saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.
Wassalam
Peneliti
Ade Nurmalika
IDENTITAS DIRI Nama
:
Jenis Kelamin
:
Usia
:
CARA PENGISIAN KUESIONER Contoh Pilihlah satu dari pernyataan dibawah ini yang paling sesuai dengan anda dengan mencontreng pada kolom yang sesuai dengan pilihan anda.
Keterangan SS : Sangat Setuju S
: Setuju
TS : Tidak Setuju STS : Sangat Tidak Setuju
NO 1.
Pernyataan Menurut saya, bakso rasanya enak
SS
S √
TS
STS
DATA FIELD TES SKALA KECEMASAN
Subjek
Usia
JK
Subjek 1
31th
P
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
Total Score 31
R
Subjek 2
35th
P
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
2
1
1
1
1
1
1
1
1
32
R
Subjek 3
33th
P
1
1
1
2
1
2
1
1
1
1
1
1
1
2
2
1
2
1
1
2
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
2
38
R
Subjek 4
40th
L
1
2
2
1
2
2
1
1
1
1
1
1
1
1
1
2
2
1
1
1
2
1
1
1
2
1
2
2
1
1
1
41
R
Subjek 5
36th
P
1
2
2
1
2
2
1
2
1
2
1
2
1
1
2
1
2
2
1
2
2
2
2
2
1
2
1
2
1
1
1
48
T
Subjek 6
38th
L
2
1
1
1
2
1
1
2
1
2
1
1
1
2
1
2
1
1
1
2
1
2
1
1
2
1
1
1
2
1
1
41
R
Subjek 7
41th
L
1
2
1
1
2
1
2
2
1
2
1
1
2
2
1
1
2
1
2
1
2
2
1
2
1
1
1
1
1
1
1
43
T
Subjek 8
45th
P
1
1
1
2
1
2
2
1
1
1
1
2
1
1
1
2
1
2
2
1
1
1
2
2
1
1
2
1
2
1
1
42
R
Nomor Item
Mean
St Dev
KATEGORI
Subjek 9
30th
L
1
2
1
2
1
1
1
1
2
1
1
2
2
1
1
1
2
1
2
1
1
1
2
1
2
1
1
2
1
2
1
42
R
Subjek 10
30th
L
2
1
1
1
1
2
2
1
1
1
1
1
1
1
1
2
1
2
1
1
1
2
1
1
2
2
1
2
1
1
1
40
R
Subjek 11
32th
L
2
1
1
2
1
2
1
1
1
1
1
2
1
2
1
1
2
1
2
1
1
1
1
2
1
1
2
1
1
2
1
41
R
Subjek 12
34th
P
1
1
1
1
1
2
1
1
2
1
1
2
1
1
1
1
2
2
1
2
1
1
1
1
2
1
2
1
1
1
1
39
R
Subjek 13
33th
P
1
1
2
1
1
1
1
2
1
1
1
1
1
1
2
1
2
1
1
1
2
2
1
1
2
1
1
1
1
2
2
40
R
Subjek 14
32th
P
1
2
1
1
2
1
1
2
2
1
1
2
2
1
1
2
1
2
1
1
1
2
2
1
2
1
2
1
2
1
1
44
T
Subjek 15
31th
P
1
2
1
2
1
1
1
2
1
1
1
1
1
1
2
1
1
1
2
1
2
1
1
2
1
2
1
1
1
2
2
41
R
Subjek 16
41th
L
1
2
1
1
1
2
1
1
1
1
1
2
1
2
1
2
2
1
1
1
1
2
1
2
1
2
1
2
1
1
1
41
R
Subjek 17
45th
L
1
2
1
1
2
2
2
2
1
2
2
1
1
1
2
2
2
1
2
1
2
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
43
Subjek 18
43th
P
2
1
1
2
2
1
1
1
1
2
1
1
1
1
1
1
1
1
1
2
1
1
1
1
1
2
1
1
2
2
1
39
T 42.5428571
4.11126757
R
Subjek 19
44th
L
1
1
2
1
1
1
2
2
1
2
1
1
2
1
2
2
1
1
2
2
2
1
2
2
2
2
1
1
2
1
1
46
T
Subjek 20
37th
L
1
2
2
2
1
2
1
1
1
1
2
1
1
2
1
1
1
2
1
2
2
1
1
1
1
1
2
2
1
1
2
43
T
Subjek 21
39th
P
2
2
1
2
2
1
1
2
1
2
2
1
1
2
2
1
1
2
1
1
2
1
2
2
1
1
1
1
1
1
2
45
T
Subjek 22
36th
P
1
1
1
2
1
2
2
2
1
2
1
1
2
1
1
1
1
2
1
2
1
2
1
1
2
1
1
2
1
2
2
44
T
Subjek 23
39th
P
2
1
1
2
1
1
1
2
1
2
1
1
1
1
2
1
1
2
1
1
1
2
2
2
2
2
1
2
1
2
2
45
T
Subjek 24
39th
L
1
2
1
2
1
1
2
2
1
1
1
1
1
2
2
1
1
1
2
2
2
2
1
1
2
2
2
1
2
2
1
46
T
Subjek 25
42th
L
2
1
1
1
2
2
1
2
2
2
2
1
2
2
2
1
2
2
2
2
1
1
2
1
1
2
1
1
2
2
1
49
T
Subjek 26
44th
L
1
2
1
1
1
2
2
2
1
1
2
2
2
1
1
1
2
1
2
1
1
1
2
1
1
2
2
1
1
1
2
44
T
Subjek 27
41th
L
2
1
1
1
2
2
2
2
2
2
1
1
1
2
2
1
1
2
1
2
1
2
2
2
1
1
1
2
1
2
2
48
T
Subjek 28
43th
P
1
2
1
1
2
1
1
2
1
2
2
1
1
1
1
1
1
1
2
2
2
1
1
2
1
1
1
2
1
1
1
41
R
Subjek 29
36th
L
2
2
1
1
2
1
2
2
2
1
1
1
2
2
2
1
1
2
2
2
2
2
1
1
2
1
2
2
2
2
2
51
T
Subjek 30
38th
L
1
1
2
1
1
2
1
2
2
1
2
1
1
1
2
1
1
2
1
1
2
1
1
1
2
1
2
1
2
1
1
42
R
Subjek 31
42th
L
1
1
2
2
2
2
2
1
2
1
1
1
2
2
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
2
2
1
1
2
2
1
43
T
Subjek 32
39th
L
1
1
1
2
1
2
1
2
1
1
1
1
1
1
2
1
1
1
1
1
1
1
1
2
2
2
2
1
1
2
1
40
R
Subjek 33
37th
L
1
2
1
1
2
2
2
2
1
1
2
2
2
1
1
2
1
1
2
1
2
1
2
2
1
1
2
2
2
2
1
48
T
Subjek 34
40th
L
1
1
1
1
1
2
1
2
1
2
2
2
1
2
1
2
1
2
1
1
2
2
1
1
1
1
2
1
2
1
2
44
T
Subjek 35
36th
L
1
2
1
2
1
1
2
1
2
2
1
2
1
1
1
2
1
2
1
1
1
2
1
2
1
1
2
2
1
2
1
44
T
Skala Kecemasan No
Pernyataan
1
Saya takut membayangkan tubuh saya menjadi kurus akibat penyakit saya.
2
Saya khawatir proses cuci darah tidak berlangsung secara lancar.
3
Proses cuci darah yang dialami pasien penyakit ginjal merupakan hal yang sudah biasa.
4
Saya tenang saja meski belum mengetahui apa sebenarnya gagal ginjal kronik tersebut.
5
Vonis gagal ginjal adalah pertanda bahaya.
6
Dengan diterima vonis penyakit gagal ginjal kronik, masa depan saya akan suram karena aktivitas saya akan menjadi terbatas.
7
Sakit yang dialami saat cuci darah merupakan salah satu kelemahan yang harus dialami pasien gagal ginjal kronik.
8
Hari saya akan tetap menyenangkan meskipun divonis gagal ginjal.
9
Proses cuci darah tidak membahayakan diri saya.
10
Gagal ginjal kronik ini tidak akan membuat saya murung nantinya.
11
Saya akan menjadi lemah dan tidak bisa melakukan apa-apa saat divonis gagal ginjal.
12
Saya bahagia karena vonis gagal ginjal kronik.
13
Saya merasa percaya diri dan bergaul dengan teman-teman seperti biasanya meski saya telah mengidap penyakit gagal ginjal kronik.
14
Saya yakin bisa menjalani hari yang cerah seperti biasanya meski nantinya saya menjalani cuci darah.
15
Saya menjadi tidak percaya diri membayangkan saya berada ditengah-tengah orang banyak dalam keadaan penyakit yang saya derita.
16
Rasanya saya mudah marah memikirkan kelangsungan hidup saya kelak.
17
Pikiran saya terpecah ketika melakukan aktivitas teringat vonis yang diberikan dokter tentang penyakit saya.
18 19
Saya tetap fokus bekerja, meski sebelumnya saya melakukan proses cuci darah. Saya tetap bisa tenang mengetahui jadwal cuci darah yang harus saya jalani.
SS
S
TS
STS
20
Saya berkonsentrasi mendengarkan penjelasan dokter atau suster tentang bagaimana mengoptimalkan asupan cairan.
21
Saya tahu bagaimana mengatur pola makan untuk mencegah penyakit ginjal yang lebih parah lagi.
22
Keringat saya bermunculan saat saya menyadari saya mengidap penyakit ginjal.
23
Ujung jari tangan saya menjadi dingin saat dilakukan proses cuci darah.
24
Detak jantung saya meningkat bila ingat nantinya saya akan mengalami proses cuci darah juga seperti pasien lainnya yang sudah menjalani.
25
Saya sulit tidur mengingat bagaimana nanti saya memberitahukan penyakit saya kepada kerabat terdekat saya.
26
Nafsu makan saya hilang mengingat saat proses cuci darah berlangsung.
27
Pekerjaan dan aktivitas lainnya akan terbengkalai saat penyakit gagal ginjal itu menimpa saya.
28
Saya tetap mendengarkan penjelasan dokter atau perawat tentang asupan makanan meski saya sedang melakukan proses cuci darah.
29
Tangan dan kaki saya tidak dingin ketika memasuki ruang hemodialisa.
30
Jantung saya berdebar menantikan saat kembali menjalani proses cuci darah.
31
Saya tetap tenang, meski esok saya akan melakukan cuci darah kembali.
32
Saya minder dengan teman-teman dilingkungan saya, karena penyakit gagal ginjal kronik yang saya derita.
33
Saya pasti bisa menghadapi penyakit gagal ginjal kronik ini.
34
Saya mudah marah sejak divonis mengalami pnyakit gagal ginjal oleh dokter.
35
Pikiran saya bercabang saat dokter atau suster menjelaskan bagaimana caranya membatasi asupan cairan setiap harinya.
36 37 38
Saya ingin lari dari kenyataan karena harus mengalami penyakit gagal ginjal kronik. Penyakit gagal ginjal kronik ini dapat diatasi. Jantung saya berdetak normal meskipun saya sedang melakukan proses cuci darah.
39 40 41 42
Saya tidak bisa tidur membayangkan esok hari menjalani proses cuci darah. Saya tetap bisa makan meski penyakit gagal ginjal ini menyiksa saya. Detak jantung saya tetap normal ketika memasuki ruang cuci darah. Saya tidur seperti biasanya meski saya harus menjalani proses cuci darah seumur hidup.
Skala Self Control No Pernyataan 1 Saya terbiasa menyelesaikan satu masalah sebelum masalah lain datang. 2
Ketika ada masalah di rumah, saya akan menyendiri di kamar dan tidak akan melakukan cuci darah.
3
Saya sering menunda-nunda untuk melakukan proses cuci darah.
4
Saya dapat meminimalisasi kelemahan yang saya miliki.
5
Saya terus larut dalam kegagalan dan kesedihan bila melakukan kesalahan.
6
Saya langsung menyerah bila ada masalah tanpa berusaha untuk menyesaikannya.
7
Saya akan ikut seminar kesehatan untuk meningkatkan motivasi untuk sembuh yang di adakan di Yayasan.
8
Saya tidak berani mengakui kesalahan saya sendiri.
9
Hati saya tetap tegar ketika menghadapi banyak masalah.
10
Saya tidak mampu memecahkan masalah sendiri.
11
Saya tidak menyerah sebelum berusaha semaksimal mungkin.
SS
S
TS
STS
Skala Kecemasan No Pernyataan 1 Saya takut membayangkan tubuh saya menjadi kurus akibat penyakit saya. 2
Saya khawatir proses cuci darah tidak berlangsung secara lancar.
3
Sakit yang dialami saat cuci darah merupakan salah satu kelemahan yang harus dialami pasien gagal ginjal kronik.
4
Hari saya akan tetap menyenangkan meskipun divonis gagal ginjal.
5
Proses cuci darah tidak membahayakan diri saya.
6
Gagal ginjal kronik ini tidak akan membuat saya murung nantinya.
7
Saya akan menjadi lemah dan tidak bisa melakukan apa-apa saat divonis gagal ginjal. Saya merasa percaya diri dan bergaul dengan teman-teman seperti biasanya meski saya telah mengidap penyakit gagal ginjal kronik.
8 9
Saya yakin bisa menjalani hari yang cerah seperti biasanya meski nantinya saya menjalani cuci darah.
10
Saya menjadi tidak percaya diri membayangkan saya berada ditengah-tengah orang banyak dalam keadaan penyakit yang saya derita.
11
Rasanya saya mudah marah memikirkan kelangsungan hidup saya kelak.
12
Pikiran saya terpecah ketika melakukan aktivitas teringat vonis yang diberikan dokter tentang penyakit saya.
13
Saya tetap fokus bekerja, meski sebelumnya saya melakukan proses cuci darah.
14
Keringat saya bermunculan saat saya menyadari saya mengidap penyakit ginjal.
15
Ujung jari tangan saya menjadi dingin saat dilakukan proses cuci darah.
16
Detak jantung saya meningkat bila ingat nantinya saya akan mengalami proses cuci darah juga seperti pasien lainnya yang sudah menjalani.
17
Saya sulit tidur mengingat bagaimana nanti saya memberitahukan penyakit saya kepada kerabat terdekat saya.
18
Nafsu makan saya hilang mengingat saat proses cuci darah berlangsung.
19
Pekerjaan dan aktivitas lainnya akan terbengkalai saat penyakit gagal ginjal itu menimpa saya.
SS
S
TS
STS
20
Tangan dan kaki saya tidak dingin ketika memasuki ruang hemodialisa.
21
Jantung saya berdebar menantikan saat kembali menjalani proses cuci darah.
22
Saya tetap tenang, meski esok saya akan melakukan cuci darah kembali.
23
Saya minder dengan teman-teman di lingkungan saya, karena penyakit gagal ginjal kronik yang saya derita.
24
Saya mudah marah sejak divonis mengalami penyakit gagal ginjal oleh dokter.
25
Pikiran saya bercabang saat dokter atau suster menjelaskan bagaimana caranya membatasi asupan cairan setiap harinya.
26
Saya ingin lari dari kenyataan karena harus mengalami penyakit gagal ginjal kronik.
27
Jantung saya berdetak normal meskipun saya sedang melakukan proses cuci darah.
28
Saya tidak bisa tidur membayangkan esok hari menjalani proses cuci darah.
29
Saya tetap bisa makan meski penyakit gagal ginjal ini menyiksa saya.
30
Detak jantung saya tetap normal ketika memasuki ruang cuci darah.
31
Saya tidur seperti biasanya meski saya harus menjalani proses cuci darah seumur hidup.
Skala Self Control No
Pernyataan
1
Saya terbiasa menyelesaikan satu masalah sebelum masalah lain datang.
2
Ketika ada masalah di rumah, saya akan menyendiri di kamar dan tidak akan melakukan cuci darah.
3
Saya kurang yakin bisa bertahan hidup seperti individu yang sehat lainnya.
4
Saya sering menunda-nunda untuk melakukan proses cuci darah.
5
Saya dapat meminimalisasi kelemahan yang saya miliki.
6
Saya terus larut dalam kegagalan dan kesedihan bila melakukan kesalahan.
7
Saya menjadi bingung untuk menyelesaikan terlebih dahulu masalah keluarga atau pekerjaan
8
Saya menyikapi saran dan kritik dokter dengan sabar, tenang dan introspeksi diri.
9
Saya langsung menyerah bila ada masalah tanpa berusaha untuk menyesaikannya.
10
Saya tetap memprioritaskan masalah yang lebih utama yang harus diselesaikan terlebih dahulu.
11
Saya akan ikut seminar kesehatan untuk meningkatkan motivasi untuk sembuh yang di adakan di Yayasan.
12
Saya selalu bertanggung jawab apabila melakukan kesalahan.
13
Saya tidak berani mengakui kesalahan saya sendiri.
14
Hati saya tetap tegar ketika menghadapi banyak masalah.
15
Saya mampu mengambil manfaat dari apa yang telah saya lakukan.
16
Saya tidak mampu memecahkan masalah sendiri.
17
Saya tidak menyerah sebelum berusaha semaksimal mungkin.
SS
S
TS
STS
SKALA KECEMASAN Scale: ALL VARIABLES Case Processing Summary N Cases
Valid Excludeda Total
% 25
100.0
0
.0
25
100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics Cronbach's Alpha
N of Items .910
42
Item Statistics Mean
Std. Deviation
N
VAR00001
2.2400
.59722
25
VAR00002
2.5600
.76811
25
VAR00003
2.0000
.40825
25
VAR00004
2.5200
.65320
25
VAR00005
2.6400
.75719
25
VAR00006
2.0800
.75939
25
VAR00007
2.6000
.81650
25
VAR00008
1.9200
.64031
25
VAR00009
2.3200
.62716
25
VAR00010
2.0000
.64550
25
VAR00011
1.8800
.92736
25
VAR00012
3.5600
.58310
25
VAR00013
1.8400
.62450
25
VAR00014
1.9200
.49329
25
VAR00015
2.0400
.67577
25
VAR00016
2.1600
.68799
25
VAR00017
2.3600
.70000
25
VAR00018
2.0400
.53852
25
VAR00019
1.8400
.37417
25
VAR00020
1.7600
.52281
25
VAR00021
2.0000
.40825
25
VAR00022
2.2800
.84261
25
VAR00023
2.3600
.70000
25
VAR00024
2.4400
.76811
25
VAR00025
2.3600
.81035
25
VAR00026
2.4000
.81650
25
VAR00027
2.1600
.55377
25
VAR00028
1.7200
.61373
25
VAR00029
2.4000
.50000
25
VAR00030
2.3200
.85245
25
VAR00031
2.3200
.69041
25
VAR00032
2.1600
.80000
25
VAR00033
1.6000
.50000
25
VAR00034
2.2800
.67823
25
VAR00035
2.3600
.63770
25
VAR00036
2.4000
1.00000
25
VAR00037
1.8400
.68799
25
VAR00038
2.1200
.52599
25
VAR00039
2.0800
.75939
25
VAR00040
2.2000
.64550
25
VAR00041
2.1200
.72572
25
VAR00042
2.1600
.74610
25
Item-Total Statistics Cronbach's Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Corrected ItemItem Deleted
Total Correlation
Alpha if Item Deleted
VAR00001
90.1200
170.193
.317
.910
VAR00002
89.8000
166.083
.445
.908
VAR00003
90.3600
175.990
-.062
.912
VAR00004
89.8400
173.390
.097
.912
VAR00005
89.7200
169.960
.251
.911
VAR00006
90.2800
169.293
.284
.910
VAR00007
89.7600
167.607
.341
.910
VAR00008
90.4400
168.340
.406
.909
VAR00009
90.0400
165.373
.603
.906
VAR00010
90.3600
166.823
.495
.908
VAR00011
90.4800
164.260
.436
.908
VAR00012
88.8000
178.000
-.183
.914
VAR00013
90.5200
166.760
.517
.907
VAR00014
90.4400
168.090
.560
.907
VAR00015
90.3200
167.227
.447
.908
VAR00016
90.2000
167.417
.427
.908
VAR00017
90.0000
163.750
.628
.906
VAR00018
90.3200
170.227
.354
.909
VAR00019
90.5200
172.843
.255
.910
VAR00020
90.6000
174.750
.034
.912
VAR00021
90.3600
175.240
.008
.912
VAR00022
90.0800
162.327
.580
.906
VAR00023
90.0000
162.917
.676
.905
VAR00024
89.9200
162.993
.607
.906
VAR00025
90.0000
163.750
.534
.907
VAR00026
89.9600
161.207
.657
.905
VAR00027
90.2000
167.833
.512
.908
VAR00028
90.6400
176.490
-.084
.914
VAR00029
89.9600
170.623
.353
.909
VAR00030
90.0400
158.123
.776
.903
VAR00031
90.0400
164.623
.586
.906
VAR00032
90.2000
163.167
.572
.906
VAR00033
90.7600
173.523
.130
.911
VAR00034
90.0800
168.910
.347
.909
VAR00035
90.0000
167.083
.485
.908
VAR00036
89.9600
161.457
.513
.907
VAR00037
90.5200
171.093
.218
.911
VAR00038
90.2400
167.857
.540
.907
VAR00039
90.2800
160.627
.742
.904
VAR00040
90.1600
164.223
.656
.906
VAR00041
90.2400
167.523
.396
.909
VAR00042
90.2000
161.167
.727
.904
Scale Statistics Mean 92.3600
Variance 175.490
Std. Deviation 13.24726
N of Items 42
SKALA SELF CONTROL Scale: ALL VARIABLES Case Processing Summary N Cases
Valid Excludeda Total
% 25
100.0
0
.0
25
100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics Cronbach's Alpha
N of Items .737
17
Item Statistics Mean
Std. Deviation
N
VAR00001
3.0400
.53852
25
VAR00002
3.4400
.58310
25
VAR00003
2.9200
.64031
25
VAR00004
3.2800
.61373
25
VAR00005
2.9200
.40000
25
VAR00006
3.0400
.73485
25
VAR00007
2.4800
.82260
25
VAR00008
3.1600
.47258
25
VAR00009
3.4000
.64550
25
VAR00010
3.0400
.61101
25
VAR00011
3.2800
.45826
25
VAR00012
3.1200
.60000
25
VAR00013
2.9200
.70238
25
VAR00014
2.8000
.50000
25
VAR00015
2.8000
.64550
25
VAR00016
2.8000
.76376
25
Item Statistics Mean
Std. Deviation
N
VAR00001
3.0400
.53852
25
VAR00002
3.4400
.58310
25
VAR00003
2.9200
.64031
25
VAR00004
3.2800
.61373
25
VAR00005
2.9200
.40000
25
VAR00006
3.0400
.73485
25
VAR00007
2.4800
.82260
25
VAR00008
3.1600
.47258
25
VAR00009
3.4000
.64550
25
VAR00010
3.0400
.61101
25
VAR00011
3.2800
.45826
25
VAR00012
3.1200
.60000
25
VAR00013
2.9200
.70238
25
VAR00014
2.8000
.50000
25
VAR00015
2.8000
.64550
25
VAR00016
2.8000
.76376
25
VAR00017
3.2400
.52281
25
Item-Total Statistics Cronbach's Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Corrected ItemItem Deleted
Total Correlation
Alpha if Item Deleted
VAR00001
48.6400
18.657
.418
.718
VAR00002
48.2400
18.190
.475
.712
VAR00003
48.7600
19.440
.185
.738
VAR00004
48.4000
18.667
.349
.723
VAR00005
48.7600
19.357
.391
.723
VAR00006
48.6400
17.157
.525
.703
VAR00007
49.2000
20.333
-.016
.767
VAR00008
48.5200
19.510
.278
.729
VAR00009
48.2800
17.543
.542
.703
VAR00010
48.6400
19.157
.255
.731
VAR00011
48.4000
19.250
.356
.724
VAR00012
48.5600
19.423
.210
.735
VAR00013
48.7600
16.357
.712
.682
VAR00014
48.8800
18.443
.512
.711
VAR00015
48.8800
21.693
-.202
.773
VAR00016
48.8800
17.610
.421
.715
VAR00017
48.4400
19.007
.354
.723
Scale Statistics Mean 51.6800
Variance 20.893
Std. Deviation 4.57092
N of Items 17