NO.06
Maret 2005 PERHIMPUNAN BUDDHIS NICHIREN SHU INDONESIA
MENGENAL KESESATAN DALAM PIKIRAN
H
Oleh: YM.Bhiksu.Kanshin Mochida
ari ini, untuk memperdalam hati kepercayaan kita, ada sebuah cerita Buddhis yang baik untuk kita renungkan. Pada masa yang lalu di India, terdapat seorang raja yang mempunyai sifat yang sangat pemarah dan jelek serta sangat menyukai peperangan, karena itu semua orang di negara tersebut sangat takut terhadap Beliau dan muak terhadap peperangan. Tetapi Raja itu sangat kuat dan tidak ada seorang pun yang dapat melawan dia. Sementara itu, Sang raja mempunyai istana yang sangat besar. Istana ini sangat luar biasa dan terutama setiap lantainya dilapisi oleh marmer yang indah. Jalan penghubung antar bangunan didalamnya sangat luas dan sangat bagus sekali. Suatu hari sang raja menyuruh dua orang pelukis terkenal untuk melukis gambar yang sesuai disetiap sisi jalan penghubung tersebut. Sang raja memberi mereka waktu satu bulan. Pelukis A segera memulai untuk melukis sebuah gambar di sisi kanan dinding dari penghubung tersebut, Dengan membawa semua jenis cat dan kuas untuk melukis dia memulai lukisannya. Dia berkata kepada pelukis B bahwa dia akan melukiskan pemandangan tentang Tanah Buddha untuk merubah sifat
dari sang raja. Pelukis B berkata,” saya punya pemikiran yang sama, tetapi jika kamu melukis sebuah lukisan tentang Tanah Buddha, maka saya mesti melukis sesuatu yang berbeda.” Beberapa hari kemudian, pelukis B mulai melakukan pekerjaannya, tetapi dia tidak melukis apapun. Malahan dia membawa sebuah batu asahan dan mulai mengosok permukaan dari dinding sebelah 1
kiri.
Pelukis A Tanah Buddha berkata kepada dia,”Kita tidak mempunyai waktu yang cukup untuk mempersiapkan hal seperti itu. Jika kamu tidak buru-buru, kamu tidak akan bisa menyelesaikannya sama sekali.” Pelukis B berkata,” Tidak masalah ! kamu tidak perlu khawatir tentang saya. Kamu bekerja sangat keras, karena itu saya harus
No.006 / Maret 2005
menghaluskan badan dan jiwa dari jalan penghubung ini.” Kemudian dia terus menghaluskan permukaan dinding itu siang dan malam. Satu bulan kemudian, sang raja kembali untuk melihat lukisan itu. Pada dinding sebelah kanan dari koridor itu, terdapat sebuah pemandangan yang sangat indah dari Tanah Buddha. Pada pertengahan dari lukisan itu, terdapat sebuah lukisan keadaan yang penuh ketenangan dan kemuliaan yang luar biasa yang dikelilingi oleh para Bodhisattva yang memakai pakaian yang berwarnawarni. Para dewa dewi yang cantik menghiasi keseluruhan dari lukisan itu, dan pada bagian bawahnya, terdapat seluruh golongan dari manusia dan seluruh mahluk hidup dengan tangan terkatup (anjali) dan menghormati Sang Buddha. Sang raja sangat terkagum-kagum,” Oh! Ini sangat begitu indah dan luar biasa !” Kemudian dia mengarahkan pandangannya ke sisi lain dinding itu, disana tidak terlihat apapun. Disana sama sekali tidak terlihat apapun tetapi hanya ada dinding marmer
yang halus, sang raja menjadi sangat marah dan berteriak memanggil para pelukis. Para pengawal kembali dan membawa pelukis B. Pelukis B dengan wajah penuh senyuman datang menghadap, sang raja sangat marah dan berkata ,”Kenapa kamu tersenyum ? apakah kamu tidak takut mati ?” Pelukis B berkata,” Yang mulia, coba letakkan kedua tangan anda dengan sikap anjali dan lihat ke lukisan saya dengan penuh ketenangan. Saya adalah seorang pelukis yang telah dipilih oleh Yang Mulia, tentu saya tidak akan mengecewakan. Bukankah lebih baik mencobanya.” Pelukis itu dengan sikap penuh percaya diri mengatakan hal itu kepada sang raja sehingga membuat perasaannya menjadi tenang dan semua orang terlihat begitu tegang dan serius, kemudian sang raja berdiri di depan dinding marmer itu, dan dengan sikap tangan anjali dan dengan tenang membuka matanya. Pada saat itu, sinar matahari masuk melalui jendela dan mengenai lukisan Tanah Buddha dan memantulkan lukisan itu ke dinding sebelah kiri yang bermarmer halus tersebut. Kemudian sang raja melihat pantulan lukisan Tanah Buddha dan dirinya sedang bersujud dibawah lukisan itu dengan seluruh golongan manusia dan seluruh mahluk hidup. Sangat indah sekali… Entah bagaimana, air mata menetes mengalir turun di kedua pipinya dan sang raja berkata, “Kenapa saya tidak bisa mewujudkan kehidupan seperti itu di dunia ini ?” Sejak saat itu, sang raja berusaha menghindari terjadinya peperangan, dan tidak seorang pun melihat dia marah lagi atau melakukan sesuatu yang tidak masuk akal. Semua orang adalah raja dari dunianya, jadi jika ia marah 2
maka dunianya akan menjadi dunia kemarahan atau jika ia menjadi serakah, maka dunianya akan berubah menjadi dunia keserakahan. Nichiren Shonin berkata,”Dunia Neraka mulai dari kebencian ada dalam pikiran kita.” Jika pikiran seseorang, sibuk dengan perasaannya, dia tidak akan bisa mewujudkan, dunia yang diinginkan dan mungkin akan kehilangan kemuliaannya bagaikan seorang raja dapat menghancurkan negaranya karena kelalaiannya. Kebalikannya, dalam kisah diatas memberitahukan bahwa untuk mendapatkan mengetahui kesesatan pikiran kita yang sesungguhnya, dimana kita terlebih dahulu harus dapat menerima semua fenomena disekitar kita dengan penuh ketenangan. Berusahalah untuk mendapatkan hal itu sebagai jalan terbaik untuk melihat apa yang seharusnya kita lakukan untuk mendapatkan kebahagiaan. Karena itu, berusahalah untuk mendapat ketenangan setiap hari dan mencoba untuk menjaga agar kamu tidak terlalu terbebankan dalam pekerjaan dan emosi untuk sementara waktu setiap hari. Dan gosoklah pikiran dengan batu asahan maitri karuna. Semua ini akan menyadarkan kesesatan pikiran yang ada dalam diri kamu. Bagaikan sebuah kamera yang mengambil sebuah gambar pada suatu saat tertentu, berusahalah mencoba mengambil gambaran mengenai kesesatan pikiran semua orang. Dan dengan sikap tersebut tidak hanya kamu tetapi semua orang disekitar kamu akan mencapai jalan kebahagiaan. Semoga Buddha selalu bersama dengan kita, dan semoga kita dapat mencapai jalan Penerangan Agung dengan segera. SELESAI. Catatan: YM.Bhiksuni Kanshin Mochida adalah Asistant Manager International Affairs Section Missionary Department Nichiren Shu Buddhism
No.006/ Maret 2005
Bimbingan Oleh:
YM.Bhiksuni Myosho Obata
(Bhiksuni Pembimbing Indonesia)
TIGA RACUN MEMBAKAR
M
unculnya Buddha di dunia ini adalah untuk satu tujuan,"menyelamatkan semua orang dari api 3 racun (Ketamakan, Kemarahan, dan Kebodohan) dan membimbing mereka untuk mencapai Penerangan Sempurna." Didalam Saddharma Pundarika Sutra, Bab III, “ Terdapat sebuah cerita perumpamaan, di dalam perjalanan ke Rajagraha, Magadha, Buddha Sakyamuni dan 1000 orang muridnya yang menemani Sang Buddha mampir di Gunung Gayasirsa. Berdiri diatas puncak gunung, mereka memandang sebuah kota yang sedang terbakar. Sang Buddha kemudian mengajarkan sebuah cerita perumpamaan tentang api membakar: “Sama halnya dengan kota di bawah yang sedang terbakar dalam kobaran api atau dengan kata lain sama seperti sebuah api penderitaan karena ke tiga racun yang membakar dalam pikiran, menyebabkan semua pengamatan / penglihatan, dan tindakan dari kita sebagai sumber dari kesengsaraan dan penderitaan. Bagaimanapun, ketika kita mengamati setiap hal dengan tepat dan mencoba untuk menghindar dari pemikiran jahat dan tindakan, api racun / iblis dalam pikiran kita akan lenyap." Buddha Sakyamuni Buddha mengajarkan kepada kita terdapat 8 macam penderitaan mahluk. Ke-delapan penderitaan itu adalah penderitaan karena kelahiran, usia tua / proses penuaan, penyakit, kematian, bertemu orang yang
dibenci, terpisah dari orang yang tercinta, tidak memperoleh apa yang sedang di cari, dan keterikatan kepada raga / badan dan pikiran. Dan ini semua berasal dari hawa nafsu kita sendiri (api racun). Aku pikir bahwa alasan yang paling mendasar mengapa kita mempunyai banyak permasalahan/ kesulitan yang menimpa manusia di seluruh dunia hari ini, tidak bisa mencari jalan keluar dari permasalahan ini dan membuat dunia penuh dengan keharmonisan adalah karena hawa nafsu kita. Didalam Saddharma Pundarika Sutra dikatakan, “Penyebab penderitaan adalah ketamakan. Ketika ketamakan dilenyapkan, tidak ada penyebab penderitaan.” Keinginan hati untuk menahan keinginan kita didalam kehidupan sehari-hari dan puas dengan kekurangan. Satu hal yang jelas jika berbagai keinginan kita dan kesengsaraan kita akan terus berkembang ketika kita membandingkan diri kita dengan orang lain. Untuk itu, kita harus menghentikan segala evaluasi tentang diri kita terhadap orang lain. Sebagai gantinya, kita perlu mengetahui ketergantungan dari setiap orang dan bahwa 3
kita semua tinggal bersama-sama dengan orang lain. Dengan kata lain, dunia ini adalah tidak hanya terdiri dari kita, manusia tetapi juga banyak mahluk hidup lainnya seperti binatang dan tumbuhan, benda mati lainnya seperti samudera, pegunungan, sungai dan tanah. Sadari bahwa umat manusia adalah hanya satu bagian dari semua yang ada di alam ini, yang mana semua saling bergantungan satu sama lain dan menjadi satu badan. Oleh karena itu, Aku berpikir bahwa kita perlu menunjukkan rasa hormat kita, kepada semua hal yang ada disekitar kita. Terima kasih, SELESAI.
No.006 / Maret 2005
Seri Pelajaran Mahayana
EMPAT KEBENARAN MULIA (BAGIAN KE-DUA)
Redaksi: Bahan ini adalah kelanjutan dari bulan lalu...
S
esudah meyakinkan para pertapa yang pada mulanya agak keras kepala untuk dapat menerima ajaran Sang Buddha, akhirnya kelima pertapa tersebut dapat dibimbing dan diberi petunjuk oleh Sang Buddha ke dalam bentuk pemahaman bahwa Kebebasan adalah merupakan pencapaian Nirvana [Nibbana] , yaitu bebas dari kelahiran, kelapukan, penyakit, kematian, penderitaan, dan nafsu keinginan. Dalam khotbah Dharma pertama yang dinamakan Pemutaran Roda Dharma [Dharmacakra Pravartana/Dhammacakka Pavattana] Sang Buddha menjelaskan Jalan Tengah [Madhyama Pratipada/ Majjhima Patipada] yang telah Beliau temukan dimana merupakan intisari ajaran Beliau. Beliau mengawali khotbah ini dengan menasihati ke lima pertapa yang waktu itu masih mempercayai cara bertapa menyiksa diri, agar dapat menghindari kemelekatan pada nafsu keinginan inderawi yang rendah [kamasukhallikanuyoga] dan cara bertapa menyiksa diri [attakilamathanuyoga] karena hal tersebut tidak akan membawa Kedamaian dan Kebebasan. Manusia sebagai mahluk hidup memang lemah adanya dimana pada saat kita mati, ke-empat unsur; tanah, air, api, dan udara, saling melebur satu persatu, dan akhirnya menyatu dengan alam semesta. Namun ketika kita hidup, kita berbagi energi yang mampu melakukan segala-galanya, dari sehelai rumput
sampai menjadi seekor gajah, tumbuh dan hidup, kemudian yang tidak bisa dihindarkan, tua dan mati. Pemahaman bijaksana akan Kebebasan merupakan kelahiran yang terakhir sehingga akan bebas dari segala penderitaan. Buddha Gautama bersabda: “Ia yang telah berlindung kepada Buddha, Dhamma dan Sangha, dengan bijaksana dapat melihat Empat Kebenaran Mulia, yaitu : dukkha, sebab dari dukkha, akhir dari dukkha, serta Delapan Ruas Jalan Kemuliaan yang menuju pada akhir dukkha. Sesungguhnya itulah perlindungan yang utama. Dengan pergi mencari perlindungan seperti itu, orang akan bebas dari segala penderitaan.” (Dhammapada, 190 - 192 ). 1. Kebenaran Mulia tentang Adanya Penderitaan
B
uddha Gautama menemukan bahwa pelenyapan dari penderitaan dimulai dengan mengakui kehidupan di dunia ini penuh dengan penderitaan. Jika direnungi kehidupan ini akan disadari, bahwa dunia penuh dengan penderitaan, baik penderitaan secara fisik maupun penderitaan secara mental. Penderitaan fisik terwujud dalam berbagai bentuk, dimulai saat kelahiran [jati], usia tua [jara], sakit [vyadhi] dan kematian [marana]. Sedangkan penderitaan mental antara lain; orang yang pikirannya diliputi dengan kebencian, merana, berpisah dengan orang yang dicintai, berkumpul dengan orang
4
yang tidak disenangi, tidak tercapai kehidupan yang penuh diliputi oleh berbagai keinginan dan nafsu yang dirasakan oleh Lima Unsur Kemelekatan yang merupakan obyek yang diserap oleh panca indera [pancarammana / pancalambana] yaitu; obyek bentuk (penglihatan), obyek suara (pendengaran), obyek bau (penciuman), obyek rasa (pengecapan, perasaan) dan obyek sentuhan (persentuhan) ; termasuk keinginan akan kekayaan, teman yang menyenangkan, makanan minuman dan ketenaran. Oleh karena itu, memahami keberadaan penderitaan hanyalah satu bagian dari proses. Bagaimana mengakhiri penderitaan, sehingga kita dapat bebas adalah tujuan terakhir tentang penderitaan dalam ajaran Sang Buddha. Jika kita dapat memahami dengan jelas penyebab penderitaan itu dan menemukan jalan untuk mengatasinya, kita akan bebas dari lautan penderitaan yang dalam dan menikmati kebahagiaan sejati dalam kehidupan saat ini.
No.006/ Maret 2005
Demikian juga terdapat hakekat timbulnya suatu penderitaan yang disebabkan berbagai faktor ketidak-harmonisan, antara lain: - Ketidak-harmonisan antara bendabenda materi dengan diri kita. - Ketidak-harmonisan antara orangorang dengan diri kita. - Ketidak-seimbangan antara tubuh dengan diri kita. - Ketidak-seimbangan antara pikiran dengan diri kita. -Ketidak-harmonisan antara keinginan dengan diri kita. -Ketidak-harmonisan antara pandangan dengan diri kita. -Ketidak-harmonisan antara alam dengan diri kita. Penderitaan dan kebahagiaan pada hakekatnya sering terjadi karena ketidak-harmonisan antara pandangan dengan diri kita sendiri. Sudut pandang negatif sering menimbulkan cara berpikir pesimis, sebaliknya sudut pandang positif akan menghasilkan cara berpikir yang optimis, sebagaimana dapat dihayati pada cerita berikut ini. 2. Kebenaran Mulia tentang Penyebab Penderitaan
S
ebelum Buddha Gautama menemukan solusi terhadap masalah penderitaan dalam kehidupan ini, maka dihayati dulu penyebab dari penderitaan tersebut. Sebagaimana layaknya seorang dokter yang mengobservasi penyakit pasiennya dan mengidentifikasikan penyebab dari penyakit tersebut sebelum membuka resep obat. Buddha Gautama menemukan, bahwa penyebab langsung penderitaan adalah nafsu keinginan rendah dan kebodohan batin/ketidak-pedulian. Nafsu Keinginan Rendah [trsna/ tanha] Nafsu keinginan rendah merupakan suatu kemauan yang
dalam terhadap kesenangan jasmani, rohani dan nafsu keduniawian. Sebagai contoh, setiap orang selalu ingin mencari makanan yang enak, permainan yang baru dan teman yang menyenangkan. Tetapi hal tersebut biasanya tidak memberikan kepuasan yang kekal. Sesudah makanan enak selesai disantap, permainan baru sudah dimainkan, teman yang menyenangkan sudah ketemu, masih saja dirasakan adanya yang kurang. Walaupun demikian tetap saja orang selalu ingin menikmati kembali kesenangan tersebut dalam kesempatan apapun dan sesering mungkin. Orang yang ingin memiliki segala sesuatu tidaklah pernah merasa puas. Seperti anak kecil ketika diajak ke toko mainan, mereka ingin semua mainan menarik yang dapat ditemukannya. Tetapi sebentar saja anak-anak tersebut akan merasa bosan dengan apa yang telah mereka dapatkan dan menginginkan kembali sesuatu yang baru. Kadang kala mereka sampai tidak ingin makan dan tidur hanya untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan. Walaupun kemudian ketika mereka mendapatkannya, tetap saja kegembiraan mereka tidak berakhir panjang. Kebanyakan mereka juga merasa khawatir akan kehilangan barang mainan kesayangannya yang baru. Sehingga seandainya barang mainan baru tersebut jatuh dan pecah, dimana terpaksa harus dibuang, maka mereka akan merasa kecewa dan sedih. Adakalanya ketika kita sudah mendapatkan sesuatu yang diinginkan masih saja kita menginginkan lebih, sehingga timbul keserakahan. Karena keinginan dan keserakahan, maka orang akan berbohong, menipu dan mencuri untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan. Keinginan yang tidak dapat dikontrol akan menyebabkan ketagihan, misalnya merokok, minum minuman keras, 5
makan berlebihan, dimana semuanya akan menyebabkan kerusakan mental dan fisik sehingga menimbulkan penderitaan. Selama akar nafsu keinginan rendah masih belum dihancurkan, maka penderitaan akan timbul berulang kali. Buddha Gautama bersabda : “ Sebatang pohon yang telah ditebang masih akan dapat tumbuh dan bersemi lagi, apabila akar-akarnya masih kuat dan tidak dihancurkan. Begitu pula selama akar nafsu keinginan tidak dihancurkan, maka penderitaan akan tumbuh berulang kali.” (Dhammapada, 338) Jika seseorang dihalangi untuk mendapatkan apa yang dia inginkan, maka akan menimbulkan kemarahan orang tersebut. Keinginan yang dihalangi dapat menimbulkan kebencian dan kemarahan. Sehingga dapat berbalik menjadi caci-maki, pertengkaran mulut dan bahkan perkelahian atau pembunuhan. Semua ini merupakan penderitaan yang mana akan memperkuat ikatan belenggu bagi dirinya sendiri. Buddha Gautama bersabda: “ Orang yang pikirannya kacau, penuh dengan nafsu, dan hanya melihat pada hal-hal yang menyenangkan saja, maka nafsu keinginannya akan terus bertambah. Sesungguhnya orang seperti itu hanya akan memperkuat ikatan belenggunya sendiri.” (Dhammapada, 349) BERSAMBUNG ...
No.006 / Maret 2005
Buku "Writing Of Nichiren Shonin" Doctrine 2 Edited by George Tanabe.Jr, Compiled by Kyotsu Hori Terbitan : Nichiren Shu Overseas Propagation Promotion Association, Tokyo - Japan Diterjemahkan oleh Sidin Ekaputra,SE
HAKII SABURO-DONO GO-HENJI (SURAT BALASAN KEPADA SABURO-DONO)
Latar Belakang
S
urat dari Nichiren Shonin ini dikirimkan kepada Hakii Saburo Sanenaga dari Ichinosawa di Pulau Sado pada tanggal 3 Agustus tahun Bun’ei Ke10 (1273), ketika itu Nichiren Shonin berumur 51 tahun. Surat aslinya telah hilang, tetapi salinan yang dibuat oleh Nikko Shonin masih tersimpan di Kuil Kitayama Hommon-ji. Surat ini adalah untuk menjawab pertanyaan yang diajukan oleh Sanenaga, yang telah mengirimkan surat kepada Nichiren Shonin di Pulau Sado, bertanya tentang Buddhisme. Beliau ingin mengetahui, kenapa Nichiren Shonin telah mengalami beberapa kali penganiayaan dan sama sekali tidak berada dalam kedamaian, seperti yang diharapkan dalam Buddhisme, bahwa mereka yang melaksanakan Buddhisme akan mendapatkan kedamaian di dunia dan akan terlahir kembali ditempat yang baik pada masa mendatang. Nichiren Shonin mengutip kalimat dalam Saddharma Pundarika Sutra dan Sutra Nirvana sebagai jawabannya. Nichiren Shonin telah menjawab pertanyaan yang sama dari para muridnya dalam surat “Kaimokusho (Membuka Mata Terhadap Ajaran Saddharma Pundarika Sutra).” Hal ini menegaskan kembali bahwa mereka yang akan menyebarkan ajaran dari Saddharma Pundarika Sutra, haruslah melaksanakan tanpa takut akan segala penganiayaan. Oleh
karena itu, surat ini dan “Kaimokusho” adalah dua tulisan Nichiren Shonin yang membabarkan tentang kepercayaanNya tentang kenapa “para pelaksana Saddharma Pundarika Sutra dihadapkan dengan berbagai penganiayaan dan kesulitan.” Berdasarkan kalimat beberapa bab dalam Saddharma Pundarika Sutra seperti Bab.X (Guru Dharma), XIII (Dorongan Untuk Menegakkan Sutra ini) dan XX (Bodhisattva Sadhaparibhuta), bahwa mereka yang menyebarluaskan Saddharma Pundarika Sutra pada Masa Akhir Dharma harus menghadapi berbagai penganiayaan. Surat ini menyatakan secara jelas apa yang dikatakan dalam bab-bab tersebut, Nichiren Shonin telah mengalami penganiayaan seperti yang dikatakan dalam sutra, dan bahwa dalam kebajikanNya, secara nyata mengalami penganiayaan, ini tidak diragukan lagi bahwa pada masa mendatang akan mencapai KeBuddhaan. Surat ini juga membahas tentang beberapa isu kehancuran dari negara, yang telah dijelaskan oleh Nichiren Shonin dalam “Rissho Ankoku-ron" (Risalah untuk menyebarkan kedamaian keseluruh negara dengan menegakkan Dharma yang sesungguhnya.); menghargai keteguhan hati kepercayaan Sanenaga’s; dan menjelaskan tentang lima aksara dari Dharma luar biasa adalah Dharma yang sesungguhnya untuk disebarluaskan pada Masa Akhir Dharma sebagai sebuah ajaran 6
yang dapat membimbing semua orang termasuk para iblis Icchantika (tanpa bibit kebuddhaan), untuk mencapai KeBuddhaan.
S
ISI GOSHO
urat kamu telah saya terima. Membaca surat balasan dariKu, Saya percaya, segala keraguan mu akan lenyap dalam sekejap bagaikan angin kencang yang menerbangkan awan gelap dan bulan yang indah muncul di langit. Tidak seorangpun, apakah berkedudukan tinggi atau rendah, bagaimanapun, tidak percaya bahwa Saya, Nichiren adalah seorang pelaksana dari Saddharma Pundarika Sutra. Orangorang merasa bimbang kenapa Nichiren, yang mengakui sebagai seorang pelaksana Saddharma Pundarika Sutra harus dihadapi oleh begitu banyak penganiayaan dan kesulitan sedangkan, seperti yang dibabarkan dalam sutra dikatakan bahwa seseorang yang melaksanakan Buddhisme akan mendapatkan kedamaian dalam dunia ini dan akan terlahir kembali dalam sebuah tempat yang lebih baik pada masa mendatang. Oleh Karena hal inilah, maka mereka percaya bahwa mungkin ajaran Nichiren tidak sesuai dengan kebenaran Buddha. Menghadapi berbagai macam kritikan seperti ini dari awal, Saya tidaklah terkejut karenanya, sekalipun Aku dikucilkan dengan penuh kejengkelan oleh para penguasa Jepang, sebab mengenai
No.006/ Maret 2005
hal ini sudah dibabarkan dalam Saddharma Pundarika Sutra bahwa seseorang yang melaksanakan ajaran Saddharma Pundarika Sutra pada Masa Akhir Dharma akan dihadapi pada berbagai macam kesulitan. Mereka yang mempunyai mata hendaknya melihat dengan baik, apa yang dikatakan oleh sutra. Sebagaimana yang dikatakan dalam Bab X "Guru Dharma"; “ Pada waktu Sang Buddha masih hidup didunia saha ini, terdapat begitu banyak orang yang membenci sutra ini dengan penuh kecemburuan dan iri hati, apalagi setelah KematianNya.” Bab.XIV “Pelaksanaan Penuh Kedamaian” dikatakan, “Sutra ini dimusuhi oleh banyak orang, dan sangat sulit untuk percaya didalamnya.” Bab XIII “Dorongan Untuk Menegakkan Sutra ini” dikatakan,”Orang-orang bodoh akan menjelek-jelekannya, menolaknya, dan memukulnya dengan pedang atau tongkat;” “Beberapa bhiksu-bhiksu dalam dunia iblis akan menjadi cerdik;” “Beberapa bhiksu lainnya hidup dengan tenang di hutan dengan memakai jubah kesaya yang penuh tambalan. Para bhiksu itu merasa diri sendiri telah melaksanakan jalan sebenarnya, terikat oleh keserakahan untuk keuntungan dan kepentingan diri sendiri. Mereka membabarkan Dharma kepada orang-orang. Mereka dihormati oleh orang-orang di dunia sebagai arahat-arahat yang telah mendapatkan enam kekuatan supranatural;” “Dalam rangka untuk menjelek-jelekan kita dan memfitnah kita dihadapan orang banyak, mereka akan berkata kepada para Raja, Menteri, Brahman, rakyat dan bhiksu lainnya bahwa pandangan kita adalah salah dan keliru;” “Para iblis akan merasuki tubuh para bhiksu ini dan ini menyebabkan mereka menyakiti dan menghina kita, para pelaksana Saddharma Pundarika Sutra;” dan “Mereka akan mengusir kita keluar dari biara-biara dari waktu
ke waktu.” Sutra Nirvana berkata, ”Terlihat seorang Icchantika, yang menyatakan dirinya seorang arahat yang tinggal dalam biara yang damai dan menfitnah Buddhisme Mahayana, umat biasa akan mengira bahwa ia seorang arahat dan seorang maha bodhisattva.” Sutra ini juga mengatakan,” Pada Masa Kepalsuan Dharma setelah Masa Kebenaran Dharma, akan terdapat para bhiksu yang terlihat seolah-olah menjalankan ajaran Buddha dan aturan vinaya, tetapi hanya sedikit membaca dan menghafal sutra, tetapi mereka larut dalam kesenangan makan dan minum, berpikir hanya untuk diri sendiri.” Meskipun mereka tetap memakai jubah kesaya untuk seorang bhiksu Buddhis, pikiran mereka seperti seorang pemburu yang sedang mengintai mangsanya sambil mengendap-endap atau seperti seekor kucing yang sedang mencoba menangkap tikus. Paragraf keenam Sutra Nirvana dikatakan: “Beberapa Icchantika terlihat seperti seorang arahat.” Melihat keadaaan Jepang sekarang ini, yang tercermin dalam cermin bersih dari ajaran Buddha yang sebenarnya, Saya dapat melihat semua hal itu dengan sangat jelas tanpa sedikit keraguan pun. Siapakah mereka yang ditunjukkan dalam kalimat, “Beberapa bhiksu lainnya hidup dengan tenang di hutan dengan memakai jubah kesaya yang penuh tambalan ?”, dan “Mereka dihormati oleh orang-orang di dunia sebagai arahat-arahat yang telah mendapatkan enam kekuatan supranatural ?” dan siapakah yang dimaksud dengan, “umat biasa akan mengira bahwa ia seorang arahat dan seorang maha bodhisattva?” Bagaimana dengan “para bhiksu yang terlihat seolaholah menjalankan ajaran Buddha dan vinaya, tetapi hanya sedikit membaca dan menghafal sutra?” Sebagaimana yang ditunjukkan Sang Buddha dalam 7
pembabaran Buddhisme pada awal Masa Akhir Dharma dalam sutra ini melalui Mata BuddhaNya, jika semua manusia iblis itu tidak terwujud saat sekarang, ini berarti bahwa ramalan Sang Buddha adalah salah dan membingungkan orang. Seandainya terjadi seperti itu, siapakah yang akan percaya terhadap ajaran yang dibabarkan para paruh pertama dan kedua dari Saddharma Pundarika Sutra dan ajaran tentang Bibit Buddha Abadi yang dibabarkan dalam Sutra Nirvana di hutan sal? Sekarang Saya, Nichiren untuk membuktikan kebenaran dari kata-kata Buddha sesuai dengan keadaan negeri Jepang saat sekarang, akan menjelaskan kalimat-kalimat dalam sutra tersebut, pernyataan seperti “Beberapa bhiksu lainnya hidup dengan tenang di hutan dengan memakai jubah kesaya yang penuh tambalan “ kalimat ini mengacu kepada kuil sekte Zen, Ritsu dan Tanah Suci seperti Kuil Kencho-ji, Jufuku-ji, Gokuraku-ji, Kennin-ji dan Tofuku-ji. Beberapa kuil tersebut dibangun untuk menghancurkan kuil Sekte Hokke–Tendai seperti Kuil Enryaku-ji di Gunung Hiei. “Para bhiksu yang terlihat seolah-olah menjalankan ajaran Buddha” mengacu kepada para bhiksu yang mengenakan jubah kesaya keemas-emasan dan berkilat-kilat, lima lapis, tujuh lapis atau sembilan lapis (Bhiksu Sekte Ritsu).”Umat biasa akan mengira bahwa ia seorang arahat dan seorang maha bodhisattva?” mereka adalah Doryu dari Kuil Kencho-Ji, Ryokan dari Kuil Gokuraku-ji, dan Shoichi dari Kuil Tofuku-ji. “Masyarakat luas” berarti penguasa negara Jepang, dan “Orang-orang bodoh” berarti seluruh orang di negeri Jepang. Saya tidak bisa mengatakan bahwa Aku percaya dalam Buddhisme sebab Saya adalah orang biasa yang belum mencapai Penerangan, tetapi sebagaimana apa yang Saya ungkapkan, Saya
No.006 / Maret 2005
dapat memastikan bahwa semua itu benar adanya, bagaikan ketika Aku meletakkan tangan didalam air dan api. Saddharma Pundarika Sutra mengatakan bahwa pelaksana Saddharma Pundarika Sutra akan dijelek-jelekan dan dimaki, difitnah, diserang dengan tongkat atau rotan dan diusir. Mengamati keadaan negeri Jepang yang didasarkan dalam pernyataan sutra ini, Saya tidak melihat seorang pun, kecuali diriKu yang mengalami penderitaan karena berbagai macam penganiayaan dan kesulitan sebagaimana yang disebut dalam sutra. Siapakah pelaksana Saddharma Pundarika Sutra seperti yang telah dijelaskan dalam sutra? Musuh-musuh Saddharma Pundairka Sutra seperti yang dijelaskan dalam sutra telah terlihat, namun seorang pelaksana Saddharma Pundarika Sutra yang menderita karena penganiayaan belum ada. Hal ini seperti adanya arah timur tanpa adanya arah barat, atau adanya surga tanpa adanya dunia saha. Jika keadaan memang seperti demikian, maka kata-kata Buddha adalah kebohongan belaka. Apa yang harus kita lakukan?. Mungkin hal ini seperti memuji diri sendiri, tetapi Saya ingin merenungi hal ini untuk menemukan dan membuktikan secara nyata kebenaran Buddha. Kesimpulannya adalah bahwa Aku, Nichiren adalah seorang utusan dari Sang Buddha, pelaksana Saddharma Pundarika Sutra. BERSAMBUNG
BUDDHA DAN IBLIS ADA DALAM PIKIRAN MU Oleh : Sidin Ekaputra,SE
S
ang Buddha selalu mengatakan bahwa, "Setiap mahluk hidup akan mengalami kelahiran, tua, sakit, dan mati." Karena kita lahir maka kita menderita, tetapi Sang Buddha juga mengatakan bahwa, "Dunia Saha ini adalah Tanah Suci Buddha yang Abadi." Derita dan bahagia terkandung dalam kelahiran dan kematian. Tidak semua kelahiran harus menderita dan tidak juga semua kematian itu membawa penderitaan. Menderita atau bahagia tergantung bagaimana kita menyikapi kehidupan dan menjalaninya. Seorang yang kaya dan bergelimbang harta belum tentu bahagia, demikian pula seorang petani yang sederhana belum tentu tidak bahagia. Kebahagiaan tidak diukur dari bentuk fisik, materi, kecantikan, ketenaran, pangkat, status ekonomi dan lainlain, tetapi kebahagiaan diukur melalui seberapa jauh kita mampu mengendalikan pikiran kita sendiri. Pikiran itu adalah kuda liar yang harus ditaklukkan, pikiran seperti sebuah peluru yang harus diarahkan. Pikiran yang tidak terkendali bagaikan pisau yang mampu membunuh pemiliknya. Seringkali penderitaan itu terasa begitu berat karena ia ada dalam pikiran kita, bagaikan bola salju yang bergelinding semakin hari semakin membesar, sehingga sampai akhirnya kita sudah tidak sanggup lagi menerimanya. Inilah sebabnya pada saat sekarang ini banyak orang yang menderita karena pikiran seperti penyakit stress, stroke, darah tinggi, jantung, dan lain-lain. Manusia harus mampu mengalahkan pikirannya sendiri, seperti kata 8
pepatah bahwa, "Musuh yang paling kuat adalah diri sendiri." Orang yang mampu menjadi tuan dari dirinya adalah orang yang bijaksana, mampu bersikap dan melihat segala sesuatu dengan penuh ketenangan dan kedamaian. Saya ada sebuah cerita yang sangat menarik untuk kita simak. Pada suatu masa yang jauh, dinegeri China terdapat seseorang peramal yang sangat terkenal, ia setiap hari memberikan jasa untuk meramal orang-orang tentang segala peruntungan, rejeki, jodoh dan keluarga. Peramal ini mendapat sebuah julukan yang sangat aneh yaitu Peramal Yang Menangis. Beliau seorang wanita yang telah lanjut usia, mendapatkan julukan demikian tentu saja ada sebabnya. Hampir setiap hari orang-orang melihat Ia menangis. Jika hari tidak hujan ia akan menangis tersedu-sedu, demikian juga jika hari hujan, ia juga menangis menatapi nasib. Sungguh aneh. Orang-orang sungguh bingung melihat kelakuannya, karena itu setiap hari ia terus menangis. Pada suatu hari seorang pedagang dari negeri lain melewati kuil tempat nenek tua tersebut berdiam. Seperti halnya orang lain, Ia juga melihat nenek tua itu sedang sedih dan menangis melihat orang-orang yang hilir mudik melewati kuil tersebut. Pedagang itu pun mampir ke kuil itu selain ingin mengetahui peruntungan dirinya juga ingin mengetahui kenapa nenek tua ini terus menangis. Ia pun bertanya kepada nenek tua itu, " Nek, apa yang membuat nenek begitu sedih dan terus menangis?" Nenek tua itu memandang dirinya sekilas,
No.006/ Maret 2005
dan berkata dengan nada sedih, "Saya mempunyai dua orang anak perempuan. Yang sulung menjual sepatu, dan yang muda menjual payung." "Jika cuaca baik atau tidak hujan, saya sedih sekali karena memikirkan anak yang menjual payung. Payungnya pasti tidak laku, dan jika hujan turun, yang sulung pasti akan gagal karena sepatunya tidak laku. Orang-orang tidak akan ketoko jika hujan." "Karena itu saya sangat sedih memikirkan nasib kedua anak perempuan saya." lanjut nenek tua itu sambil terisak sedih. Pedagang itu tersenyum mendengarkan kata-kata dan alasan kenapa nenek itu bersedih. Ia berpikir sejenak, dan kemudian berkata kepada nenek tua itu. "Nek, coba nenek pikirkan apa yang akan saya katakan berikut ini. Jika cuaca sedang baik, maka pasti putri sulung nenek akan berhasil menjual sepatunya, dan begitu juga jika hujan turun, anak perempuan nenek yang muda pasti akan laku payungnya." "Bukankah, ini sebuah keberuntungan, bahwa di kedua cuaca itu, anak perempuan nenek mendapatkan keuntungan?" Nenek tua itu termenung sebentar, memikirkan kata-kata pedagang itu, kemudian raut wajahnya berubah cerah dan ia pun tertawa dan tersenyum. Sejak saat itu Ia tidak pernah lagi bersedih dan menangis, baik ketika musim hujan maupun musim panas. Cerita diatas mengajarkan kita bahwa sebuah persoalan yang sama akan berbeda akibatnya, jika kita mau merubah cara kita memandangnya. Nenek tua itu terus menangis karena selalu memikirkan hal-hal yang buruk atau negatif tentang keadaan anak perempuannya, sehingga ia melupakan sisi positifnya. Ketika ia merubah cara pandangnya dan melihat bahwa tidak ada hal yang rugi atau menyedihkan, maka perasaan jiwanya pun berubah
menjadi gembira. Bukankah ia mendapatkan keberuntungan yang luar biasa, bahwa kedua anak perempuannya bisa memperoleh keuntungan dalam cuaca apapun juga. Sesuatu itu menyenangkan atau tidak tergantung dari sudut mana kita memandangnya. Jika kita bisa mengendalikan pikiran kita kearah yang positif maka segala sesuatunya terasa lebih indah, demikian pula sebaliknya. Satu hal yang pasti bahwa kita harus menjadi Tuan dari Pikiran sendiri, bukan sebagai Budak dari pikiran itu. Buddha dan Iblis itu ada dalam pikiran kita. Ketika kita sadar, maka kita adalah Buddha, demikian pula jika kita tergoda hawa nafsu maka kita adalah Iblis itu sendiri. Mengendalikan pikiran itu bukanlah sesuatu yang mudah, sejak dari kecil kita biasa di ajarkan untuk selalu mengikuti apa yang dipikirkan dan diinginkan. Pikiran kita selalu dikendalikan oleh keinginan nafsu. Selama kita belum mampu menjadi Tuan dari Pikiran, maka kita selalu dihantui oleh penderitaan dan keterikatan. Sang Buddha mengatakan dalam Saddharma Pundarika Sutra bahwa, "Sutra ini adalah obat yang manjur untuk menghancurkan segala kesesatan dan penderitaan kita." Dan juga dalam Bab.II, dikatakan bahwa, "Semua mahluk hidup mempunyai jiwa Buddha karenanya mempunyai potensi untuk mencapai Kesadaran Buddha." Nichiren Daishonin, guru kita dengan penuh welas asih meramu "Obat yang manjur" Saddharma Pundarika Sutra ini dalam tujuh aksara "Namu Myoho Renge Kyo". Apa yang harus saya lakukan agar dapat menjadi Tuan Dari Pikiran ? ini sebuah pertanyaan yang bagus, keinginan harus muncul dari dalam diri kita untuk mau keluar dari segala penderitaan. Dalam Nichiren Shu, cara yang mudah agar dapat meraih kebahagiaan mutlak 9
dan menjadi diri sendiri adalah melalui penyebutan Odaimoku "Namu Myoho Renge Kyo". Ambillah obat ini dan minum bersama air hati kepercayaan, maka segala penyakit dalam jiwa kita akan sirna bagaikan embun pagi yang lenyap karena sinar matahari. Hawa nafsu tidak mungkin dimusnahkan, tetapi bisa dikendalikan. Tanpa hawa nafsu, mungkin kita tidak dapat disebut manusia, namun manusia yang terbelenggu oleh hawa nafsu, juga tidak pantas disebut manusia. Prinsip Jalan Tengah yang harus kita laksanakan. Tidak membuang dan Tidak Terbelenggu. Odaimoku, mampu memunculkan potensi KeBuddhaan yang terpendam dalam diri kita, sehingga kualitas Jiwa kita akan meningkat. Odaimoku itu bagaikan air jernih yang dimasukkan kedalam sebuah botol yang kotor, maka kotoran dalam botol itu akan terkikis sedikit demi sedikit menjadi bersih. Sebutlah Odaimoku dengan penuh keyakinan, sebutlah dengan Badan, Hati dan Pikiran. Laksanakanlah ajaran Buddha dengan sebaik mungkin dalam kehidupan sehari-hari, teori tanpa pelaksanaan bukanlah ajaran Buddha. Semoga Semua Mahluk Berbahagia. SELESAI.
No.006 / Maret 2005
PESAN TAHUN BARU DARI GUNUNG MINOBU Oleh : YM.Bhiksu Nichiko Fuji, Bhiksu Tertinggi Nichiren Shu.
M
engamati keadaan dunia saat sekarang ini, mempunyai banyak kemiripan dengan keadaan ketika pendiri kita, Nichiren Shonin hidup. Nichiren Shonin menaruh perhatian yang besar mengenai pemusatan pada ajaran Buddhisme, yaitu melalui penekanan tentang ajaran Buddha sebagai tujuan bagi setiap individu. Jika setiap orang mempunyai tujuan dan keinginannya masing-masing, tidak ada kesatuan pikiran dalam sebuah kelompok dan akibatnya pertengkaran pasti akan terjadi. Ini sangat bertentangan dengan keinginan dalam Buddhisme yakni untuk menyelamatkan semua mahluk hidup. Pendiri kita, Nichiren Shonin mengajarkan bahwa dalam Saddharma Pundarika Sutra dikatakan bahwa, Sang Buddha mengungkapkan tentang pencapaian Penerangan berdasarkan pikirannya, dapat dicapai melalui ajarannya tidak hanya bagi para pengikutnya tetapi juga semua orang dengan keadaan yang berbeda-beda. Beliau juga mengajarkan kita, bahwa “Daimoku, Namu Myoho Renge Kyo” adalah bibit para Buddha yang dilindungi dengan penuh welas asih oleh Buddha Sakyamuni. Oleh karena itu, pendiri kita dengan penuh welas asih menjelaskan hal ini kepada kita didalam risalahNya “Rissho Ankoku-ron” (Risalah untuk menyebarkan kedamaian diseluruh negeri melalui penegakkan ajaran yang sebenarnya): “kamu harus dengan segera beralih dari kepercayaan yang salah kepada ajaran yang sebenarnya dan kepercayaan dalam Kendaraan Tunggal. Kemudian
Bhiksu Tertinggi Nichiren Shu, YM.Bhiksu Nichiko Fuji
dunia ini akan menjadi Tanah Buddha. Akankah Tanah Buddha itu musnah? semua isi dunia meliputi seluruh alam semesta akan menjadi “Tanah Pusaka”. Akankah “Tanah Pusaka” bisa musnah? Ketika tanah itu tidak musnah dan tidak lenyap, badan kamu akan selamat dan hatimu akan tenang. Percayalah kata-kata ini dan yakinilah.” Sebagaimana yang diungkapkan oleh pendiri kita dalam tulisan ini, kita harus mengingatnya dengan sungguh-sungguh pernyataan ini: “Saya tidak hanya percaya mengenai hal ini, tetapi juga berusaha mengoreksi kesalahpahaman orang lain.” Melalui pikiran dan badan kita tidak hanya mencoba untuk menjaga hati kepercayaan dalam Saddharma Pundarika Sutra, tetapi juga menyebarluaskannya kepada orang lain. Dunia saat sekarang ini tidak mampu menlenyapkan pertentangan dan pembinasaan satu sama lain, seluruh bangsabangsa didunia menaruh sebuah
10
pedang diatas kepalanya hanya untuk mempertahankan keyakinan dan keinginannya masing-masing. Inilah sebabnya ajaran Saddharma Pundarika Sutra sangat diperlukan didunia ini. Ketika tinggal di Pulau Sado, menjalani hukuman pembuangan, pendiri kita menulis “Kanjin Honzonsho (Perenungan Spritual dan Yang Patut DiMuliakan), dikatakan “Ketika langit berwarna biru, maka daratan pun menjadi terang.” Seperti halnya cahaya yang terang menerangi kegelapan, ketika dunia jatuh dalam kekacauan, seseorang akan lahir untuk membangun kembali dunia ini. Pendiri kita, Nichiren Shonin, menyebut dirinya sebagai utusan dari Sang Buddha, yang berjanji untuk menyebarluaskan “Odaimoku” Saddharma Pundarika Sutra pada Masa Akhir Dharma dan berjuang dalam lumpur dunia untuk menyelamatkan semua mahluk yang menderita. Membaca dua tulisan dari pendiri kita, “Rissho Ankoku-ron” dan “Kanjin Honzon-sho” keduaduanya memberitahukan kita, ketika melaksanakan Saddharma Pundarika Sutra, yang dibabarkan oleh Buddha Sakyamuni berdasarkan pikiranNya, sebagaimana yang dibabarkan dalam sutra ini, kita akan mendapatkan pengertian mendalam Sang Buddha dan dapat melihat kebenaran tentang dunia ini, dimana semua orang dapat menikmati keselamatan dan kedamaian. Bagaimana kita dapat menyebut diri sebagai murid Nichiren, jika tanpa melaksanakan ajaran dari pendiri kita ? SELESAI. Sumber: Nichiren Shu News, Edisi No.146 Pebruary 1, 2005
No.006/ Maret 2005
Seri Penjelasan Saddharma Pundarika Sutra
Oleh: YM.Bhiksu Shokai Kanai Sumber Acuan: Buku "The Lotus Sutra" By Senchu Murano Diterjemahkan oleh: Sidin Ekaputra,SE
BAB I
PURWAKA RINGKASAN
D
alam Bab I, Buddha Sakyamuni sedang duduk tenggelam dalam meditasi yang sangat khusyuk di puncak Gunung Gridhrakuta di Rajgir, India. Saat itu berkumpul para dewa, orang kaya dan miskin, pria maupun wanita, serta mahkluk-mahkluk selain manusia seperti dewa-dewi dalam bentuk hewan, burung, dan ikan. Ini menekankan bahwa Sutra Bunga Teratai adalah diperuntukkan semua mahkluk, bukan hanya bagi manusia, tetapi juga bagi binatang maupun tumbuhan. Hal ini melambangkan kesetaraan dan welas asih. Tiba-tiba Sang Buddha memancarkan seberkas sinar dari lingkaran putih yang terletak diantara alis mataNya dan menerangi alam semesta ke arah sebelah timur. Ini bermakna Sang Buddha akan memulai pembabaran sutra penting Mahayana yang disebut Hukum Gaib dari Sutra Bunga Teratai. PENJELASAN *CATATAN: Nomor halaman dan baris acuan adalah sesuai dengan terjemahan Senchu Murano atas Sutra Bunga Teratai.
Seperti yang telah Aku dengar*(P.1, L.1) Semua sutra yang ada dimulai dengan kalimat ini. Sutrasutra bukanlah buku yang ditulis oleh Buddha Sakyamuni ataupun catatan seseorang. Mereka adalah kata-kata
suci, kalimat-kalimat, perumpamaanperumpamaan yang diturunkan dari mulut ke mulut selama 100 hingga 200 tahun, baru kemudian belakangan ditulis menjadi sutra. Mungkih saja belum ada cara untuk menulis pada jaman Sang Buddha. Pada masa itu, tulisan mungkin saja dianggap tidak menghormati Sang Buddha.
Salinan Saddharma Pundarika Sutra dan Komentar Nichiren Daishonin diantara kata-katanya.
Sang Buddha (P.1, L.1)
dua belas ribu bhiksu agung (P.1, L.2)
Ada banyak Buddha seperti Sakyamuni, Taho, Amitabha, Mahavairocana, dan lainnya. Dalam bab ini, Buddha yang dimaksud adalah Sakyamuni. Buddha Sakyamuni adalah satu-satunya yang dilahirkan dari orang tua seperti halnya kita, minum susu seperti halnya kita, makan seperti halnya kita. BuddhaBuddha lainnya diungkapkan oleh Buddha Sakyamuni. Tanpa Beliau, kita tidak mengetahui apa-apa tentang Buddha lainnya.
Hinduisme seringkali menggunakan angka-angka seperti 4, 8, 9 sebagai angka yang sempurna. Empat melambangkan depan, belakang, kiri, dan kanan; delapan berarti empat hal yang disebutkan sebelumnya ditambah dengan keempat sudut; dan sembilan melambangkan delapan hal yang disebut sebelumnya ditambah tengah. Sebuah angka yang merupakan kelipatan 4, 8, atau 9 berarti amat banyak. . . Arahat (P.1, L.3)
Gunung Gradharkuta (P.1, L.1)
Seseorang yang telah bebas dari semua penderitaan dan ilusi. Mereka yang telah mendengarkan Sang Buddha selama kurang lebih 40 tahun dan mengembangkan spritualitas mereka. Sekarang mereka telah siap melangkah lebih jauh untuk mendengarkan Sutra Bunga Teratai. Meski mereka telah terbangun dari
Disebut juga sebagai Gunung Elang Suci atau Puncak Rajawali. Puncak gunung ini kelihatan bagaikan kepala seekor elang. Kota dari Rumah-Raja (P.1, L.2) India
Saat ini adalah Rajgir, Behar,
11
No.006 / Maret 2005
ilusi-ilusi, mereka tidak mengetahui bagaimana untuk membimbing orang lain ke ajaran terunggul yaitu Sutra Bunga Teratai. Maha-(Kasyapa, Katyayana, Kausthila) (P.1, LL.7 - 9) Maha – berarti agung, ketua, perwakilan dari sebuah kelompok. Nanda (P.1, L.10) = Adik laki-laki Buddha Sakyamuni Ananda (P.1, L.11) = Sepupu Buddha Sakyamuni Rahula (P.1, L.11) = Putra Buddha Sakyamuni Maha-Prajapati Bhiksuni (P.1, L.14) = Ibu Angkat Buddha Sakyamuni Yasodhara Bhiksuni (P.1, L.15) = Istri Buddha Sakyamuni Anuttara-samyak-sambodhi (P.1, L.18) = Kebijaksanaan Buddha Roda Dharma (P. 1, L.19) Roda Dharma menandakan ajaran-ajaran Sang Buddha. Dharma disebarkan dari Buddha kepada A, dari A kepada B, dari B kepada C, dan begitu seterusnya. Ajaran-ajaran ini terus disebarkan dari satu orang ke orang lainnya seperti roda yang berputar abadi. Roda Dharma adalah lambang dari Buddhisme. Roda ini memiliki delapan jari-jari yang masing-masing melambangkan : Pandangan yang Benar, Pikiran yang Benar, Ucapan yang Benar, Perbuatan yang Benar, Penghidupan yang Benar, Usaha yang Benar, Kewaspadaan yang Benar, dan Meditasi yang Benar. Pantai yang Lainnya (P.2, L.5) Pantai ini melambangkan dunia Saha – dimana mahklukmahkluk hidup bertempat tinggal, dimana hidup dipenuhi dengan penderitaan. Dalam dunia ini terdapat perputaran kelahiran dan kematian
yang tiada batasnya. Sedangkan, Pantai yang Lainnya melambangkan Tanah Buddha, dimana tak ada penderitaan. Juga biasanya disebut Tanah Nirvana dimana tidak lagi terdapat perputaran kelahiran dan kematian. Pantai yang Lainnya dalam bhs. Jepang disebut Hi-gan. Higan adalah suatu upacara peringatan dimana kita mengucapkan rasa terima kasih kita terhadap para leluhur kita. Upacara ini diadakan dua kali dalam setahun pada saat musim semi dan gugur dimana lamanya siang hari dan malam adalah sama panjangnya. Hal ini melambangkan ajaran Buddha tentang JALAN TENGAH (chu – tidak melebihi jalan yang satu maupun yang lainnya) Berikut adalah nama-nama kelompok perwakilan yang hadir untuk mendengarkan Sutra Bunga Teratai : Bodhisattva (P.2, L.8) Bodhisattva adalah orang yang menginginkan penerangan bukan hanya untuk dirinya semata tetapi juga untuk orang lain. Seorang Bodhisattva adalah calon Buddha. para dewa (P.2, L.17) Dalam Buddhisme, para dewa tunduk kepada perputaran kelahiran dan kematian. Mereka adalah adalah para dewa pelindung yang harus mengikuti hukum dari Dharma (Myo-ho), mereka juga mendukung para pelaksana Sutra Bunga Teratai. raja naga (P.2, L.25) Semua mahkluk yang hidup di lautan, sungai, dan air; seperti misalnya ikan. raja kimnara (P.2, L.30) atau Pelaksana Dharma raja gandharva (P.2, L.33) Pemain musik yang melayani dewa-dewa pelindung raja-asura 12
(P.3, L.3). Iblis-iblis yang terbang di angkasa dan mencelakai manusia. Bahkan para iblis mengagumi ajaranajaran sang Buddha. raja garuda ( P.3, L.6) Semua mahkluk yang terbang di angkasa, seperti burung-burung. Raja Ajatasatru (P.3, L. 9) Putra Raja Bimbisara dan Ratu Vaidehi. Ketika Raja Ajatasatru menjadi putra mahkota, ia memenjarakan ayah dan ibunya. Karena terhasut oleh Devadatta (yang merupakan sepupu Buddha Sakyamuni), Ajatasatru kemudian membunuh ayahnya dan mengambil tahta Kerajaan. Ajatasatru melambangkan manusia jahat, bersama-sama dengan Devadatta. Akan tetapi, Raja Ajatasatru kemudian menyadari tindakan salahnya dan pada akhirnya menanamkan hati kepercayaan pada Saddharma Pundarika Sutra. bersujud di kaki sang Buddha (P.3, L.11) Tradisi ini merupakan salah satu adat di India untuk menunjukkan rasa hormat kepada kaum bangsawan. Pada saat upacara-upacara agama Buddha, para bhikku dan pendeta membungkuk dalam-dalam dengan dahi menyentuh lantai dan telapak tangan menghadap ke atas. Tindakan ini dimaksudkan untuk menerima telapak kaki sang Buddha di atas telapak tangan mereka, menunjukkan rasa hormat yang dalam kepada sang Buddha. empat jenis kaum penganut (P.3, L.12) Yang dimaksud golongan ini adalah bhiksu (biarawan), bhiksuni (biarawati), upasaka (umat awam pria), and upasika (umat awam wanita). Sang Buddha memancarkan seberkas
No.006/ Maret 2005 sinar dari lingkaran putih yang terletak di antara kedua mataNya. . .(P.3, L.30). “Kenapa Beliau memancarkan seberkas sinar seperti itu dari dahiNya? “ pikir Bodhisattva Maitreya. “Menurut saya sang Buddha ... hendak membabarkan sebuah ajaran yang luar biasa ... ,” jawab Bodhisattva Manjusri. (P.13, L.15). “Dalam kelahiran saya yang terdahulu, saya juga melihat pertanda baik sama seperti ini. “ (P.13, L.20). “Oleh sebab itu, menurut saya sang Tathagata masa sekarang ini juga akan membabarkan sutra Mahayana yang berjudul Hukum Gaib dari Sutra Bunga Teratai.” (P.16, L. 28)
SEPULUH GELAR SANG BUDDHA (P.13, L.L.28-32) 1.Tathagata : yang berasal dari dunia Kebenaran. 2.Penerima Persembahan: yang patut untuk menerima persembahan. 3.Pencapai Penerangan Sempurna: yang mengetahui segala sesuatu dengan sempurna. 4.Sang Arif Bijaksana dan Pelaksana Sila: yang mampu melihat kebenaran dan berjalan di jalan kebenaran. 5.Pergi dengan Sempurna: yang telah pergi ke dunia Penerangan. 6.Yang Memahami Dunia: yang mengerti dan memahami dunia. 7.Tak Tertandingi: yang tak tertandingi oleh siapapun juga. 8.Pembimbing manusia: yang melatih dan membimbing umat manusia. 9.Guru bagi para Dewa dan manusia: yang mengajar dewa dan manusia 10.Yang disembah oleh dunia: yang disembah dan dipuja oleh manusia di dunia. TIGA KENDARAAN 1. Sravaka (Sho-mon) (P.14, L.3): dimana seseorang mampu memahami
Buddhisme dengan mendengarkan, atau dengan logika dan pikiran. 2. Pratyekabuddha (En-gaku) (P.14, L.6): dimana seseorang mampu memahami Buddhisme dengan sendirinya atau seseorang yang mampu menerapkan Buddhisme dalam kehidupan sehari-hari. 3. Bodhisattva (Bo-satsu) (P.14, L.9) : dimana seseorang berusaha mencapai Penerangan dan berusaha menolong nahkluk lain mencapai Kebuddhaan. EMPAT KESUNYATAAN MULIA (P.14, L.4) :
penerangan Nirvana adalah denganmelaksanakan Jalan Beruas delapan: 1.Pandangan yang benar, 2.Pikiran yang benar, 3.Ucapan yang benar, 4.Perbuatan yang benar, 5.Penghidupan yang benar, 6.Usaha yang benar, 7.Kewaspadaan yang benar, dan 8.Meditasi yang benar. DUABELAS SEBAB (P.14, L.7) 1.
Ketidak-tahuan (moo-my),
2.
Tindakan (go),
3.
Kesadaran (shake),
4.
Fungsi mental dan materi (myshake),
1. Semua Kehidupan adalah Penderitaan (Dukkha):
5.
Keenam indera (rook-nigh),
6.
Kontak (soak),
Dunia ini penuh dengan penderitaan, hidup penuh dengan ketidak puasan; jika kita tidak memiliki cukup uang, kita menderita karenanya; jika kita punya uang lebih dari cukup, kita masih saja tetap khawatir akan kehilangannya.
7.
Persepsi (dg),
8.
Keinginan/hasrat (Al),
9.
Keterikatan (Hs),
Suatu konsep dasar dalam Buddhisme yang menerangkan penyebab penderitaan serta jalan untuk melenyapkannya.
2. Penyebab penderitaan adalah ilusi / khayalan dan nafsu:
10. Keberadaan (u), 11. Kelahiran (Hs), dan 12. Usia tua dan Kematian (ro-shi). ENAMA PARAMITA (P.14, L.9):
Ada begitu banyak orang yang mati setiap harinya. Jika kita tidak mengenal mereka kita tidak akan merasa sedih dan kehilangan, tapi jika kita mengenalnya kita bersedih hati. Ini semua dikarenakan kita memiliki keinginan/hasrat agar mereka hidup lebih lama.
Keenam latihan yang dijalankan seorang Bodhisattva sehingga mampu mencapai Kesadaran Buddha:
3. Nirvana (Nibbana) adalah alam yang bebas dari penderitaan:
4. Berusaha (Sho-jin),
Ketenangan pikiran bisa dicapai pada saat kita mampu melenyapkan semua penderitaan dan ketidak puasan.
6. Kebijaksanaan (chi-e).
4.
Jalan
untuk 13
mencapai
1. Menyumbang / Danna (fuse), 2. Mempertahankan ajaran (jikai), 3. Ketabahan (nin-niku), 5. Meditasi (zen-jo), dan
- SELESAI -
No.006 / Maret 2005
RIWAYAT HIDUP
ENAM MURID UTAMA NICHIREN DAISHONIN (BAG.3)
Juzu / Tasbih yang digunakan oleh Nichiren Daishonin
NIKO SHONIN (1253-1314)
N
iko (1253-1314) merupakan anak seorang samurai dari Mobara, Kazusa. Ia sedang menjadi bhiksu pemula di Gunung Hiei pada saat ayahnya bertemu dengan Nichiren Shonin pada tahun 1265. Ayahnya begitu terkesan sampai ia membawa Niko kembali dari Gunung Hiei untuk menjadi pengikut Nichiren Shonin. Niko kemudian membabarkan Saddharma
Pundarika Sutra di kota kelahirannya Mobara. Tetapi ketika ia mengetahui berita tentang pengasingan Nichiren Shonin, ia mengikuti Beliau ke pulau Sado. Atas alasan inilah ia dikenal sebagai Tuan Sado. Setelah wafatnya Nichiren Shonin, Niko mendirikan kuil Myokoji di Mobara. Pada tahun 1285, ia meninggalkan Mobara dan pergi membantu Nikko di Gunung Minobu. Sayangnya, ia dan Nikko tak mampu mempersatukan perbedaan pendapat di antara mereka sehubungan dengan permasalahan tuan Hakii sehingga akhirnya Nikko pergi pada tahun 1288. Niko kemudian seorang diri bertanggung jawab atas Gunung Minobu, tapi ia sering mengadakan perjalanan kembali ke Mobara. Karena alasan inilah, Niko dianggap sebagai pendiri dua garis keturunan: garis keturunan Mobara dan garis keturunan Minobu. Niko menugaskan muridnya, Nisshin untuk mengurusi Gunung Minobu; dan muridnya yang lain, Nisshu untuk mengurus kuil Myokoji di Mobara. Kuil Myokoji saat ini dikenal dengan kuil Sogenji.
NITCHO SHONIN (1252-1317)
N
itcho (1252-1317) merupakan anak angkat dari salah satu pengikut awam penting Nichiren Shonin, Toki Jonin (12141299). Ia adalah bhiksu pemula di kuil Tendai, bernama Guboji di Mama, Shimofusa. Atas rekomendasi ayah angkatnya, Toki Jonin, ia menjadi pengikut Nichiren Shonin pada tahun 1267. Ia juga ikut menemani Nichiren Shonin dalam pembuangannya ke 14
pulau Sado. Pada tahun 1278, Nitcho berhasil memenangkan debat melawan kepala bhiksu di kuil Guboji dan tak lama kemudian mengambil alih kuil tersebut. Pada saat itu, Buddhisme Nichiren adalah sekte yang tidak diakui, sehingga kuil Guboji tetap merupakan kuil Tendai, setidaknya begitulah dari sisi formalitasnya. Sayangnya, hubungan antara Nitcho dan Toki Jonin kemudian berakhir. Pada tahun 1292, Nitcho pergi ke Omosu, Kitayana tempat kelahirannya. Di Omosu, ia bergabung dengan Nikko dan membantunya mendirikan kuil Honkonji. Sepeninggal Nitcho, Toki Jonin mentahbiskan dirinya sendiri dan mengambil nama Nichijo. Ia kemudian mendirikan kuil Hokkeji di kediamannya di Wakamiya. Kuil Hokkeji bersebelahan dengan kediaman Ota Jomyo, seorang lagi pengikut awam penting Nichiren Shonin. Putra dari Ota Jomyo menjadi seorang pengikut Nichijo dan diberi nama Nichiko. Ketika Nichijo wafat, Nichiko mengubah kediaman ayahnya di Nakayama menjadi sebuah kuil yang bernama Hommyoji. Pada tahun 1545, Hokkeji dan Hommyoji bergabung menjadi Nakayama Hokekyoji. Di masa sekarang ini, Nakayama Hokekyoji terkenal sebagai lokasi pelatihan pengendalian diri 100 hari yang dikenal sebagai Aragyo. Nichijo juga terkenal karena usahanya mengumpulkan dan mengkatalogkan tulisan-tulisan Nichiren Shonin. Garis keturunan yang dimulai oleh Nichijo juga dikenal sebagai garis keturunan Nakayama.
No.006/ Maret 2005
NICHIJI SHONIN (1250-1305)
N
ichiji (1250-1305) juga merupakan putra seorang samurai. Ia menjadi pelajar pemula di kuil Jissoji, dimana Nikko bertemu dengan Nichiren Shonin untuk pertama kalinya. Pada tahun 1270, ia bertemu Nikko dan menjadi pengikutnya. Nikko kemudian membawa Nichiji untuk bertemu dengan Nichiren Shonin di Kamakura, dan mengijinkannya untuk menjadi murid langsung Nichiren Shonin. Pada tahun 1280 ia mendirikan aula pelatihan di Mimatsu, kota kelahirannya. Kelak tempat ini akan berubah menjadi kuil Reneiji. Setelah wafatnya Nichiren Shonin, ia memutuskan berkelana ke luar negeri untuk memenuhi impian gurunya memulihkan kembali ajaran sesungguhnya dari Sang Buddha di India dan China. Pada tanggal 13 Oktober 1294, ia menghadiri upacara peringatan wafatnya Nichiren Shonin untuk yang terakhir kalinya. Pada tanggal 1 januari 1295 ia memulai perjalanannya ke Cina. Ia diyakini meninggal di Senka, Cina. Nichiji tidak memiliki garis keturunan, tetapi ia dikenang sebagai misionaris oleh Nichiren Shu. SELESAI
ANEKA PERISTIWA NICHIREN SHU
Kunjungan YM.Bhiksu Ichimaru Hirohisa (Kepala Kuil Honryu-Ji, Pulau Kyushu - Jepang) 13 Pebruari 2005
P
ada tanggal 13 Pebruari 2005, secara mendadak Kuil Myoho San Renge Ji, Nichiren Shu Indonesia mendapatkan kunjungan tidak resmi dari YM.Bhiksu Ichimaru Hiroshisa, Kepala Kuil Honryu-ji, di Kepulauan KyushuJepang. Beliau, mantan seorang guru ilmu budaya dan sejarah Asia, dan telah beberapa kali berkunjung ke Indonesia. Pada kali ini, beliau berkunjung ke Indonesia dalam rangka untuk reuni dengan bekas muridnya, yang sekarang menjadi seorang pengusaha Jepang di Indonesia. Dan beliau mengetahui bahwa di Indonesia, telah terdapat Kuil Nichiren Shu, sehingga mengunakan kesempatan kali ini untuk berkunjung. Setiap hari minggu, Nichren Shu Indonesia mengadakan Gongyo bersama dan belajar Dharma. YM.Bhiksu Ichimaru, ikut ambil
bagian dalam acara ini. Odaimoku selama lebih kurang 1/2 jam dipimpin oleh Sdr.Sidin Ekaputra, kemudian dilanjutkan dengan Gongyo bersama yang dipimpin oleh YM.Bhiksu Ichimaru. Gongyo kali ini dengan gaya tradisi Jepang yang sangat tradisional. Setelah selesai Gongyo pagi dilanjutkan dengan ceramah mengenai "Kesadaran Buddha Bagi Kaum Wanita" yang dibabarkan oleh Sdr.Sidin Ekaputra, dan YM.Bhiksu Ichimaru juga ikut memberikan pandangannya tentang bahan ceramah kali ini. Beliau menekankan bahwa semua mahluk hidup mempunyai Bibit KeBuddhaan, oleh karena itu tidak seorang pun tanpa kecuali pasti dapat mencapai Kesadaran Buddha. Acara ditutup dengan makan makanan kecil bersama-sama seluruh anggota, tidak lupa juga foto bersama. SELESAI.
Ket.Bpk.Tony Soehartono, YM.Bhiksu Ichimaru, Sdr.Sidin Ekaputra,Sdri.Ervinna
15
No.006 / Maret 2005
UPACARA SHUSO GOTAN E
(Upacara Kelahiran Nichiren Shonin)
16 Pebruari 2005
T
anggal 16 Pebruari adalah tanggal yang istimewa untuk para murid-murid Nichiren, karena merupakan tanggal kelahiran dari Beliau, pendiri Nichiren Shu Buddhisme. Setiap tahun, Kuil Myoho San Renge Ji, Sunter Jakarta mengadakan peringatan khusus untuk menyambut kelahiran dari Nichiren Shonin. Upacara peringatan ini disebut Upacara Shuso Gotan E. Pada peringatan kali ini, dipimpin oleh Sdr.Sidin Ekaputra, dan dimulai pada jam 19:00 PM. Para anggota membawa buah-buahan dan makanan untuk dipersembahkan dan sebagai tanda penghormatan bagi Nichiren Shonin. Nichiren Shonin, lahir pada tanggal 16 Pebruari 1222 di Kominato, Chiba - Jepang. Pada waktu kelahiran Beliau terjadi
Para anggota melakukan Shoko dan Sange untuk penghormatan kepada Nichiren Shonin
banyak keajaiban seperti muncul sebuah mata air didekat kediaman orangtuanya dan digunakan sebagai tempat untuk memandikan Nichiren. Sumber air ini adalah air tawar, padahal kediaman orangtua Nichiren berada ditepi pantai, karena orangtuanya adalah seorang nelayan. Kejadian lain adalah bermunculan
Suasana kekeluargaan antar anggota sambil menikmati makan malam
16
banyak ikan-ikan ditepi pantai dan saling berlompat-lompat kegirangan. Sungguh aneh. Itulah beberapa tanda alam menyambut kelahirannya. Ketika kecil Beliau diberi nama Zennichimaro, setelah masuk kebhiksuan dan menjadi seorang bhiksu diganti namanya menjadi Rencho, dan ketika Beliau mendirikan Nichiren Shu, nama Beliau berubah menjadi Nichiren, yang merupakan pengabungan antara nama kecil dan kebhiksuannya. Nichi berarti Matahari, Ren berarti Teratai. Dalam upacara ini juga dilakukan Shoko (atau persembahan dupa oleh setiap anggota) dan juga penaburan bunga (sebagai simbol penghormatan kepada Nichiren). Gongyo atau Shodai yaitu membaca Bab.II, XVI-Jigage dan XXI Saddharma Pundarika Sutra, dilanjutkan dengan Daimoku bersama. Ketika dilakukan daimoku bersama, satu persatu anggota melakukan penaburan bunga dan shoko. Upacara berlangsung kurang lebih 45 menit, dan ditutup dengan acara makan malam bersama seluruh anggota. SELESAI
No.006/ Maret 2005
MENGUNJUNGI ANGGOTA NICHIREN SHU YOGYAKARTA DAN SEMARANG (Sebuah Awal Kosenrufu di Jawa Tengah) 17-20 Pebruari 2005
titik awal ini juga dalam rangka mempersiapkan kebangkitan Retreat Internasional yang pertama, a g a m a yang akan diadakan di Yogyakarta B u d d h a , pada bulan April 2005 bertempat di karena itu Candi Borobudur. Pada kesempatan S d r . S i d i n ini juga disepakati bahwa untuk Ekaputra dan daerah Yogyakarta, akan dikoordinir B p k . T o n y oleh Bapak Sugeng Santosa yang S o e h a r t o n o selanjutnya akan bertindak sebagai meluangkan ketua cabang Nichiren Shu di w a k t u n y a Yogyakarta. u n t u k Pada tanggal 19 Pebruari b e r k u n j u n g dilakukan survei ke Candi Mendut, dan bertemu Borobudur, dan Pawon kemudian d e n g a n dilanjutkan perjalanan menuju u m a t - u m a t Semarang. Pada malam harinya Bapak Santo, melakukan Shoko didepan Mandal Gohonzon Nichiren Shu diadakan pertemuan dirumah disana. anggota Semarang, melaksanakan ada pertengahan bulan Pada tanggal 17 Pebruari gongyo bersama, daimoku dan pebruari ini ada sebuah berangkat dengan mengunakan diskusi mengenai ajaran dan peristiwa yang sangat kereta api Gajayana jurusan organisasi dari Nichiren Shu. Daerah penting terjadi dalam perjalanan Yogyakarta, dan tiba di Yogyakarta Semarang, saat ini dikoordinir oleh kosenrufu dan penegakkan ajaran jam 2 dini hari. Keesokan harinya, Bapak Enghao. Pertemuan kali Nichiren yang sebenarnya. Sebuah tanggal 18 Pebruari diadakan ini juga disepakati bahwa ada sinar pencerahan muncul dari kunjungan kerumah beberapa dua anggota Semarang yang akan daerah Jawa Tengah yang meliputi anggota, dan dilanjutkan pada menerima Gohonzon pada bulan Yogyakarta, dan Semarang. Sebuah malam hari pukul 21:00 pertemuan april nanti. SELESAI keinginan dari para anggota untuk dan gongyo mendapatkan dan mengembalikan bersama, yang keaslian ajaran Nichiren yang dipimpin oleh sebenarnya, yang sesuai dengan cita- S d r . S i d i n cita dan keinginan luhur Nichiren Ekaputra, yang Shonin. dihadiri oleh Daerah Jawa Tengah kurang lebih 10 mempunyai nilai historis dan orang anggota. sepritual karena merupakan pusat Dalam kejayaan agama Buddha pada masa pertemuan ini lampau, yang dibuktikan dengan terjadi dialog keberadaan Candi Borobudur di yang sangat seru Yogyakarta. Sebuah maha karya seputar ajaran dari keagungan agama Buddha Sang Buddha, tempo dulu. Keinginan beberapa dan mengenai umat untuk mengembangkan ajaran o r g a n i s a s i . Diskusi membahas ajaran Nichiren Shu dipimpin oleh Nichiren Shu, merupakan sebuah Kunjungan kali Sdr.Sidin Ekaputra
P
17
No.006 / Maret 2005
Seri Pengenalan Kuil-Kuil Nichiren Shu
(Menjelajahi Kuil-kuil Nichiren Shu di seluruh Jepang dan Dunia) Oleh: Sidin Ekaputra,SE
Kuil Shochu-Zan Hokekyo-Ji • • • • •
Nama Resmi: Kuil Shochu – Zan Hokekyo-Ji Didirikan pada: Agustus 1260, Oleh: Toki Jonin Bhiksu Pendiri: Nichijo (Toki Jonin) Alamat: 2-10-1 Nakayama Ichikawa-shi, Chiba-ken Arah Menuju Kuil: Kereta Api JR Sobu-sen, dari stasiun Shimousa Nakayama -> 15 menit jalan kaki atau dari Keisei Nakayama -> 5 menit jalan kaki.
D
idirikan oleh salah satu pendukung Nichiren Shonin, Toki Jonin. Beliau menerima banyak dokumen yang dituliskan oleh Nichiren Shonin. Kuil Hokekyo-ji adalah kuil yang tertua dan terkenal diantara kuilkuil Nichiren Shu, dan merupakan satu-satunya Kito Konpon Dojo. Jalan untuk menuju kuil dimulai dari stasiun Sobu-sen Shimousa Nakayama dan telah menjadi sebuah kota bertahun-tahun yang lalu. Kuil ini mempunyai banyak bangunan seperti Daido (Aula Besar), Shodo, Shoto dan selalu dipenuhi oleh para pengikut yang sedang berdoa sebagai tanda penghormatan mereka. Lain kata, kuil ini didukung oleh banyak bhiksu dan pengikut. Nichiren Shonin melarikan diri dari peristiwa penganiayaan Matsubagayatsu ke daerah Shimousa dan Ia mempercayai Toki Jonin, seorang kepala Gozoku (keluarga) terpandang di Wakamiya untuk melindunginya. Pada bulan agustus 1260, bangunan Hokke-do (yang kemudian berubah menjadi Hokkeji) dibangun oleh Toki Jonin dalam kediamannya. Nichiren Shonin selama 100 hari memberikan ceramah. Maka kuil ini dihormati sebagai
Kuil Shochu Zan Hokekyo Ji
tempat suci “Honge Shoten Borin” (Nichiren Shonin Membabarkan Dharma Yang Pertama). Segera, Gozoku didekat daerah Nakayama, Jomyo Ohta membangun Jibutsu-do (yang kemudian menjadi Honmyoji) di kediamannya. Jibutsu-do diberkati oleh Nichiren Shonin, ketika pembangunannya selesai.
Ringkasan Sejarah
K
uil Hokekyo-ji didirikan pada Agustus 1260. Toki Jonin menjadi seorang bhiksu setelah Nichiren Shonin 18
meninggal dunia pada tahun 1282 dan menganti namanya menjadi Nichijo. Tahun berikutnya ia memasuki Kuil Honmyo-ji, ketika Jomyo meninggal. Pada tahun 1297, Nichijo membuat aturan untuk menjaga semua dokumen yang ditinggalkan oleh Nichiren Shonin di kuil ini untuk menjaga agar jangan sampai rusak atau hilang. Semua dokumen itu tersimpan dengan baik sampai saat ini di Shogyo-den. Ketika Nichijo meninggal dunia, putra dari Jomyo, Nichiko menjadi kepala kuil kedua di Hokke-ji dan mendirikan Honmyo-Ji. Karena itu, ia menjadi bhiksu yang
No.006/ Maret 2005
Hokke-Do
mengepalai kedua kuil tersebut. Sistem ini disebut, Ryozan Isshusei (satu kepala bhiksu untuk dua kuil). Setelah Nichiko meninggal dunia, Nichiyu menjadi kepala bhiksu ketiga di Hokke-ji dan Honmyo-ji dan beliau mengundang Gozoku lainnya, Tanesada Chiba sebagai kepala para pengikut. Tanesada secara keseluruhan mendukung sepenuh keuangan dari kuil. Nichiyu dengan penuh semangat menyebarluaskan ajaran, membaca Sutra, menyalin dan sebagainya, ia membangun sebuah Shoja (sebuah asrama untuk para pengikut). Ia juga selalu melakukan jiarah ke Gunung Minobu. Kunjungan ini menghasilkan seorang muridnya, Nikka (berasal dari keluarga Gozoku di Musashinokuni Mutsuura) untuk memberikan kontribusi dukungan dana bagi Gunung Minobu. Ia juga menjaga dokumen yang ditulis oleh Nichiren Shonin dan menyusunnya secara abjad. Ia juga membangun beberapa sistem organisasi seperti Shiinkasei dan Doshishokusei. Garis keturunan Nakayamamonryu (garis Nakayama) memberikan kontribusi yang nyata kepada Nichiren Shu dari era Nanboku-cho sampai era Muromachi dengan mengirimkan beberapa bhiksu yang luar biasa diantaranya: Haniya
Myosen Nichiei, Kenpon Hokkeshu Nichiju, Honpo-ji Nabekamuri Nisshin, Chomyo-ji Nisshuku. Hokke-ji dan Honmyo-ji akhirnya disatukan pada era Sengoku-era dan menjadi Kuil Hokekyo-ji. Bhiksu ke-11, Nichiden dibuang ke Hagi (Sekarang Yamaguchi) oleh Toyotomi Hideyoshi, dan karena inilah dibentuk sebuah sistem Sanzan Rinban Sei (sistem bergiliran untuk menjaga tiga kuil) diantara Kuil Kyoto Komyo-ji, Honpo-ji, dan Sakai Myokoku-ji. Pada era Meiji pada abad 19, Buddhisme di Jepang mengalami pemusnahan sebagai akibat dari Haibutsu Kishaku (gerakan anti Buddhis, untuk memusnahkan semua kuil Buddhis dan segala rupangnya). Setelah Perang Dunia II, Kuil Hokekyo-ji mendirikan Nakayama Myoshu dan kembali bergabung dalam Nichiren Shu pada tahun 1973. Kuil ini lebih terkenal diseluruh Jepang dengan sebut Kito Reijo (Tempat Suci Pemberkatan) untuk Tiga Hiho (metode pelaksanaan eksoterik). Orang berkunjung pertama kali harus berdoa keapda Kishimojin (dewi Buddhis, yang cantik dan memberkati anak-anak, membantu orang-orang mendapatkan anak dan menjaga anak). Dikatakan ketika Nichiren Shonin datang ketempat 19
ini menghindari penganiayaan Komatsubara, ia mengukir rupang Kishimojin dan mengajarkan Toki Jonin tentang ajaran rahasia dari dewa ini. Pada era Edo, rupang ini disebut Nakayama Kishimo-jin dan dipuja banyak orang, yang mengharapkan Genze Riyaku (keberuntungan dalam hidup ini seperti kesehatan, anak yang sehat dan lain-lain) Kedua, kuil ini adalah tempat pelaksanaan pelatihan Aragyo (100 hari pelaksanaan keras) dalam rangka untuk mendapatkan Shuhosshi (tanda kelulusan bhiksu untuk melaksanakan Pemberkatan Kito) di Nichiren Shu, harus menyelesaikan pelatihan seratus hari yang dimulai pada 1 nopember di Nichiren Shu Kegyosho untuk menerima ajaran rahasia. Pelatihan ini termasuk salah satu bagian yang tersulit yang dikenal dengan Kanchu Suigyo, pelaksanaan pemurnian dengan air dingin pada musim dingin. Terakhir, salah satu ajaran rahasia itu adalah Bokken Kaji (Pemberkatan Kito dengan pedang kayu). Metode dari Pemberkatan Kito ini baru bisa dilakanakan setelah menyelesaikan pelatihan Aragyo. Doa yang dipanjatkan kepada Kishimojin, mengunakan sebuah pedang kayu, membaca doa, untuk luput dari segala malapetaka. Sebagai akibat dari doa ini akan membawa orangorang mencapai ketenangan pikiran dan berdoa untuk Rissho Ankoku, mendirikan sebuah negara yang damai dengan ajaran yang sebenarnya.
Keadaan Sekarang
K
uil ini mempunyai beberapa bangunan bersejarah seperti : Soshi-do (Aula Pendiri), yang ditetapkan sebagai Juyo Bunka-zai (atau benda purbakala yang dilindungi pemerintah) dibangun pda era Enpo (1673-81). Benda purbakala Nasional lainnya adalah Hokke-do, dibangun pada era Muromachi dan Shisoku-
No.006 / Maret 2005
mon. Hokke-do adalah bangunan tua dan dipercayai sebagai bangunan utama dari Kuil Honmyo-Ji. Gojuno-to (Pagoda Lima Tingkat) dibangun pada tahun 1622, ini juga dilindungi pemerintah. Bangunan tambahan lainnya, Shogyo-den dibangun pada tahun 1931. Terdapat juga bangunan seperti: Kishimojin-do, Aragyo-do, and Joshuden (rumah tamu).Kuil ini menjaga beberapa pusaka suci seperti: Kokuho(benda purbakala) “Rissho Ankoku Ron,” Kokuho “Kanjin Honzon-sho,” dan Dokumen Nichiren Shonin yang terdiri dari 56 jilid dan lainnya. Ini akan diperlihatkan kepada umum hanya sekali dalam setahun pada tanggal 3 nopember. Terdapat juga jumlah yang tak terhitung dokumen bersejarah lainnya seperti, rupang Nichiren Shonin, rupang semua bhiksu, rupang Buddha, gambar masa lalu pada abad
Topik Utama:
~Mengenal Kesesatan Dalam Pikiran, Hal. 01
Ceramah :
~Tiga Racun Membakar, Hal.03 ~Buddha dan Iblis Ada Dalam Pikiran Mu, Hal.08 ~Pesan Tahun Baru Dari Minobu, Hal.10 Shogyo-Den, tempat penyimpan pusaka Kuil
pertengahan. Beberapa acara tahunan seperti: Senbu-e (15-20 April), Membuka Shogyo-den (3 Nopember), Oeshiki (15-18 Nopember), Nyugyoe (awal dari pelatihan Aragyo, 1 nopember) dan Shutugyo-e (akhir dari Aragyo, 10 Pebruari). Hari kedelapan setiap bulannya adalah hari Kishimojin (doa khusus dilakukan pada tanggal 8 bulan Januari, Mei dan September) dan banyak orang yang berkunjung ke kuil ini. SELESAI.
Gosho / Goibun:
~Hakii Saburo-Dono Go-Henji, Hal.06
Serba Serbi: ~Seri Pengenalan Saddharma Pundarika Sutra, Hal.11 ~Riwayat Hidup Enam Murid Utama Nichiren Shonin, Hal.14 ~Seri Pengenalan Kuil-Kuil Nichiren Shu, Hal.18 ~Seri Pelajaran Mahayana: Empat Kebenaran Mulia, Hal.04
Aneka Peristiwa:
PENGUMUMAN Mulai Pebruari 2005, bagi anda yang ingin memberikan Dana Paramita untuk Yayasan Buddhis Nichiren Shu Hokekyo Indonesia, atau Cetya Pundarika, Sunter dapat melakukannya melalui Transfer Bank dengan data sebagai berikut:
Bank Central Asia (BCA) KCP.Muara Karang No.Account : 637-012-8152 A/N: Nichiren Shu Hokekyo Indonesia
20
~Kunjungan YM.Bhiksu Ichimaru Hirohisa, Hal.15 ~Upacara Shuso Gotan E, Hal.16 ~Mengunjungi Anggota Nichiren Shu Yogyakarta, dan Semarang, Hal.17 Alamat Redaksi : Apartemen Permata Surya I Blok.A No.201, Cengkareng - Jakarta Barat Telp.081311088060 Email:
[email protected] Website: www.nshi.org