KETAHANAN BEBERAPA VARIETAS KEDELAI TERHADAP HAMA KEPIK HIJAU (Nezara viridula L.) Kurnia Nur Oktaviani 1), Ismanto2) dan Dodin Koswanudin 3) 1),2) Program Studi Biologi, FMIPA Universitas Pakuan, Jl. Pakuan P.O. Box 452, Bogor 3) Balai Besar Litbang Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian, Jl. Tentara Pelajar No. 3A, Bogor 16111 E-mail :
[email protected] ABSTRAK Produksi kedelai terus ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan kedelai dan olahan kedelai, namun upaya peningkatan produksi kedelai masih menghadapi masalah yaitu hama kepik hijau (N. viridula L.) yang menyebabkan penurunan kuantitas dan kualitas produksi. Oleh karena itu perlu dilakukan pengendalian hama terpadu antara lain penggunaan varietas tahan. Varietas yang menghambat perkembangan kepik hijau (N. viridula L.) adalah Mutiara karena menyebabkan mortalitas imago tinggi, keperidian rendah dan telur jadi nimfa rendah. Hasil penelitian kerusakan polong dan biji pada varietas Mutiara tidak berbeda nyata dan tidak diperoleh varietas yang tahan kepik hijau (N. viridula L.). Kata Kunci: Kedelai, Kepik hijau, Varietas Tahan. dkk., 2015). Stadia nimfa dan imago kepik hijau sangat merugikan 1. PENDAHULUAN Tanaman kedelai (Glycine tanaman kedelai, karena pada stadia max) merupakan tanaman komoditas ini hama mengisap cairan polong pangan terpenting ketiga setelah padi sebagai makanannya (Iman dan dan jagung (Damardjati dkk., 2005 Wedanimbi, 2002). Serangan kepik dalam Sudaryanto dan Dewa, 2007). hijau (N. viridula L.) menyebabkan Masyarakat yang mengkonsumsi penurunan kuantitas dan kualitas kacang kedelai dan olahan kedelai produksi, oleh karena itu diperlukan pada tahun 2012 sebesar 14,16 pengendalian terhadap hama kedelai kg/kapita/tahun, meningkat pada tersebut. tahun 2013 yaitu 14,44 Penggunaan varietas tahan kg/kapita/tahun (Pusat Data dan merupakan salah satu pengendalian Sistem Informasi Pertanian, 2013). yang ramah lingkungan (Asadi, Produksi kedelai terus ditingkatkan 2012). Varietas tahan mempunyai dalam memenuhi kebutuhan satu atau lebih sifat fisik atau masyarakat, namun usaha fisiologis yang memungkinkan peningkatan produksi kedelai masih tanaman tersebut tahan terhadap menghadapi masalah yaitu hama serangan hama. Mekanisme kepik hijau (N. viridula L.). ketahanan hama tersebut dapat Kepik hijau (N. viridula L.) dibedakan menjadi tiga kelompok adalah salah satu hama pengisap yaitu toleran, antibiosis dan polong yang tingkat serangan antixenosis (Rahmawati, 2012). tertinggi pada tanaman kedelai (Bayu
Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian evaluasi varietas kedelai terhadap kepik hijau (N. viridula L.). Hasil penelitian tersebut diharapkan dapat dijadikan sebagai varietas tahan hama kepik hijau (N. viridula L.). Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan varietas yang dapat menghambat perkembangan kepik hijau (N. viridula L.) dan varietas yang tahan hama kepik hijau (N. viridula L.). Manfaat penelitian adalah memberikan informasi tentang varietas kedelai yang dapat menghambat dan varietas yang tahan hama kepik hijau (N. viridula L.). Hipotesis penelitian adalah salah satu varietas dapat menghambat perkembangan kepik hijau (N. viridula L.) dan salah satu varietas tahan hama kepik (N. viridula L.). 2. 2.1.
TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan biologi kepik hijau (N. viridula L.) Siklus hidup kepik hijau (N. viridula L.) dari telur hingga dewasa selama 4 – 8 minggu, total siklus hidup 60 – 80 hari dan maksimal 6 bulan (Kalshoven, 1981). Kepik hijau (N. viridula L.) mulai datang di pertanaman pada saat menjelang pembungaan. Telurnya diletakkan secara berkelompok di atas permukaan daun bagian atas, bawah, polong dan batang tanaman dengan rata-rata 80 butir. Telur menetas menjadi nimfa instar 1 setelah 5 – 7 hari. (Fatah dan Andi, 2012). Nimfa instar 2 berlangsung selama 4 hari, menjadi nimfa instar 3 berlangsung selama 3 hari, Nimfa instar 4 terbentuk selama 4 hari. Nimfa instar 4 menjadi nimfa instar V selama 5
hari dan menjadi imago selama 8 hari (Marwoto dkk., 2014). 2.2.
Morfologi kepik hijau (N. viridula L.) Telur kepik hijau (N. viridula L.) seperti cangkir berwarna kuning (Soejitno dkk., 1990). Nimfa kepik hijau (N. viridula L.) terdiri dari lima instar yang berbeda warna dan ukuran. Nimfa kepik hijau (N. viridula L.) instar 1 yang baru keluar bergerombol berwarna coklat muda dan berukuran 1,2 mm (Marwoto dkk., 2014). Nimfa kepik hijau (N. viridula L.) instar 2 berwarna hitam dengan bintik putih dan berukuran 2,0 mm. Nimfa kepik hijau (N. viridula L.) instar 3 sampai nimfa instar 4 berwarna hijau dengan bintik hitam dan putih, namun berbeda ukuran nimfa instar 3 3,6 mm sedangkan nimfa instar 4 berukuran 6,9 mm. Nimfa kepik hijau (N. viridula L.) instar 5 berwarna hijau dengan bintik hitam tetapi berbeda ukuran dengan nimfa instar 4, nimfa instar 5 berukuran 10,2 mm. Imago kepik hijau (N. viridula L.) berwarna hijau polos, dengan kepala dan pronotum berwarna jingga atau kuning keemasan (Soejitno dkk., 1990). 2.3.
Varietas unggul kedelai Varietas Kedelai dengan kategori agak tahan hama pengisap polong antara lain Detam-1, Detam-2, Gumitir (Balai Tanaman KacangKacangan dan Umbi-Umbian, 2011), Mutiara 2, Mutiara 3, Devron 1 dan Dena 2 Tahan hama pengisap polong (Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, 2014).
2.4.
Mekanisme ketahanan tanaman Mekanisme ketahanan dapat dibedakan menjadi tiga kelompok antara lain toleransi, antibiosis dan antixenosis. Tanaman yang memiliki kemampuan melawan serangan serangga dan mampu hidup terus serta tetap mampu berproduksi, dapat dikatakan sebagai tanaman yang toleran terhadap hama. Tanaman bersifat antibiosis adalah tanamantanaman yang mengandung toksin (racun) biasanya memberi pengaruh yang kurang baik terhadap serangga, antara lain dapat menurunkan kemampuan berkembang biak dan meningkatkan mortalitas serangga. Antixenosis adalah tanaman yang mempunyai sifat fisik dan kimia yang tidak disukai serangga. Sifat-sifat tersebut dapat berupa tekstur, warna, aroma atau rasa dan banyaknya rambut sehingga menyulitkan serangga untuk meletakkan telur, makan atau berlindung (Rahmawati, 2012). 3.
BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium deteksi hama dan rumah kaca Balai Besar Litbang Bioteknologi dan Sumber daya Genetik Pertanian, pada bulan November 2015 sampai April 2016. 3.2.
Alat dan bahan Alat yang digunakan pada saat penelitian antara lain sekop, nampan, kamera, 25 pot plastik, gunting, mikroskop binokuler, hand counter, kuas kecil, pinset, lup dan kurungan plastik milar, dan toples plastik.
Bahan yang digunakan adalah 5 varietas kedelai (Grobogan, Anjasmoro, Malabar, Mutiara, dan Tidar), tanah, serangga kepik hijau (N. viridula L.), insektisida, air, polong kedelai, pupuk kandang, pupuk urea, SP-36, KCl, A-tonic dan kasa nilon. 3.3. Metode kerja 3.3.1. persiapan tanaman kedelai Masukkan tanah dan pupuk ke dalam pot, kemudian ditanam benih kedelai. Tanaman kedelai dipeliharan (penyiraman dan penyiangan), pada fase vegetatif disemprot insektisida agar tanaman tidak diserang hama perusak daun. Tanaman yang digunakan adalah tanaman pada fase polong muda 40 – 50 hst (hari setelah tanam). 3.3.2. Persiapan kepik hijau (N. viridula L.) Kepik hijau dikoleksi dari lapangan (areal tanaman kedelai). Perbanyakan dilakukan pada tanaman kedelai yang telah berpolong dan disungkup kurungan plastik milar. Setiap kurungan terdiri atas 5 pasang imago jantan dan betina. Telur-telur yang diletakkan pada polong dipisahkan dengan cara dipetik polongnya dan disimpan pada toples plastik sampai menetas menjadi nimfa. Nimfa yang menetas dipindahkan ke tanaman yang sudah berpolong dalam kurungan plastik milar sampai menjadi imago. Serangga kepik hijau (N. viridula L.) yang digunakan stadia imago jantan dan betina sebanyak 5 pasang per tanaman.
3.3.3. Pengujian tanaman kedelai dengan kepik hijau (N. viridula L.) Tanaman kedelai berumur pada fase polong muda (umur 40 – 50 hst) diinokulasi dengan hama kepik hijau (N. viridula L.) jantan dan betina sebanyak 5 pasang imago. Tanaman disungkup dengan kurungan plastik milar, selanjutnya disimpan dalam rumah kaca. 3.3.4. Parameter yang diamati Parameter yang diamati selama penelitian antara lain mortalitas imago, keperidian generasi ke-3, telur menjadi nimfa, nimfa menjadi imago, perbandingan kelamin jantan dan betina, keperidian generasi ke-4, kerusakan polong dan biji, serta bobot biji kedelai. 3.3.5. Rancangan percobaan Rancangan percobaan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri atas 5 perlakuan (varietas Grobogan, Anjasmoro, Malabar, Mutiara dan Tidar) dan 5 ulangan (Ulangan I, II, III, IV dan V). Data diolah dengan analisis ragam dan dilanjutkan dengan uji Duncan taraf 5%. Tingkat serangan hama polong dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut. Persentase polong terserang : jumlah polong terserang x100% jumlah polong total Persentase biji terserang: jumlah biji terserang x 100% jumlah biji total Untuk menentukan tingkat ketahanan tanaman digunakan rumus (Chiang dan Talekar, 1980): < X-2 SD = ST (Sangat Tahan) X-2 SD sampai X-SD = T (Tahan)
X-SD sampai X = AT (Agak Tahan) X sampai X + SD = R (Rentan) >X + SD = SR (Sangat Rentan) Keterangan : X = rerata persen polong atau biji terserang per perlakuan SD = standar deviasi Ketahanan tanaman dapat dikategorikan ke dalam lima kelompok yaitu sangat tahan (ST) 0 – 20%, tahan (T) 21 – 40%, agak tahan (AT) 41 – 60%, rentan (R) 61 – 80% dan sangat rentan (SR) 81 – 100%. 4.
HASILDAN PEMBAHASAN 4.1. Mortalitas imago kepik hijau (N. viridula L.) Berdasarkan hasil penelitian mortalitas imago kepik hijau (N. viridula L.) menunjukkan bahwa mortalitas imago tertinggi pada varietas Anjasmoro dan Mutiara (Tabel 1), hal ini menunjukkan bahwa varietas tersebut berpengaruh terhadap perkembangan kepik hijau (N. viridula L.). Tanaman yang mempunyai sifat antibiosis dapat menyebabkan mortalitas imago yang tinggi dan memberikan pengaruh buruk terhadap sebagian atau seluruh stadia perkembangan serangga (Kogan, 1982 dalam Suharsono dan Muchlish, 2010), diasumsikan bahwa varietas Anjasmoro dan Mutiara bersifat antibiosis dibandingkan dengan varietas Malabar, Tidar dan Grobogan. Hasil penelitian Sarjan dan Isman (2014), trikoma varietas Anjasmoro (1,26 mm) lebih panjang dari Grobogan (1,20 mm), hal ini yang menyebabkan pada saat penelitian mortalitas imago tertinggi pada varietas Anjasmoro
dibandingkan dengan varietas yang lain. Trikoma yang terdapat pada varietas Anjasmoro, berperan penting dalam proses ketahanan tanaman kedelai terhadap serangan kepik hijau (N. viridula L.). Tabel 1. Mortalitas Imago kepik hijau (N. viridula L.) Pada Lima Varietas Kedelai
No. 1. 2. 3. 4. 5.
Varietas
Rata-rata Mortalitas Imago (ekor)
Grobogan 3,6 a Anjasmoro 7,2 a Malabar 7a Mutiara 7,2 a Tidar 5a Keterangan : Angka-angka dalam satu kolom yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji LSR pada taraf 5%; Data hasil transformasi logaritma (X+1)
Berdasarkan hasil uji Duncan pada taraf 5% menunjukkan bahwa pada varietas Grobogan, Anjasmoro, Malabar, Mutiara dan Tidar mortalitas imago tidak berbeda nyata (Tabel 1). 4.2.
Keperidian generasi ke-3 Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa kepik hijau (N. viridula L.) menghasilkan jumlah telur tertinggi pada varietas Grobogan, sedangkan kepik hijau (N. viridula L.) pada varietas Mutiara tidak menghasilkan telur (Tabel 2). Hal ini menunjukkan bahwa varietas Grobogan sangat disukai oleh kepik hijau (N. viridula L.) untuk meletakkan telur, karena kandungan nutrisi (protein) yang terdapat pada varietas Grobogan lebih tinggi dibandingkan dengan varietas lain
(Balai Penelitian Tanaman KacangKacangan dan Umbi-Umbian, 2012). Tabel 2. Keperidian Generasi Ke-3 Pada Lima Varietas Kedelai No. 1. 2. 3. 4. 5.
Rata-rata Keperidian Varietas Generasi ke-3 (butir) Grobogan 1,83 b Anjasmoro 0,26 a Malabar 0,75 ab Mutiara 0,00 a Tidar 0,41 a Keterangan : Angka-angka dalam satu kolom yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji LSR pada taraf 5%; Data hasil transformasi logaritma (X+1)
Berdasarkan hasil uji Duncan pada taraf 5% menunjukkan bahwa pada varietas Mutiara, Anjasmoro, Tidar dengan Grobogan jumlah telur yang dihasilkan berbeda nyata (Tabel 2). Varietas Grobogan adalah varietas kedelai yang disukai oleh imago kepik hijau karena mengandung sumber protein tertinggi sebesar 43,9% sehingga kepik hijau (N. viridula L.) menghasilkan jumlah telur lebih banyak dibandingkan dengan Varietas Anjasmoro, Mutiara dan Tidar (Balai Penelitian Tanaman Kacang-Kacangan dan UmbiUmbian, 2012). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Laba dkk., (2006), menyebutkan bahwa keperidian kepik renda lada pada varietas Lampung Daun Lebar hampir dua kali lipat lebih banyak dari pada yang hidup pada varietas Chunuk. Hal ini disebabkan perbedaan kandungan nutrisi kedua varietas tersebut antara lain kadar pati dan kadar lemak yang berbeda.
4.3.
Telur menjadi nimfa Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa telur yang menetas menjadi nimfa tertinggi pada varietas Grobogan, sedangkan pada varietas Anjasmoro paling rendah (Tabel 3). Menurut Zulkarnain (1981), suhu optimum kehidupan hama pengisap polong adalah 25 – 300C, suhu optimum mendukung untuk perkembangan kepik hijau (N. viridula L.). Hasil penelitian Baco (1984), bahwa perkembangan telur wereng coklat dipengaruhi oleh suhu. Pada saat penelitian suhu didalam rumah kaca homogen sehingga telur menetas menjadi nimfa tidak dipengaruhi oleh suhu, tetapi dipengaruhi oleh kandungan nutrisi (protein) yang terdapat pada varietas Grobogan yaitu 41,8% (Balai Penelitian Tanaman KacangKacangan dan Umbi-Umbian, 2012) mendukung untuk perkembangan telur menjadi nimfa. Tabel 3. Telur Menjadi Nimfa Pada Lima Varietas Kedelai No.
Varietas
Rata-rata Telur Menjadi Nimfa (ekor)
1.
Grobogan
1,83 b
2.
Anjasmoro
0,26 a
3. 4. 5.
Malabar 0,75 ab Mutiara 0,00 a Tidar 0,41 a Keterangan : Angka-angka dalam satu kolom yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji LSR pada taraf 5%; Data hasil transformasi logaritma (X+1)
Berdasarkan hasil uji Duncan pada taraf 5% menunjukkan bahwa pada varietas Mutiara, Anjasmoro, Tidar dengan Grobogan telur yang
menetas menjadi nimfa berbeda nyata (Tabel 3). 4.4.
Nimfa menjadi imago Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa perkembangan nimfa menjadi imago tertinggi pada varietas Grobogan, sedangkan terendah pada varietas Anjasmoro (Tabel 4). Hal ini disebabkan pada varietas Grobogan mengandungan nutrisi (protein) lebih tinggi daripada varietas Anjasmoro (Balai Penelitian Tanaman Kacang-Kacangan dan Umbi-Umbian, 2012), sehingga mendukung dalam perkembangan nimfa menjadi imago. Hasil penelitian Sulistyo (2014), pada tanaman kedelai ketahanan antibiosis akan menyebabkan kegagalan nimfa menjadi imago bahkan mengalami mortalitas selama stadia nimfa. Oleh karena itu, apabila tidak ada imago yang dapat berkembang, maka siklus hidup kepik hijau (N. viridula L.) akan berhenti dan tidak akan ditemukan generasi berikutnya. Tabel 4.Nimfa Menjadi Imago Pada Lima Varietas Kedelai No. 1. 2. 3. 4. 5.
Rata-rata Nimfa Menjadi Imago (ekor) Grobogan 0,74 b Anjasmoro 0,13 a Malabar 0,24 a Mutiara 0,00 a Tidar 0,00 a Keterangan : Angka-angka dalam satu kolom yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji LSR pada taraf 5%; Data hasil transformasi logaritma (X+1) Varietas
Berdasarkan hasil uji Duncan pada taraf 5% menunjukkan bahwa pada varietas Mutiara, Tidar, Anjasmoro, Malabar dengan Grobogan perkembangan nimfa menjadi imago berbeda nyata (Tabel 4). Hal ini disebabkan oleh kandungan nutrisi pada varietas Grobogan berpengaruh terhadap perkembangan nimfa menjadi imago. Kandungan nutrisi (protein) varietas Grobogan lebih tinggi sebesar sebesar 43,9% dibandingkan dengan varietas Anjasmoro yaitu 41,8% (Balai Penelitian Tanaman KacangKacangan dan Umbi-Umbian, 2012). 4.5.
Perbandingan jenis kelamin Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah imago jantan lebih tinggi dari jumlah imago betina pada varietas Malabar, jumlah imago jantan lebih rendah dari jumlah imago betina pada varietas Grobogan, sedangkan jumlah imago jantan dengan jumlah imago betina tidak berbeda nyata (Tabel 5). Tabel 5. Populasi Imago Jantan dan betina Kepik Hijau (N. viridula L.) Pada Lima Varietas Kedelai No.
Varietas
Rata-rata Populasi Imago Jantan
1. 2. 3. 4. 5.
Betina
Grobogan 0,42 a 0,57 b Anjasmoro 0,09 a 0,09 a Malabar 0,2 a 0,16 a Mutiara 0,00 a 0,00 a Tidar 0,00 a 0,00 a Keterangan : Angka-angka dalam satu kolom yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji LSR pada taraf 5%; Data hasil transformasi logaritma (X+1)
Berdasarkan hasil uji Duncan pada taraf 5% menunjukkan bahwa pada varietas Mutiara, Tidar, Anjasmoro, Malabar dengan Grobogan populasi imago betina kepik hijau (N. viridula L.) berbeda nyata, sedangkan populasi jantan kepik hijau (N. viridula L.) tidak berbeda nyata (Tabel 5). Hal ini menunjukkan bahwa populasi imago betina kepik hijau (N. viridula L.) lebih tinggi dibandingkan populasi imago jantan kepik hijau (N. viridula L.) pada varietas Grobogan, mengindikasikan bahwa populasi imago betina kepik hijau (N. viridula L.) berperan penting dalam mempertahankan keseimbangan populasi di alam karena imago betina kepik hijau (N. viridula L.) akan menghasilkan keturunan yang lebih banyak. Hal ini tidak sejalan dengan konsep pengendalian yang dijelaskan Rahmawati (2012), bahwa pengendalian hama bertujuan untuk menekan populasi di alam sampai batas tertentu secara ekonomi tidak merugikan. Hal ini dapat merugikan petani karena imago betina kepik hijau (N. viridula L.) akan menghasilkan telur dalam jumlah banyak dan menetas menjadi nimfa sampai imago yang merugikan, sehingga perlu dilakukan pengendalian. 4.6.
Keperidian generasi ke-4 Berdasarkan hasil penelitian kepik hijau menghasilkan telur (keperidian generasi ke-4) tertinggi pada varietas Anjasmoro, sedangkan terendah pada varietas Malabar (Tabel 6). Kandungan nutrisi yang terdapat pada kedelai mempengaruhi jumlah telur yang dihasilkan, karena
nutrisi dibutuhkan untuk bertelur dan perkembangan serangga. Kandungan nutrisi (protein) dalam kedelai varietas Anjasmoro sebesar 41,8% (Balai Penelitian Tanaman KacangKacangan dan Umbi-Umbian, 2012). Hal ini menunjukkan bahwa kandungan nutrisi pada varietas Anjasmoro lebih tinggi dibandingkan dengan varietas Malabar. Berdasarkan hasil uji Duncan pada taraf 5% menunjukkan bahwa pada varietas Grobogan, Anjasmoro, Malabar, Mutiara dan Tidar keperidian generasi ke-4 tidak berbeda nyata (Tabel 6). Tabel 6.Keperidian Generasi Ke-4 Pada Lima Varietas Kedelai No.
Varietas
Rata-rata Keperidian Generasi Ke-4 (butir) 0,00 a 0,47 a 0,28 a 0,00 a
1. 2. 3. 4.
Grobogan Anjasmoro Malabar Mutiara
5.
Tidar 0,00 a Keterangan : Angka-angka dalam satu kolom yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji LSR pada taraf 5%; Data hasil transformasi logaritma (X+1)
4.7.
Kerusakan polong dan biji kedelai Berdasarkan hasil penelitian kerusakan polong kedelai, menunjukkan bahwa varietas Tidar adalah varietas dengan tingkat serangan kepik hijau (N. viridula L.) tertinggi sebesar 88,80% (Tabel 7). Hal ini menunjukkan bahwa varietas tersebut sangat disukai kepik hijau (N. viridula L.). Hal ini sejalan
dengan yang dilaporkan Asadi (2009) trikoma pada varietas Tidar tidak lebih panjang dari varietas Anjasmoro dan tidak mempengaruhi kepik hijau (N. viridula L.) dalam mengisap polong sehingga tingkat serangan lebih tinggi. Varietas Anjasmoro adalah varietas dengan tingkat serangan kepik hijau (N. viridula L.) terendah sebesar 81,80% (Tabel 7), hal ini sesuai dengan hasil penelitian Syofia dan Faisal (2013) bahwa varietas Anjasmoro intensitas serangan hama kepik hijau (N. viridula L.) terendah. Apabila dihubungkan dengan adanya trikoma pada kedelai, varietas Anjasmoro memiliki trikoma lebih panjang dari varietas lain (Sarjan dan Isman, 2014), sehingga tingkat serangannya terendah. Bekas Tusukan
Gambar 1. Polong Muda Terserang Kepik Hijau (N. viridula L.)
Intensitas kerusakan polong dapat dilihat pada polong yang mempunyai bekas tusukan berwarna coklat (Gambar 1). Hal ini sesuai dengan penelitian Syofia dan Faisal (2013) gejala serangan kepik hijau berupa bintik-bintik cokelat, baik pada kulit polong bagian dalam maupun pada biji kedelai. Serangan pada polong dapat dikategorikan serangan berat terlihat pada polong bekas tusukan kepik hijau dapat dilihat secara langsung tanpa menggunakan mikroskop, hal ini
sesuai dengan yang dijelaskan oleh Syofia dan Faisal (2013) (Gambar 1). Tabel 7. Kerusakan Polong dan Biji Pada Lima Varietas Kedelai No. 1. 2. 3. 4. 5.
Varietas
Rata-rata Kerusakan (%)
Polong Biji Grobogan 86,20 a 84,80 a Anjasmoro 81,80 a 87,20 a Malabar 88,40 a 84,80 a Mutiara 87,00 a 91,80 a Tidar 88,80 a 91,00 a Keterangan : Angka-angka dalam satu kolom yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji LSR pada taraf 5%; Data hasil transformasi logaritma (X+1)
Berdasarkan hasil uji Duncan pada taraf 5% menunjukkan bahwa pada varietas Grobogan, Anjasmoro, Malabar, Mutiara dan Tidar kerusakan polong kedelai tidak berbeda nyata (Tabel 7). Berdasarkan hasil penelitian kerusakan biji kedelai menunjukkan bahwa tingkat serangan kepik hijau (N. viridula L.) tertinggi pada varietas Mutiara yaitu 91,80%, sedangkan terendah pada varietas Grobogan 84,80% dan Malabar 84,80% (Tabel 7). Biji keriput Biji sehat
Gambar 2. Biji Terserang Kepik Hijau (N. viridula L.)
Berdasarkan hasil penelitian intensitas serangan kepik hijau (N. viridula L.) pada biji muda
terdapat bekas tusukan berwarna coklat dan biji menjadi kempis. Intensitas serangan kepik hijau (N. viridula L.) pada biji tua menyebabkan penurunan kualitas biji, karena adanya bintik-bintik hitam pada biji atau kulit biji menjadi keriput (Gambar 2) (Iman dan Wedanimbi, 2002). Berdasarkan hasil uji Duncan pada taraf 5% menunjukkan bahwa pada varietas Grobogan, Anjasmoro, Malabar, Mutiara dan Tidar kerusakan biji kedelai tidak berbeda nyata (Tabel 7). Berdasarkan persamaan Talekar (1981) dalam Bayu 2015, ketahanan tanaman dapat dikategorikan ke dalam lima kelompok yaitu sangat tahan (ST) 0 – 20%, tahan (T) 21 – 40%, agak tahan (AT) 41 – 60%, rentan (R) 61 – 80% dan sangat rentan (SR) 81 – 100%. Tingkat ketahanan varietas Grobogan, Anjasmoro, Malabar, Mutiara dan Tidar berdasarkan kerusakan polong dan biji termasuk dalam kategori sangat rentan (SR), hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat varietas yang tahan hama kepik hijau (N. viridula L.). 4.8.
Bobot biji kedelai Berdasarkan hasil penelitian bobot biji kedelai sehat tertinggi pada varietas Grobogan sedangkan terendah pada varietas Mutiara (Tabel 8), hal ini disebabkan pada varietas Mutiara intensitas serangan kepik hijau (N. viridula L.) tertinggi. Berdasarkan hasil uji Duncan pada taraf 5% menunjukkan bahwa pada varietas Mutiara, Anjasmoro, Tidar dengan Grobogan; Mutiara
dengan Malabar bobot biji kedelai sehat berbeda nyata (Tabel 8).
Berdasarkan hasil uji Duncan pada taraf 5% menunjukkan bahwa pada varietas Grobogan, Tidar, Malabar, Mutiara dengan Anjasmoro; Grobogan dengan Mutiara berbeda nyata (Tabel 8). Berdasarkan hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa biji kedelai pada semua varietas yang diuji terserang kepik hijau(N. viridula L.), hal ini sejalan dengan penelitian Samosir dkk., (2015), bahwa biji yang terserang kepik hijau (N. viridula L.) menjadi menjadi keriput dan kempis sehingga biji kehilangan bobot.
Tabel 8. Bobot Biji Kedelai Sehat dan Terserang Pada Lima Varietas Kedelai No
Varietas
Rata-rata Bobot Biji Kedelai (Gram) Sehat
Terserang
1.
Grobogan
0,44 b
0,37 ab
2.
Anjasmoro
0,16 a
0,1 a
3.
Malabar
0,32 ab
0,52 b
4.
Mutiara
0,07 a
0,66 b
5.
Tidar
0,20 a 0,48 b Keterangan : Angka-angka dalam satu kolom yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji LSR pada taraf 5%; Data hasil transformasi logaritma (X+1)
4.9.
Perkembangan kepik hijau (N. viridula L.) Tabel 9 menunjukkan bahwa pada varietas Mutiara tidak terlihat adanya perkembangan kepik hijau (N. viridula L.) hal ini disebabkan oleh mortalitas imago tinggi sehingga peluang kepik hijau (N. viridula L.) untuk menghasilkan telur rendah. Perkembangan kepik hijau (N. viridula L.) pada varietas Anjasmoro rendah terlihat pada parameter keperidian, telur menjadi nimfa, nimfa menjadi imago namun untuk kepiridian generasi ke-4.
Berdasarkan hasil pengamatan didapatkan bobot biji terserang kepik hijau (N. viridula L.) tertinggi pada varietas Mutiara (Tabel 8). Hal ini menunjukkan bahwa kepik hijau (N. viridula L.) mengisap cairan biji sehingga biji kehilangan bobot yang cukup banyak dan menurunkan kuantitas produksi kedelai.
mmmmmmmmmmmmmmmmmmm Tabel 9. Perkembangan Kepik Hijau (N. viridula L.) Pada Lima Varietas Kedelai
Varietas
Mortalitas Imago (ekor)
Parameter Telur Keperidian Menjadi Generasi Nimfa Ke-3 (butir) (ekor) 974 974
Nimfa Menjadi Imago (ekor) 34*
Keperidian Generasi Ke-4 (butir)
Grobogan
18
Anjasmoro
36*
21*
21*
4*
244
Malabar
35
232
232
15*
27
Mutiara Tidar
36*
0*
0*
0*
0*
25
118
118
0*
0*
Keterangan : * menghambat perkembangan kepik hijau (N. viridula L.)
0*
Pada varietas Grobogan, Malabar dan Tidar perkembangan kepik hijau (N. viridula L.) tinggi pada parameter kepiridian, telur menjadi nimfa, nimfa menjadi imago. 5.
KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Kesimpulan dari hasil penelitian ini yaitu kedelai yang dapat menghambat perkembangan kepik hijau (N. viridula L.) yaitu varietas Mutiara dan lima varietas kedelai (Grobogan, Anjasmoro, Malabar, Mutiara dan Tidar) tidak tahan terhadap hama kepik hijau (N. viridula L.). 5.2.
Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mendapatkan varietas kedelai yang tahan hama kepik hijau (N. viridula L.). DAFTAR PUSTAKA Asadi. 2009. Identifikasi Ketahanan Sumber Daya Genetik Kedelai Terhadap Hama Pengisap Polong. Buletin Plasma Nutfah. Vol. 15(1) : 27 – 31. Asadi. 2012. Sidik Lintas Karakter Agronomi dan Ketahanan Hama Pengisap Polong Terhadap Hasil Plasma Nutfah Kedelai. Buletin Plasma Nutfah. Vol. 18(1) : 1 – 8. Baco, D. 1984. Biologi Wereng Coklat (Nilaparvata lugens) dan Wereng Punggung Putih (Sogetella furcifera) Serta Interaksi Antara Keduanya Pada Tanaman Padi. Tesis.
Dipublikasikan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Balai Penelitian Tanaman KacangKacangan dan umbiUmbian. 2012. Deskripsi Varietas Unggul Kedelai 1918 – 2012. Balai Penelitian Tanaman KacangKacangan dan UmbiUmbian. Malang. Hal 74, 76 dan 77. Bayu, MSYI. 2015. Tingkat Serangan Berbagai Hama Polong Pada Plasma Nutfah Kedelai. Prosiding Seminar Nasional Masyarakat Biodiversitas Indonesia. Vol. 1(4) : 878 – 883. Fatah, A. dan A. Satna. 2012. Teknologi Budidaya Kedelai Pada Lahan Sawah. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan. Sulawesi Selatan. Hal 1 – 9. Iman, M. dan W. Tengkano. 2002. Buku Pegangan Hama-Hama Kedelai di Indonesia. Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian. Bogor. Hal 8 – 32 Kalshoven, L. G. E. 1981. The Pests Of Corps In Indonesia. Ichtiar Baru-Van hoeve. Jakarta. Hal 89 – 92. Laba, I.W., A. Rauf dan U. Kartosuwondo. 2006. Parameter Kehidupan Demografi Kepik, Diconocoris Hewetti (Dist.) (Hemiptera: Tingidae) Pada Dua Varietas Lada. Jurnal Littri. Vol. 12(3) : 121 – 127. Marwoto, S. Hardiningsih dan A. Taufiq. 2014. Hama, Penyakit dan Masalah Hara
Pada Tanaman Kedelai Identifikasi dan Pengendaliannya. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. Hal 26 – 27. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. 2014. Deskripsi Varietas Unggul Tanaman Pangan 2009 – 2014. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta. Hal 98 – 99 dan 106 – 109. Rahmawati, R. 2012. Cepat dan Tepat Berantas Hama dan Penyakit Tanaman. Pustaka Baru Press. Yogyakarta. Hal 25 – 37 dan 115. Sarjan, M. dan I. Sab’i. 2014. Karakteristik Polong Kedelai Varitas Unggul yang Terserang Hama Pengisap Polong Pada Kondisi Cekaman Kekeringan. Jurnal Lahan Suboptimal. Vol. 3(2) : 168 – 180. Soejitno, J., Harnoto, W. Tengkano, T. Djuwarso, Budihardjo, I. M. Samudra, A. Iqbal, A. Naito, M. Amir, M. Djaeni, A. Nasution, S. Naito dan S. Takaya. 1990. Petunjuk Bergambar Untuk Identifikasi Hama dan Penyakit Kedelai di Indonesia. Edisi 2. Balai Penelitian Tanaman Pangan. Bogor. Hal 66 – 67. Sudaryanto, T. dan D.K.S. Swastika. 2007. Kedelai. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. Hal 1. Suharsono dan M.M. Adie. 2010. Identifikasi Sumber
Ketahanan Aksesi Plasma Nutfah Kedelai Untuk Ulat Grayak (Spodoptera litura F.). Buletin Plasma Nutfah. Vol. 16(1) : 29 – 37. Sulistyo, A. 2014. Perakitan Varietas Kedelai Tahan Kutu Kebul (Bemisia tabaci Genn.). Buletin Palawija. (28) : 65 – 72. Syofia, I dan F. Amri. 2013. Preferensi Nezara Viridula Ordo Hemiptera Pada Beberapa Jenis Varietas Kedelai (Glycine Max L.). Jurnal Agrium. Vol. 18(2) : 139 – 143. Zulkarnain, I. 1981. Studi Populasi Pengisap Polong Kedelai Riptortus linearis F., Nezara viridula L. dan Piezodorus rubrofaciatus. Skripsi. Dipublikasikan. Universitas Sriwijaya. Palembang. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Drs. Ismanto, M.M., M.Si. dan Dr. Dodin Koswanudin, M.Si. selaku pembimbing yang telah memberikan saran serta arahannya dalam menyusun jurnal ini. Kepala Balai Besar Litbang Bioteknologi dan Sumber daya Genetik Pertanian yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan penelitian.