Menyingkap Kesesatan Syi'ah © 2013 www.kautsarku.tk
Note: To change the product logo for your own print manual or PDF, click "Tools > Manual Designer" and modify the print manual template.
Title page 1 Use this page to introduce the product by www.kautsarku.tk
This is "Title Page 1" - you may use this page to introduce your product, show title, author, copyright, company logos, etc. This page intentionally starts on an odd page, so that it is on the right half of an open book from the readers point of view. This is the reason why the previous page was blank (the previous page is the back side of the cover)
Menyingkap Kesesatan Syi'ah © 2013 www.kautsarku.tk All rights reserved. No parts of this work may be reproduced in any form or by any means - graphic, electronic, or mechanical, including photocopying, recording, taping, or information storage and retrieval systems - without the written permission of the publisher. Products that are referred to in this document may be either trademarks and/or registered trademarks of the respective owners. The publisher and the author make no claim to these trademarks. While every precaution has been taken in the preparation of this document, the publisher and the author assume no responsibility for errors or omissions, or for damages resulting from the use of information contained in this document or from the use of programs and source code that may accompany it. In no event shall the publisher and the author be liable for any loss of profit or any other commercial damage caused or alleged to have been caused directly or indirectly by this document. Printed: Juli 2013 in (whereever you are located)
Publisher ...enter name... Managing Editor ...enter name... Technical Editors ...enter name... ...enter name... Cover Designer ...enter name... Team Coordinator ...enter name... Production ...enter name...
Special thanks to: All the people who contributed to this document, to mum and dad and grandpa, to my sisters and brothers and mothers in law, to our secretary Kathrin, to the graphic artist who created this great product logo on the cover page (sorry, don't remember your name at the moment but you did a great work), to the pizza service down the street (your daily Capricciosas saved our lives), to the copy shop where this document will be duplicated, and and and... Last not least, we want to thank EC Software who wrote this great help tool called HELP & MANUAL which printed this document.
4
Menyingkap Kesesatan Syi'ah
Table of Contents Foreword
5
7
Part I Mengungkap Kesesatan Syi'ah 1 Muqaddimah ...................................................................................................................................
7
Khilafah Tidak Mesti .......................................................................................................................................................... Pada Ahlul Bait | Salafy.or.id 7 Membongkar Kesesatan .......................................................................................................................................................... Syi’ah | Salafy.or.id 16 Sayyid Qutb Pencela .......................................................................................................................................................... Shahabat | Salafy.or.id 25 Kesudahan Orang-orang .......................................................................................................................................................... yang Mencela Sahabat Nabi | Salafy.or.id 39 Keutamaan Ahlul .......................................................................................................................................................... Bait | Salafy.or.id 45 Ahlul Bait dalam .......................................................................................................................................................... Al-Qur’an Al-Karim | Salafy.or.id 55 Kontroversi Sikap .......................................................................................................................................................... Terhadap Ahlul Bait | Salafy.or.id 71 Apakah Ahlul .......................................................................................................................................................... Bait Ma’shum | Salafy.or.id 84
Index
97
© 2013 www.kautsarku.tk
Foreword
Foreword
This is just another title page placed between table of contents and topics
© 2013 www.kautsarku.tk
5
Top Level Intro This page is printed before a new top-level chapter starts
Part
I
Mengungkap Kesesatan Syi'ah
1
Mengungkap Kesesatan Syi'ah
1.1
Muqaddimah
Muqaddimah
7
Top Next
Bismillah. Dengan mengharap keridhaan Allah ta'ala, inilah e book tentang syi'ah yang pertama kali kami buat, masih banyak kekurangan, baik dari keterbatasan isi materi maupun dari settingnya, afwan. Insya Allah ini adalah versi 1 dari e book syi'ah dan akan di update di waktu mendatang untuk melengkapi dan menambahkan banyak faidah berkaitan dengan sekte syiah yang sangat berbahaya bagi ummat Islam. Demikian dari kami, mohon maaf jika ada kekurangan, saran dan nasehat bisa disampaikan kepada kami melalui Fans Page di Facebbok dengan akun http://facebook.com/kautsarku.co.cc Barakallahu fiikum. Abahnya Kautsar www.kautsarku.tk
1.1.1
Khilafah Tidak Mesti Pada Ahlul Bait | Salafy.or.id
Khilafah Tidak Mesti Pada Ahlul Bait | Salafy.or.id
Top Previous Next Top Previous
Khilafah Tidak Mesti Pada Ahlul Bait | Salafy.or.id
September 18, 2012
ditulis oleh: Al-Ustadz Muhammad Umar As-Sewed Kaum muslimin (baca: para shahabat) telah berijma’ bahwa khalifah pertama pengganti Rasulullah adalah Abu Bakr Ash-Shiddiq. Namun ada sekelompok orang yang mengaku sebagai muslimin, tidak menerima keadaan ini. Orang-orang yang mengaku sebagai pecinta Ahlul Bait ini mengklaim bahwa Ali bin Abi Thalib lebih berhak menjadi khalifah dibanding Abu Bakr Ash-Shiddiq. Mereka adalah orang-orang Syi’ah. Uraian berikut mencoba membongkar berbagai kebohongan yang menjadi pijakan sikap mereka. Ahlul Bait Mengakui Keabsahan Khilafah Abu Bakr Ash-Shiddiq Syubhat terbesar kaum Syi’ah adalah meragukan keabsahan khilafah Abu
© 2013 www.kautsarku.tk
8
Menyingkap Kesesatan Syi'ah
Bakr Ash-Shiddik . Mereka menganggap dibai’atnya Abu Bakr adalah tidak sah, karena Ali dan keluarganya atau Ahlul Bait tidak diajak musyawarah, padahal Ali lebih berhak menjadi khalifah daripada Abu Bakr atau Umar . Demikianlah syubhat Syi’ah yang mereka hembuskan di
mana-mana,
dengan kalimat yang sama dari tokoh Syi’ah yang berbeda-beda, bagaikan satu kaset yang diputar berulang-ulang. Pemahaman sesat dari orang-orang Persia ini selalu
mengatasnamakan
Ahlul Bait dan menganggap pemahamannya sebagai “madzhab Ahlul Bait”. Sehingga yang paling mudah terbawa dengan pemahaman Syi’ah ini adalah orang-orang yang mengaku sebagai turunan Ali atau Alawiyyin, kecuali yang Allah rahmati. Ketika disampaikan kepada mereka bahwa Ahlul Bait terdzalimi bangkitlah
emosi kekeluargaannya. Padahal apa yang
disampaikan oleh kaum Syi’ah -yang merupakan jelmaan kaum Majusi Persia- adalah kedustaan yang nyata dan tidak memiliki bukti yang otentik. Biasanya mereka mengambil riwayat-riwayat tersebut dari kitab yang paling terkenal di kalangan mereka yaitu Nahjul Balaghah, yang berisi ucapanucapan, khutbah-khutbah dan sya’ir-sya’ir yang semuanya diatasnamakan Ali bin Abi Thalib. Penulis buku tesebut mengesankan bahwa seakan-akan Ali tidak terima dengan keputusan para shahabat memilih Abu Bakr sebagai khalifah. Bahkan dinukil bahwa Ali mencaci dan mencerca Abu Bakr, Umar dan para shahabat yang lain. Namun sayang penulis buku tersebut tidak membawakan ucapan-ucapan Ali tersebut dengan sanadnya (rantai para rawi) sehingga tidak dapat diperiksa keotentikannya secara ilmiah dengan standar ilmu hadits. Kitab ini -yang di kalangan kaum Syi’ah sejajar dengan Al-Qur’an- ternyata disusun dan dikarang oleh seorang tokoh sesat dari kalangan Syi’ah Imamiyyah Rafidah yang bernama Al-Murtadla Abi Thalib Ali bin Husain bin Musa Al-Musawi (meninggal th. 436 Hijriyah). Yang telah dinyatakan oleh para Ulama Ahlus Sunnah sebagai pendusta atas nama Ali bin Abi Thalib . Al-Imam Adz-Dzahabi berkata ketika membahas biografi orang ini sebagai berikut: “Dia adalah penghimpun kitab Nahjul Balaghah yang menyandarkan kalimat-kalimat yang ada dalam kitab ini kepada Imam Ali tanpa disebutkan sanad-sanadnya. Sebagian kalimat itu batil, meskipun juga di dalamnya ada hal yang benar. Namun ucapan-ucapan palsu yang terdapat dalam kitab ini mustahil diucapkan oleh Al-Imam Ali.” (Siyar A’lamin Nubala`, 17/589-590) Beliau juga berkata: “…Barangsiapa melihat buku Nahjul Balaghah, maka ia akan yakin bahwa ucapan-ucapan itu adalah dusta atas nama Amirul Mukminin Ali, karena di dalamnya terdapat caci-makian yang sangat jelas terhadap dua tokoh besar shahabat yaitu Abu Bakr dan Umar. Juga tedapat ungkapan-ungkapan yang kaku (menurut kaidah sastra Arab, pen.) bagi © 2013 www.kautsarku.tk
Mengungkap Kesesatan Syi'ah
9
orang yang kenal jiwa bangsa Quraisy (dan tingginya bahasa mereka, pen.) dari kalangan para shahabat. Dan orang-orang setelahnya akan mengerti dengan yakin bahwa kebanyakan isi kitab tersebut adalah batil. (Mizanul i’tidal 3/124 Lisanul Mizan, 4/223) Ibnu Sirin menilai bahwa seluruh apa yang mereka (kaum Syi’ah) riwayatkan dari Ali Radhiyallahu’anhu adalah kedustaan. (Al-‘Alamus Syamikh, hal. 237). Juga Al-Khathib Al-Baghdadi dalam kitabnya Al-Jami’ Li Akhlaqir Rawi wa Adabis Sami’ (juz 2 hal. 161) telah
memberikan isyarat tentang
kedustaan kandungan kitab ini. Syaikhul Islam berkata: “… sebagian besar khutbah-khutbah yang dinukil penyusun
kitab
Nahjul
Balaghah
adalah
dusta
atas
nama
Ali
Radhiyallahu’anhu. Beliau terlalu mulia dan terlalu tinggi kapasitasnya untuk berbicara
dengan
ucapan
seperti itu. Tetapi
mereka
kebohongan dengan beranggapan bahwa hal itu
merekayasa
sebagai sanjungan
(terhadap Ali, pent.). Sungguh Itu bukanlah kebenaran, apalagi merupakan sanjungan….” (Minhajus Sunnah An-Nabawiyah, 8/55-56) Sedangkan para ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah telah meriwayatkan dengan sanad dan sanad tersebut telah diteliti keshahihannya secara ilmiah ucapan-ucapan Ali
Radhiyallahu’anhu yang bertentangan dengan
apa yang mereka riwayatkan 180 derajat. Di antaranya: Pertama, riwayat yang menunjukkan Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu’anhu setuju dengan keputusan para shahabat. Al-Imam Al-Bukhari meriwayatkan dengan sanadnya sampai kepada Ibnu Sirin dari Ubaidah, bahwa ia mendengar Ali Radhiyallahu’anhu mengatakan: “Putuskanlah sebagaimana kalian putuskan, sesungguhnya aku membenci perselisihan hingga manusia berada dalam satu jamaah atau lebih baik aku mati seperti para sahabat-sahabatku.” (HR. Al-Bukhari kitab Fadha`il Shahabah bab Manaqib Ali z dengan Fathul Bari juz 7 hal 424 no 2707) Kedua, diriwayatkan pula secara mustafidh (dalam jumlah banyak) dari Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu’anhu sendiri, sebagaimana dalam Shahih AlBukhari dengan menyebutkan sanadnya sampai kepada Muhammad ibnul Hanafiyah : “Aku bertanya kepada bapakku (yakni Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu’anhu): Siapakah manusia yang terbaik setelah Rasulullah ? Ia menjawab: “Abu Bakr”. Aku bertanya (lagi): “Kemudian siapa?” Ia menjawab: “Umar.” Dan aku khawatir ia akan berkata Utsman, maka aku mengatakan: “Kemudian engkau?” Beliau menjawab: “Tidaklah aku kecuali seorang dari kalangan muslimin.” (HR. Al-Bukhari, kitab Fadha`ilus Shahabah, bab 4 dan Fathul
© 2013 www.kautsarku.tk
10
Menyingkap Kesesatan Syi'ah
Bari juz 4/20) Ketiga, Ibnu Taimiyah berkata bahwa riwayat yang seperti ini (yakni riwayat di atas) telah diriwayatkan dari Al-Imam Ali lebih dari 80 riwayat. Dan bahwasanya Ali ibnu Abi Thalib Radhiyallahu’anhu pernah berbicara di mimbar Kufah, mengancam orang-orang yang mengutamakan beliau di atas Abu Bakr dan Umar dengan cambukan seorang pendusta. “Tidak didatangkan kepadaku seseorang yang mengutamakan aku diatas Abu Bakr dan Umar kecuali akan aku cambuk dengan cambukan seorang pendusta.” Maka ketika itu seorang yang mengatakan beliau lebih utama dari Abu Bakr dan Umar dicambuk delapan puluh kali cambukan. (Majmu’ Fatawa, juz 4 hal. 422) Keempat, Al-Imam Al-Bukhari juga meriwayatkan dengan sanadnya yang bersambung dan shahih sampai kepada Ibnu Abbas bahwa dia pernah menghadiri jenazah Umar bin Al-Khaththab Radhiyallahu’anhu, dia berkata yang artinya: “Sungguh aku pernah berdiri di kerumunan orang yang
bersama-sama
mendoakan Umar bin Al-Khaththab Radhiyallahu’anhu yang telah diletakkan di atas
pembaringannya. Tiba-tiba
meletakkan
sikunya
di
kedua
seseorang dari belakangku yang
pundakku
berkata:
merahmatimu (Umar), dan aku berharap agar Allah
“Semoga
Allah
menggabungkan
engkau bersama dua shahabatmu (Yakni Rasulullah dan Abu Bakr) karena aku sering mendengar Rasulullah bersabda: ‘Waktu itu aku bersama Abu Bakr dan Umar…’ ‘aku telah mengerjakan bersama Abu Bakr dan Umar…’, ‘aku pergi dengan Abu Bakr dan Umar…’. Maka sungguh aku berharap semoga Allah
menggabungkan engkau dengan keduanya. Maka aku
menengok ke belakangku ternyata ia adalah Ali bin Abi Thalib.” (HR. AlBukhari dalam Fadha`ilus Shahabah bab Manaqib Umar bin Al-Khaththab, 7/3685, 3677, dengan Fathul Bari) Syarat Pemimpin adalah Quraisy, Bukan Ahlul Bait Alasan lain kaum Syi’ah Rafidhah yang menganggap bahwa Ali lebih berhak menjadi khalifah adalah karena Ali termasuk keluarga Rasulullah . Alasan ini seperti alasan Yahudi yang mengatakan bahwa penguasa harus dari keluarga Dawud. Tidak ada satu pun dalil yang menyatakan bahwa kepemimpinan atau khilafah harus dari kalangan Ahlul Bait. Syarat-syarat seorang untuk layak menjadi pemimpin sangat jelas dalam AlQur’an dan As-Sunnah. Di antaranya syarat umum yang harus ada pada seorang pemimpin adalah Islam, baligh, berakal, merdeka (bukan hamba
© 2013 www.kautsarku.tk
Mengungkap Kesesatan Syi'ah
11
sahaya), laki-laki dan berilmu. Kemudian syarat-syarat khusus yaitu sifatsifat yang harus ada pada seorang pemimpin yaitu keadilan, kesempurnaan mental, kesempurnaan fisik seperti ucapan Allah tentang Thalut yang Allah I angkat menjadi pemimpin: Nabi mereka mengatakan kepada mereka: “Sesungguhnya Allah telah mengangkat Thalut menjadi rajamu.” Mereka menjawab: “Bagaimana Thalut memerintah kami, padahal kami lebih berhak mengendalikan pemerintahan daripadanya, sedang dia pun tidak diberi kekayaan yang cukup banyak?” Nabi (mereka) berkata: “Sesungguhnya Allah telah memilih rajamu dan menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa.” Allah
memberikan pemerintahan
kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Luas pemberian-Nya lagi Maha Mengetahui.” (Al-Baqarah: 247) Juga harus ada pada seorang pemimpin sifat keshalihan dan ketaqwaan, karena Allah I akan mewarisi bumi ini untuk orang-orang yang shalih: “Sungguh telah Kami tulis di dalam Zabur,
sesudah (Kami tulis dalam)
Lauh Mahfuzh, bahwasanya bumi ini akan diwariskan kepada hambahamba-Ku yang shalih.” (Al-Anbiya`: 105) Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang shalih bahwa Dia menjadikan mereka berkuasa di muka bumi,
sungguh-sungguh akan sebagaimana Dia telah
menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa. Dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka
dalam
ketakutan
menjadi
aman
sentausa.
Mereka
tetap
menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun denganKu. Dan barang siapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (An-Nur: 55) Oleh karena itu ketika Allah menjadikan Ibrahim sebagai imam dan Ibrahim meminta keturunannya juga menjadi pemimpin, Allah menyatakan bahwa kepemimpinan tidak akan diberikan kepada
orang-orang dzalim dari
keturunannya. “Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Rabbnya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman: ‘Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia.’ Ibrahim berkata: “(Dan saya mohon juga) dari keturunanku.”
© 2013 www.kautsarku.tk
12
Menyingkap Kesesatan Syi'ah
Allah berfirman: “Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang-orang yang dzalim.” (Al-Baqarah: 124) Ibnu Katsir t berkata mengutip ucapan Mujahid dalam menafsirkan ayat ini: “Artinya adalah: Adapun orang-orang yang shalih dari mereka maka Aku (Allah) akan jadikan mereka sebagai pemimpin. Adapun orang yang dzalim dari mereka, maka Kami tidak akan menjadikannya sebagai pemimpin dan Kami tidak peduli.” (Tafsir Ibnu Katsir, juz I, hal. 167) Dengan demikian berarti kepemimpinan itu didapat bukan karena faktor keturunan, tetapi karena faktor keshalihan. Disamping itu, juga sifat yang harus ada agar seseorang layak menjadi pemimpin adalah kesabaran dan keyakinan yang tinggi. Allah juga berfirman: “Kami jadikan di antara mereka itu
pemimpin-pemimpin yang memberi
petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar. Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami.” (As-Sajdah: 24) Sedangkan syarat terakhir dari seorang
pemimpin adalah Qurasyiyah
(turunan Quraisy). Tentunya syarat ini adalah setelah syarat-syarat tadi di atas. Maka kalaupun turunan Quraisy, jika memiliki kekurangan-kekurangan dari sifat-sifat di atas, tentunya juga tidak layak menjadi pemimpin atau khalifah. Namun jika ada beberapa orang yang memiliki syarat-syarat di atas dan di antara mereka ada seorang turunan Quraisy , maka tentu saja yang paling layak untuk menjadi seorang pemimpin adalah dari turunan Quraisy . Rasulullah menyatakan bahwa khalifah itu seluruhnya dari kaum Quraisy, sebagaimana dalam hadits: “Dari Jabir bin Samurah z, ia berkata: Aku masuk bersama ayahku menemui Rasulullah n, maka aku mendengar beliau berkata: “Sesungguhnya urusan ini tidak akan lenyap hingga berakhir di antara mereka dua belas khalifah”. Kemudian beliau berbicara dengan ucapan yang tersamar atasku. Maka aku bertanya kepada ayahku: “Apa yang dikatakan oleh beliau?” Ia menjawab: “Seluruhnya dari kalangan Quraisy.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim) Dengan riwayat yang shahih ini jelaslah bahwa
pemimpin tidak harus dari
kalangan Ahlul Bait. Tetapi Rasulullah hanya mengatakan Quraisy. Maka setelah itu para ulama
semuanya
sepakat bahwa syaratnya hanya
Qurasyiyah, baik dari Ahlul Bait ataupun tidak. Al-Imam Ahmad t berkata: “Khilafah ada pada Quraisy, walaupun manusia hanya tersisa dua orang. Dan tidak seorang pun dari manusia yang berhak untuk merebutnya dari mereka. Tidak keluar dari mereka dan kami tidak menetapkannya untuk selain mereka sampai hari kiamat.” (Thabaqat Hanabilah, Ibnu Abi Ya’la; Lihat kitab Imamatul ‘Uzhma, Ad-Damiji, hal. 269) © 2013 www.kautsarku.tk
Mengungkap Kesesatan Syi'ah
13
Demikian pula Al-Imam Asy-Syafi’i t menetapkan syarat ini dalam kitabnya Al-Umm juz 1, hal. 143. Al-Imam Malik t berkata: “Tidaklah menjadi seorang imam kecuali orang Quraisy.” (Ahkamul Qur’an, Ibnul ‘Arabi, juz IV, hal. 1721; lihat Imamatul Udhma, hal. 269) Tidak ada yang menyelisihi pendapat ini, kecuali beberapa kelompok sempalan seperti Khawarij, Mu’tazilah dan Asy’ariyah. Sedangkan kaum Syi’ah Rafidhah menyempitkannya dan menganggap bahwa yang dimaksud Quraisy adalah Ahlul Bait. Orang-orang Syi’ah Rafidhah dari sekte Imamiyah atau Itsna Atsariyyah meyakini bahwa kepemimpinan setelah Rasulullah
harus dari kalangan
Ahlul Bait yaitu Ali bin Abi Thalib, kemudian kepada Al-Hasan, kemudian AlHusain kemudian terus kepada turunan Al-Husain hingga berakhir dengan Al-Mahdi Al-Muntazhar (Al-Mahdi
yang
ditunggu)
yang
dianggapnya
Muhammad bin Al-Hasan Al-Askari yang sudah lahir dan masuk gua, kemudian ditunggu keluarnya sampai hari ini. Padahal sekian banyak hadits seluruhnya menyatakan dari Quraisy, dan tidak ada satu pun riwayat yang menyatakan dari Ahlul Bait. Tidak Ada Wasiat Khilafah untuk Ali bin Abi Thalib Di antara alasan kaum Syi’ah menganggap Ali lebih berhak menjadi khalifah adalah riwayat-riwayat tentang wasiat. Padahal Rasulullah n wafat dengan tidak memberikan wasiat apapun, kepada siapapun, kecuali dengan AlQur’an. Diriwayatkan di dalam dua kitab Shahih Al-Bukhari dan Muslim dari Thalhah ibnu Musharrif: Aku bertanya kepada Abdullah ibnu Abi Aufa: “Apakah Nabi memberikan wasiat? Beliau menjawab: “Tidak.” Maka saya katakan: “Kalau begitu bagaimana
dia
menuliskan
buat
manusia
pesan-pesannya
atau
memerintahkan wasiatnya?” Dia menjawab: “Beliau mewasiatkan dengan Kitabullah.” (HR. Al-Bukhari; Fathul Bari juz 5 hal. 356, hadits 2340; dan Muslim dalam Kitabul Washiyyah juz 3 hal. 1256, hadits ke-16) Demikian pula diriwayatkan dari Ummul Mukminin ‘Aisyah yang tentunya sebagai istri Rasulullah, yang beliau meninggal di pangkuannya, tentunya lebih tahu apakah Rasulullah
berwasiat atau tidak. Dia berkata dalam
riwayat Muslim: “Rasulullah n tidak meninggalkan dirham; tidak pula dinar, tidak seekor kambing, tidak pula seekor unta dan tidak mewasiatkan dengan apa pun.” (HR. Muslim, dalam Kitabul Washiyyah, juz 3, hal. 256, hadits ke 18)
© 2013 www.kautsarku.tk
14
Menyingkap Kesesatan Syi'ah
Dalam riwayat Al-Bukhari dan Muslim lainnya dari Aswad bin Yazid, dia berkata: “Mereka menyebutkan di sisi ‘Aisyah bahwa Ali adalah seorang yang mendapatkan wasiat. Maka beliau (Aisyah) berkata: “Kapan
Rasulullah
berwasiat kepadanya, padahal aku adalah sandaran beliau ketika beliau bersandar di dadaku -atau ia berkata:
pangkuanku- kemudian beliau
meminta segelas air, tiba-tiba beliau terkulai di pangkuanku, dan aku tidak merasa ternyata beliau sudah meninggal, maka kapan dia berwasiat kepadanya?” (HR. Al-Bukhari dan Muslim) Demikianlah riwayat-riwayat yang menyatakan bahwa
Rasulullah tidak
berwasiat ketika wafat sangat banyak, sehingga para shahabat seluruhnya memahami bahwa wasiat beliau secara umum adalah Al-Qur’an. Diriwayatkan pula bahwa di antara keluarga Rasulullah yaitu Ibnu Abbas menyatakan
pula
kekecewaannya,
karena
Rasulullah tidak
sempat
berwasiat disebabkan silang pendapat di antara Ahlul Bait. Sebagian menyatakan cukup Al-Qur’an karena Rasulullah sedang dalam keadaan sakit yang parah. Sedangkan sebagian yang lain, mengharapkan Rasulullah menulis wasiat, hingga datanglah ajal beliau dalam keadaan belum sempat memberikan wasiat. Maka Ibnu Abbas berkata: “Sesungguhnya
kerugian dari
segala
kerugian
adalah
terhalangnya
Rasulullah untuk menulis wasiat kepada mereka, karena perselisihan dan silang pendapat mereka.” (HR. Al-Bukhari dalam Kitabul Maghazi, bab Maradhun Nabi; Fathul Bari, juz 8, hal. 132 no. hadits 4432; Muslim dalam Kitabul Washiyyah, bab Tarkul Wasiat Liman Laisa Lahu Syai`un Yuushi bihi, juz 3 hal. 1259, no. 22) Dalam memandang kejadian ini, Ahlus Sunnah wal Jamaah tidak berburuk sangka kepada para shahabat, apalagi kepada Ahlul Bait dan keluarga dekat Nabi . Karena kedua belah pihak mengharapkan kebaikan. Sebagian mengharapkan ditulisnya wasiat untuk kebaikan umat, dan sebagian keluarga beliau merasa Rasulullah
dalam keadaan sedang merasakan
sakit yang berat, maka tidak perlu diganggu, sedangkan kaum muslimin sudah memiliki Al-Qur’an sebagai wasiat Rasulullah. Sebaliknya, kaum Syi’ah Rafidhah
menjadikan riwayat ini sebagai ajang
pencaci-makian terhadap para shahabat. Mereka mengira bahwa perbuatan para shahabat adalah untuk menghalangi wasiat kepada Ali bin Abi Thalib dan untuk merebut tampuk
kepemimpinan, untuk
kemudian diberikan
kepada Abu Bakr Ash-Shiddiq. Ucapan mereka jelas batil dan dusta, karena Abu Bakr sendiri ketika itu tidak ada di sana, beliau berada di daerah Sunh di pinggiran kota Madinah- yaitu di rumah salah satu istrinya.
Bahkan
ucapan mereka ini justru mencerca dan mencela Ahlul Bait sendiri, karena © 2013 www.kautsarku.tk
Mengungkap Kesesatan Syi'ah
15
yang berkumpul di sana ketika itu kebanyakan adalah keluarga dekat beliau. Maka mereka tidak pantas disebut pecinta Ahlul Bait. Lihatlah dalam riwayat yang lebih lengkap sebagai berikut: Dari Ibnu Abbas , bahwasanya Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu’anhu keluar dari sisi
Rasulullah ketika sakitnya beliau menjelang wafatnya. Maka
manusia berkata: “Wahai Abal Hasan (yakni Ali), bagaimana keadaan Rasulullah ?” Beliau menjawab: “Alhamdulillah, baik.” Maka Abbas bin Abdil Muththalib (paman Rasulullah )
memegang tangan Ali bin Abi Thalib,
kemudian berkata kepadanya: “Engkau demi Allah setelah tiga hari menjadi orang yang dipimpin. Sungguh aku mengerti bahwa Rasulullah akan wafat dalam sakitnya ini, karena aku mengenali wajah-wajah anak cucu Abdul Muththalib ketika akan wafatnya. Mari kita menemui
Rasulullah
untuk
menanyakannya, kepada siapa urusan ini dipegang? Kalau diserahkan kepada kita, maka kita mengetahuinya. Dan kalau pun untuk selain kita maka kitapun mengetahuinya dan beliau akan memberikan wasiatnya.” Maka Ali bin Abi Thalib
menjawab: “Demi Allah, sungguh kalau kita
menanyakannya kepada Rasulullah kemudian tidak beliau berikan kepada kita, maka manusia tidak akan memberikan kepada kita selama-lamanya. Dan
sesungguhnya aku demi Allah tidak akan memintanya kepada
Rasulullah n.” (HR. Al-Bukhari, Kitabul Maghazi, bab Maradhun Nabiyyi wa wafatihi; Fathul Bari, 8/142, no. 4447) Dr. Ali bin Muhammad Nashir Al-Faqihi berkata: “Tidak cukupkah nash ini untuk
membantah
Rafidhah
yang
mengatakan
bahwa
Rasulullah
mewasiatkan kepada Ali bin Abi Thalib dengan khilafah? Kedustaan mereka jelas dengan hadits ini dari beberapa sisi: Pertama, penolakan Ali untuk meminta khilafah atau menanyakannya. Kedua, bahwa kejadian tersebut pada waktu wafatnya Rasulullah (yang membuktikan beliau tidak berwasiat). Ketiga, kalau saja ada nash (wasiat) sebelum itu untuk Ali tentu dia akan menjawab kepada Abbas z, “Bagaimana kita menanyakan untuk siapa urusan ini, padahal dia telah mewasiatkannya kepadaku?” (Kitab Al-Imamah war Radd ‘Ala Rafidhah, Abu Nu’aim Al-Ashbahani dengan tahqiq Dr. Ali bin Muhammad Nashir Al-Faqihi dalam footnote-nya hal. 237-238; Lihat Badzlul Majhuud Fi Musyabahatir Rafidhah bil Yahuud, juz I hal. 191, Abdullah bin Jumaili) Sungguh sangat jelas sekali dengan riwayat ini, bahwa yang menolak untuk meminta wasiat justru Ali bin Abi Thalib sendiri. Tentunya banyak riwayatriwayat lain tentang kejadian ini dan memang ketika itu beberapa hadirin ikut berbicara sehingga suasana menjadi ramai dan berakhir dengan wafatnya Rasulullah dengan tidak © 2013 www.kautsarku.tk
memberikan wasiat apapun tentang khilafah
16
Menyingkap Kesesatan Syi'ah
kepada siapa pun. Bahkan diriwayatkan dari Aisyah kalau pun Rasulullah n memberi wasiat, niscaya beliau akan mewasiatkan penggantinya kepada Abu Bakr AshShiddiq : “Dari ‘Aisyah, ia berkata; Rasulullah
berkata kepadaku: “Panggillah Abu
Bakr, ayahmu dan saudaramu, sehingga aku tulis satu tulisan (wasiat). Sungguh
aku
khawatir
akan
ada
seseorang
yang
menginginkan
(kepemimpinan, -pent.), kemudian seseorang berkata: “Aku lebih utama.” Kemudian beliau bersabda: “Allah dan orang-orang beriman tidak meridhai kecuali Abu Bakr.” (HR. Muslim 7/110 dan Ahmad (6/144); Lihat AshShahihah, juz 2, hal. 304, hadits no. 690) Terus bagaimana mereka -kaum Syi’ah tersebut- menganggap bahwa Ali bin Abi Thalib mendapatkan wasiat untuk menjadi khalifah setelahnya, ketika di Ghadir Khum? Mengapa mereka tidak menanyakannya kepada Ali bin Abi Thalib sendiri, padahal mereka mengaku pecinta Ahlul Bait?! Kalau mereka benar-benar cinta kepada Ahlul Bait dan mengaku pengikut setia Ahlul Bait khususnya Ali bin Abi Thalib z, maka dengarkanlah riwayatriwayat dari beliau dengan sanad yang shahih sebagai berikut: Diriwayatkan dari Abu Thufail bahwa Ali z ditanya apakah Rasulullah n mengkhususkanmu dengan sesuatu? Maka Ali berkata: “Rasulullah n tidak menghususkan aku dengan sesuatu pun yang beliau tidak menyebarkannya kepada manusia, kecuali apa yang ada di sarung pedangku ini. Kemudian beliau
mengeluarkan lembaran dari sarung pedangnya yang tertulis
padanya: Allah melaknat orang yang menyembelih untuk selain Allah… “ (HR. Muslim) Wallahu a’lam.
1 Ahlul bid’ah biasa mencampurkan kebenaran dengan kebatilan untuk menipu kaum muslimin. Maka kebenaran yang ada dalam buku tersebut merupakan
umpan agar diterima
kedustaan-kedustaan yang ada di
dalamnya, pen. sumber
1.1.2
http://asysyariah.com/khilafah-tidak-mesti-pada-ahlul-bait.html
Membongkar Kesesatan Syi’ah | Salafy.or.id
Membongkar Kesesatan Syi’ah | Salafy.or.id
Top Previous Next Top Previous Next
Membongkar Kesesatan Syi’ah |
© 2013 www.kautsarku.tk
Mengungkap Kesesatan Syi'ah
17
Salafy.or.id September 3, 2012
ditulis oleh: Al-Ustadz Ruwaifi’ bin Sulaimi, Lc. Serupa tapi tak sama. Barangkali ungkapan ini tepat untuk menggambarkan Islam dan kelompok Syi’ah. Secara fisik, memang sulit dibedakan antara penganut Islam dengan Syi’ah. Namun jika ditelusuri—terutama dari sisi akidah—perbedaan di antara keduanya ibarat minyak dan air. Sehingga tidak mungkin disatukan. Apa Itu Syi’ah? Syi’ah menurut etimologi bahasa Arab bermakna pembela dan pengikut seseorang. Selain itu juga bermakna: Setiap kaum yang berkumpul di atas suatu perkara. (Tahdzibul Lughah 3/61, karya Azhari dan Tajul Arus 5/405, karya az-Zabidi. Dinukil dari kitab Firaq Mu’ashirah, 1/31, karya Dr. Ghalib bin ‘Ali al-Awaji). Adapun menurut terminologi syariat bermakna: Mereka yang menyatakan bahwa Ali bin Abu Thalib z lebih utama dari seluruh sahabat dan lebih berhak untuk memegang tampuk kepemimpinan kaum muslimin, demikian pula anak cucu sepeninggal beliau. (al-Fishal fil Milali wal Ahwa wan Nihal, 2/113, karya Ibnu Hazm) Syi’ah, dalam sejarahnya mengalami sejumlah pergeseran. Seiring dengan bergulirnya waktu,
kelompok ini terpecah
menjadi
lima
sekte yaitu
Kaisaniyyah, Imamiyyah (Rafidhah), Zaidiyyah, Ghulat, dan Isma’iliyyah. Dari kelimanya, lahir sekian banyak cabang-cabangnya. (al-Milal wan Nihal, hlm. 147, karya asy-Syihristani). Tampaknya, yang terpenting untuk diangkat pada kesempatan kali ini adalah sekte Imamiyyah atau Rafidhah, yang sejak dahulu hingga kini berjuang keras untuk menghancurkan Islam dan kaum muslimin. Dengan segala cara, kelompok sempalan ini
terus-menerus
menebarkan berbagai macam kesesatannya. Terlebih lagi kini didukung dengan negara Iran-nya. Rafidhahرافضة, diambil dari يرفض – رفضyang menurut etimologi bahasa Arab bermakna يترك – ترك,
meninggalkan
(al-Qamus al-Muhith, hlm. 829).
Sedangkan dalam terminologi syariat bermakna: Mereka yang menolak imamah (kepemimpinan) Abu Bakr dan Umar, berlepas diri dari keduanya, dan mencela sekaligus menghina para sahabat Nabi n. (Badzlul Majhud fi Itsbati Musyabahatir Rafidhati lil Yahud, 1/85, karya Abdullah al-Jumaili). Abdullah bin Ahmad bin Hanbal berkata, “Aku telah bertanya kepada ayahku, siapa Rafidhah itu?” Maka beliau menjawab, “Mereka adalah orang-orang yang mencela Abu Bakr dan Umar c.” (ash-Sharimul Maslul ‘Ala Syatimir Rasul hlm. 567, karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah t) © 2013 www.kautsarku.tk
18
Menyingkap Kesesatan Syi'ah
Sebutan “Rafidhah” ini erat kaitannya dengan Zaid bin ‘Ali bin Husain bin ‘Ali bin Abu Thalib dan para pengikutnya ketika memberontak kepada Hisyam bin Abdul Malik bin Marwan di tahun 121 H. (Badzlul Majhud, 1/86) Asy-Syaikh Abul Hasan al-Asy’ari berkata, “Zaid bin ‘Ali adalah seorang yang melebihkan ‘Ali bin Abu Thalib z atas seluruh sahabat
Rasulullah n, mencintai Abu Bakr dan ‘Umar, serta
memandang bolehnya memberontak1 terhadap para pemimpin yang jahat. Maka ketika ia muncul di Kufah, di tengah-tengah para pengikut yang membai’atnya, ia mendengar dari sebagian mereka celaan terhadap Abu Bakr dan ‘Umar. Ia pun mengingkarinya, hingga akhirnya mereka (para pengikutnya) meninggalkannya. Maka ia katakan kepada mereka:
رفضتموني؟
© 2013 www.kautsarku.tk
Mengungkap Kesesatan Syi'ah
19
“Kalian tinggalkan aku?” Maka dikatakanlah bahwa penamaan mereka dengan Rafidhah dikarenakan perkataan Zaid kepada mereka “Rafadhtumuunii.” (Maqalatul Islamiyyin, 1/137) Demikian pula yang dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah t dalam Majmu’ Fatawa (13/36). Rafidhah pasti Syi’ah, sedangkan Syi’ah belum tentu Rafidhah. Karena tidak semua Syi’ah membenci Abu Bakr dan ‘Umar sebagaimana keadaan Syi’ah Zaidiyyah. Rafidhah sendiri terpecah menjadi beberapa cabang. Namun yang lebih ditonjolkan dalam pembahasan kali ini adalah al-Itsna ‘Asyariyyah. Siapakah Pencetusnya? Pencetus pertama bagi paham Syi’ah Rafidhah ini adalah seorang Yahudi dari negeri Yaman (Shan’a) yang bernama Abdullah bin Saba’ al-Himyari, yang menampakkan keislaman di masa kekhalifahan ‘Utsman bin Affan2. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Asal ar-Rafdh ini dari munafiqin dan zanadiqah
(orang-orang
yang
menampakkan
keislaman
dan
menyembunyikan kekafiran, pen). Pencetusnya adalah Abdullah bin Saba’ az-Zindiq. Ia tampakkan sikap ekstrem di dalam memuliakan ‘Ali, dengan suatu slogan bahwa ‘Ali yang berhak menjadi imam (khalifah) dan ia adalah seorang yang ma’shum (terjaga dari segala dosa, pen).” (Majmu’ Fatawa, 4/435) Sesatkah Syi’ah Rafidhah ? Berikut ini akan dipaparkan prinsip (akidah) mereka dari kitab-kitab mereka yang ternama, untuk kemudian para pembaca bisa menilai sejauh mana kesesatan mereka. a.
Tentang Al-Qur’an
Di dalam kitab al-Kafi (yang kedudukannya di sisi mereka seperti Shahih alBukhari di sisi kaum muslimin), karya Abu Ja’far Muhammad bin Ya’qub alKulaini (2/634),
dari Abu
Abdullah (Ja’far
ash-Shadiq), ia
berkata,
“Sesungguhnya Al-Qur’an yang dibawa Jibril kepada Muhammad (ada) 17.000 ayat.” Di dalam Juz 1, hlm. 239—240, dari Abu Abdillah ia berkata, “… Sesungguhnya di sisi kami ada mushaf Fathimah ‘alaihassalam. Mereka tidak tahu apa mushaf Fathimah itu. Abu Bashir berkata, ‘Apa mushaf Fathimah itu?’ Ia (Abu Abdillah) berkata, ‘Mushaf tiga kali lipat dari apa yang terdapat di dalam mushaf kalian. Demi Allah, tidak ada padanya satu huruf pun dari Al-Qur’an kalian…’.” (Dinukil dari kitab asy-Syi’ah wal Qur’an, hlm. 31—32, karya Ihsan Ilahi Zhahir) Bahkan salah seorang “ahli hadits” mereka yang bernama Husain bin
© 2013 www.kautsarku.tk
20
Menyingkap Kesesatan Syi'ah
Muhammad at-Taqi an-Nuri ath-Thabrisi telah
mengumpulkan sekian
banyak riwayat dari para imam mereka yang ma’shum (menurut mereka), di dalam kitabnya Fashlul Khithab fii Itsbati Tahrifi Kitabi Rabbil Arbab, yang menjelaskan bahwa Al-Qur’an yang ada ini telah mengalami perubahan dan penyimpangan. b.
Tentang sahabat Rasulullah.
Diriwayatkan oleh “imam al-jarh wat ta’dil” mereka (al-Kisysyi) di dalam kitabnya Rijalul Kisysyi (hlm. 12—13) dari Abu Ja’far (Muhammad al-Baqir) bahwa ia berkata, “Manusia (para sahabat)
sepeninggal Nabi, dalam
keadaan murtad kecuali tiga orang,” maka aku (rawi) berkata, “Siapakah tiga orang itu?” Ia (Abu Ja’far) berkata, “Al-Miqdad bin al-Aswad, Abu Dzar alGhifari, dan Salman al-Farisi…” kemudian menyebutkan surat Ali Imran ayat ke-144. (Dinukil dari asy-Syi’ah al-Imamiyyah al-Itsna ‘Asyariyyah fi Mizanil Islam, hlm. 89) Ahli hadits mereka, Muhammad bin Ya’qub al-Kulaini berkata, “Manusia (para sahabat) sepeninggal Nabi dalam keadaan murtad kecuali tiga orang: al-Miqdad bin al-Aswad, Abu Dzar al-Ghifari, dan Salman al-Farisi.” (al-Kafi, 8/248, dinukil dari asy-Syi’ah wa Ahlil Bait, hlm. 45, karya Ihsan Ilahi Zhahir) Demikian pula yang dinyatakan oleh Muhammad Baqir al-Husaini al-Majlisi di dalam kitabnya Hayatul Qulub, 3/640. (Lihat kitab asy-Syi’ah wa Ahlil Bait, hlm. 46) Adapun sahabat Abu Bakr dan ‘Umar , dua manusia terbaik setelah Rasulullah, mereka cela dan laknat. Bahkan berlepas diri dari keduanya merupakan bagian dari prinsip agama mereka. Oleh karena itu, didapati dalam kitab bimbingan doa mereka (Miftahul Jinan, hlm. 114), wirid laknat untuk keduanya:
محمد آل وعلى محمد على صل اللهم، قريش صنمي والعن
© 2013 www.kautsarku.tk
Mengungkap Kesesatan Syi'ah
21
وابنتيهاموطاغوتيهماوجبتيهام
“Ya Allah, semoga shalawat selalu tercurahkan kepada Muhammad dan keluarganya, laknatlah kedua berhala Quraisy (Abu Bakr dan Umar), setan dan thaghut keduanya, serta kedua putri mereka….” © 2013 www.kautsarku.tk
22
Menyingkap Kesesatan Syi'ah
Yang dimaksud dengan kedua putri mereka adalah Ummul Mukminin ‘Aisyah dan Hafshah (pen). (Dinukil dari kitab al-Khuthuth al-‘Aridhah, hlm. 18, karya as-Sayyid Muhibbuddin al-Khatib) Mereka juga berkeyakinan bahwa Abu Lu’lu’ah al-Majusi, si pembunuh Amirul Mukminin ‘Umar bin al-Khaththab, adalah seorang pahlawan yang bergelar “Baba Syuja’uddin” (seorang pemberani dalam membela agama). Hari kematian ‘Umar dijadikan sebagai hari “Iedul Akbar”, hari kebanggaan, hari kemuliaan, kesucian, hari barakah, serta hari sukaria. (al-Khuthuth al-‘Aridhah, hlm. 18) Adapun ‘Aisyah dan para istri Rasulullah lainnya, mereka yakini sebagai pelacur—na’udzu billah min dzalik—. Sebagaimana yang terdapat dalam kitab mereka Ikhtiyar Ma’rifatir Rijal (hlm. 57—60) karya ath-Thusi, dengan menukilkan
(secara dusta)
perkataan
sahabat
Abdullah
bin ‘Abbas
terhadap ‘Aisyah, “Kamu tidak lain hanyalah seorang pelacur dari sembilan pelacur yang ditinggalkan oleh Rasulullah….” (Dinukil dari kitab Daf’ul Kadzibil Mubin al-Muftara Minarrafidhati ‘ala Ummahatil Mukminin, hlm. 11, karya Dr. Abdul Qadir Muhammad ‘Atha) Demikianlah, betapa keji dan kotornya mulut mereka. Oleh karena itu, alImam Malik bin Anas t berkata, “Mereka itu adalah suatu kaum yang berambisi untuk menghabisi Nabi
namun tidak mampu. Maka akhirnya
mereka cela para sahabatnya agar kemudian dikatakan bahwa ia (Nabi Muhammad) adalah seorang yang jahat. Karena, kalau memang ia orang saleh, niscaya para sahabatnya adalah orang-orang saleh.” (ash-Sharimul Maslul ‘ala Syatimirrasul, hlm. 580) c. Tentang imamah (kepemimpinan umat) Imamah menurut mereka merupakan rukun Islam yang paling utama3. Diriwayatkan dari al-Kulaini dalam al-Kafi (2/18) dari Zurarah dari Abu Ja’far, ia berkata, “Islam dibangun di atas lima perkara:… shalat, zakat, haji, shaum, dan wilayah (imamah)…” Zurarah berkata, “Aku katakan, mana yang paling utama?” Ia berkata, “Yang paling utama adalah wilayah.” (Dinukil dari Badzlul Majhud, 1/174) Imamah ini (menurut mereka, red.) adalah hak ‘Ali bin Abu Thalib dan keturunannya, sesuai dengan nash wasiat Rasulullah . Adapun selain mereka (Ahlul Bait) yang telah memimpin kaum muslimin, seperti Abu Bakr, ‘Umar, dan yang sesudah mereka hingga hari ini, walaupun telah berjuang untuk Islam, menyebarkan dakwah dan meninggikan kalimatullah di muka bumi, serta
memperluas dunia (wilayah) Islam, maka
sesungguhnya
mereka hingga hari kiamat adalah para perampas (kekuasaan). (Lihat alKhuthuth al-‘Aridhah, hlm. 16—17) Mereka pun berkeyakinan bahwa para imam ini ma’shum (terjaga dari
© 2013 www.kautsarku.tk
Mengungkap Kesesatan Syi'ah
23
segala dosa) dan mengetahui hal-hal yang ghaib. al-Khumaini (Khomeini) berkata, “Kami bangga bahwa para imam kami adalah para imam yang ma’shum, mulai ‘Ali bin Abu Thalib hingga Penyelamat Umat manusia alImam al-Mahdi,
sang
penguasa
zaman—baginya
dan
bagi
nenek
moyangnya beribu-ribu penghormatan dan salam—yang dengan kehendak Allah Yang Mahakuasa, ia hidup (pada saat ini) seraya mengawasi perkaraperkara yang ada.” (al-Washiyyah al-Ilahiyyah, hlm. 5, dinukil dari Firaq Mu’ashirah, 1/192) Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah t dalam kitabnya Minhajus Sunnah, benarbenar secara rinci membantah satu per satu kesesatan-kesesatan mereka, terkhusus masalah imamah yang selalu mereka tonjolkan ini. d.
Tentang taqiyyah
Taqiyyah adalah berkata atau berbuat sesuatu yang berbeda dengan keyakinan, dalam rangka nifaq (kemunafikan), dusta, dan menipu umat manusia. (Lihat Firaq Mu’ashirah, 1/195 dan asy-Syi’ah al-Itsna ‘Asyariyyah, hlm. 80) Mereka berkeyakinan bahwa taqiyyah ini bagian dari agama. Bahkan sembilan per sepuluh agama. Al-Kulaini meriwayatkan dalam al-Kafi (2/175) dari Abu Abdillah, ia berkata kepada Abu Umar al-A’jami, “Wahai Abu ‘Umar, sesungguhnya 9/10 dari agama ini adalah taqiyyah. Tidak ada agama bagi siapa saja yang tidak ber-taqiyyah.” (Dinukil dari Firaq Mu’ashirah, 1/196) Oleh karena itu, al-Imam Malik
ketika ditanya tentang mereka, beliau
berkata, “Jangan kamu berbincang dengan mereka dan jangan pula meriwayatkan dari mereka, karena sungguh mereka itu selalu berdusta.” Demikian pula al-Imam asy-Syafi’i t berkata, “Aku belum pernah tahu ada yang melebihi Rafidhah dalam persaksian palsu.” (Mizanul I’tidal, 2/27—28, karya al-Imam adz-Dzahabi t) e.
Tentang Raj’ah
Raj’ah adalah keyakinan hidupnya kembali orang yang telah meninggal. ‘Ahli tafsir’ mereka, al-Qummi ketika menafsirkan surat an-Nahl ayat 85, berkata, “Yang dimaksud dengan ayat tersebut adalah raj’ah.” Kemudian dia menukil dari Husain bin ‘Ali bahwa ia berkata tentang ayat ini, ‘Nabi kalian dan Amirul Mukminin (‘Ali bin Abu Thalib ) serta para imam ‘alaihimus salam akan kembali kepada kalian’.” (Dinukil dari kitab Atsarut Tasyayyu’ ‘alar Riwayatit Tarikhiyyah, hlm. 32, karya Dr. Abdul ‘Aziz Nurwali) f.
Tentang al-Bada’
Al-Bada’ adalah mengetahui sesuatu yang sebelumnya tidak diketahui. Mereka berkeyakinan bahwa al-Bada’ ini terjadi pada Allah l. Bahkan mereka berlebihan dalam hal ini. Al-Kulaini dalam al-Kafi (1/111), meriwayatkan dari Abu Abdillah (ia berkata), “Tidak ada pengagungan kepada Allah yang © 2013 www.kautsarku.tk
24
Menyingkap Kesesatan Syi'ah
melebihi al-Bada’.” (Dinukil dari Firaq Mu’ashirah, 1/252) Suatu keyakinan kafir yang sebelumnya diyakini oleh Yahudi4. Demikianlah beberapa dari sekian banyak prinsip Syi’ah Rafidhah, yang darinya saja sudah sangat jelas kesesatan dan penyimpangannya. Namun sayang, tanpa rasa malu al-Khumaini (Khomeini) berkata, “Sesungguhnya dengan penuh keberanian aku katakan bahwa jutaan masyarakat Iran di masa sekarang lebih utama dari masyarakat Hijaz (Makkah dan Madinah, pen.) di masa Rasulullah n, serta lebih utama dari masyarakat Kufah dan Irak di masa Amirul Mukminin (‘Ali bin Abu Thalib) dan Husein bin ‘Ali.” (alWashiyyah al-Ilahiyyah, hlm. 16, dinukil dari Firaq Mu’ashirah, hlm. 192) Perkataan Ulama tentang Syi’ah Rafidhah Asy-Syaikh Dr. Ibrahim ar-Ruhaili di dalam kitabnya al-Intishar Lish Shahbi wal Aal (hlm. 100—153) menukilkan sekian banyak perkataan ulama tentang mereka. Namun karena sangat terbatasnya ruang rubrik ini, maka hanya bisa ternukil sebagiannya saja. 1.
Al-Imam ‘Amir asy-Sya’bi t berkata, “Aku tidak pernah melihat kaum yang
lebih dungu dari Syi’ah.” (as-Sunnah, 2/549, karya Abdullah bin al-Imam Ahmad) 2.
Al-Imam Sufyan ats-Tsauri t ketika ditanya tentang seseorang yang
mencela Abu Bakr dan ‘Umar c, beliau berkata, “Ia telah kafir kepada Allah l.” Kemudian ditanya, “Apakah kita menshalatinya (bila meninggal dunia)?” Beliau berkata, “Tidak, tiada kehormatan (baginya)….” (Siyar A’lamin Nubala, 7/253) 3.
Al-Imam Malik dan al-Imam Asy-Syafi’i rahimahumallah, telah disebut di
atas. 4.
Al-Imam Ahmad bin Hanbal t berkata, “Aku tidak melihat dia (orang yang
mencela Abu Bakr, ‘Umar, dan ‘Aisyah g) itu sebagai orang Islam.” (asSunnah, 1/493, karya al-Khallal) 5.
Al-Imam al-Bukhari t berkata, “Bagiku sama saja apakah aku shalat di
belakang Jahmi (penganut Jahmiyah, red.) dan Rafidhi (penganut Syiah Rafidhah, red.), atau di belakang Yahudi dan Nashara (yakni sama-sama tidak boleh, red.). Mereka tidak boleh diberi salam, tidak dikunjungi ketika sakit, tidak dinikahkan, tidak dijadikan saksi, dan tidak dimakan sembelihan mereka.” (Khalqu Af’alil ‘Ibad, hlm. 125) 6.
Al-Imam Abu Zur’ah ar-Razi t berkata, “Jika engkau melihat orang yang
mencela salah satu dari sahabat Rasulullah n, maka ketahuilah bahwa ia seorang zindiq. Yang demikian itu karena Rasul bagi kita adalah haq dan AlQur’an haq, dan sesungguhnya yang menyampaikan Al-Qur’an dan AsSunnah adalah para sahabat Rasulullah n. Sungguh mereka mencela para saksi kita (para sahabat) dengan tujuan untuk meniadakan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Mereka (Rafidhah) lebih pantas untuk dicela dan mereka adalah zanadiqah (orang-orang zindiq).” (al-Kifayah, hlm. 49, karya al-Khathib al© 2013 www.kautsarku.tk
Mengungkap Kesesatan Syi'ah
25
Baghdadi t) Demikianlah selayang pandang tentang Syi’ah Rafidhah, mudah-mudahan bisa menjadi pelita dalam kegelapan dan embun penyejuk bagi pencari kebenaran. Amin. Wallahu a’lam bish-shawab.
1 Pandangan ini tentunya bertentangan dengan ajaran
Rasulullah n
sebagaimana yang terdapat dalam banyak sabda beliau, di antaranya dalam Shahih Muslim, “Kitabul Imarah”. 2 Untuk lebih rincinya tentang Abdullah bin Saba’, lihat al-Kamil fit Tarikh, 3/154, karya Ibnul Atsir, al-Bidayah wan Nihayah, 7/176, karya Ibnu Katsir, dan Badzlul Majhud fi Itsbati Musyabahatir Rafidhati lil Yahudi, karya Abdullah al-Jumaili, 1/98—164. 3 Menurut mereka, rukun Islam juga ada lima, akan tetapi mereka mengganti dua kalimat syahadat dengan imamah. 4 Secara jujur, ada kemiripan antara prinsip (akidah) mereka dengan prinsip (akidah) Yahudi, sebagaimana yang dinyatakan oleh para ulama. Untuk lebih rincinya, lihat kitab Badzlul Majhud fi Itsbati Musyabahatir Rafidhati lil Yahud, karya Abdullah al-Jumaili. diambil dari
1.1.3
http://asysyariah.com/membongkar-kesesatan-syiah.html
Sayyid Qutb Pencela Shahabat | Salafy.or.id
Sayyid Qutb Pencela Shahabat | Salafy.or.id
Top Previous Next Top Previous Next
Sayyid Qutb Pencela Shahabat
September 5, 2012
ditulis oleh: Al-Ustadz Muslim Abu Ishaq Al-Atsari Abu Sa’id Al-Khudri z berkata: Nabi n bersabda: “Janganlah kalian
mencela
shahabat-shahabatku.
Seandainya
salah
seorang dari kalian menginfaqkan emas semisal gunung Uhud, niscaya tidak mencapai (tidak bisa menyamai) infaq satu mud salah seorang dari mereka dan tidak pula setengahnya.” Hadits yang mulia di atas diriwayatkan Al-Imam Al-Bukhari dalam Shahihnya no. 3673, Al-Imam Muslim dalam Shahih-nya no. 2541, oleh Al-Imam AnNawawi diberi nama bab-nya Tahrimu Sabbish Shahabah g (Haramnya mencela shahabat Nabi g), Al-Imam Abu Dawud dalam Sunan-nya no. 4658,
© 2013 www.kautsarku.tk
26
Menyingkap Kesesatan Syi'ah
Al-Imam At-Tirmidzi dalam Sunan-nya no. 3861, dan Al-Imam Ahmad dalam Musnad-nya 3/11, 54, 63. Sabda Nabi n: “Seandainya salah seorang dari kalian
menginfaqkan emas
semisal
gunung Uhud, niscaya tidak mencapai (menyamai) infaq satu mud salah seorang dari mereka dan tidak pula setengahnya.” menjelaskan bahwa apabila salah seorang dari kalian
menginfaqkan
semisal gunung Uhud berupa emas, niscaya pahala infaqnya itu tidak akan mencapai pahala dan keutamaan yang diperoleh shahabat dari infaq yang mereka berikan berupa satu mud makanan atau setengahnya, karena infaq shahabat itu disertai dengan keikhlasan yang lebih dan baiknya niat. Juga karena infaq yang mereka keluarkan dalam keadaan mereka itu lebih membutuhkannya karena keadaan mereka yang serba kekurangan, banyak kebutuhan dan kepentingan yang darurat. (Aunul Ma‘bud, 12/269) Al-Imam Al-Qadhi ‘Iyadh menyatakan, infaq para shahabat lebih utama karena infaq tersebut dikeluarkan pada saat darurat dan keadaan yang sempit, berbeda halnya dengan infaq selain mereka. Juga infaq mereka itu dikeluarkan untuk menolong dan melindungi Rasulullah, yang perkara ini jelas tidak terjadi sepeninggal Rasulullah. Demikian pula jihad mereka dan seluruh amalan ketaatan mereka. Allah I telah berfirman: “Tidaklah sama di antara kalian, orang yang menginfaqkan hartanya dan berperang sebelum Al-Fathu1 dengan orang yang selain mereka. Mereka itu lebih besar derajatnya di sisi Allah daripada orang-orang yang berinfaq dan berjihad setelah itu….” (Al-Hadid: 10) Hal ini juga disertai dengan apa yang ada dalam jiwa mereka berupa rasa kasih sayang, cinta, khusyu, tawadhu’, mengutamakan orang lain (daripada diri mereka sendiri) dan jihad fi sabilillah dengan sebenar-benarnya. Dan keutamaan/kemuliaan
bersahabat
dengan
Rasulullah,
walau
hanya
sebentar tidak dapat diimbangi oleh satu amalan pun. Derajat ini tidak dapat dicapai dengan sesuatu pun, dan keutamaan itu tidak dapat diambil dengan qiyas. Yang demikian itu adalah keutamaan dari Allah yang Dia berikan kepada siapa yang diinginkan-Nya. (Syarhu Shahih Muslim, 16/93) Penjelasan Hadits Tatkala terjadi perselisihan antara Khalid ibnul Walid dan Abdurrahman bin ‘Auf, maka Khalid pun mencerca Abdurrahman. Sementara Abdurrahman lebih dahulu masuk Islam daripada Khalid, bahkan ia termasuk AsSabiqunal Awwalun. Maka Rasulullah n menegur Khalid dengan sabda beliau di atas. Hadits di atas menunjukkan kepada kita semua tentang © 2013 www.kautsarku.tk
Mengungkap Kesesatan Syi'ah
haramnya mencela para shahabat Nabi ,
27
sebagaimana hal ini telah
dikemukakan sebagai penamaan bab di dalam Shahih Muslim oleh AlImam An-Nawawi . Oleh
karena
itu, tidak
ada
alasan
sedikit
pun
bagi
kita
untuk
memperbolehkan pencelaan terhadap mereka. Karena apabila larangan mencela ini ditujukan kepada shahabat yang belakangan masuk Islam terhadap shahabat yang terdahulu dalam keimanan, sementara keduaduanya memiliki keutamaan shuhbah (bershahabat dengan Rasulullah ) kita dapati perkataan Rasulullah n yang menunjukkan kejelekan pelakunya dan jeleknya hasil dari perbuatan ini. Dan bila sesama shahabat saja dilarang saling mencela, lalu bagaimana kiranya bila yang mencela itu bukan shahabat? Atau malah orang yang tidak mempunyai keutamaan sama sekali dari kalangan Zanadiqah (kelompok zindiq), Rawafidh (Syi’ah), serta para pengekor hawa nafsu dan ahlul bid’ah? Kira-kira apa gerangan yang akan diucapkan dan dihukumkan Rasulullah terhadap orang-orang tersebut, dan bagaimana besarnya sanksi serta ‘iqab (hukuman) beliau n terhadap pelaku perbuatan tersebut? Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: “Mengapa Rasulullah melarang Khalid mencela
shahabat-shahabat
beliau
sementara
Khalid
juga
termasuk shahabat beliau? Dan akhirnya beliau menyatakan demikian: Hal ini karena Abdurrahman bin ‘Auf dan yang semisalnya adalah termasuk As-Sabiqunal Awwalun (orang-orang yang pertama kali masuk Islam) yang menjadi shahabat beliau n, di mana pada saat itu Khalid dan semisalnya masih
memusuhi
beliau.
Mereka,
para
menginfaqkan harta mereka dan berjihad
As-Sabiqunal
Awwalun,
sebelum Fathu
(perjanjian
Hudaibiyyah). Dan mereka ini lebih tinggi derajatnya daripada shahabat yang berinfaq dan berjihad setelah Fathu. Namun
masing-masing Allah
berikan kebaikan. Sehingga
shahabat
seperti
Abdurrahmanzdan
semisalnya
memiliki
kelebihan dalam hubungan persahabatannya dengan Rasulullah yang tidak dimiliki oleh Khalidz dan shahabat semisalnya dari kalangan mereka yang ber-Islam dan berperang setelah Fathu. Maka Rasulullah n pun melarang mencela mereka yang bersahabat dengan Nabi sebelum Fathu. Siapa saja yang sama sekali tidak pernah menjadi shahabat Rasulullah, maka perbandingan dia dengan orang yang menjadi shahabat Rasulullah seperti perbandingan Khalid dengan para shahabat yang terdahulu masuk Islam, bahkan orang tersebut tidak ada kadarnya bila dibandingkan dengan kemuliaan Khalid z dan para shahabatnya g.” (Ash-Asharimul Maslul `ala
© 2013 www.kautsarku.tk
28
Menyingkap Kesesatan Syi'ah
Syatimir Rasul, hal. 576) Al-Imam ‘Ali Al-Qari menyatakan sangat dimungkinkan pembicaraan dalam hadits ini ditujukan untuk umat secara shahabat yang
umum, tidak dibatasi hanya
berselisih tersebut. Yang dengan cahaya
nubuwwah,
Rasulullah n mengetahui bahwa perbuatan semisal ini akan terjadi pada ahlul bid‘ah. Maka beliaupun melarang mereka dengan hadits ini. (Tuhfatul Ahwadzi, 10/246) Keutamaan Shahabat tidak Bisa Dicapai oleh Siapapun Sebagaimana telah
dijelaskan oleh Al-Imam Al-Qadhi ‘Iyadh bahwa
keutamaan bersahabat dengan Rasulullah meski hanya sebentar tidak bisa dibandingkan dengan satu amalan pun. Tidak dapat dicapai derajat ini dengan sesuatu pun dan keutamaan itu tidak dapat diambil dengan qiyas, yang demikian itu merupakan keutamaan dari Allah yang Dia berikan kepada siapa yang diinginkan-Nya. (Syarhu Shahih Muslim, 16/93) Sehingga apapun amalan yang dilakukan oleh orang-orang yang datang setelah para shahabat, tidaklah dapat mencapai derajat para shahabat dari sisi shuhbah (persahabatan) mereka dengan Rasulullah n dan keutamaan mereka pernah bergaul dengan beliau, hadir di majelisnya, mendengarkan wejangannya dan pengajarannya dalam waktu lama ataupun sebentar, apalagi menyertai beliau dalam
berjihad
meninggikan kalimat Allah,
menolong dakwah beliau dengan pengorbanan jiwa dan harta. Jelas keutamaan seperti ini tidak dapat diraih oleh selain shahabat, sampai pun derajat shahabat yang paling rendah2 tidak akan bisa diraih atau shahabat yang hanya sesaat melihat Nabi n, beriman kepada beliau dan meninggal dalam keadaan beriman. Ibnu ‘Abbas berkata: “Janganlah kalian mencela shahabat Muhammad . Sungguh, kedudukan salah seorang dari mereka sesaat bersama Nabi n lebih baik daripada amalan salah seorang kalian selama 40 tahun.” Dalam lafadz yang lain: “Lebih baik daripada
ibadah salah seorang dari
kalian sepanjang hidup.” (Riwayat Ibnu Abi ‘Ashim dalam As Sunnah no. 1006 dan atsar ini dishahihkan oleh Asy-Syaikh Albani dalam Tahqiq Syarhul ‘Aqidah Ath-Thahawiyyah hal. 469) Ibnu Mas‘ud berkata: “Sesungguhnya Allah melihat ke hati-hati hamba-Nya, maka Allah dapatkan hati Muhammad adalah sebaik-baik hati para hamba. Allah pun memilihnya untuk diri-Nya dan mengutusnya dengan risalah-Nya. Kemudian Allah melihat hati-hati hamba setelah hati Muhammad, maka Allah dapatkan hati-hati para shahabatnya adalah sebaik-baik hati para hamba. Allah pun menjadikan mereka sebagai penolong nabi-Nya, mereka © 2013 www.kautsarku.tk
Mengungkap Kesesatan Syi'ah
29
berperang membela agama-Nya. Apa yang dipandang oleh kaum muslimin (para shahabat) baik maka itu baik di sisi Allah dan apa yang mereka pandang jelek maka itu jelek di sisi Allah.” (Riwayat Ahmad, 1/380 dan atsar ini dihasankan oleh Asy-Syaikh Albani dalam Tahqiq Syarhul ‘Aqidah AthThahawiyyah hal. 470) Asy-Syaikh Muhammad Khalil Harras berkata: “Para shahabat itu pantas untuk mendapatkan kecintaan dan pemuliaan karena keutamaan mereka, terdepannya mereka dalam beriman dan kekhususan mereka
menjadi
shahabat Rasulullah. Bersamaan dengan itu, mereka telah berbuat baik kepada umat ini karena merekalah yang menyampaikan seluruh apa yang datang dari Rasul mereka. Tidak sampai pada seseorang satu ilmu pun atau satu berita pun melainkan dengan perantaraan para shahabat.” (Syarhul ‘Aqidah Al-Wasithiyyah, hal. 166) Al-Hafizh Abu Bakr Al-Khathib Al-Baghdadi setelah membawakan ayat-ayat Al Qur`an dan hadits-hadits nabawiyyah tentang kedudukan dan keutamaan shahabat, beliau berkata: “Berita-berita yang semakna dengan ini begitu luas, seluruhnya bercocokan dengan berita yang ada dalam nash Al Qur`an. Semua itu mengandung konsekuensi kesucian shahabat dan kepastian tentang kebaikan serta kebersihan mereka. Sehingga tidak ada seorang pun dari mereka yang membutuhkan pengakuan dari satu makhluk pun berkenaan tentang kebaikan mereka ketika Allah I telah menetapkan hal tersebut terhadap mereka karena Dia jua-lah yang mengetahui apa yang tersembunyi dalam batin mereka.” Beliau juga mengatakan: “Seandainya tidak datang satu keterangan dari Allah dan Rasul-Nya tentang para shahabat dari apa yang telah kami sebutkan, niscaya keadaan yang mereka alami dan hadapi berupa hijrah, jihad, menolong agama Allah dan Rasul-Nya, pengorbanan darah dan harta (untuk membela agama Allah, pen.), membunuh bapak dan anak-anak mereka (yang masih kafir ketika berhadapan di medan laga, pen.), saling menasehati dalam agama, kekuatan iman dan yakin, cukuplah semua itu sebagai kepastian tentang kelurusan mereka dan untuk meyakini kesucian mereka. Mereka itu lebih utama selama-lamanya dari seluruh orang yang dianggap baik dan seluruh orang yang disucikan, dari kalangan orang-orang yang datang setelah mereka.” (Al-Kifayah fi ‘Ilmir Riwayah hal. 48-49) Hukum Mencela Shahabat Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah t berkata: “Mencela shahabat Rasulullah n adalah haram hukumnya dengan dalil Al Kitab dan As Sunnah.” (AshAsharimul Maslul ‘ala Syatimir Rasul, hal. 571)
© 2013 www.kautsarku.tk
30
Menyingkap Kesesatan Syi'ah
Al-Imam An-Nawawi t berkata: “Mencela
shahabat g
adalah haram,
termasuk perkara keji (buruk) yang diharamkan, baik yang dicela itu dari kalangan shahabat yang terlibat dalam fitnah (peperangan antara sesama muslimin, pen.) ataupun selain mereka, karena mereka itu berijtihad dalam peperangan tersebut dan melakukan penafsiran dalam perkara-perkara yang terjadi.” Al-Qadhi ‘Iyadh berkata: “Mencela salah seorang shahabat termasuk perbuatan maksiat yang termasuk dosa-dosa besar.” (Syarhu Shahih Muslim, 16/93) Abu Zur‘ah berkata: “Apabila engkau melihat seseorang mencela salah seorang shahabat Rasulullah n, maka ketahuilah orang itu adalah zindiq. Karena keberadaan Rasulullah n itu haq di sisi kita, demikian pula Al Qur`an. Dan hanya para shahabat Nabi saja yang menyampaikan Al Qur`an dan Sunnah-sunnah beliau kepada kita. Sementara para zindiq tersebut ingin mencacati persaksian kita terhadap mereka -para shahabat- agar mereka dapat membatilkan Al Qur`an dan As Sunnah yang kita ambil dari para shahabat beliau n. Justru mereka itulah orang yang lebih pantas dicacatkan keberadaannya, mereka itulah para zindiq.” (Al-Kifayah fi ‘Ilmir Riwayah hal. 49) Adapun bentuk sanksi ataupun ‘iqab yang diberikan bagi orang yang mencela shahabat, diperselisihkan para ulama. Ada yang menvonis harus dibunuh, ada yang tidak. Jumhur ulama sendiri berpandangan orang yang berbuat demikian diberi hukuman ta`zir3 dan tidak dibunuh. Sementara sebagian Malikiyyah berpendapat orang itu dibunuh. (Syarhu Shahih Muslim, 16/93) Al-Imam Ahmad berpendapat orang yang mencela salah seorang dari shahabat Rasulullah , baik dari kalangan ahlul bait ataupun selain mereka, maka hukumannya dengan dipukul keras, dan beliau tawaqquf4 dalam masalah membunuh dan mengkafirkan orang yang berbuat demikian. Ada yang berpendapat bahwa siapa yang melakukan hal itu maka
ia harus
diberikan “pelajaran”, dihukum dan diminta bertaubat. Bila ia bertaubat maka diterima taubatnya, namun bila ia
mengulangi maka diberikan
hukuman dan dipenjara selama-lamanya sampai mati atau bertaubat. Demikian dihikayatkan hal ini oleh Al-Imam Ahmad dari ahlul ilmi yang pernah beliau jumpai. Dan Al-Kirmani menghikayatkannya dari Al-Imam Ahmad, Ishaq, Al-Humaidi, Sa’id bin Manshur dan selain mereka. Al-Harits bin ‘Utbah berkata: “Didatangkan ke hadapan ‘Umar bin Abdil ‘Aziz seorang lelaki yang mencela ‘Utsmanz. ‘Umar
bin Abdul ‘Aziz bertanya:
“Apa yang
mendorongmu
untuk
© 2013 www.kautsarku.tk
Mengungkap Kesesatan Syi'ah
31
mencercanya?” “Aku membencinya,” jawab si pencerca. “Apakah jika engkau membenci seseorang, engkau akan mencelanya?” tanya ‘Umar lagi. Lalu ia memerintahkan agar si pencerca itu dicambuk 30 kali. Ibrahim bin Maisarah berkata: “Aku belum pernah sama sekali melihat ‘Umar bin Abdil ‘Aziz
memukul seseorang, kecuali seorang laki-laki yang
mencerca Mu’awiyah, maka ‘Umar memukulnya dengan beberapa kali cambukan.” Al-Imam Malik berkata: “Siapa yang mencerca Nabi n maka ia dibunuh dan siapa yang mencerca shahabat maka ia diberi “pelajaran”. (Semua atsar kami nukilkan dari kitab Ash-Sharimul Maslul, hal. 567, 568, 569, karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah) Sebagai kesimpulannya, mencela shahabat itu ada tiga macam: Pertama: mencela para shahabat Nabi n dengan mengkafirkan mayoritas mereka atau menyatakan kebanyakan mereka itu fasik. Maka hukum orang yang berbuat seperti ini kafir karena ia telah mendustakan Allah dan RasulNya yang telah memberikan pujian kepada para shahabat dan ridha terhadap mereka. Bahkan siapa yang ragu tentang kekufuran orang yang semisal ini maka ia pun kafir, karena kandungan dari pencelaan tersebut berarti para shahabat Nabi n yang menyampaikan Al Qur`an dan As Sunnah kepada umat ini adalah orang-orang kafir dan orang-orang fasiq. Dalam Al Qur`an Allah I berfirman: “Kalian adalah sebaik-baik umat yang dikeluarkan untuk manusia.” (Ali ‘Imran: 110) Sementara sebaik-baik umat ini adalah generasi pertamanya (generasi para shahabat). Namun dengan adanya celaan yang ditujukan kepada generasi pertama ini berarti mayoritas mereka para shahabat Nabi n adalah orang-orang kafir atau fasiq. Konsekuensinya, umat ini adalah sejelek-jelek umat dan pendahulu umat ini adalah orang-orang yang paling jelek. Kedua: mencela
shahabat dengan melaknat dan menjelekkan mereka.
Maka ada dua pendapat di kalangan ahlul ilmi, yang satu mengkafirkan pelakunya, adapun yang lain menyatakan pelakunya tidak kafir tapi ia harus dicambuk dan dipenjara
sampai mati atau bertaubat dari apa yang
diucapkannya. Ketiga: mencela shahabat dengan perkara yang tidak berkaitan dengan agama mereka seperti mengatakan mereka penakut atau pelit. Maka pelakunya tidak dikafirkan namun diberi hukuman ta`zir yang bisa membuat dia jera dari perbuatannya. (Ash-Sharimul Maslul
© 2013 www.kautsarku.tk
hal. 586-587, Syarh
32
Menyingkap Kesesatan Syi'ah
Lum‘atil I‘tiqad, Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin, hal. 152) Sosok Sayyid Quthb sebagai Pencela Shahabat Kita telah mengetahui betapa tinggi dan mulianya kedudukan para shahabat dengan
persaksian Allah I dan Rasul-Nya n
sehingga tidak boleh
mengarahkan celaan kepada mereka, bahkan wajib bagi kita untuk tidak membicarakan kejelekan mereka. Kita harus menyakini bahwa sekalipun mereka punya kesalahan maka kesalahan itu terlalu kecil bila dibandingkan dengan kebaikan yang ada pada mereka. Bila salah seorang dari mereka punya satu dosa maka ia mungkin sudah bertaubat dari dosa tersebut, atau ia telah
melakukan
kebaikan yang banyak yang
dengan itu
akan
menghapuskan kesalahan-kesalahannya, atau ia telah diampuni oleh Allah dengan keutamaannya terdahulu masuk Islam atau dengan syafaat Nabi n dan para shahabat adalah orang-orang yang paling berhak mendapatkan syafaat beliau n, atau ia telah ditimpa ujian dan cobaan ketika di dunia yang dengan itu akan menjadi kaffarah bagi dosanya. (Al-’Aqidah Al-Wasithiyyah dengan syarahnya, hal. 175) Namun lihatlah seorang yang bernama Sayyid Quthub yang mencela para shahabat Nabi n, buta mata hatinya dari melihat keutamaan dan kemuliaan yang dimiliki oleh para shahabat, sehingga dengan berani dan lancangnya Sayyid mencerca dan mencela mereka. Di antara cercaan Sayyid kepada para shahabat Rasulullah n, sebagaimana yang dapat kami sebutkan berikut ini: 1. Ia menjelekkan shahabat yang mulia, menantu Rasulullah n yang digelari Dzun Nuraini (karena pernah mempersunting dua putri beliau n) Amirul Mukminin ‘Utsman z, dengan tidak menganggap masa kekhilafahannya. Ia menyatakan dengan lisannya yang buruk: “Kami cenderung menganggap khilafah ‘Ali sebagai kepanjangan yang alami bagi khilafah Syaikhain sebelumnya (yakni Abu Bakar dan ‘Umar c, -pen.) dan sesungguhnya masa ‘Utsman merupakan celah di antara keduanya.” (Al-’Adalah Al-Ijtima’iyyah, hal. 206) Ia menuduh bahwa gambaran tentang hakikat hukum Islam mengalami perubahan pada masa pemerintah ‘Utsman. Ia berkata: “Sungguh termasuk aspek yang buruk, ‘Utsman menemui masa khilafahnya dalam keadaan ia telah tua renta, lemah semangatnya untuk meneguhkan Islam dan lemah keinginannya untuk menyumbat makar Marwan dan makar Umayyah yang datang dari belakangnya.” (hal. 186) Dituduhnya pula ‘Utsman dengan tuduhan dusta bahwa beliau tidak baik pengaturannya dalam masalah harta kaum
muslimin,
mengutamakan
keluarganya untuk memimpin manusia dengan pernyataannya: “Utsman
© 2013 www.kautsarku.tk
Mengungkap Kesesatan Syi'ah
rahimahullah
memahami
bahwa
keberadaannya
33
sebagai
imam
menganugerahkannya kebebasan dalam mengatur harta kaum muslimin, ia
bebas
memberi
dan
menghadiahkan.
Sehingga
di
kebanyakan
kesempatan ia memberikan harta tersebut kepada orang yang dijadikannya sebagai pimpinan dalam perpolitikan. Bila tidak demikian, maka dalam perkara apa engkau menjadi imam/ pimpinan?
Sebagaimana ‘Utsman
dianugerahi kebebasan untuk membawa Bani Mu’ith dan Bani Umayyah dari kalangan
kerabatnya
untuk
memimpin
manusia,
dan di
keluarganya ini ada Al-Hakam (ibnul ‘Ash) yang pernah Rasulullah. Hal itu
semata-mata dilakukannya karena ia
kalangan diusir oleh
menganggap
bahwa termasuk kewajibannya adalah memuliakan keluarganya, berbuat baik pada mereka dan menjaga/ memperhatikan mereka.” (hal. 186) Sebagaimana ia menuduh ‘Utsman telah menyimpang dari ruh Islam dengan pernyataannya: “Sungguh para shahabat (ketika itu) memandang bahwa (apa yang terjadi di masa ‘Utsman) merupakan penyimpangan dari ruh Islam, maka mereka pun saling memanggil kembali ke Madinah untuk menyelamatkan Islam dan menyelamatkan khalifah (yakni ‘Utsman z,,,, pen) dari ujian. Sementara khalifah dalam ketuaan dan kerentaannya tidak dapat menguasai perkaranya dari Marwan. Sungguh termasuk perkara yang sulit bagi kita untuk menjelekkan ruh Islam pada diri ‘Utsman, namun termasuk perkara yang sulit juga bagi kita untuk memaafkannya dari kesalahan, yang kesalahannya
ini
bertemu
dengan
kejelekan
khilafahnya, sementara dia adalah orang
dalam
kepemimpinan
tua yang tidak berdaya yang
diliputi oleh keburukan Umayyah.” (hal. 187)5 Bahkan Sayyid Quthb ini memuji pemberontakan yang dilakukan terhadap Khalifah
‘Utsman
dengan
menyatakan:
“Pada
akhirnya
meletuslah
pemberontakan terhadap ‘Utsman. Tercampurlah dalam pemberontakan itu Al-Haq dengan Al-Bathil, kebaikan dengan kejelekan. Namun orang yang melihat perkara dengan mata Islam dan merasakan perkara dengan ruh Islam, mau tidak mau akan menetapkan bahwa pemberontakan itu dalam keumumannya lebih dekat kepada ruh Islam dan mengarah pada ruh Islam daripada tindakan ‘Utsman, atau lebih lembut dan halus daripada tindakan Marwan dan Bani Umayyah yang ada di belakangnya.” (hal. 189)6 2. Orang ini tidak berhenti sampai di situ, ia juga mencela para shahabat Muhajirin dan Anshar dari kalangan Ahli Badr, Bai’atur Ridhwan dan ahlu syura. Ia berkata: “Sungguh termasuk perkara yang sudah menjadi kodrat bahwasanya orang-orang yang mencari manfaat ini tidaklah ridha terhadap ‘Ali z dan mereka tidak rela dengan syariat
persamaan hak (yang ia
maksudkan adalah kaum Muhajirin, -pen.) Demikian pula orang-orang yang melanggar keutamaan dan menginginkan monopoli (yang dimaksudkannya © 2013 www.kautsarku.tk
34
Menyingkap Kesesatan Syi'ah
adalah kaum Anshar, –pen.). Mereka ini pun pada akhirnya bergabung dengan kelompok yang lain, kelompok Umayyah, di mana di dalamnya mereka bisa mencari muka untuk memenuhi ambisi mereka.” (hal. 193). 3. Ia menukil berita dusta dan mengada-ada yang disandarkan oleh seorang Syi’ah Rafidhah
kepada
para shahabat Rasulullah n. Sayyid
berkata: “Cukuplah bagi kami untuk menampilkan contoh kemewahan yang sangat yang dibawakan oleh Al-Mas’udi7 (seorang Syi’ah yang hasad kepada para shahabat Rasulullah n,, pen). Al-Mas’udi berkata: “Pada masa ‘Utsman, para shahabat mengumpulkan sawah ladang dan harta. ‘Utsman pada hari terbunuhnya, didapatkan dalam simpanan hartanya ada sekitar 150 ribu dinar dan ribuan dirham. Sementara nilai sawah ladangnya yang ada di Wadi Al-Qura, Hunain dan selainnya sekitar 100 ribu dinar. Dia juga meninggalkan unta dan kuda yang banyak. Adapun Az-Zubair, harta peninggalannya setelah wafatnya mencapai harga 50 ribu dinar dan ia meninggalkan 1.000 ekor kuda dan 1.000 budak perempuan. Adapun Thalhah maka hasil buminya dari negeri Iraq mencapai 1.000 dinar setiap hari dan dari Nahiyatus Sarah lebih banyak lagi. Sedangkan Abdurrahman bin ‘Auf di tempat pertambatannya ada 1.000 ekor kuda, ia juga punya 1.000 ekor unta, 10 ribu ekor kambing, dan seperempat dari peninggalan hartanya setelah wafatnya
mencapai 84 ribu. Lain
lagi Zaid
bin Tsabit, ia
meninggalkan emas dan perak yang bisa memecahkan kapak-kapak. Di samping itu ia juga meninggalkan harta yang lain dan sawah ladang. AzZubair
membangun rumahnya di Bashrah, juga di Mesir, Kufah dan
Iskandariyah. Thalhah juga demikian, ia membangun rumahnya di Kufah dan memperindah rumahnya di Madinah dengan membangunnya dengan kapur, batu bata dan pohon jati. Sa’d bin Abi Waqqash rumahnya
di
‘Aqiq,
meninggikan
atap/tiangnya
dan
membangun meluaskan
halamannya…” (Al-’Adalah Al-Ijtima’iyyah hal. 209-210) dan seterusnya dari ucapan Syi’i yang penuh kedustaan. Asy-Syaikh Rabi’ hafizhahullah berkata: “Orang yang memikirkan dengan mendetail
tindakan-tindakan Sayyid Quthub
dan tata caranya
serta
mengetahui madzhabnya niscaya akan tahu bahwa Sayyid Quthub ini seorang pencela, sehingga ‘Umar z pun akan terkena celaannya, karena sepanjang hidupnya
‘Umar
melebihkan
(sebagian
muslimin)
dalam
pemberian. Melebihkan satu dari yang lain yang dijalankan oleh ‘Umar ini, merupakan kezaliman dalam pandangan Sayyid Quthub. Hanya saja ia meninggalkan cercaan kepada ‘Umar sebagai penyamaran dari satu sisi dan agar bisa menjalankan doktrin sosialis pada sisi yang lain. Orang yang memikirkan dengan teliti dan memahami ucapan Sayyid Quthub akan tahu bahwa ia
mengharuskan
pemerintah/
penguasa
untuk
merampas/
© 2013 www.kautsarku.tk
Mengungkap Kesesatan Syi'ah
35
mengambil dengan paksa harta-harta umat dan membaginya dengan cara sosialis-marxis.”8 4. Ia mencela
Mu’awiyah dan ‘Amr ibnul ‘Ash c, dan bersikap ghuluw
terhadap ‘Ali z. Ia berkata dalam kitabnya Kutub wa Syakhshiyyat (hal. 242243): “Mu’awiyah dan temannya yang bernama ‘Amr tidaklah mengalahkan ‘Ali dikarenakan keduanya lebih mengetahui apa yang diinginkan oleh jiwajiwa manusia dan lebih memahami untuk bertindak dengan tindakan yang bermanfaat yang sesuai sikon daripada ‘Ali. Akan tetapi mereka berdua bisa memerangi
dan
mengalahkan
‘Ali
dikarenakan
bebasnya
mereka
menggunakan setiap kotoran dan makar, sementara ‘Ali terikat dengan akhlaknya dalam memilih sarana-sarana bergumul. Tatkala Mu’awiyah dan temannya ini cenderung kepada dusta, tipu daya, nifaq, sogok menyogok dan jual beli hak/ kehormatan, ‘Ali pun tidak dapat turun mengikuti mereka ke derajat yang paling rendah ini. Maka tidaklah heran keduanya sukses sedangkan ‘Ali gagal, namun kegagalan itu lebih mulia dari seluruh kesuksesan.”9 Masih banyak lagi cercaan, tuduhan dan dugaan jelek yang dilemparkan Sayyid Quthub terhadap para shahabat Rasulullah n. Namun pemaparan di atas cukuplah sebagai gambaran bagi kaum muslimin akan kejahatan Sayyid Quthub terhadap para shahabat . Asy-Syaikh Rabi‘
hafizhahullah berkata:
“Demikianlah Sayyid Quthub
mengarahkan cercaan yang zalim dan tuduhan yang penuh dosa kepada para shahabat tanpa hujjah, bukti, petunjuk dan ilmu serta tanpa sumber terpercaya
kecuali
sekedar
khayalannya
yang
tumbuh
dari
aqidah
sosialisnya yang ghuluw dan kecuali dari racun-racun yang diminumnya sampai puas dari sumber-sumber Rafidhah dan
pengajaran-pengajaran
orang-orang sosialis.” (Adhwa’u Islamiyyah ‘ala Aqidah Sayyid Quthb wa Fikrihi pasal ke-2 Mauqif Sayyid min ‘Utsman wa mu‘zhamis shahabah ) Dan tentunya akan lebih adil kalau kita juga melihat bagaimana aqidah Sayyid dan pemikirannya, agar menjadi jelas bagi kita siapa sebenarnya dia dan apa bandingannya dengan para shahabat mulia yang dicercanya? 1. Aqidah wihdatul wujud dan hululiyyah Dalam kitab tafsirnya Fi Zhilalil Qur`an
(6/4003-4004)
tentang
tafsir
surat
Al-Ikhlas,
ia
berkata:
“Sesungguhnya alam ini adalah kesatuan wujud. Tidak ada di sana hakikat kecuali hakikat-Nya. Dan tidak ada di sana wujud yang hakiki kecuali wujudNya. Maka seluruh wujud yang lain hanyalah bersandar wujudnya kepada Wujud yang hakiki itu.”
Ucapannya
ini,
jelas
sekali
menunjukkan
pemahaman wihdatul wujud. Demikian pula ucapannya: “Islam menginginkan agar manusia menempuh
© 2013 www.kautsarku.tk
36
Menyingkap Kesesatan Syi'ah
jalan menuju hakikat ini. Manusia itu
merasakan penderitaan dalam
menjalani kenyataan hidup, namun bersamaan dengan itu mereka mestinya merasakan bahwasanya tidak ada hakikat kecuali Allah dan tidak ada wujud kecuali wujud-Nya.” Ia juga membela aqidah Nirwana10 yang dianut oleh pemeluk Hindu Budha.11 2.
Meremehkan dakwah para rasul yang hanya berpusat pada larangan
beribadah kepada berhala (Fi Zhilalil Qur`an, 4/2114), sementara ia sendiri tidak mengingkari kesyirikan yang dilakukan di kuburan-kuburan12. 3. Menolak sifat-sifat Allah I
sebagaimana kelompok bid‘ah Jahmiyyah,
seperti ketika ia menolak sifat istiwa` Allah di atas ‘Arsy-Nya di saat menafsirkan surat Yunus ayat 1 (Fi Zhilalil Qur`an, 3/1762-1763). Ia menganggap sifat-sifat Allah itu hanyalah sekadar makna yang tidak ada hakikatnya.13 4.
Menganggap Al Qur`an itu bukan kalamullah tetapi makhluk, dalam Fi
Zhilalil Qur`an (5/2715): “Akan tetapi mereka tidak kuasa untuk menyusun satu surat pun yang semisal kitab Al Qur`an ini karena kitab ini adalah buatan Allah bukan buatan manusia.”14 5. Mencela Nabiyullah Musa u dalam kitabnya At-Tashwirul Fanni fil Qur`an (hal. 200-204) bahwa Nabi Musa adalah seorang pemimpin yang membela ‘ashabiyyah qaumiyyah (fanatik golongan/suku), seorang yang emosional tidak sabaran, tidak memiliki ketenangan. Ia berjanji tidak akan menjadi penolong orang-orang yang berbuat dosa, namun perbuatannya menyelisihi janjinya dengan membantu seseorang dari kaumnya yang berkelahi dengan seseorang dari kaum Fir’aun, ia meminta kepada Allah dengan permintaan yang tidak pantas.15 6. Seorang sufi yang ghuluw dan berbahaya dengan pernyataannya: “Ya Allah, aku adalah hamba-Mu, (aku beribadah kepada-Mu) bukan karena takut dari neraka-Mu dan bukan pula karena ingin masuk ke dalam surgaMu”, dalam kitabnya At-Tashwirul Fanni fil Qur`an. Pemikiran seperti ini disebutkan oleh sebagian Ahlus Sunnah wal Jamaah sebagai pemikiran seorang zindiq.16 Dan masih banyak lagi model penyimpangan orang ini, namun beberapa contoh di atas cukuplah mewakili gambaran tentang Sayyid Quthub. Namun ternyata dengan kebobrokan dan borok menjijikkan yang ada padanya, tidaklah membuatnya malu dan minder untuk tampil mencerca para shahabat yang mulia. Mungkin
sekelompok
manusia
akan
menyalahkan kita, karena kita
menjelekkan Sayyid Quthub pencela shahabat Nabi . Sementara katanya,
© 2013 www.kautsarku.tk
Mengungkap Kesesatan Syi'ah
37
dia adalah seorang yang punya banyak jasa terhadap Islam, dia gugur sebagai syahid, dia begini, dia begitu dan seterusnya dari sederet pujian untuk si Sayyid. Lalu orang itu memberikan pembelaan terhadap Sayyid Quthub karena ghirahnya terhadap tokoh nyeleneh dan bebal17 ini. Maka kita
katakan
kepadanya
sebagaimana
ucapan
Asy-Syaikh
Rabi’18
hafizhahullah: “Wahai sekalian muslimin, di mana ghirah kalian terhadap aqidah Islamiyyah (yang dirusak oleh orang seperti Sayyid Quthub)? Di mana ghirah kalian terhadap tokoh-tokoh
umat
ini
(para
shahabat
Rasulullah n yang dicela oleh Sayyid Quthub)? Di mana sikap kalian bila dibandingkan dengan sikap salaful ummah terhadap orang yang mencela shahabat Rasulullah n? Dan sampai kapan kalian sabar menanggung kezaliman, kelaliman dan penganiayaan ini?” Wallahul musta’an.
1 Para ulama berbeda pendapat dalam menafsirkan kata Al-Fathu di sini. Mayoritas ulama menafsirkan dengan pembukaan kota Makkah. Adapun Asy-Sya’bi dan yang lain menafsirkan dengan Perjanjian Hudaibiyah. 2 Para shahabat itu
memang
berbeda-beda derajat, keutamaan dan
kemuliaannya, seperti Abu Bakr Ash-Shiddiq lebih utama dari shahabatshahabat yang lain, kemudian setelahnya para Al-Khulafa` Ar-Rasyidun yang lain, dan seterusnya. (Al-’Aqidah Al-Wasithiyyah beserta syarahnya, hal. 167169) 3 Ta‘zir adalah hukuman yang tidak dapat dikadarkan secara pasti, yang wajib ditunaikan oleh hakim karena adanya pelanggaran terhadap hak Allah atau hak anak Adam. Hukuman ini dilaksanakan dalam setiap maksiat yang tidak ada hukum hadnya dan tidak ada kaffarah-nya secara umum. (AlMausu’ah Al-Fiqhiyyah, 12/254) 4 Mendiamkan, tidak memberikan pendapat 5 Matha‘in Sayyid Quthb fi Ash-habi Rasulillah pasal ke-14 Ramyu ‘Utsman bil inhiraf ‘an ruhil Islam 6 Matha‘in Sayyid Quthb fi Ash-habi Rasulillah pasal ke-15 Sayyid Quthb yara anna ats-tsaurah al-lati qadaha Ibnu Saba` Al-Yahudi aqrabu ila ruhil islam min ‘Utsman bin ‘Affan. 7 Asy-Syaikh Rabi’ hafizhahullah berkata: “Bila pembaca merujuk pada kitab Al-Mas‘udi niscaya akan mengetahui bahwa Al-Mas‘udi
membawakan
kedustaan ini untuk mencela shahabat-shahabat besar tersebut.” (Adhwa` Islamiyyah ‘ala Aqidah Sayyid Quthb wa Fikrihi pasal ke-2 Mauqif Sayyid min
© 2013 www.kautsarku.tk
38
Menyingkap Kesesatan Syi'ah
Utsman wa mu‘dhamis shahabah 8 Adhwa`u Islamiyyah ‘ala Aqidah Sayyid Quthb wa Fikrihi pasal ke-2 Mauqif Sayyid min ‘Utsman wa mu‘zhamis shahabah 9 Adhwa`u Islamiyyah ‘ala Aqidah Sayyid Quthb wa Fikrihi pasal ke-2 Mauqif Sayyid min ‘Utsman wa mu‘zhamis shahabah 10 Nirwana maknanya selamat, yakni selamatnya ruh yang terus menerus mengalami perbaikan di tengah peredaran dan perputarannya dalam menitis ke tubuh-tubuh manusia. Ketika telah selamat, ruh ini tidak butuh lagi untuk menitis karena ia telah selamat dari perjalanan tersebut dan telah menyatu dengan Sang Pencipta. Ia telah meninggalkan jasad di alam materi dan masuk ke alam yang kekal abadi. Derajat Nirwana atau tercapainya keselamatan itu merupakan tujuan tertinggi dalam kehidupan bagi penganut Hindu dan Budha. 11 Adhwa`u Islamiyyah ‘ala Aqidah Sayyid Quthb wa Fikrihi, pasal ke-9 Qaul Sayyid Quthub bi ‘aqidah wihdatul wujud wal hulul wal jabr, karya Asy-Syaikh Rabi‘ Al-Madkhali, Al-’Awashim Mimma fi Kutub Sayyid Quthb
minal
Qawashim pasal ke-5, karya Asy-Syaikh Rabi’ dan makalah Asy-Syaikh Rabi’ berjudul: Qaul Sayyid Quthb bi ‘Aqidah Wihdatul Wujud wal Hulul wal Jabr wa Difa‘uhu ‘an-Aqidah An-Nirfana Al-Hindukiyyah Al-Budziyyah 12 Adhwa`u Islamiyyah ‘ala Aqidah Sayyid Quthb wa Fikrihi, pasal ke-6 Asysyirku wa ‘ibadatul awtsan ‘inda Sayyid waman sara nahjihii 13 Adhwa`u Islamiyyah ‘ala Aqidah Sayyid Quthb wa Fikrihi pasal ke-10 Ghuluw Sayyid fi ta‘thil sifatillah kama huwa sya’nu Jahmiyyah dan Makalah Asy-Syaikh Rabi‘
berjudul: Min
Ushuli Sayyid Quthub Al-Bathilah Al-
Mukhalafah Li Ushuli As-Salafis Shalih 14 Adhwa`u Islamiyyah ‘ala Aqidah Sayyid Quthb wa Fikrihi pasal ke-8 Qaulu Sayyid bi khalqil Qur’an wa anna kalamillahi ‘ibaratun anil iradah 15 Adhwa`u Islamiyyah ‘ala Aqidah Sayyid Quthb wa Fikrihi pasal pertama Adabu Sayyid ma‘a rasulillah dan kalimillah Musa ‘alaihis shalatu wa sallam 16 Makalah Syaikh Rabi‘: Min Ushuli Sayyid Quthb Al-Bathilah Al-Mukhalafah Li Ushuli As-Salafish Shalih 17 Dikatakan demikian karena telah dinasehati oleh Asy-Syaikh Mahmud Syakir agar tidak mencela shahabat, namun Sayyid malah membenarkan perbuatannya mencela
shahabat.
(Muqaddimah cetakan kedua kitab
Matha’in Sayyid Quthb fi Ash-habi Rasulillah) © 2013 www.kautsarku.tk
Mengungkap Kesesatan Syi'ah
39
18 Muqaddimah cetakan kedua kitab Matha‘in Sayyid Quthb fi Ash-habi Rasulillah diambil dari http://asysyariah.com/sayyid-qutb-pencela-shahabat.html
1.1.4
Kesudahan Orang-orang yang Mencela Sahabat Nabi | Salafy.or.id
Kesudahan Orang-orang yang Mencela Sahabat Nabi | Salafy.or.id
Top Previous Next
Top Previous Next
Kesudahan Orang-orang yang Mencela Sahabat Nabi
September 4, 2012
ditulis oleh: Al-Ustadz Ruwaifi’ bin Sulaimi Lc Para shahabat Nabi memiliki kedudukan demikian tinggi di sisi Allah dan Rasul-Nya. Namun sungguh mengherankan, ada orang-orang yang berani melecehkan mereka dan senantiasa berusaha mencari kelemahan mereka. Orang-orang yang berani merendahkan para shahabat Nabi adalah orangorang yang tidak tahu diri, yang tidak tahu kapasitas dirinya. Di antara tandatanda keselamatan seseorang di dunia dan di akhirat, adalah kepekaannya untuk melihat dan mengintrospeksi diri sebelum melihat dan mengoreksi orang lain. Dia akan sangat mengerti tentang kapasitas dirinya sebelum mengerti
kapasitas
orang
lain,
sehingga ketika
mendengar
sabda
Rasulullah : “Janganlah
mencela
para
shahabatku,
janganlah
mencela
para
shahabatku! Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya (Allah), kalaulah salah seorang dari kalian berinfaq emas sebesar Gunung Uhud, niscaya tidak akan menyamai infaq salah seorang dari mereka (para shahabat) yang hanya sebesar cakupan dua telapak tangan atau setengahnya.” (HR. AlBukhari no. 3673 dan Muslim no. 2540, dari shahabat Abu Sa’id Al-Khudri) Maka dia akan berupaya menahan hatinya dari berburuk sangka kepada para shahabat dan menahan lisannya dari mencela mereka. Karena dia sadar, bukan kapasitasnya untuk membicarakan, menilai dan mengkritik orang-orang yang telah mendapatkan rekomendasi dari Allah dan RasulNya n itu. Namun di sisi lain, kita tak pernah lupa akan sejarah orang-orang yang tak tahu diri. Orang-orang cebol (kerdil) yang ingin menggapai bintang
© 2013 www.kautsarku.tk
40
Menyingkap Kesesatan Syi'ah
di angkasa sambil melolong dengan
lolongan-lolongan keji, berkedok
kebebasan dan sikap kritis. Lolongan kaum orientalis kafir yang kemudian dikemas dengan kemasan sok ilmiah oleh antek-antek mereka dari anak-anak kaum muslimin untuk mengkritik para shahabat Rasulullah n. Dan ini bukanlah hal yang baru dalam
peradaban
umat
manusia.
Lolongan
tersebut
sesungguhnya
merupakan kelanjutan dari lolongan kaum Syi’ah Rafidhah yang senantiasa berambisi menghancurkan citra Rasulullah dan ajaran agama Islam yang dibawanya. Al-Imam Malik bin Anas berkata : “Mereka itu adalah suatu kaum yang berambisi untuk menghabisi Nabi, namun tidak mampu. Maka mereka pun akhirnya mencela para shahabat beliau, agar kemudian dikatakan bahwa beliau adalah orang jahat. Karena, jika beliau itu orang baik niscaya para shahabatnya adalah orang-orang yang baik pula.” (Ash-Sharimul Maslul ‘ala Syatimir Rasul, karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah t, hal. 580) Al-Imam Abu Zur’ah Ar-Razi t berkata: “Jika engkau melihat siapa saja yang mencela seorang shahabat Rasulullah maka ketahuilah bahwa ia seorang zindiq. Hal itu karena keyakinan kami bahwa Rasulullah adalah haq, Al Qur`an itu haq, dan sesungguhnya yang menyampaikan Al Qur`an dan As Sunnah adalah para shahabat Rasulullah. Tujuan mereka dalam mencela para saksi kami (para shahabat) tidak lain adalah menghancurkan Al Qur`an dan As Sunnah. Mereka sesungguhnya lebih pantas untuk dicela dan mereka adalah orang-orang zindiq1.” (Al-Kifayah, hal.49) Para pembaca, Semua shahabat Rasulullah adalah orang-orang baik dan adil, yang telah mendapatkan rekomendasi dari Allah dan Rasul-Nya. Al-Imam Asy-Syafi’i berkata: “Allah telah memuji para shahabat Rasulullah di dalam Al Qur`an, Taurat, dan Injil. Keutamaan itupun telah terukir melalui lisan Rasulullah, suatu keutamaan yang belum pernah diraih oleh seorangpun setelah mereka. Semoga Allah menyayangi mereka dan menganugerahkan untuk mereka kedudukan tertinggi di kalangan shiddiqin, syuhada` dan shalihin. Merekalah yang menyampaikan ajaran
Rasulullah kepada kita. Mereka
menyaksikan turunnya wahyu kepada Rasulullah, sehingga mereka benarbenar mengetahui apa yang dimaukan Rasulullah berupa perkara-perkara yang sifatnya umum maupun khusus, keharusan dan bimbingan. Mereka mengerti Sunnah Rasulullah, baik yang kita ketahui ataupun yang tidak kita ketahui. Mereka di atas kita dalam hal ilmu, ijtihad, wara’, ketajaman berfikir dan memahami suatu perkara (berdasarkan ilmu). Pendapat-pendapat
© 2013 www.kautsarku.tk
Mengungkap Kesesatan Syi'ah
41
mereka lebih baik dan lebih utama bagi diri kita daripada pendapat kita sendiri.” (Manaqib Al-Imam Asy-Syafi’i, karya Al-Baihaqi, 1/441) Al-Imam An-Nawawi berkata: “Para shahabat semuanya adil, baik yang terlibat dalam fitnah (pertempuran di antara mereka, pen.) atau yang tidak terlibat di dalamnya, menurut ijma’ ulama yang diperhitungkan katakatanya.” (At-Taqrib ma’a Tadribirrawi, 2/190). Al-Hafizh Ibnu Katsir berkata: “Menurut Ahlus Sunnah wal Jamaah, semua shahabat itu adil, karena adanya pujian dari Allah di dalam Al Qur`an dan (Rasulullah) di dalam Sunnahnya terhadap segala akhlak dan perbuatan mereka, serta terhadap apa yang mereka korbankan berupa harta dan nyawa bersama Rasulullah, dengan semata-mata mengharap pahala dan balasan yang mulia di sisi Allah I.” (Al-Ba’its Al-Hatsits hal.154) Al-Imam Ibnul Mulaqqin berkata: “Semua shahabat Rasulullah n mempunyai kekhususan, yaitu tidak perlu ditanyakan tentang keadilannya. Karena mereka telah mendapatkan rekomendasi di dalam Al Qur`an dan As Sunnah serta ijma’ ulama yang diperhitungkan ucapannya.” (Al-Muqni’ fi Ulumil Hadits, 2/492, dinukil dari Al-Inthishar Lish Shahbi Wal Aal, hal. 218) Al-Imam Ibnul Atsir berkata: “Para shahabat seperti para perawi lainnya dalam semua hal itu, kecuali dalam hal al-jarh wat ta’dil (pujian dan kritikan), karena mereka semua adalah orang-orang yang adil, dan tidak boleh dikritik. Hal ini karena Allah dan Rasul-Nya telah
merekomendasi dan
memuji mereka…” (Usdul Ghabah 1/10, dinukil dari Al-Inthishar, hal. 222) Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-’Asqalani t berkata:
“Ahlus Sunnah
sepakat
bahwasanya semua shahabat adalah orang-orang yang adil, dan tidaklah menyelisihi dalam hal ini kecuali orang-orang yang nyeleneh dari kalangan ahlul bid’ah.” (Al-Ishabah, 1/10-11) Asy-Syaikh Mahmud Muhammad Syakir berkata: “Bila demikian agungnya keutamaan
bershahabat
dengan
Rasulullah,
maka
seorang
muslim
manakah yang mampu setelah ini untuk menjulurkan lisannya mencela seseorang dari shahabat Muhammad Rasulullah ?! Dengan lisan manakah dia meminta udzur ketika saling beragumentasi dihadapan Rabb mereka (di hari kiamat)?! Apa yang hendak dia katakan saat telah tegak baginya hujjah dari Al Qur`an dan Sunnah Nabi-Nya ?! Hendak lari kemanakah dia dari adzab Allah pada hari (kiamat) itu?!” (Majallah Al-Muslimun, edisi 3 th. 1371 H, dinukil dari kitab Matha’in Sayyid Quthub fi Ash-habi Rasulillah n,, hal. 11). Maka dari itu, orang-orang yang sok menilai, mengkritik dan mencela para shahabat, tak lain ibarat seekor kambing kerdil yang berambisi (dengan
© 2013 www.kautsarku.tk
42
Menyingkap Kesesatan Syi'ah
tanduknya) menghancurkan batu besar yang sangat kokoh. Batu itu pun tetap utuh tak bergeming, sedangkan si kambing kerdil menuai petaka. AlImam Ahmad bin Hanbal berkata: “Barangsiapa melakukannya (mencela shahabat, pen.), maka wajib diberi pelajaran dan dihukum, tidak diberi ampun, bahkan terus dihukum hingga bertaubat. Jika bertaubat maka diampuni, namun jika bersikukuh dengannya maka terus dihukum dan dipenjara sampai mati atau rujuk (kembali kepada kebenaran, red.).” (AshSharimul Maslul, hal. 568) Al-Imam Malik bin Anas t berkata: “Barangsiapa mencaci Nabi (n)maka (hukumannya) dibunuh, dan barangsiapa mencela para shahabat maka diberi pelajaran.” (Ash-Sharimul Maslul, hal. 569) Al-Imam Ishaq bin Rahawaih t berkata:
“Barangsiapa
mencela para
shahabat Nabi maka harus dihukum dan dipenjara.” (Ash-Sharimul Maslul, hal. 568) Dengan demikian, apakah para pencela shahabat itu dikafirkan? Para pembaca, berdasarkan keterangan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam kitabnya Ash-Sharimul Maslul, hal. 586-587, maka dapatlah disarikan sebagai berikut: 1. Mencela shahabat, dengan diiringi pernyataan bahwa ‘Ali bin Abi Thalib adalah Tuhan, atau dialah yang sebenarnya sebagai nabi dan Malaikat Jibril telah keliru dengan menyampaikan wahyu kepada Nabi Muhammad, atau menganggap bahwa Al Qur`an kurang disembunyikan
dan
lain
sebagainya,
sekian ayat maka
tidak
dan ada yang diragukan
lagi
kekafirannya, bahkan tidak diragukan pula kekafiran orang yang ragu akan kekafiran mereka. 2. Mencela shahabat namun tidak menjatuhkan keadilan dan agama mereka. Misalnya menyifati sebagian shahabat dengan kikir, pengecut, ilmunya sedikit, atau kurang zuhud dan lain sebagainya, maka yang seperti ini berhak diberi pelajaran/dihukum dan tidak dikafirkan. 3. Melaknat dan menjelek-jelekkan mereka dengan lafadz yang umum, maka masih diragukan apakah dikafirkan ataukah tidak, karena adanya kemungkinan antara laknat kemarahan dan laknat yang bersumber dari keyakinan. 4. Mencela shahabat sampai pada tingkatan meyakini bahwa mereka telah murtad sepeninggal
Rasulullah n kecuali hanya beberapa orang dari
mereka saja, atau semua telah melakukan kefasikan (sepeninggal beliau), maka yang seperti ini tidak diragukan tentang kekafirannya. Akhir kata, demikianlah kesudahan buruk bagi orang-orang yang mencela shahabat Rasulullah n. Semoga Allah I menjauhkan kita dari akhlak tercela ini, dan tiada yang dapat kami ucapkan kecuali sebuah harapan dari Allah I © 2013 www.kautsarku.tk
Mengungkap Kesesatan Syi'ah
43
yang terukir dalam lantunan doa:
بلإيمان سبقو ان الذين ولإخواننا لنا اغفرربان في تجعل ولا ا
© 2013 www.kautsarku.tk
44
Menyingkap Kesesatan Syi'ah
رحيم رءوف إنك رب انآمنوا للذين غلاقلوبان
“Wahai Rabb kami, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau biarkan kedengkian terhadap orang-orang beriman bercokol pada hati kami, Wahai Rabb kami, © 2013 www.kautsarku.tk
Mengungkap Kesesatan Syi'ah
45
sungguh Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.” (Al-Hasyr: 10) Amin ya Rabbal ‘Alamin. 1 Zindiq adalah orang yang menyembunyikan kekafiran dan menampakkan keislaman. Asal-usul mereka adalah orang-orang yang mengingkari hari kebangkitan
dan
meyakini
reinkarnasi
serta
memiliki
keyakinan
sebagaimana orang-orang Majusi. diambil dari
http://asysyariah.com/kesudahan-orang-orang-yang-mencela-
sahabat-nabi.html
1.1.5
Keutamaan Ahlul Bait | Salafy.or.id
Keutamaan Ahlul Bait | Salafy.or.id
Top Previous Next Top Previous Next
Keutamaan Ahlul Bait
September 20, 2012
ditulis oleh: Al-Ustadz Muhammad Umar As-Sewed Istilah Ahlul Bait mungkin terdengar agak asing di telinga sebagian orang. Bisa dimaklumi, mengingat keadaan kaum muslimin yang memang semakin kurang peduli terhadap agamanya. Padahal ketika seseorang tidak dibimbing secara benar dalam memahami persoalan Ahlul Bait, ia sangat rentan terjatuh pada penyimpangan. Realita menunjukkan, pemahaman yang keliru terhadap kedudukan Ahlul Bait telah melahirkan demikian banyak kelompok menyimpang. Seluruh Ulama Ahlus Sunnah mengakui keutamaan Ahlul Bait Rasulullah, karena telah jelas dalil-dalil yang menunjukkan keutamaan mereka dalam Al-Qur’an
dan
As-Sunnah.Di
antaranya
adalah
apa
yang
Allah
Subhanahuwata’ala katakan tentang mereka dalam ayatnya:
الصلاة وأقمن الأولى الجاهليةتبرجتبرجن ولابيوتكنفيوقرن
© 2013 www.kautsarku.tk
Menyingkap Kesesatan Syi'ah
عنكم ليذهب الله يريد إنما ورسوله الله وأطعن الزكاةوآتين
تطهيارويطهركمالبيتأهل الرجس © 2013 www.kautsarku.tk
46
Mengungkap Kesesatan Syi'ah
“Dan hendaklah kalian tetap di rumahmu,
47
janganlah kalian berhias dan
bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah dahulu. Dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kalian, wahai Ahlul Bait dan membersihkan kalian sebersih-bersihnya.” (Al-Ahzab: 33) Kemudian dalam hadits Ghadir Khum sebagai berikut: “Zaid ibnu Arqam berkata: Rasulullah pada suatu hari pernah berdiri di depan kami sebagai khatib di daerah mata air yang bernama Khum1– daerah antara Makkah dan Madinah. Beliau memuji Allah dan menyanjungNya. Beliau memberi nasehat dan memberi peringatan, kemudian berkata: ‘Amma ba’du, wahai manusia, sesungguhnya aku adalah manusia biasa yang sebentar lagi akan datang utusan Rabbku (malaikat maut) dan aku akan menyambutnya. Aku tinggalkan di antara kalian dua perkara yang berat. Pertama adalah Kitab Allah, di dalamnya terdapat petunjuk dan cahaya. Ambillah dengan Kitab Allah ini dan berpeganglah dengannya”. Zaid berkata: Maka Rasulullah menganjurkan dan memberi semangat untuk berpegang dengan kitab Allah. Kemudian beliau berkata: “Yang kedua Ahlul Baitku. Aku peringatkan kalian tentang Ahlul Baitku, aku peringatkan kalian tentang Ahlul Baitku. Aku peringatkan kalian tentang Ahlul Baitku.” (HR. Muslim dalam Shahih-nya dengan syarah Al-Imam An-Nawawi, juz 15/174-175) Siapakah Ahlul Bait? Alangkah baiknya kita mengenal siapa sebenarnya Ahlul Bait sebagaimana dimaksud dalam ayat dan hadits di atas. Para ulama Ahlus Sunnah telah bersepakat bahwa Ahlul Bait adalah keluarga Nabi yang diharamkan memakan shadaqah. Mereka terdiri dari keluarga Ali, keluarga Ja’far, keluarga ‘Aqil, keluarga Abbas, serta para istri beliau n dan anak-anak mereka. Diriwayatkan dari Zaid bin Arqam : Zaid ibnu Arqam berkata: Rasulullah pernah berdiri di depan kami pada suatu hari sebagai khatib di daerah mata air yang bernama Khum –daerah antara Makkah dan Madinah. Beliau memuji Allah dan menyanjung-Nya. Beliau memberi nasehat dan memberi peringatan, kemudian berkata: ‘Amma ba’du, wahai manusia, sesungguhnya aku adalah manusia biasa yang sebentar lagi akan datang utusan Rabbku (malaikat maut), dan aku akan menyambutnya. Aku tinggalkan di antara kalian dua perkara yang berat.
© 2013 www.kautsarku.tk
48
Menyingkap Kesesatan Syi'ah
Pertama kitab Allah, di dalamnya terdapat petunjuk dan cahaya. Ambillah kitab Allah ini dan berpeganglah dengannya’. Berkata Zaid, maka Rasulullah menganjurkan dan memberi semangat untuk berpegang dengan kitab Allah. Kemudian beliau berkata: “Yang kedua Ahlul Baitku. Aku peringatkan kalian tentang Ahlul Baitku, Aku peringatkan kalian tentang Ahlul Baitku, Aku peringatkan kalian tentang Ahlul Baitku.” Maka Hushain berkata kepada Zaid: “Siapakah Ahlul Baitnya, ya Zaid? Bukankah istri-istrinya termasuk Ahlul Bait?” Zaid menjawab: “Istri-istri beliau termasuk Ahlul Baitnya. Ahlul Bait adalah orang yang diharamkan menerima shadaqah setelah beliau.” Hushain berkata: “Siapakah (lagi) mereka?” Zaid menjawab: “Mereka adalah keluarga Ali, keluarga ‘Aqil, keluarga Ja’far dan keluarga ‘Abbas.”
Hushain bertanya lagi: “Apakah semua mereka
diharamkan
shadaqah?” Zaid menjawab:”Ya.” (HR. Muslim
menerima
dalam Shahih-nya dengan Syarh An-Nawawi juz 15/174-175 no. 6175) Dalam hadits ini dapat dipahami beberapa kaidah, di antaranya: Pertama, menunjukkan tentang keutamaan Ahlul Bait yang sangat tinggi. Nabi
mewasiatkan kepada kita untuk
memuliakan dan
menghormati
mereka. Kedua, kita dapat mengetahui bahwa Ahlul Bait Nabi adalah semua yang tidak boleh menerima shadaqah (zakat). Mereka terdiri dari keluarga ‘Ali, keluarga ‘Aqil, keluarga Ja’far dan keluarga ‘Abbas. Ketiga, istri-istri Nabi termasuk Ahlul Bait yang harus kita hormati pula. Istriistri Nabi termasuk Ahlul Bait Dengan hadits di atas kita mengetahui pula bahwa istri-istri Nabi adalah termasuk Ahlul Bait, yang juga diwasiatkan oleh Rasulullah untuk kita hormati dan kita muliakan. Oleh karena itu jika kaum Syi’ah konsekuen dalam menghormati Ahlul Bait, maka mereka harus menghormati pula semua turunan Ja’far, Aqil dan Abbas serta para istri Nabi n terutama yang paling beliau cintai, yaitu Aisyah dan Khadijah. Hanya saja istri-istri Nabi tidak termasuk yang diharamkan untuk menerima shadaqah. Keterangannya sebagai berikut: Pada hadits di atas Zaid bin Arqam ketika ditanya tentang istri-istri Nabi beliau menjawab:
© 2013 www.kautsarku.tk
Mengungkap Kesesatan Syi'ah
49
“Istri-istri beliau termasuk Ahli Baitnya tetapi…”. Sedangkan dalam hadits berikutnya dalam Shahih Muslim, Zaid bin Arqam ketika ditanya siapakah yang dimaksud Ahlul Baitnya, apakah istri-istri Nabi? Beliau menjawab: “Tidak…, Ahlul Baitnya adalah yang tidak boleh menerima shadaqah setelahnya.” (HR. Muslim dalam Shahih-nya dengan Syarh Nawawi juz 15/174-175 no. 6178) Maka
Al-Imam
An-Nawawi
mengomentari
dua
lafadz
hadits
yang
kelihatannya bertentangan ini sebagai berikut: “Ucapan Zaid dalam riwayat di atas: “Istri-istri beliau termasuk Ahli Baitnya” bermakna bahwa istri-istri Nabi termasuk keluarga beliau, yang tinggal di rumah beliau, yang diperintahkan untuk kita hormati dan kita muliakan, yang Rasulullah menamakannya tsaqalain (sesuatu yang berat dan penting, pen.). Dan yang Nabi menasihati dan memperingatkan manusia untuk memenuhi hak-hak mereka. Maka istri-istri Nabi masuk dalam semua itu. Namun mereka tidak termasuk yang diharamkan untuk memakan shadaqah. Inilah yang diisyaratkan pada riwayat pertama: “Istri-istri Nabi termasuk Ahli Baitnya, tetapi Ahli Baitnya adalah yang diharamkan menerima shadaqah.” (Syarh Shahih Muslim, AlImam An-Nawawi, juz 15/174-175 no. 6178) Namun, kaum Syi’ah justru mengeluarkan istri-istri Nabi dari Ahlul Bait kemudian melecehkannya. Dalil terkuat yang dijadikan
sandaran oleh
mereka adalah hadits yang diriwayatkan dari ‘Umar bin Abi Salamah, sebagai berikut: Ketika turun kepada Nabi ayat Allah: (Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kalian, hai Ahlul Bait Ummu
dan membersihkan kamu
Salamah,
beliau
memanggil
sebersih-bersihnya) di rumah
Fathimah,
Hasan
dan
Husain,
kemudian beliau menyelimuti mereka dengan selimut (kisa`). Dan ‘Ali berada di belakang beliau lalu beliau juga menyelimutinya dengan selimut, beliau berkata: “Ya Allah, mereka adalah Ahlul Baitku, hilangkanlah kotoran dari mereka dan bersihkanlah mereka sebersih-bersihnya.” Maka Ummu Salamah berkata : “Apakah aku
bersama
dengan mereka, ya Nabi
Allah?”Rasulullah n menjawab: “Engkau tetaplah pada tempatmu dan engkau berada dalam kebaikan.” (HR. At-Tirmidzi no. 3205) Kaum Syi’ah menganggap ditolaknya Ummu Salamah untuk masuk dalam selimut menunjukkan bahwa para istri Nabi n tidak termasuk Ahlul Bait. Para
© 2013 www.kautsarku.tk
50
Menyingkap Kesesatan Syi'ah
ulama membantah ucapan mereka di atas sebagai berikut: Pertama, disebutkan dalam Tuhfatul Ahwadzi Syarh Jami’ At-Tirmidzi bahwa tidak dimasukkannya Ummu Salamah dalam selimut bersama mereka, karena adanya ‘Ali bin Abi Thalib (‘Ali bukanlah mahram Ummu Salamah, pen.), dan bukan berarti bahwa Ummu Salamah tidak termasuk Ahlul Bait. (Tuhfatul Ahwadzi Syarh Jami’ At-Tirmidzi, juz 9 hal. 48) Kedua,
konteks ayat dalam surat Al-Ahzab sangat jelas sekali, yakni
menunjukkan bahwa yang dimaksud Ahlul Bait adalah istri-istri Nabi. Karena pada awal ayat dibuka dengan kalimat:
ي النساء من كأحد لست انلنبينساء ا
© 2013 www.kautsarku.tk
Mengungkap Kesesatan Syi'ah
51
“Hai isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain.…” (AlAhzab: 32) Kemudian diakhiri pada ayat berikutnya dengan kalimat:
تطهيارويطهركمالبيتأهل الرجس عنكم ليذهب اللهيريد إنام
© 2013 www.kautsarku.tk
52
Menyingkap Kesesatan Syi'ah
“Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai Ahlul Bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.” (Al-Ahzab: 33) Ketiga, pendapat yang menyatakan bahwa ayat ini tentang istri-istri Nabi adalah pendapat Ibnu Abbas, Ikrimah, ‘Atha`, Al-Kalbi, Muqatil, Sa’id bin Jubair, dan lain-lain. Bahkan diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dan Ibnu Asakir dari jalan Ikrimah, bahwa Ibnu Abbas
mengatakan ayat ini turun
tentang istri-istri Nabi. Kemudian Ikrimah berkata: “Barangsiapa yang mau, aku akan bermubahalah (saling
mendoakan
kebinasaan) dengannya bahwa ayat ini turun tentang istri-istri Nabi.” (Lihat Tuhfatul Ahwadzi Syarh Jami’ At-Tirmidzi, juz 9 hal. 48) Keempat, memang diriwayatkan dari beberapa orang dari kalangan Salaf bahwa yang dimaksud juga Ali, Fatimah, Hasan dan Husain. Yang demikian bukan merupakan pertentangan karena disebutkan pula dalam hadits di atas bahwa mereka adalah Ahlul Bait juga. (lihat sumber yang sama) Kelima, alasan lain kaum Syi’ah adalah ucapan mereka: “Apabila kita meneliti secara cermat, tampak perbedaan antara ayat tath-hir ( ) dengan ayat lastunna () yang ditujukan kepada istri-istri Nabi, dalam penggunaan dhamir (kata ganti). Dalam ayat tath-hir digunakan dhamir jamak untuk lakilaki (kum), sedangkan kepada istri-istri Nabi digunakan dhamir jamak untuk perempuan yang ditandai dengan nun ta`nits (). Maka pensucian (that-hir) tersebut bukan untuk istri-istri Nabi .” Kita jawab, bahwasanya dhamir jamak untuk laki-laki dalam ayat tath-hir digunakan karena kembalinya kepada kalimat Ahlul Bait. Sedangkan kalimat ahli dapat dipakai untuk
mu’anats dan mudzakar.
Seperti ucapan
seseorang: “Kaifa ahluka?” yang dimaksud adalah: “Bagaimana istrimu?” Ini dapat dipahami oleh orang-orang yang mengerti bahasa Arab dengan dzauqul ‘Arabi. (Lihat Tuhfatul Ahwadzi Syarh Jami’ At-Tirmidzi, Al-Imam Muhammad Abdurrahman Ibnu Abdurrahim Al-Mubarakfuuri, juz 9 hal. 4849). Keenam, baik sekali pendapat para Ulama Ahlus Sunnah seperti AlQurthubi dan Ibnu Katsir yang menyatakan bahwa ucapan yang bijaksana dalam masalah ini adalah: “Ayat ini mencakup istri-istri Nabi dan mencakup pula Ali, Fatimah, Al-Hasan dan Al-Husain. Adapun istri-istri Nabi karena konteks ayatnya tentang mereka, dan karena mereka tinggal di rumahrumah Nabi. Adapun masuknya Ali, Fatimah, Al-Hasan dan Al-Husain karena mereka adalah
kerabat
Nabi
dalam
nasab.
Maka
barangsiapa
yang
© 2013 www.kautsarku.tk
Mengungkap Kesesatan Syi'ah
53
mengkhususkan ayat ini untuk salah satunya berarti dia telah mengabaikan kewajibannya terhadap yang lainnya. (Lihat Tuhfatul Ahwadzi Syarh Jami’ AtTirmidzi, juz 9 hal. 49) Karena telah jelas bahwa ayat ini tentang istri-istri Nabi, maka Rasulullah mengumpulkan Fathimah, Ali, Hasan dan Husain dan menyatakan bahwa mereka juga Ahlul Bait, walaupun tidak disebut secara jelas dalam ayat di atas. Keutamaan Al-Hasan dan Al-Husain Al-Hasan dan Al-Husain adalah putera dari Ali bin Abi Thalib , cucu Rasulullah dari anak perempuannya Fathimah. Mereka
termasuk
kalangan Ahlul Bait
keutamaan-keutamaan
yang
besar
dan
Rasulullah n yang mendapatkan
memiliki
pujian-pujian
Rasulullah . Diantaranya beliau n bersabda: “Sesungguhnya Al-Hasan dan Al-Husain adalah kesayanganku dari dunia.” (HR. Al-Bukhari, At-Tirmidzi dan Ahmad dari Ibnu ‘Umar ) Beliau n juga bersabda: “Al-Hasan dan Al-Husain adalah sayyid (penghulu) para pemuda ahlul jannah.” (HR. Tirmidzi, Hakim, Thabrani, Ahmad dan lain-lain dari Abu Sa’id Al-Khudri; Dishahihkan oleh Asy-Syaikh Albani t dalam Silsilah Hadits AshShahihah, hal. 423, hadits no. 796) Keutamaan Al-Hasan di atas Keutamaan Al-Husain Sedangkan khusus tentang keutamaan Al-Hasan, diriwayatkan bahwa Rasulullah n bersabda: “Al-Hasan dariku dan Al-Husain dari Ali.” (HR. Abu Dawud, Ahmad, AthThabrani dari Miqdam Ibnu Ma’dikarib; dishahihkan oleh Asy-Syaikh AlAlbani t dalam Silsilah Ahadits Ash-Shahihah, hal. 450, hadits no. 711) “Dari Al-Bara` bin ‘Azib, dia berkata: Aku melihat Al-Hasan bin ‘Ali di atas pundak Nabi n dan beliau bersabda: “Ya Allah
sesungguhnya aku
mencintainya, maka cintailah dia.” (HR. Al-Bukhari dengan Fathul Bari, VII, hal. 464, hadits no. 3749 dan Muslim dengan Syarh Nawawi, juz XV, hal. 189, hadits no. 6208) “Ya Allah, sesungguhnya aku mencintai dia, maka cintailah dia serta cintailah siapa yang mencintainya.” (HR. Muslim dengan Syarh Nawawi, juz XV, hal. 188, hadits no. 6206) Dan dari Anas bin Malik z, ia berkata: “Tidaklah seorang pun yang lebih mirip dengan Nabi daripada Al-Hasan bin ‘Ali .” (HR. Bukhari dengan Fathul Bari, VII, hal. 464, hadits no. 3752)
© 2013 www.kautsarku.tk
54
Menyingkap Kesesatan Syi'ah
Dari Al-Hasan , dia mendengar Abu Bakrah berkata: “Aku mendengar (ceramah) Nabi
di atas
mimbar,
sedangkan
Al-Hasan
berada di
sampingnya, beliau sesekali melihat kepada manusia dan sesekali kepada Al-Hasan, dan bersabda: “Anakku ini adalah sayyid dan semoga Allah akan mendamaikan dengannya dua kelompok dari kalangan muslimin.” (HR. Al-Bukhari dengan Fathul Bari, VII, hal. 463, hadits no. 3746) Benarlah apa yang dikatakan oleh Rasulullah dalam hadits di atas. Setelah ayah beliau, Ali bin Abi Thalib terbunuh, membai’at beliau, tetapi
bukan
karena
sebagian kaum
muslimin
wasiat dari Ali. Asy-Syaikh
Muhibbudin Al-Khatib berkata bahwa diriwayatkan oleh Al-Imam Ahmad dalam Musnad-nya juz ke-1 hal. 130 –setelah disebutkan bahwa Ali bin Abi Thalib
akan
terbunuh
–
mereka
berkata
kepadanya:
“Tentukanlah
penggantimu bagi kami.” Beliau menjawab: “Tidak, tetapi aku tinggalkan kalian pada apa yang telah ditinggalkan oleh Rasulullah n…” (Lihat ta’liq kitab Al-‘Awashim Minal Qawashim, Ibnul Arabi, ha. 198-199). Akan tetapi setelah itu Al-Hasan menyerahkan ketaatannya kepada Mu’awiyyah untuk mencegah pertum pahan darah di antara kalangan muslimin. Kisah tersebut diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dalam kitab Ash-Shulh dari Imam Al-Hasan Al-Bashri. Di akhir hadits, Al-Hasan z meriwayatkan hadits dari Abu Bakrah bahwa ia berkata: “Aku mendengar (ceramah) Nabi di atas mimbar, sedangkan Al-Hasan berada di sampingnya, beliau melihat kepada manusia sesekali dan kepadanya sesekali yang lain dan bersabda: “Anakku ini adalah sayyid dan semoga Allah akan mendamaikan dengannya dua kelompok dari kalangan muslimin.” (HR. Bukhari dengan Fathul Bari, VII, hal. 463, hadits no. 3746) Demikianlah keutamaan Al-Hasan yang paling besar yang dipuji oleh Rasulullah. Beliau berhasil mempersatukan kaum muslmin, hingga tahun tersebut dikenal dengan tahun jama’ah. Kaum
muslimin selamat dari
pertumpahan darah antara sesamanya. Dan kekhalifahan Mu’wiyah akhirnya berlangsung dengan persatuan kaum muslimin, dengan keutamaan dari Allah, kemudian sebab pengorbanan Al-Hasan bin Ali yang besar. Namun yang mengherankan adalah kaum Syi’ah Rafidhah –yang mengaku pencinta Ahlul Bait– justru menyesali kejadian ini, hingga menjuluki AlHasan z sebagai ‘pencoreng wajah-wajah kaum mukminin’. Sebagian di antara mereka menganggap beliau fasik, bahkan sebagian yang lain mengkafirkannya. © 2013 www.kautsarku.tk
Mengungkap Kesesatan Syi'ah
Asy-Syaikh Muhibbudin Al-Khatib berkata
55
mengomentari ucapan Syi’ah
Rafidhah ini sebagai berikut: “Padahal termasuk dari dasar-dasar keimanan Rafidhah –bahkan dasar keimanan yang paling utama– adalah keyakinan mereka bahwa Al-Hasan, ayah, saudara dan sembilan ketu-runannya adalah ma’shum. Dan dari konsekuensi
kema’shuman mereka, tentu mereka tidak akan berbuat
kesalahan. Demikian pula, segala sesuatu yang bersumber dari mereka berarti benar dan tidak akan terbatalkan. Sedangkan apa yang bersumber dari Al-Hasan bin Ali yang paling besar adalah pembai’atan terhadap Amirul Mukminin Mu’awiyah. Maka mestinya merekapun masuk dalam baiat ini dan beriman bahwa ini adalah hak, karena ini adalah amalan seorang yang ma’shum menurut mereka.“ (Lihat catatan kaki kitab Al-Awashim minal Qawashim, hal. 197-198) Demikianlah keculasan kaum Syi’ah Rafidhah. Mereka menyelisihi imam mereka –yang mereka anggap ma’shum– menyalahkan,
memfasikkan
bahkan mengkafirkannya. Maka hanya terdapat dua kemungkinan bagi mereka: Pertama,
mereka
berdusta
atas
ucapan
mereka
sendiri
tentang
kema’shuman dua belas imam mereka, maka hancurlah agama mereka (agama Syi’ah Itsna ‘Asyariyah). Kedua, jika mereka meyakini kema’shuman Al-Hasan, maka mereka adalah para pengkhianat yang menyelisihi imam –yang mereka anggap ma’shum– dengan permusuhan dan kesombongan serta kekufuran. Berbeda dengan Ahlus Sunnah yang beriman dengan kenabian kakek AlHasan dan berpendapat bahwa berita perdamaian dan bai’at Al-Hasan z kepada Mu’awiyah z adalah salah satu bukti kenabian beliau n dan amal terbesar
Al-Hasan
serta
mereka
bergembira
dengannya.
Beliau
mengganggap Al-Hasan yang memutihkan wajah kaum muslimin (yakni tidak mencoreng wajah-wajah kaum muslimin seperti anggapan Syi’ah, pent.).(lihat sumber yang sama). Wallahu a’lam.
1 Riwayat tentang wasiat Rasululah n di Ghadir Khum yang shahih hanya ini, dan tidak disebutkan adanya wasiat agar ‘Ali menjadi khalifah. sumber http://asysyariah.com/keutamaan-ahlul-bait.html
1.1.6
Ahlul Bait dalam Al-Qur’an Al-Karim | Salafy.or.id
Ahlul Bait dalam Al-Qur’an AlKarim | Salafy.or.id © 2013 www.kautsarku.tk
Top Previous Next
56
Menyingkap Kesesatan Syi'ah
Top Previous Next
Ahlul Bait dalam Al-Qur’an AlKarim
September 19, 2012
ditulis oleh: Al-Ustadz Abu Karimah Askari bin Jamal
Al-Bugisi
تطهيارويطهركمالبيتأهل الرجس عنكم ليذهب اللهيريد إنام
© 2013 www.kautsarku.tk
Mengungkap Kesesatan Syi'ah
57
“Sesungguhnya Allah hanya bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai Ahlul Bait dan membersihkan kamu
sebersih-bersihnya.” (Al-
Ahzab: 33) Penjelasan Beberapa Mufradat Ayat Sesungguhnya hanya, maknanya menunjukkan batasan. Yaitu menetapkan hukum yang disebutkan dan meniadakan yang lainnya. Batasan di sini adalah batasan secara idhafi, yang maknanya
sesuatu yang dibatasi
tersebut sesuai dengan keadaannya. Seperti halnya firman Allah:
ولهولعبالدنيا الحياة إنام
© 2013 www.kautsarku.tk
58
Menyingkap Kesesatan Syi'ah
“Sesungguhnya kehidupan dunia hanyalah permainan dan melalaikan.” (Muhammad: 36) Bukan berarti kehidupan dunia hanya itu saja, namun juga bisa menjadi wasilah dalam mengamalkan kebaikan. (lihat Syarah Arba’in, Ibnu Daqiqil ‘Ied, hal. 28, dan Tafsir Surat Al-Ahzab oleh Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin ) Allah
bermaksud hendak, yang
dimaksud di
sini
adalah
kehendak
kauniyyah,yang maknanya Allah telah menghendaki hal tersebut secara taqdir. Pendapat ini dikuatkan oleh Ibnu Utsaimin, namun dalam masalah ini terdapat khilaf. Menghilangkan. Kotoran atau najis, yang dimaksud dalam ayat ini adalah kotoran atau najis secara makna, berupa akhlak dan amalan buruk dan rendah. (Lihat Tafsir Surat Al-Ahzab, Ibnu Utsaimin ) Pada Siapa Ayat ini Diturunkan? Bagi yang memperhatikan konteks ayat-ayat yang terdapat dalam Surat AlAhzab ini, sebelum dan sesudah ayat at-tath-hir –pensucian– ini, nampak jelas bahwa ayat ini
ي ل اه يضاعف مبينة بفاحشة منكن يأت من النبي نساء ا
© 2013 www.kautsarku.tk
59
Mengungkap Kesesatan Syi'ah
يسياراللهعلىذلك وكان ضعفينالعذاب
مرتينأجرها نؤت اه صالحاوتعمل ورسولهللهمنكن يقنتومن © 2013 www.kautsarku.tk
Menyingkap Kesesatan Syi'ah
كريمارزقا ل اهوأعتدنا
ي تخضعن ف الاتقيتنإن النساء من كأحد لستنالنبينساء ا © 2013 www.kautsarku.tk
60
61
Mengungkap Kesesatan Syi'ah
بلقول معروفا قو الوقلنمرضقلبهفيالذي فيطمع ا
كان اللهإن والحكمة اللهآيات من بيوتكنفييتلىما واذكرن © 2013 www.kautsarku.tk
62
Menyingkap Kesesatan Syi'ah
ف خبيالرطي ا
“Hai isteri-isteri Nabi, siapa-siapa di antaramu yang mengerjakan perbuatan keji yang nyata, niscaya akan dilipat gandakan siksaan kepada mereka dua kali lipat. Dan yang demikian itu mudah bagi Allah. Dan barangsiapa di © 2013 www.kautsarku.tk
Mengungkap Kesesatan Syi'ah
63
antara kamu sekalian (isteri-isteri Nabi) tetap taat pada Allah dan Rasul-Nya dan mengerjakan amal yang shalih, niscaya Kami memberikan kepadanya pahala dua kali lipat dan Kami sediakan baginya rezki yang mulia. Hai isteriisteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik. Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai Ahlul Bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya. Dan ingatlah apa yang dibacakan di rumahmu dari ayat-ayat Allah dan hikmah (Sunnah Nabimu). Sesungguhnya Allah adalah Maha Lembut lagi Maha Mengetahui.” (Al-Ahzab: 30-34) Dari ayat ini, sangat meyakinkan bahwa ayat-ayat ini diturunkan khusus berkenaan tentang para istri Nabi n. Bahkan pada ayat at-tathhir itu pun juga berkenaan tentang istri Nabi. Dalam hal ini, memang terjadi perselisihan di kalangan para ulama tentang siapa yang termasuk ke dalam Ahlul Bait dalam ayat ini: Pendapat pertama mengatakan, yang dimaksud Ahlul Bait adalah istri Nabi secara khusus. Hal ini sebagaimana yang diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas, ‘Ikrimah, ‘Atha`, Sa’id bin Jubair, dan yang lainnya. Pendapat kedua mengatakan, yang dimaksud adalah ‘Ali bin Abi Thalib, Fathimah
dan
Hasan
serta
Husain
secara
khusus.
Pendapat
ini
diriwayatkan dari Abu Sa’id Al-Khudri, Mujahid, Qatadah, dan yang lainnya. Pendapat ketiga adalah pendapat yang menggabungkan kedua pendapat tersebut, bahwa ayat ini mencakup mereka semua. Adapun para istri beliau tercakup dalam ayat ini karena mereka yang dimaksud dalam konteks ayatayat ini sebelum dan sesudahnya dan mereka adalah orang-orang yang tinggal di rumah-rumah Rasulullah. Adapun masuknya ‘Ali bin Abi Thalib, Fathimah, Hasan dan Husain g ke dalam Ahlul Bait, disebabkan
hadits-hadits shahih yang datang dari
Rasulullah . Maka barangsiapa yang mengkhususkan ayat ini untuk salah satunya
dan
mengeluarkan
yang
lain,
maka
sungguh
dia
telah
mengamalkan sebagian nash dan menelantarkan yang lain. Pendapat terakhir inilah yang paling kuat dan dibenarkan keba-nyakan ahli tahqiq, seperti Al-Qurthubi, Ibnu Katsir, dan yang lainnya. (Tuhfatul Ahwadzi, 9/48-49) Oleh karena itu, Ibnu Katsir t berkata dalam Tafsir-nya: “(Ayat ini) merupakan nash yang menunjukkan bahwa para istri Nabi
© 2013 www.kautsarku.tk
64
Menyingkap Kesesatan Syi'ah
termasuk Ahlul Bait (keluarga Nabi ), karena merekalah yang menjadi sebab turunnya ayat ini. Penyebab turunnya suatu ayat termasuk dalam ayat itu, (hal ini) merupakan pendapat yang disepakati. Boleh jadi ayat ini hanya berkenaan tentang mereka menurut satu pendapat atau ada yang lain yang masuk bersama mereka, berdasarkan pendapat yang shahih.” (Lihat Tafsir Ibnu Katsir, 3/484) Adapun tercakupnya ‘Ali bin Abi Thalib, Fathimah, Hasan dan Husain ke dalam ayat tersebut berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Al-Imam Muslim dari ‘Aisyah , ia berkata: Nabi keluar di pagi hari dalam keadaan beliau memakai kain bercorak dari warna hitam. Lalu datanglah Hasan bin ‘Ali lalu beliau masukkan ke dalamnya. Lalu datanglah Husain dan beliau masukkan pula ke dalamnya. Datanglah Fathimah dan beliau masukkan pula ke dalamnya. Kemudian ‘Ali datang lalu beliau masukkan ke dalamnya. Kemudian beliau membaca firman-Nya: “Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai Ahlul Bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.” (HR.Muslim, kitab Fadha`il Ash-Shahabah, bab Fadha`il Hasan wal Husain, 15/195) Kalau ada yang mengatakan: Kalau yang dimaksud dengan Ahlul Bait dalam ayat ini para istri Nabi, lalu mengapa Allah menyebut dengan dhamir (kata ganti) “kum” yang menunjukkan jamak untuk mudzakkar (laki-laki) dan tidak menyebut “kunna” (bentuk jamak untuk perempuan) seperti ketika menyebut para istri Nabi ? Maka jawabannya adalah: Karena Allah ingin memasukkan selain dari istri Rasulullah
ke dalam seluruh yang termasuk lafadz “Ahlul Bait,” yang
mencakup ‘Ali bin Abi Thalib, Fathimah, Hasan dan Husain. Ini adalah hal yang biasa digunakan dalam bahasa Arab. Seperti halnya firman Allah I, ketika para malaikat menjawab keheranan istri Khalilullah Ibrahim:
أهل عليكم وبر اكته الله رحمت الله أمر من أتعجبين قال او
© 2013 www.kautsarku.tk
Mengungkap Kesesatan Syi'ah
65
مجيد حميدإنهالبيت
“(Mereka menjawab): Apakah engkau heran dari ketetapan Allah? Rahmat Allah dan barakahnya atas kalian wahai Ahlul Bait, sesungguhnya Dia Maha Terpuji lagi Maha Mulia.” (Hud: 73) © 2013 www.kautsarku.tk
66
Menyingkap Kesesatan Syi'ah
Demikian pula ketika Allah mengkisahkan perkataan Musa kepada istrinya:
امكثوا لأهلهف اقل
“Musa berkata kepada keluarganya (istrinya): Tetaplah engkau.” (Thaha: 10)
© 2013 www.kautsarku.tk
Mengungkap Kesesatan Syi'ah
Ayat ini juga
67
menggunakan bentuk jamak mudzakkar, padahal yang
dimaksud adalah istri beliau. (lihat kitab Mukhtashar At-Tuhfah Al-Itsna ‘Asyariah, hal. 150-151) Adapun hadits yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dari ‘Umar bin Abi Salimah bahwa ia berkata: Ketika turun ayat tersebut kepada Nabi di rumah Ummu Salamah, maka Nabi memanggil Fathimah, Hasan, dan Husain lalu menutupinya dengan selembar kain, dan Ali berada di belakang punggungnya, maka beliau pun memasukkannya ke dalam kain tersebut, lalu beliau berkata: “Ya Allah, mereka adalah keluargaku, maka hilangkanlah dari mereka kotoran dan sucikanlah mereka sesuci-sucinya.” Ummu Salamah berkata: “Aku bersama mereka, wahai Nabi Allah.” Beliau menjawab: “Engkau tetaplah di tempatmu, engkau berada dalam kebaikan.” (HR. At-Tirmidzi, Bab Tafsir Surat Al-ahzab,no. 3129) Hadits ini tidaklah menunjukkan bahwa Ummu Salamah tidak termasuk ke dalam ayat tersebut. Sebab ayat tersebut sangat jelas dalam konteks yang berkenaan tentang istri Nabi. Namun ketika Nabi hendak memasukkan ‘Ali, Fathimah, Hasan dan Husain g, maka beliau membungkusnya dengan kain dan mengikutsertakan bersama istri Nabi dalam ayat tersebut. Sehingga Nabi tidak perlu menyertakannya dalam kain tersebut. Apalagi di dalam kain tersebut terdapat ‘Ali bin Abi Thalib -bukan mahram Ummu Salamah, redMaka perhatikanlah hal ini. (lihat Tuhfatul Ahwadzi tentang syarah hadits ini) Namun kaum Syi’ah Rafidhah tidak akan pernah berhenti dalam kedustaan mereka terhadap Ahlus Sunnah. Sehingga mereka menuduh bahwa Ahlus Sunnah telah mengubah ayat tersebut.
Sebagaimana yang disebutkan
salah seorang tokoh mereka yang bernama Al-Majlisi: “Jangan-jangan pada ayat at-tath-hir tersebut mereka (para shahabat, pen.) meletakkannya pada tempat yang mereka sangka itu sesuai, lalu mereka pun memasukkannya dalam konteks pembicaraan yang ditujukan kepada para istrinya, untuk mendapatkan sebagian kemaslahatan dunia. Padahal telah nampak dari hadits bahwa hal itu tidak ada hubungannya dengan mereka.” (Al-Burhan, Abdullah bin Abdil Aziz An-Nashir: 1/2) Kema’shuman Ahlul Bait Kaum Syi’ah Rafidhah telah mengklaim bahwa ayat ini diturunkan Allah berkenaan tentang Ashabul Kisaa` (mereka yang diselimuti Nabi dalam hadits yang lalu), dan bukan untuk istri Nabi. Lalu mereka membangun di atas keyakinan ini bahwa Ashabul
Kisaa` adalah orang-orang yang
terpelihara (ma’shum) dari dosa dan kesalahan, bahkan terpelihara dari kelalaian serta lupa. Sebab semua itu – menurut anggapan mereka– adalah rijs yang harus dihilangkan dari Ahlul Bait. Setelah itu mereka menyertakan para
© 2013 www.kautsarku.tk
imam-imam
sembilan yang lainnya
sebagai para imam yang
68
Menyingkap Kesesatan Syi'ah
terpelihara dari dosa besar dan dosa kecil, kesalahan dan kekeliruan. Ini adalah anggapan yang batil, ditinjau dari beberapa sisi: 1. Para Nabi adalah orang-orang yang jauh lebih mulia dari para Imam 12 tersebut. Bahkan ini berdasarkan apa yang telah ditetapkan oleh mereka sendiri dalam kitab mereka. Seperti apa yang diriwayatkan Al-Kulaini dari Hisyam Al-Ahwal dari Zaid bin ‘Ali: “Bahwa para nabi lebih mulia dari para imam.” Diriwayatkan pula oleh Ibnu Babuyah dari Ja’far Ash-Shadiq , menyatakan bahwa para nabi lebih dicintai Allah daripada ‘Ali.” (lihat Mukhtashar Asy-Syi’ah Al-Itsna ‘Asyariyyah, hal. 100) Namun para nabi juga sebagai manusia biasa terkadang jatuh dalam kesalahan, lupa, dan lalai, sebagaimana yang telah diterangkan Allah dalam berbagai tempat dalam Al Qur`anul Karim. Bagaimana mungkin makhluk yang lebih rendah kedudukannya bisa terpelihara dari sesuatu yang menimpa orang yang lebih mulia dan lebih tinggi kedudukannya? 2. Apabila ayat ini menunjukkan kema’shuman Ahlul Bait, lalu Fathimah bintu Rasulillah termasuk dalam kedudukan yang mana? Nabi ataukah imam? Bukankah diapun termasuk yang ma’shum? Jika beliau tidak termasuk ke dalam salah satu dari keduanya, lalu mengapa beliau dijadikan sebagai wanita yang ma’shum, setingkat para nabi dan para imam menurut anggapan mereka? 3. Apabila ayat ini hanya diturunkan kepada ‘Ali, Fathimah, Hasan dan Husain, maka ayat ini bukanlah dalil yang menunjukkan kema’shuman para imam yang lainnya. Sebab ayat ini hanya ditujukan kepada Ashabul Kisaa` secara khusus. Namun apabila diambil keumuman kata “Ahlul Bait” untuk menetapkan kema’shuman para imam tersebut, maka ayat ini mencakup secara keseluruhan dari keturunan ‘Ali bin Abi Thalib, Fathimah, Hasan dan Husain g, maka kema’shuman tersebut tidak hanya terkhusus untuk para imam saja, namun keturunan Ahlul Bait yang lainnya pula. 4. Bahwa Allah tidaklah memerintahkan untuk merujuk dalam perkaraperkara yang
diperselisihkan kecuali kepada Al Qur`an dan Sunnah
Rasulullah. Allah berfirman:
ي منكم الأمر وأوليالرسولوأطيعوااللهأطيعواآمنوا الذينأيها ا
© 2013 www.kautsarku.tk
69
Mengungkap Kesesatan Syi'ah
تؤمنونكنتم إن والرسول الله إلىفردوهشيءفيتنازعتمفإن
بلله تأوي الوأحسن خيرذلك الآخر واليوما © 2013 www.kautsarku.tk
70
Menyingkap Kesesatan Syi'ah
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur`an) dan Rasul
(Sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama
(bagimu) dan lebih baik
akibatnya.” (An-Nisa`: 59) Kalaulah
di
sana
ada
yang
ma’shum
selain
Rasulullah
dalam
menyampaikan perkara agama, tentunya akan dijelaskan oleh Allah. 5. Riwayat-riwayat yang dinukil dalam kitab-kitab Syi’ah sendiri dari para imam mereka menetapkan bahwa para imam tersebut juga terjatuh dalam kesalahan, kelalaian, kelupaan, dan yang semisalnya. Seperti apa yang mereka nukilkan sendiri dari ‘Ali bin Abi Thalib bahwa beliau berkata dalam salah satu khutbahnya: “Maka
janganlah kalian
menahan diri dari berkata yang benar, atau
bermusyawarah dengan cara adil, maka sesungguhnya aku tidak merasa pada diriku lebih daripada aku melakukan kesalahan,dan aku tidak merasa aman itu terjadi dari perbuatanku.” (Nahjul Balaghah, hal. 335) Demikian pula –sebagaimana yang mereka riwayatkan– yang diucapkan oleh Abu Abdillah Ja’far Ash-Shadiq : “Sesungguhnya kami
berdosa,kemudian kami bertaubat kepada Allah
dengan sebenar-benarnya.” (Biharul Anwar, 25/207) Dan banyak lagi hal-hal yang seperti ini yang dinukil dalam kitab mereka sendiri. Para ulama menyebutkan bahwa keyakinan tentang kema’shuman para imam tersebut mulai muncul pada zaman Ja’far Ash-Shadiq, yang berasal dari para pendusta dan ahlul bid’ah seperti Hisyam bin Al-Hakam, dan Muhammad bin ‘Ali Al-Ahwal. Disebutkan oleh Muhibbuddin Al-Khathib ketika menjelaskan awal munculnya aqidah tentang kema’shuman Ahlul Bait: “Orang yang paling awal memunculkan akidah sesat ini adalah seorang yang jahat, yang kaum muslimin menggelarinya setan atthaaq –syetan yang kuat– kaum Syi’ah menamainya ‘Orang yang beriman kepada keluarga Muhammad,’ dia bernama Muhammad bin ‘Ali Al-Ahwal.” (Ushul Madzhab Asy-Syi’ah, hal. 777) Wallahul hadi ila
sawaa`ish shirath (Allah-lah sang Pemberi petunjuk
kepada jalan yang lurus). sumber
http://asysyariah.com/ahlul-bait-dalam-al-quran-al-karim.html
© 2013 www.kautsarku.tk
Mengungkap Kesesatan Syi'ah
1.1.7
71
Kontroversi Sikap Terhadap Ahlul Bait | Salafy.or.id
Kontroversi Sikap Terhadap Ahlul Bait | Salafy.or.id
Top Previous Next Top Previous Next
Kontroversi Sikap Terhadap Ahlul Bait
September 21, 2012
ditulis oleh: Al-Ustadz Ruwaifi’ bin Sulaimi Lc Di kalangan umat, muncul perbedaan yang demikian mencolok dalam mensikapi Ahlul Bait (keluarga Nabi). Ada yang demikian tinggi memuliakan mereka –sampai menganggap sebagian Ahlul Bait sebagai Tuhan– ada pula yang demikian merendahkan dan membenci mereka. Ahlus Sunnah, sebagai kelompok yang senantiasa bersikap pertengahan, memiliki sikap memuliakan mereka namun tidak terlalu berlebihan. Karena Ahlul Bait juga manusia biasa, yang kemuliaan mereka tergantung pada agama mereka. Siapakah Ahlul Bait Itu? Ahlul Bait, merupakan sebutan lain dari Alul Bait dan Al-‘Itrah, sebagaimana yang dinyatakan Al-Imam Asy-Syafi’i, Al-Imam Ahmad, Asy-Syarif Abu Ja’far dan yang lainnya. (Minhajus Sunnah, karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah (7/75) dan Daf’ul Kadzibil Mubin, karya Dr. Abdul Qadir bin Muhammad ‘Atha hal. 27) Mereka adalah keluarga Rasulullah, baik keluarga yang tinggal serumah dengan beliau (yakni para istri beliau) atau keluarga yang terkait hubungan nasab dengan beliau, yang tidak diperbolehkan memakan harta shadaqah. Mereka adalah semua Bani Hasyim, semua putri beliau dan juga anak cucu beliau hingga hari kiamat. Demikian pula Bani Al-Muththalib menurut salah satu pendapat para ulama. (Lihat Ash-Shawa’iq Al-Muhriqah, karya Al-Imam Ahmad bin Hajar Al-Haitami hal. 222, dan Minhajus Sunni, 4/595, 7/239-240) Bagaimanakah Menyikapi Ahlul Bait? Secara garis besar, ada tiga kelompok manusia yang berkontroversi di dalam menyikapi Ahlul Bait. Kelompok Pertama: Syi’ah Rafidhah Mereka adalah orang-orang yang sangat berlebihan di dalam memuliakan dan mengkultuskan Ahlul Bait (versi mereka)1, bahkan di antara mereka
© 2013 www.kautsarku.tk
72
Menyingkap Kesesatan Syi'ah
(yakni kelompok Saba`iyyah)
memposisikan ‘Ali bin Abi Thalib sebagai
Tuhan yang berhak diibadahi. (lihat Firaq Mu’ashirah, karya Dr. Ghalib bin ‘Ali Iwaji, juz 1, hal. 144-146) Mereka juga menyatakan bahwa para imam Ahlul Bait adalah ma’shum (terjaga
dari
segala
dosa) dan
mengetahui
perkara-perkara
ghaib.
Sebagaimana disebutkan Al-Kulaini dalam kitabnya Al-Kaafi (setingkat Shahih Al-Bukhari di sisi Ahlus Sunnah) Kitabul Hujjah juz 1, hal. 149, dengan menukil (secara dusta) perkataan Ja’far Ash-Shadiq (salah seorang Imam Ahlul Bait): “Kami adalah perbendaharaan ilmu Allah, kami adalah penerjemah wahyu Allah, kami adalah kaum yang ma’shum, Allah telah memerintahkan (umat manusia) untuk menaati kami dan melarang mereka untuk menyelisihi kami… Kami adalah hujjah Allah yang kokoh atas seluruh makhluk yang berada di bawah naungan langit dan berpijak di atas bumi.” Adapun keyakinan bahwa para imam Ahlul Bait mengetahui perkara-perkara ghaib, maka bisa dilihat dalam kitab Al-Kaafi pula juz 1, hal. 200-203 Kitabul Hujjah, bab ‘Sesungguhnya para imam mengetahui sesuatu yang telah terjadi dan yang akan terjadi dan tidak ada sesuatu pun yang terluput dari mereka.’Mereka juga berkeyakinan bahwa para imam Ahlul Bait lebih mulia dari
malaikat
dan
nabi,
sebagaimana
yang
dikatakan
Khomeini:
“Sesungguhnya di antara prinsip terpenting dari agama kami adalah tidak ada seorang pun yang dapat meraih kedudukan para imam (kami), walaupun malaikat terdekat di sisi Allah atau nabi utusan Allah sekalipun.” (lihat Asy-Syi’ah Wa Ahlul Bait karya Dr. Ihsan Ilahi Zhahir, hal. 25) Syi’ah
Rafidhah juga
berpandangan,
bahwa di
antara
konsekuensi
kecintaan kepada Ahlul Bait adalah bersikap bara` (benci/ berlepas diri) dari Abu Bakr dan ‘Umar serta mayoritas para shahabat Rasulullah (lihat Syarh Al-‘Aqidah Ath-Thahawiyyah, karya Al-Imam Ibnu Abil ‘Iz, hal.697). Sehingga – dalam kaca mata mereka– siapa saja yang mencintai Abu Bakr dan ‘Umar, maka dia tergolong sebagai musuh Ahlul Bait. Kelompok Kedua: An-Nawashib atau An-Nashibah atau Ahlun Nashb. Mereka adalah orang-orang yang berkeyakinan bahwa membenci dan memusuhi ‘Ali bin Abi Thalib dan anak cucunya (Ahlul Bait) merupakan bagian dari agama. (Lihat Lisanul ‘Arab dan Minhajus Sunnah, 4/554). Mereka sangat bangga ketika berhasil menyakiti Ahlul Bait, sampai-sampai tokoh kondang mereka yang bernama ‘Imran bin Hiththan melantunkan baitbait kegembiraannya atas keberhasilan Abdurrahman bin Muljim Al-Muradi dalam operasinya membunuh ‘Ali bin Abi Thalib. Bait “petaka” itu adalah sebagai berikut: “Duhai sebuah tebasan pedang dari seorang yang kembali kepada Allah Tidaklah dia melakukannya kecuali untuk meraih ridha Allah © 2013 www.kautsarku.tk
Mengungkap Kesesatan Syi'ah
73
Sungguh hari-hariku selalu mengingatnya Karena keyakinanku bahwa dia (Abdurrahman bin Muljim) adalah seorang yang telah meraih pahala besar di sisi Allah.” (Al-Milal Wan Nihal, karya AsySyahrastani, hal. 120) Kelompok Ketiga: Ahlus Sunnah Wal Jamaah atau As-Salafiyyun. Mereka adalah orang-orang yang berkeyakinan bahwa mencintai Ahlul Bait merupakan suatu kewajiban dalam agama. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: “Tidak diragukan lagi bahwa mencintai Ahlu Bait Nabi merupakan kewajiban dalam agama. (Minhajus Sunnah, 7/102) Al-Qadhi ‘Iyadh berkata: “Termasuk dari pemuliaan dan berbakti kepada Rasulullah adalah berbuat baik kepada keluarga dan keturunan beliau.” (Asy-Syifa 2/47, dinukil dari catatan kaki kitab Shabbul ‘Adzab, hal. 276) Al-Imam Ibnu Katsir berkata: “Kami tidak mengingkari adanya wasiat dan perintah untuk
berbuat
baik kepada
Ahlul
Bait,
menghormati
dan
memuliakan mereka. Karena mereka berasal dari keturunan yang baik, dan dari keluarga yang termulia di muka bumi ini dalam hal ketinggian derajat, kedudukan, dan nasab. Lebih-lebih jika mereka termasuk orang-orang yang mengikuti Sunnah Nabi…” (Tafsir Ibnu Katsir, tafsir surat Asy-Syuraa ayat 23) Ahlus Sunnah Wal Jamaah tidak berlebihan dalam memuliakan Ahlul Bait sebagaimana halnya Syi’ah Rafidhah, dan juga tidak membenci Ahlul Bait sebagaimana An-Nawashib. Sikap mereka penuh dengan keadilan dan jauh dari ekstrim (ghuluw). Pijakan mereka adalah wahyu Ilahi dan sabda Nabi, bukan hawa nafsu. Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan berkata: “Ahlus Sunnah Wal Jamaah berlebihan di dalam
berlepas diri dari jalan Syi’ah
Rafidhah yang
memuliakan sebagian Ahlul Bait dan mengklaim
bahwa mereka (Ahlul Bait) ma’shum. Ahlus Sunnah juga berlepas diri dari jalan An-Nawashib yang memusuhi dan mencela Ahlul Bait yang istiqamah di atas agama ini, sebagaimana mereka berlepas diri dari jalan Ahlul Bid’ah dan Khurafat yang bertawassul dengan Ahlul Bait dan menjadikan mereka sebagai tuhan-tuhan yang diibadahi selain Allah I.” (Kitabut Tauhid, hal. 92) Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: “Adapun Ahlus Sunnah Wal Jamaah, maka mereka mencintai
seluruh
orang-orang yang
beriman,
selalu
berbicara dengan ilmu dan keadilan, bukan dari kalangan orang-orang bodoh lagi pengikut hawa nafsu. Mereka berlepas diri dari jalan Syi’ah Rafidhah dan sekaligus jalan An-Nawashib. Mereka mencintai
semua
shahabat yang terdahulu masuk Islam; mengerti kedudukan, keutamaan dan keistimewaan para shahabat, serta selalu memperhatikan hak-hak Ahlul Bait yang disyariatkan oleh Allah kepada mereka…” (Minhajus Sunnah, 2/71) Namun bukan berarti pula setiap Ahlul Bait itu lebih utama dari seluruh © 2013 www.kautsarku.tk
74
Menyingkap Kesesatan Syi'ah
manusia dan semuanya wajib dicintai. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: “Namun bukan berarti setiap Ahlul Bait itu lebih utama dan lebih berilmu dari seluruh kaum mukminin. Karena tolok ukur keutamaan adalah sempurnanya keimanan dan ketakwaan, bukan kedekatan hubungan nasab semata, sebagaimana firman Allah :
أتقاكم اللهعند أكرمكم إن
© 2013 www.kautsarku.tk
Mengungkap Kesesatan Syi'ah
75
“Sesungguhnya yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah yang paling bertakwa.” (Al-Hujurat: 13) Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan berkata: “Sikap Ahlus Sunnah terhadap Ahlul Bait adalah sikap yang adil, yaitu mencintai mereka yang istiqamah di atas agama ini, dan berlepas diri dari yang menyimpang dan menyelisihi Sunnah Nabi walaupun dari kalangan Ahlul Bait. Karena posisinya sebagai Ahlul Bait dan kerabat Rasul tidaklah bermanfaat hingga benar-benar istiqamah di atas agama ini. Shahabat Abu Hurairah berkata: “Ketika turun firman Allah :
ا ألقربين عشيرتكوأنذر
© 2013 www.kautsarku.tk
76
Menyingkap Kesesatan Syi'ah
“Dan berilah peringatan kepada keluargamu yang terdekat.” (Asy-Syu’ara`: 214) maka Rasulullah bersabda: “Wahai kaum Quraisy! -atau yang senada dengan itu-. Belilah (berusahalah untuk) diri-diri kalian, aku tidak bisa menjamin kalian dari adzab Allah sedikit pun. Wahai ‘Abbas bin Abdul Muththalib! Aku tidak bisa menjaminmu dari adzab Allah sedikit pun. Wahai Shafiyyah, bibi Rasulullah! Aku tidak bisa menjaminmu
dari adzab Allah
sedikit pun.
Wahai
Fathimah
bintu
Muhammad! Mintalah harta kepadaku sekehendakmu, namun aku tidak bisa menjaminmu dari adzab Allah sedikit pun.” (HR. Al-Bukhari) (Kitabut Tauhid, hal. 91–91) Bukti atas Kebenaran Sikap Ahlus Sunnah Wal Jamaah, dan Kesesatan Syi’ah Rafidhah dan An-Nawashib Para pembaca, setelah kita ulas tiga kelompok yang berseberangan di dalam menyikapi Ahlul Bait, maka nampak jelas bagi siapa saja yang di hatinya ada kejujuran dan keadilan bahwa Ahlus Sunnahlah kelompok yang benar dan adil di dalam menyikapi Ahlul Bait. Sedangkan Syi’ah Rafidhah dan An-Nawashib telah terjatuh dalam sikap ekstrim (ghuluw), baik dalam hal pengkultusan ataupun pelecehan. Dan akan semakin jelas insya Allah, ketika mencermati ulasan berikut ini: 1. Bahwa sikap ekstrim yang ada pada Syi’ah Rafidhah dan An-Nawashib dalam menyikapi Ahlul Bait adalah dilarang oleh Allah. Sebagaimana dalam firman-Nya:
ي دينكمفيتغلاو لاالكتاب أهل ا
© 2013 www.kautsarku.tk
Mengungkap Kesesatan Syi'ah
77
“Wahai Ahlul Kitab janganlah kalian ekstrim (berlebihan) dalam agama kalian.” (An-Nisa`: 171) Bahkan Allah selalu
memerintahkan untuk berbuat adil,
dalam firman-Nya:
للتقوىأقرب هو اعدلوا
© 2013 www.kautsarku.tk
sebagaimana
78
Menyingkap Kesesatan Syi'ah
“Berbuatlah adil (karena) ia lebih dekat kepada ketakwaan.” (Al-Ma`idah: 8) 2. Sikap (permusuhan) yang ditempuh An-Nawashib terhadap Ahlul Bait merupakan sikap yang batil, karena Allah I telah berfirman: “Sesungguhnya Allah bermaksud menghilangkan dosa dari kalian Ahlul Bait dan membersihkan kalian sebersih-bersihnya.” (Al-Ahzab: 33) Demikian pula Rasulullah n telah mengingatkan dengan sabdanya: “Aku ingatkan kalian dengan nama Allah untuk selalu berbuat baik kepada Ahlul Baitku.” (HR. Muslim, 4/1873) 3. Sikap pengkultusan Syi’ah Rafidhah terhadap Ahlul Bait juga merupakan sikap yang batil, bahkan jauh dari kejujuran dan keadilan. Perhatikanlah point-point berikut ini! a. Mayoritas mereka membatasi Ahlul Bait hanya pada ‘Ali bin Abi Thalib, Fathimah, Hasan dan Husain.Mereka tidak memasukkan 12 putra dan 18/19 putri ‘Ali lainnya ke dalam lingkaran Ahlul Bait. Sebagaimana mereka tidak memasukkan putri-putri Rasulullah selain Fathimah ke dalam lingkaran Ahlul Bait. Lebih dari itu mereka keluarkan anak cucu Hasan dari lingkaran Ahlul Bait. Bahkan mereka keluarkan pula anak cucu Husain yang tidak disukai seperti Zaid bin ‘Ali bin Husain dan putranya yang bernama Yahya. Demikian pula putra imam mereka Musa Al-Kazhim yang bernama Ibrahim dan Ja’far. (Lihat Asy-Syi’ah wa Ahlul Bait, hal. 20 dan Shabbal ‘Adzab Ala Man Sabbal Ash-haab, karya Al-Imam Al-Alusi hal. 279-281) Di dalam Shahih Muslim (2/752-753), disebutkan bahwasanya Fadhl bin ‘Abbas dan Abdul Muththalib bin Rabi’ah bin Al-Harits bin Abdul Muththalib, (keduanya) meminta kepada Rasulullah agar dijadikan sebagai petugas shadaqah, maka beliau bersabda: “Sesungguhnya shadaqah itu tidak halal bagi Muhammad dan keluarga Muhammad n (Ahlul Bait), karena shadaqah merupakan kotoran manusia.” Para pembaca, kalau putra ‘Abbas bin Abdul Muththalib dan anak cucu Al-Harits bin Abdul Muththalib masuk ke dalam lingkaran Ahlul Bait, tentunya anak cucu beliau sendiri, dan anak cucu ‘Ali bin Abi Thalib lebih berhak masuk ke dalam lingkaran Ahlul Bait. Tidakkah kaum Syi’ah Rafidhah mau berfikir, walau sejenak?! Demikian pula, mereka keluarkan para istri Rasulullah dari lingkaran Ahlul Bait. Mereka berdalil dengan surat Al-Ahzab ayat 33, yakni lafadz 2 menunjukkan bahwa yang dituju adalah laki-laki,
sehingga para istri
Rasulullah n tidak termasuk dari Ahlul Bait. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah –
© 2013 www.kautsarku.tk
Mengungkap Kesesatan Syi'ah
79
setelah menyebutkan surat Al-Ahzab ayat 30-34– berkata: “Ini (justru, pen.) menunjukkan bahwa para istri Rasulullah termasuk dari Ahlul Bait. Karena konteks ayat-ayat tersebut
sesungguhnya tertuju untuk mereka
(dimulai dengan seruan /Wahai para istri Nabi, pen.). Adapun firman-Nya: (untuk menghilangkan kotoran dari kalian hai Ahlul Bait) maka menunjukkan bahwa seruan tersebut juga mencakup para Ahlul Bait lainnya, seperti Ali, Fathimah, Hasan dan Husain. Dan Allah
sebutkan
dengan bentuk
mudzakkar (laki-laki) agar seruan ini lebih mencakup orang-orang yang dituju dari lelaki dan wanita Ahlul Bait.”3 (Minhajus Sunnah, 4/23-24) b. Keyakinan batil mereka bahwa para imam Syi’ah mengerti perkaraperkara ghaib, sehingga ketinggian kedudukan mereka tidak bisa dicapai oleh malaikat terdekat dengan Allah dan nabi utusan Allah sekalipun, merupakan pendustaan dan pelecehan terhadap Allah dan Rasul-Nya. Bagaimana tidak?! Dialah yang telah berfirman:
ال إلا الغيب والأرض السماواتفيمن يعلم لاقل
© 2013 www.kautsarku.tk
80
Menyingkap Kesesatan Syi'ah
“Katakanlah: “Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara ghaib kecuali Allah.” (An-Naml: 65) Demikian pula Rasulullah telah bersabda: “Aku adalah pemimpin (pemuka) anak cucu Adam di hari kiamat.” (HR. Muslim, 4/1782 no. 2278) Al-Imam An-Nawawi t berkata: “Hadits ini menunjukkan keutamaan beliau n atas seluruh makhluk.” (Al-Minhaaj Syarh Shahih Muslim bin Hajjaj 15/40) c. Adapun klaim mereka bahwa para imam Ahlul Bait itu ma’shum berdasarkan surat Al-Ahzab ayat 33, maka sungguh tidak benar. Karena / pembersihan dalam ayat tersebut tidak bermakna ‘ishmah (terjaga dari segala dosa). Sebagaimana yang terdapat dalam firman Allah :
وليتمليطهركميريدولكن حرج من عليكمليجعل اللهيريدما
© 2013 www.kautsarku.tk
Mengungkap Kesesatan Syi'ah
81
تشكرونلعلكمعليكمنعمته
“Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.” (Al-Ma`idah: 6) © 2013 www.kautsarku.tk
82
Menyingkap Kesesatan Syi'ah
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: “Di dalam ayat tersebut terdapat keterangan bahwasanya Allah suka, ridha, dan memerintahkan kalian untuk melakukan amalan-amalan tersebut4. Siapa saja yang mengerjakannya maka dia akan meraih kecintaan dan keridhaan-Nya, dan siapa saja yang tidak mengerjakannya maka dia tidak dapat meraihnya.” (Minhajus Sunnah, 4/260) Adapun pembersihan dosa itu sendiri, maka dengan dua cara yaitu; tidak mengerjakan perbuatan dosa tersebut atau bertaubat dari dosa yang dilakukan. (Minhajus Sunnah, 7/79-80) Aneh Tapi Nyata Dalam bahasan yang lalu, telah dijelaskan bahwasanya Syi’ah Rafidhah sangat berlebihan dalam mencintai Ahlul Bait (versi mereka). Namun ketahuilah, hakekatnya mereka tidak beda dengan An-Nawashib di dalam memusuhi Ahlul Bait. Memang ini terasa aneh, tapi itulah fakta dan kenyataan. Di antara sekian bukti dari permusuhan mereka terhadap Ahlul Bait adalah sebagai berikut: 1.
Pernyataan mereka bahwa para istri Rasulullah adalah “pelacur”. Dalam
Ikhtiyar Ma’rifatir Rijal hal. 57-60, Ath-Thusi menukilkan (secara dusta) perkataan Abdullah bin ‘Abbas terhadap ‘Aisyah: “Kamu tidak lain hanyalah seorang dari sembilan pelacur yang ditinggalkan Rasulullah…” (Daf’ul Kadzibil Mubin, hal. 11) 2.
Pelecehan mereka terhadap ‘Ali bin Abi Thalib sebagaimana dalam
kitab Salim bin Qais, hal. 221: “Bahwa Rasulullah ketika bersama ‘Aisyah hanya mempunyai satu selimut, dan beliaupun tidur (ketika itu) di antara Ali dan ‘Aisyah dengan satu selimut tersebut. Di saat bangun malam, beliau n mengambil selimut tersebut dan meletakkannya di antara Ali dan ‘Aisyah.” (Lihat Asy-Syi’ah Wa Ahlul Bait, hal. 273) 3.
Pelecehan mereka terhadap Fathimah binti Rasulullah, bahwa dia
menikah dengan ‘Ali bin Abi Thalib karena terpaksa. Sebagaimana dalam kitab Al-Kaafi (Al-Furuu’ minal Kaafi): “Ketika Rasulullah menikahkan ‘Ali bin Abi Thalib dengan Fathimah, maka beliau pun menemui keduanya, dan Fathimah saat itu sedang
menangis.
Rasulullah berkata kepadanya:
“Mengapa engkau menangis? Demi Allah, kalaulah ada dari keluargaku yang lebih baik dari ‘Ali maka aku akan nikahkan kamu dengannya, tidak dengan ‘Ali. Namun Allah yang menikahkan kamu.” (Dinukil dari Asy-Syi’ah Wa Ahlul Bait, hal. 272) 4.
Mereka ramai-ramai mengeroyok (memukuli) Hasan bin ‘Ali, hingga
salah seorang dari mereka (Al-Jarrah bin Sinan) berhasil menusuk paha Hasan hingga robek dan mengenai tulangnya. (Lihat Asy-Syi’ah Wa Ahlul Bait, hal. 278) 5.
Mereka telah berkhianat kepada Husain bin Ali, hingga menyebabkan
© 2013 www.kautsarku.tk
Mengungkap Kesesatan Syi'ah
83
terbunuhnya beliau. Sebagaimana yang disebutkan Muhsin Al-Amin dalam A’yaanusy Syi’ah bagian I hal. 34,
“Kemudian 20.000 penduduk Irak
membai’at Husain, lalu mereka berkhianat dan tidak menaatinya, padahal bai’at ada di leher mereka. Hingga akhirnya mereka membunuhnya.” (Dinukil dari Asy-Syi’ah Wa Ahlul Bait, hal. 272) 6.
Adapun Ahlul Bait lainnya, maka sangat banyak pelecehan terhadap
mereka, sebagaimana dalam buku-buku ternama Syi’ah. (Lebih rincinya lihat kitab Asy-Syi’ah Wa Ahlul Bait, hal. 266-297) Sehingga tidaklah mengherankan bila: - ‘Ali bin Abi Thalib berdoa (seperti yang mereka nukilkan): “Ya Allah, aku telah bosan dengan mereka (Syi’ah) dan merekapun telah bosan denganku. Maka gantikanlah untukku orang-orang yang lebih baik dari mereka, dan gantikan untuk mereka seorang yang lebih jelek dariku…” (Nahjul Balaghah, hal. 66-67, dinukil dari Asy-Syi’ah Wa Ahlul Bait, hal. 300) - Hasan bin ‘Ali berkata: “Demi Allah, menurutku Mu’awiyah lebih baik daripada orang-orang yang mengaku sebagai Syi’ah-ku, mereka berupaya untuk membunuhku dan mengambil hartaku.” (Al-Ihtijaj, karya Ath-Thabrisi hal. 148, dinukil dari Asy-Syi’ah Wa Ahlul Bait, hal. 300) - Husain bin ‘Ali berdoa: “Ya Allah, jika Engkau beri mereka (Syi’ah) kehidupan hingga saat ini, maka
porak-porandakanlah
mereka dan
jadikanlah mereka berkeping-keping. Dan janganlah Engkau jadikan para pemimpin (yang ada) ridha kepada mereka (Syi’ah)
selama-lamanya.
Karena kami diminta membantu mereka, namun akhirnya mereka justru memusuhi kami dan membunuh kami.” (Al-Irsyad, karya Al-Mufid hal. 341, dinukil dari Asy-Syi’ah Wa Ahlul Bait, hal. 302) - ‘Ali bin Husain Zainal Abidin berkata: “Mereka (Syi’ah) bukan dari kami, dan kami pun bukan dari mereka.” (Rijalul Kisysyi, hal. 111, dinukil dari AsySyi’ah Wa Ahlul Bait, hal. 303) - Muhammad Al-Baqir berkata: “Kalau seandainya semua manusia ini Syi’ah, niscaya tiga perempatnya adalah orang-orang yang ragu dengan kami, dan seperempatnya adalah orang-orang dungu.” (Rijalul Kisysyi, hal. 179, dinukil dari Asy-Syi’ah Wa Ahlul Bait, hal. 303) - Ja’far Ash-Shadiq berkata: “Allah berlepas diri dari orang-orang yang benci terhadap Abu Bakr dan ‘Umar.” (Siyar A’lamin Nubala`, karya Adz-Dzahabi, 6/260) Akhir kata, demikianlah apa yang dapat kami sajikan seputar bahasan Ahlul Bait. Mudah-mudahan kita dibimbing Allah untuk selalu bersikap adil terhadap Ahlul Bait, dan dijauhkan dari jalan An-Nawashib yang berlebihan di dalam
memusuhi mereka, serta jalan Syi’ah Rafidhah yang juga
memusuhi Ahlul Bait dengan berkedok kecintaan kepada mereka. Amiin, ya Mujibas Sa`iliin.
© 2013 www.kautsarku.tk
84
Menyingkap Kesesatan Syi'ah
1 Karena mereka membatasi Ahlul Bait pada orang-orang tertentu saja, sebagaimana akan dijelaskan nanti. 2 Dhamir kum adalah kata ganti orang kedua laki-laki dalam bentuk jamak. 3 Di dalam bahasa Arab, dhamir (kata ganti) laki-laki terkadang ditujukan untuk laki-laki dan wanita (sekaligus). 4 Pembersihan yang terdapat pada surat Al-Ahzab ayat 33 terkait dengan perintah dan larangan yang terdapat dalam ayat 30-32. Sedangkan pembersihan yang terdapat pada surat Al-Ma‘idah ayat 6 terkait dengan perintah bersuci (thaharah). sumber
1.1.8
http://asysyariah.com/kontroversi-sikap-terhadap-ahlul-bait.html
Apakah Ahlul Bait Ma’shum | Salafy.or.id
Apakah Ahlul Bait Ma’shum | Salafy.or.id
Top Previous Top Next
Apakah Ahlul Bait Ma’shum
September 8, 2012
ditulis oleh: Al-Ustadz Muslim Abu Ishaq Al-Atsari Jabir ibnu Abdillah berkisah: “Aku melihat Rasulullah pada
hari Arafah.
Beliau
menyampaikan
khutbah
dalam haji Wada` dalam
keadaan
menunggangi untanya yang bernama Al-Qashwa. Aku mendengar beliau n bersabda: “Wahai sekalian manusia! Sungguh aku telah meninggalkan pada kalian dua perkara yang bila kalian mengambilnya, maka kalian tidak akan sesat yaitu kitabullah dan ‘itrati ahlul baitku.” Hadits di atas diriwayatkan Al-Imam At-Tirmidzi t dalam Sunan-nya no. 3786, kitab Al-Manaqib ‘an Rasulillah , bab Manaqib Ahli Baitin Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Al-Imam At-Tirmidzi berkata:“Dalam bab ini ada hadits dari riwayat Abu Dzar, Abu Said, Zaid bin Arqam dan Hudzaifah bin Asid. Dan hadits ini dari sisi ini hasan gharib. Asy-Syaikh Al-Albani t menshahihkan hadits ini dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi, Misykatul Mashabih no. 6143, dan Ash-Shahihah no. 1761. Adapun Abu Said Al-Khudri dan Zaid bin Arqam , keduanya membawakan hadits Rasulullah n yang semakna dengan hadits di atas dengan lafadz:
© 2013 www.kautsarku.tk
Mengungkap Kesesatan Syi'ah
“Sungguh aku berpegang
meninggalkan pada kalian perkara
teguh
dengannya
niscaya
kalian
85
yang bila kalian tidak
akan
sesat
sepeninggalku. Salah satu dari perkara itu lebih besar daripada perkara yang lainnya, yaitu kitabullah tali Allah yang terbentang dari langit ke bumi1. Dan (perkara lainnya adalah) ‘itrati, yaitu ahlul baitku. Keduanya tidak akan berpisah hingga keduanya mendatangiku2 di haudl3. Maka lihatlah dan perhatikanlah bagaimana kalian menjaga dan memperhatikan keduanya sepeninggalku.” (HR. Ahmad dalam Musnad-nya
3/14,17 dan At-Tirmidzi
dalam Sunan-nya no. 3788, dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi, Misykatul Mashabih no. 6144, dan Ash-Shahihah 4/356357) Al-‘Itrah dan Keutamaan Ahlul Bait At-Taurabasyti dalam Al-Mirqaah (5/600) berkata: “’Itrah seseorang adalah ahlul baitnya dan kelompok/ golongannya yang paling dekat dengannya. Karena
kata
‘itrah
ini
dipakai
untuk
banyak
segi,
Rasulullah
n
menjelaskannya dengan pernyataan beliau ‘ahlul baitku’, agar diketahui bahwa yang beliau maksudkan dengan kata tersebut adalah keturunan beliau, keluarga beliau yang paling dekat, dan istri-istri beliau.” (Tuhfatul Ahwadzi 1/196, Ash-Shahihah 4/360) Dalam hadits yang mulia di atas, di samping Rasulullah n memerintahkan umatnya untuk berpegang teguh dengan Al-Qur’an dalam bentuk ilmu dan amal, beliau pun memerintahkan berpegang dengan ‘itrah beliau yakni Ahlu Bait beliau. Dalam Tuhfatul Ahwadzi, dibawakan ucapan Ibnu Malik bahwa yang dimaksud berpegang teguh dengan Al-Qur’an adalah
mengamalkan
apa yang ada di dalamnya yaitu melaksanakan perintah-perintah Allah dan berhenti (tidak
mengerjakan)
dari
larangan-larangan-Nya.
Sedangkan
makna berpegang dengan ‘itrah Rasulullah n adalah mencintai mereka dan mengambil petunjuk/ bimbingan dengan petunjuk mereka dan perjalanan hidup mereka. As-Sayyid Jamaluddin menambahkan: “Selama hal itu tidak menyelisihi agama.” Al-Qari berkata: “Yang dimaksud berpegang dengan ahlul bait adalah berpegang teguh dengan kecintaan terhadap mereka, menjaga kehormatan mereka, mengamalkan riwayat mereka dan bersandar dengan perkataan mereka (selama tidak menyelisihi Al-Qur’an dan AsSunnah, pent.). Dan hal ini bukan berarti meniadakan pengambilan AsSunnah dari shahabat selain mereka.” Ath-Thibi berkata: “Dalam ucapan Rasulullah n (())
ada isyarat bahwa
keduanya (Al-Qur`an dan Al-’Itrah) seperti saudara kembar yang ditinggalkan Rasulullah n . Beliau mewasiatkan kepada umat beliau untuk membaikkan penjagaan dan perhatian kepada keduanya dan
mengutamakan hak
keduanya di atas hak diri mereka sendiri, sebagaimana wasiat seorang © 2013 www.kautsarku.tk
86
Menyingkap Kesesatan Syi'ah
ayah yang dicintai oleh manusia tentang hak anak-anaknya.” (Tuhfatul Ahwadzi 1/196,197) Dalam hadits dan keterangan di atas terdapat isyarat akan keutamaan dan hak Ahlu Bait Rasulullah n serta kewajiban umat ini terhadap mereka. Mereka adalah orang-orang yang harus diperhatikan haknya, diutamakan dari selain mereka, dimuliakan dan dijadikan teladan sepanjang mereka meneladani qudwah dan uswah umat ini, Rasulullah n. Besarnya urusan dan perkara mereka, ahlul bait Rasulullah n, ditunjukkan dalam pesanpesan Rasulullah n kepada umat beliau. Salah satunya yang senada dengan hadits yang telah disebutkan di atas, adalah riwayat Yazid bin Hayyan berikut ini. Yazid bin Hayyan berkata: “Aku bersama Hushain bin Sabrah dan Umar bin Muslim pergi menemui shahabat Rasulullah n Arqam z. Tatkala
kami
telah duduk
yang bernama Zaid bin
bersamanya,
Hushain berkata
kepadanya: “Wahai Zaid, sungguh engkau telah menemui kebaikan yang banyak. Engkau pernah melihat Rasulullah n. Engkau pernah mendengar hadits beliau. Engkau pernah berjihad bersama beliau dan pernah pula shalat di belakang beliau. Sungguh wahai Zaid, engkau telah menemui kebaikan yang banyak. Sampaikanlah hadits kepada kami, wahai Zaid, dari apa yang pernah engkau dengar dari Rasulullah n. Zaid menjawab: “Wahai anak saudaraku, demi Allah, sungguh usiaku telah senja dan telah lewat masaku hingga aku telah lupa sebagian yang dulunya pernah aku ingat (hapal) dari Rasulullah n . Maka apa yang nantinya aku sampaikan kepada kalian, terimalah. Sedangkan apa yang tidak kusampaikan maka janganlah kalian membebani aku untuk menyampaikannya. Kemudian Zaid berkata:
“Suatu hari Rasulullah berdiri di antara kami untuk menyampaikan khutbah, di (dekat) anak sungai bernama Khum, terletak di antara Makkah dan Madinah. Beliau n memuji dan menyanjung Allah, lalu memberikan nasehat dan peringatan. Kemudian beliau n bersabda: ‘Amma ba’du. Ketahuilah wahai sekalian manusia, aku hanyalah seorang manusia, hampir-hampir akan datang menemuiku utusan Rabbku (untuk mencabut ruhku), maka aku akan memenuhi panggilan tersebut. Dan aku tinggalkan di antara kalian dua perkara yang agung. Yang pertama kitabullah, di dalamnya ada petunjuk dan cahaya. Maka ambillah oleh kalian kitabullah dan berpegang teguhlah dengannya.’ Beliau n lalu menganjurkan untuk berpegang dengan kitabullah, memberikan dorongan, anjuran dan kabar gembira (bila berpegang dengan kitabullah).
Kemudian beliau
bersabda lagi: “Ahlu baitku. Aku mengingatkan kalian kepada Allah dalam
© 2013 www.kautsarku.tk
Mengungkap Kesesatan Syi'ah
87
perkara ahlu baitku. Aku mengingatkan kalian kepada Allah dalam perkara ahlu baitku. Aku mengingatkan kalian kepada Allah dalam perkara ahlu baitku.” Hushain bertanya kepada Zaid: “Siapakah Ahlu Bait beliau, wahai Zaid? Bukankah istri-istri beliau termasuk Ahlu Bait beliau?” Zaid menjawab: “Istri-istri beliau memang termasuk Ahlu Bait beliau. Akan tetapi yang dimaksudkan dengan Ahlu Bait beliau adalah orang yang diharamkan
memakan/ menerima harta sedekah (zakat)
sepeninggal
beliau.” Hushain bertanya lagi: “Siapakah mereka itu?” Zaid menjawab: “Mereka adalah keluarga Ali, keluarga Aqil, keluarga Ja`far, dan keluarga Abbas.” Hushain berkata: “Mereka semua itu diharamkan mengambil harta sedekah (zakat)?” “Iya,” jawab Zaid. (HR. Muslim no. 2408 dalam Shahih-nya, kitab Fadha`ilush Shahabah, bab Min Fadhail Ali bin Abi Thalib ) Dalam riwayat lain di Shahih Muslim juga, ketika Zaid ditanya, apakah istriistri beliau n termasuk Ahlu Bait beliau, Zaid menjawab: “Tidak”. Kemudian Zaid menyatakan: “Ahlu Bait beliau adalah keturunan beliau dan keluarga beliau (`ashabah) yang diharamkan memakan
sedekah
sepeninggal
beliau.” Al-Imam
An-Nawawi
t
menempatkan
kedua
riwayat
yang
terlihat
bertentangan ini dengan menyatakan: “Istri-istri Rasulullah n termasuk Ahlu Bait beliau yang tinggal bersama beliau, beliau menafkahi mereka dan memerintahkan untuk
menghormati serta
memuliakan mereka. Beliau
mengistilahkan mereka dengan tsaqalan (perkara yang berat/besar/agung), menasehati dan mengingatkan untuk memperhatikan hak-hak mereka. Istriistri beliau termasuk dalam semua perkara ini namun tidak termasuk yang diharamkan memakan zakat/ sedekah.” (Syarhu Shahih Muslim 15/180) Asy-Syaikh Abdul Haq dalam Al-Lum‘aat berkata: “Ketahuilah telah datang keterangan yang menyebutkan bahwa makna ahlul bait adalah orang-orang yang diharamkan menerima sedekah/ zakat, mereka adalah Bani Hasyim yang mencakup Alu (keluarga) Abbas, Alu Ali, Alu Ja‘far, Alu Aqil dan Alu Harits. Mereka semua ini diharamkan menerima sedekah/ zakat. Ahlul bait juga datang dengan makna keluarga Rasulullah n yang mencakup istri-istri beliau yang disucikan. Mengeluarkan istri-istri beliau n dari ahlul bait yang
© 2013 www.kautsarku.tk
88
Menyingkap Kesesatan Syi'ah
disebutkan dalam firman Allah I: “Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kalian, wahai ahlul bait, dan membersihkan kalian dengan sebersih-bersihnya.” (AlAhzab: 33) padahal sasaran
pembicaraan dalam ayat ditujukan kepada mereka,
demikian yang tampak pada ayat
sebelum dan
sesudahnya, berarti
mengeluarkan kalam (ucapan) dari konteksnya dan susunannya.” (Tuhfatul Ahwadzi 10/195) Asy-Syaikh Al-Albani berkata: “Hadits ini termasuk yang dijadikan hujjah oleh orang-orang Syi’ah dan mereka banyak menekuninya sehingga sebagian Ahlus Sunnah menyangka dengan keliru bahwa mereka ditimpa musibah dengan
perkara
ini.
Padahal
mereka
semuanya
salah
sangka.
Keterangannya dari dua sisi berikuti ini: Pertama: “Yang dimaukan dalam hadits dengan sabda Nabi “’itrati”, mayoritasnya mendukung apa yang dimaukan oleh Syi`ah dan tidak ditolak oleh Ahlus Sunnah, bahkan mereka berpegang teguh dengannya, yaitu Al-’Itrah dalam hadits ini adalah Ahlu Bait Rasulullah n. Keterangan ini datang secara jelas pada sebagian jalan hadits ini seperti hadits dalam tarjumah (judul bab/ pembahasan): “’Itrati ahlu baiti”. Ahlu Bait beliau pada asalnya adalah istri-istri beliau, di antara mereka ada Ash-Shiddiqah Aisyah , sebagaimana hal ini disebutkan secara jelas dalam firman Allah I dalam surah Al-Ahzab: dengan dalil ayat yang sebelumnya dan setelahnya: “Wahai istri-istri Nabi, kalian tidaklah sama seperti wanita yang lain, jika kalian bertakwa. Maka
janganlah kalian
merendahkan
suara
dalam
berbicara sehingga berkeinginan jeleklah orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik. Dan tinggallah kalian di rumah-rumah kalian dan janganlah bertabarruj seperti tabarrujnya orangorang jahiliyyah yang dahulu. Tegakkanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya.
Sesungguhnya Allah
bermaksud
hendak
kalian,
bait,
menghilangkan
dosa
membersihkan kalian dengan
dari
wahai
ahlul
dan
sebersih-bersihnya. Dan ingatlah apa yang
dibacakan di rumah-rumah kalian dari ayat-ayat Allah dan hikmah (sunnah Nabi). Sesungguhnya Allah adalah Maha Lembut lagi Maha Mengetahui.” (AlAhzab: 32-34) Pengkhususan Syi‘ah terhadap ahlul bait dalam ayat hanya sebatas pada Ali, Fathimah, Al-Hasan, dan Al-Husain tanpa menyertakan istri-istri Nabi n
© 2013 www.kautsarku.tk
Mengungkap Kesesatan Syi'ah
89
merupakan tahrif (penyimpangan/ pembelokan) mereka terhadap ayat-ayat Allah dalam rangka membantu hawa nafsu mereka sebagaimana hal ini dijelaskan nantinya. Adapun hadits Al-Kisa`4 (hadits tentang mereka yang ditutupi oleh
Rasulullah n dengan selimut, pent.) dan yang semakna
dengannya5, tujuan yang ada di dalamnya adalah perluasan penunjukkan ayat6 dan untuk menunjukkan Ali dan keluarganya juga masuk ke dalam ayat tersebut, sebagaimana hal ini diterangkan Al-Hafizh Ibnu Katsir dan selainnya. Demikian pula hadits Al-‘Itrah, Nabi n telah menerangkan bahwa yang
dimaksud ahlul bait
beliau n
dengan makna yang
sempurna
mencakup istri-istri beliau, Ali dan keluarganya”. Kemudian Asy-Syaikh AlAlbani t membawakan ucapan At-Taurabasyti tentang Al-‘Itrah. Setelahnya Syaikh menyebutkan sisi kedua dari
maksud ahlul bait,
bahwasanya yang tercakup di dalamnya hanyalah ulama yang shalih dari kalangan mereka, yang berpegang dengan Al Kitab dan As-Sunnah. Kata Asy-Syaikh Al-Albani: “Al-Imam Abu Ja`far Ath-Thahawi t berkata: “Al-’Itrah adalah Ahlul Bait Rasulullah n yang mereka itu di atas agamanya dan berpegang teguh
dengan
perintahnya”. Asy-Syaikh Ali Al-Qari
juga
menyebutkan yang semisal ini. Kemudian dari ucapan Al-Qari berikut ini menjadi
jelas
mengapa
ahlul
bait
disebutkan
secara
khusus
(bergandengan dengan Al Qur`an, pent.): “Secara umum ahlul bait lebih tahu tentang pemilik rumah dan keadaan-keadaannya. Maka yang dimaksud dengan ahlul bait di sini adalah ahlu ilmi dari kalangan mereka, yang menelaah sirah beliau, yang berdiri di atas jalan beliau, yang mengetahui hukum dan hikmahnya. Dengan penjelasan seperti ini ahlul bait pantas berdampingan dengan kitabullah sebagaimana Allah I berfirman: “Dia mengajarkan kepada mereka Al-Kitab dan Al-Hikmah.” Aku (Asy-Syaikh Al-Albani) katakan: Dan yang semisal ayat di atas adalah firman Allah yang ditujukan kepada istri-istri Nabi
dalam ayat ath-tath-hir
yang telah lewat: “Ingatlah apa yang dibacakan di rumah-rumah kalian dari ayat-ayat Allah dan Al-Hikmah.” Dengan demikian menjadi jelaslah bahwa yang dimaksudkan dengan ahlul bait adalah orang-orang yang berpegang teguh dengan sunnah Rasulullah n dari kalangan mereka. Inilah yang menjadi maksud dalam hadits, karena itulah ia dijadikan salah satu dari ats-tsaqalain dalam hadits Zaid bin Arqam yang berhadapan/ berdampingan dengan ats-tsaqal yang pertama yaitu Al Qur`an, demikian yang diisyaratkan oleh Ibnul Atsir dalam An-Nihayah: “Keduanya dinamakan tsaqalain, karena orang yang mengambil keduanya (yakni Al-Qur’an dan As-Sunnah) dan mengamalkannya itu berat. Dan semua perkara yang mulia, tinggi lagi bernilai diistilahkan tsaqal. Keduanya © 2013 www.kautsarku.tk
90
Menyingkap Kesesatan Syi'ah
dinamakan tsaqalain dalam rangka mengagungkan kadar keduanya dan membesarkan urusan keduanya.” Aku katakan: Kesimpulan, disebutkannya ahlul bait berdampingan dengan Al-Qur`an dalam hadits ini seperti disebutkannya sunnah Al-Khulafa` Ar Rasyidun berdampingan dengan sunnah Rasulullah n dalam sabda beliau n: “Maka wajib bagi kalian untuk berpegang dengan sunnahku dan sunnah Al Khulafa` Ar Rasyidin….” (Ash-Shahihah, 4/359-361) Sikap Ahlus Sunnah terhadap Ahlul Bait Ahlus Sunnah mencintai Ahlu Bait Rasulullah , berloyalitas kepada mereka dan menjaga wasiat Rasulullah n dalam perkara mereka, di mana beliau n bersabda: “Aku mengingatkan kalian kepada Allah dalam perkara ahlu baitku. Aku mengingatkan kalian kepada Allah dalam perkara ahlu baitku.” Ahlus Sunnah berloyalitas kepada Al-Hasan, Al-Husain, dan orang-orang yang masyhur dari kalangan cucu-cucu Rasulullah n seperti Al-Hasan bin AlHasan, Abdullah bin Al-Hasan, Ali bin Al-Husain Zainul Abidin, Muhammad bin Ali bin Al-Husain yang digelari Al-Baqir, Ja‘far bin Muhammad AshShadiq, Musa bin Ja‘far, dan Ali bin Musa Ar-Ridla. Demikian pula sikap Ahlus Sunnah terhadap seluruh anak turunan Ali dari tulang sulbinya seperti Al-Abbas, Umar, Muhammad bin Al-Hanafiyyah dan seluruh yang berjalan di atas jalan yang dilalui oleh bapak-bapak mereka yang bersih, namun mereka yang condong kepada pemahaman Mu‘tazilah ataupun Rafidlah tidaklah termasuk di dalamnya. (Masailut Taqrib Baina Ahlis Sunnah wasy Syi‘ah, 1/106) Ibnu Taimiyyah berkata: “Ahlu Bait Rasulullah n memiliki hak-hak yang wajib untuk dijaga/ diperhatikan, karena Allah I menjadikan hak untuk mereka dalam mendapatkan bagian dari harta khumus dan fai’ (pampasan perang). Allah
perintahkan
untuk
memberikan
shalawat
kepada
mereka
sebagaimana bershalawat untuk Rasulullah n. Rasulullah n mengajari kita untuk mengatakan: “Ya Allah, berikanlah shalawat kepada Rasulullah n dan kepada keluarga beliau sebagaimana Engkau memberikan shalawat kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia. Berikanlah
berkah
kepada
sebagaimana Engkau
Muhammad
dan
keluarga
memberikan keberkahan kepada
Muhammad Ibrahim dan
keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia.” (Majmu`ah Ar-Rasail Al-Kubra 1/297-298) Stempel Ma’shum7 yang Diberikan Syi‘ah Rafidhah kepada Ahlul Bait dan
© 2013 www.kautsarku.tk
Mengungkap Kesesatan Syi'ah
91
Para Imam dari Kalangan Ahlul Bait8 Kita telah memaklumi keutamaan Ahlu Bait Rasulullah n dan bagaimana perhatian Rasulullah terhadap mereka. Namun atas nama cinta kepada Ahlu Bait
Rasulullah n, kelompok yang menyempal dari Ash-Shirathal
Mustaqim yang bernama Syi‘ah Rafidhah telah berbuat ghuluw/ melampaui batas terhadap mereka, antara lain dengan stempel ma’shum, suci dari dosa dan kesalahan, yang mereka berikan kepada ahlul bait. Mereka menyeret ayat Allah I dalam surah Al-Ahzab ayat 33: “Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait
dan
membersihkan
kamu
sebersih-bersihnya.” untuk
mendukung selera hawa nafsu mereka yang kotor, seperti dinyatakan oleh seorang Syi‘i (pengikut Syi‘ah) dalam mukaddimah bukunya “Keluarga Suci Nabi n, Tafsir Surat Al-Ahzab ayat 33”: ayat ini dalam pandangan para pengikut setia Ahlulbait memiliki posisi yang khas dan cukup istimewa, dikarenakan merupakan dalil yang menerangkan kema’shuman ahlulbait.” (hal. 9) Orang ini juga berkata setelah menerangkan makna
(rijs/ kejelekan,
kekejian, dosa) dalam ayat di atas: “Semua bentuk rijs dan kekotoran telah dihilangkan dari mereka (ahlul bait), baik sebelum mereka baligh apalagi setelah baligh, dalam hal penyampaian hukum Illahi maupun hal-hal lain, dalam keadaan sengaja maupun lalai dan lupa. Sebab semuanya adalah rijs, dan Allah telah menghilangkannya dari ahlul bait”. Ia melanjutkan bualannya mengikuti para pendahulunya: “Penafian (peniadaan) rijs yang diikuti dengan penetapan kesucian berkonsekuensi keterjagaan total, yang disebut dengan istilah: ‘ishmah (kema’shuman). Jadi ahlulbait adalah pribadi-pribadi agung yang ma’shum”. (hal. 43). Sekali lagi dengan membebek para pendahulunya, orang ini membatasi ahlul bait yang
disebutkan dalam ayat di atas hanya untuk lima pribadi yang
disebutkan dalam hadits kisa` yaitu
Rasulullah n, Ali bin Abi Thalib,
Fathimah bintu Rasulullah, Al-Hasan dan Al-Husain g dan menolak dimasukkannya istri-istri Rasulullah n dalam golongan ahlul bait dengan membawakan argumennya yang mandul. (hal. 62-123). Lalu dengan kebodohan dan kedzalimannya, ia mencerca para ulama seperti Ikrimah dan Urwah bin Az-Zubair karena
memasukkan istri-istri
Rasulullah n ke dalam ahlul bait (hal. 117-122). Dengan kalapnya, ia pun menjelekkan, mencerca, dan mencaci Ummul Mukminin ‘Aisyah x karena pernyataan Al-Hafizh Ibnu Katsir bahwa ‘Aisyah paling layak dengan kenikmatan yang tersebut dalam ayat dan paling banyak mendapatkan anugerah, setelah sebelumnya ia mem”bodoh”kan Al-Hafizh Ibnu Katsir9
© 2013 www.kautsarku.tk
92
Menyingkap Kesesatan Syi'ah
(hal. 124-125). Walhasil, penulis buku “Keluarga Suci Nabi n” bukanlah orang Syi‘ah pertama yang mendendangkan
kema’shuman ahlul bait.
Orang-orang Syi‘ah sebelum dia dan lebih mumpuni kesyi‘ahannya telah mendahuluinya. Di sisi orang-orang Syi‘ah, stempel kema’shuman ini mereka berikan tidak sebatas pada ahlul kisa` (mereka yang ditutupi oleh Rasulullah n dengan kisa`/ selimut) namun juga mencakup keturunan mereka yang diangkat oleh orang-orang
Syi‘ah
sebagai
imam
(tokoh
pemimpin
mereka).
Kema’shuman ini bagi orang-orang Syi‘ah merupakan kaidah pokok dalam masalah imamah (kepemimpinan). Mereka sepakat bahwa para imam mereka terjaga dari dosa-dosa kecil maupun besar sehingga mereka tidak pernah berbuat dosa sama sekali, baik secara sengaja ataupun lupa dan mereka tidak pernah salah dalam takwil. Bila Ahlus Sunnah
berpandangan bahwa umat ini
ma’shum dengan
berpegang kitab Rabbnya dan sunnah Nabinya , maka Syi‘ah berpandangan umat ini ma’shum dari kesesatan dengan imam mereka karena imam itu seperti Nabi dan imamah itu merupakan pelanjut nubuwwah. Mereka menolak Al Qur`an, As-Sunnah dan Ijma (kesepakatan kaum muslimin) sebagai penjaga umat dari kesesatan tapi imam merekalah penjaga umat dari kesesatan. Pandangan mereka ini jelas menyelisihi hikmah Allah yang menjadikan Rasulullah n sebagai penutup para nabi dan rasul . (Masailut Taqrib Baina Ahlis Sunnah wasy Syi‘ah, 1/323) Kandungan Hadits Kisa` Tidak Menunjukkan Kema’shuman Ahlul Bait Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah t berkata tentang kandungan hadits kisa`: “Nabi n mendoakan agar Allah menghilangkan dosa/ kejelekan mereka dan mensucikan mereka dengan sesuci-sucinya. Tujuannya adalah mendoakan kebaikan bagi mereka agar mereka menjadi orang-orang yang bertakwa yang
dihilangkan dosa/ kejelekan mereka oleh Allah dan disucikan.
Menjauhi dosa/ kejelekan ini wajib bagi setiap mukmin dan thaharah (mensucikan/ membersihkan diri) diperintahkan kepada seluruh mukmin. Allah I berfirman: “Allah tidak hendak menyulitkan kalian tetapi Dia hendak mensucikan/ membersihkan diri kalian dan menyempurnakan nikmat-Nya bagi kalian agar kalian mau bersyukur.” (Al-Maidah: 6) “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu akan membersihkan dan mensucikan mereka.” (At-Taubah: 103) “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” (Al-Baqarah: 222) © 2013 www.kautsarku.tk
Mengungkap Kesesatan Syi'ah
93
Puncak dari perkara ini adalah doa bagi mereka untuk mengerjakan apa yang diperintahkan dan meninggalkan apa yang dilarang. Perkara pensucian dari dosa ini bukanlah khusus bagi ahlul kisa` karena dalam nash-nash lain kita dapatkan para shahabat selain mereka juga mendapatkan keistimewaan tersebut. Seperti Abu Bakr Ash-Shiddiq z, dia adalah orang yang Allah puji dalam firman-Nya: “Dan kelak akan dijauhkan orang yang paling takwa dari neraka itu, yang memberikan hartanya (di jalan Allah) guna mensucikan dirinya, padahal tidak ada seorang pun memberikan suatu nikmat kepadanya yang harus dibalasnya, tetapi ia memberikan harta itu semata-mata karena mencari keridhaan Tuhannya yang Maha Tinggi. Dan kelak ia benar-benar akan ridha.” (Al-Lail: 17-21) Demikian juga keberadaan As-Sabiqunal Awwalun dari kalangan Muhajirin dan Anshar serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan kebaikan – semoga Allah meridhai mereka dan mereka pun ridha pada-Nya–, Allah nyatakan janji-Nya untuk mereka: “Allah telah menyediakan untuk mereka surga-surga yang mengalir sungaisungai di bawahnya, dalam keadaan mereka kekal selama-lamanya di dalamnya. Yang demikian itu adalah keberuntungan yang besar.” (AtTaubah: 100) Mereka yang mendapat janji surga ini mesti telah melakukan perkara yang diperintahkan dan menjauhi apa yang dilarang karena yang namanya keridhaan dan balasan itu hanyalah diperoleh dengan cara demikian. Sehingga dengan begitu jadilah hilangnya kejelekan dan sucinya mereka dari dosa merupakan sebagian sifat mereka. Maka apa yang didoakan Nabi untuk ahlul kisa` merupakan sebagian dari apa yang Allah sifatkan untuk As Sabiqunal Awwalun. Dan kita dapatkan di antara para shahabat selain ahlul kisa` ada yang didoakan Nabi agar Allah memberikan shalawat untuk mereka dan beliau pernah mendoakan untuk kaum yang banyak agar dimasukkan ke dalam surga, mendapatkan pengampunan dan selainnya dari doa-doa yang lebih besar/agung, namun bukan merupakan kemestian bahwa orang yang didoakan tersebut lebih afdhal daripada As-Sabiqunal Awwalun. Akan tetapi karena ahlul kisa` ini telah diwajibkan Allah untuk menjauhi kejelekan dan melakukan amalan yang dapat membersihkan/ mensucikan diri mereka (karena mereka adalah kerabat dekat dari Nabi n, pent.), maka Nabi n mendoakan mereka untuk dapat membantu mereka mengerjakan apa yang diperintahkan, sehingga mereka tidak menjadi orang-orang yang pantas mendapatkan cercaan/ celaan dan hukuman, sebaliknya agar
© 2013 www.kautsarku.tk
94
Menyingkap Kesesatan Syi'ah
mereka
dapat
beroleh
pujian dan pahala.”
(Minhajus Sunnah An-
Nabawiyyah, 5/10) Dari penjelasan Ibnu Taimiyyah t tentang hadits kisa` di atas tampak sekali tidak adanya
perkara
yang
menunjukkan
kema’shuman
ahlul
bait
Rasulullah n khususnya ahlul kisa` sebagaimana dakwaan Rafidhah. Yang haq dalam hal ini adalah apa yang diyakini oleh Ahlus Sunnah bahwasanya tidak ada yang ma’shum kecuali Rasulullah n dan seluruh para Nabi dan Rasul sebelum beliau. Tentang kema’shuman para Nabi dan Rasul ini, Ibnu Taimiyyah t berkata: “Ahlus Sunnah sepakat bahwasanya para nabi itu ma’shum dalam apa yang mereka sampaikan dari Allah I. Ini adalah maksud dari risalah karena seorang rasul dialah yang menjadi penyampai perintah, larangan dan berita dari Allah I. Dan dalam penyampaian risalah tersebut mereka ma’shum dengan kesepakatan kaum muslimin, di mana dalam perkara ini tidak boleh adanya satu kesalahan pun. Ibnu Taimiyah
juga menyatakan: “Mayoritas jumhur yang menganggap
mungkin adanya dosa-dosa kecil pada para nabi dan rasul menyatakan bahwa mereka ma’shum dari menetapi dosa-dosa tersebut (terus berada dalam
dosa)
sehingga tidaklah
muncul
dari
mereka perkara yang
memudharatkan mereka. Sebagaimana datang keterangan dalam sebuah atsar: “Adalah Nabi Dawud setelah taubatnya beliau lebih baik daripada sebelum melakukan kesalahan.” Allah
berfirman:
“Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan mencintai orang-orang yang mensucikan/ membersihkan dirinya.” (Al-Baqarah: 222) Adapun lupa dalam shalat maka hal itu terjadi pada mereka dan terjadinya kelupaan ini ada hikmah yang bisa diambil oleh kaum muslimin (yakni kaum muslimin dapat mengetahui apa yang harus mereka lakukan bila mereka lupa dalam shalat dengan mencontoh apa yang diperbuat oleh Rasulullah n, pent.) (Minhajus Sunnah 1/267) Di sisi lain, dalam masalah ‘ishmah ini, Ahlus Sunnah
memandang
bahwasanya umat ini tidak mungkin bersepakat di atas kesesatan. Dan umat seluruhnya ini secara umum dengan Al-Qur`an dan sunnah Nabi I ma’shum (terjaga) dari kesesatan. Hal ini jelas menyelisihi pendapat orang yang menetapkan kema’shuman untuk orang per orang dari kalangan muslimin
sementara
keseluruhan kaum
muslimin
mesti
salah tidak
ma’shum. Umat ini terjaga dari ditimpa kesesatan secara merata dan menyeluruh
sebagaimana
keterangan yang
ada
dalam
nash-nash
syar‘iyyah. © 2013 www.kautsarku.tk
Mengungkap Kesesatan Syi'ah
95
Rasulullah n sendiri mengabarkan dalam sabdanya (yang artinya): “Akan terus menerus ada sekelompok dari umatku yang zhahir di atas alhaq sampai datang kepada mereka perkara Allah.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim) (Masa`ilut Taqrib Baina Ahlis Sunnah wasy Syi`ah, 1/110) Wallahu a’lam.
1 Al-Qur’an adalah tali yang membentang dari langit ke bumi yang akan menyampaikan hamba kepada Rabbnya dan menjadi wasilah/ perantara bagi si hamba untuk dekat kepada Rabbnya (Tuhfatul Ahwazi 1/197) 2 Maka kelak di sisiku, keduanya mensyukuri apa yang kalian lakukan (Tuhfatul Ahwadzi 1/197) 3 Telaga dari Al-Kautsar milik Rasulullah n di akhirat 4 Hadits kisa` adalah hadits shahih diirwayatkan Al-Imam Ahmad dan AtTirmidzi dari hadits Ummu Salamah x dan diriwayatkan Al-Imam Muslim dalam Shahih-nya (no. 2424, kitab Fadha`ilus Shahabah, bab Fadha`il Ahli Baitin Nabi n) dari hadits Aisyah x, ia berkata: “Pada suatu pagi, Rasulullah n keluar dengan mengenakan selimut dari kain tebal berwarna hitam yang berlukis pelana unta. Maka datanglah AlHasan bin Ali, beliau pun memasukkannya ke dalam selimut. Datang pula Al-Husain, beliau juga
memasukkannya bersama Al-Hasan. Kemudian
datang Fathimah, beliau masukkan pula ke dalam
selimut tersebut.
Demikian pula ketika Ali datang, beliau lakukan yang sama. Kemudian beliau membaca ayat yang maknanya: “Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kalian, wahai ahlul bait, dan membersihkan kalian dengan sebersih-bersihnya.” (AlAhzab: 33) 5 Tidaklah Rasulullah n memaksudkan untuk membatasi ahlul bait hanya mereka yang beliau tutupi dengan kisa`
sementara istri-istri beliau
dikeluarkan dari Ahlul Bait 6 Yaitu surah Al-Ahzab: Bila kita lihat ayat sebelum dan sesudahnya maka kita dapati bahwa yang menjadi khithab (yang diajak bicara) dalam ayat adalah istri-istri Rasulullah n, sehingga yang dimaksud ahlul bait di sini adalah istri-istri beliau. Adapun hadits kisa` untuk memperluas cakupan ayat di atas, sehingga mereka yang ditutupi dengan kisa` juga termasuk ahlul bait yang ingin dibersihkan Allah dari kejelekan dan disucikan dari dosa.
© 2013 www.kautsarku.tk
96
Menyingkap Kesesatan Syi'ah
7 Terjaga dari kesalahan dan dosa 8 Rafidhah menetapkan adanya 12 imam sepeninggal Rasulullah n dari kalangan Ahlul Bait, yaitu: Ali bin Abi Thalib, Al-Hasan dan Al-Husain bin Ali, Ali bin Al-Husain, Muhammad Al-Baqir, Ja‘far Ash-Shadiq, Musa AlKazhim, Ali Ar-Ridha, Muhammad Al-Jawwad, Ali Al-Hadi, Al-Hasan Al-‘Askari dan Al-Mahdi Al-Muntazhar 9 Padahal siapa dia dan siapa Ibnu Katsir, sampai sejauh mana ilmu dia dengan ilmu Ibnu Katsir? sumber
http://asysyariah.com/apakah-ahlul-bait-mashum.html
© 2013 www.kautsarku.tk
Index
Index
-Gghalib
-Aabdul qadir 71 abu bakr 7 ahlul bait 7, 45, 55, 71, 84 ahlus sunnah 45, 71 ahwa 16 akhirat 39 akidah 7, 16, 55 al aquran 55 al bukhari 39 al imam 71 al muh 16 al qur 45 al quran 55 alawiyyin 7 ali bin abu thalib 16 anak cucu 16, 71 angkasa 39 antek 39 arqam 45 artikel agama 7, 55, 71 arus 16 awaji 16
-Bbahasa arab 16 berani 39 berdiri 45 bin muhammad 71
-Ddalil depa dibai dosa
45 45 7 45
-Eemosi
7
© 2013 www.kautsarku.tk
16, 71
-Hhadits 45 hari kiamat 71 hasyim 71
-Iilmu agama 7, 71 imam ahmad 71 infaq 39 isma 16 istri 71
-Jjahiliyah 45 jelas 45
-Kkafir 39 kalian 39, 45 kalimat 7 kaset 7 kebebasan 39 keji 39 keliru 45 kemasan 39 kepemimpinan 16 keras 16 kesesatan syiah 7, 16 khilafah 7 khum 45 khutbah 7 kisah 7 kitab 16
97
98
Menyingkap Kesesatan Syi'ah
-M-
-T-
mana mana 7 masuk islam 7, 55 melahirkan 45 mubin 71 muslimin 7, 16, 39, 45, 71 musyawarah 7
tak tahu 39 telapak 39 telinga 45 terminologi 16 tuhan 71
-U-
-Nnabi 7 nahjul balaghah nasab 71 nihal 16 nyata 7
7
-P-
ucapan 7 uhud 39 ulama 45 umat 71
-Zzakat
45
pembela 7, 16, 71 penulis buku 7 peradaban 39 putri 71
-Rrahmati 7 rasul 39, 45 rasulullah 45, 71 realita 45
-Ssabda rasulullah 39 sahabat 16, 71 sahabat nabi 39 salafy 71 sekte 16 sesat 7 shalat 45 shawa 71 sikap 7, 39, 71 syiah 7, 55
© 2013 www.kautsarku.tk
99
Endnotes 2... (after index)
© 2013 www.kautsarku.tk
Back Cover